Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
PENATAAN PERMUKIMAN NELAYAN DI KAWASAN PASAR SENTRAL RAHA Syamsul Bahri1) Happy Ratna Santosa2) Endang Titi Sunarti3) 1) Mahasiswa Pascasarjana Perumahan dan Permukiman – Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email :
[email protected] 2) Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email:
[email protected]
Abstrak Rencana pengembangan fungsi kawasan di kawasan Pasar Sentral Raha telah disusun oleh Pemerintah Kabupaten Muna untuk dilaksanakan dalam beberapa tahun kedepan. Kawasan tersebut direncanakan menjadi pusat bisnis di Kabupaten Muna. Pembangunan Jalan Lingkar Kota Raha yang melalui kawasan Permukiman Nelayan di sebelah Barat Pasar Sentral Raha, diperkirakan akan menimbulkan dampak yang besar terhadap kawasan di sekitarnya, termasuk permukiman nelayan yang berada di sebelah Utara Pasar Sentral Raha. Pembangunan sebaiknya melibatkan masyarakat karena tujuan pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama rakyat setempat termasuk nelayan. Pembangunan melalui kegiatan penataan perlu diikuti dengan pembinaan potensi sumberdaya manusia dan alam agar dapat memperkuat ekonomi masyarakat nelayan sehingga mereka dapat ikut menikmati pembangunan fasilitas kota dan tidak terpinggirkan. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif, dengan melakukan quisioner, diskusi dan wawancara. Melalui diskusi dan wawancara, respon lokal atas alternatif penataan terhadap pengguna menjadi pemikiran utama. Alternatif penataan dilakukan berdasarkan hasil kajian pustaka dengan sudut pandang teori empiris praktis dan fenomenologi yang digunakan dalam membantu mereka memilih penataan yang sesuai dengan lingkungan. Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah arahan penataan permukiman nelayan yang berkelanjutan serta dapat mendorong berkembangnya potensi masyarakat nelayan di Kawasan Pasar Sentral Raha. Kata Kunci : Jalan Lingkar, Pasar Sentral, Penataan, Permukiman Nelayan
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 1
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
FISHERMEN RESIDENTIAL LAYOUT IN RAHA CENTRAL MARKET AREA Syamsul Bahri1) Happy Ratna Santosa2) Endang Titi Sunarti3) 1) Post Grduate of Departmen of Architercture FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email :
[email protected] 2) Leacturer Departmen of Architecture FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111, email:
[email protected]
Abstract Development plan of area function in Raha Central Market area had already arranged by government of Muna Regency performed in the next years. Those area planned become central business in Muna Regency. Ring road development of Raha City via Fishermen Residential area in the West Raha Central Market, estimated will be emerging fishermen located in the North Raha Central Market. The development as good as involved all the people because the purpose of the development are to increasing people prosperity, mainly local society included fishermen. The development through arrangement activity shall be followed by human resources and natural resources potential building in order to be able taking the development of city amenities and unmarginalized. This research done qualitatively, by making questionnaires, discussion and interview. Through discussion and interview, local response on layout alternative on user become main thought. Layout alternative done base on literature study with practical empiric theory point of view suitable with environmental. The result reached in this research are sustainable fishermen residential layout direction as well as be able to boosting fishermen society potential development in Raha Central Market Area. Keyword : Ring Road, Central Market, Layout, Fishermen Residential
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 2
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
I. Pendahuluan Rencana Pemerintah Kabupaten Muna untuk merelokasi Pasar Sentral Raha, telah diwujudkan dengan mulai dibangunnya Pasar Sentral Raha yang baru yang berlokasi di sebelah Timur permukiman Nelayan Laino Pantai, berada di sisi jalan lingkar kota Raha, serta pembangunan Pangkalan Pelabuhan Ikan (PPI) Kota Raha yang juga berada disebelah Timur permukiman nelayan Laino Pantai. Kedua sarana Pasar Sentral Raha dan Pangkalan Pelabuhan Ikan (PPI) akan menjadi daya tarik bagi warga sekitarnya, maupun dari desa – desa lain untuk bermukim disekitar kawasan tersebut. Apabila Pemerintah Kabupaten Muna tidak cepat memberikan perhatian terhadap hal ini dengan cara menata yang tepat di kawasan ini, maka akan menyebabkan terjadinya permukiman padat yang tidak teratur yang cenderung kumuh (slums) yang merupakan permukiman lama di Kawasan Pasar Sentral Raha dan merupakan Permukiman Nelayan laino Pantai yang berada didaerah pesisir pantai kota Raha sebagai Latar belakang penelitian ini. Dari latar belakang di atas, maka dapat dijabarkan beberapa masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana arahan penataan permukiman yang sesuai dengan kehidupan dan kegiatan sehari-hari para nelayan di daerah Laino Pantai? 2. Potensi apa yang dapat dikembangkan di Permukiman Nelayan Laino Pantai? 3. Bagaimana arahan pengembangan potensi Permukiman Nelayan Laiono Pantai tersebut? Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menemukan arahan penataan sekitar kawasan Pasar Sentral Raha, khususnya di permukiman nelayan Laino Pantai yang sustainable. 2. Mengidentifikasi potensi yang dapat dikembangkan di permukiman nelayan Laino Pantai. 3. Menemukan arahan pengembangan potensi kampung nelayan Laino Pantai. Manfaat yang diharapkan adalah meningkatkan kesempatan masyarakat permukiman Laino Pantai, untuk memperbaiki kehidupan permukiman dengan memanfaatkan potensi dan daya tarik dari lingkungan hidupnya. II. KAJIAN TEORI A. Pembangunan, Permukiman, dan Lingkungan Pembangunan dalam konteks penataan dan pengembangan wilayah adalah berbagai jenis kegiatan, baik yang mencakup sektor pemerintah maupun masyarakat dilaksanakan dalam rangka memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat (Santosa, 2000). Pendapat Turner bahwa perumahan bukanlah kata benda, melainkan kata kerja yang berkaitan dengan kondisi sosial dan ekonomi penghuni (Turner, 1972). B. Pedoman Penataan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Studi mengenai penataan permukiman masyarakat ini memiliki acuan kepada isu-isu utama baik yang bersifat universal sesuai yang dicanangkan Habitat Agenda II maupun yang bersifat lokal dan sesuai dengan lokasi studi, yaitu dari KSNPP. Dua isu utama yang ditekankan terhadap kepentingan global dan mendasari fokus studi adalah: 1. Perumahan Layak untuk Semua/Adequate Shelter for All 2. Permukiman yang Berkelanjutan/Sustainable Human Settlement
