28
METODE PENELITIAN Koleksi dan Penyimpanan Ovarium Ovarium yang diperoleh dari rumah potong hewan dibawa dalam larutan NaCl fisiologis ditambah 50 µg/ml gentamycin. Interval antara pengambilan ovarium sampai pengolahan di laboratorium tidak melebihi 2 jam. Ovarium utuh dicuci tiga kali dalam phosphate-buffered saline (PBS, Sigma®, Sigma-Aldrich, USA) ditambah 50 µg/ml gentamycin, dicelupkan selama lima detik dalam larutan alkohol 70%, lalu dicuci kembali dalam larutan PBS tiga kali. Ovarium utuh kemudian dibagi secara acak menjadi beberapa perlakuan penyimpanan yaitu: a) suhu kamar selama 24 jam, b) suhu 5 oC selama 24, c) suhu 5 oC 72 jam, dan d) 20 oC selama 24 jam. Setiap perlakuan diulang 5 kali.
Vitrifikasi Ovarium Untuk keperluan vitrifikasi, ovarium dipisah antara cortex dan medula. Jaringan cortex dipotong menjadi bagian yang berukuran ± 1 mm3. PBS (Sigma®, Sigma-Aldrich, USA) digunakan sebagai medium dasar. Potongan jaringan dipaparkan ke dalam medium ekuilibrasi yaitu PBS ditambah 20% fetal calf serum (FCS, Sigma®, Sigma-Aldrich, USA), 7,5% (v/v) ethylene glycol (EG, Wako, Japan) dan 7,5% (v/v) dimethylsulphoxide (DMSO, AnalaR®, BDH Laboratory Supplies, England) selama 10, 20, dan 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya dipindahkan ke medium yang mengandung 15% EG, 15% DMSO, dan 0,5 M sukrosa selama 3 menit dalam suhu kamar. Dalam setiap perlakuan dilakukan lima ulangan. Sebagian jaringan dari masing-masing perlakuan lama ekuilibrasi diambil untuk pembuatan preparat histologis.
Potongan jaringan
lainnya dikemas dalam hemistraw, diletakkan dalam uap nitrogen cair selama 10 detik, kemudian ditenggelamkan ke dalam nitrogen cair. Untuk penghangatan, potongan ovarium beku dipaparkan ke medium mengandung 1 M; 0,5 M; 0,25 M sukrosa masing-masing selama 5 menit, selanjutnya dipindahkan ke medium tanpa sukrosa untuk perlakuan berikutnya.
29
Pembuatan Preparat Histologis Potongan jaringan cortex ovarium dari berbagai perlakuan penyimpanan dan vitrifikasi diinkubasi semalam dalam 4% para formaldehid dalam PBS (pH 7.4). Proses pengerjaan preparat histologis selanjutnya dilakukan dengan metode paraffin dan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (Kiernan, 1990).
Penghitungan Jumlah dan Pengamatan Morfologi Folikel Identifikasi morfologis dan estimasi total folikel primordial, primer, sekunder, atau antral diamati dengan mikroskop cahaya. Inti (folikel primordial) atau anak inti (folikel primer-antral) digunakan sebagai referensi titik hitung. Jumlah
folikel dihitung dengan menggunakan metode estimasi yaitu dengan
mencari terlebih dahulu untuk masing-masing tipe folikel. Jumlah setiap tipe folikel pada 25 sayatan serial pertama dijumlahkan kemudian dibandingkan dengan jumlah folikel pada setiap kelipatan lima. Folikel yang dihitung hanya folikel yang memiliki nukleolus dengan struktur yang jelas untuk menghindari perhitungan ganda. Faktor pengali
Jumlah folikel pada 25 sayatan pertama Jumlah folikel pada sayatan ke 1, 5, 10, 15, 20 , dan 25
Tahap perkembangan folikel diidentifikasi berdasarkan klasifikasi Myers et al. (2004). Folikel-folikel dengan satu lapis sel-sel granulosa pipih yang inaktif secara mitotik dikategorikan sebagai folikel primordial, Pada folikel primer lapisan sel granulosa berbentuk kuboid, diameter oosit lebih besar. Folikel sekunder mempunyai dua lapis atau lebih sel-sel granulosa kuboid. Folikel antral memiliki antrum, beberapa lapis sel granulosa dan sel-sel theca. Folikel-folikel dengan morfologi normal ditandai dengan oosit yang utuh, nukleus bulat dan mempunyai nukleolus, dikelilingi oleh sel-sel granulosa yang terorganisir dengan baik tanpa inti piknotik. Folikel-folikel diklasifikasikan mengalami degenerasi jika menunjukkan salah satu gejala berikut: kondensasi nuklues oosit, pengerutan oosit, ooplasma yang tidak homogen, badan-badan
30
piknotik, sel-sel granulosa yang tidak terorganisir atau kepadatan seluler yang rendah. Preparat histologis jaringan cortex ovarium diamati menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 kali. Untuk setiap perlakuan dan ulangan jumlah folikel yang diamati setiap tahap perkembangan minimal 100 folikel kecuali untuk folikel antral. Persentase folikel dengan morfologi utuh dihitung dengan persamaan: Persentase Folikel Utuh
