HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA Disampaikan dalam Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) di Fakultas Hukum Univ.Indonesia Jakarta, 4 Mei 2013 Oleh : Dr.Supandi,SH,M.Hum
LINGKUP PEMBAHASAN I. II. III. IV.
PERATUN DALAM RANGKA UU NO. 5 TAHUN 1986 PERATUN DALAM RANGKA UU NO. 9 TAHUN 2004 (REVISI TERHADAP UU. NO. 5 TAHUN 1986) UU.No.51 Tahun 2009 Tentang Peratun (Revisi Ke-3) REFLEKSI PERATUN YANG AKAN DATANG SEJALAN DENGAN BERLAKUNYA : - UU HUKUM ADMINSITRASI PEMERINTAHAN. (Masih RUU) - UU STANDARD PELAYANAN PUBLIK
BUKU WAJIB 1.
Indroharto, SH.
Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Harapan, Jakarta, 1991 (Buku I dan II).
2.
Prof.Dr.Paulus E. Lotulung, SH.,
Beberapa Sistem tentang Kontrol Segi Hukum terhadap Pemerintah, Citra Aditya Bakti, Bandung,1994.
3.
Dr. Irfan Fachruddin, SH., CN.
Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap tindakan pemerintah, PT. Alumni, Bandung, 2004.
4.
Marbun, SF.
Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1997
5.
Prof. DR. Muchsan, SH.
Sistem Pengawasan terhadap perbuatan aparat pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, liberty, Yogyakarta, 1992
6.
Prof. DR. Philiphus M. Hadjon, SH. Perlindungan Hukum bagi rakyat di Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1987
7.
DR. Lintong O. Siahaan, SH.,MH.
Prospek PTUN sebagai pranata penyelesaian sengketa administrasi di Indonesia, Perum Percetakan Negara RI, Tahun 2005
8.
Suparto Wijoyo, SH., MH.
Karakteristik Hukum Acara Peradilan Administrasi Airlangga University Press, Tahun 2002
9.
RUU Hukum Administrasi Pemerintahan
10.
RUU Standard Pelayanan Publik
SUMBER HUKUM 1. 2. 3. 4. 5.
Pasal 24 UUD RI 1945 UU No. 4 Tahun 2004 jo UU No. 14 Tahun 1970 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 Sedang Ditunggu Diundangkannya - UU. Hukum Administrasi Pemerintahan - UU. Standard Pelayanan Publik Sebagai Hukum materiil PERATUN Indonesia.
TUJUAN UMUM MENJAMIN PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA MASYARAKAT DALAM HUKUM
TUJUAN KHUSUS MENJAMIN TERPELIHARANYA HUBUNGAN YANG SERASI, SEIMBANG SERTA SELARAS ANTARA APARATUR DI BIDANG TATA USAHA NEGARA DENGAN PARA WARGA MASYARAKAT
PERAN POSITIF AKTIF PEMERINTAH WAJIB MENJUNJUNG TINGGI HARKAT DAN MARTABAT MASYARAKAT DAN WARGA MASYARAKAT.
POSISI HAN DALAM ILMU HUKUM
HK. PERDATA
HAN
HK. PIDANA
ILMU HUKUM
HTN
FILSAFAT HUKUM
POSISI PTUN DALAM HAN
CONTROLING PLANNING PTUN
ORGANIZING
ACTUATING
KONTROL
Kontrol Juridis - Kontrol Intern -Prosedur Keberatan Administrasi -Kuasi Pengadilan (Banding Administrasi)
- Kontrol Ekstern - Pengadilan Negeri (OOD) - Pengadilan Khusus - PTUN
Kontrol Non – Juridis -Kontrol Intern -Pemberian Izin -Pengawasan/Inspektur -Prosedur Keberatan Administrasi -Kuasi Pengadilan (Banding Administrasi)
- Kontrol Extern -Bidang Keuangan (BPK) -Bidang Politik (MPR & DPR); -KPKPN; TGPTPK -Bidang Masyarakat: Ombudsman, LSM-LSM (ICW, GOWA…dsb); dan Mass Media.
