ANALISIS PEMASARAN SALAK (KASUS DI DESA CIKONDANG, KECAMATAN CINEAM, KABUPATEN TASIKMALAYA, PROPINSI JAWA BARAT)
Oleh : Restu Gumilar A14102045
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
ANALISIS PEMASARAN SALAK (Kasus di Desa Cikondang, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat)
Oleh : RESTU GUMILAR A14102045
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi : ANALISIS PEMASARAN SALAK (Kasus di Desa Cikondang, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat) Nama : Restu Gumilar NRP : A14102045
Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi
Ir. Joko Purwono, M.S NIP. 131 578 844
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus:
RINGKASAN RESTU GUMILAR. Analisis Pemasaran Salak (Kasus di Desa Cikondang, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat). (Di bawah bimbingan JOKO PURWONO).
Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu daerah yang struktur perekonomiannya didominasi sektor pertanian. Salah satu komoditas pertanian yang banyak diusahakan masyarakatnya adalah buah salak, dan Desa Cikondang merupakan salah satu daerah sentra produksi salak tersebut. Berdasarkan studi pendahuluan di lokasi penelitian, permasalahan yang dihadapi dalam mengusahakan komoditas salak adalah tidak konsistennya jumlah pasokan, maupun ukuran buah salak yang dihasilkan. Selain itu harga yang diterima petani secara umum relatif rendah, berkisar antara Rp 300,- sampai dengan Rp 500,- per kilogram, dengan penetapan harga sepihak oleh pedagang perantara. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini yaitu (1) Menganalisis saluran pemasaran dan peran lembagalembaga pemasaran yang terlibat dalam sistem pemasaran buah salak; (2) Menganalisis struktur dan perilaku pasar yang terjadi pada pemasaran salak; (3) Menganalisis efisiensi dari sistem pemasaran buah salak tersebut. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara terhadap responden petani dan lembaga pemasaran yang terlibat dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian seperti Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya serta literatur-literatur lain yang relevan. Alat analisis yang digunakan adalah Sebaran Marjin Pemasaran dan diolah dengan program komputer “Microsoft Excel 2003”. Berdasarkan hasil analisis, terdapat empat pola saluran pemasaran salak dari Desa Cikondang sampai ke konsumen akhir. Pola saluran pemasaran tersebut antara lain: (1) Pola 1: Petani - Bandar kampung - Bandar besar - Konsumen di kota lain, (2) Pola 2: Petani - Bandar besar - Konsumen di kota lain, (3) Pola 3: Petani - Bandar kampung - Pengecer - Konsumen lokal, (4) Pola 4: Petani Pengecer - Konsumen lokal. Dari keempat pola saluran pemasaran tersebut, pola yang paling banyak digunakan oleh para pelaku pemasaran adalah pola 1 dan pola 2. Hal tersebut dikarenakan kedua pola tersebut sudah lama digunakan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat, dan dirasakan cukup efektif. Untuk memperlancar proses pemasaran, diperlukan berbagai kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa yang bersangkutan dari produsen sampai ke konsumen, selanjutnya kegiatan tersebut dinamakan sebagai fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran ini dimaksudkan agar pemasaran dapat terjadi secara efektif dan efisien, memberikan kepuasan maksimal kepada konsumen, dan memberikan keuntungan yang lebih besar bagi para pelaku pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran salak adalah: (1) Petani: fungsi penjualan, penyimpanan,
pengangkutan, pembiayaan, informasi pasar dan penanggungan resiko; (2) Pedagang bandar kampung: fungsi pembelian, penjualan, penyimpanan, pengangkutan, pengemasan, pembiayaan, informasi pasar dan penanggungan resiko; (3) Pedagang bandar besar: fungsi pembelian, penjualan, penyimpanan, pengangkutan, pengemasan, standarisasi dan grading, pembiayaan, informasi pasar dan penanggungan resiko; (4) Pedagang pengecer: fungsi pembelian, penjualan, penyimpanan, pengangkutan, pengemasan, sortasi dan grading, pembiayaan, informasi pasar dan penanggungan resiko. Struktur pasar yang dihadapi oleh masing-masing pelaku pemasaran salak dapat dianalisis dengan melihat jumlah pelaku pemasaran yang terlibat, sifat keragaman produk yang diperjualbelikan, kondisi keluar masuk pasar, dan tingkat pengetahuan informasi pasar. Dilihat dari struktur pasar yang ada pada para pelaku pemasaran salak secara umum mengarah pada pasar oligopoli, hal ini karena lembaga pemasaran seperti bandar dan bandar besar bisa sewaktu-waktu mempengaruhi harga yang terjadi di pasar. Keragaan pasar dipengaruhi oleh struktur dan perilaku pasar. Keragaan pasar ini dapat diukur antara lain melalui biaya serta marjin pemasaran, distribusi marjin pemasaran, serta bagian harga yang diterima petani. Dilihat dari perilaku pasar yang dihadapi, maka dalam praktek pembelian dan penjualan telah terjalin kerjasama sebagai cara untuk menciptakan stabilitas pasar. Dalam proses penentuan harga, dapat terjadi tawar menawar antara petani dan pedagang, namun pada akhirnya petani tetap sebagi penerima harga. Sistem pembayaran yang terjadi adalah sistem pembayaran tunai dan sistem pembayaran tidak tunai. Hubungan kerjasama antar lembaga pemasaran dilakukan atas dasar saling percaya. Berdasarkan analisis marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio B/C maka pola yang mempunyai marjin pemasaran terkecil, dan farmer’s share terbesar adalah pola 2. Sehingga secara operasional pola 2 merupakan saluran pemasaran yang paling efisien dibandingkan dengan dua pola lainnya. Kurang meratanya rasio B/C di tiap lembaga pemasaran menyebabkan pemasaran salak kurang efisien. Berdasarkan penelitian ini, maka dapat direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut: (1) Berdasarkan analisis, posisi petani pada saat terjadi transaksi jual beli lemah. Hal ini perlu perhatian, khususnya dari pihak pemerintah daerah agar berupaya menyediakan informasi mengenai perkembangan harga salak supaya petani terhindar dari penentuan harga sepihak yang hanya menguntungkan pihak pedagang perantara, (2) Berkaitan dengan keterbatasan penelitian ini, maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitan dan kekuatan hubungan yang terjadi antar pasar yang terlibat dalam proses pemasaran. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui sejauh mana perubahan harga di satu tingkat pasar dapat mempengaruhi perubahan harga di tingkat pasar lainnya.
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“ANALISIS
PEMASARAN
SALAK
(KASUS
DI
DESA
CIKONDANG, KECAMATAN CINEAM, KABUPATEN TASIKMALAYA, PROPINSI JAWA BARAT)”. ADALAH KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN KEPADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA PENULIS LAIN YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI. Bogor, September 2008
Restu Gumilar A14102045
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Tasikmalaya, tanggal 14 Oktober 1984 dari keluarga Bapak Jana Sujana dan Ibu Ida Aryani, yang merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2002 penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Cibeureum. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian. Selama kuliah di IPB penulis aktif di berbagai kegiatan, diantaranya pernah menjabat sebagai staf Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia di Himpunan Profesi Mahasiswa Pecinta Ilmu-Ilmu Sosial Pertanian (MISETA) periode 2003/2004.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Analisis Pemasaran Salak (Kasus di Desa Cikondang, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat)”.Judul penelitian ini didasarkan atas rasa ketertarikan yang besar dari penulis terhadap pemasaran komoditas pertanian lokal, yang menjadi tumpuan perekonomian masyarakat yang mengusahakan komoditas tersebut. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini terdapat banyak pihak yang telah berperan besar memberikan bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa yang akan selalu penulis kenang dan syukuri. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyajikan skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan saran dan krritik yang membangun ke arah penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, September 2008
Restu Gumilar A14102045
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari sepenuh hari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Bapak Jana Sujana dan Ibu Ida Aryani selaku ayah dan ibu, adikku Wahyuni Sri Rahayu, serta istriku tercinta Ee Nurparidah yang senantiasa memberikan dorongan moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2.
Bapak Ir. Joko Purwono, M.S sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan kemudahan, nasehat dan bimbingan serta kesabaran dalam penyelesaian skripsi ini.
3.
Dr. Ir. Heny K. Daryanto, M.Ec sebagai dosen penguji utama yang telah berkenan meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
4.
Anita Primaswari, SP. M.Si sebagai dosen penguji dari wakil komisi pendidikan Program Studi Manajemen Agribisnis atas segala kritik dan saran yang telah diberikan.
5.
Sekretariat Program Studi Manajemen Agribisnis (Mbak Dewi dan Mbak Dian), Komisi Pelayanan Mahasiswa Program Studi Agribisnis (Ibu Ida), serta seluruh staf pengajar dan karyawan/wati Departemen Agribisnis, Faperta IPB yang telah banyak membantu penulis.
6.
Keluarga besar JOIN GS, Andi, Toni, Ihsan, Van, Joko, Indra, Jim, Kombo, Indra, dan semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
xiv
I.
PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ...........................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian ...............................................................................
4
1.4 Kegunaan Penelitian ..........................................................................
5
II. KERANGKA PEMIKIRAN
6
2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................
6
2.1.1 Konsep Pemasaran ...................................................................
6
2.1.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran ............................................
7
2.1.3 Fungsi-fungsi Pemasaran .........................................................
9
2.1.4 Struktur Pasar ...........................................................................
11
2.1.5 Perilaku Pasar ...........................................................................
12
2.1.6 Marjin Pemasaran ....................................................................
12
2.1.7 Efisiensi Pemasaran .................................................................
15
2.1.8 Budidaya Salak ........................................................................
16
2.2 Penelitian Terdahulu ..........................................................................
17
2.3 Hipotesa Penelitian ............................................................................
21
2.4 Kerangka Alur Penelitian ...................................................................
22
III. METODE PENELITIAN
24
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................
24
3.2 Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................
24
3.3 Jenis dan Sumber Data .......................................................................
24
3.4 Metode Pengambilan Contoh .............................................................
25
3.5 Metode Analisa Data ..........................................................................
25
3.5.1 Analisa Saluran Pemasaran ......................................................
25
3.5.2 Analisa Fungsi Lembaga Pemasaran .......................................
26
3.5.3 Analisa Struktur Pasar ..............................................................
26
3.5.4 Analisa Perilaku Pasar .............................................................
26
3.5.5 Analisa Marjin Pemasaran .......................................................
26
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH
29
4.1 Keadaan Umum Desa Cikondang ......................................................
29
4.1.1 Kondisi Geografis ....................................................................
29
4.1.2 Tata Guna Lahan ......................................................................
30
4.1.3 Sarana dan Prasarana ...............................................................
30
4.1.4 Kelembagaan Desa dan Kemasyarakatan ................................
31
4.1.5 Kependudukan .........................................................................
32
4.1.6 Ekonomi, Sosial dan Budaya Masyarakat ...............................
32
4.2 Karakteristik Responden ....................................................................
33
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
38
5.1 Saluran dan Lembaga Pemasaran ......................................................
38
5.1.1 Petani ........................................................................................
40
5.1.2 Bandar Kampung .....................................................................
40
5.1.3 Bandar Besar ............................................................................
41
5.1.4 Pedagang Pengecer ..................................................................
42
5.2 Analisis Fungsi Lembaga Pemasaran ................................................
42
5.2.1 Petani ........................................................................................
43
5.2.2 Bandar Kampung .....................................................................
44
5.2.3 Bandar Besar ............................................................................
46
5.2.4 Pedagang Pengecer ..................................................................
48
5.3 Analisa Struktur Pasar ........................................................................
49
5.3.1 Struktur Pasar di Tingkat Petani ..............................................
49
5.3.2 Struktur Pasar di Tingkat Bandar Kampung ............................
50
5.3.3 Struktur Pasar di Tingkat Bandar Besar ...................................
52
5.3.4 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer .........................
52
5.4 Analisa Perilaku Pasar .......................................................................
53
5.4.1 Praktek Pembelian dan Penjualan ............................................
54
5.4.2 Praktek Penentuan Harga dan Pembayaran Harga ...................
54
5.4.3 Kerjasama Antara Lembaga Pemasaran ..................................
56
5.5 Analisa Marjin Pemasaran .................................................................
56
5.6 Bagian Harga yang Diterima Petani ...................................................
62
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
64
6.1 Kesimpulan ........................................................................................
64
6.2 Saran ..................................................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA
67
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1 Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Tasikmalaya Menurut Kelompok Sektor .............................................................................. 2
2
Komposisi Kimia Daging Buah Salak, Nenas, dan Apel dalam setiap 100 gram .................................................................................
2
3
Karakteristik Struktur Pasar ..............................................................
12
4
Tata Guna Lahan Desa Cikondang ...................................................
30
5
Komposisi Penduduk Desa Cikondang Menurut Umur ....................
32
6
Komposisi Penduduk Desa Cikondang Berdasarkan Mata Pencaharian .......................................................................................
33
7
Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...................
33
8
Komposisi Umur Responden ............................................................
34
9
Komposisi Pengalaman Responden ..................................................
35
10
Tingkat Pendidikan Responden ........................................................
35
11
Struktur Luas Lahan Petani Responden ............................................
36
12
Fungsi Pemasaran Pada Tiap Lembaga Pemasaran dari Desa Cikondang Sampai Konsumen Akhir ...............................................
49
13
Klasifikasi Mutu Salak Cineam ........................................................
50
14
Sebaran Marjin Pemasaran Salak Cineam dari Desa Cikondang Sampai Konsumen Akhir Pada Bulan Juli 2006 ...............................
58
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1 Sistem Pemasaran Sederhana ............................................................ 6 2
Saluran Pemasaran Barang Konsumsi ..............................................
8
3
Marjin Pemasaran, Nilai Marjin Pemasaran, Biaya Pemasaran .......
13
4
Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Sistem Pemasaran Salak Cineam ..............................................................................................
5
23
Saluran Pemasaran Salak Cineam dari Desa Cikondang Sampai Konsumen Akhir ...............................................................................
39
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1 Gambar Peta Desa Cikondang .......................................................... 69 2
Kuesioner Penelitian .........................................................................
70
3
Gambar Kebun Salak dengan Pola Tanam Tumpangsari .................
78
4
Gambar Cara Penyimpanan Salak ....................................................
79
5
Gambar Alat Pengemasan Salak Berupa Carangka dan Waring ......
80
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejak tahun 2001 Indonesia melaksanakan kebijakan otonomi daerah. Hal ini sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 22. Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Pelaksanaan otonomi daerah tersebut menuntut pemerintah daerah memiliki kemandirian dalam pelaksanaan pembangunan daerah masingmasing tanpa mengabaikan kepentingan pusat. Kemandirian tersebut terutama mengacu pada kemandirian keuangan daerah dari Pendapatan Asli Daerah Sendiri (PADS). Indonesia adalah negara agraris, sehingga sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam struktur perekonomian Indonesia termasuk dalam menciptakan kemandirian keuangan. Sektor pertanian memiliki peran sangat penting, antara lain dianggap mampu menyerap banyak tenaga kerja, sebagai pendukung
sektor
industri,
meningkatkan
pendapatan
masyarakat
tani,
menyediakan bahan pangan, dan menghasilkan devisa bagi negara. Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya merupakan salah satu daerah yang struktur perekonomiannya didominasi sektor pertanian. Sebagai bukti, pada tahun 2002 sektor pertanian di Tasikmalaya memberikan kontribusi sebesar 35,64 persen terhadap produksi bruto sebagaimana disajikan dalam Tabel l, halaman 2. Pada tingkat nasional Tasikmalaya dikenal sebagai salah satu wilayah sentra produksi salak. Salak bisa dikatakan sebagai buah khas Tasikmalaya.
