PERAN ISOLAT BAKTERI SELULOLITIK FAKULTATIF ASAL RUMEN KERBAU PADA HIJAUAN BERBEDA
SKRIPSI ARIEF AHMAD RIFAI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN ARIEF AHMAD RIFAI. D24051459. 2010. Seleksi Bakteri Selulolitik fakultatif Asal Rumen Kerbau dan Aktifitas Fermentasinya pada Hijauan Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amirroenas, MS, M.Sc Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Erika Budiarti Laconi, MS Kerbau merupakan ternak ruminansia yang dikenal sebagai ternak yang mampu memanfaatkan pakan berkualitas lebih rendah dibanding sapi, hal ini terjadi karena pencernaan pada kerbau lebih efisien di bandingkan dengan pencernaan sapi. Bakteri yang berperan dalam pencernaan kerbau tampaknya lebih efisien. Oleh karena itu perlu digali informasi lebih jauh untuk mencari isolat – isolat bakteri unggul yang bersifat fakultatif agar dapat dikulturkan lebih lanjut untuk digunakan sebagai probiotik. Tujuan penelitian ini yaitu melakukan seleksi isolat bakteri asal rumen kerbau yang bersifat fakultatif dan menguji kemampuannya sebagai pendegradasi serat dan fermentabilitas in vitro. Seleksi bakteri fakultatif dilakukan terhadap 18 isolat bakteri yang bersifat anaerob hasil penelitian sebelumnya. Seleksi isolat fakultatif dilakukan dengan melihat peubah – peubah berupa pola pertumbuhan, laju pertumbuhan dan waktu generasi dari masing-masing isolat dengan media semi anaerob. Pada percobaan berikutnya digunakan rancangan acak kelompok berpola faktorial 5x2x2 dengan tiga ulangan. Faktor A yaitu 5 isolat bakteri fakultatif, faktor B yaitu 2 jenis cairan rumen sapi(Segar dan steril) dan faktor C yaitu 2 jenis serat (Rumput gajah dan Jerami padi). Peubah yang diamati yaitu kecernaan bahan kering (KCBK), kecernaan bahan organik (KCBO), produksi VFA dan produksi amonia (NH3). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan bila berbeda nyata dilakukan uji jarak Duncan. Penelitian ini berhasil melakukan seleksi lima isolat fakultatif yang mempunyai waktu generasi tercepat yaitu : 13,73 menit untuk I-12, 14,65 menit untuk B-16, 15,83 menit untuk I-14, 16,31 menit untuk I-8 dan 16,64 untuk B-41. Jenis isolat tidak menunjukan perbedaan terhadap semua peubah yang diukur kecuali terhadap KCBK (kecernaan bahan kering) (P<0,05), sedangkan jenis rumen dan jenis serat nyata menurunkan terhadap semua peubah yang diukur (P<0,01). Isolat bakteri fakultatif asal rumen kerbau, terutama I-14, mampu tumbuh dengan baik dan dapat berfungsi sebagai bakteri selulolitik tunggal dalam mendegradasi jerami padi, dengan kemampuan 7,9% lebih kecil dari mikroba rumen sapi (cairan rumen segar). Kesimpulan dari penelitian ini adalah isolat bakteri fakultatif asal rumen kerbau I-14 merupakan isolat bakteri paling unggul dan mempunyai potensi sebagai probiotik. Kata- kata Kunci : bakteri, rumen, kerbau, jerami padi, in vitro
ABSTRACT Facultability and Fermentability of Sellulolitic Bacteria From Buffalo’s Rumen at Different Type of Forages A.A. Rifai, D.Evvyernie and E.B. Laconi The objective of this experiment was to selected a facultatif and high ability fiber degredation of isolate bacteria from buffalo’s rumen. This experiment was used two methods. First, selected some of the isolate bacteria from buffalo’s rumen. Second, viability test in fermentation and digestion in vitro of bacteria which resulted from selection. Variables that observed in the first experiment were to notice the growth rate, the number of facultatif bacteria, and the time of generation. Variables that observed in the second experiment were dry matter and organic matter digestibilities, amount of VFA and NH3 productions. The experiment used a random pattern plan that have factorial pattern 5x2x2 in three replications. Factor A is facultatif isolate bacteria, factor B is rumen’s fluid type, and factor C is fiber source (rice straw and elephant grass). Buffalo’s fluid rumen was taken in different time and used as block or replication. The data obtained were analyzed using ANOVA (Analysis of Variance) and significant differences were further tested using Duncan test. The results of the experiment showed that rumen’s fluid type and fiber type were highly significantly improved (P< 0,01) the concentrations of VFA, NH3, dry matter digestibilities, and organic matter digestibilities while the type of isolate itself didn’t give any significant to VFA, NH3 and organic matter digestion except the concentration of dry matter only (P<0,05). It is Concluded that facultatif isolate bacteria from buffalo’s rumen could growth well in a fresh and steril rumen, it could be seen from the ability to degredate the feed fiber source. Facultatif isolate bacteria I-14 had a shorter digestibilities and time generation than the other facultatif isolate bacteria from the buffalo’s rumen. It’s possible for the faculataif isolate bacteria I-14 to used as a good probiotic. Keywords : rumen, bacteria, degradation, facultatife, fiber
SELEKSI BAKTERI SELULOLITIK FAKULTATIF ASAL RUMEN KERBAU DAN AKTIFITAS FERMENTASINYA PADA HIJAUAN BERBEDA
ARIEF AHMAD RIFAI D24051459
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi : Seleksi Bakteri Selulolitik Fakultatif Asal Rumen Kerbau dan Aktifitas Fermentasinya pada Hijauan Berbeda Nama
: Arief Ahmad Rifai
NIM
: D24051459 Menyetujui:
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A, MS., MSc NIP. 19610602 198603 2 001
Dr. Ir. Erika B Laconi,MS NIP. 19610916 198703 2 002
Menyetujui: Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB
Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc. Agr. NIP. 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian: 18 Juni 2010
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bekasi, Jawa Barat pada tanggal 24 April 1987. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, putra dari pasangan Bapak Nana Juhana dan Ibu Rohaeni. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di kota Bekasi dan menyelesaikan pendidikan lanjutan hingga menengah atas di kota Cirebon. Setelah lulus SMA tahun 2005, penulis diterima di program Tingkat Persiapan Bersama (TPB), Institut Pertanian Bogor (IPB), sebagai mahasiswa undangan berdasarkan USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB). Kemudian, pada tahun 2007 penulis terdaftar di Mayor Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (Fakultas Peternakan) Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah penulis aktif di kegiatan Badan eksekutif Mahasiswa IPB (BEM KM) tahun 2006 - 2007, organisasi OMDA IKC (Ikatan Kekeluargaan Cirebon) dan menjadi ketua IKC pada tahun 2007 - 2008 , Ketua bidang nutrisi dan Industri di HIMASITER (Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak) , aktif diorganisasi Penulis Best Seller IPB (Tanda Baca) tahun 2008 – 2009, dan Ketua Seminar Pakan Nasional (BEM Fakultas Peternakan) tahun 2008 – 2009, Selain itu, penulis sering berpartisipasi dalam kepanitiaan beberapa kegiatan di dalam dan luar kampus.
KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmat-nya, sehingga skripsi dengan judul “ Fakultabilitas dan Fermentabilitas Bakteri Selulolitik Asal Rumen Kerbau Pada Hijauan Berbeda” dapat diselesaikan. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari Ristia Astuti (2010) dan Iber Gayatri (2010). Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei sampai Desember 2009 dilaboratorium Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Biokomia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Hasil penelitian sebelumnya oleh Ristia Astuti dan Iber Gayatri (2010) telah didapatkan 18 isolat murni bakteri rumen kerbau yang memiliki kemampuan selulolitik dan dapat digunakan dalam mendegradasi serat kasar. Isolat bakteri ini kemudian diuji kemampuannya dalam mendegradasi serat kasar dari substrat jerami padi dan rumput gajah. Berdasarkan hasil isolasi dan seleksi kemudian didapat lima isolat terbaik yang digunakan dalam penelitian ini sebagai isolat bakteri pencerna pakan berserat yaitu jerami padi dan rumput gajah yang akan diuji kemampuan hidupnya di dalam kondisi rumen secara in vitro. Kerbau merupakan ternak ruminansia yang biasa diberi pakan dengan kualitas rendah namun mampu mencerna serat
lebih baik dbanding ternak
ruminansia lainya. Pada rumen kerbau terdapat bakteri pencerna selulolitik dengan kemampuan mencerna serat yang tinggi. Dengan demikian mikroba rumen kerbau berpotensi membantu mendegradasi pakan yang tinggi kandungan seratnya didalam saluran pencernaan pedet Bogor, 18 Juni 2010 Penulis
DAFTAR ISI RINGKASAN .................................................................................................. ii ABSTRACT..................................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... iv KATA PENGANTAR ..................................................................................... v DAFTAR ISI.................................................................................................... vi DAFTAR TABEL............................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xi PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 Latar Belakang..................................................................................... 1 Tujuan .................................................................................................. 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3 Pakan Sumber Serat.............................................................................. 3 Jerami padi ............................................................................. 3 Rumput Gajah ........................................................................ 4 Volatile Fatty Acid (VFA) ................................................................... 5 Amonia (NH3) ..................................................................................... 6 Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia .............................................. 7 Mikroba Rumen ................................................................................... 8 Bakteri rumen ...................................................................................... 9 KCBK KCBO ............................................................................. ...............10 Metode invitro...................................................................................... 11 METODE......................................................................................................... 12 Waktu dan Tempat............................................................................... 12 Materi ................................................................................................... 12 Alat ........................................................................................... 12 Bahan........................................................................................ 12 Rancangan ............................................................................................ 12 Perlakuan.................................................................................. 12 Peubah yang diamati ................................................................ 13 Rancangan Percobaan .............................................................. 13 Prosedur ............................................................................................... 14 Peremajaan Bakteri Kultur Tunggal......................................... 14 Metode Tahap I ........................................................................ 14 Seleksi Isolat Bakteri Fakutatif/Screening ................... 14 Uji Kemampuan Kultur Tunggal.................................. 15 Karakteristik Pertumbuhan Bakteri Fakultatif Selulolitik Rumen Kerbau ............................................ 15 Pengenceran Hasil Inkubasi ......................................... 15 Perhitungan Koloni....................................................... 15 Metode Tahap II....................................................................... 16 Uji Daya Cerna dan Fermentabilitas ............................ 16 Evaluasi In Vitro........................................................... 16 Pencernaan Fermentatif ................................................ 16 Pengukuran Konsentrasi NH3 ....................................... 17 Analisa VFA Total ....................................................... 17
Analisa Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan OrganiK ........................................................................ Evaluasi In Vitro...........................................................
18 18
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................
19
Seleksi Isolat Bakteri Fakultatif ........................................................... Bakteri Fakultatif yang Diperoleh........................................................ Fermentabilitas In Vitro Isolat Terhadap Sumber Serat....................... Kinetika Pertumbuhan Isolat ............................................................... Konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA) Total......................... Konsentrasi Amonia (NH3) ...................................................... Kecernaan Isolat Terhadap Sumber Serat ............................................ Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK).................................. Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO)................................ Evaluasi Kemampuan Isolat pada Semua Peubah ............................... KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... Kesimpulan .......................................................................................... Saran.....................................................................................................
19 20 20
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................ DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... LAMPIRAN.....................................................................................................
38 39 43
24 26 29 29 32 37 37 37
DAFTAR TABEL Nomor
1. Isolat Bakteri Fakultatif Terpilih..........................................................
Halaman 19
2. Kinetika Pertumbuhan Isolat................................................................
22
3. Rataan Konsentrasi VFA Total dari Isolat Bakteri Kerbau pada Pakan dan Jenis Rumen yang Berbeda ................................................
24
4. Rataan Konsentrasi NH3 Total dari Isolat Bakteri Kerbau pada Pakan dan Jenis Cairan Rumen yang Berbeda ...............................................
27
5. Rataan Konsentrasi KCBK Total dari Isolat Bakteri Kerbau pada Pakan dan Jenis Cairan Rumen yang Berbeda.....................................
30
6. Rataan KCBO dari Isolat Bakteri Kerbau pada Pakan dan Jenis Rumen yang Berbeda ...........................................................................
32
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman 1. Pola Pertumbuhan Bakteri I11, A27, A9, B30, I10 dan B39 berdasarkan Jumlah Bakteri pada Waktu Inkubasi Berbeda ............... 20 2. Pola Pertumbuhan Bakteri I9, I1, B16, I12, B41, I8, B52, B61, dan I14 berdasarkan Jumlah Bakteri pada Waktu Inkubasi Berbeda. ........
