NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR
Oleh: Nadya Tanaya Ardianti A07400018
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
1
I.
I.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pada milenium ketiga, salah satu industri utama yang berkembang di dunia
adalah kepariwisataan terutama di kawasan Asia Pasifik (Tisdell, 1996). Perkembangan industri kepariwisataan diperlihatkan oleh besarnya nilai kegiatan turisme. World Tourism Organization (WTO, 2000) menyatakan bahwa pada tahun 2000, 698 juta orang berwisata ke negara asing dan menghabiskan AS$ 575 milyar, menjadikan turisme industri penghasil terbesar selain automotif, kimia, minyak dan gas serta bahan pangan. WTO juga menyatakan bahwa turisme adalah salah satu penghasil devisa terbesar bagi 83% negara dan penghasil devisa utama bagi 38% negara di dunia. Perkembangan industri kepariwisataan ditandai pergeseran orientasi dari pariwisata massal (mass tourism) menuju ke arah pariwisata alternatif (alternative tourism). Perubahan orientasi ini mengarah kepada pola wisata yang menekankan kepada aspek penghayatan dan penghargaan yang lebih pada aspek kelestarian alam, lingkungan dan budaya (enviromentally and cultural sensitivities). Indikator keberhasilan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan tidak hanya diukur dari perspektif ekonomi yaitu meningkatnya devisa dan lamanya waktu kunjungan (lenght of stay), tetapi harus dilandasi dengan kesadaran akan pentingnya pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan serta penghargaan pada nilai- nilai sosiokultural masyarakat.
1
2
Salah satu bentuk pariwisata alternatif adalah ekoturisme atau ekowisata. The Ecotourism Society (TES) mendefinisikan ekoturisme sebagai suatu perjalanan bertanggungjawab ke lingkungan alami yang mendukung konservasi dan
meningkatkan
kesejahteraan
penduduk
setempat.
Definisi
tersebut
memperlihatkan konsep integratif antara pariwisata yang mendukung upaya pelestarian lingkungan dengan partisipasi masyarakat baik dalam upaya mengelaborasi alam maupun melestarikannya.
Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi dimana kekayaan alam tersebut menempatkan Indonesia pada posisi kedua di dunia setelah Brazil dalam hal keanekaragaman hayati atau biodiversity. Sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi serta didukung oleh kondisi alam dan budaya yang beragam, Indonesia yang memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekoturisme. Potensi ekoturisme yang dimiliki Indonesia dapat berupa keanekaragaman hayati, keindahan bentang alam dan gejala alam serta peninggalan sejarah dan budaya tradisional. Keseluruhan potensi tersebut merupakan sumber daya ekonomi dan sumber plasma nutfah yang bernilai tinggi dan berfungsi sebagai media pendidikan dan pelestarian lingkungan.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia sangat mendukung pengembangan ekoturisme di Indonesia. Dukungan pemerintah Indonesia untuk pengembangan kegiatan ekoturisme dikarenakan ekoturisme merupakan konsep wisata yang mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti kaidah - kaidah keseimbangan dan kelestarian alam dimana konsep ekoturisme tersebut sesuai dengan
Garis-
2
3
Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999 yang menyatakan bahwa pengembangan pariwisata haruslah melalui pendekatan sistem yang utuh terpadu bersifat interdisipliner dan partisipatoris dengan menggunakan kriteria ekonomis, teknis, ergonomis, sosial budaya, hemat energi, melestarikan alam dan tidak merusak lingkungan. Tidak hanya dikarenakan konsep ekoturisme sesuai dengan tujuan pengembangan pariwisata di Indonesia, dukungan pemerintah Indonesia untuk pengembangan ekoturisme juga didasarkan fakta bahwa sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang memberikan sumbangan yang cukup besar bagi pendapatan negara.
Salah satu bentuk kawasan ekoturisme adalah kebun raya. Indonesia memiliki empat kebun raya dengan ciri khasnya masing- masing : Kebun Raya Bogor dan Cibodas di Jawa Barat, Kebun Raya Purwodadi di Jawa Timur dan Kebun Raya Eka Karya di Bedugul, Bali. Keempatnya memiliki koleksi tanaman ya ng penting bagi dunia internasional terlebih mengingat Indonesia adalah daerah asal dari hampir 10% spesies tumbuhan dunia. Jika Kebun Raya Bogor memiliki tanaman khas ekosistem hutan hujan tropis dari seluruh dunia, maka Kebun Raya Cibodas terkenal karena koleksinya yang menakjubkan dari tanaman dataran tinggi sedangkan Kebun Raya Purwodadi memiliki jenis tanaman yang sesuai dengan iklim musim kering hujan yang khas Jawa Timur.
Kebun Raya Bogor (KRB) adalah kebun raya pertama dan terutama di Indonesia. Kebun Raya Bogor juga tercatat sebagai kebun botani terbaik no. 6 di dunia dan no. 1 di Asia Tenggara. Sebagai suatu kawasan konservasi, Kebun Raya Bogor memiliki peranan penting bagi dunia pengetahuan karena Kebun
3
4
Raya Bogor merupakan lembaga penelitian dan pelestarian sumber daya hayati yang selama bertahun-tahun terus berkembang. Bagi kota Bogor, KRB merupakan sebuah bagian penting, karena selain memberikan lapangan pekerjaan dan menambah pemasukan pendapatan daerah melalui jasa rekreasi, Kebun Raya Bogor juga banyak memberikan manfaat ekologis yang tidak ternilai sebagai paru-paru kota, regulator iklim setempat, komponen sikus air serta sebagai sumber keanekaragaman hayati.
1.2
Perumusan Masalah
Kebun Raya Bogor mempunyai fungsi utama sebagai taman penelitian dan pendidikan sesuai dengan tugasnya sebagai Pusat Konservasi Tumbuhan. Akan tetapi budaya menjadikan Kebun Raya Bogor sebagai taman penelitian dan pendidikan masihlah rendah selama ini masyarakat atau pengunjung lebih melihat KRB sebagai taman rekreasi (LIPI,2004). Hal tersebut menjadi masalah, karena pelaksanaan fungsi wisata di KRB tidak hanya memberikan dampak positif seperti memberikan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan daerah namun juga memberikan dampak negatif bagi KRB sebagi sebuah kawasan konservasi.
Dampak negatif yang ditimbulkan karena penggunaan KRB sebagai kawasan wisata terbagi 3 yaitu dampak negatif terhadap sumber daya alam seperti air, udara, tumbuhan dan satwa liar; dampak negatif terhadap ekosistem dan dampak negatif terhadap lingkungan sosial ekonomi. Adapununtuk lebih jelasnya, dampak negatif yang mungkin timbul dari pelaksanaan fungsi wisata di KRB antara lain:
4
5
5
6
Tabel 1. Dampak Negatif Pelaksanaan Turisme di Kebun Raya Bogor Dampak Negatif
Penyebab
Polusi Suara
Kepadatan pengunjung, lalu lintas menuju KRB
Polusi Udara
Lalu lintas menuju KRB
Pulusi Air
Pembungan sampah ke bantaran sungai Ciliwung
Masalah Sampah
Pengunjung yang tidak membuang sampah pada tempatnya Vandalisme
Perusakan Fasilitas Hilangnya habitat vegetasi dan satwa liar Erosi tanah
Pembangunan fasilitas wisata Pembangunan fasilitas wisata
Sumber: Diadaptasi dari Tisdel, 1996
Salah satu solusi yang dapat meningkatkan fungsi pendidikan dan penelitian di Kebun Raya Bogor sekaligus meminimalkan dampak negatif wisata adalah pelaksanaan pola wisata ekoturisme. Dengan ekoturisme, diharapkan fungsi pendidkan dan penelitian KRB dapat ditingkatkan dengn tetap memberikan jasa rekreasi bagi masyarakat. Pelaksaan ekoturisme di KRB juga diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif wisata yang dapat merusak atau bahkan menghancurkan karakter KRB sebagai sebuah kawasan konservasi.
Akan tetapi, pengelolaan Kebun Raya Bogor sebagai objek wisata eko haruslah berkesinambungan. Pengelolaan secara berkesinambungan memerlukan informasi yang akurat agar arah kebijakan sesuai dengan fungsi dan peruntukan Kebun Raya Bogor sebagai objek wisata eko. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi kunjungan ekowisata ke Kebun Raya Bogor serta penilaia n pengunjung terhadap atribut KRB sangat penting untuk
6
7
diketahui, sebagai dasar dalam penentuan arah dan kebijakan pengelolaan KRB kedepannya.
Sebagai kawasan wisata eko, pengelolaan Kebun Raya Bogor harus lah memenuhi prinsip ekoturisme. Salah satu prinsip ekoturisme menyatakan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan ekoturisme haruslah mendapat manfaat, artinya LIPI sebagai pengelola; Pemerintah dan masyarakat kota Bogor serta para pengunjung haruslah mendapat manfaat dari pengelolaan Kebun Raya Bogor sebagai kawasan wisata eko.
Manfaat dari pengelolaan KRB sebagai kawasan ekoturisme berupa nilai yang dirasakan langsung dan tidak langsung, namun yang menjadi masalah percerminan nilai manfaat ekoturisme di KRB tidak begitu terlihat. Pencerminan nilai tersebut tidak begitu terlihat dikarenakan yaitu sifat Kebun Raya Bogor sebagai barang publik (public goods) dan kesulitan pengukuran nilai ekonomi ekoturisme. Sebagai barang publik, KRB memiliki sifat joint consumption dan non exclusion. Sifat joint consumption berarti KRB adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh seorang individu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain terhadap barang tersebut. Sifat non exclusion berarti bahwa KRB sebagai objek ekoturisme dapat dinikmati setiap orang tanpa batasan. Kedua sifat tersebut menyebabkan kurangnya insentif dan kompensasi dari pengunjung untuk menunjukkan preferensi mereka terhadap manfaat ekoturisme di KRB. Selain itu, KRB sebagai daerah tujuan ekoturisme yang memberikan banyak manfaat tidak memiliki harga atau nilai dalam mekanisme pasar yang dapat mencerminkan manfaat total dari pelaksanaan ekoturisme. Hal tersebut disebabkan karena masih
7
8
terbatasnya informasi mengenai manfaat ekoturisme itu sendiri. Keterbatasan informasi mengenai ekoturisme disebabkan karena ekoturisme adalah sebuah konsep baru yang tidak memiliki definisi yang diterima secara universal serta tidak tersedianya definisi ekoturisme yang bersifat kuantitatif.
Mengingat bahwa ekoturisme berdenotasi sebagai pariwisata berwawasan lingkungan
yang
tujuannnya
adalah untuk
meningkatkan
pengetahuan,
pemahaman dan kesadaran akan lingkungan hidup dan sekaligus diharapkan mampu mewujudkan perilaku ramah lingkungan, maka pengetahuan mengenai pemahaman pengunjung akan nilai ekologis Kebun Raya Bo gor akan sangat dibutuhkan sebagai bahan evaluasi pencapaian tujuan kegiatan ekoturisme di KRB.
Dengan melihat latar belakang di atas, maka penelitian ini akan mengangkat tiga pertanyaan utama, yaitu :
1. Bagaimanakah pencerminan nilai ekonomi ekoturisme Kebun Raya Bogor? 2. Bagaimanakah pemahaman pengunjung akan fungsi ekologis KRB? 3. Faktor – faktor sosial ekonomi apa sajakah yang mempengaruhi kunjungan ekoturisme ke Kebun Raya Bogor ?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah memberikan informasi manfaat pemakaian dan keberadaan
8
9
pelaksanaan ekoturisme di Kebun Raya Bogor yang dapat diperjelas sebagai berikut :
1. Menganalisis nilai ekonomi ekoturisme Kebun Raya Bogor. 2. Menganalisis fungsi ekologis Kebun Raya Bogor. 3. Menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan ke Kebun Raya Bogor.
I.4
Kegunaan Penelitian
1.
Bahan masukan untuk Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai pengelola dalam pemformulasian dan implementasi aturan dan kebijakan pengelolaan kegiatan ekoturisme di Kebun Raya Bogor.
2.
Bentuk dukungan terhadap upaya konservasi yang dilakukan oleh Kebun Raya Bogor dan para konservasionis yang terkait.
3.
Sebagai upaya penyadaran masyarakat dan pemerintah kota Bogor akan nilai dan kontribusi Kebun Raya Bogor.
9
10
II. 2.1
KERANGKA PEMIKIRAN
Rekreasi Rekreasi berasal dari kata recreation yang merupakan gabungan 2 kata
yaitu re yang artinya kembali dan create yang artinya mencipta atau menghasilkan sehingga rekreasi dapat diartikan sebagai menc iptakan kembali. Adapun makna rekreasi secara bahasa berarti kesukaan atau kesenangan dan berkaitan dengan hal melepaskan lelah. Salah satu definisi rekreasi dikemukakan oleh Clawson et al (1975) yang menyatakan bahwa rekreasi merupakan kegiatan yang direncanakan dan dilakukan karena seseorang ingin melakukannya adapun menurut Douglas (1970) rekreasi adalah seluruh aktivitas yang menyegarkan atau nyaman untuk bersenang-senang atau bermain. Sebagai sebuah kegiatan, Pangemanan (1993) menyatakan bahwa rekreasi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut yaitu: 1. Aktivitas rekreasi tidak mempunyai bentuk tertentu. 2. Aktivitas rekreasi bersifat luwes. 3. Aktivitas rekrasi dapat dilakukan oleh individu ataupun sekelompok orang. 4. Aktivitas rekreasi bersifat universal. Berdasarkan lokasi kegiatan, rekreasi dapat dibedakan menjadi 2 yaitu rekreasi pada tempat tertutup (indoor recreation) dan rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation). Menurut Clawson et al, (1975) outdoor recreation merupakan rekreasi yang dilakukan di alam terbuka yang membutuhkan ruang dan sumber daya alam dalam jumlah yang relatif besar sedangkan menur ut Douglas (1970) outdoor recreation adalah rekreasi yang dilakukan di tempat-tempat yang
10
11
tidak dibatasi oleh suatu bangunan atau dengan kata lain merupakan rekreasi yang dilakukan di alam terbuka.
2.2.
Turisme Turisme atau wisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk
sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk bertamasya dan memenuhi keinginan yang beraneka ragam (Yoeti, 2001 dalam Wijayanti, 2003) sedangkan menurut
Wahab
(1990), wisata adalah suatu
aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar untuk mencapai kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda. Adapun menurut Undang-Undang Kepariwisataan (1990), wisata didefinisikan sebaga i kegiatan perjalanan atau sebagian kegiatan perjalanan yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait didalamnya sedangkan pariwisata didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk didalamnya pengusahaan obyek dan daya tarik wisata. Ada empat kriteria suatu perjalanan dapat dikatakan sebagai perjalanan wisata yaitu (Yoeti, 2001 dalam Wijayanti, 2003): 1. Perjalanan itu tujuannya semata- mata untuk bersenang-senang. 2. Perjalanan itu dilakukan dari suatu tempat ke tempat lain. 3. Perjalanan itu dilakukan minimal 24 jam. 4. Perjalanan itu tidak dikaitkan dengan mencari nafkah di tempat yang dikunjungi dan orang yang melakukan perjalanan itu semata- mata sebagai konsumen di tempat yang dikunjunginya.
11
12
Secara umum, turisme dapat dibedakan menjadi dua yaitu turisme yang berbasis sumber daya alam atau nature based tourism dan turisme yang tidak berbasis sumber daya alam atau non nature based tourism. Natue based tourism dapat diklasifikasikan lagi menjadi beberapa tipe berdasarkan tipe wisatawan-nya yaitu (Lindberg, 1991): 1. Hard Core Tourist, jenis wisatawan yang menganggap keadaan alam serta kehidupan dan masyarakat lokal merupakan bagian penting dari perjalana n wisata. 2. Dedicated Nature Tourist, jenis wisatawan yang mengkhususkan diri untuk menikmati keindahan alam sehingga kehidupan lokal tidak menjadi bagian penting dari perjalanan wisata. 3. Main Stream Nature Tourist, jenis wisatawan pada umumnya yang megharapkan kondisi lokal dibuat senyaman mungkin sesuai dengan keinginan mereka. Jenis wisatawan ini pada umumnya mengikuti tur wisata yang mahal dan elite. 4. Casual Nature Tourist, jenis wisatawan yang menginginkan fasilitas wisata ‘western ‘. Jenis wisatawan ini umumnya mengikuti rencana perjalanan tur wisata masal. Nature based tourism atau wisata alam juga bisa diklasifiklasikan berdasarkan karakteristik kawasan wisata-nya. Outdoor Recreation Resources Review Comission (ORRC) menetapkan bahwa ada 6 klasifikasi kawasan wisata alam yaitu: 1. High Density Resources Area. Areal rekreasi yang dibangun secara intensif dan dikelola untuk penggunaan yang luas.
12
13
2. General Outdoor Recreation Areas. Areal rekreasi yang menjadi sasaran pembangunan besar untuk pemakaian rekreasi secara khusus dan beragam. 3. Natural Environment Areas. Areal rekreasi yang terdiri dari beragam tipe areal yang cocok untuk suatu rekreasi dalam lingkungan alami dan biasanya dikombinasikan dengan penggunaan lain. 4. Unique Natural Areas. Areal rekreasi yang terdiri dari areal yang memiliki karakteristik khas karena keindahan alamnya dan keajaiban alaminya. 5. Primitive Areas. Areal rekreasi yang terdiri dari areal hutan yang tak terganggu. 6. Historic and Cultural Sites. Areal rekreasi yang merupakan tempat bersejarah atau situs budaya. Adapun menurut palayanan dan aktivitas yang dapat dilakukan di suatu kawasan wisata alam, Clawson et al (1975) mengklasifikasikan 3 kategori kawasan wisata alam yaitu: 1. User Oriented Sites; dimana didalamnya termasuk taman kota, padang golf, lapangan tenis, kolam renang, taman bermain dan sebagainya. 2. Intermediate Sites; dimana didalamnya termasuk taman-taman rekreasi yang menyediakan fasilitas untuk berkemah, mendaki, memancing ikan, berperahu, berburu dan sebagainya. 3. Resources
Based
Sites;
meliputi
tempat-tempat
yang
memiliki
karakteristik khusus dan biasanya merupakan taman nasional, suaka margasatwa dan sebagainya.
13
14
2.3
Ekoturisme Ekoturisme adalah jenis pariwisata yang relatif baru dibandingkan
pariwisata masal. Ide awalnya digulirkan oleh para konservasionis sebagai suatu strategi konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. Konsep ini kemudian berkembang begitu cepat ke berbagai belahan dunia sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian sumber daya alam dan ekosistemnya. Sebagai salah satu
jenis pariwisata alternatif, ekoturisme diharapkan
dapat mengurangi dampak negatif kegiatan pariwisata terhadap lingkungan (Munasinghe dan Mc Neely, 1994). Ekoturisme juga diharapkan dapat menjadi sumber ekonomi baru bagi negara berkembang terutama di daerah tropis dimana tingkat keanekaragaman hayatinya tinggi. Lindberg (1991) menyatakan bahwa pendapatan negara berkembang dari ekoturisme pada tahun 1988 mencapai US $ 12 milyar.
Di Indonesia, ekoturisme mulai dikenal sejak tahun 1990, setelah WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) mengundang Kreg Lindberg, seorang pakar ekoturisme dari Amerika Serikat berbicara mengenai “pariwisata sebagai upaya pelestarian lingkungan “. Kemudian, pada tahun 1995, Lembaga Studi Pariwisata Indonesia, Conservation International Indonesian Program dan Yayasan Bina Swadaya membentuk konsorsium jaringan kerja yang disebut Indonesian Ecotourism Network (INDECON) yang bertujuan memperkenalkan dan mempromosikan ekoturisme melalui berbagai bentuk kegiatan baik yang bersifat advokatif, edukatif dan informatif.
