“Menuju Masyarakat yang Cerdas dan Pemerintah yang Responsif”
“Menuju Masyarakat yang Cerdas dan Pemerintah yang Responsif” Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat yang Cerdas dan Pemerintah yang Responsif” Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012 Tim Penulis dan Editor: Abdul Malik Gismar Inda Loekman Lenny Hidayat Nicolaus Harjanto Dadan S. Suharmawijaya Hery Sulistio Ramot N. Aritonang Layout dan Desain: Ramot N. Aritonang Zulfikar Arief ISBN: 978-602-1616-01-7 Cetakan Pertama, Agustus 2013 oleh Rana Creative Solution Copyright © 2013 The Partnership for Governance Reform (Kemitraan) Jl. Wolter Monginsidi No.3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110 Indonesia Materi dari publikasi ini dapat diproduksi ulang untuk tujuan non-komersial (silahkan kirim salinan kepada
[email protected]). Segala bentuk produksi ulang dengan cara apapun untuk tujuan komersial harus mendapatkan izin dari The Partnership for Governance Reform (Kemitraan)
Diterbitkan Oleh: KEMITRAAN BAGI PEMBARUAN TATA PEMERINTAHAN (THE PARTNERSHIP FOR GOVERNANCE REFORM) Jl. Wolter Monginsidi No.3, Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110. Telp. 021-7279 9566, Fax. 021-7205 260/7204 916 Email:
[email protected] Website: www.kemitraan.or.id; www.kemitraan.or.id/igi Didukung Oleh: The Australian Agency for International Development (AusAID) Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
Daftar Isi Daftar Isi
i
Daftar Grafik dan Tabel
ii
Daftar Singkatan
iii
Kata Pengantar
v
IGI: Sebuah Kontribusi Untuk Indonesia
1
Mengapa Mengukur Tata Kelola Provinsi dan Pembangunan Daerah di Indonesia?
3
Selayang Pandang Hasil Indonesia Governance Index (IGI)
9
Temuan-temuan Utama Indonesia Governance Index (IGI)
13
Tren Umum Indonesia Governance Index (IGI)
29
Refleksi
37
Apa yang Harus Dilakukan?
41
Lampiran Lampiran 1
45
Lampiran 2
55
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
i
Daftar Grafik dan Tabel Daftar Grafik Grafik 1. Kesenjangan Antara Transparansi dan Akuntabilitas Arena Pemerintah Grafik 2. Kesenjangan antara Transparansi dan Akuntabilitas Arena Birokrasi Grafik 3. Alokasi Anggaran Pemerintah Provinsi untuk Pendidikan Per Siswa Per Tahun (WAJAR 9 Tahun) Grafik 4. Alokasi Anggaran Kesehatan Pemerintah Provinsi Per Kapita Per Tahun Grafik 5. Alokasi Anggaran Pemerintah Provinsi untuk Pengentasan Kemiskinan Per Penduduk Miskin Per Tahun Grafik 6. Komitmen dan Upaya Provinsi terhadap Kesetaraan Jender Grafik 7. Komitmen terhadap Kelestarian Lingkungan Hidup Grafik 8. Tingkat Keramahan Investasi Provinsi Grafik 9. Kesenjangan Performa Pejabat Politik dan Birokrasi dalam IGI 2012 Grafik 10. Kesenjangan Performa Pejabat Politik dan Birokrasi dalam PGI 2008 Grafik 11. Peringkat Nasional IGI 2012 Daftar Tabel Tabel 1. Indikator Jender dalam IGI Berdasarkan Arena Tabel 2. Rata-rata Kinerja Tata Kelola Pemerintahan di Indonesia
ii
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
Daftar Singkatan AHP : Analytical Hierarchy Procedure AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome APBD
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Bappeda
: Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
BPK
: Badan Pengawas Keuangan
BPKD
: Badan Pengelola Keuangan Daerah
BPKP
: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
BKPMD
: Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah
BPS
: Badan Pusat Statistik
DPKD
: Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah
DPRD
: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DPR RI
: Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Dispenda
: Dinas Pendapatan Daerah
Disnakertrans
: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
EDOB
: Evaluasi Daerah Otonom Baru
EKPPD
: Evaluasi Kinerja Penyelenggara Pemerintahan Daerah
EPPD
: Evaluasi Penyelenggara Pemerintahan Daerah
FGD
: Focus Group Discussion
Gapensi
: Gabungan Pelaksana Kosntruksi Nasional Indonesia
HDI
: Human Development Index
HIPMI
: Himpunan Pengusaha Muda Indonesia
HIV
: Human Immune Deficiency virus
IGI : Indonesia Governance Index IKLH
: Indeks Kualitas Lingkungan Hidup
JPIP
: Jawa Post Institute of Pro-Otonomi
Kadin
: Kamar Dagang dan Industri Indonesia
Kesbanglinmas
: Kesejahteraan Pembangunan dan Perlindungan Masyarakat
KPK
: Komisi Pemberantasan Korupsi
KPPOD
: Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah
Kementrian PAN
: Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara
KUA
: Kebijakan Umum Anggaran
LKPj
: Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
LSM
: Lembaga Swadaya Masyarakat
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
iii
Pemred
: Pemimpin Redaksi
Perda
: Peraturan Daerah
Pergub
: Peraturan Gubernur
Permendagri
: Peraturan Menteri Dalam Negeri
PGI : Partnership Governance Index PU
: Pekerjaan Umum
PPAS
: Perhitungan Plafon Anggaran Sementara
RKA
: Rencana Kerja dan Anggaran
RPJMD
: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
SDM
: Sumber Daya Manusia
SKPD
: Satuan Kerja Perangkat Daerah
UU
: Undang-Undang
WAJAR
: Wajib Belajar
iv
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
Kata Pengantar Direktur Eksekutif
S
elain bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pelayanan publik yang berkualitas kepada rakyat, otonomi juga menjamin setiap daerah dapat menentukan prioritas pembangunan wilayahnya
masing-masing. Akibatnya, otonomi daerah memunculkan adanya variasi kualitas antar pemerintah daerah, dan mempengaruhi kapasitas pemangku kepentingan lainnya. Secara lebih luas, variasi tersebut berdampak adanya kesenjangan kualitas pembangunan yang lebar antar daerah. Upaya untuk mengatasi variasi kinerja ini terbatas oleh kemampuan diagnosa tentang kualitas tata kelola pemerintahan yang dilakukan oleh masing-masing pemerintah daerah. Berdasarkan pertimbangan tersebut diperlukan suatu penilaian yang obyektif terhadap kualitas tata kelola pemerintahan secara komprehensif dari sisi isu, aspek maupun cakupan wilayah. Sebagai organisasi multipihak yang berdiri sejak tahun 2000, Partnership telah mengisi celah ini dengan membangun penilaian tata kelola pemerintahan melalui Indonesia Governance Index (IGI). IGI merupakan kelanjutan dari Partnership Governance Index (PGI) yang sebelumnya telah diujicoba oleh Knowledge and Resource Center (KRC), sebuah unit di Partnership yang juga menjadi lumbung pengetahuan, keahlian dan pengalaman mengawal reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia. KRC melibatkan beberapa peneliti utama dan 33 peneliti di seluruh provinsi di Indonesia dalam menghasilkan IGI yang berada di tangan para pembaca saat ini. Terima kasih yang tulus saya sampaikan kepada seluruh Gubernur atas kerjasama dan tanggapannya, tim KRC, tim Peneliti Utama IGI, dan 33 Peneliti Provinsi yang telah bekerja keras hingga IGI dapat dihasilkan. Dalam kesempatan ini, tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada AusAID yang telah memberi dukungan dana terhadap IGI. Akhir kata, semoga IGI memberi kemanfaatan besar bagi seluruh pemangku kepentingan di Indonesia. Jakarta, Agustus 2013
Wicaksono Sarosa Direktur Eksekutif Partnership Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
v
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
IGI: Sebuah Kontribusi Untuk Indonesia “Indonesia Governance Index (IGI) dibangun oleh Partnership sebagai upaya berkontribusi pada peningkatan efektivitas kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah” Krisis ekonomi dan politik yang melumpuhkan
Salah satu pelajaran penting yang didapat dari
Indonesia pada akhir dasawarsa 1990-an semakin
keterlibatan
memperkuat tuntutan ’Reformasi’ di negeri ini yang
yang luas dan dalam program yang demikian
tujuan utamanya adalah menghindari kesalahan
beragam dan ekstensif di atas adalah bahwa tata
masa lalu dan membangun sebuah negara baru
kelola pemerintahan yang baik akan muncul bila
yang lebih akuntabel.Kemitraan bagi Pembaruan
masyarakat sipil, institusi politik, dan masyarakat
Tata Kelola Pemerintahan (Partnership) didirikan
ekonomi berjalan selaras dan berinteraksi sec ara
di tahun 2000 oleh sejumlah tokoh masyarakat
seimbang sehingga mampu mencapai visi bersama
untuk
dalam bingkai kepentingan rakyat.
mempercepat
pencapaian
tujuan
ini.
dengan
pemangku
kepentingan
Sejak awal berdiri, Partnership telah secara aktif
Hal ini hanya mungkin terjadi bila interaksi tersebut
bekerjasama
negara
didasarkan pada informasi akurat dan komprehensif
maupun lembaga masyarakat sipil di tingkat
yang tersedia bagi dan dapat diakses oleh semua pihak.
nasional maupun lokal. Dengan lembaga-lembaga
Dengan informasi ini masyarakat (sipil maupun
negara, Partnership telah bekerjasama antara lain
ekonomi) dapat berinteraksi dengan pemerintah
dengan Kementerian Dalam Negeri, Kepolisian RI,
secara cerdas. Demikian pula, dengan informasi
KPK, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, DPR
yang akurat pemerintah dapat menjadi lebih responsif
RI, Kementerian Kehutanan, Kementerian PAN,
terhadap tuntutan masyarakat.
dan lain-lain. Sementara untuk lembaga masyarakat
cerdas dan berdasarkan bukti (evident based) antar
sipil, Kemitraan telah bekerjasama dengan lebih
pemangku kepentinganpun dapat terjadi, partisipasi
dari 170 lembaga non-pemerintah/masyarakat sipil.
masyarakat menjadi lebih bermakna, dan formulasi
dengan
lembaga-lembaga
Diskursus yang
kebijakan pun menjadi lebih rasional dan berempati. Selama kurun waktu 13 tahun setelah reformasi, berbagai upaya telah dilakukan Partnership dalam
Dalam rangka menyumbang ketersediaan informasi
mengawal reformasi tata kelola pemerintahan,
inilah Kemitraan menginisiasi Indonesia Governance
antara lain melalui program-program terkait isu-isu
Index (IGI). Secara spesifik, IGI ditujukan untuk
reformasi birokrasi, tata kelola hutan, antikorupsi,
menakar tata kelola pemerintahan daerah di
reformasi keterwakilan dan pemilu, desentralisasi
Indonesia secara obyektif, akurat, komprehensif,
dan otonomi daerah, daerah khusus, dan sebagainya.
dan setara.
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
1
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Dalam jangka pendek, hasil IGI yang reguler dapat menjadi masukan untuk perbaikan di tingkat nasional maupun daerah. Secara umum dan jangka panjang, IGI hadir untuk menyumbang terciptanya masyarakat yang cerdas (dalam bidang tata kelola pemerintahan) yang dapat memacu pemerintah yang responsif.
2
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
A. Mengapa Mengukur Tata Kelola dan Pembangunan Daerah penting untuk Indonesia? “…peran provinsi yang paling penting adalah memastikan agar tidak ada kesenjangan yang lebar antar kabupaten/kota”
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
3
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
4
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Tata Kelola Provinsi dan Pembangunan pemerintah provinsi memiliki fungsi sebagai koordinator yang menjaga keharmonisan antar Daerah di Indonesia
I
visi dan misi serta prioritas kabupaten/kota yang ndonesia telah memilih demokrasi sebagai sistem
berbeda-beda. Sebagai perwakilan pemerintah
pemerintahan untuk membangun masyarakat
pusat, pemerintah provinsi memiliki kewenangan
yang bebas, adil, aman, dan sejahtera. Saat ini,
persetujuan APBD kabupaten/kota serta mengelola
demokrasi Indonesia ditandai dengan adanya
anggaran yang cukup besar. Pada ranah kebijakan
paradoks. Di satu sisi, terbukanya ruang kebebasan
atau regulasi lokal, pemerintah provinsi juga
sipil yang menyebabkan aliran deras tuntutan
memiliki kewenangan persetujuan atas Rancangan
demokratis di seluruh penjuru negeri, namun di sisi
Perda-perda tertentu yang dibuat kabupaten/kota.
lain terlihat kurangnya kapasitas lembaga-lembaga
Singkatnya, peran provinsi yang paling penting
demokrasi
adalah memastikan agar tidak terjadi kesenjangan
dalam
menjawab
tuntutan-tuntutan
tersebut. Tuntutan ini berujung dengan bentuk protes
yang lebar antar kabupaten/kota.
di jalanan yang menuntut perhatian dan tindakan nyata terhadap persoalan jalan rusak, listrik mati,
Kemampuan
provinsi
dalam
menjembatani
langkanya air bersih, pelayanan kesehatan dan
perbedaan ini menjadi sangat penting, mengingat
pendidikan yang minimal, dan sebagainya. Tuntutan
indikator kemajuan provinsi merupakan agregat
demokratis yang sah ini mudah bergulir menjadi
dari kemajuan kabupaten/kota di bawahnya. Namun
ekspresi yang justru anti-demokratik, bahkan
demikian, untuk meningkatkan kemajuan provinsi
anarkis, bila tak kunjung dipenuhi.
secara menyeluruh tidak bisa hanya mengandalkan kabupaten/kota. Di sini peran proaktif provinsi
Jika dianalisa lebih mendalam, persoalan-persoalan
sangat dibutuhkan.Tata kelola provinsi diharapkan
tersebut terkait dengan fungsi-fungsi dasar tata
dapat menjaga keseimbangan gerak dan arah
kelola, seperti kejelasan peran dan tanggung jawab
pembangunan kabupaten/kota di wilayahnya.
institusi, pembuatan kebijakan, fungsi pelayanan publik, koordinasi antar-institusi dan antar-sektor, kapasitas institusi dalam melaksanakan keputusan, serta transparansi pengelolaan anggaran dan aliran keuangan. Banyaknya permasalahan tata kelola ini sekaligus menjadi pertanda bahwa sebagian besar
Tak jarang pemangku kepentingan lokal hanya mengukur kemajuan daerahnya berdasarkan ukuranukuran internal
jawaban terhadap tantangan di daerah terletak di perbaikan tata kelola pemerintahan.
