Kata Pengantar
KATA PENGANTAR Fokus penanganan pengembangan sektor industri hingga tahun 2008 diarahkan kepada dua hal. Pertama upaya mempercepat pemulihan kinerja dan daya saing beberapa sektor industri yang masih menurun akibat krisis ekonomi 1998, yang ternyata berkepanjangan. Yang kedua membantu cabang industri yang menyerap banyak tenaga kerja (padat karya) dan industri-industri pengekspor yang kinerjanya tengah menurun, akibat krisis ekonomi global yang terjadi di akhir tahun 2008 ini. Selain kedua upaya tersebut, dalam rangka memperkokoh struktur industri, mengembangkan industri andalan masa depan serta mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor, pengembangan sektor industri diarahkan pada pembangunan industri prioritas yang dilaksanakan melalui pendekatan klaster sebagaimana yang diamanatkan pada RPJMN 2004 – 2009 serta RENSTRA Departemen Perindustrian 2004 – 2009. Buku Laporan Pengembangan Sektor Industri ini merupakan pertanggungjawaban terhadap mandat yang diberikan kepada Departemen Perindustrian dalam membangun sektor industri hingga tahun ke-empat masa bakti Kabinet Indonesia Bersatu. Hal-hal yang tergambarkan dalam laporan ini bukan semata-mata upaya Departemen Perindustrian, namun buah kerjasama tersinergi dengan berbagai pihak yang terkait, baik secara lintas sektor maupun lintas wilayah. Untuk itu, Departemen Perindustrian menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh lembaga pemerintah terkait, baik pusat dan daerah, dunia usaha, serta masyarakat yang telah bersama dengan Departemen Perindustrian berkontribusi membangun dan mengembangkan sektor industri. Laporan ini diharapkan mampu menggambarkan capaian-capaian yang telah diperoleh dari kerjasama itu, serta merekam berbagai hal yang masih perlu dikerjakan bersama dalam rangka mengembangkan sektor industri, yang saat ini kembali mendapat tekanan gelombang krisis yang mungkin lebih hebat dari krisis ekonomi sepuluh tahun yang lalu. Jakarta, Desember 2008 MENTERI PERINDUSTRIAN
FAHMI IDRIS
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
i
Daftar Isi
DAFTAR ISI
Hal KATA PENGANTAR ................................................................................................i DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii RINGKASAN EKSEKUTIF ......................................................................................v BAB I.
PENDAHULUAN 1.1. Perkembangan Sektor Industri dan Perannya terhadap Perekonomian Nasional hingga awal RPJMN 2004 – 2009 ......... 1 1.2. Sasaran RPJMN 2004 – 2009 Sektor Industri Manufaktur ........... 6 1.3. Arah Kebijakan Pengembangan Industri ...................................... 7 1.4. Program Pembangunan Industri ................................................... 9
BAB II
RENCANA KERJA PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5.
BAB III.
Kondisi Perekonomian dan Industri Tahun 2007 ........................ 13 Sasaran Pembangunan Industri .................................................. 15 Arah Kebijakan Pembangunan Industri Tahun 2008 ................... 16 Kebijakan Prioritas Pembangunan Sektor Industri Tahun 2008 .. 17 Kegiatan Prioritas Tahun 2008 ................................................... 20
PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2008 3.1. Perkembangan Lingkungan Strategis ......................................... 23 3.2. Perkembangan Makro Industri Indonesia .................................... 23 3.3. Perkembangan Beberapa Industri Penting.................................. 29
BAB IV.
LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN YANG TELAH DILAKUKAN 4.1. Pelaksanaan Tugas Pokok A. B. C. D. E. F. G. H. I.
