Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Konsep Penataan Kawasan Permukiman Nelayan Ngemplakrejo Sebagai Dampak Pengembangan Kota Pasuruan Dwi Walojo1), Johan Silas2), Haryo Sulistiyarso 3) 1. Mahasiswa Jurusan Arsitektur ,email :
[email protected] 2. Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email :
[email protected] 3. Jurusan PWK-FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email :
[email protected]
Abstrak Kota Pasuruan mengalami kemajuan yang sangat. Dimana ekonomi kota yang dulunya mendapat dukungan utama dari sektor pertanian dan perikanan, saat ini juga berkembang sektor indusri, perdagangan dan jasa. Dengan dukungan ekonomi kota tersebut kondisi infrastruktur pelayanan kota turut berkembang yang membuatnya semakin dinamis. Sebaliknya, kekuat-kekuatan dinamis kota diatas tidak mampu memberi pengruh positif secara maksimal terhadap wilayah Pesisir Utara Kota, diantara kawasan permukiman nelayan Ngemplakrejo yang kondisi sosial ekonomi dan prasarana sarana permukimannya masih tertinggal. Paper ini memaparkan hasil identifikasi penyebab kekuatan dinamis Kota Pasuruan yang tidak dapat memberi pengaruh positif terhadap perkembangan permukiman nelayan Ngemplakrejo secara maksimal. Serta merumuskan konsep penataan permukiman nelayan Ngemplakrejo agar mampu mengimbangi dinamika Kota Pasuruan. Penelitian dilakukan dengan model rasionalistik, memadukan metoda kualitatif dan kuantitatif melalui analisa faktor dengan mempertimbangkan teori-teori pengembangan kota. Teknik analisa triangulasi teori yang mempertimbangkan teori-teori pengembangan perumahan dan permukiman digunakan menyusun konsep penataan permukiman. Hasil analisa memperlihatkan kondisi sosial dan ekonomi nelayan Ngemplakrejo masih mengalami ketertinggalan, serta terdapat kendala permodalan, pengolahan dan pemasaran ikan yang mengindikasikan pengaruh positif kekuatan-kekuatan dinamis Kota Pasuruan tidak maksimal di kawasan ini. Konsep penataan yang perlu dilakukan adalah melalui revitalisasi usaha perikanan sebagai pengembangan ekonomi mandiri dan penataan prasarana dan sarana dasar permukiman. Kata kunci : kekuatan dinamis kota, perumahan permukiman, konsep penataan.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 |1
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
The Ngemplakrejo Fisherman Settlement Managing Concept Due to The Impact of Pasuruan Development Dwi Walojo1), Johan Silas2), Haryo Sulistiyarso 3) 1. Mahasiswa Jurusan Arsitektur ,email :
[email protected] 2. Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email :
[email protected] 3. Jurusan PWK-FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email :
[email protected]
Abstract Pasuruan has developed rapidly. This situation has made the other economic sector such as industry, trading and services are developing and support the local economics as well as the agriculture and fisheries have already did until now. With the sufficient urban economic support, the quality of infrastructure services becomes in better condition. On the contrary, the dynamic forces of the city can’t give positive effect maximally to the northern coastal of this city. As the Ngemplakrejo fisherman settlement, which the social, economic and infrastructure condition is remain awful. This paper describes the identification the causes of Pasuruan dynamic forces can’t positively affect the developing of Ngemplakrejo fisherman settlement maximally, and formulating the concept of Ngemplakrejo fisherman settlement managing so that could follow Pasuruan development. This research uses rationalistic model that combines qualitative and quantitative methods, which is using the analysis factor and considering urban planning theories. The triangulation analysis technique that considering housing and settlement development theories is used to formulate the concept of settlement managing. The analysis results shows the economic and social conditions of Ngemplakrejo fishermen still experiencing lag, and there are issues of financing, processing and marketing of fish which indicates the Pasuruan dynamic forces can’t give positive effect maximally in this region. The settlement managing concept that needs to be done is revitalizing fisheries as an independent economic development and developing infrastructure. Keywords : the city dynamics forces, housing settlement, managing concept.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 |2
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
I. PENDAHULUAN Sejalan dengan dinamika pembangunan di Indonesia, Kota Pasuruan telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Ditinjau dari segi transportasi darat, saat ini Kota Pasuruan berada pada posisi strategis yaitu pada posisi silang jalan anteri primer Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (Bali) dan Malang-Pasuruan-Banyuwangi (Bali). Kondisi ini merupakan potensi yang sangat menguntungkan bagi perkembangan kota. Dimana ekonomi kota yang dulunya mendapat dukungan utama dari sektor pertanian dan perikanan, saat ini telah berkembang sektor ekonomi yang lain, yaitu perdagangan dan jasa serta industry, dimana industri yang dominan yaitu mebel dan logam. Dengan dukungan ekonomi kota yang memadai ini kondisi infrastruktur pelayanan kota juga berkembang dengan baik. Perkembangan kota Pasuruan yang demikian pesat telah menjadikan kota ini bersifat dinamis dalam artian selalu berubah dari waktu ke waktu, yaitu perubahan dalam hal jumlah, struktur dan komposisi penduduk, tuntutan masyarakat, nilai dan aspek kehidupan (politik, sosial, ekonomi, budaya, teknologi, psikologi, dan