Ada kecenderungan setiap daerah melihat dirinya sebagai unik dan tidak bisa dibandingkan dengan
Di era otonomi daerah ini, sebagian besar
daerah lain. Oleh karenanya keragaman capaian
permasalahan pembangunan di atas berada pada
dan kemajuan antar-daerah seringkali dianggap
tingkat kabupaten/kota, namun saat ini sesuai
sebagai akibat dari keunikan masing-masing daerah;
dengan Pasal 107 Permendagri No 13/2006,
kemajuan daerah hanya diukur berdasarkan ukuran-
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
5
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
ukuran internal dan cenderung hanya melihat daerah
Beberapa studi evaluasi sektoral juga telah
dalam perspektif mereka sendiri dari waktu ke waktu.
dilakukan oleh kalangan non-pemerintah, seperti
Padahal dengan melihat perbandingan capaian, akan
KPPOD (Indeks Kinerja Tata Kelola Ekonomi
memberikan acuan untuk meningkatkan kualitas
Daerah), Civicus Yappika (Indeks Masyarakat
kinerja daerah.
Sipil, JPIP (Kinerja Otonomi Daerah) dan Indeks Persepsi Korupsi1.
Sampai batas tertentu, pembentukan suatu daerah memang dilandasi oleh kesamaan karakteristik
Pendekatan evaluasi diri (self-evaluation/self report)
khas daerah tersebut. Namun, keragaman capaian
dilakukan pemerintah sering terpaku pada faktor-
dan kemajuan pembangunan daerah tidak bisa
faktor administratif, sementara evaluasi sektoral
dijelaskan hanya dengan merujuk kepada perbedaan
yang dilakukan kalangan non-pemerintah terbatas
karakterisitik yang memang inheren pada masing-
dan terfokus hanya pada sektor tertentu.
masing provinsi, seperti budaya atau letak geografis. Keragaman ini juga disumbang oleh faktor-faktor
Oleh karena itulah, dibutuhkan evaluasi eksternal
perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dinamika
yang komprehensif, obyektif, akurat di dua tingkatan
masyarakat sipil dalam mengadvokasi kepentingan
baik provinsi dan kabupaten untuk memperkuat
dan memonitor penyelenggaraan daerah, serta
dan melengkapi evaluasi internal dan sektoral yang
kontribusi
sudah ada.
masyarakat
ekonomi.
Semua
ini
adalah faktor-faktor tata kelola pemerintahan yang sifatnya politis dan administratif yang bisa
Apa itu Indonesia Governance Index?
diupayakan terlepas dari karakteristik-karakteristik khas daerah. Oleh karena itu, evaluasi serentak di
Indonesia Governance Index (IGI) adalah sebuah
seluruh daerah terhadap faktor-faktor ini penting
kerangka untuk mengukur kinerja tata kelola
dilakukan selain untuk mengetahui tingkat capaian
pemerintahan daerah. IGI berasumsi bahwa tata
dan kemajuan daerah tertentu pada tahun tertentu,
kelola pemerintahan yang baik berawal dari
tapi juga untuk memberikan komparasi, baik
bagaimana masyarakat (arena masyarakat sipil),
dengan daerah lain dalam satu wilayah (pulau
pembuat kebijakan politik (arena pemerintah),
misalnya) maupun secara nasional.
pelaksana kebijakan (arena birokrasi), dan pelaku ekonomi (arena masyarakat ekonomi) bersinergi
Pentingnya evaluasi kinerja daerah disadari benar
dalam membangun kehidupan yang baik (bebas,
oleh semua pihak. Kementerian Dalam Negeri
adil, aman, dan sejahtera). Tata kelola yang baik
melakukan beberapa evaluasi seperti Evaluasi
dicapai bila keempat arena di atas berinteraksi
Kinerja
Daerah
dalam suatu keseimbangan sehingga menciptakan
(EKPPD), Evaluasi Penyelenggara Pemerintahan
suatu sinergi pembangunan yang memberikan hasil
Daerah (EPPD) serta Evaluasi Daerah Otonom Baru
bagi kepentingan bersama.
Penyelenggara
Pemerintahan
(EDOB).
6
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Fokus pengukuran IGI adalah pemerintah daerah
IGI berupaya untuk menyediakan suatu gambaran
karena,
kebijakan
kinerja tata kelola provinsi melalui kerangka
merupakan
pengukuran yang komprehensif dan ketat untuk
setelah
desentralisasi,
diberlakukannya
pemerintah
daerah
ujung tombak upaya-upaya pembangunan daerah.
dapat dijadikan rujukan dalam upaya-upaya ini.
Pemerintah daerah memiliki kewenangan yang cukup besar untuk memformulasi kerangka aturan
Secara spesifik, IGI bertujuan untuk mengukur
dan kebijakan yang pada akhirnya menentukan arah
kinerja Pemerintah (Pejabat Politik), Birokrasi,
dan laju pembangunan daerah. Dalam konteks ini,
Masyarakat
sudah menjadi pengetahuan umum bahwa ada variasi
berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola yang
antar daerah yang lebar terkait dengan pelayanan
baik, yaitu partisipasi, transparansi, keadilan,
publik, tingkat kemiskinan, pembangunan manusia,
akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Dengan
kesenjangan
menggunakan
skala
1
hingga
pendapatan
serta
masih
banyak
indikator-indikator kesejahteraan lainnya.
(terendah)
diharapkan Upaya-upaya
untuk
mengatasi
Sipil
IGI
dan
Masyarakat
pengukuran
Ekonomi
dari
angka
10
(tertinggi),
maka
menjadi
instrumen
yang
permasalahan-
intuitif dan mudah dicerna untuk mengetahui
permasalahan tersebut hanya akan efektif bila
kinerja setiap arena terkait prinsip tertentu,
didasarkan bukti dan dirumuskan dengan diskursus
serta
yang melibatkan para pemangku kepentingan.
satu provinsi dibandingkan provinsi lainnya.
keunggulan
tata
kelola
pemerintahan
Pemerintah & Birokrasi
Good
Masyarakat Sipil
Governance
Masyarakat Ekonomi
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
7
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
8
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
B. Selayang Pandang Hasil IGI “Membuka saluran interaksi antar arena adalah kunci reformasi birokrasi. Namun reformasi birokrasi tidaklah cukup. Kinerja pejabat politik yang menghambat pembangunan daerah adalah sinyal diperlukannya reformasi politik.”
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
9
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
10
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
R
eformasi birokrasi yang selama ini diupayakan
pemerintah (pejabat politik) adalah dalam sinkronisasi
tampaknya
pembangunan jangka panjang.
baru
terbatas
pada
upaya
meningkatkan prosedur internal birokrasi. IGI menemukan adanya ketidaksinkronan antara Ruang interaksi birokrasi dengan masyarakat sipil
perencanaan 5 tahun dan pertanggungjawaban
dan ekonomi perlu dibuka lebar agar keluhan dan
tahunan. Ini berarti lemahnya arahan strategis
saran dari kedua arena ini dapat segera sampai dan,
jangka panjang yang diperlukan untuk menjaga
dengan demikian, birokrasi juga dapat menjadi
kesinambungan pembangunan.
lebih responsif. Arena
birokrasi
yang
merupakan
pelaksana
Namun, reformasi birokrasi tidak terjadi dalam
kebijakan strategis yang diambil oleh para pejabat
vakum politik. Politik dan birokrasi seharusnya
politik dan tidak terikat siklus pemilu, idealnya
menjadi prioritas reformasi secara paralel dan tak
bisa mengembangkan berbagai inovasi peningkatan
terpisahkan. Seringkali, pejabat politiklah yang
layanan publik. Namun, IGI menemukan bahwa
secara tidak langsung menentukan “plafon” yang
Arena Birokrasi memiliki kinerja “eksternal”
bisa dicapai oleh birokrasi. Hal ini sangat terasa,
(dalam prinsip-prinsip tata kelola yang berhubungan
misalnya, pada bagaimana kebijakan alokasi
langsung dengan masyarakat) – seperti partisipasi,
anggaran menentukan program dan kegiatan
transparansi
pembangunan apa yang dapat dilaksanakan oleh
dibandingkan rata-rata kinerja “internal” birokrasi
birokrasi; serta pada bagaimana Undang-undang
(dalam
dan aturan tertentu membatasi atau mempermudah
berhubungan
kerja birokrasi. Bahkan, IGI memperlihatkan
keadilan, akuntabilitas, dan efisiensi. Temuan ini
pengaruh pergantian pejabat politik di suatu provinsi
berlaku untuk semua provinsi di seluruh Indonesia.
(Gubernur) yang dapat menganulir kinerja dan
Temuan ini sekali lagi menyiratkan bahwa reformasi
capaian birokrasi sebelumnya. Dalam konteks ini,
birokrasi baru sampai memperbaiki prosedur dan
pemerintah (pejabat politik) merupakan mata rantai
belum memberi dampak pada performa pelayanan
terlemah dalam rantai sinergi pembangunan di
birokrasi ke publik.
dan
efektivitas–lebih
prinsip-prinsip dengan
yang
rendah
tidak
masyarakat)
langsung –
seperti
atas. Namun perlu dicatat bahwa, reformasi politik tanpa birokrasi yang kuat tidak akan menghasilkan
Sejak awal reformasi, masyarakat sipil merupakan
pelayanan kepada masyarakat yang berkualitas.
arena yang mengalami kemajuan pesat dalam menjalankan perannya untuk menyokong tata kelola
Fungsi fundamental pejabat politik (pemangku jabatan
pemerintahan.
yang dipilih rakyat) adalah membuat kerangka aturan (regulatory framework), mengalokasikan dana, dan
Dalam
memastikan arah dan tercapainya pembangunan
governance serta memberdayakan masyarakat,
jangka panjang daerah.
Hasil IGI menunjukkan
rata-rata skor kinerja masyarakat sipil lebih baik
bahwa salah satu persoalan terkait dengan kinerja
dibandingkan dengan arena lainnya. Meskipun
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
mengadvokasi
prinsip-prinsip
good
11
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
demikian, rata-rata kinerja internal masyarakat
bisnis daerah. Sayangnya, meskipun nilai investasi
sipil khususnya terkait prinsip akuntabilitas dan
daerah meningkat secara drastis, namun belum
efisiensi dalam koordinasi mendapat nilai terendah
berkontribusi secara maksimal dalam meningkatkan
dibandingkan dengan prinsip-prinsip lainnya.
penyerapan tenaga kerja daerah secara signifikan.
Tantangan bagi masyarakat sipil adalah untuk
Tingkat penyerapan angkatan kerja di tahun
meningkatkan
khususnya
2011 hanya 1% (1 juta) dari total keseluruhan
akuntabilitas dan efisiensi dalam hal koordinasi
angkatan kerja (108 juta). Prosentase tersebut
advokasi dan pengawasan sebagaimana mereka
belum menghitung penyerapan terhadap 7 juta
mendorong implementasi prinsip-prinsip good
penggangguran yang perlu diserap juga. Karena
governance bagi pihak lain.
fakta ini, efektivitas masyarakat ekonomi dalam
tata
kelolanya,
penyerapan
tenaga
kerja
dan
perkembangan
Selain masyarakat sipil, masyarakat ekonomi
ekonomi daerah merupakan prinsip dengan nilai
juga memiliki peran yang tak kalah pentingnya
rata-rata terendah dibandingkan dengan prinsip
dalam
lainnya di arena ini.
melindungi
kepentingan
bisnis
dan
mendorong pertumbuhan ekonomi dan iklim
12
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
C. Temuan-temuan Utama IGI “Temuan utama IGI adalah gejala umum yang ditemukan di seluruh provinsi. Semua kalangan dapat melakukan analisa dan perbandingan dengan menggunakan laman IGI dan menemukan temuan-temuan di level tren umum, regional, provinsi dan indikator per prinsip. Laman IGI mengandung begitu banyak data dan mengundang semua kalangan untuk melihat tren tata kelola Indonesia secara keseluruhan dan meneliti lebih mendalam sesuai konteks daerah masing-masing.”
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
13
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
14
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
1. Pergantian Kepala Daerah Tanpa Transfer Pengetahuan Politik dapat Menganulir Capaian Pembangunan Periode Sebelumnya
M
ke-3 terburuk setelah Papua Barat dan Maluku Utara. Pada PGI 2008, Bengkulu menduduki peringkat ke17. Bila ditelisik lebih lanjut, pada saat dilakukan pengukuran kembali pada tahun 2012, Gubernur di provinsi ini sedang menjadi tersangka korupsi. Hal
eskipun tata kelola suatu provinsi disumbang
ini menimbulkan gejolak politik di Bengkulu terkait
oleh empat arena disebut di atas, kinerja
dengan siapa yang harus menggantikannya. Adanya
Arena Pemerintah dan Birokrasi merupakan faktor
indikasi terkait dukungan DPRD lebih terhadap
penentu. Tren menarik ditemukan di beberapa
Sekretaris Daerah (Sekda) daripada Wakil Gubernur
provinsi yang menunjukkan bagaimana faktor
untuk menggantikan Gubernur. Hal ini ternyata
Kepala Daerah dapat menarik kinerja tata kelola ke
menyebabkan terganggunya kinerja birokrasi (yang
atas maupun ke bawah secara drastis.
notabene dipimpin oleh Sekda, bukan pejabat politik).
Misalnya saja, Provinsi Sumatera Barat dan
Kebalikan dari kasus di atas ditemui di Provinsi
Gorontalo pada pengukuran tahun 2008 (PGI 2008)
Sumatera Utara. Pada saat pengukuran PGI 2008,
berturut-turut
menduduki peringkat ke-3 dan 8.
