Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
PERSENTASE KARKAS AYAM PEDAGING YANG DIBERI TEPUNG CACING TANAH SEBAGAI SUPLEMEN PAKAN PENGGANTI ANTIBIOTIK (The Percentages of Broiler Carcas Fed on Earthworm Meal as Feed Supplement for Antibiotic Substitution) ANDI FEBRISIANTOSA, A. SOFYAN, H. JULENDRA dan E. DAMAYANTI UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia LIPI Desa Gading, Kecamatan Playen, Kab. Gunungkidul, D.I. Yogyakarta
ABSTRACT The research was conducted to evaluate the earthworm meal (TCT) as feed supplement for the commercial antibiotic. The aim of this research was to investigate the effects of feed supplement (FS) containing TCT on the carcass yield of broiler which was infected S. pullorum. This research was used Completely Randomized Design with 7 treatment and 2 replicates. The with treatments were FS + 0% TCT (P0), FS + 25% TCT (P1), FS + 50% TCT (P2), FS + 75% TCT (P3), FS + 100% TCT (P4) and the antibiotic treat (P5). The variables were the carcass weight, the carcass percentages, and the offal weight. The results show that there was no significant different between the treatments on carcass yield (P > 0.05). It can be concluded that the earthworm meal can be used to substitutes the commercial antibiotic for poultry’s feed supplement. Key Words: Earthworm Meal, Feed Supplement, Carcass, Antibiotic, Broiler ABSTRAK Telah dilakukan penelitian tentang pemanfaatan tepung cacing tanah (TCT) sebagai suplemen pakan unggas untuk menggantikan peran antibiotik komersial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung cacing tanah pada formula suplemen pakan untuk ayam pedaging dibandingkan dengan antibiotik komersial terhadap kualitas karkas dan organ dalam yang dihasilkan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap 7 Perlakuan 2 kali ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah suplemen pakan tanpa TCT (P0), suplemen pakan dengan penambahan TCT 25% (P1), suplemen pakan dengan penambahan TCT 50% (P2), suplemen pakan dengan penambahan TCT 75% (P3), suplemen pakan dengan penambahan TCT 100% (P4), dan perlakuan dengan antibiotik (P5). Variabel yang diamati adalah berat bagian karkas, persentase karkas, berat bagian organ dalam dan persentase bagian organ dalam. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara perlakuan yang diberikan pada kualitas karkas (P > 0,05). Dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung cacing tanah pada suplemen pakan untuk ayam pedaging dapat menggantikan peran antibiotik komersial. Kata Kunci: Tepung Cacing Tanah, Suplemen Pakan, Karkas, Antibiotik, Ayam Pedaging
PENDAHULUAN Peningkatan kebutuhan pangan khususnya protein hewani berupa daging ayam telah mendorong usaha meningkatkan produksi ternak ayam. Untuk mendorong meningkatnya produksi adalah dengan mengupayakan cepatnya pertumbuhan ayam yang dipelihara serta terhindar dari penyakit. Salah satu cara yang lazim digunakan adalah dengan
594
pemberian senyawa antibiotik. Penggunaan senyawa antibiotik selama ini diakui telah memberikan keuntungan ekonomis bagi peternak. Saat ini penggunaan senyawa antibiotik dalam ransum ternak telah menjadi perdebatan sengit oleh para ilmuwan akibat efek buruk yang ditimbulkan tidak hanya bagi ternak tetapi juga bagi konsumen yang mengkonsumsi produk ternak tersebut melalui residu yang
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
