TESIS - RA142551
KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN NELAYAN DI KECAMATAN BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN MELALUI PENDEKATAN SUSTAINABLE COASTAL DEVELOPMENT
FARIDA RACHMAWATI NRP. 3214205004 DOSEN PEMBIMBING Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Dr. Ir. Rimadewi Suprihardjo, MIP PROGRAM MAGISTER BIDANG KEAHLIAN MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2017
TESIS – RA142551
CONCEPTUAL DEVELOPMENT OF FISHING SETTLEMENT AREA IN BRONDONG DISTRICT, LAMONGAN THROUGH SUSTAINABLE COASTAL DEVELOPMENT APPROACH
FARIDA RACHMAWATI NRP. 3214205004 SUPERVISOR Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.Rer.Reg Dr. Ir. Rimadewi Suprihardjo, MIP MASTER PROGRAM URBAN DEVELOPMENT MANAGEMENT DEPARTMENT OF ARCHITECTURE FACULTY OF CIVIL ENGINEERING AND PLANNING SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 2017
KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN NELAYAN KECAMATAN BRONDONG MELALUI PENDEKATAN SUSTAINABLE COASTAL DEVELOPMENT Nama Mahasiswa : Farida Rachmawati NRP : 3214 502 004 Pembimbing 1 : Dr. Ir. Eko Budi Santoso Lic.Rer.Reg Pembimbing 2 : Dr. Ir. Rimadewi Suprihardjo. MIP
ABSTRAK Kawasan permukiman nelayan Kec. Brondong berpotensi menjadi kawasan permukiman penunjang industri, pariwisata, dan perikanan agar dapat menarik minat investor dalam menanamkan modal di kawasan ini. Namun karena tingkat aktivitas perekonomian yang tinggi menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk secara signifikan sehingga karena kepadatan penduduk dan bangunan inilah yang menyebabkan kesan yang muncul dari kawasan permukiman nelayan adalah kesan kumuh. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan kawasan permukiman nelayan Kec.Brondong sesuai dengan potensi kawasan pesisir dan konsep berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan pendekatan rasionalistik dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisa statistic descriptive untuk mengidentifikasi karakteristik kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong, analisa deskriptif dengan validasi teknik delphie untuk menganalisa faktor-faktor penyebab kekumuhan, analisa deskriptif untuk merumuskan kriteria peningkatan kualitas lingkungan, serta analisa triangulasi dalam penyusunan konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan Kec. Brondong Kab.Lamongan melalui pendekatan Sustainable Coastal Development Hasil dari penelitian ini adalah konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan Kec.brondong dikelompokkan menjadi tiga aspek sesuai dengan prinsip Sustainable Coastal Development. Pertama, aspek lingkungan dimana didalamnya terdapat konsep pengembangan terkait lingkungan fisik dari kawasan permukiman nelayan Kec.Brondong. Kedua, aspek ekonomi yang konsepnya lebih fokus kepada upaya peningkatan perekonomian masyarakat nelayan. Ketiga, aspek sosial dimana konsepnya terkait peningkatan kualitas dan pemanfaatan SDM untuk mengembangkan kawasan permukiman nelayan Kec.Brondong. Masingmasing aspek tersebut memiliki konsep yang merupakan penjabaran dari kriteria peningkatan kualitas lingkungan permukiman nelayan Kec.Brondong yang disesuaikan dengan prinsip-prinsip Sustainable Coastal Development. Kata Kunci: Permukiman Nelayan, Pengembangan Permukiman, Sustainable Coastal Development
v
CONCEPTUAL DEVELOPMENT OF FISHING SETTLEMENT AREA IN BRONDONG DISTRICT, LAMONGAN THROUGH SUSTAINABLE COASTAL DEVELOPMENT APPROACH Name NRP Supervisor Co-supervisor
: Farida Rachmawati : 3214 502 004 : Dr. Ir. Eko Budi Santoso Lic.Rer.Reg : Dr. Ir. Rimadewi Suprihardjo. MIP
ABSTRACT Fishing settlement area in Brondong district has a potential as residential area that will further be developed into a residential area in supporting industries, tourism and fisheries in order to attract investors in the region. High level of economic activity led to significant population increase. Overcrowding and poor building management leads to impression of fishing settlement as slum area. Therefore, it is necessary to conduct further study to develop the fishing settlement area in Brondong district, according to the potency of coastal area and sustainable concept. This study used rasionalistic approach with descriptive type. This study applied descriptive statistical analysis to identify the characteristics of the fishing settlement in Brondong district. Factors identified were then being analysed using theoretical descriptive analysis technique and then further being amplified using Delphi analysis technique. Descriptive analysis for formulating criteria for environmental quality improvement, and triangulation analysis in the preparation of the development concept of fishing settlement area in Brondong district through sustainable coastal development approach. Result from this study is conceptual development of fishing settlement area in Brondong district grouped into three aspect according to the principles of sustainable coastal development. First, environmental aspect in which there are concepts related to the development of the physical environment of Brondong fishing settlement area. Second, economic aspects. The concept is more focused on efforts to improve the economy of fishing communities. Third, social aspect where the concept is related to quality improvement and utilization of human resources to develop the fishing settlement in Brondong district. Each of these aspects have a concept which is an elaboration of criteria for environmental quality improvement Brondong fishing settlement adapted to the principles of Sustainable Coastal Development. Keyword: Fishing Settlement, Settlement Development, Sustainable Coastal Development
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat, dan bimbinganNya kepada penulis sehingga laporan tesis dengan judul “KONSEP PENGEMBANGAN KEC.BRONDONG SUSTAINABLE
KAWASAN KAB.LAMONGAN
COASTAL
PERMUKIMAN MELALUI
DEVELOPMENT”
dapat
NELAYAN PENDEKATAN dikerjakan
dan
diselesaikan dengan baik. Laporan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Program Magister Arsitektur untuk memperoleh gelar Magister Teknik (M.T). Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic. Rer. Reg dan Ibu Dr. Ir. Rimadewi Suprihardjo, MIP selaku dosen pembimbing atas semua ilmu dan bimbingannya selama proses penyelesaian laporan ini, serta semua tuntunan, masukan, ide, semangat, dan waktu yang diberikan sehingga penulis dapat mengerjakan dan menyelesaikan laporan tesis ini dengan baik dan tepat waktu. Tak lupa teman-teman seperjuangan MPK 2014 dan semua pihak yang telah membantu, memberi dukungan, semangat, saran dan kritik yang membangun. Semoga penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat bagi masyarakat dan pemerintah. Akhir kata, penulis mengucapkan mohon maaf apabila dalam laporan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Surabaya, Januari 2017 Penulis
ix
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................i LEMBAR KEASLIAN TESIS ...........................................................................iii ABSTRAK............................................................................................................v ABSTRACT .........................................................................................................vii KATA PENGANTAR .........................................................................................ix DAFTAR ISI ........................................................................................................xi BAB I – PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang............................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................4 1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian....................................................................5 1.4 Ruang lingkup.............................................................................................5 1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah...................................................................5 1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan ............................................................9 1.4.3 Ruang lingkup Substansi ..................................................................9 1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................9 BAB II – KAJIAN PUSTAKA 2.1 Permukiman................................................................................................11 2.1.1 Definisi Permukiman Nelayan .........................................................11 2.1.2 Karakteristik Permukiman Nelayan..................................................12 2.1.2.1 Karakteristik Fisik Permukiman Nelayan ............................12 2.1.2.2 Karakteristik Non-Fisik Permukiman Nelayan ....................17 2.2 Sustainable Coastal Development ..............................................................21 2.2.1 Definisi Sustainable Coastal Development ......................................21 2.2.2 Prinsip Sustainable Coastal Development........................................23 xi
2.3 Sintesa Kajian Pustaka ............................................................................... 28 2.3 Indikator dan Variabel Penelitian............................................................... 30
BAB III – METODOLGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ................................................................................ 33 3.2 Jenis Penelitian........................................................................................... 34 3.3 Variabel Penelitian ..................................................................................... 34 3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 41 3.4.1 Metode Pengumpulan Data Primer .................................................. 41 3.4.2 Metode Pengumpulan Data Sekunder.............................................. 42 3.5 Populasi dan Sampel .................................................................................. 43 3.5.1 Pengambilan Sampel secara Simple Random Sampling .................. 43 3.5.2 Analisis Stakeholder ........................................................................ 45 3.6 Teknik Analisa Data................................................................................... 48 3.6.1 Identifikasi Karakteristik Kawasan Permukiman Nelayan Kecamatan Brondong ..................................................... 48 3.6.2 Analisa Faktor-Faktor Penyebab Kekumuhan di Kawasan Permukiman Nelayan Kecamatan Brondong Sehingga Tidak Sesuai dengan Konsep Sustainable Coastal Development................................................. 49 3.6.3
Analisa Kriteria Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Nelayan didasarkan Kepada PrinsipPrinsip Sustainable Coastal Development .................................... 51
3.6.4
Perumusan Konsep Pengembangan Kawasan Permukman Nelayan Kecamatan Brondong Melalui Pendekatan Sustainable Coastal Development ............................. 52
3.7 Tahapan Penelitian ..................................................................................... 54 3.8 Kerangka Penelitian ................................................................................... 56
xii
BAB IV – HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah .........................................................................57 4.2 Analisa dan Pembahasan ............................................................................70 4.2.1 Identifikasi Karakteristik Kawasan Permukiman Nelayan Kecamatan Brondong ......................................................70 4.2.2 Analisa Faktor Penyebab Kekumuhan di Kawasan Permukiman Nelayan Kecamatan Brondong Sehingga Tidak Sesuai dengan Konsep Sustainable Coastal Development.....................................................................94 4.2.3 Analisa Kriteria Peningkatan Kualitas Lingkungan Kawasan Permukiman Nelayan didasarkan Kepada Prinsip-Prinsip Sustainable Coastal Development ........................107 4.2.4
Perumusan Konsep Pengembangan Kawasan Permukiman Nelayan Kecamatan Brondong Melalui Pendekatan Sustainable Coastal Development..............................116
BAB V – KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .................................................................................................141 5.2 Saran ...........................................................................................................142 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................143 LAMPIRAN .........................................................................................................147 BIOGRAFI...........................................................................................................155
xiii
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Lingkup Wilayah Studi` ............................................................................ 5 Tabel 2.1 Kajian Pustaka Karakteristik Fisik Pemukiman Nelayan.......................... 14 Tabel 2.2 Indikator Karakteristik Fisik Pemukiman Nelayan ................................... 16 Tabel 2.3 Kajian Pustaka Karakteristik Non-Fisik Pemukiman Nelayan ................. 19 Tabel 2.4 Indikator Karakteristik Non-Fisik Pemukiman Nelayan........................... 21 Tabel 2.5 Kajian Pustaka Prinsip Sustainable Coastal Development ....................... 25 Tabel 2.6 Indikator Prinsip Sustainable Coastal Development................................. 28 Tabel 2.7 Indikator dan Variabel Penelitian.............................................................. 30 Tabel 3.1 Variabel Penelitian .................................................................................... 35 Tabel 3.2 Distribusi Responden................................................................................. 44 Tabel 3.3 Pemetaan Stakeholders.............................................................................. 46 Tabel 3.4 Stakeholders untuk analisis Delphi ........................................................... 47 Tabel 3.5 Tahapan Penelitian .................................................................................... 53 Tabel 4.1 Luas Wilayah Kab.Lamongan dirinci Per-Kecamatan Th.2016 ............... 58 Tabel 4.2 Luas Wilayah Pesisir Perkotaan Brondong ............................................... 67 Tabel 4.3 Pertumbuhan Penduduk Pesisir Perkotaan Brondong ............................... 68 Tabel 4.4 Kondisi Kependudukan di Wilayah pesisir Perkotaan Brondong ............. 69 Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Pesisir Perkotaan Brondong Berdasarkan Jenis Kelamin..................................................................................................... 69 Tabel 4.6 Variabel dalam Identifikasi Karakteristi Kawasan Permukiman Nelayan Kecamatan Brondong................................................................................ 70 Tabel 4.7 Output Deskriptif Statistik Jarak Tempat Pelelangan Ikan ....................... 73 Tabel 4.8 Output Deskriptif Statistik Jarak Tempat penjemuran Ikan ...................... 74 Tabel 4.9 Output Deskriptif Statistik Jarak Tempat Tambatan Perahu ..................... 74
xiv
Tabel 4.10 Output Deskriptif Statistik Luas Bangunan Hunian ................................85 Tabel 4.11 Karakteristik Kebencanaan Kawasan Permukiman Nelayan...................86 Tabel 4.12 Output Deskriptif Statistik Karakteristik Pekerjaan Utama Masyarakat .88 Tabel 4.13 Output Deskriptif Statistik Karakteristik Pendidikan Masyarakat...........90 Tabel 4.14 Output Deskriptif Statistik Karakteristik Sosial Masyarakat ...................90 Tabel 4.15 Variabel untuk Analisa Faktor Penyebab Kekumuhan di Kawasan Permukiman Nelayan Kec.Brondong......................................................94 Tabel 4.16 Analisa Theoritical Descriptive ...............................................................95 Tabel 4.17 Kompilasi Hasil Analisa Delphi ..............................................................105 Tabel 4.18 Analisa Triangulasi ..................................................................................117 Tabel 4.19 Konsep Pengembangan Kawasan Permukiman Nelayan Kec.Brondong 137
xv
DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Bagan Tahapan Analisis Deskriptif pada Sasaran I............................... 49 Gambar 3.2 Bagan Tahapan Analisis Deskriptif pada Sasaran II ............................. 49 Gambar 3.3 Bagan Tahapan Analisis Delphi ............................................................ 51 Gambar 3.4 Bagan Tahapan Analisis Deskriptif pada Sasaran III ............................ 52 Gambar 3.5 Bagan Tahapan Analisis Deskriptif pada Penentuan Konsep................ 53 Gambar 3.6 Alur Penelitian ....................................................................................... 56 Gambar 4.1 Kondisi Tempat Pelelangan Ikan Baru .................................................. 76 Gambar 4.2 Kondisi Tempat Pelelangan Ikan Lama................................................. 77 Gambar 4.3 Kondisi Tempat Penjemuran Ikan ......................................................... 77 Gambar 4.4 Kondisi Tempat Tambatan Perahu ........................................................ 78 Gambar 4.5 Kondisi Tempat Tambatan Perahu Informal ......................................... 79 Gambar 4.6 Kondisi Jaringan Jalan........................................................................... 79 Gambar 4.7 Kondisi Persampahan ............................................................................ 81 Gambar 4.8 Kondisi Jaringan Drainase..................................................................... 82 Gambar 4.9 Penggunaan Material Bangunan Hunian ............................................... 84 Gambar 4.10 Bagan Alir Pola Penanganan Sampah 3R............................................ 126
xvi
DAFTAR PETA
Peta 1.1 Ruang Lingkup Wilayah ..............................................................................7 Peta 4.1 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Lamongan ......................................61 Peta 4.2 Peta Wilayah Administrasi Kecamatan Brondong.......................................65 Peta 4.3 Peta Konsep Pengembangan ........................................................................139
xvii
DAFTAR DIAGRAM Diagram 4.1 Hasil Survey Jarak Tempat Pelalangan Ikan ........................................ 72 Diagram 4.2 Hasil Survey Jarak Tempat Penjemuran Ikan....................................... 73 Diagram 4.3 Hasil Survey Jarak Tempat Tambatan Perahu...................................... 74 Diagram 4.4 Kondisi Tempat Pelelangan Ikan.......................................................... 76 Diagram 4.5 Kondisi Tempat Penjemuran Ikan ........................................................ 77 Diagram 4.6 Kondisi Tempat Tambatan Perahu ....................................................... 78 Diagram 4.7 Kondisi Jaringan Jalan.......................................................................... 79 Diagram 4.8 Kondisi Jaringan Air Bersih ................................................................. 80 Diagram 4.9 KondisiJaringan Persampahan.............................................................. 80 Diagram 4.10 Kondisi Jaringan Drainase.................................................................. 81 Diagram 4.11 Kondisi Jaringan Air Limbah ............................................................. 82 Diagram 4.12 Karakteristik Penggunaan Material Bangunan Hunian ...................... 83 Diagram 4.13 Karakteristik Luasan Bangunan Hunian............................................. 84 Diagram 4.14 Karakteristik Status Kepemilikan Bangunan Hunian ......................... 85 Diagram 4.15 Karakteristik Keamanan Lingkungan................................................. 87 Diagram 4.16 Karakteristik Pekerjaan Utama Masyarakat ....................................... 88 Diagram 4.17 Karakteristik Pendapatan Masyarakat ................................................ 89 Diagram 4.18 Karakteristik Pendidikan Masyarakat................................................. 89 Diagram 4.19 KarakteristikPelayanan Kesehatan ..................................................... 91 Diagram 4.20 KarakteristikPartisipasi kegiatan Sosial Masyarakat.......................... 92 Diagram 4.21 KarakteristikPartisipasi Aktif Organisasi Masyarakat ....................... 92
xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Dalam pengembangan suatu wilayah, kawasan permukiman dijadikan
salah satu mata rantai yang diperhatikan perkembangannya selain pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini dikarenakan permukiman merupakan kebutuhan pokok manusia dimana mereka bertempat tinggal dan berinteraksi sosial dengan sesama (Agustina, 2010). Selain itu, masyarakat pesisir dalam kehidupan sehari hari tidak lepas dari ketergantungannya
akan
sumberdaya
pesisir
karena
mata
pencaharian
penduduknya yang bergantung pada laut. Keberadaan kawasan pesisir memiliki arti yang strategis karena merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut serta memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya yang tercermin dari besarnya keanekaragaman hayati, potensi budidaya perikanan pantai dan laut (Dahuri, 2003). Karena mata pencahariannya yang bergantung pada laut, maka masyarakat nelayan memilih untuk bertempat tinggal di wilayah pesisir. Potensi dan sumberdaya alam di kawasan pesisir yang beraneka ragam menjadi daya tarik masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga terbentuklah permukiman pesisir yang bervariasi sesuai dengan tingkat penghidupan masyarakatnya (Hariyanto dalam Sutigno dan Pigawati 2015). Peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman nelayan menjadi prioritas pembangunan saat ini. Hal ini didasari oleh kondisi permukiman pesisir yang memiliki permasalahan berupa permukiman yang cenderung rapat (kepadatan antar bangunan tinggi dan jarak antar bangunan rapat) dan kumuh (tidak teratur, kotor), kondisi lingkungan yang kurang sehat dan kurangnya sarana dan prasarana serta keadaan perekonomian masyarakat yang kurang dapat berkembang (Supriyanto, 2000).
1
Sustainabel Coastal Development merupakan konsep turunan dari Sustainable Development atau pembangunan berkelanjutan yang dikhususkan untuk kawasan pesisir. Muttaqiena (2009) menuturkan bahwa dalam perencanaan pembangunan wilayah pesisir berkelanjutan harus memperhatikan tiga prinsip pembangunan berkelanjutan. Pertama, instrumen ekonomi lingkungan telah menjadi bagian dari pengambilan keputusan, yang memasukkan parameter lingkungan untuk melihat analisis biaya manfaat (cost benefit analysis). Misalnya pembangunan pabrik di wilayah pesisir harus memperhitungkan tingkat pencemarannya terhadap laut, perlunya pengelolaan limbah ikan di Tempat Pelelangan Ikan, dan lain-lain. Kedua, isu lingkungan seperti konservasi keanekaragaman hayati menjadi perhatian utama dalam pengambilan keputusan. Dan yang terakhir, pembangunan berkelanjutan sangat memperhatikan kualitas hidup manusia pada saat sekarang dan masa yang akan datang, termasuk didalamnya adalah sarana pendidikan bagi masyarakat pesisir, penyediaan fasilitas kesehatan dan sanitasi yang memadai, dan mitigasi bencana. Wilayah studi dalam penelitian ini adalah di 2 Kelurahan yakni Kelurahan Brondong dan Desa Sedayulawas yang masing-masing terletak di Kecamatan Brondong yang berada di pesisir Utara Kabupaten Lamongan. Karakteristik kawasan Kecamatan Brondong merupakan kawasan permukiman perkotaan dengan kegiatan perikanan sebagai aktifitas dominan bagi daerah yang terletak disepanjang Pantura (permukiman nelayan) sedangkan bagi daerah pedalaman karakteristik yang muncul masih dipengaruhi oleh aktifitas pertanian
(Profil
Kec.Brondong, 2014). Sedangkan Kecamatan Brondong adalah kawasan permukiman yang akan dikembangkan menjadi kawasan permukiman penunjang industri, pariwisata, dan perikanan agar dapat menarik minat investor dalam menanamkan modal di kawasan ini (SPPIP Kabupaten Lamongan, 2012). Namun karena tingkat aktivitas perekonomian yang tinggi menyebabkan meningkatnya jumlah penduduk secara signifikan sehingga menuntut penyediaan kebutuhan permukiman yang lebih baik lagi (SPPIP Kabupaten Lamongan, 2012). Terlihat jumlah nelayan tradisional pada Kecamatan Brondong yang cukup banyak dengan pendapatan yang rendah. Pendapatan tersebut tidak cukup untuk memenuhi keperluan makan ataupun biaya hidup yang lain seperti biaya listrik, 2
biaya sekolah anak, PDAM, dan lainnya. Kondisi tersebut disebabkan kebergantungan nelayan terhadap musim dalam mencari ikan sehingga pendapatannya tidak tentu padahal kebutuhan sehari-hari harus terpenuhi, kemudian adanya degradasi ekosistem laut. Banyaknya trumbuh karang yang rusak serta penurunan jumlah habitat ikan yang disebabkan perilaku nelayan sendiri (Rizki, 2014). Untuk memudahakan akses menuju ke laut para nelayan biasanya membangun rumah yang tidak jauh dari wilayah pesisir, tetapi sering kali bangunan yang ada tidak tertata dengan rapi serta kebersihan lingkungan yang kurang terjaga. Pemahaman tentang pentingnya kebersihan dan keindahan wilayah pesisir utamanya wilayah sekitar pantai masih belum terbangun dengan baik hal ini terlihat di beberapa sudut kecamatan yang mejadikan wilayah pesisir sebagai daerah pembuangan sampah (TPA). Pada akhirnya karena kepadatan penduduk dan ketidak teraturan bangunan inilah yang menyebabkan kesan yang muncul dari kawasan permukiman adalah kesan kumuh (Rizka, 2013). Karakter masyarakatnya yang sangat keras dan sangat heterogen sehingga potensi terjadinya konflik sangat tinggi hal tersebut dipicu oleh pemanfaatan lahan di sekitar pesisir sehingga mengakibatkan konflik pemanfaatan lahan, salah satunya adalah konfik untuk pemukiman (hunian). Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan, ada anggapan bahwa laut merupakan tempat terbuka yang secara bebas mencari ikan tanpa terbatasi oleh kewenangan masing-masing daerah dan wilayah maka sering melalampui batas wilayah tersebut, akibatnya terjadi konflik nelayan antar daerah. Sedang untuk permasalahan lingkungan, hutan mangrove telah banyak mengalami kerusakan akibat konversi lahan pemukiman, pertambakan, pariwisata dan industri. Padahal aspek ekologis merupakan aspek terpenting dalam pengelolaan pesisir dan lautan karena sumberdaya pesisir dan lautan pada prinsipnya sangat terbatas (Iman, 2008). Secara fisik tempat hunian mereka, sebagaian besar permanen dan semi permanen dengan jarak antar bangunan (0 meter) yang sempit dan kondisi jalan yang rusak karena sering dilewati untuk aktivitas mereka dalam mengelola hasil tangkapan. Begitu juga dengan kondisi drainase yang berada di sekitar rumah penduduk sangat kotor, penuh dengan sampah dan limbah rumah tangga akibat 3
belum tersedianya sistem pembuangan untuk limbah pengolahan ikan. Selain itu belum terpenuhinya air bersih terutama air minum secara merata di Kabupaten lamongan seperti di wilayah pantura, hal tersebut terlihat dari presentase jumlah penduduk yang terlayani dengan distribusi jaringan perpipaan PDAM (air bersih), di Kecamatan Brondong kurang dari 30% sehingga dapat dikatakan masih minim (SPPIP Kabupaten Lamongan, 2012). Kondisi pendapatan yang tidak stabil (tidak tetap) mengakibatkan nelayannelayan berada di garis kondisi perekonomian yang tidak baik. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap pemenuhan terhadap sarana dan prasarana bermukim, begitupula dengan perbaikan kuliatas hunian mereka. Berdasarkan fakta-fakta yang telah dikemukakan diatas tentu tidak lagi sesuai dengan konsep dasar Sustainable Coastal Development yang telah dijelaskan sebelumnya, padahal permukiman pesisir akan terus mengalami perkembangan karena posisinya yang strategis. Untuk itu diperlukan suatu konsep pengembangan permukiman pesisir yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan pesisir dan kualitas permukiman yang berada di kawasan pesisir baik fisik maupun non fisik. Konsep pengembangan melalui pendekatan Sustainable Coastal Development kawasan permukiman nelayan di Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan diharapkan mampu meningkatkan kualitas lingkungan kawasan permukiman nelayan sehingga tercipta lingkungan permukiman yang nyaman untuk hidup, berkegiatan ekonomi dan sosial tanpa menyebabkan kerusakan kawasan serta sumberdaya pesisir.
1.2.
Rumusan Masalah Permukiman nelayan di Kecamatan Brondong memiliki potensi yang besar
untuk dikembangakan menjadi permukiman penunjang industri, pariwisata, dan perikanan. Adanya permasalahan sosial, ekonomi serta lingkungan permukiman nelayan yang kurang relevan dengan Sustainable Coastal Development menjadi latar belakang untuk melakukan penelitian mengenai konsep pengembangan dalam meningkatkan kualitas fisik maupun non-fisik kawasan permukiman nelayan di Kecamatan Brondong. Terkait dengan rumusan masalah dalam penilitian ini, maka pertanyaan penelitian adalah apa saja faktor - faktor penyebab 4
kekumuhan di permukiman nelayan Kecamatan Brondong sehingga tidak sesuai dengan konsep Sustainable Coastal Development.
1.3.
Tujuan dan Sasaran Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk merumuskan
konsep
pengembangan kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong melalui pendekatan Sustainable Coastal Development. Sasaran dari penelitian ini adalah : 1.
Mengidentifikasi karakteristik kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong.
2.
Menganalisis faktor-faktor penyebab kekumuhan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong sehingga tidak sesuai dengan konsep Sustainable Coastal Development.
3.
Menganalisis
kriteria
peningkatan
kualitas
lingkungan
kawasan
permukiman nelayan didasarkan kepada prinsip-prinsip Sustainable Coastal Development. 4.
Menyusun
konsep
pengembangan
kawasan
permukiman
nelayan
Kecamatan Brondong.
1.4.
Ruang Lingkup
1.4.1. Ruang Lingkup Wilayah Ruang lingkup wilayah pada penelitian ini yaitu permukiman nelayan yang ada di Kecamatan Brondong, di 2 Kelurahan/Desa yang dideliniasi sebagai wilayah Perkotaan Brondong dan langsung berbatasan dengan laut di pesisir utara Kabupaten Lamongan. Wilayah penelitian berdasarkan batas administrasi dapat dilihat pada Tabel 1.1 di bawah ini. Tabel 1.1. Lingkup Wilayah Studi No 1
Kecamatan Brondong
Kelurahan/Desa Brondong Sedayulawas
5
Adapun batas- batas administrasinya adalah sebagai berikut: Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Timur
: Kecamatan Paciran, Lamongan
Sebelah Selatan
: Desa Sidomukti, Brengkok, Sendangharjo, Sumberagung (Kecamatan Brondong)
Sebalah Barat
: Desa Labuhan (Kecamatan Brondong)
6
Peta 1.1 Peta Ruang Lingkup Wilayah
7
Halaman ini sengaja dikosongkan
8
1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan Penelitian ini lebih difokuskan pada pembahasan tentang konsep Sustainable
Coastal
Development
untuk
kawasan
permukiman
nelayan
Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan. Pembahasan tersebut dapat dilakukan dengan mengidentifikasi data sosial kependudukan, infrastruktur dan fasilitas umum, kondisi sosial budaya, serta kondisi perekonomian di kawasan tersebut yang kemudian dikaji melalui kriteria atau teori Sustainable Coastal Development untuk kawasan permukiman.
1.4.3 Ruang Lingkup Substansi Dalam penelitian ini teori-teori terkait yang akan digunakan antara lain: a.
Teori permukiman
b.
Teori konsep Sustainable Coastal Development
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: Dalam pengembangan bidang keilmuan perencanaan wilayah dan kota, penelitian ini dapat menambah khasanah ilmu dari segi perumahan dan permukiman khususnya pada arahan
kawasan permukiman kumuh di
daerah pesisir pantai. Dengan melakukan penelitian ini, harapannya dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam bidang manajemen perkotaan yang nantinya dapat diterapkan sesuai dengan ranah perencanaan. Dari segi praktisi, penelitian ini diharapakan dapat memberikan solusi mengenai penanganan permukiman kumuh
di Kabupaten Lamongan
khususnya kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong rekomendasi dalam arah tersebut,
dan
penataan permukiman kumuh di wilayah
sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
masukan pemerintah dalam merumuskan dan menyusun kebijakan untuk penataannya.