21
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
1. Komposisi serta cara pembuatan media dan bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ................................................................. 10
Halaman 43
2. Jumlah Bakteri (10 cfu/ml) Selama Proses Pertumbuhan .................
44
3. Sidik Ragam VFA................................................................................
45
4. Sidik Ragam NH3 .................................................................................
47
5. Sidik Ragam KCBK.............................................................................
49
6. Sidik Ragam KCBO.............................................................................
51
PENDAHULUAN Latar Belakang Kerbau merupakan ternak ruminansia yang dikenal sebagai ternak yang mampu memanfaatkan pakan berkualitas lebih rendah dibanding sapi, hal ini terjadi karena pencernaan pada kerbau lebih efisien di bandingkan dengan pencernaan sapi, pencernaan yang lebih efisien pada kerbau akibat waktu retensi pakan dalam rumen kerbau lebih lama (Bhattacharya dan Mullick,1965). Kerbau merupakan ternak yang berkemampuan lebih baik dalam menghasilkan daging serta dapat memanfaatkan bahan makanan yang berkualitas rendah untuk mencapai berat karkas yang relatif tinggi. Salah satu kemungkinnnya adalah dalam rumen kerbau terdapat bakteri pencerna serat kasar yang efisien yang tidak ditemukan pada sapi, sehingga daya cerna pakan pada kerbau lebih baik dibandingkan dengan sapi. Hal ini di duga disebabkan oleh tingginya populasi mikroba selulolitik pada ternak kerbau (Wanapat, 1990). Secara umum aktifitas mikroba rumen menentukan proses fermentasi pada pakan berserat kasar tinggi. Mikroba rumen yang bersifat anaerob sangat penting dalam proses fermentasi rumen. Sutardi (1977) menyatakan, bahwa adanya bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen menyebabkan ruminansia dapat mencerna bahan makanan yang mengandung serat kasar tinggi. Bakteri pencerna serat dari rumen kerbau diduga ada yang bersifat anaerob, aerob dan fakultatif. Eksplorasi bakteri unggulan dari rumen kerbau yang bersifat fakultatif sangat diperlukan untuk memudahkan pemanfaatan dan penanganannya. Bakteri unggul dari hasil isolasi dapat memungkinkan pemanfaatannya untuk dijadikan sebagai probiotik agar fungsi pencernaan pedet dapat dirangsang lebih cepat dari kondisi biasanya dan pedet dapat mencerna serat dengan baik, sehingga penanganan diare yang biasa terjadi pada pedet dapat diminimalisir. Pada penelitian sebelumnya Astuti (2010) dan Gayatri (2010) telah berhasil diisolasi 18 isolat murni yang berasal dari rumen kerbau. Pada penelitian ini dilakukan uji skrining terhadap isolat – isolat bakteri tersebut untuk mendapatkan isolat yang bersifat fakultatif. Isolat yang terpilih kemudian dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap kemampuan isolat – isolat tersebut dalam mendegradasi serat.
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah melakukan seleksi isolat bakteri asal rumen kerbau yang bersifat fakultatif dan menguji kemampuan isolat bakteri tersebut dalam memfermentasi substrat serat didalam rumen secara invitro. Isolat terbaik hasil seleksi akan digunakan sebagai probiotik untuk membantu sistem pencernaan pedet agar cepat berkembang dan diare yang biasa terjadi pada pedet dapat dicegah.
TINJAUAN PUSTAKA Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia Pencernaan merupakan proses perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan pakan dalam alat pencernaan. Proses pencernaan tersebut meliputi pencernaan mekanik, pencernaan hidrolitik dan pencernaan fermentatif. Pencernaan mekanik terjadi dalam mulut oleh gigi melalui proses mengunyah dengan tujuan untuk memperkecil ukuran partikel pakan, kemudian pakan masuk kedalam perut dan usus melalui pencernaan hidrolitik, tempat zat makanan diuraikan menjadi molekulmolekul sederhana oleh enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh hewan (Sutardi,1980). Hasil Pencernaan fermentatif berupa Volatile Fatty Acid (VFA), NH3 dan air yang sebagian diserap dalam rumen dan sebagian lagi diserap oleh omasum. Selanjutnya pakan yang tidak dicerna disalurkan ke abomasum dan dicerna secara hidrolitik oleh enzim-enzim pencernaan, sama seperti yang terjadi pada monogastrik (Arora, 1989). Mikroba rumen menghasilkan enzim selulase. Enzim ini ada dua macam, yaitu selulase I selulase II. Selulase I bersifat non hidrolitik fungsi utamanya untuk memecah ikatan hidrogen antar molekul glukosa dalam selulosa. Selulase II bersifat hidrolitik, yaitu memecah ikatan -1,4 (Sutardi, 1980). Jumlah bakteri di dalam rumen adalah 109-1010 per ml dari isi rumen. Sistem pencernaan ruminansia sangat tergantung pada perkembangan populasi mikroba yang mendiami rumen dalam mengolah setiap bahan pakan yang dikonsumsi. Mikroba tersebut berperan sebagai pencerna serat dan sumber protein. Bakteri bekerja dengan cara menempel pada partikel hijauan dan perlahan mengikis bahan yang dapat dicerna (rskov, 2001). Mikroba rumen berperan mencerna pakan berserat yang berkualitas rendah dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein bagi induk semang, sehingga kebutuhan asam – asam amino untuk ternak tidak sepenuhnya tergantung pada protein pakan yang diberikan (Sutardi, 1980). Mikroba Rumen Mikroorganisme yang mendominasi saluran pencernaan dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok utama yaitu : Bakteri, Archae, dan Eukarya (Machii et al., 2000). Dalam rumen terdapat empat jenis mikroorganisme anaerob, yaitu bakteri, Protozoa, kapang dan virus. Penghuni rumen yang fungsional paling penting adalah
bakteri, dalam 1 ml getah rumen terkandung 109 sampai 1010 sel dan merupakan 5 – 10 % massa kering isi perut besar (Schlegel, 1994). Bakteri rumen yang telah ditemukan sebanyak 200 spesies (Machii et al., 2002) . Widyastuti (2004) menyatakan bahwa mikroba rumen mempunyai karakteristik antara lain: suhu lingkungan sesuai dengan suhu saluran pencernaan 39 – 400C, kondisi lingkungan anaerob dengan pH 5,3 – 7,0. Jumlah protozoa dalam rumen lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah bakteri yaitu sekitar 106 sel/ml. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan aktifitas populasi mikroba rumen adalah
temperatur, pH, kapasitas buffer, tekanan osmotik,
kandungan bahan kering dan potensial oksidasi reduksi (Dehority, 2004). Pola pertumbuhan bakteri dan protozoa rumen dipengaruhi oleh pola fermentasi yang ditunjukan oleh proporsi molar VFA dan pH rumen. Perkembangan populasi mikroba rumen terutama bakteri akan dibatasi oleh kadar amonia cairan rumen yang rendah, karena hal ini sangat diperlukan oleh bakteri sebagai sumber N yang diperlukan untuk membangun sel tubuhnya. Bakteri dan protozoa yang hidup dalam rumen menjadikan ruminansia mampu mencerna serat kasar tinggi (McDonald et al., 2002). Bakteri Rumen Bakteri dan protozoa yang sangat beragam spesiesnya dalam tubuh ternak ruminansia saling berinteraksi melalui hubungan simbiosa dan menghasilkan prodak – prodak yang khas seperti selulosa, hemiselulosa, dan pati melalui pencernaan polimer tumbuhan.
Bakteri
rumen
spesies
tertentu seperti
Ruminococcus
Flavifaciens, R. Albus, Butyrivibrio fibrisolvans, dan Selenomonas ruminantium bertanggung jawab dalam fermentasi pregastrik membentuk asetat, propionat, butirat, CO2, dan H2. Bakteri merupakan populasi terbesar di dalam rumen, terdapat sekitar 50 % dari total bakteri hidup bebas dalam cairan rumen dan sekitar 30 – 40 % menempel pada partikel makanan. Beberapa jenis bakteri dari spesies Micrococcus, Staphylococcus, Streptococcus, Corynebacterium, Lactobacillus, Fusobacterium dan Propionibacterium ditemukan menempel pada epitel dinding rumen, disamping itu terdapat spesies bakteri methanogen yang hidup menempel pada protozoa (Dehority, 2004). Bakteri rumen sangat berperan penting dalam fermentasi serat dan tanaman
berpolimer (Arora, 1989). Bakteri mengurai karbohidrat polimer dalam pakan menjadi senyawa sederhana seperti asam lemak dan alkohol dari selulosa, amilum, fruktosan, dan xilan (Schlegel, 1994). Bakteri rumen terdiri dari gram positif dan gram negatif. Perbedaan utama antara bakteri gram positif dan gram negatif terletak pada struktur dinding sel. Dinding sel bakteri gram negatif merupakan struktur berlapis, sedangkan bakteri gram positif mempunyai satu lapis yang tebal. Bakteri gram positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tinggi dibandingkan bakteri gram negatif, disamping itu kandungan lipid pada dinding sel bakteri gram positif lebih rendah dari dinding sel bakteri gram negatif . Spesies bakteri rumen yang termasuk dalam gram positif antara lain Lactobacillus ruminis, Lactobacillus vitulinus, Eubacterium ruminantium, Clostridium Polysaccarilyticum, Streptococcus bovis dan Butyrivibrio fibrisolvens, sedangkan yang termasuk dalam gram negatif
antara lain prevotella sp.,
ruminobacter amylolitica dan treponema bryyantii (Hobson dan steward, 1997). Ternak Kerbau dan Kemampuannya dalam Memanfaatkan Pakan Berserat Ternak kerbau umumnya digunakan sebagai hewan pekerja. Pada tahun 1993 populasi kerbau di Indonesia sekitar 3,37 juta, dari tahun 1989-1993 populasinya meningkat 0,97%. Sekitar 96% populasi kerbau di dunia dipelihara di daerah pertanian
negara-negara
berkembang
Asia-Pasifik
(FAO,
1985).
