Merintis Klaster Baru Industri Kerajinan Dahan Salak Sebagai Upaya Preservasi Perkebunan Salak Cineam, Tasikmalaya. Oleh : Deny Willy, S.Sn, MT.*
[email protected] Hasil penelitian dan pemberdayaan masyarakat bekerjasama dengan IKM Manikamaya, Yayasan Apikayu, KK Manusia dan Ruang Interior ITB, PP Seni Rupa dan Desain ITB, LPPM ITB, Program IPTEKDA LIPI IX 2006, Vucer Dikti 2006, Riset Unggulan ITB 2007, Insentif Ristek RI 2007.
Komoditas dan Potensi Kawasan Diantara sekian banyak komoditas buah-buahan yang dihasilkan oleh Jawa Barat salah satunya adalah buah salak, dikenal dengan salak Manonjaya. Daerah penghasil salak di Jawa Barat sebagian besar dihasilkan dari Kabupaten Tasikmalaya, 6 kecamatan sebagai penghasil utama salak, yaitu Kecamatan Cibalong, Cineam, Manonjaya, Cibeureum, Kawalu, dan Sukaraja, dengan total luas areal perkebunan lokal ± 7.831 ha dan Salak Super ± 350 ha. Budidaya Salak berperan besar bagi hajat hidup masyarakat Tasikmalaya. Kecamatan Cineam merupakan salah satu kecamatan yang memiliki potensi alam yang cukup melimpah khususnya buah-buahan seperti: salak, dukuh, nangka, rambutan, pisang, dls. Diantara sekian banyak buah-buahan yang berada di Cineam, buah salak merupakan komoditas utama. Hal ini terlihat dengan terdapatnya ribuan hektar kebun salak atau boleh dikatakan hampir seluruh wilayah Kecamatan Cineam didominasi oleh salak. Perkebunan salak di Cineam merupakan kebun milik rakyat yang dikelola oleh penduduk secara mandiri. Salak Cineam dari sangat berperan penting bagi roda perekonomian masyarakat boleh dikatakan sebagai ujung tombak perekonomian Cineam. Kenyataan tersebut dapat dilihat dimana sebagian besar penduduk Cineam memiliki kebun salak yang secara tidak langsung juga menjadi petani salak. Salak Cineam mampu menghasilkan ratusan ton dalam setiap bulannya apalagi pada musim salak yang biasanya terjadi pada peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Pemasaran salak Cineam meliputi Bandung, Jakarta, Bogor, Bekasi, Cirebon, Purwakarta, Kuningan dll. Dapat disimpulkan bahwa salak Cineam adalah pemasok utama salak Jawa Barat.
1
Ancaman Pelestarian Kawasan Beberapa tahun terakhir harga salak Manonjaya Tasikmalaya jatuh drastis dari Rp. 5000,-/kg menjadi Rp. 1000,-/kg, karena beberapa sebab, kalah bersaing dengan salak jenis lain, pasar yang jenuh, transaksi tanpa melalui pasar induk, bersaing dengan buah impor serta kenaikan BBM berturut-turut. Hal ini ditandai dengan semakin kecilnya volume pengiriman salak dari Cineam ke pasar-pasar utama di Jawa Barat sehingga berdampak pada penghasilan penduduk Cineam yang sebagian besar bergantung pada komoditas salak. Masyarakat sedikit demi sedikit dan meluas mulai menebang dan membabati kebun-kebun salak milik mereka sendiri kemudian menggantinya dengan tanaman yang dianggap lebih memiliki nilai ekonomi seperti pisang, singkong, talas. Karenanya, bila hal tersebut dibiarkan lebih lanjut tidak menutup kemungkinan salak sebagai ciri khas Cineam akan lenyap suatu saat nanti serta ancaman erosi serius
