PENGARUH PEMANFAATAN BEBERAPA PAKAN DAUN LEGUMINOSA TERHADAP PERFORMANS ANAK SAPI BALI JANTAN Debora Kana Hau dan Jacob Nulik Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) NTT ABSTRAK Suatu penelitian pemberian pakan dari beberapa jenis leguminosa telah dilakukan di Kebun Percobaan (KP) Lili BPTP NTT, dari bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2007. Penelitian ini dilakukan menggunakan anak sapi Bali Timor berumur rata-rata 9 bulan dan pakan dari beberapa jenis daun leguminosa. Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak kelompok. Perlakuan terdiri dari 4 jenis daun leguminosa, yaitu Centrosema pascuorum, Desmodium sp., Clitoria ternatea dan Leucaena leucocephala. Tiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali, sehingga terdapat 20 unit percobaan (anak sapi Bali Timor). Air minum diberikan secara ad-libitum. Data yang dikumpulkan terdiri dari pertambahan berat badan, daya cerna bahan kering pakan, konsumsi bahan kering pakan, dan konsumsi air. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA dengan bantuan software QUASP (Queensland University Agriculture Statistical Package), dengan LSD sebagai analisis lanjutan untuk mengetahui perbedaan antara nilai rata-rata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PBB perhari dan kumulatif nyata dipengaruhi oleh perlakuan (P<0.05) pada minggu-minggu 1,2 dan 5, tidak nyata (P>0.05) pada mingu-minggu 3 dan 4, serta sangat nyata (P<0.01) pada minggu-minggu 6 dan 7. Konsumsi tertinggi diperoleh pada perlakuan L. leucocephala diikuti oleh C. pascuorum, C. ternatea dan Desmodium sp. Perlakuan juga sangat mempengaruhi (P<0.01) daya cerna BK pakan dengan angka tertinggi pada L. leucocephala diikuti oleh C.ternatea dan C. pascuorum, dan terrendah pada Desmodium sp. Perlakuan juga sangat mempengaruhi (P<0.01) konsumsi air dengan angka terrendah pada L. leucocephala dan tertinggi pada perlakuan C. pascuorum, diikuti oleh Desmodium sp. dan C. ternatea. Secara praktis, walaupun L. leucocephala memberikan performans terbaik bagi ternak namun target niche pemakaiannya berbeda dengan leguminosa herba. Leguminosa herba dimaksudkan untuk ditanam dalam lahan ladang tanaman pangan dengan maksud pemanfaatan sisa kandungan air tanah dan hujan pada akhir musim hujan, dan L. leucocephala lebih tepat sebagai tanaman pagar atau dalam bentuk kebun pakan monokultur. Kata kunci: Leguminosa herba, Centrocema pascuorum, Desmodium sp., Leuchaena.leucocephala, Clitoria ternatea, daya cerna, konsumsi BK.
PENDAHULUAN Persoalan penyediaan pakan yang cukup secara kualitas dan kuantitas sepanjang tahun di Nusa Tenggara Timur masih tetap merupakan masalah yang perlu dicarikan alternatif-alternatif pemecahannya. Pemanfaatan lahan ladang yang diusahakan tanaman pangan sekali setahun oleh petani di NTT masih berpeluang untuk ditingkatkan dengan memasukkan tanaman leguminosa herba pada waktu mendekati akhir musim hujan ketika kadar air tanah masih cukup dan curah hujan masih sesekali diperoleh, yang dapat menghasilkan biomas pakan untuk langsung digunakan dalam bentuk segar atau diawetkan sebagai hay atau silase dan digunakan selama musim kemarau. Lahan ladang ini masih banyak yang tidak dimanfaatkan setelah tanaman pangan sekali tanam dalam setahun pada musim hujan, namun ada juga yang masih ditanami tanaman pangan umur relatif panjang seperti kacang turis, kacang nasi, labu dan ubi kayu. Jika petani telah memanfaatkan lahan dengan menanam kacang-kacangan lain, maka ini dapat diteruskan dan tidak perlu introduksi leguminosa herba, namun jika lahan ladang ini belum dimanfaatkan secara optimal (tanpa tanaman setelah panen), maka memasukkan tanaman leguminosa herba sebagai sumber pakan dapat dianjurkan. Sebelum dapat dianjurkan sepenuhnya dalam program pengembangan tanaman pakan leguminosa herba, maka kajian-kajian manfaat tanaman pakan ini pada ternak dan pada lahan ladang perlu dilakukan terlebih dahulu. Dalam penelitian terpisah telah dilakukan uji adaptasi tanaman leguminosa herba di beberapa lokasi di Pulau Timor (Naibonat, Camplong, Biloto, Kakaniuk dan Betun) (Esnawan et al., 2007). Juga telah dilakukan penelitian tentang peningkatan kesuburan lahan setelah
