PG-197
0093: Bambang Hari Kusum dkk.
KUALITAS SILASE DAN HAY BERANGKASAN SORGUM YANG DIPERKAYA SEBAGAI PAKAN SAPI BALI JANTAN MUDA Bambang Hari Kusumo1), Mansur Ma’sum1), I Wayan Karda2), Lolita Endang Susilowati1) dan Maskur2) 1)Fakultas
Pertanian, Universitas Mataram, 2) Fakultas Peternakan, Universitas Mataram Disajikan 29-30 Nop 2012
I.
PENDAHULUAN
Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) telah mencanangkan program unggulan Bumi Sejuta Sapi (BSS) sejak bulan Desember 2008. Program ini bertujuan untuk meningkatkan populasi sapi di NTB dari yang ada pada tahun 2008 (546.114 ekor) menjadi 1 juta ekor pada akhir tahun 2013. Konsekuensi dari upaya menggandakan dari jumlah sapi tersebut, tentunya diikuti oleh upaya menggandakan jumlah pakan yang tersedia. Saat ini sumber pakan ternak masih dominan berasal dari lahan sawah beririgasi dengan sistem pengumpulan pakan dengan cara potong dan angkut (cut and carry); rumput alam, berangkasan jagung, kacang-kacangan dan daun legum pohon seperti daun turi, gamal, lamtoro. Dengan menyempitnya lahan persawahan akibat dari adanya alih fungsi lahan produktif menjadi bengunan seperti perkantoran, perumahan serta fasilitas umum lainnya maka pemerintah propinsi NTB menjadikan lahan kering yang luasnya mencapai 1,674 juta ha (83,04% dari luas NTB) sebagai target pengembangan pakan ternak. Salah satu sumber pakan ternak yang dapat dikembangkan di lahan kering adalah sorgum (Sorghum bicolor) karena tanaman ini tahan terhadap kekeringan, dapat bertahan hidup pada lingkungan marginal sehingga resiko kegagalannya kecil (Maheldaswara, 2003), potensi hasil biji dan berangkasannya tinggi serta pembiayaan usaha taninya relatif rendah (Rismunandar, 2003; Rukmana dan Oesman, 2003). Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perlu dilakukan penelitian pemanfaatan berangkasan sorgum sebagai pakan sapi demi untuk menunjang salah satu program ungulan propinsi NTB yaitu pengembangan sapi selain jagung dan rumput laut dalam rangka mengentaskan kemiskinan di daerah ini.
II.
METODOLOGI
Lama dan tempat penelitian Penelitian pengayaan silase dan hay berangkasan sorgum ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Mataram, pada tanggal 12 Juni 2012 dan analisa komposisi kimianya dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Mataram selama 3 bulan dari bulan Agustus sampai bulan Oktober 2012. Berangkasan sorgum diperoleh dari Desa Akar-akar Kabupaten Lombok Utara (KLU) yang merupakan hasil penanaman sorgum varietas Kawali pada penelitian sorgum secara tumpang sari dari dana penelitian Insentif Riset. Uji biologi silase dan hay berangkasan sorgum yang diperkaya dilaksanakan di BIB (Balai Inseminasi Buatan), Dinas Peternakan Propinsi NTB selama 2 bulan dari tanggal 21 Juli sampai dengan 15 September 2012 dengan menggunakan 15 ekor sapi bali jantan muda (BB rata-rata 137,47 kg), SD 10,03 kg) dengan koefisien variasi 7,29%. Pembuatan dan pengayaan Silase
Dalam penelitian ini, diujicoba 3 perlakuan fermentasi silase yaitu perlakuan 1 menggunakan mikroba stimulant komersial yaitu starbio 0,2%, urea 0,5%, molasses 2% serta mineral lengkap/ultra mineral sebanyak 1% dari silase segar. Sebelum dimasukkan ke dalam kantong plastik, berangkasan sorgum dicincang dengan ukuran kurang lebih 3-5 cm, dilayukan selama kurang lebih setengah jam, lalu dicampur dengan bahan aditif yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pencampuran bahan aditif dilakukan dengan melarutkan urea dengan air suling secukupnya, kemudian molasses, starbio dan mineral dicampurkan pada larutan urea, diaduk hingga tercampur homogen baru kemudian dipercikkan secara merata pada tumpukan berangkasan sorgum yang diletakkan dalam suatu wadah ember plastik. Setelah diberikan aditif, campuran sebanyak 0,5kg dimasukkan dalam kantong plastik, divakum dengan “vacuum