PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS ℍ SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh : DEDY LUCKY 121414121 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI
LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS ℍ
Oleh : Dedy Lucky NIM : 121414121
Telah disetujui oleh :
Dosen Pembimbing,
Beni Utomo, M.Sc.
Kamis, 18 Agustus 2016
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SKRIPSI LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS ℍ
Dipersiapkan dan ditulis oleh : Dedy Lucky NIM : 121414121 Telah dipertahankan di depan panitia penguji pada tanggal 31 Agustus 2016 dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap
Tanda Tangan
Ketua
: Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd.
...................................
Sekretaris
: Dr. Hongki Julie, M.Si.
...................................
Anggota
: 1. Beni Utomo, M.Sc.
...................................
2. Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd.
...................................
3. Febi Sanjaya, M.Sc
...................................
Yogyakarta, 31 Agustus 2016 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Dekan,
Rohandi, Ph.D.
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
“ Berbagai hal ada di luar sana, hanya menunggu untuk ditemukan.. ” (Anonymous)
Untuk Tuhan, Keluarga, Para Pendidik, Teman, Ilmu Pengetahuan, Pembaca & Almamaterku
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta,
Dedy Lucky
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama
: Dedy Lucky
NIM
: 121414121
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma sebuah karya ilmiah yang berjudul : LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS ℍ Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpannya, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain demi kepentingan akademis tanpa meminta jin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 18 Agustus 2016 Yang menyatakan,
Dedy Lucky vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK Dedy Lucky, 2016. Luas pada Geometri Hiperbolik Menggunakan Model Setengah Bidang Atas ℍ. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Geometri hiperbolik dibangun dari postulat kesejajaran yang menyatakan bahwa “Diberikan suatu garis hiperbolik ℓ dan titik p di luar garis ℓ, maka terdapat minimal dua garis hiperbolik yang melalui p dan sejajar ℓ”. Model setengah bidang atas ℍ adalah model yang dapat merepresentasikan objek-objek pada bidang hiperbolik ke bidang datar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan objek-objek geometri hiperbolik serta luas geometri hiperbolik pada model bidang setengah atas ℍ. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dari beberapa bahasan seperti Geometri Euclides, Geometri Hiperbolik, dan Transformasi M𝑜̈ bius. Titik dan sudut hiperbolik di ℍ didefinisikan sama dengan titik dan sudut pada geometri Euclides. Titik ideal adalah titik di tak hingga, atau titik pada sumbu real. Garis hiperbolik di ℍ berupa garis Euclides tegak lurus sumbu real atau busur lingkaran dengan pusat di sumbu real. Poligon hiperbolik dibatasi oleh segmen garis hiperbolik, sinar garis hiperbolik, atau garis hiperbolik. Terdapat empat jenis segitiga hiperbolik yang ditentukan berdasarkan letak titik sudutnya. 1
Panjang hiperbolik di ℍ ditentukan oleh elemen panjang busur yaitu 𝐼𝑚(𝑧) |𝑑𝑧|. Luas hiperbolik suatu daerah 𝑋 di ℍ didefinisikan sebagai hasil integral dari 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑋) = ∫ 𝑋
1 (𝐼𝑚(𝑧))
2
𝑑𝑥 𝑑𝑦.
Luas segitiga hiperbolik ditentukan oleh defeknya, dengan defek segitiga hiperbolik adalah selisih antara 𝜋 dengan jumlah sudut segitiga hiperbolik. Luas poligon hiperbolik P konvek (sudut dalam poligon tak lebih dari 𝜋) dengan besar sudut 𝛼1 , … , 𝛼𝑛 dapat diperoleh dari 𝑛
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑃) = (𝑛 − 2)𝜋 − ∑ 𝛼𝑘 . 𝑘=1
Kata kunci : Luas Hiperbolik, Setengah Bidang Atas, Segitiga Hiperbolik, Poligon Hiperbolik
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT Dedy Lucky, 2016. Hyperbolic Geometry Area with Upper Half Plane Model ℍ. Thesis. Mathematics Education Study Program, Mathematics and Science Education Deparment, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta. Hyperbolic geometry built from parallel postulate states that "Given a hyperbolic line ℓ and a point 𝑝 outside the line ℓ, then there is a minimum of two hyperbolic lines through 𝑝 and parallel ℓ". The upper half plane ℍ is a model that can represent the objects in the field of hyperbolic onto a flat surface. This study aimed to describe the objects of hyperbolic geometry and the area of hyperbolic geometry on the upper half plane ℍ. This research was conducted by literature study of some discussion as Euclidean Geometry, Hyperbolic Geometry, and Transformation M𝑜̈ bius. Hyperbolic point and angle in ℍ defined with the point and angle in Euclidean geometry. Ideal point is the point at infinity, or points on the real axis. Hyperbolic lines in ℍ is a Euclides line perpendicular to the real axis or arc of a circle with its center at the real axis. Hyperbolic polygons bounded by hyperbolic line segments, rays hyperbolic lines, or lines hyperbolic. There are four types of hyperbolic triangle defined by the location of the vertex. Hyperbolic length in ℍ determained by element of arc length
1 𝐼𝑚(𝑧)
|𝑑𝑧|.
Hyperbolic area of a region 𝑋 in ℍ is given by integrating 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑋) = ∫ 𝑋
1 (𝐼𝑚(𝑧))
2
𝑑𝑥 𝑑𝑦.
Hyperbolic triangle area defined by the defect, the defect hyperbolic triangle is the difference between 𝜋 by the sum of angle hyperbolic triangles. 𝑃 is hyperbolic convex polygon (angles in polygons less than π) with interior angles 𝛼1 , … , 𝛼𝑛 , then area of P is 𝑛
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑃) = (𝑛 − 2)𝜋 − ∑ 𝛼𝑘 . 𝑘=1
Keywords: Hyperbolic Area, Upper Half Plane, Hyperbolic Triangle, Hyperbolic Polygons
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Luas Geometri Hiperbolik Menggunakan Model Setengah Bidang Atas ℍ” ini dengan baik. Banyak masalah dan hambatan yang penulis temui selama dinamika penyusunan skripsi ini. Namun, dengan dukungan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak telah memberikan motivasi berlebih kepada penulis untuk terus bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan kali ini, tak lupa penulis mengucapkan terima kasih dengan sepenuh hati kepada beberapa pihak, di antaranya: 1.
Pemerintahan Kabupaten Kutai Barat yang telah memberikan penulis kesempatan untuk berkuliah di Universitas Sanata Dharma.
2.
Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Barat yang telah membiayai perkuliahan, dan akomodasi penulis selama ini.
3.
Bapak Rohandi, Ph.D. selaku dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
4.
Bapak Dr. Hongki Julie, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma.
5.
Bapak Beni Utomo, M.Sc. selaku dosen pembimbing dan wali penulis di prodi Pendidikan Matematika yang telah banyak memberikan masukan dan
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
nasihat kepada penulis selama menyusun skripsi maupun selama penulis berkuliah. 6.
Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak membimbing dan memberikan nasihat kepada penulis.
7.
Bapak Febi Sanjaya, M.Sc. yang sering menjadi tempat bertanya masalahmasalah seputar matematika dan selalu bisa meluangkan waktu untuk membantu penulis.
8.
Seluruh dosen Pendidikan Matematika yang telah memberikan ilmu selama penulis berkuliah di Universitas Sanata Dharma.
9.
Seluruh staf sekretariat JPMIPA, Ibu Tari, Bapak Sugeng, Mas Arif, dan Mas Made yang telah banyak membantu memberikan pelayanan kesekretariatan selama ini.
10. Bapak, Ibu, Kakak, dan Keluarga yang selalu mendukung, memberi semangat, dan berdoa untuk penulis. 11. Teman-teman seperjuangan Dennis, Anton, Yopek, Edith, Winda, Grace, Riris, Sasi, Selly, Dian, Asri, Selpa, Tya, dan Yosep yang selama ini memberi dukungan, semangat, motivasi, serta hal-hal luar biasa lainnya yang akan selalu diingat penulis. 12. Teman-teman Pendidikan Matematika Kelas C yang sudah berproses, berbagi suka dan duka bersama selama empat tahun ini. 13. Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2012 yang sudah berproses bersama selama empat tahun ini.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14. Teman mencari Pokemon, Devi, Rian, Santo, dan Ocha yang selama ini membantu mengurangi kejenuhan penulis. 15. Teman-teman Kos Kantil yang telah menjadi teman main, ngumpul, dan mengomentari hal-hal yang kurang penting bersama. 16. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan wawasan kepada setiap pembaca.
Yogyakarta, 18 Agustus 2016
Penulis
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.................................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................ii HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................iii HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv HALAMAN KEASLIAN KARYA ........................................................................ v HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................... vi ABSTRAK ............................................................................................................ vii ABSTRACT ........................................................................................................... viii KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii DAFTAR SIMBOL.............................................................................................. xiv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A. Latar Belakang ............................................................................................ 1 B.
Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
C.
Pembatasan Masalah ................................................................................... 6
D. Batasan Istilah ............................................................................................. 7 E.
Tujuan Penelitian......................................................................................... 8
F.
Manfaat Penelitian....................................................................................... 8
G. Metode Penelitian ........................................................................................ 9 H. Sistematika Penulisan ................................................................................ 10 BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................... 11 A. Dasar-Dasar Geometri Euclides ................................................................ 11
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B.
Bidang Kompleks ℂ................................................................................... 14
C.
Garis dan lingkaran Euclides dalam bidang kompleks ℂ .......................... 19
D. Elemen Panjang dalam bidang kompleks ℂ .............................................. 20 E.
Sudut pada Bidang Kompleks ℂ................................................................ 22
F.
Transformasi Konformal pada Bidang Kompleks ℂ ................................. 28
G. Riemann Sphere ℂ ..................................................................................... 31 H. Inversi ........................................................................................................ 32 I.
Transformasi M𝒐bius dan Cross Rasio ..................................................... 38
BAB III MODEL BIDANG HIPERBOLIK ......................................................... 42 A. Setengah Bidang Atas (ℍ)......................................................................... 42 B.
Hubungan Geometri Euclides dan Geometri Hiperbolik .......................... 44
C.
Kesejajaran dalam geometri hiperbolik..................................................... 49
D. Jarak Hiperbolik ........................................................................................ 54 E.
Transformasi M𝒐bius di ℍ ........................................................................ 58
BAB IV LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS H.......................... 64 A. Definisi Konvek pada Geometri Hiperbolik ............................................. 64 B.
Segitiga Hiperbolik dan Poligon Hiperbolik ............................................. 68
C.
Definisi Luas Hiperbolik ........................................................................... 84
D. Luas Poligon Hiperbolik ........................................................................... 90 BAB V PENUTUP .............................................................................................. 102 A. Kesimpulan.............................................................................................. 102 B.
Saran ........................................................................................................ 104
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 105
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SIMBOL
ℝ
: Himpunan semua bilangan real.
ℂ
: Himpunan semua bilangan kompleks.
~
: pendekatan atau aprokmasi.
∞
: notasi tak hingga.
𝑅𝑒(𝑧)
: 𝑥, bagian real dari bilangan kompleks 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦.
𝐼𝑚(𝑧)
: 𝑦, bagian imajiner dari bilangan kompleks 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦.
𝑧̅
: 𝑥 − 𝑖𝑦, konjugat dari bilangan kompleks 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦.
|𝑧|
: √(𝑅𝑒(𝑧)) + (𝐼𝑚(𝑦)) , modulus dari bilangan kompleks z.
ℍ
: {𝑧 ∈ ℂ| 𝐼𝑚(𝑧) > 0}, setengah bidang atas di ℂ.
ℂ̅
: ℂ ∪ {∞}, Riemann sphere.
ℝ3
: {(𝑥, 𝑦, 𝑧) ∈ ℝ3 |𝑥, 𝑦, 𝑧 ∈ ℝ}, ruang dimensi tiga.
𝕊2
: Bola satuan di ℝ3 .
̅ ℝ
: ℝ ∪ {∞}, sumbu real yang diperpanjang.
𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ(𝑓)
: panjang lintasan f.
|𝑑𝑧|
: √(𝑥′(𝑡)) + (𝑦′(𝑡)) 𝑑𝑡, elemen panjang busur pada ℂ.
2
2
2
2
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
𝑧, 𝑣, 𝑐, 𝑑, …
: titik-titik pada bidang kompleks ℂ.
𝑇, 𝑋, 𝐿, …
: garis-garis Euclides pada bidang kompleks ℂ.
ℓ, 𝓂, 𝓀, …
: garis-garis hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ.
𝑇𝑧1 𝑧2
: segmen garis Euclides dengan pangkal di 𝑧1 dan ujung di 𝑧2 .
𝑇𝑧1
: sinar garis Euclides dengan pangkal di 𝑧1 .
ℓ𝑧1 𝑧2
: segmen garis hiperbolik dengan pangkal di 𝑧1 dan ujung di 𝑧2 .
ℓ𝑧1
: sinar garis hiperbolik dengan pangkal di 𝑧1 .
∠(𝐶1 , 𝐶2 )
: sudut antara kurva 𝐶1 dan 𝐶2 .
∠𝑧1 𝑧2 𝑧3
: sudut 𝑧1 𝑧2 𝑧3 .
𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎℍ (𝑓)
: panjang hiperbolik lintasan f di setengah bidang atas ℍ.
𝑑(𝑧1 , 𝑧2 )
: jarak Euclides dari titik 𝑧1 ke 𝑧2 .
𝑑ℍ (𝑧1 , 𝑧2 )
: jarak hiperbolik dari titik 𝑧1 ke 𝑧2 di setengah bidang atas ℍ.
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑋)
: luas hiperbolik dari himpunan 𝑋 di ℍ.
Φ
: defek segitiga.
QED
: Quod Erat Demonstrandum, artinya “sudah terbukti”.
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Tablet Babilonia, Plimpton 322...........................................................1 Gambar 2.1 Ilustrasi Proposisi 2.1........................................................................12 Gambar 2.2 Ilustrasi Proposisi 2.2........................................................................13 Gambar 2.3 Ilustrasi Proposisi 2.3........................................................................13 Gambar 2.4 Representasi Bilangan Kompleks ke Titik pada Bidang Kompleks...17 Gambar 2.5 Bilangan Kompleks z dalam Koordinat Polar....................................18 Gambar 2.6 Ilustrasi Definisi 2.4...........................................................................22 Gambar 2.7 Ilustrasi Proposisi 2.5........................................................................24 Gambar 2.8 Ilustrasi Sudut Tipe I..........................................................................26 Gambar 2.9 Ilustrasi Sudut Tipe II........................................................................27 Gambar 2.10 Ilustrasi Sudut Tipe III.....................................................................28 Gambar 2.11 Proyeksi Stereografi........................................................................32 Gambar 3.1 Model Bidang pada Geometri Hiperbolik..........................................42 Gambar 3.2 Garis Hiperbolik di ℍ........................................................................46 Gambar 3.3 Garis Hiperbolik melalui Dua Titik Berbeda.....................................47 Gambar 3.4 Sudut antara Dua Garis Hiperbolik....................................................48 Gambar 3.5 Dua Garis Sejajar pada Geometri Euclides........................................49 Gambar 3.6 Garis-garis Hiperbolik yang Sejajar melalui Sebarang Titik..............51 Gambar 3.7 Ilustrasi Sejajar untuk Kasus Pertama................................................52 Gambar 3.8 Ilustrasi Sejajar untuk Kasus Kedua...................................................53 Gambar 3.9 Jarak Hiperbolik dari Dua Titik Berbeda...........................................57 xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 4.1 Segmen-segmen Garis pada X di ℍ....................................................65 Gambar 4.2 (a) Garis Hiperbolik di ℍ, (b) Sinar Garis Hiperbolik di ℍ, dan (c) Segmen Garis Hiperbolik di ℍ.....................................................66 Gambar 4.3 (a) Contoh Poligon Hiperbolik Konkaf; (b) Contoh Poligon Hiperbolik Konvek ...........................................................................67 Gambar 4.4 Jenis-jenis Segitiga Hiperbolik di ℍ..................................................68 Gambar 4.5 (a) Segitiga Hiperbolik pada Posisi Standar; (b) Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Kasus I Proposisi 4.4; (c) Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Kasus II Proposisi 4.4; (d) Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Kasus III Proposisi 4.4......................................................................................70 Gambar 4.6 Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Siku-siku di i........................................74 Gambar 4.7 Tinggi dari Sembarang Segitiga Hiperbolik.......................................76 Gambar 4.8 Ilustrasi dari Teorema 4.7..................................................................78 Gambar 4.9 Ilustrasi Poligon Hiperbolik Berdasarkan Definisi............................84 Gambar 4.10 Ilustrasi Contoh 4.1..........................................................................89 Gambar 4.11 Segitiga Hiperbolik dengan 𝑣1 di ∞................................................91 Gambar 4.12 Ilustrasi Teorema 4.12.....................................................................93 Gambar 4.13 Segitiga Hiperbolik P pada Contoh 4.3............................................95 Gambar 4.14 Ilustrasi Teorema 4.13.....................................................................97 Gambar 4.15 Poligon Hiperbolik pada Contoh 4.4................................................99
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan adalah salah satu cipta manusia dalam rangka memahami, mengolah, mengeksplorasi, dan memprediksi segala fenomena yang terjadi di alam semesta. Perkembangan ilmu pengetahuan terus berlangsung dari awal peradaban manusia sampai kelak berakhirnya peradaban itu sendiri. Sebagai bentuk nyata dari perkembangan ilmu pengetahuan adalah dengan munculnya berbagai macam disiplin ilmu, mulai dari ilmu tentang manusia, gejala fenomena alam, sampai ilmu tentang galaksi dan alam semesta. Salah satu cabang ilmu tertua yang dipelajari manusia adalah matematika, hal ini terbukti dengan ditemukannya tulisan matematika tertua
berupa tablet tanah liat yang disebut Plimpton 322
(Gambar 1.1) sekitar 1900 SM di Babilonia (Burton, 2011: 74).
Gambar 1.1 Tablet Babilonia, Plimpton 322 Pada masa silam matematika sering digunakan untuk mengatasi persoalan-persoalan sehari-hari, seperti yang dilakukan oleh bangsa Mesir dalam menentukan batas-batas tanah yang hilang tersapu banjir sungai Nil.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
Bangsa Mesir menggunakan teknik-teknik tertentu dalam menentukan batas bidang tanah yang terhapus. Salah satu cabang ilmu matematika yang mampu menjawab permasalahan ini adalah geometri. Kata “geometri” berasal dari kata Yunani yaitu “geometrien” (geo berarti bumi, dan metrein berarti ukuran) yang memiliki arti ilmu ukur bumi (Burton, 2011: 53). Euclides (325-265 SM), seorang matematikawan bangsa Yunani yang dianggap sebagai pelopor pembentuk geometri aksiomatis membawa perubahan besar terhadap bidang kajian geometri. Buku yang berjudul The Elements adalah salah satu buku karya Euclides yang paling fenomenal karena telah berhasil menyusun dasar-dasar geometri secara sistematis dan tetap digunakan sebagai acuan hingga saat ini. Buku tersebut memuat 23 definisi, 5 aksioma, dan 5 postulat. Euclides menggunakan istilah postulat yang merupakan aksioma khusus digunakan pada bidang geometri. Lima postulat Euclides yang telah dinyatakan dengan arti yang sama oleh Kline (1972) dalam buku Hyperbolic Geometry karya James W. Cannon sebagai berikut. 1. Each pair of points can be joined by one and only one straight line segment. 2. Any straight line segment can be indefinitely extended in either direction. 3. There is exactly one circle of any given radius with any given center. 4. All right angles are congruent to one another.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
5. If a straight line falling on two straight lines makes the interior angles on the same side less than two right angles, the two straight lines, if extended indefinitely, meet on that side on which the angles are less than two right angles. Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan makna kurang lebih sebagai berikut. 1. Sepasang titik dapat dihubungkan dengan tepat satu segmen garis lurus. 2. Setiap segmen garis lurus dapat diperpanjang tanpa batas pada kedua arah. 3. Terdapat tepat satu lingkaran dari sebarang jari-jari yang diberikan dengan sebarang titik pusat yang diberikan. 4. Semua sudut siku-siku memiliki besar sudut yang sama. 5. Jika sebuah garis lurus memotong dua garis yang lain, maka akan terbentuk sudut dalam pada sisi-sisinya besarnya kurang dari dua sudut siku-siku, kedua garis lurus tersebut jika diteruskan sampai tak hingga akan bertemu pada sisi yang sudutnya kurang dari dua sudut siku-siku. Kelima postulat tersebut adalah fondasi dari berbagai teorema dalam geometri Euclides. Dari kelima postulat tersebut, postulat kelima adalah yang paling rumit dan tidak wajar. Postulat tersebut sebenarnya ekuivalen dengan postulat kesejajaran yaitu “ Diberikan sebuah garis dan sebuah titik di luar garis, ada tepat satu garis yang melalui titik tersebut dan sejajar dengan garis yang diberikan”. Para matematikawan memandang bahwa postulat kelima Euclides bukanlah suatu postulat melainkan teorema yang dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
dibuktikan. Selama dua ribu tahun banyak matematikawan mencoba untuk membuktikan postulat tersebut namun tidak dapatkan hasil yang memuaskan. “Out of nothing I have created a strange new universe”, merupakan potongan kalimat yang diambil dari salah satu surat János Bolyai (1802-1860) untuk ayahnya ketika ia mencoba memecahkan pembuktian postulat kelima Euclides (Greenberg, M.J. 1980: 140). “Alam semesta baru yang aneh” yang dimaksudkan oleh János Bolyai merupakan cabang ilmu geometri baru yang sering disebut Geometri non-Euclid atau Geometri Hiperbolik. Salah satu dasar utama geometri hiperbolik adalah negasi dari postulat kesejajaran beserta keempat postulat Euclides sebelumnya. Tokoh lain dari munculnya geometri hiperbolik adalah Carl Friedrich Gauss (1777-1855), dan Nikolai Ivanovich Lobachevsky (1792-1856). Dilihat dari kemunculannya, geometri hiperbolik merupakan kajian ilmu yang relatif baru dan terus berkembang hingga saat ini. Selain geometri hiperbolik, ada beberapa cabang geometri lainnya seperti geometri netral, geometri eliptik, hingga geometri fraktal yang dikembangkan dengan merubah maupun membentuk postulat-postulat baru dari geometri Euclides. Henri Poincaré (1854-1912) adalah salah satu tokoh dalam perkembangan geometri hiperbolik yang berkontribusi menemukan model bidang hiperbolik yang disebut Model Poincaré (Greenberg, 1980: 187). Model Poincaré digunakan untuk merepresentasikan objek-objek geometri seperti titik, sudut, garis, dan bentuk-bentuk poligon. Selain model Poincaré, ada model lain dalam merepresentasikan objek-objek geometri yaitu model
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
setengah bidang atas, dan model Beltrami-Klein. Model-model tersebut memiliki sifat, definisi, dan teorema-teorema yang berbeda serta memiliki kekhasannya masing-masing. Wicaksono (2015) telah membedah secara teoritis mengenai geometri hiperbolik terutama pada bagian luas hiperbolik. Teori yang digunakan beracu pada postulat-postulat pada geometri Euclides dan postulat kesejajaran untuk geometri hiperbolik. Pada tugas akhir ini telah dijelaskan tentang bangun-bangun datar pada geometri hiperbolik seperti jumlah sudut dalam segitiga kurang dari 𝜋 serta luas segitiga yang ternyata diperoleh dari selisih 𝜋 dengan jumlah sudut dalam segitiga hiperbolik. Hal-hal yang belum dibahas pada tugas akhir ini adalah belum ditampilkannya bentuk-bentuk objek geometri hiperbolik di suatu bidang datar sehingga teori tersebut dapat didukung
dengan
lebih
mendalam.
