Suara KPU Jawa Timur
KPU JAWA TIMUR
Jurnal IDe
Inspirasi Demokrasi
Mengawal Demokrasi Membangun Negeri
PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PILKADA SERENTAK TAHUN 2015 DENGAN SATU PASANGAN CALON DI KABUPATEN BLITAR
DA
KA
PIL
AK NT
RE
SE
edisi 14
Desember 2016
Dari Redaksi
K
omisi Pemilihan Umum Jawa Timur (KPU Jatim) pada bulan Desember 2016 kembali menerbitkan Jurnal Inspirasi Demokrasi (Ide) Suara KPU Jatim. Jurnal Ide Suara KPU Jatim saat ini sudah masuk pada terbitan ke-14. Dengan ini, tentunya ucapan syukur patut Kita haturkan kepada Allah SWT. Tak lupa terima kasih Kami sampaikan kepada Komisioner KPU Jatim, Sekretaris dan seluruh staf yang membantu dalam penyusunan Jurnal Ide. Rasa terima kasih ini Kami sampaikan pula pada seluruh keluarga besar KPU se-Jawa Timur yang terus memberikan sumbangan ide tertulisnya. Jurnal Ide KPU Jatim edisi ke-14 hadir sedikit berbeda dari edisi-edisi sebelumnya. Jika pada edisi sebelumnya berisi beberapa tulisan dari keluarga besar KPU se-Jatim, pada edisi kali ini sengaja menyajikan hasil riset yang berjudul “Partisipasi Masyarakat pada Pilkada Serentak Tahun 2015 dengan Satu Pasangan Calon di Kabupaten Blitar”. Riset ini sebagai tindak lanjut dari Surat KPU RI Nomor: 173/KPU/IV/2016 tentang Riset Partisipasi Masyarakat. Surat tersebut menyebutkan KPU Jatim bersama KPU Provinsi Jawa Barat dan KPU Provinsi Nusa Tenggara Timur mendapatkan tema riset terkait Pilkada 2015, dengan fokus pada daerah yang pilkada dengan satu pasangan calon. Riset Partisipasi Masyarakat pada Pilkada Serentak Tahun 2015 dengan Satu Pasangan Calon di Kabupaten Blitar perlu diangkat karena pertama, dilaksanakannya Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu wujud dari negara demokrasi. Kedua, partisipasi politik masyarakat adalah salah satu bentuk aktualisasi dari proses demokratisasi. Ketiga, lazimnya proses pemilihan diikuti lebih dari satu pasangan calon, namun realitasnya di Kabupaten Blitar pada Pilkada Serentak Tahun 2015 hanya ada satu pasangan calon/calon tunggal. Sehingga adanya fenomena ini, maka perlu diketahui partisipasi politik masyarakat dengan satu pasa ngan calon dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati di Kabupaten Blitar pada Tahun 2015. Harapannya dengan menampilkan hasil riset partisipasi masyarakat KPU Jatim pada Jurnal Ide, dapat membantu publikasi dari hasil riset. Se hingga dapat menjangkau lebih banyak masyarakat. Dengan demikian manfaat dari riset dengan judul Partisipasi Masyarakat pada Pilkada Serentak Tahun 2015 dengan Satu Pasangan Calon di Kabupaten Blitar dapat tercapai. Kami menyadari adanya keterbatasan dari Jurnal Ide ini. Saran dan kritik dari masyarakat ataupun pembaca sangat Kami harapkan untuk perbaikan Jurnal Ide berikutnya. Akhirnya, semoga Jurnal Ide dapat menambah khasanah keilmuan dan dapat memberikan rekomendasi bagi pengambil kebijakan. Salam. r
Suara KPU Jawa Timur
Desember 2016
1
Daftar Isi
HAL 1
Dari Redaksi
HAL 4
Pendahulluan
HAL 7
Kerangka Teori
HAL 14
Metode Penelitian
HAL 15
Hasil dan Pembahasan
HAL 36
Penutup
HAL 36
Daftar Pustaka
Pengarah: Eko Sasmito, Gogot Cahyo Baskoro, Choirul Anam, Dewita Hayu Shinta, Muhammad Arbayanto. Penanggungjawab: HM. E. Kawima. Pemimpin Redaksi: Slamet Setijoadji. Redaktur: Azis Basuki. Sekretaris Redaksi: Dina Lestari. Kontributor: Keluarga Besar KPU se-Jawa Timur. Alamat Redaksi: Badan Hukum, Teknis, Hupmas Sekretariat KPU Provinsi Jawa Timur Jl. Raya Tenggilis No. 1-3 Surabaya.
2
Jurnal IDe
Partisipasi Masyarakat Pada Pilkada Serentak Tahun 2015 Dengan Satu Pasangan Calon di Kabupaten Blitar
Suara KPU Jawa Timur
Desember 2016
3
Pilkada satu pasangan calon adalah pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diikuti oleh satu pasangan calon dimana pemilih memberikan pilihan/ suara “Setuju” atau “Tidak Setuju” terhadap calon tersebut. Jika suara terbanyak pemilih adalah setuju, maka pasangan calon ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Sedangkan jika suara terbanyak pemilih adalah tidak setuju maka pemilihan ditunda ke Pilkada berikutnya.
PENDAHULUAN Latar Belakang
P
elaksanaan demokrasi di Indonesia saat ini sedang berjalan menuju demokrasi yang de wasa, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi menjadi hal yang dikedepankan. Partisipasi masyarakat dalam politik menunjukkan bahwa demokrasi semakin tampak di Indonesia. Partisipasi politik masyarakat merupakan salah satu bentuk aktualisasi dari proses demokratisasi, dimana membuka ruang dan membawa masyarakat untuk terlibat langsung dalam proses pemilihan pemimpin atau kepala daerah secara langsung. Sebagian besar negara demokrasi, pemilihan umum dianggap salah satu lambang, sekaligus tolak ukur keberhasilan demokrasi. Hasil pemilihan umum dianggap mencerminkan demokrasi meskipun tidak menjamin partisipasi dan kebebasan masyarakat ber-
4
Jurnal IDe
jalan sepenuhnya. Sekalipun demikian, disadari bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) bukan satu-satunya tolak ukur dalam demokrasi, masih diperlukan beberapa parameter berupa kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan partai, lobbying, dan sebagainya. Beberapa negara berkembang partisipasi yang bersifat otonom, artinya lahir dari mereka sendiri, masih terbatas. Di beberapa negara yang rakyatnya apatis, sebab jika partisipasi mengalami jalan buntu, dapat terjadi dua hal yaitu “anomi” atau justru “ revolusi”. Maka melalui pemilihan umum yang sering didefinisikan sebagai “ pesta kedaulatan rakyat”, masyarakat dapat secara aktif menyuarakan aspirasi mereka baik itu ikut berpartisipasi dalam kegiatan partai, ataupun “menitipkan” dan “mempercayakan” aspirasi mereka pada salah satu partai peserta Pemilu yang dianggap dapat memenuhi, serta menjalankan aspirasi masyarakat yang telah dipercayakan pada partai tersebut. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dan juga sebagai demokrasi yang sedang berusa-
ha mencapai stabilitas nasional dan memantapkan kehidupan politik juga mengalami gejolak-gejolak sosial dan politik dalam proses pemilihan umum. Pelaksanaan pemilihan umum di daerah kabupaten/kota juga dilangsungkan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan demokrasi pada suatu daerah. Masyarakat daerah yang lebih dapat melakukan interaksi lebih dekat pemimpin di daerah, menjadikan masyarakat daerah antusias untuk berpartisipasi. Pelaksanaan Pilkada di tahun 2015 telah dilakukan di daerah-daerah dan secara keseluruhan telah berlangsung dengan baik. Sistem Pilkada memang telah dipersiapkan Pemerintah maupun KPU sejak beberapa bulan sebelum dilakukannya Pilkada. Mulai dari proses pendaftaran, sosialisasi, dan administrasi pemilik suara. Hanya saja dibeberapa daerah terdapat fenomena menarik, yakni pelaksanaan Pilkada dengan satu pasangan calon. Dasar hukum pelaksanaan pilkada dengan satu pasangan calon tunggal adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 yang
selanjutnya diturunkan menjadi Peraturan KPU Nomor 14/2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon. Adanya dasar hukum ini memberikan konsekuensi kepada tiga kabupaten yang hanya memiliki pasangan pasangan calon tunggal untuk tetap menyelenggarakan Pilkada. Pilkada satu pasangan calon adalah pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diikuti oleh satu pasangan calon dimana pemilih memberikan pilihan/ suara “Setuju” atau “Tidak Setuju” terhadap calon tersebut. Jika suara terbanyak pemilih adalah setuju, maka pasangan calon ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Sedangkan jika suara terbanyak pemilih adalah tidak setuju maka pemilihan ditunda ke Pilkada berikutnya. Pelaksanaa Pilkada Serentak Tahun 2015 di Kabupaten Blitar dengan satu pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati, berasal dari koalisi PDI Perjuangan dan Partai Gerindra, yaitu Rijanto-Marheinis Urip Widodo (RIDHO). Koalisi besar yang dipimpin PKB dengan Suara KPU Jawa Timur
Desember 2016
5
sekutu politik PAN, Partai Golkar, PPP, Partai Demokrat, Partai Nasdem, Partai Hanura dan PKS memilih untuk tidak mendaftarkan pasangan calon (paslon). Banyak pendapat menyatakan adanya satu pasangan calon ini disebabkan karena kurangnya partisipasi masyarakat Blitar untuk mencalonkan diri sekaligus melawan paslon RIDHO. Diduga karena mayoritas masyarakat Blitar memang dikuasai salah satu partai tertentu. Adanya fenomena di atas, maka KPU sebagai penyelenggara pemilu merasa perlu untuk menggali lebih dalam alasan dan penyebab terjadinya Pilkada dengan satu serta mengetahui partisipasi masyarakat pada Pilkada tersebut. Dengan demikian, KPU Provinsi Jawa Timur mengemasnya ke dalam sebuah penelitian yang berjudul “Partisipasi Masyarakat pada Pilkada Serentak Tahun 2015 dengan Satu Pasangan Calon di Kabupaten Blitar.” Rumusan Masalah Dari pemaparan tersebut di atas, maka hal-hal krusial yang patut diambil sebagai rumusan masalah adalah: (1) Bagaimana pemahaman masyarakat Kabupaten Blitar mengenai Pilkada Serentak Tahun 2015 dengan satu pasangan calon?; (2) Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2015 dengan satu pasangan calon di Ka6
Jurnal IDe
bupaten Blitar?; (3) Bagaimana kebijakan yang dapat me ningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pilkada dengan Satu Pasangan Calon? Tujuan Penelitian Selanjutnya, berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitan yang diharapkan ialah: (1) Memahami dan menjelaskan pemahaman masyarakat Kabupaten Blitar me ngenai Pilkada Serentak Tahun 2015 de ngan satu pasangan calon; (2) Memahami dan menjelaskan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2015 dengan satu pasa ngan calon di Kabupaten Blitar; (3) Memahami dan menjelaskan kebijakan kedepan guna meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pilkada dengan Satu Pasangan Calon. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Peningkatan kualitas penyelenggaraan Pemilu; (2) Peningkatan partisipasi masyarakat; (3) Memberikan rekomendasi kebijakan terkait Pemilu; (4) Pengembangan keilmuan terkait ke-Pemilu-an dan partisipasi masyarakat. r
Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau ke lompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yakni dengan cara memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). [Miriam Budiarjo (1994:183)]
KERANGKA TEORI Demokrasi
S
ecara etimologis, istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, “demos” berarti rakyat dan “kratos” atau “kratein” berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat berkuasa” (government of rule by the people). Istilah demokrasi secara singkat diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Selain itu, demokrasi mengandung arti sebagai cara pemerintah negara yang disebut “autocratie” atau ”oligarchie”. Yakni, pemerintahan yang dilakukan oleh segolongan kecil manusia saja, yang menganggap dirinya sendiri tercakup dan berhak untuk mengambil dan melakukan segala kekuasaan diatas segenap rakyat. Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani Kuno. Selanjutnya dipraktekkan dalam kehidupan bernegara antara abad 4 SM - 6 M. Pada waktu itu, dilihat dari pelaksanaannya, demokrasi yang dipraktekkan bersifat langsung (direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Di Yunani Kuno, demokrasi hanya berlaku
untuk warga negara yang resmi. Sedangkan penduduk yang terdiri dari budak, pedagang asing, perempuan dan anak-anak tidak dapat menikmati hak demokrasi. Gagasan demokrasi Yunani Kuno lenyap ketika bangsa Romawi dikalahkan oleh suku Eropa Barat dan Benua Eropa memasuki abad pertengahan (600-1400). Walaupun begitu, ada sesuatu yang penting yang menjadi tonggak baru berkenaan dengan demokrasi abad pertengahan, yaitu lahirnya Magna Charta. Dari piagam tersebut, ada dua prinsip dasar: Pertama, kekuasaan Raja harus dibatasi; Kedua, HAM lebih penting daripada kedaulatan Raja. Dalam negara modern demokrasi tidak lagi bersifat langsung, tetapi merupakan demokrasi berdasarkan perwakilan (representative democracy). JJ Rousseau memandang pada dasarnya manusia itu sama. Pada kondisi alamiah antara manusia yang satu dengan dengan manusia lainnya tidak terjadi perkelahian. Manusia hidup aman, damai dan tentram. Seiring waktu hal ini akan berubah karena faktor alam, fisik dan moral menciptakan ketidaksamaan. Ketidaksamaan ini menyebabkan kekuasaan tunggal (otoriter) oleh sekelompok orang tertentu. Untuk meng hadapi disparitas antara manusia yang satu dengan yang lain lahirlah “Du contract Social”. Kontrak sosial adalah kesepakatan yang rasional untuk menentukan seberapa luas kebebasan warga dan di lain pihak seberapa besar kewenangan pejabat negara. Kontrak Suara KPU Jawa Timur
Desember 2016
7
Sosial ini dibentuk atas kehendak bebas dari semua untuk memantapkan keadilan dan pemenuhan moralitas yang tinggi.1 Kehendak umum menciptakan negara yang memungkinkan manusia menikmati kebebasan lebih baik dari pada kebebasan yang di dapat dalam kondisi alamiah. Kehendak umum menentukan yang terbaik bagi masyarakat. Alasan pembentukan negara menurut Rousseau adalah sebagai kekuatan memaksa yang bersifat legal untuk mempergunakan kekerasan jika terdapat pengingkaran manusia yang melanggar akan kehilangan haknya serta dikenakan sanksi. Argumentasi Rousseau sulit dimengerti dalam pengoperasian kewenangan dari kehendak umum ke pemerintah. Dalam penjelasannya Rousseau menyatakan yang memerintah adalah kehendak umum dengan menggunakan lembaga legislatif yang membawahi lembaga eksekutif. Di sini dia menekankan pentingnya demokrasi primer tanpa perwakilan dan perantara partai politik, sehingga masyarakat melalui kehendak umum dapat memerintah negara.2 Selain itu, Rousseau menyatakan konsep negara adalah hukum, artinya negara dipe rintah oleh hukum. Dalam pemikirannya badan legislatif berfungsi membuat aturan atau hukum, namun tidak memiliki aturan memerintah. Menurutnya kekuasaan legislatif harus ditangan rakyat sedangkan eksekutif harus didasarkan pada kemauan bersama.3 Keberadaan lembaga legislatif dan eksekutif ini ada dengan pemilihan yang dilakukan oleh rakyat. Bangsa Indonesia sejak dulu sudah mempraktekkan ide tentang demokrasi walau bukan tingkat kenegaraan, masih tingkat desa yang disebut demokrasi desa. Contoh pelaksanaan demokrasi desa pemilihan kepala desa dan rembug desa. Inilah demokrasi asli. Demokrasi desa mempunyai 5 ciri yakni rapat, mufakat, gotong royong, hak mengadakan protes bersama dan hak menyingkir dari kekuasaan raja absolut mempergunakan pendekatan kontekstual.
Konsep negara hukum dikembangan pertama kali oleh AV Dicey dengan sebutan The Rule of Law. Konsep negara hukum menurut Dicey bercirikan: (1) supremacy of law (2) Equality before the law (3) due procees of law.4 Prinsip-prinsip yang dianggap ciri pen ting negara hukum menurut “The International Commition of Jurists” adalah: (1) Negara harus tunduk pada hukum, (2) pemerintah menghormati hak-hak individu dan (3) peradilan yang bebas dan tidak memihak. Jimly Assiddiqie memaparkan suatu ne gara modern dapat disebut negara hukum dalam arti yang memiliki ciri selain supremasi hukum, persamaan hukum legalitas hukum adalah Pembatasan kekuasaan, Organ-organ eksekutif independen, peradilan bebas dan tidak memihak, peradilan tata usaha negara, peradilan tata negara, perlindungan hak asasi manusia, bersifat demokratis, berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara dan transparansi dan kontrol sosial. Philipus M. Hadjon dengan mendasarkan dari pada sifat-sifat liberal dan demokratis yang dikemukakan oleh S.W Couwenberg berpendapat bahwa ciri-ciri rechtstaat (klasik) adalah:5 a. Adanya Undang-undang Dasar atau Konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat; b. Adanya pembagian kekuasaan negara yang meliputi kekuasaan pembuatan undang-undang yang ada pada parlemen, kekuasaan kehakiman yang bebas yang tidak hanya menangani sengketa antara individu rakyat tetapi juga antara pe nguasa dan rakyat, dan pemerintah yang mendasarkan tindakannya atas undangundang; c. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.
1
4
2 3
8
Dedet Zelthauzallam, ‘Pemikiran Kontrak Sosial J.J. Rousseau dan Kontribusinya dalam Pemerintahan, Makalah Pemerintahan Sosial dan Politik, IPDN, Jakarta23 November 2013. Ibid. Ibid.
Jurnal IDe
Partisipasi Politik Masyarakat Pada awalnya studi mengenai partisipasi partai politik memfokuskan diri pada partai
5
Jimly Assshiddiqie, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia, Sekertariat Jenderal Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, h. 152. Philippus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, h. 76.
politik sebagai pelaku utama, tetapi dengan berkembangnya demokrasi banyak muncul kelompok mayarakat yang juga mempenga ruhi proses pengambilan keputusan mengenai kebijakan umum. Kelompok-kelompok ini lahir di masa pasca industrial (post industrial) dan dinamakan gerakan sosial baru (new social movement). Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin negara dan secara langsung atau tidak langsung, memegaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Sedangkan menurut Herbet McClosky seorang tokoh masalah partisipasi mengemukakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.6 Hal yang dikaji adalah tindakan-tindakan yang bertujuan untuk memengaruhi keputusan-keputusan pemerintah, sekalipun fokus utamanya lebih luas tetapi abstrak, yaitu 6
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, hlm 367.
usaha-usaha untuk memengaruhi alokasi nilai secara otoritatif untuk masyarakat (the authoritative allocation of values for a society). Di negara-negara demokrasi konsep partisipasi politik bertolak dari paham bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk menerapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan. Dapat disimpulkan bahwa partisipasi politik merupakan pengejawantahan dari penyelenggara kekuasaan politik yang absah oleh rakyat.7 Partisipasi politik erat sekali kaitanya dengan kesadaran politik, karena semakin sadar bahwa dirinya diperintah, orang kemudian menuntut diberikan hak bersuara dalam penyelenggaraan pemerintah. Perasaan kesadaran semacam ini dimulai dari orang yang berpendidikan, yang kehidupannya lebih baik dan orang-orang terkemuka. Beberapa definisi partisipasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya Wahyudi Kumorotomo (1999:112) mengatakan partisipasi adalah berbagai corak tindakan massa maupun individual yang memper7
Ibid, Hlm 368.
Suara KPU Jawa Timur
Desember 2016
9
lihatkan adanya hubungan timbal balik antara pemerintah dan warganya. Menurut Samuel P. Hutington dan Joan Nelson (1997:3) me ngatakan partisipasi adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah, partisipasi bisa bersifat pribadi-pribadi atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif. Miriam Budiarjo (1994:183) partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yakni dengan cara memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Michael Rush & Philip Althoff (2003: 23) partisipasi politik adalah keterlibatan individu sampai macammacam tingkatan di dalam sistem politik. Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa partisipasi politik adalah suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan peran serta masyarakat baik langsung maupun tidak langsung yang bertujuan untuk mempenga ruhi kebijakan pemerintah yang menyangkut kepentingan masyarakat umum. 10
Jurnal IDe
Budiardjo (2009:367) menyatakan partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung, memengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Dengan demikian Partisipasi politik erat kaitanya dengan kesadaran politik, karena semakin sadar bahwa dirinya diperintah, orang kemudian menuntut diberikan hak bersuara dalam penyelenggaraan pemerintah. Menurut Herbert McClosky dalam International encyclopedia of the social sciences (Budiardjo,1996:183) partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukkan kebijakan umum. Partisipasi politik seseorang dapat dilihat dari beberapa hal, diantaranya:8 a. Partisipasi Aktif Partisipasi ini berorientasi kepada segi masukan dan keluaran suatu sistem 8
KPU Blitar, Kesukarelaan Warga dalam Politik di PEMILU Kabupaten Blitar Tahun 2014, hlm 8.