Jumlah folikel dengan morfologi normal Jumlah folikel yang dihitung
100%
Analisis Data Data disajikan dalam bentuk rataan ± standar deviasi dan dianalisis menggunakan sidik ragam. Uji jarak berganda Duncan digunakan untuk menganalisis perbedaan antarperlakuan. Semua kalkulasi statistik dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS ver 17.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot dan Jumlah Folikel Ovarium Domba Bobot ovarium domba yang dipakai pada penelitian ini adalah 0,509 ± 0,181 gram dan 0,538 ± 0,161 masing-masing pada ovarium dengan corpus luteum (CL) dan tanpa CL (Tabel 1.) Jumlah folikel rata-rata 36303± 4470, sebagian besar adalah folikel preantral (primordial, primer, dan sekunder). Tabel 1. Bobot dan jumlah folikel ovarium domba Bobot ovarium Tanpa CL (n=58) (g) Dengan CL (n=32) (g) Jumlah folikel (n=7) Primordial Intermediet (peralihan primordial-primer) Primer Sekunder Antral Jumlah
0,509 ± 0,181 0,538 ± 0,161 20680 ± 1853,97 7990 ± 1355,47 6987 ± 1187,49 630 ± 108,17 17 ± 3,06 36303 ± 4470
31
Ovarium yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari domba betina dewasa sehingga folikel-folikel yang ada di dalamnya bervariasi yaitu cadangan folikel-folikel yang belum tumbuh (folikel primordial) dan folikel yang sudah mengalami pertumbuhan (folikel primer, sekunder, dan antral). Ovarium mamalia neonatal
mengandung cadangan folikel-folikel yang belum tumbuh yang di
dalamnya terdapat oosit yang beristirahat pada tahap diploten dari profase meiotik (Telfer et al. 2005). Seiring pertumbuhan hewan, sejumlah folikel-primordial teraktivasi dan memasuki fase perkembangan folikulogenik dimana sel-sel folikel berproliferasi, oosit tumbuh dan diameter folikel meningkat. Folikel-folikel preantral ini kemudian diprogram berdegenerasi (atresia), atau satu atau lebih folikel (tergantung pada spesies), menyempurnakan maturasi, membentuk antrum yang terdiri dari lapisan sel theca di bagian luar dan lapisan sel granulosa di bagian dalam (Telfer et al. 2005, Nandi et al. 2009). Setelah hewan memasuki masa pubertas, proses pematangan oosit berlangsung dan oosit tersebut diovulasikan (Russel & Robker 2007). Morfologi Folikel setelah Preservasi pada Berbagai Suhu Hasil penelitian menunjukkan bahwa folikel preantral domba dapat disimpan pada suhu rendah yaitu -20 oC selama 24 jam dan 5 oC sampai 72 jam (Tabel 2, Gambar 3). Meskipun jumlah folikel dengan morfologi normal menurun (P<0,05) tetapi masih menyisakan banyak folikel tahap primordial, primer, dan sekunder. Penyimpanan pada suhu -20 oC diduga dapat diperpanjang karena ovarium dipaparkan pada suhu sangat rendah sehingga metabolisme sel-sel dalam folikel didalamnya akan berhenti. Tabel 2. Persentase folikel dengan morfologi utuh setelah preservasi Perlakuan Kontrol Suhu kamar (24 jam) 5o C (24 Jam) 5o C (72 Jam) ‐20oC (24 jam)
Primordial 86,73 ± 0,98a 0,0± 0,00e 41,41 ± 7,24bA 22,96 ± 3,97cA 11,19 ± 3,35d
Tahap perkembangan Primer Sekunder 84,34 ± 2,25a 0,0± 0,00e 36,40 ± 4,12bA 16,84 ± 2,35cB 10,78 ± 2,78d
Antral 96,00± 8,94a 90,29 ± 9,17a e 0.0 ± 0,00 0,0± 0,00b 28,00 ± 4,99bB 0,0±0,00bC 12,33 ± 2,12cC 0,0±0,00bD 8,51 ± 1,32d 0,0±0,00b
Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
32
G Gambar 3.Gaambaran histo ologis folikell.(A) Folikel primordial utuh u (tanda panah p tebal) daan rusak (tannda panah tippis), (B) Folikel primer uutuh, (C) follikel primer ruusak, (D) Folik kel sekunder utuh, (E) Follikel sekunderr rusak, (F) Folikel antral utuuh, (G) Folikkel antral rusaak. Bar = 50 µm. µ
d di Keruusakan yang terjadi padaa folikel-folikkel pada ovaarium yang disimpan s suhu -20 oC setelah 24 2 jam lebihh tinggi dib bandingkan suhu 5 oC (P<0,05). D Diduga keruusakan padaa folikel-follikel tersebuut disebabkan proses pembekuan p y yang dapat membentukk kristal-krristal es dalam sel. K Kristal-kristall es dapat m merusak org ganel-organeel di dalam seel-sel folikell.
