UNIVERSITAS INDONESIA
KESIAPSIAGAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN AKIBAT BENCANA BANJIR DI PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2010
TESIS
RUCKY NURUL WURSANTY DEWI 0806443452
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2010
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
UNIVERSITAS INDONESIA
KESIAPSIAGAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN AKIBAT BENCANA BANJIR DI PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2010
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
RUCKY NURUL WURSANTY DEWI 0806443452
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2010
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini dalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Rucky Nurul Wursanty Dewi
NPM
: 0806443452
Tanda tangan
:
Tanggal
: 26 Juni 2010
ii
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya: Nama
: Rucky Nurul Wursanty Dewi
NPM
: 0806443452
Program Studi
: Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan
: Manajemen Pelayanan Kesehatan
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan tesis saya yang berjudul:
Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Banjir Di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Depok, 26 Juni 2010
Rucky Nurul Wursanty Dewi
iii
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
iv
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, taufik dan hidayah Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis, dengan judul “Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Banjir Di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010”. Tesis ini merupakan salah satu syarat akademik untuk menyelesaikan Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Secara tulus penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr. Suprijanto Rijadi, MPA, PhD selaku pembimbing atas segala dukungan dan keikhlasannya meluangkan waktu disela-sela kesibukannya mengemban tugas, untuk memberikan motivasi, kesabaran, pengertian, bimbingan serta masukan-masukan yang sangat bermanfaat hingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini. Dengan penuh kasih sayang dan rasa hormat setinggi-tingginya penulis mempersembahkan terima kasih kepada orang tua, suamiku tercinta Agus Budhy Suwono serta putra-putraku tersayang, Adam Ramandha Pradipta dan Raka Ihsan Danendra atas doa restunya selama ini, yang tidak pernah berhenti berdoa dan memberi pengertiannya untuk waktu yang tersita dalam menghidupkan keyakinan dan harapan sehingga menjadikan saya pribadi yang kuat dalam proses penyelesaian tesis ini. Pada kesempatan ini pula, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada yang terhormat : 1. Bapak Dr. Rustam S. Pakaya, MPH (Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan periode tahun 2005 – 2010) yang telah memberi kesempatan dan izin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan ini. 2. Bapak Mudjiharto, SKM, MM selaku Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kementerian Kesehatan (periode tahun 2010 – sampai sekarang) beserta staf, atas dukungan dalam penyelesaian tesis ini v
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
3. Seluruh jajaran Manajemen dan Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang telah banyak memberikan kemudahan dan bantuannya sejak memasuki pendidikan sampai akhir penulisan tesis ini. 4. Bagian Proyek Peningkatan Kesehatan Masyarakat (DHS-II ADB), ADB Loan No. 2075-INO sebagai penyandang dana bagi penulis dalam mengikuti pendidikan ini. 5. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dr. Dien Emawati, M.Kes beserta jajarannya, yang telah mengizinkan dan memberi kesempatan penulis untuk melakukan penelitian di instansi yang dipimpinnya. 6. Dewan penguji yang telah memberikan koreksi, saran, kritik dan tanggapan atas penulisan tesis ini, sehingga menjadi lebih sempurna. 7. Teman-teman mahasiswa angkatan 2008 Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat,
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat,
Universitas Indonesia, khususnya peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan yang menjadi teman seperjuangan terbaik, tempat diskusi yang melahirkan semangat dan kenangan terindah selama menempuh masa studi. 8. Semua pihak yang telah membantu penulis selama mengikuti perkuliahan dan penulisan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kelemahan dan kekurangan, walaupun demikian penulis menaruh harapan semoga tesis ini tetap dapat bermanfaat bagi kita semua dalam melaksanakan tugas dan dapat diamalkan dimasa yang akan datang. Kiranya hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan yang telah penulis terima dari mereka yang secara tulus banyak membantu penulis dalam pendidikan dan penyelesaian penulisan tesis ini. Amien.
Depok, 26 Juni 2010 Penulis
vi
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIK KARYA ILMIAH
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis karya
: Rucky Nurul Wursanty Dewi : 0806443452 : Ilmu Kesehatan Masyarakat : Akademi Kebijakan Kesehatan : Fakultas Kesehatan Masyarakat : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Banjir Di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Depok 26 Juni 2010 Yang menyatakan
(Rucky Nurul Wursanty Dewi)
vii
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN Tesis, Juni 2010 Rucky Nurul Wursanty Dewi Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Banjir Di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 xxii + 138 halaman + 35 tabel + 5 gambar + 7 persamaan + 1 lampiran ABSTRAK Kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir merupakan gambaran produktivitas sumber daya manusia kesehatan pada tahap pra bencana. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran dan hubungan beberapa faktor (umur, jenis kelamin, lama pengalaman kerja, frekuensi mengikuti pelatihan manajemen bencana, pelatihan teknik lapangan, pelatihan teknik lapangan, gladi/simulasi, kecukupan sarana, ketersediaan biaya operasional, dukungan informasi, ketersediaaan protap/pedoman, pelaksanaan evaluasi dan pemberian kompensasi) dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010. Sejumlah 251 responden yang bekerja di unit terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta merupakan sampel dalam studi ini. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional dan merupakan analisis data primer hasil wawancara dengan pengisian kuesioner. Analisis data dilakukan bertahap, dari analisa univariat, bivariat dan multivariat. Hasil penelitian menunjukkan gambaran kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan adalah sebagian besar 68,1% responden menyatakan siap siaga bekerja dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir dan 31,9% menyatakan tidak siap siaga. Hasil akhir analisis didapatkan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan meningkat 2,5 kali pada responden yang pernah mendapatkan pelatihan manajemen bencana sebanyak ≥ 2 kali dibandingkan responden yang mendapatkan pelatihan manajemen bencana < 2 kali. Sedangkan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan meningkat 2 kali pada responden yang menyatakan adanya pelaksanaan evaluasi kegiatan di unit kerja dibandingkan responden yang menyatakan tidak melaksanakan evaluasi.Tidak ada interaksi antara faktor frekuensi pelatihan manajemen dan pelaksanaan evaluasi. Saran-saran meningkatkan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan tersebut yaitu sumber daya manusia kesehatan lebih sering mengikuti pelatihan manajemen bencana (≥ 2 kali) dan melaksanakan evaluasi kegiatan. Kata kunci: Kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan viii
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
POST GRADUATE PROGRAM PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FIELD MAJORING IN MANAGEMENT OF HEALTH SERVICES Thesis, June 2010 Rucky Nurul Wursanty Dewi The Preparedness of Health Human Resources according to Health Management of Disaster in Flood at DKI Jakarta Province in 2010 xxii + 138 pages + 35 tables + 5 pictures + 7 equation + 1 appendix ABSTRACT Preparedness of health human resources in the effort to deal with health problems during disaster is a description of the productivity of health human resources in the pre disaster. This study aims to determine the description and the relationship of preparedness of health human resources of health problems caused by flood in DKI Jakarta in 2010 with the factors age, sex, duration of work experience, the frequency of disaster management training, field technique training, supporting technique training, rehearsals/ simulations, adequacy of facilities, availability of operational costs, support information, availability procedures/guidelines, implementation evaluation and award of compensation. A number of health human resources, 251 respondents, working in the unit due to disaster prevention in DKI Jakarta Provincial Health Office are the sample in this study. This study uses a quantitative method with cross sectional research design and using the primary data analysis of the results of interviews with a questionnaire. Data analysis was carried out in stages, from the univariate analysis, bivariate and multivariate. The result showed that the description of preparedness of health human resources in the prevention of health problems caused by flood in DKI Jakarta Province in 2010 is largely 68,1% of health human resources working in DKI Jakarta Provincial Health Office states stand ready to work handling flood and 31,9% state not ready. The final results obtained from analysis of preparedness of health human resources increased by 2,5 times on the respondents who never get as much disaster management training ≥ 2 times higher than respondents who received training on disaster management < 2 times. While the preparedness of health human resources increased by 2 times on the respondents who claimed there was an evaluation of activities at the work unit as compared to respondents who claimed not implementing evaluation. There was no interaction between the frequency of disaster management training and evaluation implementation. Based on statement above, there are some suggestions for improving of the preparedness of health human resources are more frequent following the disaster management training (≥ 2 times) and carry out the activity evaluation. Keywords: Preparedness of health human resources ix
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................
i
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................
ii
SURAT PERNYATAAN .....................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..........................................................................
v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIK KARYA ILMIAH ...................
vii
ABSTRAK ……………………………………………………............
viii
DAFTAR ISI …………………………………………………….........
x
DAFTAR TABEL ……………………………………………….........
xvii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………............
xix
DAFTAR PERSAMAAN ……………………………………….........
xx
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................
xxi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………….
xxii
1.
2.
PENDAHULUAN ……………………………………………..
1
1.1. Latar Belakang ……………………………………………
1
1.2. Perumusan Masalah ………………………………………
8
1.3. Tujuan ……………………………………….....................
11
1.4. Manfaat Penelitian ………………………………………..
13
1.5. Ruang Lingkup …………………………………………...
13
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………
15
2.1. Pengertian Bencana ……………………………………….
15
2.2. Pengertian Banjir …………………………………………
16
2.3. Gambaran Bencana Banjir di DKI Jakarta .........................
18
x
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
2.4. Upaya Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana …………………………………………………...
19
2.5. Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dalam Penanggulangan Bencana Banjir ........................................
22
2.6. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ......................................
28
2.6.1.
Umur ....................................................................
31
2.6.2.
Jenis Kelamin .......................................................
32
2.6.3.
Lama Pengalaman Kerja ......................................
33
2.6.4.
Pengetahuan .........................................................
34
2.6.5.
Ketrampilan ..........................................................
35
2.6.6.
Pelatihan ...............................................................
35
2.6.6.1. Pelatihan Manajemen Bencana ................
39
2.6.6.2. Pelatihan Teknik Lapangan .....................
39
2.6.6.3. Pelatihan Teknik Penunjang ....................
40
2.6.6.4. Gladi/Simulasi .........................................
40
2.6.7.
Kemampuan ...........................................................
41
2.6.8.
Kompetensi ............................................................
41
2.6.9.
Sikap ......................................................................
44
2.6.10. Perilaku ..................................................................
45
2.6.11. Motivasi .................................................................
46
2.6.12. Disiplin ..................................................................
47
2.6.13. Etos kerja ...............................................................
48
2.6.14. Organisasi ..............................................................
49
2.6.15. Peraturan Perundangan, Kebijakan Pemerintah ....
61
2.6.16. Kemitraan, Dukungan dari Masyarakat/Stakeholder ........................................
62
2.6.17. Kondisi Ekonomi ...................................................
62
xi
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
3.
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DEFINISI
63
OPERASIONAL DAN HIPOTESIS ………………………… 3.1. Kerangka Teori ……………………………………………
63
3.2. Kerangka Konsep ………………………………………....
65
3.3. Definisi Operasional ………………………………………
67
3.3.1. Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat
4.
Bencana Banjir ..........................................................
67
3.3.2. Karakteristik Individu ..............................................
67
3.3.2.1. Umur ............................................................
68
3.3.2.2. Jenis Kelamin ..............................................
68
3.3.2.1. Lama Pengalaman Kerja ..............................
68
3.3.3. Pelatihan ...................................................................
68
3.3.3.1. Pelatihan Manajemen Bencana ..................
68
3.3.3.2. Pelatihan Teknik Lapangan .......................
69
3.3.3.3. Pelatihan Teknik Penunjang ......................
69
3.3.3.4. Gladi/Simulasi ...........................................
69
3.3.4. Organisasi .................................................................
70
3.3.4.1. Kecukupan Sarana .....................................
70
3.3.4.2. Ketersediaan Biaya Operasional ................
70
3.3.4.3. Dukungan Informasi ..................................
70
3.3.4.4. Ketersediaan Prosedur Tetap/Pedoman .....
71
3.3.4.5. Pelaksanaan Evaluasi .................................
71
3.3.4.6 Pemberian Kompensasi .............................
71
3.4. Hipotesis ...............................................................................
71
METODOLOGI PENELITIAN ………………………….......
75
4.1. Desain Penelitian ……………………………………….....
75
4.2. Lokasi dan Waktu ...............................................................
75
xii
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
5.
4.3. Populasi dan Sampel ...........................................................
75
4.4. Teknik Pengumpulan Data ..................................................
76
4.5. Pengolahan dan Analisis Data .............................................
77
4.5.1. Pengolahan Data .....................................................
77
4.5.2. Analisis Data ...........................................................
77
4.5.2.1. Analisi Univariat ........................................
77
4.5.2.2. Analisis Bivariat ........................................
78
4.5.2.3. Analisis Multivariat ...................................
78
HASIL PENELITIAN ………………………….......................
84
5.1. Analisis Univariat ………………………………………...
84
5.1.1. Gambaran Kesiapsiagaan Responden .....................
84
5.1.2. Gambaran Umur Responden ...................................
86
5.1.3. Gambaran Jenis Kelamin Responden .....................
86
5.1.4. Gambaran Lama Pengalaman Kerja Responden .....
87
5.1.5. Gambaran Frekuensi Pelatihan Manajemen Bencana Responden ................................................
87
5.1.6. Gambaran Frekuensi Pelatihan Teknik Lapangan Responden ...............................................................
88
5.1.7. Gambaran Frekuensi Pelatihan Teknik Penunjang Responden ...............................................................
89
5.1.8. Gambaran Frekuensi Gladi/Simulasi Responden ...
89
5.1.9. Gambaran Kecukupan Sarana menurut Responden
90
5.1.10. Gambaran Tersedianya Biaya Operasional menurut Responden ...............................................................
90
5.1.11. Gambaran Dukungan Informasi menurut Responden ...............................................................
91
5.1.12. Gambaran Tersedianya Protap/Pedoman menurut Responden ............................................................... xiii
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
91
5.1.13. Gambaran Pelaksanaan Evaluasi menurut Responden ...............................................................
92
5.1.14. Gambaran Pemberian Kompensasi menurut Responden ...............................................................
92
5.2. Analisis Bivariat ..................................................................
93
5.3.1. Hubungan Umur dengan Kesiapsiagaan .................
95
5.3.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kesiapsiagaan ....
96
5.3.3. Hubungan Lama Pengalaman Kerja dengan Kesiapsiagaan ..........................................................
96
5.3.4. Hubungan Frekuensi Pelatihan Manajemen Bencana dengan Kesiapsiagaan ..............................
96
5.3.5. Hubungan Frekuensi Pelatihan Teknik Lapangan dengan Kesiapsiagaan .............................................
97
5.3.6. Hubungan Frekuensi Pelatihan Teknik Penunjang dengan Kesiapsiagaan .............................................
97
5.3.7. Hubungan Frekuensi Gladi/Simulasi dengan Kesiapsiagaan ..........................................................
98
5.3.8. Hubungan Kecukupan Sarana dengan Kesiapsiagaan ..........................................................
98
5.3.9. Hubungan Tersedianya Biaya Operasional dengan Kesiapsiagaan ..........................................................
98
5.3.10. Hubungan Dukungan Informasi dengan Kesiapsiagaan ..........................................................
99
5.3.11. Hubungan Tersedianya Protap/Pedoman dengan Kesiapsiagaan ..........................................................
99
5.3.12. Hubungan Pelaksanaan Evaluasi dengan Kesiapsiagaan ..........................................................
100
5.3.13. Hubungan Pemberian Kompensasi dengan Kesiapsiagaan .......................................................... xiv
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
100
6.
5.3. Analisis Multivariat .............................................................
100
HASIL PEMBAHASAN……………........................................
112
6.1.
Keterbatasan Penelitian ………………………………..
112
6.2.
Gambaran Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ........................................................................
6.3.
Hubungan Umur dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan .........................................................
6.4.
114
Hubungan Frekuensi Pelatihan Manajemen dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ..........
6.7.
114
Hubungan Lama Pengalaman Kerja dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ..........
6.6.
113
Hubungan Jenis Kelamin dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ..................................
6.5.
112
116
Hubungan Frekuensi Pelatihan Teknik Lapangan dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ........................................................................
6.8.
117
Hubungan Frekuensi Pelatihan Teknik Penunjang dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ........................................................................
6.9.
Hubungan Frekuensi Gladi/Simulasi dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ..........
6.10.
120
Hubungan Tersedianya Biaya Operasional dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ..........
6.12.
119
Hubungan Kecukupan Sarana dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ..................................
6.11.
118
121
Hubungan Dukungan Informasi dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ..................................
xv
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
122
6.13.
Hubungan Tersedianya Protap/Pedoman dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ..........
6.14.
Hubungan Pelaksanaan Evaluasi dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ..................................
6.15.
7.
124
Hubungan Pemberian Kompensasi dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ..........
6.16.
123
125
Analisis Multivariat Beberapa Faktor dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ..........
126
KESIMPULAN DAN SARAN …………………………..........
131
7.1.
Kesimpulan .....................................................................
131
7.2.
Saran ...............................................................................
132
DAFTAR PUSTAKA
133
LAMPIRAN
138
xvi
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
DAFTAR TABEL
Tabel
5.1
Distribusi Hasil Pernyataan Responden ....................................
84
Tabel
5.2
Distribusi Kesiapsiagaan oleh Responden ................................
85
Tabel
5.3
Distribusi Umur Responden ......................................................
86
Tabel
5.4
Distribusi Jenis Kelamin Responden ........................................
86
Tabel
5.5
Distribusi Lama Pengalaman Kerja Responden .......................
87
Tabel
5.6
Distribusi Frekuensi Pelatihan Manajemen Bencana Responden .................................................................................
88
Tabel
5.7
Distribusi Frekuensi Pelatihan Teknik Lapangan Responden ..
88
Tabel
5.8
Distribusi Frekuensi Pelatihan Teknik Penunjang Responden..
89
Tabel
5.9
Distribusi Frekuensi Gladi/Simulasi Responden ......................
89
Tabel
5.10
Distrbusi Kecukupan Sarana menurut Responden ....................
90
Tabel
5.11
Distrbusi Tersedianya Biaya Operasional menurut Responden
91
Tabel
5.12
Distrbusi Dukungan Informasi menurut Responden ................
91
Tabel
5.13
Distrbusi Tersedianya Protap/Pedoman menurut Responden ...
92
Tabel
5.14
Distrbusi Pelaksanaan Evaluasi menurut Responden ...............
92
Tabel
5.15
Distrbusi Pemberian Kompensasi menurut Responden ............
93
Tabel
5.16
Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ............................................
94
Tabel
5.17
Hasil Seleksi Bivariat ................................................................
101
Tabel
5.18
Pelatihan Manajemen Bencana (Model 1) ................................
102
Tabel
5.19
Pelatihan Manajemen Bencana dan Pelatihan Teknik Lapangan (Model 2) ..................................................................
102 102
Tabel
5.20
Evaluasi antara Model 1 dan Model 2 ......................................
Tabel
5.21
Pelatihan Manajemen Bencana dan Pelatihan Teknik
Tabel
5.22
Penunjang (Model 3) ................................................................
103
Evaluasi antara Model 1 dan Model 3 ......................................
103
xvii
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
Tabel
5.23
Pelatihan Manajemen Bencana, Pelatihan Teknik Penunjang dan Pelaksanaan Evaluasi (Model 4) ........................................
104 104
Tabel
5.24
Evaluasi antara Model 3 dan Model 4 ......................................
Tabel
5.25
Pelatihan Manajemen Bencana, Pelatihan Teknik Penunjang Pelaksanaan Evaluasi dan Umur (Model 5) ..............................
105 105
Tabel
5.26
Evaluasi antara Model 4 dan Model 5 ......................................
Tabel
5.27
Pelatihan Manajemen Bencana, Pelatihan Teknik Penunjang Pelaksanaan Evaluasi dan Gladi/Simulasi (Model 6) ...............
106 106
Tabel
5.28
Evaluasi antara Model 4 dan Model 6 ......................................
Tabel
5.29
Pelatihan Manajemen Bencana, Pelatihan Teknik Penunjang Pelaksanaan Evaluasi dan Dukungan Informasi (Model 7) ......
107 107
Tabel
5.30
Evaluasi antara Model 4 dan Model 7 ......................................
Tabel
5.31
Pelatihan Manajemen Bencana, Pelaksanaan Evaluasi dan Dukungan Informasi (Model 8) ................................................
108 108
Tabel
5.32
Evaluasi antara Model 7 dan Model 8 ......................................
Tabel
5.33
Interaksi antara Pelatihan Manajemen Bencana dengan Pelaksanaan Evaluasi ................................................................
109
Tabel
5.34
Full Model dengan Interaksi .....................................................
109
Tabel
6.1
Contoh Aplikasi Probabilitas Kesiapsiagaan ............................
129
xviii
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Siklus Penanggulangan Bencana ..............................................
20
Gambar 2.2 Sutermeister’s Productivity Circle ............................................
30
Gambar 2.3 The Iceberg Model dan Central and Surface Competencies ....
42
Gambar 3.1 Kerangka Teori .........................................................................
64
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian .....................................................
65
xix
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
DAFTAR PERSAMAAN
Persamaan 3.1 Fungsi Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan ....
73
Persamaan 4.1 Model Regresi Logistik ........................................................
80
Persamaan 4.2 Probabilitas ...........................................................................
81
Persamaan 4.3 Model Logit Variabel Interaksi ............................................
81
Persamaan 4.4 Indeks Confounding .............................................................
83
Persamaan 5.1 Logit Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan .........
110
Persamaan 5.2 Probabilitas Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
111
xx
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
DAFTAR SINGKATAN
AGD
: Ambulans Gawat Darurat
APBD
: Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
BAKORNAS PB
: Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
BNPB
: Badan Nasional Penanggulangan Bencana
BPBD
: Badan Penanggulangan Bencana Daerah
BPPT
: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
BPS
: Badan Pusat Statistik
Depkes
: Departemen Kesehatan
DKI
: Daerah Khusus Ibukota
LSM
: Lembaga Swadaya Masyarakat
Kemenkes
:
Kementerian Kesehatan
Kepmenkes
:
Keputusan Menteri Kesehatan
Satkorlak
: Satuan Koordinasi Pelaksana
Satlak
: Satuan Pelaksana
SDM
: Sumber Daya Manusia
xxi
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1
Kuesioner Penelitian Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Banjir di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 ...........................
xxii
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
138
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara geografis terletak pada wilayah yang rawan terhadap bencana alam baik yang berupa tanah longsor, gempa bumi, letusan gunung api, tsunami, banjir, dan lain-lain. Disamping bencana alam tersebut, akiibat dari hasil pembangunan dan adanya sosiokultural yang multi dimensi, Indonesia juga rawan terhadap bencana non alam maupun sosial seperti kerusuhan sosial maupun politik, kecelakaan transportasi, kecelakaan industri dan kejadian luar biasa akibat wabah penyakit menular (Depkes, 2007). Dari data kejadian bencana selama tahun 2003 – 2007, bencana hidrometeorologi menempati urutan terbesar (67%) dari total kejadian bencana di Indonesia. Dari total bencana hidrometeorologi tersebut, 40%-nya adalah bencana banjir. Sedangkan yang 27% adalah bencana tanah longsor dan banjir yang disertai tanah longsor (BNPB, 2008). Banjir juga merupakan bencana terbesar di dunia. Kejadian dan korban bencana banjir menempati urutan pertama di dunia dari berbagai bencana alam lain, yaitu mencapai 55 %. Sebagian besar kota-kota besar, didaerah industri penting serta daerah pertanian yang subur didunia berada di dataran banjir seperti New York, Tokyo, Osaka, Bangkok, Amsterdam, Jakarta dan sebagainya (BPPT, 2001). Menurut data dari Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes, bahwa sepanjang tahun 2007 tercatat telah terjadi 205 kali kejadian
bencana yang
mengakibatkan krisis kesehatan di Indonesia dan jenis bencana yang paling sering terjadi adalah bencana banjir (99 kali kejadian atau 48,3% dari total kejadian). Pada tahun 2008 meningkat menjadi 420 kali kejadian bencana yang mengakibatkan krisis kesehatan dan jenis bencana yang paling sering terjadi adalah bencana banjir (192 kali kejadian atau 45,7% dari total kejadian). Sedangkan pada tahun 2009 tercatat 287 kali kejadian bencana yang mengakibatkan krisis kesehatan dan jenis bencana yang paling sering terjadi adalah bencana banjir (109 kali kejadian atau 38% dari total kejadian) (Depkes, 2008, 2009; Kemenkes 2010). 1
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
2
Ditinjau dari karateristik geografis dan geologis, wilayah Indonesia adalah salah satu kawasan rawan bencana banjir. Sekitar 30 % dari 5.000 sungai besar yang ada di Indonesia melintasi kawasan penduduk padat. Adanya faktor perubahan iklim, tata guna lahan dan kenaikan permukaan air laut seringkali meningkatkan kemungkinan terjadinya banjir pada saat musim penghujan. Banjir pada umumnya terjadi karena faktor kondisi dan peristiwa alam maupun pengaruh kegiatan manusia (Depkes, 2006). Menurut BAKORNAS PB, secara umum, bencana banjir disebabkan oleh adanya curah hujan yang tinggi diatas normal, sehingga sistem pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir yang dibuat tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap. Umumnya datangnya banjir diawali dengan gejala-gejala curah hujan yang tinggi pada waktu yang lama dan tingginya pasang laut yang disertai badai (BAKORNAS PB, 2007). Pada umumnya bencana banjir yang terjadi di perkotaan maupun daerah rawan banjir yang sebagian besar terletak pada daerah pantai biasanya bersifat berulang antara lain kota Jakarta, Semarang, Demak, Banyumas, Kebumen (BPPT, 2001). Kejadian bencana selalu mempunyai dampak yang merugikan, seperti rusaknya sarana dan prasarana fisik (perumahan penduduk, bangunan perkantoran, sekolah, tempat ibadah, sarana jalan, jembatan dan lain-lain). Sering pula kejadian bencana dapat menimbulkan masalah kesehatan dengan jatuhnya korban jiwa seperti meninggal, luka-luka, meningkatnya kasus penyakit menular, menurunnya status gizi masyarakat dan tidak jarang menimbulkan trauma kejiwaan bagi penduduk yang mengalaminya. Selain itu dampak kejadian bencana dapat pula mengakibatkan terjadinya arus pengungsian penduduk ke lokasi-lokasi yang dianggap aman. Hal ini tentunya dapat menimbulkan masalah kesehatan baru bagi wilayah yang menjadi tempat penampungan pengungsi, mulai dari munculnya kasus penyakit menular, masalah gizi, masalah penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan hingga kualitas kesehatan lingkungan (Depkes, 2007).
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
3
Provinsi DKI Jakarta yang merupakan Ibukota Negara juga tidak luput dari bencana
banjir
yang
menimbulkan
masalah
kesehatan.
Data
dari
Pusat
Penanggulangan Krisis, Departemen Kesehatan mencatat bahwa pada tahun 2007 dan 2008 menunjukkan sepanjang tahun tersebut telah terjadi bencana banjir yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa dan pengungsi. Selain jatuhnya korban jiwa dan pengungsi, banjir juga mengakibatkan rusaknya beberapa fasilitas kesehatan yang ada di Jakarta. Data dari Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes, tahun 2007 dan 2008 menunjukkan bahwa sepanjang tahun tersebut telah terjadi bencana banjir yang mengakibatkan jatuhnya korban dan pengungsi. Korban meninggal tercatat 48 orang pada tahun 2007 dan 6 orang pada tahun 2008. Korban luka berat/rawat inap tercatat 2.014 orang pada tahun 2007 dan 90 orang pada tahun 2008. Korban luka ringan/rawat jalan tercatat 119.998 orang pada tahun 2007 dan 11.016 pada tahun 2008. Sedangkan jumlah penduduk yang harus mengungsi tercatat 424.587 orang pada tahun 2007 dan 97.252 orang pada tahun 2008 (Depkes, 2009). Selain jatuhnya korban dan pengungsi, banjir juga mengakibatkan rusaknya beberapa fasilitas kesehatan yang ada di Jakarta. Tercatat pula bahwa pada tahun 2007 banjir telah mengakibatkan rusaknya 44 unit puskesmas dan 6 puskesmas pembantu sedangkan pada tahun 2008 telah terjadi kerusakan 6 unit puskesmas (Depkes, 2009). Dalam upaya penanggulangan bencana terdapat tiga tahap penanggulangan bencana yaitu pada pra bencana (sebelum bencana), saat bencana, dan pasca bencana (setelah bencana). Di semua tahap tersebut sangat diperlukan sumber daya yang memadai dan dapat difungsikan terutama pada saat bencana terjadi, Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir tentunya, sumber daya manusia kesehatan menjadi hal yang sangat penting yang merupakan pelaksana teknis atau pelaksana kegiatan operasional saat terjadi bencana maupun pasca bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah dijelaskan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana adalah mencakup kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana (BNPB, 2007). Kesiapsiagaan Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
4
merupakan serangkaian kegiatan pada tahap pra bencana yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana yang akan terjadi. Kesiapsiagaan dimaksud adalah kesiapsiagaan sumber daya manusia. Kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan bahwa sumber daya manusia akan selalu mempunyai kemampuan dalam melakukan upaya penanggulangan bencana secara cepat dan tepat. Pelayanan kesehatan pada saat bencana merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mencegah terjadinya kematian, kecacatan dan kejadian penyakit. Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan di daerah bencana adalah sumber daya manusia kesehatan yang tidak siap siaga difungsikan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana. Hal ini tergambar dengan masih adanya kesan di masyarakat tentang keterlambatan petugas dalam merespon setiap kejadian bencana (Depkes, 2006). Kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan merupakan bentuk gambaran produktivitas sumber daya manusia kesehatan, sikap mental sumber daya manusia kesehatan dalam mengantisipasi kejadian bencana (tahap pra bencana). Individu yang produktif, seperti yang dikembangkan dan dimodifikasi dari pemikiran yang disampaikan oleh Gilmore dan Erich Froom yang dikutip oleh Sedarmayanti, 2009, yaitu individu yang mempunyai tindakan konstruktif, percaya pada diri sendiri, bertanggung jawab, memiliki rasa cinta terhadap pekerjaan, mampu mengatasi persoalan dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah-ubah, mempunyai kontribusi positif terhadap lingkungannya (kreatif, inovatif), memiliki kekuatan untuk mewujudkan potensinya. A. Dale Timpe dalam Sedarmayanti, 2009, mengungkapkan tentang ciri umum tenaga kerja yang produktif adalah cerdas, belajar cepat, kompeten secara profesional/teknis, kreatif dan inovatif, memahami pekerjaan, menggunakan logika, bekerja efisien, selalu mencari perbaikan, dianggap bernilai oleh pengawasnya, selalu meningkatkan diri. Banyak teori pula yang mengemukakan bahwa konsep produktivitas merupakan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan dimana hari ini harus lebih baik dari hari kemaren, dan mutu kehidupan hari esok Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
5
harus lebih baik dari hari ini. Hal ini yang memberi dorongan untuk berusaha dan mengembangkan
diri.
Produktivitas
kerja
yang
tergambar
dalam
bentuk
kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan tersebut tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kualitas tenaga kerja diperlukan peningkatan kesadaran produktivitas, efektivitas, efisiensi dan kewiraswastaan etos kerja yang produktif yang dilaksanakan melalui berbagai kegiatan motivasi, penyuluhan, pendidikan dan pelatihan (Hamalik, 2007). Menurut Tiffin dan Cormick, seperti yang dikutip oleh Sutrisno, 2009, menjelaskan bahwa produktivitas kerja dipengaruhi oleh faktor yang ada pada diri individu antara lain umur dan kondisi fisik individu. Demikian pula adanya perbedaan jenis kelamin dalam masyarakat juga berpengaruh dalam prestasi, kekuasaan, status sosial dan kesempatan-kesempatan untuk meningkat. Dalam banyak masyarakat, pria dipandang lebih tinggi dan cenderung menjadi lebih mobile daripada wanita (Huky, 1982), sehingga pria tentunya mempunyai kesempatan yang lebih dibanding wanita untuk meningkatkan produktivitas kerja, dalam hal ini kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam mengantisipasi kejadian bencana.
