BAB 4 KONSEP DESAIN
4.1
Landasan Teori/Metode : 4.1.1 Teori Branding Istilah “Branding” seringkali dicampuradukkan dengan “Corporate Identity” atau “Corporate Image”. Sebenarnya mereka mempunyai arti yang berbeda. - Corporate Identity (Identitas Korporat) lebih mengacu pada sebuah perusahaan, logo, slogan, ekspresi visual, atau “tampilan” sebuah perusahaan. - Corporate image adalah persepsi publik terhadap perusahaan, baik disengaja maupun tidak disengaja. - Corporate Branding, kebalikannya, merupakan sebuah proses bisnis yang terencana dan secara strategis difokuskan dan disatukan melalui organisasi. Branding menentukan suatu arah, kemurnian suatu tujuan, inspirasi, dan semangat bagi aset perusahaan, yaitu merek korporat. Sebuah merek menjadi merek inti ketika merek tersebut ditetapkan, diarahkan,dan dimengerti tidak hanya oleh orang dalam perusahaan, namun juga oleh masyarakat. Sejalan dengan hal di atas, Pat Mason Knapp dalam buku “Identity Design Sourcebook” (Rockport Publisher Inc, 2004) menyatakan bahwa perusahaan apapun yang hendak bertahan dan berkembang pesat pada masa sekarang dan kedepannya, baginya identitas yang kuat dan mudah diingat sangatlah krusial. Bagi perusahaan-perusahaan tersebut, Corporate Identity yang terjaga dan diaplikasikan secara konsisten akan memperkuat ikatan antara bisnis dan pelanggan mereka. Menurut Kris Lansen, Managing Director Interbrand’s Chicago, brand yang kuat harus memenuhi empat ketentuan, yaitu harus: 1. Relevan dengan target audience 2. Memiliki kredibilitas 3. Dapat membedakan diri dari kompetitornya, dan 4. Mempunyai kemampuan untuk berkembang sesuai kebutuhan pasar. Dan ada pula karakteristik kunci yang harus dimiliki brand yang baik, mengutip kata Ken Carbone ( Carbone Smolan Agency, New York ), yaitu jika suatu brand dapat menyentuh emosi audiencenya, entah dengan cara apa, maka brand itu akan menjadi hidup, dan akan selalu dikenang. Pada kasus brand fashion retail yang bru ini, usaha untuk menyentuh emosi audience tersebut dilakukan dengan cara
15
16 sharing kepada konsumen mengenai berbagai hal tentang fashion, sehingga mereka dapat merasa dekat dengan brand tersebut. Melalui retail fashion yang baru nanti diharapkan masyarakat dapat lebih dekat dan belajar banyak mengenai fashion. 4.1.2 Sistem Desain Menurut OrangeSeed Design, sebuah sistem desain terbentuk dari logo, artwork, gambar (baik fotografi maupun illustrasi), warna, tipografi, dan elemen grafis lainnya yang membuat sebuah desain menjadi unik. Aturan dan prosedur penggunaan masing-masing elemen harus dijabarkan secara mendetil dalam “corporate style guidelines” , untuk menciptakan konsistensi desain dalam keseluruhan item yang termasuk dalam proyek prusahaan. Fungsi sistem desain adalah untuk bercerita , mengkomunikasikan kepribadian karakter perusahaan, membangun loyalitas terhadap brand, dan memberikan petunjung yang menggambarkan hubungan antara berbagai macam hal yang berbeda dalam “tampilah” sebuah perusahaan, sehingga terbentuk sebuah konsistensi. Konsistensi ini sangat dibutuhkan oleh sebuah perusahaan dalam upaya untuk menjaga supaya identitas visual baru yang hendak dibuat berpijak pada kerangka/fondasi tertentu. Cara paling efektif untuk menjaga konsistensi sistem desain adalah dengan menentukan dan membukukan sistem itu kedalam suatu style guidelines. 