BAB II KEDUDUKAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN SISTEM PERTANAHAN DI INDONESIA
A. Kedudukan Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia 1. Hukum Tata Usaha Negara dan Peradilan Tata Usaha Negara Hukum Tata Usaha Negara menurut Van Wijk-Konijmenbelt adalah sebagai hukum mengenai penyelenggaraan administrasi/ administrare atau penyelenggaraan pemerintah (bestuur). Kalau mengikuti nomenklatur ”Tata Usaha” maka hukum Tata Usaha Negara adalah hukum Ketatausahaan. Karena hukum ini mengenai pemerintahan maka disebut Hukum Tata Usaha Negara. Almarhum Prof Koentjoro Purbopranoto menggunakan nama “Hukum Tata Pemerintahan”, karena objek hukum Tata Usaha adalah pemerintah bukan Negara. Hukum mengenai Negara adalah hukum tata Negara bukan hukum Tata Usaha Negara. Bicara lebih luas, Van WijkKonijnenbelt memberi arti hukum Tata Usaha Negara (bestuurrecht) sebagai hukum yang disatu pihak mengatur mengenai keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam pergaulan masyarakat, dipihak lain mengatur perlindungan terhadap anggota masyarakat akibat keikutsertaan pemerintah dalam mengatur masyarakat tersebut. 30 Kleintjes 75 tahun yang lalu (stootsinstellwign van nedherland indie, 432), menggambarkan hukum Tata Usaha Negara, sebagai hukum tentang pelaksanaan
30
Bagir Manan, Prospek Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, (Bandung, MA RI, 2008),
hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
tugas pemerintah. Kalau rumusan Van Wijk-Konijmbelt dan Kleintjes digabung maka akan didapati 3 unsur penting dalam hukum Tata Usaha Negara, yaitu : 1. Hukum yang mengatur tata cara/ Tata Usaha Negara melaksanakan tugasnya yang semata mata menyebut pelaksanaan tugas dalam lingkungan pemerintahan, misalnya wewenang menandatangani keputusan, wewenang menghukum dalam lingkungan administrasi; 2. Hukum yang mengatur pergaulan masyarakat. 3. Hukum yang mengatur tata cara perlindungan anggota masyarakat akibat keikutsertaan Tata Usaha Negara dalam pergaulan masyarakat. Kedalaman pengetahuan pembentukan peraturanperundang-undangan tidak hanya terbatas pada Peradilan Tata Usaha Negara, tetapi semua bidang peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut kedalam itu tidak hanya bersifat internal yaitu hubungan berbagai teori dan kaidah hukum. Tidak kalah penting yaitu hubungan eksternal konsep politik, konsep ekonomi, konsep sosial, serta kenyataan sosial dan kultural, dll yang semestinya menjadi arah dan dasar suatu peraturan perundangundangan. Sekedar contoh ditinjau dari Falsafah Pancasila dan Konsep ekonomi, sosial kita tidak lain dari mewujudkan keadilan sosial dari seluruh rakyat Indonesia. Sudah semestinya dalam konteks ekonomi dan sosial seluruh peraturan perundangundangan harus mengandung azas, tujuan, norma, dan kebijakan yang mendorong kearah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mungkin bagi negara-negara yang sudah sangat maju tatanan ekonomi liberal kapitalistik yang disertai kemampuan seluruh infrastuktur (ekonomi, politik,
Universitas Sumatera Utara
dll) disertai dengan kekeyaan yang sudah melimpah, dengan berbagai modifikasi akan menjamin keadilan bagi rakyat mereka. Hanya dengan kedalaman pengetahuan dapat diharapkan lahir berbagai peraturan perundang-undangan yang memili landasan konseptual dan arah yang jelas. Peraturan perundang-undangan modern bukan sekedar instrumen represif atau preventif. Tidak kalah penting peranan peraturan perundang-undangan sebagai fasilitator yang memberi arahan dan mendorong menuju perwujudan suatu tujuan politik, ekonomi, sosial, dan sebagai suatu undang-undang tidak dibuat semata karena ada keadaan baru, melainkan karena ada cara baru, strategi baru, atau kebijakan baru untuk mewujudkan suatu cita-cita politik, ekonomi, sosial, dan perkembangan hukum Tata Usaha Negara. Dapat dikatakan semua ahli sependapat perkembangan Tata Usaha Negara tidak
terlepas
dari
penerapan
paham
negara
kesejahtraan
(welfarestate)
(verzorgindstaat) atau meninggalkan paham negara sebagai penjaga ketertiban belaka atau lazim disebut negara penjaga malam (nachtwakersstaat). Seperti dikatakan karena negara aktif ikut serta dalam pergaulan atau aktifitas masyarakat, maka hukum Tata Usaha Negara makin berkembang.
2. Tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara Tujuan pembentukan dan kedudukan suatu peradilan administrasi dalam suatu bangsa terkait dengan falsafah negara yang dianutnya. Bagi negara Republik Indonesia yang merupakan negara hukum berdasarkan kepada Pancasila dan UUD
Universitas Sumatera Utara
1945, hak dan kepentingan perseorangan dijunjung tinggi dan disamping itu hak masyarakat. Kepentingan perseorangan adalah seimbang dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum. Karena itu tujuan pembentukan peradilan administrasi secara filosofis adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hakhak
perseorangan
dan
hak-hak
masyarakat,
sehingga
tercapai
keserasian,
keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum. 31 Menurut Sjachran Basah tujuan peradilan administrasi adalah : Untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum, tidak hanya untuk rakyat semata-mata, melainkan juga bagi administrasi negara dalam arti hal adanya keseimbangan kepentingan masyarakat dengan kepentingan individu. Untuk administrasi negara akan terjaga ketertiban, ketentraman dan keamanan dalam melaksanakan tugas-tugasnya demi terwujudnya pemerintahan yang kuat, bersih dan berwibawa dalam kaitan negara hukum berdasarkan Pancasila. Hal ini berarti bahwa tujuan peradilan administrasi secara preventif untuk mencegah tindakan-tindakan administrasi negara yang melawan hukum dan merugikan, sedangkan secara represif atas tindakan-tindakan tersebut perlu dan harus dijatuhi sanksi. 32 Dalam melaksanakan tugasnya itu pemerintah wajib menjunjung tinggi harkat dan martabat masyarakat pada umumnya dan hak serta kewajiban asasi warga masyarakat pada khususnya. Oleh karena itu, Pemerintah wajib secara terus menerus membina, menyempurnakan dan menertibkan aparatur di bidang Tata Usaha Negara agar mampu menjadi alat yang efisien, bersih, serta berwibawa dan dalam 31
SF. Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 1997), hal. 27. 32 Sjachran Basah, Eksistensi dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi Negara di Indonesia, (Bandung : Alumni, 1985), hal. 154.
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan tugasnya selalu berdasarkan hukum dengan dilandasi semangat dan sikap pengabdian untuk masyarakat. Menyadari sepenuhnya peranan positif aktif Pemerintah dalam kehidupan masyarakat, maka pemerintah perlu mempersiapkan langkah dalam menghadapi kemungkinan timbulnya perbenturan kepentingan, perselisihan atau sengketa antara badan atau pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat. Peradilan Tata Usaha Negara diadakan dalam rangka memberikan perlindungan (berdasarkan keadilan, kebenaran dan ketertiban serta kepastian hukum) kepada rakyat pencari keadilan yang merasa dirinya dirugikan akibat suatu keputusan tata usaha negara, melalui pemeriksaan, pemutusan dan penyelesaian sengketa dalam bidang tata usaha negara. Memperhatikan perumusan penjelasan umum undang-undang peradilan tata usaha negara, tujuan pendirian Peradilan Tata Usaha Negara adalah : 1. Sebagai sarana pemberi perlindungan kepada hak-hak dasar warga masyarakat; 2. Sebagai sarana pembinaan, penyempurnaan dan penertiban bagi aparatur administrasi negara agar mampu menjadi alat yang melaksanakan tugasnya berdasarkan hukum (rechtmatigheid van bestuur), bersih dan efisien dalam kerangka hukum Indonesia. Sebagai penyelenggaraan pengawasan yudisial terhadap pemerintah, Peradilan Administrasi berfungsi menegakkan prinsip negara dan mempertahankan hukum administrasi material. Fungsi mana diketengahkan Giddings, yaitu dengan mengidentifikasi tindakan administrasi negara, melakukan upaya corrective
Universitas Sumatera Utara
(korektif), disciplinery (disipliner) dan remedial (perbaikan) terhadap tindakan admnistrasi yang tidak sesuai dengan hukum. Corrective sebagai pengoreksi tindakan administrasi negara yang sudah terbukti bertentangan dengan hukum, oleh hukum acara dinyatakan batal atau tidak sah. Remedial, sebagai sarana perbaikan terhadap akibat yang telah ditimbulkan oleh tindakan admnistrasi itu, dengan melakukan tindakan pengganti, ganti rugi atau rehabilitasi. Disciplinary, sebagai pemberi sanksi berupa hukuman dan beban-beban dan kewajiban-kewajiban lain agar menjadi alat penjera bagi yang bersangkutan dan alat preventif bagi pejabat lain. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang dinamis, bertujuan mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tenteram serta tertib. Dalam tata kehidupan yang demikian itu dijamin persamaan kedudukan warga negara di dalam hukum. Dalam usaha mewujudkan tujuan tersebut di atas, sesuai dengan sistem pemerintahan negara yang dianut dalam UUD 1945, melalui aparaturnya di bidang Tata Usaha Negara Pemerintah diharuskan berperan aktif dan positif. Pemerintah wajib secara terus menerus membina, menyempurnakan dan menertibkan aparatur tersebut agar menjadi aparatur yang efisien, efektif, bersih dan berwibawa yang dalam melaksanakan tugasnya selalu berdasarkan hukum dengan dilandasi semangat dan sikap pengabdian bagi masyarakat. Sadar terhadap peran aktif dan positif tersebut di atas, pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah untuk menghadapi timbulnya benturan kepentingan,
Universitas Sumatera Utara
perselisihan atau sengketa antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat. Perselisihan inilah yang disebut dengan Sengketa Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara diciptakan untuk menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan warga negaranya. Dalam hal ini sengketa timbul sebagai akibat dari adanya tindakan-tindakan Pemerintah yang melanggar hak warga senegaranya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa PTUN diadakan dalam rangka memberi perlindungan kepada rakyat. Dengan kata lain tujuan PTUN sebenarnya tidak semata-mata untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan melainkan juga untuk melindungi hak-hak masyarakat.33
3. Pengertian Pejabat (Het Ambt) dan Pejabat Tata Usaha Negara a. Pengertian Pejabat (Het Ambt) Pejabat adalah pegawai pemerintahan yang memegang suatu jabatan tertentu dan penting dalam bidang pemerintahan. Pengertian Pejabat Tata Usaha Negara dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang peradilan Tata Usaha Negara menyatakan bahwa, Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.