Selain itu pengalaman kerja juga akan mempengaruhi motivasi kerja
seseorang serta mendorong terbentuknya produktivitas dan perilaku seseorang tersebut (Notoatmodjo, 2003; Yuniarsih, 2008). Pengalaman kerja yang diukur dari lamanya bekerja sumber daya manusia kesehatan dalam upaya penanggulangan bencana juga berperan terhadap kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan yang bersangkutan. Semakin lama bekerja tentunya pengalaman yang diperolehnya semakin banyak dan tentunya dapat meningkatkan produktivitas kerja dalam bentuk kesiapsiagaan untuk mengantisipasi kejadian bencana yang akan terjadi . Dalam siklus atau mekanisme penanggulangan bencana, kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan merupakan salah satu upaya peningkatan produktivitas sumber daya manusia kesehatan yang dilakukan sebelum kejadian bencana. Hal tersebut tentunya berhubungan dengan keterampilan dan kemampuan Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
6
diri sumber daya manusia kesehatan. Untuk meningkatkan kualitas non fisik seseorang diperlukan upaya pendidikan dan pelatihan (Sedarmayanti, 2009). Keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan dan diperoleh melalui proses belajar dan berlatih. Pelatihan yang terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana ada yang bersifat manajemen dan ada yang bersifat teknis termasuk pula simulasi atau gladi. Dengan keterampilan yang dimiliki seorang pegawai diharapkan mampu menyelesaikan pekerjaan secara produktif (Sulistyani, 2003). Perbaikan dan peningkatan perilaku kerja melalui pelatihan bagi sumber daya manusia kesehatan sangat diperlukan agar lebih mampu melaksanakan tugas-tugasnya dan diharapkan lebih berhasil dalam upaya pelaksanaan program kerja di unit kerjanya. Selain itu kondisi organisasi atau unit kerja sumber daya manusia kesehatan itu bekerja juga berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan. Dukungan sumber daya yang ada di unit kerja terkait penanggulangan bencana harus dapat digunakan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas (Yuniarsih, 2008). Pengorganisasian dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana di setiap Dinas Kesehatan Provinsi tentunya mempunyai peranan yang penting dalam memperkuat kapasitas sumber daya manusia kesehatan dalam melaksanakan kegiatannya seperti yang telah diatur dalam suatu Keputusan Menteri Kesehatan No. 145/Menkes/SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana di Bidang Kesehatan. Sampai saat ini kenyataannya masih ada daerah, baik Dinas Kesehatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota baik yang pengorganisasiannya dalam pengelolaan program penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana masih belum optimal. Hal ini dapat terlihat dari data yang di kumpulkan oleh Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes pada Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008 yang menunjukkan bahwa dari segi sarana transportasi petugas yang dapat dipergunakan pada saat terjadi bencana banjir berupa perahu karet masih ada 33,3% dari seluruh dinas kesehatan provinsi yang ada tidak memilikinya. Kemudian belum seluruh Dinas Kesehatan Provinsi memiliki persediaan penyangga obat (buffer stock) Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
7
dan bahan habis pakai serta emergency kit. Demikian pula halnya dengan pembiayaan operasional untuk penanggulangan bencana, masih ada 24,2% dari seluruh dinas kesehatan provinsi yang tidak memiliki biaya operasional yang bersumber dari APBD. Dinas Kesehatan provinsi yang memiliki informasi kesiapsiagaan yang selalu diperbarui hanya 66,7% dari seluruh dinas kesehatan yang ada dan ada 30,3% dinas kesehatan provinsi yang belum memiliki tim kesehatan yang dapat dimobilisasi bila bencana terjadi. Selanjutnya hanya ada 48,5% dari seluruh dinas kesehatan provinsi yang memiliki pedoman/prosedur tetap penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dan itu masih ada 21,2% dari seluruh dinas kesehatan provinsi yang belum pernah melakukan kegiatan evaluasi penanggulangan bencana (Depkes, 2009). Selain itu adanya kompensasi yang diberikan oleh organisasi atau unit kerjanya kepada sumber daya manusia kesehatan dapat berfungsi sebagai faktor motivasi dalam meningkatkan produktifitas kerja sumber daya manusia. Dalam suatu organisasi masalah kompensasi merupakan masalah yang sangat kompleks, namun penting bagi pegawai maupun organisasi itu sendiri. Program kompensasi merupakan pencerminan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia (Sedarmayanti, 2009). Kompensasi yang diharapkan disini terkait dengan balas jasa organisasi terhadap kontribusi para pegawai dalam pencapaian tujuan organisasi, maka kompensasi yang terlalu kecil atau tidak ada, akan menurunkan motivasi yang akibat lebih jauh akan menurunkan produktivitas kerja (Hadiati, 2001), dalam hal ini kualitas kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan akan menjadi kurang baik dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana. Hal-hal tersebut diatas sangat dibutuhkan bagi sumber daya manusia kesehatan yang bekerja di unit pengelola program penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana. Oleh karena kejadian bencana sering kali terjadi secara datang mendadak dan diluar jam kerja rutin. Kondisi tersebut menuntut kesiapsiagaan dari sumber daya manusia kesehatan untuk selalu siap bersedia bekerja di luar jam kerja rutin dengan perintah atasan yang datang secara mendadak serta bersedia bekerja
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
8
dengan sarana dan biaya operasional yang tersedia di unit kerja untuk kegiatan penanggulangan bencana banjir. Berdasarkan penjelasan di atas penulis tertarik untuk mempelajari gambaran kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan di unit kerja terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatannya. Namun, mengingat adanya keterbatasan kemampuan yang dimiliki penulis, maka penulis hanya mempelajari keterkaitan faktor karateristik individu meliputi umur, jenis kelamin, lama bekerja, frekuensi pelatihan yang diikuti sumber daya manusia kesehatan meliputi pelatihan manajemen bencana, pelatihan teknik lapangan, pelatihan teknik penunjang, gladi/simulasi dan organisasi unit kerja yang ada di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang meliputi kecukupan sarana, tersedianya biaya operasional, dukungan informasi, tersedianya protap/pedoman,
pelaksanaan
evaluasi
dan
pemberian
kompensasi
dengan
kesiapasiagaan sumber daya manusia kesehatan.
1.2. Perumusan Masalah Uraian latar belakang di atas menunjukkan adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan
kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam
penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir. Sampai saat ini belum diperolehnya secara jelas gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan kerja Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Mengingat adanya keterbatasan kemampuan yang dimiliki penulis, maka penulis hanya ingin mempelajari beberapa faktor yang nanti akan tertuang didalam kerangka konsep yang berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
9
a)
Bagaimanakah gambaran kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010
b) Adakah hubungan umur dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 c)
Adakah hubungan jenis kelamin dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010
d) Adakah hubungan lama pengalaman kerja di unit penanggulangan bencana dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 e)
Adakah hubungan frekuensi pelatihan manajemen dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010
f)
Adakah hubungan frekuensi pelatihan teknis lapangan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010
g) Adakah hubungan frekuensi pelatihan teknis penunjang dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 h) Adakah hubungan frekuensi simulasi/gladi dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
10
i)
Adakah hubungan kecukupan sarana di unit kerja dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010
j)
Adakah hubungan ketersediaaan biaya operasional di unit kerja dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010
k) Adakah hubungan dukungan informasi di unit kerja dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 l)
Adakah hubungan ketersediaan protap/pedoman di unit kerja dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010
m) Adakah hubungan pelaksanaan evaluasi di unit kerja dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 n) Adakah hubungan pemberian kompensasi di unit kerja dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 o) Adakah faktor-faktor dominan yang berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
11
1.3. Tujuan 1.3.1. Tujuan umum: Untuk mengetahui gambaran kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta tahun 2010 dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir dan beberapa faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan.
1.3.2. Tujuan khusus: a) Diketahuinya gambaran kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 b) Diketahuinya hubungan umur dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010. c) Diketahuinya hubungan jenis kelamin dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010. d) Diketahuinya hubungan lama pengalaman kerja di unit penanggulangan bencana dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010. e) Diketahuinya hubungan frekuensi pelatihan manajemen bencana dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010. f) Diketahuinya hubungan frekuensi pelatihan teknis lapangan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
12
g) Diketahuinya
hubungan
frekuensi
pelatihan
teknis
penunjang
dengan
kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010. h) Diketahuinya hubungan frekuensi simulasi/gladi dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010. i) Diketahuinya hubungan kecukupan sarana di unit kerja dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 j) Diketahuinya hubungan ketersediaaan biaya operasional di unit kerja dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 k) Diketahuinya hubungan dukungan informasi di unit kerja dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 l) Diketahuinya hubungan ketersediaan protap/pedoman di unit kerja dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 m) Diketahuinya hubungan pelaksanaan evaluasi di unit kerja dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 n) Diketahuinya
hubungan
pemberian
kompensasi
di
unit
kerja
dengan
kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
13
o) Diketahuinya faktor-faktor dominan yang berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain : 1.4.1. Manfaat Aplikatif Sebagai
bahan
masukan
atau
informasi
bagi
pengelola
program
terkait
penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir dilingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan sumber daya masyarakat manusia kesehatan setempat.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan pada unit kerja pengelola program yang terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana di lingkungan kerja Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, yaitu sumber daya manusia kesehatan pada jajaran manajemen dan pelaksana teknis di Dinas Kesehatan Provinsi DKI, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat dan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur serta AGD Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta berjumlah 295 orang. Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui gambaran kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir pada tahun 2010 serta faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan, yaitu faktor karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, lama bekerja, frekuensi pelatihan yang diikuti sumber daya manusia kesehatan meliputi frekuensi pelatihan manajemen bencana, pelatihan teknik lapangan, pelatihan teknik penunjang, gladi/simulasi dan faktor organisasi unit kerja yang ada di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang meliputi Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
14
kecukupan sarana, tersedianya biaya operasional, dukungan informasi, tersedianya protap/pedoman, pelaksanaan evaluasi dan pemberian kompensasi. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross sectional dan dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Juni tahun 2010.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bencana Bencana menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 pasal 1 Tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (BNPB, 2007). Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit. Sedangkan bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror (BNPB, 2007). Bila dilihat dari faktor geografis, geologis, hidrologis dan demografis, Indonesia merupakan negara yang wilayahnya rawan terhadap bencana, baik bencana alam, non alam, maupun bencana sosial. Secara geografis, Indonesia rawan terhadap bencana gempa bumi maupun tsunami karena wilayahnya terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik di dunia, yaitu lempeng benua Asia dan benua Australia, serta lempeng samudera Hindia dan samudera Pasifik. Indonesia juga rawan terhadap bencana letusan gunung api, mengingat Indonesia memiliki 129 gunung berapi aktif yang dapat meletus kapan saja. Curah hujan yang ekstrem, perbukitan dengan lereng sedang hingga terjal, dengan jenis tanah lolos air tinggi dan kurangnya vegetasi berakar kuat dan dalam juga merupakan faktor-faktor kerentanan lainnya terhadap bencana banjir maupun gerakan/tanah longsor. Selain itu, dari aspek demografis, keanekaragaman ras, budaya dan agama sering jadi pemicu konflik sosial 15
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
16
yang terjadi di Indonesia (Depkes, 2009). Banjir merupakan salah satu bencana alam yang potensial menimbulkan kerusakan, terjadi pada kondisi tertentu, pada periode waktu dan terjadi disuatu daerah tertentu. Banjir merupakan bencana alam, yang dapat menelan korban dan kerugian materi paling banyak (40%) dibandingkan dengan tipe bencana alam lainnya (Purwadhi, 2004). Bencana banjir yang terjadi pada tahun 2008 merupakan bencana yang paling banyak terjadi di Indonesia, yaitu sebanyak 491 kejadian atau 38% dari jumlah keseluruhan kejadian bencana tahun 2008. Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi yang paling banyak mengalami bencana banjir yaitu 47 kejadian, dengan jumlah korban meninggal dan hilang serta korban luka terbanyak di banding provinsi lain. Untuk jumlah pengungsi terbanyak terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan yaitu 4.519.967 orang atau sekitar 82% dari jumlah keseluruhan pengungsian akibat banjir yang terjadi selama tahun 2008. Dapat disimpulkan kejadian banjir yang terjadi dalam kurun waktu 7 tahun cenderung meningkat. Kenaikan signifikan terjadi pada tahun 2008 dengan penambahan 152 kejadian dari tahun sebelumnya (BNPB, 2009). Data dari Pusat Penanggulangan Krisis, Kemenkes, mencatat, selama tahun 2009 telah terjadi banjir sebanyak 109 kejadian, yang menimbulkan korban luka berat/ rawat inap berjumlah 25 orang (1,7%), korban luka ringan/rawat jalan berjumlah 33.771 orang (59,6%), pengungsian sebanyak 205.254 orang (44,7%) serta kerusakan fasilitas kesehatan 17 (2,1%) (Kemenkes, 2010).
2.2. Pengertian Banjir Menurut BAKORNAS PB, 2007 ada dua pengertian banjir: a) Aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga melimpas dari palung sungai yang menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di sisi sungai. Aliran air limpahan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air. b) Gelombang banjir berjalan ke arah hilir sistem sungai yang berinteraksi dengan kenaikan muka air di muara akibat badai. Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
17
Untuk negara tropis, berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan tersebut dapat dikategorikan dalam empat kategori: a) Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem drainase buatan manusia. b) Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai. c) Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti bendungan, bendung, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir. d) Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai akibat runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan/bendungan tidak dapat menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai yang terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang. Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal, sehingga sistem pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap. Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, tetapi berubah akibat sedimentasi penyempitan sungai akibat fenomena alam dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya. Penggundulan hutan di daerah tangkapan air hujan (catchment area) juga menyebabkan peningkatan debit banjir karena debit/pasokan air yang masuk ke dalam sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan menjadi pemicu terjadinya erosi pada lahan curam yang menyebabkan terjadinya sedimentasi di sistem pengaliran air dan wadah air lainnya. Disamping itu berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit banjir. Pada daerah permukiman dimana telah padat dengan bangunan sehingga tingkat resapan air ke dalam tanah berkurang, jika terjadi hujan dengan curah hujan yang tinggi sebagian besar air akan menjadi aliran permukaan yang langsung masuk ke dalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui dan mengakibatkan banjir (BAKORNAS PB, 2007). Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
18
Pada umumnya banjir yang berupa genangan maupun banjir bandang bersifat merusak. Aliran arus air yang cepat dan bergolak (turbulent) meskipun tidak terlalu dalam dapat menghanyutkan manusia, hewan dan harta benda. Aliran air yang membawa material tanah yang halus akan mampu menyeret material yang lebih berat sehingga daya rusaknya akan semakin tinggi. Air banjir yang pekat ini akan mampu merusak pondasi bangunan, pondasi jembatan dan lainnya yang dilewati sehingga menyebabkan kerusakan yang parah pada bangunan-bangunan tersebut, bahkan mampu merobohkan bangunan dan menghanyutkannnya. Pada saat air banjir telah surut, material yang terbawa banjir akan diendapkan dan dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman, perumahan serta timbulnya wabah penyakit (BAKORNAS PB, 2007). Banjir bandang (flash flood) biasanya terjadi pada aliran sungai yang kemiringan dasar sungainya curam. Aliran banjir yang tinggi dan sangat cepat, dapat mencapai ketinggian lebih dari 12 meter, limpahannya dapat membawa batu besar/bongkahan dan pepohonan serta merusak/menghanyutkan apa saja yang dilewati namun cepat surut kembali. Banjir semacam ini dapat menyebabkan jatuhnya korban manusia (karena tidak sempat mengungsi) maupun kerugian harta benda yang besar dalam waktu yang singkat (BAKORNAS PB, 2007).
2.3. Gambaran Bencana Banjir di Provinsi DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta yang merupakan Ibukota Negara juga tidak luput dari bencana banjir yang akhirnya menimbulkan masalah kesehatan. Dari hasil survei potensi desa tahun 2008 yang dilaksanakan oleh BPS, menunjukkan bahwa selama periode 2006 – 2008 dari 267 kelurahan yang ada di Provinsi DKI Jakarta ada 178 kelurahan atau 66,7% yang terkena bencana banjir (Midayanti, 2009). Sedangkan data dari Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes, tahun 2007 dan 2008 menunjukkan bahwa sepanjang tahun tersebut telah terjadi bencana banjir yang mengakibatkan jatuhnya korban dan pengungsi. Korban meninggal tercatat 48 orang pada tahun 2007 dan 6 orang pada tahun 2008. Korban luka berat/rawat inap tercatat 2.014 orang pada tahun 2007 dan 90 orang pada tahun 2008. Korban luka ringan/rawat jalan tercatat Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
19
119.998 orang pada tahun 2007 dan 11.016 pada tahun 2008. Sedangkan jumlah penduduk yang harus mengungsi tercatat 424.587 orang pada tahun 2007 dan 97.252 orang pada tahun 2008 (Depkes, 2009). Selain jatuhnya korban dan pengungsi, banjir juga mengakibatkan rusaknya beberapa fasilitas kesehatan yang ada di Jakarta. Tercatat pula bahwa pada tahun 2007 banjir telah mengakibatkan rusaknya 44 unit puskesmas dan 6 puskesmas pembantu sedangkan pada tahun 2008 telah terjadi kerusakan 6 unit puskesmas (Depkes, 2009). Sementara itu menurut sejumlah ahli, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan sering terjadinya banjir di DKI Jakarta. Pertama letak geografis Provinsi DKI Jakarta yang dilalui aliran 13 sungai. Kedua hampir separuh wilayah DKI Jakarta berada di bawah permukaan laut pasang. Ketiga, terhambatnya aliran sungai akibat penyempitan sungai karena bantaran sungai dijadikan tempat hunian liar, pendangkalan sungai, penutupan/pembetonan/pengecoran saluran air serta rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan. Keempat, pembangunan yang sangat pesat di sekitar Jakarta mengakibatkan air hujan yang seharusnya merembes kedalam lapisan tanah melimpah ke sungai sehingga meningkatkan debit air sungai. Hal ini diperparah oleh penggunaan air tanah secara berlebihan yang mengakibatkan terjadinya penurunan tanah. Kelima, curah hujan yang terus-menerus disekitar Bogor dan Jakarta (berkisar antara 47 mm – 250 m) serta terjadinya pasang laut yang mencapai 190 cm mengakibatkan seluruh kali menguap. Situasi ini diperparah oleh adanya kerusakan pada beberapa tanggul sungai/kanal (Sujudi, 2002).
2.4. Upaya Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Banjir Upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana merupakan serangkaian kegiatan kesehatan yang mencakup kegiatan pada masa pra bencana meliputi pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, pada masa bencana meliputi tanggap darurat, dan pada masa pasca bencana meliputi pemulihan/rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam siklus bencana upaya penanggulangan bencana di gambarkan sebagai berikut: Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
20
Kesiapsiagaan
Tanggap Darurat Mitigasi
Pencegahan
Pemulihan/ Rehabilitasi
Rekonstruksi
Gambar 2.1 Siklus Penanggulangan Bencana (Depkes, 2007)
Mekanisme upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, meliputi kegiatan: a) Pra Bencana (pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan) − Pencegahan
bencana
adalah
tindakan-tindakan
untuk
menghambat
ancaman/bahaya yang menyebabkan terjadinya bencana. Kegiatannya meliputi menyusun prosedur tetap/ pedoman, melakukan analisis resiko,
penyebarluasan informasi (Depkes, 2006). Selain itu, pencegahan bencana dapat pula diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana (BNPB, 2007) − Mitigasi adalah kegiatan-kegiatan yang lebih menitikberatkan pada upaya
untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan bencana. Kegiatannya meliputi struktural (pembangunan dan pengadaan fisik) dan non struktural (menyusun
standar pelayanan, menyusun perencanaan, menyusun peraturan relokasi, jalur evakuasi, retro fitting) (Depkes, 2006). Mitigasi juga dapat diartikan
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
21
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (BNPB, 2007). − Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan yang difokuskan pada pengembangan rencana-rencana untuk menanggapi bencana secara cepat dan efektif dengan menyiapyiagakan sumber daya, pendidikan dan pelatihan bagi petugas, menyusun pedoman/prosedur tetap, menyusun dan mengembangkan sistem informasi dan sistem manajemen, menyusun rencana kontinjensi (Depkes, 2006). Kesiapsiagaan dapat diartikan pula serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (BNPB, 2007). b) Saat Bencana (tanggap darurat) − Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana (Depkes, 2006) c) Pasca Bencana (rehabilitasi dan rekonstruksi) − Rehabilitasi adalah kegiatan untuk memulihkan dan memfungsikan kembali sumberdaya kesehatan guna mengurangi penderitaan korban (Depkes, 2006). Rehabilitasi juga diartikan sebagai upaya perbaikan dan pemulihan pada semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana (BNPB, 2007) − Rekonstruksi adalah kegiatan untuk membangun kembali berbagai kerusakan akibat bencana secara lebih baik dari keadaan sebelumnya dengan telah mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana di masa yang akan datang (Depkes,
2006).
Rekonstruksi
juga
dapat
diartikan
sebagai
upaya
pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
22
dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan pereknomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana (BNPB, 2007).
2.5. Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana Banjir Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal perasaan, keinginan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya dan karya. Semua potensi sumber daya manusia tersebut berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam mencapai tujuan. Werther dan Davis, dalam kutipan Sutrisno, 2009, sumber daya manusia adalah pegawai yang siap, mampu, dan siaga dalam mencapai tujuantujuan organisasi. Bagi organisasi, ada tiga sumber daya strategis yang mutlak harus dimiliki untuk dapat menjadi sebuah organisasi yang unggul yaitu financial resources (dana/modal), human resources (modal insani), informational resources (informasiinformasi untuk membuat keputusan strategis ataupun taktis). Sumber daya manusia/modal insani yang mempunyai kualitas yang sesuai dengan organisasi merupakan sumber daya yang paling sulit dikelola dan diperoleh (Sutrisno, 2009). Sumber daya manusia kesehatan adalah seseorang yang bekerja secara aktif dibidang kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan (Depkes, 2006). Sumber daya manusia kesehatan adalah tenaga kesehatan profesi termasuk tenaga kesehatan strategis dan tenaga kesehatan non profesi serta tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya seperti dalam upaya dan manajemen kesehatan (Depkes, 2009). Sumber daya manusia adalah faktor sentral dalam suatu organisasi. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia. Jadi, manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan intitusi/organisasi (Yuniarsih, 2008). Sumber daya manusia merupakan daya (tenaga Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
23
atau kekuatan) yang bersumber dari manusia (Sedarmayanti, 2009). Sumber daya manusia atau man power disingkat SDM merupakan kemampuan yang dimiliki setiap manusia. Sumber daya manusia terdiri dari daya pikir dan daya fisik setiap manusia. Tegasnya kemampuan setiap manusia ditentukan oleh daya pikir dan daya fisiknya (Hasibuan, 2008). Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir tentunya, sumber daya manusia kesehatan menjadi hal yang sangat penting yang merupakan pelaksana teknik atau pelaksana kegiatan operasional saat terjadi bencana maupun pasca bencana. Dalam Kepmenkes RI Nomor 876/Menkes/SK/XI/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Penanganan Krisis dan Masalah Kesehatan Lain, disebutkan bahwa penanganan krisis dan masalah kesehatan lain lebih menitikberatkan kepada upaya sebelum terjadinya bencana yaitu upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan yang dimaksudkan adalah kesiapsiagaan sumber daya sebelum menghadapi masalah kesehatan yang timbul akibat terjadinya bencana, termasuk bencana banjir. Jadi kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan pada tahap pra bencana yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana yang akan terjadi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, kesiapsiagaan merupakan bentuk operasional penyelenggaraan penanggulangan bencana pada situasi terdapat potensi bencana dengan salah satu bentuk kegiatannya yang terkait dengan sumber daya manusia adalah pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat. Dalam hal ini, kesiapsiagaan dimaksud adalah termasuk kesiapsiagaan sumber daya manusia yang harus dipastikan mempunyai kemampuan dalam melakukan upaya penanggulangan bencana secara cepat dan tepat karena merupakan pelaksana teknik atau pelaksana kegiatan operasional saat terjadi bencana maupun pasca bencana. Secara umum dapat diutarakan sebagai sifat khusus yang menunjukkan kualitas prima manusia yang diharapkan, antara lain berstamina tinggi, tangguh, cerdas, terampil memiliki rasa tanggung jawab, produktif, kreatif, inovatif, berdisiplin, berbudi luhur, dan masih banyak yang menggambarkan kualitas prima Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
24
manusia secara umum. Kualitas sumber daya manusia menyangkut dua aspek, yakni aspek fisik (kualitas fisik) yang diupayakan melalui peningkatan kesehatan dan gizi maupun non fisik (kualitas non fisik) yang ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan. Sedangkan fasilitas yang canggih dan lengkap, belum merupakan jaminan akan berhasilnya suatu organisasi tanpa diimbangi oleh kualitas manusia yang akan memanfaatkan fasilitas tersebut (Sedarmayanti, 2009). Dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kualitas tenaga kerja diperlukan peningkatan kesadaran produktivitas, efektivitas, efisiensi dan kewiraswastaan etos kerja yang produktif yang dilaksanakan melalui berbagai kegiatan motivasi, penyuluhan, pendidikan dan pelatihan (Hamalik, 2007). Kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan merupakan produktivitas sumber daya manusia dalam rangka upaya penanggulangan masalah kesehatan yang dilakukan sebelum terjadinya bencana. Menurut formulasi National Productivity Board Singapore, produktivitas adalah sikap mental yang mempunyai semangat untuk melakukan perbaikan. Perwujudan sikap mental dituangkan dalam berbagai kegiatan antara lain kegiatan yang berkaitan dengan diri sendiri dilakukan melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, disiplin, upaya pribadi, kerukukan kerja, dan kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan melalui perbaikan manajemen, prosedur kerja, ketepatan waktu, penghematan biaya, sistem dan teknologi yang lebih baik. Yang bertalian dengan sikap mental produktif antara lain menyangkut sikap motivatif, disiplin, kreatif, inovatif, dinamis, profesional. Dewasa ini, produktivitas individu merupakan bagian yang penting. Hal ini berdasarkan pada pemikiran bahwa sebenarnya produktivitas manapun bersumber dari individu yang melakukan kegiatan. Produktivitas kerja ditujukan kepada kualitas untuk kerja, dan bukan semata-mata untuk mendapatkan hasil kerja sebanyak-banyaknya (Sedarmayanti, 2009). Menurut pendapat Nanang Fattah seperti yang dikutip oleh Yuniarsih, 2008, konsep produktivitas berkembang dari pengertian teknik sampai dengan perilaku. Dalam arti teknik mengacu pada derajat keefektifan dan efisiensi dalam penggunaan
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
25
berbagai sumber daya, sedangkan dalam pengertian perilaku, produktivitas merupakan sikap mental yang senantiasa berusaha untuk terus berkembang. Anoraga
dan
jurnal.sdm.blogspot.com/,
Suyati 2010,
seperti
yang
produktivitas
dikutip
mengandung
dari pengertian
sumber yang
berkenaan dengan konsep ekonomis, filosofis, dan sistem. Sebagai konsep ekonomis, produktivitas berkenaan dengan usaha atau kegiatan manusia untuk menghasilkan barang atau jasa yang berguna untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Sebagai konsep filosofis, produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan dimana hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan mutu kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Hal ini yang memberi dorongan untuk berusaha dan mengembangkan diri. Sedangkan konsep sistem, memberikan pedoman pemikiran bahwa pencapaian suatu tujuan harus ada kerjasama atau keterpaduan dari unsur-unsur yang relevan sebagai sistem. Dari sumber massofa.wordpress.com/, bahwa konsep produktivitas kerja dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi individu dan dimensi organisasi. Dimensi individu melihat produktivitas dalam kaitannya dengan karateristikkarateristik kepribadian individu yang muncul dalam bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya individu yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sedangkan dimensi organisasi, melihat produktivitas dalam kerangka hubungan teknik antara masukan (input) dan keluaran (output). Menurut Tohardi yang dikutip oleh Sutrisno, 2009, produktivitas kerja merupakan sikap mental. Sikap mental yang selalu mencari perbaikan terhadap yang telah ada. Pendapat tersebut didukung oleh Ravianto dalam kutipan Sutrisno, 2009 pula yang mengatakan bahwa produktivitas pada dasarnya mencakup sikap mental yang mendorong seseorang mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja dengan cara selalu mencari perbaikan-perbaikan dan peningkatan. Aigner dalam kutipan Sutrisno, 2009, produktivitas adalah keinginan dan upaya manusia untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan disegala bidang. Seperti Simanjuntak yang dikutip oleh Sutrisno, 2009, beberapa faktor yang dapat Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
26
mempengaruhi produktivitas tenaga kerja, yaitu pelatihan, mental dan kemampuan fisik, hubungan antara atasan dan bawahan. Sedangkan Tiffin dan Cormick yang dikutip oleh Sutrisno, 2009, faktor internal (seperti umur, keadaan fisik, motivasi) dan eksternal individu (seperti organisasi, lingkungan sosial) merupakan faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja juga. Demikian pula Fischer, Schoenfeldt, dan Shaw, yang dikutip Muchdarsyah, 2003 menyimpulkan bahwa produktifitas tenaga kerja bukan sekedar merupakan fungsi dari seberapa keras karyawan bekerja, melainkan juga sangat tergantung pada lingkungan kerja dan alur proses yang dilewatinya, antara lain rancangan kerja, perawatan alat, penggantian perlengkapan dan peralatan kerja, serta iklim organisasi yang berkembang didalamnya (Yuniarsih, 2008). Menurut Muchdarsyah dalam kutipan Yuniarsih, 2008, secara umum produktivitas dipengaruhi oleh manusia, modal, metode (proses), lingkungan internal organisasi, dan lingkungan eksternal (baik lokal, regional, nasional dan internasional). Menurut Ravianto seperti yang dikutip oleh Yuniarsih, 2008, faktor-faktor yang berpengaruh pada produktivitas kerja pegawai meliputi pendidikan, keterampilan, disiplin, sikap dan etika kerja, motivasi, gaji, kesehatan, teknologi, manajemen dan kesempatan berprestasi. Hal yang sama dikemukakan juga oleh Sutermeister dalam kutipan Yuniarsih, 2008, “...... the human contribution to productivity or employee job performance are considered to result from ability and motivation, or more accurately, ability times motivation”. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Anoraga yang dikutip dalam Yuniarsih, 2008, menyebutkan bahwa yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah antara lain pekerjaan yang menarik, upah yang baik, keamanan, penghayatan, lingkungan atau suasana kerja yang baik, promosi, disiplin, merasa terlibat dalam kegiatan organisasi, kesetiaan pimpinan. Sedangkan menurut Paul Mali seperti yang dikutip oleh Yuniarsih, 2008, produktivitas kerja merupakan sinergi dari semua faktor yang terbentuk pada empat level, yaitu kecakapan, gaya, latihan, pengetahuan, kondisi fisik, rekan, bentuk tugas, tujuan, kebijakan, standar, perlengkapan (level pertama), kepemimpinan, pengalaman suasana, insentif, jadwal kerja, struktur organisasi,
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
27
teknologi dan material (level kedua), keterampilan, motivasi, metode dan biaya (level ketiga), efektifitas dan efisiensi penggunaan sumber-sumber (level keempat). Produktivitas kerja adalah bentuk keluaran dari hasil kerja seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya (Sedarmayanti, 2009). Kesiapsiagaan di dalam mengantisipasi setiap bencana yang terjadi merupakan salah satu bentuk dari produktivitas kerja dari sumber daya manusia yang ada. Kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan merupakan suatu potensi dan sikap mental dari sumber daya manusia kesehatan yang diproses melalui kegiatan peningkatan kapasitas dan kemampuan, agar dapat menanggulangi masalah kesehatan akibat kedaruratan dan bencana secara efisien dari tahap tanggap darurat sampai rehabilitasi secara berkesinambungan. Sedangkan individu yang produktif, seperti yang dikembangkan dan di modifikasi dari pemikiran yang disampaikan oleh Gilmore, Erich Froom, seperti yang dikutip Sedarmayanti, 2009, yaitu individu yang mempunyai tindakan konstruktif, percaya pada diri sendiri, bertanggung jawab, memiliki rasa cinta terhadap pekerjaan, mampu mengatasi persoalan dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah-ubah, mempunyai kontribusi positif terhadap lingkungannya (kreatif, inovatif), memiliki kekuatan untuk mewujudkan potensinya. A. Dale Timpe, seperti yang dikutip Sedarmayanti, 2009, mengungkapkan tentang ciri umum tenaga kerja yang produktif adalah cerdas, belajar cepat, kompeten secara professional/teknik, kreatif dan inovatif, memahami pekerjaan, menggunakan logika, bekerja efisien, selalu mencari perbaikan, dianggap bernilai oleh pengawasnya, selalu meningkatkan diri (Sedarmayanti, 2009). Nawawi seperti yang dikutip oleh Yuniarsih, 2008, “............. hasil kerja pegawai yang menggambarkan produktivitas kerja pegawai tersebut bersumber dari kemampuan personil secara individual”. Selanjutnya dijelaskan bahwa produktivitas kerja seseorang sesungguhnya merupakan gambaran dedikasi, loyalitas, disiplin, metode kerja yang dijalankan ketika mengahadapi tugas dan beban kerjanya. Dengan demikian, semakin baik keterampilan, keahlian, disiplin, ketekunan, ketepatan
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
28
menggunakan metode serta alat-alat lain dalam bekerja, maka semakin tinggi pula produktivitas kerjanya. Hal-hal tersebut diatas sangat dibutuhkan bagi sumber daya manusia kesehatan yang bekerja di unit pengelola program penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana. Oleh karena kejadian bencana sering kali terjadi secara datang mendadak dan diluar jam kerja rutin. Kondisi tersebut menuntut kesiapsiagaan dari sumber daya manusia kesehatan untuk selalu siap bersedia bekerja di luar jam kerja rutin dengan perintah atasan yang datang secara mendadak serta bersedia bekerja dengan sarana dan biaya operasional yang tersedia di unit kerja untuk kegiatan penanggulangan bencana banjir. Jadi produktivitas merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan kekuatannya dan mewujudkan segenap potensi yang ada padanya. Seseorang yang produktif mempunyai sikap mental yang baik. Seperti studi yang pernah dilakukan oleh perawat kesehatan di Department of Health kota New York tahun 2002 yang mengungkapkan bahwa 90% perawatperawat. Pada saat kejadian bencana, banyak petugas kesehatan masyarakat yang tidak bersedia datang kerja. Mereka khawatir akan keselamatan diri dan keluarganya. Hal ini menunjukkan kurangnya pengertian betapa pentingnya peranan mereka pada masa bencana. Oleh sebab itu, program pelatihan kesiapsiagaan kesehatan masyarakat harus lebih efektif dan harus diarahkan untuk menghilangkan hambatan-hambatan tersebut diatas. Pelatihan ini bekerjasama dalam ruang lingkup pendidikan yang akan menghasilkan praktek pembelajaran yang baik untuk orang dewasa (Parker et al., 2005).