Gubernur yang menjabat pada saat itu sedang terjerat
Namun pada IGI 2012, Sumatera Barat berada pada
kasus korupsi (sejak Juni 2008 dan diberhentikan
peringkat ke-20 dan Gorontalo ke-22.
pada bulan Maret 2011). Pada PGI 2008, Sumatera Utara menduduki peringkat ke-33 dan terburuk,
Gubernur Sumatera Barat yang menjabat pada
sedang pada 2012 melonjak secara signifikan dan
tahun 2008 merupakan mantan Bupati yang berhasil
menduduki peringkat peringkat ke-12.
memimpin
kabupatennya
sementara
Gubernur
Gorontalo merupakan Gubernur yang terkenal dengan berbagai macam inovasinya untuk memajukan daerahnya. Pada tahun 2012 ketika Gubernur telah
2. Bagi Arena Pemerintah, Transparansi tampaknya lebih sulit untuk dipenuhi daripada akuntabilitas prosedural
berganti, terjadi kemerosotan tajam. Dalam kasus Sumatera Barat, diskusi para narasumber ahli dari empat arena pada saat pengumpulan data sudah menyiratkan lemahnya kinerja Gubernur terutama dalam hal penanganan bencana (pasca
....transparansi tampaknya prinsip yang lebih sulit dipatuhi bagi pemerintah dibanding akuntabilitas prosedural.
gempa besar) yang melanda Sumatera Barat. Hasil di seluruh provinsi menunjukkan bahwa rataKasus lain yang menarik adalah Provinsi Bengkulu
rata kinerja transparansi Pemerintah masuk dalam
yang merupakan satu-satunya provinsi di Sumatera
kategori Cenderung Buruk (4,58) sementara untuk
yangmemperolehnilaimerahdanmendudukiperingkat
Birokrasi sedikit lebih baik namun masih dalam kategori Sedang (5,04). Hal ini mencerminkan masih
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
15
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
sulitnya akses terhadap informasi publik (dokumen-
dilaksanakannya UU no 14 tahun 2008 tentang
dokumen pemerintah yang tidak tergolong rahasia) di
Keterbukaan Informasi Publik.
sebagian besar provinsi di Indonesia. Skor rata-rata Akuntabilitas Pemerintah di seluruh Dalam uji akses selama pengumpulan data IGI,
provinsi
lebih
baik
daripada
transparansinya,
ditemukan proses yang berbelit di 19 provinsi,
walaupun baru mencapai kategori Sedang (5,45)
sementara di dua provinsi akses tersebut tidak
dan sedikit di bawah capaian Birokrasi (6,17). Hal
didapatkan. Di provinsi yang ada aksesnya
ini sangat menarik karena “menjadi transparan”
pun terkadang masih memerlukan pendekatan
yang logikanya mudah dilakukan (hanya dengan
personal ataupun lobi kepada pejabat dinas atau
mengunggah informasi di laman situs pemerintah)
SKPD tertentu.
tampaknya lebih sulit daripada “menjadi akuntabel secara prosedural”.
Tipe dokumen yang paling sulit diakses publik adalah dokumen keuangan dan LKPj Gubernur
Hal ini disebabkan pengukuran akuntabilitas yang
karena dokumen yang diminta masih dilihat sebagai
menggunakan indikator audit prosedural seperti
dokumen rahasia.
Audit BPK, dan tidak menggunakan pengukuran kinerja pembangunan (performance accountability).
Yang lebih parah lagi adalah akses terhadap
Oleh karena itu capaian akuntabilitas ini tidak dapat
penggunaan dana Aspirasi anggota DPRD dan
dilihat secara terpisah dari kinerja prinsip-prinsip lain
dokumen di DPRD. Akses di 16 provinsi sulit
yang pada dasarnya juga mencerminkan akuntabilitas
didapatkan dan akses di 13 provinsi sangat
yang lebih substantif seperti partisipasi, keadilan,
sulit. Temuan ini menggambarkan masih belum
efisien dan efektivitas.
Grafik 1. Kesenjangan Antara Transparansi dan Akuntabilitas Arena Pemerintah
16
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
3. Kualitas Perencanaan Pembangunan Faktor-faktor penyebab RPJMD tidak bisa dilihat kesesuaian capaiannya per tahun dalam LKPj antara Buruk lain dikarenakan; (a) tidak lengkapnya dokumen (b) beberapa RPJMD provinsi tidak mencantumkan target
Satu bulan keterlambatan berarti terlambatnya penyampaian pelayanan kepada publik yang dampaknya dapat berkisar dari sekedar terhambatnya proyek infrastruktur hingga akibat yang lebih fatal seperti penyebaran penyakit atau kurangnya gizi ibu dan anak.
capaian tahunan; (c) beberapa RPJMD provinsi telah memiliki target capaian tahunan pada level outcome (HDI, angka kemiskinan, dsb) namun LKPj hanya mencantumkan capaian pada level output kegiatan; (d) LKPj pada umumnya lebih menekankan kepada pertanggungjawaban pengeluaran anggaran namun belum mengaitkan kepada status capaian target pembangunan yang telah tercantum dalam RPJMD. Temuan ini mengindikasi adanya ketidaksinkronan
IGI
menemukan
bahwa
kualitas
perencanaan
pembangunan masih buruk, bila dilihat dari
antara perencanaan jangka menengah dengan perencanaan maupun pertanggungjawaban tahunan.
kesesuaian RPJMD dengan LKPj. Rata-rata capaian Terkait dengan pengesahan APBD tahunan, sebagian
33 provinsi untuk indikator ini hanya 3,55.
besar provinsi mengalami keterlambatan (melalui Ketika
IGI
mengevaluasi
aspek
perencanaan
PERDA dan tindaklanjutnya melalui PERGUB).
dengan
Meskipun rata-rata PERDA APBD 2011 Provinsi
hanya
disahkan pada akhir Desember 2010, namun masih
DKI Jakarta dan DIY yang memiliki kesesuaian
ada beberapa provinsi yang mengesahkannya antara
antara Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Januari-April 2011 (Bengkulu-28 Januari 2011; DKI-
Daerah (RPJMD) dengan Laporan Keterangan
13 Januari 2011; Papua Barat-3 Maret 2011; Aceh-26
Pertanggungjawaban Kepala Daerah (LKPj).
April 2011).
pemerintah
secara
membandingkan
substantif,
RPJMD
dan
yaitu LKPj,
Grafik 2. Kesenjangan antara Transparansi dan Akuntabilitas Arena Birokrasi
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
17
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Permasalahannya adalah bila rata-rata PERDA
Oleh karena itu, membangun sistem dokumentasi
baru disahkan pada akhir tahun pun maka masih
dan administrasi seluruh kegiatan DPRD yang
memerlukan waktu yang cukup lama sampai
seragam merupakan hal yang sangat urgen. Sistem
APBD cair ke provinsi. Dengan demikian program
dokumentasi ini merupakan awal upaya mewujudkan
pembangunan
mengalami
akuntabilitas dan melibatkan partisipasi publik
tersedianya
secara substantif.
keterlambatan
di
provinsi
karena
tentu
belum
anggaran pada awal tahun berikutnya. Satu bulan keterlambatan berarti terlambatnya penyampaian
Secara
pelayanan
dampaknya
performa, IGI menilai DPRD lah yang memiliki
dapat berkisar dari sekedar terhambatnya proyek
performa cenderung rendah dan menarik kebawah
infrastruktur hingga akibat yang lebih fatal seperti
kinerja Arena Pemerintah secara keseluruhan.
penyebaran penyakit atau kurangnya gizi ibu dan anak.
Sebagai contoh, total pengeluaran anggaran DPRD
kepada
publik
yang
keseluruhan
berdasarkan
fungsi
dan
terhadap total realisasi APBD di provinsi rata-rata Idealnya, secara prosedur APBD telah disahkan
mencapai 4% (interval 1-10%) dari total realisasi
paling lambat pada bulan Oktober tahun sebelumnya
APBD. Sedangkan dari sisi performa, DPRD
sehingga APBD tahun berikutnya dapat cair tepat
rata-rata hanya menghasilkan 1-5 legislasi dalam
pada akhir tahun. Hanya satu provinsi yang cukup
kurun waktu 1 tahun dengan proses pengesahan
disiplin dalam mengesahkan APBD yaitu provinsi
yang cenderung telat dan tidak terdokumentasi
Sumatera Utara (21 Oktober 2010).
dengan rapi. Meskipun DPRD memiliki dana operasional yang besar, performa DPRD lemah. Hal
Temuan lainnya terkait tingkat kedisiplinan adalah
ini menimbulkan pertanyaan lebih lanjut tentang
dokumentasi proses pembuatan regulasi. Hasil IGI
efisiensi dan efektivitas DPRD Provinsi dalam
2012 mengindikasikan tidak adanya mekanisme
menjalankan peran dan fungsinya.
baku tentang pencatatan proses pembuatan PERDA sejak masuk dalam Prolegda sampai dengan
Akibat dari perencanaan yang tidak sinkron adalah
disahkan; tidak ada dokumentasi yang baku yang
tata kelola yang tidak efisien. Ditambah dengan
dapat menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk
dokumentasi yang tidak tertata serta tidak transparan,
menerbitkan suatu PERDA.
prioritas pembangunan menjadi kabur dan sangat rentan pengaruh politik. Monitoring dan advokasi
Sangat sulit untuk melacak catatan-catatan kegiatan
dari pihak luar pun menjadi sulit. Akhirnya arena
rapat fraksi dan komisi untuk membahas suatu
pemerintah kembali yang disalahkan karena tidak
rancangan regulasi. Hal ini mengindikasikan
dapat menunjukkan kemajuan tata kelola.
prosedur
perencanaan
terhadap
pembuatan
kerangka regulasi belum terlembaga dengan baik yang mengakibatkan kesulitan bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dengan turut memantau prosesnya dan memberikan masukan.
18
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
4. Komitmen Provinsi terhadap Pendidikan, Kesehatan dan Pengentasan Kemiskinan Masih Rendah
Komitmen Pendidikan Hasil IGI menunjukkan rata-rata skor komitmen terhadap pendidikan di 33 provinsi di Indonesia hanya mencapai 3,02. Skor di atas mengkonfirmasi detail
Sebagian besar pemerintah kabupaten masih membutuhkan bantuan provinsi untuk memastikan pelayanan publik yang lebih luas dan kualitas yang lebih baik. Oleh karena itu, komitmen anggaran provinsi untuk ketiga sektor ini masih sangat penting.
temuan IGI yang menunjukkan bahwa semua provinsi di Indonesia masih mengalokasikan anggarannya di bawah 20% dari total APBD, termasuk di dalamnya anggaran untuk aparatur. Alokasi tertinggi hanya mencapai 14% (termasuk anggaran aparatur) atau 13% (dengan mengeluarkan anggaran aparatur) dari total APBD. Alokasi terendah hanya mencapai 1% dari total APBD. Alokasi sebesar ini, bila diterjemahkan ke dalam alokasi per anak per tahun untuk anak-anak
Sebagai bagian dari pengukuran keadilan dalam
sekolah WAJAR 9 tahun, maka besarannya hanyalah
mengelola pemerintahan, IGI mengukur komitmen
Rp. 188.711 per anak. Angka ini terkesan sangat kecil
pemerintah provinsi terhadap tiga pelayanan publik
dan tidak akan dapat banyak membantu Kabupaten/
dasar di setiap provinsi, yaitu pendidikan, kesehatan
Kota dalam penyelenggaraan dan peningkatan kualitas
dan pengentasan kemiskinan.
pendidikan. Meskipun ada kabupaten/kota di Indonesia yang cenderung telah mengalokasikan anggaran lebih
Pemerintah provinsi berargumen bahwa anggaran
besar dari 20% total anggaran yang dimandatkan
pelayanan publik yang besar sudah dialokasikan
namun pada kenyataannya sebagian besar hanya cukup
di tingkat kabupaten/kota. Namun, untuk beberapa
untuk membayar gaji guru dan biaya rutin lainnya.
hal, pada kenyataannya sebagian besar pemerintah
Tidak banyak yang bisa diharapkan dari Kabupaten/
kabupaten masih membutuhkan bantuan provinsi
Kota dalam hal peningkatan anggaran pendidikan. Di
untuk memastikan pelayanan publik yang lebih
sinilah provinsi sebenarnya dapat membantu.
luas dan kualitas yang lebih baik. Oleh karena itu, komitmen anggaran provinsi untuk ketiga sektor ini
Dalam masalah ini, yang lebih memprihatinkan
masih sangat penting.
lagi adalah kenyataan bahwa ternyata terdapat variasi antar provinsi yang sangat besar. Alokasi
Hasil temuan IGI menunjukkan rata-rata skor
terbesar diberikan oleh Aceh dengan jumlah
kinerja komitmen pemerintah pada tiga pelayanan
Rp 954.510,- per siswa per tahun, sedangkan
publik tersebut masih rendah, yaitu komitmen
terendah adalah NTB dengan alokasi hanya Rp
terhadap pendidikan (3,02), kesehatan (3,05) dan
4.511,- per siswa per tahun. Perbedaan yang besar
pengentasan kemiskinan (3,91), masing-masing
ini hampir dapat dipastikan memiliki dampak pada
dengan penjelasan sebagai berikut:
perbedaan pengalaman pendidikan dari anak-anak Indonesia yang tinggal di provinsi yang berbeda.
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
19
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Grafik 3. Alokasi Anggaran Pemerintah Provinsi untuk Pendidikan Per Siswa Per Tahun (WAJAR 9 Tahun)
20
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Komitmen Kesehatan
adalah provinsi dengan alokasi anggaran terendah yaitu sebesar Rp 5.807,- per kapita per tahun. Detail
Variasi antar provinsi yang lebar juga ditemui pada
temuan IGI tersebut menjadi penjelas komitmen
alokasi anggaran kesehatan. Provinsi Bangka Belitung
buruk pemerintah daerah terhadap sektor kesehatan.
mengalokasikan anggaran yang tertinggi yaitu
Rata-rata skor komitmen pemerintah daerah terhadap
sebesar Rp 166.459,- per kapita per tahun, dan DIY
kesehatan di 33 provinsi hanya mencapai 3,05.