33
SF Marbun, Op Cit, hal. 329.
Universitas Sumatera Utara
Menurut penjelasan Pasal 1 angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan bahwa yang dimakud “urusan pemerintah” ialah kegiatan yang bersifat eksekutif dan yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” ialah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah yang juga bersifat mengikat secara umum. Indoharto menyebutkan ukuran untuk dapat disebut badan atau Pejabat TUN adalah fungsi yang dilaksanakan, bukan nama sehari-hari, bukan pula kedudukan strukturalnya dalam salah satu lingkungan kekuasaan negara. Adalah pengelompokan Badan atau Pejabat TUN, yaitu: a. Instansi-instansi resmi pemerintah yang berada dibawah Presiden selaku eksekutif. b. Instansi-instansi dalam lingkungan negara diluar lingkungan kekuasaan eksekutif yang
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan
melaksanakan
urusan
pemerintahan. c. Badan-badan hukum perdata yang didirikan oleh pemerintah dengan maksud untuk melaksanakan urusan pemerintahan. d. Instansi-instansi yang merupakan kerjasama antara pihak pemerintah dengan pihak swasta yang melaksanakan tugas pemerintahan.
Universitas Sumatera Utara
e. Lembaga-lembaga hukum swasta yang berdasarkan peraturan perundangundangan dan sistem perizinan melaksanakan tugas pemerintahan. 34 Secara terperinci SF. Marbun menjelaskan pengertian Badan atau Pejabat TUN yang menyelenggarakan urusan, fungsi dan tugas pemerintahan, yakni: a. Mereka yang termasuk dalam lingkungan Eksekutif mulai dari Presiden; b. Mereka yang menyelenggarakan urusan desentralisasi; c. Mereka yang menyelenggarakan urusan dekosentrasi; d. Pihak ketiga atau pihak Swasta yang mempunyai hubungan istimewa atau hubungan biasa dengan pemerintah, baik yang diatur atas dasar hukum publik maupun hukum privat; e. Pihak ketiga atau Pihak Swasta yang mendapat konsesi atau izin dari pemerintah; f. Yayasan-yayasan yang didirikan dan diawasi oleh pemerintah; g. Pihak ketiga atau Koperasi yang didirikan dan diawasi oleh pemerintah; h. Pihak ketiga atau Bank-bank yang didirikan dan diawasi oleh pemerintah; i. Pihak ketiga atau Pihak Swasta yang diberi subsidi oleh pemerintah; j. Pihak ketiga atau Pihak Swasta yang bertindak bersama-sama dengan pemerintah; k. Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung serta panitera dalam lingkungan peradilan; l. Sekretariat pada lembaga tertinggi negara dan lembaga-lembaga tinggi negara serta Sekretarisnya pada DPRD. 35 34
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta : UII Press, 2003), hal. 59.
Universitas Sumatera Utara
b. Jabatan (Ambstdrager) Pengertian jabatan adalah bagian dari tugas negara; jabatan negara ialah jabatan-jabatan yang secara langsung menjalankan tugas pimpinan negara. Menurut Logemann dalam bentuk kenyataan sosialnya, negara adalah organisasi yang berkenaan dengan fungsinya. Yang dimaksud dengan fungsi adalah lingkungan kerja yang terperinci dalam hubungannya dalam keseluruhan. Fungsi-fungsi ini dinamakan jabatan. Menurut Bagir Manan, jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap yang berisi fungsi-fungsi tertentu secara keseluruhan mencerminkan tujuan dan tata kerja suatu organisasi. Negara berisi berbagai jabatan dan lingkungan kerja tetap dengan berbagai fungsi untuk mencapai tujuan negara, dengan kata lain jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap (kring van vaste werkzaamheden) yang diadakan dan dilakukan guna kepentingan negara yang mana jabatan tersebut bersifat tetap, sementara pemegang jabatan (ambtsdrager) dapat berganti-ganti.36 Diantara jabatan-jabatan kenegaraan ini terdapat jabatan pemerintahan, yang menjadi obyek Hukum Tata Usaha Negara. Menurut P. Nicolai dan kawan-kawan, ada beberapa ciri yang terdapat pada jabatan atau organisasi pemerintahan, yakni: 1) Organ pemerintahan menjalankan wewenang atas nama dan tanggung jawab sendiri, yang dalam pengertian modern, diletakkan sebagai pertanggung jawaban
35 36
SF. Marbun, Op Cit, hal. 60. Ridwan HR, Op Cit, hal. 53.
Universitas Sumatera Utara
politik dan kepegawaian atau tanggung jawab pemerintah sendiri dihadapan hakim. Organ pemerintah adalah pemikul kewajiban tanggung jawab; 2) Pelaksanaan wewenang dalam rangka menjaga dan mempertahankan norma hukum administrasi, organ pemerintah dapat bertindak sebagai pihak tergugat dalam proses peradilan, yaitu dalam hal ada keberatan, banding atau perlawanan. 3) Organ pemerintahan juga dapat tampil menjadi pihak yang tidak puas, artinya sebagai penggugat. 4) Pada prinsipnya organ pemerintahan tidak memiliki harta kekayaan sendiri. Organ pemerintahan merupakan dari badan hukum menurut hukum privat dengan harta kekayaannya. 37 Sebagai suatu kenyataan hukum, negara itu merupakan suatu organisasi jabatan-jabatan (ambtenorganisatie) yang dimaksud dengan “jabatan” adalah suatu lingkungan pekerjaan tetap (kring van vaste werkzaakmheden) yang diadakan dan dilakukan guna kepentingan negara (kepentingan umum). Setiap jabatan adalah suatu lingkungan pekerjaan tetap yang dihubungkan dengan organisasi sosial tertinggi, yang diberi nama negara. Bilamana didalam hukum negara ialah jabatan negara, adapun macam-macam jabatan seperti Presiden. Yang dimaksud dengan lingkungan pekerjaan “tetap” adalah suatu lingkungan pekerjaan yang sebanyak-banyaknya dapat dinyatakan dengan tepat-teliti (zoveel mogelijk nauwakeurig omschreven) dan yang bersifat “duurzaam”, tetapi tidak setiap lingkungan pekerjaan dapat dinyatakan 37
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dengan tepat-teliti. Pengertian “jabatan sementara” hanya mengenai kedudukan hukum dari yang melakukan jabatan itu. Tiap jabatan juga suatu jabatan yang diadakan untuk waktu hanya satu bulan saja bersifat “duurzaam” berarti tidak dapat diubah begitu saja. Jabatan itu subjek hukum (persoon) yaitu mendukung hak dan kewajiban suatu personifikasi, oleh hukum tata negara wewenang tersebut tidak diberi kepada pejabat (orang) tetapi diberi kepada jabatan. Sebagai subjek hukum yaitu badan hukum maka jabatan itu dapat menjamin kontinuitas hak dan kewajiban. Pejabat selalu berganti-ganti sedangkan jabatan terus menerus. Istilah alat negara (staatsorgaan), alat pemerintahan. Logemaan menganggap jabatan sebagai persoon/ subjek hukum negara, akan tetapi sesungguhnya pejabat lebih tepat, asal pengertian ini dikorelasikan dengan status, jadi tidak melihat manusianya. Dalam bidang hukum tata negara dikenal teori yang menganggap inti hukum tata negara adalah jabatan, menurut Logemaan, negara menampakan diri dalam masyarakat sebagai sebuah organisasi, yaitu segolongan manusia yang bekerjasama dengan pembagian kerja yang sifatnya tertentu dan terus menerus untuk mencapai tujuan bersama atau tujuan negara. Dengan demikian kerja itu terbentuk fungsi-fungsi yaitu lingkungan kerja yang terbatas dalam rangka suatu organisasi. Bertalian dengan fungsi itu disebut jabatan. Dimana jabatan-jabatan
Universitas Sumatera Utara
tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi saling berkaitan sehingga dapat dikatakan bahwa negara merupakan ikatan jabatan-jabatan. 38 Jabatan merupakan pribadi (person) dalam hukum tata negara positif, hukum tata negara tidak lain dari keseluruhan kaidah-kaidah khusus yang berlaku terhadap tingkah laku manusia yang memangku jabatan tertentu dan hubungan ini berlaku terus menerus, tetapi hanya selama ia memangku jabatan tersebut. Oleh karena tidak mampu bertindak sendiri maka jabatan bertindak dengan perantara wakilnya yaitu manusia sebagai pemangku jabatan. 39 Jabatan adalah suatu lingkungan pekerjaan dalam dinas publik. Yang mengandung kekuasaan yang dapat berbentuk : a) kekuasaan pengaturan (algemeen ardenend, rule making), b) kekuasaan pelaksanaan (executing), c) kekuasaan pengawasan (controlling, inspecting). Disebutkan juga dalam pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1994 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan
Struktural
menyatakan
bahwa,
“Jabatan
adalah
kedudukan
yang
menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka suatu satuan organisasi.” Jabatan pada dasarnya terdiri atas jabatan struktural dan jabatan fungsional. Sebagaimana Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 38
Soerjono Soekanto, Purwadi Caraka, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Usaha Negara, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti), hal. 41 39 H. Harus Alrasyid, Pengertian Jabatan Presiden, (Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti Kerjasama Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation, 2001), hal. 41.