Belum
adanya
bidang
yang
mempresentasikan bangun datar pada geometri hiperbolik juga berdampak pada sukarnya abstraksi atau penghitungan dalam aplikasi langsung, seperti menghitung luas sembarang segitiga hiperbolik, mengukur sudut di antara dua garis hiperbolik berpotongan, menghitung jarak dua titik berbeda, dan adakah transformasi dalam geometri hiperbolik. Kekurangan ini dapat dilengkapi dengan menambahkan suatu model bidang hiperbolik yang sesuai untuk model tersebut serta menyajikan proposisi-proposisi yang berlaku pada model tersebut untuk memahami konsep luas pada geometri hiperbolik lebih mendalam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, peneliti meyakini bahwa geometri terus berkembang dan layak untuk dipelajari. Salah satunya adalah mengenai geometri hiperbolik yang merupakan dunia baru dalam geometri. Dengan berbagai bentuk model berbeda dalam merepresentasikan objek geometri pada geometri hiperbolik, akan menjadi menarik untuk mengetahui bentuk-bentuk poligon pada suatu model bidang hiperbolik. Area atau luas dari setiap bentuk poligon pada geometri hiperbolik juga merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Selain itu, juga dapat melengkapi konsep pada luas hiperbolik jika disajikan dalam bidang hiperbolik. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai luas pada geometri hiperbolik menggunakan model setengah bidang atas. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana objek-objek geometri hiperbolik direpresentasikan pada model setengah bidang atas ℍ? 2. Bagaimana konsep-konsep dasar seperti panjang, jarak, dan sudut hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ? 3. Bagaimana luas pada geometri hiperbolik dan luas hiperbolik untuk poligon hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ? C. Pembatasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada model setengah bidang atas ℍ dan hanya membahas mengenai objek-objek bidang datar untuk geometri hiperbolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
D. Batasan Istilah Berdasarkan latar belakang, untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami hasil penelitian ini, maka diperlukan batasan istilah sebagai berikut. 1. Aksioma adalah suatu pernyataan yang nilai kebenarannya mutlak sebagai suatu kejelasan ataupun asumsi. 2. Postulat adalah aksioma khusus pada bidang geometri. 3. Teorema adalah suatu pernyataan yang nilai kebenarannya masih perlu untuk dibuktikan. 4. Proposisi adalah suatu pernyataan yang diturunkan langsung dari suatu aksioma atau postulat dan nilai kebenarannya masih perlu untuk dibuktikan. 5. Geometri Euclides adalah ranah kajian matematika yang berkaitan dengan studi geometri berdasarkan definisi dan aksioma yang ditetapkan dalam buku Euclides “The Element”. 6. Geometri hiperbolik adalah ranah kajian matematika yang berkaitan dengan studi geometri berdasarkan definisi, postulat Euclides dan postulat kesejajaran hiperbolik. 7. Setengah bidang atas adalah bagian dari bidang kompleks yang memenuhi 𝑦 = 𝐼𝑚(𝑧) > 0. 8. Tititk ideal adalah titik di tak hingga yang terdapat pada sumbu real dalam setengah bidang atas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
9. Panjang hiperbolik adalah ukuran panjang yang digunakan untuk mengukur panjang suatu kurva pada setengah bidang atas ℍ. 10. Jarak hiperbolik adalah jarak antara dua titik pada setengah bidang atas ℍ. 11. Sudut hiperbolik adalah ukuran sudut antara dua kurva pada setengah bidang atas ℍ. 12. Luas hiperbolik adalah luas suatu daerah pada setengah bidang atas ℍ. 13. Poligon hiperbolik adalah bangun segi banyak yang terdapat pada setengah bidang atas ℍ. E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan
objek-objek
geometri
hiperbolik
yang
direpresentasikan pada model setengah bidang atas ℍ. 2. Mendeskripsikan konsep-konsep dasar seperti panjang, jarak, dan sudut hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ. 3. Menentukan luas pada geometri hiperbolik dan luas hiperbolik untuk poligon hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ. F. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Pembaca Pembaca dapat menambah pengetahuan tentang model bidang hiperbolik dan luas poligon hiperbolik pada geometri hiperbolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
2. Bagi Penulis Penulis dapat menambah pengetahuan tentang model bidang hiperbolik dan luas poligon hiperbolik pada geometri hiperbolik. 3. Bagi Universitas Universitas dapat menambah koleksi skripsi dalam bidang geometri. G. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode studi pustaka, yaitu dengan membaca referensi-referensi mengenai geometri hiperbolik. Pembahasan dalam skripsi ini banyak mengacu pada buku Hyperbolic Geometry Second Edition, karangan James W. Anderson (2005) dan buku A Gateway to Modern Geometry: The Poincare Half-Plane, karangan Saul Stahl (1993). Langkah-Langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah 1. Membaca berbagai referensi mengenai topik geometri hiperbolik dan model bidang hiperbolik. 2. Menyajikan kembali definisi, proposisi, postulat, dan teorema yang menjadi dasar dalam merepresentasikan geometri hiperbolik ke dalam model bidang hiperbolik, khususnya model setengah bidang atas ℍ dengan bahasan luas hiperbolik. 3. Menyusun seluruh materi yang telah dikumpulkan secara runtut agar memudahkan pembaca dalam memahaminya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
H. Sistematika Penulisan Bab pertama berupa pendahuluan. Pendahuluan ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, pembatasan masalah, batasan istilah, tujuan, manfaat, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab dua berisi tentang dasar-dasar yang akan digunakan dalam membahas model bidang hiperbolik dan luas hiperbolik seperti: dasar-dasar geometri Euclides, bidang kompleks ℂ, garis dan lingkaran dalam bidang kompleks ℂ, elemen panjang dalam bidang kompleks ℂ, sudut pada bidang kompleks ℂ, transformasi konformal, Riemann sphere, inversi, transformasi M𝑜̈ bius, dan cross ratio. Bab tiga membahas tentang model bidang hiperbolik, yaitu setengah bidang atas ℍ. Selanjutnya dibahas mengenai hubungan geometri Euclides dan geometri hiperbolik berdasarkan objek-objek dasarnya (titik, garis, dan sudut). Pada bab ini juga dibahas mengenai postulat kesejajaran dalam geometri hiperbolik, jarak hiperbolik, dan transformasi M𝑜̈ bius pada setengah bidang atas ℍ. Bab empat membahas tentang kekonvekan, segitiga hiperbolik dan poligon hiperbolik, definisi luas hiperbolik, serta luas poligon hiperbolik. Materi yang dibahas mengenai definisi, teorema, dan sifat-sifat terkait kekonvekan, poligon hiperbolik, dan luas hiperbolik di setengah bidang atas ℍ, serta dilengkapi contoh soal untuk memperjelas materi yang dibahas. Bab lima membahas tentang kesimpulan terkait pembahasan pada bab sebelumnya dan saran kepada pembaca tentang keberlanjutan penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II LANDASAN TEORI
A. Dasar-Dasar Geometri Euclides Pada skripsi ini akan mengacu pada beberapa teori yang terdapat pada geometri Euclides antara lain sebagai berikut. 1. Common Notions (Pengertian Umum) Euclides mengasumsikan Common Notions (Pengertian Umum) sebagai dasar atau syarat tak tertulis dari berbagai objek geometris seperti panjang, luas, volume, dan ukuran sudut (Stahl, 1993: 8). Euclides menuangkan Common Notions pada buku pertama The Elements sebagai berikut. a. Benda-benda (ukuran-ukuran) sama terhadap benda (ukuran) yang sama adalah sama antara yang satu terhadap yang lain. b. Jika benda-benda (ukuran-ukuran) sama, ditambah dengan bendabenda (ukuran-ukuran) sama, semuanya adalah sama. c. Jika benda-benda (ukuran-ukuran) sama, dikurangi benda-benda (ukuran-ukuran) sama, semua sisanya adalah sama. d. Benda-benda (ukuran-ukuran) yang serupa satu sama lain adalah sama antara yang satu terhadap yang lain. e. Keseluruhan lebih besar daripada bagian.
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
2. Kekongruenan segitiga Kekongruenan segitiga yang dikemukakan Euclides dalam buku pertama The Elements digunakan sebagai dasar acuan untuk menentukan kekongruenan segitiga hiperbolik. Syarat kekongruenan segitiga terbagi dalam beberapa Proposisi sebagai berikut. Proposisi 2.1 (Stahl, 1993: 13) Jika dua segitiga mempunyai dua sisi yang bersesuaian sama panjang, dan sudut yang diapit sisi tersebut sama besar, maka sisi bersesuaian yang tersisa sama panjang dan sudut-sudut lain yang lain bersesuaian sama besar sehingga dua segitiga tersebut sama. Proposisi 2.1 lebih dikenal sebagai syarat kekongruenan segitiga yang mengacu pada sisi-sudut-sisi (SS, SD, SS).
Gambar 2.1 Ilustrasi Proposisi 2.1 Proposisi 2.2 (Stahl, 1993: 15) Jika dua segitiga mempunyai tiga sisi yang bersesuaian sama panjang, sehingga sudut-sudut yang bersesuaian sama besar, maka segitiga tersebut sama. Proposisi 2.2 lebih dikenal sebagai syarat kekongruenan segitiga yang mengacu pada sisi-sisi-sisi (SS, SS, SS).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
Gambar 2.2 Ilustrasi Proposisi 2.2
Proposisi 2.3 (Stahl, 1993: 19) Jika dua segitiga mempunyai dua sudut yang bersesuaian sama besar, dan sebuah sisi yang diapit dua sudut tersebut sama panjang, maka panjang sisi-sisi yang bersesuaiannya sama panjang, maka segitiga tersebut sama. Proposisi 2.3 lebih dikenal sebagai syarat kekongruenan segitiga yang mengacu pada sudut-sisi-sudut (SD, SS, SD).
Gambar 2.3 Ilustrasi Proposisi 2.3 Dasar teori yang diambil dari geometri Euclides akan digunakan untuk membuktikan proposisi-proposisi pada geometri hiperbolik dalam model bidang hiperbolik. Sebelum membahas model bidang untuk geometri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
hiperbolik akan terlebih dahulu akan dibahas mengenai model bidang untuk geometri Euclides. B. Bidang Kompleks ℂ Brown dan Churchill (1990) menyatakan bilangan kompleks 𝑧 didefinisikan sebagai 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦
(2.1)
atau dapat pula didefinisikan sebagai pasangan bilangan real yaitu 𝑧 = (𝑥, 𝑦)
(2.2)
dengan x dan y adalah bilangan real, dan 𝑖 adalah bilangan imajiner murni (√−1). Pada persamaan (2.1) dan persamaan (2.2), x dan y berturut-turut disebut bagian real dan imajiner dari z, dan dapat dituliskan sebagai 𝑅𝑒(𝑧) = 𝑥, dan 𝐼𝑚(𝑧) = 𝑦. Sifat aljabar pada bilangan kompleks sama dengan sifat aljabar pada bilangan real. Selanjutnya akan ditunjukkan beberapa sifat aljabar pada bilangan kompleks sebagai berikut (Brown dan Churchill, 1990: 2): 1. Sifat komutatif Misalkan 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1 , 𝑧2 = 𝑥2 + 𝑖𝑦2 a. 𝑧1 + 𝑧2 = 𝑧2 + 𝑧1 b. 𝑧1 𝑧2 = 𝑧2 𝑧1 2. Sifat asosiatif Misalkan 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1 , 𝑧2 = 𝑥2 + 𝑖𝑦2 , dan 𝑧3 = 𝑥3 + 𝑖𝑦3 , diperoleh a. (𝑧1 + 𝑧2 ) + 𝑧3 = 𝑧1 + (𝑧2 + 𝑧3 )
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
b. (𝑧1 𝑧2 ) 𝑧3 = 𝑧1 (𝑧2 𝑧3 ) 3. Sifat distributif Misalkan 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1 , 𝑧2 = 𝑥2 + 𝑖𝑦2 , dan 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦, maka 𝑧(𝑧1 + 𝑧2 ) = 𝑧𝑧1 + 𝑧𝑧2 4. Sifat identitas Misalkan
𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦,
0∈ℝ
merupakan
unsur
identitas
pada
penjumlahan, dan 1 ∈ ℝ adalah unsur identitas pada perkalian maka a. 𝑧 + 0 = 𝑧 b. 𝑧. 1 = 𝑧 Pada bilangan kompleks terdapat beberapa konsep yang tidak terdapat pada bilangan real yaitu modulus dan konjugat kompleks (Brown, 1990: 7). Definisi modulus atau disebut sebagai nilai mutlak pada bilangan kompleks 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦 adalah bilangan real tak negatif √𝑥 2 + 𝑦 2 dengan notasi |𝑧| sehingga |𝑧| = √𝑥 2 + 𝑦 2 ;
(2.3)
Sedangkan konjugat kompleks atau disebut konjugat dari bilangan kompleks 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦 adalah bilangan kompleks 𝑥 − 𝑖𝑦 dengan notasi 𝑧̅ sehingga 𝑧̅ = 𝑥 − 𝑖𝑦.
(2.4)
Berdasarkan persamaan (2.3) dan persamaan (2.4) diperoleh bahwa |𝑧̅| = |𝑧| dan 𝑧̿ = 𝑧 untuk setiap z. Jika 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1 dan 𝑧2 = 𝑥2 + 𝑖𝑦2 maka ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝑧1 + 𝑧2 = (𝑥 1 + 𝑖𝑦1 ) + (𝑥2 + 𝑖𝑦2 ) = (𝑥1 + 𝑥2 ) + 𝑖(𝑦1 + 𝑦2 ) = (𝑥1 + 𝑥2 ) − 𝑖(𝑦1 + 𝑦2 )
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
= (𝑥1 − 𝑖𝑦1 ) + (𝑥2 − 𝑖𝑦2 ) = 𝑧̅1 + 𝑧̅2 sehingga konjugat dari penjumlahan sama dengan jumlahan konjugat. Dengan cara serupa dapat ditunjukkan bahwa untuk 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1 dan 𝑧2 = 𝑥2 + 𝑖𝑦2 maka ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ a. ̅̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝑧1 − 𝑧2 = (𝑥 1 + 𝑖𝑦1 ) + (𝑥2 + 𝑖𝑦2 ) = (𝑥1 − 𝑥2 ) + 𝑖(𝑦1 − 𝑦2 ) = (𝑥1 − 𝑥2 ) − 𝑖(𝑦1 − 𝑦2 ) = (𝑥1 − 𝑖𝑦1 ) − (𝑥2 − 𝑖𝑦2 ) = 𝑧̅1 − 𝑧̅2 (𝑥1 𝑥2 − 𝑦1 𝑦2 ) + 𝑖(𝑥1 𝑦2 + 𝑥2 𝑦1 ) b. ̅̅̅̅̅̅ 𝑧1 𝑧2 = ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ = (𝑥1 𝑥2 − 𝑦1 𝑦2 ) + 𝑖(𝑥1 𝑦2 + 𝑥2 𝑦1 ) = (𝑥1 − 𝑖𝑦1 )(𝑥2 − 𝑖𝑦2 ) = 𝑧̅1 𝑧̅2 c. Untuk 𝑧2 ≠ 0 maka dapat diperoleh ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ ̅̅̅̅̅̅ 𝑧1 𝑥1 + 𝑖𝑦1 (𝑥1 + 𝑖𝑦1 )(𝑥2 − 𝑖𝑦2 ) ( )=( )=( ) (𝑥2 + 𝑖𝑦2 )(𝑥2 − 𝑖𝑦2 ) 𝑧2 𝑥2 + 𝑖𝑦2 ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ (𝑥1 𝑥2 + 𝑦1 𝑦2 + 𝑖(−𝑥1 𝑦2 + 𝑥2 𝑦1 )) =( ) 𝑥22 + 𝑦22 (𝑥1 𝑥2 + 𝑦1 𝑦2 − 𝑖(−𝑥1 𝑦2 + 𝑥2 𝑦1 )) =( ) 𝑥22 + 𝑦22 =
(𝑥1 − 𝑖𝑦1 )(𝑥2 + 𝑖𝑦2 ) 𝑧̅1 = . (𝑥2 + 𝑖𝑦2 )(𝑥2 − 𝑖𝑦2 ) 𝑧̅2
Salah satu relasi penting antara konjugat bilangan kompleks 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦 dengan modulusnya adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
𝑧𝑧̅ = (𝑥 + 𝑖𝑦)(𝑥 − 𝑖𝑦) = 𝑥 2 − 𝑖 2 𝑦 2 = 𝑥 2 + 𝑦 2 = |𝑧|2 . Selain itu juga terdapat sifat yang menarik dari dua bilangan kompleks dan konjugatnya. Misalkan 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1 dan 𝑧2 = 𝑥2 + 𝑖𝑦2 diperoleh 𝑧1 𝑧2 + 𝑧̅1 𝑧̅2 = (𝑥1 + 𝑖𝑦1 )(𝑥2 + 𝑖𝑦2 ) + (𝑥1 − 𝑖𝑦1 )(𝑥2 − 𝑖𝑦2 ) = 𝑥1 𝑥2 + 𝑖𝑥1 𝑦2 + 𝑖𝑦1 𝑥2 − 𝑦1 𝑦2 + 𝑥1 𝑥2 − 𝑖𝑥1 𝑦2 − 𝑖𝑦1 𝑥2 + 𝑦1 𝑦2 = 2𝑥1 𝑥2 = 2𝑅𝑒(𝑧1 𝑧2 ) . Jadi diperoleh 𝑧1 𝑧2 + 𝑧̅1 𝑧̅2 = 2𝑅𝑒(𝑧1 𝑧2 )
(2.5)
Setiap bilangan kompleks berkorespondensi dengan satu titik pada bidang datar, seperti bilangan −2 + 𝑖 dapat direpresentasikan sebagai titik dengan koordinat (−2,1). Bilangan z juga dapat dianggap sebagai vektor dari titik asal (0,0) ke titik (𝑥, 𝑦) (Gambar 2.4).
Gambar 2.4 Representasi Bilangan Kompleks ke Titik pada Bidang Kompleks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
Bidang yang digunakan digunakan untuk merepresentasikan bilangan kompleks tersebut disebut bidang xy, bidang z atau bidang kompleks. Himpunan semesta bilangan kompleks atau bidang kompleks dinotasikan dengan ℂ. Sumbu x disebut sumbu real dan sumbu y disebut sumbu imajiner (Brown dan Churchill, 1990: 6-7).
Gambar 2.5 Bilangan Kompleks z dalam Koordinat Polar Letak titik (𝑥, 𝑦) dapat disajikan dalam koordinat polar (𝑟, 𝜃), sehingga untuk bilangan kompleks z dapat disajikan dalam bentuk polar. Misalkan r dan 𝜃 adalah koordinat polar yang dari titik (𝑥, 𝑦) yang berkorespondensi dengan bilangan kompleks 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦 (Gambar 2.5), diperoleh 𝑥 = 𝑟 cos 𝜃 dan 𝑦 = 𝑟 sin 𝜃 Sehingga z direpresentasikan dalam bentuk polar sebagai 𝑧 = 𝑟 (cos 𝜃 + 𝑖 sin 𝜃),
(2.6)
dengan r tak negatif. Nilai 𝜃 disebut sebagai argumen dari z, dan ditulis sebagai 𝜃 = arg 𝑧 (Brown dan Churchill, 1990: 12). Selain dalam bentuk polar, bilangan kompleks z dapat dibentuk dalam bentuk eksponensial menggunakan formula Euler sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
𝑒 𝑖𝜃 = cos 𝜃 + 𝑖 sin 𝜃. Berdasarkan persamaan (2.6) maka z dapat direpresentasikan dalam bentuk eksponensial sebagai 𝑧 = 𝑟𝑒 𝑖𝜃 .
(2.7)
Setelah membahas bilangan kompleks dan bidang kompleks ℂ, akan dilanjutkan dengan membahas persamaan garis dan lingkaran Euclides pada bidang datar disajikan dalam bidang kompleks ℂ. C. Garis dan lingkaran Euclides dalam bidang kompleks ℂ Purcell dan Varberg (1987) menyatakan bahwa persamaan garis Euclides dalam koordinat kartesius dapat dibentuk sebagai 𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 + 𝑐 = 0.
(2.8)
Pada persamaan (2.8), x dan y dapat dinyatakan dalam z dan 𝑧̅. Diberikan 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦 dan 𝑧̅ = 𝑥 − 𝑖𝑦 diperoleh 𝑥 = 𝑅𝑒(𝑧) =
1 (𝑧 + 𝑧̅) 2
𝑖 𝑦 = 𝐼𝑚(𝑧) = − (𝑧 − 𝑧̅) 2 Subsitusikan persamaan (2.9) dan (2.10) ke persamaan (2.8) diperoleh 1 𝑖 𝑎 ( (𝑧 + 𝑧̅)) + 𝑏 (− (𝑧 − 𝑧̅)) + 𝑐 = 0 2 2 1 1 (𝑎 − 𝑖𝑏)𝑧 + (𝑎 + 𝑖𝑏)𝑧̅ + 𝑐 = 0 2 2 1
Misalkan 𝛽 = 2 (𝑎 − 𝑖𝑏) maka 𝛽𝑧 + 𝛽̅ 𝑧̅ + 𝑐 = 0
(2.9) (2.10)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
Sehingga persamaan garis Euclides dalam bidang kompleks adalah 𝛽𝑧 + 𝛽̅ 𝑧̅ + 𝑐 = 0
(2.11)
dengan 𝛽 ∈ ℂ dan 𝑐 ∈ ℝ (Anderson, 2005: 217). Purcell dan Varberg (1987) menyatakan bahwa persamaan lingkaran Euclides dalam koordinat kartesius dengan jari-jari r dan pusat di (ℎ, 𝑘) dapat dibentuk sebagai (𝑥 − ℎ)2 + (𝑦 − 𝑘)2 = 𝑟 2 .
(2.12)
Pada persamaan (2.12), x dan y dapat dinyatakan dalam z dan 𝑧̅, serta (ℎ, 𝑘) diwakili oleh suatu bilangan kompleks tertentu. Diberikan 𝑧0 = ℎ + 𝑖𝑘 adalah titik pusat lingkaran maka dapat dibentuk 𝑧 − 𝑧0 = (𝑥 + 𝑖𝑦) − (ℎ + 𝑖𝑘) = (𝑥 − ℎ) + 𝑖(𝑦 − 𝑘), sehingga diperoleh (𝑥 − ℎ)2 + (𝑦 − 𝑘)2 = |𝑧 − 𝑧0 |2 = 𝑟 2 , dengan fakta bahwa |𝑧|2 = 𝑧𝑧̅ maka |𝑧 − 𝑧0 |2 = (𝑧 − 𝑧0 )(𝑧̅ − 𝑧̅0 ) = 𝑧𝑧̅ − 𝑧0 𝑧̅ − 𝑧̅0 𝑧 + |𝑧0 |2 = 𝑟 2 .