2.6. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dalam Penanggulangan Bencana Banjir Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa produktivitas pada dasarnya mencakup sikap mental yang mendorong seseorang mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja dengan cara selalu mencari perbaikan-perbaikan dan peningkatan, maka kesiapsiagaan di dalam penanggulangan setiap bencana yang Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
29
terjadi merupakan salah satu bentuk dari produktivitas kerja dari sumber daya manusia yang ada. Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, baik yang berhubungan dengan tenaga kerja maupun yang berhubungan dengan lingkungan organisasi dan kebijaksanaan pemerintah secara keseluruhan. Menurut Balai Pengembangan Produktivitas Daerah terdapat beberapa faktor utama yang menentukan produktivitas tenaga kerja antara lain sikap, motivasi, disiplin, etika, pendidikan, keterampilan, manajemen dan sistem organisasi, tingkat penghasilan, gizi dan kesehatan, jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja, sarana dan teknologi. (Sedarmayanti, 2009). Paul Mali seperti yang dikutip oleh Yuniarsih, 2008, dalam produktivitas kiranya perlu penguatan-penguatan pada beberapa aspek yaitu aspek internal individu (antara lain komitmen, motivasi, pengetahuan, sikap, keterampilan dan perilaku dari sumber daya manusia yang terlibat); aspek internal organisasi (antara lain sumber daya, struktur, kepemimpinan, kebijakan dari unit kerja pengelola program yang terlibat) serta aspek eksternalnya (antara lain peran serta masyarakat, kemitraan, kebijakan pemerintah, dampak globalisasi, politik, ekonomi). Menurut Sutermeister dalam kutipan Sedarmayanti, 2009, terdapat 33 faktor yang mempengaruhi produktivitas, seperti yang tergambar dalam Sutermeister’s Productivity Circle :
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
30
Gambar 2.2 Sumber: Sutermeister (1963) People and Productivity dalam Sedarmayanti, 2009
Terkait dengan penelitian ini, maka faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir terdiri dari 2 faktor yaitu faktor individu dan faktor organisasi. Faktor individu yang mencakup umur, jenis kelamin, lama pengalaman bekerja, pengetahuan, keterampilan, pelatihan, kemampuan, kompetensi, sikap, perilaku, motivasi, disiplin serta etos kerja. Sedangkan faktor organisasi meliputi visi, misi, tujuan, bentuk, dukungan sumber daya, sistem dan praktek manajemen, kebijakan, kepemimpinan, informasi, komunikasi, kompensasi, struktur dan desain pekerjaan, budaya kerja), peraturan perundangan, kebijakan pemerintah, lingkungan sosial budaya (dukungan dari masyarakat/stakeholder), ekonomi (dampak globalisasi, tingkat persaingan), politik. Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
31
2.6.1. Umur Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan kerja, dan tanggung jawab seseorang. Umur muda umumnya mempunyai fisik yang lebih kuat, dinamis, dan kreatif, tetapi cepat bosan kurang bertanggung jawab, cenderung absen dan turnovernya tinggi. Sedangkan yang umurnya lebih tua kondisi fisiknya kurang, tetapi bekerja ulet, tanggung jawabnya besar serta absensi dan turnovernya rendah (Hasibuan, 2008). Makin tua akan makin kecil kemungkinan berhenti dari pekerjaan. Pekerja yang lebih tua, kecil kemungkinan akan berhenti karena masa kerja mereka yang lebih panjang cenderung memberikan kepada mereka tingkat upah yang lebih tinggi, liburan dengan upah yang lebih panjang, dan tunjangan pensiun yang lebih menarik (Robbins, 1996). Menurut Tiffin dan Cormick, seperti yang dikutip oleh Sutrisno, 2009, menjelaskan bahwa produktivitas kerja dipengaruhi oleh faktor yang ada pada diri individu antara lain umur dan kondisi fisik individu. Produktivitas kerja seseorang juga dipengaruhi dengan faktor usianya. Seorang usia muda mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan berat, bergerak lincah, giat berkegiatan, kesemuanya ini karena didorong oleh intensitas kerja organ-organ di dalam tubuhnya yang masih besar dan cepat. Kondisi fisik merupakan faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas (Paul Mali dalam Yuniarsih, 2008). Lain halnya dengan orang yang telah berusia setengah abad keatas, yang dikarenakan kehebatan kerja organ-organ dalam tubuhnya telah mengendur/turun maka pekerjaan berat biasanya tidak sanggup lagi dikerjakannya, gerakan dan kegiatan-kegiatannya telah banyak menurun. Menurunnya intensitas kerja organorgan dalam tubuh orang tua dikarenakan mengendurnya tonus otot (jaringan aktif) (Marsetyo dan Kartasapoetra, 1995). Menurut Harris, Benedict yang dikutip Marsetyo dan Kartasapoetra, 1995, nilai energi minimal yang dipergunakan untuk kerja organ-organ tubuh akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia dan berbeda menurut jenis kelamin. Sejak usia dewasa dengan bertambahnya umur 1 tahun, pada laki-laki akan terjadi penurunan energi minimal sekitar 7 sampai 15
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
32
kalori dan demikian seterusnya. Sedangkan pada wanita dengan bertambahnya umur 1 tahun terjadi penurunan sekitar 2 sampai 3 kalori. Gibson, et. al.,1987, menyatakan bahwa faktor usia merupakan variabel dari individu, yang pada dasarnya semakin bertambah usia seseorang akan semakin bertambah kedewasaannya dan semakin banyak menyerap informasi yang akan mempengaruhi produktivitasnya. Teori yang juga dikemukakan oleh Siagian, 1995, yang mengatakan bahwa semakin meningkatnya usia seseorang maka kedewasaan teknik dan psikologisnya semakin meningkat. Ia akan mampu mengambil keputusan, semakin bijaksana, semakin mampu berpikir secara rasional, mengendalikan emosi dan toleran terhadap pendapat orang lain. Suatu tinjauan ulang menyeluruh terhadap riset menemukan bahwa usia dan kinerja tidak ada hubungannya. Kesimpulan yang wajar adalah bahwa tuntutan dari kebanyakan pekerjaan, bahkan untuk pekerjaan dengan persyaratan kerja tangan yang berat, kemerosotan ketrampilan fisik apapun yang disebabkan oleh usia berdampak pada produktivitas; atau jika ada kemerosotan karena usia sering diimbangi oleh perolehan karena pengalaman (Robbins, 1996). Menurut Sedarmayanti, 2009, bahwa umur seseorang berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas tertentu dan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun. Pada umur 50-60 tahun kekuatan otot menurun sebanyak 60%. Selanjutnya kemampuan fisik seseorang yang berumur > 60 tahun tinggal mencapai 50% dari orang yang berumur 25 tahun. Perbedaan teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa produktivitas seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga faktor umur tidak akan selalu mempengaruhi produktivitas sumber daya manusia.
2.6.2. Jenis Kelamin Demikian pula adanya perbedaan jenis kelamin dalam masyarakat juga berpengaruh dalam prestasi, kekuasaan, status sosial dan kesempatan-kesempatan untuk meningkat. Dalam banyak masyarakat, pria dipandang lebih tinggi dan cenderung menjadi lebih mobile daripada wanita (Huky, 1982), sehingga pria Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
33
tentunya mempunyai kesempatan yang lebih dibanding wanita untuk meningkatkan produktivitas kerja yaitu kesiapsiagaannya. Jenis kelamin harus diperhatikan berdasarkan sifat dan waktu pekerjaannya. Misalnya pekerjaan untuk jaga malam kurang pantas dilakukan oleh kaum perempuan (Hasibuan, 2008). Produktivitas kerja seseorang akan berbeda menurut jenis kelaminnya (Sutermeister dalam Sedarmayanti, 2009). Seorang laki-laki dan seorang wanita dengan berat badan yang sama akan memiliki kemampuan aktivitasnya yang berbeda. Hal ini dikarenakan jaringan tidak aktif dalam tubuh wanita lebih banyak dengan demikian energi minimal yang digunakan untuk menjalankan proses kerja tubuh pada wanita lebih rendah dibanding laki-laki. Biasanya energi minimal yang diperlukan wanita 10% lebih rendah daripada yang diperlukan laki-laki (Marsetyo dan Kartasapoetra, 1995). Secara umum wanita hanya mempunyai kekuatan fisik 2/3 dari kemampuan fisik kekuatan otot laki-laki, tetapi dalam hal tertentu wanita lebih teliti dari laki-laki (Sedarmayanti, 2009). Ada pula studi-studi psikologis telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia mematuhi wewenang, dan pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya daripada wanita dalam memiliki pengharapan (expectacy) untuk sukses, tetapi perbedaan ini kecil adanya. Kita mengasumsikan bahwa tidak ada perbedaan berarti dalam produktivitas pekerjaan antara pria dan wanita (Robbins, 1996).
2.6.3. Lama Pengalaman Kerja Selain itu pengalaman kerja juga akan mempengaruhi motivasi kerja seseorang serta mendorong terbentuknya produktivitas dan perilaku seseorang tersebut (Notoatmodjo,2003; Yuniarsih, 2008; Sedarmayanti, 2009). Orang yang berpengalaman merupakan calon karyawan yang telah siap pakai (Hasibuan, 2008). Telah
dilakukan
tinjauan
ulang
terhadap
hubungan
senioritas
dan
produktivitas. Jika kita mendefinisikan senioritas sebagai masa seseorang dalam menjalankan pekerjaan tertentu, kita dapat mengatakan bahwa bukti paling baru menunjukkan suatu hubungan positif antara senioritas dan produktivitas pekerjaan. Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
34
Kalau begitu masa kerja yang diekspresikan sebagai pengalaman kerja, tampaknya menjadi peramal yang baik terhadap produktivitas karyawan (Robbins, 1996). Pengalaman kerja yang diukur dari lamanya bekerja sumber daya manusia kesehatan
dalam
upaya
penanggulangan
bencana
juga
berperan
terhadap
kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan yang bersangkutan. Semakin lama bekerja tentunya pengalaman yang diperolehnya semakin banyak dan tentunya dapat meningkatkan produktivitas kerja dalam bentuk kesiapsiagaan untuk mengantisipasi kejadian bencana yang akan terjadi. Menurut Sutrisno, 2009, pengalaman kerja dalam konteks yang berkaitan dengan senioritas (tingkat golongan) seseorang karyawan belum tentu memberikan kontribusi terhadap produktivitas kerja karena dalam kenyataannya ada junior justru lebih baik dari senior. Walaupun pengalaman akan membentuk perilaku petugas (Siagian, 1992), tetapi bukan berarti bahwa pengalaman yang telah dimiliki oleh para petugas selalu dapat dipergunakan untuk melaksanakan tugas. Hal itu karena selalu dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dan perkembangan yang selalu terjadi. Petugas yang paling banyak pengalamannyapun tetap memerlukan tambahan pendidikan dan pelatihan (Siagian, 1984). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Salim, 2002, yang menyimpulkan bahwa lama bertugas seorang bidan di Puskesmas desa yang telah bekerja diatas lima tahun dan dibawah lima tahun tidak mempunyai hubungan dengan pelaksanaan manajemen bidan.
2.6.4. Pengetahuan Pengetahuan dan keterampilan sesungguhnya yang mendasari pencapaian produktivitas. Ada perbedaan substansial antara pengetahuan dan keterampilan. Konsep pengetahuan lebih berorientasi pada intelejensi, daya pikir dan penguasaan ilmu serta luas sempitnya wawasan yang dimiliki seseorang. Dengan demikian pengetahuan adalah merupakan akumulasi hasil proses pendidikan baik yang diperoleh secara formal maupun non formal yang memberikan kontribusi pada seseorang didalam pemecahan masalah, daya cipta, termasuk dalam menyelesaikan dan melakukan pekerjaan. Dengan pengetahuan yang luas dan pendidikan yang tinggi Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
35
seorang sumber daya manusia mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan produktif (Sutermeister dalam Sedarmayanti, 2009; Ravianto dalam Yuniarsih, 2008; Sulistiyani, 2003). Pengetahuan dapat pula diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang petugas kesehatan akan selalu menggunakan sarana radio komunikasi, setelah mengetahui sarana komunikasi seluler selalu tidak dapat digunakan pada awal kejadian bencana.
2.6.5. Keterampilan Keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknik operasional mengenai bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan. Keterampilan diperoleh melalui proses belajar dan berlatih. Keterampilan berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknik, seperti keterampilan mengoperasikan perahu karet, keterampilan mengoperasikan rumah sakit lapangan, dan lain-lain. Dengan keterampilan yang dimiliki seorang sumber daya manusia diharapkan mampu menyelesaikan pekerjaan secara produktif. (Sedarmayanti, 2009; Sulistiyani, 2003; Yuniarsih, 2008). Sikap mental dan keterampilan sangat besar perannya dalam meningkatkan produktivitas, oleh sebab itu perlu dilakukan berbagai upaya untuk memantapkan sikap mental serta meningkatkan keterampilan sumber daya manusia, guna mewujudkan produktivitas kerja (Sedarmayanti, 2009). Menurut Sutermeister dalam kutipan Sedarmayanti, 2009, bahwa pada aspek tertentu apabila sumber daya manusia semakin terampil, maka akan lebih mampu bekerja menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Sumber daya manusia tersebut akan menjadi lebih terampil apabila mempunyai kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang cukup.
2.6.6. Pelatihan Peningkatan kualitas sumber daya manusia di upayakan melalui dua aspek yaitu aspek fisik dan non fisik. Untuk menentukan kualitas fisik dapat diupayakan Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
36
melalui program peningkatan kesehatan dan gizi. Sedangkan untuk meningkatkan kualitas non fisik diperlukan upaya pendidikan dan pelatihan (Sutermeister dalam Sedarmayanti, 2009). Pelatihan merupakan salah cara untuk meningkatkan pengetahuan bagi sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana. Pelatihan adalah proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan. Pelatihan mempunyai fokus untuk memberikan keahlian yang memberikan manfaat bagi organisasi secara cepat (Simamora, 2006). Menurut Jan Bella dalam Hasibuan, 2008, mengemukakan bahwa pelatihan merupakan proses pengembangan dengan meningkatan keterampilan kerja baik teknik maupun manajerial dalam pelaksanaan pekerjaan sumber daya manusia. Latihan berorientasi pada praktek, dilakukan dilapangan, berlangsung singkat, dan biasanya menjawab how. Pelatihan yang merupakan proses pengembangan tersebut akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, karena technical skill, human skill dan managerial skill nya makin baik (Hasibuan, 2008). Dengan demikian, semakin baik keterampilan, keahlian, disiplin, ketekunan, ketepatan menggunakan metode serta alat-alat lain dalam bekerja, maka semakin tinggi pula produktivitas kerjanya (Yuniarsih, 2008). Dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kualitas tenaga kerja diperlukan peningkatan kesadaran produktivitas, efektivitas, efisiensi dan kewiraswastaan etos kerja yang produktif yang dilaksanakan melalui berbagai kegiatan motivasi, penyuluhan, pendidikan dan pelatihan (Hamalik, 2007). Kegiatan pelatihan mempunyai tujuan tertentu, ialah untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta yang menimbulkan perubahan perilaku aspek-aspek kognitif, keterampilan, dan sikap. Perbaikan dan peningkatan perilaku kerja bagi tenaga kerja sangat diperlukan agar lebih mampu melaksanakan tugas-tugasnya dan diharapkan
lebih
berhasil
dalam
upaya
pelaksanaan
program
kerja
organisasi/lembaga. Perilaku yang perlu diperbaiki dan dikembangkan meliputi aspek-aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kepribadian yang dituntut oleh tugas pekerjaannya (Hamalik, 2007).
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
37
Untuk menghadapi perubahan-perubahan pada suatu organisasi, memerlukan pendidikan dan pelatihan yang merupakan penting bagi organisasi. Organisasi membutuhkan orang-orang yang mampu melaksanakan tugas-tugas yang telah ditetapkan sesuai dengan pengertian jabatan. Untuk dapat melaksanakan jabatan itu maka orang tersebut memerlukan pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana melaksanakan tugas tersebut. Melalui pendidikan dan pelatihan, diharapkan kebutuhan dan kekurangan dapat dipenuhi, sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan cepat dan benar (Atmodiwiro, 2002). Strauss dan Sayles seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo, 1989, pelatihan berarti merubah pola perilaku, karena dengan pelatihan maka akhirnya menimbulkan perubahan perilakunya. Menurut Alex S. Nitisemito dalam bukunya “Manajemen Personalia” yang juga dikutip oleh Notoatmodjo, 1989, pelatihan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan atau organisasi bertujuan untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dari para karyawannya atau anggotanya sesuai dengan keinginan dari perusahaan/organisasi yang bersangkutan. Dalam suatu pelatihan, orientasi atau penekannya adalah pada tugas yang harus dilaksanakan (job orientation) di dalam suatu institusi atau organisasi. Oleh sebab itu, kompetensi atau kemampuan yang dikembangkan didalam suatu pelatihan tidaklah menyeluruh (overall) seperti pada pendidikan, tetapi lebih diarahkan pada kemampuan-kemampuan khusus saja (specific). Demikian pula dilihat dari area kemampuan (domain), pelatihan pada umumnya hanya ditekankan pada keterampilan psikomotor (psychomotor skill). Meskipun hal ini tidak berarti bahwa di dalam pelatihan tidak di perlukan lagi kemampuan kognitif (cognitive domain) dan sikap (affective) (Notoatmodjo, 1989). Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi sumber daya manusia dengan keterampilan dan cara-cara yang tepat untuk menggunakan peralatan kerja. Untuk itu latihan kerja diperlukan untuk pelengkap sekaligus untuk memberikan dasar-dasar pengetahuan. Karena dengan latihan berarti para sumber daya manusia belajar untuk mengerjakan sesuatu dengan benar-benar dan tepat, serta dapat memperkecil atau Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
38
meninggalkan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan. Menurut Stoner yang dikutip oleh Sutrisno, 2009, peningkatan produktivitas bukan pada pemutakhiran peralatan, akan tetapi pada pengembangan sumber daya manusia yang utama. Dari hasil penelitian beliau menyebutkan, 75% peningkatan produktivitas justru dihasilkan oleh perbaikan pelatihan dan pengetahuan kerja, kesehatan. Metode latihan kerja dilakukan harus berdasarkan kepada kebutuhan pekerjaan tergantung pada berbagai faktor yaitu waktu, biaya, jumlah peserta, tingkat pendidikan dasar peserta, latar belakang peserta dan lain-lain. Ada beberapa metode pelatihan menurut Andrew F. Sikula yang dikutip oleh Hasibuan, 2008 antara lain: (1) on the job, yaitu para peserta latihan langsung bekerja ditempat untuk belajar dan meniru suatu pekerjaan di bawah bimbingan seorang pengawas; (2) vestibule, yaitu pelatihan dilakukan dalam kelas atau bengkel kerja melalui percobaan dibuat suatu duplikat dari bahan, alat-alat dan kondisi yang akan ditemui dalam situasi kerja sebenarnya; (3) demonstration and example, yaitu metode latihan yang dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan bagaimana cara-cara mengerjakan sesuatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau percobaan yang didemonstrasikan. Biasanya demonstrasi dilengkapi dengan teks, gambar, diskusi dan pemutaran video; (4) simulation yaitu metode pelatihan dengan memberikan situasi atau kejadian yang ditampilkan semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya tapi hanya merupakan tiruan saja; (5) apprenticeship yaitu metode pelatihan melalui suatu cara untuk mengembangkan keahlian pertukangan sehingga para pekerja yang bersangkutan dapat mempelajari segala aspek pekerjaannya; (6) classroom methods yaitu metode latihan dalam kelas meliputi lecture (pengajaran), conference (rapat), program instruksi, studi kasus, role playing (permainan peran), diskusi dan seminar. Oleh sebab itu, melalui pembinaan yang dilaksanakan secara teratur dan berkesinambungan, diharapkan kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia kesehatan yang terlibat dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dapat meningkat lebih baik. Guna meningkatkan kapasitas sumber daya manusia kesehatannya tersebut, Departemen Kesehatan serta instansi kesehatan setempat (Dinas Kesehatan, Rumah Sakit Pemerintah/Swasta) bekerja sama dengan instansi Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
39
terkait (Pemerintah Daerah, BNPB/BPBD, Satkorlak/Satlak dan lain-lain) telah memprogramkan beberapa pelatihan terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana yang bersifat manajerial, teknik kompetensi dan penunjang bagi petugas kesehatan di Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit. Adapun pelatihan–pelatihan yang diselenggarakan oleh institusi-institusi tersebut diatas dan dapat diikuti oleh sumber daya manusia kesehatan yang terkait penanggulangan masalah kesehatan, antara lain:
2.6.5.1. Pelatihan Manajemen Bencana Pelatihan yang bersifat manajerial antara lain pelatihan manajemen penanggulangan bencana, pelatihan penyusunan rencana kontinjensi, pelatihan manajemen obat dan logistik kesehatan. Pelatihan ini umumnya ditujukan bagi para pengelola program maupun pengambil keputusan. Dengan mengikuti pelatihan ini diharapkan nantinya sumber daya manusia kesehatan dapat memahami mengenai kebijakan dan strategi, mekanisme operasional serta manajerial di dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana.
2.6.5.2. Pelatihan Teknik Lapangan Pelatihan yang bersifat teknik medis antara lain Advanced Traumatic Life Support (ATLS)/Pelatihan Penanganan Trauma Tingkat Lanjut, Advanced Cardiology Life Support (ACLS)/Pelatihan Penanganan Jantung Tingkat Lanjut, Basic Traumatic Life Support (BTLS)/Pelatihan Penanganan Trauma Tingkat Dasar, Basic Life Support (BLS)/Pelatihan Bantuan Hidup Tingkat Dasar, Pelatihan Keperawatan Gawat Darurat Dasar (Emergency Nursing), PPGD/GELS (General Emergency Life Support/pelatihan Penanganan Gawat Darurat). Pelatihan ini umumnya diikuti oleh tenaga medis seperti dokter dan perawat agar dapat memberikan pelayanan kesehatan bagi korban atau pengungsi yang diakibatkan bencana. Selain pelatihan teknik medis ada pula pelatihan yang terkait dengan kesehatan masyarakat seperti untuk tenaga gizi mengikuti pelatihan pelayanan gizi darurat; untuk tenaga sanitarian mengikuti
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
40
pelatihan penyediaan air bersih dan sanitasi darurat; serta untuk bidan mengikuti pelatihan kesehatan reproduksi.
2.6.5.3. Pelatihan Teknik Penunjang Pelatihan teknik penunjang merupakan pelatihan teknik yang diharapkan dapat mendukung kelancaran operasional kegiatan menjadi lebih optimal. Pelatihan yang bersifat teknik penunjang antara lain pelatihan operasional dan pemeliharaan perahu karet serta evakuasi korban di perairan, pelatihan RHA (Rapid Health Assessment/Penilaian Cepat Kesehatan), pelatihan operasionalisasi dan pemeliharaan rumah sakit lapangan, pelatihan operasionalisasi sarana penunjang upaya tanggap darurat, pelatihan transportasi dan evakuasi medis, pelatihan operasional water purifier, pelatihan operasionalisasi radio komunikasi dan pengelolaan data dan informasi.
2.6.5.4. Gladi atau Simulasi Gladi/Simulasi merupakan tehnik pelatihan yang paling sering dilakukan oleh instansi-instansi yang terlibat dalam upaya penanggulangan bencana. Simulasi adalah suatu peniruan karakteristik-karakteristik atau perilaku tertentu dari dunia riil sedemikian rupa sehingga para peserta latihan dapat mereaksikannya seperti keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian maka apabila para peserta latihan kembali ke tempat pekerjaan akan bisa melakukan pekerjaan yang disimulasikan tersebut (Notoatmodjo, 1989). Simulasi merupakan situasi dan kejadian yang ditampilkan semirip mungkin dengan situasi yang sebenarnya tapi hanya merupakan tiruan saja. Simulasi merupakan tehnik untuk mencontoh semirip mungkin terhadap konsep sebenarnya dari pekerjaan yang akan dijumpainya (Hasibuan, 2008). Tehnik simulasi dapat digunakan hampir pada semua program yang berorientasi pada tujuan-tujuan tingkah laku. Latihan keterampilan ini menuntut praktek yang dilaksanakan dalam situasi nyata (dalam pekerjaan tertentu), atau dalam situasi yang mengandung ciri-ciri kehidupan yang nyata. Latihan simulasi adalah berlatih melaksanakan tugas-tugas yang akan dikerjakan sehari-hari (Hamalik, 2007). Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
41
Umumnya simulasi/gladi ini dilakukan dalam bentuk simulasi/gladi posko atau simulasi/gladi lapangan.
2.6.7. Kemampuan Kemampuan (abilities) terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang sumber daya manusia. Konsep ini jauh lebih luas, karena dapat mencakup sejumlah kompetensi. Pengetahuan dan keterampilan termasuk faktor pembentuk kemampuan. Dengan demikian apabila seseorang mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, diharapkan memiliki kemampuan yang tinggi pula. (Sutermeister dalam Sedarmayanti, 2009; Sulistyani, 2003; Paul Mali dalam Yuniarsih, 2008).
2.6.8. Kompetensi Menurut Spencer and Spencer dalam Yuniarsih, 2003, mengemukakan bahwa kompetensi adalah bagian kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2002 pasal 3, menyebutkan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan karateristik yang dimiliki oleh seorang pegawai negeri sipil berupa pengetahuan, sikap perilaku yang diperlukan dalam tugas dan jabatannya (Yuniarsih, 2003). Menurut Mulyasa dalam kutipan Sutrisno, 2009 mengemukakan, kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Sedangkan McAshan dalam kutipan Sutrisno, 2009 mengemukakan kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Bahwa produktivitas ditentukan dari kompetensi yang terdapat dalam setiap individu. Dalam gambar berikut diilustrasikan kompetensi dengan The Iceberg Model dan Central and Surface Competencies (Yuniarsih, Sedarmayanti, 2009).
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
42
Skill Self-Concept
Visible
Trait, Motive
- Skill - Knowledge
Attitude, Values
Hidden
Knowledge
- Self Concept - Trait - Motive
Surface: most easily to develop
The Iceberg Model
Core Personality: most difficult to develop
Central and Surface Competencies
Gambar 2.3 Sumber: Spencer, M., Lyle, Jr & Signe M. Spencer, 1993, Competence at Work “ Models for Superior Performance”, John Wiley & Sons Incl., New York dalam Yuniarsih, 2003
Pada gambar The Iceberg Models ini, mengilustrasikan bahwa kompentensi pengetahuan (knowledge competencies) dan keterampilan (skill) cenderung lebih tampak (visible) dan relatif lebih ke permukaan sebagai salah satu karateristik yang dimiliki manusia. Kompentensi konsep diri (self-concept), sifat (trait), dan motif (motive) lebih tersembunyi (hidden), dalam (deeper) dan berada ada titik sentral kepribadian seseorang. Kompentensi pengetahuan (knowledge compentencies) dan kompentensi keterampilan (skill compentencies) relatif lebih mudah dikembangkan dan program pelatihan adalah cara yang paling efektif untuk menjamin kemampuan pegawai. Inti kompentensi motif (motive) dan sifat (trait) berada pada dasar “personality iceberg” sehingga sulit dinilai dan dikembangkan serta memakan biaya yang besar untuk memilih karateristik tersebut. Sedangkan menurut Spencer and Spencer seperti dalam kutipan Yuniarsih, 2008, pada gambar Central and Surface Competencies, mengilustrasikan konsep diri Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
43
(self-concept) berada diantara keduanya. Sikap (attitudes) dan nilai (values) seperti percaya diri (self-confidence) dapat dirubah melalui pelatihan dan psikoterapi atau pengalaman pengembangan yang positif, walaupun memerlukan jangka waktu yang lebih lama dan sulit. Spencer and Spencer seperti dalam kutipan Yuniarsih, 2008 dan Sutrisno, 2009, bahwa ada lima karateristik kompetensi, yaitu sebagai berikut: 1. Motif (Motive), apa yang secara konsisten dipikirkan atau keinginankeinginan yang menyebabkan melakukan tindakan. Apa yang mendorong, prilaku yang mengarah dan dipilih terhadap kegiatan atau tujuan tertentu. Contoh motif berprestasi akan memotifasi orang-orang secara terus-menerus untuk
merancang
tujuan
yang
cukup
menantang
serta
mengambil
tanggunggjawab atas pekerjaannya dan menggunakan umpan balik untuk menjadi lebih baik. 2. Sifat/ciri bawaan (Trait), ciri fisik dan reaksi-reaksi yang bersifat konsisten terhadap situasi atau informasi. Contoh kekuatan fisik yang baik merupakan kompentensi bagi seorang pedayung perahu karet. 3. Konsep diri (Self Concept), sikap, nilai atau self image dari orang-orang. Contoh percaya diri (self confidence), keyakinan bahwa ia akan efektif dalam berbagai situasi, merupakan bagian dari konsep dirinya 4. Pengetahuan (Knowledge), yaitu suatu informasi yang dimiliki seseorang khususnya pada bidang spesifik. Pengetahuan merupakan kompentensi yang kompleks. Biasanya tes pengetahun mengukur kemampuan untuk memilih jawaban yang paling benar, tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya itu. 5. Keterampilan (Skill), kemampuan untuk mampu melaksanakan tugas-tugas fisik dan mental tertentu. Contohnya seorang petugas kesehatan didaerah bencana banjir yang memiliki kemampuan mengoperasikan perahu karet untuk melakukan evakuasi korban. Atau seorang petugas kesehatan yang memiliki kemampuan mendirikan tenda rumah sakit lapangan dengan cepat.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
44
2.6.9. Sikap Bahwa sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas (Notoatmodjo, 2003). Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu mengikuti tahap-tahap yang telah disebutkan diatas, yakni melalui proses perubahan pengetahuan (knowledge) _ sikap (attitude) _ praktek (practice) atau “KAP” (PSP). Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori diatas (K-A-P), bahkan di dalam praktek sehari-hari terjadi sebaliknya. Artinya, seseorang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif (Notoatmodjo, 2003). Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif (terhadap nilai-nilai kesehatan) tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. Sikap yaitu perasaan senang – tidak senang, suka – tidak suka atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar (Sutrisno, 2009). Misalnya reaksi terhadap perintah yang mendadak dan bekerja diluar dari jam rutin. Menurut Balai Pengembangan Produktivitas Daerah, salah satu faktor utama yang menentukan produktivitas sumber daya manusia adalah sikap kerja, seperti kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shift work), dapat menerima tambahan tugas dan bekerja dalam satu tim (Sedarmayanti, 2009). Menurut Ravianto dalam kutipan Yuniarsih, 2008, menyatakan bahwa sikap kerja akan mempengaruhi
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
45
produktivitas. Hal ini tentunya sangat dibutuhkan bagi sumber daya manusia kesehatan yang bekerja pada unit kerja penanggulangan bencana. Sangat erat hubungan antara kebiasaan dan perilaku karena sikap (attitude) merupakan suatu kebiasaan yang terpolakan. Jika kebiasaan yang terpolakan tersebut memiliki implikasi positif dalam hubungannya dengan perilaku kerja seseorang maka akan menguntungkan. Artinya, apabila kebiasaan-kebiasaan sumber daya manusianya baik, maka hal tersebut dapat menjamin perilaku kerja yang baik pula. Dapat dicontohkan disini misalnya seorang pegawai yang mempunyai kebiasaan tepat waktu, disiplin, simpel, maka perilaku kerja juga baik, apabila diberi tanggungjawab akan menepati aturan dan kesepakatan. Dengan demikian perilaku manusia juga akan ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan yang telah tertanam dalam diri sumber daya manusia sehingga mendukung kerja yang efektif atau sebaliknya. Dengan kondisi sumber daya manusia tersebut, maka produktivitas dapat dipastikan dapat terwujud.