Menurut
Chantalakhana (1982) kerbau adalah traktor hidup yang efisien untuk mengatasi krisis energi pertanian skala kecil di negara-negara Asia. Ternak kerbau merupakan ternak ruminansia yang mencerna serat kasar lebih efisien, karena waktu retensi pakan lebih lama (Bhattacharya dan Mullick, 1965), jumlah protozoa dan bakteri rumen pemecah selulosa lebih banyak dibanding dengan sapi (Panjitrahiman dan Laxminarayana, 1974). Walaupun kerbau mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mencerna pakan berserat, tetapi masih memerlukan pakan konsentrat dan pakan tambahan agar dapat berproduksi secara optimal. Menurut Worobusono (1983) pertambahan bobot badan kerbau yang diberi pakan 50% jerami padi + 50% rumput lapangan dan dedak padi adalah 297 g/ekor/hari. Vollatile Fatty Acid (VFA) Vollatile Fatty Acid (VFA) yang biasa disebut asam lemak terbang merupakan salah satu produk fermentasi karbohidrat di dalam rumen yang menjadi
sumber energy utama bagi ternak ruminansia, dan dapat menyumbang 55 – 60 % dari kebutuhan energy. Konsentrasi VFA pada cairan rumen dapat digunakan sebagai salah satu tolok ukur fermentabilitas pakan dan sangat erat kaitannya dengan aktivitas mikroba rumen (Parakkasi, 1999). Karbohidrat pakan didalam rumen mengalami dua tahap pencernaan oleh enzim – enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen. Tahap pertama, karbohidrat mengalami hidrolisis menjadi monosakarida, seperti glukosa, fruktosa, dan pentosa. Selanjutnya, gula sederhana tersebut dipecah menjadi asam asetat, asam propionate, asam butirat, CO2, dan CH4 (McDonald et al., 2002). Proses pencernaan karbohidrat didalam rumen ternak ruminansia akan menghasilkan energy berupa VFA antara lain yaitu asetat, propionat, dan butirat dengan perbandingan di dalam rumen berkisar pada 65% asetat, 20 % propionate, dan 5% valerat. VFA kemudian diserap melalui dinding rumen lewat penonjolan – penonjolan yang menyerupai jari yang disebut vili. Sekitar 75% dari total VFA yang diproduksi akan diserap langsung dalam retikulo rumen masuk ke darah, sekitar 20% diserap diabomasum dan omasum, dan sisanya sekitar 5% diserap diusus halus (McDonald et al., 2002). VFA penting untuk pertumbuhan mikroorganisme yang membantu mencerna serat kasar dalam rumen serta sebagai sumber kerangka karbon bagi pembentukan protein mikroba (Sakinah, 2005). VFA total menunjukan jumlah pakan (terutama karbohidrat yang merupakan prekursor VFA total) yang difermentasikan oleh mikroba rumen. Produksi VFA total yang dihasilkan dalam rumen sangat bervariasi tergantung pada ransum yang dikonsumsi dan lama waktu setelah makan yaitu antara 70 – 150 mM (McDonald et al., 2002). Kadar VFA yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan optimal rumen adalah 80 – 160 mM (Sutardi, 1980). Menurut penelitian yang dilakukan Sakinah (2005), semakin sedikit produksi VFA yang dihasilkan maka semakin sedikit pula protein dan karbohidrat yang mudah larut. Penurunan VFA diduga berhubungan dengan peningkatan kecernaan zat makanan, dimana VFA tersebut digunakan sebagai sumber energi mikroba untuk mensintesis protein mikroba dan digunakan untuk pertumbuhan sel tubuhnya. Amonia (NH3)
Amonia merupakan hasil perombakan protein pakan menjadi peptida dan asam amino oleh mikroba rumen dan hidrolisis urea (Perry et al., 2003). Menurut Sakinah (2005), ammonia tersebut digunakan oleh mikroba sebagai sumber nitrogen utama untuk sintesis protein mikroba. Mikroorganisme di dalam rumen dan retikulum ternak ruminansia dapat mensintesis asam –asam amino esensial untuk kebutuhannya. Untuk memenuhi hal itu, dibutuhkan protein makanan yang berkualitas baik, namun juga terdapat kelemahan dimana protein yang masuk akan dirombak oleh mikroba rumen menjadi amonia untuk sintesis protein tubuhnya. Protein bahan makanan yang masuk ke dalam rumen pada awalnya akan mengalami proteolisis oleh enzim-enzim protease menjadi peptida, lalu dihidrolisa menjadi asam amino yang kemudian secara cepat dideaminasi menjadi amonia. Keduanya akan digunakan oleh mikroba rumen dalam pembentukan protein mikroba. Pertumbuhan mikroba rumen dapat mencapai optimum apabila jumlah protein asal pakan yang terdegradasi dalam rumen sekitar 14 – 15% BK (Rimbawanto, 2001). Produksi NH3 tergantung pada kelarutan protein ransum jumlah protein ransum, lamanya makanan di dalam rumen, dan pH rumen. Arora (1989) menyatakan bahwa produksi ammonia dalam rumen sangat tergantung sifat protein pakan untuk didegradasi oleh mikroba rumen. Proporsi protein pakan yang masuk kedalam tubuh perlu diatur untuk menghindari adanya produksi ammonia berlebih. Ammonia yang melebihi 5% akan diserap dan disekresikan dalam urine. Menurut McDonald et al (2002), proporsi protein pakan yang mendukung pertumbuhan mikroba rumen maupun ternak terdiri atas protein yang mudah didegradasi sebesar 70% – 80% dan 30% – 40% berupa protein yang lebih sulit didegradasi. Protein yang mudah larut dapat berasal dari pakan hijauan yang kaya akan protein, pakan bentuk bungkil, dan bijian. Konsentrasi NH3 yang optimum untuk menunjang sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar antara 85 – 300 mg/l atau 6 – 21 mM (McDonald et al., 2002). Kecernaan Bahan Kering dan Kecernaan Bahan Organik Kecernaan
zat
makanan
didefinisikan
sebagai
bagian
yang
tidak
diekskresikan dalam feses, dimana bagian lainnya diasumsikan diserap oleh tubuh ternak dan dinyatakan dalam persen dari bahan kering terkonsumsi (McDonald et al., 1988). Hal ini dinyatakan dalam dasar bahan kering (BK) dan apabila dinyatakan
dalam persentase maka disebut koefisien cerna (Tillman et al., 1998). Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting yang menentukan kualitas pakan. Setiap jenis ternak ruminansia memiliki mikroba rumen dengan kemampuan yang berbeda – beda dalam mendegradasi pakan sehingga kecernaan pakan dalam rumen tiap ternak berbeda (Sutardi, 1979). Kecernaan bahan makanan erat hubungannya dengan komposisi kimianya dan serat kasar mempunyai pengaruh paling besar terhadap kecernaan. Kecernaan bahan organik merupakan faktor penting yang menentukan nilai pakan (Sutardi, 1980). Pencernaan bahan makanan ternak yang sempurna akan diperoleh jika waktu retensi hijauan dalam rumen cukup lama yang ditunjang oleh laju pergantian yang lambat, laju fermentasi yang menurun, volume rumen besar dan daya cerna yang meningkat (Hungate, 1966). Nilai koefisien cerna bahan kering dan bahan organik menunjukkan derajat cerna pakan pada alat-alat pencernaan serta seberapa besar sumbangan suatu pakan bagi ternak. Hasil analisis ini juga menunjukkan kesanggupan ternak untuk memanfaatkan suatu jenis pakan tertentu. Kecernaan in vitro dipengaruhi oleh pencampuran pakan, cairan rumen dan inokulan, pH kondisi fermentasi, pengaturan suhu fermentasi, lamanya waktu inkubasi, ukuran partikel sample dan larutan penyangga (Selly, 1994). Beberapa faktor yang mempengaruhi kecernaan antara lain : spesies hewan, bentuk fisik makanan, jumlah bahan makanan yang diberikan, komposisi bahan makanan, kemampuan ransum untuk dapat digunakan oleh mikroba rumen (Maynard dan Loosli, 1969; Tillman et al., 1998). Tillman et al. (1998) menambahkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna diantaranya komposisi makanan yaitu serat kasar. Metode in vitro Metode in vitro merupakan metabolisme yang terjadi diluar tubuh ternak. Adapun prinsip dan kondisinya sama dengan proses yang berlangsung di dalan tubuh ternak yang melibatkan proses metabolisme rumen dan abomasum (Hungate, 1966). Pengukuran nilai kecernaan bahan makanan secara invitro melibatkan cairan rumen, saliva
buatan
dan
hijauan
kering
yang
dicampur
didalam
tabung
pencerna.Pengecekan pH juga dilakukan, keasaman dipertahankan pada pH 6,7
sampai 6,9. Selain itu untuk menciptakan kondisi anaerob ditambahkan gas CO2 dan difermentasikan selama 48 jam pada suhu 390C. Setelah difermentasikan selama 48 jam, dilakukan penambahan larutan pepsin. Selanjutnya campuran ini difermentasikan kembali secara aerob selama 48 jam pada suhu yang sama. Setelah difermentasikan sampel disentrifus dan supernatan dipisahkan dari residunya. Bahan residu yang tidak tercerna dikeringkan hingga bobotnya konstan. Penghitungan kecernaan dilakukan dengan mencari kehilangan berat sampel yang dikoreksi dengan berat blanko pelarutan cairan rumen (Tilley dan Terry, 1963). Jerami Padi (Oryza sativa) Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang sangat potensial sebagai energi untuk ternak ruminansia, karena produksi jerami padi sangat banyak dan tersedia sepanjang tahun. Menurut Deptan (2001), produksi padi tahun 2000 sebanyak 50.866.387 ton, bila diasumsikan jumlah jerami padi adalah 50% dari produksi padi yang dihasilkan pada tahun yang sama sebanyak 25.433.194 ton. Dari jumlah tersebut baru sekitar 7,8% yang sudah dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Penggunaan jerami padi sebagai makanan ternak telah umum dilakukan didaerah tropik dan subtropik, terutama sebagai makanan ternak pada musim kemarau. Jerami padi merupakan bahan pakan herbivora yang tergolong bahan pakan yang berkualitas rendah antara lain karena dinding selnya tersusun oleh selulosa, hemiselulosa, lignin dan silika (Budiman,2007). Penggunaan jerami padi sebagai makanan ternak mengalami kendala terutama disebabkan adanya faktor pembatas dengan nilai nutrisi yang rendah yaitu kandungan protein rendah, serat kasar tinggi, serta kecernaan rendah. Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan baru mencapai 31% – 39%, sedangkan yang dibakar atau dikembalikan ke tanah sebagai pupuk 36% – 62%, dan sekitar 7% – 16% digunakan untuk keperluan industri (Syamsu, 2007). Daya cerna yang rendah dari jerami padi akibat struktur jaringan penyangga tanaman yang sudah tua. Jaringan tanaman ini sudah mengalami proses lignifikasi, terjadi lignoselulosa dan lingo-hemiselulosa yang sulit dicerna (Shiddieqy, 2005). Menurut Suminar (2005), lignin merupakan faktor yang lebih banyak mempengaruhi
rendahnya daya cerna dari jerami tanaman pada umumnya, sedangkan pada jerami padi rendahnya daya cerna disebabkan oleh tingginya kandungan silika. Ligninfikasi dan silifikasi bersama – sama mempengaruhi rendahnya daya cerna jerami padi. Jerami padi dalam keadaan segar relatif lebih hijau, mempunyai kadar air, palatabilitas dan kecernaan lebih tinggi dibandingkan dengan yang sudah kering dan bertumpuk (Suminar, 2005). Upaya peningkatan nilai pakan jerami padi sebagai pakan ternak antara lain dengan penambahan pakan konsentrat, penambahan sumber protein yang berupa tanaman leguminosa dan atau dengan perlakuan biologis, fisik maupun kimia (Yulistiani et al., 2003). Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schumach) Rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumach) merupakan jenis rumput unggul yang mempunyai produktifitas dan gizi yang tinggi serta disukai ternak, khususnya ruminansia. Rumput gajah atau disebut juga dengan Napier grass tersebar di seluruh Afrika tropika. Berdasarkan taksonominya, rumput gajah digolongkan ke dalam divisio Spermatophyta, subdivisio Angiospermae, kelas Monocotyledonea, ordo Glumifora, famili Gramineae, subfamili Panicodea, genus Pennisetum dan spesies Pennisetum Purpureum. Produktifitas dan gizi rumput gajah dipengaruhi oleh tata laksana pemeliharaan , antara lain umur pada saat pemotongan. Rumput gajah sebaiknya dipotong pada fase vegetatif untuk menjamin pertumbuhan kembali sehingga produktifitas dan nilai gizinya tetap tinggi (Irwan et al., 2002). Dilihat dari kemampuan produksinya, rumput gajah mampu berproduksi tinggi, dapat ditanam dalam jumlah besar atau kecil dan dapat diusahakan secara mekanis atau juga untuk pertanian atau peternakan skala kecil. Ditambah lagi prospek rumput gajah cukup baik bila dilakukan pemupukan yang baik pula. Dengan memanen pada pertumbuhan yang masih muda atau dengan menggunakan kultivar yang baik akan mencapai nilai pakan yang tinggi Daya cerna hijauan makanan ternak pada ruminansia dan nilai giji yang tinggi tergantung pada tercapainya imbangan yang tepat antara kandungan karbohidrat yang dapat larut dengan kandungan nitrogen. Rumput – rumput yang berdaun lebat disukai untuk penggembalaan oleh karena daun lebih banyak mengandung protein dan lebih sedikit kadar serat kasarnya dibandingkan batang. Rumput gajah akan berkurang kandungan protein, mineral dan karbohidrat yang mudah larut dengan meningkatnya
umur, sedangkan kandungan serat kasar dan ligninnya meningkat. Nilai gizi jenis hijauan makanan ternak dipengaruhi oleh perbandingan daun/batang, fase pertumbuhan pada waktu dipotong atau digembalai, kesuburan tanah dan pemupukan serta keadaan iklim. Rumput gajah lebih banyak menyimpan karbohidrat dalam bentuk pati daripada bentuk fruktan dan umumnya disimpan dalam bagian daun. Umumnya rumput ini mengandung bahan kering (BK) yang rendah yaitu 12 – 18%. Kandungan TDN berkisar antara 40% – 67 % dengan kecernaan BK sekitar 48% – 71%. Serat kasar berkisar dari 26% – 40,5 %, BETN sekitar 30,4% – 49,8 % dan kandungan lemak kasar 1% – 3,6 % (Sofyan et al., 2000). Bagian yang dapat dicerna dari rumput gajah yaitu protein kasar 5,92 % ; serat kasar 22,74 %; lemak 0,84 % dan BETN 25,6 % (Sutanmuda, 2008).
METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan November 2009. Semua kegiatan dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah dan Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Materi Alat Alat yang digunakan pada penelitian adalah: Ose, gelas ukur, labu erlenmeyer, tabung reaksi, hot plate, bunsen, sprayer, korek api, timbangan digital, autoclave,
vortex, spektrofotometer (UV-200-RS), tabung reaksi, kertas saring
Whatman no. 41, sarung tangan, alumunium foil, tabung fermentor 100 ml, gelas ukur, seperangkat alat destilasi, tutup karet berfentilasi, termos kapasitas 1 liter,kain kasa, corong, pompa vakum, shaker water bath, cawan porselin, sentrifuse,oven 1050C, tanur listrik 6000C. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian adalah 18 jenis isolat bakteri anaerob, sumber serat (jerami padi dan rumput gajah), cairan rumen segar yang berasal dari RPH Bubulak, cairan rumen steril (cairan rumen segar yang telah disterilisasi), aquades, larutan McDougall, gas CO2, kertas saring Whatman No. 41, HgCl2 jenuh, H2SO4 pekat, H2SO4 0,005 N, H2SO4 15%, HCl 0,5 N, Na2CO3 jenuh, vaselin, asam borat berindikator (BB) dan larutan pepsin-HCl 0,2%, alkohol 70% , Brain Heart Infunsion (BHI), glukosa, celubiosa, cystein-HCl, resazurin, hemin, alkohol 75%, larutan HgCl2. Metode Perlakuan Perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas 3 faktor dengan tiga ulangan. Adapun ketiga faktor tersebut adalah: Faktor A : 5 macam Isolat bakteri fakultatif asal rumen kerbau Faktor B : Jenis cairan rumen yang digunakan, yaitu: cairan rumen sapi steril dan cairan rumen sapi segar
Faktor C : Ransum basal sapi dengan sumber hijaun berbeda, yaitu: Jerami padi dan Rumput gajah. Peubah yang diamati Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu: 1. Konsentrasi VFA total (mM) dengan menggunakan teknik destilasi uap (General Laboratory Procedures, 1966). 2. Konsentrasi NH3 (Amonia) (mM) dengan menggunakan metode mikrodifusi Conway (General Laboratory Procedures, 1966). 3. KCBK (Koefisien Cerna Bahan Kering) dan KCBO (Koefisien Cerna Bahan Organik) (%) dengan menggunakan metode Tilley dan Terry (1963). Rancangan Percobaan Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) berpola fakorial 5x2x2 dengan 3 Ulangan. Faktor A adalah 5 isolat bakteri fakultatif, faktor B adalah 2 jenis media cairan rumen dan faktor C adalah 2 jenis sumber hijauan dalam ransum basal sapi ( Rumput gajah dan Jerami padi). Perbandingan hijauan dan konsentrat 60 : 40. Model matematik yang digunakan dalam analisa adalah (Sudjana, 1988): Yijkl = +αi +j + k +αij + αik + jk +αijk + ijkl Keterangan: Yijkl
: Nilai pengamatan isolat ke- i, media
cairan rumen ke-j, ransum basal ke-k
dan kelompok ke-l
: Nilai rataan umum
αi
: Pengaruh isolat ke-i
j
: Pengaruh media cairan rumen ke-j
k
: Pengaruh ransum basal ke-k
αij
: Interaksi antara faktor A dan faktor B
αik
: Interaksi antara faktor A dan faktor C
jk
: Interaksi antara faktor B dan faktor C
αijk : Interaksi antara faktor A, B dan C. ijkl
: Error (galat) dari isolat ke-i, media cairan rumen ke-j, ransum basal ke-k dan blok ke-l.
Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan bila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji jarak Duncan. Prosedur Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap percobaan. Tahap pertama dilakukan percobaan skrining bakteri fakultatif dari 18 isolat anaerob. Tahap kedua dilakukan uji kemampuan bakteri hasil seleksi dalam fermentabilitas dan kecernaan secara in vitro terhadap isolat – isolat fakultatif dengan 2 jenis cairan rumen (cairan rumen segar dan Steril) dan 2 jenis sumber hijauan dalam ransum basal sapi (Rumput gajah dan Jerami padi). Peremajaan Bakteri Kultur Tunggal Media basal (BHI) sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan dialiri gas, kemudian tabung ditutup dengan probe karet dan ditutup dengan panfix agar keadaan media tumbuh bakteri tetap dalam kondisi anaerob. Kemudian sumber inokulum bakteri kultur tunggal dimasukkan ke dalam tabung tersebut. Tabung lalu dimasukkan ke dalam inkubator (suhu 39 oC) selama 24 jam. Mikroba ini selanjutnya digunakan sebagai inokulum pada uji daya hidup fakultatif Metode Tahap I Seleksi isolat bakteri Fakultatif/screening Sebanyak 18 isolat bakteri anaerob ditumbuhkan pada media BHI. Masing – masing tabung berisi satu isolat dengan media BHI sebanyak 5 ml dan ditutup dengan kapas agar ada sedikit udara yang masuk sehingga kondisi dalam tabung tidak murni anaerob. Sebelum inokulasi bakteri dilakukan terlebih dahulu tabung reaksi yang berisi BHI disterilisasi dengan meggunakan autoklaf pada suhu 121oC, tekanan 15 psi selama 15 menit. Selanjutnya sumber inokulum bakteri yang sudah diremajakan dimasukkan ke dalam tabung tersebut sebanyak 0,1 ml. Tabung lalu diinkubasi dalam water shaker bath selama ± 3 hari atau sampai media terlihat keruh dengan
suhu
38-39oC.
Tingkat
kekeruhan
spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm.
diuji
dengan
menggunakan
Uji Kemampuan Kultur Tunggal Sebagai bagian dari proses screening dilakukan uji kemampuan isolat terhadap sumber pakan serat dan kemampuannya untuk tumbuh fakultatif. Pertumbuhan bakteri ditentukan dengan mengukur kekeruhan secara kuantitatif dengan mengukur OD (Optical density) media menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm. Diperoleh 15 isolat bakteri fakultatif yang potensial sebagai pendegradasi pakan serat dalam rumen. Karakteristik Pertumbuhan Bakteri Fakultatif Selulolitik Rumen Kerbau Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri, pola pertumbuhan, waktu penggandaan (G) dan tingkat pertumbuhan konstan (µ) isolat bakteri pada fase pertumbuhan logaritma atau eksponensial. Pengamatan dilakukan dengan melihat sifat pertumbuhan bakteri dalam media BHI cair dan pengukuran jumlah sel bakteri. Dalam kajian ini digunakan tabung Hungate yang berisi media selulosa dan diinokulasi dengan 0,5 ml biakan bakteri uji dan diinkubasi pada water shaker bath dengan suhu 39oC. Lama inkubasi dari masing-masing tabung adalah 2, 4, 6, 8 dan 10 jam. Pengenceran Hasil Inkubasi Pengenceran hasil inkubasi menggunakan media putih (Triyani, 2002). Pengenceran dilakukan dengan memasukkan 0,1 ml hasil inkubasi dari masingmasing tabung pada proses inkubasi ke dalam 9,9 ml media pengencer, selanjutnya diambil 0,1 ml dari tabung tersebut dan dimasukkan ke dalam 9,9 ml media pengencer pada tabung berikutnya. Proses tersebut dilakukan beruang-ulang hingga tahap pengenceran 10-8. Kemudian sampel media diambil 0,1 ml untuk ditumbuhkan pada media padat. Inokulum dimasukkan ke dalam media BHI yang sudah dalam kondisi padat dan menutupi seluruh dinding tabung reaksi. Perhitungan Koloni Pada akhir inkubasi dari setiap kultur dilakukan penumbuhan isolat bakteri pada media BHI padat. Bakteri di tumbuhkan dengan masa inkubasi selama 2 hari pada suhu ruang. Perhitungan bakteri dilakukan setelah diinkubasi selama 2 hari
dengan menghitung jumlah koloni bakteri yang tersebar dan menempel pada dinding-dinding tabung. Nilai μ dapat ditentukan dari persamaan berikut: (Cann, 2007) μ = ((log 10 N - log 10 N 0) 2,303) / (t - t 0) Keterangan: Nt : Jumlah sel pada waktu t N0 : Jumlah sel pada waktu 0 (t-t0): Selang waktu antara waktu ke t dan waktu ke 0 Dengan mengukur peningkatan jumlah sel selama periode waktu tertentu, tingkat pertumbuhan konstan (μ) dapat dihitung. Dilihat dari pola pertumbuhan bakteri dan waktu generasi maka diperoleh 5 isolat terbaik. Selanjutnya 5 isolat terbaik tersebut diuji kemampuannya untuk uji daya cerna dan fermentabilitas. Metode Tahap II Fermentabilitas dan Uji Daya Cerna Kemampuan mencerna serat dari 5 kultur tunggal terseleksi dari isolat bakteri fakultatif yang unggul diuji menggunakan media lengkap yang terdiri atas bahan pakan normal, cairan rumen, dan larutan McDougall. Kecernaan bahan kering akan ditetapkan dengan metoda in vitro dengan lama inkubasi 24 jam. Evaluasi in vitro Teknik in vitro dilakukan dengan simulasi kondisi rumen yang sebenarnya. Percobaan ini dilakukan berdasarkan metode Tilley dan Terry (1963). Teknik ini menggunakan rumen tiruan yang berupa tabung fermentor 100 ml, larutan McDougall sebagai pengganti cairan saliva dan dua jenis inokulum yaitu ; 1. Cairan rumen segar ditambah 10 % total isolat bakteri, 2. Cairan rumen yang telah disterilkan dalam autoclav selama 15 menit dengan tekanan 15 psi ditambah 10 % total isolat bakteri. Pencernaan Fermentatif Sebanyak 0,5 gram sampel ransum dengan perbandingan hijauan dan konsentrat yaitu 60:40 dimasukkan ke dalam tabung fermentor, kemudian ditambahkan larutan McDougall 40 ml, isolat 5 ml dan cairan rumen 5 ml. Cairan yang digunakan yaitu cairan rumen steril dan segar. Ke dalam tabung ditambahkan
gas CO2 selama 30 detik untuk menciptakan kondisi anaerob dan disumbat dengan tutup karet yang berventilasi. Selanjutnya tabung dimasukkan ke dalam shaker bath dan difermentasikan selama 3 jam. Sumbat karet dibuka dan ditambahkan 2 tetes HgCl2 jenuh untuk membunuh mikroba di dalam tabung sehingga fermentasi terhenti. Kemudian tabung disentrifusi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan supernatant diambil untuk dianalisis VFA dan NH3. Pengukuran Konsentrasi NH3 Konsentrasi NH3 diukur dengan menggunakan teknik Mikrodifusi Conway (General Laboratory Prosedure, 1966). Bibir cawan Conway dan tutupnya diolesi dengan vaselin, kemudian supernatan yang dihasilkan dari pencernaan fermentatif diambil sebanyak 1 ml dan ditempatkan pada salah satu ruang sekat cawan dan larutan Na2CO3 jenuh ditempatkan pada ruang sekat yang lain. Satu mililiter larutan asam borat berindikator ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan Conway. Selanjutnya cawan Conway ditutup rapat agar udara tidak dapat masuk. Supernatan dan larutan Na2CO3 jenuh dicampur hingga merata dengan cara menggoyang-goyangkan cawan dan memiringkannya. Setelah itu, cawan dibiarkan selama 24 jam pada suhu kamar, dan setelah 24 jam cawan dibuka. Pada bagian asam borat selanjutnya dititrasi dengan larutan H2SO4 0,005 N sampai terjadi perubahan warna biru ke warna asam borat (merah jambu). Konsentrasi NH3 diukur dengan rumus : NH3 (mM) =
ml H2SO4 x N- H2SO4 x 1000 mM Sampel (g) x BK sampel
Analisa VFA total Analisa VFA total dilakukan dengan teknik destilasi uap. Sebanyak 5 ml supernatant dimasukkan ke dalam tabung destilasi, lalu ditambahkan 1 ml H 2SO4 15% dan tabung segera ditutup. Proses destilasi dilakukan dengan cara menghubungkan tabung dengan labu yang berisi air mendidih. Uap air panas akan mendesak VFA dan akan terkondensasi di dalam pendingin. Destilat ditampung di dalam labu Erlenmeyer yang berisi NaOH 0,5 N sehingga volumenya mencapai 250 ml. Setelah itu ditambahkan indikator phenolphthalein sebanyak 2 tetes dan dititrasi
dengan HCl 0,5 N sampai warna titrat berubah dari merah jambu menjadi jernih atau tidak berwarna. Produksi VFA total dihitung dengan rumus: VFA Total (mM)
=
(a – b) x N-HCl x 1000/5 ml Sampel (g) x BK sampel
Analisa Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik (KCBK dan KCBO) Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik (KCBK dan KCBO) dilakukan menurut metode Tilley dan Terry (1963). Tahapan analisis sama seperti yang dilakukan pada fermentasi in vitro, hanya saja waktu inkubasi dilanjutkan hingga 48 jam. Setelah 48 jam fermentasi in vitro, tutup karet dibuka dan ditambahkan 2 tetes HgCl2 jenuh. Campuran disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang, kemudian ke dalam tabung ditambahkan 50 ml larutan pepsin 0,2%. Inkubasi dilanjutkan selama 48 jam secara aerob. Sisa pencernaan disaring dengan kertas saring Whatman no. 41 dan dibantu pompa vakum. Hasil saringan dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dikeringkan dalam oven 105oC untuk mengetahu residu bahan kering dan diabukan dalam tanur 600oC untuk menghitung residu bahan organiknya. Kecernaan dihitung dengan rumus: KCBK (%) =
BK Sampel (g) – BK Residu Akhir (g) – BK Blanko (g) x 100% BK sampel (g)
KCBO (%) =
BO Sampel (g) – BO Residu Akhir (g) – BO Blanko (g) x 100% BO sampel (g)
Keterangan: BK = bahan kering BO = bahan organik
HASIL DAN PEMBAHASAN Seleksi Isolat Bakteri Fakultatif Penelitian ini menggunakan 18 isolat bakteri selulolitik anaerob asal rumen kerbau yang diperoleh dari hasil percobaan Astuti (2010) dan Gayatri (2010). Isolat tersebut telah diuji kemampuannya dalam mencerna beberapa sumber serat yang berbeda, yaitu dengan menyeleksi kemampuan tumbuhnya dalam media tumbuh yang mengandung berbagai pakan serat tunggal, namun isolat tersebut belum diketahui kemampuan hidupnya dalam kondisi fakultatif sehingga untuk mengetahui hal tersebut maka isolat tersebut diseleksi kemampuan tumbuhnya dalam media tumbuh yang mengandung serat dengan kondisi tabung media yang ditutup dengan kapas agar tercipta kondisi fakultatif. Wulandari et al. (2005) menyatakan bahwa indikasi adanya bakteri yang hidup dalam media ditandai dengan timbulnya kekeruhan. Pertumbuhan bakteri dapat diamati melalui pengukuran dengan turbidimeter, dimana pertumbuhan bakteri yang dibiakkan sebanding dengan tingkat kekeruhan. Tabel 1. Isolat Bakteri Fakultatif Terpilih No
Isolat
OD 600 nm
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
I9 I1 A 27 B16 I 12 B41 I8 I 10 B39 B52 B61 B30 I 14 I 11 A9 A 42 A 62 A3
0,921 0,911 0,864 0,858 0,84 0,838 0,825 0,824 0,814 0,794 0,788 0,709 0,675 0,659 0,651 0,635 0,623 0,618
Seleksi + + + + + + + + + + + + + + + -
o o o
Keterangan: kode isolat berdasarkan sumber isolasi sebelumnya (A, B, I), kode (+) : Isolat Fakultatif terpilih, (-) : Isolat tidak terpilih
Dari hasil seleksi tersebut diperoleh 15 isolat fakultatif (Tabel 1) yang dipilih berdasarkan tingkat kekeruhan isolat secara kuantitatif berdasarkan OD 600 nm. Pengukuran populasi bakteri menggunakan metode turbidimetri (OD 600 nm) ini berlandaskan pada kenyataan bahwa suatu populasi sel dalam medium cair akan menahan cahaya yang sebanding dengan total masanya atau konsentrasi sel dalam biakan. Dalam penggunaan turbidimetri, kekeruhan biakan bakteri dikorelasikan dengan beberapa metode penentuan lain seperti penentuan jumlah mikroba dengan metode penaburan. Maka setiap pengenceran yang telah diukur “optical density” nya dapat dihitung jumlah mikrobanya masing-masing berdasarkan jumlah mikroba yang telah diperoleh dari metode penaburan tersebut (Muchtady dan Laksmi, 1980). Bakteri Fakultatif yang Diperoleh Dari 15 isolat fakultatif yang diperoleh tersebut kemudian diseleksi kembali untuk mendapatkan 5 isolat terbaik dengan melihat laju pertumbuhan dan waktu generasi tercepat yang ditumbuhkan pada media selulosa. Pada Gambar 1 dan 2 dicantumkan hasil pertumbuhan bakteri pada pengamatan dua sampai sepuluh jam inkubasi.
