perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS NILAI TAMBAH PADA INDUSTRI KERIPIK SALAK DI KABUPATEN SLEMAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
OLEH : GALUH PERWITA SARI H 0808104
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2012
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS NILAI TAMBAH PADA INDUSTRI KERIPIK SALAK DI KABUPATEN SLEMAN SKRIPSI
Oleh : Galuh Perwita Sari H 0808104
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
ii
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hortikultura merupakan kelompok komoditas yang penting dan strategis karena merupakan kebutuhan pokok manusia. Konsumsi hortikultura dalam skala rumah tangga mencapai 16,1%. Hortikultura setiap saat harus selalu tersedia dalam jumlah yang cukup dengan mutu yang layak, aman dikonsumsi dan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Pasar hortikultura di Indonesia sangat besar dan menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat sejalan dengan peningkatan laju pertumbuhan penduduk Indonesia (Andayani, 2010). Komoditas hortikultura juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, sehingga usaha agribisnis hortikultura dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah maupun besar, karena memiliki keunggulan berupa nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010). Pengembangan produk hortikultura merupakan salah satu aspek pembangunan pertanian. Tanaman yang termasuk dalam tanaman hortikultura yaitu sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat-obatan. Fungsi tanaman hortikultura selain sebagai penghasil bahan pangan tetapi juga memiliki fungsi yang lain. Secara sederhana fungsi lain tersebut dapat dibagi menjadi empat, yaitu sebagai fungsi penyedia pangan, fungsi ekonomi, fungsi kesehatan dan fungsi sosial budaya (Bahar, 2008). Salah satu produk tanaman hortikultura yang dikembangkan di Indonesia yang memenuhi keempat fungsidi atas dan diharapkan dapat mendukung sektor pertanian sebagai sektor penyokong perekonomian di Indonesia adalah tanaman buah-buahan. Pembangunan sektor industri yang telah dilakukan pemerintah sejak program PELITA, telah membawa awal era industrialisasi bagi bangsa dan negara Indonesia. Salah satunya yaitu dilakukan melalui pengembangan commit to user agroindustri. Perkembangan kontribusi subsektor agroindustri terhadap PDB
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
selama 2004-2010 menunjukkan bahwa output subsektor ini memberikan kontribusi yang pada umumnya selalu lebih besar dari pada subsektor pengolahan non agroindustri. Rata-rata kontribusi subsektor agroindustri selama tahun 2004-2010 mencapai 12,59% dari total PDB nasional. Sementara subsektor pertanian memberikan kontribusi dengan rata-rata mencapai 13,99%, non agroindustri (non migas) 12,13%, industri migas 2,47%, dan sektor lainnya 58,82% (Kementrian Perindustrian, 2011). Pengembangan agroindustri sangat potensial mengingat Indonesia adalah negara agraris. Pengembangan tersebut akan dapat meningkatkan pendapatan petani dan merupakan sarana penciptaan kesempatan kerja dan nilai tambah. Adanya kelemahan-kelemahan komparatif yang dikandung komoditi pertanian primer, maka kestabilan dan peningkatan perolehan devisa melalui ekspor komoditi-komoditi tersebut pada saat ini tidak dapat banyak diharapkan. Salah satu alternatif yang memungkinkan bagi Indonesia adalah mengembangkan agroindustri (Kusnandar et al, 2010). Agroindustri mampu meningkatkan pendapatan para pelaku agribisnis, mampu menyerap tenaga kerja, mampu meningkatkan perolehan devisa dan mampu mendorong munculnya industri yang lain. Dengan demikian, telah banyak pula didiskusikan bahwa strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis (dan agroindustri) pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya yang sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu menarik dan mendorong munculnya industri baru di sektor pertanian, menciptakan struktur perekonomian yang tangguh, efisien, dan fleksibel, menciptakan nilai tambah, meningkatkan penerimaan devisa, menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki pembagian pendapatan (Soekartawi, 2005). Salak adalah salah satu tanaman buah-buahan asli Indonesia yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Sebagai buah asli Indonesia, salak memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan.Masyarakat Indonesia menyukai buah ini sehingga konsumsi salak untuk pasaran lokal cukup tinggi. commit to user Kabupaten Sleman merupakan Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kabupaten dengan jumlah produksi salak terbesar dibandingkan dengan kabupaten/kota yang lain. Secara rinci jumlah produksi tiap kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi Salak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009 No. 1 2 3 4 5
Kabupaten/ Kota Kulonprogo Bantul Gunungkidul Sleman Yogyakarta Jumlah
Luas Panen (Rumpun) 83.188 2.902 1.273 4.642.602 0 4.729.965
Produksi (Kuintal) 21.376 450 100 603.791 0 625.717
Produktivitas (Kg/Rumpun) 25,70 15,51 7,85 13,00 0 62,06
Sumber: BPS Daerah Istimewa Yogyakarta 2010 Permintaan buah salak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tidak hanya berasal dari pasar lokal, tetapi juga berasal dari pasar ekspor seperti, China, Singapura, dan Amerika Serikat. Volume permintaan ekspor mencapai angka lebih dari delapan ton per harinya. Hal ini mendorong perkembangan budidaya salak terutama di Kabupaten Sleman. Perkembangan budidaya salak di Kabupaten Sleman cukup pesat, tersebar di hampir semua kecamatan di kabupaten tersebut. Usahatani salak di Kabupaten Sleman juga banyak yang dikembangkan menjadi agrowisata salak. Sleman memiliki kondisi geografis yang cocok untuk mengusahakan budidaya tanaman salak. Bahkan saat ini sebagian besar petani di Kabupaten Sleman mengembangkan tanaman salak dengan cara organik sehingga hasil panen salak menjadi aman dan sehat untuk dikonsumsi. Selain bebas bahan kimia dari pupuk maupun pestisida, rasa manis yang terkandung dalam salak adalah rasa alami dan tidak berasa kesat. Melimpahnya produksi salak di Kabupaten Sleman menimbulkan permasalahan pada saat panen raya tiba. Tidak sedikit petani salak yang menjual produksi salaknya dengan harga rendah, bahkan terkadang banyak yang tidak terjual dan akhirnya busuk. Akibatnya, para petani mengalami kerugian. Hal ini membuat perlu adanya suatu usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut agar nilai ekonomis salak dapat dipertahankan. Sebagai sentra produksi salak, di Kabupaten commit toSleman user saat ini sudah banyak muncul
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
beberapa industri pengolahan salak. Beberapa industri pengolahan salak yang terdapat di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Jumlah Unit Usaha Pengolahan Salak di Kabupaten Sleman No. 1 2 3 4 5
Jenis Usaha Keripik Salak Suwar-suwir Salak Dodol salak Wajik Salak Aneka Olahan Salak Jumlah
Jumlah Usaha (Unit) 5 1 3 2 4 15
Persentase (%) 33,33 6,67 20,00 13,33 26,67 100
Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Sleman 2011. Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa industri pengolahan salak yang paling banyak terdapat di Kabupaten Sleman adalah industri pengolahan keripik salak (33,33%). Sebagai kabupaten dengan produksi salak terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Sleman saat ini terdapat 5 unit industri pengolahan keripik salak. Pengolahan buah salak ini bertujuan agar salak memiliki daya tahan yang lebih lama dan awet. Keripik salak yang dikemas dan disimpan secara benar dan tepat, masa kadaluarsanya bisa mencapai 1-2 tahun penyimpanan. Daya tahan keripik salak yang lebih awet ini akan sangat menguntungkan juga jika ditinjau dari segi pemasarannya. Keripik salak akan dapat lebih mudah dipasarkan ke wilayah yang jangkauannya lebih luas, seperti luar pulau ataupun luar negeri. Selain itu juga dengan adanya kegiatan pengolahan salak menjadi keripik salak ini dapat menciptakan diversifikasi makanan dan meningkatkan nilai ekonomis dari buah salak itu sendiri. Harga jual buah salak pada harga normal yaitu berkisar Rp 3.000,00, akan tetapi jika diolah menjadi keripik salak harganya bisa mencapai Rp 129.000,00/kg. Disamping itu banyak wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Sleman untuk membeli salak sebagai oleh-oleh, sehingga diharapkan keripik salak ini dapat menjadi icon oleh-oleh khas Kabupaten Sleman. Hal ini yang menjadi pendorong bagi produsen untuk mengolah salak menjadi keripik salak sehingga praktis dijadikan sebagai oleh-oleh khas Kabupten commit to userSleman. Keripik salak merupakan
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
makanan ringan yang menyehatkan karena kandungan seratnya tinggi. Industri keripik salak mulai berkembang di Kabupaten Sleman sejak tahun 2002. Pengembangan industri keripik salak dilakukan Pemerintah Kabupaten Sleman pada beberapa kelompok tani di wilayahnya. Dengan adanya kegiatan industri yang mengubah bahan primer menjadi produk baru yang lebih tinggi nilai ekonomisnya setelah melalui proses pengolahan, maka akan dapat memberikan nilai tambah karena dikeluarkan biaya-biaya sehingga terbentuk harga baru yang lebih tinggi dan keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan tanpa melalui proses pengolahan. Pengembangan industri pengolahan salak perlu dikembangkan terutama di sentra-sentra produksi salak. Dengan latar belakang tersebut, mendorong peneliti untuk mengetahui lebih lanjut mengenai nilai tambah dari salak sebagai bahan baku keripik salak di Kabupaten Sleman. B. Perumusan Masalah Produksi buah salak di Kabupaten Sleman dipasarkan ke berbagai wilayah di Indonesia. Pemasaran salak tersebut melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Dari kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran buah salak, yaitu mulai dari petani salak hingga konsumen akhir, dapat diketahui nilai tambah dari kegiatan tersebut. Menghitung nilai tambah pada kegiatan pemasaran buah salak dapat dilakukan dengan analisis margin pemasaran yang meliputi analisis biaya pemasaran, keuntungan pemasaran, dan farmer’s share. Salah satu kelemahan dari produk pertanian adalah sifatnya yang tidak tahan lama sehingga perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya tahannya. Sebagai salah satu produk pertanian salak adalah buah yang dapat ditingkatkan nilai tambahnya. Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu produk sebelum dilakukan proses produksi dengan setelah dilakukan proses produksi. Industri pengolahan salak menjadi keripik salak merupakan jenis usaha yang memiliki prospek yang bagus. Industri ini dapat memanfaatkan hasil dari usahatani salak sebagai bahan baku pembuatan to userrendahnya harga salak pada saat keripik salak, sehingga dapatcommit menghindari
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
panen raya. Keuntungan yang diperoleh dari industri ini juga cukup menjanjikan mengingat harga keripik salak yang relatif stabil. Produk dari industri pengolahan salak ini lebih luas jangkauan pemasarannya daripada buah salak segar. Selain dipasarkan di wilayah lokal dan luar kota, keripik salak juga telah diekspor ke berbagai negara. Dengan adanya kegiatan usaha pengolahan salak menjadi keripik salak yang mengubah bentuk dari produk primer menjadi produk baru yang lebih tinggi nilai ekonomisnya setelah melalui proses produksi, maka akan dapat memberikan nilai tambah karena dikeluarkan biaya-biaya sehingga terbentuk harga baru yang lebih tinggi dan keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan tanpa melalui proses produksi. Untuk mengetahui besar nilai tambah yang diberikan keripik salak pada buah salak sebagai bahan baku maka diperlukan analisis nilai tambah (nilai tambah produk dan imbalan tenaga kerja) dan analisis usaha (biaya, keuntungan, dan efisiensi) sehingga bisa diketahui apakah usaha yang dijalankan tersebut efisien dan memberikan keuntungan. Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang dapat dirumuskan dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pola saluran pemasaran buah salak di Kabupaten Sleman ? 2. Berapa besarnya margin pemasaran dan farmer’s share buah salak di Kabupaten Sleman ? 3. Apakah
usaha
industri
keripik
salak
di
Kabupaten
Sleman
menguntungkan? 4. Apakah usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman sudah efisien ? 5. Berapa besarnya nilai tambah keripik salak pada usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman ? 6. Berapa besarnya imbalan tenaga kerja pada usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman ?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini, yaitu : 1.
Mengetahui pola saluran pemasaran buah salak di Kabupaten Sleman.
2.
Mengetahui besarnya biaya pemasaran, keuntungan pemasaran, margin pemasaran, dan farmer’s share buah salak di Kabupaten Sleman.
3.
Mengetahui besarnya biaya, penerimaan, dan keuntungan dari usaha industrikeripik salak di Kabupaten Sleman.
4.
Mengetahui besarnya efisiensi dari usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman.
5.
Mengetahui nilai tambah keripik salak pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman.
6.
Mengetahui besarnya imbalan tenaga kerja pada usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman.
D. Kegunaan Penelitian 1.
Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan pengalaman dan pengetahuan khususnya pada permasalahan dalam penelitian ini, disamping untuk melengkapi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2.
Bagi pemerintah daerah setempat, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran dalam menentukan kebijakan terutama dalam pengembangan usaha keripik salak maupun usaha kecil dalam bidang pertanian.
3.
Bagi petani salak dan produsen keripik salak, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi mengenai nilai tambah yang diperoleh dari usaha yang dijalankan.
4.
Bagi pembaca, diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat berguna sebagai tambahan informasi dan referensi dalam penyusunan penelitian selanjutnya atau penelitian yang sejenis. commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu Menurut Yuhono dan Ermiati (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Upaya Memperoleh Nilai Tambah Melalui Pembuatan Produk Instan Purwoceng, analisis nilai tambah dalam industri instan purwoceng menggunakan perhitungan per kilogram bahan baku simplisia segar dari tanaman purwoceng. Terdapat dua cara perhitungan nilai tambah, yaitu perhitungan nilai tambah selama proses pengolahan dan nilai tambah selama proses pemasaran. Dalam analisis instan purwoceng digunakan analisis nilai tambah selama proses pengolahan. Nilai tambah diperoleh dari proses pengolahan purwoceng segar menjadi instan dengan ditambahkan gula. Penambahan gula dimaksudkan untuk memberi rasa manis, disamping itu fungsi gula juga sebagai pengawet. Artinya instan tersebut bisa disimpan dan tahan lama. Output produk berupa instan yang dikemas dalam kantong plastik. Perlakuan-perlakuan yang dikerjakan dalam proses pengolahan purwoceng adalah: pencucian bahan baku, penirisan, perebusan, dan pengemasan kantong plastik. Dari perlakuan-perlakuan tersebut menimbulkan pengorbanan berupa tambahan biaya. Apabila nilai tambah tersebut dikurangi tambahan biaya, hasilnya merupakan insentif bagi pengrajin. Hasil penelitian Syahza dan Caska (2007) yang berjudul Analisis Nilai Tambah dan Peluang Pengembangan Bebuahan sebagai Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten Karimun Propinsi Riau, menyatakan bahwa setiap rantai perdagangan buah-buahan akan memberikan share yang berbeda-beda dari total nilai tambah. Besarnya nilai tambah diperoleh dari besarnya nilai produksi per unit bahan baku dikurangi besarnya harga bahan baku dan biaya di luar bahan baku per unit bahan. Imbalan tenaga kerja diperoleh dari hasil perkalian koefisien tenaga kerja (perbandingan input tenaga kerja dengan jumlah bahan baku) dengan upah rata-rata tenaga kerja. Dari hasil analisis data di lapangan menunjukkan, nilai tambah yang besar diperoleh oleh pelaku commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
agroindutri. Besarnya nilai tambah tersebut dapat dijadikan acuan dalam menentukan strategi pengembangan. Supriyati dan Herlina (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Meningkatkan Nilai Tambah Melalui Agroindustri, menyatakan bahwa mutu kopi harus terus ditingkatkan mengingat makin ketatnya persaingan pasar. Agroindustri kopi arabika bertujuan meningkatkan nilai tambahproduk sehingga petani memperoleh harga jual kopi lebih tinggi. Kegiatan yang tercakup meliputi penyediaan bahan baku, pengolahan, penyediaan produk akhir, dan pemasaran. Setiap mata rantai tersebut saling terkait dan mempengaruhi. Agroindustri melibatkan petani, pedagang, subak pengolah, koperasi, eksportir, mediator (Dinas Perkebunan dan PPKK), dan lembaga permodalan. Dengan menerapkan inovasi petik merah, harga kopi meningkat 30% dibanding kopi petik asalan. Nilai tambah yang tidak dapat dihitung adalah meningkatnya kesempatan kerja, pengetahuan dan keterampilan SDM, akses informasi harga, dan aset subak, terutama peralatan untuk mengolah kopi. Hasil penelitian Valentina (2009) yang berjudul Analisis Nilai Tambah Ubi Kayu Sebagai Bahan Baku Keripik Singkong di Kabupaten Karanganyar (Kasus pada KUB Wanita Tani Makmur), menunjukkan bahwa pengolahan ubi kayu mentah menjadi keripik singkong setengah jadi yang dilakukan pada anggota KUB Wanita Tani Makmur memberikan sejumlah nilai tambah. Nilai tambah per bahan baku diperoleh dari perbandingan nilai tambah bruto dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Nilai ini menunjukkan produktivitas dari bahan baku yang digunakan. Dari hasil penelitian diperoleh nilai tambah per bahan baku sebesar Rp 979,55/kg, yang artinya setiap bahan baku yang digunakan akan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 979,55/kg. Sedangkan nilai tambah per tenaga kerja diperoleh dari perbandingan nilai tambah bruto dengan jumlah jam kerja yang dicurahkan, yang artinya setiap satu jam kerja yang dicurahkan memberikan nilai tambah sebesar Rp 3.097,84/JKO. Budhisatyarini (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Nilai Tambah commit to user Diversifikasi Hasil Usahatani Bawang Merah Menjadi Bawang Goreng,
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
