UNIVERSITAS INDONESIA
KORELASI UKURAN TERBESAR LESI KONDILOMA AKUMINATUM ANOGENITAL DENGAN HITUNG SEL CD4+ PADA PASIEN HIV
TESIS
JIHAN ROSITA 1106025265
FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN JAKARTA JANUARI 2015
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
UNIVERSITAS INDONESIA
KORELASI UKURAN TERBESAR LESI KONDILOMA AKUMINATUM ANOGENITAL DENGAN HITUNG SEL CD4+ PADA PASIEN HIV
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis Kulit dan Kelamin
JIHAN ROSITA 1106025265
FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN JAKARTA JANUARI 2015
Universitas Indonesia
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulillahirabbil‘alamin. Puji dan
syukur saya panjatkan ke hadirat
Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya, sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini.
Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu saya selama menjalani pendidikan dokter spesialis hingga tersusunnya tesis ini.
Terima kasih saya ucapkan kepada Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K), sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) saat ini. Terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Akmal Taher, SpU(K) sebagai Direktur Utama Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta periode terdahulu dan Dr. dr. C. H. Soejono, SpPD-K.Ger, M.Epid, FACP, FINASIM sebagai Direktur Utama RSCM Jakarta saat ini, atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjalani pendidikan dokter spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) FKUI RSCM, Jakarta.
Saya menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga dan rasa hormat kepada Dr. dr. Tjut Nurul Alam Jacoeb, SpKK(K) atas kesediannya menerima saya sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) semasa beliau menjabat sebagai Ketua Departemen IKKK FKUI RSCM terdahulu. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada dr. Shannaz Nadia Yusharyahya, SpKK, MHA sebagai Ketua Departemen IKKK FKUI RSCM saat ini, dan kepada seluruh kepala divisi serta seluruh staf pengajar Departemen IKKK FKUI RSCM yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu dan pengalaman. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan, dukungan, teladan, dorongan dan motivasi yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan. Permohonan maaf saya haturkan sebesar-besarnya kepada
iv Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
seluruh guru yang saya hormati, apabila terdapat perkataan dan perbuatan saya yang kurang berkenan selama ini. Rasa terima kasih juga saya ucapkan kepada dr. Inge Ade Krisanti, SpKK sebagai mentor akademis, yang senantiasa memberikan motivasi dan bimbingan selama masa pendidikan saya.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. dr. Kusmarinah Bramono, SpKK(K), PhD sebagai Ketua Program Studi PPDS IKKK FKUI, dan sebagai anggota Panitia Tetap Penilai Etik Penelitian FKUI, atas segala bekal ilmu, wawasan, bimbingan, dan dukungan selama saya menempuh pendidikan hingga menyelesaikan tesis ini. Kepada dr. Sandra Widaty, SpKK(K) sebagai Sekretaris Program PPDS IKKK FKUI RSCM terdahulu saya haturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas bimbingan dan dorongan semangat selama menjalani pendidikan. Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Larisa Paramitha, SpKK sebagai Sekretaris Program PPDS IKKK FKUI RSCM saat ini.
Ucapan terima kasih tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda, SpKK(K), almarhum Prof. Dr. dr. Unandar Budimulja, SpKK(K), Prof. dr. Sjaiful Fahmi Daili, SpKK(K), Prof. Dr. dr. Siti Aisah Boediarja, SpKK(K), Prof. Dr. dr. Retno Widowati Soebaryo, SpKK(K) dan Prof. Dr. dr. Benny E. Wiryadi, SpKK(K) atas tauladan, bimbingan, dan wawasan yang telah diberikan selama masa pendidikan saya.
Saya haturkan rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga kepada dr. Farida Zubier, SpKK(K) dan dr. Sandra Widaty, SpKK(K) sebagai pembimbing tesis yang telah menyediakan waktunya untuk memberikan bimbingan, memberikan saran dan asupan yang berharga, serta memberi semangat sejak awal penelitian hingga berakhirnya tesis.
Rasa hormat dan terima kasih kepada Dr. dr. Wresti Indriatmi, SpKK(K), M. Epid sebagai pembimbing statistik, yang telah menyempatkan diri untuk memberikan bimbingan, asupan yang berharga, dan dukungan sejak penyusunan usulan penelitian hingga penyelesaian tesis ini.
v Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
Terima kasih juga saya ucapkan kepada dr. Evita Halim Effendi, SpKK(K) dan dr. Shannaz Nadia Yusharyahya, SpKK, MHA yang telah berkenan menjadi penguji proposal dan tesis, atas waktu yang diberikan untuk mengoreksi dan memberi asupan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih kepada Dr. dr. Tjut Nurul Alam Jacoeb, SpKK(K) dan dr. Endi Novianto, SpKK yang telah berkenan menjadi penguji tesis saya, atas waktu yang diberikan untuk mengoreksi dan memberi asupan yang diperlukan dalam penyusunan tesis ini.
Kepada Dr. dr. Wresti Indriatmi B Makes, SpKK(K), M. Epid. saat menjabat sebagai koordinator penelitian Departemen IKKK FKUI dan kepada dr. Sandra Widaty, SpKK(K) sebagai Koordinator Penelitian Departemen IKKK FKUI saat ini, terima kasih saya ucapkan atas dukungan, petunjuk, bimbingan, dan kemudahan dalam melakukan penelitian ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada Prof. dr. Sjaiful Fahmi Daili, SpKK(K), dr. Farida Zubier, SpKK(K), Dr. dr. Wresti Indriatmi B Makes, SpKK(K), M.Epid. dan dr. Hanny Nilasari, SpKK(K) yang telah memberikan izin kepada saya untuk melakukan penelitian di Divisi Infeksi Menular Seksual Departemen IKKK. Terima kasih saya haturkan atas kesempatan, perhatian dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.
Ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Rianto Setiabudy, SpFK sebagai ketua Panitia Tetap Penilai Etik Penelitian FKUI atas persetujuan dan keterangan lolos kaji etik penelitian ini.
Terima kasih sebesar-besarnya saya haturkan kepada seluruh subyek penelitian atas keikutsertaan dalam penelitian ini, sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.
Terima kasih yang tulus kepada seluruh paramedis poliklinik dan rawat inap, staf, karyawan tata usaha, dan perpustakaan Departemen IKKK FKUI/RSCM atas
vi Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
semua bantuan dan kebersamaan selama saya menjalani pendidikan. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pasien baik di poliklinik maupun rawat inap, juga pasien di RS/klinik jejaring Departemen IKKK FKUI/RSCM yang telah memperkaya wawasan saya sebagai calon spesialis kulit dan kelamin.
Ungkapan rasa sayang dan terima kasih yang tak ternilai kepada teman satu angkatan “keluarga kedua” selama saya menjalani pendidikan di Departemen IKKK FKUI RSCM, dr. Zunarsih, dr. Heru Nugraha, dr. Yuda Ilhamsyah, dr. Conny Mely, dr. Harsha Aulia atas dukungan, doa, serta persahabatan yang indah. Kepada teman seperjuangan saat ujian nasional dan ujian lokal serta para sahabat, senior, dan adik-adik yang saya temui selama masa pendidikan yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu, terima kasih saya ucapkan sebesar-besarnya atas pertemanan yang indah, kerjasama, dan dukungan yang diberikan selama menempuh pendidikan ini.
Teman-teman yang telah dengan ikhlas membantu dalam penelitian ini, kepada dr. Heru Nugraha, dr. Herni, dr. Aninda Undiah Hasanah, dr. Indah Widyasari, dr. Artini Wijayanti Islami, dr.Tisya Moeliawan, yang telah membantu saya saat mengumpulkan subyek penelitian di Divisi Infeksi Menular Seksual Departemen IKKK FKUI RSCM. Saya ucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga atas bantuan dan dukungan teman-teman sehingga saya dapat mewujudkan penelitian ini.
Terima kasih yang tulus kepada dr. Purbo Antarsih, M.Kes. sebagai Kepala Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, dr. Sahiyatun Nawiyah sebagai Kepala Klinik IMS Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Ibu Dyah Septarini, AmKeb.SPd. dan Ibu Tiwi Hartati AmKep. yang telah membantu saya dalam pengambilan sampel penelitian di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo.
Dari lubuk hati yang paling dalam, saya haturkan penghormatan kepada kedua orang tua saya, Ayahanda tercinta H. Gazi Muhammad dan Ibunda tercinta Hj. Yusmina Djajoestam. Terima kasih atas semua doa yang tak pernah putus
vii Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
terpanjatkan untuk ananda, kasih sayang tiada tara, dan semua dukungan yang tercurahkan selama ini. Tanpa kalian Ananda bukanlah siapa-siapa. Terima kasih atas segala pengertian serta mohon maaf atas pengorbanan yang harus dilakukan selama ananda menuntut ilmu. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan memberikan kesehatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan kepada aba dan mama.
Kepada suami tercinta, dr. Kemal Imran, SpS, saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas semua cinta, perhatian, pengertian, kesabaran, dukungan, arahan dan doa tulusnya hingga saya dapat menjalani pendidikan dan penelitian ini. Tak lupa ucapan terimakasih kepada buah hatiku tersayang Nadya Kamila Kemal, Fahira Alyssa Kemal, dan Malik Maulana Kemal atas doa, pengertian, serta dukungan selama ini. Mohon maaf atas segala pengorbanan yang telah diberikan, terima kasih karena selalu mendukung mama, memanjatkan doa, dan menjadi penyemangat untuk mama selama ini.
Pada kesempatan ini perkenankanlah saya dengan segala kerendahan hati ingin menyampaikan permohonan maaf yang tulus kepada semua pihak yang pernah terkait selama menjalani pendidikan di Departemen IKKK FKUI RSCM ini, atas segala kekurangan, kesalahan, dan kekhilafan selama saya menjalani pendidikan.
Hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu saya. Amiin. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Jakarta, 16 Januari 2015 Penulis
Jihan Rosita
viii Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Jihan Rosita : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin : Korelasi ukuran terbesar lesi kondiloma akuminatum anogenital dengan hitung sel CD4+ pada pasien HIV
Latar belakang Kondiloma akuminatum adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh human papillomavirus tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa. Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi kondiloma akuminatum pada pasien HIV lebih tinggi daripada pasien non HIV. Hubungan antara hitung sel CD4+ dengan penemuan lesi kondiloma sudah banyak dilaporkan, namun tidak demikian halnya hubungan antara hitung sel CD4+ dengan ukuran lesi kondiloma. Data mengenai ukuran lesi kondiloma pada pasien HIV diharapkan dapat bermanfaat sebagai prediktor terhadap penurunan hitung sel CD4+ khususnya bagi pasien yang dicurigai namun enggan melakukan pemeriksaan status HIV. Tujuan Untuk mengetahui korelasi antara ukuran terbesar lesi kondiloma akuminatum anogenital dengan hitung sel CD4+ pada pasien HIV. Desain Penelitian deskriptif analitik dengan desain potong lintang pada pasien HIV dengan kondiloma akuminatum anogenital yang berkunjung ke Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS RSCM, UPT HIV RSCM, dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta selama periode Juni-November 2014. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling. Hasil Terdapat 34 subyek penelitian (SP), terdiri atas 28 SP laki-laki (82,35%) dan dan 6 SP perempuan (17,65%), berusia 20-62 tahun, nilai rerata hitung sel CD4+ pada SP adalah 262±118 (4–467) sel/mm3. Dilakukan pengukuran lesi kondiloma secara klinis dengan menggunakan kaliper dan didapatkan nilai tengah ukuran terbesar lesi kondiloma adalah 392 (4-16.695.396) mm3. Dari analisis statistik didapatkan korelasi negatif lemah antara ukuran terbesar lesi kondiloma akuminatum anogenital dengan hitung sel CD4+ pada pasien HIV, namun tidak bermakna secara statistik (r = - 0.09, p>0.05). Kesimpulan Tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara ukuran terbesar lesi kondiloma akuminatum anogenital dengan hitung sel CD4+ pada pasien HIV. Temuan ini dapat digunakan sebagai data dasar, dapat pula disimpulkan bahwa ukuran terbesar lesi kondiloma akuminatum anogenital tidak dapat digunakan sebagai prediktor terhadap penurunan hitung sel CD4+ pada pasien HIV. Kata Kunci kondiloma akuminatum, ukuran terbesar, HIV, hitung sel CD4+
x Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name Study Programme Title
: Jihan Rosita : Dermatovenereology : Correlation between the largest size of anogenital condyloma acuminatum and CD4+ cell count among HIV-infected patients
Background Condyloma acuminatum refers to a sexually transmitted infection due to certain types of human papillomavirus, manifested as fibroepithelioma on the skin and mucus membranes. Several studies have reported prevalence of condyloma acuminatum among HIV-infected patients is higher than HIVuninfected patients. The association between CD4+ cell count and detection of condyloma lesions have been reported frequently, but there was only one report about the association between CD4+ cell count and the size of condyloma lesions. Data about the size of condyloma lesions among HIV-infected patients hopefully can be used as a predictor of decrease in CD4+ cell count particularly in suspected patients who reluctant to examine their HIV serologic status. Objective To determine the correlation between the largest size of anogenital condyloma acuminatum and CD4+ counts in HIV-infected patients. Method Analytic descriptive study with cross sectional method among HIV-infected patients suffered from anogenital condyloma acuminatum who visited Sexually Transmitted Infections Division of Dermatovenereology Clinic RSCM, HIV Integrated Service Unit RSCM, and District Primary Health Care Pasar Rebo, Jakarta during period of June-November 2014. Sampling method was implemented as consecutive sampling. Results There were 34 participants, consists of 28 male (82,35%) and 6 female (17,65%), aged 20-62 years old, CD4+ cell count were 262±118 (4– 467) cells/mm3. We measured the size of condyloma lesions clinically using calipers, and median of the largest size of anogenital condyloma was 392 (4-16.695.396) mm3. Statistical analysis revealed a weak inverse correlation between the largest size of anogenital condyloma with CD4+ cell count in HIV-infected patients but not statistically significant (r = - 0.09, p>0.05). Conclusion There was a weak inverse correlation between the largest size of anogenital condyloma acuminatum with CD4+ cell count in HIV-infected patients but not statistically significant. These findings can be used as a data base, and we conclude that the largest size of anogenital condyloma acuminatum can not be used as a predictor of decrease in CD4+ cell count in HIV-infected patients. Keywords Condyloma acuminatum, the largest size, HIV, CD4+count
xi Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL....................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................... iv ABSTRAK ...................................................................................................... ix ABSTRACT .................................................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv DAFTAR BAGAN ......................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xviii BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1 Latar belakang ............................................................................ 1.2 Perumusan masalah ..................................................................... 1.3 Pertanyaan penelitian ................................................................... 1.4 Hipotesis penelitian ................................................................... . 1.5 Tujuan penelitian ......................................................................... 1.6 Manfaat penelitian .......................................................................
1 1 5 5 5 5 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2.1 Kondiloma akuminatum ............................................................. 2.1.1 Definisi ............................................................................ 2.1.2 Epidemiologi dan faktor risiko ....................................... 2.1.3 Etiopatogenesis ............................................................... 2.1.4 Manifestasi klinis ............................................................ 2.1.5 Diagnosis ......................................................................... 2.2 Human Immunodeficiency Virus ................................................. 2.2.1 Imunologi infeksi HIV ..……………………………....... 2.3. Kondiloma akuminata pada pasien HIV ...................................... 2.4. Kerangka Teori ............................................................................. 2.5. Kerangka konsep ......................................................................
7 7 7 7 8 10 11 11 12 13 17 18
BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................ 3.1. Desain penelitian ...................................................................... 3.2. Tempat dan waktu penelitian ................................................... 3.3. Populasi penelitian ................................................................... 3.3.1 Populasi target ............................................................... 3.3.2 Populasi terjangkau....................................................... . 3.4. Sampel dan cara pemilihan sampel ......................................... 3.5. Kriteria pemilihan sampel ......................................................... 3.5.1 Kriteria inklusi ............................................................... 3.5.2 Kriteria eksklusi ............................................................. 3.6. Perkiraan besar sampel ............................................................. 3.7. Bahan dan Cara kerja ..............................................................
