MATA KULIAH CIRI UNIVERSITAS (MKCU)
MATA KULIAH
ETIKA BERWARGA NEGARA
BAGIAN 13 GLOBALISASI
Oleh:
DADAN ANUGRAH, M.Si.
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008
BAGIAN 13
GLOBALISASI A. PENGANTAR Alvin Toffler dalam The Thhird Wave (1980) membagi tiga tahap perkembangan peradaban manusia: (1) gelombang pertama, agricultural; (2) gelombang kedua, tahap industrial; (3) gelombang ketiga, tahap informasi. Para pangemat zaman yang lain hampir memiliki perspektif yang sama dengan Toffler. Misalnya, Daniel Bell dalam The Comming of Post Industrial Society (1976) menyebut tiga tahapan berikut: 1. Pra industri, yaitu kegiatan ekonomi yang bersumber pada kehidupan pertanian. 2. Industrialisme, yaitu kegiatan ekonomi masyarakat yang didasarkan atas pengolahan alam, barang dan mesin. 3. Pasca industri, yaitu kegiatan ekonomi yang bersumber pada teknologi intelektual dan pemberian jasa.
Sementera itu Umesao dari Universitas Kiyoto, dalam artikelnya: Joho Sangyo Ron (tentang Industri Informasi) membagi tiga kategori sebagai berikut: 1. Agrikultural, yaitu kegiatan produksi makanan mendominasi kegiatan masyarakat. 2. Material,
yaitu kegiatan produksi dan konsumsi massa serta energi
menguasai kehidupan masyarakat. 3. Industri spiritual, yaitu kegiatan yang dikuasai oleh pengetahuan dan informasi serta aktivitas kltural lainnya.
Dari ketiga tokoh yang kita urai di atas, pada dasarnya mereka memilkiki benang merah yang sama, yaitu saat ini peradaban manusia tengah memasuki apa yang disebut dengan era informasi atau populer degan sebutan gelombang ketiga. Inti dari era informasi adalah mendudukan teknologi komunikasi (massa) sebagai sesuatu yang vital. Yang disebut teknologi informasi adalah: ways of
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB
DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
gathering, storing, manipulating, or retrieving information. Di sini, teknologi komunikasi (massa) memegang peran penting sehingga muncul suatu kelas baru yang disebut dengan kaum kognitariat, yaitu sebagai kelompok yang menyandarkan dirinya kepada pengetahuan, penggunaan pikiran, dan bukan otot. Kemajuan dalam bidang komunikasi massa telah menjadikan dunia ini seperti sebuah desa global (global village). Kejadian atau pristiwa yang terjadi di belahan dunia sana dapat dengan seketika disaksikan oleh masyarakat Indonesia. Misalnya saja, perhelatan Euro 2008 yang diadakan di Austria dapat disaksikan oleh jutaan pasang mata diseluruh dunia tanpa harus berangkat ke Austria, melainkan cukup didepan layar kaca. Dunia seakan telah menjelma menjadi Desa Global (Global Village). Disebut desa global karena media massa memperpendek jarak antara satu tempat dengan tempat lain, antara satu orang dengan orang lain meskipun tempat tinggal mereka berjauhan secara geografis.
B. GLOBALISASI DARI BERBAGAI PERSPEKTIF Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja (working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat. Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuknya yang paling mutakhir. Negaranegara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB
DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Sementara itu Mubyarto melihat globalisasi dalam 2 pengertian pertama, sebagai deskripsi/definisi yaitu proses menyatunya pasar dunia menjadi satu pasar tunggal (borderless market), dan kedua, sebagai “obat kuat” (prescription) menjadikan ekonomi lebih efisien dan lebih sehat menuju kemajuan masyarakat dunia. Dengan dua pengertian ini jelas bahwa menurut para pendukung globalisasi “tidak ada pilihan” bagi setiap negara untuk mengikutinya jika tidak mau ditinggalkan atau terisolasi dari perekonomian dunia yang mengalami kemajuan sangat pesat. Bonnie
Setiawan
memiliki
pandangan
bahwa
untuk
memahami