9
Halaman ini sengaja dikosongkan
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam penelitian konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan di Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan melalui pendekatan Sustainable Coastal Development, digunakan beberapa teori dan pustaka terkait dengan permasalahan yang diangkat sebagai dasar pemahaman dalam penelitian ini. Beberapa pustaka yang akan dibahas mencakup permukiman nelayan, serta pengertian dan prinsip-prinsip dari pendekatan Sustainable Coastal Development. 2.1. Permukiman Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (Masrun, 2009). Sedangkan tempat tinggal menurut Frick (2006) bukan hanya sebuah bangunan dalam arti fisik, melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat. Maka dapat diartikan bahwa permukiman merupakan kawasan yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan, yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak. Pada penelitian ini kajian pustaka terkait permukiman akan dikhususkan kepada kajian mengenai permukiman nelayan beserta karakteristiknya. 2.1.1. Definisi Permukiman Nelayan Parwata (2004) menyatakan bahwa permukiman adalah suatu tempat bermukim manusia yang telah disiapkan secara matang dan menunjukkan suatu tujuan yang jelas, sehingga memberikan kenyamanan kepada penghuninya. Pengertian nelayan menurut Mulyadi (2005), adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal
11
di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya Nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para nelayan biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Komunitas nelayan adalah kelompok orang yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal di desa-desa pantai atau pesisir (Sastrawidjaya 2002). Menurut Syahriartato (2013) permukiman nelayan merupakan lingkungan tempat tinggal dengan sarana dan prasarana dasar yang sebagian besar penduduknya merupakan masyarakat yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan dan memiliki akses dan keterikatan erat antara penduduk permukiman nelayan dengan kawasan perairan sebagai tempat mereka mencari nafkah, meskipun demikian sebagian dari mereka masih terikat dengan daratan. Dari pendapat sumber diatas dari masing-masing sumber baik terkait permukiman maupun nelayan, maka pengertian permukiman nelayan pada penelitian ini adalah lingkungan tempat dimana penduduk tinggal yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan dan pekerjaan lain yang terkait dengan pengolahan dan penjualan ikan, serta memiliki sarana dan prasarana yang mendukung kehidupan dan penghidupan penduduknya sebagai nelayan, khususnya dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan eksplorasi ikan dan pengolahan ikan. 2.1.2 Karakteristik Permukiman Nelayan Karakteristik permukiman nelayan terdiri dari 2 bagian pembahasan. Yang pertama yakni karakteristik fisik permukiman nelayan yaitu teori-teori yang membahas tentang kondisi fisik permukiman nelayan
yang meliputi kondisi
lingkungan permukiman, kondisi sarana dan prasarana yang mendukung, serta tipologi bangunan hunian. Sedangkan yang kedua yakni karakteristik non-fisik permukiman nelayan yang meliputi kondisi ekonomi,sosial, dan budaya masyarakat di permukiman nelayan. 2.1.2.1 Karakteristik Fisik PermukimanNelayan Departemen Pekerjaan Umum Bidang Cipta karya (2012) mengemukakan tentang karakteristik permukiman nelayan. Antara lain: 12
a. Merupakan Permukiman yang terdiri atas satuan-satuan perumahan yang memiliki berbagai sarana dan prasarana yang mendukung kehidupan dan penghidupan penghuninya. b. Berdekatan atau berbatasan langsung dengan perairan, dan memiliki akses yang tinggi terhadap kawasan perairan. c. 60% dari jumlah penduduk merupakan nelayan, dan pekerjaan lainnya yang terkait dengan pengolahan dan penjualan ikan. d. Memiliki berbagai sarana yang mendukung kehidupan dan penghidupan penduduknya sebagai nelayan, khususnya dikaitkan dengan kegiatankegiatan eksplorasi ikan dan pengolahan ikan. Sedangkan karakteristik permukiman nelayan menurut Syahriarto (2013) antara lain: a. Kawasan permukiman yang tersusun atas satuan-satuan lingkungan perumahan b. Kawasan permukiman yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan yang sesuai dengan besaran satuan lingkungan dan ketentuan yang berlaku. c. Kawasan permukiman nelayan harus memenuhi prinsip-prinsip layak huni yaitu memenuhi persyaratan teknis, persyaratan administrasi, maupun persyaratan lingkungan Ciri khas yang melekat pada permukiman nelayan adalah rumah rumah non atau semi permanen, dindingnya terbuat dari papan atau bambu serta atapnya dari seng. Adapula rumah yang dibangun model panggung dan seluruh bahan bakunya dari kayu. Model rumah panggung ini dibuat untuk menghindari banjir saat musim angin Barat (Umbara, 2003). Amri (2001) menyatakan bahwa karakteristik permukiman kumuh nelayan antara lain rumah rumahnya dibangun berimpitan di satu lokasi tertentu yang luasannya sangat minim di sepanjang pantai, adanya polusi udara akibat limbah hasil pengolahan ikan, dan memiliki sistem persampahan yang buruk. Menurut Ramdani dan Ragil (2013) karakteristik permukiman nelayan pada umunya berada pada lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang, kepadatan 13
bangunan sangat tinggi dalam luas lahan yang sangat terbatas, rawan terhadap penyakit sosial dan penakit lingkungan serta kualitas bangunan hunian rendah. Kawasan permukiman di atas air cenderung rapat (kepadatan bangunan tinggidan jarak antar bangunan rapat) dan kumuh (tidak teratur, kotor, dll). Dominasi kawasan perumahan/ permukiman nelayan, yang umumnya kumuhdan belum tertata. Tipologi bangunan menggunakan struktur dan konstruksi sederhana,tradisional dan konvensional, yang kurang memperhitungkan pengaruh angin, tsunami, gempa, dan kemungkinan bencana lainnya ( Winoto; 2006). Pada masing-masing teori dan pustaka terkait karakteristik permukiman nelayan terdapat kesamaan dan perbedaan pendapat. Penjelasan detail akan dijelaskan di tabel berikut: Tabel 2.1. Kajian Pustaka Karakteristik Fisik Permukiman Nelayan No
Sumber Pustaka
1.
DPU Cipta Karya, 2012
2.
Syahriarto, 2013
3.
Umbara, 2003
4.
Amri, 2001
5.
Ramdani dan Ragil. H ,2013
6.
Winoto; 2006
Karakteristik Permukiman Nelayan Merupakan satuan-satuan perumahan yang memiliki berbagai sarana dan prasarana yang mendukung kesidupan sebagai nelayan. Berdekatan atau berbatasan langsung dengan perairan Mata pencaharian sebagian besar penduduk berhubungan dengan ikan. Memiliki sarana yang mendukung kegiatan pengolahan ikan Tersusuh atas satuan perumahan Dilengkapi sengan sarana prasarana yang sesuai Harus memenuhi prinsip layak huni Bangunan rumah semi/non permanen Adapula rumah model panggung untuk mengindari banjir saat musim angin barat Rumah dibangun berimpitan di lahan yang sempit Adanya polusi udara akibat limbah olahan ikan Sistem persampahan buruk Berada di lahan tidak sesuai dengan tata ruang Kepadatan bangunan tinggi Luas lahan sangat terbatas Rawan terhadap penyakit sosial (keamanan) dan penyakit lingkungan Kualitas bangunan hunian rendah Kepadatan bangunan tinggi Kumuh (tidak teratur,kotor) Menggunakan konstruksi sederhana, tradisional dan konvensional yang kurang memperhitungkan bahaya bencana.
Sumber : Hasil Kajian Pustaka, 2015
14
Berdasarkan kajian pustaka diatas pada masing-masing pustaka yang mengemukakan tentang karakteristik permukiman nelayan menurut Syahriarto (2013) dan
DPU Cipta Karya (2012) memiliki kesamaan pendapat bahwa
karakteristik permukiman nelayan yang paling utama yaitu adanya sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan mata pencaharian penduduk sebagai nelayan. Prasarana permukiman nelayan yang dimaksud pada penelitian ini antara lain 1) Jaringan jalan 2) Jaringan air bersih. 3) Jaringan persampahan. 4) Jaringan drainase 5) Jaringan air limbah. Sedangkan sarana pendukung permukiman nelayan yang dimaksud pada penelitian ini antara lain 1) Tempat pelelangan ikan. 2) Tempat penjemuran ikan. 3) Tambatan perahu. Karakteristik yang ditambahkan oleh pendapat Winoto (2013) dan Ramdani dan Ragil (2013) sepakat bahwa rata-rata permukiman nelayan cenderung padat dengan luas lahan yang sangatb terbatas dan kualitas bangunan yang rendah/kumuh. Hal ini didukung juga oleh pendapat Umbara (2003) bahwa bangunan rumah pada permukiman nelayan biasanya semi/non permanen. Selain itu, pendapat lain dikemukakan oleh Amri (2001) bahwa pada permukiman nelayan juga terdapat polusi udara yang dihasilkan akibat limbah pengolahan ikan. Legalitas kepemilikan tanah dan bangunan juga perlu diperhatikan mengacu pada pendapat Ramdani dan Ragil (2013) bahwa permukiman nelayan berada di lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang. Kemudian menurut DPU Cipta Karya (2012) bahwa karakteristik permukiman nelayan yang lain adalah berbatasan langsung dengan perairan dan sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan atau yang berhubungan dengan pengolahan ikan. Dari hasil kajian pustaka mengenai karakteristik yang telah dijelaskan di atas, maka dapat diketahui indikator-indikator karakteristik permukiman nelayan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : Kelengkapan fasilitas pendukung permukiman nelayan. Indikator ini dipilih sejalan dengan pendapat dari kedua pakar yang mengemukakan tentang karakteristik permukiman nelayan yaitu adanya sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan nelayan. Indikator ini dapat dinilai dengan variabel ketersediaan sarana prasarana pendukung permukiman nelayan, kemudahan akses terhadap layanan sarana 15
prasarana pendukung permukiman nelayan, dan kualitas sarana prasarana pendukung permukiman nelayan Kualitas bangunan hunian. Indikator ini dipilih berdasarkan pendapat Winoto (2013), Ramdani dan Ragil (2013) bahwa permukiman nelayan cenderung memiliki kualitas bangunan hunian yang rendah. Maka indikator ini dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik dari permukiman nelayan dalam penelitian ini.indikator tersebut dapat dinilai dengan variabel penggunaan material bangunan, luasan bangunan, dan status legalitas bangunan. Kualitas lingkungan permukiman nelayan. Indikator ini dipilih terkait pendapat Amri (2001) yang mengemukakan bahwa di lingkungan permukiman nelayan terdapat polisi udara yang tercemar akibat limbah dari hasil pengolahan ikan. Selain itu juga didukung pendapat pakar yang mengemukakan bahwa kawasan pesisir adalah kawasan yang rawan akan bencana. Indikator ini dapat diukur dengan variabel frekwensi terjadinya bencana, tingkat pencemaran lingkungan serta tingkat keamanan. Tabel 2.2 Indikator Karakteristik Fisik Permukiman Nelayan
Kualitas hunian
bangunan
Variabel Ketersediaan sarana prasarana pendukung permukiman nelayan Kemudahan akses terhadap sarana prasarana pendukung permukiman nelayan Kualitas sarana prasarana pendukung permukiman nelayan Pengunaan material bnagunan Luasan bangunan Status legalitas bangunan
Kualitas lingkungan permukiman nelayan
Frekwensi terjdinya bencana Tingkat keamanan
Indikator Penelitian Kelengkapan fasilitas pendukung permukiman nelayan
Sumber : Hasil Kajian Pustaka, 2015
16
2.1.2.2 Karakteristik Non-Fisik Permukiman Nelayan Menurut Hadi (2000:73) beberapa ciri masyarakat nelayan yaitu kondisi sosial ekonomi yang rendah, pendidikan yang rendah, fasilitas sarana dan prasarana yang masih kurang, hunian liar (squatters), kumuh (slum). Kehidupan nelayan berada pada lingkungan keterbatasan dan kemiskinan yang
dibatasi
oleh
mobilitas
usaha
dan
ketidakpastian
usaha
karena
ketergantungan terhadap musim. Kondisi ini menyebabkan pendapatan nelayan sangat fluktuatif. Selain itu, pendapatan nelayan juga sangat ditentukan oleh pemilikan kekayaan khususnya penguasaan alat tangkap berupa perahu atau kapal beserta perangkatnya. Ciri lain yang melekat pada rumah tangga nelayan meliputi: 1) rumah dan barang yang dimiliki terbatas dan sangat sederhana, 2) tingkat kesehatan dan pendidikan rendah, 3) produktivitas kerja rendah, 4) keterampilan kurang memadai, dan 5) kurang dapat mengikuti pembaharuan dan kurang memperoleh kesempatan berperan serta dalam pembangunan (Waspodo, 2003). Perekonomian nelayan ditandai dengan adanya pendapatan yang rendah dan sangat terbatas, padahal mata pencaharian di laut bertarung dengan nyawa serta merupakan pekerjaan yang berat dan keras. Kondisi ini disebabkan pendapatan utama dari produksi hasil laut yang masih konvensional. Penyebab lainnya adalah tata niaga perikanan yang kurang mendukung. Pada saat ikan melimpah harga ikan cenderung merosot, diluar musim tangkapan ikan rendah. (Umbara 2003). Walaupun tingkat ekonomi nelayan rendah namun mereka memiliki kegotong royongan yang kental (Umbara, 2003). Menurut Budiharjo (2006) nilai sosial yang berlaku dikalangan masyarakat berpenghasilan rendah adalah keakraban yang besar diantara mereka, sehingga kedekatan fisik bangunan meninggalkan kesan perasaan bersatu dan jarak bangunan yang terlalu dekat menimbulkan kesan yang ramai. Selain itu masih adanya atau tingginya semangat gotong royong diantara mereka, sistem kekeluarga besar ( big family) dan extended family tidak dapat dihindarinya, akibatnya penghuni berjejal jejal dalam satu rumah serta ikatan kekeluragaan yang erat membentuk pola tersendiri dalam cara bermukim.
17
Menurut Suprijanto (2000; 16) karakteristik ekonomi sosial, budaya dari kota tepi pantai, tempat berkembangnya permukiman nelayan adalah sebagai berikut: 1. Memiliki keungulan lokasi yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi 2. Penduduk mempunyai kegiatan sosial-ekonomi yang berorientasi ke air dan darat 3. Rata-rata penduduk golongan ekonomi lemah, dengan latar belakang pendidikan terbatas 4. Pengetahuan akan lingkungan sehat cenderung masih kurang, terjadi kebiasaan tidak sadar akan lingkungan serta cenderung kurang memperhatikan bahaya dan resiko 5. Terdapat peninggalan sejarah dan budaya 6. Terdapat masyarakat yang secara tradisi terbiasa hidup diatas air. Terdapat pula budaya/tradisi pemanfaatan perairan sebagai sarana transportasi utama 7. Merupakan
kawasan
terbuka
(akses
langsung),
sehingga
tingkat
keamanannya cenderung rendah. Kondisi sosial masyarakat nelayan ditandai dengan tingganya angka kelahiran (fertilitas). Tingginya tingkat kelahiran ini dipengaruhi oleh adanya kecenderungan menikah di usia muda dan kurang berhasilnya program keluarga berencana (KB) (Umbara, 2003). Para nelayan memiliki tradisi tidak bekerja pada hari jumat dan hari-hari yang bertepatan dengan tanggal 1 Muharram. Pada peringatan 1 Muharram merekan akan melakukan tradisi upacara labuh laut, yaitu tradisi membuat sesaji untuk dibuang ke tengah laut sebagai pujian atas rejeki yang mereka terima dan doa agar selamat dalam bekerja dilaut (Umbara, 2003). Tabel 2.3. Kajian Pustaka Karakteristik Non-Fisik Permukiman Nelayan No
Sumber Pustaka
1.
Hadi (2000:73)
2.
Waspodo (2003)
Karakteristik Non-Fisik Permukiman Nelayan Kondisi sosial ekonomi serta pendidikan masyarakat permukiman cenderung rendah, terdapat hunian liar serta terkesan kumuh. Kehidupan nelayan berada pada garis kemiskinan disebabkan
18
No
Sumber Pustaka
3.
Umbara 2003
4.
Umbara 2003
5.
Budiharjo (2006)
6.
Suprijanto (2000; 16)
7.
Umbara (2003)
8.
Umbara (2003)
Karakteristik Non-Fisik Permukiman Nelayan oleh pendapatan yang tidak pasti karena ketergantungan pada kondisi laut yang berubah-ubah. Selain itu endapatan nelayan juga ditentukan oleh kepemilikan aset berupa alat tangkap. Selain itu ciri kehidupan masyarakat nelayan antara lain 1) rumah dan barang yang dimiliki terbatas dan sangat sederhana, 2) tingkat kesehatan dan pendidikan rendah, 3) produktivitas kerja rendah, 4) keterampilan kurang memadai, dan 5) kurang dapat mengikuti pembaharuan dan kurang memperoleh kesempatan berperan serta dalam pembangunan Pendapatan masyarakat nelayan rendah disebabkan oleh tata niaga perikanan yang kurang mendukung Masyarakat nelayan memiliki rasa gotong royong yang tinggi. Nilai sosial yang berlaku dikalangan masyarakat berpenghasilan rendah adalah keakraban yang besar diantara mereka sehinga memiliki kebiasaan saling gotong royong yang rasa kekeluargaan yang kental. Lingkungan berpotensi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, kegiatan sosial ekonomi masyarakat nelayan berorientasi darat dan laut, kondisi ekonomi lemah dan berpendidikan rendah, pengetahuan yang kurang akan lingkungan sehat, terdapat peninggalan sejarah dan budaya, terdapat tradisi terbiasa hidup diatas air, merupakan kawasan dengan tingkat keamanan rendah Tingginya angka kelahiran dipengaruhi kecenderungan menikah di usia muda dan kurang berhasilnya KB. Memiliki tradisi tidak bekerja pada hari jumat dan harai hari yang bertepatan dengan 1 muharram.
Sumber : Hasil Kajian Pustaka, 2015
Berdasarkan kajian pustaka diatas, karakteristik non fisik permukiman nelayan ialah karakteristik yang mencakup kehidupan masyarakat nelayan itu sendiri yang mencakup aspek ekonomi, sosial dan budaya. Dalam aspek ekonomi, pendapat Hadi (2000), Waspodo (2003), Suprijanto (2000; 16), dan Umbara (2003) memiliki kesamaan. Mereka sepakat bahwa kehidupan perekonomian masyarakat nelayan cenderung rendah dan berada di garis kemiskinan. Hal ini menurut Waspodo (2003) disebabkan oleh kondisi laut yang tidak pasti, sehingga pendapatan nelayan pun tidak pasti. Inilah yang menjadi penyebab utama kekumuhan di permukiman nelayan. Dalam aspek sosial, Hadi (2000) dan Waspodo (2003) menyebutkan ratarata masyarakat nelayan berpendidikan rendah sehingga pengetahuan masyarakat 19
cenderung kurang mengenai lingkungan yang sehatserta kurang memperhatikan bahaya dan resiko karena terjadinya kebiasaan tidak sadar akan lingkungan seperti yang diungkapkan oleh Suprijanto (2000; 16). Selain itu Umbara (2003) menambahkan, tingkat kelahiran pada permukiman nelayan yang tinggi dikarenakan kecenderungan menikah pada usia muda menyebabkan meningkatnya kepadatan penduduk dalam kawasan permukiman nelayan. Namun tingginya tingkat kepadatan penduduk ini memiliki nilai positif yaitu tingginya rasa kekeluargaan serta saling gotong royong dalam kehidupan masyarakat nelayan seperti yang telah dikemukakan oleh Budiharjo (2006) dan Umbara (2003). Dalam aspek budaya, masyarakat nelayan memiliki budaya dan tradisi tersendiri yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya yakni tidak bekerja pada hari jumat dan hari-hari yang bertepatan dengan 1 Muharram, hal ini dikemukakan oleh Umbara (2003). Dari kajian pustaka mengenai karakteristik kehidupan masyarakat nelayan yang telah dijelaskan diatas, maka didapatkan indikator karakteristik kehidupan masyarakat nelayan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
Tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat nelayan. Indikator ini dipilih sejalan pendapat pakar bahwa kehidupan ekonomi masyarakat nelayan cenderung berada dalam garis kemiskinan. Indikator ini dapat dinilai dengan variabel ragam mata pencaharian masyarakat, tingkat pendapatan masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat.
Karakteristik sosial masyarakat nelayan. Indikator ini dipilih untuk mengetahui
bagaimana
kehidupan sosial
masyarakat
nelayan.
Indikator ini dapat diukur dengan variabel jumlah anggota dalam 1 KK, jumlah 1 KK dalam 1 rumah,
tingkat pelayanan kesehatan,
tingkat partisipasi masyarakat dan tingkat keterlibatan masyarakat dalam organisasi.
Ragam tradisi masyarakat nelayan. Indikator ini dipilih sejalan dengan pendapat Umbara (2003) yang menyatakan bahwa masyarakat nelayan biasanya memiliki tradisi atau ritual ritual khusus yang berbeda dari masyarakat pada umumnya. Indikator ini dapat diukur dengan variabel 20
jenis tradisi/ritual yang dimiliki masyarakat nelayan dan frekwensi melakukan tradisi/ritual dalam setahun. Tabel 2.4 Indikator Karakteristik Non Fisik Permukiman Nelayan Indikator Penelitian Tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat nelayan Karakteristik sosial masyarakat nelayan
Ragam tradisi masyarakat nelayan
Variabel Ragam mata pencaharian masyarakat Tingkat pendapatan masyarakat Tingkat pendidikan masyarakat Jumlah anggota dalam 1 KK Jumlah KK dalam 1 rumah Tingkat pelayanan kesehatan Tingkat pasrtisipasi masyarakat Tingkat keterlibatan masyarakat dalam organisasi Jenis tradisi/ritual yang dimiliki masyarakat nelayan Frekwensi melakukan tradisi/ritual dalam setahun.
Sumber : Hasil Kajian Pustaka, 2015
2.2 Sustainable Coastal Development 2.2.1 Definisi Sustainable Coastal Development Menurut Wiyana (2004), Suatu kegiatan pembangunan kawasan pesisir dikatakan keberlanjutan, apabila kegiatan pembangunan secara ekonomis, ekologis dan sosial politik bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan secara ekonomi berarti
bahwa
suatu
kegiatan
pembangunan harus dapat
pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan capital
membuahkan
(capital maintenance), dan
penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara ekologis
mengandung
arti,
bahwa
kegiatan
dimaksud
harus
dapat
mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga diharapkan pemanfaatan sumberdaya dapat berkelanjutan. Sementara itu, berkelanjutan secara sosial politik mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat (dekratisasi), identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan.
21
Pembangunan
berkelanjutan
(sustainable
development)
merupakan
pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhan
mereka, sebagai suatu proses perubahan dimana pemanfaatan sumberdaya, arah investasi, orientasi pembangunan dan perubahan kelembagaan selalu dalam keseimbangan dan secara sinergis saling memperkuat potensi masa kini maupun masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia (Brundtland dalam Budihardjo & Sujarto, 1999). Menurut Kay dan Alder (1999) dapat diartikan bahwa wilayah pesisir adalah wilayah yang merupakan tanda atau batasan wilayah daratan dan wilayah perairan yang mana proses kegiatan atau aktivitas bumi dan penggunaan lahan masih mempengaruhi proses dan fungsi kelautan. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering, maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang
surut, angin laut, dan
perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran Dari pendapat pakar diatas pada masing-masing sumber baik terkait pembangunan berkelanjutan maupun wilayah pesisir, maka pengertian sustainable coastal development atau pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan pada penelitian ini yaitu pembangunan secara keberlanjutan suatu wilayah yang merupakan pertemuan daratan dan lautan sehingga harus memperhatiakan keberlajutan ekologi yaitu memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity) yang meliputi ekosistem darat dan laut, keberlanjutan ekonomi yaitu harus membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan capital
(capital maintenance), dan
penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien, dan keberlajutan sosial yaitu pembangunan yang melibatkan partisipasi masyarakat setempat.
22
2.2.2 Prinsip Sustainable Coastal Development Pawlukiewic, Perema Katari Gupta, and Carl Koelbel dalam bukunya Ten Principles for Coastal Development (2007) menyatakan ada 10 prinsip dalam pembangunan pesisir secara keberlanjutan, antara lain: 1. Meningkatkan nilai kawasan dengan melindungi dan melestarikan alam. 2. Mengidentifikasi bahaya dan mengurangi kerentanan terhadap bencana
alam. 3. Menerapakan penilaian yang komperensif pada kawasan. 4. Menurunkan resiko dengan menigkatkan standar dalam penentuan tapak
dan konstruksi. 5. Mengadopsi praktek-praktek yang telah berhasil menangani kondisi pesisir
yang dinamis 6. Menggunakan insentif berbasis pasar untuk mendorong pembangunan
yang tepat. 7. Mengatasi masalah pemerataan social dan ekonomi 8. Menyeimbangkan hak akses publik dan menggunakan hak milik pribadi. 9. Melindungi sumberdaya air di pantai 10. Berkomitmen untuk mempertahankan kawasan pesisir.
Menurut White Paper for Sustainable Coastal Development (2000) prinsip pada Sustainable Coastal Development antara lain: 1. Aset nasional. Kawasan pesisir harus dipertahankan sebagai aset nasional dengan hak publik untuk mengakses dan memanfaatkan berbagai peluang yang diberikan oleh sumberdaya pesisir 2. Pembangunan ekonomi. Peluang pembangunan ekonomi kawasan pesisir harus dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan untuk menjamin kesejahteraan komunitas di kawasan pesisir. 3. Pemerataan sosial. Upaya pengelolaan pesisir harus memastikan semua orang, termasuk generasi masa depan memperoleh hak asasinya sebagai manusia, kesetaraan dan kebebasan. 4. Integritas ekologi. Keberagaman, kualitas, dan produktifitas dari ekosistem pesisir harus dipertahankan, mana yang sesuai, kemudian direhabilitasi. 23
5. Holisme. Kawasan pesisir harus diperlakukan seperti sebuah sistem khusus yang menyatu, mengakui keterkaitan antara pengguna pesisir dengan ekosistem, dan antara daratan, laut, serta udara. 6. Penghindaran resiko serta pencegahannya. Upaya pengelolaan kawasan pesisir harus mengadopsi pendekatan dalam menghindari risiko dan pencegahan dalam kondisi ketidakpastian. 7. Akuntabilitas dan tanggung jawab. Pengelolaan kawasan pesisir merupakan tanggung jawab bersama. Semua orang memiliki tanggung jawab atas konsekuensi dari tindakannya, termasuk tanggung jawab finansial apabila terjadi dampak negatif. 8. Perawatan. Semua orang dan organisasi harus bertindak
dengan
kepedulian untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan pesisir dan sumberdaya pesisir. 9. Integrasi dan partisipasi. Sebuah pendekatan pengelolaan pesisir terpadu harus dibangun dan dilakukan secara pastisipatif, inklusif dan transparan. 10. Pemerintahan yang kooperatif. Kerjasama antara pemerintah, private sector serta masyarakat sipil harus dibangun untuk memastikan tanggung jawab dalam pengelolaan kawasan pesisir serta untuk memberdayakan stakeholder agar berpartisipasi lebih efektif lagi. Haris (2000) dalam Fauzi (2004) melihat bahwa prinsip konsep keberlajutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman 1.
Keberlajutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlajutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri.
2.
Keberlajutan lingkungan: Sistem keberlanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. 24
3.
Keberlajutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik. Menurut Muttaqiena (2009), perencanaan pembangunan pesisir secara
terpadu harus memperhatikan tiga prinsip pembangunan berkelanjutan untuk pengelolaan wilayah pesisir yang dapat diuraikan sebagai berikut ; 1.
Instrumen ekonomi lingkungan telah menjadi bagian dari pengambilan keputusan, yang memasukkan parameter lingkungan untuk melihat analisis biaya manfaat (cost benefit analysis). Misalnya pembangunan pabrik di wilayah pesisir harus memperhitungkan tingkat pencemarannya terhadap laut, perlunya pengelolaan limbah ikan di Tempat Pelelangan Ikan, dan lain-lain.
2.
Isu lingkungan seperti konservasi keanekaragaman hayati menjadi perhatian utama dalam pengambilan keputusan.
3.
Pembangunan berkelanjutan sangat memperhatikan kualitas hidup manusia pada saat sekarang dan masa yang akan datang, termasuk didalamnya adalah sarana pendidikan bagi masyarakat pesisir, penyediaan fasilitas kesehatan dan sanitasi yang memadai, dan mitigasi bencana. Pustaka dari beberapa sumber diatas memiliki beberapa kesamaan sudut
pandang. Kesamaan ini akan dijelaskan lebih detail pada tabel berikut: Tabel 2.5. Kajian pustaka prinsip Sustainable Coastal Development No
Sumber Pustaka
Prinsip Sustainable coastal development
1.
Pawlukiewic, Perema Katari Gupta, and Carl Koelbel (2007)
Melindungi dan melestarikan alam. Mitigasi bencana. Menerapakan penilaian yang komperensif pada kawasan. Menurunkan resiko dengan menigkatkan standar dalam penentuan tapak dan konstruksi. Mengadopsi praktek-praktek yang telah berhasil menagani kondisi pesisir yang dinamis Menggunakan insentif berbasis pasar untuk mendorong pembangunan yang tepat. Mengatasi masalah pemerataan sosial dan ekonomi Menyeimbangkan hak akses publik dan menggunakan hak milik pribadi. Melindungi sumberdaya air di pantai Berkomitmen untuk mempertahankan kawasan pesisir.
25
No
Sumber Pustaka
2.
White Paper for Sustainable Coastal Development (2000)
3.
Haris (2000)
4.
Muttaqiena (2009)
Prinsip Sustainable coastal development Kawasan pesisir harus dipertahankan sebagai aset nasional. Peluang pembangunan ekonomi kawasan pesisir harus dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Upaya engelolaan pesisir harus memastikan semua orang, termasuk generasi masa depan memperoleh hak asasinya. Keberagaman, keberadaan, dan produktifitas dari ekosistem pesisir harus dipertahankan. Kawasan pesisir harus diperlakukan seperti sebuah sistem khusus yang menyatu, mengakui keterkaitan antara pengguna pesisir dengan ekosistem, dan antara daratan, laut, serta udara. Mitigasi bencana. Pengelolaan kawasan pesisir merupakan tanggung jawab bersama. Semua orang dan organisasi harus bertindak dengan kepedulian untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan pesisir dan sumberdaya pesisir. Partisipasi seluruh stakeholder Pemerintahan yang kooperatif. Keberlajutan ekonomi yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu Keberlajutan lingkungan: Sistem keberlanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Keberlajutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik. Instrumen ekonomi lingkungan telah menjadi bagian dari pengambilan keputusan Isu lingkungan seperti konservasi keanekaragaman hayati menjadi perhatian utama dalam pengambilan keputusan Memperhatikan kualitas hidup manusia pada saat sekarang dan masa yang akan datang, termasuk didalamnya adalah sarana pendidikan bagi masyarakat pesisir, penyediaan fasilitas kesehatan dan sanitasi yang memadai, dan mitigasi bencana.
Sumber : Hasil Kajian Pustaka, 2015
Dari kajian teori dan pustaka mengenai prinsip Sustainable Coastal Development diatas, berdasarkan pemaparan teori-teori mengenai prinsip Sustainable Coastal Dvelopment menurut pendapat para pakar terdapat kesamaan pendapat mengenai pembangunan kawasan pesisir yang berkelanjutan haruslah mempertimbangkan kelestarian lingkungannya mengingat kawasan pesisir adalah kawasan dengan kekayaan ragam hayati yang hidup didalamnya. Selain itu ditambahkan oleh Pawlukiewic, Perema Katari Gupta, and Carl Koelbel (2007) , 26
muttaqiena (2009) serta
White Paper for Sustainable Coastal Development
(2000) bahwa mitigasi bencana juga perlu diperhatikan karena kondisi kawasan pesisir yang sangar rawan terhadap bencana seperti banjir, gelombang tinggi dll. Dari semua sumber memaparkan bahwa keunggulan kawasan sesisir berada pada kekayaan akan sumberdaya lautnya sehingga sumberdaya ini harus dimanfaatkan dengan sangat baik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pesisir. Namun tetap memperhatikan kebutuhan untuk generasi masa yang akan datang. Pawlukiewic, Perema Katari Gupta, and Carl Koelbel (2007) menyatakan salah satu prinsip pembangunan kawasan pesisir berkelanjutan yaitu adanya pemerataan sosial dan penyetaraan hak asasi manusia. Hal ini juga didukung oleh teori yang dikemukakan White Paper for Sustainable Coastal Development (2000) serta Haris (2000) bahwa semua pihak bertanggung jawab atas pengelolaan kawasan pesisir untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan pesisir dan kekayaan sumberdayanya. White Paper for Sustainable Coastal Development (2000) menambahkan prinsip krusial selanjutnya adalah adanya pemerintahan yang kooperatif. Yang dimaksudkan disini ialah pemerintahan yang menjaga kerjasamanya dengan private sector dan masyarakat sipil dalam upaya pengembangan kawasan pesisir. Sehingga pembangunan akan lebih mudah dijalankan dengan kerjasama semua sektor. Dari kajian teori mengenai prinsip Sustainable Coastal Development yang telah dijelaskan diatas, maka
didapatkan indikator prinsip pada Sustainable
Coastal Development yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Kelestarian lingkungan permukiman. Indikator ini dipilihi karena pada pengembangan kawasan permukiman nelayan yang ada di pesisir pada prinsipnya harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Hal ini terkait kondisi kawasan pesisir yang memiliki banyak keanekaragaman hayati dan rentan akan kerusakan lingkungan. Indikator ini dapat dinilai dengan variabel kebersihan lingkungan kawasan permukiman nelayan, jenis kegiatan konservasi alam, kegiatan perikanan ramah lingkungan, ketersediaan pengolahan limbah perikanan. 2. Tingkat mitigasi bencana. Indikator ini dipilih sejalan dengan pendapat para pakar yang memaparkan tentang kerentanan kawasan pesisir terhadap 27
bencana seperti, bajir, gelombang laut pasang dll. Indikator ini dapat dinilai dengan variabel adanya ekosistem pesisir yang menangkal bencana, adanya upaya identifikasi dan penguranan kerentanan terhadap bencana. 3. Kelembagaan. Indikator ini dipilih sejalan dengan pendapat pakar yang mengemukakan tentang keterlibatan semua pihak dalam pembangunan kawasan pesisir berkelanjutan. Maka disini tentu ada lembaga-lembaga yang terkait, indikator ini dapat dinilai dengan variabel dukungan kebijakan pengembangan permukiman nelayan dan Keberadaan komunitas sosial. Tabel 2.6 Indikator prinsip Sustainable Coastal Develpment
Indikator Penelitian Kelestarian Lingkungan
Tingkat mitigasi bencana
Kelembagaan permukiman nelayan
Variabel Kebersihan lingkungan kawasan permukiman nelayan Jenis kegiatan konservasi alam Kegiatan perikanan ramah lingkungan Ketersediaan pengolahan limbah perikanan Adanya ekosistem pesisir yang menangkal bencana Adanya upaya identifikasi bencana dan pengurangan kerentanan terhadap bencana Dukungan kebijakan pengembangan permukiman nelayan Keberadaan komunitas sosial
Sumber : Hasil Kajian Pustaka, 2015
2.3.
