PESAN PIMPINAN
SUSUNAN REDAKSI PARLEMENTARIA EDISI 94 TH.XLII 2012
Pengawas Umum
Pimpinan DPR RI
Penanggung Jawab/Ketua Pengarah Dra. Nining Indra Saleh, M.Si
ALUTSISTA
Wakil Ketua Pengarah
Achmad Djuned SH, M.Hum
Pimpinan Pelaksana
Djaka Dwi Winarko
Pimpinan Redaksi
Dwi Maryanto, S.Sos
Wakil Pimpinan Redaksi
Dadang Prayitna, S.IP.,MH Mediantoro, SE
Anggota Redaksi
Dra. Trihastuti Nita Juwita, S.Sos, Sugeng Irianto, S.Sos M. Ibnur Khalid, Iwan Armanias, Rizka Arinindya Suciati, S.Sos Agung Sulistiono, SH
Penanggungjawab Foto Eka Hindra
Sirkulasi
Supriyanto Desain & Layout Ferdaus G Prakoso
!
Alamat Redaksi/Tata Usaha Bagian Pemberitaan DPR RI Lt. II Gedung Nusantara II DPR RI, Jl. Jend. Gatot Soebroto Senayan, Jakarta Telp. (021) 5715348, 5715350, Fax (021) 5715341 Email :
[email protected] www.dpr.go.id/berita
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
Rancangan Undang-undang Industri Pertahanan dan Keamanan ( RUU Inhankam), dipilih menjadi Laporan Utama Parlementaria Edisi 95. Pemilihan tema utama RUU Inhankam dengan sub tema Kemandirian Pengadaan Alat Utama Sistem Persenjataan (alutsista) ini sangat tepat- sejalan dengan Pidato Presiden saat mengantar Nota Keuangan dan RAPBN 2013 tanggal 16 Agsutus 2012 lalu antara lain menyebutkan bahwa Kementerian Pertahanan dapat alokasi anggaran Rp 77,7 T. Anggaran sebesar itu diprioritaskan untuk terlaksananya modernisasi dan peningkatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) RUU Inhankam yang merupakan RUU Inisiatif DPR yang terdiri 11 Bab menjadi RUU Prioritas tahun 2012 yang ditetapkan Badan Legisllasi DPR saat ini tengah dalam pembahasan tingkat I antara Komisi I dengan Pemerintah, dijadwalkan bisa selesai tahun ini. RUU Inhankam diharapkan akan menjadi solusi kemandirian alutisista sehingga Indonesia tidak menjadi negara konsumen alutsista abadi. Presiden menekankan, anggaran tersebut juga dialokasikan untuk memenuhi fasilitas dan sarana prasarana dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan kekuatan pokok minimum dengan daya dukung, daya tangkal dan daya gempur yang tinggi, sehingga memiliki daya penggentar yang kuat. Pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk mengutamakan pengadaan alutsista hasil produksi industry dalam negeri. Dengan menggunakan alutista produksi dalam negeri kita dapat memacu perkembangan industri , memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan penguasaan teknologi. Dengan UU Inhankam kita berharap polemik soal impor pesawat dan peralatan persenjataan canggih bisa dieleminir. Selain itu ancaman kedaulatan negara yang sering muncul akan cepat diatasi dan ditangani secara maksimal. Kita tidak mudah dilecehkan negara lain terutama daerah perbatasan lantaran minim dan jadulnya persenjataan dan fasilitas keamanan dan pertahanan.
Pembaca yang terhormat, Dari ketiga fungsi pokok Dewan, bidang pengawasan Parlementaria mengulas masalah-masalah yang berkaitan dengan penjagaan stabilitas harga menjelang hari raya keagamaan dan masalah whistle Blower sistem di kantor pajak. Di bidang anggaran disajikan Pidato Presiden tentang RAPBN 2013 yang meningkat 7,1 % dibanding APBN 2012 atau sebesar Rp 1.657,9 triliun. Sedangkan bidang legislasi, diulas mengenai dua RUU yakni RUU tentang Tabungan Perumahan dan RUU tentang Lambang Palang Merah. Dalam rubrik kunjungan kerja dilaporkan mengenai hasil-hasil kunjungan kerja dan penyerapan aspirasi Komisi-komisi selama reses lalu, yakni Komisi VII ke Aceh dan Gorontalo , Komisi VIII ke Kalteng dan NTB serta Komisi X ke tiga propinsi Jateng, Batam (Kepri) dan NTT. Sedangkan dari sekretariat jenderal, Parlementaria menurunkan laporan mengenai prestasi Koperasi Setjen DPR-RI yang berhasil meraih juara V Koperasi Terbaik tahun 2012, dari jumlah sekitar 300 koperasi di wilayah DKI Jakarta. Prestasi ini patut diapresiasi dengan harapan akan makin meningkat lagi di masa datang yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Semoga.
ALUTSISTA ALUTSISTA ALU
Pengantar Redaksi
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
PESAN PIMPINAN
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
DAFTAR ISI
Parlementaria Edisi 95 Tahun XLII 2012 PESAN PIMPINAN
> Wakil Rakyat dan Makna 67 Tahun Kemerdekaan
PROLOG
> Urgensi Revitalisasi Industri Strategis Pertahanan
LAPORAN UTAMA
> Mari Bangkitkan Industri Pertahanan Nasional
8 12 16
SUMBANG SARAN
> RUU INHAN, Tonggak Kemandirian Industri Pertahanan Nasional
PENGAWASAN
> Stok dan Harga Kebutuhan Pokok Stabil
ANGGARAN
> RAPBN 2013, Masih Tertekan Krisis Ekonomi Global
Laporan Utama
16 | Mari Bangkitkan
Industri Pertahanan Nasional RUU industri Pertahanan (Inhan) merupakan inisiatif dari Komisi I DPR yang bertujuan membangkitkan industri pertahanan nasional, karena sekarang ini kebutuhan Indonesia terhadap produk industri pertahanan sangat tinggi dan diharapkan dapat merevitalisasi kembali industri pertahanan kita.
LEGISLASI
> RUU TAPERA, Harapan Masyarakat Miliki Rumah
PROFIL
> Jazuli Juwaini
43 | Jazuli Juwaini
30 35
38 43
KUNJUNGAN KERJA DPR SOROTAN
> Menata Sistem Untuk Sebuah Marwah
48
55
LIPUTAN KHUSUS
> Perekonomian Indonesia Hadapi Tantangan Berat Di Tahun 2013
PROFIL
22
SELEBRITIS
> Dwiki Dharmawan
62 66
PERNIK
> Koperasi Setjen DPR RI Raih Rangking Lima se-DKI
POJOK PARLE
> Giliran Pimpinan DPR Jadi Fotografer
68 70
Liputan Khusus
62 | Perekonomian Indonesia Hadapi Tantangan Berat Di Tahun 2013
Terlahir dari keluarga pesantren dan bercita-cita cukup menjadi kyai, membimbing para santri, bisa baca kitab kuning, selain itu dirinya berharap memiliki peran dalam masyarakat membantu persoalan-persoalan agama. LEGISLASI
43 | RUU Tapera, Harapan Masyarakat Miliki Rumah Perumahan merupakan kebutuhan utama manusia setelah pangan, karena termasuk kebutuhan utama maka sudah seharusnya ketersediaan perumahan menjadi hal terpenting dan pokok.
Pertumbuhan ekonomi disebut berkualitas apabila dapat menciptakan kesempatan kerja dan pengurangan tingkat kemiskinan, yang disertai dengan pemerataannya, sehingga kesenjangan ekonomi bisa ditekan guna mewujudkan keadilan ekonomi. Apabila tidak dibarengi dengan pemerataan akan menyebabkan kesenjangan yang semakin melebar dan berpotensi besar menimbulkan masalah di aspek yang lain, terutama aspek sosial dan politik. RALAT Dalam Parlementaria Edisi Khusus Ulang Tahun DPR ke-67, tahun 2012 Rubrik Kilas Balik DPR dengan judul “Harus Ikuti Irama Reformasi” halaman 66 dan 67, ada kesalahan pada penulisan nama nara sumber yang tertulis dalam artikel tersebut Nurhayati seharusnya adalah Sri Sumaryati Haryanto. Redaksi mohon maaf atas kesalahan tersebut.
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
PENGADUAN MASYARAKAT ASPIRASI
PT MMC Laporkan
Tindakan Premanisme Oleh Pemda Morotai
K
uasa hukum dari Sutrisno Sukendy, Dirut PT. Morotai Marine Culture/PT. MMC) melaporkan adanya tindakan premanisme (kekerasan, pengrusakan, penjarahan, dan pembakaran) yang dilakukan oleh jajaran Pemda Kab. Morotai terhadap PT MMC pada 23 dan 25 Maret 2012, dan kasus tsb saat ini sedang dilakukan proses penyelidikan oleh Polres Tobelo dan Polda Maluku Utara. Bahwa tindakan premanisme tsb disebabkan tidak dipatuhinya SK Bupati Morotai No.500/33/ PM/2012 tertanggal 13 Febuari 2012 tentang Penghentian Sementara Kegiatan Usaha PT. MMC di Desa Ngele-ngele, Kec. Morotai Selatan Barat, Kab. Pulau Morotai, Maluku Utara dan surat tentang pelaksanaan SK No.500/33/PM/2012. Menurut Pemda, dasar penerbitan SK tersebut adalah: a. PT. MMC adalah perusahaan illegal dan tidak memiliki ijin resmi dari Pemerintah, sementara PT. MMC merasa telah memiliki ijin resmi melakukan budi daya ikan dan mutiara di Pulau Ngele-ngele kecil dan Ngele-ngele Besar di Kab. Morotai, Maluku Utara (SIUP No. 5051/DPB/PB.510.D5/X/07, 11 Oktober 2007 untuk budidaya mutiara dan ikan Napoleon Wrasse dan SIUP No. 523.30/01/IUP/DKP-HU/V/07 untuk budidaya mutiara dan ikan Krapu yang beroperasi sejak 2007 dan telah diresmikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad dan Gubernur Maluku Utara Thaib Armaiyn, yang saat itu masih Kec. Morotai Selatan Barat, Kab. Halmahera Utara (sebelum pemekaran Kab. Morotai 9 bulan lalu). b. PT. MMC dianggap melakukan pelanggaran atas penggunaan lahan budidaya tanpa sepengetahuan Pemda, yaitu perluasan areal usaha pembenihan dan pembesaran Kerang mutiara dari lokasi yang diijinkan. Menurut versi Pemda, PT. MMC hanya memiliki lahan seluas 10 Ha, sementara menurut Perusahaan, ijin yang diberikan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan adalah tiga titik, yang masing-masing titik seluas 78 Ha, sehingga total luas lahan budi daya adalah 234 Ha. c. PT. MMC Tidak memiliki dokumen AMDAL, hanya UPI dan UKL. d. Terdapat penyimpangan di bidang ketenagakerjaan, antara lain Jamsostek hanya bagi tenaga kerja tetap bukan untuk tenaga kerja harian lepas serta hak sebagian tenaga kerja tidak terpenuhi. e. Masyarakat nelayan merasa terusik dan terganggu dalam mencari nafkah terutama di wilayah laut yang diklaim oleh PT MMC sebagai wilayah yang diijinkan untuk pengelolaan bididaya perikanan. f. PT. MMC tidak memenuhi kewajiban kepada daerah atas pungutan-pungutan sebagaimana ketentuan Pasl 2 PP No. 62 tahun 2002 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan. Menurut versi Perusahaan, Pemda Kab Morotai melakukan tagihan kepada perusahaan, berupa pajak iklan, karena telah memasang papan nama perusahaan di dalam ruang kantor sebesar 70 X 40 Cm dan pajak restoran terhadap pemberian makan gratis kepada karyawan perusahaan, tanpa dasar hukum yang jelas atas kedua tagihan tsb. g. Bahwa dengan diterbitkannya SK tsb telah mengakibatkan pengangguran bagi karyawan dan perusahaan mengalami kerugian yang sangat besar. h. Bahwa Klien Pelapor tidak diijinkan untuk mengeluarkan sisa asset perusahaan dan Pemda mengancam akan melakukan penyerangan kembali apabila perusahaan tidak mengikuti perintah Pemda.
1. Atas kejadian tersebut, Pelapor memohon kepada Ketua DPR RI: a. Memberikan perlindungan terhadap karyawan dan PT. MMC dari tindakan anarkis dan premanisme aparat Pemda Morotai dan dilakukan pengawasan terhadap proses penyidikan kasus tsb di Polda Maluku Utara. b. Memanggil Bupati Morotai untuk menjelaskan dan membatalkan SK Penghentian sementara perusahaan maupun tindakan premanisme. c. Memberikan kepastian investasi bagi Klien Pelapor
| PARLEMENTARIA | Edisi 94 95 TH. XLII, 2012 |
Tanggapan DPR RI: 1. 2.
Bahwa permasalahan tersebut sudah disampaikan kepada Komisi II (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri) dan Komisi III DPR RI (bidang Kepolisian), serta Anggota DPR RI Dapil Maluku Utara (FPD, FPG, dan FPDIP) untuk diketahui. Komisi III sudah mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum terkait kasus itu, baik dengan pihak perusahaan (PT. MMC) maupun Pemda Morotai dan DPRD Kab. Morotai.
Tanggapan Sonimin dkk Terhadap Pemotongan Gaji
Secara Paksa
S
onimin dkk (Purnawirawan TNI-Polri dan PNS Dephankam) melaporkan bahwa hak konstitusional yang dijamin oleh konstitusi, yakni hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum adalah hak azasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun termasuk pemotongan gaji secara paksa setiap bulannya sebesar 4,75%. Bahwa ketentuan potongan 4,75% setiap bulan “secara paksa” tersebut diatur dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a Keppres No.8 Tahun 1997 jo Pasal 2 ayat (1) dan (2) Keppres No. 56 Tahun 1974 tentang mekanisme dan pengelolaannya dengan alasan untuk membayar pensiun para pemohon padahal pensiun dibiayai oleh Negara melalui APBN. Bahwa ketentuan dalam kedua Keppres tersebut bertentangan dengan Pasal 23A UUD 1945, yakni Pajak dan Pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan UU, dan tidak boleh diatur dan ditetapkan sendiri oleh Pemerintah dan bertentangan juga dengan Pasal 28 H ayat (4) UUD 1945 dan hak-hak konstitusional lainnya sehingga berpotensi merugikan hak-hak konstitusional Pelapor, oleh karena itu kedua Keppres tersebut harus dinyatakan inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Berdasarkan hal tersebut, Pelapor mohon agar : a. Dibentuk UU Pengembalian Nilai Tunai sebagaimana dimaksud dan diumumkan dalam berita negara b. Dilakukan revisi atas Keppres No.8 Tahun 1997 dan Keppres No. 56 Tahun 1974 beserta UU yang mendasari c. Menyatakan bahwa pasal-pasal dalam Keppres tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya Tanggapan DPR RI 1. Surat Pelapor merupakan aspirasi atau masukan terkait kepegawaian, kiranya dapat disampaikan ke Komisi II DPR RI dan Badan Legislasi DPR RI juga diteruskan kepada Wakil Ketua DPR RI bidang Korpolkam dan Anggota DPR RI dari Dapil Jabar X (PAN, Gerindra, PDIP, Demokrat, dan PKS). 2. Surat kepada Pelapor, ucapan terima kasih atas aspirasinya.
| PARLEMENTARIA | Edisi 94 95 TH. XLII, 2012 |
PESAN PIMPINAN
Wakil Rakyat dan Makna 67 Tahun Kemerdekaan
Oleh Dr. Marzuki Alie
17 Agustus 2012, bangsa Indonesia memperingati hari ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-67. Pada 29 Agustus, MPR/DPR-RI merayakan hari ulang tahunnya yang ke-67. Peringatan kemerdekaan RI, selain diisi dengan berbagai acara seremonial kemerdekaan, tentu juga diisi dengan berbagai renungan seraya memaknai kembali arti kemerdekaan. Kemerdekaan dari penjajahan fisik era kolonial, memang sudah dirasakan, namun sebagian masyarakat juga mengartikan bahwa kemerdekaan tersebut “tidaklah cukup” karena tujuan berdirinya bangsa dan negara ini, belum sepenuhnya terwujud. Berbagai upaya riil dalam mencapai cita-cita bangsa dan negara, masih harus terus diupayakan. Seluruh komponen bangsa dan negara, termasuk para wakil rakyat di lembaga legislatif, masih harus merumuskan kembali permasalahan bangsa, mencari solusi dan menyelesaikan permasalahan tersebut, demi mencapai makna kemerdekaan yang sesungguhnya. Permasalahan Terbesar Bangsa Tidak dapat dipungkiri, meskipun bangsa ini telah 67 tahun merdeka dan telah memperoleh berbagai capaian yang signifikan di berbagai bidang, namun persoalan kemanusiaan, sebagaimana yang juga dialami oleh berbagai bangsa di dunia, masih dirasakan oleh bangsa ini. Dalam sepanjang sejarah berdirinya negara ini, kemiskinan, masih merupakan persoalan yang harus diatasi. Persoalan kemiskinan ini
juga lah yang terderivasi ke dalam berbagai persoalan lainnya seperti berbagai tindak kejahatan, kebodohan, pengangguran, korupsi, dan penyakit moral-sosial lainnya. Sebenarnya, persoalan kemiskinan disini, kini bukan lagi sekedar diartikan sebagai masalah yang berkaitan dengan kesenjangan pendapatan (income discrepancy), tetapi lebih kompleks lagi, menyangkut masalah ketidakberdayaan (incapability), ketiadaan pengetahuan
dan ketrampilan (lack of knowledge and skills), dan kelangkaan akses pada modal dan sumberdaya (scarcity of capital and resources). Namun demikian, hendaklah dipahami bahwa kemiskinan ini juga bisa sebagai akibat dari faktor-faktor lain yang saling berhubungan, sehingga menimbulkan pemahaman yang krusial, mana yang lebih dahulu seperti antara telor dan ayam, antara miskin dan bodoh. Sebelum mengurai persoalan-
Foto bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seusai Suasana Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang I Tahun Sidang 2012-2013 di Gedung Nusantara DPR RI
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
bahwa ketika pengangguran hadir dan tidak bisa diatasi hanya dari investasi swasta, maka investasi negara harus hadir untuk menyerap tenaga kerja yang ada. Peran ini dikatakan peran stabilitatif karena dengan masifnya pengangguran, bukan saja berimbas pada shock perekonomian, tetapi juga bisa merembet pada shock sosialpolitik lainnya yang bisa menimbulkan kerugian besar pada negara. Shock sosialpolitik sebagai dampak pengangguran akan terjadi ketika pengangguran itu berlanjut menjadi kemiskinan, apalagi ketika kemiskinan absolut menjadi eksis. Dalam pandangan kultural (budaya), kemiskinan disebabkan oleh rendahnya kapabilitas masyarakat yang diakibatkan budaya masyarakat tertentu, misalnya rasa malas, tidak produktif, ketergantungan pada orang lain, dan kebodohan. Secara kultural, kemiskinan juga disebabkan pandangan dunia yang keliru, yang dipengaruhi pemahaman nilai-nilai agama yang sempit, pasif dan fatalistik. Doktrin takdir bahwa Tuhan telah menentukan segalanya sejak setiap manusia diciptakan, termasuk kaya-miskin, status sosial, kecerdasan, membelenggu mereka yang tidak sempat mengenyam pendidikan agama yang mencerahkan. Ada tiga determinan penyebab kemiskinan dalam konteks budaya:pertama, produktivitas yang rendah menyebabkan rendahnya upah kerja yang diterima dan rendahnya hasil dari input produktif lainnya. Kedua, kerentanan (vulnerability), yakni situasi dimana risiko dan konsekuensi akibat turunnya pendapatan dan konsumsi.
Ketiga, ketergantungan (dependency), yakni ketidakmampuan menghasilkan pendapatan secara independen karena ketidakmampuan bekerja. Dalam perspektif budaya ini, ternyata bahwa akar dari kemiskinan sejatinya bukan sekadar persoalan ekonomi belaka. Faktor budaya inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya tragedi kemiskinan dalam suatu masyarakat. Apabila kapabilitas masyarakatnya tinggi, akan dengan mudah untuk melakukan resistensi atau perlawanan terhadap ketidakadilan struktural. Al-Qur’an, sebagai pedoman hidup mayoritas muslim di Indonesia, sebenarnya sudah menjawab akar permasalahan dalam perspektif kultural ini. Dalam QS. Ar-Ra’du ayat 11 bahwa “Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kalau kaum itu tidak mau mengubahnya sendiri”. Artinya, semua perubahan berawal dari perubahan individu terlebih dahulu.
Peran Legislatif Melihat berbagai persoalan diatas, sebagai bagian dari komponen penting negara ini, peran lembaga DPR amat diperlukan. DPR adalah lembaga legislatif yang memiliki kewajiban, hak dan wewenang yang diatur oleh UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Sesudah amandemen UUD 1945, fungsi dan kewenangan DPR menjadi lebih kuat di bidang legislasi, anggaran dan pengawasan, (termasuk fit and proper test terhadap beberapa pemimpin lembaga negara). Dengan demikian, untuk menanggulangi foto:infojkt.com
persoalan ini, sebelumnya perlu dikaji akar permasalahnnya. Akar dari persoalanpersoalan tersebut, apabila dikelompokkan, setidaknya ada dua faktor determinan utama penyebab kemiskinan selain faktor bencana alam atau kemiskinan alamiah, yaitu faktor struktural dan faktor kultural. Dalam perspektif struktural, masyarakat menjadi miskin karena kebijakan negara yang kurang memihak kepada masyarakat miskin. Kemiskinan terjadi karena terjadinya disfungsi negara dalam menjalankan perannya. Disfungsi pertama, tampak dalam hal fungsi distributif negara, yakni bagaimana negara mengalokasikan sumberdaya, anggaran, dan kesempatan ekonomi secara adil. Dengan fungsi distributifnya, negara mestinya berkewajiban dalam membantu mereka yang termarjinalkan oleh mekanisme pasar dalam kehidupan rezim ekonomi pasar dan atau rezim ekonomi yang kapitalistis. Sebagai contoh, berapa banyak usaha rakyat yang bangkrut karena tidak mampu bersaing dengan barang-barang impor, baik dalam segi kualitas maupun dari segi harga. Hampir semua potensi sumberdaya ekonomi dikuasai para Pemilik Modal, sedangkan rakyat hanya menjadi penonton. 80% sumberdaya ekonomi dikuasai hanya 20% Pemilik Modal, sedangkan 20% sisanya diperebutkan oleh 80% rakyat Indonesia. Persoalan distributif negara ini lebih dominan disebabkan karena sistem yang kolutif dan korup yang telah dipraktekkan oleh mereka yang mempunyai kekuasaan dan kesempatan namun tidak amanah, sehingga menimbulkan kesengsaraan yang berkelanjutan bagi masyarakat yang kurang beruntung atau termarginalkan. Disfungsi yang kedua adalah disfungsi stabilitatif, dimana negara tidak berhasil dalam menstabilkan perekonomian secara keseluruhan. Fungsi ini menurut para pakar ekonomi publik, lahir karena bertolak pada kenyataan bahwa para pelaku ekonomi, pada keadaan-keadaan tertentu tidak berdaya mengatasi masalah ekonomi yang mereka hadapi, sehingga kalau dibiarkan begitu saja akan menimbulkan instabilitas perekonomian secara keseluruhan. Masalah pengangguran adalah contoh masalah yang akan menimbulkan instabilitas perekonomian. Kita mengetahui
Pembangunan gedung pencakar langit di Jakarta
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
PESAN PIMPINAN
sehingga semua yang sudah direncanakan dengan baik dalam legislasi dan dalam alokasi anggaran, dapat berjalan sesuai dengan yang seharusnya. Mengingat DPR terdiri dari unsur partai politik, maka Partai Politik juga harus mengambil peran dan tanggungjawab terhadap semua kadernya yang ditugaskan di DPR, agar menjadi bagian dari solusi terhadap permasalahan bangsa.
Makna Kemerdekaan Hari kemerdekaan merupakan hari yang sangat bersejarah dalam proses perjalanan suatu bangsa. Oleh karenanya, berbagai acara dan kegiatan dilakukan untuk menyambut dan merayakan hari yang sangat sakral tersebut. Tentunya sebagai bagian dari lembaga negara yang keberadaannya diatur dalam konstitusi, DPR mempunyai peran besar di dalam mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia. Tetapi dalam usia kemerdekaan yang ke67, peran dalam mengisi kemerdekaan telah tercederai oleh ulah sebagian oknum yang telah mencederai perasaan rakyat, dengan tindakan korup yang merugikan kepentingan rakyat dan telah mencoreng DPR sebagai lembaga terhormat. Hasil survey dari beberapa lembaga survei yang cukup kredibel, tahun ini DPR dicitrakan sebagai lembaga korup. Walaupun citra tersebut merupakan persepsi publik karena pemberitaan media yang sedemikian masif dan tidak berimbang atas beberapa kejadian, dimana oknum foto:en.wikipedia.org
merumuskan dan menyusun APBN yang berpihak kepada rakyat, antara lain program-program pro-rakyat untuk mengangkat harkat-martabat masyarakat yang sangat miskin dan masih miskin, khususnya kepada mereka yang belum merasakan kue pembangunan nasional. Disamping itu, upaya penanggulangan kemiskinan harus juga diarahkan pada human capability. Elemen dasar human capability adalah pendidikan yang memainkan peran sentral dalam mengatasi masalah kemiskinan. Dengan pendidikan yang baik, setiap orang memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilan, mempunyai pilihan untuk mendapat pekerjaan, dan menjadi lebih produktif sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Dengan demikian, pendidikan dapat memutus mata rantai kemiskinan dan menghilangkan permasalahan sosial untuk kemudian meningkatkan kualitas hidup dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Persoalan saat ini, walaupun biaya pendidikan gratis khususnya wajib belajar 9 tahun, namun akses untuk mendapatkan pendidikan itu sendiri seringkali tidak terjangkau. Demikian pula untuk tahun 2013 dengan wajib belajar 12 tahun, yang perlu diperhatikan hendaknya adalah fasilitas pendidikan yang murah dan mudah dijangkau oleh masyarakat. Dalam bidang pengawasan, DPR harus benar-benar mengawasi kinerja Pemerintah sehingga fungsi check and balances antarlembaga negara benar-benar tercipta,
foto:teresiaprahesti.wordpress.com
berbagai permasalahan bangsa tersebut, DPR harus mengarahkan semua keputusan dan kebijakannya ke arah yang lebih berpihak kepada kepentingan pemecahan persoalan yang sedang dihadapi bangsa dan negara. Produk legislasi, kebijakan anggaran, dan peran DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap kinerja Pemerintah wajib berpihak kepada kepentingan rakyat. Dalam bidang legislasi, DPR harus dapat menghasilkan UU yang benarbenar “berkualitas” bagi rakyat, dan bukan hanya mengejar “kuantitas” semata. Meskipun sering tidak memenuhi target Prolegnas, sebenarnya banyak UU yang sudah dihasilkan selama periode 20112012 ini amat berpihak langsung kepada kepentingan rakyat, antara lain: UU tentang penanganan Fakir miskin; UU tentang Bantuan Hukum; UU tentang Perumahan Rakyat; UU tentang Zakat; UU tentang Siste Peradilan anak; UU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai pelaksana dari Sistem Jaminan Sosial Nasional dan lain sebagainya. Namun harus diakui secara jujur, masih banyak pula UU yang mengakibatkan alokasi distribusi sumberdaya ekonomi tidak dinikmati oleh rakyat dan bahkan menimbulkan konflik sosial di masyarakat, tentunya ini harus menjadi perhatian anggota DPR untuk secara terusmenerus melakukan perubahan dan penyempurnaan. Dalam bidang anggaran, DPR harus
foto:en.indonesiainfrastructurenews.com
Pembangunan diberbagai sektor seperti pedesaan, pariwisata dan insfrastruktur
10
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
anggota DPR terjebak dalam kasus korupsi, namun hal ini sangat mengganggu usaha DPR untuk mereformasi dirinya menjadi lembaga yang kredibel dan dipercaya oleh masyarakat. Banyak langkah perbaikan yang sudah dilakukan dalam mencapai visi DPR menjadi lembaga yang amanah sejalan dengan ditetapkannya Renstra DPR 20102014, seolah hilang lenyap dari berita, yang muncul hanya berita negatif tentang DPR. Menyikapi situasi dan kondisi yang demikian, momentum Kemerdekaan RI yang ke-67 tahun 2012 dan HUT MPR/ DPR ke 67 tahun 2012, hendaklah mampu dimaknai oleh semua anggota DPR beserta seluruh sistem pendukungnya dalam lingkungan Sekretariat Jenderal DPR untuk mawas diri, meningkatkan disiplin dan lebih peduli terhadap kepentingan rakyat, serta lebih mengutamakan persatuan dan kesatuan dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, daripada hirukpikuk mencari panggung politik untuk kepentingan pencitraan dan golongan. Pada momentum hari ulang tahun ini juga, perlu disampaikan kemajuan yang sudah dicapai terkait dengan reformasi Kesekjenan DPR, sejalan dengan Renstra DPR 2010-2014, untuk keseimbangan berita-berita yang mencitrakan negatif terhadap DPR. Beberapa perobahan mendasar yang sudah dilakukan dalam lingkup kesekjenan yang merupakan kewenangan Pimpinan DPR bersama Sekretaris Jenderal, antara lain: pertama, selama 3 tahun berturut turut, sejak DPR periode 2009-2014, laporan Keuangan sudah mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian dari Badan Pemeriksa Keuangan. Kedua, Prosedur tender untuk pengadaan barang dan jasa sudah dilakukan 100% dengan e-procurement berbasiskan internet, sehingga proses tender semuanya berjalan dengan transparan dan akuntabel. Ketiga, DPR merupakan satu-satunya lembaga negara yang secara penuh telah melaksanakan UU Keterbukaan Informasi Publik. Akses informasi dapat diperoleh langsung ke KIP DPR atau melalui websitte DPR. Keempat, DPR sudah menerapkan sistem pengaduan masyarakat yang berbasis IT, melalui sms dan websitte dan
semua pengaduan tersebut ditindaklanjuti sesuai dengan substansinya ke Komisi yang terkait. Kelima, Kinerja DPR secara rutin sudah dapat disampaikan ke publik setiap minggu melalui buletin DPR dan majalah Parlemen DPR bulanan. Sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya. Kualitas kerja sistem pendukung di DPR ini akan semakin optimal, apabila restrukturisasi organisasi Kesekjenan sudah selesai diimplementasikan. Namun karena kewenangan tersebut ada di Kementerian Menpan dan reformasi Birokrasi, maka memerlukan waktu untuk dikoordinasikan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Harapan Terhadap Kemerdekaan Peringatan hari kemerdekaan sekaligus HUT MPR/DPR ini adalah momentum yang selalu tepat untuk mengoreksi hasil kinerja pembangunan sekaligus mengoreksi peran lembaga. Sebagaimana harapan seluruh bangsa terhadap kemerdekaan, harapan kita semua adalah makin terciptanya keadilan dan kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia, sebagaimana tujuan terbentuknya NKRI yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum/bersama, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut berperan aktif dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan kedilan sosial. Oleh karenanya, pada momentum kemerdekaan dan HUT MPR/DPR ini, siapa pun yang merasa menjadi bagian dari bangsa ini, termasuk para pemegang jabatan-jabatan strategis di berbagai lembaga negara, untuk bersama-sama berkontribusi bagi tercapainya cita-cita tersebut, dan bukan menjadi benalu dalam pohon besar bangsa Indonesia. Memang, untuk bangkit dari persoalan bangsa dan mewujudkan cita-cita bangsa tersebut, perlu upaya yang serius. Bangsa ini memerlukan spirit kebersamaan yang kuat untuk bersama-sama memecahkan seuruh persoalan bangsa. Dalam sebuah hadist yang sangat populer (mutawatir) yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim dan Abu Daud, “khoirunnas
anfauhum linnas” artinya, sebaik-baik umatku adalah umat yang bermanfaat bagi umat lainnya. Andaikata setiap anggota masyarakat Indonesia melaksanakan hadist ini, maka bangsa ini pasti akan dapat menyelesaikan semua permasalahan yang dihadapi dan akan bangkit, maju serta mandiri, tidak tergantung kepada bangsa lain. Namun, agar manfaat yang dikontribusikan masyarakat tersebut bernilai tinggi, maka diperlukan masyarakat yang terdidik dan berilmu tinggi, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh At-Tirmizi, An-Nasa’i dan Imam Ahmad, yang artinya: “barang siapa ingin menguasai dunia, akhirat maupun dunia dan akhirat, maka kuasailah ilmu”. Dari hadist ini dapat disimpulkan bahwa peran menerapkan ilmu pengetahuan, dalam kaitannya membangun peradaban negeri ini, memiliki fungsi sangat penting dan krusial sebagai pondasi bangsa dan negara di masa datang. Oleh karenanya, pendidikan menjadi isu sentral bagi bangsa Indonesia, untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa, serta dapat memposisikan bangsa ini berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dengan bangsa bangsa lain di dunia. Dengan pendidikan bangsa yang miskin bisa menjadi kaya, bangsa yang terbelakang bisa menjadi maju, bangsa yang bodoh bisa menjadi pintar, bangsa yang tidak beradab menajdi beradab. Untuk melengkapi nilai-nilai kemerdekaan RI ke 67 tahun ini, saya mengajak teman-teman anggota DPR untuk tetap memperlihatkan kesungguhan dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat. Pertama, kita harus mensyukuri kemerdekaan ini. Sebab dengan bersyukur inilah, nikmat kemerdekaan akan benarbenar dirasakan oleh bangsa Indonesia. Kedua, ikhtiar yaitu berusaha memajukan bangsa ini sesuai dengan kemampuan dan posisi kita sebagai bagian dari elemen bangsa dan negara. Ketiga optimis, yaitu melandasi perjuangan mencapai terwujudnya tujuan bangsa dan negara dengan “tanpa putus asa” meskipun masih banyak persoalan bangsa dan negara ini. Insya’allah!! (*)
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
11
LAPORAN PROLOG UTAMA
Urgensi Revitalisasi
Industri Strategis Pertahanan Industri Strategis Pertahanan adalah segenap potensi industri nasional, baik pemerintah maupun swasta, yang keberadaannya sangat penting dan produknya berupa alat peralatan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara sehingga sedapat mungkin tidak bergantung pada produk luar negeri.