BERBAGAI KONTROL TERHADAP PERBUATAN – PERBUATAN PEMERINTAH
-
-
-
CONTROL POLITIK
CONTROL MASYARAKAT
DPR
KEWIBAWAAN
MPR
PEMERINTAH BISA
MASS MEDIA
BERKURANG
TROMOL POS 2000 & 5000
DITERUSKAN KE PERADILAN PIDANA
CONTROL ADMINISTRATIF • • • •
RECOUR GRACIEUX RECOUR HIERARCHIQUE WASKAT INSPEKTORAT JENDERAL ( IR-JEN )
- CONTROL YURIDIS
- PERATUN - PN. PIDANA
-
- PN. PERDATA - PERATUN
HANYA MENYANGKUT SEGI RECHMATIHEID BUKAN DOELMATIHEID
PENGERTIAN DI BIDANG PERATUN
PASAL I BUTIR 1 “TATA USAHA NEGARA” ADALAH ADMINSTRASI NEGARA YANG MELAKSANAKAN FUNGSI UNTUK
MENYELENGGARAKAN URUSAN PEMERINTAHAN BAIK
DI PUSAT
MAUPUN DI DAERAH
URUSAN PEMERINTAHAN ADALAH KEGIATAN EKSEKUTIF
PASAL I BUTIR 2 BADAN ATAU PEJABAT TATA USAHA NEGARA ADALAH BADAN ATAU PEJABAT YANG MELAKSANAKAN URUSAN PEMERINTAHAN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN YANG BERLAKU.
URUSAN PEMERINTAHAN JUGA DISERAHKAN KEPADA :
a.
BADAN-BADAN / PIHAK SWASTA
b.
MPR / DPR ( LEGISLATIF )
c.
BADAN PERADILAN ( YUDIKATIF )
PASAL 1 BUTIR (3) :
KEPUTUSAN
T.U.N
ADALAH
SUATU
PENETAPAN
TERTULIS
YANG
DIKELUARKAN OLEH BADAN ATAU PEJABAT T.U.N. YANG BERISI TINDAKAN HUKUM T.U.N. YANG BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU, YANG BERSIFAT KONKRIT, INDIVIDUAL DAN FINAL, YANG MENIMBULKAN AKIBAT HUKUM BAGI SESEORANG ATAU BADAN HUKUM PERDATA.-
UNSUR-UNSURNYA : 1.
PENETAPAN TERTULIS (BECHIKKING).-
2.
TINDAKAN HUKUM; PERBUATAN PEMERINTAH-URUSAN PEMERINTAHAN.
3.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU.-
4.
BERSIFAT KONKRIT, INDIVIDUAL DAN FINAL.-
5.
MENIMBULKAN AKIBAT HUKUM.-
PASAL 2 TIDAK
TERMASUK
DALAM
PENGERTIAN
KEPUTUSAN
TATA
USAHA
NEGARA
MENURUT UNDNG-UNDANG INI : a.
KEPUTUSAN TUN YANG MERUPAKAN PERBUATAN HUKUM PERDATA .
b.
KEPUTUSAN TUN YANG MERUPAKAN PENGATURAN YANG BERSIFAT UMUM .
c.
KEPUTUSAN TUN YANG MASIH MEMERLUKAN PERSETUJUAN.
d.
KEPUTUSAN TUN YANG DIKELUARKAN BERDASARKAN KETENTUAN KUHP DAN
KUHAP
ATAU
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
LAIN
YANG
BERSIFAT HUKUM PIDANA. e.
KEPUTUSAN TUN YANG DIKELUARKAN ATAS DASAR HASIL PEMERIKSAAN BADAN PERADILAN BERDASRKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN YANG BERLAKU.
f.
KEPUTUSAN TUN MENGENAI TATA USAHA TENTARA NASIONAL INDONESIA
g.
KEPUTUSAN TUN PANITIA PEMELIHAN UMUM, BAIK DI PUSAT MAUPUN DI DAERAH, MENGENAI HASIL PEMILIHAN UMUM .
PASAL 3 BUTIR (1) APABILA BADAN ATAU PEJABAT TUN TIDAK MENGELUARKAN KEPUTUSAN, SEDANGKAN HAL ITU MENJADI
KEWAJIBANNYA, MAKA HAL TERSEBUT DISAMAKAN DENGAN
KEPUTUSAN TUN.