Grafik 4. Alokasi Anggaran Kesehatan Pemerintah Provinsi Per Kapita Per Tahun
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
21
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Pengentasan Kemiskinan
oleh Bali sebesar Rp 365.757,- per penduduk miskin per tahun serta alokasi terendah oleh NTT sebesar
Tren yang sama juga terjadi pada komitmen
Rp 20.900,- per penduduk miskin per tahun.
pemerintah provinsi terhadap alokasi anggaran untuk pengentasan kemiskinan. Rata-rata skor komitmen
Dalam
isu
pemerintah terhadap pengentasan kemiskinan di
banyak
33 provinsi hanya mencapai 3,91. Skor tersebut
pengaduan
mencerminkan komitmen anggaran terhadap program
dapat berkomunikasi dengan pemerintah tentang
kemiskinan di Provinsi. Alokasi tertinggi disandang
ketepatan sasaran bantuan sosial.
provinsi
penanggulangan yang
ataupun
tidak
kemiskinan, memiliki
mekanisme
agar
unit warga
Grafik 5. Alokasi Anggaran Pemerintah Provinsi untuk Pengentasan Kemiskinan Per Penduduk Miskin Per Tahun
22
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Sebanyak 17 provinsi tidak memiliki unit pengaduan penanggulangan kemiskinan (Sumatera Selatan, Kepri, Babel, Banten, Riau, Bangka Belitung, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku, Maluku
5. Institusionalisasi Pengakuan dan Perlindungan Terhadap Hak Perempuan Memang Diperlukan. Namun Harus Diikuti Dengan Kebijakan Pro Jender Yang Konsisten Dalam Hal Pemenuhan Hak-Hak Dasar.
Utara, Papua Barat). IGI juga melihat seberapa jauh kesetaraan antara hak Pertanyaan kritis atas temuan ini adalah ketepatan
laki-laki dan perempuan diperhatikan. Indikator
sasaran bantuan. Apakah pemerintah memiliki
IGI untuk ini tersebar di semua arena, karena IGI
mekanisme menguji dan memastikan ketepatan
percaya bahwa keseimbangan ini harus diupayakan
program-program bantuan ke masyarakat miskin.
untuk dan oleh semua arena.
Terlebih lagi, dengan banyaknya program sosial yang
komposit dari indikator-indikator berikut, provinsi
tidak dibarengi partisipasi dan usaha mengedukasi
dengan nilai tertinggi untuk komitmen terhadap
masyarakat, apakah paket atau program bantuan
kesetaraan jender adalah Kalimantan Timur dengan
langsung tunai benar membantu atau semakin
nilai perolehan 7,57. Secara kualitatif capaian
membuat masyarakat tergantung?
ini termasuk dalam kategori Cenderung Baik. Papua dengan
Berdasarkan
nilai 3,40 merupakan provinsi
Karenanya, ketersediaan layanan pengaduan di
dengan capaian paling rendah dan masuk dalam
bidang pengentasan kemiskinan akan meningkatkan
kategori Buruk.
ketepatan sasaran program kemiskinan dan lebih menjamin efektivitasnya. Tabel 1. Indikator Jender dalam IGI Berdasarkan Arena
Arena Pemerintah
Indikator • Pelembagaan upaya perlindungan dan pemberdayaan perempuan
Birokrasi
• Persentase perempuan di parlemen • Persentase pejabat perempuan di eselon 2 • Persentase kelahiran yang dibantu medis (dokter dan bidan) terhadap total angka kelahiran • Rasio lamanya sekolah anak laki-laki dan perempuan
Masyarakat Sipil
Masyarakat Ekonomi
• Kualitas Kelompok Kerja Pengarusutama-an Jender di Provinsi • Pengarusutamaan jender dan pemberdayaan kelompok-kelompok rentan (contoh: perempuan, fakir miskin, anak-anak, cacat, lansia, HIV/AIDS) dalam kegiatan advokasi dan monitoring OMS. • Pengakuan dan perlindungan hak-hak pekerja perempuan oleh masyarakat ekonomi
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
23
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Grafik 6. KomitmenGrafik dan 6.Upaya Provinsi terhadap JenderJender Komitmen dan Upaya ProvinsiKesetaraan terhadap Kesetaraan
Kaltim Sumsel DIY Gorontalo Sulut Lampung Babel Kepri Sulsel DKI Kalsel Banten Sulteng Jabar Kalteng Riau Sumut Jambi Sumbar Bali Aceh Sultra Jatim Sulbar Bengkulu Jateng NTT Maluku Maluku Utara Kalbar NTB Papua Barat Papua
7,57 7,26 7,16 7,15 6,97 6,78 6,76 6,71 6,65 6,64 6,58 6,50 6,43 6,25 6,22 6,10 6,07 6,03 5,95 5,76 5,59 5,27 5,12 5,08 5,01 5,00 4,81 4,79 4,74 4,39 4,34 3,64 3,40 1,00
24
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Dari perspektif institusionalisasi pengarusutamaan
Jika ditilik lebih dalam dari sisi dampak kebijakan,
jender, secara umum sebagian besar daerah telah
pengarusutamaan jender yang ada pada kenyataannya
memiliki badan perlindungan dan pemberdayaan
belum mampu sepenuhnya memenuhi hak-hak dasar
perempuan dan anak yang formal. Namun, kinerja
kaum perempuan.
dari lembaga masih belum terukur ataupun kelompok kerja jender di tingkat provinsi dinilai masih lemah.
Sebagai contoh, masih ada kesenjangan yang cukup lebar pada lama sekolah WAJAR 9 Tahun antara anak
Karenanya
IGI
menekankan
pada
proses
perempuan dan laki-laki. Rata-rata lama sekolah laki-
pengarusutamaan hak kesetaraan jender bukan hanya
laki nasional adalah 8 tahun sedangkan perempuan
sekedar membangun institusi pengakuan formal atau
7,5 tahun yang menunjukkan bahwa perempuan 6
pengalokasikaan anggaran prosedural, namun lebih
bulan lebih cepat putus sekolah daripada laki-laki.
ke arah perubahan sistem dan paradigma jender secara substansial yang dituangkan dalam kebijakan
Provinsi yang memiliki kesenjangan yang tertinggi
pro hak-hak dasar perempuan. Disini lah peran para
adalah Papua (perempuan lebih cepat 1,5 tahun
pengambil dan pelaksana kebijakan yang notabene
putus sekolah daripada laki-laki) diikuti oleh Bali
perempuan yang seharusnya dapat mendorong
(perempuan 1,6 tahun lebih cepat putus sekolah)
kebijakan yang ramah hak-hak perempuan dan
dan NTB (perempuan lebih cepat 1,2 tahun). Yang
kaum marjinal.
lebih menarik lagi adalah dua provinsi peraih IGI peringkat tertinggi yang pada kenyataannya memiliki
Kecenderungan berbeda terjadi di Maluku, yang
kesenjangan yang masih cukup lebar, yaitu Jawa
merupakan satu-satunya provinsi yang tidak
Timur (perempuan lebih cepat 1,1 tahun putus
memiliki
sekolah) dan DIY (perempuan lebih cepat 1,2 tahun
dan
pelembagaan
pemberdayaan
resmi
perempuan
perlindungan namun
pada
putus sekolah ).
kenyataannya memiliki prosentase perempuan dalam parlemen dan birokrasi yang tertinggi di
Selain itu, pemenuhan hak dasar pelayanan kesehatan
antara provinsi-provinsi lain. Namun, Maluku
perempuan dapat dilihat dari prosentase kelahiran
masih di urutan 5 terbawah dalam sub-indeks
yang dibantu tenaga medis (dokter dan bidan) terhadap
kesetaraan jender.
total angka kelahiran. Cakupan pelayanan kesehatan selayaknya mencapai 100% perempuan melahirkan
Kenyataan ini menandakan bahwa jumlah perempuan
harus dibantu oleh tenaga medis.Ini merupakan wujud
yang
maupun
dari prinsip keadilan dalam pelayanan publik. Namun
pelaksana kebijakan tidak serta merta meningkatkan
IGI menemukan bahwa rata-rata hanya mencapai
perhatiannya pada jender. Oleh karenanya, usaha
74,62% dari total perempuan yang melahirkan yang
peningkatan jumlah perempuan dalam politik harus
dibantu tenaga medis. Prosentase kelahiran dibantu
dibarengi dengan kapasitas pengambilan keputusan
tenaga medis yang terendah 42,81% disandang oleh
strategis yang memberi perhatian universal pada
Provinsi Sulawesi Barat sementara tertinggi 98,04%
semua kelompok masyarakat.
oleh Provinsi DI Yogyakarta.
tinggi
dalam
posisi
pembuat
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
25
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
IGI berhasil mengidentifikasi bahwa masih lebih 6. Komitmen Provinsi Terhadap Kelestarian Lingkungan Hidup Masih dari 50% yang masih masuk dalam kategori Buruk dan Sangat Buruk. Hal ini dikarenakan masih Rendah banyak provinsi yang sama sekali belum memiliki Komitmen provinsi terhadap lingkungan diukur
regulasi lingkungan ataupun memiliki regulasi
melalui seberapa jauh efektivitas pelaksanaan
namun pelaksanaannya masih sangat buruk. Terlebih
regulasi lingkungan yang telah dibuat oleh
lagi, kebijakan pengaturan kegiatan ekonomi dan
pemerintah provinsi.
perlindungan lingkungan dinilai masih belum konsisten dengan regulasi tentang kawasan ekonomi
IGI menunjukkan bahwa secara rata-rata provinsi
khusus (economic zoning area).
masih berada pada kategori Sedang (4,81). Grafik 7. Komitmen terhadap Kelestarian Lingkungan Hidup
26
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Di samping indikator regulasi di atas, IGI juga memasukkan hasil ukuran Kementerian Lingkungan
7. Kemudahan Tata Kelola Investasi Meningkatkan Nilai Investasi
Hidup terhadap perbaikan kualitas udara, air dan tutupan hutan di seluruh provinsi dalam kurun
IGI
waktu 2010-2011. Nilai yang diukur IGI adalah
perkembangan
peningkatan IKLH dari tahun 2011-2010 yang secara
menggunakan beberapa indikator seperti kualitas
keseluruhan menghasilkan nilai rata-rata perbaikan
pelayanan investasi pemerintah provinsi, nilai investasi
hanya mencapai 2,91. Ini tentunya menunjukkan
dan penyerapan tenaga kerja sebagai representasi
masih buruknya pelaksanaan kerangka regulasi
efektivitas upaya tersebut. Secara umum, provinsi yang
untuk melindungi lingkungan dari kerusakan serta
memiliki kualitas pelayanan investasi yang baik, lebih
pemeliharaan ekosistem secara menyeluruh.
efektif mendorong tingkat investasi dan peningkatan
2
juga
menggunakan sektor
beberapa
ekonomi
indikator
provinsi.
IGI
tenaga kerja. Untuk melihat keramahan berinvestasi dan pengaruh tata kelola pengaturan perekonomian, IGI menggunakan indikator-indikator sebagai berikut: Arena Birokrasi
• Kemudahan akses terhadap regulasi tentang investasi di provinsi • Pelayanan Untuk Pengurusan Investasi • Nilai investasi Provinsi 2011 • Ada tidaknya forum reguler antara pemerintah provinsi dan masyarakat untuk memperkuat iklim investasi, penciptaan lapangan kerja, dan pemberdayaan ekonomi rakyat
Arena Masyarakat Ekonomi • Tingkat penyerapan lapangan kerja atau jumlah lapangan kerja yang tercipta
Provinsi yang ramah investasi dan baik tata kelola
masuk dalam peringkat 10 besar. Sementara itu,
pengaturan ekonomi yang baik adalah Jawa Barat
DKI Jakarta yang menduduki peringkat 3 IGI,
dengan skor 9,33 (Baik Sekali). Sedangkan daerah
ternyata memperoleh peringkat 13 dalam hal
yang memiliki kondisi tata kelola tidak ramah
keramahan investasinya.
untuk investor adalah NTT dengan skor 2,72 dengan kategori Buruk.
Peringkat 10 terbawah diduduki oleh provinsi yang tersebar di Kalimantan, Sumatera, Maluku, Nusa
Jika dibandingkan dengan IGI secara keseluruhan,
Tenggara dan Papua yang notabene rata-rata memiliki
tren yang menarik terlihat pada Papua yang
nilai investasi besar. Contohnya Kalimantan
memperoleh
secara
Timur, Barat dan Selatan yang memiliki nilai
keseluruhan namun dalam hal keramahan investasi
investasi besar dalam hal pertambangan dan energi.
peringkat
bawah
IGI
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
27
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Grafik 8. Tingkat Keramahan Investasi Provinsi
28
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
D. Tren Umum IGI
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
29
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
30
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
D
engan 89 indikatornya IGI menemukan
Di
dalam
Arena
Pemerintah,
prinsip
yang
sejumlah tren yang menarik di tiap-tiap arena
memperoleh nilai terendah adalah prinsip keadilan
maupun secara nasional. Tren dan skor IGI untuk
(3,89) dan masuk kategori Cenderung Buruk. Hasil
masing-masing arena merupakan kumpulan dari
ini mengindikasi bahwa belum adilnya lembaga yang
temuan-temuan spesifik yang sebagiannya telah
bertanggung terhadap proses pembuatan kebijakan
dipaparkan di atas.
pembangunan, dapat menghambat kemajuan ke arah kesejahteraan bagi semua.
1. Kinerja Birokrasi Provinsi Lebih Baik Dibanding Pemerintah (Pejabat Politik)
Sejumlah indikator yang menyumbang buruknya nilai keadilan ini terkait dengan komitmen-komitmen pengalokasian
anggaran
untuk
pendidikan,
Indeks IGI keseluruhan disumbang oleh empat
kesehatan, dan pengentasan kemiskinan yang
arena tata kelola, yaitu Pemerintah (Gubernur &
persetujuan pengalokasiannya merupakan tanggung
DPRD), Birokrasi, Masyarakat Sipil dan Masyarakat
jawab bersama antara Gubernur dan DPRD.
Ekonomi. Tiga arena menunjukkan kualitas kinerja tata kelola Sedang. Hanya Arena Masyarakat Sipil
Prinsip keadilan juga menjadi titik pertemuan
yang sedikit lebih baik dengan kualitas capaian dalam
antara peran provinsi dengan kabupaten yang juga
kategori Cenderung Baik.
menyimpan kontribusi peran provinsi terhadap pelayanan publik.