politik, misalnya kegiatan warga ne gara mengajukan usul terkait kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, melakukan kritik dan saran kepada penyelenggara pemerintahan, dan ikut serta dalam berbagai pemilihan pimpinan pemerintahan di berbagai tingkatan. b. Partisipasi Pasif Partisipasi pasif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada segi keluaran suatu sistem politik. Misalnya, kegiatan mentaati peraturan/perintah, menerima, dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan pemerintah. c. Golongan Putih Golongan putih (golput) atau kelompok apatis, karena menganggap sistem politik yang ada telah menyimpang dari apa yang di cita-citakan. Namun dari ketiga bentuk partisipasi diatas ada sekelompok orang yang menganggap bahwa masyarakat dan sistem politik yang ada dinilia telah keluar dari ekpektasi se hingga tidak ikut serta dalam partisipasi politik. Kategori ini mendapat julukan diantaranya apatis, sinisme, alienasi, dan anomie. Apatis atau masa bodoh dapat didefinisikan sebagai tidak punya minat, keinginan, dan perhatian kepada orang lain, situasi, kondisi, atau lainnya. Sinisme
adalah kecurigaan yang negatif dari manusia dalam hal ini dia melihat bahwa politik adalah urusan yang jelek, kotor, tidak dapat dipercaya dan menganggap bahwa partisipasi politik dalam bentuk apapun adalah sia-sia. Anomie menurut Lane adalah suatu perasaan kehidupan nilai dan ketiadaan awal dengan kondisi seorang individu mengalami pera saan ketidakefektifan dan bahwa para penguasa bersikap tidak peduli yang mengakibatkan devaluasi dari tujuantujuan dan hilangnya urgensi untuk bertindak. Sedangkan Milbrath dan Goel (2007:289) membedakan partisipasi politik menjadi beberapa kategori perilaku yakni: (a) Apatis, adalah orang-orang yang menarik diri dari proses politik; (b) Spectator, yaitu berupa orang-orang yang setidaknya pernah ikut dalam Pemilu; (c) Gladiator, yaitu orang-orang yang selalu aktif terlibat dalam proses politik; (d) Pengkritik, yaitu orang-orang yang berpartisipasi dalam bentuk konvensional. Menurut para ahli sosiologi politik telah dirumuskan berbagai bentuk partisipasi politik. Berikut disajikan bentuk-bentuk partisipasi politik menurut beberapa ahli. Di dalam buku Pengantar Sosiologi Politik, Michael Rush dan Philip Althoff yang dikutip oleh Damsar dalam Pengantar Sosiologi Politik mengidentifikasi bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai suatu tipologi politik. Hirarki
Partisipasi adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah, partisipasi bisa bersifat pribadi-pribadi atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif. Miriam Budiarjo (1994:183) partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yakni dengan cara memilih pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). [Samuel P. Hutington dan Joan Nelson (1997:3)]
Suara KPU Jawa Timur
Desember 2016
11
tertinggi dari partisipasi politik menurut Rush dan Althoff adalah menduduki jabatan politik atau administratif. Sedangkan hierarki yang terendah dari suatu partisipasi politik adalah orang yang apati secara total, yaitu orang yang tidak melakukan aktivitas politik apapun secara total. Semakin tinggi hie rarki partisipasi politik maka semakin kecil kuantitas dari keterlibatan orang-orang.
suara kepada calon atau partai politik. Partisipasi lainya adalah dalam bentuk kontak/ hubungan langsung dengan penjabat peme rintah. Partisipasi dengan mencalonkan diri dalam pemilihan jabatan publik dan partisipasi dengan melakukan protes terhadap lembaga masyarakat atau pemerintahan.
Bentuk-Bentuk Partisipasi
Partisipasi Masyarakat dalam Politik Sebagai Implementasi Nilai-Nilai Demokrasi di Indonesia
Berpartisipasi merupakan gabungan dari kebebasan berpendapat dan berkelompok, di negara-negara demokrasi umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat, lebih baik. Karena partisipasi menunjukkan bahwa warga mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu. Sebaliknya, tingkat partisipasi yang rendah pada umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat ditafsirkan bahwa banyak warga tidak menaruh perhatian ter hadap masalah kenegaraan. Bentuk-bentuk partisipasi tersebut bisa berupa pemberian suara dalam pemilihan umum. Di sini masyarakat turut serta memberikan/ikut serta dalam memberi dukungan
Di Indonesia berpartisipasi politik dijamin oleh Negara, tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 yang berbunyi “kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Dan diatur secara jelas dalam dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh Negara me ngenai hak berpendapat, hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama dihadapan hukum dan pemerintahan, hak mendapatkan keadilan, dll. Seperti partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum, ini merupakan salah satu implementasi nilai-nilai demokrasi di Indonesia, yang mencerminkan nilai Kebe-
12
Jurnal IDe
basan, dimana masyarakat diberi kebebasan penuh untuk memilih, mendukung calon yang di inginkan. Dalam hal lain masyarakat Indonesia juga menunjukkan nilai kebebasan demokrasi dalam hal melakukan protes terhadap peme rintah. Ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam politik di Indonesia me ngalami peningkatan. Budiarjo (1996:185) menyatakan dalam negara-negara demokratis umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat lebih baik. Dalam alam pemikiran ini tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga negara mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan itu. Sebagai pelaksanaan nilai demokrasi, partisipasi masyarakat dalam politik memiliki peran penting. Karena dalam negara demokrasi semua bersumber pada rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) Menurut teori demokrasi klasik Pemilu merupakan suatu Transmission of Belt, sehingga kekuasaan yang berasal dari rakyat dapat beralih menjadi kekuasaan negara yang kemudian menjelma dalam bentuk wewenang pemerintah untuk memerintah dan mengatur rakyat. Definisi demokrasi yang dikemukakan oleh International Commision of Jurist. “Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan bertanggung jawab kepada
mereka melalui proses pemilihan yang bebas”. Dengan demikian tentu dapat dikemukakan bahwa Pilkada merupakan ciri adanya demokrasi di Indonesia, dengan wujud partisipasi rakyat untuk terjun ke ranah politik baik sebagai calon maupun pemilik suara. Berikut beberapa pernyataan beberapa para ahli mengenai Pemilu Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim: pemilihan umum tidak lain adalah suatu cara untuk memilih wakil-wakil rakyat. Dan karenanya bagi suatu negara yang menyebut dirinya sebagai ne gara demokrasi, pemilihan umum itu harus dilaksanakan dalam wakru-waktu tertentu. Bagir Manan: Pemilihan umum yang diadakan dalam siklus lima (5) tahun sekali merupakan saat atau momentum memperlihatkan secara nyata dan langsung pemerintahan oleh rakyat. Pada saat pemilihan umum itulah semua calon yang diingin duduk sebagai penyelenggara ne gara dan pemerintahan bergantung sepenuhnya pada keinginan atau kehendak rakyat. Berdasarkan UUD 1945 Bab I Pasal I ayat (2) dijelaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan menurut UUD. Dalam berdemokrasi yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil rakyat yang terpilih lewat pemilihan umum. Robert Dahl (1992:33) pemilihan umum adalah lembaga sekaligus praktik politik yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwa kilan (representative goverment). Syarbaini (2002:80) pemilihan umum adalah suatu cara memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat serta salah satu pelayanan hak-hak asasi warga negara dalam bidang politik. r
Alasan pembentukan negara menurut Rousseau adalah sebagai kekuatan memaksa yang bersifat legal untuk mempergunakan kekerasan jika terdapat pengingkaran manusia yang melanggar akan kehilangan haknya serta dikenakan sanksi. Argumentasi Rousseau sulit dimengerti dalam pengoperasian kewenangan dari kehendak umum ke pemerintah.
Suara KPU Jawa Timur
Desember 2016
13
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif. Penelitian dengan pendekatan kualitatif berusaha mengungkap persepsi, keadaan dan kebutuhan masyarakat. Secara prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dilakukan dengan menggambarkan keadaan subjek/objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Penggalian pemahaman, pengalaman serta evaluasi atas pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam Pilkada di Kabupaten Blitar dilakukan secara langsung di masyarakat dan dengan mengadakan beberapa forum. Secara deskriptif akan digambarkan semua data yang ada. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi: 1. Data primer menggunakan teknik pe ngumpulan: a. Teknik wawancara (interview). Wawancara dilakukan dengan para Bupati Blitar, Ketua DPRD Kabupa ten Blitar, KPU Kabupaten Blitar dan masyarakat Kabupaten Blitar. b. Kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.1 Obyek yang dituju adalah masyarakat Kabupaten Blitar. c. Focus Group Discussion. Hasil analisis data pada penelitian hukum empiris dan penelitian normatif diperdalam dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD). FGD diikuiti oleh semua stakeholder yang terlibat yakni instansi yang terkait, tokoh masyarakat, LSM akan dihadirkan. 2. Data sekunder menggunakan teknik: Studi Pustaka, Berbagai artikel, tulisan dalam majalah 1
14
Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, Hal.140.
Jurnal IDe
atau jurnal, hasil penelitian, buku-buku, dan situs-situs internet yang relevan akan dikaji dipadukan dan dijadikan sebagai kerangka teori dari penelitian ini. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Blitar dan dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2016. Metode Pemilihan Subyek Pemilihan informan berfokus pada masyarakat kabupaten Blitar. Selain itu juga untuk mengetahui proses Pilkada juga diperlukan informasi dari partai politik dan pelaksana Pilkada. Metode yang dipilih adalah model snowball sampling, yakni menemukan informan dari keterangan-keterangan yang diberikan oleh informan sebelumnya sampai mencapai titik jenuh atau jawaban yang sama. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan tekni Analisis Interaktif dari Moleong (1995), yakni dimulai dengan pengumpulan data, mereduksi data, kemudian mengabstraksikan, menyusun dalam satuan, mengkodefikasikan data, memeriksa kembali keabsahan data dan terakhir adalah menafsirkan data. Pemeriksaan keabsahan data diujikan dengan menggunakan metode Triangulasi. Triangulasi yang digunakan pada rencana penelitian ini, adalah triangulasi sumber dan metode. Triangulasi sumber dilakukan antara lain membandingkan hasil pengamatan dengan hasil wawancara, sedangkan triangulasi metode dicapai dengan mengecek kepercayaan penemuan beberapa hasil penelitian dari teknik pengumpulan data serta mengulang mendatangi sumber data dengan metode yang sama (Denzin dalam Moleong). Perpa duan observasi/pengamatan terlibat serta hasil wawancara akan dicek kembali dengan metode yang sama untuk melengkapi data serta menghasilkan kesimpulan yang komprehensif. r
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum dan Pelaksanaan Pilkada
J
awa Timur dalam konteks demokrasi, merupakan salah satu daerah yang menarik untuk dikaji karena dinamika politiknya yang senantiasa semarak dan perkembangan demokrasinya yang bisa memberikan ilustrasi kon kret bagi daerah-daerah lain. Jika demokrasi dicirikan oleh tiga faktor utama yaitu nilai-nilai budaya politik yang mendukung, aktor yang aktif mendorong proses demokrasi, dan lembaga daerah dengan beberapa capain yang positif dalam melaksanakan demokrasi. Bagian ini akan menganalisi tiga faktor utama di Jawa Timur.1
1
R.Siti Zuhro.dkk, Model Demokrasi Lokal Jawa Timur, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan dan Bali, Jakarta, PT THC Mandiri, hlm 149.
Tingkat keterlibatan masyarakat dalam proses politik cukup memadai meskipun cenderung variatif. Di Jawa Timur misalnya, peran masyarakat melalui CSO/LSM relatif dipertimbangkan oleh Pemda. Peran mereka, bahkan bisa memengaruhi kebijakan publik sehingga keputusan yang tidak menguntungkan masyarakat bisa ditolak.2 Penelitian mengenai nilai-nilai budaya politik lokal di Jatim ini dilakukan dengan memetakan tiga wilayah budaya, yaitu: Arek, Mendalungan dan Mataraman.3 Dari ketiga wilayah budaya tersebut, terdapat cross cutting issue yang menarik dimana nilai-nilai budaya lokal relatif mendukung demokrasi. Secara umum budaya masyarakat Jatim merepresentasikan budaya egalitarian, ter2 3
Sebagai contoh CSO menolak Perda RTRW yang diputuskan oleh Pemerintah Kabupaten Malang.Ibid, hlm 255. Penelitian dilakukan di Malang, Blitar dan Bojonegoro.