TABEL 1. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Tasikmalaya Menurut Kelompok Sektor 1) Kelompok sektor PRIMER 1. Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan 2. Pertambangan dan energi SEKUNDER 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas & air bersih 5. Bangunan/konstruksi TERSIER 6. Perdagangan, hotel, dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa Jumlah
2002 35.86 35.64 0.22 11.21 5.75 0.77 4.69 52.92 28.41 3.97 2.24 18.30 100
Buah salak memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, dan dapat dikonsumsi sebagai buah segar juga dapat dijadikan manisan. Kandungan gizi buah salak tersebut disajikan dalam Tabel 2. TABEL 2. Komposisi Kimia Daging Buah Salak, Nenas, dan Apel dalam setiap 100 gram Komposisi Energi (kalori) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Kalsium (mg) Fosfor (ml) Besi (ml) Vitamin A (IO) Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Air (gram)
Salak 77,00 0,40 0,00 20,90 28,00 18,00 4,20 0,00 0,04 2,00 78,00
Nenas 52,00 0,40 0,02 13,70 16,00 11,00 0,30 20,00 0,03 24,00 85,00
Apel 58,00 0,30 0,30 14,90 6,00 10,00 0,30 12,00 5,00 0,64 84,10
Tabel 2 memperlihatkan apabila dibandingkan dengan buah apel dan nenas, salak mempunyai kandungan energi, protein, karbohidrat, kalsium, fosfor dan besi yang lebih besar. Kandungan gizi yang umumnya lebih baik pada buah salak dibandingkan nenas dan apel, diharapkan dapat menjadi faktor pendorong
1)
Situs Kabupaten Tasikmalaya www.tasikmalaya.go.id. Diunduh tanggal 24 Maret 2006
dalam peningkatan usaha budidaya dan pengembangan salak sebagai salah satu komoditi unggulan pertanian. Terdapat
beberapa
manfaat
yang dapat
diraih
sekaligus
dalam
pengembangan tanaman salak antara lain: (1) Terhadap lingkungan, salak tumbuh di bawah naungan dan berakar serabut yang dapat memegang tanah dan menahan terpaan air, maka tanah akan lebih tertutup terhadap terpaan hujan, sehingga secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya erosi. (2) Terhadap tenaga kerja, usaha budidaya salak dapat menciptakan lapangan kerja baru, yaitu pembuatan keranjang atau peti sebagai wadah pengepakan buah salak. Selain itu akan semakin mendorong berkembangnya sektor perdagangan dan transportasi di daerah produsen salak. (3) Terhadap sumber daya alam, penanaman salak dapat meningkatkan manfaat sumber daya alam, karena penggunaan lahan yang lebih optimal dan efisien, dimana salak tidak memerlukan lahan khusus, tetapi dapat ditanam sebagai tanaman sela diantara tanaman tahunan lainnya. (4) Terhadap perekonomian, dengan adanya penanaman salak, sumber penghasilan petani akan bertambah sehingga daya beli petani akan semakin meningkat. Hal-hal yang mendukung Tasikmalaya sebagai sentra produksi buah salak antara lain: (1) Tasikmalaya memiliki karakteristik agroklimat yang sesuai dengan karakteristik agroklimat yang dibutuhkan tanaman salak, (2) Tasikmalaya memiliki misi untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui pengembangan agribisnis. Adapun daerah penghasil dan pengembang salak Tasikmalaya terdapat di enam kecamatan, yaitu kecamatan Cibalong, Cineam, Manonjaya, Cibeureum,
Kawalu, dan Sukaraja, dengan total luas areal salak lokal + 7831 Ha dan salak Super + 350 Ha.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan studi pendahuluan di lokasi penelitian, permasalahan yang dihadapi adalah jumlah pasokan dan mutu buah salak yang dipasarkan tidak konsisten. Selain itu petani menerima harga yang rendah berkisar antara Rp 300,sampai dengan Rp 500,- per kilogram, yang merupakan hasil penentuan sepihak pedagang perantara. Hal ini ditengarai merugikan petani. Melihat permasalahan-permasalahan yang ada, maka menarik untuk dikaji adalah: 1.
Bagaimana saluran pemasaran dan peran lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam sistem pemasaran buah salak?
2.
Bagaimanakah struktur dan perilaku pasar yang terjadi pada pemasaran salak?
3.
Bagaimana efisiensi dari sistem pemasaran buah salak tersebut?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan: 1.
Menganalisa saluran pemasaran dan peran lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam sistem pemasaran buah salak.
2.
Menganalisa struktur dan perilaku pasar yang terjadi pada pemasaran salak.
3.
Menganalisa efisiensi dari sistem pemasaran buah salak tersebut.
1.4. Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan akan berguna bagi: 1.
Petani, dapat memperoleh informasi dalam memilih strategi pemasaran buah salak yang paling menguntungkan petani sesuai sumber daya yang dimilikinya.
2.
Pemerintah
Daerah,
sebagai
masukan
bahan
pertimbangan
dalam
mengembangkan usahatani salak dan dalam menangani pemasarannya. 3.
Pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan masukan bagi penelitian selanjutnya.
II. KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 2.1.1.
Konsep Pemasaran
Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2004). Pemasaran pertanian mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya (Limbong dan Informasi
Sitorus, 1985).
Barang/jasa Industri (kumpulan pembeli)
Industri (kumpulan penjual) Uang
Komunikasi
Gambar 1. Sistem Pemasaran Sederhana Sumber : Kotler, 2004
Gambar 1 memperlihatkan bahwa pertukaran merupakan konsep inti dari pemasaran, mencakup perolehan produk yang diinginkan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai gantinya. Supaya muncul potensi pertukaran, lima persyaratan harus dipenuhi:
1.
Sekurang-kurangnya ada dua pihak.
2.
Masing-masing pihak memiliki sesuatu yang bernilai bagi pihak lain.
3.
Maisng-masing pihak mampu berkomunikasi dan menyerahkan sesuatu.
4.
Masing-masing pihak bebas menerima atau menolak tawaran pertukaran.
5.
Masing-masing pihak yakin bahwa bertransaksi dengan pihak lain merupakan hal yang tepat dan diinginkan.
2.1.2. Lembaga dan Saluran Pemasaran Lembaga pemasaran adalah lembaga-lembaga yang melakukan fungsifungsi pemasaran dalam rangka menggerakkan barang dan jasa dari titik produksi ke titik konsumsi. Lembaga-lembaga ini melakukan pengangkutan barang dari produsen ke konsumen, menghubungkan informasi mengenai suatu barang atau jasa, dan bisa juga berusaha meningkatkan nilai guna dari suatu barang atau jasa baik nilai guna bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan (Limbong dan Sitorus, 1985). Sebagian besar produsen tidak langsung menjual barang mereka kepada pemakai akhir. Di antara
produsen dan pemakai akhir terdapat sekumpulan
perantara yang melakukan berbagai fungsi, menyandang nama dan membentuk saluran pemasaran. Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi (Kotler, 2004). Saluran pemasaran dapat dicirikan dengan memperhatikan banyaknya tingkat saluran. Masing-masing pedagang perantara yang melaksanakan pekerjaan tertentu dalam membawa produk dan haknya semakin mendekat pada pembeli akhir akan membentuk tingkat saluran. Produsen dan konsumen akhir juga
merupakan bagian dari setiap saluran pemasaran karena keduanya melaksanakan pekerjaan tertentu. Panjangnya suatu saluran pemasaran akan ditentukan oleh banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh suatu barang dan jasa (Kotler, 2004). Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Level-0
Level-1
Level-2
Level-3
Produsen
Produsen
Produsen
Produsen
Pedagang besar
Pedagang besar
Pemborong
Konsumen
Pengecer
Pengecer
Pengecer
Konsumen
Konsumen
Konsumen
Gambar 2. Saluran Pemasaran Barang Konsumsi Sumber : Kotler, 2004
Saluran level-nol disebut juga saluran pemasaran langsung, terdiri dari produsen yang langsung menjual kepada pelanggan akhir (konsumen). Saluran satu-level berisi satu perantara penjualan, seperti pengecer. Saluran dua-level berisi dua perantara, mereka umumnya adalah pedagang besar dan pengecer. Saluran tiga-level berisi tiga perantara, terdiri dari pedagang besar dan pemborong yang akan menjual kepada beberapa pengecer kecil. Jika dilihat dari sudut
pandang produsen, maka semakin banyak jumlah level saluran pemasaran, semakin sulit untuk memperoleh informasi tentang pelanggan akhir dan untuk melakukan pengendalian. 2.1.3. Fungsi-fungsi Pemasaran Pada saat melakukan proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke tingkat konsumen diperlukan tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang yang bersangkutan. Kegiatan tersebut dinamakan sebagai fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut dapat dikelompokkan atas tiga fungsi utama yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas (Limbong dan Sitorus, 1985). Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang berhubungan dengan pemindahan hak milik atas barang dan jasa dari penjual kepada pembeli. Fungsi-fungsi pertukaran terdiri dari fungsi pembelian dan penjualan. Fungsi pembelian diperlukan untuk menentukan jenis barang yang akan dibeli sesuai dengan kebutuhan. Fungsi penjualan diperlukan untuk mencari tempat dan waktu yang tepat untuk melakukan penjualan barang sesuai dengan yang diinginkan konsumen baik dilihat dari jumlah, bentuk dan mutunya. Fungsi fisik adalah semua tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk dan kegunaan waktu. Adapun fungsi fisik meliputi fungsi penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan. Fungsi penyimpanan diperlukan untuk menyimpan barang selama belum dikonsumsi atau menunggu diangkut ke daerah pemasaran, atau menunggu sebelum diolah. Fungsi pengolahan bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang bersangkutan baik dalam rangka memperkuat daya tahan barang
tersebut maupun dalam rangka meningkatkan nilainya. Fungsi pengangkutan bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah konsumen sesuai kebutuhan konsumen baik menurut waktu, jumlah dan mutunya. Adanya keterlambatan dalam pengangkutan dan ketidaksesuaian alat angkutan dengan sifat barang yang diangkut dapat menimbulkan kerusakan dan penurunan mutu dari barang yang diangkut. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi-fungsi fasilitas terdiri dari empat fungsi, yaitu fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar. Standarisasi adalah suatu ukuran atau penentuan mutu suatu produk dengan berbagai kriteria. Sedangkan grading adalah kegiatan penggolongan suatu produk menurut standarisasi yang diinginkan sehingga barang yang terkumpul mengelompok menurut ukuran standar masing-masing dengan nama dan etiket tertentu. Fungsi penanggungan resiko bertujuan untuk berupaya mengurangi kemungkinan kerugian yang terjadi selama proses penyaluran barang. Fungsi pembiayaan adalah penyediaan biaya untuk keperluan selama proses pemasaran dan juga kegiatan pengelolaan biaya. Biaya ini dapat berupa uang kontan maupun dalam bentuk kredit. Sedangkan fungsi informasi pasar meliputi kegiatan pengumpulan informasi pasar serta menafsirkan data informasi pasar tersebut. Data pasar yang dikumpulkan tidak saja tentang perkembangan harga disetiap tingkat pasar, tetapi juga menyangkut banyak informasi seperti jenis dan kualitas barang yang diinginkan konsumen, sumber suplai, lokasi dan merek yang diinginkan konsumen, waktu dan jumlah barang yang diinginkan konsumen, serta
berbagai informasi yang dapat memperlancar penyaluran barang mulai dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen. 2.1.4. Struktur Pasar Struktur pasar adalah suatu dimensi yang menjelaskan definisi industri dan perusahaan, jumlah perusahaan atau pabrik dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, deskripsi produk dan differensiasi produk, syarat-syarat masuk dan sebagainya (Limbong dan Sitorus, 1985). Struktur pasar mengacu pada semua aspek yang dapat mempengaruhi perilaku dan kinerja perusahaan di suatu pasar (Lipsey et.al, 1997). Terdapat empat faktor yang menjadi penentu karakteristik struktur pasar, antara lain: (1) jumlah dan ukuran perusahaan; (2) kondisi produk; (3) kondisi keluar masuk pasar; (4) tingkat pengetahuan mengenai biaya, harga, dan kondisi pasar diantara para partisipan (Dahl and Hammond, 1977). Pasar dapat diklasifikasikan menjadi dua macam struktur berdasarkan sifat dan bentuknya, yaitu struktur pasar bersaing sempurna dan struktur pasar tidak bersaing sempurna (Kotler, 2004). Struktur pasar dapat dilihat dari dua sisi, baik dari sisi pembeli maupun sisi penjual. Dari sisi pembeli terdiri dari pasar monopsoni, oligopsoni terdiferensiasi, oligopsoni murni, persaingan monopolistik, dan persaingan murni. Sedangkan dari sisi penjual terdiri dari pasar monopoli, oligopoli
terdiferensiasi,
oligopoli
murni,
persaingan monopolistik,
dan
persaingan murni. Karakteristik masing-masing pasar dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. TABEL 3. Karakteristik Struktur Pasar No
Karakteristik Jumlah Sifat Produk Penjual/Pembeli
Struktur Pasar Sudut Penjual Sudut Pembeli
1 2
Banyak Banyak
Homogen Terdiferensiasi
3 4
Sedikit Sedikit
Homogen Terdiferensiasi
5
Satu Unik Sumber : Dahl and Hammond, 1977
Persaingan murni Persaingan monopolistik Oligopoli murni Oligopoli terdiferensiasi Monopoli
Persaingan murni Persaingan monopolistik Oligopsoni murni Oligopsoni terdiferensiasi Monopsoni
2.1.5. Perilaku Pasar Perilaku pasar menunjukkan pola tingkah laku lembaga-lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut beroperasi. Perilaku dapat dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga tersebut (Dahl and Hammond, 1977). Perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati kegiatan pembelian dan penjualan yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran, sistem penentuan dan pembayaran harga, serta kerjasama diantara berbagai lembaga pemasaran. Perilaku pasar juga mencakup penentuan strategi yang dilakukan pelaku pasar dalam menghadapi pesaing. 2.1.6.
Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran/tataniaga merupakan perbedaan harga pada tingkat yang berbeda dari sistem pemasaran. Marjin pemasaran adalah juga perbedaan harga di tingkat petani (Pf) dan harga di tingkat pengecer (Pr). Marjin pemasaran tersebut juga dapat ditunjukkan oleh perbedaan atau jarak vertikal antara kurva permintaan atau antara kurva penawaran seperti ditunjukkan pada Gambar 3. Marjin tataniaga hanya berhubungan dengan perbedaan harga dan tidak membuat pernyataan tentang jumlah produk (Limbong dan Sitorus, 1985).
Harga
Nilai Marjin Pemasaran (Pr-Pf)Qr,f
Pr Pr
Pr Marjin Pemasaran (Pr-Pf)
Pr Pf Pr Biaya Pemasaran
Qr,f
0
Jumlah
Gambar 3. Marjin Pemasaran, Nilai Marjin Pemasaran, Biaya Pemasaran Keterangan: Pr = Harga di tingkat pengecer Pf = Harga di tingkat petani Sr = Penawaran di tingkat pengecer Sf = Penawaran di tingkat petani Dr = Permintaan di tingkat pengecer Df = Permintaan di tingkat petani Qr,f = Equilibrium di tingkat petani dan pengecer Sumber : Limbong dan Sitorus, 1985
Biaya pemasaran adalah semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam sistem pemasaran suatu komoditi, dalam proses penyampaian komoditi tersebut dari produsen ke konsumen. Adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga akan menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan yang lainnya. Semakin banyak lembaga yang terlibat dalam proses penyaluran, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut.