clearner” sampai memadat dan kemudian diikat erat-erat agar keadaan anaerob dapat diusahakan semaksimal mungkin. Prosedur yang sama juga dilakukan pada pengayaan hay namun setelah campuran dimasukkan ke dalam plastik tidak dilakukan pemakuman seperti pada pengayaan silase. Fermentasi silase perlakuan 2 menggunakan bahan aditif yang sama dengan perlakuan 1, namun aditif urea diganti dengan pro-sil (suspensi ammonia 16,5 %) sebanyak 2% dari silase segar. Bahanbahan aditif yang lain seperti starbio, molasses dan mineral takarannya serta prosedur kerjanya sama dengan perlakuan silase 1. Demikian juga prosedur kerja pembuatan silase perlakuan 3 yaitu kontrol sama seperti perlakuan silase 1 dan 2 namun tanpa tambahan bahan-bahan aditif. Demikian juga pada pengayaan hay prosedur kerja dan perlakuan penelitian sama seperti dengan pengayaan silase. Ketiga perlakuan baik silase maupun hay selanjutnya disimpan pada ruangan yang bebas sinar matahari langsung dan disimpan selama 1, 2 dan 3 bulan sebelum dianalisa komposisi kimianya yang meliputi kandungan bahan kering, abu, lemak kasar, serat kasar dan protein kasar serta pH silase atau hay. Perlakuan, jumlah ulangan dan jumlah sampel Terdapat 3 perlakuan dalam penelitian ini yaitu silase atau hay kontrol, silaseatau hay urea dan silase atau hay prosil dengan 3 ulangan dan 3 lama penyimpanan (1, 2 dan 3 bulan) sehingga jumlah sampel sebanyak 27 kantong plastik silase dan 27 kantong plastik hay.. Analisa bahan kering dilaksanakan terhadap semua sampel (27 sampel silase dan 27 sampel hay), sedangkan komposisi kimianya ditentukan dari 3 sampel (kontrol, urea dan prosil) dengan jalan mengkomposit ulangan 1, 2 dan 3 dari masingmasing perlakuan. Perlakuan pada uji biologi Sebanyak 5 perlakuan diuji cobakan dengan masing-masing 3 ekor sapi untuk setiap perlakuan antara lain: Perlakuan 1. Silase yang diperkaya 80% dan berangkasan jagung 20% + 0,5 kg konsentrat protein per ekor sapi per hari + 3 kg probiotik komersial starbio per ton konsentrat protein komersial
PG-198
0093: Bambang Hari Kusumo dkk.
Perlakuan 2. Silase yang diperkaya 80% dan berangkasan jagung 20% + 0,5 kg konsentrat protein komersial per ekor sapi per hari Perlakuan 3. Hay yang diperkaya 80% dan berangkasan jagung 20% + 0,5 kg konsentrat protein per ekor sapi per hari + 3 kg probiotik komersial starbio per ton konsentrat protein komersial Perlakuan 4. Hay yang diperkaya 80% dan berangkasan jagung 20% + 0,5 kg konsentrat protein komersial per ekor sapi per hari Perlakuan 5. Kontrol (ransum yang terdiri dari campuran berbagai jenis rerumputan 80% + 20% berangkasan jagung. Pemberian probiotik starbio dicampurkan pada konsentrat sebelum disajikan kepada sapi. Variabel yang diamati Variabel yang diamati adalah komposisi kimia silase dan hay yaitu meliputi kandungan bahan kering, abu, lemak kasar, serat kasar, protein kasar dan pH. Komposisi kimia ditentukan melalui analisa proksimat, sedangkan pH diukur dengan pH meter merek Activon dengan jalan melubangi kantong plastik dengan pisau agar elektroda pH meter dapat dimasukkan melalui lubang tusukan tanpa membuka kantong silase. Pertambahan berat badan diperoh dengan jalan menimbang sapi setiap 1 minggu selama penelitian dengan timbangan digital Iconic Fx1, konsumsi pakan ditentukan dengan jalan mengurangi pakan yang diberikan setiap hari dengan sisa pakan keesokan harinya,serta kecernaan pakan ditentukan dengan jalan koleksi total (total collection). Efisiensi pakan dihitung dengan jalan membagi pertambahan berat badan dengan konsumsi pakan dikalikan 100%, sedangkan koefisien cerna (bahan kering dan bahan organik) dengan mengurangi konsumsi pakan baik dalam bahan kering maupun dalam bahan organik dengan jumlah bahan kering atau bahan organik yang dikeluarkan di dalam feces dikalikan 100%. Rancangan penelitian dan analisa statistik Rancangan penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dan analisa data adalah analisa variansi menurut rancangan acak lengkap menggunakan paket statistik “costat’ dan apabila ada perlakuan yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji LSD pada taraf signifikansi 5%.