Perkuatan dan Pengembangan Klaster Industri ................... 57 Pengembangan Iklim Usaha ................................................. 83 Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri ............... 89 Peningkatan Kemampuan Teknologi .................................... 91 Pengembangan Standardisasi Produk Industri ..................... 99 Peningkatan Kemampuan SDM Aparatur dan Industri ....... 105 Peningkatan Kerjasama Internasional ................................ 108 Peningkatan Dukungan Faktor-faktor Penunjang ............... 123 Penyelenggaraan Tata Kepemerintahan yang Baik (Good Governance) ............................................................ 125 J. Peningkatan Pembangunan Industri di Daerah .................. 128
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
iii
Daftar Isi
4.2 Pelaksanaan Tugas Khusus A. Yang Terkait langsung dengan Tugas Pokok 1. Program Pengembangan Bahan Bakar Nabati ............. 131 2. Penyelesaian Masalah Industri Peleburan Alumunium Asahan........................................................ 133 3. Pengembangan Industri Baja berbasis Bijih Besi Lokal di Kalimantan Selatan ................................................... 137 4. Program Substitusi Minyak Tanah ke LPG ................... 140 5. Program Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW ................................................................... 145 6. Pembangunan Pabrik Pupuk di Iran ............................. 147 7. Substitusi Gas Bumi dengan Batu Bara untuk Pembangkit Listrik dan Pembangkit Steam Pada Industri Pupuk ............................................................... 147 8. Restrukturisasi dan Revitalisasi Pabrik Pupuk .............. 148 9. Program Revitalisasi Pabrik Gula ................................. 149 B. Pelaksanaan Tugas Khusus Lainnya A. Program National Single Window ................................. 150 B. Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi ................................................... 152 BAB. V.
PENGEMBANGAN IKM TAHUN 2008 5.1. Latar Belakang ......................................................................... 157 5.2. Program Pengembangan IKM .................................................. 159 5.3. Pelaksanaan Program dan Capaian Tahun 2008 ..................... 159
BAB. VI. RENCANA PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2009 6.1. Permasalahan yang Dihadapi Industri pada Tahun 2009 .............................................................................. 175 6.2. Rencana Pengembangan Industri Tahun 2009 ........................ 178 6.3. Hal-hal yang Perlu Penanganan untuk Tahun 2009 ................. 183 BAB. VII. PENUTUP ......................................................................................... 199
iv
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Kata Pengantar
KATA PENGANTAR Fokus penanganan pengembangan sektor industri hingga tahun 2008 diarahkan kepada dua hal. Pertama upaya mempercepat pemulihan kinerja dan daya saing beberapa sektor industri yang masih menurun akibat krisis ekonomi 1998, yang ternyata berkepanjangan. Yang kedua membantu cabang industri yang menyerap banyak tenaga kerja (padat karya) dan industri-industri pengekspor yang kinerjanya tengah menurun, akibat krisis ekonomi global yang terjadi di akhir tahun 2008 ini. Selain kedua upaya tersebut, dalam rangka memperkokoh struktur industri, mengembangkan industri andalan masa depan serta mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor, pengembangan sektor industri diarahkan pada pembangunan industri prioritas yang dilaksanakan melalui pendekatan klaster sebagaimana yang diamanatkan pada RPJMN 2004 – 2009 serta RENSTRA Departemen Perindustrian 2004 – 2009. Buku Laporan Pengembangan Sektor Industri ini merupakan pertanggungjawaban terhadap mandat yang diberikan kepada Departemen Perindustrian dalam membangun sektor industri hingga tahun ke-empat masa bakti Kabinet Indonesia Bersatu. Hal-hal yang tergambarkan dalam laporan ini bukan semata-mata upaya Departemen Perindustrian, namun buah kerjasama tersinergi dengan berbagai pihak yang terkait, baik secara lintas sektor maupun lintas wilayah. Untuk itu, Departemen Perindustrian menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh lembaga pemerintah terkait, baik pusat dan daerah, dunia usaha, serta masyarakat yang telah bersama dengan Departemen Perindustrian berkontribusi membangun dan mengembangkan sektor industri. Laporan ini diharapkan mampu menggambarkan capaian-capaian yang telah diperoleh dari kerjasama itu, serta merekam berbagai hal yang masih perlu dikerjakan bersama dalam rangka mengembangkan sektor industri, yang saat ini kembali mendapat tekanan gelombang krisis yang mungkin lebih hebat dari krisis ekonomi sepuluh tahun yang lalu. Jakarta, Desember 2008 MENTERI PERINDUSTRIAN
FAHMI IDRIS
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
i
Ringkasan Eksekutif
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pola perubahan struktur ekonomi Indonesia agaknya sejalan dengan kecenderungan proses transformasi struktural yang terjadi di berbagai negara, di mana kontribusi sektor-sektor yang mengolah sumber daya alam primer terhadap PDB menurun, seiring dengan meningkatnya sektor-sektor yang mengolah bahan-bahan antara dan barang-barang jadi.
