SILASE SEBAGAI PAKAN SUPLEMEN SAPI PENGGEMUKAN PADA MUSIM KEMARAU DI DESA USAPINONOT Sophia Ratnawaty, P. Th. Fernandez dan J. Nulik Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Timur Abstrak Sub sektor peternakan mempunyai kedudukan strategis dalam pembangunan wilayah dan memiliki manfaat dari aspek ekonomi, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan petani peternak yang pada gilirannya berpengaruh terhadap struktur perekonomian wilayah. Salah satu cara untuk menjaga kesinambungan ketersediaan pakan terutama selama musim kemarau seperti yang selalu dialami oleh petani di NTT, adalah melakukan usaha konservasi pakan melalui pembuatan silase. Tujuan pengkajian adalah(i) menyediakan pakan awet dalam bentuk silase terutama dalam mengantisipasi kekurangan pakan di musim kemarau, sehingga nilai nutrisi hijauan makanan ternak (HMT) dapat dipertahankan, serta memasyarakatkan teknologi pembuatan silas, (ii) mempertahankan bobot badan harian ternak sapi penggemukan. Hasil pengkajian diperoleh Silase rumput alam + daun gamal sebagai salah satu pakan awet pada musim kemarau dapat mempertahankan nilai nutrisi hijauan makanan ternak (HMT) dan mempunyai respon terhadap pertambahan bobot badan harian sapi Bali di Kabupaten TTU. Petani telah mampu membuat silase dan sangat berminat untuk melanjutkannya karena telah dapat merasakan manfaat dari mengawetkan pakan untuk kebutuhan ternak selama paceklik (kemarau). Kata kunci: silase, pakan, sapi penggemukan, musim kemarau Kata kunci : Silase, penggemukan, suplemen, musim kemarau dan sapi bali PENDAHULUAN Masalah yang sering ditemui dalam pengembangan usaha peternakan ruminansia di Nusa Tenggara Timur (NTT) antara lain kurangnya usaha pengembangan tanaman pakan ternak berkualitas tinggi dan belum adanya usaha yang kontinyu untuk mengawetkan produksi hijauan makanan ternak yang berlebihan pada musim hujan untuk dimanfaatkan selama musim kemarau. Dalam hal pengawetan hijauan makanan ternak yang berlimpah selama musim hujan perlu diusahakan agar dapat tersedia pakan yang cukup dalam hal kualitas dan kuantitas untuk usaha peternakan yang sehat sepanjang tahun. Pengawetan pakan ternak di NTT menghadapi permasalahan antara lain langkanya tenaga kerja selama produksi hijauan melimpah pada musim hujan karena petani banyak terkonsentrasi pada usaha tanaman pangan mengingat curah hujan yang singkat dan eratik di NTT. Oleh karena itu pemberdayaan kelompok petani sangat penting dilaksanakan dalam upaya penyediaan pakan awet, selain mudah dan murah juga efisien dari segi memanfaatkan waktu karena dikerjakan secara berkelompok. Pemanfaatan hijauan gamal yang relatif banyak pada musim hujan sebagai pakan awet merupakan salah satu solusi mengatasi kekurangan pakan selama musim kemarau. Oleh karena itu dengan memanfaatkan pakan awet dalam bentuk silase, pada sapi penggemukan merupakan suatu upaya untuk menghasilkan ternak yang bermutu, peningkatan pertumbuhan ternak sapi muda dan penggemukan. Di Kabupaten TTU, diindikasi terjadi degradasi mutu ternak yang dipasarkan, dimana ternak yang digemukkan dengan pola petani sudah dijual pada bobot badan yang belum optimal yaitu kurang dari 225 kg (Yusuf et al, 2003 dan Marawali et al, 2003). Peningkatan produktivitas melalui perbaikan sistem pemeliharaan dengan memperhatikan pakan dan memanfaatkan potensi yang tersedia perlu dilaksanakan. Nulik et al, (2002) mengatakan bahwa teknologi pengawetan pakan telah tersedia yaitu pakan awet silase yang merupakan campuran rumput alam dan leguminosa lamtoro atau gamal dengan nilai nutrisi yang cukup baik yaitu 11-16% protein kasar.