menyatakan bahwa untuk menghitung nilai tambah suatu bahan baku yang diolah menjadi produk berbentuk lain maka dasar perhitungannya adalah sebagai berikut: bila kebutuhan bahan baku tiap kali produksi diberi simbol a, dengan harga per kilogramnya adalah b, output tiap kali produksi adalah c, maka faktor konversi yang berlaku adalah h = c/a. Harga output per kilogram diberi simbol d, biaya input total selain bahan baku yang dibutuhkan tiap kilogram bahan baku yang diolah adalah e, maka nilai produknya adalah f = h x d. Dari ketentuan tersebut bisa dihitung nilai tambah yang diperoleh pengrajin adalah sebesar Rp (f – e – b) per kilogram bahan baku. Berdasarkan analisis hasil penelitian menunjukkan bahwa industri rumah tangga bawang goreng memberikan nilai tambah cukup tinggi bagi bahan baku yaitu bawang merah. Berdasarkan penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa nilai tambah dapat diperoleh dari pengolahan bahan primer menjadi produk baru yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Dengan adanya agroindustri akan memberikan nilai tambah pada produksi hasil pertanian. Penelitian-penelitian tersebut dijadikan peneliti sebagai acuan dalam menganalisis besarnya nilai tambah pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman, terutama sebagai acuan dalam menentukan metode analisis data. B. Tinjauan Pustaka 1. Salak Menurut Nazaruddin dan Kristiawati (1992), tanaman salak (Salacca edulis) termasuk dalam suku Palmae (Arecaceae) yang tumbuh berumpun. Batangnya hampir tidak kelihatan karena tertutup pelepah daun yang tersusun rapat dan berduri. Dari batang yang berduri itu tumbuh tunas baru yang dapat menjadi anakan atau tunas dalam jumlah yang banyak. Tanaman salak dapat hidup bertahun-tahun sehingga ketinggiannya bisa mencapai tujuh meter, tetapi pada umumnya tidak lebih dari 4,5 meter. Sebagai tanaman asli Indonesia salak mempunyai masa depan yang cerah untuk dikembangkan baik untuk memenuhi commit tonegeri. user pasaran lokal ataupun pasaran luar
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Buah salak kurang lebih berbentuk bulat dengan ukuran 2,5-10 cm x 5-8 cm. Buah ini tumbuh rapat dalam tandan yang berbentuk bulat. Kulit mereka ditutupi dengan sisik yang berasal dari kulit buah (pericarp) yang menyebabkan penampilan kulit buah seperti kulit ular. Buah salakterdiri dari 1 sampai 3 biji yang berwarna kehitaman (Susanne et al., 2011). Banyak varietas salak yang bisa tumbuh di Indonesia. Salak Pondoh dari Yogyakarta misalnya, salak ini terkenal karena sudah terasa manis walaupun masih muda dan ukurannya kecil. Berbeda dengan Salak Bali yang rasanya manis dan daging buahnya tebal. Sampai saat ini banyak dijumpai jenis salak yang berkembang luas dan agak spesifik dikaitkan dengan daerah (Jakarta),
Salak
Padang
pembudidayaannya, misalnya Salak Condet Sidempuan
(Medan),
Salak
Pondoh
(Sleman/Yogyakarta), Salak Bongkok (Sumedang), Salak Monanjaya (Tasikmalaya), Salak Suwaru (Malang), Salak Bali (Karangasem) dan sebagainya. Banyaknya varietas salak tersebut disebabkan oleh pengaruh iklim dan lingkungan yang berbeda-beda.Disamping itu, kemungkinan juga karena adanya kawin silang antartanaman salak itu sendiri. Karena masing-masing varietas salak mempunyai kualitas yang berbeda-beda, maka harga dari masing-masing varietas tersebut juga berbeda. Tentunya salak yang berkualitas terbaik akan paling mahal harganya. Untuk saat ini, Salak Pondoh merupakan salak yang paling mahal di antara jenis salak yang lain (Nazaruddin dan Kristiawati, 1992) Buah salak biasanya dimakan dalam bentuk segar, asinan atau manisan di dalam kaleng. Bagian buah yang dapat dimakan setelah dianalisis mengandung vitamin dan zat-zat yang dibutuhkan tubuh manusia, seperti terlihat pada Tabel 3 di bawah ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
Tabel 3. Kandungan Zat Tiap 100 Gram Buah Salak dari Bagian yang Dapat Dimakan Jenis Zat Gizi Energi Protein Hidrat arang Kalsium Fosfor Besi Vitamin B Vitamin C Air
Jumlah 77,0 kalori 4,0 gram 20,9 gram 2,8 gram 1,8 gram 4,2 gram 0,004 gram 0,2 gram 69,696 gram
(Tjahjadi, 1989) Buah salak pondoh juga dapat diolah menjadi keripik. Buah salak disortasi, dikupas dan dibuang bijinya, lalu diiris-iris, dicuci pada air mengalir yang bersih, dan ditiriskan. Irisan buah lalu digoreng dengan mesin penggoreng vakum pada suhu 77,50°C dan tekanan 0,70 atm kemudian ditiriskan dengan mesin peniris. Buah salak yang akan diolah menjadi keripik hendaknya berasal dari jenis yang sama dan matangnya seragam agar dihasilkan keripik yang berkualitas. Selain bahan baku, untuk menghasilkan keripik yang berkualitas perlu diperhatikan lama proses penggorengan dan kualitas minyak. Pengemasan keripik juga harus rapat untuk meminimalkan produk yang rusak (Kamsiati, 2010). 2. Saluran dan Lembaga Pemasaran Saluran distribusi atau saluran pemasaran merupakan suatu alur yang dilalui oleh arus barang-barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai pada pemakai. Saluran pemasaran merupakan suatu struktur unit organisasi dalam perusahaan dan luar perusahaan yang terdiri atas agen, dealer, pedagang besar, pengecer, melalui mana sebuah komoditi, produk atau jasa dipasarkan (Swastha dan Irawan, 1990). Lembaga pemasaran adalah
badan usaha atau individu yang
menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individucommit lainnya. pemasaran ini timbul karena to Lembaga user
perpustakaan.uns.ac.id
13 digilib.uns.ac.id
adanya keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran ini berupa marjin pemasaran. Lembaga pemasaran ini dapat digolongkan menurut penguasaannya terhadap komoditi yang dipasarkan (Sudiyono, 2002). 3. Biaya, Keuntungan, dan Margin Pemasaran Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemasaran. Biaya pemasaran meliputi biaya angkut, biaya pengeringan, penyusutan, retribusi dan lainnya. Besarnya biaya ini berbeda satu sama lain disebabkan karena macam komoditi, lokasi pemasaran dan macam lembaga pemasaran serta efektivitas pemasaran yang dilakukan (Soekartawi, 1993). Perbedaan harga di masing-masing lembaga pemasaran sangat bervariasi tergantung dari besar kecilnya keuntungan yang diambil oleh masing-masing lembaga perantara pemasaran. Keuntungan pemasaran merupakan penjumlahan keuntungan yang diperoleh pada setiap lembaga perantara pemasaran (Soekartawi, 1991). Menurut Swastha (1981), saluran pemasaran ditinjau sebagai satu kelompok atau satu tim operasi, maka marjin dapat dinyatakan sebagai suatu pembayaran yang diberikan kepada mereka atas jasa-jasanya. Jadi, margin merupakan suatu imbalan, atau harga atas suatu hasil kerja. Apabila ditinjau sebagai pembayaran atas jasa-jasa, margin menjadi suatu elemen yang penting dalam strategi penyaluran. Konsep marjin sebagai suatu pembayaran pada penyalur mempunyai dasar logis dalam konsep tentang nilai tambah. Marjin didefinisikan sebagai perbedaan antara harga beli dengan harga jual. Nilai tambah juga dapat diukur dengan mencari perbedaan antara harga beli dengan harga jual. Menurut Sudiyono (2002) marjin pemasaran didefinisikan dengan commit to user dua cara yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
a. Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani, secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut : M = Pr – Pf Keterangan : M = Marjin Pr = Harga di tingkat konsumen (Rp) Pf = Harga di tingkat petani (Rp) b. Marjin pemasaran terdiri dari komponen yang terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran. Secara sistematis marjin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut : M = Bp + Kp Keterangan : M = Marjin (Rp/kg) Bp = Biaya pemasaran (Rp/kg) Kp = Keuntungan pemasaran (Rp/kg) 4. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, dijelaskan bahwa : a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria jumlah kekayaan bersih paling banyak lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau penjualan yang diperoleh paling banyak tiga ratus juta rupiah. b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar. Kriteria Usaha commit to userbersih lebih dari lima puluh juta Kecil adalah memiliki kekayaan
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari tiga ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak dua milyar lima ratus juta rupiah. c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar. Kriteria Usaha Menengah adalah jumlah kekayaan bersih lebih dari lima ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari dua milyar lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak dua lima puluh milyar rupiah. Berdasarkan kriteria di atas, industri keripik salak di Kabupaten Sleman dapat dikategorikan sebagai usaha kecil. Hal ini karena industri keripik salak memiliki kekayaan bersih lebih dari lima puluh juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Selain itu industri ini memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari tiga ratus juta rupiah,kurang dari dua milyar lima ratus juta rupiah. 5. Industri Keripik Buah Menurut Kamsiati (2010), salah satu industri produk olahan buah yang dapat dikembangkan dan mempunyai pasar yang cukup baik adalah industri keripik buah. Keripik buah lebih tahan disimpan dibandingkan buah segarnya karena kadar airnya rendah dan tidak lagi terjadi proses fisiologis seperti buah segarnya. Berkembangnya teknologi penggorengan vakum (vacuum frying) menciptakan peluang untuk menghasilkan keripik buah dan sayuran yang memiliki rasa dan aroma seperti buah aslinya, tekstur renyah, serta nilai gizinya relatif dapat dipertahankan karena suhu penggorengan relatif rendah. Vacuum frying adalah sebuah proses yang bisa menjadi alternatif yang layak untuk memproduksi keripik buah dan sayuran dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
kandungan minyak yang lebih rendah serta warna dan tekstur yang diinginkan (Garayo dan Moreira, 2002). Menurut Kamsiati (2010), salah satu upaya mempertahankan mutu dan daya simpan buah adalah mengolahnya menjadi makanan kering (keripik buah). Pengolahan buah menjadi keripik perlu dukungan teknologi sehingga kualitas keripik yang dihasilkan dapat diterima konsumen. Salah satu cara untuk menghasilkan makanan sehat tanpa mengubah bentuk aslinya adalah dengan menggunakan teknologi penggorengan. Mesin penggoreng vakum (vacuum frying) dapat mengolah komoditas peka panas seperti buah-buahan menjadi hasil olahan berupa keripik (chips), seperti keripik nangka, keripik apel, keripik salak, keripik pisang, keripik nenas, keripik melon, keripik salak, dan keripik pepaya. Dibandingkan dengan penggorengan secara konvensional, sistem vakum menghasilkan produk yang jauh lebih baik dari segi penampakan warna, aroma, dan rasa karena relatif seperti buah aslinya. 6. Biaya Biaya merupakan nilai dari masukan yang digunakan untuk menghasilkan keluarannya. Biaya dalam proses produksi berdasarkan jangka waktunya dapat dibedakan menjadi dua yaitu biaya jangka pendek dan jangka panjang. Biaya jangka pendek berkaitan dengan penggunaan biaya dalam waktu atau situasi yang tidak lama, jumlah masukan (input) faktor produksi tidak sama, dapat berubah-ubah. Namun demikian biaya produksi jangka pendek masih dapat dibedakan adanya biaya tetap dan biaya variabel, sedangkan dalam jangka panjang semua faktor produksi adalah biaya variabel (Lipsey et al, 1990). Menurut Soedarsono (1983), dalam jangka pendek terdapat biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). a. Biaya tetap (fixed cost) merupakan biaya yang jumlahnya tidak tergantung atas besar kecilnya kuantitas produksi yang dihasilkan. commit to user dihentikan biaya tetap ini harus Bahkan bila untuk sementara produksi
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
dibayar dalam jumlah yang sama, yaitu termasuk dalam biaya tetap ini adalah misalnya gaji tenaga administratif, penyusutan mesin, gedung, dan alat-alat lain. b. Biaya variabel (variable cost) merupakan biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan kuantitas produk yang dihasilkan. Makin besar kuantitas produksi makin besar pula jumlah biaya variabel. Yang termasuk dalam biaya variabel ini adalah biaya bahan mentah, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya eksploitasi dalam rangka pemanfaatan faktor-faktor tetap, misalnya bahan bakar minyak, kerusakan kecil-kecil dan biaya perawatan lain. Biaya ini mempunyai hubungan langsung dengan kuantitas produksi. 7. Penerimaan Menurut Soekartawi (1995) penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual dan biasanya produksi berhubungan negatif dengan harga, artinya harga akan turun ketika produksi berlebihan. Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut : TR = Q x P Dimana: TR = Penerimaan total (total revenue) Q = Jumlah produk yang dihasilkan (quantity) P = Harga(price) / unit Semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan maupun semakin tinggi harga per unit produksi yang bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang diterima produsen semakin kecil. 8. Keuntungan Keuntungan adalah penghasilan bersih yang diterima dari penjualan produk barang maupun produk jasa yang dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam membiayai produk barang maupun commit to user produk jasa tersebut. Atau dengan kata lain, keuntungan adalah selisih
perpustakaan.uns.ac.id
18 digilib.uns.ac.id
antara penghasilan kotor dan biaya-biaya produksi. Laba ekonomis dari barang yang dijual adalah selisih antara penerimaan yang diterima dari penjualan dan biaya peluang dari sumber yang digunakan untuk membuat barang tersebut. Jika biaya lebih besar dari pada penerimaan yang berarti labanya negatif, situasi ini disebut rugi (Lipsey et al, 1990). 9. Efisiensi Usaha Efisiensi usaha mempunyai pengertian yang relatif. Suatu tingkat pemakaian korbanan dikatakan lebih efisien dari tingkat pemakaian yanglain apabila ia memberikan output yang lebih besar. Apabila dalam proses produksi yang menjadi tujuan utama adalah keuntungan maksimum makaperlu adanya tindakan yang mampu mempertinggi output karena output yang tinggi akan membentuk total penerimaan yang tinggi dan tentu saja laba yang besar. Efisiensi usaha dapat dihitung dari perbandingan antara besarnya penerimaan dan biaya yang digunakan untuk berproduksi yaitu dengan menggunakan R/C Ratio. R/C Ratio adalah singkatan Return Cost Ratio atau dikenal dengan perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya (Soekartawi, 1995). Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknis (efisiensi teknis) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif kalau nilai dariproduk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisiensi ekonomi kalau usaha pertanian tersebut mencapai efisiensi teknis dan sekaligus juga mencapai efisiensi harga (Soekartawi, 2003). 10. Nilai Tambah Nilai tambah adalah nilai yang terjadi karena adanya input fungsional yang diperlakukan pada suatu komoditas. Input fungsional tersebut adalah perlakuan atau kegiatan dan jasa yang menyebabkan bertambahnya kegunaan dan nilai dari komoditas tersebut selama dalam proses. Sumber-sumber nilai tambah diperoleh dari pemanfaatan faktorto user faktor produksi (Yuhono commit dan Ermiati, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
Pada sektor pertanian nilai tambah dapat memberikan kontribusi bagi petani dengan memaksimalkan produk mereka, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sementara itu secara komersial mereka juga mendapatkan keuntungan. Selain itu juga dapat menghasilkan sesuatu yang bernilai dari suatu barang yang tadinya tidak bernilai. Misalnya buah persik yang cacat dan berukuran kecil, bisa diolah menjadi selai atau es krim, sehingga dapat diperkenalkan pada segmen konsumen yang berbeda dan dapat menambah strategi pemasaran petani (Alonso, 2011). Sudiyono (2002) menyatakan bahwa nilai tambah bisa dinilai dari dua sisi yakni nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Nilai tambah untuk pengolahan dipengaruhi oleh faktor teknis yang meliputi kapasitas produksi, jumlah bahan baku dan tenaga kerja, serta faktor pasar yang meliputi harga output, harga bahan baku, upah tenaga kerja. Besarnya nilai tambah suatu hasil pertanian karena proses pengolahan adalah merupakan pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Bisa dikatakan bahwa nilai tambah merupakan gambaran imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen. Untuk menghitung nilai tambah suatu bahan baku yang diolah menjadi produk berbentuk lain maka dasar perhitungannya adalah sebagai berikut: bila kebutuhan bahan baku tiap kali produksi diberi simbol a, dengan harga per kilogramnya adalah b, output tiap kali produksi adalah c, maka faktor konversi yang berlaku adalah h = c/a. Harga output per kilogram diberi simbol d, biaya input total selain bahan baku yang dibutuhkan tiap kilogram bahan baku yang diolah adalah e, maka nilai produknya adalah f = h x d. Dari ketentuan tersebut bisa dihitung nilai tambah yang diperoleh pengrajin adalah sebesar Rp (f – e – b) per kilogram bahan baku (Budhisatyarini, 2011) Menurut Zakaria (2007), nilai tambah didapatkan dari besarnya nilai produk dikurangi dengan besarnya harga bahan baku dan nilai commit to user sumbangan bahan lain. Nilai produk sendiri diperoleh dari hasil perkalian
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
faktor konversi (perbandingan hasil produksi dengan jumlah bahan baku) dengan harga produk. Imbalan tenaga kerja diperoleh dari hasil perkalian koefisien tenaga kerja (perbandingan input tenaga kerja dengan jumlah bahan baku) dengan upah rata-rata tenaga kerja. C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Nilai tambah adalah nilai yang terjadi karena adanya input fungsional yang diperlakukan pada suatu komoditas pertanian (Yuhono dan Ermiati, 2007). Melalui pengolahan salak menjadi keripik salak akan diperoleh nilai tambah bagi salak itu sendiri daripada tidak dilakukan suatu pengolahan. Salak yang biasanya bernilai rendah saat panen raya karena sifatnya yang tidak tahan lama, akan memberikan nilai ekonomis yang lebih tinggi jika diolah menjadi keripik salak karena sifatnya yang lebih tahan lama. Dengan melakukan analisis nilai tambah maka akan diketahui seberapa besar nilai tambah yang diberikan buah salak jika diolah menjadi keripik salak. Penggunaan kombinasi faktor-faktor produksi akan mempengaruhi besarnya nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan salak menjadi keripik salak. Secara umum konsep nilai tambah diperoleh dari pengurangan nilai produk akhir keripik salak dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain. Selain itu juga dihitung nilai tambah per tenaga kerjayang digunakan. Analisis usaha meliputi biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi dari usaha pengolahan salak menjadi keripik salak. Penerimaan merupakan perkalian antara jumlah produk keripik salak yang dihasilkan dengan harga jual. Biaya merupakan nilai dari masukan yang digunakan untuk menghasilkan keripik salak, terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap.Keuntungan adalah penghasilan bersih yang diterima oleh pengusaha, sesudah dikurangi dengan biaya-biaya produksi. Efisiensi usaha yaitu apabila diperoleh keuntungan maksimal dari penggunaan korbanan (biaya) yang sesuai. Disamping itu perlu dilakukan analisis margin pemasaran buah salak untuk mengetahui besarnya margin yang diperoleh dari saluran pemasaran buah salak yang ada. Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga antara commit to user harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani. Margin
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemasaran terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran. Farmer share merupakan harga yang diterima petani dibagi dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen dikalikan 100%. Dari seluruh analisis yang dilakukan maka dapat diketahui apakah industri pengolahan buah salak menjadi keripik salak tersebut efisien dan memberikan keuntungan bagi produsen yang dibandingkan dengan besarnya margin dan bagian yang diterima petani apabila menjual salaknya langsung dalam bentuk segar.
commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adapun skema kerangka berpikir pendekatan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Petani Salak
Pemasaran Buah Salak
Pengolahan Keripik Salak
Input: 1. Biaya Variabel a. bahan baku (salak segar) b. minyak goreng c. pengemasan d. gas elpigi e. biaya tenaga kerja f. biaya transportasi
Proses pengolahan
Saluran Pemasaran Salak Output
Biaya
Keuntungan
pemasaran
pemasaran
Penerimaan
2. Biaya Tetap: a. penyusutan alat b. bunga modal sendiri c. sewa bangunan
Marjin Pemasaran
Farmer’s Share
a. Keuntungan b. Efisiensi c. Nilai tambah
Gambar 1. Kerangka Berpikir Pendekatan masalah commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Pembatasan Masalah 1. Analisis nilai tambah dilakukan pada industri yang mengolah salak menjadi keripik salak di Kabupaten Sleman didasarkan pada perhitungan biaya bahan baku, sumbangan input lain serta output selama satu bulan proses produksi. 2. Analisis margin pemasaran dilakukan pada para petani, lembaga pemasaran, dan konsumen akhir salak di Kabupaten Sleman. 3. Varietas salak yang diteliti adalah varietas salak pondoh yang diproduksi dan dipasarkan di Kabupaten Sleman. E. Asumsi 1. Seluruh input yang digunakan dalam proses produksi industri keripik salak diperoleh dari pembelian. 2. Faktor produksi berupa tenaga kerja keluarga dalam kegiatan, diasumsikan menerima upah yang besarnya sama dengan upah tenaga kerja luar. 3. Seluruh produk keripik salak dan buah salak terjual. F. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel 1. Petani salak merupakan petani yang membudidayakan tanaman salak di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman. 2. Saluran pemasaran buah salak adalah rangkaian lembaga-lembaga pemasaran buah salak dalam penyalurannya dari produsen sampai konsumen. 3. Lembaga pemasaran buah salak yaitu badan-badan atau lembaga-lembaga yang berusaha dalam bidang pemasaran, menggerakkan barang dari produsen (petani) buah salak sampai konsumen melalui proses jual beli. 4. Biaya pemasaran
buah salak adalah semua biaya yang timbul pada
berbagai saluran pemasaran buah salak untuk kegiatan pemasaran. Biayabiaya tersebut diantaranya biaya pengemasan, biaya resiko rusak, dan biaya transportasi (Rp/kg). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
5. Keuntungan pemasaran buah salak yaitu selisih dari marjin pemasaran buah salak dengan biaya pemasaran buah salak yang diterima oleh lembaga pemasaran (Rp/kg). 6. Marjin pemasaran buah salak adalah perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen terakhir dengan harga yang diterima produsen buah salak atau total biaya pemasaran buah salak ditambah keuntungan pemasaran buah salak (Rp/kg). 7. Bagian yang diterima petani (farmer’s share) adalah perbandingan antara harga yang diterima produsen dengan harga yang dibayar konsumen dan dinyatakan dalam persen (%). 8. Agroindustri keripik salak di Kabupaten Sleman adalah industri yang mengolah salak menjadi keripik salak. 9. Keripik salak merupakan sejenis makanan ringan yang berupa olahan buah salak yang digoreng menggunakan mesin vacuum fryer. 10. Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam proses produksi. Bahan baku yang digunakan adalah buah salak varietas salak pondoh. 11. Biaya total adalah total biaya yang dikeluarkan selama proses produksi keripik salak, yaitu biaya tetap ditambah biaya variabel (Rp). 12. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tidak tergantung atas besar kecilnya kuantitas produksi yang dihasilkan. Yang termasuk dalam biaya tetap dalam produksi keripik salak meliputi biaya penyusutan, sewa bangunan, dan bunga modal sendiri (Rp). 13. Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan kuantitas produk yang dihasilkan. Yang termasuk dalam biaya variabel ini adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya pengemasan, biaya gas elpigi, biaya minyak goreng, dan biaya transportasi (Rp). 14. Biaya penyusutan adalah pengurangan nilai barang-barang modal karena barang modal tersebut terpakai dalam proses produksi atau faktor waktu (Rp). Besarnya biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus commit to user dalam satuan rupiah, yaitu barang modal yang digunakan diperkirakan
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memiliki umur ekonomis berapa tahun, kemudian nilainya dibebankan pada setiap tahun. Penyusutan =
Nilai Awal - Nilai Akhir Umur Ekonomis
Keterangan : Nilai awal
: Harga beli peralatan produksi awal tahun usaha
Nilai akhir
: Harga jual peralatan produksi akhir tahun
Umur ekonomi : Umur peralatan produksi digunakan. 15. Penerimaan diperoleh dengan cara mengalikan jumlah produksi (kg) keripik salak yang dihasilkan dengan harga persatuan (Rp). 16. Keuntungan adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya (Rp). 17. Efisiensi usaha diperoleh dengan cara membandingkan antara total penerimaan dengan total biaya. 18. Kriteria efisiensi yaitu: R/C rasio > 1 berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak efisien. R/C rasio = 1 berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak belum efisien atau usaha mencapai titik impas. R/C rasio ˂ 1berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak tidak efisien. 19. Faktor konversi adalah hasil bagi dari nilai produksi dengan harga produksi. 20. Nilai produk adalah hasil kali faktor konversi dengan hargap roduk (Rp/kg). 21. Harga bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli satu satuan bahan baku (Rp). 22. Sumbangan input lain adalah biaya input yang habis digunakan untuk satu kali produksi dan jasa, meliputi biaya minyak goreng, biaya gas elpigi, biaya pengemasan, dan biaya transportasi (Rp/kg). commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
23. Nilai tambah adalah selisih antara nilai produk dikurangi dengan harga bahan baku dan sumbangan input lain (Rp). 24. Rasio nilai tambah menunjukkan nilai tambah dari nilai produk (%). 25. Koefisien tenaga kerja adalah perbandingan antara input tenaga kerja dengan jumlah bahan baku. 26. Upah tenaga kerja adalah biaya yang dipergunakan untuk membayar tenaga kerja dalam proses produksi (Rp/HKO) 27. Imbalan tenaga kerja diperoleh dengan cara mengalikan antara koefisien tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja (Rp). 28. Bagian tenaga kerja adalah perbandingan imbalan tenaga kerja dengan nilai tambah.
commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
I. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik, yaitu metode penelitian yang menuturkan dan menafsirkan data sehingga kegiatannya tidak hanya mengumpulkan dan menyusun data namun juga menganalisis dan menginterpretasikan arti data tersebut. Metode deskriptif analitik mempunyai ciri bahwa metode ini memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalah-masalah yang aktual, dan data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dan kemudian dianalisis (Surakhmad, 1994). B. Metode Pengambilan Sampel Penelitian 1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian a. Marjin Pemasaran Salak Pengambilan kecamatan sebagai daerah sampel dalam analisis margin pemasaran buah salak pada penelitian ini dilakukan secara purposive, yang artinya dipilih secara sengaja yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu. Dipilih Kecamatan Turi sebagai Kecamatan sampel dengan pertimbangan Kecamatan Turi merupakan kecamatan dengan produksi buah salak terbesar di Kabupaten Sleman. Para petani salak di Kecamatan Turi sangat antusias untuk membudidayakan tanaman salak karena didukung pemasaran yang lancar dan lebih luas jangkauan pemasarannya. Untuk itu, penelitian ini dilakukan di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman. Data luas panen, produksi dan produktivitas salak di Kabupaten Sleman pada tahun 2010 dapat ditunjukkan pada Tabel 4, dimana untuk data luas panen didekati dengan satuan rumpun.
commit to user 27
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4. Luas Panen Produksi dan Rata-Rata Produksi Salak per Kecamatan di Kabupaten Sleman Tahun 2010. No.
Kecamatan
1 Moyudan 2 Minggir 3 Seyegan 4 Godean 5 Gamping 6 Mlati 7 Depok 8 Berbah 9 Prambanan 10 Kalasan 11 Ngemplak 12 Ngaglik 13 Sleman 14 Tempel 15 Turi 16 Pakem 17 Cangkringan Jumlah 2010
Luas Panen (Rumpun) 877 1.925 3.970 1.195 715 1.456 69 8.795 1.252 13.738 78.917 1.734.347 2.755.579 248.391 37600 4.874.347
Produksi (Kuintal) 84,38 160,75 472,10 122,63 76,63 209,00 5 1.026 127,23 1.741,63 6.231,13 197.880,93 330.025,6 23.961,13 2917,8 565.541,50
Produktivitas (Kg/Rumpun) 9,62 8,35 11,89 10,26 10,71 14.35 7,2 11,66 10,16 12,68 7,89 11,41 11,98 9,65 7,76 11,6
Sumber: BPS Kabupaten Sleman 2011 Penentuan desa sampel penelitian dipilih secara sengaja (purporsive) yaitu dengan
menggunakan dasar kriteria desa yang
menghasilkan salak dengan produksi terbesar di Kecamatan Turi yaitu Desa Bangunkerto. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Produksi Salak Pondoh per Desa di Kecamatan Turi Tahun 2009 No. 1. 2. 3. 4. Jumlah
Desa Girikerto Bangunkerto Wonokerto Donokerto
Produksi (Kuintal) 89.170 122.000 95.607 39.270 346.047
Sumber: BPS Kabupaten Sleman 2010 b. Nilai Tambah Keripik Salak Metode pengambilan daerah penelitian dalam analisis nilai tambah keripik salak pada penelitian ini dilakukan secara purposive, commit to user yaitu cara pengambilan sampel karena pertimbangan-pertimbangan
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tertentu yang didasarkan pada tujuan penelitian (Singarimbun dan Efendi, 2006). Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sleman, karena Kabupaten Sleman merupakan sentra produksi salak. Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, produksi salak di Kabupaten Sleman adalah yang terbesar (Tabel 1). 2. Metode Pengambilan Responden a. Marjin Pemasaran Salak 1)
Petani Singarimbun dan Effendi (2006) menyatakan data yang dianalisis menggunakan analisa statistik parametrik maka harus menggunakan jumlah sampel yang cukup besar sehingga distribusi nilai atau skornya dapat mengikuti distribusi normal. Sampel berdistribusi normal adalah sampel yang jumlahnya lebih besar 30. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka jumlah petani sampel yang akan diamati dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 petani salak. Dalam penelitian ini menggunakan metode convenience sampling. Metode ini merupakan metode pengambilan sampel dimana peneliti memilih anggota populasi yang paling mudah ditemui untuk memperoleh informasi (Kotler, 1999). Sampel dari metode ini merupakan anggota pupulasi yang tersedia, siap, dan memiliki kemauan untuk diwawancarai sebagai sampel, dimana peneliti dapat memperkirakan potensi dari sampel tersebut (Fink, 1995). Sampel dalam penelitian ini adalah petani salak yang membudidayakan salak pondoh di Desa Bangunkerto.
2)
Lembaga Pemasaran Pengambilan responden lembaga pemasaran dilakukan dengan
menggunakan
metode
snowball
sampling.
Metode
snowball merupakan teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel disuruh memilih temancommit to sampel. user temannya untuk dijadikan Begitu seterusnya, sehingga
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jumlah sampel semakin banyak. Jadi penarikan sampel dilakukan melalui beberapa tahap, ibarat bola salju (snowball) yang bila menggelinding makin lama makin besar (Susanto, 2006). Pada penelitian ini pengambilan responden yaitu dilakukan dengan penelusuran saluran pemasaran salak yang ada di Kabupaten Sleman, mulai dari petani salak sampai konsumen akhir berdasarkan informasi yang diberikan oleh petani dan pedagang. 3)
Nilai Tambah Keripik Salak Responden dalam analisis nilai tambah pada penelitian ini adalah seluruh industri pengolahan keripik salak yang mengolah salak menjadi keripik salak di Kabupaten Sleman. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Sleman, jumlah usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman sebanyak lima unit usaha (Tabel 2). Metode pengambilan responden dalam penelitian ini merupakan penelitian populasi atau sensus, karena semua subjek penelitian diobservasi. Metode sensus dikenal juga sebagai metode pencacahan lengkap, artinya semua individu yang ada dalam populasi sebagai responden, dicacah artinya diselidiki atau diwawancarai (Daniel, 2002).
C. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 1. Jenis Data a. Data Primer Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh dari responden dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan instrumen pengumpulan data dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Data yang diambil meliputi karakteristik responden, biaya pemasaran buah salak, penerimaan pemasaran buah salak, pola saluran pemasaran buah salak, penggunaan sarana produksi pengolahan keripik salak, penggunaan commit to user tenaga kerjapengolahan keripik salak, besarnya produksi pengolahan
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keripik salak, harga produksi pengolahan keripik salak, serta data-data lain yang menunjang tujuan penelitian ini. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang diperoleh dengan cara mengutip data laporan maupun dokumen dari instansi pemerintah atau lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini, di antaranya Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Sleman, serta Kantor Kecamatan Turi. Tabel 6. Spesifikasi Data Sekunder No. 1.
Jenis Data Produksi salak dan luas panen salak Jumlah unit usaha pengolahan salak
Sumber Data BPS Daerah Istimewa Yogyakarta Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Sleman Luas panen produksi dan BPS Kabupaten Sleman rata-rata produksi salak Produksi salak pondoh BPS Kabupaten Sleman
2.
3. 4.
Sumber : Analisis Data Primer, 2012 2. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Observasi adalah pengamatan yang sistematis terhadap gejalagejala yang diteliti (Susanto, 2006). Teknik ini dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap obyek yang akan diteliti sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai obyek yang akan diteliti. b. Wawancara Wawancara adalah suatu proses interaksi dan komunikasi untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden (Singarimbun dan Effendi, 2006). Teknik ini dilakukan untuk pengumpulan data primer menggunakan daftar pertanyaan. commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Metode Angket Angket (kuesioner) merupakan cara pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan kepada responden untuk diisi. Tujuan pembuatan angket (kuesioner) adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dengan penelitian dengan kesahihan yang cukup tinggi (Soeratno dan Lincolin, 1999). d. Pencatatan Teknik ini dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder yang diperlukan dalam penelitian, yaitu dengan mencatat data yang telah ada pada instansi atau lembaga yang terkait dengan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 2006). D. Metode Analisis Data 1. Menghitung Marjin Pemasaran a. Biaya pemasaran Bp = Bp1 + Bp2 + ... + Bpn Keterangan : Bp
= Biaya pemasaran buah salak
Bp1 ... Bpn = Biaya pemasaran buah salak di tiap lembaga pemasaran b. Keuntungan pemasaran Kp = Kp1 + Kp2 + ... + Kpn Keterangan : Kp
= Keuntungan pemasaran buah salak
Kp1 ... Kpn = Keuntungan pemasaran buah salak di tiap lembaga pemasaran c. Margin Pemasaran Mp = Pr – Pf Keterangan : Mp = Marjin pemasaran buah salak Pr = Harga buah salak ditingkat konsumen Pf = Harga buah salak ditingkat petani commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Marjin pemasaran merupakan penjumlahan dari biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Mp = Kp + Bp Keterangan : Mp = Marjin pemasaran buah salak Kp = Keuntungan pemasaran buah salak Bp = Biaya pemasaran buah salak 2. Bagian yang diterima produsen (farmer’s share) F = (1 –
Mp ) x 100 % Pr
Keterangan : F = Bagian yang diterima petani buah salak Mp = Marjin pemasaran buah salak Pr = Harga buah salak di tingkat konsumen Menurut Rasyaf (2000), semakin besar bagian yang diterima petani maka pemasaran tersebut semakin efisien. Bila bagian yang diterima petani < 50% berarti pemasaran belum efisien, dan bila bagian yang diterima petani > 50% maka pemasaran dikatakan efisien. 3. Menghitung keuntungan usaha pengolahan salak menjadi keripik salak. Rumus : π = TR – TC Keterangan : π = Keuntungan usaha pengolahan salak menjadi keripik salak (Rp) TR = Penerimaan total usaha pengolahan salak menjadi keripik salak(Rp) TC = Biaya total usaha pengolahan salak menjadi keripik salak (Rp) Untuk biaya total dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagaiberikut : Rumus : TC = TFC + TVC Keterangan : TC
= Biaya total usaha pengolahan salak menjadi keripik salak(Rp)
TFC = Biaya tetap usaha pengolahan salak menjadi keripik salak (Rp) commit to user salak menjadi keripik salak(Rp) TVC = Biaya variabel usaha pengolahan
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk menghitung penerimaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Rumus : TR = Q x P Keterangan : TR = Penerimaan total usaha pengolahan salak menjadi keripik salak(Rp) P = Harga produk keripik salak (Rp/kg) Q = Jumlah produk keripik salak (Kg) 4. Efisiensi usaha pengolahan salak menjadi keripik salak diketahui dengan menggunakan rumus R/C rasio sebagai berikut : R/C ratio:
Penerimaan Total Biaya Total
Kriteria : R/C rasio >1 berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak efisien R/C rasio = 1 berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak belum efisien atau usaha mencapai titik impas R/C rasio ˂ 1 berarti usaha pengolahan salak menjadi keripik salak tidak efisien. 5. Menghitung Nilai Tambah (1) Hasil Produksi Keripik Salak (Kg/bulan) (2) Bahan Baku Salak (Kg/bulan) (3) Faktor Konversi =
Hasil Produksi (1) Bahan Baku ( 2 )
(4) Harga Produk (Rp) (5) Nilai Produk (Rp) = Faktor Konversi (3) x Harga Produk (4) (6) Harga Bahan Baku (Rp/kg) (7) Sumbangan Input Lain (Rp/kg) (8) Nilai Tambah (Rp/kg) = Nilai Produk (5) – Harga Bahan Baku (6) – Sumbangan Input commit to user Lain (7)
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(9) Rasio Nilai Tambah (%) =
Nilai Tambah (8) x100 % Nilai Produk (5)
(10) Input Tenaga Kerja (HKO/bulan) (11) Koefisien Tenaga Kerja =
Input Tenaga Kerja (10) Bahan Baku (2)
(12) Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/HKO) (13) Imbalan Tenaga Kerja (Rp/kg) = Koefisien Tenaga Kerja (11) x Upah Rata-rata Tenaga Kerja (12) (14) Bagian Tenaga Kerja (%) =
Imbalan Tenaga Kerja (13) x100% Nilai Tambah (8)
commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan: 1. Marjin Pemasaran Salak a. Pola saluran pemasaran salak di Kabupaten Sleman terdapat 5 saluran pemasaran yaitu : i. Petani - pedagang pengecer – konsumen akhir. ii. Petani - pedagang pengumpul – konsumen (pedagang luar kota). iii. Petani - pedagang besar – konsumen (pedagang luar kota). iv. Petani - pedagang pengumpul - pedagang besar – konsumen (pedagang luar kota). v. Petani - pedagang pengumpul - pedagang besar - pedagang pengecer - konsumen akhir. b. Pada saluran pemasaran I total biaya pemasaran Rp 287,50/kg, total keuntungan pemasaran Rp 1.212,50/kg dan marjin pemasaran Rp 1.500,00/kg. Untuk saluran pemasaran II total biaya pemasaran Rp 1.260,22/kg, total keuntungan pemasaran Rp 314,58/kg dan marjin pemasaran Rp 1.550,00/kg. Pada saluran pemasaran III total biaya pemasaran Rp 807,00/kg, total keuntungan pemasaran sebesar Rp 365,00/kg dan marjin pemasaran Rp 1.172,00/kg. Saluran pemasaran IV total biaya pemasaran sebesar Rp 720,59/kg, total keuntungan pemasaran sebesar Rp 445,94/kg dan marjin pemasaran Rp 1.166,53/kg. Kemudian untuk saluran pemasaran V total biaya pemasaran Rp 1.171,67/kg, total keuntungan pemasaran sebesar Rp 1.878,33/kg dan marjin pemasaran Rp 3.050,00/kg. c. Jika dilihat dari nilai farmer’s share, saluran pemasaran salak di Kabupaten Sleman pada saluran pemasaran I, II, III, dan IV sudah efisien secara ekonomis. Nilai farmer’s share tertinggi yaitu terdapat commit to user pada saluran IV sebesar 71,89%. Sedangkan yang nilainya paling kecil 92
perpustakaan.uns.ac.id
93 digilib.uns.ac.id
adalah saluran V yaitu sebesar 49,17%, artinya saluran pemasaran ini secara ekonomis belum efisien. 2. Nilai Tambah Keripik Salak a. Pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman, biaya total rata-rata yang dikeluarkan dalam satu bulan produksi adalah Rp 20.182.786,73 sedangkan penerimaannya sebesar Rp 26.295.000,00 sehingga ratarata keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 6.112.213,27. Artinya, usaha industri keripik salak ini menguntungkan. b. Efisiensi usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman adalah sebesar 1,26. Hal ini menunjukkan bahwa usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman sudah efisien. c. Industri keripik salak di Kabupaten Sleman memberikan nilai tambah sebesar Rp 4.593,24/kg bahan baku dan imbalan tenaga kerja sebesar Rp 1.750,00/kg bahan baku. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1. Perlunya pengembangan agroindustri yang mengolah salak menjadi keripik salak terutama di daerah sentra produksi salak sehingga dapat mengurangi resiko adanya ketidakstabilan harga salak terutama harga yang sangat rendah pada saat panen raya. Pengembangan agroindustri ini salah satunya dapat dilakukan dengan pengelolaan agroindustri melalui kelompok tani. 2. Perlunya peningkatan akses pembiayaan bagi para pelaku agroindustri, baik yang berasal dari pemerintah, lembaga pembiayaan perbankan, maupun non perbankan (Koperasi, LKM, BMT, dan lain-lain). Sehingga dapat membantu para pelaku agroindustri dalam memperoleh modal usaha untuk melakukan pengolahan salak menjadi keripik salak. Peningkatan akses ini dapat dilakukan melalui pendampingan kredit usaha serta sosialisasi kredit usaha untuk meningkatkan pemahaman bagi para pelaku commit to user agroindustri dalam mengakses kredit usaha.