Jum l ah ba kt e r 10 i 10 CF U / ml
6 5 I11
4
A27 3
A9 B30
2
I10 B39
1 0 2
4
6
8
10
Waktu Inkubasi (jam) Gambar 1. Pola Pertumbuhan Bakteri I11, A27, A9, B30, I10 dan B39 berdasarkan Jumlah Bakteri pada Waktu Inkubasi Berbeda
Jum l ah Ba kt e r 10 i 10 CF U / m l
6 I9
5
I1
4
B16
3
I12
2
B41
1
I8 B52
0 2
4
6
8
waktu inkubasi /jam
10
B61 I14
Gambar 2. Pola Pertumbuhan Bakteri I9, I1, B16, I12, B41, I8, B52, B61, dan I14 berdasarkan Jumlah Bakteri pada Waktu Inkubasi Berbeda. Berdasarkan hasil pengamatan pola pertumbuhan 15 isolat bakteri fakultatif dalam media BHI padat, terlihat bahwa setelah bakteri diinokulasi terdapat periode dimana tidak tampak adanya suatu pertumbuhan, atau dikenal sebagai fase lamban atau lag phase. Pada fase ini terjadi interaksi antar jasad dalam satu populasi yang sama. Interaksi yang terbentuk dibagi dalam dua macam, yaitu interaksi positif dan interaksi negatif. Interaksi positif
menyebabkan
meningkatnya kecepatan
pertumbuhan sebagai efek sampingnya, sedangkan interaksi negatif menyebabkan turunnya kecepatan pertumbuhan dengan meningkatnya kepadatan populasi. Pada Gambar 2 dapat diketahui bahwa rata – rata fase adaptasi terjadi dari jam pertama hingga jam ke dua. Hal ini sebagai bentuk reaksi bakteri yang menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru, dan pada fase ini tidak terjadi penambahan populasi bakteri, hanya terjadi penambahan komposisi kimiawi dan pertambahan ukurannya saja. Laju pertumbuhan isolat dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kinetika Pertumbuhan Isolat No
Isolat
OD
k (menit)
G (menit)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
I9 I1 A27 B16 I12 B41 I8 I10 B39 B52 B61 B30 I14 I11 A9
0,921 0,911 0,862 0,858 0,84 0,838 0,825 0,824 0,814 0,794 0,788 0,709 0,675 0,659 0,651
7,05 6,73 2,17 8,19 8,74 7,21 7,36 1,73 1,32 7,11 4,49 1,74 7,58 2,7 0,9
17,02 17,82 55,22 14,65 13,73 16,64 16,31 69,26 91,08 16,87 26,71 69,03 15,83 44,48 133,55
µ (menit) 2,44 2,33 0,75 2,84 3,03 2,5 2,55 0,6 0,46 2,47 1,56 0,6 2,63 0,94 0,31
Keterangan : k = konstanta kecepatan pertumbuhan rata (menit); g = waktu generasi (menit); μ = instantaneous growth rate constant (menit).
Hasil penelitian menunjukan suatu periode pertumbuhan yang cepat (fase
eksponensial). Pada fase ini kultur paling sensitif terhadap keadaan lingkungan dan pertumbuhannya mencapai maksimum (Stanbury dan Whitaker, 1984). Fase Eksponensial terjadi antara jam ke dua sampai jam ke empat dan tingkat pertumbuhan konstan (µ) yang terjadi yaitu berkisar dari 0,31 sampai 3,03/jam (Tabel 2). Berdasarkan hasil pertumbuhan bakteri maka diketahui bakteri mengalami doubling time pada jam kedua sampai jam ke empat. Sel membelah dengan laju yang konstan, massa menjadi dua kali lipat dengan laju yang sama, sehingga keadaan pertumbuhan menjadi seimbang. Menurut Lay (1994), tinggi rendahnya laju pertumbuhan dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi, suhu, tekanan osmotik, pH dan kadar O2. Fase berikutnya adalah fase tetap atau stationary phase, pada fase ini jumlah populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Pada fase tersebut terjadi kompetisi antara dua populasi mikroba dimana keduanya mengalami kerugian. Kompetisi terjadi sebagai hasil dari penggunaan nutrien yang sama atau dalam keadaan terbatas. Pada fase tersebut sel lebih tahan terhadap keadaan ekstrim seperti panas, dingin, radiasi dan bahan kimia. Kemudian fase kematian atau fase penurunan, dimana laju pertumbuhan diperlambat karena jumlah
nutrisi berkurang dan adanya hasil metabolisme yang beracun. Pada jam ke empat terjadi puncak pertumbuhan isolat. Pada waktu tersebut terjadi kompetisi nutrien antar populasi sehingga jumlah sel hidup menjadi tetap atau yang disebut sebagai fase logaritmik. Berdasarkan hasil Tabel 2 isolat bakteri diseleksi menjadi 5 (lima) isolat terbaik berdasarkan waktu generasi (G) tercepat yaitu : I-12 (13,73 menit), B-16 (14,65 menit), I-14 (15,83 menit) I-8 (16,31 menit), dan B-41 (16,64 menit). Untuk mengetahui potensi kelima isolat hasil seleksi tersebut maka dilakukan uji lanjut secara in vitro.
Fermentabilitas In Vitro Isolat Terhadap Sumber Serat
Konsentrasi Volatile Fatty Acid (VFA) Total Pada ruminansia, sumber energi utamanya berasal dari fermentasi serat kasar yaitu berupa asam lemak terbang (VFA). Proses fermentasi di dalam rumen oleh mikroba yaitu menghidrolisa karbohidrat menjadi monosakarida dan disakarida yang kemudian difermentasi lebih lanjut menjadi asam lemak terbang atau vollatile fatty acid (VFA). Hasil pengukuran konsentrasi VFA total terhadap ransum dan jenis rumen perlakuan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan konsentrasi VFA total dari isolat bakteri kerbau pada pakan dan jenis rumen yang berbeda Keterangan : Superskrip huruf berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Isolat
Pakan
Jenis Inokulum
Rumput Gajah
Jerami Padi
Rataan Bakteri±Sd
----------------------------------mM--------------------------I-12
Steril
109,0±16,2
111,7±5,0
110,4±1,9
Segar
161,4±6,7
129,4±15,7
145,0±22,6
Steril
142,9±22,1
117,3±22,7
130,1±18,1
Segar
154,4±22,2
157,2±18,4
155,8±2,0
Steril
122,1±37,2
135,9±37,8
129,0±9,8
Segar
153,4±19,0
140,2±33,5
146,8±9,3
Steril
140,0±26,3
100,6±23,5
120,3±27,9
Segar
163,0±7,6
136,5±18,7
149,8±18,7
Steril
152,9±6,5
106,9±13,3
129,9±32,5
Segar
164,8±4,2
135,1±38,0
150,0±21,0
Steril
133,4±17,6
114,5±13,5
123,9±8,6B
Cairan Rumen±Sd Segar
159,4±5,2
139,7±10,5
149,5±4,0A
Rataan Pakan±Sd
146,4±9,8A
127,1±9,7B
1 36,7±5,7
B-16 I-14 I-8 B-41 Rataan Jenis
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi VFA total dipengaruhi sangat nyata (P<0,01) oleh faktor pakan dan jenis inokulum (P<0,01), sedangkan untuk faktor isolat dan interaksi antara berbagai faktor tidak memberikan efek yang nyata terhadap konsentrasi VFA. Perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada jenis inokulum menunjukan bahwa isolat tersebut mampu tumbuh dalam kondisi rumen. Jenis inokulum segar memiliki nilai rataan VFA yang lebih besar (149,5 mM±4,0)
dibandingkan dengan jenis inokulum steril (123,9mM±8,6). Jumlah bakteri yang berbeda pada faktor jenis inokulum memberikan pengaruh pada besarnya jumlah konsentrasi VFA yang dihasilkan. Semakin banyak jumlah sel bakteri selulolitik dalam cairan rumen maka produksi VFA semakin tinggi. Konsentrasi VFA yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 100,6 mM sampai 164,8 mM. Kisaran ini termasuk tinggi jika dibandingkan dengan kisaran normal. Sutardi (1980) yang menyatakan bahwa konsentrasi VFA cairan rumen yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme rumen berkisar antara 80 mM sampai 160 mM. Hasil uji sidik ragam menunjukkan faktor pakan memberikan efek sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap konsentrasi VFA total. Konsentrasi VFA yang dihasilkan dari rumput gajah lebih tinggi dibandingkan dengan jerami padi. Konsentrasi VFA yang diproduksi dari pakan serat rumput gajah rata-rata yaitu 146,4 mM dan jerami padi yaitu 127,1 mM. Hal ini disebabkan karena pada rumput gajah terdapat kandungan lignin yang lebih rendah (10,51%) di banding jerami padi (13,16%). Lignin merupakan komponen yang mengikat selulosa dan hemiselulosa dalam dinding sel sehingga sulit didegradasi oleh bakteri dan membatasi hidrolisa selulosa oleh enzim dan asam (Irawadi, 1990). Kandungan lignin yang rendah menyebabkan bakteri lebih mudah mendegradasi selulosa dari rumput gajah dari pada jerami padi (Sulistiani, 2005). Hal ini sejalan dengan pernyataan Sutardi (1977) yang menyatakan bahwa produksi VFA total dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, sifat karbohidrat, laju makanan meninggalkan rumen dan frekuensi pemberian makan. Produksi VFA dapat pula di pengaruhi oleh aktifitas bakteri, kadar karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, pati, pektin) serta lignin yang terkandung dalam pakan sumber serat tersebut. McDonald et al (1988) menyatakan bahwa selulosa merupakan salah satu jenis polisakarida namun lebih mudah dihancurkan oleh mikroorganisme selulolitik, akan tetapi ikatan lignoselulosa menyebabkan pakan sumber serat tersebut sulit dicerna. Hasil uji sidik ragam tidak menunjukan perbedaan yang nyata antar isolat bakteri kerbau namun terdapat kecenderungan yang lebih besar dalam konsentrasi VFA yang dimiliki oleh isolat B-16 baik pada perlakuan rumen steril (130,1±18,1) maupun pada perlakuan rumen segar (155,8±2,0). Hal ini menunjukan bahwa isolat
B-16 memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam merombak karbohidrat sehingga menghasilkan konsentrasi VFA yang tinggi dibanding dengan isolat B-41, I- 8, I-14 dan I-12. Perbedaan kemampuan masing-masing isolat bakteri kerbau dalam merombak karbohidrat disebabkan setiap bakteri memiliki tipe dan aktivitas tertentu dalam mengasilkan kualitas dan jumlah produk fermentasi rumen (Woolcock, 1991). Konsentrasi Amonia (NH3) Amonia adalah sumber nitrogen yang utama dan sangat penting untuk sintesis protein mikroba rumen. Amonia dalam rumen diproduksi dari hasil perombakan asam amino yang merupakan hasil perombakan protein secara fermentatif (McDonald et al., 1988). Konsentrasi amonia di dalam rumen sangat penting dalam proses pencernaan karena merupakan sumber nitrogen utama dan sangat penting dalam pertumbuhan mikroba rumen dalam mensintesis protein selnya (Sutardi, 1980). Arora (1995) menyatakan bahwa sekitar 80% mikroba rumen dapat menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen untuk pertumbuhannya. Hasil pengukuran konsentrasi NH3 total terhadap ransum dan jenis rumen perlakuan disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa konsentrasi NH3 dipengaruhi oleh faktor pakan (P<0,01) dan jenis inokulum (P<0,01), sedangkan untuk faktor isolat dan interaksi antara berbagai faktor tidak memberikan efek yang nyata terhadap konsentrasi NH3.