2.6.10. Perilaku Disebutkan oleh Nanang Fatah dalam kutipan Yuniarsih, 2008, bahwa konsep produktivitas berkembang dari pengertian teknik sampai dengan perilaku. Sedangkan salah satu aspek internal yang ada dalam individu sumber daya manusia kesehatan adalah perilaku. Menurut Notoatmodjo, 2003, dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan. Menurutnya, perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Menurut Skiner seorang ahli psikologi yang dikutip dalam Notoatmodjo, 2003, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut teori
“S-O-R” atau Stimulus-Organisme-
Respons. Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan mejadi dua: Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
46
a) Perilaku tertutup (Covert Behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut covert behaviour atau unobservabilae behaviour, misalnya: seorang petugas kesehatan tahu pentingnya informasi awal maupun informasi perkembangan bencana, seorang petugas tahu pentingnya memelihara perahu karet saat tidak dipergunakan. b) Perilaku terbuka (Overt Behaviour) Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt behaviour, tindakan nyata atau praktek (practice) misalnya, seorang petugas kesehatan yang segera melaporkan informasi awal di tempat kejadian bencana untuk segera menentukan pemenuhan kebutuhan awal bencana dengan menggunakan sarana radiokomunikasi, dan sebagainya. Secara lebih terinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
2.6.11. Motivasi Motivasi berasal dari kata Latin movere, yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan cara mengarahkan data dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Pentingnya motivasi menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Organisasi bukan saja mengharapkan sumber daya manusia yang mampu, cakap, dan terampil, tetapi yang terpenting Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
47
mereka bersedia bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang maksimal. Kemampuan dan kecakapan sumber daya manusia tidak ada artinya bagi organisasi jika mereka tidak mau bekerja giat. Tujuan motivasi antara lain akan meningkatkan moral, kepuasan kerja, produktivitas kerja, kestabilan, kedisiplinan, menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik, kreativitas, tanggungjawab terhadap tugas-tugasnya (Hasibuan, 2008). Dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kualitas tenaga kerja diperlukan peningkatan kesadaran produktivitas, efektivitas, efisiensi dan kewiraswastaan etos kerja yang produktif yang dilaksanakan melalui berbagai kegiatan motivasi, penyuluhan, pendidikan dan pelatihan (Hamalik, 2007). Motivasi dapat diartikan sebagai suatu daya pendorong (driving force) yang menyebabkan orang berbuat sesuatu atau yang diperbuat karena takut akan sesuatu. Penelitian Fredrick Herzberg dan kawan-kawan menyatakan bahwa pada manusia berlaku faktor motivasi di lingkungan pekerjaannya antara lain prestasi, pengakuan, kemajuan kenaikan pangkat, pekerjaan itu sendiri, kemungkinan untuk tumbuh dan tanggung jawab (Yuniarsih, 2008; Sedarmayanti, 2009) Tiffin dan Cormick dalam kutipan Sutrisno, 2009, mengatakan bahwa motivasi yang merupakan faktor yang ada pada individu akan mempengaruhi produktivitas kerja.
2.6.12. Disiplin Kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggungjawabnya. Jadi, dia akan mematuhi/mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan organisasi, baik yang tertulis ataupun tidak tertulis. Jadi, seseorang akan bersedia mematuhi semua peraturan serta melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik secara sukarela maupun karena terpaksa. Disiplin yang
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
48
baik mencerminkan tanggungjawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya (Hasibuan, 2008). Singodimedjo dalam kutipan Sutrisno, 2009, bahwa disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati norma-norma peraturan yang berlaku disekitarnya. Menurut Terry dan Tohardi dalam kutipan Sutrino, 2009, disiplin merupakan alat penggerak karyawan. Agar tiap pekerjaan dapat berkalan dengan lancar, maka harus diusahakan agar ada disiplin yang baik. Latainer dan Soediono seperti yang dikutip oleh Sutrisno, 2009, mengartikan disiplin sebagai suatu kekuatan yang berkembang di dalam tubuh karyawan dan menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada keputusan, peraturan dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan perilaku. Menurut Tohardi yang dikutip oleh Sutrisno, 2009, disiplin berusaha untuk melindungi perilaku yang baik dengan menetapkan respons yang dikehendaki. Disiplin kerja yang keras akan mempengaruhi produktivitas (Yuniarsih, 2008). Sumber daya manusia kesehatan yang bekerja pada unit kerja penanggulangan bencana harus mempunyai kedisplinan yang tinggi sehingga selalu mempunyai kesadaran dan selalu bersedia mematuhi dan menaati norma-norma peraturan yang telah disepakati di unit kerjanya, misalnya dalam pembagian waktu kerja (shift work).
2.6.13. Etos kerja Peningkatan produktivitas dapat dilihat sebagai masalah keperilakuan, tetapi juga dapat mengandung aspek-aspek teknik untuk peningkatannya, sebagian diantaranya berupa etos kerja yang harus dipegang teguh oleh semua karyawan dalam organisasi. Etos kerja adalah norma-norma yang bersifat mengikat dan ditetapkan secara eksplisit serta praktik-praktik yang diterima dan diakui sebagai kebiasaan yang wajar untuk dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan kekaryaan para anggota suatu organisasi. Sedangkan faktor-faktor tersebut menurut Siagian yang dikutip oleh Sutrisno, 2009, antara lain perbaikan terus menerus, peningkatan mutu hasil pekerjaan dan pemberdayaan sumber daya manusia.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
49
2.6.14. Organisasi Organisasi yaitu kelompok orang yang bekerja sama, dan selanjutnya berkembang menjadi proses pembagian kerja, dan akhirnya terbentuklah sebuah sistem yang kompleks (Sulistyani, 2003). Ruang lingkup organisasi antara lain mencakup visi, misi, tujuan, struktur organisasi, dukungan sumber daya/teknologi, sistem dan praktek manajemen, kebijakan, kepemimpinan, evaluasi, informasi, komunikasi, struktur dan desain, kompensasi. Blake dan Mouton dengan mengenalkan adanya tujuh kekayaan (seven properties) yang melekat pada organisasi mencoba menjelaskan pengertian organisasi. (Thoha, 2007). Ketujuh kekayaan tersebut antara lain: a) Organisasi senantiasa mempunyai tujuan b) Organisasi mempunyai kerangka (structure) c) Organisasi mempunyai cara yang memberikan kecakapan bagi anggotanya untuk melaksanakan kerja mencapai tujuan tersebut (know-how) d) Organisasi, didalamnya terdapat proses interaksi hubungan kerja antara orangorang yang bekerja sama mencapai tujuan tersebut e) Organisasi mempunyai pola kebudayaan sebagai dasar cara hidupnya f) Organisasi hasil-hasil yang ingin dicapainya Dari sumber www.haygroup.com menggambarkan bahwa adanya organisasi
yang menggunakan jasa konsultan manajemen untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia perusahaan.
Layanan organisasi yang diberikan meliputi change
management assistance, pengembangan dan pelatihan, teknologi implementasi, pengembangan strategi serta layanan perbaikan operasional. Organisasi ini mempunyai konsultan yang menggunakan metodologi (kerangka kerja) dalam mengidentifikasi masalah sebagai dasar rekomendasi dalam pelaksanaan tugas supaya berjalan lebih efektif dan efisien. Organisasi merupakan suatu tempat atau lingkungan dimana sumber daya manusianya akan memperoleh pengalaman kerja dan kesempatan meningkatkan keterampilan. Tanggung jawab peningkatan keterampilan melalui pengalaman dan kesempatan akan tergantung dari pimpinan organisasi (Sedarmayanti, 2009). Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
50
Lingkungan kerja atau suasana kerja yang baik akan mempengaruhi produktivitas (Yuniarsih, 2008). Sutermeister dalam kutipan Sedarmayanti, 2009, bahwa dukungan organisasi yang baik berupa struktur organisasi, penyediaan sarana dan peralatan kerja yang lengkap, teknologi, penyediaan tempat dan lingkungan kerja yang nyaman, penyediaan kondisi dan syarat kerja, peluang membangun hubungan kerja yang harmonis serta menyediakan kecukupan anggaran yang dibutuhkan untuk setiap pelaksanaan tugas akan meningkatkan produktivitas. Visi, misi, tujuan organisasi merupakan faktor-faktor yang berpengaruh dalam produktivitas sumber daya manusia dalam penghayatan atas maksud dan makna pekerjaannya (Yuniarsih, 2008; Sedarmayanti, 2009). Struktur organisasi ialah pola formal tentang bagaimana orang dan pekerjaan di kelompokkan. Struktur sering digambarkan dengan suatu bagan organisasi. Dengan memandang suatu bagan organisasi, seseorang melihat suatu susunan posisi, tugas-tugas pekerjaan dan garis wewenang dari bagian-bagian dalam organisasi (Gibson, et al., 1987). Struktur organisasi biasanya tergambar dalam tugas pokok dan fungsi, yang apabila terlaksana dengan baik maka tujuan yang diinginkan, akan dapat dicapai. Suatu fungsi adalah sekelompok kegiatan atau pekerjaan yang tergolong pada jenis yang sama berdasarkan sifatnya, pelaksanaannya ataupun karena merupakan suatu urutan atau secara praktis saling tergantung satu sama lain. Masingmasing fungsi sebagai kebulatan bidang kerja pasti dibebankan kepada seseorang atau sekelompok anggota dalam organisasi yang bersangkutan. Fungsi yang telah dibebankan kepada suatu pihak tertentu dengan demikian akan menjadi dalam bentuk tugas (Sedarmayanti, 2009). Pada organisasi pemerintahan tugas dan fungsi telah diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam suatu keputusan atau peraturan daerah mengenai susunan organisasi dan tata kerja. Tugas pokok adalah kewajiban yang harus dikerjakan agar tujuan yang diinginkan organisasi tercapai. Oleh karena itu setiap individu dan atau unit kerja secara penuh diberi kewajiban untuk melaksanakan tugas tertentu. Tugas pokok dapat mencerminkan hasil atau sasaran yang hendak dicapai suatu organisasi. Sedangkan fungsi adalah pekerjaan Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
51
yang dilakukan agar tugas pokok dapat terlaksana (Sianipar, 2000). Struktur organisasi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas pada level kedua (Sedarmayanti, 2009; Yuniarsih, 2008). Manajemen disini mempunyai pengertian dapat berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh pimpinan untuk mengelola ataupun memimpin serta mengendalikan staf/bawahannya. Apabila manajemennya tepat maka produktivitas akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga mendorong sumber daya manusia untuk melakukan tindakan yang produktif (Sedarmayanti, 2009). Menurut Suhendra, 2008, manajemen terdiri atas beberapa unsur yaitu man, money, machine, material, method, market yang harus dipadu secara harmonis guna tercapainya tujuan manajemen secara efektif dan efisien.
Ravianto seperti yang dikutip dalam
Yuniarsih, 2008, bahwa manajemen merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas. Dan dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, sistem informasi merupakan salah satu faktor organisasi yang mendukung kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan. Dukungan
ketersediaan
sarana
berpengaruh
terhadap
peningkatan
produktivitas. Money, machine, material merupakan unsur sarana dan prasarana agar kegiatan manajemen dan organisasi dapat diselenggarakan. Tidak mungkin ada kegiatan manajemen dan organisasi dapat dijalankan tanpa sarana dan prasarana, sekecil dan sesederhana apapun organisasi maupun manajemen yang dihadapi (Suhendra, 2008). Dikatakan pula bahwa peranan manusia (man) sebagai unsur sentral didalam organisasi dan manajemen tidak dapat disangkal oleh siapapun, oleh karena ada manusialah maka manajemen ada, yang kemudian menggunakannya serta menikmati hasilnya. Kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan yang tergambar dalam bentuk produktivitas kerja tidak hanya dipengaruhi oleh sarana yang ada di unit kerja akan tetapi, Ravianto seperti yang dikutip dalam Sutrisno, 2009 bahwa produktivitas kerja dapat pula dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, keterampilan, displin, sikap dan etika kerja, motivasi, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan kerja, iklim kerja, teknologi, manajemen dan prestasi. Material atau perlengkapan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
52
produktivitas pada level kedua (Yuniarsih, 2008). Dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan, pada dasarnya tidak dibentuk sarana dan prasarana secara khusus, tetapi menggunakan sarana dan prasarana yang telah ada, hanya saja intensitas pemakaiannya ditingkatkan seperti halnya sumber daya yang lain (Depkes, 2007). Untuk penanggulangan banjir bidang kesehatan, fasilitas yang penting untuk digunakan meliputi obat, bahan-bahan habis pakai, bahan sanitasi, alat kesehatan, sarana penunjang lapangan (genset, tenda, identitas petugas, alat komunikasi) serta transportasi. Apabila sarana tersebut
tidak memadai, sering kali mengakibatkan
pelayanan kesehatan yang akan diberikan oleh sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan jika bencana terjadi menjadi tidak maksimal. Sebagai contoh sebagaimana kita ketahui bahwa pada saat bencana banjir dengan ketinggian air tertentu ada beberapa lokasi bencana yang tidak dapat dijangkau dengan menggunakan sarana transportasi darat (roda dua maupun roda empat) dan hanya bisa dijangkau dengan sarana transportasi perairan seperti perahu karet. Bila sarana perahu karet yang dimiliki oleh unit kerja dimana sumber daya manusia kesehatan tersebut bekerja tersedia dalam jumlah kurang, tentunya kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam mengantisipasi bencana banjir menjadi tidak optimal terutama dalam memberikan pelayanan kesehatan dan evakuasi bagi korban dan pengungsi. Hal ini juga berlaku terhadap sarana kesehatan lainnya seperti obat dan alat kesehatan. Demikian pula Fisher, Schoenfeldt dan Shaw, yang dikutip Yuniarsih, 2008, bahwa produktivitas tenaga kerja bukan sekedar merupakan fungsi dari seberapa keras karyawan bekerja, melainkan juga sangat tergantung pada lingkungan kerja dan alur proses yang dilewatinya. Misalnya kualitas pasokan bahan, perawatan mesin, penggantian (modernisasi) perlengkapan dan peralatan kerja, desain produk. Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana tentunya dibutuhkan sistem pembiayaan atau pendanaan yang jelas. Money, machine, material merupakan unsur sarana dan prasarana agar kegiatan manajemen dan organisasi dapat diselenggarakan. Tidak mungkin ada kegiatan manajemen dan organisasi dapat dijalankan tanpa sarana dan prasarana, sekecil dan sesederhana apapun organisasi maupun manajemen yang dihadapi (Suhendra, 2008). Dikatakan pula bahwa peranan Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
53
manusia (man) sebagai unsur sentral didalam organisasi dan manajemen tidak dapat disangkal oleh siapapun, oleh karena ada manusialah maka manajemen ada, yang kemudian menggunakannya serta menikmati hasilnya. Kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan yang tergambar dalam bentuk produktivitas kerja tidak hanya dipengaruhi oleh ketersediaan biaya yang ada di unit kerja. Menurut Sinungan, 2009 dikemukakan bahwa peningkatan produktivitas tidak hanya dipengaruhi oleh modal (sarana, material, pembiayaan, dan lain-lain) akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor tenaga kerja sendiri (kuantitas, pendidikan, keahlian, struktur pekerjaan, minat kerja, kemampuan, sikap dan aspirasi), manajemen dan organisasi (kondisi kerja, iklim kerja, organisasi dan perencanaan, tatanan tugas, sistem insentif dan lain-lain). Paul Mali seperti yang dikutip oleh Yuniarsih, 2008, bahwa biaya merupakan faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas pada level ketiga. Dalam penanggulangan bencana tentunya dibutuhkan biaya operasional yang cukup memadai agar pelayanan kesehatan bagi korban dan pengungsi dapat berjalan optimal. Bahkan seringkali biaya operasional pada saat bencana lebih mahal dibandingkan pada situasi normal. Bila anggaran pembiayaan kurang memadai tentunya kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam mengantisipasi bencana yang terjadi menjadi terkendala. Sistem pembiayaan dalam bidang kesehatan adalah bentuk dan cara penyelenggaraan berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan untuk mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes, 2009). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2008 dijelaskan bahwa dana penanggulangan bencana adalah dana yang digunakan bagi penanggulangan bencana untuk tahap pra bencana, saat tanggap darurat, dan/atau pasca bencana (BNPB, 2008). Dalam mekanisme anggaran untuk penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, termasuk bencana banjir pada dasarnya menggunakan dana/anggaran bencana yang dialokasikan masing-masing kabupaten/Kota/Provinsi (APBD). Dalam hal kekurangan dapat mengusulkan secara berjenjang dari tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, Pusat (Depkes, 2006). Anggaran dapat digunakan untuk kegiatan dan jenis bantuan: Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
54
a. Kegiatan penanggulangan masalah kesehatan gawat darurat medik massal b. Antisipasi KLB penyakit menular dan penyehatan lingkungan pada pengungsian akibat bencana c. Pelayanan kesehatan dasar dan rujukan d. Penanggulangan gizi darurat e. Penilaian awal kebutuhan kesehatan f. Mobilisasi tenaga kesehatan dan sarana kesehatan g. Obat, bahan habis pakai, alat keseehatan dan laboratorium h. Operasional lapangan i. Pelaksanaan koordinasi/pertemuan j. Pemulihan fungsi pelayanan kesehatan k. Pembekalan tim operasional l. Pelaksanaan informasi dan komunikasi m. Bantuan yang bersifat khusus Pembiayaan untuk penanggulangan masalah kesehatan juga dapat diperoleh dengan menggali sumber pembiayaan dari sektor swasta, LSM lokal maupun asing, organisasi masyarakat dan perorangan selama sifatya tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan penggunaan anggaran harus sesuai dengan kebutuhan teknik yang direkomendasikan dari hasil penilaian cepat kesehatan (Depkes, 2006). Sedangkan protap (prosedur tetap) atau pedoman yang tertuang dalam prosedur kerja adalah rangkaian tata kerja yang berkaitan satu sama lain sehingga menunjukkan adanya suatu urutan tahap demi tahap serta jalan yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu bidang tugas (Sedarmayanti, 2009). Ketersediaan prosedur sangatlah penting karena prosedur merupakan rangkaian metode yang telah menjadi pola yang tetap dalam melaksanakan suatu pekerjaan dan dilaksanakan secara berurutan (Syamsi, 1994). Buku pedoman adalah suatu naskah tertulis yang berisi keterangan, petunjuk atau peraturan untuk menjadi pegangan bagi para pegawai dalam melaksanakan tugas pekerjaan pada sesuatu usaha kerjasama (Sutarto, 2006). Buku pedoman dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut: Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
55
− Memberikan gambaran jelas bagi para pejabat didalam organisasi maupun masyarakat tentang organisasi yang bersangkutan. − Sebagai pegangan bagi para pejabat dalam melakukan pekerjaan secara tepat − Membantu mempercepat latihan bagi para pegawai baru − Sebagai ukuran baku bagi pimpinan dalam mengontrol pelaksanaan pekerjaan Dalam persyaratan OHSAS (Occupational Health and Safety of Assessment Specification) 18001, bahwa pada masa persiapan dan tanggap darurat, organisasi harus menetapkan dan memelihara perencanaan dan prosedur untuk mengidentifikasi potensi terjadinya insiden dan situasi darurat dan cara meresponnya, untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan dan kecelakaan yang mungkin terkait dengan keadaan tersebut (Sedarmayanti, 2009). Dengan adanya buku pedoman, maka siapapun yang membaca dengan sendirinya dapat memahami dengan mudah serta dapat melaksanakan dengan benar dan tepat segala sesuatu yang tersurat dan tersirat dalam buku pedoman itu (Sutarto, 2006). Dalam pelayanan kesehatan terhadap korban dan pengungsi akibat bencana tentunya dibutuhkan pedoman maupun prosedur tetap yang memadai bagi sumber daya manusia kesehatan yang akan bertugas. Dengan adanya prosedur tetap dan pedoman tentunya memudahkan sumber daya manusia kesehatan dalam bertugas sehingga hasil kerjanya dapat terukur. Paul Mali seperti yang dikutip oleh Yuniarsih, 2008, bahwa standar merupakan faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas pada level pertama. Menurut Sinungan, 2009, bahwa peningkatan produktivitas tidak hanya dipengaruhi oleh adanya protap/pedoman yang tergambar dalam bentuk tatanan tugas dalam manajemen dan organisasi akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor modal (sarana, material, pembiayaan,dan lain-lain) dan faktor tenaga kerja
sendiri (kuantitas,
pendidikan, keahlian, struktur pekerjaan, minat kerja, kemampuan, sikap dan aspirasi). Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk untuk mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2008). Kepemimpinan merupakan faktor yang Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
56
berpengaruh
terhadap
produktivitas
pada
level
kedua
(Yuniarsih,
2008;
Sedarmayanti, 2009). Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, yaitu bawahannya, sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak pimpinan meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya. Menurut Blancard dan Hersey yang pernah dikutip oleh Sutrisno, 2009, kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan individu dan kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Menurut Zainun seperti yang dikutip oleh Sutrisno, 2009, secara luas kepemimpinan diartikan sebagai usaha yang terorganisir untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya manusia, material, dan finansial guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Anoraga seperti yang dikutip oleh Sutrisno, 2009, salah satu tantangan yang cukup berat yang sering dihadapi untuk melakukan pengorbanan pimpinan adalah menggerakkan para bawahannya agar senantiasa mau dan bersedia mengerahkan
kemampuannya
Sesungguhnya
pemimpin
yang
telah
terbaik
untuk
mempengaruhi
kepentingan
pegawai
untuk
organisasi. melakukan
pengorbanan pribadi demi organisasi. Untuk alasan ini, diharapkan pemimpin mempunyai kewajiban khusus untuk mempertimbangkan etika dari keputusan mereka (Sutrisno, 2009). Sistem informasi adalah kumpulan modul atau komponen yang dapat mengumpulkan,
mengelola,
memproses,
menyimpan,
menganalisa
dan
mendistribusikan informasi untuk tujuan tertentu yang pada umumnya didukung oleh teknologi informasi. Dalam hal ini teknologi juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas sumber daya manusia dalam melakukan kerjanya (Sedarmayanti, 2009; Yuniarsih, 2008). Sedangkan sistem informasi penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana adalah rangkaian kegiatan untuk menghasilkan informasi yang terkait dengan upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana (Depkes, 2006). Dalam mekanisme sistem informasi dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana yang harus dilakukan secara cepat, tepat dan akurat dan sesuai dengan kebutuhan. Pada tahap pra, saat dan pasca bencana pelaporan informasi masalah Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
57
kesehatan akibat bencana dimulai dari tahap pengumpulan sampai penyajian informasi dilakukan untuk mengoptimalisasikan upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana. Sumber informasi sarana pelayanan kesehatan, Dinas Kesehatan
Provinsi,
Kabupaten/Kota,
lintas
sektor.
Informasi
disampaikan
menggunakan telepon, faksimile, telepon seluler, internet, radio komunikasi, telepon satelit (Depkes, 2007). Pelaporan disampaikan pada kesempatan pertama dengan sarana komunikasi yang ada. Periodisasi atau kala waktunya disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi serta kondisi lapangan. Pelaporan dilakukan berjenjang mulai dari koordinator dilapangan sampai ke tingkat Provinsi dan Pusat Penanggulangan Krisis Depkes (Depkes, 2007). Sistem informasi akan sangat mendukung baik saat siaga darurat, maupun saat tanggap darurat. Sistem ini dibentuk sebagai Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops), mekanismenya adalah jika keadaan normal sampai pada kondisi adanya ancaman, gugus tugas ini masih berbentuk Pusdalops, sedang jika eskalasi meningkat mengarah pada kedaruratan, maka Pusdalops ini berubah fungsi menjadi Posko (Pos Komando) (BNPB, 2008). Hal yang penting dalam sistem informasi adalah bagaimana data-data yang dikumpulkan dicatat dengan baik dengan format-format khusus yang dibuat sedemikian rupa untuk memudahkan pengolahan dan analisis data. Setelah data diolah dan dianalisis menjadi sebuah informasi yang perlu diinformasikan atau dilaporkan ke pejabat maupun unit kerja yang membutuhkan sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan. Alur sistem informasi demikian juga berlaku dalam sistem informasi penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, termasuk bencana banjir. Informasi menjadi hal penting, mengingat dengan adanya informasi yang memadai tentunya kesiapsiagaan petugas dalam mengantisipasi kejadian bencana menjadi lebih optimal. Informasi yang cukup penting antara lain peta wilayah rawan bencana, gambaran aksesibilitas wilayah, buffer stock sarana (sarana transportasi, alat kesehatan dan alat penunjang, obat, bahan dan alat sanitasi, alat pelindung diri dan identitas petugas lapangan, sarana komunikasi dan informasi) (Depkes, 2009).
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
58
Terkait dengan mekanisme diatas, seperti yang dikemukakan oleh Thoha, 1983, bahwa terdapat sifat informasi yang bila datang sangat dipengaruhi oleh jumlah besar sedikitnya informasi yang diterima, cara penyajiannya dan pemahaman informasi dan proses timbal balik. Besarnya jumlah informasi yang diterima akan banyak mempengaruhi jalannya komunikasi. Muatan informasi yang berkelebihan ini lebih condong menimbulkan reaksi-reaksi yang negatif terhadap komunikasi. Miller seperti yang dikutip oleh Thoha, 1983, ada tujuh reaksi terhadap muatan informasi yang diterima : 1. Gagal dalam memperhitungkan informasi, karena mempunyai banyak kegiatan sehingga lupa atau tidak mampu menangkap suatu informasi yang datang. 2. Banyak membuat kesalahan karena terlalu banyak informasi yang diterima 3. Menunda atau menumpuk pekerjaan (delaying or queuing). Dengan banyak informasi yang datang, semua laporan kerja tidak dapat diselesaikan pada waktunya, akibatnya komunikasi tidak bisa berjalan efektif dan lancar. 4. Penyaringan (filtering). Informasi yang diterima dijadikan bahan pertimbangan untuk penentuan prioritas tindakan, melalui penyaringan, penghilangan, penajaman, dan atau pengabaian informasi. 5. Menangkap informasi pada garis besarnya saja, sedangkan keterangan yang terperinci tidak menarik perhatiannya 6. Menugaskan atau melemparkan tugas kepada orang lain untuk menghadapi informasi yang diterima 7. Kesengajaan menghindari informasi yang datang. Sehubungan dengan penjelasan bahwa adanya reaksi menghindari informasi yang datang, sering kali informasi yang cukup justru menyebabkan sumber daya manusia kesehatan
menghindar
dari
pelaksanaan
tindak
lanjut
yang
menyebabkan
ketidaksiapsiagaan. Sebagai contoh bila sumber daya manusia kesehatan mengetahui tingkat kerawanan daerah bencana tinggi
dan aksesibilitasnya sulit, ada
kecenderungan menghindar untuk ditugaskan ke daerah tersebut bila terjadi bencana dan melemparkan tugas tersebut kepada orang lain.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
59
Maksud dan tujuan dilakukan evaluasi adalah untuk mengukur keberhasilan upaya-upaya program yang dilakukan atau kegiatan penanggulangan yang dilaksanakan (Depkes, 2007). Evaluasi merupakan upaya perbaikan terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan yang dihadapkan kepada tuntutan yang berubah baik secara internal dan eksternal. Hal ini sesuai dengan etos kerja terkait dengan peningkatan produktivitas (Sutrisno, 2009). Sehubungan dengan hal itu, konsep produktivitas pada dasarnya mencakup sikap mental dan perilaku yang berorientasi pada perbaikan berkelanjutan (continuous improvement), dan mempunyai pandangan bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok mesti lebih baik dari hari ini (Yuniarsih, 2008). Evaluasi yang dilakukan dengan adil diharapkan dapat meningkatkan produktivitas karyawan. Evaluasi diharapkan menjadi proses kontinu yang merupakan bagian integral dari proses interaksi antara manajer dengan karyawan (Rachmawati, 2008). Simanjuntak, 2005, menyebutkan evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih dahulu. Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk menjamin pencapaian sasaran atau tujuan perusahaan. Evaluasi kinerja perusahaan menunjukkan posisi dan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan perusahaan sehingga dapat dilakukan percepatan bila terjadi kelambatan dan penyempurnaan bila terjadi penyimpangan. Evaluasi kinerja mampu mengindikasikan masalah-masalah yang telah dihadapi. Semuanya digunakan untuk penyusunan rencana kerja tahap berikutnya. Dengan evaluasi kinerja akan diketahui kekuatan dan kelemahan potensi yang dimiliki, sehingga manajemen dapat menyusun program peningkatan produktivitas perusahaan (Simanjuntak, 2005). Evaluasi merupakan tahapan yang penting dalam manajemen penanggulangan banjir karena melalui hal itu akan diperoleh umpan balik terhadapa pelaksanaan kegiatan yang ada (Notoatmodjo, 2003). Kegiatan evaluasi bagi sumber daya manusia kesehatan yang akan bekerja pada upaya penanggulangan bencana menjadi hal yang sangat penting. Mengingat dengan evaluasi dapat diketahui kesiapsiagaan dari sumber daya manusia kesehatan bersangkutan. Evaluasi ini juga menyangkut kesiapan fisik dan kemampuan teknik Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
60
masing-masing sumber daya manusia kesehatan serta pelaksanaan penanggulangan bencana banjir yang pernah dilakukan. Menurut Muninjaya, 1999, evaluasi terdiri dari tiga macam yaitu: a. Evaluasi terhadap input Dilakukan sebelum kegiatan, dimulai dengan tujuan untuk mengetahui kesesuaian pemilihan sumber daya dengan kebutuhan. b. Evaluasi terhadap proses Dilakukan pada saat kegiatan sedang berlangsung. Tujuannya antara lain untuk mengetahui efektifitas metode yang dipilih, perkembangan motivasi dan komunikasi antar staf, dan lain sebagainya. c. Evaluasi terhadap output Dilakukan ketika pekerjaan/kegiatan sudah selesai dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui kesesuaian output, effect, atau outcome dengan target yang telah ditetapkan. Hubungan antar atasan dan bawahan yang terjalin antara lain melalui komunikasi akan mampu meningkatkan produktivitas karyawan dalam bekerja. Dengan demikian, jika karyawan diberlakukan secara baik, maka karyawan tersebut akan berpartisipasi dengan baik pula, sehingga akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya (Sutrisno, 2009; Sedarmayanti, 2009). Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung (direct compensation) atau tidak langsung (indirect compensation atau employee welfare) sebagai imbalan atas jasa yang diberikan organisasi. Tujuan pemberian kompensasi (balas jasa) antara lain adalah sebagai ikatan kerja sama, kepuasan kerja, motivasi, stabilitas sumber daya manusia, disiplin serta pengaruh serikat buruh dan pemerintah (Hasibuan, 2008). Menurut Yuniarsih, Sutermeister yang pernah dikutip Sedarmayanti, 2009, bahwa kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh sumber daya manusia sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Kompensasi dikatakan penting karena merupakan cerminan atau ukuran nilai terhadap kerja sumber daya manusia itu sendiri. Besar kecilnya kompensasi mempengaruhi prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja. Kompensasi bukan hanya penting untuk para sumber Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
61
daya manusia yang bekerja saja, melainkan juga penting bagi organisasi itu sendiri. Karena program kompensasi merupakan pencerminan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia. Yuniarsih, 2008 juga mengatakan kompensasi berfungsi sebagai faktor motivasi dalam meningkatkan kinerja dan produktivitas kerja karyawan. Tetapi menurut Aditama, 2000, menyatakan bahwa kurangnya insentif yang diterima para karyawan selalu menjadi bahan pembicaraan, dan bukan tidak mungkin menjadi salah satu faktor kurangnya motivasi kerja. Merujuk pada teori bahwa sasaran utama pemberian imbalan yaitu untuk menarik seseorang menjadi anggota organisasi, mempertahankan karyawan agar tetap bekerja optimal dan memotivasi karyawan untuk berpretasi tinggi. Disamping itu pemberian imbalan tidak selalu berbentuk materi namun dapat berupa non-materi seperti suasana kerja yang kondusif, kesempatan pengembangan pengetahuan/pendidikan, syarat kerja tidak terlau ketat dan kondisi kerja yang lebih manusiawi (Anoraga, 1995; 1998). Sejalan dengan penelitian Aziz, 1991, menyatakan bahwa hambatan pemberian imbalan tidak memberikan perbedaan yang bermakna terhadap produktivitas.
