PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PADA KAMPUNG JATIPULO DENGAN PENDEKATAN SOCIAL ACTIVITY Naufal Ryandi, Indartoyo, J.F Bobby Saragih Universitas Bina Nusantara,
[email protected]
ABSTRACT This research’s goal is to produce a design that suitable for highly dense settlement which is Kampung Jatipulo with parcipatory method. The research method is using qualitative descriptive method. It is known that, the greatest needs of the residents of Kampung Jatipulo is open space, bedroom, living room, family room, kitchen, bathroom, and a playground. Open space and playground are important because of the good socialization behavior habit of the residents of Kampung Jatipulo. (NR) Keywords : highly dense settlement, Jatipulo, parcipatory, social, activity ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan desain yang sesuai pada permukiman padat penduduk yaitu Kampung Jatipulo dengan metode parcipatory. Metode penelitian yang dilakukan adalah deskriptif kualitatif. Diketahui bahwa, kebutuhan yang paling besar dari warga Kampung Jatipulo adalah ruang terbuka, kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga, dapur, kamar mandi, dan taman bermain. Ruang terbuka dan taman penting dikarenakan kebiasaan sosialisasi pora warga Kampung Jatipulo yang baik. (NR) Kata Kunci : Permukiman padat, Jatipulo, parcipatory, sosial, aktivitas
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Permukiman di daerah Jakarta menjadi kebutuhan yang selalu meningkat setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh jumlah penduduk yang juga terus meningkat. Menurut data dari bappedajakarta.go.id, jumlah penduduk DKI Jakarta meningkat kurang lebih satu juta jiwa dari tahun 2000 sampai 2014 (Gambar 1).Sementara itu menurut citymayors.com, Jakarta merupakan 10 besar kota dengan tingkat populasi tertinggi di dunia. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan permukiman namun tidak sebanding dengan ketersediaan lahan yang ada, akan menyebabkan terbentuknya permukiman-permukiman dengan tingkat kepadatan yang tinggi.
Gambar 1. Diagram jumlah penduduk DKI Jakarta Sumber : bappedajakarta.go.id Kondisi permukiman idealnya dapat meciptakan kesejahteraan dan kesehatan baik jasmani maupun rohani. Namun menurut bplhd.jakarta.go.id, dalam kenyataan nya dari 662 km² luas DKI Jakarta, 49,47% di antaranya adalah perumahan dan permukiman di mana 5,4% di dalam nya adalah permukiman kumuh atau padat penduduk yang tentunya dapat membawa dampak pada kesehatan dan kesejahteraan penduduknya serta masih kurang layak huni. Permukiman yang begitu padat dapat menyebabkan kurangnya ruang terbuka hijau. Permasalahan yang ada pada permukiman padat lainnya adalah jarak antara rumah yang terlalu berdekatan. Imbas dari jarak tersebut adalah kurangnya pencahayaan dan penghawaan yang di dapat oleh rumah tersebut. Permukiman yang padat juga dapat memberikan dampak terhadap lingkungan antara lain adalah kurangnya air bersih, kebutuhan akan udara bersih, berkurangnya jumlah lahan yang tersedia akibat pertambahan penduduk yang menyebabkan kepadatan semakin tinggi, kerusakan lingkungan, dan pencemaran lingkungan yaitu sampah yang tidak dibuang pada tempatnya. Selain dampak terhadap lingkungan, permukiman yang padat juga dapat memberikan dampak psikologis bagi orang yang tinggal di dalamnya. Dampak positif nya bisa dilihat dari sosialisasi antar warganya yang masih terjaga dengan baik. Namun permukiman padat juga bisa membuat penghuninya cenderung mudah stress dan agresif. Sebagian peneliti menyatakan bahwa meningkatnya kepadatan akan meningkatkan agresivitas (Aiello dkk., 1979; Ginsburg dkk., 1977). Karena permukiman Jakarta yang padat, pemerintah melakukan tindakan penanggulangan dengan peremajaan kawasan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Peremajaan dan pengembangan kawasan akan mencakup seluruh kawasan DKI Jakarta yang memerlukan pendekatan ini. Salah satu kawasan yang terkena rencana pengembangan kawasan adalah Jakarta Barat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Jakarta, Jakarta Barat termasuk wilayah dengan jumlah penduduk kedua terbanyak di DKI Jakarta, dan merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi ketiga di DKI Jakarta (Tabel 1). Tabel 1 Data Jumlah penduduk DKI Jakarta
2
Sumber : Jakarta.bps.go.id Lokasi diambil pada Kampung Jatipulo yang berada pada Kelurahan Jatipulo. Kampung Jatipulo merupakan kawasan permukiman dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan memiliki beberapa permasalahan lingkungan seperti sampah dan sanitasi yang kurang baik.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah disampaikan di atas, maka perumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimana mengakomodasi aktivitas sosial mereka dengan pendekatan Social Activity? 2. Bagaimana rancangan bangunan yang dihasilkan dapat mengatasi permasalahan pada Kampung Jatipulo?