PASAL 3 BUTIR (2) JIKA SUATU BADAN ATAU PEJABAT TUN TIDAK MENGELUARKAN KEPUTUSAN YANG DIMOHONKAN, SEDANGKAN JANGKA WAKTU SEBAGAI MANA DI TENTUKAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DIMAKSUD TELAH LEWAT, MAKA BADAN ATAU PEJABAT TUN TERSEBUT DIANGGAP TELAH MENOLAK MENGELUARKAN KEPUTUSAN YANG DIMAKSUD.
PASAL 3 BUTIR (3) DALAM
HAL
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
YANG
BERSANGKUTAN
TIDAK
MENENTUKAN JANGKA WAKTU SEBAGAIMANA DISEBUT DALAM AYAT 2, MAKA SETELAH LEWAT JANGKA WAKTU EMPAT BULAN SEJAK DITERIMANYA PERMOHONAN, BADAN ATAU
PEJABAT
TUN
YANG
KEPUTUSAN PENOLAKAN.
BERSANGKUTAN
DIANGGAP
TELAH
MENGELUARKAN
PASAL 1. BUTIR (5) GUGATAN ADALAH PERMOHONAN YANG BERISI TUNTUTAN TERHADAP BADAN ATAU PEJABAT
TATA
USAHA
NEGARA
DAN
DI
AJUKAN
KE
PENGADILAN
UNTUK
MENDAPATKAN PUTUSAN. •
PENGGUGAT ADALAH ANGGOTA MASYARAKAT YANG DIRUGIKAN
•
CLAS ACTION PASAL 137 U.U. NO. 23/1997
•
LEGAL STANDING PASAL 38 U.U. NO. 23/1997
PASAL 1. BUTIR (6) TERGUGAT
ADALAH
MENGELUARKAN
BADAN
KEPUTUSAN
ATAU
PEJABAT
BERDASARKAN
TATA
USAHA
WEWENANG
YANG
NEGARA ADA
YANG
PADANYA
ATAU YANG DILEMPAHKAN KEPADANYA, YANG DIGUGAT OLEH ORANG ATAU BADAN HUKUM PERDATA.
TERGUGAT DAPAT TERDIRI DARI :
a.
BADAN ATAU PEJABAT TUN ( PEMERINTAH )
atau b.
YANG
DISERAHKAN
PEMERINTAHAN.
TUGAS
MENYELENGGARAKAN
URUSAN
PASAL 53 BUTIR 1
SESEORANG ATAU BADAN HUKUM PERDATA YANG MERASA KEPENTINGANNYA DIRUGIKAN OLEH SUATU KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA DAPAT MENGAJUKAN GUGATAN TERTULIS KEPADA PENGADILAN YANG BERWENANG YANG BERISI TUNTUTAN AGAR KEPUTUSAN TUN YANG DISENGKETAKAN ITU DINYATAKAN BATAL ATAU TIDAK SAH, DENGAN ATAU TANPA DISERTAI TUNTUTAN GANTI RUGI DAN ATAU REHABILITASI. GUGATAN DISYARATKAN TERTULIS. YANG TIDAK PANDI BACA TULIS DIBANTU OLEH PANITERA. HARUS MENGEMUKAKAN ADSTRUKSI. MINIMUM PERNYATAAN. DAPAT MENUNTUT PEMBATALAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA. DAPAT MENUNTUT GANTI RUGI DAN REHABILITASI.
BUTIR 4 SENGKETA T.U.N ADALAH SENGKETA YANG TIMBUL DALAM BIDANG T.U.N ANTARA ORANG ATAU BADAN HUKUM PERDATA DENGAN BADAN ATAU PEJABAT T.U.N, BAIK DIPUSAT MAUPUN DIDAERAH, SEBAGAI AKIBAT DIKELUARKANNYA KEPUTUSAN T.U.N, TERMASUK SENGKETA KEPEGAWAIAN BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN YANG BERLAKU.
SENGKETA T.U.N BERARTI : MENILAI PERBEDAAN PENDAPAT MENGENAI PENERAPAN HUKUM. KEPUTUSAN T.U.N PADA UMUMNYA MENGEMBAN KEPENTINGAN UMUM. APABILA ADA KEPENTINGAN YANG DIRUGIKAN DAPAT DIGUGAT DI PERATUN.