K
emandirian industri strategis pertahanan menjadi prasyarat dasar kekuatan militer suatu negara. Sejumlah negara yang kuat secara militer selalu ditunjukkan dengan kemampuan industri strategis pertahanannya dalam memproduksi Alutsista. Kekuatan militer sebagai
12
foto:indotempur.wordpress.com
resultant dari kemandirian industri strategis pertahanan merupakan penyokong alat diplomasi untuk mendukung kepentingan nasional suatu negara. Sebaliknya, negara-negara yang tidak mandiri dalam industri startegis pertahanannya tidak akan dapat berbuat banyak dalam arena
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
diplomasi. Eksistensi negara tersebut terancam secara politik, bahkan dapat mengundang negara-negara ingin mengambil keuntungan dari negara lain’ datang dan menguasainya. Atas dasar inilah dapat dikatakan bahwa kemandirian industri staregis pertahanan sebagai penyokong alat diplomasi dapat
foto:garudamiliter.blogspot.com
memberikan daya tangkal (deterrent effect) bagi suatu negara terhadap negara lain yang berniat mengancam keamanan negaranya. Industri Strategis Pertahanan selalu ditandai oleh sifat-sifat dasar (the nature of strategic defence industry). Pada hakekatnya sifat-sifat dasar ini melekat dan ada pada setiap industri strategis pertahahan, khususnya industri strategis pertahanan yang telah mengalami pengembangan. Sederhananya, sifat-sifat ini merupakan given bagi industri strategis pertahanan. Secara praktis, sifat-sifat ini dapat pula dijadikan instrumen untuk mengetahui sejauh mana kapabiltas industri strategis pertahanan suatu negara. Sifat-sifat ini, sebagian maupun seluruhnya, merupakan konsep empiris yang tidak menutup tambahan konsep lain dalam pengembangannya. Sifat-sifat dasar industri strategis pertahanan tersebut antara lain, yakni; potensi keuntungan tinggi (high sale/profit), nilai tambah yang tinggi (high value-added), intensif dalam penelitian dan pengembangan (knowledge intensive), pemanfaatan teknologi tinggi (high technology), dan memiliki ketergantungan substansial (substantial backward linkages). Industri Pertahanan Nasional (IPN) diawali dengan dibangunnya beberapa “industri pertahanan” yang dibutuhkan oleh TNI. Melalui proses panjang, kelompok industri ini sempat menjadi besar, dengan kemampuan yang diakui dunia, bahkan sempat membuat negara-negara berkembang ikut merasa bangga, namun pada sisi lain membuat negaranegara maju merasa khawatir akan menjadi pesaing mereka di dunia persenjataan dan produk-produk dengan kandungan teknologi yang tinggi. Efektivitas pertahanan negara akan turut ditentukan juga oleh kemampuan industri nasional dalam memenuhi kebutuhan pengadaan maupun pemeliharaan alat peralatan pertahanan secara mandiri. Republik Indonesia sendiri sebenarnya telah memiliki industri strategis pertahanan yang dapat menjawab tuntutan dan tantangan tersebut. Namun demikian, patut diakui bahwa kemampuan industri strategis pertahanan dan keamanan nasional yang selanjutnya disebut industri pertahanan, masih terbatas sehingga diperlukan upaya untuk melakukan pemberdayaan. Indonesia sebenarnya sudah mempunyai
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat meninjau tank serbu buatan PT Pindad
beberapa industri strategis yang produknya sudah digunakan sebagai alat-alat pertahanan seperti PT Dirgantara Indonesia (PT DI), PT Pindad, PT PAL, dan PT Dahana yang semuanya merupakan Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS). Industriindustri tersebut sebenarnya sudah berdiri sejak lama, bahkan beberapa diantaranya ada yang sudah beroperasi sejak jaman kolonial Hindia Belanda. Hingga sekarang industri-industri tersebut sudah mampu memproduksi berbagai macam alat peralatan pertahanan yang kualitasnya sudah mendapatkan pengakuan dari dunia. Namun demikian, kenyataan yang terjadi sekarang justru berbanding terbalik dengan prestasi-prestasi yang pernah diukir oleh industriindustri tersebut. Sebagian dari industriindustri tersebut sekarang berada dalam kondisi yang “mengenaskan” bahkan berbagai macam fasilitas dan sumberdaya yang mereka punya terancam mubazir karena kurangnya permintaan yang ada. Industri Strategis Pertahanan Indonesia pernah disegani negara industri dan menjadi kebanggaan negara dunia ketiga. Namun, bersamaan krisis ekonomi 1997-1998 yang diikuti keruntuhan politik Orde Baru, runtuhnya sendi-sendi ekonomi, khususnya di
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
13
foto:presidenri.go.id
foto:indomiliter.com
LAPORAN PROLOG UTAMA
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat meninjau tank serbu buatan PT Pindad
sektor industri berbasis teknologi tentunya menggagalkan Indonesia untuk lepas landas. Akibat krisis moneter bagi industri strategis tidak berhenti sampai disitu. Melihat keadaan tersebut pemerintah ketika itu tidak membantu industri-industri tersebut dengan memberikan kontrak-kontrak jangka panjang. Yang terjadi justru industri-industri strategis pertahanan yang ada ditekankan untuk berjualan dengan target mengejar profit, sehingga yang diadakan hanyalah kontrak-kontrak jangka pendek yang selalu terbentur dengan masalah anggaran. Padahal dukungan dari pemerintah sangat penting dalam menjaga keberlangsungan hidup industri strategis pertahanan nasional. Salah satunya adalah dengan membuat grand strategy, dengan cara memberikan kontrak-kontrak jangka panjang kepada industri strategis, sehingga mereka dapat berproduksi secara konsisten, berkesinambungan, dan dapat terus melakukan
14
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
pengembangan. Masalah berikutnya adalah kurangnya koordinasi atau interaksi yang terpadu antara para pemegang kepentingan atau stakeholders yang ada di dalam industri strategis ini. Stakeholders yang dimaksud adalah industri strategis itu sendiri (PT DI, Pindad, PT PAL, PT Dahana), lembaga pendidikan (UI, ITB, ITS), lembaga penelitian (LUK, LAGG, BTMP, LHI) dan lembaga sertifikasi (DSKAU, KemenHub) yang kesemuanya berpusat pada koordinasi pembuat kebijakan (pemerintah, contoh BPPT). Kurangnya koordinasi yang terjadi di antara para stakeholders,menyebabkan para pemegang stakeholders berjalan sendiri-sendiri. Misalnya, industri strategis melakukan penelitian sendiri sehingga penelitian dari lembaga penelitian tidak terpakai, yang berakibat penelitian yang dihasilkan kurang maksimal dan lembaga penelitian seakan-akan kurang dibutuhkan oleh industri strategis pertahanan, dimana hal ini berimbas pada kualitas dari pengembangan produk yang dihasilkan. Akibat selanjutnya adalah lembaga pendidikan tidak dapat menyalurkan orang-orangnya untuk melakukan penelitian. Selain itu, industri strategis juga melakukan rekruitmen sumber daya manusia sendiri, dan kurang berkoordinasi dengan lembaga pendidikan yang ada. Akibat kurangnya koordinasi dengan lembaga pendidikan, industri strategis kesulitan mencari sumber daya manusia yang handal. Bagi lembaga pendidikan mereka kesulitan untuk menyalurkan lulusan-lulusan mereka ke industri-industri strategis tersebut. Akibatnya lulusan-lulusan handal dari lembaga pendidikan akhirnya banyak yang lari ke luar negeri (Contoh: lulusan perguruan tinggi kita banyak yang bekerja ke Malaysia). Akibat kurangnya sumber daya manusia yang handal dan kualitas pengembangan produk dari penelitian yang kurang mumpuni, tidak banyak produk-produk unggulan yang dapat dihasilkan untuk disertifikasi, sehingga lembaga sertifikasi keberadaannya menjadi kurang maksimal. Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) menjelaskan bahwa Pemerintah perlu untuk mendorong sektor riil, khususnya industri nasional untuk tumbuh dan berkembang serta meningkatkan daya saing, sehingga dapat memenuhi kebutuhan di dalam negeri maupun untuk keperluan ekspor.
perundang-undangan yang ada, yang memberikan kapasitas kepada Pemerintah khususnya Kementerian Pertahanan untuk mengatur, melindungi dan mengarahkan industri strategis pertahanan dalam sebuah Undang-Undang; Kelembagaan, yakni masih terjadi kekaburan dalam upaya pemberdayaan industri strategis pertahanan terkait dengan kewenangan antar lembaga yang berkepentingan. Di satu sisi, terdapat peran yang tumpang tindih namun di sisi lain terdapat wilayah yang belum tersentuh oleh semua institusi tersebut; Sumber Daya, yakni peningkatan sumber daya, yang meliputi SDM, pendanaan, teknologi, dan lain-lain, yang terkait dengan industri strategis pertahanan belum mendapatkan skala prioritas; Networking, yakni kemitraan antar pemangku kepentingan belum terjalin dalam suatu kerangka hubungan yang teratur (regulated) sehingga tidak menunjukkan keterpaduan dalam pelaksanaannya; Strukturisasi Industri, yakni belum terbangunnya struktur industri yang kuat terdiri dari clustering, keterkaitan, keterikatan dan penataan yang terpadu sehingga mampu memetakan komponen-komponen yang dibutuhkan. Kelemahan struktur industri ini memberikan celah bagi berlarutlarutnya kondisi ketergantungan pada produk luar negeri; Kemampuan masa depan, yakni ketidakpastian tentang masa depan terkait dengan teknologi maupun elemenelemen industri yang terdiri dari entry barrier, keterbatasan pasar, subsitusi, yang kemudian mempersulit upaya pembinaan industri strategis pertahanan terkait langkah-langkah yang bersifat strategis; Penelitian dan Pengembangan), yakni kegiatan penelitian dan pengembangan masih dijalankan tanpa mekanisme dan ketiadaan aktor kendali. Hal itu menyebabkan terjadinya beberapa kelemahan seperti kegiatan-kegiatan Litbang
foto:hanifsakala.blogspot.com
Sedangkan kemampuan industri pertahanan saat ini adalah kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan sarana pertahanan masih relatif kecil. Hal tersebut karena jenis produk yang dihasilkan masih terbatas, terutama untuk Alutsista yang hanya dilakukan oleh BUMNIS; Kecilnya kontribusi tersebut juga disebabkan oleh beberapa hal, antara lain terbatasnya kemampuan teknologi, bahan baku yang masih sangat bergantung dari luar negeri, serta dukungan dari pihak Pemerintah dalam bentuk investasi maupun pembelian produk sangat terbatas. ;Pemasaran masih mengandalkan pada pangsa pasar domestik yang demand-nya masih relatif kecil. Hal ini disebabkan karena produk yang dihasilkan tidak mampu bersaing dengan produk yang sama buatan luar negeri; Komitmen pengadaan dari Kementerian Pertahanan atau TNI yang periodiknya tahunan, sulit dijadikan pegangan rencana investasi jangka panjang oleh industri nasional. Situasi tersebut diatas menjadikan tidak kondusif untuk penelitian dan pengembangan (litbang) yang dilakukan oleh badan litbang industri nasional; Kemampuan pemasaran ke luar negeri relatif masih sangat kurang, keberadaan perwakilan Pemerintah di luar negeri (korps diplomatik) belum diberdayakan dalam upaya mempromosikan produk unggulan industri strategis pertahanan dalam negeri. Beberapa permasalahan yang melatarbelakangi penyusunan RUU tentang Industri Pertahanan, adalah Legalisasi dalam Undang-Undang, yaitu Peraturan perundang-undangan mengenai industri strategis pertahanan yang mengatur mengenai peran masing-masing pemangku kepentingan baik secara sendiri maupun terintegrasi selama ini belum dapat diterapkan secara sinergis. Di samping itu, masih terdapat beberapa aspek penting yang belum diatur secara jelas dalam Peraturan
berlangsung pada skala kecil dan bersifat sporadis, ego-sektoral, tidak sinergis, serta tidak berorientasi kepada kebutuhan pengguna (demand pull) tetapi justru lebih kepada keinginan lembaga Litbang sepihak terkait dengan kecenderungan maupun perkembangan teknologi yang terjadi (technology push). Di samping itu masih terdapat blok-blok dalam mekanisme insentif kepada lembaga perguruan tinggi, lembaga Litbang maupun industri, terutama pada kegiatan Litbang pada fase pematangan dan penyelesaian prototipe produk. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Industri Pertahanan merupakan RUU yang terdapat di dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2010-2014 dan merupakan salah satu RUU Prioritas dalam daftar Prolegnas Tahun 2012. RUU tersebut, merupakan usul inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang pada awalnya dirumuskan oleh Komisi I DPR RI yang salah satu ruang lingkup tugasnya adalah di bidang Pertahanan. (*)
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
15
LAPORAN UTAMA
Mari Bangkitkan Industri Pertahanan Nasional
R
UU industri Pertahanan (Inhan) merupakan inisiatif dari Komisi I DPR yang bertujuan membangkitkan industri pertahanan nasional, karena sekarang ini kebutuhan Indonesia terhadap produk industri pertahanan sangat tinggi dan diharapkan dapat merevitalisasi kembali industri pertahanan kita. “RUU Inhan merupakan usul Inisiatif DPR RI dalam hal ini komisi I yang bertujuan ingin membangkitkan dan menghidupkan kembali industri pertahanan nasional yang pada tahun-tahun pertengahan delapanpuluhan sudah dirintis dan 90-an awal pernah jaya,”ujar Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq kepada Parlementaria baru-baru ini. Kehadiran RUU Inhan ini, Menurutnya, momen yang pas karena TNI sendiri sedang melakukan suatu proses modernisasi alutsista, dan TNI telah punya renstra modernisasi Alutsista di tiga tahapan selama 15 tahun. “Sebagian besar Alutsista ini belum bisa kita produksi sendiri, sementara untuk renstra 2010-2014 kita mengalokasikan Rp 150 Triliun. Ini angka yang besar. Bayangkan saja kita belanjakan Rp. 150 Triliun yang sebagian besarnya barang impor. Padahal kita punya pengalaman dan potensi industri yang eksisting, sekarang walaupun hidup segan mati tak mau,”ujarnya. Menurutnya, Indonesia punya kurang lebih 10 BUMN seperti PT. DI, PT.PAL, PT.Pindad, PT. INTI, PT.LEN, dan lain sebagainya namun sejauh ini kinerjanya masih belum maksimal. “Sejak reformasi kebijakan pembangunan Negara di bidang industri pertahanan tidak lagi kondusif, seiring dengan itu terjadilah brain drain begitu banyak asset SDM yang rata-rata berpotensi yang belajar juga di luar negeri, pergi dan sekarang bekerja di industri pertahanan luar negeri,”ujarnya Ketika berbicara dengan Mantan Presiden BJ Habibie, dia menambahkan, terdapat 3.500 SDM di bi-
16 | PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
dang teknologi industri pertahanan ini yang siap kembali ke Indonesia tergantung kapan mereka di panggil. “Tinggal yang diperlukan sekarang ini yaitu komitmen kita karena presiden sendiri sudah mengeluarkan kebijakan mengenai industri pertahanan nasional, bahkan lembaga koordinatifnya sudah dibentuk oleh presiden setahun lalu yaitu Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP),”paparnya. Dia mengatakan, semuanya akan efektif apabila kita semua memiliki komitmen dalam menggunakan produk dalam negeri. “Sejauh ini upaya kesitu ada tapi kurang kuat. Inilah yang ingin kita jawab dengan UU, sehingga UU menjadi payung hukum yang mengikat semua pihak. Tidak ada lagi semua orang yang bermain-main, jangan sampai hanya ada tawaran fee yang lebih besar, kita meninggalkan industri pertahanan dalam negeri,”tambahnya. Mahfudz mengatakan, Industri Pertahanan harus siap dengan Transfer of Technology (ToT) kedepannya. Sekarang ini, lanjutnya, banyak negara yang menawarkan kesiapannya untuk bekerjasama dengan industri pertahanan di Indonesia. “Mereka siap untuk TOT apapun yang dibutuhkan oleh Indonesia, artinya mereka punya kesiapan untuk melakukan itu, tinggal kitanya Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq
Terus Bahas RUU Inhan
Pemerintah terus membahas RUU Industri Pertahanan, melalui RUU ini diharapkan menjadi produk legislasi terkait program penguatan Alutsista dalam negeri. Program tersebut diharapkan terus berjalan meskipun pemerintahan telah berganti. Karenanya pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perta-hanan (Kemhan), terus menggodoknya dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan mulai dari Pemerintah, Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), Industri Pertahanan, pengguna yaitu TNI-Polri, serta stakeholder lainnya. “RUU ini nantinya diharapkan bisa jadi landasan dalam pembuatan aturan turunan, seperti Kepres, PP, bahkan Kep KKIP, yang bisa dijadikan naungan bagi pembangunan Industri Pertahanan ke depan,”kata Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro. Dia menargetkan, blue print industri pertahanan, penelitian pengembangan dan penerapan teknologi industri pertahanan, dokumentasi, roadmap-nya serta legislasinya dapat segera selesai. “Sehingga kalau ganti kabinet program kami bisa tetap berjalan,”ujar Menhan yang juga ketua KKIP ini. Dia menjelaskan, RUU ini akan foto:anoa-6x6-pindad_sacafirmansyah.wordpress.com
saja mau atau tidak,”ujarnya. Saat ini, Pemerintah dan DPR mempunyai komitmen yang sama menyelesaikan RUU tapi tahapan yang lebih penting setelah RUU ini adalah bagaimana roadmap membangkitkan kembali industri-industri yang nyaris mati tersebut. “Karena itu perlu ada komitmen politik, komitmen penyertaan modal Negara, komitmen para putra-putra terbaik untuk bekerja di situ, komitmen para user untuk menggunakan produk,”harapnya. Kedepan, KKIP diharapkan memiliki peran dalam proses perencanaan kementerian lembaga dan proses koordinatif, tapi juga direktif sehingga proses perencanaan yang melibatkan Bappenas, Kemenkeu, Kementerian Lembaga begitu ada rencana pengadaan dari Kementerian atau Lembaga diharapkan bisa disuplai oleh industri pertahanan dalam negeri, maka KKIP dapat memberikan direction. “KKIP selama ini berdasarkan Kepres hanya sifatnya koordinatif dia tidak mempunyai kewenangan eksekutor, ini yang akan diperkuat dalam RUU, karena jika hanya bersifat koordinatif dia tidak dapat mengikat, padahal end user dari industri pertahanan bukan hanya TNI,”terangnya.
membahas mengenai KKIP, Industri Pertahanan dalam negeri, keterkaitan pemerintah dengan industri dan pengguna, serta penelitian dan percepatan pembangunan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista). Kemhan optimistis bisa melampaui target percepatan modernisasi Alutsista yang rencananya pada 2013 tercapai 30%. “Saya optimistis pada 2014 target modernisasi Alutsista tidak hanya 30%, tetapi bisa lebih. Maka itu, dengan kesiapan anggaran yang ada, kami terus upayakan percepatan modernisasi alutsista,” tandas Purnomo Yusgiantoro di Jakarta. Purnomo meminta alokasi Rp 77 Triliun dalam RAPBN 2013 digunakan secara efektif dan efisien. “Kami berterima kasih kementerian ini mendapat alokasi terbanyak untuk 2013, tetapi tentu dengan alokasi yang besar itu tanggung jawab kami pun jadi makin bertambah,” ujar dia. Maka itu sambung Purnomo, setiap jajaran di Kemhan harus sama-sama melakukan pengawasan internal terkait pemanfaatan anggaran tersebut. “Kami harus sama-sama awas dan waspada agar anggaran sebesar ini benar-benar efektif pemakaiannya. Kami ingin menjawab kepercayaan kepada kita dengan upaya penyuksesan program yang sudah digariskan,” sambung Purnomo. Sementara Dirut Pindad Adik Avianto Sudarsono mengatakan, industri dalam negeri masih belum siap bahan baku buat Alutsista.“Saya dengan sangat menyesal memang indutri kita belum siap,”katanya. Bahkan seringkali, lanjutnya, saat mencoba menggunakan bahan baku dalam negeri masih belum diterima oleh tim desainnya karena syarat dan kapasitas masih belum standar. “Saya coba barang dalam negeri namun belum bisa diterima persyaratan oleh pendesain. Jadi sekarang masih di import semua barang bakunya,”paparnya. Disisi lain, Adik menambahkan, industri komersial atau Industri lokal harus kuat. “Seharusnya DPR memberikan sanksi jera bagi Kementerian ataupun Lembaga yang tidak menggunakan industri dalam negeri,”ujarnya. (as,iw)
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 | 17
LAPORAN UTAMA
foto:internet/indomiliter.com
foto:internet/aneka10.blogspot.com
foto:internet/arzi-bellator.blogspot.com
RUU Inhan Jamin Pemberdayaan Industri Pertahanan Nasional Saat ini, DPR RI bersama Pemerintah sedang membahas Rancangan Undang-Undang tentang Industri Pertahanan. Seluruh Pimpinan dan anggota Komisi I DPR RI terus berkomitmen untuk memasukkan klausul tentang memajukan industri pertahanan dalam negeri. Pasalnya, industri dalam negeri tidak akan berjalan tanpa ditunjang oleh UU yang mampu mendorong kemandirian BUMN Pertahanan kita. 18 | PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
“
foto:internet/arzi-bellator.blogspot.com
Ke depan harus ada regulasi yang mengikat di UU industri pertahanan agar pelaksanaannya stabil dan tidak terpengaruh dengan perubahan sistem politik dan kepemimpinan di Indonesia,” kata Anggota Komisi I DPR RI, Susaningtyas Kertopati. Susaningtyas mengatakan, political support bagi industri pertahanan merupakan hal penting karena tanpa itu industri pertahanan semata khayalan teknologi. Saat ini pemerintah sedang gencar membeli produk Alat Utama Senjata (Alutsista) dari sejumlah negara, seperti tank berat Leopard dari Jerman, Sukhoi dari Rusia, dan belakangan pemerintah juga menerima hibah pesawat angkut Hercules dari Australia. “Kita berharap pembelian itu diikuti dengan transfer teknologi yang jelas. Hal itu hanya bisa efektif jika diatur dalam UU,”tegasnya. Menurutnya, pembelian itu seyogyanya diikat dalam UU sehingga dipatuhi oleh pemerintah dan DPR. Politisi Hanura ini menambahkan, tanpa ada pengaturan yang jelas, pemerintah bisa dianggap memiliki dualisme pembangu-
foto:internet/indotempur.wordpress.com
“Political support bagi industri pertahanan merupakan hal penting,”
Anggota Komisi I DPR RI Susaningtyas Kertopati
nan. Di satu sisi berjuang mewujudkan kemandirian Alutsista dalam negeri de-ngan memberdayakan industri pertahanan, di sisi lain terus memesan produk Alutsista luar negeri. “Jangan sampai didominasi dengan barang impor, agar tak mengarah kesana, harus ada ketentuan yang mengikat dalam UU dan dijalankan oleh semua pihak sehingga dalam pelaksanaannya ke depan, indutsri pertahanan tak terintervensi oleh kepentingan politik,” jelasnya. Selain itu menurut Susaningtyas, pemerintah harus berkomitmen untuk memajukan industri pertahanan yang diikuti dengan dukungan peraturan perundang-undangan yang memadai. Dengan demikian, industri pertahanan dalam negeri tidak terombang- ambing oleh situasi politik yang berkembang. Regulasi itu juga harus mengatur mengenai ketentuan yang harus dipenuhi apabila terpaksa melakukan impor alat utama sistem senjata (alutsista). Saat ini, DPR tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Industri Pertahanan. Diharapkan, UU ini nantinya akan menjamin pemberdayaan industri pertahanan nasional karena akan mengikat para user untuk membeli
Alutsista dari dalam negeri. Terkait aturan soal sinergitas antar industri strategis maupun industri pertahanan. Anggota Komisi I DPR Susaningtyas Kertopati mengatakan, klausul tentang komitmen untuk memajukan industri pertahanan dalam negeri harus dimasukkan dalam RUU yang sedang dibahas itu. Dengan adanya regulasi yang mengikat, maka ada jaminan bahwa pelaksanaan pemberdayaan industri pertahanan bisa stabil dan tidak terpengaruh perubahan sistem politik maupun kepemimpinan negara. “Political support bagi industri pertahanan merupakan hal penting,” ujarnya. UU Industri Pertahanan juga mesti mengatur ketentuan jika pemerintah terpaksa melakukan impor Alutsista. Misalnya, mengenai keharusan adanya proses alih teknologi Transfer of Technology (ToT). Jika ini diatur, lanjutnya, maka ToT bisa lebih terjamin pelaksanaannya. Saat ini pemerintah sedang gencar membeli produk Alutsista dari berbagai negara, seperti tank tempur utama Leopard dari Jerman, pesawat tempur Sukhoi dari Rusia, pesawat tempur ringan T-50 dari Korea Selatan. Juga ada hibah pesawat tempur F-16 asal Amerika Serikat dan
pesawat angkut Hercules dari Australia. Adapun rencana yang sudah mulai direalisasi seperti Super Tucano asal Brasil. Susaningtyas menuturkan, semua pembelian itu harus ada proses alih teknologi dan untuk menjamin bahwa proses itu dilaksanakan, maka perlu diikat dalam UU. Tanpa ada pengaturan yang jelas, pemerintah bisa dianggap memiliki dualisme pembangunan. Di satu sisi berjuang mewujudkan kemandirian Alutsista dalam negeri dengan memberdayakan industri pertahanan, di sisi lain terus memesan produk Alutsista luar negeri. “Jangan sampai didominasi dengan barang impor,” ujarnya. Dia menambahkan, akan lebih baik jika ada integrasi dukungan antara pemerintah, parlemen, dan masyarakat dalam struktur kebijakan yang dapat dimplementasikan secara baik. “Seperti di Spanyol, mereka serius melakukan riset untuk pengembangan teknologi dan negara mendukungnya,” paparnya. Bahkan di Spanyol, tambahnya, juga menggodok metode jual-belinya sedemikian rupa. Sehingga, hal ini akan memberikan keuntungan bagi negara tanpa mengurangi kepercayaan pihak pembeli.(as/iw)
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 | 19
LAPORAN UTAMA
Modernisasi Alutsista, Suatu Keniscayaan
Latar belakang disusunnya RUU Industri Pertahanan terkait dengan Rencana Srategis (Rentra) TNI bahwa sampai tahun 2014, TNI harus di modernisasi. Seperti kita ketahui, Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) kita itu sudah kuno dan banyak yang rusak. Contoh yang sangat sederhana saja meriam, penangkis serangan udara masih memakai buatan Rusia tahun 1950-an.