Gambar 1. Fenomena pembabatan dan mengganti lahan perkebunan salak dgn jenis tanaman lain yang dianggap lebih memiliki nilai ekonomi seperti pisang, singkong, dls karena krisis harga salak dipasaran (Lokasi : Cineam, Tasikmalaya)
Mencari Upaya Alternatif Rumpun-rumpun tanaman salak yang demikian lebat dengan dahannya memiliki persoalan dengan perawatannya. Dalam jangka waktu beberapa bulan sekali dahan dari rumpun terluar biasanya tua dan mati secara alami hingga harus dipangkas atau dibiarkan
2
begitu saja. Umumnya dahan salak yang berlimpah tersebut dimanfaatkan untuk hal-hal sepele yang sama sekali tidak berdampak ekonomi seperti pasak pohon kacang-kacangan pada musim kemarau, pupuk organik (kompos), perangkap burung, mainan kampung. Melalui gagasan penduduk setempat untuk memanfaatkan dahan salak tua sebagai bahan baku alternatif kerajinan, maka jauh sebelum kegiatan ini secara formal didukung oleh banyak pihak, eksperimen pengolahan telah mulai dilakukan secara serius. Pentingnya menanggulangi krisis harga salak yang berdampak serius bagi pendapatan masyarakat harus dijawab pula dengan upaya pengembangan usaha kerakyatan yang berbasis atas problem lokalitas dan potensi lokal kawasan. Maka, ide-ide sederhana yang berawal dari masyarakat diseriusi secara formal oleh sebuah organisasi sosial yang bergerak dibidang pembinaan desain dan kria yakni Yayasan Apikayu dan beberapa penduduk setempat. Kemudian mereka membuat program perencanaan strategis berjangka untuk mengembangkan pemanfaatan dahan salak menjadi produk alternatif selain pemanfaatan buahnya dan sekaligus menjadi pilot project untuk start-up klaster baru industri kerajinan dahan salak.
Gambar 2. Pemanfaatan dahan salak tua oleh masyarakat awalnya tanpa motif ekonomi, dibiarkan menjadi kompos alami, pasak pohon kacang-kacangan, perangkap burung, mainan kampung atau hanya dibakar.
3
Pendampingan dan Pembentukan Wirausaha Baru Yayasan membagi program berjangka pada kegiatan pemanfaatan dahan salak untuk pemberdayaan ekonomi petani salak, desa Cineam, Tasikmalaya sebagai berikut : a. Fase Inkubasi 2003-2005 adalah ketika sekelompok golongan muda masyarakat di Desa Cineam berinisiatif melakukan eksplorasi sederhana pengolahan dahan salak secara mandiri tanpa keterlibatan pihak manapun. b. Fase Pertumbuhan 2006 adalah ketika Yayasan melalui pintu Lembaga Penelitian ITB dan dukungan finansial dari LIPI dan DIKTI memberikan bantuan investasi bergulir, pendampingan teknis, akses terhadap jaringan usaha, promosi serta pameran. c. Fase Pemantapan 2007 adalah bantuan penguatan usaha dalam bentuk insentif teknologi untuk peningkatan kapasitas produksi dengan membuat mesin pengirat dahan salak dan pengujian laboratorium pengawetan bahan. Untuk mencapai volume target dan sasaran berorientasi domestik dan ekspor maka reliabilitas, standarisasi mutu bahan serta kapasitas produksi merupakan variabel yang harus dipenuhi. d. Fase Kemandirian 2008 adalah mutlak bagi Manikmaya menjadi IKM unggulan karena sebagai pencetus produk inovatif, pendampingan secara intensif, kemudahan berbagai akses insentif, serta jaringan kemitraan yang telah tersedia. Manikmaya harus membantu tumbuhnya IKM kecil baru disekitarnya untuk menciptakan klaster baru.