33
Penelitian-penelitian lain menunjukkan bahwa suhu 4 oC telah berhasil mempreservasi folikel selama 24 jam baik menggunakan larutan yang miskin nutrien (Lopes et al. 2009, Lucci et al. 2007), larutan kaya nutrien (Lima et al. 2010, Lucci et al. 2004), atau larutan hiperosmotik (larutan Braun-Collins, Carvalho et al. 2001). Hal ini berarti pada penyimpanan dengan suhu 4 oC, komposisi medium bukan faktor pembatas. Pada penelitian ini digunakan medium dengan nutrien terbatas (PBS) tetapi tetap mampu mempertahankan keutuhan morfologi folikel setelah penyimpanan. Dengan menggunakan suhu penyimpanan ovarium 4 oC, folikel-folikel kucing dapat dipreservasi selama 48 jam (Wood et al. 1997). Jewgenow et al. (1998) melaporkan folikel-folikel preantral kucing hasil isolasi yang disimpan pada suhu 4 oC tidak mengalami penurunan persentase folikel-folikel normal. Laju metabolisme
yang
lebih
rendah
pada
suhu
rendah
bermanfaat
untuk
mempertahankan viabilitas in vitro folikel-folikel preantral manusia setelah isolasi. Preservasi pada suhu rendah dapat meminimalkan kebutuhan metabolisme dan meningkatkan resistensi folikel terhadap penurunan nutrien dan oksigen (Matos et al. 2004, Roy & Tracy 1993). Meiotic spindle dari oosit sensitif terhadap suhu selama pendinginan, meiotic spindle dapat mengalami kerusakan ketika folikel dipaparkan ke suhu kamar setelah penyimpanan pada suhu rendah (Pickering et al. 1990). Penyimpanan ovarium pada suhu kamar selama 24 jam mengakibatkan kerusakan seluruh folikel yang ada di dalam ovarium (Tabel 2). Hal ini diduga diakibatkan
kenaikan
metabolisme
dan
konsumsi
oksigen
yang
dapat
menghabiskan cadangan energi intraseluler, diikuti oleh konsumsi nutrien dan oksigen dalam medium preservasi. Sementara itu medium yang digunakan sebagai penyimpanan kurang mengandung nutrien yang dibutuhkan untuk metabolisme. Barros et al. (2001) melaporkan bahwa pemaparan sel-sel ke sinyal penyebab kematian seperti hypoxia meningkatkan influx Na+ ke sitosol yang mengaktivasi Na/K ATPase, menyebabkan pemakaian ATP, penggembungan sel dan sebagai akibatnya terjadi degenerasi sel. Pada penelitian sebelumnya penyimpanan ovarium pada suhu 20 oC hanya dapat mempertahankan keutuhan folikel selama 6 dan 8 jam (Lucci et al. 2007, Lopes et al. 2009). Pada suhu lebih tinggi (39 oC),
34
preservasi folikel dapat dilakukan selama 2 jam (Matos et al. 2004). Smitz et al. (1996) melaporkan bahwa folikel-folikel preantral dapat bertahan dalam periode singkat dibawah kondisi kekurangan oksigen, dan glikolisis mempertahankan folikel dalam waktu yang terbatas. Kemampuan folikel tahap primordial untuk mempertahankan integritas morfologinya lebih baik dibandingkan folikel pada tahapan lebih lanjut. Baik oosit maupun sel-sel folikel primordial inaktif dan memperlihatkan laju metabolik yang sangat rendah (Hyttel et al. 1997) dan sel-sel belum berdiferensiasi, jumlah organel sedikit dan belum matang (Fair et al. 1997). Hal ini mengakibatkan folikel-folikel primordial relatif lebih sedikit berubah selama penyimpanan pada suhu 5 oC. Sebaliknya, folikel-folikel yang sedang tumbuh sudah memulai proses perkembangannya, memiliki banyak sel-sel granulosa yang aktif secara mitotik. Walaupun oosit sedang istirahat pada fase pembelahan meiosis I tetapi aktif mensintesis protein dan RNA (Hyttel et al 1997). Oleh karena itu folikel-folikel yang sedang tumbuh membutuhkan nutrien dan oksigen. Folikel antral membutuhkan lebih banyak nutrien dan oksigen. Data menunjukkan bahwa folikel antral tidak mampu bertahan terhadap proses degenerasi selama penyimpanan dalam larutan yang miskin nutrien dan tabung tertutup tanpa pengayaan kandungan oksigen. Berdasarkan persentase folikel utuh setelah preservasi di Tabel 2, maka jumlah absolut folikel dengan morfologi utuh dapat diperkirakan (Tabel 3). Angka-angka yang tertera dalam Tabel 3 menunjukkan potensi folikel primordial, primer, dan sekunder yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut setelah preservasi. Folikel-folikel tersebut terhindar dari kerusakan morfologis yang signifikan akibat proses
penyimpanan. Walaupun proses penyimpanan menurunkan proporsi
folikel utuh (P<0,05) tetapi jumlah folikel yang bertahan masih cukup banyak, kecuali penyimpanan pada suhu kamar selama 24 jam. Pada penyimpanan dengan suhu 5 oC, ovarium masih menyisakan folikel-folikel primordial, primer, dan sekunder yang mempunyai morfologi utuh.
35
Tabel 3. Estimasi jumlah folikel dengan morfologi utuh per ovarium setelah preservasi Tahap perkembangan Perlakuan Kontrol Suhu kamar (24 jam) 5o C (24 Jam) 5o C (72 Jam) -20oC (24 jam)
Primordial 24866a 0e 11872b 6583c 3208d
Primer 5893a 0e 2543b 1177c 753d
Sekunder 573a 0e 176b 147c 54d
Antral 16a 0b 0b 0b 0b
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Morfologi Folikel setelah Vitrifikasi Uji toksisitas dengan memaparkan jaringan ovarium ke dalam larutan ekuilibrasi (PBS + 20% FCS + 7,5% EG + 7,5% DMSO + 0,5 M sukrosa) menunjukkan bahwa lama pemaparan selama 10 menit lebih baik dalam mempertahankan keutuhan morfologi folikel (P<0,05; Tabel 4). Tidak ada perbedaan yang nyata antara lama pemaparan 20 min dan 30 min (P>0,05). Pada folikel antral pemaparan selama 10 menit menurunkan secara nyata persentase folikel dengan morfologi normal, ekulilibrasi selama 20 menit dan 30 menit merusak struktur morfologi seluruh folikel antral.