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 3
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Beberapa poin komitmen tujuan yang ingin dicapai dari tema ini adalah (lima yang paling relevan dari total empatbelas poin): a. Peningkatan kondisi permukiman masyarakat yang terintegrasi dan mudah diterima dan dimanfaatkan oleh semua, termasuk penyediaan fasilitas kesehatan dan pendidikan b. Menciptakan lingkungan, baik yang bersifat internasional maupun domestik, untuk kepentingan ekonomi, pengembangan sosial, dan perlindungan terhadap lingkungan c. Mengintegrasikan penataan dan perencanaan kota terkait dengan perumahan, transportasi, kesempatan pekerjaan, kondisi lingkungan, dan fasilitas umum d. Menyediakan sarana dan infrastruktur lingkungan demi terciptanya kondisi permukiman yang sehat terutama bagi kaum miskin, misalnya suplai air bersih, sanitasi, dan pembuangan limbah e. Meningkatkan program pemanfaatan air yang dapat mengarahkan kepada pemakaian yang efektif dan efisien Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP) tahun 1999 sebagai berikut : 1. Visi KSNPP Setiap orang (KK) di Indonesia mampu memenuhi kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau pada lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam upaya terbentuknya masyarakat yang berjatidiri, mandiri, dan produktif 2. Misi KSNPP (1)Melakukan pemberdayaan masyarakat dan para pelaku kunci lainnya di dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman (2) Memberikan fasilitas dan mendorong terciptanya iklim yang kondusif di dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman (3) Mengoptimalkan pendayagunaan sumberdaya pendukung penyelenggaraan perumahan dan permukiman 3. Sasaran KSNPP (1) Terwujudnya keswadayaan masyarakat, artinya mampu bermitra secara efektif dengan para pelaku kunci lainnya dari kalangan dunia usaha dan pemerintah (2) Terbangunnya lembaga-lembaga penyelenggaraan perumahan dan permukiman yang dapat menerapkan prinsip tata pemerintahan yang baik (3) Terdorongnya pertumbuhan wilayah dan keserasian lingkungan antar wilayah melalui pembangunan yang berkelanjutan C. Penataan dan Pengembangan Permukiman dan Lingkungan Ching (1991) berpendapat bahwa arsitektur memiliki arti lebih dari sekedar usaha pemenuhan syarat fungsional, tetapi juga sebagai wadah kegiatan manusia. Dimulai tahun 1970-an sebuah bidang studi baru, Man-Environment Studies, yaitu sebuah studi mengenai hubungan saling menguntungkan (mutual interaction) antara manusia dengan lingkungan terbangun di sekitarnya. Memikirkan mengenai apa dan mengapa dalam perancangan berbasis Man-Environment Studies, maka terdapat tiga variabel untuk diperhatikan: 1. Karakteristik manusia sebagai pembentuk karakter lingkungan 2. Lingkungan Fisik dan Manusia 3. Mekanisme yang menghubungkan antara manusia dengan lingkungan dalam interaksi dua arah
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 4
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Walaupun organisasi keruangan merupakan aspek fundamental, namun ada aspek yang juga melengkapinya menurut Rapoport, yaitu: Tatanan Ruang - Organization of space tak lain juga adalah tatanan keruangan yang telah disebutkan diatas, yaitu merupakan tatanan lingkungan dan menciptakan hubungan antara manusia dengan lingkungannya Penataan kawasan permukiman dalam studi ini dibatasi dalam lingkup organisasi ruang (space organization) saja. Penataan merupakan sebuah kegiatan membentuk benda, energi, dan proses menuju sebuah kebutuhan dan keinginan yang dimiliki seorang atau sekelompok manusia (Van Der Ryn, 1996). Pengembangan merupakan kegiatan berkreasi atau menciptakan sesuatu dari potensi yang telah ada dengan tujuan menghasilkan yang lebih. Suatu proses pengembangan umumnya diawali dengan menganalisa potensi dari seseorang atau suatu lingkungan dan benda di dalamnya karena potensi tersebut memiliki pengaruh terhadap sekitar. Vales (1991) mengemukakan prinsip-prinsip sustainable dengan mempelajari umpan balik dari pengguna/user terhadap konsep-konsep penataan dan pengembangan (The Probability Principle) dan mengarahkan kebijakan dan metode yang mendukung pengurangan dampak berbahaya terhadap manusia dan lingkungan (The Precautionary Principle), salah satunya yaitu Respect for users dipilih sebagai fokus karena pendekatan terhadap studi penataan ini adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan permukiman. Permukiman tumbuh dan berkembang dengan pengaruh aspek alam yang dikenal sebagai natural forces dan aspek kreasi manusia dalam menciptakan tempat (place) sebagai suatu kualitas hubungan dengan lingkungan yang disebut sebagai figural quality. Pada dasarnya berbagai pola penciptaan tempat tersebut menghasilkan karakter permukiman menjadi beberapa tipe dasar dari organisasi ruang berikut (Norberg-Schulz, 1971): Tipe dasar Cluster, Tipe dasar Row, Tipe dasar Enclosure. Sedangkan menurut Rapoport (1977) karakter permukiman dapat dilihat dari organisasi ruang permukiman. Terdapat beberapa garis besar orientasi: 1. Orientasi permukiman menyusuri jalan/along the streets: rumah berada di sepanjang jalan dan berseberangan dengan unsur air (waterfront).
Gambar 1. waterfront housing Sumber : Rapoport, 1977 2. Orientasi kearah dalam (inside-out city) :Perbedaan dari orientasi ini adalah organisasi ruang memiliki fokus ke halaman dalam, dan yang membedakan dengan orientasi central space adalah domain privat dan publiknya. Khusus untuk inside-out orientation ini dapat digunakan berulang sehingga membentuk suatu continuity of space.
