Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
MENDUGA BOBOT HIDUP DOMBA YANG DIBERI RANSUM BERBASIS KULIT BUAH KAKAO PADA UMUR SATU TAHUN (Prediction of Live Weight of One Year Old Sheep Fed Cocoa Pod Based Rations) WISRI PUASTUTI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT Cocoa pod can be used as feed to replace grass. The objective of this research was to predict the live weight of lamb fed cocoa pod based rations supplemented with organic Zn at the age of one year. Cocoa pod based rations were evaluated on 25 male lambs Sumatera Composite breed with an average age of 30 weeks and an average live weight of 18.8 ± 2.86 kg. Experiments were conducted based on a randomized block design. Five treatment rations evaluated were: R: grass + concentrate; K: cocoa pod + concentrate; KZ: cocoa pod + concentrate + organic Zn; KU: cocoa pod ammoniated + concentrate; KUZ: cocoa pod ammoniated + concentrate + organic Zn. The addition of organic Zn mineral was given as much as 60 ppm. Into cocoa pod without ammoniation based rations urea was added as much as 1% and the cocoa pod ammoniation based rations urea addition was as much as 0.5%. Grass was chopped fresh elephant grass. The treatment rations were offered for 10 weeks. Weighing of sheep was done every week. The results showed that the growth of sheep at age 30 – 40 weeks followed the linier pattern. Growth pattern of grass-based rations followed the equation yR = 0.7161x – 5.8726; R2 = 0.9628. Growth in sheep fed cocoa pod rations followed the following equation: yK = 0.6305x + 4.1004, R2 = 0.9464; yKZ = 0.6926x + 5.6475, R2 = 0.9825; yKU = 0.47738x + 1.0427, R2 = 0.9345; yKUZ = 0.5455x + 1.3556, R2 = 0.9395. Based on the equation sheep reach the live weight at the age of one year each for K = 36.5 kg; KZ = 33.7 kg; KU = 31.1 kg; KUZ = 36.4 kg, whereas sheep fed rations R by 26.2 kg. It is concluded that sheep fed cocoa pod based rations supplemented by organic Zn mineral could reach the live weight at the age of one year similar to sheep grass based ration. Key Words: Sheep, Cocoa Pod, Live Weight ABSTRAK Kulit buah kakao (KBK) dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan pengganti rumput. Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga bobot potong pada domba yang diberi ransum berbasis KBK dengan suplementasi Zn organik pada umur satu tahun. Ransum berbasis KBK diuji pada 25 ekor domba jantan Komposit Sumatera dengan umur rata-rata 30 minggu dan bobot hidup rata-rata 18,8 ± 2,86 kg. Percobaan dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok. Lima macam ransum yang diuji yaitu: R: Rumput Gajah + Konsentrat; K: KBK tanpa amoniasi + Konsentrat; KZ: KBK tanpa amoniasi + Konsentrat + Zn-Organik; KU: KBK amoniasi + Konsentrat; KUZ: KBK amoniasi + Konsentrat + Zn-Organik. Penambahan mineral Zn organik dilakukan sebanyak 60 ppm. Pada ransum berbasis KBK tanpa amoniasi ditambahkan urea sebanyak 1% dan ransum berbasis KBK amoniasi ditambahkan urea sebanyak 0,5%. Rumput yang digunakan adalah rumput gajah segar yang dicacah. Ransum perlakuan diberikan selama 10 minggu. Penimbangan ternak dilakukan setiap minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan domba umur 30 – 40 minggu mengikuti pola linier. Pertumbuhan ransum berbasis rumput mengikuti persamaan yR = 0,7161x - 5,8726 dengan R2 = 0,9628. Domba yang mendapat ransum berbasis KBK pertumbuhannya mengikuti persamaan sebagai berikut: yK = 0,6305x + 4,1004, R2 = 0,9464; yKZ = 0,6926x + 5,6475, R2 = 0,9825; yKU = 0,47738x + 1,0427, R2 = 0,9345; yKUZ = 0,5455x + 1,3556, R2 = 0,9395. Berdasarkan persamaan tersebut dapat diduga bobot domba pada umur setahun yaitu domba yang diberi ransum berbasis KBK dapat mencapai bobot potong pada umur satu tahun, masing-masing sebesar K = 28,7 kg; KZ = 30,4 kg; KU = 26,2 kg; KUZ = 27,0 kg, sedangkan domba yang diberi ransum R sebesar 31,4 kg. Dapat disimpulkan bahwa pada umur
485
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
setahun domba yang diberi ransum berbasis KBK yang disuplementasi Zn organik memiliki bobot hidup yang setara dengan yang diberi rumput. Kata Kunci: Domba, Kulit Buah Kakao, Bobot Hidup