WARGA MASYARAKAT
PENGGUGAT
BADAN HUKUM PERDATA
BADAN/PEJABAT T.U.N
SENGKETA T.U.N
MENILAI PERBEDAAN PENDAPAT MENGENAI PENERAPAN HUKUM
TERGUGAT
- BADAN SWASTA - BUMN - P.N - MPR & DPR - PERADILAN
PASAL 53 BUTIR 2 :
ALASAN
–ALASAN
YANG
DAPAT
DIGUNAKAN
DALAM GUGATAN, ADALAH :
A. Keputusan
Tata
Usaha
Negara
yang
digugat
itu
digugat
itu
bertentangan dengan peraturan perundangUndangan yang berlaku;
B. Keputusan
Tata
Usaha
Negara
bertentangan dengan asas-asas umum Pemerintahan yang baik.
yang
PENGELOMPOKAN A.A.U.P.B. A.
FORMAL 1.
AZAS
–AZAS
YANG
BERKAITAN
DENGAN
PROSES
PERSIAPAN
DAN
PROSES
PEMBENTUKAN KEPUTUSAN. •
AZAS KECERMATAN.
•
AZAS FAIR PLAY.
•
AZAS LARANGAN DETORNEMENT DE PROSEDURE.
II. AZAS YANG BERKAITAN DENGAN PERTIMBANGAN (MOTIVERING) SERTA SUSUNAN KEPUTUSAN : •
KEHARUSAN
KEPUTUSAN
DISERTAI
SUATU
PERTIMBANGAN
UMUMNYA) •
KEHARUSAN PERTIMBANGAN YANG CUKUP MEMADAI. MISALNYA :
B.
• MEMINTA ADVIS.
MATERIEL.
AZAS – AZAS YANG BERKAITAN DENGAN ISI ( MATERI ) KEPUTUSAN : •
AZAS KPERCAYAAN.
•
AZAS PERSAMAAN PERLAKUAN.
•
AZAS DETOURNEMENT DE POUVOIR.
•
AZAS KESEIMBANGAN.
•
AZAS KECERMATAN MATERIEL.
•
AZAS KESEWENANG-WENANGAN (WILLIKEUR)
(PADA
PENTINGNYA ARTI A.A.U.P.B.
I.
A.A.U.P.B. MERUPAKAN BAGIAN HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DAN MEMPUNYAI PENGARUH :
- PADA
BIDANG
PENAFSIRAN / PENERAPAN
KETENTUAN
PER – U.U –AN.
- PADA BIDANG PEMBENTUKAN BELEID :
A. GEBONDEN BESTUUR.
B. FRAIS ERMESSEN, YANG DIBUAT DALAM BENTUK : 1.
PER –U.U-AN SEMU.
2.
NORMA
3.
PLANING (PERENCANAAN)
KONGKRIT.
II.
DASAR GUGATAN
III.
DASAR UNTUK MENGUJI ATAU MEMBATALKAN KEPUTUSAN T. U. N. OLEH HAKIM ( MARGINAL TOETSING RECHT )
TAHAPAN TAHAPAN PEMERIKSAAN PERKARA DI P.T.U.N
I.
PENELITIAN ADMINISTRASI • • •
II.
DAN PANGGIL PENGGUGAT, TERGUGAT DAN PIHAK-PIHAK LAIN
BUKTI-BUKTI YANG DIPERLUKAN + SARAN BEBAN PEMBUKTIAN GUGATAN DIPERBAIKI SAMPAI DINYATAKAN LAIK UNTUK DISIDANGKAN
PEMERIKSAAN PERSIDANGAN 1. 2. 3.
IV.
– N.O – LOLOS DISMISAL
PEMERIKSAAN PERSIAPAN
III.
OLEH STAF KEPANITERAAN KETUA DISMISAL PROSES
MEMERIKSA SAKSI-SAKSI DAN BUKTI-BUKTI LAIN MENJAWAB; REPLIK; DAN DUPLIK KONGKULASI
PUTUSAN
MENGUCAPKAN PUTUSAN
A.D.6. PUTUSAN POKOK PERKARA
PASAL 97 (1).
DALAM HAL PEMERIKSAAN SENGKETA SUDAH SELESAI, KEDUA BELAH PIHAK DIBERI KESEMPATAN UNTUK MENGEMUKAKAN PENDAPAT YANG TERAKHIR BERUPA KESIMPULAN MASING-MASING.
(2).
