1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Salak adalah salah satu tanaman buah-buahan asli Indonesia yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Umumnya orang menyebut jenis salak dengan mengambil nama daerah asal salak atau nama tempat di mana salak itu tumbuh. Misalnya salak Condet, salak Madura, salak Bali, salak Pondoh, salak Manonjaya, salak Ambarawa, salak Padang Sidempuan, salak Merak, salak Bangkok, salak Hutan. Namun ada juga yang menyebutkan jenis salak berdasarkan rasanya, seperti salak Gula Pasir, salak Nangka, salak Nenas, salak Madu dan ada juga orang yang memberikan nama kepada salak ini berdasarkan nama orang yang mengenalkan atau mempopulerkannya seperti salak Dodi, salak Damang, salak Sari.1 Di antara yang saat ini telah dikenal masyarakat secara luas adalah varietas salak pondoh yang dikenal buahnya berasal dari daerah Yogyakarta, salak manonjaya yang berasal dari daerah Tasikmalaya kecamatan Manonjaya, dan yang akhir-akhir ini baru dikenal keunggulannya adalah salak varietas gula pasir yang berasal dari daerah kecamatan Karangasem Bali.2 Kabupaten Sleman merupakan daerah yang dikenal sebagai penghasil salak pondoh
sehingga menjadi sentra produksi salak pondoh di Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Salak pondoh merupakan salah satu tanaman 1
Rahmat Rukmana, 1999, Salak, Prospek Agribisnis dan Teknik Usaha Tani, Karnisius, Yogyakarta, hlm. 24. 2 Tim Karya Tani Mandiri, 2010, Pedoman Budidaya Buah Salak, Nuansa Aulia, Bandung, hlm. 24.
2
unggulan dan memberikan kontribusi ekonomi yang cukup tinggi bagi masyarakat di Kabupaten Sleman. Namun seringkali petani dihadapkan pada permasalahan ketika terjadi panen raya maka harga salak pondoh di tingkat petani mengalami penurunan yang cukup signifikan. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk meningkatkan nilai hasil salak pondoh terutama ketika harga salak pondoh segar sedang turun. Salah satu cara yang dilakukan adalah melalui pengolahan buah salak segar menjadi produk olahan sehingga mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi. Salah satu upaya adalah dengan proses pengolahan dan pengawetan salak segar menjadi produk olahan seperti dodol, wajit, manisan, asinan dan keripik salak. Hasil pengolahan salak tersebut dapat memiliki nilai tambah ganda yaitu memperpanjang waktu simpan buah salak dan meningkatkan nilai jualnya.3 Keberadaan salak pondoh yang berlimpah memunculkan kreasi masyarakat Sleman untuk mengolah buah salak segar menjadi berbagai macam produk olahan di antaranya keripik salak. Dengan adanya kemauan yang keras walaupun dengan pengetahuan yang minim tentang cara pembuatan keripik buah salak, mereka bisa menjalani usaha pembuatan keripik buah salak menjadi sebuah usaha kecil.
Ada beberapa pengusaha pembuatan keripik salak di
kabupaten Sleman, seperti Putri Ampel Sentosa, Pradana Aneka Keripik, Gapoktan Wonomulyo, Arga Multicrisp, Sri Manunggal dan Cristal yang dapat digolongkan ke dalam bentuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). UMKM keripik buah salak di kabupaten Sleman mempunyai peran penting dalam pembangunan 3
ekonomi daerah Sleman, karena dapat
Widji Anarsis, 2003, Analisis Fungsi Produksi Agribisnis Salak Dan Industri Pangan Olahannya, Jurnal Pengkajian Pengembangan Teknologi Pertanian 6, Bogor, hlm. 66.