PENDAHULUAN Dalam rangka pengembangan usaha peternakan yang berkelanjutan perlu diarahkan pada pemanfaatan sumber pakan yang tersedia di lokasi pengembangan. Dengan pemanfaatan pakan spesifik lokasi, diharapkan ketersediaan pakan akan terjamin dan usaha peternakan terus berkembang. Bermacam-macam bahan pakan alternatif pengganti hijauan rumput terus dikaji untuk dapat mengoptimalkan produktivitas ternak ruminansia, diantaranya adalah produk samping perkebunan. Sumber pakan potensial dari produk samping perkebunan coklat (kakao) adalah kulit buahnya, yang dikenal dengan kulit buah kakao (KBK). Perkebunan kakao di Indonesia tersebar hampir di seluruh propinsi, kecuali di DKI Jakarta. Berdasarkan data Ditjen Perkebunan pada tahun 2010 luas perkebunan kakao mencapai 1.651.539 ha yang terdiri dari 1.555.596 ha milik rakyat, 50.104 ha milik pemerintah dan 45.839 ha milik perusahaan swasta. Produksi biji kakao rata-rata mencapai 844.626 ton. Berdasarkan perbandingan komposisi KBK : biji : plasenta sebesar berturut-turut 50,8 : 47,2 : 2 maka potensi KBK sebagai bahan pakan mencapai 909.047 ton. Menurut laporan yang dikumpulkan oleh SMITH (2009) bahwa biomassa KBK kering mengandung sekitar 6 – 10% protein, 24 – 42% serat kasar, 49 – 64% BETN, dan 9 – 16% abu. Dengan demikian jumlah KBK tersebut dapat memenuhi kebutuhan serat untuk > 300 ribu ekor sapi atau > 2 juta ekor dombakambing. Pemanfaatan KBK sebagai pakan mampu mengatasi kekurangan hijauan di musim kemarau dan mengurangi waktu untuk mencari hijauan, sehingga peternak akan lebih efisien memanfaatkan waktu. Walaupun demikian seperti produk samping pertanian lainnya, ketersediaan nutrien biomassa KBK juga dibatasi oleh kecernaan yang rendah. Selain itu ketersediaannya bergantung pada musim panen sehingga perlu pengolahan untuk memperpanjang masa simpan. Penggunaan
486
KBK segar hanya pada waktu musim panen buah kakao saja dikarenakan daya simpan KBK tidak lebih dari 3 hari jika sudah dipisahkan dari bijinya (PUASTUTI et al., 2009). KBK yang disimpan lebih dari 24 jam menjadi mudah berjamur di bawah kondisi lembab, sehingga menyebabkan tidak palatabel (OLUBAJO et al., 2009). Upaya meningkatkan nilai nutrien biomassa KBK dan mengatasi berlimpahnya produksi KBK perlu dilakukan pengolahan seperti dengan cara amoniasi. Amoniasi merupakan pengolahan secara alkali dengan penambahan urea. Urea sering digunakan untuk meningkatkan kecernaan pakan serat melalui proses amoniasi (VAN SOEST, 2006). Penelitian pemanfaatan KBK sebagai pakan ternak domba maupun sapi telah dilaporkan. Penggunaan KBK dengan perlakuan amoniasi maupun tanpa amoniasi dalam ransum domba menghasilkan konsumsi bahan kering (BK) ransum yang lebih tinggi dibandingkan dengan ransum berbasis rumput segar namun demikian tidak diikuti dengan perbedaan kecernaan nutriennya (PUASTUTI et al., 2010). Menurut RINDUWATI dan ISMARTOYO (2002) bahwa tingginya kandungan tanin pada KBK (0,84% dari BK) mempengaruhi daya cerna karena tanin dapat mengikat protein, selulusa dan hemiselulosa. Walau demikian kulit buah coklat amoniasi mampu menggantikan rumput pada ransum domba (ZAIN, 2009). Pemberian KBK tanpa diolah pada sapi Holstein mampu meningkatkan pertumbuhan sebesar 0,693 kg/hari, dan pada pemberian KBK yang diolah secara amoniasi, silase dengan tetes, silase dengan isi rumen dan fermentasi oleh Phanerochaeta chrysosporum selama 7 hari meningkatkan pertumbuhan masing-masing menjadi 1,48; 0,767; 0,72 dan 1,37 kg/hari (LACONI, 1998). Hasil tersebut menujukkan bahwa pengolahan KBK secara amoniasi memberikan respon yang terbaik bagi ternak sapi. Respon pertumbuhan domba yang mendapat ransum berbasis KBK tanpa amoniasi dengan suplementasi Zn organik menghasilkan pertambahan bobot hidup harian (PBHH) yang setara dengan ransum berbasis rumput. Pada penelitian ini penggunaan KBK
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
pada ransum domba diolah dengan penambahan urea sejumlah 1,5% dari bahan kering melalui proses amoniasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga bobot hidup domba pada umur potong (umur satu tahun) yang diberi ransum berbasis KBK dengan suplementasi Zn organik.