SETELAH KEDUA BELAH PIHAK MENGEMUKAKAN KESIMPULAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM AYAT (1), MAKA HAKIM KETUA SIDANG MENYATAKAN BAHWA SIDANG DITUNDA UNTUK MEMBERIKAN KESEMPATAN KEPADA MAJELIS HAKIM BERMUSYAWARAH DALAM RUANGAN TERTUTUP UNTUK MEMPERTIMBANGKAN SEGALA SESUATU GUNA PUTUSAN SENGKETA TERSEBUT.
(3).
PUTUSAN DALAM MUSYAWARAH MAJELIS YANG DIPIMPIN OLEH HAKIM KETUA MAJELIS MERUPAKAN HASIL PEMUFAKATAN BULAT KECUALI JIKA SETELAH DIUSAHAKAN DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH TIDAK DAPAT DICAPAI PEMUFAKATAN BULAT, PUTUSAN DIAMBIL DENGAN SUARA TERBANYAK.
(4).
APABILA MUSYAWARAH MAJELIS SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM AYAT (3) TIDAK DAPAT MENGHASILKAN PUTUSAN PERMUSYAWARATAN DITUNDA SAMPAI MUSYAWARAH MAJELIS BERIKUTNYA.
(5).
APABILA DALAM MUSYAWARAH MAJELIS BERIKUTNYA TIDAK DAPAT DIAMBIL SUARA TERBANYAK, MAKA SUARA TERAKHIR HAKIM KETUA, MAJELIS YANG MENENTUKAN.
(6).
PUTUSAN PENGADILAN DAPAT DIJATUHKAN PADA HARI ITU JUGA DALAM SIDANG YANG TERBUKA UNTUK UMUM, ATAU DITUNDA PADA HARI LAIN YANG HARUS DIBERITAHUKAN KEPADA KEDUA BELAH PIHAK.
(7).
(8).
PUTUSAN PENGADILAN DAPAT BERUPA : A.
GUGATAN DITOLAK ;
B.
GUGATAN DIKABULKAN ;
C.
GUGATAN TIDAK DITERIMA ;
D.
GUGATAN GUGUR.
DALAM HAL GUGATAN DIKABULKAN, MAKA DALAM PUTUSAN PENGADILAN TERSEBUT DAPAT DITETAPKAN KEWAJIBAN YANG HARUS DILAKUKAN OLEH
BADAN
ATAU
PEJABAT
TATA
USAHA
YANG
MENGELUARKAN
KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA.
(9).
KEWAJIBAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM AYAT (8) BERUPA : A.
PENCABUTAN KEPUTUSAN TUN YANG BERSANGKUTAN ATAU;
B.
PENCABUTAN
KEPUTUSAN
TUN
YANG
BERSANGKUTAN
DAN
MENERBITKAN KEPUTUSAN TUN YANG BARU ATAU ; C.
PENERBITAN KEPUTUSAN TUN DALAM HAL GUGATAN DIDASARKAN PADA PASAL 3.
(10).
KEWAJIBAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM AYAT (9) DAPAT DISERTAI PEMBEBANAN GANTI RUGI.
(11).
DALAM HAL PUTUSAN PENGADILAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM AYAT (8)
MENYANGKUT
KEPEGAWAIAN,
MAKA
DISAMPING
KEWAJIBAN
SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM AYAT (9) DAN AYAT (10), DAPAT DISERTAI PEMBERIAN REHABILITASI.
A.D.7. PUTUSAN PT. TUN / BANDING
PASAL 122 TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DAPAT DIMINTAKAN PEMERIKSAAN BANDING OLEH PENGGUGAT ATAU TERGUGAT KEPADA PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA.
PASAL 123 (1).
PERMOHONAN PEMERIKSAAN BANDING DIAJUKAN SECARA TERTULIS OLEH PEMOHON ATAU KUASANYA YANG KHUSUS UNTUK ITU KEPADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA YANG MENJATUHKAN PUTUSAN TERSEBUT DALAM JANGKA WAKTU 14 HARI SETELAH PUTUSAN PENGADILAN ITU DIBERITAHUKAN KEPADANYA SECARA SAH ;
(2).
PERMOHONAN PEMERIKSAAN BANDING DISERTAI PEMBAYARAN UANG MUKA BIAYA BANDING LEBIH DAHULU, YANG BESARNYA DITAKSIR OLEH PANITERA.
PASAL 124 PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA YANG BUKAN PUTUSAN AKHIR HANYA DAPAT DIMOHONKAN PEMERIKSAAN BANDING BERSAMASAMA DENGAN PUTUSAN AKHIR.