14
15
2.3.1
Definisi dan Pengertian Ekoturisme Frasa ekoturime berasal dari bahasa Inggris ecotourism. Ada beberapa
pendapat mengenai asal kata ecotourism. Pendapat pertama menyatakan bahwa ecotourism terdiri atas dua kata yaitu eco dan tourism . Eco dalam bahasa Yunani berarti rumah sedangkan tourism berarti wisata atau perjalanan. Beberapa ahli menyatakan kata eco dapat diartikan sebagai ekonomi sehingga makna ecotourism adalah wisata ekonomi, namun pemahaman umum menyatakan bahwa frasa ecotourism merupakan gabungan dari ecologycal atau ekologi dengan tourism. Sebagai konsep pariwisata yang relatif baru, banyak terdapat definisi ekoturisme walaupun pada umumnya semua definisi tersebut memperlihatkan dua aspek yang sama yaitu konservasi lingkungan hidup dan partisipasi masyarakat lokal. Ziffer (Ziffer 1989 dalam Alderman 1994) menyatakan bahwa definisi ekoturisme adalah sebuah konsep yang komplek karena harus memperlihatkan sebuah aktivitas konservasi, sebuah filosofi dan membangun suatu bentuk pengembangan ekoturisme. Kesulitan dalam mendefinisikan ekoturisme disebabkan juga karana frasa ekoturisme sering disalahartikan sebagai wisata ala m padahal tidak semua wisata alam adalah ekoturisme. Sebuah wisata alam dapat dikatakan sebagai ekoturisme apabila wisata alam tersebut memperhatikan dampak yang dapat ditimbulkan pariwisata pada lingkungan. Untuk jelasnya dapat dilihat dalam diagram berikut :
Wisata berbasis alam
Ekoturisme
Pariwisata yang memperhatikan dampak lingkungan
Gambar 1. Perbedaan Ekoturisme dan Wisata Berbasis alam (Tisdell, 1996)
15
16
Definisi ekoturisme pertama kali diperkenalkan oleh Ceballos-Lascurain (Ceballos-Lascurain, 1987 dalam Ceballos-Lascurain. 1996) yang menyatakan bahwa ekoturisme adalah suatu bentuk perjalanan ke lingkungan alami yang bertujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati keindahan alam termasuk tumbuhan dan hewan liar serta kebudayaan yang terdapat didalamnya. Western (Western 1987 dalam Western 1993) mempertegas dengan menyatakan bahwa ekoturisme adalah bentuk wisata yang dapat menciptakan dan memuaskan keinginan alam yang berhubungan dengan eksploitasi potensi wisata untuk konservasi dan pembangunan serta mencegah dampak negatif terhadap ekologi. Ekoturisme juga dapat diterjemahkan menjadi pariwisata ekologi yang berarti perjalanan wisata yang bertanggung jawab ke areal alam yang mampu memelihara lingkungan, serta bertanggung jawab untuk memelihara keberadaan manusia dan makhluk hidup di sekitarnya untuk tetap hidup nyaman dan aman dalam lingkungannya (Blangly dan Megan, 1994). Apabila ekoturisme dilihat sebagai sebuah proses, sebagaimana terlihat pada gambar berikut :
penyadaran
ALAM konservasi
MANUSIA
EKOTURISME Hiburan dan pengetahuan
Gambar 2. Skema Ekoturisme Sebagai Suatu Proses (Yusran, 2001)
Maka dalam ekoturisme yang menjadi input adalah manusia dimana disini yang dimaksud adalah para wisatawan ekoturisme (eco-traveller) dan alam yang di
16
17
dalamnya termasuk budaya penduduk setempat, output yang dihasilkan dapat berupa output langsung maupun output tidak langsung,. Output langsung bagi manusia adalah unsur rekreasi dan penambahan pengetahuan sedangkan bagi alam adalah konservasi swadaya. Sedangkan output tak langsung berupa tumbuhnya kesadaran manusia (eco – traveller) akan pelestarian alam. Beberapa lembaga yang memperhatikan masalah lingkunga n hidup juga memberikan berbagai sumbangan bagi penyempurnaan atau penambahan definisi ekoturisme. The Ecotourism Society, sebuah lembaga nirlaba yang berpusat di Vermont, Amerika Serikat, menyatakan bahwa ekoturisme adalah suatu bentuk perjalanan bertanggungjawab ke lingkungan alami yang mendukung konservasi dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat, sedangkan International Resources Group mendefinisikan ekoturisme sebagai sebuah bentuk perjalanan yang memperhatikan lingkungan dan menghargai daya tarik alami yang menjadi tujuan utama dari perjalanan tersebut. Senada dengan definisi diatas, Tourism Authority of Thailand dan Institute of Ecotourism-Sriakharinwot University menyatakan bahwa ekoturisme adalah pariwisata berbasis alam yang bertujuan untuk mempelajari, menikmati serta menghargai lingkungan alam dan sosial termasuk gaya hidup dari masyarakat lokal; dikelola secara berkelanjutan; memperhatikan aspek sosial dan kultural serta memberikan pendidikan bagi para eco traveller. Definisi ringkas mengenai ekoturisme dinyatakan oleh World Bank yaitu ekoturisme sebagai perjalanan untuk menikmati dan mengapresiasi lingkungan alam.
17
18
2.3.2
Kriteria Ekoturisme Ekoturisme dapat diartikan sebagai pariwisata berwawasan konservasi
lingkungan. Oleh karena itu, tidak semua kegiatan wisata alam merupakan ekoturisme. Wisata alam yang dapat dikatakan sebagai ekoturisme haruslah memiliki aspek utama yaitu elaborasi dan pelestarian alam yang berkelanjutan. Prinsip ekoturisme yang berdasarkan kepada Quebec Declaration on Ecotourism menyatakan bahwa ekoturisme haruslah memberikan kontribusi bagi upaya konservasi keanekaragaman hayati dan kekayaan budaya dengan melibatkan partisipasi dari masyarakat lokal. Menurut Cooper et al
(1993), suatu kegiatan pariwisata dapat
dikategorikan sebagai pariwisata ekologi apabila memenuhi 5 kriteria ekoturisme yaitu : 1) prinsip sustainable, dimana pariwisata tersebut harus berkonsentrasi pada pelestarian alam dan 2) lingkungan alam harus terjamin keselamatannya; dengan 3) pemeliharaan beraga m makhluk hidup yang berada di sekitarnya baik manusia, tumbuhan, hewan dan lain–lain; dengan 4) perencanaan
dan
implementasi secara holistik serta 5) adanya keterlibatan seluruh pihak. Di lain pihak, Fennel et al (1990), menyatakan bahwa kriteria ekoturisme adalah sebagai berikut : 1. Meminimalisasi dampak negatif terhadap lingkungan 2. Meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat lokal 3. Memberikan kontribusi terhadap kelestarian alam 4. Meningkatkan kepuasan terhadap alam dan budaya lokal. The Ecotourism Society (1993) menyatakan ekoturisme sebagai suatu bentuk perjalanan bertanggungjawab ke lingkungan alami yang mendukung
18
19
konservasi dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Berdasarkan definisi tersebut, TES mengembangkan tuj uh prinsip dasar ekoturisme ya itu: 1. Menghindari dampak negatif pariwisata terhadap lingkungan alam dan lingkungan budaya 2. Memberikan pendidikan konservasi 3. Memberikan kontribusi bagi upaya konservasi 4. Memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat setempat 5. Memberikan penerimaan bagi negara tujuan wisata eko dengan menekankan penggunaan jasa dan fasilitas lokal 6. Membangun infrastruktur yang dikembangkan secara harmonis dengan keseimbangan alam 7. Memastikan bahwa pengembangan pariwisata tidak melebihi carrying capacity dari lingkungan sosial dan lingkungan alam. Sebagai sebuah alat pembangunan, UNEP menyatakan bahwa ekoturisme harulah dapat memenuhi 3 tujuan dasarnya yaitu meningkatkan upaya konservasi keanekaragaman hayati, mempromosikan penggunaan keanekaragaman hayati yang berkelanjutan dan memberikan keuntungan dari pengembangan ekoturisme kepada masyarakat lokal. Ekoturisme memiliki karakteristik yang sangat khas sehingga dalam pelaksanaannya
memerlukan
manajemen
yang
khusus
ditujukan
untuk
kenyamanan para ecotraveller namun di sisi lain juga mempertahankan perbaikan lingkungan hidup. Beberapa prinsip manajemen yang harus diterapkan bagi pengembangan ekoturisme yang berkelanjutan dijabarkan oleh Emphandhu dan Chettamart (1997) sebagai berikut:
19
20
1.
Berbasis alam
2.
Memiliki sensitifitas dan dampak negatif yang rendah terhadap lingkungan;
3.
Memiliki nilai pendidikan;
4.
Memberikan keuntungan dan membangun partisipasi bagi masyarakat lokal dan
5.
Meningkatkan kesadaran akan konservasi.
Kegiatan ekoturisme yang dikelola secara baik akan memberikan hubungan simbolis yang saling menguntungkan bagi upaya konservasi, masyarakat lokal, turis dan industri pariwisata yaitu industri yang berhubungan dengan wisata termasuk didalamnya pengusahaan objek dan daya tarik wisata. Hubungan simbolis tersebut digambarkan sebagai berikut : Peningkatan standar hidup
Keuntungan bagi upaya konservasi
Perlindungan Lingkungan Hidup
Keuntungan bagi industri pariwisata
Daya tarik alami bagi turis
Gambar 3. Humbungan Simbolis Pada Ekoturisme (Cater,1997)
2.4 Kebun Raya Bogor
Pada awal pendiriannya di tahun 1817, Kebun Raya Bogor dimaksudkan sebagai tempat penelitian bagi tumbuhan yang berada di Pulau Jawa seperti tumbuhan tembakau dan kina. Sekarang ini, fungsi utama Kebun Raya Bogor
20
21
adalah sebagai pusat konservasi tumbuhan. Tugas pokok KRB berdasarkan fungsinya adalah sebagai lembaga yang bertugas menyelenggarakan penelitian tentang kekayaan alam hayati Indonesia, yaitu melaksanakan inventarisasi, eksplorasi dan konservasi tumbuhan tropika yang mempunyai nilai pengetahuan tinggi yang dikoleksikan dalam bentuk kebun botani.
Kebun Raya Bogor yang terletak di tengah kota Bogor dengan luas daerah 87 hektar merupakan museum hidup yang menyimpan kekayaan botani dari seluruh dunia. Beberapa koleksi Kebun Raya Bogor adalah koleksi yang berharga bagi dunia ilmu pengetahuan seperi bunga bangkai atau Titan Arum (Amorphophallus titanum Becc.), koleksi anggrek (Orchidaceae), pohon palem (Arecaceae), meranti (Dipterocarpaceae), Kantung Semar (Nephentaceae) serta tanaman obat dan buah – buahan langka. Bagi kota Bogor, Kebun Raya Bogor adalah penanda (landmark) yang memiliki berbagai fungsi baik fungsi wisata, sosial, ekologi dan ekonomi.
2.4.1
Sejarah Kebun Raya Bogor Hortus Botanicus Bogorinensis atau Kebun Raya Bogor (KRB) didirikan
oleh Prof. Dr. Casper Georg Carl Reindwardt, seorang botanis dari Jerman pada abad 19. Pada awalnya, kebun ini bernama s’Lands Plantetuin te Buitenzorg dan menjadi pusat introduksi berbagai tanaman ekonomi penting pertanian. Ide awal pendirian KRB berasal dari anggapan Reindwardt bahwa eksplorasi tumbuhan dan masalah pertanian merupakan tugasnya di Hindia Belanda (Indonesia). Kemudian Reindwardt menulis surat kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu,
21
22
G.A.G.P. Baron van der Capellen, memohon sebidang tanah untuk penelitian manfaat berbagai tumbuhan baik dari kawasan Indonesia maupun mancanegara. Kemudian
pada tanggal 18 Mei 1817, Gubernur Belanda menetapkan
lahan seluas 47 hektar yang berbatasan dengan Istana Bogor sebagai kebun raya dengan Prof. DR. C.G.C. Reindwart sebagai direktur pertama Kebun Raya Bogor. Selama periode kepemimpinannya, sekitar 900 tumbuhan ditanam di Kebun Raya Bogor. Direktur kebun raya yang kedua adalah C.L. Blume. Pada masanya, katalog tanaman kebun raya
yang pertama dipublikasikan. Katalog tersebut
dipublikasikan pada tahun 1823 dan mencakup 914 spesies serta masih dipergunakan sebagai dasar katalog hingga saat ini. Dari tahun 1826 sampai 1867, penanggungjawab kebun raya adalah seorang pegawai khusus dari Istana Guberur Jenderal dimana kuratornya adalah Johannes Elias Teysmann dengan asisten Justus Karl Hasskarl. Selama kurun waktu 50 tahun, Teysmann dan Hasskarl melakukan perubahan pola tanam di Kebun Raya Bogor berdasarkan family taksonomisnya. Teysman juga dikenang karena mengintroduksi tanaman
pertanian yang bernilai ekonomi tinggi ke
Indonesia seperi kelapa sawit (Elais guineensis ), kina dan ubi kayu (Manihot esculenta). Atas pengabdiannya, di dalam kebun raya didirikan tugu peringatan dan marga empat spesies pohon jati dan verbena dinamakan atas nama beliau (Teijsmaniodendron). R.H.C.C. Scheffer adalah direktur ketiga Kebun Raya Bogor dari tahun 1869 – 1880. Selama masa itu, kebun raya menjadi sarana untuk pengembangan pertanian dan penelitian ilmiah. Pada tahun 1892, di bawah pimpinan Dr. Treub Melchiour, Kebun Raya Bogor diperluas hingga 60 hektar dengan tambahan pulau
22
23
diantara dua bagian sungai Ciliwung. Pada perkembangan selanjutnya luas KRB menjadi 87 hektar. Di bawah kepemimpinan Treub, berhasil diselesaikan penelitian dasar mengenai hama–hama penyakit yang mengancam tanaman tropis yang bernilai ekonomi tinggi. Tiga puluh tahun berikutnya, Kebun Raya Bogor menumb uhkan pengakuan dunia atas jasa Kebun Raya Bogor sebagai lembaga ilmiah yang bermanfaat bagi pertanian lokal dan Eropa Selama Perang Dunia II, KRB diambil kepemimpinannya oleh pihak Jepang dengan Prof T. Nakai sebagai direkturnya dan Kanihera sebagai kepala herbarium. Selama di bawah pengawasan Jepang, KRB diberi nama Shokobutsuen yang artinya kebun raya. Usai perang dunia II, pada tahun 1949, ketika Indonesia memperoleh kemerdekaan penuh, pengelo laan Kebun Raya Bogor diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia. Semenjak dikelola pemerintah Republik Indonesia, Kebun Raya Bogor sering mengalami perubahan kelembagaan. Pada awal pengelolaannya di tahun 1949, Kebun Raya Bogor berada di bawah Lembaga Djawatan Penyelidikan Alam dengan direktur Kusnoto Setyowirdjo dan kurator Sudjana Kassan. Tahun 1959, KRB menjadi bagian dari Lembaga Pusat Penyelidikan Alam dengan direktur Sadikin Sumintawikarta. Antara tahun 1964 – 1987 KRB menjadi bagian dari Lembaga Biologi Nasional (LBN) dimana KRB dikembangkan sebagai Lembaga Penelitian Biologi Tropika. Sekitar tahun 1980an tepatnya tahun 1986, LBN ditata ulang dan dipecah menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi (PUSLITBANG Biologi) dan Kebun Raya. Berdasarkan Keppres RI No. 1 Tahun 1986 ditetapkan bahwa Kebun Raya Bogor bersama PUSLITBANG Biologi berada di bawah LIPI. Kedudukan KRB
23
24
sekarang adalah sebagai Unit Pelaksana Tekhnis (UPT) Balai Pengembangan Kebun Raya Bogor Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (KRB LIPI). Berdasarkan Keppres RI No. 103 Tahun 2001 tentang susunan organisasi dan tugas Lembaga Pemerintah Non Daerah (LPND) dan Keputusan Kepala LIPI Nomor 1151/M/2001 tentang organisasi dan tata kerja LIPI, maka KRB mengalami perubahan struktur organisasi dan perubahan nama lembaga menjadi Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. KRB sendiri merupakan pusat kebun raya ya ng membawahi 3 kebun raya lainnya di Indonesia yaitu Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi dan Kebun Raya Eka Karya di Bedugul- Bali.
2.4.2
Visi, Misi dan Fungsi Kebun Raya Bogor Kebun Raya Bogor memiliki visi menjadi kebun raya terbaik kelas dunia,
terutama dalam bidang konservasi tumbuhan, penelitian dan pelayanan dalam aspek botani, pendidikan dan lingkungan, hortikultura, lansekap dan pariwisata. Sementara itu, misi yang diemban KRB adalah melestarikan, mendayagunakan dan mengembangkan potensi tumbuhan melalui kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan, rekreasi serta peningkatan apresiasi masyarakat terhadap kebun raya, tumbuhan dan lingkungan dalam upaya pemanfaatan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Fungsi Kebun Raya Bogor adalah sebagai tempat yang memberikan jasa ilmiah dan menjadi tempat rekreasi yang sehat bagi masyarakat. Sedangkan tugas pokok KRB adalah sebagai lembaga yang bertugas menyelenggarakan penelitian tentang kekayaan alam hayati Indonesia dengan cara melaksanakan inventarisasi,
24
25
eksplorasi dan konservasi tumbuhan tropika. Secara ringkas, fungsi dan manfaat KRB adalah: 1. Fungsi penelitian yang meliputi areal konservasi ex situ dan riset yang meliputi riset taksonomi, identifikasi tumbuhan, inventarisasi dan evaluasi 2. Fungsi pendidikan 3. Fungsi pariwisata.
2.4.3
Fasilitas Kebun Raya Bogor Berdasarkan fungsi Kebun Raya Bogor yang bersifat edukatif dan ilmiah,
maka fasilitas utama kebun raya adalah yang mendukung fungsi tersebut seperti Gedung
Laboratorium
Pendidikan
Konservasi,
rumah
kaca,
herbarium,
orchidacium, koleksi biji dan perpustakaan. Laboratorium Kebun Raya Bogor atau yang lazim disebut Laboratorium Treub didirikan pada tahun 1884 oleh Dr. Melchior Treub, direktur keempat KRB, sebagai tempat bagi peneliti tamu. Sedangkan perpustakaan KRB yang merupakan cikal bakal perpustakaan Indonesia dibuka pada tahun 1842 atas usul Justus Karl Hasskarl dengan nama Bibliotheca Bogoriensis. Koleksi awal perpustakaan KRB adalah merupakan buku botani sebanyak 25 buah yang dibeli Hasskarl. Fasilitas pendukung antara lain jalur dan papan interpretasi, pemandu, rumah tamu atau guest house, masjid dan mushola, shelter, cafe dedaunan, stand penjualan makanan dan minuman serta tanaman, waung telekomunikasi (wartel) dan toko cinderamata Garden’s Gifts. Setiap pengunjung yang membeli karcis masuk juga mendapat layanan asuransi jiwa.
25
26
2.4.4
Keadaan Fisik dan Biotik Kebun Raya Bogor terletak di kaki Gunung Salak pada ketinggian 260
mdpl, lebar 636 dan panjang 10.632. Secara geografis letak Kebun Raya Bogor berada pada letak lintang 60 37’ LS dan 1060 32’ BT sedangkan secara administratif KRB termasuk dalam wilayah Bogor Tengah, Kotamadya Bogor, 60 km arah tenggara dari Jakarta. Alamat KRB terletak di Jl. Ir. Haji Juanda No.13 Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, Kebun Raya Bogor termasuk daerah bertipe hujan A. Kebun Raya Bogor beriklim tropis dengan curah hujan rata – rata berkisar antara 3000-4330 mm per tahun dengan kele mbaban 80 – 90% Curah hujan tertinggi (>400 mm/bulan) terjadi pada bulan November, Desember dan Januari sedangkan curah hujan terrendah (<250mm/bulan) terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus. Suhu rata – rata sepanjang tahun berkisar antara 21,40 C – 30,20 C. Jenis tanah di Kebun Raya Bogor adalah latosol coklat kemerahan. Jenis tanah tersebut mempunyai sifat antara lain teksturnya halus, drainase sedang, aktivitas biologi baik, permeabilitas baik, kepekaan terhadap erosi kecil, bahan organik rendah sampai sedang di lapisan atas dan menurun ke bawah serta daya absorpsi yang tergolong rendah sampai sedang. Pada tahun 1830, kurator Kebun Raya Bogor pada waktu itu, Johannes Elias Teysman, menata ulang pola tanam di KRB berdasarkan suku (famili) taksonomisnya. Berdasarkan data terakhir pada bulan Maret 2001, terdapat lebih dari 13.865 spesimen tanaman hidup yang terdiri dari 222 family, 1266 marga dan
26
27
3444 spesies. 231 jenis koleksi KRB memiliki status kelangkaan berdasarkan IUCN Redlist dengan berbagai tingkatan status kelangkaan Tujuh puluh persen koleksi tanaman KRB berasal dari Kepulauan Indonesia dan sisanya berasal dari mancanegara seperti Victoria amazonica dari sungai Amazon, Brasil dan Cypres papyrus L. dari sunga i Nil, Mesir. Koleksi andalan KRB adalah bunga bangkai atau Titan Arum (Amorphophallus titanum Becc., koleksi 1000 spesimen anggrek (Orchidaceae) yang ditampilkan di rumah anggrek yang dilengkapai dengan sistem fogging, pohon palem (Arecaceae), meranti (Dipterocarpaceae), kantung semar (Nephentaceae) serta tanaman obat dan buah – buahan langka. Koleksi unik lainnya adalah pohon Raja (Koompassia excelsa), teratai raksasa (Victoria amazonica) serta berbagai pohon tua seperti jati, randu dan leci. Kebun Raya Bogor memiliki 16 jenis tanaman tipe yaitu tanaman yang untuk pertama kalinya diberi nama ilmiah dengan menggunakan bahasa latin. Koleksi tanaman tersebut antara lain adalah Aglaonema oblanceolatum (sri rejeki), Artocarpus altissimus (sukun) dan Erycibe glandiflora (bunga irian). Koleksi Kebun Raya yang lainnya antara lain koleksi pinang– inangan (aracaeae) 288 jenis dan polong-polongan (fabaceae) 292 jenis. Kebun Raya Bogor juga menyimpan koleksi tanaman buah–buahan yang banyak terdapat di Indonesia seperti belimbing (Averhoa calamboa), langsat atau duku (Lansium domesticum), durian (durio spp.), jambu (Syzygium spp), leci (Litchi sinensis), mangga (Mangifera spp), manggis (Garcinia mangostana), nangka (Artocarpus heterophyllus), pisang (musa spp), rambutan (Nephelium lappaceum) dan salak (Salacca endulis).