Tabel 4. Rataan konsentrasi NH3 total dari isolat bakteri kerbau pada pakan dan jenis cairan rumen yang berbeda Isolat
Jenis
Pakan
Rataan
Inokulum
Rumput Gajah
Jerami Padi
Bakteri±Sd
--------------------------------mM---------------------------I-12
Steril
14,0±1,7
10,9±0,2
12,5±2,2
Segar
19,6±3,4
17,6±3,0
18,6±1,4
Steril
14,5±1,5
10,1±5,0
12,3±3,1
Segar
21,1±6,3
19,2±4,4
20,2±1,3
Steril
14,3±2,7
11,3±2,2
12,8±2,1
Segar
18,1±2,0
15,9±4,9
17,0±1,6
Steril
13,9±1,2
10,3±2,6
12,1±2,5
Segar
20,1±3,6
16,8±5,6
18,5±2,3
Steril
13,1±1,8
12,0±0,9
12,6±0,8
Segar
19,4±5,0
17,9±6,1
18,7±1,1
Rataan Jenis
Steril
14,0±0,5
10,9±0,8
12,4±0,3B
Rumen±Sd
Segar
19,7±1,1
17,5±1,2
18,6±1,1A
16,8±0,7A
14,2±0,6B
15,5±0,5
B-16 I-14 I-8 B-41
Rataan Pakan±Sd
Keterangan : Superskrip huruf berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Rataan konsentrasi NH3 (Tabel 4) menunjukan bahwa NH3 yang diproduksi dari hasil degradasi pakan sumber serat oleh isolat bakteri rumen kerbau berkisar pada rataan 14,9 mM sampai 16,2 mM. Kisaran ini termasuk tinggi jika dibandingkan dengan kisaran normal untuk menunjang pertumbuhan mikroba rumen. Konsentrasi NH3 cairan rumen yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme rumen berkisar antara 4 mM sampai 12 mM (Sutardi, 1980). Konsentrasi NH3 yang tinggi diduga karena proses degradasi protein pakan lebih cepat dari pada proses pembentukan protein mikroba. Sehingga amonia yang dihasilkan terakumulasi dalam rumen (McDonald et al. 1988). Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa jenis inokulum menunjukan efek yang nyata terhadap konsentrasi NH3 yang dihasilkan (P<0,01) . Inokulum segar memiliki nilai rataan NH3 yang lebih besar (18,6±1,1 mM) dibandingkan dengan jenis inokulum steril (12,4±0,3 mM). Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan jumlah bakteri dari jenis inokulum
yang digunakan. Hal ini menunjukan bahwa isolat
mampu hidup dan beradaptasi pada lingkungan asalnya . Perbedaan jumlah bakteri ini sebagai akibat dari variasi individu setiap ternak dan pakan yang dikonsumsi oleh
ternak (Patriana,1993). Cairan rumen dari sapi yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap konsentrasi NH3. Berdasarkan faktor pakan rumput gajah sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi mempengaruhi konsentrasi NH3 dibanding jerami padi. NH3 yang dihasilkan rumput gajah lebih besar (16,8 mM) dibanding jerami padi (14,2 mM). Tingginya konsentrasi NH3 yang dihasilkan berkaitan dengan kandungan protein pakan. Protein pakan didalam rumen akan mengalami proteolisis oleh enzim mikroba rumen menjadi oligopeptida dan asam amino, selanjutnya keduanya akan mengalami deaminasi dan menghasilkan asam keto-α, CO2, VFA dan NH3 (McDonald et el., 2002). Rumput gajah memiliki protein yang lebih besar (7,75%) dibanding dengan Jerami Padi (7,72%) sehingga dengan kandungan protein yang lebih tinggi maka rumput gajah lebih mudah didegradasi (Amirroenas, 1983; Selly, 1994). Selain protein pakan lignin pakan juga dapat mempengaruhi konsentrasi NH 3 yang dihasilkan. Pada rumput gajah memiliki kandungan lignin yang lebih rendah (10,51%) dibanding jerami padi (13,16%). McDonald et al., (1988) menyatakan bahwa lignin merupakan komponen dinding sel yang mengikat selulosa, sehingga dengan kadar lignin yang lebih rendah maka bakteri akan lebih mudah melepaskan ikatan lignoselulosa yang terdapat pada serat tersebut dan proses degradasi zat-zat makanan yang terdapat dalam isi sel menjadi lebih mudah. Laconi (1992) menyatakan bahwa rumput gajah memiliki kandungan lignin yang paling rendah sehingga menyebabkan rumput gajah lebih mudah didegradasi oleh bakteri dibanding serat sawit dan jerami padi. Konsentrasi NH3 dalam rumen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis makanan, kelarutan protein, tingkat degradasi protein dan kadar protein dalam ransum. Hasil uji jarak Duncan rumput gajah dan jerami padi tidak menunjukan perbedaan yang nyata namun nilai rataan rumput gajah lebih tinggi dibanding jerami padi. Faktor isolat tidak memberikan efek yang nyata terhadap konsentrasi NH3, namun terdapat keunggulan pada isolat B-16 yang memiliki konsentrasi NH3 yang lebih besar (16,2 mM±5,6) baik pada kondisi rumen steril (12,3±3,1) maupun pada kondisi rumen segar (20,2 mM±1,3) dibandingkan dengan isolat lain yang memiliki rataan bakteri yang lebih rendah dalam menghasilkan konsentrasi NH3. Hal ini terjadi disebabkan setiap bakteri memiliki tipe dan aktivitas tertentu dalam menghasilkan kualitas dan jumlah produk fermentasi rumen (Woolcock, 1991).
Kecernaan Isolat Terhadap Sumber Serat Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan bahan makanan menjadi butir – butir atau partikel yang lebih kecil, ataupun penguraian molekul besar menjadi molekul kecil. Pengukuran KCBK dilakukan untuk menduga tingkat kecernaan pakan sumber serat dan penyerapannya dalam rumen dan retikulum. Pada ruminansia pakan mengalami perombakan sehingga sifat – sifat kimianya berubah secara fermentatif sehingga menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat makanan asalnya (Sutardi, 1980). Menurut Arora (1989), produk akhir dari fermentasi rumen yaitu protein mikroba dan bahan yang tercerna seperti pati, hemiselulosa dan selulosa. Hasil perhitungan KCBK disajikan pada Tabel 6. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa nilai KCBK (Tabel 5) dipengaruhi oleh jenis inokulum (P<0,01), faktor isolat (P<0,05), faktor jenis pakan (P<0,01) dan interaksi faktor jenis inokulum dengan jenis pakan sumber serat (P<0,05). Perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) menunjukan bahwa jenis inokulum
yang berbeda
mempengaruhi nilai kecernaan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jumlah bakteri yang terdapat dalam jenis inokulum. Nilai KCBK rumput gajah lebih tinggi dibandingkan dengan jerami padi (P<0,01). Kecernaan pakan berkaitan dengan kandungan pakan tersebut. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa rumput gajah memiliki nilai KCBK yang lebih tinggi (P<0,01) dibanding jerami padi, hal ini berkaitan dengan kandungan lignin pakan sumber serat tersebut. Rumput gajah (58,9±5,1) memiliki kandungan lignin yang lebih rendah dibanding jerami padi (46,6±3,5). Sutardi (1980) menyatakan bahwa bila kadar lignin bahan makanan tinggi, maka kecernaan bahan makanan itu rendah.
Tabel 5. Rataan konsentrasi KCBK total dari isolat bakteri kerbau pada pakan dan jenis cairan rumen yang berbeda. Pakan Jenis Isolat Rataan Bakteri±Sd Rumput Jerami Inokulum Gajah Padi -----------------------------------%------------------------------I-12 Steril 56,6±1,3 40,3±1,9 48,7±11,2 Segar 72,9±5,2 64,1±25,5 68,5±6,2
Rataan
64,8±11,5
52,5±16,5
58,6±14,0A
B-16
Steril Segar Rataan
47,1±4,5 70,7±0,9 58,9±16,7
41,6±4,1 50,3±2,1 46,0±6,2
44,4±3,9 60,5±14,4 52,4±11,4AB
I-14
Steril Segar Rataan
48,7±0,8 72,4±1,8 60,6±16,8
41,7±2,0 49,6±1,8 45,6±5,7
45,2±5,0 61,0±16,1 53,1±11,2AB
I-8
Steril Segar Rataan
47,0±1,3 72,0±3,5 59,5±17,7
40,5±1,3 51,6±1,6 46,2±7,6
43,9±4,4 61,8±14,4 52,9±12,7AB
Steril Segar Rataan Steril Rataan Jenis Rumen±Sd Segar Rataan Pakan±Sd
44,7±2,6 56,6±19,2 50,7±8,4 48,8±4,6B 68,9±6,9A 58,9±5,1A
40,8±2,9 45,2±12,6 43,0±3,1 41,1±0,4C 52,2±7,1B 46,6±3,5B
42,8±2,8 50,9±8,1 46,8±5,8B 45,0±2,3B 60,5±6,3A 52,8±4,2
B-41
Keterangan : Superskrip huruf berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
Selain kandungan lignin pakan, kecernaan bahan kering pakan juga dapat
dipengaruhi oleh kandungan protein pakan, karena setiap sumber protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang berbeda (Sutardi, 1980). Rumput gajah memiliki kandungan protein yang lebih tinggi (8,69%) dibanding dengan jerami padi (4,15%). Hal ini didukung oleh NH3 dan VFA yang diproduksi oleh isolat bakteri dengan sumber serat rumput gajah memiliki nilai NH3 dan VFA yang optimal, sehingga protein mikroba yang terbentuk lebih banyak. Dalam kecernaan ini bahan yang dicerna adalah protein mikroba dan protein pakan yang lolos fermentasi, sedangkan karbohidrat tidak dicerna pada proses ini karena dalam proses ini hanya digunakan enzim pepsin sebagai enzim pencerna protein. Sumber protein yang masuk dalam abomasum ruminansia adalah protein makanan dan saliva yang dapat lolos dari aktifitas jasad renik dan retikulurumen serta asam – asam amino protein makanan, saliva dan amonia yang berasal dari senyawa – senyawa NPN makanan (Tillman et al. 1989). Nilai Konsentrasi KCBK Jerami padi inokulum steril yang lebih rendah dari rumput gajah yang dihasilkan dalam penelitian ini sudah cukup tinggi yaitu dengan rataan 41,1 % bila dibandingkan dengan nilai konsentrasi KCBK pada umumnya dari rumen sapi dalam penelitian Astriana (2009) dengan konsentrasi KCBK sebesar 58,4 %. Penelitian ini mengindikasikan bahwa kemampuan isolat asal
rumen kerbau yang dipakai dalam penelitian ini memiliki kemampuan mendegradasi pakan yang cukup tinggi. Berdasarkan uji jarak Duncan , KCBK nyata (P<0,05) lebih tinggi pada isolat I-12 dibanding isolat bakteri B-16, B-41, I-8 dan I-14. Namun pada isolat bakteri B16, B-41 dan I-14 memiliki nilai KCBK yang tidak begitu berbeda, hal ini menunjukan bahwa isolat B-16, B-41 dan I-14 memiliki kemampuan yang sama dalam mencerna bahan kering makanan. Nilai KCBK yang tinggi pada isolat bakteri I-12 menunjukan bahwa isolat bakteri I-12 memiliki kemampuan lebih tinggi dalam mencerna pakan sumber serat.
Berdasarkan hasil uji jarak duncan menunjukan
interaksi antara jenis inokulum dan pakan sumber serat berbeda nyata (P<0,05). Jenis rumen segar dengan pakan sumber serat rumput gajah memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding
jenis rumen steril dengan pakan sumber serat jerami padi.