Suara KPU Jawa Timur
Desember 2016
15
buka dimana tatanan sosialnya relatif tidak hierarkis, masyarakat cenderung ekspresif, toleran , partisipasi masyarakat dalam politik relatif tinggi, masyarakatnya juga taat hukum dan HAM relatif dikedepankan. Perlindu ngan terhadap kelompok minoritas, seperti perempuan, relatif eksis. Ini terbukti dengan eksisnya partisipasi perempuan dalam poltik yang relatif meningkat jumlahnya. Demikian juga dengan keterlibatan perempuan sebagai pengurus partai politik dan anggota DPRD serta pemerintahan di daerah ini tampak makin signifikan.4 Selain itu terdapat ciri elite politik di Jawa Timur yaitu jejaring yang kuat di antara mereka. Jejaring ini tidak hanya dalam internal partai, tetapi juga lintas partai. Penelitian partisipasi warga negara ini dilakukan di Kabupaten Blitar. Kabupaten Blitar memiliki luas wilayah 1.588.79 km dengan tata guna tanah terinci sebagai Sawah, Pekarangan, Perkebunan, Tambak, Tegal, Hutan, Kolam Ikan dan lain-lain, Kabupaten Blitar juga di belah aliran sungai Brantas menjadi dua bagian yaitu Blitar Utara dan Blitar Selatan yang sekaligus membedakan potensi ke dua wilayah tersebut yang mana Blitar Utara merupakan dataran rendah lahan sawah dan beriklim basah dan Blitar Selatan merupakan lahan kering yang cukup kritis dan beriklim 4
16
Ibid, hlm 257.
Jurnal IDe
kering. Wilayah Blitar selatan terus berusaha mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Daya tarik Potensi dan kekayaan yang dimiliki Kabupaten Blitar bukan hanya pada sumber daya alam, produksi hasil bumi yang melimpah, hasil-hasil peternakan, perikanan dan deposit hasil tambang yang tersebar di wilayah Blitar Selatan.5 Penduduk merupakan salah satu potensi bagi Kabupaten Blitar untuk menggerakkan pembangunan, namun sebaliknya menjadi permaslahan apabila kualitas sumberdaya manusianya masih rendah. Jumlah penduduk yang besar dengan kualitas SDM yang tinggi akan sangat mendukung pemerintah dalam mencapai tujuan-tujuan kesejahte raan masyarakat. Adapun jumlah penduduk Kabupaten Blitar pada tahun 2008 mencapai 1.268.194 jiwa, terdiri dari penduduk perempuan 637.419 jiwa dan laki-laki 630.7754 jiwa. Adapun sebaran penduduk di Kabupa ten Blitar untuk masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut: (lihat tabel 1) Secara administratif, Ibukota Kabupaten Blitar terletak di Kecamatan Kanigoro, memiliki 22 kecamatan yang di dalamnya terdapat 220 desa dan 28 kelurahan. Kabupaten Blitar 5
Gambaran umum Kabupaten Blitar, http://www. blitarkab.go.id/2012/06/06/gambaran-umum-2/, diakses pada tanggal 13 Agustus 2016.
Tabel 1. Sebaran Penduduk di Kabupaten Blitar
Suara KPU Jawa Timur
Desember 2016
17
KPU Jawa Timur
Rapat Pemetaan Pegawai KPU Provinsi Bersama 38 KPU Kab/Kota, di Aula Lt. II Kantor KPU Jatim, 1 November 2016.
Sosialisasi dan Pemasangan Website JDIH ke KPU Jatim, di KPU Jatim, 3-4 November 2016.
Pelantikan PAW Anggota KPU Kab. Bojonegoro, Aula Lt. II Kantor KPU Jatim, 28 November 2016.
18 18
JurnalIDe IDe Jurnal
r Dalam Bingkai
Rakernis SPIP dan Reviu Laporan Keuangan Internal, di Aula Lt. II Kantor KPU Jatim, 3 November 2016.
Koordinasi MOU Kerjasama KPU Jatim dengan BNN Provinsi Jatim, di KPU Jatim, 21 November 2016.
Rapat Evaluasi Lakip Tahun 2016 dan Pencermatan RKA-KL Tahun 2017 KPU Provinsi dan KPU Kab/Kota Jatim, di Hotel Luminor Surabaya, 19-20 November 2016.
Suara KPU Jawa Timur 2016 Suara KPU Jawa Timur Desember Desember 2016
1919
merupakan salah satu kabupaten di JawaTimur yang sebagian besar warganya bekerja ke luar negeri atau sebagai TKI. Terdapat 4.041 TKI asal Kabupaten Blitar yang bekerja di luar negeri. Dari jumlah tersebut, paling banyak bekerja di Taiwan dan Hongkong, dan 60% lebih berprofesi sebagai pembantu rumah tangga.6 Dari 22 kecamatan yang ada di Kabupaten Blitar, Ponggok dan Gandusari merupakan penyumbang terbesar yang me ngirimkan TKI ke luar negeri. Banyaknya warga Kabupaten Blitar yang bekerja ke luar negeri ini ternyata juga menjadi salah satu alasan yang mempengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat. Rendahnya partisipasi masyarakat juga disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang pergi jauh, keluar kota maupun keluar negeri untuk melakukan studi atau ada yang bekerja sehingga penduduk dalam DPT yang datang ke TPS berkurang karena tidak semua orang tersebut bisa pulang ke daerah asalnya.7 Adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 100/PUU-XIII/2015 tertanggal 29 September 2015 berkenaan dengan 1 (satu) pasangan calon dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Serentak Tahun 2015. Keputusan itu memperbolehkan keberadaan calon tunggal dengan mekanisme pemilih menyalurkan suaranya untuk memilih kolom Setuju atau kolom Tidak Setuju jika daerahnya dipimpin oleh pasangan calon tunggal yang ada. Merespon keputusan MK tersebut, 6
7
Yudi, Kabid Pentalatas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Blitar, http:// www.blitarkab.go.id/2014/02/03/ponggok-dangandusari-penyumbang-tki-terbanyak-di-kabupaten-blitar/, diakses pada tanggal 13 Agustus 2016. Hasil FGD, dilaksanakan di KPU Kab Blitar pada tanggal 17 Juni 2016.
flow chart 1
flow chart 2
20
Jurnal IDe
KPU RI kemudian menerbitkan Surat Edaran KPU Nomor 642/KPU/X/2015 tanggal 1 Oktober 2015 yang kemudian disusul dengan Surat Edaran KPU Nomor 644/KPU/X/2015 tanggal 3 Oktober 2015 perihal Persiapan Pelaksanaan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Intinya, menginstruksikan bagi daerah yang memiliki pasangan calon tunggal agar me nyiapkan tahapan PILKADA berikutnya, sembari menunggu PKPU yang mengatur tentang pasangan calon tunggal selesai. Tanggal 20 Oktober 2015, KPU RI me netapkan PKPU Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon. PKPU ini menjadi dasar hukum bagi KPU Kabupaten Blitar untuk melaksanakan pemilihan dengan pasangan calon tunggal yang ada. Tepat tanggal 22 Oktober 2015, KPU Kabupaten Blitar menetapkan pasangan calon Drs. H. Rijanto, M.M. dan Marhaenis U.W. sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati. Pasangan calon ini diusung oleh satu partai politik, PDIP. Dalam Pemilu, pendaftaran dan pemutakhiran daftar pemilih adalah bagian penting dalam tahapan pelaksanaan. Dalam proses Pemutakhiran Data Pemilih Pilkada Kabupaten Blitar Tahun 2015 ini, Tahapan Pemutakhiran Daftar Pemilih memiliki kesamaan langkah-langkah seperti kabupaten kota lain yang melaksanakaan Pilkada Se rentak di Indonesia. Proses Pemutakhiran Data Pemilih di Kabupaten Blitar akhirnya dilaksanakan dengan maraton, diikuti oleh seluruh komponen PPK dan PPS, proses pe netapan hasil pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara (DPS), dilaksanakan pada tanggal 18 Oktober 2015 dengan jumlah DPS total
970.069 (sembilan ratus tujuh puluh ribu enam puluh sembilan) orang Pemilih. Pelaksanaan Pilkada dilaksanakan dengan jumlah DPT sebanyak 964.928 (sembilan ratus enam puluh empat ribu sembilan ratus dua puluh delapan) orang Pemilih. Pemutakhiran Pemilih di Kabupaten Blitar selain terkendala oleh berhentinya tahapan Pemilu, juga disebabkan banyaknya penduduk Kabupaten Blitar yang bermata pencaharian sebagai tenaga kerja di luar negeri. Selain itu berakibat pada PPDP yang tidak bisa mencoret penduduk yang memiliki KTP setempat, tetapi tidak berdomisili di Kabupaten blitar dalam jangka waktu yang lama. Data untuk Pilkada kabupaten Blitar berdasar Rekapitulasi dan penetapan DPTb-1 tingkat kabupaten terdapat 1279 pemilih. Adapun proses pemutakhiran data yang ada meliputi: (lihat flow chart 1) Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan Pilkada yang telah dilakukan oleh KPU Blitar, terdapat beberapa persoalan yang dihadapi yaitu: a. Tahapan yang sempat terhenti, sehingga PPDP kurang maksimal (terdapat jeda waktu 3 bulan, saat penundaan tahapan Pilkada dimulai tanggal 13 Agustus dan dimulainya kembali tahapan pada tanggal 3 Oktober 2015. Pilkada dilakukan
pada tanggal 9 Desember 2015); b. Waktu tahapan pemutakhiran lebih singkat; c. Kurang kesadaran masyarakat untuk melihat daftar pemilih; d. Operator yang baru dan kurang familiar terhadap aplikasi SIDALIH; e. Masih ada PPDP yang tidak melakukan pendataan di lapangan; f. Pemutakhiran bersamaan hari Raya Idul Fitri; g. Pemilih ganda antar kabupaten. Berdasarkan hasil Pilkada Kabupaten Blitar Tahun 2015 rekapitulasi surat suara yang telah dilakukan adalah: (lihat flow chart 2) Dapat dilihat suara sah dalam Pilkada tersebut cukuplah tinggi. Jika dikaitkan de ngan proses pemilihan yang dilakukan berbeda dengan pemilihan yang sebelumnya, maka sebenarnya masyarakat memahami proses pemilihan yang dilakukan dengan pasangan calon tunggal. Pemahaman Masyarakat Mengenai Partisipasi Politik dan Pasangan Pasangan Calon Tunggal Partisipasi politik adalah kegiatan se seorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih pemimpin Negara dan secara langsung atau tidak langSuara KPU Jawa Timur
Desember 2016
21
Tabel 2. Pemahaman Masyarakat
sung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup kegiatan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, mengadakan hubungan (contacting) atau lobbying dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, menjadi anggota partai atausalah satu gerakan social dengan direct actionnya, dan sebagainya. Dari pemahaman partisipasi tersebut, maka hasil wawancara yang dilakukan pada masyarakat sebagai subyek warga negara secara secara keseluruhan mereka memahami mengenai Pemilu, partisipasi warga negara dan peran mereka dalam partisipasi masyarakat. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut: (lihat tabel 2) Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pemahaman masyarakat mengenai Pemilu dan partisipasi warga negara dalam politik sudah cukup baik, karena dari 20 subyek yang ada 17 orang menyatakan faham dan mampu 22
Jurnal IDe