Proses pendinginan dan
penghangatan menurunkan persentase folikel dengan morfologi normal (P<0,05). Secara keseluruhan proses vitrifikasi pada folikel-folikel preantral mampu mempertahankan integritas morfologi sejumlah besar folikel. Laju kerusakan kriogenik terkecil didapatkan pada jaringan ovarium yang diekuilibrasi selama 10 menit sebelum dibekukan. Perbedaan hasil antara folikel-folikel preantral dengan folikel antral berkaitan dengan proses penetrasi krioprotektan ke dalam sel-sel dan jaringan folikel. Folikel antral mempunyai banyak air dalam antrum yang harus dikeluarkan dan digantikan oleh larutan krioprotektan untuk mencegah kerusakan kriogenik saat proses vitrifikasi.
36
Tabel 4. Persentase folikel dengan morfologi utuh setelah uji toksisitas dalam larutan ekuilibrasi dan prosedur pendinginan-penghangatan Perlakuan Kontrol Ekuilibrasi 10’: Uji toksisitas Pendinginan‐ penghangatan Ekuilibrasi 20’ Uji toksisitas Pendinginan‐ penghangatan Ekuilibrasi 30’ Uji toksisitas Pendinginan‐ penghangatan
69,60 ± 6,47b
Fase perkembangan Primer Sekunder Antral 84,34 ± 2,25a 90,29 ± 9,17a 96,00 ± 8,94a 70,27 ± 1,86b 76,14 ± 6,55b 23,00 ± 2,74b
57,54 ± 3,76cd
56,01 ± 3,74c
50,85 ± 7,67d
51,32 ± 3,91d
40,59 ± 8,89ef
43,15 ± 2,80e
47,66 ± 7,39de 38,64 ± 6,99f
Primordial 85,67 ± 2,36a
61,82 ± 9,88c 55,05 ± 2,14c
0,00 ± 0,00c
0,00 ± 0,00c
49,22 ± 3,08d
42,00 ± 7,30d 52,35± 5,83cd
34,62 ± 6,02f
43,63 ± 6,09d
0,00 ± 0,00c
0,00 ± 0,00c
0,00 ± 0,00c
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Dalam proses vitrifikasi, penetrasi krioprotektan yang memadai melalui sel-sel stroma menuju oosit sangat diperlukan, tetapi pada saat yang sama harus dihindari toksisitas krioprotektan (Donnez et al. 2006). Newton et al. (1998) mendemonstasikan
laju dan suhu difusi berpengaruh terhadap toksisitas
krioprotektan, pembentukan kristal es juga harus diminimalkan dengan memilih laju pembekuan dan thawing optimal. Pemilihan krioprotektan dengan kapasitas penetrasi maksimum tetapi toksisitas minimum dan potensial pembentukan kristal es bersifat spesifik pada setiap tipe sel dan jaringan (Fuller & Paynter 2004). Dalam penelitian ini digunakan EG dan DMSO yang diketahui mempunyai kapasitas penetrasi yang baik dan toksisitas yang lebih kecil dibandingkan krioprotektan lainnya pada jaringan ovarium (Lucci et al. 2007). Secara umum, pada ovarium, kriopreservasi harus memperhatikan respon sel-sel stroma, sel-sel folikuler dan oosit terhadap penetrasi krioprotektan (Hovata et al. 2005). Tabel 5 menunjukkan bahwa setelah proses pendinginan-penghangatan, di dalam jaringan ovarium masih terdapat folikel-folikel dengan kondisi morfologis yang baik, meskipun proporsinya menurun secara signifikan. Folikel-folikel tersebut bertahan terhadap kerusakan kriogenik akibat pemaparan ke larutan yang mengandung krioprotektan tinggi dan proses vitrifikasi dalam nitrogen cair.
37
Tabel 5. Estimasi jumlah folikel dengan morfologi utuh per ovarium setelah pendinginan-penghangatan Tahap perkembangan Perlakuan Kontrol Ekuilibrasi 10’ Ekuilibrasi 20’ Ekuilibrasi 30’
Primordial 24866a 16497b 11637c 11078c
Primer 5893a 3913b 3015c 2419d
Sekunder 573a 370,b
Antral 16a 4b
265c 275c
0c 0c
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)
SIMPULAN Preservasi ovarium domba sampai 24 jam pada suhu -20 oC, suhu kamar, dan 5 oC menurunkan jumlah folikel dengan morfologi normal, penyimpanan pada suhu 5 oC memberikan hasil lebih baik. Folikel-folikel primordial mampu mempertahankan keutuhan morfologinya lebih baik daripada folikel-folikel yang sedang tumbuh. Hasil vitrifikasi terbaik diperoleh pada jaringan ovarium yang dipaparkan dalam larutan ekuilibrasi selama 10 menit.
DAFTAR PUSTAKA Barros LF, Hermosilla T, Castro J. 2001. Necrotic volume increase and the early physiology of necrosis. Comp Biochem Physiol 130:401–409 Blumenfeld Z, Shapiro D, Shteinberg M, Avivi I, Nahir M. 2000. Preservation of fertility and ovarian function and minimizing gonadotoxicity in young women with systemic lupus erythematosus treated by chemotherapy. Lupus 9:401–405. Carvalho FCA, Lucci CM, Silva JRV, Andrade ER, Bao SN, et al. 2001. Effect of Braun-Collins and Saline solutions at different suhus and incubation times on the quality of goat preantral follicles preserved in situ. Anim. Reprod Sci 66: 195–208. Chen SU, Chien CL, Wu MY, Chen TH, Lai SM, et al. 2006. Novel direct cover vitrification for cryopreservation of ovarian tissues increases follicle viability and pregnancy capability in mice. Hum Reprod 21(11): 2794– 2800.
