Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
PENAMPILAN PRODUKSI KERBAU LUMPUR JANTAN MUDA YANG DIBERI PAKAN AMPAS BIR SEBAGAI PENGGANTI KONSENTRAT JADI (The Performance of Young Swamp Buffalo Bulls Fed Brewery By-product as Fabricated Concentrate Substitution) EDY RIANTO, YUDHI HERYANTO dan MUKH ARIFIN Fakultas Petrnakan Universitas Diponegoro, Semarang
ABSTRACT An experiment was carried out to investigate the effect of concentrate substitution by brewery by-product on the performance of young swamp buffalo bulls.This esperiment used 8 young buffalo bulls (aged 1.5 years and weighed 160.32 ± 17.82 kg), fed rice straw as a basal diet. The buffaloes were allocated into a Completely Randomised Design (CRD) with 2 treatments, i.e. T0: 100% concentrate (without brewery byproduct); and T1: 50% concentrate and 50% brewery by-product. Data collection was carried out in 10 weeks. The results showed that dry matter intakes of the treatments were not significantly different (P>0.05), while crude protein intake of T1 was significantly (P<0,05) higher than that of T0. The dry matter digestibility of the two treatment were not significantly different (P>0,05). Average daily liveweight gain of T1 (0.66 kg) was significantly (P<0,05) higher than that of T0 (0.37 kg), and feed conversion of T1 (8.02) was significantly (P<0,05) lower than that of T0 (11.92). It was concluded that substitution of concentrate by brewery by-product improved the performance of young buffalo bulls. Key Words: Buffalo Bull, Brewery By-Product, Rice Straw, Performance ABSTRAK Suatu penelitian telah dilaksanakan dengan tujuan untuk mengkaji pengaruh penggantian konsentrat pabrik dengan ampas bir terhadap penampilan produksi kerbau lumpur jantan muda. Penelitian ini menggunakan 8 ekor kerbau jantan muda (umur sekitar 1,5 tahun, bobot 160,32 ± 17,82 kg), yang mendapat jerami padi sebagi pakan basal. Kerbau-kerbau tersebut dialokasikan ke dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan, yaitu: T0: tanpa pengantian konsentrat dengan ampas bir; dan T1: 50% konsentrat diganti ampas bir. Pengumpulan data dilakukan selama 10 minggu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering (BK) tidak berbeda nyata (P>0,05) antar perlakuan, sedangkan konsumsi protein kasar pada T1 nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada T0. Kecernaan pakan pada kedua perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). Pertambahan bobot hidup harian (PBHH) T1 (0,66 kg) nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada PBHH T0 (0,37 kg), dan konversi pakan T1 (8,02) nyata (P<0,05) lebih rendah daripada T0 (11,92). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggantian konsentrat dengan ampas bir meningkatkan penampilan produksi kerbau jantan muda. Kata Kunci: Kerbau Jantan, Ampas Bir, Jerami Padi, Penampilan Produksi
PENDAHULUAN Pemanfaatan ternak kerbau sebagai penghasil daging masih merupakan sebuah tujuan sampingan. Pada umumnya kerbau diambil dagingnya setelah tidak berguna lagi sebagai tenaga kerja. Padahal kerbau memiliki potensi yang tidak kalah dengan ternak sapi ataupun ternak lainnya sebagai penghasil
daging. Oleh karena itu, potensi kerbau sebagai penghasil daging perlu digali, agar kerbau dapat menjadi ternak yang bernilai ekonomi tinggi. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ternak kerbau sebagai penghasil daging adalah antara lain dengan memberikan pakan yang berkualitas tinggi, misalnya dengan menambahkan konsentrat dalam ransum.
