SINOPSIS … Sekelompok sahabat yang terdiri atas empat cowok Jakarta (Ricky, Arya, James dan Vino) dan seorang cewek Jogja (Amanda). Mereka disebut 4 sehat 5 sempurna oleh Ayah Amanda karena kekompakan dan ketulusan persahabatan mereka, di atas semua perbedaan yang mereka miliki. Sama halnya kekuatan cinta Ricky pada Amanda, apapun yang terjadi. Rika adalah sosok cewek yang nyaris serupa dengan Ricky. Ia mempunya seorang pelindung bernama Mario yang selama ini adalah musuh besar Ricky dan kawan-kawan. Namun, ada cinta segita diantara James, Rika dan Mario yang selama ini tidak pernah terungkap. Begitu banyak ujian dalam mempertahankan persahabatan mereka, berawal dari ‘Perjodohan’ yang dialami oleh James dengan gadis pilihan Papanya. Sampai Amanda yang menantikan kata ‘cinta’ dari Ricky. Dari setitik moment kecil, mulai merembet sampai semua masalah yang selama ini tersimpan rapat dan terpendam, terkuak menjadi sebuah ujian dalam mempertahankan keutuhan 4 sehat 5 sempurna itu. “Seumur hidup, gue nggak bakal bisa lupa tentang Kita, Jogja dan Kamu…” kata Ricky. Cinta yang selama ini di hati mereka, diungkap dengan kedewasaan diri dan keberanian untuk mengatakan hal yang sebenarnya. Mereka harus mengatakan perasaan cinta yang selama ini mereka simpan rapat-rapat. Meskipun mereka kehilangan sahabat, namun rasa sahabat sejati itu tetap selalu ada dan terjaga di dalam hati mereka.
… KATAKAN CINTA “Ngajep yuk ntar malem!” Arya masih mengikat tali sepatunya dengan santai di jok belakang mobil. Tidak terlalu tinggi, berotot, beralis tebal, berhidung mancung dan memiliki bibir agak tebal. Cowok cakep ini anak seorang Arsitek yang orderannya banjir dari para Pejabat Pemerintah yang memiliki hobi membangun Villa dan Apartement. Suatu hari, Arya bercita-cita mengikuti jejak sang Ayah dalam bidang Arsitektur. “Yuk!” Vino langsung setuju dengan ekpresi wajah sumringah. Tinggi, kurus, berkulit putih, berhidung mancung dan berbibir tipis. Blasteran dari Opa-nya yang katanya asli Amerika. Ia punya julukan playboy waktu SMP di Jakarta dulu. Di SMA, dijuluki ‘Kolektor Gadis’ gara-gara hobinya yang masih saja selalu gonta-ganti pacar, kemudian putus dalam waktu deadline dua minggu. Parah! Papanya adalah seorang Rektor di sebuah Universitas Swasta di Jakarta.