4.1.3 Style Guidelines Style guidelines adalah aturan dan standarisasi yang harus dipatuhi dalam menciptakan desain apapun untuk sebuah perusahaan. Style guidelines mempunyai banyak nama alias yang diantaranya Brand Standards, GSM (Graphic Standard Manual) atau Standar Grafis Manual, Identity Guidelines, dan lain-lain, namun pada dasarnya mereka mempunyai 1 fungsi dan tujuan yang sama. Seperti yang telah disebutkan di atas, sebuah perusahaan membutuhkan sebuah panduan gaya / style guidelines untuk menjaga konsistensi identitas visualnya supaya tidak melenceng dari karakter desain yang didasarkan pada rentang waktu tersebut. Lebih jauh, panduan ini diperlukan untuk mencegah perubahan desain. Sebab seringkali baik disengaja maupuan tidak, seiring waktu berjalan maka otomatis desian ikut berubah dan mengalami pergeseran gaya dari satu desainer ke desainer lainnya. Hal penting yang hendaknya selalu diingat dalam pembuatan style guidelines adalah segi fleksibilitas, supaya desain dapat selalu diaplikasikan pada proyek-proyek di masa mendatang dalam bentuk
17 medium aplikasi sebanyak mungkin. 4.1.4 Style Overview Setiap perusahaan atau produk mempunyai gaya sendiri. Gaya tersebut mencerminkan kepribadian, image, dan karakter perusahaannya. Gaya ini hendaknya juga menggambarkan siapa (identitas) perusahaan, latar belakang dan sifat perusahaan. Tidak hanya itu, gaya ini juga mengarahkan bagaimana perusahaan tersebut ingin dipandang oleh masyarakat. 4.1.5 The Gestalt Principle of Perception Pada 1930, psikolog Gestalt Kurt Koffka, Wolfgang Köhler, dan Max Wertheimer mengaplikasikan teori ini untuk persepsi visual. Mereka percaya bahwa manusia melihat komposisi secara keseluruhan, bukan sebagai kumpulan bentuk individu. Sementara elemen desain secara individu mungkin memiliki informasi tersendiri, namun bila mereka dilihat berdasarkan kaitannya dengan elemenelemen desain lain, hal ini memungkinkan perubahan konteks dari elemen desain tersebut. Koffka, Köhler, dan Wertheimer berteori bahwa dalam hal persepsi visual, pemahaman dicapai dengan mengenali interaksi antara elemen desain bersamaan dengan membaca komposisi desain secara keseluruhan. Percobaan mereka dalam persepsi visual berusaha untuk menggambarkan bagaimana kita mengelompokkan unsur-unsur desain ke dalam suatu komposisi desain yang utuh. Hasil studi ini membentuk apa yang kita sekarang sering disebut sebagai Gestalt Prinsip Persepsi. Prinsip-prinsip ini memberikan dukungan kepada banyak teknik yang digunakan desainer untuk memanipulasi bentuk serta menciptakan hirarki dan makna dari desain mereka. Prinsip-prinsip yang paling relevan tercantum sebagai berikut: The Principle of Proximity (Prinsip Kedekatan) Menyatakan bahwa ketika audience melihat objek yang berdekatan maka mereka akan memprosesnya sebagai sebuah kelompok, dan menganggap mereka memiliki makna yang berhubungan. The Principle of Similarity (Prinsip Kesamaan) Menyatakan bahwa obyek-objek yang memiliki atribut yang sama – seperti ukuran, warna, bentuk, arah, orientasi, volume, dan tekstur – akan secara otomatis dikelompokkan sebagai satu kelompok. The Principle of Prägnanz (Prinsip Prägnanz) Juga dikenal sebagai keterkaitan antara figur – latar belakang (background), menyatakan bahwa ketika kita melihat bidang visual, objek yang tampil dapat terlihat baik dominan maupun resesif. Objek yang dominan dianggap sebagai tokoh (figur), dan obyek yang resesif
18 dilihat sebagai latar belakang (background). Ketika gambar atau pola desain dapat dilihat secara terbalik dari segi figur – latar, maka akan menjadi sulit untuk membedakan keterkaitan antara figur dengan latar belakang. Sebuah konsep yang terkait adalah Principle of Area (Prinsip Daerah), yang menyatakan bahwa benda yang lebih kecil pada umumnya dianggap sebagai tokoh dalam bidang visual yang lebih besar atau latar belakang. The Principle of Closure (Prinsip Pengutuhan) Menyatakan bahwa kita secara mental akan menutup atau membentuk secara utuh dari visual benda-benda yang tersirat. Sebagai contoh, serangkaian titik yang berdekatan yang membentuk garis secara tersirat – kita akan cenderung melihat sebuah garis daripada titik-titik secara individu.
