Kinerja Bisnis Penjaminan Surety Bonds di Indonesia Amron Staff Ahli Asuransi Ekspor Indonesia
Abstrak
Setiap negara selalu menginginkan agar perekonomian negaranya selalu berkembang, untuk itu diperlukan suatu formula yang dapat menjadikan rangsangan bagi pelaku usaha agar dapat berpartisipasi dalam setiap proyek yang ditenderkan baik oleh pemerintah maupun non pemerintah. Perusahaan asuransi melalui produk surety bonds memiliki posisi yang strategis di dalam menjembatani kebutuhan Obligee dalam mengamankan proyek yang dikerjakan oleh Principal. Di Indonesia sendiri penggunaaan surety bonds sudah menjadi alternative dari bank garansi yang diterima oleh Obligee khususnya Obligee yang bersumber dana dari Pemerintah melalui APBN, APBD, BUMN dan BUMD. Dengan surety bonds Obligee dan Principal lebih tertantang untuk mengerjakan pekerjaan dengan skala yang lebih besar dan tingkat kesulitan yang cukup tinggi tanpa harus mengorbankan profesionalisme karena Perusahaan Asuransi sebagai Surety akan memberikan penjaminan atas wanprestasi yang dilakukan Principal sesuai dengan syarat dan kondisi surety bonds yang diterbitkan. Kata kunci : Obligee, Principal, Penjaminan, Surety.
1. Pendahuluan Bidang usaha surety bonds pada perinsipnya adalah bukan merupakan bentuk bisnis baru khususnya di negara barat seperti Amerika, Inggris dan negara maju lainnya. Di Amerika pada tahun 1894 telah berdiri berbagai perusahaan surety bonds yang memberikan berbagai penjaminan yang diakui oleh pemerintah Amerika pada saat itu. Di Inggris juga berdiri perusahaan sejenis yaitu General Surety & Gurantee Corporation (GSG) yang memberikan pelayanan penjaminan konstruksi dan jaminan fidelity kepada klien mereka yang membutuhkan jenis produk penjaminan. Bahkan pada tahun 1908 telah didirikan The Surety Association of America yaitu suatu asosiasi yang beranggotakan para perusahaan pemberi penjaminan di Amerika. Perkembangan produk surety bonds kemudian mulai memasuki wilayah di luar Amerika dan Eropa dimana untuk wilayah Asia berkembang cukup pesat khususnya di 70 | P a g e
Jepang serta tidak ketinggalan di Indonesia dan kawasan Negara ASEAN. Pertamakali penjaminan di Indonesia dilakukan oleh Pihak Perbankan dengan menerbitkan produk yang disebut dengan nama Bank Garansi. Namun kemudian Pemerintah Republik Indonesia memberikan ijin kepada salah satu
Perusahaan Asuransi yaitu Asuransi
Kerugian Jasa Raharja melalui Peraturan Pemerintah R.I.No.34 tahun 1978 tertanggal 6 Desember 1978 dalam bentuk ijin perluasan usaha surety bonds, sebagai alternatif dari jaminan bank garansi. Pada awalnya penjaminan surety bonds dimaksudkan oleh pemerintah sebagai sarana untuk meningkatkan daya saing pengusaha bawah dengan memberikan bantuan penjaminan yang terjangkau. Perkembangan selanjutnya keluar Keputusan Menteri Keuangan R.I. Nomor KMK/271/011/1980 tertanggal 7 Mei 1980 berisi penunjukkan 53 Lembaga Keuangan Bank yang dapat menerbitkan bank garansi. Sejak tahun 1992 dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian, maka Asuransi Kerugian Jasa Raharja kembali ke bidangnya semula yaitu asuransi sosial, sehingga tidak lagi menerbitkan produk surety bonds. Kemudian Pemerintah menunjuk Perusahaan asuransi umum sebagai penerbit surety bonds. Penunjukan dilakukan oleh Pemerintah melalui tahapan evaluasi yang kemudian hasilnya dicantumkan dalam suatu keputusan menteri keuangan. Sebagai contoh adalah Keputusan Menteri Keuangan
nomor KEP-565/KM.10/2010 tanggal 30 September
2010 disebutkan bahwa per tanggal 3 September 2010 terdapat 38 perusahaan asuransi umum yang terdaftar dapat memasarkan program surety bonds. Produk surety bonds yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi di Indonesia memiliki fungsi sebagai penjaminan yang berbeda dengan produk polis asuransi yang secara konvensional dipasarkan oleh perusahaan asuransi.