Gambar 2.The inside-out city; Orientasi ke dalam memiliki domain privat-publik Sumber : Rapoport, 1977
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 5
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
D. Nelayan, Permukiman, dan Kehidupannya Nelayan adalah bagian dari masyarakat yang hidup dan bekerja di daerah pesisir. Menurut Brata (2005), berdasarkan kegiatan yang dilakukan, nelayan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: Nelayan Tani, Nelayan Pekerja danNelayan Juragan. Permukiman nelayan umumnya berada di pesisir pantai, dan lokasi yang paling cocok sebagai kawasan permukiman di daerah pesisir adalah backdune (McHarg, 1969). Program pemerintah mengenai penataan permukiman pesisir tersebut diwujudkan dalam Masterplan Kabupaten Muna 2005 (RTRW Kabupaten Muna 2003-2013) untuk pengembangan daerah pesisir yang dimiliki Kabupaten Muna. E. Kabupaten Muna dan Permukiman Nelayan Ditinjau secara geografis, Kabupaten Muna adalah salah satu kabupaten di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di pulau Muna dan pulau Buton yang terdiri dari sebagian pulau Muna dan sebagian pulau Buton, serta beberapa pulau kecil di sekitarnya, yang beribu kota Raha, dengan dominasi permukiman nelayan di pesisir timur Kota Raha, yaitu desa Lagasa, Kelurahan Wamponiki dan Kelurahan Laiworu. Permukiman nelayan tersebut yaitu Desa Lagasa dan Kelurahan Wamponiki terletak di kecamatan Katobu dan Kelurahan Laiworu terletak di kecamatan Batalaiworu. F. Kriteria Permukiman Nelayan yang Tertata Permukiman yang baik dan tertata akan tercipta apabila memenuhi kriteria ideal aspek fisik dan non fisik. Aspek fisik meliputi letak geografis, lingkungan alam dan binaan, serta sarana dan infrastruktur. Sedangkan aspek non fisik meliputi aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya (Silas, 1985). Aspek fisik didukung oleh penelitian Marwati (2003) yang menyebutkan bahwa permukiman nelayan yang tertata setidaknya perlu mencakup hal-hal berikut: 1. Tata ruang permukiman yang ramah terhadap ekologi pantai, 2. Lingkungan yang tanggap terhadap pola pasang surut air laut, 3. Keberadaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan, 4. Sistem air limbah dan sampah yang memenuhi syarat kesehatan III. METHODE Dalam proses metodologi, hasil kajian pustaka dan data sekunder diidentilikasi melalui beberapa variabel yang kemudian diolah dengan beberapa teknik pengumpulan dan analisis serta interpretasi yang menggunakan metode kualitatif, menghasilkan suatu hasil studi berupa arahan penataan permukiman nelayan Laino Pantai yang berkelanjutan. Menurut Teori Metodologi Depdikbud (1984/1985), informasi yang terkumpul dan hasil kegiatan membaca akan dilanjutkan dengan telaah melalui perincian dan pengkhususan (deduksi) dan generalisasi (induksi) menjadi sebuah landasan teoritis. Proses klasifikasi variabel melibatkan variabel tergantung/terikat yang menjadi titik pusat persoalan dan disebut juga kriterium. Variabel ini tergantung pada variabel bebas, yaitu variabel yang memberikan pengaruh terhadap variabel lain. Klasifikasi variabel adalah sbb: 1. Variabel Tergantung/Terikat (Dependent Variable) adalah penduduk permukiman nelayan di Laino Pantai, Raha dan pola permukiman serta kriteria-kriterianya. 2. Variabel Bebasa dalah lokasi dan keadaan fisik dan daerah Laino Pantai sebagai bagian eksisting dari Kawasan Pasar Sentral Raha. Metodologi atau format dari sebuah penelitian didefinisikan oleh Creswell (1994) sebagai proses keseluruhan dalam penelitian, dimulai dari identifikasi masalah hingga Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 6
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
analisa data dengan penggunaan metode-metode tertentu. Strategi utama yang dipilih dalam studi penataan ini adalah mempelajari kondisi sosial masyarakat penghuni sebagai pengguna/users dari kawasan penataan, dan pendekatan terhadap rencana umum kawasan terkait. Studi penataan ini bersifat empiris praktis, sehingga akan digunakan strategi kualitatif dalam metode penelitiannya. Sesuai yang dipaparkan Denzin et al (dalam Groat et al, 2002) mengenai definisi generik dari penelitian kualitatif. Taktik Penelitian merupakan sebuah metode yang dipilih untuk digunakan dalam teknik pengumpulan data, analisis, dan interpretasi data. Secara keseluruhan, teknik pengumpulan, analisis, dan interpretasi yang dipilih dalam penelitian ini bersifat kualitatif, sesuai dengan strategi yang dipilih. Pengumpulan Data meliputi instrumen, metode, dan prosedur yang berkaitan dengan proses pengumpulan data secara kuisioner/Questionnaire. Analisis dilakukan dengan memakai standar yang telah dikeluarkan oleh Departeman Pekerjaan Umum. Kecamatan Batalaiworu merupakan area geografis terpilih dengan Kelurahan Laiworu sebagai fokus utama permukiman nelayan Laiono Pantai yang terletak di dalam kelurahan Laiworu. Spesifikasi terhadap karakteristik responden adalah sebagai berikut: 1. Kriteria Responden yaitu nelayan yang terlibat dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bekerja dalam lingkup nelayan dan bermukim di sebelah Utara kawasan Pasar Sentral Raha. Pekerjaan dalam lingkup nelayan ini meliputi: Nelayan laut dan memiliki jukung sendiri, nelayan laut dan tidak memiliki jukung sendiri (pandega), petambak, pengolah dan penjual hasil tangkapan, pemilik industri rumah tangga hasil tangkapan 2. Jumlah Responden yang terlibat, baik dalam pengisian kuisioner, diskusi kelompok, dan wawancara mendalam berjumlah 40 orang (32.25%) dari total jumlah 124 orang. IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam Man-Environment Studies (Rapoport, 1977) disebutkan terdapat tiga komponen pokok dalam memahami hubungan dan konfigurasi antara manusia dan alam. Tiga komponen tersebut adalah karakter manusia sebagai pembentuk karakter lingkungan (Man to Environment), pengaruh lingkungan fisik terhadap manusia (Environment to Man), dan mekanisme yang menghubungkan antara manusia dengan lingkungan. Dengan mempelajari karakter manusia lokal sebagai pengguna akan didapatkan karakter lingkungan fisik yang sesuai. Sedangkan dalam mencapai arahan pengembangan potensi kondisi non-fisik, maka perlu dipelajari kondisi fisik lingkungan sebagai faktor pengarah dan penghambat aktivitas manusia. A. Pencapaian Arahan Penataan Permukiman Nelayan Laino Pantai Penataan akan disesuaikan dengan standar dan peraturan permukiman yang berlaku di Indonesia serta harapan masyarakat mengenai rencana permukiman yang ideal bagi mereka. Berikut tahap-tahap dalam pencapaian arahan penataan : 1. Mengevaluasi Kondisi Eksisting; Berpatokan pada standar Ditjen Cipta Karya (Dept. PU, 1975) maka akan diperoleh gambaran mengenai kondisi fisik permukiman eksisting. 