ANALISIS PENGELOLAAN KEBUN DAN PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIRARKI DESA-DESA DI KECAMATAN TORGAMBA, KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN, PROVINSI SUMATERA UTARA
Oleh : Onie Suwartika A14063310
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
iv
RINGKASAN ONIE SUWARTIKA. Analisis Pengelolaan Kebun dan Produktivitas Kelapa Sawit serta Hubungannya dengan Hirarki Desa-desa di Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Provinsi Sumatera Utara. (Dibimbing oleh (SANTUN R.P SITORUS dan DYAH RETNO PANUJU). Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan yang dewasa ini sangat diminati untuk dikelola atau ditanam, baik oleh BUMN, perkebunan swasta maupun petani (perkebunan rakyat). Produktivitas kelapa sawit perlu diketahui agar dapat disusun suatu sistem pengelolaan perkebunan dengan tingkat produktivitas yang tinggi sehingga mampu bersaing di pasar dunia serta dapat meningkatkan tingkat perkembangan desa-desa di sekitar areal perkebunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan kebun dan pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) serta tingkat produktivitas kelapa sawit di kebun inti dan plasma, mengetahui struktur biaya usahatani antar kelas umur tanaman di kebun plasma dan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kelapa sawit, serta mengetahui hirarki perkembangan desa-desa. Pengelolaan kebun dan pengolahan TBS di PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Torgamba dari proses Pembibitan sampai pengangkutan hasil panen sudah baik karena telah mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) Perusahaan. Namun, semangat atau etos kerja pekerja kebun tergolong masih kurang baik terutama dari masyarakat lokal, dilihat antara lain dari kurangnya disiplin jam masuk dan pulang kerja serta keseriusan dalam bekerja. Tingkat produktivitas kelapa sawit antar Afdeling di kebun inti berbeda nyata. Produktivitas tertinggi terdapat pada Afdeling VII sedangkan produktivitas terendah terdapat pada Afdeling I. Umur tanaman 27 tahun menghasilkan produktivitas tertinggi sedangkan umur tanaman 3 tahun menghasilkan produktivitas terendah. Produktivitas kelapa sawit di kebun inti lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas kelapa sawit di kebun plasma. Pada status kepemilikan lahan yang sama yaitu lahan milik sendiri di kebun plasma, produktivitas tanaman umur 6-10 tahun dan 11-15 tahun berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur > 21 tahun, produktivitas tanaman pada kelompok umur 0-5 tahun berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur 1115 tahun. Pada kelompok umur yang sama dengan status kepemilikan lahan
v
berbeda menghasilkan produktivitas yang berbeda pula. Produktivitas tanaman umur 11-15 tahun yang dikelola di lahan sewa lebih tinggi (16 ton/ha) dibandingkan dengan produktivitas tanaman umur 11-15 tahun di lahan milik sendiri (15 ton/ha) dan lahan garap (8 ton/ha). Penggunaan input usahatani dengan biaya usahatani tertinggi adalah pada kelas umur tanaman 0-5 tahun. Semakin meningkat umur tanaman maka biaya usahatani yang dibutuhkan semakin rendah. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas kelapa sawit di kebun plasma adalah pendidikan petani, teknik pemupukan, umur tanaman dan bibit, pekerjaan sampingan dan status kepemilikan lahan. Berdasarkan hasil analisis skalogram tahun 2003 dan 2008, dalam kurun waktu 5 tahun, beberapa desa di Kecamatan Torgamba telah mengalami perubahan hirarki baik berupa peningkatan atau penurunan dan sebagian lagi tetap. Desa yang mengalami peningkatan perkembangan ada 2 yaitu desa Asam Jawa dan desa Torgamba. Desa yang mengalami penurunan perkembangan ada 4 yaitu desa Beringin Jaya, Bangai, Rasau, dan Aek Raso. Sisanya ada 8 desa yang tidak mengalami perubahan perkembangan (hirarki tetap), yaitu desa Aek Batu, Bunut, Pinang Dame, Bukit Tujuh, Pangarungan, Teluk Rampah, Sungai Meranti, dan Torganda.
vi
SUMMARY ONIE SUWARTIKA. An Analysis of Management and Productivity of Oil Palm Plantation and Its Relation to the Villages Hierarchies in the Torgamba District, South Labuhanbatu Regency, North Sumatera Province. (Under Supervision of SANTUN R.P SITORUS and DYAH RETNO PANUJU). Oil palm is currently in great demand to be managed or planted, either by the state-owned, private estates or farmers (smallholders). Oil palm productivity should be known to set up an effective management system for plantations with high productivity level so it will be able to compete in world markets and could lift up development of rural areas around the plantation. This research aims to understand the management of plantation and processing of fresh fruit bunches (FFB), to determine the level of productivity of oil palm in the nucleus and plasma, to know the cost structure of farming among age classes of plants in plasma estate and the factors affecting productivity of oil palm, and to know the hierarchy of villages development. Plantation management and processing of FFB in the PT. Perkebunan Nusantara III Torgamba estate from nursery process up to process to transport the harvest are good because they have followed the Standard Operating Procedure (SOP) of the company. However, the work spirit or ethos of plantation workers was still not good, especially local communities, is indicated among others from lack of discipline both in implementing working hours and in seriousness during the work. The productivity level of oil palm in the nucleus among Afdeling significantly different, the highest productivity found in Afdeling VII while the lowest productivity in Afdeling I. In terms of age of plants, plants with age of 27 years produce the highest productivity whereas the 3-year old plant, produce the lowest productivity. Productivity of oil palm in the nucleus is higher than the productivity of oil palm in the plasma. Similarly, in terms of land ownership status, land owned by farmer himself in plasma plantation, crop productivity of plants age 6-10 years and 11-15 years significantly different from the productivity of plants age > 21 years. Crop productivity of plants in 0-5 years age group significantly different with crop productivity of plants with age 11-15 years. At the same age group with different
vii
land tenure produce different productivity. Crop productivity of plants age 11-15 years who are managed in renting land is higher (16 tons/ha) compared with the productivity of plants age 11-15 years on land owned by farmer himself (15 tons/ha) and land working on (8 ton/ha). The highest cost of farm inputs is in a class of plant age of 0-5 years. The more age of the plant, the lower the costs of farming required. Factors affecting significantly on productivity of oil palm on plasma are education of farmers, fertilization technique, age of plants and seeds, supporting job and status of land ownership. The scalogram analysis in 2003 and 2008 show that within a period of 5 years, several villages in the Torgamba district has changes their hierarchies, either increase, or decrease but the others still remain. Two Villages increased their development hierarchies those are Asam Jawa and Torgamba villages. Four Village has decreased their development hierarchies, those are Beringin Jaya, Bangai, Rasau, and Aek Raso villages. The rest 8 villages have the same hierarchies level (fixed hierarchy), namely Aek Batu, Bunut, Pinang Dame, Bukit Tujuh, Pangarungan, Teluk Rampah, Sungai Meranti, and Torganda villages.
ii
ANALISIS PENGELOLAAN KEBUN DAN PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HIRARKI DESA-DESA DI KECAMATAN TORGAMBA, KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN, PROVINSI SUMATERA UTARA
Oleh : Onie Suwartika A14063310
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Analisis Pengelolaan Kebun dan Produktivitas Kelapa Sawit serta Hubungannya dengan Hirarki Desa-desa di Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Provinsi Sumatera Utara
Nama Mahasiswa
: Onie Suwartika
Nomor Pokok
: A14063310
Disetujui, Dosen Pembimbing I,
Dosen Pembimbing II,
Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus
Dyah Retno Panuju SP. M.Si
NIP 19490721 197302 1 001
NIP 19710412 199702 2 005
Diketahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal lulus :
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Torgamba, Sumatera Utara pada tanggal 25 Agustus 1987, dari pasangan Bapak Kliwon dan Ibu Sri Taviv Handayani, sebagai anak ke dua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh jenjang pendidikan mulai dari TK Sri Melati Torgamba tahun 1992. Dua tahun setelah itu, penulis mengenyam pendidikan di SD TPI (Taman Pendidikan Islam) Torgamba dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikannya di SMP Swasta YPTG (Yayasan Perguruan Torgamba), yang kemudian dilanjutkan di SMA Negri 1 Rantau Selatan dan lulus tahun 2006. Melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian tahun 2006. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah mendapatkan kesempatan menjadi anggota dalam kepengurusan HIMLAB (Himpunan Mahasiswa Labuhan Batu) dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Komisariat Faperta serta beberapa kegiatan kepanitiaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT). Penulis juga berpartisipasi menjadi asisten praktikum Perencanaan Pengembangan Wilayah dan Perencanaan Tata Ruang dan Penatagunaan Lahan. Selain itu, penulis juga menjalani kegiatan tambahan di luar kuliah, yaitu mengajar les private untuk murid SLTP.
ix
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul ”Analisis Pengelolaan Kebun dan Produktivitas Kelapa Sawit serta Hubungannya dengan Hirarki Desa-desa Di Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Provinsi Sumatera Utara”. Kegiatan penelitian ini merupakan syarat kelulusan program sarjana di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus dan Ibu Dyah Retno Panuju SP. M.Si selaku dosen pembimbing skripsi 1 dan 2, yang telah banyak bersabar dalam membimbing serta memberikan saran dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, 2. Kedua orang tua yang telah memberikan segalanya baik itu dalam bentuk moril dan materil, memberikan do’a serta motivasi, 3. Kakak-kakak tersayang (Safitri Rahayu dan Heri Azhari) yang selalu menjadi penyemangat hidup dan telah banyak membantu selama magang, 4. Kakanda Surya Hoirul Ahsan Dalimunthe yang selalu memberikan kebahagiaan tulus hingga hati ini tetap tenang dan tegar, 5. Yunda
Sirri
Hidayani
beserta
keluarga
yang
telah
membantu
memperlancar pengambilan data selama penelitian di lapang, 6. Ibu Asdar, Mbak Emma dan Mbak Dian yang telah banyak membantu dalam penyediaan data, dan atas saran dan motivasinya, 7. Sahabatku Ivong Verawaty dan Agatha Septiana yang selalu menemani dalam suka dan duka, 8. Teman-teman Bangwilers 43 (Sony Nugroho, Mila Mulyani, Intan Laksmita Sari, Ratri Ariani, Haqu) serta teman-teman MSL 43 (Arin, Manda, Nahrul, luluk, dll) penulis ucapkan terima kasih untuk kebersamaan kita dan salam ”VIVA SOIL”, 9. Teman-teman kosan Siti Mawaddah, Pratiwi Eka Puspita, Mahmudah, Meisa Selvia, Sarah Fathia, Eka Puspitasari, Irma Utami, mbak Gusfarini
x
Fauziah, mbk Malya dan Mbak Suhesti Roza yang telah mendengarkan semua perasaan yang dirasa saat penyusunan skripsi ini, I love you all. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan yang telah membantu hingga penyusunan skripsi ini selesai. Penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan saran yang berguna dan membangun untuk penyempurnaannya. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2011
Onie Suwartika
xi
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xv
I. PENDAHULUAN ................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian ..........................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
4
2.1 Ekofisiologi Tanaman Kelapa Sawit ..............................................
4
2.2 Kultur Teknis Kelapa Sawit ...........................................................
7
2.3 Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit ............................................
11
2.4 Produktivitas Kelapa Sawit antara Perkebunan Inti dengan Plasma.
13
2.5 Konsep Usahatani..........................................................................
14
2.6 Perkembangan Wilayah .................................................................
17
III. METODOLOGI PENELITIAN ...........................................................
19
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .........................................................
19
3.2 Jenis Data, Sumber Data dan Alat Penelitian .................................
19
3.3 Metode Pemilihan Responden .......................................................
20
3.4 Teknik Analisis Data .....................................................................
20
3.4.1 Analisis Pengelolaan dan Pengolahan Kelapa Sawit di Kebun Torgamba ..............................................................................
20
3.4.2 Teknik Analisis Data Menggunakan Statistik Uji-T ...............
21
3.4.3 Analisis Ragam (ANOVA) Uji Lanjut Metode Tukey ............
22
3.4.4 Analisis Faktor (Faktor Analysis) dan Regresi Berganda (Multiple Regression) .............................................
22
3.4.5 Analisis Skalogram ................................................................
26
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN .......................................
28
4.1 Keadaan Umum Kebun Inti ...........................................................
28
4.2 Keadaan Umum Kebun Plasma .....................................................
28
4.3 Keadaan Penduduk di Kecamatan Torgamba .................................
29
xii
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................
31
5.1 Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dan Pengolahan Tandan Buah Segar di PTPN-III Kebun Torgamba...............................................
31
5.1.1 Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit ..........................................
31
5.1.2 Pengolahan Tandan Buah Segar .............................................
34
5.2 Produktivitas Kelapa Sawit di Kebun Inti dan Plasma .....................
35
5.2.1 Tingkat Produktivitas antar Afdeling dan Umur Tanaman di Kebun Inti .........................................................................
35
5.2.2 Perbandingan Tingkat Produktivitas antara Kebun Inti dan Plasma menurut Kelas Umur Tanaman ..................................
38
5.3 Struktur Biaya Usahatani Menurut Kelas Umur Tanaman di Kebun Plasma ................................................................................
40
5.4 Perbandingan Produktivitas Menurut Kelas Umur Tanaman dan Status Kepemilikan Lahan ..............................................................
45
5.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Sawit di Kebun Plasma ............................................................................
48
5.6 Hirarki/Tingkat Perkembangan Desa-desa di Kecamatan Torgamba
55
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
60
6.1. Kesimpulan ..................................................................................
60
6.2. Saran ............................................................................................
61
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
62
LAMPIRAN .............................................................................................
64
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman Teks
1. Perbandingan Produktivitas Kelapa Sawit di Kalimantan dan Sumatera terhadap standar kelas kesesuaian lahan S-3..........................
13
2. Produktivitas Kelapa Sawit pada Kebun Inti dan Plasma di Kalimantan Timur dan Sumatera Utara ................................................
14
3. Jumlah responden pada masing-masing KUD .......................................
20
4. Variabel-variabel yang digunakan dalam Analisis Skalogram...............
27
5. Nilai Selang Hirarki Pusat Pelayanan ...................................................
27
6. Luas Areal Kebun pada 3 KUD ............................................................
28
7. Komposisi Penduduk menurut Golongan Umur ....................................
30
8. Komposisi Jenis Mata Pencaharian Golongan Umur di atas 18 Tahun ..
30
9. Rekapitulasi Penggunaan Input Usahatani Kelapa Sawit di Kebun Plasma .................................................................................................
41
10. Rekapitulasi Struktur Biaya Usahatani (Rp) .........................................
42
11. Tabel ANOVA .....................................................................................
45
12. Hasil Perhitungan Uji Tukey .................................................................
46
13. Akar Ciri Komponen-komponen Utama ...............................................
49
14. Nilai Kumulatif Akar Ciri Hasil Analisis Faktor ...................................
49
15. Nilai Factor Loading Analisis Komponen Utama .................................
50
16. Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Produktivitas sebagai Fungsi Tujuan ......................................................................................
51
17. Persamaan Hasil Analisis Regresi Berdasarkan Karakteristik Responden ...........................................................................................
52
18. IPD dan Hirarki Desa-desa di Kecamatan Torgamba Tahun 2003 dan 2008 ..............................................................................................
56
19. Keterkaitan Produktivitas Kelapa Sawit dengan Hirarki Desa ...............
58
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Teks
1. Peta Lokasi Penelitian ..........................................................................
19
2. Diagram Alir Proses Pengelolaan Tanaman Kelapa Sawit di Kebun Torgamba .............................................................................................
32
3. Diagram Alir Pengolahan TBS di Pabrik Kelapa Sawit Torgamba ........
33
4. Tingkat Produktivitas antar Afdeling di Kebun Inti ..............................
36
5. Tingkat Produktivitas antar Umur Tanaman di Kebun Inti ....................
37
6. Perbandingan Nilai Tengah Produktivitas antar Kelas Umur Tanaman .
39
7. Box Plots Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit pada Berbagai Umur Tanaman di Lahan (a) Inti dan (b) Plasma ............................................
39
8. Grafik Jumlah Biaya Usahatani per hektar Menurut Kelas Umur Tanaman ..............................................................................................
44
9. Grafik Produktivitas Kelapa Sawit antar Status Kepemilikan Lahan pada Kelompok Umur Tanaman 11-15 Tahun ......................................
48
10. Peta Hirarki Kecamatan Torgamba Tahun 2003 dan 2008 ....................
57
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman Teks
1. Nilai PC scores Hasil PCA...................................................................
64
2. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2003 ..................................................
67
3. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2008 ..................................................
68
4. Produktivitas Kelapa Sawit Menurut Umur Tanaman dan Afdelingnya di Kebun Torgamba .............................................................................
69
5. Laporan Magang ..................................................................................
70
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perluasan areal perkebunan kelapa sawit
terus berlanjut
akibat
meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif. Sampai saat ini, penanaman kelapa sawit telah berkembang di 16 provinsi. Sebagian besar areal kelapa sawit tersebut terdapat di provinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat berturutturut sebesar 21,7%, 20,6%, 10% dan 9,6% dari total areal kelapa sawit di Indonesia (Ditjenbun, 1998). Salah satu peran dari Industri kelapa sawit adalah memberikan lapangan kerja sekitar 3,5 juta Kepala Keluarga (KK) mulai dari on-farm sampai off-farm. Aktivitas pembangunan perkebunan kelapa sawit yang melibatkan banyak tenaga kerja dan investasi yang relatif besar untuk industri hilirnya, diperkirakan secara positif merangsang, menumbuhkan dan menciptakan lapangan kerja serta lapangan berusaha. Melalui kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan selama proses kegiatan perkebunan kelapa sawit dan pembangunan industri hilirnya akan mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkages). Pada proses kegiatan ini akan muncul antara lain jasa kontruksi, jasa buruh tani, jasa angkutan, perdagangan pangan dan sandang, perdagangan peralatan kerja serta bahan dan material yang dibutuhkan selama proses tersebut. Sementara itu, pada kegiatan pascapanen dan proses pengolahan akan mempunyai keterkaitan ke depan (foreward linkages). Proses foreward linkages yang diperkirakan akan muncul adalah sektor jasa, antara lain: angkutan, perhotelan, koperasi, perbankan, perdagangan, industri kecil di pedesaan yang memproduksi alat produksi pertanian (Syahza, 2007). Semua aktivitas ini akan meningkatkan indeks kesejahteraan masyarakat di daerah sekitarnya serta berpengaruh terhadap peningkatan kesempatan berusaha terutama dalam bidang jasa dan perdagangan. Selain itu, pembangunan industri tersebut juga harus mampu memakmurkan rakyat pekebun dan mendorong pembangunan wilayah perdesaan.
2
Pada umumnya, sebagian besar wilayah perkebunan sawit dikembangkan dengan membuka lahan baru (ekstensifikasi pertanian) atau belum diusahakan sebelumnya. Dengan adanya pembukaan lahan untuk ekstensifikasi pertanian mengakibatkan perubahan yang luar biasa pada sistem tataan atau hidrologi, erosi, iklim mikro, dan produksi biomassa. Perubahan hutan menjadi perkebunan monokultur kelapa sawit akan menimbulkan masalah segera setelah pembukaan lahan seperti daur hara pada sistem siklus tertutup menjadi terputus oleh adanya perubahan tegakan biomassa. Penurunan produksi biomassa akan menurunkan produktivitas tanah bila tidak ada tindakan konservasi tanah dan penerapan kultur teknis yang baik. Penurunan produktivitas ini diakibatkan oleh menurunnya rezim kelembaban tanah, meningkatnya erosi, dan menurunnya kualitas fisik dan kimia tanah (Barchia, 2009). Oleh sebab itu, tingkat produktivitas kelapa sawit perlu diketahui agar dapat dibentuk sebuah sistem perkebunan kelapa sawit dengan tingkat produktivitas yang tinggi sehingga tetap mampu bersaing di pasar dunia. Keberhasilan pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak saja ditentukan oleh potensi lahan dan ketersediaannya, tetapi juga ditentukan oleh kelengkapan sarana dan prasarana, pelayanan, aksesibilitas dan transportasi, kependudukan, tenaga kerja serta kelembagaan. Untuk itu, diperlukan juga pendekatan wilayah yang berkenaan dengan struktur pusat-pusat kegiatan dan pelayanan dalam suatu sistem hirarki sehingga mempengaruhi tingkat perkembangan perdesaan di sekitar areal perkebunan.
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengelolaan kebun dan pengolahan tandan buah segar (TBS) 2. Mengetahui perbandingan tingkat produktivitas kelapa sawit di kebun inti dan plasma 3. Mengetahui struktur biaya usahatani antar kelas umur tanaman dan tingkat produktivitas menurut kelas umur dan status kepemilikan lahan di kebun plasma
3
4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kelapa sawit di kebun plasma 5. Mengetahui hirarki/tingkat perkembangan desa-desa di kecamatan Torgamba
4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekofisiologi Tanaman Kelapa Sawit Dalam
konteks
ekofisiologi,
faktor
lingkungan
yang
dominan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah faktor iklim dan keadaan tanah. Faktor iklim meliputi intensitas sinar matahari, temperatur, curah hujan, dan kelembaban udara, sedangkan syarat tanah meliputi sifat fisik dan kimia tanah. 2.1.1. Iklim Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan ketinggian antara 0 – 400 m di atas permukaan laut. Suhu udara sepanjang tahun berkisar 27ºC dengan suhu maksimum 33ºC dan suhu minimum 22ºC, dan umumnya ditemukan di daerah tropika. Curah hujan rata – rata tahunan yang diinginkan berkisar antara 1500 – 2500 mm dengan penyebaran merata sepanjang tahun dan tidak terdapat bulan kering yang nyata. Adanya bulan kering lebih dari dua bulan berturut – turut akan memberikan pengaruh terhadap penurunan produksi pada tahun – tahun berikutnya. Bulan kering > 3 bulan sudah merupakan pembatas berat untuk kelapa sawit, begitu juga defisit air > 400 mm per tahunnya sudah merupakan pembatas berat. Lama penyinaran matahari tidak boleh kurang dari 5 – 7 jam per hari dan kelembaban nisbi yang diinginkan berkisar 50 – 90% atau optimalnya pada kelembaban 80%. 2.1.2. Tanah Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh secara baik pada berbagai jenis tanah, seperti Podsolik (Ultisol), Latosol, Hidromorfik Kelabu, Regosol, Andosol, dan tanah Alluvial (Fauzi et al., 2003) bahkan pada tanah gambut dengan syarat ketebalan gambut yang dapat ditoleransi mencapai 150 cm (Pahan, 2008). Namun kemampuan produksi pada jenis tanah tersebut tidak sama. Ada dua sifat tanah dan lingkungan yang menentukan baik tidaknya tanah sebagai media tumbuh : 1. Sifat fisik Tanah Beberapa hal yang menentukan sifat tanah adalah tekstur, struktur, konsistensi, kemiringan tanah, permeabilitas, ketebalan lapisan tanah dan kedalaman permukaan air tanah. Beberapa kesesuaian sifat fisik tanah untuk kelapa sawit adalah :
5
a) Mempunyai solum yang tebal sekitar 80 cm. Walaupun kenyataan bahwa penyebaran akar kelapa sawit yang terbanyak dijumpai sampai kedalaman 60 cm, namun ujung akar masih mencapai kedalaman 90 cm atau lebih, sehingga dibutuhkan untuk perkembangan akar yang baik. Kedalaman efektif yang ideal adalah minimum 100 cm. b) Lapisan tanah yang keras atau padas dengan tingkat kekerasan >3,0 kg/cm2 pada kedalaman <50 cm merupakan pembatas berat bagi kelapa sawit. c) Tekstur yang ideal adalah pada kisaran liat berpasir, lempung liat berpasir, lempung berdebu, lempung dan lempung liat berdebu. Tanah dengan tekstur pasir kasar dan liat berat yang masif merupakan pembatas berat untuk kelapa sawit. d) Perkembangan struktur yang kuat, konsistensi gembur sampai agak teguh dengan permeabilitas yang sedang sampai baik. e) Permukaan air harus berada di bawah 80 cm dan semakin dalam semakin baik. f) Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut tebal. Topografi yang cukup baik untuk kelapa sawit adalah kemiringan 0 – 15% (datar-berombak). Hal ini memudahkan pengangkutan buah dari areal ke pabrik. Areal dengan kemiringan > 15% (berbukit-curam) masih mungkin ditanami, tetapi perlu dibuat teras, karena akan menyulitkan panen serta pengangkutan tandan buah segar (TBS) ke pabrik (Adiwiganda et al., 1997). Selain itu, tanah dengan kemiringan lereng lebih dari 40% juga beresiko besar mengalami erosi permukaan cukup berat. Topografi lahan yang tidak disertai dengan penerapan konservasi tanah yang standar (teras individu/kontur) berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit dan penggunaan tenaga panen. Berdasarkan hasil penelitian Dja'far et al. (2001), perbedaan produksi areal yang bertopografi berombak dengan lahan yang berbukit bisa mencapai 3,96 tonTBS/ha/tahun (28,84%). Pada daerah berbukit walaupun pemakaian tenaga panen lebih banyak 9,11 % dibandingkan dengan daerah berombak tetapi produksi yang dihasilkan tetap lebih rendah disebabkan sekitar 13,31% tandan tidak
6
dipanen
serta
kehilangan
brondolan
mencapai
51,36%.
Hasil
analisis
menunjukkan pengaruh topografi lahan terhadap produksi adalah sebesar 14,56 % dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain seperti penerapan kultur teknis, sumber daya manusia, kesuburan lahan dan varietas tanaman. Bentuk wilayah kebun kelapa sawit plasma di Sei Pagar umumnya datar dengan kemiringan 0-3% dan hanya sebagian kecil saja wilayah dengan kemiringan 3-5%. Vegetasi yang menutupi permukaan tanah di seluruh areal perkebunan terdiri atas rumput-rumputan alami, pakis resam, lumut-lumutan, dan tumbuhan perdu pendek lainnya. Di antara dua barisan pohon kelapa sawit terdapat tumpukan pelepah dahan dan daun kelapa sawit hasil pangkasan. Tumpukan material tersebut berfungsi sebagai penyangga atau penghalang hanyutnya tanah oleh aliran permukaan, sebagai mulsa untuk mencegah gulma dan menjaga suhu tanah. Berdasarkan data yang diperoleh, erosivitas hujan (R) untuk lokasi perkebunan plasma Sei Pagar diperkirakan sebesar 1,750 dengan erodibilitas tanah (K) berkisar antara 0,265-0,345 serta nilai faktor penutupan tanaman dan konservasi tanah (CP) diasumsikan sebesar 0,01. Prediksi erosi tanah pada bentuk wilayah di lahan perkebunan tersebut menunjukkan bahwa besarnya erosi berkisar antara 1,322-3,423 t/ha/tahun, jauh di bawah erosi yang masih dapat diabaikan (tolerable soil loss, TSL) dengan nilai sekitar 15 t/ha/tahun (Wigena et al., 2009). 2. Sifat Kimia Tanah Sifat kimia tanah mempunyai arti penting dalam menentukan kelas kesuburan tanah dan dosis pemupukan. Namun, menurut Adiwiganda et al. (1995) sifat kimia tidak terlalu diperhitungkan dalam plotting areal sawit karena kesuburan kimia tanah secara umum dapat dikendalikan melalui pemupukan yang rasional. Beberapa sifat kimia tanah yang dipakai sebagai pedoman untuk tanaman kelapa sawit adalah : a) Kemasaman (pH) yang diinginkan berkisar antara 4,0-6,0, sedangkan pH optimumnya 5,0 - 5,5. Kemasaman (pH) <3,5 dan >7,0 adalah pembatas berat bagi kelapa sawit (Adiwiganda et al., 1997). b) C/N mendekati 10 dimana kandungan Ca 1 % dan Na 0,1 %.
7
c) Daya tukar Mg dan K berada pada batas normal, yaitu Mg 0,4 – 10 me/100 gram, sedangkan K 0,15 – 1,20 me/100 gram. Berhubung tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, maka tanaman ini termasuk tanaman yang relatif mudah dibudidayakan. Keadaan demikian menyebabkan tanaman kelapa sawit dapat beradaptasi dengan sifat kimia tanah yang ekstrem sekalipun, dengan catatan ketinggian lahan tidak lebih dari 500 meter di atas permukaan laut (Fauzi et al., 2003). Menurut Sastrosayono (2006), yang penting tanaman tidak kekurangan air pada musin kemarau dan tidak tergenang pada musim hujan (drainase baik). Di lahan-lahan yang permukaan air tanahnya tinggi atau tergenang, akar akan busuk. Selain itu, pertumbuhan batang dan daunnya tidak mengindikasikan pertumbuhan tanaman yang baik. 2.2. Kultur Teknis Kelapa Sawit 2.2.1. Pembibitan Secara garis besar, menurut Setyamidjaja (2006) teknik budidaya tanaman kelapa sawit meliputi pengadaan bibit, pembukaan lahan, pembuatan rancangan kebun, penanaman bibit kelapa sawit, penanaman tanaman penutup tanah, pemeliharaan tanaman, dan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM). Pembibitan merupakan kegiatan awal di lapangan yang bertujuan untuk mempersiapkan bibit siap tanam. Pemilihan lokasi pembibitan harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain adalah pada areal datar atau bila tidak datar sebaiknya dibuat teras, dekat dengan sumber air, berada di tengah-tengah areal yang akan ditanami, bebas dari gangguan hewan liar maupun piaraan, dan mudah dikunjungi serta diawasi. Sistem pembibitan kelapa sawit yang digunakan dalam perkebunan kelapa sawit terdiri dari dua macam sistem, yaitu (1) single stage system (sistem pembibitan satu tahap) dan (2) double stage system (sistem pembibitan dua tahap). Pembibitan satu tahap artinya penanaman kecambah langsung pada pembibitan utama tanpa tahap pembibitan awal, sedangkan pada sistem pembibitan dua tahap terdapat dua tahapan, yaitu tahap pembibitan awal (pre nursery) dan tahap pembibitan utama (main nursery). Pemeliharaan persemaian (pre nursery) dan pemeliharaan pembibitan utama (main nursery) memiliki proses yang hampir sama, yakni meliputi proses
8
penyiraman, penyiangan gulma, pemupukan, penanggulangan hama dan penyakit, serta semai/bibit.
Menurut
Pahan (2008), Perawatan yang
baik akan
meningkaatkan vigor bibit yang nantinya akan berdampak pada peningkatan produksi pada tahun pertama menghasilkan (TM-1). Secara umum, karakter yang menyimpang pada tanaman kelapa sawit dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu kelainan pada habitus tanaman, kelainan pada bentuk anak daun (leaflet), dan kelainan daya pertumbuhan. 2.2.2. Pembukaan Lahan Cara pembukaan lahan untuk tanaman kelapa sawit disesuaikan dengan kondisi lahan yang tersedia, yaitu: 1. Bukaan baru (new planting) pada hutan primer, hutan sekunder, semak belukar atau areal yang ditumbuhi lalang 2. Konversi, yaitu penanaman pada areal yang sebelumnya ditanami dengan tanaman perkebunan seperti karet, kelapa, atau komoditas tanaman perkebunan lainnya. 3. Bukaan ulangan (replanting), yaitu areal yang sebelumnya telah ditanami kelapa sawit. Luas lahan perkebunan kelapa sawit berkisar antara 6.000 – 12.000 hektar sudah sesuai dengan kapasitas pabrik yang dibangun untuk pengolahan hasilnya. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dapat dilakukan secara mekanis, kimia, atau manual (Setyamidjaja, 2006). Tahapan pekerjaan yang dilakukan dalam pembukaan lahan kelapa sawit meliputi babat pendahuluan, menumbang, merencek (memotong cabang dan ranting kayu), serta merumpuk (menumpuk hasil tebangan). 2.2.3. Rancangan Kebun Setelah pembukaan lahan selesai, langkah selanjutnya adalah membuat rancangan untuk menetapkan lokasi-lokasi emplasement (kantor dan pabrik), perumahan (pondok-pondok) bagi karyawan dan pekerja kebun, jalan-jalan kebun, jembatan dan sebagainya. Rancangan kebun yang penting adalah jaringan jalan dan jembatan, karena sangat diperlukan untuk kegiatan rutin di kebun dan transportasi ke luar perkebunan. Jenis-jenis jalan yang ada di areal perkebunan
9
kelapa sawit diberi nama sesuai dengan kepentingannya dan dikenal beberapa jalan sebagai berikut : 1. Jalan utama, yaitu jalan yang menghubungkan afdeling dengan emplasement, afdeling dengan afdeling, dan keluar kebun/emplasement. 2. Jalan pengangkutan hasil atau jalan produksi, yaitu jalan yang digunakan dalam pengangkutan hasil dari kebun ke pabrik. Tempat pengumpulan hasil (TPH) berada pada jalan ini. 3. Jalan kontrol, yaitu jalan yang berfungsi sebagai batas blok atau batas pinggiran kebun, untuk memudahkan pelaksanaan pengontrolan (pengawasan) kebun oleh pimpinan kebun (Administratur, Asisten Kepala, Asisten, dll.). 2.2.4. Penanaman Tanaman Penutup Tanah Tanaman penutup tanah adalah tanaman kacangan (legume cover crops, LCC) yang ditanam untuk menutupi tanah yang terbuka di antara kelapa sawit karena belum terbentuk tajuk yang dapat menutup permukaan tanah. Jenis-jenis tanaman kacangan penutup tanah yang umum ditanam di perkebunan kelapa sawit adalah Calopogonium caeruleum, Calopogonium mucunoides, Pueraria javanica, Pueraria phaseoloides, Centrocema pubescens, Psophocarphus palustries, dan Mucuna cochinchinensis (Setyamidjaja, 2006) Menurut Pahan (2008), manfaat kacang-kacangan dalam pengusahaan tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut : a. Menambah bahan organik sehingga memperbaiki struktur tanah b. Memperbaiki status hara tanah, terutama nitrogen c. Memperbaiki sifat-sifat tanah akibat pembakaran (pembukaan lahan) d. Melindungi permukaan tanah dan mengurangi bahaya erosi, terutama pada tanah yang curam e. Mengurangi biaya pengendalian gulma f. Mendorong pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi 2.2.5. Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan Tanaman belum menghasilkan (TBM) adalah tanaman kelapa sawit yang berada pada umur mulai ditanam hingga berumur kurang lebih 2,5 – 3 tahun. Beberapa kegiatan pemeliharaan tanaman belum menghasilkan yang penting dilaksanakan adalah sebagai berikut :
10
1. Penyulaman Penyulaman (menyisip) adalah mengganti tanaman yang mati, rusak berat, atau tumbuh abnormal dengan bibit yang baru. 2. Pembuatan dan pemeliharaan piringan Piringan atau bokoran (circle weeding) adalah lingkungan di sekitar individu tanaman yang dijaga agar selalu dalam keadaan bersih, pada radius antara 1,0 – 1,5 m dari pokok kelapa sawit. Pemeliharaan piringan yang penting adalah penyiangan gulma yang tumbuh pada piringan dengan cara dikored, dibabat, atau disemprot dengan herbisida. 3. Pemeliharaan tanaman kacangan penutup tanah Adapun pemeliharaan tanaman kacangan penutup tanah (legume cover crops, LCC) adalah sebagai berikut : a. Membuang gulma yang tumbuh di antara kacangan baik gulma yang berbentuk perdu, maupun rumput-rumputan b. Memelihara kemurnian LCC agar LCC yang ada adalah jenis LCC yang sengaja ditanam. 4. Pemupukan Jenis pupuk yang diberikan untuk tanaman kelapa sawit muda adalah pupuk buatan yang mengandung unsur hara N, P, K, Mg, dan B. Unsur hara B yang harus diberikan pada tanaman muda sangat penting untuk menghindarkan kekurangan B (Boron deficiency) karena kekurangan Boron dapat mengakibatkan kematian pada tanaman kelapa sawit muda. Sementara itu, kekurangan unsur N, P, K, dan Mg hanya akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lambat dan kerdil, tetapi tidak sampai mematikan. Jenis-jenis pupuk yang digunakan adalah Urea atau ZA (N), Rock Phosphate (P), Muriate of Potash (K), Kieserite (Mg), dan Borax (B). 5. Pemangkasan daun Tujuan pemangkasan daun adalah untuk memperoleh pokok yang bersih, jumlah daun yang optimal dalam satu pohon, dan memudahkan pekerjaan panenan bila tanaman sudah berproduksi.
