Aktifitas Putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara....
OBYEKTIVITAS PUTUSAN HAKIM PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN ADANYA TAHAPAN PEMERIKSAAN PERSIAPAN Abdul Jabbar Dosen Jurusan Syari’ah STAIN Jember ABSTRAK Dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara ada tahapan acara yang harus dilalui sebelum masuk pada tahapan persidangan, tahapan tersebut adalah tahapan Pemeriksaan Pendahuluan yang terdiri dari dua tahap, yaitu tahap Rapat Permusyawaratan dan tahap Pemeriksaan Persiapan. Pada tahap rapat permusyawaratan ketua pengadilan akan memeriksa gugatan yang masuk apakah telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam undang-undang dan apakah gugatan yang didaftarkan termasuk dalam kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara. Sedangkan dalam tahap pemeriksaan persiapan hakim berperan aktif dalam memeriksa sengketa, di antaranya dengan memberi nasehat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatannya, meminta penggugat untuk melengkapi alat-alat bukti dan meminta pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan untuk memberikan informasi dan data yang diperlukan oleh pengadilan. Suatu gugatan yang telah melalui tahap rapat permusyawaratan dan tahap pemeriksaan persiapan dapat dikatakan relatif baik atau kemungkinan tidak jauh berbeda dengan pendapat awal hakim yang akan memeriksa pada pemeriksaan pokok perkara. Di satu sisi pandangan dan keyakinan awal hakim seolah-olah masuk dalam surat gugat perbaikan dan di sisi yang lain ia dituntut bersikap aktif dan objektif dalam menemukan kebenaran materiil dalam pemeriksaan persidangan. Kata Kunci: Objektivitas, Pemeriksaan, Putusan Hakim. PENDAHULUAN Salah satu kekhususan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (HAPTUN) bila dibandingkan dengan Hukum Acara Pidana dan Perdata adalah adanya tahapan Pemeriksaan
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
83
Abdul Jabbar Pendahuluan. Pengaturan mengenai tahapan pemeriksaan pendahulan ini dalam HAPTUN merupakan salah satu bentuk implementasi asas dominus litis atau asas hakim aktif. Pada proses pemeriksaan pendahuluan ini ada dua tahapan yang harus dilalui oleh para pihak, dua tahapan itu terdiri dari tahap Rapat Permusyawaratan (dismissal process), diatur dalam Pasal 62 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UU PTUN). Dan tahap Pemeriksaan Persiapan, yang diatur dalam Pasal 63 UU PTUN.1 Pemeriksaan persiapan diadakan mengingat penggugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada umumnya adalah warga masyarakat yang mempunyai kedudukan lemah bila dibandingkan dengan tergugat sebagai pejabat tata usaha negara.2 Implementasi asas dominus litis sangat jelas nampak di sini. Pada tahap ini kita dapat melihat bahwa hakim berperan lebih aktif dalam memeriksa sengketa, di antaranya dengan memberi nasehat kepada penggugat untuk memperbaiki gugatannya, meminta penggugat untuk melengkapi alat-alat bukti dan meminta pejabat tata usaha negara yang bersangkutan untuk memberikan informasi dan data yang diperlukan oleh pengadilan. Pelaksanaan tahap pemeriksaan persiapan tidaklah semudah seperti yang kita bayangkan. Hal ini terjadi karena pihak tergugat dalam sengketa Tata Usaha Negara (TUN) adalah pejabat TUN. Tentu tidak mudah menghadirkan seorang pejabat TUN dalam suatu pemeriksaan, padahal keterangannya sangat diperlukan. Jika hal ini terjadi, maka akan menjadi masalah bagi lancarnya pemeriksaan. Ditambah lagi luasnya wilayah hukum PTUN saat ini, yaitu pada setiap propinsi hanya terdapat satu PTUN yang kedudukannya berada di Ibukota propinsi. Keadaan ini kemungkinan dapat menghambat pelaksanaan pemeriksaan pada umumnya. Bukan suatu hal yang mustahil setelah melalui proses pemeriksaan persiapan seorang penggugat atau kuasanya dapat menyimpulkan secara dini apakah nantinya gugatan yang diajukan akan dikabulkan oleh majelis hakim atau tidak.