27
28
Sebagai areal konservasi ex situ, salah satu kegiatan Kebun Raya adalah melakukan inventarisasi tanaman tropika terutama tanaman herba dan rempah– rempahan mengingat sebagian besar pulau di Indonesia adalah penghasil rempah– rempah (spice island). Beberapa jenis tanaman herba dan rempah–rempah yang dapat ditemukan di Kebun Raya Bogor antara lain adalah asam jawa (Tamaricus indica), cengkeh (Syzygium aromaticum), kayu manis (Cinnamomum verum), pala (Myristica fragrans), jahe (Zingiber officinale) dan kunyit (Kurkuma domestica). Kebun Raya Bogor juga merupakan tempat berlindung bagi beraneka ragam satwa terutama burung. Mamalia seperti kera dan kalong (Pteropus vampirus) serta berbagai jenis reptil amfibi juga menjadikan KRB sebagai habitat mereka. Tercatat lebih dari 5O jenis burung ada di KRB. Sebagian besar adalah burung – burung yang biasa dijumpai di Pulau Jawa seperti kutilang (Pycnonotus aurigaster), kucicca (Copsychu saularis) dan cinenen (Ptilinpous melanospila). Burung khas Kebun Raya Bogor adalah burung kepodang (Oriolus chinensis) dan walik kembang (Prilinopus melanospila). Pulau di tengah – tengah kolam gunting merupakan sarang dari kawanan kowak (Nyticorax nycticorax). Selain itu ada burung – burung tamu seperti kuntul (Egreetta sp.) dan burung udang/cekakak, Halycon chloris. Kebun Raya Bogor juga memiliki beberapa tempat dan bangunan bersejarah yang menarik. Salah satunya adalah Taman Teysman, sebuah taman bergaya formal yang dibangun pada tahun 1889 sebagai penghargaan kepada Johannes Elias Teysmann, kurator Kebun Raya Bogor yang banyak berkarya di bidang lansekap. Tempat menarik lainnya adalah Taman Lebak Sudjana Kasan,
28
29
Taman Astrid, Taman Kaktus, Monumen J.J. Smith, Jembatan Gantung, Pohon Kalong, Kuburan Belanda serta Monumen Lady Raffles.
2.4 Nilai Kawasan Konservasi Nilai atau value merupakan persepsi seseorang terhadap sesuatu pada suatu waktu dan tempat tertentu. Nilai dapat berupa harga yang diberikan karena kegunaan, kepuasan dan kesenangan yang dihasilkan dari kegiatan mengkonsumsi barang dan jasa. Ukuran nilai ditentukan oleh sumber daya yang dikorbankan seseorang untuk memiliki atau mengkonsumsi barang dan jasa tersebut Nilai kawasan konservasi mempunyai spektrum yang sangat luas karena mencakup faktor yang berkaitan dengan nilai–nilai sosial budaya yang dianut masyarakat, dipengaruhi oleh nilai politik dan aturan–aturan manajemen yang berlaku (Munasinghe dan Mc Neely, 1994). Penentuan nilai kawasan konservasi dapat menggunakan pendekatan penilaian ekonomi total atau Total Economic Valuation (TEV). Ide awal dari TEV adalah untuk menilai sumber daya yang ada pada daerah tropis dan polusi yang terjadi di daerah tersebut, namun TEV juga dapat dipergunakan pada konversi lahan maupun pada daerah konservasi dengan cara membandingkan berbagai nilai yang ada. Menurut konsep TEV, nilai kawasan konservasi terdiri atas nilai penggunaan (use value) dan nilai non penggunaan (non use value). Nilai penggunaan adalah keuntungan yang didapatkan dari penggunaan fisik ataupun dari akses terhadap kawasan konservasi. Nilai penggunaan terbagi tiga yaitu nilai penggunaan langsung, nilai
29
30
penggunaan tidak langsung dan nilai pilihan. Untuk jelasnya pembagian nilai kawasan konservasi dapat dilihat pada Gambar 4.
Total Economic Value
Use Value
Direct Use Values Output that can be consumed directly
Indirect Use Values
Functional benefits
Non Use Value
Option Values Value Future directs & indirects values
• Food • Ecological Functions • Biodiversity • Biomass • Flood Control • Conserved Habitatas • Recreation • Storm Protection
Exixtence Values
Other Non Use Values
Value from knowledge of continued existence
• Habitas • Endangered species
• Health Gambar 4. Kategori Nilai Ekonomi Lingkungan Hutan Tropis (Pearce, 1992)
Nilai penggunaan langsung (direct use value) mengacu pada manfaat dari barang atau jasa lingkungan yang langsung dikonsumsi dari suatu kawasan konservasi sedangkan nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value) mengacu pada fungsi ekologis dari suatu kawasan konservasi yang dikonsumsi secara tidak langsung. Nilai pilihan (option value) berhubungan dengan kesediaan membayar untuk mempertahankan manfaat ekonomi dan ekologis dari suatu kawasan konservasi bagi kepentingan masa depan. Nilai non penggunaan berkaitan dengan
30
31
nilai keberadaan (existence value) dari suatu kawasan konservasi yaitu nilai keberlangsungan dari keberadaan suatu kawasan konservasi,dimana didalamnya termasuk nilai budaya. Secara matematis, Nilai Ekonomi Total (NET) dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut (Pearce,1992) : NET
= NP + NNP = NPL +NPTL+Np + Nk
dimana dalam hal ini : NET
= nilai ekonomi total (total economi value)
NP
= nilai penggunaan (use value)
NNP = nilai non penggunaan (non use value) NPL
= nilai penggunaan langsung (direct use value)
NPTL = nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value) Np
= nilai pilihan (option cost)
Nk
=nilai keberadaan (existence cost)
Pearce (1992) menyatakan kategori nilai ekonomi total tersebut tidak benar– benar total karena 1) tidak mencakup keseluruhan nilai kecuali nilai ekonomi dan 2) banyak ahli ekologi yang menyatakan bahwa nilai ekonomi total belum mencakup semua nilai ekonomi karena ada beberapa fungsi ekologis dasar yang bersifat sinergis sehingga nilainya lebih besar dari nilai fungsi secara tunggal. Pendekatan lain mengenai nilai dan fungsi dari kawasan konservasi dikemukakan oleh Groot (1994) yang menyatakan bahwa nilai kawasan konservasi berhubungan erat dengan fungsi dari suatu kawasan konservasi. Groot menyatakan bahwa fungsi dari kawasan konservasi dapat dikategorikan sebagai:
31
32
1. Fungsi regulator yang mengacu pada kemampuan lingkungan untuk memberikan kontribusi terhadap pemeliharaan lingkungan hidup yang bersih dan sehat; 2. Fungsi produksi yang berkaitan dengan kemampuan alam memberikan sumber daya produksi; 3. Fungsi informatif yang berhubungan dengan kemampuan alam untuk memberikan kontribusi bagi pemeliharaan kesehatan mental; 4. Carrier functions yaitu fungsi yang berkaitan dengan penggunaan kawasan konservasi sebagai tempat untuk berbagai aktivitas manusia.
2.6
Penilaian Sumber Daya Alam Penilaian ekonomi sumber daya alam merupakan ilmu pengetahuan yang
masih berkembang. Dalam konteks lingkungan, penilaian atau valuasi ekonomi mengukur preferensi seseorang terhadap kondisi lingkungan yang baik atau yang buruk. Hasil dari valuasi dinyatakan dalam bentuk uang yang menunjukkan kesediaan membayar yang pada akhirnya diharapkan dapat mengekpresikan nilai dalam bentuk uang atau economi rate of return (Pearce, 1992). Kula (1992) menyatakan bahwa memberikan nilai pada sumber daya alam atau lingkungan terutama pada kerusakan lingkungan berperan penting untuk beberapa alasan yaitu: 1.
Valuasi ekonomi memperjelas bahwa sumber daya alam terbatas dan bukanlah barang bebas
2.
Rencana pembangunan akan lebih memiliki perspektif lingkungan
32
33
3.
Ketika kebijakan perbaikan lingkungan direncanakan, valuasi ekonomi menunjukan manfaat ekonomi dari kebijakan tersebut
4.
Valuasi ekonomi meningkatkan objektifitas pengambilan keputusan yang berkaitan dengan lingkungan
5.
Valuasi ekonomi menunjukan nilai ekonomi total dari suatu proyek lingkungan ataupun kualitas lingkungan suatu negara
6.
Valuasi ekonomi membantu proses pembuatan kebijakan
Pearce (1992) juga menyatakan bahwa setidaknya ada lima alasan utama kenapa valuasi ekonomi dari barang dan jasa lingkungan penting; pertama, dikarenakan pentingnya lingkungan dalam strategi pembangunan nasional; kedua, sebagai bahan modifikasi anggaran pemerintah (APBN); ketiga, membantu menetapkan prioritas nasional dan sektoral; keempat, sebagai bahan evaluasi kebijakan dan program pemerintah; dan kelima, mendukung usaha pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Penilaian ekonomi sumber daya alam juga mempunyai kelemahan: pertama, tidak semua pihak setuju bahwa sumber daya alam adalah sesuatu yang dapat dinilai secara ekonomi dan dapat dinya takan dalam bentuk satuan moneter; kedua, valuasi ekonomi membutuhkan data ekonomi yang biayanya sangat mahal (Kula,1992).
2.7
Metode Penilaian Sumber Daya Alam Sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang masih berkembang, ekonomi
sumber daya alam dan lingungan terus menerus mengembangkan metode penilaian sumber daya alam. Banyak teori mengenai pendekatan atau metode yang
33
34
sebaiknya digunakan untuk menilai sumber daya alam dan lingkungan, namun pada intinya konsep dasar dari semua metode tersebut adalah untuk mengekspresikan preferensi seseorang terhadap kualitas lingkungan yang baik ataupun yang buruk. Thampipali (1993) mengelompokkan metode penilaian sumber daya alam berlandaskan dasar penilaian ekonomi sumber daya alam yaitu berdasarkan willingness to pay dan willingnes to accept. Pemilihan dasar penilaian ekonomi tersebut sangat mempengaruhi metode pengambilan data. Untuk jelasnya, metode valuasi ekonomi menurut Thampipali dapat dilihat pada Gambar 5.
Economic Valuation
Based on Willingness to Pay
enviromental quality as consumption goods
Based on Wilingness to Accept
environmental quality as an input in production
• contingen valuation • travel cost • game theory
• hedonic pricing • isoquant
• direct opportunity cost • replacement cost • cost saving
Gambar 5. Metode Valuasi Ekonomi (Thampipali, 1993) Adapun Pearce dan Moran (1994) menyatakan bahwa metode penentuan nilai ekonomi sumberdaya dapat dilakukan melalui 2 pendekatan yaitu pendekatan langsung dan tidak langsung. Pendekatan langsung mencakup teknik-teknik yang mengupayakan
untuk
mendapatkan
penilaian
secara
langsung
dengan
34
35
menggunakan percobaan dan survey. Tekhnik survey (kuesioner) terdiri atas dua tipe yaitu perolehan rangking (contingent ranking method ) dan perolehan nilai yang meliputi keinginan untuk membayar (willingnes to pay) dan keinginan untuk menerima kompensasi ( willingness to accept ). Pendekatan lain dinyatakan oleh Hufschmidt et al (1983) yang menekankan bahwa secara garis besar metode penilaian manfaat ekonomi atau biaya lingkungan untuk sumber daya alam dan lingkungan dapat dibagi kedalam dua kelompok besar, yaitu pendekatan yang berorientasi pasar dan pendekatan yang berorientasi survey atau penilaian hipotesis sebagai berikut : a. Metode/tekhnik berorientasi pasar yaitu penilaian manfaat menggunakan harga pasar aktual barang dan jasa (actual based market method) 1. Penilaian dengan menggunakan harga pasar: perubahan nilai
hasil
produksi (change in productivity) dan metode hilangnya penghasilan (loss of earning method) 2. Penilaian dengan menggunakan harga pasar bagi input: pengeluaran biaya pencegahan (averted defensif expenditure method), biaya penggantian (replacement cost method), biaya proyek bayangan (shadow project method) dan analisis keefektifan biaya. 3. Penilaian keuntungan dengan menggunakan pasar pengganti (surrogate market based method) : barang yang dapat dipasarkan sebagai pengganti lingkungan, pedekatan nilai kepemilikan, pendekatan lain terhadap nilai tanah, pendekatan biaya perjalanan (travel cost method), pendekatan perbedaan upah (wage differential method) dan penerimaan kompensasi.
35
36
b. Orientasi survey 1. Pertanyaan langsung kesediaan untuk membayar (willingnes to pay) 2. Pertanyaan langsung terhadap kemauan untuk dibayar (willingness to accept)
2.8
Kesediaan Membayar Konsep dasar dalam penilaian ekonomi yang mendasari semua tekhnik
adalah kesediaan membayar dari individu untuk jasa–jasa lingkungan atau sumber daya (Munasinghe, 1994) sedangkan Hufschmidt et al (1983) menyatakan bahwa tekhnik penilaian manfaat didasarkan pada kesediaan membayar perbaikan atau kesediaan menerima kompensasi karena adanya kemunduran kualitas lingkungan dalam sistem alami serta kualitas lingkungan sekitar. Kesediaan membayar dan menerima merefleksikan preferensi individu terhadap perubahan lingkungan dari keadaan awal (Q o ) menjadi kondisi lingkungan yang lebih baik (Q 1 ), yang dinyatakan dalam bentuk fungsi sebagai berikut (Pearce dan Moran, 1994):
WTP i
= ƒ (Q 1– Q0, P own, i , Psub, i , Si, Ei )
WTPi
= kesediaan membayar dari rumah tangga ke – i
Q0
= keadaan awal lingkungan
Q1
= keadaan baru lingkungan
Pown
= harga dari penggunaan sumber daya lingkungan
Psub
= harga substitusi untuk penggunaan sumber daya lingkungan
Si
= karakteristik sosial ekonomi rumah tangga ke- i
Ei
= galat acak
36
37
2.9
Metode Biaya Perjalanan Berdasarkan kesediaan membayar, terdapat dua metode yang dapat
dipergunakan untuk memperkirakan nilai rekreasi sebuah kawasan konservasi: pendekatan biaya perjalanan (travel cost method) dan pendekatan nilai hipotetis. Namun, penilaian kawasan konservasi terutama yang dinilai terlalu rendah (underpriced) pada umumnya menggunakan metode biaya perjalanan. Pemilihan metode biaya perjalanan dikarenakan metode ini memiki kemungkinan bias yang lebih kecil dibandingkan dengan pendekatan nilai hipotetis yang potensi penyimpangannya besar karena sifat hipotetis pendekatan dimana perilaku pasar tidak sepenuhnya diamati (Dixon, 1994). Pendekatan biaya perjalanan juga dinilai lebih efektif untuk mengukur nilai ekonomi objek wisata yang memiliki jumlah pengunjung yang cukup besar (Kamiharja, 2001). Akan tetapi, metode biaya perjalanan juga memiliki beberapa kelemahan yaitu : 1. Atribut populasi yang tidak homogen (Tisdell,1991) 2. Tujuan kunjungan wisata yang tidak homogen (Tisdell,1991) 3. Kenyataan bahwa nilai ekonomi kawasan wisata tidak dapat ditentukan oleh jumlah kunjungan saja (Tisdell,1991) 4. Tidak dimasukkannya biaya waktu yang hilang untuk menempuh perjalanan ke lokasi wisata ke dalam model TCM (Turner et al,1994) 5. Multiple Visit Journey. Tujuan lokasi wisata yang lebih dari satu dalam satu hari (Turner et al,1994) 6. Non paying visitor Dihilangkannya
sampel pengunjung yang tidak
membayar. (Randall, 1994 dalam Wijayanti,2003)
37
38
namun, secara keseluruhan TCM bekerja baik dengan dasar karena model TCM secara konsisten mendukung sifat–sifat yang diimplikasikan dalam teori permintaan seperti efek harga sendiri yang negatif (Smith, 1994 dalam Wijayanti, 2003) Ada dua pendekatan metode biaya perjalanan yaitu Zonal Travel Cost Method (ZTCM) dan Individual Travel Cost Method (ITCM). ITCM lebih sering digunakan karena beberapa alasan yaitu 1), pengamatan jauh lebih kecil dibandingkan keseluruhan populasi zona; dan 2), kelompok individu seringkali terdispersi karena mereka mempunyai tujuan wisata yng berbeda, namun ITCM juga memiliki kelemahan yaitu bias pemilihan sampel (sample selection bias) dimana semakin sering seseorang berkunjung maka peluang untuk terpilih menjadi sampel juga semakin besar serta sensitifitas terhadap error dan pemilihan bentuk fungsi. Pendekatan biaya perjalanan memanfaatkan informasi tentang waktu dan pengeluaran moneter yang dilakukan oleh para pengunjung untuk mengadakan perjalanan ke dan dari objek wisata. Pendekatan ini memperkirakan kurva permintaan untuk pemakaian kawasan konservasi sebagai tempat wisata. Informasi ini kemudian digunakan untuk menghitung surplus konsumen yang dinikmati para pengunjung.
Dasar pendugaan pada model biaya perjalanan
dengan pendekatan suplus konsumen adalah bahwa konsumen akan memberikan reaksi yang sama terhadap kenaikan biaya masuk ke objek wisata eko. Dalam perhitungannya, pengunjung dari tempat yang jauh dengan biaya yang paling tinggi dianggap memiliki surplus konsumen yang paling rendah atau sama sekali tidak memiliki surplus, sebaliknya, pengunjung yang tinggal lebih dekat dengan
38
39
biaya perjalanan terendah akan memiliki surplus konsumen terbesar. Beberapa asumsi yang dipakai dalam pendekatan biaya perjalanan menurut Hufcshmidt et al (1987) adalah : 1. Semua pemakai memperoleh manfaat total yang sama yang besarnya sama dengan biaya perjalanan pemakai marjinal 2. Surplus konsumen pemakai marjinal adala h nol 3. Biaya perjalanan merupakan data ganti bagi harga Pendekatan biaya perjalanan mengukur biaya transportasi dari dan ke objek wisata serta pengeluaran lain selama di perjalanan dan di dalam objek wisata yang mencakup dokumentasi, kons umsi, parkir dan pengeluaran lainnya namun tidak mencakup tiket masuk. Model dasar yang dipakai pendekatan ini menggambarkan derajat kunjungan tiap 1000 penduduk sebagi fungsi faktor dari biaya perjalanan, waktu yang diperlukan untuk perjalanan, tempat pengganti dan penghasilan rata – rata. Hubungannya dapat disimpulkan sebagai berikut (Dixon, 1994):
Vio = ƒ ( Ci, Ti, Ai, Si, Yi) Dimana
Vio
= derajat kunjungan / 1000 orang tanpa pungutan masuk
Ci
= biaya perjalanan pulang pergi antara zona i dan objek wisata
Ti
= waktu total untuk perjalanan pergi pulang
Ai
= citarasa
Si
= tempat pengganti yang tersedia bagi masyarakat di zona i
Yi
= penghasilan rata – rata tiap orang di zona i
i
= zona sekitar objek wisata
39
40
2.10
Regresi Persamaan regresi dinyatakan sebagai persamaan matematika yang
memungkinkan kita meramalkan nilai – nilai suatu peubah tak bebas dari satu atau lebih peubah bebas (Walpole, 1982), sedangkan Ramanathan (1998) menyatakan bahwa model regresi linear adalah model yang menunjukan hubungan antara variabel dependent dengan satu atau lebih variabel independent. Istilah regresi sendiri berasal dari telaah yang dilakukan Sir Francis Galton (1822 – 1911) yang membandingkan tinggi badan anak laki- laki dengan tinggi badan ayahnya. Galton menemukan bahwa tinggi badan anak laki – laki dari ayah yang tinggi setelah beberapa generasi cenderung menurun (regressed) mendekati nilai tengah populasi. Sekarang istilah regresi diterapkan pada semua jenis peramalan dan tidak harus berimplikasi pada peramalan yang mendekati nilai tengah populasi. Regresi menunjukkan hubungan kausalitas (sebab akibat ) antara
2
macam variabel yaitu 1) variabel independent disebut juga variabel penjelas dan secara umum disimbolkan dengan X dan 2) variabel dependent yaitu variabel terikat yang nilainya dipengaruhi atau tergantung variabel dependent dan disimbolkan dengan Y. Regresi sendiri memiliki dua bentuk yaitu regresi sederhana dimana hanya terdapat satu buah variabel penjelas dan regresi berganda dimana terdapat lebih dari satu va riabel penjelas. Dalam analisis regresi asumsi-asumsi mendasar harus terpenuhi, yang apabila tidak dipenuhi akan berakibat pengujian yang dilakukan menjadi tidak efisien dan kesimpulan yang didapat berbias. Asumsi yang ada dalam analisis regresi adalah:
40
41
1. Galat menyebar saling bebas dan mengikuti sebaran normal dengan nilai tengah nol dan ragam s 2 e (tidak terjadi autokorelasi) 2. ragam galat homogen atau tidak terjadi masalah heteroskedastisitas 3. galat saling bebas, artinya galat pada waktu ke-t tidakmempunyai hubungan dengan galat pada waktu sebelumnya 4. tidak ada hubungan antar peubah x sehingga tidak terjadi adanya multikolinearitas (keadaan dimana antar peubah X saling berhubungan) 5.
galat bersifat bebas dengan peubah X Bentuk dasar dari persamaan regresi sederhana secara umum berbentuk
linear yang menunjukkan bahwa nilai atau parameter dari koefisien regresi ( a dan ß) berhubungan linear.