299 299
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Pada saat yang sama, meningkatnya populasi ternak dan bangkitnya kembali usaha peternakan di Indonesia mengharuskan kita untuk selalu berusaha mendapatkan bahan pakan ternak yang tersedia secara kontinyu. Salah satu bahan yang sangat potensial sebagai pakan ruminansia adalah ampas bir. Ampas bir mengandung protein cukup tinggi, yaitu 21,8%, dan penggunaannya tidak bersaing dengan manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penampilan produksi kerbau jantan muda yang diberi pakan ampas bir sebagai pengganti konsentrat. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi dan sumbangan pengetahuan di bidang peternakan tentang pemanfaatan ampas bir sebagai bahan pakan pengganti konsentrat pada kerbau jantan muda. MATERI DAN METODE Materi dan peralatan penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian ini berupa 8 ekor kerbau jantan muda dengan bobot hidup awal rata-rata 160,32 ± 17,82 kg (CV = 11,12%), yang ditempatkan di kandang petak individu, yang dilengkapi tempat pakan dan minum. Kerbau-kerbau tersebut diberi pakan jerami kering ad libitum dan konsentrat dengan jumlah bahan kering (BK) sebanyak 1,25% dari bobot hidup, serta ampas bir sebagai pengganti 50% dari konsentrat. Kandungan nutrisi pakan yang digunakan dalam penelitian ini tertera pada Tabel 1. Rancangan percobaan Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 perlakuan dan 4 ulangan pada tiap perlakuan. Perlakuan pakan yang diterapkan adalah sebagai berikut:
To : Jerami padi ad libitum + Konsentrat 100% (1,25% dari Bobot hidup), tanpa ampas bir. T1 : Jerami padi ad libitum + Konsentrat 50% (0,625% dari Bobot hidup) + Ampas bir 50% (0,625% dari Bobot hidup) Perhitungan pemberian konsentrat dan ampas bir dilakukan berdasarkan 100% bahan kering Prosedur penelitian Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap adaptasi (3 minggu), tahap pendahuluan (2 minggu) dan tahap perlakuan (10 minggu). Pada tahap adaptasi, kerbau diberi obat cacing untuk menghilangkan gangguan parasit cacing di tubuh ternak kerbau. Kerbau kemudian diberi pakan penelitian secara bertahap untuk membiasakannya mengkonsumsi pakan tersebut. Pada tahap pendahuluan dilakukan pengacakan kerbau untuk penempatan di kandang dan perlakuan. Pakan yang diberikan pada tahap ini telah sesuai dengan perlakuan pakan yang dicobakan untuk menghilangkan pengaruh pakan sebelumnya. Pada akhir tahap pendahuluan dilakukan penimbangan bobot hidup untuk mengetahui bobot hidup awal kerbau penelitian. Pada periode perlakuan ternak diberi pakan sesuai dengan perlakuan yang diterapkan. Konsentrat dan ampas bir diberikan dua kali sehari, yaitu pada pukul 07.00 WIB dan 14.00 WIB, sedangkan jerami padi diberikan secara ad libitum. Air minum diberikan secara ad libitum. Penimbangan sisa pakan dilakukan setiap pagi hari. Penimbangan kerbau dilakukan setiap 1 minggu sekali, pada pagi hari sebelum diberi pakan, untuk mengetahui perkembangan bobot hidupnya.