Y
ahya Sacawiria (F-PD) mengatakan, senjata-senjata ringan misalnya seperti Senapan SS sudah cukup canggih dan baru, tetapi persenjataanpersenjataan berat lainnya relatif sangat lama, termasuk juga Alutsista Angkatan Laut. “Ada sih yang baru tetapi jumlahnya sangat-sangat minim,” katanya Menurutnya, dihadapkan kepada kemampuan dan Tupoksi dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Darat dan Angkatan Udara yang medan dan ruang itu sangat luas, Presiden RI memberikan satu garis bahwa TNI harus mendayagunakan dan memanfaatkan industri pertahanan atau lebih ekslusif bahwa TNI harus menggunakan produk dalam negeri. Dari perkembangan yang ada ternyata industri pertaha nan kita seper ti PT.Pindad, PT.DI dan PT.PAL,
menurutnya masih jauh sekali yang diharapkan untuk mendukung, oleh karena itu industri pertahanan nasional harus ditingkatkan. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan kemampuan, daya beli, serta produktivitas, jelasnya, harus dipayungi dengan UU, karena UU ini diharapkan bukan hanya sebatas industri pertahanan yang didayagunakan untuk kepentingan TNI, tetapi juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan lain yang berada diluar TNI. Pada APBN-P 2011-2012, lanjutnya, telah dialokasi anggaran sebanyak Rp 2 Triliun, namun ternyata kebutuhan TNI hanya mampu menyerap sekitar Rp 1,3 Triliyun, berarti ada Rp 700 milyar yang nanti terpaksa harus beli kebutuhan
Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Yahya Sacawiria
20 | PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
dari luar. Contoh yang sangat sederhana, helm untuk tentara yang disebut helm 2 in 1, ternyata industri pertahanan tidak mampu mempersiapkannya. Dalam RUU Industri Pertahanan, nantinya, akan diatur tentang industri utama, industri penunjang dan industri yang lainnya. Dalam hal ini, kita tetap menggunakan pemerintah atau istilahnya BUMN, namun untuk industri penunjang diberikan kesempatan kepada swasta untuk berperan serta. Mengkritisi industri pertahanan, dia mencontohkan jika industri pertahanan hanya memproduksi alat persenjataan pertahanan, artinya jangan harap industri pertahanan bisa hidup. Dia mengatakan berarti industri pertahanan juga harus punya 2 fungsi, yaitu untuk kepentingan militer dan kepentingan sendiri. Beberapa industri, lanjutnya, masih memungkinkan seperti PT.PAL yang belum mmproduksi kapal perang itu bisa juga memproduksi kapal-kapal untuk kepentingan swasta dan komersial, yang harus dilandasi oleh kualitas yg bagus. “Selain itu, PT DI juga dapat memenuhi kebutuhan swasta. Serta PT.Pindad-pun begitu, jika hanya memproduksi alat persenjataan, selain memenuhi kebutuhan persenjataan dalam negeri juga dapat menjualnya pada pihak luar negeri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,”ujarnya. Selain itu, DPR juga sedang memperjuangkan mengenai peningkatkan daya saing industri pertahanan. Menurutnya,
tetangga apabila muncul gesekan-gesekan tidak seenaknya melanggar batas wilayah Indonesia, dan tidak menyulut emosi masyarakat. Dia menambahkan, seluruh anggota Komisi I DPR terus berkomitmen untuk memodernisasi Alutsista yang disesuaikan dengan kepentingan dan konsistensi
terhadap Renstra yang di anut dan disiapkan oleh TNI sampai 2014. “Jadi kami parlemen sampai 2014 minimal membuat pondasi dulu. Jika memang dilanjutkan sampai 2019, kami mengawal terus sistem ini agar berjalan dengan alur yg benar,”harapnya. (as/iw)
foto:pindad4x4amphibi_s837.photobucket.com
foto:alutsista.blogspot.com
industri pertahanan seperti PT.Pindad, PT.DI dan PT.PAL, masih jauh sekali dari harapan dalam mendukung kemandirian”
foto:perangku.wordpress.com
industri pertahanan harus diberikan spesial tax, artinya dari pembelian bahan baku, jadi Kementerian Keuangan harus memberikan ruang kepada industri pertahanan. “Jika bahan baku maupun barang jadi dikenakan pajak, kemungkinan bersaingnya kurang. Hal ini menyebabkan pembelian Alutsista ke luar negeri karena dengan kualitas yang sama dan harga yang lebih murah,”paparnya. Selanjutnya, kedepan harus ada kebijakan dari pemerintah yang mengharuskan membeli kebutuhan yang dapat di produksi oleh industri dalam negeri, bukan hanya kepada TNI dan Polri saja, tapi juga kepada Kementerian dan Lembaga yang memerlukan alat itu keperluannya. Kemudian, untuk mengangkat industri dalam negeri, juga perlu peran serta dari penelitian dan pengembangan. Maka kerjasama dengan institusi perguruan tinggi, LIPI, dan lembaga peneliti lainnya harus dilakukan dan harus diberikan anggaran yang memadai. Menurutnya, mungkin dalam tahap awal kita terpaksa harus beli senjata atau Alutsista dari luar negeri, namun harus mewajibkan pihak asing untuk alih teknologi. “Sehingga pada saat alih teknologi SDM kita sudah siap untuk memproduksi Alutsista yang canggih,”katanya. Yahya lebih lanjut mengatakan untuk membangkitkan industri pertahananan nasional merupakan target perencanaan jangka panjang. “Hal itu dapat dimulai dengan melakukan desain yang tepat untuk jangka sekian tahun, karena mau tidak mau industri harus mempersiapkan peralatan atau alat-alat produksi pabrik. Produksi pertama akan mahal, tapi kedepan dan seterusnya akan murah karena mesin-mesinnya sudah kita miliki,”terangnya. Menyusul dengan disusunnya RUU Industri Pertahanan, terang Yahya, Komisi I DPR akan memanggil PT. Inti, PT.DI, PT.PAL , PT. Pindad, dan perusahaan lainnya untuk mendengarkan masukan terkait perkembangan industri pertahanan dalam negeri. Sejatinya, terang Yahya, jika TNI kuat untuk mengamankan wilayah, minimal negara
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
21
SUMBANG SARAN
RUU INHAN Tonggak Kemandirian Industri Pertahanan Nasional
22
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
foto:pindad.photobucket.com
M
emiliki pertahanan dan keamanan yang tangguh merupakan sebuah kebutuhan yang mendasar bagi suatu bangsa dan ne-gara. Kemampuan pertahanan dan keamanan tidak saja penting dalam menjaga keselamatan Eka Martiana Wulansari, SH, MH bangsa dan negara, namun juga merupakan simbol kekuatan serta sarana untuk menggapai cita-cita, tujuan maupun kepentingan nasional, baik dalam aspek ekonomi (economic well-being) bahkan mewujudkan tatanan dunia yang menguntungkan (favourable world order). Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sendiri sebenarnya telah memiliki industri strategis pertahanan dan keamanan (Industri Pertahanan), namun kemampuan Industri Pertahanan, masih terbatas sehingga diperlukan upaya untuk melakukan pengembangan dan pemanfaatan Industri Pertahanan. Dalam pengembangan dan pemanfaatan Industri Pertahanan memerlukan sinergitas dan integritas segenap pemangku kepentingan (stake holders) Industri Pertahanan, yakni Pengguna, Industri Strategis Pertahanan dan Pemerintah. Selain itu juga memerlukan suatu penataan dan pengaturan yang dapat lebih menjembatani keserasian dalam memprioritaskan kepentingan pertahanan dengan kepentingan nasional lainnya, serta wujud pembangunan sistem industri yang sistematis dan teroganisir maka dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemberdayaan segenap kemampuan industri nasional dalam mendukung pemenuhan kebutuhan Industri Pertahanan. Tujuan dan fungsi dari industri pertahanan adalah dalam rangka mewujudkan Industri Strategis Pertahanan yang profesional, efektif,
foto:internet/Pindad6x641_kaskus.co.id
Oleh : Eka Martiana Wulansari, SH, MH *Legal drafter PUU Bidang Polhukam DPR RI
efisien, terintegrasi, dan inovatif; mengembangkan teknologi Industri Strategis Pertahanan yang bermanfaat bagi pertahanan, keamanan, kepentingan masyarakat; meningkatkan pertumbuhan ekonomi; dan kemandirian pemenuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan yang akan digunakan dalam rangka membangun kekuatan pertahanan dan keamanan yang handal.
BUMS yang memproduksi suku cadang Alutsista dan/atau untuk komponen utama serta non alat utama. Industri bahan baku merupakan BUMN maupun BUMS yang memproduksi bahan baku yang akan digunakan oleh Industri alat utama, Industri komponen utama/penunjang dan Industri komponen/pendukung.
Kelembagaan Industri Pertahanan
Pemerintah melakukan penyertaan modal untuk pembangunan dan peningkatan kapasitas produksi industri pertahanan. Penyertaan modal diberikan kepada industri pertahanan milik negara.. Kepemilikan modal atas industri alat utama seluruhnya dimiliki oleh negara, sedangkan kepemilikan modal atas industri komponen utama, industri komponen, dan industri bahan baku yang merupakan BUMN, paling sedikit 51 % (lima puluh satu perseratus) modalnya dimiliki oleh negara.
Industri Pertahanan adalah industri nasional yang terdiri dari badan usaha milik Negara (BUMN) dan badan usaha milik swasta (BUMS) baik secara mandiri maupun kelompok yang ditetapkan oleh pemerintah untuk sebagian atau seluruhnya menghasilkan alat peralatan pertahanan dan keamanan, jasa pemeliharaan untuk memenuhi kepentingan strategis dibidang pertahanan dan keamanan serta memiliki fasilitas industri di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kelembagaan industri pertahanan meliputi Pemerintah, pengguna, dan industri pertahanan serta hubungan kewenangan dan tanggungjawapnya dilaksanakan secara terpadu dan sinergis. Pengguna dalam industri pertahanan terdiri atas: Tentara Nasional Indonesia (TNI); Kepolisian Negara Republik Indonesia; kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian; BUMN; dan pihak yang diberi izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kelembagaan dalam Industri Pertahanan dibagi kedalam 4 (empat) kelompok industri, yaitu: industri alat utama; industri komponen utama/ penunjang; industri komponen dan/atau suku cadang: dan industri bahan baku. Industri alat utama merupakan BUMN yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai lead integrator yang mengintegrasikan semua wahana darat/laut/udara, komponen utama, dan komponen menjadi alat utama sistem senjata. Industri komponen utama/penunjang merupakan BUMN maupun BUMS yang memproduksi komponen utama, wahana darat/laut/udara, dan/atau mengintegrasikan komponen alat peralatan pertahanan dan keamanan menjadi komponen utama. Industri Komponen /pendukung merupakan BUMN maupun
Penyertaan modal negara untuk pendirian Industri Pertahanan
Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Komite Kebijakan Industri Pertahanan yang selanjutnya disingkat KKIP adalah komite yang mewakili Pemerintah mengkoordinasikan kebijakan nasional dalam hal perumusan, pelaksanaan, pengendalian, sinkronisasi, pembinaan, dan evaluasi Industri Pertahanan. KKIP dibentuk oleh Presiden. KKIP menyelenggarakan fungsi merumuskan dan mengevaluasi kebijakan mengenai pengembangan dan pemanfaatan Industri Pertahanan. Dalam melaksanakan fungsinya KKIP mempunyai tugas dan wewenang: merumuskan kebijakan nasional yang bersifat strategis di bidang Industri pertahanan; menyusun dan membentuk rencana induk Industri Pertahanan yang berjangka panjang; mengoordinasikan pelaksanaan dan pengendalian kebijakan nasional Industri Pertahanan; mengoordinasikan kerja sama luar negeri dalam rangka memajukan dan mengembangkan Industri Pertahanan; menetapkan kebijakan pemenuhan kebutuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan; melakukan sinkronisasi penetapan kebutuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan antara pengguna dan Industri Pertahanan; menetapkan standar
produk Industri Pertahanan; merumuskan kebijakan pendanaan dan/atau pembiayaan industri pertahanan; merumuskan mekanisme penjualan dan pembelian alat peratalan pertahanan dan keamanan hasil industri pertahanan ke dan dari luar negeri; dan melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan Industri Pertahanan; Organisasi KKIP meliputi: KKIP diketuai oleh Presiden.Ketua Harian KKIP adalah Menteri yang membidangi urusan pertahanan. Wakil Ketua Harian KKIP adalah menteri yang membidangi urusan BUMN. Keanggotaan utama KKIP terdiri dari: menteri yang membidangi pertahanan; menteri yang membidangi urusan Badan Usaha Milik Negara; menteri yang membidangi urusan perindustrian; menteri yang membidangi urusan riset dan teknologi; menteri yang membidangi urusan pendidikan; menteri yang membidangi urusan komunikasi dan informatika; menteri yang membidangi urusan keuangan; menteri yang membidangi urusan perencanaan pembangunan nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; menteri yang membidangi urusan hubungan luar negeri dan politik luar negeri; Panglima Tentara Nasional Indonesia; dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Peningkatan kemampuan dan penguasaan teknologi Industri Pertahanan Peningkatan kemampuan dan Penguasaan teknologi Industri Pertahanan dilakukan melalui penelitian, pengembangan dan perekayasaan dalam suatu sistem nasional. Pelaksana penelitian, pengembangan dan perekayasaan terdiri dari unsur: lembaga penelitian dan pengembangan; perguruan tinggi; institusi penelitian dan pengembangan, baik lembaga pemerintah maupun swasta nasional di bidang pertahanan dan keamanan; pengguna; dan industri alat utama. Penelitian, pengembangan dan perekayasaan dikoordinasikan oleh KKIP bersinergi dengan kegiatan produksi dan pengadaan peralatan pertahanan dan keamanan. Dalam rangka penelitian, pengembangan, dan perekayasaan,
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
23
foto:pindad4x4amphibi_s837.photobucket.com
SUMBANG SARAN
Pemerintah membangun fasilitas khusus pendukung Industri Pertahanan dan/atau menyediakan fasilitas program pendidikan dan pelatihan khusus peningkatan mutu sumber daya manusia Industri Pertahanan dengan menyediakan anggaran untuk penelitian pengembangan dan rekayasa. Sumber daya manusia (SDM) merupakan tenaga potensial yang dapat diandalkan dalam Penyelenggaraan Industri Pertahanan. SDM diperlukan untuk menguasai teknologi Industri Pertahanan terdiri dari unsur: keahlian; kepakaran; kompetensi dan pengorganisasian; dan kekayaan intelektual dan informasi. Setiap unsur SDM harus ditingkatkan daya guna dan nilai gunanya secara terus menerus sesuai dengan standar, persyaratan, dan sertifikasi keahlian serta kode etik profesi. Dalam meningkatkan SDM yang diperlukan Pemerintah wajib mendorong kerjasama antar semua unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan jaringan informasi, ilmu pengetahuan pertahanan dan keamanan, serta teknologi Industri Pertahanan.
Pemenuhan kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Perencanaan produksi Industri Pertahanan wajib disesuaikan dengan pedoman umum perencanaan produksi yang ditetapkan oleh KKIP. Pedoman umum perencanaan produksi merupakan panduan dalam proses menjalankan perencanaan produksi Industri Pertahanan. Kegiatan produksi merupakan pembuatan produk oleh Industri Pertahanan sesuai dengan Perencanaan Produksi. Dalam kegiatan produksi, Industri Pertahanan wajib mengutamakan penggunaan bahan mentah, bahan baku, dan komponen dalam negeri. Kegiatan produksi dapat mengembangkan dua fungsi produksi Industri Pertahanan.
24
Untuk pemenuhan kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan, Pemerintah memberikan perlindungan dalam peningkatan kapasitas produksi Industri Pertahanan berupa insentif fiskal, bea masuk, jaminan, dan pembiayaan Industri Pertahanan atas pertimbangan KKIP. Pemberian perlindungan dari pemerintah terhadap Industri Pertahanan, diberikan pada kegiatan penelitian, pengembangan, perekayasaan, praproduksi, dan produksi Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan. Dalam Pembelian Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan, Pengguna wajib menggunakan alat peralatan pertahanan dan keamanan dalam negeri. Apabila Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dalam negeri belum dapat dipenuhi oleh Industri Pertahanan, Pengguna dan industri pertahanan dapat mengusulkan untuk menggunakan produk luar negeri melalui proses kerjasama antar pemerintah. Partisipasi Industri Pertahanan merupakan pembelian dengan mekanisme counter trade termasuk ofset. Kebijakan pembelian Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan ditetapkan oleh KKIP. Dalam pembelian Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan produk luar negeri harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan belum atau tidak bisa dibuat di dalam negeri; mengikutsertakan Industri Pertahanan dalam negeri dalam bentuk produksi bersama; kewajiban alih teknologi; jaminan tidak adanya kondisionalitas politik dan hambatan penggunaan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dalam upaya mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan bangsa dari ancaman dan gangguan; dan adanya pemakaian komponen dalam negeri. Kementerian Pertahanan mengkoordinasikan pembelian Alat Peralatan Pertahanan dan
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
Keamanan berdasarkan ketetapan dari KKIP. Sebelum dilaksanakannya pembelian, Pengguna maupun Industri Pertahanan harus sudah membicarakan spesifikasi teknis atau kebutuhan operasional terlebih dahulu. Pembelian Alat Peralatan Pertahanan dan keamanan produk Industri Pertahanan dilakukan dengan kontrak jangka panjang. Dalam hal kebutuhan mendesak, pembelian alat peralatan pertahanan dan keamanan produk Industri Pertahanan dapat dilakukan dengan pembelian langsung dan/atau kontrak jangka pendek kepada Industri Pertahanan. Apabila Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan belum dapat diproduksi oleh Industri Pertahanan, pembelian dapat dilaksanakan secara langsung dari luar Industri Pertahanan, namun wajib melibatkan produsen alat utama sebagai lead integrator. Kebutuhan mendesak ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Pemasaran alat peralatan pertahanan dan keamanan Pemasaran alat peralatan pertahanan dan keamanan dilaksanakan bersamasama oleh Industri Pertahanan dan Pemerintah. Pemasaran produk Industri Pertahanan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan dalam negeri.. Pemasaran Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan di dalam negeri dan ke luar negeri dilaksanakan secara periodik, berjangka panjang, dan berkesinambungan. Pemasaran Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan ke luar negeri, dapat dilakukan dengan mekanisme pembiayaan kredit ekspor. Pemasaran alat peralatan pertahanan dan keamanan ke luar negeri dilaksanakan melalui koordinasi dengan Pemerintah melalui instansi atau kementerian terkait. Pemasaran Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan dilakukan dengan izin Menteri Pertahanan atas pertimbangan KKIP. Dalam pertimbangan kepentingan strategis nasional, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat melarang atau memberikan pengecualian pemasaran produk alat peralatan pertahanan dan keamanan tertentu. (*)
RUU Inhan Titik Awal Kemandirian Alutsista RUU Industri Pertahanan (Inhan) diharapkan dapat menjadi titik awal dalam meningkatkan kemandirian Alutsista namun faktanya industri pertahanan juga dihadapkan pada tantangan amat serius, karena kerapkali siklus teknologi persenjataan amat cepat, sehingga sesuatu disain dan teknologi senjata yang dirancang saat ini, mulai di produksi beberapa tahun kemudian, kemungkinan besar sudah akan ketinggalan ketika produksi mencapai skala ekonominya.
foto:anoa_beritahankam.blogspot.com
Kusnanto Anggoro Pengamat Militer
I
ndustri Pertahanan dihadapkan beberapa kendala, khususnya terkait dengan, kecilnya anggaran riset dan tidak mungkin kita bisa mengejar ketertinggalan teknologi tanpa anggaran yang memadai. Berikutnya kita sering terjerat dalam berbagai aturan internasional sehingga tidak bisa mengembangkan sistem persenjataan tertentu. Untuk mengetahui perkembangkan terkait RUU Inhan, berikut hasil wawancara Parlementaria dengan Pengamat Militer Kusnanto Anggoro.
foto:adiewicaksono.wordpress.com
Pandangan Bapak mengenai RUU ini secara komprehensif? Tak ada satupun RUU yang sempurna. Yang menarik dari RUU Industri Pertahanan adalah justru dari sisi politik legislasi, khususnya mengingat kontraposisi antara pemerintah dan DPR tidak terlalu besar; begitu pula halnya gugatan-gugatan, kalau ada, dari kalangan masyarakat sipil. Ini merupakan fenomana yang menarik, mini-
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
25
mal menunjukkan adanya konvergensi tentang perlunya pengaturan industri pertahanan dalam bentuk UU. Dari segi substansi, RUU Industri Pertahanan bisa diperdebatkan; dan saya yakin dalam pembicaraan di DPR masih akan terjadi berbagai penyempurnaan. Perjalanan draf RUU sendiri menunjukkan betapa sulitnya merumuskan RUU tersebut. Dari nama atau judulnya saja telah terjadi beberapa perubahan, mulai dari “RUU Revitalisasi Industri Strategis”, “RUU Industri Pertahanan dan Keamanan” sampai yang terakhir RUU Industri Pertahanan”. Istilah yang disebut paling akhir, “Industri Pertahanan”, cukup memadai, minimal untuki memastikan bahwa RUU tidak hanya akan menjadi pijakan untuk rivitalisasi industri strategis saja atau tidak perlu mengaitkannya dengan fungsi keamanan dalam negeri yang pada umumnya berujung pada instansi POLRI. Saya kira, kita memang tak perlu terjebak dalam diskusi tentang “pertahanan” dan/atau “keamanan” seperti lebih sering diasosiasikan dengan TNI dan/atau POLRI, namun lebih pada isu-isu substantif. Bahkan dari segi substansi sistem persenjataan sebagai pilar penting dan operatif dari pertahanan sekalipun, tentu masih banyak yang dapat dibicarakan, khususnya tentang harmonisasi dengan terminologi
26
utama, penunjang dan pendukung atau yang lebih spesifik, seperti industri alat utama, industri komponen utama/penunjang, industri komponen dan atau suku cadang serta industri bahan baku. Masalah ini juga akan berujung pada persoalan klusterisasi industri mulai dari industri bahan baku sampai dengan industri alat utama. Sekedar catatan kecil, perlu kepastian tenggat, misalnya 6 -12 bulan, kapan seluruh ketentuan derifatif dari UU harus diselesaikan. Praktek birokrasi selama ini menunjukkan bahwa aturan-aturan pelaksana seperti itu bisa memakan waktu relatif lama, menjadikan UU tidak lebih dari sekedar produk legislasi tetapi tidak dapat dilaksanakan secara efektif. Pergantian pucuk pimpinan di tingkat kementerian mudah-mudahan tidak mengganggu tenggat itu; demikian pula halnya dengan
foto:mik-news.blogspot.com
foto:galery militer indonesia
SUMBANG SARAN
yang digunakan dalam perundangan lain yang langsung atau tidak terkait dengan industri pertahanan, sinkronisasi antar pasal, maupun konsistensi terminologi. Dua yang disebut terdahulu merupakan persoalan wajar, selalu terjadi dalam setiap pembahasan rancangan undang-undang. Yang disebut terakhir, konsistensi terminologi, agak lebih rumit, misalnya saja apakah akan digunakan istilah industri
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
pergantan personil yang berada di bawahnhya, yang khususnya di kementerian pertahanan, pergantian personil itu kerapkali lebih cepat dibanding kementerian-kementerian lain.
Apakah ke depan RUU ini akan dapat menjadi solusi kemandirian Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) ? Harapan saya bisa, dan saya kira itu
Masalah Alutsista militer sering terbentur dengan anggaran. Apakah solusi dan saran yang perlu dilakukan ? Dengan ukuran rasio anggaran/GDP, rasio anggaran pertahanan dibandingkan dengan anggaran sosial, kesehatan dan pendidikan, maupun ukuran-ukuran lain yang kerap dipakai di beberapa negara, anggaran pertahanan Indonesia terhitung sangat kecil. Ini masih akan menjadi tantangan kita dalam 10-15 tahun mendatang. Namun demikian ada beberapa fenomena penting yang juga memberi secercah harapan: • pertama adalah bahwa alokasi anggaran semakin berkiblat pada kebutuhan untuk memenuhi Alutsista matra laut dan udara dan dengan demikian lambat laun akan mengoreksi titikberat pilar matra pertahanan Indonesia yang lebih sesuai dengan tuntutan geostrategis sebagai negara kepulauan; • kedua adalah bahwa anggaran rutin tampaknya semakin berkurang proporsinya, meskipun sedikit, sehingga memberi peluang untuk melakukan modernisasi alutsista. Kalau dua kecenderungan ini berlangsung terus dalam 10-15 tahun mendatang, hampir bisa dipastikan kondisi Alutsista Indonesia akan jauh lebih baik. Sekali lagi, keharusan untuk tetap konsisten dengan perencanaan jangka menengah
dan panjang, sebagaimana disebut di atas, tetap merupakan sesuatu yang tak dapat diabaikan.
RUU ini mengatur Pemerintah agar ikut terlibat dalam menjaga kelangsungan industry pertahanan dengan member imodal sekaligus sebagai klien utama industry pertahanan. Komentar bapak ? Tidak ada pilihan lain. Industri pertahanan merupakan industri yang amat unik karena amat tergantung pada negara, baik dari segi permodalan maupun konsumen. Di manapun juga, termasuk di negara yang sudah maju sekalipun, kedudukan industri pertahanan dalam perekonomian nasional pada umumnya sangat unik. Sekurang-kurangnya pada awal perkembangannya, sulit ditemukan argumen yang mengedepankan kalkulasi ekonomi. Di Amerika Serikat dan Australia, hubungan antara sektor pertahanan dan ekonomi tetap bersifat trivial, sehingga komitmen politik lebih memainkan peranan dibanding kalkulasi ekonomi. Jepang berhasil menapak perkembangan dengan memulai industri sipil lebih dulu, pilihan yang sebagian diantaranya disebabkan oleh restriksi dalam hubungan Amerika-jepang setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua. Untuk sebagian besar kasus, misalnya China dan Singapura, manfaat ekonomi baru muncul
foto:beritahankam.blogspot.com
juga yang menjadi tujuan kita. RUU juga menyebut kemandirian sebagai salah satu asas dalam pengembangan industri pertahanan nasional. Tentu kita tidak perlu memiliki ilusi bahwa kemandirian itu akan berarti bahwa pengadaan Alutsista akan 100% mandiri, dicukupi oleh produksi domestik. Sudah akan cukup bagus kalau dalam kurun waktu tersebut kita bisa memenuhi sekitar 60% saja dari kebutuhan Alutsista dengan produk domestik. Itupun kemungkinan besar baru bisa dicapai dalam waktu 15-20 tahun mendatang. India saja, yang kerap dianggap sebagai contoh sukses keberhasilan membangun industri pertahanan, tidak menikmati kemandirian yang utuh. UU paling tidak bisa menjadi titik awal, simbolisasi komitmen politik, pengaturan hal-hal mendasar dsb tetapi tidak dengan sendirinya menyelesaikan persoalan. Penting untuk diingat bahwa selain persoalan tentang pelengkapan aturan derifatif yang disebut di atas, industri pertahanan di manapun juga juga dihadapkan pada tantangan amat serius, khususnya karena kerapkali siklus teknologi persenjataan amat cepat; sehingga sesuatu disain dan teknologi senjata yang dirancang saat ini, mulai di produksi beberapa tahun kemudian, kemungkinan besar sudah akan ketinggalan ketika produksi mencapai skala ekonominya.
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
27
foto:antasari.net
SUMBANG SARAN
pada tahap kemudian, setelah kemapanan industri pertahanan itu sendiri dan seiring dengan karakter adopsi teknologi yang semakin mengarah pada teknologi ganda (dual use technology). Karena itu, salah satu masalah krusial dalam hal ini adalah konsistensi pemerintah dan semua share holders terkait dengan industri pertahanan nasional. Prioritas tetap bisa berpijak pada apa yang sudah dirumuskan dokumen-dokumen Kementerian Pertahanan tahun 2008 seperti Buku Putih Pertahanan, Kaji Ulang Strategi Pertahanan, Doktrin, Strategi dan Postur Pertahanan. KKIP huga harus segera menyusun perencanaan pengembangan industri pertahanan nasional untuk, misalnya 25 tahun atau bahkan 50 tahun ke depan, dan selanjutnya menjadi acuan yang dilaksanakan secara konsisten di sepanjang kurun waktu itu. Salah satu pilar penting keberhasilan Cina dalam modernisasi persenjataan adalah kemampuannya untuk memegang teguh rancangan yang telah disusun sejak awal 1980an dan komitmen taktergoyahkan untuk melaksanakannya selama 70 tahun.
Anggaran Minimum Essential Force (MEF) 2010-2014 mencapai 100 T, dapatkah Inhan nasional memanfaatkan anggaran tersebut ? Harus bisa. Pemerintah harus memberi kesempatan sebesar-besarnya kepada industri pertahanan nasional. Saya sengaja menggunakan istilah “harus bisa” dan
28
“harus memberi kesempatan”.“harus bisa” karena kebutuhan industri pertahanan nasional untuk bisa survive dan bekembang tidak cukup besar dibandingkan dengan anggaran sebesar Rp 100 T itu. Menurut taksiran, industri pertahanan nasional sampai tahun 2014 tidak akan menghabiskan 15% saja dari anggaran tersebut. Di lain pihak, pemerintah harus memberi assurance bahwa produk dari industri pertahanan nasional itu juga akan dibeli oleh pemerintah dan beberapa bentuk insentif, fiskal maupun non-fiskal, kepada industri pertahanan nasional. RUU Industri Pertahanan memberi isyarat iuntuk itu. Namun isyarat saja tidak cukup. Karena itu pula harus segera ada rincian tentang bagaimana isyarat tersebut dapat diwujudkan. Lebih dari itu, kalaupun RUU Industri Pertahanan akan diundangkan pada selambat-lambatnya akhir tahun ini saja, masih akan diperlukan 3-5 tahun untuk menata industri pertahanan nasional, itu berarti bahwa UU Industri Perrtahanan kemungkinan baru akan bisa efektif pada tahun 2019.
mengembangkan sistem persenjataan tertentu, misalnya saja peluru kendali yang berjangkauan lebih dari 300 km. Ini merupakan persoalan struktural yang tidak mudah diurai. Memang telah ada berbagai upaya untuk memperbaiki teknologi persenjataan khususnya melalui kerjasama dengan pihak lain, misalnya dengan China (peluru kendali) dan Korea Selatan (pesawat tempur). Namun tetap saja masih diperlukan cara lain. Khususnya terkait dengan RUU Industri Pertahanan, beberapa cara yang layak dipertimbangkan, adalah: pertama, membuka ruang bagi industri pertahanan nasional juga untuk memasuki pasar internasional dan bukan hanya terbatas pada untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri Indonesia saja. Kalau itu bisa dilakukan bukan tidak mungkin industri pertahanan nasional Indonesia akan semakin cepat mencapai economic of scale, bahkan bisa reinvestasi, termasuk investasi dalam bentuk riset dan pengembangan yang diperlukan untuk peningkatan kemampuan teknological.
Bagaimana mensiasati teknologi senjata kita memadai ?
Bagaimana mempersiapkan SDM Indonesia guna mendukung Industri Pertahanan ?
Kita dihadapkan pada beberapa kendala, khususnya terkait dengan, pertama, kecilnya anggaran riset; dan tidak mungkin kita bisa mengejar ketertinggalan teknologi dengan anggaran sebesar itu; kedua adalah kita terjerat dalam berbagai aturan internasional sehingga tidak bisa
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
Tak perlu khawatir tentang sumberdaya manusia. Banyak sekali ahli/perekayasa teknologi pertahanan yang memiliki kemampuan lebih dari cukup, bukan hanya mereka yang saat ini di Indonesia tetapi juga yang bekerja di Amerika Serikat, Brazil
dan beberapa negara Eropa. Saya kira persoalan awal justru bagaimana mengundang mereka untuk kembali ke Indonesia – sesuatu yang hanya bisa dilakukan jika pemerintah bisa menawarkan insentif yang memadai, selain tentu rencana pengembangan industri pertahanan jangka menengah dan panjang yang dilaksanakan secara konsisten seperti tersebut di atas.
Anggaran kemenhan Tahun 2013 sebesar Rp.77,7 T, komentar Bapak anggaran sebesar itu idealnya berapa untuk Inhan ? Persoalan ini yang saya agak enggan memberi komentar, apalagi kalau ujungujungnya hanya akan menyimpulkan perlunya anggaran tambahan. Sekalipun kesimpulan seperti itu betul, pada akhirnya persoalan yang tidak kalah pentingnya bukan semata-mata proporsi dari anggaran itu yang dialokasikan untuk industri pertahanan tetapi bagaimana alokasi yang tersedia, berapapun besarnya, dapat dikelola secara efisien dan efektif; dan ini lebih merupakan persoalan politik perencanaan daripada persoalan manajemen. Pada tataran programatik, pemerintah harus memiliki, pertama, rencana (jangka panjang, menengah dan pendek) untuk memenuhi kebutuhan alat peralatan pertahanan, membangun dan mengembangkan industri pertahanan, menentukan teknologi dan produk yang akan dikembangkan; kedua rincian tentang penetapan sistem, prosedur, dan kualitas serta kelaikan produk dan/atau alat peralatan pertahanan, mekanisme pendanaan, pengendalian dan pengawasan penguasaan teknologi, maupun mekanisme pembinaan, registrasi, dan sertifikasi industri pertahanan; dan ketiga bertanggungjawab tentang promosi, pengendalian dan pengawasan teknologi dan/atau produk yang dihasilkan. Begitu pula halnya dengan para pengguna industri peratahanan. Mereka juga diharuskan menyusun rencana jangka panjang kebutuhan alat peralatan pertahanan, persyaratan operasional dan spesifikasi teknis kebutuhan alat peralatan pertahanan. Kepemimpinan politik dari perumus kebijakan atas pelaksana
kebijakan merupakan persyaratan mutlak. Begitu pula halnya dengan konsistensi dan konsekuensi antara rancangan yang disusun oleh perumus kebijakan itu dengan pelaksanaannya oleh para pelaksana kebijakan. Karena itu diperlukan lembaga (pemegang otoritas) untuk mengawasi seluruh tahapan industri pertahanan – mulai dari penyusunan kebijakan, penentuan prioritas, sampai dengan supervisi maupun pemantauan pelaksanaan kebijakan tersebut. Mudah-mudahan saja KKIP dapat menanggung beban berat itu.