Tujuan Penelitian Mengetahui bagaimana rancangan yang dihasilkan dapat mengatasi permasalahan pada Kampung Jatipulo dan mengetahui bagaimana cara mengakomodasi aktivitas sosial mereka dengan pendekatan Social Activity.
Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian dibatasi pada pengumpulan informasi kepada warga setempat atau perwakilan warga setempat dengan cara partisipatori dan mencari tahu melalui literatur-literatur, mendesain kawasan permukiman tersebut dengan desain yang sesuai berdasarkan data-data yang sudah terkumpul dari penelitian sehingga desain yang dihasilkan merupakan desain yang layak huni.
State Of The Art Menurut Agung Cahyo Nugroho (2009) dalam jurnal beliau yang berjudul “Kampung Kota Sebagai Sebuah Titik Tolak dalam Membentuk Urbanitas dan Ruang Kota Berkelanjutan” terdapat beberapa prinsip yang dapat menjadi dasar dalam menciptakan kondisi urbanitas dan ruang kota yang berkelanjutan, yang bertolak pada eksistensi kampung kota sebagai tempat bermukim masyarakat kota. Beberapa prinsip tersebut antara lain : 1. Menempatkan kampung kota sebagai bagian integral dari sistem perencanaan kota yang harus selalu diperhitungkan dan dipertimbangkan. Legalitas dan kepastian hukum terhadap eksistensinya melalui kekuatan politik menjadi dasar yang paling berpengaruh pada upaya-upaya perbaikan dan pengembangannya. Kampung kota dapat berperan sebagai satu kesatuan lingkungan (neighbourhood). 2. Prinsip-prinsip new urbanism barat sebagai pendekatan fisik dapat diadopsi secara moderat ke dalam prinsip New Urban Settlement, dengan kriteria-kriteria dan standar kebutuhan dan ukuran yang berbeda disesuaikan dengan kondisi lokal sebagai struktur mikro kampung kota. 3. Menciptakan keterkaitan antar lingkungan baik melalui keterkaitan ekonomi, sosial maupun budaya (makro) maupun lingkungan fisiknya (mikro), sehingga dapat menciptakan sistem perkotaan dan memberi legitimasi kuat pada eksistensi kampung (macro - micro linkage). 4. Menemukan kembali signifikansi kampung kota dari segi kesejarahan dan makna kultural tempat, untuk menentukan intervensi apa yang sebaiknya harus dilakukan dalam meningkatkan kualitasnya. 5. Keseimbangan yang proporsional antara kekuatan masyarakat melalui partisipasi dan tanggung jawab pemerintah dalam menciptakan sistem hunian perkotaan yang demokratis, plural dan toleran menuju masyarakat post-modern asia. Menurut Widjaja Martokusumo (2008) dalam jurnal beliau yang berjudul “Revitalisasi, Sebuah Pendekatan dalam Peremajaan Kawasan” Menyatakan bahwa revitalisasi adalah proses dalam peremajaan kota, sekaligus merupakan suatu mekanisme yang multifaset dan kompleks, serta harus di respon secara bervariasi dan luwes dalam kebijakan penataan lingkungannya. Respon terhadap kebijakan penataan lingkungan; pertama harus didasari oleh pemahaman beragam yang meliputi kekuatan sosial dan ekonomi yang secara langsung akan mempengaruhi proses pembentukan lingkungan kotanya; kedua pemahaman terhadap kepranataan dan pemerintahan; ketiga penguasaan dan pemahaman yang baik terhadap kondisi fisik kawasan kota. Dan menurut beliau secara empiris sudah dibuktikan bahwa penyertaan masyarakat melalui kegiatan partisipasi akan memberikan kontribusi positif ditinjau dari segi pengelolaan kegiatan dan keberlangsungan program revitalisasi. Peremajaan kawasan kumuh di El-Ashweat di Cairo menemukan permasalahan pada umumnya dari kawasan kumuh. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain adalah masalah ekonomi yaitu rata-rata pendapatan warga di sana yang rendah. Kedua adalah masalah sosial, yaitu
3