Sintesa Kajian Pustaka
Permukiman nelayan merupakan lingkungan tempat dimana penduduk tinggal yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan dan pekerjaan lain yang terkait dengan pengolahan dan penjualan ikan, serta memiliki sarana dan prasarana yang mendukung kehidupan dan penghidupan penduduknya sebagai nelayan, khususnya dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan eksplorasi ikan dan pengolahan
ikan.
Dalam
mengidentifikasi
penyebab
kekumuhan
pada
permukiman nelayan dapat dilakukan melalui indentifikasi aspek-aspek berikut:
28
Aspek fasilitas pendukung permukiman nelayan. Didapatkan indikator bahwa salah satu karakteristik permukiman nelayan yaitu adanya sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan nelayan. Indikator ini dapat
dinilai
dengan
variabel
ketersediaan
sarana
prasarana
pendukung permukiman nelayan, kemudahan akses terhadap layanan sarana prasarana pendukung permukiman nelayan, dan kualitas sarana prasarana pendukung permukiman nelayan Aspek bangunan hunian. Didapatkan indikator bahwa permukiman nelayan cenderung memiliki kualitas bangunan hunian yang rendah. Maka indikator ini dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik dari permukiman nelayan dalam penelitian ini. Indikator tersebut dapat dinilai dengan variabel penggunaan material bangunan, luasan bangunan, dan status legalitas bangunan. Aspek lingkungan permukiman nelayan. Didapatkan indikator bahwa di lingkungan permukiman nelayan terdapat polisi udara yang tercemar akibat limbah dari hasil pengolahan ikan dan
kawasan
pesisir yang merupakan kawasan rawan akan bencana. Indikator ini dapat dinilai dengan variabel frekwensi terjadinya bencana, serta tingkat keamanan.
Aspek tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat nelayan. Didapatkan indikator bahwa kehidupan ekonomi masyarakat nelayan cenderung berada dalam garis kemiskinan. Indikator ini dapat dinilai dengan variabel ragam mata pencaharian masyarakat, tingkat pendapatan masyarakat, tingkat pendidikan masyarakat.
Aspek karakteristik sosial masyarakat nelayan. Didapatkan indikator untuk mengetahui bagaimana kehidupan sosial masyarakat nelayan. Indikator ini dapat diukur dengan variabel jumlah anggota dalam 1 KK, jumlah KK dalam 1 rumah, tingkat pelayanan kesehatan, tingkat partisipasi masyarakat dan tingkat keterlibatan masyarakat dalam organisasi.
Aspek ragam tradisi masyarakat nelayan. Didapatkan indikator bahwa masyarakat nelayan biasanya memiliki tradisi atau ritual ritual khusus 29
yang berbeda dari masyarakat pada umumnya. Indikator ini dapat diukur dengan variabel jenis tradisi/ritual yang dimiliki masyarakat nelayan dan frekwensi melakukan
Aspek kelestarian lingkungan permukiman. Didapatkan indikator karena pada pengembangan kawasan permukiman nelayan yang ada di pesisir pada prinsipnya harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Indikator ini dapat dinilai dengan variabel kebersihan lingkungan kawasan permukiman nelayan, jenis kegiatan konservasi alam, kegiatan perikanan ramah lingkungan, ketersediaan pengolahan limbah perikanan.
Aspek tingkat mitigasi bencana.didapatkan indikator bahwa kawasan pesisir yang rentan terhadap bencana seperti, bajir, gelombang laut pasang dll. Indikator ini dapat dinilai dengan variabel adanya ekosistem pesisir yang menangkal bencana, adanya upaya identifikasi dan penguranan kerentanan terhadap bencana
Aspek kelembagaan. Didapatkan indikator bahwa keterlibatan semua pihak
sangat
penting
dalam
pembangunan
kawasan
pesisir
berkelanjutan. Maka disini tentu ada lembaga-lembaga yang terkait. Indikator ini dapat dinilai dengan variabel dukungan kebijakan pengembangan permukiman nelayan dan Keberadaan komunitas sosial
2.4.
Indikator dan Variabel Penelitian Variabel penelitian tersebut diperoleh dari indikator-indikator yang
ditemukan dalam kajian pustaka. Didalam indikator tersebut terdapat beberapa komponen yang relevan untuk diobservasi pada wilayah penelitian terkait pengembangan kawasan permukiman nelayani. Sehingga komponen tersebut dapat dijadikan sebagai variabel penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut. Tabel 2.7 Indikator dan Variabel Penelitian No 1
Tinjauan Pustaka Karakteristik Permukiman Nelayan
Indikator Kelengkapang fasilitas pendukung permukiman nelayan
30
Variabel Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung permukiman nelayan
No
Tinjauan Pustaka
Indikator
Kualitas banguna hunian
Kualitas lingkungan Permukiman nelayan 2
Karakteristik non fisik Masyarakat Nelayan
Tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat nelayan
Karakteristik sosial masyarakat
Ragam tradisi masyarakat nelayan
3
Prinsip Sustainable Coastal Development
Kelestarian lingkungan
Tingkat mitigasi bencana
31
Variabel Sarana: Tempat pelelangan ikan Tempat penjemuran ikan Tambatah perahu Prasarana Jaringan jalan Jaringan air bersih Jaringan persampahan Jaringan drainase Jaringanair limbah Kemudahan akses terhadap sarana dan prasarana pendukung Kualitas sarana dan prasarana pendukung Pengunaan material bangunan Luasan bangunan Status legalitas bangunan Frekwensi terjdinya bencana Tingkat keamanan Ragam matapencaharian masyarakat Tingkat pendapatan masyarakat Tingkat pendidikan masyarakat Jumlah anggota dalam 1 KK Jumlag KK dalam 1 rumah Tingkat pelayanan kesehatan Tingkat partisipasi masyarakat Tingkat keterlibatan masyarakat dalam organisasi Jenis tradisi/ritual yang dimiliki masyarakat nelayan Frekwensi melakukan tradisi/ritual dalam setahun Kebersihan lingkungan permukiman nelayan Jenis kegiatan konservasi alam Kegiatan perikanan ramah lingkungan Ketersediaan pengolahan limbah perikanan Adanya ekosistem pesisir yang menangkal bencana Adanya upaya identifikasi
No
Tinjauan Pustaka
Indikator
Kelembagaan permukiman nelayan
Sumber : Hasil Kajian Pustaka, 2015
32
Variabel bencana dan pengurangan kerentanan terhadap bencana Dukungan kebijakan terkait pengembangan permukiman nelayan Keberadaan komunitas sosial
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan metode yang digunakan dalam penelitian “Konsep Pengembangan Kawasan Permukiman Nelayan di Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan melalui Pendekatan Sustainable Coastal Development.” Metode
tersebut
digunakan
sebagai
dasar
dalam
menentukan
arahan
pengembangan kawasan permukiman nelayan sesuai dengan prinsip-prinsip pendekatan Sustainable Coastal Development sehingga diharapkan mampu menciptakan lingkungan permukiman yang berkualitas baik dalam aspek ekonomi, ekologi, maupun sosial. Dalam menentukan metode penelitian harus disesuaikan dengan tujuan dan sasaran penelitian yang akan dicapai. Pada paparan ini pembahasannya meliputi sifat penelitian, pendekatan penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis, beserta tahapan-tahapan dalam proses penelitian. 3.1
Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
rasionalistik dimana dalam pendekatan tersebut kebenaran bersumber pada teori dan fakta empirik. Pendekatan rasionalistik adalah suatu pendekatan yang memiliki
karakteristik
penggunaan
rasio
dalam
penyusunan
kerangka
konseptualisasi teoritik dan dalam pemberian makna (interpretasi) hasil penelitian (Muhadjir, 2004). Penelitian ini diawali persiapan penelitian dengan melakukan kajian teori dan kajian empirik yang berkaitan dengan kawasan permukiman nelayan, kawasa pesisir dan konsep Sustainable Coastal Development. Kemudian dari kajian tersebut dapat dirumuskan indikator dan variabel penelitian. Selanjutnya, metode yang digunakan dalam pendekatan adalah metode empirical analysis yang menempatkan teori sebagai batasan lingkup dan theoritical analysis yang menggunakan teori-teori tersebut dalam penentuan faktor-faktor pengembangan kawasan permukiman nelayan. 33
Tahapan terakhir merupakan generalisasi hasil dengan tujuan untuk menarik kesimpulan berupa konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan. Konsep pengembangan ini berdasarkan hasil analisa kondisi eksisting dan fakta empiri yang terkait serta berdasarkan landasan teori mengenai kebutuhan dalam mengembangkan kawasan permukiman nelayan. 3.2
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif-kualitatif. Penelitian
deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir, 1988). Penelitian kualitatif menurut Bernard (2000) merupakan salah satu penelitian dengan tahapan yang lebih membutuhkan penyesuaian seperti tidak terfokus pada pada pelibatan perhitungan yang erat kaitannya dengan data numerik, tetapi lebih berdasar kepada informasi yang terekspresikan melalui kata-kata. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta dilapangan. Penelitian deskriptif-kualitatif bertujuan untuk mengangkat fakta, keadaan, variabel, dan fenomena-fenomena yang terjadi ketika penelitian berlangsung dan menyajikannya apa adanya. Penelitian deskriptif menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan situasi yang terjadi, sikap dan pandangan yang menggejala di masyarakat, hubungan antarvariabel, pertentangan dua kondisi atau lebih, pengaruh suatu kondisi, perbedaan antar fakta, dan lain-lain. 3.3
Variabel Penelitian Berdasarkan hasil sintesa dari kajian pustaka, didapatkan variabel-variabel
yang akan digunakan dalam penelitian. Variabel-variabel tersebut dipilih berdasarkan kesesuaian variabel terhadap objek yang diteliti. Variabel penelitian adalah dasar dari suatu penelitian yang merupakan gambaran awal dari hasil penelitian.
34
1
No
Mengidentifikasi karakteristik permukiman nelayan Kecamatan Brondong
Sasaran
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
Tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat
Permukiman nelayan
Kualitas lingkungan
Kualitas banguna hunian
Kelengkapang fasilitas pendukung permukiman nelayan
Indikator
Baik/buruknya kualitas saranaprasarana pendukung permukiman Jenis material yang digunakan unruk membagun hunian di permukiman nelayan
Kualitas sarana dan prasarana pendukung Pengunaan bangunan
35
Ragam matapencaharian masyarakat
Tingkat keamanan
Jenis-jenis mata pencaharian masyarakat di permukman nelayan yang berhubungan dengan
Tingkat keamana pada lingkungan kawasan permukiman nelayan
Seberapa sering terjadi bencana di lingkungan kawasan permukiman nelayan
Status legalitas bangunan hunian di permukiman nelayam
Status legalitas bangunan Frekwensi terjdinya bencana
Luasan bangunan hunian di permukiman nelayan
Luasan bangunan
material
Jarak tempuh dari area permukiman ke sarana prasarana pendukung permukiman
Prasarana permukiman nelayan berupa jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan persampahan, jaringan drainase dan jaringan air limbah
Ketersediaan sarana pendukung permukiman nelayan berupa tempat pelelangan ikan, tempat penjemuran ikan dan tambatan perahu
Definisi Operasional
Kemudahan akses terhadap sarana dan prasarana pendukung
Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung permukiman nelayan.
Variabel
2
No
Menganalisis faktorfaktor penyebab kekumhan di
Sasaran
Kelengkapang fasilitas pendukung permukiman nelayan
Ragam tradisi masyarakat nelayan
Karakteristik sosial masyarakat
nelayan
Indikator
Tingkat keterlibatan masyarakat dalam organisasi terkait pengembangan kawasan permukiman nelayan
Tingkat keterlibatan masyarakat dalam organisasi
36
Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung permukiman nelayan.
Ketersediaan sarana pendukung permukiman nelayan berupa tempat pelelangan ikan, tempat penjemuran ikan dan tambatan perahu
Tingkat kontinyuitas masyarakat nelayan dalam melakukan tradisi/ritual tersebut dalam setahun
Tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan permukiman nelayan
Tingkat partisipasi masyarakat
Frekwensi melakukan tradisi/ritual dalam setahun
Tingkat pelayan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat di permukiman nelayan
Tingkat pelayanan kesehatan
Jenis/macam tradisi atau ritual yang secara kontinyu dilakukan oleh masyarakat nelayan
Banyaknya KK yang tinggal dalam 1 rumah/hunian di permukiman nelayan
Jumlah KK dalam 1 rumah
Jenis tradisi/ritual yang dimiliki masyarakat nelayan
Banyaknya anggota dalam 1 KK di permukiman nelayan
Tingkat pendidikan masyarakat permukiman nelayan
Tingkat pendidikan masyarakat Jumlah anggota dalam 1 KK
Tingkat pendapatan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengolahan ikan
pengolahan ikan
Definisi Operasional
Tingkat pendapatan masyarakat
Variabel
No
permukiman nelayan Kecamatan Brondong sehingga tidak sesuai dengan konsep Sustainable Coastal Development
Sasaran
Baik/buruknya kualitas saranaprasarana pendukung permukiman Jenis material yang digunakan unruk membagun hunian di permukiman nelayan
Kualitas sarana dan prasarana pendukung Pengunaan bangunan
Bersih atau tidaknya lingkungan di kawasan permukiman nelayan Jenis/macam kegiatan-kegiatan dalam upaya
Kebersihan lingkungan permukiman nelayan Jenis kegiatan konservasi
Kelestarian lingkungan
37
Tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan kawasan permukiman nelayan
Tingkat pendidikan masyarakat permukiman nelayan
Tingkat pendidikan masyarakat Tingkat partisipasi masyarakat
Tingkat pendapatan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengolahan ikan
Status legalitas bangunan hunian di permukiman nelayam
Status legalitas bangunan Tingkat pendapatan masyarakat
Luasan bangunan hunian di permukiman nelayan
Luasan bangunan
material
Jarak tempuh dari area permukiman ke sarana prasarana pendukung permukiman
Prasarana permukiman nelayan berupa jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan persampahan, jaringan drainase dan jaringan air limbah
Definisi Operasional
Kemudahan akses terhadap sarana dan prasarana pendukung
Variabel
Karakteristik sosial masyarakat
Tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat nelayan
Kualitas banguna hunian
Indikator
Sasaran 2
Sasaran 3
Merumuskan konsep pengembangan permukiman nelayan
4
Kelembagaan permukiman nelayan
Tingkat mitigasi bencana
Indikator
Menganalisis kriteria peningkatan kualitas lingkungan permukiman nelayan didasarkan pada prinsip-rinsip Sustainable Coastal Development
Sasaran
3
No
Jenis/macam kegiatan dalam upaya identifikasi bencana dan pengurangan kerentanan terhadap bencana di kawasan permukiman nelayan
Adanya upaya identifikasi bencana dan pengurangan kerentanan terhadap bencana
38
Sasaran 3
Sasaran 2
Hasil Sasaran 3
Hasil Sasaran 2
Adanya komunitas sosial yang mendukung pengembangan kawasan permukiman nelayan
Ada tidaknya ekosistem pesisir penangkal bencana yang dilestarikan di kawasan permukiman nelayan
Adanya ekosistem pesisir yang menangkal bencana
Keberadaan komunitas sosial
Jenis dan kualitas sistem pengolahan limbah perikanan
Ketersediaan pengolahan limbah perikanan
Adanya kebijakan yang mendukung pengembangan kawasan permukiman nelayan
Jenis/macam kegiatan perikanan yang ramah lingkungan
Kegiatan perikanan ramah lingkungan
Dukungan kebijakan terkait pengembangan permukiman nelayan
konservasi alam
Definisi Operasional
alam
Variabel
Kecamatan Brondong melalui pendekatan Sustainable Coastal Development
Sasaran
Sumber : Hasil Identifikasi, 2015
No
Indikator
39
Variabel
Definisi Operasional
40
Halaman ini sengaja dikosongkan
3.4
Metode Pengumpulan Data Untuk penelitian kualitatif, pada pengumpulan data dilakukan pada
kondisi yang alamiah, sumber data primer. Teknik pengumpulan datanya menggunakan teknik penyebaran kuesioner, Untuk itu diperlukan daftar pertanyaan atau kuesioner sebagai bahan bagi pengumpulan informasi dari responden. Dalam studi ini, daftar pertanyaan disusun berdasarkan penetapan faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap pengembangan kawasan kampung wisata. Faktor-faktor tersebut menjadi landasan dalam penelitian ini, landasan tersebut akan lebih diperkaya, diperdalam dan lebih ditelaah lagi dengan menggabungkan data-data yang diperoleh dari lapangan (Sugiyono,2010). Proses pengumpulan data dilakukan dengan observasi lapangan, survei data sekunder dan primer. Pengumpulan data sekunder bersumber dari dokumen yang dimiliki oleh instansi antara lain: Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Lamongan, Badan Pusat Statistik, Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya Kabupaten Lamongan dan Kantor Kecamatan Brondong , dan instansi lainnya. 3.4.1 Metode Pengumpulan data primer Metode pengumpulan data primer merupakan metode yang dilakukan untuk mendapatkan sumber data penelitian secara langsung dari sumber penelitian. a. Observasi Observasi lapangan dengan jalan mengumpulkan data dengan melihat kondisi langsung di lapangan untuk mengenali karakteristik dan kondisi eksisting objek pengamatan di lokasi studi yang disesuaikan dengan kebutuhan data dilihat dari cek list data, peta adminstratif dan lainnya. Pada bagian ini observasi lapangan berfungsi untuk memperoleh data-data mengenai karakteristik permukiman nelayan di Kecamatan Brondong serta informasi lain yang dirasa penting. Berdasarkan hasil observasi lapangan ini kemudian didapatkan gambaran kawasan yang berupa foto-foto dan informasi mengenai karakteristik kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan. 41
b. Wawancara Pengumpulan
data
dengan
cara
wawancara
merupakan
teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya jawab langsung dengan narasumber. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (in depth interview). Wawancara tersebut dilakukan dengan cara mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan sebagai dasar pedoman untuk melakukan wawancara, tetapi masih dimungkinkan dilakukannya variasi-variasi dalam wawancara yang disesuaikan dengan situasi dan data yang diperoleh saat wawancara (Sandi, 2013). Pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam digunakan untuk menjawab sasaran kedua yaitu pada saat mengidentifikasi faktor-faktor penyebab kekumuhan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong. c. Kuisioner Pengumpulan data dengan cara penyebaran kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan daftar pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh para responden yang disusun oleh peneliti. Metode pengumpulan data dengan cara kuisioner ini dilakukan oleh peneliti sebagai informasi tambahan untuk menjawab pada sasaran pertama khususnya data atau informasi spesifik dari responden mengenai data tingkat pendidikan penduduk, kepadatan penduduk, mata pencaharian penduduk, tingkat pendapatan penduduk pada kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong. 3.4.3 Metode Pengumpulan Data Sekunder Survey sekunder merupakan metode pengumpulan data dari instansi pemerintah maupun instansi terkait penelitian berupa uraian, angka dan peta. Selain itu, survey sekunder juga bisa didapatkan dari sumber lain yang berupa dokumen, jurnal dan literatur terkait penelitian. Berikut metode pengumpulan data sekunder dapat diperoleh melalui : 1. Survey
Instansi,
bertujuan
mencari
data-data
pendukung
yang
berhubungan langsung dengan tema penelitian. Data sekunder diperoleh
42
dari BAPPEDA Kabupaten Lamongan, BPS, DPU Bidang Cipta Karya Kabupaten Lamongan, Kantor Kecamatan Brondong, dan instansi lainnya. 2. Studi Literatur, dilakukan dengan meninjau isi dari berbagai literatur yang terkait tema pembahasan penelitian, diantaranya berupa buku, hasil penelitian, dokumen rencana tata ruang, tugas akhir dan artikel di internet. 3.5.
Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Untuk mengetahui kondisi permukiman nelayan di pesisir utara Kabupaten Lamongan dilakukan penelitian pada keseluruhan populasi. Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat di permukiman nelayan kecamatan Brondong dan stakeholders yang berpotensi dan memiliki wewenang dalam menentukan keberhasilan penerapan konsep pengembangan permukman nelayan Kecamatan Brondong. Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi sumber data dalam suatu penelitian yang mewakili sejumlah populasi tertentu. Proses pengambilan sampel diperoleh melalui teknik sampling. Teknik sampling adalah cara menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar mewakili populasi (Nawawi, 2005). Untuk mendapatkan sampel yang benar-benar mewakili populasi, maka teknik sampling yang digunakan harus sesuai. Metode sampling yang digunakan didalam penelitian ini adalah teknik pengambilan sampel secara acak sederhana. 3.5.1 Pengambilan Sampel secara Simple Random Sampling Menurut Kerlinger (2006) Simple Random Sampling adalah metode penarikan dari sebuah populasi atau semesta dengan cara tertentu sehingga setiap anggota populasi atau semesta tadi memiliki peluang yang sama untuk terpilih atau terambil. Menurut Sugiyono (2010) dinyatakan sample sederhana karena pengambilan sampel anggota opulasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Margono menyatakan bahwa Simple Random 43
Sampling adalah teknik untuk mendapatkan sampel yang dilakukan langsung pada unit sampling. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen. Metode pengambilan sampel secara acak sederhana ini digunakan untuk menentukan sampel masyarakat pada kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong. Dalam penelitian ini akan disebarkan lembar kuisioner kepada para responden untuk mendapatkan data/informasi mengenai data tingkat pendidikan penduduk, kepadatan penduduk, usia penduduk, mata pencaharian penduduk, dan tingkat pendapatan penduduk, karena keterbatasan waktu dan dana tidak memungkinkan untuk disebar ke seluruh masyarakat. Maka, akan diambil sejumlah responden yang nantinya dapat mewakili populasi. Dalam menentukan jumlah sampel akan dihitung dengan rumus Slovin:
Keterangan : n
= jumlah sampel
N = jumlah populasi (jumlah KK) d
= derajat kepercayaan 10%
Dengan jumlah KK (Kepala Keluarga) sebanyak 8485 (Sumber: Kecamatan Brondong dalam Angka, 2015) di permukiman nelayan perkotaan Kecamatan Brondong dengan derajat kepercayaan 10%, maka hasil yang didapatkan jumlah sampel mencapai 99 sampel. Tabel 3.2 Distribusi Responden
Kel. Brondong
4604
Distribusi Responden 54
Ds. Sedayulawas
3881
45
Total
8485
99
Desa/Kelurahan
Jumlah KK
Sumber: Penulis, 2015
Penggunaan pengambilan sampel secara acak sederhana menyesuaikan wilayah penelitian yang penduduknya relatif homogen. 44
3.5.2 Analisis Stakeholder Analisis stakeholders ini dilakukan untuk memperoleh sampel yang akan diigunakan dalam proses Analisa Delphi untuk menentukan faktor-faktor. Untuk menentukan stakeholders yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini terlebih dahulu ditentukan stakeholder yang terlibat kemudian dipilih responden yang paling berpengaruh dalam penelitian ini untuk mewakili populasi tersebut. Stakeholders adalah orang maupun kelompok yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi secara langsung sebuah organisasi (Eden dan Ackerman dalam Bryson, 2007). Analisis stakeholders menurut Mayers (2005) merupakan alat untuk mempelajari konteks sosial dan kelembagaan dengan cara memisahkan peran stakeholders ke dalam hak, tanggung jawab, pendapatan dan hubungan. Dalam penelitian ini analisa stakeholders digunakan untuk menentukan pihak-pihak yang berkompetensi dan terlibat dalam pengembangan kawasan permukiman nelayan. Konsensus pendapat dari seluruh stakeholders ini nantinya akan menjadi jawaban mengenai faktor penyebab kekumuhan di kawasan permukiman nelayan yang tidak sesuai dengan prinsip Sustainable Coastal Development. Tahapan dalam menentukan stakehoders kunci pada penelitian ini adalah: 1.
Mengidentifikasi stakeholder terkait
2.
Menganalisis kepentingan dan dampak potensial dari permasalahan yang ada terhadap masing-masing stakeholders
3.
Menilai tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan dari masingmasing stakeholders. Penilaian ini dilakukan dengan melakukan pembobotan mulai dari tidak berpengaruh sampai dengan sangat berpengaruh/penting dengan skala 1-5.
Pemetaan stakeholders berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruh akan dijelaskan pada tabel 3.3.
45
Tabel 3.3 Pemetaan Stakeholders
Kepentingan Rendah Kepentingan Tinggi
Pengaruh Rendah
Pengaruh Tinggi
Kelompok stakeholder yang memiliki prioritas paling rendah
Kelompok yang bermanfaat untuk merumuskan atau menjembatani keputusan dan opini Kelompok stakeholder yang paling kritis
Kelompok Stakeholder yang penting namun barangkali perlu pemberdayaan
Sumber : UNCHS dalam Sugiarto, 2009
Sebelum dilakukan analisis pengaruh dan kepentingan stakeholders, terlebih dahulu dilakukan identifikasi stakeholders yang memiliki kepentingan dalam penelitian ini. Stakeholders dibagi menjadi 3 kelompok utama yang terlibat, antara lain: 1.
Kelompok Governance
a. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Lamongan b. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Kabupaten Lamongan c. Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Lamongan 2.
Kelompok Private Sector
a. Kelompok Nelayan Brondong 3.
Kelompok (pihak) Civil Society
a. Lurah/kepala desa di Kawasan Permukiman Nelayan Dari
identifikasi
stakeholders
tersebut
selanjutnya
disusun
tabel
kepentingan, dan pengaruh dari stakeholders terhadap perumusan faktor penyebab kekumuhan di kawasan permukiman nelayan Brondong yang tidak sesuai dengan prinsip Sustainable Coastal Development. Hasil analisis stakeholder tersebut (lampiran 1) menghasilkan stakeholders yang diambil sebagai responden dalam wawancara penelitian ini adalah sebanyak lima stakeholder yang telah mewakili seluruh
kelompok.
Di
mana
berpengaruh
dalam
mengidentifikasi
dan
menganalisis faktor-faktor penyebab kekumuhan di kawasan permukiman nelayan Brondong yang tidak sesuai dengan prinsip Sustainable Coastal Development. Untuk setiap badan, lembaga atau kelompok yang dipilih akan diambil satu 46
responden di mana responden tersebut adalah orang yang sesuai dan kompeten mengenai permukiman kumuh nelayan dan kondisi faktual di wilayah penelitian. Berikut adalah pihak-pihak yang menjadi responden untuk penelitian ini Tabel 3.4 Stakeholders untuk analisis Delphi N No.
Pihak
Kepakaran
Governance
1
2
3
Bappeda Kabupaten Lamongan
Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Kab. Lamongan
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Kabupaten Lamongan
Bappeda sebagai pembuat kebijakan pembangunan wilayah. Bappeda mampu memberikan pertimbangan dalam penentuan faktor-faktor penyebab yang paling berpengaruh terhadap kekumuhan di permukiman nelayan. Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Kab,Lamongan sebagai pembuat kebijakan terkait perijinan pengembangan wilayah. DCKTR mampu memberikan pertimbangan dalam penentuan faktor-faktor penyebab yang paling berpengaruh terhadap kekumuhan di permukiman nelayan. Sebagai pembuat kebijakan serta mengawasi dan mengelola program pemberdayaan masyarakat. Mampu memberikan pertimbangan dalam menentukan aktorfaktor penyebab yang paling berpengaruh terhadap kekumuhan di permukiman nelayan.
Private Sector
4
Kelompok nelayan Brondong
Kelompok nelayan ini terkait pemahamannya yang lebih dan pelaku utama dalam kegiatan sehari-hari di permukiman nelayan sehingga dianggap mampu memberikan pertimbangan dalam menentukan aktorfaktor penyebab yang paling berpengaruh terhadap kekumuhan di permukiman nelayan.
Civil Society
5
Lurah/Kepala desa di kawasan permukiman nelayan
Sebagai masyarakat yang berperan dalam kegiatan di permukiman nelayan.
Sumber : Hasil Identifikasi, 2015
3.6
Teknik Penyajian Data Sebelum menginjak pada tahap analisa, data yang didapatkan melalui
survey sekunder maupun survey primer akan disajikan sesuai denga jenis masing47
masing data. Hasil data yang didapatkan dari survey sekunder akan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Pada tahap survey primer, dalam penelitian ini adalah observasi dan kuesioner, data yang didapat dari observasi akan disajikan dalam bentuk gambargambar yang nantinya akan menggambarkan karakteristik wilayah studi. Sedangkan data yang didapatkan dari kuesioner dengan responden masyarakat nelayan akan disajikan dalam bentuk grafik atau tabel pada tiap-tiap variabelnya.
3.6
Teknik Analisa Data
3.6.1 Identifikasi karakteristik kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong Dalam mengidentifikasi karakteristik karakteristik kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong, input yang digunakan adalah variabel-variabel yang dianggap mampu menilai karakteristik kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong berdasarkan hasil dari kajian pustaka dan disesuaikan dengan indikator penelitian. Pada sasaran ini hasil yang didapat adalah berdasarkan hasil sebaran kuisioner kepada masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong. Kemudian data diolah dengan cara teknik analisis statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah metode-mrtode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga menaksir kualitas data berupa jenis variabel, ringkasan statistic (mean, median, modus, standar deviasi, etc), distribusi dan representasi bergambar (grafik), tanpa rumus probabilistic apapun (Walpole, 1993 Correa-Prisant, 2000; Dodge, 2006). Tahap analisis ini digunakan dengan menghitung prosentase distribusi frekwensi serta mean, modus, median. Analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran mengenai karakteristik objek studi yang menjadi fokus penelitian kemudian penyajian distribusi frekuensi untuk tiap variabel akan disajikan dalam bentuk grafik atau tabel kemudian dilakukan penghitungan ukuran untuk mengetahui karakteristik wilayan penelitian.
48
Variabel karakteristik kawasan permukiman nelayan yang disajikan melalui kuesioner
INPUT
Penghitungan melalui statistik deskriptif.
Karakteristik kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong
PROSES
OUTPUT
Gambar 3.1 Bagan Tahapan Analisis Deskriptif pada Sasaran I
3.6.2 Analisa faktor-faktor penyebab kekumuhan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong sehingga tidak sesuai dengan konsep Sustainable Coastal Development. Analisis ini dilakukan dengan cara menganalisis faktor penyebab kekumuhan di kawasan permukiman nelayan berdasarkan variabel penelitian yang telah dirumuskan pada kajian pustaka. Faktor–faktor penyebab didapatkan dengan menggunakan analisis deskriptif dengan input semua variabel penelitian yang telah ditentukan berdasarkan sintesa kajian pustaka. Pada proses analisa deskriptif ini dilakukan kolaborasi antara kondisi eksisting dan studi literatur yang mendukung dalam penentuan faktor penyebab kekumuhan di permukiman nelayan. Di bawah ini adalah tahapan analisa deskriptif dalam penentuan faktor penyebab kekumuhan di permukiman nelayan.
Variabel faktorfaktor 4.1penyebab permukiman kumuh
INPUT
Dianalisa dengan kondisi eksisting di wilayah penelitian dan studi literatur
PROSES
Faktor-faktor penyebab kekumuhan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong sehingga tidak sesuai dengan prinsip Sustainable Coastal Development
OUTPUT
Gambar 3.2 Bagan Tahapan Analisis Deskriptif pada Sasaran II
49
Hasil analisa deskriptif ini akan diperkuat menggunakan analisa Delphi dengan menyebarkan kuesioner kepada stakeholders terpilih dalam responden di wilayah studi. Untuk lebih jelasnya, langkah-langkah metode Delphi akan dijelaskan sebagai berikut: 1.