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Margin Pemasaran Salak 1. Karakteristik Responden Petani Salak Karakteristik responden merupakan gambaran umum tentang keadaan dan latar belakang responden yang berpengaruh terhadap kegiatan usaha. Responden yang digunakan dalam analisis margin pemasaran salak pada penelitian ini adalah petani salak di Desa Bangunkerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman. Karakteristik dari responden petani salak meliputi umur responden, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, dan lama mengusahakan. Karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Identitas Responden Petani Salak di Kabupaten Sleman No. 1. 2. 3. 5.
Uraian Umur responden (tahun) Lama pendidikan (tahun) Jumlah anggota keluarga (orang) Lama mengusahakan (tahun)
Rata-rata 51 12 4 17
Sumber : Analisis Data Primer (2012) Menurut BPS, penduduk berumur ≤ 14 tahun termasuk golongan penduduk yang belum produktif, umur 15 - 64 tahun termasuk golongan penduduk yang produktif dan umur ≥ 65 tahun termasuk golongan penduduk yang sudah tidak produktif. Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa rata-rata petani salak di Kabupaten Sleman termasuk dalam umur produktif yaitu 51 tahun sehingga produktivitas kerja petani salak di Kabupaten Sleman masih cukup tinggi karena tergolong kategori umur produktif. Semua responden petani salak di Kabupaten Sleman pernah mengenyam pendidikan secara formal, meski pada tingkatan yang berbeda-beda. Pendidikan merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam penerapan teknologi baru pada suatu daerah yang berhubungan dengan usahatani setempat. Tingkat pendidikan commit to userformal maupun non formal sangat
51
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mempengaruhi
petani
dalam
pengambilan
keputusan
mengenai
pelaksanaan usahatani. Rata-rata tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh oleh petani salak di Kabupaten Sleman adalah SMA atau sederajat. Dengan demikian, wawasan ataupun pengetahuan yang dimiliki oleh para petani salak tersebut dapat dikatakan sudah cukup memadai dalam mendukung usahataninya. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh responden petani salak adalah sebanyak empat orang. Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi petani dalam menjual hasil panennya. Semakin banyak jumlah
anggota keluarga akan
semakin
menuntut
petani
untuk
mendapatkan uang yang lebih banyak guna memenuhi kebutuhannya. Pengalaman mengusahakan salak oleh petani dapat mempengaruhi keberhasilan dalam usahatani yang dijalankan. Pengalaman ini akan mempengaruhi keberhasilan dalam teknis budidaya salak maupun dalam usaha pemasarannya, sehingga akan mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petani. Rata-rata lama mengusahakan budidaya tanaman salak oleh petani salak adalah 17 tahun. 2. Karakteristik Responden Lembaga Pemasaran Salak Lembaga pemasaran salak juga menjadi responden dalam penelitian ini. Petani salak menjual salak ke pedagang lembaga pemasaran. Umur, pendidikan, dan pengalaman berdagang salak sangat mempengaruhi keberhasilan dalam berdagang. Yang termasuk dalam lembaga pemasaran pada penelitian ini yaitu meliputi pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer. a. Pedagang pengumpul Pedagang pengumpul pada umumnya mendapatkan salak dari para petani salak. Pedagang pengumpul membeli dari para petani dengan mendatangi mereka maupun petani yang mendatangi pedagang tersebut. Berikut adalah tabel identitas responden pedagang pengumpul salak di Kabupaten Sleman. commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 19. Identitas Responden Pedagang Pengumpul Salak di Kabupaten Sleman No. 1. 2. 3. 5.
Uraian Umur Responden (tahun) Lama Pendidikan (tahun) Jumlah Anggota Keluarga (orang) Lama Mengusahakan (tahun)
Rata-rata 52 12 4 14
Sumber : Analisis Data Primer (2012) Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa umur pedagang pengumpul salak tergolong dalam usia produktif yaitu rata-rata berumur 52 tahun. Pada usia ini umumnya pedagang pengumpul mampu bekerja dengan baik karena fisik dan mental yang kuat dalam melaksanakan pemasaran salak dari petani ke lembaga pemasaran lainnya. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh responden pedagang pengumpul adalah sebanyak empat orang. Tingkat pendidikan pedagang pengumpul rata-rata adalah SMA. Tingkat pendidikan pada tiap lembaga pemasaran akan mempengaruhi lembaga pemasaran dalam membaca informasi pasar dan ketrampilan dalam memasarkan komoditas yang akan dipasarkan. Pengalaman usaha berpengaruh pada pengalaman lembaga pemasaran dalam memasarkan salak. Lama usaha pada responden pedagang pengumpul rata-rata adalah selama 14 tahun. Tingkat pendidikan dan pengalaman yang dimiliki pedagang pengumpul saling mendukung keberhasilan mereka dalam memasarkan salak. b. Pedagang Besar Pedagang besar adalah pedagang yang membeli salak dari pedagang pengumpul dengan cara didatangi pedagang pengumpul. Berdasarkan hasil penelitian ada pula pedagang besar yang memperoleh salak dari petani yang mendatanginya langsung. Berikut adalah tabel identitas responden pedagang besarsalak di Kabupaten Sleman. commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 20. Identitas Responden Pedagang Besar Salak di Kabupaten Sleman No. 1. 2. 3. 5.
Uraian Umur Responden (tahun) Lama Pendidikan (tahun) Jumlah Anggota Keluarga (orang) Lama Mengusahakan (tahun)
Rata-rata 47 12 3 11
Sumber : Analisis Data Primer (2012) Tabel 20 menunjukkan bahwa umur pedagang besarsalak tergolong dalam usia produktif yaitu rata-rata berumur 47 tahun. Pada usia ini pedagang besar masih mampu bekerja dengan baik, sehingga pedagang yang usianya masih produktif dapat melakukan pengelolaan dan pendistribusian salak dengan lebih mudah serta dapat menerima pembaharuan mekanisme pemasaran yang dalam hal ini berguna untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemasaran salak. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh responden pedagang besar adalah sebanyak tiga orang. Tingkat pendidikan pedagang besar rata-rata adalah SMA. Tingkat pendidikan pada tiap lembaga pemasaran akan mempengaruhi lembaga pemasaran dalam membaca informasi pasar dan ketrampilan dalam memasarkan komoditas yang akan dipasarkan. Rata-rata lama usaha pada responden pedagang besar adalah 11 tahun. Semakin lama pengalaman
berdagang
semakin
mudah
bagi
mereka
untuk
memasarkan komoditas salak. Hal ini disebabkan karena mereka sudah cukup dikenal oleh konsumen dan mempunyai pelanggan atau pembeli tetap. c. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer adalah pedagang yang membeli salak baik langsung dari petani, pedagang pengumpul ataupun pedagang besar. Biasanya pedagang pengecer membeli salak dalam jumlah yang relatif lebih sedikit untuk dijual langsung kepada konsumen akhir. commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 21. Identitas Responden Pedagang Pengecer Salak di Kabupaten Sleman No. 1. 2. 3. 5.
Uraian Umur Responden (tahun) Lama Pendidikan (tahun) Jumlah Anggota Keluarga (orang) Lama Mengusahakan (tahun)
Rata-rata 59 12 4 23
Sumber : Analisis Data Primer (2012) Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa umur pedagang pengecer salak tergolong dalam usia produktif yaitu rata-rata berumur 59 tahun. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh responden pedagang pengecer adalah sebanyak empat orang. Tingkat pendidikan pedagang besar rata-rata adalah SMA. Ratarata lama usaha pada responden pedagang besar adalah 23 tahun. Semakin lama pengalaman berdagang semakin mudahbagi mereka untuk memasarkan salaknya kepada konsumen. Hal ini disebabkan karena mereka sudah memiliki keterampilan yang baik untuk memasarkan produknya kepada konsumen. 3. Tugas dan Fungsi Lembaga Pemasaran Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen sampai kepada konsumen akhir. Serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi pemasaran serta memenuhi kebutuhan konsumen (Sudiyono, 2002). Lembaga pemasaran salak memiliki arti penting dalam proses penyampaian salak dari produsen hingga sampai ke konsumen. Lembaga pemasaran
mempunyai
tugas
dan
fungsi
masing-masing
dalam
mengantarkan salak tersebut sampai ke konsumen. Berdasarkan hasil penelitian maka tugas dan fungsi lembaga pemasaran salak di Kabupaten Sleman adalah sebagai berikut : commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Pedagang Pengumpul Pedagang pengumpul salak pada penelitian ini yaitu pedagang yang membeli salak dari para petani salak. Pedagang ini mendapatkan salak dengan didatangi para petani salak. Para petani salak ini biasanya berada atau bertempat tinggal di dekat pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul menjual salak mereka kepada pedagang besar ataupun konsumen dengan cara mendatangi ataupun didatangi oleh
keduanya.
Pedagang
ini
melakukan
fungsi
penyortiran,
pengemasan, penyimpanan sementara, dan pengangkutan. Penyortiran dilakukan dengan memisahkan salak yang cacat dengan salak yg berkualitas baik. Pengemasan dilakukan dengan memasukkan salak ke dalam keranjang bambu kemudian ditutup dengan rajut. Satu keranjang salak dapat menampung salak seberat 50 kg. Untuk pengiriman jarak jauh dilakukan dengan mengemas dalam peti buah. Penyimpanan sementara dilakukan selama 1-2 hari, mengingat buah memiliki sifat yang tidak tahan lama sehingga harus segera dipasarkan. Pengangkutan atau transportasi dilakukan dengan mengirim salak ke konsumen menggunakan truk. Sekali pengiriman bisa mencapai antara 1-5 ton. Selain
itu
juga
penanggungan
melakukan
penyusutan
fungsi
(resiko
pelancar
rusak),
dan
yang
meliputi
menyampaikan
informasi kepada pihak yang membutuhkan (pedagang besar dan konsumen). Biasanya pedagang pengumpul dalam membeli salak dari petani menggunakan sistem pembayaran kontan atau langsung dibayar saat transaksi. Akan tetapi untuk penjualan kepada konsumen dilakukan secara kontan dan kredit (tempo). b. Pedagang Besar Pedagang besar adalah pedagang yang membeli salak dari pedagang pengumpul ataupun petani yang mendatangi mereka langsung. Biasanya dalam jumlah yang relatif besar, dan melakukan commit to user ataupun pedagang pengecer. Di proses distribusi kepada konsumen
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kabupaten Sleman pedagang besar melakukan transaksi di Pasar Tempel. Pedagang besar berfungsi menampung atau mengumpulkan dan memasarkan salak kepada pedagang lain. Pedagang besar dalam melakukan tugasnya melakukan beberapa kegiatan yaitu kegiatan penyortiran, pengemasan, pengangkutan, dan pelancar. Pedagang besar melakukan penyortiran berdasarkan kualitas salak, akan tetapi ada juga pedagang yang tidak melakukannya. Pengemasan dilakukan dengan memasukkan salak ke dalam keranjang bambu kemudian ditutup dengan rajut. Pengangkutan atau transportasi dilakukan dengan mengirim salak ke konsumen menggunakan truk. Pedagang besar dalam membeli salak dari pedagang pengumpul menggunakan sistem pembayaran kontan atau langsung dibayar saat transaksi. Tetapi untuk penjualan kepada konsumen dilakukan secara kontan dan kredit (tempo). Selain itu juga melakukan fungsi pelancar yang meliputi penanggungan penyusutan(resiko rusak), dan menyampaikan informasi kepada pihak yang membutuhkan (pedagang pengecer dan konsumen). c. Pedagang Pengecer Pedagang pengecer ini adalah pedagang salak yang membeli salak dari pedagang besar ataupun langsung dari petani salak. Biasanya jumlah pembelian relatif kecil dan langsung menjualnya kepada konsumen akhir. Mereka membeli salak dari petani atau dari pedagang besar. Pedagang pengecer ini menjual salak kepada konsumen dengan mendirikan kios pinggir jalan. Biasanya konsumen membeli salak sebagai oleh-oleh karena salak merupakan buah khas Kabupaten Sleman. Pedagang pengecer juga melakukan fungsi pengangkutan dan penyimpanan sementara serta melakukan fungsi pelancar yang meliputi penanggungan resiko rusak, dan menyampaikan informasi kepada konsumen. Sistem pembayaran yang digunakan pedagang pengecer adalah secara tunai atau kontan yaitu dengan cara langsung commit userberlangsung. dibayar saat transaksi jual beli to salak
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Pola Pemasaran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat diuraikan mengenai pola saluran pemasaran salak di Kabupaten Sleman. Pengumpulan data untuk mengetahui berbagai saluran pemasaran salak yang digunakan, diperoleh dengan cara penelusuran saluran pemasaran salak mulai dari petani sampai pada konsumen. Terdapat lima pola pemasaran salak di Kabupaten Sleman, yaitu: a. Saluran Pemasaran I Konsumen Akhir
Pedagang Pengecer
Petani
b. Saluran Pemasaran II
Petani
Konsumen (Pedagang Luar Kota)
Pedagang Pengumpul
c. Saluran Pemasaran III
d.
Konsumen (Pedagang Luar Kota)
Pedagang Besar
Petani
Saluran Pemasaran IV Petani
Pedagang Pengumpu l
Pedagang Besar
Konsumen (Pedagang Luar Kota)
e. Saluran Pemasaran V Petani
Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar
Pedagang Pengecer
Gambar 2. Bagan Saluran Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman commit to user
Konsumen Akhir
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan bagan di atas, pemasaran salak di Kabupaten Sleman dilakukan melalui bebarapa saluran yaitu : a. Saluran Pemasaran I Pada saluran pemasaran I, petani menjual langsung salaknnya kepada pedagang pengecer, kemudian dari pedagang pengecer dijual kepada konsumen rumah tangga untuk dikonsumsi langsung. Penjualan dilakukan petani dengan cara didatangi langsung oleh pedagang pengecer. Kemudian pedagang pengecer menjual salak tersebut kepada konsumen yang mendatangi kiosnya. Biasanya pedagang pengecer menjual salaknya di kios pinggir jalan, sehingga kebanyakan pembelinya adalah pengendara jalan yang membeli salak sebagai oleh-oleh. b. Saluran Pemasaran II Pada saluran pemasaran II, petani menjual langsung salaknya kepada pedagang pengumpul yang letaknya disekitar tempat tinggal petani. Petani menjual salaknya dengan cara mendatangi pedagang pengumpul. Kemudian dari pedagang pengumpul dijual kembali kepada konsumen. Konsumen yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pedagang luar kota yang memasarkan salaknya di luar Kabupaten Sleman. Oleh karena penelitian ini hanya dibatasi pada lembaga pemasaran yang ada di Kabupaten Sleman. Pedagang luar kotabertempat tinggal di luar wilayah Kabupaten Sleman, seperti Aceh, Medan, Bali, Jakarta, Kediri, dll. Pedagang pengumpul melakukan sortasi dan pengemasan menggunakan keranjang atau peti buah tergantung tujuan pengiriman. Biasanya untuk pengiriman jarak jauh dilakukan menggunakan truk yang disediakan oleh pedagang pengumpul ataupun yang dikirim oleh konsumen (pedagang luar kota). c. Saluran Pemasaran III Pada saluran pemasaran III, petani menjual langsung salaknya kepada pedagang besar. Petani mendatangi pedagang besar yang commitDi to user berada di Pasar Tempel. Kabupaten Sleman, Pasar Tempel
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merupakan pusat penjualan salak sehingga terdapat banyak lembaga pemasaran salak, mulai dari pedagang pengecer, pedagang pengumpul, pedagang besar, maupun petani. Dari pedagang besar kemudian buah salak dijual lagi kepada konsumen (pedagang luar kota). Sama seperti halnya pada saluran II, pedagang luar kota bertempat tinggal di luar wilayah Kabupaten Sleman. d. Saluran Pemasaran IV Pada saluran pemasaran IV, petani menjual salaknya kepada pedagang pengumpul, kemudian pedagang pengumpul menjual kepada pedagang besar yang berada di Pasar Tempel. Seperti halnya pedagang pengumpul, pedagang besar juga melakukan kegiatan sortasi ataupun pengemasan salak yang akan dijual ke konsumen (pedagang luar kota). e. Saluran Pemasaran V Di dalam penelitian ini, saluran V adalah saluran yang paling banyak memiliki lembaga pemasaran yang terlibat di dalamnya. Petani menjual salak kepada pedagang pengumpul yang berada di sekitar tempat tinggalnya. Kemudian pedagang pengumpul menjualnya kepada pedagang besar yang ada di Pasar Tempel. Dari pedagang besar kemudian dijual kembali kepada pedagang pengecer. Dari pedagang pengecer dijual kepada konsumen akhir. Saluran pemasaran salak yang dipilih petani salak di Kabupaten Sleman berbeda-beda. Berbagai pertimbangan mereka jadikan alasan untuk memilih saluran pemasaran salak yang mereka gunakan. Untuk mengetahui jumlah petani salak yang terlibat di tiap saluran pemasaran salak di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 22. Jumlah Petani Salak yang Terlibat pada Tiap Saluran Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman No. 1 2 3 4 5
Jenis Saluran Pemasaran Saluran Pemasaran I Saluran Pemasaran II Saluran Pemasaran III Saluran Pemasaran IV Saluran Pemasaran V Jumlah
Jumlah Petani Responden (orang) 2 13 5 9 1 30
Persentase (%) 6,67 43,33 16,67 30,00 3,33 100
Sumber : Analisis Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui bahwa saluran pemasaran yang paling banyak digunakan petani salak di Kabupaten Sleman adalah saluran pemasaran II, yaitu sebanyak 13 orang petani (43,33%). Saluran ini paling banyak dipilih petani karena jarak kebun salak atau tempat tinggal petani dekat dengan tempat tinggal pedagang pengumpul. Selain itu juga antara petani dengan pedagang pengumpul biasanya merupakan tetangga atau kerabat mereka sehingga sudah ada kepercayaan satu sama lain. Saluran pemasaran urutan kedua yang banyak digunakan oleh petani adalah saluran pemasaran IV, yaitu sebanyak 9 orang petani (30,00%). Sama seperti halnya pada saluran II, petani pada saluran pemasaran IV menjual langsung salaknya kepada pedagang pengumpul yang letaknya tidak jauh dari para petani salak. Saluran pemasaran salak yang menempati urutan ketiga yaitu saluran pemasaran III dengan jumlah petani yang terlibat sejumlah 5 orang (16,67%). Saluran ini dipilih petani tidak sebanyak pada saluran II dan IV karena petani menjual langsung kepada pedagang besar yang letaknya berada di Pasar Tempel. Pada saluran III petani harus mengeluarkan biaya transportasi yang lebih besar karena jaraknya lebih jauh dibandingkan menjual kepada pedagang pengumpul. Petani menggunakan saluran ini dengan alasan harga beli oleh pedagang besar lebih tinggi daripada pedagang pengumpul. Selain itu juga ada petani yang karena sekalian ada commit to user urusan di Pasar Tempel. Saluran yang paling sedikit digunakan oleh petani