PASAL 125 (1). (2).
PERMOHONAN PEMERIKSAAN BANDING DICATAT OLEH PANITERA DALAM DAFTAR PERKARA ; PANITERA MEMBERITAHUKAN HAL TERSEBUT KEPADA PIHAK TERBANDING.
Pasal 126 (1).
SELAMBAT-LAMBATNYA 30 HARI SETELAH PERMOHONAN PEMERIKSAAN BANDING DICATAT, PANITERA MEMBERITAHUKAN KEPADA KEDUA BELAH PIHAK BAHWA MEREKA DAPAT MELIHAT BERKAS PERKARA DIKANTOR PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM TENGGANG WAKTU 30 HARI SETELAH MEREKA MENERIMA PEMBERITAHUAN TERSEBUT.
(2).
SALINAN PUTUSAN, BERITA ACARA DAN SURAT LAIN YANG BERSANGKUTAN HARUS DIKIRIMKAN KEPADA PANITERA PT. TUN SELAMBAT-LAMBATNYA 60 HARI SESUDAH PERNYATAAN PERMOHONAN PEMERIKSAAN BANDING.
(3).
PARA PIHAK DAPAT MENYERAHKAN MEMORI BANDING DAN / ATAU KONTRA MEMORI BANDING SERTA SURAT KETERANGAN DAN BUKTI KEPADA PANITERA PT. TUN DENGAN KETENTUAN BAHWA SALINAN MEMORI DAN / ATAU KONTRA MEMORI DIBERIKAN KEPADA PIHAK LAINNYA DENGAN PERANTARAAN PANITERA PENGADILAN.
PASAL 127 (1).
PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA MEMERIKSA DAN MEMUTUS PERKARA BANDING DENGAN SEKURANG-KURANGNYA 3 ORANG HAKIM.
(2).
APABILA PT. TUN BERPENDAPAT BAHWA PEMERIKSAAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA KURANG LENGKAP, MAKA PENGADILAN TINGGI TERSEBUT DAPAT MENGADAKAN SIDANG SENDIRI UNTUK MENGADAKAN PEMERIKSAAN TAMBAHAN ATAU MEMERINTAHKAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA YBS. UNTUK MELAKSANAKAN PEMERIKSAAN TAMBAHAN ITU.
(3).
TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA YANG MENYATAKAN TIDAK BERWENANG MEMERIKSA PERKARA YANG DIAJUKAN KEPADANYA, SEDANG PT.TUN BERPENDAPAT LAIN, PENGADILAN TINGGI TERSEBUT DAPAT MEMERIKSA DAN MEMUTUS SENDIRI PERKARA ITU ATAU MEMERINTAHKAN PTUN YANG BERSANGKUTAN DAN MEMUTUSNYA. PANITERA PT.TUN DALAM WAKTU 30 HARI MENGIRIMKAN SALINAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI BESERTA SURAT PEMERIKSAAN DAN SURAT LAIN KEPADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA YANG MEMUTUS DALAM TINGKAT PERTAMA.
(4).
PASAL 128 (1).
KETENTUAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 78 DAN PASAL 79 BERLAKU JUGA BAGI PEMERIKSAAN DI TINGKAT BANDING.
(2).
KETENTUAN TENTANG HUBUNGAN KELUARGA SEBAGIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 78 AYAT (10) BERLAKU JUGA ANTARA HAKIM DAN ATAU PANITERA DI TINGKAT BANDING DENGAN HAKIM ATAU PANITERA DI TINGKAT PERTAMA YANG TELAH MEMERIKSA DAN MEMUTUS PERKARA YANG SAMA.
(3).
APABILA SEORANG HAKIM YANG MEMUTUS DITINGKAT PERTAMA KEMUDIAN MENJADI HAKIM PADA PENGADILAN TINGGI, MAKA HAKIM TERSEBUT DILARANG MEMERIKSA PERKARA YANG SAMA DI TINGKAT BANDING.
PASAL 129 SEBELUM PERMOHONAN PEMERIKSAAN BANDING DIPUTUS OLEH PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA MAKA PERMOHONAN TERSEBUT DAPAT DICABUT KEMBALI OLEH PEMOHON, DAN DALAM HAL PERMOHONAN PEMERIKSAAN BANDING TELAH DICABUT, TIDAK DAPAT DIAJUKAN LAGI MESKIPUN JANGKA WAKTU UNTUK MENGAJUKAN PERMOHONAN PEMERIKSAAN BANDING BELUM LAMPAU.