4.1.6 Teori Logo Dalam sebuah branding yang baik dibutuhkan logo yang menarik agar menunjang identitas yang kuat, dan eksistensinya di antara brand sejenis. Menurut Martadi (2002, p62); logo merupakan representasi dari nilai-nilai ideal yang meliputi aspek : visi misi, ruang lingkup kerja, serta budaya perusahaan, dan berperan sebagai wajah suatu lembaga atau perusahaan. Berdasarkan Jurnal Nirmana (2002, p63); logo sebagai bahasa penanda adalah segala sesuatu yang berupa lambang, gambar, tulisan, angka, atau gabungan dari berbagai hal tersebut; yang di sandang oleh sebuah produk, perusahaan, lembaga, organisasi, atau kegiatan, untuk mencirikan eksistensinya agar dapat dibedakan dari produk atau merek lain. Membicarakan masalah logo maka tidak lepas dari bahasa penandaan yang menyangkut wilayah semiotika. Seorang pelopor semiotika, Ferdinand Saussure, menyatakan tentang adanya hubungan tanda dengan tanda-tanda lainnya. Sebuah tanda diartikan sebagai obyek fisik, sedangkan pengertian tentang tanda tersebut diberi istilah penanda (signifier) dan pertanda (signified). Keduanya merupakan aspek tanda yang tidak terpisahkan dan simultan. Penanda adalah citra dari tanda yang diterima lewat sensori indera, sedangkan pertanda adalah konsep abstrak yang diperlukan oleh tanda, dipancarkan oleh penanda dan menghasilkan makna yang muncul dari hubungan antara tanda dengan tanda-tanda lainnya. Simbol adalah tanda yang dimengerti atas dasar konvensi sekelompok komunitas, mengandung nilai-nilai yang dilatarbelakangi oleh pengalaman komunitas tersebut dengan kata lain, hubungan antara tanda dengan obyeknya disusun berdasarkan kesepakatan, peraturan dan norma-norma komunitasnya. Dalam menterjemahkan sebuah logo sebagi suatu simbol, tanda yang ditampilkan bisa memiliki makna berbeda antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya. ‘Makin
19 simbolis suatu logo, makin berhasil (sebagai logo)’; ungkap Roy Paul Nelson (1977). Pernyataan ini didasari oleh prinsip bahwa tampilan logo sebaiknya sarat pula dengan kandungan falsafah atau pandangan hidup pemiliknya. Dalam kaitannya dengan identitas yang baru, logo Mr. Freddy nantinya akan berubah nama menjadi The Fashion Academy yang mengusung konsep academy. 4.1.7 Teori Layout Dalam perancangan sebuah identitas komunikasi visual diperlukan sebuah system layout yang baik agar semua informasi dapat tersampaikan secara jelas namun tervisualisasi secara baik, terutama dalam perancangan identitas komunikasi visual The Fashion Academy. Menurut Surianto Rustan dalam buku “Layout Dasar dan Penerapannya” layout adalah tata letak elemen-elemen desain terhadap suatu bidang dalam media tertentu untuk mendukung konsep/ pesan yang dibawanya. Prinsip dasar dalam layout menurut Surianto Rustan dalam buku “ Layout Dasar dan Penerapannya” yaitu: 1. Hierarki Membuat prioritas dan mengurutkan dari yang harus dibaca pertama hingga yang boleh dibaca belakangan. Dengan adanya sequence akan membuat pembaca secara otomatis mengurutkan pandangan matanya. Sequence dapat dicapai dengan adanya emphasis. 2. Penekanan Penekanan dapat diciptakan dengan berbagai cara, antara lain : • Memberikan ukuran yang lebih besar diabndingkan elemen layout lainnya pada halaman tersebut. •
Warna yang kontras dan berbeda dengan latar belakang dan elemen lainnya.