Pagi itu, mereka berangkat ke sekolah bersama. Rutinitas itu berlangsung setiap hari sejak mereka tinggal dalam satu rumah. Dengan kompaknya, mereka saling membangunkan di pagi hari dan saling tunggu ketika pulang sekolah di siang harinya. Tuhan menggariskan mereka bukan hanya sebagai sahabat, tapi juga seperti saudara sedarah. “Matahari baru nongol, udah ngomongin dugem.” James membenarkan rambut model Spike nya. Cowok satu ini selalu membuat mereka gemas dengan kepolosannya. James memang tidak termasuk cowok ganteng ‘banget’, tapi dia tinggi proporsional, putih, agak sipit –tapi bukan Chinese- dan sering membawa-bawa notebook kesayangannya ke manapun dia pergi. Papanya adalah seorang Bussines-man sukses dan pernah tercatat dalam majalah TIME sebagai salah satu dari 20 daftar orang terkaya se-Asia Tenggara. “Ogah.” celetuk Ricky seperti biasanya. Singkat, jelas dan to the point! Banyak cewek yang berusaha pedekate pada Ricky. Jelas! Cakep, iya. Ganteng, iya. Cerdas, juga iya. Bentuk tubuhnya atletis, tinggi, kulitnya kuning langsat bersih, alisnya tebal, sorot matanya tajam, bibirnya tipis dan berlesung pipit. Terdengar sempurna memang, tapi tetap ada kekurangannya. Sstt, dia dijuluki “anti perempuan” -entah benar atau tidak-. Papinya adalah seorang Pengacara terkenal di Jakarta. Karena terlalu sering berpindah-pindah dari Negara satu ke Negara lainnya, maka Papinya pun menghadiahkannya sebuah rumah komplit berserta isinya, ketika Ricky memutuskan untuk menyelesaikan studi di Yogyakarta ini, juga untuk ditinggali bersama ketiga sahabatnya. “Yaudah, nggak jadi aja.” tukas Arya sambil memasang arloji di pergelangan tangan kirinya. “Wah, padahal nih ya! Gue denger, anak-anak kelas satu pada oke punya. Ada yang sexy katanya. Kalo nggak salah namanya Felice. Kemaren sih gue sempet liat, sexy sih, tapi gue belum bener-bener liat dia cantik atau enggak.” Vino pagi-pagi nge-gosip cewek, salah satu hobinya. “Trus, apa hubungannya?” tanya Arya sambil merapikan rambutnya di kaca spion mobil. “Ya dia suka dugem lah! Hot juga katanya!” Vino masih menggebu. “Kata siapa?” “Kata Gorila!” jawab Vino sewot. Arya nyengir pada Vino yang memajukan bibirnya seperti ikan koi. “Kalo gue nggak ngurusin berkas-berkas buat Online nanti malem sih gue mau ikut. Tapi sayangnya, gue lagi seru-serunya ngebantuin Papa ngedapetin Tender perusahaan baru yang ada di Kalimantan itu.” James membeberkan rencana kegiatan padatnya belakangan ini. Belum juga Ricky menutup pintu mobil, seorang gadis berwajah imut berdiri di hadapannya ketika sepasang kakinya baru menginjakkan tanah pekarangan parkiran Sekolah, turun dari Land Cruiser kesayangannya. “Pagi Kak Ricky. Kenalin, gue Felice. Gue anak kelas satu, dari Jakarta juga. Kata temen-temen gue, elo masih single gitu. So…” gadis itu nampak lincah dan berani. Diberikannya senyum termanisnya itu pada seorang cowok dingin macam Ricky. Ditinggalkannya gadis itu begitu saja, tanpa lirikan maupun komentar sepatah kata pun. That’s it, Ricky. Vino tersenyum manis pada Felice. “Jakarta-nye di mane?” tanya Vino. “Salemba.” jawab Felice tersenyum. Arya segera menarik Vino untuk menyusul Ricky dan James.