2.6.15. Peraturan Perundangan, Kebijakan Pemerintah Paul Mali seperti yang dikutip Yuniarsih, 2008, kebijakan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas pada level pertama. Dalam mekanisme penanggulangan, dengan tersedianya peraturan, kebijakan dapat digunakan sebagai dasar dalam penyelenggaraan kegiatan terkait dengan penanggulangan atas masalah kesehatan yang selalu ditimbulkan dari kejadian bencana tentunya mempunyai peranan yang cukup penting dalam meningkatkan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam mengantisipasi terjadinya bencana, termasuk bencana banjir. Kebijakan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas pada level pertama. Di dalam peraturan/kebijakan diatur tentang langkah-langkah, misalnya dalam
mengupayakan
suatu
pelayanan
kesehatan
yang optimal,
pengurangan risiko munculnya bencana lanjutan, koordinasi pelaksanaan, bantuan kesehatan serta distribusinya, sistem informasi, monitoring dan evaluasi. Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
62
Di dalam peraturan/kebijakan diatur tentang langkah-langkah, misalnya dalam mengupayakan suatu pelayanan kesehatan yang optimal, pengurangan risiko munculnya bencana lanjutan, koordinasi pelaksanaan, bantuan kesehatan serta distribusinya, sistem informasi, monitoring dan evaluasi. Dengan adanya berbagai perkembangan Peraturan Perundangan dan Kebijakan Pemerintah yang baru terkait penanggulangan bencana, menuntut pemerintah daerah agar lebih mempersiapkan di berbagai aspek
terkait upaya
penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana, misalnya menggali serta mengalokasikan pembiayaan yang bersumber daerah dalam meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya.
2.6.16. Kemitraan, Dukungan dari Masyarakat/Stakeholder Pada tingkat sektoral dan nasional terdapat kebijakan-kebijakan yang dapat mempengaruhi produktivitas dan serta melalui pemantapan iklim sosial dan politik negara untuk memberikan sebanyak mungkin peran serta masyarakat (Sinungan, 2009). Upaya kesiapsiagaan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana tidak dapat berjalan dengan sendirinya, dan harus bekerjasama, terintergrasi dan didukung oleh berbagai lintas sektor terkait misalnya Rumah Sakit baik swasta dan pemerintah, organisasi kemasyarakatan, dan instansi pemerintah terkait misalnya Departemen Sosial, Departemen Perhubungan, Departemen Pekerjaan Umum dan lain-lain yang tentunya mempunyai kebijakan terkait penanggulangan bencana.
2.6.17. Kondisi Ekonomi (dampak globalisasi, tingkat persaingan, infalsi ekonomi, resesi, dan pengurangan alokasi pegawai) dan kondisi politik Sutermeister seperti yang dikutip Sedarmayanti, 2009, bahwa kondisi tersebut memaksa pimpinan dan pemerintah memberikan perhatian lebih besar kepada upaya pengembangan para pegawainya. Tampak nilai efisiensi tampil sebagai nilai dengan pengaruh yang sangat besar. Peningkatan nilai efisiensi berpengaruh terhadap fungsi pengembangan melalui peningkatan produktivitas sumber daya manusia dalam pemerintahan (Gomes, 2003). Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
BAB 3 KERANGKA TEORI , KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Teori Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan diatas, kerangka teori yang akan digunakan dalam penelitian ini menggambarkan produktivitas sumber daya manusia kesehatan dalam hal ini adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan antara lain umur, jenis kelamin, lama pengalaman bekerja, pengetahuan, ketrampilan, pelatihan, kemampuan, sikap, perilaku, motivasi, disiplin serta etos kerja, organisasi (meliputi visi, misi, tujuan, dukungan sumber daya/teknologi, sistem dan praktek manajemen, kebijakan, kepemimpinan, informasi, struktur dan desain pekerjaan, evaluasi, komunikasi, kompensasi), peraturan perundangan, kebijakan pemerintah, kemitraan, dukungan dari masyarakat/stakeholder, ekonomi (dampak globalisasi, tingkat persaingan) dan politik.
63
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
64
1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Lama pengalaman bekerja 4. Pengetahuan 5. Ketrampilan 6. Pelatihan 7. Kemampuan 8. Kompetensi 9. Sikap 10. Perilaku 11. Motivasi 12. Disiplin 13. Etos kerja 14. Organisasi (visi, misi, tujuan, dukungan sumber daya/teknologi, sistem dan praktek manajemen, informasi, kebijakan, kepemimpinan, evaluasi, kompensasi, komunikasi, struktur dan desain pekerjaan) 15. Peraturan Perundangan, Kebijakan Pemerintah 16. Kemitraan, dukungan dari masyarakat/stakeholder 17. Ekonomi (dampak globalisasi, tingkat persaingan, dsb) 18. Politik
Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Gambar 3.1 Kerangka teori disarikan dari berbagai sumber Hamalik, 2007; Paul Mali, Anoraga, Nanang Fatah, Ravianto, Sutermeister, Muchdarsyah dalam Yuniarsih, 2008; Sutermeister dalam Sedarmayanti, 2009; Tiffin & Cormick dalam Sutrisno, 2009
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
65
3.2. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori tersebut diatas serta adanya keterbatasan yang dimiliki penulis, maka kerangka konsep yang dikembangkan penulis sebagai bahan acuan penulisan lebih lanjut seperti pada gambar berikut ini:
Karakteristik individu: 1. Umur 2. Jenis kelamin 3. Lama pengalaman bekerja
Frekuensi pelatihan yang diikuti oleh sumber daya manusia kesehatan : 4. 5. 6. 7.
Pelatihan manajemen bencana Pelatihan teknis lapangan Pelatihan teknis penunjang Simulasi/Gladi
Organisasi:
Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Banjir Di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010
8. Kecukupan Sarana 9. Tersedianya Biaya Operasional 10. Dukungan Informasi 11. Tersedianya Prosedur Tetap/Pedoman 12. Pelaksanaan Evaluasi 13. Pemberian Kompensasi
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian
Dari bagan di atas tampak bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana disebutkan antara lain dari karakteristik individu (umur, jenis kelamin, lama pengalaman kerja), frekuensi pelatihan-pelatihan yang pernah Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
66
diikuti sumber daya manusia kesehatan (meliputi pelatihan manajemen bencana, pelatihan teknis lapangan, pelatihan teknis penunjang, dan simulasi atau gladi) dan organisasi (mencakup kecukupan sarana, ketersediaan biaya operasional, dukungan informasi, ketersediaan prosedur tetap atau pedoman, pelaksanaan evaluasi, dan pemberian kompensasi). Faktor-faktor
yang
dimasukan
kedalam
kerangka konsep
penelitian
merupakan faktor yang sesuai pada saat ini untuk menggambarkan hubungan faktor tersebut dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir. Menurut Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 150 tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan, bahwa di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta tersebut secara jelas ditetapkan organisasi atau unit kerja yang bertanggungjawab terhadap pengelolaan program penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana yaitu pada seksi Gawat Darurat dan Bencana. Sejalan dengan itu, organisasi membutuhkan orang-orang yang mampu melaksanakan tugas-tugas pada organisasi atau unit kerja secara cepat dan benar yang didapat dengan cara pelatihan. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes Indonesia Nomor 876/Menkes/SK/XI/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Penanganan Krisis dan Masalah Kesehatan Lain dengan menitikberatkan kepada upaya sebelum terjadinya bencana, yang antara lain mendorong terbentuknya unit kerja
untuk
penanganan masalah krisis dan masalah kesehatan lain, mengembangkan sistem manajemen penanganan masalah krisis dan masalah kesehatan lain, mengembangkan system informasi dan komunikasi penanganan masalah krisis dan kesehatan lain, menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai dan mendukung pelayanan kesehatan bagi korban, dan meningkatkan kualitas dan kuantitas petugas melalui pendidikan dan pelatihan. Beberapa teori menyebutkan bahwa pelatihan mempunyai fokus untuk memberikan keahlian yang bermanfaat bagi organisasi secara cepat (Simamora, 2006), sehingga dapat meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam melaksanakan tugas secara cepat dan benar (Atmodiwiro, 2002).
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
67
Selain itu, karena keterbatasan yang dimiliki peneliti dalam menelusuri pengetahuan, metoda pengukuran, waktu dan tenaga untuk melihat gambaran faktor pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, kompetensi, sikap, perilaku, motivasi, disiplin, etos kerja, sistem dan praktek manajemen, kebijakan, kepemimpinan, komunikasi, struktur dan desain pekerjaan, peraturan perundangan, kebijakan pemerintah kemitraan, kondisi ekonomi dan politik, maka hasil yang diperoleh belum dapat menjelaskan secara menyeluruh tentang faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010. Selain itu, konsep penelitian ini lebih mendasarkan pada pendekatan perspektif dibandingkan pendekatan yang definitif.
3.3. Definisi Operasional 3.3.1. Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Banjir Adalah sikap sumber daya manusia kesehatan yang selalu bersedia bekerja di luar jam kerja rutin dengan perintah atasan yang datang secara mendadak serta bersedia bekerja dengan sarana dan biaya operasional yang tersedia di unit kerja untuk kegiatan penanggulangan bencana banjir. Katagori siap siaga jika bersedia di luar jam kerja rutin dengan perintah atasan mendadak serta bersedia bekerja dengan sarana dan biaya operasional yang yang tersedia di unit kerja untuk kegiatan penanggulangan bencana banjir, sedangkan katagori tidak siap siaga jika tidak bersedia bekerja di luar jam kerja rutin dan atau tidak bersedia bekerja dengan perintah atasan yang datang secara mendadak dan atau tidak bersedia bekerja dengan sarana dan biaya operasional yang tersedia di unit kerja untuk kegiatan penanggulangan bencana banjir. Katagorinya adalah siap siaga dan tidak siap siaga. Skalanya adalah nominal.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
68
3.3.2. Karakteristik Individu 3.3.2.1. Umur Adalah lama hidup sumber daya manusia kesehatan sejak lahir hingga mencapai ulang tahun terakhirnya pada saat wawancara dilakukan dinyatakan dalam tahun. Katagorinya dibagi 2 katagori berdasarkan nilai median. Skalanya ordinal.
3.3.2.2. Jenis Kelamin Adalah identitas seksual sumber daya manusia kesehatan yang dibawa saat lahir. Katagorinya adalah laki-laki, perempuan. Skalanya nominal.
3.3.2.3. Lama Pengalaman Kerja Adalah lama waktu bekerja sumber daya manusia kesehatan diunit terkait penanggulangan bencana dihitung mulai dari pertama kali mulai bekerja di unit tersebut sampai pada saat wawancara dilakukan dinyatakan dalam tahun. Katagorinya > 10 tahun, 6 – 10 tahun, 2 - 5 tahun, ≤ 1 tahun. Skalanya interval.
3.3.3. Pelatihan 3.3.3.1. Pelatihan Manajemen Bencana Adalah dengan melihat frekuensi pelatihan manajemen penanggulangan bencana yang pernah diikuti oleh sumber daya manusia kesehatan dengan ruang lingkup perencanaan
penanggulangan,
pengorganisasian
pelaksanaan
penanggulangan,
monitoring dan evaluasi. Katagorinya adalah sering ≥ 2 kali, pernah hanya 1 kali dan belum pernah. Skalanya adalah ordinal.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
69
3.3.3.2. Pelatihan Teknik Lapangan Adalah dengan melihat frekuensi pelatihan teknik lapangan yang diikuti oleh sumber daya manusia kesehatan yang sesuai dengan kompetensinya seperti untuk dokter adalah ATLS (Advanced Traumatic Life Support), ACLS (Advanced Cardiology Life Support), PPGD (Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat), GELS (General Emergency Life Support); untuk perawat adalah mengikuti pelatihan BCLS (Basic Cardiology Life Support), BTLS (Basic Traumatic Life Support), BLS (Basic Life Support), GELS (General Emergency Life Support), Emergency Nursing; untuk tenaga gizi adalah mengikuti pelatihan pelayanan gizi darurat; untuk tenaga sanitarian adalah mengikuti pelatihan penyediaan air bersih dan sanitasi darurat; serta untuk bidan adalah mengikuti pelatihan kesehatan reproduksi. Katagorinya adalah sering ≥ 2 kali, pernah hanya 1 kali dan belum pernah. Skalanya adalah ordinal.
3.3.3.3. Pelatihan Teknik Penunjang Adalah dengan melihat frekuensi pelatihan yang bersifat teknik penunjang yang diikuti oleh sumber daya manusia kesehatan dengan ruang lingkup pelatihan evakuasi korban perairan dengan perahu karet, pelatihan RHA (Rapid Health Assessment), pelatihan pendirian pos pelayanan kesehatan, pendirian Rumah Sakit Lapangan, pelatihan transportasi dan evakuasi medis, pelatihan operasional water purifier, pelatihan radio komunikasi dan pengelolaan data dan informasi. Katagorinya adalah sering ≥ 2 kali, pernah hanya 1 kali dan belum pernah. Skalanya adalah ordinal.
3.3.3.4. Simulasi/Gladi Adalah dengan melihat frekuensi simulasi/gladi yang diikuti oleh sumber daya manusia kesehatan dengan ruang lingkup seperti simulasi/gladi posko maupun simulasi/gladi lapangan. Katagorinya adalah sering ≥ 2 kali, pernah hanya 1 kali dan belum pernah. Skalanya adalah ordinal. Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
70
3.3.4. Organisasi 3.3.4.1. Kecukupan Sarana Adalah dengan melihat ketersediaan sarana yang mencakup obat, bahan dan alat sanitasi darurat, alat kesehatan, sarana penunjang lapangan (genset, tenda, alat pelindung diri, identitas petugas, alat komunikasi dan informasi) serta transportasi. di unit kerja yang digunakan untuk mendukung tugas sumber daya manusia kesehatan dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir. Katagori cukup bila sarana tersebut diatas tersedia dan memadai untuk mendukung tugas sumber daya manusia kesehatan, sedangkan tidak cukup bila salah satu sarana diatas tidak tersedia atau tersedia tetapi tidak memadai. Katagorinya adalah cukup dan tidak cukup Skalanya adalah nominal.
3.3.4.2. Ketersediaan Biaya Operasional Adalah dengan melihat ketersediaan biaya operasional di unit kerja yang digunakan untuk upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir. Katagorinya adalah tersedia dan tidak tersedia Skalanya adalah nominal.
3.3.4.3. Dukungan Informasi Adalah dengan melihat ketersediaan jenis informasi yang mencakup peta rawan bencana, gambaran aksesibilitas wilayah kerja, buffer stock sarana (transportasi, alat kesehatan dan alat penunjang, obat, bahan dan alat sanitasi, alat pelindung diri dan identitas petugas lapangan, sarana komunikasi dan informasi) di unit kerja yang terkait upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir. Katagori cukup bila semua jenis tersedia, sedangkan tidak cukup bila salah satu jenis informasi diatas tidak ada. Katagorinya adalah cukup dan tidak cukup. Skalanya adalah nominal.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
71
3.3.4.4. Ketersediaan Prosedur Tetap/Pedoman Adalah dengan melihat ketersediaan prosedur tetap/pedoman yang dapat digunakan dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir diunit kerja. Katagorinya adalah tersedia dan tidak tersedia. Skalanya adalah nominal.
3.3.4.5. Pelaksanaan Evaluasi Adalah dengan melihat pelaksanaan evaluasi di unit kerja setiap menyelesaikan tugas terkait upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir mencakup kesiapan fisik, kemampuan teknik dan pelaksanaan kegiatan penanggulangan yang pernah dilakukan. Katagorinya adalah dilaksanakan dan tidak dilaksanakan. Skalanya adalah nominal.
3.3.4.6. Pemberian Kompensasi Adalah dengan melihat pemberian kompensasi yang pernah diberikan oleh unit kerja berupa penghargaan, bonus, imbalan bila telah melaksanakan tugas dengan baik Katagorinya adalah pernah dan tidak pernah. Skalanya adalah nominal. 3.4. Hipotesis Berdasarkan kerangka konsep diatas, maka hipotesis-hipotesis yang disusun oleh peneliti adalah sebagai berikut: a) Hipotesis mayor yaitu : − Ada perbedaan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan
masalah
kesehatan
akibat
bencana
banjir
menurut
karakteristik individu − Makin sering mengikuti pelatihan-pelatihan terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir, maka sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir makin siap siaga Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
72
− Makin baik organisasi atau unit program terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir, maka sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir makin siap siaga b) Hipotesis minor yaitu : − Makin tua umur sumber daya manusia kesehatan, maka makin siap siaga dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir −
Kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan berjenis kelamin laki-laki lebih siap siaga dibandingkan dengan berjenis kelamin perempuan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir
− Makin lama pengalaman kerja sumber daya manusia kesehatan di unit program terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir, maka makin siap siaga −
Makin sering sumber daya manusia kesehatan mengikuti pelatihan manajemen bencana, maka makin siap siaga
−
Makin sering sumber daya manusia kesehatan mengikuti pelatihan teknik lapangan, maka makin siap siaga
−
Makin sering sumber daya manusia kesehatan mengikuti pelatihan teknik penunjang, maka makin siap siaga
−
Makin sering sumber daya manusia kesehatan mengikuti gladi/simulasi, maka makin siap siaga
−
Dengan cukupnya sarana untuk penanggulangan masalah kesehatan akibat banjir di unit kerja, maka sumber daya manusia kesehatan makin siap siaga dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir.
−
Dengan tersedianya biaya operasional untuk penanggulangan masalah kesehatan akibat banjir di unit kerja, maka sumber daya manusia kesehatan makin siap siaga dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir.
−
Dengan cukupnya dukungan informasi untuk penanggulangan masalah kesehatan akibat banjir di unit kerja, maka sumber daya manusia kesehatan Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
73
makin siap siaga dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir. −
Dengan tersedianya prosedur tetap/pedoman untuk penanggulangan masalah kesehatan akibat banjir di unit kerja, maka sumber daya manusia kesehatan makin siap siaga dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir.
−
Dengan melaksanakan evaluasi untuk penanggulangan masalah kesehatan akibat banjir di unit kerja, maka sumber daya manusia kesehatan makin siap siaga dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir.
−
Dengan pernah memberikan kompensasi, maka sumber daya manusia kesehatan makin siap siaga dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir.
Pada penelitian ini, kesiapsiagaan digambarkan dengan fungsi sebagai berikut: Y
= ƒ (x1, x2, x3, x4, x5, x6, x7, x8, x9, x10, x11, x12, x13)
(3.1)
Keterangan : Y
= Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Banjir Tahun 2010
x1
= Umur
x2
= Jenis Kelamin
x3
= Lama Pengalaman Kerja
x4
= Frekuensi Pelatihan Manajemen
x5
= Frekuensi Pelatihan Teknis Lapangan
x6
= Frekuensi Pelatihan Teknis Penunjang
x7
= Frekuensi Simulasi/Gladi
X8
= Kecukupan Sarana
X9
= Ketersediaan Biaya Operasional Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
74
x10 = Dukungan Informasi x11 = Ketersediaan Pedoman/Prosedur x12 = Pelaksanaan Evaluasi x13 = Pemberian Kompensasi
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain penelitian potong lintang (cross sectional) yaitu seluruh variabel yang diamati diukur pada waktu yang bersamaan pada saat penelitian berlangsung. Penelitian ini merupakan analisis data primer hasil wawancara dengan pengisian kuesioner oleh sumber daya manusia petugas kesehatan yang berada di unit pengelola program penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di unit program terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana pada Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur serta AGD Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Juni tahun 2010.
4.3. Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah sumber daya manusia kesehatan yang bekerja pada unit pengelola program penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana di Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur serta AGD Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Sampel pada penelitian adalah sama dengan total populasi yaitu sebanyak 295 pegawai pada unit pengelola program penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana yang berada di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. 75
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
76
Kriteria eksklusi sampel adalah : a) Tidak hadir (cuti dalam jangka waktu yang lama, izin dalam jangka waktu yang lama, sakit, dalam pendidikan) pada saat penelitian b) Tidak bersedia di wawancara
4.4. Teknik Pengumpulan Data Sumber data, instrumen dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut : a) Data yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan langsung dari sumber daya manusia kesehatan di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat dan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur serta AGD Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. b) Instrumen pengumpulan data penelitian ini di desain dalam bentuk kuesioner yang dilakukan sepenuhnya oleh peneliti. Uji coba instrumen dilakukan sebelum pengumpulan data (turun lapangan), yang dilakukan pada pegawai tapi bukan pada lokasi penelitian. Uji coba ini bertujuan untuk memperbaiki kalimat pertanyaan yang kurang dimengerti. c) Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner. Pengisian kuesioner dilakukan pada unit pengelola program penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana di Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat dan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur serta AGD Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
77
4.5. Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1. Pengolahan data Data yang terkumpul kemudian diolah dengan bantuan komputer melalui tahap-tahap: − Data editing yaitu memeriksa kelengkapan kuesioner sebelum melakukan data entry − Data coding yaitu membuat kode angka yang jawabannya group. − Data entry yaitu memasukkan data ke komputer dengan program olah data statistik − Data cleaning dengan cara memeriksa kebenaran saat atau setelah memasukkan data ke komputer − Data transformation yaitu kegiatan yang mencakup pembuatan variable komposit, pengkodean ulang, dan sebagainya.
4.5.2. Analisis data Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS dan dilakukan secara bertahap dimulai dari analisa univariat, bivariat dan multivariat.
4.5.2.1. Analisis Univariat Analisa statistik univariat digunakan untuk menggambarkan distribusi setiap variabel yang diukur dalam penelitian dengan cara mendeskripsikannya dan dinyatakan dalam bentuk proporsi. Dalam menjawab pertanyaan kelompok kesiapsiagaan sumber daya manusis dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir dan pelatihan, skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert. Skala ini mengukur tingkat persetujuan atau ketidaksetujuan responden terhadap serangkaian pertanyaan yang mengukur suatu obyek. Skala ini dikembangkan Rensis Likert dan biasanya memiliki 5 atau 7 katagori dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Apabila responden menjawab sangat setuju sekali atau sangat setuju atau setuju, maka responden
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
78
merupakan kelompok responden yang siap siaga, sedangkan responden yang menjawab ragu-ragu atau tidak setuju atau sangat tidak setuju, maka responden tersebut merupakan kelompok responden yang tidak siap siaga. Skala Likert banyak digunakan dalam riset-riset SDM yang menggunakan metode survei untuk mengukur sikap, persepsi karyawan, tingkat kepuasan karyawan, atau mengukur perasaan karyawan yang lain. Skala Likert dapat dikatagorikan sebagai skala interval (Istijanto, 2006). Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif (Sugiyono, 2008). Sedangkan dalam menjawab pertanyaan kelompok organisasi menggunakan skala Guttman. Dengan skala ini didapat jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan. Skala Guttman dapat dibuat dalam bentuk pilihan ganda maupun bentuk checklist (Sugiyono, 2008).
4.5.2.2. Analisis Bivariat Dalam analisis bivariat digunakan uji Chi-square atau uji beda proporsi, karena data yang digunakan berbentuk katagorik. Analisis ini
digunakan untuk
melihat ada tidaknya hubungan antara dua variabel dan kemaknaannya dilihat dari nilai p < 0,05(Hastono dan Sabri, 2008).
4.5.2.3. Analisis Multivariat Metode regresi merupakan komponen penting dalam analisa data untuk menggambarkan hubungan antara variabel terikat dengan satu atau lebih variabel bebas. Selanjutnya penggunaan regresi logistik digunakan bila variabel terikat merupakan bilangan biner atau dikotomus (bukan data kontinyu) (Adisasmita, 1993). Sebelum dilakukan analisis multivariat maka terlebih dahulu ditentukan variable independen yang akan masuk kedalam model analisis berdasarkan uji Chi-square yang dikonversikan kedalam nilai p dari masing-masing variable independen terhadap variable dependen. Variabel independen yang dapat diikutkan sebagai kandidat dalam uji multivariat adalah variabel independen yang berasal dari hasil
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
79
analisa bivariatnya mempunyai p ≤ 0,25. Kriteria ini ditetapkan berdasarkan pengalaman empirik, dimana penggunaan nilai p < 0,05 seringkali tidak berhasil mengidentifikasi variabel yang dianggap penting (Adisasmita,1993; Riyanto, 2009). Menurut Hosmer dan Lemeshow , 1989, menyatakan bahwa variabel yang dapat diikutkan pada analisis multivariat didasarkan pada variabel yang mempunyai p-value ≤ 0,25 dengan analisis bivariat. Variabel kandidat dari hasil analisis bivariat dimasukkan bersama-sama ke dalam model. Selanjutnya, variabel yang memiliki nilai p test Wald yang lebih kecil dari 0,05 dimasukkan kedalam model utama. Analisis multivariat dilakukan untuk menganalisa dan memperkirakan faktorfaktor yang dominan dengan variabel terikat melalui variabel bebas secara bersamasama dengan menggunakan uji regresi logistik pada tingkat kepercayaan 95%. Analisis multivariat dilakukan untuk menganalisa dan meramalkan hubungan antara variable dependen dalam hal ini kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dengan sekelompok variable independen secara bersama-sama. Analisis data pada tahap analisis multivariat dilakukan dengan menghitung nilai OR adjusted tiap variabel, 95% Confidence Interval for Odds Ratio, nilai p tes Wald, dan mencari variabel interaksi. Analisis multivariat dilakukan untuk memperkirakan pengaruh variabel independen utama terhadap variabel dependen dengan mengontrol pengaruh variabel independen lainnya. Selanjutnya, dilakukan pencarian variabel interaksi dengan cara membuat perkalian antar variabel independen didalam model utama. Variabel interaksi yang masuk kedalam model regresi logistik ditentukan berdasarkan LR test (Likelihood Ratio test) dengan batas nilai p ≤ 0,01 (Basuki, 1999; Riono dkk, 1992). Model akhir terdiri dari variabel independen utama, variabel confounding dan variabel interaksi. Pemilihan model akhir dinyatakan dengan mempertimbangkan nilai koefisien regresi variabel independen utama, nilai p Wald variabel independen utama, variabel confounding dan variabel interaksi (p < 0,05) serta nilai R square/R2. Dalam pembuatan model regresi logistik ganda, digunakan metode forward selection yaitu dengan memasukkan satu persatu variabel dari hubungan variabel dan
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
80
memenuhi kriteria kemaknaan statistik melalui evaluasi model yaitu menilai p-value < 0,05, selisih OR antar model 10%, selisih R square antar model 10% untuk masuk ke dalam model. Variabel yang pertama kali masuk adalah variabel yang mempunyai OR terbesar dan variabel tersebut secara substansi dapat diintervensi. Model regresi logistik ganda adalah model matematis yang menggambarkan hubungan antara beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen dikotom (Kleinbaum, 1994). Tujuan pembuatan model dalam regresi logistik adalah mengestimasi secara valid hubungan eksposur dengan penyakit (Hesketh dan Everit, 1998), mengestimasi besarnya probabilitas bahwa subyek akan mendapatkan penyakit tertentu, dan menentukan faktor-faktor atau variabel explanatory yang mempengaruhi nilai tersebut (Pagano dan Gauvreau, 1993). Dalam hal ini yang dimaksud dengan eksposur adalah variabel independen dan yang dimaksud dengan penyakit adalah variabel dependen (kesiapsiagaan). Model regresi logistik merupakan log odds atau logit dari satu set variabel dan dirumuskan sebagai (Schelesselman, 1982):
ln px/qx = ßo + ß1X1 + ß2X2 + ....... + ßpX p
(4.1)
Parameter ßo disebut juga intersep atau background odds atau baseline odds dan merupakan log odds untuk individu bila semua nilai X adalah nol (Kleinbaum, 1994). Parameter ß1 disebut juga slope (Kleinbaum, 1994) atau koefisien regresi logistik (Schelesselman, 1982) dan merupakan perubahan pada log odds untuk tiap perubahan dari satu unit variabel independen (Kleinbaum, 1994). Asumsi model regresi logistik adalah logit atau ln px/qx merupakan fungsi linear dari variabel X1 akan mengubah logit sebesar ß1 (Schelesselman, 1982; Pagano dan Gauvreau, 1993). Probabilitas individu untuk mendapatkan penyakit (px) dapat dihitung bila nilai ßo, ßp dan Xp diketahui. Selain itu, dapat pula dihitung nilai Odds Ratio (OR) terhadap penyakit tertentu pada subyek yang terekspos (X = 1) dan pada subyek yang tidak terekspos (X = 0) (Pagano dan Gauvreau, 1993). Dalam hal ini yang
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
81
dimaksud dengan eksposur adalah variabel independen dan yang dimaksud dengan penyakit adalah variabel dependen (kesiapsiagaan). Perhitungan probabilitas tersebut adalah sebagai berikut:
1 px =
(4.2) 1 + e –( ßo + ß1X1 + ß2X2 + ....... + ßpX p)
Model logit yang mempunyai variabel interaksi dirumuskan sebagai berikut: ln px/qx = ßo + ß1X1 + ß2X2 + ß3X1X2
(4.3)
Simbol ß3 merupakan hasil estimasi koefisien regresi variabel dari variabel interaksi X1X2. Adapun tahap-tahap dalam analisis multivariat sebagai berikut:
a. Full Model Variabel yang telah memenuhi syarat (p-value ≤ 0,25) secara bersama-sama dimasukkan ke dalam model regresi logistik. Selanjutnya, dilakukan penyaringan variabel utama yaitu variabel dengan nilai p Wald < 0,05. Uji atau tes Wald dihitung dengan membagi koefisien regresi logistik dengan Standard Error (ß/SE). (Kleinbaum, 1994). Uji Wald digunakan untuk menguji hipotesis apakah nilai parameter ß sama dengan nol (OR = 1) atau tidak ada efek dari variabel independen terhadap variabel dependen. Hipotesis nol yang ditolak berarti variabel independen tersebut mempunyai efek, baik efek risiko ataupun efek protektif terhadap variabel dependen dan batas penolakan ini adalah bila p-value < 0,05.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
82
b. Pemilihan Variabel Interaksi Selanjutnya setelah didapatkan full model, lalu dilakukan identifikasi variabel interaksi. Variabel dikatakan interaksi bila efek dari dua atau lebih faktor risiko lebih besar atau lebih kecil dibandingkan efek masing-masing faktor risiko (Schelesselman, 1982). Bila efek gabungan melebihi dari jumlah efek masing-masing variabel, dikatakan dua variabel berinteraksi secara sinergis; dan bila efek gabungan lebih kecil dari jumlah efek masing-masing variabel, dikatakan dua variabel berinteraksi secara antagonis (Schelesselman, 1982). Variabel interaksi didapatkan dengan mengalikan antar variabel yang ada di dalam model utama. Kelayakan variabel interaksi untuk masuk ke dalam model logistik didasarkan pada uji Likelihood Ratio. Uji Likelihood Ratio atau LR test dilakukan dengan membandingkan nilai likelihood dari model yang mengandung variabel dengan model tanpa variabel (Kleinbaum, 1994). Pada LR test ini dihasilkan nilai LR statistik, degree of freedom (df) dan p-value. Nilai LR statistik merupakan selisih dari -2 log likelihood dari model tanpa variabel dengan -2 log likelihood dari model dengan variabel (Kleinbaum, 1994). Nilai LR disebut juga statistik G (Homer dan Lemeshow, 1989). Likelihood sama fungsinya dengan R2 dalam estimasi least square yang berarti semakin banyak jumlah variabel dalam model, semakin besar nilai R2, semakin baik model tersebut. Degree of freedom atau df merupakan selisih jumlah parameter kedua model (Kleinbaum, 1994). Metode analisis kelayakan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode forward selection (Pagano dan Gauvreau, 1993) atau disebut juga forward inclusion (Kleinbaum, 1994). Metode tersebut termasuk ke dalam metode stepwise. Prosesnya adalah dengan memasukkan satu variabel ke dalam model lalu diuji kelayakan variabel model tersebut. Kelayakan suatu variabel interaksi untuk masuk ke dalam model menggunakan uji rasio likelihood.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
83
Variabel interaksi yang layak masuk ke dalam model regresi logistik adalah bila mempunyai p-value ≤ 0,1 (Basuki, 1999; Riono, 1992).
c. Peran Variabel Confounding dan Pemilihan Model Akhir Setelah melakukan uji kemaknaan variabel interaksi selanjutnya dilakukan penentuan
variabel
confounding
dan
penentuan
model
akhir
dengan
mempertimbangkan variabel confounding. Tahap ini merupakan pertimbangan non statistik atau merupakan proses subyektif (Kleinbaum, 1992). Analisis confounding dilakukan dengan membandingkan model tanpa variabel confounding dan model dengan variabel confounding. Untuk menentukan confounder digunakan indeks confounding dan digolongkan variabel confounding bila indeks lebih dari 10% (Riono dkk, 1992). Indeks confounding dirumuskan sebagai berikut:
ß tanpa confounder – ß adjusted dengan confounder Indeks confounding = 100% x ß adjusted dengan confounder (4.4)
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1
Analisis Univariat Populasi pada penelitian ini adalah sumber daya manusia kesehatan yang
bekerja pada unit pengelola program penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana di Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Pusat, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Utara, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan, Suku Dinas Kesehatan Jakarta Barat dan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur serta AGD Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Sampel pada penelitian adalah sama dengan total populasi yaitu sebanyak 295 pegawai pada unit pengelola program penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana yang berada di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Tetapi karena keterbatasan waktu dan tenaga, peneliti hanya mendapatkan sampel berjumlah 251 responden, sedangkan 44 responden masuk ke dalam kriteria eksklusi.