19 19 19 19 19 19 19 20 20 20 20 21
xii Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
3.7.1 3.7.2 3.7.3 3.7.4 3.7.5
Alokasi SP .................................................................... Bahan dan alat pemeriksaan ......................................... Persetujuan mengikuti penelitian................................... Pengisian status penelitian ............................................ Cara pemeriksaan .......................................................... 3.7.5.1 Anamnesis ....................................................... 3.7.5.2 Pemeriksaan fisis ............................................. 3.7.5.3 Penatalaksanaan ............................................... 3.7.5.4 Pemeriksaan hitung sel CD4+ ......................... 3.7.6 Identifikasi variabel ...................................................... 3.7.6.1 Variabel bebas ................................................. 3.7.6.2 Variabel tergantung ......................................... 3.8 Definisi operasional ................................................................. 3.8.1 Kondiloma akuminatum anogenital.................... 3.8.2 Usia .................................................................... 3.8.3 Jenis kelamin ..................................................... 3.8.4 Status pernikahan ................................................ 3.8.5 Tingkat pendidikan SP ....................................... 3.8.6 Lama penyakit ................................................... 3.8.7 Riwayat terapi .................................................... 3.8.8 Keadaan serupa pada pasangan seksual ............. 3.8.9 Perilaku seksual pasien ...................................... 3.8.10 Jumlah pasangan seksual selama hidup ............. 3.8.11 Kebiasaan merokok ........................................... 3.8.12 Lokasi lesi .......................................................... 3.8.13 Morfologi lesi .................................................... 3.8.14 Ukuran lesi KA terbesar .................................... 3.8.15 Jumlah lesi KA .................................................. 3.8.16 Pemeriksaan hitung sel CD4+ .......................... 3.8.17 Mendapat terapi anti retroviral ........................ 3.9 Kerangka operasional.............................................................. 3.10 Etik penelitian ........................................................................ 3.11 Pengolahan dan analisis data .................................................
21 21 21 21 22 22 22 22 23 23 23 23 23 23 24 24 24 24 25 25 25 25 26 26 26 27 27 27 27 27 28 28 29
BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 4.1 Karakteristik subyek penelitian ................................................. 4.2 Ukuran terbesar lesi kondiloma akuminata pada subyek Penelitian ................................................................................... 4.3 Hitung sel CD4+ pada subyek penelitian ................................. 4.4 Korelasi ukuran terbesar lesi kondiloma akuminata dengan hitung sel CD4+ pada subyek penelitian .................................. 4.5 Hasil tambahan ......................................................................... 4.5.1 Korelasi jumlah lesi dengan hitung sel CD4+ pada subyek penelitian ............................................................. 4.5.2 Korelasi jumlah regio terdapat lesi KA dengan hitung sel CD4+ pada subyek penelitian ..................................... 4.5.3 Hubungan antara lama penyakit dengan ukuran terbesar lesi KA pada subyek penelitian .........................
30 30
xiii Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
35 35 35 39 39 40 41
Universitas Indonesia
4.5.4 Hubungan antara pemberian ARV dengan ukuran terbesar lesi KA pada subyek penelitian ......................... 4.6 Keterbatasan penelitian ............................................................
42 43
BAB 5. IKHTISAR, KESIMPULAN, DAN SARAN .................................. 5.1 Ikhtisar ....................................................................................... 5.2 Kesimpulan ................................................................................ 5.3 Saran ...........................................................................................
44 44 47 47
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
48
xiv Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.3
Penelitian-penelitian mengenai hubungan antara hitung sel CD4+ dengan kejadian KA pada pasien HIV…...........….
Tabel 4.1.1
8
Distribusi karakteristik sosio-demografik pasien KA dengan HIV di RSCM dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta, Juni-November 2014 ...............................................
Tabel 4.1.2
32
Distribusi karakteristik klinis pasien KA dengan HIV di RSCM dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta, Juni-November 2014 ............................................................
xv Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
34
Universitas Indonesia
DAFTAR BAGAN
Kerangka teori ...............................................................................................
16
Kerangka konsep ...........................................................................................
17
Kerangka operasional ....................................................................................
28
xvi Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.4.1
Korelasi volume lesi KA dengan hitung sel CD4+
36
Gambar 4.4.2
Korelasi panjang lesi KA dengan hitung sel CD4+
36
Gambar 4.4.3
Korelasi lebar lesi KA dengan hitung sel CD4+
37
Gambar 4.4.4
Korelasi tebal lesi KA dengan hitung sel CD4+
37
Gambar 4.5.1
Korelasi jumlah lesi KA dengan hitung sel CD4+
39
Gambar 4.5.2
Korelasi jumlah regio terdapat lesi KA dengan hitung sel CD4+
Gambar 4.5.3
40
Hubungan antara lama penyakit dengan ukuran terbesar lesi KA
Gambar 4.5.4
41
Hubungan antara pemberian ARV dengan ukuran terbesar lesi KA
42
41 4
xvii Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Penyaring subyek penelitian .................................................
55
Lampiran 2
Informasi Penelitian ..............................................................
56
Lampiran 3
Formulir Persetujuan ............................................................ .
58
Lampiran 4
Status penelitian ....................................................................
61
Lampiran 5
Tabel induk penelitian ...........................................................
64
Lampiran 6
Keterangan lolos kaji etik......................................................
67
xviii Universitas Indonesia
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
DAFTAR SINGKATAN
APC
Antigen presenting cells
ARV
Anti retroviral
cm
Sentimeter
CTL
Cytotoxic T lymphocytes
dkk
Dan kawan-kawan
DNA
Deoxyribonucleic acid
Gag
Group-specific antigen
HIV
Human immunodeficiency virus
HPV
Human papillomavirus
IFN
Interferon
IKKK
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
IMS
Infeksi menular seksual
KA
Kondiloma akuminatum
KSIMSI
Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual Indonesia
LSL
Laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki
MHC
Major histocompatibility complex
mm
Milimeter
n
Jumlah subjek penelitiasn
NK
Natural killer
xix Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
PITC
Provider –initiated testing and counselling
PPM
Panduan Pelayanan Medis
RS
Rumah Sakit
RSCM
Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo
SMP
Sekolah Menengah Pertama
SMA
Sekolah Menengah Atas
SMK
Sekolah Menengah Kejuruan
SP
Subjek penelitian
TGF-β
Transforming growth factor β
TNF
Tumor necroting factor
UN AIDS
The joint United Nations programme on HIV/AIDS
UPT
Unit Pelayanan Terpadu
VCT
Voluntary counselling and testing
WHO
World Health Organization
WIHS
Women’s Interagency HIV Study
xx Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Kondiloma akuminatum (KA) adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh human papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa. HPV merupakan virus DNA doublestranded, tergolong dalam famili Papovaviridae.1 Sampai saat ini, terdapat lebih dari 200 tipe HPV, dan kurang lebih 120 tipe yang diisolasi dari manusia terbagi dalam 5 genus, namun yang dapat menimbulkan KA terdapat 23 tipe.1,2 HPV tipe 6 dan tipe 11 paling sering ditemukan pada KA yang eksofitik dan displasia derajat rendah (low risk), sedangkan HPV tipe 16 dan 18 sering ditemukan pada displasia derajat tinggi dan keganasan (high risk).1-3 Masa inkubasi KA berlangsung antara 3 minggu sampai dengan 8 bulan (rata-rata 2-3 bulan).1-3 HPV masuk ke dalam tubuh melalui mikrolesi pada kulit dan mukosa sehingga KA sering timbul di daerah yang mudah mengalami trauma pada saat hubungan seksual.3 Sebagian besar infeksi HPV anogenital bersifat asimtomatik atau subklinis, bersifat jinak dan umumnya tidak menyebabkan mortalitas. Morbiditas utama KA terkait dengan gangguan psikologis yang dialami lebih dari 50% pasien. Lesi KA sering menimbulkan rasa cemas, malu, kurang percaya diri pada saat berhubungan seksual yang pada akhirnya mengakibatkan penurunan kualitas hidup pasien.4
Prevalensi infeksi HPV di dunia dilaporkan terus meningkat dalam 35 tahun terakhir.4 Insidens kumulatif infeksi HPV secara umum pada populasi dewasa muda sebesar 40%, dengan prevalensi mencapai 75-80%.5 Suatu tinjauan sistematik oleh Patel, dkk. (2013) mengenai insidens dan prevalens KA di seluruh dunia menunjukkan insidens KA pertahun berkisar antara 160-289 per 100.000 orang pertahun.6 Di Indonesia, berdasarkan data yang dilaporkan oleh Kelompok Studi Infeksi Menular Seksual Indonesia (KSIMSI) dari 13 rumah sakit (RS) pusat pendidikan spesialis kulit dan kelamin di Indonesia, terdapat kecenderungan
1 Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
2
peningkatan proporsi KA dibandingkan dengan infeksi menular seksual (IMS) lainnya dalam 5 tahun terakhir (2007-2011), yaitu sebagai berikut: 2007 (21,25%), 2008 (33,81%), 2009 (33,66%), 2010 (29,25%), dan 2011 (30,58%). Di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), proporsi kasus baru KA dibandingkan dengan IMS lain selama lima tahun terakhir (2007-2011) berkisar antara 21,25% sampai dengan 33,66%. Sejak tahun 2008 KA menempati urutan pertama kasus IMS yang datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS RSCM.7 Di Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS RSCM, pada tahun 2011 tercatat 63 kasus baru KA dan total kasus baru dan lama sebanyak 125 kasus, sedangkan pada tahun 2012 tercatat 81 kasus baru dan total kasus baru dan lama sebanyak 343 kasus.8 Status imun pejamu berperan penting dalam perjalanan penyakit infeksi HPV.9 Lebih dari 2/3 kelompok individu imunokompeten yang terinfeksi HPV mengalami infeksi yang bersifat sementara karena respons imun pejamu mampu mengeliminasi virus.10 Hanya kurang dari 1% pasien yang terinfeksi HPV, bermanifestasi sebagai KA.11 Imunitas selular dan humoral diperlukan untuk mengatasi lesi KA, tetapi imunitas selular lebih berperan penting.12 Keadaan imunosupresi dianggap sebagai faktor risiko terjadinya KA.13,14 Hal ini didukung oleh banyak ditemukannya KA pada pasien dalam kondisi imunosupresi seperti pasien transplantasi ginjal yang mendapat terapi imunosupresan, pasien limfoma Hodgkin, dan pasien HIV.14
Infeksi HIV disebabkan oleh human immunodeficiency virus, merupakan virus RNA yang menyebabkan penurunan sistem imunitas tubuh. Terdapat dua tipe HIV, yaitu HIV tipe 1 dan 2 yang berbeda secara genetik dan antigenik. HIV-2 dianggap kurang patogen dibandingkan HIV-1.15 Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara darah, semen, dan sekret vagina. Sebagian besar penularan terjadi melalui hubungan seksual.4,15 HIV cenderung menyerang sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, yang berperan penting dalam mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh.16,17 Hitung sel CD4+
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
3
dalam darah sangat berkaitan dengan status imunitas penderita. Penurunan hitung sel CD4+ menjadi indikator utama progresivitas infeksi HIV.18
Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi KA pada pasien HIV lebih tinggi daripada pasien non HIV.17,18 Pada pasien HIV, KA seringkali lebih ekstensif dengan ukuran yang besar dan jumlah yang banyak.14 KA pada pasien HIV juga lebih rekalsitran atau resisten terhadap terapi, dan lebih sering mengalami rekurensi.9,14,17 Hal ini dihubungkan dengan kegagalan sistem imunitas seluler dalam mengontrol infeksi HPV.19 Penurunan sistem imunitas seluler pada pasien HIV, khususnya respons yang diperantarai sel T CD4+, menyebabkan kegagalan dalam membersihkan HPV.20,21 Hal ini menyebabkan terjadinya persistensi HPV pada pasien HIV.22,23 Prevalensi dan persistensi infeksi HPV ini meningkat sejalan dengan derajat imunodefisiensi dan progresivitas penyakit HIV. Sebaliknya, infeksi HPV juga meningkatkan risiko seseorang terkena infeksi HIV.9 Beberapa penelitian dilakukan untuk mencari hubungan antara hitung sel CD4+ dengan kejadian KA, baik dengan penemuan lesi KA maupun dengan penemuan DNA HPV dari spesimen servikovaginal.17,18,21-25 Namun, faktor-faktor yang dapat memprediksi perubahan ukuran lesi KA belum teridentifikasi. Lesi KA dapat berukuran beberapa milimeter (mm) sampai dengan centimeter (cm). Lesi dengan ukuran lebih dari 10 cm disebut kondiloma raksasa (giant condyloma).10 Lesi KA dapat berkembang menjadi kondiloma berukuran besar maupun tumor Buschke-Lowenstein yang bersifat invasif lokal dan tidak bermetastasis, namun kejadiannya sangat jarang.26 Penelitian untuk mencari hubungan antara ukuran lesi KA dengan hitung sel CD4+ pada pasien HIV masih jarang. Lu, dkk. (2012) meneliti hubungan antara hitung sel CD4+ dan jumlah HIV RNA permililiter darah (HIV load) pada pasien HIV dengan ukuran terbesar lesi kondiloma sepanjang waktu (over time).27 Penelitian ini mendapatkan pada kunjungan pertama ditemukan hubungan antara ukuran terbesar lesi kondiloma dengan hitung sel CD4+. Namun, pada tindak lanjut
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
4
ditemukan tidak ada hubungan bermakna antara keduanya.27
Hal ini diduga
karena pada saat tindak lanjut, pasien sudah mendapat intervensi terapi baik terapi obat anti retroviral (ARV) untuk infeksi HIV maupun terapi untuk lesi kondiloma akuminata.27 Lu, dkk. (2012) menyatakan bahwa masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mencari peranan respons imun terhadap perkembangan lesi KA karena hubungan antara penemuan lesi KA dengan respons imun sendiri dinilai sudah terbukti.27
Panduan global untuk melakukan tes serologi HIV pun telah mengalami perkembangan.28 Pada tahun 2007, World Health Organization (WHO) bersama dengan the joint United Nations programme on HIV/AIDS (UNAIDS) mengeluarkan panduan global pelaksanaan PITC (provider-initiated testing and counselling) menggantikan VCT (voluntary counselling and testing), sebagai panduan konseling dan tes serologi HIV di sarana pelayanan kesehatan.28 Pada VCT, individu yang secara aktif meminta tes HIV dan pelayanan konseling karena ingin mengetahui status HIV-nya.28,29 Sedangkan, pada PITC tes HIV dan konseling direkomendasikan oleh petugas pelayanan kesehatan kepada pasien yang datang berobat sebagai komponen standar dari pelayanan kesehatan.28,29
Di Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS RSCM, juga dilakukan PITC pada pasien-pasien yang datang berobat. Menurut data PITC di Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS RSCM, 8,57% pasien KA belum bersedia dilakukan pemeriksaan serologi HIV. Diantara pasien KA yang bersedia dilakukan pemeriksaan serologi HIV, sebanyak 53,12% tidak melaporkan hasilnya, 43,75% hasilnya non reaktif, dan 6,25% hasilnya reaktif.30 Walaupun telah diberikan edukasi, tidak semua pasien KA tersebut bersedia dilakukan pemeriksaan tes serologi HIV. Hal ini antara lain disebabkan oleh stigma masyarakat terhadap pasien HIV.31 Masih banyak pasien yang enggan untuk mengetahui status HIV-nya karena takut jika diketahui mengidap HIV akan diperlakukan diskriminatif dalam kehidupan bermasyarakat.31
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
5
Hasil dari penelitian ini diharapkan terdapat korelasi antara ukuran lesi KA dengan hitung sel CD4+ sehingga dapat dipakai sebagai prediktor keadaan imunosupresi pada pasien sebelum pasien bersedia dilakukan pemeriksaan serologi HIV. Pada penelitian ini akan dilakukan pemeriksaan hitung sel CD4+ pada pasien HIV dengan KA untuk melihat korelasi antara hitung sel CD4+ dengan ukuran lesi KA.
1.2
PERUMUSAN MASALAH :
Semakin meningkatnya jumlah pasien HIV dari tahun ke tahun, disertai dengan penemuan kasus KA yang tinggi pada pasien HIV, mengindikasikan adanya hubungan yang kuat antara kejadian infeksi HIV dengan kejadian lesi KA. Namun, hingga saat ini hanya terdapat satu penelitian untuk memahami korelasi antara hitung sel CD4+ dengan ukuran lesi KA pada pasien HIV. Terlebih lagi, di beberapa negara di dunia termasuk Indonesia, sebagian masyarakat belum bersedia untuk melakukan pemeriksaan serologi HIV. Dengan mengetahui korelasi antara ukuran lesi KA dengan hitung sel CD4+, maka ukuran lesi KA diharapkan dapat menjadi salah satu prediktor adanya penurunan hitung sel CD4+ pada pasien-pasien yang belum diketahui status HIV-nya.
1.3
PERTANYAAN PENELITIAN :
Apakah ada korelasi antara ukuran terbesar lesi KA dengan hitung sel CD4+ pada pasien HIV?
1.4
HIPOTESIS PENELITIAN :
Makin besar ukuran lesi KA, makin rendah hitung sel CD4+.
1.5
TUJUAN PENELITIAN :
1.5.1 Tujuan umum: Mengetahui korelasi antara ukuran terbesar lesi KA dengan hitung sel CD4+ pada pasien HIV.
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
6
1.5.2 Tujuan khusus: 1.
Mengetahui ukuran terbesar lesi KA pada pasien HIV.