Universitas Sumatera Utara
Tahun 1994 tentang pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan Struktural menyatakan bahwa, “Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dalam peraturan pemerintahan tersebut disebut jabatan struktural adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab dan wewenang serta hak seorang PNS dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara.” Sedangkan dalam Pasal 1 angka 1 Peratran Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 tentang jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil disebutkan bahwa, Jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya dalam Peratutan Pemerintah ini disebut jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab dan wewenang serta hak seorang PNS dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri. Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1994 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural menyatakan bahwa, Jabatan struktural dalam susunan organisasi dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu jabatan struktural umum dan jabatan struktural khusus. Jabatan struktual umum pada dasarnya adalah jabatan yang bersifat pelayanan administrasi (supporting unit) dalam suatu organisasi seperti jabatan di lingkungan Sekretariat Jenderal (Kepala Biro Umum, Kepala Biro Perlengkapan, Kepala Biro Kepegawaiaan dan jabatan lain yang serupa dengan itu). Sedangkan jabatan strktural khusus adalah jabatan yang bersifat teknis operasional (lini) dalam
Universitas Sumatera Utara
suatu organisasi seperti jabatan di lingkungan Direktorat Jenderal (Direktur, Kepala Pusat, Kepala Balai atau Jabatan lain yang serupa dengan itu).
c. Pengertian Pejabat/ Badan Tata Usaha Negara Membicarakan perumusan pengertian Pejabat Tata Usaha Negara maka terlebih dahulu dikemukakan beberapa istilah yang berkembang dalam praktek. Dahulu arti dari istilah “administrasi” sama dengan “tata usaha”. Istilah tersebut ditemukan dalam undang-undang dasar 1950 (Pasal 180 dan Pasal 142) Konstitusi RIS 1949 (Pasal 161 dan Pasal 192) Undang-Undang Nomor 14 tahun 1970 (Pasal 10). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Pasal 35). Menurut Philips M Hadjon, wewenang hukum publik hanya dapat dimiliki oleh penguasa. Dalam ajaran ini terkandung bahwa setiap orang atau setiap badan yang memiliki hukum publik harus dimasukkan dalam golongan penguasa sesuai dengan defenisinya. Ini berarti bahwa setiap orang atau badan yang memiliki wewengan hukum publik dan tidak termasuk dalam daftar nama badan-badan pemerintahan umum seperti disebutkan dalam UUD 1945 harus dimasukkan dalam desentralisasi (fungsional). Bentuk organisasi yang bersifat yuridis tidak menjadi soal. Badan yang bersangkutan dapat berbentuk suatu badan yang didirikan oleh
Universitas Sumatera Utara
undang-undang tetapi dapat juga badan pemerintahan dari yayasan/ lembaga yang bersifat hukum perdata yang memiliki wewenang hukum publik. 40 Nama Badan atau Pejabat merupakan usaha pembakuan istilah untuk menyebutkan “apa saja dan siapa saja” yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negara Indonesia ini. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara itu merupakan unsur pokok dan terbesar dari penguasa di antara sekian banyak penyelenggara urusan pemerintahan. Mereka yang disebut penguasa itu terutama berada dan berasal dari lingkungan eksekutif baik dari pusat maupun di daerah, sejak dari presiden sampai ketingkat kelurahan yang terendah. Dalam hal menentukan apa dan siapa yang berperan sebagai penyelenggara suatu urusan pemerintahan atau eksekutif haruslah dilihat pada apa yang dilakukan, kepada fungsi atau tugasnya bukan melihat kepada yang menyelenggarakannya, bukan pula kepada kedudukan strukturalnya dimana penyelenggara itu berada. Di luar itu terdapat unsur-unsur semi pemerintahan yang eksistensinya berdasarkan ketentuan perundangan yang sengaja diadakan dan yang lebih banyak bergerak dalam kehidupan perekonomian negara maupun pemberian jasa dan barang. Juga terdapat unsur-unsur swasta yang berdasarkan perjanjian-perjanjian hukum publik ikut serta dalam kegiatan pelayanan pemerintahan dalam masyarakat diamana berdasarkan perundang-undangan yang berlaku bersumber atau memperoleh 40
Ridwan HR, Op Cit, hal. 58.
Universitas Sumatera Utara
kekuasaan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan itu berasal dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menunjuk terutama kepada produk-produk legislatif dari yang tertinggi (UUD dan TAP MPR) sampai yang terendah berupa PERDA. Pengertian Pejabat Tata Usaha Negara dalam penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang peradilan Tata Usaha Negara menyatakan bahwa, Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian yang dimaksud dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dimana pendapat tersebut betul oleh karena itu cara yang perlu dilakukan untuk mengidentifikasikan badan atau pejabat tata usaha negara adalah mengadakan “klasifikasi”, yakni pendekatan yang mengklasifikasikan pejabat tata usaha negara dalam arti sempit dan luas sehingga pengidentifikasian bertata, berbentuk utuh dan tidak menimbulkan salah tafsir. Dalam merumuskan pengertian pejabat atau badan tata usaha negara, penulis secara parsial mengacu kepada Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang peradilan Tata Usaha Negara, bahwa : Pejabat Badan Tata Usaha Negara itu adalah seseorang apapun juga namanya diberi kepercayaan oleh negara untuk menata hidup bersama termaksud menyelesaikan persoalan-persoalan secara konkrit dalam rangka realisasi kebijakan, fungsi dan tujuan negara sesuai kehendak pelaksana negara selama waktu tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Rumusan pejabat/ badan tata usaha negara dapat ditelaah dari 2 (dua) sudut, yaitu (1) perundang-undangan dan (2) keputusan Pejabat Tata Usaha Negara, yaitu : 1) Pengertian Pejabat/ Badan Tata Usaha negara berdasarkan perundang-undangn adalah badan atau seseorang jika dalam melakukan tugas-tugas kewajibannya sebagai aparatur negara didasarkan pada hukumnya yang berlaku. Kriteria yang dipakai untuk memahami siapakah itu pejabat/ Badan Tata Usaha Negara adalah ketentuan-ketentuan hukum, dimana wewenang atau tugas-tugas kewajibannya dapat dijalankan secara sah apabila terkait oleh hukum yang memberikan kewenangan tersebut kepadanya. Dengan demikian ketentuan-ketentuan hukum merupakan landasan kewenangan Pejabat/ Badan Tata Usaha Negara. Jadi apabila seorang Pejabat/ Badan Tata Usaha Negara Melakukan perbuatan yang : a) melanggar
ketentuan
perundang-undangan,
maka
perbuatan
tersebut
melanggar hukum; b) yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan bagian dengan melanggar/hukum dan ruang lingkup tugasnya yang telah ditetapkan. 2) Pengertian Pejabat/ Badan Tata Usaha Negara berdasarkan keputusan Pejabat/ Badan Tata Usaha Negara adalah jika kewenangan pejabat seseorang ada atau diadakan untuk menata hidup bersama, termaksud menyelesaikan persoalanpersoalan yang dihadapi, tetapi dalam hukum yang mengatur dan/atau menyelesaikan persoalan-persoalan itu tidak ada maka ia berwenang untuk mengambil keputusan dalam rangka kebijaksanaan pemerintah tertinggi (top administrator).