2. Mengevaluasi Permukiman Nelayan terhadap kriteria dan standar Departrmen PU yang berlaku secara Umum; Berpatokan pada rencana pemerintah dan standar yang berlaku di Indonesia, serta beberapa literatur yang dapat menjadi acuan tambahan. Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 7
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
3. Mengevaluasi Keterlibatan Masyarakat; Berpatokan pada hasil wawancara dengan tokoh dan masyarakat setempat mengenai perencanaan kondisi permukiman nelayan yang diinginkan. Penilaian Kondisi Fisik Eksisting Permukiman Nelayan Laino Pantai adalah dengan mengevaluasi bagaimana kondisi fisik permukiman eksisting berdasarkan standar Ditjen Cipta Karya (1975). Pada tabel 1 dijelaskan kriteria yang mencakup komponen lingkungan permukiman yaitu sarana dan prasarana dan standar penilaian. Pada tabel 2 selanjutnya adalah pembahasan evaluasi komponen lingkungan di lokasi studi. Tabel 1. Kriteria Penilaian Kondisi Fisik Lingkungan Permukiman Sarana dan Prasarana Permukiman
1
2
Kondisi 3
4
5
Luas < 5m² /orang < 10 L /hari/orang
Luas < 7m² /orang < 30 L /hari/orang
Luas ≥ 7m² /orang ≤ 50 L /hari/orang
Luas>10m² /orang > 50 L /hari/orang
Luas >12m² /orang > 70 L /hari/orang
Sanitasi Lingkungan • Jalan Setapak
Tidak Ada
Ada, diaspal
Tidak Ada
• Tempat Sampah
Tidak Ada
MCK
Tidak Ada
Ada, dari tanah yang dipadatkan Ada, 50% panjang jalan Sampah dapat ditampung Dipakai oleh < 10 keluarga
Ada, dari batu-batuan
• Pematusan
Ada, tidak beraturan, dari tanah Ada, 25% panjang jalan Sampah tidak tertampung
Ada, 75% panjang jalan Sampah diangkut dalam 2 hari Dipakai oleh < 5 keluarga
Ada, sesuai panjang jalan Sampah diangkut setiap hari Dipakai oleh ≤ 2 keluarga
Menampung ≥ 90%
Menampung semua
Jarak < 3km
Jarak < 1km
Perumahan Air Bersih
SaranaLingkung an • Balai Desa
Dipakai oleh > 10 keluarga
Ada, hanya Menampung menampung < ≥ 75% 50% Jarak > 5km Tidak Ada Jarak < 5km • Pasar Catatan : 5 = Baik Sekali 3 = Cukup 1 = Buruk 4 = Baik 2 = Kurang Sumber : Happy Santosa, 1998 Tidak Ada
Hasil Evaluasi dari kondisi eksisting permukiman nelayan Laino Pantai disajikan dalam tabel 2. Tabel 2. Evaluasi Kondisi Eksisting Berdasarkan Kriteria Penilaian
PERMUKIMAN
Kondisi Eksisting Perumahan nelayan cukup baik dengan luasan ratarata 7 m²/orang Air bersih tidak tersedia di setiap rumah Terdapat jalan setapak yg tidak beraturan Pematusan Ada, 25% panjang jalan Tempat Sampah , Sampah tdk tertampung MCK Dipakai oleh ≤ 5 keluarga Balai desa Menampung semua Pasar, Jarak < 1km Rata-rata
Nilai 3 2 2 2 2 4 5 5 3,13
Sumber : Analisa Penulis, 2009
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 8
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Dari hasil evaluasi didapatkan nilai rata-rata 3,13. Berdasarkan standar penilaian Ditjen Cipta Karya (1975), maka disimpulkan bahwa kondisi eksisting permukiman nelayan cukup baik. Selanjutnya kondisi lingkungan alam dievaluasi dengan memakai standar yang ditampilkan dalam tabel 3. Tabel 3. Kriteria Penilaian Kondisi Fisik Lingkungan Alam Lingkungan Alam Bakau Pantai
1 < 20% Garis pantai Kecuraman > 45%
Lahan Desa
2 > 20% Garis pantai Kecuraman ≤ 45%
Kondisi 3 > 40% Garis pantai Kecuraman < 20%
Terbangun Terbangun Terbangun ≥ 75% ≥ 60% < 60% Tanah < 20% < 40% < 60% Catatan : 5 = Baik Sekali 3 = Cukup 1 = Buruk 4 = Baik 2 = Kurang Sumber : Happy Santosa, 1998
4 > 60% Garis pantai Kecuraman < 10%
5 > 75% Garis pantai Kecuraman < 5%
Terbangun < 50% < 70%
Terbangun < 40% > 70%
Hasil Evaluasi dari kondisi lingkungan alam permukiman nelayan Laino Pantai disajikan dalam tabel 4 Tabel 4. Evaluasi Kondisi Lingkungan Alam Berdasarkan Kriteria Penilaian
KONDISI LINGKUNGAN ALAM
Kondisi Eksisting Bakau, > 40% Garis pantai Pantai, Kecuraman < 20% Lahan Desa, Terbangun < 60% Produktivitas Tanah < 40% Rata-rata
Nilai 3 3 3 2 2.75
Sumber : Analisa Penulis, 2009
Berdasarkan standar penilaian Ditjen Cipta Karya, mendekati angka 3, maka disimpulkan bahwa kondisi lingkungan alam di permukiman nelayan eksisting cukup baik. Penataan permukiman yang baik adalah pencapaian kriteria minimal terhadap aspek fisik dan non fisik (Johan Silas, 1985). Dalam penataan kawasan permukiman maka dititikberatkan pada aspek fisik sebagai komponen pembentuk lingkungan. Berikut akan dievaluasi kriteria penciptaan lingkungan fisik permukiman sesuai rencana pemerintah, standar, dan masyarakat. 1. Lokasi Geografis Berdasarkan wawancara dengan tokoh setempat, hal yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat mengenai lokasi permukiman mereka adalah kemudahan akses terhadap pantai dan penambatan perahu. 2. Lingkungan Alam Untuk keamanan permukiman dan aktivitas pantai maka perletakan harus memperhatikan Garis Sempadan Pantai (GSP) minimal 100 m dari titik pasang tertinggi. Lebar daratan pantai merupakan areal yang dianggap aman untuk perletakan dermaga dan kawasan permukiman adalah antara 400 m – 2 km dari garis pantai (Puslitbang Permukiman). Kesulitan yang dialami sebagian besar nelayan berkaitan dengan keberadaan proyek Jalan Lingkar Kota adalah penempatan perahu yang belum dirasakan aman. 3. Lingkungan Binaan
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 9