11
6. Kastrasi bunga Kastrasi adalah pemotongan atau pembuangan bunga jantan dan bunga betina yang masih muda yang telah tumbuh pada tanaman yang berumur 12 – 20 bulan. Kastrasi berlangsung hingga 6 bulan sebelum panen yang pertama dimulai. Tujuan kastrasi bunga adalah : a. Untuk merangsang pertumbuhan vegetatif dan menghemat penggunaan unsur hara dan air, terutama bagi daerah yang curah hujannya relatif rendah. b. Menciptakan keadaan tanaman lebih bersih sehingga mengurangi kemungkinan
terjadinya
gangguan
hama
(tikus,
tupai)
dan
berjangkitnya penyakit Marasmius sp.. c. Memudahkan pelaksanaan penyerbukan buatan karena keadaan mahkota tanaman lebih bersih. Rotasi pelaksanaan kastrasi adalah sebulan sekali dan pemotongan bunga yang dimaksud menggunakan dodos atau IRHO tools. 7. Penyerbukan bantuan 8. Pengendalian hama dan penyakit Beberapa hama dan penyakit yang biasa menyerang tanaman muda (TBM) adalah jenis serangga, misalnya kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros), kumbang (Apogonia sp.), belalang (Valanga sp.), dan ulat perusak daun. Beberapa kegiatan pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM) adalah pengendalian gulma, pemupukan, penjarangan, pemeliharaan jalan, serta pengendalian hama dan penyakit. Upaya pengendalian gulma telah dilaksanakan dengan menanami tanaman kacangan penutup tanah di antara tanaman kelapa sawit (gawangan) dan membuat piringan di sekeliling tiap individu tanaman. 2.3. Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Produktivitas tanaman kelapa sawit dipengaruhi oleh iklim, jenis tanah, serta kegiatan kultur teknis. Kegiatan kultur teknis mencakup pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, penunasan dan kegiatan panen. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia 60% tanahnya merupakan tanah Ultisols memiliki kualitas yang rendah dimana pH tanah < 5, KTK tanah rendah, <15 me/100g, Corganik < 1%, cadangan mineral rendah, tingkat erodibilitas dan pencuciannya
12
sangat tinggi (Adiwiganda et al., 1997). Produktivitas tanah Ultisols yang rendah ini harus diiringi dengan pemupukan yang berimbang untuk mendapat hasil yang optimum. Bila tidak dilakukan perbaikan kesuburan tanahnya, produksi tanaman yang diusahakan pada tanah tropika ini sangat rendah. Pemupukan yang berimbang perlu dilakukan sehubungan dengan tingkat kesuburan dan produksi yang rendah sehingga produktivitas tanah tropika dapat ditingkatkan.
Prinsip
pemupukan
berimbang
bertujuan
untuk
mencapai
pemupukan yang efektif dan efisien. Konsep pemupukan berimbang harus diterapkan berdasarkan status hara tanah dan kebutuhan hara tanaman. Pemupukan berimbang adalah upaya untuk meningkatkan mutu intensifikasi dengan menambah jenis dan takaran pupuk. Dosis pupuk yang berimbang dibuat atas dasar beberapa pertimbangan antara lain; 1) jumlah hara yang terangkut oleh hasil panen, 2) jumlah hara yang terimmobilisasi dalam batang, cabang, pelepah/daun, 3) jumlah hara yang dikembalikan ke dalam tanah, 4) jumlah hara yang terfiksasi dan hilang dalam tanah, dan 5) jumlah hara yang tersedia dalam tanah. Pemupukan perlu dilakukan secara rasional sesuai dengan kebutuhan tanaman, kemampuan tanah menyediakan unsur-unsur hara, sifat-sifat tanah, dan pengelolaan oleh petani. Kelebihan pemberian pupuk selain merupakan pemborosan, juga mengganggu keseimbangan unsur-unsur hara dalam tanah, sedangkan pemberian terlalu sedikit tidak akan memberikan produksi yang optimal. Seperti terlihat bahwa produktivitas tanaman kelapa sawit pada umur 3 – 13 tahun dari beberapa wilayah, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sumatera Utara dan Riau masih di bawah produktivitas baku lahan kelas kesesuaian lahan S-3 (Tabel 1). Persentase total produksi rata-rata di Kalimantan baru sekitar 60 persen, dan di Sumatera baru mencapai 70 persen dari potensi produksi baku lahan kelas S-3. Produksi standar kelas kesesuaian lahan S-3 untuk kelapa sawit umur 3 – 13 tahun sebesar 226,8 ton tandan buah segar per hektar (Poeloengan, et al., 2001 dalam Barchia, 2009).
13
Tabel 1. Perbandingan Produktivitas Kelapa Sawit di Kalimantan dan Sumatera terhadap standar kelas kesesuaian lahan S-3 Wilayah
Total Produksi (3 - 13 tahun)
Perbandingan Produksi terhadap
(Ton TBS/ha)
Standar S-3 (%)
138,1 141,8
60,8 62,5
Kalimantan Barat Kalimantan Timur Rata-rata
140,2
61,8
Sumatera Utara
174,4
76,9
Riau
142,8
62,9
Rata-rata
158,6
69,9
Sumber: Poeloengan, et al., 2001 dalam Barchia (2009) Produktivitas tandan buah kelapa sawit dapat diperhitungkan dari komponen-komponennya, yaitu jumlah tandan dan rata-rata berat tandan. Ratarata berat tandan akan meningkat sejalan dengan umur tanaman, sedangkan jumlah tandan akan menurun dengan semakin bertambahnya umur tanaman (Siregar, 1998). Pada keadaan normal, tandan buah kelapa sawit dapat mencapai matang panen untuk pertama kalinya setelah tanaman berumur 3-4 tahun di lapangan. Produktivitas tandan kelapa sawit meningkat dengan cepat dan mencapai maksimum pada umur tanaman 8-12 tahun, kemudian menurun secara perlahan-lahan dengan tanaman yang makin tua hingga umur ekonomis 25 tahun (Corley, 1976 dalam Siregar, 2003). 2.4. Produktivitas Kelapa Sawit antara Perkebunan Inti dengan Plasma Produktivitas kelapa sawit pada tanah tropika yang dikelola oleh perusahaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang dikelola oleh petani. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, teknologi, tenaga, dan modal dari petani yang mengusahakan tanaman tersebut. Hasil kelapa sawit yang senjang antara produktivitas di perkebunan inti yang dikelola langsung oleh perusahaan perkebunan swasta besar dan plasma yang dikelola oleh petani terlihat nyata dari kebun kelapa sawit di Sumatera Utara seperti disajikan pada Tabel 2. Produktivitas puncak kebun sawit dicapai pada tahun ke-9 umur tanaman, pada perkebunan inti dengan hasil dapat mencapai 27,6 ton TBS/ha/tahun, sedangkan pada kebun plasma hanya berproduksi 13,6 ton TBS/ha/tahun, atau sekitar 50% dari produktivitas kebun inti.
14
Tabel 2. Produktivitas Kelapa Sawit pada Kebun Inti dan Plasma di Kalimantan Timur dan Sumatera Utara (Poeloengan, et al., 2001 dalam Barchia, 2009). Umur
Kalimantan Timur
Sumatera Utara
tanaman
Tabara
Sosa (ton TBS/ha/tahun)
tahun ke-
Inti
Plasma
Inti
Plasma
3
2,6
3,6
5,8
3,2
4
4,9
7,3
10,9
8,1
5
9,2
8,1
16,4
8,7
6
11,7
11,1
19,5
12,2
7
17,2
14,1
20,7
13,1
8
17,7
15,2
22,4
13,5
9
18,4
15,1
27,6
13,6
10
18,8
16,7
22,6
13,8
11
16,2
15,8
20,5
12
15,9
16,7
19,5
13
15,4
13,0
18,3
Rendahnya produktivitas pada kebun plasma disebabkan oleh kualitas sumberdaya petani plasma dan kemampuan swadayanya yang rendah. Pengelolaan tanah tropika untuk perkebunan kelapa sawit di tingkat plasma dihadapkan pada permasalahan adopsi teknologi yang tidak baku teknis karena keterbatasan pengetahuan dan daya beli sarana produksi yang rendah.
2.5. Konsep Usahatani Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Tujuan dari analisis usahatani pada dasarnya yaitu mencari
15
informasi tentang keragaan suatu usaha tani yang dilihat dari berbagai aspek. Telaah seperti ini (kajian berbagai aspek) sangat penting karena tiap macam tipe usahatani pada tiap macam skala usaha dan pada tiap lokasi tertentu berbeda satu sama lain; karena hal tersebut memang ada perbedaan dalam karakteristik yang dipunyai pada usahatani yang bersangkutan (Soekartawi, 1995). Analisis struktur biaya usahatani menurut Soekartawi (1995), biasanya sering dilakukan dengan dua cara, yaitu: (a) Analisis finansial, dan (b) Analisis ekonomi. Dalam analisis finansial, data biaya yang dipakai adalah data riil yang sebenarnya dikeluarkan. Misalnya jumlah tenaga kerja yang dipakai 100 HKSP (Hari Kerja Setara Pria) dengan upah Rp 3.000/hari; maka biaya tenaga kerja adalah 100 × Rp 3.000 = Rp 300.000. Bila diantara 100 HKSP tersebut, 25 HKSP diantaranya adalah tenaga dalam keluarga, maka nilai upah yang dihitung hanya upah tenaga kerja yang menyewa saja sebesar 75 HKSP tersebut. Dalam analisis ekonomi, data upah yang dipakai adalah upah menurut ukuran harga bayangan (shadow price). Upah tenaga kerja di Jawa yang jumlah penduduknya berlebihan ini memungkinkan upah tenaga kerja riil lebih kecil daripada upah menurut ukuran perhitungan harga bayangan. Mungkin upah tersebut bernilai Rp 5.000/hari. Bila demikian, biaya untuk 100 HKSP menjadi 100 × Rp 5.000 = Rp 500.000. Rodjak (2002) mengemukakan bahwa usahatani adalah organisasi dari alam, kerja, modal yang ditujukan pada produksi di lapangan pertanian. Berdasarkan definisi tersebut, terdapat empat unsur pokok dalam usahatani yang saling terkait dalam pengelolaannya, yakni lahan, tenaga kerja, modal, dan manajemen. 1. Lahan merupakan faktor produksi utama dalam usahatani yang memiliki sifat-sifat khusus, yaitu masih relatif luas, tidak dapat dipisah-pisahkan dan sangat membutuhkan perawatan (pemupukan). Lahan sebagai faktor produksi usahatani mengandung pengertian bahwa lahan tersebut harus dikombinasikan dengan faktor produksi lainnya (modal, tenaga kerja, dan keterampilan) sehingga dapat menghasilkan produk yang berupa tanaman atau ternak. Lahan pada usahatani dapat berupa lahan pekarangan, tegalan, dan sebagainya.
16
2. Tenaga kerja merupakan faktor produksi kedua dalam proses produksi pertanian. Tenaga kerja sebagai faktor produksi mengandung arti bahwa tenaga kerja tersebut merupakan sub-sistem produksi, artinya apabila faktor tenaga kerja tidak ada, maka produksi suatu barang/tanaman dan ternak tidak akan terjadi atau sistem produksi tidak akan berjalan. Besar kecilnya peranan tenaga kerja terhadap hasil produksi usahatani akan dipengaruhi oleh keterampilan tenga kerja yang tercermin oleh tingkat produktivitasnya. Tingkat produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, pengalaman kerja, kesehatan, alat bantu yang diberikan, serta tingkat upah dan waktu bekerja. Berdasarkan sumbernya, tenaga kerja berasal dari dalam dan luar rumah tangga (keluarga). Kebutuhan tenaga kerja dipengaruhi oleh jenis komoditas, jenis tanah yang diolah, intensitas pengolahan, pola tanam yang dilakukan, keadaan sistem pengairan, dan tekhnologi. Ada beberapa sistem upah tenaga kerja dalam usahatani, yaitu sistem upah harian tidak tetap, sistem upah harian tetap, sistem upah borongan, dan sistem upah kontrak. Konversi tenaga kerja untuk pria : wanita : anak adalah 1 : 0,8 : 0,5 3. Modal merupakan faktor produksi ketiga yang diartikan sebagai barang ekonomi, artinya bahwa modal merupakan sebagian dari hasil produksi, yang disisihkan untuk dipergunakan dalam proses produksi selanjutnya. Modal dapat berupa lahan, bangunan, peralatan, mesin, tanaman (benih/bibit), stok produksi dan uang tunai. Menurut sifatnya, modal dibedakan atas : - Modal tetap, yaitu modal yang dapat digunakan untuk beberapa kali produksi. Yang termasuk modal tetap diantaranya adalah lahan usaha yang dimiliki, bangunan, traktor dan bajak, tanaman budidaya, ternak, alat pembasmi hama dan penyakit. - Modal tidak tetap atau modal lancar, yaitu modal yang habis digunakan dalam satu kali produksi perlengkapan, uang tunai, benih, dan piutang. 4. Manajemen
usahatani
merupakan
kemampuan
petani
dalam
menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi usahatani (laahn, tenaga kerja, dan modal). Peranan keterampilan
17
manajemen dalam proses produksi akan tercermin dalam kualitas hasil usahatani yang diperoleh. Hal ini akan terlihat bahwa apabila suatu usahatani dikelola oleh tenaga yang mempunyai keahlian dan keterampilan yang tinggi, maka akan diperoleh hasil usahatani yang mempunyai kualitas yang tinggi denagn penggunaan faktor produksi yang efektif dan efisien. Dengan demikian, keberhasilan usahatani dapat diukur dari produktivitas yang tinggi dan ditentukan oleh pengelolaan yang baik dari setiap faktorfaktor produksi tersebut. Hal-hal yang menyebabkan petani sering kurang berhasil dalam mengelola usahatani adalah; -
Pengetahuan cara produksi (teknologi) yang kurang
-
Tidak memiliki akses pada sumber-sumber permodalan
-
Kurangnya informasi tentang kondisi pasar
-
Belum mampu mengetahui perubahan ekonomi, politik, dan sosial budaya.
2.6. Perkembangan Wilayah Konsep perkembangan wilayah dikembangkan dari kebutuhan suatu daerah untuk meningkatkan fungsi dan perannya dalam menata kehidupan sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehateraan masyarakat. Pengaruh globalisasi, pasar bebas dan regionalisasi menyebabkan terjadinya perubahan dan dinamika spasial, sosial, dan ekonomi antarnegara, antardaerah (kota/kabupaten), kecamatan hingga perdesaan. Pengembangan dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu wilayah untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya. Jadi pengembangan wilayah harus dipandang sebagai sutau proses yang memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi antar faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkembangan tersebut serta dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama sehingga diketahui runtutan peristiwa yang timbul yang akan mewujudkan peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap pembangunan ke tahap pembangunan selanjutnya (Sitorus, 2006). Pengembangan perdesaan merupakan suatu pendekatan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pengembangan sistem usaha pertanian yang mengubah struktur kegiatan ekonomi dari yang bercorak subsisten ke modern, disertai dengan proses transformasi sosial dan lingkungan fisik. Pengembangan
18
wilayah merupakan suatu pendekatan pengarahan proses transformasi ekonomi, sosial, dan lingkungan ke dalam tatanan ruang berdasarkan pada pengembangan interaksi ekonomi antar regional, penyediaan infrastruktur dan pengembangan kawasan permukiman dengan mempertimbangakan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup untuk meningkatkan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Secara sederhana konsep pengembangan wilayah perlu dilakukan dalam perencanaan perdesaan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memperkuat masyarakat di lapisan bawah agar dapat mempengaruhi pasar secara berkelanjutan. Berdasarkan konsep wilayah nodal, pusat atau hinterland suatu wilayah dapat ditentukan dari kelengkapan fungsi pelayanan suatu wilayah. Secara teknis hal tersebut dapat dilakukan dengan mengidentifikasi jumlah dan jenis fasilitas umum, industri, dan jumlah penduduknya. Unit wilayah yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum, industri, dan jumlah penduduk dengan kuantitas dan kualitas yang secara relatif paling lengkap dibandingkan dengan unit wilayah lain akan menjadi pusat atau mempunyai hirarki lebih tinggi. Sebaliknya, jika suatu wilayah mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum, industri, dan jumlah penduduk dengan kuantitas dan kualitas paling rendah merupakan wilayah hinterland dari unit wilayah yang lain (Rustiadi et al., 2009). Secara teoritis, hierarki wilayah sebenarnya ditentukan oleh tingkat kapasitas pelayanan wilayah secara totalitas yang tidak terbatas ditunjukkan oleh kapasitas infrastruktur fisiknya saja tetapi juga kapasitas kelembagaan, sumberdaya manusia serta kapasitas perekonomiannya. Dalam perencanaan tata ruang hierarki dapat ditentukan dengan teknik skalogram. Oleh karena itu, dalam penyusunan suatu hirarki dapat ditentukan jumlah jenis sarana. Hirarki dari pusat pelayanan yang lebih tinggi memiliki jumlah dan jenis sarana pelayanan yang lebih banyak dan lebih beragam dari pusat pelayanan yang berhirarki lebih rendah.
19
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilaksanakan pada pertengahan bulan Februari hingga April 2010. Lokasi penelitian adalah areal perkebunan inti dan plasma milik PT. Perkebunan Nusantara-III yang berada di Desa Torgamba dan Desa Aek-Raso, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Provinsi Sumatera Utara (Gambar 1). Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu daerah perkebunan dengan budidaya tanaman kelapa sawit. Analisis data dilakukan di Laboratorium Perencanaan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
3.2. Jenis Data, Sumber Data dan Alat Penelitian Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber dan instansi-instansi terkait, seperti Peta Wilayah Kabupaten
20
Labuhanbatu Selatan Provinsi Sumatera Utara dari Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008, Laporan Bidang Tanaman dan Standar Operasional Prosedur (SOP) PT. Perkebunan Nusantara-III dari kantor Kebun Torgamba, serta data Potensi Desa (PODES) Kecamatan Torgamba tahun 2003 dan 2008 diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat komputer dengan perangkat lunak (software) yang terdiri dari Arc View 3.3 untuk koreksi geometrik dan pengolahan peta, Microsoft Office Excel dan Statistica 7.0 untuk pengolahan data. 3.3. Metode Pemilihan Responden Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan metode acak sederhana. Penarikan contoh didasarkan pada jumlah responden sebesar 3.249 responden dan tersebar ke dalam tiga daerah KUD, yaitu KUD Aek Raso, KUD Aek Torop, dan KUD Batu Ajo. Metode ini dirasa yang paling tepat dan setiap sampel dari populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan responden. Selanjutnya setiap sampel dari populasi yang dijadikan responden dipilih secara acak. Berhubung jumlah petani di plasma relatif banyak dan kondisinya relatif seragam, maka jumlah responden yang diwawancara dipertimbangkan cukup 2% saja dari jumlah petani pada tiga KUD yang ada. Jumlah responden pada masingmasing KUD tertera pada Tabel 3. Umur tanaman, status kepemilikan lahan, dan luas lahan yang diusahakan petani menjadi sumber keragaman utama produktivitas yang dipertimbangkan. Tabel 3. Jumlah responden pada masing-masing KUD Nama KUD
Jumlah KK
Proporsi responden
Responden yang diwawancara
KUD Aek Raso
1.749
1.749×2%
34
KUD Aek Torop
709
709×2%
14
KUD Batu Ajo
791
791×2%
16
Jumlah responden
3.249
64
3.4. Teknik Analisis Data 3.4.1. Analisis Pengelolaan dan Pengolahan Kelapa Sawit di Kebun Torgamba Pada tahapan awal penelitian, dilakukan magang terlebih dahulu di PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Torgamba. Adapun tujuannya adalah untuk
21
mengetahui mekanisme pengelolaan kebun dan pengolahan TBS secara langsung di lokasi penelitian. Dalam melaksanakan kegiatan magang tersebut digunakan beberapa metode pendekatan, yaitu : 1. Metode Observasi Observasi dilakukan dengan mengamati keadaan sebenarnya yang terjadi di lapang. Pengamatan dilakukan terhadap beberapa aspek penting terkait pengelolaan perkebunan kelapa sawit, antara lain pembibitan, pemupukan, pemeliharaan jalan, panen, dan sebagainya. 2. Metode Wawancara Dalam metode ini, dilakukan dialog dan proses komunikasi langsung dengan pihak terkait yang ada di lapangan serta pihak yang terlibat langsung dalam pelaksanaan di lapangan dan bertanggung jawab terhadap semua masalah teknis di lapangan. 3. Studi Pustaka Dalam studi kepustakaan ini, data dikumpulkan dengan mempelajari berbagai literatur dari buku-buku atau jurnal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. 4. Dokumentasi Selama melaksanakan kegiatan di lapangan mahasiswa menggunakan foto atau gambar untuk memperkuat isi tulisan yang disusun. 3.4.2. Teknik Analisis Data Menggunakan Statistik Uji-t Analisis ini dilakukan untuk membandingkan tingkat produktivitas antar afdeling dan tingkat produktivitas antar kelas umur tanaman di kebun Inti. Untuk menguji parameter dugaan dari masing-masing peubah apakah secara terpisah peubah ke-n berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebasnya digunakan uji statistik-t (Gujarati, 1995). Statistik uji yang digunakan dalam uji-t: t-hitung =
, derajat bebas (n-k)
Dimana : Se(bi) = standar deviasi untuk parameter ke-n bi
= koefisien regresi (parameter)
22
Jika thitung > ttabel, (α/2; n-k) maka tolak H0, artinya peubah yang diuji berpengaruh nyata (signifikan) terhadap variabel tak bebas pada taraf α persen. Jika thitung < ttabel, (α/2; n-k) maka terima H0, artinya peubah yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas pada taraf α persen. 3.4.3. Analisis Ragam (ANOVA) dan Uji Lanjut Metode Tukey Pengujian ragam (Analysis of Variance), dilakukan untuk menarik kesimpulan menerima atau menolak hipotesis. Jika hipotesis ditolak berarti variabel-variabel yang diuji memiliki perbedaan yang signifikan. Dalam statistik, teknik Uji lanjut digunakan untuk mengetahui variabel manakah yang memiliki perbedaan yang signifikan. Dalam penelitian ini digunakan metode Tukey dengan pertimbangan metode tersebut relatif sensitif terhadap pengaruh perubahan variabel penjelas terhadap produktivitas sampai tingkat kepercayaan 70%. Analisis ragam dilakukan berdasarkan desain faktorial dengan perlakuan umur tanaman dan status kepemilikan lahan. Umur tanaman dibagi atas 5 kelas yaitu (05) tahun, (6-10) tahun, (11-15) tahun, (16-20) tahun, dan >21 tahun. Status kepemilikan terdiri dari 3 kelas yaitu garap, sewa, dan milik sendiri. Pada metode Tukey, semua perbandingan perlakuan yang mungkin, ditetapkan kesalahannya sebesar α. Besaran α ditetapkan yaitu sebesar 5%. Apabila t-hitung yang diperoleh lebih besar dari pada nilai t-tabel pada taraf nyata 5%, maka terdapat perbedaan yang signifikan antara peubah yang diamati dan demikian juga sebaliknya. 3.4.4. Analisis Faktor (Factor Analysis) dan Regresi Berganda (Multiple Regression) Teknik analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas kelapa sawit adalah dengan Analisis Faktor (Factor Analysis) kemudian dilanjutkan dengan Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis). Analisis Faktor (Factor Analysis) Analisis Faktor (Factor Analysis atau FA) merupakan salah satu teknik analisis yang dapat menciptakan variabel baru sebagai pengganti variabel-variabel asal namun masih tetap mempertahankan karakter aslinya (Hair et al., 1998).
23
Tujuan analisis faktor adalah untuk menemukan suatu variabel-variabel baru, yang disebut komponen utama, yang dapat mewakili variabel-variabel indikator asal. Pada penelitian ini, analisis faktor dilakukan karena potensi multikolinearitas cukup besar jika seluruh variabel asal terkait input produksi pertanian diikutsertakan dalam regresi berganda, sementara seluruh variabel input usahatani tersebut diharapkan masuk dalam permodelan. Variabel-variabel indikator asal yang digunakan dalam analisis faktor adalah:
X1 : Umur tanaman (Tahun)
X2 : Jumlah bibit (Rupiah)
X3 : Kebutuhan pupuk (Kg/Ha/Th)
X4 : Jumlah pestisida (Rupiah)
X5 : Jumlah tenaga kerja (orang)
X6 : Peralatan (Rupiah)
X7 : Biaya angkut panen (Rupiah)
X8 : Pemupukan rutin, merupakan jadwal pemupukan yang dilakukan oleh petani apakah rutin atau tidak rutin. Dalam perhitungan dijadikan peubah boneka (dummy). Variabel dummy adalah variabel yang digunakan untuk membuat kategori data yang bersifat kualitatif (nominal). Bagi petani yang melakukan pemupukan rutin diberi nilai 1 sedangkan yang tidak rutin diberi nilai nol. Analisis faktor terhadap data tersebut dilakukan beberapa kali hingga
diperoleh hasil terbaik, yaitu: PC scores dengan nilai akar ciri (eigenvalues) di atas 70%; nilai akar ciri lebih besar dari 1; dan korelasi antar variabel-variabel asal dengan faktor-faktor baru pada factor loading dapat diinterpretasikan secara logis. Output data hasil analisis komponen utama umumnya memiliki variabelvariabel baru (faktor) yang lebih sedikit dan orthogonal, dengan nilai ragam (variance) yang relatif sama. Hasil analisis komponen utama adalah sebagai berikut:
a) Nilai akar ciri (eigenvalues), yaitu nilai yang menggambarkan keragaman data pada variabel-variabel baru (faktor utama). Dengan kata lain, faktor utama hasil analisis faktor mampu menjelaskan keragaman data awal sekaligus
24
mewakili variabel-variabel asal sebesar nilai akar ciri tadi. Persamaan untuk memperoleh nilai akar ciri (eigenvalues) adalah:
[
yy + λ (1 – a1a1)] =
[a1Sa1 + λ1 (1 – a1a1)]
b) Tabel kumulatif akar ciri (communalities), yaitu tabel yang menunjukkan besarnya nilai keragaman/keterwakilan data masing-masing variabel atau peubah asal terhadap faktor-faktor utama yang diperoleh. c) Nilai pembobot (eigenvector) atau disebut sebagai PC loadings (factor loadings). Vektor pembobot adalah parameter yang menggambarkan hubungan (peran) setiap variabel dengan faktor ke-i. Nilai loadings diperoleh dari persamaan berikut:
r1 = a1 λ1 , Dimana : λ1
: akar
ciri (eigenvalues) komponen utama ke-1
r1 : nilai loadings ke-i a1 : Nilai vektor pembobot utama ke-1 Jadi, loadings menunjukkan besarnya nilai korelasi antara variabel asal dengan komponen utama ke-i yang diinterpretasikan berdasarkan marked loading > 0,7. Nilai yang berkorelasi positif menyatakan bahwa faktor utama ke-i berbanding lurus dengan variabel penjelas. Sebaliknya, nilai dengan korelasi negatif menyatakan bahwa faktor utama ke-i berbanding terbalik dengan variabel penjelas. Nyata tidaknya korelasi antar komponen utama ke-i terhadap peubah asal dapat diuji dengan persamaan berikut:
t=r
,
Dimana : t
: nilai t pada taraf nyata yang diinginkan
n
: contoh data yang dianalisis
r
: nilai korelasi
d) Tabel PC scores (factor scores), yaitu tabel yang menyajikan nilai-nilai berupa besarnya titik-titik data baru hasil analisis faktor. Faktor inilah yang digunakan jika terdapat analisis lanjutan. Factor analysis (FA) dapat digunakan sebagai analisis antara maupun analisis akhir. FA sebagai analisis
25
antara dapat menghilangkan multikolinearitas data dan menyederhanakan satu set data dengan variabel besar. FA sebagai analisis akhir berfungsi dalam pengelompokkan variabel-variabel penting dari satu kelompok variabel penduga pada suatu fenomena sekaligus pemahaman akan struktur dan hubungan antar variabel. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis) Selanjutnya, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas kelapa sawit di kebun plasma, maka dilakukan analisis regresi berganda dengan metode forward stepwise. Prinsip dasar metode forward stepwise adalah mengurangi banyaknya peubah di dalam fungsi tujuan dengan cara menyisipkan peubah penjelas satu per satu hingga diperoleh persamaan regresi yang paling baik. Pada penelitian ini, analisis regresi berganda digunakan untuk menentukan model persamaan yang menjelaskan hubungan antara produktivitas sebagai variabel tujuan (dependent variable) dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas sebagai variabel penduga/penjelas (explanatory variable). Variabel-variabel penduganya adalah sebagai berikut:
X1
: Pengalaman petani (tahun)
X2
: Pendidikan petani (tahun)
Faktor-1
: Pestisida, tenaga kerja, peralatan, penen
Faktor-2
: Teknik pemupukan
Faktor-3
: Umur tanaman dan bibit
d1
: Pekerjaan sampingan
Berdasarkan hasil kuesioner, ada petani yang memiliki pekerjaan sampingan selain usahatani kelapa sawit dan ada yang tidak (usahatani kelapa sawit menjadi prioritas utama). Untuk memudahkan perhitungan, bagi petani yang memiliki pekerjaan sampingan diberi nilai 1 sedangkan yang lainnya diberi nilai nol. Ini disebut sebagai peubah boneka (dummy).
d2
: Status kepemilikan lahan, dalam perhitungan juga dijadikan
sebagai peubah boneka (dummy).
26
d21 0
d22 0
Status Garap
0
1
Sewa
1
1
Milik sendiri
Secara
umum,
hubungan antara
variabel-variabel
tersebut
dapat
dirumuskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut : Y = β0 + β1X1 + β2X2 + ….. + βnXn Dimana : Y β0
: Fungsi tujuan/peubah yang diduga (dependent variable) : Nilai konstanta/koefisien fungsi regresi (intercept), Diasumsikan nilai intercept sama dengan 0
βn
: Nilai konstanta/koefisien variabel penjelas fungsi regresi
X
: Variabel penjelas/variabel yang diduga (independent variable)
Ukuran kebaikan model regresi dapat dilihat dari beberapa parameter, diantaranya yang paling banyak dinilai adalah koefisien determinasi (R 2) dan galat baku (standar error, SE). Model terbaik akan memiliki R2 mendekati 1 dan SE terkecil (Drapper&Smith, 1992). Selanjutnya pengujian untuk menilai variabel disebut berpengaruh nyata secara statistik jika teruji penting pada selang kepercayaan 85-95% (0,05
95% (p-level<0,05). 3.4.5. Analisis Skalogram Analisis skalogram digunakan untuk menetapkan indeks hirarki desa-desa di Kecamatan Torgamba berdasarkan jumlah unit dan jenis fasilitas pelayanan yang dimiliki masing-masing desa serta jarak ke fasilitas tersebut. Menurut Rustiadi et al. (2009), model untuk menentukan Indeks Perkembangan Desa (IPD) adalah : IPDj = I’ ij,
Dimana : I’ ij =
Iij – I i min SDi
IPD
= Indeks perkembangan desa ke-j
Iij
= Nilai (skor) indeks perkembangan ke-i terkoreksi (standarisasi) desa ke-j
Ii min
= Nilai (skor) indeks perkembangan ke-i terkecil (minimum)
27
Sdi
= Standar deviasi indeks perkembangan ke-i Iij adalah data berupa jumlah unit fasilitas j terpilih yang ada di desa ke-i.
Khusus beberapa fasilitas dengan data berupa aksesibilitas (jarak ke lokasi fasilitas) digunakan formula sebagai berikut: I ij = fasilitas j berada di desa ke-i), maka: Iij =
untuk Xij = 0, (artinya , Dimana Xij min adalah Xij
terendah selain nol (Xij tidak sama dengan nol). Variabel data yang digunakan dalam analisis ini tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Variabel-variabel yang Digunakan dalam Analisis Skalogram Kelompok Indeks Fasilitas Pendidikan
Variabel data yang digunakan Jumlah TK, SD, SLTP, SMU, SMK, Pondok Pesantren/Madrasah Diniyah Jumlah Rumah Sakit, Poliklinik/Balai Pengobatan,
Fasilitas Kesehatan
Puskesmas, tempat praktek dokter dan bidan, posyandu, polindes, apotik, toko obat khusus/jamu. Jumlah Masjid, Surau/Langgar, Gereja
Fasilitas Sosial
Kristen/Katolik
Fasilitas Perekonomian Aksesibilitas Pendidikan
Jumlah restoran, warung, koperasi Jarak ke TK terdekat, SLTP terdekat, SMU terdekat, SMK terdekat Jarak ke Rumah Sakit, rumah bersalin,
Aksesibilitas Kesehatan
poliklinik/balai pengobatan, puskesmas, tempat praktek dokter, apotik, toko obat khusus/jamu
Aksesibilitas Perekonomian
Jarak ke pub/diskotik/karaoke, kantor pos, pertokoan terdekat, pasar terdekat
Penentuan tingkat perkembangan desa dapat dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Selang Hirarki Pusat Pelayanan No. 1 2
Nilai Selang (x) x ≥ (rataan IPD + Stdev IPD) rataan IPD < x < Stdev IPD
Kelas Hirarki I II
Tingkat Hirarki Tinggi Sedang
3
X < rataan IPD
III
Rendah
28
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kebun Inti Secara geografis, PTP. Nusantara-III Kebun Torgamba terletak di Desa Torgamba berada pada 01˚42΄46˝ LU, 100˚16΄45˝BT dengan ketinggian ± 79 meter di atas permukaan laut. Kebun inti terletak ± 20 km dari Kota Kecamatan yaitu Kota Cikampak yang berada di Desa Aek Batu. Luas areal kebun inti adalah 6.386,26 ha. Batas-batas wilayah Kebun Torgamba adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kebun Sei Baruhur/Desa Beringin Jaya 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kebun Sei Daun/Desa Sei Meranti 3. Sebelah Timur berbatasan dengan PIR Lokal Bagan Batu/Desa Bagan Batu 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kebun Sei Kebara Jenis tanah pada areal tanaman kelapa sawit kebun Torgamba tergolong Typic Paleudult (Podsolik Kuning) dan Typic Hapludult (Podsolik Coklat Kekuningan). Tekstur tanah tergolong liat berpasir dengan pH tanah sekitar 5,05,2. Kandungan C-Organik 0,08-1,01 %, N-total 0,08-0,11 % dan nisbah C/N sebesar 8,5-9,2 serta kadar P-tersedia berkisar 22 ppm. Kadar C, Ca, dan Mg dapat dipertukarkan sebesar 0,13 me K/100 g, 0,45 me Ca/100 g, dan 0,16 me Mg/100 g tanah. KTK tanah 5,28 me/100 g dan kejenuhan basa 14%. Topografi areal Kebun Torgamba bervariasi dari landai, bergelombang hingga berbukit dengan kemiringan lereng pada areal landai 3 – 8 %, bergelombang 10 – 15 %, dan berbukit 20 – 30 %. 4.2. Keadaan Umum Kebun Plasma Kebun Plasma merupakan PIR (Perkebunan Inti Rakyat) Lokal milik PT. Perkebunan Nusantara-III yang berada di Desa Aek Raso. Kebun Plasma ini terdiri dari 3 KUD (koperasi unit desa) yakni KUD Aek Raso, KUD Aek Torop dan KUD Batu Ajo. Luas areal kebun di setiap KUD tertera pada Tabel 6. Tabel 6. Luas Areal Kebun pada 3 KUD No 1 2 3
Nama KUD KUD Aek Raso KUD Aek Torop KUD Batu Ajo Jumlah
Luas areal (ha) 3.498 1.418 1.582 6.498
29
Adapun batas-batas areal kebun Plasma PIR-Lokal ini adalah : Sebelah Utara
:
PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Aek Raso;
Sebelah Timur
:
PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Sei Kebara;
Sebelah Selatan
:
PT. Tasik Raja (AIP);
Sebelah Barat
:
Kecamatan Simangambat, Tapanuli Selatan.