ZnSO4 melalui fementasi dengan mikroba Saccharomyces cerevisiae. Ransum berbasis KBK diuji pada 25 ekor domba Komposit Sumatera. Domba yang digunakan berkelamin jantan dengan umur rata-rata 30 minggu dan bobot hidup rata-rata 18,8 ± 2,86 kg. Lima macam ransum yang diuji yaitu: R : Rumput Gajah + Konsentrat (Kontrol positif) K : KBK tanpa amoniasi + Konsentrat KZ : KBK tanpa amoniasi + Konsentrat + ZnOrganik; KU : KBK amoniasi + Konsentrat; KUZ : KBK amoniasi + Konsentrat + ZnOrganik.
MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di laboratorium percobaan Balitnak, Bogor. Biomassa KBK yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari perkebunan PTPN VIII Rajamandala Bandung. Biomassa KBK dicacah terlebih dahulu dengan ukuran ketebalan 1 – 2 cm. Sebagian dari biomassa KBK yang dicacah langsung dikeringkan dan selanjutnya digiling. Sebagian biomassa KBK lainnya diproses secara amoniasi dengan menambahkan urea teknis sebanyak 1,5% (b/b). Waktu yang diperlukan untuk proses pengolahan KBK selama 7 hari dalam kondisi anaerob. Setelah disimpan selama 7 hari biomassa KBK dikeringkan dan digiling. Biomassa KBK tanpa diolah dan KBK yang diamoniasi selanjutnya digunakan dalam formulasi ransum bersama beberapa bahan pakan sumber energi dan protein lainnya. Penambahan mineral Zn organik dilakukan sebanyak 60 ppm. Digunakan mineral Zn organik hasil sintesis
Pada ransum berbasis KBK masing-masing ditambahkan urea sebanyak 1% dan ransum berbasis KBK amoniasi ditambahkan urea sebanyak 0,5%, guna menjamin ketersediaan N-amonia di dalam rumen. Rumput yang digunakan adalah rumput gajah segar yang dicacah. Susunan ransum selengkapnya disajikan pada Tabel 1. Pengujian ransum dilakukan selama 10 minggu dan sebelum pengumpulan data dilakukan adaptasi selama 2 minggu. Penimbangan ternak dilakukan setiap minggu pada waktu pagi hari sebelum ternak diberi pakan. Data yang terkumpul dianalisis dengan program software Excel 2003 untuk
Tabel 1. Susunan ransum percobaan R
K
KZ
KU
KUZ
Rumput
40,00
0,00
0,00
0,00
0,00
KBK asli
0,00
40,00
40,00
0,00
0,00
KBK amoniasi
0,00
0,00
0,00
40,00
40,00
60,00
60,00
60,00
60,00
60,00
0,00
0,00
60,00
0,00
60,00
BK (%)
88,31
87,74
87,66
87,19
87,15
PK (%)
15,99
17,85
18,08
17,54
17,28
Abu (%)
10,14
9,03
8,75
9,04
8,58
NDF (%)
37,33
39,84
37,86
39,97
39,30
ADF (%)
25,33
31,97
31,89
33,38
32,44
Bahan pakan (%)
Konsentrat Zn organik (ppm) Komposisi kimia *)
*) Hasil analisa Lab. Proksimat BPT Ciawi (2009)
487
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
menentukan pola pertumbuhan domba dan untuk menduga bobot yang dicapai pada umur satu tahun atau 52 minggu dari masing-masing ransum perlakuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola pertumbuhan domba Pertumbuhan domba yang diukur setiap minggu selama masa pengumpulan data dari masing-masing ransum perlakuan disajikan pada Gambar 1. Pertumbuhan domba umur 30 – 40 minggu dari masing-masing ransum perlakuan menunjukkan pola linier. Ditunjukkan pada Gambar 1 bahwa domba yang diberi ransum berbasis rumput (R) paling tinggi pertumbuhannya dibandingkan dengan ransum berbasis KBK (K, KZ, KU, KUZ). Pola pertumbuhan ini sejalan dengan besarnya nilai pertambahan bobot hidup harian (PBHH). Nilai rataan PBHH yang dilaporkan PUASTUTI et al. (2010), bahwa ransum berbasis rumput sebanding dengan ransum berbasis KBK yang disuplementasi Zn organik dalam