5.1.1
Gambaran Kesiapsiagaan Responden Dari hasil pernyataan responden mengenai kesiapsiagaan sumber daya
manusia kesehatan, menunjukkan hasil seperti pada tabel 5.1 berikut ini.
Tabel 5.1 Distribusi Hasil Pernyataan Responden
No. Pernyataan SDM Kesehatan Terhadap Kesiapsiagaan 1. Bersedia bekerja di luar jam kerja rutin 2. Bersedia bekerja berdasarkan perintah yang mendadak 3. Bersedia bekerja dengan sarana yang tersedia 4. Bersedia bekerja dengan biaya operasional yang tersedia 84
Kategori
Tidak siap siaga Siap siaga Tidak siap siaga Siap siaga Tidak siap siaga Siap siaga Tidak siap siaga Siap siaga
n
%
21 230 48 203 13 238 16 235
8,4 91,6 19,1 80,9 5,2 94,8 6,4 93,6
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
85
Pada tabel 5.1 dijelaskan, bahwa responden yang bersedia bekerja di luar jam kerja rutin sebanyak 91,6%, bersedia bekerja berdasarkan perintah yang mendadak sebanyak 80,9%, bersedia bekerja dengan sarana yang tersedia sebanyak 94,8% serta yang bersedia bekerja dengan biaya operasional yang tersedia sebanyak 93,6%. Berdasarkan hasil diatas, gambaran kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta menunjukkan hasil seperti pada tabel 5.2 berikut ini.
Tabel 5.2 Distribusi Kesiapsiagaan Responden (n = 251) No.
Kesiapsiagaan
n
%
1.
Tidak siap siaga
180
31,9
2.
Siap siaga
171
68,1
Seperti yang telah dijelaskan dalam definisi operasional, bahwa sumber daya manusia kesehatan yang siap siaga adalah apabila sumber daya manusia atau responden bersedia bekerja di luar jam kerja rutin, bekerja berdasarkan perintah yang mendadak, bekerja dengan sarana yang tersedia serta bekerja dengan biaya operasional yang tersedia. Sedangkan sumber daya manusia kesehatan yang tidak siap siaga apabila tidak bersedia dengan salah satu situasi diatas. Dari tabel 5.2 terlihat gambaran kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 bahwa sebagian besar (68,1%) sumber daya manusia kesehatan yang bekerja di lingkungan Dinas Kesehatan di Provinsi DKI Jakarta menyatakan siap siaga dalam bekerja menghadapi bencana banjir dan 31,9% yang menyatakan tidak siap siaga.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
86
5.1.2
Gambaran Umur Responden Dari hasil pengukuran umur responden di lingkungan Dinas Kesehatan
Provinsi DKI Jakarta, umur responden saat penelitian mempunyai rentang usia adalah 21 tahun sampai dengan 55 tahun dengan nilai median 30 tahun. Atas dasar nilai median tersebut, maka umur responden terbagi atas 2 katagori, yaitu ≤ 30 tahun dan > 30 tahun. Distribusi umur responden menunjukkan hasil seperti pada tabel 5.3 berikut ini.
Tabel 5.3 Distribusi Umur Responden (n = 251)
n
%
156
62,1
95
37,9
Umur
≤ 30 thn
> 30 tahun
Dari tabel 5.3 terlihat gambaran umur responden bahwa sebagian besar (62,1%) berumur ≤ 30 tahun dan 37, 9% berumur > 30 tahun.
5.1.3
Gambaran Jenis Kelamin Responden Dari hasil pengukuran jenis kelamin responden di lingkungan Dinas
Kesehatan Provinsi DKI menunjukkan hasil seperti pada tabel 5.4 berikut ini.
Tabel 5.4 Distribusi Jenis Kelamin Responden (n = 251)
Jenis kelamin
Perempuan
Laki-laki
n
%
81
32,3
170
67,7
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
87
Dari tabel 5.4 terlihat gambaran jenis kelamin responden bahwa sebagian besar (67,7%) berjenis kelamin laki-laki dan hanya 32,3% saja yang berjenis kelamin perempuan.
5.1.4
Gambaran Lama Pengalaman Kerja Responden Dari hasil pengukuran lama pengalaman kerja responden menunjukkan hasil
seperti pada tabel 5.5 berikut ini.
Tabel 5.5 Distribusi Lama Pengalaman Kerja Responden (n = 251)
Lama pengalaman kerja ≤ 1 thn 2 - 5 thn 6 - 10 thn > 10 thn
n 64 93 68 26
% 25,5 37,0 27,1 10,4
Dari tabel 5.5 terlihat gambaran lama pengalaman kerja responden bahwa sebagian besar (37%) mempunyai lama penglaman kerja selama 2-5 tahun dan hanya 10,4% mempunyai lama pengalaman kerja selama > 10 tahun.
5.1.5
Gambaran Frekuensi Pelatihan Manajemen Bencana Responden Dari hasil pengukuran frekuensi pelatihan manajemen bencana responden
menunjukkan hasil seperti pada tabel 5.6 berikut ini.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
88
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Pelatihan Manajemen Bencana Responden (n = 251) Frekuensi Pelatihan Manajemen Bencana Tidak pernah Pernah 1 kali Pernah ≥ 2 kali
n
%
112 64 75
44,6 25,5 29,9
Dari tabel 5.6 terlihat gambaran frekuensi pelatihan manajemen bencana yang pernah diikuti responden bahwa sebagian besar (44,6%) menyatakan tidak pernah mengikuti pelatihan. Ada 25,5% responden menyatakan pernah mengikuti 1 kali pelatihan manajemen bencana dan ada 29,9% responden yang menyatakan pernah mengikuti pelatihan ≥ 2 kali pelatihan manajemen bencana.
5.1.6
Gambaran Frekuensi Pelatihan Teknik Lapangan Responden Dari hasil pengukuran frekuensi pelatihan teknik lapangan responden
menunjukkan hasil seperti pada tabel 5.7 berikut ini.
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Pelatihan Teknik Lapangan Responden (n = 251) Frekuensi Pelatihan Teknik Lapangan Tidak pernah Pernah 1 kali Pernah ≥ 2 kali
n
%
84 65 102
33,5 25,9 40,6
Dari tabel 5.7 terlihat gambaran frekuensi pelatihan teknik lapangan yang pernah diikuti responden bahwa sebagian besar (40,6%) menyatakan pernah mengikuti pelatihan ≥ 2 kali. Ada 33,5% responden menyatakan
tidak pernah mengikuti
pelatihan teknik lapangan dan ada 25,9% responden yang menyatakan pernah mengikuti 1 kali pelatihan teknik lapangan. Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
89
5.1.7
Gambaran Frekuensi Pelatihan Teknik Penunjang Responden Dari hasil pengukuran Frekuensi pelatihan teknik penunjang responden
menunjukkan hasil seperti pada tabel 5.8 berikut ini.
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Pelatihan Teknik Penunjang Responden (n =251) Frekuensi Pelatihan Teknik Penunjang Tidak pernah Pernah 1 kali Pernah ≥ 2 kali
n
%
98 67 86
39,0 26,7 34,3
Dari tabel 5.8 terlihat gambaran frekuensi pelatihan teknik penunjang yang pernah diikuti responden bahwa sebagian besar (39,0%) menyatakan tidak pernah mengikuti pelatihan. Ada 34,3% responden menyatakan pernah mengikuti ≥ 2 kali pelatihan teknik penunjang dan ada 26,7% responden yang menyatakan pernah mengikuti pelatihan 1 kali pelatihan teknik penunjang.
5.1.8
Gambaran Frekuensi Gladi/Simulasi Responden Dari hasil pengukuran Frekuensi gladi/simulasi responden menunjukkan hasil
seperti pada tabel 5.9 berikut ini.
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Gladi/Simulasi Responden (n =251) Frekuensi Gladi/Simulasi Tidak pernah Pernah 1 kali Pernah ≥ 2 kali
n
%
79 34 138
31,5 13,5 55,0
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
90
Dari tabel 5.9 terlihat gambaran frekuensi gladi/simulasi yang pernah diikuti responden
bahwa
sebagian
besar
(55,0%)
menyatakan
pernah
mengikuti
gladi/simulasi ≥ 2 kali. Ada 31,5% responden menyatakan tidak pernah mengikuti gladi/simulasi dan ada 13,5% responden yang menyatakan pernah mengikuti 1 kali gladi/simulasi.
5.1.9
Gambaran Kecukupan Sarana menurut Responden Dari hasil pengukuran kecukupan sarana kerja di unit kerja menurut
responden menunjukkan hasil seperti pada tabel 5.10 berikut ini.
Tabel 5.10 Distribusi Kecukupan Sarana menurut Responden (n = 251) Kecukupan Sarana
Tidak cukup
Cukup
n
%
97
38,6
154
61,4
Dari tabel 5.10 terlihat gambaran kecukupan sarana di unit kerja menurut responden menyatakan bahwa sebagian besar (61,4%) responden menyatakan cukup dan ada 38,6% yang menyatakan tidak cukup.
5.1.10 Gambaran Tersedianya Biaya Operasional menurut Responden Dari hasil pengukuran tersedianya biaya operasional di unit kerja menurut responden menunjukkan hasil seperti pada tabel 5.11 berikut ini.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
91
Tabel 5.11 Distribusi Tersedianya Biaya Operasional menurut Responden (n=251) Tersedianya Biaya Operasional
Tidak tersedia
Tersedia
n
%
98
39,0
153
61,0
Dari tabel 5.11 terlihat gambaran tersedianya biaya operasional di unit kerja menurut responden menyatakan bahwa sebagian besar (61,0%) responden menyatakan tersedia dan ada 39,0% yang menyatakan tidak tersedia.
5.1.11 Gambaran Dukungan Informasi menurut Responden Dari hasil pengukuran dukungan informasi di unit kerja menurut responden menunjukkan hasil seperti pada tabel 5.12 berikut ini.
Tabel 5.12 Distribusi Dukungan Informasi menurut Responden (n =251) Dukungan Informasi
Tidak cukup
Cukup
n
%
47
18,7
204
81,3
Dari tabel 5.12 terlihat gambaran dukungan informasi di unit kerja menurut responden menyatakan bahwa sebagian besar (18,7%) responden menyatakan tidak cukup mendapat dukungan dan ada 81,3% yang menyatakan cukup.
5.1.12 Gambaran Tersedianya Protap/Pedoman menurut Responden Dari hasil pengukuran dukungan informasi di unit kerja menurut responden menunjukkan hasil seperti pada tabel 5.13 berikut ini.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
92
Tabel 5.13 Distribusi Tersedianya Protap/Pedoman menurut Responden (n = 251) Tersedianya Protap/Pedoman
Tidak tersedia
Tersedia
n
%
219
87,3
32
12,7
Dari tabel 5.13 terlihat gambaran ketersediaan protap/pedoman di unit kerja menurut responden menyatakan bahwa sebagian besar (87,3%) responden menyatakan tidak tersedia dan ada 12,7% yang menyatakan tersedia.
5.1.13 Gambaran Pelaksanaan Evaluasi Kegiatan menurut Responden Dari hasil pengukuran pelaksanaan evaluasi kegiatan penanggulangan di unit kerja menurut responden menunjukkan hasil seperti pada tabel 5.14 berikut ini.
Tabel 5.14 Distribusi Pelaksanaan Evaluasi Kegiatan menurut Responden (n =251) Pelaksanaan Evaluasi Kegiatan
Tidak dilakukan
Dilakukan
n
%
63
25,1
188
74,9
Dari tabel 5.14 terlihat gambaran pelaksanaan evaluasi kegiatan di unit kerja menurut responden menyatakan bahwa sebagian besar (74,9%) responden menyatakan dilakukan dan ada 25,1% yang menyatakan tidak dilakukan.
5.1.14 Gambaran Pemberian Kompensasi menurut Responden Dari hasil pengukuran pemberian kompensasi di unit kerja menurut responden menunjukkan hasil seperti pada tabel 5.15 berikut ini.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
93
Tabel 5.15 Distribusi Pemberian Kompensasi menurut Responden (n = 251) Pemberian Kompensasi
n
%
Tidak pernah
142
56,6
Pernah
109
43,4
Dari tabel 5.15 terlihat gambaran pemberian kompensasi di unit kerja menurut responden menyatakan bahwa sebagian besar (56,6%) responden menyatakan tidak pernah mendapatkan kompensasi dan ada 43,4% yang menyatakan pernah mendapatkan kompensasi.
5.2
Analisis Bivariat Berdasarkan hasil analisis yang menggunakan uji Chi-square untuk melihat
kemaknaan hubungan antara faktor-faktor dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dapat dilihat pada tabel 5.16.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
94
Tabel 5.16 Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Faktor Risiko
Umur ≤ 30 tahun > 30 tahun Jenis kelamin perempuan laki-laki Lama pengalaman kerja ≤ 1 tahun 2-5 tahun > 5 tahun Pelatihan Manajemen Bencana < 2 kali ≥ 2 kali Pelatihan Teknik Lapangan < 2 kali ≥ 2 kali Pelatihan Teknik Penunjang < 2 kali ≥ 2 kali Gladi/ Simulasi < 2 kali ≥ 2 kali Kecukupan sarana Tidak cukup Cukup
Tidak Siap siaga n %
Siap siaga
n
%
Total
p-value
61 19
76,2 23,8
95 76
55,6 44,4
156 95
0,003*
29 51
36,3 63,7
52 119
30,4 69,6
81 170
0,437
24 29 27
30,0 36,3 33,7
40 64 67
23,4 37,4 39,2
64 93 94
67 13
83,7 16,3
109 62
63,7 36,3
54 26
67,5 32,5
95 76
62 18
77,5 22,5
43 37
34 46
OR
CI 95% for OR lower upper
1,00 2,57
1,41
4,67
1,00 1,30
0,74
2,28
0,501 0,411 0,248
1,00 1,32 1,49
1,00 0,68 0,76
2,59 2,92
176 75
0,002*
1,00 2,93
1,499
5,734
55,6 44,4
149 102
0,097 **
1,00 1,66
0,952
2,899
103 68
60,2 39,8
165 86
0,011*
1,00 2,27
1,239
4,175
53,7 46,3
70 101
40,9 59,1
113 138
0,078 **
1,00 1,677
0,982
2,863
42,5 57,5
63 108
36,8 63,2
97 154
0,472
1,00 1,27
0,74
2,18
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
95
Faktor Risiko
Tidak Siap siaga n %
Siap siaga
n
p-value
OR
%
Tersedianya biaya operasional Tidak 35 43,7 63 36,8 tersedia 45 56,3 108 63,2 Tersedia Dukungan informasi 38 22,2 9 11,3 Tidak cukup 71 88,7 133 77,8 Cukup Tersedianya protap/ pedoman Tidak 73 91,3 146 85,4 tersedia 8,7 25 14,6 7 Tersedia Pelaksanaan evaluasi 33 19,3 30 37,5 Tidak 50 62,5 138 80,7 Ya Pemberian kompensasi 97 56,7 Tidak pernah 45 56,3 35 43,7 74 43,3 Pernah Keterangan: * p < 0.05 dan **p ≤ 0,25
5.2.1
Total
98 0,365 153
47 204
0,230**
219
0,273
32
63 188
0,003*
142 109
0,944
CI 95% for OR lower upper
1,00 1,33
0,78
2,29
1,00 0,66
0,20
1,67
1,79
0,74
4,32
1,00 2,51
1,39
4,53
1,00 0,98
0,57
1,68
1,00
Hubungan Umur dengan Kesiapsiagaan Berdasarkan tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya
manusia kesehatan pada kelompok umur ≤ 30 tahun sebesar 55,6%. Sedangkan pada kelompok umur > 30 tahun proporsinya 44,4%. Dari hasil analisis statistik untuk melihat hubungan antara umur dengan kesiapsiagaan pada tingkat kepercayaan 95%, ternyata menunjukkan adanya perbedaan
yang bermakna proporsi kesiapsiagaan
menurut kelompok umur. Kesiapsiagaan pada kelompok umur > 30 tahun 2,57 kali (dengan interval kepercayaan 1,41- 4,67) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur ≤ 30 tahun dan bermakna secara statistik (p = 0,003, atau p < 0,05). Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
96
5.2.2
Hubungan Jenis Kelamin dengan Kesiapsiagaan Berdasarkan tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya
manusia kesehatan pada jenis kelamin laki-laki sebesar 69,6%. Sedangkan pada jenis kelamin perempuan proporsinya 30,4%. Dari hasil analisis statistik untuk melihat hubungan antara jenis kelamin dengan kesiapsiagaan pada tingkat kepercayaan 95%, ternyata menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna (p = 0,437 atau p > 0,05). Dengan demikian perbedaan proporsi kesiapsiagaan antara laki-laki dan perempuan secara statistik tidak bermakna.
5.2.3
Hubungan Lama Pengalaman Kerja dengan Kesiapsiagaan Berdasarkan tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya
manusia kesehatan pada kelompok responden dengan lama pengalaman kerja ≤ 1 tahun sebesar 23,4%. Sedangkan pada kelompok responden dengan lama pengalaman kerja 2-5 tahun proporsinya 37,4% dan pada kelompok responden dengan pengalaman kerja > 5 tahun proporsinya 39,2%. Dari hasil analisis statistik untuk melihat hubungan antara lama pengalaman kerja dengan kesiapsiagaan pada tingkat kepercayaan 95%, ternyata menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna (p = 0,501 atau p > 0,05). Dengan demikian perbedaan proporsi kesiapsiagaan antara menurut lama pengalaman kerja sumber daya manusia kesehatan secara statistik tidak bermakna.
5.2.4
Hubungan
Frekuensi
Pelatihan
Manajamen
Bencana
dengan
Kesiapsiagaan Berdasarkan tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan pada kelompok responden dengan frekuensi pelatihan manajemen bencana < 2 kali sebesar 63,7%. Sedangkan pada kelompok responden dengan frekuensi pelatihan manajemen bencana ≥ 2 kali proporsinya 36,3%. Dari hasil analisis statistik untuk melihat hubungan antara frekuensi pelatihan manajemen bencana dengan kesiapsiagaan pada tingkat kepercayaan 95%, ternyata menunjukkan
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
97
adanya perbedaan
yang bermakna proporsi kesiapsiagaan
menurut frekuensi
pelatihan manajemen bencana. Kesiapsiagaan pada kelompok responden dengan frekuensi pelatihan manajemen bencana ≥ 2 kali lebih tinggi 2,93 kali (dengan interval kepercayaan 1,499 - 5,734) dibandingkan dengan kelompok responden dengan frekuensi pelatihan manajemen bencana < 2 kali dan bermakna secara statistik (p = 0,002 atau p < 0,05).
5.2.5
Hubungan Frekuensi Pelatihan Teknik Lapangan dengan Kesiapsiagaan Berdasarkan tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya
manusia kesehatan pada kelompok responden dengan frekuensi pelatihan teknik lapangan < 2 kali sebesar 55,6% %. Sedangkan pada kelompok responden dengan frekuensi pelatihan teknik lapangan ≥ 2 kali proporsinya 44,4%. Dari hasil analisis statistik untuk melihat hubungan antara frekuensi pelatihan teknik lapangan dengan kesiapsiagaan pada tingkat kepercayaan 95%, ternyata menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna (p = 0,097 atau p > 0,05). Dengan demikian perbedaan proporsi kesiapsiagaan menurut frekuensi pelatihan teknik lapangan yang pernah diikuti oleh sumber daya manusia kesehatan secara statistik tidak bermakna.
5.2.6
Hubungan Frekuensi Pelatihan Teknik Penunjang dengan Kesiapsiagaan Berdasarkan tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya
manusia kesehatan pada kelompok responden dengan frekuensi pelatihan teknik penunjang
< 2 kali sebesar 60,2%. Sedangkan pada kelompok responden dengan
frekuensi pelatihan teknik penunjang ≥ 2 kali proporsinya 39,8%. Dari hasil analisis statistik untuk melihat hubungan antara frekuensi pelatihan teknik penunjang dengan kesiapsiagaan pada tingkat kepercayaan 95%, ternyata menunjukkan adanya perbedaan
yang bermakna proporsi kesiapsiagaan
menurut frekuensi pelatihan
teknik penunjang. Kesiapsiagaan pada kelompok responden dengan frekuensi pelatihan teknik penunjang
≥ 2 kali lebih tinggi 2,27 kali
(dengan interval
kepercayaan 1,239 - 4,175) dibandingkan dengan kelompok responden dengan
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
98
frekuensi pelatihan manajemen bencana < 2 kali dan bermakna secara statistik (p = 0,011 atau p < 0,05).
5.2.7
Hubungan Frekuensi Gladi/Simulasi dengan Kesiapsiagaan Berdasarkan tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya
manusia kesehatan pada kelompok responden dengan frekuensi gladi/simulasi
<2
kali sebesar 40,9%. Sedangkan pada kelompok responden dengan frekuensi gladi/simulasi ≥ 2 kali proporsinya 59,1%. Dari hasil analisis statistik untuk melihat hubungan antara frekuensi gladi/simulasi dengan kesiapsiagaan pada tingkat kepercayaan 95%, ternyata menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna (p = 0,078, atau p > 0,05). Dengan demikian perbedaan proporsi kesiapsiagaan menurut frekuensi gladi/simulasi yang pernah diikuti oleh sumber daya manusia kesehatan secara statistik tidak bermakna.
5.2.8
Hubungan Kecukupan Sarana dengan Kesiapsiagaan Berdasarkan tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya
manusia kesehatan pada kelompok responden yang siap siaga dan menyatakan tidak cukup sarana di unit kerja sebesar 36,8%. Sedangkan pada kelompok responden yang siap siaga dan menyatakan cukup sarana di unit kerja proporsinya 63,2%. Dari hasil analisis statistik untuk melihat hubungan antara kecukupan sarana di unit kerja dengan kesiapsiagaan pada tingkat kepercayaan 95%, ternyata menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna (p = 0,472, atau p > 0,05). Dengan demikian perbedaan proporsi kesiapsiagaan menurut kecukupan sarana di unit kerja secara statistik tidak bermakna.
5.2.9
Hubungan Ketersediaan Biaya Operasional dengan Kesiapsiagaan Berdasarkan tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya
manusia kesehatan pada kelompok responden yang siap siaga dan menyatakan tidak tersedia biaya operasional di unit kerja sebesar 36,8% . Sedangkan pada kelompok
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
99
responden yang siap siaga dan menyatakan tidak tersedia biaya operasional di unit kerja proporsinya 63,2%. Dari hasil analisis statistik untuk melihat hubungan antara ketersediaan biaya operasional di unit kerja dengan kesiapsiagaan pada tingkat kepercayaan 95%, ternyata menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna (p = 0,365 atau p > 0,05). Dengan demikian perbedaan proporsi kesiapsiagaan menurut ketersediaan biaya operasional di unit kerja secara statistik tidak bermakna.
5.2.10 Hubungan Dukungan Informasi dengan Kesiapsiagaan Berdasarkan tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan pada kelompok responden yang siap siaga dan menyatakan tidak cukup mendapatkan dukungan informasi di unit kerja sebesar 22,2% . Sedangkan pada kelompok responden yang siap siaga dan menyatakan mendapatkan cukup dukungan informasi di unit kerja proporsinya 77,8%. Dari hasil analisis statistik untuk melihat hubungan antara dukungan informasi di unit kerja dengan kesiapsiagaan pada tingkat kepercayaan 95%, ternyata menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna (p = 0,230, atau p > 0,05). Dengan demikian perbedaan proporsi kesiapsiagaan menurut dukungan informasi di unit kerja secara statistik tidak bermakna.
5.2.11 Hubungan Ketersediaan Protap/Pedoman dengan Kesiapsiagaan Berdasarkan tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan pada kelompok responden yang siap siaga dan menyatakan tidak tersedianya protap/pedoman di unit kerja sebesar 85,4%. Sedangkan pada kelompok responden yang siap siaga dan menyatakan tersedianya protap/pedoman di unit kerja proporsinya 14,6%. Dari hasil analisis statistik untuk melihat hubungan antara ketersediaan protap/pedoman di unit kerja dengan kesiapsiagaan pada tingkat kepercayaan 95%, ternyata menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna (p = 0,273 atau p > 0,05). Dengan demikian perbedaan proporsi kesiapsiagaan menurut ketersediaan protap/pedoman di unit kerja secara statistik tidak bermakna.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
100
5.2.12 Hubungan Pelaksanaan Evaluasi dengan Kesiapsiagaan Berdasarkan tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan pada kelompok responden yang siap siaga dan menyatakan tidak adanya pelaksanaan evaluasi kegiatan di unit kerja sebesar 19,3%. Sedangkan pada kelompok responden yang siap siaga dan menyatakan adanya pelaksanaan evaluasi kegiatan di unit kerja proporsinya 80,7%. Dari hasil analisis statistik untuk melihat hubungan antara pelaksanaan evaluasi kegiatan di unit kerja dengan kesiapsiagaan pada tingkat kepercayaan 95%, ternyata menunjukkan adanya perbedaan bermakna proporsi kesiapsiagaan
yang
menurut pelaksanaan evaluasi di unit kerja.
Kesiapsiagaan pada kelompok yang menyatakan adanya pelaksanaan evaluasi kegiatan di unit kerja 2,51 kali (dengan interval kepercayaan 1,39 - 4,53) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang menyatakan tidak adanya pelaksanaan evaluasi kegiatan di unit kerja dan bermakna secara statistik (p = 0,003, atau p < 0,05).
5.2.13 Hubungan Pemberian Kompensasi dengan Kesiapsiagaan Berdasarkan tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan pada kelompok responden yang siap siaga dan menyatakan tidak pernah mendapatkan kompensasi dari unit kerja sebesar 56,7% . Sedangkan pada kelompok responden yang siap siaga dan menyatakan pernah mendapatkan kompensasi dari unit kerja proporsinya 43,3%. Dari hasil analisis statistik untuk melihat hubungan pemberian kompensasi dari unit kerja dengan kesiapsiagaan pada tingkat kepercayaan 95%, ternyata menunjukkan tidak adanya perbedaan
yang
bermakna (p = 0,944 atau p > 0,05). Dengan demikian perbedaan proporsi kesiapsiagaan menurut pemberian kompensasi dari unit kerja secara statistik tidak bermakna.
5.3 Analisis Multivariat Variabel independen yang akan masuk sebagai kandidat dalam model berdasarkan hasil uji statistik Chi-square adalah variabel independen yang memiliki
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
101
hubungan dengan variabel dependen (kesiapsiagaan smuber daya manusia kesehatan) dengan nilai p ≤ 0,25. Hasil uji Chi-square dari masing-masing variabel independen terhadap kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dapat dilihat pada tabel 5.16 sebelumnya. Dimana variabel independen yang akan masuk dalam analisis multivariat seperti pada tabel 5.17 berikut ini.
Tabel 5.17 Hasil Seleksi Bivariat
Variabel
p-value
OR
Umur
0,003
2,570
Frekuensi pelatihan manajemen bencana
0,002
2,930
Frekuensi pelatihan teknik lapangan
0,097
1,660
Frekuensi pelatihan teknik penunjang
0,011
2,270
Frekuensi gladi/simulasi
0,078
1,677
Dukungan informasi
0,230
0,664
Pelaksanaan evaluasi
0,003
2,510
Pada tabel 5.17, berdasarkan hasil analisis seleksi bivariat maka terdapat 7 (tujuh) variabel yang terpilih untuk masuk ke dalam analisis multivariat dengan pvalue ≤ 0,25. Variabel-variabel tersebut antara lain adalah umur, pelatihan manajemen bencana, pelatihan teknis lapangan, pelatihan teknis penunjang, simulasi/gladi, dukungan informasi dan pelaksanaan evaluasi. Variabel yang pertama kali masuk kedalam model adalah variabel yang mempunyai OR terbesar dan variabel tersebut secara substansi dapat diintervensi. Berikut ini adalah rincian tahapan analisis multivariat:
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
102
Tabel 5.18 Pelatihan Manajemen Bencana (Model 1) Variabel ß S.E. Wald df Pelatihan manajemen 1,076 0,342 9,874 1 bencana Constant 0,487 0,155 9,827 1 2 Keterangan: -2 log LL = 303,038, R Nagelkerke = 0,061
Sig. 0,002
Exp(ß) 2,932
0,002
1,627
Tabel 5.19 Pelatihan Manajemen Bencana dan Pelatihan Teknik Lapangan (Model 2) Variabel
ß
S.E.
Wald
df
Pelatihan manajemen 1,092 0,402 7,376 1 bencana Pelatihan teknik -0,027 0,341 0,006 1 lapangan Constant 0,493 0,173 8,129 1 2 Keterangan: -2 log LL = 303,038, R Nagelkerke = 0,061
Sig.