38
Donnez J, Martinez-Madrid B, Jadoul P, Van Langendonckt A, Demylle D, et al. 2006. Ovarian tissue cryopreservation and transplantation: a review. Hum Reprod Update 12 (5): 519–535. Fair T, Hulshof SCJ, Hyttel P, Greve T, Boland. 1997. Nucleus ultrastructure and transcriptional activity of bovine oocytes in preantral and early antral follicles. Mol Reprod Dev 46: 208–215. Fuller B, Paynter S. 2004. Fundamentals of cryobiology in reproductive medicine. Reprod Biomed Online 9:680–691. Hovatta O. 2005. Methods for cryopreservation of human ovarian tissue. Reprod Biomed Online 10: 729–734. Hyttel P, Fair T, Callensen H, Greve T. 1997. Oocyte growth, capacitation and final maturation in cattle. Theriogenology 47: 23–32. Jewgenow K, Penfold LM, Meyer HHD, Wildt DE. 1998. Viability of small preantral ovarian follicles from domestic cats after cryoprotectant exposure and cryopreservation. J Reprod Fertil 112:39–47. Kenney LB, Laufer MR, Grant FD, Grier H, Diller L. 2001 High risk of infertility and long term gonadal damage in males treated with high dose cyclophosphamide for sarcoma during childhood. Cancer 91:613–621. Kiernan JA. 1990. Histological & Histochemical Methods: Theory & Practice. Second Edition. Pergamon Press, England. Lima GL, Costa LLM, Cavalcanti DMLP, Rodrigues CMF, Freire FAM et al. 2010. Short-term storage of canine preantral ovarian follicles using a powdered coconut water (ACP1)-based medium. Theriogenology doi:10.1016/ j.theriogenology.2010.01.025 Lopes CAP, Santos RR, Celestinoa JJH, Meloa JAP, Chaves RN et al. 2009. Short-term preservation of canine preantral follicles: Effects of temperature, medium and time. Anim Reprod Sci 115: 201–214. Lucci CM, Kacinskis MA, Rumpf R, Bao SN. 2004. Effects of lowered suhues and media on short-term preservation of zebu (Bos indicus) preantral ovarian follicles. Theriogenology 61: 461–472. Lucci CM, Schreier LL, Machado GM, Amorim CA, Bao SN, et al. 2007. Effects of storing pig ovaries at 4 or 20oC for different periods of time on the morphology and viability of pre-antral follicles. Reprod Dom Anim 42: 76– 82.
39
Myers M, Britt KL, Wreford NGM, Ebling FJP, Kerr JB. 2004. Methods for quantifying follicular numbers within the mouse ovary. Reproduction 127: 569–580. Nandi S, Kumar VG, Ramesh HS, Manjunatha BM, Gupta PSP. 2009. Isolation and culture of ovine and bubaline small and large pre-antral follicles: Effect of cyclicity and presence of a dominant follicle. Reprod Dom Anim 44: 74– 79. Newton H, Fisher J, Arnold JR, Pegg DE, Faddy MJ, Gosden RG. 1998. Permeation of human ovarian tissue with cryoprotective agents in preparation for cryopreservation. Hum Reprod 13: 376–380. Oktay K, Karlikaya GG, Aydin BA. Ovarian cryopreservation and transplantation: basic aspects. Mol Cell Endocrinol 2000;169:105–108. Onions VJ, Mitchell MRP, Campbell BK, Webb R. 2008. Ovarian tissue viability following whole ovine ovary cryopreservation: assessing the effects of sphingosine-1-phosphate inclusion. Hum Reprod 23 (3 ):. 606–618. Pickering SJ, Braude PR, Johnson MH, Cant A, Currie J. 1990. Transient cooling to room temperature can cause irreversible disruption of the meiotic spindle in the human oocyte. Fertil Steril 54:102–7. Picton HM, Harris SE, Muruvi W, and Chambers EL. 2008. The in vitro growth and maturation of follicles. Reproduction 136: 703–715. Rosadi B, Setiadi MA, Sajuthi D, Boediono A. 2010. Preservation, isolation, and developmental competence in vitro of ovine preantral follicles. Proceedings The First Congress of SEAVSA. Bogor July 20-22.
Russell DL, Robker RL. 2007. Molecular mechanisms of ovulation: coordination through the cumulus complex. Hum Reprod Update 13(3): 289– 312. Santos SSD, Biondi FC, Cordeiro MS, Miranda MS, Dantas JK, et al. 2006. Isolation, follicular density, and culture if preantral follicles of buffalo fetuses of different ages. Anim Reprod Sci 95: 1–15. Silva JRV, Lucci CM, Carvalho FCA, Bao SN, Costa SHF, Santos RR, Figueiredo JR. 2000. effect of coconut water and Braun-Collins solutions at different suhues and incubation times on the morphology of goat preantral follicles preserved in vitro. Theriogenology 54: 809–822. Smitz J, Cortvrindt R, Van Steirteghem AC. 1996. Normal oxygen atmosphere is essential for the solitary longterm culture of early preantral mouse follicles. Mol Reprod Dev 45:466–75.