2.
Mengetahui hitung sel CD4+ pada pasien HIV dengan KA.
3.
Mengetahui korelasi antara ukuran terbesar lesi KA dengan hitung sel CD4+ pada pasien HIV.
1.6
MANFAAT PENELITIAN :
1.6.1 Manfaat untuk bidang pendidikan dan pengembangan penelitian Data korelasi antara hitung sel CD4+ dengan ukuran terbesar lesi KA pada pasien HIV yang didapat dari penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar mengenai korelasi hitung sel CD4+ dengan KA.
1.6.2 Manfaat untuk bidang pelayanan Ukuran lesi KA dapat menjadi prediktor terhadap nilai hitung sel CD4+.
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
KONDILOMA AKUMINATUM
2.1.1
Definisi
Kondiloma akuminatum (KA) adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh human papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa. KA disebut juga kutil kelamin atau venereal wart atau anogenital wart.1
2.1.2
Epidemiologi dan Faktor Risiko
Prevalensi infeksi HPV di dunia dilaporkan terus meningkat dalam 35 tahun terakhir.4 Insidens kumulatif infeksi HPV secara umum pada populasi dewasa muda sebesar 40%, dengan prevalensi mencapai 75%-80%.5 Suatu tinjauan sistematik oleh Patel, dkk. (2013) mengenai data insidens dan prevalens KA di seluruh dunia antara tahun 2001 sampai dengan tahun 2012 menunjukkan insidens KA berkisar antara 160-289 per 100.000 orang pertahun, dengan nilai median 194 per 100.000 orang pertahun.6 Pada laki-laki, puncak insidens didapatkan pada usia antara 25 tahun sampai dengan 29 tahun, sedangkan pada perempuan didapatkan pada usia sebelum 24 tahun.6
Data yang dilaporkan oleh KSIMSI dari 13 rumah sakit (RS) pusat pendidikan spesialis kulit dan kelamin di Indonesia, meliputi Medan, Padang, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Malang, Surabaya, Denpasar, dan Manado antara tahun 2007 sampai 2011, menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan proporsi KA dibandingkan dengan infeksi menular seksual (IMS) lainnya dalam 5 tahun terakhir (2007-2011), yaitu sebagai berikut: 2007 (21,25%), 2008 (33,81%), 2009 (33,66%), 2010 (29,25%), dan 2011 (30,58%). Di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejak tahun 2008
7 Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
8
KA menempati urutan pertama kasus IMS yang datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS RSCM.7 Di RSCM, proporsi kasus baru KA dibandingkan dengan IMS lain selama lima tahun terakhir (2007-2011) berkisar antara 21,25% sampai dengan 33,66%. Di poliklinik Divisi IMS Departemen IKKK RSCM, pada tahun 2011 tercatat 63 kasus baru KA dan total kasus baru dan lama sebanyak 125 kasus, sedangkan pada tahun 2012 tercatat 81 kasus baru dan total kasus baru dan lama sebanyak 343 kasus.8
Terdapat beberapa faktor risiko yang dihubungkan dengan kejadian infeksi HPV, yaitu antara lain usia pada saat pertama kali berhubungan seksual, jumlah pasangan seksual selama hidup, kebiasaan merokok, riwayat infeksi menular seksual lain, penggunaan kontrasepsi oral, dan individu imunokompremais.3-5,9-15 Sedangkan faktor proteksi berupa vaksinasi, penggunaan kondom secara konsisten, sirkumsisi, dan imunitas individu.3-5,21 Studi kohort prospektif oleh Conley, dkk. (2002) menggunakan kriteria jumlah pasangan seksual seumur hidup lebih dari 7 sebagai salah satu faktor risiko kejadian KA pada individu yang terinfeksi HIV.18
2.1.3
Etiopatogenesis
HPV adalah virus DNA double-stranded, tergolong dalam famili Papovaviridae.1 HPV berukuran kecil dengan ukuran diameter partikel 52-55nm, tidak berselubung, dengan kapsid berbentuk ikosahedral terdiri atas dua protein struktur yaitu protein L1 (major) dan protein L2 (minor).32 Sampai saat ini, telah diketahui terdapat lebih dari 200 tipe HPV, dan kurang lebih 120 tipe yang diisolasi dari manusia terbagi dalam 5 genus, namun yang dapat menimbulkan KA terdapat 23 tipe.1,2,32 HPV diklasifikasikan menjadi tipe risiko rendah (misalnya HPV-6, -11, -40, -42) dan risiko tinggi (misalnya HPV-16, -18, -31, -33, -35) berdasarkan risiko terjadinya kanker anogenital.33
Beberapa tipe HPV dapat
menginfeksi satu lesi KA secara bersamaan.11,34,35 HPV tipe 6 dan tipe 11 paling sering ditemukan pada KA yang eksofitik dan displasia derajat rendah (low risk). Sedangkan HPV tipe 16 dan 18 sering ditemukan pada displasia derajat tinggi dan keganasan (high risk).1
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
9
Masa inkubasi KA berlangsung antara 3 minggu sampai dengan 8 bulan (rata-rata 2-3 bulan).1-3 HPV masuk kedalam tubuh melalui mikrolesi pada kulit sehingga KA sering timbul di daerah yang mudah mengalami trauma pada saat hubungan seksual.3 Target virus HPV adalah sel epitel dan replikasi bergantung pada epitel skuamosa berdiferensiasi.12 Virion HPV pada sel epitel pasangan seksual masuk ke lapisan sel basal melalui daerah mikroabrasi yang terjadi akibat trauma saat berhubungan seksual.36 Virus akan memasuki fase laten, yaitu hanya terdapat DNA virus tanpa perubahan histopatologis. Beberapa gen virus akan memproduksi DNA virus, diikuti produksi protein kapsid dan penyusunan partikel virus. Virus yang matang akan memproduksi protein dan pada pemeriksaan histopatologis memberikan gambaran khas berupa koilosit atipikal. Virus akan menstimulasi pembelahan sel yang diikuti replikasi virus.12,36
Beberapa studi menyimpulkan bahwa infeksi HPV adalah suatu infeksi transien dan sering mengalami resolusi sempurna.37 Studi Ho, dkk. (1998) menyimpulkan bahwa seorang wanita dapat terbebas dari infeksi HPV apabila infeksi tersebut baru saja didapat.38 Semakin lama infeksi terjadi maka virus akan lebih sulit menghilang.39 Kondisi imunosupresi, misalnya infeksi HIV, dapat menyebabkan seseorang lebih rentan terhadap infeksi HPV persisten dan berisiko terinfeksi tipe HPV multipel.38,40 Prevalensi infeksi HPV termasuk lesi KA lebih meningkat pada pasien HIV, terutama dengan hitung sel CD4+ kurang dari 200.17,27,41-42
HPV mampu menghindar dari respons imun melalui mekanisme immune evasion.43 Pada fase infeksius, hanya sedikit atau bahkan tidak ada sitokin proinflamasi yang diproduksi, yang sangat penting dalam proses aktivasi dan migrasi antigen presenting cells (APC). HPV tidak menyebabkan nekrosis dan sitolisis dari sel epitel yang terinfeksi, selain itu HPV juga tidak menimbulkan viremia. Sehingga, sulit bagi sistem imun tubuh untuk dapat merespons infeksi HPV dengan infektif.43
Imunitas non spesifik dan imunitas spesifik (imunitas selular dan humoral) diperlukan untuk mengatasi infeksi HPV.12,13 Dalam tahap awal infeksi HPV,
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
10
komponen imunitas non spesifik seperti sel dendritik, sel Langerhans, sel natural killer (NK) dan keratinosit berperan dalam menginduksi respons imun adaptif yang efektif.44 Keratinosit mensekresikan sitokin dalam jumlah sedikit, termasuk sitokin proinflamasi, growth factor, dan kemokin. Transforming growth factor β (TGF-β), tumor necroting factor (TNF), interferon α (IFN-α) dan interferon β (IFN-β) yang diproduksi sel epitel dapat menghambat proliferasi keratinosit yang terinfeksi HPV.43,44
Imunitas seluler yang diperankan oleh sel limfosit T dinilai lebih berperan penting pada patogenesis infeksi HPV.12,13,43 IFN-α, IFN-β, dan interferon γ (IFN- γ) yang diproduksi oleh sel T menunjukkan efek antiproliferatif terhadap sel keratinosit yang terinfeksi HPV. IFN-α juga dapat menghambat ekspresi protein E7 HPV-16, dan mampu menghambat ekspresi protein E6 dan E7 HPV-18. IFN-β menghambat transkripsi gen E6 dan E7 HPV-16 pada keratinosit. IFN- γ menghambat transkripsi gen E6 dan E7 HPV-16, HPV-18, HPV-33.43 Sel T CD8, MHC class I CTL (Cytotoxic T lymphocytes) dapat mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi oleh virus. CTL juga dapat menurunkan ekspresi dari E6 dan E7.43
Sedangkan, respons imun humoral yang terbentuk terhadap protein LI dan L2 HPV umumnya lemah karena partikel virus bebas yang dikeluarkan dari permukaan sel epitel kurang mempunyai akses ke pembuluh darah dan pembuluh limfe.43
2.1.4 Manifestasi klinis Sebagian besar infeksi HPV bersifat asimtomatik. Lesi HPV yang tampak secara klinis dapat timbul antara 3 minggu sampai 8 bulan setelah infeksi.3,4 Predileksi KA terkait cara melakukan hubungan seksual, dapat ditemukan pada meatus uretra, penis, skrotum, serviks, vagina, perineum, anus, perianal, lipat inguinal, dan rongga mulut.3,4,45 Lesi dapat timbul pada lebih dari satu lokasi baik genitalia eksterna maupun interna.14 Gejala klinis umumnya tidak ada, namun kadangkadang dapat timbul berupa rasa gatal (pruritus), rasa terbakar, nyeri (dispareuni,
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
11
tenesmus). Lokasi dan ukuran lesi KA mempengaruhi timbulnya gejala penyerta.10,14 Umumnya terdapat empat bentuk klinis KA, yaitu sebagai berikut : 3 (1) Kondiloma akuminatum klasik berbentuk kembang kol atau menyerupai jengger ayam (2) Papul keratotik dengan permukaan keras menyerupai veruka vulgaris (3) Papul dengan permukaan halus sewarna kulit sampai dengan merah jambu menyerupai warna mukosa (4) Papul datar atau plak Ukuran lesi KA dapat beberapa mm sampai dengan cm. Lesi dengan ukuran lebih dari 10 cm disebut kondiloma raksasa.
2.1.5 Diagnosis Diagnosis KA umumnya dapat ditegakkan melalui pemeriksaan fisis dengan pencahayaan yang terang dan kaca pembesar.4 Pada kasus KA yang meragukan pemeriksaan sederhana dan cepat menggunakan larutan asam asetat 3-5% pada lesi dapat membantu penegakan diagnosis.4,14,46 Pemberian larutan asam asetat 3-5% pada lesi infeksi HPV akan menimbulkan perubahan warna lesi menjadi putih. Pemeriksaan ini tidak spesifik untuk infeksi HPV, serta spesifisitas dan sensitivitasnya
belum
dapat
ditentukan,
namun
beberapa
klinisi
yang
berpengalaman berpendapat bahwa tes asam asetat ini bermanfaat untuk mendeteksi KA tipe datar.14 Biopsi tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin pada KA. Indikasi biopsi pada KA adalah tampilan lesi yang atipikal, lesi yang resisten terhadap terapi, dan kecurigaan perubahan neoplastik yang ditandai dengan pigmentasi, pertumbuhan cepat, fiksasi terhadap struktur di bawahnya, perdarahan,
dan
ulserasi
spontan.4,10,14,47
Indikasi
lain
adalah
pasien
imunokompremais, usia lebih dari 40 tahun, dan lesi KA pada serviks.14,48
2.2.
Human Immunodeficiency Virus
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus RNA, anggota dari genus lentivirus, famili retroviridae, biasa disebut retrovirus.49 Retrovirus merupakan virus berselubung dengan dua kopi identik genom RNA virus yang terdapat dalam inti nukleokapsid. Inti nukleokapsid terdiri atas dua protein yang berasal dari
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
12
protein Gag (group-specific antigen) yaitu protein kapsid dan protein nukleokapsid.49 Terdapat dua tipe HIV, yaitu HIV tipe 1 dan 2 yang berbeda secara genetik dan antigenik. HIV-2 dianggap kurang patogen dibandingkan HIV-1.15
2.2.1 Imunologi infeksi HIV HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui perantara darah, semen, dan sekret vagina. Sebagian besar penularan terjadi melalui hubungan seksual.4,15 HIV mempunyai kecenderungan (tropisme) untuk menyerang sel yang mempunyai antigen permukaan CD4, yang berperan penting dalam
mengatur dan
mempertahankan sistem kekebalan tubuh.16,17 Oleh karena itu, penurunan hitung sel CD4+ dalam darah menjadi indikator utama progresivitas infeksi HIV.18
Sejak menit pertama terpapar dengan HIV, komplemen akan teraktivasi. Bersama dengan interferon, sitokin, dan kemokin akan mengaktivasi sel imunitas alami seperti sel natural killer (NK), monosit, makrofag, dan sel dendritik. Imunitas adaptif baru teraktivasi setelah minggu kedua paparan virus. Infeksi primer HIV akan diikuti viremia yang menginduksi respons imun spesifik terhadap virus HIV. Respons imun sel T CD4 tersebut mengalami kegagalan yang berakibat terjadinya peningkatan replikasi virus, yang hasil akhirnya adalah destruksi sel T CD4. Kerusakan imunitas seluler tercermin dari penurunan hitung sel CD4+ secara progresif.50,51 Beberapa minggu setelah infeksi, antibodi terhadap HIV mulai terdeteksi dalam darah. Walaupun hanya sedikit dari antibodi spesifik ini yang dapat menekan viral load, namun dinilai ikut mengurangi viremia pada tahap awal infeksi. Diduga mutasi dan rekombinasi genom virus yang terus berlangsung, yang menyebabkan lolosnya HIV dari respons imun tersebut.51 Hal lain yang diduga berhubungan dengan hitung sel CD4+ adalah status nutrisi.52,53 Hingga saat ini, pengaruh status nutrisi terhadap hitung sel CD4+ masih belum jelas.52,53 Terdapat beberapa penelitian yang berusaha mencari hubungan antara status nutrisi dengan hitung sel CD4+ baik pada pasien non HIV maupun pada pasien HIV. Penelitian Venter, dkk. (2009) menunjukkan
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
13
adanya korelasi yang bermakna namun lemah antara beberapa pengukuran antropometri yaitu berat badan, indeks massa tubuh dan lingkar lengan atas, dengan hitung sel CD4+ pada orang dewasa penderita HIV/AIDS.52 Tidak demikian halnya dengan penelitian Hughes, dkk. (2009) menemukan pada anakanak penderita HIV dengan malnutrisi berat mempunyai hitung sel CD4+ yang rendah, sedangkan pada anak-anak bukan penderita HIV dengan malnutrisi berat tetap mempunyai hitung sel CD4+ yang normal, sehingga disimpulkan bahwa malnutrisi berat tidak menurunkan hitung sel CD4+ pada anak-anak tanpa HIV.53 Pada penelitian Hughes, dkk. (2009) juga didapatkan bahwa setelah pemulihan nutrisi pada anak-anak HIV, hitung sel CD4+ tetap turun, hingga akhirnya mendapatkan obat antiretroviral.53 Faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap hitung sel CD4+ adalah pemberian obat antiretroviral (ARV). De Camargo, dkk. (2014) meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan KA anogenital pada pasien laki-laki dengan HIV/AIDS, meliputi faktor sosio-demografik, perilaku seksual, ko-infeksi IMS lain, data terkait HIV (hitung sel CD4+ , HIV load) dan data terkait pengobatan ARV (jenis ARV, keteraturan pengobatan ARV). Pada penelitian De Camargo, dkk. (2014) ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara ketidakteraturan pengobatan ARV dan ko-infeksi HSV dengan kejadian KA anogenital pada pasien laki-laki dengan HIV/AIDS. 54
2.3.
Kondiloma akuminata pada infeksi HIV
Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi KA pada pasien HIV lebih tinggi daripada pasien non HIV.17,18,55-56 Prevalensi infeksi HPV termasuk lesi KA lebih meningkat pada pasien HIV, terutama mereka dengan hitung sel CD4+ kurang dari 200/mm3.