Selanjutnya Regan (2001) menyatakan bahwa pengawetan pakan dalam bentuk silase dapat menjamin ketersediaan pakan dengan kualitas yang lebih baik dari pada melalui pembuatan hay, karena dalam hal kualitas yang tertinggi adalah hijauan segar dan terendah adalah hay (baik yang dibuat secara sengaja atau yang tersedia dilapangan sebagai standing hay), sementara silase berada diantaranya (lebih baik dari hay). Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyediakan pakan awet dalam bentuk silase terutama dalam mengantisipasi kekurangan pakan di musim kemarau, sehingga nilai nutrisi hijauan makanan ternak (HMT) dapat dipertahankan, sekaligus dapat mempertahankan bobot badan harian ternak sapi penggemukan serta memasyarakatkan teknologi pembuatan silase di tingkat petani yang pada akhirnya petani mampu membuat dan merasakan manfaatnya. MATERI DAN METODE Silase yang di buat adalah silase tanpa bahan pengawet yang terdiri dari campuran rumput alam dan daun gamal dengan komposisi 60% rumput alam : 40% daun gamal. Sebagai wadah penampung silase digunakan drum bekas, dan plastik bening sebagai penutup yang dibalut (diikat) dengan karet ( ban dalam bekas). Pembuatan silase dilakukan pada bulan Juni 2005 dan pemberian pada ternak sapi pada bulan Oktober 2005, jadi lama penyimpanan silase kurang lebih 4 bulan. Ternak sapi yang digunakan adalah sebanyak 22 ekor sapi milik petani yang menyebar pada 3 kelompok tani di Kecamatan Insana Kabupaten TTU. Kisaran umur sapi adalah 1,5-2 tahun dengan bobot badan awal masing-masing lokasi bervariasi antara 150-200 kg. Silase yang diberikan sebagai pakan suplemen di musim kemarau sebanyak 5 kg/ekor/hari. Variabel yang diamati adalah tekstur silase meliputi warna dan aroma, pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan lokal. Data yang terkumpul dianalisa secara deskriptif kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Silase Tanpa Bahan Pengawet Hijauan yang banyak selama musim penghujan di NTT adalah antara lain hijauan rumput alam (yang penurunan nilai nutrisinya berjalan sangat cepat sejak akhir penghujan) dan daundaun leguminosa pohon (terutama daun gamal). Gamal (Gliricidia sepium) menghasilkan biomasa hijauan yang cukup berlimpah selama musim hujan sampai dengan akhir musim hujan (bulan April). Namun demikian biasanya Gamal mengalami gugur daun (mulai bulan Mei) jika tidak dilakukan pemangkasan. Oleh karena itu kelimpahan rumput dan daun gamal saat musim hujan telah dimanfaatkan untuk pembuatan silase tanpa bahan pengawet dengan komposisi rumput alam (60 %) + gamal (40 %). Silase yang dibuat dalam kajian ini sebanyak 40 drum terdiri atas 20 drum plastik dan 20 drum bekas aspal, dengan rata-rata kapasitas tampung setiap drum berkisar antara 65-85 kg, hingga total silase yang dibuat sebanyak 3000 kg (3 ton). Prosentase silase yang baik, dalam hal ini yang dapat diberikan ke ternak sebesar 95% dari total kapasitas setiap drum, maksudnya dalam setiap drum terdapat kerusakan silase namun hanya pada bagian atas saja yaitu berupa jamuran dan tidak layak dikonsumsi oleh ternak. Selain kerusakan, terjadi juga penyusutan silase yang dibuat dari setiap drum, dengan prosentase penyusutan rata-rata sebesar 1 % per drum, artinya jika silase yang dibuat sebanyak 75 kg, maka penyusutannya sebanyak 0,75 kg dan ini berarti silase yang dapat diberikan pada ternak sebanyak 74,25 kg. Tekstur silase yang dihasilkan berwarna kuning kehijauan dan beraroma khas silase. Hasil penelitian lapang Rubiati et al, 1999 diperoleh silase berwarna hijau kekuningan, bau khas silase, PH 3,5 – 6, penjamuran 0,05 kg – 0,15kg, penyusutannya 0,1 – 0,15 kg dan tingkat palatabilitas sebesar 92,25 – 46,24 %. Komposisi kimia silase disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Silase Rumput Alam + Daun Gamal (%) Jenis silase Protein Abu K
P
Silase I 8,77 9,48 Silase II 5,45 11,76 Sumber: Laboratorium Ternak Ciawi, Bogor, tahun 2006.