Wawancara Stakeholders Stakeholder yang dimaksudkan disini ialah stakeholder yang telah ditentukan dalam sampel penelitian. Wawancara yang dilakukan untuk mengetahui apakah variabel yang telah dirumuskan pada studi literatur dapat dijadikan sebagai faktor penyebab kekumuhan pada kawasan permukiman nelayan.
2.
Reduksi dan Tampilan Data Hasil Wawancara Reduksi
data
merupakan
proses
memilih,
memfokuskan,
menyederhanakan, meringkas dan mentransformasikan data dari hasil wawancara dengan stakeholders. Dari ringkasan hasil wawancara dan proses reduksi maka didapatkan faktor penyebab kekumuhan pada kawasan permukiman nelayan Kec. Brondong berdasarkan pendapat para responden. 3.
Iterasi dan Penarikan Kesimpulan Iterasi ditujukan untuk memastikan apakah instrumen hasil wawancara sesuai dengan maksud yang diberikan oleh masing–masing stakeholders. Dari hasil identifikasi instrument berdasarkan opini tiap-tiap stakeholders tersebut kemudian disederhanakan atau dikelompokkan secara substansial. Terhadap instrument lain yang belum disebutkan oleh semua stakeholders, akan dilakukan cross check terhadap responden lainnnya. Sehingga dapat disimpulkan faktor penyebab kekumuhan pada kawasan permukman nelayan Kec. Brondong
50
Wawancara 1 Faktor Penyebab kekumuhan pada kawasan permukiman nelayan. (berdasarkan hasil analisa deskriptif)
Eksplorasi Faktor penyebab kekumuhan pada kawasan permukiman nelayan (berdasarkan hasil analisa deskriptif)
Eksplorasi Faktor penyebab kekumuhan pada kawasan permukiman nelayan lainnya
Iterasi Pertama
Wawancara 2 (berdasarkan Pendapat stekeholder: Uji kesepakatan komposisi faktor penyebab kekumuhan pada kawasan permukiman nelayan.
Iterasi pertama ditujukan untuk memastikan apakah instrumen hasil wawancara sesuai dengan maksud yang diberikan oleh masing-masing stakeholders
Iterasi Kedua
Wawancara 3 Uji kesepakatan Faktor penyebab kekumuhan pada kawasan permukiman nelayan.
Faktor penyebab kekumuhan pada kawasan permukiman nelayan Kec. Brondong
Gambar 3.3 Bagan Tahapan Analisis Delphi
3.6.3 Analisa
kriteria
peningkatan
kualitas
lingkungan
kawasan
permukiman nelayan didasarkan kepada prinsip-prinsip Sustainable Coastal Development. Untuk
mencapai
tahapan
penelitian
yaitu
menganalisis
kriteria
peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman nelayan didasarkan kepada prinsip-prinsip Sustainable Coastal Development, kembali digunakan metode analisis theoritical descriptive dengan input berupa output dari sasaran sebelumnya yaitu faktor penyebab kekumuhan pada kawasan permukiman nelayan Kec.Brondong. Metode tersebut didasarkan pada kajian teori dan data yang telah didapatkan melalui observasi lapangan dan survey primer maupun sekunder. 51
Faktor penyebab kekumuhan pada kawasan permukiman nelayan kec.Brondong sehingga tidak sesuai dengan prinsip Sustainable Coastal Development
Dianalisa dengan kondisi eksisting di wilayah penelitian dan studi literatur
INPUT
PROSES
Kriteria peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman nelayan didasarkan kepada prinsip-prinsip Sustainable Coastal Development
OUTPUT
Gambar 3.4 Bagan Tahapan Analisis Deskriptif pada Sasaran III
3.6.4 Perumusan konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong melalui pendekatan Sustainable Coastal Development. Dalam analisis konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong, teknik analisis yang digunakan adalah analisis triangulasi. Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda (Nasution, 2003) yaitu wawancara, observasi dan dokumen. Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data. Menurut Nasution (2003), triangulasi juga dapat berguna untuk menyelidiki validitas tafsiran peneliti terhadap data, karena itu triangulasi bersifat reflektif. Analisis triangulasi pada dasarnya menggunakan 3 sumber data yang nantinya akan dijadikan sebagai pertimbangan dalam penentuan konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong melalui pendekatan Sustainable Coastal Development yang implementatif. Dalam penelitian ini, sumber informasi yang akan digunakan adalah: 1) Hasil penelitian berupa kriteria-kriteria peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman nelayan berdasarkan Sustainable Coastal Develpment 2) Studi literatur mengenai konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan melalui pendekatan prinsip Sustainable Coastal Development
52
3) Kebijakan/rencana yang berlaku di wilayah penelitian untuk melihat potensi implementasinya. Kebijakan/rencana yang ada ini juga untuk memperkuat hasil temuan. Dalam analisis penentuan konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong ini dirumuskan untuk menangani faktor-faktor yang mempengaruhi kekumuhan pada kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong. Konsep tersebut didasarkan pada hasil kajian/analisis penulis yang berupa kriteria peningkatan kualitas lingkungan dimana konsep tersebut juga akan dikomparasikan dengan pendapat/konsep para ahli dari studi literatur serta kebijakan/rencana yang berlaku di wilayah penelitian. Hasil sasaran 1, 2, 3
4.2
Dibandingkan dengan: - Kriteria peningkatan kualitas lingkungan - Studi literatu terkait konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan - Kebijakan/rencana terkait wilayah penelitian.
INPUT
PROSES
Konsep pengembangan kawasan peemukiman nelayan Kec.Brondong melalui pendekatan Sustainable Coastal Development
OUTPUT
Gambar 3.5 Bagan Tahapan Analisis Deskriptif pada Penentuan Konsep
Tabel 3.5 Tahapan Penelitian No 1.
2.
3.
Tahapan Analisis (Sasaran) Mengidentifikasi karakteristik kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong. Mencari faktor-faktor penyebab kekumuhan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong sehingga tidak sesuai dengan konsep Sustainable Coastal Development. Menganalisis kriteria peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman nelayan didasarkan kepada prinsipprinsip Sustainable Coastal Development.
Input Data
Alat Analisis
Output
Variabel-Variabel yang diperoleh dari kajian pustaka
Statistik Deskriptif
Karakteristik kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong
Variabel-Variabel yang diperoleh dari kajian pustaka
Deskriptif Kualitatif Delphi
Mengetahui faktor penyebab kekumuhan kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong
Theoritical Descriptive
Kriteria peningkatan kualitas lingkungan kawasan permukiman nelayan didasarkan prinsip pendekatan Sustainable Coastal Development.
Hasil Sasaran 1,2
53
No
4.
Tahapan Analisis (Sasaran)
Input Data
Alat Analisis
Konsep pengembangan kawasan permukiman kumuh nelayan Kecamatan Brondong melalui pendekatan Sustainable Coastal Development.
Hasil sasaran 1,2,3
Deskriptif Kualitatif Triangulasi
Output Konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan berdasarkan pendekatan Sustainable Coastal Development disesuaikan dengan Karakteristik kawasan studi.
Sumber : Hasil Analisa, 2015
3.7
Tahapan Penelitian A. Perumusan Masalah Tahapan
pertama
dalam
penelitian
ini
merupakan
identifikasi
permasalahan yang akan diangkat yaitu terkait, apa saja faktor penyebab kekumuhan sehingga kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong tidak sesuai dengan prinsip Sustainable Coastal Developmen. Dari penjabaran masalah tersebut
kemudian
ditentukan
arahan
konsep
pengembangan
kawasan
permukimannya. Setelah itu ditentukan batasan-batasan atau ruang lingkup pembahasan yang meliputi ruang lingkup wilayah serta ruang lingkup materi. B. Studi literatur Tahapan yang dilakukan selanjutnya adalah mengumpulkan informasi yang mempunyai relevansi dengan tema penelitian ini, yang berupa teori dan konsep, studi kasus, contoh penerapan, dan hal-hal lain yang relevan. Sumbersumbernya dapat berupa buku, jurnal, makalah, hasil penelitian, tugas akhir, artikel, internet, koran, majalah dan lain-lain. Dari hasil studi literatur ini dapat diperoleh landasan teori mengenai permukiman nelayan, karakteristiknya yang nantinya dicross-checkan dengan kondisi faktual di wilayah penelitian C. Pengumpulan Data Data merupakan suatu input yang sangat penting dalam penelitian. Kelengkapan dan keakuratan data akan sangat mempengaruhi proses analisa dan hasil penelitian. Oleh karena itu, dalam pengumpulan data harus benar-benar memperhatikan instrumen pengumpulan data yang digunakan dan validitas instrumen tersebut. 54
D. Analisis Dalam penulisan ini, terdapat beberapa tahapan analisis yaitu:
Analisis karakteristik permukiman nelayan Kecamatan Brondong
Analisis faktor-faktor penyebab kekumuhan di permukiman nelayan Kecamatan Brondong sehingga tidak sesuai dengan konsep Sustainable Coastal Development.
Analisis kriteria peningkatan kualitas lingkungan permukiman nelayan didasarkan kepada prinsip-prinsip Sustainable Coastal Development.
Merumuskan arahan konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan melalui pendekatan Sustainable Coastal Development,.
E. Penarikan Kesimpulan Hasil dari proses analisa yang telah dilakukan akan menghasilkan suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas rumusan permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah proses penarikan kesimpulan ini, akan dirumuskan konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan di Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan. Berdasarkan kesimpulan dari seluruh proses penelitian akan diberikan saran dari hasil penelitian ini.
55
3.8
Kerangka Penelitian Alur Penelitian dapat dilihat pada gambar 3.6 berikut ini
Rumusan Masalah
Adanya permasalahan permukiman yang tidak sesuai dengan prinsip Sustainable Coastal Development, menjadi latar belakang peneliti untuk melakukan penelitian mengenai konsep pengembangan dalam meningkatkan kualitas permukiman nelayan di Kecamatan Brondong.
Tinjauan Pustaka
Pengumpul an Data Statistik Deskriptif
Deskriptif Kualitatif tif Delphi
Theoritical Deskriptive
Permukiman yang cenderung rapat (kepadatan antar bangunan tinggi dan jarak antar bangunan rapat)tidak memiliki RTH dan kumuh (tidak teratur, kotor), kondisi lingkungan yang kurang sehat dan kurangnya sarana dan prasarana serta keadaan perekonomian masyarakat yang kurang dapat berkembang
Teori Permukiman nelayan, Teori Sustainable Coastal Development
Survei primer: observasi dan wawancara
Survei Sekunder: Survei instansi dan survei literatur
Analisis karakteristik kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong
Analisis faktor-faktor penyebab kekumuhan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong sehingga tidak sesuai dengan konsep Sustainable Coastal Development, Analisis kriteria peningkatan kualitas lingkungan permukiman nelayan didasarkan kepada prinsip-prinsip Sustainable Coastal Development,
Triangulasi Merumuskan konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan melalui pendekatan Sustainable Coastal Development,
Kesimpulan dan Saran
Gambar 3.6 Alur Penelitian
56
64
BAB IV HASIL & PEMBAHASAN
Pada bab ini dibahas dan dijabarkan mengenai gambaran umum wilayah penelitian yaitu Kabupaten Lamongan khususnya Kecamatan Brondong dan hasil analisa dari sasaran penelitian. 4.1
Gambaran Umum Wilayah
4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Lamongan Luas wilayah Kabupaten Lamongan adal ah 1.812,80 km2 atau setara dengan 181.280 Ha. Secara geografis Kabupaten Lamongan terletak antara 6o 51’ 54’’ sampai dengan 7o 23’ 6’’ LS dan terletak antara 112o 4’ 4’’ sampai dengan 112o 35’ 45’’ BT. Secara administratif Kabupaten Lamongan berbatasan:
Sebelah Timur
: Kabupaten Gresik
Sebelah Barat
: Kabupaten Bojonegoro dan Tuban
Sebelah Selatan
: Kabupaten Jombang dan Mojokerto
Sebelah Utara
: Laut Jawa
Kondisi topografi Kabupaten Lamongan dapat ditinjau dari ketinggian wilayah di atas permukaan laut dan kelerengan lahan. Kabupaten Lamongan terdiri dari dataran rendah dan berawa dengan ketinggian 0-20 m dengan luas 50,17% dari luas Kabupaten Lamongan, daratan ketinggian 25-100 m seluas 45,68% dan sisanya 4,15% merupakan daratan dengan ketinggian di atas 100 m. Aspek klimatologi ditinjau dari kondisi suhu dan curah hujan. Keadaan iklim di Kabupaten Lamongan merupakan iklim tropis yang dapat dibedakan atas 2 (dua) musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret, sedangkan pada bulan-25 bulan hujan relatif rendah. Kabupaten Lamongan terbagi menjadi 27 kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan adalah sebanyak 474 desa/kelurahan (462 desa dan 12 kelurahan).
57
Jumlah dusun sebanyak 1.486 dusun dan Rukun Tetangga (RT) sebanyak 6.843 RT. Pembagian kecamatan-kecamatan di seluruh Kabupaten Lamongan sesuai dengan kondisi dan karakteristik kegiatan dibedakan menjadi kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Identifikasi kawasan perkotaan dan perdesaan tersebut dimaksudkan untuk mengetahui dan menentukan jenis kegiatan yang akan ditentukan sehingga sesuai dengan peruntukan tanah dan ruangnya. Kawasan pedesaan cenderung memiliki lahan terbangun yang lebih rendah jika dibandingkan kawasan perkotaan. Hal ini dikarenakan pada kawasan perkotaan aktivitas ekonomi lebih beragam dan kompleks jika dibandingkan dengan kawasan perdesaan. Penggunaan lahan di kawasan perdesaan lebih didominasi lahan pertanian. Luas lahan terbangun di Kabupaten Lamongan adalah sebesar 13.018 Ha atau sekitar 7, 18 % dari luas lahan total di Kabupaten Lamongan.
Secara jelas mengenai luas lahan terbangun tiap kecamatan di
Kabupaten Lamongan dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1. Luas Wilayah Kabupaten Lamongan dirinci per Kecamatan Tahun 2016 Nama Kecamatan
Jumlah Desa/ Kelurahan
Sukorame Bluluk Ngimbang Sambeng Mantup Kembangbahu Sugio Kedungpring Modo Babat Pucuk Sukodadi Lamongan Tikung Sarirejo Deket Glagah Karangbinangun
9 9 19 22 15 18 21 23 17 23 17 20 20 13 9 17 29 21
Luas Wilayah Administrasi Terbangun (%) terhadap (%) terhadap (Ha) total (Ha) Luas Administrasi Administrasi 4.147 2,29 262 0,14 5.415 2,99 240 0,13 11.433 6,31 578 0,32 19.544 10,78 569 0,31 9.307 5,13 451 0,25 6.384 3,52 539 0,30 9.129 5,04 693 0,38 8.443 4,66 882 0,49 7.780 4,29 666 0,37 6.295 3,47 892 0,49 4.484 2,47 550 0,30 5.232 2,89 662 0,37 4.038 2,23 769 0,42 5.299 2,92 356 0,20 4.739 2,61 208 0,11 5.005 2,76 309 0,17 4.052 2,24 266 0,15 5.288 2,92 404 0,22 58
Turi 19 5.869 3,24 478 Kalitengah 20 4.335 2,39 339 Karanggeneng 18 5.132 2,83 477 Sekaran 21 4.965 2,74 511 Maduran 17 3.015 1,66 371 Laren 20 9.600 5,30 436 Solokuro 10 10.102 5,57 330 Paciran 17 4.789 2,64 454 Brondong 10 7.459 4,11 326 TOTAL 474 181.280 100 13.018 Sumber : Dokumen Strategi Sanitasi Kota (SSK) Kabupaten Lamongan 2016
59
0,26 0,19 0,26 0,28 0,20 0,24 0,18 0,25 0,18 7,18
Halaman ini sengaja dikosongkan
60
Peta 4.1 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Lamongan
61
Halaman ini sengaja dikosongkan
62
4.1.2
Gambaran Umum Kecamatan Brondong Kecamatan Brondong terletak di wilayah Kabupaten Lamongan bagian utara
(daerah pantura), Provinsi Jawa Timur dan berada pada koordinat antara 06 53’ 30,81” – 7 23’6” lintas selatan dan 112 17’ 01,22” - 112 33’12” bujur timur. Wilayah pesisir Kecamatan brondong sendiri meliputi 4 desa/kelurahan yaitu: 1. Kelurahan Brondong 2. Desa Sedayulawas 3. Desa Labuhan 4. Desa Lohgung Dari keempat desa/kelurahan tersebut yang dideliniasi sebagai kawasan perkotaan hanya 2 yaitu Kelurahan Brondong dan Desa Sedayulawas. Kedua desa/kelurahan ini berada di wilayah pantai utara Jawa dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Utara : Laut Jawa Timur : Kecamatan Paciran Barat : Desa Brengok, Desa Labuhan (Kecamatan Brondong) Selatan: Desa Sendangharjo, Desa Sumberagung (Kecamatan Brondong)
63
Halaman ini sengaja dikosongkan
64
Peta 4.2 Peta Administrasi Kecamatan Brondong
65
Halaman ini sengaja dikosongkan
66
Luas wilayah pesisir perkotaan Kecamatan Brondong ini adalah 12,98 km2 atau sebesar 18,5 % dari luas Kecamatan Brondong secara keseluruhan. Diantara dua desa/kelurahan yang dideliniasi sebagai pesisir perkotaan tersebut, Desa Sedayulawas memiliki luasan yang lebih besar dengan luas 10,64 km2. Namun meski Kelurahan Brondong memiliki luasan yang lebih kecil, kelurahan ini memiliki jumlah RT yang hampir sama dengan Desa Sedayulawas. Hal ini menunjukkan bahwa pemusatan kegiatan penduduk ada pada kelurahan tersebut. Data mengenai luasan wilayan pesisir perkotaan Kecamatan Brondong dapat dilihat ada tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2. Luas Wilayah Pesisir Perkotaan Brondong No.
Desa/Kelurahan
1 2
Sedayulawas Brondong Jumlah
Luas (Km2) 10.64 2.34
Jumlah RW 8 7
Jumlah RT 43 42
12.98
15
85
Sumber: Kecamatan Brondong Dalam Angka 2015
4.1.3 Kondisi Fisik Wilayah Kecamatan Brondong Secara geografis Kecamatan Brondong dibagi menjadi 2 ( dua ) bagian yaitu daerah pantai dan daerah pertanian, daerah pantai terletak di sebelah utara meliputi Kelurahan Brondong, Desa Sedayulawas, Desa Labuhan dan Desa Lohgung. Di daerah pantai sangat cocok untuk budidaya ikan ( tambak udang, ikan kerapu dan bandeng ) serta daerah penangkapan ikan di laut sehingga pada daerah tersebut mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah sebagai nelayan dan petani tambak. Sedangkan daerah yang lain adalah daerah kawasan pertanian yang melipti Desa Sumberagung, Desa Sedangharjo, Desa Lembor, Desa Tlogoretno, Desa Sidomukti dan Desa Brengkok dengan kondisi pertanian tadah hujan. Kecamatan Brondong merupakan kawasan permukiman perkotaan dengan kegiatan perikanan sebagai aktifitas dominan bagi daerah yang terletak disepanjang pantura ( Permukiman Nelayan ) sedangkan bagi daerah pedalaman karakteristik yang muncul masih dipengaruhi oleh aktifitas pertanian
67
Topografi Kecamatan Brondong 80 % berupa tanah datar menyebar di wilayah bagian timur, tengah, utara dan barat sedangkan 20 % lainnya berupa tanah dataran tinggi /pegunungan terletak diwilayah bagian selatan dan sebagian di wilayah utara. Sumber air di wilayah Kecamatan Brondong adalah berupa air permukaan tanah pada kedalaman rata-rata 0 – 20 meter dari permukaan tanah. Dari segi klimatologi, wilayah penelitian tergolong beriklim tropis, yang terbagi dalam dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Temperatur suhu rata-rata 20-32 derajat celcius.Pada Musim Penghujan yang umumnya terjadi pada bulan Nopember s/d Mei dan Musim Kemarau yang umumnya terjadi pada bulan Juni s/d September dengan rata-rata hari hujan tiap tahun adalah rata-rata 1250-1500 mm/thn. 4.1.4 Kondisi Sosial dan Kependudukan Kecamatan Brondong Jumlah dan pertumbuhan penduduk berperan penting dalam penentuan kebutuhan fasilitas dan utilitas perkotaan. Dengan mengetahui tingkat pertumbuhan penduduk di pesisir perkotaan Kecamatan Brondong dapat diprediksi berapa banyak penduduk di wilayah tersebut kedepannya. Jumlah penduduk pesisir perkotaan Kecamatan Brondong dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Untuk mengetahui pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini. Tabel 4.3 Pertumbuhan Penduduk Pesisir Perkotaan Brondong Jumlah Penduduk (Jiwa) Tahun Tahun Tahun Tahun 2011 2012 2013 2014
No.
Desa/Kelurahan
1
Sedayulawas
6722
11988
14114
16467
2
Brondong
2861
10520
13784
14058
9583
22508
27898
30525
Jumlah
Sumber: Kecamatan Brondong Dalam Angka 2015
Kelurahan Brondong merupakan wilayah pesisir terpadat di Kecamatan Brondong. Data mengenail jumlah penduduk, jumlah KK serta kepadatan di
68
wilayah pesisir perkotaan Kecamatan Brondong dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini. Tabel 4.4 Kondisi Kependudukan di Wilayah Pesisir Perkotaan Brondong Jumlah No. Desa/Kelurahan Jumlah KK Kepadatan/km2 Penduduk 1 Sedayulawas 16467 3881 1548 2
Brondong Jumlah
14058
4604
6008
30525
8485
7556
Sumber: Kecamatan Brondong dalam Angka 2015
Secara umum komposisi penduduk berdasarka jenis kelamin di wilayah pesisir perkotaan Kecamatan Brondong ini lebih didominasi oleh perempuan. Meski selisih pada jumlahnya tidak begitu signifikan, jumlah penduduk perempuan mendominasi sebanyak 51,4% dari keseluruhan jumlah penduduk pesisir perkotaan. Sementara itu prosentase penduduk laki-laki sebanyak 48,6%. Data mengenai jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini. Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Pesisir Perkotaan Brondong Berdasarkan Jenis Kelamin Laki-laki + No. Desa/Kelurahan Laki-laki Perempuan Perempuan 1 Sedayulawas 7868 8599 16467 2
Brondong Jumlah
6952
7106
14058
14820
15705
30525
Sumber: Kecamatan Brondong dalam Angka 2015
4.1.5 Perekonomian Masyarakat Kondisi perekonomian masyarakat dapat menjadi salah satu gambaran aktifitas sehari-hari penduduk setempat. Kondisi perekonomian masyarakat ini dapat dilihat dari mata pencaharian masyarakat setempat. Dari mata pencaharian ini pasti juga berpengaruh pada kegiatan sehari-hari yang dilakukan masyarakat yang selanjutnya dapat menjadi salah satu potensi dalam pengembangan permukiman kawasan ini. Pada kawasan ini sebagian besar matapencaharian 69
penduduk adalah nelayan, pengolah ikan dan pedagang ikan. Pembudidaya ikan juga terdapat pada wilayah ini, hanya saja jumlahnya tidak begitu dominan. Hampir di semua wilayah pesisir Kecamatan Brondong memiliki lahan tambak, seperti tambak udang, bandeng, dan lain sebagainya.
4.2 Analisa dan Pembahasan 4.2.1 Identifikasi karakteristik kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong Karakteristik kawasan permukiman nelayan adalah ciri-ciri khusus yang terdapat pada suatu kawasan permukiman nelayan yang berada di wilayah pesisir. Untuk mengidentifikasi karakteristik kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong ini dianalisis menggunakan analisa statistik deskriptif yaitu dengan mendeskripsikan atau memberikan gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2009). Adapun variabel yang digunakan dalam tahapan identifikasi ini dapat dilihat pada tabel 4.6. Tabel 4.6 Variabel dalam Identifikasi Karakteristik Kawasan Permukiman Nelayan Kecamatan Brondong Indikator Kelengkapan fasilitas pendukung permukiman nelayan
Variabel Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung permukiman nelayan Sarana: Tempat pelelangan ikan Tempat penjemuran ikan Tambatah perahu Prasarana Jaringan jalan Jaringan air bersih Jaringan persampahan Jaringan drainase Jaringanair limbah Kemudahan akses terhadap sarana dan prasarana pendukung Kualitas sarana dan prasarana pendukung
Kualitas banguna hunian
Kepadatan bangunan Pengunaan material bangunan Luasan bangunan Status legalitas bangunan
Kualitas lingkungan
Frekwensi terjdinya bencana
70
Indikator Permukiman nelayan Tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat nelayan
Variabel Tingkat keamanan Ragam matapencaharian masyarakat Tingkat pendapatan masyarakat Tingkat pendidikan masyarakat
Karakteristik sosial masyarakat
Tingkat kepadatan penduduk Jumlah anggota dalam 1 KK Jumlag KK dalam 1 rumah Tingkat pelayanan kesehatan Tingkat partisipasi masyarakat Tingkat keterlibatan masyarakat dalam organisasi Jenis tradisi/ritual yang dimiliki masyarakat nelayan
Ragam tradisi masyarakat nelayan
Frekwensi melakukan tradisi/ritual dalam setahun
Sumber: Hasil tinjauan pustaka 2015
a. Karakteristik ketersediaan sarana dan prasarana pendukung permukiman nelayan Sarana dan prasarana merupakan komponen penting dalam suatu kawasan permukiman. Sarana dan prasarana di kawasan permukiman nelayan semestinya dapat mendukung kehidupan dan penghidupan penduduknya sebagai nelayan, khususnya terkait dengan kegiatan-kegiatan eksplorasi dan pengolahan ikan. Prasarana pendukung permukiman nelayan yang dimaksud pada penelitian ini antara lain 1) Jaringan jalan 2) Jaringan air bersih. 3) Jaringan persampahan. 4) Jaringan drainase 5) Jaringan air limbah. Sedangkan sarana pendukung permukiman nelayan yang dimaksud pada penelitian ini antara lain 1) Tempat pelelangan ikan. 2) Tempat penjemuran ikan. 3) Tambatan perahu. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan, prasarana pendukung kawasan permukiman nelayan yang sudah tersedia antara lain jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan drainase, dan jaringan air limbah. Namun untuk jaringan persampahan belum tersedia sehingga untuk masalah persampahan masyarakat
permukiman
nelayan
Kecamatan
Brondong
cenderung
membakar sampah atau membuang sampah limbah rumah tangga di sepanjang pantai yang berbatasan dengan permukiman. Sedangkan sarana pendukung permukiman nelayan yang sudah tersedia antara lain tempat pelangan ikan (TPI), tambatan perahu, dan tempat penjemuran ikan. Untuk sarana TPI dan tambatan perahu sudah disediakan oleh pemerintah daerah, namun untuk sarana 71
tempat penjemuran ikan yang tersedia adalah milik swasta atau perseorangan. b. Karakteristik kemudahan akses terhadap sarana pendukung permukiman nelayan Kemudahan akses masyarakat terhadap sarana pendukung kawasan permukiman nelayan sangat mempengaruhi kelangsungan kegiatan masyarakat di sarana tersebut. Hal ini tentu akan berpengaruh juga pada pemanfaatan sarana permukiman akan sesuai dengan peruntukannya atau tidak. Menurut konsep pembangunan pesisir secara berkelanjutan, salah satu karakteristik pembangunan dapat dikatakan berkelanjutan adalah apabila dapat memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengabaikan kebutuhan di masa mendatang. Jika dikaitkan dengan sarana pendukung kawasan permukiman nelayan, adanya sarana permukiman adalah untuk mendukung kegiatan masyarakat di kawasan permukiman tersebut. Sehingga sarana yang baik dan berkelanjutan adalah sarana yang dapat berfungsi dengan baik, bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan mudah dijangkau oleh masyarakat. Survey terhadap masyarakat di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan terkait kemudahan akses masyarakat terhadap sarana permukiman nelayan yang dalam hal ini adalah jarak dari permukiman ke sarana pendukung, dibagi menjadi 4 kategori. Pertama, sangat dekat yaitu antara 0-500m. Kedua, dekat yaitu antara 500-1000m. Ketiga, jauh yaitu 1000-3000m. Keempat, sangat jauh yaitu >3000m. Hasil dari survey yang telah dilakukan, antara lain: 1. Jarak Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Diagram 4.1 Hasil Survey Jarak Tempat Pelelangan Ikan 72
Menurut hasil survey, sebanyak 7 orang (7%) menyatakan jarak tempat pelelangan ikan sangat jauh. Sebanyak 43 orang (44%) menyatakan jarak tempat pelelangan ikan jauh. Sebanyak 31 orang (31%) menyatakan jarak tempat pelelangan ikan dekat. Sebanyak 18 orang (18%) menyatakan jarak tempat pelelangan ikan sangat dekat. Tabel 4.7 Output Deskriptif Statistik Jarak Tempat Pelelangan Ikan Jarak Tempat Pelelangan Ikan Frequency Valid
Sangat Jauh
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
7
7.1
7.1
7.1
Jauh
43
43.4
43.4
50.5
Dekat
31
31.3
31.3
81.8
Sangat Dekat
18
18.2
18.2
100.0
Total
99
100.0
100.0
Sumber : Hasil analisis Data Karakteristik Jarak Tempat Pelelangan Ikan Kecamatan Brondong menggunakan IBM SPSS Statistic 22
2. Jarak Tempat Penjemuran Ikan
Diagram 4.2 Hasil Survey Jarak Tempat Penjemuran Ikan
Jarak tempat penjemuran ikan berdasarkan jawaban kuesioner adalah sebanyak 3 orang (3%) menyatakan jarak tempat penjemuran ikan sangat jauh. Sebanyak 44 orang (45%) menyatakan jarak tempat penjemuran ikan jauh. Sebanyak 26 orang (26%) menyatakan jarak tempat penjemuran ikan dekat. Sebanyak 26 orang (26%) menyatakan jarak tempat penjemuran ikan sangat dekat.
73
Tabel 4.8 Output Deskriptif Statistik Jarak Tempat Penjemuran Ikan Jarak_Penjemuran Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Sangat Jauh
3
3.0
3.0
3.0
Jauh
44
44.4
44.4
47.5
Dekat
26
26.3
26.3
73.7
Sangat Dekat
26
26.3
26.3
100.0
Total
99
100.0
100.0
Sumber : Hasil analisis Data Karakteristik Jarak Tempat Penjemuran Ikan Kecamatan Brondong menggunakan IBM SPSS Statistic 22
3. Jarak Tambatan Perahu
Diagram 4.3 Hasil Survey Jarak Tempat Tambatan Perahu
Karakteristik jarak tempat tambatan perahu
berdasarkan jawaban
kuesioner adalah sebagai berikut. Sebanyak 2 orang (2%) menyatakan jarak tempat tambatan perahu sangat jauh. Sebanyak 17 orang (17%) menyatakan jarak tempat tambatan perahu jauh. Sebanyak 46 orang (47%) menyatakan jarak tempat tambatan perahu
dekat. Sebanyak 34 orang (34%) menyatakan jarak tempat
tambatan perahu sangat dekat. Tabel 4.9 Output Deskriptif Statistik Jarak TempatTambatan Perahu Tambatan_Perahu Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Sangat Jauh
2
2.0
2.0
2.0
Jauh
17
17.2
17.2
19.2
Dekat
46
46.5
46.5
65.7
Sangat Dekat
34
34.3
34.3
100.0
Total
99
100.0
100.0
Sumber : Hasil analisis Data Karakteristik Jarak Tambatan Perahu Ikan Kecamatan Brondong menggunakan IBM SPSS Statistic 22 74
Berdasarkan hasil survey diatas, dari ketiga sarana pendukung permukiman mayoritas masyarakat menyatakan bahwa jaraknya jauh dari permukiman itu sendiri. Artinya jarak ketiga sarana tersebut >3000m dari permukiman. Namun dahi hasil observasi dan wawancara masyarakat setempat, jauhnya sarana TPI dan Tempat Penjemuran Ikan tidak menjadi hambatan masyarakat dalam mengakses sarana tersebut. Hal ini karena telah didukung adanya sarana transportasi umum maupun transportasi pribadi yang memadai. Sedangkan untuk sarana Tambatan Perahu, lokasi sarana ini adalah menyatu dengan sarana TPI. Kegiatan melaut merupakan rutinitas nelayan seharihari sehingga lokasi tambatan perahu yang menyatu dengan TPI dirasa terlalu jauh
untuk
mengaksesnya
oleh
masyarakat.