27,41,42
Low, dkk. (2011) melaporkan bahwa wanita seropositif HIV
dengan hitung sel CD4+ kurang dari atau sama dengan 200 /mm3 mempunyai risiko menderita KA 20 kali lebih besar daripada wanita yang tidak terinfeksi HIV. Sedangkan, wanita seropositif HIV dengan hitung sel CD4+ lebih dari 200/mm3 mempunyai risiko menderita KA 6 kali lebih besar daripada wanita yang tidak terinfeksi HIV.16
Pada penelitian Low, dkk. (2011), didapatkan
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
14
insidens KA pada pasien HIV positif adalah 5,01 person-years dibandingkan dengan 1,31 person-years pada pasien HIV negatif.17
Olanova (2010) meneliti proporsi pasien HIV/AIDS dengan kelainan kulit dan hubungannya dengan hitung sel CD4+ di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) HIV RSCM. Pada penelitian tersebut didapatkan proporsi kondiloma akuminata adalah 4% dari seluruh kelainan kulit pasien HIV/AIDS, dan tidak ada perbedaan bermakna antara jumlah dan jenis kelainan kulit dengan hitung sel CD4 + pasien HIV/AIDS. 57
Morfologi lesi KA pada pasien HIV didapatkan tidak berbeda dengan morfologi KA pada pasien non HIV. Aynaud, dkk. (1998) membandingkan morfologi KA pada pasien HIV dan non HIV. Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa morfologi lesi KA pada pasien HIV sama dengan pasien non HIV. Sebagian besar lesi KA berbentuk eksofitik, yaitu 85,1% pada pasien HIV dan 84,2% pada pasien non HIV.13 Aynaud, dkk. (1998) juga melaporkan bahwa pada pasien HIV, jumlah lesi KA lebih banyak, ditemukan pada banyak lokasi, dan infeksi difus meliputi area total lebih dari 4cm2.13
Pada pasien HIV, KA seringkali lebih ekstensif dengan ukuran yang lebih besar dan jumlah yang lebih banyak dibandingkan KA pada pasien non HIV. 14 Studi Ho, dkk. (1998) menemukan bahwa semakin lama infeksi HPV terjadi maka virus akan lebih sulit menghilang.38 Berdasarkan hal tersebut, maka lama timbulnya penyakit
tentu
akan
mempengaruhi
perkembangan
lesi
KA
termasuk ukuran dan jumlah lesi KA. Lu, dkk. (2012) meneliti hubungan antara hitung sel CD4+ dan jumlah HIV RNA permililiter darah (HIV load) pada pasien HIV dengan ukuran terbesar lesi kondiloma sepanjang waktu (over time).27 Penelitian Lu, dkk. (2012) merupakan suatu studi longitudinal terhadap data Women’s Interagency HIV Study (WIHS) yang dikumpulkan dengan metode kohort prospektif, bertujuan meneliti hitung sel CD4+ dan HIV load untuk memprediksi ukuran terbesar lesi KA di anal (anal
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
15
warts). Pada penelitian Lu, dkk. (2012) ukuran kondiloma dinilai dalam panjang kali lebar (mm2).27
Pada pasien HIV, KA lebih rekalsitran atau resisten terhadap terapi, dan lebih sering mengalami rekurensi.9,14,17 Hal ini dihubungkan dengan kegagalan sistem imunitas seluler dalam mengontrol infeksi HPV.19 Terjadi penurunan sistem imunitas seluler pada pasien HIV, khususnya respons yang diperantarai sel T CD4. Sel T CD4 dibutuhkan untuk mempertahankan respons sel T CD8 efektor dan mengaktivasi sel imunitas alami yang ada, yang menyebabkan kegagalan dalam mengatasi infeksi HPV.9,20,21,55-56,58 Hal ini berakibat didapatkannya persistensi HPV pada pasien HIV.22,23 Prevalensi dan persistensi infeksi HPV ini meningkat sejalan dengan derajat imunodefisiensi dan progresivitas penyakit HIV.9
Sung, dkk. (2012) menemukan bahwa waktu rekurensi rata-rata lesi KA anal pada pasien HIV adalah 5,1 bulan dengan kisaran antara 1,3 bulan hingga 14,2 bulan. 59 Berdasarkan hal tersebut, untuk menghilangkan pengaruh terapi KA terhadap ukuran lesi KA, peneliti saat ini mengambil waktu rekurensi minimal yaitu 1,3 bulan atau kurang lebih 5 minggu sebagai batas waktu pasien yang sudah mendapat terapi KA namun masih dapat diikusertakan dalam penelitian. Oleh karena itulah, pasien yang sudah mendapat terapi KA dalam waktu 5 minggu terakhir akan dieksklusi pada penelitian ini.
Infeksi HPV juga meningkatkan risiko seseorang terkena infeksi HIV. Mekanisme yang diduga adalah lesi akibat infeksi HPV onkogenik menyebabkan jaringan makin rapuh, mikrovaskularisasi meningkat, penarikan sel T CD4 dan sel dendritik akan mempermudah masuknya virus HIV. Protein HPV E7 juga menghambat ekspresi molekul adhesin E-cadherin, sehingga pertahanan terhadap HIV di mukosa genital akan berkurang.9,60,61
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari hubungan antara hitung sel CD4+ dengan kejadian KA pada pasien HIV (Tabel 2.3). Penemuan lesi KA
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
16
maupun DNA HPV dari spesimen servikovaginal dihubungkan dengan hitung sel CD4+ dan HIV load.
17,18,21-25
Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan
adanya hubungan yang bermakna antara hitung sel CD4+ dengan kejadian KA pada pasien HIV. Tabel 2.3 Penelitian-penelitian mengenai hubungan antara hitung sel CD4+ dengan kejadian KA pada pasien HIV. 17,18,21-25 Penelitian
Palefsky,
Conley,
Moscicki,
Strickler,
Fontaine,
dkk.
dkk.
dkk.
dkk.
dkk.
Low,dkk.
Low,dkk.
Tahun
1999
2002
2004
2005
2008
2010
2011
Metode
Kohort
Kohort
Kohort
Kohort
Kohort
Potong
Kohort
lintang
Jumlah SP
2278
925
334
2362
1055
306
765
Topik
Infeksi
Hubungan
Persistensi
Perjalanan
Hubungan
Penemuan
Penemuan
penelitian
HPV
infeksi
HPV pada
penyakit
HPV
16
DNA
KA
serviko
HIV-1
wanita
dan ke
viral
load
vaginal
dengan
HIV(+) dan
mungkinan
pada
risiko
HIV(-)
wanita
terjadinya
faktor
HIV(+)
KA
risiko
dan
neoplasia
perbedaan
HIV(-)
intraepitel
menurut
dan
:
dan
dengan
pada
pada wanita
reaktivasi
persistensi
servix
resiko tinggi
infeksi
infeksi
wanita risiko
di
HPV pada
HPV-16
tinggi
burkinofaso
wanita
pada
HIV(+) dan
HIV(+)
wanita
HIV(-)
HIV(+)
burkinofaso
filogenetik
atau resiko
HPV
tinggi
DNA HPV
DNA HPV
DNA HPV
DNA HPV
DNA
yang
dengan
dengan
dengan
dengan
dengan
dengan
dinilai
hitung +
CD4 dan
sel
+
CD4
swab
tipe
DNA HPV
hitung
hitung
sel
+
CD4
pada
pasien HIV
Hubungan
sel
HPV
(tipe 6 & 8)
HIV
load
dan hitung
hitung
sel
+
di
HPV
hitung +
DNA
HPV
dengan sel
hitung
sel
+
CD4
CD4
CD4
sel CD4+
HIV load
Hasil
Hubungan
Hubungan
Hubungan
Hubungan
Hubungan
Hubungan
Hubungan
penelitian
bermakna
bermakna
bermakna
bermakna
bermakna
bermakna
bermakna
Keterangan : CD = cluster of differentiation, DNA = deoxyribonucleic acid, HPV = human papillomavirus, HIV = human immunodeficiency virus, KA = kondiloma akuminatum
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
17
2.4.
Kerangka teori
Pejamu :
Faktor risiko infeksi HPV: -
-
jumlah pasangan seksual selama hidup usia saat hubungan seksual pertama kali riwayat infeksi menular seksual lainnya kebiasaan merokok penggunaan kontrasepsi oral individu imuno-kompromais pasien HIV pasien transplantasi ginjal pasien dalam terapi imunosupresan pasien gizi buruk pasien keganasan lingkungan : kelembaban, suhu yang hangat
Pasien HIV
Sistem imunitas seluler menurun
Hitung sel CD4+ menurun
Status nutrisi Keteraturan pengobatan ARV
INFEKSI Agen : Human Papillomavirus
Faktor proteksi infeksi HPV: -
vaksinasi penggunaan kondom secara konsisten sirkumsisi pada pria imunitas individu : imunitas non spesifik imunitas spesifik (imunitas seluler dan imunitas humoral)
Morfologi Lesi Kondiloma Akuminata
Lesi Kondiloma Akuminata
Ukuran Lesi Kondiloma Akuminata
Lama penyakit
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Jumlah Lesi Kondiloma Akuminata
Terapi Lesi Kondiloma Akuminata
Universitas Indonesia
18
2.5.
Kerangka konsep
Infeksi HIV
Infeksi HPV
Klinis Lesi KA
Hitung sel CD4+
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Ukuran Lesi KA
Universitas Indonesia
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi potong lintang.
3.2
TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS RSCM, UPT HIV RSCM, dan Klinik IMS di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta. Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan Komisi Etik penelitian FKUI dan RSCM, yaitu sejak awal bulan Juni hingga awal bulan November 2014.
3.3
POPULASI PENELITIAN
3.3.1
Populasi target
Populasi target adalah semua pasien HIV dengan KA di Indonesia.
3.3.2
Populasi terjangkau
Populasi terjangkau adalah semua pasien HIV dengan KA yang berkunjung ke Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS RSCM, UPT HIV RSCM, dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta selama periode penelitian.
3.4
SAMPEL DAN CARA PEMILIHAN SAMPEL
Subyek penelitian (SP) adalah sebagian populasi terjangkau yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi serta bersedia ikut serta dalam penelitian. Pemilihan SP dilakukan secara berurutan (consecutive sampling).
19
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
20
3.5
KRITERIA PEMILIHAN SAMPEL
3.5.1
Kriteria inklusi
Pasien HIV yang berkunjung ke Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS Departemen IKKK RSCM, UPT HIV RSCM, dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta dengan:
Diagnosis HIV secara serologis
Diagnosis KA secara klinis
Lokasi KA di genitalia eksterna dan/atau perianal
Bersedia menjadi SP dengan menandatangani formulir persetujuan setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian ini
3.5.2
Kriteria eksklusi
Pasien hamil
Pasien mendapat terapi KA dalam 5 minggu terakhir
3.6
PERKIRAAN BESAR SAMPEL
Sesuai dengan rancangan penelitian, maka besar sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus uji korelasi: ( zα+zβ ) n =
_________________________
2
+3
0,5ln [(1+r)/(1-r)] n = besar sampel penelitian Zα= tingkat kemaknaan,skor Z untuk α = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) dari tabel Zα adalah 1,96 Zβ= 0,842 r=koefisien korelasi, karena belum diteliti maka digunakan r = 0,5 Berdasarkan perhitungan tersebut, didapatkan besar sampel minimal 30 SP. Pada akhir penelitian ini berhasil terkumpul 34 SP.
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
21
3.7
BAHAN DAN CARA KERJA
3.7.1
Alokasi SP
Pada
penelitian
ini
tidak
dilakukan intervensi terhadap pasien, sehingga
tidak dilakukan alokasi subyek.
3.7.2
Bahan dan alat pemeriksaan
Lembar informasi
: 34 set
Lembar persetujuan penelitian
: 34 lembar
Status penelitian
: 34 set
Kaliper sekali pakai
: 34 buah
Pulpen hitam
: 3 buah
Micropore 3M® lebar 2 inci
: 3 buah
Sarung tangan lateks sekali pakai
: 2 kotak (tiap kotak berisi 100 buah)
Sabun cuci tangan
: 2 botol
Kaca pembesar
: 1 buah
Lampu periksa
: 1 buah
Meja obstetrik
: 1 buah
3.7.3
Persetujuan mengikuti penelitian
Sebelum mengikuti penelitian, setiap SP diberi penjelasan tentang tujuan penelitian, keuntungan yang didapat, serta kerugian yang mungkin timbul. Subyek penelitian yang telah memahami dan bersedia mengikuti penelitian diminta menandatangani lembar formulir persetujuan.
3.7.4
Pengisian status penelitian
Pengisian status penelitian meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisis. Anamnesis mencakup identitas, data sosio-demografik, riwayat penyakit dan terapi, faktor risiko, serta penyakit serupa pada pasangan seksual. Pemeriksaan fisis berupa pemeriksaan venereologikus rutin, yaitu inspeksi dan palpasi pada genitalia
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
22
eksterna dan anus. Dilakukan pencatatan lokasi, ukuran lesi KA dan ukuran terbesar lesi KA dalam milimeter3 (mm3) pada status penelitian.
3.7.5
Cara pemeriksaan
Langkah pemeriksaan adalah sebagai berikut :
3.7.5.1 Anamnesis
Bintil-bintil pada anogenital, dengan atau tanpa keluhan subyektif (gatal, nyeri, mudah berdarah, cepat menyebar)
Lama penyakit
Riwayat terapi
Faktor risiko: jumlah pasangan seksual selama hidup, kebiasaan merokok, keluhan IMS lain saat ini
Perilaku seksual pasien: risiko tinggi, tidak risiko tinggi
Keadaan serupa pada pasangan seksual tetap
Riwayat sirkumsisi pada pasien laki-laki
3.7.5.2 Pemeriksaan fisis Daerah genitalia eksterna dan perianal dibagi menjadi beberapa lokasi untuk mempermudah pencatatan, yaitu:
Laki-laki: pubis, skrotum, batang penis, glans penis, sulkus koronarius, prepusium, perineum, perianal
Perempuan: pubis, labia mayora, labia minora, klitoris, komisura posterior, introitus vagina, perineum, perianal.
Untuk tiap lokasi dilakukan pengukuran lesi KA terbesar dengan menggunakan kaliper sekali pakai. Hasil pengukuran yang dicatat adalah panjang x lebar x tebal dalam ukuran mm3.
3.7.5.3 Penatalaksanaan Lesi KA akan ditatalaksana sesuai Panduan Pelayanan Medis (PPM) Departemen IKKK RSCM. Apabila pasien mengalami keluhan IMS selain KA maka dilakukan pemeriksaan rutin lain dan diberikan terapi sesuai penyakit.
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
23
3.7.5.4 Pemeriksaan hitung sel CD4+ Setelah pemeriksaan fisis, pasien diberikan surat pengantar ke laboratorium Patologi Klinik RSCM untuk pemeriksaan hitung sel CD4+. Dilakukan satu kali pengambilan darah vena perifer pada lipat siku sebanyak 5 cc. Sebelum pengambilan darah, area lipat siku dibersihkan terlebih dahulu dengan swab alkohol, lalu dipasang manset pada lengan atas di atas lipat siku, pasien diminta mengepalkan tangan, kemudian dilakukan pengambilan darah vena perifer di lipat siku tersebut dengan menggunakan spuit 5 cc. Luka tempat pengambilan darah ditutup dengan kapas dan Micropore 3M®. Pasien dapat merasa sedikit nyeri saat pengambilan darah. 3.7.6
Identifikasi variabel
3.7.6.1 Variabel 1 Ukuran terbesar lesi KA 3.7.6.2 Variabel 2 Hitung sel CD4+
3.8
DEFINISI OPERASIONAL
3.8.1
Kondiloma akuminatum anogenital
Diagnosis ditegakkan bila secara klinis ditemukan lesi kulit khas KA di area anal dan genitalia eksterna, berupa :
Papul bertangkai menyerupai kembang kol dengan tonjolan seperti jari dengan permukaan tidak beraturan, konsistensi lunak, dan berwarna merah jambu (bentuk akuminata/eksofitik).
Papul menyerupai kubah, menonjol tetapi tidak bertangkai, berukuran kecil dengan diameter 1-4 mm (bentuk papul).
Papul keras dan tidak bertangkai dengan permukaan sedikit kasar dan tajam menyerupai lapisan tanduk (bentuk keratotik).
Makula atau lesi sedikit meninggi menyerupai kutil datar (bentuk sesil/datar).
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
24
Apabila terdapat keraguan diagnosis, dilakukan pemeriksaan dengan larutan asam asetat 5%.
3.8.2
Usia
Usia SP (dalam satuan tahun) pada saat dilakukan pemeriksaan dihitung dengan mengurangi tahun pemeriksaan dengan tahun lahir.