Import pesawat dan alat persenjataan canggih sering menjadi polemik, RUU Inhan apakah menjawab polemik itu ? Yang kerapkali menjadi polemik bukan persoalan substansial. Polemik itu pada umumnya terbatas pada masalah-masalah dari mana impor itu didatangkan, siapa yang menjadi perantara, dan urgensi dari impor itu sendiri. RUU Industri Pertahanan tidak secara khusus dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan seperti itu, sekalipun konon ada pasal yang mengatur keharusan ijin Menteri Pertahanan bagi setiap orang.atau korporasi yang akan membeli alat pertahanan. Pasal itu secara implisit terkait dengan masalah “perantara”, namun tetap bisa dipersoalkan apakah pelaksanaannya bisa efektif. Sejauh menyangkut transfer teknologi, RUU Industri Pertahanan tampaknya memang cukup menjanjikan. Mudah-mudahan saja di kelak kemudian hari polemik itu akan lebih mengarah pada polemik tentang isu substantif daripada prosedural.
Ancaman kedaulatan Indonesia terkendala alat pertahanan dan senjata yang kalah canggih dibanding Negara tetangga, komentar bapak berkaitan dengan RUU Inhan ? Keandalan alat pertahanan dan senjata memang penting, namun hal itu juga bukan satu-satunya masalah. Alat pertahanan kita tidak cukup memadai untuk melindungi kedaulatanh Indonesia juga bukan barang baru. Bahkan menurut rencana saja tidak sebelum 2019 kita mulai membangun kemampuan penangkalan. Kemungkinan besar baru sepuluh tahun setelah itu, kira-kira di penghujung 2030,
kita bisa memiliki penangkalan yang cukup terhadap negara-negara sekitar. RUU Inhan memang memiliki semanngat untuk membangun penangkalan Indonesia, tetapi tentu tidak dapat ditafsirkan bahwa RUU Inhan menjadi seluruh jawaban terhadap semua persoalan terkait dengan terkikisnya kedaulatan Indonesia. Tak perlu berharap pada RUU Industri Pertahanan untuk itu. Seingat saya, draf RUU bahkan tidak menggunakan secara eksplisit istilah “kedaulatan”. Kalaupun ada beberapa pernyataan tentang “kedaulatan nasional” hanya terbatas pada bagian mengingat dan menimbang. Tujuan RUU Industri pertahanan itu sendiri dirumuskan sebagai “untuk mewujudkan kemandirian dalam pemenuhan kebutuhan alat peralatan dan jasa pemeliharaan untuk kepentingan strategis di bidang pertahanan dan keamanan secara efektif, efisien, integratif dan inovatif” – tidak secara langsung merujuk pada bagaimana kemampuan pertahanan digunakan untuk menghadapi ancaman-ancaman terhadap kedaulatan Indonesia. Dengan demikian, pertanyaan krusial justru bagaimana mengisi kekosongan antara saat ini dengan tahun 2030 itu, yang kemugkinan besar jawabannya terletak pada masalah kepemimpinan nasional, koherensi antar kementerian terkait dengan “kedaulatan Indonesia”, dan sofistifikasi diplomasi politik maupun diplomasi pertahanan; dan bisa dipastikan masalah seperti itu tak mungkin dijawab hanya dengan sebuah undang-undang seperti UU Industri Pertahanan. (**)
*** Kusnanto Anggoro, pengajar masalah-masalah strategi, keamanan nasional, pertahanan dan diplomasi, serta hubungan internasional di Universitas Indonesia, Universitas Pertahanan Nasional, serta pengajar tamu di beberapa lembaga pendidikan yang bernaung di bawah Kementerian Pertahanan, Kementerian Luar Negeri maupun Markas Besar TNI, dapat dihubungi melalui email: belanegari@ gmail.com ***
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
29
PENGAWASAN
Komisi VI DPR :
Stok dan Harga Kebutuhan Pokok Stabil
K
erapkali menjelang hari raya Idul fitri, dan hari besar keagamaan lainnya harga bahan pokok menjulang tinggi seperti komoditas daging sapi maupun ayam menjelang. Lebaran mengalami kenaikan yang kadang kita anggap fantastis. Sebelum puasa, harga daging sapi per kilogram hanya Rp 50 ribu. Kini, seminggu menjelang Lebaran 2012, sudah mencapai Rp 80 ribu per kilogram. Daging ayam broiler mencapai Rp 28 ribu per kilogram dari Rp 26 ribu per kilogram dan daging ayam kampung dari Rp 50 ribu per kilogram kini menjadi Rp 57,5 ribu per kilogram. Pantauan di beberapa pasar tradisional, selain harga daging sapi dan ayam, telur ayam broiler juga naik dari Rp 14 ribu menjadi Rp 16 ribu per kilogram. Harga gula pasir naik dari Rp 11 ribu menjadi Rp 12 ribu per kilogram. Sedangkan harga bawang putih naik dari Rp 16 ribu menjadi Rp 20 ribu per kilogram. Adapun harga gula Jawa naik dari Rp15 ribu menjadi Rp 18 ribu per kilogram. Berdasarkan hasil kunjungan spesifik Komisi VI DPR ke berbagai pasar tradisional, tim menilai kenaikan beberapa komoditas masih dianggap wajar dibandingkan tahun 2011 lalu, dimana marak sekali saat itu, produk komoditas impor dari Cina. Wakil Ketua Komisi VI DPR Eric Satrya Wardhana mengatakan, Kementerian Perdagangan harus mampu mengidentifikasi komoditas mana saja yang masih belum mampu bersaing dengan produk Impor. “Seperti maraknya bawang putih impor kebijakan yang harus dilakukan pemerintah guna mendorong produksi bawang putih lokal yaitu melakukan proteksi, kemudian campur tangan pemerintah dalam bentuk bantuan dan subsidi, selain itu harus didorong intensifikasi lahan,”ujar Eric disela-sela Sidak Komisi VI
30
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
Tim Kunjungan Spesifik Komisi VI DPR RI mengunjungi sejumlah pasar tradisional di Jakarta dan Bogor
“produk kentang Cina bisa lebih murah dibandingkan dengan produk lokal karena memang subisidi mereka sangat besar”
Tim Kunjungan Spesifik Komisi VI DPR RI mengunjungi sejumlah pasar tradisional di Jakarta dan Bogor
DPR ke Pasar Kramat Jati, belum lama ini. Menurut Eric, produk kentang Cina bisa lebih murah dibandingkan dengan produk lokal karena memang subisidi mereka sangat besar baik langsung maupun tidak langsung. “Subsidi pertanian kita kecil dibandingkan dengan Cina dan USA, angkanya kita sekitar 14 persen sementara AS saja sudah mencapai 20 persen, dan juga dibawah negara lainnya,”ujarnya. Dia menambahkan, karena kita masih dikategorikan negara Berkembang maka sesuai aturan di WTO, Indonesia dimungkinkan untuk mengeluarkan kebijakan yang terkait kepentingan dalam negeri namun saat ini Indonesia tidak menggunakan privelegenya itu. “misalnya saja menerapkan tarif barrier impor yang tinggi untuk beberapa produk luar, saat negara kita kita lebih rendah dibandingkan dengan negara di Eropa,”Katanya. Bahkan, lanjutnya, tarif barrier di Swiss bisa mencapai 20 persen sementara Indonesia, rata-rata mencapai 6 persen. Saat ini tarif barier rendah sementara subsidi untuk sektor pertanian juga masih rendah, padahal WTO telah memberikan wewenang kita untuk memanfaatkan kebijakan itu. Untuk mengembalikan kewenangan Bulog, Wakil Ketua Komisi VI DPR Eric Satrya Wardhana mendukung sekali dikembalikan wewenang Bulog seperti sedia kala namun harus dalam bentuk Undang-Undang. “Bulog wewenang-
nya harus dikembalikan, dulu Bulog itu ditekan IMF sehingga wewenangnya dikurangi,”ujarnya. Sekarang ini, lanjutnya, harga cenderung tidak karuan karena manajemen stok yang minim, dan hampir tidak ada peran pemerintah disitu, sehingga semuanya diserahkan kepada mekanisme pasar bebas sesuai prinsip supply dan demand. “karena itu siapa yang bisa mempengaruhi suplai dan demand itu yang akan menguasai pasar. namun memang ada kegagalan pasar disitu karena itu harus diintervensi oleh pemerintah dalam bentuk subsidi dan proteksi karena pastinya akan merugikan rakyat kecil,”katanya. Saat ini seperti kita ketahui, Wacana revitalisasi Perum Bulog terus mengemuka, setelah fungsinya dipangkas melalui Letter of Intent dengan Dana Moneter Internasional (IMF) tahun 1998 lalu, kini Bulog diusulkan kembali mengurusi logistik bahan pangan di Indonesia, tidak hanya beras. Selain itu, UU No. 7 tahun 1996 juga sudah tidak relevan lagi diterapkan. “UU harus dirubah dan tata niagapun banyak yang berubah secara teoritis kita tinggal merubah UU yang lebih berat itu merubah permainan para kartel importir yang sudah nyaman dan memperoleh keuntungan dengan kondisi saat ini. memang secara jangka pendek seperti membebaskan bea masuk kedelai itu menyelesaikan masalah namun kedepannya tidak memunculkan kemadirian kita,”ujarnya.
Stok dan Harga Relatif Stabil Tim spesifik Komisi VI DPR ke berbagai pasar tradisional menilai kenaikan harga kebutuhan pokok strategis menjelang hari raya cenderung masih tahap wajar yaitu sebesar 20-30 persen. “Kunjungan kita ke Pasar Kramatjati dan Anyer di Bogor bertujuan untuk melihat harga kebutuhan pokok di pasar induk tersebut, karena selama ini seringkali harga kebutuhan pokok strategis mengalami kenaikan yang tajam,”Ujar Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto kepada wartawan saat Kunjungan ke Pasar Induk Kramatjati belum lama ini. Di Pasar Anyer Bogor, lanjutnya, stok dan harga relatif stabil misalnya saja untuk daging mengalami kenaikan dari 28 ribu dan sekarang menjadi 30 ribu Rupiah perkilonya.”Ini tidak banyak perbedaan dibandingkan dengan Jakarta, artinya stok aman menjelang lebaran,”paparnya. Untuk harga telur, lanjutnya, harga juga cenderung stabil termasuk kedelai untuk tahu dan tempe memang mengalami kenaikan tetapi cenderung tidak tajam. Membandingkan tahun lalu, ujarnya, banyak sekali produk impor seperti dari Cina, sementara produk lokalnya jarang ditemuin di berbagai pasar induk “Kenaikan harga saat ini tidak terlalu melonjak termasuk cabai merah keriting, bawang, dan kentang. relatif suplai perekonomiannya berasal dari dalam negeri namun suplai yang dikendalikan oleh dua perusa-
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
31
PENGAWASAN
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Eric Satrya saat mengunjungi pasar Kramat Jati, Jakarta
haan besar ternyata mengalami kenaikan luar biasa,”paparnya. Dia menegaskan, pemerintah harus meningkatkan kepeduliannya terhadap perkonomian rakyat artinya menjagar harga kebutuhan pokok tidak menimbulkan inflasi yang tinggi dengan cara suplai terjamin, distribusi pasar yang baik jadi harga ditangan masyarakatpun terjaga. “kita ingin melihat usaha kecil dan menengah, karena mereka itu tiap hari berjuang dan memiliki semangat wiraswasta yang baik. Sembako itu tugas pemerintah karena itu harus melakukan pengamanan sembako yang utama beras, gula, minyak goreng dan kedelai,”ujarnya. Dia mengatakan, komoditi yang diatur hanya beras sementara yang lain dilepas sesuai ekonomi pasar. Karena itu kita minta Bulog difungsikan kembali yaitu sebagai penyangga kebutuhan pokok, jangan sampai seperti kasus lalu dimana cabai mengalami kenaikan harga yang luar biasa namun tidak ada aksi dari pemerintah. Khusus Kedelai, paparnya, harus disub-
sidi oleh Pemerintah karena menyangkut ekonomi rakyat. “Bulog harus antisipasi harga menjelang lebaran yang terjadi sekarang ini impor inflasi, akibat perbedaan gangguan musim kedelai di AS akhirnya harga kedelai meningkat, karena memang negara kita tidak memiliki ketahanan pangan dibidang itu,”papar Airlangga. Eric mengatakan, dibandingkan tahun lalu komoditi impor tahun ini berkurang drastis. “Sekarang kenaikan juga masih batas wajar sekitar 20-30 persen, namun ada beberapa komoditi masih harus impor seperti bawang putih lokal,”ujarnya. Menurutnya, pemerintah harus memberikan insentif kepada petani agar mereka mau menanam bawang putih. “sekarang ini memang kebijakan Kementerian Perdagangan dibawah Gita berbeda dibandingkan Elka Pangestu,karena itu kita berharap Kemendag lebih meningkatkan perhatiannya terhadap komoditas lokal agar mereka dapat lebih bersaing dibandingkan impor,”katanya. Sementara Wakil Ketua Komisi VI
“komoditi impor tahun ini berkurang drastis. Sekarang kenaikan juga masih batas wajar
sekitar 20-30 persen”.
32
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
DPR Aria Bima menilai, kebutuhan pokok seperti beras, daging, sayur, gula, minyak goreng secara keseluruhan relatif stabil, dan stok cukup. “Sampai hari ini di tingkat supplynya tidak mengkhawatirkan, lonjakan harga juga masih dalam batas-batas yang normal,”ujar Aria Bima. Bima menambahkan, secara umum kebutuhan bahan sembako naik turunya Rp 2 ribu seperti harga beras, berambang, cabe, dan telur fluktuatif Rp 2 ribu. Kalau untuk hewannya seperti ayam yang normal itu Rp 22-25 ribu, sedangkan daging sapi sekarang Rp 75-80 ribu/kg normalnormalnya sekitar Rp 65 ribu/kg. Kalau situasi semacam ini bertahan sampai lebaran, lanjut Bima, banyak beranggapan tingkat supply daging sapi di Jakarta dibatasi, sedangkan di Tangerang tidak, tambahnya. Menurutnya, berdasarkan pantauan harga relative stabil namun apabila harga tidak terkendali diperlukan cara-cara khusus untuk merelatifkan harga. “Kalau soal beras misalnya tadi walaupun ada kenaikan sekarang beras rakyat atau beras yang dikonsumsi itu sudah mencapai Rp 7.200-an/kg yang dulu Rp 6 ribuan. Tadi belum ada titipan beras bulog, biasanya ‘kan supply ditambah di masing-masing penjual dan pasar supaya harga relative stabil,” paparnya. Dia menambahkan, pengendalian harga beras harus otoritas karena itu peran bulog harus ditingkatkan. Khusus pengawasan harga daging, lanjut Bima, perlu ditingkatkan mulai dari pusat sampai daerah. “Ini kita mempertanyakan apa benar jagal sapi ini permaianan kartel kecil-kecilan ditingkat para pengepol baik itu telur, sapi dan ayam,” jelasnya. Aria Bima mengakui yang dikeluhkan oleh para pedagang adalah daya beli masyarakat relative menurun sehingga para pedagang tidak bisa menaikkan harga yang telalu tinggi karena keterbatasan pembeli. “Pembeli sekarang ini turun rata-rata 25 persen alasannya karena factor kebutuhan lain mungkin masalah kebutuhan sekolah. Saya kira ini sidak pertama sebelum H-10 sebelum lebaran,” paparnya. (si/nt/sc)
Whistleblowing System, Selamat Datang Agen Antikorupsi Baru
U
ntuk kesekian kalinya aparat KPK menangkap tangan pegawai pajak yang tengah menerima segepok uang suap. Kasus terakhir adalah penangkapan AS Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bogor yang diduga menerima Rp. 300 juta atas layanan khususnya mengatur tagihan pajak yang jelas merugikan penerimaan keuangan negara. Sebelumnya publik tentu masih ingat beberapa nama pegawai pajak lain yang juga tersangkut kasus sama seperti Tommi, Dhana serta Gayus Tambunan. Ketika publik rame-rame menuding Dirjen Pajak Fuad Rahmani atas rentetan penangkapan itu, ia malah menunjukkan antusiasme. “Penangkapan yang dilakukan KPK, menunjukkan indikasi kuat telah berjalannya sistem whistleblower. Dengan sistem ini masyarakat termasuk aparat pajak bisa melaporkan jika ada indikasi penyimpangan. Laporan akan ditindaklanjuti dalam hal ini oleh dan tim KPK, hasilnya penangkapan ini,” demikian penjelasan Eva Kusuma (F-PDIP) kepada wartawan baru-baru ini. Anggota Komisi III DPR RI Eva Kusuma Sundari menyambut baik upaya bersihbersih Ditjen Pajak bekerja sama dengan KPK dengan memanfaatkan para pembisik internal yang bisa dikatakan pejuang antikorupsi. Ia mencatat sebenarnya langkah ini pertama kali diberlakukan secara internal oleh KPK. Dengan sistem whistleblower ini setiap karyawan didorong untuk melapor apabila mencurigai koleganya melakukan penyimpangan. Menggunakan jaringan komputer kantor yang diproteksi, sang agen antikorupsi ini melaporkan dugaan pelanggaran serta data-data pendukung. Rahasia pelapor dijamin, bahkan kalau laporan terbukti benar reward berupa bonus dan kenaikan pangkat telah
menunggu. “Jadi penangkapan pegawai pajak itu sebenarnya bukan prestasi KPK tapi hasil bersih-bersih oleh para pembisik di Ditjen Pajak. Ini bagus ya dan perlu terus dikembangkan untuk memberantas budaya korupsi di negeri ini,” tandasnya Pemerintah menurutnya patut mendalami metode ini, memperbaiki, melakukan modifikasi apabila dipandang perlu dan menerapkannya di institusi atau lembaga negara lain. Publik patut mempertanyakan komitmen pemerintah apabila terobosan yang cukup baik ini tidak digunakan optimal terutama untuk menyelamatkan uang negara disektor yang beresiko seperti Mahkamah Agung, BPN atau di lembaga penegakan hukum. “Saya akan usulkan sistem ini juga diterapkan di DPR, mungkin bisa dilakukan lewat revisi UU MD3 nantinya. Whistleblowing System ini tidak akan merusak efektifitas kerja, karena orang jadi berhatihati dalam bekerja. Ada indahnya
juga, temannya sendiri yang mengawasi secara melekat, jadi mendorong hadirnya agen-agen antikorupsi baru,” paparnya. Anggota Komisi III Desmon J. Mahesa mengingatkan sebelum diterapkan lebih jauh di kantor atau lembaga negara lain kebijakan yang telah dijalankan KPK dan Ditjen Pajak ini harus dipersiapkan dengan baik. Baginya penyakit korupsi menjadi kronis karena persoalan sistem, untuk menggerusnya perlu sistem yang didukung aturan perundang-undangan dan anggaran yang layak. Jangan sampai karyawan melapor hanya berdasarkan kecemburuan atau iri pada koleganya. “Sistem ini harus didukung aturan yang jelas, dasar hukum apa, anggaranya bagaimana. Kalau beres, kita di DPR pasti dukung, jangan sampai sistem ini malah mengakibatkan pemborosan uang negara,” kata mantan aktivis mahasiswa ini. Fuad Rahmani menjelaskan kebijakan Whistleblowing System berlandaskan
Anggota Komisi III DPR RI Eva Kusuma Sundari
| PARLEMENTARIA Edisi TH.2012 XLII,| 2012 | PARLEMENTARIA | Edisi |95 TH.95 XLII, 33 |
33
PENGAWASAN
Anggota Komisi III DPR RI Desmon J. Mahesa
peraturan Dirjen nomor PER-22/PJ/2011. Mantan Ketua Bapepam-LK ini mengaku bangga karena menjadi institusi tingkat eselon I pertama yang merealisasikan dan secara kongkrit bisa mewujudkan whistleblower system menjadi suatu peraturan. Apabila berhasil, tidak tertutup kemungkinan akan menjadi acuan bagi unit/instansi pemerintahan yang lain bahkan instansi swasta. “Whistleblowing System DJP adalah bentuk kepedulian yang dipaksakan, terlahir dari upaya untuk membangun sebuah sistem yang mewajibkan individu-individu untuk saling peduli, saling koreksi dan saling mengingatkan demi keselamatan institusi dalam hal ini DJP yang mempunyai peranan yang sangat penting bagi negara. Sistem ini diharapkan dapat mencegah dan mengurangi pelanggaran yang terjadi, membentuk budaya baru DJP yang korektif, serta meningkatkan kepatuhan pegawai DJP yang pada akhirnya diharapkan akan mendukung pencapaian sasaran penerimaan pajak yang optimal,” tandasnya. Desmon berharap Ditjen Pajak benar-benar dapat membuat lompatan kemajuan dalam memberantas korupsi dengan kebijakan baru ini. Ia meminta KPK juga mendorong agar institusi terkait sumber daya alam, minyak dan gas yang menjadi sumber penting devisa negara dapat segera menerapkan sistem ini. “Saya baru berkunjung ke lapangan dan geram ketika mendapat laporan seorang dirjen
menerbitkan aturan kuota ekspor, izin ekspor sesuka hatinya. Ini harus diungkap,” tandasnya.
Fraud Prevention Mechanism Eva Kusuma Sundari yang juga anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI memaparkan hasil kunjungan kerjanya ke Australia mendapat penjelasan tentang mekanisme yang diyakininya lebih efektif dari pada Whistleblowing System. Kebijakan yang telah diterapkan di banyak negara maju ini disebut Fraud Prevention Mechanism. Sistem ini dapat mengontrol dan mencegah terjadinya kecurangan yang bermuara pada korupsi, sejak dari proses perencanaan. “Jadi sudah terendus pada tahap perencanaan, sebelum tender proyek dilakukan, bisa diketahui o bolongnya
34 | PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
disini,” jelasnya. Fraud Prevention Mechanism menempatkan peran auditor sebagai sentral untuk melakukan pre-audit. Dalam kondisi Indonesia saat ini keterlibatan BPK yang mempunyai kapasitas untuk melakukan audit sangat penting. Sebelum perencanaan yang telah disepakati dieksekusi, institusi terkait mengundang auditor untuk melakukan pemeriksaan. “Sebelum dieksekusi dilihat dulu perencanaannya, tender tidak boleh begini, tender bisa lebih murah setelah temuan pre-audit. Itulah kenapa kemudian di Inggris itu potensi kebocoran untuk proyek olimpiade bisa ditekan sampai 1 billion pounds karena peran pre audit tadi,” kata politisi Fraksi PDIP ini. Ia meyakini apabila kebijakan preaudit diterapkan pada pelaksanaan proyek Hambalang misalnya maka kebocoran atau penggerogotan uang negara dapat dicegah sejak dini. Dengan pre-audit sistem tender yang tidak transparan dapat dicegah, proposal bermasalah bisa dibongkar dan harus diperbaiki sebelum dilakukan eksekusi. Sebagai anggota BAKN ia akan memperjuangkan agar DPR dapat memberi ruang untuk menerapkan mekanisme ini. Informasi yang diterimanya mantan Wakil Ketua KPK Haryono Umar yang saat ini menjabat Irjen Kemendibud telah mulai menerapkannya. “Aku gembira ternyata Pak Haryono mantan anggota KPK yang sekarang bertugas di Kemendikbud, telah mempraktekkan tender proyek besar harus dipreaudit dulu, artinya sudah ada preseden, ini kemajuan,” demikian Eva. (iky)
Dirjen Pajak Fuad Rahmani
ANGGARAN
P
idato RAPBN 2013 yang disampaikan oleh Presiden SBY harus disikapi secara cermat dan hati-hati. Kekhawatiran krisis ekonomi global serta harga pangan internasional yang sulit diperkirakan menjadi perhatian besar oleh pemerintah pada tahun 2013 mendatang bahkan diperkirakan harga pangan akan tetap tinggi dalam kurun waktu yang cukup lama. Bahkan untuk pertumbuhan ekonomi dunia proyeksinya diturunkan dari 4.1 persen menjadi 3.9 persen demikian pula pertumbuhan volume perdagangan dunia direvisi ke bawah dari perkiraan sebelumnya 5.6 persen menjadi hanya 5.1 persen. Seperti kita ketahui, tema RKP 2013 mendatang memfokuskan 11 prioritas nasional dan tiga prioritas bidang dan ditekankan pada penanganan empat isu strategis. Dari empat isu strategis tersebut terdapat isu yang tidak kalah menariknya yaitu peningkatan daya tahan ekonomi. Dalam laporan Pidato RAPBN 2013 tersebut, Pemerintah menjamin peningkatan ketahanan pangan menuju pencapaian surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014 mendatang yang diikuti peningkatan rasio elektrifikasi dan konversi energi. Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ketidakpastian perkembangan ekonomi dan keuangan global dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional baik langsung maupun tidak langsung. “Kita harus ikuti perkembangan kondisi ekonomi global hari demi hari harus terus diwaspadai,pemantauan secara intensif dan kewaspadaan diperlukan agar kita dapat mengambil langkah kebijakan antisipasi yang cepat dan terukur,”paparnya. Menurut Ma’mur Hasanuddin dari Fraksi PKS, penyediaan pangan akan menjadi masalah tersendiri bagi negara-negara di dunia beberapa tahun ke depan, mengingat perubahan iklim yang menyebabkan kekeringan dan kekurangan pasokan pangan di dunia. Oleh karenanya tidak mungkin lagi mekanisme importasi menjadi trend pemenuhan kebutuhan pangan domestik ke depan. Ma’mur menambahkan, seluruh target pangan yang telah dicanangkan harus direalisasikan dengan sungguh-sungguh saat ini seperti program surplus 10 juta ton dan swasembada pangan lainnya. Anggaran subsidi pangan dalam RAPBN 2013 direncanakan sebesar Rp 17,2 triliun (0,2 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut lebih rendah Rp 3,7 triliun bila dibandingkan pagu belanja subsidi pangan dalam APBNP tahun 2012 sebesar Rp 20,9 triliun (0,2 persen terhadap PDB). “Pengembangan infrastruktur pertanian harus diakselerasi agar dapat memudahkan peningkatan produksi dan distribusi hasil pertanian. Selanjutnya melakukan revitalisasi sistem irigasi dan pelaksanaan reformasi agraria dilakukan dengan serius oleh Pemerintah. Kekeringan yang terjadi saat ini telah mengganggu sistem pangan global, karenanya Pemerintah perlu mendorong penguatan pangan domestik dan infrastruktur pertanian secara serius,” tegas Ma’mur. Dalam RAPBN tahun 2013 Kementerian Pertanian direncanakan memperoleh anggaran sebesar Rp 19,0 triliun.
RAPBN 2013 Masih Tertekan Krisis Ekonomi Global | PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
35
ANGGARAN
Pidato RAPBN 2013 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Jumlah ini meningkat sebesar Rp 2,0 triliun atau 11, 4 persen bila dibandingkan dengan anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam APBNP tahun 2012 sebesar Rp 17,1 triliun. Anggaran tersebut bersumber dari Rupiah murni sebesar Rp18,8 triliun, PNBP sebesar Rp 64,6 miliar, BLU sebesar Rp 27, 0 miliar, PLN sebesar Rp 189,5 miliar, dan HLN sebesar Rp 5,8 miliar.
Alokasikan Infrastruktur Didalam pidatonya, Presiden SBY juga menekankan prioritas pembangunan infrastruktur dari Sabang-Merauke. Didalam RAPBN 2013 pemerintah menganggarkan
pembangunan jalan sepanjang 4.431 km akan dibangun dari Sumatera hingga Papua. Melalui pembangunan itu diharapkan dapat meningkatkan tingkatkan kapasitas jalan Lintas Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua sepanjang 4.431 km. Targetnya, pembangunan infrastruktur dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi serta memperluas kesempatan kerja, alokasi anggaran belanja modal kita prioritaskan untuk mendukung ketahanan energi, ketahanan pangan, dan keter-
Suasana Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang I Tahun Sidang 2012-2013 di Gedung Nusantara DPR RI
36
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
hubungan domestik (domestic connectivity). Selain jalan, untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang mempunyai daya dorong kuat terhadap pertumbuhan ekonomi, pemerintah juga berencana menggunakan anggaran belanja modal kita rencanakan antara lain untuk: peningkatan kapasitas 188 megawatt, serta pembangunan transmisi sekitar 3.625 kilometer sirkuit (kms); Gardu Induk 4.740 Mega Volt Ampere (MVA); Jaringan Distribusi 9.319 kms; dan Gardu Distribusi 213 MVA. “Selain itu, alokasi anggaran infrastruktur juga kita prioritaskan untuk pembangunan pelabuhan, berupa penyediaan sarana dan prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan (SDP), pengelolaan prasarana lalu lintas SDP di 61 dermaga, serta pengembangan pembangunan dan pengelolaan pelabuhan perikanan di 25 lokasi,” kata Presiden SBY dalam pidato RAPBN 2013 dihadapan anggota DPR RI belum lama ini. Dalam RAPBN 2013, alokasi belanja modal (untuk infrastruktur) direncanakan sebesar Rp 193,8 triliun, atau naik Rp 25,2 triliun (14,9%) dari pagu anggaran dalam APBN-P 2012. Sementara untuk meningkatkan efektivitas dan kualitas belanja negara, pemerintah secara konsisten senantiasa berupaya seoptimal mungkin meningkatkan alokasi anggaran untuk
kegiatan yang lebih produktif, khususnya pembangunan infrastruktur.
Kemenhan Raih alokasi terbesar Kementerian Pertahanan mendapatkan alokasi anggaran RAPBN Tahun 2013 terbesar yaitu Rp 77.7 Trilun. Terdapat tujuh Kementerian lainnya yang memperoleh alokasi anggaran diatas Rp 20 Triliun. Ketujuh kementerian tersebut yaitu Kementerian Pertahanan dengan alokasi anggaran sebesar Rp 77.7 Triliun, Kementerian Pekerjaan Umum Rp 69.1 Triliun, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rp 66 Triliun, Kepolisian Republik Indonesia Rp 43.4 Triliun, Kementerian Agama Rp 41.7 Triliun, Kementerian Perhubungan Rp 31.4 Triliun dan Kementerian Kesehatan Rp 31.2 Triliun. Penetapan ketujuh kementerian tersebut berdasarkah arah kebijakan dan sasaran strategis dari Pemerintah. Didalam RAPBN 2013 mendatang, anggaran belanja negara direncanakan sebesar Rp 1657.9 Triliun atau naik Rp 109.6 Triliun (sebesar 7.1 persen) dari pagu APBN-P 2012. Jumlah tersebut akan dialokasikan kepada tiga kelompok besar belanja masing-masing untuk belanja kementerian negara atau lembaga Rp 547.4 Triliun, belanja Non Kementerian Negara atau Lembaga Rp 591.6 Triliun, dan Transfer ke daerah Rp 518.9 Triliun. “Alokasi anggaran pada Kementerian Pertahanan diprioritaskan untuk mendukung terlaksananya modernisasi dan peningkatan alat utama sistem persenjataan (alutsista), anggaran itu juga dialokasikan untuk memenuhi fasilitas dan sarana-prasarana dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan kekuatan pokok minimum dengan daya dukung, daya tangkal dan daya gempur yang tinggi sehingga memiliki daya penggentar yang kuat, dengan memprioritaskan produksi dalam negeri,”kata SBY. Didalam RAPBN tahun 2013 mendatang, lanjutnya, kita tetap dapat memenuhi lagi amanat konsitusi untuk mengalokasikan anggarna pendidikan sebesar 20 persen dari APBN. “Kita bersyukur dari tahun ke tahun alokasi anggarna pendidikandapat terus ditingkatkan pada tahun 2011 anggaran
Ma’mur Hasanuddin (F-PKS)
pendidikan telah mencapai Rp 266.9 Triliun, dan tahun 2013 mendatang kita rencanakan sebesar Rp 331.8 Triliun atau naik 6.7 persen,”ujarnya Sementara, pada tahun 2013 PNBP direncanakan mencapai Rp 324.3 Triliun atau menyumbang sekitar 21 persen dari total pendapatan negara. “Untuk mengoptimalkan pencapaian target PNBP ini, pemerintah akan terus melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan lifting migas,”katanya. Menurut SBY, upaya ini akan didukung dengan kebijakan fiskal dan nonfiskal serta penyempurnaan pengaturan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sektor pertambangan, terutama migas dan batubara.
