ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN POLEMIK CALON TUNGGAL PADA PILKADA SERENTAK 2015 DI TRIBUNNEWS.COM FRAMING ANALYSIS ON POLEMIC BROADCASTING OF SINGLE CANDIDATE ON SIMULTANEOUS REGIONAL ELECTIONS IN 2015 ON TRIBUNNEWS.COM Ramotta Putra Simatuapng1 , Drs. Hadi Purnama M.Si2 , Dedi Kurnia Syah Putra, S.sos., M.Ikom3 1
Prodi S1 Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom
2,3
Dosen Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom 1
[email protected] ,
[email protected], Abstrak
Penelitian yang berjudul “Analisis Framing Pemberitaan polemik calon tunggal pada pilkada serentak 2015 di Tribunnews.com membahas tentang bagaimana suatu pembingkaian berita terhadap polemik calon tunggal di Tribunnews.com. Metode yang digunakan adalah metode framing model Robert N. Entman yang memfokuskan pada 2 hal yaitu penonjolan aspek dan pemilihan isu. Objek penelitian ini adalah berita – berita mengenai pro dan kontra munculnya calon tunggal pada pilkada serentak 2015. Hasil dari penelitian ini ditemukan terdapat pembingkaian yang dilakukan media detik.com, yang memfokuskan berita pada aspek hukum. Dalam pembingkaiannya Tribunnews.com lebih mengarah bagaimana polemik calon tunggal diselesaikan dari sisi hukum. Berita yang diterbitkan oleh Tribunnews.com mengalami pergerakan framing yaitu pada awal pemberitaan Tribunnews.com menunjukkan pro kontra solusi mengatasi calon tunggal. Setelah adanya keputusan MK yang memperbolehkan calon tunggal, Tribunnews.com semakin menonjolkan penyelesaian polemik calon tunggal melalui aspek hukum dengan keputusan MK yang bersifat final dan mengikat, walaupun tetap ada perbedaan pendapat paska keputusan MK ,Tribunnews.com menonjolkan keputusan MK harus dilaksankan sebagai solusi terbaik terhadap masalah calon tunggal. Kata Kunci : Framing, Robert N. Entman,Calon Tunggal,Tribunnews.com. Abstrack The research entitled “Framing Analysis on Polemic Broadcasting of Single Candidate on simultaneous Regional Election in 2015 on Tribunnews.com” substantially discusses about how a news framing might be affecting the polemic of a single candidate on Tribunnews.com. The method used in this research is Framing Model proposed by Robert N. Entman which focuses on two fundamental blocks: Aspects projection and issue selection. The objects in this research were every single news about pros and cons on the single candidacy of the candidate throughout simultaneous Regional Elections in 2015. The ultimate result of this research clearly shows that there was an intentional framing undertaken by detik.com that primarily focused on legal-related news. In its framework, Tribunnews.com seemed to have a tendency of being prone towards how single candidacy polemic could possibly be resolved through legal means. The news reported by Tribunnews.com experienced framing shifting where at the thresholds of its broadcasting Tribunnews.com showed pros and cons on solutions to single candidacy issues. When the Constitutional Court finally promulgated single candidacy to be legal, Tribunnews.com became even more rampant in trying to resolve this typical polemic through legal aspect with the final and binding decision of Constitutional Court. Despite the growing spat in the aftermath of the Court‟s final decision, Tribunnews.com once and for all made a clear point of favor into the decision as the best way of resolving disputes over single candidacy.
Keywords : Framing, Robert N. Entman, Single Candidate, Tribunnews.com
1.