kurangnya pendidikan dan layanan sosial bagi kaum mudanya. Ketiga adalah masalah urban, yaitu perumahan yang tidak memadai dan kurangnya pelayanan dan fasilitas, jalan sempit dan akses yang sulit, terutama pada saat darurat. Keempat adalah masalah lingkungan, yang merupakan akibat dari masalah yang sebelumnya. Kurang baiknya sanitasi dan kurangnya air bersih membuat penyebaran wabah penyakit yang lebih mudah. Oleh karena itu menurut Ghada Farouk Hassan (2012), pemerintah setempat harus melihat ini adalah masalah yang harus diselesaikan dengan cara mengembangkan permukiman tadi dengan menambahkan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang dan menopang kehidupan di sana. Dengan demikian, pemerintah setempat jangan melihat El Ashweat sebagai masalah tetapi sebagai area yang memiliki potensial untuk dikembangkan. Penelitian yang dilakukan oleh Caleb Benjamin Harper (2014) menyatakan bahwa penduduk pada kawasan kumuh sudah terbiasa tinggal pada penginapan ilegal. Ini disebabkan oleh kurangnya pedapatan dari warga setempat. Kemudian, sulit untuk membedakan mana bangunan asli dan mana tidak pada kawasan tersebut dikarenakan struktur dan material yang serupa. Berdasarkan penelitian yang beliau lakukan, beliau meyakini bahwa kebijakan yang lebih adil dapat membuat penduduk untuk mengembangkan lahan yang mereka punya sesuai dengan sumberdaya mereka. Dan peran pemerintah untuk dapat menuntun, mendukung, dan menentukan aturan yang berlaku. Menurut Gartiwa dan Alfred Wijaya (2005) melalui jurnal ilmiah mereka yang berjudul “Pendekatan Sosiologi pada Perancangan Arsitektur”, bahwa pada prinsipnya pemahaman tentang masyarakat sebagai siatu system yang terangkum dalam empat pendekatan sosiologi, diharapkan dapat membantu para arsitek untuk memperoleh hasil karyanya (baik bagunan, lingkungan buatan, kota maupun wilayah) sebagai perwujudan pemecahan masalah social (problem solver) masyarakatnya, bukan semata-mata kreasi-eksperimen bentuk-imajinasi para arsiteknya, dengan demikian karya arsitektur mampu mencerminkan system social masyarakat, bukan sesuatu yang terpisah dari masyarakatnya. Pendekatan sosiologi dalam perancangan arsitektur diharapkan memandu para arsitek agar tidak semata-mata berfungsi sebgai pembangun yang sehingga memberikan nilai tambah pada penataan lingkungan fisik buatan, tetapi juga lebih dari itu, yaitu berfungsi sebagai social developer yaitu membangun system social masyarakat melalui pendekatan tata-ruang baik bangunan, tapak, kota, kawasan maupun wilayah. Dengan demikian para arsitek dapat memberi kontribusi sebagai agen perubahan yang positif dalam pembangunan sosial masyarakat. Pada penelitian yang penulis lakukan, terletak kesamaan dalam teknik pengumpulan data dengan penelitian-penelitian diatas. Namun terdapat unsur kebaruan dalam pendekatan yang peneliti lakukan. Peneliti melakukan pendekatan dengan cara terjun langsung ke lapangan dan melakukan wawancara untuk melibatkan masyarakat sekitar dengan penelitian yang sedang dilakukan. Dan peneliti mengamati perilaku sosial para masyarakat disana sebagai pertimbangan desain peneliti. Lokasi penelitian juga berbeda dari penelitian-penelitian di atas yaitu pada Kampung Jatipulo.
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Pendekatan penelitian yang akan digunakan adalah pendekatan secara kualitatif. Lebih jelasnya, penelitian akan dilakukan dengan metode deskriptif. Dengan metode deskriptif diharapkan akan menghasilkan data sejelas mungkin tentang apa yang benar-benar terjadi di lapangan. Hasil dari metode tersebut akan digunakan untuk pengembangan desain selanjutnya.