3.8.3
Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan petanda gender SP dinilai berdasarkan bentuk anatomis genitalia eksterna, yaitu:
0 = Perempuan
1 = Lelaki
3.8.4
Status pernikahan
Status pernikahan saat pemeriksaan, yaitu:
0 = Belum menikah
1 = Menikah
2 = Cerai
3.8.5
Tingkat pendidikan SP
Tingkat pendidikan SP menggambarkan jenjang pendidikan lulus terakhir SP, digolongkan sesuai Kementerian Pendidikan Nasional, yaitu:
0 = Tidak sekolah
1= Pendidikan dasar : jenjang pendidikan awal selama 6 tahun pertama masa sekolah, yaitu sekolah dasar (SD).
2 = Pendidikan menengah : jenjang lanjutan pendidikan dasar, yaitu sekolah menengah
pertama
(SMP)
dan
sekolah
menengah
atas/kejuruan
(SMA/SMK).
3 = Pendidikan tinggi : jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah, yang mencakup diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
25
3.8.6
Lama penyakit
Lama penyakit diartikan sebagai waktu sejak timbulnya gambaran klinis KA hingga saat SP diperiksa oleh peneliti, yaitu:
0 = Tidak diketahui
1 = < 3 bulan
2 = ≥ 3 bulan
3.8.7
Riwayat terapi
Riwayat terapi adalah riwayat pengobatan KA yang pernah diterima SP dari dokter, yaitu:
0 = Belum pernah
1 = Sudah pernah, diberi keterangan berupa (dapat lebih dari satu): –
Destruktif fisis (kuretase, bedah beku, laser, bedah listrik, bedah eksisi)
–
Destruktif kimiawi (tingtur podofilin 25%, larutan asam trikloroasetat 90%)
3.8.8
–
Imunomodulator (krim Imikuimod 5%)
–
Antimetabolik (krim 5-fluorourasil)
–
Antivirus (interferon injeksi atau topikal)
Keadaan serupa pada pasangan seksual
Adanya lesi KA pada pasangan seksual SP, yaitu:
0 = Tidak ada
1 = Ada
2 = Tidak tahu/tidak menjawab
3.8.9
Perilaku seksual pasien
0 = tidak risiko tinggi
1 = risiko tinggi
Berdasarkan WHO, perilaku risiko tinggi adalah apabila terdapat satu dari beberapa hal di bawah ini:
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
26
Lelaki: mitra seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir, berhubungan seksual dengan penjaja seks dalam 1 bulan terakhir, mengalami satu atau lebih episode IMS dalam 1 bulan terakhir, perilaku istri atau mitra seksual berisiko tinggi.
Perempuan: suami atau mitra seksual menderita IMS, suami atau mitra seksual atau pasien sendiri mempunyai mitra seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir, mempunyai mitra baru dalam 3 bulan terakhir, mengalami satu atau lebih episode IMS dalam 1 bulan terakhir, perilaku suami atau mitra seksual berisiko tinggi.
3.8.10
Jumlah pasangan seksual selama hidup
Jumlah pasangan seksual selama hidup, yaitu jumlah pasangan seksual sejak pasien pertama kali berhubungan seksual hingga saat diperiksa:
0=<7
1=≥7
3.8.11
Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok pasien, yaitu:
0 = tidak pernah mempunyai kebiasaan merokok
1 = pernah mempunyai kebisaan merokok, tetapi saat ini tidak merokok
2 = saat ini masih mempunyai kebiasaan merokok
3.8.12
Lokasi lesi
Lokasi lesi adalah daerah genitalia eksterna dan perianal tempat lesi KA dijumpai, yaitu:
Pubis
Skrotum
Batang penis
Glans penis
Sulkus koronarius
Prepusium
Labia mayora
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
27
Labia minora
Klitoris
Komisura posterior
Introitus vagina
Perineum
Perianal
3.8.13
Morfologi lesi
Merupakan mayoritas bentuk lesi yang terlihat secara klinis, yaitu:
1 = Akuminata/eksofitik
2 = Papular
3= Keratotik
4= Sesil/datar
3.8.14
Ukuran terbesar lesi KA
Ukuran terbesar lesi KA diartikan ukuran lesi KA yang paling besar, yang dihitung dari panjang x lebar x tebal dalam mm3. Untuk lesi KA bertangkai, ukuran tangkai tidak masuk dalam perhitungan ukuran tebal lesi.
3.8.15
Jumlah lesi KA
Jumlah lesi KA diartikan banyaknya lesi KA yang dihitung pada seluruh area. Untuk beberapa KA yang berkonfluens dihitung sebagai satu lesi.
3.8.16
Pemeriksaan hitung sel CD4+
Pemeriksaan hitung sel CD4+ dilakukan pada semua SP. Hitung sel CD4+ pasien dalam nilai sebenarnya dengan satuan sel/mm3. Selanjutnya, hitung sel CD4+ akan dikategorikan menjadi ≤200 sel/mm3 dan >200 sel/mm3. 3.8.17
Mendapat terapi anti retroviral (ARV)
0 = Tidak mendapat terapi ARV
1 = Mendapat terapi ARV
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
28
3.9
KERANGKA OPERASIONAL
Pasien HIV dengan KA di Poliklinik IMS Departemen IKKK RSCM, UPT HIV RSCM, Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo di DKI Jakarta
Anamnesis dan pemeriksaan fisis
Seleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi
Tidak memenuhi kriteria
Memenuhi kriteria
Informed consent
Setuju ikut (subyek penelitian)
Tidak setuju ikut (bukan subyek penelitian)
Pengukuran lesi KA
Pemeriksaan hitung sel CD4+
Penatalaksanaan KA sesuai PPM
Analisis data
Pelaporan hasil
3.10
ETIK PENELITIAN
Permohonan izin penelitian (ethical clearance) diajukan kepada Panitia Kaji Etik Penelitian FKUI-RSCM. Penelitian ini telah lulus kaji etik sesuai surat yang dikeluarkan oleh Panitia Kaji Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan nomor 335/H2.F1/ETIK/2014 tertanggal 9 Juni 2014 dan telah
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
29
mendapat persetujuan izin penelitian dari Bagian Penelitian RSCM dengan nomor LB.02.01/X.2/566/IX/2014 tertanggal 17 September 2014.
3.11
PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
Seluruh data SP dicatat pada status penelitian untuk diedit dan dikoding. Untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak digunakan uji Shapiro-Wilk (sampel < 50). Untuk mencari korelasi antara variabel 1 dan variabel 2 digunakan uji korelasi. Data diolah secara statistik menggunakan program Stata 12.
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Telah dilakukan pengambilan SP sebanyak 34 pasien kondiloma akuminata dengan HIV secara consecutive sampling. Pengambilan sampel dimulai sejak awal bulan Juni hingga awal bulan November 2014 di Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS, UPT HIV RSCM, dan Klinik IMS di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta. Subyek yang diikutsertakan pada penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Pada seluruh subyek dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, pengukuran lesi KA terbesar, dan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan hitung sel CD4+ di laboratorium Patologi Klinik RSCM jl.Diponegoro no.71, Jakarta Pusat. Hasil penelitian disajikan secara deskriptif dan dilakukan analisis korelasi antara ukuran terbesar lesi KA dengan hitung sel CD4+ pada pasien HIV.
4.1
KARAKTERISTIK SUBYEK PENELITIAN
Karakteristik demografik SP tercantum pada Tabel 4.1.1. Data pada penelitian ini menunjukkan jumlah SP laki-laki lebih banyak daripada SP perempuan, yaitu 28 SP dari total 34 SP (82,35%). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa kriteria eksklusi yang membatasi pemilihan SP berjenis kelamin
perempuan, yaitu
kehamilan, dan pasien yang sudah mendapat terapi KA dalam 5 minggu terakhir. Selama proses pemilihan SP, peneliti sering mendapatkan pasien perempuan KA dengan HIV yang harus dieksklusi karena sudah diobati dalam 5 minggu terakhir. Pada penelitian ini, ditemukan banyak KA perianal karena sebagian besar subyek laki-laki adalah laki-laki yang berhubungan seksual dengan laki-laki (LSL). Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan LSL memiliki risiko lebih besar mendapatkan IMS terkait dengan perilaku seksual mereka.62,63 Pada LSL, HPV ditularkan secara efektif baik melalui penetrasi anal maupun autoinokulasi dari penis ke rektum. Di Amerika Serikat, lebih dari 85% LSL dengan HIV terinfeksi HPV dan lebih dari 50% LSL tanpa HIV terinfeksi HPV.62
30 Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
31
Pada penelitian ini, usia memiliki distribusi tidak normal, dengan nilai tengah usia SP adalah 28 tahun. Usia SP paling muda adalah 20 tahun dan paling tua 62 tahun. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa puncak insidens KA pada laki-laki adalah antara 25 tahun sampai dengan 29 tahun, sedangkan pada perempuan sebelum usia 24 tahun.6 Pada penelitian Lu, dkk. (2012) didapatkan nilai tengah usia pasien KA dengan HIV adalah 36,56 tahun.27 Status pernikahan SP paling banyak belum menikah (64,71%). Hal ini disebabkan sebagian besar SP berusia muda. Pendidikan SP paling banyak tamat SMA (73,53%) diikuti oleh Strata I (20,59%), dan diikuti oleh pendidikan dasar (5,88%). Peneliti tidak mendapatkan literatur yang menghubungkan tingkat pendidikan dengan kondiloma akuminata pada pasien HIV, namun diduga karena SP pada penelitian ini umumnya adalah warga DKI Jakarta, dan berdasarkan data Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada tahun 2011, tingkat pendidikan penduduk DKI Jakarta terbanyak adalah tamat Sekolah Menengah Atas (37,27%).64 Pasangan SP yang mempunyai keluhan serupa sebanyak 13 SP (38,24%), sedangkan 15 SP (44,12%) tidak ada keluhan serupa pada pasangannya, dan selebihnya tidak mengetahui apakah pasangannya mempunyai keluhan serupa atau tidak. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa sebagian besar infeksi HPV bersifat asimtomatik. Lesi HPV yang tampak secara klinis dapat timbul antara 3 minggu sampai 8 bulan setelah infeksi.3,4 Sebagian besar SP laki-laki pada penelitian ini sudah di sirkumsisi sebanyak 24 SP (85,71%) karena beragama Islam sehingga wajib untuk di sirkumsisi. SP yang mempunyai jumlah pasangan seksual seumur hidup <7 sebanyak 15 SP (44,22%), sedangkan
SP yang mempunyai jumlah pasangan seksual seumur
hidup ≥7 sebanyak 19 SP (55,88%). Hasil ini serupa dengan penelitian Conley, dkk. (2002) yang mendapatkan 52% pasien KA dengan HIV mempunyai pasangan seksual seumur hidup ≥7.18 Pada penelitian ini, SP yang pernah mempunyai kebiasaan merokok sebanyak 12 SP (35,29%), yang saat ini masih mempunyai kebiasaan merokok sebanyak 13 SP (38,24%), selebihnya (26,47%) tidak pernah mempunyai kebiasaan merokok.
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
32
Hasil ini berbeda dengan penelitian Lu, dkk. (2012) yang mendapatkan bahwa 65,39% SP adalah perokok aktif.27 Merokok merupakan faktor risiko yang dihubungkan dengan kejadian infeksi HPV. 3-5,9-15 Tabel 4.1.1 Distribusi karakteristik sosio-demografik pasien kondiloma akuminata dengan HIV di RSCM dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta, JuniNovember 2014 (n = 34) Karakteristik
Jumlah (n)
Persentase (%)
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
28 6
82,35 17,65
Usia 20-40 41-60 >60
31 2 1
91,18 5,88 2,94
Status pernikahan Menikah Belum menikah
12 22
35,29 64,71
Pendidikan Tidak sekolah Pendidikan dasar Pendidikan menengah Pendidikan tinggi
2 25 7
5,88 73,53 20,59
Pekerjaan Karyawan swasta Wiraswasta Ibu rumah tangga Mahasiswa Wanita penjaja seks Pensiunan Tidak punya pekerjaan
20 5 4 2 1 1 1
58,82 14,71 11,76 5,88 2,94 2,94 2,94
Jumlah pasangan seksual <7 ≥7
15 19
44,22 55,88
Perilaku seksual pasien Risiko tinggi Tidak risiko tinggi
22 12
64,7 35,3
Merokok Tidak pernah mempunyai kebiasaan merokok Pernah mempunyai kebiasaan merokok Saat ini mempunyai kebiasaan merokok
9 12 13
26,47 35,29 38,24
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
33
Karakteristik klinis SP tercantum pada tabel nomor 4.1.2. Berdasarkan lokasinya, lesi KA terbesar paling banyak ditemukan di regio perianal yaitu sebanyak 19 SP (55,88%), diikuti oleh regio batang penis sebanyak 5 SP (14,71%),
regio
labia
mayora
sebanyak
5 SP (14,71%), regio skrotum
sebanyak 3 SP (8,82%), regio sulkus koronarius sebanyak 1 SP (2,94%), dan regio labia minora sebanyak 1 SP (2,94%).
Hal ini dihubungkan
dengan sebagian besar SP pada penelitian ini adalah SP laki-laki (82,35%) yang merupakan LSL. LSL melakukan aktivitas seks anal lebih banyak dibandingkan laki-laki heteroseksual sehingga kondiloma di anus lebih banyak ditemukan pada LSL dibandingkan laki-laki heteroseksual.62 Berdasarkan jumlah regio yang terkena, SP dengan lesi KA pada 1 regio sebanyak 25 SP (73,53%), SP dengan lesi KA pada 2-3 regio sebanyak 8 SP (23,53%), dan sisanya 1 SP mempunyai lesi KA pada ≥3 regio. Hal ini diduga berhubungan dengan cara berhubungan seksual SP yaitu secara genitogenital, oro-genital, ano-genital atau kombinasi diantaranya. Data mengenai cara berhubungan seksual SP bukan merupakan data yang diteliti pada penelitian ini sehingga hubungannya dengan jumlah regio lesi KA tidak dapat dilakukan analisis secara statistik. Sebanyak 27 SP (79,4%) mempunyai hitung sel CD4+ >200 dengan nilai rerata hitung sel CD4+ 262±118 sel/mm3, sedangkan SP yang mempunyai hitung sel CD4+ ≤200 sebanyak 7 SP (20,6%). SP yang sudah mendapat ARV sebanyak 22 SP (64,71%), sedangkan SP yang belum mendapat ARV sebanyak 12 SP (35,29%). Hal ini sejalan dengan kebijakan pemberian ARV pada pasien HIV yang tidak lagi diberikan hanya pada pasien HIV dengan hitung sel CD4+≤200. ARV diberikan begitu hasil serologi HIV positif (test and treat). Kebijakan ini sesuai dengan panduan pemberian ARV dari WHO (2013).65
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
34
Tabel 4.1.2. Distribusi karakteristik klinis pasien kondiloma akuminata dengan HIV di RSCM dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta, Juni-November 2014 (n = 34) Karakteristik
Jumlah (n)
Persentase (%)
Keluhan penyerta Gatal Gatal dan nyeri Tidak ada keluhan
21 1 12
61,76 2,94 35,29
Lama penyakit ≥3bulan <3 bulan
31 3
91,18 8,82
Lokasi lesi KA terbesar Perianal Batang penis Labia mayora Skrotum Sulkus koronarius Labia minora
19 5 5 3 1 1
55,88 14,71 14,71 8,82 2,94 2,94
Jumlah lokasi lesi KA 1 lokasi 2-3 lokasi ≥3 lokasi
25 8 1
73,53 23,53 2,94
Ukuran lesi KA terbesar Panjang (nilai tengah;rentang) Lebar (nilai tengah ; rentang) Tebal (nilai tengah;rentang) Volume (nilai tengah; rentang) Hitung sel CD4+ ≤200 >200 Rerata±Standar deviasi
Mendapat ARV Ya Tidak
12 9 3 392
mm mm mm mm3
; ; ; ;
14-227 mm 1-54 mm 1-25 mm 4-16.695.396 mm3
7 27
262
22 12
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
±
20,6 79,4 118 sel/mm3
64,71 35,29
Universitas Indonesia
35
4.2
UKURAN TERBESAR LESI KONDILOMA AKUMINATA PADA
SUBYEK PENELITIAN Data ukuran terbesar lesi KA pada penelitian ini mempunyai distribusi tidak normal. Nilai tengah ukuran terbesar lesi KA pada seluruh SP adalah 392 mm3, dengan rentang ukuran 4 mm3 hingga 16.695.396 mm3. Nilai tengah panjang lesi KA terbesar adalah 12 mm dengan rentang 4 mm hingga 227 mm. Pada penelitian Lu, dkk. (2012) ukuran terbesar lesi KA anal pada pasien HIV disajikan dalam bentuk panjang x lebar dalam mm2, dengan nilai rerata±standar deviasi adalah 13,65±127,71 mm2.