Pendahuluan Pada tahun 2015 untuk pertama kali Indonesia melaksanakan pilkada serentak. Pilkada serentak dilangsungkan pada 9 Desember 2015. Pilkada serentak berdasarkan UU 8/2015, pelaksanaan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dilaksanakan setiap lima tahun sekali secara serentak. Pilkada serentak periode
pertama akan dilaksanakan untuk pemilihan 269 Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang terdiri dari : 9 pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, 224 pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta 36 pemilihan Walikota dan Wakil Walikota. Salah satu isu yang menimbulkan pro dan kontra adalah terkait adanya calon tunggal yang awalnya ada di tujuh daerah, ketujuh daerah yang hanya memiliki satu pasangan bakal calon kepala daerah itu adalah Kabupaten Tasikmalaya di Jawa Barat, Kota Mataram dan Kabupaten Timor Tengah Utara di Nusa Tenggara Timur, Kota Samarinda di Kalimantan Timur, serta Kota Surabaya, Kabupaten Pacitan dan Blitar di Jawa Timur. Pemerintah, DPR, KPU pun tidak menyangka hal ini akan terjadi dan diluar perkiraan. Terkait peristiwa ini memunculkan pendapat dan reaksi dari berbagai kalangan seperti politisi, pimpinan Lembaga Tinggi Negara, pengamat dan masyarakat. Ada juga yang yang berpendapat agar Presiden mengeluarkan Perppu terkait calon tunggal supaya pilkada serentak di daerah tersebut tetap dilaksanakan. Sesuai Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015, bagi daerah yang tidak memiliki lebih dari satu pasangan calon, maka pelaksanaan Pilkada di daerah tersebut akan ditunda hingga Pilkada tahap kedua pada 2017. Peristiwa ini tentu sangat merugikan daerah tersebut karena akan berdampak kekosongan pemimpin di daerah tersebut hingga tahun 2017. Berdasarkan permasalahan tersebut akhirnya KPU menjalankan rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu untuk melakukan perpanjangan pendaftaran calon di tujuh daerah tersebut. Ternyata hingga akhir pendaftaran tersisa tiga daerah yang tetap hanya memiliki satu pasangan calon yaitu Kabupaten Tasikmalaya di Jawa Barat, Kabupaten Blitar di Jawa Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara di Nusa Tenggara Timur. Permasalahan tersebut pun digugat ke MK agar adanya kepastian hukum tetap terhadap calon tunggal di pilkada serentak. Akhirnya pada tanggal 29 September 2015 MK mengeluarkan keputusan memperbolehkan daerah dengan calon tunggal untuk tetap melaksanakan pilkada serentak. Keputusan MK pun harus diterima dan dijalankan sehingga KPU melakukan perubahan aturan dalam pilkada serentak. Polemik ini pun tidak berkahir sampai disini terbukti masih menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat hingga saat ini, ada yang dapat menerima dan ada juga yang mengatakan tidak setuju dengan keputusan MK. Oleh karena itu penulis melihat berita ini menarik untuk diteliti. Peristiwa ini mengandung nilai berita pertentangan, dampak yang luas dan sangat penting. Peristiwa ini juga sangat mencuri perhatian media nasional hingga media lokal karena peristiwa pilkada serentak sangat menetukan bagaimana daerah tersebut dalam lima tahun ke depan. Pemberitaan mengenai polemik calon tunggal di Indonesia dibingkai berbeda-beda oleh berbagai media massa. Masing-masing media memiliki pandangan tersendiri bagaimana memberitakan suatu peristiwa. Media sering dimanfaatkan sebagai pembela kebenaran dan keadilan, sekaligus juga sebagai pembentuk opini publik (Zaenuddin, 2011 : 10). Media seperti yang kita lihat bukanlah saluran yang bebas yang memberitakan apa adanya. Media justru mengkonstruksi sedemikian rupa realitas. Ada yang diberitakan ada yang tidak diberitakan, ada yang dianggap penting ada yang tidak dianggap penting. Analisis framing secara sederhana dapat dijadikan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media (Eriyanto, 2011 : 77). Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas itu dibentuk dan dikonstrruksi oleh media. Analisis framing yang dipilih itu sendiri adalah analisis Robert N. Entman yang mengedepankan pemilihan isu dan penonjolan aspek. Dalam menganalisis berita mengenai isu-isu pilkada serentak ini, penulis ingin menganalisa bagaimana media menonjolkan dan menghilangkan fakta yang terjadi pada polemik calon tunggal. Alasaan mengapa penulis menggunakan analisis framing Robert N. Entman adalah menitik beratkan pada pemilihan isu dan penonjolan aspek. Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas atau isu (Eriyanto, 2011 : 221). Alasan peneliti memilih media online Tribunnews.com berdasarkan peringkat teratas dalam banyaknya pembaca yang mengakses situs berita tersebut. Alasan yang lain juga adalah Tribunnews.com memiliki kolom khusus tentang berita pilkada serentak yang dimuat di Tribunnews.com. Analisis framing merupakan sebuah metode penelitian mengenai media massa yang dasar penelitiannya berasal dari teori Konstruksi Sosial. Dalam teori ini dipaparkan bahwa, realitas yang dilihat atau baca di media massa tersebut bukan merupakan realitas seperti yang benar benar terjadi, melainkan sebuah proses konstruksi dari media-media yang bersangkutan. Konsep mengenai teori ini diperkenalkan oleh Sosiolog Interpretatif Peter L. Berger. Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan, tetapi sebaliknya dibentuk dan dikonstruksi. 2 2.1
Teori Dasar dan Metode Penelitian Komunikasi Massa Kita hidup di lingkungan media yang sedang berubah dengan cepat. Hanya beberapa tahun yang lalu, sebagian besar orang tidak permah mendengar multimedia atau internet. Sekarang, hampir tidak bisa membaca koran tanpa melihat salah satu atau keduanya. Istilah cyberspace yang ditemukan oleh penulis fiksi ilmiah William Gibson, telah menjadi istilah yang sering digunakan untuk menunjuk pada ranah metaforis komunikasi elektronik. Komunikasi massa memberi masyarakat sarana untuk mengambil keputusan dan membentuk opini
kolektif yang bisa digunakan untuk bisa lebih memahami diri mereka sendiri (Werner J. Severin & James W. Tankard, Jr : 2005). Ia merupakan sumber utama untuk mengembangkan nilai-nilai dalam masyarakat. 2.2
Jurnalistik Online Beberapa pakar jurnalistik menyebutnya dengan istilah jurnalistik baru (new journalism) atau jurnalistik modern. Jurnalistik online disebut sebagai jurnalistik modern karena menggunakan sebuah media baru yang mempunyai karakteristik yang berbeda dengan media massa sebelumnya. Jurnalistik Online merupakan sesuatu yang muncul akibat adanya media baru yaitu media online. (Zaenuddin, HM :2011) Jurnalistik online sebagai jurnalistik modern memiliki karakterisrik sebagai berikut: 1. Bersifat real time; maksudnya fakta, peristiwa atau kejadian yang mengandung nilai berita bisa langsung dipublikasikan pada saat sedang berlangsung (disiarkan secara live). Sehingga, wartawan media online bisa segera mengirimkan laporan jurnalistiknya langsung ke meja redaksi, bahkan dari lokasi peristiwa. 2. Bersifat interaktif; maksudnya dengan menmanfaatkan hyperlink yang terdapat pada fasilitas web, karya-karya jurnalistik online dapat menyajikan informasi yang bisa langsung terhubung dengan sumber-sumber lain. Sehingga, penggunan media online dapat mengakses informasi secara efesien dan efektif, namun tetap mendapatkan pendalaman dan titik pandang yang lebih luas dan berbeda menyangkut infromasi tersebut. 3. Mampu membangun hubungan yang partisipatif; maksudnya interaktivitas jurnalistik online membuka peluang kepada para wartawan online untuk menyediakan features yang memungkinkan sajiannya tersaji sesuai dengan preferensi masing-masing pengguna media online (bersifat customized) atau sesuai selera khalayak. 4. Menyertakan unsur-unsur mutimedia; maksudnya jurnalistik online mampu menyajikan bentuk dan isi laporan jurnalistik yang lebih beragam ketimbang jurnalistik di media konvensional. 5. Lebih leluasa dalam mekanisme publikasi; karena sifatnya yang real time tersebut memberikan keuntungan tersendiri bagi penyelenggara media online, khususnya aspek periodiasasi maupun jadwal penerbitan atau siaran. 