lain-lain), serta perubahan pola dan fungsi penggunaan lahan. Dinamika Kota Pasuruan, selain berpengaruh terhadap bagian dalam kota, secara tidak langsung juga akan berpengaruh terhadap kawasan pinggiran kota dan kota-kota yang ada disekitarnya. Namun data awal di lapangan menunjukkan pengaruh kekuatan dinamis Kota Pasuruan terhadap kawasan pinggiran kota terjadi secara tidak merata, dimana pada bagian utara kota masih dapat ditemui kondisi sosial ekonomi masyarakat dan prasarana sarana perumahan permukimannya masih tertinggal, salah satunya adalah Kelurahan Ngemplakrejo di Kecamatan Purworejo. Mendiami kawasan pesisir, 40% penduduk Kelurahan Ngemplakrejo menggantungkan kehidupannya di sektor perikanan tangkap yang terdiri dari nelayan pekerja, juragan laut (kapten kapal), dan juragan darat (pemilik kapal), disamping itu juga masih ada pedagang ikan dan pegolah/pengrajin ikan. Secara umum ada 2 (dua) kategori nelayan di Indonesia yaitu nelayan tradisional dan nelayan modern. Sedangkan nelayan yang berdomisili di Kelurahan Ngemplakrejo sebagian besar merupakan nelayan tradisional. Sebagai mana dijelaskan oleh Kusnadi (2002), yang dimaksud dengan nelayan tradisional adalah nelayan yang memanfaatkan sumber daya perikanan dengan peralatan tangkap tradisional, modal usaha kecil, dan orgaisasi penangkapan yang relatif sederhana. Dalam kehidupan sehari-hari, nelayan tradisional berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri, dalam arti alokasi hasil tangkapan yang dijual lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok seharihari, khususnya pangan, dan bukan diinvestasikan kembali untuk pengembangan skala usaha. Kondisi nelayan tersebut di atas yang ditambah lagi dengan semakin terbatas dan mahalnya harga lahan untuk perumahan dan permukiman mepersempit akses masyarakat nelayan tersebut untuk mendapatkan perumahan dan permukiman yang layak huni. Realita di atas di pertegas olah Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) yang menyatakan bahwa rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat pada wilayah pesisir, sebagaimana diperlihatkan dari sebaran kawasan tertinggal yang mendominasi wilayah pesisir dan kepulauan Nusantara. Salah satu penyebabnya adalah minimnya nilai investasi (termasuk prasarana dan sarana) pendukung bidang kelautan dan perikanan. Permasalahan permukiman di Kelurahan Ngemplakrejo ini semakin pelik dengan munculnya aktivitas nelayan dalam mengolah hasil tangkapannya dan perbaikan peralatan penangkapan ikan. Hasil Identifikasi Kawasan Kumuh di Provinsi Jawa Timur yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 |3
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Tahun 2005, dari 34 kelurahan yang terdapat di Kota Pasuruan seluruhnya terdapat permukiman kumuh dengan tingkatan ringan sampai sedang. Salah satu permukiman yang masuk kategori paling kumuh di kota ini adalah permukiman di Kelurahan Ngemplakrejo di Kecamatan Purworejo. Penelitian ini diarahkan untuk mengidentifikasi penyebab kekuatan dinamis Kota Pasuruan yang tidak dapat memberi pengaruh positif terhadap perkembangan permukiman nelayan Ngemplakrejo secara maksimal dan merumuskan konsep penataan permukiman nelayan Ngemplakrejo sehingga mampu mengimbangi dinamika perkembangan Kota Pasuruan II. KAJIAN TEORI Analisa dilakukan dengan menggunakan dasar 2 (dua) kelompok teori, yaitu teori perencanaan kota dan teori pengembangan perumahan dan permukiman. Pengertian kota sebagaimana dikemukakan oleh Amos Rapoport terdapat 10 kriteria yaitu : 1) ukuran dan jumlah penduduk, 2) bersifat permanen, 3) kepadatan, 4) sruktur dan tata ruang , 5) sebagai tempat tinggal dan berkerja, 6) fungsi perkotaan 7) heteroginitas dan pembedaan masyarakat, 8) hubungan pusat ekonomi perkotaan dan pertanian di tepi kota serta proses pemasaran, 9) pusat pelayanan dan 10) pusat penyebaran. Selanjutnya Northam (1979) berpendapat, bahwa terdapat perbedaan antara batas fisik kota dan batas administrasi kota, dimana hubungan keduanya dapat dibedakan dalam tiga kondisi, yaitu : under bounded city, over bounded city dan true bouded city. Bila ditinjau dari pengertian kota sebagaimana dikemukakan oleh Rapoport di atas, dapat di pastikan dari waktu ke waktu suatu kota akan selalu berkembang atau dengan kata lain kota mempunyai sifat dinamis. Kekuatan-kekuatan dinamis kota ini dapat bergerak dari bagian dalam kota menuju ke luar (centrifugal forces) atau sebaliknya dari bagian luar kota ke bagian dalam (centripetal force) sebagaimana pendapat Charles Colby (1959). Dinamika kota di atas akan mengaitkan antara bagian kota yang satu dengan yang lain dan bahkan dapat mengaitkan antara wilayah perkotaan dan perdesaan dalam berbagai aspek diantara keduanya. Sebagaimana dikemukakan oleh Douglass (1991) dan Rondinelli (1985), bahwa kawasan perdesaan dan perkotaan pada dasarnya merupakan lansekap wilayah yang saling berhubungan melalui keterkaitan kekuatan ekonomi, sosial, politik dan lingkungan yang sangat kompleks, oleh karenanya ketimbang menganggap desa dan kota sebagai suatu dikotomi, akan lebih sesuai untuk menjelaskan desa - kota sebagai suatu fenomena yang bertautan (continuum), dimana masyarakat di dalamnya secara bersama memecahkan masalah kemiskinan, perkembangan ekonomi, lingkungan yg berkelanjutan, dan dalam perkembangan kerangka kelembagaan, Dalam keterkaitan kota dan desa (urban-rural linkage) ini, keduanya mempunyai peran dan kedudukan sebagai berikut : a. kota, merupakan lokasi kegiatan non pertanian mempunyai peranan sebagai : 1) tempat pemasaran produksi pertanian, 2) pusat pengolahan produk pertanian dan perkebunan serta ekspor, 3) pusat jasa pelayanan bagi produksi pertanian, 4) pusat perdagangan barang kebutuhan rumah tangga dan lainnya, serta fasilitas sosial dan hiburan, 5) investasi lokal bagi sektor pengolahan dan jasa pendukung kegiatan pertanian, 6) Sektor tenaga kerja non pertanian. b. desa, merupakan lokasi kegiatan pertanian dan sumber daya alam yang lain mempunyai peranan sebagai : 1) tempat produksi makanan, 2) produksi tanaman pertanian dan perkebunan dan sumber daya alam lainnya, 3) permintaan input kegiatan pertanian dan jasa pelayanan pertanian, 4) permintaan barang dan jasa, pelayanan kesehatan, pendidikan, perdagangan, hiburan, keuangan, 5) transfer surplus ke sektor non Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 |4