“Tuh kan, gue yakin banget kalo Felice itu…, mmh ‘Panas’ banget! Sumpah!” Vino gemas dengan ekspresi mupeng –Muka Pengen!- nya. “Yaelah, Vino coba deh ya, otak lo di sikat dulu, biar bersihan dikit. Itu tuh anak kelas satu masih bau kencur.” Arya merangkul Vino dengan akrabnya. “Nah, justru masih muda itu, man! Seger!” Vino masih menggebu-gebu. “Seger, lo pikir jus!” “Ah, lo sih emang senengnya sama yang lebih tua.” “Ehh, parah lo. Kagak gitu juga kali, maliiiih.” Arya melepas rangkulannya. “Idihh, ngambekk.” goda Vino. “Kagak.” “Apaan. Noh, bibir lo makin tebel aja, kayak Hotdog gitu!” hahaha. Vino menunjuk-nujuk bibir Arya lalu tertawa. “Parah banget lo!” Arya menepis tangan Vino dan langsung lompat ke punggungnya. “Anjing! Gila! Berat banget lo!” Vino mengomel. Mereka pun tertawa-tawa, sementara Ricky masih melangkah dengan santainya sedangkan James memasang alarm agenda di HP nya. “Pagi ganteng,” muncul lagi gadis jangkung, hitam manis dengan rambut ikalnya yang nampak sensual bagi cowok-cowok di Sekolah. Kata murid-murid lain, cewek genit itu dipanggil Julie –padahal nama aslinya Yulianti- hampir setiap berpapasan dengan Ricky, gadis yang duduk di bangku kelas dua itu selalu berusaha memberikan pesona ‘panas’-nya pada Ricky. “Ntar malem, ke Hugo’s yuk.” ajak Julie, langsung merangkul lengan Ricky. “Enggak.” jawab Ricky sambil melepas tangan gadis itu. “Kenapa?” tanya Julie penasaran. “Males.” “Biasanya juga seneng clubbing.” Julie kembali merayu dan melilitkan kembali tangannya di lengan Ricky. “Biasanya apaan! Baru ketemu di Liquid sekali doank. Sotoy banget!” Ricky geram dan melepaskan tangan Julie lagi. “Galak banget sih.” Julie sok ngambek. Ricky menghentikan langkahnya. “Emangnya gue pernah baik sama lo?!” tanya Ricky dengan tegas. “Eits, santai, kalem dikit.” Vino merangkul Ricky. “Julie, sori banget ya. Dia lagi haid, kapan-kapan lagi aja ya ketemuannya.” Arya menjauhkan Julie dari Ricky dengan sopan. Julie tersenyum pada Arya. “Untung kalian baik.” katanya, kemudian langsung pergi. “Ky, lo bawa pembalut kan?” bisik Vino sambil cekikikan. Arya dan Vino masih tertawa-tawa mengingat-ingat candaan mereka. “Masih galak aja lo sama dia.” James selesai berkutat dengan HP nya. Ricky hanya diam. Tetap dengan keangkuhannya, dia langsung ngeloyor pergi, melangkah gagah bersama ketiga sahabatnya itu. “Heh, Cumi! Tungguin!” seseorang dengan nada yang khas, blak-blakan, memanggil dari arah belakang.
Mereka berempat pun menoleh dengan gaya yang sudah tahu siapa, yang baru saja memanggil mereka dengan sebutan asal. Gadis ini berbadan kurus, tinggi, kulitnya bersih, bibirnya tipis dan berwarna orange alami, matanya agak belo, walaupun hidungya tidak terlalu mancung, tapi tetap imut, bergaya simple, sederhana namun tetap asik dipandang. Rambutnya dikuncir asal, terkadang juga digerai asal. Hobinya memperingatkan keempat cowok itu ketika melakukan hal-hal yang mulai menyebalkan banyak orang. Dia satu-satunya sahabat cewek yang cuek, agak tomboy, agak lincah, agak bawel, semuanya agak! Karena memang gadis manis ini bukan gadis yang berlebih-lebihan, simple saja. Termasuk perekonomian keluarganya. Tapi keempat sahabatnya yang lain, tetap sayang dan melindungi dia. Amanda namanya. “Bawel aja, nih anak.” Vino langsung merangkul bahunya. “Ikan donk.” hahaha. Amanda tertawa sendiri. “Itu bawal!” ralat James. “Sama, moncongnya! Runcing ke depan.” Ricky menarik bibir tipis Amanda dengan gemas. “Rese amat sii, monyet.” Amanda berusaha menarik tangan Ricky tapi Ricky sudah menghindar. “Ckck.” Arya cuma bisa berdecak maklum dan menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. “Masih pagi, woi.” James berusaha menahan tapi aksi kejar-kejaran itu tak tertahan lagi. Percuma saja memanggil Ricky jika sudah beradu dengan Amanda. Rangkul-rangkulan disertai jitak-jitakan itu selalu menghiasi masa persahabatan mereka. Kadang, itu juga yang selalu membuat Amanda tersingkir untuk berniat bergaul dengan cewek-cewek yang lain. “Gimana Ayah kamu?” tanya Arya ketika bertemu Amanda pagi itu. “Ada di rumah, istirahat.” Amanda tersenyum. Ricky