6. Kemudahan dalam pengaksesan; maksudnya selama terhubung dengan jaringan internet memungkinkan para penggunan media online mendapatkan perkembangan infromasi sebuah peristiwa dengan leih sering dan terbaru. Beda halnya jika menggunakan media konvensional. Untuk mendapatkan media cetak misalnya, seseorang harus meluangkan waktu untuk mencari dan membelinya. 7. Tidak membutuhkan penyunting/redaktur seperti halnya media konvensional; konsekuensinya tidak ada pihak yang membantu masyarakat dalam menentukan infromasi mana yang bisa dipercaya. 8. Tidak membutuhkan organisasi resmi berikut legal formalnya sebagai lembaga pers; hal ini memungkinkan sekelompok orang membuat penerbit online dengan mudah dan biaya yang murah. 9. Lebih murah dibandingkan dengan media konvensional; maksudnya tidak ada biaya berlangganan kecuali langganan dalam mengakses internet, sehingga pengguna media online memiliki kebebasan dalam memilih infromasi yang diinginkan. 10. Bisa didokumentasikan/diarsipkan; maksudnya infromasi yang diakses bisa disimpan dalam jaringan digital. Penggunan media online bisa mengarsip artikel-artikel tertentu untuk dapat dilihat dari saat ini maupun nanti. 2.3
Berita
Berita (news) berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Vrit (persamaan dalam bahasa Inggris dapat dimaknai dengan write) yang artinya „ada‟ atau „terjadi‟. Sebagian ada yang menyebutnya dengan Vritta, artinya „kejadian‟ atau „peristiwa‟ yang telah terjadi. Vritta dalam bahasa Indonesia berarti „berita atau warta‟. Berita (news) merupakan informasi yang layak disajikan kepada publik. Berita yang tergolong layak adalah informasi yang sifatnya faktual, aktual, akurat, objektif, penting, dan tentu saja menarik perhatian publik. Unsur terpenting dari aktivitas media baik cetak, elektronik maupun online adalah berita. Oleh karena itu, hasil kerja jurnalistik salah satunya adalah berita dituntut harus berorientasi pasar, berorientasi pada tugas. Secara sederhana, berita adalah NEWS, kependekan dari North, East, West and South. Maksudnya adalah sifat berita yang menghimpun keterangan/infromasi dari empat penjuru angin. Intinya, berita adalah laporan yang berisikan infromasi yang terbaru/aktual (bisa sementara terjadi atau baru telah terjadi), bersifat penting dan menarik perhatian untuk diketahui oleh publik yang mencerminkan hasil kerja jurnalistik wartawan ( bukan opini atau pendapat wartawan). 2.4
Nilai Berita Nilai berita (news values), menurut Downie JR dan Kaiser (Suryawati, 2011 : 76) merupakan istilah yang tak mudah didefinisikan. Istilah ini meliputi segala sesuatu yang tidak mudah dikonsepsi. Sebuah laporan
jurnalistik masuk kategori berita jika memenuhi ciri-ciri tertentu. Menurut Brian S Brooks (Suryawati, 2011:7780) nilai-nilai berita sebgai berikut: 1. Aktual (Timeliness) Berita yang sedang atau baru saja terjadi (aktualitas waktu dan masalah). 2. Keluarbiasaan (Unusualness) Berita adalah sesuatu yang luar biasa. 3. Akibat (Impact) Berita adalah hal yang berdampak luas. 4. Kedekatan (Proximity) Berita adalah sesuatu yang dekat, baik psikologis maupun geografis. 5. Informasi (Information) Berita adalah informasi. Menurut Wilbur Schramm (Suryawati, 2011:78), informasi adalah hal yang bisa menghilangkan kepastian. 6. Konflik (Conflict) Berita adalah konflik atau pertentangan. 7. Orang penting (Public figure/news maker) Berita adalah tentang orang-orang penting yang menjadi figur, sehingga apa yang dilakukannya atau apa yang terjadi pada dirinya menarik perhatian publik untuk tahu. 8. Kejutan Berita adalah kejutan, yang datangnya tiba-tiba di luar dugaan, saat sebelumnya hampir tidak mungkin terjadi. 9. Ketertarikan manusia (Human interest) Berita adalah hal yang menggetarkan hati, menggugah perasaaan, dan mengusik jiwa. 2.5
