Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Konsep Penataan Permukiman Dalam Rangka Pembangunan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu Priyo Nur Cahyo1) Prof. Ir. Johan Silas2) Ir. Sri Amiranti Sastrohutomo, M.S3) 1) Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email:
[email protected]
Abstrak Pasca dioperasionalkannya Jembatan Suramadu memberikan dampak yang besar terhadap perkembangan kawasan disekitarnya. Indikasi perkembangan tersebut bisa dilihat dengan meningkatnya permintaan lahan, harga lahan serta tumbuhnya permukiman dan sektor informal pada kawasan Sekitar Jembatan Suramadu. Hal ini akan memberikan dampak perubahan pada perumahan dan permukiman Madura yaitu terjadi proses hilangnya ciri khas permukiman Madura setelah adanya proses pembangunan dalam skala besar. Norberg – Schluz (1971) dengan teori fenomenologinya berpendapat bahwa permukiman tumbuh dan berkembang dengan pengaruh aspek alam yang dikenal sebagai natural forces dan aspek kreasi manusia dalam menciptakan tempat sebagai suatu kualitas hubungan dengan lingkungan yang disebut sebagai figural quality. Berdasarkan analisa telah terjadi perubahan pola permukiman dan fungsi rumah Madura. Pola permukiman berubah dari lengkap menjadi sederhana dan sebagian rumah berubah menjadi fungsi ekonomi. Dari perubahan tersebut pola permukiman masih menunjukkan konsep utamanya yaitu open space dan pola yang islami. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif, dengan melakukan observasi dan wawancara yang dikaji dengan analisa triangulasi. Analisa triangulasi merupakan dialog antara sintesa kajian pustaka, pola permukiman Madura dan opini stakeholder, untuk penataan permukiman Madura ke depan yang bersinergi dengan perkembangan kawasan. Hasil penelitian berupa Konsep Penataan Permukiman Madura yang dapat dikembangkan dalam rangka pembangunan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu yaitu dengan Model Open Cluster, yang di dalamnya dapat difungsikan sebagai fungsi ekonomi, berpola Islami yaitu mempunyai langgar, dan sebagai pusatnya Masjid, arah hadap rumah Utara – Selatan dan Barat – Timur, serta sesuai kebijakan pemerintah, sehingga diharapkan konsep tersebut dapat menjadi bagian dari konsep pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu dan dapat dijadikan ruang pajang Madura atau sebagai Taman mininya Madura. Kata Kunci—Penataan Permukiman, Pembangunan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu, Ruang Pajang
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 1
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Structuring Settlements Concept Development Areas In The Framework of Foot Bridge Suramadu Priyo Nur Cahyo1) Prof. Ir. Johan Silas2) Ir. Sri Amiranti Sastrohutomo, M.S3) 1) Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email:
[email protected]
Abstrack Along with the successfully Suramadu Bridge constructed. It provides a great impact on surrounding area. These area developments indicated by the highly demand of lands, the increasing prices of lands, along with the growth of settlements and the informal sector in surround Suramadu Bridge area. These conditions could changes the characteristic of the Madurese settlement which is lead to extinction of its character. Basicly the fenomenologi theory (Norberg – Schluz, 1971) argues that the settlement grew and developed effected by natural aspect known as the natural forces and human aspects of creation to create the places as a quality relationship with the surrounding environment known as figural quality. The results show that the pattern of Madurase traditional settlement and its function had changed. The settlement had changed into more simple pattern than it’s traditional pattern which was more complex. Some of the house complex has changed its function as the economic function. Even though this settlement patterns still show the main concepts of open space and Islamic patterns. This research was conducted qualitatively, by observation and interviews that were examined with the triangulation analysis. To dicus between the synthesis of literature review, settlement patterns and stakeholders opinions, to forward in synergy with the development of the region. The main goal of this research is Madura Settlement concept that can be developed within the framework of development Suramadu Bridge Foot area is to model the Open Cluster, in which can function as an economic function, that could show the Islamic pattern, which put the mosque as the central, home orientation towards the North - South and West East, as well as government policy, so it can become part of the development concept Suramadu Bridge Foot area and can be used as exhibition places or a park Madura minuscule.
Keywords : Exhibition Places, Structuring Settlements, Suramadu Foot Bridge Area Development.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 2
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
I. II. PENDAHULUAN Jawa Timur kini telah melaksanakan pekerjaan besar, pembangunan Jembatan Surabaya-Madura. Jembatan modern yang nantinya bisa menjadi ikon serta landmark yang membanggakan. Jembatan Suramadu adalah jembatan yang menghubungkan Surabaya di Jawa dan Bangkalan di Madura. Keberadaan jembatan ini akan memperlancar lalu lintas barang dan jasa. Jembatan sepanjang 5,4 kilometer itu akan menjadi generator pembangkit perubahan bagi Madura. Secara administratif Kawasan Kaki Jembatan Suramadu berada di Kecamatan Tambak Wedi Kota Surabaya dan Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan Propinsi Jawa Timur. Hal ini akan memberikan keuntungan yang sangat besar bagi Kawasan Kaki Jembatan Suramadu terutama dari segi pengembangan kawasan. Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa Kawasan Kaki Jembatan Suramadu memiliki letak dan posisi yang sangat strategis dan nantinya akan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung pengembangan wilayah Kota Surabaya dan Kabupaten Bangkalan maupun Propinsi Jawa Timur secara umum. Pengembangan kawasan jembatan Suramadu memiliki potensi sebagai generator pembangkit, namun apabila tidak dikendalikan maka diprediksi akan membawa pengaruh perubahan terhadap pengembangan wilayah di kawasan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu dan sekitarnya baik pada sisi Surabaya maupun Bangkalan. Fenomena perubahan tersebut dapat terlihat antara lain dengan menurunnya fungsi bangunan dan kualitas lingkungan. Disinilah pentingnya suatu perencanaan melalui suatu konsep penataan bangunan yang terpadu dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang terkait antara lain pertimbangan ekologi, ekonomi, sosial budaya dan regional, supaya dapat menghasilkan suatu wajah kawasan yang terkendali dan dapat menunjukkan jatidirinya. Pada Kawasan Kaki Jembatan Suramadu sisi Bangkalan terdapat dua jenis kawasan permukiman yaitu kawasan pantai berupa permukiman nelayan dan kawasan daratan. Keduanya diidentifikasikan sebagai kawasan permukiman Madura, kawasan ini kemudian menjadi lokus dari penelitian. Pola permukiman yang ada di ke dua kawasan tersebut masih berupa permukiman tradisional Madura yaitu Tanean Lanjang (tanean = halaman; lanjang = panjang). Konsep utama tanean adalah adanya halaman besar / bersama yang disebut tanean lanjang yang merupakan ; - Open Space, yaitu ruangan terbuka yang panjang dan sifatnya mengikat bangunan – bangunan yang ada disekitarnya; - Public Space, yaitu ruangan yang dipakai oleh seluruh hunian sebagai ruangan bersama untuk menjemur hasil pertanian, bermain, berkomunikasi dan lain – lain (Wiryoprawiro, Zein, 1986). Pasca dioperasionalkannya jembatan suramadu ini akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap perkembangan kawasan di sekitarnya. Indikasi perkembangan tersebut bisa dilihat dengan meningkatnya permintaan lahan, harga lahan serta tumbuhnya permukiman dan sektor informal pada kawasan sekitar Jembatan Suramadu. Semula harga lahan berkisar Rp 30.000,-/m² sebelum dioperasionalkan jembatan, sekarang sudah mencapai Rp 500.000,- m², dengan pembeli/investor dari luar P Madura. Pada wilayah ini akan berkembang kawasan perindustrian, perdagangan, pariwisata, serta permukiman (Dinas Permukiman Propinsi Jawa Timur, 1997). Hal ini akan memberikan dampak perubahan pada perumahan dan permukiman Madura yaitu terjadi proses hilangnya ciri khas permukiman Madura setelah adanya proses pembangunan dalam skala besar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wisnu sasongko menyatakan bahwa banyak terjadi perubahan terhadap tatanan, bentuk, dan struktur perumahan dan permukiman Madura akibat derasnya Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 3
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
pembangunan yang terjadi dan juga hasil pengamatan yang pernah dilakukan oleh Johan silas di Surabaya pinggiran (Klampis Ngasem, Rungkut, Ketintang, Sidosermo – dulu pinggiran) menyebutkan bahwa permukiman masyarakat Madura ada yang bagian – bagian tertentu yang hilang seperti gandok dan lumbung, serta halaman tanenannya telah diisi dengan rumah baru, sehingga sudah tidak mudah dikenali kembali (Silas, J, 1974). Dengan keberadaan Jembatan Suramadu, sirkulasi lalu lintas antara Surabaya dan Madura menjadi jauh lebih lancar. Diperkirakan Suramadu akan dilintasi 8.000 – 9.000 sepeda motor per hari serta sekitar 4.000 kendaraan roda empat per hari baik dari Jawa Timur maupun dari luar Jawa Timur. Jumlah ini berdasarkan perhitungan sebelumnya, kendaraan yang melintasi Ujung – Kamal dengan menggunakan kapal feri sekitar 2,4 juta sepeda motor per tahun (62 persen) serta 1,5 juta kendaraan roda empat per tahun (38 persen). Selain bakal padat, jembatan ini pun pasti akan sangat membantu masyarakat karena waktu tempuh Surabaya-Madura bisa dipersingkat. Jika sebelumnya menggunakan feri dibutuhkan waktu sekitar 30 menit, sekarang dengan menggunakan Suramadu cukup ditempuh lima menit. Dengan kondisi seperti ini perlu ditangkap oleh masyarakat Madura maupun Pemerintah Daerah sebagai potensi untuk ditata. Untuk itu perlu adanya strategi khusus supaya masyarakat yang menyeberang ke Madura tidak hanya sekedar lewat, tetapi dapat menikmati budaya tradisional dan produk – produk lokal dari masyarakat madura, pemandangan bagus di kaki jembatan dan tinggal beberapa hari di madura dengan menyediakan cotage industri (industri yang terpadu dengan tempat tinggal). Dengan tertatanya kawasan dan dipertahankannya pola perumahan dan permukiman Madura diharapkan nantinya menjadi ruang pajang Madura. Hal inilah yang melatarbelakangi pemilihan topik penelitian, yaitu menemukan konsep penataan permukiman dalam rangka pembangunan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu sebagai ruang pajang (exhibition place) Madura. Keberadaan permukiman sebagai bagian dari eksisting daerah pengembangan di Kawasan Kaki Jembatan Suramadu sisi Madura sangatlah penting karena sebagai kawasan strategis dan juga dapat mendorong sebagai kawasan menuju peningkatan kualitas kehidupan. Jembatan Suramadu juga merupakan generator perkembangan wilayah yang nantinya akan mempunyai pengaruh besar terhadap wilayah sekitarnya. Derasnya arus pembangunan pasca dioperasionalkannya Jembatan Suramadu harus dapat ditangkap sebagai potensi dan peluang untuk mengembangkan jati diri daerah. Secara umum permasalahan yang ada di wilayah penelitian ini adalah : • Timbulnya perkembangan pembangunan yang cepat, hal itu terlihat dari meningkatnya permintaan lahan, harga lahan, dan tumbuhnya perumahan baru serta sektor informal lainnya yang berpotensi mengancam keberadaan pola permukiman yang ada. • Belum maksimalnya pengendalian pemanfaatan ruang yang memungkinkan dalam penataan permukiman Madura yang mempunyai potensi ekonomi. • Semakin mudahnya jalur transportasi antar Pulau Jawa dan Pulau Madura, menyebabkan perubahan gaya hidup penduduk setempat karena berhadapan dengan daerah yang lebih terbuka dan perubahan standart hidup yang tinggi yang berpengaruh terhadap pola perumahan dan permukiman Madura. Penjabaran permasalahan dirumuskan pada pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Dengan dioperasionalkannya jembatan suramadu akan menjadi generator pertumbuhan kawasan, yang akan memberikan dampak besar terhadap pola perumahan dan permukiman Madura.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 4