Pemerintah (Gubernur & DPRD) yang memegang kekuasaan tertinggi dan sangat menentukan kualitas
Pertanyaan yang perlu diangkat di prinsip ini
tata kelola pemerintahan di provinsi ternyata
adalah apakah provinsi sudah menjalankan peran
secara umum memperoleh nilai terendah. Padahal
strategisnya sebagai koordinator pelayanan publik
pemerintah memiliki fungsi menentukan arah
melalui komitmen anggaran? Atau justru lepas tangan
pembangunan serta berperan sebagai pembuat
karena pelayanan publik adalah tanggung jawab
kebijakan dan keputusan pembangunan. Temuan
kabupaten sepenuhnya?
ini menunjukkan paradoks pembangunan di daerah yang terlalu bergantung pada kualitas pemimpin.
Sementara itu, rendahnya nilai transparansi Arena Pemerintah terlihat dari indikator uji akses terhadap
Birokrasi memang berfungsi untuk melaksanakan
tingkat kemudahan aksesibilitas dokumen-dokumen
kebijakan namun tidak seharusnya bekerja dalam
publik seperti PERDA, Peraturan Gubernur Non-
vakum pengaruh politis pimpinan dan DPRD semata.
APBD, pertanggungjawaban anggaran, penggunaan
Seharusnya kebijakan dan pengaruh politis diarahkan
dana aspirasi, laporan-laporan kegiatan koordinasi
agar birokrasi dapat berjalan dengan sendirinya
pembangunan yang dilakukan Gubernur serta
dengan membangun sistem interaksi dengan penerima
kunjungan kerja DPRD.
manfaatnya. Dengan ini, potensi menganulir capaian pembangunan sebelumnya akan berkurang.
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
31
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Dilihat dari aspek efektivitas, Birokrasi ternyata
Hal yang sama terjadi pada Arena Birokrasi. Prinsip
cenderung memiliki kinerja yang lebih baik daripada
partisipasinya memperoleh nilai terendah di antara
Pemerintah. Tren ini terjadi di seluruh provinsi
prinsip-prinsip dalam arena-arena yang lain dan
dan tren yang sama seperti IGI 2012 juga terlihat
masuk kategori Cenderung Buruk (3,96). Ini berarti
pada PGI 2008. Karena fungsi Pejabat Politik ini
bahwa birokrasi masih dinilai sangat kurang dalam
sangat penting dalam menentukan apa yang dapat
menyediakan saluran-saluran bagi pelibatan publik
atau tidak dapat dilakukan oleh Birokrasi maka hal
secara aktif. Nilai ini disumbang oleh indikator
ini menimbulkan dua kemungkinan, yaitu (1) ada
penyediaan saluran pengaduan pelayanan dasar
kecenderungan pejabat politik membelenggu kinerja
seperti pendidikan dan kesehatan, serta pengaduan
birokrat dan (2) Kapasitas birokrat masih lemah
dalam pengelolaan pendapatan daerah.
sehingga kinerjanya sangat terpengaruh oleh pejabat politik. Dua kemungkinan ini lah yang harus diatasi.
Buruknya saluran-saluran partisipasi bisa jadi merupakan sumber penghambat kemampuan birokrasi
Rata-rata
nilai
prinsip
partisipasi
di
Arena
Pemerintah lebih rendah dibanding Arena Birokrasi,
untuk secara tepat dan kontinyu memperbaiki kualitas pelayanan publik.
sementara rata-rata nilai pada prinsip keadilan dan efektivitas menunjukkan hal sebaliknya. Hal ini
Secara keseluruhan, dalam kurun waktu 5 tahun antara
menunjukkan masih belum berfungsinya mekanisme
2007-2011, meskipun kinerja birokrasi lebih baik,
formal partisipasi dengan semestinya. Temuan ini
namun masih terjadi kesenjangan antara performa
mempertanyakan semua mekanisme partisipasi
pejabat politik dan birokrasi. Oleh karena itu Arena
publik yang berjalan sekarang, apakah mekanismenya
Politis harus direformasi berbarengan dengan Arena
mendorong partisipasi substansial dan konsultatif?
Birokrasi. Reformasi birokrasi saat ini tidak cukup
Atau masih hanya formalitas partisipasi belaka?
mengatasi kesenjangan ini, karena semua keputusan tetap berada di tangan pejabat politik.
Grafik 9. Kesenjangan Performa Pejabat Politik dan Birokrasi dalam IGI 2012
32
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Grafik 10. Kesenjangan Performa Pejabat Politis dan Birokrasi dalam PGI 2008
2. Kinerja Internal Masyarakat Sipil yang Rendah
3. Masyarakat Ekonomi yang Tidak Efektif
Meskipun Masyarakat Sipil memperoleh nilai
Masyarakat
tertinggi di antara arena yang lain. Namun nilai
kedua terendah di antara empat arena. Nilai
tersebut hanya masuk dalam kategori Cenderung
rendah ini secara signifikan disumbang oleh
Baik. Masyarakat sipil telah melakukan fungsinya
masih Cenderung Buruknya efektivitas kinerja
secara partisipatif, adil dan transparan, namun
arena ini (4,74). Efektivitas ini diukur antara
memiliki kualitas akuntabilitas, efisiensi dan
lain melalui kontribusinya kepada pertumbuhan
efektivitas yang rendah. Hal ini menunjukkan
angkatan kerja. Pada kurun waktu 2010-2011,
belum cukup kuatnya dan terkonsolidasinya
tercatat bahwa kenaikan jumlah angkatan kerja
masyarakat sipil untuk menjalankan fungsinya
hanya sebesar 1% dari total jumlah usia produktif.
Ekonomi
menduduki
peringkat
secara maksimal sebagai pengawas dan pengawal proses-proses reformasi.
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
33
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
4. Peringkat dan Rata-rata Provinsi Grafik 11. Peringkat Nasional IGI 2012
Rata-rata nasional kinerja tata kelola provinsi mencapai 5,70. Pencapaian ini masih jauh untuk dibanggakan bila dilihat dari nilai maksimumnya (10). Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh masing-masing provinsi untuk memperbaiki tata kelolanya. Hal ini diperkuat dengan kenyataan bahwa peraih nilai tertinggi provinsi DIY hanya memperoleh nilai 6,80 sementara masih cukup banyak provinsi yang memperoleh nilai di bawah nilai rata-rata bahkan berkisaran pada nilai 4.
34
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Tabel 2. Rata-rata Kinerja Tata Kelola Pemerintahan di Indonesia
Arena
Per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,28
5,87
3,89
5,45
4,58
7,51
5,49
Birokrasi
5,68
3,96
5,91
6,17
5,04
6,98
5,38
Masy Sipil
6,33
6,53
6,28
6,17
6,28
6,22
6,48
Masy Ekonomi
5,72
6,16
5,83
6,18
5,80
5,54
4,74
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
35
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
36
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
E. Refleksi “Jika tidak ada gebrakan perencanaan yang konsisten dan berkesinambungan di daerah yang didukung oleh semua arena tata kelola, Indonesia akan kehilangan momentum emas. Karenanya untuk kemajuan daerah, dibutuhkan kelegowoan para pemimpin termasuk kader partai politik untuk mampu membuat dan mengikuti perencanaan jangka panjang yang berbasis fakta.”
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
37
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
38
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
1. Desentralisasi Membutuhkan Perencanaan Jangka Panjang yang Konsisten, Sinkron dan Berbasis Fakta.
O
Baik dua pendekatan kurang tepat menjawab tantangan
desentralisasi.
indikator
efektivitas
Buktinya,
menunjukkan
beberapa rendahnya
dampak dan hasil yang dirasakan oleh publik yang akhirnya mempengaruhi tingkat kepercayaan dan
tonomi daerah membutuhkan konsistensi dan
tingkat partisipasi politik.
rencana jangka panjang berkesinambungan.
2. Keadilan Versus Pertumbuhan Ekonomi menggambarkan masih banyaknya pekerjaan rumah Status
tata
kelola
yang
ditangkap
IGI
baik dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten untuk sinkronisasi regulasi dan perencanaan.
Jika dilihat tren keseluruhan sejak desentralisasi,
Perencanaan merupakan kunci karena menjadi salah
semua
satu simpul interaksi antar arena. Simpul interaksi
meningkatkan pendapatan daerah. Namun, IGI
ini haruslah dijaga dan dipererat guna melancarkan
berargumen,
semua program pembangunan. Provinsi dapat
berbasis ekonomi tidak dibarengi dengan strategi
memegang peranan ini dengan sebenarnya dan
jangka panjang, maka pendekatan ini akan menjadi
senyatanya, karena Pemerintahlah akan menjadi
bumerang dalam jangka panjang.
daerah
cenderung
ketika
berusaha
pendekatan
keras
pembangunan
pihak yang paling diuntungkan ketika interaksi antar arena berjalan dengan sangat baik.
Kebijakan
pengaturan
ekonomi
yang
tidak
berbasis perencanaan jangka panjang akan selalu Tantangan berikutnya ketika interaksi sudah terjalin
mengorbankan generasi akan datang. Dari indikator
adalah konsistensi. Konsistensi terutama dalam
tingkat pertumbuhan dan nilai investasi, dapat
perencanaan diperlukan untuk menyeimbangkan
dikatakan desentralisasi membuka kran potensi
dan menjaga hasil-hasil pembangunan agar inisiatif
daerah untuk lebih maju. Rata-rata sebagian besar
tidak repetitif, sia-sia dan tidak mengorbankan
provinsi mengalami kenaikan dalam hal investasi.
kepemimpinan selanjutnya. Beberapa contoh sudah
Namun sayangnya, jika ditilik lebih dalam,
dipaparkan di atas, tentang pergantian Kepala
kenaikan investasi untuk pertumbuhan ekonomi
Daerah yang secara signifikan mempengaruhi, baik
mengorbankan potensi lokal. Contoh-contoh bisa
kinerja maupun peringkat sebuah provinsi.
dilihat di Kalimantan, seperti Kalimantan Selatan, Tengah dan Timur, bahkan DIY yang menduduki
Contoh-contoh ini masuk ke dalam dua kategori; di
peringkat pertama.
satu ekstrim, dinamika pengambilan keputusan tata kelola daerah saat ini masih mengadopsi cara berpikir
Sangat ironis ketika sumber daya daerah “dijual”
lama yang bergantung pada proses politik yang
keluar namun kebutuhan di dalam masih belum
berbasis kepentingan partai ketimbang kepentingan
terpenuhi. Ibarat menyimpan api dalam sekam,
publik. Di ekstrim lainnya, cenderung berjalan sendiri,
simulasinya seperti lingkaran setan yang akan
tidak mau berkoordinasi dan ingin menonjolkan diri.
semakin sulit diputus. Model di daerah yang kaya
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
39
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
tambang adalah diambilnya sumber daya mereka
Singkatnya,
pemerintah
daerah
menggenjot
untuk memenuhi kebutuhan di tempat lain namun
kenaikan investasi di dalam daerah, mengundang
di provinsi sendiri masih sering kekurangan energi.
perusahaan yang mendatangkan SDM dari luar ataupun menguasai pengelolaan sumber daya.
Model lainnya seperti DIY yang mengubah kota
Kebijakan ini menggusur akses sumber daya
dari yang berbasis budaya dan tradisional menjadi
penduduk sehingga arus migrasi meningkat, daerah
kapitalis modern dimana pasar-pasar tradisional
kehilangan SDM handal karena mencari penghasilan
digusur dan diganti dengan Mall ataupun gerai
diluar, pemerintah yang kesulitan mengelola
waralaba. Tren ini terjadi di banyak daerah terutama
investasi daerah terus mengundang investor dari
di kota-kota besar, seperti Jakarta, Sumatra Utara,
luar dan tanpa disadari, semua indikator efektivitas
Jawa Timur dan daerah lainnya.
seperti kualitas lingkungan, kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, pelayanan publik, dikorbankan.
40
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
F. Apa yang harus dilakukan? “Kemampuan perencanaan sistemik dengan menggunakan alat tolak ukur yang dapat mengukur semua arena akan dapat mendorong interaksi antar arena. Hal ini adalah kunci reformasi birokasi. Dari sisi politik, kedepan, publik akan lebih memilih para calon pemimpin yang inovatif, punya ketegasan dan tunduk terhadap konstitusi serta membuka janji politik dan kontrak sosial secara transparan.”
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
41
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
42
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
1. Perencanaan Sistemik Menjadi Kunci bagaimana transfer kepemimpinan antar satu dengan yang lain secara transparan. Janji politik dan kontrak Reformasi Politik dan Birokrasi.
D
sosial tidak pernah berjalan di Indonesia. Karenanya iperlukan sinkronisasi RPJMD dan LKPj
dibutuhkan proses transfer janji politik dan kontrak
serta terbukanya transparansi anggaran untuk
sosial dengan indikator terukur yang dapat diakses
mewujudkan perencanaan yang berkualitas. Jika
oleh semua publik. Untuk merealisasikan ini dapat
tidak ada gebrakan perencanaan yang konsisten
dengan mudah menggunakan sumber daya yang ada
dan berkesinambungan di daerah yang didukung
di pemerintah provinsi, misalnya laman pemerintah
oleh semua arena tata kelola, Indonesia akan
daerah, DPRD dan partai politik.
kehilangan momentum emas. Momentum dimana
4. Kepemimpinan Inovatif Mendorong Efisiensi dan Efektivitas Kinerja cukup kondusif untuk perubahan. Karenanya Pemerintahan untuk mendorong kemajuan daerah, dibutuhkan semua kondisi baik sosial, ekonomi dan politik
kelegowoan para pemimpin untuk membuat dan mengikuti perencanaan jangka panjang yang
Inovasi pendekatan kepemimpinan yang lebih peka
berbasis fakta.
dan cepat menjawab permasalahan masyarakat adalah cara alternatif untuk meningkatkan kualitas
2. Memperkuat Interaksi Antar Arena tata kelola dan kinerja pemerintahan dengan lebih di Daerah dengan Menggunakan menekankan pada result-driven dibandingkan dengan process-driven of government. Beberapa Referensi Tolak Ukur yang Sama. best practices seperti Provinsi DKI Jakarta Ketegangan antara dua prinsip, yaitu keadilan
dan Pemerintah Kota Surabaya menunjukkan
dan
pentingnya peran kepemimpinan politik dalam
efektivitas,
seringkali
menjadi
dilema
utama pemerintahan daerah. Prinsip apa yang
akselerasi
pembangunan
di
daerah.