Tabel 1. Kandungan nutrisi bahan pakan penelitian Jenis Pakan Konsentrat jadi Ampas bir Jerami padi
300
BK (%) 86,83 88,71 88,66
Kandungan nutrisi dalam 100% BK Abu
Protein
Lemak
SK
BETN
7,54 5,23 18,84
16,18 26,08 7,87
1,81 6,67 2,25
24,46 17,57 37,51
50,02 44,45 33,53
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Guna pengukuran kecernaan pakan dan nilai “total digestible nutrient” (TDN), dilakukan total koleksi feses pada minggu ke 4, selama 5 hari berturut-turut. Setiap hari diambil sampel sebanyak 5% dari feses yang terkumpul, kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 135oC. Feses yang kering ditumbuk dan dicampur hingga homogen, kemudian diambil sub-sampel untuk dianalisis. Data hasil penelitian dianalisis dengan uji tstudent sesuai dengan petunjuk STEEL dan TORRIE (1984). HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi bahan kering dan bahan organik pakan Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa konsumsi BK dan BO kedua perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa penggantian ampas bir sampai 50% dari konsentrat tidak berpengaruh terhadap palatabilitas (Tabel 2). Hal ini terjadi karena kecernaan pakan antara T0 dan T1 yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Salah satu faktor yang mempengaruhi kecernaan adalah serat kasar pakan, dengan kandungan serat kasar pakan yang tidak berbeda nyata yaitu pada T0 sebesar 51,9% dan pada T1 sebesar 42,3%, maka laju pakan dalam saluran pencernaanpun tidak berbeda nyata, hal ini menyebabkan kecernaan pakan menjadi tidak berbeda nyata. Konsumsi BK pada penelitian ini jauh lebih tinggi daripada hasil penelitian WIDODO et al. (2002), yang mendapatkan konsumsi BK pada kerbau betina muda (umur satu tahun) sebesar 26,3−3,12 kg/hari. Pada penelitian WIDODO et al. (2002) tersebut ransum yang diberikan berupa jerami padi atau jerami plus ureamolases. Konsumsi BK pada penelitian ini sedikit lebih tinggi dariapda hasil penelitian PURNOMOADI et al. (2003), yang mendapatkan konsumsi BK sebesar 4,55−4,77 kg/hari pada kerbau dara yang diberi pakan rumput gajah, konsentrat dan ampas kecap. Selain disebabkan oleh perbedaan kelamin, perbedaan jumlah konsumsi BK ini disebabkan ransum yang diberikan. Pada penelitian yang dilakukan oleh WIDODO et al. (2002), kandungan protein ransum yang diberikan jauh lebih rendah daripada yang terkandung dalam ransum yang
digunakan pada penelitian ini, sementara pada penelitian PURNOMOADI et al. (2003) kandungan protein ransum hampir sama dengan kandungan protein ransum pada penelitian ini. Dinyatakan oleh MCDONALD et al. (1988) bahwa tingkat konsumsi pakan antara lain dipengaruhi oleh kandungan proteinnya. Tabel 2. Rata-rata konsumsi pakan kerbau penelitian Konsumsi
Perlakuan T0
T1
Perbedaan
..(kg/hari).. Konsumsi BK total
4,34 5,09
tn
Konsumsi BK jerami
2,08 2,51
tn
Konsumsi PK total
0,53 0,76
n
Konsumsi BO total
3,77 4,46
tn
n: nyata (P<0,05), tn: tidak nyata (P>0,05)
Konsumsi protein Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa konsumsi protein pada T1 nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada T0 (Tabel2). Peningkatan konsumsi PK ini disebabkan oleh peningkatan kadar PK pada pakan T1 sebagai akibat dari penambahan ampas bir. Ampas bir mempunyai kandungan PK yang tinggi, yaitu 26,08%, sementara kandungan PK konsentrat jadi hanya 16,18% (Tabel 1). Peningkatan konsumsi PK disebabkan juga oleh peningkatan konsumsi BK total sebanyak 0,75 kg pada kerbau T1. Pakan tercerna dan persentase kecernaan pakan Tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) antara T0 dan T1 dalam hal kecernaan BK dan BO, sehingga konsumsi BK dan BO tercerna kedua perlakuan juga tidak berbeda nyata (P>0,05). Tidak adanya perbedaan ini diduga karena jumlah konsumsi BK dan BO antara kedua perlakuan juga tidak berbeda nyata yang dikarenakan kandungan SK pakan yang tidak berbeda nyata sehingga konsumsi pakan tidak berbeda nyata. Persentase Kecernaan BK, BO, dan BK, BO tercerna dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.