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Apakah pola perumahan dan permukiman Madura dapat survive seiring dengan derasnya pembangunan pasca dioperasionalkan Jembatan Suramadu ? 2. Madura memiliki potensi ekonomi yg cukup menjanjikan yang dikelola di rumah penduduk (termasuk di pola permukiman Madura), namun karena lokasinya tersebar sehingga belum dapat memberikan pengaruh yang signifikan Terhadap perkembangan kawasan KKJS. Apakah pola permukiman Madura (Tanean Lanjeng) memungkinkan untuk dikembangkan dalam kawasan di KKJS ? 3. Madura memiliki potensi ekonomi yang dapat dikembangkan sehingga dapat meningkatkan kehidupan, namun keberadaannya berpotensi menimbulkan konflik terhadap nilai budaya dan kearifan lokal Madura, apabila tempat pegelolaannya tidak sesuai peruntukkannya. Apakah Pola Permukiman Madura (Tanean Lanjeng) dapat dikembangkan untuk memadahi kegiatan ekonomi tersebut (sebagai fungsi ekonomi) tanpa meninggalkan nilai budaya & kearifan lokal Madura serta dapat menjadi ruang pajang Madura? Tujuan dari penyusunan Konsep Penataan Permukiman dalam Rangka Pembangunan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu sebagai Ruang Pajang Madura ini adalah : • Mendapatkan jenis potensi yang dapat di kembangkan seiring pembangunan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu. • Menemukan konsep pola perumahan dan permukiman Madura yang dapat mewadahi kegiatan – kegiatan potensi ekonomi • Membuat konsep penataan permukiman sebagai ruang pajang (exhibition place) di Kawasan Kaki Jembatan Suramadu yang bernuansa terhadap Madura Ruang lingkup wilayah penelitian meliputi 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Labang dan Kecamatan Kamal, karena wilayah ini secara langsung akan terkena dampak pesatnya perkembangan pasca dioperasionalkannya Jembatan Suramadu. A. Penggunaan Lahan Eksisting Jenis penggunaan lahan di Kecamatan Kamal meliputi; permukiman, Hutan bakau, Tegalan, lahan sawah irigasi dan tadah hujan, lahan kering (ladang/tegalan, maupun perkebunan), tambak, kawasan militer dan lain-lain. Lahan pertanian dan lahan kering mendominasi pada sebagian besar wilayah Kecamatan Kamal dan Labang. Untuk lahan sawah berupa sawah irigasi dan sawah tadah hujan. Lahan kering tersebut berupa ladang/tegalan dan perkebunan. Sedangkan untuk permukiman tersebar merata di seluruh wilayah/desa-desa baik di Kecamatan Kamal maupun Labang yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas umum (Fasilitas pendidikan, kesehatan perkantoran, peribadatan dsb) maupun perdagangan dan jasa. Jenis permukiman penduduk di wilayah perencanaan selain permukiman perkampungan penduduk asli juga telah berkembang hunian massal yang banyak tersebar terutama di Kecamatan Kamal. Diantaranya Propindo Wira Utama, Perumnas, Cendana, Cahaya Inti Maduratna, Gili Anyar 2000, Trisula Agung, Telang asri, dan Galang yang terdapat di Kecamatan Kamal dan Villa Bismilah terdapat di Desa Sukolilo Timur Kecamaan Labang. Di wilayah penelitian juga terdapat kawasan militer TNI AL Batuporon yang terletak di Desa Tanjung Jati Kecamatan Kamal. Secara keseluruhan jenis dan luas penggunaan lahan yang Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 5
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
terdapat di wilayah perencanaan sebagai berikut : Permukiman : Luas 1.319,9 Ha atau 17 %, Fasilitas Umum : Luas 195,455 atau 2,5 %, Perdagangan dan Jasa : Luas 077 Ha atau 0,24 %, Industri : Luas 1,566 Ha atau 0,02 % , Kawasan Militer : Luas 363,99 Ha atau 4,7 %, Perkebunan : Luas 770,7 Ha atau 10 %, Ladang : Luas 1.140,1 Ha atau 14 %, Sawah Irigasi : Luas 1.927,713 Ha atau 25 %, Sawah Tandah Hujan : Luas 1.322 Ha atau 17,26 %, Padang Rumput : Luas 81,63 Ha atau 1,06 %, Hutan Bakau : Luas 59,24 Ha atau 0,7 %, Semak Belukar : Luas 198 Ha atau 2,5 %, Tamah Berbatu : Luas 5,91 Ha atau 0,07 %, Tambak Ikan : Luas 247 Ha atau 3,2 %, Tanah Rawa : Luas 9,27 Ha atau 0,1 % B. Kondisi Pola Permukiman Madura Kondisi permukiman di wilayah perencanaan mayoritas memiliki kondisi bangunan sederhana (non permanen)dan semi permanen. Bangunan semi permanen dan non permanen bagian rumahnya masih berupa dinding tembok/bambu, lantai tanah. Kondisi bangunan di Kecamatan Kamal adalah rumah permanen sebanyak 2.765 unit, semi permanen 5.206 unit, sederhana 2.137 unit. Sedangkan kondisi bangunan di Kecamatan Labang kondisi permanen sebanyak 3.689 unit, semi permanen sebanyak 1.606 unit, dan bangunan sederhana sebanyak 717 unit. Tipe atau pola permukiman/perumahan yang terdapat di wilayah penelitian adalah • Perkampungan penduduk asli. Dengan arsitektur bangunan bergaya tradisional Madura (tanean lanjheng), banyak terdapat pada di pedesaan. Karakteristik bangunannya adalah penggunaan atap trompesan dan bentuk sedrhana trompesan, mempunyai beranda di bagian depan bangunan, bahan atap dari genteng kodok, didnding terbuat dari bambu, kayu atau tembok, dan rangka bangunan dibuat dari bambu atau kayu. Ada banyak perubahan yang terjadi antara pola permukiman tradisional Madura (tanean) dengan kondisi yang sekarang. Pola permukiman tradisional Madura yang semula terdiri dari langgar, rumah induk (Tonghu), rumah anak, dapur, kandang, dan lombung sekarang sudah ada fenomena perubahan yaitu pola permukiman Madura hanya terdiri dari langgar, rumah induk, dan rumah anak.