Berdasarkan Gambar 3 pada halaman 13, diketahui bahwa nilai marjin pemasaran merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga pada dua tingkat lembaga pemasaran dengan jumlah produk yang dipasarkan. Besar nilai marjin
pemasaran ini dinyatakan dalam (Pr-Pf) x Qr,f. Besaran Pr-Pf menunjukkan besarnya marjin pemasaran suatu komoditi per satuan atau per unit. Besar kecilnya marjin pemasaran sering digunakan sebagai kriteria untuk penilaian apakah pasar tersebut sudah efisien atau belum. Fungsi penting lainnya dalam pemasaran adalah sistem harga dan mekanisme pembentukan harga yang banyak ditentukan oleh faktor waktu, tempat, dan pasar yang mempengaruhi keadaan penawaran dan permintaan. Selain marjin pemasaran, terdapat indikator lain untuk menilai efisiensi yakni farmer’s share dan rasio keuntungan biaya. Farmer’s share atau bagian harga yang diterima petani berhubungan negatif dengan marjin pemasaran. Secara matematis farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan : Fs = farmer’s share Pf = Harga di tingkat petani Pc = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir Untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masingmasing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagi berikut : Rasio Keuntungan Biaya (B/C) = Keterangan : Li = Keuntungan lembaga pemasaran Ci = Biaya Pemasaran Dengan semakin meratanya penyebaran marjin pemasaran dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien.
2.1.7. Efisiensi Pemasaran Proses pemasaran melibatkan lembaga-lembaga pemasaran. Masingmasing lembaga ini terlibat dalam penyampaian produk ke konsumen dan mengeluarkan biaya pemasaran seperti biaya pengangkutan, sortasi, penyimpanan dan lain-lain. Semakin panjang rantai pemasaran (asumsi efektif) maka semakin kecil keuntungan yang diterima petani. Efisiensi pemasaran adalah sebagai usaha untuk meningkatkan rasio output-input. Output pemasaran yaitu kepuasan atas produk dan jasa, sedangkan input pemasaran adalah berbagai macam tenaga kerja, modal, manajemen pemasaran yang digunakan dalam proses tersebut. Berdasarkan definisi tersebut, semakin besar rasio output-input semakin efisien suatu saluran pemasaran. Perubahan yang mengurangi biaya input tanpa mengurangi tingkat output secara nyata akan memperbaiki efisiensi. Terdapat dua cara untuk meningkatkan efisiensi pemasaran yang sering dilakukan pada komoditi pertanian yaitu meningkatkan produktivitas dengan input tetap, atau efisiensi input dengan output tetap. Efisiensi pemasaran dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional diperoleh dari ciri fisik produk yang tidak berubah dan berfokus pada penurunan biaya input produksi. Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi operasional adalah dengan penerapan teknologi baru termasuk substitusi modal tenaga kerja. Sedangkan efisiensi harga mengukur seberapa kuat harga pasar menggambarkan sistem produksi dan biaya pemasaran. 2.1.8. Budidaya Salak
Tanaman salak (Salacca salacca) seperti halnya semua tumbuhan, untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik membutuhkan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut antara lain salak akan tumbuh dengan baik di daerah beriklim basah dengan curah hujan rata-rata 2000-2800 mm/tahun, dan suhu ratarata harian berkisar antara 20-300C. Ketinggian tanah yang sesuai untuk tanaman salak adalah 0-700 meter di atas permukaan laut dan memiliki permukaan air tanah kurang dari 50 cm di bawah permukaan tanah. Tanah yang netral, tidak asam dan tidak basa, bagus untuk tanaman salak. Umumnya pH tanah yang diinginkan sekitar 6,0-7,0. Walaupun begitu salak masih toleran tumbuh pada skala pH tanah 4,5-5,5 atau 7,5-8,5. Selain itu tanaman salak juga membutuhkan naungan untuk dapat tumbuh dengan baik. Hal ini dikarenakan tanaman salak hanya membutuhkan 50-70 persen dari penyinaran penuh. Jarak tanam yang baik untuk tanaman salak adalah 2,5 m x 2 m dengan ukuran lubang tanam 50 cm x 50 cm x 50 cm. Tanaman salak sudah bisa dipanen pada tahun ke-4 setelah penanaman. Panen raya umunya terjadi pada bulan November-Desember. Pada proses perawatan tanaman salak perlu dilakukan pemangkasan daun dewasa. Hal ini ditujukan untuk mengurangi produksi zat penghambat pertumbuhan, misalnya Abscisin acid yang diproduksi oleh daun dewasa pada tumbuhan salak, yang selanjutnya ditranlokasikan ke bagian-bagian lain tumbuhan salak tersebut. Pemangkasan daun dilakukan hingga jumlah daun pada tanaman muda berjumlah sekitar 7-9 daun saja. Selain itu, anakan/tunas juga perlu
dikurangi agar tidak menghambat produksi tanaman induk. Jumlah anakan yang ditolerir adalah 3-4 buah anakan pada satu rumpun. Pasa satu area kebun salak diperlukan 4-10 persen pohon jantan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah penyerbukan. Proses penyerbukan itu sendiri dapat terjadi karena bantuan serangga (alami) atau dengan rekayasa bantuan manusia. Pemupukan tanaman salak dapat dilakukan dengan aplikasi pupuk kandang/kompos maupun dengan pupuk buatan. Untuk aplikasi pukan/kompos diperlukan dosis 10-20 kg per lubang pemupukan. Lubang pemupukan tersebut digali diantara tanaman dalam satu larikan (dalam jarak 2 m), dan dapat diulang dalam jangka waktu dua tahun sekali. Tanaman salak hasil cangkok, pada umur 2-3 tahun sudah bisa panen. Sedangkan untuk tanaman hasil pembibitan secara generatif pada umur 4 tahun baru bisa panen. Tanaman salak yang dirawat dengan baik dapat memiliki tiga masa panen sebagai berikut: (1) Panen besar :
November-Februari,
(2) Panen
sedang : Mei-Agustus, (3) Panen kecil : Maret-Oktober. Peremajaan tanaman salak sedikit sangat berbeda dengan tanaman lain. Pada tanaman salak yang diremajakan adalah akarnya bukan batangnya.
2.2. Penelitian Terdahulu Agustin (1996) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Keragaan Pemasaran Jambu Mete. Studi kasus di Kecamatan Semin, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta” dengan tujuan mempelajari sistem pemasaran jambu mete di Kecamatan Semin, Kabupaten Gunung Kidul, yang
meliputi perilaku pasar dan keragaan pasar beserta masalah-masalah yang terjadi, serta upaya untuk meningkatkan efisiensi pemasaran jambu mete dari tingkat petani produsen sampai ke tingkat konsumen pasar lokal. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa terdapat empat pola pemasaran jambu mete, yaitu (1) Petani ke Pedagang Pengumpul Desa (PPD) ke Pedagang Pengumpul Kecamatan (PPK) ke Pedagang Pengumpul Kabupaten (PPKab) ke Pengolah Besar. (2) Petani ke PPD ke PPKab ke Pengolah Besar. (3) Petani ke Pengolah Kecil. (4) Petani ke PPD ke PPK ke Pengolah Kecil. Dari keempat pola pemasaran tersebut, pola pemasaran satu mendominasi aliran produksi jambu mete gelondong untuk sampai ke pengolah, yakni digunakan oleh 48,52 persen populasi. Apabila dilihat struktur pasarnya, maka secara umum sistem pemasaran jambu mete tersebut masih dihadapkan pada struktur pasar oligopsoni, akibatnya dalam mekanisme penentuan harga, petani selalu berada pada posisi yang lemah atau dalam hal ini petani bertindak sebagai price taker. Jika dilihat dari total marjin pemasaran, pola pemasaran tiga mempunyai total marjin terendah (35,24 persen) dengan bagian harga yang diterima petani adalah yang terbesar (64,76 persen), sedangkan pola satu dan empat merupakan pola pemasaran dengan marjin terbesar (50,48 persen) dengan bagian harga yang diterima petani terkecil (49,52 persen). Jika dilihat dari keuntungan lembaga pemasaran dan petani yang terlibat dalam proses pemasaran, maka pola satu merupakan pola yang memberikan keuntungan terkecil pada semua lembaga pemasaran dan petani, sedangkan pola tiga merupakan pola pemasaran yang memberikan keuntungan terbesar bagi lembaga pemasaran dan petani. Sehingga jika dilihat dari total marjin, keuntungan lembaga pemasaran dan harga yang diterima petani jambu mete gelondong,
menunjukkan bahwa pola pemasaran satu merupakan pola pemasaran yang paling tidak efisien. Ramakrishna (1999) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Sistem Pemasaran serta Pendapatan Usahatani Salak Bali dan Salak Gula Pasir dari daerah Sentra Produksi” dengan tujuan penelitian mempelajari saluran pemasaran buah Salak Bali dan Salak Gula Pasir dari daerah sentra produksinya, serta mempelajari fungsi dan efisiensi lembaga pemasaran yang terlibat di dalamnya, dan mempelajari dampak perbandingan musim panen Salak Bali dan Salak Gula Pasir terhadap buah-buahan lainnya. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa saluran pemasaran Salak Bali terbagi menjadi tiga, yaitu (1) Petani ke Konsumen. (2) Petani ke Tengkulak ke Pedagang Pengumpul ke Pedagang Penyalur Antar Kota ke Pedagang Pengecer ke Konsumen. (3) Petani ke Pedagang Pengumpul ke Pedagang Penyalur Antar Pulau ke Pedagang Grosir ke Pedagang Pengecer ke Konsumen. Sedangkan saluran pemasaran untuk Salak Gula Pasir yaitu (1) Petani ke konsumen (2) Petani ke Pedagang Pengumpul Desa ke Konsumen. Jika dilihat dari struktur pasarnya, struktur pasar Salak Bali di pasarpasar lokal adalah pasar bersaing sempurna, dimana harga ditentukan oleh jumlah petani dan jumlah pembeli, disamping juga dipengaruhi oleh harga buah-buahan lain pada masing-masing musim panennya. Sedangkan harga Salak Gula Pasir cenderung konstan (tidak dipengaruhi oleh harga buah-buahan lainnya) baik saat panen raya atau pada bulan-bulan lainnya, karena produksi Salak Gula Pasir yang masih rendah. Fitria (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Sistem Pemasaran Pisang. Kasus di Desa Mekargalih, Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten
Cianjur, Propinsi Jawa Barat” dengan tujuan penelitian menganalisis sistem pemasaran pisang di daerah penelitian, lembaga pemasaran yang terlibat dan fungsi yang dilakukan masing-masing lembaga pemasaran, dan menganalisis tingkat efisiensi pemasaran melalui analisis struktur pasar berupa perilaku pasar, saluran pemasaran dan efisiensi pemasaran. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah: saluran pemasaran buah pisang terbagi menjadi empat. (1) Petani ke Sub Terminal Agribisnis (STA) ke Pedagang Grosir Luar Kota ke Pedagang Pengecer Luar Kota ke Konsumen. (2) Petani ke Pedagang Pengumpul Desa (PPD) ke Pedagang Bandar ke Pedagang Grosir Luar Kota ke Pedagang Pengecer Luar Kota ke Konsumen Luar Kota. (3) Petani ke PPD ke Pedagang Bandar ke Pedagang Pengecer Dalam Kota ke Konsumen Dalam Kota. (4) Petani ke Pedagang Pengecer Desa ke Konsumen. Struktur pasar yang terjadi pada petani, PPD dan pedagang pengecer adalah oligopsoni sempurna, sedangkan pada pedagang Bandar, STA dan pedagang grosir adalah oligopoli. Dalam penentuan harga antara petani dan pedagang berdasarkan tawar-menawar, namun petani tetap sebagai penerima harga. Sistem pembayaran yang terjadi adalah sistem pemabayaran tunai dan dihutang atau dibayar kemudian. Kerjasama antar lembaga pemasaran berdasarkan atas kepercayaan kedua belah pihak. Efisiensi pemasaran pisang pada penelitian tersebut dapat tercapai jika saluran pemasaran yang dipakai adalah saluran pemasaran empat karena memiliki marjin pemasaran yang terendah, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya tertinggi. Kaban (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pemasaran Kentang (Solanum tuberosum). Studi Kasus di Desa Margamulya, Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat” dengan tujuan
mengetahui saluran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur dan perilaku pasar kentang dari petani di Desa Margamulya sampai ke konsumen akhir, dan menganalisis efisiensi pemasaran yang terjadi pada rantai pemasaran kentang dari sentra produksi sampai pasar konsumsi. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa proses pemasaran kentang mulai dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu petani, pedagang pengumpul, bandar, bandar besar, pedagan grosir, pedagang semi grosir, swalayan dan supermarket, industri Indofood, dan pedagang pengecer. Jika dilihat dari karakteristik pelaku pasar, maka dapat disimpulkan bahwa pasar yang dihadapi cenderung mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna. Sementara perilaku pasar dalam penentuan harga antara petani dengan pedagang berdasar tawarmenawar, namun petani tetap sebagai penerima harga, dengan sistem pembayaran yang terjadi adalah tunai dan tidak tunai.
2.3. Hipotesa Penelitian Hipotesa dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Terdapat beberapa bentuk saluran pemasaran salak Cineam mulai dari petani ke pedagang bandar kampung ke pedagang bandar besar ke pengecer sampai ke konsumen akhir.
2.
Struktur pasar untuk komoditi salak Cineam adalah oligopsoni, dimana terdapat banyak penjual dan sedikit pembeli, petani bertindak sebagai penerima harga (price taker).
3.
Sistem pemasaran salak Cineam secara umum belum efisien, dipengaruhi oleh tingginya marjin pemasaran.
2.4. Kerangka Alur Penelitian Pemasaran merupakan suatu sistem keseluruhan dari penyampaian atau pemindahan barang dari produsen ke konsumen melalui lembaga-lembaga pemasaran yang ada. Pada proses penyampaian barang, dalam hal ini buah salak, dilakukan fungsi-fungsi pemasaran berupa fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Pendekatan sistem pemasaran digunakan untuk menilai keberhasilan berbagai subsistem pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran, struktur dan perilaku pasar. Struktur dan perilaku pemasaran dikaji dengan menggunakan parameter analisa saluran pemasaran, analisa struktur pasar, dan analisa perilaku pasar. Sedangkan analisa marjin pemasaran digunakan untuk mengkaji keragaan pasar, sehingga dapat diperoleh kesimpulan mengenai saluran pemasaran mana yang efisien, dan saluran mana yang tidak efisien. Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran operasional yang digunakan sebagai pedoman dalam meneliti sistem komoditi salak disajikan dalam Gambar 4 pada halaman 23.
-
Produksi tidak konsisten Harga yang diterima petani rendah Harga ditetapkan sepihak oleh pedagang perantara Posisi tawar petani lemah
Analisa Pemasaran Salak
Analisa Saluran Pemasaran
Analisa Marjin Pemasaran
Analisa Perilaku Pasar
Analisa Struktur Pasar
Efisiensi Pemasaran Salak
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Sistem Pemasaran Salak
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cikondang, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan daerah tersebut merupakan salah satu
sentra produksi buah salak di Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2006.
3.2. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini dibatasi karena adanya keterbatasan sumber daya peneliti dan tidak adanya data harga bulanan salak baik di tingkat petani, pedagang perantara, maupun di pasar induk, karena itu penelitian ini hanya meliputi analisa saluran pemasaran, analisa fungsi-fungsi pemasaran, analisa struktur pasar, analisa perilaku pasar, analisa marjin pemasaran, farmer’s share, serta rasio keuntungan atas biaya.
3.3. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara terhadap responden petani dan lembaga pemasaran yang terlibat dengan menggunakan kuisioner. Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian seperti Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya serta literatur-literatur lain yang relevan. 3.4. Metode Pengambilan Contoh Penentuan petani responden dalam penelitian ini dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling). Pengambilan contoh secara acak sederhana ini dimaksudkan untuk memudahkan pendataan petani responden yang belum diketahui satu per satu sehingga setiap petani responden memiliki peluang yang sama untuk dijadikan contoh. Sementara penentuan responden lembaga
pemasaran dipilih secara sengaja (puposive) dengan mengikuti alur saluran pemasaran salak dari petani sampai tingkat pedagang pengecer. Responden yang dilibatkan dalam penelitian ini meliputi petani sebanyak 60 orang, pedagang bandar kampung sebanyak enam orang, pedagang bandar besar sebanyak tiga orang, dan pedagang pengecer sebanyak dua orang.
