EPIDEMIOLOGI & PENGENDALIAN (S3): Model Prediksi pada Penyakit Blas Padi
Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya Email : @ub.ac.id 1. PENDAHULUAN
4. REFERENSI
2. TUJUAN PEMBELAJARAN
5. PROPAGASI
3. KEGIATAN BELAJAR
6. PENDALAMAN
1. PENDAHULUAN dapat diartikan sebagai bentuk sederhana dari sualu sistem
yang sebenarnya komplek dengan banyak unsur pendukungnya, sehingga dapat mempermudah pengertian tentang sistem itu sendiri. Namun demikian sifat sederhana tersebut tidak menghilangkan ciri-ciri penting dari sistem yang sebernarnya, sehingga perilaku dari sistem tersebut sama seperti yang ada pada model (Zadock, 1979). Untuk memprediksi kehilangan hasil, juga diperlukan model yang disebut model prediksi. Dengan model prediksi ini dapat dipcrkirakan kehilangan hasil seawal mungkin sehingga akan menjadi pertimbangan untuk melakukan tindakan pengendalian, mengatur logistik dan transportasi, menentukan tingkat harga nantinya dan proses produksinya pada musim yang akan datang. Model prediksi berdasarkan pada pengetahuan tentang penyakit, iklim, dan konsep fisiologi tanaman. Manfaat model prediksi ini akan eftlsien untuk pengelolaan penyakit jika diketahui secara tepat dan akurat informasi tentang intensitas penyakit, hubungan antara intensitas penyakit dengan kehilangan hasil dan fektor-faktor yang mempengaruhinya (Zadock, 1979; Nutter, 1990). Salah satu penyebab kehilangan hasil pada tanaman padi adalah karena penyakit blast yang disebabkkan oleh jamur Pyricularia oryzae. Penyakit ini dapat menyebabkan kehilangan hasil yang sangat serius baik di daerah tropis maupun di daerah sub-tropis (Ou, 1985). Bahkan akhir-akhir ini hasil survey menunjukkan bahwa penyakit blast merupakan penyebab kehilangan hasil yang sangat serius di Asia Tenggara (Teng ct a/., 1990). Di Indonesia kehilangan hasil karena blast meningkat seiring dengan makin meningkatnya intensifikasi pertanian (Semangun, 1994).
7
SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT (SPEED)
Model
MODUL
Mata Kuliah / MateriKuliah
2. TUJUAN PEMBELAJARAN
Brawijaya University
2013
Mengenalkan mengenai model peramalan penyakit dengan kasus pada penyakit blas tanaman padi dengan menggunakan pendekatan model dinamis, diharapkan mahasiswa akan punya pemahaman holistik mengenai dinamikan penyakit dalam pertanaman.
3. KEGIATAN BELAJAR Model prediksi berdasarkan pengetahuan tentang penyakit, iklim dan konsep fisiologi tanaman (Zadock, 1979). Penyakit Blast Penyakit blast dapat menyerang pada semua tingkat pertumbuhan padi sehingga penyakit ini dibagi menjadi tiga macam, yaitu, blast daun, blast leher dan blast malai dan ruas. Blast daun umumnya dimulai pada persemaian atau awal tahap tanaman, dan meningkat pada tahap tanaman maksimum (maximum liller) dan kemudian akan menurun. Pada tahap selanjutnya tanaman padi terserang bias leher dan terakhir blast malai yang terjadinya sekitar 10 hari setelah keluar malai (Gambar 1).
Gambar 1. Epidemik anatomi dari penyakit blast, Ket.: ---blast daun; -.-.-blast leher; - blast malai dan ruas Blast daun Berat serangan penyakit karena serangan blast daun dapat diukur dengan standart yang dikeluarkan olehlRRI seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram standard untuk serangan blast daun Page 2 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
Disamping dengan menggunakan diagram dapat pula dengan menduga persentase luas daun yang terserang (DLA = disease leaf area); Y = 100[(a1X1 +.......anXn)/L] Dimana, Y = rata-rata DLA dari contoh; a1 - an = rata-rata ukuran bercak dari klas yang berbeda (Gambar 3); X1 - Xn = jumlah bercak pada masing-masing klas; L = Total luas daun contoh.