Pesan-pesan masyarakat yang tertuang dalam berbagai proposal penelitian oleh Yayasan Apikayu sebagai fasilitator dengan tenaga ahli/peneliti di bidang desain dan kerajinan didalamnya mulai didengar oleh lembaga-lembaga pemerintahan. Sejak tahun 2006, dua lembaga yakni LIPI dengan Program IPTEKDA IX Bottom-up dan Program Vucer Direktorat Pendidikan Tinggi memberikan bantuan dana bergulir untuk membantu perkembangan Iptek di daerah. Maka kegiatan pendampingan komunitas baru perajin dahan salak (start-up) untuk menjadi klaster IKM baru di daerah Cineam mulai berjalan secara formal. Satu-satunya unit usaha pengolahan dahan salak yakni Manikmaya yang sebelumnya bergerak secara informal, telah mendapat pembinaan oleh yayasan sebagai fasilitator kegiatan. Prinsip kegiatannya bantuan dana bergulir (revolving grant) berupa dana investasi. Program berjangka tahap awal secara berurut dilaksanakan pengembangan produk, konsultasi manajeman dan administrasi usaha, promosi dan pameran.
4
IKM Manikmaya menerapkan manajemen pemberdayaan masyarakat setempat dengan menawarkan peluang penyediaan kebutuhan pasokan bahan baku produk iratan dahan salak kepada masyarakat. Tawaran ini sekaligus memberi kesempatan bagi Yayasan dan IKM memberikan advokasi dilapangan tentang pentingnya menjaga pelestarian kawasan dari penggundulan sampai ancaman bahaya erosi sesuai konsep awal program ini.
Gambar 3. Pemanfaatan dahan salak non komersil berubah menjadi produk komersil tanpa mengganggu vegetasi karena penggunaan dahan dari lingkar rumpun terluar yang selama ini hanya dibiarkan membusuk dan tumbang.
5
Masyarakat yang memasok iratan dahan kepada Manikmaya cepat meluas hal ini disebabkan upah kerja rumahan seperti mute, kerajinan kaleng, memasang manik, ternyata lebih murah dari upah membuat bilah/iratan dahan salak. Upah para perajin mute untuk menempel pernik kecil pada baju kebaya untuk 5 kebaya dalam satu hari didapat Rp. 2.500,-. Upah tersebut tidak sebanyak upah membuat bilah iratan, sehelai iratan dahan salak ukuran 65cm dihargai Rp. 10,- selama satu hari per orang mampu menghasilkan tidak kurang dari 400 helai iratan dengan total pendapatan Rp. 4000,-/hari bila seluruh iratan tersebut dianggap baik dan tidak ada yang diafkir. Setiapp masyarakat yang berminat memasok bahan baku tersebut IKM Manikmaya memberikan bantuan alat sederhana pisau pengirat. Sampai saat ini, setiap akhir bulan lebih dari 50 orang yang tersebar di tiga desa, yakni desa Cineam, desa Garunggang dan desa Rajadatu memasok bahan baku iratan dahan salak. Dan jumlahnya cenderung meningkat. Manikmaya akan tetap fokus pada bidang desain, pencelupan, pewarnaan, motif dan penenunan yang telah dikembangkan dan menjadi ciri khas Manikmaya. Tidak jauh dari workshop Manikmaya beberapa masyarakat mulai meniru dan memproduksi sendiri produk kerajinan ini walau dengan mutu yang jauh berbeda.
Perkembangan Terkini Setiapkali produk kerajinan dahan salak dipamerkan, rata-rata konsumen menyerap 90% produk. Beberapa even pameran difasilitasi oleh lembaga pemerintahan yang memiliki komitmen jangka panjang terhadap kegiatan ini. Beberapa pameran yang telah diikuti sejak Juli 2006 hingga Agustus 2007 yakni : 1. Pameran Jawa Barat Expo/Jabex 2006 di Graha Manggala Siliwangi, Bandung, 14-24 Agustus 2006 (Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah Jawa Barat) 2. Pameran Pasar Seni ITB 2006 di Jalan Ganesha dan Kampus ITB Kampus ITB 10 September 2006. 3. Pameran Peresmian Jabar Craft Center di Dekranas Jabar, Bandung, sejak 30 September 2006 dan mendapat stand permanen hingga sekarang (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jabar & Dekranas jabar). 4. Pameran Internasional INDEX 2006 di Dubai, UAE, 7-11 November 2006 (BPPMD dan Disperindag Jabar).