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh pemupukan dan model tumpang sari terhadap komposisi kimia silase dan hay Komposisi kimia silase dan hay sorgum dari hasil pertanaman tumpang sari antara sorgum, kacang tanah, kacang hijau dan krotalaria berdasarkan pengaruh pemupukan disajikan pada tabel 2, dan komposisi kimia silase dan hay campuran sorgum dan legum berdasarkan model polatanam disajikan pada tabel 3. Baik pemupukan dan model tumpang sari tidak berpengaruh nyata terhadap komposisi kimia silase dan hay campuran sorgum dan legumninosa (P>0,05), kecuali kandungan bahan kering P2 (pupuk anorganik) lebih tinggi (P<0,05). dibandingkan P4 (pupuk organik). Ketidak adanya perbedaan komposisi kimia baik silase maupun hay campuran sorgum dan legum dalam penelitian ini mungkin disebabkan karena pemotongan tanaman dilakukan saat stadium vegetatif, dan hal ini akan berbeda jika tanaman dipotong saat biji masak di mana zat-zat makanan telah teralokasikan ke dalam biji sehingga yang tersisa adalah berangkasan dari semua tanaman. Berangkasan kacang hijau pada umumnya mengandung porsi daun lebih rendah dan porsi batang lebih tinggi dibandingkan berangkasan kacang tanah. Dengan demikian komposisi dari ke dua tanaman tersebut akan berbeda. Kandungan protein kasar silase dan hay campuran sorgum dan legum pada pertanaman tumpang sari masing-masing 8,64 dan 10,36% di mana level protein kasar ini mampu mendukung pertambahan berat badan sapi sekitar 0,3 kg/ekor/hari. Namun ketersediaan pakan seperti tersebut tidak berkelanjutan karena haya tersedia pada saat musim hujan, dan sebaliknya pada saat musim kemarau petani tidak bisa menanam baik kacang tanah maupun kacang hijau dan oleh karena itu hanya berangkasan sorgumlah merupakan satu-satu nya sumber pakan yang tersedia. Agar berangkasan sorgum dapat digunakan sebagai cadangan pakan musim kemarau, maka tindakan pengayaan sangat diperlukan agar dapat memenuhi kebutuhan maintenan sapi. Komposisi kimia silase dan hay berangkasan sogum yang yang diperkaya menggunakan bahan aditif urea/prosil, molases, starbio dan mineral lengkap dan yang disimpan selama 1, 2 dan 3 bulan disajikan pada tabel 4 sebagai berikut.
Tabel 2. Komposisi kimia silase campuran sorgum dan legum dari pertanaman tumpang sari akibat pengaruh pemupukan..
Parameter P0
P1
Perlakuan1 P2
P3 P4 Silase (%) BK 91,94a 92,52a 92,01a 91,36a 91,57a a a a Abu 9,12 8,78 8,72a 9,44 9,86a LK 1,70a 1,59a 1,75a 1,75a 1,82a SK 37,38a 38,14a 39,35a 37,82a 38,29a PK 8,67a 9,02a 8,15a 9,17a 9,44a BETN 43,05a 42,48a 42,03a 41,82a 40,59a Hay (%) BK 93,51ab 93,70ab 94,09a 93,88ab 93,29b a a a a Abu 10,67 9,45 9,39 10,58 10,84a LK 3,33a 2,38a 2,99a 2,61a 3,52a SK 39,89a 41,67a 41,86a 37,23a 42,55a PK 10,71a 11,11a 10,62a 10,13a 10,84a BETN 35,40a 35,38a 35,13a 39,44a 32,24a Keterangan: P0=0% pupuk anorganik 0 ton pupuk organik, tanpa pupuk bio, P1=100% rekomendasi NP, 0 ton pupuk organik, pupuk bio (bakteri rhizobium, mikorhiza vaskular arbuskula (MVA) dan bakteri pseudomonas, P2=75% rekomendasi NP, 5 ton pupuk organik,
0093: Bambang Hari Kusumo dkk.
PG-199
pupuk bio, P3=50% rekomendasi NP, 10 pupuk organik, pupuk bio, P4=0% rekomendasi NP, 20 ton pupk organik dan pupuk bio. Silase terbuat dari sorgum 80% dan legum (kacang tanah, kacang hijau dan krotalaria) 20%, pemotongan tanaman dilakukan pada saat stadium vegetatif (bukan berangkasan). Rerata dengan tanda superskrip yang tidak sama berbeda nyata (P<0,05). Tabel 3. Komposisi kimia silase dan hay campuran sorgum dan legum akibat pengaruh model tumpang sari.
