HYDROPONIC FODDER SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF UNTUK MEMENUHI KEKURANGAN HIJAUAN BAGI SAPI PERAH SELAMA MUSIM KEMARAU
RINI PRIHARTINI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hydroponic Fodder sebagai Pakan Alternatif untuk Memenuhi Kekurangan Hijauan Bagi Sapi Perah Selama Musim Kemarau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2014
Rini Prihartini NIM D24100035
ABSTRAK RINI PRIHARTINI Hydroponic Fodder Sebagai Pakan Alternatif untuk Memenuhi Kekurangan Hijauan bagi Sapi Perah Selama Musim Kemarau. Dibimbing oleh DESPAL dan IDAT GALIH PERMANA Hydroponic fodder merupakan salah satu teknologi yang bisa digunakan untuk penyediaan hijauan pakan melalui penanaman hijauan pakan dengan sistem hidroponik. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap produktivitas dan kualitas nutrisi jagung hidroponik untuk sapi perah. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2x2x3 dengan 3 ulangan. Faktor A yaitu Penggunaan Hypocloride, A1= tanpa direndam dengan Hypocloride, A2= direndam dengan Hypocloride, faktor B adalah penggunaan mulsa atau penutup, B1= ditutup spon, B2= tidak ditutup dengan spon, faktor C yaitu penggunaan larutan nutrisi, C1= penggunaan larutan nutrisi 100% larutan komersial, C2= 50% larutan komersial + 50 % Bioslurry, dan C3= 100% Bioslurry. Peubah yang diukur adalah tinggi tanaman, % perkecambahan, produksi biomas, kandungan nutrisi, dan kecernaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan larutan nutrisi komersial AB mix sebagai media tanam menghasilkan tanaman hidroponik dengan produksi yang lebih baik. Penggunaan larutan bioslurry lebih dari 50% dapat menurunkan produktivitas tanaman. Penggunaan spon selama proses perkecambahan memberikan pengaruh terhadap produktivitas tanaman. Kombinasi perlakuan yang baik yaitu A1B1C1. Kata kunci: hidroponik, hipoklorit, jagung, larutan nutrisi, spon
ABSTRACT RINI PRIHARTINI Hydroponic Fodder for as an Feeding Alternatives to Meet Shortage of forage for Dairy Cattle During Dry Season. Supervised by DESPAL dan IDAT GALIH PERMANA Hydroponic Fodder is one technology that can be used to provide forage through hydroponic system. The purpose of this study was to observe the effect of hypocloride, mulch, and nutrient source on the productivity and quality of hydroponic maize. This study used a completely randomized design (CRD) with factorial pattern of 2x2x3 with 3 replications. Factor A1 was soaking with hypochlorite and A2 without soaking. Factor B1 was utilization of sponge as mulch, and B2 without mulch, the C factor was the use of a nutrient solution, nutrient solution C1=100% commercial solution, C2=50% commercial solution + 50% Bioslurry, and C3=100% Bioslurry. Effect of the treatment and their have been observed on germination percentage, plant haight, fresh fodder production and their proximate composition and their utilization the in vitro fermentability and digestibility. The results showed that utilization of commercial AB mix solution as nutrient sorce resulted the best corn fodder productivity. Utilization of bioslurry more than 50% reduced corn fodder productivity. The best treatment to produce Greenhouse fodder was combination A1B1C1. Key words: corn, hydroponic, hypochlorite,nutrition solutions, sponge
HYDROPONIC FODDER SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF UNTUK MEMENUHI KEKURANGAN HIJAUAN BAGI SAPI PERAH SELAMA MUSIM KEMARAU
RINI PRIHARTINI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Hydropinic Fodder Sebagai pakan Alternatif untuk Memenuhi Kekurangan Hijauan bagi Sapi Perah Selama Musim Kemarau Nama : Rini Prihartini NIM : D24100035
Disetujui oleh
Dr Despal, SPt MScAgr Pembimbing I
Dr Ir Idat G Permana, MScAgr Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Panca Dewi MHK,MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus: (
)
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dapat terlaksana dengan adanya bantuan dana dari biaya BOPTN 2013. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2013 ini ialah Hydroponic fodder sebagai pakan alternatif untuk memenuhi kekurangan hijauan bagi sapi perah selama musim kemarau. Hydroponic fodder merupakan salah satu teknologi yang bisa dijadikan sebagai solusi untuk penyediaan hijauan bagi ternak sapi perah, karena penanaman hijauan dengan sistem hidroponik dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa dipengaruhi oleh musim, sehingga dapat mengatasi kekurangan hijauan khususnya saat musim kemarau. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2014
Rini Prihartini
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
MATERI DAN METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Alat
2
Bahan
3
Prosedur Percobaan
5
Peubah yang diamati
5
Rancangan Percobaan
6
Analisis Data
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kondisi Umum Lingkungan
6
Produktivitas Tanaman
9
Kandungan Nutrisi
11
Kecernaan dan Fermentabilitas
12
SIMPULAN DAN SARAN
12
DAFTAR PUSTAKA
13
LAMPIRAN
15
DAFTAR TABEL 1. Komposisi larutan nutrisi bioslurry dan larutan AB mix 2. Rataan produktivitas tanaman hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan 3. Rataan hasil analisis proksimat tanaman hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan 4. Rataan hasil analisis in vitro untuk kecernaan (kcbk dan kcbo)dan fermeabilitas (NH3 dan VFA) tanaman hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan
2 8 10
12
DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil analisis sidik ragam % perkecambahan hijauan jagung 2. Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman hijauan jagung 3. Hasil analisis sidik ragam produksi biomasa 4. Hasil analisis sidik ragam kandungan kadar air 5. Hasil analisis sidik ragam kandungan kadar abu 6. Hasil analisis sidik ragam kandungan protein kasar 7. Hasil analisis sidik ragam kandungan serat kasar 8. Hasil analisis sidik ragam koefisien cerna bahan kering (KCBK) 9. Hasil analisis sidik ragam koefisien cerna bahan organik (KCBO) 10. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi NH3 11. Hasil analisis sidik ragam konsentrasi VFA 12. Gambar hijauan jagung hidroponik
15 15 16 16 17 17 18 18 19 19 20 21
PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan hujan. Perubahan musim yang tidak seimbang sangat berpengaruh terhadap ketersediaan hijauan untuk pakan ternak. Saat musim hujan jumlah hijauan melimpah sedangkan saat musim kemarau tanaman pakan tidak dapat tumbuh secara optimal sehingga jumlah hijauan sangat terbatas akibatnya ternak dapat mengalami kekurangan pakan hijauan. Hijauan merupakan sumber pakan utama bagi sapi perah untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, produksi dan reproduksi (Sofyan 2000). Oleh karena itu dibutuhkan teknologi yang dapat menjadi solusi untuk pemenuhan kebutuhan hijauan dengan memproduksi hijauan berkesinambungan tanpa dipengaruhi oleh musim. Hydroponic fodder dapat dijadikan sebagai teknologi alternatif untuk memproduksi pakan hijauan. Hidroponik adalah suatu istilah yang digunakan untuk bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya serta menggunakan campuran nutrisi esensial yang dilarutkan di dalam air (Sodarmodjo 2008). Teknik hidroponik memiliki kemampuan untuk menghasilkan produk berkualitas selain itu sistem hidroponik tidak tergantung dengan musim sehingga tanaman dapat ditanam sepanjang tahun dan dapat ditanam di lahan yang sempit dengan sistem greenhouse. Budidaya tanaman dengan sistem hidroponik umumnya dilakukan di dalam greenhouse (Suhardiyanto 2009). Jagung merupakan tanaman C4 yang mampu beradaptasi dengan baik meskipun terdapat faktor pembatas pertumbuhan dan produksi (Goldsworthy dan Fisher 1980). Keunggulan lain dari jagung yang ditanam dengan sistem hidroponik yaitu biji jagung memiliki waktu pertumbuhan yang cepat sehingga dapat diproduksi dalam waktu singkat. Salah satu tantangan dalam memproduksi hijauan pakan (green fodder) dengan sistem hidroponik yaitu tumbuhnya jamur. Keadaan lingkungan (suhu, kelembaban dan cahaya) yang kurang mendukung dapat menyebabkan jamur berkembang yang kemudian merusak tanaman dan menyebabkan masalah kesehatan pada ternak yang diberi pakan berjamur. Kerusakan pada biji jagung biasanya disebabkan oleh jamur, sehingga diperlukan disinfektan untuk mengurangi pertumbuhan jamur. Hypocloride aman digunakan dan bersifat bakterisid. Disinfektan ini dipakai dengan cara perendaman selama 15 menit. Larutan ini merupakan disinfektan yang sangat aktif pada semua bakteri, virus, jamur, parasit dan beberapa spora (Anusavice 2004). Sutiyoso (2004) mengungkapkan bahwa keberhasilan sistem hidroponik ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan diantaranya kelembaban, temperatur dan angin. Pemberian mulsa dimaksudkan untuk mencegah hilangnya air akibat penguapan, memperkecil perbedaan suhu antara siang dan malam hari, mencegah penyinaran langsung dari matahari yang menyebabkan kerusakan pada tanaman terutama pada saat perkecambahan Disamping itu, mulsa akan dapat mempertahankan kelembaban nisbi udara dipermukaan tetap meningkat sehingga kecepatan penguapan dapat dibatasi (Djazuli 1986) dan kelembaban udara dapat dipertahankan (Doring et al. 2006). Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh penggunaan hypocloride, muls dan jenis sumber larutan terhadap produktivitas dan kualitas nutrisi jagung hidroponik untuk ternak sapi perah
2 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian budidaya hydroponic fodder dilakukan di rumah kaca Demo Farm milik Koperasi Peternak Susu Bandung Utara (KPSBU) yang terletak di Kecamatan Manoko, Lembang Bandung Jawa Barat, pengujian analisis In vitro dilakukan dilaboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta analisis prokimat yang dilakukan di Laboratorium Pusat Antar universitas (PAU). Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2013 hingga Maret 2014. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain rak, tray (nampan ukuran 53 cm x 33 cm), sprayer kapasitas 2 L, gelas ukur kapasitas 2 L, ember, saringan, penggaris dan alat tulis, timbangan digital, serta alat-alat laboratorium untuk analisis proksimat dan In vitro. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biji jagung larutan nutrien komersial (AB mix), air limbah cairan biogas (bioslurry), larutan hypocloride, dan spon. Komposisi larutan nutrisi bioslurry yang digunakan disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Komposisi larutan nutrisi bioslurry dan larutan AB mix Kandungan nutrisi bioslurry Kadar air (%) pH Bahan organik(%) C-Organik Mineral N (%) P (%) K (%) Ca (%) Mg (%) S (ppm) Cu (ppm) Fe (ppm) Mn (ppm) Zn (ppm) Logam berat Pb (ppm) Cd (ppm)
Sumber : Nugraha (2013)
Jumlah
Kandungan nutrisi AB mix
99.96 7.02 1.15 0.26
Larutan A Kalsium nitrat Kalium nitrat Fe EDTA
0.03 0.04 0.10 0.23 0.05 15.00 1.34 49.47 19.76 6.60
Larutan B Kalium dihidro Fosfat Amnonium Sulfat Magnesium Sulfat Cupri sulfat Zinc Sulfat Asam Borat Mangan Sulfat Amonium hepta Molibdat
0.0027 0.0078
Jumlah
1176.0 g 616.0 g 38.0 g
122.0 g 36.0 g 790.0 g 0.4 g 1.5 g 4.0 g 8.0 g 0.1 g
3 Prosedur Penanaman Hijauan Pakan Hidroponik Jagung yang akan digunakan terlebih dahulu disortir dengan cara direndam dalam air. Jagung yang mengambang kemudian dibuang. Setelah itu jagung ditiriskan dan ditimbang. Jagung yang tidak mendapatkan perlakuan perendaman dengan hypocloride langsung direndam air selama 24 jam, sedangkan jagung yang mendapatkan perlakuan perendaman dengan hypocloride direndam dahulu dalam larutan hypocloride dengan dosis 1 mL untuk 1 L air selama 15 menit. Setelah 15 menit direndam dalam hypocloride jagung dicuci kembali dan kemudian direndam dalam air selama 24 jam. Setelah 24 jam jagung diangkat dan ditiriskan kemudian disebar pada nampan sebanyak 713 g per nampan. Setiap 1 atau 2 jam sekali benih jagung disemprot dengan larutan nutrien. Untuk perlakuan spon penyemprotan dilakukan di atas permukaan spon dan dilakukan selama 4 hari pertama (selama proses perkecambahan). Penyiraman dilakukan selama 13 hari (sampai waktu panen yang diharapkan). Pengukuran % Perkecambahan, Tinggi Tanaman dan Produksi Hijauan Pakan Hidroponik Pengukuran % perkecambahan dilakukan pada umur tanam 4 hari, pengukuran dilakukan dengan cara semua biji jagung yang berkecambah pada masing-masing nampan ditimbang setelah itu % perkecambahan dihitung dengan rumus : % perkecambahan= Berat biji yang berkecambah (g) x 100% Berat biji yang ditanam (g) Tinggi tanaman mulai diukur pada saat jagung berumur 5 hari, pengukuran dilakukan sampai umur panen. Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan penggaris. Pengukuran tinggi tanaman diukur mulai dari ujung batang bawah sampai ujung atas daun yang paling tinggi pada masing-masing nampan. Produksi hijauan jagung diukur pada saat umur panen yaitu pada umur 13 hari. Pengukuran dilakukan dengan cara tanaman jagung pada masing-masing nampan digulung dan dimasukkan dalam ember kemudian ditimbang dan dicatat bobotnya. Analisis Laboratorium Analisis Proksimat. Tanaman jagung hidroponik yang telah dipanen kemudian diangin-anginkan dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 0C. Tanaman jagung yang telah kering kemudian digiling. Sampel hasil gilingan sebagian dipisahkan untuk analisis proksimat. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan nutrien dari masing-masing biomas hijauan jagung yang meliputi kadar air (KA), kadar abu, protein kasar (PK), dan serat kasar (SK). Analisis proksimat yang dilakukan menggunakan metode AOAC (1988). Analisis In vitro. Analisis in vitro digunakan untuk mengukur fermentabilitas dan kecernaan menggunakan one and two step method dari Tilley dan Terry (1966). Koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan koefisien cerna bahan organik (KCBO) diukur setelah 48 jam fermentasi anaerob dengan cairan rumen dan 48 jam pencernaan enzimatis secara aerob. Sedangkan pengukuran VFA dan NH3 dilakukan pada supernatan setelah 3 jam fermentasi anaerob
4 dengan cairan rumen. Produksi VFA diukur dengan sistem distillator method dan Konsentrasi NH3 diukur dengan metode Mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedures 1966). Pengukuran Nilai Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik (%). Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik menggunakan metode in vitro (Tilley dan Terry, 1963). Tahap pertama pengukuran kecernaan adalah pengukuran pencernaan fermentatif. Sebanyak 0.5 g sampel yang telah dikeringkan dan dihaluskan, dimasukan ke dalam tabung fermentor. Tabung fermentor yang telah diisi sampel kemudian ditambahkan dengan larutan penyangga McDougall 40 mL dan 10 mL cairan rumen sambil dialiri gas CO2 selama 30 detik dan ditutup rapat dengan tutup karet berventilasi. Sampel kemudian diinkubasi selama 48 jam dalam shaker waterbath bersuhu 39 °C, setelah 48 jam inkubasi ditambahkan 2-3 tetes HgCl2 jenuh ke dalam tabung fermentor. HgCl2 berfungsi untuk menghentikan aktivitas mikroba. Cairan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 4.000 rpm dalam waktu 15 menit. Endapan kemudian dipisahkan dengan cairan kemudian digunakan pada tahap selanjutnya. Tahap selanjutnya adalah tahap hidrolisis. Endapan dicampur dengan larutan pepsin HCl 0.2% sebanyak 50 mL kemudian diinkubasi selama 48 jam. Sisa pencernaan hidrolisis kemudian disaring dengan kertas Whatman no. 41 yang telah diketahui bobotnya dengan bantuan pompa vakum (Rotary model 2X-0.5). Sisa kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dipanaskan pada oven 105 °C selama 24 jam. Cawan ditimbang (BK Residu) setelah 24 jam. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tanur 600 °C selama 6 jam lalu ditimbang bobotnya (BO Residu). Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik dihitung menggunakan rumus: % KCBK = BK sampel (g) – (BK residu (g) – BK blanko (g) x 100 % BK sampel (g) % KCBO = BO sampel (g) – (BO residu (g) – BO blanko (g) x 100 % BO sampel (g) Pengukuran NH3 (mM). Pengukuran konsentrasi NH3 menggunakan metode mikrodifusi Conway. Sebelum digunakan bibir cawan Conway diolesi dengan vaselin setelah itu sebanyak 1 mL supernatan diteteskan pada salah satu ujung jalur cawan Conway dan sebanyak 1 mL larutan Na2CO3 ditempatkan pada sisi yang bersebelahan dengan sampel. Asam Borat sebanyak 1 mL diteteskan pada bagian tengah cawan lalu cawan ditutup dengan rapat. Cawan dimiringkan dan digoyangkan perlahan, sehingga supernatan dan larutan Na2CO3 tercampur merata. Cawan kemudian didiamkan selama 24 jam pada suhu ruang. Cawan Conway tersebut setelah 24 jam dibuka dan dititrasi menggunakan larutan H2SO4 sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Konsentrasi NH3 dihitung menggunakan rumus : N NH3 ( mM ) = mL H2SO4 x N H2SO4 x 1000 g sampel x BK sampel
5 Pengukuran VFA rumen (mM) Supernatan yang sama pada pengukuran NH3 digunakan dalam pengukuran konsentrasi VFA. Sebanyak 5 mL NaOH 0,5 N dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer dan dipasangkan di tempat penampungan hasil destilasi. Supernatan diteteskan sebanyak 5 mL ke dalam tabung destilasi dan kemudian ditambah 1 mL H2SO4 15%. Uap air yang merupakan hasil pemanasan ditampung di dalam tabung erlenmeyer yang berisi NaOH hingga volume mencapai 250 mL Penambahan indikator phenolpthalin dilakukan tepat setelahnya sebanyak 2 sampai 3 tetes hingga cairan berubah menjadi merah muda kemudian larutan dititrasi dengan HCl 0.5 N hingga warna menjadi bening. Perhitungan konsentrasi VFA total menggunakan rumus : mM VFA total = ( a – b ) ml x N HCl x 1000 / 5mL g sampel x BK sampel dimana : a = volume HCl blanko pereaksi ( hanya H2SO4 dan NaOH saja, tanpa sampel) b = volume HCl sampel Peubah yang Diamati Peubah yang diamati antara lain produktivitas tanaman meliputi persentase perkecambahan, tinggi tanaman dan produksi biomas, kandungan nutrien (KA, Abu, PK, SK), kecernaan (KCBK dan KCBO) dan fermentabilitas (konsentrasi NH3 dan VFA). Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2x2x3 dengan 3 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut : Faktor A: Faktor B: Faktor C:
A1 = Direndam dengan hypocloride A2 = Tanpa direndam dengan hypocloride B1 = Ditutup dengan spon B2 = Tanpa ditutup dengan spon C1 = Larutan nutrisi AB mix 100% C2 = Larutan nutrisi AB mix 50% + bioslurry 50% C3 = Bioslurry 100%
Model matematikanya adalah sebagai berikut : Yijkl= μ + αi+ βj+ (αβ)ij+ γk + (αγ)ik + (βγ)jk +(αβγ)ijk +εijkl Dimana : Yijk = nilai pengamatan untuk faktor A ke-i, faktor B ke-j, faktor C ke-k dan ulangan ke-l μ = nilai tengah umum (rata-rata yang sesungguhnya) αi = pengaruh perlakuan faktor A taraf ke-i βj = pengaruh perlakuan faktor B taraf ke-j (αβ)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j faktor B γk = pengaruh perlakuan faktor C taraf ke-k (αγ)ik = Interaksi antara perlakuan A taraf ke-i dan perlakuan C taraf ke-k