Exp(ß)
0,007
2,981
0,937
0,973
0,004
1,637
Tabel 5.20 Evaluasi antara Model 1 dan Model 2
Perbedaan R Square
Perbedaan OR
p-value
0,000
0,017
0,937
Pada tabel 5.20 terlihat bahwa
R square tetap, perbedaan OR variabel
pelatihan manajemen bencana tidak meningkat dari 10%, dan p-value pelatihan teknik lapangan tidak signifikan (p ≥ 0,05). Maka variabel pelatihan teknik lapangan tidak dapat masuk dalam model ini. Kemudian ditambahkan variabel pelatihan teknis penunjang menjadi model 3 dan dibandingkan dengan model 1 (tabel 5.21).
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
103
Tabel 5.21 Pelatihan Manajemen Bencana dan Pelatihan Teknik Penunjang (Model 3) Variabel
ß
S.E.
Wald
df
Pelatihan manajemen 0,862 0,419 4,224 1 bencana Pelatihan teknik 0,334 0,384 0,757 1 penunjang Constant 0,439 0,164 7,173 1 2 Keterangan: -2 log LL = 302,273, R Nagelkerke = 0,065
Sig.
Exp(ß)
0,040
2,367
0,384
1,397
0,007
1,551
Tabel 5.22 Evaluasi antara Model 1 dan Model 3
Perbedaan R Square
Perbedaan OR
p-value
0,067
-0,193
0,387
Pada tabel 5.22 terlihat bahwa perbedaan R square meningkat sebesar 6%, perbedaan OR variabel pelatihan manajemen bencana menurun lebih dari 10%, dan p-value pelatihan teknik penunjang tidak signifikan (p ≥ 0,05). Maka variabel pelatihan teknik penunjang dapat dipertahankan dalam model 4. Kemudian ditambahkan variabel pelaksanaan evaluasi menjadi model 4 dan dibandingkan dengan model 3 (tabel 5.23).
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
104
Tabel 5.23 Pelatihan Manajemen Bencana, Pelatihan Teknik Penunjang dan Pelaksanaan Evaluasi (Model 4) Variabel
ß
S.E.
Wald
df
Pelatihan manajemen 0,792 0,426 3,452 1 bencana Pelatihan teknik 0,235 0,392 0,360 1 penunjang Pelaksanaan evaluasi 0,743 0,311 5,724 1 Constant -0,050 0,261 0,037 1 2 Keterangan: -2 log LL = 296,598, R Nagelkerke = 0,095
Sig.
Exp(ß)
0,063
2,208
0,548
1,266
0,017 0,848
2,103 0,951
Tabel 5.24 Evaluasi antara Model 3 dan Model 4
Perbedaan R Square
Perbedaan OR
p-value
0,459
-0,067
0,017
Pada tabel 5.24 terlihat bahwa perbedaan R square meningkat lebih dari 10%, perbedaan OR variabel pelatihan manajemen bencana tidak menurun dari 10%, dan p-value pelaksanaan evaluasi signifikan (p < 0,05). Maka variabel pelaksanaan evaluasi dapat dimasukkan dalam model ini. Kemudian ditambahkan variabel umur menjadi model 5 dan dibandingkan dengan model 4 (tabel 5.25).
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
105
Tabel 5.25 Pelatihan Manajemen Bencana, Pelatihan Teknik Penunjang, Pelaksanaan Evaluasi dan Umur (Model 5) Variabel
ß
S.E.
Wald
df
Pelatihan manajemen 0,744 0,431 2,985 1 bencana Pelatihan teknik 0,217 0,396 0,300 1 penunjang Pelaksanaan evaluasi 0,660 0,316 4,361 1 Umur 0,361 0,216 2,779 1 Constant -0,139 0,268 0,271 1 2 Keterangan: -2 log LL = 293,681, R Nagelkerke = 0,110
Sig.
Exp(ß)
0,084
2,104
0,584
1,242
0,037 0,095 0,603
1,934 1,435 0,870
Tabel 5.26 Evaluasi antara Model 4 dan Model 5
Perbedaan R Square
Perbedaan OR
p-value
0,159
-0,047
0,095
Pada tabel 5.26 terlihat bahwa perbedaan R square meningkat lebih dari 10%, perbedaan OR variabel pelatihan manajemen bencana tidak menurun dari 10%, dan p-value umur tidak signifikan (p ≥ 0,05). Maka variabel pelaksanaan umur tidak dapat dimasukkan dalam model ini. Kemudian ditambahkan variabel gladi/simulasi menjadi model 6 dan dibandingkan dengan model 4 (tabel 5.27).
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
106
Tabel 5.27 Pelatihan Manajemen Bencana, Pelatihan Teknik Penunjang, Pelaksanaan Evaluasi dan Gladi/Simulasi (Model 6) Variabel
ß
S.E.
Wald
df
Pelatihan manajemen 0,847 0,436 3,773 1 bencana Pelatihan teknik 0,321 0,420 0,584 1 penunjang Pelaksanaan evaluasi 0,772 0,315 5,991 1 Gladi/Simulasi -0,193 0,351 0,301 1 Constant -0,009 0,271 0,001 1 2 Keterangan: -2 log LL = 296,297, R Nagelkerke = 0,096
Sig.
Exp(ß)
0,052
2,334
0,445
1,379
0,014 0,583 0,972
2,163 0,825 0,991
Tabel 5.28 Evaluasi antara Model 4 dan Model 6
Perbedaan R Square
Perbedaan OR
p-value
0,016
0,057
0,583
Pada tabel 5.28 terlihat bahwa perbedaan R square tidak meningkat dari 10%, perbedaan OR variabel pelatihan manajemen bencana tidak meningkat dari 10% dan p-value gladi/simulasi tidak signifikan (p ≥ 0,05). Maka variabel gladi/simulasi tidak dapat dipertahankan dalam model ini. Kemudian di tambahkan variabel dukungan informasi menjadi model 7 dan dibandingkan dengan model 4 (tabel 5.29).
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
107
Tabel 5.29 Pelatihan Manajemen Bencana, Pelatihan Teknik Penunjang, Pelaksanaan Evaluasi dan Dukungan Informasi (Model 7) Variabel
ß
S.E.
Wald
df
Pelatihan manajemen 0,861 0,435 3,913 1 bencana Pelatihan teknik 0,295 0,401 0,542 1 penunjang Pelaksanaan evaluasi 0,673 0,316 4,522 1 Dukungan informasi -0,941 0,410 5,264 1 Constant 0,749 0,442 2,868 1 2 Keterangan: -2 log LL = 290,706, R Nagelkerke = 0,125
Sig.
Exp(ß)
0,048
2,366
0,462
1,343
0,033 0,221 0,090
1,960 0,390 2,115
Tabel 5.30 Evaluasi antara Model 4 dan Model 7
Perbedaan R Square
Perbedaan OR
p-value
0,316
0,071
0,221
Pada tabel 5.30 terlihat bahwa perbedaan R square meningkat lebih dari 10%, perbedaan OR variabel pelatihan manajemen bencana tidak meningkat dari 10%, dan p-value dukungan informasi tidak signifikan (p > 0,05). Maka variabel dukungan informasi tidak dapat dipertahankan dalam model ini. Pada model 7 ini (Model Pelatihan Manajemen Bencana, Pelatihan Teknik Penunjang, Pelaksanaan Evaluasi dan Dukungan Informasi), terlihat bahwa p-value variabel pelatihan teknik penunjang berubah menjadi tidak signifikan (p ≥ 0,05) sehingga pelatihan teknik penunjang tidak dapat juga dipertahankan dalam model. Dengan mengeluarkan variabel pelatihan teknik penunjang dan dukungan informasi, maka model yang terbentuk adalah pelatihan manajemen bencana dan pelaksanaan evaluasi pada model 8 (tabel 5.31).
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
108
Tabel 5.31 Pelatihan Manajemen Bencana dan Pelaksanaan Evaluasi (Model 8) Variabel
ß
S.E.
Wald
df
Pelatihan 0,941 0,349 7,284 1 manajemen bencana Pelaksanaan evaluasi 0,764 0,309 6,129 1 Constant 0,259 0,014 1 -0,031 2 Keterangan: -2 log LL = 296,961, R Nagelkerke = 0,093
Sig.
Exp(ß)
0,007
2,563
0,013 0,905
2,148 0,970
Selanjutnya dilakukan evaluasi antara model 7 (tabel 5.29) dan model 8 seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 5.32 Evaluasi antara Model 7 dan Model 8
Perbedaan R Square
Perbedaan OR
0,344
-0,077
Dari tabel 5.32 di atas terlihat bahwa perbedaan R square meningkat lebih dari 10% dan perbedaan OR variabel pelatihan manajemen bencana menurun kurang dari 10%. Setelah variabel pelatihan teknik penunjang dimasukkan kedalam model, dapat diketahui OR variabel pelatihan manajemen bencana menurun kurang dari 10% dan Standard Error nya menjadi lebar (0,349 – 0,435). Dengan menggunakan metode forward selection, didapatkan full model yang terdiri dari 2 faktor yaitu faktor pelatihan manajemen bencana dan pelaksanaan evaluasi sama seperti model 8 di tabel 5.31. Setelah diketahui bentuk full model tersebut diatas, selanjutnya dilakukan uji interaksi antara kedua variabel yaitu interaksi antara pelatihan manajemen bencana dengan pelaksanaan evaluasi.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
109
Tabel 5.33 Interaksi antara Pelatihan Manajemen Bencana dengan Pelaksanaan Evaluasi
Interaksi
n
%
Tidak ada
185
73,7
66
26,3
Ada
Dari hasil uji interaksi antara pelatihan manajemen bencana dengan pelaksanaan evaluasi (tabel 5.33), 73,3% menunjukkan tidak adanya interaksi dan 26,3% menunjukkan adanya interaksi. Kemudian dilakukan evaluasi interaksi, antara full model dengan variabel interaksi yang selanjutnya disebut model 9 (tabel 5.34).
Tabel 5.34 Full Model dan Interaksi (Pelatihan Manajemen Bencana dengan Pelaksanaan Evaluasi) (Model 9) Variabel
Pelatihan manajemen bencana Pelaksanaan evaluasi Interaksi Constant
ß
df
95% CI for Exp(ß) lower upper
S.E.
Wald
2,228
1,095
4,138
1 0,042
9,280
1,085
79,395
0,942
0,336
7,868
1 0,005
2,564
1,328
4,951
-1,517 -0,148
1,157 0,273
1,718 0,296
1 0,190 1 0,587
0,219 0,862
0,023
2,120
Sig.
Exp(ß)
Pada model 9 (tabel 5.34), terlihat p-value interaksi pelatihan manajemen bencana dengan pelaksanaan evaluasi tidak signifikan (p > 0.1), sehingga model ini tidak dapat dipertahankan.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
110
Sehingga model akhir pada analisis multivariat ini adalah sama dengan full model yang terdiri dari 2 faktor yaitu faktor pelatihan manajemen bencana dan pelaksanaan evaluasi sama seperti model 8 di tabel 5.31. Dari model akhir tersebut, tampak adanya hubungan antara kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dengan frekuensi pelatihan manajemen bencana. Dengan tingkat kepercayaan 95% kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan pada kelompok yang mendapatkan pelatihan manajemen bencana sebanyak ≥ 2 kali lebih tinggi 2,56 kali dibandingkan pada kelompok yang mendapatkan pelatihan manajemen bencana < 2 kali (interval kepercayaan kepercayaan 1,29 - 5,08). Selain itu tampak pula adanya hubungan antara kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dengan
pelaksanaan evaluasi kegiatan di unit kerja. Dengan tingkat
kepercayaan 95% kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan pada kelompok yang menyatakan adanya pelaksanaan evaluasi kegiatan di unit kerja lebih tinggi 2,15 kali dibandingkan pada kelompok yang menyatakan tidak melaksanakan evaluasi kegiatan (interval kepercayaan kepercayaan 1,17 - 3,93). R square pada model ini adalah 10%. Dengan adanya model akhir pada analisis multivariat ini (tabel 5.31), maka di dapatkan interpretasi tersebut dalam persamaan regresi logistik sebagai berikut:
Logit (y) = -0,031 + (0,941 x frekuensi pelatihan manajemen bencana) + (0,764 x pelaksanaan evaluasi)
Sedangkan
probabilitas
setiap
responden
(5.1)
untuk
siap
siaga
dalam
penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana adalah sesuai dengan persamaan sebagai berikut:
1 Probabilitas = 1 + e-(logit kesiapsiagaan)
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
111
1 P(Y)
=
(5.2) 1+
e-{-0,031 + (0,941X1) + (0,764X2) }
Keterangan : Y
= Kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan
X1 = Frekuensi pelatihan manajemen bencana X2 = Pelaksanaan evaluasi
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Keterbatasan Penelitian Secara teoritis terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan. Konsep penelitian ini lebih mendasarkan pada pendekatan persepsi dibandingkan pendekatan yang definitif. Sehingga faktor yang terdapat pada penelitian ini hanya terdiri dari variabel umur, jenis kelamin, lama pengalaman kerja, frekuensi pelatihan manajemen bencana, frekuensi pelatihan teknik lapangan, frekuensi pelatihan teknik penunjang, frekuensi gladi/simulasi, kecukupan sarana, tersedianya biaya operasional, dukungan informasi, ketersediaan protap/pedoman, pelaksanaan evaluasi dan kompensasi. Sedangkan faktor definitif yang mengarah ke kebijakan (supra struktur) ataupun kapasitas manajemen tidak menjadi faktor dalam penelitian ini. Hal ini mengakibatkan hasil yang diperoleh belum dapat menjelaskan secara menyeluruh tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan. Keterbatasan waktu dan tenaga menyebabkan jumlah sampel tidak sesuai dengan jumlah populasi yang ada. Dari jumlah 295 sumber daya manusia kesehatan yang ada di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, hanya terkumpul 251 responden dengan response rate ± 85%.
6.2. Gambaran Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Berdasarkan hasil analisis tentang kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010 terlihat tidak semuanya menyatakan siap siaga dalam penanggulangan masalah kesehatan yang timbul akibat bencana banjir di wilayah kerjanya. Dari 251 responden ternyata masih ada 31,9% yang menyatakan tidak siap siaga. Ketidaksiapsiagaan ini karena responden tidak bersedia bekerja di luar jam kerja rutin dan atau tidak bersedia bekerja dengan perintah atasan yang datang secara mendadak dan atau tidak bersedia bekerja dengan sarana dan biaya 112
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
113
operasional yang tersedia di unit kerja untuk kegiatan penanggulangan bencana banjir.
6.3. Hubungan Umur dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia kesehatan yang bekerja terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta sebagian besar berusia ≤ 30 tahun (62,1%) dan hanya 37,9% yang berusia > 30 tahun. Dari tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan lebih tinggi pada kelompok umur ≤ 30 tahun (55,6%) dibandingkan kelompok umur > 30 tahun (44,4%). Jika faktor umur dikaitkan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan, dari hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang bermakna. Tampak adanya perbedaan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan menurut kelompok umur. Dimana kemungkinan peningkatan kesiapsiagaan sumber daya manusia pada kelompok umur > 30 tahun lebih tinggi 2,5 kali dibandingkan kelompok umur ≤ 30 tahun. Ini menunjukkan bahwa kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di wilayah kerjanya pada kelompok umur yang lebih tua lebih baik. Gibson, 1987, menyatakan bahwa faktor usia merupakan variabel dari individu, yang pada dasarnya semakin bertambah usia seseorang akan semakin bertambah kedewasaannya dan semakin banyak menyerap informasi yang akan mempengaruhi produktivitasnya. Teori yang juga dikemukakan oleh Siagian, 1995, yang mengatakan bahwa semakin meningkatnya usia seseorang maka kedewasaan, teknik dan psikologisnya semakin meningkat. Ia akan mampu mengambil keputusan, semakin bijaksana, semakin mampu berpikir secara rasional, mengendalikan emosi dan toleran terhadap pendapat orang lain. Kondisi tersebutlah yang cenderung mendorong sumber daya manusia kesehatan pada kelompok umur yang lebih tua menjadi lebih siap siaga terhadap
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
114
beban kerja yang ada terkait dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir.
6.4. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia kesehatan yang bekerja terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebesar 67,7%. Sedangkan pada jenis kelamin perempuan proporsinya 32,3%. Dari tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan lebih tinggi pada kelompok jenis kelamin laki-laki (69,6%) dibandingkan kelompok jenis kelamin perempuan (30,4%). Jika faktor jenis kelamin dikaitkan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan, dari hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna. Tampak tidak adanya perbedaan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan menurut jenis kelamin. Hasil penelitian ini sejalan dengan studi-studi psikologis yang telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia mematuhi wewenang, dan pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya daripada wanita dalam memiliki pengharapan (expectacy) untuk sukses, tetapi perbedaan ini kecil adanya. Kita mengasumsikan bahwa tidak ada perbedaan berarti dalam produktivitas pekerjaan antara pria dan wanita (Robbins, 1996).
6.5. Hubungan Lama Pengalaman Kerja di Unit Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan yang bekerja terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta pada kelompok responden dengan lama pengalaman kerja ≤ 1 tahun sebesar 25,5%. Sedangkan pada kelompok responden
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
115
dengan lama pengalaman kerja 2-5 tahun proporsinya 37%, pada kelompok responden dengan pengalaman kerja 6 - 10 tahun proporsinya 27,1% dan pada kelompok responden dengan pengalaman kerja > 10 tahun proporsinya hanya 10,4%. Dari tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan lebih tinggi pada kelompok dengan lama pengalaman kerja > 5 tahun (39,2%) dibandingkan pada kelompok dengan lama pengalaman kerja 2-5 tahun (37,4%) dan kelompok dengan lama pengalaman kerja ≤ 1 tahun (23,4%). Jika faktor lama pengalaman kerja dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir dikaitkan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan bersangkutan, dari hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna. Tampak tidak adanya perbedaan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan menurut lama pengalaman kerja dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir. Hasil penelitian ini bisa saja terjadi mengingat bahwa pengalaman kerja keseluruhan dari masa kerja yang dijalani yang mungkin saja lebih berperan secara dominan dalam mendukung kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan. Walaupun pengalaman akan membentuk perilaku petugas (Siagian, 1992), tetapi bukan berarti bahwa pengalaman yang telah dimiliki oleh para petugas selalu dapat dipergunakan untuk melaksanakan tugas. Hal itu karena selalu dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dan perkembangan yang selalu terjadi. Petugas yang paling banyak pengalamannyapun tetap memerlukan tambahan pendidikan dan pelatihan (Siagian, 1984). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Salim, 2002, yang menyimpulkan bahwa lama bertugas seorang bidan di Puskesmas desa yang telah bekerja diatas lima tahun dan dibawah lima tahun tidak mempunyai hubungan dengan pelaksanaan manajemen bidan. Selain itu menurut Sutrisno, 2009, pengalaman kerja dalam konteks yang berkaitan dengan senioritas (tingkat golongan) seseorang karyawan belum tentu memberikan kontribusi terhadap produktivitas kerja karena dalam kenyataannya ada junior justru lebih baik dari senior.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
116
6.6. Hubungan
Frekuensi
Pelatihan
Manajemen
Bencana
dengan
Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia kesehatan yang bekerja terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta sebagian besar kelompok responden dengan frekuensi pelatihan manajemen bencana < 2 kali sebesar 70,1%. Sedangkan pada kelompok responden dengan frekuensi pelatihan manajemen bencana ≥ 2 kali proporsinya 29,9%. Dari tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan lebih tinggi pada kelompok responden yang mendapat pelatihan manajemen bencana < 2 kali (63,7%) dibandingkan pada kelompok responden yang mendapat pelatihan manajemen bencana ≥ 2 kali (36,3%). Jika faktor frekuensi pelatihan manajemen bencana dikaitkan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan, dari hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang bermakna. Tampak adanya perbedaan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan menurut frekuensi pelatihan manajemen bencana. Dimana kemungkinan peningkatan kesiapsiagaan sumber daya manusia pada kelompok responden dengan frekuensi pelatihan manajemen bencana ≥ 2 kali lebih tinggi hampir 3 kali dibandingkan kelompok frekuensi pelatihan manajemen bencana < 2 kali. Ini menunjukkan bahwa kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan yang timbul akibat bencana banjir di wilayah kerjanya pada kelompok yang sering mengikuti pelatihan manajemen bencana akan menjadi lebih baik. Hasil penelitian ini tentunya sejalan dengan Hasibuan, 2008 yang menyatakan bahwa pelatihan merupakan proses pengembangan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, karena melalui pelatihan, technical skill, human skill dan managerial skillnya akan semakin baik. Sejalan pula dengan pernyataan Atmodiwiro, 2002 menyatakan bahwa melalui pendidikan dan pelatihan, diharapkan kebutuhan dan kekurangan dapat dipenuhi, sehingga pekerja dapat melaksanakan tugasnya dengan cepat dan benar. Demikian pula menurut Alex S. Nitisemito dalam bukunya “Manajemen Personalia” yang dikutip oleh Notoatmojo, 1989 bahwa pelatihan
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
117
merupakan bagian dari kegiatan perusahaan atau organisasi bertujuan untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dari para karyawannya atau anggotanya sesuai dengan keinginan dari perusahaan/organisasi yang bersangkutan.
6.7. Hubungan Frekuensi Pelatihan Teknik Lapangan dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia kesehatan yang bekerja terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta sebagian besar responden dengan frekuensi pelatihan teknik lapangan < 2 kali sebesar 59,4%. Sedangkan pada kelompok responden dengan frekuensi pelatihan teknik lapangan ≥ 2 kali proporsinya 40,6%. Dari tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan lebih tinggi pada kelompok responden yang mendapat pelatihan teknik lapangan < 2 kali (55,6%) dibandingkan pada kelompok responden yang mendapat pelatihan teknik lapangan ≥ 2 kali (44,4%). Jika faktor frekuensi pelatihan teknik lapangan dikaitkan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan, dari hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna. Tampak tidak adanya perbedaan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan menurut frekuensi pelatihan teknik lapangan. Hal ini mungkin saja bisa terjadi bahwa responden yang ada, sebelum bekerja dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir telah memiliki kemampuan teknik lapangan yang cukup baik. Sehingga pada saat bekerja pada unit kerja yang terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir meskipun responden yang belum maupun yang sudah pernah ikut pelatihan teknik lapangan tidak terlihat hubungannya dengan kesiapsiagaannya. Meskipun demikian, faktor pelatihan teknik lapangan layak diikutsertakan pada analisis multivariat lebih lanjut untuk melihat hubungannya dengan kesiapsiagaan yang dikontrol dengan faktor lainnya.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
118
6.8. Hubungan Frekuensi Pelatihan Teknik Penunjang dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia kesehatan yang bekerja terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta sebagian besar responden dengan frekuensi pelatihan teknik penunjang < 2 kali sebesar 65,7%. Sedangkan pada kelompok responden dengan frekuensi pelatihan teknik penunjang ≥ 2 kali proporsinya 34,3%. Dari tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan lebih tinggi pada kelompok responden yang mendapat pelatihan teknik penunjang < 2 kali (60,2%) dibandingkan pada kelompok responden yang mendapat pelatihan teknik penunjang ≥ 2 kali (39,8%). Jika faktor frekuensi pelatihan teknik penunjang dikaitkan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan, dari hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang bermakna. Tampak adanya perbedaan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan menurut frekuensi pelatihan teknik penunjang. Dimana kemungkinan peningkatan kesiapsiagaan sumber daya manusia pada kelompok responden dengan frekuensi pelatihan teknik penunjang ≥ 2 kali lebih tinggi 2 kali dibandingkan kelompok frekuensi pelatihan teknik penunjang < 2 kali. Ini menunjukkan bahwa kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan yang timbul akibat bencana banjir di wilayah kerjanya pada kelompok yang sering mengikuti pelatihan teknik penunjang akan menjadi lebih baik. Hasil penelitian ini tentunya sejalan dengan Hasibuan, 2008 yang meyatakan bahwa pelatihan merupakan proses pengembangan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, karena melalui pelatihan, technical skill, human skill dan managerial skillnya akan semakin baik. Sejalan pula dengan pernyataan Atmodiwiro, 2002, menyatakan bahwa melalui pendidikan dan pelatihan, diharapkan kebutuhan dan kekurangan dapat dipenuhi, sehingga pekerja dapat melaksanakan tugasnya dengan cepat dan benar. Demikian pula menurut Alex S. Nitisemito dalam bukunya “Manajemen Personalia” pelatihan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan atau
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
119
organisasi bertujuan untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dari para karyawannya atau anggotanya sesuai dengan keinginan dari perusahaan/organisasi yang bersangkutan.
6.9. Hubungan Frekuensi Gladi/Simulasi dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia kesehatan yang bekerja terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta sebagian besar responden dengan frekuensi gladi/simulasi ≥ 2 kali sebesar 55,0%. Sedangkan pada kelompok responden dengan frekuensi gladi/simulasi < 2 kali proporsinya 45,0%. Dari tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan lebih tinggi pada kelompok responden yang mengikuti gladi/simulasi ≥ 2 kali (59,1%) dibandingkan pada kelompok responden yang mendapat pelatihan manajemen bencana < 2 kali (40,9%). Jika faktor frekuensi gladi/simulasi dikaitkan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan, dari hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna. Tampak tidak adanya perbedaan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan menurut frekuensi gladi/simulasi. Ini mungkin dapat dijelaskan bahwa metode pelatihan dengan melakukan gladi/simulasi sepertinya tidak terlalu berperan dalam meningkatkan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir. Menurut Andrew F. Sikula yang dikutip oleh Hasibuan, 2008 menunjukkan adanya beberapa metode latihan yang dapat diberikan kepada pekerja tidak hanya dalam bentuk simulasi saja akan tetapi dapat berupa on the job, vestibule, demonstration and example, apprenticeship dan classroom methods.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
120
6.10. Hubungan Kecukupan Sarana dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia kesehatan yang bekerja terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta sebagian besar kelompok responden yang menyatakan tidak cukup sarana di unit kerja sebesar 38,6%. Sedangkan pada kelompok responden yang menyatakan cukup sarana di unit kerja proporsinya 61,4%. Dari tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan lebih tinggi pada kelompok responden yang menyatakan cukupnya sarana di unit kerja (63,2%) dibandingkan pada kelompok responden yang menyatakan tidak cukupnya sarana di unit kerja (36,8%). Jika faktor kecukupan sarana dikaitkan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan, dari hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna. Tampak tidak adanya perbedaan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan menurut kecukupan sarana. Ini mungkin dapat dijelaskan bahwa kecukupan sarana penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana di unit kerja sumber daya manusia kesehatan bekerja sepertinya tidak terlalu berperan dalam meningkatkan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan bersangkutan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir. Sutermeister dalam kutipan Sedarmayanti, 2009, selain penyediaan sarana dan peralatan kerja yang lengkap juga harus mencakup dukungan organisasi yang baik, dukungan struktur organisasi, penyediaan teknologi, penyediaan tempat dan lingkungan kerja yang nyaman, penyediaan kondisi dan syarat kerja, peluang membangun hubungan kerja yang harmonis serta menyediakan kecukupan anggaran yang dibutuhkan untuk setiap pelaksanaan tugas akan meningkatkan produktivitas. Selain itu, Paul Mali dan Muchdarsyah dalam kutipan Yuniarsih, 2008, bahwa material atau sarana merupakan faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas pada level kedua, dengan kata lain bukan merupakan prioritas utama. Fasilitas yang canggih dan lengkap, belum merupakan jaminan akan berhasilnya suatu organisasi tanpa diimbangi oleh kualitas manusia yang akan memanfaatkan fasilitas tersebut
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
121
(Sedarmayanti, 2009). Menurut Stoner dalam kutipan Sutrisno, 2009, peningkatan produktivitas bukan pada pemutakhiran peralatan, akan tetapi pada pengembangan sumber daya manusia yang utama. Dan dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa 75% peningkatan produktivitas justru dihasikan oleh perbaikan pelatihan dan pengetahuan kerja dan kesehatan. Menurut Sinungan, 2009 dikemukakan bahwa peningkatan produktivitas tidak hanya dipengaruhi oleh modal (sarana, material, pembiayaan,dan lain-lain) akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor tenaga kerja
sendiri (kuantitas, pendidikan,
keahlian, struktur pekerjaan, minat kerja, kemampuan, sikap dan aspirasi), manajemen dan organisasi (kondisi kerja, iklim kerja, organisasi dan perencanaan, tatanan tugas, sistem insentif dan lain-lain). Suhendra, 2008 mengatakan bahwa peranan manusia (man) sebagai unsur sentral didalam organisasi dan selain itu manajemen. Sehingga tidak dapat disangkal oleh siapapun, oleh karena ada manusialah maka manajemen ada, yang kemudian menggunakannya serta menikmati hasilnya.
6.11. Hubungan Tersedianya Biaya Operasional dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia kesehatan yang bekerja terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta sebagian besar kelompok responden yang menyatakan tidak tersedia biaya operasional di unit kerja sebesar 39,0% . Sedangkan pada kelompok responden yang menyatakan tersedianya biaya operasional di unit kerja proporsinya 61,0%. Dari tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan lebih tinggi pada kelompok responden yang menyatakan tersedianya biaya operasional di unit kerja (63,2%) dibandingkan pada kelompok responden yang menyatakan tidak tersedianya biaya operasional di unit kerja (36,8%). Jika faktor tersedianya biaya operasional dikaitkan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan, dari hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan yang
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
122
bermakna. Tampak tidak adanya perbedaan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan menurut ketersediaanya biaya operasional. Ini mungkin dapat dijelaskan bahwa ketersediaan biaya operasional untuk penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana di unit kerja sumber daya manusia kesehatan bekerja sepertinya tidak terlalu berperan dalam meningkatkan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan bersangkutan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir. Hal ini bisa saja terjadi bahwa kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan yang tergambar dalam bentuk produktivitas kerja tidak hanya dipengaruhi oleh ketersediaan biaya operasional yang ada di unit kerja. Menurut Sinungan, 2009 dikemukakan bahwa peningkatan produktivitas tidak hanya dipengaruhi oleh modal (sarana, material, pembiayaan,dan lain-lain) akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor tenaga kerja sendiri (kuantitas, pendidikan, keahlian, struktur pekerjaan, minat kerja, kemampuan, sikap dan aspirasi), manajemen dan organisasi (kondisi kerja, iklim kerja, organisasi dan perencanaan, tatanan tugas, sistem insentif dan lain-lain). Suhendra, 2008 mengatakan bahwa peranan manusia (man) sebagai unsur sentral didalam organisasi dan selain itu manajemen. Sehingga tidak dapat disangkal oleh siapapun, oleh karena ada manusialah maka manajemen ada, yang kemudian menggunakannya serta menikmati hasilnya.
6.12. Hubungan Dukungan Informasi dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia kesehatan yang bekerja terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta sebagian besar kelompok responden yang menyatakan tidak cukup mendapatkan dukungan informasi di unit kerja sebesar 18,7% . Sedangkan pada kelompok responden yang menyatakan mendapatkan cukup dukungan informasi di unit kerja proporsinya 81,3%. Dari tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan lebih tinggi pada kelompok responden yang menyatakan cukupnya dukungan informasi di unit kerja (77,8%) dibandingkan
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
123
pada kelompok responden yang menyatakan tidak cukupnya dukungan informasi di unit kerja (22,2%). Jika faktor dukungan informasi dikaitkan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan, dari hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna. Tampak tidak adanya perbedaan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan menurut dukungan informasi. Ini mungkin dapat dijelaskan
bahwa
ketersediaan
dukungan
informasi
yang
cukup
untuk
penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana di unit kerja sumber daya manusia kesehatan bekerja sepertinya tidak terlalu berperan dalam meningkatkan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan bersangkutan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir. Meskipun
demikian
faktor
ketersediaan
dukungan
informasi
layak
diikutsertakan pada analisis multivariat lebih lanjut untuk melihat hubungannya dengan kesiapsiagaan yang dikontrol dengan faktor lainnya.