Rozali Abdullah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), 33. 2 Ibid., 47. 1
84
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Aktifitas Putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara.... Sedangkan pada tahap dismissal process atau rapat permusyawaratan merupakan suatu prosedur penyelesaian yang disederhanakan (vereenvoudigde behandeling, dismissal procedure), di mana ketua pengadilan diberikan kewenangan untuk memutuskan dengan mengeluarkan suatu penetapan, yaitu penetapan dismissal yang dilengkapi dengan pertimbanganpertimbangan bahwa suatu gugatan yang diajukan ke pengadilan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar.3 Jika surat gugatan lolos dalam proses tahap rapat permusyawaratan (dismissal proces) suatu gugatan masih diwajibkan melaui tahap penyempurnaan gugatan yaitu pada tahap pemeriksaan persiapan. Artinya setelah gugatan tersebut diperbaiki dan disempurnakan dalam tahap pemeriksaan persiapan dapat dikatakan bahwa gugatan yang akan disidangkan telah cukup baik atau paling tidak telah sesuai dengan kehendak salah satu hakim yang memeriksa perkara tersebut. Anggapan lain kemungkinan juga muncul bahwa sebenarnya isi suatu surat gugatan yang telah melalui tahap pemeriksaan pendahuluan (surat gugat perbaikan) adalah tidak jauh berbeda dengan pendapat hakim yang akan memeriksa perkara pada tahap pemeriksaan persidangan. Hal ini dapat terjadi karena, jika dasar dan alasan gugatan dalam suatu gugatan dianggap lemah oleh hakim, maka atas perintah undang-undang hakim wajib memberikan saran untuk dilakukan perbaikan-perbaikan. Penggugat sendiri wajib melengkapi gugatanya atas saran hakim dalam waktu yang ditentukan oleh undang-undang. Kewajibankewajiban tersebut telah ditentukan secara limitatif oleh undangundang, dan oleh karenanya harus ditaati oleh masing-masing pihak. Diberikannya peranan hakim aktif sesuai dengan tugasnya, pada sisi lain telah pula menimbulkan implikasi dan komplikasi tertentu bagi hakim dalam melaksanakan tugasnya. Hakim menjadi tidak lagi tergantung pada dalil dan bukti yang diajukan para pihak kepadanya.4 Di sinilah letak betapa pentingnya arti 3 R. Wiryono, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, cet.I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), 129. 4 Marbun, SF., Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif di Indonesia, ( Y ogyakarta: UII Press, 2003), 1.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
85
Abdul Jabbar objektivitas dan kemampuan intelektual bagi seorang hakim. Objektivitas seorang hakim kemungkinan akan terkoyak manakala saran-saran yang telah tertuang dalam gugatan perbaikan ternyata tidak benar atau tidak terbukti oleh karena tidak sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Di satu sisi pandangan dan keyakinan awal hakim seolah-olah masuk dalam surat gugat perbaikan, di sisi yang lain ia dituntut bersikap objektif dalam menemukan kebenaran materiil. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini, apakah perbaikan surat gugatan pada tahapan pemeriksaan persiapan akan mempengaruhi obyektivitas pengambilan putusan oleh majelis hakim dalam sengketa di PTUN ? PEMBAHASAN Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Pasal 48 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 menegaskan, bahwa “Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif Sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia”. Pasal 48 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, menyebutkan “Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan Sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan”. Upaya administratif artinya upaya melalui instansi atau badan TUN (dilaksanakan dalam lingkungan pemerintahan). Prosedur ini terdiri atas dua bentuk. Pertama, dalam hal penyelesaiannya itu harus dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan, prosedur tersebut dinamakan banding administratif. Terdapat perbedaan prosedur penyelesaian sengketa tata usaha negara di PTUN dengan prosedur banding administratif atau prosedur keberatan, yaitu pada prosedur banding administratif atau prosedur keberatan dilakukan
86