pertanaman leguminosa herba dan pengaruhnya pada produktivitas tanaman jagung pada musim tanam berikutnya, telah dilakukan di Naibonat, dan masih akan dilanjutkan secara lebih detail di lokasi-lokasi lain dalam tahun 2008 dan 2009. MATERI DAN METODA Dalam penelitian ini tiga jenis leguminosa herba (Centrocema pascuorum, Desmodium sp., dan Clitoria ternatea) yang dapat dikembangkan cukup banyak untuk kepentingan penelitian pada ternak dibandingkan dengan daun Leucaena leucocephala yang sudah lasim digunakan sebagai pakan ternak di NTT, terutama di Amarasi. Sehingga terdapat 4 perlakuan pakan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali, karena itu ada 20 unit percobaan. Ternak yang digunakan adalah anak sapi Bali dengan rata-rata umur 9 bulan. Penelitian diatur dalam bentuk rancangan percobaan acak kelompok. Data yang dikumpulkan meliputi: berat badan ternak yang ditimbang 2 kali dalam seminggu (untuk menentukan pertambahan berat badan harian), konsumsi Bahan Kering pakan (ditimbang tiap hari dari makanan yang diberikan dan makanan sisa), daya cerna pakan yang dilakukan 2 kali selama penelitian, dan konsumsi air. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA menggunakan bantuan sofware QUASP (Queensland University Agriculture Statistical Package) yang dilanjutkan dengan uji LSD untuk mengetahui perbedaan antara nilai rata-rata perlakuan. Alat-alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: kandang percobaan Kebun Pecobaan Lili BPTP NTT, timbangan ternak digital, ember dan baskom plastik, kantong-kantong plastik untuk sampel pakan dan kotoran ternak. Sebelum pengambilan data, dilakukan masa preliminari penelitian selama 2 minggu untuk membiasakan ternak dengan pakan yang digunakan dalam penelitian dan juga untuk menyesuaikan ternak dengan keadaan lingkungan dan kandang percobaan, karena ternak yang digunakan adalah ternak petani dari Kecamatan Insana, Kabupaten TTU. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum diperoleh bahwa L. leucoephala memberikan hasil yang terbaik dibandingkan dengan leguminosa herba yang digunakan dalam penelitian ini, walaupun masih ditemukan tanda-tanda keracunan mimosin pada ternak yang mendapatkan perlakuan L. leucocephala selama penelitian, yang ketika dilakukan test urine ternyata menujukkan tanda keracunan oleh adanya 3,4 DHP (Budisantoso, 2007, unpublish) dengan warna reaksi pink (Jones dan Megarrity, 1985). Ini menunjukkan bahwa penggunaan L. leucocephala masih perlu pembenahan untuk menghindarkan ternak dari pengaruh negatif mimosin, yang diharapkan akan dapat memberikan hasil yang lebih baik lagi. Walaupun L. leucocephala merupakan leguminosa terbaik dalam penelitian ini namun tetap masih diperlukan leguminosa herba untuk pemanfaatan yang berbeda niche-nya. Leguminosa herba dimaksudkan untuk dikembangkan di lahan-lahan ladang yang belum optimal dimanfaatkan. Belum optimal, maksudnya petani hanya mengusahakan tanaman pangan sekali tanam berupa jagung selama musim hujan kemudian tidak ada tanaman lain pada lahan ini selama kemarau. Pada hal lahan ini masih dapat dioptimalkan pemanfaatannya dengan mengusahakan tanaman leguminosa herba yang dapat disebarkan dengan biji saat mendekati akhir musim hujan, yaitu ketika mendekati panen tanaman jagung. Ini akan mengoptimalkan pemanfaatan sisa air tanah dan curah hujan yang masih ada menjelang kemarau. Leguminosa herba ini juga dapat dimanfaatkan dalam bentuk rotasi tanaman, jika petani mau mengusahakannya sebagai tanaman pakan dalam pertanaman monokultur dan berotasi. Misalnya pada tahun pertama atau tahun pertama dan kedua lahan digunakan untuk menanam leguminosa herba dan kemudian tahun berikutnya ditanam dengan tanaman pangan seperti jagung. Dengan sistem rotasi ini diharapkan akan terjadi peningkatan kesuburan lahan. Model rotasi juga dapat untuk memulihkan lahanlahan yang telah beberapa tahun diusahakan tanaman pangan jagung dan mulai terlihat terjadi penurunan produksi karena kesuburan tanah yang makin menurun. Keunggulan leguminosa herba dapat dilihat dalam beberapa kondisi seperti kecocokannya untuk digunakan dalam sistem rotasi tanaman dan lebih dapat berkompetisi dengan tanaman pengganggu pada tahap establishment dibandingkan dengan L. leucocephala, membuat C. ternatea cukup disukai (Conway et al., 2001).