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Menurut RTRK Laino Pantai, permukiman nelayan di lokasi yang telah direncanakan memiliki konsep ecological-waterfront city. Menurut studi clustering, waterfront merupakan suatu orientasi atau arah hadap dominan dari sebuah kawasan terhadap unsur air, baik berupa pantai, laut, sungai, atau danau (Rapoport, 1977). Hal ini berarti setiap bangunan di kawasan tersebut memiliki akses ke laut atau setidaknya ke jalan yang menghadap laut atau unsur air lainnya. Masyarakat merespon aspek lingkungan binaan melalui preferensi orientasi atau arah hadap rencana ruang permukiman. Dari hasil diskusi kelompok dan wawancara, maka didapatkan dua preferensi yang berbeda. Pada tabel 5 menunjukan preverensi msyarakat mengenai orientasi ruang permukiman. Tabel 5. Preferensi Masyarakat mengenai Orientasi Ruang Permukiman Variabel Lingkungan Binaan
Preferensi Responden Berdasarkan Preferensi Perempuan Hadap Tetangga Laki-Laki Hadap Pantai>tetangga Nelayan Tangguh Hadap pantai>tetangga Orientasi Ruang Petambak Hadap pantai=tetangga Permukiman Pengolah Ikan Hadap pantai
Teoritik Cluster: orientasi inside out Waterfront: orientasi jalan & Pantai Waterfront: orientasi jalan & Pantai Orientasi inside out Cluster: orientasi inside out
Dari preferensi dan wacana literatur di atas maka dapat diidentifikasi bahwa masyarakat nelayan di lokasi studi membutuhkan kriteria ruang permukiman sebagai berikut : Aksebilitas yang baik antara tempat tinggal dengan pekerjaan, artinya aksebilitas nelayan tangguh ke laut cukup baik dan aksebilitas serta pengawasan para pengolah ikan ke ruang pengolahan juga baik, Ruang pengolahan yang tidak menggangu kesehatan dan merusak lingkungan ruang permukiman nelayan. Melalui pendekatan orientasi penataan ruang maka dapat diarahkan bahwa dua orientasi untuk kebutuhan nelayan laut dan pengolah ikan dapat dikombinasikan. Orientasi waterfront, yaitu orientasi permukiman yang terhubung langsung dengan jalan dan unsur air akan sangat mendukung pekerjaan nelayan tangguh. Orientasi inside-out (terbalik/ke dalam) akan sangat pendukung pekerjaan pengolah ikan, karena central space yang menjadi orientasi kedalam dapat menjadi ruang pengolahan ikan. Kedua orientasi tersebut tergabung dalam komposisi berulang dalam organisasi ruang.
Gambar 3. Orientasi waterfront (kiri), orientasi inside-out (tengah), dan komposisi berulang dalam organisasi ruang (kanan) Sumber : Rapoport, 1977 Respon masyarakat terhadap penataan ruang permukiman menunjukkan keinginan yang kuat dalam mempertahankan struktur sosial yang telah tercipta selama ini. Struktur sosial tersebut berupa ruang bersama/communal space di beberapa cluster yang tercipta secara tidak sengaja dalam ruang permukiman eksisting. 4. Prasarana Transportasi Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 10
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Prasarana transportasi meliputi jalan umum, jalan lingkungan, dan jalan setapak. Menurut standar Departemen PU (1975), kualitas jalan setapak minimal terbuat dari tanah yang dipadatkan. Sedangkan jalan umum dan jalan lingkungan sebaiknya dari aspal atau batu-batuan (paving). Prasarana jalan juga sangat berperan dalam pencegahan perambatan kebakaran. Berdasarkan standar PU (1987), jarak antar bangunan yang memiliki bukaan yang berhadapan memiliki peraturan ; a. Jarak 3 meter antar bangunan dengan tinggi bangunan s/d 8 meter b. Jarak 3-6 meter antar bangunan dengan tinggi bangunan 8-14 meter 5. Penyediaan Air Bersih Respon terbesar dari masyarakat mengenai penyediaan prasarana pada rencana permukiman nelayan adalah penyediaan air bersih. Menurut Standar PU (1975), jumlah air bersih minimal yang dibutuhkan per orang adalah 50 liter per harinya. Berdasarkan penjelasan mengenai hak asasi manusia di Habitat Agenda, 1996, kemudahan mendapatkan air bersih merupakan hak hidup setiap orang. 6. Sistem Drainase Sistem drainase merupakan dasar pengaturan dan pengembangan daerah pantai yang perlu diperhitungkan (Marwati, 2003). Menurut standar PU (1975), panjang sistem drainase di lingkungan permukiman setidaknya 50-75% dari panjang jalan. Pada kondisi eksisting, kondisi drainase banyak yang rusak. Masyarakat memberikan respon atau keluhan mengenai sistem drainase karena hal ini sangat mengganggu aktivitas mereka, apalagi dimusim hujan.
Gambar 4. Drainase Sistem Garpu; Sesuai dengan daratan dengan air muka tanah tinggi seperti kawasan pesisir. Sumber : Gundhi Marwati, 2003 7. Sistem Pengolahan Limbah Menurut penelitian Puslitbang Permukiman, teknologi air limbah yang sesuai untuk diterapkan di daratan dengan muka air tanah tinggi adalah sistem Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB), Johkasau, dan tangki septic upflow filter. Sistem pengolahan limbah (IPAL) belum tersedia di lokasi eksisting.. 8. Pertamanan, Pemakaman, dan Kebersihan Kebersihan di lingkungan ini masih kurang baik, meskipun setiap hari ada petugas kebersihan yang datang mengangkut sampah. Masyarakat memberikan respon atau keluhan mengenai sampah karena hal ini mengganggu aktivitas mereka. 9. Sarana Ekonomi Sarana ekonomi pada kondisi eksisting cukup baik. Terdapat Pasar sentral Raha yang merupakan pusat perdagangan Kabupaten Muna, serta toko – toko disekitar kawasan.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 11
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Arahan Penataan Kawasan Permukiman Nelayan di Kawasan Pasar Sentral Raha merupakan simpulan dari pembahasan yang telah dilakukan terhadap komponen lingkungan eksisting terhadap kriteria rencana pemerintah, standar yang berlaku, dan keinginan masyarakat terhadap permukiman nelayan di masa depan. Tabel 6. Arahan Penataan Lingkungan Fisik Permukiman Nelayan Laino Pantai LOKASI GEOGRAFIS Eksisting Terletak tepat di sebelah disebelah Barat Jalan Lingkar Kota Raha & di sebalah Utara Pasar Sentral Raha
LINGKUNGAN ALAM Eksisting Hasil Penilaian : 3 (cukup) Hutan bakau >40% garis pantai. Kondisi tercampur dengan sampah.