Disamping itu apabila
diteliti lebih lanjut juga memiliki perbedaan dengan produk bank garansi yang dikeluarkan oleh perbankan walaupun dari segi fungsi dan perannya adalah sama.
2. Konsep dasar Surety Bonds Surety bonds adalah suatu bentuk janji dari pihak Pemberi jaminan (Surety) yang memberikan jaminan untuk Pelaksana Pekerjaan (Principal) untuk kepentingan Pemilik Pekerjaan (Obligee). Apabila pihak Principal
melakukan wanprestasi dalam
menyelesaikan pekerjaan yang diperjanjikan dalam kontraknya dengan Obligee (Pemilik Proyek), maka pihak Surety sebagai penjamin akan membayar ganti rugi maksimum 71 | P a g e
sampai dengan batas jumlah jaminan yang tercantum dalam sertifikat penjaminan surety bonds. Berdasarkan definisi tersebut di atas maka produk surety bonds terkait dengan 3 (tiga) pihak yaitu, (1) Surety Adalah pihak yang menjamin Principal yang mendapatkan pekerjaan dari pihak Obligee, dalam hal ini yang bertindak sebagai Surety adalah perusahaan asuransi.
Di Indonesia daftar perusahaan asuransi umum yang dapat
memasarkan produk surety bonds dibuat dalam sebuah lampiran Keputusan Menteri Keuangan yang menyebutkan nama perusahaan asuransi serta program yang dipasarkan baik konstruksi maupun non konstruksi; (2) Principal. Principal adalah pihak yang melaksanakan pekerjaan dari Obligee yaitu dapat berupa kontraktor, supplier, agen dan sejenisnya. Dalam hal ini adalah sebagai pihak yang dijamin oleh Surety; (3) Obligee. Obligee adalah sebagai pihak pemberi pekerjaan atau biasa disebut sebagai pemilik proyek atau bouwheer. Pemberian pekerjaan dari Obligee kepada Principal umumnya dibuat dalam suatu perjanjian yang disebut kontrak kerja. Kontrak kerja akan menjadi dasar Principal untuk mengajukan permohonan surety bonds kepada Surety. Perjanjian antara Obligee dan Principal disebut sebagai perjanjian pokok yang menjadi sebab adanya sertifikat surety bonds, sedangkan apabila terdapat perjanjian antara Surety dan Principal tentang hak dan kewajiban dan sejenisnya akan menjadi kontrak tambahan. Jadi hubungan antara pihak Surety, Principal dan Obligee adalah sebagai berikut (1) Obligee sebagai pemilik proyek memberikan pekerjaan kepada principal sebagai kontraktor untuk melaksanakan proyek sesuai dengan kontrak pekerjaan (merupakan kontrak pokok); (2) Atas dasar kontrak yang diberikan oleh Obligee kemudian Principal mengajukan penerbitan surety bonds kepada Surety. Surety kemudian menerbitkan surety bonds atas nama Principal yang ditujukan kepada Obligee, dimana Surety berjanji bahwa kalau Principal wanprestasi maka Surety akan membayar kepada Obligee stinggi-tingginya sesuai dengan nilai yang tercantum di dalam sertifikat surety bonds; (3) Dalam hal terjadi wanprestasi Obligee mengajukan klaim pencairan surety bonds kepada Surety, kemudian Surety akan membayar pencairan sesuai dengan syarat dan kondisi surety bonds yang diterbitkan. Dalam perkembanganya surety bonds selain jenis produk konvensional seperti jaminan penawaran, pelaksanaan, uang muka dan pemeliharaan telah berkembang 72 | P a g e
menjadi berbagai jenis produk penjaminan yang demikian bervariasi seperti yang masuk dalam kategori jenis customs bond antara lain Jaminan Bea Masuk untuk Barang Impor, Jaminan Pembayaran Bea Masuk Barang Impor Untuk Diekspor Kembali, Jaminan Pembayaran Cukai (Excise Bonds). Bahkan saat ini telah berkembang jenis penjaminan seperti Jaminan Pengadaan (Supply Bonds), Jaminan Pembayaran Secara Angsuran (lnstallment Sales Bonds), jaminan kontra garansi bank dan masih banyak jenis lainnya.