tahu dan yakin bahwa pasti Amanda bergadang menjaga Ayahnya semalaman. “Cuci muka sana. Bengkak banget tu mata.” kata Ricky dengan kesantaiannya. “Habis nonton bola? Kayak bapao aja nih muka.” tanya Vino sambil memain-mainkan pipi Amanda. “Iya.” Amanda menurut dan langsung bergegas ke Toilet. Santai dan ringan langkah mereka menapaki koridor menuju ke kelas. Tak heran, setiap langkah mereka selalu disambut dengan tatapan gemas cewek-cewek yang hobi ‘jajan mata’ cowok-cowok cakep. Tapi sayang, tidak semua orang bisa punya pendapat sama. Ada juga beberapa cowok yang merasa tersaingi dan memang kalah dengan semua yang dimiliki segerombolan Ricky cs. Siapa sih yang tidak mengenal mereka??? Dugg! Tiba-tiba ketika berbelok di koridor, tak sengaja seseorang menabrak Ricky. Kepala mereka berbenturan satu sama lain dan detik berikutnya spontan terpental. “Bushet!” Vino terkejut mendengar bunyi cukup keras itu. “Aww!” Ricky dan gadis cantik di hadapannya itu merintih bersamaan menahan kesakitan. “Makanya kalo jalan, santai aja, neng.” kata Vino masih menatapi gadis wangi yang memegangi jidat mulusnya. Oke, semua murid segan pada sosok segerombolan Ricky cs, Namun tidak dengan gadis ini… “Mata lo minus berapa?” tanya Ricky dengan sinisnya, sambil menggenggam pergelangan tangan gadis dengan pembawaan wangi itu.
Siapa lagi kalau bukan Rika, ia juga membalas tatapan mata Ricky dengan sama dinginnya. “Lepasin tanganku.” pinta Rika dengan nada datar. Amanda pun tiba-tiba datang dan menarik tangan Ricky hingga terlepas dari tangan Rika. Rika pun langsung kembali melangkah. “Eh, mau ke mana, neng?” tanya Vino dengan nada menggoda. Rika menoleh lagi tanpa senyuman. “Ngapain sih nanya-nanya? Penting?” Rika membalik pertanyaan Vino dan kembali melangkah dengan cueknya. Rambutnya yang panjang tergerai, melambai ringan di punggungnya, mengiringi langkahnya dengan kakinya yang panjang dan mulus. Ricky hanya menatap Rika yang dengan cuek mengabaikan dirinya. “Sombong amat. Bukannya minta maaf. Dasar cewek aneh.” Arya sewot. “Dia tu nggak aneh kali, Nyet. Malah keren! Cakep! Mantep! The best lah!” Vino membela dan bahkan masih terpana. “Iya. Tapi lo kagak bakalan bisa masukin dia ke dalam daftar mantan-mantan lo. Kagak bakalan sanggup lo.” James mengejek. Vino masih tersenyum lebar. James mengacak muka Vino dengan gemas. “Iya juga. Serem aja gue. Udah galak, ada bodyguard pribadinya juga lagi.” Vino nyengir. Ricky tetap diam dan langsung mengalihkan pandangan. ………… Pulang sekolah Amanda bekerja, menjadi pencuci mobil. Ketika baru akan menyebrang ke tempat kerjanya, Grrrrnnggg… Grrnnnggg… Grrrnnngggg… Mobil itu melintas cepat membelah jalanan, membuat suara knalpot mobil, menderu begitu menggelegarnya, mengundang perhatian banyak orang. Amanda pun ikut menoleh dan menyadari itu mobil Mario. “Dasar orang kaya, Pamer!” batinnya. Sampai di tempat kerja, langsung saja Amanda mengenakan seragam kerjanya dan mengecek hasil kerja karyawan lain dengan menghampiri mereka satu per satu sembari menyapa dengan ramah dan akrab. Kemudian… Grrrrnnggg… Grrnnnggg… Grrrnnngggg… “Cuci mobil ini yang bersih ya! Jangan ada secuil debu pun, jangan lecet, harus mengkilap!” Amanda langsung menoleh pada suara itu dan mendapati Mario dengan gaya borjuisnya, sambil menyerahkan kunci mobilnya pada Amanda dengan gaya melemparkannya seperti melambungkan bola di permainan kasti saja. Amanda menangkap dengan lincah kunci mobil sedan itu dan masuk ke dalamnya. “Keren juga sih naik ni mobil mahal. Sayangnya kelakuan majikannya nggak semahal mobilnya.” batin Amanda sambil memarkirkan letak mobil untuk dicuci.