Secara geologis, areal kebun Plasma tergolong dalam formasi tersier dengan bahan induk batu pasir dan batuan liat. Fisiografi sebagian besar areal merupakan daerah lipatan dengan topografi datar sampai bergelombang. Jenis tanah yang terdapat di kebun ini umumnya adalah Typic Hapludult (Podsolik merah kekuningan) dan Typic Paleudult (Podsolik kuning). Typic Hapludult terbentuk dari bahan reolit dan breksi dengan kelas drainase baik. Typic Paleudult didominasi oleh fraksi liat. Kesuburan fisik tanah tergolong sedang dan struktur tanah gumpal dengan ukuran sedang dan perkembangan kuat. Konsistensi tanah tergolong teguh-sangat teguh dan stabilitas agregat tanah tergolong rendah. Warna tanah coklat kekuningan (10 YR, 5/8) sampai kuning (10 YR, 7/8) dengan kedalaman efektif tanah > 100 cm. Typic Hapludult mempunyai status kesuburan tanah yang sedang. Kesuburan fisik tanah tergolong sedang dengan tekstur tanah liat berpasir, struktur tanah gumpal dan perkembangan kuat. Konsistensi tanah tergolong agak teguh dan stabilitas agregat tanah tergolong sedang. Kedalaman efektif tanah > 120 cm. Kelas kesesuaian lahan (KKL) secara potensial pada sebagian besar areal berkisar S2 dan S3 dengan faktor pembatas topografi dan curah hujan. Kisaran curah hujan dan hari hujan selama 5 tahun terakhir (2004-2008) adalah 1071 - 3840 mm/tahun dengan hari hujan 119 – 152 hari/tahun.
4.3. Keadaan Penduduk di Kecamatan Torgamba Komposisi penduduk menurut golongan umur di Kecamatan Torgamba disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7 nampak bahwa komposisi penduduk golongan umur 18 tahun ke atas jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan golongan umur dibawah 18 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk di
30
Kecamatan Torgamba dominan masih produktif dan potensial untuk untuk menghasilkan barang dan jasa. Tabel 7. Komposisi Penduduk Menurut Golongan Umur No 1 2 3 4
Golongan Umur 0 - 5 tahun 6-12 tahun 13-18 tahun > 18 tahun Jumlah
Laki-laki (orang) 6.236 13.189 9.648 15.901 44.974
Perempuan (orang) 7.884 14.100 9.185 17.987 49.158
Komposisi penduduk yang mempunyai pekerjaan menurut jenis kelamin yaitu pria 70 % dan wanita 30 %. Beberapa sumber mata pencaharian penduduk golongan umur di atas 18 tahun disajikan pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 dapat
diketahui
bahwa
50%
penduduk
di
Kecamatan
Torgamba
bermatapencaharian sebagai petani, 40 % sebagai buruh, dan sisanya hanya 10% yang bekerja selain sebagai petani dan buruh. Tabel 8. Komposisi Jenis Mata Pencaharian Golongan Umur di atas 18 Tahun No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis Mata Pencaharian Pegawai Kantor Pemerintahan ABRI/POLRI Pegawai Kantor Swasta Nelayan Buruh Guru Dagang Lain-lain (Pengrajin, Penjual jasa) Petani Tidak bekerja Jumlah
Jumlah 102 75 525 13.555 1.016 678 745 16.944 247 33.888
% 0,3 0,22 1,55 40 3 2 2,2 50 0,78 100
31
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit dan Pengolahan Tandan Buah Segar di PTPN-III Kebun Torgamba Pengelolaan tanaman kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Torgamba meliputi proses-proses sebagai berikut: 1) Pemesanan Bahan Tanaman; 2) Pembibitan; 3) Persiapan Areal Tanam; 4) Penanaman Kelapa Sawit; 5) Pemeliharaan Tanaman; 6) Pemanenan TBS; 7) Pengangkutan Hasil Panen. Diagram alir dari proses pengelolaan tanaman kelapa sawit di Kebun Torgamba disajikan pada Gambar 2. Informasi diagram alir tersebut secara jelas dituangkan dalam Laporan Magang di Kebun Torgamba (Lampiran 5). Tandan Buah Segar (TBS) yang telah dipanen di kebun diangkut ke lokasi Pabrik Minyak Sawit dengan menggunakan truk. Pengolahan buah kelapa sawit (TBS) dimaksudkan untuk memperoleh minyak dan inti sawit. Secara garis besar, proses pengolahan kelapa sawit dibagi ke dalam beberapa stasiun, yaitu: 1) Stasiun Penerimaan Buah; 2) Stasiun Rebusan (Sterilizer); 3) Stasiun Penebahan (Thresher); 4) Stasiun Pengempaan (Presser); 5) Stasiun Klarifikasi; 6) Stasiun Kernel. Diagram alir dari proses pengolahan TBS disajikan pada Gambar 3. Informasi diagram alir tersebut secara lengkap dikemukakan dalam Laporan Magang di PKS Kebun Torgamba (Lampiran 6).
5.1.1. Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Pengelolaan kebun di PTP. Nusantara-III Kebun Torgamba dari proses pembibitan sampai pengangkutan hasil panen sudah baik karena telah mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) PT. Perkebunan Nusantara-III. SOP PT. Perkebunan Nusantara-III memberikan penjelasan dan informasi kepada pekerja mengenai kegiatan yang harus dilakukan secara runtut dan berurutan dalam menyelesaikan pekerjaan.
32
Tahap Pre Nursery
Pemesanan Bahan Tanaman
Pembuatan bedengan Menanam kelapa sawit Pembuatan naungan
Pemeliharaan tanaman
Pembuatan&pemeliharaan saluran air
Menanam kacangan penutup tanah
Pembuatan titi panen beton
Memupuk lubang tanam
Pemeliharaan jalan
Membuat lubang tanam
Penyiangan
Pengisian Babybag
Pembibitan (double Stage System)
Penanaman kecambah
Penyiraman Pemupukan
Pengendalian gulma manual
Mengukur&memancang jarak tanam
Penunasan di TM
Penanaman Kelapa sawit
Pemupukan
Pengendalian hama&penyakit
Tahap Main Nursery Membuat terras (Tapak Kuda) Menyusun petak areal bibitan
Konservasi tanah Membuat jaringan jalan&drainase Perumpukan
Pengisian Poly bag
Tranplanting bibit
Pemanenan TBS
Meluku (pengolahan tanah) Penebangan pohon
Pemberian serasah (mulching)
Pengangkutan hasil panen Pengimasan
Pemupukan
Pengendalian gulma
Seleksi bibit
Pemetaan satuan blok
Persiapan Areal tanam
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pengelolaan Tanaman Kelapa Sawit di Kebun Torgamba
33 TBS Timbangan Loading Ramp Sterilizer Janjang kosong Thresser Digester Screw Press Cake
Crude Oil
Cake Breaker Conveyor (CBC)
Oil gutter
Stasiun Kernel Depericarper
Stasiun Klarifikasi COT (crude oil tank)
Nut Polishing Drum
Sand Trap
Nut Transport
Vertical Clarifier Tank (VCT)
Nut Silo oil
sludge
Oil tank
Sludge Tank
Nut Grading Drum
Wet system
Dry System
Buffer Tank
Vacum Dryer
Sludge Separator (low speed)
Super Cracker
Ripple Mill
LTDS I dan II
Oil purifier
Dewatering drum Heavy sludge
Storage tank Fat-fit cangkang
inti
Kernel Silo
Boiler
Claybath
inti
Kernel Silo
cangkang
Boiler
Kernel Storage
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pengolahan TBS di Pabrik Kelapa Sawit Torgamba
34
Selain itu, pengawasan asisten kebun kepada pekerja lapang juga cukup baik. Di kebun terdapat petugas khusus yang terlatih, tugasnya hanya memeriksa pelaksanaan hasil panen kelapa sawit di lapangan dan di TPH (tempat pengumpulan hasil) yang dilakukan pada setiap hari panen sesuai ketentuan yang berlaku. Petugas ini dinamakan Kap Inspeksi. Kap Inspeksi memberikan nilai kepada setiap pemanen sesuai norma yang ditetapkan. Semangat atau etos kerja pekerja kebun masih kurang baik terutama dari masyarakat lokal, hal ini dapat dilihat antara lain dari kurangnya disiplin jam masuk dan pulang kerja serta keseriusan dalam bekerja. Guna meningkatkan etos kerja para pemanen, perusahaan memberikan premi sebagai penghargaan baik kepada petugas Kap Inspeksi maupun kepada setiap pemanen. Premi Petugas Kap Inspeksi bertujuan untuk meningkatkan disiplin, kegairahan kerja, dan tanggungjawab untuk mencapai sasaran perusahaan yang optimal. Dengan demikian
akan
berdampak
pada
peningkatan
pendapatan
yang
saling
menguntungkan bagi karyawan dan perusahaan. Premi pemanen ditetapkan berdasarkan prestasi panen yang dicapai di atas basis tugas. Basis tugas adalah batas minimum yang harus yang dicapai pemanen (kg/hk) agar premi dapat dibayarkan. Premi diberikan setiap hari kepada pemanen secara merata atau tidak tergantung golongan. Tujuan dari pemberian premi adalah untuk meningkatkan produktivitas, rendemen minyak sawit, prestasi dan pendapatan karyawan. Disamping itu, perusahaan juga memberikan imbalan jasa tahunan (ijt) berupa bonus kepada karyawan kebun yang tujuannya juga untuk memacu semangat/produktifitas kerja. Bonus diberikan dari laba yang diperoleh perusahaan. Semakin banyak produksi kebun maka laba perusahaan semakin besar sehingga bonus/ijt yang akan diterima karyawan juga akan semakin tinggi. Inilah yang memacu kinerja karyawan untuk terus meningkatkan produksi perkebunan. 5.1.2. Pengolahan Tandan Buah Segar Pengolahan tandan buah segar (TBS) di PT. Perkebunan Nusantara-III kebun Tor Gamba dari stasiun penerimaan buah sampai stasiun kernel sudah mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) PT. Perkebunan Nusantara-III
35
PKS Torgamba. Namun, sebagian buah yang masuk ke PKS Torgamba berasal dari pihak-III sehingga mutu TBS yang dibawa ke pabrik masih sulit untuk dikendalikan. Dari hasil analisis laboratorium, kadar air dalam minyak dan inti sawit PKS Tor Gamba tahun 2009 masih dalam norma/standar kualitas minyak dan inti sawit yang ditetapkan. Demikian juga dengan hasil analisis kadar kotoran di dalam minyak dan inti sawit. Sementara itu, rata – rata ALB (Asam Lemak Bebas) minyak sawitnya meningkat 0,25%. Peningkatan ALB dapat disebabkan oleh adanya buah yang restan, yakni buah yang menginap dan belum sempat diolah pada hari yang sama ketika buah tersebut masuk ke Loading Ramp. Ada sekitar 70% buah yang masuk ke PKS Torgamba berasal dari pihak-III sehingga mutu produksi TBS yang dibawa ke pabrik tidak sepenuhnya dapat dikendalikan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu faktor kebersihan peralatan pabrik. Produktivitas pabrik PKS Torgamba tergolong baik karena rendemen minyak yang dihasilkan pada tahun 2000 lebih dari 21% dan terus mengalami peningkatan sampai tahun 2009. Rendemen paling tinggi dicapai pada tahun 2005 dan 2006 yakni sekitar 23%, artinya tidak tertutup kemungkinan untuk dapat dilakukan peningkatan rendemen hingga 24%. Faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya rendemen adalah kualitas bahan baku TBS sesuai kriteria kematangan buah dan umur tanaman. Proses pengolahan hanya berperan menekan/meminimalkan kehilangan minyak.
5.2. Produktivitas Kelapa Sawit di Kebun Inti dan Plasma 5.2.1. Tingkat Produktivitas antar Afdeling dan Umur Tanaman di Kebun Inti Hasil pembandingan tingkat produktivitas antar Afdeling di PTPN III Kebun Torgamba menunjukkan bahwa tingkat produktivitas Afdeling I berbeda nyata dengan Afdeling V dan VII, Afdeling II berbeda nyata dengan Afdeling VII, Afdeling III berbeda nyata dengan Afdeling V dan VII, serta Afdeling VI berbeda nyata dengan Afdeling VII. Produktivitas tertinggi terdapat pada Afdeling VII dengan rata-rata produktivitas sebesar 19.159 kg/ha. Produktivitas terendah
36
terdapat pada Afdeling I dengan rata-rata produktivitas sebesar 5.344,8 kg/ha (Gambar 4). Jenis areal tanam pada Afdeling I merupakan areal tanaman belum menghasilkan (TBM) dengan tanaman berumur 3 tahun dan areal rencana tanaman ulang (TU) dengan tanaman berumur 25 dan 29 tahun. Produksi tanaman berumur 3 tahun di Afdeling I tergolong rendah karena memang pada keadaan normal, tandan buah kelapa sawit baru mencapai matang panen untuk pertama kalinya setelah tanaman berumur 3 tahun di lapangan sehingga produksinya kecil. Tanaman yang berumur 25 dan 29 tahun produksinya juga rendah karena merupakan tanaman yang sudah tua dan direncanakan untuk tanaman ulang sehingga pada pertengahan tahun 2009 (bulan Juli) tanaman tersebut sudah tidak dipanen lagi. Sementara itu, tanaman kelapa sawit pada Afdeling VII yang telah berumur 25 dan 27 tahun belum direncanakan untuk tanaman ulang (TU) sehingga masih dipanen sampai akhir tahun 2009. Dengan demikian, produktivitas di Afdeling VII lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas di Afdeling I.
Afd II Afd III Afd IV Afd V Afd VI Afd VII Afd VIII Afd I
Afd II
Afd III
Afd IV
Afd V
Afd VI
Afd VII
Keterangan : warna gelap menunjukkan berbeda nyata pada α = 0,05
Gambar 4. Tingkat Produktivitas antar Afdeling di Kebun Inti
37
Produktivitas tanaman kelapa sawit menurut umur tanaman di Kebun Torgamba tertera pada Gambar 5. Dari Gambar 5 nampak bahwa produktivitas kelapa sawit di Kebun Torgamba berfluktuasi yaitu meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman dari tanaman berumur 3, 4, dan 6 tahun, kemudian mengalami penurunan pada umur 25 tahun, pada umur 27 tahun mengalami peningkatan produksi kembali lalu turun lagi pada tanaman berumur 28 dan 29 tahun. Menurut Corley (1976) dalam Siregar (2003), produktivitas tandan kelapa sawit akan mencapai maksimum pada saat tanaman berumur antara 8-12 tahun. Di sini tidak dapat diketahui nilai produktivitas maksimum yang dapat dicapai Kebun Torgamba karena tidak ada areal dengan umur tanaman antara 8-12 tahun. Umur tanaman 27 tahun menunjukkan produktivitas yang tinggi sebesar 16.807,2 kg/ha, padahal semestinya menurut teori mengalami penurunan (lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas tanaman umur 25 tahun). Berdasarkan Laporan Bidang Tanaman PTPN-III Kebun Torgamba (Lampiran 4), rendahnya produktivitas tanaman umur 25 tahun diduga karena tiga dari enam Afdeling di kebun Torgamba yang lahannya berumur 25 tahun telah direncanakan sebagai tanaman ulang (TU). Tandan Buah Segar (TBS) hanya dipanen selama 6 bulan sehingga total produksi yang dicapai selama setahun rendah. Ini mengakibatkan perhitungan data produktivitas menjadi lebih kecil dibandingkan dengan tanaman berumur 27 tahun.
Gambar 5. Tingkat Produktivitas antar Umur Tanaman di Kebun Inti
38
5.2.2. Perbandingan Tingkat Produktivitas antara Kebun Inti dan Plasma Menurut Kelas Umur Tanaman Menurut kelas umur tanaman, produktivitas kelapa sawit di kebun inti yang dikelola oleh perusahaan lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas kelapa sawit di kebun plasma yang dikelola oleh petani. Perbedaan yang terlihat jelas pada kelas umur tanaman 6-10 dan > 21 tahun. Di kebun inti, kelas umur tanaman 6-10 tahun produktivitasnya 14.951,94 kg/ha sedangkan di kebun plasma produktivitasnya hanya 12.902,07 kg/ha. Selisih perbedaan antara keduanya adalah 2.049,87 kg/ha. Pada kelas umur tanaman lebih dari 21 tahun, terdapat selisih perbedaan yang lebih besar yaitu 4.733,46 kg/ha. Rendahnya produktivitas pada kebun plasma dapat disebabkan oleh kualitas sumberdaya petani plasma dan kemampuan swadayanya
yang rendah.
Pengelolaan perkebunan kelapa sawit di tingkat plasma dihadapkan pada permasalahan adopsi teknologi yang tidak baku teknis karena keterbatasan pengetahuan dan daya beli sarana produksi yang rendah. Hasil perbandingan nilai tengah tingkat produktivitas antar kelas umur tanaman di kebun plasma menunjukkan tingkat produktivitas kelas umur 0-5 tahun berbeda nyata dengan kelas umur 6-10, 11-15, dan 16-20 tahun. Disamping itu, tingkat produktivitas kelas umur tanaman lebih dari 21 tahun juga berbeda nyata dengan kelas umur tanaman 6-10, 11-15, dan 16-20 tahun. Produktivitas tertinggi adalah pada kelas umur tanaman 11-15 tahun dengan nilai tengah 14.882,67 kg/ha, sedangkan produktivitas terendah terdapat pada kelas umur tanaman lebih dari 21 tahun dengan nilai tengah 6.188,00 kg/ha. Tingkat produktivitas ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Wigena et al. (2009) di kebun kelapa sawit plasma PTP Nusantara V Sei Pagar, kabupaten Kampar, Riau dimana pada umur tanaman 17 tahun rata-rata produksi TBS petani sebesar 24,00 ton TBS/ha/tahun dan pada umur tanaman 22 tahun produksi petani sebesar 21,00 ton TBS/ha/tahun.
39
6-10 11-15 16-20 >21 0-5 6-10 11-15 16-20 Keterangan: warna gelap menunjukkan berbeda nyata pada α = 0,05
Gambar 6. Perbandingan Nilai Tengah Produktivitas antar Kelas Umur Tanaman 2 5%-7 5 %
Non -Ou tlier Ran ge
Median
Outliers
25%-75%
Non-Outlier Range
Outliers
Extremes 24000
2 00 00
22000
1 80 00
20000
1 60 00
18000
Produktifitas (kg/ha/th)
Produktifitas (kg/ha)
Med ian Extremes 2 20 00
1 40 00 1 20 00 1 00 00 8 00 0
16000 14000 12000 10000
6 00 0
8000
4 00 0
6000
2 00 0
4000 2000
0 "0 -5 "
"6 -1 0"
Kelas Umur Tanaman (Tahun)
(a) Inti
">21 "
"0-5"
"6-10"
"11-15"
"16-20"
">21"
Kelas Umur T anaman (T ahun)
(b) Plasma
Gambar 7. Box Plots Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit pada Berbagai Umur Tanaman di Lahan (a) Inti dan (b) Plasma
40
Keragaman data produktivitas antar kelas umur tanaman di Kebun Inti dan Plasma dapat dilihat pada Box Plots dalam Gambar 7 di atas. Dalam Box Plots kebun inti dapat dilihat bahwa pada kelas umur tanaman 6-10 tahun ragam datanya sangat kecil karena hanya terdapat pada satu Adfeling yakni Afdeling II. Sementara itu, dalam Box Plots kebun plasma nampak ragam yang relatif sama. 5.3. Struktur Biaya Usahatani Menurut Kelas Umur Tanaman di Kebun Plasma Pada analisis usahatani, komponen yang digunakan sebagai input usahatani meliputi bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, peralatan, dan pengangkutan panen. Penggunaan keenam komponen biaya tersebut disusun ke dalam dua kategori, yaitu dalam jumlah fisik dan nilai (Rp). Hasil rekapitulasi penggunaan input usahatani kelapa sawit menurut umur tanaman dalam jumlah fisik disajikan pada Tabel 9 dan dalam jumlah nilai (Rp) pada Tabel 10. Pada Tabel 9, ada tiga komponen yang tidak dapat diuraikan secara fisik berapa besar penggunaan komponen tersebut dalam usahatani yang telah dilakukan oleh para petani, yaitu komponen bibit, pestisida, dan pengangkutan panen. Hal ini disebabkan oleh masih minimnya kemauan petani dalam hal penggunaan catatan khusus untuk manajemen pengelolaan kebun sendiri, sehingga data yang diperoleh hanya dalam satuan Rupiah saja (Tabel 10). Pada penelitian ini, besarnya input usahatani dikelompokkan berdasarkan umur tanaman (Tabel 9). Berdasarkan sebaran umur tanaman yang diamati di lapang disusun 5 kelompok umur tanaman yaitu (0-5) tahun, (6-10) tahun, (11-15) tahun, (16-20) tahun, dan (>21) tahun. Uraian ringkas masing-masing komponen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bibit Penggunaan bibit tidak dijelaskan dalam jumlah fisik, melainkan hanya dalam satuan Rupiah. Bibit merupakan komponen yang hanya terdapat di awal tanam yakni pada kolom umur tanaman 0-5 tahun. 2. Kebutuhan pupuk Pupuk merupakan komponen terpenting dalam hal pengelolaan tanaman. Kebutuhan pemupukan bagi petani tergantung dari daya beli petani. Biasanya petani melakukan pemupukan rutin 2 kali dalam setahun. Jika tidak rutin, maka
41
petani melakukan pemupukan hanya 1 kali saja dalam setahun. Alasan utama petani tidak melakukan pemupukan rutin adalah karena tidak mampu membeli pupuk. Meskipun demikian, seluruh petani yang diwawancara pernah melakukan pemupukan. Jenis pupuk yang digunakan untuk tanaman kelapa sawit antara lain: Urea, ZA, KCl, TSP, MOP, dan Kieserite. Dari Tabel 9 nampak bahwa petani membutuhkan pupuk lebih banyak pada awal dan akhir tanam saat tanaman berumur 0-5 tahun dan > 21 tahun. Bagi para petani, pemupukan merupakan input yang sangat penting untuk meningkatkan atau mempertahankan hasil produksi yang bisa dicapai. Tabel 9. Rekapitulasi Penggunaan Input Usahatani Kelapa Sawit di Kebun Plasma No.
Komponen
1
Bibit
2
Pupuk
Umur Tanaman
Satuan 0-5
6 - 10
11 - 15
16 - 20
> 21
-
-
-
-
-
Dosis Urea
Kg/ha
383,33
221,47
300,67
183,33
Dosis Za
Kg/ha
0,00
24,49
106,67
25,00
0,00
Dosis Kcl
Kg/ha
133,33
172,55
234,78
195,00
212,50
Dosis TSP
Kg/ha
391,67
220,27
250,07
253,33
305,83
Dosis MOP
Kg/ha
0,00
0,00
0,00
0,00
126,67
Dosis Kieserite
Kg/ha
0,00
2,86
0,00
0,00
33,33
908,33
641,63
892,18
656,67
999,17
-
-
Jumlah 3
Pesisida
4
Tenaga Kerja
-
HOK
18
13
12
12
6
Perempuan
HOK
9
7
5
3
1
Ternak
HKT
1
0
0
0
0
Mesin
HKM
3
0
0
0
0
32
19
17
15
7
Peralatan Cangkul
Unit
1,1
0,9
0,6
0,4
0,4
Kored
Unit
0,9
0,1
0,0
0,1
0,1
Parang
Unit
0,8
0,7
0,5
0,3
0,2
Garu
Unit
0,4
0,3
0,1
0,2
0,1
Egrek
Unit
0,0
0,2
0,5
0,5
0,5
Beko
Unit
0,6
0,8
0,4
0,4
0,5
Semprotan
Unit
0,5
0,2
0,1
0,1
0,1
Dodos
Unit
0,6
0,4
0,0
0,0
0,0
Tojok
Unit
0,4
0,5
0,3
0,3
0,5
5,3
4,0
2,5
2,3
2,3
Jumlah 6
-
Laki-laki
Jumlah 5
-
320,83
Pengangkutan Panen
Keterangan : HOK : Hari Orang Kerja HKT : Hari Kerja Ternak HKM : Hari Kerja Mesin
-
-
-
-
-
42
Tabel 10. Rekapitulasi Struktur Biaya Usahatani (Rp) No.
Komponen
Umur Tanaman
Harga Satuan 0-5
6 - 10
11 - 15
16 - 20
> 21
1833333,33
0,00
0,00
0,00
0,00
1
Bibit
x
2
Pupuk
Rp/kg
Urea
5484,375
2102343,75
1214629,78
1648968,75
1005468,75
6220
0,00
152326,53
663466,67
155500,00
0,00
Kcl
7026,315789
936842,11
1212367,63
1649622,81
1370131,58
1493092,11
TSP
Za
1759570,31
6352,542373
2488079,10
1399254,66
1588559,10
1609310,73
1942819,21
MOP
8000
0,00
0,00
0,00
0,00
1013333,33
Kieserite
2750
0,00
7857,14
0,00
0,00
91666,67
3
Pesisida
x
4
TK
Rp/HK
Laki-laki
20.000,00
366.666,67
277.000,00
168.666,67
213.000,00
133.333,33
Perempuan
5
553649,75
317444,44
160000,00
37500,00
20.000,00
186.666,67
124.428,57
64.333,33
31.000,00
0,00
Ternak
100.000,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Mesin
200.000,00
600.000,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Peralatan
Rp/Unit
20000 15000 18000
21111,11
17529,56
12477,78
7933,33
7666,67
13333,33
1200,00
0,00
1550,00
1250,00
13500,00
12712,33
8860,00
4980,00
3900,00
Garu
15000
6666,67
4352,45
1283,33
3400,00
1250,00
Egrek
45000
0,00
9252,01
21400,00
22050,00
21750,00
Beko
180000
105000,00
135712,96
71400,00
73800,00
87000,00
Semprotan
325000
162500,00
63704,69
27263,89
24916,67
32500,00
Dodos
25000
15277,78
9080,06
0,00
0,00
0,00
Tojok
35000
15555,56
17575,95
12172,22
10266,67
15750,00
Cangkul Kored Parang
6
719444,44
Biaya angkut panen
Jumlah
x
3.240.000,00
4.273.536,91
3.268.000,00
2.331.866,67
2.770.000,00
12.826.320,51
9.486.170,99
9.523.918,99
7.025.174,40
9.412.381,63
3. Pestisida dan Herbisida Berdasarkan hasil wawancara, seluruh petani mengatakan bahwa tanamannya pernah terserang hama dan penyakit. Namun, tidak semua petani menggunakan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit tersebut. Alasan utama petani tidak menggunakan pestisida dan herbisida adalah karena tidak mampu membeli pestisida. Beberapa jenis pestisida yang digunakan antara lain roundap, gramoxone, herbatop, dan decis. Pengendalian gulma seperti rumput liar/lalang menggunakan roundap, gramoxone, herbatop, sedangkan untuk pengendalian serangan hama menggunakan decis.
43
Biaya penggunaan pestisida pada awal tanam (Tabel 10) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur lainnya, yakni sebesar 719.444,44 kemudian mengalami penurunan hingga umur tanaman > 21 tahun. Hal in karena tanaman kelapa sawit muda sering mendapat gangguan hama dan penyakit sehingga memerlukan pengendalian sebagaimana mestinya agar diperoleh tanaman yang tumbuh sehat dan subur. 4. Tenaga Kerja Ada 3 jenis tenaga kerja yang digunakan petani plasma dalam pengelolaan dan pemeliharaan tanaman kelapa sawit yaitu manusia, ternak, dan mekanik (mesin). Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria dan wanita. Sumber tenaga kerja manusia berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga. Jika tenaga kerja berasal dari dalam keluarga, maka nilai upah yang dihitung hanya upah tenaga kerja yang menyewa saja, sehingga petani tidak mengeluarkan biaya tenaga kerja. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya. Misalnya, tenaga kerja pria biasanya melakukan pekerjaan pengolahan tanah, pemupukan, penyemprotan, dan panen, sedangkan jenis pekerjaan seperti pembibitan, penyiraman, pemupukan dan penyiangan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja wanita. Tenaga mekanik digunakan untuk mengolah dan meratakan tanah. Tenaga kerja ternak bersifat substitusi pengganti tenaga kerja mesin. Sebagian petani menggunakan ternak juga untuk mengurangi populasi gulma di areal tanam. Berdasarkan Tabel 9, penggunaan tenaga kerja pada kelompok umur 0-5 tahun lebih tinggi dibandingkan kelompok umur yang lain. Ini menunjukkan bahwa pada awal tahun tanam sampai tanaman sawit berumur 5 tahun memerlukan kebutuhan tenaga kerja yang lebih banyak disebabkan jenis pekerjaan yang harus dilakukan juga banyak seperti olah tanah, penanaman, penyiangan, penyiraman bibit, pemupukan, dll. 5. Peralatan Beberapa peralatan yang digunakan petani dalam mengelola lahannya adalah cangkul, kored, parang, garu, egrek, beko, semprotan, dodos dan tojok. Biasanya peralatan seperti cangkul, parang, garu, dan kored digunakan petani untuk pengolahan dan pemeliharaan misalnya untuk penyiangan dan pembersihan
44
areal tanam. Semprotan berguna sebagai alat untuk mengaplikasikan pestisida dalam bentuk cair. Sementara itu, peralatan untuk memanen digunakan dodos, egrek, beko, dan tojok. Dodos digunakan untuk memanen tanaman yang berumur ≤ 8 tahun, sedangkan egrek digunakan untuk memanen tanaman yang berumur > 8 tahun. Beko digunakan untuk mengangkat hasil panen (TBS) ke tempat pengumpulan hasil (TPH) dan tojok digunakan untuk memindahkan TBS dari TPH ke dalam truk pengangkutan buah. 6. Pengangkutan panen Pengangkutan panen merupakan besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam sekali panen untuk mengangkut hasil panen sampai ke lokasi pabrik atau tempat pemasaran. Biaya angkut panen untuk sampai ke lokasi pasar ada yang ditanggung oleh petani dan ada juga yang ditanggung oleh penjual. Jika biaya ditanggung penjual, maka petani tidak perlu mengeluarkan biaya angkut panen. Pada Tabel 10 menunjukkan biaya angkut panen pada berbagai kelompok umur tanaman. Biaya pada awal tanam saat umur tanaman 0-5 tahun sebesar 3,2 juta lebih besar dibandingkan biaya angkut panen saat umur tanaman 16-20 tahun sebesar 2,3 juta. Hal ini diduga karena petani pada awal tanam masih kurang berpengalaman dalam mengelola hasil panen sehingga pengangkutan panen belum lancar dan biaya angkut menjadi lebih besar.
Gambar 8. Grafik Jumlah Biaya Usahatani per hektar Menurut Kelas Umur Tanaman
Hasil rekapitulasi perincian jumlah biaya usahatani menurut kelas umur tanaman menunjukkan bahwa penggunaan biaya usahatani paling tinggi terdapat pada kelas umur tanaman 0-5 tahun yaitu sebesar Rp 12.826.321. Pada kelas umur tanaman 0-5 tahun, seluruh komponen input usahatani digunakan untuk
45
menghasilkan produksi, mulai dari bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja, peralatan, dan biaya angkut panen, sehingga biaya produksi lebih besar dibandingkan dengan biaya produksi menurut kelas umur lainnya. Kemudian diikuti oleh kelas umur tanaman 11-15, 6-10, >21, dan 16-20 tahun dengan biaya berturut-turut sebesar Rp 9.523.919, Rp 9.486.171, Rp 9.412.382, Rp 7.025.174. Pada umumnya, produksi tanaman kelapa sawit yang berumur >21 tahun mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya umur tanaman. Salah satu upaya yang dilakukan petani untuk dapat mempertahankan produktivitas tanamannya adalah dengan menambah komponen input usahatani berupa pupuk. Dengan penambahan komponen pupuk diharapkan dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan hasil produksi yang bisa dicapai.
5.4. Perbandingan Produktivitas Menurut Kelas Umur Tanaman dan Status Kepemilikan Lahan Analisis ini dilakukan untuk membandingkan rata-rata produktivitas kelapa sawit pada kelas umur tanaman dengan status kepemilikan lahan yang berbeda di kebun plasma. Hasil perhitungan ANOVA (Tabel 11) untuk kelas umur tanaman didapat nilai F-hitung sebesar 5,899 dengan tingkat signifikansi 0,0005. Nilai p-level yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa kelas umur tanaman memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas kelapa sawit. Sementara itu, status kepemilikan lahan berbeda nyata pada selang kepercayaan 80% dan interaksi keduanya berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 70%. Tabel 11. Hasil ANOVA Sumber Keragaman Kelas Umur Tanaman Status Lahan Kelas Umur Tanaman*Status Lahan Error
Jumlah Kuadrat 389177863,7 51058837,3
Derajat bebas 4,0 2,0
Kuadrat tengah 97294465,9 25529418,7
F
P
5,9 1,5
0,0 0,2
39399356,3
2,0
19699678,1
1,2
0,3
907066846,5
55,0
16492124,5
Untuk mengetahui interaksi faktor mana yang menghasilkan perbedaan yang signifikan terhadap produktivitas kelapa sawit di kebun plasma dilakukan uji lanjut dengan menggunakan metode Tukey. Hasil perhitungan uji Tukey disajikan pada Tabel 12.
46
Tabel 12. Hasil perhitungan uji Tukey No {1} {4} {5} {7} {8} {9} {10} {11} {13}
Umur Tanaman (Tahun) 0-5 6-10 6-10 11-15 11-15 11-15 16-20 16-20 >21
Status Lahan 1 1 2 1 2 3 1 2 1
{1} 7366,7 0,342 1,000 0,101 0,202 1,000 0,856 0,851 1,000
{4} 13070, 0,342 0,883 0,860 0,949 0,966 1,000 1,000 0,009
{5} 7200,0 1,000 0,883 0,633 0,625 1,000 0,978 0,940 1,000
Approximate Probabilities for Post Hoc Tests Error: antara K.Tengah = 1649E4, derajat bebas = 55,000 Interaksi : Umur tanaman & status lahan Keterangan: cetak tebal menunjukkan nyata pada selang kepercayaan s/d 70% Status lahan 1 : milik sendiri 2 : sewa 3 : garap
{7} 15153, 0,101 0,860 0,633 1,000 0,805 0,916 1,000 0,002
{8} 16053, 0,202 0,949 0,625 1,000 0,783 0,923 1,000 0,029
{9} 8400,0 1,000 0,966 1,000 0,805 0,783 0,997 0,979 1,000
{10} 11983, 0,856 1,000 0,978 0,916 0,923 0,997 1,000 0,414
{11} 14400, 0,851 1,000 0,940 1,000 1,000 0,979 1,000 0,635
{13} 6188,0 1,000 0,009 1,000 0,002 0,029 1,000 0,414 0,635
47
Berdasarkan Tabel 12, desain faktorial dengan faktor umur tanaman dan status kepemilikan lahan diperoleh bahwa pada status kepemilikan lahan yang sama yaitu lahan milik sendiri, produktivitas tanaman umur 6-10 tahun sebesar 13 ton/ha berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur > 21 tahun sebesar 6 ton/ha. Sama halnya dengan produktivitas tanaman umur 11-15 tahun yang sebesar 15 ton/ha juga berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur > 21 tahun. Produktivitas tanaman umur > 21 tahun hanya diperoleh 6 ton/ha karena lahan yang dikelola petani menurut data yang diperoleh adalah lahan yang umur tanamannya 25, 26, 27, dan 28 tahun dengan jumlah petani hanya sebanyak 6 orang, sehingga produktivitas kelompok umur tanaman > 21 tahun sangat kecil dibandingkan dengan produktivitas umur tanaman 6-10 dan 11-15 tahun. Selain itu, pada lahan yang dikelola milik sendiri, produktivitas tanaman pada kelompok umur 0-5 tahun berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur 11-15 tahun. Produktivitas tanaman pada kelompok umur 0-5 tahun yang dikelola di lahan milik sendiri juga berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur 1115 tahun di lahan sewa. Selain itu, produktivitas tanaman pada kelompok umur 11-15 tahun yang dikelola di lahan sewa berbeda nyata dengan produktivitas tanaman umur > 21 tahun di lahan milik sendiri. Produktivitas paling tinggi adalah kelompok umur 11-15 tahun sebesar 16 ton/ha (di lahan sewa) sedangkan umur > 21 tahun hanya 6 ton/ha (di lahan milik sendiri). Produktivitas tanaman umur 11-15 tahun yang dikelola di lahan milik sendiri lebih rendah (sebesar 15 ton/ha) dibandingkan dengan produktivitas tanaman umur 11-15 tahun di lahan sewa (sebesar 16 ton/ha). Pada kelompok umur yang sama dengan status kepemilikan lahan berbeda ternyata menghasilkan produktivitas yang berbeda pula. Grafik produktivitas kelapa sawit antar status kepemilikan lahan pada kelompok umur tanaman 11-15 tahun disajikan pada Gambar 9.