memberikan penjelasan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh AN “Pemilu adalah pemilihan langsung, kita memilih pemimpin ada Presiden, Gubernur dan Bupati. Termasuk juga memilih DPRD. Pelaksanaannya hanya lima tahun sekali” Sedangkan pemahaman mengenai partisipasi dalam politik mereka semua juga memahami, menurut pendata salah satu informan partisipasi masayarakat adalah keikutsertaan masyarakat terhadap pemilihan umum dan saya kira hal ini sa ngat penting dalam proses demokrasi karena memberikan hak kepada masyarakat untuk memilih pemimpin secara langsung. Bahkan menurut pengamatannya partisipasi warga negara di daerahnya sudah cukup baik “Sejauh ini secara global baik karena di sini partisipasi masyarakat hampir 80 persen untuk wilayah ringinsari sehingga saya kira proses Pilkada berjalan dengan baik khususnya di wilayah Ringinsari”. Pada hal jika kita lihat rekap partisipasi yang dirilis oleh KPU Kabu-
Tabel 3. Rekapitulasi Partisipasi Masyarakat
Sumber : KPU Kabupaten Blitar Suara KPU Jawa Timur
Desember 2016
23
paten Blitar tidak ada yang lebih dari 80% di setiap kecamatan. Yang menarik hampir semua informan menilai bahwa angka partisipasi masyarakat pada Pilkada cukup tinggi didaerahnya. Namun saat disampaikan jika partisipasi masyarakat pada Pilkada kemarin cukup rendah, karena hanya 56% partisipasi warga negara Kabupaten Blitar mereka sangat kaget. Akhirnya sebagaian subyek penelitian menyampaikan bahwa rendahnya partisipasi warga negara salah satu alasannya adalah karena pasangan calon tunggal dalam Pilkada. Pemahaman masyarakat mengenai adanya pasangan calon tunggal, secara prosedural memahami jika adanya pasangan calon tunggal karena tidak adanya calon lain yang maju, “Kemungkinan memang tidak ada calon yang lain yang maju untuk berta rung dalam Pilkada kemarin.” Pemahaman masyarakat terkait pasangan calon tunggal, dari penjelasan yang disampaikan oleh subyek secara keseluruhan mereka mengetahui dan memahami proses sampai terjadinya pasangan calon tunggal pada Pilkada. Selanjutnya subyek juga turut serta untuk mengikuti Pilkada. Namun masyarakat tetap menyayangkan adanya pasangan calon tunggal dalam 24
Jurnal IDe
Pilkada Blitar, karena tidak adanya alternatif lain “Seharusnya ya calon tidak cuma satu saja, jadi masyarakat bisa memilih yang lain dan tidak Cuma bisa memilih satu pasangan calon saja. Bisa memilih yang terbaik dari beberapa yang terbaik.” Masyarakat juga menyayangkan peran parpol yang dianggap tidak aktif untuk memberikan calon pemimpin bagi masyarakat. Bahkan dalam hasil FGD seorang peserta menyatakan bahwa adanya satu calon merupakan kegagalan parpol dalam melakukan pengkaderan . Hasil laporan kuliah lapangan merekomendasikan agar kedepan pencalonan kepala daerah bukan merupakan hak parpol, melainkan suatu kewajiban sehingga terdapat punishment terharap parpol yang tidak mencalonkan diri pada pencalonan kepala daerah. Bahkan mereka berpendapat bahwa walaupun secara legal proses Pilkada kemarin sah namun tidak sesuai dengan nilai demokrasi “Kalau saya secara pribadi sangat tidak puas, karena proses demokrasi saya kira kurang pas. Seharusnya calon ya dua atau le bih. Apalagi calon yang maju kan incumbent mas, jadi kok semacam ada permainan gitu.” Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat subyek antara lain “Harusnya Pilkada kemarin calon-
nya lebih dari satu pasangan biar rame, kalau cuman satu sudah pasti menangnya dan masak itu sudah demokratis.” Konteks pemahaman adalah adanya ketepatan antara apa yang dipahami de ngan apa yang dilaksankan. Dari pemaparan pendapat masyarakat yang ada terdapat kesinkronan antara apa yang dipahami dengan apa yang dilaksanakan, masyarakat memahami pasangan calon tunggal itu apa dan mengapa sampai adanya pasangan calon tunggal. Selanjutnya dengan pemahaman yang ada tersebut maka masyarakat melaksanakan hak pilihnya pada Pilkada 2015. Namun tidak dapat dinafikkan masyarakat juga tetap menginginkan ada calon yang lebih dari satu dalam proses Pemilu. Perihal gambaran partisipasi pemilih di Kabupaten Blitar dapat dilihat sebagai berikut: (lihat tabel 3) Sedangkan dari 18 orang tersebut hampir secara keseluruhan memberikan haknya untuk memilih dalam Pilkada. Hanya ada satu orang yang tidak ikut memilih, padahal secara latar belakang pendidikan orang tersebut berpendidikan tinggi. Adapun ala-
sannya adalah: “Saya tidak memilih karena sudah jelas, memilih atau tidak bupatinya sudah jelas yang jadi. Karena masyarakat sudah melihat bahwa bupati satu-satunya yaitu pak riyanto sudah tidak ada lawan. Gak milih itu bukan berarti gak setuju, karena sudah yakin kalau yang menang itu, yang kedua, kalau satu orang gak memilih kan gak pengaruh walaupun professor, kyai kan tidak berpe ngaruh kecuali satu orang ini mampu me ngajak banyak orang sehingga tidak memilih itu beda, tapi kan saya tidak begitu. Loh tidak memilih bukannya tidak berpartisipasi, tidak memilih itu bentuk dari pilihan saya. Gak masalah, walau angka partisipasi hanya 56% karena gak mempengaruhi legitimasi Bupati, toh sejauh ini juga baik-baik saja, pemerintahan baik, tidak ada indikasi korupsi, rakyat juga senang, apalagi terus, jadi gak masalah itu. Hasilnya tetap legitimate.” Partisipasi Masyarakat dalam Pilkada dengan Satu Pasangan Calon Sistem Pilkada memang telah dipersiapkan Pemerintah maupun KPU sejak beberapa
Tabel 4. Jadwal Sosialisasi KPU Kabupaten Blitar
Sumber : KPU Kabupaten Blitar Suara KPU Jawa Timur
Desember 2016
25
bulan sebelum proses pemilihan. Mulai dari proses pendaftaran, sosialisasi, dan administrasi pemilik suara hingga pemilihan. Secara garis besar tahapan Pilkada di Kabupaten Blitar telah berlangsung dengan tahapan sebagai berikut: a. Perencanaan program dan anggaran (18 Februari - 1 Agustus 2015); b. Perpanjangan pendaftaran pasangan calon tahap I (29 Juli - 3 Agustus 2015); c. Perpanjangan pendaftaran pasangan calon tahap II (6 Agustus - 11 Agustus 2015); d. Penundaan tahapan pilbup (13 Agustus Oktober 2015); e. Sosialisasai/penyuluhan/bimbingan teknis (3 Oktober – 8 Desember 2015); f. Laporan dan audit dana kampanye (29 Oktober - 12 November 2015); g. Pemungutan dan penghitungan (9 Desember 2015). Adanya proses penundaan tahapan Pilbup dikarenakan sampai batas perpanjangan pendaftaran pencalonan tahap II hanya ada satu pasangan calon saja. Dengan keadaan tersebut berdasarkan ketentuan maka Pilbup akan diundur penyelenggaraannya pada tahun 2017. Namun adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 dan adanya Peraturan KPU Nomor 14/2015 Tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Dengan Satu Pasangan Calon. Pelaksanaan Pilbub di Kabupaten Blitar dapat dilaksanakan dengan satu pasangan calon. Pilkada satu pasangan calon adalah pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diikuti oleh satu pasangan calon dimana pemilih memberikan suara “Setuju” atau “Tidak Setuju” terhadap pasangan calon
tersebut. Jika suara terbanyak pemilih adalah setuju maka pasangan calon ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Sedangkan jika suara terbanyak pemilih adalah tidak setuju maka pemilihan ditunda ke Pilkada berikutnya (KPU dalam Panduan KPPS satu Paslon, 2015: 22). Pilbub Kabupaten Blitar hanya ada satu pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati yaitu Rijanto-Marheinis Urip Widodo (RIDHO) besutan koalisi PDI Perjuangan dan Partai Gerindra. Koalisi besar yang dipimpin PKB dengan dukungan PAN, Partai Golkar, PPP, Partai Demokrat, Partai Nasdem, Partai Hanura dan PKS juga memilih tidak mendaftarkan paslon (pasangan calon). Pasangan calon tunggal ini disebabkan karena kurangnya partisipasi Masyarakat Blitar untuk mencalonkan diri sekaligus melawan paslon RIDHO. Diduga karena mayoritas masyarakat Blitar memang dikuasai PDIP. Dapat diketahui bahwa KPU telah bekerja keras dalam mencegah adanya pasangan calon tunggal yaitu menaati rekomendasi Badan Pengawas Pemilu untuk memperpanjang pendaftaran pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten/Kota yang hanya memiliki satu bakal calon. KPU meminta kepada KPU daerah di Kabupaten/Kota tersebut untuk mencabut status tunda dan agar membuka kembali pendaftaran bakal calon pada 9-11 Agustus ini yang semula berakhir tanggal 26-28 Juli. Dan memasukkan kegiatan sosialisasi selama tiga hari dimulai tanggal 6 sampai 8 Agustus 2015. Tetapi yang berhasil atau yang memenuhi syarat pencalonan hanya satu paslon. Perpanjangan pendaftaran itu juga me nimbulkan beberapa aksi massa dari aktivis. Mereka melakukan aksi di depan Kantor KPU Kabupaten Blitar pada hari Senin 08 Oktober 2015. Karena dianggap bahwa kem-
Tabel 5. Partisipasi Masayarakat 2010-2015
Sumber : KPU Kabupaten Blitar
26
Jurnal IDe
bali dibukanya pendaftaran Cabup Cawabup ini menunjukkan lembaga penyelengara Pemilu ini tidak saling menghormati tugas, wewenang dan kewajiban masing-masing sesuai dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Dengan adanya Putusan MK yang akhir nya mempebolehkan adanya pasangan calon tunggal saat Pilkada, KPU pun telah me ngadakan berbagai macam sosialisasi kepada pemilik suara. Seperti sosialisasi yang diberitakan Blitar, kpu.go.id yaitu program KPU Goes to Community yang mana merupakan salah satu bentuk pendidikan pemilih yang dirancang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. Kelompok sasaran dari program ini adalah para pemilih pemula, pra pemilih, keagamaan, pemilih perempuan dan kelompok marginal/penyandang disabilitas. Tujuannya tentu untuk meminimalisir ke salahan masyarakat yang wilayahnya hanya memiliki satu pasangan. KPU Goes to Community dilakukan di Kampung Coklat yang berlokasi di Jalan Banteng Blorok 18, Desa Plosorejo, Kecamatan Kademangan Kabupaten Blitar, pada hari Minggu tanggal 22 November 2015. Selain itu acara sosialisasi serupa pada tanggal 9 Oktober 2015 bertempat di RM Telaga Indah Kani