Sejak tahap rehabilitasi ekonomi pada tahun 1967 sampai dengan saat ini, berbagai kebijakan industri telah dilaksanakan dalam upaya meningkatkan daya saing industri nasional. Dimulai dari kebijakan pembangunan industri substitusi impor sampai dengan saat ini yang tengah dilaksanakan yaitu usaha-usaha untuk membangun kemandirian industri.
RPJMN 2004 – 2009 sektor industri merupakan kebijakan untuk meningkatkan daya saing industri dan kemandirian, dengan fokus utama pengembangan industri manufaktur tertentu yang memenuhi satu atau lebih kriteria sebagai berikut: (i) menyerap banyak tenaga kerja; (ii) memenuhi kebutuhan dasar dalam negeri (seperti makanan-minuman dan obat-obatan); (iii) mengolah hasil pertanian dalam arti luas (termasuk perikanan) dan sumber-sumber daya alam lain dalam negeri; dan (iv) memiliki potensi pengembangan ekspor.
Untuk mencapai sasaran dimaksud dilaksanakan Program Perkuatan Struktur dan Daya Saing Industri yang terdiri dari Program Pengembangan IKM, Program Peningkatan Kemampuan Teknologi, dan Program Penataan Struktur.
Dalam kurun waktu empat tahun s.d. tahun 2008 pelaksanaan amanat RPJMN 2004 – 2009 pertumbuhan sektor industri pengolahan non migas ternyata masih dibawah pertumbuhan yang diharapkan, yaitu bertumbuh ratarata sekitar 5,3 persen.
Dalam periode yang sama pada sektor industri pengolahan terealisasi ratarata per tahun adalah 121 proyek penanaman modal dalam negeri senilai 17,8 triliun rupiah dan 484 proyek penanaman modal asing senilai US$ 5,2 miliar. Dengan asumsi kurs US dollar 9400 rupiah, maka PMA yang diserap sektor industri pengolahan senilai 48,88 triliun rupiah per tahun. Sehingga total investasi, PMA dan PMDN, yang tertanam di sektor industri pengolahan rata-rata sebesar 66,6 triliun rupiah per tahun. Angka tersebut melebihi kebutuhan investasi sektor industri pengolahan yang ditargetkan antara 40 sampai 50 triliun rupiah pada RPJMN.
Kinerja ekspor industri manufaktur, selama empat tahun sangat menggembirakan mampu berkontribusi rata-rata 66 persen dari total nilai ekspor Indonesia, serta meningkat rata-rata sekitar 16,7 persen per tahun. LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
v
Ringkasan Eksekutif
Namun kinerja ini belum ditunjang oleh keberhasilan dalam peningkatan utilisasi kapasitas produksi, dimana rata-rata utilisasi industri baru mencapai 64,6 persen, sehingga masih dibawah dari yang ditargetkan pada RPJMN yaitu 80 persen.
Lain daripada hal tersebut di atas sebaran industri di Indonesia masih terkonsentrasi secara geografis di pulau Jawa dan Sumatra, walaupun berdasarkan skala usaha, terjadi pergeseran pola sebaran industri skala besar ke kawasan timur Indonesia.
Hingga tahun 2008 berdasarkan arahan RPJMN 2004 – 2009 dilaksanakan langkah-langkah pengembangan yang meliputi beberapa bidang. Secara singkat hasil-hasil yang diperoleh dari langkah-langkah pengembangan tersebut diantaranya di bidang perkuatan dan pengembangan 10 (sepuluh) klaster industri inti (TPT, Alas Kaki, Makanan, Pengolahan Sawit, Pengolahan Kayu/Rotan, Pengolahan Karet, Pulp & Kertas, Pengolahan Hasil Laut, Mesin/Peralatan Listrik, dan Petrokimia) serta beberapa klaster industri penunjang dan industri terkait, sebagaimana yang ditentukan dalam RPJMN telah terlaksana (1) pembentukan Working Group serta Forum Komunikasi Kerja sama Industri pada masing-masing klaster industri; (2) Sosialisasi klaster industri; (3) perbaikan iklim usaha dan dukungan program kelembagaan; (4) fasilitasi pengembangan kerja sama antara industri inti, industri terkait dan industri penunjang; serta (5) penyusunan peta jalan dan diagnosis pengembangan klaster industri.