6 (βγ)jk = Interaksi antara perlakuan B taraf ke-j dan Perlakuan C taraf ke-k (αβγ)ijk = Interaksi antara perlakuan A taraf ke-i, perlakuan B taraf ke-j dan perlakuan C taraf ke-k Εijkl = eror faktor A ke-i, faktor B ke-j, faktor C ke-k, ulangan ke-l Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (Analysis of Variance) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji lanjut Duncan dengan bantuan personal komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16 for Windows. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lingkungan Kecamatan Lembang merupakan salah satu dari 15 kecamatan di Kabupaten Bandung Barat yang berjarak 15 km sebelah utara kota Bandung dan merupakan salah satu kawasan yang cocok dalam pengembangan sapi perah. Kecamatan Lembang berdasarkan kondisi topografinya memiliki ketinggian tempat 1200 m dpl sampai 1257 m dpl. Temperaturnya berkisar antara 15.6 °C sampai 16.8 °C pada musim hujan dan 30.5 °C sampai 32.7 °C pada musim kemarau dengan curah hujan 259 mm per bulan. Keadaan lingkungan tersebut sangat sesuai untuk usaha peternakan sapi perah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutardi (1981) yang menyatakan bahwa daerah sejuk dan kering dengan ketinggian minimal 800 m dpl dengan suhu 18.3 °C cocok untuk pengembangan peternakan sapi perah. Suhu rata-rata selama percobaan dalam greenhouse berkisar antara 20 °C sampai 22 °C pada pagi dan sore hari, dan antara 23 °C sampai 26 °C pada siang hari. Produktivitas Tanaman Produktivitas tanaman jagung hidroponik yang diukur dalam penelitian ini meliputi persen perkecambahan, produksi hijauan, dan tinggi tanaman. Rataan hasil produktivitas dari tanaman jagung masing-masing disajikan dalam Tabel 2. Perkecambahan Perkecambahan adalah proses pertumbuhan embrio dan komponenkomponen biji misalnya radikula dan plumula yang memiliki kemampuan untuk tumbuh secara normal menjadi tumbuhan baru. (Sudjadi 2006). Proses perubahan embrio saat perkecambahan adalah plumula tumbuh dan berkembang menjadi batang, dan radikula tumbuh dan berkembang menjadi akar (Syamsuri 2004). Rataan persentase perkecambahan disajikan dalam Tabel 2. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan baik faktor A, B maupun C memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05) terhadap jumlah % perkecambahan. Larutan hypocloride memberikan pengaruh pada proses perkecambahan karena jagung yang direndam terlebih dahulu dengan hypocloride menjadikan
7 jagung lebih bersih, benih yang bersih dari jamur mempengaruhi perkembangan biji. Penggunaan spon sebagai penutup permukaan selama proses perkecambahan memberikan pengaruh terhadap perkembangan biji. Penutupan dilakukan mulai dari hari pertama sampai dengan hari keempat, penutupan dimaksudkan untuk memperkecil penguapan sehingga kelembaban tetap terjaga. Penutupan permukaan mampu mempertahankan kelembaban (Doring et al. 2006). Penutupan juga mempengaruhi perkecambahan karena penutupan akan mempengaruhi hormon pertumbuhan bagi tanaman. Hal ini terlihat dari persentase perkecambahan, pada perlakuan yang menggunakan spon lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak menggunakan spon. Penggunaan larutan komersial 100% menghasilkan pertumbuhan kecambah lebih banyak dibandingkan penggunaan larutan campuran masing-masing 50% larutan komersial dan bioslurry dan 100% bioslurry. Hal ini disebabkan dalam bioslurry masih terdapat endapan sehingga permukaan cepat kering. Produksi Hijauan Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan baik faktor A, B, maupun C memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05) terhadap jumlah produksi segar hijauan jagung hidroponik. Namun interaksi dari ketiga perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata. Perlakuan tanpa perendaman dengan hypocloride, dan tanpa ditutup spon pada semua penggunaan larutan menghasilkan produksi yang rendah bahkan tidak mencapai 2 kali lipat dari jumlah biji yang ditanam. Sedangkan pada perlakuan perendaman dengan hypocloride dan ditutup spon pada penggunaan larutan komersial 100% dan larutan campuran dari masing-masing 50% larutan komersial dan bioslurry dihasilkan produksi mencapai 2 kali lipat sedangkan pada perlakuan bioslurry 100% dihasilkan produksi yang rendah. Dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan bioslurry lebih dari 50% dapat menurunkan jumlah produksi bahan segar (Melisa 2013). Faktor lain yang dapat memepengaruhi pertumbuhan jagung salah satunya adalah suhu lingkungan. Jagung akan optimal pertumbuhannya pada temperatur lingkungan berkisar antara 23 sampai 27 °C (Departemen Pertanian 2011). Suhu greenhouse dan suhu lingkungan tempat penelitian rata–rata pada pagi dan sore hari sekitar 20 sampai 22 °C dan mencapai suhu optimal pertumbuhan pada siang hari yaitu sekitar 23 sampai 26 °C, namun jika kondisi hujan suhu berkisar antara 17 sampai 18 °C. Produksi hijauan jagung yang dihasilkan dari penanaman biji sebanyak 713 gram hanya menghasilkan sekitar 2 kali lipat hijauan segar. Produksi ini sama dengan percobaan sebelumnya yang mencapai produksi 2 kali lipat dan berbeda dengan penelitian Sneath dan Mclntosh (2003) yang menyatakan bahwa 1 kg biji yang ditanam dapat menghasilkan 6 sampai 10 kg hijauan segar. Tinggi Tanaman Tinggi tanaman berkembang melalui tiga fase yaitu fase pertumbuhan lambat, kemudian cepat dan lambat kembali sebelum akhirnya pertambahan tinggi berhenti (Usman 2010). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan baik itu faktor A, B dan faktor C memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05) terhadap tinggi tanaman, namun interaksi tiap perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi tanaman.
8 Perlakuan faktor A dan faktor B dengan penggunaan larutan komersial 100% dan campuran larutan komersial + bioslurry masing–masing 50% menghasilkan tinggi tanaman yang hampir sama namun penggunaan larutan komersial 100% menghasilkan tanaman lebih tinggi dari penggunaan 50% larutan komersial + bioslurry 50%. Penggunaan larutan 100% bioslurry menghasilkan tinggi tanaman yang rendah. Hal ini dikarenakan pertumbuhan tunas tertutup oleh endapan yang terkandung dalam bioslurry. Selain itu faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman, karena jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Bogor mampu menghasilkan tinggi tanaman yang jauh lebih tinggi dengan umur panen yang lebih cepat. Tabel 2 Rataan produktivitas tanaman hijauan jagung hidroponik pada masing masing perlakuan Peubah Perkecambahan (%)1 Tinggi tanaman2 (Cm) Produksi biomas3 (Kg1/tray)
Faktor A A1 A2
Signifikansi Faktor B B1 B2 C1
Faktor C C2 C3
57.72a
57.61b
68.89a
46.44b
68.17a
57.25b
47.58c
18.67a
17.17b
17.78b
18.06a
19.08a
18.25b
16.45c
1.39a
1.32b
1.40a
1.31b
1.38b
1.47a
1.21c
A1= Direndam hypocloride, A2= Tanpa direndam hypocloride, B1= Ditutup spon; B2= Tanpa ditutup Spon, C1= 100% larutan komersial, C2= 50% larutan komersial + 50% Bioslurry, C3= 100% Bioslurry. Huruf yang berbeda dalam baris dan faktor yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05). (1) % Perkecambahan umur 4 hari, (2) tinggi tanaman umur 13 hari, (3) produksi umur 13 hari.