•
Letakan diposisi yang strategis atau menarik perhatian.
•
Menggunakan bentuk atau style yang berbeda dengan sekitarnya.
3. Balance/ keseimbangan Pembagian berat yang merata pada satu bidang layout untuk menghasilkan kesan yang seimbang dengan menggunakan elemen yang dibutuhkan danmeletakan pada tempat yang tepat. Ada dua macam keseimbangan suatu layout yaitu : keseimbangan yang
20 simetris (symetrical balance) dan keseimbangan yang tidak simetris (asymmetrical balance) 4. Unity/kesatuan Agar layout memberikan efek yang kuat bagi pembacanya maka diharuskan untuk memiliki kesan kesatuan. Teks, gambar, warna , ukuran, posisi, style dan semua elemen lainya harus disusun secara tepat dan saling berkaitan sehingga mata pembaca dapat dibawa dan diarahkan keseluruh bagian iklan. 4.1.8 Teori Warna Warna merupakan salah satu identitas visual terkuat dalam sebuah design. Warna secara efektif dapat mengungkapkan pesan, ide, atau gagasan tanpa menggunakan tulisan atau bahasa. Menurut Leatrice Esseman dalam buku Pantone : Guide to Communication with color” (Ohio Graphic Press, 2000) warna merupakan metode yang paling tepat dalam usaha menyampaikan pesan dan tujuan. Warna adalah bagian dari proses pelengkapan identitas. Warna juga mendorong dan bekerja bersamaan dengan seluruh arti, simbol, dan proses pemikiran yang abstrak. Warna mengekspresikan fantasi, mengingatkan kembali waktu, tempat, dan memproduksi suatu keindahan/reaksi secara emosional. Prinsip warna menurut Robert B, Paker antara lain : - Penggunaan warna harus mempunyai fungsi - Warna harus memberikan cirri khas dari perusahaan/produk yang disampaikan - Penggunaan warna jangan hanya memberikan kesan artistic, tetapi juga bertujuan untuk mengatakan bahwa warna memang demikian adanya. - Hindari warna yang tidak perlu. Kemampuan warna menciptakan impresi, mampu menimbulkan efek-efek tertentu. Secara psikologis diuraikan oleh J. Linschoten dan Drs. Mansyur tentang warna sbb: Warna-warna itu bukanlah suatu gejala yang hanya dapat diamati saja, warna itu mempengaruhi kelakuan, memegang peranan penting dalam penilaian estetis dan turut menentukan suka tidaknya kita akan bermacam-macam benda dan menurut DGA (design graphic advertising) warna-warna memiliki arti, diantaranya Kuning : Optimis, Harapan. Merah/pink : Power, energi, kehangatan, cinta. Oranye : Energy, Keseimbangan, Kehangatan. Ungu : Spiritual, Misteri, Transformasi. Biru : Kepercayaan, Konservatif, Keamanan, Tehnologi, Kebersihan, Keteraturan. Hijau : alam, nature, selaras, ketenangan. Abu Abu : Intelek, Masa Depan (Milenium), Kesederhanaan
21 Putih : Netral, suci, kebaikan, kebersihan. Beberapa warna di atas akan banyak gunakan dalam applikasi konsep design The Fashion Academy. 