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
adalah saluran V. Hanya terdapat 1 orang petani (3,33%) yang terlibat dalam saluran ini. 5. Biaya Pemasaran, Keuntungan, Marjin Pemasaran, dan Farmer’s Share Proses perpindahan salak dari petani sampai kepada konsumen memerlukan biaya pemasaran dan membuat harga salak menjadi lebih tinggi. Hal ini dikarenakan setiap lembaga pemasaran salak mengambil keuntungan. Besarnya biaya pemasaran, keuntungan, marjin pemasaran, dan Farmer’s Share saluran I dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Rata-rata Biaya Pemasaran, Keuntungan Pemasaran, Marjin Pemasaran dan Farmer’s Share pada Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman Saluran Pemasaran I No Uraian Rp/kg Persentase (%) 1 Petani a. Harga Jual dari Petani 3.000,00 b. Biaya pemasaran 0 c. Harga yang Diterima Petani 3.000,00 2 Pedagang Pengecer a. Harga Beli 3.000,00 b. Biaya Pemasaran 287,50 1) Transportasi 25 2) Tenaga Bongkar 0 3) Tenaga Muat 0 50 4) Keranjang 172,5 5) Penyusutan 62,5 6) Lain-lain 1.212,50 c. Keuntungan 1.500,00 d. Marjin Pemasaran 4.500,00 e. Harga Jual 3 Konsumen Harga Beli Konsumen 4.500,00 100,00 4 a. Total Biaya Pemasaran 287,50 b. Total Keuntungan 1.212,50 c. Total Marjin Pemasaran 1.500,00 d. Farmer’s Share 66,67 Sumber : Analisis Data Primer, 2012 Berdasarkan Tabel 23 di atas, diketahui bahwa harga yang diterima petani sebesar Rp 3.000,00/kg. Total biaya pemasaran sebesar Rp 287,50/kg yang diperoleh dari biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer. Padacommit salurantoI user ini petani tidak mengeluarkan biaya
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemasaran, karena pedagang pengecer yang mendatangi petani, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk transportasi maupun biaya pengemasan. Petani tidak perlu mengeluarkan biaya pengemasan untuk membeli keranjang karena pedagang pengecer sudah menyediakan keranjang sendiri. Selain untuk membeli keranjang, biaya pemasaran juga dikeluarkan pedagang pengecer sebagai biaya penyusutan. Harga beli konsumen sebesar Rp 4.500,00/kg dengan total keuntungan pada saluran pemasaran I adalah sebesar Rp 1.212,50/kg, sedangkan untuk total marjin pemasaran sebesar Rp 1.500,00/kg. Komponen marjin pemasaran terdiri biaya-biaya pemasaran yang diperlukan oleh produsen untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran. Nilai Farmer’s share yang terjadi sebesar 66,67 %. Farmer’s share adalah bagian yang diterima petani, semakin besar farmer’s share dan semakin kecil marjin pemasaran maka dapat dikatakan suatu saluran pemasaran berjalan secara efisien.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
64 digilib.uns.ac.id
Berikut ini rata-rata biaya, keuntungan dan marjin pemasaran salak di Kabupaten Sleman pada saluran pemasaran II. Tabel 24. Rata-rata Biaya Pemasaran, Keuntungan Pemasaran, Marjin Pemasaran dan Farmer’s Share pada Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman Saluran Pemasaran II No Uraian Rp/kg Persentase (%) 1 Petani a. Harga Jual dari Petani 3.000,00 b. Biaya Pemasaran 24,81 1) Transportasi 24,81 c. Harga yang Diterima Petani 2.975,19 2 Pedagang Pengumpul a. Harga Beli 3.000,00 b. Biaya Pemasaran 1.235,42 1) Transportasi 1.091,85 2) Tenaga Bongkar 75,56 3) Tenaga Muat 73,33 4) Keranjang 46,02 5) Penyusutan 261,25 6) Lain-lain 261,67 c. Keuntungan 314,58 d. Marjin Pemasaran 1.550,00 e. Harga Jual 4.550,00 3 Konsumen Harga beli 4.550,00 100,00 4 a. Total Biaya Pemasaran 1.260,22 b. Total Keuntungan 314,58 c. Total Marjin Pemasaran 1.550,00 d. Farmer’s Share 65,93 Sumber : Analisis Data Primer, 2012 Tabel 24 menunjukkan bahwa rata-rata harga yang diterima petani sebesar Rp 2.975,19/kg dengan biaya pemasaran sebesar Rp 24,81/kg. Biaya ini dikeluarkan petani sebagai biaya transportasi, karena biasanya petani membawa salaknya ke pedagang pengumpul menggunakan sepeda motor. Pedagang pengumpul juga mengeluarkan biaya pemasaran yaitu sebesar Rp 1.235,42/kg. Biaya ini dikeluarkan pedagang pengumpul untuk pengemasan, transportasi, dan penyusutan (resiko rusak). Besarnya biaya yang dikeluarkan pedagang pengumpul biasanya yang paling besar adalah untuk biaya transportasi commit pengiriman salak ke luar kota. Untuk biaya to user
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
pengemasan terdiri dari biaya pembelian keranjang, peti buah, dan tenaga kerja. Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran II ini sebesar Rp 1.260,22/kg. Harga beli oleh konsumen sebesar Rp 4.550,00/kg dengan total keuntungan pada saluran pemasaran II adalah sebesar Rp 314,58/kg, sedangkan untuk total marjin pemasaran sebesar Rp 1.550,00/kg. Komponen marjin pemasaran terdiri biaya-biaya pemasaran yang diperlukan oleh produsen untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran. Nilai Farmer’s share yang terjadi sebesar 65,93%. Rata-rata biaya, keuntungan, marjin pemasaran, dan farmer’s share salak di Kabupaten Sleman pada saluran pemasaran III disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 25. Rata-rata Biaya Pemasaran, Keuntungan Pemasaran, Marjin Pemasaran dan Farmer’s Share pada Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman Saluran Pemasaran III No Uraian Rp/kg Persentase (%) 1 Petani a. Harga Jual dari Petani 3.000,00 b. Biaya Pemasaran 72,00 c. Harga yang Diterima Petani 2.928,00 2 Pedagang Besar a. Harga Beli 3.000,00 b. Biaya Pemasaran 735,00 1) Transportasi 387,50 2) Tenaga Bongkar 22,50 3) Tenaga Muat 25,00 4) Keranjang 70,00 5) Penyusutan 210,00 6) Lain-lain 20,00 c. Keuntungan 365,00 d. Marjin Pemasaran 1.100,00 e. Harga Jual 3.850,00 3 Konsumen Harga beli 3.850,00 100,00 4 a. Total Biaya Pemasaran 807,00 b. Total Keuntungan 365,00 c. Total Marjin Pemasaran 1.172,00 d. Farmer’s Share 69,56 commit to user Sumber : Analisis Data Primer, 2012
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan Tabel 25, dapat diketahui bahwa rata-rata harga yang diterima petani sebesar Rp 2.928,00/kg dengan biaya pemasaran sebesar Rp 72,00/kg. Biaya ini dikeluarkan petani sebagai biaya transportasi, karena petani harus membawa salaknya ke pedagang besaryang berada di Pasar Tempel. Pedagang besar juga mengeluarkan biaya pemasaran yaitu sebesar Rp 735,00/kg. Biaya ini dikeluarkan pedagang besar untuk pengemasan, transportasi, dan penyusutan (resiko rusak). Untuk biaya pengemasan terdiri dari biaya pembelian keranjang, peti buah, dan tenaga kerja. Biaya transportasi dikeluarkan untuk pengiriman salak ke konsumen. Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran III ini sebesar Rp 807,00/kg. Harga beli oleh konsumen sebesar Rp 3.850,00/kg dengan total keuntungan pada saluran pemasaran III adalah sebesar Rp 365,00/kg. Total marjin pemasaran sebesar Rp 1.100,00/kg, sehingga dapat diketahui bagian yang diterima petani (farmer’s share) sebesar 69,56%.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
67 digilib.uns.ac.id
Berikut adalah rata-rata biaya pemasaran, keuntungan pemasaran, marjin pemasaran, dan farmer’s share pemasaran salak di Kabupaten Sleman pada saluran pemasaran IV. Tabel 26. Rata-rata Biaya Pemasaran, Keuntungan Pemasaran, Marjin Pemasaran dan Farmer’s Share pada Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman Saluran Pemasaran IV No Uraian Rp/kg Persentase (%) 1 Petani a. Harga Jual dari Petani 3.000,00 b. Biaya Pemasaran 16,53 1) Transportasi 16,53 c. Harga yang Diterima Petani 2.983,47 2 Pedagang Pengumpul a. Harga Beli 3.000,00 b. Biaya Pemasaran 336,00 1) Transportasi 52,73 2) Tenaga Bongkar 48,05 3) Tenaga Muat 0 4) Keranjang 73,89 5) Penyusutan 205,31 6) Lain-lain 0 c. Keuntungan 164,00 d. Marjin Pemasaran 500,00 e. Harga Jual 3.500,00 3 Pedagang Besar a. Harga Beli 3.500,00 b. Biaya Pemasaran 368,06 1) Transportasi 66,20 2) Tenaga Bongkar 31,62 3) Tenaga Muat 10,00 4) Keranjang 47,63 5) Penyusutan 200,61 6) Lain-lain 0 c. Keuntungan 281,94 d. Marjin Pemasaran 650,00 e. Harga Jual 4.150,00 3 Konsumen Harga beli 4.150,00 100,00 4 a. Total Biaya Pemasaran 720,59 b. Total Keuntungan 445,94 c. Total Marjin Pemasaran 1.166,53 d. Farmer’s Share 71,89 Sumber : Analisis Data Primer, 2012 commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 26 menunjukkan bahwa rata-rata harga yang diterima petani sebesar Rp 2.983,47/kg, dengan biaya pemasaran sebesar Rp 16,53/kg. Biaya ini dikeluarkan petani sebagai biaya transportasi, karena ada yangmendatangi langsung pedagang pengumpul, tetapi ada pula petani yang tidak mengeluarkan biaya transportasi karena jarak tempat tinggal petani dengan pedagang dekat. Pedagang pengumpul mengeluarkan biaya pemasaran yaitu sebesar Rp 164/kg. Biaya ini dikeluarkan pedagang pengumpul untuk pengemasan, transportasi, tenaga bongkar muat, dan penyusutan (resiko rusak). Pedagang pengumpul menjual salaknya kepada pedagang besar yang berada di Pasar Tempel. Pedagang besar juga mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp 368,06. Biaya tersebut terdiri dari biaya pengemasan, transportasi, tenaga kerja, dan penyusutan (resiko rusak). Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran IV ini sebesar Rp 720,59/kg. Kemudian harga beli oleh konsumen sebesar Rp 4.150,00/kg dengan total keuntungan pada saluran pemasaran IV adalah sebesar Rp 445,94/kg. Total marjin pemasaran sebesar Rp 1.150,00/kg, sehingga dapat diketahui bagian yang diterima petani (farmer’s share) sebesar 71,89%. Saluran pemasaran salak yang terakhir dalam penelitian ini yaitu saluran pemasaran V. Berikut ini rata-rata biaya, keuntungan, dan marjin pemasaran salak di Kabupaten Sleman pada saluran pemasaran V :
commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 27. Rata-rata Biaya Pemasaran, Keuntungan Pemasaran, Marjin Pemasaran dan Farmer’s Share pada Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman Saluran Pemasaran V No 1
2
3
4
3 4
Uraian Petani a. Harga Jual dari Petani b. Biaya Pemasaran 1) Transportasi c. Harga yang Diterima Petani Pedagang Pengumpul a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran 1) Transportasi 2) Tenaga Bongkar 3) Tenaga Muat 4) Keranjang 5) Penyusutan 6) Lain-lain c. Keuntungan d. Marjin Pemasaran e. Harga Jual Pedagang Besar a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran 1) Transportasi 2) Tenaga Bongkar 3) Tenaga Muat 4) Keranjang 5) Penyusutan 6) Lain-lain c. Keuntungan d. Marjin Pemasaran e. Harga Jual Pedagang Pengecer a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran 1) Transportasi 2) Tenaga Bongkar 3) Tenaga Muat 4) Keranjang 5) Penyusutan 6) Lain-lain c. Keuntungan d. Marjin Pemasaran e. Harga Jual Konsumen Harga beli a. Total Biaya Pemasaran b. Total Keuntungan c. Total Marjin Pemasaran d. Farmer’s Share
commit to user Sumber : Analisis Data Primer, 2012
Rp/kg
Persentase (%)
3.000,00 50,00 50,00 2.950,00 3.000,00 330,00 30,00 10,00 0 50,00 240,00 0 170,00 500,00 3.500,00 3.500,00 391,67 16,67 16,67 0 83,33 291,67 0 308,33 700,00 4.200,00 4.200,00 400,00 50,00 10,00 0 0 315,00 0 1.400,00 1.800,00 6.000,00
6.000,00
100,00
1.171,67 1.878,33 3.050,00 49,17
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan Tabel 27 dapat diketahui bahwa bahwa rata-rata harga yang diterima petani sebesar Rp 2.950/kg, dengan biaya pemasaran sebesar Rp 50/kg. Biaya ini dikeluarkan petani sebagai biaya transportasi, karena petani mendatangi langsung pedagang pengumpul. Pada saluran V ini pedagang pengumpul mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp 330/kg. Biaya ini dikeluarkan pedagang pengumpul untuk pengemasan, transportasi, tenaga bongkar muat, dan penyusutan (resiko rusak). Pedagang pengumpul menjual salaknya kepada pedagang besar yang berada di Pasar Tempel. Pedagang besar juga mengeluarkan biaya pemasaran sebesar Rp 391,67/kg. Biaya tersebut terdiri dari biaya pengemasan, transportasi, tenaga kerja bongkar muat, dan penyusutan (resiko rusak). Pedagang pengecer memperoleh salak dari pedagang besar kemudian menjualnya kepada konumen akhir dengan biaya pemasaran yang dikeluarkan sebesar Rp 400,00/kg. Total biaya pemasaran pada saluran pemasaran V ini sebesar Rp 1.171,67/kg. Total keuntungan pada saluran pemasaran V adalah sebesar Rp 1.878,33/kg. Total marjin pemasaran sebesar Rp 1.150,00/kg, sehingga dapat diketahui bagian yang diterima petani (farmer’s share) sebesar 49,17%. Hal ini menandakan secara ekonomis saluran V belum efisien. B. Nilai Tambah Keripik Salak 1. Karakteristik Responden Industri Keripik Salak Responden pada analisis nilai tambah keripik salak adalah produsen industri keripik salak yang pada masa penelitian masih aktif berproduksi dan berdomisili di Kabupaten Sleman. Karakteristik dari responden produsen industri keripik salak meliputi umur responden, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang aktif dalam produksi, lama mengusahakan, status usaha, alasan usaha, dan sumber modal. Karakteristik responden tersebut dapat dilihat pada Tabel 28 berikut ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
Tabel 28. Identitas Responden Produsen Keripik Salak di Kabupaten Sleman No. 1. 2. 3. 4. 5.
Uraian Umur responden (tahun) Lama pendidikan (tahun) Jumlah anggota keluarga (orang) Jumlah anggota keluarga yang aktif dalam usaha (orang) Lama mengusahakan (tahun)
Rata-rata 46 15 4 1 5,6
Sumber : Analisis Data Primer (2012) Berdasarkan Tabel 28, dapat diketahui bahwa rata-rata produsen keripik salak di Kabupaten Sleman termasuk dalam umur produktif yaitu 46 tahun sehingga produktivitas kerja produsen keripik salak di Kabupaten Sleman masih cukup tinggi. Semua responden produsen industri keripik salak di Kabupaten Sleman pernah mengenyam pendidikan secara formal, meskipun pada tingkatan yang berbeda-beda. Rata-rata tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh oleh produsen keripik salak di Kabupaten Sleman adalah Diploma. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki produsen keripik salak maka mereka akan memiliki pengetahuan yang lebih banyak mengenai cara menjalankan suata usaha. Meskipun pendidikan formal tidak menjadi syarat yang diperlukan dalam usaha industri keripik salak, namun hal tersebut akan mempengaruhi pola pikir sebagai produsen dalam setiap pengambilan keputusan usaha, misalnya bagaimana dia harus menciptakan efisiensi dan efektivitas produksi atau kemana dia harus memasarkan produk keripik salaknya. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang dimiliki oleh responden produsen keripik salak adalah sebanyak empat orang dengan rata-rata jumlah anggota keluarga yang aktif dalam usaha industri keripik salak sebanyak satu orang. Biasanya anggota keluarga yang aktif dalam industri keripik salak adalah suami atau istri saja. Sedangkan anggota keluarga yang lain bekerja pada sektor lain, masih menempuh pendidikan, berada di luar kota atau termasuk usia non produktif (anak-anak dan manula). Dalam usaha ini semua responden menggunakan commit to user tenaga kerja luar, karena usaha
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini tidak dapat dijalankan hanya dengan mengandalkan tenaga kerja keluarga. Rata-rata lama mengusahakan dari industri keripik salak adalah 5,60 tahun. Lama mengusahakan yang dimiliki oleh para produsen keripik salak ini juga sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan dari usahanya. Semakin lama waktu mengusahakan, maka semakin banyak pengalaman yang diperoleh para produsen dan banyaknya pengalaman yang dimiliki oleh para produsen akan berguna untuk mengatasi berbagai kendala usaha yang mereka hadapi. 2. Karakteristik Usaha Industri Keripik Salak a. Alasan Mengusahakan Keripik Salak Dalam melakukan kegiatan usahanya, para produsen industri keripik salak mempunyai alasan tersendiri. Berikut ini beberapa alasan memilih pengolahan keripik salak. Tabel 29. Alasan Utama Mengusahakan Industri Keripik Salak Kabupaten Sleman No.
Alasan
1. 2. 3.
Lebih Menguntungkan Tidak Mempunyai Pekerjaan Lain Lainnya Total
Jumlah (orang) 5 0 0 5
Persentase (%) 100 0 0 100
Sumber : Analisis Data Primer (2012) Seluruh produsen industri keripik salakmenjalankan usaha keripik
salak
tersebut
karena
usaha
ini
dirasa
lebih
menguntungkan.Dengan melakukan pengolahan buah salak menjadi keripik salak menggunakan vacuum fryer, para pengusaha dapat memperoleh nilai tambah baik secara fisik maupun ekonomi dari buah salak. Pada saat panen raya tiba para produsen juga dapat memanfaatkan keadaan dengan memproduksi sebanyak-banyaknya keripik salak yang dapat dijadikan persediaan produk pada saat harga salak tinggi. Karena pada saat panen raya harga buah salak sangat to user rendah sehingga ketikacommit produsen memproduksi dalam jumlah banyak
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maka produsen akan memperoleh keuntungan yang lebih besar karena harga keripik salak relatif lebih stabil. b. Status Usaha Industri Keripik Salak Produsen dalam menjalankan usaha keripik salak ada yang menjadikannya sebagai pekerjaan utama, tetapi ada pula yang sebagai usaha sampingan. Status usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 30 berikut ini. Tabel 30. Status Usaha Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman No. 1. 2.