Kandungan Nutrisi Kandungan nutrisi jagung hidroponik dianaisis dengan analisis proksimat kandungan nutrisi yang dianalisis meliputi kadar air, kadar abu, kandungan protein kasar, dan kandungan serat kasar. Hasil analisis proksimat dari taaman jagung hidroponik yang dihasilkan disajikan dalam Tabel 3. Kadar Air Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan faktor A, B dan C memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05) terhadap kandungan kadar air. Perlakuan larutan 100% larutan komersial dan 50% larutan komersial + 50% bioslurry serta penggunaan spon mempengaruhi kandungan kadar air. Hal ini terlihat dari hijauan jagung yang diberi perlakuan larutan 100% larutan komersial dan 50% larutan komersial + 50% bioslurry dan ditutup dengan spon memiliki kandungan air lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak ditutup spon dengan perlakuan larutan yang sama. Penggunaan larutan 100% bioslurry memiliki kandungan kadar air yang lebih rendah. Larutan nutrisi bioslurry mengandung kadar N yang lebih rendah dibandingkan dengan larutan komersial 100% dan campuran antara larutan komersial dan bioslurry masing-masing 50%. Kandungan
9 N yang terkandung dalam larutan nutrisi mempengaruhi kadar air karena N yang tinggi akan menjadikan tanaman lebih besar. Tinggi tanaman dan jumlah daun yang semakin bertambah dapat menyebabkan peningkatan kadar air. Hijauan dengan kandungan kadar air yang rendah menunjukkan kandungan bahan kering yang terkandung dalam tanaman tersebut tinggi. Kadar Abu Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan baik faktor A, B maupun C berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap kadar abu. Kadar abu adalah jumlah kandungan mineral yang tersisa dari proses pengabuan suatu tanaman (Hartadi et al. 1993). Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa penggunaan larutan, penutupan dengan spon dan penggunaan larutan 100% AB mix memiliki kandungan kadar abu yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan mineral yang terkandung dari tanaman perlakuan perendaman dengan hypocloride dan penutupan dengan spon serta perlakuan penggunaan larutan AB mix 100% lebih tinggi. Nilai kadar abu dapat menentukan kualitas dari suatu hijauan karena kandungan mineral hijauan terlihat dari besarnya kadar abu dari proses pengabuan Protein Kasar Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan baik faktor A, B, maupun C memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05) terhadap kandungan protein kasar. Namun interaksi dari ketiga perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata. Hijauan jagung hidroponik memiliki kandungan protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein kasar yang terkandung dalam biji jagung utuh. Menurut Hartadi et al. (1993) kandungan protein kasar dari biji jagung utuh sekitar 7.9 %. Berdasarkan hasil analisis proksimat, hijauan jagung hidroponik mengandung protein kasar lebih dari 10% untuk semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan protein kasar hijauan hidroponik meningkat dari biji utuh. kandungan protein kasar yang terkandung dalam jagung hidroponik sesuai dengan penelitian Cordova (2001) yang menyatakan bahwa biomasa tanaman jagung mempunyai kandungan protein sekitar 11 sampai 15%. Perlakuan faktor A dan faktor B dengan penggunaan larutan komersial 100% dan campuran larutan komersial + bioslurry masing–masing 50% mengandung protein kasar yang hampir sama. Penggunaan larutan 100% bioslurry mengandung protein kasar yang rendah. Hal ini karena semakin tinggi tanaman dan semakin banyak jumlah daun maka jumlah protein juga akan meningkat. Peningkatan persentase kandungan protein dari biji menjadi hijauan jagung ini karena peningkatan persentase bahan organik yang terkandung dari jagung yang ditanam. Serat Kasar Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa semua perlakuan baik faktor A, B, maupun C memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0.05) terhadap kandungan serat kasar. Namun interaksi dari ketiga perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata. Kandungan serat kasar yang terkandung dalam jagung hidroponik berdasarkan hasil analisis proksimat menunjukkan hasil yang sama seperti protein
10 kasar. Perlakuan perendaman denga hypocloride dan penutupan dengan spon serta penggunaan larutan komersial 100% dan campuran larutan komersial + bioslurry masing–masing 50% mengandung serat kasar yang hampir sama yaitu lebih dari 3%. Penggunaan larutan 100% bioslurry, tanpa perendaman dengan hypocloride dan tidak ditutup spon, mengandung serat kasar yang rendah. Kandungan serat kasar biji jagung sekitar 2.61% (Hartadi et al. 1993). Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa kandungan serat kasar pada jagung hidroponik lebih tinggi dibandingkan dengan serat kasar pada biji utuh kecuali pada perlakuan penggunaan larutan 100% bioslurry kandunga serat kasarnya lebih rendah dari biji utuh. Peningkatan persentase serat kasar dari biji utuh menjadi hijauan jagung karena ada peningkatan persentase bahan organik yang terkandung dalam tanaman. penggunaan larutan 100% bioslurry tidak mampu mempertahankan kandungan baha organik sehingga kandungan serat kasarnya lebih rendah. Jika dibandingkan dengan serat kasar tanaman jagung umur tiga bulan, jagung hidroponik mengandung serat kasar yang lebih rendah karena semakin tua umur tanaman, semakin tinggi kandungan serat kasarnya dan semakin rendah kandungan protein kasarnya (Djajanegara et al. 1998). Tabel 3 Rataan hasil analisis proksimat tanaman hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan Peubah
Kadar air (% BK) ** Kadar abu (%BK)** Protein kasar (% BK)** Serat kasar (%BK)**
Faktor A A1 A2
Sigifikansi Faktor B B1 B2
C1
Faktor C C2
C3
12.78a
12.44b
13.39a
11.83b
12.67b
14.00a
11.17c
1.72a
1.22b
1.61a
1.33b
1.67a
1.50b
1.25c
12.44a
11.56b
12.27a
11.72b
12.75a
12.00b
11.25c
3.83a
2.67b
3.78a
2.72b
3.67a
3.67a
2.42b
A1= Direndam hypocloride, A2= Tanpa direndam hypocloride, B1= Ditutup spon, B2= Tanpa ditutup Spon, C1= 100% larutan komersial, C2= 50% larutan komersial + 50% Bioselury, C3= 100% Bioselury. ** Berdasarkan hasil Analisis di Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU). Huruf yang berbeda dalam baris dan faktor yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05).