Gaji dan Pensiun PNS Naik Pada RAPBN 2013 mendatang, pemerintah berencana melakukan penyesuaian gaji pokok dan pensiun pokok PNS serta anggota TNI dan Polri sebesar rata-rata 7 persen di tahun 2013 mendatang . Dengan pokok-pokok kebijakan itu, alokasi anggaran belanja pegawai dalam RAPBN 2013 direncanakan sebesar 241.1 Triliun. Jumlah ini meningkat Rp 28.9 Triliun atau 13.6 persen dari pagu belanja pegawai dalam APBN-P 2012. “Dalam rangka menuntaskan pelaksanaan program Reformasi Birokrasi pada kementerian Negara atau lembaga, peningkatan alokasi belanja pegawai itu juga direncanakan untuk anggaran remunerasi,” papar Presiden SBY Prioritas nasional lainnya yang telah ditetapkan adalah reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan. Sebagai bagian dari kelanjutan reformasi birokrasi, pada tahun 2013 mendatang Pemerin-
tah berkomitmen untuk memberikan perhatian pada perbaikan kesejahteraan aparatur negara baik PNS maupun TNI dan Polri serta para pensiun. “Karena itu pemerintah akan meneruskan kebijakan pemberian gaji dan pensiun gaji bulan ke 13 yang akan dibayarkan pada tahun ajaran baru,” tandasnya. Yang baru dari RAPBN 2013 yaitu, mulai dimasukkan lifting gas sebagai salah satu basis perhitungan penerimaan negara yang berasal dari sumber daya alam selain minyak mentah. Dalam Pidato SBY mengenai RAPBN 2013, lifting gas pada 2013 diasumsikan berada pada kisaran 1,36 juta barel setara minyak per hari dan pemerintah akan terus melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan lifting migas. “Upaya ini didukung dengan kebijakan fiskal dan non fiskal, serta penyempurnaan pengaturan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sektor pertambangan, terutama migas dan batu bara,” kata SBY SBY mengatakan bahwa perkembangan harga minyak mentah dunia harus diwaspadai. Pasalnya, perkembangan harga minyak di pasar Internasional sangat mempengaruhi perekonomian dan kondisi APBN Indonesia. Dalam beberapa bulan terakhir ini, harga minyak dunia sangat tidak menentu. Pada Maret 2012 lalu, angka harga minyak mentah dunia (ICP) berada pada rata-rata US$ 128 per barel. Namun, sejak bulan April 2012, harga ICP terus menurun hingga pada kisaran US$ 99 per barel, itu pada Juni 2012. Meskipun cenderung menurun, harga minyak dunia saat ini relatif masih tinggi, dan tetap berpotensi memberikan beban yang cukup berat bagi APBN. (si)
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
37
LEGISLASI
RUU Tapera
Harapan Masyarakat Miliki Rumah
Type rumah sangat sederhana (rss)
P
Anggota Baleg DPR Zulmiar Yanri
38
erumahan merupakan kebutuhan utama manusia setelah pangan, karena termasuk kebutuhan utama maka sudah seharusnya ketersediaan perumahan menjadi hal terpenting dan pokok. Negara dituntut untuk mampu menyediakan perumahan, adalah memberikan kemudahan bagi kepemilikan perumahan, termasuk juga pada kemudahan pembayaran dan dengan harga rumah yang terjangkau dari segi ekonomi bagi seluruh rakyat, utamanya bagi masyarakat yang kemampuan ekonominya terbatas. “Berkaitan dengan penyediaan perumahan yang terjangkau harganya, maka menjadi sangat penting bahwa pembayaran atas pembelian rumah mu-
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
rah tersebut adalah melalui KPR yang seharusnya menjadi solusi bagi kemudahan kepemilikan perumahan bagi rakyat,”ujar anggota Baleg Zulmiar Yanri kepara Parlementaria baru-baru ini. Menurutnya, terdapat beberapa kendala bahkan masalah bagi kemudahan kepemilikan perumahan tersebut, misalnya pada mahalnya nilai uang muka bagi pembelian rumah atau pembayaran cicilan yang memberatkan, bahkan juga perumahan tidak layak huni (spesifikasi dan bahan bangunan rumah yang mudah rusak), akses maupun sarana dan pra sarana perumahan yang tidak memadai, status lahan atau kepemilikan rumah yang tidak jelas, birokrasi berlebihan dan syarat kepemilikan rumah yang sangat
memberatkan dan lain sebagainya. Zulmiar mengatakan, perumahan murah harus memperhatikan kelayakan huni, juga sangat dibutuhkan bagi para pekerja sektor non formal dan para PNS. “Perlu ada klasifikasi jenjang jabatan yang layak diberikan perumahan murah dan terjangkau tersebut dengan menargetkan pada konsumen yang belum memiliki rumah,”paparnya. Menurutnya, perlu dipikirkan besaran kewajiban iuran bagi kepemilikan perumahan yang terjangkau serta perlunya kepastian akan kesinambungan iuran atau pengembalian iuran bagi peserta tapera yang putus ditengah jalan. “Kerjasama dengan perbankan serta swasta menjadi penting dengan prinsip untuk memberikan perumahan murah terjangkau dan layak huni,”jelasnya. Dia menambahkan, pemerintah harus menjadi jembatan bagi kepentingan masyarakat untuk mendapatkan rumah yang murah dan terjangkau dengan tidak mengesampingkan posisi dan peran perbankan dalam usaha perumahan murah terjangkau dan layak uni. Pemerintah, lanjutnya, harus memperhatikan ketersediaan lahan, dana bantuan atau subsidi bagi jenis perumahan yang tentunya tidak akan memberatkan anggaran negara dikemudian hari. Sementara Anggota Fraksi PPP Dimyati Natakusumah saat membacakan pandangan mini Fraksinya mengatakan, perlu ada pengaturan yang menjamin bahwa pemanfaatan dana tersebut juga dapat dilakukan melalui sistem syariah sehingga dengan demikian ada kewajiban bagi Badan Pengelola untuk bekerjasama dengan lembaga keuangan syariah dalam rangka pembiayaan pembangunan perumahan rakyat. Pada pasal 32-34 diatur mengenai struktur organisasi badan pengelola yang terdiri dari Direksi dan Dewan Pengawas. Namun didalam struktur tersebut tidak terdapat organ badan pengawas syariah padahal kita mengetahui bahwa Badan Pengelola juga menjalankan prinsip syariah. “Perlu dibentuk Badan Pengawas
Rumah tinggal yang tidak layak huni
Syariah yang dapat menjamin konsistensi dan komitmen Badan Pengelola dalam menjalankan organisasinya berdasarkan prinsip syariah,”tambahnya.
Harapan Miliki Rumah
Kehadiran pembiayaan perumahaan selama ini masih menggunakan sumber dana jangka pendek sehingga seringkali terjadi missmatch maturity, melalui RUU Tapera ini, diharapkan, tersedianya sumber dana murah jangka panjang yang salah satunya berasal dari tabungan perumahan rakyat. “Dengan program ini seluruh masyarakat dapat memiliki rumah,” harap Dirut PT BTN Iqbal Latanro saat diskusi di Jakarta baru-baru ini. Dia menjelaskan, program tabungan perumahan ini akan mendorong masyarakat menabung, sehingga sebagian dana tersebut bisa digunakan sebagai angsuran kepemilikan rumah. Secara tidak langsung, dana tabungan itu bisa menjadi sumber pendanaan murah jangka panjang perumahan. “Ini juga bisa menjadi dana jangka panjang,” papar dia. Sementara Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Real Estat Indonesia (DPP
REI) Setyo Maharso mengatakan, potensi tabungan perumahan bisa mencapai Rp 23,5 triliun per tahun. Potensi tersebut didapat dengan asumsi pemberi kerja dan pekerja menyisihkan iuran dan tabungan perumahan sama banyaknya. “Namun, hal ini harus dikoordinasikan dengan Apindo maupun Kadin, terkait keikutsertaan dalam program ini,” terangnya. Potensi tabungan perumahan ini didapat dari asumsi sebanyak 50% dari jumlah angkatan kerja 2011 sebesar 111,3 juta ikut menabung. Jumlah itu dikalikan dengan pendapatan per kapita sebesar US$ 3.600 dan besaran iuran sebesar 1%. Dengan demikian, didapatkan dana sebesar Rp 18 triliun. Dengan iuran sebesar 1:1, maka akan didapat Rp 23,5 juta setelah dikalikan fix income sebesar 30%. “Iuran ini hanya diberlakukan kepada warga yang sudah berpendapatan dengan penghasilan di atas kena pajak,” tambah Setyo. (si)
Dimyati Natakusumah (F-PPP)
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
39
LEGISLASI
RUU Tentang Lambang Palang Merah Dorong Misi Kemanusiaan
L
ambang Palang Merah diadopsi oleh negara-negara dalam sebuah traktat international yakni dengan lahirnya Konvensi Jenewa Tahun 1864 tentang Perbaikan Keadaan Bagi Prajurit yang luka dan yang sakit dalam pertempuran di darat, dimana lambang tersebut di tetapkan sebagai tanda pelindung bagi siapapun yang bertugas dalam kegiatan bantuan kemanusiaan pada masa perang. Selanjutnya, selain penggunaan Lambang Palang Merah, penggunaan Lambang Bulan Sabit Merah, dan Lambang Singa dan Matahari sebagai symbol-simbol bantuan dan perlindungan bagi korban konflik bersenjata yang telah pula digunakan oleh beberapa negara. Hal tersebut menjadi suatu topik diskusi dalam sebuah konprensi diplomatic tentang kemanusian yang akhirnya diangkat dalam kon-
prensi Jenewa tahun 1949 yang melahirkan Konvensi Jenewa tahun 1949. Indonesia merupakan salah satu negara yang turut serta dalam Konvensi Jenewa tahun 1949 yang mengatur mengenai Perlindungan Korban Perang (international convention for Protection of Victims of War). Konvensi tersebut sudah diratifikasi berdasarkan UU No 59 Tahun 1958 tentang ikut sertanya Negara Republik Indonesia dalam keempat Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949. Dalam Konvensi Jenewa tersebut, dinyatakan bahwa pihak-pihak peserta berkewajiban untuk menghormati dan menjamin penghormatan atas Konvensi Jenewa Tahun 1949 dalam segala keadaan. Konvensi Jenewa Tahun 1949 secara garis besar mengatur tentang kewajiban-kewajiban yang harus ditaati oleh negara peserta, khususnya untuk memberikan perlindungan dan memperlakukan para korban/tawanan perang sesuai dengan hukum humaniter yang berlaku. Disamping itu, mewajibkan pula untuk memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap orang-orang, badan-badan, dan fasilitas-fasilitas lain seperti bangunan yang digunakan untuk misi kemanusian. Dalam rangka menyukseskan misi kemanusiaan tersebut, orang-orang, badan-badan, dan fasilitas-fasilitas yang perlu mendapatkan perlindungan, termasuk para petugas misi kemanusiaan perlu diberikan tanda-tanda atau lambing-lambang yang dapat dikenali oleh para pihak yang bersengketa agar mereka tidak diganggu atau diserang keberadaannya. Tanda-tanda atau lambang-lambang tersebut pada saat ini yang dikenal, diakui dan dilindungi oleh Konvensi Jenewa hanya ada dua macam, yaitu Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Ketua Panja RUU Lambang Palang Merah Anna Mu’awanah Merah. Namun, dalam Protokol Tamba-
40
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
han III ada satu lambang lagi yang diakui dan dilindungi, yaitu Kristal Merah. Lambang Kristal Merah ini, sampai saat ini hanya digunakan oleh Israel. Implementasi atas turut sertanya negara Republik Indonesia dalam Konvensi Jenewa Tahun 1949. Negara RI mempunyai kewajiban hukum untuk merealisasikan isi ketentuan Konvensi Jenewa Tahun 1949 ke dalam badan hukum nasional, Ketentuan tersebut mengenai pengaturan lebih lanjut, khususnya berkaitan dengan penggunaan salah satu dari ke dua lambing yang dikenal, diakui dan dilindungi oleh Konvensi Jenewa Tahun 1949. Salah satu prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap negara peserta Konvensi Jenewa Tahun 1948 yakni prinsip kesatuan (unity). Prinsip kesatuan ini mengatur bahwa tiap negara hanya boleh menggunakan salah satu saja dari kedua lambang tersebut, Lambang Palang Merah atau Lambang Bulan Sabit Merah. Hal ini diatur di dalam Konvensi Jenewa 1949, resolusi-resolusi hasil gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, serta hukum nasional masingmasing negara peserta Konvensi Jenewa. Menurut Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Lambang Palang Merah Anna Mu’awanah (FPKB) beberapa waktu lalu, mengatakan, RUU tentang Lambang Palang Merah merupakan salah satu RUU yang menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas Tahun 2012, dan RUU ini sudah sangat diperlukan mengingat untuk melaksanakan kegiatan kemanusiaan negara membentuk perhimpunan nasional yang menggunakan lambang palang merah sebagai tanda pelindung dan tanda pengenal. Menurut Anna, pengaturan mengenai gerakan Palang Merah dan lambangnya didalam suatu UU pada dasarnya
adalah untuk melaksanakan Konvensi Jenewa Tahun 1949, baik itu dari Konvensi I, Konvensi II, Konvensi III, atau protocol tambahannya. Secara garis besar, kata Anna, RUU Palang Merah ini bertujuan untuk Ratifikasi, aksesi atau pengaturan mengenai perlindungan kemanusiaan dalam masa perang maupun masa damai sesuai dengan Konvensi Jenewa Tahun 1949 dan Protokol Tambahan. Tujuan lainnya, tambah Anna, mengatur mengenai gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah untuk mencapai kegiatan-kegiatan kepalangmerahan yang memiliki misi kemanusiaan berdasarkan prinsip-prinsip dasar yang diakui gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah International, mengatur mengenai satu perhimpunan nasional di Indonesia, dan mengatur mengenai lambing serta penggunaan lamang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah. “Berkaitan dengan RUU tentang Palang Merah tersebut, terdapat beberapa persoalan yang memerlukan masukan dan penggalian data yang lebih mendalam mengenai Ratifikasi atau Aksesi Konvensi-Konvensi Jenewa 1949, Lambang Palang Merah, Penggunaan Lambang Palang Merah, Perhimpunan Nasional Palang Merah, Larangan, Ketentuan Sanksi, serta Pokok Persoalan lain,”jelas Anna yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR ini. Lebih lanjut ia menambahkan, salah satu dasar melakukan penyusunan RUU tentang Palang Merah ini adalah adanya Konvensi Jenewa 1949 dan Indonesia memang telah melakukan aksesi terhadap konvensi-konvensi Jenewa 1949 dengan UU No.59 Tahun 1958 tentang Pengesahan Konvensi-Konvensi Jenewa 1864.“Setelah melakukan aksesi, pada kesempatan international selanjutnya disepakati adanya tiga Protokol Tambahan yang sampai saat ini belum di aksesi oleh Indonesia,”tegasnya. Ia menambahkan, pada saat ini UU No.59 Tahun 1958 sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika hukum dan masyarakat, disamping itu, Indonesia juga belum melakukan aksesi terhadap Protokol Tambahan, baik Protokol Tambahan I, II, dan III. “Berdasarkan pertimbangan
Rapat RUU Lambang Palang dengan Ketua PMI Jusuf Kalla
tersebut maka, perlu memperjelas mengenai posisi Indonesia dalam melakukan aksesi Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol-Protokol Tambahannya, serta perlu memetakan dan mengkaji substansi Protokol Tambahan apa saja yang dapat dilakukan aksesi sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia,”jelas Politis dari Partai Kebangkitan Bangsa ini. Pembahasan lebih mendalam juga ada pada Lambang Palang Merah, menurut Anna, berdasarkan Konvensi Jenewa 1949, Protokol Tambahan, dan Aturan/Kesepakatan Federasi International Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (International of Red Cross and Red Crescent Societies/IFRC) dan Komite International Palang Merah (International Committee of the Red Cross/ICRC) diatur mengenai lambing gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. “Pada satu negara hanya diakui
untuk menggunakan salah satu lambing diantara lambang yang diakui, yaitu Palang Merah, Bulan Sabit Merah, atau Kristal Merah,”ujar Anna. Berdasarkan pertimbangan tersebut, terang Anna, maka perlu perumusan peraturan mengenai lambang Palang Merah sebagai lambang resmi yang digunakan Indonesia baik oleh tenaga kesehatan militer maupun perhimpunan nasional Palang Merah, Pengaturan mengenai bentuk lambang Palang Merah yang digunakan oleh Indonesia, serta pengaturan mengenai lambang Palang Merah sebagai tanda pelindung dan tanda pengenal. Anna menambahkan, dalam RUU ini nantinya perlu dilakukan perumusan mengenai larangan dalam penggunaan lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah untuk keuntungan tertentu seperti keuntungan militer dan kepentingan komersial suatu produk barang dan jasa.
Ketua PMI Jusuf Kalla (tengah) saat mengikuti rapat di DPR RI
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
41
LEGISLASI
Ketua PMI Jusuf Kalla (tengah) saat diwawancari oleh wartawan usai rapat RUU Lambang Palang Merah
Pokok persoalan lain yang perlu diatur dalam RUU ini terangnya adalah mengenai kerjasama dengan lembagalembaga international dan negara sahabat yang menggunakan lambang sama atau lambang berbeda yang diakui Konvensi Jenewa 1948. “Selain itu, RUU Lambang Palang Merah ini perlu memberikan jangka waktu tertentu bagi institusi atau lembaga yang sebenarnya tidak berhak menggunakan lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah,”ujarnya. Sebelumnya, Panja RUU Lambang
Palang Merah pada Mei lalu, telah menerima masukan dari berbagai pihak terkait penyempurnaan RUU ini, salah satunya dari Ketua Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla. Menurut Jusuf Kalla, lambang palang merah sebagai tanda pengenal dan tanda pelindung mempunyai suatu tatanan konsekuensi yang sangat luas karena menyangkut hubungan dengan internasional, menyangkut keselamatan dan menyangkut upaya-upaya bersama untuk mengatasi masalah. Palang Merah Indonesia, kata Jusuf
Gedung PMI di Jakarta
42
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
Kalla, sangat concern terhadap UU ini yang tujuannya untuk memberikan perlindungan dan apabila terjadi dalam keadaan darurat baik di dalam negeri atau internasional. Ia menambahkan, setiap negara sesuai dengan Konvensi Jenewa hanya boleh memakai satu lambang, tidak boleh memakai kedua-duanya. Karena mempunyai konsekwensi yang sangat fatal dalam keadaan perang. “Apabila Indonesia memakai palang merah sebagai lambang kepalang merahan, maka semua tentara Indonesia yang pada saat perang memakai tanda palang merah, dia tidak boleh menembak dan ditembak,”ujarnya. Sementara itu, Kepala BNPB Syamsul Ma’arif mengatakan pihaknya setuju lambang itu cukup satu saja supaya tidak menimbulkan kebingungan, serta perlu adanya simbol yang dapat disepakati secara internasional. Namun yang perlu menjadi pemikiran, tambahnya, bagaimana agar lambang Palang Merah itu tidak disalahgunakan. “Di sini perlu dipikirkan agar setiap orang tidak dengan mudahnya diberikan lambang tersebut. Misalnya seperti jaket berlambang palang merah dan sebagainya,”tegas Syamsul.(nt)
PROFIL
Politik Itu Bagian Dari Misi Hidup
Jazuli Juwaini, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI
P
esantren merupakan bagian dari jati diri hidupnya, semasa hidupnya seorang Jazuli tidak terlepas dari budaya pesantren, keluarga besarnya bahkan turun temurun memiliki dan mengelola pesantren. Jalan dakwah dan bersosialisasi menjadi salah satu pilihan hidup seorang Jazuli Juwaini, berbicara ketertarikan di dunia politik, dirinya mengaku tidak terlepas dari pengaruh keluarganya yang notabene aktif di ormas keagamaan saat itu. “ Saya keluarga pesantren, kakek saya punya pesantren dan ayah saya juga punya pesantren kecil-kecilan, makanya ada yang lucu dalam hidup saya, dulu nggak mau sekolah formal. Di pikiran saya, cukup menjadi kyai, membimbing para santri, bisa baca kitab kuning, saya sudah berperan dalam masyarakat membantu persoalan-persoalan agama,” tutur anggota DPR Jazuli Juwaini dalam perbincangan dengan Parlementaria baru-baru ini. Namun lanjutnya, paman atau adik ayahnya merayu dan membujuknya untuk masuk sekolah formal. Diingatkan bahwa , di saat dirinya besar nanti dunia itu sudah berubah tak sama seperti sekarang ini, peran yang dibutuhkan itu tidak hanya semata-mata peran pesantren saja yang selama ini dikelola oleh kakek dan ayahmu, oleh karena itu diminta harus sekolah. “Alasan itu masuk akal, jadi saya masuk SD itu umur 12 tahun. Tapi ada menguntungkan pada saat itu karena dibolehkan setahun itu naik dua kali. Jadi SD lulus cuma selesai tiga tahun, SLTP dan SLTA selesai dalam dua tahun,” katanya. Mengisahkan keakrabannya dengan pesantren, karena lingkungan pesantren itu familiar dengan masyarakat dari orang manapun, dari kelas manapun boleh masuk ke pesantren tidak ada sekat-sekat. Itu juga yang mendorongnya senang bergaul dengan masyarakat. Ia juga aktif berorganisasi dan diakui
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 | 43
PROFIL
Jazuli Juwaini foto bersama keluarga dan istri tercinta
memang dari zaman sekolah sudah berorganisasi seperti OSIS. Kalau latar belakang keluarga, menurut Jazuli adalah menjadi anggota ormas Nahdatul Ulama (NU), jadi meskipun dirirnya tidak pernah menjadi pengurus di NU, tapi suasana ke Nu-an itu melekat pada keluarganya. Karena kakek sampai ayahnya NU, dan gurunya juga NU, tapi NU dalam hal keturunan, karena kebanyakan pesantren itu dalam pengelolaan NU. Selanjutnya politisi PKS ini menuturkan bahwa orang tuanya meninggal pada saat dirinya berusia 7 tahun kemudian tinggal bersama kakek,yang tidak pernah mengarahkan kepada hal politik. Namun meski hidup di lingkungan pesantren dari kecil dirinya sudah berkecendrungan ingin masuk politik, pasalnya waktu sekaloh dasar (SD) salah satu gurunya adalah anggota DPR dari PPP. Ketika itu dia ikut menyebarkan selebaran PPP di masyarakat, dan itu menginspirasi dirinya ikut terlibat di dunia politik. “ Karena anak teman kakek yang juga guru saya aktif di partai PPP dan jadi anggota DPR, lalu terdorong untuk masuk Fisip UI. Tapi lantaran bapaknya sudah tiada, sedangkan kakek materinya sudah habis untuk menyekolahkan anakanaknya, maka dirinya harus mencari sekolah yang gratis, sedangkan ibu
44
juga adiknya ada lima orang, jadi nggak mungkin, sehingga bertekad untuk mencari sekolah yang gratis di Timur Tengah,”ujarnya. Lebih jauh Jazuli Juwaini mengemukakan, ketika daftar keUniversitas Islam Madinah semua berkasnya dibawa. Kebetulan dia sekolah Aliyah sampai Madrasah Tsanawiyah itu di Matlaul Anwar dan sekolah itu yang mengurus secara teknis semua persyaratan kesana, meski sudah dikirim satu tahun belum ada respon. Namun lanjutnya, tiba-tiba ada cabang Universitas Imam Muhammad Ibnu Saud dari Riyad itu di Jakarta buka Fakultas Syariah, dan dia masuk di situ, sekolah dibiayai oleh Arab Saudi yang bekerjasama dengan Kementerian Agama. Perkembangan selanjutnya, kemudian dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah Arab Saudi, awalnya dia cuma bahasa, namun dibuka syariah, lalu masuk di sana. Misi hidup Politisi PKS dari Dapil III Banten ini ketika dirinya akan memasuki dunia politik perlu memberi penjelasan kepada keluarganya. Namun akhirnya menyadari bahwa kalau kita mau melihatnya dari sisi tanggung jawab maka kita harus membagi waktunya antara keluarga dan masyarakat. “Anak-anak dan isteri
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
saya kasih pemahaman bahwa suami dan ayah kalian ini bukan hanya milik kalian tapi juga milik rakyat, milik umat dan milik negara, maka akhirnya mereka merestui terjun ke politik,” ujarnya Lebih jauh dia mengemukakan alasan, pertama baginya politik itu bagian dari misi hidup, bagian dari misi melakukan perubahan, yang saya pahami dalam pendekatan agamapun risalah manusia sebagai khalifah Allah di dunia ini pun harus mengemban persoalan-persoalan kehidupan secara komprehensif. Termasuk di dalamnya masalah politik sebagai sarana perubahan ke arah yang lebih baik, sebagai sarana pencerahan, sarana untuk memberikan bimbingan kepada masyarakat melalui kewenangannya yang ada menuju kebaikan-kebaikan yang didambakan oleh semua orang. Dia mengikuti perkembangan kehidupan politik terutama tahun 1998 sebagai era reformasi yang dipelopori oleh para pemuda dan mahasiswa, bahkan gedung terhormat DPR ini gapuranya di duduki oleh mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya. Mereka menginginkan reformasi sebagai pintu masuknya suasana baru dalam kancah politik Indonesia . Saat itulah muncul partai-partai baru yang sebelumnya tidak diperkenankan oleh rezim Orba. Mengenai ketertarikannya kepada Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dia
melihat diantara partai yang ada saat itu didirikan oleh para mahasiswa, baik dalam dan luar negri, bahkan waktu itu kan presidennya Nur Mahmudi Ismail dari Amerika, anggotanya dari Eropa, Jepang, Timur Tengah , dan pembimbingnya para ustad-ustad yang terlihat ketulusannya serta keiklasannya. “ Maka saya melihat ini adalah tempat yang tepat untuk saya, sesuai visi dan misi yang saya pahami,” jelasnya. Keputusan akhirnya dijatuhkan dan masuk dalam Partai Keadilan , karena dia melihat partai ini betul-betul baru, jadi orang-orangnya belum terpengaruh dan terkontaminasi pada hal-hal yang kontradiktif dengan tujuan reformasi itu sendiri. Mengenai hambatan hubungan dengan keluarga, dia mengatakan, sebelum menjadi anggota DPR keluarganya sudah terbiasa ditinggalkan karena setelah lulus kuliah dia ikut menjadi da’i di IIRO (International Islamic Relic Organitation) di bawah Ropitu Alam Islami dalam naungan negara-negara Word Muslim, dan koordinator kegiatan sosial seperti pengiriman da’i.
Jazuli Juwaini saat menjadi pimpinan sidang di Gedung DPR RI
Dalam waktu yang sama memang sejak kecil itu dia memiliki talenta ceramah, sejak usia lima tahun sering dibuatkan teks ceramah oleh orang tua, kalau ada peringatan Isra’ Mi’raj atau Maulid dia disuruh tampil sebagai da’i cilik. “Jadi sebelum saya menjadi anggota dpr, saya sudah sibuk ceramah, tapi bukan di Indonesia melainkan ke manca negara, di Jepang, Belanda,Turki, dan
negara lainnya,” ia menjelaskan. Kepada keluarganya ia memberikan pemahaman bahwa dirinya mempunyai tugas yang sangat besar baik tugas negara, rakyat, dan keumatan, ia minta keluarga untuk mengiklaskannya. Untuk itu dirinya membuat pola bagaimana caranya bertemu keluarga yang efektif walaupun sebentar, karena itu jika tidak ada kegiatan, dia sering mengadakan
Jazuli Juwaini saat kunjungan kerja bersama Komisi VIII DPR ke berbagai daerah di Indonesia
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
45
PROFIL
Jazuli Juwaini bersama Menteri Pertanian saat panen raya di sawah
sholat jamaah di rumah dengan isteri dan anak-anak sebagai bentuk pelatihan buat mereka. “Saya biasakan di rumah itu kalau sedang tidak ada tugas atau saya sempatkan sekali seminggu bersama dengan keluarga, terutama solat subuh berjamaah, kalau saya jadi imam anak saya yang bergilir baca doa. Kalau mereka salah satu yang jadi imam saya yang pimpin doa, seperti itu seterusnya, karena tujuannya tidak hanya mengakrabkan tapi juga mendidik mereka, “ ujarnya. Dia menambahkan bahwa setiap hari itu kita coba baca lima ayat masingmasing, dan juga diminta mereka untuk menterjemahkan ayat yang mereka baca. Kalau tidak baca hadist, saya ambil yang ringan-ringan saja,” teangnya. Kalau hari Minggu katanya, biasanya sebelum mengunjungi konsituen dia mengajak mereka olahraga bersama, ada sepeda, fitnes, dan berenang. Kemudian sepekan sekali malam Senin dia mengajak anak-anak main futsal bareng tetangga, kalau ini nggak semua anggota keluarga yang ikut, nah alhamdulillah keluarga sangat memahami kesibukan ini, karena mereka melihat
46
hal itu sebagai pelayanan kepada masyarakat, dan pelayanan masyarakat ini sebagai bentuk ibadah, artinya mereka mengerti kalau nggak ada di rumah mereka mengeti, dalam artian dia sedang melayani masyarakat atau sedang memberikan ceramah, sehingga mereka tidak “ jellous” karena bapaknya sedang berjuang, mengurusi masyarakat, sedang beribadah dan mengurus rakyat. Meski kesehariannya padat kegiatannya, Jazuli mengaku selalu berceramah kemasyarakat, apalagi lazimnya orang berceramah itu dikasih uang transport. Karena sudah menjadi anggota DPR dia berikrar kalau berceramah uang transportnya akan dikembalikan kepada mereka bahkan dia tambah, sehingga mereka senang mengundangnya. Politisi DPR dari PKS ini juga mengaku tahun 2007 diajukan menjadi calon Bupati Tanggerang, lantaran digerakkan dapilnya di Tanggerang. Di PKS menurutnya tugas dan amanah, sistemnya dibuat oleh partai menutup ruang manuver pribadi. Bukan dipilih oleh anggota tapi atas dasar kebijakan pimpinan partai, orang akan ditempatkan dengan pertimbangan-pertimbangan yang lebih komprehensif.
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
“Yang lebih tahu adalah pimpinan partai, saya hanya melaksanakan tugas dan amanah yang diberikan oleh partai, mudah-mudahan tugas dan amanah yang saya emban ini bisa saya laksanakan dengan sebaikbaiknya,”tukasnya. Demikian pula penugasannya di DPR, sebelumnya dia anggota biasa, selama lima tahun di Komisi II, dia nikmati meskipun latar belakangnya bidang agama. Alhamdulillah di Komisi II sempat melahirkan buku “Otonomi Sepenuh Hati”. Buku ini dapat penghargaan dari Universitas of Kyoto di Jepang, kata pengantarnya dari Prof.DR. Ryas Rasyid yang saat itu satu Komisi dengannya, namun dia melihatnya sebagai pakar otonomi daerah. Di Komisi II dia juga menyusun buku tentang memimpin perubahan di parlemen, karena di lembaga parlemen ini masih banyak sisi yang harus dibenahi. Sedangkan di Komisi VIII dia juga membuat buku “ Revitalisasi Pendidikan Agama Islam”, buku ini dibuat karena banyak problem remaja dan anak-anak usia dini banyak dikeluhkan oleh seluruh lapisan masyarakat, seperti guru , orang tua, polisi, dan lain-lain.
jabatan
“ Saya coba mengamati apa penyebab persoalan seperti tawuran, penyimpangan seksual, narkoba, dan sebagainya, saya mengamati mungkin penanaman kualitas pendidikan agama itu sangat rendah. Buku ini mengulas seharusnya pendidikan formal itu baik yang dibawah kementrian agama, maupun yang dibawah Kementerian pendidikan dan kebudayaan itu harus ditinjau kembali tentang subtansi pendidikan keagamaannya,” tukas dia. Selain itu peran keluarga juga sangat penting, tidak bisa pendidikan apalagi agama diserahkan kepada pendidikan formal secara utuh, bahkan dalam pendekatan agama Islam, pendidikan agama itu sudah dimulai saat dalam kandungan, penanaman nilai seperti Azan di telinga kanan dan Qomad di telinga kiri itu juga bisa menjadi pendidikan. Berikutnya karena Komisi VIII mitranya Kementrian Sosial dan Agama, dia juga membuat buku “Problematika Sosial dan Solusinya”. Memang ini buku agak gado-gadoan , tapi dia mengamati mulai dari masalah anak jalanan, kemiskinan, kerukunan umat beragama, bisa dirangkum dalam buku ini. “ Buat saya jabatan Wakil Pimpinan Komisi VIII merupakan tugas dan amanah dari partai yang harus dijalani dengan sebaik-baiknya, semoga saya bisa menjalaninya dengan baik dan benar,” ia mengatakan.
UU Penanganan Fakir Miskin.
Ditanya mengenai harapan yang ingin dicapai dalam waktu dekat ini adalah, Pimpinan Komisi VIII dari PKS ini menjelaskan, dalam aspek legislasi, banyak yang diusulkan DPR sudah masuk atau belum masuk prolegnas , untuk segera menyelesaikan Undang-undang Penanganan Fakir Miskin sebagai bentuk riil dan kongkrit keberpihakan kita pada kaum miskin dan duafa. Bagaimana menyelesaikan masalah fakir miskin tidak seperti yang sekarang ini, budgetnya tidak jelas padahal yang menangani ada 19 lembaga dan kementerian sehingga budget itu hanya habis untuk koordinasi dan sebagainya.
“Buat saya Wakil Pimpinan Komisi VIII merupakan tugas dan amanah dari partai yang harus dijalani dengan sebaikbaiknya, semoga saya bisa menjalaninya dengan baik dan benar.” Dengan undang-undang yang baru ini kita ingin fokus penanganan di bidang itu, programnya lebih jelas lagi dan budget juga lebih jelas untuk orang miskin. “ Jangan sampai orang miskin ini hanya menjadi komoditas politik tetapi harus menjadi objek dan subjek pembangunan,” tegas Jazuli. Selain itu, sekarang ini ada RUU Jaminan Prodak Halal, dia ingin UU ini dapat diselesaikan dengan segera meskipun ada perbedaan yang sangat mencolok antara draf DPR dengan pemerintah, Dia berharap RUU ini bisa diselesaikan di masa sidang yang sekarang, karena umat sudah menunggu sejak priode sebelumnya, supaya masyarakat dapat jaminan dalam mengkonsumsi
produk-produk makanan atau minuman baik dalam maupun luar negeri. Komisi VIII juga mengusulkan revisi UU Haji guna meningkatkan pelayanan calon tamu-tamu Allah, juga soal penanggulangan bencana kendati sudah ada undang-undangnya, belakangan ini kan rakyat sering menghujat lambannya penaggulangan bencana. “ Jadi sekarang ini kita lagi meneliti apa sih hambatan regulasinya sehingga mereka ini lambat menanganinya, apabila permasalahannya dalam regulasi kita tidak bisa melimpahkan kesalahan itu kepada BNPB, tentu kita harus lakukan perubahan regulasi untuk mempercepat gerakannya. (sc,mp,spy)
Daftar Riwayat Hidup: Nama lengkap Tempat, tgl lahir Agama Jenis kelamin Alamat rumah Keluarga
: : : : :
H. Jazuli Juwaini, Lc, MA Bekasi, Jawa Barat 2 Maret 1968 Islam laki-laki Jl. Parkit Rt.o4 RW 04 Sawah Lama Ciputat, Tangerang Selatan Banten : Latifah (isteri) Anak: 4 orang
Pendidikan: - S-1 Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA), Jakarta - S-2 Institut Ilmu Al-quran, Jakarta Perjalanan karier: - Dosen Sekolah Tinggi Al-Islah (1993-1995) - Dosen LTTQ Zamrud (1994-1995) - Staf Ahli PT Talbia Bina Seksama (sejak 2001) - Komisaris CV Gading Mas( sejak 2003) - Komisaris PT Tilar Kuarta Selaras Karier legislative - Anggota DPR RI dari PKS (2004-2009) - Anggota DPR-RI dari PKS (2009-2014) - Wakil Ketua Komisi VIII DPR Pengalaman organisasi: - Ketua Dewan Pemakmuran Masjid Indonesia - Wakil Ketua LPPD Khairu Ummah - Ketua Yayasan Sosial Pendidikan dan Dakwah Al-Ummah - Ketua Majelis Kerja Sama Dakwah - Anggota Majelis Fatwa PB Mathlaul Anwar.
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
47
KUNJUNGAN KERJA
Komisi VII DPR Soroti Sektor Energi
Komisi VII DPR saat melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Aceh dengan meninjau PT Arun
P
ada Kunjungan Kerja Komisi VII DPR kali ini, Saat mengikuti Kunker Komisi VII DPR ke dua Daerah, Provinsi Aceh dan Gorontalo, mayoritas rombongan menyoroti sektor energi dan ketersediannya di dua daerah tersebut. Pada kunjungannya ke Aceh, Komisi VII DPR menyatakan dukungannya kepada PT. Arun agar menjadi Buffer stock (Stok penyangga) gas nasional untuk kebutuhan gas di dalam negeri. “Komisi VII DPR menginginkan PT. Arun menjadi buffer stock nasional kalau gas lain bisa kita cari dari dalam negeri dan luar ne-
48
dan lebih cepat,”ujarnya. Dia mengatakan, terdapat storage yang menganggur di PT. Arun yang dapat dimanfaatkan oleh Pertamina daripada harus menyewa floating storage di kapalkapal. Hal itu terbukti dapat sampai 180 miliar perbulan. “Kita ingin memberdayakan PT. Arun seperti semula, kalau PT. Arun cq Pertamina dapat mengalirkan gasnya ke Medan tentunya akan semakin berkembang seperti dahulu. Kita ini berusaha menyelesaikan masalah (problem solver) kalau dengan ikhlas dan yakin tentunya 60 persen akan selesai. target Kepresnya tentu secepatnya,”paparnya. Dia menambahkan, ini bertujuan untuk kemaslahatan masyarakat Lhoksumawe atau Aceh dan umumnya Indonesia. “kita tinggal meramu saja ini kemauan PT. Arun, Pemerintah Daerah dan mengalihfungsikan yang akan dibangun di Medan di Aceh yang penting ada pergantian bagi warga yang terkena pembangunan pipanya nanti,”tambahnya. Sutan menegaskan, Komisi VII DPR akan segera memanggil dan mengundang jajaran Direksi PT. Arun Pertamina, BP Migas, untuk membahas persoalan gas ini. “Saat masa sidang nanti kita akan undang semuanya seperti PT. Arun, PT PIM, BP Migas, Pertamina untuk membahas persoalan ini,”tambahnya.
Tantangan Sektor Energi geri. yang penting tugas pemerintah itu menjamin keberadaan gas nasional,”ujar Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana kepada wartawan saat Kunker ke Aceh meninjau kebutuhan gas PT. Arun barubaru ini. Menurutnya, langkah ini bisa menghemat sampai Rp. 180 Miliar daripada kita membangun storage didaerah lain. “ini sangat luar biasa tujuan kita yang utama untuk melihat potensi penghematan Negara, bahkan PT. Arun dan Pertamina sudah mempersiapkan diri, kita harapkan segera mungkin dapat tercapai
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
Pada kesempatan itu, Sutan Bhatoegana mengatakan, sektor energi Indonesia menghadapi berbagai tantangan akibat permintaan yang tidak sepenuhnya diimbangi oleh peningkatan penawaran. “Kondisi ini juga terjadi di sektor ketenagalistrikan yang mana kita masih dihadapkan pada persoalan keterbatasan penawaran hingga masih terjadi pemadaman bergilir di hampir seluruh Indonesia,”ujarnya. Menurutnya, selain sektor lingkungan hidup isu lainnya mengenai perubahan iklim akibat pemanasan global. “Kita juga ingin mengetahui degradasi
kualitas lingkungan hidup terlebih di Aceh terdapat berbagai perusahaan Migas dan pertambangan serta Industri hilir lainnya,”papar Sutan. Dia menambahkan, Tim ingin mengetahui Pandangan pemerintah propinsi Aceh tentang pengelolaan Migas, konversi Minyak ke gas di Propinsi Aceh, dan keterlibatan BUMD terhadap pengelolaan Migas di Propinsi Aceh. “Kita juga ingin mengetahui Progres perencanaan pembangunan sejumlah pembangkit Listrik di Aceh terakhir kondisi lingkungan hidup di Propinsi Aceh atas eksistensi Perusahaan Migas dan Pertambangan,”katanya. Sementara saat Kunker ke Gorontalo, anggota Komisi VII DPR RI, Nur Yasin dari Fraksi PKB menyoroti persoalan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Gorontalo. Pasalnya, pembangunan PLTU Gorontalo pernah dijanjikan oleh Direksi PLN akan selesai Desember 2012 tetapi kenyataannya sampai saat ini pembangunan PLTU tersebut tidak berjalan. “Ini saya buka catatan lama saya, terkait dengan pembangunan PLTU Gorontalo yang pernah dijanjikan dan itu saya catat,” kata Nur Yasin Menurut anggota Tim Kunker Komisi VII Halim Kalla (F-PG), pembangunan PLTU Gorontalo gagal karena lokasi yang mau dibangun oleh PLTU itu bermasalah, dimana tanahnya masih diklaim oleh rakyat dan rakyat masih menuntut terus bahkan sampai masuk ke pengadilan. “Dalam pengadilan atas tanah itu rakyat menang, jadi disinilah letak permasalahannya,” jelas Halim. Ia menambahkan, sejak awal tender itu para kontraktor sudah minta pindah lokasi pembangunan PLTU tapi PLN sendiri tidak mau. “Kontraktornya pernah mengatakan, bahwa ini tidak bisa dikerjakan karena tanahnya PLN belum memberikan, jadi kontraktor dari dulu sudah meminta pindah lokasi tapi PLN tidak pernah memberikan suatu lokasi lain,” tegasnya. Halim menambahkan, kontraktor bukannya tidak sanggup mengerjakan tapi permasalahan intinya adalah permasalahan tanah. “Apakah tanahnya rakyat yang tidak mau memberikan sehingga
Suasana rapat Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI dengan PT PLN wilayah Suluttenggo, Gorontalo
tidak bisa dibangun PLTU tersebut,” tambahnya. Komisi VII DPR yang membidangi Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dan Lingkungan Hidup selalu bertanya tentang hal itu dalam sidang dan selalu dijawab akan selesai dalam waktu 2012, padahal kenyataannya PLN akan ambil alih dan akan menyelesaikan yang sampai sekarang belum selesai. “Jadi kalau kendalanya masalah tanah biar pun PLN mengambil alih saya rasa tidak akan beres-beres,” jelasnya. Sementara itu, Gusti Iskandar Sukma Alamsyah (F-PG) mengatakan, kalau PLTU dibangun dilokasi tersebut, sepertinya akan sulit karena energi primernya harus impor sehingga perhitungan energi primernya juga mahal sampai di daerah ini. “Jadi daerah disini sebenarnya untuk pengembangan pembangkitan lebih bagus menggunakan PLTG atau PLTA,” tuturnya. Selain menyoroti PLTU, Tim kunker Komisi VII DPR juga meminta PT PLN (Persero) Wilayah Suluttenggo segera membentuk tim negosiator. Pasalnya, banyak kasus di lapangan mobil dinas PLN dibakar dan kantor PLN diserang karena permasalahan angka pemasangan listrik yang tidak realistis dan berbeda-
beda ditiap wilayah. “Pembentukan Tim Negosiator harus dilakukan oleh PLN, jadi jangan sampai ributnya itu di tonton lewat televisi di Jakarta,” ujar Muhammad Syarifuddin (F-PAN). Menurutnya, jika permasalahan itu terjadi terus menerus, berarti ada pendekatan persuasif yang gagal dilakukan, untuk itu DPR tidak ingin PLN menjadi sasaran seperti kejadian-kejadian perusakan di lapangan. “Jadi tidak ada salahnya kita melakukan negosiasi dengan orang seperti itu,” jelasnya. Ia menambahkan, mungkin juga bisa dilakukan pendekatan untuk pemasangan, seperti angka berapa yang lebih realistis untuk di kampung halaman agar tidak timbul kembali kesalahpahaman. “Jangan pemasangan itu disana-sini pada tiap wilayah beda-beda,” ujarnya. Syarifuddin mengatakan, Komisi VII DPR yang bermitra dengan PLN sangat peduli terhadap permasalhan itu. Oleh karenanya, lanjut Syarifuddin, untuk Indonesia Timur harus ada warna tersendiri. “Saya hanya memberikan masukan dan semangat saja kepada PT PLN (Persero) Wilayah Suluttenggo, mudah-mudahan kejadian-kejadian di lapangan yang negatif itu tidak sering kita tonton di televisi,” tuturnya. (si/iw)
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
49
KUNJUNGAN KERJA
Komisi VIII DPR
Kreativitas Perlu Dalam Menangani Kemiskinan
Ida Fauziah (tengah) Ketua Tim kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI ke Provinsi Kalteng
U
paya pemerintah daerah dalam menangani masalah kemiskinan menjadi perhatian utama dalam Kunjungan Kerja Komisi VIII pada Masa Persidangan IV tahun sidang 2011-2012. Kunjungan kali ini difokuskan di dua provinsi yaitu di Kalimantan Tengah dan Nusa Tenggara Barat. Ketua Tim Kunker ke Kalteng, Ida Fauziah dalam pertemuan dengan jajaran Muspida Pemprov mengingatkan upaya mengintegrasikan penangananan fakir miskin harus dilakukan terus menerus. Ia menggarisbawahi pentingnya pengelolaan anggaran satu atap di bawah kendali Kementerian Sosial. “Undang-undang mengarahkan kepada Kementerian Sosial itu untuk menjadi leading sector. Saya kira kalau itu ditangani dalam satu policy, kita bisa mengukur seberapa banyak sesungguhnya alokasi anggaran kita untuk penanganan kemiskinan, distribusinya di mana saja, sampai kemudian kita bisa melacak ke daerah,” kata Ida yang juga Ketua Komisi VIII dalam pertemuan di Kantor Gubernur Kalteng, Palangkaraya, bebera-
50
pa waktu lalu. Tim Kunker juga menyerap aspirasi dari jajaran Muspida yang dipimpin Wakil Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah Ubaidilah Ahmad. Laporan yang diperoleh dalam pertemuan di Kantor Gubernur langsung didalami Tim Kunker ke lapangan tepatnya ke Panti Sosial Tresna Werdha Sinta Rangkang (PSTW Sinta Rangkang) di Kecamatan Bukit Batu, Palangkaraya. Dalam dialog dengan Kepala Dinas Sosial dan pengurus Panti Werdha terungkap masalah keterbatasan anggaran masih menjadi kendala utama. Sejak otonomi daerah diberlakukan, kucuran APBN untuk melakukan renovasi Panti Werdha terhenti. Berharap pada anggaran Dinas Sosial sejauh ini masih tinggal harapan karena APBD hanya menyediakan anggaran Rp.7 miliar untuk seluruh kegiatan sosial di daerah. Ditengah keterbatasan itu Tim Kunker Komisi VIII DPR menyampaikan apresiasi dalam keterbatasan manajemen PSTW Sinta Rangkang yang masih dapat berbuat untuk 100 orang lansia penghuni panti. Dalam peninjauan lapangan terse-
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
but terlihat nyata PSTW yang dibangun secara bertahap sejak tahun 1980 memerlukan renovasi lanjutan. Sementara itu dalam kunjungan ke NTB anggota Komisi VIII Inna Ammania mengingatkan Dinas Sosial di daerah harus bekerja lebih kreativ untuk mencari tambahan anggaran untuk Panti Jompo atau dikenal pula sebagai Panti Sosial Tresna Wredha (PSTW). Anggaran yang berasal dari APBN/D dinilai belum mencukupi untuk menopang kegiatan panti sehingga diperlukan upaya mencari sumber-sumber lain. “Kemensos baik di pusat maupun daerah perlu lebih kreatif misalnya di NTB ini menggandeng perusahaan sumber daya alam yang cukup banyak disini, sebagian dana CSR-nya bisa disalurkan ke Panti Wredha,” kata Inna Ammania saat mengunjungi PSTW Puspa Karna di Mataram, NTB. Bersama Tim Kunker Komisi VIII ia berdialog dengan penghuni panti yang berjumlah 85 orang, meninjau sarana dan prasarana. Dia mengaku prihatin karena para lansia, belum mendapatkan pelayanan yang memadai. Di tempat ini tercatat penghuni tertua dengan usia 127 tahun. Sebagian tinggal dalam kondisi sakit seperti stroke, rabun bahkan 10 orang diantaranya tidak dapat mengurus diri sendiri. “10 orang ini kita tempatkan di ruang dan tempat tidur khusus, karena kondisinya mereka terkadang makan, buang air ditempat tidur yang sama. Seharusnya kita memakaikan popok khusus dewasa tapi apa daya anggaran tidak ada,” jelas M. Ramli kepala PSTW Puspa Karna. Anggota Komisi VIII Sayed Fuad Zakaria meminta pemerintah daerah turut memberikan perhatian kepada kondisi lansia yang notabene warga bangsa yang sudah tidak berdaya. Ia menyayangkan fasilitas pendukung panti yang sudah tidak memadai dan perlu perbaikan
segera. “Benar, kemensos dan dinsos perlu mengajak partisipasi kelompok masyarakat yang memang mampu, konglomerat, perusahaan untuk berperan serta. Siapkan program dan kemudahan untuk membantu. Saya yakin ada yang tergerak,” imbuh politisi dari FPG ini. Ketua Tim Kunker, Mahrus Munir pada kesempatan itu menyalurkan bantuan Program Asistensi Sosial Lansia melalui LKS untuk pemenuhan dasar 85 orang senilai Rp.93.075.000,-. Dengan bantuan itu setiap penghuni panti akan memperoleh uang makan Rp.3000,-/hari selama satu tahun/365 hari.
Relawan Jadi Gaya Hidup
Tim Kunker Komisi VIII DPR RI memberikan apresiasi kepada relawan dari beberapa negara yang secara sukarela membantu anak jalanan di Yayasan Peduli Anak (YPA), Mataram, NTB. Pilihan menjadi relawan ini patut dipromosikan Kementrian Sosial (Kemensos) kepada masyarakat luas terutama pemuda/remaja. “Setiap orang pasti punya naluri ingin membantu sesama. Kementrian Sosial harus melihat peluang ini mempromosikan kegiatan menjadi relawan di institusi sosial yang dikelolanya. Jadikan relawan bagian dari gaya hidup,” kata anggota Komisi VIII, Sumaryati Aryoso di Lombok Barat, NTB. Politisi dari FP Gerindra ini terlihat berdialog dengan Adel dari Perancis, So Young Park - Korea dan Thomas - Belanda. Pemuda dari negara berbeda ini mengaku mencari peluang menjadi relawan dari laman web. Mereka datang dengan biaya sendiri dan rata-rata bekerja sebagai relawan tanpa gaji selama 2 minggu sampai 2 bulan. “Saya sudah beberapa kali jadi relawan di negara saya dan negara lain. Saya senang melakukannya,” kata Adel yang mengaku masih menyelesaikan kuliahnya di Perancis. Sumaryati meyakini banyak anak bangsa Indonesia juga mempunyai minat sama pada kegiatan relawan yang sarat makna ini. Satu sisi membantu orang lain yang memerlukan, pada sisi lain pembuktian pada diri sendiri bisa bermanfaat bagi lingkungan. Kemensos yang mengelola banyak panti asuhan, panti sosial
dan panti rehabilitasi lain dipastikan akan lebih baik apabila didukung relawan dari beragam kalangan. Ketua Tim Kunker Komisi VIII Mahrus Munir mengatakan kegiatan sosial yang berlangsung di YPA desa Longko, Lombok Barat dapat menjadi contoh bagi banyak pihak. Upaya membantu anak jalanan yang sudah dirintis sejak tahun 2006 ini terus berkembang dengan sangat baik, bahkan menjadi percontohan terutama setelah dibantu Yayasan Family Koper dari Belanda. “Peran serta masyarakat dalam mengelola anak-anak jalanan dan putus sekolah sangat diperlukan. Kami memberikan apresiasi kepada pengurus jangan sampai upaya mulia ini terhenti,” katanya memberi semangat. Dalam kesempatan itu Tim Kunker Komisi VIII DPR RI menyerahkan ban-
tuan Program Asistensi Sosial 2012 kepada Yayasan Peduli Anak sebesar Rp.76.650.000,- untuk bantuan makanan setahun dan Rp.180.000.000,- berupa bantuan pendidikan untuk 100 anak selama setahun. Tim Kunker diantaranya Kasma Bouty, Sayed Fuad Zakaria, Abdul Aziz Suseno, Endang Sukandar berkesempatan mengunjungi fasilitas pendukung yang dimiliki YPA seperti, ruang menjahit, bengkel pertukangan, ruang musik. Ketua YPA Nurdiana menyambut baik bantuan pemerintah dan DPR yang menurutnya dapat menjaga kesinambungan pendidikan. “Terima kasih atas kunjungan DPR. Kami harap bantuannya bisa berkelanjutan sehingga program kami disini dapat mencapai tujuannya,” pungkasnya. (ry/iky)
Tim kunjungan kerja Komisi VIII DPR RI saat berdialog dengan para relawan dari luar negeri
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
51
KUNJUNGAN KERJA
Komisi X DPR Harapkan Pulau Galang Jadi Miniatur Perkampungan Vietnam
P
Tim kunjungan kerja Komisi X DPR RI ke Pulau Galang Provinsi Riau
ade reses kali ini, Komisi X DPR RI banyak menyoroti potensi pariwisata terutama di Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Komisi X DPR melihat banyak potensi pariwisata yang dapat dikembangkan di Kepulauan Riau khususnya obyek wisata Pulau Galang, yang pernah dijadikan penampungan pengungsi Vietnam. Bahkan Komisi X berharap Pulau Galang dapat dijadikan khusus miniatur pusat perkampungan Vietnam. Demikian pantauan Parlementaria saat mengikuti kunjungan kerja Komisi X DPR RI ke Provinsi Kepulauan Riau yang dipimpin Wakil Ketua Komisi X DPR Asman Abnur. Menurut Asman, Pemerintah seharus-
52
nya memberikan perhatian khusus terhadap Pulau Galang. Yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan pendataan mengenai status tanah pulau Galang yang luasnya 80 hektar, setelah itu dikerjasamakan atau di buat anggaran khusus untuk pengelolaan wisata Pulau Galang, dan kemudian melakukan promosi. Selanjutnya, pemerintah dalam pengembangannya melakukan revitalisasi terhadap bangunan dan fasilitas yang pernah ada, seperti rumah sakit, sekolah, dan tempat tinggal pengungsi. Selain itu, perahu yang pernah digunakan hingga sampai ke pulau ini dikumpulkan seperti perahu yang terpencar di Anambas. Senada dengan itu, Anggota Komisi X dari Fraksi Partai Golkar Oelfah A.S. Hermanto mengatakan, Komisi X akan
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
menindaklanjuti potensi Pulau Galang kepada Menteri Pariwisata. Oelfah menyayangkan dengan kondisi yang ada di pulau tersebut, karena fasilitas yang ada sudah sebagian hancur. “Pulau Galang bisa dijadikan daerah pariwisata yang luar biasa, kalau dikelola dengan baik maka potensi wisatanya akan mendunia,” katanya. Seperti diketahui, sekitar 250 ribu orang pengungsi perang Vietnam datang ke Pulau Galang dengan menggunakan perahu, yang kemudian ditampung dan diberikan fasilitas kehidupan oleh Pemerintah Indonesia. “Patut diketahui dunia bahwa Indonesia pernah menerima sebuah kelompok pengungsi yang maha dasyat jumlahnya dengan pendekatan kemanusiaan dan Pancasila,” jelas Oelfa.
Anggota Komisi X dari fraksi yang sama Zulfadhli menjelaskan, promosi yang dapat dilakukan oleh Pemerintah di Pulau Galang adalah mengadakan Reuni Akbar Eks Pengungsi Vietnam, dengan mengundang para relawan yang pernah terlibat didalamnya dan juga PBB. Sementara Djamal Aziz dari Fraksi Partai Hanura mengatakan, potensi Pulau Galang bukan hanya dapat dijadikan miniatur Vietnam saja, tetapi Indonesia peduli dengan kesulitan dunia sekarang, seperti orang Syria, orang Afganistan yang sekarang sedang mengalami gejolak peperangan di negaranya, lari mengungsi dari negaranya naik perahu dan banyak yang terdampar di Tulungagung, Situbondo, Banyuwangi, maupun daerah lainnya di Indonesia. “Kita buktikan bahwa Indonesia peduli itu. Tampung kemudian kita masukan di sini kerjasama dengan PBB,” katanya. Pulau ini dibagi dengan petak-petak, untuk bagian tertentu adalah bukti sejarah yang pernah digunakan sebagai eks penampungan pengungsi Vietnam, dan yang lainnya untuk penampungan pengungsi korban perang. “Indonesia paling peduli kepada kesulitan masyarakat dunia yang mengalami kesulitan dinegaranya,” tegas Djamal Aziz.
Jadikan NTT Ikon Pariwisata Indonesia Timur
Pada kunjungan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Komisi X DPR mengharapkan NTT dapat menjadi Ikon Pariwisata di Kawasan Timur Indonesia. Hal itu didukung dengan potensi alam NTT yang begitu Indah, serta letak geografisnya yang berbatasan dengan Benua Australia. Propinsi Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi kepulauan yang jumlah pulaunya mencapai 1.192 pulau. Hal seperti ini sangat dimungkinkan menjadi daerah pariwisata yang alamnya sangat indah dan strategis. Untuk itu, pemerintah sudah saatnya memberikan perhatian secara khusus bagi Propinsi ini. Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR Syamsul Bachri saat memimpin kunjungan ke Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Tim kunjungan kerja Komisi X DPR RI ke Provinsi NTT meninjau langsung sekolahsekolah di Provinsi NTT
Syamsul mengatakan, pemerintah sudah waktunya memberikan dukungan serta perhatian secara khusus terhadap Provinsi NTT sebagai pusat pariwisata Indonesia Timur setelah Propinsi Bali. Selain menyoroti pariwisata, Komisi X DPR juga memberikan perhatian serius terhadap pendidikan di provinsi tersebut. Komisi X DPR melihat perkembangan dunia pendidikan di provinsi ini masih sangat rendah dan sangat memprihatinkan, pasalnya perkembangan dunia pendidikan di Propinsi NTT masih serba kekurangan dan keterbatasan, seperti buku-buku bacaan dan buku pelajaran, tidak ada fasilitas laboratorium, serta perpustakaan yang belum memadai bagi siswa-siswi. Anggota Komisi X DPR Muslim memprihatinkan kondisi yang ada, dimana perlu mendapat perhatian dari semua pihak terhadap dunia pendidikan di Propinsi ini. Muslim menambahkan, tentunya dia dan semua anggota Komisi X DPR yang berkunjung ke Propinsi ini, pasti merasa miris dan prihatin dengan kondisi yang ada. Komisi X DPR yang datang meninjau ke lokasi sekolah-sekolah yang sudah dianggap unggulan seperti SMK Negeri, SMP,dan SD Negeri ternyata disana tidak ada fasilitas apapun “bagaimana kondisi sekolah-sekolah yang berada di pelosok atau didesa-desa pastinya lebih
memprihatinkan lagi. Bagaimana tidak masalah pendidikan di NTT, tahun ini saja mendapat rangking ke 33 dari 33 Propinsi yang artinya mendapat rangking terakhir”, ujar Muslim. Sementara Sekolah Menengah Kejuruan yang lokasinya di dalam kota Kabupaten dan sudah dianggap sebagai unggulan pun tidak ada fasilitas laboratorium serta tempat praktek siswa-siswinya, serta buku-buku diperpustakaan juga tidak memadai. “Hal seperti ini masih jauh dari kebutuhan yang ada bahkan memadai, maka dari itu, perlu perhatian dari Pemerintah Pusat maupun Daerah secara serius,”ujarnya. Menurutnya, secara keseluruhan sekolah-sekolah di Provinsi NTT bisa dikatakan sangat tertinggal jika dibandingkan dengan daerah Provinsi lain seperti Sumatera, Kalimantan, Papua, Jawa dan daerah lain di Indonesia. Muslim juga mengemukakan, Komisi X DPR yang mengunjungi sekolah-sekolah di Provinsi NTT ini mengatakan hampir semua sekolah masih kekurangan ruang kelas untuk belajar, dan juga telah ditemukan di salah satu sekolah Menengah Pertama ada seorang guru yang setiap hari mengajar sampai 6 (enam) kelas dalam waktu yang sama. “Hal semacam ini juga perlu mendapat perhatian serius untuk menambah tenaga pengajar, kata Muslim. Terkait pendidikan, Syamsul me-
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
53
KUNJUNGAN SOROTAN LAPANGAN
ngatakan minat baca masyarakat NTT juga masih tergolong rendah. Mestinya masyarakat NTT perlu mendapat rangsangan dan dorongan dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, karena jika masyarakat dan pelajar dibiarkan untuk tidak gemar membaca dipastikan akan ketinggalan informasi dan pengetahuan, bagaimana masyarakatnya menjadi pintar dan cerdas jika mereka malas datang keperpustakaan atau malas membaca buku.