Untuk mendukung peningkatan usaha, investasi dan produksi, telah dilaksanakan beberapa kegiatan penting, antara lain: 1). Terakomodasinya usulan beberapa sektor industri (perkapalan, komponen otomotif, elektronika) untuk mendapatkan fasilitas PPh (PP No. 1 tahun 2007 dan PP No. 62 tahun 2008) 2). Tersusunnya Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM Depperin tentang Peningkatan Efektifitas Pengembangan IKM melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk (One Village One Product – OVOP) dengan terbitnya Permenperin No. 78/M.IND/PER/9/2007. Disamping itu juga telah terbitnya Perpres No. 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional sesuai amanat UU Penanaman Modal. 3). Diterbitkan berbagai Peraturan Menteri Perindustrian penting lainnya dalam upaya memfasilitasi iklim usaha yang kondusif dan dapat memberikan kepastian berusaha, yang terkait dengan perbaikan infrastruktur, teknologi, permodalan, penanganan lingkungan, dan sebagainya.
vi
Dalam Bidang Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri terlaksana beberapa kegiatan yang menonjol yaitu antara lain melalui beberapa kegiatan diantaranya: (1) sosialisasi Permenperin No. 11/2006 di berbagai instansi Pusat maupun Daerah dilakukan ke melalui berbagai media dan kunjungan langsung ke tiap-tiap instansi; (2) verifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), (3) usulan penyempurnaan Keppres No. 80 tahun 2003; (4) penyusunan Naskah Akademis Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Ringkasan Eksekutif
Negeri; (5) penyusunan draft Inpres Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN); (6) pemutakhiran kemampuan industri otomotif secara periodik; (7) koordinasi dengan Departemen Pertahanan dan instansi terkait lainnya untuk mempercepat proses pelaksanaan pengadaan kapal Korvet Nasional; (8) mendorong BUMN-BUMN seperti Pertamina dalam pelaksanaan pengadaan kapal tanker dan tabung LPG serta PLN dalam pelaksanaan pengadaan pembangunan PLTU Batubara skala kecil dan menengah; (9) bekerjasama dengan Ditjen Postel Depkominfo untuk menentukan besaran Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam pengadaan barang dan jasa sektor telematika; (10) menerbitkan daftar produk yang sudah diproduksi di dalam negeri sebagai acuan pengadaan barang dan jasa yang dibiayai APBN/D baik yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Daerah dan BUMN/D.
Dalam Bidang Peningkatan Kemampuan Teknologi terlaksana beberapa kegiatan penting antara lain: (1) menetapkan 6 (enam) buah hasil riset unggulan 2008 khususnya untuk IKM yang diseleksi dari hasil-hasil litbang pada 11 Balai Besar dan 11 Balai Riset dan Standardisasi Industri; (2) melaksanakan proyek percontohan coco-diesel (3) program peningkatan teknologi/ restrukturisasi industri TPT; (4) bantuan mesin/peralatan (untuk pengelasan, alsintan, fasilitas Pusat Desain Optik, fasilitas UPT Kulit Magetan, pembuatan bahan bakar nabati dari bijih jarak, pabrik biodiesel, dsb); (5) bimbingan teknis untuk pengelolaan limbah; (6) penghargaan rintisan teknologi dan (7) penghargaan Indonesia Good Design Selection (IGDS).
Di Bidang Penyusunan dan Pengembangan Standar terselesaikannya antara lain: (1) perumusan sekitar 143 buah SNI baik standar baru maupun revisi; (2) pemberlakuan SNI wajib untuk produk semen, kaca pengaman, dan tabung baja LPG, selang karet, katub pengaman, serta kompor gas.