Penggunaan media jenis inokulum segar dengan rumput gajah memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan yang lain. Hal ini terjadi karena selain isolat bakteri kerbau yang dicampur pada rumen segar masih terdapat berbagai jenis bakteri, protozoa dan fungi, sehingga dengan semakin tinggi populasi maka kecernaan akan semakin tinggi. Sedangkan nilai kecernaan yang rendah pada perlakuan jenis inokulum steril dengan pakan sumber serat jerami padi
terjadi
karena pada perlakuan inokulum steril hanya terdapat isolat bakteri murni, sehingga populasi juga rendah. Wolstrup (1991) menyatakan bahwa pada isolat murni kurang memiliki hubungan sinergis antar bakteri sehingga aktivitasnya menjadi lebih rendah. Sementara pencernaan dalam rumen merupakan hubungan simbiosis mutualisme antara bakteri, protozoa dan fungi dengan ternak itu sendiri, sehingga perlu hubungan timbal balik antar mikroba dalam rumen agar dapat mencerna pakan dengan baik.
Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) Nilai kecernaan bahan organik suatu pakan dapat menentukan kualitas pakan (Sutardi, 1980). McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa pengukuran KCBO dilakukan untuk mengetahui nilai nutrisi hijauan. Kecernaan bahan organik dibutuhkan oleh ternak untuk hidup pokok dan produksi. Bahan organik
menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan ternak. Semakin tinggi nilai kecernaan bahan pakan maka semakin banyak zat gizi yang diserap tubuh (Silalahi, 2003). Respon perlakuan terhadap koefisien cerna bahan organik (KCBO) berbeda sangat nyata (P<0,01). Hasil perhitungan KCBO dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Koefisien Cerna Bahan Organik (KCBO) dari isolat bakteri kerbau pada pakan dan jenis rumen yang berbeda. Isolat I-12
Rataan Bakteri±Sd Rumput Gajah Jerami Padi (%) ----------------------------------%------------------------------Steril 44,6±3,1 28,7±5,1 36,7±11,2 Segar 62,8±2,4 56,9±35,4 59,9±4,2 Rataan 53,7±12,9 42,8±3,3 48,3±16,4
Jenis Inokulum
Pakan
B-16
Steril Segar Rataan
32,2±3,9 62,5±0,9 47,4±21,4
28,3±3,0 40,0±3,9 34,2±8,3
30,3±2,8 51,3±15,9 40,8±14,8
I-14
Steril Segar Rataan
34,4±2,1 65,2±2,0 49,8±21,8
32,0±3,9 40,1±1,9 36,1±5,7
33,2±1,7 52,7±17,7 42,9±13,8
I-8
Steril Segar Rataan
30,6±2,5 64,2±4,6 47,4±23,8
29,3±5,1 43,2±2,0 36,3±9,8
30,0±0,9 53,7±14,8 41,8±16,8
B-41
Steril Segar Rataan Steril Segar
28,6±1,9 66,8±17,1 47,7±27,0 34,1±6,3 64,3±1,8 49,2±2,7A
29,4±5,0 43,3±3,7 36,4±9,8 29,5±1,4 44,7±7,0 37,1±3,3B
29,0±0,6 55,1±16,6 42,0±18,4 31,8±3,1B 54,5±3,3A 43,2±3,0
Rataan Jenis Rumen Rataan Pakan
Keterangan: Superskrip huruf berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
Hasil sidik ragam KCBO (Tabel 6) menunjukan bahwa KCBO dipengaruhi
sangat nyata oleh jenis cairan rumen (P<0,01) dan faktor pakan (P<0,01). Sedangkan faktor isolat, dan interaksi berbagai faktor tidak mempengaruhi KCBO. Perbedaan yang sangat nyata pada perlakuan jenis inokulum memberikan pengaruh pada nilai KCBO yang dihasilkan. Hasil ratan menunjukan bahwa KCBO yang dihasilkan dalam penelitian ini cukup tinggi yaitu berkisar antara 28,3% sampai 66,8%. Hal ini sejalan dengan nilai
KCBK nya yang tinggi (Tabel 6). Kondisi ini sesuai dengan pernyataan setianegoro (2004) yang menyatakan bahwa nilai KCBO memiliki kecenderungan sama dengan KCBK. Hal ini terjadi karena suatu makanan sebagian besar terdiri atas bahan organik (Sutardi, 1980). Hasil sidik ragam menunjukan bahwa rumput gajah memiliki nilai KCBO tertinggi (P<0,01) dibandingkan jerami padi. Nilai KCBO yang rendah pada jerami padi (37,1 %) disebabkan ikatan lignoselulosa yang tinggi. Hal ini menyebabkan degradasi protein berjalan kurang baik. McDonald et al. (1988) menyatakan bahwa lignin merupakan komponen dinding sel yang mengikat selulosa, sehingga dengan kandungan lignin yang tinggi maka bakteri semakin sulit mendegradasi zat – zat makanan yang terdapat dalam isi sel. Rumput gajah memiliki nilai KCBO yang tinggi dikarenakan rumput gajah memiliki kandungan lignin yang lebih rendah (10,51%) dibanding jerami padi (13,16%). Hal ini dikarenakan rumput gajah merupakan tanaman rumput budidaya yang biasanya dipotong pada umur muda, sehingga belum terjadi lignifikasi yang tinggi, sedangkan jerami padi merupakan limbah pertanian dan agroindustri yang diambil pada umur tua sehingga tingkat lignifikasinya lebih tinggi. Namun konsentrasi KCBK yang dihasilkan dari Jerami padi pada inokulum steril dalam penelitian ini sudah cukup tinggi yaitu dengan nilai konsentrasi KCBK sebesar 29,5 % jika dibandingkan dengan konsentrasi KCBO yang umum dihasilkan oleh rumen sapi. Astrianan (2009) dalam penelitiannya menghasilkan konsentrasi KCBO sebesar 58 %. Selisih 28,5 % konsentrasi KCBO yang dihasilkan isolat kerbau dengan keadaan umum pada sapi ini menunjukan bahwa isolat asal rumen kerbau yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kemampuan kecernaan yang cukup tinggi. Koefisien cerna bahan organik dapat di pengaruhi oleh faktor degradasi protein, karbohidrat dan lemak dalam pakan. Tillman et al. (1989) mengatakan bahwa bahan organik terdiri atas karbohidrat, lemak dan protein. Selain faktor lignin dan protein yang mempengaruhi nilai KCBO, diduga kandungan mineral abu dalam jerami padi lebih tinggi dari rumput gajah. Sulistiani (2005) menyatakan bahwa rumput gajah memiliki kandungan bahan kering dan bahan organik yang tinggi serta rendah kandungan NDF dan ligninnya dari pada jerami padi.
Pada penelitian ini, rataan koefisien cerna bahan organik (KCBO) yang dihasilkan oleh perlakuan isolat asal rumen kerbau tidak berbeda nyata. Namun ada kecenderungan nilai KCBO tinggi yang dihasilkan oleh isolat I-12 pada jenis rumen steril dengan nilai rataan 44,6±3,1 Nilai rataan yang tinggi ini menunjukan kemampuan isolat I-12 lebih tinggi dibandingkan dengan isolat lain dalam mencerna bahan organik terhadap pakan sumber serat terutama sumber serat rumput gajah dengan nilai rataan 53,7±12,9. Namun jika dilihat dari kemampuan fermentabilitas pakan B-41 memiliki nilai yang lebih tinggi (158,9±8,4) dibanding dengan isolat bakteri rumen kerbau lain.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Isolat bakteri fakultatif rumen kerbau
dapat tumbuh dengan baik pada
kondisi rumen segar dan steril, hal ini terlihat dari kemampuan mendegradasi pakan sumber serat. Isolat bakteri fakultatif rumen kerbau I-14 merupakan isolat tertinggi yang mempunyai kemampuan mendegradasi pakan lebih baik dari pada Isolat bakteri fakultatif rumen kerbau lainnya. isolat bakteri fakultatif asal rumen kerbau I-14 merupakan isolat bakteri paling unggul dan mempunyai potensi sebagai probiotik. Saran Kemampuan isolat bakteri fakultatif rumen kerbau I-14 dalam pemanfatannya sebagai probiotik sebaiknya perlu identifikasi lebih lanjut serta perlu dilakukan uji lanjut secara in vivo.
UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahirabbil’aalamiin. Maha suci Allah atas segala ciptaan-Nya, atas berkah dan karunia-Nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Dr. Ir. Dwierra Evvyernie A, MS, M.Sc dan Dr. Ir. Erika B. Laconi, MS yang telah memberikan bimbingan, saran, dan nasehat yang tidak tergantikan oleh apapun, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sabar, tegar dan semangat. Penulis juga menuturkan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr. Sc, selaku Pimpinan Proyek, yang telah mengalokasikan banyak waktu untuk membimbing penulis dalam pelaksanaan penelitian ini serta nilai-nilai spiritual yang jarang penulis dapatkan di kampus. Penulis pun mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak Iwan Prihantoro, S.Pt, M.Si dan ibu Dian Anggraeni yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terima kasih yang tulus dan tak terkira penulis haturkan kepada kedua orang tua hamba yang selama ini memberikan motivasi dan
selalu
mencurahkan kasih sayang yang tiada hentinya, do’a, kesabaran, dukungan moril dan materil yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat kuliah di IPB serta menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga penulis dapat memenuhi harapan dan memberikan yang terbaik, Amin. Penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada Iber Gayatri dan Ristia Astuti atas kerjasamanya dalam pelaksanaan penelitian ini. Serta ungkapan terimakasih penulis kepada, Nova Amalia, Fahmul , Amir, Arisma, Franco, Fella, Rahajeng, Dian, Rani, Siena, Chandra, Brian, Theresa dan teman – teman seperjuangan segenap civitas mahasiswa INTP angkatan 42 yang telah memberikan semangat serta dukungan penuh selama penulis menyelesaikan skripsi ini. Ungkapan terimakasih penulis kepada para dosen departemen INTP Fakultas Peternakan IPB yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan moril untuk bekal hidup penulis. Semoga skripsi ini dapat menjadi titik terang kemajuan ilmu pengetahuan serta bermanfaat. Bogor, 18 Juni 2 Penulis
DAFTAR PUSTAKA Amirroenas, D. E. 1983. Pengaruh berbagai larutan abu dan natrium hidroksi terhadap pencernaan bahan serat limbah industri tanaman perkebunan. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Arora, S. 1989. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Arora, S. P. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ternak Ruminansia. Cetakan ke-2, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Astriana, D. 2009. Fermentabilitas dan kecernaan in vitro ransum ruminansia yang disuplementasi dengan kromium organik dan lingzhi. Astuti, R. 2010. Isolasi dan seleksi bakteri pencerna serat asal rumen kerbau berdasarkan pertumbuhannya pada berbagai pakan sumber serat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Budiman. 2007. Pengaruh berbagai kombinasi jerami padi dengan daun gamal (Gliricidia maculata) terhadap kualitas silase. Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak, Vol.6 (1) : 2007 ISSN 1411-4577 Bhattacharya, N. K. & D. N. Mullick. 1965. Comperative study on the mechanical factors in ruminant digestion. II. Pattern of Rumen Movements in Ox and Buffalow Under Similar Diettary Condition. Indian J. Expt. Biol., 3 : 255. Cann. 2007. http://www.microbiologybytes.com/LabWork/bact/bact17.htm [10 Oktober 2009] Chantalakhana, C. 1982. The Swamp buffalo and small forms in southeast Asia. Buffalo Bull., 1 (1): 3-5 Dehority, B. A. 2004. Rumen Microbiology. Nottingham University Press, Nottingham. Deptan. 2001. Produktivitas Ulat Sutera. Http://pse.litbang. deptan. go.id/ind/ pdffiles/ JAE22-2B.pdf [28 Juni 2008] FAO. 1985. Statistic on Livestock in Asia and the Pasific. General Laboratory Procedures. 1966. Department of Dairy Science. University of Wisconsin, Madison. Hobson, P. N. & C. S Stewart. 1992. The Rumen Microbial Ecosystem. Blackie Academic & Profesional. New York. Hungate, R. E. 1966. The Rumen and Its Microbes. Academic Press. New York. Irawadi, T.T. 1990. Pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai media pertumbuhan kapang penghasil enzim ekstraseluler. Laporan Penelitian. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Irwan., M. T. Djarre, & S. Nompo. 2002. Kandungan bahan organik dan bahan kering silase rumput gajah dengan penambahan inokulan bakteri asam laktat dan molases. Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak. 3(2):33-43.