Status Usaha Pekerjaan Utama Pekerjaan Sampingan Total
Jumlah (Responden) 4 1 5
Persentase (%) 80 20 100
Sumber : Analisis Data Primer (2012) Usaha industri keripik salak merupakan pekerjaan utama bagi sebagian besar responden yaitu sebesar 80% dan sebagai pekerjaan sampingan bagi 20% responden. Hal ini dikarenakan usaha industri keripik salak ini dilakukan karena lebih menguntungkan dibandingkan usaha yang lain sehingga lebih banyak waktu yang dicurahkan untuk melakukan usaha ini dengan frekuensi produksi setiap hari. Adapun produsen yang menjadikan usaha ini sebagai pekerjaan sampingan dikarenakan dia memiliki pekerjaan utama yang lain yaitu sebagai konsultan sehingga dia tidak dapat melakukan produksi keripik salak setiap hari. Kegiatan usaha industri keripik salak ini dilakukan hampir setiap hari karena memang buah salak tersedia sepanjang tahun dan biasanya usaha ini meningkat volume produksinya ketika musim panen raya tiba. Hal ini disebabkan karena melimpahnya buah salak di Kabupaten Sleman dan biasanya harganya sangat rendah. c. Modal Usaha Industri Keripik Salak Dalam menjalankan usaha industri keripik salak ini para commit to user produsen membutuhkan modal yang tidak sedikit. Sumber modal
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
usaha industri keripik salak Kabupaten Sleman dapat dilihat padaTabel 31 berikut ini. Tabel 31. Sumber Modal Usaha Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman No.
Sumber Modal
1. 2. 3.
Modal Sendiri Modal Pinjaman Bank Bantuan Pemerintah Jumlah
Jumlah(Orang) 3 0 2 5
Persentase (%) 60 0 40 100
Sumber : Analisis Data Primer (2012) Berdasarkan Tabel 31, dapat diketahui bahwa sebanyak 3 orang responden (60%) produsen keripik salak menggunakan modal sendiri untuk menjalankan usahanya, sedangkan sisanya yaitu 2 orang (40%) menggunakan modal yang berasal dari bantuan pemerintah (Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan), hal ini dikarenakan alat vacuum fryer yang digunakan dalam usaha pembuatan keripik salak ini harganya relatif mahal bagi pelaku usaha industri skala rumah tangga. d. Bahan Baku Industri Keripik Salak Bahan baku utama dalam usaha industri keripik salak adalah buah salak yang diperoleh baik dari hasil panen sendiri maupun pembelian dari petani atau pedagang salak di Kabupaten Sleman. Pengadaan bahan baku, cara pemesanan, dan cara pembayaran bahan baku tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 32. Pengadaan, Cara Pemesanan, dan Cara Pembayaran dalam Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman Uraian
No.
1.
2.
4.
Pengadaan Bahan Baku a. Hasil panen sendiri b. Membeli dari petani/ pedagang c. Hasil panen sendiri dan membeli dari petani/ pedagang Jumlah Cara Pemesanan a. Pesan langsung kirim b. Pesan tidak langsung kirim Jumlah Cara Pembayaran a. Kontan b. Kredit Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%)
0 3 2
0 60 40
5
100
3 2 5
60 40 100
5 0 5
100 0 100
Sumber : Analisis Data Primer (2012) Bahan baku buah salak dalam usaha industri keripik salak yang diperoleh dari membeli dari petani atau pedagang salak yaitu sebesar 60%, sedangkan yang berasal dari panen sendiri maupun membeli dari petani/pedagang sebesar 40%. Bahan baku salak yang diperoleh dari pembelian biasanya sebagian besar berasal dari pedagang. Jenis salak yang digunakan yaitu salak pondoh dengan tingkat kemasakan 7080%. Salak pondoh dengan tingkat kemasakan tersebut adalah yang paling baik untuk diolah menjadi keripik salak, karena salak pada tingkat kemasakan tersebut tidak terlalu matang dan tidak terlalu mentah sehingga tidak mudah hancur jika digoreng dengan mesin vacuum fryer. Cara pemesanan bahan baku dilakukan para produsen keripik salak dengan pesan langsung dikirim ataupun pesan tidak langsung dikirim (tempo). Pesan tidak langsung biasanya dilakukan sehari sebelum pengiriman dengan memesan buah salak melalui telepon, baru keesokan harinya pesanan salak dikirim oleh pedagang. Untuk cara commit to user pembayarannya dilakukan semua responden secara kontan. Hal ini
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilakukan untuk menjaga hubungan baik dengan pedagang sehingga ketersediaan bahan baku dapat tersedia secara kontinyu. e. Peralatan Pembuatan Keripik Salak Disamping bahan baku yang digunakan dalam pembuatan keripik salak, produsen juga menggunakan berbagai peralatan dalam proses produksinya. Peralatan yang digunakan dalam proses produksi keripik salak terbilang sudah canggih karena telah menggunakan teknologi mesin vacuum dan berbagai peralatan pendukung lainnya. Peralatan yang digunakan dalam memproduksi keripik salak pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman yaitu : i. Vacuum fryer, yaitu alat berbasis mesin vakum yang digunakan untuk menggoreng daging buah salak. ii. Spiner, yaitu alat yang digunakan untuk mengurangi kadar panas dan kadar minyak goreng yang terdapat pada keripik salak. iii. Sealer, yaitu alat yang digunakan untuk menutup kemasan aluminium foil. iv. Ember, yaitu alat yang digunakan untuk mencuci daging salak. v. Keranjang, yaitu alat yang digunakan untuk menampung buah salak. vi. Pisau, yaitu alat yang digunakan produsen untuk membelah daging buah salak. vii. Timbangan besar, digunakan untuk menimbang buah salak yang akan diolah menjadi keripik salak. viii. Timbangan digital, digunakan untuk menimbang keripik salak. Kebanyakan alat vacuum fryer yang dimiliki oleh para produsen keripik salak diperoleh dari bantuan pemerintah yaitu dari Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan serta Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Sleman, serta ada yang berasal dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hal ini dikarenakan harga dari alat tersebut yang cukup mahal untuk dijangkau oleh para produsen, tetapi ada pula produsen yang membeli sendiri peralatan commityang to user tersebut. Ada juga produsen melakukan modifikasi terhadap alat
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
vacuum fryer agar alat tersebut dapat berfungsi lebih efisien sehingga dapat menghemat waktu produksi yang digunakan. f. Proses Produksi Keripik Salak Proses produksi keripik salak di Kabupaten Sleman dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut : i. Pengupasan buah salak, dilakukan dengan mengupas kulit luar dan kulit ari buah salak. ii. Pembelahan daging buah salak, dilakukan dengan menggunakan pisau, yaitu dengan memotong bagian ujung terlebih dahulu kemudian dibelah menjadi dua bagian serta dikeluarkan biji dan anakannya. iii. Pencucian, dilakukan dengan mencuci daging buah salak dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang masih menempel pada daging buah salak. iv. Penirisan, dilakukan agar sisa air pencucian tidak terlalu banyak. v. Penggorengan, dilakukan dengan memasukkan daging buah salak ke dalam alat vacuum fryer yang sudah berisi minyak panas (70oC) selama 1,5-2 jam dengan beberapa kali pengadukan. vi. Pengeringan, dilakukan dengan memasukkan keripik salak ke dalam spiner untuk menghilangkan minyak goreng yang menempel pada keripik salak. vii. Pengemasan, dilakukan dengan memasukkan keripik salak kedalam kemasan aluminium foil.
commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengupasan
Pembelahan
Pencucian
Penirisan
Penggorengan
Pengeringan
Pengemasan Gambar 7. Bagan Pembuatan Keripik Salak di Kabupaten Sleman Proses produksi keripik salak di Kabupaten Sleman sudah cukup modern karena telah menggunakan alat vacuum fryer yang dapat menggoreng keripik salak hingga kadar airnya menjadi sangat rendah dalam waktu yang relatif lebih singkat. Tetapi untuk kegiatan pengupasan dan pembelahan masih dilakukan secara tradisional yaitu hanya menggunakan pisau dapur saja. Cara ini dilakukan karena buah salak memang memiliki karakteristik yang berbeda dengan buah lainnya yaitu harus dikupas kulit luar dan kulit arinya secara manual serta buah salak biasanya memiliki biji dan anakan yang harus dipisahkan.
commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam satu hari biasanya para produsen melakukan beberapa kali proses produksi. Rata-rata produsen keripik salak di Kabupaten Sleman dalam sehari dapat melakukan proses produksi sebanyak 6 kali.
Rangkaian
kegiatan
produksi
tersebut
dilakukan
secara
bergantian, sebab buah salak yang sudah dikupas tidak boleh dibiarkan lama-lama terkena udara bebas. Oleh karena itu, biasanya para produsen melakukan pengupasan dan pembelahan untuk produksi selanjutnya pada saat berlangsung kegiatan penggorengan, sehingga proses produksi dapat efisien. g. Pemasaran Keripik Salak Produk keripik salak di Kabupaten Sleman ini dipasarkan tidak hanya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta saja, tetapi ke berbagai kota di Indonesia. Bahkan ada produsen yang telah mengekspor produk keripik salaknya ke berbagai negara seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Kuwait. Sebagai produk khas Kabupaten Sleman, biasanya produk keripik salak dipasarkan di berbagai pusat oleh-oleh yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta.Semua produsen keripik salak di Kabupaten Sleman memasarkan produknya melalui distributor. Ada yang diambil langsung oleh distributor ada pula produsen yang mengantar keripik salaknya kepada distributor. Selain menjual kepada distributor, produsen juga melayani penjualan langsung kepada konsumen di rumahnya, yaitu dengan membangun outlet sederhana di rumah produsen. 3. Analisis Usaha Industri Keripik Salak Pada penelitian ini dilakukan analisis usaha pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman. Untuk mengetahui besarnya analisis usaha ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. 1. Analisis Biaya Dalam usaha industri keripik salak pada penelitian ini commit to user diperhitungkan dua macam biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan, biaya bunga modal sendiri, dan biaya sewa bangunan. Sedangkan yang termasuk biaya variabel adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya minyak goreng, biaya gas elpigi, biaya transportasi, dan biaya pengemasan. a. Biaya Tetap Biaya tetap adalah biaya yang digunakan dalam proses pengolahan keripik salak yang besarnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan. Rata-rata biaya tetap pada usaha industri keripik salak dalam satu bulan produksi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 33. Rata-rata Biaya Tetap per Bulan Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman No. 1. 2. 3.
Macam Biaya Penyusutan Peralatan Bunga Modal Sendiri Sewa Bangunan Jumlah
Rata-rata (Rp) Persentase(%) 269.246,73 28,79 590.940,00 63,19 75.000,00 8,02 935.186,73 100,00
Sumber : Analisis Data Primer (2012) Tabel 33 menunjukkan bahwa rata-rata biaya tetap pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp 935.186,73. Biaya bunga modal sendiri adalah yang terbesar yaitu sebesar Rp 590.940,00 (63,19%). Untuk menghitung bunga modal investasi menggunakan rumus : Bunga modal sendiri = Nilai aset x suku bunga Nilai suku bunga pada bulan Maret 2012 yang diperoleh dari data Bank Rakyat Indonesia yaitu sebesar 1,5% per tahun. Bunga modal sendiri dihitung untuk mengetahui besarnya kesempatan yang hilang jika produsen menginvestasikan uangnya dan tidak menggunakannya sebagai modal. Biaya penyusutan menempati urutan kedua dalam biaya tetap industri keripik salak yaitu sebesar Rp 269.246,73 (28,79%). Peralatan yang digunakan dalam industri pengolahan salak commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebanyakan memiliki umur ekonomis yang besar. Besarnya biaya penyusutan peralatan dapat dihitung dengan rumus : Nilai Awal - Nilai Akhir Umur Ekonomis Biaya bunga modal sendiri dan biaya penyusutan sebenarnya
Penyusutan per Bulan =
tidak benar-benar dikeluarkan oleh produsen, akan tetapi karena dalam penelitian ini menggunakan konsep keuntungan maka, kedua biaya tersebut tetap diperhitungkan. Besarnya biaya sewa bangunan adalah yang terkecil dalam biaya tetap industri keripik salak yaitu sebesar Rp 75.000,00 (8,02%) per bulannya. b. Biaya Variabel Biaya variabel adalah biaya yang digunakan dalam proses pengolahan proses pengolahan keripik salak yang besarnya berubah-ubah secara proporsional terhadap kuantitas output yang dihasilkan. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, biaya minyak goreng, biaya gas elpigi, biaya transportasi, biaya tenaga kerja, dan biaya pengemasan. Biaya variabel usaha pengolahan keripik salak dalam satu bulan produksi dapat dilihat dari tabel berikut ini: Tabel 34. Rata-rata Biaya Variabel per Bulan Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Macam Biaya Bahan Baku Tenaga Kerja Minyak Goreng Gas Elpigi Pengemasan Transportasi Jumlah
Rata-rata (Rp) Persentase(%) 8.010.000 41,62 3.780.000 19,64 2.729.600 14,18 900.000 4,68 3.738.000 19,42 90.000 0,47 19.247.600 100
Sumber : Analisis Data Primer (2012) Berdasarkan Tabel 34 dapat diketahui bahwa jumlah ratarata biaya variabel dalam satu bulan produksi pada pengolahan keripik
salak
di Kabupaten Sleman adalah sebesar Rp commit to user 19.247.600,00. Rata-rata biaya bahan baku merupakan biaya
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
variabel terbesar dari pengolahan keripik salak yaitu sebesar Rp 8.010.000,00 (41,62%). Bahan baku keripik salak merupakan buah salak pondoh dengan tingkat kematangan antara 70-80%. Besarnya biaya bahan baku dipengaruhi oleh musim panen dan kualitas dari salak pondoh itu sendiri. Biasanya harga salak pondoh rendah pada saat panen raya, yaitu ketika awal musim penghujan antara bulan November, Desember, dan Januari. Sedangkan harga salak tinggi terjadi sekitar bulan Juni dan Juli. Semakin baik kualitas dari salak pondoh maka harganya akan semakin tinggi. Biasanya ditentukan dari segi ukuran buah salak, semakin besar ukurannya maka harganya semakin tinggi. Rata-rata harga salak pondoh untuk pengolahan keripik salak yaitu sekitar Rp 3.000,00/kg. Biaya tenaga kerja menempati urutan kedua dalam biaya variabel, yaitu sebesar Rp 3.780.000,00 (19,64%) dalam satu bulan produksi. Rata-rata upah tenaga kerja per harinya sebesar Rp 30.000,00. Hampir semua produsen keripik salak melakukan kegiatan produksinya setiap hari. Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh produsen dipengaruhi oleh jumlah bahan baku yang digunakan serta lamanya proses produksi. Semakin banyak bahan baku yang digunakan dan semakin lama proses produksi, maka jam kerja yang dibutuhkan juga semakin banyak, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja juga semakin besar. Besarnya biaya pengemasan sebesar Rp 3.738.000,00 (19,42%). Biaya pengemasan keripik salak digunakan untuk membeli kemasan aluminium foil dan label. Aluminium foil dipilih para produsen sebagai kemasan karena kemasan ini dapat menyimpan keripik salak dalam waktu yang lebih lama, yaitu selama 2 tahun. Kemasan aluminium foil yang digunakan yang harganya relatif mahal. Untuk tiap kemasan yang berlabel harganya berkisar antara Rp 1.300,00 - Rp 2.000,00. commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di dalam pengolahan keripik salak menggunakan minyak goreng untuk menggoreng salak di dalam mesin vacuum fryer, sehingga didapatkan keripik salak yang memiliki cita rasa yang tidak berbeda jauh dengan buah salak pondoh segar. Besarnya biaya minyak goreng dalam pengolahan keripik salak yaitu sebesar Rp 2.729.600,00 (14,18%). Gas
elpigi
digunakan
sebagai
bahan
bakar
untuk
menggoreng keripik salak. Besarnya biaya gas elpigi yang digunakan yaitu sebesar Rp 900.000,00 (4,68%). Biaya terkecil dalam biaya variabel yang digunakan pada pengolahan
keripik
salak
yaitu
biaya
transportasi.
Biaya
transportasi biasanya dikeluarkan para produsen untuk membeli bahan bakar kendaraan (bensin). Kendaraan tersebut mereka gunakan untuk kegiatan transportasi dalam membeli bahan bahan baku, bahan penolong, dan kegiatan pemasaran produk. Besarnya rata-rata biaya transportasi yang dikeluarkan produsen keripik salak yaitu sebesar Rp 90.000,00 (0,47%). Biaya ini kecil karena biasanya untuk kegiatan pemasaran seringkali distributor yang mengambil
langsung
ke
rumah
produsen
sehingga
biaya
transportasi yang dikeluarkan tidak terlalu besar. c. Biaya Total Biaya total adalah hasil dari penjumlahan dari seluruh biaya tetap dan biaya variabel, yang dinyatakan dalam rupiah. Biaya total yang dikeluarkan oleh produsen keripik salak di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 35. Rata-rata Biaya Total per Bulan Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman Rata-rata (Rp) Persentase(%) Macam Biaya Biaya Tetap 935.186,73 4,63 Biaya Variabel 19.247.600,00 95,37 Jumlah 20.182.786,73 100,00 commit to user Sumber : Analisis Data Primer (2012) No. 1. 2.
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 35 menunjukkan bahwa rata-rata biaya total yang dikeluarkan dalam industri keripik salak di Kabupaten Sleman dalam satu bulan produksi adalah sebesar Rp 20.182.786,73. Biaya variabel industri tersebut lebih besar daripada biaya tetap, hal ini dikarenakan biaya variabel berubah-ubah sesuai dengan jumlah produksinya, sedangkan biaya tetap berubah dalam waktu yang relatif lama. Komponen biaya variabel yang menyebabkan jumlahnya lebih besar yaitu berupa biaya bahan baku. Harga bahan baku berubah-ubah padahal untuk proses produksi dibutuhkan dalam jumlah yang besar. 2. Penerimaan Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah produk yang dihasilkan dengan harga persatuan produk yang dinyatakan dalam satuan rupiah. Hasil produksi keripik salak dijual semua oleh produsen. Penerimaan industri keripik salak di Kabupaten Sleman berasal dari hasil penjualan keripik salak dan biji salak. Berikut adalah tabel penerimaan industri keripik salak di Kabupaten Sleman : Tabel
No. 1. 2.
36.
Rata-rata Produksi, Rata-rata Harga/kg, Rata-rata Penerimaan, dan Rata-rata Jumlah Penerimaan per Bulan Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman
Rata-rata Rata-rata Produksi Harga/kg (Kg) (Rp) Keripik Salak 195 129.000 Biji Salak 480 500 Rata-rata jumlah penerimaan (Rp) Produk
Rata-rata Penerimaan (Rp) 26.055.000 240.000 26.295.000
Sumber : Analisis Data Primer (2012) Berdasarkan analisis Tabel 36 diketahui bahwa rata-rata jumlah penerimaan industri keripik salak di Kabupaten Sleman sebesar Rp 26.295.000,00. Jumlah keripik salak yang diproduksi oleh produsen dalam satu bulan produksi adalah sebesar 195 kg dengan harga ratarata per kg adalah Rp 129.000,00 sehingga rata-rata jumlah penerimaannya sebesarcommit Rp 26.055.000,00. Sedangkan untuk biji salak, to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jumlah yang dihasilkan produsen dalam satu bulan produksi adalah 480 kg dengan harga rata-rata per kg adalah Rp 500,00 sehingga ratarata penerimaannya sebesar Rp 240.000,00. Biji salak merupakan limbah dari produksi keripik salak. Akan tetapi, dapat memberikan sejumlah penerimaan kepada produsen karena biji salak dapat dijual ke pedagang untuk dikirim ke luar Pulau Jawa yang berguna sebagai pagar perkebunan. Besarnya penerimaan dipengaruhi oleh jumlah keripik salak dan biji salak yang diproduksi oleh setiap produsen. Semakin banyak jumlah keripik salak dan biji salak yang diproduksi, maka akan semakin besar juga penerimaannya. Selain itu, harga jual dipasaran juga mempengaruhi penerimaan, yaitu semakin tinggi harga jual keripik salak dan biji salak, maka semakin tinggi pula penerimaan yang diperoleh produsen keripik salak. 3. Keuntungan Keuntungan yang diperoleh dari industri keripik salak merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh industri keripik salak di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 37 berikut ini. Tabel 37. Rata-rata Keuntungan per Bulan Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman No. 1. 2.