48
Gambar 9. Grafik Produktivitas Kelapa Sawit antar Status Kepemilikan Lahan pada Kelompok Umur Tanaman 11-15 Tahun
Para petani yang mengelola lahan sewa dibebani kewajiban untuk membayar biaya sewa lahan. Ini mendorong mereka untuk bekerja lebih giat dalam mengelola lahan sedemikian rupa agar produksi yang diperoleh bisa tinggi. Dengan demikian, produktivitas tanaman umur 11-15 tahun di lahan sewa bisa lebih tinggi daripada di lahan milik sendiri. Berbeda dengan status lahan garap yang produktivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan status lahan milik sendiri dan sewa. Hal ini diduga karena pihak penggarap mendapatkan hak atas tanah dengan perjanjian bagi hasil antara pemilik dan penggarap tanah serta tidak ada kewajiban untuk membayar sewa lahan. Pembelian input produksi menjadi tanggungjawab pihak penggarap. Sehingga pihak penggarap kurang berantusias dalam mengelola lahannya karena setengah dari hasil keuntungan yang diperoleh diberikan kepada pemilik sementara input produksi tetap menjadi tanggungan pihak penggarap.
5.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kelapa Sawit di Kebun Plasma Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kelapa sawit didahului dengan analisis faktor terhadap kelompok variabel internal usahatani. Analisis dilakukan terhadap 12 variabel yang meliputi faktor umur tanaman, jumlah bibit, kebutuhan pupuk, jumlah pestisida, jumlah tenaga kerja, peralatan, biaya angkut panen, pemupukan rutin dan faktor eksternal (pengalaman dan pendidikan petani, pekerjaan sampingan, serta status kepemilikan lahan). Potensi
49
multikolinearitas cukup besar jika seluruh variabel asal terkait input produksi pertanian diikutsertakan dalam regresi berganda. Di sisi lain eliminasi terhadap variabel dihindari karena variabel tersebut penting berkontribusi terhadap pencapaian produktivitas usahatani. Oleh karena itu diperlukan analisis faktor terhadap seluruh variabel input usahatani, dan diharapkan seluruh input usahatani tersebut masuk dalam permodelan. Analisis faktor menghasilkan nilai akar ciri (eigenvalues), tabel kumulatif akar ciri (communalities), tabel nilai factor loadings, dan tabel nilai factor scores. Nilai akar ciri dari faktor-faktor baru sebesar 72,23% seperti tertera pada Tabel 13. Artinya, faktor-faktor baru yang dihasilkan mampu menjelaskan keragaman data awal sebesar 72,23%. Nilai ini menunjukkan suatu deskripsi yang cukup baik karena nilai akar ciri tersebut berada di atas 70%. Tabel 13. Akar ciri Komponen-komponen Utama Komponen utama Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3
Akar ciri 3,09 1,67 1,02
% Total keragaman 38,63 20,85 12,75
kumulatif akar ciri 3,09 4,76 5,78
kumulatif (%) 38,63 59,48 72,23
Nilai pada tabel akar ciri pada dasarnya menerangkan keragaman data baru pada ketiga faktor utama yang terbentuk. Besarnya keragaman data masingmasing variabel asal terhadap ketiga faktor utama dapat dijelaskan dengan nilai kumulatif akar ciri (communalities) seperti tertera pada Tabel 14. Tabel 14. Nilai kumulatif akar ciri hasil analisis faktor Variabel asal Umur bibit (Rp) pupuk (kg/ha/tahun) pestisida (Rp) TK (org) Alat (Rp) Panen (Rp) Pemupukan rutin
From 1 Factor
From 2 Factors
From 3 Factors
Multiple R-Square
0,020 0,005
0,106 0,151
0,734 0,563
0,280 0,214
0,006
0,686
0,706
0,331
0,436 0,461 0,814 0,686
0,444 0,759 0,819 0,723
0,721 0,759 0,835 0,731
0,451 0,634 0,644 0,504
0,026
0,700
0,730
0,438
Analisis faktor terhadap 8 variabel input produksi yang mempengaruhi tingkat produktivitas kelapa sawit di Kebun Plasma menghasilkan tiga faktor baru
50
yang orthogonal satu sama lain. Variabel-variabel asal dikelompokkan ke dalam faktor-faktor baru yang diinterpretasikan berdasarkan nilai factor loading-nya. Variabel-variabel asal yang berkorelasi dengan faktor-faktor baru atau dianggap sebagai penciri pada komponen utama ke-i dijelaskan dengan nilai marked loading yang lebih dari 0,7. Nilai factor loading selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Nilai Factor Loading Analisis Komponen Utama Variabel asal Umur tanaman bibit (Rp) pupuk (kg/ha/tahun) pestisida (Rp) TK (org) Alat (Rp) Panen (Rp) Pemupukan rutin
Faktor 1
Faktor 2
Faktor 3
-0,14 0,07 -0,07
0,29 -0,38 0,82 0,09 -0,55 -0,07 -0,19
0,79 0,64 0,14
0,66 0,68 0,90 0,83 -0,16
0,82
-0,53 -0,02 -0,12 0,09 -0,17
Expl.Var
2,45
1,93
1,39
Prp.Totl
0,31
0,24
0,17
Keterangan : Cetak tebal : penciri yang berpengaruh nyata terhadap faktor utama
Penjelasan untuk ketiga faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1) Faktor utama 1 (F1) berkorelasi positif dengan pestisida, tenaga kerja, alat, dan panen selanjutnya disebut dengan variabel biaya input usahatani non pemupukan 2) Faktor utama 2 (F2) berkorelasi positif dengan pupuk dan jadwal pemupukan, selanjutnya disebut dengan variabel teknik pemupukan 3) Faktor utama 3 (F3) berkorelasi positif dengan umur tanaman dan bibit, selanjutnya disebut dengan variabel umur tanaman Hasil analisis faktor yang lain faktor skor (F scores), yakni tabel yang menyajikan titik-titik data baru hasil analisis komponen utama. Nilai-nilai pada F scores inilah yang digunakan untuk analisis regresi berganda. Selengkapnya nilainilai pada PC scores tertera pada Lampiran 1. Selanjutnya, hasil analisis faktor berupa nilai-nilai pada tabel faktor skor tersebut digunakan untuk analisis regresi berganda metode forward stepwise. Persamaan hasil regresi berganda dengan produktivitas sebagai variabel tujuan tertera pada Tabel 16.
51
Tabel 16. Hasil Analisis Regresi Berganda dengan Produktivitas sebagai Fungsi Tujuan Pendidikan Petani (Tahun) Biaya input usahatani non pemupukan Teknik pemupukan Umur tanaman d1 d22
Beta
Std.Err. of Beta
t(55)
p-level
0,43 -0,06 0,14 -0,06 0,08 0,46
0,19 0,04 0,04 0,04 0,05 0,18
2,30 -1,37 3,47 -1,48 1,47 2,54
0,02 0,18 0,00 0,14 0,15 0,01
R2 R2 adjusted Std.Error of estimate (SE) Keterangan : * : nyata pada selang kepercayaan 85% ** : nyata pada selang kepercayaan 95% d1 : pekerjaan sampingan d22 : status kepemilikan lahan sewa
** ** * * **
91% 90% 4226,0
Analysis of Variance; DV: Produktifitas (kg/ha/th) (Analisis di Plasma) Kuadrat Tengah S.Keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Galat Regress. 1,027456E+10 6 1,712427E+09 1,035821E+09 58 1,785899E+07 Galat Total 1,131038E+10
F 95,89
p-level 0,00
Hasil uji ANOVA atau F-test menunjukkan Fhitung adalah 95,9 dengan nilai peluang galat uji (p-level) 0,00. Berhubung nilai p-level (0,00) jauh lebih kecil dari α (0,05), maka model regresi bisa dipakai untuk memprediksi produktivitas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa variabel-variabel penduga secara bersama-sama berpengaruh terhadap produktivitas. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda diperoleh nilai R sebesar 0,95 menunjukkan bahwa korelasi/hubungan antara produktivitas dengan variabelvariabel bebasnya adalah kuat karena nilai di atas 0,5. Nilai R-square atau koefisien determinasi adalah 0,9084. Hal ini berarti 90,84% variasi dari produktivitas bisa dijelaskan oleh variasi variabel-variabel bebasnya. Sisanya (100% - 90,84% = 9,16%) dijelaskan oleh sebab-sebab lainnya atau tidak dapat dijelaskan dengan variabel bebas yang digunakan. Standard Error Estimate (SEE) adalah 4226,0 atau 4226 kg/ha/th (satuan yang dipakai adalah variabel tak bebas atau produktivitas). Makin kecil SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel bebas.
52
Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa pendidikan petani, teknik pemupukan, dan status kepemilikan lahan sewa berpengaruh nyata terhadap tingkat produktivitas kelapa sawit pada selang kepercayaan 95%. Umur tanaman dan pekerjaan sampingan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan antara 85-95%. Hubungan antara variabel-variabel tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan yang disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Persamaan hasil analisis regresi berdasarkan karakteristik responden No
Persamaan
Karakteristik responden
1
Y = 0,43X1 - 0,06F1 + 0,14F2 - 0,06F3 + 0,54
A
2
Y = 0,43X1 - 0,06F1 + 0,14F2 - 0,06F3 + 0,46
B
Keterangan : A : sewa lahan dan memiliki pekerjaan sampingan B : sewa lahan, tidak memiliki pekerjaan sampingan Y : produktivitas X1 : pendidikan petani (tahun) F1 : variabel biaya input usahatani non pemupukan F2 : variabel teknik pemupukan F3 : variabel umur tanaman
Uraian untuk masing-masing faktor penduga akan dikemukakan berikut ini: a. Pendidikan Petani Pendidikan petani merupakan faktor yang berpengaruh positif dan secara statistik sangat nyata (p-level 0,02). Artinya, setiap penambahan pendidikan petani selama 1 tahun nyata menyebabkan kenaikan produktivitas sebesar 0,43 kg/ha/tahun. Tingkat pendidikan terkait dengan kemampuan memahami dan mengadopsi introduksi teknologi. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka kualitas sumberdaya petani akan semakin baik. Petani dapat lebih memahami permasalahan pengelolaan dan mengerti bagaimana langkah pemecahannya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Dengan demikian akan berdampak positif terhadap peningkatan produksi tanaman yang dikelola. b. Biaya Input Usahatani Non Pemupukan Faktor ini terdiri dari pestisida, tenaga kerja, alat, dan panen. Keempat variabel tersebut merupakan faktor yang berpengaruh negatif terhadap produktivitas, namun secara statistik tidak nyata (p-level 0,18). Pestisida dapat berpengaruh positif jika pemakaiannya tidak melebihi dosis atau aturan pakai. Jika pemakaiannya terlalu berlebih dapat berakibat negatif terhadap produksi karena dapat menyebabkan keracunan bagi tanaman bahkan kematian. Hasil
53
panen yang diangkut dapat berpengaruh negatif terhadap produktivitas jika jarak dari TPH sampai ke lokasi pabrik atau tempat pemasaran terlalu jauh. Semakin lama waktu perjalanan yang ditempuh maka berat tiap TBS yang diangkut dapat
mengalami penyusutan sehingga mengurangi tingkat
produktivitas yang dicapai. Sarana pertanian berupa cangkul, parang, kored, beko, dan lain-lain merupakan alat yang membantu para petani untuk mengolah lahannya dan memelihara tanamannya sehingga mereka tidak perlu bersusah payah untuk memperkerjakan orang. Namun, jika petani bekerja sendiri di lahannya maka pekerjaan akan menjadi tidak terspesifikasi (khusus) sehingga petani sulit berkonsentrasi penuh terhadap tugas-tugasnya. Adanya distribusi atau pembagian tugas yang tidak jelas dapat menyebabkan penurunan produktivitas karena semua pekerjaan tidak terinci untuk dikerjakan. Selain itu, faktor tenaga kerja juga dapat berpengaruh negatif terhadap produktivitas apabila penggunaan tenaga kerja tidak diimbangi dengan pembagian tugas yang terspesifikasi dengan baik. Para pekerja biasanya kurang semangat bila pekerjaan yang mereka kerjakan terlalu berat sementara jumlah tenaga kerjanya banyak. Mereka merasa kurang bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik karena beranggapan
bahwa
masih
ada
tenaga/orang
lain
yang
akan
menyelesaikannya. Pengawasan kerja di kebun plasma juga tidak ketat seperti di kebun inti. Ini dapat menyebabkan produktivitas menjadi rendah karena etos tenaga kerjanya juga rendah. c. Teknik Pemupukan Faktor kebutuhan pupuk dan rutinitas pemupukan merupakan faktor yang berpengaruh positif sangat nyata (p-level 0,00). Artinya, setiap penambahan dosis pupuk sebesar satu satuan akan menyebabkan kenaikan produktivitas yang secara statistik sangat nyata sebesar 0,14 kg/ha/tahun. Demikian pula dengan jadwal pemupukan, petani yang melakukan pemupukan secara rutin akan mendapatkan hasil produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang tidak memupuk secara rutin.
54
d. Umur Tanaman Faktor yang terdiri dari umur tanaman dan bibit merupakan faktor yang berpengaruh negatif nyata (p-level 0,14) terhadap tingkat produktivitas kelapa sawit. Umur tanaman berpengaruh negatif terhadap tingkat produktivitas, yang artinya bahwa semakin tua tanaman cenderung semakin turun pula tingkat produktivitasnya. Umur tanaman memberikan respon negatif diduga karena kualitas bibit yang ditanam kurang baik. Ini kemungkinan karena kebutuhan bibit setiap petani kemungkinan tidak sama dan kualitas bibit yang ditanam juga berbeda antar petani yang satu dengan yang lain. Kualitas bibit sangat mempengaruhi produktivitas yang dicapai. Keterbatasan modal dan daya beli sarana produksi yang rendah diduga dapat menjadi penyebab kualitas bibit yang dibeli petani tidak baik atau bukan merupakan bibit unggul. Selain itu, para petani di kebun plasma biasanya juga tidak melakukan seleksi bibit secara cermat ketika bibit siap salur akan dipindahkan ke areal tanam. Beberapa alasan inilah yang mungkin menjadi pemicu produktivitas tanaman kelapa sawit mengalami penurunan. e. Pekerjaan Sampingan dan status kepemilikan lahan Pekerjaan sampingan merupakan faktor yang berpengaruh positif nyata (plevel 0,15), dan status kepemilikan lahan berpengaruh positif sangat nyata (plevel 0,01). Menurut karakteristik responden (Tabel 17 Terdahulu), petani yang
menyewa
lahan
dan
memiliki
pekerjaan
sampingan
mampu
meningkatkan produktivitas yang secara statistik nyata sebesar 0,54 kg/ha/th, lebih tinggi dibandingkan petani yang menyewa lahan namun tidak memiliki pekerjaan sampingan. Hal ini diduga karena petani pada karakteristik A merupakan petani yang masih memiliki keterbatasan modal dan sumberdaya sehingga mereka lebih giat dalam mengolah lahannya agar produksi yang dicapai maksimal sehingga keuntungan yang diperoleh dapat digunakan untuk membayar sewa lahan. Apabila belum tercukupi maka petani mencari pekerjaan sampingan lain untuk memenuhi kebutuhan sarana produksi dan rumah tangga keluarganya. Jenis pekerjaan sampingan yang dilakukan para petani antara lain menjadi tukang ojek, buruh harian lepas, satpam, dan pedagang sembako. Petani pada karakteristik B merupakan petani yang sudah
55
mapan, atau petani tersebut justru mengelola lahannya hanya sebagai pekerjaan sampingan karena telah memiliki pekerjaan utama, misalnya menjadi pegawai pemerintahan/PNS. Dengan demikian, petani pada karakteristik B tidak bergantung sepenuhnya pada hasil produksi sawit yang ditanam. Meskipun demikian, para petani masih tetap mampu membayar sewa lahan.
5.6. Hirarki/Tingkat Perkembangan Desa-desa di Kecamatan Torgamba Hasil analisis skalogram tahun 2003 dan tahun 2008 menunjukkan IPD dan tingkat hirarki desa-desa di Kecamatan Torgamba. Desa-desa dengan Indeks Perkembangan Desa tinggi menunjukkan tingkat perkembangan wilayah desa yang tinggi. Sebaliknya, desa-desa dengan nilai Indeks Perkembangan Desa rendah menunjukkan tingkat perkembangan desa yang rendah. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus pada Tabel 5 terdahulu, diperoleh kisaran nilai IPD untuk penentuan hirarki desa sebagai berikut : Tahun 2003 Hirarki I
: IPD ≥ 52,48
Hirarki II
: 38,42 < IPD < 52,48
Hirarki III
: IPD < 38,42
Tahun 2008 Hirarki I
: IPD ≥ 52,16
Hirarki II
: 35,18 < IPD < 52,16
Hirarki III
: IPD < 35,18
Dengan menggunakan selang penetapan hirarki ini diketahui hirarki masing-masing desa seperti tertera pada Tabel 18 serta Lampiran 2 dan 3. Pada tahun 2003 Desa Aek Batu dan Desa Beringin Jaya termasuk ke dalam hirarki I, Desa Asam Jawa, Bangai, Rasau, Aek Raso termasuk hirarki II, dan Desa Bunut, Torgamba, Pinang Dame, Bukit Tujuh, Pangarungan, Teluk Rampah, Sungai Meranti, Torganda termasuk hirarki III. Pada tahun 2008, Desa Torgamba, Aek Batu dan Asam Jawa termasuk hirarki I, Desa Beringin Jaya termasuk hirarki II dan 10 desa lainnya termasuk ke dalam hirarki III.
56
Tabel 18. IPD dan Hirarki Desa-desa di Kecamatan Torgamba tahun 2003 dan 2008 IPD dan Tingkat Hirarki Desa pada Peningkatan (+) Tahun No Nama Desa / Penurunan (-) 2003 2008 Hirarki 1 Aek Batu 70,48 I 74,17 I 0 2 Beringin Jaya 59,04 I 37,75 II -1 3 Asam Jawa 49,67 II 62,10 I +1 4 Bangai 41,83 II 13,80 III -1 5 Rasau 40,11 II 31,21 III -1 6 Aek Raso 39,61 II 30,33 III -1 7 Bunut 38,35 III 32,52 III 0 8 Torgamba 37,83 III 54,93 I +2 9 Pinang Dame 36,51 III 22,97 III 0 10 Bukit Tujuh 28,52 III 19,22 III 0 11 Pangarungan 28,01 III 25,73 III 0 12 Teluk Rampah 26,13 III 30,51 III 0 13 Sungai Meranti 21,08 III 29,55 III 0 14 Torganda 20,68 III 27,71 III 0 Keterangan : Hirarki tetap Hirarki menurun Hirarki meningkat
:0 :-1 : +1 dan +2
Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu 5 tahun, beberapa desa di Kecamatan Torgamba telah mengalami perubahan hirarki ada yang meningkat, ada yang menurun, tetapi ada juga yang tetap (tidak berubah). Desa yang mengalami peningkatan perkembangan ada 2 desa yaitu desa Asam Jawa dan desa Torgamba. Desa yang mengalami penurunan perkembangan ada 4 desa yaitu desa Beringin Jaya, Bangai, Rasau, dan Aek Raso. Sisanya ada 8 desa yang tidak mengalami perubahan perkembangan (hirarki tetap), yaitu desa Aek Batu, Bunut, Pinang Dame, Bukit Tujuh, Pangarungan, Teluk Rampah, Sungai Meranti, dan Torganda. Peta Hirarki Kecamatan Torgamba Tahun 2003 dan 2008 tertera pada Gambar 10.
57
Gambar 10. Peta Hiraki Kecamatan Torgamba Tahun 2003 dan 2008
Desa Asam Jawa merupakan daerah perkotaan dan dilalui oleh jalan utama. Adanya jalan utama dapat mempermudah penduduk mencapai fasilitas yang dibutuhkan. Desa Asam Jawa mengalami peningkatan perkembangan dari segi fasilitas pendidikan, sosial, perekonomian. Sementara itu, Desa Torgamba yang juga dilalui jalan utama, meskipun bukan sebagai daerah perkotaan namun terdapat berbagai sarana dan prasarana yang lengkap sehingga menjadi hirarki I. Desa Torgamba mengalami peningkatan perkembangan dari segi fasilitas kesehatan, sosial dan perekonomian. Dua desa ini merupakan pusat perbelanjaan bagi penduduk desa disekitarnya. Desa Beringin Jaya mengalami penurunan perkembangan dari hirarki I menjadi hirarki II. Beberapa fasilitas yang terdapat di desa Beringin Jaya kurang mendapat perhatian dari penduduknya terutama fasilitas pendidikan dan kesehatan. Keadaan ini mendorong pihak aparat desa meniadakan fasilitas tersebut. Pengurangan jumlah fasilitas yang tersedia menyebabkan desa Beringin Jaya tidak lagi berhirarki I, ditambah semakin meningkatnya lahan yang digunakan untuk areal perkebunan di desa tersebut. Desa Bangai, Rasau, dan Aek Raso merupakan desa yang jauh dari pusat perkotaan dan lebih dikembangkan
58
sebagai daerah perkebunan sehingga menjadi kurang berkembang. Desa Rasau mengalami penurunan perkembangan desa dari segi fasilitas kesehatan dan perekonomian. Desa Bangai mengalami penurunan perkembangan desa dari segi fasilitas pendidikan, kesehatan, sosial dan perekonomian. Desa Aek Raso mengalami penurunan perkembangan desa dari segi fasilitas pendidikan. Desa Torgamba dan Desa Aek Raso merupakan daerah perkebunan kelapa sawit milik PT. Perkebunan Nusantara-III. Keterkaitan antara produktivitas kelapa sawit dengan hirarki desa tertera pada Tabel 19. Pada umur tanaman > 21 tahun, tingkat produktivitas perkebunan inti yang terletak di desa Torgamba lebih tinggi sebesar 10.921,5 kg/ha dibandingkan dengan produktivitas perkebunan plasma di desa Aek Raso hanya sebesar 6.188,0 kg/ha (Tabel 19). Produktivitas yang tinggi tentu akan menghasilkan keuntungan yang besar bagi perusahaan dan secara tidak langsung
dapat
berdampak
pada
peningkatan kesejahteraan
masyarakat
perkebunan. Dengan demikian, semakin besar keuntungan perusahaan maka perkembangan desa juga akan semakin meningkat. Hal ini berkaitan dengan hirarki desa karena terbukti bahwa desa Torgamba dalam selang waktu 5 tahun mengalami perubahan peningkatan hirarki dari hirarki III tahun 2003 menjadi hirarki I tahun 2008. Sebaliknya, Desa Aek Raso mengalami penurunan perkembangan hirarki dari hirarki II tahun 2003 menjadi hirarki III tahun 2008. Tabel 19. Keterkaitan Produktivitas Kelapa Sawit dengan Hirarki Desa Desa Status Hirarki 2003 Hirarki 2008 Produktivitas (kg/ha)
Umur Tanaman
0–5 5 – 10 11 – 15 16 – 20 > 21
Torgamba Inti III I 7.521,2 14.951,9 10.921,5
Aek Raso Plasma II III 7.366,7 12.902,1 14.882,7 12.466,4 6.188,0
Desa Torgamba mengalami perkembangan lebih cepat dibandingkan dengan Desa Aek Raso diduga karena lokasi kantor kebun dan pabrik pengolahan tandan buah kelapa sawit terletak di Desa Torgamba. Berdasarkan hasil survei lapang, pembangunan infrastruktur desa Torgamba banyak mendapat bantuan dari perusahaan inti yang bekerja sama dengan aparat desa Torgamba tersebut.
59
Perusahaan inti mendukung komunitas utama (masyarakat perkebunan) dengan menerapkan Program Bina Lingkungan, yaitu program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat di wilayah usaha PTPN-III melalui pemanfaatan dana dari bagian laba perusahaan. Tujuan program Bina Lingkungan adalah untuk dapat mewujudkan hubungan yang harmonis dengan masyarakat di sekitar wilayah perkebunan serta menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi kerakyatan sehingga tercapai pemerataan pembangunan. Bentuk bantuan Bina Lingkungan yang diberikan kepada masyarakat antara lain : Bantuan pendidikan atau pelatihan Bantuan peningkatan kesehatan Bantuan pengembangan sarana dan prasarana umum Bantuan sarana ibadah Bantuan korban bencana alam Berdasarkan data PODES, fasilitas pendidikan di Desa Aek Raso tahun 2003 terdapat TK 1 unit, SD 6 unit, dan pondok pesantren 1 unit sedangkan pada tahun 2008 jumlah SD berkurang menjadi 3 unit, sementara TK dan pondok pesantren tidak ada lagi. Pembangunan sarana dan prasarana umum di Desa Aek Raso kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah, terutama dari sektor fasilitas pendidikan. Menurut masyarakat setempat, faktor kurangnya tenaga didik serta minat masyarakat yang rendah menjadi alasan tidak berfungsinya bangunan sehingga sarana pendidikan menjadi berkurang. Berkurangnya sarana prasarana desa menyebabkan penurunan hirarki/tingkat perkembangan desa tersebut.
60
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Pengelolaan kebun dan pengolahan TBS di PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Torgamba dari proses pembibitan sampai pengolahan hasil panen menjadi CPO sudah baik karena telah mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) Perusahaan. Namun demikian, semangat atau etos kerja pekerja kebun masih kurang baik terutama dari masyarakat lokal, hal ini dapat dilihat antara lain dari kurangnya disiplin jam masuk dan pulang kerja serta keseriusan dalam bekerja. Disamping itu, sebagian buah yang masuk ke PKS Torgamba berasal dari pihak-III sehingga mutu TBS yang dibawa ke pabrik masih sulit untuk dikendalikan. 2. Tingkat produktivitas kelapa sawit antar Afdeling dan antar kelompok umur tanaman di kebun inti berbeda nyata. Produktivitas tertinggi terdapat pada Afdeling VII sedangkan produktivitas terendah terdapat pada Afdeling I. Umur tanaman 27 tahun menghasilkan produktivitas tertinggi sedangkan umur tanaman 3 tahun menghasilkan produktivitas terendah. Produktivitas kelapa sawit di kebun inti lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas kelapa sawit di kebun plasma. 3. Penggunaan input usahatani dengan biaya usahatani tertinggi adalah pada kelas umur tanaman 0-5 tahun. Semakin meningkat umur tanaman (mulai dari umur 6 tahun) maka biaya usahatani yang dibutuhkan cenderung semakin rendah. 4. Pada kelompok umur yang sama dengan status kepemilikan lahan berbeda ternyata menghasilkan produktivitas yang berbeda pula. Produktivitas tanaman umur 11-15 tahun yang dikelola di lahan sewa lebih tinggi (sebesar 16 ton/ha) dibandingkan dengan produktivitas tanaman umur 1115 tahun di lahan milik sendiri (sebesar 15 ton/ha) dan lahan garap (sebesar 8 ton/ha). 5. Pada kondisi iklim dan jenis tanah yang sama (homogen) di kebun plasma, faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap tingkat produktivitas kelapa sawit adalah pendidikan petani, pemupukan, umur tanaman dan bibit, pekerjaan sampingan dan status kepemilikan lahan.
61
6. Selama periode tahun 2003-2008 sebagian desa-desa mengalami perubahan hirarki atau tingkat perkembangan desa-desa. Desa yang mengalami peningkatan perkembangan ada 2 dan yang mengalami penurunan hirarki/perkembangan ada 4, sisanya ada 8 desa yang tidak mengalami perubahan perkembangan (hirarki tetap). Desa yang meningkat hirarkinya adalah desa Asam Jawa dan Torgamba. Desa yang menurun hirarkinya adalah desa Beringin Jaya, Bangai, Rasau, dan Aek Raso. Desa yang tetap hirarkinya adalah desa Aek Batu, Bunut, Pinang Dame, Bukit Tujuh, Pangarungan, Teluk Rampah, Sungai Meranti, dan Torganda.
6.2 Saran Petugas di kebun inti disarankan lebih memperkuat pengawasan terhadap para pekerja di lapangan agar lebih tercipta kedisiplinan, namun tidak memberikan kesan menekan. Berhubung bekerja di lapangan merupakan pekerjaan yang membutuhkan tenaga fisik, disarankan agar pekerja diberi insentif berupa imbalan yang lebih baik agar kehidupan para pekerja bisa lebih baik dan lebih sehat sehingga diharapkan menjadi lebih bersemangat dalam bekerja.
62
DAFTAR PUSTAKA
Adiwiganda, R., Purba P, Chan F, Poeloengan Z, dan Hutomo T. 1995. Pedoman Penilaian Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit. Dok. Intern PPKS, Januari 1995. 16 Hal. Adiwiganda, R., Chan F, dan Siahaan M.M. 1997. Pengelompokan Status Kesuburan Tanah pada Areal Kelapa Sawit di Indonesia berdasarkan Karakteristik Tanah. Prosiding Kongres Nasional VI HITI, Jakarta. Hal 155-167 Barchia, M.F. 2009. Pemupukan Berimbang. Online http://faizbarchia.blogspot.com/2009/06/pemupukan-berimbang.html. [08 November 2010] Dja’far, Anwar, dan Purba P. 2001. Pengaruh topografi lahan terhadap produksi dan kapasitas tenaga panen kelapa sawit. Warta Pusat Penelitian Kelapa Sawit. www.iopri.org/warta. [21 Desember 2010] Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1998. Statistik Perkebunan Indonesia 1997 – 1999. Kelapa Sawit. 52 Hal. Drapper dan Smith. 1992. Analisis Regresi Terapan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fauzi, Y., Widyastuti YE, Satyawibawa I, Hartono R. 2003. Kelapa Sawit : Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. Gujarati, D. 1995. Ekonometrika Dasar. Terjemahan oleh Sumarjo Zain. Erlangga. Jakarta. Hair, JF., Anderson RE, Tatham RL, and Black WC. 1998. Multivariate Data Analysis. Prentice Hall International, Inc. U.S.A. Pahan, I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. Rodjak, A. 2002. Dasar-dasar Manajemen Usahatani. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung. Rustiadi, E., Saefulhakim S, dan Panuju DR. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Sastrosayono, S. 2006. Budi daya Kelapa Sawit. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
63
Setyamidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit: Teknik Budidaya, Panen dan Pengolahan. Kanisius. Yogyakarta. Siregar, H. H. 1998. Model Simulasi Produksi Kelapa Sawit Berdasarkan Karakteristik Kekeringan Kasus Kebun Kelapa Sawit di Lampung. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor. . 2003. Rancang Bangun Model Penilaian Kesesuaian dan Dinamika Iklim untuk Perkebunan Kelapa Sawit. Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor. Sitorus, S.R.P. 2006. Pengembangan Wilayah Ditinjau dari Perspektif Pertanian. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Syahza, A. 2007. Kelapa Sawit, Dampaknya terhadap Percepatan Pembangunan Ekonomi Pedesaan di Daerah Riau. Artikel Online http://www.bunghatta.ac.id/artikel-290-kelapa-sawit-dampaknyaterhadap-percepatan-pembangunan-ekonomi-pedesaan-di-daerahriau.html. [22 Januari 2010] Wigena, I.G.P., Siregar H, Sudradjat, Sitorus S.R.P. 2009. Desain Model Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit Plasma Berkelanjutan Berbasis Pendekatan Sistem Dinamis. Jurnal Agro Ekonomi, 27(1): 81-108. Bogor. . 2009. Karakterisasi Tanah dan Iklim serta Kesesuaiannya untuk Kebun Kelapa Sawit Plasma di Sei Pagar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jurnal Tanah dan Iklim 30: 01-16. Bogor.