6
5. Pameran LIPI, Purwokerto, Desember 2006 6. Pameran Open House ITB 2007, Stand Pusat Penelitian Seni Rupa dan Desain ITB di Aula Timur ITB, 9-11 Februari 2007. 7. Pameran Cikeas Festifal, CiFes 2007, di Yayasan Cikeas, Bogor, 11 Februari
Gambar 4 Kegiatan pameran intensif dilakukan untuk mensosialisasikan dan mempromosikan produk, IKM Manikmaya telah enam kali pameran sejak Agustus 2006 hingga Februari 2007 baik lokal maupun internasional melalui dukungan dan fasilitas dari lembaga-lembaga pemerintah.
Memasuki Fase Pemantapan 2007, IKM Manikmaya melalui Yayasan Apikayu mendapatkan dukungan pendanaan penerapan teknologi bagi UKM berupa pembuatan mesin pengirat dahan salak melalui Program Insentif Percepatan Difusi & Pemanfaatan Iptek oleh Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi RI (KNRT) yang dimaksudkan untuk membantu menyempurnakan kerapihan bilah, menstandarisasikan ukuran bilah iratan, serta meningkatkan kapasitas produksi. Sedangkan untuk mengetahui mutu bahan dalam hal keawetan dan kekuatan bahan Yayasan Apikayu bekerjasama dengan Peneliti pada Pusat Penelitian Seni Rupa dan Desain LPPM ITB dan Kelompok Keahlian Biokimia melalui Program Riset Unggulan ITB 2007 akan melakukan pengujian agar dahan salak sebagai bahan baku baru industri kerajinan dapat memenuhi standarisasi baku mutu bahan. Berikut ini adalah informasi perbandingan selisih keuntungan dari produk kerajinan dahan salak dengan harga buah salak sendiri. Melalui perbandingan, terlihat produk dahan
7
salak memiliki nilai ekonomi yang lebih baik dari hasil buah salaknya sendiri dan dapat diproduksi tanpa menunggu lamanya masa panen.
Tabel 1. HARGA JUAL BUAH SALAK* No. 1 2 3
Jenis
Harga/Kg (1999)
Salak Pondoh Super Salak Manonjaya Salak Gula Pasir
Rp. 4.000,Rp. 5.000,Rp. 8.000,-
Harga/Kg (2007) Rp. 4.000,Rp. 1000,Rp. 10.000,-
* Sumber: Diolah dari berbagai sumber
No. 1 2 3 4 5
Tabel 2. HARGA JUAL PRODUK DAHAN SALAK* Jenis Harga Produksi/unit Harga Jual/unit Alas/Sajadah Dahan Salak Rp. 30.000,Rp. 55.000,Kerai (1m) Rp. 45.000,Rp. 52.000,Placemat Rp. 12.500,Rp. 17.500,Panel Pintu Rp. 700.000,Rp. 950.000,Divider/Partition (Bilah) Rp. 700.000,Rp. 1.250.000,-
* sumber : UKM Manikmaya
Pengolahan Dahan Salak untuk Kerajinan Salak (Salacca Edulis Reinw) merupakan tanaman asli Indonesia termasuk famili Palmae serumpun dengan kelapa, kelapa sawit, aren (enau), palem, pakis yang bercabang rendah dan tegak. Batang salak hampir tidak terlihat karena tertutup pelepah daun yang berduri yang tersusun rapat, dari batang yang berduri itu, akan tumbuh menjadi tunas anakan. Ketinggiannya mencapai antara 1,5-5 m, bergantung pada jenisnya. Buah Salak tumbuh di ruang antara pangkal dasar diantara kumpulan duri pangkal dahan yang lebat. Tekstur kulit buahnya bergerigi menyerupai kulit ular sehingga dikenal juga dengan snakefruit. Rasa buah salak bervariasi manis, asam, sepet dan masir, umumnya selain dikonsumsi sebagai buah segar juga dijadikan makanan olahan, seperti manisan, dodol, dll.