3. Pasar Surety Bonds di Indonesia Pasar surety bonds di Indonesia potensinya masih sangat terbuka luas baik dari proyek yang bersumber dari Pemerintah seperti APBN, APBD, BUMN serta BUMN dan proyek yang bersumber dari swasta non Pemerintah. Berikut adalah contoh potensi proyek pembangunan pada Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia periode tahun 2010 – 2014 dengan sumber dananya :
Tabel 1. Alokasi Pendanaan Bidang Infrastruktur di Kementerian PU2010 – 2014 (Rp. Milliar) Direktorat Jenderal
Pemerintah
Swasta
Sumber Daya Air
59.949
-
59.949
Bina Marga
148.418
201.438
349.856
Cipta Karya
50.000
7.735
57.735
-
10.435
10.435
Lainnya
Total
Sumber : Bappenas, Bisnis Indonesia (2010) Pasar produk penjaminan surety bonds pada dasarnya sangat luas dan tidak terbatas karena akan selalu dibutuhkan oleh Principal dan Obligee. Hal itu didasarkan kepada konsep bahwa sebagai Pemilik Proyek Obligee selalu berkeinginan untuk memperoleh rasa aman dari setiap pekerjaan yang dilaksanakan oleh Principal. Apabila tidak ada Penjaminan maka baik Principal maupun Obligee secara langsung atau tidak langsung akan merasa tidak aman dan berdampak kepada penurunan keberanian untuk melakukan proyek baru, yaitu dapat mengakibatkan pelaku usaha akan menghindari usaha-usaha yang mengandung resiko besar. Dalam jangka panjang mengakibatkan
73 | P a g e
terhambatnya perkembangan proyek-proyek baru, bahkan aktifitas kegiatan untuk pelaksanaan proyek besar yang mengandung risiko besar tidak akan tumbuh. Principal dan Obligee menjadi pasar yang potensial bagi perusahaan asuransi dengan cara mereka mengalihkan penerbitan penjaminan kepada perusahaan asuransi yang lebih kompetitif dibandingkan dengan perbankan, Principal akan lebih berani berusaha di bidang proyek yang ditekuninya secara profesional, yang menjanjikan keuntungan yang lebih besar, sehingga dapat mendorong terciptanya keseimbangan ekonomi yang optimal.
4. Permasalahan Surety Bonds di Indonesia Terdapat berbagai permasalahan yang sedemikian kompleks dalam bisnis surety bonds di Indonesia, namun dari sedemikian banyak permasalahan yang sering muncul ke permukaan adalah masalah bentuk penjaminan conditional dan unconditional yang sangat berdampak kepada proses penyelesaian klaim penjaminan oleh Perusahaan Asuransi. Sebelumnya di pasar ada kesan yang cukup kuat bahwa produk penjaminan surety bonds yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi lebih cenderung mengacu kepada bentuk conditional sedangkan bentuk penjaminan dari Perusahaan Perbankan lebih mengacu kepada bentuk unconditional. Namun hal ini tidak bertahan lama sejak pemerintah melalui
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang / jasa Pemerintah yang mewajibkan penjaminan dalam bentuk unconditional. Sehingga saat ini hampir semua surety bonds yang dijual oleh perusahaan asuransi telah banyak yang mengacu kepada perinsip unconditional seperti yang diperlakukan oleh pihak perbankan, bahkan beberapa perusahaan asuransi sudah mulai mengeluarkan produk yang terkait dengan bank garansi yaitu produk kontra garansi bank yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi. Conditional VS Unconditional Perbedaan utama antara surety bonds dan Bank Garansi adalah surety bonds sebagai produk asuransi yang lebih mengedepankan ganti rugi atau yang lebih dikenal dengan nama conditional, yaitu pihak Obligee diminta memberikan data-data kerugian yang akan diajukan sebagai ganti rugi klaim kepada Surety. Hal ini berbeda dengan Bank Garansi yang lebih berpegang kepada perinsip Unconditional yang berarti bank akan segera mencairkan jaminan jika diminta oleh Obligee. Dalam hal ini Obligee tidak 74 | P a g e
diharuskan untuk membuktikan kerugian yang diderita Obligee. Berikut adalah beberapa alasan Pihak Bank lebih senang menggunakan kondisi unconditional : -
Bank lebih naik gengsinya dari segi kecepatan pembayaran pencairan serta adanya bonafiditas Bank yang perlu dibangun.
-
Kecepatan pembayaran pencairan didukung oleh adanya agunan.
-
Bank lebih suka tidak terlibat lebih dalam dalam konflik yang terjadi antara Obligee dan principal.