27
Pada pasien HIV, KA seringkali lebih ekstensif dengan
ukuran yang lebih besar dibandingkan KA pada pasien non HIV.14
4.3
HITUNG SEL CD4+ PADA SUBYEK PENELITIAN
Pada penelitian ini, data hitung sel CD4+ mempunyai distribusi normal. Nilai rerata hitung sel CD4+ pada SP adalah 262±118 sel/mm3. Pada penelitian Lu, dkk. (2012) hitung sel CD4+ pada pasien HIV dengan KA didapatkan nilai rerata±standar deviasi sebesar 324,59±293,04 mm2 dengan nilai rerata viral load 181.175±1.039.797.
27
Beberapa penelitian yang dilakukan untuk mencari
hubungan antara hitung sel CD4+ dengan kejadian KA pada pasien HIV menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara hitung sel CD4+ dengan kejadian KA pada pasien HIV. 17,18,21-26
4.4
KORELASI
AKUMINATA
UKURAN
DENGAN
TERBESAR
HITUNG
SEL
LESI CD4+
KONDILOMA
PADA
SUBYEK
PENELITIAN Dilakukan analisis terhadap ukuran terbesar lesi KA dengan hitung sel CD4+. Ukuran terbesar lesi KA disajikan sebagai variabel numerik, yaitu volume dalam satuan mm3. Hitung sel CD4+ disajikan sebagai variabel numerik dalam satuan sel/mm3. Perhitungan korelasi antara data ukuran terbesar lesi KA dengan hitung sel CD4+ menggunakan uji Spearman karena distribusi data yang tidak normal. Didapatkan korelasi negatif lemah (r=-0,09) antara volume lesi KA dengan hitung
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
36
sel CD4+ namun tidak bermakna secara statistik (p=0,59). Hasil ini menunjukkan bahwa pada pasien HIV, semakin besar volume lesi KA, semakin rendah hitung sel CD4+, namun tidak bermakna secara statistik (gambar 4.4.1). Demikian pula halnya dengan korelasi antara panjang lesi KA terbesar dengan hitung sel CD4+ didapatkan korelasi negatif lemah (r=-0,01) namun tidak bermakna secara statistik (p=0,95). Hasil ini menunjukkan bahwa pada pasien HIV, semakin besar panjang lesi KA, semakin rendah hitung sel CD4+, namun tidak bermakna secara statistik
5000000 1.00e+071.50e+07
(gambar 4.4.2).
-5000000
0
Volume lesi KA
0
100
200
cd4sel
95% CI volume
300
400
500
Fitted values
Hitung sel CD4+
Gambar 4.4.1 Korelasi volume lesi KA dengan hitung sel CD4+ subyek penelitian KA dengan HIV di RSCM dan Puskesmas Kecamatan Pasar
0
Panjang lesi KA
50
100
150
200
250
Rebo, Jakarta, Juni-November 2014 (n = 34)
0
100
200 95% CI panjang
cd4sel
300
400
500
Fitted values
Hitung sel CD4+
Gambar 4.4.2. Korelasi panjang lesi KA dengan hitung sel CD4+ subyek penelitian KA dengan HIV di RSCM dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta, Juni-November 2014 (n = 34)
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
37
Didapatkan korelasi negatif lemah (r=-0,14) antara lebar lesi KA terbesar dengan hitung sel CD4+ namun tidak bermakna secara statistik (p=0,42). Hasil ini menunjukkan bahwa pada pasien HIV, semakin besar lebar lesi KA, semakin rendah hitung sel CD4+, namun tidak bermakna secara statistik (gambar 4.4.3). Sedangkan, korelasi antara tebal lesi KA terbesar dengan hitung sel CD4+ didapatkan korelasi negatif lemah (r=-0,15) namun tidak bermakna secara statistik (p=0,39). Hasil ini menunjukkan bahwa pada pasien HIV, semakin besar tebal lesi KA, semakin rendah hitung sel CD4+, namun tidak bermakna secara statistik
20
40
60
(gambar 4.4.4).
0
Lebar lesi KA
0
100
200
cd4sel
95% CI lebar
300
400
500
Fitted values
Hitung sel CD4+
Gambar 4.4.3. Korelasi lebar lesi KA dengan hitung sel CD4+ subyek penelitian KA dengan HIV di RSCM dan Puskesmas Kecamatan Pasar
0
5
Tebal lesi KA
10
15
20
25
Rebo, Jakarta, Juni-November 2014 (n = 34)
0
100
200 95% CI tebal
cd4sel
300
400
500
Fitted values
Hitung sel CD4+
Gambar 4.4.4. Korelasi tebal lesi KA dengan hitung sel CD4+ subyek penelitian KA dengan HIV di RSCM dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta, Juni-November 2014 (n = 34)
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
38
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Lu, dkk. (2012) yang mendapatkan adanya korelasi terbalik antara ukuran terbesar lesi kondiloma dengan hitung sel CD4+ pada kunjungan pertama namun pada tindak lanjut ditemukan tidak adanya hubungan bermakna antara keduanya.27
Berbagai hasil yang didapat pada penelitian ini diduga berhubungan dengan masih terdapatnya faktor-faktor lain yang mempengaruhi ukuran lesi KA selain hitung sel CD4+ dan pengobatan lesi KA, seperti lama penyakit, keteraturan pengobatan ARV, dan imunitas non spesifik.
Studi Ho, dkk. (1998) menemukan bahwa semakin lama infeksi HPV terjadi maka virus
akan
lebih
sulit
menghilang,
sehingga
lamanya
penyakit
akan
mempengaruhi perkembangan lesi KA termasuk ukuran dan jumlah lesi KA.38 SP pada penelitian ini memiliki lama penyakit yang berbeda-beda.
Penelitian De Camargo, dkk. (2014) menemukan bahwa terdapat 2 faktor yang berhubungan dengan kejadian KA anogenital pada pasien HIV, yaitu pengobatan ARV yang tidak teratur dan ko-infeksi HSV.54 Pada penelitian ini diketahui SP yang mendapat ARV dan tidak mendapat ARV, namun tidak diketahui mengenai keteraturan pengobatan ARV pada SP.
Dilihat dari aspek imunologis, selain imunitas seluler, imunitas non spesifik juga berperan dalam mengatasi infeksi HPV.3,43,44 Dalam tahap awal infeksi HPV, komponen imunitas non spesifik seperti sel dendritik, sel Langerhans, sel natural killer dan keratinosit berperan dalam menginduksi respons imun adaptif yang efektif. Onkoprotein E6/E7 HPV-18 dapat menekan sekresi IFN oleh keratinosit sehingga efek anti viral, anti proliferatif, dan imunostimulator dari IFN tertekan.44 TGF-β dan TNF yang diproduksi sel epitel juga dapat menghambat proliferasi keratinosit yang terinfeksi HPV.43,44 Hal ini berhubungan dengan persistensi HPV dan perkembangan lesi KA.9,44
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
39
Dilihat dari data-data yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ukuran terbesar lesi KA mempunyai korelasi negatif lemah dengan hitung sel CD4+ namun tidak bermakna secara statistik sehingga tidak dapat digunakan sebagai prediktor terhadap hitung sel CD4+ pada pasien HIV.
4.5
HASIL TAMBAHAN
4.5.1
KORELASI JUMLAH LESI DENGAN HITUNG SEL CD4+ PADA SUBYEK PENELITIAN
Dilakukan analisis terhadap jumlah lesi KA dengan hitung sel CD4+. Jumlah seluruh lesi KA dan hitung sel CD4+ disajikan sebagai variabel numerik. Perhitungan korelasi antara data jumlah lesi KA dengan hitung sel CD4+ menggunakan uji Spearman karena distribusi data yang tidak normal. Didapatkan korelasi positif lemah (r = 0,02) antara jumlah lesi KA dengan hitung sel CD4 +
0
Jumlah lesi KA
5
10
15
20
25
namun tidak bermakna secara statistik (p = 0,93).
0
100
200 95% CI jumlah
cd4sel
300
400
500
Fitted values
Hitung sel CD4+
Gambar 4.5.1 Korelasi jumlah lesi KA dengan hitung sel CD4+ subyek penelitian KA dengan HIV di RSCM dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta, Juni-November 2014 (n = 34)
Hasil ini menunjukkan bahwa pada pasien HIV, semakin tinggi hitung sel CD4+, semakin banyak jumlah lesi KA, namun tidak bermakna secara statistik (gambar 4.5.1). Hal ini tidak sesuai dengan data dari literatur. CDC (2010)
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
40
melaporkan bahwa KA pada pasien HIV seringkali lebih ekstensif dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan KA pada pasien non HIV. 14 Aynaud, dkk. (1998) juga melaporkan bahwa pada pasien HIV, jumlah lesi KA lebih banyak dan ditemukan pada banyak lokasi.13 Hal tersebut diduga berhubungan dengan masih terdapatnya faktor lain yang mempengaruhi jumlah lesi KA selain hitung sel CD4+ dan pengobatan lesi KA. Namun, penulis tidak menemukan penelitian lain
yang melaporkan
faktor-faktor
yang
berhubungan dengan jumlah lesi KA pada pasien HIV.
4.5.2
KORELASI JUMLAH LOKASI LESI KA DENGAN HITUNG SEL CD4+ PADA SUBYEK PENELITIAN
Analisis terhadap korelasi antara jumlah lokasi lesi KA dengan hitung sel CD4+ didapatkan korelasi positif lemah (r = 0,09) namun tidak bermakna secara
0
Jumlah lokasi lesi KA
1
2
3
4
statistik (p = 0,58).
0
100
200
cd4sel
95% CI jum_regio
300
400
500
Fitted values
Hitung sel CD4+
Gambar 4.5.2 Korelasi jumlah lokasi
lesi KA dengan hitung sel CD4+
subyek penelitian KA dengan HIV di RSCM dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta, Juni-November 2014 (n = 34) Hasil ini menunjukkan bahwa pada pasien HIV, semakin tinggi hitung sel CD4+, semakin banyak jumlah lokasi lesi KA, namun tidak bermakna secara statistik (gambar 4.5.2). Hal ini tidak sesuai dengan data dari literatur. Aynaud, dkk. (1998) melaporkan bahwa pada pasien HIV, jumlah lesi KA lebih banyak dan ditemukan pada banyak lokasi.13
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
41
Literatur menyebutkan bahwa pasien LSL mempunyai cara berhubungan seksual yang berisiko tinggi. LSL melakukan hubungan seksual dengan cara oro-genital maupun ano-genital.59 Hal ini menyebabkan kontak seksual terjadi pada area yang lebih luas, tidak hanya pada area genital tapi juga pada area oral dan anal, sehingga peneliti menduga cara berhubungan seksual tersebut berpengaruh terhadap jumlah lokasi yang terkena. Pada penelitian ini, data mengenai cara berhubungan seksual SP tidak dicari sehingga tidak dapat dilakukan analisis. Namun, sebagian besar SP pada penelitian ini adalah LSL sehingga kemungkinan terjadi kontak seksual pada lebih dari satu area menjadi lebih besar. 4.5.3
HUBUNGAN ANTARA LAMA PENYAKIT DENGAN UKURAN TERBESAR LESI KA PADA SUBYEK PENELITIAN
Dilakukan analisis ada tidaknya hubungan bermakna antara lama penyakit dengan ukuran terbesar lesi KA. Lama penyakit disajikan dalam bentuk variabel kategorik (<3 bulan, ≥3 bulan), sedangkan ukuran terbesar lesi KA disajikan sebagai variabel numerik (mm3).
Perhitungan
menggunakan
uji
Mann-Whitney karena distribusi data yang tidak normal. Didapatkan hubungan yang bermakna secara statistik antara lama penyakit dengan ukuran terbesar
5000000 1.00e+071.50e+07
lesi KA (p=0,03).
-5000000
0
Volume lesi KA
0
.2
.4 .6 lamasakit_2kat 95% CI volume
.8
1
Fitted values
Lama penyakit
Gambar 4.5.3 Hubungan antara lama penyakit dengan ukuran terbesar lesi KA subyek penelitian KA dengan HIV di RSCM dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta, Juni-November 2014 (n = 34)
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
42
Hasil ini menunjukkan terdapat pengaruh lama penyakit terhadap ukuran terbesar lesi KA (gambar 4.5.3). Hasil ini sesuai dengan literatur yang menyatakan lamanya penyakit akan
mempengaruhi
perkembangan
lesi
KA. Hal ini
disebabkan semakin lama infeksi HPV berlangsung, maka virus HPV akan semakin sulit menghilang.37 4.5.4
HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ARV DENGAN UKURAN TERBESAR LESI KA PADA SUBYEK PENELITIAN
Dilakukan analisis ada tidaknya hubungan bermakna antara pemberian ARV dengan ukuran terbesar lesi KA. Pemberian ARV disajikan dalam bentuk variabel kategorik (mendapat ARV, tidak mendapat ARV), sedangkan ukuran terbesar lesi KA disajikan sebagai variabel numerik (dalam mm3). Perhitungan menggunakan uji Mann-Whitney karena distribusi data yang tidak normal. Didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pemberian ARV dengan
0
Volume lesi KA
5000000 1.00e+07 1.50e+07 2.00e+07
ukuran terbesar lesi KA (p=0,97).
0
.2
.4 95% CI volume
arv
.6
.8
1
Fitted values
Pemberian ARV
Gambar 4.5.4 Hubungan antara pemberian ARV dengan ukuran terbesar lesi KA subyek penelitian KA dengan HIV di RSCM dan Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta, Juni-November 2014 (n = 34)
Hasil ini menunjukkan tidak ada pengaruh pemberian ARV terhadap ukuran terbesar lesi KA (gambar 4.5.4). Hal ini sesuai dengan penelitian Conley, dkk. (2002) yang mendapatkan bahwa insidens KA pada pasien HIV yang mendapat ARV tidak berbeda bermakna dengan pasien HIV yang mendapat ARV.18 Penelitian De Camargo, dkk. (2014) menemukan bahwa pengobatan ARV yang
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
43
tidak teratur berhubungan dengan kejadian KA anogenital pada pasien HIV.54 Perkembangan lesi KA pada pasien HIV tidak hanya dipengaruhi oleh pengobatan ARV, tetapi juga bergantung pada keteraturan pengobatan ARV.54
Pada
penelitian ini, data mengenai keteraturan pengobatan ARV tidak dicari sehingga tidak dapat dilakukan analisis statistik mengenai hal tersebut.
Dilihat dari data-data diatas, jumlah lesi KA dan jumlah lokasi lesi KA tidak mempunyai korelasi yang bermakna dengan hitung sel CD4+, sehingga tidak dapat digunakan sebagai prediktor terhadap hitung sel CD4+ pada pasien HIV. Lama penyakit mempunyai hubungan yang bermakna dengan ukuran terbesar lesi KA pada pasien HIV. Pengobatan ARV saja tidak berpengaruh terhadap ukuran terbesar lesi KA, melainkan keteraturan pengobatan ARV yang lebih berpengaruh.
4.6
KETERBATASAN PENELITIAN 1. Mengingat keterbatasan waktu, maka pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling tanpa mempertimbangkan lamanya penyakit. Hal ini dapat menjadi bias yang mempengaruhi hasil korelasi antara variabel yang diteliti. SP yang sudah lama menderita KA cenderung memiliki lesi KA dengan ukuran yang lebih besar daripada SP yang baru menderita KA. Namun, secara statistik, tidak terdapat upaya untuk mengatasi bias tersebut. 2. Mengingat keterbatasan waktu, penelitian dilakukan di RSCM dan di luar RSCM, dengan kebijakan pengobatan ARV yang berbeda, sehingga dapat terjadi bias pada penelitian ini yang disebabkan kesulitan dalam pengelompokan SP dengan/tanpa ARV serta keteraturan minum obat.
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
BAB 5 IKHTISAR, KESIMPULAN, DAN SARAN
5.1
IKHTISAR
Kondiloma akuminatum (KA) adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh
human
papillomavirus
(HPV)
tipe
tertentu.1 Beberapa
penelitian
menunjukkan prevalensi KA pada pasien HIV lebih tinggi daripada pasien non HIV.17,18,54-55 Prevalensi KA lebih meningkat pada pasien HIV, terutama dengan hitung sel CD4+ kurang dari 200.