301
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 3. Rata-rata persentase kecernaan BK dan BO, serta konsumsi BK tercerna, BO tercerna dan TDN Parameter
T0
T1
Perbedaan
Kecernaan BK (%)
51,76
52,22
tn
Kecernaan BO (%) Konsumsi BK tercerna (kg) Konsumsi BO tercerna (kg) Konsumsi TDN total (kg)
59,17
57,85
tn
2,08
2,36
tn
2,07
2,30
tn
2,29
2,64
tn
tn: tidak nyata (P>0,05)
Kecernaan BK dalam penelitian ini relatif tinggi yaitu 51,76% pada T0 (tanpa ampas bir) dan 52,22% pada T1 (dengan ampas bir). Menurut CHALLMERS (1974), kerbau yang mendapat pakan jerami padi dan suplementasi konsentrat sebesar 20% mempunyai kecernaan BK sekitar 40%. Dalam penelitian ini kerbau mendapat suplementasi pakan konsentrat sebesar 50%, sehingga kecernaan yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih tinggi. Hasil penelitian ini lebih rendah daripada yang diperoleh PURNOMOADI et al. (2003). Hasil penelitian PURNOMOADI et al. (2003) menunjukkan bahwa pakan yang terdiri dari 70% rumput gajah, 22,5% konsentrat pabrik dan 7,5 ampas kecap mempunyai nilai kecernaan sebesar 59,3% pada kerbau dara (umur 1,5 tahun). Perbedaan ini kemungkinan terjadi karena pakan basal yang digunakan pada penelitian yang dilaporkan ini berupa jerami (27,51% SK), sedangkan pakan basal yang digunakan pada penelitian PURNOMOADI et al. (2003) adalah rumput gajah dengan kandungan SK 33,4. Kecernaan jerami pada pada umumnya rendah karena tinggi kandungan lignin (MCDONALD et al., 1988). Konsumsi Total Digestible Nutrients (TDN) Rata-rata konsumsi TDN pada T0 dan T1 secara berturut-turut adalah 2,29 kg/hari dan 2,64 kg/hari. Hasil perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa konsumsi TDN pada kedua perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05), artinya bahwa antara T0 dan T1 mempunyai kemampuan yang sama dalam mengkonsumsi TDN. Hal ini berkaitan dengan konsumsi dan
302
kecernaan BO yang juga tidak berbeda nyata, sebab dalam BO terdapat kandungan PK, lemak, SK dan BETN. Total Digestible Nutrients merupakan fungsi dari kecernaan BO yang terdiri dari protein, lemak, SK, dan BETN (HARTADI et al., 1986). Konsumsi TDN pada T0 dan T1 belum mencukupi kebutuhan TDN yang direkomendasikan oleh KEARL (1982), bahwa kebutuhan akan TDN pada kerbau dengan bobot hidup 171,57 kg (T0) dan 192,83 kg (T1) dengan target PBHH sebesar 0,5 kg masingmasing adalah 2,79 kg/hari dan 3,11 kg/hari. Kandungan TDN pada kerbau T1 juga belum mencukupi kebutuhan, sedangkan konsumsi PK pakan pada T1 sebesar 0,764 kg. Kandungan PK pakan kerbau T1 jauh melebihi kebutuhan PK yang direkomendasikan oleh KEARL (1982), yaitu 519 gr/hari. Hal ini memungkinkan untuk kerbau T1 dapat memenuhi target PBHH sebesar 0,5 kg. Pertambahan bobot hidup harian (PBHH) Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa PBHH pada T1 (0,66) nyata (P<0,05) lebih tinggi dari pada PBHH pada T0 (0,37 kg). Hal ini menunjukkan bahwa penggantian 50% konsentrat jadi dengan ampas bir berhasil meningkatkan PBHH kerbau. Adanya perbedaan yang nyata pada PBHH antara kedua perlakuan (T0 dan T1) dimungkinkan apabila melihat konsumsi PK. Konsumsi PK pada kedua perlakuan dalam penelitian ini juga berbeda nyata yaitu 0,529 kg pada T0 dan 0,764 kg pada T1. Dalam penelitian ini kerbau yang digunakan masih dalam masa pertumbuhan, yaitu pada umur 1−1,5 tahun. Kerbau pada masa pertumbuhan sangat membutuhkan nutrisi terutama protein untuk menunjang pertumbuhannya. Artinya dengan adanya peningkatan konsumsi PK antara kedua perlakuan dalam penelitian ini memungkinkan terjadinya peningkatan PBB pada kerbau. Hal ini sesuai pendapat PRESTON dan WILLIS (1974) bahwa protein pakan sangatlah dibutuhkan oleh ternak untuk pertumbuhannya. Lebih lanjut dijelaskan oleh PRESTON dan WILLIS (1974) bahwa untuk tiap tahapan pertumbuhan ternak membutuhkan tingkat konsumsi protein yang berbeda.