Universitas Sumatera Utara
Jadi jelas bahwa kedudukan Pejabat/ Badan Tata Usaha Negara dilihat dalam konteks ini adalah orang yang mempunyai kedudukan yang istimewa didalam masyarakat. Hal ini disebabkan kedua kewenangan yang ia miliki tidak dimiliki oleh rakyat biasa. Ini jelas arti yang diberikan oleh Setiawan dengan mengatakan bahwa penguasa mempunyai kedudukan istimewa dalam masyarakat. Apapun namanya ia menempati kedudukan khusus dalam kehidupan masyarakat, karena tugas negara dalam memajukan kesejahteraan masyarakat, sebagai pelindung masyarakat penjaga kepentingan umum. Dengan demikian kedudukan hukum serta kegiatan suatu BUMN pun dalam sistem pemerintahan tidak jauh berbeda dengan Badan/ Pejabat Tata Usaha Negara oleh karena peraturan pemerintah yang melahirkannya memberikan tugas dan wewenang pemerintahan kepada BUMN yang bersifat atribut yang secara umum dirumuskan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1983. Pengertian Tata Usaha Negara adalah Administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. (Pasal 1 ayat (1). Yang mana dilaksanakan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yaitu badan atau pejabat yang melaksanakan Tata Usaha Negara urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 Peradilan Tata Usaha Negara). Perlu dibedakan “Administrasi” sebagai badan atau aparatur pemerintahan (the Administration, de Administratie) dan “administrasi” sebagai proses kegiatankegiatan (bestuur dalam arti dinamis). “Badan Administrasi” dalam arti institusional
Universitas Sumatera Utara
adalah keseluruhan daripada badan-badan yang menyelenggarakan tugas/kegiatankegiatan kenegaraan di bawah pimpinan pemerintahan yang terdiri atas : 1. Badan Administrasi (Pemerintahan) Pusat adalah administrasi di bawah pimpinan langsung dari pemerintah pusat; 2. Badan Administrasi (Pemerintahan) Wilayah adalah administrasi yang dipimpin oleh kepala/Pemerintahan Wilayah (Gubernur, Bupati, Camat); 3. Badan Administrasi (Pemerintahan) Daerah adalah administrasi yang dipimpin oleh Pemerintahan Daerah (Kepala Daerah dan DPRD Tingkat I, II); 4. Badan Administrasi (Pemerintahan) Badan-badan Usaha-Usaha Negara adalah Administrasi di bawah pimpinan Direksi, Badan-badan Usaha Negara (Perum, PN, Perjan, Persero) walaupun bergerak di bidang niaga, namun administrasinya bercorak lain daripada administrasi badan-badan usaha swasta (partekelir). 5. Badan Administrasi (Pemerintahan) Desa adalah administrasi yang dipimpin oleh Kepala Desa. 41 Oleh karena itu, maka pengertian “Badan Administrasi Negara atau Badan Tata Usaha Negara”, dalam arti luas mencakup kelima bidang administrasi atau Badan Tata Usaha Negara tersebut. Di dalam pengertian Badan Administrasi Negara atau Badan Tata Usaha Negara secara sempit dapat dibedakan antara Badan Administrasi Pusat dan Badan Administrasi di Daerah. 41
S. Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1981), hal.
79.
Universitas Sumatera Utara
Badan Tata Usaha Negara dalam arti fungsional adalah kegerakan atau kegiatan-kegiatan
daripada
Administrasi/
Tata
Usaha
Negara
(dalam
arti
institusional). Jadi, dibidang kenegaraan “Administrasi/ Tata Usaha Negara ”praktis dapat disamakan dengan pemerintahan atau “bestuur” dalam arti luas. Dalam badan Administrasi Negara atau Badan Tata Usaha Negara secara substansial (dilihat dari sudut bidang atau materi urusan) dapat dibedakan yang bersifat umum (General Administration, Algemeen bestuur) dan yang bersifat khusus. 42 Badan Tata Usaha Negara atau Badan Administrasi Negara umum meliputi seluruh negara dipegang langsung oleh Presiden dabantu oleh Menteri Dalam Negeri dan di luar pusat dijalankan oleh Gubernur sebagai organ pusat, Bupati, Camat, dan Kepala Desa /Lurah. Di Indonesia penguasa Pemerintahan dan Administrasi Negara adalah sama yaitu di bawah Presiden, akan tetapi badan Pemerintahan dan Badan Tata Usaha Negara atau Administrasi Negara sebenarnya mempunyai fungsi yang berbeda dalam fungsi dan produk hukumnya. Pada penguasa Pemerintahan berfungsi sebagai pelaksana undang-undang dengan menetapkan strategi dan policy pelaksanaan undang-undang, merumus rencana, program budget, dan instruksi untuk Administrasi Negara dan Angkatan Perang dimana produk hukum yang dikeluarkan adalah peraturan, Pembinaan Masyarakat, Kepolisian, Peradilan dan Penegakan Kedaulatan. 42
Ibid, hal. 80.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan pada Penguasa Administrasi atau Tata Usaha Negara berfungsi merealisasikan undang-undang dengan menjalankan dkehendak dan perintah daripada Pemerintah (Penguasa Pemerintah) sesuai dengan peraturan, rencana, program budget, dan instruksi secara nyata, dan individual dengan produk hukum yang dihasilkan adalah penetapan (beschikking), Tata Usaha Negara, pelayanan masyarakat dan penyelenggaraan pekerjaan, kegiatan-kegiatan nyata.
4. Aktivitas Publik Pejabat Tata Usaha Negara a. Perbuatan Pejabat Tata Usaha Negara yang berkaitan dengan pembuatan peraturan (Regeland daad van de Administratie) Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak hanya menjalankan dan melaksanakan pemerintahan (bestuur) tetapi juga melaksanakan pengaturan, yakni membuat peraturan pelaksanaan (regeland daad), seperti halnya dengan badan wetgever. Apabila diberlakukan undang-undangan atau Peraturan Daerah (Perda), maka guna penjabarannya, di tataran institusi administrasi (TUN) dibuat peraturan (regeland). Pada umumnya, badan atau Pejabat Tata Usaha Negara membuat, mengeluarkan dan memberlakukan apa yang dinamakan Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum (besluit van algemene strekking). Keputusan Tata Usaha Negara dalam makna besluit van algemene strekking berbeda dengan Keputusan Tata Usaha Negara dalam makna Beschikking. Keputusan Tata Usaha Negara dalam makna besluit van algemene strekking bersifat abstrak, dan final, sebagaimana lazimna suatu peraturan perundang-undangan
Universitas Sumatera Utara
(algemene verbindende voorschrift). Sedangkan Keputusan Tata Usahan Negara dalam makna beschikking bersifat konkret, individual dan final. Itulah sebabnya, Keputusan Tata Usaha Negara dalam makna besluit van algemene strekking tidak dapat dibawakan ke hadapan hakim pengadilan Tata Usaha Negara, menganut Pasal 2 huruf c Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 yang mengubah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986. 43
b. Perbuatan Pejabat Tata Usaha Negara yang berkaitan dengan perbuatan beschikking, lazim disebut Keputusan Tata Usaha Negara (Beschikkingsdaad van de Administratie) Dalam menjalankan dan maelaksanakan pemerintahan (bestuur), badan atau Pejabat Tata Usaha Negara mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) lazim dinamakan beschikking. Beschikkingsdaad van de Administratie dilakkukan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara di lapangan pemerintahan dalam makna bestuur (bestuursgebied). Beschikking dapat dibuat secara lisan namun pada umumnya dalam bentuk penetapan tertulis. Menurut Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang 43
Supandi, Kepatuhan Hukum Pejabat Dalam Mentaati Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan, Disertasi, (Medan : SPS USU, 2005), hal. 144.
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata. Keputusan Tata Usaha Negara bukan bagian dari peraturan perundangundangan (algemene verbindende voorschriften) tetapi dibuat dan dikeluarkan berdasarkan peraturan perundang-undangan itu. Dasar pengujian (toetsing) dari Keputusan Tata Usaha Negara adalah peraturan perundang-undangan, dan hal dimaksud merupakan pengujian bagi hakim guna menilai absah atau tidaknya suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Itulah sebabnya, suatu putusan hakim adalah putusan hukum, lazim dinamakan judicieele berlissing. Kepatuhan akan putusan hakim tidak lain dari Kepatuhan badan atau pejabat akan hukum. Pematuhan hukum adalah law abiding.
c. Perbuatan Materil Tata Usaha Negara (Materieele daad van de Administratie) Badan atau Pejabat dalam menjalankan atau melaksanakan pemerintahan (bestuur) juga melakukan perbuatan materil, misalnya membuat secara fisik jalanan, pengairan dan sebagainya, walau perbuatan materil atau fisik itu didasarkan oleh perundang-undangan, juga Keputusan Tata Usaha Negara. Kadangkala, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara digugat atau menggugat secara keperdataan di pengadilan, atas dasar dan akibat hukum (rechtsgevolg) dari perbuatan materil itu. Seorang warga menggugat Pemerintah Kota akibat kakinya yang cedera karena terperosok pada lubang jalanan yang lupa ditutup oleh petugas
Universitas Sumatera Utara
Kotapraja. Sebaliknya Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dapat menggugat (bahkan mengadukan) seseorang warga yang merusak taman kota. Kasus-kasus perbuatan materil oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada umumnya dibawakan ke hadapan hukum Peradilan Umum, atas dasar Pasal 1365 KUHPerdata.