-
Fasilitas jaminan yang diberikan oleh Bank biasanya didasarkan atas suatu plafond limit yang telah ditentukan oleh Bank. Umumnya dikaitkan dengan fasilitas kredit lainnya baik yang bersifat cash loan maupun non cash loan.
-
Penyelesaian pencairan jaminan Bank Garansi lebih bertindak untuk kepentingan Obligee.
Perbedaan antara Surety Bonds dan Bank Garansi : Surety Bonds : a.
Perusahaan asuransi memiliki pilihan untuk menerbitkan sertifikat penjaminan dalam bentuk conditional atau non conditional tergantung kepentingan nasabah.
b.
Untuk meningkatkan kemampuan akseptasinya perusahaan asuransi lebih lebih fleksibel karena adanya dukungan reasuransi sebagai metode penyebaran risiko.
c.
Dimungkinkan menutup penjaminan tanpa agunan.
d.
Jangka waktu dapat mengikuti ketentuan yang ada dalam perjanjian kontrak.
e.
Dalam penetapan valuta surety bonds lebih fleksibel .
Bank Garansi a.
Bentuk jaminan yang dipergunakan menggunakan unconditional / tanpa syarat.
b.
Umumnya merupakan produk tambahan perbankan dan ditahan sendiri bisnisnya sehingga portofolionya cukup terbatas.
c.
Mengharuskan tersedianya agunan.
d.
Ada beberapa pembatasan antara lain masalah jangka waktu Bank Garansi.
f.
Keterikatan dengan perizinan Bank Indonesia dalam hal mata uang bukan dalam bentuk rupiah.
75 | P a g e
Walaupun dalam perbedaan antara Surety Bonds dan Bank Garansi tersebut di atas terdapat point-point yang menjadi pembeda antara ke duanya yaitu : a.
Disamping surety bond dapat menggunakan ketentuan unconditional tetapi surety bonds juga dapat mengacu kepada prinsip Conditional, yaitu memberikan pembayaran berdasarkan ganti kerugian, sehingga mewajibkan Obligee untuk merinci kerugian yang akan diklaim kepada Surety.
b.
Bank garansi berpegang pada prinsip Unconditional yaitu bank akan segera mencairkan jaminan jika diminta oleh Obligee. Tidak ada pembuktian kerugian untuk menentukan ganti rugi.
5. Kesimpulan Perkembangan surety bonds di Indonesia sebagai sebuah produk yang memberikan penjaminan atas gagalnya suatu transaksi / proyek memang masih lekat dengan kendala-kendala keberadaan surety bonds itu sendiri. Berbeda dengan negara barat yang telah memiliki sarana kelembagaan dan kekuatan ekonomi serta politik yang kuat.
Namun demikian Perusahaan Asuransi di Indonesia harus selalu optimis
mengingat potensi pasar produk surety bonds adalah sangat luas mengingat secara konsep penjaminan, produk surety bonds akan selalu dibutuhkan oleh para Principal dan Obligee dalam memberikan rasa aman dalam melaksanakan proyeknya. Pembayaran pencairan jaminan dari pihak Surety yang didasarkan kepada ganti rugi (conditional) sering ditolak oleh Obligee walaupun dari segi teknis bersifat fair. Banyaknya Obligee yang memaksakan kondisi unconditional sering menyebabkan perbedaan persepsi pasar terhadap perusahaan asuransi, disamping itu menyebabkan pula pasar menjadi tidak kondusif. Secara akumulasi dampaknya akan terasa secara menyeluruh kepada para penerbit penjaminan.
Daftar Pustaka
Djojosoedarso, Soeisno, 1999, Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, Jakarta, Penerbit Salemba Empat.
76 | P a g e
Park, John. E, Holloway B. and Robert Deitz, 2005, The Benefits Of Sales Force Automation: An Empirical Examination Of SFA Usage On Relationship Quality and Performance, Proceeding of The National Conference In Sales Management, pp. 47. Sianipar dan Pinontoan, 2003, Surety Bonds Sebagai Alternatif dari Bank Garansi, Jakarta, CV. Dharmaputra. Swan, John. E and Johannah Jones Nolan, 1985. Gaining Customer Trust: A Conceptual Guide For The Salesperson, Journal Personal Selling Sales Manager (November) no.5, pp.39 - 48. Wong, Amy and Sohal Amrick, 2002, An Examination Of The Relationship Between Trust, Commitment And Relationship Quality, International Journal Of Retail & Distribution Management, Vol. 20, no. 1, pp.34 - 50.
77 | P a g e