Sembilan Elemen Jurnalisme Bill Kovach & Tom Resenstiel (Dedi Kurnia, 2015:92) 1. Prioritas Kebenaran Ada kebenaran universal, atau kebenaran yang dipandang umum, semua perspektif mampu mencerna kebenaran universal. Kebeneran yang teguh harus dipegang teguh oleh jurnalis adalah menyampaikan kebenaran, sehingga public memperoleh informasi yang mereka butuhkan dan memang penting adanya. 2. Loyalitas Publik Meskipun tidak dapat dipungkiri, media sebagai industri infromasi, berita merupakan kebutuhan banyak kelompok kepentingan. Namun media juga harus tetap harus menjaga kesadaran bahwa elemen paling krusial adalah public (warga). 3. Verifikatif Pembeda antara produk jurnalistik atau bukan dapat dilihat dari sisi pengolahan berita itu sendiri. Verifikatif bisa saja dilihat dari runtutan penulisan peristiwa, melibatkan siapa dan berdampak siapa saja. Dalam hal ini bhawa objektivitas berita merupakan subjektivitas media. Boleh jadi berita diproduksi sesuai dengan disiplin verifikasi namun memili cara pandang merupakan hak media. 4. Independensi Pewarta Hal yang harus dijaga adalah opini, kritik, dan komentar bahkan hasutan-hasutan. Independen berbeda tafsir dengan netralitas. Netralitas hanya sekedar untuk berdiri tanpa membela, independen justru untuk membela kebenaran. Jadi yang harus lebih dipentingkan adalah independensi, bukan netralitasnya. 5. Kontrol Kekuasaan Wartawan tak sekedar memantau pemerintahan, tetapi semua lembaga kuat di masyarakat. Pers percaya dapat mengawasi dan mendorong para pemimpin agar mereka tidak melakukan hal-hal buruk, yaitu hal-hal yang tidak boleh mereka lakukan sebagai pejabat publik atau pihak yang menangani urusan publik. Jurnalis juga mengangkat suara pihak-pihak yang lemah, yang tak mampu bersuara sendiri. 6. Hak Kritik dan Saran Publik Apapun media yang digunakan, jurnalisme haruslah berfungsi menciptakan forum di mana publik diingatkan pada masalah-masalah yang benar-benar penting, sehingga mendorong warga untuk membuat penilaian dan mengambil sikap. Pada dasarnya, media merupakan milik publik, sehingga menjadi kenistaan ketika media masih saja digunakan secara pribadi oleh personal elite 7.Tanggung Jawab Kreatif Jurnalisme Tugas jurnalis adalah menemukan cara untuk membuat hal-hal yang penting menjadi menarik dan relevan untuk dibaca, didengar atau ditonton. Untuk setiap naskah berita, jurnalis harus menemukan campuran yang tepat antara yang serius dan yang kurang-serius, dalam pemberitaan hari mana pun. 8. Komprehensif dan Proporsional
Jurnalisme itu seperti pembuatan peta modern. Ia menciptakan peta navigasi bagi warga untuk berlayar di dalam masyarakat. Maka jurnalis juga harus menjadikan berita yang dibuatnya proporsional dan komprehensif. Dengan mengumpamakan jurnalisme sebagai pembuatan peta, kita melihat bahwa proporsi dan komprehensivitas adalah kunci akurasi. 9.Nurani Jurnalis Setiap jurnalis, dari redaksi hingga dewan direksi, harus memiliki rasa etika dan tanggung jawab personal, atau sebuah panduan moral. Terlebih lagi, mereka punya tanggung jawab untuk menyuarakan sekuat-kuatnya nurani mereka dan membiarkan yang lain melakukan hal yang serupa. Agar hal ini bisa terwujud, keterbukaan redaksi adalah hal yang penting untuk memenuhi semua prinsip jurnalistik. 2.6
Jurnalisme Politik Membincang jurnalisme politik, media sangat kental sebagai perpanjangan tangan kepentingan kepemilikannya. Sehingga berita-berita yang diproduksi lebih sering bermuatan kepentingan politik pemilik. Tentu ini merupakan persoalan rumit, karena media yang seharusnya berada pada ranah publik terdistorsi oleh ownership. Media sebagai kekuatan propaganda akan mengalir tak seimbang ketika kepemilikan media hanya dikuasai oleh beberapa elite saja (Dedi Kurnia, 2015:102). Selain itu, profesionalitas jurnalis terganggu dengan kekuasaan di lingkar media itu sendiri. Sejatinya, jurnalis adalah profesional, bertanggung jawab sesuai dengan keputustakaan wartawan yakni secara langsung berhadapan dengan publik, bukan pemilik media. Sifatnya yang profesional membuat jurnalis memiliki daya tawar yang kuat dalam hubungan produksi berita. Sebalikya, ketika profesionalitas disandera oleh kekuatan kepemilikan, secara ekstrim jurnalistik disebut buruh, atau mungkin karyawan, maka jurnalis tak memiliki daya tawar. 2.7