B. Kedudukan Sistem Pertanahan Di Indonesia 1. Kepastian Hukum terhadap Hak-Hak atas Tanah Hukum pertanahan di Indonesia diatur pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria beserta beberapa peraturan pelaksanaannya. Dimana dalam undang-undang ini telah mengandung asasasas hukum tanah nasional, yaitu : a. Penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan apapun harus dilandasi oleh hak atas tanah yang disediakan oleh hukum tanah nasional; b. Penguasaan dan penggunaan tanah yang berlandaskan hak yang disediakan oleh hukum tanah nasional dilindungi oleh hukumnya dari pihak manapun, baik oleh sesama anggota masyarakat maupun oleh pihak penguasa; c. Disediakannya berbagai sarana hukum untuk menanggulangi berbagai gangguan, misalnya gangguan oleh sesama anggota masyarakat, gugatan perdata melalui pengadilan negeri atau meminta perlindungan kepada Bupati/Walikota; d. Prinsip musyawarah dalam perolehan tanah, kecuali dalam keadaan memaksa dapat dilakukan pencabutan hak atas tanah, sebagaimana diatur pada Undang-
Universitas Sumatera Utara
Undang Nomor 20 Tahun 1961 dan kepada pemilik asal tanah diberikan ganti rugi. 44 Sedangkan tujuan pokok UUPA sebagaimana disebut dalam bagian penjelasan umum, yaitu : a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agrarian nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagian dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan makmur; b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan; c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya; Selanjutnya hal penting yang perlu dikemukakan adalah mengenai tata cara tercipta dan hapusnya hak atas tanah yaitu : a. Hak-hak atas tanah dapat tercipta : 1) Melalui konversi dari hak-hak yang lama, yaitu hak eigendom menjadi hak milik, hak milik dapat, hak agrarisch eigendom, hak grant sultan dan yang sejenisnya menjadi hak milik, jika pemiliknya pada tanggal 24 September 1960 berkewarganegaraan Indonesia tunggal, hak erpacht untuk perkebunan 44
Adi Mansar, Hukum Tanah, Panduan Bantuan Hukum di Indonesia, (Jakarta : Sentralisme Production, 2006), hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
besar menjadi hak guna bangunan, hak erpacht untuk perumahan serta hak postal menjadi hak guna bangunan, hak-hak yang mirip dengan hak pakai menjadi hak pakai, hak golongan yang bersifat tetap menjadi hak milik dan yang tidak tetap menjadi hak pakai. Perubahan atau konversi tersebut didasarkan pada ketentuan-ketentuan konversi pada tanggal 24 September 1960; 2) Melalui pemberian oleh Negara terhadap hak-hak atas tanah yang primer, seperti hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai, sebagaimana diatur pada Pasal 22,31,37 dan 41 UUPA. Pemberian hak dilakukan dengan menerbitkan surat keputusan pemberian hak oleh pejabat yang berwenang, diikuti dengan pendaftarannya pada kantor pertanahan Kabupaten/ Kotamadya. 3) Terjadinya hak milik menurut hukum adat (Pasal 22 ayat (1) UUPA); 4) Pemberian hak-hak atas tanah yang sekunder dari pemegang haknya. b. Hak-hak atas tanah menjadi hapus karena hal-hal sebagai berikut : 1) Melalui suatu peristiwa hukum, sebagaimana diatur pada Pasal 27,34,40 UUPA dan PP Nomor 40 Tahun 1996. Hapusnya hak tersebut dituangkan dalam surat keputusan. Hapusnya hak karena hukum, seperti ditentukan Pasal 21 UUPA, surat keputusan tersebut bersifat Deklaratoir, tetapi bagi hapusnya hak karena pembatalan, seperti dimaksud dalam undang-undang Nomor 29 Tahun 1956, surat keputusan pejabat tersebut bersifat konstitutif, artinya hak yang bersangkutan hapus dengan dikeluarkannya surat keputusan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2) Berakhirnya hak-hak yang berjangka waktu tertentu, seperti hak guna usaha dan hak guna bangunan jika tidak ada kemungkinan untuk dan tidak diperpanjang (Pasal 29 Jo Pasal 34 huruf a dan Pasal 35 Jo Pasal 40 huruf a UUPA); 3) Dilepaskannya atau diserahkannya secara sukarela oleh pemegang haknya, diatur pada Pasal 34 huruf c dan Pasal 40 huruf c untuk Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan serta Pasal 27 ayat (2) untuk Hak Milik; 4) Pembatalan hak oleh pejabat yang berwenang karena tidak dipenuhinya kewajiban atau adanya suatu pelanggaran yang dilakukan pemegang haknya. Pembatalan hak tersebut dituangkan dalam suatu surat keputusan yang bersifat konstitutif, artinya, hak yang bersangkutan baru batal dengan diterbitkannya surat keputusan tersebut; 5) Hapusnya hak karena hukum, karena tidak dipenuhinya suatu kewajiban atau dilanggarnya suatu larangan; 6) Hapusnya suatu hak karena pencabutan hak, seperti diatur pada Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961. 7) Musnahnya tanah yang bersangkutan. Untuk mewujudkan kepastian hukum atas tanah diperlukan kegiatan pendaftaran tanah yang harus didukung oleh faktor-faktor, yaitu : tersedianya perangkat hukum tertulis, yang lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten dan penyelenggaraan pendaftaran tanah yang efektif.
Universitas Sumatera Utara
2. Kedudukan Tanah Menurut Hukum Adat Konsep penguasaan tanah berdasarkan hukum adat adalah tanah merupakan milik komunal atau persekutuan hukum (beschikkingsrecht). Setiap anggota persekutuan dapat mengerjakan tanah dengan jalan membuka tanah terlebih dahulu dan jika mereka mengerjakan secara terus-menerus maka tanah tersebut dapat menjadi hak milik secara individual. Dalam hal ini bisa kita lihat penjelasan Ter Haar tentang pemilikan tanah adat sebagai berikut : Hukum adat memberikan hak terdahulu kepada orang yang dulu menaruh tanda pelarangannya atau mula-mula membuka tanah; bilamana ia tidak mengerjakan pekerjaan-pekerjaan penebangan dan pembakaran menurut musimnya, maka orang lain bisa mendesaknya supaya memilih: mengerjakan terus atau menyerahkan tanahnya kepadanya. Jadi tuntutan pemilikan hak milik ini lenyap sama sekali bilamana ada lain orang sesama anggota yang menginginkannya dan mendesak dia memilih satu antara kedua pilihan itu. 45 Bertolak dari pandangan Ter Haar ini bisa diketahui, bahwa seseorang akan diakui kepemilikannya sebagai hak milik individu, apabila dia sudah membuka terlebih dahulu tanah itu dan menggarapnya atau merubahnya dari kondisi hutan menjadi tanah sawah atau ladang. Selama dia masih mengerjakan tanah itu, maka dia dianggap sebagai pemiliknya. Jadi dalam hal ini, tekanan diberikan pada hasil produksi dari tanah yang bisa dipetiknya, sebab apabila dia tidak lagi mengerjakannya maka tanah itu bisa diambil oleh orang lain yang akan menggarapnya. 45
Mr. B.Ter Haar, Azas-Azas dan Susunan Hukum Adat, (Jakarta : Pradjnya Paramita,1985), hal
91.
Universitas Sumatera Utara
Konsep Ter Haar tersebut bisa diperjelas lagi dengan apa yang dikatakan sebagai hak ulayat. Soerojo Wignojodipoero mengatakan berikut ini : Sebagai seorang warga persekutuan (komunal) maka tiap individu mempunyai hak untuk : a. mengumpulkan hasil-hasil hutan, seperti rotan dan sebagainya. b. memburu hewan liar yang hidup di wilayah wewenang komunal. c. mengambil hasil dari pohon-pohon yang tumbuh liar. d. membuka tanah dan kemudian mengerjakan tanah itu terus-menerus e. mengusahakan untuk diurus kolam ikan di atasnya. 46 Dengan mengungkapkan sejumlah hasil yang bisa dipetik ini, Soerojo menyebutkan bahwa hak ulayat yang diakui oleh masyarakat adat ini merupakan hak pakai tanah oleh individu, namun kepemilikan ini diakui sebagai milik bersama seluruh anggota masyarakat (komunal). Anggota masyarakat tidak bisa mengalihkan atau melepaskan haknya atas tanah yang dibuka ini kepada anggota dari masyarakat lain atau pendatang dari luar masyarakat tersebut, kecuali dengan syarat-syarat tertentu yang disepakati bersama semua anggota komunal tersebut. Semua tanah, hutan, jika perlu sampai ke puncak gunung, jika penduduk mempunyai hak baik yang nyata maupun hak yang secara diam-diam diakui, tanah itu bukan tanah negara. Menurut hukum adat, desa mempunyai hak untuk menguasai tanah di luar perbatasan desa, penduduk desa mempunyai hak untuk menggarap atau 46
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Azas-Azas Hukum Adat, (Jakarta : Gunung Agung, 1984), hal. 201-202.