Di Bidang Peningkatan Kemampuan SDM Industri terlaksananya berbagai kegiatan diklat antara lain: (1) dalam rangka peningkatan daya saing (HACCP, Corporate Social Responsibility, CEFE, marketing, manajemen lingkungan, TQM, dsb); (2) pengelasan Sertifikat Internasional; (3) konservasi dan audit energi; (4) teknologi produksi dan design; (5) penanganan zat-zat kimia berbahaya.
Di Bidang Peningkatan Kemampuan SDM Aparatur terlaksana berbagai kegiatan antara lain: (1) diklat Sistem Industri untuk aparatur Dinas Perindustrian di provinsi/kabupaten/kota yang diselenggarakan di Balai-balai Diklat Industri Regional dengan jumlah peserta 2896 orang; (2) diklat struktural (804 peserta); (3) program bea siswa S2 (59 pegawai) dan S3 (11 pegawai); (4) program bea siswa D3 Tenaga Penyuluh Lapangan Industri dengan ikatan dinas selama 2 tahun di Unit Pendidikan Tinggi di lingkungan Depperin (781 orang).
Di Bidang Peningkatan Kerja sama Internasional keikutsertaan secara aktif dalam berbagai perundingan di fora bilateral, regional dan multilateral sebagai berikut: (1) kerjasama bilateral dengan Jepang, Pakistan, Australia, Iran, Turki, EFTA dan lain lain; (2) kerjasama regional dalam AFTA, dan dengan ASEAN-mitra dialog lainnya; dan (3) kerjasama multilateral dengan WTO, UNIDO dan D-8. LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
vii
Ringkasan Eksekutif
Dalam rangka capacity building telah dilakukan kerja sama dengan Jepang, Korea, Italia, Amerika Serikat, Uni Eropa, Jerman, dan dengan RRC.
Dalam Rangka Peningkatan Dukungan Faktor-faktor Penunjang terlaksananya berbagai kegiatan antara lain: (1) pembentukan Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman (PIPIMM); (2) pembangunan Pusat Pengembangan Industri Rotan Terpadu (PPIRT) di Palu (Sulawesi Tengah); (3) pengembangan Kawasan Agroindustri Terpadu (KUAT) Lampung Barat; (4) penyusunan RPP tentang Kawasan Industri; (5) penerapan dan pembinaan Hak atas Kekayaan Intelektual di lingkungan industri; (6) keluarnya Perpres No. 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional.
Di Bidang Peningkatan Good Governance diantaranya dengan terlaksananya berbagai kegiatan sebagai berikut: (1) penyelesaian Rencana Kerja Tahunan sesuai Renstra Departemen Perindustrian 2004 – 2009 dan RKP tahunan, termasuk pemantauan dan evaluasi kegiatan; (2) penyelesaian pedoman pengadaan barang/jasa Depperin dengan sistem e-procurement; (3) penyelesaian pedoman teknis peningkatan pelaksanaan efisiensi penghematan dan disiplin kerja di lingkungan Depperin; (4) penyampaian laporan harta kekayaan penyelenggara negara; (5) penyusunan sistem pengukuran kinerja dengan metoda Balanced Scorecard; (6) pengembangan e-government (intranet) di lingkungan Depperin; (7) pelaksanaan Reformasi Birokrasi; dll.
Pengembangan IKM ditujukan agar IKM menjadi penggerak utama perekonomian nasional dimana pada tahun 2025 diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada PDB Sektor Industri sebesar 54 persen dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 12,2 persen .
Program Pengembangan IKM meliputi: (1) program penciptaan iklim yang kondusif; (2) program peningkatan teknologi, standarisasi, mutu dan desain produk; (3) program peningkatan kompetensi SDM; (4) program menjamin ketersediaan bahan baku; (5) program pengembangan kelembagaan bisnis/usaha; (6) program dukungan pembiayaan; dan (7) program promosi dan pemasaran, informasi serta pengembangan jejaring usaha (termasuk website).
Dalam rangka pelaksanaan program pengembangan IKM tersebut, telah dilakukan pemberian bantuan-bantuan, seperti bantuan mesin peralatan untuk UPT (13 jenis bantuan mesin untuk 46 kabupaten/kota); dan bantuan mesin untuk IKM, seperti untuk: (1) industri pangan (36 kabupaten/kota); (2) industri sandang (25 kabupaten/kota); (3) industri kimia dan bahan bangunan (34 kabupaten/kota); (4) industri logam elektronika (7 kabupaten/kota); (5) industri kerajinan (61 kabupaten/kota).
