Sri Hadiati, dan Tri Budiyanti
EVALUASI HASIL BEBERAPA AKSESI SALAK HIBRIDA DAN SALAK LOKAL Yield Evaluation of Several Hybrids and Local Salak Accessions 1)
Sri Hadiati dan Tri Budiyanti
1)
1
Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Jl. Raya Solok-Aripan Km. 8, Solok 27301 E-mail :
[email protected]
ABSTRACT This research was conducted is Bintan Regency from 2008 to 2009 using a Completely Randomized Block Design, 31 treatments (accessions), and two replications. Salak accessions used were the hybrids came from crossing between Pondoh, Gula Pasir, Gondok, Mawar and Kersikan parents, as well as Gondok, Mawar as local varieties. The results showed that the accession of G2 and G22 had the largest of fruit weight, flesh thickness and fruit diameter, ie respectively 48.60 g, 0.90 cm, 4.96 cm for G2 and 55.41 g, 1.03 cm, and 5.34 cm for the G22. All accessions were not significantly different to TSS, i.e. 16.95˚ - 20.95˚ brix. G14 accession possessed the longest fruit length (6.22 cm). G28 accession had the smallest seed weight (2.10 g), whereas G24 accession had the highest edible portion (74.69%). Keywords: salacca sp, evaluation, fruit, hybrid, local ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi hasil beberapa aksesi salak hibrida dan salak lokal. Penelitian dilakukan mulai tahun 2008 – 2009 di Kabupaten Bintan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan 31 nomor aksesi salak sebagai perlakuan dan diulang dua kali. Aksesi salak yang digunakan adalah salak hibrida yang berasal dari persilangan dengan tetua salak Pondoh, Gula Pasir, Gondok, Mawar, Kersikan, serta varietas salak lokal yaitu salak Gondok dan Mawar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aksesi G2 dan G22 mempunyai keunggulan bobot buah, tebal daging dan diameter buah terbesar, yaitu masing-masing 48.60 g, 0.90 cm, 4.96 cm untuk G2 dan 55.41 g, 1.03 cm, dan 5.34 cm untuk G22. Semua aksesi yang dievaluasi mempunyai nilai TSS yang tidak berbeda nyata yaitu berkisar 16.95˚ briks – 20.95˚ briks. Aksesi G14 mempunyai panjang buah terpanjang (6.22 cm). Aksesi G28 mempunyai bobot biji terkecil (2.10 g). Aksesi G24 mempunyai edible portion tertinggi, yaitu 74.69 persen Kata kunci : salacca sp., evaluasi, buah, hibrida, lokal
PENDAHULUAN
Produksi salak nasional mengalami fluktuasi pada kurun waktu tahun 20072011 dengan produksi tertinggi tahun 2011 sebesar 1.082.125 ton. Konsumsi buah
842
Evaluasi Hasil Beberapa Aksesi Salak Hibrida dan Salak Lokal
salak per kapita di Indonesia pada tahun 2011 adalah 1.04 kg/kapita/tahun (Pusdatin 2012). Konsumsi salak dalam negeri masih sangat rendah, demikian juga dengan nilai ekspor juga belum terlalu tinggi. Untuk meningkatkan konsumsi dan ekspor salak dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas buah yang sesuai dengan selera konsumen. Sebelumnya salak dipasarkan di pasar domestik, tetapi dalam perkembangannya permintaan dari luar negeri, seperti Singapura, Hongkong dan Malaysia sangat tinggi. Selain itu beberapa negara seperti Cina, Jepang, Belanda dan Amerika Serikat telah menyatakan minat mereka untuk mengimpor salak dari Indonesia. Untuk