3.5. Metode Analisa Data Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif, kemudian dilakukan langkah pengolahan dan analisa data. Analisis kualitatif ditujukan untuk melihat keadaan lokasi, keadaan petani, menganalisa saluran pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar. Sedangkan analisis kuantitatif untuk menganalisa marjin pemasaran, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya. 3.5.1. Analisa Saluran Pemasaran Saluran pemasaran salak dapat dianalisa dengan mengamati lembaga pemasaran yang membentuk saluran pemasaran tersebut. Saluran pemasaran salak dapat ditelusuri dari petani di sentra produksi sampai ke pedagang pengecer. Alur pemasaran tersebut dapat dijadikan dasar dalam menggambarkan pola alur pemasaran. Perbedaan saluran pemasaran yang digunakan akan berpengaruh pada pembagian pendapatan yang diterima oleh setiap lembaga pemasaran yang terlibat di dalamnya. 3.5.2. Analisa Fungsi Lembaga Pemasaran Fungsi pemasaran dilihat berdasarkan masing-masing fungsi yang dilakukan lembaga pemasaran dalam proses penyaluran dari sentra produksi
sampai ke konsumen akhir. Fungsi-fungsi tersebut meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. 3.5.3. Analisa Struktur Pasar Struktur pasar dapat diketahui dengan mengidentifikasi jumlah penjual dan pembeli, proses pembentukan harga, sifat produk yang dipasarkan, hambatan keluar atau masuk pasar, serta informasi harga pasar. 3.5.4. Analisa Perilaku Pasar Analisa perilaku pasar dilakukan dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian antara petani, pedagang bandar atau bandar besar, pedagang besar, dan pedagang pengecer, praktek penentuan dan pembayaran harga serta kerjasama antar lembaga pemasaran. 3.5.5. Analisa Marjin Pemasaran Analisis ini digunakan untuk mengetahui efisiensi pemasaran produk dari produsen ke konsumen. Alat ukur yang digunakan dalam menilai efisiensi tersebut adalah dengan menggunakan metode marjin pemasaran. Marjin pemasaran terdiri dari dua komponen yaitu biaya dan keuntungan pemasaran yang dapat dirumuskan secara sederhana sebagai berikut:
Mi = Ci + i Dimana: Mi
= marjin pemasaran pada lembaga ke-i
Ci
= biaya pemasaran yang dikeluarkan lembaga ke-i
i
= keuntungan yang diperoleh lembaga ke-i
Marjin pemasaran dapat juga dihitung sebagai selisih harga di satu titik pemasaran dengan harga di titik pemasaran lainnya. Marjin pemasaran ini terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Secara matematis marjin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut : Mi = Psi – Pbi Keterangan: Mi
= marjin pemasaran pada lembaga ke-i
Psi
= harga jual pasar di lembaga ke-i
Pbi
= harga beli pasar di lembaga ke-i
Faktor yang menentukan besarnya M (marjin total) adalah besarnya marjin pemasaran yang didapat oleh setiap lembaga pemasaran dan jumlah lembaga yang terlibat. Oleh karena itu, marjin tataniaga total merupakan penjumlahan marjin tataniaga dari setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Indikator lain untuk menilai efisiensi yakni farmer’s share dan rasio keuntungan biaya. Farmer’s share atau bagian harga yang diterima petani berhubungan negatif dengan dengan marjin pemasaran. Secara matematis farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
Fs = farmer’s share Pf = harga di tingkat petani. Pc = harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir.
Untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masingmasing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:
Rasio Keuntungan Biaya (B/C) =
Keterangan:
Li = keuntungan lembaga pemasaran. Ci = biaya pemasaran.
Dengan semakin meratanya penyebaran marjin pemasaran dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis (operasional) sistem pemasaran tersebut semakin efisien.
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH
4.1. Keadaan Umum Desa Cikondang Keadaan Desa Cikondang secara umum diterangkan berdasarkan kondisi geografis, tata guna lahan, sarana dan prasarana, kelembagaan desa dan
kemasyarakatan, kependudukan, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat. Data tersebut diperoleh dari monografi desa tahun 2005 yang meliputi tingkat perkembangan dan potensi desa. 4.1.1. Kondisi Geografis Desa Cikondang terletak di Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Desa Cikondang berjarak lima km dari pusat pemerintahan kecamatan dengan waktu tempuh 0,2 jam, berjarak 25 km dari ibu kota kabupaten dengan waktu tempuh 0,45 jam. Adapun akses ke Desa Cikondang relatif mudah. Kendaraan umum yang sering digunakan adalah ojeg dan pick-up untuk mencapai kota kecamatan, sedangkan bus dan angkutan pedesaan biasa digunakan untuk mencapai kota kabupaten dari kota kecamatan. Luas wilayah Desa Cikondang mencapai 629,200 hektar (Ha) dengan batas-batas sebagai berikut:
Batas Utara
: Desa Cijulang
Batas Selatan
: Desa Pasirmukti
Batas Barat
: Desa Gunungtanjung, Kecamatan Gunungtanjung
Batas Timur
: Desa Karangjaya
Desa Cikondang mempunyai tipologi desa perbukitan dan merupakan dataran tinggi dengan ketinggian tempat mencapai 600 meter dari permukaan laut (mdpl). Suhu rata-rata harian adalah 260Celcius dengan curah hujan 2500-2700 mm/tahun. Jumlah bulan hujan adalah 3-9 bulan. Topografi Desa Cikondang sebagian besar merupakan perbukitan dengan kesuburan cukup tinggi yang
dicirikan dengan warna tanah (sebagian besar) hitam serta memiliki tekstur lempungan dengan kedalaman lima puluh cm. 4.1.2. Tata Guna Lahan Berdasarkan tata guna lahan, pemanfaatan lahan Desa Cikondang dapat diterangkan sebagai berikut seperti tertera dalam Tabel 4. TABEL 4. Tata Guna Lahan Desa Cikondang Tata Guna Lahan Luas Areal (Ha) 57,043 Pemukiman Umum Fasilitas Umum: 6,748 - Kas desa 1,408 - Lapangan 1,250 - Perkantoran pemerintah 30,307 - Lainnya 81,044 Peladangan/Tegalan Pesawahan: 20,381 - Sawah irigasi 1/2 teknis 38,507 - Sawah tadah hujan 356,012 Perkebunan Rakyat 36,500 Hutan Lindung 629,200 Jumlah Sumber: Data Monografi Desa Cikondang, 2005
Persentase (%) 9,07 1,07 0,22 0,20 4,82 12,88 3,24 6,12 56,58 5,80 100
4.1.3. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Cikondang dinilai cukup lengkap dengan telah tersedianya sarana untuk pemerintahan desa, keagamaan, kesehatan, pendidikan, transportasi dan prasarana umum. Sarana pemerintahan desa Cikondang adalah sebuah kantor kepala desa yang dilengkapi dengan balai musyawarah desa. Sedangkan untuk sarana dan prasarana kesehatan terdapat sebuah Puskesmas pembantu serta bina Posyandu yang aktif di tiap RW. Selain itu terdapat satu orang paramedis, dua orang dukun terlatih, dan satu orang bidan desa. Sedangkan sarana dan prasarana pendidikan antara lain terdapat sebuah gedung TK, tiga buah gedung SD, satu buah gedung MTS, sembilan buah gedung TPA dan satu buah lembaga pesantren.
Untuk sarana dan prasarana transportasi, sebagian besar jalan desa sudah diaspal. Sedangkan untuk sarana dan prasarana peribadatan terdapat sebelas buah mesjid dan dua belas buah mushola. Untuk menunjang kegiatan olahraga terdapat sebuah lapangan sepak bola, sebuah lapangan bulu tangkis, tiga unit meja pingpong, dan lima buah lapangan voli. Untuk penerangan, sebagian besar penduduk Desa Cikondang sudah menikmati penerangan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). 4.1.4. Kelembagaan Desa dan Kemasyarakatan Desa Cikondang dipimpin oleh seorang kepala desa yang dibantu oleh seorang sekretaris desa, tiga kepala urusan yang meliputi kepala urusan umum, kepala urusan pemerintahan, serta kepala urusan kesejahteraan rakyat, lima kepala dusun (RW), 21 ketua RT, dan satu orang staf desa. Untuk mendukung perkembangan dan pembangunan desa, masyarakat Desa Cikondang membentuk Badan Perwalian Desa (BPD) yang beranggotakan 12 orang dan dipimpin oleh seorang ketua BPD. Selain terdapat pimpinan formal, ada juga pimpinan non formal yaitu tokoh masyarakat dan tokoh agama yang menjadi panutan masyarakat. Selain itu, terdapat pula lembaga-lembaga kemasyarakatan yang dalam fungsinya sehari-hari membantu dan menunjang aktivitas-aktivitas masyarakat. Lembaga-lembaga tersebut antara lain organisasi perempuan (PKK) dengan tiga orang pengurus dan 26 anggota, organisasi pemuda (Karang Taruna) dengan jumlah anggota 200 orang, organisasi profesi Petani Salak Pondoh dengan jumlah anggota 50 orang, dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dengan jumlah anggota 15 orang.
4.1.5. Kependudukan Penduduk Desa Cikondang berjumlah sebanyak 3576 jiwa, dengan komposisi 1804 jiwa laki-laki dan 1772 jiwa perempuan, terdiri atas 1227 kepala keluarga. Komposisi penduduk Desa Cikondang menurut umur tercantum pada Tabel 5. TABEL 5. Komposisi Penduduk Desa Cikondang Menurut Umur Kelompok Umur (tahun) Jumlah Penduduk (jiwa) 0-5 311 6-10 310 11-15 278 16-20 311 21-25 249 26-30 271 31-35 276 36-40 347 41-45 249 46-50 281 51-55 202 56-59 130 > 59 361 Jumlah 3576 Sumber: Data Monografi Desa Cikondang, 2005
Persentase (%) 8,70 8,67 7,77 8,70 6,96 7,59 7,72 9,70 6,96 7,86 5,65 3,64 10,10 100
4.1.6. Ekonomi, Sosial dan Budaya Masyarakat Penduduk Desa Cikondang sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Pada sektor pertanian tersebut sebagian besar petani Desa Cikondang membudidayakan tanaman salak, pisang dan ubi kayu. Untuk keterangan lebih lengkap mengenai komposisi penduduk Desa Cikondang berdasarkan mata pencaharian tercantum pada Tabel 6. TABEL 6. Komposisi Penduduk Desa Cikondang Berdasarkan Mata Pencaharian Mata Pencaharian A. Petani B. Buruh Tani C. Buruh/Swasta
Jumlah Penduduk (jiwa) 1253 790 253
Persentase (%) 35,04 22,09 7,07
D. Pegawai Negeri Sipil E. Pengrajin F. Pedagang G. Peternak H. Montir I. Jasa Angkutan Sumber: Data Monografi Desa Cikondang, 2005
21 187 68 87 6 137
0,59 5,23 1,90 2,43 0,17 3,83
Penduduk Desa Cikondang seluruhnya beragama Islam. Latar belakang pendidikan masyarakat beragam dengan jumlah terbesar adalah lulusan sekolah dasar (SD). Data penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dicantumkan pada Tabel 7. TABEL 7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (jiwa) - Belum sekolah 367 - Tamat SD/sederajat 2679 - Tamat SLTP/sederajat 350 - Tamat SLTA/sederajat 160 - Lulusan D-1 7 - Lulusan D-2 5 - Lulusan D-3 6 - Lulusan S-1 9 Sumber: Data Monografi Desa Cikondang, 2005
Persentase (%) 10,26 74,92 9,79 4,47 0,20 0,14 0,17 0,25
4.2. Karakteristik Responden Metode pengambilan data untuk petani dilakukan secara acak sederhana, karena kondisi usahataninya relatif seragam (homogen). Sementara untuk bandar kampung, bandar besar dan pedagang pengecer, pengambilan data dilakukan secara purposive (sengaja). Petani responden dipilih sebanyak 60 orang, sementara untuk bandar kampung sebanyak enam orang, bandar besar sebanyak tiga orang, dan pedagang pengecer dua orang. Umur rata-rata petani responden di Desa Cikondang adalah 53 tahun. Umur termuda petani responden adalah 35 tahun dan umur tertua adalah 80 tahun.
Untuk pedagang bandar kampung rata-rata umurnya adalah 55 tahun, dengan umur termuda 43 tahun dan tertua 80 tahun. Untuk bandar besar rata-rata umurnya adalah 57 tahun, dengan umur termuda adalah 42 tahun dan tertua adalah 76 tahun. Sedangkan untuk pedagang pengecer rata-rata umurnya adalah 57,5 tahun, dengan umur termuda adalah 55 tahun dan tertua adalah 60 tahun. Komposisi umur responden dapat dilihat pada Tabel 8. TABEL 8. Komposisi Umur Responden Umur Responden
Petani Jumlah
Bandar
Bandar Besar
Pedagang Pengecer
Persentase
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
21-30 tahun
0
0
0
0
0
0
0
0
31-40 tahun
12
20,00
0
0
0
0
0
0
41-50 tahun
23
38,33
3
50,00
1
33,33
0
0
51-60 tahun
13
21,67
2
33,33
1
33,33
2
100
61-70 tahun
7
11,67
0
0
0
0
0
0
> 71 tahun
5
8,33
1
16,67
1
33,33
0
0
Jumlah
60
100
6
100
3
100
2
100
Berdasarkan pengalaman petani responden dalam berusahatani salak, jumlah petani yang paling banyak adalah yang mempunyai pengalaman lebih dari 16 tahun yaitu sebanyak 54 orang (90,00 persen). Sisanya mempunyai pengalaman antara 11-15 tahun sebanyak empat orang (6,67 persen), dan yang memiliki pengalaman kurang dari 5 tahun sebanyak 2 orang (3,33 persen). Untuk bandar kampung, pengalaman mereka berdagang yaitu 6-10 tahun sebanyak tiga orang (50 persen), 11-15 tahun sebanyak satu orang (16,67 persen), dan berpengalaman lebih dari 16 tahun sebanyak dua orang (33,33 persen). Untuk bandar besar pengalaman mereka berdagang yaitu 6-10 tahun sebanyak dua orang (66,67 persen) dan lebih dari 16 tahun sebanyak satu orang (33,33 persen). Untuk pedagang pengecer pengalaman berdagang keduanya (100 persen) yaitu 11-15 tahun.