Yt = a + ßXt +µt Dimana Y adalah variabel dependent dan X variabel independent dengan t menunjukkan waktu pada time series data dan menunjukkan observasi pada cross section data. Sedangkan a dan ß adalah koefisien regresi dimana dalam model a dan ß adalah parameter yang akan diestimasi. Dalam hal ini a menyatakan intersep atau perpotongan dengan sumbu tegak dan ß adalah kemiringan atau gradiennya. Sedangkan pengertian a dan ß spesifik tergantung pada fungsinya. µ dinyatakan sebagai error yang bersifat random atau acak (galat acak) yang disebakan oleh empat efek yaitu oleh penghilangan variabel, non linearitas, kesalahan pengukuran dan efek yang tidak dapat diprediksi lainnya (Ramanathan, 1998).
41
42
2.11
Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian yang terdahulu
mengenai nilai ekonomi dari suatu kawasan
konservasi sudah sering dilakukan sejalan konsep valuasi ekonomi yang terus berkembang. Akan tetapi, penelitian yang meneliti nilai ekonomi wisata eko (ekoturisme) masih jarang dilakukan. Pada kajian ini, penelitian yang akan dikaji adalah penelitian yang membatasi diri terhadap nilai ekonomi wisata dari kawasan konservasi. Penelitian yang dilakukan pada umumnya mengambil lokasi di kawasan konservasi yang berupa taman publik (Dixon, et al, 1994), Kebun Raya (Wijayanti, 2003) serta taman nasional (Kamiharja, 2001 dan Prihatin, 2004). Konsep dasar dari semua penelitian yang dikaji adalah konsep kesediaan membayar atau willingness to pay dengan menggunakan 3 pendekatan yaitu pendekatan hipotetis, pendekatan biaya perjalanan dan pendekatan kontingensi. Penelitian Dixon (1994) mengkaji nilai moneter pemakaian jasa rekreasi dan keberadaan Taman Lumpinee,Bangkok, Thailand. Penelitian ini mengukur kesediaan membayar apabila pungutan masuk berubah dari nol sampai titik tertentu yang tujuannya untuk memperkirakan fungsi permintaan akan kunjungan ke Taman Lumpinee yang pada akhirnya akan mencerminkan nilai pemakaian dan keberadaan taman. Dari hasil penelitian diperoleh 3 ukuran nilai taman yaitu nilai surplus konsumen sebesar 13,2 juta Bath, nilai hipotetis pemakai taman 13,0 juta Bath dan nilai hipotetis sosial taman 116,6 juta Bath. Penelitian ini menyimpulkan dilihat dari besarnya 3 ukuran nilai taman, Taman Lumpinee merupakan sumber daya lingkungan yang berharga. Kelebihan dari penelitian ini adalah digunakannya 2 pendekatan sekaligus yaitu pendekatan biaya perjalanan dan
42
43
pendekatan penilaian hipotetis. Penggunaan dua pendekatan pada penelitian ini mampu memperlihatkan perbedaan nilai taman dilihat dari sisi surplus konsumen dan nilai hipotetis pemakai; selain itu, penggunaan pendekatan hipotetis juga menerangkan nilai sosial taman yang tidak dapat diukur melalui pendekatan biaya perjalanan. Adapun kelemahan penelitian ini adalah tidak teramatinya seluruh perilaku pasar karena daerah studi yang berupa zona mengasumsikan bahwa perilaku konsumen pada zona tertentu dianggap sama. Penelitian kedua, Kamiharja (2001) dilakukan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP), Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan rekreasi menuju TNGP. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode biaya perjalanan zonal atau Zonal Travel Cost Method. Dari hasil penelitian diketahui bahwa variabel yang mempengaruhi permintaan rekreasi menuju TNGP adalah variabel biaya perjalanan, tingkat pendidikan serta tingkat pendapatan per tahun. Kelebihan penelitian ini adalah diukurnya elastisitas variabel yang berpengaruh nyata pada taraf uji 5% terhadap permintaan rekreasi menuju TNGP sedangkan kelemahan penelitian ini adalah tidak teramatinya seluruh perilaku pasar karena pada ZTCM perilaku konsumen pada zona tertentu diasumsikan sama. Penelitian Wijayanti (2003) mengambil tempat di Kebun Raya Cibodas (KRC). Secara spesifik, penelitian ini bertujuan untuk menduga fungsi permintaan rekreasi di KRC dengan menggunakan analisis regresi Poisson dan menduga nilai manfaat rekreasi di KRC berdasarkan surplus konsumen dengan menggunakan pendekatan biaya perjalanan. Dari hasil analisis regresi Poisson, diperoleh 10 variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan rekreasi di KRC yaitu
43
44
variabel biaya perjalanan, pendapatan per tahun, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, jarak tempuh, daya tarik lokasi, waktu diskret, jumlah rombongan dan persepsi terhadap rekreasi serta lama mengetahui lokasi KRC. Adapun hasil analisis pendekatan biaya perjalanan memperlihatkan bahwa nilai surplus konsumen KRC adalah sebesar Rp. 12.995 dimana nilai tersebut masih dibawah tarif masuk KRC yang berlaku. Penelitian ini memiliki kelebihan karena mampu memperlihatkan nilai surplus konsumen bagi konsumen yang mampu mensubstitusikan waktu dengan pendapatan dibandingkan dengan konsumen yang tidak dapat mensubstitusikan waktu dengan pendapatan sedangkan kelemahan penelitian ini adalah terdapat kemungkinan bias ke atas dalam perhitungan surplus konsumen karena regresi Poisson yang tidak terpotong (untruncated poisson regression). Penelitian terakhir yang dikaji adalah penelitian Prihatin (2004) yang membahas pengelolaan ekowisata Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji manfaat dan dampak ekowisata TNGH secara ekonomi, menganalisis harga optimal tiket masuk TNGH serta menge stimasi faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan rekreasi di TNGH dengan mengunakan metode penilaian kontingensi atau Contingent Valuation Method (CVM). Berdasarkan hasil analisis CVM, diketahui bahwa nilai manfaat ekowisata TNGH adalah sebesar Rp. 3.849.050.000 per tahun dengan harga tiket optimal sebesar Rp. 15.000 dimanan nilainya lebih rendah dari harga tiket masuk yang berlaku sekarang; sedangkan faktor- faktor yang berpengaruh nyata pada frekuensi kunjungan ekowisata TNGH pada taraf uji 20% adalah jarak tempat tinggal,
44
45
kesediaan membayar, hari kunjungan dan jumlah rekreasi pengunjung dalam satu tahun terakhir. Kemampuan penelitian ini menunjukkan tingkat harga optimal menjadi kelebihan penelitian ini adapun kelemahan penelitian ini adalah tidak terdapatnya kajian manfaat dan dampak ekowisata di TNGH secara ekologi atau lingkungan menginga t bahwa ekowisata adalah wisata berwawasan lingkungan.
2.12
Kerangka Pemikiran Operasional Sebagai sebuah kawasan konservasi, fungsi dan manfaat Kebun Raya
Bogor yang terutama adalah fungsi penelitian yang meliputi areal konservasi ex situ dan riset yang meliputi riset taksonomi, identifikasi tumbuhan, inventarisasi dan evaluasi. Namun, fungsi Kebun Raya Bogor sebagai media pendidikan dan tempat pariwisata juga tidak kalah penting. Selama ini fungsi KRB yang dominan adalah fungsi wisata oleh karena itu fungsi KRB sebagai tempat penelitian dan pendidikan akan ditingkatkan. Salah satu caranya adalah dengan menggiatkan wisata ekologi atau ekoturisme di KRB, karena dengan ekoturisme fungsi pendidikan dan pariwisata di KRB dapat dilakukan sejalan terutama pendidikan lingkungan hidup dan wisata ekologi.
Dengan ekoturisme diharapkan fungsi
konservasi di Kebun Raya juga dapat ditingkatkan. Sesuai prinsip ekoturisme, suatu kegiatan ekoturisme harulah memberi manfaat bagi alam dan makhluk hidup yang berada di dalamnya. Bagi alam, manfaat tersebut berupa pelestarian sedangkan bagi manusia, manfaat dari kegiatan ekoturisme bisa berupa manfaat langsung yaitu rekreasi dan manfaat tidak langsung yaitu kesadaran akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup. Manfaat yang disebutkan di atas merupakan hasil dari kegiatan ekoturisme,
45
46
namun sebagai suatu daerah tujuan ekoturisme yang banyak memberikan manfaat bagi pemakainya, pencerminan nilai ekoturisme Kebun Raya Bogor tidak begitu terlihat. Ini tidak berarti bahwa Kebun Raya Bogor
sebagai sumber daya
lingkungan tidak mempunyai nilai, oleh karena itu penelitian ini akan mengkaji nilai moneter manfaat yang diterima para eco traveller di Kebun Raya Bogor. Pengetahuan akan nilai ekonomi ekoturisme yang bersifat objektif dan kuantitatif akan membantu LIPI sebagai pengelola menformulasikan kebijakan pengembangan Kebun Raya Bogor di masa depan. Pengetahuan ini juga akan memperlihatkan kontribusi Kebun Raya Bogor terhadap ekonomi daerah kota Bogor. Pengetahuan yang baik akan fungsi ekologis Kebun Raya Bogor juga sangat membantu Kebun Raya Bogor dalam melaksanakan kegiatan konservasi karena dengan adanya pengetahuan akan fungsi ekologis KRB maka masyarakat akan memberikan dukungan baik berupa apresiasi atau perilaku yang mendukung upaya konservasi yang pada akhirnya diharapkan akan mampu membentuk perilaku ramah lingkungan sesuai tujuan konservasi. Pentingnya pengetahua n nilai ekonomi ekoturisme Kebun Raya Bogor dapat dilihat pada gambar berikut :
46
47
Pengetahuan Akan Fungsi Ekologis Kebun Raya Bogor*
Masyarakat
Apresiasi dan Sikap Positif
Pengetahuan Nilai Ekonomi Ekoturisme *
Kebun Raya Bogor
Pengambil Kebijakan dan Instansi Terkait
Dukungan
Konservasi Berhasil
LIPI sebagai pengelola Konservasi
Keterangan : * menunjukkan topik yang akan dianalisis
Gambar 6. Skema Pentingnya Nilai Ekologi dan Nilai Ekonomi Ekoturisme Kebun Raya Bogor (Diadaptasi dari Setiawan, 2002)
Gambar 6 memperlihatkan bahwa pengetahuan mengenai nilai ekonomi ekoturisme Kebun Raya Bogor merupakan hal yang penting baik bagi pengelola, masyarakat maupun instansi terkait. Bagi para pengambil keputusan, pengetahuan tersebut dapat dijadikan dasar dalam memberikan dukungan politis terhadap kegiatan ekoturisme yang mempunyai tujuan pelestarian dan konservasi alam; sedangkan bagi masyarakat, pengetahuan nilai ekonomi ekoturisme KRB diharapkan dapat meningkatkan persepsi dan sikap positif masyarakat terhadap ekoturisme yang pada akhirnya akan mendukung upaya konservasi yang dilakukan KRB.
47
48
Atas dasar bahwa pengetahuan akan nilai ekonomi ekoturisme Kebun Raya Bogor sangatlah penting, maka studi kasus tentang nilai ekonomi ekoturisme dilakukan di KRB. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode kesediaan membayar dengan pendekatan biaya perjalanan. Pendekatan yang dipilih digunakan untuk menentukan fungsi permintaan konsumen akan jasa yang diberikan ekoturisme, sehingga dapat kesediaan
membayar
konsumen
dan
menguraikan
menjelaskan
faktor–faktor
yang
mempengaruhi kunjungan ekoturisme ke KRB sehingga dengan demikian dapat dengan jelas memberikan pengetahuan tentang nilai ekonomi wisata eko yang bersifat objektif dan kuantitatif,
sedangkan analisis mengenai nilai ekologis
Kebun Raya Bogor bagi masyarakat dianalisis menggunakan pendekatan kualitatif. Untuk jelasnya skema kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada halaman berikut:
48
49
Nilai Penggunaan Kebun Raya Bogor
Nilai Penggunaan Langsung
Nilai Penggunaan Tak Langsung
(Direct Use Value)
(Indirect Use Value)
Nilai Ekonomi Ekoturisme KRB dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Ekoturisme ke KRB
Nilai Ekologis Kebun Raya Bogor
Metode Biaya Perjalanan
Evaluasi Sistem Fungsi
Analisis Regresi Log Linear
Analisis Statistika Deskriptif
Implikasi Terhadap Upaya konservasi
LIPI sebagai pengelola Value
Pengambil Kebijakan dan Instansi Terkait
Masyarakat Kota Bogor
Gambar 7. Alur Kerangka Pemikiran
49
50
III.
3.1
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Raya Bogor, Kota Bogor. Secara
administratif, lokasi penelitian terletak di wilayah Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Penentuan tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan karena Kebun Raya Bogor merupakan museum botani yang paling lengkap menyimpan koleksi tanaman tropis dan juga dikarenakan Kebun Raya Bogor memberikan fungsi edukatif sekaligus rekreatif. Bagi kota Bogor, kebun raya merupakan sebuah bagian penting, karena selain memberikan lapangan pekerjaan dan menambah pemasukan pendapatan daerah melalui jasa rekreasi, Kebun Raya Bogor juga banyak memberikan manfaat ekologis yang tidak ternilai. Waktu penelitian dilakukan selama bulan November-Desember 2004
3.2
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner sebagai panduan. Data primer yang diambil adalah data mengenai karakteristik responden, pengetahuan responden akan nilai ekologis Kebun Raya Bogor dan kesediaan membayar. Data sekunder diperoleh dari buku, majalah, jurnal, laporan penelitian terdahulu dan situs internet.
50
51
3.3.
Metode Penarikan Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang pengunjung yang dipilih
secara acak. Pengunjung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mereka yang menggunakan Kebun Raya Bogor untuk berekoturisme. Pemilihan secara acak berarti bahwa setiap pengunjung KRB yang memenuhi kriteria memiliki peluang yang sama besar untuk menjadi sampel penelitian. Adapun kriteria pengunjung yang dipilih adalah wisatawan domestik yang datang ke Kebun Raya Bogor selama waktu penelitian, telah berusia 17 tahun, sehat mental serta mampu berkomunikasi dengan baik. Bagi pengunjung yang datang secara berkelompok hanya dipilih satu orang karena pada umumnya pengunjung yang datang secara berkelompok memiliki karakteristik yang hampir sama.
3.4
Pengolahan dan Analisis Data Pengolaha n dan analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini
dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif.
Secara kualitatif, analisis data
dilakukan dengan cara mendeskripsikan dan menginterpretasikan data yang diperoleh. Secara kuantitatif, penelitian ini menggunakan metode biaya perjalanan (travel cost method) untuk mengukur kesediaan membayar yang akan digunakan untuk mengukur nilai manfaat ekonomi ekoturisme serta menggunakan model regresi untuk
menduga faktor–faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan
ekoturisme ke Kebun Raya Bogor.
51
52
3.4.1
Analisis Nilai Ekonomi Ekoturisme Kebun Raya Bogor Nilai ekonomi ekoturisme Kebun Raya Bogor didekati melalui pendekatan
langsung dangan tekhnik survey dengan konsep dasar kesediaan membayar atau Willingness To Pay (WTP). Pemilihan konsep tersebut dikarenakan kualitas lingkungan KRB sebagai input ekoturisme diperlakukan sebagai barang konsumsi. Adapun metode yang digunakan adalah metode biaya perjalanan atau Individual Travel Cost Method (ITCM). Fungsi model yang digunakan dalam penelitian adalah fungsi log linear dengan tujuan untuk menghindari permintaan negatif dan diabaikannya non paying visitor. Model dasarnya
dapat dilihat
sebagai berikut :
Log Vio = ƒ ( C i, Ti, Ai, Si, Yi) Dimana
V
= frekuensi kunjungan
Ci
= biaya perjalanan pulang pergi antara zona i dan objek wisata
Ti
= waktu total untuk perjalanan pergi pulang
Ai
= citarasa
Si
= tempat pengganti yang tersedia bagi masyarakat di zona i
Yi
= penghasilan rata – rata tiap orang di zona i
Dalam penelitian ini, untuk menduga faktor–faktor yang mempengaruhi kunjungan ekoturisme ke Kebun Raya Bogor digunakan 16 variabel. Variabel yang digunakan adalah variabel yang dianggap berpengaruh terhadap jumlah kunjungan Kebun Raya Bogor yaitu biaya perjalanan ke KRB dan tempat alternatif, waktu dan jarak tempuh ke KRB dan tempat alternatif, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, jenis kelamin, umur, status pernikahan, jenis
52
53
pekerjaan, hari kunjungan, daya tarik KRB serta selera dan frekuensi rekreasi. Variabel yang diduga mempengaruhi jumlah kunjungan ke Kebun Raya Bogor diperoleh dari penelitian terdahulu dan teori ekonomi. Hubungan antara variabel–variabel bebas dapat diperlihatkan dalam model persamaan regresi log linear sebagai berikut :
ln Y = bo + b1 Age + b2Sex + b3Marital + b4Edu + b5Job + b6 Inc + b7Freq + b8 Atttrac + b9Day + b10Dk + b11 Tk + b12Ck + b13Da + b14 Ta + b15Ca + µ
Dimana definisi per variabel dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Y
= Frekuensi kunjungan ekoturisme ke Kebun Raya Bogor yang
didekati melalui jumlah karcis yang terjual. 2. Age
= Umur responden (tahun)
3. Sex
= Jenis Kelamim dimana nilai dummy-nya = 1 untuk perempuan
4. Marital = Status pernikahan dimana nilai dummy-nya = 1 untuk menikah 5. Edu
= Tingkat pend idikan akhir
6. Job
= Jenis pekerjaan responden dimana nilai dummy-nya = 1 untuk
pekerjaan yang memiliki fleksibilitas waktu luang 7. Inc
= Tingkat pendapatan responden per bulan (Rp)
8. Frek
= Jumlah rekreasi yang dilakukan responden dalan 1 tahun
9. Attrac = Daya tarik KRB bagi responden dimana nilai dummy-nya = 1 apabila responden melakukan kunjungan ke KRB >2 kali dalam setahun 10. Day
= Hari kunjungan dimana nilai dummy-nya = 1 untuk hari libur
53
54
11. Dk
= Jarak tempuh menuju KRB (km)
12. Tk
= Waktu tempuh menuju KRB (menit )
13. Ck
= Biaya perjalanan selama melakukan kunjungan ekturisme ke
KRB (Rp) 14. Da
= Jarak tempuh menuju objek wisata eko alternatif (km)
15. Ta
= Waktu tempuh menuju objek wisata eko alternatif (menit
16. Ca
= Biaya perjalanan selama melakukan kunjungan ekturisme objek
wisata eko alternatif (Rp) 17. µ
= Error term
Estimasi
model,
pengecekan
asumsi
serta
pengecekan
keberadaan
penyimpangan dilakukakan dengan menggunakan software komputer SPSS 12.0. Uji parameter secara individual menggunakan uji t dan pengujian parameter secara serentak menggunakan uji f dengan taraf nyata a = 5%. Pengujian parameter secara individual menggunakan uji t sebagai berikut : Ho
= ß=0
H1
= ß?0
Dengan statistik tes untuk t hitungnya (tc) adalah = ( ß – ßHo )/ S ß dimana
Sß
adalah standar error dari slope dengan kriteria uji : tolak Ho apabila I tcI > t* n – k (a/2) yang artinya terdapat hubungan nyata atau signifikan antara variabel dependent dan independent. Sedangkan pengujian parameter secara bersamaan menggunakan uji F sebagai berikut HO
= ßm+1 = ßm+2 =..........=ßk
H1
= setidaknya salah satu dari ß ? 0
54
55
Dengan statistik tes untuk F hitungnya (Fc) adalah = (SSR /k) / (SSE / n-k-1) dimana SSR adalah jumlah kuadrat regresi, SSE adalah jumlah kuadrat error, k banyaknya koefisien regresi dan n adalah banyaknya observasi. Kriteria uji : tolak HO apabila Fc> F*k-m,n-k (a) Kebagusan model atau goodness fit diukur dengan menggunakan koefisien determinasi (R2 ) koefisen determinasi menunjukkan berapa persen model dapat menggmbarkan keadaan yang sesungguhnya. R2 dinyatakan sebagai berikut : R2
= 1- (SSE / TSS) = 1- (? µt 2 ) ? (Y-y)2
Persamaan yang digunakan dalam penelitian adalah persamaan regresi berganda, maka digunakan adjusment R2 sebagai berikut : R2
= 1 – [(n-1) / (n- k) ] (1- R2 )
3.4.2
Analisis Nilai Ekologis Kebun Raya Bogor Nilai suatu kawasan konservasi berkaitan dengan fungsi dari kawasan
tersebut ( de Groot, 1992). Oleh karena itu, analisis nilai ekologis KRB diukur dengan menggunakan pertanyaan terbuka yang menanyakan fungsi ekologis KRB bagi kota Bogor dilihat dari sisi responden pengunj ung yang bersangkutan. Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif statistik. Dari sebaran data yang didapat dari jawaban tersebut dapat dilihat pemahaman para pengunjung mengenai kontribusi KRB secara ekologis terhadap kota Bogor. Berdasarkan pendekatan penilaian ekonomi total atau total economic valuation (TEV), fungsi ekologis memiliki nilai penggunaan tidak langsung.