Teknik Pengumpulan Data Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah pengambilan data langsung ke lapangan. Data-data yang telah dikumpulkan lalu akan dirumuskan dalam sebuah analisa yang dapat membantu dalam perancangan bangunan sesuai dengan topik yang diangkat. Hal-hal yang memerlukan data adalah sebagai berikut • Mencari data mengenai permukiman tersebut. • Mencari studi banding mengenai bangunan-bangunan hasil peremajaan kawasan. • Mencari teori-teori yang dapat mendukung dalam pengembangan desain.
Tahap-tahap Penelitian a) Tahap Persiapan Melakukan semua pengumpulan data-data yang terkait dengan proyek, topik, dan tema yang berhubungan dengan proyek yang akan dibangun seperti • Data topografi tapak • Data studi banding
4
b) •
Tahap Penelitian Melakukan studi ke lapangan dengan meneliti masalah dan keadaan yang ada pada kawasan yang nanti akan dihubungkan dengan keadaan tapak yang akan diolah. • Melakukan wawancara kepada warga atau perwakilan warga untuk mengetahui informasi yang lebih dalam. c) Tahap Penyajian Hasil Analisa Hasil yang diperoleh dalam penelitian tersebut akan disajikan dalam table data dan bentuk zoning bangunan yang akan dibangun dan sirkulasi yang akan dibangun sesuai dengan data-data yang ada.
HASIL DAN BAHASAN Lokasi Untuk penelitian ini, peneliti mengambil lokasi pada Kampung Jatipulo, Jakarta Barat. Peruntukkan lahan untuk lokasi yang peneliti pilih termasuk dalam zona R.4 yaitu zona rumah KDB sedang. Memungkinkan untuk dibangun perumahan atau rumah susun dengan ketentuan yang bersyarat. Peneliti mengambil lokasi pada Kampung Jatipulo karena kawasan ini merupakan kawasan padat. Selain itu, kawasan ini juga sudah masuk dalam program penataan zona perumahan KDB sedang sampai tinggi berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.
Gambar 2. Peruntukan Lahan Sumber: RDTR
Gambar 3. Lokasi Tapak Sumber: Google Maps
Analisa Parcipatory Parcipatory yang peneliti lakukan adalah dengan cara meminta partisipasi masyarakat untuk menggambar rumah idaman mereka seperti apa. Sampel masyarakat diambil 30 orang yang mayoritas adalah ibu-ibu dengan alasan ibu-ibu lebih sering berada di rumah sehingga lebih merasakan apa saja kekurangan atau kelebihan rumah mereka masing-masing. Dengan menggambar rumah idaman mereka, peneliti bisa mengambil kesimpulan tentang apa saja kebutuhan mereka yaitu ruang-ruang di dalam maupun luar rumah, fasilitas-fasilitas, dan bentukan rumah.
Analisa Gambar Makro Berikut ini adalah analisa gambar kebutuhan makro dari para warga yang ikut berpartisipasi dalam menggambar rumah idaman mereka. Diambil lima gambar yang dapat mewakili 30 gambar yang sudah didapatkan. Berikut analisa gambar rumah idaman:
5
Tabel 2. Analisa gambar rumah idaman (makro) Gambar
Elemen 1 = Kebun/sawah
4
3
2
1
2 = Hewan ternak 3 = Pohon 4 = Bukaan
1 = Kebun/sawah 4 = Bukaan
6 4 1
4
6 = Fasilitas
4
Gambar
Elemen 1 = Kebun/sawah
3
2 = Hewan ternak
4 6
3 = Pohon
2
4 = Bukaan
1
3 = Pohon 4 = Bukaan
4
4
3
6
1 = Kebun/sawah 3 = Pohon 4 = Bukaan
1
4
4
7 8
3
7 = Kolam
1
Sumber: Data pribadi Berdasarkan elemen-elemen tersebut, bisa diketahui apa saja kebutuhan mereka untuk rumah idaman mereka. Kebutuhan tersebut bisa di presentasekan berdasarkan berapa kali elemen itu muncul pada 30 gambar rumah idaman warga untuk mengetahui elemen apa yang sangat dibutuhkan dan yang kurang dibutuhkan oleh warga. Berikut presentase elemen-elemen pada 30 gambar tesebut:
Kebun / sawah
Hewan ternak
Pohon
Bukaan
Fasilitas
Kolam
Kolam Fasilitas Kebun / 3%6%sawah Hewan ternak 20% Bukaan 3% Pohon 42% 26%