TABEL 9. Komposisi Pengalaman Responden Pengalaman Responden
Petani
Bandar
Bandar Besar
Pedagang Pengecer
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
< 5 tahun
2
3,33
0
0
0
0
0
0
6-10 tahun
0
0
3
50
2
66,67
0
0
11-15 tahun
4
6,67
1
16,67
0
0
2
100
> 16 tahun
54
90
2
33,33
1
33,33
0
0
Jumlah
60
100
6
100
3
100
2
100
Tingkat pendidikan petani responden relatif rendah karena sebagian besar hanya tamat SD yaitu sebanyak 53 orang (88,33 persen) dari total petani responden. Sisanya tamat SMP sebanyak empat orang (6,67 persen), tamat SMA sebanyak dua orang (3,33 persen) dan tamat Perguruan Tinggi sebanyak satu orang (1,67 persen). Untuk bandar kampung sebanyak enam orang (100 persen) tamat SD. Untuk bandar besar sebanyak tiga orang (100 persen) tamat SD. Untuk pedagang pengecer sebanyak dua orang (100 persen) tamat SD. TABEL 10. Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Pendidikan Tdk tmt SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Perguruan Tinggi Jumlah
Petani Jumlah Persentase 0 0 53 88,33 4 6,67 2 3,33 1 1,67 60
100
Bandar Jumlah Persentase 0 0 6 100 0 0 0 0 0 0 6
10
Bandar Besar Jumlah Persentase 0 0 3 100 0 0 0 0 0 0 3
100
Pedagang Pengecer Jumlah Persentase 0 0 2 100 0 0 0 0 0 0 2
100
Luas lahan petani responden di Desa Cikondang rata-rata seluas 5407,33 m2. Luas lahan terkecil adalah 700 m2 dan yang terbesar adalah 16800 m2. Struktur luas lahan petani responden dapat dilihat pada Tabel 11. Petani responden sebagian besar sebagai petani pemilik penggarap, yaitu sebanyak 56 orang (93,33 persen) sedangkan sisanya merupakan pemilik dan juga penyewa lahan orang sebanyak empat orang (16,67 persen). TABEL 11. Struktur Luas Lahan Petani Responden
Luas lahan (m2) < 2000 2001 – 4000 4001 – 6000 6001 – 8000 8001 – 10000 > 10000 Jumlah
Jumlah (orang) 9 18 11 10 10 2 60
Persentase 15 30 18,33 16,67 16,67 3,33 100
Para petani responden menganggap bahwa pertanian merupakan mata pencaharian utama. Alasan mereka untuk berusahatani salak beragam, ada karena alasan turun temurun, cocok diusahakan di desa tersebut, mengikuti petani lain, dan ada yang tidak punya pilihan lain selain bertani. Petani responden sebagian besar menanam salak secara monokultur dengan modal sendiri. Tetapi ada juga petani responden yang menyelipkan tanaman lain di antara tanaman salaknya. Contoh tanaman yang biasa ditanam diantara tanaman salak tersebut antara lain pete, cengkeh, kelapa, dan tisuk, seperti ditunjukkan Lampiran 3 pada halaman 78. Pada umumnya sebagian besar petani belum mengetahui tata cara budidaya salak yang efektif. Para petani hanya mengandalkan pengalaman dalam bercocok tanam salak. Perawatan tanaman salak dianggap cukup dilakukan dengan frekuensi 1-2 kali dalam satu tahun. Proses perawatan tersebut dilakukan dengan cara melakukan pemangkasan daun tua dan membersihkan gulma atau rumput pengganggu. Proses pemupukan pun jarang dilakukan. Hal ini karena keterbatasan pengetahuan dan informasi mengenai dosis pupuk yang tepat, sehingga tanaman salak sebagian besar hanya memperoleh nutrisi dari bahan-bahan organik yang membusuk di tanah perkebunan saja.
Meskipun demikian, tanaman salak di Desa Cikondang ini dapat berproduksi sepanjang tahun. Para petani biasanya memanen buah salak dengan frekuensi dua minggu sekali.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Saluran dan Lembaga Pemasaran Lembaga pemasaran merupakan badan-badan atau lembaga-lembaga yang berusaha dalam bidang pemasaran. Adanya jarak antara produsen dan konsumen menyebabkan proses penyaluran produk dari produsen ke konsumen melibatkan
beberapa lembaga perantara. Demikian halnya dengan komoditi salak. Pemasaran salak ini mulai dari petani di Desa Cikondang, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu pedagang Bandar Kampung, Bandar Besar dan pedagang pengecer. Secara umum, pemasaran salak tidaklah rumit. Terdapat beberapa saluran pemasaran yang terjadi pada penjualan salak dari Desa Cikondang hingga ke konsumen akhir. Pola pemasaran salak dari Desa Cikondang hingga konsumen akhir secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 5 pada halaman 39. Terdapat empat pola saluran pemasaran salak dari Desa Cikondang sampai ke konsumen akhir. Pola saluran pemasaran tersebut antara lain: Pola 1 : Petani Bandar kampung Bandar besar Konsumen di kota lain Pola 2 : Petani Bandar besar Konsumen di kota lain Pola 3 : Petani Bandar kampung Pengecer Konsumen lokal Pola 4 : Petani Pengecer Konsumen lokal Dari keempat pola saluran pemasaran tersebut, pola yang paling banyak digunakan oleh para pelaku pemasaran adalah pola 1 dan pola 2. Hal tersebut dikarenakan kedua pola tersebut sudah lama digunakan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat, dan dirasakan cukup efektif. 100 % (86060 kg) 0,41 % (350 kg)
Petani 23,54 % (20260 kg)
76,05 % (65450 kg) 23,37 %
Bandar kampung
Bandar besar (20110 kg)
0,35 % (300 kg)
Pengecer
99,42 % (85560 kg)
Konsumen di kota lain
0,76 % (650 kg)
Gambar 5. Saluran Pemasaran Salak Cineam dari Desa Cikondang Sampai Konsumen Akhir Dalam pola 1, sebanyak 40 persen dari seluruh petani responden (24 orang) menjual hasil panennya ke bandar kampung. Volume penjualan komoditas yang melalui saluran ini mencapai 20260 kilogram per bulan. Pihak bandar kampung kemudian menyalurkan salak tersebut ke bandar besar dengan volume penjualan total mencapai 20110 kilogram per bulan, dengan frekuensi pengiriman salak tiap dua hari sekali. Pihak bandar besar kemudian mengirim salak yang telah terkumpul tersebut ke pasar induk yang berlokasi di Bandung dan Serang dengan frekuensi pengiriman dua hari sekali. Di kedua pasar induk tersebut, bandar besar bekerja sama dengan agen penjualan untuk menjual salak kepada konsumen akhir di kota lain dengan sistem komisi sebesar tujuh persen. Pola 2 dipilih oleh 56,67 persen (34 orang) petani responden yang menjual salak hasil panennya ke bandar besar dengan total volume penjualan sebanyak 65450 kilogram per bulan. Selanjutnya bandar besar menjual kembali salak tersebut melalui pasar induk seperti pada pola 1. Pola 3 dan pola 4 jarang sekali digunakan oleh petani responden. Dari enam puluh petani responden, hanya dua orang saja (3,33 persen) yang memilih menggunakan pola 4. Volume penjualan yang melalui saluran pemasaran pola 4
adalah sebanyak 350 kilogram per bulan, dan yang melalui saluran pemasaran pola 3 sebanyak 300 kg per bulan. 5.1.1. Petani Petani salak dalam melaksanakan transaksi jual beli terbiasa memakai pola saluran pemasaran yang sama secara berulang. Petani biasanya langsung membawa salak hasil panennya ke bandar kampung atau bandar besar yang menjadi langganannya. Pemilihan bandar yang menjadi tujuan penjualan umumnya ditentukan oleh kedekatan lokasi bandar dengan kebun salak petani. Hal ini bertujuan untuk memperkecil biaya pengangkutan yang harus dikeluarkan petani. Dalam proses transaksi jual beli, petani percaya bahwa bandar langganannya tidak akan merugikan dan akan membayar harga yang sesuai dengan harga pasar yang berlaku. Perbedaan harga sebesar 50-100 rupiah yang diterima oleh petani yang satu dengan petani lainnya, semata-mata dikarenakan perbedaan kualitas dan ukuran buah salak yang dijual petani tersebut. 5.1.2. Bandar Kampung Bandar kampung dalam hal ini adalah pedagang yang langsung menampung atau membeli salak dari petani. Kebanyakan bandar bersifat menunggu petani yang menjadi langganannya datang menjual hasil panennya. Pihak bandar sebagian besar mendapatkan salak dari usahataninya sendiri dan dari petani yang mempunyai kebun salak dekat dengan tempat tinggal bandar tersebut. Bandar kampung yang terlibat menjadi responden penelitian semuanya berjumlah enam orang tersebar di tiap dusun di Desa Cikondang. Modal yang digunakan para bandar kampung ini cukup besar. Volume pembelian mereka bervariasi, rata-rata sekitar 6000-8000 kilogram setiap minggunya. Dalam
seminggu paling sedikit bisa melakukan 3-4 kali penjualan, atau menjual dengan frekuensi penjualan dua hari sekali. Para bandar kampung ini umumnya menyalurkan salak yang dibelinya ke bandar besar. 5.1.3. Bandar Besar Bandar besar dalam hal ini adalah pedagang yang membeli dan menampung salak dari petani langsung dan dari bandar kampung. Bandar besar yang ada di Desa Cikondang adalah pedagang antar kota yang mempunyai modal besar dan didukung oleh prasarana angkutan. Pihak bandar besar dalam membeli salak tidak hanya berasal dari petani di Desa Cikondang saja, namun juga membeli dari petani atau bandar kampung yang tinggal di daerah lain misalnya dari Desa Pasirmukti yang letaknya berbatasan dengan Desa Cikondang. Skala operasi pembelian dan penjualan salak Cineam oleh bandar besar ini bisa mencapai 7,5 ton setiap harinya. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan terdapat tiga bandar yang menjadi responden penelitian yang dapat dikategorikan sebagai bandar besar. Mereka menyalurkan salak ke pasar induk yang ada di daerah Bandung dan Serang. Di pasar induk tersebut terdapat agen penjualan yang menjualkan salak dengan sistem komisi penjualan. 5.1.4. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer merupakan pedagang yang langsung menjual barang dagangannya ke konsumen akhir. Lembaga ini umumnya berskala kecil dan sedikit jumlahnya. Dalam penelitian ini, pedagang pengecer yang diamati hanya pedagang pengecer yang berada di sepanjang jalan raya Cimaragas. Hal tersebut disebabkan keterbatasan penulis dalam penelitian ini.
Biasanya pedagang pengecer ini membeli langsung dari petani atau dari bandar kampung. Volume pembelian yang bisa dilakukan oleh seorang pedagang pengecer sebanyak 30-300 kilogram setiap hari dengan volume penjualan 30-40 kg setiap hari . Jika persediaan barang di kios tempat berjualan sudah berkurang atau habis, maka pedagang pengecer ini akan mendatangi petani atau bandar untuk membeli persediaan salak yang baru.
5.2. Analisa Fungsi Lembaga Pemasaran Untuk memperlancar proses pemasaran, diperlukan berbagai kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa yang bersangkutan dari produsen sampai ke konsumen, selanjutnya kegiatan tersebut dinamakan sebagai fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran ini dimaksudkan agar pemasaran dapat terjadi secara efektif dan efisien, memberikan kepuasan maksimal kepada konsumen, dan memberikan keuntungan yang lebih besar bagi para pelaku pemasaran. Fungsi pemasaran dalam komoditas salak ini dimulai dari petani produsen di Desa Cikondang kemudian diikuti oleh lembaga-lembaga pemasaran selanjutnya. Namun tidak semua fungsi-fungsi pemasaran dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran tersebut, hal ini tergantung dari situasi dan kondisi tertentu. Adapun fungsi pemasaran tersebut terdiri dari fungsi pertukaran (fungsi pembelian
dan
penjualan),
fungsi
fisik
(fungsi
penyimpanan,
fungsi
pengangkutan, dan fungsi pengolahan) dan fungsi fasilitas (fungsi standarisasi dan grading, fungsi pembiayaan, fungsi informasi pasar dan fungsi penanggungan resiko).
5.2.1. Petani Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh petani adalah fungsi penjualan. Penjualan biasanya dilakukan setelah panen kepada para bandar (pengumpul), bandar besar maupun langsung ke pengecer. Namun penjualan langsung ke pengecer sangat jarang dilakukan, hal ini dikarenakan pengecer hanya bisa menampung dalam jumlah kecil. Penjualan kepada bandar kampung dan bandar besar biasanya dilakukan secara berlangganan. Petani langsung mengantarkan hasil panennya ke rumah bandar yang terdekat dengan lokasi kebun salak yang dipanen. Dalam hal ini petani percaya bahwa bandar yang menjadi langganannya tersebut tidak akan merugikan dalam hal penetapan harga. Fungsi fisik yang dilakukan petani adalah fungsi penyimpanan dan pengangkutan. Penyimpanan salak dilakukan apabila salak tersebut hendak dikonsumsi sendiri, untuk menjamu tamu atau dijadikan buah tangan saat mengunjungi sanak saudaranya. Penyimpanan juga bisa dilakukan apabila pada saat panen salak hanya memperoleh hasil yang sangat sedikit dan petani merasa tanggung untuk membawanya ke bandar, sehingga disimpan dulu untuk selanjutnya disatukan dengan hasil panen 1-2 hari berikutnya. Pengangkutan dilakukan oleh petani yang mengantarkan hasil panennya ke bandar. Biasanya hasil panen tersebut diangkut dengan cara dipikul sendiri oleh petani, dipikul oleh buruh angkut atau dengan cara menyewa ojeg atau mobil angkutan barang (pick up).
Fungsi fasilitas yang dilakukan petani meliputi kegiatan pembiayaan, penanggungan resiko, dan informasi pasar. Fungsi pembiayaan yang dilakukan petani adalah pembiayaan usahatani yang meliputi biaya pemeliharaan dan biaya pengangkutan. Informasi pasar terutama mengenai harga biasanya diperoleh dari sesama petani atau bandar yang menjadi langganan penjualan. Fungsi penanggungan resiko dilakukan oleh petani apabila terjadi kelebihan produksi pada musim panen raya atau pada saat hasil panennya terserang hama dan penyakit yang tidak bisa ditanggulangi sehingga hasil panennya hanya sedikit. Pada saat terjadi kelebihan produksi pada musim panen raya, harga salak bisa anjlok hingga mencapai Rp. 100,- per kilogram, atau bahkan tidak ada yang mau membeli, sehingga terkadang salak yang siap panen tersebut dibiarkan saja tidak dipetik hingga membusuk di pohon. 5.2.2. Bandar Kampung Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh bandar kampung yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran meliputi kegiatan pembelian dan penjualan. Pembelian salak oleh bandar kampung dilakukan ke petani langsung yang berada di Desa Cikondang. Pada umumnya bandar kampung membeli salak dari orang yang sama atau berlangganan. Selanjutnya bandar kampung menjual kembali salaknya ke bandar besar yang ada di Desa Cikondang dan hanya sebagian kecil saja salak yang dijual bandar kampung ke pedagang pengecer. Fungsi fisik yang dilakukan bandar kampung adalah fungsi penyimpanan, pengangkutan dan pengemasan. Penyimpanan dilakukan untuk menampung hasil panen dari petani sebelum dijual lagi ke bandar besar. Penyimpanan salak di
bandar kampung paling lama dilakukan dalam waktu dua hari. Hal ini mengingat bahwa salak bukan merupakan komoditas yang tahan lama dan bobotnya bisa menyusut jika disimpan terlalu lama karena kehilangan kadar air. Tempat penyimpanan biasanya di los, dan disimpan dengan cara digelar dilantai atau disimpan dalam keranjang bambu (carangka) dan dibiarkan terbuka, seperti ditunjukkan Lampiran 4 pada halaman 79. Pengangkutan dilakukan dari los penyimpanan ke tempat-tempat lembaga pemasaran selanjutnya yaitu ke bandar besar. Pada saat diangkut tersebut salak dikemas dalam carangka yang bisa digunakan berulang kali. Fungsi fasilitas yang dilakukan antara lain, pembiayaan, informasi pasar dan penangungan resiko. Pembiayaan yang dilakukan bandar kampung adalah membayar salak yang dibeli dari petani, biaya pengangkutan, penyimpanan dan biaya tenaga kerja termasuk di dalamnya biaya bongkar muat, penimbangan dan sortasi. Resiko yang sering dialami bandar kampung adalah resiko penyusutan dan resiko ukuran salak yang tidak memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan. Untuk informasi pasar, diperoleh dari sesama bandar dan bandar besar yang menjadi tujuan penjualan yang berada di Desa Cikondang. 5.2.3. Bandar Besar Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh bandar besar kurang lebih sama dengan yang dilakukan bandar kampung yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran meliputi kegiatan pembelian dan penjualan. Pembelian salak oleh bandar besar dilakukan ke petani langsung dan ke bandar kampung yang ada di Desa Cikondang dengan cara berlangganan. Pada saat
musim kemarau dimana produksi salak berkurang, bandar besar juga bisa membeli dari bandar yang berada di desa lain, misalnya dari bandar yang berada di Desa Pasirmukti yang lokasi desanya berbatasan dengan Desa Cikondang. Hal ini dimungkinkan karena kualitas salak yang ditanam di Desa Pasirmukti tidak berbeda jauh dengan yang ditanam di Desa Cikondang. Penjualan yang dilakukan oleh bandar besar biasanya langsung disalurkan ke pasar induk yang ada di daerah Bandung dan Serang. Di pasar induk tersebut terdapat agen penjualan yang menjadi rekan kerja sama para bandar besar. Agen penjualan ini berperan untuk menampung dan menjualkan salak yang dikirim bandar besar dengan sistem komisi. Fungsi fisik yang dilakukan bandar besar adalah fungsi penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan. Penyimpanan dilakukan untuk menampung hasil panen dari petani dan hasil pembelian dari bandar kampung. Penyimpanan dilakukan hingga jumlah salak yang terkumpul mencapai 1,5-6 ton. Penyimpanan di bandar besar sama seperti di bandar kampung yaitu disimpan di los. Pengemasan salak dilakukan dengan menggunakan keranjang (carangka) yang terbuat dari bambu atau dengan menggunakan waring (wadah kemasan yang terbuat dari plastik) seperti ditunjukkan Lampiran 5 pada halaman 80. Pengangkutan dilakukan jika jumlah salak telah mencapai jumlah syarat ekonomis, yaitu 1.5 ton untuk dikirim ke pasar induk di Bandung dengan menggunakan mobil angkutan barang (pick up). Sedangkan jumlah 6 ton adalah syarat ekonomis untuk dikirim ke pasar induk di Serang dengan menggunakan angkutan truk.