3
memanfaatkan hasil salak pondoh yang berlimpah menjadi keripik buah salak yang mempunyai nilai tambah serta banyak menyerap tenaga kerja di sekitarnya. Kegiatan UMKM keripik buah salak merupakan salah satu bidang usaha yang dapat berkembang dan konsisten dalam perekonomian daerah Sleman dan dapat meningkatkan perekonomian nasional. UMKM keripik buah salak menjadi wadah yang baik bagi penciptaan lapangan pekerjaan yang produktif dan merupakan usaha yang bersifat padat karya, tidak membutuhkan persyaratan tertentu seperti tingkat pendidikan, keahlian atau keterampilan pekerja, dan penggunaan modal usaha relatif sedikit serta teknologi yang digunakan cenderung sederhana. UMKM keripik salak merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. Pengembangan usaha kecil keripik buah salak di kabupaten Sleman harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan menjadi usaha menengah. Perkembangan keripik buah salak di kabupaten Sleman juga tidak lepas dari berbagai macam masalah seperti masalah-masalah yang dihadapi UMKM lain pada umumnya di Indonesia. Tingkat intensitas dan sifat dari masalah-masalah tersebut bisa berbeda tidak hanya menurut jenis produk atau pasar yang dilayani. Tetapi juga berbeda antar wilayah/lokasi, antar sentra, antar sektor atau subsektor atau jenis kegiatan, dan antar unit usaha dalam kegiatan/sektor yang sama. Namun secara umum pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, pemasaran, keterampilan, keahlian, manjemen sumber daya manusia, kewirausahaan,
4
pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manjerial dan sumber daya manusia mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik. Secara lebih spesifik, berikut adalah masalah dasar yang dihadapi pengusaha kecil, Pertama ; Kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar, Kedua ; Kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur tehadap sumber-sumber permodalan, Ketiga ; Kelemahan dibidang organisasi dan manjemen sumber daya manusia, Keempat ; Keterbasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil, Kelima ; Iklim usaha yang kurang kondusif karena persaingan yang saling mematikan, Keenam ; Pembinaan yang telah dilakukan masing kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.4 Dengan perkataan lain, masalah-masalah yang dihadapi banyak pengusaha kecil dan menengah bersifat multidimensi. Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan peranan serta kelembagaan UMKM dalam perekonomian nasional, maka pemberdayaan tersebut perlu dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan Masyarakat secara menyeluruh, sinergis dan berkesinambungan. Untuk mengatasi hal tersebut maka Pemerintah mengeluarkan UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Namun seiring dengan perkembangan UMKM UU No. 9 Tahun 1995 ini dirasakan sudah tidak mampu lagi mengatasi permasalahan pada usaha kecil, sehingga lahirlah UU
No.
20 Tahun 2008 tentang UMKM.
Undang-undang ini disusun dengan maksud untuk memberdayakan dan mengatasi 4
368.
berbagai
masalah
usaha
mikro,
kecil
dan
menengah.
Mudrajat Kuncoro, 2007, Ekonomika Industri Indonesia, Andi Offset, Yogyakarta, hlm.
5
Lahirnya UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM tentunya diharapkan bisa memberikan payung hukum bagi perkembangan UMKM di masa mendatang. Salah satu bentuk upaya pemerintah dalam meningkatkan kinerja usaha kecil adalah adanya penumbuhan iklim usaha yang kondusif dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan. Penumbuhan iklim usaha dijelaskan dalam UU No. 20 Tahun 2008 Pasal 7 bahwa; (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek: (a) Pendanaan, (b) sarana dan prasarana; (c) informasi usaha; (d) kemitraan; (e),
perizinan usaha; (f) kesempatan
berusaha; (g) promosi dagang; dan (h) dukungan kelembagaan. (2) Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif membantu menumbuhkan Iklim Usaha. Esensi yang terkandung dalam UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM pasal 8 huruf a sampai dengan d, khusus mengenai pendanaan/permodalan UMKM yaitu adanya
upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk
menyediakan sumber permodalan untuk pemenuhan kebutuhan modal bagi pemberdayaan UMKM. Kesulitan modal bagi UMKM sudah menjadi persoalan utama yang selalu dirasakan oleh pelaku UMKM. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan akses langsung terhadap informasi, layanan dan fasilitas keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan formal bank maupun informal, misalnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pada umumnya UMKM tidak mampu memanfaatkan kredit dari bank karena pihak UMKM tidak mampu memenuhi agunan yang
6
dipersyaratkan oleh bank, di samping rumitnya birokrasi. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar dana modal kerja dan investasi berasal dari sumber non formal, di mana sumber pembiayaan yang digunakan adalah sangat bervariasi, antara lain berasal dari tabungan pribadi, pinjaman dari sahabat atau kenalan, pinjaman dari pensuplai bahan baku, dan pinjaman dari pelepas uang. Dalam Pasal 9 huruf a dan b UU No. 20 Tahun 2008 menjelaskan tentang aspek sarana dan prasarana. Pemerintah dalam hal dinas-dinas yang berkaitan dengan pemberdayaan UMKM seharusnya menyediakan sarana dan prasarana dengan cara antara lain memberikan tempat secara gratis sebagai pelatihan bagi UMKM yang ingin melakukan usaha. Selain itu dalam pemasaran, kegiatan seperti bazar atau pameran untuk hasil produk UMKM juga disediakan oleh pemerintah. Aspek informasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, b dan c UU No. 20 Tahun 2008, bertujuan untuk meningkatkan jaringan usaha (business networking) yang merupakan bagian akses pasar atau konsep pemasaran yang sengaja dipisahkan untuk memberi penekanan khusus, karena aspek ini merupakan bagian terlemah dari aspek pemasaran yang dilakukan oleh UMKM. Disamping itu pengembangan jaringan usaha juga dimaksudkan untuk memanfaatkan teknologi informasi sebagai bagian penting strategi untuk meningkatkan daya saing. Program aksi yang perlu dikembangkan dalam membangun jaringan bisnis adalah terciptanya
hubungan dengan berbagai
pusat-pusat infomasi bisnis, asosiasi-asosiasi dagang di dalam maupun di luar negeri, termasuk didalamnya misalnya business development centre, warung bisnis, warung internet UMKM dan lain-lain.
7
Dalam konteks kemitraan yang dinyatakan dalam Pasal 11 huruf a sampai dengan g dan diatur pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan. Langkah kerjasama dalam bentuk kemitraan usaha merupakan suatu strategi untuk dapat mengembangkan UMKM dan secara moril kerjasama ini sangat diperlukan adanya dukungan yang maksimal dari pihak pengusaha besar melalui paket pembinaan. Namun harus diakui bahwa UMKM tidak terlepas dari tantangan dan hambatan baik dari segi permodalan, sumber daya manusia, manajemen, minimnya penguasaan teknologi informasi, iklim berusaha, serta dari segi distribusi pemasaran produk yang dihasilkan. Pilihan alternatif pemberdayaan pada UMKM adalah melalui konsep mekanisme kerjasama atau keterkaitan dengan perusahaan besar dalam bentuk kemitraan usaha. Dalam aspek perizinan usaha yang dinyatakan dalam Pasal 12 ayat 1 dan 2 UU No. 20 Tahun 2008, seharusnya kemudahan dan keringanan biaya perizinan, namun sulitnya mendapatkan perizinan merupakan masalah yang tidak dapat dipecahkan sendiri oleh UMKM. Masalah ini semakin rumit dengan diberlakukannya otonomi daerah yang menyebabkan pemerintah daerah mengeluarkan berbagai peraturan daerah yang tidak semua sejalan dengan peraturan pemerintah. Penataan dan penyempurnaan peraturan daerah (Perda) perlu dilakukan dalam rangka mendukung pemberdayaan UMKM. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengembangan UMKM merupakan satu-satunya solusi yang dapat disarankan, karena UMKM tidak dapat melakukan upaya apapun selain mengeluarkan biaya yang relatif tinggi untuk mengatasi masalah perizinan ini.