Kurang Lakukan Sosialisasi
Komisi X DPR RI menilai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) kurang melakukan sosialisasi untuk subsidi siswa miskin dalam bentuk beasiswa Bidik Misi. Kurangnya sosialisasi ini berakibat alokasi tidak dapat terserap secara keseluruhan. Seperti di Jawa Tengah, Pemerintah mengalokasikan 2.000 mahasiswa, namun sangat disayangkan anggaran yang telah dialokasikan tersebut tidak terserap semuanya. Demikian temuan Komisi X DPR saat melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Tengah yang dipimpin Ketua Komisi X DPR Agus Hermanto. Dalam pertemuan dengan Rektor PTN dan Rektor PTS se Jawa Tengah,
Anggota Komisi X DPR RI Rinto Subekti mengatakan, dalam anggaran tahun 2012 Pemerintah Pusat telah mengalokasikan anggaran sebesar 32,6 triliun untuk program pengembangan pendidikan tinggi di Direktorat Pendidikan Tinggi. Tahun ini misalnya, DPR RI telah menyetujui usulan pemerintah untuk mengalokasikan hampir 1 triliun untuk subsidi siswa miskin dalam bentuk beasiswa Bidik Misi di PTN dan PTS yang mencakup sekitar 92 ribu mahasiswa miskin. PP 66 Tahun 2010 mengamanatkan bantuan biaya pendidikan diberikan paling sedikit 20 persen dari jumlah seluruh peserta didik. Pada tahun 2011, besarnya biaya yang diberikan kepada tiap mahasiswa sebesar Rp 6 juta per semester, dengan perincian komponen biaya hidup Rp 3,6 juta dan komponen biaya pendidikan sebesar Rp 2,4 juta. “Tahun 2013 ini akan ditingkatkan dalam satu tahun sebesar Rp 13 juta,” kata anggota Dapil Jateng ini. Dengan bertambahnya anggaran ini dia berharap PTN lebih gencar melakukan sosialisasi sehingga dapat lebih banyak memberikan subsidi kepada mahasiswa miskin. Rinto menambahkan, Pemerintah
Pusat juga sedang mengkaji pemberian subsidi 20 persen yang lebih banyak diberikan kepada PTN, namun kurang terserap dengan baik. Sementara di sisi lain, banyak PTS yang sangat mengharapkan bantuan beasiswa Bidik Misi ini, namun belum mendapatkan alokasi dana tersebut. Untuk itu, di tahun 2013 dia berharap alokasi anggaran Bidik Misi ini dapat lebih ditingkatkan sehingga yang dialokasikan untuk PTS dapat lebih besar lagi. Senada dengan Rinto, Anggota Komisi X dari F-PDIP Dedi Suwandi Gumelar menambahkan, jika PTN tidak dapat menyerap dengan baik, kenapa tidak diberikan porsi yang lebih besar untuk PTS. Menanggapi beasiswa Bidik Misi ini, Rektor Universitas Negeri Semarang Sujono Sastroatmojo mengatakan, dia taat azas untuk menjalankan program Bidik Misi ini, sehingga semuanya dapat terserap dengan baik. Tahun 2011, sebanyak kurang lebih 1.400 mahahiswa mendapat beasiswa ini dan tahun 2012 mengusulkan penambahan sebanyak 1.600 mahasiswa. “Tambahan ini akan kami manfaatkan sebaik mungkin untuk memberikan beasiswa kepada mahasiswa yang kurang mampu,” katanya. (tt,as,spy)
Tim kunjungan kerja Komisi X DPR RI ke Provinsi Jawa Tengah dan melakukan pertemuan dengan Rektor PTN dan PTS se-Jawa Tengah
54
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
SOROTAN
Nurhayati Ali Asegaf
Menata Sistem untuk Sebuah Marwah
D
alam satu kunjungan ke Istana dan Parlemen Uganda, saat menjadi Wakil Ketua BKSAP DPR RI Nurhayati Ali Assegaf (Sekarang Ketua Fraksi Partai Demokrat) terkaget-kaget ketika petugas menjelaskan untuk memasuki kawasan itu perempuan harus mengenakan rok, tidak boleh celana panjang. Ia yang terbiasa mengenakan pakaian muslim, baju kurung plus celana sempat bertanya-tanya apa maksud dari kebijakan ini. Belum terjawab petugas sudah menyodorkan kain berbentuk sarung yang harus dikenakannya. “Kebijakan itu pasti ada maksudnya tidak sekedar anti celana, tetapi saat itu saya perhatikan mereka membangun satu sistem yang harus dihormati bersama, yang kemudian membangun marwah dari tempat itu. Semua sadar kalau datang kesana tidak bisa seperti masuk mall,” katanya kepada Parle, di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta awal Agustus ini. Ketika mengunjungi gedung parlemen Jerman ia juga merasakan ada kharisma luar biasa ketika memasuki kawasan yang berada tidak jauh dari The Brandenburg Gate. Sejumlah orang terlihat berfoto di halaman depan dengan tertib. Publik tentu boleh masuk ke gedung wakil rakyat tetapi dalam kelompok yang telah diatur dan didampingi oleh petugas pemandu yang akan menjelaskan tentang gedung serta aktifitas yang dilakukan anggota dewan disana. Hal yang sama juga ditemukannya di gedung parlemen Australia yang dibangun pada lahan seluas 23 hektar. Semua diatur dalam sistem yang ditata sedemikian rupa bahkan pada pakaian yang dikenakan, stelan formal.
Wakil Ketua BKSAP Nurhayati Ali Asegaf
“Yang saya rasakan pada banyak gedung parlemen, ada marwah yang berhasil dibangun. Marwah itu penting ya tapi bukan kemewahan, itu beda. Marwah yang dapat membangkitkan tanggung jawab sosial, tanggung jawab moral anggota dewan yang bekerja di dalamnya. Marwah yang membuat orang-orang yang datang kesana dapat merasakan ditempat itulah aturan tata bernegara dirancang, dibicarakan dan diputuskan,” papar anggota DPR yang saat ini menjabat Presiden Perempuan Parlemen Dunia – IPU. Politisi yang pernah mengikuti studi Public Relations di Los Angeles City College ini mengakui marwah parlemen juga dibangun dari kinerja, baginya hal itu dipastikan akan menjadi perhatian DPR. Namun ia mengingatkan bukan berarti parlemen negara-negara tertentu yang berhasil ‘menyalakan’ marwahnya bersih dari skandal. Memasuki usia
ke-67 tahun Nurhayati berharap menata kesisteman saat memasuki komplek parlemen Senayan, Jakarta dapat menjadi perhatian segenap pihak. Baginya Gedung DPR memang gedungnya rakyat tetapi bukan berarti semuanya bisa bebas tanpa tatanan. “Apa yang membedakan gedung DPR dengan mall?. Tidak ada kan. Bukan karena anggota DPR itu wakil rakyat, tapi kita harus belajar membangun sistem, ada aturan untuk siapapun yang ingin masuk. Bagaimana membuat orang yang di gedung ini merasa ada tanggung jawab besar yang harus dihadapinya, high responsibility. Saya fikir kondisi kantor tanpa sistem yang baik juga bisa mengundang penyimpangan-penyimpangan,” tandasnya. Ia juga menceritakan pengalaman ketika mobilnya ditabrak mobil lain yang dipastikan bukan milik anggota DPR diarea parkir. Mantan penyiar TV ini
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
55
SOROTAN
Gedung Parlemen Indonesia (Gedung DPR RI)
Gedung Parlemen Jerman
Gedung Parlemen Australia
melihat ada persoalan penataan tempat parkir bagi pengunjung, karyawan, staf ahli dan anggota DPR yang tidak ditata dengan baik. Itu menurutnya penting dilakukan terkait pada masalah keamanan
56
dan kelancaran beraktifitas. Semakin padatnya kegiatan di gedung wakil rakyat ini membuat jumlah kendaraan pengunjung juga bertambah, terkadang ini membuat anggota dewan
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
kesulitan menuju gedung Nusantara I tempat bersidang. Wakil rakyat dari Dapil Jawa Timur ini mengungkapkan pengalaman ketika harus berjalan cukup jauh saat mengunjungi gedung parlemen Amerika. Ini karena lokasi parkir tamu terpisah dari gedung utama persidangan yang memang difokuskan untuk anggota dewan. Namun ia mengamati setiap tamu dapat menikmati jalan kaki ke gedung utama parlemen karena jalurnya ditata dengan apik. Catatan lain yang juga menjadi perhatiannya adalah pengalaman antri lift yang sangat buruk. “Saya pernah harus menunggu lift 10 bahkan 15 menit karena antrian panjang, terutama ketika rapat paripurna. Ini jelas membuang waktu yang sangat berharga,” imbuhnya. Gedung Nusantara I yang merupakan ruang kerja 560 orang anggota DPR saat ini sudah ditempati 2500 orang jauh dari kapasitas seharusnya 800 orang. Kondisi ini jelas mengganggu pergerakan anggota DPR dari satu rapat ke rapat yang lain. Baginya penataan sistem di gedung parlemen memang tidak berarti pembangunan baru. Ini juga diterapkannya saat ditunjuk menjadi Ketua Fraksi Partai Demokrat. Dibantu staf dan tenaga ahli ia mencoba menata kembali ruang fraksi sehingga efektifitas kerja dapat ditingkatkan. Kelengkapan baru yang ditambahkan adalah kamera CCTV. “Saya sekarang mencoba mendisiplinkan fraksi, para staf, pemasangan CCTV diharapkan bisa mendukung kinerja. Saya tidak bisa kerja sendiri, staf saya harus memperbaiki diri supaya lebih maju. CCTV itu bukan sesuatu yang mewah tapi ini mendukung sistem. Saya punya prinsip trust is good but control is better,” tambahnya. Sistem dan penataan yang dibangun di gedung parlemen menurutnya tidak berarti membuat jarak dengan rakyat dan konstituen. Baginya itu adalah hal yang berbeda. Pada saat berada ditengah konstituen, di daerah pemilihan ia lebur dalam hubungan rakyat dan wakil rakyat. “Saya senang ke desa, berkeliling, tidak ada hambatan bagi saya untuk berkomunikasi dengan rakyat secara
langsung Saya katakan presiden sama wakil presiden tinggi presiden kan, nah rakyat dan wakil rakyat itu rakyat juga lebih tinggi. Tapi bukan berarti, kita tidak saling menghargai. Kita harus men-serve rakyat, masyarakat juga harus menghargai, dia bertumpu pada kita untuk membuat satu perubahan, daerahnya lebih sejahtera,” kata wakil rakyat dari Dapil Jatim V ini.
Dukungan Tenaga Ahli
Kompleksitas dan cepatnya perkembangan masalah dipastikan membuat anggota DPR akan keteteran apabila tidak didukung sistem yang memadai, salah satunya adalah peran tenaga ahli. Secara kuantitas 2 orang tenaga ahli dan 1 orang sespri yang mendampingi saat ini jauh dari memadai. Sebagai anggota Komisi I ia bermitra dengan 14 kementrian dan lembaga negara seperti TNI dengan 3 angkatan, Kemenlu, Kominfo, BIN, Kemenhan. “Jujur saya bilang anggota dewan tidak perlu pintar tapi sistem pendukungnya yang harus lebih kuat, tenaga ahli. Anggota dewan kan dipilih rakyat, yang pas dihati mereka, apalagi rakyat dari golongan bawah. Jadi itu bukan sesuatu keharusan anggota dewan mesti doktor, tidak. Justru itulah arti penguatan,” imbuhnya. Ia menggambarkan bagaimana mungkin ia dapat segera memahami TNI dengan 3 angkatan, yang tentu memiliki tantangan yang tidak kecil dalam mengamankan Indonesia yang demikian luas, seluk beluk intelejen, dinamika hubungan luar negeri yang berubah begitu cepat. Menyiasati kondisi ini pilihannya menambah jumlah staf ahli. Ada 9 orang staf ahli yang diangkatnya tersebar di kabupaten/kota dan rumah aspirasi di daerah pemilihan. Di Jakarta ia secara khusus membentuk tim konsultan yang bertugas memetakan permasalahan terkait komisi yang dibidanginya. Secara berkala tim memaparkan hasil kajian dalam pertemuan yang dilangsungkan secara berkala. “Saya merasakan itu penting. Akhirnya saya menyiapkan staffing sendiri, itu yang membantu saya termasuk tugas sebagai presiden perempuan
parlemen IPU. Mereka saya bayar sendiri,” tandasnya. Sambil curhat dia mengatakan sebagai wakil rakyat rasanya sulit bisa mengumpulkan uang. Berbeda dengan profesi sebelumnya sebagai konsultan yang menurutnya berkecukupan. “Partner konsultan saya yang sebagian besar bule sering meledek, ngapain sih jadi politisi. Saya katakan kita punya idealisme, ingin berbuat sesuatu, masa sih dalam hidup tidak ada ruang untuk pengabdian. InsyaAllah saya bisa lakoni pengabdian ini dengan baik,” paparnya. Ia berharap rencana DPR untuk menambah jumlah staf ahli bisa segera direalisasikan. Memperhatikan tantangan pekerjaan minimal setiap anggota didampingi 6 orang tenaga ahli dan 2 orang sespri. Sebagai perbandingan tambahnya anggota kongres Amerika rata-rata didukung 15 orang staf ahli. Sebagai negara yang banyak mengadopsi tatanan demokrasi negara abang Sam ini, sudah saatnya Indonesia secara serius melengkapi kebutuhan nyata anggota dewan ini. Ketua Fraksi Partai Demokrat ini juga meminta kesekjenan membuat tata administrasi anggaran bagi tenaga ahli sesuai dengan kekhasan tantangan pekerjaan keparlemenan. Sebagai contoh menurutnya ia kesulitan menggunakan anggaran untuk staf ahli saat bekerja pada masa reses di daerah pemilihan. “Di dapil saya sudah punya staf ahli jadi seharusnya saya tidak perlu membawa staf yang ada di Jakarta karena mereka juga punya pekerjaan. Sementara anggaran hanya bisa dikeluarkan atas nama petugas yang ada di Jakarta.
Akhirnya karena tidak digunakan anggaran terpaksa dikembalikan ke kas negara,”ujarnya. Beberapa negara menurutnya telah memiliki kebijakan anggaran yang disesuaikan dengan tantangan pekerjaan keparlemenan. Namibia misalnya, negara kecil di Afrika ini memiliki staffing dan dukungan parlemen yang patut ditiru. “Ketika datang ke forum internasional, mereka terlihat siap, kelihatan sekali confidence-nya. Kita beda, nggak ada confidence, kepercayaan dirinya nggak muncul. Ini sebenarnya hasil dari pekerjaan staffing, supporting system yang telah ditata dengan baik,” tegasnya. Sebagai anggota DPR yang mendapat kehormatan menjadi Presiden Perempuan Parlemen Dunia – IPU, Nurhayati berjanji akan membawa pengalaman internasional yang diperolehnya untuk kemajuan parlemen di tanah air. “Saya juga punya kantor di Jenewa di dukung staf para bule yang paham tugasnya. Saya akan ajak staf saya dari Indonesia bertugas disana agar mengenal parlemen internasional,” tuturnya. Harapannya bagi DPR ketika memasuki usia 67 tahun adalah membenahi sistem. “Enak kalau sistem sudah jalan siapapun anggota dewannya tidak masalah karena sistem sudah berjalan. Jangan saling menyalahkan. Kerja itu bukan kerja seorang tapi team work, dan kalau besar itu bukan sayanya, tetapi lembaganya, negaranya. Bukan lagi individu yang menonjol, tapi institusinya, DPR kita, Parlemen Indonesia-nya.” demikian Nurhayati. (iky/tim)
Suasana ruang tempat sidang di gedung Parlemen Indonesia (Gedung DPR RI) | PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
57
SOROTAN
Korupsi Tidak Wajar Tanpa Pengecualian
D
Taufiequrachman Ruki, Anggota BPK 2009 - 2014
alam pemberitaan media akhir – akhir ini muncul pertanyaan (atau penyataan?) bahwa laporan keuangan beberapa kementerian memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK namun masih terdapat indikasi korupsi/ suap yang dilakukan pejabat pada Kementerian tersebut. Dua pegawai Direktorat Jenderal Pajak, TH dan AS, tertangkap tangan oleh KPK pada saat Laporan Keuangan Kementerian Keuangan Tahun 2011 memperoleh opini WTP. Tulisan ini mengulas korelasi antara opini terhadap kewajaran penyajian Laporan Keuangan dan terjadinya korupsi. Pemeriksaan BPK atas laporan keuangan kementerian/lembaga (LKKL) hanya merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK yaitu pemeriksaan keuangan. Pasal 6 ayat (3) UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menjelaskan bahwa BPK melakukan tiga jenis pemeriksaan atas keuangan negara yaitu (1) Pemeriksaan Keuangan, (2) Pemeriksaan Kinerja, dan (3) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Ketiga jenis pemeriksaan tersebut memilki tujuan, prosedur dan jenis kesimpulan yang berbeda-beda. Pemeriksaan keuangan bertujuan untuk menilai kewajaran laporan keuangan yang kesimpulannya dituangkan dalam bentuk Opini BPK. Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek efektivitas. Hasil utama dari pemeriksaan kinerja adalah berupa
58
rekomendasi untuk memperbaiki kegiatan atau program tersebut agar lebih efektif, efisien, dan ekonomis. Sementara itu pemeriiksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu menghasilkan kesimpulan sesuai dengan tujuan khusus dari pemeriksaan itu sendiri. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini adalah pemeriksaan investigatif yang merupakan pemeriksaan ”lanjutan” yang lebih khusus dan mendalam, yang menuju pada pengungkapan penyimpangan. Dengan perbedaan tujuan dan hasil pemeriksaan yang akan dilaporkan, maka ketiga jenis pemeriksaan tersebut memiliki kedalaman prosedur yang berbeda-beda disesuaikan dengan tujuannya masingmasing. Perbedaan tujuan, kesimpulan, dan prosedur diantara masing-masing jenis pemeriksaan di atas menunjukkan bahwa tidak ada satu jenis pemeriksaan pun yang bisa menjadi raport atau sertifikat
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
jaminan dari BPK bahwa suatu kementerian/lembaga yang diperiksa sudah sepenuhnya mengelola keuangannya secara akuntabel dan transparan tanpa ada satupun kasus korupsi yang terjadi. Setiap laporan BPK harus dibaca secara jelas apa tujuan dan lingkup pemeriksaannya. Demikian juga dengan pemeriksaan atas laporan keuangan kementerian negara/lembaga. Pemeriksaan atas laporan keuangan kementerian negara/ lembaga merupakan jenis Pemeriksaan Keuangan. Dalam istilah internasional, jenis pemeriksaan ini dikenal sebagai “general audit’. Istilah ini menunjukkan pemeriksaan dilakukan dengan lingkup yang luas, mencakup keseluruhan pos keuangan yang dilaporkan namun dengan prosedur
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Jakarta
yang relatif tidak begitu mendalam. Sebagai analog, di dunia kesehatan pemeriksaan jenis ini bisa disetarakan dengan “general check-up”. Sebagai ouput dari pemeriksaan keuangan, BPK akan menerbitkan 3 jenis Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan (yang memuat opini BPK), Laporan Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern, dan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan. Opini yang diberikan oleh BPK menunjukkan tingkat kewajaran penyajian laporan keuangan terutama kesesuaiannya dengan standar akuntansi yang ditetapkan oleh Pemerintah. Standar akuntansi tersebut bisa dikatakan merupakan standar kualitas laporan yang menjaga agar informasi yang disajikan wajar. Standar ini diperlukan agar pengguna laporan secara umum tidak mengalami bias pada saat dia mengambil keputusan dengan mendasarkan pada informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut. Standar akuntansi secara umum mengatur mengenai kapan suatu transaksi dicatat, dengan nilai berapa dicatat dan informasi apa saja yang harus diungkapkan terkait transaksi tersebut. Ada empat jenis opini yang dapat diberikan BPK yaitu: 1. Wajar tanpa pengecualian (unqualified), yang berarti semua informasi yang material dalam laporan keuangan disajikan dengan wajar; 2. Wajar dengan pengecualian (qualified), yang berarti semua informasi yang material dalam laporan keuangan disajikan dengan wajar, kecuali bagian tertentu yang dikecualikan oleh BPK; 3. Tidak wajar (adverse),yang berarti terdapat informasi material yang tidak disajikan secara wajar yang akan mengganggu kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan; dan 4. Tidak memberikan pendapat (disclaimer), yang berarti BPK tidak dapat meyakini apakah informasi-informasi material yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut wajar atau tidak. Opini ini bisa diberikan karena adanya pembatasan lingkup atau kelemahan system yang tidak memungkinkan BPK
untuk memperoleh data dan bukti yang memadai untuk menilai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Apabila kita mencermati uraian jenis opini di atas, BPK mempertimbangkan tingkat materialitas dalam menetapkan opini yang akan diberikan. Materialitas ini bisa dikatakan merupakan nilai minimal untuk menyatakan apakah suatu masalah akan mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pengguna laporan atau tidak. Sebagai contoh, suatu kementerian negara/lembaga melaporkan penerimaannya besar Rp1.000 triliun. Dalam pemeriksaannya, BPK menemukan bahwa kementerian negara/lembaga tersebut tidak dapat menunjukkan bukti berupa setoran ke kas negara sebesar Rp5 miliar saja. Atas permasalahan tersebut maka BPK tidak akan menyimpulkan bahwa seluruhnya penerimaan yang dilaporkan oleh KL tersebut (Rp1.000 triliun) tidak dapat diyakini kewajarannya. Standar pemeriksaan yang harus diterapkan seluruh pemeriksa BPK menetapkan angka materialitas dalam kisaran 0,5% - 5% dari akun tertentu (misalnya akun penerimaan atau belanja). Sebagai bagian dari perolehan keyakinan yang memadai atas kewajaran penyajian laporan keuangan, BPK menguji (1) keandalan sistem pengendalian intern terutama sistem yang digunakan oleh kementerian negara/lembaga untuk menyusun laporan keuangan yang wajar, serta (2) kepatuhan atas peraturan perundang-undangan yang berpengaruh langsung terhadap kewajaran angka yang disajikan dalam laporan keuangan. Jika hasil pengujian BPK menunjukkan suatu KL memiliki banyak kelemahan sistem yang menimbulkan risiko KL tersebut tidak melaporkan penerimaannya secara lengkap atau tidak dapat menjamin belanjanya memang benarbenar terjadi, maka BPK akan melakukan lebih banyak prosedur pemeriksaan untuk memastikan kewajaran angkaangka penerimaan dan belanja yang dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran. Kelemahan sistem ini tidak serta merta akan membuat BPK memberikan opini jelek, disclaimer, misalnya.
Jika ternyata KL dapat memberikan bukti yang valid dan andal bahwa semua penerimaan yang dilaporkan memang seluruhnya telah disetor ke kas negara, maka tidak ada alasan bagi BPK untuk tidak meyakini kewajaran penerimaan walaupun masih ditemukan kelemahan sistem. Namun, jika ternyata KL tidak dapat membuktikan penerimaannya memang telah seluruhnya disetor ke kas negara, maka BPK akan menyatakan tidak yakin atas kewajaran penerimaan yang dilaporkan. Bagaimana halnya dengan temuantemuan ketidakpatuhan? Jika pada saat pemeriksaan atas LKKL, BPK menemukan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, maka pengaruhnya terhadap opini akan sangat tergantung dari dampak masalah tersebut terhadap kewajaran angka yang dilaporkan. Misalnya, BPK menemukan bahwa pengadaan barang yang seharusnya dilakukan secara lelang namun dalam prakteknya dilakukan dengan penunjukkan langsung, maka BPK pasti akan melaporkan temuan tersebut. Namun, apakah masalah tersebut akan serta merta menjadikan BPK memberikan opini jelek atas laporan keuangan KL tersebut? Jika ternyata hasil pengecekan fisik menunjukkan barang yang dibeli ada, sesuai dengan spesifikasi yang diminta, dan harganya wajar, maka belanja yang dilaporkan untuk membeli barang tersebut dan aset yang dicatat dalam neraca dapat dinilai wajar. Namun apabila hasil pengecekan menunjukkan bahwa barang yang dibeli kualitasnya tidak sesuai, harganya jauh lebih mahal dari harga pasar, atau bahkan ternyata tidak ditemukan keberadaannya, maka BPK dapat memberikan pendapat tidak wajar atas belanja dan/ataupun nilai aset yang dilaporkan. Lantas, apakah pemeriksaan atas Laporan Keuangan harus dapat mengungkapkan tindakan korupsi yang dilakukan oleh pejabat entitas yang diperiksa? Apakah dapat mengungkapkan kasus TH dan AS yang diduga menerima suap dari wajib pajak? Untuk mencari jawabannya, dapat dilihat dari jenis pemeriksaan, tujuan pemeriksaan
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
59
SOROTAN
Gedung Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta
dan lingkup pemeriksaan atas Laporan Keuangan. Pertama, dugaan suap yang diterima oleh TH dan AS diindikasikan terkait dengan proses pemeriksaan yang dilakukan oleh aparat Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak. Tujuan suap diduga agar restitusi pajak yang diminta dikabulkan atau jumlah pajak yang masih harus dibayar dikurangi. Proses pemeriksaan kepada Wajib Pajak merupakan proses yang dilakukan untuk mengumpulkan pajak dan produk akhir dari pemeriksaan tersebut adalah suatu ketetapan pajak. Berdasarkan ketetapan pajak tersebut, apabila ditetapkan kurang bayar maka Wajib Pajak harus melakukan penyetoran ke Bank/Pos Persepsi dan selanjutnya dicatat sebagai penerimaan Negara pada Laporan Keuangan. Apabila ditetapkan lebih bayar, maka Wajib Pajak akan memperoleh pengembalian pendapatan dari Pemerintah dan selanjutnya dicatat sebagai Belanja Negara pada laporan Keuangan. Dengan demikian, dugaan suap terkait proses pemeriksaan pajak terjadi sebelum peristiwa pencatatan penerimaan pada Laporan Keuangan.
60
Artinya, tidak masuk dalam lingkup pemeriksaan atas Laporan Keuangan. Kedua, indikasi dugaan suap dapat diketahui apabila ketetapan yang diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan pajak tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Sebagai ilustrasi, kurang bayar ditetapkan Rp100 juta, namun setelah dieksaminasi ulang, seharusnya kurang bayar Rp500 juta. Akan muncul pertanyaan mengapa petugas pajak menetapkan jauh lebih rendah dari yang seharusnya. Dari sini dapat muncul dugaan suap atau permainan antara petugas pajak dan wajib pajak. Untuk mengidentifikasi hal tersebut, BPK harus melakukan pemeriksaan yang bertujuan menguji “kebenaran” pemeriksaan pajak, bukan “kewajaran” penyajian penerimaan pajak pada laporan keuangan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menguji “kebenaran” pemeriksaan pajak adalah jenis pemeriksaan dengan tujuan tertentu. (catatan: pemeriksaan ini dapat dilakukan apabila BPK memperoleh ijin Menteri Keuangan untuk mengakses data yang berkaitan dengan wajib pajak sesuai dengan Pasal 34 UU KUP). Sejak tahun 1984, Indonesia telah
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
menerapkan self assessment system dimana wajib pajak diminta untuk menghitung sendiri kewajiban pajaknya dan melaporkannya ke Direktorat Jenderal Pajak. Dalam hal – hal tertentu, Direktorat Jenderal Pajak melakukan penelitian/pemeriksaan untuk menguji kebenaran perhitungan sendiri wajib pajak tersebut. Kasus TH dan AS terjadi karena petugas pajak memiliki kewenangan untuk melakukan penelitian/pemeriksaan tersebut dan kemudian menyalahgunakannya (abuse of power). Direktorat Jenderal Pajak telah membangun suatu sistem pengendalian untuk memastikan bahwa kewenangan tersebut dipergunakan sebagaimana mestinya. Telah dibentuk Direktorat Kitsda yang menjadi semacam provost, telah dibentuk whistle blower system, telah dilakukan reformasi birokrasi (baca: perbaikan penghasilan pegawai), dan sebagainya. Namun ternyata belum cukup ampuh untuk mencegah pegawainya menyalahgunakan kekuasaan. Dengan demikian, Jajaran Direktorat Jenderal Pajak maupun kementerian Keuangan harus meningkatkan lagi pengendalian terhadap pegawainya. BPK selaku lembaga pemeriksa tetap akan membantu Pemerintah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dan meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber pembiayaan penyelenggaraan Negara. Dari ulasan di atas, kasus TH dan AS merupakan peristiwa yang terjadi di luar konteks pemeriksaan laporan keuangan. Kasus tersebut adalah salah satu bentuk penyalahgunaan kekuasaan. Opini WTP atas Laporan Keuangan Kementerian Keuangan bukanlah jaminan bahwa tidak ada kasus korupsi di lingkungan Kementerian Keuangan, khususnya di Direktorat Jenderal Pajak. Opini WTP menjamin bahwa tidak ada kesalahan penyajian angka/informasi yang material dalam laporan keuangan. Dengan kata lain, suatu kasus korupsi tidak serta merta melarang opini Wajar Tanpa Pengecualian namun yang pasti Korupsi adalah Tidak Wajar Tanpa Pengecualian. (*)
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
61
LIPUTAN KHUSUS
Perekonomian Indonesia Hadapi Tantangan Berat Di Tahun 2013
Suasana Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang I Tahun Sidang 2012-2013 di Gedung Nusantara DPR RI
P
idato Ketua DPR RI pada Rapat Paripurna DPR RI Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 20122013 yang bertepatan dengan Pidato Presiden RI dalam rangka Pengantar/ Keterangan Pemerintah atas RUU tentang APBN 2013 dan Nota Keuangannya, Ketua DPR RI menyoroti tiga fungsi yang diemban DPR yakni fungsi anggaran, fungsi pengawasan dan fungsi legislasi. Dalam fungsi anggaran, DPR menekankan kepada Pemerintah agar memperluas partisipasi seluruh pemangku kepentingan, termasuk memperluas partisipasi swasta dan BUMN terutama Pemerintah Pusat dan Daerah, bagi keberhasilan pembangunan nasional. Hal ini sesuai dengan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2013 serta Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2013,
62
dimana DPR dan Pemerintah sepakat mengambil tema pokok : “Memperkuat Perekonomian Domestik Bagi Peningkatan Dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat”. Dalam pencapaian sasaran pembangunan sepanjang tahun 2013, ditekankan pada beberapa prioritas antara lain : penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan, infrastruktur, iklim investasi dan iklim usaha, serta energi. Marzuki menyampaikan, dalam Pembicaraan Pendahuluan, DPR telah menyepakati Asumsi Makro Ekonomi dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2013 sebagai pedoman dalam penyusunan APBN Tahun 2013, antara lain, pertumbuhan ekonomi 6,8 persen, inflasi disepakati 4,4 – 5,4 persen, nilai tukar rupiah 9.000 – 9.300 per dolar Amerika
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
Serikat. Sementara tingkat suku bunga sertifikat Bank Indonesia 3 bulan 4,5 – 5,5 persen, produksi minyak bumi (lifting) sebesar 890 – 930 ribu barel per hari, dan harga patokan minyak bumi Indonesia 95,0 – 120 dolar Amerika Serikat per barel. Dengan melihat prognosa dan program prioritas dalam RAPBN 2013, DPR dan Pemerintah segera akan melakukan pembahasan program prioritas secara seksama dan terukur. Hal ini penting mengingat kondisi perekonomian global yang masih tidak menentu agar pelaksanaan APBN 2013 tidak jauh dari perencanaan. Pada perencanaan awal, Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi yang cukup optimis yakni antara 6,8 – 7,2
persen. Namun, kata Marzuki, DPR mengingatkan, bahwa ada persyaratan penting untuk dapat mencapai angka pertumbuhan tersebut, berikut tingkat kualitas pertumbuhan yang akan dicapai dalam satu tahun ke depan. Pertumbuhan ekonomi disebut berkualitas apabila dapat menciptakan kesempatan kerja dan pengurangan tingkat kemiskinan, yang disertai dengan pemerataannya, sehingga kesenjangan ekonomi bisa ditekan guna mewujudkan keadilan ekonomi. Marzuki mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang tidak dibarengi dengan pemerataan akan menyebabkan kesenjangan yang semakin melebar dan berpotensi besar menimbulkan masalah di aspek yang lain, terutama aspek sosial dan politik. Menurut Marzuki, ada kekhawatiran perekonomian Indonesia akan menghadapi tantangan yang sangat berat di tahun 2013. Untuk menghadapi krisis finansial jangka pendek, perlu peningkatan kesiagaan fiskal (fiscal back-up).