LINGKUNGAN BINAAN Eksisting Hasil Penilaian : 3 (cukup) Permukiman tumbuh secara tidak merata Tidak semua rumah memiliki akses terhadap jalan
Kriteria Aksesibilitas , Jangkauan terhadap garis pantai
ARAHAN Kemudahan aksesibilitas keluar dan ke dalam. Kemudahan nelayan dalam mencapai garis pantai dan kedekatan lokasi tempat tinggal dengan dermaga
Kriteria Keberadaan konservasi hutan bakau Penetapan Garis Sempadan Pantai Perwilayahan fungsi kawasan Tanggapan terhadap isu global warming
ARAHAN Hutan bakau diremajakan dengan pengadaan wetland setidaknya 60% garis pantai GSP ditetapkan minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi Lebar daratan pantai 400-2 km Beberapa aktivitas darat harus terlindung dari kemungkinan banjir karena semakin naiknya permukaan laut akibat pemanasan global
Kriteria Struktur ruang permukiman yang mempertahankan ruang sosial
ARAHAN Organisasi ruang berbentuk cluster dengan mempertahankan ruang sosial didalamnya Orientasi ganda pada setiap rumah yang penghuninya bekerja sebagai nelayan dan pengolah ikan (waterfront dan inside out clustering)
PRASARANA AIR BERSIH Eksisting Kriteria Hasil Penilaian : 2 (Kurang) Akses terhadap air bersih Tidak semua warga Penyediaan air bersih mendapatkan air bersih melalui menjadi fokus utama pada PDAM. Sebagian besar masih prasaran perencanaan membeli dari penjual air keliling. permukiman PRASARANA TRANSPORTASI Eksisting Kriteria Hasil Penilaian : 2 (kurang) Kondisi/material pembuat Jalan lingkungan rusak dan jalan jalan, Jalan tidak hanya tidak beraturan. Tidak semua sebagai sarana transportasi, jalan dapat mencapai semua namun juga sebagai pencegah rumah yang ada. perambatan kebakaran dan jalan ambulan PRASARANA PEMATUSAN/DRAINASE Eksisting Kriteria Hasil Penilaian : 2 (kurang) Sistem drainase yang sesuai Panjang sistem drainase 25% dengan kondisi daratan dari panjang jalan pantai
ARAHAN Kemudahan mendapat air bersih adalah hak setiap orang. Pihak penyedia sebaiknya memudahkan penyediaan min. 50 liter/hari/orang
ARAHAN Pengadaan jalan yang lebar (minimal 5 m pada jalan lingkungan, dan 3 m pada jalan penghubung) Pencapaian jalan ke setiap rumah
ARAHAN Perbaikan/pembangunan drainase, Dapat digunakan sistem drainase bentuk garpu sekaligus sebagai pola permukiman nelayan.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 12
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010 PRASARANA PENGOLAHAN LIMBAH Eksisting Kriteria Belum ada Sistem pengolahan yang sesuai dengan daratan pantai
PRASARANA PERTAMANAN, PEMAKAMAN, KEBERSIHAN Eksisting Kriteria Hasil Penilaian : 2(kurang) Ketersediaan ruang terbuka Terdapat TPS yang tidak layak, Ketersediaan penampungan pengangkutan dilakukan setiap sampah hari tapi tidak optimal, tidak Ketersediaan petugas tersedianya bak sampah disetiap kebersihan dan TPS, serta rumah. Lapangan bola voli dan kesadaran masyarakat sepak bola menggunakan lahan kosong. SARANA EKONOMI Eksisting Kriteria Hasil Penilaian : 5 (baik sekali) Ketersediaan pasar, tempat Terdapat pasar, pelelangan ikan, pelelangan ikan, atau lokasi maupun distribusi hasil distribusi komoditi. tangkapan atau pengolahan komoditi Sumber : Hasil Analisa Penulis, 2009
ARAHAN Pengadaan Sistem IPAL dan dapat menggunakan teknologi UASB dan Johkasau yang cocok untuk daratan dengan muka air tanah tinggi ARAHAN Ruang terbuka sebagai sarana olahraga Pengadaan TPS, pengangkutan dilakukan setiap hari, bak sampah di setiap rumah.
ARAHAN Penguatan sistem distribusi melalui koperasi nelayan
B. Pengembangan Potensi Permukiman Nelayan Laino Pantai Pencapaian arahan pengembangan potensi juga dilakukan dengan penilaian kondisi eksisting, analisa berdasarkan rencana pemerintah dan standar yang berlaku, serta respon masyarakat. Aspek non fisik ini meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya : 1. Mengevaluasi Kondisi Eksisting; Berpatokan pada standar Ditjen Cipta Karya (Dept. PU, 1975) maka akan diperoleh gambaran mengenai kondisi non fisik permukiman eksisting. 2. Mengevaluasi Kriteria Pengembangan Potensi secara Umum; Berpatokan pada rencana pemerintah serta beberapa literatur yang dapat menjadi acuan tambahan mengenai pengembangan potensi. 3. Mengevaluasi Kriteria Permukiman Nelayan dengan Keterlibatan Masyarakat; Berpatokan pada hasil focus groups dengan tokoh dan masyarakat setempat mengenai alternatif pengembangan potensi dan kesediaan masyarakat untuk berkembang. Penilaian Kondisi Non Fisik Eksisting Permukiman Nelayan Laino Pantai sebagai Identifikasi Potensi adalah dengan mengevaluasi bagaimana kondisi non-fisik permukiman eksisting berdasarkan standar Ditjen Cipta Karya (1975). Pada tabel 7 dibawah dijelaskan kriteria yang mencakup komponen non fisik pada permukiman dan standar penilaian. Pada tabel 8 selanjutnya adalah pembahasan evaluasi komponen non fisik pada lingkungan di lokasi studi. Tabel 7. Kriteria Penilaian Potensi Ekonomi Lingkungan Permukiman Potensi Ekonomi (SDA) Produksi Kelapa
1
2
Kondisi 3
4
5
1000 buah/thn > 5000 buah/thn > 5000buah/thn > 10,000 buah/thn > 15,000 buah/thn
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 13
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010 Produksi Sawah 1000 kg/ha/thn < 2000 kg/ha/thn ≥ 2000kg/ha/thn > 5000 kg/ha/thn Tangkapan Ikan 1000 kg/thn < 1500 kg/thn > 1500g/thn > 3000 kg/thn Tambak Udang 500 kg/ha/thn < 1000 kg/ha/thn > 1000 g/ha/thn > 2000 kg/ha/thn Keran &Teripang 500 kg/thn < 1000 kg/thn > 1500kg/thn > 2500 kg/thn Ikan Hias Keragaman< 10% Keragaman≤ 25%Keragaman≥ 25% Keragaman> 30% Catatan : 5 = Baik Sekali 3 = Cukup 1 = Jelek 4 = Baik 2 = Kurang Sumber : Santosa, 1998
> 7000 kg/ha/thn >4000 kg/thn > 3000 kg/ha/thn > 4000 kg/thn Keragaman> 50%
Tabel 8. Evaluasi Potensi Ekonomi (Sumberdaya Alam) Berdasarkan Kriteria Penilaian
POTENSI EKONOMI (SUMBERDAYA ALAM)
Kondisi Eksisting Kelapa Sawah Ikan Udang Kerang Ikan Hias Rata-rata
Nilai 1 1 5 1 5 1 2.33
Sumber : Hasil Analisa Penulis, 2009