Universitas Sumatera Utara
mencari nafkah dari hutan dengan izin Kepala Desa. Menurut penafsiran Trenite, tanah tersebut milik negara, namun menurut pandangan van Volenhoven, Logeman dan Ter Haar tanah tersebut tidak di bawah kekuasaan negara. 47
3. Hak Penguasaan Tanah Menurut UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Keadilan sosial sektor pertanahan atau pertanian sudah pasti meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya bagi petani. Klaim hak atas tanah sering juga disebut sebagai istilah reclaiming. 48 Perwujudan tindakan dalam hak atas tanah, tertuang dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960 pada Pasal 2 yang berdasarkan kepada ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1 yaitu : Bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu, pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi seluruh rakyat. Hak menguasai dari negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk : a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; 47
Erman Rajagukguk, Hukum Agraria, Pola Penguasaan Tanah dan Kebutuhan Hidup, (Jakarta : Chandra Pratama, 1995), hal. 28. 48 Adi Mansar, Op Cit, hal. 169.
Universitas Sumatera Utara
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur; Hak menguasai dari negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah. Hak menguasai negara yang dimaksudkan dalam Pasal 2 UUPA tersebut di atas adalah meliputi semua bumi, air dan ruang angkasa, baik yang sudah dihakki oleh seorang maupun tidak. Penguasaan tanah terhadap tanah yang sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi dari hak itu, artinya sampai seberapa negara memberikan kekuasaan kepada seorang yang mempunyainya untuk menggunakan haknya. Sedangkan kekuasaan negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lain adalah sangat luas dan penuh. Misalnya negara dapat memberikan tanah yang sedemikian itu kepada seseorang atau badan hukum dengan suatu hak menurut peruntukannya dan keperluannya, misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai ataupun dengan memberikan Hak Pengelolaan pada suatu badan penguasa. Dalam pada itu kekuasaan negara atas tanah-tanah ini pun sedikit atau banyak dibatasi pula oleh Hak Ulayat dari
Universitas Sumatera Utara
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum sepanjang kenyataan Hak Ulayat itu masih ada. 49 Pengertian “penguasaan” dan “menguasai” di atas adalah merupakan aspek publik. Bertolak dari ketentuan dalam Pasal 2 UUPA Nomor 5 Tahun 1960 tersebut bisa diketahui bahwa yang menguasai semua tanah adalah negara. Namun demikian negara tidak sewenang-wenang dalam pemilikannya, melainkan mengusahakan dan mengolahnya demi kepentingan umum seluruh warga negara. Negara menjadi pengganti raja dalam masa pemerintahan feodal, dan negara bisa menjadi suatu lembaga hukum yang berwenang untuk melepaskan tanah dalam bentuk peralihan hak (jual-beli, hibah, warisan). 50 Tegasnya hak menguasai daripada negara tersebut mempunyai aspek publik berupa : 1. Mengatur persediaan, penggunaan, peruntukan dan pemeliharaan. 2. Mengatur hubungan hukum. 3. Mengatur hubungan hukum dan perbuatan hukum.
4. Hak-Hak Atas Tanah Di dalam pasal 4 ayat 1 UUPA Nomor5 Tahun 1960 disebutkan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang 49
Penjelasan Umum UUPA Nomor 5 tahun 1960 Bagian II. Syafruddin Kalo, Syafruddin Kalo, Legalisasi Alas Hak Atas Tanah Yang Dimiliki Oleh Masyarakat, Swasta, Instansi, Makalah Pelatihan Penyidik dibidang Pertanahan pada tanggal 29-30 Juli 2004, (Medan : POLDA Sumatera Utara). hal. 8. 50
Universitas Sumatera Utara
orang lain serta badan-badan hukum. Hak-hak atas tanah tersebut dapat berbentuk Hak milik, Hak guna usaha, Hak guna bangunan, Hak pakai, Hak sewa, Hak membuka tanah, Hak memungut hasil hutan, Hak-hak yang tidak termasuk hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebut dalam pasal 53 yaitu : hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian. Berikut ini penjelasan dari penguasaan hak-hak atas tanah menurut UUPA Nomor 5 Tahun 1960, yaitu : a. Hak Milik Di dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA Nomor 5 Tahun 1960 Hak Milik adalah hak turun-temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan di dalam Pasal 6 yaitu mempunyai fungsi sosial. Sebagai subjek hak milik ini adalah warga negara Indonesia baik laki-laki maupun wanita. Prinsip nasionalitas dari hak milik ini adalah ketat sekali sehingga tidak bisa disimpangi, maka melalui Pasal 21 ayat (3) telah menetapkan dengan tegas bahwa jika warga negara Indonesia tersebut menjadi orang asing, atau kawin dengan orang asing atau hak ini jatuh kepada bukan warga negara Indonesia maka dalam tempo satu tahun harus sudah melepaskan hak ini kepada warga negara Indoesia, dengan ancaman haknya itu gugur dan tanahnya jatuh kepada orang asing. Karena disini sifat yang punya hak limitatif maka tidak mungkin diperluas untuk orang atau badan hukum lain, seperti orang asing atau badan hukum asing. Hak Milik ini hanya dapat dialihkan ataupun beralih dengan suatu akta PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah), dan demikian pula dapat diikat dengan hak
Universitas Sumatera Utara
tanggungan. Hak milik ini beralas hak baik itu karena ketentun konversi seperti konversi dari tanah-tanah eks BW maupun dari tanah-tanah eks hukum adat, dan dari hak pengelolaan yang tertuang dalam perjanjian pendirian hak tersebut. Hak milik ini harus didaftarkan di kantor pertanahan setempat baik untuk pendaftaran pertama kali maupun pendaftaran mutasi atau pengikatan jaminan dengan hak tanggungan, maupun kemudian didirikan di atasnya berupa hak guna bangunan atau hak pakai, pendaftaran ini berguna agar hak tersebut mempunyai keabsahan publik, artinya publik harus menghormati hak tersebut. Ketentuan mengenai pemberian Hak Milik atas tanah yang dikuasai oleh Negara dan hak pengelolaan yang diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tatacara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Pasal 22 menegaskan ada 3 (tiga) hal yang menjadi dasar lahirnya hak milik, antara lain : menurut hukum adat, karena ketentuan undang-undang dan karena penetapan pemerintah.
b. Hak Guna Usaha (HGU) Hak Guna Usaha adalah hak yang diberikan oleh negara kepada perusahaan pertanian, perikanan atau perusahaan peternakan untuk melakukan kegiatan usahanya di Indonesia. UUPA mengatur mengenai hak usaha ini mulai dari Pasal 28 hingga Pasal 34. Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun jika
Universitas Sumatera Utara
dipergunakan untuk perusahaan pertanian, perusahaan perikanan atau peternakan dan dapat diperpanjang sampai 35 (tiga puluh lima) tahun dalam hal perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dan atas permintaan pemegang hak serta mengingat keadaan perusahaannya jangka waktu 35 (tiga puluh lima) tahun itu untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama tersebut dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun. Hak Guna Usaha Ini dapat dipunyai oleh : a. Warga negara Indonesia; b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, Pasal 4 menyebutkan bahwa tanah yang dapat diberikan dengan hak guna usaha adalah tanah negara. Hak guna usaha ini dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain sepanjang tidak bertentangan dengan Pasal 30 UUPA. Kewenangan atas pemberian hak guna usaha ini menurut Pasal 31 UUPA terjadi karena penetapan pemerintah. Untuk membuktikan adanya suatu hak guna usaha perlu pendaftaran yang meliputi : Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah; Pendaftaran atas hak tanah dan peralihannya; Pemberian surat-surat tanda bukti hak, sebagai alat pembuktian yang kuat. 51 51
Penetapan luas tanah pertanian diatur dalam UU Nomor 56 Prp Tahun 1960 - LN 1960 - 174. Pencabutan hak-hak atas dan benda-benda yang ada diatasnya diatur didalam UU Nomor 20 Tahun 1961-LN - 1961 - 28. Pendaftaran tanah diatur dalam PP Nomor10 Tahun 1961 - LN - 1961 - 28 yang sekarang diganti dengan PP Nomor24 Tahun 1997 - LN - 1997 - 57.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak-Hak Atas Tanah diatur lebih lanjut mengenai prosedur pemberian hak HGU antara lain sebagai berikut : 1. Apabila tanah tersebut adalah kawasan hutan, maka diperlukan izin Departemen Kehutanan bahwa tanah tersebut dikeluarkan statusnya dari kawasan hutan. 2. Tanpa pelepasan hak dari Departemen Kehutanan maka HGU tidak mungkin dapat diberikan. Disamping itu apabila di atas tanah yang akan diberikan HGU, terdapat tanaman/bangunan milik pihak lain yang alas haknya sah, pemilik tanaman/bangunan diberi ganti kerugian yang dibebankan kepada pemegang hak HGU yang baru. 3. HGU secara dapat diberikan kepada perorangan minimum 25 (dua puluh lima) hektare. 4. Untuk badan hukum luasnya tergantung dari putusan pertimbangan pejabat yang berwenang. 5. HGU terjadi dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. 6. HGU wajib didaftarkan dalam buku tanah di kantor Pertanahan dan hak itu terjadi semenjak didaftarkan berlaku sebagai tanda bukti kepada pemegang hak dengan memberikan sertifikat hak atas tanah. Disamping itu pada SK pemberian hak HGU harus ada klausula yang menyatakan tanah tersebut ahrus dibebaskan dahulu dari rakyat penggarap baik berdasarkan hak ulayat maupun berdasarkan hak-hak lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pelaksanaannya Hak Guna Usaha (HGU) dapat hapus karena : a. Berakhirnya jangka waktu pemberian HGU; b. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi; c. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; d. dicabut untuk kepentingan umum; e. diterlantarkan; f. tanahnya musnah; g. pemegang hak bukan warga negara Indonesia atau badan hukum asing, artinya pemegang HGU tidak memenuhi syarat dan tidak melepaskannya kepada pihak yang memenuhi syarat. c. Hak Guna Bangunan (HGB) Hak guna bangunan di dalam UUPA diatur mulai dari Pasal 35 hingga Pasal 40, yang merumuskan hak guna bangunan merupakan hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun yang dapat diperpanjang atas permintaan pemegang hak paling lama 20 (dua puluh) tahun. Dapat dijelaskan bahwa HGB berbeda dengan Hak Milik atas tanah. Subjek hukum yang dapat menjadi pemegang HGB dijelaskan pada Pasal 36 ayat (1) UUPA yang berbunyi : Yang dapat mempunyai hak guna bangunan ini adalah: 1) Warga negara Indonesia;