Gambar 3. Kunci klas yang berbeda untuk bercak blas (cm 2) Blast malai Beratnya serangan blast malai merupakan parameter yang sangat penting dalam hubungannya dengan kehilangan hasil. Perhitungan blast malai adalah (Tsai, 1988); X = [5n1 + 3n2 + 2n3+ ln4 + 0 (n5+ n6)|/N dimana; n1 = jumlah malai yang rusak 100% n2 = jumlah malai yang rusak > 66,7% - < 100,0% n3 = jumlah malai yang rusak > 50,0% - < 66,7% n4 = jumlah malai yang rusak > 33,3% - < 50,0% n5 = jumlah malai yang berbercak tapi biji tidak rusak n6 = jumlah malai yang sehat N = jumlah total daun Penduga untuk beratnya serangan blast malai ini adalah sama seperti bias daun yaitu; Y = [(anLn)/]/L dimana; Page 3 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
Y = rata-rata serangan blast leher
2013
an = serangan blast pada daun dari sampel Ln = luas daun dari daun n L = Total luas daun Konsep fisiologi tanaman padi sakit Perubahan fisiologi tanaman karena serangan blast yang dapat berpengaruh hasil adalah meningkatnya respirasi karena blast daun (Bastiaans datum Pinnschmidt et al., 1994) sehingga fotosintetik bersih (net photosynlhetic) berkurang. Selain itu blast malai dapat menyebabkan kehilangan hasil karena pada siang hari diduga terjadi hambatan (blokade) aliran translokasi asimilat ke biji pada tahap serangan awal. Ada serangan yang lebih lanjut sangat menentukan kehilangan hasil (Pinnschmidt et al., 1994). Model MACROS-LTD menggambarkan berbagai jalan dari blast daun mempengaruhi laju pertumbuhan tanaman seperti telihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Diagram modeling pada MACROS-L1D. Iklim Pengaruh iklim terhadap penyakit blast terutama adalah kelembaban, suhu dan lamanya daun basah. Secara lengkap faktor iklim yang berpengaruh terhadap penyakit blas dapat dilihat pada Gambar 5.
Page 4 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
Gambar 4. Faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit blast Kehilangan hasil karena penyakit blast diukur dengan hasil perusahaan ha, malai perusahaan m2, biji perusahaan malai, fraksi gabah, berat gabah, indeks panen, lamanya daun sehat, dan absorpsi daun sehat. Prediksi hasil yang dipengaruhi oleh berbagai tife blast dan organisme pengganggu lainnya dengan menggunakan CERES-RICE MODEL dan model regresi multivariate dapat dilihat pada Gambar 6.
Hubungan antara beratnya serangan blast malai dan kehilangan hasil ternyata tidak tetap tetapi umumnya lebih banyak tergantung dengan vvaktu aplikasi seperti yang terlihat pada Gambar 6.
Page 5 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
Gambar 6. Kurva kehilangan hasil secara simulasi karena penyakit blas dengan model CERES-rice. Menurut Tshigro (1994), model perkembangan penyakit blast ada dua yaitu BLAST L untuk blast daun dan PBLAST pada blast malai. Model tersebut bisa berubah-rubah akibat pengaruh berbagai faktor. Misalnya akibat pemberian pupuk N pada saat yang bervariasi maka epidemi yang diprediksi terjadi pada 31 Juli paling tinggi dibanding pada pemberian 6 Juli (Gambar 7).
Gambar 7. Prediksi serangan epidemi dengan menggunakan model BLAST. Tanda panah menunjukkan epidemi blast pada daun (Ishiguro dan Naito, 1993).