Parameter
Model tumpang sari M2
M1
M3 Silase (%) BK 92,03a 91,56a 92,16a Abu 8,42a 8,66a 8,94a LK 2,82a 2,26a 2,35a a a SK 39,33 44,17 42,08a a a PK 8,02 8,29 8,84a BETN 45,25a 42,50a 43,19a Hay (%) BK 93,79a 93,64a 93,65a Abu 10,78a 9,49a 10,29a LK 2,44a 2,89a 3,57a a a SK 40,00 41,83 40,08a a a PK 10,74 10,41 10,90a BETN 36,02a 35,38a 35,15a M1 = model tumpang sari kacang hijau, sorgum, krotalaria, sorgum dan kacang hijau; M2 = model tumpang sari kacang tanah, sorgum, krotalaria, sorgum dan kacang tanah; M3 = model tumpang sari kacang hijau, sorgum, krotalaria, sorgum dan kacang tanah Pengayaan silase berangkasan sorgum baik dengan urea maupaun prosil dapat meningkatkan kandungan protein kasar baik pada penyimpanan 1, 2 dan 3 bulan, tetapi peningkatan protein kasar lebih tinggi dengan prosil dibandingkan urea, terutama pada lama penyimpanan 2 bulan, dan setelah itu yaitu pada penyimpanan 3 bulan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara urea dan prosil dalam meningkatkan kandungan protein kasar silase. Meskipun demikian, kandungan lemak silase menurun selama penyimpanan 1 dan 2 bulan, dan setelah itu tidak ada perbedaan kandungan lemak antara yang diperkaya dengan urea dan prosil dengan yang tidak diperkaya. Tidak ada perbedaan kandungan abu silase antara yang diperkaya dengan yang tidak pada penyimpanan 1 bulan, namuun
prosil meningkatkan kandungan abu silase pada bulan 1 penyimpanan sedangkan urea tidak. Pada lama penyimpanan 3 bulan baik nurea dan prosil meningkatkan kandungan abu silase. Urea menurunkan kandungan serat kasar silase pada penyimpanan 1 bulan, sedangkan prosil meningkatkan serat kasar pada bulan yang sama, namun pada bulan ke 2 penyimpanan baik urea dan prosil menurunkan kandungan serat kasar silase, dan tidak ada perbedaan serat kasar diantara semua perlakuan pada penyimpanan 3 bulan. Tidak terjadi perubahan pH silase selama penyimpanan 3 bulan diantara semua perlakuan dengan kisaran pH 2,71-3,9. Lebih tingginya kenaikan protein kasar silase dengan prosil dibandingkan dengan urea pada lama penyimpanan 2 bulan mungkin disebabkan karena konsentrasi protein kasar prosil (larutan amonia) lebih tinggi dibandingkan protein kasar urea (512% vs 280%).
Tabel 4. Komposisi kimia berangkasan sorgum yang diperkaya dan yang disimpan selama 1, 2, dan 3 bulan.
No
Pakan
1
Silase
Lama simpan 1 Bulan
2
Silase
2 Bulan
Komposisi Kimia Silase Berangkasan Sorgum Perlakuan BK (%) Abu (%) LK (%) Kontrol Urea Prosil
100 100 100 LSD
9,55a 9,51a 9,61a 1,95
4,57a 1,81b 2,67b 1,26
SK (%) 32,00b 29,43c 36,60a 1,19
Kontrol Urea Prosil
100 100 100 LSD
9,00b 10,54b 12,64a 1,26
1.10a 0,41b 0,22b 0,38
34,61a 30,52b 31,17ab 2,73
PK (%)
pH
5,31b 7,71a 7,23a 1,07
3,77a 3,79a 3,96a 1,07
6,05c 7,83b 9,31a 1,09
2,71a 3,07a 2,94a 0,81
PG-200
0093: Bambang Hari Kusumo dkk.
3
Silase
3 Bulan
Kontrol Urea Prosil
100 100 100 LSD
9,92b 12,68a 12,03a 0,74
1,69a 0,98a 1,11a 1,15
33,04a 34,73a 33,36a 3,21
6,04a 7,18b 7,21b 0,50
3,00a 2,79a 3,26a 1,25
Keterangan: BK=Bahan kering, LK=Lemak kasar, SK=Serat kasar dan PK=protein kasar. Pro-sil= Suspensi ammonia 16,5%. Rerata dengan tanda superskrip yang tidak sama berbeda nyata (P<0,05).
Tabel 5. Komposisi kimia hay berangkasan sorgum yang diperkaya dan yang disimpan selama 1, 2 dan 3 bulan.