Gambar 4. Diagram elemen gambar Sumber: Data pribadi
Analisa Gambar Mikro Tabel 3. Analisa gambar kebutuhan (mikro) Gambar
Keterangan Kebutuhan Ruang: R.Tamu R.Keluarga Kamar tidur Kamar mandi Dapur Musholla
7
Kebutuhan Ruang: R.Tamu
Kebutuhan Ruang: R.Tamu Kamar tidur Kamar mandi Dapur Taman Sumber: Data pribadi Dari tabel diatas dapat dilihat kebutuhan ruang dari tiga gambar yang dijadikan contoh. Namun dari sembilan gambar yang menampilkan sketsa denah dan gambar ruang yang masih tersirat, didapatkan bahwa kebutuhan ruang dalam yang mereka perlukan adalah sebagai berikut: 1. Kamar tidur 2. Ruang tamu 3. Ruang makan 4. Ruang keluarga 5. Dapur 6. Kamar mandi 7. Musholla
Kebutuhan Ruang Dari data analisa yang diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kebutuhan ruang yang didapatkan adalah:
Ruang Dalam Kamar tidur Ruang tamu Ruang Dalam Ruang makan Ruang keluarga Dapur Kamar mandi Musholla Ruang belajar
Tabel 4. Kesimpulan kebutuhan ruang Ruang Luar Area bercocok tanam Area ternak Ruang Luar Ruang terbuka hijau Area bermain Kolam ikan Taman Tempat berdagang Sekretariat RT Sumber: Data pribadi
Orientasi Orientasi bangunan menghadap ke arah Utara dan Selatan dengan pertimbangan meminimalisir panas yang terkena pada bangunan. Walaupun orientasi bangunan tidak mengikuti orientasi pada tapak.
Zoning Untuk zoning pada tapak, dipisahkan antara area untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial, dengan area bergdagang dan pemukiman.
8
Untuk area fasilitas umum and fasilitas sosial ditempatkan pada sisi atas tapak yang berbatasan dengan Tempat Pembuangan Sementara. Hal ini dikarenakan dengan lahan hiaju sisa dari fasilitas umum dan sosial apat ditanami tanaman untuk mengurangi bau yang ditimbulkan. Area berdagang diletakkan dekat dengan pemukiman karena banyak rumah eksisting yang juga mempunyai fungsi sebagai warung.
Sirkulasi Sirkulasi di sekitar tapak dilebarkan agar meningkatkan kenyamanan warga. Dan juga agar penghawaan pada rumah-rumah warga lebih baik.
Pembuangan Sampah Untuk tempat pembuangan sampah dipindahkan agar sampah tidak mencemari sungai. Tempat sampah bisa di pindahkan ke seberang, atau setiap beberapa ruamh ada satu tempat sampah untuk pembuangan sementara.
Drainase atau toilet dibuat
Untuk drainase, perlu adanya penyaring agar buangan dari mck pribadi saat dibuang ke saluran air tidak membuat air tercemar. Juga akan drainase untuk mengalirkan air hujan di sisi-sisi jalan lingkungan permukiman.
Program
Ruang
Tabel 5. No Ruang
1
Kamar Tidur Utama
2
5
Kamar Tidur 2 Ruang Campur an Dapur
No
Ruang
6
Kamar mandi
3
Ukur an (m) 3x2,5
Kapasita s (orang) 2
Luas (m²) 7,5
1,95x3
1
2,98x2 ,8
Tabel ergonomi ruang Juml Ergonomi ah
Total (m²)
Sum ber
1
7,5
DA
4,25
1
5,85
A
4
7,5
1
8,34
A
2,3x2
2
2,25
1
4,6
DA
Ukur an (m) 2,3x1, 95
Kapasita s (orang) 1
Luas (m²)
Juml ah
Total (m²)
Sum ber
2,25
1
4,48
DA
Ergonomi
Tot al
30,77 Sumber: Data arsitek dan asumsi
Bubble Diagram Bubble diagram disini berfungsi untuk mengetahui bagaimana hubungan ruang-ruang yang ada pada hunian dan pada kawasan tersebut. Berikut Bubble diagram hunian dan kawasan:
9
Gambar 5. Bubble diagram hunian lt.1 Sumber: data pribadi
Gambar 6. Bubble diagram hunian lt.2 Sumber: data pribadi
Dari bubble diagram hunian di atas, lantai satu dibuat lebih ke fungsi publik sementara lantai dua lebih ke fungsi privat. Fungsi publik diletakkan di bawah karena untuk memudahkan pengguna rumah apabila ada keperlua dengan tetangga sehingga tidak perlu naik turun, juga agar tidak mengganggu fungsi privat di atasnya.