Pengaruh Politik Media Media merupakan refleksi realitas demokrasi yang menjadi acuan penting negara berasas keadilan. Pers adalah sebuah kewajiban dalm sistem demokrasi. Selain itu, pers merupakan satu di antara kekuatan nyata infrastruktur politik. Menurut catatan Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Rese dalam bukunya Mediating the message: Theories of influence on Mass Media Content (1991), ada lima faktor dalam hierarki penngaruh yang membentuk politik media. Pertama, individu pekerja media. Kedua, rutinitas media yang terkait dengan ritme kerja dan publikasi informasi. Ketiga, kebijakan organisasional hal paling krusial dalam industri media saat ini adalah kepemilikan nedia (ownweship). Keempat, ekstra media, hal ini terkait posisi pemerintah dan kelompok kepentingan. Media, sekali lagi merupakan entittas yang sangat penting dalam sistem demokrasi. Karenanya, setiap perubahan era politik, media harus berpenetrasi secara tepat. Kelima, faktor ideologi media yang dominan. 2.8
Konstruksi Realitas Sosial Media Massa Realitas adalah hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial di sekelilingnya. Peter L.Berger berpendapat bahwa realitas tidak terjadi begitu saja tetapi dibentuk dan dikonstruksikan. Hasil akhir yang diperoleh adalah realitas yang sama dapat dipahami secara berbeda oleh setiap orang tergantung dari konstruksi yang dilakukan dalam realitas tersebut (Eriyanto, 2009:15). Berger dan Luckmann menjelaskan bahwa realitas sosial dengan memisahkan pemahaman kenyataan dan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas – realitas yang diakui sebagai memiliki kebenaran (being) yang tidak tergantung pada kehendak kita sendiri. Sedangkan pengetahuan didefiisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata(real) dan memiliki karakteristik tertentu yang spesifik (Bungin,2008:14) Lebih jauh lagi, realitas dapat dikonstruksikan oleh media melalui interaksi simbolis dan padanan budaya dalam dunia intersubjektif serta pelembagaan realitas baru. Realitas sosial dapat dilihat melalui tiga tahapan dialektika yaitu eksternalisasi, obyektivasi dan internalisasi ( Bungin,2008:15) : 1.
2. 3.
Eksternlisasi usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Proses ini merupakan sifat dasar manusia. Manusia akan selalu mencari dan mencurahkan dirinya dimana dia berada. manusia. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu kesadaran yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Internalisasi, penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa hingga subjektifitas individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial.
Realitas media adalah realitas yang dikonstruksi oleh media massa, terbagi dalam dua model yaitu model perta analog dan kedua adalah model refleksi realitas (Bungin,2008:201). Pertama, Model peta analog adalah
model dimana realitas sosial dikonstruksi oleh media berdasarkan sebuah model analogi sebagaimana suatu realitas itu terjadi secara rasional. Kedua, Model yang merefleksikan suatu kehidupan yang terjadi dengan merefleksikan suatu kehidupan yang pernah terjadi dalam masyarakat. Tahapan pembentukan konstruksi realitas dibagi menjadi 3 tahap yaitu (Bungin,2008:198) 1. Konstruksi realitas pembenaran yaitu knstruksi pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi meda massa yang terbangun di masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang ada di media massa sebagai suatu realitas kebenaran. Pada tahap ini dapat disebut juga bahwa informasi media massa adalah sebagai otoritas sikap untuk membenarkan sebuah kejadian. 2. Kesediaan dikonstruksi oleh media massa yaitu sikap generik dari tahap awal. Yang artinya bahwa seseorang untuk menjadi pembaca dan pemirsa media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikirannya dikonstruksi oleh media massa. 3. Konsumsi media massa sebagai pilihan konsumtifn dimana seseorang secara habzit tergantung pada media massa, yang dapat dikatakan bahwa media massa tidak bisa lepas dari kehidupan sehari – harinya.