Komposisi Kimia Hay Berangkasan Sorgum Perlakuan BK (%) Abu (%) LK (%)
No
Pakan
1
Hay
Lama simpan 1 Bulan
2
Hay
2 Bulan
Kontrol Urea Prosil
3
Hay1
3 Bulan
-
4
Hay2
3 bulan
Kontrol Urea Prosil
SK (%)
PK (%)
pH 3,63b 8,03a 4,33a 1,12 3,90a 8,03a 5,80a 4,87 Busuk -
100 100 100 LSD 100 100 100 LSD Busuk
13,88a 11,65a 7,67a 1,66 12,11a 11,34a 12,15a 4,82 Busuk
2,71a 1,64b 1,16b 0,70 0,58a 0,56a 1,05a 0,68 Busuk
39,24a 39,00a 40,36a 1,51 34,87b 37,63a 35,02a 0,87 Busuk
4,79a 4,88a 3,47a 0,97 4,50a 5,72a 6,54a 2,23 Busuk
100
9,81
2,30
37,62
4,15
Sumber: 1) Tidak dianalisa karena hay telah membusuk pada lama penyimpanan 3 bulan. 2) Hay tanpa penambahan bahan aditif dan tidak dibungkus plastik serta disimpan ditempat terbuka, namun tidak kena sinar matahari langsung dan hujan/embun. BK=Bahan kering, LK=Lemak kasar, SK=Serat kasar dan PK=protein kasar. Pro-sil= Suspensi ammonia 16,5%. Rerata dengan tanda superskrip yang tidak sama berbeda nyata (P<0,05). Komposisi kimia hay berangkasan sorgum yang diperkaya dengan aditif yang sama seperti pada silase disajikan pada tabel 5 berikut ini. Penambahan urea dan prosil pada hay menurunkan kandungan lemak kasar dari 2,70% pada kontrol menjadi 1,64 dan 1,15% dengan urea dan prosil pada lama simpan 1 bulan saja. Namun kandungan serat kasar meningkat yaitu dari 34,87% pada kontrol menjadi 37,63% dengan urea, dan menjadi 35,02% dengan prosil pada bulan 2 penyimpanan. Sedangkan kandungan protein kasar dan pH sama bagi semua perlakuan dan lama penyimpanan. Secara
garis besar hay mengandung protein kasar yang lebih rendah dibandingkan dengan silase dan telah mengalami pembusukan pada lama penyimpanan 3 bulan. Oleh karena itu, dalam uji biologi hay yang diperkaya dibuat langsung sebelum diberikan sapi tanpa melalui penyimpanan terlebih dahulu. Penelitian Lapangan (Uji Biologi) Komposisi kimia bahan pakan yang diberikan sapi pada penelitian ini disajikan pada tabel 5 berikut.
abel 5. Komposisi kimia beberapa bahan pakan yang disajikan kepada sapi.
Nama bahan
Bahan kering Persen (%) bahan kering (%) Abu LK SK PK Silase 31,34 9,51 1,81 29,43 7,71 Hay 56,38 11,65 1,64 39,00 4,88 Berangkasan jagung1 58,49 10,20 1,80 27,40 9,90 Rumput lapangan2 26,17 14,50 1,80 31,80 8.20 Konsentrat3 87,75 10 3-7 8,00 16,00 Keterangan: LK=lemak kasar, SK=serat kasar, PK=protein kasar. 1) Yulianto dan Saparinto (2011), 2) Yulianto dan Saparinto (2011) dan 3) Konsentrat sapi perah laktasi dari PT Japfa Comfeed Indonesia. Konsumsi pakan, pertambahan berat badan sapi, kecernaan pakan dan efisiensi pakan disajikan pada table 6 berikut.
0093: Bambang Hari Kusumo dkk.
PG-201
Tabel 6. Konsumsi bahan kering, pertambahan berat badan, kecernaan pakan dan efisiensi pakan sapi jantan muda yang diberikan silase/hay dengan tambahan konsentrat dengan/tanpa probiotik starbio dan rumput lapangan selama penelitian 8 minggu.