Kecernaan dan Fermentabilitas Rataan hasil analisis kecernaan bahan kering maupun bahan organik dan juga kandungan konsentrasi volatile fatty acid (VFA) dan konsentrasi NH3 dari tanaman jagung hidroponik disajikan dalam Tabel 4. Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p> 0.05) terhadap koefisien cerna bahan kering. Hasil analisis in vitro menunjukkan bahwa kecernaan bahan kering dari jagung hidroponik memiliki kecernaan lebih dari 80 % pada semua perlakuan. Tingginya angka kecernaan
11 bahan kering pada jagung hidroponik menunjukkan bahwa jagung hidroponik memiliki peluang nutrisi yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan ternak juga akan tinggi. Kecernaan yang tinggi menunjukkan besarnya sumbangan nutrien dari pakan tertentu pada ternak, sedangkan pakan dengan kecernaan yang rendah menunjukkan bahwa pakan tersebut kurang mampu menyuplai nutrien untuk hidup pokok dan tujuan produksi ternak (Yusmadi 2008). Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p> 0.05) terhadap koefisien cerna bahan organik. Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting yang dapat menentukan nilai kualitas pakan (Sutardi 1977). Hasil analisis in vitro menunjukkan bahwa kecernaan bahan organik sama seperti kecernaan bahan kering yaitu lebih dari 80%. Nilai kecernaan bahan organik yang tinggi dipengaruhi oleh kandungan serat dari bahan pakan dan aktivitas bakteri selulolitik akibat perubahan pH (Fabio et al. 2007). Tingginya kecernaan bahan organik yang dihasilkan oleh jagung hidroponik berdasarkan hasil analisis menunjukan bahwa kecernaan lemak, karbohidrat dan protein yang terkandung dalam jagung hidroponik juga tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Elita (2006) kecernaan bahan organik menunjukkan jumlah nutrien seperti lemak, karbohidrat dan protein yang dapat dicerna oleh ternak. Volatile Fatty Acid (VFA) Volatile Fatty Acid (VFA) adalah produk akhir fermentasi karbohidrat dan merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia (Orskov dan Ryle 1990). Peningkatan jumlah VFA menunjukkan mudah atau tidaknya pakan tersebut difermentasi oleh mikroba rumen. Konsentrasi VFA dapat dijadikan sebagai salah satu tolak ukur fermentabilitas pakan dan sangat erat kaitannya dengan aktivitas mikroba rumen (Parakkasi 1999). Analisis sidik ragam menunjukkan semua perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap konsentrasi VFA. Hijauan jagung hidroponik yang dihasilkan memiliki konsentrasi VFA yang layak untuk ternak, karena berada pada konsentrasi antara 80 sampai 160 mM. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suryapratama (1999) konsentrasi VFA yang layak bagi kelangsungan hidup ternak adalah sekitar 80 sampai 160 mM. Amonia (NH3) Amonia adalah sumber nitrogen utama untuk sintesis protein mikroba. Amonia diproduksi bersama dengan peptida dan asam amino yang akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba (McDonald et al. 2002). Kisaran konsentrasi NH3 yang optimal untuk sintesis protein mikroba rumen adalah 6 sampai 21 mM (McDonald et al. 2002), sedangkan menurut Sutardi (1977) kisaran NH3 optimum berkisar antara 4 sampai 12 mM. Analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa semua perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap konsentrasi NH3. Konsentrasi NH3 yang dihasilkan oleh hijauan jagung hidroponik lebih rendah dari kisaran normal. Konsentrasi NH3 hanya berkisar antara 2.5 sampai 3.6 mM. Tinggi rendahnya konsentrasi amonia rumen dipengaruhi oleh kandungan protein pakan (Despal et al. 2011). Selain itu, besarnya perombakan protein,
12 lamanya fermentasi pakan di rumen dan pH rumen juga dapat mempengaruhi tinggi rendahnya konsentrasi ammonia rumen (Uhi et al. 2006). Protein jagung merupakan protein yang tahan degradasi rumen. Tabel 4 Rataan hasil analisis in vitro untuk kecernaan (KCBK danKCBO) dan fermentabilitas (NH3 dan VFA) tanaman hijauan jagung hidroponik pada masing-masing perlakuan Peubah KCBK (%)* KCBO (%)* NH3 (Mm)* VFA (mM)*
Faktor A A1 A2 90.94 89.56 90.00 88.05 3.50 2.83 118.94 129.17
Sigifikansi Faktor B B1 B2 90.61 89.89 89.72 88.33 3.56 2.78 128.55 119.55
C1 89.50 88.17 3.00 118.25
Faktor C C2 91.75 90.25 3.58 127.50
C3 89.50 88.67 2.92 126.42
A1= Direndam Hipoklorit, A2= Tanpa direndam Hipoklorit, B1= Ditutup spon, B2= Tanpa ditutup Spon, C1= 100% larutan komersial, C2= 50% larutan komersial + 50% Bioselury, C3= 100% Bioselury. * Berdasarkan hasil Analisis di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. KCBK : Koefisien cerna bahan kering, KCBO : Koefisien cerna bahan organik, VFA : Volatile fatty acid
SIMPULAN Penggunaan larutan nutrisi campuran antara larutan komersial AB mix 50% dan larutan bioslurry 50% sebagai media tanam menghasilkan tanaman hidroponik dengan produksi yang lebih tinggi. Penggunaan larutan bioslurry 100% dapat menurunkan produktivitas tanaman. Penggunaan larutan hypocloride dan penutupan dengan spon selama proses perkecambahan memberikan pengaruh terhadap produktivitas tanaman.
SARAN Penggunaan larutan bioslurry sebagai larutan nutrisi harus dilakukan penyaringan lebih dari 3 kali untuk mengurangi endapan. Pengukuran persentase perkecambahan sebaiknya dilakukan dalam beberapa waktu karena ada biji yang berkecambah sebelum hari ke 4 dan setelah hari ke 4. Diawal penanaman tidak ditambahkan nutrien untuk mengetahui hari keberapa tanaman membutuhka nutrien. Harus dilakukan uji kualitas hijauan dari kontaminasi jamur sebelum hijauan diberikan pada ternak.
DAFTAR PUSTAKA Anusavice KJ. 2004. Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Budiman JA, Purwoko S, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit EGC. Terjemahan dari: Phillips' Science of dental materialsh. Ed ke-10. [AOAC] Associaton of Official Analitycal Chemist. 1988. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Virginia (US): Association of Official Analytical Chemist.
13 Cordava H. 2001. Quality Protein Maize: Improved nutrition and livelihoods for the poor. Maize Research Highlights. hlm 27-31 [DEPTAN] Departemen Pertanian. 2011.Kawasan Horti. Departemen Pertanian. Sumatera Selatan Despal, Permana IG, Safarina SN, Tatra AJ. 2011. Penggunaan Berbagai Sumber Karbohidrat Terlarut Air untuk Meningkatkan Kualitas Silase Daun Rami. Med Pet. 43: 69-76. Djajanegara A, Rangkuto M, Siregar, Soedarsono, Sejati SK. 1998. Pakan Ternak dan Faktor – Faktornya. Bogor (ID): IPB Pr. Djazuli. 1986. Pemberian Mulsa, Pospat dan Kapur pada Ubi Jalar. Bogor (ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Biologi. Doring T, Heimbach U, Thieme T, Finckch M, Saucke H. 2006. Aspect of straw mulching in organic potatoes-I, effects on microclimate, Phytophtora infestans, dan Rhizoctonia solani.Nachrichtenbl. Deut. J flanzenschutzd. 58 (3):73-78 Elita R, Widjaya. 2006. Analisis Penggunaan Sumber Energi Biomassa di Bidang Pertanian [Laporan Akhir]. Tangerang (ID): Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. General Laboratory Procedure. 1966. Raport of Dairy Science. Madison (US) Departement of Dairy Science University of Wisconsin. Goldsworthy PR, Fisher NM. 1980. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Susilo H, Penerjemah. Yogyakarta (ID): Universitas gajah Mada Pr. Terjemahan dari: Physiology of Tropical Field crops. Hartadi HS, Reksohadiprojo S, Prawirokusumo S, Tillman AD, Lebondosoekojo HS. 1993. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Yogyakarta (ID): UGM Pr. McDonald P, Edward RA, Greenhalgh JFD, Morgan A. 2002. Animal Nutrition. 6th Ed. New York (US): Prentice Hall. Melisa D. 2013. Evaluasi produksi dan kualitas nutrisi hijauan jagung (zea Mays L) dari penanaman hidroponik [Skipsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nugraha HD. 2013. Pemanfaatan bioslurry pada greenhouse fodder sebagai suplemen silase ransum komplit dan pengaruhnya terhadap kecernaan, produksi, dan kualitas susu sapi perah [tesis]. Bogor (ID). Siap terbit. Orskov, ER, Ryle M. 1990. Energy Nutrition in Ruminants. London (GB): Elsevier Science Publishers Ltd. Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Jakarta (ID): UI Pr. Rukmana R. 1997. Usaha Tani jagung. Jakarta (ID): Kanisius. Sofyan A. 2000. Pedoman Teknis Perluasan Areal Kebun Hijauan Makanan Ternak. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian Sneath R, McIntosh F. 2003. Review of hydroponic fodder production for beef cattle (bibliografi). Queensland (AU): Departemen of Primary Industies. 1 acuan dari database QUEESLAND GOVERMENT Okt 2003. Sudarmodjo. 2008. Hidroponik. Bogor (ID): Parung Farm. Tidak dipublikasikan. Sudjadi B. 2006. Biologi dan Sains. Jakarta(ID): Yudhistira, Suhardiyanto H. 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk lklim Tropika Basah: Pemodelan dan Pengendalian Lingkungan. Bogor (ID): IPB Pr.