8
Berkaitan dengan aspek kesempatan berusaha Pasal 13 ayat 1 dan 2 UU No. 20 Tahun 2008, baik pemerintah dan pemerintah daerah mengupayakan memberikan peluang untuk berusaha bagi UMKM dengan memanfaatkan berbagai faktor eksternal dari pemerintah sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 13 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2008 serta pengawasan dan pengendalian oleh pemerintah dalam pelaksanaan kententuan dari ayat 1 tersebut. Pasal 14 huruf 1 dan 2 UU No. 20 Tahun 2008, yang menyatakan tentang promosi, dimana promosi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kegiatan bisnis. Bahkan suatu perusahaan baru harus mengeluarkan dana promosi yang tidak sedikit jumlahnya. Promosi merupakan teknik komunikasi yang secara penggunaannya atau penyampaiannya dengan menggunakan media seperti: pers, televisi, radio, papan nama, poster dan lain-lain yang bertujuannya untuk menarik minat konsumen terhadap hasil produksi suatu perusahaan. Promosi sebagai media untuk menjembatani kepentingan produsen dengan konsumen. Aspek promosi merupakan salah satu kegiatan penting bagi UMKM untuk memacu hasil karyanya untuk memperkenalkan kepada masyarakat luas, namun kenyataannya kegiatan promosi ini belum maksimal dilakoni oleh pelaku UMKM, mengingat keterbatasan dan kemampuan mengakses berbagai bentuk kegiatan promosi masih terbatas, seperti mendaftarkan merek dagang. Sementara pihak pemerintah telah menyediakan media informasi bagi UMKM untuk membantu pelaku UMKM mempromosikan hasil usahanya. Pengembangan usaha yang dinyatakan dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 20 UU No. 20 Tahun 2008, ditujukan sebagai upaya pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi pengembangan usaha UMKM dalam bidang:
9
produksi dan pengolahan, pemasaran, sumberdaya manusia, dan teknologi. Untuk menguatkan pengembangan usaha ini dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil dan Inpres No. 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah. Secara umum, UMKM biasanya selalu sanggup memproduksi berbagai produk. Namun, kualitas, desain, dan harga sering kurang cocok dengan selera dan kemauan konsumen. Masalah ini berdampak pada kurang lakunya produk UMKM, baik di pasar domestik dan internasional. Mengatasi hal ini, diperlukan pelatihan keterampilan dan manajemen untuk meningkatkan kemampuan UMKM dalam memproduksi produk yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan konsumen. UMKM tidak selalu memerlukan bantuan teknis ataupun modal, melainkan yang lebih penting adalah penciptaan kebijakan yang kondusif bagi mereka untuk mengembangkan usahanya, dan itu berarti bisa berupa penyediaan informasi pasar, pengenalan prosedur ekspor-impor, maupun pembentukan jaringan pemasaran.5 Permasalahan lain yang dihadapi UMKM, yaitu adanya liberalisasi perdagangan, seperti pemberlakuan ASEAN- China Free Trade Area (ACFTA) yang secara efektif telah berlaku tahun 2010. Disisi lain, Pemerintah telah menyepakati perjanjian kerja sama ACFTA ataupun perjanjian lainnya, namun tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu kesiapan UMKM agar mampu bersaing. Sebagai contoh kesiapan kualitas produk, harga yang kurang bersaing,
5
Mohammad Jafar Hafsah, 2000, Kemitraan Usaha, Konsepsi dan Strategi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm. 39.
10
kesiapan pasar dan kurang jelasnya peta produk impor sehingga posisi persaingan menjadi lebih jelas. Kondisi ini akan lebih berat dihadapi UMKM Indonesia pada saat diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN yang berlaku tahun 2015. Apabila kondisi ini dibiarkan, UMKM yang disebut mampu bertahan hidup dan tahan banting pada akhirnya akan bangkrut juga. Oleh karena itu, dalam upaya memperkuat UMKM sebagai fundamental ekonomi nasional, perlu kiranya diciptakan iklim investasi domestik yang kondusif dalam upaya penguatan pasar dalam negeri agar UMKM dapat menjadi penyangga (buffer) perekonomian nasional.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah upaya pemerintah daerah dalam penerapan UU No. 20 Tahun 2008 untuk mengembangkan UMKM keripik buah salak di kabupaten Sleman? 2. Bagaimanakah upaya pelaku UMKM keripik buah salak di kabupaten Sleman terhadap penerapan UU No. 20 Tahun 2008 untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi? 3. Bagaimanakah strategi dari pelaku UMKM keripik buah salak di kabupaten Sleman dalam menghadapi persaingan di perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015?