Parameter
Perlakuan P3 P4
P1
P2
Berat badan awal (kg)
136,3
132,2
138,0
140,2
140,7
LSD (0,05) -
Berat badan akhir (kg)
146,6
144,5
148,8
153,9
154,4
-
PBB (kg)
10,3
12,3
10,8
13,7
13,7
-
PBB (kg/ekor/hari)
0,21a
0,25a
0,22a
0,28a
0,28a
0,15
Konsumsi hijauan (g/kg BB 0,75/hari)
68,67b
62,62b
85,80a
87,15a
92,26a
9,73
Konsumsi konsentrat (kg/ekor/hari)
0,440
0,439
0,440
0,439
-
-
Konsumsi hijauan dan konsentrat (kg/ekor/hari)
3,39bc
2,99c
4,06ab
4,17a
3,88ab
0,48
Konsumsi hijauan dan konsentrat (g/kg BB 0,75/hari)
78,99bc
73,37c
96,22a
97,40a
92,26ab
9,93
6,23a
8,47a
5,36a
6,69a
7,19a
4,4
61,80b 60,29b
65,32ab 63,99ab
70,47a 69,00a
68,19ab 66,55ab
66,10ab 64,91ab
5,00 5,09
Efisiensi, % (kg PBB/kg konsumsi) Koefisien cerna pakan (%) BK BO
P5
Konsumsi TDN (kg/ekor/hari) 2,05 1,90 1,83 1,87 2,21 Konsumsi protein kasar (g/ekor/hari) 301 307 283 290 331 Standar, 150 kg BB, PBBH 0,5 kg TDN 2,2 kg, protein kasar 474 g* Keterangan: PBB=pertambahan berat badan, P1 = silase + konsentrat + probiotik; P2 = silase + konsentart; P3 = hay + konsentrat + probiotik; P4 = hay + konsentrat dan P5 = rumput lapangan. BK = bahan kering dan BO = bahan organik. Rerata dengan tanda superskrip yang tidak sama berbeda nyata (P<0,05). * Sori Basya Siregar (2007). Konsumsi pakan total (hijauan dan konsentrat) dalam kg/ekor sapi/hari lebih rendah dan berbeda nyata (P<0,05) antara perlakuan P2 dengan perlakuan P3, P4 dan P5, antara P4 dengan P1, dan tidak berbeda nyata (P>0,05) antara perlakuan P1, P3 dan P5. Namun apabila konsumsi total dinyatakan dalam g/kg BB 0,75, terjadi hal yang sama tetapi konsumsi sapi P3 berbeda nyata dengan P1. Hal ini mengindikasikan bahwa hay lebih palatabel dibandingkan silase. Demikian pula dengan konsumsi hijauan saja terjadi perbedaan yang sama. Meskipun demikian, pertambahan berat badan serta efisiensi pakan diantara semua perlakuan dalam penelitian ini tidak berbeda nayta (P>0,05). Ketidak adanya respon yang nyata terhadap pertambahan berat badan dan efisiensi pakan mungkin disebabkan karena pengayaan berangkasan hasil pertanian hanya mampu meningkatkan kualitasnya sedikit saja, terutama protein kasar berkisar dari 1% pada hay sampai 2% unit pada silase sehingga masih membutuhkan tambahan konsentrat lebih banyak dari 0,5 kg/ekor/hari agar dapat melebihi respon pemeliharaan secara tradisional dengan rumput lapangan. Pengayaan limbah pertanian seperti jerami padi yang diamoniasi dilaporkan peneliti lain dapat meningkatkan kualitasnya dari keadaan sub-maintenan menjadi maintenan yang menyamai kualitas rumput segar. (Proma et al. (1982) dikutip Proma et al.(1985). Labih lanjut dinyatakan oleh peneliti ini bahwa amoniasi jerami padi dengan menggunakan urea memiliki kualitas yang hampir sama dengan kualitas rumput segar, sehingga apabila diberikan sapi perah betina muda dengan tambahan konsentart 1,32 kg/ekor/hari mampu memberikan pertambahan berat badan sebesar 0.431 kg/ekor/hari. Sebaliknya sapi yang diberikan rumput
lapangan serta konsentrat pada level yang sama bertumbuh sebesar 0,401 kg/ekor/hari di mana perbedaannya tidak signifikan. Pada penelitian Proma et al. (1982) di atas, konsentart yang diberikan hampir 3 kali lipat dari penelitian ini. Demikian pula, Mastika dan Puger (2009) melaporkan bahwa untuk memperoleh tambahan berat badan sapi bali jantan muda sebesar 0,530 kg/ekro/hari, diperlukan pemberian konsentart sebanyak 3 kg/ekor/hari di samping hijauan yang disediakan adalah berupa rumput unggul yaitu rumput gajah. Tampaknya untuk memperoleh tambahan berat badan sapi yang lebih tinggi dengan ransum basal dari pengayaan berangkasan hasil pertanian seperti sorgum, maka dipandang perlu melaksanakan penelitian lebih lanjut dengan meningkatkan level konsentrat yang diberikan dari 0,5 kg dalam penelitian ini menjadi 1, 2 atau 3 kg konsentrat/ekor/hari, yang disertai pula dengan penyediaan hijauan leguminosa pohon yang berkualitas tinggi seperti daun lamtoro atau legum pohon lainnya. Dapat dikatakan bahwa penelitian (uji) biologi silase dan hay yang diperkaya dengan tambahan konsentrat sebanyak 0,5 kg/ekor/hari pada penelitian ini lebih mengarah pada strategi pemberian pakan untuk mempertahankan kehilangan berat badan sapi pada saat tidak tersedia rumput lapangan yang cukup yaitu pada saat musim kemarau panjang (drought feeding strategy) dibandingkan sebagai strategi pemberian pakan untuk penggemukan sapi (fattening). Sapi-sapi yang masih muda yang diberikan pakan untuk mempertahankan kehilangan berat badan di musim kemarau mungkin dapat diharapkan memiliki kemampuan pertumbuhan yang dapat menyamai pertumbuhan sapi-sapi yang mendapat makanan yang baik dalam jumlah dan kualitasnya sejak awal apabila tersedia pakan yang memadai kembali pada saat
PG-202
0093: Bambang Hari Kusumo dkk.