menghasilkan PBHH yaitu sebesar R = 92,19 g/e dengan KZ = 93,44 g/e dan secara statistik tidak berbeda dengan ransum berbasis KBK tanpa suplementasi Zn organik, K = 81,13 g/e. Ketiga ransum berbeda bila dibandingkan dengan ransum KU = 73,44 g/e dan KUZ = 61,72 g/e. Penggunaan KBK amoniasi belum mampu menyediakan nutrien untuk meningkatkan pertumbuhan dibandingkan dengan KBK tanpa amoniasi (KU, KUZ vs K, KZ). Pengolahan KBK dengan amoniasi selama tujuh hari belum menghasilkan peningkatan nilai kecernaan BK yang signifikan, sehingga belum mampu meningkatkan ketersediaan nutriennya. Nilai kecernaan BK in vitro dari ransum berbasis biomassa KBK amoniasi sebesar 57% (PUASTUTI et al., 2009). Nilai kecernaan BK dari ransum berbasis KBK amoniasi yang lebih tinggi (65,86%) dilaporkan oleh ZAIN (2009) melalui proses amoniasi selama 21 hari. Adanya suplementasi Zn organik terlihat mampu meningkatkan pertumbuhan pada domba yang diberi ransum berbasis KBK baik tanpa maupun diamoniasi. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa
25 yR = 0,7162x - 5,8726 R2 = 0,9628 Bobot hidup (kg)
23
R K
yKZ = 0,6926x - 5,6475 R2= 0,9825 yK = 0,6305x - 4,1004 R2 = 0,9464
21
KZ KU KUZ Linear (R)
19
17 7 15 5 30
Linear (K) Linear (KZ) Linear (KU)
yKUZ = 0,5455x - 1,3556 R2 = 0,9395 yKU = 0,4773x + 1,0427 R2 = 0,9345
32
34
36
38
40
Linear (KUZ)
42
Penimbangan minggu keR: Rumput + Konsentrat (Kontrol positif); K: KBK tanpa amoniasi + Konsentrat; KZ: KBK tanpa amoniasi + Konsentrat + Zn-Organik; KU: KBK amoniasi + Konsentrat; KUZ = KBK amoniasi + Konsentrat + ZnOrganik Gambar 1. Pola pertumbuhan domba yang diberi ransum berbasis KBK
488
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
suplementasi Zn-proteinat pada domba lokal menghasilkan PBHH sebesar 83,71 ge-1h-1 lebih tinggi 32% dibandingkan kontrol tanpa suplementasi mineral (KARDAYA et al., 2001). BOBOT HIDUP DOMBA UMUR SATU TAHUN Berdasarkan pola pertumbuhan selama 10 minggu diperoleh persamaan masing-masing ransum perlakuan (Gambar 1) yaitu, ransum berbasis rumput yR = 0,7162x - 5,8726; R2 = 0,9628, ransum berbasis KBK masing-masing yaitu: yK = 0,6305x - 4,1004; R2 = 0,9464; yKZ = 0,6926x - 5,6475; R2 = 0,9825; yKU = 0,4773x + 1,0427; R2 = 0,9345; yKUZ = 0,5455x - 1,3556; R2 = 0,9395. Ransum berbasis rumput dan KBK tanpa amoniasi menghasilkan kurva pertumbuhan linier dengan pola yang serupa sehingga tidak menunjukkan adanya perbedaan PBHH di antara R vs K, KZ. Bila dilihat dari nilai koefisien regresinya (bo) ketiga ransum nilainya hampir sama. Bobot potong domba secara umum dicapai pada umur lebih kurang satu tahun. Asumsi ini didasarkan pada umur pemotongan domba untuk keperluan sebagai hewan potong maupun hewan kurban. Kurva pertumbuhan domba yang diduga berdasarkan model Von