14 Suryapratama W.1999. Efek Suplementasi Asam Lemak Volatil Bercabang dan Kapsul Lisin serta Treonin terhadap Nutrisi Protein Sapi Holstein. [disertasi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Sutardi T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah. Kayu Ambon Lembang. Bandung (ID). Direktorat Jendral Peternakan-FAO. Sutardi T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sutiyoso Y. 2004. Hidroponik ala Yos. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Syamsuri. 2004. Biologi. Jakarta (ID): Erlangga. Tiley JMA, Terry RA. 1966. A two stage technique for the in vitro digestion of forage crop. J Briti Grassland 18 : 104 – 111 Uhi HT, Parakkasi A, Haryanto B. 2006. Pengaruh Suplemen Katalitik terhadap Karakteristik dan Populasi Mikroba Rumen Domba. Med Pet 2: 20-26. Usman M. 2010. Respon Berbagai Populasi Tanaman Jagung Manis (Zea Mays saccharata Start) Terhadap Pemberian Pupuk Urea. J Agroland. 17 (2) : 138-143. Yusmadi. 2008. Kajian mutu dan palatabilitas silase dan hay ransum komplit berbasis sampah organik primer pada kambing PE [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
15
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil analisis sidik ragam % perkecambahan hijauan jagung hidroponik Derajat Kuadrat Sumber keragaman Jumlah kuadrat F hitung Sig. bebas tengah Model terkoreksi
8496.000a
11
772.364
7.835 0.000
Perlakuan
119716.000
1 119716.000 1.214E3 0.000
Faktor_A
.111
1
0.111
0.001 0.000
Faktor_B
4533.778
1
4533.778
45.989 0.000
Faktor_C
2545.167
2
1272.583
12.909 0.000
Faktor_A * Faktor_B
2.778
1
2.778
0.028 0.868
Faktor_A * Faktor_C
910.056
2
455.028
4.616 0.120
Faktor_B * Faktor_C
103.389
2
51.694
.524 0.599
Faktor_A * Faktor_B * Faktor_C
400.722
2
200.361
2.032 0.153
Galat
2366.000
24
98.583
Total
130578.000
36
Lampiran 2 Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman hijauan jagung hidroponik Sumber keragaman Model terkoreksi
Jumlah kuadrat 92.750a
Derajat bebas
Kuadrat tengah
11
F hitung
Sig.
8.432
5.325
0.000
1 11556.250
7.299E3
0.000
Perlakuan
11556.250
Faktor_A
20.250
1
20.250
12.789
0.002
Faktor_B
.694
1
.694
.439
0.000
Faktor_C
44.667
2
22.333
14.105
0.000
Faktor_A * Faktor_B
6.250
1
6.250
3.947
0.058
Faktor_A * Faktor_C
8.667
2
4.333
2.737
0.085
Faktor_B * Faktor_C
3.556
2
1.778
1.123
0.342
Faktor_A * Faktor_B * Faktor_C
8.667
2
4.333
2.737
0.085
Galat
38.000
24
1.583
Total
11687.000
36
16 Lampiran 3. Hasil analisis sidik ragam produksi biomas hijauan jagung hidroponik Sumber keragaman
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
F hitung
Sig.
640887.889a
11
perlakuan
6.622E7
1
Faktor_A
41073.778
1
41073.778
16.389
0.000
Faktor_B
96306.778
1
96306.778
38.428
0.000
Faktor_C
447740.222
2 223870.111
89.329
0.000
Model terkoreksi
58262.535
23.248
0.000
6.622E7 2.642E4
0.000
Faktor_A * Faktor_B
576.000
1
576.000
.230
0.636
Faktor_A * Faktor_C
14019.556
2
7009.778
2.797
0.081
Faktor_B * Faktor_C
21230.889
2
10615.444
4.236
0.027
Faktor_A * Faktor_B * Faktor_C
19940.667
2
9970.333
3.978
0.032
Galat
60147.333
24
2506.139
Total
6.692E7
36
Lampiran 4 Hasil analisis sidik ragam kadar air hijauan jagung hidroponik Sumber keragaman
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
F hitung
Sig.
83.889a
11
Perlakuan
5725.444
1
Faktor_A
1.000
1
1.000
.474
0.000
Faktor_B
21.778
1
21.778
10.316
0.004
Faktor_C
48.222
2
24.111
11.421
0.000
Faktor_A * Faktor_B
1.778
1
1.778
.842
0.368
Faktor_A * Faktor_C
4.667
2
2.333
1.105
0.347
Faktor_B * Faktor_C
.889
2
.444
.211
0.812
5.556
2
2.778
1.316
0.287
Galat
50.667
24
2.111
Total
5860.000
36
Model terkoreksi
Faktor_A * Faktor_B * Faktor_C
7.626
3.612
0.004
5725.444 2.712E3
0.000
17 Lampiran 5. Hasil analisis sidik ragam kadar abu hijauan jagung hidroponik Sumber keragaman
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
F hitung
Sig.
Model terkoreksi
4.306a
11
Perlakuan
78.028
1
Faktor_A
2.250
1
2.250
11.571
0.002
Faktor_B
.694
1
.694
3.571
0.001
Faktor_C
1.056
2
.528
2.714
0.000
Faktor_A * Faktor_B
.028
1
.028
.143
0.709
Faktor_A * Faktor_C
.167
2
.083
.429
0.656
Faktor_B * Faktor_C
.056
2
.028
.143
0.868
Faktor_A * Faktor_B * Faktor_C
.056
2
.028
.143
0.868
Galat
4.667
24
.194
Total
87.000
36
.391
2.013
0.074
78.028 401.286
0.000
Lampiran 6. Hasil Analisis Sidik Ragam Kandungan Protein kasar Hijauan Jagung Hidroponik Sumber keragaman Model terkoreksi
Jumlah kuadrat 25.333a
Derajat Kuadrat bebas tengah 11
F hitung
Sig.
2.303
4.364
0.001
1 5184.000
9.822E3
0.000
Perlakuan
5184.000
Faktor_A
7.111
1
7.111
13.474
0.001
Faktor_B
2.778
1
2.778
5.263
0.031
Faktor_C
13.500
2
6.750
12.789
0.000
Faktor_A * Faktor_B
.111
1
.111
.211
0.650
Faktor_A * Faktor_C
.722
2
.361
.684
0.514
Faktor_B * Faktor_C
.389
2
.194
.368
0.696
Faktor_A * Faktor_B * Faktor_C
.722
2
.361
.684
0.514
Galat
12.667
24
.528
Total
5222.000
36
18 Lampiran 7. Hasil analisis sidik ragam kandungan serat kasar hijauan jagung hidroponik Sumber keragaman
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
F hitung
Sig.