55
56
Secara teori, fungsi ekologis KRB adalah sebagai berikut : 1. Mengatur komposisi kimia di atmosfer (regulation of the
chemical
composition of the atmosphere) 2. Mengatur iklim mikro (micro climate regulation) 3. Melindungi daerah aliran sungai (watershed protection) 4. Menangkap air (water cathcmen) 5. Mencegah erosi dan mengontrol sedimen (erosion prevention and sediment control) 6. Pemeliharaan tanaman dan satwa (Nursery function) 7. Pemeliharaan
keanekaragaman
hayati
(Maintenance
of
biological
diversity)
56
57
IV.
KARAKTERISTIK RESPONDEN PENGUNJUNG KEBUN RAYA BOGOR
Karakteristik responden pengunjung Kebun Raya Bogor didapatkan dari wawancara mendalam yang dipandu oleh kuesioner. Wawancara tersebut mendapatkan 100 pengunjung Kebun Raya Bogor sebagai responden. Dalam penelitian, hanya 91 responden yang dijadikan sampel, dikarenakan 9 responden tidak valid untuk dijadikan sampel. Ketidakvalidan tersebut dikarenakan tidak terpenuhinya syarat untuk menjadi sampel penelitian karena umur responden yang belum genap 17 tahun, pengisian kuesioner yang tidak benar dan pengisian kuesioner yang tidak lengkap. Responden pengunjung KRB pada umumnya berasal dari kota Bogor. Karakteristik responden yang diamati dapat dikatakan bervariasi karena responden berasal dari tingkatan sosial dan ekonomi yang berbeda.
Hampir
keseluruhan responden memiliki preferensi wisata yang berbasis wisata alam dengan frekuensi rekreasi dari 1 hingga 12 kali. Adapun dengan konsep pariwisata eko, hanya sedikt responden yang mengetahuinya. Pemahaman responden akan fungsi ekologis KRB sudah cukup baik terutama mengenai fungs i KRB sebagai paru-paru kota. Data mengenai karakteristik pengunjung Kebun Raya Bogor dan karakteristik kunjungannya disajikan dalam bentuk
grafik dan tabel dimana
pembagian kelas dilakukan dengan menggunakan software SPSS 12. Adapun penjelasan mengenai karakteristik tersebut dijabarkan secara deskriptif.
57
58
4. 1
Daerah Asal Pada kenyataannya, KRB dikunjungi oleh wisatawan dari seluruh
Indonesia dan bahkan dari mancanegara, namun penelitian ini membatasi diri pada wisatawan domestik saja. Responden yang diperoleh berasal dari daerah propinsi Jawa Barat dan Banten serta propinsi DKI Jakarta. Sebaran daerah asal responden pengunjung berkisar antara daerah Bogor dan sekitarnya seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi, Banten, Sukabumi dan Bandung. Dapat dilihat pada Tabel 2, lebih dari setengah (62,64%) responden berasal dari kota Bogor, hal tersebut dapat dipahami mengingat lokasi KRB yang terletak di tengah kota Bogor. Responden terbanyak ke dua (24,17%) berasal dari Jakarta, hal tersebut mungkin dikarenakan waktu tempuh antara kota Jakarta dan Bogor yang relatif singkat, sedangkan sisanya seperti terlihat pada Tabel 2 terbagi hampir sama besar untuk daerah asal lainnya.
Tabel 2. Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Daerah Asal Daerah Asal Responden
Frekuensi
Persentase (%)
Bogor
57
62.64
Jakarta
22
24,17
Tangerang
4
4,39
Bekasi
3
3,30
Depok
2
2,20
Sukabumi
2
2,20
Banten
1
1,10
58
59
4.2
Karakteristik Sosial Ekonomi Responden Karakteristik sosial responden yang diamati mencakup umur dan jenis
kelamin sedangkan karakter ekonomi mencakup tingkat pendapatan per bulan serta tingkat pendidikan akhir dan jenis pekerjaan utama karena ke-2 aspek tersebut mempengaruhi status ekonomi responden. Usia responden berkisar antara 17 tahun hingga 73 tahun denga n tingkat pendidikan dari tingkat pendidikan dasar (SD) hingga pascasarjana (S2). Jenis pekerjaan responden bervariasi dari pelajar dan mahasiswa; pegawai negeri sipil atau anggota TNI/POLRI dan pegawai swasta atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) dengan jabatan setingkat staf (menengah) dan setingkat
manajer atau
kepala bagian; buruh; ibu rumah tangga; pengusaha dan profesional serta pensiunan dan mereka yang sedang mencari pekerjaan. Sejalan dengan variasi jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan akhir, tingkat pendapatan perbulan responden juga bervariasi dari Rp. 250.000 per bulan hingga Rp. 40.000.000 per bulan.
4.2.1
Jenis Kelamin Dari 91 orang responden, 58 orang berjenis kelamin perempuan dan
sisanya, 33 orang berjenis kelamin laki – laki, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hampir 64 % (63,37%) responden pengunjung KRB berjenis kelamin perempuan. Dari grafik 1 dapat diperlihatkan bahwa jumlah pengunjung perempuan hampir dua kali lipat lebih banyak dari pada pengunjung pria.
59
60
80 58
60 33
40
Pria Perempuan
20 0
Gambar 8. Grafik Perbandingan Jumlah Responden Pengunjung Kebun Raya Bogor Menurut Jenis Kelamin Ada dua hal yang dapat menjelaskan besarnya jumlah responden pengunjung wanita, yaitu: 1.
Komposisi penduduk di Indonesia. Mengingat komposisi jumlah penduduk perempuan di Indonesia yang lebih banyak dari pada jumlah pendudud uk pria (BPS, 2004), maka angka perbandingan pengunjung di atas adalah hal yang wajar karena KRB adalah objek ekowista yang tidak bersifat eklusif untuk satu jenis kelamin.
2.
Kebun Raya Bogor sebagai objek wisata yang menarik untuk anak-anak Dari survey diketahui, bahwa kebanyakan responden perempuan yang telah memiliki anak membawa serta anaknya walupun sang suami tidak menyertai, hal tersebut tidak terlihat pada responden pria, tidak ditemukan responden pria yang membawa serta anaknya ke KRB untuk berekreasi kecuali apabila mereka didampingi istri mereka. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan apabila kita melihatnya dari fungsi domestik perempuan. Pada umumnya, perempuan sebagai ibu merupakan figur yang lebih banyak menghabiskan waktunya bersama anak–anak termasuk ketika berekreasi. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa karakteristik ekowisata di KRB yang
60
61
sesuai untuk anak – anak turut mendorong besarnya jumlah pengunjung perempuan.
4.2.2
Umur Hampir setengah dari jumlah responden pengunjung KRB berada pada
kelompok usia 17 hingga 23 tahun atau pada usia remaja yang beranjak dewasa. Responden yang paling sedikit berdasarkan kisaran usia adalah para pengunjung yang berusia 51 tahun keatas yang persentasenya hanya sebesar 5,5 %, sedangkan sisanya terbagi hampir rata untuk 4 kelompok usia lainnya. Perbandingan yang lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Umur Umur ( Tahun)
Frekuensi
Persentase (%)
17-23
46
50,5
24-30
13
14,3
31-37
10
11,0
38-44
7
7,7
45-51
10
11,0
> 51
5
5,5
Besarnya jumlah responden pengunjung yang berada pada kelompok umur 17–23 tahun dapar dijelaskan sebagai berikut:
61
62
1.
Kelompok umur 17–23 tahun pada umumnya bukanlah kelompok umur bekerja. Enam puluh dua persen responden yang berada pada kelompok umur 17– 23 tahun adalah mahasiswa atau pelajar. Selain itu, kelompok umur 17– 23 tahun juga merupakan kelompok umur yang berada pada status mencari pekerjaan karena mereka baru saja menyelesaikan pendidikan SMU, diploma atau S1. Sebagai responden yang belum
memiliki
pekerjaan
tetap, mereka memiliki waktu luang yang lebih banyak untuk melakukan kegiatan rekreasi. Di satu sisi, kelompok umur yang berusia 23 tahun ke atas adalah kelompok umur yang dimiliki mereka yang sudah bekerja sehingga waktu luang mereka untuk melakukan rekreasi lebih terbatas. 2.
Kelompok umur 17–23 tahun pada umumnya belum menikah Kelompok umur 17–23 tahun juga dimiliki oleh mereka yang belum menikah sehingga pengaturan waktu mereka lebih fleksibel dibandingkan kelompok umur diatas 23 tahun yang pada umumnya sudah menikah dan sudah memiliki tanggungan.
4.2.3
Tingkat Pendidikan Akhir Tingkat pendidikan responden pengunjung KRB bervariasi dari tingkat
dasar (SD) hingga tingkat pasca sarjana (S2) karena KRB adalah objek ekowisata yang bersifat non exclusive, namun pemusatan data terjadi pada responden dengan tingkat pendidikan akhir menengah atas (SMU) sebesar 44 % yang kemudian diikuti oleh responden yang memiliki tingkat pendidikan akhir strata 1 (S1) sebesar 25%. Data yang paling jarang muncul adalah untuk responden dengan
62
63
tingkat pendidikan akhir dasar (SD) sebesar 2% diikuti dengan responden yang memiliki tingkat pendidikan akhir pascasarjana (S2) sebesar 3%. Data tersebut memperlihatkan bahwa pengunjung KRB pada umumnya adalah mereka yang berpendidikan, minimal mereka telah menyelesaikan wajib belajar 9 tahun. Sebaran lengkap responden pengunjung KRB berdasarkan tingkat pendidikan akhir dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.
Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Tingkat Pendidikan Akhir
Tingkat Pendidikan Akhir
Frekuensi
Persentase (%)
SD
2
2,2
SMP
11
12,1
SMU
39
42,8
Akademi/Diploma
13
14,3
Strata 1 (S1)
23
25,3
Pascasarjana (S2)
3
3,3
Sebagian besar responden adalah mereka yang berada pada kelompok umur 17 – 23 tahun dimana pada umumnya mereka telah menyelesaikan pendidikan akhir tingkat menegah atas (SMU).
4.2.4
Jenis Pekerjaan Utama Jenis pekerjaan responden mempengaruhi tingkat kunjungan ke KRB,
responden dengan pekerjaan yang memiliki fleksibilitas waktu memiliki kecenderungan untuk lebih sering melakukan kunjungan ke KRB. Pada Tabel 5
63
64
diketahui responden yang berstatus mahasiswa dan pelajar menempati urutan pertama dengan persentase sebesar 36,3% diikuti kemudian dengan responden berstatus pegawai dengan persentase sebesar 25,3%. Jenis pekerjaan respoden yang menempati urutan terkecil adalah pensiunan dan buruh dengan persentase hanya sekitar 3,3%.
Tabel 5. Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Jenis Pekerjaan Utama Pekerjaan Utama
Frekuensi
Persentase (%)
Pelajar/Mahasiswa
33
36,3
Pegawai
23
25,3
Profesional
9
9,9
Ibu Rumah Tangga
8
8,8
Pencari Pekerjaan
7
7,7
Pengusaha
5
5,5
Pensiunan
3
3,3
Buruh
3
3,3
Uraian sebelumnya menenyebutkan bahwa pekerjaan utama sebagian besar responden pengunjung Kebun Raya Bogor adalah mahasiswa dan pelajar. Ada beberapa hal yang mempengaruhi besarnya jumlah responden yang berstatus mahasiswa/pelajar: 1.
Keberadaan banyak perguruan tinggi di kota Bogor dan daerah sekitar kota Bogor
64
65
2.
Fleksibilitas penggunaan waktu luang yang lebih besar dikarenakan mahasiswa dan pelajar pada umumnya belum memiliki pekerjaan tetap dan belum menikah
3.
Mengingat pendapatan mereka yang kecil dan masih berasal dari orang tua, harga tiket KRB yang murah mendorong preferensi mereka terhadap KRB sebagai tempat tujuan ekowisata
4.2.5
Tingkat Pendapatan per Bulan Jumlah responden pengunjung KRB yang sudah memiliki penghasilan
sendiri yang bersifat tetap dan berasal dari pekerjaan utama sebesar 51 orang sedangkan sisanya 40 orang belum memiliki pendapatan sendiri dari pekerjaan utama. Kelompok yang belum memiliki pendapatan termasuk pelajar dan mahasiswa serta mereka yang sedang mencari pekerjaan. Sebaran responden pengunjung KRB berdasarkan pendapatan per bulan dapat dilihat secara lengkap pada tabel berikut:
Tabel 6. Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Tingkat Pendapatan per Bulan Pendapatan per Bulan (Rp) < 500.000
Frekuensi
Persentase (%)
36
39,56
Persentase Kumulatif (%) 39,56
500.000 – 1.000.000
32
35,16
74,72
1.000.001 – 2.000.000
5
5,49
80,21
2.000.001 – 4.000.000
10
11,0
91,21
> 4.000.000
8
8,79
100
65
66
Berdasarkan tabel, tingkat pendapatan per bulan responden pengunjung KRB bervariasi dari Rp. 250.000 per bulan hingga Rp. 40.000.000 per bulan. Tujuh puluh empat persen responden memiliki pendapatan yang berkisar antara kurang dari Rp. 500.000 hingga Rp. 1.000.000 sehingga dapat dinyatakan bahwa pendapatan perbulan yang umumnya dimiliki responden berkisar antara kurang dari Rp. 500.000 hingga Rp. 1.000.000. Hal tersebut dapat dijelaskan mengingat: 1.
Rata – rata tingkat pendapatan per bulan penduduk Indonesia yang masih kecil
2.
Empat puluh persen (44%) responden belum memiliki pendapatan sendiri karena status mereka sebagai mahasiswa, pelajar dan pencari pekerjaan sehingga pendapatan per bulan mereka yang berupa uang saku pada umumnya bernominal kecil
3.
Pengunjung KRB yang terbesar ke dua adalah pegawai menengah atau staf yang pada umumnya memiliki tingkat pendapatan berkisar antara = Rp. 500.000 sampai dengan Rp. 2.000.000
4.3.
Preferensi dan Frekuensi Rekreasi 85 orang responden menyatakan bahwa preferensi rekreasi mereka
mengarah kepada objek wisata alam dan 2 orang responden menyatakan bahwa kawasan suaka margasatwa atau kebun binatanglah yang menjadi pilihan mereka sedangkan 4 orang responden menyatakan bahwa preferensi rekreasi mereka mengarah pada taman bermain seperti Dunia Fantasi. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa hampir 100% responden atau tepatnya 98% responden menyatakan bahwa preferensi rekreasi mereka mengarah kepada objek wisata eko.
66
67
Adapun dengan frekuensi rekreasi, pada umumnya dalam setahun responden minimal sebanyak satu kali melakukan kegiatan rekreasi dan maksimal sebanyak 12 kali. Sebaran lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7. Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Frekuensi Rekreasi per Tahun Frekue nsi Rekreasi per Tahun
Frekuensi
Persentase (%)
1
14
15,4
3
12
13,2
3
12
13,2
4
11
12,1
5
10
11,0
>5
32
35,2
4.4
Pengetahua n Mengenai Ekoturisme Ekoturisme adalah sebuah konsep yang belum terlalu dikenal oleh para
responden. Sebagaian besar responden atau tepatnya sebanyak 61,5% menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui mengenai ekoturisme. Responden yang menyatakan bahwa mereka mengetahui tentang konsep ekoturisme tidak semuanya dapat mendefinisikan ekoturisme dengan benar. Secara keseluruhan, hanya 19 responden dari 91 responden yang mengetahui dan dapat mendefenisikan dengan tepat mengenai ekoturisme. Untuk jelasnya, dapat dilihat pada tabel berikut:
67
68
Tabel 8. Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Pengetahuan Mengenai Ekoturisme Kategori
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak mengetahui
56
61,5
Mengetahui tetapi tidak dapat mendefenisikan
16
17,6
Mengetahui dan dapat mendefenisikan
19
20,9
4.5
Karakteristik Kunjungan Responden Karakteristik kunjungan responden ke KRB diamati dari beberapa hal
yaitu: tujuan kunjungan; frekuensi kunjungan ke KRB per tahun; waktu kunjungan, jarak dan waktu tempuh dari titik keberangkatan menuj u KRB serta biaya perjalanan yang dikeluarkan selama melakukan kunjungan ke KRB yang mencakup biaya transportasi pulang pergi, biaya akomodasi, konsumsi, dokumentasi dan biaya tak terduga lainnya tetapi tidak termasuk harga tiket. Tidak hanya itu, karakteristik kunjungan ini juga menganalisis objek wisata eko alternatif pilihan responden dilengkapi dengan waktu dan jarak tempuh serta biaya perjalanan yang harus dikeluarkan apabila responden memilih berekoturisme ke objek wisata eko alternatif tersebut. Ana lisis karakteristik kunjungan ke objek wisata eko alternatif dilakukan sebagai perbandingan dengan karakteristik kunjungan ke KRB. Frekuensi kunjungan responden ke KRB bervariasi dari 1 hingga 12 kali per tahun dengan waktu kunjungan pada umumnya dilakukan pada hari kerja. Objek wisata eko alternatif pilihan responden sangat bervariasi namun umumnya terletak di kawasan puncak. Jarak yang ditempuh menuju KRB berkisar antara 1 km – 60 km dengan waktu tempuh antara kurang dari ½ jam hingga 2½ jam
68
69
sedangkan biaya perjalanannya berkisar antara < Rp. 10.000 – Rp. 30.000. Pada kunjungan menuju objek wisata eko alternatif, biaya perjalanan serta jarak dan waktu yang diperlukan responden untuk pada umumnya lebih besar nilainya dibandingkan apabila mereka melakukan kunjungan ke KRB. Berdasarkan sifat kunjungan, ada kunjungan responden ke KRB yang bersifat rutin seperti untuk berolahraga, ataupun rekreasi rutin biasa namum pada umumnya kunjungan responden bersifat tidak rutin.
4.5.1
Tujuan Kunjungan Tujuan kunjungan responden pengunjung KRB yang diambil menjadi
sampel penelitian haruslah selaras dengan tujuan ekowisata yaitu untuk mempelajari dan meneliti atau mengagumi dan menikmati keindahan alam KRB termasuk tumbuhan dan hewan liar yang terdapat di dalamnya. Secara umum, tujuan kunjungan responden ke KRB dapat dibagi menjadi 3, yaitu: 1.
Mengagumi dan menikmati keindahan alam Kebun Raya Bogor Tujuh puluh persen (70%) responden menyatakan bahwa dari awal tujuan kedatangan mereka adalah untuk mengagumi dan menikmati keindahan alam.
2.
Mempelajari dan meneliti tumbuhan dan hewan liar yang terdapat di Kebun Raya Bogor Enam belas persen (16%) responden menyatakan tujuan mereka adalah untuk mempelajari dan meneliti tumbuhan dan hewan liar yang terdapat di Kebun Ra ya Bogor baik untuk kepentingan pendidikan ataupun pekerjaan. Responden yang termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang
69
70
berprofesi sebagai mahasiswa dan mereka yang lapangan pekerjaannya dekat dengan lingkungan atau pertanian. 3.
Tujuan khusus Responden yang tersisa (14%) rmenyatakan tujuan kedatangan mereka ke KRB
adalah
untuk
tujuan
khusus
seperti
olahraga,
mengantar
teman/keluarga dan pertemuan kelompok seperti up grading dan halal bihalal. Namun, para responden tersebut menyatakan bahwa pada akhirnya mereka pun turut menimati keindahan alam Kebun Raya Bogor atau dengan kata lain mereka juga berekowisata.
4.5.2
Frekuensi Kunjungan Selama tahun 2004, semua responden minimal 1 kali melakukan
kunjungan ke KRB dimana beberapa kunjungan merupakan kunj ungan pertama responden. Sebaran frekuensinya berkisar antara 1 sampai dengan 12 kali seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 9.
Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Frekuensi Kunjungan Ke Kebun Raya Bogor Pada Tahun 2004
Frekue nsi Rekreasi per Ta hun
Frekuensi
Persentase (%)
1
41
45,1
2
16
17,6
3
9
9,9
4
7
7,7
5
3
3,3
>5
5
16,5
70
71
4.5.3
Waktu Kunjungan Waktu kunjungan responden terbagi dua yaitu pada waktu hari libur atau
pada waktu hari kerja. Adapun hari libur yang dimaksud disini adalah hari sabtu dan minggu serta hari libur nasional. Kebun Raya Bogor dipenuhi banyak pengunjung pada waktu hari libur sehingga pada penelitian ini pun, responden pada umumnya berkunjung ke KRB pada waktu hari libur. Bagi responden yang belum berkeluarga mereka lebih memilih hari sabtu tetapi bagi responden yang sudah berkeluarga dan sudah memiliki anak mereka memilih hari minggu dengan pertimbangan bahwa hari minggu adalah hari dimana pada umumnya sekolah dan kantor libur. Responden yang berkunjung pada hari kerja memilih waktu tersebut dengan alasan mereka lebih menyukai suasana KRB yang tidak terlalu ramai. Karakteristik responden yang memilih hari kunjungan pada hari kerja pada umumnya mereka yang memiliki jenis pekerjaan dengan penggunaan waktu yang fleksibel seperti ibu rumah tangga, mahasiswa, wiraswasta, profesional, pensiunan dan mereka yang belum memiliki pekerjaan. Adapun perbandingan jumlah kunjungan responden berdasarkan hari kunjungan dapat dilihat pada grafik berikut :
60 40
Hari Kerja Hari Libur
20 0
Gambar 9.