Fungsi fasilitas yang dilakukan antara lain standarisasi dan grading, pembiayaan, informasi pasar dan penangungan resiko. Pihak bandar besar telah menerapkan standar mutu dan grading salak menjadi beberapa kelas berdasarkan ukuran yaitu kelas besar (bungas), kelas sedang, dan kelas kecil (kril). Pembiayaan yang dilakukan bandar besar adalah membayar salak yang dibeli dari petani dan dari bandar kampung, biaya pengangkutan, penyimpanan dan biaya tenaga kerja (termasuk di dalamnya biaya bongkar muat, penimbangan dan sortasi), dan komisi penjualan. Resiko yang sering dialami bandar besar adalah resiko penyusutan, resiko ukuran salak yang tidak memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan, resiko munculnya pungutan liar selama proses pengiriman salak ke pasar induk, dan resiko kerugian penjualan akibat salak tidak laku dijual. Informasi pasar, diperoleh dari sesama bandar besar dan agen penjualan yang berada di pasar induk Bandung atau Serang.
5.2.4. Pedagang Pengecer Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran meliputi kegiatan pembelian dan penjualan. Pembelian salak dilakukan dari bandar atau petani langsung. Biasanya pembelian dilakukan dari petani atau bandar yang terdekat. Penjualan dilakukan kepada konsumen langsung yang lewat atau sengaja datang ke kios penjualan. Penjualan biasanya dilakukan dalam skala yang kecil.
Fungsi fisik yang dilakukan oleh pengecer adalah fungsi penyimpanan, pengangkutan dan pengemasan. Penyimpanan dilakukan pengecer langsung di kios penjualan. Pengangkutan dilakukan dari lokasi pembelian salak, baik dari kebun petani maupun dari tempat bandar. Pengemasan biasanya dilakukan dengan menggunakan kantong plastik (kresek) atau karung plastik jika ada yang membeli dalam jumlah cukup banyak. Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang pengecer meliputi sortasi dan grading, pembiayaan, informasi pasar dan penanggungan resiko. Kegiatan sortasi dan grading dilakukan untuk memilih salak yang bagus dan layak dijual serta memisahkan salak yang rusak.Pembiayaan meliputi pembiayaan pembelian ke pihak bandar atau petani, biaya pengangkutan, biaya penyusutan dan pengemasan. Untuk informasi pasar diperoleh dari sesama pedagang pengecer, dari bandar atau dari petaninya langsung. Penanggungan resiko terjadi jika terjadi kegagalan penjualan karena sepinya calon pembeli. Selain itu pedagang pengecer juga menanggung resiko akibat penyusutan berat salak. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran salak dari petani sampai konsumen akhir dapat dilihat pada Tabel 12 berikut. TABEL 12. Fungsi Pemasaran Pada Tiap Lembaga Pemasaran dari Desa Cikondang Sampai Konsumen Akhir No 1
2
Fungsi Pemasaran Fungsi Petukaran a. Pembelian b. Penjualan Fungsi Fisik a. Penyimpanan b. Pengangkutan
Petani
Bandar Kampung
Bandar Besar
Pengecer
√
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
c. Pengemasan 3 Fungsi Fasilitas a. Standarisasi dan Grading b. Pembiayaan √ c. Informasi Pasar √ d. Penanggungan Resiko √ Keterangan: √ = Melakukan fungsi pemasaran -
√
√
√
√ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
= Tidak melakukan fungsi pemasaran
5.3. Analisa Struktur Pasar Struktur pasar yang dihadapi oleh masing-masing pelaku pemasaran salak dapat dianalisis dengan melihat jumlah pelaku pemasaran yang terlibat, sifat keragaman produk yang diperjualbelikan, kondisi keluar masuk pasar, dan tingkat pengetahuan informasi pasar. 5.3.1. Struktur Pasar di Tingkat Petani Struktur pasar dilihat dari sudut pandang petani salak di Desa Cikondang cenderung bersifat oligopsoni. Hal ini dapat dilihat dari jumlah petani yang banyak dengan jumlah pembeli (pedagang perantara) sedikit, dan petani bertindak sebagai penerima harga (price taker). Jumlah petani yang dijadikan sampel di lokasi penelitian sebanyak 60 orang dan jumlah pedagang sebagai pembeli sebanyak sebelas orang yang terdiri atas enam orang bandar kampung, tiga orang bandar besar, dan dua orang pedagang pengecer. Salak yang dipasarkan bervariasi kualitasnya. Dari hasil pengamatan di lapangan, klasifikasi salak yang dikenal petani dan pedagang berdasarkan grade tertera pada Tabel 13 berikut ini. TABEL 13. Klasifikasi Mutu Salak Cineam Klasifikasi Kelas Besar (Bungas)
Ciri-ciri Buah berukuran panjang + 9-10 cm, lebar + 67 cm, dan dalam satu kilogram terdapat 12-13 buah
Kelas Sedang
Kelas Kecil (Kril)
Buah berukuran panjang + 6-7,5 cm, lebar + 5-6 cm, dan dalam satu kg terdapat 18-20 buah Buah berukuran panjang + 4-7 cm, lebar + 3,5-4,5 cm, dan dalam satu kg terdapat 30-33 buah
Hal yang membedakan klasifikasi mutu (grade) tersebut adalah ukuran besar kecilnya buah salak tersebut. Dalam segi rasa, tidak ada perbedaan khusus di antara grade-grade tersebut. Petani bebas untuk keluar masuk pasar, dalam hal ini siapa saja boleh untuk berusahatani salak asalkan dia mempunyai lahan, modal, dan bersedia menanggung resiko-resiko yang dihadapi seperti terjadinya gagal panen atau gagal dalam penjualan hasil panen. Petani mendapatkan informasi harga dari para pedagang bandar dan sesama petani. Penentuan harga biasanya dilakukan oleh pihak bandar kampung atau bandar besar berdasarkan harga yang berlaku di pasaran, sehingga kedudukan petani dalam pemasaran sangat lemah. 5.3.2. Struktur Pasar di Tingkat Bandar Kampung Bandar kampung merupakan pedagang yang langsung menampung hasil panen dari petani. Jumlah bandar di lokasi penelitian cukup banyak, namun yang dilibatkan sebagai responden sebanyak enam orang. Bandar kampung biasanya mempunyai hubungan yang cukup erat dengan petani. Mereka umumnya memiliki petani langganan yang selalu menjual hasil panennya kepada mereka. Pihak bandar kampung ini semuanya berasal dari Desa Cikondang dan sebagian dari mereka ada yang mempunyai lahan sendiri. Dilihat dari keragaman produk, maka produk yang diperjualbelikan bersifat homogen. Pihak bandar kampung melakukan sortasi terhadap salak yang rusak dan busuk. Pada tingkat pedagang bandar kampung ini terdapat hambatan
bagi bandar baru untuk memasuki pasar. Hambatan tersebut berupa besarnya modal yang dibutuhkan untuk menjadi bandar, dan mereka juga akan berhadapan dengan bandar-bandar kampung yang sudah berpengalaman dan dipercaya oleh petani langganan masing-masing. Resiko utama yang ditanggung bandar kampung hanyalah berupa resiko penyusutan akibat penyimpanan. Resiko lainnya yang mungkin terjadi adalah perubahan harga mendadak yang ditetapkan oleh pihak bandar besar yang menjadi tujuan penjualan produknya. Penentuan harga lebih menonjol ke pedagang bandar. Pihak bandar kampung memperoleh informasi harga dari sesama bandar kampung dan bandar besar melalui komunikasi langsung. Karena itu dapat dikatakan bahwa pedagang bandar kampung memiliki posisi yang lebih kuat dibandingkan posisi petani dalam hal penentuan harga, sehingga struktur pasar dilihat dari sudut pandang pedagang bandar kampung adalah pasar oligopoli.
5.3.3. Struktur Pasar di Tingkat Bandar Besar Struktur pasar yang dihadapi oleh bandar besar tidak berbeda jauh dengan struktur pasar yang dihadapi oleh bandar kampung, yaitu cenderung ke pasar bersaing oligopoli. Jumlah bandar besar yang ada di lokasi penelitian berjumlah tiga orang dan ketiganya berasal dari Desa Cikondang. Kegiatan pembelian dan penjualan dilakukan dalam skala yang cukup besar, sehingga hambatan untuk memasuki pasar ini sangat besar. Untuk menjadi bandar besar diperlukan modal yang besar mengingat jangkauan pemasaran
mereka luas. Resiko yang dihadapi bandar besar lebih besar dibandingkan dengan resiko yang dihadapi oleh bandar kampung. Bandar besar ini dilengkapi dengan fasilitas pengangkutan. Dalam penentuan harga, posisi bandar besar lebih kuat dibandingkan posisi petani dan bandar kampung. Walaupun petani masih bisa melakukan tawar menawar harga, namun pada akhirnya bandar besarlah yang menentukan harga. Bandar besar ini memperoleh informasi langsung dari pasar induk yang berada di Bandung atau Serang melalui telepon atau komunikasi langsung. 5.3.4. Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pengecer Pedagang pengecer
merupakan
rantai
pemasaran
yang langsung
berinteraksi dengan konsumen akhir. Struktur pasar dilihat dari sudut pandang pedagang pengecer adalah pasar oligopoli. Jumlah pedagang pengecer ini sedikit dan identik satu sama lain. Pedagang pengecer yang berhasil diwawancarai pada saat penelitian sebanyak dua orang. Mereka tidak hanya menjual salak Cineam saja, namun juga menjual komoditas buah-buahan lain seperti nangka, pisang, rambutan, dukuh dan durian. Pembelian salak oleh pedagang pengecer dilakukan dalam partai kecil, sehingga kebutuhan modal pun relatif kecil. Untuk menjadi pedagang pengecer ini terdapat kemudahan dalam memasuki pasar. Tidak ada peraturan atau kebijakan khusus dari pemerintah daerah setempat mengenai penjualan di tingkat pengcer ini. Salak yang dijual pedagang pengecer ini sifatnya terdiferensiasi. Pihak pedagang pengecer melakukan sortasi dan membedakan salak Cineam berdasarkan tiga kelas yaitu kelas Besar (Bungas), kelas sedang, dan kelas Kecil (kril). Klasifikasi mutu dan ciri-cirinya dapat dilihat pada Tabel 13 pada halaman
50. Biasanya salak yang dijual digelar atau digantung di kios-kios penjualan sehingga konsumen bebas untuk memilih pada saat membeli. Sistem pembayaran yang berlaku di pasar pengecer adalah secara tunai. Harga salak dari pedagang pengecer ke konsumen akhir didasarkan pada harga beli dari petani atau bandar ditambah keuntungan yang diinginkan oleh pedagang pengecer tersebut. Tawar menawar antara pedagang pengecer dan konsumen akhir bisa saja terjadi, namun tidak banyak mempengaruhi harga. Informasi tentang pasar diperoleh dari sesama pedagang pengecer dan dari bandar.
5.4. Analisa Perilaku Pasar Perilaku pasar menunjukkan tingkah laku lembaga pemasaran pada struktur pasar tertentu dalam melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran. Perilaku pasar dalam penelitian ini ditinjau dari praktek pembelian dan penjualan, praktek penentuan dan pembayaran harga serta kerjasama antar lembaga pemasaran.
5.4.1. Praktek Pembelian dan Penjualan Para petani biasanya menjual hasil panennya kepada para bandar untuk setiap penjualannya. Sebagian besar petani di lokasi penelitian telah mempunyai langganan tetap untuk menjual hasil panennya. Ada juga yang menjual langsung ke pedagang pengecer. Untuk pihak bandar besar, selain melakukan pembelian langsung dari petani di Desa Cikondang juga membeli dari pihak bandar kampung, bahkan pada musim kemarau, pada saat produksi salak berkurang, pihak bandar besar bisa melakukan pembelian dari petani dan bandar yang berada di desa lain.
Pihak bandar besar ini mendistribusikan salak yang dibelinya ke kota lain melalui kerjasama dengan rekanan penjual yang berada di pasar induk di daerah Bandung dan Serang. Volume rata-rata penjualannya sekitar 20 ton per minggu. Untuk pedagang pengecer, pembelian dilakukan kepada bandar kampung dan petani langsung. Pedagang pengecer biasanya sudah memiliki langganan sehingga tidak mengalami kesulitan dalam penyediaan produk kecuali pada musim kemarau panjang. Pembeli di pedagang pengecer ini adalah konsumen akhir yang sengaja membeli salak untuk konsumsi sendiri atau untuk oleh-oleh. 5.4.2. Praktek Penentuan Harga dan Pembayaran Harga Penentuan harga salak antara petani dengan pihak bandar kampung atau bandar besar adalah dengan sistem tawar menawar. Harga yang terjadi biasanya mengikuti mekanisme pasar yang mana apabila terjadi panen raya maka harga salak cenderung rendah dan sebaliknya apabila panen sedikit, harga salak cenderung tinggi. Harga terendah salak bisa mencapai Rp 100,- s/d Rp 300,- per kilogram dan tertinggi mencapai Rp 800,- s/d Rp 1000,- per kilogram. Harga salak tinggi selama dua bulan yaitu sekitar bulan Juni-Juli yang merupakan masa puncak pembentukan buah salak, sehingga pasokan/penawaran di pasaran kurang. Para petani hanya sebagai penerima harga (price taker) sehingga sedikit sekali kekuatan untuk mempengaruhi harga. Informasi harga diperoleh dari pihak bandar dan petani lainnya, sehingga harga pasar merupakan patokan tawar menawar antara petani dan pihak bandar walaupun pada akhirnya petani akan menerima harga yang ditawarkan pedagang bandar. Perubahan harga yang terjadi adalah mingguan, biasanya berkisar antara Rp 300,- s/d Rp 800,- per kilogram. Bandar besar merupakan pihak yang
memegang kunci informasi mengenai harga salak di Desa Cikondang. Hal ini terjadi dikarenakan bandar besar merupakan pihak yang langsung memperoleh harga dengan mekanisme pasar di pasar induk. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak bandar dengan petani adalah dengan sistem tunai dan tidak tunai (sistem pembayaran kemudian). Mekanisme pembayaran tidak tunai ini adalah dengan melunasi pembayaran 2-3 hari kemudian setelah terjadi transaksi. Namun biasanya petani menghendaki pembayaran dengan sistem tunai. Penentuan harga yang terjadi antara pengecer dan konsumen akhir berdasarkan proses tawar menawar dengan konsumen, namun harga salak lebih ditentukan oleh pedagang pengecer kepada konsumen. Harga yang ditentukan pedagang pengecer tersebut mendekati harga di pasar induk. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh konsumen akhir dan pedagang pengecer adalah tunai.