goro. Secara keseluruhan sosialisasi yang telah dilakukan KPU Blitar terdiri atas: (lihat tabel 4) Jika kita cermati sosialisasi telah dilakukan secara optimal oleh KPU Kabupaten Blitar, namun dari penuturan beberapa informan menyatakan sosialisasi yang dilakukan belum mampu menyentuh lapisan masyarakat tertentu. Hal ini seperti yang dituturkan AB: Masyarakat bingung dengan kebijakan-kebijakan baru yang muncul di setiap Pemilu apalagi memilih setuju dan tidak setuju, masyarakat jadi bingung dalam mencoblos karena sebelumnya mencoblos gambar. Ke depannya sosialisasi harus lebih di masifkan. Serta informan lain juga menuturkan hal yang sama yaitu: sebelum pemilihan di sosialisasikan terlebih dahulu bagaimana cara memilih yang baik. Kedepannya sosialisasi yang dilakukan tentunya bisa dilakukan pada segmen masyarakat yang lebih bervariatif. Terkait proses pilbup yang dilaksanakan oleh KPU Blitar secara keseluruhan masyarakat menilai KPU telah melaksanakan tugasnya dengan baik hal ini diungkapkan oleh informan “kpu sudah melakukan pilbub dengan baik, walaupun waktu yang disediakan antara adanya putusan MK dengan pelaksanaan pilbub, hanya tersedia waktu sekitar 2 bulan saja”. Namun ada beberapa Suara KPU Jawa Timur
Desember 2016
27
petugas di lapnagan yang menyatakan “Berhentinya tahapan berefek pada partisipasi masyarakat, belum maksimalnya penyajian data pemilih karena waktu yang diberikan tidak sama dengan tahapan yang normal. Contohnya, data pemilih terdapat perbedaan waktu antara partisipasi Pilkada dengan PILEG-PILPRES yang tahapannya normal”. Selain itu Perubahan dari 2 pasangan calon ke 1 pasangan calon membuat kinerja pelaksana adhoc jadi terhambat, mereka mengalami keraguan untuk melaksanakan tugas. Perihal partisipasi masyarakat dalam pilbup 2015 terdapat penurunan angka jika dibandingkan dengan pemilihan presiden maupun legislatif. Adapun perbandingan angka partisipasi tersebut adalah: (lihat tabel 5) Terdapat beberapa hal yang mempenga ruhi rendahnya pertisipasi masyarakat dalam pilbup Kabupaten Blitar 2015, ditemukan dari proses wawancara dan kegiatan FGD dan wawancara: a. Masyarakat merasa tidak keberatan terhadap pelaksanaan Pemilu, baik Pilkada, Pileg, dan Pilpres. Namun ada apatisme masyarakat terkait tidak adanya dampak langsung dari Pemilu tersebut yang dira sakan masyarakat. Masyarakat mengalami kecemburuan sosial karena merasa 28
Jurnal IDe
hasil Pemilu tersebut hanya diprioritaskan untuk para pegawai, misal gaji ke 13 dan gaji ke 14 serta sertifikasi. Masyarakat skeptis terhadap hasil Pemilu, misalnya sering terdengar kalimat “siapapun yang jadi kita tetap menjadi penambang pasir”. Hal ini dikarenakan rendahnya kesadaran politik masyarakat dan mereka sering bertanya kalau mereka meninggalkan pekerjaan untuk datang ke TPS mereka diganti berapa? b. Rendahnya partisipasi masyarakat juga disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang pergi jauh, keluar kota maupun keluar negeri untuk melakukan studi atau ada yang bekerja sehingga penduduk dalam DPT yang datang ke TPS berkurang karena tidak semua orang tersebut bisa pulang ke daerah asalnya. Hal ini juga berhubungan denganbanyaknya warga Blitar yang bekerja sebagai TKI. c. Sistem pencoblosan seperti Pilkada di blitar kurang efektif untuk masyarakat usia tua yang tidak suka baca tulis, me reka lebih mengenal gambar, sedangkan dengan adanya 1 pasangan calon dengan cara memillih kalimat setuju/tidak setuju masyarkat usia tua mengalami kesulitan karena mereka memilih gambar yang
d.
e.
f.
g.
h.
mengakibatkan surat suara tidak sah, padahal banyak dari pemilih yang datang ke TPS adalah masyarakat usia tua. Sehingga terjadi kebingungan bagi pemilih yang berpendidikan rendan dan usia tua. Perihal kebingungan dalam melakukan pemilihan tersebut dikarenakan sosialisasi yang dilakukan tidak optimal. Memang KPU melaksanakan sosialisasi hanya saja itu tidak efektif karena tidak ke seluruh masyarakat dan waktunya singkat. Hal ini seperti dituturkan oleh seorang res ponden “Saya tidak merasakan sosialisasi yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu, malah yang saya rasakan sosialisasi dilakukan oleh perangkat desa, kasun, ketua RT atau RW. Harusnya dana sosialisasi KPU itu diberikan kepada pemerintah daerah untuk di salurkan pada perangkat setempat.” Dengan adanya pilihan setuju/tidak setuju menimbulkan anggapan masyarakat bahwa jika mereka tidak datang ke TPS berarti tidak setuju. Beberapa responden menyatakan hal tersebut karena mereka beranggapan pasangan calon tunggal itu sudah pasti menang sehingga tidak masalah untuk tidak hadir, karena sudah otomatis menyatakan tidak setuju. Secara substansi penggunaan kata “Setuju” dan “Tidak Setuju” dianggap bukan merupakan proses demokrasi karena tidak terdapat alternatif lain. Terdapat perbedaan pergerakan mesin parpol, jika pada Pilpres dan Pileg mesin parpol bergerak untuk mendorong sebesar-besarnya partisipasi masyarakat. Sedangkan pada Pilkada mesin parpol dapat dikatakan tidak bergerak. Sehingga tidak ada sosialisasi dari tim sukses pasangan calon. Kalau dibandingkan dengan Pileg dan Pilpres yang dibantu dengan kinerja tim sukses. Secara teknis, karena menunggu putusan MK maka kinerja KPU sempat terhenti beberapa saat. Sehingga setelah putusan MK maka KPU bekerja dengan sisa waktu yang ada. Hal ini membawa dampak pada sosialisasi yang terjadi tidak pada seluruh lapisan masyarakat. Pada hal terdapat perbedaan surat suara sah antara Pilpres dan Pileg dengan dibandingkan Pilkada.
i. Adanya beberapa parpol yang berkeinginan untuk menunda pelaksanaan Pilkada di tahun 2017. Hal ini dikarenakan beberapa calon berasal dari legislatif yang pada tahun 2015 baru satu tahun menjabat menjadi anggota legislatif. Adanya keberatan terkait aturan tidak ada kewajiban mundur dari jabatan bagi incumben sedangkan untuk calon lain yang dalam hal ini dari DPRD misalnya maka terdapat syarat untuk mengundurkan diri. Pada hal para anggota DPRD tersebut baru terpilih pada tahun 2014. Dengan tidak mencalonkan diri dan menarik pencalonan dirinya serang calon maka menurut mereka Pilkada dengan pasangan calon tunggal tidak akan dilaksankan dan akan diundur pelaksanaannya. Realitasnya terdapat putusan MK yang memutuskan pasangan calon tunggal tetap dapat maju pada Pilkada 2015. Dalam proses pencalonan Kepala Daerah maupun Kabupaten ini tentu dipengaruhi oleh rekruitment politik oleh partai politik. Menurut Budiardjo, partai politik itu berfungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai (political recruitment). Dengan demikian partai politik turut memperluas partisipasi politik. Caranya ialah melalui kontrak pribadi, persuasi, dan lain-lain. Juga diusahakan untuk menarik golo ngan muda untuk dididik menjadi kader dimasa yang akan datang sebagai pengganti pimpian yang lama (selection of leadership). Namun dalam kenyataannya partai politik diam seribu bahasa ketika ada tragedi pasangan calon tunggal di Pilkada Kabupaten Blitar ini. Pasangan lain Heri Romadon-Ahmad Fathoni yang diusung koalisi Rakyat Blitar Berjuang (PKB, PAN, Golkar, Demokrat, PKS, PPP, Hanura, dan PBB), hingga menit terakhir masa perpanjang pendaftaran tidak juga datang ke kantor KPU. Alasannya bahwa sampai batas terakhir pendaftaran oleh KPU masih ada dinamika dalam koalisi yang belum mencapai titik temu. j. adanya perbedaan pengertian tentang pemilih dalam Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada. Dalam Suara KPU Jawa Timur
Desember 2016
29
Undang-undang Pemilu, yang dimasukkan dalam pemilih adalah warga negara yang berumur 17 tahun lebih tetapi yang berdomisili, yang faktanya berada di tempat. Sedangkan Undang-Undang Pilkada, semua WNI yang berdomisili di Kabupaten Blitar yang berumur 17 tahun lebih atau sudah menikah. Disini ada perbedaan. Pada Undang-Undang Pemilu memang diatur bagi warga negara yang berada di luar negeri terfasilitasi dengan TPS luar negeri. Inilah perbandingannya dari DPT yang ditetapkan juga berbeda jauh. Kalau di DPT Pilkada 2015 kemarin ada 964 ribu sedangkan pada Pileg-Pilpres, Undang-Undang yang dipakai adalah Undang-Undang Pemilu dimana DPT yang ditetapka hanya 920 ribu. UndangUndang yang dipakai sudah berbeda. Hal ini juga berpengaruh pada tingakt partisipasi masyarakat tentunya. k. Pasangan calon tunggal bisa menjadi fenomena yang menarik bagi parpol. Dari pengalaman calon tunggla ternyata biaya politik yang dikeluarkan tidak besar. Mesin-mesin parpol tidak perlu bekerja keras untuk memenangkan. Hal tersebut ke depan bisa menjadi pertimbangan parpol-parpol. l. Rendahnya partisipasi masyarakat pada pilbup Blitar terjadi karena: (a) kegagalan partai politik dalam menyadarkan konstituennya, parpol tdk mengadakan pendidikan politik pada konstiuennya; (b) kegagalan parpol karena tdk mampu menyampaikan calon pemimpin, ada apa tisme dari parpol sehingga parpol tidak menggerakkan konstituennya; (c) tidak adanya transaksi politik. Perihal transaksi politik ini pada saat FGD memang mengemuka dan perlu untuk dilakukan kajian mendalam apakah memang ada keterkaitan antara rendahnya partisipasi masyarakat dengan dugaan tidak adanya transaksi politik. Perihal alasan masyarakat yang tidak memberikan aspirasisanya saat pilbup terdapat banyak faktor yang menyebabkannya, namun kesemuanya tersebut dapat disederhanakan lagi ke dalam dua kelompok besar yakni faktor internal dan eksternal. 30
Jurnal IDe