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Aktifitas Putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara.... penilaian lengkap, baik dari segi penerapan hukum maupun dari segi kebijaksanaan oleh instansi yang memutus. Apabila seluruh prosedur dan kesempatan tersebut telah ditempuh dan pihak yang bersangkutan masih belum puas, maka barulah persoalannya dapat digugat dan diajukan ke pengadilan. Menurut R. Wiyono ketentuan tentang adanya upaya administratif tersebut merupakan dan dimaksudkan sebagai control atau pengawasan yang bersifat intern dan represif di lingkungan tata usaha negara terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN.5 PTUN pada waktu memeriksa dan memutuskan sengketa tata usaha negara, hanya melakukan pengujian terhadap Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang disengketakan dari segi hukum saja. Pengujian dari segi hukum ini dilakukan dengan menguji KTUN yang disengketakan itu dengan menilai apakah KTUN tersebut : 1. Melanggar suatu ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Melanggar larangan de’tournement de pouvior. 3. Merupakan suatu tindakan hukum yang melanggar larangan willekeur 4. Melanggar salah satu asas dari asas-asas umum pemerintahan yang baik.6 Setelah terbitnya UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam mengajukan gugatan adalah (a) KTUN yang digugat itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, (b) KTUN yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Yang dimaksud dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (Principle of Good Administration), meliputi asas kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas dan akuntabilitas.
5 6
Wiryono, Hukum Acara..., 92. Marbun, SF., Peradilan Administrasi..., 19.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
87
Abdul Jabbar Spesifikasi Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Menurut Rozali Abdullah HAPTUN adalah rangkaian peraturan yang memuat bagaimana cara orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukum TUN.7 Suatu kekhususan dalam HAPTUN adalah adanya tahap rapat permusyawaratan. Tahap ini disebut juga tahap Dismissal Proces. Ketentuan ini dibuat mengingat PTUN merupakan sesuatu yang baru bagi kita, sehingga masih banyak warga masyarakat yang belum memahami betul fungsi, tugas dan wewenang serta hukum acara yang berlaku di PTUN.8 Tahap ini digunakan untuk menyaring perkara yang masuk sehingga tidak ada waktu yang tersia-siakan dalam hal gugatan yang diajukan memang nyatanyata tidak memenuhi ketentuan undang-undang. Banyak pendapat yang memberikan pemahaman tentang rapat permusyawaratan, namun menurut R. Wiyono bahwa semua pendapat tentang apa yang dimaksud dengan rapat permusyawaratan dalam perumusan Pasal 62 Ayat (1) dan pelaksanaanya, kiranya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Rapat permusyawaratan dapat diartikan sebagai raadkamer, dalam pemeriksaan kamar tertutup. 2. Pemeriksaan terhadap surat gugatan yang telah diadakan penelitian administrasif oleh staf kepaniteraan dilakukan sendiri oleh ketua pengadilan. 3. Untuk memeriksa surat gugatan tersebut jika ketua pengadilan menghendaki, dapat dilakukan bersama-sama dengan beberapa hakim.9 Menurut Pasal 62 UU PTUN dalam rapat permusyawaratan, ketua pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajuan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal : a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam Marbun, SF., Peradilan Administrasi..., 1. Ibid., 9 Wiryono, Hukum Acara..., 132. 7 8
88
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Aktifitas Putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara....
b.
c.
d. e.
wewenang pengadilan (kewenangan ini berkenaan dengan kewengan absolut dan kewenangan relatif pengadilan sebagaimana telah diterangkan di muka). Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh gugatan sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatkan (surat gugatan harus berisi identitas para pihak, dasar dan alasan gugatan (posita), petitum atau tuntutan dan surat kausa yang sah dalam hal menggunakan kuasa hukum). Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak. Alasan-alasan gugatan diatur dalam Pasal 53 UU No. 9 Tahun 2004, yaitu apabila KTUN yang digugat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau bertentangan dengan asas-asas umum Pemerintahan yang baik. Apa yang dituntut sudah terpenuhi oleh KTUN yang digugat. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau lewat waktunya (gugatan prematur atau telah daluarsa 90 (sembilan puluh) hari.