Konsumsi Bahan Kering (BK) Pakan Konsumsi BK pakan tertinggi diperoleh pada perlakuan L. leucocephala yang menunjukkan kehandalan pakan ini dengan nilai nutrisinya yang sangat baik, dan merupakan leguminosa pohon yang sangat tahan dengan kondisi kering NTT, dapat menghasilkan hijauan pada kondisi sangat kering jika pemangkasan dapat dilakukan dengan teratur (Nulik, 2007). Tabel 1. Pengaruh perlakuan terhadap konsumsi bahan kering pakan Perlakuan (Leguminosa)
Konsumsi (Kg DM /Ekor/Hari) Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 6
Minggu 7
C. pascuorum
1.59
1.71
1.99
1.98
2.15
2.24
2.21
Desmodium sp. C. ternatea L. leucocephala
1.70 1.39 2.03
2.07 1.75 2.48
1.76 1.72 2.34
1.88 1.70 1.95
1.80 1.95 2.73
1.48 2.00 3.14
1.48 1.80 3.19
0.048*
0.040*
0.053
1.000
0.020*
0.000**
0.014**
Nilai P
Hasil analisis statistik menujukkan bahwa konsumsi Bahan Kering (BK) pakan dipengaruhi oleh perlakuan jenis leguminosa. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata konsumsi BK tertinggi adalah pada L. leucocephala pada minggu-minggu 1, 2, 5, 6 dan 7 yang diikuti oleh C. pascuorum, Desmodium sp. dan C. ternatea. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara leguminosa herba jika L. leucocephala digunakan dalam analisis, namun jika L. leucocephala dikeluarkan, maka terdapat perbedaan yang nyata diantara ketiga leguminosa herba dengan konsumsi BK tertinggi pada C. pascuorum diikuti oleh C. ternatea dan terendah pada Desmodium sp. Konsumsi BK Desmodim sp. sampai dengan minggu ke 4 lebih tinggi daripada konsumsi BK C. ternatea, namun dari minggu ke 5 sampai minggu ke 7 konsumsi BK lebing tinggi pada C. ternatea (Tabel 1). Gomez dan Kalamani (2003) menyatakan bahwa C. ternatea adalah leguminosa yang sangat palatabel sebagai pakan dibandingkan dengan leguminosa lainnya, juga cepat bertumbuh kembali ketika dilakukan pemangkasan. Daya Cerna Bahan Kering Pakan Daya cerna BK pakan sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan (jenis leguminosa yang berbeda), dengan daya cerna tertinggi diperoleh pada L. leucocephala, diikuti oleh C. ternatea, C. pascuorum dan Desmodium sp. (Tabel 2). Yashim et al., (2006) mendapatkan daya cerna C.pascuorum mencapai 62,72% vs 73,54% pada Alisycarpus vaginalis, ketika diberikan pada ternak domba. Lebih rendahnya daya cerna pada penelitian yang berbeda ini mungkin saja diakibatkan oleh perbedaan umur panen tanaman dan perbedaan ternak yang digunakan (sapi vs domba). Tabel 2. Pengaruh perlakuan (jenis leguminosa) terhadap daya cerna BK pakan (%) Perlakuan (Leguminosa) C. pascuorum Desmodium sp. C. ternatea L. leucocephala Nilai P
Minggu ke 2 55.82 51.11 57.33 62.49 0.000**
Minggu ke 5 53.28 42.48 53.08 59.49 0.001**
Nilai daya cerna BK pada leguminosa herba dalam penelitian ini hampir sama dengan penelitian Peters et al. (2000), ketika mengamati daya cerna BK pada leguminosa herba Chaemacrista rotundifolia cv.Wynn, Centrosema pascuorum cv. Cavalcade, Stylosanthes guianensis cv. Pucalipa dan S. hamata cv. Verano, selama kemarau di Afrika Barat, yaitu berkisar antara 40-50% sebagai akibat lebih banyaknya proporsi batang dibandingkan dengan daun.