memenuhi permintaan konsumen dalam dan luar negeri tersebut kualitas dan kuantitas produksi harus ditingkatkan. Perbaikan kualitas salak dapat dilakukan melalui pendekatan perbaikan teknologi budidaya dan perbaikan varietas salak. Di Indonesia, perbaikan varietas salak mempunyai peluang keberhasilan yang sangat tinggi karena keragaman salaknya sangat tinggi. Salah satu kekuatan yang luar biasa pada komoditas salak bagi Indonesia adalah kepemilikan ragam genetik yang tinggi yang tersebar hampir di setiap propinsi. Komoditas ini asli tropika yang pusat asal dan persebarannya terdapat di Indonesia. Perakitan varietas unggul tanaman memerlukan tetua-tetua yang mempunyai variabilitas genetik luas dan tersedianya tetua yang mempunyai karakter unggul. Keanekaragaman plasma nutfah salak sangat diperlukan untuk menyediakan sumber gen dalam pemuliaan tanaman salak. Plasma nutfah dari genus Salacca yang pernah ditemukan di dunia sebanyak ± 20 spesies, 13 species diantaranya tersebar di Asia Tenggara dan sebagian besar ditemukan di Indonesia (Mogea, 1990). Diantara berbagai jenis salak Indonesia tersebut terdapat dua jenis yang menarik perhatian, yaitu salak Bali dengan ciri khusus berdaging buah tebal dan salak Pondoh yang citarasa daging buahnya manis tanpa sepet. Jenis salak Bali terdiri dari lima varietas yaitu salak Bali Gondok, salak Bali Putih, salak Bali Kelapa, salak Bali Nangka, salak Bali Gula Pasir. Salak Bali termasuk dalam jenis Salacca zalacca varietas amboniensis (Darmadi, 2001). Salak Pondoh terdiri dari salak Pondoh Hitam, dan salak Pondoh Kuning (Purnomo dan Sudaryono, 1994). Selain itu menurut Suskendriyati et al., 2000, terdapat delapan varietas salak pondoh di dataran tinggi Sleman, yaitu varietas Pondoh Hijau, Pondoh Hitam, Pondoh Kuning, Pondoh Manggala, Pondoh Merah-kuning, Pondoh Gading, Pondoh Merah, Pondoh Merah-hitam. Jenis salak Sidempuan merah mempunyai keunggulan daging buah tebal, warna daging merah, rasa manis dan segar karena kadar air yang tinggi. Pada umumya, konsumen buah salak menyukai salak yang berdaging tebal, citarasa manis, sedikit/tidak ada rasa sepet, dan tahan lama disimpan (Sunaryono, 1988). Oleh karena itu perlu dilakukan perakitan varietas salak untuk menggabungkan karakter-karakter unggul tersebut di atas ke dalam satu varietas.
843
Sri Hadiati, dan Tri Budiyanti
Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika telah melakukan koleksi dan eksplorasi plasmanutfah tanaman salak dari berbagai wilayah di Indonesia. Selain itu sejak tahun 2003 telah melakukan persilangan antar beberapa tetua salak Jawa, Bali, Sumatera dan beberapa spesies liar. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi hasil beberapa salak hibrida dan lokal hasil persilangan Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan mulai tahun 2008 – 2009 di Balai Benih Induk Hortikultura Kabupaten Bintan dengan ketinggian tempat 350 m di atas permukaan laut, tekstur tanah liat berpasir dan curah hujan : 2500 – 3500 mm/tahun. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 31 perlakuan (31 aksesi salak) dengan dua ulangan. Jumlah ulangan merupakan dua kali musim panen salak. Aksesi salak yang dievaluasi adalah hibrida dan varietas lokal. Hibrida yang digunakan berasal dari persilangan dengan tetua salak Pondoh, Gula Pasir, Gondok, Mawar, Kersikan, sedangakan varietas salak lokal yang digunakan adalah salak Gula Pasir, Gondok, dan Mawar. Tanaman salak yang dievaluasi telah berumur 6 tahun dan bibit yang digunakan berasal dari perbanyakan generatif. Karakterisasi dilakukan per individu tanaman dengan cara memberi nomor pada setiap tanaman sebanyak dua kali musim panen. Karakterisasi buah meliputi : bobot buah (g), panjang buah (cm), diameter buah (cm), tebal daging (cm), porsi dimakan (edible fruit) (%), TSS (◦Brix). Tebal daging merupakan hasil rata-rata dari ke-4 sisi buah yang dibelah secara membujur.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan analisis sidik ragam terdapat perbedaan yang nyata antar aksesi yang diuji pada karakter bobot buah, diameter buah, panjang buah, tebal daging buah, persentase dapat dimakan (edible portion) dan bobot biji. Bobot buah yang dievaluasi berkisar antara 26,25 – 59,10 g. Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa aksesi G9 mempunyai bobot buah (59,10 g) lebih besar dibandingkan dengan dua puluh lima aksesi lainnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan G1, G2, G5, G14, G19 dan G22. Standar ukuran buah salak berdasarkan SNI 01-3167-1992 terbagi ke dalam tiga ukuran berat, yaitu ukuran besar (≥61 g), ukuran sedang (33 – 60 g), dan ukuran kecil (≤ 32 g). Aksesi G22 termasuk dalam kriteria buah berukuran sedang. Ukuran buah dari aksesi-aksesi yang diuji mempunyai penampilan yang tergolong berukuran sedang. 844
Evaluasi Hasil Beberapa Aksesi Salak Hibrida dan Salak Lokal
Tabel 1. Rata-rata Bobot Buah, Diameter Buah, Panjang Buah pada 31 Aksesi Salak Aksesi
Bobot buah (g)
Diameter buah (cm)
Panjang buah (cm)
G1
51,89 a-d
4,68 b-d
6,03 a-c
G2
58,60 a
4,96 ab
5,39 a-g
G3
46,35 c-h
4,36 c-g
5,49 a-g
G4
31,26 m-o
3,94 f-i
4,74 b-h
G5
51,08 a-e
4,67 b-d
5,47 a-g
G6
48,13 b-g
4,46 b-f
4,81 b-h
G7
46,52 b-h
4,41 b-f
5,80 a-d
G8
41,60 f-j
4,13 d-h
4,76 b-h
G9
59,10 a
4,94 a-c
5,31 a-g
G10
37,54 h-m
4,40 b-f
4,76 b-h
G11
39,78 g-m
4,38 b-g
5,80 a-d
G12
33,50 k-o
3,73 h-j
3,97 h
G13
36,26 i-n
3,44 i-k
4,64 d-h
G14
54,55 a-c
4,63 b-d
6,22 a
G15
40,62 f-l
4,29 d-h
5,91 a-d
G16
43,10 d-j
4,34 d-g
5,71 a-e
G17
34,05 j-o
4,03 e-h
4,11 gh
G18
42,08 e-j
4,21 d-h
5,35 a-g
G19
55,15 a-c
4,45 b-f
6,04 ab
G20
42,05 e-j
4,47 b-f
5,23 a-h
G21
26,25 p
3,34 j-k
4,66 c-h
G22
55,41 a-b
5,34 a
5,52 a-f
G23
32,25 l-o
3,91 f-i
4,83 b-h
G24
49,28 b-f
4,57 b-e
5,3 a-h
G25
40,17 f-m
4,01 e-i
4,98 a-h
G26
27,14 o-p
3,91 f-i
4,71 b-h
G27
44,33 d-i
4,22 d-h
4,59 d-h
G28
20,55 p
2,95 k
4,41e-h
G29
43,97 d-i
4,13 d-h
5,32 a-h
G30
27,89 n-p
3,80 g-j
4,20 f-h
G31
37,65 h-m
4,13 d-h
5,17 a-h
Keterangan: Means followed by the same letters within the same column were not significantly different at 5 percent level according to Duncan Multiple Range Test)
845
Sri Hadiati, dan Tri Budiyanti