40
Tauchmanova L, Selleri C, De Rosa G, Pagano L, Orio F, Lombardi G, Rotoli B, Colao A. 2002. High prevalence of endocrine dysfunction in longterm survivors after allogeneic bone marrow transplantation for hematologic diseases. Cancer 95: 1076–1084. Telfer EE, Gosden RG, Byskov AG, Spears N, Anderson R, et al. 2005. On regenerating the ovary and generating controversy. Cell 122:821-822. Wood TC, Montali RJ, Wildt DE. 1997. Follicle-oocyte atresia and temporal taphonomy in cold-stored domestic cat ovaries. Mol Reprod Dev 46:190– 200. Yeoman RR, Wolf DP, Lee DM. 2005. Coculture of monkey ovarian tissue increases survival after vitrification and slow-rate freezing. Fertil Steril 83:1248–1254.
41
41
PRESERVASI, ISOLASI DAN KOMPETENSI PERKEMBANGAN IN VITRO FOLIKEL PREANTRAL DOMBA
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mempelajari hasil isolasi folikel dari metode isolasi yang berbeda dan kompetensi tumbuh folikel pasca preservasi pada kultur in vitro. Pada eksperimen pertama dilakukan percobaan isolasi folikel dari ovarium segar secara mekanik dan enzimatik. Potongan cortex ovarium berukuran ± 1 mm3 diinkubasi dalam collagenase 1 mg/ml (C1) dan collagenase 2 mg/ml (C2) masing-masing selama 15, 30, 45, dan 60 menit. Folikel-folikel dari cacahan jaringan cortex juga diisolasi secara mekanik (M) menggunakan jarum 26G. Hasil isolasi dari ketiga perlakuan diamati dibawah mikroskop menggunakan pembesaran obyektif 40 kali. Eksperimen kedua, folikel-folikel preantral diisolasi pada ovarium segar (kontrol), ovarium yang disimpan pada suhu 5 oC selama 24 jam (T5-24), 48 jam (T5-48), dan 72 jam (T5-72) dan jaringan cortex hasil vitrifikasi (V). Folikel-folikel berukuran 220-240 µm dikultur dalam medium αMEM disuplementasi 5% FCS, 100 mIU/ml r-FSH dan ITS (terdiri dari 5µg/ml insulin, 5 µg/ml transferin, 5 ng/ml selenium) sampai ovulasi. Eksperimen pertama menunjukkan bahwa hasil isolasi folikel lebih banyak pada C1 dan C2 dibandingkan M (P<0,05), tetapi M memberikan jumlah folikel utuh lebih banyak dari C1 dan C2 (P<0,05). Pada eksperimen kedua perkembangan folikel sampai ovulasi pada T5-24 tidak berbeda dengan control (P<0,05) dan lebih baik dibandingkan perlakuan yang lain. Jumlah folikel hasil vitrifikasi yang mencapai ovulasi lebih rendah dibandingkan kontrol (P<0,05). Perlakuan T5-48 masih menghasilkan folikel yang mencapai ovulasi tetapi T5-72 tidak terdapat folikel yang tumbuh sampai ovulasi. Kata-kata kunci: isolasi folikel, preservasi folikel, kultur folikel, domba
ABSTRACT The study was conducted to examine the number and quality of ovine follicles isolated by different methods and post-preservation developmental competence of follicles cultured in vitro. First experiment, follicles isolated from fresh ovaries both mechanically and enzymatically. Ovarian cortex was sliced into ±1 mm3 cube and incubated in collagenase 1 mg/ml (C1) or collagenase 2 mg/ml (C2) for 15, 30, 45, and 60 minutes. Mechanical isolation (M) held by chopping the cortex tissue into slices using sterile scalpel, then individual follicles were harvested using 26 G needle. All follicles isolated were observed under light microscope. Second experiment, preantral follicles were isolated from a) fresh
42
ovaries (control), ovaries were stored at 5 oC for: b) 24 h (T5-24), c) 48 h (T548), d) 72 h (T5-72), and vitrified cortex tissue (V). Preantral follicles (220-240 µm) cultured in αMEM supplemented by 5% FCS, 100 mIU/ml r-FSH and ITS (consist of 5µg/ml insulin, 5 µg/ml transferin, 5 ng/ml selenium) up to ovulation stage. Experiment I shown that C1 and C2 yielded more (P<0.05) follicles than M, even though M gave more (P<0.05) intact follicles than C1 and C2. Follicle development up to ovulation of T5-24 was equal to control and better (P<0.05) compared with other treatments. Follicles harvested from vitrified cortex tissue (V) had lower (P<0.05) developmental competence in vitro than control. Ovarium preserved at 5 oC for 48 h resulted in a less number of follicles that reach ovulation stage than others. However, no follicle isolated from T5-72 that developed to ovulation stage. Key words: follicles isolation, preservation, in vitro culture, ovine