Bartalanffy pada domba Priangan dan persilangannya telah dilaporkan oleh INOUNU et al. (2008) menunjukkan pola non linier dan domba periode lepas sapih setelah umur 180 hari hingga satu tahun polanya mendekati linier. Dengan menggunakan persamaan (Gambar 1) pola pertumbuhan domba (umur 31 hingga 40 minggu) dapat digunakan untuk menduga bobot hidup domba pada umur 52 minggu atau satu tahun. Berdasarkan ekstrapolasi, bobot hidup domba yang mendapat ransum rumput (R) pada umur 52 minggu mencapai 31,34 kg. Bobot hidup domba perlakuan R ini lebih tinggi dibandingkan dengan domba yang mendapat ransum KBK. Domba yang mendapat ransum berbasis KBK masing-masing mencapai bobot hidup satu tahun yaitu sebesar K = 28,69 kg; KZ = 30,37 kg; KU = 26,22 kg; dan KUZ = 27,01 kg. Berdasarkan laporan sebelumnya, konsumsi bahan kering ransum berbasis KBK rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan ransum berbasis rumput, namun belum menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggi. Terdapat perbedaan antara ternak domba yang diberi ransum berbasis rumput segar dibandingkan dengan berbasis tepung KBK yaitu 12,19 g/kg BH0,75 vs 15,04 g/kg BH0,74 (PUASTUTI et al., 2010). Hal ini karena pengolahan secara
R: Rumput + Konsentrat (Kontrol positif); K: KBK tanpa amoniasi + Konsentrat; KZ: KBK tanpa amoniasi + Konsentrat + Zn-Organik; KU: KBK amoniasi + Konsentrat; KUZ: KBK amoniasi + Konsentrat + Zn-Organik Gambar 2. Prediksi bobot hidup domba yang diberi ransum berbasis KBK pada umur satu tahun
489
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
amoniasi pada KBK tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam hal nilai kecernaan antara ransum K dan KZ dengan ransum KU dan KUZ. Proses amoniasi KBK yang dilakukan pada penelitian ini selama 7 hari diduga masih kurang efektif untuk memutus ikatan lignin dan ester yang ada pada serat KBK sehingga belum meningkatkan kecernaan. Bahan pakan yang kaya serat banyak mengandung lignin, dengan adanya ikatan ester menyebabkan lignin terikat selulosa dan hemiselulosa sehingga akan menghambat penetrasi enzim selulase. Selain itu senyawa tanin dalam KBK juga mempengaruhi kecernaan protein, karena tanin dapat mengikat nutrien terutama protein sehingga mempengaruhi ketersediaan nutrien KBK (SAHOO et al., 2010). Ransum berbasis rumput (ransum R) memiliki rasio konsumsi PK maupun BK terhadap PBHH yang paling kecil (1,24 dan 7,14), yang artinya semakin efisien menggunakan protein dan bahan kering untuk pertumbuhannya. Utilisasi nitrogen asal amoniasi dan penambahan urea (pada ransum KU dan KUZ) pada penelitian ini relatif rendah (PUASTUTI et al., 2010). Dengan suplementasi Zn organik pada ransum menunjukkan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan pada ransum berbasis KBK baik tanpa maupun dengan amoniasi. Suplementasi Zn organik sebesar 60 ppm dapat meningkatkan metabolisme di dalam rumen sehingga meningkatkan pertumbuhan domba. Penambahan mineral Zn-metionin dalam pakan dapat meningkatkan kecernaan komponen serat kasar secara in vitro (HARYANTO et al., 2001; SUPRIYATI, 2008). Meningkatnya kecernaan mengindikasikan meningkatnya ketersediaan nutrien ransum untuk mendukung pertumbuhan. Penggunaan Zn-biokompleks dan metionat masing-masing sebesar 50 mg/kg bahan kering ransum mampu meningkatkan PBHH sebesar 35% dibandingkan dengan kontrolnya (71,28; 71,30 vs 53,6 ge-1h-1) dan tidak ada perbedaan antara bentuk Znbiokomplek dengan metionat (SUPRIYATI, 2008). KESIMPULAN Domba umur satu tahun yang diberi ransum berbasis KBK dapat mencapai bobot hidup