11
1.3. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menganalisa upaya pemerintah daerah dalam pengembangan dan pembinaan UMKM keripik buah salak di kabupaten Sleman. 2. Untuk menemukan permasalahan kurang berkembangnya UMKM keripik buah salak di kabupaten Sleman sehingga bisa dicari solusinya. 3. Untuk mengetahui dan menganalisa strategi dari pelaku UMKM keripik buah salak di kabupaten Sleman dalam menghadapi persaingan di perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
1.4. Manfaat Penelitian 2. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi penulis terutama yang berkaitan dengan pengembangan UMKM keripik buah salak sekaligus menambah bahan pustaka yang berkaitan dengan UMKM. 3. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan masukan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah yang ada saat ini sehingga mampu memberikan dukungan terhadap UMKM pengembangan di bidang keripik buah salak. 4. Bagi pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi
12
dalam mengeluarkan kebijakan guna mendukung usaha pengembangan UMKM dan bagi pemerintah daerah Sleman dalam membuat program guna memndukung usaha pengembangan UMKM keripik buah salak.
1.5. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran di beberapa perpustakaan dan internet, penulis tidak menemukan penelitian mengenai UMKM keripik buah salak dalam menghadapi perdagangan bebas. Penelitian tentang UMKM keripik buah salak sebelumnya mengenai teknik pembuatan keripik buah salak, pemasaran dan keuntungan. Penelitian mereka tentang UMKM keripik salak diteliti dari sudut pandang teknologi dan sudut pandang ekonomi. Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan UMKM keripik buah salak, diantaranya : 1. Faozan Indresputra (06/196507/KT/5897) Program Studi Budidaya Hutan, Bram Rahadyta (06/193792/EK/6247) Program Studi Manajemen, Rocky Adiguna
(06/193926/EK/16255)
Program
Studi
Manajemen,
Yeyen
Hardaiansyah (06/194799/PN/10747) Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Dipta Sumeru (06/196505/KT/5896) Program Studi Budidaya Hutan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2008, berjudul “Optimalisasi Market Share Produk Keripik Salak dan Pencitraannya Sebagai Makanan Khas Sleman”. Penelitian dari Program Kreativitas Mahasiswa ini mengenai merek, label dan pemasaran produk keripik salak pondoh kabupaten Sleman. Hasil dari penelitian ini adalah merek, label, dan kemasan untuk mendapatkan hak paten produk keripik salak pondoh Sleman dan dari kemasan yang menarik tersebut akan memperluas segmen pasar serta strategi
13
komunikasi pemasaran digunakan untuk mempromosikan produk keripik salak pondoh Sleman. Meskipun tidak memiliki keterkaitan langsung dengan hasil penelitian ini, namun penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti memiliki relevansi yakni peran pemerintah daerah dalam melakukan pemasaran ke luar negeri dalam perdagangan bebas masyarakat ekonomi ASEAN 2015. 2. Khaerunnisa Tri Darmaningrum (06130032), Program Studi Pendidikan Ekonomi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang, 2010, berjudul “Penerapan Bauran Pemasaran Dalam Meningkatkan Volume Penjualan Produk Keripik Buah Pada Industri Rumah Tangga Rona Kota Batu – Malang”. Penelitian ini tentang produk keripik buah pada industri rumah tangga mengenai pemasaran produk dengan cara bauran pemasaran (marketing mix) yang terdiri dari produk, tempat, promosi dan harga sebagai alat-alat pemasarannya. Penelitian bauran pemasaran ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan volume penjualan. Hasil penelitian ini bersifat kualitatif dan merupakan penelitian di bidang ekonomi, namun pada penelitian ini dapat menjadi bahan pustaka terkait dengan pemasaran dalam perdagangan bebas masyarakat ekonomi ASEAN 2015. Dari penelitian di atas, tidak ada yang mendasarkan penelitiannya pada aspek
yuridis
kebijakan
pemerintah
daerah
yang
berkenaan
dengan
pengembangan UMKM keripik buah salak menuju perdagangan bebas masyarakat ekonomi ASEAN 2015. Dengan demikian, dapat dikatakan penelitian ini memenuhi kaedah keaslian penelitian. Walaupun memiliki
14
perbedaan, namun penelitian-penelitian sebelumnya tersebut diharapkan dapat memberikan pengayaan dan atau penguatan atas penelitian ini.