64
LAMPIRAN
65
Lampiran 1. Nilai PC scores Hasil PCA Factor Score Coefficients (Analisa di Plasma) Rotation: Varimax normalized Extraction: Principal components Variabel asal Umur Bibit (Rp) Pupuk (kg/ha/tahun)
Factor 1
Factor 2
Factor 3
0,13 0,07 0,17
0,23 -0,15 0,50
0,63 0,47 0,18
0,26 0,22 0,42 0,40 0,07
0,14 -0,19 0,14 0,07 0,45
-0,29 0,05 0,06 0,20 -0,08
Pestisida (Rp) TK (org) Alat (Rp) Panen (Rp) Pemupukan rutin
Factor Scores (Analisa di Plasma) Rotation: Varimax normalized Extraction: Principal components No Factor 1 Factor 2 Factor 3 1
-0,203
0,037
-0,972
2
0,198
0,590
-0,688
3
0,568
0,399
-1,125
4
2,353
0,447
-1,313
5
-0,090
0,621
-0,732
6
-0,542
0,371
-0,710
7
-0,136
-1,352
-0,780
8
-0,430
0,564
-1,629
9
0,210
-1,606
-0,808
10
0,434
-0,829
0,434
11
0,225
-2,071
0,329
12
6,529
-0,156
0,068
13
-0,103
-0,038
-0,747
14
-0,684
0,134
-1,051
15
-0,210
0,044
-0,580
16
-0,131
0,523
-1,144
17
2,194
-0,129
-0,471
18
-0,507
-2,268
0,954
19
-0,123
0,252
-0,902
20
-0,587
0,598
-0,720
21
-0,440
0,400
-0,680
22
-0,610
0,190
-0,638
23
0,239
0,458
-0,829
24
0,529
-0,115
-0,711
25
-0,098
0,686
-1,278
66
Lampiran 1. (Lanjutan) 26
-0,332
0,308
-0,268
27
-0,258
-1,851
0,353
28
-0,340
-1,803
0,598
29
-0,053
-0,117
-0,593
30
-0,286
-0,064
-0,724
31
0,828
-1,513
0,396
32
-0,652
-0,287
-0,560
33
-1,076
-1,430
-0,499
34
-0,199
0,522
-0,060
35
-0,046
0,374
-0,785
36
-0,548
0,354
-0,296
37
-0,051
0,044
-0,877
38
-0,223
0,350
-0,436
39
-0,343
-1,836
0,299
40
-0,308
0,582
0,610
41
-0,813
-0,115
-0,309
42
-0,096
0,908
-0,993
43
0,212
0,554
0,331
44
-0,191
0,496
0,022
45
-0,483
0,217
-0,280
46
-0,494
1,078
0,404
47
-0,067
-1,111
-0,385
48
0,586
-1,784
1,983
49
-0,590
0,326
-0,167
50
-0,726
-1,405
0,278
51
-0,191
0,360
0,212
52
0,038
2,922
0,319
53
-0,149
0,526
2,504
54
-0,264
0,296
1,851
55
-0,538
-0,569
0,134
56
-0,601
0,634
0,237
57
-0,089
-1,330
1,734
58
-0,410
0,432
0,689
59
0,146
0,747
1,365
60
-0,025
0,834
1,765
61
0,247
2,464
2,239
62
-0,055
0,871
1,902
63
-0,050
0,641
1,870
64
-0,096
0,626
1,864
Lampiran 2. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2003 No
Nama Desa
Indeks Fasilitas Pendidikan
Indeks Fasilitas Kesehatan
Indeks Fasilitas Sosial
Indeks Fasilitas Perekonomian
Indeks Aksesibilitas Pendidikan
Indeks Aksesibilitas Kesehatan
Indeks Aksesibilitas Perekonomian
IPD
Hirarki
1
BUKIT TUJUH
4,536
5,323
2,703
5,616
5,606
2,757
1,978
28,519
Hirarki III
2
SUNGAI MERANTI
4,123
4,079
2,383
1,507
2,538
5,073
1,374
21,077
Hirarki III
3
TORGANDA
2,278
4,869
1,285
2,192
3,393
4,585
2,076
20,679
Hirarki III
4
TORGAMBA
5,587
7,810
2,273
2,121
6,094
9,692
4,250
37,826
Hirarki III
5
AEK RASO
5,121
8,507
4,074
2,357
6,002
9,436
4,113
39,611
Hirarki II
6
RASAU
1,637
15,414
4,078
4,426
5,415
2,621
6,521
40,112
Hirarki II
7
BANGAI
14,551
4,938
7,738
1,625
8,033
2,443
2,506
41,835
Hirarki II
8
TELUK RAMPAH
3,741
3,897
4,730
3,921
4,304
1,726
3,811
26,131
Hirarki III
9
AEK BATU
8,008
16,359
1,669
6,564
10,726
16,994
10,158
70,480
Hirarki I
5,403
59,041
Hirarki I
10
BERINGIN JAYA
6,618
12,717
4,548
6,395
6,264
17,096
11
PINANG DAME
2,339
6,857
2,441
2,286
4,530
8,507
9,549
36,508
Hirarki III
12
ASAM JAWA
5,619
9,023
1,693
3,770
8,583
12,994
7,985
49,667
Hirarki II
13
PANGARUNGAN
3,647
4,358
1,839
2,922
6,189
3,759
5,299
28,013
Hirarki III
14
BUNUT
1,352
7,774
5,362
2,479
5,340
8,504
7,534
38,346
Hirarki III
Nilai Tengah (Rataan)
38,417
Standar deviasi
14,067
Lampiran 3. Hasil Analisis Skalogram Tahun 2008 No 1
Nama Desa
Indeks Fasilitas Pendidikan
Indeks Fasilitas Kesehatan
Indeks Fasilitas Sosial
Indeks Fasilitas Perekonomian
Indeks Aksesibilitas Pendidikan
Indeks Aksesibilitas Kesehatan
Indeks Aksesibilitas Perekonomian
IPD
Hirarki
3,942
2,922
2,518
0,874
5,155
0,407
3,401
19,218
Hirarki III
2
BUKIT TUJUH SUNGAI MERANTI
3,254
9,341
4,490
2,138
2,905
7,398
0,025
29,551
Hirarki III
3
TORGANDA
2,414
4,191
7,788
3,863
3,086
3,919
2,451
27,713
Hirarki III
4
TORGAMBA
1,871
10,023
5,254
2,944
8,828
20,270
5,737
54,928
Hirarki I
5
AEK RASO
1,464
7,983
4,367
3,778
2,930
8,244
1,560
30,326
Hirarki III
6
RASAU
3,796
11,439
7,068
2,265
0,697
3,420
2,524
31,208
Hirarki III
7
BANGAI
0,477
2,348
5,853
0,788
2,203
1,691
0,443
13,803
Hirarki III
8
TELUK RAMPAH
9
AEK BATU
10
BERINGIN JAYA
11
PINANG DAME
12
ASAM JAWA
13 14
4,752
1,125
4,861
2,623
4,459
7,453
5,237
30,510
Hirarki III
13,227
15,611
4,734
2,752
10,515
19,929
7,403
74,170
Hirarki I
1,872
6,666
5,869
9,708
3,913
6,860
2,865
37,754
Hirarki II
2,593
3,785
6,555
4,290
3,160
0,904
1,686
22,973
Hirarki III
10,736
9,203
5,000
6,137
10,515
12,122
8,384
62,096
Hirarki I
PANGARUNGAN
3,423
1,965
0,656
0,114
6,241
9,185
4,144
25,728
Hirarki III
BUNUT
0,935
5,110
4,725
4,646
1,180
11,524
4,403
32,522
Hirarki III
Nilai Tengah (Rataan)
35,179
Standar deviasi
16,977
Lampiran 4. Produktivitas Kelapa Sawit Menurut Umur Tanaman dan Afdelingnya di Kebun Torgamba Produktivitas/Umur Tanaman (kg/ha) Afdeling Luas (Ha) Jumlah HK HK/Ha Kg/HK 3 4 6 25 27 28 29 I 344,00 3420 10 408,67 4062,94 II 117,25 664 6 468,98 2655,86 III 352,65 3156 9 406,62 3638,99 VI 50,40 834 17 363,27 6011,31 VIII 323,85 1830 6 428,11 2419,18 II 392,15 4040 10 1280,03 13187,10 IV 143,15 2210 15 1058,10 16335,38 VI 111,52 1864 17 709,50 11858,86 II 12,90 105 8 1836,95 14951,94 V 12,00 129 11 1532,40 16473,33 VII 74,00 904 12 1635,06 19974,19 VIII 130,23 1665 13 1189,36 15206,02 I 29,00 113 4 1387,52 5406,55 III 49,15 269 5 1275,28 6979,65 VI 6,00 22 4 1220,45 4475,00 VII 696,00 7720 11 1653,92 18345,22 VIII 330,55 3671 11 1374,90 15269,31 II 50,64 367 7 1347,47 9765,40 VI 312,25 1655 5 1597,09 8464,98 V 224,08 2185 10 1713,45 16707,78 I 324,00 1540 5 1381,19 6564,94 II 64,05 356 6 1166,91 6485,87 III 368,00 1990 5 1287,17 6960,52 IV 308,00 1624 5 1697,46 8950,26 V 200,00 971 5 1794,93 8714,40 Rata - Rata 3757,66 13793,78 14951,94 11419,12 16807,26 9115,19 9063,96 Sumber: Laporan Bidang Tanaman PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Torgamba s/d Desember 2009
LAPORAN MAGANG (Lampiran 5)
LAPORAN MAGANG STUDI PENGELOLAAN DAN PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT DI KEBUN TORGAMBA, DISTRIK LABUHAN BATU-I PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III MEDAN
Disusun oleh : ONIE SUWARTIKA NIM. A14063310
BAGIAN PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia, berkah dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan hasil observasi dan studi dokumentasi yang semata – mata dipergunakan hanya untuk kepentingan ilmiah. Laporan ini disusun sebagai syarat bahwa telah selesai melaksanakan magang dan penelitian di Kebun Torgamba, Distrik Labuhan Batu I untuk selanjutnya diserahkan kepada PT. Perkebunan Nusantara III cq Bagian Umum. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Ir. M. Sebayang selaku Manajer Kebun Torgamba dan Bapak H. Budi Rachman selaku Manajer Kebun Aek Raso yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan magang dan penelitian. 2. Bapak Ir. Sudarno, selaku Asisten Kepala (Askep) dan Bapak Herfrik Riyadi selaku Asisten Personalia Kebun (APK) atas bimbingan dan arahannya selama melaksanakan studi di lapang. 3. Bapak Nurain, Bapak Muallif, Bapak Poniran, Bapak Silalahi, Bapak Arif, Bapak Bahar, Ibu Mariam, Ibu Evi serta Bapak/Ibu Karyawan Pelaksana lainnya, terima kasih banyak atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. 4. Dan Kepada Orangtua Penulis, terima kasih atas dukungannya, baik moral maupun materi untuk dapat menyelesaikan tugas ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak akan sangat membantu kesempurnaannya. Penulis berharap semoga laporan ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.
Torgamba, April 2010 Penulis
Onie Suwartika
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
vi
BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................
1
1.1 Latar Belakang ............................................................................
1
1.2 Pembatasan Masalah ....................................................................
2
1.3 Tujuan Magang .............................................................................
2
1.4 Metode Pendekatan .......................................................................
2
BAB II. KEADAAN UMUM KEBUN TORGAMBA ..............................
4
2.1 Sejarah Singkat dan Luas Areal Kebun Torgamba .........................
4
2.2 Letak Geografis dan Batas Wilayah ...................................... .........
6
2.3 Jenis Tanah dan Topografi...............................................................
7
2.4 Iklim dan Curah Hujan .....................................................................
7
2.5 Struktur Organisasi Perusahaan .....................................................
8
BAB III. PEMBAHASAN ........................................................................
10
3.1 Proses Pengelolaan Tanaman Kelapa Sawit ..................................
10
3.1.1 Pemesanan Bahan Tanaman ...................................................
10
3.1.2 Pembibitan.... .........................................................................
11
3.1.3 Persiapan Areal Tanam................................................. ...........
13
3.1.4 Penanaman Kelapa Sawit .......................................................
17
3.1.5 Pemeliharaan Tanaman ..........................................................
19
3.1.6 Pemanenan Tandan Buah Segar (TBS) ..................................
20
3.1.7 Pengangkutan Hasil Panen .....................................................
21
3.2 Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit ............................................
22
3.3 Manfaat Adanya Perkebunan .........................................................
24
3.3.1 Pengembangan Sarana dan Prasarana Desa ............................
24
3.3.2 Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Non-Karyawan .........
28
LAMPIRAN ..............................................................................................
30
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Teks 20. Luas Kebun Torgamba .........................................................................
4
21. Perubahan Luas Areal Kebun Torgamba ..............................................
5
22. Luas Areal Kebun Torgamba setelah Pemekaran ..................................
5
23. Rata-rata Curah Hujan dan Hari Hujan di Kebun Torgamba Periode 2005-2009. ...........................................................................................
8
24. Hubungan antara kematangan panen dan rendemen minyak dan ALB ..
21
25. Jumlah dan Rerata Berat TBS per Tahun Tanam di Areal Kebun TorGamba Tahun 2009 ..............................................................................
22
26. Produktivitas Kelapa Sawit menurut Tingkat Umur Tanaman di Kebun Torgamba (kg/ha) .................................................................................
23
27. Beberapa Realisasi Penyaluran Bantuan Program Bina Lingkungan Tahun 2007 ..........................................................................................
27
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Teks
1. Peta Areal Kebun Torgamba ................................................................ 6 2. Struktur Organisasi Kebun Torgamba .................................................. 9 3. Struktur Organisasi Afdeling Kebun Torgamba .................................... 9 4. Kondisi areal pembibitan di Afdeling VI Kebun Torgamba ................. 11 5. Salah satu tindakan konservasi tanah ........................................................ 17 6. Tanaman penutup tanah ........................................................................ 18
7. Kegiatan Panen .................................................................................... 20 8. Produktivitas antar Umur Tanaman di Kebun Torgamba ..................... 23 9. Contoh Berita Acara Penyerahan Bantuan Bina Lingkungan ............... 26 10. Penyelesaian Bangunan - Gereja HKBP Batu Parasian Ressort Bagan Batu .................................................................................................... 26 11. Pembangunan Pagar-Madrasah Ibtidaiyah Kebun Torgamba ............... 27 12. Hasil dokumentasi berbagai peluang usaha yang terdapat di sekitar areal perkebunan .......................................................................................... 28
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman Teks
1. Diagram Alir Pengelolaan Tanaman Kelapa Sawit di PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Torgamba ............................................................ 30 2. Data Produksi TBS di Kebun Torgamba Tahun 2009 ........................... 31
vi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Wilayah perkebunan terdiri dari perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet yang tersebar mulai dari Medan di Provinsi Sumatera Utara hingga Bagan Batu di Provinsi Riau. Sebagai perusahaan Agroindustri yang terintegrasi, pengolahan produk – produk perkebunan seluruhnya dilakukan di lokasi. Sarana produksi meliputi : Areal tanaman Kelapa Sawit, Areal tanaman Karet, Pabrik pengolahan Karet, Pabrik Kelapa Sawit, Pabrik Industri Karet, dan Pabrik Resin. PT. Perkebunan Nusantara III senantiasa melakukan identifikasi terhadap komunitas utama (dalam hal ini masyarakat perkebunan) serta menentukan keterlibatan dan dukungan. Sifat interaksi yang diberikan berdasarkan besarnya pengaruh dan interaksi komunitas dimaksud dengan perusahaan, dalam arti memiliki hubungan timbal balik yang saling menguntungkan dan saling melengkapi serta mengidentifikasi hal – hal yang perlu dibantu yang diselaraskan dengan kemampuan perusahaan. Salah satu kontribusi perusahaan kepada masyarakat dalam meningkatkan kualitasnya adalah dengan memberikan kesempatan melakukan PKL dan magang di perusahaan dan unit usaha tersebut. Dalam konteks pembangunan dan pengembangan pertanian, dirasakan betapa perlunya tenaga-tenaga yang lebih spesifik, lebih berperan dan profesional serta terampil dalam menangani bidangnya masing-masing dengan karakter kepemimpinan dan mental yang baik. Untuk mengetahui dan memahami keadaan atau kondisi pertanian yang sebenarnya baik ditinjau dari teknis budidaya, pengolahan hasil serta sistem manajemennya,
maka kegiatan Magang
(Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa) dianggap perlu karena dengan demikian akan menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya di bidang pertanian.
1
1.2. Pembatasan Masalah Secara garis besar, laporan ini membahas tentang keadaan umum Kebun Torgamba, proses pengelolaan kebun, dan produktivitas kelapa sawit di kebun Torgamba. Hal – hal yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan serta dampak positif adanya perkebunan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat non-karyawan di sekitar kebun juga dipaparkan dalam laporan ini.
1.3. Tujuan Magang Adapun tujuan umum dari kegiatan magang ini adalah :
Mahasiswa dapat mengetahui proses pengelolaan tanaman kelapa sawit di Kebun Torgamba secara teknis di lapangan.
Sebagai bekal ilmu pengetahuan bagi mahasiswa dan tambahan pengalaman.
Tujuan Khusus : Setelah melaksanakan magang ini diharapakan penulis dapat menyelesaikan studinya di Institut Pertanian Bogor (IPB), karena hasil observasi dan studi dokumentasi yang dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Torgamba merupakan sumber bahan atau data penunjang guna penyusunan skripsi sebagai tugas akhir mahasiswa. 1.4. Metode Pendekatan Dalam melaksanakan kegiatan magang ini digunakan beberapa metode pendekatan, yaitu : 1. Metode Observasi Yaitu mahasiswa terjun langsung kelapangan untuk mengamati serta melihat keadaan yang sebenarnya terjadi di lapang. 2. Metode Wawancara Dalam metode ini setiap mahasiswa melakukan dialog dan bertanya langsung dengan pihak terkait yang ada di lapangan serta orang-orang orang yang terlibat langsung dalam pelaksanaan di lapangan dan bertanggung jawab terhadap semua masalah teknis di lapangan.
2
3. Studi Pustaka Dalam metode ini, penulis menggunakan berbagai literatur yang bisa memperkuat isi tulisan seperti, buku, jurnal dan berbagai literatur lain yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan tentang pengelolaan kebun kelapa sawit. 4. Dokumentasi Selama melaksanakan kegiatan di lapangan mahasiswa menggunakan foto atau gambar untuk memperkuat isi laporan yang akan disusun.
3
BAB II. KEADAAN UMUM KEBUN TORGAMBA 2.1. Sejarah Singkat dan Luas Areal Kebun Torgamba Pada awalnya, Kebun Torgamba Group adalah hutan primer sebagai tempat pengambilan kayu oleh perusahaan pemegang hak pengusaha hutan (HPH). PT. Perkebunan IV yang berkedudukan di Gunung Pamela yang didirikan dengan Akte Notaris G.S.H Lumban Tobing SH. No.144/1997 tanggal 10 Maret 1977 mengadakan survei menjajaki daerah Kabupaten Labuhan Batu untuk dijadikan daerah perkebunan. Selanjutnya tahun 1977 melalui surat Keputusan Direksi PT. Perkebunan IV mengadakan pengembangan perkebunan kelapa sawit dengan nama Kebun Torgamba yang dibuka pada tahun 1978. Pada tahun 1981, Kebun Torgamba Group dibagi menjadi 7 (tujuh) kebun yang terdiri dari: Kebun Torgamba, Kebun Sei Kebara, Kebun Sei Baruhur, Kebun Sei Daun, Kebun Sei Meranti, Kebun Bagan Batu, Kebun Bagan Sinembah, dan Kebun Bukit Tujuh. Untuk Kebun Torgamba hanya satu komoditi yakni kelapa sawit dengan luas pertahun tanam tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Luas Kebun Torgamba Tahun Tanam Luas (Ha) 1979 1627 1980 2998 1981 1152 1982 1100 1984 406 Jumlah
Jarak Tanam (meter) 7692 x 9,09 7692 x 9,09 7692 x 9,09 7692 x 9,09 7692 x 9,09
Panen Perdana Jul-83 Jan-83 Apr-84 Jan-85 Sep-87
7283
Seiring dengan tuntutan usaha, PT. Perkebunan IV dilebur melalui Peraturan Pemerintah RI No.8 tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996 tentang Peleburan Perusahaan Perseroan PT. Perkebunan III, IV, dan V menjadi PT. Perkebunan Nusantara III. PT. Perkebunan Nusantara III didirikan dengan Akte Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) No.36 tanggal 11 Maret 1996 dan Notaris Harun Kamil SH No.C2-831/HT.01.01 tanggal 08 Agustus 1996. Pada bulan September 1996 sesuai SKPTS Direksi terjadi pengurangan kebun/unit di PT. Perkebunan Nusantara III, yaitu kebun Sei Kebara yang beralih ke Kebun Sei Baruhur, Kebun Torgamba berubah luasnya dari 7283 Ha menjadi 9158,48 Ha. Disebabkan perpindahan Afdeling I, II, dan III maka Kebun Sei 4
Baruhur menjadi Afdeling V, XI, dan XII Kebun Torgamba. Sedangkan Afdeling V Kebun Torgamba dipecah menjadi Afdeling III, VI, dan VIII Kebun Torgamba. Tabel 2. Perubahan Luas Areal Kebun Torgamba Tahun Tanam Luas (Ha) Jarak Tanam (meter) 1979 2072,68 7692 x 9,09 1980 4223,77 7692 x 9,09 1981 1356,03 7692 x 9,09 1982 1100 7692 x 9,09 1984 406 7692 x 9,09 Jumlah
9158,48
Pada tanggal 01 Maret
2005, sesuai Surat
Keputusan Direksi
No:303/SKPTS/05/2005 tanggal 28 Februari 2005 tentang pemekaran Kebun Torgamba dan Kebun Sei Baruhur menjadi 03 (tiga) kebun serta penetapan kantor kebun bahwa Kebun Sei Kebara ditimbulkan kembali. Hal tersebut berimplikasi terjadi pemekaran areal tanaman kebun Torgamba dari 9158,48 Ha menjadi 6108,58 Ha. Konsekuensinya, Kebun Torgamba yang tadinya terdiri dari 12 Afdeling menjadi 8 Afdeling. Afdeling V, XI, dan XII ke Kebun Sei Baruhur, sedangkan Afdeling I dan sebagian areal Afdeling III ke Kebun Sei Kebara. Tabel 3. Luas Areal Kebun Torgamba setelah Pemekaran Tahun Tanam Luas (Ha) Jarak Tanam (meter) Keterangan 1980 7692 x 9,09 224,08 1982 7692 x 9,09 1026,55 1984 7692 x 9,09 216,23 2003 7692 x 9,09 12,9 2005 7692 x 9,09 646,82 2006 7692 x 9,09 1188,15 2007 7692 x 9,09 1060,3 2009 7692 x 9,09 Rencana TU 1711,09 Non Tanaman 283,39 Areal Bibitan 16,75 Jumlah
6386,26
5
2.2. Letak Geografis dan Batas Wilayah Kebun Torgamba terletak di 2 (dua) Desa, yaitu Desa Torgamba dan Desa Beringin Jaya, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Kebun Torgamba terletak pada 01º 42' 46'' LU dan 100º 16' 45'' BT. Kebun Torgamba berada pada ketinggian ± 79 meter di atas permukaan laut (dpl). Jarak Kebun Torgamba dari Kota Medan ± 450 Km, dan ± 100 Km dari Kota Rantau Prapat serta ± 20 Km dari Kota Kecamatan (Cikampak). Batas-batas wilayah Kebun Torgamba adalah sebagai berikut : 5. Sebelah Utara berbatasan dengan Kebun Sei Baruhur/Desa Beringin Jaya 6. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kebun Sei Daun/Desa Sei meranti 7. Sebelah Timur berbatasan dengan PIR Lokal Bagan Batu/Desa Bagan Batu 8. Sebelah Barat berbatasan dengan Kebun Sei Kebara Peta Areal Kebun Torgamba dan batas – batas wilayah kebun disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Areal Kebun Torgamba
6
2.3. Jenis Tanah dan Topografi Jenis tanah pada areal tanaman kelapa sawit kebun Torgamba tergolong Typic Paleudult (Podsolik Kuning) dan Typic Hapludult (Podsolik Coklat Kekuningan). Tekstur tanah tergolong liat berpasir dengan pH tanah sekitar 5,05,2. Kandungan C-Organik 0,08-1,01 %, N-total 0,08-0,11 % dan nisbah C/N sebesar 8,5-9,2 serta kadar P-tersedia berkisar 22 ppm. Kadar C, Ca, dan Mg dapat dipertukarkan sebesar 0,13 me K/100 g, 0,45 me Ca/100 g, dan 0,16 me Mg/100 g tanah. KTK tanah 5,28 me/100 g dan kejenuhan basa 14%. Topografi areal Kebun Torgamba bervariasi dari landai, bergelombang hingga berbukit dengan kemiringan lereng pada areal landai 3 – 8 %, bergelombang 10 – 15 %, dan berbukit 20 – 30 %. 2.4. Iklim dan Curah Hujan Iklim dan curah hujan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas tanaman kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropika dengan curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 1500 – 2500 mm dengan penyebaran merata sepanjang tahun dan tidak terdapat bulan kering yang nyata. Adanya bulan kering lebih dari 2 bulan berturut-turut akan memberikan pengaruh terhadap penurunan produksi pada tahun-tahun berikutnya. Bulan kering > 3 bulan sudah merupakan pembatas berat untuk kelapa sawit. Rata-rata jumlah curah hujan dan hari hujan per bulan dan per tahun selama 5 tahun pengamatan (2005 – 2009) di Kebun Torgamba disajikan pada Tabel 4. Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa penyebaran curah hujan tahunan merata sepanjang tahun dan tidak terdapat bulan kering yang nyata. Atau dengan kata lain, tidak ada bulan kering yang terjadi selama lebih dari 2 bulan berturutturut. Rata-rata jumlah curah hujan dan hari hujan per tahun berturut-turut adalah 1858 mm/tahun dan 83 hari hujan/tahun, sedang per bulannya 155 mm/bulan dan 7 hari hujan/bulan. Curah hujan rata-rata terbesar terjadi pada bulan April dan Oktober sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Februari dan Mei.
7
Tabel 4. Rata – rata Curah Hujan dan Hari Hujan di Kebun Torgamba Periode 2005 – 2009.
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah/thn Rata-rata/bulan Jumlah bulan kering Jumlah bulan basah
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
HH 5 2 7 5 6 5 5 6 4 10 11 10 76 6
CH 190 57 62 85 61 122 93 48 87 236 298 295 1634 136
HH 6 6 3 8 5 7 5 6 11 9 9 6 81 7
CH 51 68 78 153 47 165 30 120 200 238 178 158 1486 124
HH 8 3 2 11 8 9 8 5 9 10 8 5 86 7
CH 233 52 75 390 192 175 228 126 148 342 141 88 2190 183
HH 5 2 17 11 3 9 6 7 12 8 3 7 90 8
CH 142 79 306 217 45 126 220 170 188 207 89 134 1923 160
HH 5 4 11 13 4 5 3 7 4 4 10 11 81 7
Rata-rata
CH 114 62 314 274 115 55 105 220 139 69 270 321 2058 172
HH 6 3 8 10 5 7 5 6 8 8 8 8 83 7
CH 146 64 167 224 92 129 135 137 152 218 195 199 1858 155
7
5
3
3
3
2
3
2
4
4
5
2
Sumber: Laporan Bidang Tanaman PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Torgamba s/d Desember 2009
2.5. Struktur Organisasi Perusahaan Perusahaan perkebunan PT. Perkebunan Nusantara-III dipimpin oleh seorang Manajer yang bertugas sebagai Decission Maker kebijakan pengelolaan dan pengembangan perkebunan. Dalam melaksanakan tugasnya, Manajer dibantu oleh Asisten Kepala (Rayon A dan B) yang tugasnya adalah perpanjangan tangan dari Manajer sekaligus mengatur pengelolaan kebun untuk meningkatkan produktivitasnya. Selain itu, Manajer juga membawahi Assisten Personalia Kebun, Assisten Tata Usaha (ATU), Asisten Sipil, Traksi dan Alat Berat. Dalam melaksanakan kegiatan operasional lapangan, tiap-tiap wilayah kebun dipimpin oleh seorang Asisten Afdeling yang membawahi Mandor 1 (satu). Setiap Mandor 1 dalam melaksanakan kegiatannya dibantu oleh kepala bagian (Kabag) yang tugasnya menangani dan memimpin petugas pengawas lapangan (Petugas Kap. Inspeksi) pada tiap-tiap blok. Fungsi pengawas adalah mengawasi, mengatur dan mengarahkan para karyawan kebun tentang kegiatan-kegiatan
8
dilapangan serta memberikan masukan kepada atasan mengenai situasi yang terjadi di lapangan terutama yang berhubungan dengan teknis dan kinerja para karyawan. Manajer MR
PAPAM Askep Rayon A
Asisten Tanaman Afd I,II,III,IV
Askep Rayon B
Asisten Tanaman Afd V,VI,VII,VIII Bibitan
Keterangan :
Asst. Sipil, Traksi & Alat Berat
Asst. Tata Usaha
Asst. Personalia Kebun
Jalur Komando Jalur Koordinasi
Gambar 2. Struktur Organisasi Kebun Torgamba
Assisten Afdeling
Mandor 1
Mandor Panen
Mandor Peme;iharaan
Krani Produksi
Pemanen
Pemeliharaan
Petugas AKP*
Keterangan : AKP*
Krani Transport
Krani Afdeling
Petugas Kap. Speksi
Centeng
Jalur Komando Jalur Koordinasi Angka Kerapatan Panen
Gambar 3. Struktur Organisasi Afdeling Kebun Torgamba
9
BAB III. PEMBAHASAN 3.1. Proses Pengelolaan Tanaman Kelapa Sawit Secara garis besar, proses pengelolaan tanaman kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Torgamba meliputi proses-proses sebagai berikut : 1. Pemesanan Bahan Tanaman 2. Pembibitan 3. Persiapan Areal Tanam 4. Penanaman Kelapa Sawit 5. Pemeliharaan Tanaman 6. Pemanenan TBS 7. Pengangkutan Hasil Panen Diagram alir dari proses pengelolaan tanaman kelapa sawit di Kebun Torgamba terdapat dalam Lampiran 1. Informasi diagram alir tersebut sebagai berikut : 3.1.1. Pemesanan Bahan Tanaman Pada awalnya, kecambah kelapa sawit yang akan dijadikan bibit atau GS (Germinated Seed) dipesan Bagian Tanaman sesuai kebutuhan GS kelapa sawit kepada Direksi PTPN-III untuk rencana TU/TB/TK tahun depan. Pembelian GS diikat dengan Surat Perjanjian (SPJ). Pengambilan dan pengiriman GS dilaksanakan sesuai jadwal oleh Petugas Bagian Tanaman. Peti/kotak kecambah agar dimusnahkan/dibakar oleh personil Kebun. Kebutuhan kecambah kelapa sawit untuk setiap hektar tanaman diperkirakan sebagai berikut : -
Misalnya diambil kecambah terpilih 100 butir
-
Afkir / rusak 2 % dan ditanam 98 butir
-
Afkir seleksi disemaian awal (Pre Nursery) ± 10 %, sisa ditanam di pembibitan (MN) 88 pohon.
-
Afkir seleksi dipembibitan (MN) ± 15 %, sisa yang siap untuk ditanam 75 pohon. Maka dari 100 butir kecambah hanya diperoleh 75 bibit tanaman kelapa sawit. Sehingga Kebutuhan GS untuk 1 (satu) hektar diperoleh dari persamaan :
10
× kerapatan pohon/ha -
Kebutuhan kecambah : B = 1,33 KT Dimana : B = kebutuhan biji / kecambah terpilih K = Luas lahan T = Kerapatan tanaman/ha
Sampai dengan saat ini, kebutuhan kecambah PT. Perkebunan Nusantara-III untuk bahan tanaman sebagian besar dipenuhi dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS)-Medan, PT. Socfindo dan PT. Lonsum, Tbk. 3.1.2. Pembibitan
Gambar 4. Kondisi Areal Pembibitan di Afdeling VI Kebun Torgamba
Metode pembibitan yang dilaksanakan di PT. Perkebunan Nusantara-III terdiri dari 2 tahap (double stage), yaitu tahap pembibitan awal (Pre Nursery) dan tahap pembibitan utama (Main Nursery). Pembibitan sistem dua tahap memberikan keuntungan dibandingkan dengan sistem langsung karena : - Pada Pre Nursery (PN) bibit terkumpul pada satuan luas yang kecil sehingga memudahkan dalam pemeliharaan dan pengawasan - Dengan adanya seleksi bibit di PN sekitar 6-9% maka keperluan petak besar, tanah, tenaga kerja, dan lain-lain dapat dikurangi.
11
- Bibit muda di PN dipelihara ± 3 bulan sehingga tersedia waktu untuk mempersiapkan Main Nursery (MN) secara bertahap yang disesuaikan dengan jumlah bibit di PN yang telah siap dipindahkan. 1. Pembibitan Awal (Pre Nursery) Pada tahap ini, kecambah ditanam dalam baby bag atau polybag kecil. Syarat lahan harus bebas dari gulma, dekat sumber air, areal datar, tidak tergenang (banjir), dibuat atap sebagai pelindung, tanah subur, dan bersih dari kayu-kayuan. Pengisian tanah di dalam baby bag harus penuh dan padat agar tidak terjadi rongga-rongga atau kantong-kantong air. Pembuatan bedengan dari arah utaraselatan, jarak antar bedengan 50-60 cm untuk jalan dan pembuangan air yang berlebihan sewaktu penyiraman atau hujan. Dasar bedengan lebih tinggi dari permukaan tanah dan diberi lapisan pasir untuk memperlancar drainase. Ada sekitar 1.200 butir kecambah dalam 1 bedengan. Pembuatan naungan searah bedengan, atap miring ke timur untuk mendapatkan cahaya pagi. Tinggi tiang atap pelindung minimal 2,50 m dari tanah agar pekerja bebas bergerak dan udara tidak terlalu lembab. Seminggu sebelum kecambah ditanam, polybag harus disiram setiap hari, bebas dari semprotan herbisida dan infeksi jamur/nematoda. Selain itu, tanah dipupuk Phosphat sebanyak 500 gr/1 m3 tanah. Untuk pemeliharaan setelah penanaman, penyiraman dilakukan 2 x sehari (pagi dan sore), disiram menggunakan gembor belobang halus secara hati-hati agar kecambah tidak terbongkar atau akar bibit muda muncul kepermukaan. 2. Pembibitan Utama (Main Nursery) Pengisian tanah ke dalam polybag besar harus cukup padat agar polybag tidak patah pinggang. Tanah diambil dari tanah tanamna ulang (TU) ditambah dengan solid yang sudah kering. Setiap petak areal bibitan disusun 5 baris polybag @ 40 atau 50, antara 2 petak dibuat jarak dengan membuang baris ke 6 dan kelipatannya. Kebutuhan luas bibitan disesuaikan dengan umur bibit dipembibitan dan jarak tanam bibit. Penyiangan dibibitan tidak boleh menggunakan herbisida. Pengendalian hama ringan cukup dilakukan dengan pengutipan (hand packing), sedangkan apabila serangan hama tergolong berat maka dikendalikan dengan
12
menggunakan insektisida konsentrasi 0,1 – 0,2 % (1 – 2 cc/liter air). Hama yang menyerang umumnya sejenis ulat – ulat halus, kutu putih, dan tungau. Pemberian serasah (mulching) berupa fiber dari hasil samping pengolahan PKS pada permukaan tanah polybag bertujuan untuk menekan pertumbuhan gulma (rumput), menjaga kelembaban tanah, menekan penguapan air dan menahan pukulan air hujan/siraman. Seleksi bibit : dilaksanakan dalam 4 tahap yaitu : -
seleksi I umur 4 bulan
-
seleksi II umur 6 bulan
-
seleksi III umur 8 bulan
-
seleksi IV saat akan ditanam ke lapangan Kriteria bibit abnormal untuk seleksi di MN antara lain : Pertumbuhan
bibit terlambat/kerdil (runt), bibit tumbuh berputar, pelepah daun tumbuh tegak dan kaku (barren), anak daun tidak merata/pendek (top flat), pelepah dan anak daun terkulai/lemah, bibit yang terserang penyakit tajuk (crown disease), bentuk anak daun tidak sempurna yaitu helaian daun tumbuh rapat (short internode) atau sangat jarang (wide internode), anak daun sempit dan bibit terserang hama / penyakit. Umur bibit yang layak dipindahkan ke lapangan 12-15 bulan. Bibit > 18 bulan merupakan bibit yang lewat umur dan tidak dimanfaatkan lagi. 3.1.3. Persiapan Areal Tanam Tahap ini bertujuan untuk mempersiakan media tanam yang optimal bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Pembukaan areal/Land Clearing berdasarkan sifat dan tujuannya dibedakan menjadi dua yaitu pembukaan areal tanaman baru (TB) dan areal peremajaan / tanaman ulang (TU) atau tanaman konversi (TK). Defenisi TB, TU, dan TK sebagai berikut : - TU adalah tanaman yang diremajakan dengan jenis tanaman yang sama karena secara ekonomis tidak lagi menguntungkan. - TB adalah tanaman yang ditanam pada lahan yang belum pernah ditanami yang berasal dari hutan atau lahan lainnya. - TK adalah tanaman yang diremajakan dengan jenis tanaman yang berbeda karena secara ekonomis tanaman sebelumnya tidak lagi meguntungkan. Tahapan-tahapan dalam persiapan areal tanam meliputi:
13
a) Pemetaan Satuan Blok b) Pengimasan c) Penebangan Pohon d) Meluku (Pengolahan Tanah) e) Perumpukan f) Konservasi tanah
Pembukaan Areal untuk Tanaman Baru (TB) Pada prinsipnya, pembukaan areal hutan dilaksanakan secara mekanis dan manual.
Cara Mekanis
Secara mekanis dilakukan pada areal datar hingga bergelombang karena banyak mempergunakan alat berat seperti traktor. Tahapan pekerjaannya meliputi : mengimas/membabat semak belukar untuk memudahkan penumbangan pohon, alat yang digunakan untuk menumbang pohon adalah Bulldozer dengan kebutuhan Jam Kerja Traktor (JKT) per hektar = 10-14 JKT. Setelah itu merencek atau merumpuk yakni mengumpulkan batang pohon kayu menjadi barisan yang teratur sesuai kontur. Jarak antar rumpukan 50 – 100 m dengan kebutuhan tenaga = 40 – 50 Hk/ha.