Secara umum IKM masih diliputi berbagai kelemahan baik yang bersifat internal maupun eksternal. Kelemahan internal meliputi antara lain: a). belum kokohnya struktur industri (keterkaitan antara industri hulu-hilir); b) masih sulitnya memperoleh bahan baku dan bahan penolong karena kuantitas pembelian IKM umumnya relatif kecil; c). penyelundupan; d). keterbatasan kemampuan pemasaran; e).keterbatasan kemampuan di bidang teknologi.
viii
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Ringkasan Eksekutif
Sedangkan kelemahan eksternal meliputi : a). suku bunga perbankan yang masih tinggi; b). sulitnya mencari modal; c). kurangnya pasokan listrik; d). masalah perburuhan.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
ix
Bab I: Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Perkembangan Sektor Industri dan Perannya terhadap Perekonomian Nasional hingga awal RPJMN 2004 - 2009 Bila dilihat perkembangannya dari sejak akhir tahun 60-an, industri nasional telah mengalami kemajuan yang cukup menggembirakan, baik yang menyangkut pendalaman struktur, diversifikasi dan orientasi pasar. Kemajuan tersebut pada dasarnya tidak terlepas dari terjadinya perkembangan-perkembangan internal dan eksternal di Indonesia, serta dari kebijakan-kebijakan industri yang dipilih dan diterapkan. Secara terkronologis kebijakan pengembangan industri dapat digambarkan dalam uraian sebagai berikut. Dalam periode rehabilitasi dan stabilitasi (tahun 1967 – 1972), serta periode terjadinya booming minyak (tahun 1973 – 1981), kebijakan yang diterapkan adalah mendorong tumbuhnya industri substitusi impor, seperti industri tekstil dan produk tekstil (TPT), kertas, semen, makanan dan minuman. Dengan membaiknya harga minyak (oil boom), pemerintah melakukan investasi pada berbagai BUMN dan mengupayakan agar industri mampu mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Hal itu tentunya dengan harapan selain dapat menghasilkan produk-produk konsumsi untuk mensubstitusi barang impor, juga dapat menimbulkan dampak pembangunan kepada kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya yang terkait (trickle-down effect). Peran pemerintah yang tinggi tidak terlepas masih terbatasnya kemampuan swasta nasional. Dalam pelaksanaannya, meskipun kegiatan pembangunan tersebut telah mencapai tingkat pertumbuhan yang diharapkan, ternyata terdapat berbagai kelemahan yang masih menonjol seperti meningkat pesatnya berbagai impor barang industri karena meningkatnya kegiatan industri itu sendiri. Hal ini disebabkan peningkatan tersebut mendorong laju pertumbuhan yang tinggi dari bahan baku, komponen serta produk penunjang industri lainnya. Dengan melemahnya harga minyak pada era tahun 1982 – 1996, kebijakan dari tujuan yang semula hanya untuk pengembangan industri substitusi impor, dikembangkan dengan menambah misi baru dari pemerintah, yakni pengembangan industri berorientasi ekspor yang harus didukung oleh usaha pendalaman dan pemantapan struktur industri. Kebijakan ini mulai diterapkan pada industri kimia, logam, kendaraan bermotor, industri mesin listrik/peralatan listrik dan industri alat/mesin pertanian.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
1
Bab I: Pendahuluan
Perlu dicatat pula bahwa pada saat yang hampir bersamaan ditingkatkan pengembangan dan penguasaan teknologi di beberapa bidang industri padat teknologi seperti pesawat terbang, permesinan dan perkapalan. Adapun langkah-langkah kebijakan yang diterapkan sejak tahun 1997 sampai dengan saat ini adalah melaksanakan program Revitalisasi, Konsolidasi dan Restrukturisasi industri. Kebijakan ini ditempuh dengan tujuan untuk mengembalikan kinerja industri yang terpuruk akibat goncangan krisis ekonomi yang berlanjut dengan krisis multidimensi. Industri-industri yang direvitalisasi adalah industri yang mempekerjakan banyak tenaga kerja serta yang memiliki kemampuan ekspor. Secara terkronologis perkembangan kebijakan industri seperti yang diuraikan tersaji pada Gambar 1.1.