Kepala
lebih didahulukan dan apakah keduanya dapat
Daerah yang inovatif akan menyediakan kerangka
berjalan beriringan? Jawabannya bisa ketika
kebijakan sekaligus menembus kekakuan birokrasi
semua arena memiliki referensi tolak ukur yang
untuk mempercepat efektivitas kinerja pemerintah
sama dan saling transparan sehingga dapat saling
daerah. Ditunjang dengan komunikasi massa yang
mendukung dan menyokong. Karenanya semua
bagus yang tentu dapat memupuk modal sosial,
arena membutuhkan referensi yang sama untuk
maka kelancaran program-program pembangunan
saling memantau dan mendukung.
daerah akan semakin terjamin karena didorong bersamaan dengan Arena Masyarakat Sipil dan
3. Janji Politik dan Kontrak Sosial yang Ekonomi. Model pemimpin yang dapat menegakkan regulasi daerah dan berpikir panjang lebih relevan Terukur dan Transparan. di masa ini daripada pemimpin yang hanya setia Seringkali kita melihat pelantikan kepala daerah
dengan kepentingan konstituen pada saat pemilu
namun tidak pernah dalam sejarah bangsa, melihat
saja. Apalagi jika sang pemimpin yang inovatif ini
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
43
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
diimbangi dengan peningkatan kualitas pengawasan politik dari para anggota legislatif dan masyarakat sipil
termasuk
media
yang
kritis
berdasar
fakta, tidak semata-mata berbasis opini yang malahan dapat menghambat akselerasi kemajuan pembangunan di daerah.
44
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Lampiran 1
Kerangka Kerja Indonesia Governance Index
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
45
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
46
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
1. Konseptual
Empat arena ini memiliki fungsi dan kinerja yang secara kolektif menentukan kualitas tata kelola di
A. Definisi Tata Kelola Pemerintahan
setiap provinsi.
I
B.
ndonesia Governance Index (IGI) mendefinisikan tata
kelola
pemerintahan
sebagai
Arena Tata Kelola Menurut IGI
proses
kebijakan,
IGI mengukur empat arena utama yang terlibat
peraturan serta prioritas-prioritas pembangunan
dalam formulasi serta implementasi kebijakan atau
melalui interaksi antara eksekutif, legislatif dan
apa yang sering disebut sebagai ‘governance’. Empat
birokrasi dengan partisipasi dari masyarakat sipil dan
arena ini adalah Pemerintah (mencakup eksekutif
masyarakat ekonomi (bisnis).
dan legislatif), Birokrasi, Masyarakat Sipil dan
memformulasi
dan
melaksanakan
Masyarakat Ekonomi. Setiap arena dimaknai sebagai Definisi yang telah dikembangkan oleh Partnership
memiliki kerangka logika yang serupa yang kemudian
pada tahun 2007 juga sejalan dengan konsep
peran masing-masing dalam praktik-praktik tata
Berggruen dan Gardels (2013) yang mengatakan
kelola diidentifikasi. Berikut adalah cakupan definisi
bahwa, tata kelola (governance) “adalah bagaimana
tiap arena:
kebiasaan budaya, institusi politik dan sistem ekonomi
1) Pemerintah adalah badan pembuat kebijakan
dalam masyarakat dapat berjalan selaras dalam
yang mencakup eksekutif dan legislatif. Eksekutif
menciptakan kehidupan masyarakat yang diinginkan.
merujuk pada Gubernur dan Wakil Gubernur
Tata kelola yang baik adalah ketika struktur-struktur
yang memiliki otoritas yang bertumpang-tindih
ini bertautan secara seimbang sehingga mampu
dengan Badan Legislatif (DPRD) dalam hal
memproduksi hasil-hasil yang efektif dan berlanjut
membuat kerangka kebijakan serta penganggaran
dalam bingkai kepentingan yang sama.”3Dengan
di tingkat provinsi. Namun demikian, Gubernur
kata lain, tata kelola yang baik mensyaratkan
juga sebagai pemegang kekuasaan eksekutif
semua “arena”, i.e. pemerintah (baik eksekutif dan
untuk
legislatif), masyarakat sipil dan masyarakat ekonomi,
pembangunan. Di sisi lain, DPRD memiliki
untuk menjalankan peran masing-masing melalui
hak-hak eksklusif untuk mengawasi proses
upaya berselaras dengan arena-arena lain.
pembangunan yang dijalankan oleh eksekutif
memerintah
dan
mengkoordinasikan
dan birokrasi. Berdasarkan konsep tata kelola pemerintahan di
2) Birokrasi
merupakan
pelaksana
kebijakan
atas, secara operasional terdapat 4 (empat) arena tata
yang memiliki peran melayani maupun sebagai
kelola, yaitu:
jembatan antara pemerintah dengan masyarakat.
1) Pemerintah (political-office/pejabat politik);
Dalam hal ini Birokrasi termasuk Sekretariat
2) Birokrasi;
Daerah dan Kantor Dinas-dinas di tingkat
3) Masyarakat Sipil;
provinsi. Di antara banyaknya fungsi penting
4) Masyarakat Ekonomi.
birokrasi, fungsi-fungsi utama yang akan diukur dalam studi ini adalah fungsi pelayanan publik, fungsi sebagai pengumpul pendapatan daerah
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
47
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
(revenue collection) dan fungsi pengaturan
3) Akuntabilitas:
kondisi
dimana
pejabat,
lembaga dan organisasi publik di setiap arena
ekonomi daerah.
bertanggungjawab atas tindakan-tindakannya
3) Masyarakat Sipil terdiri dari organisasi, asosiasi,
serta responsif terhadap publik.
yayasan, forum (formal dan informal), serikat (cetak dan elektronik) asosiasi
4) Transparansi: kondisi dimana keputusan yang
professional dan lembaga pendidikan maupun
diambil oleh pejabat publik, lembaga non-
riset yang bersifat non-pemerintah dan non-profit.
pemerintah serta lembaga bisnis di setiap arena
Di antara banyaknya fungsi masyarakat sipil,
dan sub-arena terbuka kepada publik untuk
Partnership mempertimbangkan fungsi-fungsi
memberi masukan, memonitor dan mengevaluasi
utama yang akan diukur adalah fungsi advokasi
serta kondisi dimana informasi publik tersebut
kebijakan publik serta fungsi pemberdayaan
tersedia maupun dapat diakses oleh publik.
buruh, media
5) Efisiensi: kondisi dimana kebijakan dan program
sebagai fungsi yang paling penting. 4) Masyarakat
Ekonomi
mencakup
yang dijalankan telah menggunakan sumber daya
entitas
manusia, keuangan dan waktu – secara optimal.
bisnis dan asosiasi yang bertujuan mencari utama
6) Efektivitas: kondisi dimana tujuan kebijakan
yang diukur adalah kemampuan mereka
dan hasil program telah dicapai sesuai dengan
dalam mendorong iklim bisnis yang lebih baik
yang tujuan yang diharapkan (yaitu merujuk
serta pada saat bersamaan memiliki upaya
pada mandat konstitusi - masyarakat yang
dalam melindungi kepentingan bisnis melalui
cerdas, makmur, adil dan beradab - menjadi
kegiatan ekonomi dan produksi mereka.
parameter utama).
keuntungan
(profit).
Fungsi-fungsi
C. Prinsip
D.
Dari berbagai macam prinsip untuk mengukur tata
IGI dibangun melalui diskusi yang ekstensif maupun
kelola, terpilih 6 (enam) prinsip yang Kemitraan
intensif dengan para pemangku kepentingan serta
anggap paling sesuai dengan kondisi sosial-politik
para ahli demi memastikan validitas serta realibilitas
Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai
konseptual maupun indikator. IGI mengukur kinerja
berikut:
Pemerintah (dalam hal ini merujuk pada Pejabat
1) Partisipasi: tingkat keterlibatan para pemangku
Politik), Birokrasi, Masyarakat Sipil dan Masyarakat
kepentingan
(stakeholders)
dalam
proses
Matriks IGI
Ekonomi terhadap prinsip-prinsip tata kelola yang
pembuatan kebijakan dalam setiap arena dan
baik,
yaitu
partisipasi,
transparansi,
keadilan,
sub-arena.
akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas. Kerangka IGI
2) Keadilan (fairness): kondisi dimana kebijakan
dikonseptualisasikan sebagai matriks 4 X 6, disilang
dan program diberlakukan secara adil kepada
dengan arena-arena dan prinsip-prinsip tata kelola
seluruh siapapun (tidak diskriminatif) terhadap
yang baik seperti yang ditunjukkan oleh gambar di
status, ras, agama maupun jenis kelamin.
bawah ini.
48
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Arena & Fungsi
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah: • Kerangka Kebijakan • Penganggaran • Koordinasi Pembangunan • Pengawasan Pembangunan Birokrasi: • Pengumpul Pendapatan Daerah (Revenue Collection) • Pelayanan Publik • Pengaturan Kegiatan Ekonomi
Indikator
Masyarakat Sipil: • Advokasi • Pemberdayaan Masyarakat Ekonomi: • Upaya Perlindungan Kepentingan seluruh komponen bisnis • Mendorong pertumbuhan ekonomi dan iklim usaha
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
49
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
2. Metodologi
terhadap isu-isu maupun proses-proses tata kelola pemerintahan. Setiap Indikator disertai justifikasi
1. Pemilihan Indikator
yang rinci. Pemilihan indikator melalui pertimbangan kriteria berikut ini:
Tentu saja pemilihan indikator ini akan selalu
1) Signifikansi,
menimbulkan pertanyaan mengapa indikator tertentu
2) Relevansi,
yang digunakan sementara yang lain tidak. Untuk
3) Ketersediaan data,
mengatasi hal ini, maka strukturisasi indikator
4) Kekuatan pembeda, dan
dilakukan melalui kategorisasi indikator-indikator
5) Persamaan untuk dapat diukur di seluruh
dan menempatkan indikator-indikator yang relevan
provinsi,
ke dalam hierarchy of significance, sehingga pada akhirnya akan didapat sejumlah kecil indikator
Seluruh indikator yang telah dipilih dikaji-ulang
yang memiliki kemampuan penjelas yang kuat dan
oleh para ahli dari empat arena yang diukur
discriminating power yang tinggi sehingga tidak ada
serta beberapa ahli di bidang statistik, tata kelola
tumpang tindih antar satu indikator dengan indikator
pemerintahan, metodologi penelitian serta akademisi
lain, atau terjadi repetisi maupun triangulasi yang
yang telah melakukan review kritis terhadap desain
tidak perlu.
dan metodologi IGI secara keseluruhan. Untuk memastikan kekuatan desain dan metodologi IGI,
Sesuai dengan tabel matriks di atas, indikator-
seorang analis internasional juga terlibat secara
indikator
intensif untuk melakukan kaji-ulang final.
dibangun
berdasarkan
fungsi-fungsi
dan otoritas pemerintahan provinsi serta relevansi 2. Struktur IGI
50
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
3. Menentukan Bobot Arena, Prinsip dan Indikator
dan pengalamannya. Dengan demikian, para ahli ini berasal dari akademisi, pejabat pemerintah, aktivis/ pekerja LSM, pelaku bisnis dan individu-individu
Berbagai arena, prinsip dan indikator yang digunakan
dalam
IGI
mempunyai
lainnya yang terkait.
tingkat
kontribusi yang berbeda-beda terhadap terciptanya
Bobot arena, prinsip dan indikator dihitung dengan
tata kelola permerintahan yang baik. Oleh karena
pendekatan AHP juga. Dengan pendekatan AHP,
itu, salah satu tahap sangat penting sebelum
data persepsi 27 responden ahli diolah dengan
arena, prinsip dan indikator ini dapat digunakan
software Expert Choice 11, untuk menghasilkan
dalam mengukur kinerja tata kelola pemerintahan
bobot di setiap arena, prinsip dan indikator. Data
provinsi adalah menentukan bobot masing-masing
diperoleh dengan metode wawancara individual
arena, prinsip dan indikator tersebut. Dalam hal ini
langsung dengan menggunakan kuesioner serta
metode pembobotan yang digunakan adalah AHP
dukungan show card hirarki arena, prinsip dan
(Analytical Hierarchy Procedure).
indikator sebagai instrumennya.
AHP adalah suatu metoda matematis/statistis
Pembobotan
yang diawali judgment dari para ahli (well-
menunjukkan kestabilan konstruksi model hirarki
informed Persons) terhadap kontribusi setiap
yang dibangun berdasarkan arena, prinsip dan
arena, prinsip dan indikator. Melalui proses
indikator. Hal tersebut ditunjukkan oleh derajat
pair-ways comparison setiap arena, prinsip dan
inkosistensi model sebesar 0,1%. Hasil pembobotan
indikator diperbandingkan satu dengan yang
menunjukkan arena birokrasi memiliki peran paling
lain. Perbandingan ini kemudian diolah secara
besar (0,323) dibandingkan arena pemerintah
matematis/statistis untuk menghasilkan bobot.
(0,302), masyarakat sipil (0,208) dan masyarakat
dengan
pendekatan
AHP
ekonomi (0,167). Hasil pembobotan enam prinsip sepenuhnya
pada masing-masing arena menunjukkan prinsip
pembobotan kepada penilaian para ahli. Para ahli
transparansi dan akuntabilitas lebih penting
di sini merupakan narasumber yang dipilih melalui
dibandingkan prinsip lainnya.
Metode
ini
mempercayakan
kritiria yang sangat ketat terkait dengan pengetahuan
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
51
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Bobot Prinsip Untuk Setiap Arena
4. Tipe dan Sumber Data IGI dihasilkan dari komposit dua tipe data, yaitu
Dalam
pengumpulan
data,
penelitian
IGI
data obyektif (sekunder) dan data persepsi/
melibatkan 33 peneliti dari seluruh provinsi
subyektif (primer). Data obyektif terdiri dari
di Indonesia yang terdiri dari akademisi dan
berbagai dokumen resmi dan terpublikasi, seperti
aktivis senior organisasi masyarakat sipil. Setiap
data statistik, APBD, RPJMD, RKA, LKPJ,
peneliti provinsi ini terlibat secara aktif dalam
PPAS/KUA, Provinsi Dalam Angka, catatan-
pengumpulan data sekunder dan data primer,
catatan kegiatan dan sebagainya. Sementara itu,
berperan aktif sebagai fasilitator dalam Focus
data persepsi diperoleh dari narasumber yang
Group Discussion (FGD) serta menulis laporan
dipilih melalui kriteria ketat yang berkenaan
hasil IGI di provinsi masing-masing. Dengan
dengan keahlian maupun memiliki informasi
keterlibatan yang cukup intensif ini para peneliti
yang luas terkait indikator-indikator yang diukur
provinsi diharapkan akan menjadi “resource
serta melalui penilaian langsung setiap peneliti di
person” terkait dengan isu-isu tata kelola
provinsi berdasarkan kajian yang obyektif. Kedua
(governance) di provinsinya masing-masing.
jenis data tersebut saling melengkapi sehingga dapat memperkuat kualitas data IGI.