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berjabat tangan dengan Ketua DPR RI Marzuki Alie
Pada saat bersamaan, Pemerintah juga harus mempersiapkan berbagai kebijakan yang mendukung pertumbuhan jangka menengah dan jangka panjang, di tengah perekonomian dunia yang cenderung melemah.
Dalam hal ini, Dewan meminta Pemerintah tidak terbuai dengan hasil pertumbuhan ekonomi yang dicapai dalam 3 tahun terakhir. Pemerintah perlu memberikan bukti yang realistis dalam upaya penciptaan lapangan kerja baru, dan
Anggota DPR RI saat mengikuti Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang I Tahun Sidang 2012-2013 di Gedung Nusantara DPR RI
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
63
LIPUTAN KHUSUS
Pidato Ketua DPR RI Marzuki Alie pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang I Tahun Sidang 2012-2013
program jaminan sosial bagi masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah yang tepat sasaran. Marzuki mengingatkan bahwa semua negara dalam era globalisasi, cepat atau lambat akan terpengaruh dan tidak kebal terhadap krisis, termasuk Indonesia. DPR meminta Pemerintah untuk bekerja lebih keras dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkat kuatnya faktor konsumsi domestik dan investasi. Kebijakan pengendalian BBM bersubsidi dan kebijakan pengembangan energi alternatif lain juga menjadi perhatian DPR dalam rangka pembahasan RAPBN. DPR terus mendorong Pemerintah untuk secara konsisten melaksanakan kebijakan penghematan konsumsi BBM bersubsidi yang cenderung terus meningkat. Dengan tingkat pertumbuhan konsumsi BBM sebesar 9%, konsumsi BBM akan dapat mencapai 48 juta kiloliter pada tahun 2013. Implikasi dari situasi seperti ini, tentunya akan semakin membebani subsidi APBN untuk BBM. Kenaikan fenomenal konsumsi BBM bersubsidi secara nasional misalnya, telah terlihat dalam rentang waktu semester pertama APBN 2012 yang sedang berjalan. BPH Migas Pertamina melansir bahwa dalam semester pertama tahun ini, BBM bersubsidi seperti premium dan solar telah melebihi ambang batas kuota,
64
yakni 21,7 juta kiloliter atau setara dengan 109,4% dari kuota yang ditetapkan. BPH Migas juga mencatat hampir semua provinsi mengalami over kuota. Terkait kebijakan pengembangan energi alternatif, DPR mengingatkan Pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah dalam melaksanakan kebijakan tersebut, pengembangan energi baru dan terbarukan, sebagaimana juga telah menjadi salah satu prioritas dalam RKP Tahun 2013.
Bantu Minimalisir Berbagai Hambatan
Di Bidang Legislasi, Pimpinan DPR RI meminta Presiden membantu meminimalisir berbagai hambatan, sehingga efektifitas penyelesaian Rancangan Undang-Undang dapat dioptimalkan. DPR berpandangan bahwa Program Legislasi Nasional (Prolegnas) adalah tanggung jawab bersama, mengingat Prolegnas disusun sebagai instrumen pembangunan hukum, sekaligus sebagai bagian dari pembangunan nasional yang pada hakekatnya menjadi sarana untuk mewujudkan tujuan nasional. Pada kesempatan tersebut, Ketua DPR RI juga meminta kepada fraksi-fraksi dan para anggota DPR untuk mengoptimalisasi fungsi legislasi dengan pembahasan yang lebih intensif dan efektif. Marzuki mengatakan, dalam Masa
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
Persidangan I ini, selain fokus untuk melakukan penyelesaian pembahasan RUU APBN 2013, DPR akan mengoptimalkan fungsi legislasi. Fungsi ini merupakan salah satu fungsi utama DPR, capaiannya tidak terlepas dari hasil yang telah diperoleh dari tahun sidang sebelumnya. Marzuki mengakui, selama Tahun Sidang 2011-2012 yang ditutup akhir Juli lalu, capaian produk legislasi yang dihasilkan memang masih jauh dari harapan, karena capaiannya tidak berbanding lurus dengan perencanaan Program Legislasi Nasional yang telah ditetapkan. Minimnya capaian produk legislasi pada Tahun Sidang 2011-2012, hendaknya menjadi perhatian bersama, baik DPR maupun Pemerintah. Beberapa kendala yang ditemui dan menjadi hambatan dalam proses penyelesaian RUU antara lain berkaitan dengan adanya perbedaan pandangan yang cukup tajam terhadap suatu sustansi, baik antara DPR dengan Pemerintah maupun di antara fraksi-fraksi DPR. Menurut Marzuki, perbedaan pandangan adalah hal yang wajar di dalam proses berdemokrasi. Penyelesaian dalam menyikapi perbedaan pendapat diupayakan melalui musyawarah mufakat. Upaya ini dilakukan untuk memperoleh hasil optimal guna mencapai kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan negara dan masyarakat. Pada Masa Persidangan I, II, III dan IV Tahun Sidang 2011-2012, atas dasar penetapan Prolegnas 2011, DPR dan Pemerintah dapat menyelesaikan 26 RUU, baik RUU Prioritas yang datang dari DPR dan Pemerintah, maupun RUU Kumulatif Terbuka yaitu RUU yang berkaitan dengan APBN dan Pengesahan Konvensi. Beberapa RUU yang mengalami perpanjangan beberapa kali dan belum juga tuntas, diantaranya RUU tentang Aparatur Sipil Negara, RUU tentang Keistimewaan Provinsi Yogyakarta, RUU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar, RUU tentang Pangan, RUU tentang Koperasi, RUU tentang Lembaga Keuangan Mikro, RUU tentang Pengurusan Piutang Negara dan Piutang Daerah, RUU tentang Pendidikan Kedokteran dan RUU tentang Organisasi Masyarakat.
Suasana rapat Komisi III DPR RI dengan KPK di Gedung DPR RI
Bekerja Profesional
Dalam kaitan dengan fungsi pengawasan, Dewan menyoroti masalah penegakan hukum terutama terkait dengan aparat penegak hukum yang sedang menangani kasus-kasus korupsi, yaitu Kepolisian, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ketiga aparat penegak hukum ini diminta untuk bekerja secara profesional, melakukan koordinasi yang sinergis dalam menuntaskan proses penyelidikan dan penyidikan dengan lebih tepat, cepat dan tidak berlarut-larut, yang dilandasi kesadaran bahwa kita sedang mengemban tugas untuk mewujudkan cita-cita nasional dan untuk mencapai tujuan nasional. Dalam melaksanakan tugas, semua aparat penegak hukum diminta untuk patuh kepada peraturan perundang-undangan. Masalah lain yang menjadi perhatian DPR RI adalah masalah pertanahan, terutama berkaitan dengan sistem kepemilikan, penguasaan dan pengelolaan atas tanah. Konflik agraria dengan berbagai pemicu atau faktor penyebab, harus menjadi perhatian serius dalam kaitan dengan upaya menemukan solusi jangka panjang tentang masalah agraria. Persoalan agraria yang muncul akhir-akhir ini merupakan kebijakan dalam rangkaian antar-rezim pemerintahan, akan tetapi pengelolaannya saat ini dan antisipasi atas berbagai masalah potensial berikutnya, harus tetap menjadi pri-
oritas untuk ditangani. Di sisi lain, reforma agraria yang sudah direncanakan 10 (sepuluh) tahun yang lalu sudah dapat segera dituntaskan. Masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) juga menjadi perhatian serius dimana permasalahan TKI sebenarnya sudah diatur dalam UU No.39 Tahun 2004. Namun kenyataannya, UU tersebut belum sepenuhnya memberikan kepastian dan perlindungan hukum yang menyeluruh. Oleh karena itu, kata Marzuki, DPR menganggap perlu melakukan revisi terhadap UU tersebut. Revisi ini telah disiapkan oleh Komisi IX DPR dan telah disetujui menjadi RUU DPR dan siap dibahas pada sidang berikutnya, dengan judul RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri. Beberapa pertimbangan dilakukannya revisi terhadap UU tersebut antara lain bahwa UUD 1945 menjamin setiap warga negara Indonesia mempunyai hak dan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak. Upaya perlindungan kepada pekerja Indonesia di luar negeri merupakan bentuk dari perwujudan hak dan kesempatan yang sama bagi TKI untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak sesuai dengan keterampilan, kemampuan dan bakat yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat dan hak asasi manusia. Selain itu, masalah kesejahteraan buruh juga menjadi sorotan Dewan. Dalam
beberapa bulan terakhir, DPR mencatat setidaknya 3 (tiga) kali demo besar-besaran buruh. Walaupun aksi demo itu tidak berlanjut menjadi anarkis, namun hal ini setidaknya merupakan sinyal bagi DPR dan juga Pemerintah untuk memperhatikan tuntutan mereka tentang kerja yang layak, upah yang adil dan peningkatan kesejahteraan dari waktu ke waktu. Dalam kesempatan tersebut Marzuki juga menyampaikan bahwa DPR RI akan menjadi tuan rumah Sidang Umum Asean Inter Parliamentary Assembly (AIPA) ke 33 yang akan dilaksanakan di Lombok, Nusa Tenggara Barat September mendatang. Sidang Umum AIPA ke-33 mengambil tema “Strengthening the Parliamentary Roles towards Asean Communty 2015” , akan membahas sejumlah isu penting di bidang politik, ekonomi, sosial dan organisasi dan juga mengagendakan dialog dengan parlemen dari beberapa negara observer. Dalam Sidang Umum AIPA ini terutama akan membahas pengembangan usaha kecil dan menengah di wilayah regional Asean, peningkatan upaya memerangi pencucian uang, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, pencapaian MDG’s serta isu energi dan lingkungan hidup, dan dorongan bagi terwujudnya Asean Community 2015. Marzuki berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dapat menghadiri acara tersebut dan menyampaikan opening speech pada upacara pembukaan Sidang Umum AIPA ke-33. (tt)
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
65
SELEBRITIS SELEBRITIS
Minat Tampil di Panggung Parlemen, Dukung Seniman
66
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
H
ampir tiga dasawarsa Dwiki Dharmawan mengabdi pada musik, musisi kelahiran Jawa Barat 19 Agustus 1966 ini gemar “mengeksploitasi” musik tradisi Indonesia ke dalam komposisi musik gubahannya. Eksplorasi terhadap berbagai musik daerah di penjuru nusantara sudah dilakukannya bertahun-tahun. Menurutnya kekayaan musik Indonesia secara nyata menunjukkan segala kekayaan dan keragaman bangsa Indonesia itu sendiri “Bayangkan kita punya lebih dari 500 bahasa, 800 dialek dari timur sampai barat. Saya punya pengalaman di kawasan Flores, dari laboan Bajo, Pulau Rote dan sebagainya saja sudah berbeda-beda. Menggali musik Flores saya mendapat beraneka jenis yang saya angkat. Padahal itu dari satu pulau saja.” Kata Dwiki saat ditemui parle di sela-sela kegiatannya di Festival Musik Bambu Nusantara belum lama ini. Kepeduliannya kepada musik etnik tidak hanya menyangkut materi musik, tetapi juga pada insan musik dan generasi Indonesia pada umumnya. Musik etnik, tradisi Indonesia harus menjadi trendsetter, sehingga kekayaan bangsa Indonesia dapat dilihat dari generasi mudanya dalam bermusik. “Misal di sekolah nantinya, belum keren nih kalau sekolahku gak ada musik daerahnya. Ya sekarang mungkin masih kalo saya ga dengerin K-Pop ya belum ngetren,” ungkapnya sambil tersenyum simpul. Suami biduanita Surabaya Ita Purnamasari ini sadar bahwa upaya menjadikan musik tradisi Indonesia menjadi tuan rumah di negeri sendiri tidak akan pernah berakhir, karena itu, guna memajukan musik tradisi Indonesia, dibutuhkan 3 D, dilestarikan, dikembangkan dan dipromosikan. “Kalau dilestarikan tak ada pengembangan juga akan sulit bertahan, dan sesuatu yang kurang dikenal tentu harus diperkenalkan” jelas Pentolan Grup Krakatau Band ini. Demikian pula dengan upaya untuk menjadikan masyarakat “melek” akan musik tradisi nusantara, menurutnya peran pemerintah sangatlah penting dengan memberikan dukungan yang sejati kepada musisi, pengrajin dan dan segala aspek didalamnya. “Pemerintah harus mewujudkan suatu metode pembiayaan untuk kekaryaan yang kreatif,”ujarnya. Karya cipta adalah satu kesatuan termasuk instrument alat, dan komposisinya, oleh karena itu anggota komite musik Dewan Kesenian Jakarta ini meminta pemerintah untuk melindunginya. Selain persoalan itu, Dirinya juga sangat tertarik dengan isu mengenai hak cipta dan hak kekayaan intelektual yang sering diadukan oleh para artis musik di DPR-RI. Pasalnya, para artis musik kerapkali dirugikan maraknya pelanggar hak cipta berbentuk CD/ DVD bajakan. “Ini harus dilindungi sebagai bagian atas hak negara intelektual, disamping pemusik-pemusik kita pembuatpembuat instrumen kita harus membuat paten hingga karyanya itu dan hak ini harus dijaga juga. DPR harus menggodognya lagi” ujar peraih Grand Prize Winner Asia
Song Festival 2000 di Filipina ini. Lebih lanjut Dwiki mengungkapkan bahwa Hak Intelektual harus menjadi bahan pendidikan dini agar menjadi suatu budaya, menjadikan generasi Indonesia tidak menjadi bangsa pembajak. “Saya sedang pikir-pikir bagaimana sumbangsih dan efektivitas saya dalam terus mendorong masalah-masalah kaitannya dengan seni budaya dan pendidikan di Indonesia. Saya harus masuk ke parlemen atau bergerak diluar,”ujarnya. Sebagai seorang artis yang berkecimpung di dunia kesenian, dia berharap dirinya dapat memperjuangkan para seniman, dan artis daerah yang seringkali kesulitan dalam berapreasiasi. “Menurut saya teman-teman artis yang duduk di parlemen terus terang yang berbunyi vokal justru duduk di komisi lain selain di Komisi Kebudayaan dan Pendidikan (Komisi X),”ungkapnya. Dia mengakui banyak teman selebritis di DPR yang smart, vokal, namun seringkali terbelenggu oleh aturan yang ada. “Tapi ini memang harus dimaklumi, karena ketika mereka sudah masuk DPR, maka yang diperjuangkan bukan hanya masalah dunia kesenian, mereka sudah ada aturannya”ujarnya. Ketika ditanya apa cita-citanya, Dwiki mengharapkan dirinya akan terus mengusung musik tradisional ke berbagai pelosok nunsatara.“Nanti, kalau sudah tidak produktif harus ada yang melanjutkan kiprah saya. Angklung harus tetap dicintai. Tarling harus terus dijaga. Kulintang harus tetap dimainkan,” harapnya. Selama masih bertenaga, lanjutnya, dirinya akan terus membawa bilah-bilah kayu, bambu, berbagai alat musik dari pelosok nusantara ke penjuru dunia dan memperjuangkannya di berbagai panggung, tak mustahil termasuk di panggung parlemen. (ray)
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
67
PERNIK
Koperasi Setjen DPR RI Raih Ranking Lima se-DKI
Suasana ruang kantor Koperasi DPR RI
K
operasi Sekretariat Jenderal DPR RI telah mendapat penilaian rangking terbaik lima seluruh DKI dari 300-lebih Koperasi se-Jakarta. Prestasi lima besar Koperasi Terbaik tahun 20012 ini, diharapkan dapat meningkatkan motivasi kinerja Pengurus dan menjadi kebanggaan bagi seluruh karyawan Setjen DPR RI. “Pada tahun 2009 saat itu koperasi berada pada rangking 22 menurut penilaian Pusat Koperasi Pegawai Republik Indonesia (PKPRI) DKI Jakarta dari Sekian ratus jumlah koperasi yang ada di DKI Jakarta, tahun ini meningkat kedudukannya meningkat jadi posisi 5, dari 300 sekian,”Terang Ketua Koperasi Rahmad Budiaji kepada Parle. Dia mengemukakan, hal itu menunjukkan adanya peningkatan kinerja dan prestasi dari koperasi. “Beberapa hal memang kami akui setelah masuk menjadi pengurus koperasi, penghargaan yang sudah diterima koperasi menunjukkan bahwa koperasi Setjen DPR sudah memiliki pondasi yang baik,”ujarnya. Menurutnya, pengurus terus memperbaiki kelemahan dan kekurangan dengan memilah-milah bagian-bagian mana yang harus diperbaiki sebagai tantangan pengurus. “Itulah yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja dan prestasi Koperasi,’paparnya. Aji menambahkan, kor bisnis koperasi itu simpan pinjam, dan telah memperoleh hasil capaian yang baik di tahun 2009 lalu. Sementara pada tahun 2010 perlu adanya perbaikan dan pembenahan proses bisnisnya. Diantaranya yaitu, menjamin tertib administrasi tingkat kembalian, kami telah menyusun SOP dan membuat syarat-syarat pengelolaan pinjaman, baik
68
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
untuk orang mengajukan pinjaman ataupun pengembalian. Dari proses bisnis yang di perbaiki itu, lajutnya, diharpakan dapat berdampak tidak langsung yaitu semakin meningkatnya kepercayaan orang pada manajemen koperasi baik pengurus, pengelola. “Akses informasi bagi anggota untuk pengambilan keputusan sangat kita buka termasuk partisipasinya,”ujarnya. Pada satu sisi yang lain, koperasi telah mengadakan kerjasama dengan mitra kerja strategis perbankan, seperti Bank Syariah Mandiri. Kemudian berusaha meningkatkan plafon pinjaman menurunkan suku bunga pinjaman memperpanjang tenor pinjaman. Reguler 10-15 juta, jasa pinjaman dari 1 persen menjadi 0,8 persen. Sementara KPR sejumlah 200 juta pinjaman di Koperasi sampai dengan 15 tahun yang tadinya hanya 10 tahun. “Perputaran produksi menjadi lebih baik, jadi proses bisnisnya lebih dipercaya permodalan meningkat, Itu dari bisnis utama simpan pinjam,”ujarnya. Mas Aji menambahkan, diluar simpan pinjam koperasi sudah ada bisnis kantin Pujasera. Bisnis tersebut telah mendapatkan dasar usaha yang bagus dari pengurus sebelumnya, artinya pengurus tinggal meneruskan proses bisnisnya yang lebih bagus lagi dengan meninjau perjanjian kerjasama dan diharapkan yang dagang merupakan binaan dari Koperasi. “Perlu ada review hak dan kewajiban sehingga pelayanannya harga bersaing makanan enak dan juga bersih sehingga mengurangi potensi kehilangan keuntungan, kembali lagi di situ ada peningkatan pendapatan koperasi, bahasa saya memang tidak menambah investasi disitu dalam pengertian memperluas usaha tapi mendalami usaha yang telah ada,”paparnya. Setelah pujasera, lanjutnya, Koperasi juga memiliki usaha travel, namun ini bentuknya masih kerjasama. “Kita akan review lagi kerjasamanya dari komposisi sharing kegiatan itu, Koperasi punya kewajiban membayar PNBP ke dinas, di awal-awal tidak masuk dalam biaya di kerjasama kita harus memperhatikan itu, di sisi yang lain kita juga harus membantu mitra kita untuk disosialisasikan ke unit-unit untuk lebih mengutamakan kerja sama pelayanan perjalanan dengan menggunakan nama Koperasi,”terangnya. Rahmad Budiaji menambahkan, bahwa Koperasi juga mempunyai jasa fotocopy center, kemudian yang terakhir dibukanya mini market di Kalibata. “Ini semua proses yang dilakukan Koperasi, kita tidak lepas mendapat binaan dari pembina, yaitu Sekjen DPR, tanpa adanya dukungan dari Sekjen Koperasi merasa akan kesulitan,”katanya. Selain itu,
terdapat unit usaha koperasi di Wisma Kopo Cisarua, Bogor, unit usaha jasa catering dan toko cenderamata Rahmad Budiaji mengatakan, koperasi yang sehat yaitu koperasi yang mandiri dan mampu bersaing secara terbuka. Artinya walaupun Koperasi dapat dukungan dari pembina akan tetapi untuk usahanya Koperasi tidak memonopoli, tidak memikat mitra-mitra strategis termasuk di lingkungan Sekretariat Jendral DPR-RI, Baik fotocopy, travel, catering. “Koperasi tetap bersaing, tidak memaksa untuk bekerja sama dengan koperasi,”paparnya. Dia mengharapkan, Komisi-Komisi, yang ada di kelengkapan Dewan memiliki orientasi untuk membesarkan Koperasi, memakmurkan Koperasi. Karena apa yang dikelola dari Koperasi akan kembali untuk anggota dalam bentuk kesejahteraan. Menurutnya, terdapat kesejahteraan dan manfaat yang bisa diterima langsung anggota seperti Asuransi Takaful. Hal itu merupakan bentuk kesejahteraan di bidang kesehatan dari Koperasi bukan dari dinas. “Selain itu juga ada dana pendidikan yang tiap tahun diberikan ke angggota memang nilainya belum seberapa dan ini tidak diserahkan langsung, namun dana tersebut dimasukkan ke simpanan anggota,”ujarnya. Dijelaskan juga bahwa alokasi dana pendidikan ini masih distribusikan secara merata ke anggota tiap tahunnya, satu anggota dengan anggaran sejumlah 100 ribu rupiah telah meningkat menjadi 300 ribu rupiah. Dana tersebut, lanjut Aji, telah diberikan secara merata dari tingkat SD sampai dengan kuliah.
Pengembangan Bisnis
Sesuai amanat anggota dalam Rapat anggota khusus tahun lalu, Aji menuturkan, pengurus sudah membentuk tim kajian kelayakan studinya untuk memiliki wisma sendiri, serta mengembangkan usaha minimarket di luar komplek DPR. Untuk tahun ini, pengurus sudah mendapatkan beberapa pilihan, yaitu mengadakan penjajakan dari hasil studi kelayakannya yang nantinya akan diimplementasikan. Tahun ini, lanjut Aji, baru ada alokasi anggaran Rp. 900 juta rupiah, untuk dua opsi usaha antara lain pembuatan wisma dan toko diluar kompleks. Menurutnya, rencana selanjutnya koperasi akan melakukan studi brand marking ke Koperasi Cipaganti, bahkan apabila dapat bekerjasama dengan Cipaganti yang berbisnis tentang transportasi. “Pengurus dan Pembina yaitu Sekjen DPR dalam konteks bisnis semangatnya adalah mandiri dan bersaing. Kalau kita bekerja sama dengan pemerintah akan selalu memperhatikan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Sekjen. Koperasi tidak main-main dalam pengadaan barang di lingkungan Sekjen pada khususnya,”katanya. Selain itu, lanjut Aji, Koperasi sudah mengkaji kemungkinan berbisnis pom bensin dan money changer. Pasalnya, setiap anggota dewan melakukan kunjungan bilateral atau studi banding ke luar negeri maka di perlukan transaksi money changer karena anggaran APBN adalah rupiah sedangkan untuk perjalanan keluar negeri adalah dolar.
Ruang kantin Pujasera di lingkungan gedung DPR RI yang dikelola oleh Koperasi DPR RI
Ketua Koperasi menegaskan, pengurus juga akan merancang jaminan asuransi sekalian investasi. Gagasan pengurus agar anggota memperoleh jaminan masa depan apabila pensiun kelak. Terdapat dua masalah yaitu internal koperasi dan tantangan yang ada di perusahaan asuransinya. “Kalau di perusahaan asuransinya dia belum mempunyai pola kerjasama kelompok organisasi untuk mewadahi investasi link asuransi karena mereka masih individual,”paparnya. Kedua, ketika individual ini dimasukkan kedalam Koperasi kemampuan anggaran Koperasi untuk investasi kesehatan yang link masih kurang sarat minimalnya. Jadi harus ada sarat pengeluaran 200 ribu. Koperasi baru sekitar 30 ribu jadi selisihnya masih besar. “Sebagai visi dan dan pemikiran kedepan layak untuk terus di kembangkan karena kelak ketika pegawai ini pensiun mereka tidak hanya menerima dana pensiun tetapi juga investasi yang sudah diberikan semenjak aktif menjadi anggota Koperasi,”ujarnya. Saat ini, lanjut Aji, para anggota telah menerima manfaat langsung dari asuransi kesehatan Takaful. “Jadi asuransi kesehatan itu akan diterima pada saat dia sakit,”paparnya. Sedangkan investasi diharapkan dapat diterima pada saat pensiun, dan masih mengcover kesehatannya sampai 90 tahun. Hal tersebut masih merupakan gagasan dan menjadi mimpi pengurus. Rahmad Budiaji mengatakan, targetnya dirinya akan membuat Koperasi lebih baik lagi dan secara sistemik mempunyai dasar untuk lebih berkembang. “Jadi pada saat penyampaian visi misi pun saya tidak menjanjikan apa-apa melainkan Koperasi yang lebih baik lagi,”lanjutnya. Koperasi, lanjut Aji, merupakan milik anggota, besar dan kecilnya organisasi itu karena partisipasi anggota, karena itu dia mengajak semuanya untuk bersama-sama membesarkan Koperasi, dengan cara mengikuti aktifitas Koperasi dengan menyimpan uang di simpanan “Sijago.” Sijago adalah model simpanan yang mirip deposito di perbankan memiliki jangka waktu 3, 6 dan 12 bulan. Sementara kelebihan dari simpanan sijago ini adalah memberikan jasa lebih besar dibanding Bank Mandiri 1 persen diatas Bank Mandiri, dan tidak dikenakan pajak sampai dengan 200 juta, dengan minimal simpanan 1 juta rupiah. Aji mengharapkan, modal koperasi semakin besar dibandingkan harus meminjam ke perbankan, karena itu diharapkan partisipasi dari anggota yang lebih besar lagi sehingga dapat memberikan pelayanan maksimal kepada seluruh anggota Koperasi Setjen DPR RI. (Spy).
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 | 69
POJOK PARLE
Giliran Pimpinan DPR Jadi Fotografer B
ertepatan dengan HUT DPR RI Ke-67, Wartawan Koordinatoriat DPR RI bekerjasama dengan Bagian Pemberitaan DPR RI menyelenggarakan Pameran Foto yang mengambil tema “ Warna Warni
Umum AIPA 2012, Ketua DPR RI sedang mengabadikan gambar seseorang di dalam pesawat, pertemuan Bapak (yang seorang Menteri Hukum dan HAM) dengan Anak (yang seorang anggota DPR) sebelum acara rapat dimulai, hingga kegiatan rutin rapat-rapat di komisi tak luput dari
yang digambarkan kosong, tetapi juga membidik sudut yang luput dari perhatian khalayak. Marzuki mengingatkan, seperti beberapa waktu yang lalu, seorang anggota Dewan mundur gara-gara ketahuan fotografer saat membuka situs porno.
Ketua DPR RI Marzuki Alie saat membuka acara pameran foto jurnalistik di Gedung DPR RI
Parlemen 2012”. Pameran ini diikuti fotografer dari berbagai Harian Nasional terkemuka yang sehari-hari menjalankan tugasnya di gedung Parlemen. Kurang lebih 110 Foto Jurnalistik yang ditampilkan dari hasil seleksi 1.000 foto yang masuk pada panitia, digelar di lobi gedung Nusantara II DPR RI. Karya-karya foto jurnalistik itu begitu menggelitik, mulai dari foto Ketua DPR RI kunjungan ke Lombok dalam rangka persiapan Sidang
70
bidikan para wartawan tersebut. Dalam sambutannya Ketua DPR RI Marzuki Alie mengatakan, Fotografer di DPR RI yang 110 karya-karyanya dipamerkan saat ini sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari kegiatan DPR, bahkan, mungkin menjadi bagian dari sejarah di kemudian hari. Beberapa kegiatan anggota DPR itu terkadang sulit digambarkan dengan kata-kata, tetapi akan menggelitik siapapun ketika melihatnya dalam foto jurnalistik. Kadang-kadang, sudut-sudut DPR dalam berbagai karya foto jurnalistik ini tidak sekedar menggambarkan ruang rapat
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |
Ini artinya, foto jurnalistik memang memiliki kekuatan lebih dibandingkan hanya sekedar menyampaikan informasi atau pelengkap berita tertulis. Bahkan Marzuki mengatakan, wartawan foto itu orang yang paling jujur, menyajikan gambar tanpa dipelintir-pelintir. Foto yang disajikan berbicara apa adanya, tanpa embelembel apapun dia dapat menyingkap sejuta makna. Setelah menyampaikan sambutannya, Marzuki didaulat wartawan foto untuk mengabadikan gambar fotografer yang telah berkumpul di
podium. Berkatalah salah satu pengurus Wartawan Koordinatoriat DPR : Pak Marzuki, selama ini tugas kita sehari-hari di gedung Parlemen ini selalu “mengintip” bapak-bapak. Kini giliran Bapak yang kita kasih kesempatan untuk “mengintip” Fotografer,” katanya. “Sekali-sekali kita narsis nggak apa-apa kan Pak,” tambah pengurus tadi. Maka, majulah beberapa Fotografer tersebut dan menyerahkan senjatanya (camera) kepada Ketua
Ketua DPR RI Marzuki Alie saat melihat karya-karya yang ditampilkan di pameran foto jurnalistik di Gedung DPR RI
moment yang tepat dan waktu yang tepat, demi menghasilkan sebuah gambar yang punya nilai jurnalistik tinggi. Di tengah keasyikan Pimpinan DPR mengabadikan gambar, berkomentarlah salah seorang wartawan yang hadir dalam acara tersebut. “Kapan lagi Pak bisa “ngintipngintip” wartawan, biasanya Bapak kan yang selalu diintip-intip terus,” kata wartawan tadi. “Intip terus sampai puas, mumpung ada kesempatan,” tambah
DPR dan Pimpinan DPR lainnya serta Wakil Ketua MPR untuk mencoba mengabadikan gambar para fotografer tersebut. Ternyata, menjadi seorang fotografer itu memang tidak mudah yang dibayangkan semua orang. Untuk memegang alat fotonya saja sudah sulit, apalagi membidik gambar dengan fokus yang tepat. Semua itu harus dikerjakan orang yang memang benar-benar profesional di bidangnya. Apalagi membidik foto yang bernilai jurnalistik. Untuk satu gambar, fotografer tersebut harus menunggu
teman wartawan tadi. Habis kapan lagi, ini kan kesempatan langka,” tambahnya lagi. Pimpinan DPR yang mendengar pun tersenyum dibuatnya, ada-ada saja komentar dari wartawan ini. Acara ini memang tidak biasa, kapan lagi Seorang Pimpinan DPR dapat didaulat untuk mengabadikan gambar mereka. Acara pembukaan yang berlangsung meriah itu ditutup dengan berkeliling melihat foto-foto yang dipamerkan, sambil diiringi gurauan dari para fotografer tersebut. (tt,mp)
Ketua DPR RI Marzuki Alie saat melihat karya foto yang ditampilkan di pameran foto jurnalistik di Gedung DPR RI
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 | 71
POJOK PARLE
72
| PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 |