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Tabel 4. Rata-rata bobot hidup awal, bobot hidup akhir dan pertambahan bobot hidup harian (PBHH) Parameter
T0
T1
Perbedaan
----kg---Bobot hidup awal
155,78
164,84
-
Bobot hidup akhir
187,37
220,83
-
0,37
0,66
n
PBHH n: nyata (P>0,05)
Menurut BLAKELY dan BADE (1985) protein pakan diperlukan oleh ternak untuk menyusun jaringan otot. Lebih lanjut dijelaskan bahwa semua bentuk pertumbuhan atau produksi membutuhkan nutrien tersebut, ternak-ternak yang sedang dalam masa pertumbuhan
membutuhkan protein dalam jumlah yang banyak. Begitu pula dengan pendapat MCDONALD et al. (1988) yang menyatakan bahwa kebutuhan protein pada ternak merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi dari ternak itu sendiri. Konsumsi PK pada T0 dan T1 sudah memenuhi kebutuhan PK yang direkomendasikan oleh KEARL (1982) yaitu kebutuhan PK pada kerbau dengan bobot hidup 171,57 dan 192,83 dan target PBHH sebesar 0,5 kg masing-masing adalah 446 g/hari dan 519 g/hari. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan PK pada pakan T0 dan T1 telah melebihi kebutuhan PK yang diperlukan ternak. Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara PBHH yang dihasilkan dengan konsumsi PK pakan, dimana PBHH menunjukkan suatu perbedaan yang nyata antara T0 dan T1, dikarenakan konsumsi PK antara T0 dan T1 juga berbeda nyata.
800 700
g/eko/hari
600 500 400 300 200 100 0 T0
T1 Perlakuan
Konsumsi PK
PBHH
Gambar 1. Rata-rata konsumsi PK dan PBHH
303
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
Pertambahan bobot hidup harian yang dicapai pada kerbau T1 lebih tinggi dari pada yang dilaporkan oleh PURNOMOADI et al. (2003), bahwa kerbau betina dengan bobot hidup 160 kg yang mendapat pakan rumput gajah, konsentrat dan ampas kecap mempunyai PBHH sebesar 0,45 kg. Perbedaan ini, selain disebabkan oleh perbedaan kelamin, juga sangat mungkin dipengaruhi oleh kualitas pakan yang diberikan. Ransum terkonsumsi pada T1 adalah memiliki kandungan protein 14,93% dan SK 27,51, sedangkan ransum pada penelitian PURNOMOADI et al. (2003) mempunyai kandungan protein 11,43% dan SK sebesar 28,19%. KONVERSI PAKAN Hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa konversi pakan pada T1 secara nyata (P<0,05) lebih baik dari pada T0 (Tabel 5). Penggantian konsentrat dengan ampas bir sebesar 50%, menurunkan konversi pakan sebesar 3,9%. Konversi pakan secara matematis dipengaruhi oleh konsumsi BK dan PBHH. Pada penelitian ini konsumsi BK antara T0 dan T1 tidak berbeda nyata, sedangkan PBHH pada T0 dan T1 berbeda nyata, sehingga nilai konversi pakan yang diperoleh menjadi berbeda nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konversi pakan pada T1 lebih kecil dari T0. Hal ini disebabkan kandungan nutrisi pakan pada T1 lebih baik dari T0. Dilihat dari segi kandungan protein pakan T1 lebih tinggi dari T0. Hal ini memungkinkan pada kerbau T1 untuk tumbuh lebih pesat dari T0, dengan pertumbuhan yang pesat pertambahan bobot hidup harian yang diperoleh juga lebih besar, sehingga nilai konversi yang didapat T1 akan semakin kecil. Tabel 5. Rata-rata konversi pakan kerbau penelitian Parameter