Macam Biaya Penerimaan Total Biaya Total Keuntungan
Rata-rata per Produsen (Rp) 26.295.000,00 20.182.786,73 6.112.213,27
Sumber : Analisis Data Primer (2012) Dari Tabel 37 dapat diketahui bahwa penerimaan rata-rata masing-masing produsen keripik salak dalam satu bulan produksi adalah sebesar Rp 26.295.000,00 dengan total biaya yang dikeluarkan rata-rata Rp 20.182.786,73 sehingga jika dilihat dengan konsep keuntungan maka dalam satu bulan produksi, produksi rata-rata commit to user produsen memperoleh keuntungan sebesar Rp 6.112.213,27.
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keuntungan yang diperoleh produsen dipengaruhi oleh perbedaan jumlah produk yang dihasilkan dengan biaya yang dikeluarkan. Semakin banyak produk yang dihasilkan dengan biaya yang rendah dan semakin tinggi harga produk, maka keuntungan yang akan diperoleh semakin besar. 4. Efisiensi Untuk mengetahui besarnya efisiensi usaha industri keripik salak adalah dengan cara membandingkan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Besarnya efisiensi usaha dari industri keripik salak di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 38. Efisiensi Usaha Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman No. 1. 2.
Macam Biaya Penerimaan Total Biaya Total Efisiensi
Rata-rata per Produsen (Rp) 26.295.000,00 20.182.786,73 1,26
Sumber : Analisis Data Primer (2012) Tabel 38 menunjukkan bahwa efisiensi usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman dalam satu bulan produksi adalah sebesar 1,26. Artinya usaha industri keripik salak yang telah dijalankan ini termasuk kategori efisien karena nilai R/C rasionya > 1.R/C rasio menunjukkan penerimaan yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi. Nilai 1,26 berarti bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan memberikan penerimaan sebesar 1,26 kali dari biaya yang telah dikeluarkan. 5. Nilai Tambah Analisis nilai tambah digunakan untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang terdapat pada salak yang diolah menjadi keripik salak. Besarnya analisis nilai tambah pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 39.
commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 39. Anlisis Nilai Tambah Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Uraian Hasil Produksi Keripik Salak (kg/bulan) Bahan Baku Salak (kg/bulan) Faktor Konversi Harga Bahan Baku (Rp) Nilai Produk (Rp) Harga Produk (Rp/kg) Sumbangan Input Lain (Rp) Nilai Tambah (Rp/kg) Rasio Nilai Tambah (%) Input Tenaga Kerja (HKO/bulan) Koefisien Tenaga Kerja Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/HKO) Imbalan Tenaga Kerja (Rp/kg) Bagian Tenaga Kerja (%)
Rata-rata per Produsen 195,00 2.160,00 0,09 3.600,00 11.645,83 129.000,00 3.452,59 4.593,24 39,44 216,00 0,06 30.000,00 1.750,00 38,10
Sumber : Analisis Data Primer (2012) Dari hasil perhitungan nilai tambah pada Tabel 39 dapat diketahui bahwa rata-rata hasil produksi (output) industri keripik salak di Kabupaten Sleman untuk satu bulan produksi adalah sebesar 195 kg. Dengan penggunaan bahan baku (input) salak rata-rata sebesar 2.160 kg. Faktor konversi merupakan hasil bagi antara hasil produksi dengan jumlah bahan baku yang digunakan. Besarnya faktor konversi pada perhitungan di atas adalah sebesar 0,09 yang berarti 1 kg bahan baku dapat menghasilkan 0,09 kg keripik salak. Nilai produk diperoleh dengan cara mengalikan faktor konversi dengan harga produk rata-rata. Besarnya nilai produk pada perhitungan nilai tambah adalah sebesar Rp 11.645,83/kg produk keripik salak. Rata-rata harga produk keripik salak yaitu sebesar Rp 129.000,00. Semakin besar besar faktor konversi dan harga produk keripik salak, maka nilai produknya akan semakin besar pula. Hasil dari nilai produk tersebut dikurangi biaya dari sumbangan input lain dan harga dari bahan baku maka diperoleh besarnya nilai tambah. Nilai ini dapat berfungsi commit to user untuk mengetahui produktivitas
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahan baku yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan produk keripik salak. Besarnya nilai tambah pada industri keripik salak yaitu Rp 4.593,24/kg bahan baku. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap 1 kg buah salak yang digunakan sebagai bahan baku dalam industri keripik salak akan memberikan nilai tambah sebesar Rp 4.593,24. Apabila nilai tambah tersebut dibagi dengan nilai produk maka akan diperoleh rasio nilai tambah sebesar 39,44%. Rata-rata sumbangan bahan lain yaitu sebesar Rp 3.452,59. Biaya ini terdiri dari biaya input yang digunakan dalam proses produksi keripik salak, kecuali biaya bahan baku, yaitu biaya minyak goreng, biaya gas elpigi, biaya pengemasan, dan biaya transportasi. Untuk rata-rata harga bahan baku yaitu sebesar Rp 3.600,00/kg. Untuk meningkatkan nilai tambah produk keripik salak dapat dilakukan dengan cara menggunakan bahan baku salak pondoh dengan tingkat kematangan 70-80%. Karena pada tingkat kematangan tersebut kadar air yang dikandung dalam buah salak tidak terlalu banyak dan tidak mudah hancur apabila diolah, sehingga dapat menghasilkan keripik salak yang berkualitas baik. Selama ini terkadang masih ada produsen yang menggunakan bahan baku salak pondoh dengan tingkat kematangan > 80% sehingga kualitas keripik salak yang diperoleh menjadi kurang baik. Karena kadar airnya semakin tinggi dan tekstur buahnya semakin lunak. Imbalan tenaga kerja merupakan hasil perkalian antar koefesien tenaga kerja dengan upah rata-rata tenaga kerja. Pada perhitungan nilai tambah di atas, imbalan tenaga kerja yang diberikan dari setiap 1 Kg bahan baku salak yang diolah menjadi kripik salak adalah Rp 1.750,00. Dengan demikian bagian tenaga kerja dalam pengolahan keripik salak sebesar 38,10%. Persentase ini didapat dari bagian tenaga kerja dibagi dengan nilai tambah. Besarnya upah rata-rata per tenaga kerja yaitu sebesar Rp 30.000,00. commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Kendala yang Dihadapi Seperti halnya usaha pada umumnya, industri keripik salak juga memiliki beberapa kendala yang dihadapi produsen. Kendala tersebut yaitu masalah pemasaran dan modal. Para produsen kebanyakan masih memasarkan produknya di wilayah Kabupaten Sleman dan beberapa kota besar di Indonesia saja. Baru ada satu produsen yang telah mampu memasarkan produknya ke luar negeri. Padahal sebenarnya pasar di luar wilayah Indonesia sangat potensial. Hal ini dikarenakan produsen masih kesulitan untuk mengakses penjualan ke luar negeri, sehingga hanya dijual di wilayah Kabupaten Sleman dan beberapa kota besar di Indonesia. Masalah lain dalam kegiatan pemasaran yaitu promosi. Para produsen masih kesulitan dalam mempromosikan produk keripik salaknya kepada masyarakat, sehingga produk keripik salak belum dikenal secara luas oleh masyarakat. Kendala lain yang dihadapi produsen yaitu masalah modal untuk pengembangan usaha. Industri keripik salak membutuhkan modal yang tidak sedikit untuk membeli peralatan yang digunakan. Akan tetapi, para produsen tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli peralatan yang memadai. Padahal apabila ada modal yang cukup mereka berkeinginan untuk memodifikasi peralatan vacuum fryer sehingga waktu produksi bisa menjadi lebih efisien. Selain itu juga karena mahalnya biaya untuk membeli kemasan aluminium foil. Berdasarkan pembahasan analisis usaha di atas, maka maka keseluruhan analisis usaha industri keripik salak di Kabupaten Sleman dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :
commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 40. Analisis Usaha per Bulan Industri Keripik Salak di Kabupaten Sleman No. 1.
2.
Uraian Biaya Total (Rp) a. Biaya Tetap (Rp) 1) Penyusutan Peralatan (Rp) 2) Bunga Modal Sendiri (Rp) 3) Sewa Bangunan (Rp) b. Biaya Variabel (Rp) 1) Bahan Baku (Rp) 2) Tenaga Kerja (Rp) 3) Minyak Goreng (Rp) 4) Gas Elpigi (Rp) 5) Pengemasan (Rp) 6) Transportasi (Rp) Produksi a. Keripik Salak (Kg) b. Biji Salak (Kg)
3.
Penerimaan Total (Rp) a. Keripik Salak (Rp) b. Biji Salak (Rp)
4.
Keuntungan (Rp)
5.
Efisiensi
6.
a. Nilai Tambah (Rp) b. Rasio Nilai Tambah(%) a. Imbalan Tenaga Kerja (Rp) b. Rasio Imbalan Tenaga Kerja (%)
7.
Rata-rata per Produsen 20.182.786,73 935.186,73 269.246,73 590.940,00 75.000,00 19.247.600,00 8.010.000,00 3.780.000,00 2.729.600,00 900.000,00 3.738.000,00 90.000,00 195 480 26.295.000,00 26.055.000,00 240.000,00 6.112.213,27 1,26 4.593,24 39,44 1.750,00 38,10
Sumber : Analisis Data Primer (2012) Berdasarkan Tabel 40 dapat diketahui besarnya biaya total per bulan pada industri keripik salak di Kabupaten Sleman sebesar Rp 20.182.786,73, yang terdiri dari biaya tetap sebesar Rp 935.186,73 dan biaya variabel Rp 19.247.600,00. Dalam satu bulan jumlah produksi keripik salak yang dihasilkan sebesar 195 kg dengan biji salak yang dihasilkan sebesar 480 Kg. Penerimaan total per bulan sebesar Rp 26.295.000,00, sehingga keuntungan yang diperoleh tiap bulannya sebesar Rp 6.112.213,27. Industri keripik salak ini mencapai nilai efisiensi sebesar 1,26. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan keripik salak ini sebesar Rp 4.593,24/kg bahan baku dengan rasio commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nilai tambahnya sebesar 39,44%. Sedangkan imbalan tenaga kerjanya sebesar Rp 1.750,00 dengan rasio imbalan tenaga kerja sebesar 38,10%. C. Analisis Komparatif Nilai Tambah Industri Keripik Salak dengan Marjin Pemasaran Salak di Kabupaten Sleman Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu produk sebelum dilakukan proses produksi dengan setelah dilakukan proses produksi. Nilai ini merupakan gambaran imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen yang dikorbankan dalam suatu proses produksi. Konsep marjin sebagai suatu pembayaran pada penyalur mempunyai dasar logis dalam konsep tentang nilai tambah. Marjin pemasaran didefinisikan sebagai perbedaan antara harga beli dengan harga jual. Oleh karena itu dalam penelitian ini nilai tambah salak sebagai bahan baku keripik salak dengan buah salak segar dapat dibandingkan dengan pendekatan konsep nilai tambah produk dengan marjin pemasaran. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai tambah bersih (dikurangi biaya tenaga kerja per kg bahan baku) keripik salak di Kabupaten Sleman sebesar Rp 2.843,24/kg bahan baku, sedangkan untuk marjin pemasaran salak di Kabupaten Sleman sebesar Rp 1.690,00/kg. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan salak menjadi keripik salak lebih besar daripada nilai tambah dari yang diperoleh dari kegiatan pemasaran buah salak segar. Artinya usaha pengolahan keripik salak lebih menguntungkan daripada hanya menjual buah salak segar tanpa ada kegiatan pengolahan. Untuk itu, bagi sektor agroindustri akan lebih menguntungkan apabila dilakukan pengolahan buah salak menjadi produk olahan keripik salak daripada buah salak hanya dijual dalam bentuk segar.
commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
IV.
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Alam 1. Letak Geografis dan Wilayah Administratif Kabupaten Sleman merupakan salah satu dari lima kabupaten/kota yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terletak di wilayah paling utara. Luas wilayah Kabupaten Sleman yaitu 574,82 km2 atau seluas 18% dari luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan ketinggian antara 100-2500 m dpl. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak antara110o13’00” sampai 110o33’00” Bujur Timur (BT) dan 7o34’51” sampai 7o47’03” Lintang Selatan (LS). Jarak terjauh utaraselatan wilayah Kabupaten Sleman adalah 32 km, sedangkan jarak terjauh timur-barat yaitu sejauh 35 km. Berdasarkan jalur lalu lintas antar daerah, kondisi wilayah Kabupaten Sleman dilewati jalur jalan negara yang merupakan jalur ekonomi yang menghubungkan Sleman dengan kota-kota pelabuhan utama (Semarang, Surabaya, dan Jakarta). Secara administratif Kabupaten Sleman terbagi dalam 17 kecamatan dengan 86 desa dan 1.212 dusun. Kecamatan tersebut yaitu meliputi Moyudan, Minggir, Seyegan, Godean, Gamping, Mlati, Depok Berbah, Prambanan, Kalasan, Ngemplak, Ngaglik, Sleman, Tempel, Turi, Pakem, dan Cangkringan. Adapun batas wilayah Kabupaten Sleman adalah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Kabupaten Boyolali
Sebelah Selatan
: Kabupaten Bantul, Kota Yogyakarta
Sebelah Barat
: Kabupaten Kulon Progodan Kabupaten Magelang
Sebelah Timur
: Kabupaten Klaten
2. Topografi Daerah Secara umum gambaran dari hamparan wilayah Kabupaten Sleman adalah dataran rendah subur yang terletak di wilayah bagian selatan, sedangkan di bagian utara sebagian besar merupakan tanah kering yang commit toserta usermemiliki permukaan yang agak berupa ladang dan pekarangan, 36
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
miring ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi. Apabila dilihat bentang alamnya, wilayah Kabupaten Sleman ketinggian wilayahnya berkisar antara 100-2.500 m dpl. Ketinggian tanahnya dapat dibagi menjadi empat kelas yaitu ketinggian < 100 m, 100-499 m, 500-999 m dan > 1000 m dari permukaan laut. Ketinggian < 100 m dpl seluas 6.203 Ha atau 10,79 % dari luas wilayah terdapat di Kecamatan Moyudan, Minggir, Godean, Prambanan, Gamping dan Berbah. Ketinggian > 100499 m dari permukaan laut seluas 43.246 ha atau 75,32 % dari luas wilayah, terdapat di 17 Kecamatan. Ketinggian > 500 – 999 m dari permukaan laut meliputi luas 6.538 Ha atau 11,38 % dari luas wilayah, meliputi Kecamatan Tempel, Turi, Pakem dan Cangkringan. Ketinggian > 1000 m dari permukaan laut seluas 1.495 Ha atau 2,60 % dari luas wilayah meliputi Kecamatan Turi, Pakem, dan Cangkringan. Kabupaten Sleman memiliki mata air sejumlah 54 buah yang tersebar di Kecamatan Cangkringan, Depok, Kaliurang, Mlati, Pakem, Seyegan, Sleman dan Kecamatan Turi. Dari 54 mata air tersebut, 21 mata air mempunyai debit musim penghujan lebih besar dari 10 l/dt. Mata air yang mempunyai debit musim penghujan terbesar adalah mata air Umbul Wadon dengan debit 170 l/dt. Namun pada musim kemarau, mata air yang mempunyai debit lebih besar dari 10 l/dt hanya 11 mata air. Mata air yang mempunyai debit terbesar di musim kemarau adalah mata air Jangkang dengan debit sebesar 29 l/dt. Kabupaten Sleman juga memiliki air tanah Merapi yang mengalir di bawah permukaan secara rembesan bergerak menuju daerah yang lebih rendah terpotong oleh topografi. Di Kabupaten Sleman terdapat empat jalur mata air (springbelt) yaitu jalur mata air Bebeng, jalur mata air Sleman-Cangkringan, jalur mata air Ngaglik dan jalur mata air Yogyakarta. Mata air ini telah banyak dimanfaatkan untuk sumber air bersih maupun irigasi. Keadaan
geografis
di
Kabupaten
Sleman
cocok
untuk
pengembangan sektor pertanian, mulai dari subsektor tanaman pangan commit to user maupun subsektor pertanian lainnya. Banyak komoditi tanaman pangan
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang dibudidayakan di Kabupaten Sleman yang meliputi tanaman bahan pangan utama, sayur-sayuran dan buah-buahan. Di wilayah Kabupaten Sleman bagian utara yang merupakan daerah lereng Gunung Merapi merupakan wilayah yang banyak dibudidayakan tanaman salak pondoh. Tanaman salak pondoh tumbuh subur di wilayah tersebut karena kondisi geografis yang sangat mendukung sehingga salak pondoh menjadi buah khas Kabupaten Sleman. 3. Jenis Tanah Wilayah Kabupaten Sleman merupakan tanah endapan/aluvial yang merupakan lapukan dari batuan induk. Daerah lereng dan kaki gunung merupakan tanah endapan vulkanis. Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari pelapukan batuan vulkanik, baik dari lava/batu yang yang telah membeku maupun dari abu vulkanik yang telah membeku. Contoh tanah vulkanik yaitu tanah tuff yang terbentuk dari abu gunung api, yang bersifat sangat subur karena mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah akan
berpengaruh
terhadap
keragaman
komoditi
pertanian
yang
diusahakan. Suatu komoditi pertanian tertentu hanya dapat tumbuh dengan baik pada jenis dan kondisi tanah tertentu pula. Tanah endapan vulkanis yang mengandung zat hara tinggi ini sangat berpotensi digunakan untuk lahan pertanian. Oleh karena itu wilayah Kabupaten Sleman banyak menghasilkan komoditi pertanian, termasuk tanaman salak pondoh yang merupakan tanaman khas dari Kabupaten Sleman. 4. Keadaan Iklim Iklim merupakan faktor penting dalam pengelolaan usahatani. Keadaan iklim di suatu tempat dipengaruhi oleh besarnya curah hujan, suhu, ketinggian tempat, sinar matahari, angin dan musim. Keadaan iklim Kabupaten Sleman termasuk iklim tropis dengan musim hujan dan kemarau silih berganti sepanjang tahun. Musim kemarau di Kabupaten Sleman biasanya pada bulan Mei sampai Oktober sedangkan musim hujan terjadi bulan November sampai April. Di Kabupaten Sleman rata-rata commit to user curah hujan per bulan adalah 512,3 mm dan hari hujan 17 hari perbulan.