(2.13)
Misalkan 𝛼 ∈ ℝ, 𝛽 = −𝛼𝑧̅0 dan 𝛾 = 𝛼(|𝑧|2 − 𝑟 2 ) persamaan (2.13) dapat dibentuk menjadi 𝛼𝑧𝑧̅ + 𝛽𝑧 + 𝛽̅ 𝑧̅ + 𝛾 = 0
(2.14)
dengan 𝛽 ∈ ℂ dan 𝛾 ∈ ℝ (Anderson, 2005: 217). D. Elemen Panjang dalam bidang kompleks ℂ Pada bagian ini akan dibahas mengenai elemen panjang pada bidang kompleks ℂ, namun sebelumnya akan diberikan definisi mengenai busur pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
bidang kompleks ℂ. Himpunan titik 𝑧 = (𝑥, 𝑦) pada bidang kompleks ℂ disebut sebagai busur jika 𝑥 = 𝑥(𝑡), dan 𝑦 = 𝑦(𝑡) dengan 𝑡 pada interval [𝑎, 𝑏], serta 𝑥(𝑡) dan 𝑦(𝑡) adalah fungsi kontinu pada parameter real 𝑡, sehingga sebuah busur 𝐶1 pada bidang kompleks ℂ dapat disajikan dengan persamaan sebagai (2.15)
𝑧(𝑡) = 𝑥(𝑡) + 𝑖𝑦(𝑡)
(Brown, 1990: 89). Jika 𝑥 ′ (𝑡) dan 𝑦 ′ (𝑡) untuk persamaan (2.15) ada dan kontinu maka turunan dari persamaan (2.15) adalah sebagai berikut: 𝑧 ′ (𝑡) = 𝑥 ′ (𝑡) + 𝑖𝑦 ′ (𝑡).
(2.16)
Sebuah busur yang memenuhi syarat dari persamaan (2.15) dan persamaan (2.16) disebut busur deferensiabel (Brown, 1990: 90). Setelah membahas mengenai busur deferensiabel pada bidang kompleks ℂ, akan dilanjutkan untuk elemen panjang busur pada bidang kompleks ℂ. Misalkan f adalah busur deferensiabel pada bidang kompleks ℂ dalam interval [𝑎, 𝑏], berdasarkan persamaan (2.15) dan persamaan (2.16) diperoleh 𝑓(𝑡) = 𝑥(𝑡) + 𝑖𝑦(𝑡), dan 𝑓′(𝑡) = 𝑥′(𝑡) + 𝑖𝑦′(𝑡). Modulus untuk 𝑓′(𝑡) adalah 2
2
|𝑓 ′ (𝑡)| = √(𝑥 ′ (𝑡)) + (𝑦 ′ (𝑡)) , sehingga panjang Euclides f adalah 𝑏
2
𝑏
2
𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ(𝑓) = ∫ √(𝑥 ′ (𝑡)) + (𝑦 ′ (𝑡)) 𝑑𝑡 = ∫ |𝑓 ′ (𝑡)| 𝑑𝑡 𝑎
𝑎
atau biasanya dinotasikan sebagai 𝑏
𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ(𝑓) = ∫ |𝑓 ′ (𝑡)| 𝑑𝑡 = ∫ |𝑑𝑧| 𝑎
𝑓
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
dengan |𝑑𝑧| = |𝑓 ′ (𝑡)|𝑑𝑡 adalah elemen panjang-busur pada ℂ (Anderson, 2005: 74). E. Sudut pada Bidang Kompleks ℂ Sudut antar kurva 𝐶1 dan 𝐶2 pada bidang kompleks ℂ yang berpotongan di 𝑧0 diperoleh dari sudut antara garis singgung kurva 𝐶1 dan 𝐶2 di 𝑧0 . Definisi untuk sudut antar kurva di bidang kompleks ℂ didefinisikan sebagai berikut. Definisi 2.4 (Anderson, 2005: 53) Diberikan dua kurva smooth 𝐶1 dan 𝐶2 di ℂ yang berpotongan di 𝑧0 , didefinisikan ∠(𝐶1, 𝐶2 ) sudut antara 𝐶1 dan 𝐶2 di 𝑧0 adalah sudut antara garis singgung 𝐶1 dan 𝐶2 di 𝑧0 , besar sudut diukur dari 𝐶1 ke 𝐶2 (Gambar 2.6).
Gambar 2.6 Ilustrasi Definisi 2.4 Pengukuran sudut yaitu dengan berlawanan arah jarum jam untuk sudut positif dan searah jarum jam untuk sudut negatif. Berdasarkan definisi diperoleh bahwa ∠(𝐶1 , 𝐶2 ) = −∠(𝐶1 , 𝐶2 ).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
Berdasarkan definisi 2.4 maka dapat dicari besar sudut antar dua kurva menggunakan garis singgung pada titik perpotongan. Besar sudut antara dua garis singgung dapat dicari menggunakan selisih antara arctan dari tiap kemiringan garisnya. Misalkan 𝑋1 dan 𝑋2 adalah dua garis Euclides di ℂ yang berpotongan di sebuah titik 𝑧0 , misalkan 𝑧𝑘 adalah titik di 𝑋𝑘 dan bukan 𝑧0 , dan misalkan kemiringan garis (gradien) 𝑋𝑘 adalah 𝑠𝑘 . Gradien garis 𝑋𝑘 dapat diperoleh dari 𝑠𝑘 =
𝐼𝑚(𝑧𝑘 − 𝑧0 ) 𝑅𝑒(𝑧𝑘 − 𝑧0 )
Misalkan 𝜃𝑘 adalah sudut yang terbentuk antara garis 𝑋𝑘 dan sumbu real, maka diperoleh 𝑠𝑘 = tan(𝜃𝑘 ) Secara khusus besar sudut yang terbentuk antara 𝑋1 dan 𝑋2 adalah 𝑎𝑛𝑔𝑙𝑒(𝑋1 , 𝑋2 ) = arctan(𝑠2 ) − arctan(𝑠1 ) = 𝜃2 − 𝜃1 Berikut akan diberikan proposisi mengenai sudut antar busur lingkaran berpusat di sumbu real pada bidang kompleks ℂ : Proposisi 2.5 (Stahl, 1993: 95) Diberikan sembarang titik z, misalkan X adalah sinar garis Euclides dan misalkan 𝑋1 , 𝑋2 , 𝑋3 adalah lingkaran Euclides yang berpusat di 𝑐1 , 𝑐2 , 𝑐3 (Gambar 2.7), maka ∠(𝑋1 , 𝑋2 ) = ∠(𝑇𝑐1 𝑧 , 𝑇𝑐2 𝑧 ) (tipe I), ∠(𝑋3 , 𝑋1 ) = 𝜋 − ∠(𝑇𝑐1 𝑧 , 𝑇𝑐3 𝑧 ) (tipe II),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
dan ∠(𝑋, 𝑋1 ) = ∠𝑑𝑐1 𝑧 (tipe III).
Gambar 2.7 Ilustrasi untuk Proposisi 2.5 Bukti: Misalkan X adalah sinar garis Euclides tegak lurus sumbu real dan melalui d. Misalkan 𝑋1 , 𝑋2 , 𝑋3 adalah lingkaran Euclides berpusat di 𝑐1 , 𝑐2 , 𝑐3 dan 𝑐1 , 𝑐2 , 𝑐3 berada pada sumbu real. Misalkan z adalah titik potong 𝑋, 𝑋1 , 𝑋2 , dan 𝑋3 . Misalkan 𝑇1 dan 𝑇2 adalah garis singgung Euclides dari 𝑋1 dan 𝑋2 terhadap z. Terdapat fakta bahwa garis singgung lingkaran tegak lurus terhadap jari-jari lingkaran pada titik singgung lingkaran, sehingga ∠(𝑋1 , 𝑋2 ) = ∠(𝑇1 , 𝑇2 ) = ∠(𝑇1 , 𝑇𝑐1 𝑧 ) − ∠(𝑇2 , 𝑇𝑐2 𝑧 ) =
𝜋 − ∠(𝑇2 , 𝑇𝑐1 𝑧 ) 2
= ∠(𝑇2 , 𝑇𝑐2 𝑧 ) − ∠(𝑇2 , 𝑇𝑐1 𝑧 ) = ∠(𝑇𝑐1 𝑧 , 𝑇𝑐2 𝑧 ) dengan cara yang sama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
∠(𝑋, 𝑋1 ) = ∠(𝑋, 𝑇1 ) = 𝜋 − ∠(𝑇1 , 𝑇𝑐1 𝑧 ) − ∠(𝑇𝑐1 𝑧 , 𝑋) =
𝜋 − ∠(𝑇𝑐1 𝑧 , 𝑋) = ∠𝑑𝑐1 𝑧 2
dan ∠(𝑋3 , 𝑋1 ) = ∠(𝑋3 , 𝑋) + ∠(𝑋, 𝑋1 ) = ∠𝑧𝑐3 𝑑 + ∠𝑑𝑐1 𝑧 = 𝜋 − ∠(𝑇2 , 𝑇𝑐1 𝑧 ). Terbukti untuk Proposisi 2.5.
QED.
Berikut akan diberikan cara untuk menghitung besar sudut menurut Proposisi 2.5 : a. Tipe I Misalkan dua lingkaran 𝐶1 dan 𝐶2 memiliki pusat di 𝑐1dan 𝑐2 dengan jarijari 𝑟1 dan 𝑟2 berpotongan di 𝑧0 (Gambar 2.8). Misalkan ∠(𝐶1 , 𝐶2 ) = 𝜃 adalah sudut antara dua lingkaran 𝐶1 dan 𝐶2 . Berdasarkan
Proposisi
2.5
maka
∠(𝐶1 , 𝐶2 ) = ∠(𝑟2 , 𝑟1 )
∠(𝑟2 , 𝑟1 ) = 𝜃. Menggunakan aturan kosinus sudut 𝜃 dapat ditentukan yaitu |𝑐1 − 𝑐2 |2 = 𝑟12 + 𝑟22 − 2𝑟1 𝑟2 cos 𝜃 𝑟12 + 𝑟22 − |𝑐1 − 𝑐2 |2 cos 𝜃 = 2𝑟1 𝑟2
sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
sehingga sudut 𝜃 dapat ditentukan dari arccos 𝜃.
Gambar 2.8 Ilustrasi sudut tipe I b. Tipe II Misalkan dua lingkaran 𝐶1 dan 𝐶2 memiliki pusat di 𝑐1dan 𝑐2 dengan jarijari 𝑟1 dan 𝑟2 berpotongan di 𝑧0 (Gambar 2.9). Misalkan ∠(𝐶1 , 𝐶2 ) = 𝜃 adalah sudut antara dua lingkaran 𝐶1 dan 𝐶2 . Berdasarkan Proposisi 2.5 maka ∠(𝐶1 , 𝐶2 ) = 𝜋 − ∠(𝑟2 , 𝑟1 ) sehingga ∠(𝑟2 , 𝑟1 ) = 𝜋 − 𝜃. Menggunakan aturan kosinus sudut (𝜋 − 𝜃) dapat ditentukan yaitu |𝑐1 − 𝑐2 |2 = 𝑟12 + 𝑟22 − 2𝑟1 𝑟2 cos(𝜋 − 𝜃) 𝑟12 + 𝑟22 − |𝑐1 − 𝑐2 |2 cos(𝜋 − 𝜃) = − cos 𝜃 = 2𝑟1 𝑟2 cos 𝜃 = −
𝑟12 + 𝑟22 − |𝑐1 − 𝑐2 |2 2𝑟1 𝑟2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
sehingga sudut 𝜃 dapat ditentukan dari arccos 𝜃.
Gambar 2.9 Ilustrasi Tipe II c. Tipe III Misalkan garis 𝑋1 adalah garis yang melalui di 𝑐1 dan tegak lurus X. Misalkan lingkaran 𝐶1 memiliki pusat di 𝑐1 dengan jari-jari 𝑟1, dan garis 𝑋1 tegak lurus garis X berpotongan di 𝑑1 . Lingkaran 𝐶1 berpotongan dengan garis X di 𝑧0 (Gambar 2.10). Misalkan ∠(𝐶1 , 𝑋) adalah sudut antara lingkaran 𝐶1 dan garis X dengan besar sudut 𝜃. Berdasarkan Proposisi 2.5 maka ∠(𝐶1 , 𝑋) = ∠𝑧0 𝑐1 𝑑1 sehingga ∠𝑧0 𝑐1 𝑑1 memiliki besar sudut 𝜃. Karena titik 𝑐1 , 𝑑1, dan 𝑧0 membentuk segitiga siku-siku di 𝑑1 , sehingga sudut 𝜃 dapat diperoleh dari cos 𝜃 =
𝑟1 |𝑑1 − 𝑐1 |
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
sehingga sudut 𝜃 dapat ditentukan dari arccos 𝜃.
Gambar 2.10 Ilustrasi Tipe III
F. Transformasi Konformal pada Bidang Kompleks ℂ Terdapat beberapa transformasi dalam bidang kompleks ℂ yang memiliki sifat konformal yaitu transformasi yang mempertahankan sudut. Transformasi affine adalah salah satu transformasi konformal. Transformasi ini adalah komposisi dari beberapa transformasi sederhana seperti dilatasi, rotasi, dan translasi dalam bidang kompleks ℂ (Olsen, 2010: 2). Dilatasi, rotasi, dan translasi sederhana dalam bidang kompleks ℂ didefinisikan sebagai berikut. i.
Dilatasi
: 𝑓(𝑧) = 𝑐𝑧, dengan 𝑐 ∈ ℝ
ii.
Translasi
: 𝑓(𝑧) = 𝑧 + 𝛽, dengan 𝛽 ∈ ℂ
iii.
Rotasi
: 𝑓(𝑧) = 𝛼𝑧, dengan 𝛼 = 𝑒 𝑖𝜃 .
Olsen (2010) menyatakan transformasi affine didefinisikan sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
Definisi 2.6 (Olsen, 2010: 2) Transformasi affine adalah kombinasi dari (i), (ii), dan (iii) dengan pemetaan 𝑇(𝑧) = 𝛼𝑧 + 𝛽 dengan 𝛼, 𝛽 ∈ ℂ dan 𝛼 ≠ 0. Sifat-sifat dalam transformasi affine seperti mempertahankan garis dan lingkaran Euclides, serta sudut, ditunjukkan oleh beberapa teorema berikut. Teorema 2.7 (Olsen, 2010: 3) Transformasi affine mempertahankan lingkaran dan garis Euclides. Bukti: Misalkan diberikan suatu transformasi affine 𝑇(𝑧) = 𝐴𝑧 + 𝐵 dan persamaan garis Euclides 𝛽𝑧 + 𝛽̅ 𝑧̅ + 𝑐 = 0 dengan 𝐴, 𝐵, 𝛽 ∈ ℂ dan 𝑐 ∈ ℝ. Menggunakan cara substitusi diperoleh (𝐴𝑧 + 𝐵) + 𝑐 = 0 𝛽(𝐴𝑧 + 𝐵) + 𝛽̅ ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝛽𝐴𝑧 + 𝛽𝐵 + ̅̅̅̅ 𝛽𝐴𝑧̅ + 𝛽̅ 𝐵̅ + 𝑐 = 0 𝛽𝐴𝑧 + ̅̅̅̅ 𝛽𝐴𝑧̅ + (𝛽𝐵 + 𝛽̅ 𝐵̅ ) + 𝑐 = 0
(2.17)
Kita tahu bahwa 𝛽𝐵 + 𝛽̅ 𝐵̅ = 2𝑅𝑒(𝛽𝐵) sehingga persamaan (2.17) merupakan persamaan garis. Dengan transformasi yang sama dan misalkan diberikan persamaan lingkaran Euclides 𝛼𝑧𝑧̅ + 𝛽𝑧 + 𝛽̅ 𝑧̅ + 𝛾 = 0 dengan 𝛼, 𝛾 ∈ ℝ. Menggunakan cara yang sama diperoleh ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ (𝐴𝑧 + 𝐵) + 𝛾 = 0 𝛼(𝐴𝑧 + 𝐵)(𝐴𝑧 + 𝐵) + 𝛽(𝐴𝑧 + 𝐵) + 𝛽̅ ̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝛼𝐴𝐴̅𝑧𝑧̅ + (𝐴𝐵̅ + 𝛽𝐴)𝑧 + (𝐴̅𝐵 + ̅̅̅̅ 𝛽𝐴)𝑧̅ + 𝛽𝐵 + 𝛽̅ 𝐵̅ + 𝛾 = 0 misalkan 𝐷 = 𝐴𝐵̅ + 𝛽𝐴 maka diperoleh ̅ 𝑧̅ + 𝛽𝐵 + 𝛽̅ 𝐵̅ + 𝛾 = 0 𝛼𝐴𝐴̅𝑧𝑧̅ + 𝐷𝑧 + 𝐷
(2.18)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
Persamaan (2.18) merupakan persamaan lingkaran. Jadi Teorema 2.7 terbukti. QED. Teorema 2.8 (Olsen, 2010: 4) Transformasi affine adalah konformal. Bukti: Misalkan 𝑋1 dan 𝑋2 adalah dua garis Euclides di ℂ yang berpotongan di sebuah titik 𝑧0 . Misalkan 𝑇(𝑧) = 𝛼𝑧 + 𝑏 dengan 𝛼, 𝑏 ∈ ℂ, 𝛼 ≠ 0, dan 𝛼 = 𝜌𝑒 𝑖𝛽 . Misalkan ∠(𝑋1 , 𝑋2 ) = 𝜃2 − 𝜃1 dengan 𝜃1 dan 𝜃2 adalah sudut kemiringan garis 𝑋1 dan 𝑋2. Berdasarkan Teorema 2.6 maka 𝑇(𝑋1 ) dan 𝑇(𝑋2 ) adalah garis Euclides juga. Karena 𝑇(𝑋𝑘 ) melalui 𝑇(𝑧0 ) dan 𝑇(𝑧𝑘 ) sehingga kemiringan 𝑡𝑘 dari garis 𝑇(𝑋𝑘 ) adalah
𝑡𝑘 =
=
𝐼𝑚(𝑇(𝑧𝑘 ) − 𝑇(𝑧0 )) 𝐼𝑚(𝛼(𝑧𝑘 − 𝑧0 )) = 𝑅𝑒(𝑇(𝑧𝑘 ) − 𝑇(𝑧0 )) 𝑅𝑒(𝛼 (𝑧𝑘 − 𝑧0 ))
𝐼𝑚 (𝑒 𝑖𝛽 (𝑧𝑘 − 𝑧0 )) 𝑅𝑒 (𝑒 𝑖𝛽 (𝑧𝑘 − 𝑧0 ))
= tan(𝛽 + 𝜃𝑘 ),
secara khusus diperoleh bahwa ∠(𝑇(𝑋1 ), 𝑇(𝑋2 )) = arctan(𝑡2 ) − arctan(𝑡1 ) = (𝛽 + 𝜃2 ) − (𝛽 + 𝜃1 ) = 𝜃2 − 𝜃1 = ∠(𝑋1 , 𝑋2 ). Teorema 2.8 terbukti.
QED.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
G. Riemann Sphere ℂ̅ Bidang lengkung atau permukaan lengkung sukar bila disajikan ke dalam bidang datar, misalkan permukaan bola atau permukaan hiperbolik. Salah satu cara untuk memproyeksikan permukaan bola adalah dengan menggunakan proyeksi stereografi. Proyeksi tersebut memungkinkan untuk memetakan permukaan bola ke dalam suatu bidang datar (Olsen, 2010: 7). Misalkan diberikan bola satuan 𝕊2 di ℝ3 dengan 𝕊2 = {(𝑢, 𝑣, 𝑤) ∈ ℝ3 |𝑢2 + 𝑣 2 + 𝑤 2 = 1} berpusat di 𝑂(0,0,0), 𝑁 adalah kutub utara dengan koordinat di (0,0,1), dan bidang kompleks ℂ adalah bidang yang terbentuk saat 𝑤 = 0. Untuk setiap titik 𝑃 ∈ 𝕊2 , terdapat tepat satu segmen garis yang menghubungkan N ke P. Garis tersebut menembus bidang kompleks ℂ tepat di satu titik z (Gambar 2.11). Titik P yang merupakan titik tembus segmen garis terhadap bola satuan disebut proyeksi stereografi dari titik z. Oleh karena itu, proyeksi stereografi dari titik di tak hingga {∞} bersesuaian dengan kutub utara N dari bola. Dengan demikian bidang kompleks ℂ ditambahkan dengan titik ditak hingga {∞} “sebenarnya” merupakan bola dan disebut sebagai Reimaan sphere (Krantz, 1999: 83). Reimaan sphere atau disebut juga sebagai bidang kompleks yang diperluas, didefinisikan sebagai himpunan ℂ̅ = ℂ ∪ {∞},
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
dengan kata lain adalah bidang kompleks yang ditambahkan sebuah titik yang tak terdapat di ℂ yang dinotasikan dengan ∞. (Anderson, 2005: 9).
Gambar 2.11 Proyeksi Stereografi Lingkaran pada 𝕊2 yang melalui 𝑁 diproyeksikan menjadi garis Euclides pada bidang kompleks ℂ dan sebuah titik di tak hingga ∞, sedangkan untuk lingkaran yang tidak melalui 𝑁 diproyeksikan menjadi lingkaran Euclides pada bidang ℂ. Pada Riemann sphere lingkaran didefinisikan sebagai berikut. Definisi 2.9 (Anderson, 2005: 12) Lingkaran pada ℂ̅ adalah lingkaran Euclides di ℂ atau gabungan garis Euclides di ℂ dengan {∞}. Setelah didefinisikannya Riemann sphere ℂ̅ dan lingkaran di dalamnya, akan diberikan suatu transformasi yang terdapat pada Riemann sphere ℂ̅. H. Inversi Inversi adalah salah satu transformasi dalam bidang kompleks ℂ dan merupakan transformasi pula dalam bidang kompleks ℂ̅ yang didefinisikan sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
Definisi 2.10 (Anderson, 2005: 26) Inversi didefinisikan sebagai fungsi 𝐽 ∶ ℂ̅ → ℂ̅ dengan syarat 𝐽(𝑧) =
1 , 𝑧
𝐽(0) = ∞,
𝐽(∞) = 0
untuk 𝑧 ∈ ℂ − {0}. Beberapa sifat tentang inversi disajikan dalam teorema berikut: Teorema 2.11 (Olsen, 2010:9) Inversi mempertahankan lingkaran di ℂ̅. Bukti: Berdasarkan definisi 2.9, lingkaran di ℂ̅ dapat disajikan sebagai 𝐿̅ = {𝛽𝑧 + 𝛽̅ 𝑧̅ + 𝑐 = 0} ∪ {∞} atau 𝐴 = {𝛼𝑧𝑧̅ + 𝛽𝑧 + 𝛽̅ 𝑧̅ + 𝛾 = 0} dengan 𝛼, 𝑐, 𝛾 ∈ ℝ dan 𝛽 ∈ ℂ. 1 Misalkan suatu inversi 𝐽 ∶ ℂ̅ → ℂ̅ dengan 𝐽(𝑧) = 𝑧 , 𝐽(0) = ∞, 𝐽(∞) = 0
a. Kasus pertama untuk garis Eulides di ℂ dengan {∞} serta melewati 𝑧 = 0, diperoleh 𝐿̅ = {𝛽𝑧 + 𝛽̅ 𝑧̅ = 0} ∪ {∞}. Inversi 𝐽(𝐿̅) menjadi 1 1 𝛽 + 𝛽̅ = 0 𝑧 𝑧̅ 𝛽𝑧̅ + 𝛽̅ 𝑧 = 0 serta 𝐽(0) = ∞, 𝐽(∞) = 0 sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
𝐽(𝐿̅) = {𝛽𝑧̅ + 𝛽̅ 𝑧 = 0} ∪ {0} ∪ {∞} Akibatnya 𝐽(𝐿̅) adalah garis Euclides di ℂ dengan {∞}, sehingga 𝐽(𝐿̅) lingkaran di ℂ̅. b. Kasus kedua untuk garis Eulides di ℂ dengan {∞} serta melewati 𝑧 ≠ 0, diperoleh 𝐿̅ = {𝛽𝑧 + 𝛽̅ 𝑧̅ + 𝑐 = 0} ∪ {∞}. Inversi 𝐽(𝐿̅) menjadi 1 1 𝛽 + 𝛽̅ + 𝑐 = 0 𝑧 𝑧̅ 𝛽𝑧̅ + 𝛽̅ 𝑧 + 𝑐𝑧𝑧̅ = 0 Persamaan tersebut akan menjadi persamaan lingkaran Eucllides di ℂ jika digabung dengan {0}. Karena 𝐽(∞) = 0 sehingga 𝐽(𝐿̅) = {𝛽𝑧̅ + 𝛽̅ 𝑧 + 𝑐𝑧𝑧̅ = 0} ∪ {0} Akibatnya 𝐽(𝐿̅) adalah lingkaran Euclides di ℂ sehingga 𝐽(𝐿̅) lingkaran di ℂ̅. c. Kasus ketiga untuk lingkaran Euclides di ℂ serta melewati 𝑧 = 0, diperoleh 𝐴 = {𝛼𝑧𝑧̅ + 𝛽𝑧 + 𝛽̅ 𝑧̅ = 0}. Inversi 𝐽(𝐴) menjadi 𝛼
11 1 1 + 𝛽 + 𝛽̅ = 0 𝑧 𝑧̅ 𝑧 𝑧̅
𝛼 + 𝛽𝑧̅ + +𝛽̅ 𝑧 = 0 Karena 𝛼 ∈ ℝ serta 𝐽(0) = ∞ sehingga 𝐽(𝐴) = {𝛽𝑧̅ + 𝛽̅ 𝑧 + 𝛼 = 0} ∪ {∞}.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
Akibatnya 𝐽(𝐴) adalah garis Euclides di ℂ dengan {∞}, sehingga 𝐽(𝐴) lingkaran di ℂ̅. d. Kasus empat untuk lingkaran Euclides di ℂ dengan 𝑧 ≠ 0, diperoleh 𝐴 = {𝛼𝑧𝑧̅ + 𝛽𝑧 + 𝛽̅ 𝑧̅ = 0} Inversi 𝐽(𝐴) menjadi 𝛼
11 1 1 + 𝛽 + 𝛽̅ + 𝛾 = 0 𝑧 𝑧̅ 𝑧 𝑧̅
𝛼 + 𝛽𝑧̅ + +𝛽̅ 𝑧 + 𝛾𝑧𝑧̅ = 0 Karena 𝛼, 𝛾 ∈ ℝ sehingga 𝐽(𝐴) = {𝛾𝑧𝑧̅ + 𝛽𝑧̅ + 𝛽̅ 𝑧 + 𝛼 = 0}. Akibatnya 𝐽(𝐴) adalah lingkaran Euclides di ℂ, sehingga 𝐽(𝐴) lingkaran di ℂ̅. Berdasarkan kasus pertama sampai empat maka Teorema 2.11 terbukti. QED. Inversi merupakan transformasi konformal atau mempertahankan besar sudut. Hal tersebut termuat dalam teorema berikut: Teorema 2.12 (Olsen, 2010: 4) Inversi adalah konformal. Bukti: Berdasarkan definisi 2.9, lingkaran di ℂ̅ dapat disajikan sebagai 𝐿̅ = {𝛽𝑧 + 𝛽̅ 𝑧̅ + 𝑐 = 0} ∪ {∞} atau 𝐴 = {𝛼𝑧𝑧̅ + 𝛽𝑧 + 𝛽̅ 𝑧̅ + 𝛾 = 0} dengan 𝛼, 𝑐, 𝛾 ∈ ℝ dan 𝛽 ∈ ℂ.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
1 Misalkan suatu inversi 𝐽 ∶ ℂ̅ → ℂ̅ dengan 𝐽(𝑧) = 𝑧 , 𝐽(0) = ∞, 𝐽(∞) = 0
Akan ditunjukkan bahwa lingkaran yang berpotongan dalam ℂ̅ akan tetap berpotongan bila diinversikan. a. Dua garis Euclides di ℂ berpotongan di 𝑧0 = 0. Berdasarkan pembuktian Teorema 2.7, J memetakan garis Euclides yang melalui titik 𝑧0 menjadi garis Euclides yang melalui titik 𝑧0 juga, sehingga kedua garis tetap berpotongan. b. Dua garis Euclides di ℂ berpotongan di 𝑧0 = 𝑎, 𝑎 ≠ 0. Berdasarkan pembuktian Teorema 2.7, J memetakan garis Euclides yang 1
melalui titik 𝑧0 menjadi lingkaran Euclides yang melalui titik 𝐽(𝑧0 ) = 𝑎 , sehingga kedua garis tetap berpotongan. c. Garis Euclides dan lingkaran Euclides di ℂ berpotongan di 𝑧0 = 0 dan 𝑧1 = 𝑎, 𝑎 ≠ 0. Berdasarkan pembuktian Teorema 2.7, J memetakan garis Euclides yang melalui titik 𝑧0 menjadi garis Euclides yang melalui titik 𝑧0 juga, dan memetakan lingkaran Euclides yang melalui titik 𝑧0 menjadi garis 1
Euclides. kedua garis tersebut berpotongan di 𝐽(𝑧1 ) = 𝑎 sehingga kedua garis tetap berpotongan. d. Garis Euclides dan lingkaran Euclides di ℂ berpotongan di 𝑧0 = 𝑎 dan 𝑧1 = 𝑏, 𝑎, 𝑏 ≠ 0, 𝑎 ≠ 𝑏. Menggunakan alasan yang sama kedua garis tetap berpotongan di 1
𝐽(𝑧0 ) = 𝑎
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
e. Dua lingkaran Euclides di ℂ berpotongan di 𝑧0 = 0 dan 𝑧1 = 𝑎, 𝑎 ≠ 0. Menggunakan alasan yang sama kedua garis tetap berpotongan di 1
𝐽(𝑧1 ) = 𝑎 f. Dua lingkaran Euclides di ℂ berpotongan di 𝑧0 = 𝑎 dan 𝑧1 = 𝑏, 𝑎, 𝑏 ≠ 0, 𝑎 ≠ 𝑏. Menggunakan alasan yang sama kedua garis tetap berpotongan di 1
𝐽(𝑧1 ) = 𝑎 . Berdasarkan Definisi 2.9 dan fakta yang telah ditunjukkan sebelumnya, maka hanya akan ditunjukkan bahwa inversi mempertahankan sudut antar dua garis berpotongan. Misalkan 𝑋1 dan 𝑋2 adalah dua garis Euclides di ℂ yang berpotongan di sebuah 1
titik 𝑧0 . Misalkan 𝐽(𝑧) = 𝑧. Misalkan ∠(𝑋1 , 𝑋2 ) = 𝜃2 − 𝜃1 dengan 𝜃1 dan 𝜃2 adalah sudut kemiringan garis 𝑋1 dan 𝑋2.
Misalkan 𝑧𝑘 = 𝑟1 (cos 𝛼 + 𝑖 sin 𝛼) dan 𝑧0 = 𝑟2 (cos 𝛽 + 𝑖 sin 𝛽) diperoleh 𝑧𝑘 − 𝑧0 = 𝑟1 (cos 𝛼 + 𝑖 sin 𝛼) − 𝑟2 (cos 𝛽 + 𝑖 sin 𝛽) = (𝑟1 cos 𝛼 − 𝑟2 cos 𝛽) + 𝑖(𝑟1 sin 𝛼 − 𝑟2 sin 𝛽). 1
1
𝑘
0
Untuk 𝑧 = 𝑟1 (cos 𝛼 − 𝑖 sin 𝛼) dan 𝑧 = 𝑟2 (cos 𝛽 − 𝑖 sin 𝛽) 1 1 − = 𝑟1 (cos 𝛼 − 𝑖 sin 𝛼) − 𝑟2 (cos 𝛽 − 𝑖 sin 𝛽) 𝑧𝑘 𝑧0 = (𝑟1 cos 𝛼 − 𝑟2 cos 𝛽) − 𝑖(𝑟1 sin 𝛼 − 𝑟2 sin 𝛽) sehingga kemiringan yang dibentuk garis yang melalui 𝑧𝑘 dan 𝑧0 adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
𝑠𝑘 =
𝐼𝑚(𝑧𝑘 − 𝑧0 ) 𝑟1 sin 𝛼 − 𝑟2 sin 𝛽 = = tan(𝜃𝑘 ). 𝑅𝑒(𝑧𝑘 − 𝑧0 ) 𝑟1 cos 𝛼 − 𝑟2 cos 𝛽
Berdasarkan Teorema 2.5, maka 𝐽(𝑋1 ) dan 𝐽(𝑋2 ) adalah garis Euclides atau lingkaran Euclides. Karena 𝐽(𝑋𝑘 ) tetap melalui 𝐽(𝑧0 ) dan 𝐽(𝑧𝑘 ) maka kemiringan 𝑡𝑘 dari garis 𝐽(𝑋𝑘 ) adalah 1 1 𝐼𝑚(𝐽(𝑧𝑘 ) − 𝐽(𝑧0 )) 𝐼𝑚 (𝑧𝑘 − 𝑧 0 ) 𝑡𝑘 = = 𝑅𝑒(𝐽(𝑧𝑘 ) − 𝐽(𝑧0 )) 𝑅𝑒 ( 1 − 1 ) 𝑧𝑘 𝑧 0 =−
𝐼𝑚(𝑟1 sin 𝛼 − 𝑟2 sin 𝛽) 𝑅𝑒 (𝑟1 cos 𝛼 − 𝑟2 cos 𝛽)
= − tan(𝜃𝑘 ) = tan(−𝜃𝑘 ). Secara khusus diperoleh bahwa ∠(𝑇(𝑋1 ), 𝑇(𝑋2 )) = arctan(𝑡2 ) − arctan(𝑡1 ) = −𝜃2 + 𝜃1 = −(𝜃2 − 𝜃1 ) = −∠(𝑋1 , 𝑋2 ) = ∠(𝑋1 , 𝑋2 ) Teorema 2.12 terbukti.
QED.
Bersama dengan transformasi affine, inversi merupakan komposisi dari transformasi M𝑜̈ bius pada Riemann sphere ℂ̅. I. Transformasi M𝒐̈ bius dan Cross Rasio Transformasi M𝑜̈ bius adalah suatu transformasi yang juga disebut linear fractional transformations atau transformasi bilinear. Transformasi ini definisikan sebagai suatu fungsi pada Riemann sphere ℂ̅. Definisi transformasi M𝑜̈ bius di ℂ̅ adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
Definisi 2.13 (Olsen, 2010: 11) Transformasi M𝑜̈ bius adalah pemetaan 𝑓: ℂ̅ → ℂ̅ yaitu
𝑓(𝑧) =
𝑎𝑧 + 𝑏 𝑐𝑧 + 𝑑
dengan 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 ∈ ℂ dan 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 ≠ 0. Sifat-sifat transformasi M𝑜̈ bius disajikan dalam teorema berikut. Teorema 2.14 (Olsen, 2010: 11) Misalkan f sembarang transformasi M𝑜̈ bius, maka i.
𝑓 dapat diubah dalam komposisi transformasi affine dan inversi
ii.
𝑓 memetakan lingkaran di ℂ̅ ke lingkaran di ℂ̅
iii.
𝑓 konformal.
Bukti: i.
Diberikan f sebagai 𝑓(𝑧) =
𝑎𝑧 + 𝑏 , 𝑐𝑧 + 𝑑
𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 ∈ ℂ,
𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 ≠ 0 1
Jika dimisalkan 𝑤1 , 𝑤2 , dan 𝑤3 dengan 𝑤1 = 𝑐𝑧 + 𝑑, 𝑤2 = 𝑤 , dan 1
𝑤3 = (𝑏 −
𝑎𝑑 𝑐
𝑎
) 𝑤2 + 𝑐 . Kita tahu bahwa 𝑤1 , dan 𝑤3 adalah
transformasi affine dan 𝑤2 adalah inversi. Akan ditunjukkan bahwa f adalah komposisi dari 𝑤1 , 𝑤2 , dan 𝑤3 . 𝑎𝑑 𝑎 𝑎𝑑 (𝑐𝑧 + 𝑑) − +𝑏 𝑎 𝑏− 𝑐 𝑐 𝑐 𝑤3 ∘ 𝑤2 ∘ 𝑤1 = + = 𝑐 𝑐𝑧 + 𝑑 𝑐𝑧 + 𝑑 𝑎𝑐𝑧 + 𝑎𝑑 − 𝑎𝑑 + 𝑏𝑐 𝑎𝑧 + 𝑏 𝑐 = = = 𝑓(𝑧). 𝑐𝑧 + 𝑑 𝑐𝑧 + 𝑑
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
ii.
Transformasi affine mempertahankan lingkaran dan garis di ℂ serta transformasi affine memetakan {∞} ke {∞} , sehingga Transformasi affine mempertahankan lingkaran di ℂ̅. Inversi juga mempertahankan lingkaran di ℂ̅. Berdasarkan (i) maka transformasi M𝑜̈ bius mempertahankan lingkaran di ℂ̅.
iii.
Karena transformasi affine dan inversi konformal, maka Berdasarkan (i) transformasi M𝑜̈ bius konformal.
Teorema 2.14 terbukti.
QED.
Selanjutnya akan diberikan definisi tentang cross ratio di ℂ̅ yang dinyatakan Olsen (2010) sebagai berikut. Definisi 2.15 (Olsen, 2010: 15) Misalkan 𝑧, 𝑧1 , 𝑧2 , dan 𝑧3 adalah titik-titik di ℂ̅ dan dapat dibentuk menjadi
(𝑧, 𝑧1 , 𝑧2 , 𝑧3 ) =
(𝑧 − 𝑧1 )(𝑧2 − 𝑧3 ) . (𝑧 − 𝑧3 )(𝑧2 − 𝑧1 )
(2.19)
Persamaan (2.19) disebut cross ratio dari empat titik 𝑧, 𝑧1 , 𝑧2 , dan 𝑧3 . Misalkan dua lingkaran 𝐶1 dan 𝐶2 dipilih titik-titik 𝑧1 , 𝑧2 , 𝑧3 pada 𝐶1 dan 𝑤1 , 𝑤2 , 𝑤3 pada 𝐶2 , maka dapat ditentukan suatu transformasi M𝑜̈ bius h sehingga ℎ(𝑧1 ) = 𝑤1 ,
ℎ(𝑧2 ) = 𝑤2 ,
ℎ(𝑧3 ) = 𝑤3 ,
(2.20)
dan h akan memetakan 𝐶1 ke 𝐶2 . Cara untuk mencari h adalah dengan memetakan 𝐶1 ke sumbu real dan memetakan sumbu real ke 𝐶2 . Untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
memetakan 𝐶1 ke sumbu real, maka penyelesaian persamaan (2.20) adalah 𝑤1 = 0, 𝑤2 = 1, dan 𝑤3 = ∞. Jika titik 𝑧𝑖 ≠ ∞ diberikan transformasi M𝑜̈ bius f yaitu
𝑓(𝑧) =
(𝑧 − 𝑧1 )(𝑧2 − 𝑧3 ) , (𝑧 − 𝑧3 )(𝑧2 − 𝑧1 )
sehingga diperoleh 𝑓(𝑧1 ) = 0, 𝑓(𝑧2 ) = 1, 𝑓(𝑧3 ) = ∞. Jika satu dari tiga titik tersebut 𝑧𝑖 = ∞ (𝐶1 merupakan garis) diperoleh persamaan sebagai berikut: 𝑓(𝑧) =
𝑧2 − 𝑧3 (𝑧 = ∞), 𝑧 − 𝑧3 1
𝑓(𝑧) =
𝑧 − 𝑧1 (𝑧 = ∞), 𝑧 − 𝑧3 2
(2.21)
𝑧 − 𝑧1 (𝑧 = ∞) 𝑓(𝑧) = 𝑧2 − 𝑧1 3 sehingga diperoleh 𝑓(𝑧1 ) = 0, 𝑓(𝑧2 ) = 1, 𝑓(𝑧3 ) = ∞. Misalkan g adalah transformasi M𝑜̈ bius yang membawa 𝑔(𝑤1 ) = 0, 𝑔(𝑤2 ) = 1, 𝑔(𝑤3 ) = ∞, maka diperoleh pemetean ℎ = 𝑔−1 ∘ 𝑓 sehingga ℎ(𝑧1 ) = 𝑔−1 ∘ 𝑓(𝑧1 ) = 𝑔−1 (0) = 𝑤1 ℎ(𝑧2 ) = 𝑔−1 ∘ 𝑓(𝑧2 ) = 𝑔−1 (1) = 𝑤2 ℎ(𝑧3 ) = 𝑔−1 ∘ 𝑓(𝑧3 ) = 𝑔−1 (∞) = 𝑤3 . Perhatikan bahwa ℎ(𝑧) = 𝑤 dapat dibentuk sebagai 𝑔−1 (𝑓(𝑧)) = 𝑤 ⇔ 𝑔(𝑤) = 𝑓(𝑧) yang berarti (𝑧 − 𝑧1 )(𝑧2 − 𝑧3 ) (𝑤 − 𝑤1 )(𝑤2 − 𝑤3 ) = (𝑧 − 𝑧3 )(𝑧2 − 𝑧1 ) (𝑤 − 𝑤3 )(𝑤2 − 𝑤1 ) persamaan tersebutlah yang disebut cross ratio.
(2.22)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III MODEL BIDANG HIPERBOLIK
Berdasarkan yang telah dibahas sebelumnya bahwa bidang lengkung seperti permukaan bola dapat diproyeksikan pada bidang datar, maka memungkinkan untuk membentuk suatu model bidang datar, sehingga objek-objek geometri hiperbolik dapat direpresentasikan pada bidang tersebut. Berikut akan dibahas mengenai model bidang hiperbolik, objek-objek geometri pada model tersebut, serta transformasi yang berlaku pada model tersebut. A. Setengah Bidang Atas (ℍ) Pada bagian ini akan dibahas mengenai model bidang datar dari geometri hiperbolik. Berbeda dengan geometri Euclides yang pada umumnya menggunakan bidang kartesius sebagai model bidang datar, geometri hiperbolik memiliki banyak model yang digunakan dalam merepresentasikan bidang datarnya.
Poincare disk
Klein disk
Setengah bidang atas
Gambar 3.1 Model Bidang pada Geometri Hiperbolik
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
Pada gambar 3.1, salah satu model yang sering digunakan adalah Poincare disk yaitu suatu bidang datar yang dibatasi lingkaran dengan garis-garis pada bidang tersebut adalah busur lingkaran. Garis lurus dapat terbentuk jika garis tersebut melalui titik pusat dari lingkaran batas. Model kedua adalah Klein disk, serupa dengan model Poincare disk, Klein disk juga dibatasi oleh lingkaran, namun terdapat perbedaan yaitu garis-garis pada model ini adalah garis lurus bukan lagi busur lingkaran. Model terakhir adalah setengah bidang atas atau disebut juga setengah bidang Poincare, model ini berbeda dengan kedua model sebelumnya karena hanya memuat setengah bidang kompleks ℂ. Pada skripsi ini, model bidang yang digunakan untuk menyajikan objekobjek bidang datar adalah model setengah bidang atas. Model ini adalah bagian dari bidang kompleks ℂ dengan sumbu x disebut sumbu real (𝑅𝑒(𝑧)), dan sumbu y disebut sumbu imajiner (𝐼𝑚(𝑧)). Seperti namanya, model setengah bidang atas terbentuk dari setengah bidang kompleks bagian atas yaitu di atas sumbu real atau tak memuat sumbu imajiner negatif. Model setengah bidang atas ℍ pada bidang kompleks ℂ, didefinisikan sebagai berikut (Anderson, 2005: 2) ℍ = {𝑧 ∈ ℂ|𝐼𝑚(𝑧) > 0}. Lingkaran pada Riemann sphere ℂ̅ mempunyai dua komponen, contohnya adalah lingkaran satuan 𝕊1 = {𝑧 ∈ ℂ||𝑧| = 1} memiliki komponen disk 𝔻 = {𝑧 ∈ ℂ||𝑧| < 1} dan 𝔻 = {𝑧 ∈ ℂ||𝑧| > 1} ∪ {∞}, sedangkan untuk ̅ di ℂ̅ memiliki komponen setengah bidang atas ℍ dan setengah lingkaran ℝ
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
bidang bawah {𝑧 ∈ ℂ| 𝐼𝑚(𝑧) < 0}. Lingkaran pada Riemann sphere ℂ̅ dan dua komponennya didefinisikan sebagai berikut. Definisi 3.1 (Anderson, 2005: 18) Suatu disk D di ℂ̅ merupakan salah satu komplemen dari komponen lingkaran A di ℂ̅. Pada disk D dan lingkaran A, terlihat bahwa A adalah lingkaran yang menentukan disk D. Berdasarkan definisi tersebut, untuk setiap disk di ℂ̅ ditentukan oleh lingkaran di ℂ̅ dan setiap lingkaran di ℂ̅ ditentukan oleh disk di ℂ̅. Model setengah bidang atas ℍ adalah disk di ℂ̅ yang ditentukan oleh ̅ . Model setengah bidang atas ℍ memiliki batas di tak hingga lingkaran ℝ ̅ . Titik-titik pada ℝ ̅ disebut titik di tak hingga atau titik ideal pada model yaitu ℝ setengah bidang atas ℍ. Hal ini mengakibatkan jarak hiperbolik sembarang ̅ adalah tak hingga, dasar untuk argumen ini akan dibahas titik ke titik pada ℝ dalam subbab D. Sebelum membahas mengenai jarak hiperbolik, akan terlebih dahulu dibahas mengenai hubungan objek-objek geometri Euclides dan geometri hiperbolik. B. Hubungan Geometri Euclides dan Geometri Hiperbolik Pada bagian ini akan dibahas tentang persamaan dan perbedaan objekobjek sederhana pada geometri seperti titik, garis, dan sudut, antara geometri Euclides dan geometri hiperbolik serta representasinya dalam setengah bidang atas ℍ. Uraian lebih rinci mengenai titik, garis dan sudut dalam geometri hiperbolik pada model setengah bidang atas ℍ adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45
1. Titik pada geometri hiperbolik Titik pada geometri hiperbolik dideskripsikan sama seperti titik pada geometri Euclides yaitu objek geometri yang tidak memiliki panjang dan tebal. Pada setengah bidang atas ℍ, titik direpresentasikan dengan ̅ atau ketika 𝐼𝑚(𝑧) = 0 disebut koordinat 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦. Titik-titik pada ℝ titik ideal atau titik di tak hingga, sehingga terdapat dua jenis titik pada geometri hiperbolik yaitu titik hiperbolik dengan 𝐼𝑚(𝑧) > 0 dan titik ideal untuk 𝐼𝑚(𝑧) = 0 atau 𝑧 = ∞. 2. Garis hiperbolik dalam model setengah bidang atas ℍ Setengah bidang atas ℍ adalah disk pada ℂ̅ sehingga garis pada setengah bidang atas ℍ adalah lingkaran di ℂ̅. Garis hiperbolik di ℍ adalah perpotongan lingkaran di ℂ̅ terhadap setengah bidang atas ℍ. Berdasarkan fakta tersebut garis hiperbolik dalam setengah bidang atas ℍ memiliki dua jenis garis dalam representasinya yaitu berupa garis Euclides tegak lurus sumbu real dan busur setengah lingkaran Euclides dengan pusat lingkaran di sumbu real. Garis lurus pada geometri hiperbolik disebut geodesik yang selanjutnya akan disebut sebagai garis hiperbolik. Garis hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ didefinisikan sebagai berikut: Definisi 3.2 (Anderson, 2005: 2) Ada dua jenis garis hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ, keduanya didefinisikan sebagai objek Euclides pada ℂ. Salah satunya adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46
perpotongan dari setengah bidang atas ℍ dengan garis Euclides pada ℂ tegak lurus ke sumbu real ℝ pada ℂ. Lainnya adalah perpotongan dari ℍ dengan lingkaran Euclides yang berpusat di sumbu real ℝ (Gambar 3.2).
Gambar 3.2 Garis Hiperbolik di ℍ Berdasarkan definisi 3.2, maka terdapat dua hasil representasi garis hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ yaitu garis Euclides tegak lurus terhadap sumbu real ℝ dan setengah busur lingkaran Euclides dengan pusat di sumbu real ℝ. Dua sembarang titik pada setengah bidang atas ℍ dijamin dapat termuat pada satu garis hiperbolik tertentu oleh proposisi berikut ini : Proposisi 3.3 (Anderson, 2005: 3) Untuk setiap pasangan titik berbeda p dan q pada ℍ, terdapat sebuah garis hiperbolik ℓ pada ℍ yang melalui p dan q. Bukti : Pengandaian pertama yaitu Re(p) = Re(q). Kemudian diberikan garis Euclides 𝐿 = {𝑧 ∈ ℂ | 𝑅𝑒(𝑧) = 𝑅𝑒 (𝑝)} tegak lurus terhadap aksis real
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
dan melalui p dan q, sehingga membentuk garis hiperbolik ℓ = ℍ ∩ 𝐿. Garis hiperbolik ℓ adalah garis hiperbolik yang melalui p dan q. Pengandaian kedua yaitu Re(p) ≠ Re(q). Garis Euclides yang melalui p dan q tidak lagi tegak lurus terhadap ℝ, dibuatlah lingkaran Euclides dengan pusat lingkaran pada aksis real ℝ melalui p dan q (Gambar 3.3).
Gambar 3.3 Garis Hiperbolik melalui Dua Titik Berbeda Misalkan 𝐿𝑝𝑞 adalah segmen garis Euclides yang menghubungkan p dan q, dan misalkan K garis berat tegak lurus terhadap 𝐿𝑝𝑞 . Kemudian, setiap lingkaran Euclides yang melewati p dan q akan berpusat pada K. Berdasarkan pengandaian kedua p dan q mempunyai bagian real yang tak sama, sehingga garis Euclides K tidak sejajar terhadap ℝ, dan K berpotongan dengan ℝ tepat pada suatu titik c. Misalkan A adalah lingkaran Euclides berpusat di c dengan radius |𝑐 − 𝑝|, sehingga A melalui p. Kita tahu bahwa c terdapat pada K, sehingga |𝑐 − 𝑝| = |𝑐 − 𝑞| mengakibatkan A melewati q. Diperoleh garis hiperbolik ℓ = ℍ ∩ 𝐴. Garis hiperbolik ℓ adalah garis hiperbolik yang melalui p dan q.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
Berdasarkan pengandaian pertama dan kedua maka Proposisi 3.3 terbukti. QED. 3. Sudut pada geometri hiperbolik Pada setengah bidang atas ℍ sudut yang terbentuk dari dua garis hiperbolik didefinisikan sebagai sudut antara garis singgung lingkaran Euclides. Misalkan ℓ adalah garis hiperbolik dengan pusat lingkaran Euclides pada 𝑐1dan 𝓂 adalah garis hiperbolik dengan pusat lingkaran Euclides pada 𝑐2 . Garis hiperbolik ℓ dan 𝓂 berpotongan di titik p sehingga sudut ∠(𝓂, ℓ) dapat ditentukan dengan membuat garis singgung lingkaran melalui titik p. Misalkan K dan N adalah garis singgung lingkaran Euclides tersebut, sehingga sudut ∠(𝓂, ℓ) = ∠(𝑁, 𝐾) (Gambar 3.4).
Gambar 3.4 Sudut antara Dua Garis Hiperbolik Sudut pada geometri hiperbolik memenuhi tiga tipe sudut menurut Proposisi 2.5, sehingga besar sudut pada dua garis hiperbolik yang berpotongan dapat dicari dengan metode yang telah dibahas pada Bab II. Dua garis hiperbolik yang berpotongan pada sumbu real ℝ atau dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49
kata lain berpotongan di tak hingga, maka besar sudut yang terbentuk dari kedua garis hiperbolik tersebut adalah 0. Hal ini mudah ditunjukkan karena garis yang berpotongan di tak hingga sebenarnya tidak berpotongan sehingga tidak ada sudut yang terbentuk. Setelah membahas objek-objek dasar pada geometri hiperbolik, selanjutnya akan dibahas satu topik yang juga menjadi dasar munculnya geometri hiperbolik yaitu kesejajaran garis. C. Kesejajaran dalam geometri hiperbolik Pada geometri Euclides, dua garis sejajar selalu berjarak sama, dengan kata lain jika L dan K adalah garis-garis sejajar pada geometri Euclides dan misalkan a dan b adalah titik pada garis L, sehingga jarak titik a ke garis K akan sama dengan jarak titik b ke garis K (Gambar 3.5).
Gambar 3.5 Dua Garis Sejajar pada Geometri Euclides Sedangkan pada geometri hiperbolik dua garis sejajar tidak selalu harus berjarak sama, dua garis sejajar dalam geometri hiperbolik hanya disyaratkan untuk saling lepas (tidak berpotongan). Pada model setengah bidang atas ℍ dua garis hiperbolik sejajar didefinisikan sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
Definisi 3.4 (Anderson, 2005: 5) Dua garis hiperbolik pada ℍ dikatakan sejajar jika kedua garis tersebut saling lepas. Dua garis hiperbolik yang saling lepas dalam geometri hiperbolik dipandang sebagai garis yang mutlak tidak berpotongan atau dapat pula berpotongan di tak hingga, sehingga garis hiperbolik yang berpotongan di tak hingga dianggap sejajar. Dasar utama yang membedakan geometri Euclides dengan geometri hiperbolik adalah dari postulat kelima Euclides atau disebut juga sebagai postulat kesejajaran. Postulat kesejajaran yang berbunyi “Diberikan sebuah garis 𝐿 dan sebuah titik p di luar garis L, maka ada tepat satu garis yang melalui p dan sejajar terhadap L” (Stahl, 1993: 28). Pada geometri hiperbolik postulat kesejajaran menggunakan salah satu kontradiksi dari postulat kesejajaran Euclides seperti berikut. Aksioma 3.5 (Greenberg, 1980: 148) Diberikan sebuah garis dan sebuah titik di luar garis, ada setidaknya dua garis yang melalui garis tersebut dan sejajar dengan garis yang diberikan. Pada model setengah bidang atas dapat ditunjukkan bahwa memang terdapat setidaknya terdapat dua garis sejajar yang melalui sembarang titik di luar garis. Misalkan ℓ adalah garis hiperbolik pada ℍ dan titik p tidak pada ℓ akan diperlihatkan bahwa ada setidaknya dua garis hiperbolik yang melalui p dan sejajar ℓ. Kasus pertama untuk garis hiperbolik ℓ adalah garis yang tegak lurus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
sumbu real, dan kasus kedua untuk garis hiperbolik ℓ adalah busur lingkaran yang berpusat di ℍ. Maka akan ada garis hiperbolik 𝓃 dan 𝓀 seperti Gambar 3.6.
Kasus pertama
Kasus kedua
Gambar 3.6 Garis-garis Hiperbolik yang Sejajar melalui Sembarang Titik Pada geometri hiperbolik terdapat teorema yang memuat perumuman mengenai postulat kesejajaran. Teorema ini menjelaskan bahwa ada tak hingga garis sejajar yang bisa dibuat melalui titik di luar garis. Pada model setengah bidang atas ℍ teorema tersebut dinyatakan sebagai berikut. Teorema 3.6 (Anderson, 2005: 5) Misalkan ℓ adalah garis hiperbolik di ℍ, dan p adalah titik di ℍ tidak terletak pada ℓ. Ada tak hingga banyak garis hiperbolik berbeda yang melalui p dan sejajar terhadap ℓ. Bukti: Ada dua kasus yang mungkin. Kasus pertama, misalkan garis hiperbolik ℓ termuat pada garis Euclides L. p tidak pada L, terdapat garis Euclides K yang melalui p dan sejajar terhadap L. Garis Euclides L tegak lurus terhadap ℝ,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
sehingga garis Euclides K tegak lurus terhadap ℝ juga. Jadi, satu garis hiperbolik pada ℍ melalui p dan sejajar terhadap ℓ adalah irisan dari ℍ ∩ 𝐾. Untuk membuat garis hiperbolik lain yang melalui p dan sejajar terhadap ℓ, ambil sebuah titik x pada ℝ diantara K dan L, dan misalkan A adalah lingkaran berpusat di ℝ dan melaui x dan p. kita tahu bahwa terdapat lingkaran A karena Re(x) ≠ Re(p). A saling lepas terhadap L, dan juga garis hiperbolik ℍ ∩ 𝐴 saling lepas terhadap ℓ. Dengan demikian ℍ ∩ 𝐴 adalah garis hiperbolik kedua yang melalui p dan sejajar terhadap ℓ. Terdapat tak hingga banyak titik pada ℝ diantara K dan L, ini mengakibatkan tak hingga banyak garis hiperbolik yang dapat dibuat melalui p dan sejajar ℓ. (Gambar 3.7)
Gambar 3.7 Ilustrasi Sejajar untuk Kasus Pertama Kasus kedua, mengandaikan garis hiperbolik ℓ terletak pada lingkaran Euclides A. Misalkan D adalah lingkaran konsentris (berpusat pada titik yang sama) terhadap A dan melalui p. Dua lingkaran yang konsentrasi akan saling lepas, sehingga garis yang melalui p dan sejajar terhadap ℓ adalah perpotongan ℍ ∩ 𝐷.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
Untuk membuat garis hiperbolik lain yang melalui p dan sejajar terhadap ℓ, ambil sembarang titik x dalam ℝ di antara A dan D. Misalkan E adalah lingkaran berpusat pada ℝ dan melalui x dan p. E dan A saling lepas, dan ℍ ∩ 𝐸 adalah garis hiperbolik yang melalui p dan sejajar terhadap ℓ (Gambar 3.8). Seperti di atas, karena ada tak hingga banyak titik dalam ℝ di antara A dan D, ada tak hingga banyak garis hiperbolik berbeda yang melalui p dan sejajar terhadap ℓ.
QED.
Gambar 3.8 Ilustrasi Sejajar untuk Kasus Kedua Setelah membahas mengenai kesejajaran pada geometri hiperbolik untuk model setengah bidang atas ℍ, akan dilanjutkan untuk membahas bagaimana jarak hiperbolik pada model setengah bidang atas ℍ didefinisikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
D. Jarak Hiperbolik Hal yang menjadi perbedaan utama antara setengah bidang atas ℍ dan bidang Euclides adalah pada konsep panjang. Jarak ke sumbu real ℝ dipengaruhi oleh sumbu imajiner positif (𝐼𝑚(𝑧) > 0) sehingga panjang suatu lintasan pada geometri hiperbolik untuk model setengah bidang atas ℍ didefinisikan sebagai berikut. Definisi 3.7 (Anderson, 2005: 86) Lintasan 𝐶 1 dengan 𝑓: [𝑎, 𝑏] → ℍ, panjang hiperbolik 𝑓 didefinisikan 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎℍ (𝑓) = ∫ 𝑓
𝑏 1 1 |𝑑𝑧| = ∫ |𝑓′(𝑡)|𝑑𝑡. 𝐼𝑚(𝑧) 𝑎 𝐼𝑚(𝑓(𝑡))
Berdasarkan definisi tersebut dapat dilihat bahwa jika titik pada sumbu real ℝ (𝐼𝑚(𝑧) = 0) akan mengakibatkan nilai integral menjadi tak hingga {∞} sehingga titik-titik pada sumbu real disebut titik di tak hingga. Jika membicarakan jarak, hal yang paling sederhana adalah menghitung jarak dari dua titik berbeda. Jarak pada geometri Euclides untuk dua titik berbeda 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1 dan 𝑧2 = 𝑥2 + 𝑖𝑦2 dapat dengan mudah dicari dengan menggunakan teorema pythagoras sebagi berikut. 𝑑(𝑧1 , 𝑧2 ) = √(𝑥1 − 𝑥2 )2 + (𝑦1 − 𝑦2 )2 . Pada geometri hiperbolik untuk setengah bidang atas ℍ, jarak dua titik disajikan dalam proposisi berikut ini :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
Proposisi 3.8 (Anderson, 2007: 102) Jarak hiperbolik dari titik 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1 dan 𝑧2 = 𝑥2 + 𝑖𝑦2 , untuk 𝑥1 = 𝑥2 adalah 𝑦2 𝑑ℍ (𝑧1 , 𝑧2 ) = |ln ( )|, 𝑦1 sedangkan untuk 𝑥1 ≠ 𝑥2 adalah 𝑑ℍ (𝑧1 , 𝑧2 ) = |ln |
𝑦2 (𝑥1 − 𝑐 − 𝑟) || 𝑦1 (𝑥2 − 𝑐 − 𝑟)
dengan c dan r adalah pusat dan jari-jari lingkaran Euclides yang melalui 𝑧1 dan 𝑧2 . Bukti: Untuk 𝑥1 = 𝑥2 maka garis hiperbolik yang melalui 𝑧1 dan 𝑧2 berupa garis Euclides yang tegak lurus dengan sumbu real. Misalkan lintasan 𝑓 adalah fungsi 𝑓(𝑡) = 𝑥1 + 𝑖𝑡 dengan t dalam interval [𝑦1 , 𝑦2 ]. Lintasan f adalah segmen garis hiperbolik melalui 𝑧1 dan 𝑧2 , sehingga 𝑑ℍ (𝑧1 , 𝑧2 ) = 𝑙𝑒𝑛𝑔ℎ𝑡ℍ (𝑓). Diperoleh 𝐼𝑚(𝑓(𝑡)) = 𝑡 dan |𝑓 ′ (𝑡)| = 1 sehingga 𝑦2
𝑑ℍ (𝑧1 , 𝑧2 ) = 𝑙𝑒𝑛𝑔ℎ𝑡ℍ (𝑓) = ∫ 𝑦1
1 𝑦2 𝑑𝑡 = ln ( ), 𝑡 𝑦1
𝑦
ln (𝑦2 ) bernilai positif untuk 𝑦2 > 𝑦1 dan bernilai negatif untuk 𝑦1 > 𝑦2 , maka 1
diperoleh 𝑦2 𝑑ℍ (𝑧1 , 𝑧2 ) = |ln ( )|. 𝑦1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
Untuk 𝑥1 ≠ 𝑥2 , sehingga garis hiperbolik yang melalui 𝑧1 dan 𝑧2 berupa busur lingkaran dengan pusat c dengan jari-jari r. Misalkan 𝜃𝑘 adalah argumen dari 𝑧𝑘 . Dipandang lintasan 𝑓 adalah fungsi 𝑓(𝑡) = 𝑐 + 𝑟𝑒 𝑖𝑡 dengan 𝑡 pada interval [𝜃1 , 𝜃2 ]. Lintasan f adalah segmen garis hiperbolik melalui 𝑧1 dan 𝑧2 , sehingga 𝑑ℍ (𝑧1 , 𝑧2 ) = 𝑙𝑒𝑛𝑔ℎ𝑡ℍ (𝑓). Diperoleh 𝐼𝑚(𝑓(𝑡)) = 𝑟 sin 𝑡 dan |𝑓 ′ (𝑡)| = 𝑟 sehingga 𝜃2
𝑑ℍ (𝑧1 , 𝑧2 ) = 𝑙𝑒𝑛𝑔ℎ𝑡ℍ (𝑓) = ∫ 𝜃1
𝜃2 1 1 𝑟𝑑𝑡 = ∫ 𝑑𝑡 𝑟 sin 𝑡 𝜃1 sin 𝑡 𝜃
= [ln|csc 𝑡 − cot 𝑡|]𝜃21 csc 𝜃2 − cot 𝜃2 = ln | | csc 𝜃1 − cot 𝜃1 Perhatikan bahwa sudut 𝜃𝑘 adalah sudut dari segitiga siku-siku dengan tinggi 𝑦𝑘 dan alas 𝑥𝑘 − 𝑐, dan hipotenusa r, akibatnya csc 𝜃𝑘 =
𝑟 , 𝑦𝑘
dan
cot 𝜃𝑘 =
𝑥𝑘 − 𝑐 , 𝑦𝑘
sehingga diperoleh |csc 𝜃𝑘 − cot 𝜃𝑘 | = |
𝑟 + 𝑐 − 𝑥𝑘 |, 𝑦𝑘
dan 𝑑ℍ (𝑧1 , 𝑧2 ) = ln | 𝑦 (𝑥 −𝑐−𝑟)
csc 𝜃2 − cot 𝜃2 𝑦2 (𝑥1 − 𝑐 − 𝑟) | = ln | |. csc 𝜃1 − cot 𝜃1 𝑦1 (𝑥2 − 𝑐 − 𝑟)
ln |𝑦2 (𝑥1 −𝑐−𝑟)| bernilai positif untuk 𝑥1 > 𝑥2 dan bernilai negatif untuk 𝑥2 > 1
2
𝑥1 sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
𝑑ℍ (𝑧1 , 𝑧2 ) = |ln |
𝑦2 (𝑥1 − 𝑐 − 𝑟) || 𝑦1 (𝑥2 − 𝑐 − 𝑟)
Proposisi 3.8 terbukti.
QED.
Berikut diberikan contoh untuk penggunaan Proposisi 3.8 sebagai berikut. Contoh 3.1 Tentukan jarak hiperbolik titik 𝑧1 = 8 + 4𝑖 dan 𝑧2 = 8𝑖 jika 𝑧1 , 𝑧2 ∈ ℍ ! Penyelesaian:
Gambar 3.9 Ilustrasi Contoh 3.1 Gradien dari ruas garis Euclides yang menghubungkan 𝑧1 dan 𝑧2 adalah 4−8 1 =− 8−0 2 Titik tengah antara 𝑧1 dan 𝑧2 mempunyai koordinat 0+8 8+4 ( , ) = (4,6) atau 4 + 6𝑖. 2 2 Garis Euclides yang melalui titik tengah 𝑧1 dan 𝑧2 dan tegak lurus ruas garis Euclides yang menghubungkan 𝑧1 dan 𝑧2 adalah 𝑦 − 6 = 2(𝑥 − 4),
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
sehingga diperoleh titik pusat lingkaran Euclides yang melalui 𝑧1 dan 𝑧2 adalah 𝑐 = 1 (Gambar 3.9). Karena panjang garis Euclides yang menghubungkan c ke 𝑧1 dan c ke 𝑧2 adalah jari-jari lingkaran Euclides, maka 𝑟 = 𝑑(𝑐, 𝑧1 ) = 𝑑(𝑐, 𝑧2 ) = √(8 − 1)2 − (4 − 0)2 = √65 Berdasarkan Proposisi 3.9 jarak hiperbolik antara titik 𝑧1 dan 𝑧2 adalah 𝑑ℍ (𝑧1 , 𝑧2 ) = |ln |
8(8 − 1 − √65) 𝑦2 (𝑥1 − 𝑐 − 𝑟) || = |ln | || 𝑦1 (𝑥2 − 𝑐 − 𝑟) 4(−1 − √65)
~|−1.450| = 1,450 Jadi jarak hiperbolik antara 𝑧1 dan 𝑧2 adalah sekitar 1,450. Setelah membahas mengenai jarak hiperbolik, akan dilanjutkan tentang transformasi M𝑜̈ bius pada bidang setengah atas ℍ. E. Transformasi M𝒐̈ bius di ℍ Pada geometri Euclides transformasi yang mempertahankan panjang serta sudut adalah translasi, rotasi, dan refleksi; sedangkan pada geometri hiperbolik, transformasi yang digunakan adalah transformasi M𝑜̈ bius. Transformasi M𝑜̈ bius pada geometri hiperbolik adalah transformasi
yang dapat
mempertahankan jarak atau panjang hiperbolik, serta besar sudut hiperbolik. Transformasi M𝑜̈ bius pada setengah bidang atas ℍ, didefinisikan sama seperti transformasi M𝑜̈ bius pada Riemann sphere ℂ̅ yang akan diberikan pada Teorema 3.10. Sebelum mendefinisikan transformasi M𝑜̈ bius di ℍ, terlebih dahulu akan dibuktikan proposisi berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
Proposisi 3.9 (Olsen, 2010: 20) Transformasi M𝑜̈ bius 𝑓(𝑧) =
𝑎𝑧+𝑏 𝑐𝑧+𝑑
̅ ke ℝ ̅ dengan 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 ≠ 0 memetakan ℝ
jika dan hanya jika koefisien a, b, c, dan d ∈ ℝ. Bukti: ̅ dengan (ℝ ̅ = ℝ ∪ {∞}). Diasumsikan 𝑓(ℝ ̅) = ℝ ̅ . Ini Misalkan sumbu real ℝ ̅ (𝑞1 , 𝑞2 , 𝑞3) ke tiga titik di ℝ ̅ berimplikasi untuk f memetakan tiga titik di ℝ (𝑟1 , 𝑟2 , 𝑟3 ), diasumsikan ketiganya berhingga. Sehingga dua cross ratio untuk f adalah (𝑤, 𝑟1 , 𝑟2 , 𝑟3 ) = (𝑧, 𝑞1 , 𝑞2 , 𝑞3 ), maka diperoleh (𝑧 − 𝑞1 )(𝑞2 − 𝑞3 ) (𝑤 − 𝑟1 )(𝑟2 − 𝑟3 ) = . (𝑧 − 𝑞3 )(𝑞2 − 𝑞1 ) (𝑤 − 𝑟3 )(𝑟2 − 𝑟1 ) Elemen transformasi M𝑜̈ bius yaitu 𝑤 = 𝑓(𝑧) diperoleh dengan mengubah kedua ruas hingga membentuk 𝑤 = 𝑓(𝑧) dengan koefisien real karena 𝑞1 , 𝑞2 , 𝑞3, 𝑟1 , 𝑟2 , dan 𝑟3 ∈ ℝ. Salah satu titik (𝑞1 , 𝑞2 , 𝑞3 ) adalah titik ∞ maka f dapat dilihat pada persamaan (2.21). Proposisi 3.9 terbukti.
QED.
Selanjutnya, diberikan teorema tentang transformasi M𝑜̈ bius di setengah bidang atas ℍ yang digunakan sebagai definisi. Teorema ini adalah kekhususan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
dari definisi transformasi M𝑜̈ bius secara umum. Teorema tentang transformasi M𝑜̈ bius pada setengah bidang atas ℍ disajikan sebagai berikut. Teorema 3.10 (Olsen, 2010: 20) Transformasi M𝑜̈ bius pada setengah bidang atas ℍ didefinisikan sebagai fungsi 𝑚: ℍ → ℍ sebagai berikut.
𝑚(𝑧) =
𝑎𝑧 + 𝑏 𝑐𝑧 + 𝑑
dengan 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 ∈ ℝ dan 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 > 0. Bukti: ̅ adalah batas di tak hingga dari ℍ dan berdasarkan Proposisi 3.11 Karena ℝ ̅ ke ℝ ̅ maka dapat dipilih bahwa f memetakan ℝ 𝑓(𝑧) =
𝑎𝑧 + 𝑏 , 𝑐𝑧 + 𝑑
𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 ∈ ℝ,
sehingga diperoleh 𝑓(𝑧) =
𝑎𝑧 + 𝑏 𝑐𝑧 + 𝑑
=
𝑎𝑧 + 𝑏 (𝑐𝑧̅ + 𝑑) |𝑐𝑧 + 𝑑|2
=
1 (𝑎𝑐|𝑧|2 + 𝑏𝑑 + 𝑏𝑐𝑧̅ + 𝑎𝑑𝑧), |𝑐𝑧 + 𝑑|2
serta diperoleh 𝑎𝑧 + 𝑏 1 (𝑎𝑐|𝑧|2 + 𝑏𝑑 + 𝑏𝑐𝑧̅ + 𝑎𝑑𝑧)) 𝐼𝑚(𝑓(𝑧)) = 𝐼𝑚 ( ) = 𝐼𝑚 ( |𝑐𝑧 + 𝑑|2 𝑐𝑧 + 𝑑 = 𝐼𝑚 (
1 (𝑏𝑐(−𝑦) + 𝑎𝑑(𝑦))) |𝑐𝑧 + 𝑑|2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
=
𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 𝐼𝑚(𝑧). |𝑐𝑧 + 𝑑|2
(3.1)
Persamaan 3.1 berlaku dalam ℍ jika dan hanya jika 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 > 0. Jadi, Teorema 3.10 terbukti.
QED.
Selanjutnya akan diberikan teorema-teorema lain yang menunjukkan sifat-sifat transformasi M𝑜̈ bius pada setengah bidang atas ℍ sebagai berikut. Teorema 3.11 (Anderson, 2005: 57) Setiap elemen transformasi M𝑜̈ bius pada setengah bidang atas ℍ memetakan garis hiperbolik di ℍ ke garis hiperbolik di ℍ. Bukti: Berdasarkan fakta bahwa transformasi M𝑜̈ bius di ℂ̅ mempertahankan lingkaran di ℂ̅, serta bahwa garis hiperbolik di ℍ adalah perpotongan lingkaran di ℂ̅ dengan ℍ, dan Teorema 3.11. maka setiap elemen transformasi M𝑜̈ bius pada setengah bidang atas ℍ memetakan garis hiperbolik di ℍ ke garis hiperbolik di ℍ. Jadi dapat disimpulkan bahwa transformasi M𝑜̈ bius di ℍ mempertahankan garis hiperbolik di ℍ.
QED.
Teorema 3.12 (Chang, 2010: 2) Transformasi M𝑜̈ bius pada setengah bidang atas ℍ mempertahankan panjang hiperbolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
Bukti: Diberikan sebarang titik 𝑧 ∈ ℍ dan transformasi M𝑜̈ bius di ℍ yaitu 𝑚(𝑧) = 𝑤=
𝑎𝑧+𝑏 𝑐𝑧+𝑑
|𝑑𝑤|
dengan 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 ∈ ℝ dan 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 > 0. Akan ditunjukkan bahwa
|𝑑𝑧|
= 𝐼𝑚(𝑧) atau 𝐼𝑚(𝑤) |𝑑𝑤| | = |𝑑𝑧|
|𝑑𝑤| |𝑑𝑧|
=
𝐼𝑚(𝑤) 𝐼𝑚(𝑧)
diperoleh dari definisi jarak hiperbolik.
(𝑐𝑧 + 𝑑)𝑎 − (𝑎𝑧 + 𝑏)𝑐 | 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 (𝑐𝑧 + 𝑑)2 =| | = . (𝑐𝑧 + 𝑑)2 |𝑐𝑧 + 𝑑|2 1
(3.2)
Kita juga mendapatkan 𝑤=
=
𝑎𝑧 + 𝑏 ̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝑐𝑧 + 𝑑 . 𝑐𝑧 + 𝑑 ̅̅̅̅̅̅̅̅ 𝑐𝑧 + 𝑑 (𝑎𝑧 + 𝑏)(𝑐𝑧̅ + 𝑑) |𝑐𝑧 + 𝑑|2
𝑎𝑐|𝑧|2 + 𝑏𝑑 + 𝑎𝑑𝑧 + 𝑏𝑐𝑧̅ = , |𝑐𝑧 + 𝑑|2 sehingga 𝐼𝑚(𝑤) =
(𝑎𝑑 − 𝑏𝑐)𝑦 , |𝑐𝑧 + 𝑑|2
dan (𝑎𝑑 − 𝑏𝑐)𝑦 𝐼𝑚(𝑤) 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 |𝑐𝑧 + 𝑑|2 = = |𝑐𝑧 + 𝑑|2 𝐼𝑚(𝑧) 𝑦 Persamaan (3.2) dan (3.3) sama maka Teorema 3.12 terbukti. Teorema 3.13 Transformasi M𝑜̈ bius pada setengah bidang atas ℍ konformal.
(3.3) QED.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
Bukti: Berdasarkan Teorema 3.12, serta sudut hiperbolik adalah sudut antara dua lingkaran di ℂ̅, dan transformasi M𝑜̈ bius di ℂ̅, maka Transformasi M𝑜̈ bius pada setengah bidang atas ℍ juga konformal.
QED.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV LUAS PADA GEOMETRI HIPERBOLIK MENGGUNAKAN MODEL SETENGAH BIDANG ATAS ℍ
A. Definisi Konvek pada Geometri Hiperbolik Suatu daerah geometri Euclides diartikan sebagai daerah konvek jika untuk setiap segmen garis yang menghubungkan sembarang titik pada area tersebut tidak memuat titik lain di luar area tersebut. Pada bidang kompleks ℂ, kekonvekan dapat disajikan sebagai berikut. Z adalah suatu daerah konvek jika untuk setiap pasang titik berbeda 𝑧0 dan 𝑧1 pada Z, maka titik 𝑧𝑡 = (1 − 𝑡)𝑧0 + 𝑡𝑧1 untuk 0 ≤ 𝑡 ≤ 1 juga pada Z (Anderson, 2005: 146). Namun, untuk poligon Euclides konvek memiliki besar sudut dalam tidak lebih dari 𝜋. Pada geometri hiperbolik di setengah bidang atas ℍ juga mencoba memuat ide tersebut namun dengan penyesuaian. Kekonvekan pada geometri hiperbolik di setengah bidang atas ℍ menggunakan pendekatan ruas garis dalam suatu wilayah yang didefinisikan sebagai berikut. Definisi 4.1 (Anderson, 2005: 146) Suatu himpunan X pada bidang hiperbolik adalah konvek jika untuk setiap pasang titik berbeda x dan y dalam X, maka segmen garis hiperbolik ℓ𝑥𝑦 yang menghubungkan x dan y juga termuat dalam X (Gambar 4.1)
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
Gambar 4.1 Segmen-segmen Garis pada X di ℍ Titik-titik pada segmen garis dalam geometri Euclides dapat ditentukan oleh suatu parameter seperti yang telah disajikan sebelumnya, namun hal tersebut sukar dilakukan pada model geometri hiperbolik. Pada setengah bidang atas ℍ menemukan parameter yang bagus dari segmen garis hiperbolik yang menghubungkan sembarang dua titik amat sulit dilakukan. Berdasarkan definisi 4.1 kekonvekan dapat ditentukan berdasarkan segmen garis hiperbolik, hal ini berakibat kekonvekan dipertahankan oleh suatu transformasi yang mempertahankan panjang garis dan sudut; sehingga, jika X adalah himpunan konvek dalam bidang hiperbolik dan jika 𝛾 adalah sebuah suatu transformasi yang mempertahankan panjang garis dan sudut di bidang hiperbolik, maka 𝛾(𝑋) juga konvek. Berikut akan diberikan suatu postulat yang menyatakan bahwa garisgaris hiperbolik adalah konvek. Kekonvekan terjadi baik untuk segmen garis, sinar garis, dan garis hiperbolik di bidang hiperbolik termasuk juga di setengah bidang atas ℍ. Proposisi tersebut disajikan sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
Proposisi 4.2 (Anderson, 2005: 146) Garis hiperbolik, sinar garis hiperbolik, dan segmen garis hiperbolik adalah konvek.
(b)
(a)
(c) Gambar 4.2 : (a) garis hiperbolik di ℍ, (b) sinar garis hiperbolik di ℍ, (c) segmen garis hiperbolik di ℍ Bukti: Misalkan ℓ adalah garis hiperbolik dan misalkan x dan y adalah dua titik pada ℓ (Gambar 4.2a). Berdasarkan Proposisi sebelumnya yang menyatakan bahwa untuk setiap dua titik berbeda di ℍ terdapat garis hiperbolik tertentu yang melalui dua titik tersebut, x dan y dilalui suatu garis hiperbolik, yaitu ℓ , dan sehingga segmen garis ℓ𝑥𝑦 menghubungkan x ke y termuat dalam ℓ. Oleh karena itu ℓ konvek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
Misalkan ℓ𝑎 adalah sinar garis hiperbolik dengan pangkal di a, dan x dan y adalah dua titik pada ℓ𝑎 (Gambar 4.2b). Sesuai dengan alasan sebelumnya, maka terdapat segmen garis ℓ𝑥𝑦 yang menghubungkan x ke y termuat dalam ℓ. Oleh karena itu k konvek Misalkan ℓ𝑎𝑏 adalah segmen garis hiperbolik yang menghubungkan titik a ke titik b dan misalkan titik c dan d terdapat pada segmen garis ℓ𝑎𝑏 (Gambar 4.2c). Sesuai dengan alasan sebelumnya, maka terdapat segmen garis ℓ𝑐𝑑 yang menghubungkan titik c ke d termuat dalam ℓ𝑎𝑏 . Oleh karena itu ℓ𝑎𝑏 konvek. QED. Selanjutnya, bila dilihat dari definisi kekonvekan pada geometri hiperbolik, cukup sukar untuk menentukan suatu bangun datar tersebut konvek atau tidak. Hal ini juga berlaku pada geometri Euclides. Pada geometri Euclides, poligon konvek memiliki besar sudut interior tidak lebih dari 𝜋. Hal tersebut juga dipakai pada poligon hiperbolik, sehingga poligon hiperbolik konvek memiliki besar sudut interior tidak lebih dari 𝜋. Berikut diberikan beberapa contoh poligon hiperbolik konvek dan poligon hiperbolik konkaf.
(a)
(b)
Gambar 4.3 (a) Contoh Poligon Hiperbolik Konkaf, dan (b) Contoh Poligon Hiperbolik Konvek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
B. Segitiga Hiperbolik dan Poligon Hiperbolik Pada bagian ini akan dibahas mengenai bangun datar yang ada pada geometri hiperbolik. Dimulai dengan bangun datar yang paling sederhana yaitu segitiga. Segitiga hiperbolik adalah bangun datar yang dibatasi oleh tiga segmen garis hiperbolik, sinar garis hiperbolik, ataupun garis hiperbolik yang saling berhimpit pada titik sudut maupun pada titik ideal.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.4 Jenis-jenis Segitiga Hiperbolik di ℍ Terdapat empat jenis segitiga hiperbolik berdasarkan dari titik sudut maupun sisi-sisinya (Gambar 4.4). Rincian dari jenis-jenis segitiga hiperbolik yang disajikan pada setengah bidang atas ℍ adalah sebagai berikut. 1. Pada gambar 4.4.a adalah segitiga hiperbolik yang ketiga sisinya merupakan segmen garis hiperbolik dan ketiga titik sudutnya bukan titik sudut ideal. 2. Pada gambar 4.4.b nampak bahwa segitiga tersebut memiliki satu titik sudut ideal dan dua titik sudut tak ideal, serta terbentuk dari satu segmen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
garis hiperbolik dan dua sinar garis hiperbolik, segitiga hiperbolik tersebut disebut segitiga omega. 3. Pada gambar 4.4.c adalah segitiga yang memiliki dua titik sudut ideal dan satu titik sudut tak ideal, serta terbentuk dari dua sinar garis hiperbolik dan garis hiperbolik. 4. Pada gambar 4.4.d adalah segitiga yang memiliki tiga titik sudut ideal yang disebut sebagai segitiga hiperbolik ideal. Segitiga hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ yang tidak memiliki titik sudut ideal dapat diubah ke posisi standar, misalkan segitiga hiperbolik P dengan tiga titik sudut 𝑣1 , 𝑣2 , 𝑣3 dikatakan pada posisi standar jika titik sudut segitiga hiperbolik P memiliki koordinat (𝑣1 = 𝑘𝑖), (𝑣2 = 𝑠 + 𝑡𝑖), (𝑣3 = 𝑖) di mana 𝑘 > 1 dan 𝑠 > 0 (Gambar 4.5.a). Segitiga hiperbolik dalam posisi standar dibahas pada proposisi berikut ini. Proposisi 4.4 (Stahl, 1993: 93) Setiap segitiga hiperbolik (tidak memiliki titik sudut ideal) dapat diubah ke dalam posisi standar dengan transformasi M𝑜̈ bius hiperbolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
P P
(a)
(b)
P P
(c)
(d)
Gambar 4.5 (a) Segitiga Hiperbolik pada Posisi Standar (b) Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Kasus 1 Proposisi 4.4 (c) Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Kasus 2 Proposisi 4.4 (d) Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Kasus 3 Proposisi 4.4 Bukti : Diberikan transformasi M𝑜̈ bius di setengah bidang atas ℍ yaitu 𝑚(𝑧) =
𝑎𝑧 + 𝑏 , 𝑐𝑧 + 𝑑
𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 > 0,
𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 ∈ ℝ
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
a. Kasus 1: Jika segitiga hiperbolik 𝑃 dengan titik-titik sudut (𝑣1 = 𝑘𝑖), (𝑣2 = 𝑠 + 𝑡𝑖), (𝑣3 = 𝑖) di mana 0 < 𝑘 < 1 dan 𝑠 > 0 (Gambar 4.5.b). 𝑧
Dipilih transformasi M𝑜̈ bius 𝑚1 (𝑧) = |𝑧|2 , sehingga diperoleh 𝑚1 (𝑘𝑖) =
𝑘𝑖 𝑖 = , 2 |𝑘| 𝑘
1
dengan 𝑘 > 1, karena 0 < 𝑘 < 1, 𝑠 + 𝑡𝑖
𝑚1 (𝑠 + 𝑡𝑖) = dengan
𝑠 𝑠2 +𝑡 2
|√𝑠 2 + 𝑡 2 |
=
2
𝑠 𝑡 + 𝑖, 𝑠2 + 𝑡2 𝑠2 + 𝑡2
> 0, dan 𝑖 = 𝑖. |1|2
𝑚1 (𝑖) =
Jadi, segitiga hiperbolik tersebut telah dalam posisi standar. b. Kasus 2: Jika segitiga hiperbolik 𝑃 dengan titik-titik sudut (𝑣1 = 𝑘𝑖), (𝑣2 = −𝑠 + 𝑡𝑖), (𝑣3 = 𝑝𝑖) di mana 𝑝, 𝑘 > 0 dan 𝑠 > 0 (Gambar 4.5.c). Dengan memilih transformasi M𝑜̈ bius 𝑚2 (𝑧) = 𝑧 − 2𝑅𝑒(𝑧) diperoleh (𝑚2 (𝑣1 ) = 𝑘𝑖), (𝑚2 (𝑣2 ) = 𝑠 + 𝑡𝑖), (𝑚2 (𝑣3 ) = 𝑝𝑖) , selanjutnya dipilih 𝑝𝑧
transformasi M𝑜̈ bius 𝑚3 (𝑧) = |𝑧|2 diperoleh 𝑚3 (𝑘𝑖) =
𝑝𝑘𝑖 𝑝𝑖 = |𝑘|2 𝑘
𝑝
dengan 𝑘 > 0, 𝑚3 (𝑠 + 𝑡𝑖) = 𝑝𝑠
dengan 𝑠2 +𝑡 2 > 0, dan
𝑝(𝑠 + 𝑡𝑖) |√𝑠 2 + 𝑡 2 |
2
=
𝑠2
𝑝𝑠 𝑝𝑡 + 2 𝑖 2 +𝑡 𝑠 + 𝑡2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
𝑝2 𝑖
𝑚3 (𝑝𝑖) = |𝑝|2 = 𝑖. 𝑝
Jika 𝑘 > 1, maka segitiga hiperbolik tersebut telah dalam posisi standar. Jika 𝑝 𝑘
< 1, maka sama dengan kasus 1 sehingga segitiga hiperbolik tersebut juga
dapat dibawa ke posisi standar. c. Kasus 3: Jika segitiga hiperbolik 𝑃 dengan titik-titik sudut sembarang. Diasumsikan salah satu sisi segitiga hiperbolik 𝑃 berada pada busur lingkaran Euclides atau berada pada garis hiperbolik ℓ. Misalkan titik ideal garis ℓ di 𝜔1 dan 𝜔2 dengan 𝜔1 ≠ 𝜔2 ≠ 0 maka dengan transformasi M𝑜̈ bius 𝑚4 (𝑧) = 𝑧 + 𝑡, 𝑡 ∈ ℝ dapat ditransformasikan salah satu titik ideal garis ℓ menjadi sama dengan 0. Diperoleh 𝑚4 (ℓ) adalah garis hiperbolik dengan titik ideal di 𝜔1 = 0, dan 𝑞|𝑧|2
𝜔2 = 𝑞, maka dengan transformasi M𝑜̈ bius 𝑚5 (𝑧) = |𝑧|2 −𝑞𝑧 akan membawa garis hiperbolik 𝑚4 (ℓ)
menjadi sumbu imajiner. Kita tahu
bahwa garis hiperbolik 𝑚4 (ℓ) adalah busur lingkaran Euclides dengan 1
1
pusat di 2 𝑞 dan dengan jari-jari 2 𝑞, sehingga dapat diambil sembarang titik 1
di garis hiperbolik 𝑚4 (ℓ) yaitu (𝑧𝑘 = (2 𝑞 + 𝑎) + 𝑐𝑖) dengan 𝑎2 + 𝑐 2 = 1 4
𝑞 2 . Ditunjukkan 𝑚5 (𝑧𝑘 ) berada di sumbu imajiner sebagai berikut : |𝑧𝑘
|2
sehingga,
2 1 1 1 = ( 𝑞 + 𝑎) + 𝑐 2 = 𝑞 2 + 𝑞𝑎 + 𝑎2 + 𝑐 2 = 𝑞 2 + 𝑎𝑞 2 4 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
1 2 2 𝑞 + 𝑎𝑞 𝑚5 (𝑧𝑘 ) = 𝑞 1 2 1 𝑞 + 𝑎𝑞 − 𝑞 (( 2 2 𝑞 + 𝑎) + 𝑐𝑖) 1 2 2 𝑞 + 𝑎𝑞 =𝑞 1 2 1 2 𝑞 + 𝑎𝑞 − 2 2 𝑞 − 𝑎𝑞 − 𝑞𝑐𝑖 1 1 2 𝑞 + 𝑎𝑞 (2 𝑞 2 + 𝑎𝑞) 2 =𝑞 = 𝑖 −𝑞𝑐𝑖 𝑐 Karena
1 2
( 𝑞 2 +𝑎𝑞) 𝑐
∈ ℝ dan
1 2
( 𝑞 2 +𝑎𝑞) 𝑐
> 0 maka 𝑚5 (𝑧𝑘 ) berada di sumbu
imajiner positif. Akibatnya garis hiperbolik ℓ berubah menjadi sumbu imajiner. Dengan begitu segitiga hiperbolik pada kasus 3 dapat dibentuk pada posisi standar. Jadi Proposisi 4.4 terbukti.
QED.
Selanjutnya, akan dibuktikan salah satu teorema yang paling umum dalam geometri hiperbolik yaitu yang menyatakan bahwa jumlah sudut dalam segitiga hiperbolik kurang dari 𝜋. Pertama akan diberikan Proposisi 4.5 yang digunakan untuk membantu membuktikan teorema tersebut. Proposisi 4.5 (Stahl. 1993: 98) Setiap segitiga siku-siku hiperbolik mempunyai jumlah sudut kurang dari 𝜋 Bukti: Misalkan segitiga hiperbolik P dengan tiga titik 𝑣1 , 𝑣2 , 𝑣3 dengan besar sudut bersesuaian 𝜃1 , 𝜃2 , 𝜃3 , dan misalkan segitiga hiperbolik P siku-siku di 𝑣1 sehingga 𝜃1 =
𝜋 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
P
Gambar 4.6 Ilustrasi Segitiga Hiperbolik Siku-Siku di i a. Kasus pertama untuk sudut di titik 𝑣2 , dan 𝑣3 merupakan titik ideal, 𝜋
sehingga 𝜃2 = 𝜃3 = 0, dan diketahui bahwa 𝜃1 = 2 . Jadi, jumlah sudut segitiga hiperbolik ∆𝐴𝐵𝐶 𝜃1 + 𝜃2 + 𝜃3 =
𝜋 <𝜋 2
b. Kasus kedua untuk salah satu sudut 𝑣2 atau 𝑣3 merupakan titik ideal misalkan titik 𝑣2 ideal maka 𝜃2 = 0 dan 𝜃3 <
𝜋 2
karena jika 𝜃3 ≥
𝜋 2
maka
tidak terbentuk suatu segitiga hiperbolik. Jadi, jumlah sudut segitiga hiperbolik 𝑃 𝜃1 + 𝜃2 + 𝜃3 =
𝜋 𝜋 𝜋 + 0 + 𝜃3 < + = 𝜋 2 2 2
c. Kasus ketiga untuk segitiga hiperbolik 𝑃 yang tidak memiliki titik sudut ideal.
Berdasarkan
Proposisi
4.4
segitiga
hiperbolik
𝑃
dapat
ditransformasikan ke posisi standar dengan (𝑚(𝑣1 ) = 𝑖), (𝑚(𝑣2 )𝑘𝑖), dan 𝜋
(𝑚(𝑣3 ) = 𝑠 + 𝑡𝑖) seperti gambar 4.6. Diketahui 𝑣1 = , garis hiperbolik ℓ 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
yang melalui 𝑣1 dan 𝑣3 adalah busur lingkaran Euclides dengan pusat di 0, dan garis hiperbolik 𝓀 yang melalui 𝑣2 dan 𝑣3 adalah busur lingkaran Euclides dengan pusat di −𝑑 dan garis hiperbolik 𝓀 yang melalui 𝑣1 dan 𝑣2 berada adalah sumbu imajiner. Berdasarkan Proposisi 2.5 diperoleh bahwa besar sudut pada titik sudut −𝑑 adalah 𝜃2 (tipe III), dan besar sudut antar jari-jari lingkaran pada titik sudut 𝑣3 adalah 𝜃3 . 𝜋
Akan ditunjukkan bahwa 𝜃2 < 2 − 𝜃3 . Bukti dengan kontradiksi, 𝜋
diasumsikan 𝜃2 ≥ − 𝜃3 benar, karena 𝜃2 dan 𝜃3 adalah sudut lancip maka 2
𝜋 sin 𝜃2 ≥ sin ( − 𝜃3 ) = cos 𝜃3 2 sin 𝜃2 ≥ cos 𝜃3 𝑘 𝑟 2 + 1 − 𝑑2 𝑘 2 + 1 ≥ = 𝑟 2𝑟 2𝑟 2𝑘 ≥ 𝑘 2 + 1 0 ≥ 𝑘 2 − 2𝑘 + 1 = (𝑘 − 1)2 Karena 𝑘 > 1 maka (𝑘 − 1)2 > 0. Terjadi kontradiksi, sehingga asumsi 𝜋
𝜋
salah. Jadi benar untuk 𝜃2 < 2 − 𝜃3 atau 𝜃2 + 𝜃3 < 2 . Dapat disimpulkan jumlah sudut segitiga hiperbolik siku-siku adalah 𝜃2 + 𝜃3 +
𝜋 𝜋 𝜋 < + = 𝜋. 2 2 2
Berdasarkan kasus 1, 2, dan 3 maka Proposisi 4.5 terbukti.
QED.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
Teorema 4.6 (Stahl. 1993: 99) Jumlah sudut untuk sebarang segitiga hiperbolik kurang dari 𝜋. Bukti: Misalkan segitiga hiperbolik P dengan tiga titik 𝑣1 , 𝑣2 , 𝑣3 dengan besar sudut bersesuaian 𝜃1 , 𝜃2 , 𝜃3 . Pertama akan ditunjukkan bahwa setiap segitiga hiperbolik memiliki tinggi internal. Misalkan ℓ𝑣1 𝑡 adalah tinggi eksternal dari titik 𝑣1 pada segitiga hiperbolik 𝑃 (Gambar 4.7 (a)), sehingga diperoleh 𝜃2 >
𝜋 2
𝜋
atau 𝜃3 > 2 .
Misalkan tinggi dari titik 𝑣2 juga external, maka salah satu sudut 𝜃1 dan 𝜃3 haruslah tumpul, maka dari itu dua sudut yang lain haruslah lancip, dan akibatnya tinggi dari titik sudut tumpul tersebut haruslah internal.
(a)
(b)
Gambar 4.7 Tinggi dari Sembarang Segitiga Hiperbolik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
Asumsikan sembarang segitiga hiperbolik 𝑃 memiliki tinggi internal ℓ𝑣1 𝑡 (Gambar 4.7 (b)). Misalkan 𝛼1 dan 𝛼2 adalah sudut yang terbentuk dari tinggi internal ℓ𝑣1 𝑡 terhadap sudut 𝜃1 . Berdasarkan Proposisi 4.5 diperoleh 𝜃2 + 𝛼1 <
𝜋 2
𝜋
dan 𝜃3 + 𝛼2 < , 2
akibatnya 𝜃1 + 𝜃2 + 𝜃3 = 𝛼1 + 𝜃2 + 𝛼2 + 𝜃3 <
𝜋 𝜋 + = 𝜋. 2 2
Segitiga hiperbolik yang memiliki titik sudut ideal juga memiliki tinggi internal sehingga terbukti bahwa jumlah sudut segitiga hiperbolik tersebut juga kurang dari 𝜋. Sedangkan, segitiga hiperbolik ideal memiliki jumlah sudut 0, sehingga kurang dari 𝜋. Teorema 4.6 terbukti.
QED.
Selanjutnya diberikan teorema mengenai tiga sudut dengan jumlah kurang dari 𝜋 maka dapat terbentuk suatu segitiga hiperbolik. Teorema tersebut diberikan sebagai berikut. Teorema 4.7 (Stahl, 1993: 101) Diberikan sebarang tiga sudut dengan jumlah kurang dari 𝜋, ketiga sudut tersebut adalah sudut suatu segitiga hiperbolik. Bukti: Misalkan 𝛼, 𝛽, 𝛾 adalah tiga sudut positif yang berbeda dan memenuhi 𝛼 + 𝛽 + 𝛾 < 𝜋.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
P
Gambar 4.8 Ilustrasi dari Teorema 4.7 a. Kasus pertama, bila 𝛼 = 𝛽 = 𝛾 = 0, jelas bahwa dapat bentuk suatu segitiga hiperbolik ideal. b. Kasus kedua, salah satu dari 𝛼, 𝛽, 𝛾 tidak nol, misalkan 𝛼 ≠ 0, jelas bahwa dapat dibentuk suatu segitiga hiperbolik dengan dua titik ideal. c. Kasus ketiga, salah satu dari 𝛼, 𝛽, 𝛾 adalah nol, misalkan 𝛼 = 0, jelas bahwa dapat dibentuk suatu segitiga hiperbolik dengan satu titik ideal atau segitiga omega. d. Kasus empat, untuk 𝛼, 𝛽, 𝛾 > 0. Misalkan 𝛼, 𝛽, 𝛾 adalah tiga sudut positif sembarang dan memenuhi 𝛼 + 𝛽 + 𝛾 < 𝜋. Misalkan akan dilihat suatu kondisi yang harus dipenuhi untuk suatu segitiga hiperbolik 𝑃 (tidak memiliki titik ideal) pada posisi standar, (𝑣1 = 𝑖), (𝑣2 = 𝑘𝑖), dan (𝑣3 = 𝑧0 ) dengan 𝑅𝑒(𝑧0 ) > 0, serta sudut-sudut ∠𝑣1 = 𝛼, ∠𝑣2 = 𝛽, dan ∠𝑣3 = 𝛾. Seperti Gambar 4.8, misalkan u dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
−𝑑 adalah pusat lingkaran Euclides dari sisi ℓ𝑣1 𝑣3 dan sisi ℓ𝑣2 𝑣3 serta r dan s sebagai jari-jarinya. Berdasarkan Proposisi 2.5 diperoleh besar sudut di titik sudut u adalah 𝛼, besar sudut di titik sudut –d adalah 𝛽, dan besar sudut antara jari-jari s dan r adalah 𝛾. Menggunakan trigonometri dari segitiga Euclides diperoleh 𝑢 = 𝑟 cos 𝛼 𝑑 = 𝑠 cos 𝛽 (𝑢 + 𝑑)2 = 𝑟 2 + 𝑠 2 − 2𝑟𝑠 cos 𝛾. Berdasarkan Teorema Pythagoras didapatkan 𝑟 2 = 𝑢2 + 1, sehingga menghasilkan 𝑟 = csc 𝛼 , dan 𝑢 = cot 𝛼. Ketika nilai u, r, dan d disubsitusikan ke (3) diperoleh (cot 𝛼 + 𝑠 cos 𝛽)2 = csc 2 𝛼 + 𝑠 2 − 2𝑠 cos 𝛾 csc 𝛼 cot 2 𝛼 + 2𝑠 cos 𝛽 cot 𝛼 + 𝑠 2 cos 2 𝛽 = csc 2 𝛼 + 𝑠 2 − 2𝑠 cos 𝛾 csc 𝛼 𝑠 2 (1 − cos 2 𝛽) − 2𝑠(cos 𝛽 cot 𝛼 + cos 𝛾 csc 𝛼) + csc 2 𝛼 − cot 2 𝛼 = 0, dengan fakta bahwa sin2 𝜃 = 1 − cos 2 𝜃 maka 𝑠 2 (sin2 𝛽) − 2𝑠(cos 𝛽 cot 𝛼 + cos 𝛾 csc 𝛼) + 1 = 0.
(4.1)
Persamaan (4.1) merupakan persamaan kuadrat, sehingga segitiga hiperbolik 𝑃 ditentukan dari nilai diskriminan persamaan kuadrat tersebut. Diskriminan dari persamaan (4.1) adalah 4(cos 𝛽 cot 𝛼 + cos 𝛾 csc 𝛼)2 − 4 sin2 𝛽.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
Kita akan tunjukkan bahwa diskriminan tersebut positif, sehingga persamaan (4.1) memiliki penyelesaian di s. Kita tahu bahwa 𝛼 + 𝛽 + 𝛾 < 𝜋 2
sehingga diperoleh 𝛽+𝛼 <
𝜋 − 𝛾. 2
Fungsi cosinus adalah monoton turun di kuadran I dan kuadran II sehingga diperoleh 𝜋 cos(𝛽 + 𝛼) > cos ( − 𝛾) = − cos 𝛾 2 cos 𝛽 cos 𝛼 − sin 𝛼 sin 𝛽 > − cos 𝛾 cos 𝛽 cos 𝛼 + cos 𝛾 > sin 𝛼 sin 𝛽 > 0 cos 𝛽 cot 𝛼 + cos 𝛾 csc 𝛼 > sin 𝛽 > 0 (cos 𝛽 cot 𝛼 + cos 𝛾 csc 𝛼)2 > sin2 𝛽 > 0
(4.2)
Persamaan (4.2) telah menjamin bahwa persamaan (4.1) memiliki diskriminan positif, sehingga persamaan kuadrat (4.1) tersebut mempunyai dua akar real untuk 𝛼, 𝛽, 𝛾. Teorema 4.7 terbukti.
QED.
Pada bagian ini akan disajikan salah satu perbedaan mengenai segitiga Euclides dan segitiga hiperbolik salah satunya adalah konsep segitiga kongruen yang ada pada geometri Euclides dan geometri hiperbolik. Syarat kongruen untuk segitiga yang dikemukakan oleh Euclides seperti yang telah dibahas pada Bab II akan digunakan untuk menentukan kekongruenan segitiga hiperbolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Teorema 4.8 (Greenberg, 1980: 151) Pada geometri hiperbolik jika dua segitiga sebangun, maka dua segitiga tersebut kongruen. Bukti: Misalkan 𝑃 dan 𝑄 adalah sembarang segitiga hiperbolik yang saling sebangun. Misalkan besar tiga sudut 𝑃 adalah 𝛼, 𝛽, 𝛾. Akan dibuktikan bahwa segitiga tersebut saling kongruen. a. Kasus pertama, 𝛼, 𝛽, 𝛾 = 0 maka segitiga tersebut merupakan segitiga hiperbolik ideal, sehingga sisi-sisinya merupakan garis hiperbolik dengan panjang ∞. Akibatnya 𝑃 ≅ 𝑄 (SS, SS, SS). b. Kasus kedua, salah satu sudut 𝛼, 𝛽, 𝛾 tak nol, misal 𝛼 ≠ 0. Segitiga tersebut adalah segitiga hiperbolik dengan dua titik sudut ideal. Sisi-sisi segitiga tersebut adalah dua sinar garis hiperbolik dan satu garis hiperbolik, dan fakta bahwa panjang sinar garis hiperbolik adalah ∞. Akibatnya 𝑃 ≅ 𝑄 (SS, SD, SS) dari dua sinar garis hiperbolik mengapit sudut 𝛼 maka segitiga tersebut kongruen. c. Kasus ketiga, Kasus kedua, salah satu sudut 𝛼, 𝛽, 𝛾 adalah nol, misal 𝛼 = 0. Segitiga tersebut adalah segitiga hiperbolik dengan satu titik sudut ideal. Sisi-sisi segitiga tersebut adalah dua sinar garis hiperbolik dan satu segmen garis hiperbolik, dan fakta bahwa panjang sinar garis hiperbolik adalah ∞. Akibatnya 𝑃 ≅ 𝑄 (SD, SS, SD) dari sudut 𝛼 dan sudut 𝛽 mengapit satu sinar garis hiperbolik maka segitiga tersebut kongruen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
d. Kasus empat, untuk segitiga hiperbolik yang tidak memiliki titik sudut ideal. Misalkan segitiga hiperbolik 𝑃 pada posisi standar (Gambar 4.7) dengan 𝑣1 = 𝑖 dan 𝑣2 = 𝑖 (𝑠1 sin 𝛽), sehingga panjang hiperbolik sisi ℓ𝑣1 𝑣2 adalah 𝑠1 sin 𝛽 |ln ( )| = |ln(𝑠1 sin 𝛽)|. 1 Misalkan segitiga hiperbolik 𝑄 pada posisi standar (Gambar 4.7) dengan 𝑤1 = 𝑖 dan 𝑤2 = 𝑖 (𝑠2 sin 𝛽), sehingga panjang hiperbolik sisi ℓ𝑤1 𝑤2 adalah 𝑠2 sin 𝛽 |ln ( )| = |ln(𝑠2 sin 𝛽)|. 1 Karena 𝑠1 dan 𝑠2 diperoleh dari penyelesaian persamaan kuadrat (4.1) yang koefisiennya hanya dipengaruhi oleh 𝛼, 𝛽, 𝛾, maka 𝑠1 dan 𝑠2 adalah akarakar persamaan (4.1) sehingga diperoleh
𝑠1 𝑠2 =
1 sin2 𝛽
𝑠2 sin 𝛽 =
1 , 𝑠1 sin 𝛽
1
dengan fakta bahwa |ln (𝑥)| = |ln 𝑥| sehingga |ln(𝑠2 sin 𝛽)| = |ln (
1 )| = |ln(𝑠1 sin 𝛽)| 𝑠1 sin 𝛽
atau panjang hiperbolik sisi ℓ𝑤1 𝑤2 sama dengan panjang hiperbolik sisi ℓ𝑣1 𝑣2 . Akibatnya 𝑃 ≅ 𝑄 (SD,SS,SD).
QED.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
Setelah membahas tentang segitiga hiperbolik, akan dilanjutkan untuk bangun datar lain yang juga terdapat pada geometri Euclides yaitu poligon. Segitiga merupakan bentuk paling sederhana dari poligon karena hanya dibatasi oleh tiga segmen garis (dalam segitiga hiperbolik dapat dibatasi oleh sinar garis ataupun garis). Dengan batas atau sisi yang lebih banyak, akan diselidiki poligon dalam geometri hiperbolik dengan mengambil sifat-sifat dalam geometri Euclides. Pada geometri Euclides, poligon merupakan salah satu objek dasar yang dipelajari. Alexander dan Koeberlein (2014) menyatakan bahwa poligon adalah bangun tertutup yang sisi-sisinya berpotongan hanya pada titik ujung. Menurut Moise (1990) poligon didefinisikan sebagai berikut. Definisi 4.9 (Moise, 1990: 184) Suatu daerah poligon adalah bangun bidang yang dapat diekspresikan sebagai gabungan dari daerah segitiga yang terbatas jumlahnya, sehingga jika dua daerah segitiga beririsan, irisannya adalah suatu batas atau titik sudut dari daerah segitiga tersebut. Definisi 4.9 juga digunakan dalam geometri hiperbolik dalam mendefinisikan poligon hiperbolik. Pada Gambar 4.9 nampak bahwa poligon hiperbolik dapat dibentuk dari daerah-daerah segitiga hiperbolik yang berbeda, di mana segitiga hiperbolik tersebut saling berhimpitan pada sisinya atau saling berhimpitan di titik sudutnya. Ketika melakukan pembagian daerah poligon hiperbolik ke dalam segitiga-segitiga hiperbolik tidak ada langkah khusus yang mengaturnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
Gambar 4.9 Ilustrasi Poligon Hiperbolik Berdasarkan Definisi Pada skripsi ini hanya akan dibahas mengenai poligon hiperbolik konvek, sehingga besar sudut dalam tiap titik sudut poligon hiperbolik kurang dari 𝜋. Namun akan tetap dibahas mengenai definisi luas hiperbolik untuk sembarang area pada setengah bidang atas ℍ. C. Definisi Luas Hiperbolik Pada setengah bidang atas ℍ panjang suatu lintasan 𝐶 1 ditentukan oleh elemen panjang busur
1 𝐼𝑚(𝑧)
|𝑑𝑧|. Luas hiperbolik pada setengah bidang ℍ
mengambil pendekatan integral dari persegi menggunakan elemen panjang busur. Pada setengah bidang ℍ luas daerah X didefinisikan sebagi berikut: Definisi 4.10 (Anderson, 2005: 164) Luas hiperbolik 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑋) dari himpunan X di ℍ diberikan
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑋) = ∫ 𝑋
1 1 𝑑𝑥 𝑑𝑦 = ∫ 𝑑𝑥 𝑑𝑦 2 𝐼𝑚(𝑧)2 𝑋 𝑦
dengan 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦. Apakah definisi tersebut dapat digunakan sebagai ukuran luas suatu daerah atau tidak?. Hal tersebut akan diuji dengan beberapa aksioma mengenai luas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
suatu daerah. Pada geometri Euclides terdapat beberapa aksioma dalam mendefinisikan konsep luas yaitu (Stahl, 1993: 110): 1. Keberadaan : Setiap poligon memiliki luas yang tak negatif. 2. Invarian : Poligon kongkruen dengan daerah tertutup memiliki luas yang sama 3. Additiviti : Jika daerah poligon R adalah gabungan dari dua daerah poligon S dan T yang berhimpitan pada batasnya, maka luas R sama dengan hasil jumlahan luas S dan T. 4. Persegi panjang : Luas persegi panjang adalah hasil kali dari panjang dan lebar. Namun, pada aksioma-aksioma tersebut terdapat konsep persegi yang tidak dapat disajikan dalam geometri hiperbolik, sehingga aksioma tersebut tidak dapat diterapkan pada geometri hiperbolik. Definisi yang lebih umum dan logis untuk setiap daerah termuat secara aksiomatis dalam Pengertian Umum (Bab II). Euclides mengasumsikan bahwa gagasan yang logis untuk luas itu ada, dengan kelogisan gagasan tersebut dibuat tepat dengan persyaratan Pengertian Umum. Aksioma inilah yang digunakan untuk mendasari ketepatan definisi luas hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ. Pembuktian definisi luas hiperbolik pada model setengah atas ℍ memenuhi kaidah Pengertian Umum diberikan sebagai berikut. a. Pengertian Umum 1 hanya mensyaratkan bahwa dua daerah yang memiliki luas hiperbolik yang sama dengan daerah ketiga memiliki luas hiperbolik yang sama satu sama lain. Hal ini jelas karena bila R, S, T adalah suatu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
daerah sehingga 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅) = 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑇) dan 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑆) = 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑇) maka dengan kaidah logika dasar diperoleh bahwa 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅) = 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑆). b. Pengertian Umum 2 menetapkan bahwa ketika sesuatu yang sama ditambahkan dengan sesuatu yang sama maka hasilnya akan sama. Dapat dijelaskan bahwa yang dimaksudkan oleh Euclides, penambahan adalah di mana dua poligon dijajarkan sehingga saling berhimpitan pada batasbatasnya. Jika R dan S adalah dua daerah dan 𝑅 ∪ 𝑆 adalah gabungannya, maka persamaan umum integralnya adalah 𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑥 𝑑𝑦 =∫ +∫ 2 2 𝑦 𝑦2 𝑅∪𝑆 𝑦 𝑅 𝑆
𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅 ∪ 𝑆) = ∫
= 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅) + 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑆). c. Pengertian Umum 3 yang menyatakan bahwa ketika sesuatu yang sama dikurangkan dengan sesuatu yang sama maka hasilnya akan sama. Dapat didapatkan dengan cara yang sama dengan Pengertian Umum 2. Jika R dan S adalah dua daerah dan 𝑅 − 𝑆 adalah selisihnya, dengan R tidak lebih kecil daripada S maka persamaan umum integralnya adalah 𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑥 𝑑𝑦 𝑑𝑥 𝑑𝑦 = ∫ − ∫ 2 𝑦2 𝑦2 𝑅−𝑆 𝑦 𝑅 𝑆
𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅 − 𝑆) = ∫
= 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅) − 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑆). d. Pengertian Umum 4 menetapkan bahwa daerah yang kongruen memiliki luas yang sama. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kenyataan bahwa daerah hiperbolik invarian (panjang dan sudut tetap) terhadap transformasi M𝑜̈ bius
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
sehingga mempertahankan bentuknya. Misalkan R adalah sebarang daerah hiperbolik dan R’ adalah hasil transformasi dari R. Misalkan sembarang titik di R adalah 𝑧 = 𝑥 + 𝑖𝑦 dengan transformasi M𝑜̈ bius 𝑚(𝑧) =
𝑎𝑧+𝑏 𝑐𝑧+𝑑
, dengan
𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑 ∈ ℝ dan 𝑎𝑑 − 𝑏𝑐 = 1 maka
𝑚(𝑧) =
=
Misalkan
𝑎𝑧 + 𝑏 (𝑎𝑧 + 𝑏)(𝑐𝑧̅ + 𝑑) = 𝑐𝑧 + 𝑑 (𝑐𝑧 + 𝑑)(𝑐𝑧̅ + 𝑑) 𝑎𝑐𝑥 2 + 𝑎𝑐𝑦 2 + 𝑏𝑑 + 𝑏𝑐𝑥 + 𝑎𝑑𝑥 𝑦 + 𝑖 . (𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐 2 𝑦 2 (𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐 2 𝑦 2
𝑚(𝑧) = 𝑓(𝑥, 𝑦) + 𝑖𝑔(𝑥, 𝑦)
maka
akan
di
cari
𝑑𝑚(𝑧) 𝑑𝑥𝑑𝑦
Menggunakan Jacobian diperoleh 𝑑𝑚(𝑧) 𝜕𝑓 𝜕𝑔 𝜕𝑓 𝜕𝑔 ((𝑐𝑥 + 𝑑)2 − 𝑐 2 𝑦 2 )2 + 4𝑐 2 𝑦 2 (𝑐𝑥 + 𝑑) = − = ((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐 2 𝑦 2 )4 𝑑𝑥𝑑𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑥
=
(𝑐𝑥 + 𝑑)4 − 2𝑐 2 𝑦 2 (𝑐𝑥 + 𝑑) + 𝑐 4 𝑦 4 + 4𝑐 2 𝑦 2 (𝑐𝑥 + 𝑑) ((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐 2 𝑦 2 )4
=
(𝑐𝑥 + 𝑑)4 + 2𝑐 2 𝑦 2 (𝑐𝑥 + 𝑑) + 𝑐 4 𝑦 4 ((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐 2 𝑦 2 )4
((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐 2 𝑦 2 )2 = ((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐 2 𝑦 2 )4
=
1 , ((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐 2 𝑦 2 )2
sehingga diperoleh
𝑑𝑚(𝑧) =
1 𝑑𝑥 𝑑𝑦. ((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐 2 𝑦 2 )2
.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
Berdasarkan uraian di atas dapat ditentukan luas R’ yaitu 𝑑𝑚(𝑧)
𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅 ′ ) = ∫ 𝑅′
=∫ 𝑅
=∫ 𝑅
𝐼𝑚(𝑚(𝑧))
2 =∫
𝑅′
((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐 2 𝑦 2 )2 𝑑𝑚(𝑧) 𝑦2
((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐 2 𝑦 2 )2 1 . 𝑑𝑥 𝑑𝑦 2 ((𝑐𝑥 + 𝑑)2 + 𝑐 2 𝑦 2 )2 𝑦 𝑑𝑥 𝑑𝑦 = 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅), 𝑦2
sehingga nampak bahwa definisi tersebut memenuhi Pengertian Umum 4. Akibat dari Pengertian Umum 4 ini adalah bahwa transformasi M𝑜̈ bius mempertahankan luas daerah hiperbolik. e. Pengertian Umum 5 menetapkan bahwa keseluruhan lebih besar daripada bagian. Jika 𝑅 ∪ 𝑆 adalah suatu daerah, maka berdasarkan Pengertian Umum 3 diperoleh 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅 ∪ 𝑆) = 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅) + 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑆) karena luas daerah tidak negatif maka diperoleh 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅 ∪ 𝑆) > 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑆),
𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅 ∪ 𝑆) > 𝑎𝑟𝑒𝑎(𝑅)
Terbukti bahwa keseluruhan lebih besar dari pada bagian. Setelah terbukti bahwa definisi luas hiperbolik memenuhi Pengertian Umum, maka definisi tersebut valid untuk digunakan. Berikut adalah contoh penggunaan definisi luas hiperbolik untuk mencari luas hiperbolik pada suatu daerah di ℍ.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
Contoh 4.1: Area X di ℍ dibatasi oleh tiga garis Euclides {𝑧 ∈ ℍ |𝑅𝑒(𝑧) = −1}, {𝑧 ∈ ℍ |𝑅𝑒(𝑧) = 1}, dan {𝑧 ∈ ℍ |𝐼𝑚(𝑧) = 1} (Gambar 4.1). Perhatikan bahwa {𝑧 ∈ ℍ |𝐼𝑚(𝑧) = 1} bukan garis hiperbolik , daerah X
bukan poligon
hiperbolik, meskipun konvek.