a. Pembahanan Dahan salak sangat berlimpah namun awalnya dipandang kurang berguna oleh petani salak, selain dibiarkan roboh dengan sendirinya pemangkasan dahan salak juga dilakukan untuk memudahkan mengambil buahnya. Tanaman salak bersifat mikopodial,
8
dimana dahan terluar adalah yang tertua. Tangkal dahan cenderung tebal dan besar pada titik percabangan dengan dahan yang meruncing ke ujungnya hingga 3-5 m. Sepertiga dahan berpenampang hampir bulat sempurna, kian ke ujung mulai ada cekungan sehingga berbentuk tapal kuda, hingga runcing pada ujungnya. Dalam jarak 3-5 cm setelah setengah pokok dasar terdapat titik pertemuan dahan dan tulang daun. Cara mengkonsumsi dahan salak untuk iratan adalah dengan merontokan duri pada dahan yang akan dikonsumsi kemudian membuang kira-kira 20 cm pangkal dahan yang dipenuhi duri besar, rapat serta bentuk tidak beraturan. Kemudian dari ujung dahan bagian atas yang runcing dan dipenuhi pelepah daun dapat dibuang sepanjang 1,5 m hingga tersisa dahan yang memiliki penampang cukup baik kira-kira sepanjang 1 m. Berbeda dengan bambu, proses pengolahan bahan baku dahan salak membutuhkan waktu sedikit lebih lama. Untuk mengambil dahan salak maka perajin harus berjalan dengan membungkuk dalam rimbunnya rumpun sekaligus menghindari tergores duri-duri dahan salak. Saat penebangan dahan salak tersebut juga harus berhadapan dengan nyamuk kebun dan menjaga kehati-hatian terhadap ular hijau. Setelah sejumlah dahan diperoleh maka para pemasok akan memproses lebih lanjut dirumah mereka. Selanjutnya dahan dipotong sesuai standar konsumsi yakni 65cm dengan mempertimbangkan penampang dan permukaan kulit dahan yang paling baik, ukuran tersebut menyesuaikan lebar ATBM. Dahan dibuang kulitnya dan meratakan permukaan dari bekas-bekas duri menggunakan pisau pengerik khusus. Setelah dahan benar-benar bersih baru diirat menjadi bilah-bilah dengan lebar 0,3 mm dan ketebalan 0,2 mm. Sulit memperoleh ukuran bilah yang standar bila pengiratan dilakukan secara manual. Maka saat ini tengah disiapkan pengadaan mesin pengirat dahan salak melalui bantuan Insentif Riset KNRT 2007. Satu dahan salak sepanjang 65 cm dapat dihasilkan 10 bh bilah iratan. Berikutnya bilah dihampelas ambang satu persatu dan membutuhkan waktu yang sangat lama pula. Bilah iratan kemudian dijemur dibawah matahari langsung atau tidak langsung, proses tidak langsung menggunakan lembaran asbes seng atau plastik sebagai penghalang cahaya sehingga menghasilkan kilap warna yang lebih baik (color and sheen grade). Selain dahan nampaknya serat salak bila dikembangkan lebih lanjut dapat menjadi bahan baku olahan yang baik pula. Ternyata dahan yang telah tua dan kering alami ketika diiris keliling penampangnya, lalu dipisahkan dengan cara ditarik akan tampak benang-
9
benang panjang yang kaku, namun halus. Pada dahan yang masih muda benang ini lebih lembut dan seringkali masih berupa serat halus yang sulit dipisahkan dari gabus dahannya.