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
pertanian, 6) sektor tenaga kerja on farm dan off farm Perkembangan urban-rural linkage selanjutnya akan membawa perubahan karakter daerah-daerah pinggiran kota, yang tadinya mempunyai karaktersitik perdesaan sedikit demi sedikit akan berubah menjadi karakteristik perkotaan yang biasanya diawali dengan tumbuhnya permukiman di daerah pinggiran yang diikuti pengadaan prasarana dan sarana pendukungnya, dan seiring dengan berjalannya waktu permukiman pinggiran kota ini akan menyatu (terintegrasi) dengan wilayah kota yang menjadi induknya, Tumbuhnya perumahan di daerah pinggiran kota sering menimbulkan berbagai masalah, terutama terbentuknya permukiman kumuh (slum) dan permukiman liar (squatter), mengingat fungsi, dimensi, kualitas dan karakteristik rumah yang dibangun oleh penghuninya di lapangan cukup bervariasi. Sehingga beberapa ahli dan pemerintah mendefinisikan rumah dalam berbagai dimensi. Menurut pandangan John F.C. Turner (1972), pengertian tentang perumahan ada dua, yaitu sebagai kata benda dan kata kerja. Sebagai kata benda perumahan dapat diartikan sebagai sebuah komoditi atau produk, sedangkan sebagai kata kerja perumahan berarti sebagai suatu proses atau aktivitas. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Johan Silas (1993), rumah adalah bagian yang utuh dari permukiman dan bukan semata-mata hasil fisik yang sekali jadi. Perumahan bukan (kata) benda melainkan merupakan suatu (kata) kerja yang berupa proses berlanjut dan terkait dengan mobilitas sosial ekonomi penghuninya. Perumahan lebih dari hanya sebagai hunian (atau ‘omah’), terutama berkaitan dengan para penghuninya. Konsep perumahan seharusnya selalu satu, utuh dan imbang antara manusia, rumah, dengan alam sekitarnya. Perumahan bukan rumah karena tidak dapat berdiri sendiri, melainkan saling membutuhkan serta ada prasarana dan saranya. Sedang menurut Amos Rapoport (1969), rumah diartikan sebagai suatu lembaga dan bukannya hanya sebagai struktur, yang dibuat untuk berbagai tujuan yang kompleks dan karena membangun suatu rumah merupakan gejala budaya maka bentuk dan pengaturannya sangat dipengaruhi budaya lingkungan di mana bangunan itu berada. Dalam hal bentuk, rumah bukan merupakan hasil kekuatan faktor fisik dan faktor tunggal lainnya, tetapi merupakan konsekuensi dari cakupan faktor-faktor budaya yang terlihat dalam pengertian yang luas. Bentuk rumah dapat berubah menurut kondisi iklim, metode konstruksi, material yang tersedia dan teknologi. Yang utama adalah faktor sosial budaya sedangkan lainnya merupakan faktor kedua atau melengkapi/memodifikasi. Hubungan antara bentuk rumah dan permukiman, yaitu bahwa bentuk rumah dalam suatu permukiman merupakan gambaran fisik dari budaya, agama, material, dan aspek sosial serta merupakan alam simbolik dari permukiman tersebut. Dalam suatu permukiman rumah tidak hanya dipengaruhi oleh faktor fisik semata atau dipengaruhi oleh faktor yang berdiri sendiri, tetapi lebih merupakan akibat dari keseluruhan faktor sosio kultural yang dapat dilihat dari pola-polanya secara luas. Lingkungan yang terbentuk akan mencoba mencerminkan kekuatan-kekuatan sosio kultural termasuk kepercayaan, hubungan kekerabatan, organisasi sosial, cara hidup dan hubungan sosial antar individu. Sesuai dengan Undang-Undang nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan Dan Permukiman, yang dimaksud dengan : a) “rumah” adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga, b) “perumahan” adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, dan c) “permukiman” adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 |5
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Dilandasi oleh pendapat tiga ahli di atas dan kriteria yang ditetapakan oleh Pemerintah di atas, dapat dikatakan bahwa permukiman kumuh (slum) dan permukiman liar (squatter) seharusnya tidak hanya ditinjau dari sisi aspek fisik lingkungan permukiman saja, namun harus ditinjau pula dari aspek non-fisik lingkungan permukiman. Dari aspek fisik lingkungan permukiman, kondisi perumahan dan permukiman yang kumuh cenderung dikaitkan dengan kelayakan kualitasnya, penanganan terkait dengan hal ini akan didasarkan pada konsep yang telah ditetapakan oleh beberapa lembaga internasional dan pendapat ahli terkait diantaranya : a. Konsep “rumah layak” menurut ECOSOC PBB pada keputusan Sidang Umum PBB no. 4 tahun 1991, adalah : 1) Jaminan kepemilikan yang dilindungi hukum, 2) Ketersediaan service, bahan, fasilitas dan prasarana, 3) Kemampuan beli dari masyarakat, 4) Layak huni atau habitable, 5) Dapat dicapai oleh siapa saja, 6) Lokasinya yang mendukung bagi kehidupan dan 7) Kelayakan budaya, termasuk menjalankan keyakinan yang luas b. The Habitat Agenda yang dihasilkan pada KTT Habitat II di Istanbul mendifinisikan bahwa “Rumah Layak” terkait dengan : 1) kelayakan