52
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif” Lokasi Data IGI
No.
Arena
1.
Gubernur dan Birokrasi
Lokasi
Sekunder
Primer
BPS Provinsi
√
Dinas Kesehatan
√
√
Dinas Pendidikan
√
√
Dinas Kesejahteraan/Sosial
√
√
Dinas PU
√
√
Dispenda/BPKD
√
√
Disnakertrans
√
√
Kesbanglinmas
√
Bappeda
√
√
BKPMD
√
√
Sekretariat Pemerintah Provinsi
√
√
BPK
√
BPKP
√
Kantor Pajak
√
√
Parlemen
Sekretariat DPRD
√
√
Komisi-komisi DPRD
√
Civil society
Lembaga-lembaga Non-Pemerintah
√
Kantor Kadin Setempat
√
Gapensi
√
HIPMI
√
4.
Academia
Dosen, Peneliti
√
5.
Media
Wartawan, Pemred
√
2. 3. 4.
Economic society
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
53
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
5. Proses Data Menjadi Indeks
6. Skala Indeks
3,57 sampai dengan 4,86 adalah cenderung buruk;
Skala penilaian IGI berkisar dari angka 1 (sangat
sedangkan di atas 6,14 sampai dengan 7,43 adalah
buruk) sampai dengan angka 10 (sangat baik). Ada
capaian yang cenderung baik.
dua cara untuk memaknai suatu angka indeks dalam IGI. Pertama secara normatif, yaitu angka tersebut
Makna kedua adalah makna relatif. Di sini, angka
dilihat posisinya dalam skala 1-10 dengan nilai
capaian suatu provinsi dalam arena, prinsip maupun
tengah 5,50. Capaian suatu provinsi dalam arena,
indikator tertentu dilihat dalam posisi relatifnya
prinsip maupun indikator tertentu dapat dimaknai
terhadap capaian provinsi yang lain. Dalam hal
mengikuti skala ini. Dengan demikian, capaian
ini, kita bisa berbicara provinsi yang mana yang
sekitar 5,50 (tepatnya antara 4,86 – 6,14) adalah
memiliki capaian lebih baik maupun lebih buruk
capaian yang sedang-sedangsaja; capaian di atas
dibandingkan dengan provinsi lainnya.
Sangat Buruk
1
54
2,29
Buruk
Cenderung Buruk
3,57
4,86
Sedang
Cenderung Baik
6,14
Baik
7,43
Sangat Baik
8,71
10
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Lampiran 2
Indikator Indonesia Governance Index
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
55
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
56
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
A. Daftar Indikator Indonesia Governance Index No
Kode
Indikator
Tipe Data Obyektif Penilaian Kuesioner
Bobot
Arena Pemerintah
0,302
Prinsip Partisipasi
0,120
1
GIP1
Akomodasi usulan program kabupaten dalam hasil musrenbang provinsi
√
0,170
2
GIP2
Kualitas public hearing di DPRD dalam rangka pembahasan Perda non-APBD
√
0,156
3
G2P1
Kualitas Public Hearing Pembahasan RAPBD atau pembiayaan lain-lain
√
0,219
4
G3P1
Kualitas audiensi/interaksi Stakeholder dengan Gubernur
√
0,092
√
0,199
√
0,164
0,189
Kualitas saluran Pengaduan Masyarakat 5 G4P1 dalam memperkuat fungsi Pengawasan DPRD Inisiatif DPRD dalam melibatkan 6 G4P2 masyarakat ketika menjalankan Fungsi Pengawasan Prinsip Keadilan (Fairness) Pelembagaan upaya perlindungan dan 7 G1F1 pemberdayaan perempuan 8
G2F1
9
G2F2
10
G2F3
11
G3F1
12
G4F1
Anggaran APBD untuk kesehatan (non belanja pegawai) perkapita (disesuaikan dengan Indeks Kemahalan Konstruksi). Anggaran APBD untuk penanganan kemiskinan per penduduk miskin (disesuaikan dengan indeks kemahalan konstruksi) Anggaran APBD bidang pendidikan dibagi jumlah siswa sampai jenjang pendidikan 9 tahun (disesuaikan dengan indeks kemahalan konstruksi) Persamaan kesempatan audiensi/interaksi antara berbagai kelompok masyarakat dengan Gubernur Jangkauan DPRD dalam melakukan pengawasan pembangunan secara merata (tidak diskriminatif)
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
√
0,125
√
0,243
√
0,228
√
0,247
√
0,039
√
0,045
57
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Prinsip Akuntabilitas Kesesuaian Target Capaian Prioritas 13 G1A1 RPJMD dengan Capaian Tahunan Pemerintah Provinsi dalam LKPJ Rasio Realisasi pengesahan perda 14 G1A2 dibandingkan dengan jumlah rencana legislasi daerah (dalam %) Rasio APBD Perubahan terhadap APBD 15 G1A3 Penetapan Tanpa Adanya Perubahan Asumsi Dasar Ketepatan waktu dalam pengesahan Perda 16 G2A1 APBD Rasio Belanja Hibah/Subsidi dan Bantuan 17 G3A1 Sosial terhadap Belanja Barang/Jasa dan Modal Komitmen anggota DPRD 18 G4A1 memperjuangkan kepentingan/aspirasi publik Prinsip Transparansi Kemudahan akses terhadap dokumen 19 G1T1 PERDA dan Peraturan Gubernur NonAPBD Kemudahan Akses Kelengkapan 20 G2T1 Dokumen APBD Kemudahan Akses Pertanggungjawaban 21 G2T2 APBD provinsi 22
G2T3
23
G3T1
24
G4T1
58
G1I1
26
G1I2
27
G2I1
28
G4I1
0,259
√
0,129
√
0,105
√
0,190
√
0,110
√
0,124
0,190
√
0,172
√
0,175
√
0,182
√
0,160 √
√
Rata-rata waktu penyelesaian Perda di DPRD dalam 1 tahun terakhir Rasio Anggaran Belanja Pegawai (Langsung+Tidak Langsung) terhadap Total APBD Rasio Total Budget DPRD terhadap Total APBD
0,342
Kualitas komunikasi gubernur dalam mengkoordinasi pembangunan Kemudahan akses kegiatan pengawasan DPRD Laporan Singkat, Risalah Rapat,Kunjungan Kerja Pembangunan Anggota DPRD Waktu Penerbitan Peraturan Gubernur tentang Implementasi PERDA
√
Kemudahan Akses Penggunaan Dana Aspirasi Anggota DPRD Provinsi
Prinsip Efisiensi 25
0,127
0,183
0,117
√
0,167
√
0,167
√
0,463
√
0,202
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Prinsip Efektivitas
√
0,124
29
G1E1
Jumlah Perda Inisiatif
0,059
30
G1E2
Regulasi tentang Perlindungan Lingkungan Hidup
31
G2E1
Tingkat Pertumbuhan PDRB/kapita
√
0,082
32
G2E2
Tingkat kemiskinan
√
0,182
33
G2E3
Tingkat Pengurangan pengangguran terbuka
√
0,222
34
G2E4
Tingkat kesenjangan (gini ratio)
√
0,169
35
G3E5
Prosentase perempuan di parlemen
√
0,047
36
G3E1
Disparitas Pendapatan antar Kabupaten dalam Provinsi (Indeks Wiliamson)
√
0,086
37
G4E1
Rasio Total APBD Realisasi terhadap Total APBD Perubahan
√
0,069
√
0,084
Arena Birokrasi
0,323
Prinsip Partisipasi
0,095
38
B1P1
Ada tidaknya Unit Pelayanan Pengaduan Masyarakat (UPPM) di Dispenda provinsi
√
0,207
39
B2P1
Unit Pelayanan Pengaduan Masyarakat di bidang kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan,
√
0,381
40
B2P2
Keberadaan dewan kesehatan, dewan pendidikan, dan dewan pengentasan kemiskinan.
√
0,169
B3P1
Ada tidaknya forum reguler antara pemerintah provinsi dan masyarakat untuk memperkuat iklim investasi, penciptaan lapangan kerja, dan pemberdayaan ekonomi rakyat
√
0,242
41
Prinsip Keadilan (Fairness) 42
B1F1
43
B2F1
44
B2F2
Prosentase pejabat perempuan di eselon 2 Persentase kelahiran yang dibantu medis (dokter dan bidan) terhadap total angka kelahiran Pelayanan publik yang tidak diskriminatif terhadap kelompokkelompok terpinggirkan (contoh: perempuan, fakir miskin, anak-anak, cacat, lansia, HIV/AIDS)
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
√
0,153 0,070
√
0,329
√
0,179
59
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
45
B2F3
46
B2F4
47
B3F1
Rasio lamanya sekolah anak lakilaki dan perempuan (mean years of schooling) Kualitas Kelompok Kerja Pengarusutama-an Gender di Provinsi
√
0,251 √
Pengadaan barang dan jasa Pemerintah Provinsi tidak diskriminatif.
0,097 √
Prinsip Akuntabilitas 48
B2A1 Opini audit BPK terhadap APBD Provinsi
49
Konsistensi kebijakan ekonomi birokrasi B3A1 dengan kebijakan kelestarian lingkungan dan zoning kawasan ekonomi.
0,204 √
B1T1
51
B3T1
B1I1
53
B2I1
54
B3I1
Akses terhadap dokumen Keuangan SKPD (RKA SKPD, RKA PPKD, Ringkasan DPA SKPD, Ringkasan DPA PPKD) Kemudahan akses terhadap regulasi tentang investasi di provinsi
√
0,405
√
0,595 0,160
Rasio Belanja Aparatur Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) terhadap Realisasi PAD Provinsi Rasio Anggaran untuk Belanja Aparatur (Langsung dan Tidak Langsung) terhadap Total Belanja Publik Provinsi
√
0,241
√
0,386
Pelayanan Untuk Pengurusan Investasi
√
0,378 0,172
Prinsip Efektivitas
60
0,507 0,217
Prinsip Efisiensi 52
0,493 √
Prinsip Transparansi 50
0,074
55
B1E1
Persentase anggaran tahunan DPKD Provinsi terhadap realisasi PAD (Pendapatan Asli Daerah)
√
0,097
56
B2E1
Skor Human Development Index
√
0,225
57
B2E2
Kualitas Air dalam Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2010 dan 2011
√
0,405
58
B2E3
Kualitas Udara dalam Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2010 dan 2011
√
59
B2E4
Kualitas Tutupan Hutan 2010 dan 2011
√
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
60
B3E1
Pertumbuhan investasi (investment growth)
√
0,15
61
B3E2
Jumlah Proyek Investasi
√
0,124
Arena Masyarakat Sipil
0,208
Prinsip Partisipasi
0,205
62
C1P1
63
C2P1
Wadah keterlibatan masyarakat yang disediakan oleh Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) untuk advokasi dan monitoring, Pelibatan masyarakat oleh OMS dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
√
0,309
√
0,691
Prinsip Keadilan (Fairness)
64
C1F1
Pengarusutamaan gender dan pemberdayaan kelompok-kelompok rentan (contoh: perempuan, fakir miskin, anak-anak, cacat, lansia, HIV/ AIDS) dalam kegiatan advokasi dan monitoring OMS.
65
C2F1
Variasi / lingkup isu-isu yang diadvokasi dan dimonitoring OMS
0,174
√
0,618
√
0,382
Prinsip Akuntabilitas
0,183
66
C1A1
Laporan program dan keuangan kelembagaan.
√
0,498
67
C2A1
Prosedur monitoring dan evaluasi program pemberdayaan masyarakat.
√
0,502
0,218
Prinsip Transparansi
68
C1T1
Akses terhadap informasi kelembagaan dan kegiatan OMS
√
0,429
69
C2T1
Akses terhadap informasi program pemberdayaan masyarakat
√
0,571
0,114
Prinsip Efisiensi
70
C1I1
Efisiensi kegiatan advokasi dan monitoring OMS.
√
0,578
71
C1I2
Koordinasi antar OMS dalam kegiatan advokasi dan monitoring.
√
0,422
0,106
√
0,271
Prinsip Efektivitas 72
C1E1
Kontribusi OMS terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
61
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
73
74
C2E1
Kontribusi OMS terhadap upaya peningkatan kualitas pelayanan publik.
√
0,377
C2E2
Kontribusi OMS terhadap upaya pemberdayaan kelompok-kelompok rentan (contoh: perempuan, fakir miskin, anak-anak, cacat, lansia, HIV/ AIDS).
√
0,352
Arena Masyarakat Ekonomi
0,167
Prinsip Partisipasi
0,117
75
E1P1
Kualitas partisipasi dalam wadah pengambilan keputusan asosiasi.
√
0,383
76
E1P2
Keterlibatan asosiasi bisnis dalam perumusan kebijakan pembangunan daerah
√
0,617
0,171
Prinsip Keadilan (Fairness)
77
E1F2
Kesempatan yang sama bagi anggota asosiasi dalam mendapatkan informasi, fasilitas dan mengikuti tender/proyek
√
0,32
78
E1F1
Perhatian sektor usaha terhadap tuntutan kesejahteraan buruh
√
0,324
79
E1F3
Pengakuan dan perlindungan hak-hak pekerja perempuan oleh masyarakat ekonomi
√
0,356
0,21
Prinsip Akuntabilitas
80
E1A1
Pertanggungjawaban kegiatan dan keuangan asosiasi bisnis
√
0,196
81
E2A1
Kepatuhan sektor usaha dalam membayar Pajak / retribusi
√
0,32
82
E2A2
Kepatuhan sektor usaha terhadap aturan dan prosedur pelaksanaan usaha
√
0,271
83
E3A1
Tanggung jawab dalam Pengelolaan CSR
√
0,213
0,188
√
1
0,156
√
0,321
Prinsip Transparansi 84
E1T1
85
E1I1
Keterbukaan dalam menjalankan fungsi implementasi proyek pemerintah.