ditinggalkan baik pada daging, susu maupun telur. Masyarakat Uni Eropa telah menetapkan pelarangan penggunaan antibiotik pada ransum ternak pada tanggal 1 Januari 2006 (berdasarkan regulasi nomor 1831/2003). Hingga kini hanya tersisa empat jenis antibiotik yang diizinkan penggunaannya dalam ransum ternak pada masyarakat Eropa yaitu flavophospholipol, avilamycin, Namonensin dan Na-salinomycin (SAMADI, 2004). Penggunaan antibiotik berakibat buruk bagi ternak diakibatkan resistensi ternak terhadap jenis-jenis mikro-organisme patogen tertentu. Oleh karena itu, berbagai upaya telah dilakukan untuk mencari bahan tambahan dalam pakan ternak sebagai pengganti antibiotik yang berbahaya tersebut. Beberapa zat aditif pengganti antibiotik telah digunakan oleh peternak untuk memacu produksi dan reproduksi seperti probiotik dan prebiotik, asam-asam organik, lemak esensial (esensial oil) dan berbagai jenis enzim. Salah satu bahan yang juga berpotensi untuk dapat dimanfaatkan sebagai antibiotik alami adalah tepung cacing tanah (TCT). Cacing tanah mengandung senyawa ”lumbricin” yang dapat berfungsi sebagai antibakteri patogen. Tepung cacing tanah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella sp. dan E. coli (DAMAYANTI et al., 2007). Informasi mengenai pengaruh penggunaan TCT sebagai suplemen pakan terhadap hasil ternaknya masih sedikit. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian TCT sebagai suplemen pakan dalam ransum ayam pedaging terhadap kualitas karkas yang diperoleh setelah ayam diinfeksi oleh bakteri Salmonella pullorum. MATERI DAN METODE Suplemen pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah suplemen pakan berbahan tepung cacing tanah produksi UPT BPPTK – LIPI Yogyakarta. Formula suplemen pakan dibuat dengan kandungan TCT yang berbeda yaitu 0, 25, 50, 75 dan 100%. Penelitian menggunakan 96 ekor ayam pedaging strain Cobb umur 14 hari, dibagi dalam 7 kelompok percobaan, yaitu: P0A : Suplemen pakan – TCT 0% tanpa infeksi S. pullorum
P0B P1 P2 P3 P4 P5
: : : : : :
Suplemen pakan – TCT 0% Suplemen pakan – TCT 25% Suplemen pakan – TCT 50% Suplemen pakan – TCT 75% Suplemen pakan – TCT 100% Antibiotik (tetrachlore)
Masing-masing kelompok percobaan dibagi menjadi 4 ulangan yang masing-masing berisi 4 ekor ayam. Infeksi S. pullorum dilakukan dengan metode peroral dosis infeksi 108 cfu/ml/ekor ayam perlakuan. Antibiotik pada perlakuan P5 diberikan sebanyak 4 kali pemberian antibiotik tetrachlor dengan dosis 2 gram/1000ml. Pemberian suplemen pakan dilakukan sebanyak 7 kali (7 hari sebelum infeksi hingga 10 hari setelah infeksi). Suplemen pakan diberikan sebanyak 2% dari total pakan broiler starter. Ayam dipanen pada umur 35 untuk dipotong dan ditimbang bagian karkasnya. Parameter yang diamati adalah berat hidup, berat karkas, komposisi karkas dan persentase karkas. Data yang diperoleh dianalisa statistik menggunakan ANOVA dan uji lanjut menggunakan uji Turkey. HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik atau mineral), dan stress, SOEPARNO (1998). Bobot dan persentase karkas ayam pedaging hasil penelitian ini ditampilkan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1. dapat terlihat bahwa secara keseluruhan semua perlakuan tidak menunjukkan adanya perbedaan hasil yang nyata (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung cacing tanah sebagai suplemen pakan tidak memberikan penurunan terhadap kualitas karkas ayam pedaging yang dihasilkan. Walaupun tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata, namun dapat terlihat bahwa kecenderungan persentase karkas daging ayam tertinggi dihasilkan pada perlakuan P2 yaitu pemberian tepung cacing tanah sebagai suplemen pakan sebanyak 50% yaitu 79,22% berat hidup. Hasil yang dicapai