Cara Manual
Tahapan pekerjaannya meliputi mengimas/membabat, menumbang pohon menggunakan kapak atau gergaji rantai (chainsaw) dengan kebutuhan tenaga = 30 hk/ha, dan merencek/merumpuk denagn cara memotong pohon yang sudah ditumbang lalu disusun memanjang arah Utara-Selatan supaya rumpuakn mendapat sinar matahari secara maksimal sehingga mudah kering. Tanaman Ulang (TU)
Sistem Mekanis, dibagi ke dalam dua sistem yaitu sistem mekanis 100 % dan sistem mekanis dengan pengolahan tanah 88 %. Tahapan pekerjaan sistem mekanis 100 % meliputi : -
Babat pendahuluan = 20 hk/ha
-
Luku I & II = 6 JKT/ha (Luku I sebelum tanaman tua ditumbang, Luku II setelah penumbangan pohon).
14
Meluku sama dengan membajak, yakni membalik tanah dengan kedalaman ± 25 cm arah diagonal tanaman. -
Menumbang pohon = 12 pohon/JKT Pohon ditumbang menggunakan Ekcavator.
-
Merumpuk = 20 pohon/hk
-
Harraw I dan II = 5 JKT/ha Harraw adalah nama alat pertanian yang digunakan untuk meratakan
tanah
atau
disebut
dengan
merajang.
Rajang
dilaksanakan sejajar dengan pekerjaan Luku II. -
Membuat jaringan jalan dan drainase sesuai kebutuhan
-
Membuat terras (tapak kuda) pada kemiringan 3º - 28° = 40 m/JKT
-
Mengukur dan mamancang jarak tanam = 7 hk/ha
-
Menanam kacangan dan Mucuna sp. = 6 hk dan 4 hk.
-
Melobang = 7 hk/ha
-
Memupuk lobang = 1 hk/ha
-
Menanam = 5 hk/ha
Sistem mekanis dengan pengolahan tanah 88 % : -
Babat pendahuluan = 20 hk/ha
-
Menumbang dengan traktor rantai = 12 pohon/JKT (setelah tanaman tua ditumbang)
-
Merumpuk = 20 pohon/hk
-
Pengolahan tanah : Meluku I dan II = 6 JKT/hk
-
Harraw I dan II = 5 JKT/ha
-
Membuat jaringan jalan dan drainase sesuai kebutuhan
-
Membuat terras = 40 m/JKT
-
Mengukur dan memancang jarak tanam = 7 hk/ha
-
Menanam kacangan dan Mucuna sp. = 6 hk dan 4 hk
-
Melobang = 7 hk/ha
-
Memupuk lobang = 1 hk/ha
-
Menanam = 5 hk/ha.
Sistem Chemis (Kimiawi), tidak ada pekerjaan Meluku, meliputi : -
Babat pendahuluan = 20 hk/ha
15
-
Menumbang = 12 pohon/JKT
-
Merumpuk = 20 pohon/hk
-
Menyemprot (semprot I, II, III) = 12 hk/hk Pemberantasan gulma dilaksanakan setelah penumbangan pohon dan pembuatan terras, disemprot dengan menggunakan Glyphosat Sistemik 480 AS. Penyemprotan tahap I dilakukan dengan sasaran tingkat gulma sebesar 90 %. Pemberantasan gulma II yakni menyemprot
sisa-sisa
gulma
yang
masih
ada.
Interval
penyemprotan tahap-I dan tahap-II adalah ± 21 hari. -
Membuat jaringan jalan dan drainase sesuai kebutuhan
-
Mengukur dan memancaang jarak tanam = 7 hk/ha
-
Menanam kacangan dan Mucuna sp. = 6 hk dan 4 hk
-
Melobang = 7 hk/ha
-
Memupuk lobang = 1 hk/ha
-
Menanam = 5 hk/ha.
Konservasi Tanah Topografi
areal
Kebun
Torgamba
yang
bervariasi
dari
landai,
bergelombang hingga berbukit dengan kemiringan lereng pada areal landai 3 – 8 %, bergelombang 10 – 15 %, dan berbukit 20 – 30 % menyebabkan perlu adanya tindakan konservasi tanah. Tindakan konservasi tanah bertujuan untuk mencegah terjadinya erosi, run off dan pencucian (leaching) sehingga tercipta media tumbuh yang baik bagi tanaman. Ada 2 (dua) tindakan konservasi tanah yang dilakukan di areal kebun, yaitu secara : 1. Membuat jaringan jalan dan drainase 2. Membuat benteng, tapak kuda, teras/kontur yang dilakukan saat sebelum penanaman tanaman kelapa sawit.
16
Gambar 5. Salah satu tindakan konservasi tanah
3.1.4. Penanaman Kelapa Sawit a). Mengukur/memancang Jarak Tanam Jarak tanam disesuaikan dengan pola kerapatan yang diinginkan. Jarak tanam menurut pola kerapatan antara lain : * 143 pohon/ha = 100/11 × 100/13 = 9,09 × 7,69 * 156 pohon/ha = 100/12 × 100/13 = 8,33 × 7,69 * 132 pohon/ha = 100/11 × 100/12 = 9,09 × 8,33 * 154 pohon/ha = 100/11 × 100/14 = 9,09 × 7,14 Jarak tanam yang digunakan untuk saat ini di kebun Tor Gamba mengikuti pola kerapatan 143 pohon/ha, sehingga jarak tanam dalam barisan = 9,09 m dan jarak antar barisan = 7,69 m. Pancang kepala berjarak 50 × 50 m yang ditandai dengan patok kepala yang tingginya 2 – 3 m dan dikapur bagian atasnya. b). Membuat lubang tanam Lubang tanam dibuat dengan menggunakan alat holedigger yang ditarik traktor ban. c). Memupuk lubang tanam Dilakukan setelah satu minggu melubang atau satu minggu sebelum penanaman, menggunakan Agrophos sebanyak 250 – 500 gram / lubang. Selain itu, Bio Fungisida ditabur secara merata 2 hari sebelum penanaman dilaksanakan. d). Menanam kacangan penutup tanah Jenis kacangan yang digunakan adalah kacangan Mucuna Brachteata dengan jumlah 650 St/ha. Perbanyakan bibit kacangan Mucuna Brachteata sesuai dengan kebutuhan harus sudah dipersiapkan di Kebun tempat dilaksanakannya
17
peremajaan 2 bulan sebelum ditanam kacangan. Kacangan yang mati harus disisip. Penanaman tanaman penutup tanah atau Leguminora Coper Crop (LCC) sangat baik untuk mengurangi erosi permukaan tanah, memperbaiki aerasi, menjaga kelembaban tanah dan menambah bahan organik serta cadangan unsur hara. Akar tanaman kacangan dapat memfiksasi nitrogen dan juga dapat mencegah pertumbuhan gulma. Jika tanaman telah menutupi areal dengan sempurna maka akan menghemat biaya penyiangan gulma dan tanaman kelapa sawit dapat terhindar dari serangan hama kumbang oryctes.
Gambar 6. Tanaman penutup tanah e). Menanam kelapa sawit Pengangkutan bibit tidak dibenarkan saling tindih untuk menghindari kerusakan bibit saat diangkut. Umur bibit yang ditanam ke lapangan antara 10 – 12 bulan di pembibitan Main Nursery (MN). Dalam satu lubang ditempatkan satu bibit polybag. Keduabelah sisi polybag dipotong (diiris) dari bawah ke atas dan dikeluarkan pelan – pelan. Sesudah penanaman, tanah disekitar pohon sawit diratakan dengan radius 100 – 150 cm.
18
3.1.5. Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman kelapa sawit meliputi pembuatan dan pemeliharaan saluran air, pembuatan titi panen beton, pemeliharaan jalan, penyiangan, penunasan, pemupukan, serta pengendalian hama dan penyakit. Tujuan pemeliharaan jalan adalah untuk menjamin agar transportasi berjalan lancar. Meliputi jalan utama, jalan produksi, dan jalan blok di areal TM kelapa sawit. Pemeliharaan jalan secara manual : mengalirkan air serta membuang lumpur dari badan jalan sehingga tidak tergenang, menimbun lubang di badan jalan dengan tanah kering dan dipadatkan, mempertahankan bentuk badan jalan senantiasa cembung. Rotasi pemeliharaan 1× sebulan selama 10 bulan. Pemeliharaan jalan secara mekanis : dilaksanakan dengan Road Grader pada awal musim kemarau, badan jalan harus dalam kondisi kering, badan jalan dibentuk cembung. Rotasi pemeliharaan 2× setahun. Penyiangan bertujuan untuk mempertahankan kondisi TM kelapa sawit bebas dari gangguan gulma sehingga pertumbuhan tanaman, pemupukan dan proses panen lebih optimal. Penyiangan (weeding) dilakukan pada : a) piringan pohon/pasar pikul : dipelihara 4 rotasi setahun, 3 rotasi dengan khemis, 1 rotasi dengan manual b) Gawangan : mendongkel seluruh anak kayu dan keladi-keladian yang tumbuh digawangan 1 × 3 bulan, membabat gulma di gawangan apabila diperlukan rotasi 2 × 1 tahun. Waktu membabat dan mendongkel tidak boleh bersamaan c) Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) : gulma yang tumbuh dibabat mepet dengan 6 rotasi setahun (1 × 2 bulan) d) Areal Tidak Produktif (ATP) : penyiangan seperti pada tanaman produktif. Pelaksanaan pemupukan dilakukan setelah perusahaan mendapatkan rekomendasi pemupukan dari Pusat Peneliti Kelapa Sawit (PPKS)-Medan. Untuk pengadaan pupuk, perusahaan mendatangkan pupuk dari berbagai sumber yang disalurkan melalui Bumi Raya Utama Group yang ada di Indonesia maupun Malaysia.
19
3.1.6. Pemanenan Tandan Buah Segar (TBS)
Gambar 7. Kegiatan panen
Panen adalah merupakan suatu kegiatan memotong tandan buah yang matang dan mengutip brondolan kemudian selanjutnya di kumpul ke tempat pengumpulan hasil (TPH). Jenis alat yang digunakan untuk pemanenan ada 2, yaitu: a) Dodos : untuk pemanenan umur tanaman ≤ 8 tahun b) Egrek : untuk pemanenan umur tanaman > 8 tahun Pemanenan buah kelapa sawit harus sesuai dengan kriteria matang panen. Apabila di piringan pohon ditemukan brondolan 1 butir/kg TBS jatuh secara alami maka buah tersebut telah layak panen, dengan kata lain telah memenuhi kriteria matang panen. TBS dapat dipanen apabila telah memberondol secara alami dengan kriteria: a) Areal berbukit, 1 brondolan/TBS b) Areal bergelombang, 5 brondolan/TBS c) Areal tanah datar, 10 brondolan/TBS Penggolongan buah kelapa sawit berdasarkan karakteristik yang dapat dipanen adalah sebagai berikut : 1) Buah mentah : buah yang tidak membrondol dan berwarna hitam pekat 2) Buah agak matang : buah luar yang membrondol sebesar 12,5 – 25 %, berwarna kemerahan 20
3) Buah matang : antara 26 – 50 % buah luar membrondol dan berwarna merah mengkilap. 4) Buah lewat matang : 51 – 100 % luar atau sebagian buah bagian dalam membrondol. 5) Buah banci : buah yang dalam satu tandan muncul bunga jantan dan bunga betina. 6) Buah mantel : buah berlapis dan tidak memiliki inti. Tabel 5. Hubungan antara kematangan panen dengan rendemen minyak dan ALB Kematangn panen Rendemen minyak (%) Kadar ALB (%) Buah mentah 14 – 18 1,6 - 2,8 Agak matang 19 – 25 1,7 - 3,3 Buah matang 24 – 30 1,8 - 4,9 Buah lewat matang 28 – 31 3,8 - 6,1 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kematangan buah berbanding lurus dengan persentase rendemen minyak yang diperoleh dan kandungan ALB (asam lemak bebas) pada minyak tersebut. Semakin matang buah yang bisa dipanen maka rendemen minyak yang diperoleh akan semakin meningkat dan kadar ALB dalam minyak tersebut juga semakin tinggi. Promosi TBM ke TM dapat dilakukan jika memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Umumnya tanaman telah berumur ± 30 bulan di lapangan, 2) Lebih dari 60 % pohon kelapa sawit dalam satu blok TBM telah memiliki buah yang berkembang dengan baik, 3) Berat rata-rata TBS ≥ 3 kg.
3.1.7. Pengangkutan Hasil Panen Alat angkutan yang digunakan adalah truk. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengangkutan hasil panen, meliputi: 1) Buah segera diangkut ke PKS, paling lambat 12 jam dari saat panen 2) Krani Transpor menyortir TBS di TPH (Tempat Pengumpulan Hasil), buah sangat mentah tidak boleh diangkut ke truk 3) Seluruh tandan yang diangkut dicatat jumlah tandannya per pemanen 4) Semua brondolan diangkut ke truk
21
5) Dalam pengangkutan hasil, prinsip FIFO (First In First Out) harus dipedomani, artinya buah yang pertama dipanen tetap diusahakan pertama yang diangkut ke PKS.
3.2. Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Produktivitas tandan buah kelapa sawit dapat diperhitungkan dari komponen-komponennya, yaitu jumlah tandan dan rata-rata berat tandan (Tabel 6). Pada areal TM normal, jumlah tandan per hektar tertinggi diperoleh pada umur tanaman 4 tahun. Sedangkan jumlah tandan yang sedikit diperoleh saat umur tanaman sudah mencapai 25 tahun. Sebaliknya pada rerata berat tandan (RBT) untuk umur tanaman 25 tahun diperoleh RBT sekitar 21,53 kg/tandan. Sedangkan ketika tanaman masih berumur 4 tahun hanya diperoleh RBT sebesar 4,70 kg/tandan. Demikian pula pada areal TM tidak produktif (TMTP) dan Areal ATP Rencana TU’2009. Rata-rata berat tandan akan meningkat sejalan dengan umur tanaman, sedangkan jumlah tandan akan menurun dengan semakin bertambahnya umur tanaman. Tabel 6. Jumlah dan Rerata Berat TBS per Tahun Tanam di Areal Kebun Torgamba Tahun 2009. Tahun tanam
Umur tanaman (tahun)
Jumlah tandan/Ha
R.B.T.(Kg/TBS)
Areal TM normal 1984
25
785
21.53
2003
6
1535
9.74
2005
4
2907
4.70
1980
29
781
21.39
1982
27
761
22.80
1980
29
382
19.86
1981
28
410
21.07
1984
25
315
19.88
Areal TM Tidak Produktif (TMTP)
Areal ATP Renc.TU 2009
Produktivitas tanaman kelapa sawit menurut umur tanaman di Kebun Torgamba tertera pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7, produktivitas kelapa sawit di Kebun Torgamba meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman, mulai dari umur 3 tahun, 4 tahun, 6 tahun. Kemudian mengalami penurunan pada umur 25 tahun namun pada umur 27 tahun mengalami peningkatan produksi
22
kembali lalu turun lagi pada tanaman berumur 28 dan 29 tahun. Menurut Corley (1976) dalam Siregar (2003), produktivitas tandan kelapa sawit akan mencapai maksimum pada saat tanaman berumur antara 8-12 tahun. Di sini tidak dapat diketahui nilai produktivitas maksimum yang dapat dicapai Kebun Torgamba karena tidak ada areal dengan umur tanaman antara 8-12 tahun. Umur tanaman 27 tahun menunjukkan produktivitas yang tinggi sebesar 16807,26 kg/ha sedangkan tanaman umur 3 tahun menunjukkan produktivitas terendah sebesar 3757,66 kg/ha. Tabel 7. Produktivitas Kelapa Sawit menurut Tingkat Umur Tanaman di Kebun Torgamba (kg/ha) Umur Tanaman (Tahun) 3 4 6 25 27 28 29
HK/Ha 9,35 14,15 8,14 8,13 11,10 6,27 5,93
Produksi (Kg/HK)
Produktivitas (kg/ha)
415,13 1015,88 1836,95 1373,35 1514,41 1472,28 1506,85
3757,66 13793,78 14951,94 11419,12 16807,26 9115,19 9063,96
Sumber: Laporan Bidang Tanaman PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Torgamba s/d Desember 2009
Gambar 8. Produktivitas antar Umur Tanaman di Kebun Torgamba
3.3. Manfaat Adanya Perkebunan 3.3.1. Pengembangan Sarana dan Prasarana Desa PT. Perkebunan Nusantara-III mendukung dan memperkuat komunitas utama (dalam hal ini masyarakat perkebunan), dengan menerapkan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat di wilayah usaha PTPN-III melalui
23
pemanfaatan dana dari bagian laba perusahaan. Identifikasi terhadap komunitas utama dan menentukan keterlibatan serta dukungan yang akan diberikan dilakukan berdasarkan besarnya pengaruh dan interaksi komunitas dimaksud dengan perusahaan, dalam arti memiliki hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, saling melengkapi dan mengidentifikasi hal-hal yang perlu dibantu yang diselaraskan dengan kemampuan perusahaan. Dasar pelaksanaan Program Kerja Kemitraan dan Bina Lingkungan adalah Rencana Kerja Anggaran (RKA) Program Kemitraan dan Bina Lingkungan yang diberikan kepada UKM dan masyarakat sekitar wilayah usaha PT. Perkebunan Nusantara-III dengan berpedoman kepada ketentuan Peraturan Meneg BUMN No. PER-05/MBU/2007 tanggal 27 April 2007. Dana Program Kerja Kemitraan dan Bina Lingkungan bersumber dari saldo awal, bagian laba dari perusahaan sesudah pajak, pengembalian cicilan Mitra Binaan, dan Jasa Giro. Ruang lingkupnya meliputi masyarakat di sekitar wilayah kerja PT. Perkebunan Nusantara-III khususnya dan Sumatera Utara pada umumnya. Tujuan Penyaluran Dana Program Bina Lingkungan adalah untuk mewujudkan hubungan yang harmonis dengan masyarakat di sekitar wilayah usaha PT. Perkebunan Nusantara-III, serta menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi kerakyatan sehingga tercapai pemerataan pembangunan. Bentuk bantuan Bina Lingkungan yang diberikan kepada masyarakat antara lain :
Bantuan korban bencana alam
Bantuan pendidikan dan atau pelatihan
Bantuan peningkatan kesehatan
Bantuan pengembangan prasarana dan atau sarana umum.
Bantuan sarana ibadah
Bantuan Pelestarian alam
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur penyaluran Dana Kemitraan : 1. Adanya anggaran perusahaan untuk bantuan Bina Lingkungan 2. Perusahaan membuat pemberitahuan untuk bantuan Bina lingkungan yang ada dimasyarakat sekitar kebun 3. Ada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan
24
Misal : Bantuan untuk bangunan sekolah dimana anak – anak karyawan perusahaan bisa belajar disana. 4. Bantuan diberikan kepada yang benar – benar layak dibantu. 5. Pengajuan proposal di kebun/unit
6. Analisa / survei lapang oleh bagian PKBL agar bantuan yang diberikan benarbenar yang paling urgent (penting) untuk dibantu. 7. Jangka waktu pemberian tidak terbatas, artinya kapan saja proposal boleh diajukan dan jika sudah pernah mendapatkan bantuan boleh mengajukan proposal kembali. 8. Bantuan yang diberikan harus dalam bentuk fisik, kecuali ongkos tukang. 9. Setiap bangunan yang telah dibantu memiliki tanda / cap KBL. 10. Dari sekian banyak proposal yang masuk, jika anggaran perusahaan tidak mencukupi maka realisasinya akan ditinjau-ulang kembali pada tahun berikutnya. 11. Bantuan Obyek Bina Lingkungan diberikan kepada masyarakat yang berada di wilayah usaha PT. Perkebunan Nusantara-III dengan ketentuan sebagai berikut:
Prioritas I : Berada dalam radius 10 km dari wilayah unit usaha PTPN- III Prioritas II : Berada pada radius 10 km s/d 30 km dari wilayah unit usaha PTPN-III
Prioritas III : Berada diatas radius 30 km dari wilayah unit usaha PTPN-III dengan pertimbangan khusus.
25
Penyerahan bantuan Bina Lingkungan dibuat dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh Pihak I (yang menyerahkan) dan Pihak II (yang menerima), serta diketahui oleh Kepala Desa dan Distrik Manajer Labuhan Batu I.
Gambar 9. Contoh Berita Acara Penyerahan Bantuan Bina Lingkungan Contoh Gedung/bangunan penerima Bina Lingkungan
Gambar 10. Penyelesaian Bangunan - Gereja HKBP Batu Parasian Ressort Bagan Batu
26
Gambar 11. Pembangunan Pagar-Madrasah Ibtidaiyah Kebun Torgamba
Selain bantuan dalan bentuk fisik, PT. Perkebunan Nusantara III Distrik Labuhan Batu-I juga menyalurkan bantuan berupa beasiswa untuk kebun / unit DLAB-1. Jumlah dana beasiswa yang diserahkan melalui Distrik Labuhan Batu I untuk Kebun / Unit DLAB-1 tahun 2007 sebesar Rp 49.500.000; dengan jumlah anak penerima beasiswa adalah 223 orang. Dengan perincian sebagai berikut : - anak SD
: Rp 200.000; / orang
- anak SMP
: Rp 300.000; / orang
- anak SMA
: Rp 400.000; / orang
Tabel 8. Beberapa Realisasi Penyaluran Bantuan Program Bina Lingkungan tahun 2007 sebagai berikut : No.
Desa / alamat penerima Bina Lingkungan TK Al-Qur’an Al Mawaddah Desa Beringin Jaya – Kec. Torgamba SD Negri No. 118270 Desa Beringin Jaya Kec. Torgamba
Objek Bina Lingkungan Mobiler (berupa barang jadi yang bisa langsung dipakai)
3.
Pemerintahan Desa Tor Gamba
Komputer 1 unit
4.
Madrasyah Desa Tor Gamba Kec. Tor Gamba
Bangunan / pagar Sekolah
1.
2.
5. 6. 7. 8.
Gereja HKBP Afd IX Desa Sei Meranti Kecamatan Torgamba SMP Negri 2 Desa Sei Meranti Kecamaatn Torgamba Musholla Nurul Huda Desa Sei Meranti Kecamatan Torgamba Mesjid At-Taqwa Desa Sei Meranti Kecamatan Torgamba
Mobiler
Pembangunan gedung Pembangunan gedung dan komputer Pembuatan Sumur Pembuatan sumur
Madrasah Diniyah Awaliyah 9.
Jln. MT Haryono Dusun Bangun Rejo
Mobiler (meja/kursi murid SD dan guru, lemari buku, papan tulis)
Kecamatan Bagan Sinembah
27
Dan lain – lain.
3.3.2. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Non-Karyawan Pengembangan perkebunan di pedesaan telah membuka peluang kerja bagi masyarakat yang mampu untuk menerima peluang tersebut. Dengan adanya perusahaan perkebunan, mata pencaharian masyarakat tempatan tidak lagi terbatas pada sektor primer dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, tetapi telah memperluas ruang gerak usahanya pada sektor tersier. Bermacam sumber pendapatan yang memberikan andil yaitu pedagang (dagang barang-barang harian, dagang gorengan, tempel ban dan penjual minuman), pegawai (guru, pemerintahan desa), industri rumah tangga (industri tahu, roti, dan percetakan genteng), dan buruh kasar. Selain besaran jumlah pendapatan pada masing-masing rumah tangga petani kelapa sawit, hal yang perlu dicermati dalam mengamati dampak pelaksanaan investasi perkebunan adalah timbulnya usaha-usaha baru yang dikelola oleh masyarakat. Kegiatan usaha tersebut pada dasarnya merupakan upaya pemanfaatan peluang usaha yang tercipta sebagai akibat adanya mobilitas penduduk, baik yang terpengaruh secara langsung maupun sebagai akibat usaha yang tercipta oleh adanya pengaruh tidak langsung dari pembangunan perkebunan yang memungkinkan terbukanya peluang usaha lainnya. Gambar 8. Hasil dokumentasi berbagai peluang usaha yang terdapat di sekitar areal perkebunan
Usaha tambal ban
28
Usaha minuman dan gorengan
Usaha tempel ban
29
Lampiran 1. Diagram Alir Pengelolaan Tanaman Kelapa Sawit di PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Torgamba Tahap Pre Nursery
Pembuatan bedengan
Pemesanan Bahan Tanaman
Pembibitan (double Stage System)
Pembuatan naungan
Menanam kelapa sawit
Pengisian Babybag
Menanam kacangan penutup tanah
Penanaman kecambah
Penyiraman Pemupukan
Pengendalian gulma manual
Pemeliharaan tanaman
Pembuatan&pemeliharaan saluran air Pembuatan titi panen beton
Memupuk lubang tanam
Pemeliharaan jalan
Membuat lubang tanam
Penyiangan
Mengukur & memancang jarak tanam
Penunasan di TM
Pemupukan
Penanaman Kelapa sawit
Pengendalian hama&penyakit
Tahap Main Nursery Membuat terras (Tapak Kuda) Menyusun petak areal bibitan
Konservasi tanah
Pengisian Poly bag
Perumpukan
Tranplanting bibit
Meluku (pengolahan tanah)
Membuat jaringan jalan&drainase
Pemanenan TBS
Penebangan pohon
Pemberian serasah (mulching)
Pengangkutan hasil panen Pengimasan
Pemupukan
Pengendalian gulma
Seleksi bibit
Pemetaan satuan blok
Persiapan Areal tanam
30
Lampiran 2. Data Produksi TBS di Kebun Torgamba tahun 2009 Jenis Areal
Umur tanaman
Afdeling
Luas (Ha)
Pokok/Ha
Produksi (kg)
Jumlah Tandan
R.B.T. (Kg)
TDN/Ha
Jumlah HK
HK/Ha
Produksi (Kg/HK)
Produksi (Kg/Ha)
Rendemen minyak (%)
Rendemen inti (%)
Areal TBM
3 tahun
I
344,00
0,00
1.397.650,00
0,00
0,00
0,00
3.420,00
9,94
408,67
4.062,94
18,51
4,62
Areal TBM
3 tahun
II
117,25
0,00
311.400,00
0,00
0,00
0,00
664,00
5,66
468,98
2.655,86
18,51
4,62
Areal TBM
3 tahun
III
352,65
0,00
1.283.290,00
0,00
0,00
0,00
3.156,00
8,95
406,62
3.638,99
18,51
4,62
Areal TBM
3 tahun
VI
50,40
0,00
302.970,00
0,00
0,00
0,00
834,00
16,55
363,27
6.011,31
18,51
4,62
Areal TBM
3 tahun
VIII
323,85
0,00
783.450,00
0,00
0,00
0,00
1.830,00
5,65
428,11
2.419,18
18,51
4,62
Areal TM Normal
4 tahun
II
392,15
142,58
5.171.320,00
1.084.286,00
4,77
2.764,98
4.040,00
10,30
1.280,03
13.187,10
18,6
4,35
Areal TM Normal
4 tahun
IV
143,15
141,72
2.338.410,00
509.262,00
4,59
3.557,54
2.210,00
15,44
1.058,10
16.335,38
18,6
4,35
Areal TM Normal
4 tahun
VI
111,52
141,80
1.322.500,00
286.951,00
4,61
2.573,09
1.864,00
16,71
709,50
11.858,86
18,6
4,35
Areal TM Normal
6 tahun
II
12,90
124,81
192.880,00
19.801,00
9,74
1.534,96
105,00
8,14
1.836,95
14.951,94
21,89
4,98
Areal TM Normal
25 tahun
V
12,00
138,75
197.680,00
9.884,00
20,00
823,67
129,00
10,75
1.532,40
16.473,33
23,88
5,29
Areal TM Normal
25 tahun
VII
74,00
131,72
1.478.090,00
62.428,00
23,68
843,62
904,00
12,22
1.635,06
19.974,19
23,88
5,29
Areal TM Normal
25 tahun
VIII
130,23
129,82
1.980.280,00
97.495,00
20,31
748,64
1.665,00
12,79
1.189,36
15.206,02
23,88
5,29
Areal ATP Ren.TU 2009
25 tahun
I
29,00
135,52
156.790,00
7.445,00
21,06
256,72
113,00
3,90
1.387,52
5.406,55
23,88
5,29
Areal ATP Ren.TU 2009
25 tahun
III
49,15
119,39
343.050,00
17.770,00
19,31
361,55
269,00
5,47
1.275,28
6.979,65
23,88
5,29
Areal ATP Ren.TU 2009
25 tahun
VI
6,00
137,83
26.850,00
1.285,00
20,89
214,17
22,00
3,67
1.220,45
4.475,00
23,88
5,29
Areal TMTP
27 tahun
VII
696,00
135,70
12.768.270,00
539.639,00
23,66
775,34
7.720,00
11,09
1.653,92
18.345,22
24,32
5,88
Areal TMTP
27 tahun
VIII
330,55
134,30
5.047.270,00
241.580,00
20,89
730,84
3.671,00
11,11
1.374,90
15.269,31
24,32
5,88
Areal ATP Ren.TU 2009
28 tahun
II
50,64
134,30
494.520,00
22.412,00
22,06
442,58
367,00
7,25
1.347,47
9.765,40
24,21
5,85
Areal ATP Ren.TU 2009
28 tahun
VI
312,25
134,97
2.643.190,00
126.519,00
20,89
405,18
1.655,00
5,30
1.597,09
8.464,98
24,21
5,85
Areal TMTP
29 tahun
V
224,08
135,36
3.743.880,00
175.014,00
21,39
781,03
2.185,00
9,75
1.713,45
16.707,78
24,18
5,84
Areal ATP Ren.TU 2009
29 tahun
I
324,00
135,09
2.127.040,00
112.397,00
18,92
346,90
1.540,00
4,75
1.381,19
6.564,94
24,18
5,84
Areal ATP Ren.TU 2009
29 tahun
II
64,05
135,32
415.420,00
19.562,00
21,24
305,42
356,00
5,56
1.166,91
6.485,87
24,18
5,84
Areal ATP Ren.TU 2009
29 tahun
III
368,00
132,68
2.561.470,00
132.950,00
19,27
361,28
1.990,00
5,41
1.287,17
6.960,52
24,18
5,84
Areal ATP Ren.TU 2009
29 tahun
IV
308,00
134,19
2.756.680,00
133.211,00
20,69
432,50
1.624,00
5,27
1.697,46
8.950,26
24,18
5,84
Areal ATP Ren.TU 2009
29 tahun
V
200,00
134,99
1.742.880,00
85.332,00
20,42
426,66
971,00
4,86
1.794,93
8.714,40
24,18
5,84
Sumber: Laporan Bidang Tanaman PT. Perkebunan Nusantara-III Kebun Torgamba s/d Desember 2009
31
LAPORAN MAGANG (Lampiran 6)
32
BAB I. PENDAHULUAN 1.4. Latar Belakang PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Wilayah perkebunan terdiri dari perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet yang tersebar mulai dari Medan di Provinsi Sumatera Utara hingga Bagan Batu di Provinsi Riau. Sebagai perusahaan Agroindustri yang terintegrasi, pengolahan produk – produk perkebunan seluruhnya dilakukan di lokasi. Sarana produksi meliputi : Areal tanaman Kelapa Sawit, Areal tanaman Karet, Pabrik pengolahan Karet, Pabrik Kelapa Sawit, Pabrik Industri Karet, dan Pabrik Resin. PT. Perkebunan Nusantara III senantiasa melakukan identifikasi terhadap komunitas utama (dalam hal ini masyarakat perkebunan) serta menentukan keterlibatan dan dukungan. Sifat interaksi yang diberikan berdasarkan besarnya pengaruh dan interaksi komunitas dimaksud dengan perusahaan, dalam arti memiliki hubungan timbal balik yang saling menguntungkan dan saling melengkapi dan mengidentifikasi hal – hal yang perlu dibantu yang diselaraskan dengan kemampuan perusahaan. Salah satu kontribusi perusahaan kepada masyarakat dalam meningkatkan kualitasnya adalah dengan memberikan kesempatan melakukan PKL dan magang di perusahaan dan unit usaha tersebut. Dalam konteks pembangunan dan pengembangan pertanian, dirasakan betapa perlunya tenaga-tenaga yang lebih spesifik, lebih berperan dan profesional serta terampil dalam menangani bidangnya masing-masing dengan karakter kepemimpinan dan mental yang baik. Untuk mengetahui dan memahami keadaan atau kondisi pertanian yang sebenarnya baik ditinjau dari teknis budidaya, pengolahan hasil serta sistem manajemennya,
maka kegiatan Magang
(Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa) dianggap perlu karena dengan demikian akan menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya di bidang pertanian.
1
1.5. Pembatasan Masalah Secara garis besar, laporan ini membahas tentang keadaan umum PKS Torgamba, proses pengolahan kelapa sawit pada setiap stasiun, limbah PKS, pengolahan air, hasil analisa laboratorium, serta produktivitas pabrik. Hal – hal yang berkaitan dengan sistem manajemen tidak dibahas dalam laporan ini mengingat lingkupnya terlalu banyak. Permasalahan penting yang menjadi bahan pambahasan hanya pada tingkat produktivitas pabrik yang meliputi produksi CPO dan inti sawit berdasarkan umur tanaman dan kriteria kematangan buah (fraksi buah) namun belum begitu mendetail dan sistematis seperti yang diharapkan mengingat penulis belum mendapat bimbingan penuh dari Dosen Pembimbing.
1.6. Tujuan Magang Adapun tujuan umum dari kegiatan magang ini adalah :
Mahasiswa dapat mengetahui proses pengolahan TBS di pabrik kelapa sawit secara teknis di lapangan.
Sebagai bekal ilmu pengetahuan bagi mahasiswa dan tambahan pengalaman.
Tujuan Khusus : Setelah melaksanakan magang ini diharapakan penulis dapat menyelesaikan studinya di Institut Pertanian Bogor (IPB), karena hasil observasi dan studi dokumentasi yang dilakukan di PKS Torgamba merupakan salah satu sumber bahan atau data penunjang guna penyusunan skripsi pada akhir semester kuliah. 1.4. Metode Pendekatan Dalam melaksanaka kegiatan magang ini digunakan beberapa metode pendekatan yaitu : 1. Metode Observasi Yaitu mahasiswa terjun langsung kelapangan untuk mengamati serta melihat keadaan yang sebenarnya terjadi di lapangan. 2. Metode Wawancara
2
Dalam metode ini setiap mahasiswa melakukan dialog dan bertanya langsung dengan pihak terkait yang ada dilapangan serta orang-orang orang yang terlibat langsung dalam pelaksanaan dilapangan dan bertanggung jawab terhadap semua masalah teknis dilapangan. 3. Studi Pustaka Didalam metode ini, penulis menggunakan berbagai literatur yang bisa memperkuat isi tulisan seperti, buku, jurnal dan berbagai literatur lain yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan tentang pengolahan kelapa sawit. 4. Dokumentasi Selama melaksanakan kegiatan dilapangan mahasiswa menggunakan foto atau gambar untuk memperkuat isi laporan yang akan disusun.