Gambar 1. Kondisi Permukiman Madura (Sumber: Survei Lapangan Nopember, 2009) •
Hunian Massal, meliputi perumahan yang biasanya berbentuk real estate atau kompleks. Perumahan yang diselenggarakan oleh pengembang secara komersial. Tabel berikut ini beberapa hunian massal yang telah berkembang di wilayah penelitian.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 6
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Tabel 1 Hunian Massal Di Kecamatan Labang-Kamal No Kecamatan Nama Perumahan Desa 1 Kamal Propindo Wira Utama Ds. Kamal Perumnas Ds. Banyuajuh Cendana Ds. Banyuajuh Cahaya Inti Maduratna Ds. Gili Timur Gili Anyar 2000 Ds. Gilianyar Trisula Agung Ds. Telang Telang Asri Ds. Telang Galang Ds. Telang 2 Labang Villa Basmalah Ds. Sukolilo Timur Sumber : BPN Kabupaten Bangkalan 2009 C. Sosial Budaya Sebagai bagian dari wilayah Pulau Madura, maka sebagian besar penduduk pada wilayah penelitian berlatar belakang budaya Madura. Masyarakat dengan latar belakang budaya Madura ini dikenal mempunyai sifat yang temperamental dan mempunyai budaya yang sangat paternalistik pada beberapa orang yang berperan sebagai Patron. Pada masyarakat Madura terdapat beberapa tokoh masyarakat yang dikenal sebagai Patron, yaitu Ulama dan Blater (“orang yang ditokohkan di masyarakat, dimana orang tersebut biasanya adalah seseorang yang dipercaya mempunyai kesaktian). Ulama (kiai) dan blater adalah tokoh informal yang mendapat tempat terhormat dalam struktur sosial masyarakat Madura. Mereka memperoleh kekuasaan dan hak istimewa yang tidak didapatkan oleh golongan sosial lain dalam masyarakat. Kiai dan blater menduduki strata paling tinggi dalam masyarakat bahkan kedudukan mereka berada di atas posisi pemimpin formal. Sebagian pemimpin formal bahkan merupakan santri kiai. Pemimpin formal di tingkat desa adalah kepala desa. Tidak jarang sosok kepala desa sekaligus adalah blater. Sebagaimana terlihat dalam hasil survai di wilayah penelitian, masyarakat menempatkan kiai dan blater sebagai pemimpin. Mereka menjadi rujukan warga yang datang hendak meminta pendapat dalam kehidupan sehari-hari bahkan juga dalam dunia politik. Status kiai dan blater yang demikian ini disebut dengan polymorphic yakni ketika seorang dengan status tertentu mempunyai banyak peran. Kondisi ini memperlihatkan budaya masyarakat Madura yang agraris, agamis dan paternalistic. Dalam masyarakat agraris seperti Madura, ketergantungan pada sosok pemimpin informal seperti kiai dan blater terlihat jelas. Sifat kepemimpinan paternalistic ini menurut Weber biasanya diikuti dengan tipe kepemimpinan karismatik yang dimiliki baik oleh kiai maupun blater. Selain itu, orang Madura tidak terbiasa bekerjasama dan tidak mudah diorganisir. Budaya ini amat dipengaruhi oleh ekologi tegal yang tidak membutuhkan kerjasama misalnya dalam pengairan. Pada gilirannya kemudian, ekologi tegal ini meniadakan solidaritas desa. Solidaritas desa di Madura akhirnya terbentuk oleh sentimen keagamaan misalnya kewajiban shalat Jum’at yang mengharuskan warga berkumpul seminggu sekali di mesjid. Inilah pula alasan mengapa lembaga-lembaga bentukan pemerintah semisal LMD (Lembaga Musyawarah Desa), PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga) dan KUD (Koperasi Unit Desa) tidak dapat tumbuh dan berkembang di sini. Sebaliknya, lembaga yang tumbuh subur adalah yang Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 7
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
mendapat dukungan dan legitimasi keagamaan misalnya organisasi kegamaan seperti NU (Muslimat, Fatayat, Ansor, IPPNU, dll). Sebagaimana dapat dilihat dalam hasil survai, lembaga yang paling banyak memiliki massa adalah pengajian. Dalam kondisi ini menjadi wajar bila lembaga-lembaga bentukan pemerintah seperti disebutkan di atas hanya bisa berkembang dengan sokongan dan legitimasi keagamaan. Hubungan sosial yang erat terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Warga desa saling mengenal dan saling membantu satu sama lain. Hubungan antar warga menciptakan struktur sosial yang menempatkan kiai dan kepala desa sebagai pemimpin masyarakat. Kiai adalah pemimpin informal yang menjadi pemimpin pondok pesantren sementara kepala desa adalah pemimpin formal yang mendapat legitimasi negara. Sejauh ini, hubungan antara pemimpin formal dan informal ini berjalan seimbang. Kepala desa melakukan tugasnya di bidang pemerintahan sementara kiai lebih banyak berkecimpung di bidang keagamaan. Pihak pemerintahan desa sebagai wakil pemerintah pusat seringkali membantu masyarakat dalam bidang perekonomian Pola hubungan sosial masyarakat masih kuat yang terlihat dari kegiatan gotongroyong di daerah ini. Beberapa contoh dapat disebutkan misalnya: masyarakat secara swadaya membangun jembatan, dan fasilitas umum lainnya. Di wilayah perencanaan juga terdapat lembaga pendidikan (pesantren, madrasah dan sekolah) serta tempat ibadah (mesjid) yang pengikutnya berasal daeri daerah sekitarnya. Dengan demikian, bentuk gotong-royong itu bukan hanya berupa tenaga tapi juga uang dan benda material lainnya misalnya bahan bangunan atau bahan makanan yang dibawa warga ketika ada hajatan berupa upacara keagamaan atau kegiatan bersama yang melibatkan banyak orang seperti hajatan (membangun rumah, menyelenggarakan perkawinan atau upacara kematian). III. KAJIAN TEORI A. Pengembangan Wilayah Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis. Dengan kata lain, konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari berbagai teori dan model yang senantiasa berkembang yang telah diujiterapkan dan kemudian dirumuskan kembali menjadi suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia. Dalam sejarah perkembangan konsep pengembangan wilayah di Indonesia, terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya. Pertama adalah Walter Isard sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Kedua adalah Hirschmann (era 1950-an) yang memunculkan teori polarization effect dan trickling-down effect dengan argumen bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced development). Ketiga adalah Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah backwash and spread effect. Keempat adalah Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Terakhir adalah Douglass (era 70-an) yang memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa – kota (rural – urban linkages) dalam pengembangan wilayah.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 8