Pemeriksaan persiapan Pemeriksaan persiapan diadakan mengingat penggugat di PTUN pada umumnya adalah warga masyarakat yang mempunyai kedudukan lemah bila dibandingkan dengan tergugat sebagai pejabat TUN.10 Eksistensi tahap pemeriksaan persiapan ini mempunyai konsekuensi kewajiban bagi tiga pihak, yaitu hakim, penggugat dan tergugat. Segi positif adanya rapat permusyawaratan dan pemeriksaan persiapan akan menimbulkan keyakinan awal bagi hakim dan penggugat. Bagi hakim, adanya kedua tahapan tersebut dapat memberikan gambaran awal dan mengetahui bagaimana posisi kasus yang sebenarnya sehingga akan lebih mempermudah dalam pemeriksaan pokok perkara. Bagi penggugat, kedua tahapan tersebut akan memberikan keyakinan bahwa setidak-tidaknya dari segi kewenangan absolut dan kewenangan relatif serta syarat-syarat gugatan telah terpenuhi, sehingga gugatan tidak perlu diragukan dan dikhawatirkan kemungkinan dieksepsi tergugat. Segi negatif dari rapat 10
Ibid., 47.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
89
Abdul Jabbar permusyawaratan dan pemeriksaan persiapan adalah keduanya masih merupakan pemeriksaan pendahuluan, karena itu jika keduanya disederhanakan menjadi satu tahap saja mungkin akan lebih baik dan sesuai dengan asas peradilan yang sederhana, cepat dan murah.11 Pelaksanaan Rapat Permusyawaratan Surat gugat yang telah didaftarkan di kepaniteraan akan mengalami tiga tahap pemeriksaan awal. Pemeriksaan tersebut lebih dikenal dengan tahap pra pemeriksaan atau pemeriksaan pendahuluan. Tiga tahap pra pemeriksaan tersebut yaitu, tahap pemeriksaan admnistratif oleh kepaniteraan, rapat permusyawaratan atau dikenal juga dengan dismissal process dan tahapan pemeriksaan persiapan. Ketiga tahap tersebut semuanya saling berkaitan dan harus dilalui oleh setiap gugatan yang masuk, kecuali jika ada permohonan beracara cepat dan ketua PTUN mengabulkannya sehingga oleh karenanya tidak ada tahap pemeriksaan persiapan. Oleh staf kepaniteraan perkara surat gugat diperiksa segi administratifnya dan dibuatkan resume gugatan. Surat gugat dan resume gugatan selanjutnya diserahkan kepada panitera untuk diperiksa kembali dan diberi tanda tangan. Pada hari itu juga surat gugat dan resume gugatan diserahkan kepada ketua PTUN untuk dilakukan rapat permusyawaratan. Resume gugatan dibuat guna memudahkan pemeriksaan perkara selanjutnya. Resume gugatan dibuat dalam formulir yang disediakan khusus untuk itu di mana pada pokoknya berisi tentang : 1. Siapa subyek gugatan dan apakah penggugat maju sendiri atau diwakilkan. 2. Apa yang menjadi objek gugatan dan apakah objek gugatan tersebut termasuk dalam pengertian KTUN yang memenuhi unsur-unsur Pasal 1 butir 3 UU PTUN. 3. Apakah yang menjadi dasar dan alasan gugatan dan apakah alasan tersebut memenuhi unsur Pasal 53 Ayat (2) butir (a) dan (b) UU PTUN. 4. Apakah yang menjadi petitum gugatan, apakah hanya pembatalan KTUN, ataukah ditambah pula dengan tuntutan 11
90
Marbun, SF., Peradilan Administrasi..., 1.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Aktifitas Putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara.... ganti rugi dan/atau rehabilitasi. Panitera hanya berwenang memberikan resume gugatan dan tidak berwenang atau tidak berhak menolak perkara dengan dalih apapun juga yang berkaitan dengan materi gugatan (berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 1991 tanggal 9 Juli 1991). Menurut Pasal 62 UU PTUN dalam rapat permusyawaratan, ketua pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbanganpertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar, dalam hal : 1. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan (kewenangan ini berkenaan dengan kewengan absolut dan kewenangan relatif pengadilan). 2. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh gugatan sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatkan (surat gugat harus berisi identits para pihak, dasar dan alasan gugatan (posita), petitum atau tuntutan dan surat kuasa yang sah dalam hal menggunakan kuasa hukum). 3. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak (alasan-alasan gugatan diatur dalam Pasal 53 UU No. 9 Tahun 2004, yaitu apabila KTUN yang digugat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik). 4. Apa yang dituntut sudah terpenuhi oleh KTUN yang digugat. 5. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau lewat waktunya (gugatan prematur atau telah daluarsa 90 (sembilan puluh) hari. Jika dalam suatu surat gugat terdapat salah satu alasan untuk tidak diterima atau tidak berdasar oleh ketua PTUN, maka ketua PTUN selanjutnya memerintahkan panitera melakukan pemanggilan terhadap penggugat untuk melakukan perbaikan. Perbaikan gugatan di sini dalam UU PTUN tidak ditentukan batas waktunya, namun biasanya ketua PTUN memberikan jangka waktu perbaikan maksimal selama 30 (tiga puluh) hari. Apabila sampai batas waktu yang ditentukan ternyata penggugat belum memperbaiki gugatannya, maka ketua PTUN berwenang memutuskan dengan suatu penetapan bahwa gugatan tidak diterima atau tidak berdasar yang dilengkapi dengan
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
91
Abdul Jabbar pertimbangan-pertimbangan sebagaimana Pasal 62 UU PTUN. Menurut Philipus M. Hadjon rapat permusyawaratan itu terdiri dari para hakim dan panitera yang diketuai oleh ketua PTUN. Lebih lanjut Hadjon mengatakan, bahwa hasil rapat permusyawaratan dapat berupa penerimaan atau penolakan terhadap gugatan dalam bentuk suatu penetapan, yang diucapkan di hadapan kedua belah pihak yang bersengketa, untuk didengarkannya setelah dipanggil dengan surat tercatat oleh panitera.12 Pelaksanaan Pemeriksaan persiapan Pemeriksaan persiapan diadakan mengingat penggugat di PTUN pada umumnya adalah warga masyarakat yang mempunyai kedudukan lemah bila dibandingkan dengan tergugat sebagai pejabat TUN.13 Tahap pemeriksaan persiapan harus dilalui sebelum gugatan diperiksa pokok sengketanya. Tahap pemeriksaan persiapan merupakan bagian dari fungsi peradilan yang bertujuan untuk mempermudah pemeriksaan pokok sengketa. Tahap ini akan memberikan gambaran awal pada majelis hakim tentang bagaimana posisi kasus yang sebenarnya. Bahwa berdasarkan Pasal 63 ayat (1), (2), dan (3) UU PTUN, terdapat kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh tiga pihak, yaitu pertama, bagi majelis hakim yang ditunjuk ketua PTUN, maka berkewajiban melakukan pemeriksaan persiapan sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya (kewenangan memberi saran kepada penggugat untuk memperbaiki gugatannya dan meminta penjelasan pejabat TUN yang bersangkutan secara langsung tanpa diwakilkan). Kedua, bagi pihak penggugat berkewajiban untuk melaksanakan nasehat hakim untuk memperbaiki gugatannya berkaitan dengan syarat formal dan syarat materiil gugatan. Ketiga, bagi pihak tergugat sehubungan dengan permintaan penjelasan dari hakim, maka ia berkewajiban untuk memberi keterangan dan memberikan data sebagaimana permintaan majelis hakim guna mematangkan gugatan. Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Adminisrasi Indonesia, cet IV., (Jogjakarta: Gajah Mada University Press, 1995), 343. 13 Wiryono, Hukum Acara..., 47. 12
92