Model terkoreksi
44.083a
11
4.008
5.153
0.000
Perlakuan
380.250
1
380.250
488.893
0.000
Faktor_A
12.250
1
12.250
15.750
0.001
Faktor_B
10.028
1
10.028
12.893
0.001
Faktor_C
12.500
2
6.250
8.036
0.002
Faktor_A * Faktor_B
.250
1
.250
.321
0.576
Faktor_A * Faktor_C
1.500
2
.750
.964
0.396
Faktor_B * Faktor_C
.389
2
.194
.250
0.781
7.167
2
3.583
4.607
0.070
Galat
18.667
24
.778
Total
443.000
36
Faktor_A * Faktor_B * Faktor_C
Lampiran 8. Hasil analisis sidik ragam koefisien cerna bahan kering (KCBK) hijauan jagung hidroponik Sumber keragaman Model terkoreksi
Jumlah kuadrat 142.750a
Derajat bebas 11
Kuadrat tengah
F hitung
Sig.
12.977
.820
0.622
1 293222.250
1.852E4
0.000
Perlakuan
293222.250
Faktor_A
17.361
1
17.361
1.096
0.305
Faktor_B
4.694
1
4.694
.296
0.591
Faktor_C
40.500
2
20.250
1.279
0.297
Faktor_A * Faktor_B
23.361
1
23.361
1.475
0.236
Faktor_A * Faktor_C
9.389
2
4.694
.296
0.746
Faktor_B * Faktor_C
12.056
2
6.028
.381
0.687
Faktor_A * Faktor_B * Faktor_C
35.389
2
17.694
1.118
0.344
Galat
380.000
24
15.833
Total
293745.000
36
19 Lampiran 9 Hasil analisis sidik ragam koefisien cerna bahan organik (KCBO) hijauan jagung hidroponik Sumber keragaman
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
F hitung
Sig.
173.639a
11
Perlakuan
285334.028
1
Faktor_A
34.028
1
34.028
1.859
0.185
Faktor_B
17.361
1
17.361
.948
0.340
Faktor_C
28.389
2
14.194
.775
0.472
Faktor_A * Faktor_B
14.694
1
14.694
.803
0.379
Faktor_A * Faktor_C
30.056
2
15.028
.821
0.452
Faktor_B * Faktor_C
9.056
2
4.528
.247
0.783
Faktor_A * Faktor_B * Faktor_C
40.056
2
20.028
1.094
0.351
Galat
439.333
24
18.306
Total
285947.000
36
Model terkoreksi
15.785
.862
0.586
285334.028 1.559E4
0.000
Lampiran 10 Hasil analisis sidik ragam konsentrasi NH3 hijauan jagung hidroponik Sumber keragaman
Jumlah kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat tengah
F hitung
Sig.
Model terkoreksi
16.333a
11
Perlakuan
361.000
1
Faktor_A
4.000
1
4.000
1.582
0.221
Faktor_B
5.444
1
5.444
2.154
0.155
Faktor_C
3.167
2
1.583
.626
0.543
Faktor_A * Faktor_B
.444
1
.444
.176
0.679
Faktor_A * Faktor_C
1.167
2
.583
.231
0.796
Faktor_B * Faktor_C
.722
2
.361
.143
0.868
1.389
2
.694
.275
0.762
Galat
60.667
24
2.528
Total
438.000
36
Faktor_A * Faktor_B * Faktor_C
1.485
.587
0.820
361.000 142.813
0.000
20 Lampiran 11 Hasil analisis sidik ragam konsentrasi volatile fatty acid (VFA) hijauan jagung hidroponik Sumber keragaman
Jumlah kuadrat
Model terkoreksi
12757.222a
Perlakuan
554032.111
Faktor_A
Derajat bebas
1159.747
F hitung
Sig.
2.720
0.020
1 554032.111 1.299E3
0.000
940.444
1
940.444
2.206
0.151
Faktor_B
729.000
1
729.000
1.710
0.203
Faktor_C
613.722
2
306.861
.720
0.497
Faktor_A * Faktor_B
53.778
1
53.778
.126
0.726
Faktor_A * Faktor_C
7537.389
2
3768.694
8.839
0.101
Faktor_B * Faktor_C
2131.167
2
1065.583
2.499
0.103
751.722
2
375.861
.882
0.427
Galat
10232.667
24
426.361
Total
577022.000
36
Faktor_A * Faktor_B * Faktor_C
11
Kuadrat tengah
Lampiran 12 Gambar hijauan jagung hidroponik
Penimbangan hijauan jagung
Biji jagung hari ke 1
Hijauan jagung hidroponik
Jagung umur 4 hari
21
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 9 November 1990 dari Ayah Tata dan Ibu Yayah. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara. Tahun 2010 penulis menyelesaikan studi di Yayasan Pendidikan SMA Taman Islam Bogor dan pada tahun yang sama tercatat sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) angkatan 47 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan bantuan Beasiswa Bidikmisi. Penulis tercatat sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai staff Departemen Keputrian (2011/2012) dan Bendahara Umum (2012/2013) di Lembaga Dakwah Fakultas FAMM (Forum Aktivitas Mahasiwa Muslim) AlAn’aam. Penulis juga aktif mengikuti kepanitian, seperti Meet Cowboy 48 (2012), Dekan Cup (2012) dan Meet Cowboy 50 (2014). Penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM-P) dan didanai pada tahun 2013 dengan judul “Suplementasi Ekstrak Daun Bangun-Bangun (Coleus Amboinicus) Sebagai Antibiotik Alami Penyakit Mastitis Subklinis Pada Sapi Perah”.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Despal, S Pt MScAgr dan Bapak Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr yang telah membimbing dengan penuh perhatian dan kesabaran, serta kepada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI atas bantuan Beasiswa Bidikmisi dan dana BOPTN 2013 atas bantuan dana penelitian. Terima kasih kepada Ibu Dilla Mareistia Fassah, S pt M Sc selaku dosen pembahas sekaligus sebagai panitia seminar pada tanggal 17 Juli 2014. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak Ir Asep Tata Permana, MSc dan Bapak Dr Ir Afton Atabany, MS selaku penguji sidang dan Ibu Dilla Mareistia Fassah, S Pt MSc sebagai panitia sidang pada tanggal 20 Oktober 2014. Dengan penuh hormat dan rasa cinta, ungkapan terima kasih yang sebesarbesarnya penulis sampaikan kepada Ibunda dan Ayahanda serta seluruh keluarga tercinta atas seluruh doa dan kasih sayang serta dukungan sepenuhnya kepada penulis. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Muhamad Royani yang selalu memberikan semangat, teman seperjuangan masuk IPB saudara Zamaludin serta teman-teman yang membantu dalam penelitian Heni, Henyrc, kak Dara, kak Heru, Sudarsih, Sunaryo, Dinar. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga besar D.NET dan FAMM Al-An’aam untuk semua warna yang ditorehkan dalam 3 tahun kebersamaan di FAPET tercinta.
22