Globalisasi dan mekanisme dunia sekarang, orang perlu memahami NeoLiberalisme. Inilah ideologi mutakhir kapitalisme yang saat ini sedang jayajayanya, terutama slogan TINA (There is No Alternatives) dari mulut Margaret Thatcher mantan PM Inggris. Semenjak 1970-an hingga kini, Neo-Liberalisme mulai menanjak naik menjadi kebijakan dan praktek negara-negara kapitalis maju, dan didukung oleh pilar-pilar badan dunia: Bank Dunia, IMF dan WTO. Neo-Liberal tidak lain adalah antitesa welfare state, antitesa neo-klasik, dan antitesa Keynesian. Dengan kata lain antitesa kaum liberal sendiri, yaitu Liberal Baru atau kaum Kanan Baru (NewRightist). Sejarah Neo-Liberal bisa dirunut jauh ke masa-masa tahun 1930-an. Adalah Friedrich von Hayek (1899-1992) yang bisa disebut sebagai Bapak NeoLiberal. Hayek terkenal juga dengan julukan ultra-liberal. Muridnya yang utama adalah Milton Friedman, pencetus monetarisme. Kala itu adalah masa kejayaan Keynesianisme, sebuah aliran ilmu ekonomi oleh John Maynard Keynes. Keynesian dianggap berjasa dalam memecahkan masalah Depresi besar tahun 1929-1930. Terutama setelah diadopsi oleh Presiden Roosevelt dengan program "New-Deal" maupun Marshall Plan untuk membangun kembali Eropa setelah Perang Dunia ke-II, maka Keynesian resmi menjadi mainstream ekonomi. Bahkan Bank Dunia dan IMF kala itu terkenal sebagai si kembar Keynesianis, karena mempraktekkan semua resep Keynesian. Dasar pokok dari ajaran Keynes adalah kepercayaannya pada intervensi negara ke dalam kehidupan
ekonomi.
Menurutnya,
kebijakan
ekonomi
haruslah
mengikis
pengangguran sehingga tercipta tenaga kerja penuh (full employment) serta adanya pemerataan yang lebih besar. Dalam bukunya yang terkenal di tahun
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB
DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
1926
berjudul
“The
End
of
Laissez-Faire”,
Keynes
menyatakan
ketidakpercayaannya terhadap kepentingan individual yang selalu tidak sejalan dengan kepentingan umum. Katanya, “Sama sekali tidak akurat untuk menarik kesimpulan dari prinsip-prinsip ekonomi politik, bahwa kepentingan perorangan yang paling pintar sekalipun akan selalu bersesuaian dengan kepentingan umum”. Keynesianisme masih tetap menjadi dominant economy sampai tahun 1970-an. Sementara itu neo-liberal belum lagi bernama. Akan tetapi Hayek dan kawan-kawan sudah merasa gelisah dengan mekarnya paham Keynes ini. Pada masa itu pandangan semacam neo-liberal sama sekali tidak populer. Meskipun begitu mereka membangun basis di tiga universitas utama: London School of Economics (LSE), Universitas Chicago, dan Institut Universitaire de Hautes Etudes Internasionales (IUHEI) di Jenewa. Para ekonom kanan inilah yang kemudian setelah PD-II mendirikan lembaga pencetus neo-Liberal, yaitu Societe du Mont-Pelerin. Pertemuan mereka yang pertama di bulan April 1947 dihadiri oleh 36 orang dan didanai oleh bankir-bankir Swiss. Termasuk hadir adalah Karl Popper dan Maurice Allais, serta tiga penerbitan terkemuka, Fortune, Newsweek dan Reader's Digest. Lembaga ini merupakan "semacam freemansory neoliberal, sangat terorganisir baik dan berkehendak untuk menyebarluaskan kredo kaum neo-liberal, lewat pertemuan-pertemuan internasional secara reguler". Pandangan Neo-Liberal dapat diamati dari pikiran Hayek. Bukunya yang terkenal adalah "The Road to Serfdom" (Jalan ke Perbudakan) yang menyerang keras Keynes. Buku tersebut kemudian menjadi kitab suci kaum kanan dan diterbitkan di Reader’s Digest di tahun 1945. Ada kalimat di dalam buku tersebut: "Pada masa lalu, penundukan manusia kepada kekuatan impersonal pasar, merupakan jalan bagi berkembangnya peradaban, sesuatu yang tidak mungkin terjadi tanpa itu. Dengan melalui ketertundukan itu maka kita bisa ikut serta setiap harinya dalam membangun sesuatu yang lebih besar dari apa yang belum sepenuhnya kita pahami". Neo-liberal menginginkan suatu sistem ekonomi yang sama dengan kapitalisme abad-19, di mana kebebasan individu berjalan sepenuhnya dan campur tangan sesedikit mungkin dari pemerintah dalam kehidupan ekonomi. Regulator utama dalam kehidupan ekonomi adalah mekanisme pasar, bukan pemerintah. Mekanisme pasar akan diatur oleh persepsi individu, dan
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB
DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN