UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
CICILIA MARINA, S. Farm. (1306502333)
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI FARMASI DEPOK DESEMBER 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN PERIODE 06 OKTOBER – 24 OKTOBER 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
CICILIA MARINA, S. Farm. (1306502333)
ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI FARMASI DEPOK
ii
Universitas Indonesia
iii
Universitas Indonesia
iv
Universitas Indonesia
v
Universitas Indonesia
vi
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) serta menyusun laporan pada waktu yang telah ditentukan. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Pelaksanaan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan ini berlangsung mulai dari tanggal 06 Oktober – 24 Oktober 2014. Dalam penyusunan laporan PKPA ini tidak lepas dari bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak yang telah banyak membantu. Oleh karena itu, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada : 1.
Bapak Deden Muliadi, S.Si., Apt., selaku pembimbing di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan;
2.
Ibu Dr. Fadlina Chany S, M.Si., Apt. sebagai pembimbing Praktek Kerja Profesi Apoteker di Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia;
3.
Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia;
4.
Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi Universitas Indonesia dan selama melaksanakan PKPA;
5.
Ibu Irine selaku Apoteker Puskesmas Kecamatan Jagakarsa yang telah memberikan bimbingan selama penulis melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Puskesmas Kecamatan Jagakarsa beserta seluruh staf.
6.
Seluruh Staf Seksi Sumber Daya Kesehatan di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan, Bapak Yose Rizal, S.Sos., M.Si., Ibu Mutiara Dewi, S.Sos., M.M., Ibu Nuril Astuti, S.Pd., S.Farm., Apt; Ibu Halida, Ibu Ida Komariah, Ibu Fitri atas bantuan selama pelaksanaan kegiatan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan;
vii
Universitas Indonesia
7.
Seluruh staf pengajar dan bagian Tata Usaha program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas ilmu, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama menempuh program studi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia;
8.
Keluarga tercinta dan orang-orang terdekat yang tidak pernah lelah memberikan dukungan secara moril dan materil;
9.
Seluruh rekan sejawat Apoteker Angkatan 79 Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas kerja sama, dukungan, semangat, kekompakkan, dan persahabatan yang telah terjalin selama menempuh pendidikan di program profesi apoteker; dan
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan laporan ini. Penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Akhir kata, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi penyempurnaan laporan PKPA ini. Semoga laporan PKPA ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Depok, Desember 2014
Penulis
viii
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Praktik Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Adminstrasi Jakarta Selatan bertujuan untuk memahami peran, fungsi, dan tanggung jawab apoteker serta memberikan gambaran nyata tentang masalah kefarmasian di pemerintahan, khususnya di suku dinas kesehatan. Tugas khusus yang diberikan adalah mengenai program kesehatan penyakit menular (tuberkulosis paru, kusta, dan HIV/AIDS).
Kata Kunci: Apoteker, Suku Dinas Kesehatan Kota Admnistrasi Jakarta Selatan, Program Kesehatan Penyakit Menular.
ix
Universitas Indonesia
ABSTRACT
The aim of Pharmacist Internship Program at Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan is to understand the role, functions and responsibilities of pharmacist and see the whole problem of pharmacy in department of health. Spesific task that given in pharmacist internship program is about health programs of infectious diseases (pulmonary tuberculosis, leprosy, and HIV/AIDS).
Keywords: Health Programs Of Infectious Diseases, Pharmacist, Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan,.
x
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vii Bab I
PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Tujuan .............................................................................................. 2
Bab II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4 2.1 Dinas Kesehatan ............................................................................... 4 2.2 Suku Dinas Kesehatan ..................................................................... 4 2.3 Pekerjaan Kefarmasian ................................................................... 16 Bab III TINJAUAN KHUSUS ........................................................................ 23 3.1 Lokasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan ............................... 23 3.2 Seksi Sumber Daya Kesehatan Jakarta Selatan .............................. 23 3.3 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) ..................................... 43 Bab IV PEMBAHASAN .................................................................................. 49 4.1 Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan ............................................................................... 49 4.2 Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan bagian Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman (Farmakmin) .............................. 51 4.3 Pelayanan Kesehatan dan Pengadaan Obat Di Puskesmas Kecamatan....................................................................................... 52 4.4 Perizinan Penyelenggaraan Sarana Kesehatan................................ 54 4.5 Penyimpanan Obat Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan ................................................................................ 55 Bab V KESIMPULAN ..................................................................................... 57 5.1. Kesimpulan .................................................................................................. 57 5.2. Saran ............................................................................................................ 58 DAFTAR ACUAN. ........................................................................................... 59
xi
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan Kota Administasi Jakarta Selatan...............................................................................61 Lampiran 2. Formulir Surat Permohonan Izin Apotek......................................62 Lampiran 3. Formulir Persyaratan Permohonan Izin Apotek............................65 Lampiran 4. Berita Acara Pemeriksaan Sarana Apotek.....................................67 Lampiran 5. Formulir Pernyataan Siap Melakukan Kegiatan............................71 Lampiran 6. Formulir Permohonan Izin Pedagang Eceran Obat ......................72 Lampiran 7. Formulir Permohonan Persetujuan Prinsip IKOT.........................74 Lampiran 8. Formulir Permohonan Izin Usaha IKOT ......................................76 Lampiran 9. Formulir Permohonan Izin Cabang/ Sub Penyalur Alat Kesehatan......................................................................................78 Lampiran 10. Formulir Permohonan Sertifikasi Produksi Pangan......................80 Lampiran 11. Denah Ruangan Gudang Obat Sudinkes Jakarta Selatan..............81
xii
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi - tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah. Pembangunan kesehatan juga merupakan salah satu upaya pembangunan yang berkesinambungan dan merupakan suatu
rangkaian
pembangunan
menyeluruh serta terpadu untuk mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia. Dalam hal ini, pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam membangun kesehatan masyarakat, pemerintah memiliki tanggung jawab dalam hal
merencanakan,
mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggara upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Perkembangan ketatanegaraan telah bergeser dari sentralisasi menuju desentralisasi yang ditandai dengan diberlakunya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004. Undang-Undang tersebut memuat ketentuan yang menyatakan bahwa bidang kesehatan sepenuhnya diserahkan kepada daerah masing-masing yang setiap daerah diberi kewenangan untuk mengelola dan meyeleggarakan seluruh aspek kesehatan. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 yang mengatur tentang pembagian urusan antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa kesehatan merupakan salah satu urusan wajib pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Sistem otonomi daerah yang ada, maka perwujudan pembangunan kesehatan dibuatlah peraturan daerah tentang sistem kesehatan daerah
1
Universitas Indonesia
2
(Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2009a). sistem kesehatan daerah bertujuan menyelenggarakan pembangunan kesehatan baik masyarakat, swasta, maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya
(Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, 2009a). kewenangan tersebut selanjutnya mendorong terbentuknya suku dinas kesehatan ditiap kota administrative di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Suku dinas merupakan unit kerja dinas kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Di dalam struktur organisasi suku dinas kesehatan terdapat seksi sumber daya kesehatan yang membawahi Koordinator farmasi makanan dan minuman. Koordinator farmasi makanan dan minuman mempunyai tugas pokok dalam perencanaan, perijinan, pengelolaan serta pengawasan pekerjaan kefarmasian. Oleh karena itu, koordinator ini merupakan salah satu wadah bagi apoteker dalam menjalankan tugas profesi kefarmasiaannya di lingkup pemerintahan. Peran apoteker dalam lingkup pemerintahan perlu diketahui oleh mahasiswa calon apoteker sebagai salah satu tempat untuk pelaksanakan tugas profesinya nanti. Salah satu upaya pemahaman, gambaran, dan pengetahuan mendalam tentang peran apoteker yaitu dengan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) sehingga dapat
memberikan bekal kepada calon apoteker mengenai
perannya di suku dinas kesehatan.
1.2 Tujuan Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan adalah agar mahasiswa program profesi apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia: a.
Mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi Suku Dinas Kesehatan
Kota Administrasi Jakarta Selatan. b.
Mengetahui dan memahami tugas pokok dan fungsi Seksi Sumber Daya
Kesehatan khususnya bagian Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman (Farmakmin) Kota Administrasi Jakarta Selatan.
Universitas Indonesia
3
c.
Mengetahui dan memahami fungsi perizinan, pembinaan, pengawasan, dan
pengendalian (Binwasdal) terhadap sarana pelayanan kesehatan farmasi, makanan dan minuman Kota Administrasi Jakarta Selatan. d.
Mengetahui
dan
memahami
proses
pengelolaan
persediaan
dan
pendistribusian obat di Puskesmas Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan.
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1 Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan. Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Dinas Kesehatan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dikoordinasikan oleh Asisten Kesejahteraan Masyarakat. Dinas Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan pelayanan, pembinaan dan pengembangan urusan kesehatan.
2.2 Suku Dinas Kesehatan 2.2.1 Pengertian Suku Dinas Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi merupakan Unit Kerja Dinas Kesehatan pada Kota Administrasi dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang kepala Suku Dinas yang secara teknis dan adminstrasi berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan serta secara operasional berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada walikota. Suku Dinas Kesehatan di DKI Jakarta ada enam yaitu : Suku Dinas Kesehatan Kota administrasi Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Suku Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Seribu. Suku Dinas Kabupaten Administrasi dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas yang secara teknis dan administrasi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati.
2.2.2 Landasan Hukum Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan Suku Dinas Kesehatan mempunyai beberapa landasan hukum yang dijadikan
sebagai
acuan
dalam
pelaksanaan
kegiatan
pembinaan
dan
pengembangan kesehatan masyarakat, antara lain:
4
Universitas Indonesia
5
a.
Undang – Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika.
b.
Undang – Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang narkotika.
c.
Undang – Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
d.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 tahun 2009 tentang
pekerjaan kefarmasian. e.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 006 tahun 2012 tentang
industry usaha obat tradisional. f.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
Republik
Indonesia
No.
284/Menkes/PER/III/2007 tetang apotek rakyat. g.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
377/Menkes/PER/V/2009 tentang petunjuk teknis jabatan fungsional apoteker dan angka kreditnya. h.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1191/Menkes/PER/VIII/2010 tentang penyaluran alat kesehatan. i.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
889/Menkes/PER/V/2011 tentang registrasi, izin praktek, dan izin kerja tenaga kefarmasian. j.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1331/Menkes/SK/X/2002 tentang perubahan permenkes No. 167/Kab/B.VII/1972 tentang pedagang eceran obat. k.
Keputusan
Menteri
1332/Menkes/SK/X/2002
Kesehatan tentang
Republik
perubahan
atas
Indonesia
No.
Permenkes
No.
922/Menkes/PER/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek. l.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.128 tahun 2004
tentang kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat. m. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1121/Menkes/SK/XII/2008 tentag pedoman teknis pengadaan obat dan publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar. n.
Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta No. 8981
tahun 2006 tanggal 14 Desember 2006 tentang pemberlakuan tata cara perizinan cabang penyalur alat kesehatan.
Universitas Indonesia
6
o.
Peraturan kepala BPOM Republik Indonesia No. HK. 03.1.23.04.12.2205
tahun 2012 tentang pedoman pemberian sertifikat produksi pangan industri rumah tangga. p.
Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 970 tahun 1990 tentang
ketentuan penyelenggaran usaha pedagang eceran obat di wilayah DKI Jakarta. q.
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 tahun 2009 tentang
organisasi dan tata cara kerja dinas kesehatan
2.2.3 Visi dan Misi Suku Dinas Kesehatan Visi Kementrian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota seharusnya mempunyai kesamaan visi dan misi. Adapun visi dan misi Suku Dinas Jakarta Selatan yaitu : a. Visi Visi “ Jakarta Selatan sehat untuk semua” Visi diatas mengandung makna terwujudnya Jakarta Selatan : 1) Dihuni oleh penduduk yang memiliki kesadaran dan kemandirian hidup sehat 2) Mempunyai akses pelayanan perorangan dan masyarakat 3) Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan untuk keluarga miskin 4) Terkendalinya penyakit menular 5) Terkendalinya penyakit degeneratif 6) Gizi yang seimbang 7) Meningkatkan kualitas dan responwaktu pelayanan kesehatan gawat darurat dan bencana 8) Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang bersih dan terkendalinya pencemaran lingkungan.
b.
Misi
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan memiliki misi sebagai berikut : 1) Menyelenggarakan pembangunan kesehatan. 2) Meningkatkan pelayanan kesehatan perorangan, kesehatan masyarakat dan kegawatdaruratan kesehatan dengan prinsip pelayanan kesehatan prima.
Universitas Indonesia
7
3) Mengendalikan dan menanggulangi gizi buruk, penyakit menular, dan penyakit-penyakit yang berbasis lingkungan. 4) Menyelenggarakan peningkatan manajemen kesehatan. 5) Menggalang kemitraan dengan berbagai sektor dan seluruh potensi yang ada di masyarakat.
2.2.4 Struktur Organisasi Suku Dinas Kesehatan Struktur Organisasi Suku Dinas Kesehatan berdasarkan Peraturan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No.150 tahun 2009 terdiri dari: a.
Kepala Suku Dinas
b.
Sub Bagian Tata Usaha
c.
Seksi Kesehatan Masyarakat
d.
Seksi Pelayanan Kesehatan
e.
Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan
f.
Seksi Sumber Daya Kesehatan
Berikut merupakan tugas dari struktur organisasi yang terdapat di Suku Dinas Jakarta Selatan : a. Kepala Suku Dinas Kepala Suku Dinas selaku pimpinan di Suku Dinas merupakan satuan kerja dari Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan administrasi umum Suku Dinas Kesahatan. Kepala Suku Dinas mempunyai tugas sebagai berikut, yaitu: 1. Memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas. 2. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas Subbagian, Seksi dan Subkelompok Jabatan Fungsional. 3. Melaksanakan kerja sama dan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan/atau Instansi Pemerintah/Swasta terkait, dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas. 4. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas serta fungsi Suku Dinas.
Universitas Indonesia
8
b. Sub Bagian Tata Usaha Sub bagian Tata Usaha merupakan Satuan Kerja staf Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan administrasi umum Suku Dinas Kesehatan. Sub Bagian Tata Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian Yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas sebagai berikut: 1.
Menyusun bahan
Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 2.
Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dalam lingkup tugasnya. 3.
Mengkoordinasikan Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. 4.
Melaksanakan monitoring pengendalian dan evaluasi pelaksanaan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas. 5.
Pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang Suku Dinas.
6.
Pelaksanaan kegiatan surat menyurat dan kearsipan Suku Dinas.
7.
Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan
prasarana dan sarana kerja Suku Dinas. 8.
Memelihara kebersihan, keindahan, keamanan dan ketertiban kantor.
9.
Melaksanakan pengelolaan ruang rapat/pertemuan Suku Dinas.
10. Melaksanakan publikasi kegiatan, upacara dan pengaturan acara Suku Dinas. 11. Menerima,
mencatat,
membukukan,
menyetorkan
dan
melaporkan
penerimaan retribusi Suku Dinas. 12. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas yang terkait dengan tugas Sub Bagian Tata Usaha. 13. Mengkoordinasikan penyusunan laporan (Kegiatan, Keuangan, kinerja dan akuntabilitas) Suku Dinas. 14. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Sub Bagian Tata Usaha.
Universitas Indonesia
9
c. Seksi Kesehatan Masyarakat Seksi Kesehatan Masyarakat merupakan Satuan Kerja Lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Seksi Kesehatan Masyarakat dipimpin oleh Seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan. Seksi Kesehatan Masyarakat mempunyai Tugas sebagai berikut: 1.
Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai ruang lingkup tugasnya. 2.
Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dalam lingkup tugasnya. 3.
Melaksanakan pengendalian mutu kegiatan pelaksanaan kesehatan keluarga
termasuk kesehatan ibu, bayi, anak balita, kesehatan anak pra sekolah, usia sekolah, remaja, kesehatan reproduksi, usia lanjut, keluarga berencana, pekerja wanita dan asuhan keperawatan. 4.
Mengkoordinasikan sektor terkait dan masyarakat profesi untuk pencegahan
dan pengendalian program kesehatan masyarakat. 5.
Melaksanakan kegiatan promosi kesehatan dan informasi
6.
Melaksanakan bimbingan teknis tenaga kesehatan di bidang kesehatan
masyarakat. 7.
Melaksanakan kajian perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat tingkat
Kota/Kabupaten. 8.
Melaksanakan manajemen basis data kesehatan melalui sistem informasi
manajemen kesehatan yang terintegrasi. 9.
Melaksanakan pengendalian pelaksanaan program gizi.
10. Menerapkan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). 11. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Kesehatan Masyarakat. 12. Melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan
tugas
Seksi
Kesehatan Masyarakat.
Universitas Indonesia
10
d. Seksi Pelayanan Kesehatan Seksi Pelayanan Kesehatan merupakan Satuan Kerja Lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pelayanan Kesehatan mempunyai Tugas sebagai berikut: 1.
Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinassesuai dengan lingkup tugasnya. 2.
Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya. 3.
Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian tata
laksana pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan. 4.
Menghimpun,
mengolah,
menyajikan,
memelihara,
mengembangkan,
memanfaatkan, data dan informasi upaya pelayanan kesehatan. 5.
Melaksanakan kegiatan pembinaan dan pelaksanaan penerepan standar
pelayanan kesehatan masyarakat. 6.
Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pelaksanaan akreditasi sarana
pelayanan kesehatan masyarakat. 7.
Memberikan rekomendasi/perizinan sarana pelayanan kesehatan.
8.
Memberikan tanda daftar kepada pengobatan tradisional.
9.
Melaksanakan siaga 24 jam per Pusat Pengendali Dukungan Kesehatan.
10. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal pelayanan kesehatan. 11. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Pelayanan Kesehatan. 12. Melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan
tugas
Seksi
Pelayanan Kesehatan.
e. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan merupakan Satuan Kerja Lini Suku Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan dipimpin oleh Seorang Kepala
Universitas Indonesia
11
Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan mempunyai tugas sebagai berikut: 1.
Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 2.
Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya. 3.
Melaksanakan pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular,
kesehatan
jiwa
masyarakat,
survailans
epidemiologi,
penanggulangan
wabah/Kejadian Luar Biasa (KLB) dan kesehatan lingkungan. 4.
Melaksanakan kegiatan pembinaan pelaksanaan kesehatan haji.
5.
Menyiapkan materi sosialisasi kesehatan tentang pengendalian penyakit
13. Melaksanakan kegiatan monitoring dan pemetaan kegiatan penanggualangan wabah/Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans 14. Melaksanakan kegiatan pengendalian pelaksanaan program kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air minum/air bersih, penyehatan makanan dan minuman, penanganan limbah, pengendalian vektor, pengendalian radiasi, penyehatan lingkungan kumuh penyehatan di tempat-tempat umum, tempat kerja, tempat pengelolaan pestisida termasuk pemberian rekomendasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), upaya pengelolaan lingkungan/upaya pemantauan lingkungan 15. Melaksanakan kegiatan pengawasan dan pengendalian sarana penunjang kesehatan lingkungan 16. Penyajian materi pelatihan teknis dalam bidang Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja 17. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan 18. Melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan
pelaksanaan
tugas
Seksi
Pengendalian Masalah Kesehatan.
f.
Seksi Sumber Daya Kesehatan Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan Satuan Kerja Lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan sumber daya kesehatan. Seksi
Universitas Indonesia
12
Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh Seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan. Seksi Sumber Daya Kesehatan mempunyai tugas sebagai berikut: 1.
Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya. 2.
Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya. 3.
Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan
minuman. 4.
Memberikan rekomendasi/perizinan praktek tenaga kesehatan.
5.
Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan.
6.
Menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan 7.
Melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan petugas
kesehatan terhadap standar pelayanan. 8.
Melaksanakan kegiatan audit internaldan audit eksternal penerapan sistem
manajemen mutu. 9.
Melaksanakan survei kepuasan pelanggan kesehatan.
10. Melaksanakan kegiatan bimbingan, konsultasi, dan pendamping penerapan sistem manajemen mutu kepada Puskesmas. 11. Melaksanakan kegiatan pengembangan mutu melalui forum dan fasilitator. 12. Melaksanakan fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur dan auditor mutu pelayanan kesehatan. 13. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian sarana Farmasi Makanan Minuman (FMM), yang meliputi usaha mikro obat tradisional, sub penyalur alat kesehatan, Apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri makanan, minuman rumah tangga. 14. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat generik dan persediaan cadangan obat esensial. 15. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada lingkup Kota/KabupatenAdministrasi. 16. Melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan
Universitas Indonesia
13
17. Menyiapkan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas Seksi Sumber Daya Kesehatan. 18. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Seksi Sumber Daya Kesehatan. Seksi sumber daya kesehatan dibagi menjadi tiga koordinator, untuk memudahkan pelaksanaan tugas dan fungsinya, yaitu koordinator tenaga kesehatan, koordinator pengelola standardisasi mutu kesehatan dan koordinator farmasi makanan dan minuman. Setiap koordinator memiliki fungsi dan tugas khusus yang mendukung pelaksanaan tugas-tugas dan seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK).
2.2.5. Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan a.
Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker Sesuai Jabatan Fungsional di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung
jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok dan fungsi keahlian dan atau ketrampilan untuk mencapai tujuna organisasi. Adapun tugas pokok dan fungsi apoteker sesuai dengan jabatan fungsional di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota antara lain: 1. Apoteker Pertama a.
Membuat kerangka acuan dalam rangka penyiapan rencana kegiatan
kefarmasian. b.
Mengklasifikasi perbekalan farmasi dalam rangka pemilihan perbekalan
farmasi c.
Inventarisasi
pemasok
perbekalan
farmasi
dalam
rangka
pemilihan
perbekalan farmasi. d.
Mengolah data dalam rangka perencanaan perbekalan farmasi
e.
Menyusun perbekalan farmasi dalam rangka penyimpanan perbekalan farmasi
f.
Merekapitulasi daftar usulan perbekalan farmasi dalam rangka penghapusan
perbekalan farmasi g.
Meracik obat resep individu dalam rangka Dispensing.
Universitas Indonesia
14
h.
Pelayanan informasi obat
i.
Konseling obat (Departemen Kesehata Republik Indonesia. 2009. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 377/Menkes/Per/V/2009 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya)
2. Apoteker Muda a.
Menelaah atau mengkaji data-data dalam rangka pentiapan rencana kegiatan
kefarmasian. b.
Membuat rencana kerja dalam rangka penyiapan rencana kegiatan
kefarmasian. c.
Menentukan jenis perbekalan farmasi dalam rangka pemilihan perbekalan
farmasi. d.
Menilai mutu dalam rangka pemilihan pemasok perbekalan farmasi.
e.
Menyusun rencana kebutuhan dalam rangka perencanaan, perbekalan farmasi.
f.
Membuat surat pesanan dalam rangka pembelian perbekalan farmasi.
g.
Mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak sesuai dengan persyaratan
dalam rangka pengadaan perbekalan farmasi melalui jalur pembelian. h.
Mengajukan usulan obat program dalam rangka pengadaan perbekalan
farmasi melalui jalur non pembelian. i.
Mengembalikan perbekalan farmasi yang tidak sesuai dengan persyaratan
dalam rangka pengadaan perbekalan farmasi melalui jalur non pembelian. j.
Memeriksa perbekalan farmasi dalam rangka penyimpan perbekalan farmasi.
k.
Mengelompokkan perbekalan farmasi dalam rangka penyimpanan perbekalan
farmasi. l.
Mengkaji permintaan perbekalan farmasi dalam rangka pebdistribusian
perbekalan farmasi. m. Membuat jadwal penghapusan dalam rangka penghapusan perbekalan farmasi. n.
Penyusunan laporan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi.
o.
Memeriksa obat dalam rangka dosis unit.
p.
Pelayanan informasi obat.
q.
Konseling obat.
Universitas Indonesia
15
3. Apoteker Madya a.
Menyajikan rencana kegiatan dalam rangka penyiapan rencana kegiatan
kefarmasian. b.
Menyajikan rancangan dalam rangka perencanaan perbekalan farmasi
c.
Menganalisis usulan pembelian dalam rangka pengadaan perbekalan farmasi
melalui jalur oembelian. d.
Menilai barang droping dalam rangka pengadaan perbekalan farmasi melalui
jalur non pembelian. e.
Memeriksa catatan atau bukti perbekalan farmasi dalam rangka penyimpanan
perbekalan farmasi. f.
Menganalisis daftar usulan perbekalan dalam rangka pengadaan penghapusan
perbekalan farmasi. g.
Evaluasi kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi.
h.
Memeriksa perbekalan farmasi dalam rangka Dispensing resep individu.
i.
Menyerahkan perbekalan farmasi dalam rangka Dispensing resep individu.
j.
Pelayanan informasi obat.
k.
Konseling obat.
4. Apoteker Utama a.
Mengawasi proses pemusnahan dalam rangka penghapusan perbekalan
farmasi. b.
Pelayanan informasi obat
c.
Konseling obat. (Departemen Kesehata Republik Indonesia. 2009. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 377/Menkes/Per/V/2009 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Apoteker dan Angka Kreditnya)
b.
Tugas Pokok dan Fungsi Apoteker Dalam Jabatan Struktural di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Jabatan struktural adalah suatu kedudukan yang menunjukkan tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak seorang oegawai dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi.
Universitas Indonesia
16
Pengangkatan pegawai kedalam suatu jabatan structural kesehatan dilakukan setelah memenuhi persyaratan kualifikasi serta standar kompetensi jabatan yang akan dipangkunya melalui proses rekruitmen dan seleksi sesuai peraturan perundang-undangan. Standar kompetensi jabatan sebagaimana dimaksud meliputi kompetensi dasar, kompetensi bidang dan kompetensi khusus. Adapun fungsi dan tugas Apoteker dalam jabatan struktural antara lain: 1. Perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan. 2. Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang kesehatan. 3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang kesehatan. 4. Pelaksanaan urusan kesekretariatan. 5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi. (Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah).
2.3 Pekerjaan Kefarmasian 2.3.1 Definisi Pekerjaan Kefarmasian Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep Dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pelaksanaan pekerjaan kefarmasian, meliputi : a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi. Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian. Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi. Pekerjaan kefarmasian yang berkaitan dengan proses produksi dan pengawasan mutu sediaan farmasi pada fasilitas produksi sediaan farmasi wajib dicatat oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya yang sesuai Standar Prosedur Operasional. Tenaga Kefarmasian dalam melakukan pekerjaan
Universitas Indonesia
17
kefarmasian
pada
fasilitas
produksi
sediaan
farmasi
harus
mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan danteknologi di bidang produksi dan pengawasan mutu.
b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi. Pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi harus memiliki Apoteker Penanggung Jawab. Pekerjaan kefarmasian yang berkaitan dengan distribusi atau penyaluran sediaan farmasi wajib dicatat oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya yang sesuai Standar Prosedur Operasional. Tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian
pada
fasilitas
produksi
sediaan
farmasi
harus
mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang distribusi dan penyaluran.
c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi. Pekerjaan kefarmasian dalam pelayanan sediaan farmasharus memiliki Apoteker penanggungjawab. Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep Dokter dilaksanakan oleh Apoteker. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian Apoteker dapat mengangkat seorang ApotekerPendamping yang memiliki SIPA, mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan Dokter dan/atau pasien. Pekerjaan kefarmasian yang berkaitan dengan pelayanan sediaan farmasi wajib dicatat oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya yang sesuai Standar Prosedur Operasional serta menerapkan standar pelayanan kefarmasian. Tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas
pelayanan
kefarmasian
wajib
mengikuti
paradigma
pelayanan
kefarmasian dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.
Universitas Indonesia
18
2.3.2 Tujuan Pekerjaan Kefarmasian Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk : a.
Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh
dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian; b.
Mempertahankan
dan
meningkatkan
mutupenyelenggaraan
Pekerjaan
Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan undangan; c.
Memberikan
kepastian
hukum
bagi
pasien,masyarakat
dan
Tenaga
Kefarmasian.
2.3.3 Tenaga Kefarmasian Tenaga
Kefarmasian
adalah
tenaga
yang
melakukan
Pekerjaan
Kefarmasian yang terdiri atas Apotekerdan Tenaga Teknis Kefarmasian. Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi, bagi Apoteker berupa STRA dan bagi Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK. Setiap tenaga kefarmasian yang melaksanakan pekerjaan kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja yaitu: a.
SIPA bagi Apoteker Penanggung Jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian.
b.
SIPA bagi Apoteker Pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian.
c.
SIK bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas
produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran atau d.
SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
2.3.4 Standar Kompetensi Apoteker Apoteker sebagai pelaku utama pelayanan kefarmasian yang bertugas sebagai pelaksana atau pemberi pelayanan kesehatan diberi wewenang sesuai dengan kompetensi pendidikan yang diperolehnya, sehingga terkait erat dengan hak dan kewajiban. Adapun Standar Kompetensi Apoteker terdiri dari 9 unit kompetensi yang sistematikanya sebagai berikut : Sembilan Kompetensi Apoteker di Indonesia :
Universitas Indonesia
19
a.
Mampu melakukan praktik kefarmasian secara profesional dan etik.
b.
Mampu menyelesaikan masalah terkait dengan penggunaan sediaan farmasi.
c.
Mampu melakukan dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan.
d.
Mampu memformulasi dan memproduksi sediaan farmasi dan alat kesehatan
sesuai standar yang berlaku. e.
Mempunyai keterampilan dalam pemberian informasi sediaan informasi dan
alat kesehatan. f.
Mampu berkontribusi dalam upaya preventif dan promotif kesehatan
masyarakat. g.
Mampu mengelola sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai dengan standar
yang berlaku. h.
Mempunyai keterampilan organisasi dan mampu membangun hubungan
interpersonal dalam melakukan praktik. i.
Mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
berhubungan dengan kefarmasian. Adapun kesembilan kompetensi tersebut dirinci menjadi masing-masing atas unit, elemen, untuk kerja dan kriteria penilaian.Berikut ini disampaikan rincian berupa unit kompetensi dari kompetensi tersebut. a. Unit kompetensi 1 merupakan etika profesi dan profesionalisme Apoteker dalam melakukan praktek kefarmasian, terdiri dari 7 elemen : 1.
Menguasai kode etik yang berlaku dalam praktik profesi
2.
Mampu menerapkan praktik kefarmasian secara legal dan professional sesuai
kode etik Apoteker Indonesia. 3.
Memiliki keterampilan berkomunikasi
4.
Mampu berkomunikasi dengan pasien
5.
Mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan
6.
Mampu berkomunikasi secara tertulis
7.
Mampu melakukan konsultasi/konseling sediaan farmasi dan alat kesehatan
(konseling farmasi).
b. Unit kompetensi 2 merupakan keahlian Apoteker dalam menyelesaikan setiap permasalahan terkait penggunaan sediaan farmasi, keahlian ini bukan sekedar
Universitas Indonesia
20
kemampuan teknis akan tetapi secara substantiv dibentuk oleh karakter patient care sehingga disamping mendeskripsikan pemahaman penyelesaian masalah juga keterampilan dan karakter yang didasari kepedulian kepada pasien. Terdiri dari 6 elemen : 1. Mampu menyelesaikan masalah penggunaan obat yang rasional 2. Mampu melakukan telaah penggunaan obat pasien 3. Mampu memonitoring efek samping obat (MESO) 4. Mampu melakukan evaluasi penggunaan obat 5. Mampu melakukan praktik therapeutic drug monitoring (TDM) 6. Mampu mendampingi pengobatan mandiri (swamedikasi) oleh pasien
c. Unit kompetensi 3 merupakan keahlian dasar Apoteker yang meliputi unsur pengetahuan, ketrampilan dan karakter sebagai care giver. Terdiri dari 3 elemen: 1. Mampu melakukan penilaian resep 2. Melakukan evaluasi obat yang diresepkan 3. Melakukan penyiapan dan penyerahan obat yang diresepkan
d. Unit
kompetensi
4
merupakan
keahlian
dalam
memformulasi
dan
memproduksi sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai standar yang berlaku. Terdiri dari 5 elemen: 1. Mampu melakukan persiapan pembuatan/produksi obat 2. Mampu membuat formulasi dan pembuatan/produksi sediaan farmasi 3. Mampu melakukan iv-admixture dan mengendalikan sitostatika/obat khusus 4. Mampu melakukan persiapan persyaratan sterilisasi alat kesehatan 5. Mampu melakukan sterilisasi alat kesehatan sesuai prosedur standar
e. Unit kompetensi 5 merupakan keterampilan dalam mengkomunikasikan pemahaman terhadap sediaan farmasi serta pengaruh (efek) yang ditimbulkan bagi pasien.Unit kompetensi ini disamping terbentuk pengetahuan juga keterampilan berkomunikasi serta sikap dan perilaku untuk menyampaikan informasi. Terdiri dari 2 elemen: 1.
Pelayanan informasi obat.
Universitas Indonesia
21
2.
Mampu menyampaikan informasi bagi masyarakat dengan mengindahkan
etika profesi kefarmasian.
f. Unit kompetensi 6 merupakan pemahaman Apoteker terhadap permasalah public health yang banyak dijumpai dilingkungan sekitar untuk kemudian berkontribusi sesuai dengan keahlian dan kewenangannya menurut Peraturan Perundang-undangan. Terdiri dari 1 elemen yaitu mampu bekerjasama dalam pelayanan kesehatan dasar.
g. Unit kompetensi 7 merupakan kemampuan Apoteker dalam bidang manajemen dengan didasari oleh pemahaman terhadap sifat fisika kimia sediaan farmasi dan alat kesehatan serta keahlian memanfaatkan teknologi sebagai alat bantu untuk mempermudah pengelolaan. Terdiri dari 6 elemen: 1.
Seleksi sediaan farmasi dan alat kesehatan
2.
Mampu melakukan pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
3.
Mampu mendesain, melakukan penyimpanan dan distribusi sediaan farmasi
dan alat kesehatan 4.
Mampu melakukan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai
peraturan 5.
Mampu menetapkan sistem dan melakukan penarikan sediaan farmasi dan
alat kesehatan 6.
Mampu melakukan infrastruktur dalam pengelolaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan
h.
Unit kompetensi 8 merupakan keterampilan dalam mengelola dan
mengorganisasikan serta ketrampilan menjaling hubungan interpersonal dalam melakukan praktik kefarmasian. Terdiri dari 6 elemen: 1. Mampu merencanakan dan mengelola waktu kerja 2. Mampu mengoptimalisasi kontribusi diri terhadap pekerjaan 3. Mampu bekerja dalam tim 4. Mampu membangun kepercayaan diri 5. Mampu menyelesaikan masalah
Universitas Indonesia
22
6. Mampu mengelola konflik
i. Unit kompetensi 9 merupakan karakter dan perilaku Apoteker untuk selalu meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dengan menyadari bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat cepat sehingga selalu memiliki karakter life-long learner. Terdiri dari 2 elemen : 1. Belajar sepanjang hayat dan kontribusi untuk kemajuan profesi. 2. Mampu menggunakan teknologi untuk pengembangan profesionalitas.
Universitas Indonesia
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS SEKSI SUMBER DAYA KESEHATAN
3.1 Lokasi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan merupakan unit kerja Dinas Kesehatan DKI Jakarta dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat di Wilayah Jakarta Selatan, yang berlokasi di Jl. Radio 1 No.8 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Suku Dinas Kesehatan yang dipimpin oleh Seorang Kepala Suku Dinas. Kepala Suku Dinas Kesehatan DKI Jakarta
secara
teknis,
dan
administrasi
berkedudukan
di
bawah
dan
bertanggungjawab kepada Kepala Dinas Kesehatan serta secara operasional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota Jakarta Selatan.
3.2 Seksi Sumber Daya Kesehatan Jakarta Selatan Seksi Sumber Daya Kesehatan dibagi menjadi beberapa subseksi untuk memudahkan pelaksanaan tugas dan fungsi Sumber Daya Kesehatan. Subseksi yang terdapat pada Seksi Sumber Daya Kesehatan adalah: a. Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan b. Subseksi Tenaga Kesehatan c. Subseksi Standarisasi Mutu Kesehatan d. Subseksi Farmasi Makanan dan Minuman Setiap subseksi tersebut memiliki fungsi dan tugas khusus yang berbeda serta mendukung pelaksanaan tugas-tugas dari Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK).
3.2.1 Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Tugas Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan yaitu melaporkan dan mempertanggung jawabkan tugas Seksi Sumber Daya Kesehatan. Seksi Sumber Daya Kesehatan
23
Universitas Indonesia
24
dibagi menjadi 3 subseksi untuk memudahkan pelakasanaan tugas dan fungsi Seksi Sumber Daya Kesehatan.
3.2.2 Subseksi Tenaga Kesehatan Koordinator Tenaga Kesehatan merupakan Satuan Kerja Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan tenaga kesehatan. Koordinator Tenaga Kesehatan dipimpin oleh Seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan. Koordinator Tenaga Kesehatan Mempunyai Tugas sebagai berikut: a.
Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Sumber Daya Kesehatan sesuai dengan lingkup tugasnya. b.
Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Sumber Daya
Kesehatan sesuai dengan lingkup tugasnya. c.
Menyusun pedoman pembinaan, pengembangan, dan pengendalian tenaga
fungsional kesehatan dilingkungan kesehatan. d.
Melaksanakan
pembinaan
dan
pengembangan
kompetensi
serta
pengembangan karier tenaga fungsional kesehatan pada sarana kesehatan milik pemerintah daerah. e.
Menyusun standar kompetensi tenaga fungsional kesehatan.
f.
Menyusun kurikulum pendidikan dan pelatihan tenaga fungsional kesehatan.
g.
Melaksanakan pendayagunaan tenaga tenaga kesehatan.
h.
Menerima, meneliti/menguji kelengkapan persyaratan dan memproses
pendaftaran dan pemberian izin kerja tenaga kesehatan. i.
Melaksanakan kegiatan uji kompetensi jabatan struktural melalui badan
Pertimbangan Jabatan tingkat Dinas Kesehatan. j.
Melaksanakan kegiatan uji kompetensi profesi tenaga kesehatan.
k.
Melaksanakan kegiatan supervisi, pembinaan, pengendalian dan sertifikasi
institusi pendidikan tenaga kesehatan. l.
Melaksanakan kerja sama dan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan
instansi
Universitas Indonesia
25
pemerintah/swasta terkait, dalam rangka pembinaan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan tenaga kesehatan dan institusi pendidikan tenaga kesehatan serta diklat tenaga kesehatan. m. Mongorganisasikanseleksi penerimaan siswa/mahasiswa baru dan evaluasi proses belajar mengajar di institusi pendidikan tenaga kesehatan. n.
Melakukan monitoring, evaluasi dan membuat laporan pelaksanaan kegiatan
pembinaan, pengawasan, pengendalian dan pengembangan tenaga kesehatan dan institusi pendidikan tenaga kesehatan serta pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan. o.
Menyiapkan bahan laporan Seksi Sumber Daya Kesehatan yang terkait
dengan tugas Koordinator Tenaga Kesehatan. p.
Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas koordinator
Tenaga Kesehatan.
3.2.3 Subseksi Pengelola Standarisasi Mutu Kesehatan Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan merupakan Satuan Kerja Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pengembangan sistem manajemen mutu di Dinas Kesehatan. Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan mempunyai tugas sebagai berikut: a.
Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Sumber Daya Kesehatan sesuai dengan lingkup tugasnya. b.
Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Sumber Daya
Kesehatan sesuai dengan lingkup tugasnya. c.
Menyusun pedoman perumusan sistem manajemen mutu di Dinas Kesehatan.
d.
Melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pengendalian penerapan sistem
manajemen mutu di Suku Dinas Kesehatan. e.
Melaksanakan fasilitasi, koordinasi dan kerja sama pengembangan sistem
manajemen mutu di Suku Dinas Kesehatan. f.
Melaksanakan penelitian dan pengembangan bidang kesehatan.
g.
Melaksanakan kegiatan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan di bidang
kesehatan.
Universitas Indonesia
26
h.
Melakukan pengendalian rnutu pelayanan di sarana kesehatan.
i.
Melaksanakan pernbinaan Unit Kerja/Satuan Kerja Dinas Kesehatan dalam
penerapan sistem manajemen mutu kesehatan. j.
Mengembangkan partisipasi dan kepedulian tenaga kesehatan dalam
penerapan sistem manajemen mutu kesehatan. k.
Melaksanakan evaluasi sistem manajemen mutu.
l.
Menghimpun, mengolah, memelihara, menyajikan, mengembangkan dan
memanfaatkan data dan informasi kegiatan penerapan sistem manajemen mutu kesehatan. m. Mengoordinasikan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Seksi Sumber Daya Kesehatan. n.
Mengoordinasikan penyusunan laporan (keuangan, kinerja, kegiatan dan
akuntabilitas) Seksi Sumber Daya Kesehatan. o.
Menyiapkan bahan laporan Seksi Sumber daya Kesehatan yang terkait
dengan tugas Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan. p.
Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Koordinator
Standarisasi Mutu Kesehatan.
3.2.4 Subseksi Farmasi Makanan dan Minuman Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman merupakan Satuan Kerja Seksi Sumber Daya Kesehatan dalam pelaksanaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian farmasi, makanan dan minuman. Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman mempunyai tugas sebagai berikut: a.
Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Sumber Daya Kesehatan sesuai dengan lingkup tugasnya. b.
Melaksanakan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Bidang Sumber Daya
Kesehatan sesuai dengan lingkup tugasnya. c.
Melaksanakan penyusunan petunjuk teknis pemberian rekomendasi usaha dan
kegiatan, produksi, peredaran, perdagangan dan penggunaan obat dan perbekalan.
Universitas Indonesia
27
d.
Melaksanakan pemberian rekomendasi usaha dan kegiatan produksi
peredaran, perdagangan dan penggunaan obat dan perbekalan. e.
Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pengawasan dan
pembinaan obat dan perbekalan farmasi. f.
Melaksanakan penyusunan petunjuk teknis pemberian perizinan usaha dan
kegiatan penyediaan makanan dan minuman. g.
Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pemberian
perizinan, pengawasan dan pembinaan usaha dan kegiatan penyediaan makanan dan minuman. h.
Menyusun pedoman/petunjuk teknis/petunjuk pelaksanaan pembinaan,
pengawasan dan pengendalian terhadap pengadaan bahan baku, produksi, distribusi dan pelayanan kefarmasian, makanan dan minuman. i.
Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD), dan Instansi pemerintah/swasta terkait, dalam rangka pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap pengadaan bahan baku, produksi, peredaran, perdagangan dan penggunaan obat dan perbekalan kesehatan, serta makanan dan minuman. j.
Menghimpun, mengolah, memelihara, menyajikan, mengembangkan dan
memanfaatkan data dan informasi usaha dan kegiatan produksi, peredaran, perdagangan dan penggunaan obat, perbekalan kesehatan serta makanan dan minuman. k.
Menyiapkan bahan laporan Seksi Sumber Daya Kesehatan yang terkait
dengan tugas Seksi Farmasi, Makanan dan Minuman. l.
Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Seksi Farmasi
Makanan dan Minuman.
3.2.4.1 Pelayanan Perizinan Tenaga dan Sarana Farmakmin Setiap orang dan atau badan hukum yang menyiapkan, meracik, dan atau mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, serta industri rumah tangga yang memproduksi, mengolah, dan mendistribusikan makanan dan minuman, wajib mngajukan perizinan. Perizinan
Universitas Indonesia
28
diajukan kepada kepala dinas kesehatan, namun dengan adanya otonomi daerah, maka peizinan diajukan ke suku dinas keshatan kota/kabupaten administrasi. Jenis perizinan yang telah dilaksanakan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan adalah sebagai berikut : a. Perizinan Apotek Dalam mendirikan Apotek terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu persyaratan bangunan, perlengkapan dan tenaga kerja. Spesifikasi persyaratan yang harus dipenuhi di Jakarta Selatan antara lain : 1. Persyaratan bangunan a.
Bangunan Apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang
peracikan, ruang penyerahan obat, ruang administrasi dan kamar kerja Apoteker, tempat pencucian alat dan WC. b.
Mempunyai sumber air yang memenuhi persyaratan kesehatan, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku c.
Penerangan yang cukup sehingga dapat menjalankan pelaksanaan dan fungsi
Apotek dengan baik d.
Alat pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, sekurang-kurangnya
dua buah e.
Ventilasi dan sanitasi yang baik serta memenuhi persyaratan hygiene.
2. Persyaratan perlengkapan a.
Perlengkapan dan alat perbekalan farmasi berupa rak penyimpanan, lemari
pendingin, lemari narkotika, dan lemari psikotropika. b.
Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan antara lain timbangan gram dan
miligram beserta anak timbangan yang sudah ditara minimal satu set, mortir, stamper, gelas ukur, beaker glasss, batang pengaduk, spatel, botol, pengisi kapsul. c.
Wadah pengemas dan pembungkus seperti etiket, plastik, kapsul kosong, pot
plastik, kertas perkamen dan botol d.
Alat administrasi seperti blanko surat pemesanan obat, kartu stok, salinan
resep, faktur dan nota penjualan, buku pencatatan narkotika dan psikotropika serta form laporan obat narkotika dan psikotropika e.
Kumpulan buku peraturan dan perundang-undangan di bidang obat
Universitas Indonesia
29
3. Persyaratan tenaga kerja a. Apoteker pengelolah Apotek yang telah memiliki SIPA. b. Apoteker pendamping yang telah memiliki SIPA Pendamping. c. Asisten Apoteker yang telah memiliki STRTTK d. Tenaga lainnya
4. Persyaratan Admistrasi Persyaratan administratif yang secara makro harus terpenuhi dalam memperoleh izin sarana Apotek di Jakarta Selatan adalah sebagai berikut: a. Kepemilikan tanah dan izin atau surat perjanjian sewa bangunan b. Peta lokasi dan denah bangunan c. Pengesahan dari Departemen Kehakiman jika berbentuk Badan Hukum d. Organisasi dan tata kerja : i. Struktur organisasi dan nama petugas ii. Hubungan pemilik dan pengelola atau penanggungjawab iii. Apoteker pengelola Apotek penanggung jawab sebagai pemilik sarana 1) Perpajakan : Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemilik sarana atau Badan Hukum lainnya 2) Undang-undang Gangguan (UUG) 3) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); 4) Daftar buku kepustakaan; 5) Fotocopy KTP dari pemilik dan penanggung jawab e. Surat keputusan dan pengangkatan petugas atau pegawai sarana f. Daftar ketenagaan dari seluruh petugas atau pegawai sarana. g. Surat izin yang berhubungan dengan petugas, yaitu : i. Tenaga Apoteker : Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA), Surat Izin Praktek Apoteker(SIPA) dan KTP. ii. Tenaga D3 farmasi :Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK) dan KTP. iii. Tenaga
Asisten
Apoteker
:Surat
Tanda
Registrasi
Tenaga
Teknis
Kefarmasian selanjutnya disingkat STRTTK dan KTP.
Universitas Indonesia
30
iv. Tenaga lain : ijazah, KTP dan bila perlu sertifikat tanda pernah ditraining terhadap produk yang diedarkan.
5. Perizinan Sarana Apotek Surat permohonan izin Apotek dibuat oleh Apoteker Pengelola Apotek dan ditujukan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan setempat sebanyak tiga rangkap, satu rangkap diatas materai Rp. 6000, disertai berkas berikut : a.
Akte pendirian perusahaan bila berbentuk Badan Hukum disahkan/terdaftar
pada Kementerian Kehakiman dan HAM RI. b.
Fotocopy KTP dan Pemilik Sarana Apotek (PSA) dan Apoteker Pengelolah
Apotek. c.
Fotocopy ijazah dan STRA.
d.
Fotocopy status gedung milik sendiri dengan melampirkan sertifikat IMB
(Izin Mendirikan Bangunan). e.
Fotocopy perjanjian kontrak bangunan dan KTP pemilik bangunan yang
masih berlaku minimal dua tahun jika bangunan di sewa; f.
Fotocopy UUG (Undang-undang Gangguan) serta keterangan domisili dari
Kelurahan setempat; g.
Surat pernyataan permohonan yang menyatakan akan tunduk dan patuh pada
peraturan yang berlaku diatas materai Rp. 6000,h.
Peta lokasi dan denah ruangan
i.
Surat pernyataan dan pemilik sarana Apotek bahwa tidak terlibat dan tidak
akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi atau obat dan tidak ikut campur dalam hal pengelolaan obat diatas materai Rp 6000,-; j.
Surat pernyataan Apoteker pengelolah Apotek bahwa Apoteker tersebut tidak
bekerja pada bidang farmasi lain di atas materai Rp. 6000,-; k.
Surat pernyataan tidak melakukan penjualan Narkotika dan psikotropika
tanpa resep di atas materai Rp. 6000,-; l. m.
Surat izin dari atasan bagi APA yang berasal dari PNS atau ABRI; Salinan akte perjanjian kerjasama antara APA dan PSA yang telah dilegalisir
notaris; n.
Struktur organisasi dan tata kerja;
Universitas Indonesia
31
o.
Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan;
p.
Daftar Asisten Apoteker/D3 Farmasi (nama, KTP, ijazah, SIK, surat
pernyataan bersedia bekerja dan surat berhenti bekerja dari Apotek terdahulu; q.
Rencana jadwal buka Apotek;
r.
Daftar peralatan peracikan obat dan perlengkapan Apotek;
s.
Buku wajib peraturan Perundang-undangan di Bidang Farmasi;
t.
Form laporan narkotika dan psikotropika serta perlengkapan Administrasi
lainnya (etiket, kartu stok, copy resep, blanko Surat Pemesanan dan blanko faktur); u.
Foto berwana Apoteker Pengelolah Apotek (APA) dan Pemilik Sarana
Apotek (PSA) sebanyak 3 lembar; Bila semua persyaratan telah dilengkapi, Koordinator Farmakmin menjadwalkan pemeriksaan lapangan atas persetujuan pemohon dan membuat usulan surat tugas tim untuk pemeriksaan lapangan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Atas usulan Koordinator Farmakmin, Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan menandatangani surat tugas tersebut, maka Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan bersama beberapa staf (tim pemeriksa) turun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan setempat. Tugas dari tim pemeriksaan adalah : 1. Melakukan peninjauan ke lokasi, dengan tujuan untuk menilai apakah lokasi tersebut layak didirikan dan diadakan pelayanan kesehatan. 2. Memeriksa persyaratan fisik dan bangunan. 3. Memeriksa kelengkapan ketenagaan. 4. Memeriksa kelengkapan peralatan lain, baik yang umum maupun yang khusus, yang diperlukan untuk peracikan, produksi atau penyimpanan dan lainnya. Setelah selesai dilakukan pemeriksaan ke lokasi. Tim pemeriksaan membuat analisis/berita acara terhadap hasil pemeriksaan tersebut. Berita acara hasil pemeriksaan Apotek dapat dilihat pada lampiran 4. Koordinator Farmakmin melaporkan hasil pemeriksaan kepada Kepala Sudinkes dengan melampirkan berita acara pemeriksaan lapangan dan hasil analisisnya. Kemudian Kepala Sudinkes akan mengevaluasi hasil kelayakan penerbitan izin (berita acara pemeriksaan Apotek, berkas permohonan, sertifikat
Universitas Indonesia
32
surat izin). Apabila dianggap layak maka surat izin dapat ditandatangani dan diterbitkan. Namun, apabila dianggap tidak layak maka proses kembali ke Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan. Pemberian izin Apotek yang dikeluarkan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan tahun 2010 sebanyak 205, tahun 2011 sebanyak 190, tahun 2012 sebanyak 44, tahun 2013 sebanyak 90 sehingga izin Apotek yang telah dikeluarkan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan sebanyak 837.
b. Perizinan Pedagang Eceran Obat Untuk mendirikan toko obat,terdapat persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon, diantaranya memiliki bangunan, sarana dan fasilitas yang lengkap, papan nama yang sesuai, dengan ketentuan yang berlaku. Persyaratan lain yang harus dipenuhi. Pedagang Eceran Obat (PEO) untuk mendirikan toko obat antara lain : 1) Permohonan izin; 2) Fotokopi KTP Pemohon/pemilik toko obat; 3) Akta pendirian perusahaan bila berbentuk Badan Hukum yang disahkan terdaftar pada Menke HAM; 4) Gambar denah lokasi tempat usaha dan denah ruangan (Toko); 5) Fotokopi ijazah dan STRTTK; 6) Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai AA Penanggung Jawab teknis pada toko obat di atas materai 6000,-; 7) Fotokopi tanda bukti pemilikan tempat/status bangunan tempat usaha milik sendiri lampirkan sertifikat dan bila sewa minimal 2 (dua) tahun dengan melampirkan surat sewa dan Fotokopi KTP pemilik; 8) Fotokopi SIUP (TDUP, Bila bentuk badan hukum); 9) Fotokopi NPWP Pemilik; 10) Surat pernyataan tidak akan menjual obat daftar G dan tidak melayani resep dokter; 11) Pasfoto berwarna pemohon dan AA penanggung jawab (2 lembar, ukuran 4x6);
Universitas Indonesia
33
Bila semua persyaratan telah dilengkapi, Koordinator Farmakmin menjadwalkan pemeriksaan lapangan atas persetujuan pemohon dan membuat usulan surat tugas tim untuk pemeriksaan lapangan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Atas usulan Koordinator Farmakmin, Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan menandatangani surat tugas tersebut, maka Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan bersama beberapa staf (tim pemeriksa) turun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan setempat. Setelah selesai dilakukan pemeriksaan ke lokasi. Tim pemeriksaan membuat laporan berita acara terhadap hasil pemeriksaan tersebut. Koordinator Farmakmin melaporkan hasil pemeriksaan kepada Kepala Sudinkes dengan melampirkan berita acara pemeriksaan lapangan dan hasil analisisnya. Kemudian Kepala Sudinkes akan mengevaluasi hasil kelayakan penerbitan izin (berita acara pemeriksaan PEO, berkas permohonan, sertifikat surat izin). Apabila dianggap layak maka surat izin dapat ditandatangani dan diterbitkan. Namun, apabila hasil pemeriksaan sarana dinyatakan tidak layak, maka Seksi Sumber Daya Kesehatan membuat surat pemberitahuan kepada pemohon untuk segera melengkapi persyaratan dalam waktu maksimal 1 bulan, bila dalam waktu 1 bulan belum bisa melengkapi dianggap pemohon mengundurkan diri. Pemberian izin PEO yang dikeluarkan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan tahun 2010 sebanyak 30, tahun 2011 sebanyak 25, tahun 2012 sebanyak 53, tahun 2013 sebanyak 27 sehingga izin PEO yang telah dikeluarkan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan sebanyak 108.
c. Perizinan Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) Berdasarkan ketentuan yang dibuat oleh Suku Dinas Kesehatan, untuk mengajukan permohonan Izin Usaha Mikro Obat Tradisional. Persyaratan izin UMOT terdiri dari: 1) Surat permohonan persetujuan prinsip UMOT; 2) Akte Pendirian Perusahaan, bila dalam bentuk PT disahkan oleh Menkeh HAM atau Akte Koperasi yang telah disahkan oleh Departemen Koperasi; 3) Fotokopi KTP pemilik; 4) Fotokopi KTP Apoteker Penanggung Jawab Teknis;
Universitas Indonesia
34
5) Fotokopi Ijazah Apoteker; 6) Fotokopi Surat Izin Kerja Apoteker 7) Fotokopi Surat lolos butuh bagi Apoteker dari luar Provinsi DKI Jakarta; 8) Fotokopi Surat Izin Usaha Mikro Obat Tradisional dari Sudin Perindag; 9) Surat Pernyataan tidak bekerja pada Perusahaan lain di atas materai Rp.6000,10) Surat Perjanjian Kerjasama antara Apoteker dengan pihak perusahaan di atas materai Rp.6000,-; 11) Fotokopi NPWP Perusahaan; 12) Undang-undang Gangguan yang telah dilegalisir untuk Usaha Mikro Obat Tradisional; 13) Fotokopi IMB dan bila sewa, lampirkan surat sewa menyewa minimal 5 (lima) tahun beserta Fotokopi KTP pemilik gedung; 14) Surat pernyataan pengolahan limbah di atas materai Rp.6000,-. Bila semua persyaratan telah dilengkapi, Koordinator Farmakmin menjadwalkan pemeriksaan lapangan atas persetujuan pemohon dan membuat usulan surat tugas tim untuk pemeriksaan lapangan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Atas usulan Koordinator Farmakmin, Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan menandatangani surat tugas tersebut, maka Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan bersama beberapa staf (tim pemeriksa) turun ke lapangan untuk melakukan pemeriksaan setempat. Setelah selesai dilakukan pemeriksaan ke lokasi. Tim pemeriksaan membuat analisis/berita acara terhadap hasil pemeriksaan tersebut. Koordinator Farmakmin melaporkan hasil pemeriksaan kepada Kepala Sudinkes dengan melampirkan berita acara pemeriksaan lapangan dan hasil analisisnya. Kemudian Kepala Sudinkes akan mengevaluasi hasil kelayakan penerbitan izin (berita acara pemeriksaan UMOT, berkas permohonan, sertifikat surat izin). Apabila dianggap layak maka surat izin dapat ditandatangani dan diterbitkan. Namun, apabila hasil pemeriksaan sarana dinyatakan tidak layak, maka Seksi Sumber Daya Kesehatan membuat surat pemberitahuan kepada pemohon untuk segera melengkapi persyaratan dalam waktu maksimal 1 bulan, bila dalam waktu 1 bulan belum bisa melengkapi dianggap pemohon mengundurkan diri.
Universitas Indonesia
35
Pemberian izin UMOT yang dikeluarkan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, tahun 2011 sebanyak 1, tahun 2012 sebanyak 1, sehingga izin UMOT yang telah dikeluarkan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan sebanyak 2.
d. Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) Untuk mendapatkan izin Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT), pemohon harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut : 1) Surat permohonan dari Direktur atau Pimpinan perusahaan yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Kotamadya setempat sebanyak dua rangkap dan satu rangkap di atas materai Rp. 6000,- ; 2) Surat izin perindustrian atau TDI (Tanda Daftar Industri) dari Dinas/ Sudin perindustrian ( yang operasionalnya > dari lima juta rupiah); 3) Surat keterangan dari sudin perindustrian dan energi (yang operasionalnya > dari lima juta rupiah); 4) Fotokopi sertifikat penyuluhan keamanan pangan; 5) Akte pendirian perusahaan, bila dalam bentuk CV lampirkan akte notaris; 6) Peta lokasi; 7) Denah ruang produksi; 8) Rancangan etiket atau label; 9) Fotokopi KTP pemilik; 10) Pas foto pemilik 3x4 berwarna sebanyak 2 lembar; 11) Data produk makanan yang akan diproduksi; 12) Khusus untuk produk pengemasan kembali, harus ada surat keterangan dari asal produk; 13) Status bangunan (sewa/milik sendiri). Apabila milik sendiri harus melampirkan Fotokopi sertifikat dan bila sewa harus melampirkan surat sewa minimal dua tahun beserta Fotokopi pemilik bangunan yang masih berlaku. Bila semua persyaratan telah dilengkapi, maka dilakukan pemeriksaan lapangan yang dilaksanakan oleh Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan dan beberapa staf (tim pemeriksa). Setelah selesai dilakukan pemeriksaan ke lokasi. Tim pemeriksaan membuat analisis/berita acara terhadap hasil pemeriksaan tersebut. Koordinator Farmakmin melaporkan hasil pemeriksaan kepada Kepala
Universitas Indonesia
36
Sudinkes dengan melampirkan berita acara pemeriksaan lapangan dan hasil analisisnya. Kemudian Kepala Sudinkes akan mengevaluasi hasil kelayakan penerbitan izin (berita acara pemeriksaan PIRT, berkas permohonan, sertifikat surat izin). Apabila dinilai bahwa PIRT telah memenuhi persyaratan maka Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan dapat mengeluarkan sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Namun, apabila hasil pemeriksaan lapangan belum memenuhi persyaratan, maka Suku Dinas Kesehatan akan menginformasikan kepada pemohon untuk segera melengkapi persyaratan.
3.2.4.2 Kegiatan Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian
Pelayanan
Kefarmasian Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan melaksanakan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan DKI Jakarta yaitu melaksanakan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap teknis pelaksanaan program di kota administrasi misalnya Apotek, Puskesmas dan Rumah Sakit. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan dapat memberikan
teguran dan pencabutan izin.
Pembinaan, pengawasan, pengendalian berfungsi untuk memantau proses-proses dan produk-produk layanan dibidang kesehatan secara efektif dan efisien dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat sehingga kepuasan masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan akan dapat dipenuhi secara optimal sesuai dengan sumber daya yang ada. a. Pembinaan Kegiatan pembinaan yang dilakukan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan adalah sebagai berikut : 1.
Mengadakan rapat koordinasi seperti rapat sosialisasi perundangan-undangan
terbaru mengenai Apotek, PEO, UMOT, PIRT , PKM, Obat dan Cab/Sub-PAK bekerjasama dengan instalasi terkait contoh IAI, BPOM, Dinas dan Depkes. 2.
PAFI (Persatuan Ahli Farmasi Indonesia) di Jakarta Selatan diadakan per 2
bulan.
Universitas Indonesia
37
b. Pengawasan Kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Suku Dinas oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan adalah sebagai berikut: (1) 1.
Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan
minuman. 2.
Memberikan rekomendasi/perizinan praktek tenaga kesehatan
3.
Melayani rekomendasi usaha.
4.
Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian sarana
Farmasi Makanan Minuman (Farmakmin), yang meliputi Apotek, Toko Obat, Usaha Mikro Obat Tradisional, Cabang-PAK, dan PIRT. 5.
Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada
lingkup Kota/Kabupaten Administrasi Jakarta Selatan. 6.
Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat generik dan
persediaan cadangan obat esensial. 7.
Melaksanakan survei kepuasan pelanggan.
8.
Menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan. 9.
Menyusun bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan sesuai dengan lingkup tugasnya. Salah satu pengawasan yang dilakukan oleh subseksi Farmakmin di Suku Dinas Jakarta Selatan, yaitu evaluasi hasil pelaporan penggunaan obat Narkotik dan Psikotropik. a.
Narkotika Berdasarkan Undang-undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika
menyatakan
bahwa
industri
farmasi,
Pedagang
Besar
Farmasi,
sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan atau pengeluaran Narkotika yang ada dalam penguasaannya. Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan yang ditanda tangani oleh Apoteker Pengelola Apotek. Laporan Narkotika tersebut terdiri dari:
Universitas Indonesia
38
1) Laporan penggunaan bahan baku narkotika Laporan bahan baku narkotika untuk industri farmasi dikirim kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2) Laporan penggunaan sediaan jadi narkotika Laporan
narkotika
dikirim
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota atau Sudinkes Jakarta Selatan setiap bulan dengan ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek, dan harus dikirim selambat-lambatnya tanggal 10 pada bulan berikutnya dengan tembusan kepada Balai Besar POM DKI dan arsip.
b.
Psikotropika Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997 pasal 33 yakni pabrik obat, PBF,
sarana penyimpanan sediaan farmasi, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan masing-masing yang berhubungan dengan psikotropika dan wajib melaporkan kepada Menteri Kesehatan secara berkala. Untuk mempermudah pelaporan, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Ditjen Binfar dan Alkes, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia mengembangkan sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP). Aplikasi ini diperuntukkan bagi seluruh sarana distribusi, Unit Pelayanan, Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi Seluruh Indonesia. Jika sebagai Unit Pelayanan belum
terdaftar
silahkan
mendaftar
terlebih
dahulu
di
http://www.sipnap.kemkes.go.id Sistem pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) merupakan suatu bentuk pengawasan dan pengendalian sarana kefarmasian baik produksi, distribusi dan pelayanan dengan tujuan mencegah terjadinya penyalahgunaan. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan dalam menjalankan tugas dan fungsi Binwasdal mempunyai wewenang dalam memverifikasi laporan Narkotika dan Psikotropika disetiap sarana kefarmasian yang berada di wilayah Jakarta Selatan, yang pelaporannya selambat-lambatnya setiap tanggal 10 bulan berjalan.
Universitas Indonesia
39
Kegiatan ini rutin dilakukan setiap bulannya oleh Seksi Farmasi Makanan dan Minuman di Suku Dinas Jakarta Selatan. Hasil rekapitulasi pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika dari unit pelayanan (Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan pelaporan SIPNAP, selanjutnya Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan Dirjen Binfar dan Alkes). SIPNAP
dilakukan
secara
online
menggunakan
aplikasi
yang
dikembangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia sebulan sekali. Tujuannya ialah membangun sistem yang dapat terintegrasi dalam melakukan pengawasan secara menyeluruh dari penyediaan hingga penyerahan obat golongan narkotik dan psikotropik sehingga dapat meminimalkan bahaya penyalahgunaan serte peredaran gelap narkotika dan psikotropika. Pelaporan melalui SIPNAP juga bertujuan menjamin ketersediaan narkotika dan psikotropika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan.
c. Pengendalian Pelayanan Kefarmasian Kegiatan pengendalian pelayanan kefarmasian yang dilakukan di lingkungan Dinas Kesehatana adalah pelayanan kesehatan di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kecamatan dan Puskesmas Kelurahan. Berdasarkan Kepmenkes No 128/menkes/SK/2/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembanguna kesehatan di suatu wilayah kerja. Pengadaan Puskesmas ini bertujuan untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas. Untuk mencapai tujuan tersebut, puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
Universitas Indonesia
40
3.2.4.3 Pengelolaan Persediaan Obat dan Perbekalan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan melakukan pengelolaan obat buffer yang dibutuhkan Puskesmas yang berada di Wilayah Jakarta Selatan. Persediaan pengaman (buffer stock) merupakan persediaan yang dibangun untuk menghadapi keadaan yang tidak menentu yang disebabkan oleh perubahan permintaan ataupun kemungkinan perubahan pada pengisian kembali. Sistem pengelolaan obat di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan meliputi : a.
Perencanaan Kebutuhan
Tahap perencanaan kebutuhan obat meliputi : 1. Tahap Persiapan Perencanaan dan pengadaan obat merupakan suatu kegiatan dalam rangka menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit serta kebutuhan pelayanan kesehatan, hal ini dapat dilakukan dengan membentuk tim perencanaan pengadaan obat yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan dana obat yang dibiayai melalui sumber anggaran APBN dan APBD. 2. Tahap Perencanaan a. Tahap pemilihan obat Tahap ini untuk menentukan obat-obat yang sangat diperlukan sesuai dengan kebutuhan di Puskesmas yang ada di Jakarta Selatan, dengan prinsip dasar menentukan jenis obat yang akan digunakan atau dibeli. b. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat Komplikasi pemakaian obat adalah rekapitulasi data pemakaian obat di unit pelayanan kesehatan, yang bersumber dari laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO). Kompilasi pemakaian obat dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung stok optimum. Informasi yang diperoleh adalah : 1) Pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing Puskesmas di Jakarta Selatan pertahun. 2) Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh unit Puskesmas di Jakarta Selatan. 3) Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tiap Puskesmas di Jakarta Selatan secara periodik.
Universitas Indonesia
41
c. Tahap perhitungan kebutuhan obat Tahap ini untuk menghindari masalah kekosongan obat atau kelebihan obat. Dengan koordinasi dari proses perencanaan dan pengadaan obat diharapkan obat yang dapat tepat jenis, tepat jumlah dan tepat waktu. Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, yaitu : 1) Metode konsumsi Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. 2) Metode Epidemiologi Memperkirakan kebutuhan obat berdasarkan jumlah kehadiran pasien, kejadian penyakit yang umum dan pola perawatan standar dari penyakit yang ada. 3) Analisa VEN-ABC Analisa VEN yaitu memperkirakan kebutuhan obat berdasarkan dampak jenis obat pada kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan kedalam tiga kelompok berikut : a.
Kelompok V : Kelompok obat yang vital yaitu persediaan obat yang selalu tersedia untuk melayani permintaan obat guna pengobatan atau penyelamatan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang menyebabkan kematian.
b.
Kelompok E : Kelompok obat esensial perbekalan yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak yang ada di suatu daerah atau unit pelayanan kesehatan.
c.
Kelompok N : Kelompok non esensial adalah perbekalan pelengkap agar tindakan atau pengobatan menjadi lebih baik.
Analisa ABC yaitu memperkirakan kebutuhan obat berdasarkan kebutuhan dananya yaitu : a.
Kelompok A Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan.
Universitas Indonesia
42
b.
Kelompok B Adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
c.
Kelompok C Adalah kelompok jenis obat yangjumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan.
b.
Pengadaan Pengadaan obat di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan yang dibiayai
dengan APBN dan APBD dapat dilaksanakan dengan efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan dan adil.Pengadaan obat di Suku Dinas Jakarta Selatan dilakukan dengan tender terbuka dan tender tertutup dan diatur oleh panitia pangadaan yang dikelola bagian tata usaha.
c.
Penyimpanan Penyimpanan obat di GudangSuku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan
berdasarkan FEFO, FIFO dan alfabetis, berdasarkan bentuk sediaan.
d.
Pendistribusian Pendistribusian berdasarkan permintaan obat Puskesmas di Jakarta
Selatan.Tata Cara Pendistribusian obat di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan adalah sebagai berikut: 1.
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan melaksanakan distribusi obat ke
Puskesmas di wilayah kerjanya sesuai dengan kebutuhan masing-masing unit pelayanan kesehatan. 2.
PuskesmasKecamatan
mendistribusikan
kebutuhan
obat-obatan
untuk
PuskesmasKelurahan, Puskesmas Keliling dan Unit Pelayanan Kesehatan lainnya yang ada di wilayah binaannya. 3.
Distribusi obat-obatan dapat pula dilaksanakan langsung dari Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Selatan ke PuskesmasKecamatanyang ada di Jakarta Selatan
Universitas Indonesia
43
sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah atas persetujuan Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. 4.
Obat-obatan yang akan dikirim ke Puskesmas harus disertai dengan SBBK
(Surat Bukti Barang Keluar). Sebelum dilakukan pengepakan atas obat-obatan yang akan dikirim, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap : a. Jenis dan jumlah obat b. Kualitas / kondisi obat c. Isi kemasan dan kekuatan sediaan d. Kelengkapan dan kebenaran dokumen pengiriman obat e. Nomor Batch f. Tanggal Kadaluarsa 5.
Tiap pengeluaran obat dari Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan dicatat
pada kartu stok obat dan kartu stok induk obat serta buku harian pengeluaran obat.
e.
Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan pelaporan data obat di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan
merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan obat secara tertib baik obat yang diterima, disimpan, didistribusikan.Meliputi pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Bentuk pelaporan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan terdiri dari LPLPO yang diadaka per bulan, laporan monitoring evaluasi yang dilakukan per 3 bulan dan laporan psikotropika dan narkotika per 3 bulan.
3.3 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kegiatan pelayanan kefarmasian di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan salah satunya Puskesmas. Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok. Puskesmas di Jakarta Selatan ada 2 yaitu Puskesmas Kecamatan dan Puskesmas Kelurahan.
Universitas Indonesia
44
Puskesmas Kecamatan merupakan Puskesmas pembina, yang membawahi Puskesmas Kelurahan sebanyak 68, Puskesmas Kecamatan terdiri dari 10 Puskesmas yaitu : a.
Puskesmas Kecamatan Tebet dengan pasien perhari lebih kurang 500 pasien
dengan jumlah Apoteker dua orang dan Asisten Apoteker empat orang. b.
Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu dengan pasien perhari lebih kurang 400
pasien jumlah Apoteker satu orang dan Asisten Apoteker dua orang c.
Puskesmas Kecamatan Cilandak dengan pasien perhari lebih kurang 300
pasien, jumlah Apoteker satu orang dan Asisten Apoteker satu orang d.
Puskesmas Kecamatan Kebayoran baru dengan pasien perhari lebih kurang
200 pasien, jumlah Apoteker dua orang e.
Puskesmas Kecamatan Jagakarsa dengan pasien perhari lebih kurang 200
pasien, jumlah Apoteker dua orang dan Asisten Apoteker 3 orang f.
Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru dengan pasien perhari lebih kurang
150 pasien, jumlah Apoteker dua orang g.
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan dengan pasien perhari lebih kurang 150
pasien, jumlah Apoteker satu orang dan Asisten Apoteker satu orang h.
Puskesmas Kecamatan Setiabudi dengan pasien perhari lebih kurang 100
pasien, jumlah Apoteker satu orang dan Asisten Apoteker dua orang i.
Puskesmas Kecamatan Pancoran dengan pasien perhari lebih kurang 100
pasien, jumlah Apoteker dua orang j.
Puskesmas Kecamatan Mampang dengan pasien perhari lebih kurang 150
pasien, jumlah Apoteker dua orang dan Asisten Apoteker satu orang.
3.3.1 Puskesmas Kecamatan Jagakarsa Puskesmas Kecamatan Jagakarsa merupakan salah satu Puskesmas Unit Perangkat Teknis Daerah (UPTD) dari Suku Dinas Kesehatan yang melaksanakan pelayanan kefarmasian.
3.3.1.1 Pengelolaan obat di Puskesmas Kecamatan Jagakarsa Pengelolaan obat di Puskesmas Kecamatan Jagakarsa Jakarta
Selatan
meliputi :
Universitas Indonesia
45
a. Pemilihan Pemilihan obat di Puskesmas berdasarkan Formularium Nasional yang disusun berdasarkan DOEN dan Daftar Obat Kecamatan (DOK). b. Perencanaan Kebutuhan Dalam
membuat
perencanaan
pengadaan
sediaan
farmasi
perlu
diperhatikan data rekapitulasi pola penyakit dan banyaknya obat yang keluar pada tahun sebelumnya. Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi dan epidemiologi. Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui beberapa metode: 1) Metode konsumsi Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada data konsumsi pada tahun sebelumnya di Kecamatan Jagakarsa 2) Metode epidemiologi Perhitungan kebutuhan dengan metode epidemiologi didasarkan pada pola penyakit yang paling banyak terjadi di Wilayah Kecamatan Jagakarsa.
c. Pengadaan Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi. Pengadaan di Puskesmas Jagakarsa dilakukan dengan cara tender.
d. Pembelian Pembelian obat dan perbekalan farmasi di Puskesmas Jagakarsa dilakukan secara tender (oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi).
Universitas Indonesia
46
e. Penerimaan Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakansesuai dengan aturan kefarmasian, melalui tender. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi adalah sebagai berikut: 1) Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa 2) Barang harus bersumber dari distributor utama 3) Expire date minimal 2 tahun 4) Nomor Bacth 5) Jumlah obat 6) Kemasan
f. Penyimpanan Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Untuk memudahkan pengendalian stok perbekalan farmasi maka dilakukan langkah-langkah : 1.
Menggunakan prinsip FEFO (First Expired First Out ) Penggunaan sistem FEFO di Puskesmas Jagakarsa menggunakan warna-
warna untuk mengetahui obat mana yang kadaluarsanya duluan.Misalnya warna ungu untuk obat yang kadaluarsanya tiga tahun lagi dan warna-warna lainnya. 2.
Menyusun perbekalan farmasi dalam kemasan besar di atas pallet secara rapi
dan teratur. 3.
Menyusun obat-obat berdasarkan kelas terapi
4.
Berdasarkan alfabetis, yaitu penyimpanan obat-obatan berdasarkan abjad
5.
Berdasarkan bentuk sediaan, yaitu penyimpanan obat atau berbekalan farmasi
berdasarkan bentuk sediaan misalnya salep, sirup, tablet 6.
Gunakan lemari khusus untuk menyimpan Psikotropika
7.
Penyimpanan di dalam lemari pendingin, yaitu digunakan untuk menyimpan
obat-obatan yang tidak stabil pada suhu kamar. Sedangkan untuk obat-obat yang stabil disimpan pada suhu kamar.
Universitas Indonesia
47
8.
Berdasarkan kelas terapi, yaitu penyimpanan obat berdasarkan kelas terapi
dari obat atau perbekalan farmasi tersebut contoh Antibiotik, Analgetik Antipiretik, Alat kesehatan dan lain-lain.
g. Pendistribusian Pendistribusian obat dan perbekalan farmasi di Puskesmas Kecamatan Jagakarsa kepada Puskesmas Kelurahan dilakukan dengan cara Puskesmas Kelurahan memberikan Surat Permintaan Barang (SPB) kepada pihak gudang di Puskesmas Jagakarsa kemudian Puskesmas Jagakarsa menyerahkan barang disertai Surat Bukti Barang Keluar (SBBK). h. Pelaporan dan pencatatan Pencatatan dan Pelaporan di Puskesmas Kecamatan Jagakarsa dilakukan dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang disusun berdasarkan kelas terapi untuk meminimalisir kesalahan. LPLPO ini disediakan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Sedangkan pelaporan obat-obat yang telah dipakai dilaporkan dalam bentuk LPLPO yang dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan secara online.
3.3.1.2 Pelayanan kefarmasian di Puskesmas Pelayanan kefarmasian di Puskesmas yaitu pelayanan resep kepada pasien. Pelayanan resep adalah proses kegiatan yang dimulai dari penerimaan resep sampai penyerahan ke pasien. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelayanan resep adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan Resep Resep dilayani apabila memenuhi ketentuan yang tercantum dalam peraturan seperti : 1.
Identitas Dokter penulis resep (nama, alamat, surat izin praktek).
2.
Identitas resep ( tanda R/, nama obat, jumlah obat, aturan pakai, cara pakai)
3.
Indentitas pasien (Nama, umur, jenis kelamin, alamat dan berat badan untuk
pasien anak).
Universitas Indonesia
48
b. Penyiapan obat Sebelum obat diserahkan terlebih dahulu petugas harusmemahami isi dan tujuan resep. Penyiapan ini mulai dari membaca dan memahami isi resep, menyiapkan /meracik obat dan menyerahkan ke pasien. Alur
: Pasien
Resep
Penyiapan Obat 1.
No. Urut Antrian
Mengkaji Resep
Penyerahan Obat.
Penyerahan obat Petugas menyerahkan obat sesuai dengan nama pasien. Setiap selesai
penyerahan obat, petugas harus membubuhkan inisialnya/paraf pada R/ yang selesai diserahterimakan ke pasien sesuai nomor urutnya.Setiap selesai penyerahan obat petugas menyusun lembar R/ dan mengelompokkannya sesuai dengan masing-masing poli, kemudian merekap dan mencatatnya setiap hari. 2.
Pemberian Informasi Obat Informasi tentang obat yang digunakan sebaiknya diberikan oleh petugas
yang sudah memahami tentang segala hal yang berkaitan dengan penggunaan dan kegunaan obat/alat kesehatan tersebut. Adapun informasi yang dapat diberikan adalah waktu pemberian obat, cara penggunaan obat, aturan pakai obat, kegunaan obat, efek samping, penyimpanan obat.
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN
Berdasarkan struktur organisasi, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta membawahi enam Suku Dinas Kesehatan, yaitu : Suku Dinas Jakarta Barat, Suku Dinas Jakarta Utara, Suku Dinas Jakarta Pusat, Suku Dinas Jakarta Timur, Suku Dinas Jakarta Selatan, dan Suku Dinas Kepulauan Seribu. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas. Kepala Suku Dinas secara teknis administratif bertanggung jawab kepada Kepala Dinas dan secara teknis operasional kepada Walikotamadya yang bersangkutan.
4.1 Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta
Selatan
Tugas dan fungsi pokok Suku Dinas Kesehatan secara umum adalah melaksanakan pelayanan perizinan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian (binwasdal) terhadap sarana kesehatan dan tenaga kesehatan serta melaksanakan perencanaan, pengendalian dan penilaian program kesehatan masyarakat yang meliputi pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan tidak menular, penyehatan lingkungan dan kesehatan kerja, kesehatan jiwa masyarakat, serta gizi dan pembinaan peran serta masyarakat di kota administrasi yang bersangkutan. Tugas dan fungsi pokok Suku Dinas Kesehatan ini dilakukan oleh 1 Subbagian Tata Usaha, dan 4 Seksi, yaitu Seksi Kesehatan Masyarakat, Seksi Pelayanan Kesehatan, Seksi Sumber Daya Kesehatan, dan Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan. Masing-masing bagian dipimpin oleh Kepala Seksi yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Suku Dinas (Kasudin). Setiap bagian membawahi beberapa subbagian dan masing-masing subbagian dipimpin oleh seorang koordinator yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan oleh masing-masing Kepala Seksi. Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Kota Administasi Jakarta Selatan dapat dilihat pada Lampiran 1.
49
Universitas Indonesia
50
4.1.1 Subbagian Tata Usaha Subbagian Tata Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Tata Usaha. Tugas dan fungsi yang harus dilaksanakan oleh Subbagian Tata Usaha ada enam tugas dan fungsi pokoknya. Adapun tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut : administrasi, keuangan, Sumber Daya Manusia (SDM), perencanaan, sekretariat, dan bendahara barang.
4.1.2 Seksi Kesehatan Masyarakat Seksi Kesehatan Masyarakat bertugas dalam melakukan promosi kesehatan atau yang biasa disingkat Promkes kepada masyarakat dari berbagai lingkungan dan usia. Promosi kesehatan yang dilakukan oleh Seksi Kesehatan Masyarakat ini adalah sebagai berikut : a.
Kesehatan Ibu (KI)
b.
Kesehatan Anak (KA)
c.
Kesehatan Lansia (Lanjut Usia)
d.
Gizi
e.
UKS (Usaha kesehatan Sekolah)
f.
UKGS (Usaha Kesehatan Gigi Sekolah)
4.1.3 Seksi Pelayanan Kesehatan Pengurusan izin suatu lembaga yang mengadakan pelayanan kesehatan di Jakarta Selatan dilakukan pada bagian Seksi Pelayana Kesehatan di Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Selatan. Seksi Pelayanan Kesehatan ini melayani pengurusan izin, antara lain : Rumah Sakit, Klinik ( Pratama atau Utama), Batra (Pengobatan Tradisional), dan Gadar (Gawat Darurat). Tugas dan fungsi dari Seksi Pelayanan Kesehatan lainnya adalah dalam pengurusan Askes atau sekarang lebih dikenal dengan istilah BPJS.
4.1.4 Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan Pelaksanaan tugas dan fungsi dari Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan berupa pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan tidak menular.
Universitas Indonesia
51
Selain itu, Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan juga melakukan kegiatan Kesehatan Keliling.
4.1.5 Seksi Sumber Daya Kesehatan Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK) memiliki tiga koordinator yaitu Tenaga Kesehatan (Nakes), Standarisasi Mutu Kesehatan dan Farmasi Makanan dan Minuman (Farmakmin). Setiap koordinator memiliki tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan oleh Kepala Seksi SDK. Tugas pokok Seksi Sumber Daya Kesehatan diantaranya adalah melaksanakan pemberian rekomendasi sarana kefarmasian tertentu dan sarana lainnya yang berhubungan dengan kesehatan serta pelaksanaan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap perbekalan kesehatan. Tugas-tugas tersebut dikelola oleh koordinator farmasi makanan dan minuman. Oleh karena hal tersebut erat kaitannya dengan bidang farmasi, maka dalam laporan ini akan dibahas mengenai bagian Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman, Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.
4.2 Tugas Pokok dan Fungsi Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman (Farmakmin). Tenaga kefarmasian yang melaksanakan tugas pada sub seksi farmasi makanan dan minuman adalah seorang Apoteker. Apoteker yang bekerja pada sub seksi ini ada tiga Apoteker. Apoteker tersebut harus menjalankan pekerjaan kefarmasian yang meliputi perizinan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian farmasi, makanan dan minuman. Koordinator Farmasi Makanan dan Minuman memegang peranan dalam perizinan, pengawasan, dan pengendalian sarana kesehatan, baik yang dikendalikan oleh pemerintah maupun perorangan. Beberapa kegiatan yang dikendalikan
oleh
koordinator
farmasi
makanan
dan
minuman
adalah
melaksanakan pengelolaan perizinan apotek, apotek rakyat, Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK), Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT), Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT), dan Pedagan Eceran Obat (PEO); melaksanakan supervisi dan pengelolaan hasil supervisi dalam rangka rekomendasi perizinan sarana farmakmin; melaksanakan binwasdal terhadap sarana pelayanan kesehatan
Universitas Indonesia
52
kefarmasian, baik pemerintah maupun swasta; melaksanakan pengelolaan penyuluhan keamanan pangan; melaksanakan pengelolaan laporan narkotika dan psikotropika; melakukan pengelolaan bidang obat suku dinas kesehatan; melaksanakan pemantauan harga obat narkotika, dan persediaan cadangan obat esensial; serta melaksanakan rekaptulasi Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dari Puskesmas Kecamatan dalam satu wilayah Kota Administrasi.
4.3. Pelayanan Kesehatan dan Pengadaan Obat di Puskesmas Kecamatan Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Selatan membawahi 10 Puskesmas kecamatan, yaitu : a.
Puskesmas Tebet
b.
Puskesmas Pasar Minggu
c.
Puskesmas Cilandak
d.
Puskesmas jagakarsa
e.
Puskesmas Kebayoran Lama
f.
Puskesmas Kebayoran Baru
g.
Puskesmas Pesanggrahan
h.
Puskesmas Pancoran
i.
Puskesmas Setiabudi
j.
Puskesmas Mampang
Masing-masing puskesmas juga membewahi beberapa puskesmas kelurahan. Pada periode PKPA, penulis berkesempatan berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Jagakarsa yang terletak di jalan Moch. Kahfi 1 No. 27a Rt. 08 Rw. 06 selama 5 hari kerja. Puskesmas Kecamatan Jagakarsa terdiri dari 4 (empat) lantai, antara lain : a.
Lantai 1 terdiri dari pelayanan 24 jam, pelayanan PTM (Penyakit Tidak Menular),
RB dengan dokter spesialis kandungan dan bidan, KI trimester 1 & 2, KI trimester 3, dan imunisasi. b.
Lantai 2 terdiri dari pendaftaran, laboratorium, ruang rawat inap, musholla dan poli
untuk pemeriksaan pasien, adapun poli yang terdapat pada lantai 2 ini adalah, poli anak dan Manajemen Terpadu Bayi Sakit (MTBS).
Universitas Indonesia
53
c.
Lantai 3 terdiri dari poli untuk pemeriksaan pasien dan ruangan lainnya yang terdiri
dari apotek, ruang rekam medik, serta ruang untuk radiologi. Poli yang terdapat pada lantai tiga adalah poli paru/penyakit dalam, poli gigi, dan poli umum. d.
Lantai 4 terdiri dari poli PKPR, Psikologi, tata usaha, poli haji.
Pelayanan obat di kamar obat dilayani dari pukul 07.30 sampai dengan pukul 16.00. Resep dokter yang dilayani di kamar obat setiap harinya berkisar antara 150 sampai 250 resep. Tenaga kesehatan yang terdapat pada kamar obat terdiri dari 2 orang apoteker dan 8 orang asisten apoteker. Obat yang diberikan sebagian besar adalah sediaan tablet, pulveres, sirup, dan sediaan topikal.
4.3.1 Managemen Kefarmasian Puskesmas Jagakarsa Perencanaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan oleh Puskesmas Jagakarsa dilakukan satu tahun sekali oleh Apoteker. Perencanaan yang dilakukan tidak hanya untuk Puskesmas Kecamatan Jagakarsa saja, tetapi perencanaan juga dilakukan untuk puskesmas kelurahan yang terdapat di kecamatan jagakarsa. Alurnya dari kelurahan menyerahkan perencanaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan kepada puskesmas kecamatan jagakarsa, setelah itu puskesmas kecamatan jagakarsa akan merekap jumlah keseluruhan perbekalan farmasi yang dibutuhkan. Hasil rekapkan tersebut akan diserahkan ke tim anggaran untuk dilakukannya pengadaan perbekalan farmasi. Perencaan dilakukakan berdasarkan data rata-rata jumlah pasien ter tahunnya, yang dilihat dari jumlah pasien tiga tahun kebelakang. Dari data jumlah pasien pertahun akan terlihat kebutuhan obat yang diperlukan pertahunnya, selain itu kebutuhan obat per tahunnya juga dapat dilihat dari data perbulannya. Data perbulan obat yang digunakan di Puskesmas ini dapat dilihat di stock data akhir tiap bulannya. Stock opname dilakukan setiap bulan oleh Apoteker dibantu oleh Asisten Apoteker. Stock opname biasanya dilakukan pada tanggal 26 tiap bulannya. Dokumen yang terkait dalam pembuatan stock opname ini adalah kartu stok atau persediaan obat, bukti mutasi barang, dan bukti penerimaan barang dari supplier. Penyusunan atau penyimpanan obat di Puskesmas ini di dalam lemari berdasarkan kelas terapinya. Penyimpanan obat dalam jumlah besar ditempatkan di gudang farmasi jagakarsa. Laporan pertanggungjawaban dari tiap-tiap puskesmas dalam penggunaan obat untuk pelayanan kesehatan masyarakat, LPLPO dari tiap puskesmas kelurahan wajib dikirimkan ke puskesmas kecamatan yang pada tanggal 15, LPLPO dari tiap puskesmas kelurahan harus telah dikirim ke puskesmas kecamatan. Selanjutnya hasil rekapitulasi
Universitas Indonesia
54
dari tiap puskesmas kecamatan akan dikirimkan ke koordinator Farmakmin Seksi SDK Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan.
4.3.2 Pelayanan Kefarmasian Puskesmas Jagakarsa
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas Jagakarsa dilakukan setiap hari senin sampai dengan jumat untuk kamar obat yang berada di lantai 3, sedangkan pada bagian pelayanan 24 jam, pelayanan farmasi dilakukan setiap harinya. Kamar Obat adalah suatu tempat atau unit untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada pasien. Pelayanan farmasi di kamar obat lantai 3 dilakukan dari pukul 07.30 sampai dengan 16.00. resep yang diterima dari berbagai poli. Alur pelayanan di kamar obat ini adalah : a.
Pasien memberikan resep pada asisten apoteker di loket penerimaan resep.
b.
Asisten apoteker akan memberi nomor resep pada resep pasien dan memberikan
nomor antri pada pasien. Nomor resep dan nomor antri pasien harus sama. c.
Seteleh menerima resep, resep akan diverifikasi terlebih dahulu.
d.
Resep yang telah diverifikasi, selanjutnya akan dilakukan dispensing.
e.
Pemberian etiket
f.
Sebelum menyerahkan obat ke pasien, obat yang telah di dispensing dan yang telah
diberi etiket diverivikasi ulang. g.
Jika telah sesuai dengan resep, selanjutnya pasien akan dipanggil untuk diserahkan
obatnya. h.
Pada saat penyerahan obat, asisten apoteker atau apoteker akan menjelaskan
informasi-informasi yang perlu pasien ketahui, seperti : cara penggunaan, cara penyimpanan, kegunaan obat, dan lain-lain.
4.4 Perizinan Penyelenggaraan Sarana Kesehatan Proses perizinan yang dilakukan di Koordinator Farmakmin Sudinkes Jakarta Selatan meliputi perizinan apotek, apotek rakyat, Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK), Usaha Kecil Obat Tradisional, Pangan Industri Rumah Tangga, dan Pedagang Eceran Obat. Segala proses perizinan penyelenggaraan sarana kesehatan dilaksanakan dengan sistem satu atap yaitu di kantor Walikota, tepatnya pada bagian Pelayanan Terpadu (yandu).
Universitas Indonesia
55
Alur proses dimulai dengan pengajuan permohonan oleh pemohon ke Kantor Pelayanan Terpadu Bagian Kesehatan untuk setiap perizinan sarana kesehatan. Pemohon akan mendapatkan formulir yang berisi daftar kelengkapan yang harus dilengkapi sebagai persyaratan mendapatkan perizinan (Lampiran 210). Adapun kelengkapan yang harus dipenuhi berupa kelengkapan dokumen dan kelengkapan sumber daya sarana kesehatan. Setelah persyaratan selesai disiapkan, pemohon datang kembali ke kantor Pelayanan Terpadu untuk menyerahkan berkas persyaratan perizinan sarana kesehatan. Apabila ada berkas yang kurang sesuai, pemohon diminta untuk memperbaiki atau melengkapi kembali. Berkas yang diserahkan oleh pemohon di kantor Pelayanan Terpadu kemudian dibawa ke Suku Dinas Kesehatan. Berkas permohonan yang sudah lengkap persyaratan administrasinya kemudian dikirimkan ke Subbag Tata Usaha untuk registrasi surat masuk. Setelah didisposisi oleh Kepala Suku Dinas kesehatan, kemudian berkas diserahkan ke Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi Makanan dan Minuman. Petugas bagian Farmasi Makanan dan Minuman kemudian memeriksa kembali dokumen tersebut sebelum proses pemeriksaan dalam bentuk inspeksi lapangan. Dalam proses tersebut petugas suku dinas memeriksa kesesuaian antara persyaratan dokumen tertulis yang diserahkan pemohon dengan kondisi di lapangan. Hasil inspeksi lapangan dibuat dalam bentuk berita acara pemeriksaan sarana kesehatan untuk ditindaklanjuti dalam bentuk pemberian izin. Surat Keputusan Kepala Suku Dinas Kesehatan tentang perizinan penyelenggaraan sarana kesehatan dapat diberikan kepada pemohon apabila kelengkapan berkas sudah dipenuhi oleh pemohon. Alur perizinan sarana kesehatan yang kini berlangsung di Koordinator Farmakmin Sudinkes Jakarta Selatan telah sesuai dengan peraturan yang berlaku, dimana pelayanan perizinan dilakukan melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Walikota Jakarta Selatan.
4.5 Penyimpanan Obat Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan Gudang penyimpanan obat Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan terletak di Jalan Raya Kebagusan, Kelurahan Kebagusan,
Universitas Indonesia
56
Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Gudang penyimpanan obat dan alat kesehatan ini dijaga oleh satu orang petugas. Gudang penyimpanan obat Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan terdiri dari dua lantai. Lantai 1 (satu) terdiri dari ruang gudang penyimpanan obat Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan, ruang gudang penyimpanan obat program, ruang gudang penyimpanan obat Dinas Kesehatan, dan ruang gudang penyimpanan obat Puskesmas Kecamatan Jagakarsa. Lantai 2 (dua) terdiri dari kantor yang untuk sementara menjadi ruang gudang penyimpanan obat Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan. Denah gudang dicantumkan pada Lampiran 11. Obat-obat yang terdapat dalam gudang penyimpanan telah disusun dengan baik berdasarkan golongan program obat. Obat-obat pada gudang program dialokasikan sesuai program yang dicanangkan seperti program pemberantasan penyakit menular, TB paru, penyakit ISPA, kusta, malaria, program kesehatan ibu dan anak, dan sebagainya. Dengan susunan tersebut pengambilan kelompok obat program dari gudang Suku Dinas Kesehatan dan pendistribusian ke bagian program obat di Suku Dinas Kesehatan menjadi lebih mudah. Selain itu, setiap jenis obat memiliki kartu stok yang berisi nama obat serta satuannya, nama pihak yang melakukan pengiriman maupun pengambilan obat, jumlah penerimaan, pengambilan, persediaan akhir, waktu kadaluarsa obat, serta tanda tangan petugas pengelola gudang. Sesuai dengan fungsinya, obat-obat pada gudang suku dinas dialokasikan untuk mencukupi kekurangan dan kebutuhan tiap kecamatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan dan untuk antisipasi terjadinya kondisi gawat darurat.
Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Dari kegiatan PKPA yang telah dilakukan di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : a.
Tugas dan fungsi pokok Suku Dinas Kesehatan adalah melaksanakan
pelayanan perizinan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian (binwasdal) terhadap sarana kesehatan dan tenaga kesehatan serta melaksanakan perencanaan, pengendalian dan penilaian program kesehatan masyarakat yang meliputi pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan tidak menular, penyehatan lingkungan dan kesehatan kerja, kesehatan jiwa masyarakat, serta gizi dan pembinaan peran serta masyarakat di kota administrasi yang bersangkutan. b.
Seksi Sumber Daya Kesehatan memiliki tugas pokok dan fungsi dalam
memberikan layanan pengelolaan sumber daya kesehatan meliputi perizinan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap sarana apotek, pedagang eceran obat, Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), dan Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) serta perizinan tenaga kesehatan meliputi apoteker, asisten apoteker, dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, perawat, bidan, fisioterapi, terapis wicara, refraksionis optisien dan radiografer. c.
Fungsi perizinan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian (Binwasdal) terhadap
sarana pelayanan kesehatan farmasi, makanan dan minuman Kota Administrasi Jakarta Selatan adalah
untuk memantau proses-proses dan produk-produk layanan dibidang
kesehatan secara efektif dan efisien dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat sehingga kepuasan masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan akan dapat dipenuhi secara optimal sesuai dengan sumber daya yang ada.
d.
Proses pelaksanaan pengelolaan dan pendistribusian obat di Puskesmas
Kecamatan
Jagakarsa
terdiri
dari
perencanaan
kebutuhan,
pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian, serta pencatatan dan pelaporan. Pelaksanaan pengelolaan dan pendistribusian obat di Puskesmas Kecamatan Jagakarsa telah sesuai dengan sistem dan peraturan yang berlaku.
57
Universitas Indonesia
58
5.2 Saran Dari kegiatan PKPA yang telah dilakukan di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan, maka saran yang dapat kami berikan sebagai berikut : a.
Tugas dan fungsi yang banyak yang perlu dilaksanakan pada bagian Seksi
Sumber Daya Kesehatan, sehingga perlu adanya penambahan Sumber Daya Manusia (SDM) agar tugas dan fungsinya dapat dilaksanakan dengan baik. b.
Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Jagakarsa
telah dilaksanakan dengan cukup baik, namun perlu ditingkatkan lagi terutama pada Pelayanan Informasi Obat (PIO), Penggunaan Obat Rasional (POR), dan Konseling pasien. c.
Apoteker harus berperan aktif dalam mengikuti program-program kesehatan
yang diadakan oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan di puskesmas yang bersangkutan. Adapun beberapa program yang diadakan, antara lain : Program HIV, Kaki Gajah, Kusta, TB Paru, dan lain-lain.
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2003). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.5.1640 tentang Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1972). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 167 Tahun 1972 tentang Pedagang Eceran Obat. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246 Tahun 1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002a). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1331 Tahun 2002 tentang: Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 167 Tahun 1972 tentang Pedagang Eceran Obat. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002b). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332 Tahun 2002 tentang: Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922 Tahun 1993 tentang: Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Petunjuk Teknis Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 284 tahun 2007 tentang Apotek Rakyat. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1191 Tahun 2010 tentang penyaluran alat kesehatan. Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2010). Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Gubernur Provinsi DKI Jakarta. (2008) Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2008). Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Jakarta.
59
Universitas Indonesia
60
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2009a). Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah. Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2009b). Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 150 Tahun 2009 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Kesehatan. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (1998). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1998 tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (2000). Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Otonom. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (2007). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.
LAMPIRAN
61
Lampiran 1. Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Kota Administasi Jakarta Selatan.
62
Lampiran 2. Formulir Permohonan Surat Izin Apotek
63
(Lanjutan)
64
( lanjutan )
65
Lampiran 3. Formulir Persyaratan Permohonan Izin Apotek
66
(Lanjutan). Formulir Persyaratan Permohonan Izin Apotek
67
Lampiran 4. Berita Acara Pemeriksaan Sarana Apotek
68
(Lanjutan). Berita Acara Pemeriksaan Sarana Apotek
69
(Lanjutan). Berita Acara Pemeriksaan Sarana Apotek
70
(Lanjutan). Berita Acara Pemeriksaan Sarana Apotek
71
Lampiran 5. Formulir Pernyataan Siap Melakukan Kegiatan
72
Lampiran 6. Formulir Permohonan Izin Pedagang Eceran Obat
73
(lanjutan)
74
Lampiran 7. Formulir Permohonan Persetujuan Prinsip IKOT
75
(lanjutan)
76
Lampiran 8. Formulir Permohonan Izin Usaha IKOT
77
(Lanjutan). Formulir Permohonan Izin Usaha IKOT
78
Lampiran 9. Formulir Permohonan Izin Cabang/ Sub Penyalur Alat Kesehatan
79
(Lanjutan). Formulir Permohonan Izin Cabang/ SubPenyalur Alat Kesehatan
80
Lampiran 10. Formulir Permohonan Sertifikasi Produksi Pangan
81
Lampiran 11. Denah Ruangan Gudang Obat Sudinkes Jakarta Selatan
82
(Lanjutan)
UNIVERSITAS INDONESIA
PROGRAM KESEHATAN PENYAKIT MENULAR (TUBERCULOSIS PARU, KUSTA, DAN HIV/AIDS) YANG DISELENGGARAKAN OLEH SUKU DINAS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
CICILIA MARINA
1306502333 ANGKATAN LXXIX
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i DAFTAR ISI........................................................................................................ ii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iii DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... v Bab I PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Tujuan Penelitian ................................................................................. 2 Bab II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3 2.1 Tuberkulosis .......................................................................................... 3 2.1.1 Pengertian Tuberkulosis ............................................................... 3 2.1.2 Patofisiologi Tuberkulosis ............................................................ 3 2.1.3 Manifestasi Klinik TB .................................................................. 5 2.1.4 Diagnosis Tuberkuloasis .............................................................. 6 2.1.5 Epidemiologi Tuberculosis ........................................................... 8 2.1.6 Pengendalian Tuberculosis di Indonesia ...................................... 9 2.2 Kusta .................................................................................................. 10 2.2.1 Definisi Kusta ........................................................................... 10 2.2.2 Patofisiologi Kusta ................................................................... 11 2.2.3 Epidemiologi Kusta ................................................................. 11 2.2.4 Manifestasi Klinis Kusta ........................................................... 12 2.2.5 Diagnosa Kusta.......................................................................... 13 2.2.6 Program Pengendalian Penyakit Kusta ..................................... 14 2.3 HIV/AIDS .......................................................................................... 15 2.3.1 Definisi HIV/AIDS .................................................................... 15 2.3.2 Epidemiologi HIV/AIDS ........................................................... 16 2.3.3 Patofisiologi HIV/AIDS ............................................................ 17 2.3.4 Manifestasi Klinis HIV/AIDS ................................................... 18 2.3.4 Diagnosa .................................................................................... 18 2.3.5 program Pengendalian HIV/AIDS ............................................ 19 Bab III METODE PENELITIAN ................................................................... 23 3.3 Waktu dan Tempat .............................................................................. 23 3.4 Metode Penulisan ............................................................................... 23 Bab IV PEMBAHASAN .................................................................................. 24 Bab V KESIMPULAN ..................................................................................... 37
ii
Universitas Indonesia
5.1. Kesimpulan .................................................................................................. 37 5.2. Saran ............................................................................................................ 37 DAFTAR ACUAN. ........................................................................................... 38
iii
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Gambar 4.2.
Pencapaian program pengendalian TB Nasional tahun 1995-2009 .......... 26 Pengelolaan pengendalian kusta ............................................................... 33
iv
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Gejala Mayor dan Minor pada Paien HIV/AIDS ........................................... 18 Tabel 4.1. Pedoman dosis MDT untuk pasien dengan Tipe PB ..................................... 31 Tabel 4.2. Pedoman dosis MDT untuk pasien dengan Tipe MB .................................... 31
v
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Uraian Tugas Program TBC untuk petugas Kabupaten/Kota ...................... 39 Lampiran 2. Uraian Tugas Program TBC untuk petugas di Fayankes ............................. 40 Lampiran 3. Kartu Berobat Pasien TB .............................................................................. 41 Lampiran 4. Kartu Identitas Pasien TB ............................................................................. 43 Lampiran 5. Formulir Permintaan MDT-1........................................................................ 45 Lampiran 6. Formulir Permintaan MDT-2........................................................................ 46 Lampiran 7. Formulir Permintaan MDT-3........................................................................ 47 Lampiran 8. Beberapa Obat yang disediakan Oleh Sudinkes Jakarta Selatan .................. 48
vi
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan merupakan unit kerja Dinas Kesehatan DKI Jakarta dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat di Wilayah Jakarta Selatan. Kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan salah satu contohnya adalah melakukan kegiatan program kesehatan. Program-program kesehatan ini dilaksanakan di puskesmas-puskesmas yang terdapat di wilayah kota administrasi Jakarta Selatan. Tuberkulosis
adalah
penyakit
menular
langsung
yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Kuman TB ini sebagian besar menyerang bagian paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Resiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang beresiko terinfeksi TB selama satu tahun.
Di Indonesia setiap tahunnya kasus tuberkulosis paru
bertambah seperempat juta kasus baru dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya. Indonesia termasuk 10 negara tertinggi penderita kasus tuberkulosis paru di dunia. Menurut WHO (2012) dalam laporan Global Report 2011 bahwa prevalensi tuberkulosis
diperkirakan
sebesar
289
kasus
per
100.000
penduduk, insidensi tuberkulosis sebesar 189 kasus per 100.000 penduduk, dan angka kematian sebesar 27 kasus per 100.000 penduduk. Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan, dan ketahanan nasional. Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga, termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkan.
1
Universitas Indonesia
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. Penularan HIV dapat melalui jarum suntik, seks bebas, transfusi darah, dan ibu hamil yang mengidap HIV kepada janinnya. AIDS di Indonesia ditangani oleh
2
Universitas Indonesia
2
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan memiliki Strategi Penanggulangan AIDS Nasional untuk wilayah Indonesia. Ada 79 daerah prioritas di mana epidemi AIDS sedang meluas. Daerah tersebut menjangkau delapan provinsi: Papua, Papua Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur, Jakarta, Kepulauan Riau, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Pada tahun 2013 ada sekitar 170.000 sampai 210.000 dari 220 juta penduduk Indonesia mengidap HIV/AIDS. Perkiraan prevalensi keseluruhan adalah 0,1% di seluruh negeri, dengan pengecualian Provinsi Papua, di mana angka epidemik diperkirakan mencapai 2,4%, dan cara penularan utamanya adalah melalui hubungan seksual tanpa menggunakan pelindung. Kemajuan teknologi dibidang promotif, pencegahan, pengobatan serta pemulihan kesehatan pada penyakit TB, kusta, dan HIV serta kompleksnya permasalahan yang ditimbulkan karena penyakit tersebut merupakan alasan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan membuat suatu program kesehatan petepatan ada penyakit ini. Program ini melibatkan peran serta Apoteker dalam mengadakan dan memantau obat yang disedikan pada program ini. Pemantauan penggunaan obat ini sangat perlu agar tercapainya suatu keberhasilan dalam melakukan program kesehatan ini. Keberhasilan dari segi farmasi dapat dilihat dari penggunaan obat yang tepat dan meningkatnya kualitas hidup penderita.
1.2. Tujuan a.
Mengetahui dan memahami program-program kesehatan yang dilaksanakan
di Puskesmas-pukesmas di Jakarta Selatan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. b.
Menganalisis obat-obat yang digunakan dalam program-program kesehatan
yang dilaksanakan di Puskesmas-pukesmas di Jakarta Selatan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan.
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis 2.1.1 Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009). Menurut Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. 2.1.2 Patofisiologi Tuberkulosis Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab dari TB paru. kuman ini bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang memiliki konsentrasi tinggi seperti paruparu. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tertidur lama) selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002; Aditama, 2002). M. tuberculosis umumnya ditularkan dari seseorang dengan infeksi TB paru atau TB laringeal kepada orang lain melalui droplet nuclei, yang ter-aerosolisasi oleh batuk, bersin atau berbicara. Ada sebanyak 3000 nuclei infeksius per batukan. Droplet yang terkecil (<5-10mm dalam diameter) dapat bertahan tersuspensi di udara selama beberapa jam dan mencapai aliran udara terminal ketika
3
Universitas Indonesia
terinhalasi. M. Tuberculosis diinplantasi melalui saluran nafas, mikroorganisme akan membelah diri dan dicerna oleh makrofag pulmoner, dimana pembelahan diri akan terus berlangsung, walaupun
lebih
pelan.
4
Makrofag
Universitas Indonesia
4
yang teraktivasi dalam jumlah besar akan mengelilingi daerah yang ditumbuhi M. Tuberculosis yang padat seperti keju (daerah nekrotik) sebagai bagian dari imunitas yang dimediasi oleh sel (Sukandar, 2010). Menurut Karnadihardja (2004), ada dua macam mikobakteria penyebab TB, yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosa, dan bila diminum, dapat menyebabkan TB usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TB terbuka. Orang yang rentan dapat terinfeksi TB bila menghirup bercak ini, ini merupakan cara penularan terbanyak. Selanjutnya, dikenal empat fase dalam perjalanan penyakitnya. Pertama adalah fase TB primer. Setelah masuk ke paru, basil berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi pertahanan tubuh. Sarang pertama ini disebut afek primer. Basil kemudian masuk ke kelenjar limfe di hilus paru dan menyebabkan limfadenitis regionalis. Reaksi yang khas adalah terjadinya granuloma sel epiteloid dan nekrosis pengejuan di lesi primer dan di kelenjar limfe hilus. Afek primer dan limfadenitis regionalis ini disebut kompleks primer yang bisa mengalami resolusi dan sembuh tanpa meninggalkan cacat, atau membentuk fibrosis dan kalsifikasi (95%) (Karnadihardja, 2004). Kompleks primer dapat mengalami komplikasi berupa penyebaran milier melalui pembuluh darah dan penyebaran melalui bronkus. Penyebaran milier menyebabkan TB di seluruh paru-paru, tulang, meningen, dan lain-lain, sedangkan penyebaran bronkogen langsung ke bronkus dan bagian paru, dan menyebabkan
bronkopneumonia tuberkulosis.
Penyebaran hematogen itu
bersamaan dengan perjalanan TB primer ke paru merupakan fase kedua. Infeksi ini dapat berkembang terus, dapat juga mengalami resolusi dengan pembentukan jaringan parut dan basil selanjutnya “tidur” (Karnadihardja, 2004). Fase dengan kuman yang tidur ini yang disebut fase laten, fase 3. Basil yang tidur ini bisa terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba fallopii, otak, kelenjar limfe hilus dan leher, serta di ginjal. Kuman ini bisa tetap tidur selama bertahuntahun, bahkan seumur hidup (infeksi laten), tetapi bisa mengalami reaktivasi bila
Universitas Indonesia
5
terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh, misalnya pada tindak bedah besar, atau pada infeksi HIV (Karnadihardja, 2004). TB fase keempat dapat terjadi di paru atau di luar paru. Dalam perjalanan selanjutnya, proses ini dapat sembuh tanpa cacat, sembuh dengan meninggalkan fibrosis dan kalsifikasi, membentuk kavitas (kaverne), bahkan dapat menyebabkan bronkiektasis melalui erosi bronkus (Karnadihardja, 2004). Resiko penularan dari pasien sumber infeksi ke pejamu dihubungkan dengan konsentrasi potensial dari basil yang hidup terus di ruang udara. Resiko penularan menjadi lebih besar pada ruangan yang kekurangan volume udara, udara segar, dan cahaya alami atau cahaya ultraviolet (Fitzpatrick & Braden, 2000; Raviglione & O’Brien, 2005). Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Penderita TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari penderita TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative menjadi positif (Depkes, 2007). 2.1.3 Manifestasi Klinis Tuberkulosis Menurut Sukandar (2010), manifestasi klinis tuberkulosis dibagi menjadi dua, yaitu : a. Pasien yang tidak terinfeksi HIV 1. Pasien biasanya mengalami penurunan berat badan, lemas, batuk, demam, dan keringat malam. 2. Hemofisis Frank 3. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada, dan peningkatan suara yang bergetar lebih sering diamati pada auskulasi. 4. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit Universitas Indonesia
6
b. Pasien yang terinveksi HIV Manifestasi klinik dari pasien dengan infeksi HIV yang memiliki TB berbeda dengan pasien yang tidak terinfeksi HIV yang dapat diamati pada immunokompeten penderita. Pada penderita AIDS, TB muncul dalam bentuk primer yang berkembang yang melibatkan daerah ekstrapulmoner, dan melibatkan berbagai lobus paru-paru. TB pada pasien AIDS, sepertinya kurang terlihat adalam penyakit kavitari, yang dihubungkan dengan uji kulit positif atau dihubungkan dengan demam. 2.1.4 Diagnosis Tuberkulosis Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Pemeriksaan atau diagnosis yang dapat dilakukan pada TB paru adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan Dahak Pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak. Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS): 1.
S(sewaktu) Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. 2.
P(Pagi) Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.
Universitas Indonesia
7
3. S(sewaktu) Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan
dahak
mikroskopis
merupakan
diagnosis
utama.
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. b. Pemeriksaan Foto Toraks Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut: 1.
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif. 2.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon). 3.
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma). c. Diagnosis TB Ekstra Paru Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang
Universitas Indonesia
8
kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks, dan lain-lain.
d. Uji Tuberkulin Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi : 1.
Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak
ada infeksi Mycobacterium tuberculosis. 2.
Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa
karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal atau pasca vaksinasi BCG. 3.
Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif. Arti klinis : sedang
atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. 2.1.5 Epidemiologi Tuberkulosis Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya.
Universitas Indonesia
9
Indonesia merupakan negara dengan percepatan peningkatan epidemi HIV yang tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik terkonsentrasi (a concentrated epidemic), dengan perkecualian di provinsi Papua yang prevalensi HIVnya sudah mencapai 2,5% (generalized epidemic). Secara nasional, angka estimasi prevalensi HIV pada populasi dewasa adalah 0,2%. Sejumlah 12 provinsi telah dinyatakan sebagai daerah prioritas untuk intervensi HIV dan estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS di Indonesia sekitar 190.000400.000. Estimasi nasional prevalensi HIV pada pasien TB baru adalah 2.8%. Angka MDR-TB diperkirakan sebesar 2% dari seluruh kasus TB baru (lebih rendah dari estimasi di tingkat regional sebesar 4%) dan 20% dari kasus TB dengan pengobatan ulang. Diperkirakan terdapat sekitar 6.300 kasus MDR TB setiap tahunnya. Beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama. 2.1.6 Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia Pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Peningkatan kasus TB, pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS terdiri dari lima komponen kunci, yaitu : Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan. a. Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya. b. Pengobatan yang standar, dengan suvervisi dan dukungan bagi pasien.
Universitas Indonesia
10
c. Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif. d. Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program. Pada tahun 1995, program nasional pengendalian TB mulai menerapkan strategi DOTS dan dilaksanakan di puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara nasional di seluruh Fasyankes terutama puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Strategi nasional program pengendalian TB nasional terdiri dari 7 strategi, yaitu : a. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu. b. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dam kebutuhan masyarakat miskin serta rentan lainnya. c. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat, perusahaan dan swata melalui pendkatan Public-Private Mix dan menjamin kebutuhan terhadap International Standards fot TB Care. d. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB. e. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen program pengendalian TB. f. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB. g. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi strategi. Pelaksanaan program pengendalian TB di Puskesmas dibentuk suatu Kelompok Puskesmas Pelaksana (KPP) yangterdiri dari Puskemas Rujukan Mikroskopis (PRM), dengan dikelilingi oleh kurang lebih lima Puskesmas Satelit (PS). Pada keadaan geogrfis yang sulit, dapat dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM) yang dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.
2.2 Kusta 2.2.1 Definisi Kusta Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang terjadi pada kulit dan saraf tepi. Manifestasi klinis dari penyakit ini sangat bervariasi dengan spektrum yang berada diantara dua bentuk klinis yaitu lepromatosa dan tuberkuloid. Pada penderita kusta tipe
Universitas Indonesia
11
lepromatosa menyerang saluran pernafasan bagian atas dan kelainan kulit berbentuk nodula, papula, makula dan dalam jumlah banyak. Pada penderita kusta tipe tuberkuloid lesi kulit biasanya tunggal dan jarang, batas lesi tegas, mati rasa.
2.2.2 Patofisiologi Kusta Penyakit kusta disebabkan oleh M .leprae yang ditemukan oleh G.H. Armauer Hansen tahun 1873 di Norwegia. Kuman
Mycobacterium leprae
berbentuk batang dengan panjang 1–8 micron, lebar 0,2–0,5 micron biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu per satu, hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA). Masa belah diri kuman kusta memerlukan waktu yang sangat lama yaitu 21 hari. Hal ini merupakan salah satu penyebab masa tunas yang lama yaitu rata-rata 4 tahun (Amirudin et al., 2003). Bagian tubuh yang dingin merupakan tempat predileksi tidak hanya karena pertumbuhan optimal M. leprae pada temperatur rendah, tetapi mungkin juga oleh karena rendahnya temperatur dapat mengurangi respons imunologis. Di luar tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dari sekret nasal dapat bertahan sampai 9 hari sedangkan pertumbuhan optimal kuman kusta pada tikus pada suhu 270-300 C (Marwali Harahap, 2000:262; Depkes RI, 2007:9). M. leprae merupakan parasit obligat intraseluler yang terdapat pada sel magrofag di sekitar pembuluh darah superfisial pada dermis atau sel schwann di jaringan syaraf. Kuman masuk kedalam tubuh, maka tubuh akan berreaksi mengeluarkan magrofak (Amirudin et al., 2003). M. leprae dapat mengakibatkan kerusakan syaraf sensori, otonom, dan motorik. Pada syaraf sensori akan terjadi anastesi sehingga terjadi luka tusuk, luka sayat, dan luka bakar. Pada saraf otonom akan terjadi kekeringan kulit yang dapat mengakibatkan kulit mudah retak-retak dan dapat terjadi infeksi sekunder. Pada syaraf motorik akan terjadi paralisis sehingga terjadi deformitas sendi (Wisnu dan Hadilukito, 2003). 2.2.3 Epidemiologi Kusta Badan Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO, 2013) melaporkan jumlah kasus penderita kusta di dunia pada tiga bulan pertama di tahun 2013 terdaftar sebanyak 189.018 kasus sementara jumlah kasus baru yang
Universitas Indonesia
12
terdeteksi pada tahun 2012 sebanyak 232.857 kasus. Pada tahun 2012 Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP&PL) Kemenkes RI melaporkan di Indonesia terdapat jumlah kasus baru kusta sebanyak 23.169 kasus. Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang berbedabeda. Diantara 122 negara yang endemis pada tahun 1985, 98 negara telah mencapai eliminasi kusta yaitu angka prevalensi < 1/10.000 penduduk. Lebih dari 10.000.000 penderita telah disembuhkan dengan Multidrug Therapy (MDT) pada akhir tahun 1999 dan 641.091 kasus masih dalam pengobatan pada tahun 2000. Pada tahun 2003, Penderita terdaftar di Indonesia pada akhir Desember 2003 sebanyak 18.312 penderita yang terdiri dari 2.814 penderita kusta tipe PB (proporsi 15,36%) dan 15.498 penderita kusta tipe MB (proporsi 84,64%) dengan angka prevalensi 86 per 1.000.000 penduduk yang terdapat di 10 propinsi, yaitu : Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, NAD, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Timur. 2.2.4 Manifestasi Klinis Kusta Menurut Zulkifli (2003), tanda-tanda penyakit kusta bermacam-macam, tergantung dari tingkat atau ntipe dari penyakit tersebut. Tanda-tanda penyakit kusta secara umum adalah sebagai berikut : a.
Adanya bercak tipis seperti panu pada badan/tubuh manusia
b.
Pada bercak putih ini pertamanya hanya sedikit, tetapi lama-lama semakin melebar dan banyak.
c.
Adanya pelebaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus, aulicularis magnus seryta peroneus. Kelenjar keringat kurang kerja sehingga kulit menjadi tipis dan mengkilat.
d.
Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yarig tersebar pada kulit
e.
Alis rambut rontok
f.
Muka berbenjol-benjol dan tegang yang disebut facies leomina (muka singa)
Gejala-gejala umum pada lepra, reaksi : 1.
Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil.
2.
Anoreksia.
3.
Nausea, kadang-kadang disertai vomitus.
Universitas Indonesia
13
4.
Cephalgia.
5.
Kadang-kadang disertai iritasi, Orchitis dan Pleuritis.
6.
Kadang-kadang
disertai
dengan
Nephrosia,
Nepritis
dan
hepatospleenomegali. 7.
Neuritis.
2.2.5 Diagnosa Kusta Penyakit kusta dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan banyak penyakit lain. Sebaliknya penyakit lain dapat menunjukskan gejala yang mirip dengan penyakit kusta. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan untuk mendiagnosis penyakit kusta secara tepat dan membedakannya dengan berbagai penyakit lain agar tidak membuat kesalahan yang merugikan penderita. Diagnosa penyakit kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (gejala utama), yaitu : a.
Bercak kulit yang mati rasa Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau meninggi
(plakat). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebagian saja terhadap rasa sentuh, rasa suhu, dan rasa nyeri b.
Penebalan saraf tepi Penebalan saraf tepi dapat disertai rasa nyeri dan juga dapat disertai atau
tanpa gangguan fungsi saraf yang terkena, yaitu gangguan fungsi sensoris (mati rasa), gangguan fungsi motoris (paresis atau paralysis), dan gangguan fungsi otonom (kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut yang terganggu). c.
Ditemukan basil tahan asam Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi kulit pada
bagian yang aktif. Kadang-kadang bahan diperoleh dari biopsy kulit atau saraf. Untuk menegakkan penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda kardinal. Pemeriksaan yang telah dilakukan, jika hanya ditemukan cardinal sign kedua, perlu dirujuk kepada wasor atau ahli kusta. hasil pemeriksaan yang dinyatakan adanya suatu keraguan terhadap penderita, maka perderita tersebut dianggap sebagai penderita yang dicurigai (suspek) (KemenKes, 2012). 2.2.6 Program Pengendalian Penyakit Kusta 2.2.6.1 Tujuan
Universitas Indonesia
14
a. Tujuan jangka panjang 1.
Menurunkan transmisi penyakit kusta pada tingkat tertentu sihingga kusta
tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat. 2.
Mencegah kecacatan pada semua penderita baru yang ditemukan melalui
pengobatan dan perawatan yang benar. 3.
Menghilangkan stigma sosial dalam masyarakat dalam mengubah paham
masyarakat terhadap penyakit kusta melalui penyuluhan secara intensif. b. Tujuan jangka pendek 1.
Mengintensifkan penemuan dan diagnosis penderita di daerah endemik tinggi
dan kantong-kntong kusta di daerah endemik rendah. 2.
Mengembangkan puskesmas dengan perawatan cacat yang adekuat dengan
dukungan sistem rujukan ke rumah sakit umum dam rumah sakit khusus untuk penderita yang mengalami komplikasi dan membutuhkan rehabilitasi medis. 3.
Melaksanakan pengelolaan program pengendalian kusta sesuai dengan
endemisitas daerah dan didukung dengan kegiatan-kegiatan penunjangnya. 4.
Menurunkan proporsi anak dan kecacatan tingkat 2 diantara penderita baru
menjadi kurang dari 5%. 5.
Memberikan pengobatan adekuat sehingga tercapa angka kesembuhan (RFT
Rate) lebih dari 90%. 6.
Menurunkan proporsi penderita yang cacat pada mata, tangan, kaki setelah
RFT kurang dari 5%. 7.
Memberikan perawatan dan pelayanan rehabilitasi yang tepat kepada
penyandang cacat kusta. 2.2.6.2 Strategi a.
Di daerah endemik tinggi (PR > 1/10000 penduduk) dibutuhkan akselerasi
kegiatan dengan perencanaan pelayanan kesehatan terpadu, penyuluhan yang intensif, penemuan penderita secara aktif, ada petugas penanggung jawab program khusus dan pengembangan kemitraan yang intensif. b.
Di daeran endemik rendah (PR < 1/10000 penduduk) dengan penemuan
penderita baru (CDR) > 5/100000 penduduk, semua puskesmas akan meneruskan pelayanan kepada penderita kusta, komitmen politis harus ditingkatkan untuk memelihara pelayanan rutin dengan perhatian khusus di daerah fokus.
Universitas Indonesia
15
c.
Di daerah endemik rendah (PR < 1/10000 penduduk) dengan penemuan
penderita baru (CDR) > 5/100000 penduduk, pelayanan penderita kusta diberikan oleh 1-3 puskesmas per kabupaten, puskesmas lainnya mendekati suspek dan merujuk. 2.2.6.3 Peran Puskesmas dalam Sistem Rujukan Pelayanan Kusta a.
Menemukan dan mengobati penderita.
b.
Melakukan pemeriksaan pencegahan cacat (POD) dan memberikan
pengobatan bila terjadi reaksi. c.
Melakukan perawatan luka, dan melatih penderita untuk melakukan
perawatan diri di rumah sesuai tingkat dan bagian tubuh yang cacat. d.
Bila diperlukan dan memungkinkan, puskesmas melalui program Kelompok
Perawatan Diri (KPD/ self-care group). e.
Memberikan konseling kepada penderita baik yang masih dalam pengobatan
maupun yang sudah RFT. f.
Memberikan penyuluhan kepada keluarga penderita dan masyarakat.
g.
Memelihara catatan penderita dan penderita yang sudah RFT.
h.
Merujuk penderita tepat waktu ke RSU Kabupaten, Rumah Sakit Kusta dan
atau Rumah Sakit lain yang mempunyai pelayanan untuk kusta.
2.3 HIV/AIDS 2.3.1 Definisi HIV/AIDS Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang menurunkan kemampuan sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga penderita mudah terkena berbagai penyakit. Sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV inilah yang disebut Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Infeksi oportunistik yang terbanyak dilaporkan adalah tuberkulosis, diare kronis, kandidiasis orofaringenal, dermatitis generalisata dan limfadenopati generalisata dan keganasan. AIDS dapat membawa dampak yang menghancurkan, bukan hanya terhadap kesehatan masyarakat namun juga terhadap negara secara keseluruhan. Penyakit HIV-AIDS hingga kini tetap belum dapat disembuhkan, tercatat oleh WHO secara kumulatif jumlah kematian akibat AIDS di dunia pada tahun
Universitas Indonesia
16
2006 mencapai lebih dari 25 juta jiwa. Penularan HIV/AIDS dapat terjadi melalui tiga jalur utama masuknya virus HIV ke dalam tubuh, yaitu melalui hubungan seksual berrisiko, paparan dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi (misalnya penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan tranfusi darah), serta dari ibu ke janin atau bayi (perinatal) selama dalam kandungan melalui placenta, saat persalinan melalui cairan genital dan saat menyusui melalui pemberian ASI. 2.3.2 Epidemiologi HIV/AIDS HIV-AIDS telah menjadi permaslahan global, pada tahun 2008, WHO/UNAIDS memperkirakan jumlah orang dengn HIV-AIDS (ODHA) mencapai 33.4 juta jiwa atau prevalensinya kira-kira tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan pada tahun 1990. Kenaikan ini merupakan dampak gabungan dari terus tingginya tingkat infeksi HIV baru dan dampak positif dari ART dalam mengurangi angka kematian akibat HIV-AIDS. Sebagai gambaran, data tahun 2008 memperkirakan 2,7 juta orang terjangkit infeksi HIV baru dan terjadi 2 juta kasus kematian terkait HIV pada tahun tersebut. Namun demikian, angka penularan ini telah menurun dari puncaknya pada tahun 1996, ketika 3,5 juta infeksi HIV baru terjadi. Angka kematian pun menurun dari puncaknya pada tahun 2004 ketika 2,2 juta kematian terkait HIV-AIDS. Temuan awal studi terakhir yang dilakukan oleh UNICEF dan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional menunjukkan kesulitan yang dihadapi oleh anakanak yang terkena dampak dan terinfeksi HIV/AIDS. Akses mereka ke pelayanan pendidikan dan kesehatan mengalami keterbatasan karena diskriminasi, kesulitan keuangan keluarga karena penyakit, kesehatan anak yang buruk dan kebutuhan untuk merawat orang tua yang sakit. Perkiraan jumlah anak yang terinfeksi setiap tahun diproyeksikan meningkat dari 1.070 pada tahun 2008 menjadi 1.590 pada tahun 2014. 2.3.3 Patofisiologi HIV Acquired immune defficiency syndrome (AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immmunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae, AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Djoerban, 2007). HIV adalah retrovirus, anggota genus Lentivirus, dan
Universitas Indonesia
17
menunjukkan banyak gambaran fisikomia yang merupakan ciri khas famili. Genom RNA lentivirus lebih kompleks daripada genom RNA Retrovirus yang bertransformasi. Virus mengandung tiga gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus – gag, pol, dan env (Brooks, 2004.). Sel T penolong dapat dianggap sebagai “tombol utama” sistem imun. Virus AIDS secara selektif menginvasi sel T penolong, menghancurkan atau melumpuhkan sel-sel yang biasanya megatur sebagian besar respon imun. Virus ini juga menyerang makrofag, yang semakin melumpuhkan sistem imun, dan kadang-kadang juga masuk ke sel-sel otak, sehingga timbul demensia (gangguan kapasitas intelektual yang parah) yang dijumpai pada sebagian pasien AIDS (Sherwood, 2001). Partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun (Djoerban 2008). Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4 sekitar 109 setiap hari. 2.3.4
Manifestasi Klinik HIV
Tabel 2.1 Gejala Mayor dan Minor pada Pasien HIV & AIDS Gejala
Karekteristik
Mayor
Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan Diare kroniks yang
Universitas Indonesia
18
berlangsung lebih dari 1 bulan Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan Penurunan kesadaran dan ganggguan neurologis Ensefalopati HIV Minor
Batuk menetap lebih dari 1 bulan. Dermatitis generalisata Herpes zoster multisegmental berulang Kandidiasis orofaringeal Herpes simpleks kroniks
progresif
Limfadenopati generalisata Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita Retinitis oleh virus sitomegalo Sumber : Nasronudin, 2007 2.3.5 Diagnosa Diagnosis infeksi HIV & AIDS dapat ditegakkan berdasarkan klasifikasi klinis WHO dan atau CDC. Di Indonesia diagnosis AIDS untuk keperluan surveilans epidemiologi dibuat bila menunjukkan tes HIV positif dan sekurangkurangnya didapatkan dua gejala mayor dan satu gejala minor (Nasronudin, 2007). Infeksi HIV dapat ditentukan dengan beberapa pemeriksaan laboratorium. Universitas Indonesia
19
ELISA merupakan salah satu cara penentuan serologi HIV yang dianjurkan yang mempunyai sensitivitas 93-98% dengan spesifitas 98-99%. Pemeriksaan serologi HIV sebaiknya dilakukan dengan 3 metode berbeda, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan yang lebih spesifik Western blot (Nasronudin, 2007). Tes serologi standar terdiri dari EIA dan diikuti konfirmasi WB. Melalui WB dapat ditentukan antibodi terhadap komponen protein HIV yang meliputi inti (p17, p24, p55), polimerase (p31, p51, p66), dan selubung (envelope) HIV (gp41, gp120, gp160). Pemeriksaan WB bila memungkinkan selalu dilakukan karena tes penapisan melalui EIA terdapat potensi false positif 2%. Interpretasi WB meliputi (Nasronudin, 2007) : a. Negatif: tidak ada bentukan pita. b. Positif: reaktif terhadap gp120/160 dan gp41 atau p24 c. Indeterminate: terdapat berbagai pita tetapi tidak memenuhi kriteria hasil positif. 2.3.6 Program Pengendalian HIV/AIDS Program penanggulangan HIV AIDS secara komprehensif melalui Program Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) HIV dan IMS ini meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif secara paripurna, mencakup semua bentuk layanan HIV dan IMS, seperti kegiatan KIE pengetahuan komprehensif, promosi penggunaan kondom, pengendalian faktor risiko, layanan Konseling dan Tes HIV (KTS dan KTIP), Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan (PDP), Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA), Pengurangan dampak buruk NAPZA (LASS, PTRM, PTRB), layanan IMS, pencegahan penularan melalui darah donor dan produk darah lainnya, serta kegiatan monitoring dan evaluasi serta surveilan epidemiologi di Puskesmas Rujukan dan Non‐Rujukan termasuk fasilitas kesehatan lainnya dan Rumah Sakit RujukanKabupaten/Kota. LKB ini juga memberikan dukungan baik aspek manajerial, medis, psikologis maupun sosial ODHA selama perawatan dan pengobatan untuk mengurangi atau menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya. Dalam program LKB terdapat 5 komponen utama dalam pengendalian HIV yaitu pencegahan, perawatan, pengobatan, dukungan dan konseling. Sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional jenjang layanan kesehatan terdiri atas layanan kesehatan
Universitas Indonesia
20
primer, sekunder dan tersier. Layanan terkait HIV-IMS tersebut dilaksanakan mulai tingkat puskesmas sebagai pelayanan kesehatan primer, rumah sakit kabupaten/kota sebagai layanan sekunder dan rumah sakit propinsi sebagai layanan tersier. Layanan kesehatan sekunder sebagai pusat LKB berfungsi sebagai pusat rujukan bagi fasilitas pelayanan kesehatan satelit. Dalam implementasinya LKB ini harus melibatkan seluruh pihak baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat (kader, LSM, kelompok dampingan sebaya, tokoh masyarakat dan tokoh lainnya). Dari konsep-konsep tentang LKB diatas, dapat dipahami sebenarnya program LKB ini merupakan suatu bentuk integrasi upaya penanggulangan HIV AIDS dalam kerangka Sistem Kesehatan Nasional. Puskesmas Rujukan merupakan puskesmas terpilih yang memiliki sarana dan tenaga tertentu sesuai dengan standar yang ditetapkan. Puskesmas tersebut dikembangkan untuk memberikan layanan dasar HIV IMS yang akan menjalankan program LKB.. Mengingat begitu komprehensifnya konsep LKB tersebut, ternyata dalam prakteknya tidak semua kegiatan dapat dilaksanakan secara paripurna. Pelayanan di tingkat puskemas ini merupakan pelayanan HIV – IMS dasar yang tentunya pada tahap tertentu memerlukan rujukan ke tingkat pelayanan sekunder atau tertier (Rumah Sakit Kab/Kota atau RS Propinsi) serta melibatkan seluruh pihak seperti KPA, SKPD lainnya, LSM, Kelompok Dampingan Sebaya, masyarakat maupun keluarga. Layanan terkait HIV- IMS yang dilakukan Puskesmas meliputi: a.
Konseling dan Tes HIV Layanan ini sebenarnya telah dilaksanakan sebelum program LKB.
Puskesmas melalui klinik HIV IMS-nya memberikan layanan Konseling dan Tes HIV secara sukarela (KTS) pada masyarakat yang datang secara sukarela dan meminta untuk diberikan konseling tentang HIV/AIDS dan melakukan pemeriksaan tes HIV. Dengan LKB ini, Puskesmas tidak hanya memberikan layanan KTS tadi tetapi juga petugas kesehatan di Puskesmas dapat menawarkan konseling dan tes HIV atas inisiatifnya bila mencurigai pasien tersebut, ini yang disebut KTIP (Konseling dan Test HIV atas Inisiatif Petugas Kesehatan) yaitu petugas kesehatan yang ada di poli-poli Puskesmas dapat menawarkan layanan ini ke pasien yang datang baik di Poli Gigi, Poli Dewasa, Poli Lansia, Poli KIA-KB
Universitas Indonesia
21
dan Poli Obgin yang ada di Puskesmas. Anjuran tes HIV ini terutama ditujukan pada ibu hamil, pasien IMS, pasien TB, pasangan ODHA, pasien hepatitis. Setelah mengetahui hasil tes, maka terhadap pasien tersebut diberikan konseling pasca tes oleh konselor Puskesmas untuk mendapatkan layanan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (PDP). Bagi populasi kunci yang hasil tes HIV-nya masih negatif, maka dapat dilakukan tes ulang minimal setiap 6 bulan.
b. Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (PDP) Sebagai tindak lanjut terhadap hasil tes HIV yang dilakukan Puskesmas LKB, maka Puskesmas merujuk pasien tersebut ke rumah sakit rujukan. Pasien dapat memilih untuk melanjutkan pengobatannya di Rumah Sakit atau kembali ke Puskesmas yang merujuknya. Layanan LKB dalam pemberian ARV dapat langsung diberikan tanpa memandang jumlah CD4nya kepada mereka yang HIV (+) yaitu pada ibu hamil, pasien koinfeksi TB, pasien koinfeksi Hepatitis B dan C, LSL, WPS, Penasun, ODHA yang pasangan tetapnya memiliki status HIV (-) dan tidak menggunakan kondom secara konsisten. Puskesmas akan bekerjasama dengan LSM atau Kelompok Dampingan Sebaya (KDS) untuk memberikan layanan konseling, pendampingan, perawatan dan untuk memastikan kepatuhan pasien dalam minum obat seumur hidup dengan memberikan pendampingan terutama pada awal pengobatan, serta memberikan dukungan yang tepat dari keluarga, komunitas, kelompok dukungan sebaya dan layanan kesehatan. c.
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) Layanan ini mencakup pelayanan ANC dan melakukan tes HIV bagi ibu
hamil.
Puskesmas
LKB
telah
melaksanakan
layanan
PPIA
dengan
menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif. d. Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual (PMTS) Puskesmas bekerjasama dengan LSM/KDS dalam memberikan layanan konseling untuk perubahan perilaku dan penyediaan kondom dan pelicin. LSM yang terlibat antara lain GSM dengan kelompok dampingan pada waria, LSL dan
Universitas Indonesia
22
pelanggan, H2O dengan kelompok dampingan pada WPS dan pelanggan dan ODHA. e.
Program Terapi Rumatan Metadon Layanan ini dilaksanakan dalam rangka mengurangi risiko penularan HIV
melalui penggunaan jarum suntik pada kelompok Penasun. Pencandu obat opiat yang menggunakan jarum suntik akan beralih meminum obat dan secara perlahanlahan diharapkan dapat terlepas dari kecanduan obat.
f.
Dukungan sosial dan ekonomi Layanan ini tersedia dengan baik, dimana kerjasama lintas sektoral Dinas
Kesehatan/Puskesmas dengan pihak swasta maupun SKPD terkait belum terimplementasi dengan baik terutama dalam anggaran yang mendukung program penanggulangan HIV AIDS. Dukungan pada kelompok ODHA dan keluarganya misalnya dengan memberikan pelatihan ketrampilan, hibah untuk modal usaha, yang seyogyanya dapat melibatkan Dinas Sosial dan CRS dari pihak swasta belum terealisasi. Demikian juga kerjasama dengan SKPD lainnya seperti Dinas Pendidikan, Dinas Pariwisata, dan Dinas Perhubungan masih sebatas komitmen menyokong kegiatan Dinas Kegiatan.
Universitas Indonesia
BAB 3 METODE PENULISAN
3.1 Waktu dan Tempat Penulisan tugas khusus program-program kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2014 dilaksanakan pada bulan september 2014 yang bertempat di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.
3.2 Metode Penulisan Metode penulisan tugas khusus program-program kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2014 dengan studi literatur. Literatur diambil dari buku, undang-undang yang berhubungan dengan program kesehatan, dan pedoman pelaksanaan program kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. Metode penulisan juga dilakukan dengan mengamati obat-obat yang digunakan untuk melaksanakan program kesehatan.
23
Universitas Indo
BAB IV PEMBAHASAN
Tugas dan fungsi pokok Suku Dinas Kesehatan adalah melaksanakan pelayanan perizinan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian (binwasdal) terhadap sarana kesehatan dan tenaga kesehatan serta melaksanakan perencanaan, pengendalian dan penilaian program kesehatan masyarakat yang meliputi pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan tidak menular, penyehatan lingkungan dan kesehatan kerja, kesehatan jiwa masyarakat, serta gizi dan pembinaan peran serta masyarakat di kota administrasi yang bersangkutan, dalam hal ini adalah kota administrasi Jakarta Selatan. Penanggulangan penyakit menular merupakan bagian dari pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dalam upaya penanggulangan penyakit menular, harus dilakukan secara terpadu dengan upaya kesehatan lain, yaitu upaya pencegahan, penyembuhan dan pemulihan kesehatan. Oleh karena itu penanggulangan wabah harus dilakukan secara dini. Penanggulangan secara dini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya kejadian luar biasa dari suatu penyakit wabah yang dapat menjurus terjadinya wabah yang dapat mengakibatkan malapetaka. Wabah penyebaran penyakit dapat berlangsung secara cepat, baik melalui perpindahan, maupun kontak hubungan langsung atau karena jenis dan sifat dari kuman penyebab penyakit wabah itu sendiri. Kondisi lain yang dapat menimbulkan penyakit menular adalah akibat kondisi masyarakat dari suatu wilayah tertentu yang kurang mendukung antara lain kesehatan lingkungan yang kurang baik atau gizi masyarakat yang belum baik. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan mempunyai seksi pengendalian masalah kesehatan, seksi pengendalian masalah kesehatan merupakan satuan kerja suku dinas kesehatan yang memiliki fungsi dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan. Seksi pengendalian masalah kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berkedudukan di bawah Kepala Suku Dinas dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Salah satu tugas dari seksi pengendalian masalah kesehatan ini adalah melaksanakan pengendalian penyakit
24
Universitas Indo
25
menular, penyakit tidak menular, kesehatan jiwa masyarakat, surveilans epidemiologi, penanggulangan wabah/Kejadian Luar Biasa (KLB) dan kesehatan lingkungan dengan cara membuat program kesehatan yang meliputi masyarakat di wilayah Jakarta Selatan. Adapun program kesehatan Penyakit Menular yang dimiliki oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan adalah program kesehatan untuk penyakit TBC, Kusta, dan HIV.
4.1 Tuberculosis (TB) Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660,000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah 430,000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61,000 kematian per tahunnya. Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan Negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah sejumlah 294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati (data awal Mei 2010) dan lebih dari 169.213 diantaranya terdeteksi BTA+. Dengan demikian, Case Notification Rate untuk TB BTA+ adalah 73 per 100.000 (Case Detection Rate 73%). Rerata pencapaian angka keberhasilan pengobatan selama 4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%. Pencapaian target global tersebut merupakan tonggak pencapaian program pengendalian TB nasional yang utama.
Universitas Indonesia
26
Gambar 4.1 Pencapaian program pengendalian TB Nasional tahun 1995-2009
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi juga dapat pula mengenai organ tubuh lainnya. Program pengendalian TB di Suku Dinas Jakarta Selatan mengacu pada strategi nasional penghendalian TB di Indonesia yang terdiri dari 7 strategi, yaitu : memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS (Directly Observed Treatment Shorcourse) yang bermutu; menghadapi tantangan TB, TB anak dan kebutuhan masyarakat miskin serta rentan lainnya; Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela), perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private Mix dan menjamin
kepatuhan
terhadap
internasional
standards
for
TB
Care,
Memberdayakan masyarakat dan pasien TB, memberikan kontribusi dalam penguatan system kesehatan dan manajemen program pengendalian TB, Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB, dan mendorong penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan informasi strategi. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan dalam tatalaksana dan pencegahan TB adalah dengan cara penemuan kasus tuberculosis, pengobatan tuberculosis, pemantauan dan hasil pengobatan tuberculosis, pengendalian infeksi pada sarana layanan, dan pencegahan tuberculosis. Kegiatan selanjutnya dalah manajemen program TB yang terdiri dari beberapa kegiatan yaitu perencanaan program tuberculosis, monitoring dan evaluasi program tuberculosis, manajemen logistic program tuberculosis,
Universitas Indonesia
27
pengembangan ketanagakerjaan program tuberculosis, dan promosi program tuberculosis. Kegiatan yang terakhir dilakukan adalah pengendalian TB komprehensif, yaitu penguatan layanan laboratorium tuberculosis, pemberdayaan masyarakat dan pasien TB, pendekatan kolaborasi dalam kesehatan paru, dan manajemen TB resist obat. Uraian tugas program TBC untuk petugas kabupaten/kota dapat dilihat pada Lampiran 1 dan uraian tugas program TBC untuk petugas di fasilitas pelayanan kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Setipa pasien TB akan memperoleh kartu berobat TB (Lampiran 3) dan akan memperoleh pengobatan sesuai dengan panduan yang berlaku. Adapun panduan pengobatan yang dilakukan oleh Suku Dinas kesehatan Jakarta Selatan sama dengan yang digunakanoleh program nasional pengendalian tuberculosis di Indonesia yang terdiri dari dua kategori, yaitu kategori 1 dan kategori 2. Adapun kategori 1 terdiri dari 2 (HRZE)/4(HR)3 dan kategori 2 yang terdiri dari 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Perbedaan kategori ini dibedakan berdasarkan jangka waktu pasien terjangkit penyakit TBC, dan berdasarkan hasil uji laboratorium pasien. Panduan OAT kategori 1 dan kategori 2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk pasien. Selain paket di atas, Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan juga menyediakan paket kombipak yang merupakan obat lepas yang terdiri dari isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Pemantauan kemajuan pengobatan TB pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemerikasaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan specimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negative apabila ke 2 spesimen tersebut negative. Bila salah satu specimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
Universitas Indonesia
28
Ada beberapa formulir yang dipergunakan dalam pencatatan TB Fasilitas Pelayanan Kesehatan di puskesmas daerah Jakarta Selatan dalam melaksanakan pencatatan menggunakan formulir, yaitu : daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak, Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak, Kartu pengobatan pasien TB (TB.01) yang dapat dilihat pada Lampiran 3, kartu identitas pasien TB (TB.02) pada Lampiran 4, register TB fasilitas pelayanan kesehatan, formulir rujukan/pindah pasien, formulir hasil akhir pengobatan dari pasien pindahan, dan register laboratorium TB. Pencatatan dan pelaporan yang di lakukan di kota admistrasi Jakarta selatan yaitu dengan menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan, yaitu : register TB kabupaten, laporan triwulan penemuan dan pengobatan pasien TB, laporan triwulan hasil pengobatan, laporan triwulan hasil konversi dahak akhir tahap intensif, formulir pemeriksaan sediaan untuk uji silang dan analisis hasil uji silang kabupaten, laporan OAT (Obat Anti TB), data situasi ketenagaan program TB, data situasi Public-Private Mix (PPM) dalam pelayanan TB. Pemantauan dan evaluasi program di Suku Dinas Jakarta Selatan juga mempunyai
fungsi
manajemen untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program. Pemantauan dilaksanakan secara berkala dan terus-menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, suoaya daoat dilakukan tindakan perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak-waktu (interval) lebih lama, biasanya setiap 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam mengukur keberhasilan program TB yang dilakukan diperlukan adanya indicator. Indikator pengendalian TB secara nasional ada 2 yaitu angka penemuan pasien baru dengan TB BTA positif (case detection rate = CDR) minimal 70% dan angka keberhasilan pengobatan (success rate =SR). CDR adalah presentase jumlah pasien baru TBA positif yang ditemukan dan diobati disbanding dengan jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut.
Universitas Indonesia
29
CDR =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑇𝐵 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑙𝑎𝑝𝑜𝑟𝑘𝑎𝑛 (𝑓𝑜𝑟𝑚𝑢𝑙𝑖𝑟 𝑇𝐵 07) 𝑝𝑒𝑟𝑘𝑖𝑟𝑎𝑎𝑛 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑇𝐵𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓
𝑥 100%
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan angka insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk. Perhitungan angka insiden di daerah Jakarta dapat dihitung dengan cara : 115 𝑥𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 100.000
Selain itu, indicator lain yang digunakan adalah angka keberhasilan pengobatan yaitu angka yang menunjukkan presentase pasien baru TB BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap) diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap. Cara perhitungan untuk pasien baru BTA positif : 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑇𝐵 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 (𝑠𝑒𝑚𝑏𝑢 + 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑜𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑙𝑒𝑛𝑔𝑘𝑎𝑝) 𝑥 100% 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑇𝐵 𝐵𝑇𝐴 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑜𝑏𝑎𝑡𝑖
4.2 Kusta Selain program kesehatan penanggulangan TB, Suku Dinas Jakarta Selatan juga memiliki program kesehatan untuk penyakit kusta. Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah social, ekonomi, budaya, keamanan, dan ketahanan nasional. Adapun bebapa kebijakan yang dilakukan oleh Suku Dinas Jakarta Selatan untuk pengendalian penyakit kusya ini yaitu pelaksanaan program pengendalian kusta diintegrasikan pelayanan kesehatan dasar di puskesmas, pemberian pengobatan penderita kusta dengan MDT (Multi Drug Therapy) sesuai rekomendasi WHO yang diberikan secara gratis, serta memperkuat distem rujukan untuk memudahkan pasien kusta mendapatkan pengobatan yang baik.
Universitas Indonesia
30
Melalui pengobatan kusta, penderita diberikan
obat-obat yang dapat
membunuh kuman kusta, dengan demikian pengobatan pengobatan akan memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita, dan mencegah terjadinya cacat atau mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Obat yang disediakan di Suku Dinas Jakarta Selatan untuk pengobatan kusta yaitu MDT-Combi untuk pasien anak dan MDT MB Combi untuk pasien dewasa (Lampiran). MDT atau Multi Drug Therapy adalah kombinasi dua atau lebih obat anti kusta, yang salah satunya harus terdiri atas rifamfisin sebagai anti kusta yang sifatnya bakterisid kuat dengan obat anti kusta lain yang bida bersifat bakteriostatik. Adapun regimen pengobatan MDT yang ada di Suku Dinas Jakarta Selatan sesuain dengan nregimen pengobatan yang direkomendasikan oleh WHO, adapun regimen tersebut adalah sebagai berikut : a.
Penderita Pauci Baciler (PB), Pasien dewasa untuk pengobatan bulanan, hari pertama (dosis diminum
oleh petugas) yang terdiri dari 2 kapsul rifampisin 300 mg dan 1 tablet Dapsone/DDS (Duamino Diphenyl Suffone) 100 mg. Kemudian untuk pengobatan harian (untuk hari ke 2-28) yaitu 1 tablet dapson/ DDS (Duamino Diphenyl Suffone) 100 mg. Pengobatan ini diminum selama 6-9 bulan. b.
Penderita Multi-Basiler (MB), Pasien dewasa untuk pengobatan bulanan, hari pertama (dosis diminum
oleh petugas) yang terdiri dari 2 kapsul rifamfisin 300 mg; 3 tablet lampren 100 mg; dan 1 tablet dapsone/ DDS (Duamino Diphenyl Suffone) 100 mg. kemudian untuk pengobatan harian (untuk hari ke 2-28) terdiri dari 1 tablet lamprene 50 mg dan 1 tablet dapsone/ DDS (Duamino Diphenyl Suffone) 100 mg. c.
Dosis MDT menurut umur Bagi pasien dewasa dan anak usia 10-14 tahun tersedia paket dalam bentuk
blister. Untuk dosis anak, disesuaikan dengan berat badan. Dosis rifampisin adalah 10-15 mg/kg BB, DDS (Duamino Diphenyl Suffone) adalah 1-2 mg/kg BB, dan clofazimine adalah 1 mg/kg BB.
Universitas Indonesia
31
Sebagai pedoman praktis untuk dosis MDT bagi penderita kusta digunakan bagan sebagai berikut : 1.
Tipe Pauci Baciler (PB)
Jenis Obat
< 5 tahun
Rifampisin
10-14 Tahun >15 tahun
300 mg/bln
Berdasarkan DDS
5-9 tahun
450 mg/bln
25 mg/bln
50 mg/bln
berat badan 25 mg/hari
50 mg/hari
Keterangan
600
Minum di depan
mg/bln
petugas
100
Minum di depan
mg/bln
petugas
100
Minum di
mg/hari
rumah
Tabel 4.1. Pedoman dosis MDT untuk pasien dengan Tipe PB
2.
Tipe Multi-Basiler (MB) Jenis Obat
<5 tahun
Rifampisin
5-9 tahun
10-14
>15
tahun
tahun
300
450
600
Minum di
mg/bln
mg/bln
mg/bln
depan
Berdasarkan DDS
berat badan
Keterangan
petugas 25 mg/bln
50
100
Minum di
mg/bln
mg/bln
depan petugas
25 mg/hari
Clofazimin
50
100
Minum di
mg/hari
mg/hari
rumah
100
150
300
Minum di
mg/bln
mg/bln
mg/bln
depan petugas
50 mg
50 mg
50
Minum di
2x/minggu
setiap 2
mg/hari
rumah
hari Tabel 4.2. Pedoman dosis MDT untuk pasien dengan Tipe MB
Universitas Indonesia
32
MDT yang diberikan secara gratis oleh WHO dan disediakan dalam kemasan blister. Perkiraan kebutuhan MDT suatu Negara dihitung berdasarkan data terakhir yang dikumpulkan melalui suatu standar format tahunan. Pengelolaan logistic yang efisien memerlukan pelaporan yang tepat waktu untuk menghitung kebutuhan MDT. Agar ada keseragaman dan kesesuaian dalam perhitungan kebutuhan MDT maka diperlukan standarisasi dalam pengelolaan MDT di Indonesia. Secara umum proses pengelolaan obat untuk program pengendalian kusta dapat digambarkan sebagai berikut :
PERENCANAAN KEBUTUHAN
PENGGUNAAN DI UPK
KETERSEDIAAN OBAT MDT
PENYIMPANAN & PENDITRIBUSIAN
MONITORING & EVALUASI Gambar 4.2 Pengelolaan pengendalian kusta Beberapa hal hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaanMDT agar tidak terjadi kekurangan dan kelebihan : a.
Perencanaan
1.
Kebutuhan MDT dihitung dalam blister masing-masing menurutkategori MB-
dewasa, MB-anak, PB-dewasa dan PB-anak. Perhitungan menggunakan blister ini selain untuk memudahkan persediaan dan mengawasi penggunaanya, juga disesuaikan dengan cara WHO menghitung kebutuhan MDT. 2.
Formulir standar permintaan MDT harus digunakan untuk menghitung
kebutuhan. Form-1 untuk provinsi, Form-2 untuk kabupaten, Form-3 untuk puskesmas/UPK, dan Form-4 untuk daerah sulit dijangkau, dalam hal ini, Suku Dinas Jakarta Selatan harus menyiapkan formulir permintaan kebutuhan MDT sebelum permulaan tribulan untuk didistribusikan ke UPK (Puskesmas). Penanggung jawab Suku Dinas Jakarta Selatan harus melengkapi formulir ini berdasarkan laporan penderita atau foemulir permintaan MDT tribulan
Universitas Indonesia
33
sebelumnya untuk menghindari keterlambatan penyediaan dan pendistribusian. Misalnya, untuk menyediakan MDT ke puskesmas pada tribulan III (juliseptember 2014) kebutuhan MDT harus diperoleh dari provinsi pada akhir juni (Akhir tribulan II), untuk tujuan ini, penanggung jawab program harus melengkapi formulir permintaan berdasarkan pada data yang tersedia. Obat MDT ini disediakan oleh pemerintah pusat untuk seluruh Indonesia, termasuk Provinsi Jakarta. Setiap provinsi wajib mengisi formulir permintaan MD-1 (Lampiran 5) dua kali dalam satu tahun (tiap semester) dan mengirimkannya kepada pusat, paling lambat tiga bulan sebelum permulaan semester berikutnya. Ideal kebutuhan provinsi dihitung berdasarkan permintaan dari kabupaten Formulir permintaan MD-2 (Lampiran 6). Akan tetapi biasanya permintaan dari semua kabupaten tidak dapat diterima tepat waktu. Untuk menghindari keterlambatan memperoleh MDT dari pusat serta menghindari keterlambatan
pendistribusian
ke
kabupaten,
maka
kebutuhan
dihitung
berdasarkan pada laporan tribulan terakhir yang tersedia dari semua kabupaten di provinsi tersebut. Perhitungan berdasarkan laporan tribulan III (September) atau tribulan II (Juni) 2006 tergantung laporan terakhir yang ada. Perhitungan kebutuhan ini mungkin tidak tepat, akan tetapi adanya persediaan cadangan tiga bulan setiap semester akan mengatasi hal tersebut. Penyesuaian perlu dilakukan setelah menerima semua laporan dari kabupaten sebelum mengirimkan formulir permintaan MDT semester berikutnya untuk menghindari kekurangan atau kelebihan MDT. 3.
Tiga bulan persediaan di tingkat provinsi, dan 1 bulan di tingkat kabupaten
serta puskesmas/UPK, ditambahkan pada kebutuhan sesungguhnya untuk mengantisipasi keterlambatan pengiriman (Lead-time). 4.
Kebutuhan MDT secara Nasional setiap tahunnya akan dihitung oleh WHO
menggunakan formula khusus. b.
Penyimpanan dan pendistribusian Untuk memperlancar persediaan dan mengurangi jumlah obat yang
terbuang, frekuensi yang digunakan untuk permintaan dan pengiriman MDT adalah sebagai berikut :
Universitas Indonesia
34
1.
Provinsi
: Semester
2.
Kabupaten
3.
Puskesmas/UPK : Tribulanan
4.
Daerah sulit
c.
Untuk menghindari kekurangan dan memudahkan pengepakkan serta
: Tribulanan
: Tahunan
pengiriman tepat waktu maka : 1.
Provinsi harus mengirimkan format permintaan paling permintaan paling
lambat tiga bulan sebelumnya ke subdin Kusta 2.
Kabupaten harus mengirimkan format permintaan paling lambat satu bulan
sebelum ke provinsi. 3.
Puskesmas di wilayah Jakarta Selatan harus mengirimkan format permintaan
dengan mengisi kartu permintaan MDT-3 (Lampiran 7) paling lambat satu bulan sebelumnya ke Kabupaten. d.
Monitoring dan evaluasi Daftar stok dimonitor oleh petugas penanggung jawab program pada
kunjungan supervisi.
4.3. HIV AIDS Ada beberapa program yang dilakukan oleh Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Selatan Guna menanggulangi penyakit AIDS. AUntuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap virus
HIV/AIDS, sekarang ini enam
puskesmas kecamatan di Jakarta Selatan telah memiliki pelayanan konsultasi AIDS gratis. Dengan pelayanan konsultasi, Hal ini bertujuan agar mereka yang terinfeksi virus HIV AIDS dapat sembuh karena adanya penanganan secara komprehensif. Keenam puskesmas itu di antaranya, Puskesmas Kecamatan Tebet, Puskesmas Kecamatan Setiabudi, Puskesmas Kecamatan Pancoran, Puskesmas Kecamatan Kebayoran Lama, Puskesmas Kecamatan Cilandak, dan Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru. Berdasarkan data yang diperoleh oleh Sudin Kesehatan Jakarta Selatan, pada tahun 2009 ada 105 kasus HIV/AIDS. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya terdiri dari 87 kasus. Adapun hal-hal yang memungkinkan terjadinya peningkatan kasus HIV/AIDS ini dikarenakan
Universitas Indonesia
35
karena kurangnya sosialiasi mengenai pengetahuan HIV/AIDS serta cara pencegahannya. Selain itu, factor tertinggi akibat HIV/AIS yaitu diakibatkan melalui jarum suntik yang dipakai secara bergantian. Untuk mencegah penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik, Sudin Kesehatan Jakarta Selatan mengadakan program pertukaran jatum suntik steril di enam puskesmas di Jakarta Selatan yang telah memiliki klinik metadon. Selain diakibatkan oleh jarum suntik yang tidak steril, penyebaran HIV/AIDS juga dapat disebabkan oleh hubungan seks yang tidak terlindung dengan orang yang terinfeksi virus yang sama. Untuk menekan jumlah kasus yang diakibatkan oleh hubungan seks ini, dinas juga menggerakkan strategi penanggulangan dengan perawatan antiretroviral (ARV), serta pencegahan perilaku melalui penggunaan kondom dan program komunikasi, informasi, serta edukasi. Adapun logistic program pengendalian AIDS terdiri dari : Obat ARV, obat infeksi menular seksual, logistic laboratorium dan logistic lainnya. a.
Obat Anti Retroviral (ARV) Hingga saat ini lebih dari 26 jenis ARV yang telah ditemukan dan
digunakan di dunia dengan kemungkinan lebih dari 1540 paduan (regimen). Dengan pendekatan kesehatan masyarakat (Public Health Approch) sebagaimana yang direkomendasikan oleh WHO, program pengendalian HIV/AIDS di Indonesia saat ini menyediakan beberapa jenis ARV sebagai berikut : 1) Zidovudin (AZT, ZDV) 300 mg 2) Lamivudin (3TC) 150 mg 3) Stavudin (d4T) 30 mg 4) Efavirens (EFV) 600 mg 5) Nevirapin (NVP) 200 mg Obat tersebut di atas banyak digunakan sebagai paduan lini pertama, sementara untuk paduan lini kedua digunakan obat berikut : 1) Tenofovir (TDF) 300 mg 2) Didanosin (ddl) 100 mg 3) Lopinavir/ritonavir (LPV/r) 200 mg/50 mg 4) Abacavir (ABC) 300 mg 5) Emtricitabine (FTC) 200 mg
Universitas Indonesia
36
b.
Obat Infeksi Oportunistik Adapun beberapa obat yang disediakan di Suku Dinas Kota Admistrasi
Jakarta Selatan yaitu asiklovir 400 mg, Flukonazol 200 mg, kotrimoksazol oral 960 mg, dan kotrimoksazol 400 mg/80 mg. c.
Obat Infeksi Menular Seksual Beberapa obat yang disediakan di Suku Dinas Kota Admistrasi Jakarta
Selatan yaitu asiklovir 200 mg (herpes genitalis), benzatin penisilin (sifilis), sefiksim 400 g ditambah dengan azitromicin 1000 mg (klamdiasis), siprofloksasin 500 mg, doksisiklin 100 mg, klotrimoksazol vag tab 500 mg (kanidiasis), dan lainlain. Selain logistic diatas, Sudin kesehatan Jakarta Selatan juga menyediakan logistic lainnya seperti reagen pemeriksaan dan diagnostic HIV dan logistic lain seperti kondom, jarum suntik, dan buku pedoman. Adapun obat-obatan yang disediakan oleh Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Selatan dapat dilihat pada Lampiran 7.
Universitas Indonesia
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Suku Dinas kota Administrasi Jakarta Selatan mempunyai seksi pengendalian masalah kesehatan, seksi pengendalian masalah kesehatan merupakan satuan kerja suku dinas kesehatan yang memiliki fungsi dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan. Adapun program kesehatan Penyakit Menular yang dimiliki oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan adalah program kesehatan untuk penyakit TBC, Kusta, dan HIV. Secara keseluruhan, program kesehatan penyakit menular ini sudah terlaksana dengan baik hal ini dapat dilihat dari Obat-obatan yang disediakan oleh Sudin Kesehatan Jakarta Selatan telah sesuai dengan pedoman WHO dan adanya program penunjang lain guna menyukseskan program kesehatan ini.
5.2 Saran Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan telah cukup baik dalam menjalankan program kesehatan terutama untuk program penyakit menular seperti HIV/AIDS, TB Paru, dan Kusta. Tetapi, masih perlu adanya peran apoteker di fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas untuk ikut serta dalam memajukan program yang telah dilakukan oleh Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Selatan.
37
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN Amirudin, MD., Hakim, Z., Darwis, E., (2003), Kusta ; Diagnosis Penyakit Kusta, 2ed., Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Pp. 12-31 Departemen Kesehatan RI, 2005. Modul Pelatihan Komunikasi Interpersonal dan Advokasi P2 Kusta. Harahap, Marwali. (2000). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates Jean M. Watson, OBE, Grad, DP, FCSP, 1998. Tindakan Penting Untuk Mengurangi Risiko Cacat pada Penderita Kusta (Terjemahan). Dr. Yamin Hasibuan, MPH. Learning Guide One, ILEP, 2002. How to Diagnose and Treat Leprosy. Marion Steentjes, Dr.Jerstin Baise, 2006, Pedoman Pelaksanaan Pembentukan Kelompok Perawatan Diri. Mantra, Inda Bagus. Strategi Penyuluhan Kesehatan PKM Depkes RI, 1997. Modul Pelatihan Kusta. Pusat Latihan Kusta Nasional, 2002, Makassar. Zulkifli. (2003). Penyakit Kusta dan Masalah yang Ditimbulkannya. Sumatra Utara : Universitas Sumatra Utara. Diakses 25 Novenber 2014. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-zulkifli2.pdf.
38
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
39
Universitas Indonesia
39
Lampiran 1. Uraian Tugas Program TBC untuk petugas Kabupaten/Kota
40
Lampiran 2.Uraian Tugas Program TBC Untuk Petugas di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
41
Lampiran 3. Kartu Berobat Pasien TB
42
Lanjutan Lampiran 3. Kartu Berobat TB
43
Lampiran 4. Kartu Identitas Pasien TB
44
Lanjutan Lampiran 4. Kartu Identitas Pasien TB
45
Lampiran 5. Formulir Permintaan MDT-1
46
Lampiran 6. Formulir Permintaan MDT-2
47
Lampiran 7. Formulir Permintaan MDT-3
48
Lampiran 8. Beberapa Obat yang disediakan Oleh Sudinkes Jakarta Selatan
(b) Obat Kusta
(a) Obat TBC
(c) Obat HIV/AIDS