a. Faktor Internal Ada dua faktor yang menjadi alasan yang datang dari individu pemilih yang mengakibatkan mereka tidak menggunakan hak pilih. Pertama faktor teknis; ialah adanya kendala teknis yang dialami oleh pemilih sehingga menghalanginnya untuk menggunakan hak pilihnya. Seperti pada hari pencoblosan pemilih sedang sakit, ada kegiatan yang lain, ada diluar daerah, serta berbagai hal lainnya yang sifatnya menyangkut pribadi pemilih. Kondisi itulah yang secara teknis membuat pemilih tidak datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya. Kedua faktor pekerjaan; maksudnya adalah pekerjaan sehari-hari. Seperti suatu dae rah yang banyak penduduknya yang mencari nafkah/bekerja diluar negeri sehingga ketika ada Pemilu tidak sempat ikut berpartisipasi. Sebagian besar faktor pekerjaan ini dilihat dari sektor pekerjaan informal seperti pertanian, sektor perdagangan, Industri, serta jasa kemasyarakatan. Kondisi ini terjadi di Kabupaten Blitar yang banyak warganya yang bekerja sebagai TKI di luar negeri. Pada Pilpres warga Blitar yang bekerja sebagai TKI masih bisa menggunakan hak pilihnya ka rena terdapat TPS di lokasi kerja mereka di luar negeri. Sedangkan pada saat pilbup para TKI tersebut yang tidak dapat pulang ke Blitar tentunya tidak dapat menggunakan hak pilihnya. Kedepannya DPT-nya didasarkan pada pemilih yang ada, terkait para pihak yang bekerja dan yang akan menggunakan hak pilihnya pada hari hari pemilihan dengan menggunakan KTP. b. Faktor Eksternal Faktor eksterrnal yang berasal dari luar yang mengakibatkan pemilih tidak menggunakan hak pilihnya. Ada tiga faktor yang termasuk dalam kategori ini. Pertama faktor administrasi; Faktor adminisistratif adalah faktor yang berkaitan dengan aspek admi nstrasi yang mengakibatkan pemilih tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Diantaranya tidak terdata sebagai pemilih, tidak mendapatkan kartu pemilihan tidak memiliki identitas kependudukan (KTP). Hal-hal administratif seperti inilah yang membuat pemilih tidak bisa ikut dalam pemilihan. Pemilih tidak akan bisa menggunakan hak pilih jika tidak
terdaftar sebagai pemilih. Kedua faktor sosialisasi; Sosialisasi atau menyebarluaskan pelaksanaan Pemilu di Indonesia sangat penting dilakukan dalam rangka memenimalisir golput. Hal ini di sebabkan intensitas Pemilu di Indonesia cukup tinggi mulai dari memilih kepala desa, bupati/walikota, gubernur Pemilu legislatif dan Pemilu presiden hal ini belum dimasukkan pemilihan yang lebih kecil RT/RW. Kondisi lain yang mendorong sosialisi sangat penting dalam upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat adalah dalam setiap Pemilu terutama Pemilu di era reformasi selalu diikuti oleh sebagian peserta Pemilu yang berbeda. Sehingga menuntut penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, serta seluruh stakeholder baik Ormas, LSM, OKP serta masyarakat untuk terus selalu menyebarluaskan informasi tersebut secara masif. Keputusan untuk melaksanakan Pilbup dengan pasangan calon tunggal ini memang sangat mengejutkan masyarakat Blitar, baik dari pihak calon, partai yang tidak mengusung calon maupun masyarakat. Pada saat FGD peserta menyatakan kalau saat menjalankan pilbup 2015 kemarin secara “sumeleh”, artinya para pihak sudah “pasrah” dan hanya menjalani saja karena hasilnya sudah dapat diprediksi. Dengan jangka waktu yang cukup pendek KPU diwajibkan melakukan sosialisasi dan dari pemaparan sebelumnya KPU telah melakukan sosialisasi. Namun dengan jangka waktu yang pendek dan dengan teknis pemilihan yang berbeda dengan Pemilu sebelumnya sehingga diperlukan sosialisasi yang lebih masif. Hal ini juga dituturkan oleh beberapa informan dan dari pemaparan saat FGD yang menginginkan agar kedepan sosialisasi dilakukan lebih masif lagi. Ketiga faktor politik; faktor ini adalah alasan atau penyebab yang ditimbulkan oleh aspek politik masyarakat tidak mau memilih. Seperti ketidak percaya dengan partai, tak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tak percaya bahwa Pileg/Pilkada akan membawa perubahan dan perbaikan. Kondisi inilah yang mendorong masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Stigma politik itu kotor, jahat, menghalalkan segala cara dan lain sebagainya memperburuk ke-
percayaan masyarakat terhadap politik sehingga membuat masyarakat enggan untuk menggunakan hak pilih. Stigma ini terbentuk karena tabiat sebagian politisi yang masuk pada kategori politik instan. Politik dimana baru mendekati masyarakat ketika akan ada agenda politik seperti Pemilu. Maka kondisi ini meruntuhkan kepercayaan masyarakat pada politisi. Masyarakat Kabupaten Blitar sadar akan hak politik mereka sehingga mereka me nyalurkan aspirasinya pada saat pilbup. Ha nya saja beberapa informan menyatakan ha rusnya ada perubahan terhadap kehidupan mereka seperti yang dituturkan AB “Bosan mas, karena tidak ber effek langsung pada masyarakat umum, hanya berpengaruh pada kelompok-kelompok tertentu saja.” Disini terlihat kalau sebenarnya masyarakat telah apatis namun seperti penuturan AB dia tetap datang ke TPS karena posisinya sebagai tokoh masyarakat, namun terkait dia memilih atau tidak itu adalah haknya. Faktor lain adalah para politisi yang tidak mengakar, politisi yang dekat dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Sebagian politisi lebih dekat dengan para petinggi partai, dengan pemegang kekuasaan. Mereka lebih menngantungkan diri pada pemimpinnya di bandingkan mendekatkan diri dengan konstituen atau pemilihnya. Kondisi lain adalah tingkah laku politisi yang banyak berkonflik mulai konflik internal partai dalam mendapatkan jabatan strategis di partai, kemudian konflik dengan politisi lain yang berbeda partai. Konflik seperti ini menimbulkan antipati masyarakat terhadap partai politik. Idealnya konflik yang di tampilkan para politisi seha rusnya tetap mengedepankan etika politik. Politik pragamatis yang semakin menguat, baik dikalangan politisi maupun di sebagian masyarakat. Para politisi hanya mencari keuntungan sesaat dengan cara mendapatkan suara rakyat. Sedangan sebagian masyarakat kita, politik dengan melakukan transaksi semakin menjadi-jadi. Baru mau mendukung, memilih jika ada mendapatkan keutungan materi, maka muncul ungkapan kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau sudah jadi/terpilih mereka akan lupa janji. Kondisi-kondisi yang seperti penulis uraikan ini yang secara politik memengaruhi masyarakat untuk mengSuara KPU Jawa Timur
Desember 2016
31
gunakan hak pilihnya. Sebagian Masyarakat semakin tidak yakin dengan politisi. Harus diakui tidak semua politisi seperti ini, masih banyak politisi yang baik, namun mereka yang baik tenggelam dikalahkan politisi yang tidak baik. Persoalan politik pragtis ini memang mengemuka saat FGD bahkan peserta FGD menengarai salah satu penyebab rendahnya partisipasi masyarakat adalah karena tidak ada politik uang. Karena hanya satu calon saja maka tidak diperlukan “pembagian uang” agar memilih salah satu pihak. Adanya biaya murah pada proses pemilihan menjadikan partisipasi rendah, demikian penuturan salah satu peserta FGD. Kebijakan Terkait Partisipasi Masyarakat Pengaturan mengenai partisipasi masyarakat telah diatur didalam UndangUndang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pene tapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Dalam ketentuan Pasal 131 disebutkan terkait kegiatan mendukung penyelenggaraan pemilihan dengan partisipasi masyarakat: a. Untuk mendukung kelancaran penyelenggaraan Pemilihan dapat melibatkan partisipasi masyarakat; b. Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk pengawasan pada setiap tahapan Pemilihan, sosialisasi Pemilihan, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak pendapat tentang Pemilihan, dan penghitungan cepat hasil Pemilihan. Dalam ketentuan tersebut memang tidak dijelaskan terlebih dahulu pemahaman mengenai partisipasi masyarakat, yang ada mengenai bentuk dari partisipasi masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk pengawasan. Dimana pengawasan dilakuka pada setiap tahapan pemilihan yaitu sosialisasi pemilihan, pendidikan politik bagi pemilih, survei atau jajak pendapat dan penghitugan cepat hasil pemilihan. Pada ayat selanjutnya yaitu ayat (3) diatur mengenai beberapa hal yang harus dipenuhi dalam melakukan partisipasi masyarakat yaitu 32
Jurnal IDe
tidak melakukan keberpihakan dan tidak mengganggu proses tahapan Pemilu. Adapun secara keseluruhan bunyi ayat (3) adalah: Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan: a. tidak melakukan keberpihakan yang me nguntungkan atau merugikan salah satu pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota; b. tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan Pemilihan; c. bertujuan meningkatkan partisipasi politik masyarakat secara luas; dan d. mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan Pemilihan yang aman, damai, tertib, dan lancar. Pada Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan atau Walikota dan Wakil Walikota diatur pengertian mengenai partisipasi masyarakat. Pada pasal 1 ayat (11) Partisipasi Masyarakat adalah keterlibatan perorangan dan/atau ke lompok masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilihan. Sedangkan tujuan dari partisipasi masyarakat adalah: a. menyebarluaskan informasi mengenai tahapan, jadwal dan program Pemilihan; b. meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang hak dan kewajiban dalam Pemilihan; dan c. meningkatkan partisipasi Pemilih dalam Pemilihan. Perihal bentuk-bentuk partisipasi masyarakat jika kita mengacu pada PKPU Nomor 5 Tahun 2015 tidak hanya berbentuk pemberian hak suaranya pada saat pemilihan. Namun terdapat bentuk-bentuk lain seperti keterlibatan masyarakat, pengawasan mengikuti sosialisasi mengikti pendidikan politik,survei dan penghitungan cepat. Jadi jika mengacu hanya pada persentase pemilih saja maka bentuk-bentuk lain yang sebenarnya merupakan bentuk pertisipasi masyarakat tidak diperhitungkan untuk me ngukur partisipasi masyarakat. Pada hal proses pemilihan merupakan keseluruhan tahapan tidak hanya saat memilih. Hal ini
seperti yang ada pada pasal 19 ayat (2) menjelaskan: Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dalam bentuk: a. keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilihan; b. pengawasan pada setiap tahapan Pemilihan; c. Sosialisasi Pemilihan; d. Pendidikan Politik bagi Pemilih; e. Pemantauan Pemilihan; dan f. Survei atau Jajak Pendapat tentang Pemilihan dan g. Penghitungan Cepat Hasil Pemilihan. Terkait pelaksanaan pilbub pasangan calon tunggal di Kabupaten Bitar maka hahal yang dapat dijadikan masukan kedepan adalah: a. Prasyarat pencalonan bagi calon untuk mengundurkan diri dari jabata, maka prasyarat tersebut juga diberlakukan pada calon incumben. Adanya keberatan dari calon yang dari DPRD, karena PKPU Nomor 12 Tahun 2015 pasal 68 ayat (1) mensyaratkan mengundurkan diri dari