4.1.9 Teori Tipografi Menurut Gavin Amborse & Paul Harris, Tipografi merupakan representasi visual dari sebuah bentuk komunikasi verbal dan merupakan properti visual yang pokok dan efektif. Hadirnya tipografi dalam sebuah media terpan visual merupakan faktor yang membedakan antara desain grafis dan media ekspresi visual lain seperti lukisan. Lewat kandungan nilai fungsional dan nilai estetiknya, huruf memiliki potensi untuk menterjemahkan atmosfir-atmosfir yang tersirat dalam sebuah komunikasi verbal yang dituangkan melalui abstraksi bentuk-bentuk visual. Pada dasarnya huruf memiliki energi yang dapat mengaktifkan gerak mata. Energi ini dapat dimanfaatkan secara positif apabila dalam penggunaannya senantiasa diperhatikan kaidah-kaidah estetika, kenyamanan keterbacaannya, sertainteraksi huruf terhadap ruang dan elemen-elemen visual di sekitarnya. Anatomi Huruf Setiap bentuk huruf dalam sebuah alfabet memiliki keunikan fisik yang menyebabkan mata kita dapat membedakan antara huruf ‘m’ dengan ‘p’ atau ‘C’ dengan ‘Q’. Keunikan ini disebabkan oleh cara mata kita melihat korelasi antara komponen visual yang satu dengan yang lain. Sekelompok pakar psikologi dari Jerman dan Austria pada tahun 1900 memformulasikan sebuah teori yang dikenal dengan teori Gestalt. Teori ini berbasis pada ‘pattern seeking’ dalam perilaku manusia. Setiap bagian dari sebuah gamabar dapat dianalsisi dan dievaluasi sebagai komponen yang berbeda. Salah satu hukum persepsi dan teori ini membuktikan bahwa untuk mengenal atau ‘membaca’ sebuah gambar diperluakan adanya kontras atara ruang positif yang disebut dengan figure dan ruang negatis yang disbut dengan ground. Jenis - jenis Huruf Berikut ini beberapa jenis huruf berdasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh James Craig , antara lain sbb : •
Roman Ciri dari huruf ini adalah memiliki sirip/kaki/serif yang berbentuk lancip pada ujungnya. Huruf Roman memiliki ketebalan dan ketipisan yang kontras pada garis-garis hurufnya. Kesan yang ditimbulkan adalah klasik, anggun, lemah gemulai dan feminin.
•
Egyptian
22 Adalah jenis huruf yang memiliki ciri kaki/sirip/serif yang berbentuk persegi seperti papan dengan ketebalan yang sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulakn adalah kokh, kuat, kekar dan stabil. •
Sans Serif Pengertian San Serif adalah tanpa sirip/serif, jadi huruf jenis ini tidak memiliki sirip pada ujung hurufnya dan memiliki ketebalan huruf yang sama atau hampir sama. Kesan yang ditimbulkan oleh huruf jenis ini adalah modern, kontemporer dan efisien.
•
Script Huruf Script menyerupai goresan tangan yang dikerjakan dengan pena, kuas atau pensil tajam dan biasanya miring ke kanan. Kesan yang ditimbulkannya adalah sifast pribadi dan akrab.
•
Miscellaneous Huruf jenis ini merupakan pengembangan dari bentuk-bentuk yang sudah ada. Ditambah hiasan dan ornamen, atau garis-garis dekoratif. Kesan yang dimiliki adalah dekoratif dan ornamental.
Dalam pemilihan jenis huruf, yang senantiasa harus diperhatikan adalah karakter produk yang akan ditonjolkan dan juga karakter target audiencenya. Seperti misalnya pada produk minyak wangi untuk wanita jarang yang menggunakan jenis huruf Egyptian karena berkesan kuat dan keras dan biasanya mempergunakan jenis huruf Roman yang bernuansa klasik dan lembut sehingga cocok dengan karakter minyak wangi dan wanita. 4.2
Strategi Kreatif 4.2.1
Keywords • Educate • Sharing • Tematik
4.2.2
Moods Fun, edgy, bold, young.
4.2.3
Keyfacts •
Jumlah mall dan departement store semakin banyak hampir di tiap wilayah ada, sehingga industri fashion retail bisa semakin dekat dengan konsumennya.