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
B. Penataan dan Pengembangan Permukiman dan Lingkungan Dalam penataan dan pengembangan suatu kawasan, arsitektur memiliki peran penting, Ching (1991) berpendapat bahwa arsitektur memiliki arti lebih dari sekedar usaha pemenuhan syarat fungsional, tetapi juga sebagai wadah kegiatan manusia. Kegiatan ini merupakan kegiatan arsitektural dimana pendekatannya dilakukan dari beberapa aspek yang terangkum dalam prinsip – prinsip pembangunan berkelanjutan pada teori empiris dan teori fenomenologi. C. Rumah Sebagai Basis Ekonomi (HBE/UBR) Jumlah type dari HBE dalam suatu lingkungan akan mempengaruhi kualitas dari lingkungan dan rumah tinggalnya. Strassmann (1986) mencoba untuk mendapatkan jawaban apakah rumah tinggal akan bertambah luas, kualitasnya akan meningkat, tambah nyaman dan nilainya bertambah tinggi jika didalamnya ada HBE atau sebaliknya . Dia menemukan bahwa secara umum rumah dengan HBE kualitasnya lebih baik dari pada yang tanpa HBE (pada lingkungan miskin di Lima) dan rumah dengan HBE mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dari pada tanpa HBE. D. Pola Permukiman Madura Suatu kompleks perumahan yang lengkap di Madura terdiri atas : 1. Langgar Bentuknya seperti rumah tinggal biasa, hanya lantainya yang dari papan / bamboo ditinggikan kurang lebih 80 cm dari muka tanah. Ada beberapa fungsi langgar . • Untuk beribadah (sembahyang dan mengaji) • Untuk menerima tamu laki – laki • Untuk duduk – duduk (komunikasi) penghuni komplek • Untuk tidur anak laki – laki yang belum kawin 2. Rumah tinggal orang tua Sebagai tempat tinggal (tidur) orang tua dan anak – anak gadis 3. Rumah tinggal anak yang sudah kawin 4. Rumah tinggal family 5. Dapur Sebagai tempat untuk kegiatan memasak. Biasanya didirikan di belakang rumah, mudah melihat kearah langgar. Hal ini dimaksudkan, apabila ada tamu yang di terima di langgar mudah diketahui jumlahnya, sehingga ibu – IV. METHODE Penelitian dilakukan secara kualitatif, dengan melakukan observasi dan wawancara yang dikaji dengan analisa fenomenologi & triangulasi. Analisa triangulasi merupakan dialog antara sintesa kajian pustaka, pola permukiman Madura dan opini stakholder, untuk penataan permukiman Madura ke depan yang bersinergi dengan perkembangan kawasan.
Klasifikasi variabel dari hasil kajian pustaka adalah sebagai berikut : 1. Variabel Terikat • Kriteria konsep penataan lingkungan fisik permukiman Madura • Kriteria pengembangan potensi (non – fisik) permukiman dalam rangka pembangunan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu 2. Variabel Bebas Sebagai variabel yang memberikan pengaruh terhadap variabel terikat, maka variabel bebas meliputi kondisi fisik dan lingkungan eksisting, sumber daya alam (potensi Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 9
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
ekonomi), kependudukan, dan pola kehidupan sehari – hari masyarakat Madura terutama yang dipengaruhi langsung oleh Jembatan Suramadu. V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pola permukiman merupakan struktur kelompok, tempat tinggal penduduk dilihat dari interaksinya dengan lahan olahan sesuai dengan aktifitasnya atau pekerjaannya. Pola permukiman Madura dapat disebut juga dengan pola Tanean Lanjheng atau halaman panjang. Sesuai dengan uraian pada bab sebelumnya bahwa pola tanean lanjeng itu terdiri dari banyak unsur pembentuk pola permukiman yaitu tonghu (rumah induk), langgar, rumah kerabat (anak), kandang, dapur, dan lombhung. Berdasarkan hasil survei dan pengamatan di lapangan yang ada di Kecamatan Labang dan Kecamatan Kamal, ada banyak perubahan yang terjadi pada pola tanean lanjheng tersebut. Dari 100 quisioner yang disebarkan 90 % pola permukimannya sudah mengalami perubahan, sedangkan hanya 10 % saja yang masih lengkap. Perubahan 60 % polanya hanya tonghu (rumah induk), langgar , dan rumah kerabat (anak), sedangkan dapur, lombhung dan jedding (kamar mandi) menjandi satu dengan tonghu. Rumah induk (tonghu) banyak yang sudah berubah menjadi tempat untuk usaha, seperti toko, pracangan, wartel ponsel, bengkel dll. Perubahan 40 % semua menjadi satu rumah (tonghu, anak, dapur). Dengan melihat data tersebut dapat terlihat adanya kecenderungan perubahan pola permukiman madura. Berdasarkan hasil dari penyebaran quisioner hal-hal yang menyebabkan terjadi perubahan adalah meningkatnya harga lahan terutama pada pusat – pusat pertumbuhan, ketidakmampuan masyarakat untuk membeli lahan yang luas, keterbatasan lahan terutama di pusat kota, tuntutan perkembangan jaman, dan peningkatan ekonomi terutama pada rumah yang berubah menjadi tempat usaha. Meskipun terjadi perubahan, tetapi model dan unsur – unsur pembentuk pola permukiman tanena lanjheng masih sangat terlihat. Ruang ini adalah ruang ibadah sebagai refleksi dari hubungan manusia muslim kepada Allah SWT. Ruang ini berbentuk fasilitas peribadatan berupa masjid untuk melaksanakan ibadah sholat, berdo’a, dzikir, mengaji dan sebagainya sebagai bentuk hubungan hablumminallah.