privacy, 2) ruang, 3) pencapaian atau akses fisik, 4) keamanan, 5) kepemilikan, 6) kestabilan dan ketahanan struktur bangunan, 7) kecukupan penerangan, 8) pemanasan (pendinginan bagi kita), 9) ventilasi, dan 10) PSD seperti ketersediaan air minum, sanitasi dan pengelolaan air buangan. c. Definisi “rumah layak” layak sebagaimana ketetapan PBB : 12/1988 pada forum Global Strategy for Shelter to the year 2000 (GSS 2000), yaitu : 1) Kelayakan privacy, 2) Kelayakan ruang, 3) Kelayakan sekuriti, 4) Kelayakan penerangan dan ventilasi, 5) Kelayakan PSD, 6) Kedekatannya terhadap berbagai sarana dasar, dan 7) Semua dalam batas keterjangauan mencapainya. Ditinjau dari aspek non-fisik lingkungan permukiman, kenyataan di lapangan rumah tidak hanya berfungsi sebagai hunian semata, potensi rumah dapat dikembangkan oleh penguninya dalam berbagai fungsi. Sebagaimana dikemukakan oleh Johan Silas (1996), fungsi pokok rumah menurut orang Indonesia ada tiga, yaitu sebagai tempat berlindung, membina keluarga, dan mengusahakan kesejahteraan penghuninya. Masih menurut Johan Silas (1993), pada umumnya konsep rumah dan kerja termasuk dimensi sosial dan budaya. Terkait dengan konsep rumah dan kerja ini, Keith Hart (1973) pada sebuah seminar menyatakan bahwa Konsep HBEs merupakan bagian dari sektor informal dan bagian dari kegiatan ekonomi (Kellet, 1996 : 1) Secara umum Home Based Enterprises ( HBEs) atau Usaha yang Bertumpu pada Rumah Tangga (UBR) adalah kegiatan usaha rumah tangga yang pada dasarnya merupakan kegiatan ekonomi rakyat yang dijalankan oleh keluarga. Dimana kegiatannya bersifat fleksible dan tidak terlalu terikat oleh aturan-aturan yang berlaku umum. Termasuk jam kerja yang dapat diatur sendiri serta hubungan yang longgar antara modal dengan tempat usaha. Salah satu pola penataan perumahan dan permukiman dengan menggabungkan aspek fisik dan non-fisik lingkungan permukiman yang pernah diterapkan di Indonesia dan layak untuk diadopsi adalah konsep KIP Komprehensip yang berazaskan pada tribina, yang meliputi bina manusia, bina lingkungan dan bina usaha. III. METHODE Penelitian dilakukan dengan menggunakan dengan model rasionalistik yang memadukan metoda kualitatif dan kuantitatif. Sebagai popiulasi adalah 415 KK penduduk Kelurahan Ngemplakrejo yang berprofesi sebagai nelayan dan sampel sebanyak 90 orang. Analisa faktor yang mempertimbangkan teori-teori pengembangan kota digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan dinamis kota, dan teknik analisa triangulasi teori yang Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 |6
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
mempertimbangkan teori-teori pengembangan perumahan dan permukiman digunakan menyusun konsep penataan permukiman. IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kekuatan Dinamis Kota Pasuruan yang kurang berpengaruh terhadap Permukiman Nelayan Ngemplakrejo Kekuatan dinamis suatu kota dapat bergerak dari dalam pusat kota ke arah pinggiran atau bahkan ke luar kota yang berupa wilayah perdesaan (rural), dan sebaliknya (Charles Colby; 1933). Desa - kota adalah merupakan suatu fenomena yang bertautan (continuum), di mana masyarakat di dalamnya secara bersama memecahkan masalah kemiskinan, perkembangan ekonomi, lingkungan yang berkelanjutan, dan dalam perkembangan kerangka kelembagaan (Douglass, 1991; Rondinelli, 1985). Pengaruh kekuatan dinamis Kota Pasuruan terhadap permukiman nelayan Ngemplakrejo akan diidentifikasi berdasarkan teori “Urban-Rural Linkage” yang dikemukakan Douglass dan Rondinelli di atas, dimana Peran kota dan desa serta keterkaitannya (linkages) diperlihatkan dalam tabe1 2.1. Dalam melakukan identifikasi kekuatan dinamis Kota Pasuruan yang kurang mempengaruhi perkembangan permukiman nelayan Ngemplakrejo akan dilakukan dengan analisa faktor menggunakan fasilitas dalam program SPSS 16. Dimana peran/posisi permukiman nelayan Ngemplakrejo sebagai desa (rural) digunakan sebagai variabel, yang meliputi : a. Produksi tanaman pertanian dan perkebunan dan suberdaya alam lainnya. b. Permintaan input kegiatan pertanian dan jasa pelayanan pertanian. c. Permintaan barang dan jasa, pelayanan kesehatan, pendidikan, perdagangan, hiburan, dan keuangan. d. Transfer surplus ke sektor non pertanian e. Sektor tenaga kerja on farm dan off farm Identifikasi pengaruh kekuatan-kekuatan dinamis Kota Pasuruan dianalisa terhadap variabel-variabel tersebut diatas memnfaatkan kekuatan dinamis tersebut. Yang dimaksud dengan kegiatan pertanian pada lima variabel tersebut di atas adalah semua kegiatan yang memanfaatkan sumberdaya alam termasuk perikanan tangkap. Tabel 1 Analisa Faktor dengan SPSS 16 Jenis Tes Standar Hasil Korelasi **. Correlation is • Pekerjaan dg penghasilan per-bulan, modal significant at kerja, pemasaran hasil, tempat berobat dan the 0.01 level tempat pendidikan terakhir (2-tailed). • Penghasilan per-bulan dg modal kerja, *. Correlation is pemasaran hasil, tempat berobat dan tempat significant at belanja kebutuhan kerja the 0.05 level • Modal kerja dg pemasaran hasil dan tempat (2-tailed). pendidikan terakhir • Pemasaran hasil dg tempat berobat dan tempat pendidikan terakhir • Tempat berobat dg tempat belanja kebutuhan kerja • Tempat belanja kebutuhan kerja dg tempat pendidikan terakhir
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 |7
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Jenis Tes Standar Kaiser Meyer > 0,5 Olkin (KMO) dan Bartlett’s Test of Sphericity Komunalitas > 0,5
Initial Eigenvalues
>1
Rotated Component Matrix
> 0,5
Hasil • 0,692, berati data dikategorikan cukup, shg layak digunakan analisis faktor.