•
Industri fashion retail lokal di Indonésia
23 berkembang pesat dalam beberapa dekade terkahir ini, namun kebanyakan masih memiliki identitas dan style yang sama.
4.2.4
•
Mr. Freddy merupakan clothing line yang bukan hanya sekedar mengenai selling tapi juga sharing.
•
Telah cukup dikenal masyarakan melalui berbagai media seperti cetak, digital, dll
•
Melihat kesuksesan yang telah diraih sekarang, akan segera membuka sebuah fashion retail store baru di mall-mall besar di Indonesia.
Target Market Psikografi : a. Personality • Percaya diri. • Suka berkesperimen berpakaian. • Terbuka pada hal-hal baru. • Aktif.
dalam
b. Behaviour • Suka berbelanja. • Suka bersosialisasi. • Bergaya hidup metropolitan. • Memperhatikan perkembangan fashion (up-to-date). • Senang mempercantik diri / memperhatikan penampilan. c. Lifestyle • Memilih menghabiskan malam minggu di luar rumah. • Suka hangout dengan teman-teman. • Memilih mobil trendy seperti Honda Jazz atau Toyota Yaris. • Bersantai di Starbucks, Oh la la café, Burger King, Paulener. Demografi : - Wanita. - Cakupan umur 17-25th. - Status sosial menengah ke atas (B-A).
24
Geografi : o Tinggal di perkotaan. o Menetap lama di Jakarta ataupun sedang berlibur. 4.2.5
Benefit • Rational Benefit • Mampu memberikan “pengetahuan” di bidang fashion kepada konsumennya. • Menjual barang fashion up-to-date yang berkualitas. • Memiliki berbagai macam style fashion. Emotional Benefit • Memberikan rasa bangga memakai produk buatan lokal dengan kualitas yang baik dan harga yang terjangkau. • Meningkatkan rasa percaya diri karena dapat memakai baju yang up-to-date dan sesuai kepribadian mereka. • Memberikan rasa nyaman berbelanja di tempat yang sangat mengerti kepribadian mereka. • Merasa dimengerti bagaimana karakter dan jatidiri mereka.
4.2.6
Positioning TFA (The Fashion Academy) adalah satu-satunya fashion retail store lokal untuk wanita yang memiliki 6 style (tematik) dalam 1 toko, dan mampu memberikan “pengetahuan” lebih dibidang fashion kepada konsumennya.
4.3 Strategi Verbal Pemilihan nama brand dilakukan melalui cara associative name dimana nama diambil dari aspek atau manfaat produk atau jasa, termasuk juga ide atau gambaran langsung. Berdasarkan hal tersebut melalui konsep fashion retail store yang tidak hanya sekedar selling namun juga mampu memberikan “pengetahuan” di bidang fashion kepada konsumennya, toko tersebut akan dibuat layaknya sebuah academy dibidang fashion termasuk juga dari segi desain, mood dan interior toko sampai cara mendisplay barang, nama brand ini adalah TFA (The Fashion Academy).
4.4 Strategi Visual (design) TFA (The Fashion Academy) memiliki konsep layaknya sebuah academy di bidang fashion. Dengan konsep academy, toko ini akan dibuat
25 layaknya sebuah sekolah yang akan memberikan “pengetahuan” di bidang fashion kepada konsumennya termasuk juga dengan interior dan mood dari toko tersebut, serta cara mendisplay barang-barang di toko ini. Visual yang baru nantinya akan banyak menggunakan foto. Warna putih sebagai warna utamanya dengan warna-warna pendukung di setiap section stylenya. Disertai dengan mood edgy, fun dan modern.
4.5 Pemilihan Item 1. Logo 2. GSM 3. Poster 4. Brosure 5. Booklet 6. Label Tag. 7. Goodie bag. 8. Packaging. 9. Interior/mood toko. 10. Bussiness card. 11. Animasi logo. 12. Formulir aplikasi. 13. Kartu nama 14. Invitation Card 15. Fashion Dictionary