Hal ini kemungkinan karena pengaruh lingkungan dan belum dilakukan penjarangan buah. Bobot buah selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Lokasi penelitian berada pada 350 m di atas permukaan air laut termasuk daerah dengan ketinggian tempat yang rendah untuk persyaratan budidaya salak. Berdasarkan hasil penelitian Rubiyo dan Sunarso (2013) persyaratan untuk tumbuhnya salak adalah keadaan tanah yang memiliki tekstur lempung berpasir, ketinggian tempat sekitar 400-700 meter dpl, serta daerah dengan curah hujan yang sepanjang tahun merupakan bulan basah. Semakin rendah ketinggian tempat menyebabkan ukuran buah salak menjadi lebih kecil. Menurut Wijaya et al. (1993); Bowo dan Sukartiningrum (2011) penjarangan buah dapat meningkatkan bobot buah . Dengan adanya penjarangan buah, maka kompetisi antar buah dalam satu tandan menjadi berkurang. Aksesi yang diamati mempunyai kisaran diameter buah 2,95 – 5,34 cm. Aksesi G2, G9, dan G22 mempunyai diameter buah lebih besar jika dibandingkan dengan dua puluh delapan aksesi lainnya, yaitu berturut-turut sebesar 4.96 cm, 4,94 cm, dan 5,34 cm. Diameter buah selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan / teknik budidaya. Menurut Nurrochman et al. (2013) penjarangan buah yang dilakukan 2 – 3 bulan setelah penyerbukan dapat meningkatkan diameter buah. Panjang buah dari aksesi yang diamati berkisar 3,97 – 6,22 cm. Panjang buah terpendek dimiliki oleh aksesi G12 (3,97 cm). Panjang buah tertinggi dimiliki oleh aksesi G14 (6,22 cm), tetapi tidak berbeda nyata dengan G1, G2, G3, G5, G7, G9, G11, G15, G16, G18, G19, G20, G22, G24, G25, G29 dan G31 dengan panjang buah antara 4,98-6,22 cm. Konsumen lebih menyukai salak berdaging tebal, biji kecil dan persentase buah dapat dimakan yang tinggi. Tebal daging dari 31 aksesi salak yang diuji berkisar antara 0,51 – 1,03 cm. Aksesi G22 (1,03 cm) dan G24 (1,00 cm) mempunyai tebal daging paling tebal dibandingkan aksesi lainnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan aksesi G2, G7, G9, G14, G19, G20, G27 dan G29. Aksesi tersebut mempunyai tebal daging buah yang hampir sama dengan salak Gula Pasir (1,020 cm), tetapi lebih tebal dibandingkan salak Pondoh Hitam (0.649 cm), maupun Pondoh Kuning (0,736 cm) (Purnomo, 1994a). Menurut Purnomo et al. (1994b) bahwa tebal daging buah berkorelasi positip dengan aktivitas Rubisko pada daun salak. Aktivitas Rubisko berpengaruh langsung dan cukup besar terhadap tebal daging buah. Enzim Rubisko berperan dalam proses fotosintesis tanaman pada fase fiksasi karbon. Pada fase ini molekul CO2 dari udara difiksasi atau ditautkan pada Ribulosa 1,5-Bifosfat (RuBP) dengan bantuan enzim RuBP karboksilase (Rubisco) dan menggunakan energi dari ATP serta NADH yang dihasilkan dari reaksi terang.
846
Evaluasi Hasil Beberapa Aksesi Salak Hibrida dan Salak Lokal
Tabel 2. Rata-Rata Tebal Daging, Total Padatan Terlarut (TSS), Bobot Biji, dan Persentase Buah Dapat Dimakan pada 31 Aksesi Salak Aksesi G1 G2 G3 G4 G5 G6 G7 G8 G9 G10 G11 G12 G13 G14 G15 G16 G17 G18 G19 G20 G21 G22 G23 G24 G25 G26 G27 G28 G29 G30 G31
Tebal daging (cm) 0,65 b-f 0,90 ab 0,62 d-f 0,62c-f 0,74 b-f 0,70 b-f 0,89 a-c 0,67 b-f 0,81 a-e 0,72 b-f 0,73 b-f 0,69 b-f 0,69 b-f 0,87 a-d 0,80a-e 0,73 b-f 0,64 b-f 0,68b-f 0,81 a-e 0,89 ab 0,58 ef 1,03 a 0,74 b-f 1,00 a 0,69 b-f 0,64 b-f 0,79 a-e 0,51 f 0,85a-d 0,56 ef 0,58 ef