3
BAB II. KEADAAN UMUM PKS TORGAMBA 2.1. Sejarah Singkat Berdirinya PKS Torgamba
Gambar 1. Pabik PKS Torgamba
Gambar 2. Kantor PKS Torgamba
Pada awalnya, Kebun Torgamba adalah hutan primer dan menjadi tempat pengambilan kayu oleh perusahaan Hak Pengusaha Hutan (HPH). Pada tahun 1977 PTP. IV sesuai SK Direksi mengadakan pengembangan Perkebunan yakni areal hutan dijadikan Perkebunan Kelapa Sawit dari daerah Cikampak sampai dengan Tanjung Medan Riau dan diberi nama Tor Gamba Group yang terdiri dari beberapa kebun diantaranya Kebun Tor Gamba. Pembukaan areal Kebun Torgamba dilaksanakan tahun 1978 dan penanaman kelapa sawit pada tahun 1979. Untuk mengolah produksi yang dihasilkan oleh Kebun Tor Gamba, maka dibangunlah Pabrik Kelapa Sawit ( PKS Tor Gamba ) yang dibangun pada tahun 1982 dan selesai dibangun pada tahun 1983 yang diresmikan oleh Presiden RI Soeharto tepatnya pada tanggal 28 Juli 1983. Pabrik Kelapa Sawit Tor Gamba dibangun dengan kapasitas 30 Ton/jam. Kapasitas pabrik PKS mulai dikembangkan pada tahun 1985 menjadi 60 Ton TBS/jam. Pengerjaan Pembangunan PKS Tor Gamba dilaksanakan oleh : -
PT. Gunung Harapan
-
PT. Dirga Bratasensa Engineering
-
PT. Kesko Teguh Prakarsa
Secara geografis, PKS Torgamba terletak pada :
01º 42' 46''
Lintang Utara (LU)
4
100º 16' 45''
Lintang Selatan (LS)
90 Meter
Di atas Permukaan Laut (dpl.)
Pimpinan Pabrik yang pernah bertugas sebagai Pimpinan Kebun Torgamba dan Pabrik Tor Gamba adalah sebagai berikut : No
Nama
Masa Tugas
1
A. R. Hasibuan
1983 – 1986
2
H. Thamrin seman
1986 – 1990
3
H. S. Sitepu
1990 – 1992
4
A. Karo – Karo
1992 – 1993
5
H. Ok Khairullah
1993 – 1995
6
Ir. Bonar Sitompul
1995 – 1999
7
Ir. Amir Syarifudin
1999 – 1999
Maskep yang pernah menjabat di PKS Tor Gamba : No
Nama
Masa Tugas
1
H.M Ali Kemas
1983 – 1987
2
B. Sibuea
1987 – 1989
3
R. Ginting
1989 – 1990
4
B. Sibuea
1990 – 1992
5
DJ. Purba Siboro
1992 – 1994
6
Melati Tarigan
1994 – 1996
Pada tahun 1994 terjadi lagi perubahan yaitu penggabungan manajemen, sebanyak 3 (tiga) BUMN Perkebunan yaitu : PTP III, PTP IV, PTP V disatukan pengelolaannya dibawah Direksi PTP III. Selanjutnya melalui Peraturan Pemerintah Nomor : 08 tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996 ketiga Perusahaan tersebut digabungkan menjadi satu Perusahaan dengan nama PT. Perkebunan Nusantara III ( Persero ) yang berkedudukan di Jalan Sei Batang Hari No. 2 Medan, Sumatera Utara 20122. Sejak itu juga PKS Tor Gamba dibawah naungan Pabrik Rayon A ( PR A ) yang dipimpin seorang Manajer yang membawahi 4 Pabrik Kelapa Sawit antara lain : • PKS Tor Gamba
5
• PKS Sei Daun • PKS Sei Meranti • PKS Sei Baruhur Manajer yang pernah membawahi Pabrik Rayon A ( PR-A ) No
Nama
Masa Tugas
1
A. Rahman
1991 – 2001
2
Ir. Soman Purba
2001 – 2003
Maskep yang pernah membawahi Pabrik Rayon A ( PR-A ) No
Nama
Masa Tugas
1
Ir. Rasita Ginting
2002 – 2004
2
Ir. Jansen Sihombing
2004 – 2004
Manajer yang pernah membawahi Pabrik PKS Torgamba No 1 2 3 4
Nama Ir. Soman Purba (Alm.) H. Abdul Halim Lukman Panjaitan Yopi Toni Sampul, ST.
Masa Tugas 2003 – 2005 2005 – 2007 2007 - 2009 2009 s/d sekarang
Maskep yang pernah membawahi Pabrik PKS Torgamba No 1 2 3
Nama Wagino Ir. Jansen Sihombing Daniel Surbakti
Masa Tugas 2004 – 2007 2007 – 2009 2009 s/d sekarang
2.2. Tujuan Perusahaan Dalam Kegiatan operasionalnya, PTPN-III PKS Tor Gamba senantiasa mengikuti Peraturan Perundangan yang dikeluarkan Pemerintah baik yang tertuang dalam Surat Keputusan Menteri ataupun Peraturan Daerah. PTPN III PKS Tor Gamba telah mengantisipasi dampak yang ditimbulkan oleh produk dan operasionalnya kepada masyarakat dengan cara menerapkan Sistem Manajemen
6
Lingkungan (ISO 14000), Manajemen Mutu (ISO 9000) dan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( SMK3 ). Tujuan Lingkungan PKS Torgamba tahun 2009 yaitu menggunakan Sumber Daya Alam (SDA) secara efektif dan efisien. Dan Sasaran Lingkungannya adalah menggunakan Sumber Daya Alam (SDA) bahan kimia Calsium Carbonat (CaCO3) sesuai norma = 1.20 kg/ton TBS sampai dengan Desember 2009.
VISI : Menjadi Perusahaan Agribisnis kelas dunia dengan kinerja prima dan melaksanakan tata kelola bisnis terbaik. MISI : 1. Mengembangkan
industri
hilir
berbasis
perkebunan
secara
berkesinambungan 2. Menghasilkan produk berkualitas untuk Pelanggan 3. Memperlakukan karyawan sebagai asset strategik dan mengembangkan secara optimal 4. Menjadikan perusahaan yang terpilih yang memberikan “imbal hasil” terbaik bagi para investor. 5. Menjadikan perusahaan yang paling menarik untuk bermitra bisnis 6. Memotivasi karyawan untuk berpartisipasi aktif dalm pengembangan komunitas 7. Melaksanakan seluruh aktivitas perusahaan yang berwawasan lingkungan.
2.3. Struktur Organisasi PKS Torgamba : Pada tahun 2004, Struktur organisasi PKS Torgamba mengalami perubahan dimana setiap Pabrik Kelapa Sawit dipimpin oleh Seorang Manajer (tidak lagi dipimpin oleh ADM Kebun). Sedangkan Departemen Laboratorium sejak tahun 2005 tidak lagi berada dibawah otoritas PKS tetapi langsung bertanggung jawab kepada Distrik Manajer (Lampiran 1). Susunan Manajemen PKS Tor Gamba : • Manajer
: Yopi Toni Sampul, ST.
• Maskep
: Daniel Surbakti
7
• Ass.Teknik/CD
: Amat Gustam
• Ass. Pengolahan
: Widoyoko, ST.
• Ass. Pengolahan
: Totop P. Hatorangan, ST.
• Ass. Pengolahan
: J.S Siregar, ST (ckp)
• ATU/APK
: Rizaldy Pulungan, SE.
• Staf Bid Laboratorium
: Seno Adi Priyanto, ST.
Manajer
Maskep
Ast. Pengolahan I
Asisten Teknik
Ast. Pengolahan II
Ast Tata Usaha / Personalia
Gambar 3. Struktur Organisasi PKS Torgamba
Struktur organisasi Bagian Teknik, Bagian Pengolahan, dan Bagian Tata Usaha dan Personalia/umum berturut – turut tertera dalam Lampiran 2, 3, 4 dan 5.
2.4. Profil Karyawan Sebagai Perusahaan yang sudah lama bergerak di Bidang Agro-Industri, mayoritas Karyawan Pelaksana adalah berpendidikan menengah kebawah. Jumlah Tenaga Kerja (S/D Januari 2010) Bagian
Jumlah
Karyawan Pimpinan
7
Karyawan Pelaksana Teknik / CD
59
ATU / APK
18
Keamanan / Hansip
13
8
Laboratorium
32
Pengolahan Shift I
43
Pengolahan Shift II
44 209
Jumlah
Jumlah Karyawan Pelaksana menurut Pendidikan (S/D Januari 2010) Pendidikan S2
S1
Gol IA
-
-
Gol IB
-
Diploma
SLTA
STM
SLTP
SD
Jumlah
6
1
5
8
20
-
30
15
21
21
87
Karyawan Pelaksana Strata I
Strata II Gol IC
-
2
1
21
11
14
3
52
Gol ID
-
1
-
4
14
5
3
27
Gol IIA
-
-
-
6
7
3
1
17
Gol IIB
-
-
-
2
1
-
3
Gol IIC
-
1
-
-
2
Gol IID
-
1
-
-
1
Jumlah
0
4
1
36
209
Strata III
-
1
-
68
51
49
9
BAB III. PEMBAHASAN 3.1 Proses Pengolahan Kelapa Sawit Pengolahan buah kelapa sawit (TBS) dimaksudkan untuk memperoleh minyak dan inti sawit. Perlakuan terhadap TBS mulai dari panen, transport, dan proses pengolahan di pabrik akan menentukan kuantitas dan kualitas minyak yang dihasilkan. Secara garis besar, proses pengolahan kelapa sawit dibagi ke dalam beberapa stasiun, yaitu : 1. Stasiun Penerimaan Buah 2. Stasiun Rebusan (Sterilizer) 3. Stasiun Penebahan (Thresher) 4. Stasiun Pengempaan (Presser) 5. Stasiun Klarifikasi 6. Stasiun Kernel Diagram alir dari proses pengolahan kelapa sawit dan neraca material balance pengolahan kelapa sawit disajikan pada Gambar 1 dan 2. Informasi diagram alir tersebut sebagai berikut: 1. STASIUN PENERIMAAN BUAH Stasiun Penimbangan
Gambar 4. Stasiun Penimbangan
10
Tandan Buah Segar (TBS) yang telah dipanen di kebun diangkut ke lokasi Pabrik Minyak Sawit dengan menggunakan truk. Sebelum dimasukan ke dalam Loading Ramp, Tandan Buah Segar tersebut harus ditimbang terlebih dahulu pada jembatan penimbangan. PKS Torgamba memiliki 2 buah jembatan timbang dengan Merk Avery Berkel L225 yang masing – masing berkapasitas 50 ton. Di stasiun jembatan penimbangan ini aktifitas yang dilakukan antara lain: 1)
Penimbangan tandan buah segar (TBS)
2)
Penimbangan tandan kosong (TANKOS)
3)
Penimbangan crude palm oil (CPO)
4)
Penimbangan kernel / inti
Proses saat penimbangan TBS yang akan masuk ke pabrik adalah sebagai berikut : 1. Alat angkut TBS yang masuk ditimbang, dicata tanggal tiba, jam tiba, dan hasil timbangan (bruto) 2. Truk pengantar TBS yang masuk harus melaporkan Surat Pengantar TBS (PB-25) dari afdeling kebun. Dalam surat pengantar TBS ini harus dicantumkan : asal TBS, tahun tanam, jumlah tandan, tanggal panen, jam berangkat dan ditandatangani oleh si pengirim. 3. Setelah TBS dituang ke lantai Loading Ramp, alat angkut TBS yang akan keluar ditimbang kembali (tarra) 4. Berat TBS yang diterima (Netto) adalah berat bruto dikurangi berat Tarra 5. Krani timbang selanjutnya membuat print out resu yang mencantumkan : nama pengirim, tanggal pengiriman, No. Plat kendaraan, berat bruto, berat tarra, berat netto. Resu yang asli menjadi dokumen PKS, kopian merah untuk angkutan, kopian biru dan kuning untuk kebun dan afdeling pengirim. 6. Penerimaan TBS disesuaikan dengan waktu olah dan kapasitas pabrik. Proses penimbangan CPO/inti yang akan dikirim oleh pabrik : 1. Alat angkut CPO/inti yang masuk ditimbang, dicatat tanggal tiba, jam tiba, dan hasil timbangan (Tarra) 2. Truk angkut CPO/inti yang masuk harus melaporkan Delivery Order (DO) sesuai kontrak yang dikeluarkan oleh Kantor
Direksi. Kontrak untuk
11
ekspor dikeluarkan oleh Bagian Pengolahan (3.03) sedangkan kontrak untuk lokal dikeluarkan oleh Bagian Komersil (3.07). 3. Setelah CPO/inti diisi, alat angkut CPO/inti yang akan keluar ditimbang kembali (bruto) 4. Berat CPO/inti yang dikirim (netto) adalah berta bruto dikurangi berat tarra. 5. Krani timbang selanjutnya membuat print out resu yang mencantumkan : nama pengirim, tanggal pengiriman, No. Plat kendaraan, berat bruto, berat tarra, berat netto. 6. Pengangkutan selanjutnya membawa Delivery Order dan Resu ke Krani pengiriman untuk dibuatkan Surat Tanda Terima Penyerahan (PB.33) Beberapa hal yang harus diperhatikan selama penimbangan antara lain :
Awal pertama sebelum penimbangan, layar monitor harus menunjukkan angka nol
Pemeriksaan ulang oleh jawatan metrologi dilakukan setiap 1 tahun sekali
Keluar masuknya kendaraan harus perlahan – lahan agar tidak terjadi beban kejutan/benturan.
Pada musim hujan air yang masuk ke dalam pit harus dipompa untuk menghindari terjadinya penyimpangan timbangan.
Sortasi TBS Sortasi TBS adalah cara untuk menilai mutu panen dan menjamin TBS yang diterima telah sesuai dengan kriteria matang panen (Tabel 3). Komposisi penen ideal sebaiknya minimal 68 % buah dari fraksi 2&3. Jika TBS yang dipanen kebanyakan dari fraksi 4&5 bisa dapat mempengaruhi tingginya losis akibat banyaknya jumlah brondolan yang tertinggal dipiringan. Sedangkan jika TBS yang dipanen merupakan fraksi 1 maka diperkirakan akan terjadi losis pada tandan kosong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa derajat kematangan buah dapat mempengaruhi mutu dan losis (kehilangan) minyak.
12
Tabel 1. Kriteria Kematangan Panen, Persyaratan Mutu, dan Komposisi Panen Ideal Fraksi
Kematangan
Buah Luar memberondol
Komposisi panen ideal
Fraksi 00 Fraksi 0 Fraksi 1 Fraksi 2&3 Fraksi 4&5
sangat mentah Mentah Kurang matang Matang Lewat matang
Tidak ada 0 – 12,5 % 12,50 % - 25 % 25 % - 75 % 75 % - 100 % Dan buah dalam ikut memberondol
Tidak boleh ada Tidak boleh ada max. 20 % min. 68 % max. 12 %
Buah yang masuk dituangkan ke lantai Loading Ramp dan dibuat pengaturan letak agar sistem FIFO (First In First Out) dapat berjalan. Selanjutnya di lantai Loading Ramp inilah akan dilakukan sortasi. Buah yang disortasi dipilih dan dipilah atas fraksi 00, fraksi 0, fraksi 1, fraksi 2&3, fraksi 4&5, brondolan, tangkai panjang (≥ 2,5 cm), buah busuk, sampah, tandan kosong dan buah sakit, kemudian dihitung persentasenya.
Gambar 5. Buah Mentah (Fraksi 0)
Gambar 6. Buah sakit
Buah dari kebun seinduk, jika saat sortasi ditemukan buah mentah, buah busuk, dan buah sakit, serta sampah maka dilakukan pemotongan berat timbangan/pinalty. Pinalty yang diterangkan sebagai berikut : -
setiap % fraksi 00, fraksi 0, sampah, buah busuk/tandan kosong, dan tangkai panjang dikenakan pinalty 100% dari beratnya.
-
Tangkai panjang dikenakan pinalty sebesar 10 % terhadap berat tandan
-
Buah sakit yang tidak bisa memberondol dikenakan pinalty 100% Buah sakit bisa membrondol 50% terhadap berat tandan
-
Fraksi 00, sampah,
buah busuk/tandan kosong dipisahkan atau
dimusnahkan (dibakar).
13
-
Hasil sortasi panen digunakan untuk menghitung distribusi rendemen ke tiap – tiap Afdeling pemasok, berdasarkan rendemen potensi (material balance) yang dianalisa bersama PKS dan Kebun.
-
Untuk pihak III, fraksi 00, tandan kosong, buah busuk dan buah sakit dipisahkan kemudian dimasukkan lagi ke dalam truk untuk ditimbang kembali sebagai tarra.
Loading Ramp
Gambar 7. Lantai Loading Ramp
Gambar 8. Kisi – kisi Loading Ramp
PKS Tor Gamba memiliki 2 Loading Ramp masing – masing terdiri dari 14 pintu. Kapasitas 1 pintu adalah 10 ton. Fungsi loading Ramp selain sebagai tempat menampung TBS juga untuk pemerataan pengambilan buah dan dapat mengurangi kotoran yang masuk ke lori melalui kisi – kisi. Jumlah lori PTORA adalah 70 buah dengan kapasitas 2,5 ton TBS. Lori rebusan terbuat dari plat baja dan berlubang-lubang (cage) yang berfungsi sebagai celah penguapan air kondensat. Lori yang sudah diisi TBS penuh ditarik oleh capstand menuju stasiun rebusan (Sterilizer) melalui Rail Track (landasan roda lori).
Gambar 9. Lori Rebusan
14
Penimbunan buah yang bermalam di Loading Ramp dapat menurunkan mutu minyak sawit. Hal ini disebabkan kuantitas kelukaan buah yang tinggi akibat frekuensi benturan mekanis lebih banyak dialami TBS setelah sampai di pabrik dan jika bermalam maka proses hidrolisis akan berjalan lebih cepat sehingga menaikkan kadar ALB. TBS yang diisi / dituangkan ke lantai disesuaikan dengan kapasitas maksimum Loading Ramp. Kelebihan kapasitas akan mengakibatkan : -
Pintu atau plat penahan lebih mudah bengkok.
-
Mengeluarkan TBS mengalami kesulitan
-
Cilinder Hydrolic akan mudah rusak termasuk perangkat – perangkat lainnya.
2. STASIUN REBUSAN (STERILIZER)
Gambar 10. Stasiun Sterilizer
Sterilizer merupakan bejana perebusan yang menggunakan uap air dengan temperatur antara 130 – 140 ºC. Proses ini biasanya berlangsung selama 90 menit namun satu siklus perebusan menghabiskan waktu selama 105 menit dengan menggunakan uap air yang bertekanan antara 2,8 sampai 3,0 kg/cm2. Siklus perebusan adalah waktu yang diperlukan untuk merebus TBS, ditambah dengan waktu memasukkan lori ke rebusan dan mengeluarkannya. Tujuan perebusan adalah : 1. Mengurangi peningkatan ALB karena perebusan dapat menonaktifkan enzim – enzim penyebab hidrolisa minyak.
15
2. Mempermudah proses penebahan pada Threser 3. Meminimumkan biji pecah (maksimalisasi kekoplakan) 4. Melunakkan daging buah dan mengurangi kadar air buah 5. Agar buah mudah lepas dari tandannya dan mengurangi daya lekat antara inti dan cangkang dengan keluarnya air dari biji. 6. Sebagai suply bagi ketersediaan buah terebus (CFB) Cook Fruit Bunch (CFB) adalah besarnya ketersediaan buah terebus. Rumus untuk perhitungan CFB : CFB = n × L × K × 60 s Keterangan : n = jumlah rebusan yang digunakan L = jumlah lori pada satu rebusan K = kapasitas satu lori (ton) S = siklus proses perebusan yang digunakan (menit) PTORA memiliki 4 unit sterilizer dengan kapasitas masing – masing adalah 25 Ton (isi 10 lori @ 2,5 ton TBS/Lori) dan menggunakan sistem perebusan 3 puncak (Triple Peak). Dua puncak pertama digunakan untuk membebaskan udara di sekeliling tandan (Deaerasi) dan satu puncak terakhir khusus untuk merebus tandan. Tahapan – tahapan yang biasanya digunakan dalam Sterilisasi Triple Peak adalah :
Persiapan perebusan Setelah lori – lori dimasukkan ke dalam sterilizer, pintu ditutup, kran – kran inlet steam, exhaust dan kondensat ditutup.
Deaerasi Deaerasi adalah pembuangan udara dari bejana dengan cara pengusiran oleh uap yang dilakukan dengan membuka inlet steam dan kran kondensat dibuka untuk membuang udara – udara yang ada di dalam rebusan selama 3 – 5 menit.
Puncak I
16
Kran kondensat ditutup, kran inlet steam dibuka sampai mencapai tekanan 1,5 kg/cm2. Setelah tekanan tercapai, kran inlet steam ditutup dan kran kondensat dibuka hingga tekanan mencapai 0 kg/cm2.
Puncak II Kran kondensat ditutup dan kran inlet steam dibuka sampai mencapai tekanan 2,0 kg/cm2. setelah mencapai tekanan tersebut, kran inlet steam ditutup dan kran kondensat dibuka hingga tekanan mencapai 0,5 kg/cm2
Puncak III Kran kondensat ditutup dan kran inlet steam dibuka sampai mencapai tekanan 2,8 – 3,0 kg/cm2. setelah mencapai tekanan tersebut, semua kran ditutup dan ditahan selama 45 menit, kemudian kran kondensat dibuka dan setelah mencapai tekanan 1 kg/cm2, kran exhaust dibuka hingga mencapai tekanan 0 kg/cm2.
Pengeluaran lori Pintu rebusan dibuka dan lori – lori dikeluarkan dengan mengguankan capstand. Pada saat mengeluarkan lori dari rebusan, pintu dibuka perlahan – lahan dan indikator tekanan uap dalam rebusan harus menunjukkan angka 0 kg/cm2.
P (kg/cm2) 3,0
2,0
1,0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
T
Gambar 11. Grafik Sistem Perebusan Tiga Puncak
17
Dengan proses ini dapat dihasilkan kondensat yang mengandung 0.5 % minyak ikutan pada temperatur tinggi. Kondensat ini kemudian dimasukkan ke dalam Fat Pit. Norma untuk oil losis maksimal 0,7 %. Tandan buah yang sudah direbus dimasukan ke dalam Threser dengan menggunakan Hoisting Crane.
3. STASIUN PENEBAHAN (THRESHER)
Gambar 12. Auto Feeder
Pada tahapan ini, buah yang masih melekat pada tandannya akan dipisahkan dengan menggunakan prinsip bantingan sehingga buah tersebut terlepas kemudian ditampung dan dibawa oleh Distributing Conveyor ke Digester. Tujuannya untuk memisahkan brondolan (fruilet) dari tangkai tandan. Alat yang digunakan disebut thresher dengan drum berputar (rotari drum thresher). Hasil stripping tidak selalu 100%, artinya masih ada brondolan yang melekat pada tangkai tandan, hal ini yang disebut dengan USB (Unstripped Bunch). Untuk mengatasi hal ini, maka dipakai sistem “Double Threshing“. Sisitem ini bekerja dengan cara janjang kosong/EFB (Empty Fruit Bunch) dan USB yang keluar dari thresher pertama, tidak langsung dibuang, tetapi masuk ke threser kedua yang selanjutnya EFB dibawa ketempat pembakaran (incinerator) atau ke hopper untuk diangkut ke lapangan sebagai produk samping (pupuk). Kerugian – kerugian yang terdapat pada mesin Thresher : - Kerugian minyak yang meresap pada janjang kosong - Kerugian minyak akibat buah yang tidak lepas dari janjang kosong (katekopen)
18
Beberapa hal yang menyebabkan adanya katekopen ialah :
Cara perebusan yang tidak tepat
Perlakuan bantingan yang tidak tepat
Buah sakit (abnormal) dari kebun. Buah ini sulit memberondol walaupun sudah direbus
Karena adanya buah mentah dari kebun
4 STASIUN PENGEMPAAN (PRESSER) Brondolan buah (buah lepas) yang dibawa oleh Fruit Conveyor dimasukkan ke dalam Digester atau peralatan pengaduk. PKS Torgamba memiliki 8 unit Digester. Dalam proses pengadukan (Digester) ini digunakan uap air yang temperaturnya selalu dijaga agar stabil antara 90° - 95°C. Fungsi Digester adalah : 1. memisahkan daging buah dengan biji 2. melumatkan daging buah 3. mempermudah proses di press
Gambar 13. Mesin Digester
Gambar 14. Screw Press
Setelah massa buah dari proses pengadukan selesai kemudian dimasukkan ke dalam alat pengepresan (Scew Press) agar minyak keluar dari biji dan fiber. Untuk proses pengepresan ini perlu tambahan panas (Hot Water) sekitar 10% s/d 15% terhadap kapasitas pengepresan. Perlu diperhatikan bahwa tekanan cone yang digunakan sebaiknya adalah 50 – 60 kg/cm2. Tekanan kempa yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kadar inti pecah brrtambah sehingga kerugian inti bertambah. Tekanan kempa yang terlalu rendah dapat mengakibatkan : Cake basah, losis pada ampas dan biji bertambah, pemisahan ampas dan biji tidak
19
sempurna, serta bahan bakar ampas basah sehingga pembakaran dalam dapur boiler tidak sempurna. Norma losis yang diizinkan di stasiun kempa (press) adalah :
Oil losis pada fiber
: 4,0 – 6,0 %
Oil losis pada biji
: maks 0,8 %
Dari pengepresan tersebut akan diperoleh minyak kasar dan ampas serta biji. Sebelum minyak kasar tersebut ditampung pada Crude Oil Tank (COT), harus dilakukan pemisahan kandungan pasirnya pada Sand Filter yang kemudian dilakukan penyaringan (Vibrating Screen). Sedangkan ampas dan biji yang masih mengandung minyak (oil sludge) dikirim ke pemisahan ampas dan biji (Depericarper). Dalam proses penyaringan minyak kasar tersebut perlu ditambahkan air panas untuk melancarkan penyaringan minyak tersebut. Minyak kasar (Crude Oil) kemudian dipompakan ke dalam Decenter guna memisahkan Solid dan Liquid. Pada fase cair yang berupa minyak, air dan masa janis ringan ditampung pada Countnuous Settling Tank, minyak dialirkan ke oil tank dan pada fase berat (sludge) yang terdiri dari air dan padatan terlarut ditampung ke dalam Sludge Tank yang kemudian dialirkan ke Sludge Separator untuk memisahkan minyaknya.
Gambar 15. Crude Oil Tank (COT)
5. STASIUN KLARIFIKASI Stasiun Klarifikasi terdiri dari proses pemurnia minyak dan proses pengambilan minyak dari slugde hasil VCT. Stasiun Pemurnian minyak berfungsi untuk memisahkan minyak dengan kotoran serta unsur – unsur yang mengurangi kualitas minyak dan mengupayakan agar kehilangan minyak seminimal mungkin.
20
a. Proses Pemurnian Minyak Minyak dari oil tank kemudian dialirkan ke dalam Oil Purifier untuk memisahkan kotoran/solid yang mengandung kadar air. Selanjutnya dialirkan ke Vacum Dryer untuk memisahkan air sampai pada batas standard. Kemudian melalui Sarvo Balance, maka minyak sawit dipompakan ke tangki timbun (Storage Tank).
Gambar 16. Mesin Oil Purifier
b. Proses Pengambilan Minyak dari Sludge Hasil VCT Dari Sludge Tank, sludge dialirkan ke Buffer Tank. Buffer tank berfungsi untuk menjaga kontinuitas umpan sludge yang dialirkan ke Sludge Separator (Low Speed) dengan memanfaatkan gaya gravitasi, karena posisi Buffer Tank berada di atas Low Speed sehingga tidak memerlukan pompa lagi. PTORA memiliki 3 unit Buffer Tank dengan kapasitas 5 m3 dan 4 unit Sludge Separator jenis low speed yang masing – masing memiliki 12 buah nozzle. Hasil buangan dari Sludge Separator ditampung ke dalam bak Fat-fit. 6. STASIUN KERNEL
Gambar 17. Super Craker
21
Ampas kempa yang terdiri dari biji/nut dan serabut dimasukkan ke dalam Depericaper melalui Cake Brake Conveyor yang dipanaskan dengan uap air agar sebagian kandungan air dapat diperkecil, sehingga Press Cake terurai dan memudahkan proses pemisahan. Pada Depericaper terjadi proses pemisahan fibre dan nut serta membawa fiber untuk menjadi bahan bakar boiler. Pemisahan terjadi akibat perbedaaan berat dan gaya hisap blower. Kemudian Nut dari Depericarper masuk ke Nut Transport melalui Nut Polishing Drum. Sebelum nut masuk ke dalam Super Craker dan Ripple Mill terlebih dahulu diproses di dalam Nut Grading Drum untuk dapat dipisahkan ukuran besar kecilnya biji yang disesuaikan dengan fraksi yang telah ditentukan. Ripple Mill dan Super Craker berfungsi sebagai alat pemecah nut. Masa cangkang bercampur inti dialirkan masuk ke dalam Claybath untuk memisahkan antara inti dengan cangkang, begitu juga di dalam Light Tenera Dry Separation (LTDS). Masa nut pecah dimasukkan dalam LTDS (Proses pemisahan debu dan cangkang halus) untuk memisahkan cangkang halus, biji utuh dengan cangkang/inti. Setelah itu, Inti dialirkan masuk ke dalam Kernel Silo untuk proses pengeringan sedangkan cangkang masuk ke dalam Boiler. Selanjutnya guna memisahkan kotoran, maka dialirkan melalui Kernel Storage sebelum diangkut dengan truk ke pabrik pemproses berikutnya. PKS Torgamba tidak lagi menggunakan Bulk Silo karena ada kerusakan di Conveyornya yang terletak di bagian bawah. Sehingga inti disimpan di gudang yang terletak berdekatan dengan Bulk Silo sekarang. Boiler
Gambar 18. Boiler
22
Boiler berfungsi untuk menghasilkan steam dari pipa – pipa air di boiler. Start up Boiler : 1. Periksa kondisi air 2. Spui (blow down) air pada gelas penduga 3. Periksa kebersihan ruang bakar 4. Masukkan bahan bakar ke dalam ruang bakar (secara manual) 5. lakukan pembakaran di ruang bakar / dapur sampai menyala 6. Hidupkan induced Draft Fan pada posisi pintu dapur tertutup rapat dan nyala api cukup besar (tekanan telah mencapai 1,5 kg / cm2) 7. Dioperasikan penghantar bahan bakar (fuel conveyor) dan hidupkan Fuel Feeder 8. Hidupkan Fuel Draft Fan, selanjutnya Secondary Force Draft Fan 9. Pada tekanan 5 kg/cm2 pompa uap (steam pump) coba untuk digerakkan 10. Pada tekanan 10 kg/cm2 air kondensat pada pipa di Spui (blow down) dengan membuaka keran selama ± ½ menit. 11. Buka kran induk perlahan – lahan hingga terbuka penuh dan kran buang ditutup pada superheater 12. Naikkan tekanan boiler sampai tekanan kerja 13. Diupayakan temperatur air Deaerator Tank mencapai 95 – 100º C selama pengoperasian. Shut down Boiler : 1. Beritahukan ke kamar mesin 2. Berhentikan operasi Fuel Conveyor, Fuel Feeder, FDF, Sec PDF, IDF 3. Buka kran buangan udara (air vent) pada superheater 4. Buka kran kondensate 5. Tutup kran uap induk 6. Tarik api 7. Kontrol pada ketel uap agar ketinggian air 60 – 75 % pada gelas penduga dan selanjutnya matikan pompa – pompa air dan chemical pump. 8. Tinggalkan boiler bila tekanan sudah 0 kg/cm2
23
Turbin Turbin merupakan alat yang digunakan untuk mengubah energi gerak menjadi energi listrik. PKS Torgamba mmemiliki 3 unit turbin yang terdiri dari 2 unit dengan merk Dresser Rand (Kapasitas 1200 kW) dan 1 unit Warthington Turbodyne (Kapasitas 700 kW). Turbin menerima uap kering dari boiler yang dimanfaatkan untuk menggerakkan generator yang menghasilkan listrik dan uap bekas bertekanan 3 kg/cm2 dialirkan ke Back Pressure Vessel (BPV). Fungsi dari BPV adalah untuk menampung uap sisa dari turbin yang selanjutnya dipergunakan untuk proses pengolahan pada stasiun perebusan, klarifikasi, pressan, kernel, deaerator, fat-fit, dan lain – lain.
Gambar 19. Mesin Turbin
24
TBS
Timbangan
Loading Ramp
Sterilizer
Thresser
Janjang kosong
Digester
Screw Press Cake
crude oil
Cake Breaker Conveyor (CBC)
Stasiun Kernel Depericarper
oil gutter
Stasiun Klarifikasi COT (crude oil tank)
Nut Polishing Drum
Sand Trap
Nut Transport
Vertical Clarifier Tank (VCT) oil
sludge
Nut Silo Oil Tank
Sludge Tank
Nut Grading Drum Dry sistem
Wet system
Ripple Mill
Super Cracker
Oil Purifier
Vacum Dryer
Buffer Tank
Sludge Separator (low speed) Heavy sludge
Storage Tank LTDS I dan II Inti
Fat-fit
Dewatering Drum
cangkang Claybath
Kernel Silo
Boiler
inti
Kernel Silo
cangkang
Boiler
Kernel storage
Gambar 20. Flow Process Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit Torgamba
25
TBS 100%
Sterilizer condensate 10 % Tandan kosong 22,00 %
Brondolan 68,00 %
Nut 12,00 %
Inti Basah 5,47 %
Air di inti 0,47 %
Cangkang 4,99 %
Mesocarp 56,00 %
Air 1,54 %
minyak 22,36 %
fiber 13,00 %
Air 20,64 %
Inti kering 5,00 %
Gambar 21. Material Balance TBS PKS Torgamba tahun 2009
26
3.2. Limbah PKS Limbah yang dihasilkan PKS ada yang berupa limbah padat, limbah cair, dan limbah cair dan limbah B3 (bahan bahaya beracun). Limbah padat berupa cangkang dan fiber digunakan sebagai bahan bakar boiler, dan tandan kosong dimanfaatkan sebagai mulsa / pupuk bagi tanaman. Limbah cair yang dihasilkan harus mengikuti standar yang sudah ditetapkan dan tidak boleh dibuang secara langsung ke sungai karena dapat mencemari lingkungan. Limbah B3 berupa kertas karbon, tinta printer, batre bekas dan oli kotor disimpan di dalam Gudang Limbah B3. Biological Oxygen Demand (BOD) merupakan salah satu indikator kontrol untuk pembuangan limbah, artinya angka yang menunjukkan kebutuhan oksigen. Jika limbah yang mengandung BOD tinggi dibuang ke sungai maka oksigen yang ada disungai tersebut akan terhisap oleh material organik sehingga makhluk hidup lainnya di sungai tersebut tidak kebagian oksigen. Sedangkan Chemical Oxygen Demand (COD) adalah angka yang menunjukkan suatu ukuran apakah dapat secara kimiawi dioksidasi. Mutu limbah cair yang dapat dialirkan ke sungai adalah :
BOD
= 3.500 – 5.000 mg / liter
Minyak dan lemak
≤ 600 mg / liter
pH
≥6
Adapun Komposisi nutrisi dari LPKS sebelum dan setelah diolah disajikan Pada Tabel 2 dibawah ini: Tabel 2. Kisaran Komponen Kimia Limbah Cair PKS Sebelum dan Setelah Penanganan Uraian
WPH
BOD
P
N
K
Mg
Hari
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
Limbah (fat-pit)
-
25.000
500 - 900
1.000 - 1.975
250 - 340
Kolam Pengasaman
5
25.000
500 - 900
1.000 - 1.975
250 - 340
Kolam Anaerob primer
75
3.500 - 5.000
675
90 – 140 90 – 140 90 – 110
1.000 - 1.850
250 - 320
Kolam Anaerob sekunder
35
2.000 - 3.500
450
62 – 85
875 - 1.250
160 - 215
Kolam Aerobik
15 – 21
100 - 200
80
5 – 15
420 - 670
25 - 55
Kolam pengendapan
2
100 - 150
40 - 70
3 – 15
330 - 650
17 - 40
WPH = waktu penahanan hidrolisis Sumber : Pamin, Siahaan, dan Tobing (1996)
27
Gambar 22. kolam Anaerobik
Gambar 23. Motor robot di kolam Maturity Pond
Ke Tangki Timbun Kembali ke pabrik
air buangan pabrik
Pompa
Cooling Pound
Tank Trans fer
Fat-fit2 Pompa
C O o l i n g P o u n d
Pompa
A n a e r o b i k
A n a e r o b i k
A n a e r o b i k
Land Aplication (ke afdeling)
Maturity Pound
Gambar 24. Peta Eff. Treatment PKS Torgamba
28
Fugsi dari pengolahan limbah (Effluent Treatment) adalah untuk menetralisir parameter limbah yang masih terkandung dalam cairan limbah sebelum diaplikasikan (Land Aplication). 1. Fat - Fit Limbah dari PKS dialirkan masuk ke dalam Fat – fit. Pada Fat – fit ini terjadi pemanasan dengan menggunakan steam dari BPV. Pemanasan bertujuan untuk memisahkan minyak dengan sludge sebab pengutipan minyak masih mungkin dilakukan pada Fat – fit dengan menggunakan skimmer. Limbah dari Fat – fit kemudian dialirkan ke kolam Cooling Pound yang berguna untuk mendinginkan limbah yang telah dipanaskan. 2. Cooling Pound Cooling Pound berfungsi untuk mengendapkan sludge. Limbah dari Cooling Pound dialirkan ke kolam Anaerobik. 3. Kolam Anaerobik Pada kolam ini terjadi perlakuan biologis terhadap limbah dengan menggunakan bakteri metagonik yang ada di kolam. Limbah cair pabrik mengandung unsur organik yang digunakan bakteri sebagai bahan makanan kemudian mengubah limbah tersebut menjadi unsur yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Ketebalan sekam pada kolam anaerobic tidak boleh > 25 cm karena jika lebih maka bakteri menjadi kurang berfungsi dan bisa mati. 4. Maturity Pound Dari kolam anaerobic, limbah masuk ke kolam maturity Pound untuk pematangan limbah, penurunan BOD dan kenaikan pH. Di kolam Maturity Pound terdapat pompa yang mensirkulasikan limbah kembali ke kolam anaerobic. Selain itu terdapat Pompa Land Aplication yang digunakan untuk mengalirkan limbah sebagai pupuk tanaman kelapa sawit.