2.9
Analisis Framing Robert N. Entman Konsep framing, oleh Entman, digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media (Eriyanto 2011: 220). Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Dalam konsepsi Entman, fraing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan,evaluasi dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berfikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan. Framing menurut Entman dapat muncul dalam dua level. Pertama, konsepsi mental yang digunakan untuk memproses informasi sebagai karakteristik dari teks berita. Misalnya, frame anti-militer yang dipakai untuk melihat dan memproses peristiwa demonstrasi atau kerusuhan. Kedua, perangkat spesifik dari narasi berita yang dipakai untuk membangun pengertian mengenai peristiwa. Frame berita dilihat dari kata kunci, metafora, konsep, simbol, citra yang ada dalam narasi berita. Menurut Entman (Eriyanto 2011: 225) framing dalam berita dilakukan dengan empat cara, yaitu : a. Define Problems (pendefinisian masalah) :Elemen ini merupakan bingkai utama/master frame yang menekankan bagaimana peristiwa dimaknai secara berbeda oleh wartawan, maka realitas yang terbentuk akan berbeda. b. Diagnose causes (memperkirakan penyebab masalah): Elemen ini merupakan elemen framing yang digunakan untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa. Penyebab disini bisa berarti apa (what), tetapi bisa juga berarti siapa (who). c.Make moral judgement (membuat pilihan moral): Elemen framing yang dipakai untuk membenarkan/memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. d.Treatment recommendation (menekankan penyelesaian) : Elemen keempat ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. 2.10
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling, yakni lebih menekankan pada kedalaman (kualitas) data, bukan banyaknya data (kuantitas) data (Kriyantono, 2006:57). Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode penelitian analisis framing. Pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat cara bercerita media atas peristiwa. Pada dasarnya cara bercerita itu tergambar pada “cara melihat” terhadap realitas yang dijadikan berita. Analisis framing melihat bagaimana realitas itu dibentuk dan dikonstruksi oleh media (Eriyanto, 2011:76). 3.
Pembahasan Kita menyadari manusia sangat membutuhkan informasi yang cepat dan terbaru. Sekarang ini kehadiran media online sangat dirasakan manfaatnya oleh manusia, berita online sendiri memang merupakan bukti nyata dari adanya kemajuan teknologi. Berita online dapat dijangkau dengan mudah oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun. Namun berita online kadang lupa untuk mematuhi dan memenuhi kaidah penulisan berita seperti what, who, where, when, why dan how (5W+1H). Seperti dalam berita tentang polemik calon tunggal pada pilkada serentak 2015, Tribunnews.com beberapa kali melupakan untuk memenuhi beberapa aspek, dalam segi pandang framing. Hal ini memang karena pada media online adanya prinsip tentang kecekatan atau yang disebut brevity.
Tribunnews.com sendiri merupakan portal berita yang mempunyai pembaca salah satu terbanyak diantara portal berita lain. Tribunnews.com dianggap sebagai media yang layak dibaca dan juga dipercaya oleh masyarakat luas. Tribunnews.com saat memberitakan polemik calon tunggal secara cepat, dan memberikan perhatian khusus pada berita tentang pilkada serentak. Dalam media online kecepatan merupakan sebuah kekuatan dan kelebihan dibandingkan dengan media – media lainnya. Tribunnews.com memberikan pembuktian kecepatan dengan pemberitaan yang dilakukan pra keputusan MK dan paska keputusan MK terkait soal calon tunggal. Media sangat kental sebagai perpanjangan tangan kepntingan pemiliknya salah satunya jurnalisme online merupakan salah satu tempat untuk menjadi perantara kepentingan kaum – kaum tertentu, penulis secara eksplisit tidak menemukan adanya kesenjangan atau pemberitaan yang mengandung kepentingan suatu kelompok atau golongan tertentu dalam berita yang dituliskan oleh Tribunnews.com mengenai polemik calon tunggal pada pilkada serentak 2015. Tribunnews.com memilih narsumber dari berbagai kalangan seperti akademisi, politisi, pengamat yang cukup berimbang supaya publik juga menjadi lebih tahu mengenai permasalahan calon tunggal yang menimbulkan pro dan kontra. Hal ini tentunya