Konsumsi Air Minum Konsumsi air minum terrendah adalah pada perlakuan L. leucocephala, yang kemungkinan besar sebagai akibat diberikan dalam bentuk segar. Di antara leguminosa herba yang digunakan konsumsi air tertinggi adalah pada perlakuan C. pascuorum, diikuti oleh Desmodium sp dan C. ternatea. Pertambahan Berat Badan (PBB) Trend pertambahan berat badan dapat diikuiti pada Grafik 1 berikut ini, di sini terlihat bahwa ternak yang mendapkan pakan L. leucocephala mempunyai kecepatan pertambahan berat badan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan ketiga perlakuan leguminosa herba. Namun di antara ketiga leguminosa herba, jika L. leucocephala tetap sebagai bagian dari perlakuan, maka tidak ada perbedaan yang nyata secara statistik di antara ketiga leguminosa herba. Jika L. leucocephala dikeluarkan dari perlakuan, maka ada perbedaan yang nyata di antara ketiga leguminosa herba tersebut, dengan pertumbuhan akhir yang terbaik pada C. pascuorum diikuti oleh C. ternatea dan terendah pada Desmodium sp. Sepertihalnya pada konsumsi BK, maka PBB di antara ketiga leguminosa herba pada mulanya menunjukkan bahwa Desmodium sp. lebih baik vs C.ternatea, namun pada minggu ke 5 sampai minggu ke 7, akhir pengamatan, PBB lebih tinggi pada perlakuan C. ternatea vs Desmodium sp. Ini secara fisik terlihat bahwa Desmodium sp. pada akhir periode penelitian lebih banyak porsi batangnya (dengan kondisi yang dapat diduga tinggi serat kasarnya) dibandingkan dengan daun, sementara C. ternatea masih menunjukkan proporsi daun dan batang yang memadai.
Grafik 1. Pertambahan berat badan ternak selama penelitian, akibat perlakuan pemberian pakan daun leguminosa L. leucocephala, C. pascuorum, Desmodium sp. dan C. ternatea.
KESIMPULAN Sebagai pakan berkualitas asal leguminosa, L. leucocephala telah menampilkan hasil yang sangat baik dibandingkan dengan leguminosa herba, namun untuk target niche pemanfaatan, maka ketiga leguminosa herba masih dapat direkomendasikan untuk perbaikan kesuburan tanah ladang tanaman pangan yang jarang dipupuk oleh petani serta memanfaatkan kandungan air tanah yang masih ada dan curah hujan sisa pada akhir penghujan, sementara L. leucocephala niche-nya adalah pagarpagar kebun atau batas tanah dan kebun pakan monokultur (terutama bagi peternak dengan pemilikan lahan dan ternaknya cukup banyak). Di antara ketiga leguminosa herba yang dicobakan sebagai pakan, C.pascuorum menunjukkan performans yang lebih tinggi dalam aspek konsumsi BK pakan, daya cerna BK yang setara dengan C. ternatea, dan PBB ternak yang juga lebih tinggi dari kedua leguminosa herba lainnya. Sementara leguminosa herba berikutnya yang mempunyai penampilan cukup baik terhadap hasil percobaan adalah C. ternatea. Karena itu kedua leguminosa ini mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai pakan ternak dengan pemanfaatan lahan kebun atau ladang yang belum secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA Conway, M.J., K.McCosker, V.Osten, S.Coaker and B.C. Pengelly (2001). Butterfly pea-A Leguminosae Success Story In Cropping Lands of Central Queensland. Proceeding of the 10 th Australian Agronomy Conference, Hobart. Gomez, S.M., and A. Kalamani (2003). Butterfly Pea (Clitoria Ternatea): A Nutritive Multipurpose Forage Legume For The Tropics – An Overview. Pakistan Journal of Nutrition, 2 (6): 374-379. Jones, R.J. and Megarrity, R.G. (1985) Field Studies With DHP Degrading Bacteria-Western Australia. Annual Report, 1984-85, Division of Tropical Crops and Pastures, CSIRO, Australia, p. 102. Nulik, J., D. Kana Hau dan Asnah (2000). The Amarasi Farming Systems, Its Economic Aspects And The Adoption Of Improved Cattle Feeding And Group Pen Systems. Working With Farmers: The Key to Adoption of Forage Technologies, ACIAR PROCEEDINGS, No. 95. (202-206). Nulik, J. (2007). Persoalan Keracunan Lamtoro (Leucaena Leucocephala) Belum Tuntas. Prosiding Seminar Nasional Komunikasi Hasil-Hasil Penelitian Lahan Kering, BBP2TP dan BPTP NTT Peters. M., S.A. Tarawali and J. Alkamper (2000). Dry Season Performance Of Four Tropical Legumes In Subhumid West Africa As Influenced By Superphosphate Application And Weed Control. Center for Cover Crops Information and Seed Exchange in Africa (CIEPCA) – Newsletter No.6, November 2000. Piggin C., and J. Nulik (2005). Leucaena: Sustainable Crop And Livestock Systems In Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Tropical Grasslands, Vol.39,No.04.pp 218. Yashim, S.M., A.M. Adamu, C.A.M. Lakpini and S.B. Abdu (2006). Comparative Response of Growing Rams Fed Solely on Centrosema pascuorum and Alysicarpus varginalis. Pakistan Journal of Nutrition 5 (3): 261-262, 2006.