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Aktifitas Putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara.... Segi positif adanya rapat permusyawaratan dan pemeriksaan persiapan akan menimbulkan keyakinan awal bagi hakim dan penggugat. Bagi hakim adanya kedua tahapan tersebut dapat memberikan gambaran awal dan mengetahui bagaimana posisi kasus yang sebenarnya sehingga akan lebih mempermudah dalam pemeriksaan pokok perkara. Menurut S.F. Marbun segi positif adanya rapat permusyawaratan dan pemeriksaan persiapan ini memberikan keyakinan awal bagi penggugat bahwa setidak-tidaknya dari segi kewenangan absolut dan kewenangan relatif serta syarat-syarat gugatan telah terpenuhi sehingga gugatan tidak perlu diragukan dan dikhawatirkan kemungkinan dieksepsi tergugat. Segi negatif dari rapat, rapat permusyawaratan dan rapat pemeriksaan persiapan adalah keduanya masih merupakan pemeriksaan pendahuluan. Karena itu, jika keduanya disederhanakan menjadi satu tahap saja mungkin akan lebih baik dan sesuai dengan asas peradilan yang sederhana, cepat dan murah.14 Dari uraian kajian pustaka dan uraian hasil penelitian tersebut dapat dianalisa bahwa pelaksanaan pemeriksaan pendahuluan yang terdiri dari rapat permusyawaratan dan pemeriksaan persiapan telah dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya HAPTUN. Saran-saran yang berkaitan dengan sengketa TUN oleh majelis hakim tidak hanya diberikan pada pengugat sebagai pihak yang lemah, tapi juga pada pihak tergugat. Hakim dalam pemeriksaan perkara dianggap mengetahui hukum (ius curia novit). Dalam pemeriksaan persiapan majelis hakim harus memastikan bahwa perkara yang akan diperiksa dalam pemeriksaan persidangan harus benar-benar layak untuk disidangkan. Pengaruh terhadap Pemeriksaan Persidangan Pemeriksaan persidangan dengan acara biasa diatur dalam Pasal 108 UU PTUN Jika tidak terdapat permohonan dari penggugat dan permohonan tersebut memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 98 UU PTUN, maka sengketa akan diperiksa dengan acara biasa. Jangka waktu pemeriksaan 14
Ibid.,
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
93
Abdul Jabbar dalam acara biasa tidak boleh melebihi batas waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal registrasi sengketa di kepaniteraan PTUN.15 Sebelum pemeriksaan persidangan dilakukan, pengadilan harus memanggil para pihak dengan surat tercatat. Pemanggilan terhadap pihak tergugat dilampirkan pula surat gugat yang sudah diperbaiki. khusunya berkaitan dengan HAPTUN serta sikap majelis yang tidak memihak salah satu pihak yang bersengketa, hal itu nampak sekali dalam berita acara pemeriksaan persidangan dari awal sampai akhir. Pemeriksaan persidangan telah dilaksanakan sesuai prosedur yang berlaku. Memang majelis hakim memeriksa perkara tersebut berdasarkan surat gugat, namun tidak semua posita dalam surat gugat perbaikan tersebut sesuai dengan pendapat hakim. Dalam pemeriksaan persiapan, majelis hakim tidak memberikan saran kepada pengugat secara utuh sesuai dengan keyakinannya. Artinya ada batasan-batasan tertentu yang tidak boleh dilakukan majelis hakim, misalnya majelis hakim tidak akan memberikan saran kepada pengugat tentang apakah ia mempunyai atau tidak mempunyai kepentingan atau kapasitas sebagai penggugat (disqualificatoir). Sebenarnya majelis telah memiliki keyakinan awal bahwa penggugat tidak mempunyai kepentingan atau kapasitas sebagai penggugat, karena dalam pemeriksaan persiapan majelis hakim telah mendapat keterangan dari tergugat. Pandangan hakim adalah pandangan obyektif dari posisi yang obyektif. Obyektif di sini menurut Sudarsono dalam karangannya Kamus Hukum, diartikan sebagai “berpendirian jujur berpandangan yang benar, berpandangan sesuai keadaan yang sebenarnya”.16 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, objektivitas diartikan sebagai “sikap jujur tidak dipengaruhi pendapat dan pertimbangan pribadi atau golongan dalam mengambil keputusan atau tindakan’. Ukuran untuk menentukan apakah seorang hakim telah melaksanakan tugasnya secara objektif adalah apabila ia bersikap jujur, tidak dipengaruhi pendapat dan pertimbangan pribadi atau Tjandra, Ridwan, Hukum Acara Tata Usaha Negara (Yogyakarta: Universitas Admajaya Yogyakarta), 97. 16 Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Renika Cipta, 2005), 320. 15
94