Gambar 7. Bubble diagram kawasan Sumber: Data pribadi Bubble diagram diatas menunjukkan hubungan ruang di satu RT pada kawasan kampung Jatipulo. Dengan adanya kebun di depan dapat meredam kebisingan yang dihasilkan dari jalan. Lalu terdapat taman di belakang untuk meredam matahari sore. Ditambahkan juga kantor secretariat RT dan kios untuk menunjang kebutuhan warga di sana.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pada bagian ini, peneliti akan menyimpulkan hasil dan bahasan. Dari hasil dan bahasan akan didapatkan kesimpulan yang akan digunakan dalam tahap mendesain. Dan juga akan menjawab pertanyaan dari rumusan masalah yaitu: • Pola permukiman yang akan digunakan adalah pola grid karena lebih mudah dan dapat diterapkan pada tapak. • Desain yang dihasilkan akan diuraikan pada sub bab dibawah ini.
Site Development Konsep Desain Gubahan massa bangunan masih mempertahankan komposisi awal yaitu memanjang. Namun orientasi menghadap ke utara-selatan untuk mengurangi panas yang akan di dapat bangunan. Untuk pola permukiman akan digunakan sistem grid karena lebih mudah dan dapat diterapkan pada tapak. Juga dengan sistem grid penggunaan lahan juga lebih efektif. Sistem grid yang digunakan tidak mengikuti bentuk site untuk mengejar orientasi bangunan dan ruang yang dihasilkan pada tapak. Untuk luar ruang terdapat taman di depan dan sekeliling tapak, ini berfungsi untuk meredam kebisingan dan membuat tapak lebih sejuk karena adanya tanaman. Sirkulasi ke dalam tapak seperti akes yang lama yaitu dengan ramp yang menurun untuk masuk ke tapak. Jalur sirkulasi di dalam tapak di perbesar, ini untuk kenyamanan dan untuk menambah cahaya dan udara yang masuk kedalam rumah
Spatial Quality Konsep Desain Kualitas daripada permukiman ini diharapkan dapat membaik. Itu karena adanya ruang terbuka hijau yang akan diaplikasikan disini. Selain itu, jalan lingkungan perumahan yang tadinya sempit akan diperlebar untuk memudahkan sirkulasi dan adanya cahaya dan angin yang masuk ke dalam bangunan. Dengan adanya ruang terbuka hijau, anak-anak juga dapat bermain dengan aman, tidak lagi bermain di tengah jalan. Lalu dengan adanya ruang terbuka seperti itu, sosialisasi juga bisa meningkat. Ruang terbuka bisa dijadikan wadah komunikasi untuk warga disana.
Building Form 10
Konsep Desain Bentuk bangunan tidak jauh berbeda dengan bangunan eksisting, atap tetap memakai atap miring karena kita berada di negara iklim tropis. Bentuk memanjang akan di bagi setiap beberapa rumah agar tetap ada ruang terbuka untuk sirkulasi udara, tidak terkesan padat. Pada lantai dua bangunan dibuat maju dan mundur untuk dapat memuat taman lantai dua untuk unit yang diatas. Ini dilakukan agar lebih adil untuk fasilitas yang didapatkan setiap unitnya. Dengan memaju mundurkan lantai dua, pada bagian belakang masih bisa mendapatkan cahaya. Untuk massa bangunan serbaguna, bangunan akan dibuat menjadi dua lantai untuk menghemat lahan. Fungsi seperti posyandu dan sekretariat RT & RW diletakkan di lantai dasar. Sementara fungsi musholla dibuat di lantai dua agar kegiatan dibawah tidak mengganggu aktivitas ibadah di atas.