5.4.3. Kerjasama Antara Lembaga Pemasaran Kerjasama dalam penyaluran salak dari produsen sampai ke konsumen akhir telah dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat di dalamnya. Kerjasama tersebut didasarkan atas lamanya mereka melakukan hubungan dagang dan adanya rasa saling percaya di antara lembaga-lembaga pemasaran tersebut. Kerjasama yang dilakukan petani dengan pihak bandar ataupun pengecer langsung hanya sebatas penjual dan pembeli sekaligus langganan. Kerjasama dilakukan biasanya pada saat pembayaran tidak tunai. Dalam hal ini terdapat rasa
saling percaya antara kedua belah pihak. Kerjasama juga dilakukan antar sesama petani, misalnya saling membantu saat membawa hasil panen ke tempat bandar. Kerjasama antar sesama bandar besar terjadi pada saat produksi salak sedikit. Pada saat tersebut bandar besar menggabungkan salak yang akan dikirimkan ke pasar induk, sehingga dapat menghemat biaya transportasi. Kerjasama juga terjalin erat antara pihak bandar besar dengan agen penjualan di pasar induk. Biasanya mereka berkomunikasi melalui telepon untuk mempermudah dan memperlancar pengiriman barang. Sistem pembayaran antara bandar besar dan agen penjualan dilakukan secara tunai dan tidak tunai.
5.5. Analisa Marjin Pemasaran Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga yang terjadi pada setiap lembaga pemasaran. Marjin pemasaran dapat dihitung dengan menjumlahkan biaya-biaya pemasaran yang dikeluarkan dengan besarnya keuntungan pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam jalur tataniaga tersebut. Marjin pemasaran juga dapat diartikan sebagai imbalan jasa yang diterima oleh lembaga pemasaran yang dilalui sehingga pada akhirnya didistribusikan ke tingkat konsumen akhir. Marjin ini juga dapat ditunjukkan oleh selisih harga pembelian dengan harga penjualan pada lembaga yang bersangkutan. Pola yang akan dibahas dalam analisis marjin pemasaran ini adalah tiga pola saluran pemasaran. Hal tersebut dikarenakan pola-pola tersebut lebih umum digunakan oleh para pelaku pemasaran serta untuk memudahkan menganalisa. Pola tersebut terdiri dari pola 1 (Petani – Bandar kampung – Bandar besar – Konsumen di kota lain), pola 2 (Petani – Bandar besar – Konsumen di kota
lain), dan pola 4 (Petani – Pengecer – Konsumen lokal). Marjin pemasaran dan distribusi marjin pemasaran salak Cineam pada masing-masing pelaku pasar selengkapnya ditampilkan pada Tabel 14 pada halaman 58. a.
Pola Pemasaran 1 Marjin pemasaran untuk pola pemasaran ini adalah Rp 1222,41 atau 67,91
persen dari harga jual bandar besar kepada konsumen di kota lain. Marjin terbesar berada pada lembaga pemasaran bandar besar yaitu sebesar Rp 1000,- atau sebesar 55,56 persen dari harga jualnya. Untuk pedagang bandar kampung, total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 138,59 per kilogramnya (7,7 persen dari harga jual bandar besar). Komponen biaya pemasaran salak Cineam di tingkat bandar kampung terdiri atas biaya penyusutan, tenaga kerja, dan pengangkutan. Biaya penyusutan merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan oleh pedagang bandar kampung dan ditetapkan sebesar 10 persen dari harga beli. Hasil analisis menunjukkan biaya penyusutan rata-rata sebesar Rp 57,76 per kilogramnya. Penyusutan ini adalah berkurangnya berat buah salak karena proses pembersihan, potongan timbangan dan berkurangnya kadar air akibat proses penyimpanan. TABEL 14. Sebaran Margin Pemasaran Salak Cineam dari Cikondang Sampai Konsumen Akhir Pada Bulan Juli 2006 Lembaga Pemasaran
Petani : Harga Jual Farmer’s Share Bandar Kampung : Harga Beli Biaya Keuntungan
Pola 1 Harga % (Rp/Kg) 577,59
32,09
577,59 138,59 83,82
32,09 7,7 4,66
Pola 2 Harga % (Rp/Kg) 625,67
34,76
Desa
Pola 4 Harga % (Rp/Kg) 600
30
Marjin Pemasaran Harga Jual Rasio B/C Bandar Besar : Harga Beli Biaya Keuntungan Marjin Pemasaran Harga Jual Rasio B/C Pedagang Pengecer : Harga Beli Biaya Keuntungan Marjin Pemasaran Harga Jual Rasio B/C Total Marjin Pemasaran Total Biaya Total Keuntungan Rasio B/C
222,41 800 0,6
12,36 44,44
800 525,7 474,3 1000 1800 0,9
44,44 29,21 26,35 55,56 100
1222,41 664,29 558,12 0,84
67,91 36,91 31,01
625,67 508,27 666,06 1174,33 1800 1,31
1174,33 508,27 666,06 1,31
34,76 28,24 37,00 65,24 100
65,24 28,24 37
600 162,89 1237,11 1400 2000 7,59 1400 162,89 1237,11 7,59
30 8,14 61,86 70 100 70 8,14 61,86
Biaya tenaga kerja meliputi biaya untuk sortasi, penimbangan, pembersihan dan bongkar muat yang besarnya Rp 31,25 per kilogramnya. Biaya pengangkutan dikeluarkan oleh pihak bandar kampung pada saat mengangkut salak ke tujuan penjualan selanjutnya yaitu ke pihak bandar besar. Hasil analisis menunjukkan biaya pengangkutan rata-rata untuk pedagang bandar kampung ini sebesar Rp 49,58 per kilogram. Adapun marjin pemasaran di tingkat pedagang bandar kampung adalah sebesar Rp 222,41 per kilogram, sehingga pihak bandar kampung memperoleh keuntungan sebesar Rp 83,82 per kilogramnya. Proses pemasaran selanjutnya adalah ke pedagang bandar besar. Harga beli dari bandar besar adalah Rp 800,- per kilogram. Total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 525,7 per kilogram. Komponen biaya pemasaran meliputi biaya penyusutan, tenaga kerja, pengemasan, pengangkutan, retribusi, komisi dan biaya lain-lain (biaya tidak terduga).
Biaya penyusutan ditetapkan 10 persen dari harga beli sehingga besarnya biaya penyusutan adalah Rp 80,- per kilogram. Jumlah tenaga kerja yang bekerja pada bandar besar berkisar antara 2-6 orang. Kegiatan yang dilakukan tenaga kerja meliputi sortasi, bongkar muat, penimbangan, pembersihan, dan pengemasan. Rata-rata biaya untuk tenaga kerja ini sebesar Rp 80,- per kilogram. Untuk pengemasan, biasanya menggunakan carangka dan waring. Besarnya biaya pengemasan rata-rata sebesar Rp 4,- per kilogram. Untuk pengangkutan, bandar besar rata-rata mengeluarkan biaya sebesar Rp 199,26. Selama proses pengiriman salak ke pasar induk, pedagang bandar besar juga mengeluarkan biaya retribusi sebesar Rp 5,22 per kilogram. Setelah sampai di pasar induk, salak yang dikirim oleh bandar besar kemudian ditangani oleh agen penjualan. Agen penjualan ini berperan menjualkan salak dengan sistem pembayaran komisi yang ditetapkan sebesar tujuh persen dari harga penjualan, sehingga bandar besar harus mengeluarkan biaya komisi rata-rata sebesar Rp 105 per kilogram. Selain biaya-biaya yang pasti dikeluarkan, bandar besar juga menghadapi resiko biaya tidak terduga atau biaya lain-lain. Biaya tidak terduga ini meliputi biaya pengawalan barang, biaya cadangan dan pungutan liar. Besarnya biaya tidak tidak terduga yang dikeluarkan bandar besar rata-rata sebesar Rp 52,22 per kilogram. Adapun marjin pemasaran di tingkat bandar besar sebesar Rp 1000,-, sehingga pedagang besar memperoleh keuntungan sebesar Rp 474,3 per kilogram. Apabila dihitung rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (Rasio B/C) untuk pola 1 di tingkat bandar kampung adalah 0,6 artinya untuk satu rupiah biaya yang dikeluarkan maka keuntungan yang diperoleh sebesar 0,6 rupiah. Untuk
bandar besar rasio B/C lebih besar dibandingkan bandar kampung yaitu sebesar 0,9 artinya untuk satu rupiah biaya yang dikeluarkan maka keuntungan yang diperoleh sebesar 0,9 rupiah. Jika membandingkan persentase marjin pemasaran di antara lembagalembaga pemasaran, maka marjin pemasaran tertinggi adalah di tingkat bandar besar yaitu sebesar 55,56 persen kemudian diikuti bandar kampung sebesar 12,36 persen dari harga jual akhir. b. Pola Pemasaran 2 Perbedaan pola pemasaran 1 dengan pola pemasaran 2 adalah tidak adanya peran bandar kampung pada pola pemasaran 2. Pihak bandar besar melakukan pembelian dari petani langsung dan kemudian mengirimkannya ke pasar induk untuk dijual kepada konsumen di luar kota. Marjin pemasaran saluran pemasaran ini adalah Rp 1174,33 per kilogram atau sebesar 65,24 persen dari harga jual akhir. Harga beli, komponen biaya dan keuntungan bandar besar pada pola 2 sedikit berbeda dengan harga beli, komponen biaya dan keuntungan bandar besar pada pola 1. Pada pola pemasaran 2 ini harga beli dari bandar besar adalah Rp 625,67,per kilogram. Total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 508,27 per kilogram. Komponen
biaya
pemasaran
meliputi
biaya
penyusutan,
tenaga
kerja,
pengemasan, pengangkutan, retribusi, komisi dan biaya lain-lain (biaya tidak terduga). Biaya penyusutan ditetapkan 10 persen dari harga beli sehingga besarnya biaya penyusutan adalah Rp 62,57,- per kilogram. Sementara biaya tenaga kerja,
pengemasan, pengangkutan, retribusi, komisi dan biaya tidak terduga besarnya sama seperti pada pola pemasaran 1. Apabila dihitung rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (Rasio B/C) untuk pola 2 di tingkat bandar besar adalah 1,31 artinya untuk satu rupiah biaya yang dikeluarkan maka keuntungan yang diperoleh sebesar 1,31 rupiah. c.
Pola Pemasaran 4 Pola pemasaran 4 merupakan pola pemasaran satu level. Pada pola
pemasaran ini pedagang pengecer berperan sebagai lembaga perantara pemasaran tunggal. Harga beli dari pedagang pengecer pada pola pemasaran ini adalah sebesar Rp 600,- per kilogram. Marjin pemasaran pada pada pola ini adalah Rp 1400,- per kilogram atau sebesar 70 persen dari harga jual akhir. Biaya total yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer sebesar Rp 162,89 per kilogram. Komponen biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang pengecer meliputi pengangkutan, penyusutan, pengemasan dan retribusi. Biaya pengangkutan dikeluarkan pada saat membawa salak dari kebun petani ke kios penjualan. Besarnya biaya pengangkutan yaitu sebesar Rp 100,- per kilogram. Biaya penyusutan ditetapkan sebesar empat persen dari harga beli atau sebesar Rp 24,- per kilogram. Untuk pengemasan, pedagang pengecer biasa menggunakan kantong plastik (kresek) dan karung plastika. Karung plastik hanya digunakan jika ada pembeli yang membeli dalam jumlah banyak. Biaya untuk pengemasan ini sebesar Rp 33,33 per kilogram.
Para pedagang pengecer umumnya memiliki kios penjualan sendiri yang didirikan di pinggir jalan raya Cimaragas sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya sewa. Pedagang pengecer hanya mengeluarkan biaya retribusi yang biasanya dikeluarkan setahun sekali, dibayarkan ke pihak pemerintah desa. Besarnya biaya retribusi adalah Rp 5,56 per kilogram. Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran (rasio B/C) untuk pedagang pengecer adalah 7,59 artinya untuk satu rupiah biaya yang dikeluarkan maka keuntungan yang diperoleh sebesar 7,59 rupiah.
5.6. Bagian Harga yang Diterima Petani Bagian harga yang diterima petani adalah bagian harga yang dibayar oleh konsumen yang dapat dinikmati oleh produsen dalam hal ini petani. Semakin besar bagian harga yang diterima oleh petani, maka pemasaran dapat dikatakan semakin efisien. Semakin kecil persentase marjin menunjukkan bahwa sistem pemasaran tersebut dapat menyampaikan produk dari produsen ke konsumen dengan porsi biaya dan keuntungan pedagang yang relatif rendah. Dari hasil analisis, menunjukkan bahwa bagian harga yang diterima oleh petani tiap pola berbeda. Untuk penjualan salak Cineam ini, bagian harga yang diterima petani untuk masing-masing pola sebesar 32,09 persen, 34,76 persen, dan 30 persen. Pola pemasaran 2 mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan pola 1 dan pola 4. Hal ini berarti pola pemasaran 2 lebih efisien dan lebih menguntungkan petani apabila dibandingkan dengan pola 1 dan pola 4. Bagian harga yang diterima petani sebesar 34,75 persen pada pola 2 berarti setiap satu rupiah uang yang dikeluarkan oleh konsumen, petani akan
mendapat bagian harga sebesar 0,3475 rupiah. Bagian harga yang besar tergantung pada harga beli konsumen akhir serta harga jual dari pihak petani.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan pada bab terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Proses pemasaran salak dari petani di Desa Cikondang, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga pemasaran, yaitu pedagang bandar kampung, bandar besar,
dan pedagang pengecer. Terdapat empat pola saluran pemasaran salak dari petani sampai konsumen akhir. Namun yang umum digunakan adalah tiga saluran pemasaran, yaitu pola 1 (Petani – Bandar kampung – Bandar besar – Konsumen di kota lain), pola 2 (Petani – Bandar besar – Konsumen di kota lain), dan pola 4 (Petani – Pengecer – Konsumen lokal). Saluran yang paling banyak digunakan petani adalah pola saluran 2 yaitu digunakan oleh sebanyak 34 orang petani responden (56,67 persen). 2.
Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran salak adalah: (1) Petani: fungsi penjualan, penyimpanan, pengangkutan, pembiayaan, informasi pasar dan penanggungan resiko; (2) Pedagang bandar kampung: fungsi pembelian, penjualan, penyimpanan, pengangkutan, pengemasan, pembiayaan, informasi pasar dan penanggungan resiko; (3) Pedagang bandar besar: fungsi pembelian, penjualan, penyimpanan, pengangkutan, pengemasan, standarisasi dan grading, pembiayaan, informasi pasar dan penanggungan resiko; (4) Pedagang
pengecer:
fungsi
pembelian,
penjualan,
penyimpanan,
pengangkutan, pengemasan, sortasi dan grading, pembiayaan, informasi pasar dan penanggungan resiko. 3.
Dilihat dari struktur pasar yang ada pada para pelaku pemasaran salak, maka untuk petani cenderung oligopsoni, sementara untuk pedagang bandar kampung, bandar besar, dan pedagang pengecer cenderung mengarah pada pasar oligopoli, hal ini dikarenakan lembaga pemasaran tersebut bisa sewaktu-waktu mempengaruhi harga yang terjadi di pasar.
4.
Dilihat dari perilaku pasar yang dihadapi, maka dalam praktek pembelian dan penjualan telah terjalin kerjasama sebagai cara untuk menciptakan stabilitas pasar. Dalam proses penentuan harga, dapat terjadi tawar menawar antara petani dan pedagang, namun pada akhirnya petani tetap sebagi penerima harga. Sistem pembayaran yang terjadi adalah sistem pembayaran tunai dan sistem pembayaran tidak tunai. Hubungan kerjasama antar lembaga pemasaran dilakukan atas dasar saling percaya.
5.
Berdasarkan analisis marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio B/C maka pola yang mempunyai marjin pemasaran terkecil, dan farmer’s share terbesar adalah pola 2. Sehingga secara operasional pola 2 merupakan saluran pemasaran yang paling efisien dibandingkan dengan dua pola lainnya. Kurang meratanya rasio B/C di tiap lembaga pemasaran menyebabkan pemasaran salak Cineam kurang efisien.