berkaitan dengan prinsip keobjektivitasan sebuah berita dinilai dari Impartialitas tepatnya dalam segi netralitas sebuah berita. Dari berita yang sudah dianalisis, penulis menemukan pergerakan pembingkaian berita mengenai polemik calon tunggal pada pilkada serentak 2015 yang dilakukan oleh Tribunnews.com. Pergerakan dibagi menjadi 2 arah yaitu pra keputusan MK dan paska keputusan MK.. Pembingkaian tribunnews.com sebelum putusan MK lebih kepada masalah payung hukum supaya permasalahan calon tunggal dapat diantisipasi sehingga daerah tidak memiliki kekosongan pemimpin, pilkada tidak ditunda dan hak dipilih dan memilih dapat terjaga. Ini juga dibuktikan dengan narasumber yang dipilih. Narasumber memang memiliki pandangan yang berbeda tetapi tribunnews.com menonjolkan adanya keseimbangan dan netralitas. Tribunnews.com melanjutkan pergerakan framing melalui pemberitaan paska keputusan MK yang menunjukkan diantara narasumber memiliki pandangan yang berbeda paska keputusan MK yang memperbolehkan calon tunggal tetapi pada akhirnya narasumber memiliki pandangan yang sama bahwa keputusan MK harus dijalankan dan dibuat peraturan baru karena keputusan MK bersifat final dan mengikat. Tribunnews.com menonjolkan keseimbangan pemberitaan dengan narasumber yang berimbang dan pada akhirnya mempertegas melalui narasumber bahwa keputusan MK memperbolehkan calon tunggal itu ada dan harus dijalankan KPU sebagai penyelenggara pilkada serentak 2015. Dengan tinjauan konstruksi realitas sosial media massa, situs berita Tribunnews.com terlihat berusaha membangun konstruksi melalui media massa yang mendekati realitas yang sebenarnya. Dari pembahasan ini dapat dilihat bahwa Tribunnews.com sudah melakukan pergerakan framing pada kelima berita sesuai dengan keputusan MK. Dari pergerakan framing ini juga dapat menimbulkan pergerakan opini publik yang membaca berita tersebut dan membantu pengetahuan publik terhadap permasalahan calon tunggal. 4.
Simpulan Dari pembingkaian berita mengenai polemik calon tunggal pada pilkada serentak 2015 di Tribunnews.com pada seleksi isu dan penonjolan aspek sebagai berikut: 1. Seleksi Isu yang yang ditampilkan Tribunnews.com lebih kepada masalah hukum terhadap polemik calon tunggal. Tribunnews.com menampilkan adanya perbedaan pendapat dalam menyikapi calon tunggal tersebut. Aspek atau bagian dari isu yang ditampilkan terlihat dari berita yang dpilih lebih kepada proses penyelesaian dari sisi hukum. Terbukti dengan berita-berita yang ditunjukkan lebih membahas masalah hukum. 2. Penonjolan Aspek yang ditampilkan Tribunnews.com adalah masalah hukum terlihat dari narasumber yang dipilih. Narasumber lebih banyak menyoroti polemik calon tunggal dari sisi hukum bukan dari politik. Walaupun narasumber memiliki pandangan yang berbeda mengantisipasi calon tunggal, pada akhirnya mereka menjadikan hukum sebagai jalan terbaik penyelesaian polemik calon tunggal. Setelah keputusan MK yang memperbolehkan calon tunggal terlihat Tribunnews.com menonjolkan bahwa keputusan MK harus dilaksanakan karena bersifat final dan mengikat dan harus segera dibuat peraturan sesuai keputusan MK tersebut. Daftar Pustaka Burngin, Burhan. (2008). Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta : Kencana Prenada Group. Bungin, Burhan. (2009). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana. Eriyanto. (2011). Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta : LkiS Group Ghony Djunaidy M. & Fauzan Almanshur. (2012). Metode Penenelitian Kualitatif. Jakarta : Ar-Ruzz Media. Kriyantono, Rakhmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. McQuail, Denis. (2011). Teori Komunikasi Massa McQuail. Jakarta : Salemba Moleong, Lexy J. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Putra, Dedi Kurnia Syah. (2015). Komunikasi CSR Politik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sobur, Alex. (2009). Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Shoemaker, Pamela J & Stephen D Reese. (1991). Mediating the message Theory of Influences on Mass Media Content. New York : Longman Publisher Group. Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta Suryawati, Indah. (2011). Jurnalistik Suatu Pengantar. Jakarta : Ghalia Indoenesia Zaenuddin, HM. (2011). The Journalist Bacaan Wajib Wartawan, Redaktur, Editorm dan Para Mahasiswa Jurnalistik. Bandung : Simbiosa Rekatama Media