PASAL 130 DALAM HAL SALAH SATU PIHAK SUDAH MENERIMA BAIK PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA, IA TIDAK DAPAT MENCABUT KEMBALI PERNYATAAN TERSEBUT MESKIPUN JANGKA WAKTU UNTUK MENGAJUKAN PERMOHONAN PEMERIKSAAN BANDING BELUM LAMPAU.
A.D.8. PUTUSAN M.A / KASASI PASAL 131
(1).
TERHADAP PUTUSAN TINGKAT TERAKHIR PENGADILAN DAPAT DIMOHONKAN PEMERIKSAAN KASASI KEPADA M.A;
(2).
ACARA PEMERIKSAAN KASASI SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM DILAKUKAN MENURUT KETENTUAN DALAM PASAL 55 AYAT (1)
AYAT (1)
U.U. NOMOR
14 TAHUN 1985 TENTANG M.A.
PASAL 55(1) UU. NO.14 TAHUN 1985
(1).
PEMERIKSAAN KASASI UNTUK PERKARA YANG DIPUTUS OLEH PENGADILAN DILINGKUNGAN PERADILAN AGAMA ATAU YANG DIPUTUS OLEH PENGADILAN DI LINGKUNGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA,DILAKUKAN MENUTUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG INI.
SYARAT-SYARAT KASASI TERCANTUM DALAM PASAL 43, 44 DAN 45 U.U. NOMOR 14 / TAHUN 1985.
A.D. 9. PUTUSAN M A / PASAL 132
(1)
TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN YANG TELAH MEMPEROLEH KEKUATAN HUKUM
TETAP
DAPAT
DIAJUKAN
PERMOHONAN
PENINJAUAN
KEMBALI
KEPADA M.A.
(2).
ACARA DALAM
PEMERIKSAAN AYAT
(1)
PENINJAUAN
DILAKUKAN
KEMBALI
MENURUT
SEBAGAIMANA
KETENTUAN
DIMAKSUD
SEBAGAIMANA
DIMAKSUD DALAM PASAL 77 AYAT (1) U.U. NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG M.A.
PASAL 77(1) U.U. NO: 14 TAHUN 1985
(1).
DALAM PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA YANG DIPUTUS OLEH PENGADILAN DILINGKUNGAN PERADILAN AGAMA ATAU OLEH PENGADILAN DI LINGKUNGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA, DIGUNAKAN HUKUM ACARA PENINJAUAN KEMBALI YANG TERCANTUM DALAM PASAL 67 SAMPAI DENGAN PASAL 75.
JENIS-JENIS BERITA ACARA DI
P.T.U.N.
1. CATATAN DISMISAL PROSES. 2. BERITA ACARA PERSIDANGAN. <SIDANG PERTAMA> 3. BERITA ACARA PEMERIKSAAN PERSIAPAN. 4. BERITA ACARA PERSIDANGAN. 5. BERITA ACARA PEMERIKSAAN SETEMPAT. 6. BERITA ACARA PEMERIKSAAN SAKSI AKHLI.
BERBAGAI PUTUSAN DALAM SENGKETA TATA USAHA NEGARA 1. PUTUSAN DISMISSAL (PASAL 62). 2. PUTUSAN PERLAWANAN (PASAL 62 AYAT 3). 3. PUTUSAN DALAM PEMERIKSAAN PERSIAPAN (PASAL 63). 4. PUTUSAN
MENERIMA/MENOLAK
PERMOHONAN
INTERVENSI
(PASAL 83). 5. PUTUSAN EKSEPSI TENTANG KOMPETENSI RELATIF DAN ABSOLUT (PASAL 77). 6. PUTUSAN POKOK PERKARA (PASAL 97). 7. PUTUSAN PT.TUN/BANDING (PASAL 122 S/D 130). 8. PUTUSAN M.A/KASASI (PASAL 131). 9. PUTUSAN M.A/PENINJAUAN KEMBALI (PASAL 132). 10.
PUTUSAN PENANGGUHAN/PENUNDAAN (PASAL 67).
11.