Kebijakan
Periode Rehabilitasi
Periode OilBooming
d an Stabilitasi (1973-1981) (1967-1972)
Periode Penurunan Harga Minyak ( 1982 - 1985)
Periode Periode Periode Penurunan Krisis dan Pemulihan Harga Minyak Pemulihan d an (1986 - 1996) 1997-2004 Pembangunan ( 2005- 2009)
+ • Penguatan struktur industri;
Industri
Orientasi
Pembangunan industri substitusi impor
• Pembangunan
Inward looking
teknologi di beberapa sektor (aerospace, mesin, maritim).
+ •
Pembangunan industri orientasi ekspor
Outward looking
+ •
Revitalisasi, konsolidasi dan restrukturis asi industri
•
Pembangunan industri prioritas dengan sistem klaster dan pengembangan kompetensi inti daerah
Inward and Outward looking
Gambar 1.1. Perkembangan Kebijakan Industri dalam Tiga Dasa Warsa Terakhir
A. Pertumbuhan Industri Sejak tahap rehabilitasi ekonomi pada tahun 1967 sampai dengan akhir tahap pemulihan krisis ekonomi pada tahun 2004, rata-rata pertumbuhan industri umumnya melebihi rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Pada periode rehabilitasi dan stabilisasi ekonomi tahun 1967 - 1972, pertumbuhan rata-rata sektor industri tercatat 9,1 persen sedangkan pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 6,8 persen. Pada masa ledakan minyak dunia tahun 1973 - 1981,
2
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab I: Pendahuluan
industri tumbuh rata-rata 13 persen jauh diatas pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 7,6 persen. Hal yang sama terjadi dalam periode penurunan harga minyak dunia tahun 1982 – 1996, pertumbuhan rata-rata industri masih tetap tinggi sebesar 10,3 persen sementara pertumbuhan ekonomi mencapai 6,1 persen. Perubahan yang besar terjadi setelah krisis ekonomi dunia pada tahun 1997 – 2004, dimana industri tumbuh rata-rata 3 persen walau pertumbuhan rata-rata ekonomi juga hanya 1,9 persen.
Gambar 1.2. Perkembangan Pertumbuhan Industri tahun 1967 - 2004
Pertumbuhan industri sejak tahun 1967 sampai tahun 2004 dapat dilihat pada Gambar 1.2. Gambar tersebut menunjukkan bahwa sebelum krisis ekonomi, dari tahun 1967 sampai 1996, sektor industri pengolahan mampu mencatat angka pertumbuhan dua digit. Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam periode yang sama hanya pada tahun 1968 dapat mencapai angka pertumbuhan dua digit yaitu 10,9 persen. Selama tiga puluh tahun, sektor industri pengolahan membukukan rata-rata pertumbuhan 10,9 persen, sedangkan ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata dengan 6,7 persen. B. Kontribusi Industri terhadap Ekonomi Pola perubahan struktur ekonomi Indonesia agaknya sejalan dengan kecenderungan proses transformasi struktural yang terjadi di berbagai negara, di mana terjadi penurunan kontribusi sektor pertanian, sementara kontribusi sektor industri dan lainnya cenderung meningkat. Pada tahun 1967, sektor industri pengolahan hanya memberi sumbangan sebesar 7,5 persen terhadap keseluruhan perekonomian, dimana saat itu penyumbang nilai tambah tertinggi adalah sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 53,9 persen. Perubahan LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
3
Bab I: Pendahuluan
struktur ekonomi di Indonesia sebagaimana dimaksud dapat dilihat pada Gambar 1.3.