Prinsip Efisiensi
62
Koordinasi antar asosiasi usaha dalam perumusan kebijakan pembangunan daerah
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
86
E2I1
Penggunaan energi dan sumberdaya alam yang ramah lingkungan dan berkelanjutan
Prinsip Efektivitas 87
E1E1
Kemampuan sektor usaha dalam menyelesaikan sengketa dengan masyarakat
88
E2E1
Kualitas Kemudahan berusaha dan iklim bisnis propinsi
89
E3E1
Tingkat penyerapan lapangan kerja atau jumlah lapangan kerja yang tercipta
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
√
√
0,679
0,159
√
0,092
√
0,164 0,745
63
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
B. Cara Membaca Kode Indikator Indonesia Governance Index 2012 Untuk memudahkan pengidentifikasian maka setiap indikator diberi kode. Kode ini terdiri atas 4 karakter dengan ketentuan sbb: (a) Karakter pertama (berupa huruf) menunjukkan Arena. (b) Karakter kedua (berupa angka) menunjukkan Fungsi di dalam arena. (c) Karakter ketiga (berupa huruf) menunjukkan Prinsip good governance. (d) Karakter keempat (berupa angka) menunjukkan Urutan Indikator di dalam prinsip. Arena G = Government
B = Bureacracy
C = Civil society
E= Economic society
Fungsi
Prinsip
1= Kerangka Kebijakan 2= Penganggaran 3= Koordinasi Pembangunan 4= Pengawasan Pembangunan 1= Pengumpul Pendapatan Daerah (Revenue Collection) 2= Pelayanan Publik 3= Pengaturan Kegiatan Ekonomi
P = participation F = fairness A = accountability T = transparency I = efficiency E = effectiveness
1 = Advokasi 2 = Pemberdayaan
1 = Upaya Perlindungan Kepentingan Seluruh Komponen Bisnis 2 = Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Iklim Usaha
Contoh: (a) G1T1 merupakan indikator pertama di arena Government fungsi pertama (regulatory framework) di prinsip transparansi.
Indeks Persepsi Korupsi dilakukan oleh Transparansi International Indonesia, yang mengukur persepsi di Kota-kota besar di Indonesia. i
ii
Laporan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia, Kementerian Lingkungan Hidup RI 2010 dan 2011.
iii
64
Berggruen and Gardels (2013). Intelligent Governance for the 21st Century. Polity Press. Cambridge, UK. Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
65
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
66
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
KINERJA KESELURUHAN ARENA dan PRINSIP 33 PROVINSI 1.
PROVINSI ACEH Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,55
4,92
8,28
3,79
3,39
9,05
5,76
Birokrasi
6,04
2,85
6,76
6,62
5,93
8,54
4,22
6,45
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,89
5,07
5,84
5,50
5,09
4,60
4,60
5,02
ARENA
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
2.
PROVINSI SUMATRA BARAT Arena
Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,00
5,93
3,19
6,32
3,74
7,23
5,56
Birokrasi
5,54
2,63
7,53
6,62
2,34
7,99
5,60
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,13
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
4,66
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
3,74 5,93
7,91 7,82
4,95 4,40
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
3.
PROVINSI SUMATRA UTARA Arena
Pemerintah Birokrasi Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
Indeks per Arena 5,15 6,43
Partisipasi
Keadilan
6,40 7,01
2,35 7,30
Akuntabilitas 6,52 6,62
6,68
7,64
6,40
6,40
6,40
6,40
6,64
5,49
6,40
6,11
6,40
6,40
5,18
2,17
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
67
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
4.
PROVINSI RIAU ARENA
Indeks per Arena
Partisipasi Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,31
5,43
3,38
4,34
6,79
7,90
5,49
Birokrasi
7,06
5,00
6,65
6,59
8,18
8,39
6,46
Masyarakat Sipil
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
Masyarakat Ekonomi
5,76
6,40
5,82
6,02
4,60
5,18
6,77
5.
PROVINSI KEPULAUAN RIAU Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,34
5,55
5,90
5,10
3,76
8,19
4,56
Birokrasi
5,65
2,96
7,54
6,59
2,34
7,90
6,40
5,72
6,40
6,40
5,50
4,60
5,36
6,40
5,82
6,40
5,82
6,40
5,50
6,40
4,39
ARENA
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
6.
PROVINSI JAMBI
ARENA
Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Pemerintah
5,90
6,48
3,59
5,86
6,32
7,51
6,79
Birokrasi
6,75
4,94
5,66
5,48
9,09
7,86
6,20
Masyarakat Sipil
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
Masyarakat Ekonomi
5,70
6,40
5,82
6,40
6,40
5,18
3,77
68
Transparansi Efisiensi
Efektivitas
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
7.
PROVINSI BANGKA BELITUNG
ARENA
Indeks per Partisipasi Keadilan Arena
Akuntabilitas
Transparansi Efisiensi Efektivitas
Pemerintah
6,26
6,57
5,54
6,33
5,57
7,88
6,49
Birokrasi
5,56
1,18
7,12
6,62
5,07
7,70
3,94
6,24
6,40
6,40
5,50
6,40
6,40
6,40
5,90
6,40
6,40
6,40
6,40
5,18
4,42
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi 8.
PROVINSI SUMATERA SELATAN Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,02
6,48
2,49
4,91
4,01
8,37
6,11
Birokrasi
7,09
4,39
6,98
6,62
9,09
8,27
5,55
Masyarakat Sipil
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
Masyarakat Ekonomi
6,32
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
5,86
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
2,99 3,25
5,01 5,29
4,79 3,88
ARENA
9.
PROVINSI BENGKULU ARENA
Pemerintah Birokrasi Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
Indeks per Arena 3,98 4,50
Partisipasi
Keadilan
4,99 4,65
3,19 6,15
Akuntabilitas 3,98 4,38
6,31
6,40
6,40
6,40
6,40
5,64
6,40
5,05
5,29
5,18
5,66
4,60
4,60
4,84
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
69
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
10.
PROVINSI LAMPUNG Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,51
5,57
3,05
6,01
4,49
7,89
7,56
Birokrasi
6,68
4,42
7,08
6,62
7,27
8,43
5,23
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
5,14
6,40
5,82
6,40
4,60
5,82
1,76
ARENA
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
11.
PROVINSI DKI JAKARTA
ARENA
Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
6,78
5,07
9,60
7,49
6,04
6,47
4,15
Birokrasi
7,14
4,05
7,59
6,62
9,09
7,36
6,37
Masyarakat Sipil
5,33
6,40
4,60
4,60
5,37
4,60
6,40
Masyarakat Ekonomi
5,44
6,40
5,18
6,05
6,40
5,18
3,27
Efisiensi
Efektivitas
12.
PROVINSI BANTEN Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Pemerintah
5,28
6,10
2,94
7,52
2,99
7,69
4,64
Birokrasi
6,05
6,57
5,52
6,62
3,25
9,18
6,17
Masyarakat Sipil
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
Masyarakat Ekonomi
5,83
6,40
6,40
6,40
5,50
6,40
3,85
ARENA
70
AkunTransparansi tabilitas
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
13.
PROVINSI JAWA BARAT Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,35
5,07
2,41
5,73
5,68
8,68
5,70
Birokrasi
6,05
5,03
5,53
5,48
7,27
6,90
5,37
Masyarakat Sipil
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
Masyarakat Ekonomi
5,90
6,40
5,50
5,44
4,60
4,60
9,32
ARENA
14.
PROVINSI JAWA TENGAH Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,22
5,43
2,54
5,17
5,25
8,61
5,96
Birokrasi
6,09
8,73
6,07
6,62
4,59
7,44
4,64
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,03
6,40
5,18
6,40
6,40
6,40
5,38
ARENA
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
15.
PROVINSI DI YOGYAKARTA
ARENA
Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
6,52
6,40
2,94
8,37
7,97
6,70
5,88
Birokrasi
7,46
9,55
7,38
7,73
9,09
5,42
5,87
6,72
7,64
6,40
6,40
6,40
6,40
7,03
6,12
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
4,61
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
71
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
16.
PROVINSI JAWA TIMUR
ARENA
Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,55
6,10
3,06
5,73
5,14
8,43
6,40
Birokrasi
7,28
8,21
6,06
7,73
7,27
7,60
6,98
6,75
7,64
6,40
6,40
6,40
6,40
7,28
6,01
6,40
6,40
6,40
4,60
5,79
6,66
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
17.
PROVINSI KALIMANTAN BARAT Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
4,85
5,75
2,91
4,95
4,55
7,64
4,62
Birokrasi
4,26
1,00
4,30
6,62
1,00
6,98
4,80
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
5,59
6,40
5,18
5,66
6,40
5,18
4,77
ARENA
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
18.
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,46
6,57
4,61
5,97
3,66
7,74
5,27
Birokrasi
6,13
2,18
5,59
7,73
4,59
6,98
8,01
Masyarakat Sipil
6,36
6,40
6,40
6,40
6,40
6,02
6,40
Masyarakat Ekonomi
6,01
6,40
6,40
6,40
6,40
5,18
5,09
ARENA
72
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
19.
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,99
6,40
6,08
6,38
4,92
7,66
4,73
Birokrasi
6,32
3,74
6,14
6,62
6,84
7,39
5,86
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,02
6,40
6,40
6,40
6,40
5,18
5,18
ARENA
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
20.
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,37
5,76
6,93
4,91
2,48
9,25
4,42
Birokrasi
5,52
1,18
7,21
5,48
1,00
8,50
9,34
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
5,54
6,40
5,82
6,40
4,60
4,60
5,45
ARENA
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
21.
PROVINSI SULAWESI SELATAN
ARENA
Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,20
6,40
2,92
5,80
5,20
5,44
6,06
Birokrasi
5,39
2,28
6,18
7,73
3,25
4,88
6,78
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,15
6,40
5,82
6,40
6,40
6,40
5,39
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
73
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
22.
PROVINSI SULAWESI BARAT
ARENA
Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,70
6,57
3,21
5,41
6,73
7,18
6,37
Birokrasi
5,68
5,76
3,88
6,62
5,50
6,95
5,17
Masyarakat Sipil
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
Masyarakat Ekonomi
6,12
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
4,58
23.
PROVINSI SULAWESI TENGAH Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,20
5,80
3,28
6,11
3,76
6,97
6,21
Birokrasi
4,79
3,40
5,87
6,62
2,34
6,58
3,81
6,65
7,64
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
5,84
6,40
5,18
6,40
6,40
5,18
5,33
ARENA
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
24.
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
ARENA
Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
4,78
5,43
3,93
4,89
4,01
6,65
4,67
Birokrasi
4,28
1,36
4,09
5,48
3,25
5,44
4,85
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
5,37
4,60
5,82
5,66
6,40
4,60
4,56
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
74
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
25.
PROVINSI GORONTALO Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,28
6,57
3,21
5,48
5,29
6,50
5,67
Birokrasi
5,36
1,52
6,91
6,62
5,07
5,89
4,43
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
5,91
6,40
6,40
6,40
6,40
5,18
4,50
ARENA
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
26.
PROVINSI SULAWESI UTARA Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,24
6,57
3,20
6,19
4,04
6,25
6,04
Birokrasi
6,98
3,89
7,77
7,73
7,27
6,58
7,07
Masyarakat Sipil
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
Masyarakat Ekonomi
6,00
6,40
6,40
6,40
5,50
6,40
4,91
ARENA
27.
PROVINSI BALI Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
6,12
6,57
5,43
5,04
7,85
7,81
4,83
Birokrasi
6,26
6,81
4,29
6,62
8,18
6,54
4,60
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,13
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
4,65
ARENA
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
75
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
28.
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Pemerintah
4,16
6,10
1,84
4,72
2,97
5,80
4,96
Birokrasi
4,27
1,89
4,75
5,48
1,91
4,12
6,81
Masyarakat Sipil
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
Masyarakat Ekonomi
5,43
5,29
5,18
6,05
6,40
4,60
4,62
ARENA
29.
Transparansi Efisiensi
Efektivitas
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Pemerintah
5,17
5,75
2,37
5,60
6,04
6,97
4,96
Birokrasi
5,84
6,94
4,90
7,73
5,50
7,17
2,96
Masyarakat Sipil
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
Masyarakat Ekonomi
5,76
6,40
6,40
6,40
6,40
6,40
2,34
ARENA
30.
Transparansi Efisiensi
Efektivitas
PROVINSI MALUKU Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Efisiensi
Efektivitas
Pemerintah
5,13
6,26
2,41
5,15
2,88
8,96
7,97
Birokrasi
3,60
1,46
5,08
3,27
1,00
5,66
5,18
6,04
6,40
5,29
6,40
5,63
6,40
6,40
5,90
6,40
5,18
6,05
6,40
6,40
5,00
ARENA
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
76
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
31.
PROVINSI MALUKU UTARA Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Pemerintah
4,06
4,75
3,60
4,18
2,71
5,69
4,41
Birokrasi
3,53
1,36
3,92
3,27
3,25
5,36
3,31
Masyarakat Sipil
6,12
6,40
6,40
5,05
6,01
6,40
6,89
Masyarakat Ekonomi
4,83
4,94
4,60
5,66
4,60
4,60
4,35
Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Pemerintah
4,35
5,35
2,93
3,43
3,74
8,49
4,52
Birokrasi
4,25
2,87
2,26
3,27
6,36
6,50
3,15
6,24
6,40
6,40
5,50
6,40
6,40
6,40
5,36
6,40
5,18
6,02
5,50
4,60
4,47
ARENA
32.
Efektivitas
PROVINSI PAPUA
ARENA
Masyarakat Sipil Masyarakat Ekonomi
33.
Transparansi Efisiensi
Transparansi Efisiensi Efektivitas
PROVINSI PAPUA BARAT Indeks per Arena
Partisipasi
Keadilan
Akuntabilitas
Transparansi
Pemerintah
4,33
4,77
5,04
2,46
2,59
9,40
4,63
Birokrasi
3,55
1,00
5,12
3,27
1,00
6,60
4,27
5,56
5,84
5,29
4,60
6,40
4,60
6,40
5,19
4,60
5,24
6,05
4,60
5,82
4,47
ARENA
MasyarakatSipil MasyarakatEkonomi
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012
Efisiensi Efektivitas
77
“Menuju Masyarakat Yang Cerdas dan Pemerintah Yang Responsif”
78
Laporan Eksekutif Indonesia Governance Index 2012