Akibatnya,
masyarakat
permukiman nelayan cenderung memarkir perahu mereka di sembarang tempat yang dekat dengan permukiman tempat mereka tinggal, bukan lagi di tempat tambatan perahu yang telah disediakan. c. Karakteristik kualitas sarana dan prasarana pendukung permukiman nelayan Sarana dan prasarana tidak akan menunjang kegiatan masyarakat permukiman nelayan apabila tidak didukung dengan kualitas yang baik dari sarana dan prasarana itu sendiri. Karaktreristik kawasan permukiman nelayan menurut Syahriarto (2013) salah satunya ialah kawasan permukiman yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan yang sesuai dengan besaran satuan lingkungan dan ketentuan yang berlaku. Apabila suatu sarana dan prasarana lingkungan telah sesuai dengan besaran satuan lingkungan dan ketentuan yang berlaku tentu akan dapat berfungsi dan melayani masyarakat dengan baik. Sebab menurut Muttaqiena (2009) salah satu prinsip pembangunan pesisir secara terpadu adalah memperhatikan kualitas hidup manusia pada saat sekarang dan masa yang akan datang. Kualitas hidup manusia atau masyarakat di suatu lingkungan akan baik jika kebutuhannya terlayani dengan baik. Survey terkait kualitas sarana dan prasarana telah dilakukan terhadap masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan. Hasil dari survey tersebut adalah sebagai berikut: 75
1. Kondisi Tempat Pelelangan Ikan (TPI)
Diagram 4.4 Kondisi Tempat Pelelangan Ikan
Berdasarkan hasil survey terkait kondisi tempat pelelangan ikan (TPI) di Kecamatan Brondong, mayoritas masyarakat menyatakan tidak baik. Setelah dilakukan observasi langsung ke lapangan untuk memperkuat hasil survey, ternyata Kecamatan Brondong telah memiliki dua TPI, yakni TPI lama dan TPI baru. Namun terkait fungsi, semua kegiatan masih terpusat di TPI lama. TPI baru belum difungsikan hal ini merujuk pada kebijakan pusat, bukan kebijakan daerah. Sedangkan kondisi TPI lama semakin memperihatinkan. Jika dikaitkan dengan fungsi, TPI lama masih berfungsi sebagaimana mestinya. Namun pada kondisi fisiknya terlihat sangat tidak terawat, kotor, dan tidak sehat. Gambar dibawah ini menunjukkan kondisi TPI lama (Gambar 4.1) dan TPI baru (Gambar 4.2) Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan.
Gambar 4.1 Kondisi Tempat Pelelangan Ikan baru
76
Gambar 4.2 Kondisi Tempat Pelelangan Ikan lama
2. Kondisi Tempat Penjemuran Ikan
Diagram 4.5 Kondisi Tempat Penjemuran Ikan
Berdasarkan hasil survey mengenai kondisi tempat penjemuran ikan, sebagian besar masyarakat menyatakan kondisinya tidak baik. Selain tempat penjemuran ikan adalah sarana milik perseorangan, sarana tersebut juga masih menggunakan alat-alat tradisional. Berikut adalah gambaran tentang kondisi salah satu tempat penjemuran ikan di Kecamatan brondong Kabupaten Lamongan.
Gambar 4.3 Kondisi Tempat Penjemuran Ikan 77
3. Kondisi Tempat Tambatan perahu
Diagram 4.6 Kondisi Tempat Tambatan Perahu
Berdasarkan hasil survey mengenai kondisi tempat tambatan perahu, mayoritas masyarakat menyatakan tidak baik. Menurut masyarakat setempat,di tempat tambatan perahu yang disediakan, terdapat banyak karang sehingga terkadang perahu-perahu tersebut sulit berlayar akibat tersangkut karang. Selain itu, jarak tambatan perahu dengan permukiman tergolong
jauh padahal
perahu merupakan alat
transportasi sehari-hari nelayan untuk bekerja. Hal-hal tersebut menyebabkan kecenderungan masyarakat nelayan merasa lebih mudah dengan menambatkan perahu mereka di sembarang tempat yang dekat dengan permukiman tempat mereka tinggal. Gambar dibawah ini menunjukkan kondisi tempat tambatan perahu yang telah disediakan (Gambar 4.4) dan tambatan perahu informal masyarakat yang berdekatan dengan permukiman (Gambar 4.5).
Gambar 4.4 Kondisi Tempat Tambatan Perahu
78
Gambar 4.5 Kondisi Tempat Tambatan Perahu informal
4. Kondisi Jaringan Jalan
Diagram 4.7 Kondisi Jaringan Jalan
Bar chart diatas menunjukkan hasil survey terkait kondisi jaringan jalan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong. Sebagian besar masyarakat menyatakan kondisi jaringan jalan di permukiman nelayan Kec.Brondong tidak baik. Jika diklasifikasikan menurut materialnya, ada 4 jenis jalan di permukiman nelayan Kec.Brondong yaitu; jalan aspal, jalan paving; jalan plesteran, dan jalan tanah. Gambar dibawah ini menunjukkan kondisi jaringan jalan di permukiman nelayan Kec.Brondong.
79
Gambar 4.6 Kondisi jaringan jalan sspal (kiri atas), jalan paving (kanan atas), jalan plesteran (kiri bawah), dan jalan tanah (kanan bawah)
5. Kondisi Jaringan Air Bersih
Diagram 4.8 Kondisi Jaringan Air Bersih
Jaringan air bersih (PDAM) sudah masuk menyeluruh di kawasan permukiman nelayan Kec. Brondong.
Namun setelah dilakukan
survey terkait kondisi jaringan air bersih tersebut kepada masyarakat permukiman nelayan, hasil yang didapatkan ialah kondisi yang tidak baik. Hal ini dikarenakan ketidak lancaran pendistribusian air bersih PDAM kepada masyarakat setempat. 6. Kondisi Jaringan persampahan
Diagram 4.9 Kondisi Jaringan Persampahan Kecamatan Brondong 80
Berdasarkan hasil survey terhadap masyarakat dan observasi lapangan, kondisi
jaringan persampahan di kawasan permukiman
nelayan Kecamatan Brondong tergolong sangat buruk. Masalah utamanya adalah belum adanya sistem khusus yang menangani persampahan. Sehingga msyarakat cenderung terbiasa membuang sampah di pesisir pantai yang berbatasan dengan permukiman tempat mereka tinggal atau membakarnya. Berikut ini gambar mengenai kondisi persampahan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong.
Gambar 4.7 Kondisi Persampahan di Permukiman Nelayan Kec.Brondong Kab.Lamongan
7. Kondisi Jaringan Drainase
Diagram 4.10 Kondisi Jaringan Drainase
Berdasarkan hasil survey, mayoritas masyarakat menyatakan kondisi jaringan drainase di kawasan permkiman nelayan Kecamatan Brondong tidak baik karena banyak saluran yang tidak berfungsi lagi. Setelah dilakukan observasi langsung ke lapangan, ternyata penyebab utama matinya fungsi jaringan drainase di kawasan permukiman 81
nelayan Kecamatan Brondong ialah sampah. Masyarakat membuang sampah pada saluran-saluran drainase sehingga saluran tersebut tidak dapat lagi mengalirkan air. Selain itu, untuk area permukiman yang berada di utara koridor utama, atau yang berbatasan langsung dengan pantai belum terlayani jaringan drainase. Akibatnya, setiap hujan pada area tersebut selalu terdapat genangan walaupun tidak bertahan lama karena air langsung mengalir ke laut. Berikut gambar kondisi jaringan drainase di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong.
Gambar 4.8 Kondisi Jaringan Drainase di Permukiman Nelayan Kec.Brondong Kab.Lamongan
8. Kondisi Jaringan Air Limbah
Diagram 4.11 Kondisi Jaringan Air limbah
Mayoritas dari masyarakat kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong menyatakan bahwa kondisi jaringan air limbah tidak baik. Hal ini dikarenakan belum adanya sistem pengolahan air limbah yang baik. Selain itu, beberapa dari masyarakat masih ada yang belum 82
memiliki jaringan air limbah sehingga limbah langsung dialirkan ke laut. Dari pembahasan diatas terkait hasil survey dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong dalam kondisi tidak baik dan sebagian besar disebabkan oleh kecenderungan masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungannya. d. Karakteristik penggunaan material bangunan hunian Kondisi bangunan hunian atau penggunaan material bangunan hunian berkaitan erat dengan kondisi ekonomi masyarakat di lingkungan permukiman tersebut. Masyarakat dengan kondisi ekonomi yang baik akan cenderung membangun hunian mereka dengan material permanen untuk mendapatkan kenyamanan karena bangunan yang permanen lebih kokoh dan aman untuk ditinggali. Sebaliknya, masyarakat dengan kondisi ekonomi yang kurang baik akan memilih membangun rumahnya dengan material seadanya saja.
Diagram 4.12 Karakteristik Penggunaan Material Bangunan Hunian
Berdasarkan hasil survey terhadap masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong, sebagian besar hunian di permukiman nelayan Kecamatan Brondong sudah menggunakan material bangunan yang permanen yakni sebesar 44%. Namun 56% sisanya masih menggunakan material bangunan non atau semi permanen (Gambar 4.9). Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh KIMPRAS WIL Propinsi Riau, 2002;27 dalam Umbara 2003 terkait ciri khas yang melekat pada permukiman nelayan salah satunya ialah rumah non atau semi permanen.
83
Gambar 4.9 Penggunaan material bangunan hunian di permukiman nelayan Kec.Brondong Kab.Lamongan
Hasil survey tersebut dapat mengindikasikan adanya kesenjangan ekonomi antar masyarakat permkiman nelayan Kecamatan Brondong. Hal ini sangat bertolak belakang dengan salah satu teori prinsip pembangunan pesisir secara berkelanjutan menurut Pawlukiewic, Perema Katari Gupta, and Carl Koelbel dalam bukunya Ten Principles for Coastal Development (2007) dimana pembangunan pesisir secara berkelanjutan haruslah dapat mengatasi masalah pemerataan sosial dan ekonomi. Kesimpulannya, karakteristik penggunaan material bangunan di permukiman nelayan Kecamatan Brondong 56% masih
menggunakan
material
non
dan
semi
permanen
yang
mengindikasikan adanya kesenjangan ekonomi antar masyarakat di permukiman tersebut sehingga tidak sesuai dengan prinsip pembangunan pesisir secara berkelanjutan. e. Karakteristik luas bangunan hunian Luas bangunan hunian merupakan salah satu indikator kelayakan dari sebuah bangunan hunian. Luas bangunan hunian seharusnya mampu melayani kegiatan jumlah orang yang tinggal didalamnya sehingga tercipta kenyamanan untuk tinggal disana.
Diagram 4.13 Karakteristik Luasan Bangunan Hunian 84
Berdasarkan hasil survey terhadap masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong, masyoritas masyarakat yaitu sebanyak 41% tinggal di hunian dengan luas 2-20 m2. Banyak dari masyarakat di permukiman nelayan yang merupakan pendatang, bukan penduduk asli kemudian mereka tinggal di rumah-rumah petak dengan luasan di bawah standar. Tabel 4.10 Output Deskriptif Statistik Luas Bangunan Hunian Descriptive Statistics N Luas_Bangunan 99 Valid N (listwise) 99
Minimum Maximum Mean 3.00
140.00
Std. Deviation
34.8864 27.48836
Sumber : Hasil analisis Data Karakteristik Luas Bangunan Nelayan Kecamatan Brondong menggunakan IBM SPSS Statistic 22
f. Karakteristik status legalitas bangunan hunian Status
kepemilikan
bangunan
merupakan
salah
satu
indikator
kesejahteraan ekonomi masyarakat nelayan. Masyarakat yang perekonomiannya baik cenderung akan memilih memiliki aset berupa rumah yang bersetifikat hak milik karena secara ekonomi mereka mampu. Namun untuk maasyarakat berpenghasilan rendah, ada tempat untuk berteduh saja mereka sudah merasa cukup walaupun terkadang lahan yang ditempatinya masih sewa atau bahkan ilegal.
Diagram 4.14 Karakteristik Status Kepemilikan Bangunan Hunian
Berdasarkan hasil survey terhadap masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong, dari 99 orang disurvey 46 orang mengaku menempati lahan yang statusnya Petok D, 28 orang menempati rumah kontrakan/kos, 20 orang milik sendiri bersertifikat dan 5 orang menempati lahan negara (tanah
85
olor/sempadan pantai). Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat menempati lahan dengan status petok D. Status lahan Petok D di tahun 1960 an nilai kuantitasnya setara dengan sertifikat tanah, namun seiring bertambahnya tahun serta adanya perubahan tentang undang undang pertanahan, petok D saat ini hanyalah berfungsi sebagai tanda bukti bahwa pemegang petok D ini telah membayar pajak atas tanah yang tercantum didalam petok tersebut. Sehingga bila dilihat dari segi hukum, kekuatannya sangat lemah dibandingkan dengan sertifikat tanah saat ini (www.blitarbisnis.com, 2015). g. Karakteristik frekwensi terjadinya bencana Pawlukiewic, Perema Katari Gupta, and Carl Koelbel dalam bukunya Ten Principles for Coastal Development (2007) menyatakatan bahwa salah satu prinsip pembangunan pesisir secara berkelanjutan ialah mengidentifikasi bahaya dan mengurangi kerentanan terhadap bencana alam. Sehingga sebelumnya perlu diidentifikasi bencana apa saja yang mengancam kawasan permukiman nelayan serta frekwensi terjadinya bencana tersebut.
Tabel 4.11 Karakteristik Kebencanaan Kawasan Permukiman Nelayan Jenis Bencana Abrasi Banjir Gempa Angin Laut Lainnya
Terjadinya Bencana Ya Tidak 1 98 13 86 0 99 4 95 16 83
Frekuensi Bencana 0 1 2 >3 98 1 0 0 87 4 3 5 99 0 0 0 95 3 1 0 83 14 2 0
Sumber : Hasil analisis 2015
Berdasarkan hasil survey terhadap masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong, bencana yang paling sering terjadi ialah banjir dan angin laut. Angin laut terjadi minimal 1 kali dalam 1 tahun. Bencana angin laut ini rentan terhadap rumah yang kondisinya non atau semi permanen. Menurut pernyataan warga pada tahun 2015 lalu beberapa rumah mengalami kerusakan akibat bencana ini. Kemudian terkait bencana banjir, beberapa faktor yang menyebabkan seringnya terjadi banjir ini adalah air laut pasang, sampah yang 86
menyebabkan tidak berfungsinya saluran drainase bagi permukiman yang sudah terlayani saluran drainase dan belum terlayaninya saluran drainase di area permukiman tepi pantai. Sehingga dapat disimpulkan bahwa karakteristik kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong merupakan kawasan yang rentan terhadap bencana banjir dan angin laut. h. Karakteristik tingkat keamanan di lingkungan permukiman nelayan Tingkat
keamanan
lingkungan
dapat
menjadi
tolok
ukur
kekompakan/keguyuban masyarakat di kawasan permukiman nelayan. Untuk membangun pesisir dengan pendekatan berkelanjutan kedepannya dibutuhkan masyarakat yang aktif, solid, dan partisipatif terhadap pembangunan. Sehingga mampu mendukung pembangunan dan menciptakan lingkungan yang lebih baik. Berdasarkan hasil survey terhadap masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong, 69% dari masyarakat menyatakan bahwa lingkungannya aman. Tidak pernah terjadi pertikaian antar warga dan hampir tidak pernah terjadi kemalingan atau tindak pidana lain.
Diagram 4.15 Karakteristik Keamanan Lingkungan
i. Karakteristik ragam mata pencaharian masyarakat Menurut Departemen Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya (2012), salah satu karakteristik kawasan permukiman nelayan adalah 60% dari jumlah penduduk merupakan nelayan, dan pekerjaan lainnya yang terkait dengan pengolahan dan penjualan ikan.
87
Diagram 4.16 Karakteristik Pekerjaan Utama Masyarakat
Berdasarkan hasil survey terhadap masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong, 74% masyarakat bermata pencaharian sebagai nelayan ikan, 14% bekerja di penjemuran ikan, 10% sebagai penjualm ikan dan 2% sebagai pengrajin ikan. Dapat disimpulkan bahwa karakteristik pekerjaan utama masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong mayoritas adalah nelayan ikan. Tabel 4.12 Output Deskriptif Statistik Karakteristik Pekerjaan Utama Masyarakat Pekerjaan Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Jemur ikan
14
14.1
14.1
14.1
Nelayan ikan
73
73.7
73.7
87.9
2
2.0
2.0
89.9
Penjual ikan
10
10.1
10.1
100.0
Total
99
100.0
100.0
Pengerajin ikan
Sumber : Hasil analisis Data Karakteristik Pekerjaan Utama Nelayan Kecamatan Brondong menggunakan IBM SPSS Statistic 22
j. Karakteristik tingkat pendapatan masyarakat Tingkat pendapatan masyarakat merupakan indikator utama untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat di suatu kawasan permukiman. Menurut Wiyana (2004) suatu pembangunan yang berkelanjutan secara ekonomi harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang dimaksud disini ialah meningkatnya kesejahteraan ekonomi masyarakat sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri.
88
Diagram 4.17 Karakteristik Pendapatan Masyarakat
Berdasarkan hasil survey terhadap masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong, dari 99 orang yang survey 82 orang menyatakan berpendapatan sekitar 300.000-2.000.000 rupiah tiap bulannya. Jika dilihat dari kebutuhan untuk hidup berkeluarga sehari hari, sekolah anak, modal bekerja dll, pendapatan tersebut masih dirasa kurang. Dapat disimpulkan karakteristik tingkat pendapatan masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong tergolong masyarakat berpenghasilan rendah. k. Karakteristik tingkat pendidikan masyarakat Tingkat pendidikan dapat menjadi tolok ukur untuk mengetahui tingkat kesejahteraan dan kualitas mayarakat di sebuah kawasan permukiman nelayan. Karena pendidikan berkaitan sangat erat dengan pengetahuan yang mempengaruhi kualitas dari suatu komunitas. Pembangunan pesisir secara berkelanjutan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas masyarakat pesisir itu sendiri.
Diagram 4.18 Karakteristik Pendidikan Masyarakat
Berdasarkan hasil survey terhadap masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong, persentase tertinggi yaitu sebanyak 53% masyarakat 89
nelayan Kecamatan Brondong adalah lulusan SD/MI. Kemudian 29% lulusan SMP/Mts, 11% lulusan SMA/MA, dan bahkan masih ada 7% yang tidak sekolah. Dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik tingkat pendidikan masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong ialah sebagian besar masyarakat belum memenuhi program wajib belajar 12 tahun seperti yang dicanangkan oleh pemerintah sehingga berpengaruh terhadap rendahnya tingkat kesejahteraan serta kualitas masyarakat di permukiman nelayan Kecamatan Brondong. Tabel 4.13 Output Deskriptif Statistik Karakteristik Pendidikan Masyarakat Pendidikan Frequency Valid
Tidak Sekolah
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
7
7.1
7.1
7.1
SD/MI
52
52.5
52.5
59.6
MTs/SMP
29
29.3
29.3
88.9
MA/SMA
11
11.1
11.1
100.0
Total
99
100.0
100.0
Sumber : Hasil analisis Data Karakteristik Pendidikan Nelayan Kecamatan Brondong menggunakan IBM SPSS Statistic 22
l. Karakteristik jumlah anggota dalam satu KK dan jumlah KK dalam 1 rumah Untuk mengetahui karakteristik sosial masyarakat permukiman nelayan salah satu cara yang bisa dilakukan ialah mencari tahu bagaimana kebiasaan mayarakat pemukiman nelayan hidup dan bersosialisasi. Tabel 4.14 Output Deskriptif Statistik Karakteristik Sosial Masyarakat Descriptive Statistics
AnggotaKK JumlahKK Valid N (listwise)
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
99 99
1.00 1.00
10.00 12.00
4.3939 2.0404
1.58962 1.83458
99
Sumber : Hasil analisis Data Karakteristik Pendapatan Nelayan Kecamatan Brondong menggunakan IBM SPSS Statistic 22
Berdasarkan hasil survey terhadap masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong, rata rata pada setiap KK berjumlahkan 4 orang dan pada setiap rumah rata-rata terdiri dari 2 KK. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik sosial masyarakat permukiman nelayan Kecamatan 90
Brondong
memiliki
kecenderungan
hidup
berkumpul
dengan
cara
menempati 1 (satu) rumah lebih dari 1 KK. m. Karakteristik pelayanan kesehatan Tersedianya pelayanan kesehatan di sebuah lingkungan permukiman sangatlah penting. Menurut Haris (2000) dalam Fauzi (2004) salah satu prinsip konsep keberlanjutan adalah Keberlajutan sosial, keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.
Diagram 4.19 Karakteristik Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan hasil survey terhadap masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong, pelayanan kesehatan di kawasan permukiman nelayan sudah baik. Masyarakat menilai dari segi pelayanan yang ramah, pengambilan tindakan yang cepat terhadap pasien, dan disediakannya layanan posyandu. n. Karakteristik tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan sosial Salah satu sasaran dari pembangunan pesisir secara keberlanjutan ialah pembangunan yang dapat menciptakan partisipasi masyarakat dan pemberdayaan masyarakat (Wiyana, 2004). Untuk itu, sangat perlu untuk diketahui seberapa besar tingkat partisipasi masyarakat permukiman nelayan terhadap kegiatan sosial. Karena partisipasi masyarakat terhadap kegiatan sosial merupakan awal dari partisipasi masyarakat terhadap pembangunan.
91
Diagram 4.20 Karakteristik Partisipasi Kegiatan Sosial Masyarakat
Berdasarkan hasil survey terhadap masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong, masyarakat yang sering terlibat dalam kegiatan sosial disini, misalkan: gotong royong bersih kampung, sinoman, dll hanya 34%. Sedangkan 21% jarang terlibat bahkan 44% tidak pernah terlibat dalam kegiatan sosial. Dapat disimpulkan bahwa karakteristik tingkat partisipasi masyarakat terhadap kegiatan sosial masih rendah sehingga belum sesuai dengan sasaran pembangunan pesisir secara berkelanjutan. o. Karakteristik tingkat keterlibatan masyarakat dalam organisasi Selain mengukur tingkat pastisipasi masyarakat terhadap kegiatan sosial kemasyarakatan, mengukur tingkat keterlibatan masyarakat dalam organisasi juga dapat dijadikan indikator tingkat keaktifan masyarakat dalam berpartisipasi terhadap pembangunan nantinya.
Diagram 4.21 Karakteristik Partisipasi Aktif Organisasi Masyarakat
Berdasarkan hasil survey terhadap masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong, masyarakat yang sering terlibat dalam organisasi misal; organisasi nelayan, PKK, dll hanya 34% saja. Sedangkan 16% mengaku jarang bahkan 49% menyatakan tidak pernah aktif berorganisasi. Dapat disimpulkan bahwa karakteristik tingkat keterlibatan masyarakat dalam berorganisasi 92
masih rendah sehingga belum sesuai dengan sasaran pembangunan pesisir secara berkelanjutan. p. Karakteristik jenis tradisi/ritual yang dimiliki masyarakat nelayan dan frekwensi melakukan tradisi/ritual dalam satu tahun Tradisi/ritual yang dilakukan oleh suatu kelompok secara kontinyu dapat menjadi indikator untuk mengukur keguyuban/solidaritas dari kelompok tersebut. Menurut Umbara 2003, para nelayan memiliki tradisi tidak bekerja pada hari jumat dan hari-hari yang bertepatan dengan tanggal 1 Muharram. Pada peringatan 1 Muharram merekan akan melakukan tradisi upacara labuh laut, yaitu tradisi membuat sesaji untuk dibuang ke tengah laut sebagai pujian atas rejeki yang mereka terima dan doa agar selamat dalam bekerja dilaut. Berdasarkan hasil survey terhadap masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong, tradisi/ritual yang masih sering dilakukan adalah pengajian/majelis taklim rutin setiap bulan, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong masih memegang nilainilai agama islam yang kuat. Selain itu juga ada peringatan hari besar islam dan tujuh belas agustusan, serta tutup layang dan sedekah bumi. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu karakteristik masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong adalah memiliki nila-nilai keagamaan yang kuat dan tradisi/ritual khusus yang dilakukan secara kontinyu sebagaimana kelompok nelayan pada umumnya. Dari hasil analisa statistik deskriptif yang dilakukan diketahui bahwa permukiman nelayan Kecamatan Brondong memiliki karakteristik sebagai berikut:
Karakteristik fisik: Permukiman nelayan Kecamatan brondong memiliki karakteristik sebagai permukiman pesisir yang didukung oleh sarana-prasarana penunjang kegiatan nelayan, rentan terhadap bencana banjir dan angin laut, serta terdapat pola permukiman yang padat dan mengelompok untuk tiap keluarga. 93
Karakteristik non-fisik: Permukiman nelayan Kecamatan Brondong memiliki karakteristik masyarakat yang kurang sadar akan kualitas lingkungan sekitarnya sehingga menyebabkan kekumuhan dan degradasi lingkungan. Selain itu msyarakat permukiman nelayan Kecamatan brondong masih memiliki tradisi/ritual khusus nelayan sebagaimana kelompok nelayan lainnya dan menjunjung nilai nilai islami.
4.2.2 Analisa faktor penyebab kekumuhan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan
Brondong
sehingga
tidak
sesuai
dengan
konsep
Sustainable Coastal Development Pada analisa faktor penyebab kekumuhan di permukiman nelayan Kecamatan Brondong ini menggunakan analisa deskriptif yang kemudian hasil dari analisa deskriptif tersebut diperkuat lagi dengan analisa Delphi. Analisa deskriptif dilakukan untuk mendapatkan faktor-faktor yang kemudian akan dikunci terhadap stakeholder terkait. Sebelumnya juga telah dilakukan analisa stakeholder untuk menentukan stakeholder kunci. Pada nalisa deskriptif yang dilakukan, karakteristi permukiman nelayan Kecamatan Brondong juga menjadi masukan bagi penentuan faktor penyebab kekumuhan ini. Adapun variabel yang digunakan pada tahapan analisa ini antara lain: Tabel.4.15 Variabel untuk analisa faktor penyebab kekumuhan di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong. Indikator Kelengkapang fasilitas pendukung permukiman nelayan Kualitas banguna hunian
Kualitas lingkungan Permukiman nelayan Tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat nelayan Karakteristik sosial masyarakat Kelestarian lingkungan
Variabel Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung permukiman nelayan Kemudahan akses terhadap sarana dan prasarana pendukung Kualitas sarana dan prasarana pendukung Penggunaan material bnagunan Luasan bangunan Status legalitas bangunan Frekwensi terjdinya bencana Tingkat pendapatan masyarakat Tingkat pendidikan masyarakat Tingkat partisipasi masyarakat Kebersihan lingkungan permukiman nelayan
94
Indikator
Variabel Jenis kegiatan konservasi alam Kegiatan perikanan ramah lingkungan Ketersediaan pengolahan limbah perikanan Adanya ekosistem pesisir yang menangkal bencana Adanya upaya identifikasi bencana dan pengurangan kerentanan terhadap bencana Dukungan kebijakan terkait pengembangan permkiman nelayan Keberadaan komunitas sosial
Tingkat mitigasi bencana
Kelembagaan permukiman nelayan
Sumber: Hasil analisas, 2015
4.2.2.1 Analisa Deskriptif Analisa deskriptif yang dilakukan adalah berupa theoritical descriptive sebagai berikut: Tabel.4.16 Analisa Theotitical Descriptive NO
Variabel
Kondisi Eksisting
Tinjauan Literatur
Pembahasan
1.
Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung permukiman nelayan
Sarana yang sudah tersedia di permukiman nelayan Kec.Brondong antara lain tempat pelangan ikan (TPI), tambatan perahu, dan tempat penjemuran ikan. Sedangkan untuk prasarana yang sudah tersedia antara lain jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan drainase, dan jaringan air limbah. Namun untuk jaringan persampahan belum terseia sehingga kondisi persampahan disana sangat buruk.
Permukiman nelayan memiliki berbagai sarana yang mendukung kehidupan dan penghidupan penduduknya sebagai nelayan, khususnya dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan eksplorasi ikan dan pengolahan ikan (DPU Cipta Karya,2012)
Jika ditinjau dari literatur, ketersediaan sarana dan prasarana di permukiman nelayan Kec.Brondong sebagian besar sudah tersedia. Hanya satu prasarana yang belum tersedia yakni jaringan persampahan. Oleh karena itu faktor enyebab kekumuhan di permkiman nelayan Kec.Brondong adalah faktor belum tersedianya jaringan persampahan yang sustainable
2.
Kemudahan akses terhadap sarana pendukung permukiman nelayan
Jarak sarana pendukung permukiman di Kec.Brondong tergolong jauh dari lokasi
Karaktreristik permukiman nelayan menurut Syahriarto (2013) salah satunya ialah kawasan permukiman yang
Masyarakat permukiman nelayan Kec.brondong cenderung lebih memilih
95
3.
Kualitas sarana dan prasarana pendukung
permukiman. Namun yang dirasa menyulitkan masyarakat adalah akses terhadap sarana tambatan perahu.
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan yang sesuai dengan besaran satuan lingkungan dan ketentuan yang berlaku
menambatkan perahu di pesisir yang dekat dengan permukiman tempat mereka tinggal daripada di tempat tambatan perahu yang telah disediakan. Menurut masyarakat, di loaksi tambatan perahu yang disediakan selain jauh dari permukiman, juga terdapat banyak karang. Sehingga menyulitkan mobilitas perahu perahu tersebut karena sering tersangkut karang. Akibatnya, banyak perahu ditambatkan di sembarang tempat sepanjang pantai dan tidak tertata. Maka Faktor sulitnya akses ke tempat tambatan perahu dikarenakan lokasi yang kurang tepat (terdapat karang). dapat menjadi faktor kekumuhan di lingkungan permkiman nelyan Kec.Brondong.
Sarana dan prasarana pendukung permukiman nelayan Kec.Brondong dalam kondisi tidak baik. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan masyarakat permukman nelayan yang kurang peduli terhadap lingkungannya.
Karaktreristik permukiman nelayan menurut Syahriarto (2013) salah satunya ialah kawasan permukiman yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan yang sesuai dengan besaran satuan lingkungan dan ketentuan yang berlaku.
Dari kondisi eksisting sarana dan prasarana permukiman nelayan yang buruk sangat bertentangan dengan teori yang diemukakan oleh Syahriarto 2010 bahwa sarana dan prasarana permukiman nelayan harus sesuai dengan besaran satuan lingkungan dan ketentuan yang berlaku. Karena jika
96
sarana prasarana tersebut sudah sesuai dengan ketentuan maka kualitasna akan baik. Jadi, salah satu faktor yang menebabkan kekumuhan di permukiman nelayan Kec.Brondong ialah faktor buruknya kondisi sarana dan prasarana di permukiman nelayan Kec.Brondong 4.
Penggunaan material bangunan hunian
5.
Luasan bangunan hunian
6.
Status legalitas bangunan
Dari karakteristik permukiman nelayan Kec.Brondong didapatkan bahwa 56% masyarakat mernggunaan material bangunan semi dan non permanen. Sedangkan untuk luasan hunian masih banyak yang tinggal di rumah petakan dengan luas sekitar 220m2.