TSS (°brix) ns
20,25 19,02 19,03 18,94 19,32 18,89 18,80 20,14 19,10 19,88 20,13 19,63 18,64 19,42 17,85 20,82 20,95 18,79 19,50 19,11 18,35 19,86 18,83 19,46 19,25 19,05 18,13 17,93 17,13 16,95 19,78
Bobot biji (g) 5,20 a 3,50 a-h 4,28 a-f 4,15 a-g 4,48 a-d 4,53 a-c 2,70 d-h 2,65 f-h 2,91 c-h 2,46 gh 3,58 a-h 3,59 a-h 4,72 ab 3,15 b-h 4,27 a-f 3,00 b-h 2,95 c-h 3,85 a-h 2,91 c-h 2,54 f-h 4,17 a-g 4,41 a-d 3,53 a-h 4,24 a-g 3,12 b-h 3,85 a-h 4,17 a-g 2,10 h 4,02 a-g 4,36 a-d 3,02 b-h
Persentase dapat dimakan (%) 59,15 b-f 67,53 a-d 59,02 b-f 57,26 b-f 60,57 b-f 51,71 ef 70,62 a-c 67,19 a-d 64,10 a-f 70,03 a-c 61,54 a-f 56,27 c-f 51,00 f 71,14 a-c 58,34 b-f 67,18 a-d 55,07 d-f 65,11 a-e 65,18 a-e 66,36 a-d 65,64 a-e 64,96 a-f 63,25 a-f 74,69 a 63,91a-f 60,53 b-f 60,5 b-f 63,74 a-f 57,47 b-f 53,7 d-f 64,21 a-f
Keterangan : Means followed by the same letters within the same column were not significantly different at 5 percent level according to Duncan Multiple Range Test Ns
: not significantly
Bobot biji yang kecil dimiliki oleh aksesi G28 yaitu 2,01 g. Buah dengan ukuran bobot biji kecil atau seedless sangat disukai konsumen, sehingga aksesi G28 dapat dipilih sebagai salah satu genotipe dengan ukuran biji kecil. Aksesi yang diamati mempunyai nilai TSS berkisar 16,95 – 20,95 ˚briks dan tidak berbeda nyata secara statistik. Aksesi G1, G8, G11, G16, G17 mempunyai nilai TSS > 20 ˚ brik, yaitu berturut-turut 20,25˚briks, 20,14˚briks, 20,13˚briks, 20,82˚briks, dan 20,92˚briks. Aksesi-aksesi tersebut lebih manis dibandingkan 847
Sri Hadiati, dan Tri Budiyanti
salak Pondoh Super yang diserbuki dengan berbagai tetua jantan, yaitu berkisar 17,5 – 18,6 ˚briks (Nandariyah et al., 2000), dan salak Gula Pasir (15,67 – 20,00 ˚briks) (Hadiati et al., 2012a) . Persentase buah dapat dimakan berkisar antara 74,69 persen-51,00 persen. Aksesi G24 mempunyai persentase buah dapat dimakan tertinggi (74,69%) dibandingkan aksesi lainnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan aksesi G2, G7, G8, G9, G10, G11, G14, G16, G18, G19, G20, G21, G22, G23, G25, G28 dan G21. Jika dilihat dari peubah buah yang diamati di atas, maka aksesi G2 dan G22 mempunyai keunggulan karakter terbanyak, yaitu bobot buah, tebal daging dan diameter buah terbesar, yaitu masing-masing 48,60 g, 0,90 cm, 4,96 cm untuk G2 dan 55,41 g, 1,03 cm, dan 5,34 cm untuk G22. Selain itu, buah aksesi G2 mempunyai rasa tidak sepet/kelat, daging buah manis (TSS: 19,0 – 20,8 °brix), tidak ada rasa asam, daging buah berair/juice, dan aroma buah harum (Hadiati et al., 2012b) . Aksesi G2 merupakan salak hasil persilangan antara salak Gula Pasir x Pondoh. Saat ini aksesi G2 telah dilepas menjadi varietas baru dengan nama Sari Intan 48 (SK Mentan No. 3510/Kpts/SR.120/10/2009)
KESIMPULAN
Aksesi G2 dan G22 mempunyai keunggulan yang terbanyak, yaitu bobot buah, tebal daging dan diameter buah terbesar, yaitu masing-masing 48,60 g, 0,90 cm, 4,96 cm untuk G2 dan 55,41 g, 1,03 cm, dan 5,34 cm untuk G22. Semua aksesi yang dievaluasi mempunyai nilai TSS yang tidak berbeda nyata yaitu berkisar 16,95˚ briks – 20,95˚ briks. Aksesi G14 mempunyai panjang buah terpanjang (6,22 cm). Aksesi G28 mempunyai bobot biji terkecil (2,10 g). Aksesi G24 mempunyai edible portion tertinggi, yaitu 74,69 persen