27,39-40
Hitung sel CD4+ akan
mempengaruhi HPV clearance, sehingga menyebabkan infeksi HPV yang persisten. Studi Ho, dkk. (1998) menemukan bahwa semakin lama infeksi HPV terjadi maka virus akan lebih sulit menghilang.38
Pada pasien HIV, KA seringkali lebih ekstensif dengan ukuran yang lebih besar dan jumlah yang lebih banyak dibandingkan KA pada pasien non HIV.14 Pada pasien HIV, KA lebih rekalsitran atau resisten terhadap terapi, dan lebih sering mengalami rekurensi.9,14,17 Hal ini dihubungkan dengan kegagalan sistem imunitas seluler dalam mengontrol infeksi HPV.19 Terjadi penurunan sistem imunitas seluler pada pasien HIV, khususnya respons yang diperantarai sel T CD4. Lu, dkk. (2012) meneliti hubungan antara hitung sel CD4+ dan jumlah HIV RNA permililiter darah (HIV load) pada pasien HIV dengan ukuran terbesar lesi kondiloma sepanjang waktu (over time).27
Lu, dkk. (2012)
juga
mendapatkan bahwa pada kunjungan pertama ditemukan hubungan antara ukuran terbesar lesi kondiloma dengan hitung sel CD4+ namun pada tindak lanjut ditemukan tidak adanya hubungan bermakna antara keduanya.27 Dibutuhkan
penelitian
lebih
lanjut untuk mencari peranan respons imun
terhadap perkembangan lesi KA karena hubungan antara penemuan lesi KA dengan respons imun sendiri dinilai sudah terbukti.27
44 Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
45
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan potong lintang yang bertujuan untuk mengetahui korelasi ukuran terbesar lesi KA dengan hitung sel CD4+ pada pasien HIV. Subyek penelitian terdiri atas 34 pasien HIV dengan kondiloma akuminata laki-laki dan perempuan yang dikumpulkan secara consecutive sampling, sejak awal bulan Juni hingga awal bulan November 2014 di Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS RSCM, UPT HIV RSCM, dan di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta. Subyek yang diikutsertakan pada penelitian sudah melalui seleksi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Pada seluruh subyek dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, pengukuran lesi KA terbesar berupa panjang x lebar x tebal dengan menggunakan kaliper, serta pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan hitung sel CD4+ di laboratorium Patologi Klinik RSCM jl. Diponegoro no.71, Jakarta Pusat. Hasil penelitian adalah sebagai berikut : 1. Karakteristik subyek penelitian a.
Karakteristik sosio-demografik Jumlah SP laki-laki 28 orang (82,35%) dan SP perempuan 6 orang (17,65%) dari total 34 SP. Nilai tengah usia SP adalah 28 tahun. Usia SP paling muda adalah 20 tahun dan paling tua 62 tahun. Lebih
banyak SP yang belum menikah (64,71%) dibandingkan
dengan yang sudah menikah. Pendidikan SP paling banyak tamat Sekolah Menengah Atas (73,53%). Pekerjaan SP paling banyak karyawan swasta (58,82%). Didapatkan lebih banyak SP dengan perilaku pasangan seksual risiko tinggi (52,94%), dengan jumlah pasangan seksual seumur hidup ≥7 (55,88%), dan pernah atau saat ini mempunyai kebiasaan merokok (73,53%). b.
Karakteristik klinis Keluhan penyerta SP paling banyak adalah gatal (61,76%). Sebagian besar SP mempunyai lama penyakit ≥3 bulan (91,18%). Lama sakit terpanjang adalah 5 tahun dan lama sakit tersingkat 1 bulan dengan nilai tengah 5 bulan. Lokasi lesi KA terbesar paling banyak ditemukan di regio perianal (55,88%). Sebagian besar SP hanya mempunyai lesi
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
46
pada 1 lokasi (73,53%). Lebih banyak SP yang mempunyai hitung sel CD4+>200 (79,4%), dan sudah mendapat ARV (64,71%). 2. Nilai tengah ukuran terbesar lesi KA pada seluruh SP adalah 392 mm3, dengan rentang 4 mm3 - 16.695.396 mm3. Nilai tengah panjang lesi KA terbesar adalah 12 mm dengan rentang 4 mm - 227 mm. Nilai tengah lebar lesi KA terbesar adalah 9 mm dengan rentang 1 mm - 54 mm. Nilai tengah tebal lesi adalah 3 mm dengan rentang 1 mm - 25 mm. Nilai rerata hitung sel CD4+ 262±118 sel/mm3. 3. Korelasi ukuran terbesar lesi KA dengan hitung sel CD4+ pada pasien HIV a. Didapatkan korelasi negatif lemah yang tidak bermakna secara statistik antara volume lesi KA dengan hitung sel CD4+ b. Didapatkan korelasi negatif lemah yang tidak bermakna secara statistik antara panjang lesi KA terbesar dengan hitung sel CD4+ c. Didapatkan korelasi negatif lemah yang tidak bermakna secara statistik antara lebar lesi KA terbesar dengan hitung sel CD4+ d. Didapatkan korelasi negatif lemah yang tidak bermakna secara statistik antara tebal lesi KA terbesar dengan hitung sel CD4+
4. Hasil tambahan: a. Didapatkan korelasi positif lemah yang tidak bermakna secara statistik antara jumlah lesi KA dengan hitung sel CD4+ b. Didapatkan korelasi positif lemah yang tidak bermakna secara statistik antara regio terdapat lesi KA dengan hitung sel CD4+ c. Didapatkan hubungan yang bermakna secara statistik antara lama penyakit dengan ukuran terbesar lesi KA d. Didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pemberian ARV dengan ukuran terbesar lesi KA
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
47
5.2
KESIMPULAN Tidak terdapat korelasi yang bermakna secara statistik antara ukuran terbesar lesi KA dengan hitung sel CD4+ pada pasien HIV. Hipotesis penelitian ditolak.
5.3
SARAN Meneliti faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi ukuran lesi KA antara lain lama penyakit, keteraturan pengobatan ARV, tipe HPV dan hubungannya dengan ukuran lesi KA.
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
1.
Zubier F. Kondilomata akuminata. Dalam: Daili SF, Indriatmi W, Zubier F, penyunting. Infeksi Menular Seksual. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2009. h.140-5.
2.
Wieland U, Kreuter A, Pfister H. HPV-infection in HIV-positive men who have sex with men (MSM). Dalam: Gross G, Tyring SK, penyunting. Sexually Transmitted Infections and Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-1. Heidelberg : Springer; 2011.h.749-73.
3.
Winer RL, Koutsky LA. Genital human papillomavirus infection. Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, dkk., penyunting. Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-4. New York:Mc Graw Hill;2008.h.1107-26.
4.
Indriatmi W, Zubier F, Daili SF, Nilasari H. Lesi jinak infeksi Human Papillomavirus di daerah anogenital. Dalam : Andrijono, Indriatmi W, penyunting. Infeksi
Human Papillomavirus. Edisi ke-1. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2013.h.47-61. 5.
Shew ML, Fortenberry JD. HPV infection in adolescents: natural history, complications, and indicators for viral typing. Semin Pediatr Infect Dis. 2005;16(3):168-74.
6.
Patel H, Wagner M, Singhal P, Kothari S. Systematic review of the incidence and prevalence of genital warts. BMC Infect Dis. 2013;13(39) :1-14.
7.
Indriatmi W. Epidemiologi infeksi menular seksual di Indonesia. Symposium Sexually Transmitted Infections: a Rising Corner 2012, conference proceeding, 15 – 16 September 2012. Hotel Crown Plaza – Semarang, Indonesia; 2012.
8.
Data statistik kunjungan pasien Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS RSCM periode 2011-2012.
9.
Yunihastuti E. Infeksi HPV pada HIV. Dalam : Andrijono, Indriatmi W, penyunting. Infeksi
Human Papillomavirus. Edisi ke-1. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.h.183-6.
48 Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
49
10.
Mayeaux EJ, Dunton C. Modern management of external genital warts. J Low Genit Tract Dis. 2008;12(3):185-92.
11.
Winer RL, Kiviat NB, Hughes JP, Adam DE, Lee SK, Kuypers JM, dkk. Development and duration of human papillomavirus lesions, after initial infection. J Infect Dis. 2005;191(5):731-8.
12.
Thappa D, Senthilkumar M, Laxmisha C. Anogenital warts an overview. Indian J Sex Transm Dis. 2004;25:55-66.
13.
Aynaud, Piron D, Barrasso R, Poveda JD. Comparison of clinical, histological, and virological symptoms of HPV in HIV-1 infected men and immunocompetent subjects. Sex Transm Inf. 1998;74:32–4.
14.
Human papillomavirus (HPV) infection. Dalam: Morbidity and Mortality weekly report (Recommendations and Reports);Sexual transmitted disease treatment guidelines. Centers for Disease Control and Prevention. 2010; 59(RR-12):69-74.
15.
Duarsa NW. Infeksi HIV dan AIDS. Dalam: Daili SF, Indriatmi W, Zubier F, penyunting. Infeksi Menular Seksual. Edisi ke-4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.h.146-58.
16.
Moir S, Chun TW, Fauci AS. Immunology and pathogenesis of human immunodeficiency virus infection. Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, dkk., penyunting. Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-4. New York: Mc Graw Hill; 2008.h.341-58.
17.
Low AJ, Clayton T, Konate I, Nagot N, Ouedraogo A, Huet C, dkk. Genital warts and infection with human immunodeficiency virus in high-risk women in Burkina Faso: a longitudinal study. BMC Infect Dis. 2011;11(20):1-9.
18.
Conley LJ, Ellerbrock TV, Bush TJ, Chiasson MA, Sawo D, Wright TC. HIV-1 infection and risk of vulvovaginal and perianal condylomata acuminata and intraepithelial neoplasia: a prospective cohort study. Lancet. 2002;359:108–13.
19.
Stanley MA. Immune responses to human papillomaviruses. Indian J Med Res. 2009;130:266-76.
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
50
20.
Scott M, Nakagawa M, Moscicki AB. Papillomavirus Infection CellMediated Immune Response to Human. Clin Diagn Lab Immunol. 2001; 8(2):209.
21.
Moscicki AB, Ellenberg JH, Farhat S, Xu J. Persistence of Human Papillomavirus Infection in HIV-Infected and -Uninfected Adolescent Girls: Risk Factors and Differences, by Phylogenetic Type. The J of Infect Dis. 2004; 190:37–45.
22.
Fontaine J, Hankins C, Money D, Rachlis A, Pourreaux K, Ferenczy A, dkk. Human papillomavirus type 16 (HPV-16) viral load and persistence of HPV-16 infection in women infected or at risk for HIV. J of Clin Virol. 2008;43:307–312.
23.
Low A, Didelot-Rousseau MN, Nagot N, Ouedraougo A, Clayton T, Konate I, dkk. Cervical infection with human papillomavirus (HPV) 6 or 11 in high-risk women in Burkina Faso. Sex Transm Infect. 2010;86:342-4.
24.
Strickler HD, Burk RD, Fazzari M, Anastos K, Minkoff H, Massad LS, dkk. Natural History and Possible Reactivation of Human Papillomavirus in Human Immunodeficiency Virus–Positive Women. J Natl Cancer Inst. 2005;97:577–86.
25.
Palefsky JM, Minkoff H, Kalish LA, Levine A, Sacks HS, Garcia P, dkk. Cervicovaginal
Human
Papillomavirus
Infection
in
Human
Immunodeficiency Virus-1 (HIV)-Positive and High-Risk HIV-Negative Women. J Natl Cancer Inst. 1999;91:226–36. 26.
Wilson J. Treatment of genital warts: what’s the evidence? Int J STD AIDS. 2002:13:216-22.
27.
Lu HN, Amirian ES, Chan W, Beasley P, Piller LB, Scheurer ME. CD4 + cell count and HIV load as Predictors of anal warts over time in HIVinfected women.The J of Infect Dis. 2012:1-8.
28.
World Health Organization (WHO)/Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS). 2007. Guidance on Provider initiated HIV testing and counselling in health facilities. Geneva:WHO/UNAIDS. Available at: http://www.who.int/hiv/who_pitc_guidelines.pdf.
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
51
29.
Terminologi Tes dan Konseling HIV Terintegrasi di sarana kesehatan/ PITC Dalam: Pulungsih SP, Mardiati R, Nurjannah, penyunting. Pedoman Penerapan Tes dan Konseling HIV Terintegrasi di sarana kesehatan/ PITC. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2010.h.4-5.
30.
Data PITC pasien Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi IMS periode Oktober 2013-Maret 2014.
31.
Stigma dan diskriminasi dalam berbagai konteks. Dalam : Subuh HM, Tarmizi SN, Nugrahini N, Budihastuti E, Wardana HW, Indrawati V, dkk. ,penyunting. Buku Pedoman Penghapusan Stigma & Diskriminasi bagi pengelola program, petugas layanan kesehatan dan kader. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung; 2012. h.5-8.
32.
Ibrahim F. Virologi human papillomavirus. Dalam: Andrijono, Indriatmi W, penyunting. Infeksi Human Papillomavirus. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.h.3-13.
33.
Beutner K, Reitano M, Richwald G, Wiley D. External genital warts: report of the American Medical Association consensus conference. Clin Infect Dis. 1998;27:796-806.
34.
Lacey C, Woodhall S, Wikstrom A, Ross J. 2012 European guidelines for the management of anogenital warts. IUSTI 2012 GW Guidelines. 2012: 1-20.
35.
Brown D, Schroeder J, Bryan J, Stoler M, Fife K. Detection of multiple human papillomavirus type in condylomata acuminata lesions from otherwise healthy and immunospuppressed patients. J Clin Microbiol. 1999;37(10):3316-22.
36.
Ting P, Dytoc M. Therapy of external anogenital warts and molluscum contagiosum: a literature review. Dermatol Therapy. 2004;17:68-101.
37.
Leung A, Davies H. Genital infection with human papillomavirus in adolescent. Adv in Therapy. 2005;22(3):187-97.
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
52
38.
Ho G, Bierman R, Beardsley L, Chang C, Burk R. Natural history of cervicovaginal papillomavirus infection in young women. N Engl J Med. 1998;338:423-8.
39.
Stanley M. Immune responses to human papillomaviruses. Indian J Med Res. 2009;130:266-76.
40.
Dunne E, Friedman A, Datta D, Markowitz L, Workowski K. Updates on human papillomavirus and genital warts and counseling messages from the 2010 sexually transmitted diseases treatment guidelines. Clin Infect Dis. 2011;53:S143-52.
41.
Lacey C, Lowndes C, Shah K. Burden and management of non-cancerous HPV-related conditions: HPV-6/11 disease. Vaccine. 2006;24:S3/35-S3/41.
42.
Mbulawa Z, Marais D, Johnson L, Boulle A, Coetzee D, Williamson A. Influence of human immunodeficiency virus and CD4 count on the prevalence of human papillomavirus in heterosexual couples. J General Virol. 2010;91:3023-31.
43.
Rengganis I, Rambe DS. Tinjauan imunologi human papillomavirus. Dalam : Andrijono, Indriatmi W, penyunting. Infeksi Human Papillomavirus. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.h.14-9.
44.
Molina AA, Valencia JFH, Lamoyi E, Paredes AC, Lizano M. Role of innate immunity against human papillomavirus (HPV) infections and effect of adjuvants in promoting specific immune response. Viruses. 2013;5:2624-42.
45.
Juckett G, Hartman-adams. Human papillomavirus: clinical manifestations and prevention. Am Fam Physician. 2010;15:1209-14.
46.
Bonnez W, Toy EP. Diseases. Dalam: Bonnez W, penyunting. Guide to genital diseases and prevention. Edisi ke-3. New York: Informa Healthcare; 2009.h.29-44.
47.
Wiley DJ, Douglas J, Beutner K, Cox T, Fife K, Moscicki AB, dkk. External genital warts: diagnosis, treatment, and prevention. Clin Infect Dis. 2002;35(2 Suppl):S210-24.
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
53
48.
Gunter J. Genital and perianal warts: new treatment opportunities for human papillomavirus infection. Am J Obstet Gynecol. 2003; 189(3 Suppl):S3-11.
49.
Harrington PR, Swanstrom R. The biology of HIV, SIV, and other lentiviruses. Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, dkk., penyunting. Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-4. New York: Mc Graw Hill; 2008.h.323-39.
50.
Moir S, Chun TW, Fauci AS. Immunology and pathogenesis of human immunodeficiency virus infection. Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, dkk., penyunting. Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-4. New York: Mc Graw Hill; 2008.h.341-58.
51.
Stoiber H, Wilfingseder D. Immunology of HIV. Dalam: Gross G, Tyring SK, penyunting. Sexually Transmitted Infections and Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-1. Heidelberg: Springer; 2011.h.271-85.
52.
Venter E, Gericke GJ, Becker PJ. Nutritional status, quality of life and CD4 cell count of adults living with HIV/AIDS in the Ga-Rankuwa area (South Africa). S Afr J Clin Nutr 2009;22(3):124-9.
53.
Hughes SM, Amadi B, Mwiya M, Nkamba H, Mulundu G, Tomkins A, dkk. CD4 counts decline despite nutritional recovery in HIV-infected Zambian children with severe malnutrition. Pediatrics.2009; 123(2):347-51.
54.