6.13. Hubungan Tersedianya Prosedur Tetap/Pedoman dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia kesehatan yang bekerja terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta sebagian besar kelompok responden yang menyatakan tidak tersedianya protap/pedoman di unit kerja sebesar 87,3%. Sedangkan pada kelompok responden yang menyatakan tersedianya protap/pedoman di unit kerja proporsinya 12,7%. Dari tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan lebih tinggi pada kelompok responden yang menyatakan tidak tersedianya protap/pedoman di unit kerja (85,4%) dibandingkan pada kelompok responden yang menyatakan tersedianya protap/pedoman di unit kerja (14,6%). Jika faktor ketersediaan protap/pedoman dikaitkan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan, dari hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna. Tampak tidak adanya perbedaan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan menurut ketersediaan protap/pedoman. Ini mungkin dapat dijelaskan
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
124
bahwa ketersediaan protap/pedoman di unit kerja sumber daya manusia kesehatan bekerja yang dapat digunakan untuk penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana sepertinya tidak terlalu berperan dalam meningkatkan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan bersangkutan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir. Menurut Sinungan, 2009 dikemukakan bahwa peningkatan produktivitas tidak hanya dipengaruhi oleh adanya protap/pedoman yang tergambar dalam bentuk tatanan tugas dalam manajemen dan organisasi akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor modal seperti sarana, material, pembiayaan dan faktor tenaga kerja itu sendiri seperti kuantitas, pendidikan, keahlian, struktur pekerjaan, minat kerja, kemampuan, sikap dan aspirasi. Selain itu dapat pula dikarenakan jumlah sampel yang ada masih belum dapat menjelaskan adanya perbedaan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan menurut ketersediaan protap/pedoman.
6.14. Hubungan Pelaksanaan Evaluasi dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia kesehatan yang bekerja terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta sebagian besar responden yang menyatakan tidak adanya pelaksanaan evaluasi kegiatan di unit kerja sebesar 25,1%. Sedangkan pada kelompok responden yang menyatakan adanya pelaksanaan evaluasi kegiatan di unit kerja proporsinya 74,9%. Dari tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan lebih tinggi pada kelompok responden yang menyatakan melaksanakan evaluasi (80,7%) dibandingkan pada kelompok responden yang menyatakan tidak melaksanakan evaluasi (19,3%). Jika faktor pelaksanaan evaluasi dikaitkan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan, dari hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang bermakna. Tampak adanya perbedaan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan menurut pelaksanaan evaluasi. Dimana kemungkinan peningkatan kesiapsiagaan sumber daya manusia pada
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
125
kelompok responden yang melaksanaan evaluasi lebih tinggi 2,5 kali dibandingkan kelompok tidak melaksanaan evaluasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa evaluasi merupakan upaya perbaikan terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan yang dihadapkan kepada tuntutan yang berubah baik secara internal dan eksternal. Hal ini sesuai dengan etos kerja terkait dengan peningkatan produktivitas (Sutrisno, 2009). Evaluasi yang dilakukan dengan adil diharapkan dapat meningkatkan produktivitas karyawan. Evaluasi diharapkan menjadi proses kontinu yang merupakan bagian integral dari proses interaksi antara manajer dengan karyawan (Rachmawati, 2008). Dengan evaluasi kinerja akan diketahui kekuatan dan kelemahan potensi yang dimiliki, sehingga manajemen dapat menyusun program peningkatan produktivitas perusahaan (Simanjuntak, 2005).
6.15. Hubungan Pemberian Kompensasi dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sumber daya manusia kesehatan yang bekerja terkait dengan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta sebagian besar kelompok responden yang menyatakan tidak pernah mendapatkan kompensasi dari unit kerja sebesar 56,6% . Sedangkan pada kelompok responden yang menyatakan pernah mendapatkan kompensasi dari unit kerja proporsinya 43,4%. Dari tabel 5.16 tampak bahwa proporsi kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan lebih tinggi pada kelompok responden yang menyatakan tidak pernah menerima kompensasi dari unit kerja (56,7%) dibandingkan pada kelompok responden yang menyatakan pernah menerima kompensasi dari unit kerja (43,3%). Jika faktor pemberian kompensasi dikaitkan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan, dari hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna. Ini mungkin dapat dijelaskan bahwa pemberian kompensasi terhadap sumber daya manusia kesehatan yang diberikan oleh unit kerja tidak terlalu berperan dalam meningkatkan kesiapsiagaan sumber daya manusia
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
126
kesehatan bersangkutan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir. Menurut Aditama, 2000, kurangnya insentif yang diterima para karyawan selalu menjadi bahan pembicaraan, dan bukan tidak mungkin menjadi salah satu faktor kurangnya motivasi kerja. Merujuk pada teori bahwa sasaran utama pemberian imbalan yaitu untuk menarik seseorang menjadi anggota organisasi, mempertahankan karyawan agar tetap bekerja optimal dan memotivasi karyawan untuk berpretasi tinggi. Disamping itu pemberian imbalan tidak selalu berbentuk materi namun dapat berupa non-materi seperti suasana kerja yang kondusif, kesempatan pengembangan pengetahuan/pendidikan, syarat kerja tidak terlau ketat dan kondisi kerja yang lebih manusiawi (Anoraga, 1995; 1998). Sejalan dengan penelitian Aziz, 1991, meyatakan bahwa hambatan pemberian imbalan tidak memberikan perbedaan yang bermakna terhadap produktivitas. Menurut Sinungan, 2009, peningkatan produktivitas tidak hanya dipengaruhi oleh adanya sistem kompensasi yang tergambar dalam bentuk sistem insentif dalam manajemen dan organisasi akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor modal seperti sarana, material, pembiayaan dan faktor tenaga kerja itu sendiri seperti kuantitas, pendidikan, keahlian, struktur pekerjaan, minat kerja, kemampuan, sikap dan aspirasi.
6.16. Analisis Multivariat Beberapa Faktor Resiko Dengan Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Untuk melihat hubungan secara bersama-sama antara faktor resiko yang ada dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan, maka dilakukan analisis multivariat dengan regresi logistik. Dari hasil penentuan kandidat variabel yang akan masuk dalam analisis multivariat diketahui bahwa faktor yang diteliti hubungannya dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan layak untuk diikutkan analisis multivariat antara lain faktor umur, pelatihan manajemen bencana, pelatihan teknis lapangan, pelatihan teknis penunjang, simulasi/gladi, dukungan informasi dan pelaksanaan evaluasi. Sementara itu dari hasil analisis multivariat dengan cara
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
127
forward selection memperlihatkan adanya variabel yang tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan yaitu faktor umur, pelatihan teknis lapangan, pelatihan teknis penunjang, simulasi/gladi dan dukungan informasi. Hasil akhir dari analisis multivariat yang dilakukan menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara faktor pelatihan manajemen bencana dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan. Bahwa kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan pada kelompok responden dengan frekuensi pelatihan manajemen bencana ≥ 2 kali lebih tinggi 2,5 kali dibandingkan dengan kelompok responden dengan frekuensi pelatihan manajemen bencana < 2 kali. Hasil ini terlihat bahwa semakin sering mengikuti pelatihan manajemen bencana, semakin meningkat kesiapsiagaannya dan hal ini berarti untuk meningkatkan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta adalah dengan memberikan pelatihan manajemen bencana. Hasil ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Hasibuan, 2008 bahwa pelatihan yang merupakan proses pengembangan tersebut akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, karena technical skill, human skill dan managerial skillnya makin baik. Selain itu melalui pendidikan dan pelatihan, diharapkan kebutuhan dan kekurangan dapat dipenuhi, sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan cepat dan benar (Atmodiwiro, 2002). Strauss dan Sayles seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo, 1989, pelatihan juga berarti merubah pola perilaku, karena dengan pelatihan maka akhirnya menimbulkan perubahan perilakunya. Demikian pula menurut Alex S. Nitisemito dalam bukunya “Manajemen Personalia”
yang dikutip oleh Notoatmodjo, 1989,
pelatihan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan atau organisasi bertujuan untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dari para karyawannya atau anggotanya sesuai dengan keinginan dari perusahaan/organisasi yang bersangkutan. Stoner dalam Sutrisno, 2009, peningkatan produktivitas bukan pada pemutakhiran peralatan, akan tetapi pada pengembangan sumber daya manusia yang utama. Dari hasil penelitian beliau menyebutkan, 75%
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
128
peningkatan produktivitas justru dihasilkan oleh perbaikan pelatihan dan pengetahuan kerja, kesehatan. Hal ini berarti dalam meningkatkan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta adalah dengan lebih sering mengikutsertakan seluruh sumber daya manusia kesehatan dalam pelatihan manajemen bencana. Dengan demikian dapat diharapkan nantinya sumber daya manusia kesehatan dapat memahami mengenai kebijakan dan strategi, mekanisme operasional serta manajerial di dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana. Sementara itu faktor pelaksanaan evaluasi tampak pula menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan. Kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan pada kelompok responden yang menyatakan pernah dilakukan evaluasi lebih tinggi 2 kali dibandingkan kelompok responden yang menyatakan tidak pernah dilakukan evaluasi. Hal ini berarti untuk meningkatkan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta adalah dengan melaksanakan evaluasi. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan akan lebih baik jika dilakukan evaluasi terhadap diri sumber daya manusia kesehatan sendiri maupun pelaksanaan kegiatan. Dengan melaksanakan evaluasi, kita dapat mengukur keberhasilan upaya-upaya program yang dilakukan atau kegiatan penanggulangan yang dilaksanakan (Depkes, 2007). Hal ini dapat dijelaskan bahwa evaluasi merupakan upaya perbaikan terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan yang dihadapkan kepada tuntutan yang berubah baik secara internal dan eksternal. Hal ini sesuai dengan etos kerja terkait dengan peningkatan produktivitas (Sutrisno, 2009). Evaluasi yang dilakukan dengan adil diharapkan dapat meningkatkan produktivitas karyawan. Evaluasi diharapkan menjadi proses kontinyu yang merupakan bagian integral dari proses interaksi antara manajer dengan karyawan (Rachmawati, 2008). Dengan evaluasi kinerja akan diketahui kekuatan dan kelemahan potensi yang dimiliki, sehingga manajemen dapat menyusun program peningkatan produktivitas perusahaan (Simanjuntak, 2005).
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
129
Dengan didapatkannya model regresi terbaik diatas maka dapat dihitung probabilitas kemungkinan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan pada masing-masing individu menurut faktor frekuensi pelatihan manajemen bencana dan pelaksanaan evaluasi. Sedangkan probabilitas setiap responden untuk mendapatkan kesiapsiagaan dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir adalah:
1 Probabilitas = 1 + e-(logit kesiapsiagaan)
1 P(Y)
=
(6.1) 1+
e-{-0,031 + (0,941X1) + (0,764X2) }
Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat diberikan beberapa contoh probabilitas kesiapsiagaan responden, seperti pada tabel 6.1 berikut ini.
Tabel 6.1 Contoh Aplikasi Probabilitas Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Contoh
1. 2. 3.
Pelatihan Pelaksanaan Manajemen Evaluasi Bencana
4 kali 2 kali 1 kali
Ya Tidak Ya
- (logit kesiapsiagaan)
Probabilitas Kesiapsiagaan
-1,674 -0,910 -0,733
0,842 0,713 0,675
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
130
Dari tabel 6.1 diatas, tampak sumber daya kesehatan yang pernah mengikuti pelatihan manajemen bencana ≥ 2 kali dan menyatakan bahwa unit kerjanya melaksanakan evaluasi kegiatan maka probabilitas kemungkinan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan yang bersangkutan adalah 84,2%. Pada sumber daya kesehatan yang pernah mengikuti pelatihan manajemen bencana ≥ 2 kali dan menyatakan bahwa unit kerjanya tidak melaksanakan evaluasi kegiatan maka probabilitas kemungkinan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan yang bersangkutan adalah 71,3%. Pada sumber daya kesehatan yang pernah mengikuti pelatihan manajemen bencana < 2 kali dan menyatakan bahwa unit kerjanya melaksanakan evaluasi kegiatan maka probabilitas kemungkinan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan yang bersangkutan adalah 67,5%.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Gambaran kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 68,1%. 2. Diantara tiga faktor karakteristik individu, hanya faktor umur yang bermakna pada analisis bivariat, tetapi pada analisis multivariat, tidak ada faktor yang bermakna. Hal ini menunjukkan, pada karakteristik individu tidak mempunyai hubungan bermakna dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir. 3. Diantara empat faktor pelatihan, faktor yang mempunyai hubungan bermakna pada analisis bivariat adalah faktor frekuensi pelatihan manajemen bencana dan faktor frekuensi pelatihan teknik penunjang, akan tetapi dari hasil analisis multivariat hanya faktor frekuensi pelatihan manajemen bencana yang mempunyai hubungan bermakna. 4. Dari enam faktor organisasi, hanya faktor pelaksanaan evaluasi yang mempunyai hubungan bermakna pada analisis bivariat dan juga analisis multivariat. 5. Dengan demikian secara keseluruhan, hanya terdapat dua faktor yang berhubungan dengan kesiapsiagaan sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010 yaitu frekuensi pelatihan manajemen bencana dan pelaksanaan evaluasi.
131
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
132
7.2. Saran 1. Perlu adanya upaya dari pengelola program penanggulangan bencana di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta untuk lebih sering mengikutsertakan seluruh sumber daya manusia kesehatan dalam pelatihan manajemen bencana guna meningkatkan kesiapsiagaan dalam menanggulangi masalah kesehatan akibat bencana banjir di wilayah kerja, terutama bagi kelompok sumber daya kesehatan yang tidak siap siaga. 2. Perlu adanya upaya dari pengelola program penanggulangan bencana di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta untuk melaksanakan evaluasi setelah melakukan kegiatan bagi seluruh sumber daya manusia kesehatan guna meningkatkan kesiapsiagaan dalam menanggulangi masalah kesehatan yang timbul akibat bencana banjir di wilayah kerja. 3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait dengan faktor-faktor lain yang lebih definitif
dalam
kesiapsiagaan
sumber
daya
manusia
kesehatan
dalam
menanggulangi masalah kesehatan yang timbul akibat bencana banjir.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
DAFTAR PUSTAKA
.......... Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta, 2007. .......... Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 145/Menkes/SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan. Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes RI, Jakarta, 2007. .......... Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 876/Menkes/SK/XI/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Penanganan Krisis dan Masalah Kesehatan Lain. Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes RI. Jakarta, 2006. .......... Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 064/Menkes/SK/II/2006 tentang Pedoman Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Akibat Bencana. Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes RI. Jakarta, 2006. .......... Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 150 tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan, Jakarta, 2009 ......... Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jakarta, 2008. ......... Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jakarta, 2008 .......... Data Bencana Indonesia Tahun 2008. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jakarta, 2009. .......... Kurikulum Peningkatan Kapasitas Petugas Teknis Penanggulangan Bencana. Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes RI. Jakarta, 2007. .......... Pedoman Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan Dalam Penanggulangan Bencana. Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes RI. Jakarta, 2006. .......... Pedoman Operasional Perahu Karet Sebagai Sarana Evakuasi dan Pelayanan Kesehatan Bagi Korban Bencana. Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes RI. Jakarta, 2006.
133
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
134 .......... Pedoman Penyusunan Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Untuk Kabupaten/Kota. Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes RI. Jakarta, 2009. .......... Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana: Panduan bagi Petugas Kesehatan yang Bekerja dalam Penanganan Krisis Kesehatan akibat Bencana di Indonesia. Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes RI. Jakarta, 2007. .......... Pengenalan Karateristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Edisi II. Direktorat Mitigasi, Lakhar BAKORNAS PB. Jakarta, 2007 .......... Sistem Kesehatan Nasional: Bentuk dan Cara Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta, 2009 …….. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2007. Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes RI. Jakarta, 2008. …….. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2008. Pusat Penanggulangan Krisis, Depkes RI. Jakarta, 2009. …….. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2009. Pusat Penanggulangan Krisis, Kementerian Kesehatan RI. Jakarta, 2010. Adisasmita, A., Riono, P., Ariawan, I., Nasution, Y., Eryando, T. Aplikasi Regresi dalam Penelitian Kesehatan. Pusat Penelitian Kesehatan, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, Depok, 1993 Aditama, T. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Edisi pertama. Cetakan Pustaka UI Press, Jakarta, 2000 Anoraga, P. Perilaku Keorganisasian. PT. Dunia Pustaka Jaya. Jakarta, 1995 ............, Psikologi Kerja, PT. Rineka Cipta. Jakarta, 1998 Atmodiwiro, Soebagio. Manajemen Pelatihan. PT. Ardadizya Jaya. Jakarta, 2002 Aziz, A., Hubungan Motivasi Kerja, Gaya Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja Perawat dengan Penampilan Kerja Perawat RS Umum Dr. HI Abdul Moeloek di Provinsi Lampung, Tahun 1991. Tesis FKM UI. Jakarta, 1991 Gibson, J. L, Ivancevich, J. M, Donnelly, J. H. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses (Terjemahan). Erlangga. Jakarta, 1987. Gomes, Faustino Cordoso. Manajemen Sumber Daya Manusia. CV. Andi Offset. Yogyakarta, 2003.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
135 Hamalik, Oemar. Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan: Pendekatan Terpadu Pengembangan Sumber Daya Manusia. Edisi I, Cetakan ke-4. Bumi Aksara. Jakarta, 2007. Hasibuan, Malayu, S. P. Manajemen Sumber Daya, Cetakan ke-11, Bumi Aksara. Jakarta, 2008. Hastono, S. P., Sabri, L. Statistik Kesehatan, Edisi II, PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta, 2008. Hay Group, (online) dari http://www.haygroup/ww/about (14 November 2009) Hesketh RR, Everit B. A Handbook of Statistical Analysis Using Stata. Chapman & Hall/CRC. USA, 1999. Hosmer DW. Lemeshow S. Applied Logistic Regression. Jhon Wiley & Sons, . New York, 1982 Istijanto. Riset Sumber Daya Manusia: Cara Praktis Mendeteksi DimensiDimensi Kerja Karyawan. Cetakan kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, 2006. jurnal.sdm.blogspot.com/ (online) (8 Maret 2010) Kleibaum DG. Logistic Regression, A Self Learning Text. Springer Verlag Inc. California,1994 Marsetyo, dan G. Kartasapoetra. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja). Rineka Cipta. Jakarta, 1995 massofa.wordpress.com/ (online) (8 Maret 2010) Midayanti, Nurma. Bahan Rapat Koordinasi Penanggulangan Bencana di Hotel Cemara: Manajemen Bencana Sesuai Kaidah Statistik. Jakarta 13 Mei 2009 Muchlas, Makmuri. Perilaku Organisasi. Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, 2008. Muninjaya, A. A. Gde. Manajemen Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1999 Notoatmodjo, Soekidjo. Dasar-Dasar Pendidikan dan Pelatihan. Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 1989 Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Cetakan kesatu. Rineka Cipta. Jakarta, 2003 Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
136 Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Cetakan kesatu. Rineka Cipta. Jakarta, 2007 Pagano M, Gaurverau K. Principles of Biostatistic. Wadsworth Inc. California, 1992 Parker, C.L, Barnet, D.J, Fews, A.L, Blodgett, D, Links, J.M. The Road Map to Preparedness: A Competency-Based Approach to All-Hazards Emergency Readiness Training for the Public Health Workforce. Public Health Report. 2005; Sept-Oct; 120(5). Prawiradisastra, S., Naryanto, H.S., Wisyanto, Marwanta, B., Kurniawan, L. Mitigasi Bencana Banjir. Jurnal Alami ISSN: 0853-8514. Jakarta, 2001. Purwadhi, F. Sri Hardiyanti, Year Book Mitigasi Bencana 2003: Tinjauan Mitigasi Bencana Banjir dan Aplikasi Remote Sensing, BPPT. Jakarta, 2004. Racmawati, Ike Kusdyah. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi I. CV. Andi Offset. Yogyakarta, 2008. Riyanto, Agus. Penerapan Analisis Multivariat Dalam Penelitian Kesehatan. niftramedia press. Bandung, 2009. Robbins, Stephen P. Organizational Behaviour: Concept, Controversies, Applications. Edisi VII, Prentice Hall, Inc,.New Jersey, 1996 Salim, Agus. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kemampuan Manajerial Bidan Dalam Pelaksanaan Program KIA Puskesmas Di Wilayah Cabang Dinas Kesehatan Ciawi Kabupaten Bogor Tahun 2002, Tesis FKM UI. Jakarta, 2002 Schlesselman JJ. Case-Control Studies, Design, Conduct, Analysis: Monograph in Epidemiology and Biostatistic. Oxford Univ Press. New York, 1982. Sedarmayanti. Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Manajemen Perkantoran: Suatu Pengantar. Cetakan ketiga. CV. Mandar Maju. Bandung, 2009 Sedarmayanti. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Cetakan ketiga. CV. Mandar Maju. Bandung, 2009. Siagian, SP. Pengembangan Sumber Daya Insani, Gunung Agung. Jakarta, 1984. ------------ Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Gunung Agung. Jakarta, 1992.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
137 Sianipar, J.P.G. Perencanaan Peningkatan Kinerja: Bahan Diklat Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Pertama. Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. Jakarta, 2001 Simamora, Henry. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi III, Cetakan kedua. Aditya Media. Yogyakarta, 2006. Simanjuntak, Payaman J, Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005 Sinungan, Muchdarsyah. Produktivitas: Apa dan Bagaimana. Edisi II, Cetakan kedelapan. PT. Bumi Aksara. Jakarta, 2009. Soeharyo, Salamoen & Effendi, Nasri. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesi (SANRI): Bahan Ajar Diklatpim Tingkat IV. Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. Jakarta, 2001 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Cetakan keempat. CV. Alfabeta. Bandung, 2008 Suhendra, K. Manajemen dan Organisasi dalam Realita Kehidupan. Cetakan kedua. CV. Mandar Maju. Bandung, 2008 Sujudi, Achmad, et al. Menanggulangi Masalah Kesehatan Akibat Banjir: Pengalaman Menghadapi Bencana Banjir DKI Jakarta Awal Tahun 2002. Depkes RI. Jakarta, 2002. Sulistyani, A.T. & Rosidah. Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik. Edisi I, Cetakan kesatu. Graha Ilmu, Yogyakarta, 2003. Sutarto. Dasar-dasar Organisasi. Cetakan keduapuluhsatu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, 2006. Sutrisno, Edy. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi I, Cetakan kesatu. Fajar Interpratama Offset. Jakarta, 2009 Syamsi, Ibnu. Sistem dan Prosedur Kerja. Bumi Aksara. Jakarta, 1994 Thoha, Miftah, Perilaku Organisasi: Konsep RajaGrafindo Persada. Jakarta, 2007.
Dasar
dan
Aplikasinya.
Yuniarsih, Tjutju & Suwatno. Manajemen Sumber Daya Manusia: Teori, Aplikasi dan Isu Penelitian. Alfabeta CV. Bandung, 2008.
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
KUESIONER PADA PENELITIAN KESIAPSIAGAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN DALAM PENANGGULANGAN MASALAH KESEHATAN AKIBAT BENCANA BANJIR DI PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2010
1.
Identitas Responden
Petunjuk pengisian pertanyaan kelompok 1: − Mohon diisi dengan jawaban yang sesuai dengan diri Saudara pada baris pertanyaan yang kosong − Silahkan beri tanda X (silang) atau O (lingkari) pada jawaban yang sesuai dengan diri Saudara
1.1.
Nama
:
Kode : (mohon tidak diisi)
1.2.
Umur
:
1.3.
Jenis kelamin
: 1. Perempuan
1.4.
Pendidikan akhir
: 1. S2/S3
1.5.
Profesi / Jabatan
:
1.6.
Instansi
:
1.7.
Bidang tugas saat ini
:
1.8.
Masa kerja keseluruhan :
tahun
bulan
1.9.
Lama kerja di unit terkait penanggulangan bencana :
tahun
bulan
tahun
2. D4/S1
2. Laki-laki
3. D3
4. D1
5. SLTA/SMU
6. SLTP
7. SD
2. Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Dalam Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Banjir Petunjuk pengisian pertanyaan kelompok 2. − Silahkan memilih seberapa besar tingkat persetujuan/ketidaksetujuan Saudara dengan memberi tanda X (silang) atau O (lingkari) pada salah satu jawabannya. a. SSS : Sangat Setuju Sekali b. SS : Sangat Setuju c. S : Setuju d. R : Ragu-ragu e. TS : Tidak Setuju f. STS : Sangat Tidak Setuju
138
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
− −
2.1.
2.2.
Saudara cukup menjawab secara langsung sesuai apa yang muncul pertama kali dalam pikiran Saudara. Tidak ada jawaban benar atau salah. Mohon kemukakan alasan Saudara pada kolom yang kosong secara jujur
Saya bersedia bekerja di luar jam kerja rutin untuk penanggulangan bencana banjir Jika jawabannya d atau e atau f, alasan saudara
a. SSS
b. SS
c. S
d. R
e. TS
f. STS
..................................................................................................... ..................................................................................................... ..................................................................................................... ....................................................................................................
2.3.
2.4.
Saya bersedia bekerja berdasarkan perintah yang mendadak Jika jawabannya d atau e atau f, alasan saudara
a. SSS
b. SS
c. S
d. R
e. TS
f. STS
..................................................................................................... ..................................................................................................... ..................................................................................................... ....................................................................................................
2.5.
2.6.
Saya bersedia bekerja dengan sarana yang tersedia di unit kerja untuk kegiatan penanggulangan bencana banjir Jika jawabannya d atau e atau f, alasan saudara
a. SSS
b. SS
c. S
d. R
e. TS
f. STS
..................................................................................................... ..................................................................................................... ..................................................................................................... .....................................................................................................
2.7.
2.8.
Saya bersedia bekerja dengan biaya operasional yang tersedia di unit kerja untuk kegiatan penanggulangan bencana banjir Jika jawabannya d atau e atau f, alasan saudara
a. SSS
b. SS
c. S
d. R
e. TS
f. STS
..................................................................................................... ..................................................................................................... ..................................................................................................... ..................................................................................................... 139
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
3.
Pelatihan
Petunjuk pengisian pertanyaan kelompok 3: − Silahkan beri tanda X (silang) atau O (lingkari) pada jawaban yang sesuai yang Saudara alami − Mohon kemukakan alasan Saudara pada kolom yang kosong secara jujur
3.1.
3.2.
Apakah anda pernah mengikuti pelatihan penanggulangan bencana ? Jika jawabannya b, alasan saudara
b. Tidak pernah
a. Pernah
.................................................................................................... .................................................................................................... ....................................................................................................
3.3.
Apakah anda sudah pernah mengikuti pelatihan manajemen penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana (yaitu
a. Sering ≥ 2 kali
b. Pernah
c. Belum pernah
hanya 1 kali
pelatihan dengan ruang lingkup perencanaan penanggulangan, pengorganisasian pelaksanaan penanggulangan, monitoring dan evaluasi) 3.4.
? Jika jawabannya b atau c, alasan saudara
.................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... 3.5.
Apakah anda sudah pernah mengikuti pelatihan teknis lapangan yang sesuai dengan kompetensi/profesi saudara, (seperti untuk
a. Sering ≥ 2 kali
b. Pernah
c. Belum pernah
hanya 1 kali
dokter adalah ATLS (Advanced Traumatic Life Support), ACLS (Advanced Cardiology Life Support), PPGD (Penatalaksanaan Penanganan Gawat Darurat), GELS (General Emergency Life Support); untuk perawat adalah mengikuti pelatihan BCLS (Basic Cardiology Life Support), BTLS (Basic Traumatic Life Support), BLS (Basic Life Support), GELS (General Emergency Life Support), Emergency Nursing; untuk tenaga gizi adalah mengikuti pelatihan pelayanan gizi darurat; untuk tenaga 140
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
sanitarian adalah mengikuti pelatihan penyediaan air bersih dan sanitasi darurat; serta untuk bidan adalah mengikuti pelatihan kesehatan reproduksi) ? 3.6.
Jika jawabannya b atau c, alasan saudara
.................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... 3.7.
Apakah anda sudah pernah mengikuti pelatihan teknis penunjang (seperti pelatihan
a. Sering ≥ 2 kali
b. Pernah
c. Belum pernah
hanya 1 kali
evakuasi korban perairan dengan perahu karet, pelatihan RHA (Rapid Health Assessment), pelatihan pendirian pos pelayanan kesehatan, pendirian Rumah Sakit Lapangan, pelatihan transportasi dan evakuasi medis, pelatihan operasional water purifier, pelatihan radio komunikasi dan pengelolaan data dan informasi) ? 3.8.
Jika jawabannya b atau c, alasan saudara
.................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... 3.9.
3.10.
Apakah anda sudah pernah mengikuti simulasi/gladi baik gladi posko maupun lapangan terkait penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana ? Jika jawabannya b atau c, alasan saudara
a. Sering ≥ 2 kali
b. Pernah
c. Belum pernah
hanya 1 kali
.................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... ....................................................................................................
4.
Organisasi
Petunjuk pengisian pertanyaan kelompok 4: − Silahkan beri tanda X (silang) atau O (lingkari) pada jawaban yang sesuai yang Saudara ketahui dan alami − Mohon kemukakan alasan Saudara pada kolom yang kosong secara jujur
141
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
4.1.
4.2.
Tahukah anda sarana yang digunakan dalam upaya penanggulangan bencana banjir ? Jika jawabannya b, alasan saudara
a. Tahu
b. Tidak tahu
.................................................................................................... .................................................................................................... ....................................................................................................
4.3.
Jika anda tahu, sebutkan sarana yang digunakan dalam upaya penanggulangan bencana banjir
1. .………………………………………………………………… 2. ........................................................................................................ 3. ........................................................................................................ 4. ........................................................................................................ 5. ........................................................................................................ 6. .…………………………………………………………………... 7. ........................................................................................................ 8. ....................................................................................................... 9. ............................................................................................... 10. ...........................................................................................
4.4.
Apakah sarana yang digunakan untuk upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir mencakup obat, bahan dan
a. Ya
b. Tidak
alat sanitasi darurat, alat kesehatan, sarana penunjang lapangan (genset, tenda, alat pelindung diri, identitas petugas), alat komunikasi dan informasi serta transportasi di unit saudara bekerja sudah 4.5.
cukup mendukung tugas saudara ? Jika jawabannya b, alasan saudara
.................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... 142
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
4.6.
Apakah biaya operasional yang digunakan untuk upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana di unit saudara bekerja sudah tersedia ?
4.7.
Jika jawabannya b, alasan saudara
a. Ya
b. Tidak
.................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... 4.8.
Apakah informasi yang terkait upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir mencakup peta rawan
a. Ya
b. Tidak
bencana, gambaran aksesibilitas wilayah kerja, buffer stock sarana (transportasi, alat kesehatan dan alat penunjang, obat, bahan dan alat sanitasi, alat pelindung diri dan identitas petugas lapangan, sarana komunikasi dan informasi) yang ada di unit 4.9.
saudara bekerja sudah cukup untuk mendukung tugas saudara ? Jika jawabannya b, alasan saudara
.................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... 4.10.
Tahukah saudara, pedoman/prosedur tetap yang dapat digunakan dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir ?
4.11.
Jika jawabannya b, alasan saudara
a. Ya
b. Tidak
.................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... 4.12.
Jika tahu, sebutkan pedoman/prosedur tetap yang digunakan
1. .………………………………………………………………..... 143
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.
......................................................................................................
2. ...................................................................................................... 3. ...................................................................................................... 4.13.
4.14.
Apakah pedoman/prosedur tetap yang digunakan dalam upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir tersedia diunit kerja saudara ? Jika jawabannya b, alasan saudara
a. Ya
b. Tidak
.................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... 4.15.
4.16.
Apakah setiap menyelesaikan tugas saudara terkait upaya penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana banjir selalu dilakukan evaluasi oleh unit kerjanya ? Jika jawabannya b, alasan saudara
a. Ya
b. Tidak
.................................................................................................... .................................................................................................... .................................................................................................... 4.17.
4.18.
Apakah saudara pernah mendapatkan kompensasi yang diberikan oleh unit kerja berupa penghargaan, bonus, imbalan bila telah berhasil melaksanakan tugas dengan baik ? Jika jawabannya b, alasan saudara
a. Ya
b. Tidak
.................................................................................................... .................................................................................................... ....................................................................................................
Terima kasih sebanyak-banyaknya atas kesediaan Bapak/Ibu, Saudara/I yang telah berpartisipasi mengisi kuesioner ini dalam rangka pengumpulan data yang dipergunakan untuk penelitian
144
Universitas Indonesia
Kesiapsiagaan sumber..., Rucky Nurul Wursanty Dewi, FKM UI, 2010.