Dari hasil evaluasi didapatkan mendekati angka 2, maka disimpulkan bahwa potensi sumberdaya alam di permukiman nelayan eksisting tergolong kurang. Namun perlu diperhatikan bahwa sebagai kawasan nelayan, potensi ekonomi terbesar adalah pada komoditi ikan dan kerang. Pada tabel 9 dibawah dijelaskan kriteria yang mencakup penilaian potensi SDM dan standar penilaian. Pada tabel 10 selanjutnya adalah pembahasan Evaluasi Potensi Ekonomi (Sumberdaya Alam) berdasarkan Kriteria Penilaian dipermukiman nelayan Laino Pantai. Tabel 9. Kriteria Penilaian Potensi Sumberdaya Manusia (Politik, Sosial, Budaya) Sumberday a Manusia Pendidikan
Kondisi 1 2 3 SD 75% SD 60% SD 30% Selebihnya Selebihnya Selebihnya diatas SD diatas SD diatas SD Catatan : 5 = Baik Sekali 3 = Cukup 1 = Jelek 4 = Baik 2 = Kurang Sumber : Santosa, 1998
4 SD 20% Selebihnya diatas SD
5 SD 10% Selebihnya diatas SD
Tabel 10. Evaluasi Potensi Ekonomi (Sumberdaya Alam) Berdasarkan Kriteria Penilaian SUMBERDAYA MANUSIA DI PERMUKIMAN NELAYAN
Kondisi Eksisting Lulus SD 19 org, diatas SD 7 org Tidak Lulus SD 21 org Rata-rata
Nilai 1 1 1
Sumber : Hasil Analisa Penulis, 2009
Dari hasil evaluasi didapatkan nilai rata-rata 1. Berdasarkan standar penilaian Ditjen Cipta Karya, angka satu (1) menyatakan kondisi buruk. Dapat disimpulkan bahwa kualitas sumberdaya manusia menurut tingkat pendidikan adalah buruk. Penataan permukiman yang baik adalah pencapaian kriteria minimal terhadap aspek fisik dan non fisik (Johan Silas, 1985). Dalam pengembangan potensi permukiman maka dititikberatkan pada aspek non-fisik sebagai komponen pendukung pembentuk lingkungan.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 14
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Aspek non fisik tersebut meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Evaluasi kriteria pengembangan permukiman sesuai rencana pemerintah, standar, dan masyarakat sbb: 1. Politik Kondisi politik dari suatu permukiman dapat dilihat dari kebijakan mengenai permukiman dan lingkungan serta kelembagaan masyarakat yang terdapat di dalamnya. Dalam mencari potensi dititkberatkan pada mengevaluasi kelembagaan masyarakat yang terdapat di dalamnya. Di lokasi studi belum ada rukun nelayan. dikarenakan pemahaman mengenai manfaat kelembagaan yang masih minim, tetapi aktivitas mereka selama ini kondusif. 2. Ekonomi Kehidupan ekonomi di permukiman nelayan ini terklasifikasi menjadi nelayan laut (tangguh), pekerja nelayan (pandega), petambak, pengolah ikan, dan penjual. Hal yang perlu diperhatikan dalam aspek ekonomi kenelayanan adalah artikulasi ekonomi terhadap aktivitas nelayan. Pekerjaan kenelayanan di darat meliputi pengasapan ikan dan pengumpulan hasil tangkapan dan olahan ke tengkulak atau penjualan langsung ke pasar. Perlu dipikirkan bahwa dalam perencanaan permukiman ke depan, alangkah baiknya jika permukiman ini memiliki kehidupan ekonomi yang mandiri. Salah satu caranya adalah dengan pengembangan potensi industri pengolahan ikan yang telah ada. Mempelajari prediksi kondisi di masa depan mengenai pembangunan di kawasan pasar sentral Raha dapat menjadi peluang tersendiri. Menurut rencana arahan penataan (Kabupaten Muna, 2006-2010), konsep penggunaan lahan meliputi permukiman, niaga, dan wisata. 3. Sosial Aspek sosial dapat dipelajari dari pengamatan karakteristik dan sumberdaya masyarakat serta kegiatan sosial. Sebagaimana dijelaskan Suryantoro (2006), nelayan di berbagai belahan dunia memiliki karakteristik yang umum, yaitu: (1) Fokus jelas. (2) Terbiasa hidup sederhana. (3) Memiliki kesabaran yang luar biasa, berani, dan rajin (4) Keyakinan kuat. (5) Mampu bekerjasama dengan baik dan setia terhadap profesinya. Jika dinilai dari tingkat pendidikan, sumberdaya manusia memang cukup rendah karena pada umumnya begitu anak mereka lulus SD, segera dibawa ke laut untuk belajar menjadi nelayan dan begitu seterusnya hingga generasi sekarang. Berdasarkan hasil diskusi dengan para tokoh dan masyarakat nelayan, sebenarnya kesediaan untuk berkembang sesuai keahlian yang telah dimiliki cukup besar.. 4. Budaya Didapatkan bahwa profesi neayan adalah profesi turun-temurun dan sejak kecil mereka terbiasa untuk bekerja dalam tim. Dalam satu perahu terdiri dari seorang nelayan tangguh (umumnya sekaligus pemilik kapal) dan seorang pekerja. Arahan Pengembangan Potensi Permukiman Nelayan di Kawasan Pasar Sentral Raha merupakan simpulan dari pembahasan yang telah dilakukan terhadap aspek non fisik di lokasi eksisting terhadap eksplorasi mengenai keunikan budaya serta keinginan masyarakat terhadap kehidupan di masa depan. Rencana pemerintah dan literatur pendukung juga dilibatkan dalam menjaga arah pengembangan potensi yang sesuai dengan penataan.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 15
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Tabel 11. Arahan Penataan Lingkungan Non Fisik Permukiman Nelayan Laino Pantai POTENSI KELEMBAGAAN NELAYAN (POLITIK) Eksisting Kriteria Belum terdapat lembaga (rukun) Keberadaan lembaga nelayan karena pemahaman masyarakat lokal minim Manfaat kelembagaan terhadap kehidupan masyarakat POTENSI KEMANDIRIAN NELAYAN (EKONOMI) Eksisting Kriteria Pekerjaan kenelayanan di darat Kemampuan dalam memenuhi meliputi pengasapan ikan dan kebutuhan hidup penjual ikan Kemandirian masyarakat Pendapatan nelayan rata-rata dalam kehidupan ekonomi 700rb-1 juta. Koperasi membantu kehidupan ekonomi nelayan POTENSI KEMASYARAKATAN (SOSIAL) Eksisting Kriteria Hasil Penilaian : 1 (Buruk) Kualitas Sumberdaya Manusia Tingkat pendidikan nelayan sangat minim Melaut dan kegiatan nelayan lainnya dimulai sejak SD Pribadi nelayan yang tekun dan bekerja keras Peran istri sangat besar dalam proses kenelayanan di darat POTENSI KEUNIKAN DAN PARIWISATA (BUDAYA) Eksisting Kriteria Pekerjaan turun temurun Kegiatan unik untuk Mampu bekerjasama dalam tim dilestarikan Kegiatan kemasyarakatan rutin dilakukan Aktif dalam berbagai lomba perahu Sumber : Analisa Penulis, 2009
V.