De Camargo CC, Tasca KI, Mendes MB, Miot HA, De Souza LDR. Prevalence of anogenital warts in men with HIV/AIDS and associated factors. The Open AIDS Journal. 2014; 8: 25-30.
55.
Palefsky J. Human papillomavirus infection in HIV-infected persons. Top HIV Med. 2007;15(4):130-3.
56.
Stier E. Human papilloma related diseases in HIV-infected individuals. Curr Opin Oncol. 2008;20(5):541-6.
57.
Olanova R. Proporsi pasien HIV/AIDS dengan kelainan kulit dan hubungannya dengan hitung sel CD4+ di Unit Pelayanan Terpadu (UPT) HIV RSCM. Disampaikan pada ujian tesis S II Spesialis Kulit dan Kelamin. 2010.
58.
Gormley RH, Kovarik CL. Human papillomavirus related genital disease in the immunocompromised host. J Am Acad Dermatol. 2012;66(6):1-14.
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
54
59.
Association of Immune Status with Recurrent Anal Condylomata in Human Immunodeficiency Virus-Positive Patients. J Korean Soc Coloproctol. 2012;28(6):294-8.
60.
Brown B, Davtyan M, Galea J, Chow E, Leon S, Klausner JD. The Role of Human Papillomavirus in Human Immunodeficiency Virus Acquisition in Men who Have Sex with Men: A Review of the Literature. Viruses. 2012;4: 3851-8.
61.
Adler DH. The impact of HAART on HPV related cervical disease. Curr HIV Res. 2010;8(7): 493.
62.
Mayer KH, Carballo-Dieguez A. Homosexual and bisexual behavior in men in relation to STDs and HIV infection. Dalam: Holmes KK, Sparling PF, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, dkk., penyunting. Sexually Transmitted Diseases. Edisi ke-4. New York: Mc Graw Hill; 2008.h.203-18.
63.
Cambou MC, Perez-Brumer AG, Segura ER, Salvatierra HJ, Lama JR, Sanchez J, Clark JL. The risk of stable partnerships: associations between partnership characteristics and unprotected anal intercourse among men who have sex with men and transgender women recently diagnosed with HIV and/or STI in Lima, Peru. PLOS One. 2014; 9(7): 1-7.
64.
DKI. Data penduduk WNI Provinsi DKI Jakarta berdasarkan pendidikan per November 2011. Jakarta;2011.
65.
World Health Organization (WHO). 2013. Consolidated Guidelines on the use of antiretroviral drugs for treating and preventing HIV infection: recommendations for a public health approach. Geneva:WHO.
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Universitas Indonesia
55 Lampiran 1: Penyaring subyek penelitian
PENYARING SUBYEK PENELITIAN Kriteria inklusi subyek penelitian (Beri tanda √) Ya
Tidak Diagnosis KA anogenital secara klinis Lokasi KA di genitalia eksterna dan/atau perianal Diagnosis HIV secara serologis Bersedia menjadi SP
Jika ada jawaban "tidak", maka pasien tidak memenuhi kriteria untuk mengikuti penelitian. Kriteria penolakan subyek penelitian (Beri tanda √) Ya
Tidak Pasien hamil Pasien mendapat terapi KA dalam 5 minggu terakhir
Jika ada jawaban "ya", maka pasien tidak memenuhi kriteria untuk mengikuti penelitian. Kesimpulan ( ) Pasien memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian ( ) Pasien tidak memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
56 Lampiran 2: Informasi penelitian
INFORMASI PENELITIAN INFORMASI UNTUK PASIEN KONDILOMATA AKUMINATA YANG AKAN MENGIKUTI PENELITIAN KORELASI UKURAN TERBESAR LESI KONDILOMA AKUMINATUM ANOGENITAL DENGAN HITUNG SEL CD4+ PADA PASIEN HIV Setelah melalui pemeriksaan, Bapak/Ibu/Saudara/i mengalami suatu penyakit yang disebut kutil kelamin. Kutil kelamin merupakan infeksi menular seksual yang ditandai dengan pertumbuhan jaringan bersifat jinak menyerupai kutil di daerah kelamin. Ukuran kutil kelamin diduga berhubungan dengan kekebalan tubuh pasien. Pada pasien HIV didapatkan kekebalan tubuh menurun sehingga diduga ukuran kutil kelamin pada pasien HIV berukuran lebih besar dibandingkan dengan pasien yang tidak terinfeksi HIV. Kondisi kekebalan tubuh pasien HIV dicerminkan oleh hitung sel CD4+ dalam darah pasien. Saat ini Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) sedang melakukan penelitian yang menilai korelasi antara ukuran kutil kelamin dengan hitung sel CD4+ pada pasien HIV. Hingga saat ini, masih sedikit sekali penelitian untuk memahami korelasi antara ukuran terbesar kutil kelamin dan hitung sel CD4+ pada pasien HIV. Selain itu, dengan mengetahui korelasi antara keduanya, ukuran kutil kelamin diharapkan dapat menjadi prediktor penurunan kekebalan tubuh pada pasien-pasien yang belum bersedia dilakukan pemeriksaan HIV. Setelah wawancara dan mengisi kuesioner, akan dilakukan pemeriksaan fisis rutin berupa pemeriksaan genitalia eksterna dan anus. Setelah dilakukan pemeriksaan dan dipastikan lesi tersebut adalah kutil, maka akan dilakukan pengukuran besar kutil dengan menggunakan kaliper. Hasil pengukuran akan dicatat dalam status penelitian. Setelah selesai pemeriksaan, Bapak/Ibu/Saudara/i akan diberikan pengantar pemeriksaan laboratorium untuk dilakukan satu kali pengambilan darah vena perifer di lipat siku sebanyak 5 cc untuk pemeriksaan hitung sel CD4+ di laboratorium. Sebelum pengambilan darah, area lipat siku dibersihkan terlebih dahulu dengan swab alkohol, lalu dipasang manset pada lengan atas di atas lipat siku, Bapak/Ibu/Saudara/i diminta mengepalkan tangan, kemudian dilakukan pengambilan darah pada vena perifer di lipat siku tersebut dengan menggunakan spuit 5 cc. Luka tempat pengambilan darah ditutup dengan kapas dan micropore 3M®. Hasil pemeriksaan dapat diambil satu minggu kemudian. Dari hasil pemeriksaan CD4+ Bapak/Ibu/Saudara/i dapat mengetahui status sistem kekebalan tubuh saat ini. Bapak/Ibu/Saudara/i mungkin mengalami ketidaknyamanan saat pengukuran besar kutil dan merasa nyeri saat pengambilan darah. Apabila terjadi efek samping akibat pengambilan darah vena perifer, misalnya lebam, maka Bapak/Ibu/Saudara/i akan mendapat tatalaksana sesuai kelainan yang ada. Semua pemeriksaan kutil kelamin, pemeriksaan laboratorium, dan terapi kutil kelamin tidak dikenakan biaya. Seluruh data dasar dan hasil penelitian ini merupakan data rahasia yang tidak disebarluaskan. Publikasi dilakukan terhadap hasil penelitian yang merupakan hasil pengolahan data pasien
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
57 keseluruhan. Saya tidak akan menuliskan nama Bapak/Ibu/Saudara/i (identitas diganti dengan nomor urut penelitian). Penelitian ini sudah disetujui oleh Panitia Kaji Etik Penelitian FKUI. Keikutsertaan dalam penelitian ini bersifat sukarela. Bila tidak bersedia, Bapak/Ibu/Saudara/i berhak menolak ikut serta dalam penelitian ini dan tetap mendapatkan pelayanan dan pengobatan sebagaimana mestinya. Bila telah mengerti dan menyetujui prosedur pemeriksaan pada penelitian ini, Bapak/Ibu/Saudara/i diharap menandatangani formulir di bawah ini sebagai tanda persetujuan. Bila keberatan, Bapak/Ibu/Saudara/i dapat mengundurkan diri setiap saat dari penelitian ini tanpa mendapat sanksi apapun dan tetap mendapatkan pelayanan dan pengobatan sebagaimana mestinya. Apabila Bapak/Ibu/Saudara/i membutuhkan penjelasan, dapat menghubungi saya, dr. Jihan Rosita, peserta PPDS Departemen IKKK FKUI-RSCM, no telepon 081288341822/0215484718.
dr. Jihan Rosita
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
58
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
59
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
60
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
61 Lampiran 4: Status penelitian
STATUS PENELITIAN : …………………………………...
Tanggal pemeriksaan 1. No. urut penelitian
: ……………………………………
2. Nama
: ……………………………………
3. Alamat
: ……………………………………
4. No. telepon
: ……………… HP: ……………...
5. Usia
: ….. tahun
6. Jenis Kelamin
: (0) Perempuan (1) Lelaki
7. Tingkat pendidikan
: (0) Tidak sekolah (1) Pendidikan dasar (TK dan SD) (2) Pendidikan menengah (SMP dan SMU/SMK) (3) Pendidikan tinggi (diploma, sarjana, magister, doktor, spesialis)
8. Pekerjaan
: ......................................................
9. Status pernikahan
: (0) Belum menikah (1) Menikah (2) Cerai
KUNJUNGAN AWAL (HARI-1) Anamnesis 10. Timbul kutil kelamin disertai keluhan berupa: (0) Tidak ada (1) Gatal (2) Nyeri (3) Gatal dan nyeri (4) Lain-lain 11. Penyakit telah diderita selama: ................. (0) Tidak diketahui (1) < 3 bulan (2) ≥ 3 bulan
12. Sudah pernah diobati :
(0) Belum (1) Sudah, berupa ....................................
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
62
13. Keluhan serupa pada pasangan seksual saat ini: (0) Tidak ada (1) Ada (2) Tidak tahu/tidak menjawab
14. Perilaku seksual pasien : (0) Tidak risiko tinggi (1) Risiko tinggi
15. Jumlah pasangan seksual selama hidup: (0) < 7 (1) ≥ 7
16. Merokok: (0) Tidak pernah mempunyai kebiasaan merokok (1) Pernah mempunyai kebiasaan merokok, tetapi saat ini tidak merokok (2) Saat ini masih mempunyai kebiasaan merokok
17. Mendapat terapi ARV: (0) Tidak mendapat terapi ARV (1) Mendapat terapi ARV
Pemeriksaan Fisis 18. Sirkumsisi (pada pasien laki-laki): (0) Ya (1) Tidak
19. Lokasi dan jumlah masing-masing lesi: 1) Pubis
8) Prepusium
2) Perineum
9) Labia mayora
3) Perianal
10) Labia minora
4) Skrotum
11) Klitoris
5) Batang penis
12) Introitus vagina
6) Glans penis
13) Komisura posterior
7) Sulkus koronarius
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
63
20. Jumlah total lesi: ..........................
21. Ukuran lesi terbesar : ....................
22. Morfologi lesi: (0) Akuminata/eksofitik (1) Papular (2) Keratotik (3) Sesil/datar
Pemeriksaan penunjang 23. Hasil pemeriksaan CD4+: .................................sel/mm3
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
No.
Usia
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
23 27 32 27 26 26 34 30 29 40 30 28 52 22 47 40 24 62 28 32 22 20 33 21 25 40 35 25 23 24 30 25 29 25
Jenis kelamin 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1
Pendidikan 2 2 2 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 2 3 2 2 2 1 2 2 3 3 2 2 2
Pekerjaan karyawan swasta wiraswasta karyawan swasta karyawan swasta karyawan swasta karyawan swasta karyawan swasta karyawan swasta wiraswasta psk ibu rumahtangga ibu rumahtangga wiraswasta karyawan swasta wiraswasta ibu rumahtangga pengangguran guru pensiun karyawan swasta karyawan swasta karyawan swasta mahasiswa wiraswasta karyawan swasta karyawan swasta ibu rumahtangga karyawan swasta mahasiswa karyawan swasta karyawan swasta karyawan swasta karyawan swasta karyawan swasta karyawan swasta
Status pernikahan 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Keluhan penyerta 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 3 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1
Lama sakit 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2
Lampiran 5 : Tabel Induk Tesis Sudah diobati 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0
Keluhan pasangan 0 1 1 1 2 1 0 1 2 0 0 1 1 2 0 1 2 0 1 1 2 0 0 0 0 0 0 1 1 1 2 0 0 0
Perilaku seks 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
Jumlah pasangan 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1
Merokok
ARV
Sirkumsisi
1 2 1 1 1 1 0 1 2 1 0 1 2 1 1 2 1 2 2 2 0 1 2 0 0 2 0 0 2 0 2 1 2 0
1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 0
0 0 0 0 1 0 0 1 0
0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Lampiran 5 : Tabel Induk Tesi No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Lokasi
Jumlah
Panjang
Lebar
Tebal
Volume
Morfologi
Lesi
Lesi 3 4 1 4 4 3 6 16 2 18 13 8 5 1 2 1 10 18 8 1 3 12 26 3 2 20 2 16 1 8 8 5 2 1
Lesi 10 15 8 8 22 4 12 12 65 12 22 23 18 120 11 227 10 37 18 7 6 8 11 31 7 68 11 16 20 5 12 5 11 30
Lesi 8 10 5 6 10 1 8 12 38 8 12 16 16 22 5 54 10 17 14 6 6 6 10 20 5 30 6 10 8 3 7 2 5 30
Lesi 5 6 2 2 18 1 4 4 8 3 2 5 4 25 4 6 1 12 2 3 3 3 1 3 2 3 3 5 6 2 1 2 3 15
Lesi 400 900 80 96 3960 4 384 576 19760 288 528 1840 1152 66000 220 16695396 100 7548 504 126 108 144 110 1860 70 26520 198 800 960 30 84 20 165 1350
Lesi 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 1 0 0 0 3 0 1 0 0 0 0 1 3 0 0 0
perianal perianal perianal perianal batang penis perianal perianal batang penis batang penis labia mayora labia mayora labia mayora batang penis perianal sulkus koronarius labia mayora batang penis perianal skrotum perianal perianal perianal skrotum perianal perianal labia mayora perianal perianal perianal labia minora skrotum perianal perianal perianal
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Lampiran 5 : Tabel Induk Tesis (lanjutan) IMS lain 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 0
Hitung sel CD4+
CD4+ Kategori
229 286 355 277 188 406 224 4 114 339 410 171 349 426 263 16 9 378 363 224 234 351 231 286 467 257 131 326 419 206 327 216 224 202
0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
Hitung sel
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Variabel
Keterangan
Usia Jenis kelamin Tingkat pendidikan
Usia SP (tahun) Jenis kelamin SP Tingkat pendidikan SP
Pekerjaan Status pernikahan Keluhan penyerta Lama sakit Sudah diobati Keluhan pasangan Perilaku seks Jumlah pasangan Merokok
Pekerjaan saat ini Status pernikahan saat pemeriksaan Keluhan yang menyertai lesi KA waktu sejak timbulnya keluhan lesi KA Sudah diobati atau belum Keluhan lesi KA pada pasangan Perilaku seks berdasarkan kriteria WHO Jumlah pasangan seksual selama hidup Kebiasaan merokok pada SP
ARV Sirkumsisi
mendapat terapi ARV atau tidak sudah disirkumsisi (pada pasien laki-laki)
Lokasi lesi Jumlah lesi Panjang lesi Lebar lesi Tebal lesi Volume lesi Morfologi lesi IMS lain Hitung sel CD4+
Lokasi lesi KA dengan ukuran terbesar Jumlah total lesi KA panjang lesi KA terbesar (mm) lebar lesi KA terbesar (mm) tebal lesi KA terbesar (mm) Volume lesi KA terbesar (mm3) Bentuk lesi KA Infeksi menular seksual lain yang diderita SP Nilai sebenarnya hitung sel CD4+ (sel /mm3)
Hitung sel CD4+ kategorik
Hitung sel CD4+ dikategorikan menjadi >200 sel /mm3 dan ≤200 sel /mm3
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
0
Perempuan Tidak sekolah
Belum menikah tidak ada tidak diketahui Belum tidak ada tidak risiko tinggi <7 tidak pernah mempunyai kebiasaan merokok
tidak ya
akuminata/eksofitik tidak ada >200 sel /mm3
Keterangan Tabel Induk Tesis (lanjutan) 1
laki-laki Pendidikan dasar (SD)
Menikah gatal <3bulan sudah ada risiko tinggi ≥7 pernah mempunyai kebiasaan merokok
2
3
Pendidikan Pendidikan tinggi menengah (diploma,sarjana,magister,doktor,spesialis) (SMP dan SMU/SMK)
Cerai nyeri ≥3bulan
gatal dan nyeri
Tidak tahu
saat ini mempunyai kebiasaan merokok
iya tidak
papular ada
4
keratotik
sesil/datar
≤200 sel /mm3
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015
Lain-lain
Korelasi ukuran..., Jihan Rosita, FK UI, 2015