Gambar 5. Penampang pemanfaatan iratan dahan salak
b. Pewarnaan Sebelum melalui proses pewarnaan, pengawetan masih bersifat opsional dan dapat dilakukan dengan dua cara yakni direndam bahan pengawet kayu yang umum tersedia di pasaran atau melalui pembakaran belerang dan mengalirkan asapnya pada tumpukan iratan. Pengawetan selama beberapa waktu dimaksudkan untuk menghindari hama kutu wol (Cerataphis sp.), kumbang pengerek tunas dan batang (Omotemnus sp.) dan jamur. Pengujian keawetan bahan baru direncanakan sepanjang tahun 2007 di laboratorium Biokimia ITB untuk menemukan cara yang paling efektif dan murah. Teknik pewarnaan dengan proses pencelupan menggunakan pewarna basis yang direbus selama beberapa menit di wajan ataupun tong yang disesuaikan dengan gradasi warna yang diiiginkan, misalnya untuk pewarnaan satu warna maka perendaman dalam tong jauh lebih baik dibanding menggunakan wajan. Penting sekali membuat takaran terukur formulasi larutan untuk menjaga standarisasi warna mengingat dipasaran hanya tersedia beberapa pilihan warna pokok. Pengoplosan menjadi cara untuk mencapai warna yang diharapkan, pilihan warna tertentu bahkan merupakan campuran larutan 4 sampai 5 pewarna dengan takaran tertentu. Hal yang perlu diperhatikan pada saat pencelupan adalah kepekatan warna, panas air, dan yang terakhir adalah lama waktu pencelupan rumpun iratan, khususnya bila
10
pencelupan gradasi warna. Rata-rata hanya dibutuhkan kurang dari satu menit bagi dahan salak untuk menyerap secara optimal. Daya serap terhadap larutan pewarna yang tinggi menjadi keunggulan dari bilah iratan dahan salak, bila dibandingkan dengan material sejenis lainnya seperti bambu dan rotan yang membutuhkan waktu berjam-jam lamanya untuk menyerap larutan pewarna. Tabel 2 PERBANDINGAN UMUM KARAKTERISTIK BAHAN SEJENIS KARAKTERISTIK No BAHAN Keteguhan Keteguhan Daya Berat Lentur Tarik Serap Jenis 1 Bambu 2 3 1 3 2 Rotan 2 3 2 3 3 Mendong
3
2
3
2
4 Pandan
3
2
3
2
5 Dahan Salak
1
1
3
3
Sumber : Diolah dari berbagai Sumber Sangat Lentur/Kuat/Baik/Tinggi : 3 Lentur/Kuat/Baik/Tinggi : 2 Kurang Lentur/Kuat/Baik/Tinggi : 1
Tips lainnya untuk teknik pewarnaan gradasi biarkan sisi warna yang telah dicelup mengering sebentar sehingga ketika dibalik tidak ada warna yang mengalir melintasi bilah yang belum dicelup, tercampurnya warna baru dengan warna lama menyebabkan gradasi yang tidak sempurna. Setelah proses pewarnaan selesai maka bilah tersebut dijemur hingga kering selama kurang lebih 2 jam. Sedangkan serat salak yang berada ditengah-tengah dahan dalam kumpulan gabus cukup sulit diambil sehingga harus melalui proses pembusukan dengan perendaman didalam air selama lebih dari sebulan terlebih dahulu (water retting). Serat juga tidak mudah menyerap warna nampaknya karena kandungan selulosa yang tinggi yang menghalangi penyerapan tersebut sehingga dibutuhkan tahap pengkondisian terlebih dahulu dengan proses scouring dan bleaching baru dapa dilakukan pencelupan dengan mordanti simultan dan pewarna alam seperti secang, gambir, dls.