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Aktifitas Putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara.... golongan, berpandangan dan bertindak benar (sesuai hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku) sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam mengambil keputusan atau tindakan dalam setiap pemeriksaan. Saran-saran yang tertuang dalam surat gugat perbaikan terbukti benar, sehingga walaupun majelis hakim mendasarkan pemeriksaan persidangan sesuai dengan pendangannya dalam surat gugat perbaikan, namun karena saran tersebut memang terbukti benar, maka tidak ada sama sekali pengaruh terhadap objektivitasnya. Pengaruh terhadap Pengambilan Putusan Hakim adalah pejabat yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman. Menurut Pasal 32 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dinyatakan bahwa hakim harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional dan berpengalaman di bidang hukum. Kualifikasi moral yang baik bagi seorang hakim dapat terlihat dari kepribadian yang tidak tercela dan kejujurannya. Kualifikasi intelektual seorang hakim dapat tercermin dari penguasaan dan pengalaman di bidang hukum. Hakim yang adil tidak hanya tercermin dari objektivitasnya yang tinggi, namun ia juga wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat (Pasal 28 UU No. 4 Tahun 2004). Dalam HAPTUN peranan hakim bersifat aktif. Keaktifan hakim tesebut didasarkan pada kewajibannya untuk menemukan kebenaran materiil dalam setiap sengketa TUN. Dalam pemeriksaan persiapan misalnya, keaktifan hakim nampak pada kewajibannya dalam memberikan saran kepada penggugat untuk memperbaiki gugatannya. Dalam pemeriksaan persidangan, keaktifan hakim dapat dilihat dalam acara pembuktian. Hakim sendirilah yang menentukan apa dan siapa yang harus dibebani pembuktian. Hakim tidak lagi tergantung kepada dalil dan alat bukti yang diajukan kepadanya.17 Berkaitan dengan hal ini, perlu kiranya disimak pendapat S F. Marbun tentang keaktifan hakim tersebut, sebagai berikut: “Konsekuensi kehadiran peran hakim aktif ternyata telah 17
Ridwan, Hukum Acara..., 245.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
95
Abdul Jabbar menimbulkan persoalan cukup serius dalam HAPTUN. Sebab pada prinsipnya hakim harus membatasi diri pada objek sengketa yang diajukan para pihak kepadanya,18 namun karena sebagian dari KTUN yang disengketakan merupakan bagian dari hukum positif yang harus sesuai dengan tertib hukum (rechtsorde) yang berlaku, akhirnya penilaian dari para pihak yang bersengketa, bukan lagi menjadi hal yang penting dan menentukan bagi hakim”. Argumentasi teoritis yang sering dikemukakan sebagai alasan mengapa hakim administrasi diberikan peran aktif, karena hakim tidak mungkin membiarkan dan mempertahankan tetap berlakunya suatu KTUN yang nyata-nyata keliru dan jelas bertentangan dengan undang-undang yang berlaku hanya karena para pihak tidak mempersoalkannya dalam objek sengketa.19 Putusan yang dihasilkan melalui musyawarah dengan prinsip mufakat bulat berkaitan dengan segi objektifitas putusan. Putusan hakim harus didasarkan atas pertimbanganpertimbangan melalui penilaian objektif terhadap sengketa.20 Putusan pengadilan (putusan akhir) harus dilatari dan didasarkan pada fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dan tahapan pembuktian adalah tahap yang sangat menentukan dalam putusan. Prinsip utama dalam proses memutuskan sengketa TUN adalah dilakukan berdasarkan rapat permsyawaratan majelis hakim. Musyawarah dilakukan dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala sesuatu yang akan diambil dalam putusan sengketa tersebut. Cara pengambilan putusan diatur dalam Pasal 97 ayat (2) sampai dengan ayat (7) UU PTUN. Setelah penggugat dan tergugat mengemukakan kesimpulan masing-masing, maka hakim ketua sidang menyatakan sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada majelis hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala sesuatu guna memutuskan sengketa tersebut. Putusan majelis merupakan hasil permufakatan bulat, jika tidak dapat tercapai, maka diambil suara terbanyak. Apabila dalam Ibid., Ibid., 246. 20 Ibid., 18 19