595
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 1. Persentase karkas ayam pedaging yang diberi perlakuan FS - TCT dan antibiotik perlakuan
berat hidup (g)
berat karkas (g)
Karkas % berat hidup
P0A (Suplemen pakan – TCT 0% tanpa infeksi S. Pullorum)
1100
787
70,88a
P0B (Suplemen pakan – TCT 0%)
1270
856
67,43a
P1 (Suplemen pakan – TCT 25%)
1550
981
62,80a
P2 (Suplemen pakan – TCT 50%)
1330
1039
79,22a
P3 (Suplemen pakan – TCT 75%)
1340
938
69,97a
P4 (Suplemen pakan – TCT 100%)
1530
1021
66,80a
P5 (Antibiotik)
1500
1056
70,35a
sebanding dengan P5 (antibiotik) yaitu 70,35% berat hidup. Penambahan jamu dapat meningkatkan persentase karkas pada ayam buras dari 64% menjadi 68,1% (BAKRIE et al., 2002). RESNAWATI (2004) menyatakan bahwa perlakuan pemberian tepung cacing tanah dalam ransum ayam tidak menunjukkan hasil yang berbeda pada bobot potongan karkas dan lemak abdomen. Selanjutnya dinyatakan pula bahwa tepung cacing tanah dapat digunakan sampai 15% dalam ransum ayam pedaging. Data mengenai persentase bagian karkas yang dihasilkan dari pemberian TCT sebagai suplemen pakan ditampilkan pada Tabel 2. Pada tabel tersebut terlihat bahwa perlakuan pemberian TCT sebagai suplemen pakan pengganti antibiotik tidak memberikan pengaruh nyata terhadap persentase karkas bagian dada dan punggung yang dihasilkan. Kecenderungan persentase bagian dada dan punggung tertinggi dicapai oleh perlakuan P3 yaitu perlakuan pemberian TCT sebanyak 75% dalam suplemen pakan. Bahkan hasil ini dapat melebihi hasil yang dicapai pada perlakuan dengan pemberian antibiotik komersial. Hal ini menandakan bahwa TCT sebagai suplemen pakan dapat berpotensi digunakan sebagai pengganti antibiotik kimia. TCT berperan ganda dalam proses metabolisme di saluran pencernaan ayam yaitu sebagai antibiotik pencegah berkembangnya bakteri patogen seperti Salmonella sp. dan E. coli serta sebagai pensuplai kebutuhan asam amino yang berfungsi sebagai penyusun bagian daging dalam karkas.
596
Tabel 2. Persentase bagian karkas yang diberi perlakuan FS - TCT dan antibiotik Dada dan punggung (% berat karkas)
Paha (% berat karkas)
P0A
58,36a
32,09a
P0B
55,15a
31,20a
P1
58,62a
29,47a
P2
47,93
a
26,32a
P3
58,73a
28,12a
P4
57,76
a
29,18a
P5
58,63a
29,41a
Perlakuan
Data mengenai berat organ dalam hasil perlakuan pemberian TCT sebagai suplemen pakan pengganti antibiotik ditampilkan pada Tabel 3. Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa pemberian TCT tidak memberikan pengaruh yang nyata (P > 0,05) terhadap berat organ dalam ayam pedaging. Namun dapat kita perhatikan bahwa bagian limfa memiliki kecenderungan berat yang lebih rendah pada perlakuan pemberian TCT 100% dalam suplemen pakan. Hal ini menunjukkan adanya peran TCT dalam membantu kerja limfa. Ayam yang terinfeksi penyakit tentunya akan mengalami perubahan adaptasi yaitu pada sistem kekebalan tubuhnya untuk melawan penyakit tersebut, diantaranya adalah berperannya fungsi organ limfa. Kerja organ ini akan lebih tinggi.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
Tabel 3. Berat organ dalam ayam pedaging yang diberi perlakuan FS - TCT dan antibiotik Perlakuan
ayam pedaging teknoekonomisnya.