Kawasan permukiman nelayan harus memenuhi prinsip-prinsip layak huni yaitu memenuhi persyaratan teknis, persyaratan administrasi, maupun persyaratan lingkungan (Syahriarto, 2013)
Permukiman nelayan Kec.Brondong jika dilihat dari aspek kondisi bangunannya masih jauh dari prinsip layak huni seperti yang dikemukakan oleh pakar Syahriarto (2013). Karena penggunaan material semi-non permanen untuk bangunan hunian sangat rentan terhadap bencana, misal: kebakaran, angin laut. Terlebih lagi didukung kepadatan bangunan di permukiman nelayan Kec.Brondong sangat tinggi. Jadi faktor buruknya kondisi bangunan hunian dapat dijadikan faktor penyebab kekumuhan di permukiman nelayan Kec.Brondong.
Masih masyarakat permukiman
Menurut Ramdani dan Ragil. H (2013) karakteristik
Tidak semua lahan bangunan yang ditempati oleh
ada
97
nelayan Kec.Brondong yang menempati lahan milik negara, misal: sempadan pantai
permukiman nelayan pada umunya berada pada lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi dalam luas lahan yang sangat terbatas, rawan terhadap penyakit sosial dan penakit lingkungan serta kualitas bangunan hunian rendah.
masyarakat nelayan Kec.Brondong ini legal/milik sendiri. Akibatnya masyarakat yang menempati lahan ilegal cenderung membangun rumah dengan material semi-non permanen sehingga menyebabkan kualitas hunian rendah seperti yang dikemukakan pakar Ramdani dan Ragil (2013). Maka Faktor masih adanya permukiman ilegal ini dapat menjadi faktor penyebab kekumuhan di permkiman nelayan Kec.Brondong.
7.
Frekwensi terjadinya bencana
Permukiman nelayan Kec.Brondong yang terletak di kawasan pesisir sangat rawan terjadi bencana alam. Bencana yang paling sering terjadi di pesisir Brondong ialah banjir dan angin laut.
Pawlukiewic, Perema Katari Gupta, and Carl Koelbel dalam bukunya Ten Principles for Coastal Development (2007) menyatakatan bahwa salah satu prinsip pembangunan pesisir secara berkelanjutan ialah mengidentifikasi bahaya dan mengurangi kerentanan terhadap bencana alam.
Lingkungan yang baik adalah lingkungan yang terbebas dari potensi bencana alam. Permukiman nelayan Kec.Brondong yang terletak di kawasan pesisir yang sangat rawan terhadap bencana banjir dan angin laut. Seringnya terjadi bencana tersebut menjadikan kualitas lingkungan permukiman semakin buruk. Maka faktor seringnya terjadi bencana banjir dan angin laut dapat menyebabkan kekumuhan di permukiman nelayan Kec.Brondong.
8.
Tingkat pendapatan
Pendapatan msyarakat
Menurut (2004)
Rata masyarakat
di
98
Wiyana suatu
rata yang
9.
masyarakat
permukiman nelayan Kec.Brondong sebagian besar 300.0002.000.000/bulan. Namun bagi nelayan, pendapatan tersebut tidak pasti tergantung pada cuaca, dan perolehan ikan.
pembangunan pesisir yang berkelanjutan secara ekonomi harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi.
bekerja sebagai nelayan tidak memiliki perkejaan sampingan lain. Sehingga pendapatan yang mereka dapatkan hanya dari melaut. Hal ini kontra dengan teori pakar Wiyana (2004) yang mengemukakan harus adanya pertumbuhan ekonomi. Jikalau nelayan hanya bergantung pada pendapatan hasil dari melaut maka pendapatan mereka tidak akan tetap dan meningkat. Jadi faktor tingkat pendapatan masyarakat yang tidak tetap dapat dijadikan sebagai faktor penyebab kekumuhan di permukiman nelayan Kecamatan Brondong.
Tingkat pendidikan masyarakat
Msyarakat permukiman nelayang Kec.Brondong sebagian besar masih lulusan SD/MI. Hanya sebagian kecil saja yang memenuhi wajib belajar 12 tahun yaitu lulusan SMA/Sederajat.
Suprijanto (2000; 16) mengemukakan salah satu karakteristik sosial ekonomi masyarakat nelayan ialah Rata-rata penduduk golongan ekonomi lemah, dengan latar belakang pendidikan terbatas.
Fakta di lapangan membenarkan teori pakar Suprijanto (2000) bahwa masyarakat nelayan cenderung berlatar pendidikan terbatas. Di permukiman nelayan Kec.Brondong sebagian besar masyarakat masih lulusan SD/MI. Akibatnya, Pengetahuan akan lingkungan sehat cenderung masih kurang, sehingga terjadi kebiasaan tidak sadar akan lingkungan serta cenderung kurang memperhatikan bahaya dan resiko.
99
Maka faktor rendahnya tingkat pendidikan masyarakat nelayan Kec.Brondong dapat menjadi penyebab kekumuhan di lingkungan permukiman.
10.
Tingkat partisipasi masyarakat
Masyarakat di permukiman nelayan Kec.Brondong cenderung kurang aktif mengikuti kegiatan sosial kemasyarakatan karena berbenturan dengan kegiatan melaut.
Salah satu prinsip Sustainable Coastal Development adalah pembangunan Integrasi dan partisipasi. Sebuah pendekatan pengelolaan pesisir terpadu harus dibangun dan dilakukan secara pastisipatif, inklusif dan transparan (White Paper for Sustainable Coastal Development , 2000)
Salah satu tujuan pembangunan partisipatif adalah agar masyarakat merasa memiliki lingkungan sekitarnya dan mau ikut terlibat dalam menjaga kelestarian lingkungannya. Faktor rendahnya tingkat partisipasi masyarakat permukiman nelayan Kec.Brondong terhadap kegiatan sosial kemasyarakatan dapat di jadikan salah satu penyebab kekumuhan di permukiman nelayan Kec.Brondong .
11.
Kebersihan lingkungan permukiman nelayan
Kebersihan di lingkungan permukiman nelayan Kec.Brondong tergolong buruk. Hal ini disebabkan tidak adanya sistem persampahan yang baik dan tidak adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan lingkungan.
Kawasan permukiman nelayan harus memenuhi prinsip-prinsip layak huni yaitu memenuhi persyaratan teknis, persyaratan administrasi, maupun persyaratan lingkungan (Syahriarto, 2013)
Dengan kondisi kebersihan lingkungan yang buruk tentu sudah tidak sesuai dengan prinsip layak huni yang dikemukakan pakar Syahriarto, 2013. Suatu lingkungan layak huni harus bersih agar menciptakan kenyamanan untuk tinggal. Maka faktor kurangnya kesadaran masyarakat akan
100
kebersihan lingkungan dapat menjadi salah satu penyebab kekumuhan di permukiman nelayan Kec.Brondong. 12.
Jenis kegiatan konservasi alam
Belum ada kegiatan terkait konservasi alam di kawasan pesisir Kec.Brondong.
Salah satu prinsip Sustainable coastal Development adalan Berkomitmen untuk mempertahankan kawasan pesisir (Pawlukiewic, Perema Katari Gupta, and Carl Koelbel dalam bukunya Ten Principles for Coastal Development , 2007) Dikemukakan oleh White Paper for Sustainable Coastal Development (2000) prinsip pada Sustainable Coastal Development salah satunya ialah penghindaran resiko serta pencegahannya. Upaya pengelolaan kawasan pesisir harus mengadopsi pendekatan dalam menghindari risiko dan pencegahan dalam kondisi ketidakpastian.
13.
Kegiatan perikanan ramah lingkungan
Masyarakat nelayan di Kec.Brondong sudah menggunakan alat penangkap ikan yang ramah lingkungan sesuai dengan peraturan
101
Sistem keberlanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi penyerapan
Kawasan pesisir merupakan kawasan yang rentan terhadap bencana alam. Sehingga sangat perlu adanya kegiatan-kegiatan konservasi alam untuk mempertahankan kawasan pesisir seperti teori yang dikemukakan oleh pakar Carl Koelbel dkk. Diperkuat oleh teori dari White Paper for Sustainable Coastal Development (2000) bahwa pembangunan pesisir haruslah mencakup penghindaran resiko dan pencegahannya terhadap bencana alam. Maka faktor belum adanya kegiatan konservasi alam di kawasan pesisir permukiman nelayan Kec.Brondong dapat dijadikan salah satu faktor penyebab kekumuhan di kawasan tersebut. Sistem kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan nelayan Kec.Brondong sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan menggunakan alat
yang berlaku sehingga menjamin kelestarian ekosistem.
lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumbersumber ekonomi.(Haris, 2000)
dan cara penangkapan ikan yang ramah lingkungan. Sehingga tidak sampai terjadi eksploitasi sumberdaya alam.
14
Ketersediaan pengolahan limbah perikanan
Di lingkungan permukiman nelayan Kec.Brondong belum ada sistem khusus untuk menangani pengolahan limbah perikanan. Masyarakat cenderung terbiasa membuang limbah di sepanjang pantai.
Salah satu prinsip Sustainable Coastal Development adalah pembangunan dengan tetap melakukan perlindungan terhadap sumberdaya air di pantai. (Pawlukiewic, Perema Katari Gupta, and Carl Koelbel dalam bukunya Ten Principles for Coastal Development,2007)
Kebiasaan masyarakat yang membuang limbah hasil pengolahan ikan di sepanjang pantai tentu akan mencemari air laut. Hal ini bertentangan dengan prinsip sustainable coastal development yang telah dikemukakan oleh pakar. Maka faktor belum adanya sistem pengolahan limbah perikanan yang sustainable dapat dijadikan faktor penyebab kekumuhan di permukiman nelayan Kec.Brondong.
15.
Adanya ekosistem pesisir yang menangkal bencana
16.
Adanya upaya identifikasi bencana dan pengurangan kerentanan terhadap bencana
Belum ada ekosistem pesisir yang menangkal bencana di kawasan permukiman nelayan Kec.Brondong. namun untuk upaya identifikasi bencana dan pengurangan kerentanan terhadap bencana masih belum ada di kawasan permukiman nelayan
Salah satu prinsip pembangunan pesisir secara berkelanjutan ialah mengidentifikasi bahaya dan mengurangi kerentanan terhadap bencana alam. (Pawlukiewic, Perema Katari Gupta, and Carl Koelbel dalam bukunya Ten Principles for Coastal Development,2007)
Jika ditinjau dari lokasi permukiman nelayan Kec.Brondong sepanjang pesisir permukiman digunakan oleh masyarakat untuk menambatkan perahu. Sehingga belum ada ekosistem pesisir penangkal bencana di sepanjang pantai ini. Belum adanya upaya identifikasi dan pengurangan kerentanan terhadap bencana ini
102
menyebabkan kawasan permukiman ini masih sangat rentan terhadap bencana. Jadi faktor belum adanya upaya identifikasi dan pengurangan kerentanan terhadap bencana dapat dijadikan salah satu faktor penyebab kekumuhan di kawasan permukiman nelayan Kec.Brondong.
Kec.Brondong
17.
Dukungan kebijakan terkait pengembangan permukiman nelayan
Pada dokumen RTRW udah ada dukungan kebijakan terkait pengembangan permukiman nelayan Kec.Brondong yang akan diarahkan sebagai permukiman penunjang industri karena perkotaan Brondong akan dikembangkan menjadi perkotaan pusat industri dan pehubungan laut.
Kerjasama antara pemerintah, private sector serta masyarakat sipil harus dibangun untuk memastikan tanggung jawab dalam pengelolaan kawasan pesisir (White Paper for Sustainable Coastal Development , 2000)
Kerjasama pemerintah diimplementasikan berupa rencana atau kebijakan yang mendukung pengembangan permukiman nelayan secara umum sudah ada dan tertuang dalam RTRW Kab.Lamongan. sehingga variabel ini tidak menjadi faktor kekumuhan di permukiman nelayan Kec. Brondong.
18.
Keberadaan komunitas sosial
Sudah ada komunitas sosial berupa Kelompok Rukun Nelayan (RN).
Kerjasama antara pemerintah, private sector serta masyarakat sipil harus dibangun untuk memastikan tanggung jawab dalam pengelolaan kawasan pesisir (White Paper for Sustainable Coastal Development , 2000)
Merujuk kepada teori bahwa Kerjasama antara pemerintah, private sector serta masyarakat sipil sangat diperlukan untuk memastikan tanggung jawab dalam pengelolaan kawasan pesisir, maka diperlukan adanya komunitas sosial untuk menjadi perwakilan dari suatu kelompok masyarakat. Di
103
permukiman nelayan Kec.Brondong sudah ada komunitas sosial berupa rukun nelayan (RN). Kelompok RN aktif melakukan sosialisasi maupun berkumpul untuk kegiatan keagamaan (pengajian). Maka variabel ini tidak termasuk faktor yang menyebabkan kekumuhan di permukiman nelayan Kec.Brondong.
Sumber: Hasil analisa, 2016
Dari hasil analisa deskriptif diatas didapatkan faktor-faktor penyebab kekumuhan di permukiman nelayan Kecamatan Brondong antara lain adalah: 1) Belum tersedianya jaringan persampahan yang sustainable 2) Faktor sulitnya akses ke tempat tambatan perahu dikarenakan lokasi yang kurang tepat (terdapat karang). 3) Buruknya kondisi sarana dan prasarana di permukiman nelayan Kecamatan Brondong 4) Buruknya kondisi bangunan hunian di permukiman nelayan kecamatan Brondong 5) Faktor masih adanya permukiman ilegal 6) Seringnya terjadi bencana banjir dan angin laut 7) Tingkat pendapatan masyarakat nelayan yang tidak tetap 8) Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat nelayan Kecamatan Brondong 9) Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat 10) Kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan 11) Belum adanya kegiatan konservasi alam 12) Belum adanya sistem pengolahan limbah perikanan yang sustainable
104
13) Belum adanya upaya identifikasi dan pengurangan kerentanan terhadap bencana Setelah mendapatkan faktor-faktor diatas, maka faktor-faktor tersebut akan ditanyakan kepada stakeholder yang didapatkan dari hasil analisis stakehoder (Lampiran 1). 4.2.2.2 Wawancara Penentuan Faktor Dalam melakukan analisis faktor-faktor penyebab kekumuhan di permukiman nelayan Kec.Brondong menggunakan alat analisa Delphi sebagai fiksasi terhadap faktor-faktor berdasarkan analisa deskriptif agar didapatkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyebab kekumuhan di permukiman nelayan Kecamatan Brondong. Pada tahapan ini dilakukan wawancara kepada stakeholders hasil analisa stakeholder (Lampiran 1) mengenai faktor apa saja yang menyebabkan kekumuhan di permukiman nelayan Kecamatan Brondong. Dibawah ini adalah hasil wawancara stakeholder yang telah dilakukan. Tabel 4.17 Kompilasi Hasil Analisa Delphi NO. FAKTOR 1.
5.
Belum tersedianya jaringan persampahan yang sustainable Sulitnya akses ke tempat tambatan perahu dikarenakan lokasi yang kurang tepat (terdapat karang). Buruknya kondisi sarana dan prasarana di permukiman nelayan Kecamatan Brondong Buruknya kondisi bangunan hunian di permukiman nelayan kecamatan Brondong Masih adanya permukiman ilegal
6.
Seringnya terjadi bencana banjir dan angin laut
7.
Tingkat pendapatan masyarakat nelayan yang tidak tetap Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat nelayan Kecamatan Brondong Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat
2.
3. 4.
8. 9. 10.
Kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan 105
1
2
3
4
5
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
X
X
X
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
11.
Belum adanya kegiatan konservasi alam
12.
Belum adanya sistem pengolahan limbah perikanan yang sustainable Belum adanya upaya identifikasi dan pengurangan kerentanan terhadap bencana
13.
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Sumber: Hasil Wawancara Delphi, 2016
KETERANGAN: V : Setuju X : Tidak Setuju Dari proses wawancara yang telah dilakukan, telah disepakati 12 faktor yang menyebabkan kekumuhan di permukiman nelayan Kecamatan Brondong. Sehingga dari hasil wawancara yang dilakukan dapat disimpulkan faktor yang menyebabkan kekumuhan di permukiman nelayan Kecamatan Brondong adalah sebagai berikut: 1) Belum tersedianya jaringan persampahan yang sustainable 2) Sulitnya akses ke tempat tambatan perahu dikarenakan lokasi yang kurang tepat (terdapat karang). 3) Buruknya kondisi sarana dan prasarana di permukiman nelayan Kecamatan Brondong 4) Buruknya kondisi bangunan hunian di permukiman nelayan kecamatan Brondong 5) Masih adanya permukiman ilegal 6) Tingkat pendapatan masyarakat nelayan yang tidak tetap 7) Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat nelayan Kecamatan Brondong 8) Rendahnya tingkat partisipasi masyarakat 9) Kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan 10) Belum adanya kegiatan konservasi alam 11) Belum adanya sistem pengolahan limbah perikanan yang sustainable 12) Belum adanya upaya identifikasi dan pengurangan kerentanan terhadap bencana
106
4.2.3
Analisa
kriteria
peningkatan
kualitas
lingkungan
kawasan
permukiman nelayan didasarkan kepada prinsip-prinsip Sustainable Coastal Development Perumusan kriteria peningkatan kualitas lingkungan
di
kawasan
permukiman nelayan Kecamatan Brondong didasarkan pada pembandingan antara faktor penyebab kekumuhan hasil analisa dan kondisi eksisting di wilayah penelitian serta teori prinsip-prinsip sustainable coastal development sebagai dasar penentuan kriteria. 1. Faktor belum tersedianya jaringan persampahan yang sustainable Saat ini di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong belum tersedia jaringan persampahan maupun sistem persampahan yang sustainable. Masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong terbiasa membakar sampah atau membuang sampah limbah rumah tangga di sepanjang pantai yang berbatasan dengan permukiman. Pada faktor ini selain sarana, perilaku masyarakat setempat juga sangat berpengaruh dalam upaya peningkatan kualitasnya. Hal ini merujuk pada teori prinsip Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh White Paper for Sustainable Coastal Development (2000), dalam aspek perawatan terhadap kawasan pesisir, semua orang dan organisasi harus bertindak
dengan
kepedulian untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan pesisir dan sumberdaya pesisir. Menyediakan jaringan persampahan yang sustainable merupakan salah satu upaya kepedulian untuk menghindari dampak negatif terhadaplingkungan pesisir Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu adalah sistem manajemen yang mengintegrasikan aspek perencanaan pengelolaan sampah dengan pembangunan perkotaan, mempertimbangkan semua aspek terkait, seperti aspek ekonomi, lingkungan, sosial dan institusi, politik, keuangan dan aspek teknis secara simultan, serta memberi peluang bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses perencanaan dan pengambilan
keputusan
(Damanhuri,
2007).
Adapun
kriteria
pengembangan yang dapat digunakan untuk faktor ini adalah Tersedia 107
sistem persampahan terpadu yang melibatkan kerjasama semua pihak (pemerintah, swasta, dan masyarakat setempat). 2. Faktor sulitnya akses ke tempat tambatan perahu dikarenakan lokasi yang kurang tepat (terdapat karang). Sarana tempat tambatan perahu di Kec.Brondong berada satu lokasi dengan sarana tempat pelelangan ikan yang lokasinya lumayan jauh dari permukiman, sehingga untuk mengaksesnya masyarakat perlu menggunakan alat transportasi baik transportasi umum maupun pribadi. Perahu adalah alat transportasi yang digunakan para nelayan untuk bekerja sehari-hari selayaknya alat transportasi pribadi lainnya. Jarak lokasi tempat tambatan perahu dengan permukiman yang lumayan jauh (mengaksesnya dibutuhkan alat transportasi lain) dan didukung lokasi tambatan
perahu
yang
kurang
tepat
(terdapat
banyak
karang)
mengakibatkan masyarakat permukiman nelayan cenderung menambatkan perahu mereka di tempat tambatan perahu informal yakni pesisir yang dekat dengan permukiman tempat mereka tinggal, bukan lagi di tempat tambatan perahu yang telah disediakan. Menurut Sugiharto, 2001, sarana dan prasarana permukiman kerap digunakan untuk menjual daya tarik kawasannya dan salah satu indikatornya adalah kedekatan lokasi sarana dengan permukiman itu sendiri. Selain itu, menurut Syahriartato (2013) fungsi tambatan perahu adalah sebagai tempat untuk mengikat perahu saat berlabuh dan tempat penghubung antara dua tempat yang dipisahkan oleh laut, sungai maupun danau. Terdapat dua tipe tambatan perahu terdiri dari: 1. Tambatan tepi, digunakan apabila dasar tepi sungai atau pantai cukup dalam, dibangun searah tepi sungai atau pantai. 2. Tambatan dermaga, digunakan apabila dasar sungai atau pantai cukup landai, dibangun menjalar ketengah.
108
Adapun kriteria pengembangan yang dapat digunakan untuk faktor ini adalah tersedia sarana tempat tambatan perahu tipe dermaga yang dekat dengan permukiman nelayan. 3. Faktor buruknya kondisi sarana dan prasarana di permukiman nelayan Kecamatan Brondong Saat ini sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong antara lain adalah 1) Tempat pelelangan ikan 2) Tempat penjemuran ikan 3) Tempat tambatan perahu 4) Jaringan air bersih 5) jaringan jalan 6) Jaringan drainase. Namun kurang maksimalnya fungsi sarana dan prasarana lingkungan ditambah dengan tingkat pendidikan, ekonomi masyarakat lebih memperburuk kondisi lingkungan. Kondisi sarana dan prasarana di lokasi pengamatan adalah sebagai berikut:
Tempat pelelangan ikan Jika dikaitkan dengan fungsi, TPI lama masih berfungsi sebagaimana mestinya. Namun pada kondisi fisiknya terlihat sangat tidak terawat, kotor, dan tidak sehat. Belum ada instalasi air limbah pengolahan ikan. Banyak terdapat genangan dan jaringan drainasenya tidak berfungsi lagi.
Tempat tambatan perahu Lokasi tambatan perahu yang tidak tepat, terdapat banyak karang dan jauh dari permukiman.
Tempat penjemuran ikan Sarana
tempat
penjemuran
swasta/perseorangan.
Kondisinya
ikan masih
merupakan tradisional
milik dan
pengolahannya manual.
Jaringan drainase Jaringan drainase belum melayani seluruh ermukiman nelayan, masih sebagian saja. Dan rata-rata kondisinya rusak parah tidak perfungsi karena timbunan sampah.
Jaringan jalan 109
Jaringan jalan sudah melayani seluruh permukiman namun kondisinya banyak yang masih belum layak atau rusak berat.
Jaringan air bersih Jaringan air bersih sudah masuk di permukiman nelayan Kec.brondong namun kondisinya belum mampu melayani sesuai dengan standar yakni sebesar 60 liter/orang/hari yang disalurkan melalui penyediaan sambungan rumah atau sambungan halaman. Berdasarkan faktor diatas maka kriteria yang dibutuhkan untuk
faktor ini adalah tersedia peningkatan terhadap kualitas sarana dan prasarana yang memadai bagi masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong. 4. Faktor buruknya kondisi bangunan hunian di permukiman nelayan kecamatan Brondong Kondisi bangunan hunian di kawasan permukiman nelayan yang masih lebih dari 50% menggunakan material semi-non permanen, dengan luasan yang kurang dari standar, serta tipologi bangunan yang padat dan mengelompok akan sangat rawan terhadap bencana serta tidak layak huni. Kondisi
sosial
berpenghasilan
ekonomi rendah
masyarakat (MBR)
yang
semakin
tergolong
masyarakat
memperburuk
kualitas
banguannpada permukiman nelayan Kec. Brondong. Sehingga dibutuhkan bantuan atau dukungan dari pihak lain untuk memecahkan permasalahan tersebut. Hal ini didukung oleh teori salah satu prinsip Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh White Paper for Sustainable Coastal Development (2000), bahwa kerjasama antara pemerintah, private sector serta masyarakat sipil harus dibangun untuk memastikan tanggung jawab dalam pengelolaan kawasan pesisir serta untuk memberdayakan stakeholder agar berpartisipasi lebih efektif lagi. Untuk itu, dalam peningkatan
kualitas
lingkungan
kawasan
permukiman
nelayan
Kecamatan Brondong dibutuhkan kriteria tersedia program dukungan dari pemerintah maupun swasta terkait perbaikan hunian bagi MBR di permukiman nelayan Kec. Brondong. 110
5. Faktor masih adanya permukiman ilegal Saat ini masih terdapat rumah-rumah ilegal di permukiman nelayan Kecamatan Brondong. Disebut ilegal karena rumah-rumah tersebut berdiri diatas lahan yang bukan miliknya, contoh: sempadan pantai, tanah oloran, atau tanah negara. Lahan-lahan tersebut tidak diperuntukkan didirikan bangunan rumah karena satu dan lain hal. Misalkan lahan sempadan pantai,tidak diperbolehkan didirikan rumah karena lahan tersebut sangat rawan terhadap bencana, contoh: abrasi. Seharusnya masalah seperti ini segera ditindak tegas karena demi keselamatan masyarakat itu sendiri serta kualitas
lingkungannya.
Untuk
itu,
dalam
peningkatan
kualitas
permukiman nelayan Kecamatan Brondong dibutuhkan kriteria tersedia peraturan daerah dan tindakan yang tegas terhadap permukiman ilegal di permukiman nelayan Kec. Brondong. 6. Faktor tingkat pendapatan masyarakat nelayan yang tidak tetap Masalah ekonomi erat kaitannya dengan tingkat pendidikan masyarakat dan lingkungan
suatu
keduanya
sangat
berkolerasi
dengan
kawasan (Heryati, 2008). Masyarakat permukiman
nelayan Kec.Brondong yang
sebagian
besar masyarakatnya termasuk
masyarakat prasejahera yang punya penghasilan tidak sebagian
besar
kualitas
bekerja
tetap
karena
sebagai nelayan. Sehingga hal ini membuat
masyarakat setempat tidak bisa berbuat banyak apalagi peduli akan lingkungan sekitar. Mengacu pada salah satu prinsip pembangunan ekonomi pada konsep Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh White Paper for Sustainable Coastal Development (2000), pembangunan ekonomi harus dioptimalkan dengan mengakses dan memanfaatkan berbagai peluang yang diberikan oleh sumberdaya pesisir untuk menjamin kesejahteraan masyarakat di kawasan pesisir. Untuk itu, dalam peningkatan
kualitas
permukiman
nelayan
Kecamatan
Brondong
dibutuhkan kriteria tersedia peluang usaha selain yang berhubungan
111
dengan pengolahan ikan namun tetp memberdayakan sumberdaya pesisir 7. Faktor
rendahnya
tingkat
pendidikan
masyarakat
nelayan
Kecamatan Brondong Tingkat pendidikan masyarakat dalam suatu komunitas sangat mempengaruhi
kualitas
lingkungan
dimana
masyarakat
tersebut
bermukim. Karena hal ini bisa mempengaruhi perilaku masyarakat untuk hidup sehat dan bersih. Selain itu, terbatasnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat nelayan juga sangat berpengaruh terhadap kondisi ekonomi masyarakat nelayan (Heryati, 2008) Merujuk pada teori tersebut, kriteria yang dibutuhkan untuk faktor ini adalah kriteria yang juga bisa menjadi solusi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan. Untuk itu, dalam peningkatan kualitas kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong dibutuhkan kriteria tersedia kegiatan edukasi yang menambah pengetahuan serta keterampilan masyarakat sehinga dapat tercipta peluang usaha baru. 8. Faktor rendahnya tingkat partisipasi masyarakat Menurut White Paper for Sustainable Coastal Development (2000), salah satu prinsip Sustainable Coastal Development ialah pembangunan yang terintegrasi dan partisipatif. Maksudnya adalah sebuah pendekatan pengelolaan pesisir terpadu harus dibangun dan dilakukan secara pastisipatif, inklusif dan transparan. Untuk itu, dalam peningkatan kualitas permukiman nelayan Kecamatan Brondong dibutuhkan kriteria masyarakat setempat harus terlibat langsung dalam proses perencanaan hingga pembangunan di kawasan permukiman nelayan Kec.Brondong 9. Faktor
kurangnya
kesadaran
masyarakat
akan
kebersihan
lingkungan Mengacu pada salah satu prinsip Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh White Paper for Sustainable Coastal Development 112
(2000), dalam aspek perawatan terhadap kawasan pesisir, semua orang dan organisasi harus bertindak dengan kepedulian untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan pesisir dan sumberdaya pesisir. Untuk itu, dalam peningkatan kualitas permukiman nelayan Kecamatan Brondong dibutuhkan kriteria tersedia kegiatan yang mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan. 10. Faktor belum adanya kegiatan konservasi alam Menurut Muttaqiena (2009), perencanaan pembangunan pesisir secara
terpadu
harus
memperhatikan
tiga
prinsip
pembangunan
berkelanjutan untuk pengelolaan wilayah pesisir, salah satunya ialah memperhatikan isu lingkungan seperti konservasi keanekaragaman hayati. Selain itu oleh Haris (2000) dalam Fauzi (2004) dikemukakan bahwa sistem pembangunan keberlanjutan pesisir secara lingkungan harus mampu memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Dari kedua teori tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa upaya konservasi memiliki urgensi yang tinggi dalam peningkatan kualitas
permukiman nelayan
Kecamatan Brondong karena letaknya yang berada di kawasan pesisir. Untuk itu, kriteria yang dibutuhkan dalam peningkatan kualitas permukiman nelayan Kecamatan Brondong adalah tersedia jenis kegiatan konservasi alam yang mengedukasi dan melibatkan masyarakat secara langsung untuk ikut berperan serta didalamnya. 11. Faktor belum adanya sistem pengolahan limbah perikanan yang sustainable Banyaknya industri perikanan di kawasan permukiman nelayan Brondong pasti akan menyisakan hasil samping (limbah) dari proses pencucian dan pengolahan hasil perikanan tersebut. Belum adanya sistem pengolahan limbah perikanan yang sustainable dikhawatirkan akan mencemari lingkungan sekitar sehingga akan berdampak pada terjadinya penurunan kualitas kawasan pesisir. 113
Menurut Utomo (2016) limbah perikanan tidak seharusnya dibuang sehingga mencemari lingkungan, justru dapat dimanfaatkan atau diolah menjadi produk yang bernilai, sehingga dapat memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat sekitar. Pemanfaatan limbah ini merupakan penerapan dari salah satu prinsip ekonomi biru (blue economy) yang saat ini sedang gencar dikembangkan, yaitu prinsip nirlimbah (zero waste) yang menekankan sistem siklikal dalam proses produksi, sehingga tercipta produksi bersih. Artinya, limbah dari sebuah proses produksi akan menjadi bahan baku atau sumber energi bagi produk berikutnya. Teori Utomo (2016) diatas mendukung salah satu prinsip Sustainable Coastal Development yang dikemukakan dalam White Paper for Sustainable Coastal Development (2000) yaitu memanfaatkan berbagai peluang yang diberikan oleh sumberdaya pesisir. Untuk itu, kriteria yang dibutuhkan dalam peningkatan kualitas permukiman nelayan terkait sistem pengolahan limbah perikanan di Kecamatan Brondong antara lain:
Tersedia
fasilitas
edukasi
tentang
pengolahan
dan
pemanfaatan kembali (recycle) limbah perikanan untuk masyarakat permukiman nelayan Kec. Brondong
Tersedia sistem pengolahan limbah perikanan yang ramah lingkungan
12. Faktor
belum
adanya
upaya
identifikasi
dan
pengurangan
kerentanan terhadap bencana Kawasan pesisir sangat rentan terhadap terjadinya bencana karena kawasan pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan lautan. Menurut Puiono (2003) dalam Misron (2009), bencana adalah suatu peristiwa yang terjadi karena perbuatan manusia atau alam, mendadak atau berangsur yang menyebabkan kerugian yang meluas terhadap kehidupan, materi dan lingkungan. Menurut White Paper for Sustainable Coastal Development (2000), salah satu prinsip Sustainable Coastal Development adalah upaya pengelolaan kawasan pesisir harus mengadopsi pendekatan dalam menghindari risiko dan pencegahan terhadap bencana maupun 114
dampak negatif dari suatu pembangunan di kawasan pesisir. Mengingat kejadian bencana di kawasan pesisir berkaitan erat dengan kondisi sosial masyarakatdi sekitarnya, maka untuk meningkatkan kualitas permukiman nelayan Kecamatan Brondong sangat diperlukan kriteria tersedia fasilitas edukasi
untuk
Brondong
masyarakat
yang
permukiman
nelayan
dengan
kebencanaan
berkaitan
Kecamatan dengan
memberdayakan kelompok khusus sebagai fasilitator. Dari hasil analisa deskriptif diatas dapat dirangkum bahwa kriteria peningkatan kualitas permukiman nelayan yang didasarkan pada prinsip-prinsip Sustainable Coastal Development adalah sebagai berikut: a.