96
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Aktifitas Putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara.... permusyawaratan tersebut tidak menghasilkan putusan, maka permusyawaratan ditunda sampai musyawarah majelis berikutnya. Apabila musyawarah majelis berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir hakim ketua yang menentukan. Putusan hakim harus mencerminkan nilai-nilai keadilan dan kebenaran selalu dilatari oleh kepribadian hakim yang memiliki kualifikasi intelektual dan moral yang baik, adanya objektivitas, integritas, profesionalitas dan kebebasan hakim (dalam arti tidak adanya intervensi dan tekanan dari pihak manapun). Pandangan hakim adalah pandangan obyektif dari posisi yang obyektif.21 Dan yang perlu diperhatikan bahwa pada tahapan rapat persiapan sebenarnya tidak hanya penggugat saja yang diberi saran, melainkan juga tergugat, dan juga terdapat batasan-batasan bagi majelis hakim dalam memberikan saran sesuai dengan keyakinannya. Peran aktif majelis hakim di sini selain dari alasan yang diuraikan di atas juga bertujuan untuk mengimbangi kedudukan para pihak, bukan untuk membela salah satu pihak, di mana kita ketahui bahwa kedudukan para pihak dalam sengketa TUN adalah tidak seimbang, yaitu antara pejabat TUN dengan individu atau badan hukum perdata. KESIMPULAN Pelaksanaan pemeriksaan persiapan merupakan rangkaian proses acara yang harus dilalui pada sengketa TUN yang menggunakan proses hukum acara biasa. Pada tahapan pemeriksaan persiapan, majelis hakim akan memberikan saran kepada para pihak. Saran yang diberikan tidak hanya diberikan pada penggugat, melainkan juga tergugat. Akan tetapi saran yang diberikan terdapat batasan-batasan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari subyektifitas putusan. Putusan yang akan ditetapkan oleh majelis hakim tidak boleh keluar dari keyakinan dan bukti yang diajukan oleh para pihak dalam persidangan, bukan didasarkan pada tahapan pemeriksaan persiapan. Secara normatif dan juga teori tidak terdapat pengaruh antara surat gugat perbaikan dengan objektivitas majelis hakim Trapman dalam, Suryono Sutarto, Hukum Acara Perdata, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2004), 33. 21
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
97
Abdul Jabbar dalam pemeriksaan persidangan dan pengambilan putusan. Hal ini dapat terlihat dalam setiap tahap pemeriksaan para pihak diberi kesempatan yang sama oleh majelis hakim untuk saling membuktikan, karena kebenaran yang dicari adalah kebenaran materiil. Peran hakim yang aktif dalam pemeriksaan sidang semata-mata bertujuan untuk mengimbangi kedudukan para pihak, sehingga keadilan yang dicari bisa didapatkan oleh para pihak.
98
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Aktifitas Putusan Hakim Peradilan Tata Usaha Negara.... DAFTAR BACAAN Abdulah, Rozali. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2001). Hadjon, M. Philipus. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, cet. IV, (Jogjakarta: Gajah Mada University Press, 1995). Marbun, SF. Peradilan Administrasi Dan Upaya Administratif di Indonesia (Yogyakarta: UII Press, 2003). Sudarsono. Kamus Hukum (Jakarta. Rineka Cipta, 2005). Sutarto, Suryono. Hukum Acara Perdata (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2004). Tjandra, Ridwan. Hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara (Yogyakarta: Universitas Admajaya Yogyakarta, 2005). Wiryono, W, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, cet. I, (Jakarta, Sinar Grafika, 2007). Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
99
Abdul Jabbar
100
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014