• Pekerjaan dan Tempat Pendidikan Terakhir < 5, berarti tdk memberi kontribusi pd perubahan factor • Penghasilan per Bulan, Modal Kerja, Pemasarasan Hasil, Tempat Berobat dan Tempat Belanja Kebutuhan Keja, > 5, berarti memberi kontribusi pd perubahan factor • Faktor 1 dg nilai eigen 2,825 dan % variance 34,56 % • Faktor 2 dg nilai eigen 1,176 dan % variance 22,60 % • Comulative % variance 57,16 % • Faktor 1 : Pekerjaan, Penghasilan per Bulan, Modal Kerja danPemasarasan Hasil (> 0,5) • Faktor 2 : Tempat Berobat, Belanja Kebutuhan Keja dan Tempat Pendidikan Terakhir (> 0,5)
Sumber : Analisa Penulis, 2009 Dari analisa faktor di atas diketahui terdapat dua faktor yang didukung oleh tujuh variabel yang merepresentasikan kekuatan dinamis Kota Pasuruan yang pengaruhnya tidak maksimal dalam mendukung perkembangan permukiman nelayan Ngemplakrejo. B. Identifikasi seberapa besar kekuatan dinamis Kota Pasuruan memberi pengaruh terhadap permukiman nelayan Ngemplakrejo. Identifikasi seberapa besar kekuatan dinamis Kota Pasuruan dapat memberi pengaruh positif terhadap perkembangan permukiman nelayan Ngemplakrejo dapat ditinjau dari seberapa besar kekuatan dinamis tersebut memberi pengaruh kepada kehidupan nelayan Ngemplakrejo, yang akan dianalisa dari data hasil penelitian terhadap 90 responden yang berasal dari masyarakat nelayan setempat yang meliputi : nelayan pekerja, juragan darat/pemilik kapal, juragan laut/kapten kapal, pengola ikan dan tengkulak/pedagang ikan, sebagi berikut : 1. Kekuatan Dinamis Kota Pasuruan yang kurang memberi pengaruh terhadap permukiman nelayan Ngemplakrejo Dari analisa factor di atas diketahui bahwa terdapat dua factor yang didukung tujuh variable yang merepresentasikan kekuatan dinamis Kota Pasuruan yang pengaruhnya tidak maksimal dalam mendukung perkembangan permukiman nelayan Ngemplakrejo. Adapun hasil penelitian terhadapa 90 responden dapat diketahui pengaruhnya, sebagai berikut : Faktor 1 : a. Pekerjaan Jumlah terbesar pada struktur nelayan Ngemplakrejo adalah nelayan pekerja yang merupakan kedudukan terendah mencapai 70,00 % dari seluruh responden. b. Penghasilan per bulan Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 |8
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Dari 90 responden yang diteliti 73,33 % diantaranya berpenghasilan di bawah Upah Regional Kota Pasuruan Tahun 2009 yang sebesar Rp. 805.000,c. Modal kerja Sebagian besar nelayan yang modal kerjanya terbatas belum memanfaatkan lembaga perbankan yang ada di Kota Pasuruan. Hanya 2,22 % responden yang memanfaatkan modal kerja dari kredit bank, sedangkan lainnya menggunakan dana pribadi sebesar 12,22 %, terbesar merupakan pinjaman dari juragan darat kepada juragan laut atau nelayan pekerja sebesar 76,67 % dan modal kerja yang dimiliki oleh juragan darat tersebut sebagian besar merupakan dana pinjaman dari tengkulak, tercatat 8,89 % responden memanfaatkan pinjaman dari tengkulak. d. Pemasaran hasil Keberadaan TPI tidak dimanfaatkan dengan maksimal oleh nelayan Ngemplakrejo untuk memasarkan hasil tangkapannya, hal ini juga terjadi pada prasarana pemasaran yang lain (pasar dan pertokoan) yang terdapat di Kota Pasuruan. Tercatat 88,89 % responden masih dijual hasil tangkapannya ke tengkulak/pengepul, sekitar 8,89 % responden menjual ikannya ke luar Kota Pasuruan dan hanya 2,22 % responden yang menjual di pasar-pasar di wilayah Kota Pasuruan. Faktor 2 : a. Tempat berobat Sebagian besar (76,67 %) responden hanya memanfaatkan fasilitas kesehatan berskala desa/kelurahan yang berupa puskesmas pembantu atau bidan desa/kelurahan. b. Tempat belanja kebutuhan kerja Sebagian besar (88,89%) para responden mendapatkan kebutuhannya di lingkungan kelurahan tempat tinggalnya, dengan demikian meraka tidak mendapatkan pilihan harga dan kualitas barang yang bersaing. c. Tempat melaksanakan pendidikan terakhir Sebagian masyarakat masih memanfaatkan layanan fasilitas pendidikan terbatas yang ada di kelurahan setempat, hal ini ditunjukkan 68,89 % responden hanya mendapatkan layanan pendidikan yang berada di lingkungan Kelurahan Ngemplakrejo yang terbatas pada pendidikan setingkat SD dan SMP. Dan jumlah responden hanya mengenyam pendidikan tingkat dasar (tidak tamat SD, SD dan SMP) masih cukup besar (93,33%) 2. Kekuatan Dinamis Kota Pasuruan di luar analisa factor a. Tempat Hiburan Sebagaimana pendapat Douglass (1991) dalam Teori Urban-Rural Linkage bahwa salah satu peran kota adalah sebagai penyedia layanan hiburan, diperankan dengan baik oleh Kota Pasuruan, indikasi ini ditunjukan dalam hasil penelitian, yaitu sebagian besar (63,33 %) responden memanfaatkan sarana hiburan yang terdapat di Kota Pasuruan. b. Pusat perdagangan kebutuhan rumah tangga dan lainnya Kota Pasuruan sebagai penyedia kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan lainnya juga berlangsung dengan baik. Indikasi ini ditunjukkan bahwa sebesar 64,44 % responden memenuhi kebutuhan hariannya di Kota Pasuruan dan 84,44 % responden mendapatkan kebutuhan akan material bangunan rumah juga di kota ini. Dari data-data hasil penelitian dan analisa tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa infrastruktur yang terdapat di Kota Pasuruan yang berupa fasilitas sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan belum dapat dimanfaatkan seecara maksimal oleh masyarakat di permukiman nelayan Ngemplakrejo, sehingga mereka tidak mendapatkan keuntungan baik sosial maupun ekonomi dari berkembangnya fasilitas-fasilitas kota tersebut yang dapat dimanfaatkan untuk Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 |9
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