T0
T1
Perbedaan
Konsumsi BK (kg)
4,34
5,09
tn
PBHH (kg)
0,37
0,66
n
Konversi pakan
11,92
8,02
n
n: nyata (P<0,05); tn: tidak nyata (P>0,05)
304
Feed Cost per Gain (biaya pakan per kg PBHH) Biaya pakan yang dibutuhkan pada T0 untuk mencapai PBHH sebesar 0,37 kg/hari adalah Rp. 2.300,00 atau Rp. 6.200,00/kg BH dan biaya pakan yang dibutuhkan pada T1 untuk mencapai PBHH sebesar 0,66 kg/hari adalah Rp. 4.525,00 atau Rp. 6.800,00/kg BH. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa penggantian konsentrat dengan ampas bir sebesar 50% pada T1 belum dapat menghemat biaya pakan. Namun demikian, bila dibandingkan dengan harga jual bobot hidup ternak (Rp. 12.000,00), maka pendapatan dari T0 dengan PBHH 0,37 kg/hari setelah dikurangi biaya pakan adalah Rp. 2.140,00 dan pada T1 dengan PBHH sebesar 0,66 kg/hari, pendapatan yang diperoleh setelah dikurangi biaya pakan adalah Rp. 3.395,00. Hasil perhitungan biaya di atas menunjukkan bahwa biaya pakan kerbau pada T0 lebih rendah dari pada biaya pakan pada T1. Namun dibandingkan dengan perhitungan harga jual ternak (bobot hidup), penggunaan pakan ampas bir pada T1 mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan pada T0. Hal ini disebabkan oleh PBHH yang terjadi pada T1 lebih tinggi pada T0, sehingga pendapatan yang didapat dari bertambahnya bobot kerbau T1 lebih tinggi dari T0. KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa penggantian konsentrat dengan menggunakan ampas bir sebesar 50% dari total konsentrat, yang diberi pakan basal jerami padi dan konsentrat dengan perbandingan 50% : 50% dapat meningkatkan penampilan produksi kerbau jantan muda dalam hal PBHH, konversi pakan maupun feed cost per gain. DAFTAR PUSTAKA BLAKELY, J. dan D.H. BADE. 1985. The Science of Animal Husbandry. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
CHALMERS, M.I. 1974. Nutrition. Dalam: The Husbandry and Health of the Domestic Buffalo. R.W. COCKRILL (Ed.). Food and Agriculture Organization of United Nation, Rome. HARTADI, H., S. REKSOHADIPRODJO DAN A.D. TILLMAN. 1986. Tabel Komposisi Bahan Pakan untuk Indonesia. Edisi ke-2. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. KEARL, L.C. 1982. Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries. International Feedstuffs Institute, Utah State University, Logan. MCDONALD, P., R.A. EDWARDS dan J.F.D. GREENHALGH. 1988. Animal Nutrition. 4th Ed. Longman Scientific & Technical Harlow. London. PRESTON, T.R. dan M.B. WILLIS. 1974. Intensive Beef Production. 2nd Ed, Pergamon Press Ltd., Headington Hill Hall, Oxford, England.
PURNOMOADI, J. WAHYUDI, E. RIANTO dan M. KURIHARA. 2003. Pengaruh ampas kecap terhadap retensi dan konversi energi kerbau dara yang mendapat pakan basal rumput Gajah. J. Pengembangan Peternakan Tropis Spec. Ed. Oktober 2003 “Seminar Nasional Ilmu Nutrisi dan makan Ternak IV”. hlm. 112−117. STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1984. Principles and Procedures of Statistics, a Biometrical Approach. 2nd Ed. Mc Graw Hill International Book Company, Singapura. WIDODO, S., E. RIANTO dan A. PURNOMOADI. 2002. Kesetimbangan nitrogen pada kerbau muda yang mendapat jerami sebagai ransum basal dan urea-molases sebagai suplemen. Prosiding Seminar Nasional. Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 30 Sept.–1 Okt. 2002. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 116–118.
305