1,42 1,36
0,09 0,07
Dari Tabel 1 terlihat bahwa silase I (yang dibuat dilokasi pengkajian) mempunyai kandungan protein lebih besar dibanding silase II (dibuat di IPPTP Lili), hal ini disebabkan karena kondisi rumput lapangan di lokasi pengkajian sampai dengan bulan Juli-Agustus masih hijau dan tersedia dalam jumlah yang mencukupi sehingga pada saat pembuatan silase pada awal bulan Juni, kandungan protein dari rumput alam masih tinggi bila dibanding dengan kondisi rumput alam yang ada di IPPTP Lili dan sekitarnya. Seperti yang dilaporkan oleh Bamualim et al (1994) bahwa umumnya kandungan protein rumput alam pada periode bulan Juni-November mengalami penurunan, sampai dibawah 7%, dimana merupakan ambang minimal yang dibutuhkan seekor ternak sapi dalam memenuhi kebutuhan hidup pokoknya. Selanjutnya hasil pengkajian Rubiati et al (2002) diperoleh kandungan protein sebesar 11,49% dengan lama penyimpanan 4 bulan. Perbedaan kualitas protein kasar dari kedua silase yang dibuat bervariasi disebabkan karena perbedaan lokasi pengambilan bahan pakan untuk pembuatan silase. Namun kandungan protein kedua silase yang dihasilkan dalam kajian ini masih jauh lebih bila dibandingkan dengan kandungan protein kasar hay rumput lapangan dengan lama penyimpanan selama tiga bulan yaitu sebesar 4,0% (Meke et al, 2001). Unsur P terlihat sangat rendah masing-masing sebesar 0,09% untuk silase I dan 0,07% silase II. Bamualim (1994) melaporkan bahwa defisiensi fosfor (P) paling lumrah terjadi di daerah tropis, dan terjadi kekurangan P yang merata hampir sepanjang tahun. Unsur P penting dalam proses biokimia dan fisiologis serta erat kaitannya dengan unsur Ca dan Vitamin D. Silase Sebagai Pakan Suplemen Pada Musim Kemarau Salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan pemeliharaan sapi potong adalah pemberian pakan yang cukup dan bermutu, oleh sebab itu pemberian pakan yang baik dan mencukupi kebutuhan ternak sapi potong merupakan kunci keberhasilan dalam memperoleh hasil produksi ternak yang memuaskan. Silase diberikan sebagai suplemen untuk ternak sapi penggemukan sebanyak 5 kg/ekor/ hari. Selain silase diberikan juga pakan local yang terdiri dari daun beringin, daun kabesak dan dupe, ketiga jenis pakan local tersebut merupakan jenis pakan yang selalu diberikan pada ternak sapi potong terutama selama kemarau. Hasil kajian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-Rata Pertambahan Bobot Badan Ternak Sapi Potong Yang Mengkonsumsi Silase Di Kecamatan Insana, Kabupaten TTU Keragaan Perlakuan Kontrol Silase Bobot Badan Awal (Kg) 170,8 ± 31,6 169,3 ± 38,6 Bobot Badan Akhir (Kg) 175,4 ± 26,4 180,6 ± 35,9 Pertambahan Bobot Badan/PBB 4,58 11,3 (Kg) Pertambahan Bobot Badan Harian/ PBBH (Kg) 0,15 0,38 Konsumsi Pakan Lokal 10,20 ± 2,15 15,34 ± 2,88 (Kg/ekor/Hari) Sumber: data primer, diolah Pada Tabel 2 terlihat bahwa pertambahan bobot badan (PBB) sapi yang mendapat perlakuan silase memberikan PBB yang lebih tinggi sebesar 0,38 kg/ekor/hari, dan kontrol sebesar 0,15 kg/ekor/hari. Konsumsi pakan local (daun beringin, kabesak dan dupe) sebesar 10,20 kg/ekor/hari (kontrol) dan 15,34 kg/ekor/hari (silase). Dari hasil kajian ini ternyata pemberian silase ditambah pakan local sebagai ransum basal selama musim kemarau, dapat mempertahankan bahkan terjadi peningkatan BB sapi potong. Peningkatan PBB tersebut, selain karena pengaruh pemberian silase juga karena kandungan protein relative tinggi yang terdapat pada ketiga jenis pakan local (Tabel 3). Bahwa selama musim kemarau terjadi proporsi pemberian rumput lapangan sebesar 20% dari total ransum ternak sapi, hal ini diakibatkan karena menurunnya produksi dan ketersediaan rumput lapangan (Bamualim et al, 1994). Tabel 3. Komposisi Kimia Pakan Lokal Di Kecamatan Insana, Kabupaten TTU Jenis Pakan Protein Abu K Dupe 9,74 5,44 1,00 Kabesak 19,32 6,56 1,67 Beringin 14,42 9,39 2,17 Sumber: Laboratorium Ternak Ciawi, Bogor, 2006