Page 6 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
MANFAAT MODEL
2013
Model dapat diartikan sebagai bentuk sederhana dari suatu sistem yang sebenarnya, sehingga mempermudah pengertian tentang sistem itu sendiri. Namun demikian sifat kesederhanaan tersebut tidak menghilangkan ciri-ciri penting dari sistem yang sebenarnya sehingga perilaku dari sistem tersebut sama seperti yang ada di dalam model. Adanya model sangat bermanfaat dalam penerapan konsep pengelolaan hama dan penyakit secara terpadu karena model dapat memberikan informasi seperti: 1. Menjelaskan keadaan dan perilaku sistem di alam yang komplek. 2. Dapat menggambarkan aspek dominan yang berperan 3. Dapat meramalkan perilaku sistem berdasarkan pengetahuan yang terpisah tentang komponen sistem. 4. Dapat melakukan teknik optimasi tentang komponen dari sistem 5. Dapat meramalkan perlakuan sistem berdasarkan pengetahuan yang terpisah tentang komponen sistem. Karena epidemi penyakit tumbuhan adalah suatu proses yang dinamis, dengan demikian kemunculan, perkembangan dan penyebaran selalu berubah setiap waktu. Perubahan setiap waktu apabila dapat diikuti maka akan terlihat ada pola tertentu. Pola tertentu ini ditentukan oleh komponenkomponen yang menentukan terjadinya epidemi penyakit. Dengan demikian apabila mampu melihat komponen yang menentukan maka akan dapat menduga perkembangan penyakit pada waktu yang akan datang. Umumnya pola epidemi bervariasi dengan varietas tanaman inang dan ras patogen yang ada, dengan jumlah inokulum patogen yang terdapat pada awal epidemi, dan dengan tingkat kelembapan dan suhu selama epidemi berlangsung. Lebih banyak informasi yang didapat tentang setiap komponen epidemi maka akan lebih dapat kita memahami dan menggambarkan pola yang akan terjadi, dan pada akhirnya dapat membuat model epidemi penyakit tersebut. Dengan dibuatnya model maka dapat dilihat arah dan tingkat serangan pada waktu yang akan datang atau pada areal yang lain. Dan dengan model itu pula dapat ditentukan strategi pengendalian yang terbaik sesuai dengan kondisi patogen yang ada di pertanaman. Pada perinsipya model epidemi penyakit tumbuhan mengandung informasi yang berkenaan dengan; jumlah dan efikasi inokulum awal, pengaruh faktor lingkungan, ketahanan tumbuhan inang terhadap patogen, dan lama jangka waktu inang dan patogen berinteraksi.
Page 7 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
Penyakit blas
2013
Penyakit bias disebakan oleh jamur P. oryzae yang termasuk ordo Moniliales, famili Dematiace dan tergolong jamur imperfek, namun apabila diketahui fase seksualnya maka diberi nama Magnaporthe grisea. Namun bentuk sempurna ini sulit ditemukan di alam. Sumber inokulum awal berasal dari sisa-sisa tanaman sakit di lapang atau terbawa oleh biji dalam bentuk miselium atau konidium. Berdasarkan hasil penelitian di India diketahui bahwa sumber inokulum awal juga dari tanaman liar lempuyangan dan menurut Semangun (1962) dapat pula berasal dari rumpur gajah disamping 38 macam jenis rumput lainnya. Penularan terutama terjadi dengan perantaraan konidium yang dipencarkan oleh angin, dengan demikian beratnya serangan sangat dipengaruhi oleh faktor luar (Gambar 8 dan 9). Faktor yang sangat menentukan adalah kelebihan nitrogen akan menambah kerentanan tanaman, disamping kekurangan air. Hal ini diduga karena kedua faktor tersebut menyebabkan berkurangnya kadar silisium tanaman.