PENDAHULUAN Preservasi ovarium diperlukan mengingat sifat ovarium sebagai material biologis yang mudah rusak sedangkan potensi folikel didalamnya sangat banyak, pada domba jumlahnya berkisar 36.000 folikel per ovarium (Rosadi et al. 2010). Preservasi baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang bermanfaat dalam mempertahankan cadangan folikel untuk produksi oosit. Dari oosit matang yang diperoleh dapat diproduksi embrio in vitro yang selanjutnya diproses lebih lanjut sampai menghasilkan anak. Dalam bidang medis, keuntungan in vitro maturation, fertilization, and culture (IVMFC) mencakup biaya obat-obatan yang lebih rendah dan mencegah sindroma hiperstimulasi ovarium, serta resiko teoritis terapi gonadotropin yang memicu kanker ovarium (Whittemore 1994). Upaya-upaya menurunkan dosis dan prekuensi stimulasi gonadotropin pada reproduksi berbantuan terus dilakukan, IVMFC memudahkan pencapaian tujuan tersebut (Gosden et al. 2002, Amorim et al. 2009). Angka kebuntingan setelah IVMFC mencapai 30% pada beberapa pusat pelayanan bayi tabung (Chian et al. 2000), tetapi hal ini adalah tahap awal dalam praktek IVF. Cadangan oosit potensial terdapat dalam folikel-folikel kecil yang ada di ovarium. Dengan ambang deteksi sonografi ∼3 mm terdapat ratusan folikelfolikel antral dan preantral kecil dalam ovarium, tetapi folikel-folikel tersebut
43
membutuhkan banyak tenaga untuk dikoleksi dan mudah rusak (Gosden et al. 2002). Penelitian pada bagian sebelumnya menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 5 oC sampai 72 jam dapat mempertahankan keutuhan morfologis folikel preantral domba. Vitrifikasi dengan pemaparan jaringan cortex domba ke larutan ekuilibrasi selama 10 menit mampu mempertahankan folikel-folikel preantral dengan morfologi normal. Sejauh ini, informasi mengenai perkembangan in vitro folikel preantral domba setelah preservasi masih terbatas (Nandi et al. 2009, Picton et al. 2008). Penelitian ini bertujuan menyelidiki kompetensi perkembangan in vitro folikel preantral domba setelah preservasi ovarium pada suhu 5 oC dan vitrifikasi jaringan cortex.
METODE PENELITIAN
Koleksi dan Penyimpanan Ovarium Ovarium yang diperoleh dari rumah potong hewan dibawa dalam larutan NaCl fisiologis ditambah 50 µg/ml gentamycin. Interval antara pengambilan ovarium sampai pengolahan di laboratorium tidak melebihi 2 jam. Ovarium utuh dicuci tiga kali dalam NaCl fisiologis, dicelupkan selama 5 detik dalam larutan alkohol 70%, lalu dicuci kembali dalam larutan NaCl fisiologis tiga kali. Ovarium utuh kemudian dibagi secara acak dalam perlakuan penyimpanan yaitu suhu 5 oC selama 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Setiap perlakuan diulang 5 kali.
Vitrifikasi Ovarium Untuk keperluan vitrifikasi, ovarium dipisah antara cortex dan medula. Jaringan cortex dipotong menjadi bagian yang berukuran ± 1 mm3. PBS (Sigma®, Sigma-Aldrich, USA) digunakan sebagai medium dasar. Potongan jaringan dipaparkan ke dalam medium ekuilibrasi yaitu PBS ditambah 20% FCS (Sigma®, Sigma-Aldrich, USA), 7,5% (v/v) EG (Wako, Japan) dan 7,5% (v/v) DMSO (AnalaR®, BDH Laboratory Supplies, England) selama 10 menit pada suhu kamar. Selanjutnya dipindahkan ke medium yang mengandung 15% EG, 15%
44
DMSO, dan 0,5 M sukrosa selama 3 menit dalam suhu kamar. Dalam setiap perlakuan dilakukan lima ulangan. Sebagian jaringan dari masing-masing perlakuan lama ekuilibrasi diambil untuk pembuatan preparat histologis. Potongan jaringan lainnya dikemas dalam hemistraw, diletakkan dalam uap nitrogen cair selama 10 detik, kemudian ditenggelamkan ke dalam nitrogen cair.
Kultur Jaringan Cortex Ovarium Pasca Vitrifikasi Penghangatan jaringan cortex ovarium dilakukan dengan cara dikeluarkan dari nitrogen cair kemudian dihangatkan dalam suhu ruang pada medium sukrosa dengan konsentrasi bertingkat 0,5 M; 0,25 M; dan 0,125 M masing-masing selama 5 menit. Potongan jaringan dikultur dalam medium αMEM disuplementasi 5% FCS, 100 mIU/ml r-FSH dan ITS (terdiri dari 5µg/ml insulin, 5 µg/ml transferrin, 5 ng/ml selenium). Kultur dilakukan dalam four well disc (Falcon, Becton Dickinson), setiap sumur diisi 500 µl medium dan 3-4 potongan jaringan, di bagian atas ditutup dengan mineral oil. Inkubasi berlangsung dalam suhu 38,5 oC, kondisi udara 5% CO2 selama 6 hari. Sebanyak 50% dari volume medium diganti setiap hari. Isolasi Folikel Secara Mekanik Folikel-folikel individual diisolasi dari potongan jaringan cortex pasca vitrifikasi setelah kultur in vitro 6 hari, dari ovarium utuh segar, dan ovarium utuh setelah penyimpanan pada suhu 5 oC selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Perbedaan kualitas folikel yang dihasilkan dari metode mekanik dan enzimatik dilihat dari hasil isolasi folikel dari ovarium utuh. Untuk isolasi secara mekanik, ovarium dicuci dengan medium isolasi (PBS + 1% FCS + 50 µg/ml gentamycin) sebanyak 3 kali, kemudian dicuci kembali dalam medium isolasi sebanyak 3 kali. Bagian cortex dipisahkan dengan menggunakan scalpel dan gunting steril, selanjutnya jaringan cortex dicacahcacah sekecil mungkin. Folikel dipisahkan secara individual dari cacahan jaringan cortex dengan jarum 26 G dalam petri kaca berisi medium isolasi. Folikel-folikel yang diperoleh dikumpulkan, dicuci 3 kali dalam medium isolasi dan diobservasi. Selanjutnya dikultur dalam medium αMEM ditambah 5% FCS pada 38,5 oC, 5%