P 0,10 0,23 0,24
Pada Tabel 3 terlihat bahwa kandungan protein ketiga jenis pakan local berkisar antara 9,74 sampai dengan 19,32 persen, sehingga dapatlah dijelaskan bahwa walaupun protein rumput lapangan saat kemarau menurun hingga mencapai 7%, namun kebutuhan protein untuk hidup pokok dapat dipenuhi dari pakan local. Hasil survai CHAPS (1994) di Pulau Timor, ternyata petani di Benlutu mempunyai ketergantungan yang besar dari tumbuhan pohon local hal ini dapat dibuktikan dari pemanfaatan hijauan kabesak dan daun kapok, terutama selama musim kemarau. Pada pengkajian ini juga membuktikan bahwa peningkatan konsumsi, tidak serta merta memberikan dampak terhadap pertambahan bobot badan ternak, tetapi lebih bergantung pada kualitas pakan yang dikonsumsi. Tingginya jumlah konsumsi pakan lokal dari ternak yang mendapat perlakuan silase diikuti oleh PBB harian, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pakan yang dicobakan nyata berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pakan, artinya perlakuan yang diberikan mempengaruhi selera makan ternak.
KESIMPULAN DAN SARAN
Silase rumput alam + daun gamal sebagai salah satu pakan awet pada musim kemarau selain dapat mempertahankan nilai nutrisi hijauan makanan ternak (HMT) pada level protein 5,45 - 8,77% juga dapat meningkatkan bobot badan sapi penggemukan sebesar 0,38 kg/ekor/hari dibanding kontrol sebesar 0,15 kg/ekor/hari. DAFTAR PUSTAKA Bamualim, A. 1994. Usaha Peternakan Sapi Di Nusa Tenggara Timur. Prosiding Seminar Pengolahan Dan Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Peternakan Dan Aplikasi Paket Teknologi Pertanian. Sub Balai Penelitian Ternak Lili/Balai Informasi Pertanian, Noelbaki, Kupang, 1-3 Februari 1994-Kupang. Nulik. J., P. Th. Fernandez, A. Rubiati, S. Ratnawaty dan D. Kana Hau. 2002. Pengkajian Produksi Benih Dan Pengawetan Pakan Ternak Di Nusa Tenggara Timur. Laporan Hasil Penelitian BPTP NTT. Reagen. 2001. How to Produce Good Silage. Bahan Pelatihan bagi Petugas Peternak Di Timor dan Sumba. BPTP NTT Bekerjasama dengan Berrimah Ressearch Station Australia. Rubiati. A., P. Th. Fernandez dan J. Nulik. 2002. Kualitas dan Palatabilitas Silase Sebagai Pakan Ternak Di Musim Kemarau. Prosiding Seminar Nasional Komunikasi hasil-Hasil Penelitian Lahan Kering Berbasis Peternakan. Kerjasasama Pemda Sumba Timur dengan BPTP NTT, Waingapu, tanggal 23-24 Agustus 2004. . Marawali, H.H., Kia Gega, S. Ratnawaty, D. Kana Hau, M. Kote dan J. Nulik. 2004. Pengkajian Peningkatan Produktivitas Sapi Berorientasi Agribisnis Di NTT. Laporan Hasil Penelitian BPTP NTT Tahun 2004. Wirdahayati. R.B., H.H. Marawali, A. Ila dan A. Bamualim. 1999. Pengakajian Usaha Pertanian Sapi Potong Menunjang Usahatani Terpadu Di Pulau Timor. Prosiding Lokakarya Regional Penerapan Teknologi Indegenous Dan Teknologi Maju Menunjang Pembangunan Pertanian Di Nusa Tenggara. Kerja sama Kantor Wilayah Deptan Provinsi NTT dan BPTP Naibonat dengan Department of Primary Industry and Fisheries Darwin, Northern Territory, Australia, tanggal 1-2 Maret 1999, Kupang-NTT.