Grafik Perbandingan Pilihan Hari Kunjungan Responden ke KRB
71
72
4.5.4
Objek Wisata Eko Alternatif Objek wisata eko alternatif pilihan responden pada umumnya berlokasi
dekat dengan tempat tinggal mereka atau objek wisata eko yang menjadi favorit selain KRB. Lokasi objek wisata eko alternatif pilihan responden terletak di daerah Puncak, Cianjur, Banten, Sukabumi, Jakarta dan Bandung. Kawasan yang menjadi tempat wisata eko favorit responden adalah kawasan Puncak-Cianjur, karena 75% responden menyatakan bahwa objek wisata eko alternatif mereka adalah Puncak, Kebun Raya Cibodas dan Taman Safari. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai objek wisata eko elternatif pilihan responden, dapat dilihat pada tabel dibawah:
Tabel 10. Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Objek Wisata Eko Alternatif Objek Wisata Eko Alternatif Puncak
Frekuensi
Persentase (%)
37
40,6
Persentase Kumulatif (%) 40,6
Kebun Raya Cibodas
18
19,8
60,4
Taman Safari
13
14,3
74,7
Pantai Ancol
5
5,5
80,2
Pantai Anyer
4
4,4
84,6
Tangkuban Perahu
3
3,3
87,9
Lembang
3
3,3
91,2
Pantai Pelabuhan Ratu
3
3,3
94,5
Kebun Binatang Ragunan
3
3,3
97,8
Objek wisata lainnya
2
2,2
100
72
73
4.5.5
Jarak dan Waktu Tempuh Menuju Kebun Raya Bogor Berdasarkan jarak tempuh, sebaran kunjungan yang dilakukan responden
bervariasi mulai dari jarak kurang dari 500 m sampai dengan 60 km. Seperti terlihat pada Tabel 10, kebanyakan responden (48,4%) menempuh jarak kurang dari 10 km untuk mencapai KRB. Responden yang menempuh jarak kurang dari 10 km berasal dari daerah sekitar kota Bogor sedangkan jarak yang ditempuh oleh responden yang berasal dari kota-kota di sekitar Bogor berkisar antara 10 km-60 km.
Tabel 11. Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Jarak Tempuh Menuju Kebun Raya Bogor Jarak Tempuh (km)
Frekuensi
Persentase (%)
< 10
44
48,4
10 – 19
10
11,0
20 – 29
5
5,5
30 – 40
7
7,7
41 – 50
22
24,2
>50
3
3,3
Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk mencapai KRB, waktu tempuh responden berkisar antara kurang dari 1 jam hingga 2 jam. Responden yang hanya memerlukan waktu tempuh kurang dari 1 jam berjumlah 51,6% sedangkan mereka yang membutuhkan waktu tempuh berkisar antara 1 jam hingga 2 berjumlah sebesar 47,3%. Responden yang berada pada kelompok pertama pada umumnya berasal dari kota Bogor sedangkan responden yang berada pada kelompok kedua
73
74
berasal dari kota-kota di sekitar kota Bogor seperti Jakarta, Tangerang, Bekasi Depok, Banten, dan Sukabumi.
Tabel 12. Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Waktu Tempuh Menuju Kebun Raya Bogor Waktu Tempuh (jam) <1
Frekuens i
4.5.6
47
Persentase (%) 51,6
Persentase Kumulatif (%) 51,6
1–2
43
47,3
98,9
>2
1
1,1
100
Biaya Perjalanan Menuju Kebun Raya Bogor Berdasarkan besarnya biaya perjalanan yang dikeluarkan responden, ada
5 kategori kunjungan seperti yang dapat dilihat pada tabel dibawah:
Tabel 13. Sebaran Responen Pengunjung KRB Menurut Biaya Perjalanan Menuju Kebun Raya Bogor Biaya Perjalanan (Rp)
Frekuensi
Persentase (%)
< 10.000
12
13,2
10.000 – 19.999
7
7,7
20.000 – 29.999
28
30,8
30.000 – 39.999
19
20,9
40.000 – 49.999
2
2,2
>50.000
23
25,3
Seperti terlihat pada Tabel 13, pada umunya, responden mengeluarkan biaya berkisar antara Rp. 10.000 sampai dengan Rp. 30.000. Biaya perjalanan
74
75
yang dikeluarkan responden untuk menikmati ekoturisme di KRB cukup besar terlihat dari ± 80% respoden mengeluarkan biaya perjalanan > Rp. 20.000. Dikarenakan biaya perjalanan merupakan pengganti bagi harga akan jasa ekoturisme di KRB, kesediaan responden mengeluarkan biaya perjalanan yang besar menunjukan banwa nilai ekonomi ekoturisme KRB cukup tinggi.
4.5.7
Jarak dan Waktu Tempuh Menuju Objek Wisata Eko Alternatif Tidak seperti jarak tempuh menuju KRB, jarak tempuh menuju objek
wisata eko alternatif mencapai ratusan kilo, terutama untuk objek wisata eko tertentu seperti objek wisata eko yang terdapat di Bandung atau seperti Pantai Cipatuja di Tasikmalaya yang jarak tempuhnya dari Bogor mencapai ± 200 km. Pada Tabel 14 terlihat bahwa sebaran jarak yang ditempuh responden menuju objek wisata eko bervariasi untuk setiap kelompok jarak yaitu dari kelompok jarak kurang dari 20 km sampai dengan kelompok jarak lebih dari 80 km.
Tabel 14. Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Jarak Tempuh Menuju Objek Wisata Eko Alternatif Jarak Tempuh (km)
Frekuensi
Persentase (%)
< 20
14
15,4
20-39
45
49,5
40-59
20
22,0
60-80
6
6,6
>80
6
6,6
75
76
Apabila dilihat pada tabel diatas, terlihat bahwa kelompok jarak tempuh lebih dari 20 km menjadi dominan, hal tersebut merupakan kontras dari sebaran jarak menuju lokasi KRB dimana persentase kelompok jarak kurang dari 20 km lah yang menjadi dominan. Dari perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa jarak yang ditempuh menuju objek wisata eko alternatif pada umummnya lebih jauh dibandingkan dengan jarak tempuh menuju KRB. Sesuai dengan bervariasinya jarak tempuh menuju objek wisata eko alternatif maka waktu tempuh untuk mencapainya juga turut bervariasi. Apabila kunjungan ke KRB sebaran waktunya berkisar antara kurang dari 1 jam hingga 2 jam maka sebaran waktu tempuh menuju objek wisata eko berkisar antara kurang dari 1 jam hingga 7 jam.
Tabel 15. Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Waktu Tempuh Menuju Objek Wisata Alternatif Waktu Tempuh (menit)
Frekuensi
Persentase (%)
< 60
14
15,4
60 – 89
43
50,5
90 – 119
5
25,3
120 – 150
17
4,4
>150
12
2,2
4.5.8
Biaya Perjalanan Menuju Objek Wisata Eko Alternatif Hampir 60% responden menyatakan bahwa mereka mengeluarkan biaya
perjalanan menuju objek wisata eko alternatif lebih dari Rp. 50.000. Besarnya
76
77
biaya perjalanan yang dikeluarkan menuju objek wisata alternatif
bisa
dikarenakan beberapa hal yaitu: •
Waktu tempuh yang lebih lama dan jarak tempuh yang lebih jauh sehingga secara langsung mengakibatkan kenaikan biaya transportasi.
•
Beberapa objek wisata eko dengan jarak tempuh yang jauh dan waktu tempuh yang lama mengakibatkan responden harus menginap, hal tersebut mengakibatkan munculnya biaya akomodasi yang tidak terdapat apabila responden berkunjung ke KRB saja.
•
Adanya peningkatan unsur biaya perjalanan.
Adapun untuk jelasnya, sebaran biaya perjalanan menuju objek wisata eko alternatif dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 16. Sebaran Pengunjung KRB Menurut Biaya Perjalanan Menuju Objek Wisata Alternatif
4.6
Biaya Perjalanan (Rp)
Frekuensi
Persentase (%)
10.000 – 19.999
5
5,5
20.000 – 29.999
8
8,8
30.000 – 39.999
12
13,2
40.000 – 49.999
12
13,2
>50.000
54
59,3
Penilaian Responden Terhadap Kebun Raya Bogor Pada penelitian ini, responden diminta untuk melakukan penilaian
terhadap KRB. Ada 2 hal mengenai KRB yang dinilai oleh responden yaitu kesesuaian harga tiket KRB yang berlaku serta penilaian terhadap kondisi KRB
77
78
yang dilihat dari 5 aspek yaitu koleksi tanaman, kebersihan, kenyamanan, keamanan dan fasilitas. Adapun tujuan dari penilaian ini adalah sebagai bahan masukan untuk manajemen KRB kedepannya.
4.6.1
Penilaian Responden Terhadap Harga Tiket Kebun Raya Bogor Pada saat ini, harga tiket KRB adalah sebesar Rp. 5000 dengan tambahan
Rp. 500 untuk asuransi. Bagi para pengunjung yang ingin membawa kendaraan roda empatnya masuk kedalam dikenakan tambahan biaya sebesar Rp. 10.000 per kendaraan. Harga tiket KRB sebesar Rp. 5000 dianggap sudah sesuai oleh 50,5% responden sedangkan responden yang berpendapat sebaliknya sebanyak 49,5%. Responden yang berpendapat bahwa harga tiket KRB tidak sesuai terbagi dua kelompok: mereka yang menganggap bahwa harga tiket KRB yang sekarang terlalu tinggi dan mereka yang menganggap sebaliknya.
Tabel 17. Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Penilaian Terhadap Kesesuaian Harga Tiket Kebun Raya Bogor Kategori Penilaian
Jumlah
Persentase (%)
Sesuai
46
50,5
Tidak sesuai dan seharusnya < Rp. 5000
25
27,5
Tidak sesuai dan seharusnya berkisar antara Rp. 5001 – Rp. 10.000
20
22
Responden yang berpendapat bahwa harga tiket seharusnya kurang dari Rp. 5000 pada umumnya menyarankan harga tiket berkisar Rp. 3000 sedangkan responden yang berpendapat bahwa harga tiket seharusnya lebih dari Rp. 5000
78
79
pada umumnya menyarankan nominal antara Rp. 7500 – Rp. 10.000. Pada umumnya, responden yang berpendapat bahwa harga tiket KRB sebaiknya dikurangi adalah mereka yang belum memiliki pekerjaan formal seperti mahasiswa dan pelajar serta mereka yang tingkat pendapatannya rendah. Apabila dibandingkan dengan biaya operasional KRB, tingkat harga tiket masuk yang sekarang belumlah mencukupi. Terlihat pada tabel di bawah, penerimaan dari pungutan usaha pariwisata alam hanya mencapai ± Rp. 4 milyar dimana jumlah tersebut bahkan tidak mencukupi pengeluaran KRB bagi belanja pegawai yang mencapai ± Rp. 5 milyar.
Tabel 18. Penerimaan dan Pengeluaran Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Tahun Anggaran 2004 No.
Uraian Penerimaan
1.
Penjualan lainnya, kerjasama litbang
2.
Sewa gedung, bangunan dan usaha
3.
Pungutan usaha pariwisata alam
4.
Jasa tenaga kerja, pelatihan dan informasi
5.
Pendidikan Lainnya
Nominal (Rp) 4.324.241.100 1.147.800 0 3.954.279.300 367.114.000 1.700.000
Pengeluaran
6.604.838.963
6.
Belanja Pegawai
5.120.936.031
7.
Belanja Barang
681.053.432
8.
Pemeliharaan
754.144.000
9.
Perjalanan
48.706.500
Sumber: Laporan Tahunan Kebun Raya Bogor 2004
79
80
Kesimpulannya, dengan harga tiket masuk yang berlaku sekarang yaitu sebesar Rp. 5000, KRB belum mendapatkan keuntungan dari usaha wisata alam yang dilakukan di KRB. Oleh karena itu, untuk meningkatkan penerimaan dari usaha pariwisata alam, KRB dapat mempertimbangkan untuk mengajukan kenaikan harga tiket masuk kepada pemerintah. Sebaga i catatan, kenaikkan harga tiket sebesar 50% menjadi Rp. 7500 secara hipotetis akan meningkatkan penerimaan KRB dari pungutan usaha pariwisata alam menjadi ± Rp. 6 milyar dimana jumlah tersebut dapat menutupi pengeluaran operasional KRB. Akan tetapi, kenaikan harga tiket masuk KRB ini perlu dipertimbangkan lebih lanjut mengingat tugas utama KRB adaalah sebagai lembaga penelitian dan pengembangan kekayaan hayati Indonesia bukan sebagai tempat wisata selain itu kenaikan harga tiket masuk KRB diharapkan tidak membatasi akses masuk masyarakat golongan ekonomi lemah ke KRB tetapi mampu memberikan nilai tambah bagi seluruh lapisan masyarakat.
4.6.2
Penilaian Resonden Terhadap Kondisi Kebun Raya Bogor Penilaian responden terhadap kondisi KRB dilihat dari 5 aspek yaitu aspek
koleksi tanaman, aspek kebersihan, kenyamanan, keamanan dan fasilitas. Dalam wawancara, responden diminta untuk memberikan penilaian terhadap ke-5 aspek, dengan cara menggolongkkan kondisi ke 5 aspek tersebut dalam kategori baik, sedang dan buruk.
80
81
Koleksi Tanaman 80 orang dari 91 orang responden menilai bahwa koleksi tanaman di KRB dalam kategori baik, responden yang tersisa menilai bahwa koleksi tanaman di KRB sedang. Responden yang menilai koleksi tanaman di KRB dalam kategori sedang menyatakan penilaian tersebut dikarenakan mereka menilai bahwa KRB kurang melakukan introduksi tanaman baru dan peremajaan tanaman lama serta dikarenakan sedikitnya jumlah tanaman berbunga yang terdapat di KRB. Adapun untuk lebih jelasnya sebaran penilaian responden terhadap koleksi tanaman di KRB dapat dilihat pada tabel dibawah berikut ini:
Tabel 19. Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Penilaian Terhadap Terhadap Koleksi Tanaman Kebun Raya Bogor Kategori Penilaian
Jumlah
Persentase (%)
Baik
80
88
Sedang
11
12
Buruk
0
0
Kebersihan Penelitian ini menemukan bahwa aspek kebersihan menjadi masalah bagi KRB. Terlihat pada tabel 20, hampir ¾ responden menyatakan bahwa kebersihan di KRB adalah kurang dengan persentase sebesar 59% untuk kategori sedang dan persentase sebesar 11% untuk kategori buruk. Responden yang menilai bahwa tingkat kebersihan di KRB kurang menyatakan pendapat mereka berdasarkan pada:
81
82
1. Terdapat banyaknya sampah di tempat-tempat tertentu yang banyak dikunjungi pengunjung seperti Taman Astrid dan Danau Gunting 2. Kurang terjaganya kebersihan daerah bantaran sungai, kolam serta toilet yang terdapat di KRB 3. Banyaknya fasilitas seperti papan informasi, tempat duduk dan shelter yang dicorat – coret (menjadi korban vandalisme)
Tabel 20. Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Penilaian Terhadap Kondisi Kebersihan di Kebun Raya Bogor Kategori Penilaian
Jumlah
Baik
27
Persentase (%) 30
Persentase Kumulatif (%) 30
Sedang
54
59
89
Buruk
10
11
100
Berdasarkan hasil diatas, KRB perlu mempertimbangkan upaya untuk meningkatkan kebersihan KRB dengan cara antara lain menambah jumlah tempat sampah dan menempatkannya pada lokasi- lokasi yang saat ini belum tersedia tempat sampah dan juga menambah jumlah petugas kebersihan. Selain itu, yang perlu disadari, masalah kebersihan ini juga timbul karena para pengunjung tidak disiplin membuang sampah pada tempatnya, oleh karena itu para pengunjung juga perlu turut meningkatkan kesadaran mereka akan kebersihan sehingga kebersihan KRB dapat terjaga.
82
83
Kenyamanan Perihal kenyamanan di KRB tidaklah menjadi masalah, karena dari 91 orang responden hanya 1 orang yang menilai bahwa kenyamanan di KRB buruk. Adapun seperti terlihat pada Tabel 21, responden yang menilai kenyamanan di KRB berada dalam kategori sedang sebanyak 26 orang.
Tabel 21. Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Penilaian Terhadap Kondisi Kenyamanan di Kebun Raya Bogor Kategori Penilaian
Jumlah
Persentase (%)
Baik
64
70
Sedang
26
29
Buruk
1
1
Penilaian responden yang menilai kenyamanan di KRB sedang dan oleh karena itu masih perlu ditingkatkan disebabkan oleh beberapa hal yaitu: 1. Sedikitnya jumlah tempat berteduh atau shelter sehingga timbul ketidaknyaman apabila hari hujan. 2. Diperbolehkannya kendaraan pengunjung memasuki KRB Diperbolehkannya kendaraan pengunjung memasuki KRB mengurangi kenyamanan pengunjung yang membawa anak karena anak mereka tidak bisa bermain dengan bebas; selain itu, gas buangan yang dikeluarkan kendaraan akan mengganggu pengunjung yang kebanyakan kunj ungannya ke KRB adalah untuk mendapatkan udara yang bersih.
83
84
3. Kurang tersedianya tempat penjualan makanan dan minuman resmi sehingga pengunjung terpaksa membeli dari pedagang asongan dengan harga yang jauh lebih mahal. 4. Mahalnya ongkos toilet (Rp. 1000) yang tidak diimbangi oleh kebersihan toilet. 5. Banyaknya pengunjung yang menggunakan KRB sebagai tempat bermesraan sehingga menimbulkan perasaan risi yang mengurangi kenyamanan bagi para pengunjung lain.
Keamanan Enam puluh tujuh persen (67%) responden menilai kondisi keamanan di KRB dalam kategori baik sedangkan sisanya 33% responden menilai bahwa kondisi keamanan di KRB berada dalam kategori sedang. Sebaran kengkap menganai penilaian responden terhadap kondisi keamanan dapat dilihat di tabel 22. Tabel 22. Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Penilaian Terhadap Kondisi Keamanan di Kebun Raya Bogor Kategori Penilaian
Jumlah
Persentase (%)
Baik
61
67
Sedang
30
33
Buruk
0
0
Tabel 22 juga memperlihatkan juga bahwa tidak ada responden (0%) yang menilai kondisi keamanan di KRB dalam kategori buruk, ini berarti bahwa tidak ada masalah keamanan yang serius di KRB. Walaupun tidak ada masalah
84
85
keamanan yang serius, kebanyakan responden berpendapat bahwa keamanan di KRB perlu diperhatikan terutama di waktu KRB dipenuhi banyak pengunjung seperti pada hari minggu dan hari libur nasional dengan cara menempatkan petugas keamanan tidak hanya di akses keluar masuk KRB tetapi juga di tempattempat lain yang dianggap rawan dan banyak dipenuhi pengunjung.
Fasilitas Dalam penelitian ini terungkap bahwa walaupun fasilitas yang tersedia di KRB tergolong lengkap, kebanyakan responden belum merasa puas dengan fasilitas KRB baik dilihat dari segi kelengkapan fasilitas atau kondisi fasilitas yang sudah tersedia. Pada tabel dibawah terlihat hanya 38% responden yang menilai bahwa fasilitas KRB termasuk dalam kategori baik sedangkan responden yang menilai bahwa fasilitas KRB dalam kategori sedang adalah sebesar 53% sedangkan persentase responden yang menilai bahwa fasilitas KRB dalam kategori buruk adalah sebesar 9%.