45
CO2 selama 2 jam. Folikel-folikel kemudian diseleksi berdasarkan karakteristik sebagai berikut:1) utuh, struktur folikel bulat dengan satu atau lebih lapis sel-sel granulosa, 2) membrana basalis utuh dengan sel-sel theca yang melekat, 3) mempunyai diameter 220-240 µm, 4) oosit belum matang, bulat dan berada di tengah-tengah folikel. Folikel-folikel yang memenuhi kriteria dipakai untuk kultur in vitro. Isolasi secara mekanik juga dilakukan pada jaringan cortex hasil vitrifikasi
Isolasi Folikel Secara Enzimatik Ovarium dicuci dengan medium isolasi (PBS + 1% FCS + 50 µg/ml gentamycin) sebanyak 3 kali, kemudian dicuci kembali dalam medium isolasi sebanyak 3 kali. Jaringan cortex dipisahkan dengan menggunakan scalpel dan gunting steril, selanjutnya dipotong-potong dengan ukuran ± 1 mm3. Potonganpotong cortex ovarium berukuran ± 1 mm3 dimasukan tabung eppendorf 1,5 ml berisi medium (α-MEM + 1 % FCS + 50 µg/ml) mengandung collagenase 1 mg/ml (C1) dan collagenase 2 mg/ml (C2). Setiap tabung diisi 5 potongan cortex. Tabung-tabung berisi potongan cortex diinkubasi pada suhu 38,5 oC selama 60 menit. Setiap 15 menit jaringan diamati dan dilakukan pemipetan medium isolasi secara berulang. Setelah inkubasi, potongan-potongan jaringan cortex dipindahkan kedalam cawan petri berisi medium isolasi ditambah 20% FCS. Sambil diamati dibawah mikroskop folikel-folikel yang masih menempel dengan jaringan dipisahkan secara individual dengan jarum 26 G. Folikel-folikel dikumpulkan dalam satu cawan petri untuk diidentifikasi. Kultur Folikel In Vitro Folikel-folikel yang sudah terseleksi dikultur dalam medium
αMEM
disuplementasi 5% FCS, 100 mIU/ml r-FSH dan ITS (terdiri dari 5µg/ml insulin, 5 µg/ml transferrin, 5 ng/ml selenium). Kultur dilakukan dalam four well disc (Falcon, Becton Dickinson), setiap sumur diisi 500 µl medium dan diatasnya ditutupi dengan mineral oil untuk mencegah evaporasi dan fluktuasi pH serta suhu yang berlebihan. Setiap sumur diisi 4-5 folikel. Inkubasi berlangsung pada suhu 38,5 oC, kondisi udara 5% CO2 sampai mencapai tahap ovulasi. Setengah
46
dari volume medium diganti setiap dua hari. Untuk mencegah perlekatan sel-sel folikel ke dasar cawan kultur, setiap hari cawan kultur digoyang-goyang perlahan. Setelah 15 hari medium diganti dengan medium kultur ditambah 5 ng/ml EGF dan 1,5 IU/ml r-LH. Observasi morfologi dari setiap folikel dilakukan setiap hari. Diameter folikel diukur lapisan luar sel theca menggunakan mikrometer okuler setiap 2 hari. Pada hari kedua kultur, kemungkinan perlekatan folikel dicatat jika folikel membentuk lapisan tunggal sel-sel mirip fibroblast di dasar cawan, tetapi folikelfolikel ini di lepaskan kembali dari perlekatannya secara mekanik. Folikel dianggap tetap hidup sepanjang oosit kontak dengan sel-sel granulosa. Degenerasi folikel ditandai kegagalan sel-sel granulosa untuk replikasi, pelepasan oosit atau kolaps. Folikel-folikel seperti itu dianggap mati dan dikeluarkan dari percobaan.
Pengamatan Diameter dan Maturasi Oosit Kultur dilakukan selama maksimum 24 hari atau sampai folikel mencapai tahap ovulasi. Oosit yang diperoleh dilepaskan dari sel-sel kumulus dengan inkubasi dalam larutan hyaluronodase 0,2% (dalam PBS + 1% FCS) selama 5 menit kemudian dipipet berulang. Diameter oosit hasil ovulasi diukur, sebagai pembanding diameter oosit awal kultur diambil dari ukuran oosit dari folikelfolikel dengan ukuran 220-240 µm pada preparat histologis. Oosit kemudian diinkubasi dalam medium yang mengandung 1 μg/mL Hoescht 33258 selama 10 menit. Oosit diamati dibawah mikroskop fluorosence. Oosit yang matang (tahap metaphase II) ditandai dengan adanya dua inti yang terwarnai. Analisis Data Data disajikan dalam bentuk rataan ± standar deviasi dan dianalisis menggunakan sidik ragam. Uji jarak berganda Duncan digunakan untuk menganalisis perbedaan antarperlakuan. Semua kalkulasi statistik dilakukan menggunakan perangkat lunak SPSS ver 17.0.