Gambar 2. Pola Ruang Permukiman Madura
Ruang ini adalah kawasan permukiman dimana di dalamnya terdapat beberapa jenis fasilitas social seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, perdagangan, serta ruang terbuka. Dan pada kawasan ini terbina hubungan kemasyrakatan antar penduduk seperti gotong royong, musyawarah, majelis ta’lim, dsb yang merupakan refleksi dari bentuk hubungan hablumminannas.
Ruang berupa areal lingkungan alam yang terdapat ekosistem berupa hutan, lahan pertanian, lading, mata air sungai dsb merupakan ruang untuk membina hubungan hablumminalam. Dimana manusia dalam hal ini masyarakat madura memerlukan alam untuk keberlangsungan hidupnya dan alam membutuhkan manusia untuk kelestarian alam. Bentuk hubungan ini adalah relefansi dari hubungan sesama makhluk ciptaan Allah.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 10
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
U B
T
Gambar 3. Arah hadap rumah tinggal yang mengikuti jaringan jalan, tetapi arah hadap rumah masih tetap Utara – Selatan atau Barat - Timur, untuk memeudahkan penentuan arah kiblat/sholat
Konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu. Agar tidak terjadi kesalahan pengukuran maka konsep perlu didefinisikan dengan jelas, sebab konsep berperan sebagai penghubung antara teori dengan obeservasi antara abstraksi dengan realitas (Singarimbun, 1989). Berdasarkan pengertian tersebut, maka konsep Penataan Permukiman Dalam Rangka Pembangunan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu dirumuskan dengan analisa triangulasi. Analisa triangulasi merupakan dialog antara kondisi eksisting, sintesa kajian pustaka, hasil dari survey/wawancara, dan kriteria – kriteria pengembangan. Dari hasil itu maka ditemukan konsep penataan permukiman yang dapat bersinergi dan menjadi bagian dari pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu. Konsep ini di jelaskan dalam bentuk tabel agar memudahkan sistematika pembahasan dari setiap variable komponen lingkungan fisik yang di analisa. 1. Perubahan Pola Permukiman Eksisting Telah terjadi perubahan pola permukiman Madura yaitu tonghu (rumah induk), langgar, rumah kerabat (anak), kandang, dapur, dan lombhung. Berubah menjadi hanya langgar, tonghu, dan rumah anak, dan bahkan ada yang hanya rumah tunggal. Serta ada juga yang mempunyai fungsi ganda, selain fungsi hunian juga fungsi ekonomi.
Teori Permukiman tumbuh dan berkembang dengan pengaruh aspek alam yang dikenal sebagai natural forces dan aspek kreasi manusia dalam menciptakan tempat sebagai suatu kualitas hubungan dengan lingkungan yang disebut sebagai figural quality. (teori fenomenologi). Jumlah type dari HBE dalam suatu lingkungan akan mempengaruhi kualitas dari lingkungan dan rumah tinggalnya. Strassmann (1986) mencoba untuk mendapatkan jawaban apakah rumah tinggal akan bertambah luas, kualitasnya akan meningkat, tambah nyaman dan nilainya bertambah tinggi jika didalamnya ada HBE atau sebaliknya (teori HBE)
Wawancara Berdasarkan hasil survei dan pengamatan ada banyak perubahan yang terjadi pada pola tanean lanjheng tersebut. Dari 100 quisioner yang disebarkan 90 % pola permukimannya mengalami perubahan, hanya 10 % saja yang masih lengkap. Perubahan 60 % polanya hanya tonghu, langgar, dan rumah kerabat,. Rumah induk (tonghu) banyak yang sudah berubah menjadi tempat untuk usaha,. Perubahan 40 % semua menjadi satu rumah (tonghu, anak, dapur).
Konsep Dengan tetap mempertahankan permukiman eksiting yang mempunyai kekhasan Madura dan untuk pengembangannya dengan konsep Permukiman Islami, open cluster, & HBE. Perubahan pola permukiman Madura harus dapat menjadi bagian dari konsep pengembangan KKJS, sehingga pola permukiman Madura dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan KKJS sebagai industri rumah tangga, perdagangan, dan tujuan tempat wisata.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 11
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
2. Pola Permukiman Islami Eksisting Permukiman eksisting terbentuk kelompok – kelompok, dan masing – masing kelompok terdapat inti berupa masjid dan fasilitas pemerintahan.
Teori Di dalam pusat permukiman, core nya adalah masjid dan pemerintahan desa. Keberadaan fasilitas ini membentuk suatu cluster yang setiap hari muncul, diorganisir oleh kelompok penduduk yang saling kenal secara personal. Tata letak antara semua fasilitas dan ruang yang ada membentuk pola khusus yang mengandung nilai adil, sehingga nilai harmonis, kelestarian dan kemaslahatan dapat dipenuhi.
Wawancara Masyarakat menginginkan agar pengembangan permukiman tetap bercirikan Tradisi Madura, Islami, dan Masjid sebagai pusat kegiatan social masyarakat.
Core / inti Interaksi social Alam Bangunan tempat tinggal mengikuti arah jalan dengan arah hadap rumah Utara – Selatan, Barat - Timur
Jenis rumah dengan arah hadap rumah utara – selatan dan barat – timur
Masyarakat menginginkan agar pengembangan permukiman tetap bercirikan Tradisi Madura, Islami, dan Masjid sebagai pusat kegiatan social masyarakat
Eksisting Ukiran pada bangunan rumah Madura orientasi bentuk tumbuhan. Di dalam rumah terdapat ukiran yang dapat menunjukkan kelas ekonomi masyarakat
Teori Bentuk dan karakter suatu rumah akan menunjukkan pribadi, kelas, dan kekayaan suatu masyarakat. Disini termasuk model ukiran rumah Madura
Pola ruang dalam rumah mempunyai pola tersendiri yang terbagi menjadi 3 bagian ; serambi depan, tengah, dan belakang.