Tabel 23. Sebaran Responden Pengunjung KRB Menurut Penilaian Terhadap Fasilitas Kebun Raya Bogor Kategori Penilaian
Jumlah
Persentase (%)
Baik
35
38
Sedang
48
53
Buruk
8
9
Kurang baiknya penilaian responden terhadap fasilitas di KRB disebabkan oleh beberapa hal yaitu:
85
86
1. Tidak terawatnya fasilitas- fasilitas KRB yang sudah tersedia. Fasilitas KRB yang tidak terawat pada umumnya adalah papan informasi, shelter dan tempat duduk. Tidak terawatnya fasilitas – fasilitas tersebut dikarenakan karena memang fasilitas tersebut sudah rusak karena usia ataupun rusak karena vandalisme seperti aksi mencorat-coret.
yang
dilakukan beberapa oknum pengunjung. Masalah vandalisme ini selain memerlukan
penanganan
KRB
juga
memerlukan
kesadaran
dari
pengunjung KRB untuk bersama-sama menjaga fasilitas yang terdapat di KRB. 2. Kurangnya jumlah fasilitas KRB tertentu. Fasilitas KRB yang dinilai oleh responden kurang keberadaannya dari segi jumlah adalah toilet, tempat sampah, bangku, stand makanan dan minuman serta tempat berteduh atau shelter. Dari keseluruhan fasilitas yang dinilai kurang, responden pada umumnya menilai bahwa yang berada pada prioritas pertama untuk ditambah adalah tempat berteduh atau shelter mengingat cuaca di KRB yang seringkali hujan; sedangkan fasilitas yang menjdi prioritas kedua untuk ditambah adalah tempat penjualan makanan dan minuman. 3. Keberadaan fasilitas KRB yang terasa belum lengkap oleh beberapa responden. Kekuranglengkapan fasilitas KRB bagi sebagian responden dikarenakan mereka menginginkan sejumlah fasilitas tambahan di KRB seperti kendaraan semacam shuttle car yang berfungsi untuk mengantarkan responden berkeliling KRB mengingat luas KRB yang cukup besar
86
87
melelahkan bagi beberapa responden; adapun dengan responden yang membawa anak, mereka menginginkan fasilitas taman bermain yang dapat dipergunakan oleh putra-putri mereka; fasilitas tambahan terakhir yang diinginkan responden adalah disediakannya semacam program wisata berwawasan lingkungan di KRB. 4. Kurang optimalnya fungsi beberapa fasilitas KRB Fasilitas
KRB
yang
dinilai
oleh
responden
kurang
oprimal
pengfungsiannya adala h pemandu (guide), perpustakaan dan pusat informasi. Kurang berfungsinya pemandu KRB dikarenakan banyak responden yang kurang mengetahui keberadaan fasilitas tersebut. Kebiasaan di KRB, hanya pengunjung mancanegara yang ditawari fasilitas untuk menggunakan pemandu, padahal akan lebih baik apabila pengunjung domestik pun ditawari pemandu agar mereka dapat mengoptimalkan kunjungan mereka ke KRB; Sedangkan kurang optimalnya penggunaan perpustakaan KRB yang merupakan cikal bakal perpustakaan Indonesia adalah karena kekurangtahuan responden akan layanan perpustakaan KRB yang terbuka untuk umum. Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan sosialisasi kepada pengunjung mengenai layanan perpustakaan
KRB
sehingga
diharapkan
para
pengunjung
akan
mendapatkan nilai tambah dari kunjungan mereka ke KRB; Pusat informasi yang saat ini berada di KRB kurang optimal pengfungsiannya karena hanya berfungsi sebagai tempat menjual buku tetapi tidak memberikan informasi mengenai KRB. Untuk mengatasi hal tersebut, pusat informasi KRB kedepannya haruslah dilengkapi dengan media-
87
88
media yang dapat memberikan informasi dan wawasan tentang KRB serta tumbuhan dan satwa yang ada didalamnya, pusat informasi KRB kedepannya juga harus memiliki petugas yang kompeten memberikan informasi mengenai KRB kepada pengunjung
4.7
Pemahaman Akan Nilai Ekologis Kebun Raya Bogor de
Groot
(1992)
menyatakan
bahwa
nilai
kawasan
konservasi
berhubungan erat dengan fungsi dari suatu kawasan konservasi, oleh karena itu kita dapat melihat nilai ekologis KRB berdasarkan fungsi ekologisnya. Secara teori fungsi ekologis KRB adalah: mengatur komposisi kimia di atmosfer, mengatur iklim mikro, melindungi daerah aliran sungai, menangkap air, mencegah erosi dan mengontrol sedimen, memelihara tanaman dan satwa serta memelihara keanekaragaman hayati. Melihat dari pemahaman responden akan fungsi ekologis KRB, maka responden pada umumnya sudah memahami nilai ekologis KRB. Dari sebaran jawaban responden diketahui bahwa nilai ekologis KRB yang paling dipahami oleh responden adalah yang berhubungan dengan fungsi KRB sebagai pengatur komposisi kimia di atmosfer sedangkan nilai ekologis KRB yang tidak disebut sama sekali adalah nilai ekologis KRB yang berhubungan dengan fungsinya dalam membantu pencegahan erosi dan mengontrol sedimen. Sebaran jawaban responden secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut:
88
89
Tabel 24. Sebaran Jawaban Responden Mengenai Fungsi Ekologis Kebun Raya Bogor Kategori Fungsi Ekologis KRB
Jawaban Responden
Pengatur Komposisi Kimia Atmosfer Atmhospere’s Chemical Composition Regulator
Paru-paru kota Mengurangi polusi udara Penyimpan oksigen Membantu sirkulasi oksigen Membantu siklus karbon Menjaga agar udara tetap bersih Memproduksi udara bersih TOTAL Membantu penyerapan air Penahan air hujan Membantu siklus air TOTAL Konservasi Pelestarian lingkungan hidup Pelestarian pohon/tumbuhan Memelihara tanaman langka Tempat aneka tumbuhan/vegetasi Habitat satwa Tempat aneka tanaman dan hewan TOTAL Sumber keanekaragaman hayati Sumber plasma nutfah TOTAL Pengatur ikilm mikro Membuat udara sejuk TOTAl Melindungi DAS TOTAL
Menangkap Air Water Catchment
Pemeliharaan Tanaman dan Satwa Nursery Function
Pemeliharaan Keanekaragam Hayati Maintenance of Biological Diversity
Pengatur Iklim Mikro Micro Climate Regulator Melindungi Daerah Aliran Sungai Watershed Protection
Frekuensi 28 17 2 1 1 1 1 51 9 5 2 16 5 1 2 1 2 2 3 16 4 6 10 1 4 5 1 1
Dari segi jumlah responden, hanya 61,5% responden yang mampu menguraikan dengan tepat fungsi- fungsi ekologis KRB. Ketidakmampuan responden yang tersisa untuk menguraikan fungsi ekologis KRB dikarenakan mereka tidak mampu mendefinisikan makna dari fungsi ekologis itu sendiri, mereka seringkali menyalahartikannya sebagai fungsi KRB secara ekonomi ataupun fungsi lainnya.
89
90
Apabila dilihat dari sisi karakteristik tingkat pendidikan akhir, 93% responden yang mampu menguraikan fungsi ekologis KRB memiliki tingkat pendidikan akhir menengah atas atau lebih tinggi sedangkan mereka yang tidak mampu menguraikan fungsi ekologis KRB hanya 74% yang memiliki tingkat pendidikan akhir menengah atas atau lebih tinggi. Dimana perbandingan yang lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 25. Perbandingan Tingkat Pendidkan Akhir Responden yang Mampu dan Tidak Mampu Menguraikan Fungsi Ekologis Kebun Raya Bogor Responden A* Tingkat
Frekuensi
Pendidikan Akhir
Persentase
Responden B* Frekuensi
(%)
Persentase (%)
SD
2
3,6
0
0
SMP
2
3,6
9
25,7
SMU
24
42,8
15
42,8
Akademi/Diploma
8
14,3
5
14,3
Strata 1 ( S1)
20
35,7
3
8,6
Pascasarjana (S2)
0
0
3
8,6
Ket:
Responden A adalah responden yang mampu menguraikan fungsi ekologis KRB Responden B adalah responden yang tidak mamapu menguraikan fungsi ekologis KRB
Dengan kata lain, tingkat pendidikan responden yang mampu menguraikan fungsi ekologis KRB relatif lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak mampu menguraikan fungsi ekologis KRB, oleh karena itu dapat diduga bahwa kemampuan seorang responden untuk menguraikan fungsi ekologis KRB terkait dengan tingkat pendidikan akhirnya
90
91
Karakteristik kedua yang diamati adalah jenis pekerjaan utama. Dimana sebaran jenis pekerjaan utama kedua kelompok responden dapat dilihat lebih jelas pada tabel berikut:
Tabel 26. Perbandingan Jenis Pekerjaan Utama Responden yang Mampu dan Tidak Mampu Menguraikan Fungsi Ekologis Kebun Raya Bogor Responden A* Jenis Pekerjaan
Frekuensi
Utama
Persentase
Responden B* Frekuensi
(%)
Persentase (%)
Mahasiswa/Pelajar
19
34
14
40
Pegawai
13
23
10
29
Profesional
7
12
2
6
Ibu Rumah Tangga
3
5
5
14
Pengusaha
5
9
0
0
Pensiunan
2
3
1
3
Buruh
2
3
1
3
Ket:
Responden A adalah responden yang mampu menguraikan fungsi ekologis KRB Responden B adalah responden yang tidak mamapu menguraikan fungsi ekologis KRB
Terlihat pada tabel bahwa mereka yang mampu menguraikan fungsi ekologis KRB pada umumnya berprofesi sebagai pelajar/mahasiswa (35%), pegawai (23%) dan profesional (12%) sedangkan mereka yang tidak mampu menguraikan fungsi ekologis KRB pada umumnya berprofesi sebagai pelajar/mahasiswa (40%), pegawai (29%) dan ibu rumah tangga (14%). Dilihat dari sebaran jenis pekerjaan utama pada kedua kelompok responden yang tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok, dapat diduga bahwa jenis pekerjaan responden tidak mempengaruhi kemampuan responden untuk menguraikan fungsi ekologis KRB.
91
92
Karakteristik terakhir yang diamati adalah tingkat pendapatan per bulan. Responden yang mampu menguraikan fungsi ekologis KRB sebanyak 31% memiliki tingkat pendapatan perbulan lebih dari Rp. 1 Juta sedangkan mereka yang tidak mampu menguraikan fungsi ekologis KRB hanya sebesar 17% yang memiliki tingkat pendapatan per bulan lebih Rp. 1 Juta. Hal tersebut memperlihatkan bahwa responden yang memiliki tingkat pendapatan tinggi mempunyai kecenderungan untuk lebih mampu menguraikan fungsi ekologis KRB. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 27. Perbandingan Tingkat Pendapatan per Bulan Responden yang Mampu dan Tidak Mampu Menguraikan Fungsi Ekologis Kebun Raya Bogor Responden A* Tingkat Pendapatan
Frekuensi
per Bulan (Rp)
< 500.000
Persentase
Responden B* Frekuensi
(%)
Persentase (%)
22
39
14
40
500.000 – 1.000.000
17
30
15
43
1.000.001 – 2.000.000
4
7
1
3
2.000.001 – 4.000.000
5
9
5
14
> 4.000.000
8
14
0
0
Ket:
Responden A adalah responden yang mampu menguraikan fungsi ekologis KRB Responden B adalah responden yang tidak mamapu menguraikan fungsi ekologis KRB
92
93
V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGAN EKOTURISME KE KEBUN RAYA BOGOR 5.1
Fungsi Frekuensi Kunjungan Ekoturisme ke Kebun Raya Bogor Model persamaan regresi log liner yang digunakan dalam penelitian ini
adalah model persamaan regresi log linier yang dirumuskan dalam metode penelitian. Model regresi linier yang dirumuskan menggambarkan hubungan antara variabel dependent yaitu fungsi kunjungan ekoturisme ke KRB (Y) dengan beberapa variabel bebas yaitu usia (age), jenis kelamin (sex), status pernikahan (marital), tingkat pendidikan (edu), jenis pekerjaan (job), tingkat pendapatan (inc), frekuensi rekreasi (frek), daya tarik KRB (attrac), hari kunjungan (day), waktu dan jarak tempuh ke KRB dan tempat alternatif (tk, dk, ta dan da) serta biaya perjalana n ke KRB dan tempat alternatif (ck dan ca). Akan tetapi, dalam penelitian ditemukan variabel baru yang diduga mempengaruhi jumlah kunjungan ke KRB yaitu variabel ‘char’ yang menggambarkan sifat kunjungan yang dilakukan responden. Kunjungan yang bersifat rutin diberi nilai dummy = 1 sedangkan sebaliknya kunjungan yang bersifat tidak rutin diberi nilai = 0. Penambahan variabel baru tersebut menyebabkan penambahan jumlah variabel menjadi 16 dan memunculkan model baru sebagai berikut:
ln Y = bo + b1Age + b2Sex + b3Marital + b4Edu + b5Job + b6Inc + b7Freq + b8 Atttrac + b9Day + b10Dk + b11 Tk + b12Ck + b13Da + b14 Ta + b15Ca + b16Char µ.... .........................................................................(1)
93
94
Hasil analisis model 1 ternyata tidak memuaskan karena ditemukan masalah multikolinearitas. Pada Tabel 24 terlihat bahwa nilai VIF untuk variabel Dk, Tk, Da dan Ta lebih besar dari 10, nilai VIF yang besar tersebut menandakan adanya masalah multikolinearitas dalam model 1.
Tabel 28. Statistik Kolinearitas Model 1 Variabel
Statistik Kolinearitas Toleransi
VIF
Umur (Age)
0,446
2,242
Jenis kelamin (Sex)
0,689
1,451
Status pernikahan (Marital)
0,502
1,991
Tingkat pendidikan akhir (Edu)
0,736
1,359
Jenis pekerjaan (Job)
0,796
1,256
Pendapatan per bulan (Inc)
0,671
1,491
Frekuensi rekreasi per tahun (Frek)
0,487
2,055
Daya tarik KRB (Attrac)
0,417
2,397
Hari kunjungan (Day)
0,745
1,342
Jarak tempuh menuju KRB (Dk)
0,081
12,286
Waktu tempuh ke KRB (Tk)
0,079
12,660
Biaya perjalanan ke KRB (Ck)
0,541
1,850
Jarak tempuh ke objek wisata eko alternatif (Da)
0,005
184,963
Waktu tempuh ke objek wisata eko alternatif (Ta)
0,005
185,481
Biaya perjalanan ke ke objek wisata eko alternatif (Ca)
0,673
1,485
Karakteristik Kunjungan (Char)
0,583
1,717
94
95
Masala h multikolinearitas pada model 1 haruslah diatasi karena sebuah model yang memiliki masalah multikolinearitas akan menjadi tidak konsisten dan bias. Salah satu cara untuk menghilangkan masalah multikolinearitas dalam model adalah dengan cara menghilangkan variabel yang berkorelasi (Ramanathan, 1998) yang ditunjukkan oleh nilai VIF terbesar. Pada kasus ini, yang dihilangkan adalah variabel Tk dan Da. Penghilangan variabel Tk dan Da mengakibatkan munculnya model baru sebagai berikut: ln Y = bo + b1 Age + b2 Sex + b3 Marital + b4 Edu + b5 Job + b6 Inc + b7 Freq + b8 Attrac + b9 Day + b10 Dk + b11 Ck + b12 Ta + b13 Ca+ b14 Char ........(2) Dimana ringkasan dari hasil analisis model dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 29. Ringkasan Hasil Analisis Regresi Model 2 T
Sig.T
0,354 0,001 -0,081 0,187 -0,003 0,006 0,000 0,051 0,947 0,020 0,000 0,000 -0,001
Sd. Error Koefisien 0,231 0,004 0,077 0,089 0,013 0,071 0,000 0,011 0,099 0,076 0,002 0,000 0,001
1,536 0,270 -1,056 2,100 -0,260 0,089 -0,854 4,525 9,550 0,264 0,088 0,267 -1,915
0,129 0,788 0,294 0,039* 0,795 0,930 0,396 0,000* 0,000* 0,792 0,930 0,791 0,059*
0,000
0,000
1,516
0,134*
0,143
0,097
1,475
0,144*
Variabel
Koefisien
Konstanta Umur (Age) Jenis kelamin (Sex) Status pernikahan (Marital) Tingkat pendidikan akhir (Edu) Jenis pekerjaan (Job) Pendapatan per bulan (Inc) Frekuensi rekreasi per tahun (Frek) Daya tarik KRB (Attrac) Hari kunjungan (Day) Jarak tempuh menuju KRB (Dk) Biaya perjalanan ke KRB (Ck) Waktu tempuh ke objek wisata eko alternatif (Ta) Biaya perjalanan ke ke objek wisata eko alternatif (Ca) Karakteristik Kunjungan (Char) R2 = 85,7% Adj R2 = 83,1% Fc = 32,592 SigF = 0.000 DW = 2,113 Keterangan: * Nyata pada taraf uji 15%
95
96
Dari hasil analisis regresi model 2 (lampiran) tidak ditemukan masalah multikolinearitas yang sebelumnya terdapat di model 2 karena tidak satupun peubah di model 2 memiliki nilai VIF > 10. Dari hasil analisis model 2 juga tidak ditemukan adanya penyimpangan asumsi regresi lainnya seperti, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Autokorelasi dideteksi melaui besaran nilai statistik Durbin Watson, apabila nilai stat durbin watson > 1, 514 tidak terjadi autokorelasi, nilai stat durbin watson model 2 sebesar 2,113 sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi autokorelasi pada model 2. Salah satu cara untuk mengecek keberadaan heteroskedastisitas adalah dengan memplotkan residual dengan fitted value. Hasil plot residual dengan fitted value pada model 4 menunjukkan sebaran acak yang berarti tidak ada masalah heteroskedastisitas pada model 4. Goodness of fit atau kelayakan dari sebuah model pada umumnya diukur melalui nilai R2 , namun karena penelitian ini menggunakan model regresi log linier berganda dimana variabel bebasnya lebih dari satu maka akan lebih baik apabila digunakan adjusted R2 untuk mengukur kelayakan model. Nilai R2 dari model 3 sebesar 85,7% sedangkan nilai adjusted R2 model sebesar 83,1%. Nilai adjusted R2 sebesar 83,1% berarti bahwa 83,1% fungsi kunjungan ekoturisme ke KRB dapat diterangkan oleh 14 variabel pada model 2 sedangkan sisa sebesar 16.9% diterangkan oleh faktor-faktor lain yang termasuk dalam error term. Dalam model regresi berganda, hubungan antara seluruh variabel independent dengan variabel dependent diuji secara serempak menggunakan uji F. Satu atau lebih dari satu variabel bebas dalam model dikatakan mempunyai hubungan dengan variabel dependent apabila nilai Fhitung > Ftabel atau nilai dari sig.F (P value) < taraf nyata. Hasil analisis varian (ANOVA) dari model 2
96
97
memberikan nilai F sebesar 32,740 dengan nilai sig.F sebesar 0,0000. Nilai P value model 2 lebih kecil daripada nilai taraf nyata ya ng dipergunakan (a = 5%), maka dapat disimpulkan bahwa ada satu atau lebih variabel bebas pada model 2 dapat menerangkan fungsi kunjungan ekoturisme ke Kebun Raya Bogor. Apabila hubungan antara seluruh variabel independent dengan variabel dependent diuji serempak menggunakan uji F, maka hubungan secara individual antara masing- masing variabel independen dengan variabel dependen diuji menggunakan uji T dengan taraf uji sebesar 15%. Pada uji T, sebuah variabel bebas dikatakan secara nyata berpengaruh terhadap variabel terikat apabila nilai Thitung > Ttabel atau nilai dari sig. T (P value) lebih kecil daripada taraf nyata (a). Dari hasil uji T, seperti terlihat pada Tabel 29 terdapat 6 variabel yang nyata pada taraf uji 15% yaitu status pernikahan (marital), frekuensi rekreasi per tahun (frek), daya tarik KRB bagi responden (attrac), waktu tempuh menuju lokasi alternatif (ta), biaya perjalanan menuju objek wis ata eko alternatif (Ca) dan karakteristik kunjungan (char). Pada Tabel 29 juga terlihat bahwa karakteristik sosial ekonomi responden yang mencakup usia, jenis kelamin, tingkat pend idikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan tidak berpengaruh nyata terhadap frekuensi kunjungan ke KRB pada taraf uji 15%. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa KRB sebagai objek wisata ekoturisme memiliki sifat non exclusion yang berarti bahwa KRB sebagai objek ekoturisme dapat dinikmati setiap orang tanpa batasan. Selain itu, variabel jarak tempuh dan biaya perjalanan ke KRB juga tidak berpengaruh nyata pada taraf uji 15%, hal tersebut menunjukkan bahwa konsumen ekoturisme di KRB memiliki daya bayar yang cukup tinggi.
97
98
5.2
Faktor – Faktor Yang Nyata Mempengaruhi Kunjungan Ekoturisme ke Kebun Raya Bogor Berdasarkan hasil uji T dengan tarf uji 15% seperti terlihat pada tabel
dibawah ditemukan 6 variabel yang berpengaruh nyata terhadap fungsi kunjungan ekoturisme ke Kebun Raya Bogor.
Tabel 30. Statistik Uji T Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Ekoturisme ke Kebun Raya Bogor Variabel
Sig. T
Tanda Koefisien
Status Pernikahan (Marital)
0,039
+
Frekuensi Rekreasi/tahun (Freq)
0,000
+
Daya Tarik KRB (Attrac)
0,000
+
Wakty tempuh menuju lokasi alternatif
0,059
-
Vbiaya perjalanan menuju lokasi alternatif
0,134
+
Karakteristik kunjungan (Char)
0,144
+
Status Pernikahan (Marital) Variabel ini menunjukkan status pernikahan responden. Mengingat variabel ini bersifat kualitatif maka dibuat dummy-nya, dimana nilai dummy untuk status menikah = 1 sedangkan untuk status tidak menikah = 0. Hasil analisis regresi yang menunjukkan variabel marital berpengaruh nyata pada taraf uji 15% berarti bahwa terdapat perbedaan frekuensi kunjungan bagi mereka yang menikah dibandingkan dengan yang tidak. Koefisien variabel marital yang bertanda positif berarti bahwa mereka yang menikah akan lebih
98
99
sering berkunjung ke KRB dibandingkan dengan mereka yang tidak menikah, hal tersebut dapat dijelaskan mengingat KRB adalah objek ekowisata keluarga.