11
Gambar 6. Pewarnaan iratan/bilah salak dengan menggunakan bahan pewarna basis menghasilkan gradasi dan transisi antar warna yang sangat baik.
c. Penenunan Pengolahan berikutnya adalah teknik tenun madani, yakni teknik tenun baru dengan lusi yang sangat rapat. Pada proses tenun dengan motif atau desain yang bervariasi maka penting sekali dilakuakn sortir terakhir untuk menyeragamkan gradasi warna pada bilah. Sebaiknya bilah iratan yang dipakai dalam satu lembar tenunan merupakan rumpun iratan yang dicelup bersamaan dalam satu sesi. Penggunaan benang nilon merupakan pilihan yang paling ideal, walaupun lebih mahal namun tidak menyebabkan kerutan dan menarik iratan satu dengan lainnya, tipisnya benang nilon tetap akan terlihat netral dan tidak mendominasi tampilan gradasi iratan. Pendampingan kepada industri kecil pemula ini digariskan dalam beberapa kegiatan yakni pengembangan desain, manajemen, pengadaan peralatan dan bantuan dana bergulir untuk pembangunan workshop baru bagi tokoh pemuda setempat sebagai inovator pemanfaatan dahan salak untuk bahan baku kerajinan. Teknik yang telah dilatih adalah pewarnaan, motif, komposisi serta pengolahan material dengan teknik tenun pada produk tikar dan kerai dahan salak serta penerapannya pada bidang 3dimensi seperti partisi (divider), panel, pintu, dls. Pendampingan teknis.
12
Bagan 1. Line pengolahan dahan dan serat salak
Gambar 7a. Pengambilan dan pemilihan dahan salak untuk konsumsi
13
Gambar 7b. Proses pembahanan
Gambar 7c. Pewarnaan dan penenunan iratan dahan salak.
14
Penutup Pentingnya peran pendampingan pengrajin inti untuk menjamin keberlanjutan penerapan lanjut pada pengrajin plasma. Kegiatan ini memiliki potensi replikasi yang tinggi hampir diseluruh propinsi bagi para petani salak, produk kerajinan dahan salak dapat menjadi produk substitusi yang dihasilkan para petani selain memanen buahnya. Pentingnya community development programme dalam fokus rencana strategis pembangunan daerah serta pemberdayaan potensi lokal khususnya melalui metode pengembangan desain produk dan kerajinan yang cenderung tidak membutuhkan nilai investasi dan insentif teknologi tinggi.
Gambar 8. Produk sebelum dan sesudah pelatihan desain, teknik pewarnaan, motif. (product upgrading)
15
Tabel 3 PROSES EKSPLORASI KARAKTER MATERIAL No
KOMPONEN
KARAKTER
1
Rumpun Salak
- Kerapatan vegetasi menyulitkan pada saat pengambilan bahan baku. - Beberapa resiko yang akan dihadapi adalah nyamuk dan ular hijau yang bersarang pada dahan-dahan bagian atas. - Rumpun salak adalah mikropodial, dahan terluar merupakan dahan tertua - Kilau dan warna (color and sheen grade) dahan yang mengering alami cenderung lebih baik dibanding dahan yang ditebang dan dikeringkan langsung dibawah matahari.
2
Dahan
-
-
FOTO
Dahan/pelepah salak yang telah ditebang memiliki panjang +/- 3M. Sekitar 20 cm pangkal dahan bawah dibuang karena banyaknya duri. Sekitar 150cm pangkal dahan atas dibuang pelepah daunnya Dahan bagian tengah +/- 1m memiliki lingkar kontur relatif baik Dahan yang akan dikonsumsi untuk bahan baku di potong lagi hingga tersisa panjang 65 cm yang disesuaikan dengan modul yang lazim diterapkan industri tenun Dahan dari rumpun terluar biasanya memiliki warna yang lebih gelap Sebelum diirat menjadi bilah, dahan terlebih dahulu dikerik/kuliti Cacat bekas duri justeru menjadi motif yang unik. Pennyusutan setelah pengeringan tidak diukur secara ilmiah, namun diperkirakan terjadi penyusutan sekitar 10% dari lingkar diameter
3
Kulit
- Kulit dahan salak berwarna coklat muda hingga coklat tua. - Sebelum dimanfaatkan dahan salak harus dibersihkan dari kotoran tanah yang melekat dan jamur. Rimbunnya dahan salak menyebabkan kelembaban yang tinggi dibagian bawah rumpun salak. - Gambar disamping menunjukkan hasil kulit yang belum dibersihkan dan yang telah dibersihkan.