6.2. Saran Sehubungan dengan hasil pembahasan analisis pemasaran salak pada bab terdahulu, maka saran-saran yang dapat direkomendasikan adalah sebagai berikut: 1.
Berdasarkan analisis, posisi petani pada saat terjadi transaksi jual beli lemah. Hal ini perlu perhatian, khususnya dari pihak pemerintah daerah agar berupaya menyediakan informasi mengenai perkembangan harga salak supaya petani terhindar dari penentuan harga sepihak yang hanya menguntungkan pihak pedagang perantara.
2.
Berkaitan dengan keterbatasan penelitian ini, maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai keterkaitan dan kekuatan hubungan yang terjadi antar
pasar yang terlibat dalam proses pemasaran. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui sejauh mana perubahan harga di satu tingkat pasar dapat mempengaruhi perubahan harga di tingkat pasar lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Agustin, R.r. Swasti. 1996. Analisis Keragaan Pemasaran Jambu Mete. Studi Kasus di Kecamatan Semin, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi. Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Asmarantaka, R. W. 1999. Pemasaran Pertanian: Suatu Kajian Teoritik dan Empirik. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Dahl, D. C. and J. W. Hammond. 1977. Market and Price Analysis. The Agricultural Industries. Mc. Graw-Hill Book Company, Inc.
Direktorat Jenderal Pemeberdayaan Masyarakat dan Desa. 2005. Monografi Desa Cikondang. Departemen Dalam Negeri. Firdaus, A. M. 2004. Analisis Efisiensi Pemasaran Ubi Jalar Cilembu. Kasus di Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fitria, Asthi Noer. 2004. Analisis Sistem Pemasaran Pisang. Kasus di Desa Mekargalih, Kecamatan Cikalongkulon, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kaban, Hermanto. 2004. Analisis Pemasaran Kentang (Solanum tuberosum). Studi Kasus di Desa Margamulya, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kristiawati, R. dan Nazaruddin. 1992. 18 Varietas Salak. Penebar Swadaya. Jakarta. Kotler, P. 2004. Manajemen Pemasaran. Edisi Indonesia. Prenhallindo. Jakarta. Limbong, W. H. dan S. Panggabean. 1985. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Lipsey, R. G, D. D Purvis, P. N. Courant & P. O Steiner. 1997. Pengantar Mikroekonomi: Edisi Kesepuluh. Jilid Dua. Binarupa Aksara. Jakarta. Purnomo, H. 2001. Budi Daya Salak Pondoh. CV Aneka Ilmu. Semarang Ramakrishna, I Made Mahendera. 1999. Analisis Sistem Pemasaran serta Pendapatan Usahatani Salak Bali dan Salak Gula Pasir dari Daerah Sentra Produksi. Skripsi. Program Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar Peta Desa Cikondang
Lampiran 2 : Kuesioner Penelitian
Kepada Yth, Bapak/ Ibu Petani Salak Di tempat
Responden yang terhormat, Saya Restu Gumilar adalah Mahasiswa Manajemen Agribisnis IPB yang sedang melakukan penelitian tentang Analisis Pemasaran Salak di Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini merupakan bagian dari skripsi yang saya selesaikan. Demi tercapainya hasil yang diinginkan, mohon kesediaan anda untuk berpartisipasi mengisi kuesioner ini secara lengkap dan benar. Informasi yang diterima dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Tidak ada jawaban yang salah dalam menjawab kuesioner ini. Atas bantuannya saya ucapkan terimakasih.
Bogor, Mei 2006
Restu Gumilar
Analisis Pemasaran Salak (Studi Kelayakan di Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) Restu Gumilar (A14102045) Institut Pertanian Bogor
KUESIONER UNTUK PETANI 1. 2. 3. 4. 5.
No. Kuesioner Nama Petani Alamat Umur dan jenis Kelamin Pendidikan 5.1. Formal
: : : :
: a. SD, tamat/tidak tamat kelas …. b. SMP, tamat/tidak tamat kelas …. c. SMA, tamat/tidak tamat kelas …. d. Akademi/ Universitas, tamat/tidak semester …. 5.2. Non Formal : a …………………….tahun………………………… b …………………….tahun………………………… 6. Pengalaman Bertani (sejak menjadi petani mandiri) : ………………tahun 7. Status sebagi petani : a. Pemilik Pengga b. Penyewa c. Penyakap/ bagi hasil d. Lainnya ……………….. 8. Alasan menjadi petani : ………………………………………………………………. 9. Anggapan petani terhadap pekerjaan bertani/usahataninya : a. Mata pencaharian pokok b. Mata pencaharian sampingan 10. Alasan memilih usahatani salak : a. Keuntungan lebih tinggi b. Pemasaran lebih mudah c. Asaha tirun-temurun d. Cocok diusahakan disini e. Dianjurkan oleh PPL/lurah f. Lainnya ………………………………………………………………………… 11. Luas lahan yang diusahakan = ………… Ha 12. Pola bertanam(monokultur/tumpangsari dengan………………………….) 13. Jumlah produksi/ panen = ………… kg 14. Berapa kali panen dalam setahun …………………………………………………….. 15. Lama waktu panen berlangsung : a. Panen raya : bulan……………….lama masa panen…………(minggu/bulan) b. Panen kecil : bulan……………….lama masa panen…………(minggu/bulan) 16. Kriteria panen berdasarkan …………………………………………………………… Apakah criteria panen berdasarkan permintaan pasar ? Jika ya, spesifikasikan tiap criteria pasar yang dituju ……………………………………………………….. ……………………………………………………….. 17. Apakah jika harga di pasar sedang turun Anda tetap melakukan panen ? 18. Alat yangdigunakan untuk panen : tangan/alat………………………………………..
Analisis Pemasaran Salak (Studi Kelayakan di Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) Restu Gumilar (A14102045) Institut Pertanian Bogor
19. Kemana hasil panen selanjutnya? (dijual langsung di tempat/disimpan) 20. Jika disimpan : a. Jumlah komoditi yang disimpan = ……………………………kg b. Lokasi penyimpanan ……………………………………………... c. Lama penyimpanan ………………………………………………. d. Cara penyimpanan ……………………………………………….. e. Besarnya biaya penyimpanan : Rp ………………………………. 21. Apakah Anda mengeluarkan biaya pengangkutan? Jika ya, besarnya biaya pengangkutan : Rp …………………………………………... 22. Apakah lembaga pemasaran yang menerima hasil panen dari petani menerapkan suatu standarisasi? 23. Sebelum dijual apakah dilakukan penyortiran? (ya/tidak) Jika ya, siapa yang melakukannya?............................................................................... 24. Hasil sortir yang jelek untuk apa?.................................................................................. 25. Bagaimana menunjukan harga jual?............................................................................... Informasi dari mana?...................................................................................................... 26. Berapa kali dalam seminggu Anda menjual salak?........................................................ 27. Harga jual salak : Rp…………………./kg, jumlah yang dijual : ……………………. 28. Apakah Anda selalu menjual ke orang yang sama?....................................................... Jika tidak, sebutkan alternative lain…………………………………………………… 29. Bagaimana cara penjualannya? (kontrak, langganan, langsung, lainnya………..……) 30. Bagaimana cara pembayarannya? (tunai, kredit, lainyya…………………..…………) 31. Apakah Anda melakukan perhitungan/pencatatan pembiayaan dari usaha tani ini? 32. Bagaimana menghitung besarnya penyusutan berat dari salak? Berapa besar biaya penyusutannya? 33. Apakah Anda kesulitan dalam memasarkan salak? (ya/tidak) Jika ya, alasannya……………………………………………………………………... 34. Sumber modal (modal sendiri/mendapat bantuan) a. Besarnya modal : Rp…………………………………………………………......... b. Jika mendapat bantuan dalam bentuk : ……………………………………………. Dengan jangka waktu ………. Tahun c. Apakah ada keterkaitan dengan pemilik modal? (ya/tidak) d. Jika ya, apakah petani harus menjual hasil panen ke lembaga tersebut?
Kepada Yth, Bapak/ Ibu Lembaga Pemasaran (Pedagang Perantara) Salak
Di tempat
Responden yang terhormat, Saya Restu Gumilar adalah Mahasiswa Manajemen Agribisnis IPB yang sedang melakukan penelitian tentang Analisis Pemasaran Salak di Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini merupakan bagian dari skripsi yang saya selesaikan. Demi tercapainya hasil yang diinginkan, mohon kesediaan anda untuk berpartisipasi mengisi kuesioner ini secara lengkap dan benar. Informasi yang diterima dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan untuk kepentingan akademis. Tidak ada jawaban yang salah dalam menjawab kuesioner ini. Atas bantuannya saya ucapkan terimakasih.
Bogor, Mei 2006
Restu Gumilar
Analisis Pemasaran Salak (Studi Kelayakan di Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) Restu Gumilar (A14102045) Institut Pertanian Bogor
KUESIONER UNTUK LEMBAGA PEMASARAN (PEDAGANG) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
No. Kuesioner Nama Petani Golongan Pedagang Alamat Umur dan jenis Kelamin Pendidikan 6.1. Formal
6.2. Non Formal 7. Pekerjaan Utama 8. Pekerjaan Sampingan
: : : : : a. SD, tamat/tidak tamat kelas …. b. SMP, tamat/tidak tamat kelas …. c. SMA, tamat/tidak tamat kelas …. d. Akademi/ Universitas, tamat/tidak semester …. : a …………………….tahun………………………… b …………………….tahun………………………… : :
CARA PEMBELIAN 1. Dari mana biasa Anda membeli salak? Nama Alamat Golongan
Sistem Pembayaran (tunai/kredit/lainlain)
2. Apakah Anda selalu membeli dari orang tersebut? Jika tidak, dari siapa lagi? (nama, alamat, dan alasannya) Nama Alamat Golongan
Keterangan Pembayaran (sebelum/sesudah) penerimaan barang
Alasan
3. Bagaimana frekuensi pembelian salak yang Anda lakukan? (tiap hari/tiap minggu/ lainnya) 4. Berapa banyak Anda biasanya membeli salak? a. ……………Karung/hari (selalu/tidak) b. ……………Karung/………….(selalu/tidak)
Analisis Pemasaran Salak (Studi Kelayakan di Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) Restu Gumilar (A14102045) Institut Pertanian Bogor
c. ………………Kg/…………….(selalu/tidak) d. …………………./…………….(selalu/tidak) 5. Kualitas salak yang dibeli : a. ………………………; 1 karung = ……………buah; 1 karung = …………..kg b. ………………………; 1 karung = ……………buah; 1 karung = …………..kg c. ………………………; 1 karung = ……………buah; 1 karung = …………..kg d. ………………………; 1 karung = ……………buah; 1 karung = …………..kg 6. Berapa harga beli pada saat panen besar dan panen kecil? Kualitas Harga pembelian/karung Harga pembelian/kg Panen besar Panen kecil Panen besar
7. Kegiatan apa saja yang Anda lakukan? a. pembelian f. penggradingan b. penjualan g. bongkar muat c. pengangkutan h. penyortiran d. pengemasan i. penanggungan resiko e. penyimpanan j. retribusi 8. Apakah Anda melakukan kegiatan penyimpanan? (ya/tidak) jika disimpan: a. Jumlah komoditi yang disimpan………….…...………kg b. Lokasi penyimpanan…………………………………….. c. Lama penyimpanan……………………………………… d. Cara penyimpanan………………………………………. e. Besarnya biaya penyimpanan…………………………… 9. Apakah Anda melakukan kegiatan pengolahan? (ya/tidak) Jika diolah: a. Alat yang digunakan untuk mengolah…………………... b. Lama pengolahan………………………………………... c. Lokasi pengolahan………………………………………. d. Besarnya biaya pengolahan……………………………… 10. Besarnya biaya yang dikeluarkan: a. Biaya pengangkutan : b. Biaya tenaga keja : c. Biaya pengemasan : d. Biaya penyimpanan : e. Biaya penyusutan : f. Biaya pengolahan : g. Biaya bongkar muat : h. Biaya sortasi : i. Biaya penimbangan : j. Biaya retribusi :
Analisis Pemasaran Salak (Studi Kelayakan di Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) Restu Gumilar (A14102045) Institut Pertanian Bogor
k. Lain-lain : 11. Jumlah tenaga keja…………orang Upah tenaga kerja: a. Wanita, Rp……………./hari/orang b. Pria, Rp……………….../hari/orang 12. Apakah Anda melakukan suatu standarisasi dan sortasi ? Sisa dari sortasi yang jelek untuk apa? (dijual juga/tidak) Berapa besar (Rp/kg rata-rata)kerugian tersebut? 13. Apakah Anda melakukan pengemasan? (ya/tidak) Jika ya, kemasan apa yang digunakan dan berapa harganya? 14. Apakah Anda menanggung biaya resiko dari kegiatan pembelian? CARA PENJUALAN 1. Kemana biasanya bapak/ibu melakukan kegiatan penjualan? Nama Alamat Golongan Sistem Pembayaran (tunai/kredit/lainlain)
2. Apakah Anda selalu menjual ke orang yang sama? Jika tidak, sebutkan alternative lain: Nama Alamat Golongan
Keterangan Pembayaran (sebelum/sesudah) penerimaan barang
Alasan
3. Bagaimana cara penjualannya? (kontrak, langganan, laungsung, lainnya………….) 4. Bagaimana cara pembayarannya? (tunai, kredit, lainnya………….) 5. Berapa banyak biasanya Anda menjual salak? a. ……………Karung/hari (selalu/tidak) b. ……………Karung/………….(selalu/tidak) c. ………………Kg/…………….(selalu/tidak) d. …………………./…………….(selalu/tidak) 6. Bagaimana frekuensi penjualan salak ini? (tiap hari, tiap minggu, lainnya…………)
Analisis Pemasaran Salak
(Studi Kelayakan di Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat) Restu Gumilar (A14102045) Institut Pertanian Bogor 7. Kualitas salak yang dibeli: a. ………………………; 1 karung = ……………buah; 1 karung = …………..kg b. ………………………; 1 karung = ……………buah; 1 karung = …………..kg c. ………………………; 1 karung = ……………buah; 1 karung = …………..kg d. ………………………; 1 karung = ……………buah; 1 karung = …………..kg 8. Berapa harga jual pada saat panen besar dan panen kecil? Kualitas Harga pembelian/karung Harga pembelian/kg Panen besar Panen kecil Panen besar Panen kecil
9. Ada berapa banyak pedagang salak seperti Bapak/Ibu disini? 10. Apa hambatan-hambatan yang Bapak/Ibu alami dalam memasarkan salak ini?
11. Apakah Anda menanggung biaya resiko dari kegiatan penjualan? 12. Apakah ada dari pernyataan dibawah ini yang sesuai dengan keadaan yang Anda alami? a. Pembeli sedikit, penjual banyak (ya/tidak) b. Kualitas salak Cineam kurang bagus (ya/tidak) c. Biaya transportasi tinggi (ya/tidak) 13. Bagaimana mendapatkan informasi mengenai jumlah, harga dan mutu salak yang akan dijual? 14. Apakah Anda mengeluarkan biaya sewa tempat untuk berdagang? (ya/tidak) Jika ya, berapa besarnya? 15. Bagaimana cara Bapak/Ibu menentukan harga jual? a. berdasrkan biaya yang dikeluarkan ditambah persentase keuntungan b. berdasarkan harga yang telah ditetapkan c. tergantung pada permintaan d. lainnya…………………………………………………………………………… 16. Biaya yang dikeluarkan sewaktu menjual salak :
17. Apakah ada ada perbedaan harga antara pasar atau lokasi penjualan?
Lampiran 3 Gambar Kebun Salak dengan Pola Tanam Tumpangsari
Lampiran 4 Gambar Cara Penyimpanan Salak
(a) Digelar di lantai
(b) Disimpan dalam keranjang (carangka)
Lampiran 5 Gambar Alat Pengemasan Salak Berupa Carangka dan Waring