musim penghujan. Fenomena pertumbuhan sapi yang terkompensasi saat tersedia pakan yang memadai dikenal dengan pertumbuhan kompensasi (compensatory growth). Sapi-sapi yang mendapatkan hijauan rumput (80% rumput dan 20% berangkasan jagung segar) yaitu sapi dengan pemeliharaan secara tradisional dalam penelitian ini bertumbuh sebesar 0,280 kg/ekor/hari dan pertambahan berat badan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertambahan berat badan sapi bali jantan muda yang diberikan pakan hanya dari hijaun saja tanpa diberikan tambahan konsentrat seperti yang dilaporkan Nitis dkk., (1988) yaitu sebesar 0,14-0,17 kg/ekor/hari. Demikian pula, Musofie dkk.(1982) melaporkan bahwa sapi bali yang hanya diberikan hijauan berupa pucuk tebu sebanyak 9 kg/ekor/hari menyebabkan tambahan berat badan sebesar 0,20 kg/ekor/hari. Perbedaan pertambahan berat badan ini mungkin disebabkan oleh adanya tambahan berangkasan jagung rebus selain rumput yaitu 80% rumput dan 20% berangkasan jagung yang memiliki kandungan protein kasar lebih tinggi dibandingkan rumput lapangan (9,9 vs 8,2%). Pengaruh panambahan probiotik starbio pada ransum silase/hay tidak menampakkan efek positif terhadap peningkatan konsumsi pakan, pertambahan berat badan dan efisiensi pakan di mana hal ini bertentangan dengan hasil-hasil penelitian sejauh ini tentang peranan biosuplemen baik probiotik starbio, PSc maupaun probiotik stardec. Ketidak konsistennya hasil penelitian ini dengan penelitian terdahulu berkenaan dengan penggunaan probiotik dalam meningkatkan ke tiga parameter di atas mungkin lebih disebabkan oleh rendahnya level konsentrat yang diberikan sapi dibandingkan dengan efek probiotik tersebut secara terpisah. Untuk membuktikan hipotesa ini, maka sekali lagi disarankan penelitian lanjutan mengunakan berangkasan sorgum yang diperkaya baik dalam bentuk silase maupun hay pada sapi dan pada saat yang sama meningkatkan level pemberian konsentrat hingga 1-3 kg/ekor sapi/hari. Meskipun demikian, tambahan probiotik pada konsentrat yaitu perlakuan P3 (hay yang diperkaya) menunjukkan kecernaan bahan kering dan bahan organik lebih tinggi dibandingkan perlakuan P1 (silase dengan probiotik) di mana sebab-sebab perbedaan kecernaan ini tidak diketahui dengan pasti.
IV.
KESIMPULAN
1. Pemupukan dan model tumpang sari tidak menyebabkan peningkatan komposisi kimia silase dan hay campuran sorgum dan legum kecuali kandungan bahan kering hay dari pertanaman yang dipupuk dengan pupuk 75% anorganik dan 5 ton pupuk organik lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak dipupuk dengan pupuk anorganik tetapi dipupuk dengan pupuk organik 20 ton. 2. Pengayaan silase berangkasan sorgum meningkatkan kandungan protein kasar pada penyimpanan 1, 2 dan 3 bulan dengan penambahan urea atau prosil dibandingkan kontrol, dan pada penyimpanan selama 2 bulan peningkatan kandungan protein kasar silase lebih tinggi dengan prosil dibandingkan dengan urea. 2. Kandungan abu menurun pada penambahan urea dan prosil pada penyimpanan 2 dan 3 bulan dibandingkan kotrol namun tidak ada perbedaan kandungan abu pada lama penyimpanan 1 bulan. 3.Kandungan lemak kasar menurun pada penyimpanan 1 dan 2 bulan dengan urea dan prosil dibandingkan kontrol, dan setelah penyimpanan 3 bulan tidak ada perbedaan kandungan lemak kasar diantara semua perlakuan. 4. Urea menurunkan kandungan serat kasar silase pada penyimpanan 1 bulan, sedangkan prosil meningkatkan serat kasar pada bulan yang sama, namun pada bulan ke 2 penyimpanan baik urea dan prosil menurunkan kandungan serat kasar silase, dan tidak
ada perbedaan serat kasar diantara semua perlakuan pada penyimpanan 3 bulan. 5. Pengayaan hay tidak meningkatkan kandungan protein kasar berangkasan sorgum dibandingkan kontrol, namun meningkatkan kandungan serat kasar pada penyimpanan 2 bulan dan pH pada penyimpanan 1 bulan. 6. Hay meningkatkan konsumsi pakan sapi dan kecernaan BK dan BO, namun pertambahan berta badan dan efisiensi pakan sama untuk semua perlakuan.