Laconi, E. B. 1992. Pemanfaatan manure ayam sebagai suplemen non protein nitrogen (NPN) dalam pembuatan silase jerami padi untuk ternak kerbau. Tesis. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Machii, H. A, Koyama, & H. Yomanouchi. 2000. Mulbery Breeding, Cultivation and Utilization in japan. National Institut of Sericultural and Entomological Science. Owashi. Japan Manglayang Farm. 2005. Hijauan makanan ternak: rumput gajah.(http://manglayang.blogsome.com/2005/12/31/hijauan-pakan-ternakrumput-gajah-pennisetum-purpureum)[6 Juli 2009] Maynard, L. A., J. K. Loosly, H. F. Hintz and R. G. Werner. 1969. Animal Nutrition 7th Ed. Tata McGraw Hill Publishing Company Limited, New Delhi. McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh & C. A. Morgan. 1988. Animal Nutrition. 4th Edition. Longman Scientific and Technical. New York. McDonald, P., Edwards, R., & Greenhalgh, J. 2002. Animal Nutrition. 6th Edition. Longman Scientific & Technical, New York. Muchtady, D. & B.S. Laksmi. 1980. Petunjuk Praktek Mikrobiologi Hasil pertanian 2. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hal 26. rskov, E. R. 2001. The Feeding of Ruminants, Principle and Practice. 2nd Edition. Chalcombe Publications. Aberdeen. Panjirathiman, R., & H. Laxminarayana. 1974. A comparative study of microbial counts in the rumen liquor of cow and buffaloes. Indian. Vet. J. 51: 522 Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Patriana, E. 1993. Evaluasi ransum berbahan dasar daun leguminosa pohon dan limbah tanaman perkebunan secara in vitro dan in sacco. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Perry, T. W., A. E. Cullison & R. S. Lowrey. 2003. Feeds and Feeding,6th Edition. Prentice Hall of Upper Saddle River. New Jersey. Rimbawanto, E. A., S. N. O. Suwandyastuti & N. Iriyanti. 2001. Pengaruh karbohidrat nonserat dan degradable intake protein terhadap produk fermentasi rumen, kecernaan nutrien dan kinerja domba lokal. J. Produksi Ternak3(2): 53-61 Sakinah, D. 2005. Kajian suplementasi probiotik bermineral terhadap produksi VFA, NH3, dan kecernaan zat makanan pada domba. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Schlegel, H. G. 1994. Mikrobiologi Umum. Ed. Keenam. Terjemahan: Baskoro, R. M. T. dan J. R. Wattimena. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Selly, 1994. Peningkatan Kualitas Pakan Serat Bermutu Rendah dengan Amoniasi dan Inokulasi digesta Rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor Setianegoro, T. A. 2004. Kajian in vitro efek mikroba rayap dalam mendegradasi pakan sumber serat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Shiddieqy, M. I. 2005. Pakan Ternak Jerami Olahan. http://www.pikiranrakyat.com/2005/0305/24/cakrawala.lainnya1.htm[10 April 2006] Silalahi, R. E. 2003. Uji fermentabilitas dan kecernaan in vitro suplemen Zn anorganik dan Zn organik dalam ransum ruminansia. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sofyan, L. A., L. Abunawan, E.B. Laconi, A.D. Hasjmi, N. Ramli, M. Ridla & A. D. Lubis. 2000. Pengetahuan Bahan Makanan Ternak. Diktat kuliah. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Stanbury, P.F. & A. Whitaker. 1984. Principles of Pergamon Press, Oxford.
Fermentation Technology.
Sudjana. 1988. Disain dan analisis eksperimen. Penerbit Tarsito, Bandung. Sulistiani, A. 2005. Degradasi in vitro pakan sumber serat oleh isolat murni bakteri selulolitik simbion rayap. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suminar, A. A.2005. Palatabilitas, kecernaan dan aktivitas ruminasi domba lokal yang diberi ransum komplit berbahan baku jerami padi hasil olahan cairan rumen dan amoniasi. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Sutardi, T. 1977. Landasan Ilmu Nutrisi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Nutrisi Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutardi, T. 1979. Ketahanan Protein Bahan Makanan terhadap Degradasi oleh Mikroba Rumen dan Manfaatnya bagi Produktivitas Ternak. Proceding Seminar dan Penunjang Peternakan. Lembaga Penelitian Peternakan. Bogor. Sutanmuda. 2008. Budidaya rumput gajah untuk pakan ternak.(http://sutanmuda.wordpress.com/2008/07/22/budidaya-rumput-gajahuntuk-pakan-ternak)[ 9Agustus 2008] Syamsu, J. A. 2007. Teknologi Pengolahan Jerami Padi sebagai Pakan Ternak. http://jasmal.blogspot.com/2007/09/teknologi-pengolahan-jerami-padi.html [10 September 2009] Tilley, J. M. A. & R. A. Terry. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion of forage crops. J. of British Grassland Society. 18: 104-111. Tillman, A. D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo & S. Lebdosukojo. 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Triyani, Y. 2002. Isolasi bakteri rumen domba pencerna legum Akasia (Acacia villosa dan Acacia augustiissima). Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wannapat, M. 1990. Nutritional aspects of ruminant production in south east asia with special referonce to Thailand. Khon Khaen University. Thailand Widyastuti, A. T. 2005. Isolasi dan Uji kemampuan selulolitik bakteri simbion rayap pendegradasi serat. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wolstrup, J. 1991. The Rumen Microorganism. Proc. Symposium Forage Fermentation. Live Science Inter University Center. Faculty of Graduate Studies. Bogor Agriculture University. Bogor. Woolclock, J. B. 1991. Microbial of Animal and Animal Products. Departemen of Microbiology University of Queensland. St. Lucia Brisbane. Australia. Worobusono. 1993. Pengaruh Beban Kerja dan Pakan Tambahan Terhadap Peubah Bobot Badan dan Beberapa Aktivitas Reproduksi Kerbau Lumpur Betina (Bubalus bubalis). Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Wulandari S., I. Sayuti & Asnaini. 2005. Analisis mikrobiologi produk ikan kaleng (Sardines) kemasan dalam limit waktu tertentu (Expire). Jurnal Biogenesis. 2(1):30-35 Yulistiani D, Gallagher JR, & Van Burneveld RJ. 2003. Intake and digestibility of untreated and urea treated rice straw base diet. J. Ilmu Ternak dan Vet 8(1): 8-16.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Komposisi serta cara pembuatan media dan bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian 1. Media BHI Bahan BHI Cystein-HCl Pati Glukosa Cellobiosa Resazurin Hemin (0,05%) H2O
Ukuran 3,7 gram 0,05 gram 0,05 gram 0,05 gram 0,05 gram 0,50 ml 0,50 ml 100 ml
Masing-masing bahan ditimbang dan dimasukkan ke dalam satu tempat, kecuali cystein. Tambahkan aquades sampai dengan volume 500 ml, homogenkan. Kemudian dimasak sampai mendidih (warna kuning-merahikuning), aliri gas CO2 sampai dingin dan warna menjadi kuning. Masukkan cystein, homogenkan dan ukur pH nya sampai mencapai pH 7. 2. Media Putih Larutan Mineral I
7,5 ml
Larutan Mineral II
7,5 ml
Cystein-HCL-H2O
0,05 ml
Na2CO3
0,3 gram
Resazurin
0,05 ml
H2O
100 ml
Komposisi larutan Mineral I : K2HPO4
0,6 gram
H2O
100 ml
Komposisi larutan Mineral II : KH2PO4
0,6 gram
NaCl
0,25 gram
CaCl2
0,12 gram
MgSO4.7H2O
0,25 gram
H2O
100 ml
\Semua bahan dicampur sampai homogen, sambil dialiri gas CO2 sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah dan terakhir menjadi bening. Lampiran 2. Jumlah Bakteri (1010 cfu/ml) Selama Proses Pertumbuhan
Pengamatan Jam Ke2 4 6 8 10 10 -----------------------------10 cfu/ ml----------------------------0,01 1,22 1,22 2,22 3,02 0,84 5,45 5,45 5,56 5,64 0,01 3,04 3,04 4,04 4,70 0,01 2,03 3,04 4,88 5,06 0,01 2,16 3,13 4,06 4,58 1,28 3,19 3,19 4,09 3,44 1,27 4,22 4,22 4,32 4,46 0,01 3,93 3,93 2,06 4,20 0,02 2,31 2,31 2,14 3,38 0,02 2,41 2,41 4,74 4,48 1,02 4,60 4,60 2,66 503,00 1,03 1,92 1,92 131,00 303,00 1,10 3,67 3,67 4,21 4,90 0,17 3,78 3,78 1,22 3,38 0,02 2,64 1,08 3,96 3,10
Isolat I9 I11 B16 I8 I14 B39 I10 I12 I1 B52 A27 A9 B30 B61 B41
Lampiran 3. Sidik Ragam VFA Between-Subjects Factors N rumen 1.00
30
2.00 1.00 2.00 1.00
30 30 30 12
pakan isolat
2.00 3.00 4.00 5.00 1.00 2.00 3.00
blok
12 12 12 12 20 20 20
Dependent Variable:VFA (ANOVA) Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
28825.255
a
17
1695.603
5.005
.000
1121538.770
1
1121538.770
3310.668
.000
rumen
9837.313
1
9837.313
29.039
.000
pakan
5587.929
1
5587.929
16.495
.000
isolat
1572.606
4
393.152
1.161
.342
blok
8234.743
2
4117.372
12.154
.000
2.223
1
2.223
.007
.936
rumen * isolat
587.201
4
146.800
.433
.784
pakan * isolat
3003.239
4
750.810
2.216
.084
Error
14228.134
42
338.765
Total
1164592.158
60
43053.388
59
Corrected Model Intercept
rumen * pakan
Corrected Total
a. R Squared = ,670 (Adjusted R Squared = ,536)
Homogeneous Subsets (Uji Jarak Duncan) Subset blok a,,b
Duncan
N
1
2
3.00
20
1.00
20
144.3765
2.00
20
145.6155
Sig.
120.1675
1.000
.832
Lampiran 4. Sidik Ragam NH3 Between-Subjects Factors N rumen pakan isolat
blok
1.00
30
2.00
30
1.00
30
2.00
30
1.00
12
2.00
12
3.00
12
4.00
12
5.00
12
1.00
20
2.00
20
3.00
20
Dependent Variable:NH3 (ANOVA) Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
17
58.636
9.990
.000
14426.782
1
14426.782
2457.961
.000
rumen
564.267
1
564.267
96.137
.000
pakan
94.904
1
94.904
16.169
.000
isolat
11.344
4
2.836
.483
.748
blok
293.327
2
146.664
24.988
.000
rumen * pakan
4.309
1
4.309
.734
.396
rumen * isolat
19.871
4
4.968
.846
.504
pakan * isolat
8.796
4
2.199
.375
.825
Error
246.515
42
5.869
Total
15670.116
60
1243.334
59
Corrected Model
996.818
Intercept
Corrected Total
a. R Squared = ,802 (Adjusted R Squared = ,721)
Homogeneous Subsets (Uji Jarak Duncan) Subset blok a,,b
Duncan
N
1
3.00
20
2.00
20
1.00
20
Sig.
2
3
12.5265 16.1755 17.8170 1.000
1.000
1.000
Lampiran 5. Sidik Ragam KCBK Between-Subjects Factors N rumen pakan isolat
blok
1.00
30
2.00
30
1.00
30
2.00
30
1.00
12
2.00
12
3.00
12
4.00
12
5.00
12
1.00
20
2.00
20
3.00
20
Dependent Variable:KCBK (ANOVA) Type III Sum of Source Corrected Model Intercept rumen
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
a
17
441.367
6.874
.000
166910.498
1
166910.498
2599.347
.000
3633.416
1
3633.416
56.584
.000
7503.237
pakan
2232.234
1
2232.234
34.763
.000
isolat
834.587
4
208.647
3.249
.021
blok
174.860
2
87.430
1.362
.267
rumen * pakan
305.959
1
305.959
4.765
.035
rumen * isolat
232.034
4
58.008
.903
.471
pakan * isolat
90.147
4
22.537
.351
.842
Error
2696.924
42
64.212
Total
177110.658
60
10200.160
59
Corrected Total
a. R Squared = ,736 (Adjusted R Squared = ,629)
Homogeneous Subsets (Uji Jarak Duncan) Subset isolat a,,b
Duncan
N
1
2
2.00
12
46.8200
1.00
12
52.3800
52.3800
3.00
12
52.8350
52.8350
4.00
12
53.0892
53.0892
5.00
12
Sig.
58.5917 .086
.089
Lampiran 6. Sidik Ragam KCBO Between-Subjects Factors N rumen pakan isolat
blok
1.00
30
2.00
30
1.00
30
2.00
30
1.00
12
2.00
12
3.00
12
4.00
12
5.00
12
1.00
20
2.00
20
3.00
20
Dependent Variable:KCBO (ANOVA) Type III Sum of Source
Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
11271.563
a
17
663.033
6.777
.000
Intercept
111687.736
1
111687.736
1141.566
.000
rumen
7710.747
1
7710.747
78.812
.000
pakan
2188.171
1
2188.171
22.365
.000
isolat
416.171
4
104.043
1.063
.387
blok
10.178
2
5.089
.052
.949
rumen * pakan
847.955
1
847.955
8.667
.005
rumen * isolat
78.167
4
19.542
.200
.937
pakan * isolat
20.173
4
5.043
.052
.995
4109.168
42
97.837
Error
Total Corrected Total
127068.466
60
15380.731
59
a. R Squared = ,733 (Adjusted R Squared = ,625)