Tersedia sistem persampahan terpadu yang melibatkan kerjasama semua pihak (pemerintah, swasta, dan masyarakat setempat).
b.
Tersedia sarana tempat tambatan perahu tipe dermaga yang dekat dengan permukiman nelayan
c.
Tersedia peningkatan terhadap kualitas sarana dan prasarana yang memadai
bagi
masyarakat
permukiman
nelayan
Kecamatan
Brondong. d.
Tersedia program dukungan dari pemerintah maupun swasta terkait perbaikan hunian bagi MBR di permukiman nelayan Kec. Brondong.
e.
Tersedia peraturan daerah dan tindakan yang tegas terhadap permukiman informal di permukiman nelayan Kec. Brondong.
f.
Tersedia peluang usaha selain yang berhubungan dengan pengolahan ikan namun tetap memberdayakan sumberdaya pesisir.
g.
Tersedia kegiatan edukasi yang menambah pengetahuan serta keterampilan masyarakat sehinga dapat tercipta peluang usaha baru.
h.
Masyarakat
setempat
harus
terlibat
langsung
dalam
proses
perencanaan hingga pembangunan di kawasan permukiman nelayan Kec.Brondong i.
Tersedia kegiatan yang mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan.
115
j.
Tersedia jenis kegiatan konservasi alam yang mengedukasi dan melibatkan masyarakat secara langsung untuk ikut berperan serta didalamnya.
k.
Tersedia fasilitas edukasi tentang pengolahan dan pemanfaatan kembali (recycle) limbah perikanan untuk masyarakat permukiman nelayan Kec. Brondong.
l.
Tersedia sistem pengolahan limbah perikanan yang ramah lingkungan
m. Tersedia fasilitas edukasi untuk masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong yang berkaitan dengan kebencanaan dengan memberdayakan
kelompok
khusus
(dari
masyarakat)
sebagai
fasilitator. 4.2.4 Perumusan konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan Kec.Brondong melalui pendekatan Sustainable Coastal Development Pada
tahap
analisis
ini
merupakan
tahap
penentuan
konsep
pengembangan kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong melalui pendekatan Sustainable Coastal Development. Pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong sehingga dapat mencapai tujuan pengembangan permukiman nelayan penunjang industri dan pariwisata di Kabupaten Lamongan. Konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong melalui pendekatan Sustainable Coastal Development selanjutnya akan dijabarkan melalui teknik analisa triangulasi. Analisa ini menggunakan 3 sumber data yang selanjutnya akan dijadikan pertimbangan dalam penentuan konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong melalui pendekatan Sustainable Coastal Development antara lain hasil analisa sebelumnya berupa kriteria peningkatan kualitas permukiman nelayan Kec.Brondong, kebijakan/standar mengenai konsep pengembangan permukiman nelayan yang pernah diterapkan, serta teori teori terkait mengenai konsep Sustainable Coastal Development. Selanjutnya setiap konsep dari kriteria-kriteria tersebut akan dijelaskan lebih detail melalui mengelompokkan berdasarkan 3 pilar sustainable coastal development yakni aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial. 116
2
Tersedia sistem persampahan terpadu yang melibatkan kerjasama semua pihak (pemerintah, swasta, dan masyarakat setempat).
1
Tersedia
sarana
tempat
- Belum ada sistem pengelolaan sampah yang jelas untuk mengatasi masalah persampahan di Kecamatan Brondong.
- Belum tersedia TPA atau TPS.
Kriteria peningkatan kualitas permukiman nelayan Kec.Brondong didasarkan dengan prinsip Sustainable Coastal Development
No
117
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Berdasarkan peraturan daerah Kab.Lamongan no.10 tahun 2010 mengenai pengelolaan persampahan bahwa pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan dan asas nilai ekonomi. Dan tujuannya ialah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya (bernilai ekonomis).
Kebijakan/standar terkait pengembangan permukiman nelayan
Menurut
Sugiharto,
2001,
sarana
dan
Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu adalah sistem manajemen yang mengintegrasikan aspek perencanaan pengelolaan sampah dengan pembangunan perkotaan, mempertimbangkan semua aspek terkait, seperti aspek ekonomi, lingkungan, sosial dan institusi, politik, keuangan dan aspek teknis secara simultan, serta memberi peluang bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan (Damanhuri, 2007).
Prinsip Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh White Paper for Sustainable Coastal Development (2000), dalam aspek perawatan terhadap kawasan pesisir, semua orang dan organisasi harus bertindak dengan kepedulian untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan pesisir dan sumberdaya pesisir.
Tinjauan literatur/teori terkait konsep Sustainable Coastal Development
3. Revitalisasi sarana tambatan perahu menjadi tipe dermaga
2. Pelaksanaan kerjasama dengan sektor swasta terkait CSR pengadaan TPA, TPS, dan bank sampah.
1. Pengembangan dan pemanfaatan metode 3R sebagai sistem persampahan terpadu dengan memberdayakan masyarakat setempat sebagai pelaku utama dan pemerintah sebagai fasilitator.
Konsep ini menekankan pada peningkatkan kualitas sistem persampahan zero waste melalui pemberdayaan semua sektor :
Konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan Kec.Brondong melalui pendekatan Sustainable Coastal Development
Tersedia peningkatan terhadap kualitas sarana dan prasarana yang memadai bagi masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong.
Tersedia program dukungan dari pemerintah maupun swasta terkait perbaikan hunian bagi MBR di permukiman nelayan Kec. Brondong.
3
4
- Terjadi pendangkalan pada tambatan perahu tepi eksisting.
tambatan perahu tipe dermaga yang dekat dengan permukiman nelayan
118
Berdasarkan keputusan menteri permukiman dan prasarana wilayah selaku ketua BKP4N nomor 217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP) salah satu nya ialah pemenuhan kebutuhan rumah yang
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 02/prt/m/2016, peningkatan kualitas terhadap permukiman kumuh adalah upaya untuk meningkatkan kualitas bangunan, serta prasarana, sarana dan utilitas umum.
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 15 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan Tahun 2011 – 2031 bahwa peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Umum dan Perumahan Rakyat nomor 02/prt/m/2016, peningkatan kualitas terhadap permukiman kumuh adalah upaya untuk meningkatkan kualitas bangunan, serta prasarana, sarana dan utilitas umum.
Mengacu pada salah satu prinsip Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh White Paper for Sustainable Coastal Development (2000), Kerjasama antara pemerintah, private sector serta masyarakat sipil harus dibangun untuk memastikan
Merujuk pada pendapat Wiyana (2004) bahwa pembangunan pesisir secara keberlanjutan haruslah membuahkan pertumbuhan ekonomi dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Diharapkan dengan adanya peningkatan terhadap sarana-prasarana permukiman nelayan akan semakin meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan permukiman nelayan.
prasarana permukiman kerap digunakan untuk menjual daya tarik kawasannya dan salah satu indikatornya adalah kedekatan lokasi sarana dengan permukiman itu sendiri.
kampung
7. Penataan dan rehabilitasi permukiman MBR nelayan Kec.Brondong oleh pemerintah dan bantuan CSR.
6. Perbaikan jaringan drainase yang sudah ada dan penyediaan jaringan drainase yang belum ada.
5. Perbaikan jalan permukiman nelayan
4. Perbaikan dan perawatan TPI Kec.Brondong
dengan melakukan FGD terlebih dahulu bersama masyarakat setempat.
Tersedia peraturan daerah dan tindakan yang tegas terhadap permukiman informal di permukiman nelayan Kec. Brondong.
Tersedia peluang usaha selain yang berhubungan dengan pengolahan ikan namun tetap memberdayakan sumberdaya pesisir.
5
6
119
Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 45/PERMEN-KP/2015 disebutkan salah satu kerangka pencapaian tujuan RPJMN 20152019 dirumuskan lebih lanjut dalam 9 Agenda Prioritas Pembangunan Nasional (Nawa Cita)ialah meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 02/prt/m/2016, peningkatan kualitas terhadap permukiman kumuh adalah upaya untuk meningkatkan kualitas bangunan, serta prasarana, sarana dan utilitas umum.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 02/prt/m/2016 pasal 26 ayat 6 bahwa polapola penanganan permukiman kumuh dilakukan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan peran masyarakat.
layak dan terjangkau dengan meniti beratkan kepada masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah.
Mengacu pada salah satu prinsip Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh White Paper for Sustainable Coastal Development (2000), Peluang pembangunan ekonomi kawasan pesisir harus dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan untuk menjamin kesejahteraan komunitas di
Pawlukiewic, Perema Katari Gupta, and Carl Koelbel dalam bukunya Ten Principles for Coastal Development (2007) memaparkan salah satu prinsip pembangunan pesisir secara berkelanjutan menurunkan resiko dengan menigkatkan standar dalam penentuan tapak dan konstruksi.
tanggung jawab dalam pengelolaan kawasan pesisir serta untuk memberdayakan stakeholder agar berpartisipasi lebih efektif lagi.
9. Pengembangan industri kerajinan yang berbahan baku sumberdaya pesisir
8. Pembentukan peraturan daerah terkait legalitas lahan permukiman. Kegiatan ini bertujuan untuk mengamankan bantaran/sempadan sebagai kawasan lindung.
Tersedia kegiatan edukasi yang menambah pengetahuan serta keterampilan masyarakat sehinga dapat tercipta peluang usaha baru.
Masyarakat setempat harus terlibat langsung dalam proses perencanaan hingga pembangunan di kawasan permukiman nelayan Kec.Brondong
7
8
120
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 02/prt/m/2016 pasal 26 ayat 6 bahwa polapola penanganan permukiman kumuh dilakukan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan peran
Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 45/PERMEN-KP/2015 disebutkan salah satu kerangka pencapaian tujuan RPJMN 20152019 dirumuskan lebih lanjut dalam 9 Agenda Prioritas Pembangunan Nasional (Nawa Cita)ialah meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
Mengacu pada salah satu prinsip Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh White Paper for Sustainable Coastal Development (2000) bahwa sebuah pendekatan pengelolaan pesisir terpadu harus dibangun dan dilakukan secara pastisipatif, inklusif dan transparan selain itu pengelolaan kawasan pesisir merupakan
Selain itu, salah satu pilar Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh Haris (2000) dalam Fauzi (2004) ialah bahwa pembangunan pesisir berkelanjutan secara sosial diartikan sebagai pembangunan yang memperhatikan kualitas SDM sehingga mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk pendidikan atau edukasi bagi masyarakat pesisir.
Mengacu pada salah satu prinsip Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh White Paper for Sustainable Coastal Development (2000), Peluang pembangunan ekonomi kawasan pesisir harus dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan untuk menjamin kesejahteraan komunitas di kawasan pesisir.
kawasan pesisir.
12. Pengembangan potensi kampung nelayan sebagai kampung wisata berbasis partisipasi masyarakat
11. Pembentukan kelompok swadaya masyarakat dalam mengelola permukiman layak huni dan berkelanjutan
10. Pembinaan dan pelatihan masyarakat permukiman nelayan yang berkaitan dengan teknologi tepat guna dan pengembangan kewirausahaan, serta keterampilan pendukung lainnya.
Tersedia kegiatan yang mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan.
Tersedia jenis kegiatan konservasi alam yang mengedukasi dan melibatkan masyarakat secara langsung untuk ikut berperan serta didalamnya.
9
10
121
Berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 17 Tahun 2008, Sasaran pengaturan kawasan konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ditujukan untuk perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulaupulau kecil serta ekosistemnya untuk
Berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 17 Tahun 2008, Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil dilaksanakan dengan tujuan salah satunya ialah memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif Masyarakat dalam pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan PulauPulau Kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 15 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan Tahun 2011 – 2031 bahwa peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
masyarakat.
Salah satu pilar Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh Haris (2000) dalam Fauzi (2004) ialah Pembangunan berkelanjutan lingkungan dimana sistemnya harus mampu memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi
Mengacu pada salah satu prinsip Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh White Paper for Sustainable Coastal Development (2000), dalam aspek perawatan terhadap kawasan pesisir, semua orang dan organisasi harus bertindak dengan kepedulian untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan pesisir dan sumberdaya pesisir.
tanggung jawab bersama.
14. Pemantapan kawasan lindung/kon servasi di wilayah pesisir dengan memberikan bata-batas yang jelas daerah-daerah yang dapat dieksploitasi dan daerah-daerah yang perlu dilindungi, dilestarikan dan dimanfaatkan secara berkelanjutan.
13. Menggalakan aksi masyarakat nelayan peduli lingkungan
Tersedia fasilitas edukasi tentang pengolahan dan pemanfaatan kembali (recycle) limbah perikanan untuk masyarakat permukiman nelayan Kec. Brondong.
Tersedia sistem pengolahan limbah perikanan yang ramah lingkungan
11
12
122
Berdasarkan peraturan daerah Kab.Lamongan no.10 tahun 2010 mengenai pengelolaan persampahan bahwa pengelolaan sampah diselenggarakan
Dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 45/PERMEN-KP/2015 disebutkan salah satu kerangka pencapaian tujuan RPJMN 20152019 dirumuskan lebih lanjut dalam 9 Agenda Prioritas Pembangunan Nasional (Nawa Cita)ialah meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.
Prinsip Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh White Paper for Sustainable Coastal Development (2000), dalam aspek perawatan terhadap kawasan
Selain itu, salah satu pilar Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh Haris (2000) dalam Fauzi (2004) ialah bahwa pembangunan pesisir berkelanjutan secara sosial diartikan sebagai pembangunan yang memperhatikan kualitas SDM sehingga mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk pendidikan atau edukasi bagi masyarakat pesisir.
Mengacu pada salah satu prinsip Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh White Paper for Sustainable Coastal Development (2000), Peluang pembangunan ekonomi kawasan pesisir harus dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan untuk menjamin kesejahteraan komunitas di kawasan pesisir.
penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi.
16. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi pengolah limbah perikanan yang ramah lingkungan
15. Pembinaan dan pelatihan masyarakat permukiman nelayan khusus tentang pengolahan dan pemanfaatan kembali (recycle) limbah perikanan
Tersedia fasilitas edukasi untuk masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong yang berkaitan dengan kebencanaan dengan memberdayakan kelompok khusus (dari masyarakat) sebagai fasilitator.
Sumber: Hasil penelitian 2016
13
123
Berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 17 Tahun 2008, Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil dilaksanakan dengan tujuan salah satunya ialah memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif Masyarakat dalam pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan PulauPulau Kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan
berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan dan asas nilai ekonomi. Dan tujuannya ialah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya (bernilai ekonomis).
Mengacu pada salah satu prinsip Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh White Paper for Sustainable Coastal Development (2000) bahwa sebuah pendekatan pengelolaan pesisir terpadu harus dibangun dan dilakukan secara pastisipatif.
Salah satu pilar Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh Haris (2000) dalam Fauzi (2004) ialah bahwa pembangunan pesisir berkelanjutan secara sosial diartikan sebagai pembangunan yang memperhatikan kualitas SDM sehingga mencapai kesetaraan, penyediaan layanan sosial termasuk pendidikan atau edukasi bagi masyarakat pesisir.
pesisir, semua orang dan organisasi harus bertindak dengan kepedulian untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan pesisir dan sumberdaya pesisir.
17. Membangun kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat tentang ancamanancamanbencana alam di wilayah pesisir melalui sosialisasi atau penyuluhan terkait kebencanaan dengan melibatkan organisasi yang ada yaitu Rukun Nelayan (RN) sebagai fasilitator
124
Halaman ini sengaja dikosongkan
A. ASPEK LINGKUNGAN 1. Pengembangan
dan
pemanfaatan
metode
3R
sebagai
sistem
persampahan terpadu dengan memberdayakan masyarakat setempat sebagai pelaku utama dan pemerintah sebagai fasilitator. Salah satu faktor penyebab kekumuhan di permukiman nelayan Kecamatan Brondong ialah belum adanya sistem persampahan yang baik yang dapat menangani masalah persampahan di permukiman nelayan tersebut. Selama ini masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong membuang sampah melalui 2 cara, yakni membakar sampah dan membuangnya di sepanjang pantai. Hal ini sangat berpengaruh terhadap tingkat pencemaran lingkungan di kawasan permukiman. Selain menyebabkan macetnya saluran drainase yang akhirnya menyebabkan banjir, juga cepat atau lambat akan merusak ekosistem pesisir itu sendiri. sesuatu yang khas dari kawasan pesisir ialah kawasan dimana bertemunya daratan dan lautan, sehingga yang mempunyai nilai tinggi ialah lingkunganny. Inti dari konsep Sustainable Coastal Development ialah pembangunan pesisir baik dari segi ekonomi maupun sosial yang tidak melupakan aspek terpenting yaitu lingkungan. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Haris (2000) dalam Fauzi (2004) pembangunan pesisir yang berkelanjutan secara lingkungan yaitu dimana sistemnya harus mampu memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi penyerapan
lingkungan.
Konsep
ini
juga
menyangkut
pemeliharaan
keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. Maka sangat dibutuhkan sistem persampahan yang baik untuk menangani masalah persampahan di permukiman nelayan Kecamatan Brondong. Seiring dengan gencarnya penerapan konsep pembangunan berkelanjutan, gencar pula penerapan sistem pengelolaan sampah menuju Zero Waste. Zero Waste adalah mulai dari produksi sampai berakhirnya suatu proses produksi dapat dihindari terjadi ìproduksi sampahî atau diminimalisir terjadinya ìsampahî, ( Urip Santoso, 2009). Konsep Zero Waste ini salah satunya dengan menerapkan prinsip 3 R (Reduce, Reuse, Recycle). Pemikiran konsep zero waste adalah pendekatan serta penerapan sistem dan teknologi pengolahan sampah perkotaan 125
skala individual dan skala kawasan secara terpadu dengan sasaran untuk dapat mengurangi volume sampah sesedikit mungkin. Konsep 3R adalah merupakan dasar
dari
berbagai
usaha
untuk
mengurangi
limbah
sampah
dan
mengoptimalkan proses produksi sampah, (Ari Suryanto, dkk, 2005). Pola penanganan persampahan dengan konsep 3R dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4.10 Bagan alir pola penanganan sampah 3R Sumber: Google, 2016
Selain itu, pada kasus persampahan di permukiman nelayan Kecamatan Brondong faktor utama yang mempengaruhinya ialah keterbatasan pengetahuan masyarakat setempat yang menyebabkan kurang pedulinya terhadap kebersiahan lingkungan. Maka konsep pegelolaan persampahan yang dibutuhkan ialah konsep dimana masyarakat adalah sebagai pelaku utama yang mengelola persampahan itu sendiri atau disebut Community Based Solid Waste Management / CBSWM. CBSWM ialah suatu pendekatan pengelolaan sampah yang didasarkan pada kebutuhan dan permintaan masyarakat, direncanakan, dilaksanakan, dikontrol, dan di evaluasi bersama masyarakat, ( Environmental Services Program (ESP) DKI, 2006). Berbasis masyarakat karena produsen utama adalah masyarakat sehingga, masyarakat harus bertanggung jawab terhadap sampah yang masyarakat produksi. CBSWM ini tujuannya adalah kemandirian masyarakat dalam mempertahankan kebersihan lingkungan melalui 126
pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Konsep ini sesuai dengan prinsip Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh White Paper for Sustainable Coastal Development (2000), dalam aspek perawatan terhadap kawasan pesisir, semua orang dan organisasi harus bertindak dengan kepedulian untuk menghindari dampak negatif terhadap lingkungan pesisir dan sumberdaya pesisir. Tugas pemerintah disini diharapkan dapat bertindak sebagai fasilitator yang bisa menggerakkandan mengawal masyarakat menjadi masyarakat yang sadar akan pentingnya lingkungan yang baik untuk masa sekarang dan terlebih untuk masa yang akan datang . 2. Pelaksanaan kerjasama dengan sektor swasta terkait CSR pengadaan TPA, TPS, dan bank sampah. Definisi CSR (Corporate Social Responsibility) menurut World Business Council on Sustainable Development adalah komitmen dari bisnis/perusahaan untuk berperilaku etis dan berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seraya meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat luas. Seperti melaksanakan suatu kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar, menjaga lingkungan sekitar, membangun fasilitas umum, dll. CSR sangat erat kaitannya dengan Sustainable
Developmentdimana
suatu
perusahaan
dalam
melakukan
kegiatannya harus berdasar pada keputusan yang tidak semata mata terorientasi pada aspek ekonomi melainkan juga harus memikirkan dampak sosial dan lingkungan yang mungkin timbul dari keputusan tersebut. Pada kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong, selain belum adanya sistem persampahan yang baik, sarana prasarana persampahan pun belum tersedia. Sehingga dibutuhkan pengadaan TPA, TPS, dan bank sampah untuk menunjang proses pengolahan persampahan. Disinilah private sector atau swasta berperan sebagai pendukung upaya pemerintah dan masyarakat dalam menangani masalah persampahan melalui CSR pengadaan sarana-prasarana persampahan. Dengan konsep ini diharapkan prinsip Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh White Paper for Sustainable Coastal Development (2000) bahwa” dalam aspek perawatan terhadap kawasan pesisir, semua orang dan 127
organisasi harus bertindak negatif
terhadap
diimplementasikan
dengan kepedulian untuk menghindari dampak
lingkungan pada
pesisir
konsep
dan
sumberdaya
pengembangan
pesisir”
permukiman
dapat nelayan
Kec.Brondong.
3. Penataan dan rehabilitasi permukiman MBR nelayan Kec.Brondong oleh pemerintah dan bantuan CSR. Bangunan hunian di permukiman nelayan Kecamatan brondong sebagian besar kondisinya semi permanen dan masih terdapat bangunan hunian non permanen. Jenis-jenis bangunan tersebut sangat rawan terhadap bencana angin laut dan banjir. Padahal lokasinya yang berada di pesisir juga sangat rawan terjadi kedua bencana alam tersebut. Bagi para nelayan dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan dan tergolong MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) untuk mencukupi kebutuhan hunian yang layak huni sangat sulit, maka mereka mendahulukan kebutuhan sehari-hari ketimbang memperbaiki hunian. Mengacu pada keputusan menteri permukiman dan prasarana wilayah selaku ketua BKP4N nomor 217/KPTS/M/2002 tentang
Kebijakan dan
Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP) salah satu nya ialah pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau dengan meniti beratkan kepada masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah. Pada konsep ini dibutuhkan peran pemerinta dan sektor swasta dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia yaitu perumahan yang layak dann terjangkau terutama bagi masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah. Permerintah yang bekerjasama dengan sektor swasta perlu melakukan penataan kembali dan rehabilitasi bagi rumah-rumah MBR di permukiman nelayan Kecamatan Brondong untuk mendukung pengembangan permukiman nelayan Kecamatan Brondong yang layak huni.
128
4. Pemantapan kawasan lindung/konservasi di wilayah pesisir
dengan
memberikan batas-batas yang jelas daerah-daerah yang dapat dieksploitasi dan daerah-daerah yang perlu dilindungi, dilestarikan dan dimanfaatkan secara berkelanjutan Inti dari konsep Sustainable Coastal Development ialah pembangunan pesisir baik dari segi ekonomi maupun sosial yang tidak melupakan aspek terpenting yaitu lingkungan. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Haris (2000) dalam Fauzi (2004) pembangunan pesisir yang berkelanjutan secara lingkungan yaitu dimana sistemnya harus mampu memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. Maka konservasi keanekaragaman hayati menjadi perhatian utama dalam pengambilan keputusan (Muttaqiena, 2009). Di permukiman nelayan Kecamatan Brondong belum ada kegiatan konservasi maupun kejelasan daerah batas kawasan lindung atau kawasan yg boleh dieksploitasi. Sehingga pada pemukiman di kawasan pesisir perlu dilakukan pemantapan
kawasan
lindung
/konservasi di wilayah pesisir
dengan
memberikan batas-batas yang jelas daerah-daerah yang dapat dieksploitasi dan daerah-daerah yang perlu dilindungi, dilestarikan dan dimanfaatkan secara berkelanjutan . Agar masyarakat awam mengerti dan tidak melakukan eksploitasi kawasan yang seharusnya dilindungi. Hal ini demi mempertahankan kekayaan sumberdaya pesisir itu sendiri.
5. Perbaikan jaringan drainase yang sudah ada dan penyediaan jaringan drainase yang belum ada Prasarana atau infrastruktur adalah alat utama dalam kegiatan sosial maupun kegiatan ekonomi, infrastruktur dasar yang dibutuhkan pelayanannya ialah jaringan drainase. Di kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong, untuk permukiman disebelah utara Jalan Raya Deandles atau yang berbatasan langsung dengan pantai masih belum terlayani jaringan drainase. Akibatnya setiap terjadi hujan air laut naik , tidak ada saluran, lalu terjadi 129
banjir walaupun banjir ini juga akan surut dalam 1-3 jam. Namun apabila tidak segera ditindak maka akan merusak prasarana lain seperti jalan maupun bangunan hunian di kawasan tersebut. Sedangkan untuk permukiman di sebelah selatan Jalan raya Deandles, sudah terlayani jaringan drainase namun dengan kondiri memprihatinkan. Banyak jaringan drainase yang mati (tidak berfungsi) dikarenakan tertimbun sampah ataupun lumpur sehingga sangat perlu dilakukan perbaikan. Oleh karena itu, diharapkan adanya pelayanan dan perbaikan jaringan drainase secara menyeluruh untuk menunjang upaya pengembangan permukiman nelayan Kecamatan Brondong.
6. Perbaikan jalan kampung permukiman nelayan Akses jaringan jalan merupakan prasarana yang sangat penting untuk memudahkan akses dari suatu tempat ke tempat yang lain dalam menunjang kegiatan sehari-hari. Pada permukiman nelayan Kecamatan Brondong terdapat beberapa titik jalan kampung atau gang dengan kondisi masih bermaterial tanah yang artinya belum pernah ada perbaikan. Sehingga untuk mendukung pengembangan
kawasan
permukiman
nelayan
Kecamatan
Brondong
dibutuhkan upaya perbaikan kondisi jalan secara menyeluruh di permukiman nelayan Kecamatan Brondong agar dapat meningkatkan nilai kawasan tersebut.
7. Revitalisasi sarana tambatan perahu menjadi tipe dermaga dengan melakukan FGD terlebih dahulu bersama masyarakat setempat. Tipe sarana tambatan perahu yang tersedia di permukiman nelayan Kecamatan Brondong kurang sesuai dengan kondisi lokasi sarana itu sendiri. penilaian ini didapat dari acuan pustaka menurut Syahriartato (2013) fungsi tambatan perahu adalah sebagai tempat untuk mengikat perahu saat berlabuh dan tempat penghubung antara dua tempat yang dipisahkan oleh laut, sungai maupun danau. Terdapat dua tipe tambatan perahu . Pertama tambatan tepi yaitu digunakan apabila dasar tepi sungai atau pantai cukup dalam, dibangun searah tepi sungai atau pantai. Kedua tambatan dermaga, digunakan apabila dasar sungai atau pantai cukup landai, dibangun menjalar ketengah. 130
Kondisi lokasi tambatan perahu yang saat ini tersedia di Kecamatan Brondong ialah sering mengalami pendangkalan atau cukup landai namun tipe tambatan perahu yang tersedia adalah tipe tambatan tepi sehingga para nelayan sukar untuk menambatkan perahu mereka disana. Maka diperlukan revitalisasi sarana tambatan perhu yang mulanya tipe tambatan tepi menjadi tambatan dermaga. Selain itu dibutuhkan pula menjaring aspirasi masyarakat melalui Focus Group Discussion agar hasil revitalisasi yang didapatkan sesuai dengan yang diinginkan masyarakat karena penggunanya adalah masyarakat nelayan setempat
itu
sendiri.
Upaya
ini
perlu
dilakukan
untuk
mendukung
pengembangan permukiman nelayan Kecamatan Brondong.
8. Perbaikan dan perawatan TPI Kec.Brondong Tempat pelelangan Ikan Kec.brondong yang terletak di Kelurahan Brondong merupakan wilayah pendaratan ikan dengan aktifitas yang cukup tinggi. Sarana dan prasarana pada TPI Brondong ini banyak yang mengalami kerusakan, drainase yang tidak berfungsi, banyaknya genangan genangan air lumpur serta jalan akses masuk yang sudah tidak dalam kondisi baik. Untuk mendukung pengembangan permukiman nelayan Kec.Brondong khususnya perekonomian masyarakatnya, TPI Brondong harus terus berada dalam kondisi yang baik sehingga masyarakat dapat memanfaatkan sarana ini secara maksimal. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya perbaikan dan perawatan secara rutin (berkala).
9. Pengembangan
dan
pemanfaatan
teknologi
pengolah
limbah
perikanan yang ramah lingkungan Ikan hasil laut merupakan komoditas utama yang dihasilkan oleh masyarakat kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong. Banyaknya industri perikanan sudah pasti akan menghasilkan banyak limbah hasil olah ikan. Pada prinsip Sustainable Coastal Development yang disebutkan oleh Haris (2000) dalam Fauzi (2004) bahwa pembangunan pesisir yang berkelanjutan secara lingkungan yaitu dimana sistemnya harus mampu memelihara sumberdaya yang stabil, menghindari eksploitasi sumberdaya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan 131
keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi.Oleh karena itu sangat perlu untuk mencari teknologi yang tepat untuk mengolah limbah perikanan yang ramah lingkungan agar dapat mempertahankan lingkungan serta menurunkan tingkat pencemaran lingkungan.
B. ASPEK SOSIAL 10. Pembentukan kelompok swadaya masyarakat dalam mengelola permukiman layak huni dan berkelanjutan Konsep Sustainable Coastal Development oeh Wiyana (2004) disebutkan bahwa SCD yang berkelanjutan secara sosial politik mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunanp hendaknya dapat menciptakan partisipasi masyarakat dan pemberdayaan masyarakat. Kemudian didukung oleh Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 15 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan Tahun 2011 – 2031 bahwa peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Masyarakat kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong cenderung acuh terhadap pembangunan kawasannya sendiri. hal ini dikarenakan tidak ada wadah untuk ikut berpartisipasi terhadap pembangunan. Sehingga untuk menciptakan kualitas SDM yang mandiri dan tanggap maka perlu dibentuk kelompok swadaya masyarakat untuk pengelolaan permukiman layak huni dan berkelanjutan yang difasilitasi dan dibentuk oleh pemerintah. Agar masyarakat mulai belajar terjun berpartisipasi dalam pembangunan dan pengembangan kawasannya sendiri sehingga menciptakan rasa memiliki dan menjaga lingkungan dari kawasan tersebut.
11. Pembentukan peraturan daerah terkait legalitas lahan permukiman. Kegiatan ini bertujuan untuk mengamankan bantaran/sempadan sebagai kawasan lindung. Masih adanya rumah-rumah di permukiman nelayan Kecamatan Brondong yang menempati lahan informal menyebabkan perlu adanya regulasi yang jelas 132
berupa peraturan daerah sehingga terdapat hukum dan sanksi yang jelas apabila melanggarnya. Karena sebagian besar rumah-rumah informal ini berada di lahan sempadan pantai dimana sempadan pantai merupakan kawasan yang dilindungi dan rawan terhadap abrasi. Perda tersebut merupakan upaya penataan kembali permkiman nelayan Kecamatan Brondong agar lebih layak huni dan ramah lingkungan sehingga dapat meningkatkan nilai kawasan.