Universitas Sumatera Utara
2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Hak guna bangunan ini dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain (Pasal 35 ayat 3 UUPA). Hak guna bangunan dapat terjadi: 1) Mengenai
tanah
yang
dikuasai
langsung
oleh negara karena penetapan
pemerintah; 2) Mengenai tanah milik : karena perjanjian yang berbentuk
autentik antara
pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh hak guna bangunan itu. Dalam pelaksanaannya Hak Guna Bangunan (HGB) dapat hapus karena : 1) Waktunya berakhir; 2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi; 3) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; 4) Dicabut untuk kepentingan umum; 5) Diterlantarkan; 6) Tanahnya musnah; 7) Pemegang hak bukan warga negara Indonesia atau badan hukum yang tidak didirikan menurut hukum Indonesia dan tidak berkedudukan di Indonesia. Hak guna bangunan harus didaftarkan baik mengenai pemberiannya, peralihannya maupun hapusnya, pendaftaran mana merupakan alat pembuktian yang kuat tentang hal tersebut kecuali tentang hapusnya hak itu karena jangka waktunya
Universitas Sumatera Utara
berakhir. Hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. d. Hak Pakai Hak Pakai di dalam UUPA diatur mulai dari Pasal 41 hingga Pasal 43, yang menyatakan bahwa Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undangundang ini. 52 Ada pembagian hak pakai yang dibuat menjadi 2 (dua) bagian, yaitu Hak pakai Privat dan Hak Pakai Khusus. Pembatasan hak pakai ini terbatas pada hak menggunakan, dah hak memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau berdasarkan perjanjian hak milik dengan seseorang, namun bukan perjanjian sewa menyewa. Hak Pakai dapat diberikan Jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu dan dengan cuma-cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun. Pemberian mana tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan. 52
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 - LN - 1996 - 42.
Universitas Sumatera Utara
Yang dapat mempunyai hak pakai adalah: a. Warga negara Indonesia; b. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia; c. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; d. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, seperti gedunggedung kedutaan negara-negara asing, orang-orang dan badan-badan hukum asing. Dalam pelaksanaannya undang-undang memberi jangka waktu terhadap hak pakai, yaitu : a. Berasal dari tanah negara 25 (dua puluh lima) tahun dengan perpanjangan selama 20 (dua puluh) tahun. (Vide Pasal 45 PP Nomor 40 Tahun 1996); b. Dari hak pengelolaan 25 (dua puluh lima) tahun dapat diperpanjang atau diperbaharui asal usul pemegang hak pengelolaan; c. hak pakai dapat dibebankan sekaligus perpanjangan dan pembaharuan (20 (dua puluh) tahun dapat ditambah 25 (dua puluh lima) tahun. (Vide Pasal 48 PP Nomor 40 1965). d. Hak pakai di atas tanah hak milik didirikan untuk 25 (dua puluh lima) tahun dan tidak dapat diperpanjang tetapi dapat diperbaharui dengan akta PPAT. e. Hak pakai atas bagian-bagian rumah susun adalah 25 (Dua puluh lima) tahun dengan masa perpanjangan selama 20 (dua puluh) tahun. f. Hak pakai untuk orang asing (PP Nomor 41 Tahun 1996).
Universitas Sumatera Utara
g. Tanah negara 25 (dua puluh lima) tahun dengan masa perpanjangan selama 20 (dua Puluh) tahun; h. Berasal dari hak milik dengan perjanjian pendirian hak pakai 20 (dua puluh) tahun dan tidak dapat diperpanjang kecuali diperbaharui maksimal selama 25 (dua puluh lima) tahun; i. Berasal dari satuan rumah susun 25 (dua puluh lima) tahun dapat ditambah selama 20 (dua puluh) tahun. e. Hak Sewa UUPA Nomor 5 Tahun 1960 mengatur hak sewa ini dimulai dari Pasal 44 hingga Pasal 45. Seseorang atau suatu badan hukum mempunyai sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sebagai sewa. Bentuk lembaga ini yang diatur oleh UUPA tidak populer di dalam masyarakat, yang ada adalah bentuk sewa-menyewa sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Indonesia dan ketentuan umum perjanjian. Yang dapat menjadi pemegang hak sewa adalah: a. warga negara Indonesia; b. orang asing yang berkedudukan di Indonesia; c. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; d. badan hukum asing yang mempunyai badan perwakilan di Indonesia. Hak sewa secara sederhana akan memberikan pemenggalan pengertian yang
Universitas Sumatera Utara
berbeda dengan hak pakai, sebab hak sewa terdapat rumusan : a. Mempergunakan tanah milik orang lain; b. Hanya milik perseorangan bukan yang dikuasai Negara; c. Adanya pembayaran uang sewa; d. Tidak boleh ada unsur yang mengandung pemerasan. e. f. Hak Membuka Tanah Dan Memungut Hasil Hutan 53 Hak ini hanya dapat dipunyai warga negara Indonesia yang pengaturannya diatur dengan peraturan pemerintah. Tetapi dengan hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu. Perlunya hak ini diatur dengan peraturan pemeintah sejalan dengan fungsi sosial yang diakui dalam hukum tanah nasional kita agar kepentingan umum yang lebih luas dari kepentingan orang atau masyarakat hukum yang bersangkutan lebih terjamin mengingat hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan adalah hak-hak yang dikenal dalam hukum adat.
g. Prosedur Pemberian Hak-hak atas Tanah Dalam hukum tanah nasional Indonesia dimungkinkan para Warga Negara Indonesia masing-masing menguasai bahagian dari tanah secara individual dengan
53
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutahan - LN 1997 - 8.
Universitas Sumatera Utara
hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan dan berfungsi sosial. Tanah berfungsi sosial maksudnya adalah bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya akan dipergunakan atau tidak dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan negara. Tetapi ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat). Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan harus saling mengimbangi hingga pada akhirnya tercapai kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya. Fungsi sosial ini juga mengharuskan, bahwa tanah itu harus dipelihara baik-baik agar bertambah kesuburannya dan dicegah kerusakannya. Kewajiban memelihara tanah ini tidak saja dibebankan kepada pemilik atau pemegang hak yang bersangkutan melainkan menjadi beban pula dari setiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai suatu hubungan hukum dengan tanah. ketentuan ini dilaksanakan dengan memperhatikan kepentingan pihak yang berekonomi lemah. Lihat, Penjelasan Umum II angka 4 Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. 54 54
Syafruddin Kalo, Op Cit, hal. 9
Universitas Sumatera Utara
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern yang terbuka, lembaga jual-beli tanah misalnya mengalami modernisasi dan penyesuaian sebagai perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah dengan pembayaran harganya secara tunai, serta sifat dan cirinya sebagai perbuatan hukum yang riil dan terang. Oleh karena itu tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Tujuan pendaftaran tanah ini untuk meningkatkan mutu alat bukti perbuatan hukum yang dilakukan.
h. Pendaftaran Tanah/ Land Registration Pengertian pendaftaran tanah adalah “suatu rangkaian kegiatan” yang dilakukan oleh negara/pemerintah secara “terus-menerus” dan “teratur”, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan penyajiannya bagi kepentingan rakyat dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya. Pendaftaran tanah dilaksanakan oleh pemerintah bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan. Kegiatan dalam pendaftaran tanah antara lain berupa pengumpulan data fisik tanah yang haknya terdaftar, kegiatan ini dapat dilimpahkan kepada pihak swasta. 55 ` 55 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, (Jakarta : Djambatan, 1999), hal. 72.