meningkatkan kualitas hidunya. Sebaliknya dengan keberadaan fasilitas perdagangan dan jasa membuat Kota Pasuruan, mampu mendapatkan keuntungan ekonomi. C. Perumusan konsep pengembangan permukiman nelayan Ngemplakrejo Tabe1 2 Trianggulasi Pumusan Konsep Penataan Lingkungan Fisik Permukiman Nelayan Ngemplakrejo KRITERIA/STANDAR/ PENELITIAN/PENANGANAN KONSEP PENATAAN FAKTA EMPIRIS PENDAPAT AHLI KASUS LAIN PERMUKIMAN ASPEK LETAK GEOGRAFIS § Terletak di pesisir utara § Letak geografis § Kawasan permukiman § Pemeliharaan jalan yg Kota Pasuruan. permukiman akan sgt nelyana yg dpt diakses dr merupakan akses keluar§ Dapat di akses dari menentukan kebersegala arah sebagaiman masuk permukiman Barat, timur dan pusat hasilan kws permukiman nelayan di nelayan Ngemplakrejo kota, serta mempunyai permukiman, semakin kawasan pantai Kenjeran yg secara berkala dan akses yang baik ke arah mudah aksesibilitas thd semakinstrategis dg menjaga kedalaman alur laut lepas suatu permukiman dibangunnya jembatan pelayaran Kali Gembong. maka semakin mudah Suramadu. pula permukiman tsb berkembang (Happy R. Santosa, 2000), ASPEK LINGKUNGAN ALAM § Hutan bakau berkisar § Pola pengembangan § Peremajaan dan pelestarian § Peremajaan hutan bakau 60% garis pantai dengan peru-mahan dan hutan mangrov sebagaiman dengan pengadaan ketebalan 20-70 m dari permukiman tepi pantai dilakukan kawasan pantai wetland sekitar 40% garis garis pantai. harus berwawasan Wonorejo Surabaya pantai. § lingkungan. Penentuan § GSP ditetapkan minimal lokasi tapak perumahan 100 meter dari titik yg berwa-wasan pasang tertinggi lingkungan sebaik-nya § Lebar daratan pantai tdk mengganggu dipertahankan 1 km ekologi lingkungan pantai (Marwati, 2003) ASPEK LINGKUNGAN BINAAN § Permukiman tumbuh § Kelayakan peurmahan § Pewadahan aktivitas ekonomi § Penataan permukiman dg secara tidak beraturan dan permukiman dg penyediaan rumah menyediakan prasarana § Tidak ada sinkronisasi merupakan prioritas produksi secara kolektif produksi kolektif, spt antara permukiman (Agenda 21 Nasional) seperti dilakukan di kawasan lahan penjemuran ikan yg sebagai fungsi hunian § Adanya keterpaduan agropolitan Seroja mencukupi sehingga dengan fungsi ekonomi. peru-mahan dan terjadi sinkronisasi antara § Karakteristik permukiman sbg hunian permukiman sebagai permukiman di kawasan dan ekonomi (Happy R. fungsi hunian dan fungsi pesisir dg potensi Santosa; 2000) ekonomi. perikanan tangkap § Orientasi arah hadap § Pengembangan air/water front city permukiman dilakukan (Rapoport, 1977) dg pola waterfront dan inside out clustering ASPEK PRASARANA DAN SARANA PRASARANA DAN SARANA TRANSPORTASI § Sebagian jalan § Kualitas perkerasan dan § Kualitas dan kapasitas jalan § Peningkatan kapasitas lingkungan dn setapak kapasitas jalan harus yg memadai seperti di dan konstruksi jalan dlm belum diperkeras. mampu menerima permukiman nelayan kws pemukiman. § Sebagian jalan yang beban lalulintas yg Kenjeran, jln lingkungan dan § Rehabilitasi/pemeliharaan sudah diperkeras mulai melewatinya (Kepmen setapak diperkeras dg paving jalan mengalami Kim-praswil stone serta dapat dilewati § Penataan kembali route keausan/kerusakan. 534/KPTS/M/2001) kendaraan roda 4. angkutan kota dan antar § Sarana transportasi § Ketersediaan angkutan kota kota umum yg ada berupa dr dan ke berbagai arah yg becak dan angkutan kota dilengkapi dg terminal. dg frekwensi terbatas.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 |10
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010 KRITERIA/STANDAR/ PENELITIAN/PENANGANAN PENDAPAT AHLI KASUS LAIN PRASARANA DAN PRASARANA AIR BERSIH § Tdk semua warga § Pelayanan AB untuk § Kemudahan mendapatkan mendapatkan pelayanan daerah perkotaan 55pelayanan air bersih dari air bersih dr PDAM. 75%, dg tk konsumsi PDAM seperti permukiman § Sebagian ada yg 60-220 lt/org/hr & nelayan Kenjeran dengan mengambil dr HU, kualitas yg emenuhi model pelayanan berupa membuat sambungan dr standar AB (Kepmen sambungan rumah dan hidran pelanggan, sumur Kimpraswil umum. gali/bor. 534/KPTS/M/2001). PRASARANA PEMATUSAN/ DRAINASE § Terjadi genangan di § Sistem drainase yg § Alternatif penggunaan lahan kosong yang sesuai dg kondisi system drainase bentuk garpu elevasinya rendah daratan pantai adalah sebagaimana direkomendasibentuk garpu (Gundhi kan pd permukiman nelayan Marwati ; 2003) Tambakwedi. PRASARANA PENGOLAHAN LIMBAH § Tidak tersedia IPAL § Sistem pengolahan yg § Pengembangan IPAL dg § 60% penduduk buang air sesuai dg daratan pantai teknologi UASB dari besar di MCK umum, sebagai-mana Johkasau sebagaimana lahan kosong dan penelitian Puslitbang direkomendasikan utk saluran air Permukiman adl kawasan permukiman Upflow Anaerobic nelayan Tambakwedi Sludge Blanket (UASB) dari Johkasau PRASARANAS RTH, PEMAKAMAN DAN KEBERSIHAN § Tidak terdapat RTH § Satu bidang RTH § Raung terbuka yg berfungsi § Pelayanan (taman lingkungan) utk ganda sebagai lahan pengangkutaan sampah 250 jiwa penduduk atau penjemuran ikan di pagi dan terbatas di kanan-kiri per unit lingkungan siang hari dan tempat bermain jalan kota. § Cakupan layanan anak-anak di sore hari § Keberadaan prasarana pengang-kutan sebagaimana dibangun di pemakaman dan samapah 80% jml depan Kantor Kel.BulakTransfer Depo di Kel. penduduk, 20% Surabaya Gadingrejo masi dilakukan secara on-site § Pemberdayaan warga dlm memenuhi sayrat system (Kepmen pengolahan sampah organik Kimpraswil dan pemanfaatan sampah 534/KPTS/M/2001) unorganik sebagaiman dilakukan warga Kel. Jambangan- Surabaya SARANA EKONOMI § TPI dan koperasi yg ada § 3 pranata setrategis yg § Efektifitas kinerja TPI sekala tidak berfungsi dengan dpt mendukung kabupaten yg dikendalikan baik. mobilisasi vertikal oleh Pekab Sidoarjo dpt § Hanya sedikit nelayan sosial-ekonomi nelayan memotong rantai kerja yg memanfaatkan Pasar yaitu pranata tenkulak. Kota Pasuruan dan permodalan, pranata § Keberadaan kios-kios prasarana perdagangan penangkapan dan penjualan ikan olahan lain di Kota Pasuruan pranata pemasaran produksi masyarakat setempat utk memasarkan ikan (Kusnadi, 2003), di sepanjang yg dilewati tangkapannya angkutan umum seperti di Tuban merupakan strategi pemasaran yg cukup efektif FAKTA EMPIRIS
KONSEP PENATAAN PERMUKIMAN § Peningkatan pelayanan AB shg mencapai cakupan yg disayaratkan utk daerah perkotaan 5575 % jml penduduk.