jabatan DPRD jika mencalonkan diri. b. Adanya batasan waktu yang lebih panjang jika terdapat sebuah kebijakan yang memerintahkan untuk melaksanakan kembali tahapan pemilihan. c. Diperlukan sosialisasi yang lebih masif ke masyarakat, terutama terkait adanya teknis surat suara dan penghitungan surat suara yang sah yang berbeda dengan pemilihan biasanya. d. Diperlukan pemikiran mengenai bentuk surat suara yang berisi SETUJU dan TIDAK SETUJU. Jika mengacu pada pelaksanaan Pemilu di Amerika terkait pasangan calon tunggal cukup foto calon dan kotak kosong. e. Perlu dikaji ulang terkait daerah-daerah yang penduduknya banyak bekerja ke luar daerahnya/ ke luar negeri. Apakah diperlukan pembentukan TPS di luar negeri seperti pada Pilpres atau ada kebijakan yang lain. f. Perlu dikaji ulang mengenai kebijakan KPU yang menyediakan APK dan kampanye, karena dianggap informasi kurang optimal. Suara KPU Jawa Timur
Desember 2016
33
Strategi Meningkatkan Partisipasi Masyara kat dalam Pemilu Peningkatan partisipasi masyarakat sangat penting dalam pelaksanaan pemilihan umum dalam proses memilih anggota legislatif dan eksekutif. Karena bagaimanapun masyarakat memiliki andil yang cukup besar dalam proses pemilihan umum dimana masyarakat sebagai pemilih yang menentukan dalam pemenangan dalam proses pemilihan umum tersbut. Akan tetapi beberapa tahun terakhir partisipasi masyarakat akhir-akhir ini menurun karena di sebabkan banyak faktor. Sudah menjadi tanggungjawab bersama bagaimana upaya untuk meningkatkan peran masyarakat dalam Pemilu sebagai proses demokratisasi yang sudah berjalan di Indonesia. a. Pendidikan Politik Rakyat Salah satu hal mendasar menyebabkan besarnya jumlah Golput adalah adanya motivasi yang beragam dari para peserta Pemilu. Motivasi tersebut lebih cenderung pada kepentingan politik semata dengan menga baikan hal-hal ini seprti pendidikan politik rakyat. Istilah pendidikan politik sering disamakan dengan istilah political socialization. Istilah political sosialization jika diartikan secara harfiah bermakna sosialisasi politik. Oleh karena itu, dengan menggunakan istilah political sosialization banyak yang mensinonimkan istilah pendidikan politik dengan istilah Sosialisasi Politik, karena keduanya memiliki makna yang hampir sama. Dengan kata lain, sosialisasi politik adalah pendidikan politik dalam arti sempit. Sosialisasi politik dibagi dua yaitu pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik. b. Memaksimalkan Fungsi Partai Politik Tujuan parpol adalah untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan guna melaksa nakan/mewujudkan program-program yang telah mereka susun sesuai dengan ideologi tertentu. Oleh karena itu maka untuk men34
Jurnal IDe
capai tujuannya tersebut maka partai politik memiliki fungsi: Sarana komunikasi politik; Komunikai politik adalah proses penyampaian informasi politik dari pemerintah kepada masyarakat dan sebaliknya dari masyarakat kepada pemerintah. Parpol disini berfungsi untuk menyerap, menghimpun (mengolah, dan menyalurkan aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan an menetapakan suatu kebijakan). Begitu juga dalam upaya me ningkatkan partisipasi dalam Pemilu maka partai politik bisa menggunakan garis intruksi dalam mensisialisasikan pemilihan umum tersebut dari tingkat pusat sampai tingkat desa secara struktural dan menyebarluaskannya ke masyarakat. Sosialisasi politik (political socialization); adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik mengenai suatu fenomena politik yang sedang dialami suatu negara. Proses ini disampaikan melalui pendidikan politik. Sosialisai yang dilakukan oleh parpol kepada masyarakat berupa pengenalan program-program dari partai tersebut. Dengan demikian, diharapkan pada masyarakat dapat memilih parpol tersebut pada pemilihan umum. Ide, visi dan kebijakan strategis yang menjadi pilihan partai politik dimasyarakatkan kepada konstituen untuk mendapatkan ‘feedback’ berupa dukungan dari masyarakat luas. Terkait dengan sosialisasi politik ini, partai juga berperan sangat penting dalam rangka pendidikan politik. Partai lah yang menjadi struktur-antara atau ‘intermediate structure’ yang harus memainkan peran dalam membumikan cita-cita kenegaraan dalam kesadaran kolektif masyarakat warga negara. Memaksimalkan Sosialisasi oleh Penyelenggara Pemilu Pertama, hal yang perlu dilakukan adalah memaksimalkan proses sosialisasi tentang pentingnya Pemilu dalam sebuah Negara yang demokratis, bukan hanya sosialisasi teknis penyelenggaraan Pemilu. Meskipun dalam ketentuan undang-undang menyatakan bahwa sosialisasi dilakukan terkait de ngan teknis penyelenggaraan Pemilu, namun sosialisasi segala hal yang melatarbelakangi penyelenggaraan Pemilu perlu untuk dilakukan. Hal ini menjadi penting karena pena-
naman pemahaman terkait dengan esensi dan kaidah-kaidah demokrasi merupakan inti penggerak semangat masyarakat untuk terus menjaga demokrasi dan penyelenggaraan Pemilu. Kedua, pendidikan bagi pemilih perlu mendapatkan fokus yang jelas. Ini terkait dengan proses segmentasi pendidikan pemilih. Pemilih pemula merupakan segmentasi penting dalam upaya melakukan pendidikan bagi pemilih dan tentunya pendidikan bagi pemilih pemula ini tidak hanya dilakukan ketika masuk usia pilih. Namun lebih dari itu, pendidikan bagi pemula seyogyanya dilakukan sedini mungkin, sehingga pemahaman tersebut terbangun dan ketika sudah mencapai usia pemilih, para pemilih pemula sudah siap menggunakan hak pilihnya secara cerdas. Ketiga, survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat yang kini banyak mendapatkan sorotan publik terkait dengan integritas pelaksanaannya. Banyak anggapan bahwa survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat dilakukan hanya untuk kepentingan profit saja. Namun, di satu sisi,
perlu diperhatikan bahwa keberadaan kegiatan survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat sangatlah penting. Kegiatan tersebut juga bisa dijadikan sebuah sarana untuk menyebarluaskan informasi terkait dengan penyelenggaraan Pemilu. Untuk itu, kegiatan survei atau jajak pendapat dan penghitungan cepat perlu mendapatkan dukungan, karena kegiatan tersebut merupakan sarana yang tentu saja bukan hanya ditujukan untuk menghitung atau profit saja, namun lebih dari itu, ada proses pendidikan bagi para pemilih serta informasi terkait de ngan penyelenggaraan Pemilu. Keempat, tentu saja terkait dengan peningkatan kinerja penyelenggara Pemilu, bukan hanya terkait dengan kinerja teknis penyelenggaraan, namun juga dalam hal penumbuhan kesadaran tentang pentingnya partisipasi masayarakat dalam penyelenggaraan Pemilu, sehingga masyarakat bisa memahami partisipasi apa saja yang dapat dilakukan dan apa output dari partisipasi tersebut. r Suara KPU Jawa Timur
Desember 2016
35
PENUTUP Kesimpulan
M
asyarakat telah memahami arti partisipasi masyarakat dan pasa ngan satu calon walaupun masingmasing mengungkapkan dengan bahasanya sendiri-sendiri. Pemahaman terhadap partisipasi masyarakat dan pasangan satu calon tersebut berkorelasi dengan penggunaan hak pilihnya pada Pilkada Kabupaten Blitar. Perihal partisipasi masyarakat pada Pilkada dengan pasangan calon tunggal, secara persentase jika dibandingkan dengan Pilpres dan Pileg memang terdapat penurunan secara jumlah dikarenakan banyaknya warga Blitar yang bekerja menjadi TKI dan mereka masuk ke dalam DPT pemilih, adanya pemahaman tidak hadir sama dengan tidak setuju, sistem pencoblosan yang yang berbeda de ngan pemilihan yang sebelumnya dan tidak efektifnya mesin-mesin parpol. Kebijakan mengenai partisipasi masyara kat memandang bentuk partisipasi tidak hanya besarnya persentase kehadiran pada saat pemilihan, namun juga keikutsertaan masyarakat pada seluruh tahapan pemilihan. Terkait kebijakan pasangan calon tunggal maka, perlu dipertimbangkan kembali mengenai bentuk surat suara dengan kalimat DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Assshiddiqie, Jimly. Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia. Jakarta: Sekretariat Jenderal Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hadjon, Philippus M. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu. KPU Blitar. 2014. Kesukarelaan Warga dalam Politik di Pemilu Kabupaten Blitar Tahun 2014. KPU Blitar. 2015. Evaluasi Pemilihan Bupati dan wakil Bupati Kabupaten Blitar. Yudi. http://www.blitarkab.go.id/2014/
36
Jurnal IDe
“Setuju dan Tidak Setuju” dirasa membi ngungkan dan cara pemilihan yang berbeda dengan pemilihan sebelumnya. Adanya keberatan bagi calon dari DPRD/PNS/TNI/POLRI untuk mengundurkan diri jika mencalonkan. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka saran dari penelitan ini adalah: a. Prasyarat pencalonan bagi calon untuk mengundurkan diri dari jabatan, maka prasyarat tersebut juga diberlakukan pada calon incumben; b. Adanya batasan waktu yang lebih panjang jika terdapat sebuah kebijakan yang memerintahkan untuk melaksanakan kembali tahapan pemilihan; c. Diperlukan sosialisasi yang lebih masif ke masyarakat, terutama terkait adanya teknis surat suara dan penghitungan surat suara yang sah yang berbeda dengan pemilihan biasanya; d. Diperlukan pemikiran mengenai bentuk surat suara yang berisi “Setuju” dan “Tidak Setuju”. Jika mengacu pada pelaksanaan Pemilu di Amerika terkait pasa ngan calon tunggal cukup foto calon dan kotak kosong. r 02/03/ponggok-dan-gandusari-penyumbangtki-terbanyak-di-kabupaten-blitar/. [13 Agustus 2016].Zelthauzallam, Dedet. 2013. Pemikiran Kontrak Sosial J.J. Rousseau dan Kontribusinya dalam Pemerintahan. Makalah Pemerintahan Sosial dan Politik. Jakarta: IPDN. Zuhro, R.Siti, dkk, Model Demokrasi Lokal Jawa Timur, Sumatra Barat, Sulawesi Selatan dan Bali. Jakarta: PT THC Mandiri. ----------.2015. Evaluasi dan Monitoring Penyelenggaraan Pilkada Kabupaten Blitar dengan Calon Tunggal. Laporan Kegiatan Kuliah Lapangan. Universitas Airlangga: Program Pascasarjana, Departemen Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. ----------.Gambaran umum Kabupaten Blitar. http://www.blitarkab.go.id/2012/06/06/ gambaran-umum-2/ [13 Agustus 2016].