Gambar 8. Diagram siklus hidup dari jamur Pyricularia oryzae
Gambar 9. Bentuk konidium dan konidiofor dari Pyricularia oryzae (500x)
Page 8 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
Konidium dibentuk dan dipencarkan diwaktu malam atau dipencarkan siang hari setelah turun hujan, karena konidium akan dilepaskan jika kelembapan nisbi udara lebih tinggi dari 90%. Pelepasan terjadi secara eksplosif karena pecahnya sel kecil di bawah konidium akibat dari pengaruh tekanan osmotik. Pemencaran konidium terjadi dengan bantuan hembusan angin, air hujan, jerami dan gabah yang terinfeksi. Dengan bantuan angin maka konidium dapat dipencarkan sejauh 20 km dengan ketinggian 2.500m. Setelah konidium berada dipermukaan tanaman akan berkecambah dalam waktu empat jam dan dapat menyerang tanaman inang sesudah delapan jam sampai sepuluh jam apabila keadaan terus menerus mendukung. Penetrasi dapat terjadi melewai stomata atau dengan menembus langsung lapisan epidermis dan kutikula yang ada. Penetrasi dengan menembus langsung dapat terjadi melalui permukaan atas daun dan daun-daun yang muda. Namun demikian infeksi bias sangat ditentukan oleh lamanya daun padi basah karena embun dan suhu berkisar antara 25-30 C. Gejala serangan timbul antara 4-7 hari setelah inokulasi dan akan menghasilkan konidium dalam waktu empat sampai tujuh hari. Dalam keadan yang menguntungkan maka tiap bercak dapat menghasilkan 2.000 - 6000 konidia selama 1 hari. Sedangkan pada lesio yang kecil dapat membentuk 50 - 300 konidia selama 5-7 hari. Konidium dapat hidup dan tetap virulen selama tujuh bulan dan dapat bertahan selama 20 bulan dalam keadaan kering dengan membentuk klamidospora. Bahkan pada jerami kering dapat bertahan hidup lebih dari dua tahun. Dari segi epidemiologi penyakit bias mengikuti pola bunga majemuk kontinyu, laju infeksi r sangat dipengaruhi oleh faktor iklim terutama pada musim penghujan. Laju infeksi ini akan tambah tinggi lagi apabila sumber inokulum awal Xo sudah besar dan usaha penurunan populasi awal itu sangat kurang. Karena r selalu tinggi maka cara pengendalian yang lebih tepat adalah menggunakan varietas tahan. Blast di kenal di semua negara penanam padi dan dianggap sebagai penyakit padi yang paling penting (Ou, 1985). Penyakit blast juga sudah lama di kenal di Indonesia (Rutgers 1914 dalam Semangun
1994).
Penyakit
meningkatnya intensitlkasi
ini
lebih
pertanian
banyak di
terdapat
Indonesia
dipertanaman
menyebabkan
padi
kerugian
yang
subur,
dan
karena
blasit
juga
meningkat. Faktor yang menentukan perkembangan dan beratnya serangan blast adalah : (Shahjanan, 1994). 1. Faktor inang reaksi kultivar yang ditanam pada daerah endemis terhadap patogen 2. Faktor patogen : sumber inokulum dan jumlah inokulum, spectrum virulensi/phatotype. 3. Faktor fisik : suhu, kelembaban, periode embun atau lamanya daun basah, curah hujan dan, kecepatan angin Page 9 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
4. Faktor agronomis atau pola tanam:
2013
Inang perantara, kondisi kelembapan dan type tanah, jumlah N, P, dan K yang diberikan, dan kandungan silikon tanah. Epidemiologi blast padi di daerah tropik dipengaruhi oleh periode embun, lamanya daun basah, suhu pada waktu perkecambahan, pembentukan appresorium, penetrasi dan periode laten, kecepatan angin pada waktu penyebaran spora, kelembapan relatif pada waktu sporulasi. Selain ltu stress air, kandungan si tanah, status N tanah, sumber dan jumlah inokulum, umur tanam inang merupakan faktor yang berperan pada perkembangan penyakit blast. FAKTOR YANG MENENTUKAN TERJADINYA PENYAKIT Faktor Tanaman yang menentukan terjadinya penyakit Umur tanaman Ketahanan terhadap penyakit berubah pada tingkat umur yang berbeda. Ada yangg rentan pada umur muda tapi adapula yang rentan pada umur tua. Tipe tanaman Ada perbedaan ketahanan antara tanaman semusim dengan tanaman tahunan. Tanaman semusim epidemi berkembang lebih cepat sedangkan tanaman tahunan sebaliknya. Tingkat keseragaman genetik Pada