4
Daging
- Iratan daging dihasilkan dengan membuang kulit terluar dahan salak melalui proses penyerutan menggunakan pisau khusus yang biasa digunakan oleh perajin sepatu. - Setelah kulit dibuang selanjutnya dilakukan pengiratan atau membuat bilah-bilah tipis 0.5 mm, selanjutnya dijemur hingga kering. - Iratan daging dahan salak cukup regas, sehingga penekukan dengan lengkung dibawah 90O membuat iratan menjadi patah. - Pada iratan daging, bekas duri-yang telah dirontokan ketika masih berupa dahan utuh tetap terlihat kuat, dan menjadi motif yang bagus. - Proses pewarnaan menggunakan larutan Basis dapat diserap dengan sangat baik oleh iratan dahan salak.
16
5
Inti
- Pada bagian inti (gabus) memperlihatkan serabut padat menyerupai serat pada dahan tebu, sehingga bagian hati memiliki bobot yang lebih ringan dibanding daging dan kulit dahan salak. - Serabut/serat gabus dapat dipisahkan seperti benang terutama ketika dalam keaadaan kering. - Pengambilan serat pada bagian epidermis bawah (gabus) selain dengan cara dipatahkan juga dapat dilakukan dengan pembusukan melalui perendaman selama 1,5 bulan (water retting). - pewarnaan lebih sulit menyerap karena lapisan selulosa, dapat dibantu dengan scouring dan bleaching.
6
Daun
- Daun bagian atas berkilau dan tertutupi semacam lapisan lilin sehingga terlindung dari air. - Sedangkan bagian bawah, warnanya lebih pucat namun juga dilindungi oleh lapisan serupa. - Ketika kering daun sangat mudah sobek, dengan arah sobekan searah.
17
Daftar Pustaka : Muthi’ah, Waridah, Serat Salak (Salacca edullis) dengan Pewarna Alam Secang (Caesalpinia sappan linn.), Tugas Studio Kria Tekstil V, Program Studi Kria, FSRD ITB, Januari 2007. Willy, Deny; Adhitama, G. Prasetyo, Laporan Penelitian Tahap I Pemanfaatan Batang Salak untuk Produk Aksesoris Interior : Pemberdayaan Ekonomi Petani Salak, Desa Cineam, Tasikmalaya, Program IPTEKDA IX – LIPI, Agustus 2006. Willy, Deny, Laporan Pendahuluan : Penelitian Mesin Perontok Duri dan Pengirat Salak untuk Peningkatan Kapasitas Produksi Kerajinan Batang Salak; Penguatan Komunitas baru Perajin Batang salak Desa Cineam, tasikmalaya, Program Insentif Kementerian Negara Riset dan Teknologi RI, Februari 2007. Willy, Deny, Mengilmiahkan Kemahiran Lokal dalam Wacana Dominasi Teknologi Makalah Seminar Nasional Teknologi Bambu Terkini, Bamboo Center, Pusat Studi Ilmu Teknik UGM, Juli 2006. Willy, Deny, Furnitur Tradisional (Bambu & Rotan) Diktat Kuliah, Penerbit ITB, 2005
* Anggota peneliti tidak tetap pada Kelompok Keahlian Manusia & Ruang Interior, FSRD ITB. Saat ini menjadi Ketua Yayasan Apikayu yang memberikan pendampingan dan pembinaan IKM di daerah dengan memanfaatkan hasil penelitian kampus. Beberapa kali memenangkan kompetisi desain di tingkat nasional dan internasional.
.
18