SARAN Perlu melaksanakan penelitian ini lebih lanjut dengan mengkombinasikan pemanfaatan berangkasan sorgum dengan sumber pakan lokal lainnya agar tercipta sistem pemberian pakan yang paling sesuai bagi daerah KLU.
UCAPAN TERIMA KASIH Melalui kesempatan ini tim peneliti mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Kementerian Ristek Republik Indonesia atas bantuan dana dan bimbingannya yang selama ini diberikan sehingga penelitian yang berjudul “Teknologi Pengembangan Sorgum Untuk Pakan Ternak di Lahan Kering Guna Mendukung Program Bumi Sejuta Sapi di Nusa Ternggara Barat“ dapat terlaksana dengan baik. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Bapak Kepala Balai Inseminasi Buatan, Dinas Peternakan Propinsi Nusa Tenggara Barat atas perkenannya dan penyediaan fasilitas penelitian dalam melaksanakan penelitian uji biologi selama 2 bulan sejak bulan Juli sampai dengan bulan September 2012 ini. Kepada bapak Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Mataram diucapkan terima kasih banyak atas perkenannya untuk melaksanakan penelitian uji pengayaan silase dan hay berangkasan sorgum di Laboratorium Ilmu Tanah. Demikian pula, ucapan terima kasih ini ditujukan kepada bapak Dekan Fakultas Peternakan atas perkenannya melaksanakan analisa komposisi kimia silase dan hay yang diperkaya di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak. Akhirnya ucapan terima kasih ini ditujukan kepada semua pihak yang turut membantu agar penelitian ini dapat berjalan dengan baik sesuai dengan harapan yang dituangkan dalam tujuan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA [1] Anonim, 2008. Industri Biosupplemen Probiotik Tingkatkan Produksi Ternak. Httm//ternaksapiku. blogspot.com./2008/11./industri biosuplemen probiotik.html. [2] Gunawan, Pamungkas, D., Affandy S., L. 1998. Sapi Bali, Potensi, Produktivitas dan Nilai Ekonomi. Penerbit Kanisius Yogyakarta. [3] Karda, I W. 2011. Jerami Padi Untuk Sapi. Peluang, Kendala dan Solusi Yang Ramah Lingkungan. Penerbit UPT Mataram University Press, Mataram NTB. [4] Maheldaswara, D. 2003. Budi Daya Rumput Hermada di Lahan Kering. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. [5] Marsetyo, Damry, and Hi Syukur, S. 2009. Feed Intake, Digestibility and Live Weight Gain of Early Weened Bali Calves Fed a Native grass or Mulato Grass Supplemented or not with a Mixture of Rice Bran and Copra Meal. Makalah disampaikan pada Seminar Nasiona Pengembangan Sapi Bali Berkelanjutan dalam Sistem Peternakan Rakyat. Mataram, 28 Oktober 2009.
0093: Bambang Hari Kusumo dkk.
[6] Mastika, I M., dan Puger, A. W. 2009. Sapi Bali (Bos sondaicus) Permasalahan dan Kenyataannya. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pengembangan Sapi Bali Berkelanjutan dalam Sistem Peternakan Rakyat. Mataram, 28 Oktober 2009. [7] Nitis, I M., Lana, K., Suarna, M., Sukanten, W., Putra, S., Arga, W., dan Nuraini, K. Three Strata System for cattla Feed and Feeding in Dryland Farming Area in Bali. Fakultas Pternakan Universitas Udayana, Denpasar. Bali. [8] Proma, S., Tuikumpee, S., Ratnavanija, A., Vidhyakorn, N., and Froemert, R. W. 1985. The Effect of Urea-treated Rice Straw on Growth and MilkProduction of Crossbred Holstein Friesian Dairy Cattle. In PT Doyle editor. Proc. of the fourth annual Workshop of the Australian-Asian Fibrous Agricultural Residues Research Network. pp. 88-93. [9] Reksohadiprojo, S. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropis. Penerbit BPFE, Yogyakarta. [10] Rismunandar, 2003. Sorgum Tanaman Serba Guna. Penerbit Sinar Baru Algensindo, Bandung. [11] Rukmana, R., dan Oesman, Y. Y. 2001. Usaha Tani Sorgum. Penerbit Kanisius Yogyakarta. [12] Yulianto, P., dan Saparinto, C. Penggemukan Sapi Potong Umur Sehari. Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta.
PG-203