Rumah sebenarnya adalah sebuah proses yang “tumbuh” bersamaan dengan perkembangan keluarga penghuninya. Proses tumbuh ini dapat berjalan secara kuantitatif, dan kualitatif, tergantung pada keadaan yang berlaku.
Wawancara Masyarakat menginginkan agar pengembangan permukiman tetap bercirikan Tradisi Madura, Islami, dan Masjid sebagai pusat kegiatan social masyarakat Terdapat pembagian fungsi ruang dalam rumah yaitu untuk ruang tidur, untuk ruang tamu dan sancaka untuk serambi dan dapur
Konsep Pada kawasan permukiman secara keseluruhan terdapat pembagian ruang berdasarkan jenis kegiatan dengan pola penggunaan lahan yang terstruktur, ruang yang dibentuk tersebut adalah refleksi dari beberapa kegiatan yang berbentuk fasilitas. Masjid dibangun di tengah permukiman juga berfungsi sebagai tempat melaksanakan kegiatan keagamaan seperti isra’ m’raj dan pendidikan keagamaan. Terbentuknya struktur hubungan manusia – manusia, manusia – Sang Pencipta, dan Manuasi – alam sekitar. Pembangunan permukiman mengikuti jaringan jalan, tetapi arah orientasi rumah masih menghadap Utara – Selatan dan Barat – Timur. Penentuan arah bangunan ini adalah merupakan bagian budaya masyarakat yang terdapat pemaknaan nilai islami dalam hal penentuan arah kiblat untuk melaksanakan sholat
3. Arsitektural Konsep Di dalam Islam tidak dibolehkan untuk membentuk suatu barang dalam bentuk wujud fisik manusia atau binatang, sehingga mempengaruhi hiasan yang ada pada rumah.
Pembagian ruang yang merupaka refleksi dari personalitas dalam pelaksanaan kegiatan, dimana pada ruang tertentu tidak boleh dilihat atau dimasuki orang secara sembarangan, serta untuk menghindari pelaksanaan kegiatan secara bersama dalam satu ruang.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 12
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Sedangkan konsep aspek non fisik dapat dilihat pada table berikut : 1. Potensi Sumber Daya Alam Eksisting Potensi sumber daya alam yang ada di wilayah penelitian sangat banyak sekali seperti pertanian, perikanan, peternakan, pertambangan, dan industri
Teori Keberadaan sumber daya alam mempunyai peran penting terhadap kehidupan masyarakat di suatu wilayah.
Wawancara Potensi alam di kembangkan
Konsep Agar masyarakat Madura tetap eksis dengan keberadaan Jembatan Suramadu dan sesuai dengan kebijakan pemerintah, maka diarahkan agar masyarakat Madura dapat mengembangkan industri rumah tangga yang mempunyai kekhasan Madura seperti batik tulis, kerajinan logam, ukir, obat ramuan madura dll, sehingga kawasan ini bisa menjadi market dan juga sebagai ruang pajang kekhasan Madura.
Teori Peningkatan kualitas sumber daya Manusia akan mempunyai pengaruh terhadap peningkatan ekonomi.
Wawancara Agar masyarakat Madura tetap eksis, perlu peningkatan SDM
Konsep Penentuan potensi sumber daya manusia dengan menggunakan analisa pembobotan menunjukkan bahwa di wilayah penelitian sudah cukup baik, tinggal mengarahkan ke pemberdayaan untuk peningkatan ekonomi.
Teori Berdasarkan analisa fenomenologi ternyata telah terjadi perubahan baik perubahan fisik maupun perubahan fungsi hunian. Ada sebagian rumah mempunyai fungsi ganda yaitu fungsi hunian dan ekonomi
Wawancara Potensi ekonomi masyarakat Madura perlu di gali dan kembangkan agar dapat menjadi bagian dari pengembangan KKJS
Konsep Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup kemandirian masyarakat dalam kehidupan ekonomi akan memberi nilai positif bagi perkembangan KKJS. Industri rumah tangga sebagai salah satu alternatif peningkatan perekonomian masyarakat
Wawancara Peningkatan SDM
Konsep Mengantisipasi perkembangan industri yang cukup pesat di Kecamatan Kamal dan Labang maupun mengantisipati masuknya migran dari luar Kecamatan Kamal dan Labang sebagai tenaga industri, maka kualitas penduduk Kamal dan Labang perlu ditingkatkan, tidak hanya dalam bentuk pendidikan formal tetapi yang lebih penting adalah pendidikan non formal berupa pelatihan-pelatihan sehingga meningkatkan derajat kemandiriannya.
2. Potensi Sumber Daya Manusia Eksisting Hasil penilaian : 3,5 (cukup baik) Tingkat pendidikan masyarakat setempat cukup baik
3. Potensi Ekonomi Eksisting Kecenderungan perkembangan di sepanjang jalan arteri dan jalan tol Suramadu
4. Potensi Sosial Kependudukan Eksisting Ada berbagai macam mata pencaharian penduduk, al; petani, PNS, karyawan, swasta, industri kerajinan dll. Tetapi sebagian besar penduduk di Kecamatan Kamal dan Labang saat ini bekerja di sektor pertanian
Teori Jumlah dan kualitas penduduk akan mempengaruhi peningkatan ekonomi dan perkembangan suatu kawasan
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 13
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
VI. KESIMPULAN Hasil penelitian sesuai dengan tujuan yang telah disebutkan diatas. Hasil pertama adalah mengenai konsep penataan permukiman Madura dengan memperhatikan kecenderungan perubahan pola permukiman dan responden dari masyarakat yaitu Konsep Penataan Permukiman Madura yang dapat dikembangkan dalam rangka pembangunan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu adalah dengan Model Open Cluster, yang di dalamnya dapat difungsikan sebagai fungsi ekonomi, berpola Islami yaitu mempunyai langgar, dan sebagai pusatnya Masjid, arah hadap rumah Utara – Selatan dan Barat – Timur, serta sesuai kebijakan pemerintah, sehingga dapat menjadi bagian dari konsep pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu dan dapat dijadikan ruang pajang Madura atau sebagai Taman mininya Madura. Uraiannya dapat dilihat di bawah ini ; 1. Terjadi perubahan pola permukiman Madura dari yang lengkap menjadi sederhana dan pola permukiman Madura juga dapat mewadahi kegiatan – kegiatan potensi ekonomi Madura yang ada, sehingga dapat menjadi bagian dari konsep pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu. 2. Hal tersebut berarti bahwa pola permukiman Madura dapat memberi kontribusi dalam pengembangan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu sebagai industri rumah tangga, perdagangan, dan tujuan wisata, serta harapan KKJS sebagai ruang pajang Madura akan terwujud. 3. Perubahan pola permukiman Madura berbentuk pola tanean lanjheng dengan fenomena perubahan yang terjadi saat ini (pola sederhana) yaitu model open cluster. 4. Tetap menggunakan konsep Pola permukiman Madura yang Islami, yaitu ; • Masing – masing rumah mempunyai fasilitas langgar / musholla • Membentuk cluster – cluster permukiman yang core nya adalah berupa masjid dan kantor pemerintah desa. • Arah hadap rumah utara – selatan dan barat – timur • Menggunakan jenis ukiran tumbuh - tumbuhan 5. Menggunakan hasil analisa kecenderungan perubahan pola permukiman Madura dengan mengedepankan peningkatan ekonomi (fungsi ekonomi). Agar masyarakat Madura tetap survive terhadap pesatnya perkembangan yang disebabkan adanya Jembatan Suramadu. 6. Mengarahkan kawasan permukiman sesuai dengan kebijakan pemerintah yaitu permukiman diarahkan menjadi industri rumah tangga, terutama kerajinan – kerajinan asli Madura. Sehingga nantinya dapat dijadikan ruang pajang Madura atau sebagai Taman mini Madura. Hasil selanjutnya adalah eksplorasi potensi sekaligus arahan pengembangan yang disesuaikan dengan rencana penataan permukiman Madura. Potensi masyarakat disadari sebagai aspek non-fisik dalam lingkungan manusia, dan penjelasan tersebut diuraikan dibawah ini. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam proses pembangunan masyarakat Madura seiring dengan pembangunan Kawasan Kaki Jembatan Suramadu sebagai ruang pajang Madura. 1. Agar masyarakat Madura tetap eksis dengan keberadaan Jembatan Suramadu dan sesuai dengan kebijakan pemerintah, maka diarahkan agar masyarakat Madura dapat mengembangkan industri rumah tangga yang mempunyai kekhasan Madura seperti batik Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 14
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
tulis, kerajinan logam, ukir, obat ramuan madura dll, sehingga kawasan ini bisa menjadi market dan juga sebagai ruang pajang kekhasan Madura. 2. Mengantisipasi perkembangan industri yang cukup pesat di Kecamatan Kamal dan Labang maupun mengantisipati masuknya migran dari luar Kecamatan Kamal dan Labang sebagai tenaga industri, maka kualitas penduduk Kamal dan Labang perlu ditingkatkan, tidak hanya dalam bentuk pendidikan formal tetapi yang lebih penting adalah pendidikan non formal berupa pelatihan-pelatihan sehingga meningkatkan derajat kemandiriannya. 3. Dengan adanya percepatan pembangunan di Kecamatan Labang dan Kamal nantinya, masyarakat setempat dituntut untuk lebih giat dalam meningkatkan keterampilan supaya dapat berperan dalam pembangunan dan tidak tertinggal jauh dari masyarakat pendatang. Selain itu dengan bertolak dari karakteristik masyarakat Madura yang memiliki hubungan yang sangat istimewa dengan ulama, dimana masyarakat menempatkan kiai dan blater sebagai pemimpin. VII. DAFTAR PUSTAKA A. Jurnal, Materi Kuliah, dan Penelitian • Silas, Johan (1976), Rumah Tradisional Madura, Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya • Silas, Johan dkk (1991), Laporan Penelitian Keadaan Perumahan Kumuh Di Desa Pinggiran Surabaya, Pusat Penelitian ITS Surabaya • Silas, Johan, (1993) Housing Beyond Home : case study of Surabaya – ITS • Silas, Johan (2009) Kuliah Ekologi Perkembangan Permukiman S2 ITS, 25 Maret 2009 • Jawa Pos, (2008). Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Senin, 26 Mei 2008) • Internet (2009), www.ruangpajang.com B. Buku • Chapman, D. dan Donovan, J. (1996). Equity and Access. Creating Neighbourhood and Places in the Built Environment. Chapman, ed. E & FN Spon, London • Rapoport, A (1977). Human Aspects of Urban Form: Towards a Man – Environment Approach to Urban Form and Design. Pergamon Press. • Turner, JFC (1972). Housing by People • Turner Jhon FC (1972), Freedom To Build, Dweller Control of Housing Process, The Mac Million Co. New York • Newmanrk & Thompson (1977), Self, Space & Shelter : On Introduction To Housing Self, Harper and Row Publisher Inc. New York • Tipple, Kellett, Masters (1966), Mix Use In Residential Areas, aplot Study • Papanek, Victor (1995), The Green Imperative, Ecology and ethnics in design and architecture • Budihardjo, Eko (1998) Percikan. Masalah Arsitektur Perumahan Perkotaan • Jean – Paul, Bordier dan Nezar Alsayyad, (1989) • Foster, Michael (1989), The Principles of Architecture, editor Mallard Press
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 15
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
C. Dokumen Pemerintah / Badan Dunia • Pemerintah RI (1992), UU RI No. 4 / 1992 tentang Perumahan dan Permukiman • Dinas Permukiman Provinsi Jawa Timur (2006), Himpunan Istilah Tata Ruang • Dirjen Penataan Ruang (2008), Rencana Tata Ruang Kawasan Kaki Jembatan Suramadu (KKJS) Sisi Madura 2008 - 2028 • Bappeda Kabupaten Bangkalan (2008), Rencana Tata Ruang Kabupaten Bangkalan 2008 - 2028 • Bappeda Kabupaten Bangkalan (2006), Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Labang Kabupaten Bangkalan 2006 – 2016
• United Centre for Human Settlements (2003). The Habitat Agenda; Goals, Principles, Comitments, and the Global Plan of Action – Istanbul Declaration 1996. http://www.unhabitat.org/
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 16
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.