Universitas Sumatera Utara
Tetapi
untuk
memperoleh
kekuatan
hukum
hasilnya
memerlukan
pengesahan Pejabat Pendaftaran yang berwenang baru dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah. Data yang dihimpun dalam pedaftaran tanah pada dasarnya meliputi dua bidang yaitu; Pertama, data fisik mengenai tanahnya: lokasi, batas-batas, luas bangunan dan tanaman yang ada di atasnya. Kedua, data yuridis mengenai haknya: hak apa, siapa pemegang hak, ada atau tidak adanya hak pihak lain.
i. Urutan Kegiatan Pendaftaran Tanah Urutan kegiatan pendaftaran tanah adalah “pengumpulan” datanya, “pengolahan” atau “processing”, “penyimpanannya” dan kemudian “penyajiannya”. Bentuk penyimpanan bisa berupa tulisan, gambar/ peta dan angka-angka di atas kertas, mikrofilm atau dengan menggunakan bantuan komputer. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi baik data pendaftaran untuk pertama kali maupun pemeliharaannya kemudian. Penerbitan dokumen informasi kepada pihak yang memintanya berdasarkan data yang dihimpun diterbitkan surat tanda bukti haknya. 56 Pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration) adalah meliputi tiga bidang kegiatan, yaitu; (1) bidang fisik atau teknis kadastral; (2) bidang yuridis dan (3) penerbitan dokumen tanda bukti hak. Pendaftaran untuk pertama kali adalah kegiatan mendaftar untuk pertama kalinya sebidang tanah yang semula belum terdaftar menurut ketentuan peraturan pendaftaran tanah yang bersangkutan. 56
Ibid, hal. 73.
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara sistematik dan secara sporadik. Kegiatan secara sistematik dilakukan secara serentak meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum terdaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan yang prakarsanya datang dari pemerintah. Sedangkan pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan secara individual atau massal, yang dilakukan atas permintaan pemegang atau penerima hak atas tanah yang bersangkutan. Pendaftaran tanah menggunakan sebagai dasar objek satuan-satuan bidang tanah yang disebut persil yang merupakan bagian permukaan bumi tertentu yang terbatas dan berdimensi dua dengan ukuran luas yang umumnya dinyatakan dalam meter persegi. Kegiatan di bidang fisik yaitu untuk memperoleh data mengenai letaknya dan batas-batas luasnya, bangunan-bangunan dan/atau tanaman-tanaman penting yang ada di atasnya. Setelah dipastikan letak tanah yang akan dikumpulkan data fisiknya maka kegiatan dimulai dengan penetapan batas-batasnya serta pemberian tanda-tanda batas di setiap sudutnya. Kemudian diikuti dengan kegiatan pengukuran dan pembuatan petanya. Penetapan batas dilakukan Panitia Pendaftaran Tanah (PPT), berdasarkan penunjukkan oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, yang disetujui oleh para pemegang hak atas tanah yang berbatasan (contradictoire delimitatie).
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan teknis kadastral ini menghasilkan peta pendaftaran yang melukiskan semua tanah yang ada di wilayah pendaftaran yang sudah diukur. Untuk tiap bidang tanah yang haknya didaftar dibuatkan surat ukur. Kegiatan bidang yuridis bertujuan memperoleh data mengenai haknya, siapa pemegang haknya dan ada atau tidak adanya hak pihak lain yang membebaninya. Pengumpulan data tersebut menggunakan alat pembuktian berupa dokumen dan lain-lainnya. Kegiatan ketiga berupa penerbitan surat tanda bukti hak. Akta pemberian hak berfungsi sebagai sumber data yuridis untuk mendaftar hak yang diberikan dalam buku tanah. Demikian juga akta pemindahan dan pembebanan hak berfungsi sebagai sumber data untuk mendaftar perubahanperubahan pada haknya dalam buku tanah yang bersangkutan. Jika terjadi perubahan dilakukan pencatatan pada ruang mutasi yang disediakan pada buku tanah yang bersangkutan. Sebelum dilakukan pendaftaran hak dalam buku tanah dan pencatatan perubahannya kemudian, oleh PPT dilakukan pengujian kebenaran data yang dimuat dalam akta yang bersangkutan. PPT dalam hal ini bersikap pasif tidak melakukan pengujian kebenaran data yang disebut dalam akta yang didaftar. Disamping itu dalam sistem ini buku tanah disimpan di kantor PPT dan terbuka untuk umum. Sebagai tanda bukti bagi pemegang hak diterbitkan sertifikat yang merupakan salinan register (Certificate of title). Sertifikat hak tanah terdiri atas salinan buku tanah dan surat ukur yang dijilid menjadi satu dalam sampul dokumen. Semua data yang terdapat dalam buku tanah dicantumkan juga pada salinannya yang merupakan bagian dari sertifikat. Jika terjadi perubahan kemudian,
Universitas Sumatera Utara
hal ini dicatat di dalam buku tanah tersebut. Maka data yuridis yang diperlukan, baik data pada waktu untuk pertama kali didaftar haknya maupun perubahanperubahannya yang terjadi kemudian, dengan mudah dapat diketahui dari buku tanah dan sertifikat yang bersangkutan. 57
j. Pemeliharaan Data Dalam Sistem Pendaftaran Tanah Perubahan data fisik atas tanah dapat terjadi, apabila jika terjadi pemisahan atau pemecahan bidang tanah yang bersangkutan menjadi satuan-satuan baru atau penggabungan bidang-bidang tanah yang berbatasan menjadi satu satuan persil. Perubahan tersebut diikuti dengan pencatatannya pada peta pendaftaran dan pembuatan surat atau surat ukur baru. Sedangkan perubahan data yuridis bisa terjadi apabila berakhir jangka waktu berlakunya, dibatalkan, dicabut atau dibebani hak-hak lain. Perubahan bisa juga terjadi mengenai pemegang haknya yaitu jika terjadi pewarisan, pemindahan hak atau penggantian nama. Perubahan-perubahan itu dibuat dalam satu akta yang selanjutnya merupakan surat tanda bukti. Perubahan dicatat pada buku tanah dan sertifikat yang bersangkutan, berdasarkan data yang dimuat dalam akta perubahannya. 58
57 58
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Syafruddin Kalo, Op Cit.
Universitas Sumatera Utara
C. Implementasi Asas Pemeriksaan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan Pada Peradilan Tata Usaha Negara. Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 3 Tahun 1998, tanggal 10 September 1998 yang ditujukan kepada para Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan para Ketua Pengadilan Tingkat pertama dari 4 (empat) lingkungan peradilan di seluruh Indonesia, tentang Penyelesain perkara, antara menyebutkan bahwa dari hasil pengawasan pimpinan Mahkamah Agung mengenai penyelesai perkara yang telah diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 1992 tentang cara penyelesaian perkara, Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 1962 tentang penyelesaian perkara-perkara. Suatu hukum acara yang baik adalah ketentuan yang menjamin bahwa roda pengadilan dapat berjalan dengan lancar, dengan perkataan lain agar penetapan oleh pengadilan tentang bagaimanakah hukumnya dalam waktu yang sesingkatsingkatnya, penetapan tentang apakah hukum itu berjalan dengan adil, tidak berat sebelah dan biaya yang diperlukan untuk memperoleh keputusan pengadilan itu beserta realisasinya, tidak terlampau memberatkan para pencari keadilan, karena hukum acara itu sifatnya mengabdi kepada hukum materiel, maka dengan sendirinya setiap perkembangan dalam hukum materiel itu sebaiknya selalu diikuti dengan penyesuaian hukum acaranya. Apabila diperhatikan ketentuan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, implementasi asas pemeriksaan cepat, sederhana dan biaya ringan tersebut antara lain tercermin pada hal-hal sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Acara Dismissal proses, yaitu sebelum penunjukan hakim yang akan mengadili suatu sengketa, Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang untuk menyatakan gugatan tidak berdasar atau tidak diterima dan perlawanan terhadap penetapan ketua tersebut diperiksa dengan acara singkat; b. Acara pemeriksaan persiapan, yaitu adanya kewajiban hakim memberikan nasihat untuk menyempurnakan surat gugatan Penggugat; c. Acara cepat dalam sengketa tata usaha negara karena terdapatnya alasan kepentingan yang mendesak; d. Pemeriksaan langsung ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terhadap sengketa tata usaha negara yang telah diperiksa melalui banding administratif; e. Acara intervensi; f. Putusan gugur dalam hal Penggugat tidak hadir berturut-turut pada dua kali panggilan sidang tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan; g. Pemeriksaan tanpa hadirnya tergugat, yaitu dalam hal tergugat tidak hadir di persidangan 2 kali sidang berturut-turut dan atau tidak menanggapi gugatan tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan dan setelah lewat waktu dua bulan sesudah dikirmkan penetapan pada atasannya tidak diterima berita, baik dari atasan tergugat maupun dari tergugat; h. Kumulasi gugatan baik subjek maupun objek gugatan; i. Sikap hakim yang aktif dalam menentukan beban pembuktian kepada para pihak;
Universitas Sumatera Utara
Demikian pula halnya dalam hukum acara perdata pada peradilan umum, implementasi asas pemeriksaan cepat, sederhana dan biaya ringan antara lain tercermin pada hal-hal sebagai berikut : a. Upaya perdamaian oleh hakim untuk mengakhiri perkara; b. Kumulasi/ penggabungan gugatan, baik subjek maupun objek gugatannya; c. putusan gugur dalam hal penggugat atau kuasanya setelah dipanggil dengan patut tidak menghadiri persidangan tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan, maka gugatan dinyatakan gugur. d. Acara verstek dalam hal tergugat atau kuasanya tidak hadir sekalipun telah dipanggil dengan patut; e. Gugatan rekonvensi; f. Gugatan Intervensi; g. Gugatan prorogasi, yaitu atas persetujuan kedua belah pihak gugatan langsung ke Pengadilan Tinggi.
Universitas Sumatera Utara