29
Gambar 25. Pompa Land Aplication
Land Aplication System (LAS) merupakan salah satu sistem yang mernberikan keuntungan dalam penanganan limbah. Air limbah yang langsung keluar dari fat-pit tidak sesuai untuk diaplikasikan ke areal tanaman kelapa sawit, karena menimbulkan masalah terhadap lingkungan seperti timbulnya bau yang tajam, meningkatnya populasi ulat dan lalat, tertutupnya pori-pori tanah oleh padatan tersuspensi, minyak dan lain - lain. Pada Prinsipnya, konsep pemakaian limbah ke areal tanaman kelapa sawit adalah pemanfaatan dan bukan pembuangan atau mengalirkan sewenang-wenang. Pemanfaatan ini meliputi pengawasan terhadap pemakaian limbah di areal, agar diperoleh keuntungan dari segi agronomis dan tidak menimbulkan dampak yang merugikan. Pemilihan teknik aplikasi yang sesuai untuk tanaman keiapa sawit sangat tergantung kepada kondisi topografi areal kebun dan luas areal yang tersedia. Tekhnik aplikasi lahan (LAS) telah banyak dikembangkan di beberapa negara. Di PKS Torgamba, teknik aplikasi limbah yang digunakan adalah dengan mengalirkan limbah (kadar BOD 3.500-5.000 mg/l) dari kolam limbah melalui pipa ke bak-bak distribusi ke parit sekunder diantara barisan tanaman. Sistem ini dibangun secara manual dengan kedalaman yang cukup dangkal. Limbah cair yang akan diaplikasi dipompakan melalui pipa ke atas atau ke dalam bak distribusi. Setelah penuh, lalu dibiarkan mengalir ke bawah dan masing-masing teras atau flatbed diisi sampai ke tempat yang paling rendah. Aplikasi limbah cair dengan kecepatan aliran yang optimum tanpa pemupukan, rnemberikan produksi yang lebih tinggi dari pada areal tanaman
30
kelapa sawit yang dipupuk. Kenaikan produksi tersebut berkaitan dengan pengaruh nutrisi terkandung di dalarn air limbah. Di Indonesia dengan dosis 152 mm curah hujan Pertahun dengan frekuensi aplikasi sekali dalam dua bulan dan dosis pupuk 50% dari pemberian rekomendasi, menunjukkan adanya kenaikan produksi antara 10-15%. Keuntungan pemanfaatan limbah cair PKS secara umum adalah seperti berikut: 1. Memperbaiki struktur fisik tanah 2. Meningkatkan aerasi, peresapan, retensi, dan kelembaban. 3. Meningkatkan perkembangbiakan dan perkembangan akar. 4. Meningkatkan kandungan organik tanah, pH tanah dan kapasitas tukar kation tanah. 5. Meningkatkan populasi mikroflora dan mikrofauna tanah maupun aktivitasnya.
3.3 Analisa Laboratorium
Gambar 26. Kegiatan analisa laboratorium di PKS Torgamba
1. Analisa Mutu Minyak dan Inti Sawit Parameter yang digunakan untuk menilai mutu minyak dan inti sawit di PKS Tor Gamba ada 3 yaitu : 1. Asam Lemak Bebas (ALB) : Zat yang terbentuk karena minyak terhidrolisa 2. Kadar Kotoran : Zat yang tidak larut dalam pelarut organic, seperti nheksane
31
3. Kadar air : sejumlah air didalam minyak yang disebabkan karena proses alami pembuahan, perlakuan dalam pengolahan, dan penimbunan (penyimpanan) minyak sawit di tangki timbun. Untuk mendapatkan mutu minyak CPO yang baik, maka mutu tandan yang diolah harus berdasarkan kriteria kematangan yang optimal. Pada kondisi tertentu, kandungan minyak dalam TBS relatif tinggi dengan kadar asam lemak bebas (ALB) yang rendah. Pada tandan buah yang masih mentah kandungan minyak CPO sangat rendah, sedangkan bila TBS terlalu matang maka kualitas minyak menjadi rendah karena kadar asam lemak bebasnya tinggi (Tabel 4). Untuk mendapatkan jumlah dan kualitas minyak CPO yang baik, maka dibutuhkan koordinasi yang baik antara permanen, pengawas lapangan, bagian fraksi dan staf pabrik. Tandan buah segar yang telah dipanen harus segera ditangani dan diusahakan secepatnya diproses dalam pabrik. Tabel 3. Hubungan antara kematangan panen dengan rendemen minyak dan ALB Kematangan panen Rendemen minyak (%) Kadar ALB (%) Buah mentah 14 – 18 1,6 - 2,8 Agak matang 19 – 25 1,7 - 3,3 Buah matang 24 – 30 1,8 - 4,9 Buah lewat matang 28 – 31 3,8 - 6,1 Standar kualitas / mutu minyak dan inti sawit yang ditetapkan di PKS Tor Gamba disajikan pada Tabel 5 serta Mutu Produksi Minyak dan Inti Sawit di PKS Tor Gamba Tahun 2009 tertera pada Tabel 6. Tabel 4. Standar kualitas minyak dan inti sawit di PKS Tor Gamba Parameter / Karakteristik Mutu Minyak Sawit (Palm Oil Quality) Asam Lemak Bebas (ALB) Kadar Air Kadar Kotoran Mutu Inti Sawit (Kernel Quality) Asam Lemak Bebas (ALB) Kadar Air Kadar Kotoran
Mutu Produksi (%) Max. 3,50 Max. 0,15 Max. 0,02 Max. 1,00 max. 7,00 max. 6,00
32
Tabel 5. Mutu Produksi Minyak dan Inti Sawit di PKS Tor Gamba Tahun 2009. Bulan ALB
Minyak Sawit Kadar Air Kadar Kotoran
ALB
Inti Sawit Kadar Air Kadar Kotoran
Januari
3,79
0,13
0,013
0,87
6,73
5,83
Pebruari
3,64
0,14
0,014
0,87
6,75
5,89
Maret
3,93
0,14
0,013
0,87
6,71
5,93
April
3,82
0,14
0,014
0,87
6,76
5,95
Mei
4,12
0,14
0,014
0,87
6,77
5,95
Juni
4,09
0,14
0,013
0,87
679
5,95
Juli
3,98
0,14
0,013
0,87
6,75
5,96
Agustus
3,86
0,14
0,014
0,87
6,90
5,96
September
3,74
0,14
0,014
0,87
6,75
5,98
Oktober
3,51
0,14
0,014
0,87
6,75
5,96
Nopember
3,5
0,13
0,014
0,87
6,75
5,95
Desember
3,23
0,14
0,014
0,87
6,73
5,95
Rata-rata
3,75
0,14
0,014
0,87
6,51
5,94
Data pada tabel 2 menunjukkan kadar air di dalam minyak dan inti sawit PKS Tor Gamba tahun 2009 masih dalam norma / standar kualitas minyak dan inti sawit yang ditetapkan. Demikian juga dengan hasil analisis kadar kotoran di dalam minyak dan inti sawit. Sementara itu, rata – rata ALB (Asam Lemak Bebas) minyak sawitnya meningkat 0,25 %. Peningkatan ALB dapat disebabkan oleh adanya buah yang restan, yakni buah yang menginap dan belum sempat diolah pada hari yang sama ketika buah tersebut masuk ke Loading Ramp. Ada sekitar 70 % buah yang masuk ke PKS Torgamba berasal dari pihak-III sehingga mutu produksi TBS yang dibawa ke pabrik tidak dapat dikendalikan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi yaitu faktor kebersihan peralatan pabrik.
33
2. Analisa Kehilangan Minyak dan Inti Sawit Pengontrolan losis harus dilakukan untuk mendapatkan hasil akhir yang baik dan maksimal terhadap semua proses yang mendahuluinya. Kehilangan minyak sawit (oil losses) dapat terjadi pada :
air kondensat rebusan,
tandan kosong,
Ampas press,
biji (nut),
drab akhir.
Sedangkan kehilangan inti sawit (kernel losses) dapat terjadi pada :
ampas press,
cangkang pada LTDS I dan II,
cangkang pada claybath.
Norma losis minyak 1. USB maks 2% dalam 100 janjangan 2. Kadar buah dalam tandan (USF) maks 2% 3. Tandan kosong maks 1,8% 4. Ampas press maks 5,5% 5. Biji press (nut) maks 0,8% 6. Buangan fat – fit (Drab akhir) maks 0,7% Losis inti terhadap sampel 1. Kadar inti pada fibre cyclone maks 1,5% 2. Kadar inti pada LTDS I dan II maks masing – masing 2% 3. Kadar inti pada claybath maks 2% Penilikan Pabrik 1. Ripple Mill a. Biji utuh maks 2% b. Biji pecah maks 3% c. Efisiensi Ripple Mill min 95% d. Kadar kotoran Wet kernel maks 6% e. Kadar kotoran Dry kernel maks 6%
34
2. Komposisi Crude Oil a. Kadar minyak min 40% b. Kadar air maks 40% c. Kadar NOS maks 20% Temperatur a. Sand Trap 90 – 95% b. Crude Oil Tank 90 – 95% c. Vertical Clarifier Tank (VCT) 90 – 95% d. Oil Tank 90 – 95% e. Sludge Tank 90 – 95% f.
Minyak produksi antara 45 – 55%
3.4. Pengolahan Air Proses Pengolahan air (Water Treatment) bertujuan untuk menjamin kualitas air sebelum digunakan agar memenuhi persyaratan yang ditentukan. Proses pengolahan air menghasilkan air yang akan didistribusikan untuk : -
Air Domestik, yaitu air yang digunakan diluar kegiatan pabrik
-
Air Proses, yaitu air yang digunakan untuk kegiatan proses dan laboratorium
-
Air Boiler yaitu air yang digunakan untuk umpan boiler
Proses pengolahan air terdiri dari : 1. External Water Treatment 2. Internal Water Treatment
3.4.1. Eksternal Water Treatment Eksternal Water Treatment merupakan perolehan air yang dimulai dari waduk (raw water) hingga sampai ke demineralisasi. Tahapan – tahapan pada proses Ekternal Treatment adalah sebgai berikut : 1. Clarifier Tank Air dari waduk dipompakan ke Clarifier Tank untuk diproses lebih lanjut. Bahan kimia yang diinjeksikan sebelum air masuk ke Clarifier Tank adalah tawas, soda ash, dan polimer dengan dosis :
35
-
Asam sulfat / tawas : 0,06 kg/m3 air
-
Soda ash / soda abut : 0,05 kg/m3 air
-
Flokulan / polimer
: 0,0003 kg/m3 air
Bahan kimia yang ditambahkan ke dalam air bertujuan agar zat padat yang melayang menjadi flock dan menggumpal sehingga menjadi berat dan mudah dipisahkan. Clarifier Tank ini bekerja memisahkan partikel – partikel berat dengan aliran berputar. PKS Torgamba memiliki 2 unit Clarifier Tank dengan kapasitas 100 m3 / jam. 2. Bak Pengendapan Bak pengendapan ini bertujuan untuk menjebak zat padatan yang masih ada terlarut dalam air. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam bak pengendapan adalah : -
Kedalaman bak yang ditentukan dengan pertimbangan bahwa aliran tidak akan mengganggu partikel yang sudah memisah dan mengendap.
-
Lintasan aliran yang semakin panjang akan memberi kesempatan partikel kasar memisah dari partikel lainnya.
-
Panjang lintasan aliran dapat diperpendek dengan memperluas permukaan sehingga massa air dari titik masuk hingga keluar dapat dipertahankan.
PKS Torgamba memiliki 1 unit bak pengendapan dengan spesifikasi panjang 10m, lebar 8,84 m dan kedalaman 2,8 m. 3. Sand Filter Penyaringan pada Sand Filter bertujuan untuk menghilangkan berbagai material yang terbawa dari bak pengendapan dengan cara menyaring melalui lapisan pasir diatas. PKS Torgamba memilki 4 unit Sand Filter dengan spesifikasi 35 m3 / jam. 4. Bak Domestik Air yang telah selesai diSand Filter kemudian dinaikkan ke Tower Tank yang kemudian dialihkan ke Bak Domestik. Bak domestik merupakan tempat penampungan air yang akan dikirim ke perumahan. Air dari Bak Domestik ini kemudian dipompakan ke perumahan untuk dikonsumsi dan kebutuhan rumah tangga lainnya.
36
Demineralisasi PKS Torgamba menggunakan cara Demineralisasi untuk pemurnian air. Cara ini dapat menghasilkan air dengan tingkat kemurnian yang tinggi dan biasanya dipergunakan jika air banyak mengandung silica. Demineralisasi terdiri dari kation dan anion. Proses yang terjadi selama demineralisasi adalah sebagai berikut : 1. Kation berfungsi untuk menukar mineral – mineral pada air dengan asam 2. Anion berfungsi untuk menukar garam terhadap hidrolisis dan menahan silica (maksimum kadar silica dalam air adalah 5 ppm). PKS Torgamba menggunakan 2 line untuk demineralisasi dan untuk menjamin tidak terhentinya proses sewaktu terjadi kerusakan atau regenerasi. Air yang selesai diproses di anion kemudian masuk ke Demintank dengan pH yang diharapakn 7 – 8. Demintank merupakan tempat transfer air ke Deaerator dengan cara dipompakan.
Regenerasi Proses regenerasi terdiri dari proses backwash, injeksi bahan kimia (asam sulfat dan caustic soda), slow rinse dan fast rinse. Proses regenerasi dilakukan apabila air yang masuk (air umpan) ke Demintank sudah banyak mengandung silica dan hardness. Asam sulfat berfungsi untuk menurunkan nilai hardness sedangkan caustic soda berfungsi untuk menurunkan nilai silica. Biasanya dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan (setiap 3 hari) atau sesuai dengan hasil dari laboratorium. -
Backwash; adalah proses mengalirkan air dari bahan untuk memecah bed resin yang telah padat sambil membuang kotoran yang ada.
-
Injeksi bahan kimia; pada tabung kation diinjeksikan asam sulfat (H2SO4) dengan dosis 0,05 kg / m3 air dan ditabung anion diijeksikan caustic soda dengan dosis 0,09 kg / m3 air selama ± 30 menit.
-
Slow rinse; yaitu pembilasan dengan membuka valve ± ½ putaran penuh selama 30 menit.
37
-
Fast rinse; yaitu pembilasan dengan membuka valve seluruhnya dan dilakukan selama ± 20 menit yang bertujuan untuk membilas sisa bahan kimia regenerasi.
Deaerator Air dari Demintank kemudian dipompakan ke Deaerator sebelum dikirimkan ke Boiler. Deaerator berfungsi untuk memanaskan dan mempertahankan suhu air 90 – 105 ºC. Selain itu, Deaerator juga berguna untuk menghilangkan kadar O2 dalam air. Kadar O2 dalam air dapat menimbulkan korosi pada boiler. Deaerator mendapatkan steam untuk pemanasan dari BPV.
3.4.2. Internal Water Treatment Air dari Deaerator sebelum dikonsumsi oleh Boiler harus diolah lebih lanjut. Ini bertujuan agar operasional bisa lebih efektif dan efisien, agar pada pipa – pipa dan drum tidak terjadi : -
korosi (karat)
-
kerak (scale)
-
Pembusaan (foaming)
-
Carry over (priming)
Air umpan boiler harus mempunyai kualitas sebagai berikut : -
pH
: 10,5 – 11,5
-
TDS
: < 1.700
-
P Alkalinity
:-
-
M Alkalinity : < 800 ppm CaCO3
-
O Alkalinity : 2,5 × ppm silica
-
T Hardness
:-
-
Phosphate
: 30 – 70 ppm
-
Silica
: < 150 ppm
-
Iron
: < 2 ppm
-
Sulphite
: 30 – 50
38
Untuk memperoleh kualitas ini diperlukan penginjeksian bahan – bahan kimia yang dilakukan pada air Deaerator yang menuju boiler. PKS Torgamba menggunakan produk NALCO untuk internal treatment ini. No.
Produk NALCO
Nama
1
N 47028
Oxygen Scavenger
2
N 22353
Sludge Conditioner / Dispersant
3
N 8073
pH Alkalinity / pH Booster
4
N 7208
Scale Deposit Control
Bahan – bahan Internal Treatment : 1. Oxygen Scavenger berfungsi untuk membantu menghilangkan O 2 dalam air boiler 2. Sludge Conditioner / Dispersant berfungsi mencegah sludge menjadi kerak, digumpalkan kemudian diblowdown. 3. pH Alkalinity / pH Booster berfungsi melindungi dari korosi (melapisi pipa) 4. Scale Deposit Control berfungsi menangkap hardness yang masih ada dalam air
3.5. Bagian Teknik / CD Traksi Departemen teknik / CD Traksi merupakan Departemen pendukung bagi kelancaran operasional di sebuah kawasan pabrik. Tugas dan tanggung jawab departemen ini bukan terbatas pada operasional di dalam pabrik saja akan tetapi juga mencakup kepada seluruh fasilitas umum sarana dan prasarana di kawasan tersebut yang secara tidak langsung akan berpengaruh kepada target operasional pabrik. Departemen Teknik / CD Traksi mempunyai 4 bidang kerja yaitu : 1. Bidang listrik Bertanggung jawab pada instalasi kelistrikan pabrik dan kawasan hunian karyawan di
PKS Torgamba. Bidang ini juga bertugas untuk melakukan
pemeliharaan dan perbaikan dalam hal kelistrikan guna lancarnya proses kerja di
39
PKS Torgamba. Dalam hal pelaksanaan pekerjaannya, bidang listrik harus berkoordinasi dengan bidang Bengkel Umum (Workshop). 2. Bidang Instalasi Pengolahan Bidang ini bertanggung jawab penuh terhadap operasional pabrik, perawatan segala peralatan yang ada di dalam pabrik mulai dari pompa, motor dan semua peralatan yang ada dibagian pengolahan. Di samping itu, bidang instalasi pengolahan
juga
melakukan
program
maintenance
seperti
Preventive
Maintenance, Predictive Maintenance, Corrective Maintenance maupun Overhaul Maintenance. 3. Bidang Bengkel Umum (Workshop) Bertanggung jawab melakukan perbaikan kepada seluruh peralatan pabrik yang mengalami kerusakan. Disamping itu juga melayani permintaan modifikasi barang seperti pembubutan, pengelasan, pengeboran, dan sebagainya. Barang yang dihasilkan harus sesuai dengan spesifikasi yang diminta di lapangan. Dengan adanya bidang workshop diharapkan stagnasi mesin dan kerusakan peralatan diminimalisir sekecil mungkin.
4. Bidang CD / Traksi Bertanggung jawab terhadap penyediaan jasa transportasi, alat – alat berat, perbaikan dan peralatan jalan, perbaikan dan perawatan perumahan sehingga bisa membantu memperlancar kegiatan operasional pabrik. Semua bidang tadi saling bersinergi dalam menyukseskan program kerja Departemen Teknik /CD dan Traksi. Secara umum, fungsi departemen Teknik / CD Traksi adalah : a) Pengoperasian Departemen Teknik / CD Traksi bertanggung jawab mengoperasikan seluruh mesin dan peralatan di PKS Torgamba. Pengoperasian ini dilakukan dengan benar sesuai dengan Operation Guide seluruh mesin dan peralatan tersebut. b) Pemeliharaan (Maintenance) Pemeliharaan terhadap seluruh mesin dan peralatan sangat mutlak diperlukan untuk menambah umur ekonomi mesin dan peralatan tersebut yang secara otomatis akan meningkatkan kapasitas pabrik serta dapat menghemat biaya.
40
c) Monitor Kondisi (Conditional Monitoring) Memonitor kondisi mesin dan peralatan dapat dilakukan secara harian, mingguan, bulanan, tahunan, atau periode waktu tertentu. Hal ini berguna untuk mengetahui kondisi terkini dari semua mesin dan peralatan. Seluruh data yang diperoleh didokumentasikan sehingga dapat diamati prosesnya setiap saat. d) Perbaikan sebelum rusak (Repair before failure) Hal ini bertujuan untuk mencegah mesin / peralatan tersebut breakdown, yang seharusnya tidak perlu terjadi. Disamping itu repair before failure juga bisa menghemat biaya karena jika kerusakan dibiarkan akan berpotensi merusak alat – alat yang lainnya. e) Perbaikan setelah rusak (Repair after failure) Kerusakan pada mesin harus langsung diperbaiki untuk memperkecil waktu stagnasi dari mesin tersebut. Perbaikan dapat dilakukan oleh pihak intern maupun ekstern (Kontraktor) f) Penyediaan suku cadang Seluruh suku cadang mesin dan peralatan memiliki umur ekonomis tersendiri. Sejak awal, Departemen Teknik / CD Traksi telah mendokumentasikan penggantian terakhir suku cadang tersebut sehingga dapat diprediksi waktu penggantian dari spare part tersebut.
3.6. Produktivitas Pabrik Produktivitas pabrik adalah petunjuk tentang kemampuan pengoperasian pabrik yang menyangkut efisiensi pencapaian kapasitas olah terpasang, pemakaian jam olah yang efektif, dan kemampuan mengutip hasil berupa minyak sawit dan inti sawit. Pada pabrik kelapa sawit ukuran Indeks Produktivitas Pabrik (IPP) dinyatakan dengan persamaan : IPP = (KO/KT) + Rata – rata (QPM+QPI) + (Jam kerja efektif/Jam kerja PKS) Keterangan : KO KT
= Kapasitas Olah (Ton/jam) = Kapasitas Terpasang (Ton/jam)
QPM = Quality Pengutipan minyak QPI
= Quality Pengutipan Inti
41
Kriteria produkvitas pabrik dinyatakan telah beroperasi secara optimal jika : 1. IPP = 2.51 – 3.00 (Produktivitas tinggi) 2. IPP = 2.00 – 2.50 (Produktivitas sedang) 3. IPP = 1.00 – 2.00 (Produktivitas rendah) Dari persamaan di atas maka dapat diketahui Indeks Produktivitas Pabrik PKS Torgamba sebagai berikut : Misal dari hasil evaluasi kinerja pabrik tahun 2009 KO
= 39.654 Ton/jam
KT
= 60 Ton/jam
QPM = 93,39% QPI
= 91,65%
Jam kerja efektif = 4.504 jam Jam kerja PKS (Jam olah efektif + Jam stagnasi) = (4.504+68,00) = 4.571,5 jam Maka IPP = (39.654/60) + (0,9252) + (4.504/4.571,5) = 0,6609 + 0.9252 + 0,9852 = 2,57 Berdasarkan hasil perhitungan, nilai IPP yang diperoleh adalah 2,57. Ini menunjukkan bahwa ternyata produktivitas pabrik PKS Torgamba tahun 2009 berada pada taraf tinggi dan masih mempunyai peluang untuk ditingkatkan ke taraf paling tinggi dengan indeks produktivitas tiga atau lebih apabila semua sumberdaya digunakan seoptimal mungkin. Misalnya dengan menaikkan kapasitas olah efektif melalui perbaikan proses pengolahan, mengurangi jam stagnasi dengan perawatan yang terprogram dan memperbaiki kondisi peralatan pabrik. Selain itu, cara untuk mengetahui produktivitas pabrik kelapa sawit dapat dilakukan dengan membandingkan sasaran mutu pengolahan seperti yang telah dituangkan dalam Rencana Kerja Operasional (RKO) dan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) dengan Realisasi produksi yang dicapai. RKO merupakan sasaran kerja yang persentase pencapaiannya tinggi yakni sekitar 95% sudah pasti dijalankan. Sedangkan RKAP didalamnya masih termasuk anggaran yang tidak terduga. RKO untuk produksi diestimasi selalu lebih tinggi dibandingkan dengan RKAP.
42
Pencapaian Sasaran Mutu Pengolahan PKS Torgamba untuk tahun 2009 dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 6. Pencapaian Sasaran Mutu Pengolahan tahun 2009 No. 1 2 3 4 5
Indikator
satuan
TBS Olah CPO Inti Rendemen CPO Rendemen Inti
Kg Kg Kg % %
s/d bulan Desember RKO RKAP Realisasi 162,211,855 153259453 178580600 36481778 34359959 40012522 8034261 7662973 8447267 22.49 22.42 22.41 4.95 5.00 4.73
Selisih real terhadap RKAP RKO 25321147 16,368,745 5652563 3,530,744 784294 413,006 -0.01 -0.08 -0.27 -0.22
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sampai dengan Desember 2009 realisasi pengolahan TBS olah, minyak (CPO), dan inti sawit PKS Torgamba dapat melebihi target sasaran mutu pengolahan. Namun realisasi Rendemen minyak dan inti sawit masih dibawah RKO dan RKAP yang ditetapkan. Dari hasil evaluasi sasaran mutu pengolahan dapat dilihat bahwa yang menjadi penyebab tdak tercapainya sasaran mutu rendemen minyak dan inti sawit adalah sebagai berikut : 1. Adanya buah promosi yang tidak dianggarkan (TM 1 da TM 2) mencapai 30 % 2. Realisasi rendemen minyak sawit Pihak III dibawah sasaran (Realisasi 21.47 %, sasaran 21.50 %). 3. Realisasi rendemen inti sawit Pihak III juga dibawah sasaran (Realisasi 4.50 %, sasaran RKAP 5.00, RKO 4.94 %). Perbandingan Rendemen Minyak dan Inti Sawit Menurut Kematangan Buah dan Tahun Tanam Dari hasil rekap analisa material balance kebun Torgamba menurut derajat kematangan buah ternyata memberikan keragaman terhadap rendemen minyak dan inti sawit. Rendemen minyak pada buah kurang matang (Fraksi 1) selalu lebih rendah dibandingkan dengan rendemen minyak pada buah matang (Fraksi 2&3) dan buah lewat matang (Fraksi 4&5). Sebaliknya, rendemen inti pada buah kurang matang lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen inti pada buah matang (Tabel 5).
43
% RKAP 16.52 16.45 10.23 -0.06 -5.40
RKO 10.09 9.68 5.14 -0.38 -4.50
Tabel 7. Rata – rata Rendemen minyak dan inti sawit KTORA tahun 2009 Tahun tanam
Fraksi
1980
1 2&3 4&5
Rendemen Potensi
RENDEMEN (%) Minyak Inti 20,23 7,12 24,17 4,42 28,47 6,06 24,18
5,84
20,76 24,31 28,22
6,69 4,61 6,33
24,32
5,88
19,76 24,36 27,79
5,83 5,21 4,78
23,88
5,29
18,81 22,39 24,48
5,57 4,77 4,61
21,89
4,98
16,22 18,34 21,24
4,68 4,04 4,33
Rendemen Potensi
18,60
4,35
1 2&3 4&5
16,37 18,72 20,71
4,89 4,39 4,54
Rendemen Potensi
18,51
4,62
1982
1 2&3 4&5
Rendemen Potensi 1984
1 2&3 4&5
Rendemen Potensi 2003
1 2&3 4&5
Rendemen Potensi 2005
2006
1 2&3 4&5
Selain itu, umur tanaman juga mempengaruhi persentase rendemen minyak dan inti sawit yang diperoleh. Rendemen minyak dan inti sawit paling tinggi diperoleh dari tanaman berumur 28 tahun (tahun tanam 1980) masing – masing sebesar 24,32 % dan 5,88 %. Sedangkan rendemen minyak dan inti sawit paling rendah diperoleh dari tanaman berumur 3 tahun (tahun tanam 2006) dan 4 tahun (tahun tanam 2005) yakni hanya sekitar 18 % dan 4 %.
44
Tabel 7. Produksi TBS Diolah Minyak dan Inti Sawit di PKS Tor Gamba Periode 2000 – 2009 Hari Olah
Jam Olah
Kap Ton/jam
Stag
5,88
286
5.057,1
34,27
413,9
21,34
6,15
291
5.187,8
36,2
410,2
10.495.599
21,25
5,70
307
5.252,1
35,1
156,7
42.226.258
12.010.005
21,49
6,11
314
5.288,4
37,2
240,0
215.623.500
47.397.507
12.345.108
21,98
5,73
313
5.193,6
41,5
91,0
2005
241.055.510
55.830.452
11.763.582
23,16
4,88
317
4.993,6
48,3
61,0
2006
197.874.560
465.990.335
9.358.881
23,24
4,73
277
4.811,0
41,1
69,5
2007
156.082.610
35.060.005
7.096.452
22,46
4,56
233
4.191,0
37,2
61,5
2008
144.384.040
32.503.481
6.875.571
22,57
4,76
293
5.121,0
28,2
111,0
2009
178.580.600
40.012.522
8.447.267
22,41
4,73
289
4.504,0
39,7
68,0
Tahun
Tbs diolah
2000
Produksi
Rendemen MS IS
MS
IS
173.142.200
36.872.154
10.184.332
21,30
2001
187.585.180
40.031.750
11.536.558
2002
184.260.330
39.155.788
2003
196.486.580
2004
Tabel di atas memperlihatkan produktivitas pabrik PKS Torgamba tergolong baik karena rendemen minyak yang dihasilkan dari tahun 2000 di atas 21 % dan terus mengalami peningkatan sampai tahun 2009. Rendemen paling tinggi dicapai pada tahun 2005 dan 2006 yakni sekitar 23 %, artinya tidak tertutup kemungkinan untuk dapat dilakukan peningkatan rendemen sampai 24 %.
45
BAB IV. PENUTUP KESIMPULAN
Sebagian buah yang masuk ke PKS Torgamba berasal dari pihak-III sehingga mutu TBS yang dibawa ke pabrik masih sulit untuk dikendalikan.
Pelaksanaan Sistem FIFO (First In First Out) pada stasiun Loading Ramp menjadi sangat penting untuk menjaga mutu TBS yang diolah tetap baik sehingga hasil akhir yang diperoleh juga baik.
Faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya rendemen adalah kualitas bahan baku TBS sesuai kriteria kematangan buah dan umur tanaman. Proses pengolahan hanya berperan menekan/meminimalkan losis minyak.
Kepedulian karyawan terhadap target (RKAP) maupun kesepakatan karya serta citra baik perusahaan merupakan hal penting dan utama yang akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas CPO dan inti yang dihasilkan.
Produktivitas pabrik PKS Torgamba tahun 2009 berada pada taraf tinggi dan masih mempunyai peluang untuk ditingkatkan ke taraf paling tinggi dengan indeks produktivitas tiga atau lebih apabila semua sumberdaya digunakan seoptimal mungkin.
Pengolahan kelapa sawit di PKS Torgamba merupakan kegiatan yang sangat memungkinkan untuk menerapkan konsep Zero Emissions, karena hampir semua limbah yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali.
Upaya yang perlu dilakukan agar dapat mencapai efisiensi pngutipan miyak dan inti semaksimal mungkin dengan mutu yang mampu bersaing antara lain : a. Pengendalian mutu panen sejak dari lapangan hingga ke PKS b. Produktivitas pabrik dapat ditingkatkan antara lain dengan cara menaikkan jam olah, kapasitas olah, mengurangi stagnasi dan teknik pengoperasian unit pengolahan sesuai dengan norma – norma yang sudah ditetapkan.
46
DAFTAR PUSTAKA Huan, Lim Kim. 1987. Trial on longterm effects of application of POME on soil properties, oil palm nutrition and yields. Proc. Of the 1987 International Oil Palm/Palm Oil Conference PORIM. Pamin, K., M. M. Siahaan, dan P. L. Tobing, 1996. Pemanfaatan limbah cair PKS pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Lokakarya Nasional Pemanfaatan Limbah Cair cara Land Application.
47
67
LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Bidang : Laboratorium
Distrik Manajer Labuhan Batu-I
Kabid. Tanaman
Kabid. Teknik
Kabid. Pembiayaan
Kabid. Personalia/umum
Staf. Bidang Laboratorium
Mandor Sortasi
Krani Produksi
Krani Laboratorium
Mandor Laboratorium
Analisa air
Analisa Mutu
Analisa Contoh
Analisa Losses
Analisa Limbah
Analisa Material Balance
Analisa Eff. Treatment
Petugas Sortasi
Krani Pengiriman
Krani Timbangan
68 Lampiran 2. Struktur Organisasi Bagian Teknik
Asisten Teknik
Mandor workshop
Mandor Listrik
Mandor instalasi Pipa
Mandor CD/Traksi
Mandor Instalasi Pengolahan
Krani Teknik
Kepala Kerja/Pemb. Kepala kerja
Kepala Kerja/Pemb. Kepala kerja
Kepala Kerja/Pemb. Kepala kerja
Kepala Kerja/Pemb. Kepala kerja
Kepala Kerja/Pemb. Kepala kerja
Pemb. Krani
69 Lampiran 3. Struktur Organisasi Bagian Pengolahan Asisten pengolahan
Mandor
Operator Loading Ramp
Operator Rail Track
Operator Hoisting Crane
Operator Sterilizer
Operator Pressan
Operator Klarifikasi
Operator Kernel Plant
Operator Boiler
Operator Kamar Mesin
Pembantu Operator
Pembantu Operator
Pemabntu Operator
Pembantu Operator
Pembantu Operator
Pembantu Operator
Pembantu Operator
Pembantu Operator
pembantu Operator
Operator Water Treatment
Operator Hopper
Operator Whell Loader
70
Lampiran 4. Struktur Organisasi Bagian Tata Usaha Asisten Tata Usaha
Krani – I ATU
Admi. Tata Buku
Admi. Upah / Pajak
Admi. Aktiva
Admi. Finansial
Admi. Arsip / Pos / Surat
Krani Anggaran
Krani Gudang
Opas Kantor
71 Lampiran 5. Struktur Organisasi Bagian Personalia / Umum
Asisten Personalia / Umum
Krani – I APK
Admi. Umum
Danton
Kepala Perawat / Polibun
Krani Jamsostek
Admi. Koperasi
Krani LPMU
Admi. Keamanan
Krani DCC
Operator Komputer