Frekuensi Rekreasi per Tahun (Freq) Hasil analisis regresi menunjukkan variabel kedua ini berpengaruh nyata pada taraf uji 15% dengan koefisien bertanda positif. Hasil analisis tersebut berarti bahwa frekuensi rekreasi per tahun berpengaruh positif terhadap frekuensi kunjungan ekoturisme ke KRB, dimana peningkatan frekuensi rekreasi per tahun akan turut meningkatkan frekuensi kunjungan ekoturisme ke KRB. Pengaruh positif variabel ini dapat dijelaskan mengingat bahwa peningkatan frekuensi rekreasi akan secara otomatis meningkatkan peluang kunjungan ekoturisme ke KRB
Daya Tarik KRB (Attrac) Variabel terakhir dalam model yang nyata pada taraf uji 15% adalah daya tarik KRB. Responden yang berkunjung ke KRB lebih dari dua kali dalam setahun dinilai memiliki ketertarikan terhadap KRB dan oleh karena itu diberi nilai dummy = 1 sedangkan mereka yang berkunjung ke KRB = 2 kali dalam setahun dinilai kurang memiliki ketertarikan terhadap KRB sehingga diberi nilai dummy = 0. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa variabel ini nyata pada taraf uji 15% yang berarti bahwa ada perbedaan frekuensi kunjungan ekoturisme ke KRB bagi mereka yang memiliki ketertarikan terhadap KRB dibandingkan dengan mereka yang tidak. Koefisien variabel yang bertanda positif berarti bahwa
99
100
mereka yang memiliki ketertarikan terhadap KRB mempunyai kecenderungan frekuensi kunjungan yang lebih besar dibandingkan mereka yang ketertarikannya rendah. Pengaruh dari variabel ini dapat diterangkan dengan sangat jelas yaitu bahwa peluang KRB menjadi objek wisata eko pilihan pertama pengunjung akan lebih besar apabila mereka memiliki ketertarikan yang besar terhadap KRB, selanjutnya penempatan KRB sebagai objek wisata eko pilihan pertama pengunjung akan meningkatkan frekuensi kunjungan ke KRB daripada objek wisata eko lainnya.
Waktu tempuh menuju lokasi alternatif (Ta) Waktu tempuh menuju objek wisata eko alternatif adalah variabel yang merefleksikan besaran jarak (km) yang harus ditempuh pengunjung menuju objek wisata eko alternatif dimana objek wisata eko alternatif tersebut adalah objek wisata eko yang menjadi preferensi pengunjung selain KRB. Hasil analisis regresi untuk variabel ini menunjukkan bahwa waktu tempuh menuju objek wisata eko alternatif berpengaruh negatif yang berarti bahwa peningkatan waktu tempuh menuju objek wisata eko alternatif akan menurunkan frekuensi kunjungan ke KRB. Hasil analisis variabel waktu tempuh menuju objek wisata eko alternatif tentulah tidak sesuai dengan teori yang umum berlaku, dimana peningkatan waktu tempuh menuju objek wisata eko alternatif seharusnya meningkatkan frekue nsi kunjungan ke KRB. Akan tetapi, tentu ada alasan dibalik penyimpangan tersebut. Pengunjung KRB yang memiliki waktu tempuh lama menuju objek ekowisata alternatif tentulah menempatkan objek ekowisata alternatif tersebut sebagai
100
101
pilihan pertama mereka karena mereka bersedia mengeluarkan sumber daya waktu yang demikian besar. Oleh karena itu jelaslah bahwa penempatan objek ekowisata alternatif sebagai pilihan pertama responden tentu mengurangi frekuensi kunjungan mereka ke KRB.
Biaya perjalanan menuju objek wisata eko alternatif (Ca) Biaya perjalanan menuju objek wisata eko alternatif merujuk pada semua biaya yang dikeluarkan pengunjung selama di perjalanan dan di dalam objek ekowisata alternatif. Biaya perjalanan tersebut mencakup biaya transportasi dari dan ke objek wisata, dokumentasi, konsumsi, parkir dan pengeluaran lainnya namun tidak mencakup tiket masuk. Berdasarkan hasil analisis, variabel ini berpengaruh positif pada taraf uji 15% yang berarti bahwa peningkatan biaya perjalanan menuju objek wisata eko alternatif akan meningkatkan frekuensi kunjungan ekoturisme ke KRB. Hal tersebut sesuai dengan teori ekonomi dimana konsumen akan cenderung memilih produk atau jasa dengan biaya serendah–rendahnya untuk mencapai kepuasan maksimal.
Karakteristik Kunjungan (Char) Variabel ini menunjukkan sifat dari kunjungan yang dilakukan oleh responden apakah bersifat rutin atau tidak rutin. Perbedaan sifat kunjungan ini disebabkan ada beberapa tujuan kunjungan birdwatching dan olahraga yang mengharuskan kunjungan bersifat rutin. Dikarenakan variabel karakteristik
101
102
kunjungan bersifat kualitatif maka perlu dibuat dummy-nya dimana nilai dummy untuk kunjungan yang bersifat rutin = 1 dan yang bersifat tidak rutin = 0. Variabel karakteristik kunjungan nyata pada taraf uji 15% berarti bahwa terdapat perbedaan frekuensi kunjungan bagi responden yang berkunjung secara rutin dengan yang tidak. Koefisien variabel yang bertanda positif berarti bahwa responden yang berkunjung secara rutin akan memiliki frekuensi kunjungan ke ekotur isme ke KRB yang lebih besar daripada mereka yang tidak berkunjung secara rutin.
102
103
VI.
6.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Pelaksanaan ekoturisme di KRB dapat meningkatkan manfaat KRB yang
selaras dengan fungsi dan peruntukan KRB sebagai sebuah kawasan konservasi. Pelaksanaan ekoturisme di KRB juga diharapkan dapat meningkatkan fungsi penelitian dan pendidikan dari KRB dengan tetap menjaga fungsi rekreasi- nya. Biaya perjalanan yang dikeluarkan responden untuk menikmati ekoturisme di KRB cukup besar terlihat dari ± 80% respoden mengeluarkan biaya perjalanan > Rp. 20.000. Dikarenakan biaya perjalanan merupakan pengganti bagi harga akan jasa ekoturisme di KRB, kesediaan responden mengeluarkan biaya perjalanan yang besar menunjukan bahwa nilai ekonomi ekoturisme KRB cukup tinggi. Dari 91 orang responden, lebih dari 50% responden sudah menyadari nilai ekologis KRB bagi kota Bogor khususnya dan lingkungan pada umumnya. Nilai ekologis KRB yang paling banyak disadari oleh responden adalah yang berhubungan dengan fungsi KRB sebagai pengatur komposisi kimia di atmosfer dimana didalamnya termasuk peran KRB sebagai paru-paru kota yang membantu proses sirkulasi oksigen (O 2 ) dan proses perbaikan karbon. Fungsi- fungsi ekologis KRB lainnya seperti sebagai regulator iklim mikro dan membantu mencegah erosi dan mengontrol sedimen masih belum disadari oleh responden. Ada 6 variabel yang nyata mempengaruhi frekuensi kunjungan ekoturisme ke KRB pada taraf uji 15 %. Variabel yang berpengaruh nyata tersebut adalah status pernikahan (marital), frekuensi rekreasi per tahun (frek) daya tarik KRB
103
104
bagi responden (attrac), waktu tempuh menuju lokasi alternatif (ta), biaya perjalanan menuju objek wisata eko alternatif (Ca) dan karakteristik kunjungan (char).
Karakteristik sosial ekonomi responden yang mencakup usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan tidak berpengaruh nyata pada taraf uji 15% terhadap frekuensi kunjungan ke KRB. Fakta tersebut menyimpulkan bahwa KRB sebagai objek ekoturisme dapat dinikmati setiap orang tanpa batasan (non exclusion). Variabel lainnya yaitu jarak tempuh dan biaya perjalanan ke KRB juga tidak berpengaruh nyata pada taraf uji 15%. Hasil ini menunjukkan bahwa konsumen ekoturisme di KRB memiliki daya bayar yang cukup tinggi.
6.2
Saran Pelaksanaan ekoturisme haruslah digiatkan karena konsep wisata ini
memberikan unsur rekreasi namun tetap memberikan wacana terhadap upaya pelestarian lingkungan yang berkelanjutan, oleh karena itu KRB perlu mempertimbangkan diadakannnya program ekoturisme bagi pengunjung. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa salah satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap frekuensi kunjungan ekoturisme ke KRB adalalah status pernikahan dimana, oleh karena itu dalam pengelolaannya, KRB perlu mempertimbangkan upaya- upaya untuk meningkatkan pelayanan bagi pengunjung yang datang bersama keluarganya. Keberadaan fasilitas seperti taman bermain dan program ekowisata tentu akan menjadi daya tarik bagi responden yang datang bersama keluarganya.
104
105
Variabel yang juga berpengaruh nyata terhadap frekuensi kunjungan ekoturisme ke KRB adalah karakteristik kunjungan, dimana mereka yang sifat kunjungannya rutin memiliki kecenderungan untuk lebih sering melakukan kunjungan ekoturisme ke KRB. Bagi pengunjung tipe ini KRB dapat mempertimbangkan satu kali pembayaran tiket masuk untuk satu periode waktu tertentu (one time only seasonel payment) dimana besar pembayaran akan lebih kecil dibandingkan dengan pembayaran yang bersifat per kunjungan. Tipe pembayaran semacam ini akan memberikan nilai tambah bagi pengunjung yang pada akhirnya diharapkan dapat lebih meningkatkan frekuensi kunjungan mereka ke KRB. Vraiabel terakhir yang berpengaruh nyata terhadap frekuensi kunjungan ke KRB adalah daya tarik KRB. Daya tarik dipengaruhi oleh penilaian pengunjung terhadap bebrbagai atribut KRB. Oleh karena itu, kebersihan, kenyamanan, keamanan dan fasilitas KRB haruslah ditingkatkan untuk untuk meningkatkan daya tarik KRB. Kebersihan, kenyamanan dan kelaikan fasilitas KRB selain merupakan tanggung jawab LIPI sebagai pengelola KRB juga merupakan tanggung jawab pengunjung.. Oleh karena itu pengunjung juga perlu turut meningkatkan kesadaran mereka untuk menjaga
kebersihan, kenyama nan,
keamanan dan kelaikan fasilitas KRB. Nilai ekonomi ekoturisme KRB dapat ditingkatkan dengan melalukan perbaikan di berbagai sisi. Kebijakan diperbolehkannya kendaraan pengunjung memasuki KRB perlu dipertimbangkan kembali, karena selain menambah polusi di kawasan KRB, hal tersebut mengurangi kenyamanan sebaga in besar pengunjung. Sebagai alternatif, KRB bisa mempertimbangkan penggunaan shuttle
105
106
car yang dapat membawa pengunjung mengelilingi KRB, apalagi apabila shuttle car tersebut menggunakan bahan bakar yang bebas polusi. Beberapa fasilitas KRB juga perlu dioptimalkan pemfungsiannya yaitu perpustakaan, pemandu dan pusat informasi. Selain itu perlu dipertimbangkan pena mbahan fasilitas seperti kios makanan dan minuman serta tempat berteduh atau shelter mengingat kondisi di kota Bogor yang seringkali hujan. Akan tetapi, pada akhirnya pengelolaan dan pembangunan yang dilakukan KRB haruslah tetap sesuai dengan peruntukan KRB sebagai kawasan konservasi. Terakhir, KRB disarankan untuk mengkampanyekan nilai ekologis KRB untuk membuat masyarakat lebih memahami kontribusi KRB secara ekologis.
106
107
Lampiran 1. Kuesioner Wawancara
Nomor Responden :..........
Kuesioner ini digunakan untuk penelitian mengenai NI LAI EKONOM I EK OTURISM E K EBUN RAYA BOG OR oleh Nadya Tanaya (A07400018), Mahasiswa Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
A. Data Pribadi Responden 1. Nama
:
2. Alamat
:
3. Umur
: .......... tahun
4. Jenis Kelamin
: a. Pria
5. Pendidikan Terakhir
:
b. Wanita
a. Tidak Sekolah
e. Akademi / Diploma
b. SD
f. S1
c. SMP
g. Pasca Sarjana
d. SMU 6. Pekerjaan : a. Tidak bekerja
f. PNS setingkat...........................................................
b. Pelajar/Mahasiswa
g. Pegawai swasta setingkat........................................
c. Profesional
h. TNI/POLRI setingkat..............................................
d. Pengusaha
i. Ibu rumah tangga
e. Buruh pabrik
j. Pensiunan
7. Apakah anda memiliki pekerjaan sampingan a. Tidak
b. Ya, sebutkan ...........................................................
8. Berapakah total pendapatan anda perbulan?............................................... (Uang saku untuk mahasiswa dan pelajar) a. < Rp. 500.000
d. > Rp. 2.000.000- Rp. 4.000.000
b. > Rp. 500.000- Rp. 1.000.000
e. > Rp 4.000.000
c. > Rp. 1.000.000- Rp. 2.000.000
107
108
B. Kegiatan Ekoturisme 9. Apakah anda mengetahui ekoturisme / ekowisata? a. Ya
b. Tidak
10. Kalau jawaban anda Ya, menurut anda apakah yang dimaksud dengan ekoturisme / ekowisata? ........................................................................................................................... 11. Sudah berapa kalikah anda melakukan kegiatan rekreasi selama satu tahun ke belakang ? ............... ..............................................................................kali 12. Tempat wisata seperti apakah yang biasanya anda kunjungi? a. Tempat wisata alam
c. Suaka margasatwa
b. Taman bermain
d. Lainnya, sebutkan ..................................
13. Sudah berapa kalikah anda melakukan kegiatan ekowisat ke Kebun Raya Bogor selama 1 tahun kebelakang ? .......................................................... kali 14. Pada umumnya, apakah tujuan anda melakukan rekreasi ke KRB? a. Rekreasi/piknik
c. Penelitian/belajar/study tour
b. Melihat tumbuhan
d. Lainnya, sebutkan ..................................
15. Pada umumnya , kapankah anda melakukan kegiatan ekoturisme ke KRB? a. Hari kerja
b. Hari libur
16. Dari titik awal keberangkatan anda, berapakah jarak yang anda tempuh menuju KRB ? ..............................................................................................km 17. Berapa lamakah waktu yang anda butuhkan untuk mencapai KRB?.........jam 18. Berapakah biaya yang anda keluarkan/perlukan untuk melakukan kegiatan ekowisata pada hari ini ?.................................................................................... Meliputi ongkos transportasi, konsumsi, dokumentasi dan biaya tak terduga namun tidak termasuk harga tiket. (Jika anda menggunakan kendaraan pribadi, maka ongkos pulang pergi merupakan biaya bahan bakar kendaraan dan parkir ) a. < Rp. 10.000 per orang b. Rp. 10.000 – Rp. 19.999 per orang c. Rp. 20.000 – Rp. 29.999 per orang d. Rp .30.000 – Rp. 49.999 per orang e. > Rp. 49.999 per orang
108
109
19. Selain KRB, tempat ekowisata alternatif manakah yang anda pilih? (Pilih yang paling sering anda kunjungi) a. Kebun Raya Cibodas b. Taman Safari c. Puncak d. Taman Bunga e. Taman Buah f. Lainnya, sebutkan………...................................................................... 20. Berapakah jarak yang anda tempuh menuju tempat alternatif rekreasi tersebut? ……………………………………………………………………………....km 21. Berapa lamakah waktu yang anda perlukan untuk mencapai tempat alternatif rekreasi tersebut?...........................................................................................jam 22. Berapakah biaya yang anda keluarkan untuk melakukan kegiatan ekoturisme ke tempat ekowisata alternatif tersebut?................................................. Meliputi ongkos pulang pergi, konsumsi, dokumentasi dan biaya yang tak terduga namun tidak termasuk harga tiket. (Jika anda menggunakan kendaraan pribadi, ongkos pulang pergi merupakan biaya bahan bakar dan parkir). a. < Rp. 10.000 per orang b. Rp. 10.000 – Rp. 19.999 per orang c. Rp. 20.000 – Rp. 29.999 per orang d. Rp. 30.000 – Rp. 49.999 per orang e. > Rp. 49.999 per orang C. Kebun Raya Bogor 23. Saat ini tiket masuk KRB Rp. 5.000, menurut anda berapakah harga tiket yang sesuai?.............................................................................................................. a. Sudah sesuai b. < Rp.5000 c. > Rp. 5000 – Rp 10.000 d. > Rp. 10.000 – Rp. 15.000 e. > Rp. 15.000 – Rp. 20.000 f. > Rp. 20.000
109
110
24. Menurut anda, apa sajakah fungsi ekologis KRB bagi kota Bogor? (Pendapat boleh lebih dari 1) ................................................................................................................................. .25. Menurut anda, bagaimanakah nilai KRB secara keseluruhan dilihat dari kelengkapan koleksi tumbuhan, kebersihan, kenyamanan, keamanan dan kelengkapan fasilitas. Beri tanda v pada kolom jawaban yang anda pilih. KRITERIA
PENILAIAN BAGUS
SEDANG
BURUK
Kelengkapan koleksi tumbuhan Kebersihan Kenyamanan Keamanan Kelengkapan fasilitas 26.Apakah saran anda berikan untuk KRB? ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... Terima kasih atas kesediaan anda mengisi koesioner ini
110
111
Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Model 1 (SPSS 12.0)
Exponential Regression Of Model 1
Model Summary (b)
Model
R
R Square
1
,930(a)
Adjusted
Std. Error of the
R Square
Estimate
,866
,836
,2934270
a Predictors: (Constant), Char, Ca, Job, Day, Sex, Dk, Marital, Ck, Edu, Inc, Ta, Freq, Age, Attrac b Dependent Variable: lnY
Analysis of Variance (b) (ANOVA) Sum of Model 1
Squares Regression Residual Total
Mean df
Square
41,016
16 2,563
6,371
74 ,086
47,387
F 29,773
Sig. ,000(a)
90
a Predictors: (Constant), Char, Ca, Job, Day, Sex, Dk, Marital, Ck, Edu, Inc, Ta, Freq, Age, Attrac, Tk, Da b Dependent Variable: lnY
111
112
Lampiran 2. Lanjutan Coefficients (a) Std.
Std.
Error
Beta
Model
Variabel
B
1
(Constant)
,297
,240
Age
,002
,003
Sex
-,052
t
P
VIF
1,238
,220
,028
,437
,663
2,242
,077
-,035
-,676
,501
1,451
,180
,088
,123
2,040
,045
1,991
Edu
-,005
,012
-,022
-,436
,664
1,359
Job
-,031
,072
-,020
-,424
,673
1,256
Inc
,000
,000
-,024
-,463
,645
1,491
Freq
,053
,011
,291
4,760
,000
2,055
Attrac
,920
,098
,616
9,341
,000
2,397
Day
,032
,075
,021
,425
,672
1,342
Dk
-,011
,006
-,283
-1,895
,062
12,286
Tk
,006
,003
,304
2,002
,049
12,660
Ck
,000
,000
,003
,048
,962
1,850
Da
,005
,015
,186
,322
,749
184,963
Ta
-,003
,006
-,295
-,509
,612
185,481
Ca
,000
,000
,094
1,804
,075
1,485
Char
,150
,096
,088
1,567
,121
1,717
Marital
a Dependent Variable: lnY
112
113
Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Model 2 (SPSS 12.0)
Exponential Regression of Model 2
The regression equation is lnY = 0,354 + 0.001Age - 0.81Sex + 1,87Marital -0.003Edu + 0.006Job + 0.000Inc + 0.51Inc + 0.51Frek + 0.947 Attrac + 0.20 Day + 0.000Ca – 0.001Ta + 1,43Char
Model Summary (b) Std. Error
Model
R
2
,926(a)
Adjusted R
of the
Durbin-
Square
Estimate
Watson
R Square ,857
,831
,2983716
2,113
a Predictors: (Constant), Char, Ca, Job, Day, Sex, Dk, Marital, Ck, Edu, Inc, Ta, Freq, Age, Attrac b Dependent Variable: lnY
Analysis of Variance (b) Sum of Model 2
Squares Regression Residual Total
Mean df
Square
40,621
14
2,901
6,766
76
,089
47,387
90
F 32,592
Sig. ,000(a)
a Predictors: (Constant), Char, Ca, Job, Day, Sex, Dk, Marital, Ck, Edu, Inc, Ta, Freq, Age, Attrac b Dependent Variable: lnY
113
114
Lampiran 3. Lanjutan
Coefficients(a) Std. Model
Variabel
B
Error
1
(Constant)
,354
,231
Age
,001
,004
Sex
-,081
Beta
t
P
VIF
1,536
,129
,017
,270
,788
2,226
,077
-,054
-1,056
,294
1,390
,187
,089
,127
2,100
,039*
1,963
Edu
-,003
,013
-,013
-,260
,795
1,346
Job
,006
,071
,004
,089
,930
1,161
Inc
,000
,000
-,044
-,854
,396
1,440
Freq
,051
,011
,278
4,525
,000*
2,015
Attrac
,947
,099
,635
9,550
,000*
2,354
Day
,020
,076
,013
,264
,792
1,315
Dk
,000
,002
,004
,088
,930
1,256
Ck
,000
,000
,016
,267
,791
1,823
Ta
-,001
,001
-,104
-1,915
,059*
1,574
Ca
,000
,000
,079
1,516
,134*
1,461
Char
,143
,097
,083
1,475
,144*
1,698
Marital
a Dependent Variable: lnY * Nyata pada taraf uji 15%
114
115
Lampiran 3. Lanjutan N ormal Probability Plot of the Residuals (res pons e is lny) 99.9 99 95 90
Pe rce nt
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-1.5
-1.0
-0. 5
0.0 Re sidual
0.5
1.0
1.5
Residuals Versus the Fitted Values (response is lny) 1.0
Residual
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 0.0
0.5
1.0 1.5 Fitted Value
2.0
2.5
Residuals Versus the Order of the Data (response is lny)
1.0
Residual
0.5
0.0
-0.5
-1.0
-1.5 1
10
20
30
40 50 60 Observat ion Order
70
80
90
.
115
116
116