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu 658 mm dan terendah pada bulan Agustus yaitu 12 mm. Kecepatan angin maksimum 47 knots dan minimum 0 knots. Kelembaban nisbi udara tertinggi 97% dan terendah 41%, sementara temperatur udara tertinggi 24% dan yang terendah 21,8%. B. Keadaan Penduduk 1. Perkembangan Penduduk Jumlah penduduk di suatu daerah sangat penting untuk diketahui, karena berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi, dan dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan saat ini dan saat mendatang. Perkembangan penduduk di Kabupaten Sleman selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah, Kepadatan, dan Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten SlemanTahun 2006-2010 Jumlah Penduduk (Jiwa) 2006 574,82 915.416 2007 574,82 928.471 2008 574,82 1.040.220 2009 574,82 1.066.673 2010 574,82 1.093.110 Rata-rata 574,82 933.072 Sumber : BPS Kabupaten Sleman, 2011 Tahun
Luas (Km2)
Kepadatan penduduk (Jiwa/Km2) 1.593 1.615 1.809 1.856 1.902 1.755
Pertumbuhan Penduduk (%) 1,14 1,43 12,04 2,54 2,48 3,96
Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun selalu meningkat. Peningkatan jumlah penduduk disebabkan karena jumlah penduduk yang lahir atau masuk dan menetap lebih besar dari pada jumlah penduduk yang mati atau pindah keluar dari Kabupaten Sleman. Pada tahun 2010 jumlah penduduk di Kabupaten Sleman berjumlah 1.093.110 jiwa, yaitu mengalami kenaikan sebesar 26.437 jiwa dari tahun 2009 yang berjumlah 1.066.673 jiwa. Rata-rata jumlah penduduk di Kabupaten Sleman pada kurun waktu lima tahun terakhir (2006-2010) yaitu sebesar 933.072 jiwa. commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seiiring dengan peningkatan jumlah penduduk maka meningkat pula kepadatan penduduk di Kabupaten Sleman pada kurun waktu lima tahun terakhir. Kepadatan penduduk terus meningkat dari tahun 2006 sebesar 1.593 jiwa/km2 dan pada tahun 2010 kepadatannya menjadi 1.902 jiwa/km2. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir rata-rata kepadatan penduduk yaitu sebesar 1.755 jiwa/km2, artinya setiap 1 km2 luas wilayah Kabupaten Sleman terdapat 1.755 penduduk. Pada tahun 2010 pertumbuhan penduduk mencapai angka 2,48% dengan rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 3,96%. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sleman yang fluktuatif namun cenderung mengalami peningkatan ini dikarenakan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk yang besar dalam suatu daerah dapat menjadi kekuatan sekaligus dapat menjadi beban dalam menunjang pembangunan di suatu daerah. 2. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitupenduduk usia belum produktif, usia produktif, dan usia non produktif. Penduduk usia belum produktif adalah penduduk yang berusia ≤ 14 tahun, sedangkan penduduk usia produktif adalah penduduk dengan usia 15-64 tahun, dan penduduk tidak produktif adalah penduduk yang memiliki usia ≥ 65 tahun. Keadaan penduduk pada tahun 2010 berdasarkan umur didominasi kelompok usia produktif dengan usia 15-64 tahun yakni sebesar 738.911 orang atau 67,60%, sedangkan usia belum produktif 0-14 tahun sebanyak 238.732 orang (21,84%) dan yang minoritas adalah kelompok usia tidak produktif 64 tahun keatas sebanyak 115.467 orang (10,56%). Komposisi penduduk yang didominasi oleh kelompok usia produktif menunjukkan efektifitas penduduk yang tinggi. Hal tersebut dilihat pada Tabel 8.
commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umurdi Kabupaten Sleman Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Kelompok Umur 0–4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 >60 Jumlah
Jumlah (Jiwa) 83.575 79.378 75.779 97.350 119.819 96.794 89.485 83.452 81.105 67.177 59.200 44.592 115.467 1.093.110
Persentase (%) 7,65 7,26 6,93 8,91 10,96 8,85 8,19 7,63 7,42 6,15 5,42 4,07 10,56 100
Sumber : BPS Kabupaten Sleman, 2011 Berdasarkan Tabel 8, keadaan kependudukan di Kabupaten Sleman didominasi oleh kelompok penduduk usia produktif sejumlah 738.911 jiwa (67,60 %), yaitu penduduk usia produktif dengan umur 15-64tahun. Penduduk dengan usia produktif mempunyai lebih banyak peluang untuk bekerja. Untuk penduduk usia belum produktifyaitu sejumlah 238.732 jiwa (21,84%). Sedangkan penduduk usia tidak produktif yaitu sejumlah 115.467 jiwa (10,56%). Untuk menghitung besarnya Angka Beban Tanggungan (ABT) dapat digunakan perumusan sebagai berikut: ABT =
Jumlah Penduduk Usia Non Produktif X 100% Jumlah Penduduk Usia Produktif
ABT =
354.199 X 100% 738.911
= 47,93 % Berdasarkan perhitungan nilai ABT di Kabupaten Sleman diketahui bahwa nilai ABT di Kabupaten Sleman sebesar 47,93 %, artinya setiap 100 orang usia produktif menanggung 48 orang usia non produktif. commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jumlah penduduk menurut jenis kelamin berguna untuk melihat peranannya dalam kegiatan ekonomi pada daerah tersebut. Data mengenai jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 9. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Sleman Tahun 2006-2010 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
Laki –Laki (Jiwa) 453.805 460.541 524.725 534.018 547.885
Jenis Kelamin Perempuan (Jiwa) 461.611 467.930 515.495 532.655 545.225
Sex Ratio (%) 98,31 98,42 101,79 100,26 100,49
Sumber: BPS Kabupaten Sleman, 2011 Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Sleman dari tahun 2006-2010 terus mengalami pengingkatan.Pada tahun 2010 berjumlah 1.093.110 orang terdiri dari laki – laki sebanyak 547.885 orang dan perempuan sebanyak 545.225 orang. Apabila dilihat dari jenis kelaminnya, pada tahun 20062007 jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk lakilaki, tetapi mulai tahun 2008-2010 jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada jumlah penduduk perempuan. Angka sex ratio menunjukkan jumlah penduduk laki-laki tiap 100 orang penduduk perempuan. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa angka sex ratio penduduk Kabupaten Sleman selama tahun 2006-2010 bersifat fluktuatif. Untuk mengetahui besarnya sex ratio atau perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan digunakan perumusan sebagai berikut: SexRatio =
SexRatio =
å penduduk pria x 100 % å penduduk wanita 547.885 X 100% 545.225
= 100,49commit % to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan perhitungan nilai sex ratio diketahui bahwa besarnya nilai sex ratio di Kabupaten Slemanpada tahun 2010 adalah 100,49 %, artinya dalam 100 orang penduduk perempuan terdapat 100 orang penduduk laki-laki. Sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk perempuan dan jumlah penduduk laki-laki adalah sama banyak. 3. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat. Perhatian pemerintah pada bidang pendidikan diwujudkan melalui penyediaan sarana/prasarana pendidikan dan peningkatan kualitas tenaga pengajar. Pendidikan merupakan hal yang berperan penting dalam pembangunan suatu wilayah untuk kemajuan dalam suatu masyarakat. Banyaknya jumlah penganggur menunjukkan pula banyaknya jumlah pencari kerja dengan tingkat pendidikan yang dimiliki di suatu wilayah. Jumlah penganggur menurut pendidikan di Kabupaten Sleman ditunjukkan pada Tabel 10 di bawah ini. Tabel10. Jumlah Penganggur Kabupaten Sleman Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD SD SMP SMA Diploma Sarjana Jumlah Total
Jumlah(Jiwa) 4.405 6.091 8.746 15.599 3.113 3.306 41.260
Persentase(%) 10,68 14,76 21,20 37,81 7,54 8,01 100
Sumber: BPS Kabupaten Sleman, 2011 Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan dalam berbagai hal pembangunan sehingga untuk mendapatkan tenaga kerja yang terampil sangat terkait dengan pendidikan. Pada tahun 2010 jumlah penganggur di Kabupaten Sleman yang terbesar adalah penduduk dengan tingkat pendidikan SMA. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk sudah sadar akan pentingnya pendidikan untuk masa depan. Penduduk dengan sumberdaya manusia commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang berkualitas ini sangat diperlukan dalam menunjang pembangunan daerah di Kabupaten Sleman. 4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Keadaan mata pencaharian penduduk suatu wilayah dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi seperti ketrampilan yang dimiliki, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan dan modal yang ada. Keadaan penduduk menurut lapangan pekerjaan utama di Kabupaten Sleman ditunjukkan Tabel 11 berikut. Tabel 11. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Sektor di Kabupaten Sleman Tahun 2010 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Lapangan Pekerjaan Utama Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri dan Pengolahan Gas, Air, dan Listrik Konstruksi dan Bangunan Perdagangan dan Hotel Transportasi Komunikasi Keuangan dan Persewaan Jasa Lainnya Jumlah
Jumlah (Jiwa) 117.592 10.450 70.306 7.548 47.264 83.411 18.940 18.404 139.566 513.481
Persentase (%) 22,90 2,03 13,69 1,47 9,20 16,24 3,69 3,58 27,18 100
Sumber: BPS Kabupaten Sleman, 2011 Berdasarkan Tabel 11 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Sleman mempunyai mata pencaharian di sektor jasa yaitu sebanyak 139.566 jiwa (27,18%). Sektor pertanian menempati urutan kedua sebagai lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Sleman, yaitu sebanyak 117.592 jiwa (22,90%), sedangkan sektor perdagangan dan hotel menempati urutan ketiga yaitu sebanyak 83.411 jiwa (16,24%). Sektor industri menempati urutan keempat sebagai lapangan pekerjaan utama penduduk Kabupaten Sleman yaitu sebanyak 70.306 jiwa (13,69%). C. Keadaan Pertanian 1. Keadaan Lahan dan Tata Guna Lahan Penggunaan lahan Kabupaten Sleman secara umum terbagi menjadi dua macam, yaitu lahan sawah dan lahan bukan sawah. Berikut disajikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
45 digilib.uns.ac.id
data penggunaan lahan di Kabupaten Sleman Secara terperinci penggunaan lahan di Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Sleman Tahun 2010 No 1.
2.
Jenis Penggunaan Lahan Sawah a. Irigasi Teknis b. Irigasi Setengah Teknis c. Irigasi Sederhana d. Irigasi Non PU e. Tadah Hujan f. Lebak/Polder Lahan Bukan Sawah a. Bangunan dan Pekarangan b. Tegal/Ladang/Kebun c. Hutan d. Tanah Tandus e. Semak f. Lainnya Jumlah Total
Luas (Ha) 21.819 8.845 8.441 3.942 0 571 0 32.590 18.429 4.202 52 844 85 8.978 54.409
Sumber: BPS Kabupaten Sleman, 2011 Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa secara umum penggunaan lahan di Kabupaten Sleman meliputi 21.819 Ha lahan sawah dan32.590 Ha lahan bukan sawah. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan lahan di Kabupaten Sleman lebih besar digunakan sebagai lahan bukan sawah yaitu sebesar 35.060 Ha. Penggunaan lahan bukan sawah paling besar dimanfaatkan untuk bangunan dan pekarangan yaitu sebesar 18.429 Ha. Hal tersebut disebabkan oleh adanya pertambahan jumlah penduduk dan pertambahan rumah tangga baru yang menetap di Kabupaten Sleman, dengan demikian tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian sawah menjadi bangunan. Penggunaan lahan pertanian untuk keperluan lainnya secara berlebihan akan berdampak pada semakin berkurangnya lahan sawah. Penggunaan lahan untuk sawah di Kabupaten Slemancukup besar juga, yaitu sebesar 21.819 Ha. Sawah irigasi teknis merupakan lahan sawah yang memiliki luascommit terbesar di Kabupaten Slemanyaitu 8.845 Ha to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan sawah irigasi setengah teknis yang merupakan sawah terluas kedua setelah sawah irigasi teknis dengan luas 8.441 ha. 2. Produksi Tanaman Buah-buahan Jenis tanaman yang diusahakan di suatu daerah dipengaruhi oleh faktor alam seperti keadaan tanah, iklim, dan ketinggian tempat, sehingga jenis tanaman yang diusahakan oleh tiap daerah berbeda-beda. Luas panen, produksi, dan produktivitas dari tanaman buah-buahan Kabupaten Sleman dapat diketahui pada Tabel 13 di bawah ini. Tabel 13. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Tanaman Buah-buahan di Kabupaten Sleman Tahun 2010 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Jenis Tanaman Alpukat Belimbing Duku Durian Jambu Biji Jambu Air Jeruk Mangga Manggis Nangka Nenas Pepaya Pisang Rambutan Salak Sawo Sirsak Sukun Melon Semangka
Luas Panen (Ha) 44.020 5.655 11.099 58.438 36.241 16.396 9.271 186.708 6.613 84.877 73.331 68.778 272.451 215.832 4.874.347 18.317 7.378 16.389 9.537 51
Produksi (ton) 26.238 1.849 8.325 24.032 11.020 12.943 4.697 4.856 4.110 87.844 1.624 33.271 98.697 161.320 565.541 18.222 2.832 15.819 9.537 10.541
Rata-rata Produksi (ton/Ha) 59,60 32,69 75,01 41,12 30,41 78,94 50,66 2,60 62,16 103,54 2,21 48,37 42,87 74,74 11,6 100,47 38,26 96,52 162 199
Sumber: BPS Kabupaten Sleman, 2011 Kabupaten Sleman memiliki kondisi geografis yang sangat cocok untuk pengembangan sektor pertanian, salah satunya buah-buahan. Adanya Gunung Merapi memberikan banyak keuntungan bagi sektor pertanian karena kondisi tanahnya yang subur akibat adanya abu vulkanik. commit to user Berbagai macam buah-buahan dibudiyakan di Kabupaten Sleman. Sebagai
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
buah khas Kabupaten Sleman, salak pondoh memiliki produksi terbesar diantara
buah-buahan
lainnya
yaitu
sebesar
565.541ton
dengan
produktivitas sebesar 11,6 ton/Ha. D. Keadaan Perekonomian Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan suatu usaha masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan ekonomi di suatu daerah berbeda-beda tergantung dari potensi daerah, peran pemerintah, dan juga masyarakat sebagai pelaku pembangunan. Ketiga faktor tersebut harus dapat berjalan secara berkesinambungan sehingga tujuan pembangunan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat jenis dan banyaknya sarana perekonomian di Kabupaten Sleman. Tabel 14. Jenis dan Jumlah Sarana Perekonomian di Kabupaten Sleman Tahun 2010 No 1.
2.
Sarana Perekonomian Koperasi a. KUD b. Non KUD Pasar Tradisional Jumlah
Jumlah (unit) 17 584 65 666
Sumber : BPS Kabupaten Sleman 2010 Sarana perekonomian yang terdapat di Kabupaten Sleman sudah memadai sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mudah. Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa di Kabupaten Sleman sarana perekonomian yang berbentuk koperasi lebih banyak daripada pasar tradisional. Koperasi sendiri terbagi menjadi dua jenis yaitu Koperasi Unit Desa (KUD) dan Non Koperasi Unit Desa yang meliputi Koperasi Simpan Pinjam, Veteran, Pepabri, Kepolisian, KJKS, Kerajinan, Pontren, dan koperasi lainnya. Koperasi yang masih bertahan dan terus berkembang juga terhitung masih banyak. Koperasi merupakan sarana perekonomian yang non profit dan sebuah lembaga yang bertujuan menyejahterakan anggotanya. Dengan adanya sarana perekonomian yang memadai ini, masyarakat commit to user Kabupaten Sleman akan mudah dalam menjalankan roda perekonomiannya.
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal ini terlihat dengan adanya pasar sebanyak 65 buah dan di setiap kecamatan pasti mempunyai pasar sebagai sarana perekonomian. Dengan adanya pasar di Kabupaten Sleman maka kegiatan jual beli dapat dengan mudah dilakukan. Dimana produsen dapat bertemu dengan konsumen untuk melakukan transaksi, sehingga produsen dapat menjual produksinya dan kebutuhan konsumen dapat terpenuhi. Selain kelima sarana perekonomian di atas, terdapat juga sarana perhubungan sebagai penunjang dalam kegiatan perekonomian. Berikut ini merupakan sarana perhubungan kendaraan bermotor di Kabupaten Sleman: Tabel 15. Sarana Perhubungan Kendaraan Bermotor di Kabupaten Sleman Tahun 2011 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Sarana Perhubungan Mobil Penumpang Umum Mobil Bus Mobil Barang Sepeda Motor Kendaraan Khusus
Jumlah 45.627 6.918 11.165 460.666 81
Sumber : BPS Kabupaten Sleman, 2011 Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa jenis sarana perhubungan yang terbanyak di Kabupaten Sleman adalah sepeda motor yaitu sebanyak 460.666 buah. Dengan banyaknya kendaraan yang terdapat di Kabupaten Sleman maka masyarakat akan lebih mudah dalam melakukan mobilitas. Dimana mobilitas penduduk tidak hanya dilakukan dengan kendaraan pribadi tetapi juga dengan kendaraan umum yang ada. Dengan banyaknya kendaraaan umum yang terdapat di Kabupaten Sleman, berarti masyarakat tidak akan mengalami kesulitan
dalam
melakukan
mobilitas
untuk
melakukan
kegiatan
perekonomian. Selain itu, untuk mempermudah mobilitas maka diperlukan adanya sarana yang lain, yaitu tersedianya jalan. Pada Tabel 16 menunjukkan panjang jalan dan kondisi jalan di Kabupaten Sleman.
commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 16. Panjang Jalan Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi Jalan di Kabupaten Sleman Tahun 2010 No. Jenis Sarana Perhubungan 1. Jenis Permukaan a. Aspal b. Kerikil c. Tanah d. Tidak Dirinci Jumlah 2. Kondisi Jalan a. Baik b. Sedang c. Rusak d. Rusak Berat Jumlah
Panjang Jalan (km)
Persentase (%)
1057,78 15,45 183,85 0 1.257.08
84,15 1,22 14,63 0 100,00
436,79 469,98 312.87 37,44 1257.08
34,75 37,39 24,89 2,98 100,00
Sumber : BPS Kabupaten Sleman, 2011 Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa sarana perhubungan di Kabupaten Slemandapat dikatakan baik, dilihat dari jenis permukaan jalan yang sebagian besar sudah berupa aspal menunjukkan bahwa sarana perhubungan di Kabupaten Sleman semakin lancar. Begitu pula dengan kondisi jalan yang sebagian besar sudah dapat dikatakan baik. Sehingga dengan makin lancarnya sarana perhubungan di Kabupaten Sleman maka masyarakat akan lebih mudah melakukan mobilitas dalam melakukan kegiatan perekonomian. E. Keadaan Perindustrian Sektor industri menjadi salah satu sektor yang memberikan kontribusi bagi pembangunan suatu wilayah. Sektor industri mampu menciptakan nilai tambah dan menyerap tenaga kerja yang ada di suatu wilayah. Menurut BPS Kabupaten Sleman (2011), terdapat dua jenis industri di Kabupaten Sleman, yaitu Industri Kecil (IK) dan Industri Besar-Menengah (IBM). Yang disebut Industri Kecil (IK) yaitu industri yang memiliki aset kurang dari Rp 200.000.000,00 per tahun sedangkan Industri Besar-Menengah (IBM) yaitu industri dengan aset lebih dari Rp 200.000.000,00 per tahun. Keadaan industri di Kabupaten Sleman ditunjukkan pada Tabel 17.
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 17. Banyaknya Industri Kecil dan Industri Besar-Menengah di Kabupaten Sleman Tahun 2010 No Jenis Industri 1. Industri Kecil (IK) 2. Industri Besar-Menengah (IBM) Jumlah
Jumlah (Unit) 15.289 107 15.396
Persentase (%) 99,30 0,70 100
Sumber : BPS Kabupaten Sleman, 2011 Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa Industri Kecil (IK) mendominasi sektor industri di Kabupaten Sleman yaitu sebesar 15.289 unit (99,30%). Sedangkan untuk Industri Besar-Menengah (IBM) sebanyak 107 unit (0,70%).Angka ini menunjukkan bahwa Industri Kecil (IK) di Kabupaten Sleman memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi Industri Besar-Menengah (IBM).
commit to user