tanaman inang yang secara genetik seragam ditanam pada areal yang luas maka kemungkinan terjadinya epidemi akan lebih besar akibat timbulnya ras baru yang lebih ganas. Tingkat ketahanan genetik Tanaman inang yang mempunyai tingkat ketahanan genetik vertikal yang tinggi tidak memberi peluang patogen berkembang sehingga epidemi sulit terjadi, kecuali muncul ras patogen baru. Sedangkan tanaman yang mempunyai ketahanan horizontal akan lebih rendah, mungkin adapat terinfeksi tetapi laju perkembangan penyakit dan epideminya tergantung pada tingkat ketahanan dan keadaan lingkungan. Faktor Patogen yang menentukan terjadinya epidemi penyakit Tingkat virulensi patogen Patogen yang virulensinya tinggi akan dapat dengan cepat menginfeksi inang yang selanjutnya akan menghasilkan jumlah inokulum yang lebih banyak dibanding dengan patogen yang kurang virulen
Page 10 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
Jumlah inokulum
2013
Makin besar jumlah propagul maka akan lebih banyak inokulum yang dapat mencapai inang sehingga lebih besar peluang terjadinya epidemi. Bentuk reproduksi patogen Patogen yang mempunyia daur reproduksi yang pendek dan berulang-ulang dapat membentuk banyak keturunan dalam satu musim sehingga kemungkinan terjadinya epidemi akan lebih cepat. Ekologi patogen Patogen yang menghasilkan inokulum pada permukaan tanaman yang berada di atas tanah akan lebih cepat menimbulkan epidemi penyakit dibanding patogen yang berkembangbiak dibagian tanaman yang berada di dalam tanah. Bentuk penyebaran Agen penyebar yang paling efektif untuk terjadinya epidemi adalah angin, vector dan air. Faktor lingkungan yang menentukan terjadinya epidemi penyakit Faktor
lingkungan
dapat
menentukan
terjadinya
epidemi
karena
lingkungan
mungkin
mempengaruhi ketersediaan, tingkat pertumbuhan, sukulen, kerentanan genetik tumbuhan, daya bertahan hidup, vigor, laju reproduksi, laju sporulasi, penyebaran patogen dan perkecambahan patogen. Kelembaban Kelembapan yang berlebihan, berlangsung lama atau terjadi berulang-ulang, baik dalam bentuk hujan, embun atau kelembapan relatif yang tinggi merupakan faktor yang sanat membantu perkembangan sebagian besar infeksi penyakit, terutama penyakit yang, disebabkan oleh golongan jamur dan bakteri. Suhu Pada suhu yang relatif tinggi atau lebih rendah dari kisaran suhu optimum kadang dapat menurunkan ketahanan karena tanaman stres dan terdisposisi terhadap penyakit. Faktor manusia yang menentukan terjadinya epidemi penyakit Banyak aktivitas manusia yang secara langsung atau tidak lngsung mempengaruhi terjadinya penyakit. Dari tindakan manusia itu ada yang menguntungkan dan ada yang menekan laju epidemi Page 11 of 12
Mata Kuliah / MateriKuliah
Brawijaya University
2013
penyakit. Berbagai tindakan manusia tersebut diantaranya adalah: pemilihan dan persiapan lahan, cara bercocok tanam, tindakan pengendalian dan perlakuan bahan perbanyakan.
Referensi lshiguro, K. 1994. Using simulations models to explore better strategi tor managemen of blast disease Indonesia temperate rice phatosystems. 1RRI. Manila, Philiphina. Nutter. F.W. 1990. Generating plant disease epidemic Indonesia yield loss experimen. 1RR1. Los Banos. Philiphina. Ou, S.H. 1985. Diasease. 2 nd-ed. Commonwealth Micologycal Inst. Kew, U.K. Pinnshimdt, H O. 1994. Methodology for quantifying rice yield effect of blast. 1RRI. Manila, Philiphina. Semangun, H. 1994. Penyakit tanaman pangan. Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta. Teng, P . S. 1990. The epidemiological basis for blast management. 1RR1. Los Banos Philiphina. Zadock. 1979. Epidemiology and plant disease management. Univ. Press New York. Oxford.
PROPAGASI Mahasiswa diminta untuk membuat struktur model berdasarkan asumsi yang dimilikinya pada sebuah kasus penyakit tertentu kemudian dikembangkan menjadi sebuah model yang matang.
PENDALAMAN Apakah yang dimaksud dengan model dalam epidemiologi ada berapa macamkah dan berikan contoh-contohnya serta penjalasannya.
Page 12 of 12