Aesthetic Desain Konsep Desain Estetika pada bangunan ini ada pada permainan irama fasadnya yang seragam dan juga ada permainan balkon.
Structural System Konsep Desain Struktur akan memakai sistem modul
Material Konsep Desain Material yang digunakan adalah material standar pembuatan rumah seperti dinding bata dan rangka atap baja ringan.
Environmental Control System Konsep Desain Berada pada daerah padat penduduk dan kurangnya sirkulasi udara membuat penghawaan dalam ruangan kurang nyaman. Namun dengan adanya ruang terbuka dan jarak antar bangunan yang lebih longgar, dengan tidak digunakan pendingin ruangan pada malah hari diharapkan sudah cukup.
Saran Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lagi karena kawasan permukiman padat masih banyak khusus nya di Jakarta. Dan diharapkan permukiman-permukiman padat tersebut dapat dikembangan menjadi lingkungan yang lebih baik dari sebelumnya.
REFERENSI Jurnal : Nugroho, Agung Cahyo. (2009). Kampung Kota Sebagai Sebuah Titik Tolak dalam Membentuk Urbanitas dan Ruang Kota Berkelanjutan. 13(3). 210-218. Gartiwa, Marcus. Wijaya, Alfred. (2005), Pendekatan Sosiologi pada Perancangan Arsitektur, 2(3), 8-23. Martokusumo, Widjaja. (2008). Revitalisasi, Sebuah Pendekatan Dalam Peremajaan Kawasan. 19(3). 57-73. Thesis : Harper, Caleb Benjamin. (2014), Vertical Village: Towards a New Typology of High-Density LowIncome Urban Housing. Department of Architecture, Massachussets Institute of Technology, Massachussets. Hassan, Ghada Farouk. (2012). Regeneration as an Approach for the Development of Informal settlements in Cairo Metropolitan. Faculty of Engineering, Alexandria University, Alexandria.
11
Web : Mohamad Ikbal Bahua. 2007. Metode Perencanaan Patisipatif dalam Membangun Masyarakat. Diperoleh 04-27-2015 dari http://eeqbal.blogspot.com/2007/12/metode-perencanaan-partisipatifdalam.html Bappeda Provinsi DKI Jakarta. 2015. Statistik Jumlah Penduduk. Diperoleh 02-25-2015 dari http://bappedajakarta.go.id/?page_id=1131 Syailendra. 2013. Ruang Terbuka Hijau 10 Persen dari Luas Jakarta. Diperoleh 02-25-2015 dari http://www.tempo.co/read/news/2013/11/03/214526814/Ruang-Terbuka-Hijau-10-Persen-dari-LuasJakarta Ita Lismawati, Dwifantya Aquina. 2011. Cuma 6 Persen Ruang Terbuka Hijau di Jakarta. Diperoleh 02-25-2015 dari http://metro.news.viva.co.id/news/read/250331-jakarta-dan-problematika-kota-hijau Nur Farida Ahniar, Indriani Putri. 2011. Jakarta Masuk Kota Terpadat di Dunia. Diperoleh 02-252015 dari http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/259434-jakarta-kota-terpadat-ke-6-dunia Maudy Pramithasari. 2015. Teori Pembangunan Kota Berkelanjutan (Urban Sustainable Development). Diperoleh 03-26-2015 dari https://www.academia.edu/8584936/Teori_Pembangunan_Kota_Berkelanjutan_Urban_Sustainable_D evelopment City Mayors Statistics. 2007. The Largest Cities in the World by Land Area, Population and Density. Diperoleh 02-25-2015 dari http://www.citymayors.com/statistics/largest-cities-population-125.html Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta. 2011. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Tahun 2011. Diperoleh 03-31-2015 dari http://bplhd.jakarta.go.id/SLHD2011/Lap_SLHD/Lap_3B.htm Rahmi Hastari. 2015. Permukiman Kumuh. Diperoleh http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/Permukiman_Kumuh
03-31-2015
dari
Ebta Setiawan. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Diperoleh 07-24-2015 dari http://kbbi.web.id/ Peraturan : Perda DKI Jakarta No.1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan ZonasiUU No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
RIWAYAT PENULIS Naufal Ryandi lahir di kota Surabaya pada 24 Juni 1993. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Arsitektur pada 2015.
12