Ricky yang telah mengajarinya menyetir mobil, ketiga sahabat lainnya juga mengajarinya tentang otomotif. Amanda cukup cepat memahami dan menyukai dunia cowok itu. Maka, sudah setahun lebih ini ia betah bekerja di tempat itu. “Jang…” Amanda turun dari mobil dan memanggil teman-temannya. Dengan lincah dan telaten, mereka memandikan mobil dengan busa. Tak ada yang terlewatkan dari pengamatan mereka. Mulai dari spion, roof, sampai velg bintang 5 pun tersentuh dengan baik. Dengan pakaiannya yang lembab, Amanda mengambil body kit di dekat keran air sementara temanteman lainnya membilas. Lalu, mobil itu di keringkan luar dalam. Sesekali Amanda menoleh pada Mario yang sibuk dengan handphone-nya, entah menerima telepon atau bisa juga sedang menelepon seseorang. Di dalam mobil itu Amanda menemukan beberapa CD hip-hop dan Pop-Rock berserakan di jok belakang. Dirapikannya CD itu dan dijejalkannya ke dalam laci dashboard depan. Tak sengaja, ditemukannya beberapa lembar foto yang terselip di dalam sebuah agenda. Karena penasaran, dibukanya buku itu dan dilihatnya gambar kakak-beradik bersama seorang lelaki paruh baya yang sedang tertawa bahagia di depan sebuah café. “Mirip Mario. Mungkin Ayahnya.” pikir Amanda. Senyuman mereka seakan membius orang lain yang melihat foto itu untuk tersenyum. Bahkan Amanda juga ikut tersenyum melihat beberapa foto mereka itu. Di lembar terakhir, didapatinya foto Mario berduaan dengan Rika. Mario merangkul leher Rika dengan sangat akrab, sedangkan Rika berekspresi dengan riangnya. Amanda menangkap ekpresi bukan tatapan sebagai saudara yang diberikan oleh Mario pada Rika. Mereka tampak sangat serasi dengan balutan rangkulan dan tawa lepas itu. “Kayak pacaran. Hmm.” pikir Amanda nakal. “Tapi kan mereka saudara… tapi mereka nggak mirip. Tapi mereka serasi kalo itungannya pacaran. Rika sing ayu tenan, Mario sing akeh duite.” Amanda asik dalam pemikirannya sendiri. “Sstt.” lalu Ujang menyikut dan menyadarkan Amanda agar menyelesaikan tugasnya. Segera Amanda merapikan kembali barang-barang milik Mario. “Kayak gue sama Ricky.” batinnya sambil tersenyum geli. “Idihh, gue??? Sejak kapan ‘aku’ berubah jadi ‘gue’?” Hahaha. Amanda tertawa di dalam hatinya. “Lagian, emangnya ‘bisa’ Ricky percaya cinta? De’e kan wonge ora percoyonan karo hal-hal sing ora ketok.” Amanda masih melanjutkan bicaranya sendiri di dalam hati sembari mengeluarkan mobil Mario dengan hasil yang sangat bersih dan mengkilap. Mario pun membayar ongkos tanpa kata-kata basa-basi lagi dan langsung mengendarai mobilnya dengan cepat, meninggalkan ‘Flash’ Car Wash tempat Amanda bekerja. “Terima kasih.” ucap Amanda sambil tersenyum. Ketika Amanda hendak memberikan uang kembalian, Mario telah melesat dengan cepat. “Hhh… dasar orang-orang kaya!” ………..