PUTUSAN TERHADAP GUGATAN PERLAWANAN DALAM PASAL 118.
Eksekusi Dalam HAPTUN dikenal istilah eksekusi Otomatis (vide pasal 116 ayat 1-2 UU no. 5 Tahun 1986) dan Eksekusi Hierarkis (vide pasal 116 ayat 3-6 UU No. 5 Tahun 1986), namun sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum Masyarakat dan Kehidupan Ketatanegaraan menurut UUD 1945, pelaksanaan putusan pasal 116 UU N. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara terjadi perubahan yang diatur dalam pasal 116 UU No.9 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Pasal 116 lama, Pelaksanaan putusan lebih mengandalkan pada paksaan oleh Instansi hirarkis sendiri yang banyak tergantung pada tingkat kesadaran hukum Tergugat, sedangkan pasal 116 baru mengenal 2 jenis upaya paksa yang dapat diterapkan apabila pejabat TUN tidak mentaati dan melaksanakan secara sukarela putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yaitu: Upaya paksa sanksi Administrasi, dan /atau; Upaya paksa berupa pembayaran uang paksa dwangsom Dan masih dapat diterapkan adanya sanksi pengumuman (publikasi) dalam media massa cetak. (hal tersebut tidak dikenal dalam Hukum acara perdata).
PASAL 116 1) Salinan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dikirimkan kepada para pihak dengan surat tercatat oleh Panitera Pengadilan setempat atas perintah Ketua Pengadilan yang mengadilinya dalam tingkat pertama selambat-lambatnya dalam waktu (14) empat belas hari. 2) Dalam hal empat bulan setelah putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dikirimkan tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 97 ayat (9) huruf a, maka Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi. 3) Dalam hal tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam pasal 97 ayat (9) huruf b dan c, dan kemudian setelah tiga bulan ternyata kewajiban tersebut tidak dilaksanakannya, maka penggugat mengajukan permohonannya kepada Ketua Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), agar Pengadilan memerintahkan tergugat melaksanakan putusan Pengadilan tersebut. 4) Dalam hal tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administrative. 5) Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan pada media massa cetak setempat oleh Panitera sejak tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
JURU SITA Pasal 39 A Pada setiap Pengadilan Tata Usaha Negara ditetapkan adanya Juru Sita
Sebagai Kurir :
Dalam rangka pelaksanaan
- Memanggil saksi-saksi
upaya paksa :
- Memanggil pihak-pihak yang berperkara
1. Uang Paksa (Dwangsom)
- Dll...
2. Sanksi Administrasi 3. Pengumuman di Media Massa
Tahapan Proses Berperkara Dismissal Prosedure (vide Pasal 62) Rapat Permusyawaratan (Dismissal Prosedur) dilakukan sebelum pemeriksaan persidangan. Hal ini merupakan kekhususan pemeriksaan di Peradilan Tata Usaha Negara, yang dipimpin oleh Ketua Pengadilan atau hakim senior lainnya yang ditunjuk oleh Ketua. Tujuannya adalah untuk memutuskan apakah gugatan yang diajukan itu diterima atau tidak diterima. Pemeriksaan Persiapan (vide Pasal 63) Sebelum pemeriksaan persiapan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas. Hakim wajib : 1.Memberi nasihat kepada Penggugat untuk memperbaiki gugatan dan melengkapinya dengan data yang diperlukan dalam jangka waktu 30 hari. 2.Dapat meminta penjelasan kepada Badan atau Pejabat TUN yang bersangkutan.
Tenggang Waktu Mengajukan Gugatan Pasal 55 UU No. 5 tahun 1986 Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau pejabat Tata usaha Negara.
Penundaan pelaksanaan Keputusan Tata usaha Negara Pasal 67 1. Gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakan Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara serta tindakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang digugat. 2. Penggugat dapat mengajukan permohonan agar pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara itu ditunda selama pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara sedang berjalan, sampai ada putusan Pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. 3. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diajukan sekaligus dalam gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya. 4. Permohonan penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) : a. dapat dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak dapat mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu tetap dilaksanakan. b. Tidak dapat dikabulkan apabila kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan dilaksanakannya keputusan tersebut.
INTERVENSI - Masuknya pihak ketiga dalam proses yang sedang berjalan. - Atas prakarsa sendiri. - Atas prakarsa hakim. - Bisa bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa (Pasal 83)