ARAHAN Kelembagaan rukun nelayan perlu dibentuk agar nelayan selalu terpacu dalam persaingan sehat ARAHAN Konsep smoked fish-to-go, yaitu proses-package-dan penjualan dilakukan di permukiman nelayan Pengadaan koperasi nelayan
ARAHAN Generasi muda nelayan sebaiknya dibekali pendidikan formal mengenai kelautan. Jika mungkin sejak SD karena tidak bisa dijamin bahwa mereka dapat mengenyam pendidikan lebih tinggi dari itu kecuali pendidikan bebas biaya ARAHAN Kegiatan lomba perahu dapat dijadikan point of interest. Ruang pengolahan diadakan dengan pola per ruang untuk 2-3 orang (pola bekerja di darat)
KESIMPULAN
Berdasarkan analisa dan pembahasan, maka hasil yang di dapatkan sebagai berikut :
A.
Arahan penataan sekitar kawasan Pasar Sentral Raha, khususnya di permukiman nelayan Laino Pantai adalah sebagai berikut : 1. Lokasi Geografis : Aksebilitas memadai keluar dan kedalam permukiman, aksebilitas nelayan terhadap shoreline melalui jalur khusus, ketersidiaan dermaga yang dekat dengan permukiman 2. Lingkungan Alam : Penetapan Garis Sempadan Pantai min. 100 meter dari titik pasang tertinggi, penetapan Daratan Pantai dengan fungsi permukiman dan pengolahan selebar 400m – 2 km dari GSP, pemikiran terhadap isu pemanasan global dan antisipatif terhadap kenaikan muka air laut. 3. Lingkungan Binaan (Ruang Permukiman) : Orientasi dua arah bagi permukiman nelayan tangguh dan pengolah ikan, yaitu waterfront dan inside-out tersusun dalam komposisi ruang yang berulang (continuity of space), penggunaan central space dalam cluster sebagai ruang pengolah dangan barrier tertentu, mempertahankan struktur ruang sosial yang telah terbentuk sebelumnya dalam permukiman eksisting. Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 16
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
4. Sarana dan Prasarana : Penyediaan air bersih di ruang permukiman dan ruang pengolahan, pengadaan jalan sebagai sarana transportasi sekaligus pencegah perambatan kebakaran dan evakuasi melalui jarak yang telah ditetapkan, perbaikan/pengadaan drainase sesuai panjang jalan, penyediaan sistem IPAL atau Sisitem UASP pada kawasan pesisir, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah organik, pengadaan Koperasi sebagai sarana ekonomi penduduk ekonomi nelayan B.
Potensi yang dapat dikembangkan di permukiman Laino Pantai dan arahan pengembangan potensi kampung nelayan Laino Pantai adalah sebagai berikut: 1. Potensi Kelembagaan Nelayan (Politik) : Mempertahankan kelembagaan lokal yang sudah ada, membentuk kelompok nelayan yang terorganisir dan memacu persaingan sehat serta pembinaan kenelayaan sejak dini 2. Potensi Kemandirian Nelayan (Ekonomi) : Mengembangkan sentral Industri pengasapan melalui konsep smoke fish-to-go, yaitu proses, kemas dan jual dalam suatu area 3. Potensi Kemasyarakatan (Sosial) : Mengasah kemampuan formal dan Informal kenelayanan sejak dini (eksrakulikuler tingkat SD) 4. Potensi Pariwisata (Budaya) : Lomba Perahu yang semakin menarik karena dilalui jalan lingkar kota Raha sepanjang pantai.
C. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Muna (2009). Kabupaten Muna Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Muna (2009). Kecamatan Batalaiworu Dalam Angka. Brata, G.A.(2005). Masyarakat Nelayan dan Wisata Pantai. Lembaga Penelitian Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Buku 1B Metodologi Penelitian (1984/1985). Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka. Central Waterfront Secondary Plan (2003). Toronto City Council. Ching, F.D.K. (1991). Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Susunannya. Diterjemahkan oleh Paulus Hanoto Adjie, Ir. Erlangga, Jakarta. Creswell, J.W. (1994). Research Design: Qualitative and Quantitative Approaches. Sage Publication Inc., California. Direktorat Jenderal Perumahan dan Permukiman (2002). Kebijakan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP). Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Jakarta. Groat, L. dan Wang, D. (2002). Architectural Research Methods. John Wiley and Sons, New York. Marwati, G. (2003). Pola Perumahan dan Permukiman Nelayan Tepi Pantai yang Berwawasan Lingkungan. Jurnal Penelitian Permukiman Vol. 19 No. 1. PUSLITBANG Permukiman. Norberg-Schulz, C. (1971). Existence, Space, and Architecture. Praeger Publishers. Rapoport, A. (1969). House, Form, and Culture. Prentice Hall. Eaglewood Cliffs. New York. Rapoport, A. (1977). Human Aspects of Urban Form: Towards a Man – Environment Approach to Urban Form and Design. Pergamon Press. Santosa, H.R.S. (2000). Pidato Pengukuhan Guru Besar: Permukiman dan Lingkungan dalam Pengembangan Wilayah. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 17
Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota 2010
Silas, Johan (1985). Perumahan dan Permukiman. Jurusan Arsitektur, FTSP-ITS. Surabaya. Standar Permukiman (1975), Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum Standar Permukiman (1987), Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum Subdin Tata Ruang & Tata Bangunan, Dinas Kimpraswil Kab. Muna (2005). Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2003 – 2013. Turner, JFC (1972). Housing by People.. United Centre for Human Settlements (2003). The Habitat Agenda; Goals, Principles, Commitmens, and the Global Plan of Action – Istanbul Declaration 1996. Vale, B. dan Vale, R. (1991). Green Architecture: Design for a Sustainable Future. Thames and Hudson, Ltd., London. Van Der Ryn, S. (1996). Ecological Design. Island Press, Washington, DC.
Jurusan Arsitektur ITS – Maret 2010 | 18