DAFTAR PUSTAKA Anonim 2008, Kawasan Pengembangan Salak 2008, Direktorat Budidaya Tanaman Buah, Direktorat Jenderal Hortikultura, Departemen Pertanian Bowo, H. dan Sukartiningrum. 2011. Biodiversity of salak plant (Salacca Zalacca (Gaertner) Voss). ISNAR C2FS PROCEEDING. Natural Resources Climate Change and Foot Security in Developing Countries. Surabaya, Indonesia, June 27 – 28, 2011. Darmadi, Anak Agung Ketut. 2001. Kajian Taksonomi Kultivar Salak Bali (Salacca zalacca varietas amboinensis (Becc.) Mogea). Thesis IPB. Hadiati,S., T. Budiyanti, A. Soemargono, and A.Susiloadi. 2012a. Characterization of Fruit on Several Salak Varieties and Their Hybrids . Agrivita, 34(2): 188–193. Hadiati, S., T. Budiyanti, dan A.Susiloadi. 2012b. Perakitan Varietas Salak Sari Intan 48. Buletin Plasma nutfah. 18 (1) : 26 – 31.
848
Evaluasi Hasil Beberapa Aksesi Salak Hibrida dan Salak Lokal
Mogea, J. 1990. The Salak Palm Species in Indonesia. Voice of Nature. 85: 42&62. Nandariyah, E. Purwanto, Sukaya, dan S. Kurniadi. 2000. Pengaruh Tetua Jantan Dalam Persilangan Terhadap Produksi dan Kandungan Kimiawi Buah Salak Pondoh Super. Zuriat. 11(1): 33 – 38. Nurrochman, S. Trisnowati, S. Muhartini. 2013. Pengaruh Pupuk Kalium Klorida dan Umur Penjarangan Buah Terhadap Hasil dan Mutu Salak (Salacca zalacca (Gaertn.) Voss) ‘Pondoh Super ’. Vegetalika. 2 (1) : 1-12. Purnomo, S. 1994. Kaitan Antara Beberapa Enzim dengan Sifat Buah dan Pola Pewarisannya pada Persilangan Dialil Salak Bali dan Pondoh. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. 88p. Purnomo, S., A. Baihaki, R. Setiamihardja, dan A.H. Permadi. 1994b. Relationship between Several Enzyme Activities with Fruit Characters and Their Inheritance Pattern in a Diallel Cross of Bali and Pondoh Salacca. Indonesia. J.Crop. Sci. 4: 556 – 583 Pusdatin. 2012. Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2012. Kementrian Pertanian Rubiyo dan B. Sunarso. 2013.Tingkat Produktivitas Salak (Salacca edulis L.) dan Status Hara Tanah Menurut Ketinggian Tempat di Bali. 7 hal. http://ntb.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 2 Juni 2013. Santosa, B., dan F. Hulopi. 2011. Determining of Physiological Maturity and Wax Coating For Inhibition Snake Fruit Var. Gading Deterioration during Storage in Room Temperature. Jurnal Teknologi Pertanian. 12(1) : 40 - 48. Sunaryono, H. 1988. Perkembangan Salak. Dalam Ilmu Produksi Tanaman Buah-buahan. Sinar Baru, Bandung. p : 151 – 159. Suskendriyati H, A. Wijayanti, N. Hidayah, D. Cahyuningdari. 2000. Studi Morfologi dan Hubungan Kekerabatan Varietas Salak Pondoh (Salacca zalacca (Gaert.) Voss.) di Dataran Tinggi Sleman. Biodeversitas, 1 (2) : 59 – 64 Wijaya, G., A. Gunadi, P.N. Kencana. 1993. Upaya Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Buah Salak Bali dengan Penentuan Waktu Penjarangan Buah dan Jumlah Buah per Tanaman. Laporan Penelitian RISTEK. 43 hal.
849