namun
perlu
dikaji
Jantung Hati Rempela Limfa
UCAPAN TERIMA KASIH
---- gram ---P0A
6a
32a
30a
4a
P0B
a
7
a
30
a
26
3a
P1
7a
30a
30a
4a
P2
7a
34a
27a
3a
P3
6
a
a
30
a
33
3a
P4
7a
34a
31a
4a
P5
a
a
a
2a
4
34
37
Pada ternak yang terinfeksi maka ukuran organ limfanya akan lebih besar. TCT dalam hal ini membantu berperan sebagai antibiotik, yaitu menghambat pertumbuhan bakteri patogen Salmonella sp. yang diinfeksikan ke dalam tubuh ternak ayam. JULENDRA (2005) menyatakan bahwa konsentrasi optimal tepung cacing tanah untuk menghambat pertumbuhan bakteri adalah 75%. Fungsi usus dalam mencerna dan menyerap makanan dapat terjaga sehingga proses metabolisme dapat berjalan dengan baik. Pada akhirnya pembentukan daging atau karkas juga tidak terganggu walaupun terinfeksi penyakit. Maka dari itu persentase karkas jika dibandingkan dengan penggunaan antibiotik komersial tidak mengalami perbedaan yang nyata. Pemberian suplemen pakan mengandung TCT tidak memberikan pengaruh negatif terhadap persentase karkas dan organ dalam ayam pedaging. KESIMPULAN Tepung Cacing Tanah (TCT) Lumbricus rubellus dapat digunakan sebagai alternatif suplemen pengganti antibiotik komersial pada ayam pedaging untuk menanggulangi infeksi bakteri Salmonella sp. Persentase karkas ayam pedaging yang diberi TCT sebagai suplemen pakan tidak berbeda nyata dibandingkan dengan karkas dari ayam diberi antibiotik komersial. Penggunaan TCT sampai taraf 100% dalam suplemen pakan tidak berpengaruh negatif pada persentase karkas
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Suharwadji MApp.Sc (Kepala UPT BPPTK – LIPI Yogyakarta) atas saran yang diberikan dalam penulisan makalah ini. Kepada Sdr. Asep Wahyu, Sutardi, Subarno dan temanteman yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA BAKRIE, B., D. ADAYANI, M. YANIS dan D. ZAENUDIN. 2002. Uji Adaptasi Teknologi Pemberian Jamu pada Ayam Buras Potong. BPTP Jakarta. DAMAYANTI, E., H. JULENDRA dan A. SOFYAN. 2008. Aktivitas antibakteri tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan metode pembuatan yang berbeda terhadap Escherichia coli. Pros. Seminar Nasional Pangan 2008, PATPI Yogyakarta bekerjasama dengan TPHP-Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Instiper dan UPT. BPPTK LIPI Yogyakarta, 17 Januari 2008. hlm. MK54 – 60. JULENDRA, H. 2005. Pengaruh penambahan tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus) sebagai suplemen pakan terhadap aktifitas Salmonella pullorum dengan uji in-vitro. Pros. Seminar Nasional Implementasi Hasil Pertanian untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. BPTP DIY dan Deputi IPT – LIPI Yogyakarta. hlm. 355 – 357. RESNAWATI, H. 2004. Bobot potongan karkas dan lemak abdomen ayam ras pedaging yang diberi ransum mengandung tepung cacing. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 – 5 Agustuts 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 473 – 478. SAMADI. 2004. Feed Quality for Food Safety: Kapankah di Indonesia, INOVASI Online Edisi Vol. 2/XVI. SOEPARNO. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. SUMMER, J.D. 2008. Broiler Carcass Composition. www.poultrycouncil.com.
597
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009
DISKUSI Pertanyaan: 1. Bagaimana penyediaan tepung cacing tanah sebagai suplemen pengganti antibiotik? 2. Berapa informasi harganya? Jawaban: 1. Pembuatan dilakukan dengan metoda yang ada dan dimodifikasi kemudian diuji invitro. Pemberian di luar sebagai pakan. 2. Harga tepung cacing tanah bukan sebagai harga pakan tentunya melihat susunan zat yang dikandungnya yaitu sebagai antibiotik.
598