490
masing-masing sebesar K = 28,7 kg; KZ = 30,4 kg; KU = 26,2 kg; KUZ = 27,0 kg, sedangkan domba yang diberi ransum berbasis rumput sebesar 31,4 kg. Pada umur setahun domba yang diberi ransum berbasis KBK yang disuplementasi Zn organik memiliki bobot hidup yang setara dengan yang diberi rumput. DAFTAR PUSTAKA DITJEN PERKEBUNAN. 2011. Luas areal dan produksi perkebunan seluruh indonesia menurut pengusahaan. Komoditas Kakao. Direktorat Jenderal Perkebunan. http: //ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/vie wstat/komoditiutama/4-Kakao. (11/04/2011). HARYANTO, B., SUPRIYATI dan S. ASKAR. 2001. Zinc methionin untuk meningkatkan degradasi serat kasar. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor, 18 – 1 9 September 2000. hlm. 203 – 207. INOUNU, I., D. MAULUDDIN dan SUBANDRIYO, 2008. Karakteristik pertumbuhan domba Garut dan persilangannya. JITV 13(1): 13 – 22. KARDAYA, D., SUPRIYATI, SURYAHADI dan T. TOHARMAT. 2001. Pengaruh suplementasi Znproteinat, Cu-proteinat dan ammonium molibdat terhadap performans domba lokal. Media Peternakan 24: 1 – 9. OLUBAJO, F.O., M.M. ASONIBARE and E.O. AWOLUMATE. 2009. Cocoa-pod silage and cocoa-pod grass silage in goat and sheep nutrition. http://www.ilri.org/InfoServ/Webpub/Fulldocs /X5490e/x5490e0t.hm. (29 Januari 2007). PUASTUTI, W., D. YULISTIANI dan SUPRIYATI. 2009. Ransum berbasis kulit buah kakao diperkaya mineral: Tinjauan pada kecernaan dan fermentasi rumen in vitro. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor, 13 – 14 Agustus 2009. hlm. 442 – 448. PUASTUTI, W., D. YULISTIANI, I.W. MATHIUS, F. GIYAI, dan E. DIHANSIH. 2010. Ransum berbasis kulit buah kakao yang disuplementasi Zn organik: Respon pertumbuhan pada Domba. JITV 15(4): 269 – 277. PUASTUTI, W., D. YULISTIANI dan S.A.A. ASMARASARI. 2010. Ransum berbasis kulit buah kakao yang disuplementasi Zn organik: Efisiensi penggunaan ransum pada domba.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Pros. Seminar Nasional Peningkatan Produksi berbasis Sumber Daya Lokal. Fakultas Peternakan UNPAD Bandung 4 November 2010. hlm. 370 – 376. RINDUWATI dan ISMARTOYO. 2002. Karakteristik degradasi beberapa jenis pakan (in sacco) dalam rumen ternak kambing. Bul. Nutrisi dan Makanan Ternak 31: 1 – 14. SMITH, O.B. 2009. Solution to the practical problems of feeding cocoa-pods to ruminants. http://www.ilri.or/InfoServ/Webpub/Fulldocs/ X5490e/x5490e0w.htm. (29 Januari 2009).
SUPRIYATI, 2008. Pengaruh suplementasi zinkbiokompleks dan zink-metionat dalam ransom domba. JITV 13(2): 89 – 94. VAN SOEST, P.J. 2006. Rice straw the role of silica and treatment to improve quality. J. Anim. Feed Sci. and Tech. 130: 137 – 171. ZAIN, M. 2009. Substitusi rumput lapangan dengan kulit buah coklat amoniasi dalam ransum domba lokal. Media Peternakan. 32(1): 47 – 52.
491