Gambar 4.10 Ilustrasi Contoh 4.1 Jawab: Luas hiperbolik X adalah 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑋) = ∫ 𝑋
1 ∞ 1 1 1 𝑑𝑥 𝑑𝑦 = ∫ ∫ 𝑑𝑦 𝑑𝑥 = ∫ (0 − (−1) 𝑑𝑥 2 𝑦2 −1 1 𝑦 −1 1
= ∫ 1 𝑑𝑥 = 2 −1
Jadi luas hiperbolik daerah X adalah 2. Contoh 4.2: Untuk 𝑠 > 0, misalkan 𝑋𝑠 adalah daerah di ℍ yang dibatasi oleh tiga garis Euclides {𝑧 ∈ ℍ |𝑅𝑒(𝑧) = −1}, {𝑧 ∈ ℍ |𝑅𝑒(𝑧) = 1}, dan {𝑧 ∈ ℍ |𝐼𝑚(𝑧) = 𝑠}. Hitunglah luas 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑋𝑠 )!
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
Jawab: Luas hiperbolik Xs adalah 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑋𝑠 ) = ∫ 𝑋𝑠
1 ∞ 1 1 1 1 𝑑𝑥 𝑑𝑦 = ∫ ∫ 𝑑𝑦 𝑑𝑥 = ∫ (0 − (− ) 𝑑𝑥 2 2 𝑦 𝑠 −1 𝑠 𝑦 −1
1
1 2 𝑑𝑥 = 𝑠 −1 𝑠
=∫ 2
Jadi luas hiperbolik daerah 𝑋𝑠 adalah 𝑠 . Definisi luas hiperbolik beserta contoh penggunaannya telah dibahas pada bagian ini. Selanjutnya akan dibahas luas poligon hiperbolik serta contoh dalam mencari luas poligon hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ. D. Luas Poligon Hiperbolik Pada pembahasan sebelumnya diketahui bahwa transformasi M𝑜̈ bius mempertahankan luas suatu daerah pada setengah bidang atas ℍ, sehingga untuk menghitung luas hiperbolik untuk himpunan daerah yang lebih sederhana seperti poligon hiperbolik akan lebih mudah. Akan dibahas secara bertahap dari bentuk poligon hiperbolik paling sederhana yaitu segitiga hiperbolik, serta dilanjutkan untuk poligon yang lebih umum. 1. Luas Segitiga Hiperbolik Sebelum membahas lebih lanjut mengenai luas dari segitiga hiperbolik akan diberikan suatu istilah pada geometri hiperbolik khususnya pada segitiga hiperbolik yaitu defek. Defek adalah selisih antara 𝜋 dan jumlah sudut dalam segitiga. Misalkan suatu segitiga memiliki sudut 𝛼, 𝛽, 𝛾 maka defek segitiga tersebut adalah Φ = 𝜋 − (𝛼 + 𝛽 + 𝛾). Berdasarkan Teorema
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
4.6 maka defek dari sembarang segitiga hiperbolik adalah positif. Proposisi yang membahas luas segitiga hiperbolik disajikan sebagai berikut : Proposisi 4.11 (Anderson, 2005: 170) Misalkan P adalah segitiga hiperbolik dengan satu titik sudut ideal, dan misalkan 𝛼2 dan 𝛼3 adalah sudut interior di dua titik sudut lainnya, yang kemungkinan adalah titik sudut ideal maupun tidak. Sehingga, 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑃) = 𝜋 − (𝛼2 + 𝛼3 ). Bukti:
Gambar 4.11 Segitiga Hiperbolik dengan 𝑣1 di ∞ Diberikan P adalah segitiga hiperbolik dengan satu titik sudut ideal 𝑣1 , dan dua titik sudut lainnya 𝑣2 dan 𝑣3 yang bisa saja ideal atau tidak dengan sudut 𝜃 dan 𝜔. Misalkan 𝑚(𝑧) adalah transformasi M𝑜̈ bius yang membawa 𝑣1 ke ∞ (Gambar 4.11) dan membuat ℓ𝑣2 𝑣3 adalah garis hiperbolik yang dimuat dalam lingkaran satuan, sehingga 𝑣2 = ei(π−θ) dan 𝑣3 = eiω . Sehingga luas segitiga P adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑃) = ∫ 𝑃
cos(𝜔) ∞ 1 1 𝑑𝑦 𝑑𝑥 = ∫ ∫ 𝑑𝑦 𝑑𝑥 2 2 𝑦 −cos(𝜃) √1−𝑥 2 𝑦 cos(𝜔)
=∫
cos(𝜋−𝜃) √1
1 − 𝑥2
𝑑𝑥.
Disubstitusikan terhadap 𝑥 = cos(𝛽) , maka 𝑑𝑥 = − sin(𝛽) 𝑑𝛽, sehingga diperoleh cos(𝜔)
∫
cos(𝜋−𝜃) √1
1 − 𝑥2
𝜔
𝑑𝑥 = ∫
−
𝜋−𝜃
sin(𝛽) √1 − cos2 (𝛽)
𝑑𝛽
𝜔
=∫
−1 𝑑𝛽 = 𝜋 − 𝜔 − 𝜃
𝜋−𝜃
Dapat diperhatikan bahwa sudut interior di P pada titik sudut ideal 𝑣1 = ∞ adalah 𝛼1 = 0, sudut interior pada titik sudut 𝑣2 = ei(π−θ) adalah 𝛼2 = 𝜃, dan sudut interior pada titik sudut 𝑣3 = eiω adalah 𝛼3 = 𝜔. Sehingga 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑃) = 𝜋 − (𝛼2 + 𝛼3 ) Proposisi 4.11 terbukti.
QED.
Berdasarkan proposisi tersebut dapat dikatakan bahwa segitiga hiperbolik ideal memiliki luas 𝜋 karena setiap sudut segitiga hiperbolik ideal bernilai 0. Berdasarkan Teorema 4.6 tentang jumlah sudut segitiga hiperbolik akan disajikan teorema tentang luas segitiga hiperbolik yang dapat mencakup semua jenis segitiga hiperbolik. Teorema 4.12 (Stahl, 1993: 114) Luas segitiga hiperbolik sama dengan defeknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
Bukti: Misalkan P adalah segitiga hiperbolik dengan sudut interior 𝛼, 𝛽, dan 𝛾. Akan dibuktikan 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑃) = Φ = 𝜋 − (𝛼 + 𝛽 + 𝛾) Misalkan P adalah segitiga hiperbolik padat dengan titik sudut 𝑣1 , 𝑣2 , dan 𝑣3 . Misalkan 𝛼𝑘 adalah sudut interior di P pada 𝑣𝑘 . Misalkan ℓ𝑣1 adalah sinar garis hiperbolik dari 𝑣1 melalui 𝑣2 , dan misalkan x adalah titik ujung di batas tak hingga di l. (Gambar 4.12)
Gambar 4.12 Ilustrasi Teorema 4.12 Segitiga hiperbolik T dengan titik sudut 𝑣1 , 𝑣3 , dan x memiliki satu titik sudut ideal di x dan dua titik sudut tak ideal yaitu 𝑣1 dan 𝑣3 . Sudut interior di T pada 𝑣1 adalah 𝛼1 dan pada 𝑣3 adalah 𝛿 dengan 𝛿 > 𝛼3 . Sehingga berdasarkan Proposisi 4.11, luas dari T adalah 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑇) = 𝜋 − (𝛼1 + 𝛿).
(4.3)
Segitiga hiperbolik T’ dengan titik sudut 𝑣2 , 𝑣3 , dan x memiliki satu titik sudut ideal di x dan dua titik sudut tak ideal yaitu 𝑣2 dan 𝑣3 . Sudut interior
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
di T pada 𝑣2 adalah 𝜋 − 𝛼2 dan pada 𝑣3 adalah 𝛿 − 𝛼3 . Sehingga berdasarkan Proposisi 4.11, luas dari T’ adalah 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑇′) = 𝜋 − (𝜋 − 𝛼2 + 𝛿 − 𝛼3 ).
(4.4)
Karena T adalah gabungan dari T’ dan P, dan karena T’ dan P saling berhimpitan pada salah satu sisi maka, 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑇) = 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑇′) + 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑃).
(4.5)
Subsitusi dari persamaan (4.5), (4.4), dan (4.3) diperoleh 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑃) = 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑇) − 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑇 ′ ) = 𝜋 − (𝛼1 + 𝛿) − (𝜋 − (𝜋 − 𝛼2 + 𝛿 − 𝛼3 )) = 𝜋 − (𝛼1 + 𝛼2 + 𝛼3 ) Teorema 4.12 telah terbukti.
QED.
Akibat Teorema 4.12 Segitiga hiperbolik kongruen memiliki luas yang sama. Bukti: Berdasarkan Teorema 4.8 bahwa segitiga kongruen ditentukan oleh sudutsudutnya, maka Segitiga hiperbolik kongruen memiliki luas yang sama. QED. Setelah diberikan Teorema 4.12 maka akan lebih mudah dalam mencari luas segitiga hiperbolik. Diberikan sebuah contoh untuk mencari luas suatu segitiga hiperbolik sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
Contoh 4.3 Diberikan sebuah segitiga hiperbolik P di ℍ dengan titik-titik sudut di i, 4 + 𝑖, 2 + 2𝑖. Hitung luas daerah hiperbolik P dengan menggunakan sudutsudut interiornya (Gambar 4.13).
Gambar 4.13 Segitiga Hiperbolik P pada Contoh 4.3 Jawab: Diketahui 𝑣1 = 𝑖, 𝑣2 = 2 + 2𝑖, dan 𝑣3 = 4 + 𝑖. Misalkan 𝓈𝑗𝑘 adalah sisi di P yang menghubungkan 𝑣𝑗 dan 𝑣𝑘 , misalkan ℓ𝑗𝑘 adalah garis hiperbolik yang memuat 𝓈𝑗𝑘 , dan misalkan 𝐶𝑗𝑘 adalah lingkaran Euclides yang memuat ℓ𝑗𝑘 . Didapatkan bahwa 𝐶12 memiliki pusat di 9
𝐶23 memiliki pusat di 4 dan jari-jari Euclides
7 4
√65 , 4
dan jari-jari Euclides
√65 , 4
dan 𝐶13 memiliki pusat di
2 dan jari-jari Euclides √5. Sudut 𝛼 antara 𝐶12 dan 𝐶13 adalah tipe I sehingga diperoleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
2 65 7 + 5 − | − 2 | 18 4 cos(𝛼) = 16 = , √65 √325 2 4 √5
maka 𝛼~0.0555. Sudut 𝛽 antara 𝐶23 dan 𝐶13 adalah tipe I sehingga diperoleh 2 65 9 + 5 − | − 2 | 18 4 cos(𝛽) = 16 = , √65 √325 2 4 √5
maka 𝛽~0.0555. Sudut 𝛾 antara 𝐶12 dan 𝐶23 adalah tipe II sehingga diperoleh 65 65 7 9 2 + − | 4 − 4 | = − 126 , − cos(𝛾) = − 16 16 130 √65 √65 2 4 4 maka 𝛾 ~2.8929. Oleh karena itu, berdasarkan teorema 4.16 didapatkan 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑃) = 𝜋 − (𝛼 + 𝛽 + 𝛾) ~ 𝜋 − (0.0555 + 0.0555 + 2.8929) ~ 0.1377. Jadi, luas segitiga hiperbolik P di ℍ adalah sekitar 0.1377. 2. Luas Poligon Hiperbolik Poligon hiperbolik dapat dibagi ke dalam beberapa segitiga hiperbolik, hal ini identik dengan poligon di geometri Euclides. Berdasarkan Teorema
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
4.12 dapat dengan dengan mudah ditemukan rumus untuk menghitung luas poligon hiperbolik. Berikut adalah teorema tentang luas sembarang poligon hiperbolik konvek. Teorema 4.13 (Anderson, 2005: 172) Diberikan P adalah poligon hiperbolik konvek (sudut dalam poligon tak lebih dari 𝜋) dengan titik-titik sudut dan titik-titik sudut ideal 𝑣1 , … , 𝑣𝑛 . Misalkan 𝛼𝑘 adalah sudut interior di 𝑣𝑘 . Maka, 𝑛
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑃) = (𝑛 − 2)𝜋 − ∑ 𝛼𝑘 . 𝑘=1
Bukti:
Gambar 4.14 Ilustrasi Teorema 4.13 Langkah yang digunakan dalam membuktikan teorema ini adalah dengan membagi poligon P ke dalam segitiga hiperbolik, menggunakan Teorema 4.12 untuk menghitung setiap segitiga hiperbolik, dan dijumlahkan untuk mendapat luas poligon P. Pilih sebuah titik x pada interior P (Gambar 4.14). Karena P konvek, terdapat segmen garis (atau sinar garis bila 𝑣𝑘 adalah titik sudut ideal) ℓ𝑥𝑣𝑘
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
menghubungkan x ke 𝑣𝑘 yang termuat dalam P. Segmen garis hiperbolik ℓ𝑥𝑣1 , … , ℓ𝑥𝑣𝑛 membagi P menjadi n segitiga 𝑇1 , … , 𝑇𝑛 . Segitiga hiperbolik 𝑇𝑘 mempunyai titik sudut x, 𝑣𝑘 , dan 𝑣𝑘+1 untuk 1 ≤ 𝑘 ≤ 𝑛, di mana terjadi sedikit kurang tepat pada penotasian, sehingga 𝑣𝑛+1 = 𝑣1 dan 𝑇𝑛+1 = 𝑇1 . Misalkan 𝜇𝑘 adalah sudut interior pada 𝑇𝑘 di x, sehingga 𝑛
∑ 𝜇𝑘 = 2𝜋 𝑘=1
Misalkan 𝛽𝑘 adalah sudut interior pada 𝑇𝑘 di 𝑣𝑘 , dan misalkan 𝛿𝑘 adalah sudut interior pada 𝑇𝑘 di 𝑣𝑘+1 . 𝛼𝑘+1 = 𝛿𝑘 + 𝛽𝑘+1 Menggunakan Teorema 4.12 didapatkan 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑇𝑘 ) = 𝜋 − (𝜇𝑘 + 𝛿𝑘 + 𝛽𝑘 ) Karena gabungan 𝑇1 ∪ … ∪ 𝑇𝑛 sama dengan P dan karena segitiga hiperbolik 𝑇1 ∪ … ∪ 𝑇𝑛 berhimpit tepat pada sisi-sisinya, sehingga didapatkan 𝑛
𝑛
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑃) = ∑ 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑇𝑘 ) = ∑[𝜋 − (𝜇𝑘 + 𝛿𝑘 + 𝛽𝑘 )] 𝑘=1
𝑘=1 𝑛
𝑛
𝑛
= 𝑛𝜋 − [∑ 𝜇𝑘 + ∑ 𝛿𝑘 + ∑ 𝛽𝑘 ] 𝑘=1
𝑘=1
𝑘=1
Karena 𝛼𝑘+1 = 𝛿𝑘 + 𝛽𝑘+1 untuk setiap k, didapatkan 𝑛
𝑛
𝑛
∑ 𝛿𝑘 + ∑ 𝛽𝑘 = ∑ 𝛼𝑘 . 𝑘=1
𝑘=1
𝑘=1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99
Oleh karena itu, 𝑛
𝑛
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑃) = ∑ 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑇𝑘 ) = (𝑛 − 2)𝜋 − ∑ 𝛼𝑘 . 𝑘=1
𝑘=1
Terbukti.
QED.
Setelah diberikan Teorema 4.13 maka akan lebih mudah dalam mencari luas poligon hiperbolik. Diberikan sebuah contoh untuk mencari luas suatu poligon hiperbolik sebagai berikut. Contoh 4.4 Diberikan sebuah poligon hiperbolik P di ℍ dengan titik-titik sudut di i, 1 + 3𝑖, 2 + 3𝑖, dan 4 + 𝑖 (Gambar 4.15). Hitung luas daerah hiperbolik P dengan menggunakan sudut-sudut interiornya
Gambar 4.15 Poligon Hiperbolik contoh soal 4.4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
Jawab: Diketahui 𝑣1 = 𝑖, 𝑣2 = 1 + 3𝑖, 𝑣3 = 2 + 3𝑖, dan 𝑣4 = 4 + 𝑖. Misalkan 𝑠𝑗𝑘 adalah sisi di P yang menghubungkan 𝑣𝑗 dan 𝑣𝑘 , misalkan 𝑙𝑗𝑘 adalah garis hiperbolik yang memuat 𝑠𝑗𝑘 , dan misalkan 𝐶𝑗𝑘 adalah lingkaran Euclides yang memuat 𝑙𝑗𝑘 . Didapatkan bahwa 𝐶12 memiliki pusat di Euclides
√85 , 𝐶23 2
3
memiliki pusat di 2 dan jari-jari Euclides
9 2
dan jari-jari
√37 , 𝐶34 2
memiliki
pusat di 1 dan jari-jari Euclides √10, dan 𝐶41 memiliki pusat di 2 dan jarijari Euclides √5 Sudut 𝛼 antara 𝐶12 dan𝐶41 adalah tipe I sehingga diperoleh 2 85 9 + 5 − |2 − 2 | 20 cos(𝛼) = 4 = , 5√17 √85 2 2 √5
maka 𝛼~0.2449. Sudut 𝛽 antara 𝐶12 dan 𝐶23 adalah tipe II sehingga diperoleh 85 37 9 3 2 + − | 4 2 − 2 | = − 43 , − cos(𝛽) = − 4 √85 √37 √3145 2 2 2 maka 𝛽~2.4446. Sudut 𝛾 antara 𝐶23 dan 𝐶34 adalah tipe II sehingga diperoleh 2 37 3 + 10 − | − 1 | 19 2 − cos(𝛾) = − 4 =− , √37 √370 2 2 √10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
maka 𝛾~2.9850. Sudut 𝜔 antara 𝐶14 dan 𝐶34 adalah tipe I sehingga diperoleh cos(𝜔) =
5 + 10 − |2 − 1 |2 2√5√10
=
7 5√2
,
maka 𝜔~0.1419. Oleh karena itu, berdasarkan Teorema 4.16 didapatkan 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑃) = 2𝜋 − (𝛼 + 𝛽 + 𝛾 + 𝜔) ~ 2𝜋 − (0.2449 + 2.4446 + 2.9850 + 0.1419) ~2𝜋 − 5.816~0.4668. Jadi, luas poligon hiperbolik P di ℍ adalah sekitar 0.4668.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas pada pembahasan Bab III dan Bab IV mengenai model bidang pada geometri hiperbolik (setengah bidang atas ℍ) dan konsep luas hiperbolik pada bidang tersebut, maka dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Objek-objek geometri hiperbolik yang direpresentasikan pada model setengah bidang atas ℍ adalah sebagai berikut. a. Titik hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ direprsentasikan sebagai titik Euclides pada bidang kompleks ℂ. Pada geometri hiperbolik terdapat titik ideal yaitu titik-titik pada sumbu real dan titik ∞. b. Garis hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ adalah garis Euclides yang tegak lurus terhadap sumbu real atau setengah busur lingkaran Euclides yang berpusat di sumbu real. c. Segitiga hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ direpresentasikan sebagai suatu daerah yang dibatasi oleh ruas garis hiperbolik, sinar garis hiperbolik atau garis hiperbolik. Segitiga hiperbolik memiliki jumlah sudut kurang dari 𝜋.
102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
d. Poligon hiperbolik direpresentasikan seperti poligon pada geometri Euclides yaitu gabungan dari daerah segitiga hiperbolik yang terbatas jumlahnya. 2. Konsep-konsep dasar geometri hiperbolik yang disajikan pada model setengah bidang atas ℍ adalah sebagai berikut. a. Sudut hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ didefinisikan sebagai sudut Euclides yang terbentuk dari perpotongan dua garis singgung lingkaran Euclides.. Dua garis hiperbolik yang berpotongan di titik ideal memiliki sudut 0. b. Panjang hiperbolik pada setengah bidang atas ℍ didefinisikan berbeda dengan geometri Euclides. Lintasan 𝐶 1 dengan 𝑓: [𝑎, 𝑏] → ℍ, panjang hiperbolik 𝑓 didefinisikan 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎℍ (𝑓) = ∫ 𝑓
1 |𝑑𝑧|. 𝐼𝑚(𝑧)
c. Jarak hiperbolik dari sembarang dua titik 𝑧1 = 𝑥1 + 𝑖𝑦1 dan 𝑧2 = 𝑥2 + 𝑖𝑦2
pada setengah bidang atas ℍ dapat ditentukan
menggunakan 𝑑ℍ (𝑧1 , 𝑧2 ) = |ln |
𝑦2 (𝑥1 − 𝑐 − 𝑟) ||. 𝑦1 (𝑥2 − 𝑐 − 𝑟)
3. Luas hiperbolik dari himpunan X di ℍ dapat ditentukan menggunakan 𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑋) = ∫ 𝑋
1 𝑑𝑥 𝑑𝑦, 𝐼𝑚(𝑧)2
sedangkan luas poligon hiperbolik P konvek (sudut dalam poligon tak lebih dari 𝜋) dengan besar sudut 𝛼1 , … , 𝛼𝑛 dapat diperoleh dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104
𝑛
𝑎𝑟𝑒𝑎ℍ (𝑃) = (𝑛 − 2)𝜋 − ∑ 𝛼𝑘 . 𝑘=1
B. Saran Berdasarkan pembahasan yang telah dibahas pada pembahasan Bab III dan Bab IV mengenai model bidang pada geometri hiperbolik (setengah bidang atas ℍ) dan konsep luas hiperbolik pada bidang tersebut, maka hal-hal yang dapat disarankan peneliti kepada pembaca adalah sebagai berikut. 1. Untuk pembahasan selanjutnya dapat menggunakan model bidang hiperbolik lain seperti model Poincare disk, model Klein disk, dan model bidang hiperbolik lainnya. 2. Skripsi ini mengungkap aspek luas pada geometri hiperbolik. Sebenarnya terdapat konsep-konsep lain yang menarik untuk dibahas, seperti transformasi untuk objek-objek geometri hiperbolik, trigonometri untuk geometri hiperbolik, atau kekonvekan objek hiperbolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Alexander, C. Daniel, dan Geralyn M. Koeberlein. 2014. Elementary Geometry for College Students Sixth Edition. Boston : Cengage Learning. Anderson, W. James. 2005. Hyperbolic Geometry Second Edition. London : Springer-Verlag. Brown, W. James, dan Ruel V. Churchill. 1990. Complex Variables and Applications 5th Edition. New York: McGraw-Hill Science/Engineering/Math. Burton, M. David. 2011. The History of Mathematics: An Introduction, 7th Edition. New York: McGraw-Hill Science/Engineering/Math. Cannon, W. James, William J. Floyd, dkk. 1997. Hyperbolic Geometry. California: MSRI Publisher. Chang, Albert. 2010. Isometries of The Hyperbolic Plane. Greenberg, Jay Marvin. 1980. Euclidean and Non-Euclidean Geometries. San Fransisco : W. H. Freeman and Company. Krantz, G. Steven. 1999. Handbook of Complex Variables. New York : Springer+Business Media. Olsen, John. 2010. The Geometry of M𝑜̈ bius Transformations. New York : University of Rochester Purcell, Edwin J. Alih bahasa oleh Drs. I Nyoman Susila, M. Sc., Bana Kartasasmita Ph. D., Drs. Rawuh, Departemen Matematika Institut Teknilogi Bandung (ITB) (1987).2001. Calculus with Analytic Geometry, 5𝑡ℎ Edition. Jakarta: Penerbit Erlangga. Smart, R. James. 1997. Modern Geometries 5th Edition. California : Brooks/Cole Publishing Company. Stahl, Saul. 1993. A Gateway do Modern Geometry: The Poincare Half-Plane. Sudbury : Jones & Bartlett Publisher. Travers, J. Kenneth, Leroy C. Dalton, Katherine P. Layton. 1987. Geometry. California: Laidlaw Brothers Publishers. Wicaksono, Satriyo Singgih. 2015. Luas Pada Geometri Hiperbolik. Skripsi Universitas Sanata Dharma
105