12. Menggalakkan aksi masyarakat nelayan peduli lingkungan Faktor utama dalam mengembangkan suatu permukiman nelayan ialah kualitas sumberdaya manusianya yang merupakan masyarakat yang tinggal pada kawasan permukiman tersebut. Sehingga peningkatan kualitas SDM melalui kegiatan yang mengedukasi masyarakat akan pentingnya lingkungan akan sangat dibutuhkan dalam mendukung upaya pengembangan permukiman nelayan Kecamatan Brondong. Mengacu pada salah satu prinsip Sustainable Coastal Development yang dikemukakan oleh White Paper for Sustainable Coastal Development (2000), dalam aspek perawatan terhadap kawasan pesisir, semua orang dan organisasi harus bertindak
dengan kepedulian untuk
menghindari dampak negatif terhadap lingkungan pesisir dan sumberdaya pesisir. Konsep menggalakkan aksi masyarakat peduli lingkungan disini dapat siimplementasikan berupa skenario seperti aksi nelayan membersihkan pantai yang difasilitasi pemerintah dan didamping oleh instansi terkait, maupun lomba kebersihan antar kampung nelayan sehingga tercipta semangat bersaing dalam kebersihan dan membangun kekompakan masyarakat kampung nelayan. 13. Membangun
kesadaran dan kesiapsiagaan
masyarakat
tentang
ancaman-ancamanbencana alam di wilayah pesisir melalui sosialisasi atau penyuluhan terkait kebencanaan dengan melibatkan organisasi yang ada yaitu Rukun Nelayan (RN) sebagai fasilitator. Masyarakat permukiman nelayan Kecamatan Brondong yang mayoritas berpendidikan rendah cenderung tidak sadar akan tipologi lingkungan tempat tinggalnya sendiri. Kawasan pesisir merupakan kawasan yang kaya akan sumberdaya alamnya akan tetapi rawan akan bencana. Masyarakat yang tinggal 133
di kawasan pesisir harus mengerti akan bahaya-bahaya yang mengancam kawasan mereka agar mereka lebih berhati-hati dalam mengambil tindakan sehingga tidak merusak lingkungan sekitarnya. Maka untuk mendukung pengembangan permukiman nelayan Kecamatan Brondong dan meningkatkan kualitas SDM sangat diperlukan adanya sosialisasi atau penyuluhan terkait kebencanaan yang difasilitatori oleh kelompok/organisasi yang sudah ada yaitu Rukun Nelayan. Diharapkan dengan RN sebagai fasilitator, masyarakat akan semakin antusias dan semangat mengikuti sosialisasi tersebut mengingat kekerabatan yang sangat tinggi antar nelayan.
C. ASPEK EKONOMI 14. Pembinaan dan pelatihan masyarakat permukiman nelayan yang berkaitan
dengan
teknologi
tepat
guna
dan
pengembangan
kewirausahaan, serta keterampilan pendukung lainnya. Upaya pembinaan dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas SDM dalam mendukung meningkatkan taraf ekonomi dan kelangsungan usaha, perlu ada keahlian khusus terutama bagi pelaku insdustri kecil maupun menengah serta home industri. Pembinaan dan pelatihan ini dilakukan oleh pemerintah terutama instansi terkait yaitu Dinas Koperasi, Perindustrian dan perdagangan Kabupaten Lamongan. Selai n itu pihak swasta maupun akademisi juga diupayakan berperan dalam pembinaan dan pelatihan tersebut.
15. Pengembangan industri kerajinan yang berbahan baku sumberdaya pesisir Selama ini mayoritas masyarakat permukiman nelayan Brondong menganggap ikan sebagai satu-satunya hasil laut yang dapat diandalkan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Padahal masih banyak sumberdaya laut lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat permukiman nelayan kecamatan Brondong seperti kerang yang dapat dijadikan kerajinan hiasan rumah, tas, dll. Hanya saja perlu dukungan pemerintah untuk mengembangkan industri tersebut, mulai dari modal hingga pemasaran. Dengan begitu diharapkan semakin banyak 134
peluang usaha di permukiman nelayan Kecamatan Brondong sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat nelayan karena tidak lagi hanya bergantung pada pendapatan dari mencari ikan saja.
16. Pembinaan dan pelatihan masyarakat permukiman nelayan khusus tentang pengolahan dan pemanfaatan kembali (recycle) limbah perikanan Upaya pembinaan dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas SDM dalam mendukung meningkatkan taraf ekonomi dan kelangsungan usaha, perlu ada keahlian khusus terutama tentang pengolahan dan
pemanfaatan kembali
lombah perikanan. Upaya ini dilakukan untuk memilimalisir limbah terbuang dan agar masyarakat dapat memanfaatkan limbah yang masih memiliki nilai ekonomis untuk meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Beberapa contoh limbah perikanan yang dapat diolah kembali seperti: a. Daging lumat (minced fish), dihasilkan dari sisa-sisa daging ikan yang menempel pada tulang dan masih bisa dikumpulkan, dapat digunakan untuk bahan dasar pembuatan produk-produk gel ikan seperti bakso, sosis, nugget, siomay, dll. b. Minyak ikan, dapat diproduksi dari sisa-sisa daging dan kulit ikan. c. Tepung dan silase ikan, dari limbah daging, tulang, insang dapat digunakan
sebagai
bahan
pembuatan
pupuk
dan
pakan
ternak/ikan. d. Kolagen dan gelatin : Kolagen merupakan protein penting yang menghubungkan sel dengan sel yang lain. Kulit dan sisik ikan merupakan salah satu sumber utama kolagen. e. Chitin dan chitosan, terdapat dalam kulit luar hewan golongan Crustaceae seperti udang dan kepiting, merupakan limbah yang dihasilkan
dari
proses
pembekuan
dan
pengalengan
udang/kepiting, dan pengolahan kerupuk udang. f. Pupuk organik/pupuk cair, pupuk organik lengkap yang terbuat dari bahan baku ikan memiliki kualitas sebagai pupuk yang lebih 135
baik dibandingkan dengan pupuk organik (kompos, pupuk kandang, ataupun pupuk hijau). g. Aneka kerajinan yang dapat dibuat dari limbah berupa sisik dan kulit ikan serta cangkang kekerangan. Pelatihan dan pembinaan masyarakat ini difasilitasi oleh pemerintah daerah dengan melibatkan swasta atau akademisi sebagai mentor.
17. Pengembangan potensi kampung nelayan sebagai kampung wisata berbasis partisipasi masyarakat Pengembangan permukiman nelayan Kecamatan Brondong selanjutnya dapat melalui pengembangan potensi kampung nelayan sebagai kampung wisata berbasis partisipasi masyarakat. Kampung wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku ( Nuryanti, Wien). Partisipasi masyarakat sebagai dasar pengembangan yang dimaksud ialah perencanaan, pembangunan, serta pengelolaan mandiri oleh masyarakat setempat. Dengan dijadikannya kampung wisata kawasan permukiman nelayan Keamatan Brondong akan memiliki nilai ekonomis tersendiri dan diharapkan dapat menunjang industri perkotaan Brondong nantinya. Dari hasil analisis triangulasi dan penjabarannya telah diketahui konsep-konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong. Konsep pengembangan tersebut dapat dikelompokkan menjadi pengembangan yang bersifat spasial dan non-spasial. Konsep pengembangan yang bersifat spasial digambarkan dengan peta konsep pengembangan sedangkan yang bersifat nonspasial lebih kepada konsep yang berupa arahan atau kebijakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.19 Konsep Pengembangan Kawasan Permukiman Nelayan Kecamatan Brondong dan Peta 4.3 Peta Konsep Pengembangan
136
Tabel 4.19 Konsep Pengembangan Kawasan Permukiman Nelayan Kecamatan Brondong Konsep Pengembangan Non-Spasial
Spasial
1. Pembentukan kelompok swadaya 1. Pengembangan dan pemanfaatan masyarakat dalam mengelola metode 3R sebagai sistem persampahan permukiman layak huni dan terpadu dengan memberdayakan berkelanjutan masyarakat setempat sebagai pelaku 2. Pelaksanaan kerjasama dengan sektor utama dan pemerintah sebagai swasta terkait CSR pengadaan TPA, fasilitator. TPS, dan bank sampah. 2. Penataan dan rehabilitasi permukiman 3. Pembentukan peraturan daerah terkait MBR nelayan Kec.Brondong oleh legalitas lahan permukiman. Kegiatan pemerintah dan bantuan CSR. ini bertujuan untuk mengamankan 3. Pemantapan kawasan lindung/konserva bantaran/sempadan sebagai kawasan si di wilayah pesisir dengan lindung. memberikan batas-batas yang jelas 4. Menggalakkan aksi masyarakat daerah-daerah yang dapat dieksploitasi nelayan peduli lingkungan dan daerah-daerah yang perlu 5.Membangun kesadaran dan kesiapsiaga dilindungi, dilestarikan dan an masyarakat tentang ancamandimanfaatkan secara berkelanjutan ancamanbencana alam di wilayah pesi 4. Perbaikan jaringan drainase yang sudah sir melalui sosialisasi atau penyuluhan ada dan penyediaan jaringan drainase terkait kebencanaan dengan yang belum ada. melibatkan organisasi yang ada yaitu 5. Perbaikan jalan kampung permukiman Rukun Nelayan (RN) sebagai nelayan fasilitator. 6. Revitalisasi sarana tambatan perahu 6. Pembinaan dan pelatihan masyarakat menjadi tipe dermaga dengan permukiman nelayan yang berkaitan melakukan FGD terlebih dahulu dengan teknologi tepat guna dan bersama masyarakat setempat. pengembangan kewirausahaan, serta 7. Perbaikan dan perawatan TPI keterampilan pendukung lainnya. Kec.Brondong 7. Pengembangan industri kerajinan yang 8. Pengembangan dan pemanfaatan berbahan baku sumberdaya pesisir teknologi pengolah limbah perikanan 8. Pembinaan dan pelatihan masyarakat yang ramah lingkungan. permukiman nelayan khusus tentang pengolahan dan pemanfaatan kembali (recycle) limbah perikanan Konsep pengembangan spasial 9.Pengembangan potensi kampung digambarkan oleh peta 4.3. nelayan sebagai kampung wisata berbasis partisipasi masyarakat
137
Halaman ini sengaja dikosongkan
138
Peta 4.3 Peta Konsep Pengembangan
139
Halaman ini sengaja dikosongkan
140
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Konsep pengembangan kawasan permukiman nelayan Kec.Brondong melalui pendekatan Sustainable Coastal Development lebih menitik beratkan pada peningkatan kualitas lingkungan permukiman melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia sehingga depat meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada kawasan tersebut. Konsep pengembangan dikelmpokkan menjadi 3 aspek sesuai dengan prinsip Sustainable Coastal Development. Pertama,
aspek
lingkungan.
Pada
aspek
lingkungan,
konsep
pengembangannya terkait dengan lingkungan fisik dari kawasan permukiman nelayan Kec.Brondong. Konsep pengembangan pada aspek ini meliputi pengembangan dan pemanfaatan metode 3R sebagai sistem persampahan terpadu; pelaksanaan kerjasama dengan sektor swasta terkait CSR pengadaan TPA, TPS, dan bank sampah; revitalisasi sarana tambatan perahu menjadi tipe dermaga, perbaikan sarana prasarana seperti TPI Kec.Brondong, jalan kampung, jaringan drainase; penataan dan rehabilitasi permukiman MBR nelayan Kec.Brondong oleh pemerintah dan bantuan CSR; pengembangan dan pemanfaatan teknologi pengolah limbah perikanan yang ramah lingkungan; dan pemantapan kawasan lingdung di wilayah pesisir untuk melestarikan ekosistem pesisir. Kedua, aspek ekonomi. Pada aspek ekonomi, konsep pengembangan lebih fokus kepada upaya peningkatan perekonomian masyarakat nelayan. Konsep pengembangan pada aspek ini meliputi pengembangan industri kerajinan yang berbahan baku sumberdaya pesisir; pembinaan dan pelatihan masyarakat permukiman nelayan yang berkaitan dengan teknologi tepat guna dan pengembangan kewirausahaan; pengembangan potensi kampung nelayan sebagai kampung wisata berbasis partisipasi masyarakat, serta pembinaan dan pelatihan masyarakat permukiman nelayan khusus tentang pengolahan dan pemanfaatan kembali (recycle) limbah perikanan.
141
Ketiga, aspek sosial. Pada aspek sosial, konsep terkait dengan peningkatan kualitas dan pemanfaatan SDM untuk mengembangkan kawasan permukiman nelayan Kec.Brondong. Sasaran pada aspek ini yakni masyarakat nelayan di kawasan
permukiman
nelayan
Kec.Brondong
itu
sendiri.
Konsep
pengembangannya meliputi pembentukan peraturan daerah terkait legalitas lahan permukiman. Kegiatan ini bertujuan untuk mengamankan bantaran/sempadan sebagai kawasan lindung, Pembentukan kelompok swadaya masyarakat dalam mengelola permukiman layak huni dan berkelanjutan, membangun kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat terkait ancaman bencana di kawasan pesisir melalui penyuluhan dan sosialisasi, dan menggalakan aksi masyarakat nelayan peduli lingkungan dengan mengadakan lomba kebersihan antar kampung maupun aksi gotong royong bersih pantai.
5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian, perlu adanya beberapa saran baik yang bersifat praktis maupun ilmiah dimana saran yang diberikan dapat menjadi masukan bagi pemerintah maupun penelitian selanjutnya. Beberapa saran yang diberikan antara lain: 1. Pemerintah daerah Kab.Lamongan diharapkan terlibat secara aktif dalam upaya peningkatan kualitas kawasan permukiman nelayan Kecamatan Brondong. 2. Diperlukan kordinasi yang baik antar stakeholder terkait kegiatan kelautan dan pariwisata. 3. Pemerintah daerah kabupaten Lamongan diharapkan berperan aktif dalam pengembangan kawasan permukiman nelayan Kec.Brondong melalui kerjasama dengan investor dan sektor swasta lainnya. 4. Peran serta masyarakat nelayan Kecamatan Brondong diharapkan menjadi kunci utama dasar pengembangan permukiman di wilayahnya. 5. Diperlukan adanya kajian lebih lanjut terkait masalah pengolahan limbah perikanan yang ramah lingkungan.
142
DAFTAR PUSTAKA
Bryson, J. M., Ackermann, F., & Eden, C. (2007, Jul/Aug). Putting the ResourceBased View of Strategy and Distinctive Competencies to Work in Public Organization. Public Administration Review Budihardjo, Eko (2006), Percikan Masalah Arsitektur, Perumahan Perkotaan, Cetakan terbaru, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Frick, Heinz., dan Tri Hesti M., 2006, Arsitektur Ekologis, Penerbit Kanisius, Yogyakarta Hadari, Nawawi. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hadi, Sudharto P,2000, Manusia dan lingkungan. Semarang : Badan penerbit Universitas Diponegoro Heryati , 2008. Identifikasi Dan Penanganan Kawasan Kumuh Kota Gorontalo Staf Pengajar Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo Kay, R., dan J. Alder. 1999,Coastal Planning and Management. E&FN Spon. London. Kerlinger. 2006. Asas–Asas Penelitian Behaviour. Edisi 3, Cetakan 7. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Maters, James. 2005. Stakeholder Analysis. Environment and Development.
International
Institute for
Muhadjir, Noeng. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik, Rasionalistik Phenomienologik dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama. Yogyakarta: Rake Sarasin. Muttaqiena, dkk. 2009. Makalah Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Berkelanjutan Pasca Tsunami Desember 2004. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. Semarang Nazir, Muhammad, 1988, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta. 143
Otto Soemarwoto, 2004. Atur Diri Sendiri, Paradigma baru Pengelolaan Lingkungan Hidup, Gajah Mada University perss, Pawlukiewicz, Michael, Perema Katari Gupta, and Carl Koelbel. 2007. Ten Principles for Coastal Development. Washington, D.C: ULI-Urban Land Institute. Ramdani, Bani Dipra dan Ragil Haryanto, 2013, Preferensi Masyarakat Terhadap Penataan Kawasan Permukiman Nelayan Kumuh di Desa Kurau Kecamatan Koba, Kabupaten BangkaTengah, Universitas Diponegoro. Semarang Sastrawidjaya. 2002. Nelayan Nusantara. Pusat Riset Pengolahan Produk Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Suprijanto, Iwan. 2000. Karakteristik spesifik, permasalahan dan potensi pengembangan kawasan kota tepi pantai/laut (coastal city) di indonesia Supriyanto, B. 2000. Rekayasa Penilaian Jilid 1. Masyarakat Profesi Penilai Indonesia Sutigno, Aditya Listiyan dan Bitta Pigawati. 2015. Bentuk Adaptasi Masyarakat terhadap Bencaba Rob di Desa Sriwulan Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Jurnal Teknik PWK Volume 4 No.4. Universitas Diponegoro. Semarang Walpole, R. E. (1993). Pengantar statistika. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Wiyana, Adi. 2004. Faktor Berpengaruh Terhadap Keberlanjutan Pengelolaan Pesisir Terpadu (P2T).
Peraturan dan Kebijakan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. 2011. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabuapaten Lamongan Tahun 2011-2031, Lamongan: Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Lamongan Dinas Pekerjaan Umum Tata Ruang dan Cipta Karya. 2012. Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP) Kabupaten Lamongan. Lamongan: Dinas Pekerjaan Umum Tata Ruang dan Cipta Karya 144
Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah Selaku Ketua Badan Kebijaksanaan Dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional (BKP4N) Nomor : 217/KPTS/M/2002 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP) Pemerintah Kabupaten Lamongan Salinan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Sampah Di Kabupaten Lamongan. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia nomor Per.17/Men/2008.Jakarta. Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Salinan Peraturan Daerah Kabupaten Lamongan Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Sampah Di Kabupaten Lamongan Strategi Pengembangan Permukman dan Infrastruktur Perkotan Kabupaten Lamongan, 2012. Lamongan.
Tesis Umbara, Andy Rizal. 2003. Tesis Kajian Relkasi Permukiman Kumuh Nelayan ke Rumah Susun Kedaung Kelurahan Sukamaju Bandar Lampung. Universitas Diponegoro Semarang Winoto, Gatot. 2006. Tesis Pola Kemiskinan Permukiman Nelayan Kelurahan Dompak Kota Tanjungpinang. Universitas Diponegoro Semarang. Narisywari, Palupi Sri. 2011. Pengembangan Permukiman Golongan Masyarakat Pendapatan Menengah Bawah di Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Internet Agustina, 2010. https://kiptykipty.wordpress.com/2010/02/19/kondisipengembangan-infrastruktur-kawasan-permukiman-sederhana-diindonesia/ 7 Oktober 2015 Pukul 14.25 WIB Anonim. 2015. www.blitarbisnis.com. Diakses pada 17 Oktober 2016 Pukul 16.28 WIB Aji, Mukti. 2008. http://mukti-aji.blogspot.co.id/2008/05/sistem-pengelolaansampah-terpadu.html 20 Desember 2016 Pukul 21.50 WIB 145
Dahlan, Achmad. 2015. Definisi Sampling Serta Jenis Metode dan Teknik Sampling http://www.eurekapendidikan.com/2015/09/defenisi-samplingdan-teknik-sampling.html 19 Februari 2016 Pukul 20.03 WIB Masrun,
Laode. 2009. http://odexyundo.blogspot.co.id/2009/08/pengertianpermukiman.html 16 Januari 2017 Pukul 08.50 WIB
Rizka,
Zulfikar. 2013. http://ekonomidanekologi.blogspot.co,id/2013/05/identifikasi-potensikonflik-di-wilayah.htm 19 Februari 2016 Pukul 19.43WIB
Syahriartato, 2013. https://syahriartato.wordpress.com/2013/08/15/permukimannelayan-perkotaan-2/ 29 September 2015 Pukul 20.18 WIB Utomo, Trisno. 2016. http://www.kompasiana.com/lhapiye/pemanfaatan-limbahpengolahan-hasil-perikanan_56a5bda580afbd33115b8a95 22 Desember 2016 Pukul 15.20 WIB Wulandani, Yuliani. 2014. http://infokitauntukkita.blogspot.co.id/2014/05/pengertian-fungsi-danmanfaat-csr.html 20 Desember 2016 Pukul 21.14 WIB
146
Lampiran 1
Tabel 1. Identifikasi Stakeholder Menurut Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder
Governance Bappeda Kab. Lamongan
Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kab Lamongan Badan Pemberdayaa n Masayarakat dan Keluarga Kab. Lamongan Private Sector Kelompok Nelayan Brondong
Kelompok Nelayan Tradisional jawa Timur
Civil Society
Kepentingan Stakeholder
Pengaruh Stakeholder
Dampak kepentinga n terhadap program (+) (-)
Tingkat Kepentinga n Stakeholder terhadap Kesuksesan Program
Tingkat Pengaruh Stakeholder terhadap Program
Melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah, statistik, penelitian, dan pengembangan Menyusun peraturan daerah terkait serta penyelenggara fasilitas.
Terlibat dalam penentuan pengembang an prasarana wilayah.
+
3
5
Terlibat dalam peraturan daerah dan fasilitas terkait
+
5
5
Mengelola dan mengawasi setiap kegiatan terkait pemberdayaan masyarakaat
Terlibat dalam program pengembang an masyarakat
+
5
5
Pelaku kegiatan
Terlibat langsung pada kegiatan yang terdapat pada permukiman nelayan Memberi masukan pada kelompok nelayan Brondong
+
5
5
+
2
3
Menaungi kelompok nelayan Brondong
Lurah/ Kepala desa di kewasan permukiman nelayan
Pelaku dan pelaksana kegiatan di permukiman nelayan
Terlibat langsung pada kegiatan di permukiman nelayan
+
5
5
Sumber : Hasil Analisa Penulis berdasarkan Tupoksi, 2016
Keterangan: Pengaruh Stakeholder 0 = Tidak diketahui pengaruhnya 1 = Agak berpengaruh 2 = pengaruhnya kecil/ tidak ada 3 = Berpengaruh 4 = Sangat berpengaruh 5 = Sangat berpengaruh sekali
Pentingnya Aktivitas Stakeholder 0 = Tidak diketahui kepentingannya 1 = Kecil/ tidak penting 2 = Agak penting 3 = Penting 4 = Sangat penting 5 = Sangat penting sekali
Tabel 2. Pemetaan Stakeholder Berdasarkan Tingkat Pengaruh dan Kepentingan Tingkat Pengaruh Stakeholder 0 1 2
Tingkat Kepentingan Stakeholder 0
1
2
3
4
5
Kelompok Nelayan Tradisional jawa Timur
3 4 1.
2.
5
Bappeda Kab.Lamongan bidang fisik Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kab.Lamongan
3.
Badan Pemberdayaan Masayarakat dan Keluarga Kab. Lamongan
4.
Kelompok nelayan Brondong Lurah/Kepala desa di Kawasan
5.
Permukiman Nelayan
KUESIONER PENELITIAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER (ITS) SURABAYA Konsep Pengembangan Kawasan Permukiman Nelayan di Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan Melalui Pendekatan Sustainable Coastal Development Dengan hormat, Kami dari Jurusan Arsitektur ITS sedang melakukan penelitian tentang Konsep Pengembangan Kawasan Permukiman Nelayan di Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan Melalui Pendekatan Sustainable Coastal Development. Sehubungan dengan hal tersebut kami mohon kesediaan Saudara untuk mengisi kuesioner dibawah ini sesuai dengan kondisi sebenarnya. Jawaban yang telah kami terima akan dijaga kerahasiaannya. Atas kerjasama Saudara, kami ucapkan Terima Kasih.
1. Nama Lengkap 2. Alamat 3. Kelurahan/Desa 4. Nomor HP 5. Usia 6. Status Kependudukan 7. Pendidikan Terakhir
8. Pekerjaan Utama
A. DEMOGRAFI RESPONDEN : : : 1. Kel. Brondong 2. Ds. Sedayulawas : : : a. Asli b. Pendatang ................................................. : a. SD/MI b. SMP/MTs c. SMA/MA d. PT/Sederajat :
B. KONDISI FISIK B1. Kelengkapan Fasilitas Pendukung Permukiman Nelayan 1. Ketersediaan tempat pelelangan ikan? (Sarana) : a. Ada 2. Jika ada, bagaimana tingkat kualitas tempat 1. Sangat Tidak Baik pelelangan ikan? 2. Tidak Baik 3. Baik 4. Sangat Baik 3. Ketersediaan tempat penjemuran ikan? (Sarana) : a. Ada 4. Jika ada, bagaimana tingkat kualitas tempat 1. Sangat Tidak Baik penjemuran ikan? 2. Tidak Baik 3. Baik 4. Sangat Baik 5. Ketersediaan tambatan perahu? (Sarana) : a. Ada 6. Jika ada, bagaimana tingkat kualitas tempat 1. Sangat Tidak Baik tambatan perahu? 2. Tidak Baik 3. Baik 4. Sangat Baik 7. Ketersediaan jaringan jalan? (prasarana) : a. Ada 8. Jika ada, bagaimana tingkat kualitas 1. Sangat Tidak Baik jaringan jalan? 2. Tidak Baik 3. Baik 4. Sangat Baik 9. Ketersediaan jaringan air bersih? (prasarana) : a. Ada 10. Jika ada, bagaimana tingkat kualitas 1. Sangat Tidak Baik jaringan air bersih? 2. Tidak Baik 3. Baik 4. Sangat Baik 11. Ketersediaan jaringan persampahan? (prasarana) : a. Ada 12. Jika ada, bagaimana tingkat kualitas 1. Sangat Tidak Baik jaringan persampahan? 2. Tidak Baik 3. Baik 4. Sangat Baik
b. Tidak ada
b. Tidak ada
b. Tidak ada
b. Tidak ada
b. Tidak ada
b. Tidak ada
13. 14.
Ketersediaan jaringan drainase? Jika ada, bagaimana tingkat kualitas jaringan drainase?
(prasarana)
15. 16.
Ketersediaan jaringan air limbah? Jika ada, bagaimana tingkat kualitas jaringan air limbah?
(prasarana)
17.
Berapakah jarak dari area permukiman ke tempat pelelangan ikan?
18.
Berapakah jarak dari area permukiman ke tempat penjemuran ikan?
19.
Berapakah jarak dari area permukiman ke tambatan perahu?
B2. Kualitas Bangunan Hunian 1. Bagaimana kondisi bangunan rumah Bapak/Ibu ?
2. 3.
: a. Ada 1. Sangat Tidak Baik 2. Tidak Baik 3. Baik 4. Sangat Baik : a. Ada 1. Sangat Tidak Baik 2. Tidak Baik 3. Baik 4. Sangat Baik 1. Sangat Jauh 2. Jauh 3. Dekat 4. Sangat Dekat 1. Sangat Jauh 2. Jauh 3. Dekat 4. Sangat Dekat 1. Sangat Jauh 2. Jauh 3. Dekat 4. Sangat Dekat
b. Tidak ada
b. Tidak ada
>3000 m 1000-3000 m 500-1000 m 0-500 m >3000 m 1000-3000 m 500-1000 m 0-500 m >3000 m 1000-3000 m 500-1000 m 0-500 m
1. Tidak Permanen 2. Semi Permanen 3. Permanen
Berapa luasan bangunan rumah Bapak/Ibu?
...................................................m2
Bagaimana status kepemilikan bangunan rumah Bapak/Ibu?
: a. Milik sendiri dengan sertifikat b. Milik sendiri tanpa sertifikat (petok D) c. Bukan Milik Sendiri (Kos/Sewa/Kontrak) d. LahanTanah Negara
B3. Kualitas Lingkungan Permukiman Nelayan 1. Dalam satu tahun terakhir, bencana apa yang pernah terjadi di kawasan permukiman nelayan? a. Abrasi b. Banjir c. Gempa d. Ombak laut e. Lain-lain ............................. 2. Secara keseluruhan menurut Bapak/Ibu, bagaimana tingkat keamanan pada lingkungan kawasan permukiman nelayan?
Frekwensi terjadinya bencana dalam satu tahun terakhir: a. .... kali b. .... kali c. .... kali d. .... kali e. .... kali 1. Tidak aman 2. Cukup aman 3. Aman 4. Sangat aman
C. KONDISI NON FISIK C1. Tingkat Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Nelayan 1.
Berapa pendapatan Bapak/Ibu dalam 1 bulan?
C2. Karakteristik Sosial Masyarakat Nelayan 1. Berapa banyak anggota keluarga Bapak/Ibu dalam 1 KK ?
Rp ...................................... : ............................ orang
2. 3.
Berapa banyak KK yang tinggal dalam 1 rumah/hunian Bapak/Ibu? Menurut Bapak/Ibu, bagaimana kualitas pelayan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat di permukiman nelayan?
: ............................ KK
1. Sangat Tidak Baik 2. Tidak Baik 3. Baik 4. Sangat Baik 4. Apakah Bapak/Ibu aktif mengikuti kegiatan sosial 1. Tidak Pernah kemasyarakatan? (misalkan gotong royong, kerjabakti, 2. Jarang dll) 3. Sering ............................... 5. Apakah Bapak/Ibu aktif dalam organisasi ? 1. Tidak Pernah (misalkan PKK, organisasi nelayan,dll) 2. Jarang ................................ 3. Sering C3. Ragam Tradisi Masyarakat Nelayan 1. Jenis/macam tradisi atau ritual yang dilakukan oleh Tingkat kontinyuitas masyarakat nelayan dalam masyarakat nelayan melakukan tradisi/ritual tersebut dalam setahun (frekwensi) a. ...................................... a. ....... kali 1 2 3 b. ...................................... b. ....... kali 1 2 3 c. ...................................... c. ....... kali 1 2 3 d. ...................................... d. ....... kali 1 2 3 Ket: 1= Sangat Jarang 2= Jarang 4= Sangat Sering
3= Sering
4 4 4 4
Lampiran III Identitas Responden Nama : Instansi : Jabatan : Kuesioner 1. Apakah faktor-faktor dibawah ini berpengaruh terhadap kekumuhan di permukiman nelayan Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan? No. 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Faktor Belum tersedianya jaringan persampahan Sulitnya akses ke tempat tambatan perahu Buruknya kondisi sarana prasarana di permukiman nelayan Kec.Brondong Buruknya kondisi bangunan hunian di permukiman nelayan Kec.Brondong Status legalitas bangunan Seringnya terjadi bencana banjir dan angin laut Tingkat pendapatan masyarakat nelayan yang tidak tetap Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat nelayan Kec.Brondong Rendahnya tingkat partisipasi Masyarakat Kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan Belum adanya kegiatan konservasi alam Belum adanya sistem pengolahan limbah perikanan Belum adanya upaya identifikasi dan pengurangan kerentanan terhadap bencana
Keterangan: S = Setuju TS = Tidak Setuju
Tanggapan S TS
Alasan
2. Menurut anda, adakah faktor lain yang perlu ditambahkan yang mempengaruhi kekumuhan di permukiman nelayan Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan?Berikan alasan anda menambahkan faktor tersebut ....................................................................................................................... ......................................................................................................................
BIOGRAFI Nama
: Farida Rachmawati
Tempat/tanggal lahir
: Lamongan, 7 Juli 1992
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Andanwangi No.124 Tlogoanyar Lamongan
Email
:
[email protected]
Nama orang tua
: Abdul Djalil dan Siti Machzumah
Pendidikan Formal: 1998-2004 : MI. MURNI SUNAN DRAJAT Lamongan 2004-2007 : SMPN 03 Darul Ulum Peterongan Jombang 2007-2010 : SMA Darul Ulum 2 Unggulan BPPT RSBI Jombang 2010-2014 : S1 Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2014-2017 : S2 Manajemen Pembangunan Kota Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Publikasi – Seminar:
“Pendekatan Tema Kesetuan dalam Keberagaman pada Rancangan Pondok Pesantren Salafiyah-Kejuruan” Jurnal Sains dan Seni POMITS Vol.1 No.1 (2014)
“Factors that Leads to Slum Condition in Fishing Settlement Area in Brondong District, Lamongan” International Journal of Engineering Research&Technology IJERT (2017)
155