§ Pengurukan lahan § Pemasangan pintu dan pompa air
§ Pembangunan IPAL dengan teknologi UASB dari Johkasau § Penambahan MCK umum
§ Perlu dibangun taman lingkungan yg juga bisa berfungsi sbg lahan penjemuran ikan. § Peningkatan cakupan pelayanan pengangkutan sampah dan pembinaan masyarakat dalam pengolahan sampah organik dan unorganik.
§ Revitalisasi kinerja TPI dan peningkatan skala pelayanannya yg dikendalikan Pemkot Pasuruan. § Pembangunan kios-kios penjualan ikan olahan produksi masyarakat setempat dg catatan penataan kembali route angkutan umum yg melalui kws permukiman ini. § Revitalisasi kinerja koperasi
Sumber : Analisa Penulis, 2009
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 |11
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Tabel 3 Trianggulasi Peumusan Konsep Penataan Lingkungan Non-Fisik Permukiman Nelayan Ngemplakrejo KRITERIA/STANDAR/ PENELITIAN/PENANGANAN FAKTA EMPIRIS KONSEP PENDAPAT AHLI KASUS LAIN ASPEK SOSIAL § Struktur sosial nelayan, § Struktur sosial nelayan : a) § Kepemilikan peralatan § Pemberian kredit dimana nelayan pekerja sbg Lap atas (juragan darat dan tangkap kolektif seperti kepe-milikan lapis sosial terbawah yang pedagang ikan) yg menguadilakukan di Karangagungperalatan tang-kap tidak mememiliki akses sai akses kepemilikan alat Tuban kolektif dan pembimodal, peralatan tangkap dan tangkap, modal dan § Pemberian bekal pendi-dikan naan/pendampingan pemasaran. pemasaran, b) Lap tengah : formal mengenai kelautan si-multan dr profe§ Kualitas SDM yg rendah, juragan laut, c) Lap bawah : sedini mungkin. Jika mungkin sional yg kompeten umumnya berpendidikan di nelayan pekerja (Kusnadi, sejak SD. § Pendidikan formal bawah SLTP. 2003) yg memadai (minim § Pendidikan yg mema-dai setingkat SLTA) dilengkapi dg ketrampilan ditambah bahari dan kepemilikan alat pengetahuan dan tangkap kolektif merup. ketram-pilan bahari pemecahan masalah sosial bagi generasi muda nelayan (Masyhury, 1999 nelayan dlm Kusnadi, 2003) Ngemplakrejo § ASPEK EKONOMI § Pendapatan nelayan pekerja yg § Mobilitas vertikal ekonomi § Pemberdayaan para istri § Pemberdayaan istri masih rendah (< UMK nelayan dilakukan dg nelayan Kel. Bulak dalam nelayan dlm Pasuruan Th. 2009) pembukaan akses permoaktivitas pengolahan ikan pengolahan ikan § Koperasi membantu dalan dan pemberian nilai dibawah koordinasi koperasi hasil tangkapan kehidupan ekonomi nelayan tambah pada ikan hasil dan kerjasama dg swasta dpt menjadi makanan tangkapan dg peran aktif memberi tambahan olahan berbahan para istri nelayan (Kusnadi, keuntungan ekonomi dan dasar ikan dan 2003). penyerapan tenaga kerja. pemasaran hasil § produksinya. § Revitaslisasi kinerja koperasi sbg koordinator dan pengendali serta penyalur permodalan. § Pembinaan scr simultan ASPEK BUDAYA § Aktivitas unik nelayan § Kegiatan unik untuk § Aktivitas penangkapan ikan, § Pengembangan diantaranya penangkapan dilestarikan dan pengangkutan & penimbangan wisata tangkap ikan ikan, pengangkutan & dikembangkan ikan dan pengolahan ikan yang dapat penimbangan ikan dan merupakan bentuk obyek dikembangkan pengolahan ikan. wisata yang menarik seperti di bersama denga § Kegitan Petik Laut yang Pantai Watu Ulo-Jember. Kelurahan dilaksanakan setahun sekali. § Adat larung sesajen tidak Panggungrejo. terpisahkan dalam kehidupan § Tetap nelayan. Dapat dijadikan point mempertahankan dan of interest di Kawasan mengembangkan Permukiman Nelayan kegiatan larung Kenjeran. sesajen dalam bentuk Petik Laut. Sumber : Analisa Penulis, 2009
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 |12
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
V. KESIMPULAN DAN SARAN Terdapat aspek sosial dan ekonomi yang menjadi indikator kekuatan-keuatan dinamis Kota Pasuruan belum sepenuhnya mampu memberi pengaruh positif yang maksimal pada kawasan permukiman nelayan Ngemplakrejo antara lain : a) pekerjaan, sebagian besar nelayan pekerja yang merupakan nelayan lapis bawah, b) penghasilan, sebagian besar berpendapatan di bawah UMK Pasuruan 2009, c) modal kerja, lebih banyak yang memanfaatkan pinjaman dari tengkulak dari pada kredit bank, d) pemasaran hasil, sebagian besar menjual langsung kepada tengkulak, e) pengobatan, di puskesmas pembantu dan bidan desa/kelurahan, f) fempat belanja kebutuhan kerja, di lingkungan Kelurahan Ngemplakrejo dan mendapatkan harga dan kualitas barang yang tidak bersaing dan g) pendidikan, di lingkungan Kelurahan Ngemplakrejo yang merupakan pendidikan rendah (SD dan SMP). Dari data-data hasil penelitian dan analisa telah dilakukan dapat dilihat bahwa infrastruktur yang terdapat di Kota Pasuruan yang berupa fasilitas sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat di permukiman nelayan Ngemplakrejo, sehingga mereka tidak mendapatkan keuntungan baik sosial maupun ekonomi dari berkembangnya fasilitas-fasilitas kota tersebut yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidunya. Agar permukiman nelayan Ngemplakrejo dapat mengimbangi dinamika Kota Pasuruan perlu dilakukan penataan lingkungan permukiman baik fisik maupun non fisik dengan “Konsep Penataan Permukiman Nelayan Ngemplakrejo dilakukan dengan dukungan Sosial dan Ekonomi Mandiri”, artinya penataan permukiman dilakukan dengan peningkatan sosial dan ekonomi nelayan berbasis pada pengembangan potensi perikanan melalui : a) peningkatan kualitas SDM, b) membuka akses modal, alat tangkap, alat produksi dan pemasaran kolektifnelayan pekerja, c) pemberdayaan istri-istri nelayan melalui kegiatan pengolahan dan pemasaran ikan, d) penguatan kelembagaan nelayan dengan merevitalisasi fungsi dann peran koperasi, e) revitalisai fungsi dan peran infrastruktur pemasaran ikan dan f) peningkatan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana dasar permukiman. VI. DAFTAR PUSTAKA Colby. C., 1933. Centrifugal and Centripetal Force in Urban Geography. In : Mayer and Kohn (eds) : Reading in Geography. Chicago : University of Chicago. Douglass, Mike, 1991. Alternative Development of Intermediate Cities Based on Endogenous Growth Potential in the Current Context of Urbanization. Hawaii : Departement of Urban and Regional Planning University of Hawaii. Kusnadi. 2002. Konflik Sosial Nelayan, Ke-miskinan dan Perebutan Sumber-daya Perikanan. Yogyakarta : LKiS. Moleong, L. J. (2001). Metologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosydakarya. Northam. R.M., 1979. Urban Geography. Toronto : John Wiley and Son. Rondinelli, A.Dennis, 1985. Applied Methodes of Regional Analisis : The Spatial Dimensions of Development Policy. Boulder and London : West-view Press. Rapoport, Amos, 1977. Human Aspect of Urban Form, Toward a Man Environment Approach to Urban Form and Design. England : Pengamon Press Ltd. Rapoport, Amos. 1969. House Form and Culture. England : Pengamon Press Ltd. Silas, Johan. 1993. Housing Beyon Home. Surabaya : ITS. Silas, Johan, 1985, Perumahan dan Permukiman. Surabaya : Jurusan Arsitektur, FTSP-ITS Turner, John F.C. and Fitcher, Robert. 1972. Freedom Built, New York USA : The Macmillam Company. Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 |13
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Marwati, G. 2003. Jurnal Penelitian Permukiman Vol 19. Tahun 2003. Hasil Penelitiannya menyatakan bahwa pesisir pantai di Desa Tanjung Pasir, Tangerang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi permukiman nelayan dengan perbaikan terhadap system drainase yang baik. Santosa, Happy Ratna, 2000. Pidato Pengukuhan Guru Besar Permukiman dan Lingkungan dalam Pengembangan Wilayah. Surabaya : ITS. Santosa, Happy Ratna, 1999. Peranan Wanita dalam Perbaikan Permukiman. Jurnal PUSLIT UGM No. 17, Thn VI, Nanusia dan Lingkungan. Yogyakarta. Santosa, Happy Ratna, 1998. Potensi Permukiman Desa Pantai dalam Mendukung Program Pariwisata dan Pengentasan Kemiskinan di Jawa Timur. Surabaya ; Dalam Jurnal Studi Lingkungan Vol. 18/1998. Silas, Johan, 1996. Paradoks Pengadaan Perumahan Kota, Majalah Analisis Sistem Edisi khusus tahun II. Jakarta : Kedeputian Bidang Analisis Sistem BPPT. Silas, Johan. 1993. Perumahan, Hunian dan Fungsi Lebihnya, Surabaya ; Pidato Pengukuhan Guru Besar ITS, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. UNCHS, 1997, Proceeding of the International Conference on Urban Poverty. Anonim, 1984/1985. Metodologi Penelitian, Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V, Buku 1B. Anonim, 1982/1983. Metodologi Penelitian, Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V. Anonim. 2002. Abstrak Makalah Kebijakan Kimpraswil dalam rangka Percepatan Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Makalah ini disampaikan dalam rangka Rapat Koordinasi Nasional Departemen Kelautan dan Perikanan Tahun 2002 di Hotel Indonesia – Jakarta, 30 Mei 2002 Anonim, 1997. Agenda 21 Indonesia Strategi Nasional Untuk Pembangunan Berkelanjutan, Jakarta. Anonim, 1992. Undang-undang nomor 4 Tahun 1992, tentang Perumahan dan Permukiman. Jakarta.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 |14
Easy PDF Creator is professional software to create PDF. If you wish to remove this line, buy it now.