39.8
40.1
43.6
49.3
50.0
47.2
51.0
53.9
(%) 60.0
15.2
8.9
2004
14.3
8.3
2003
13.2
2001
16.0
16.7
13.9
2000
12.6
8.9
1997
10.0
8.7
1996
1999
8.8
1995
1998
8.8
1994
11.5
10.2
13.8
1991
1993
13.4
1990
1992
13.1
12.1
1989
1988
13.8
1987
11.2
1986
2. Pertambangan & Penggalian
8.6
19.6
17.2
18.1
16.7
16.1
17.3
17.1
19.5
18.6
21.5
19.6
23.3
23.2
22.7
18.8
14.0
1985
1984
1983
1982
1981
1980
1979
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan
2002
24.1
23.4
24.2
25.9
22.9
20.8
19.7
24.0
25.7
21.8
18.9
19.7
17.6
1978
1977
1976
1975
29.7 28.328.1
26.8 26.0 25.6 25.0 24.925.4 24.1 23.3 22.4 21.7 20.9 19.9 18.518.1 16.716.9 16.0 14.6 12.912.7 11.6 10.8 10.3
9.3
1974
1973
6.6
8.5
1972
5.2
1970
1971
4.8
1969
9.4 9.6 9.9 9.3 9.4 9.2 8.6 8.5 9.2 8.3 8.9
4.2
0.0
1967 2.7
7.3
1968
10.0
18.9
22.2
20.0
25.3
24.8
30.0
28.1
31.1
30.5
31.7
31.1
32.7
40.0
3. Industri Pengolahan
Gambar 1.3. Perkembangan Peran Industri Pengolahan terhadap Perekonomian Indonesia.
Industrialisasi di Indonesia sejak masa Presiden Soeharto hingga saat ini telah mengubah struktur perekonomian Indonesia. Selama periode 1967 s.d. 1997, atau dalam jangka waktu 30 tahun, peran sektor industri terhadap perekonomian Indonesia cenderung terus meningkat sampai pada akhir jabatan tahun 1997 atau dalam jangka waktu 30 tahun peranan sektor industri pengolahan telah mencapai 26,8 persen dari PDB, sedangkan pangsa pertanian tercatat 16,1 persen. Untuk sektor pertambangan, peranannya terhadap perekonomian nasional hanya mengalami lonjakan pada saat terjadi ledakan harga minyak dunia yang melampaui peranan sektor industri. Tahun 1973 peranan sektor pertambangan yang semula hanya 9,3 persen telah melonjak menjadi 22,2 persen pada tahun 1974, bahkan pada tahun 1980 peranannya mencapai 25,7 persen melebihi peran sektor pertanian yang mencapai 24,8 persen. Namun kondisi ini hanya bertahan hingga tahun 1986. Pada pemerintahan transisi, Presiden Habibie, Abdurahman Wahid dan Megawati, peranan sektor industri pengolahan tercatat 25 persen dari PDB pada tahun 1998 dan pada tahun 2004 mencapai 28,1 persen. Sementara peran sektor pertanian terhadap PDB menurun dari 18,1 persen ke 14,3 persen. Demikian pula dengan sektor pertambangan dari 12,6 persen bahkan menjadi hanya 8,9 persen. Selama sepuluh tahun sampai dengan tahun 2004, kontribusi sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Indonesia rata-rata sebesar 26,9 persen, 4
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab I: Pendahuluan
dimana dari jumlah tersebut industri pengolahan non-migas berperan sebesar 86,5 persen, dan sisanya adalah industri pengolahan migas. Cabang (kelompok utama) industri manufaktur yang memberikan sumbangan tinggi terhadap pembentukan PDB industri pengolahan non-migas adalah cabang industri makanan, minuman dan tembakau; industri alat angkut, mesin dan peralatannya; industri pupuk, kimia dan barang dari karet; serta industri tekstil, barang kulit dan alas kaki. (Gambar 1.4.)
Sumber: BPS (2007), diolah oleh Departemen Perindustrian
Gambar 1.4. Peran Cabang Industri terhadap Industri Pengolahan Non-Migas serta Peran Industri Pengolahan dan Industri Non-Migas terhadap PDB Nasional
Pada tahun 1994, cabang industri yang perannya dominan terhadap industri pengolahan non-migas adalah industri makanan, minuman dan tembakau dengan 45,4 persen diikuti oleh industri pupuk, kimia dan barang dari karet serta industri alat angkutan, mesin dan peralatannya dengan 13,3 persen. Sementara industri logam dasar besi baja serta industri semen dan barang galian bukan logam masih rendah yaitu hanya sekitar 3,1 persen. Dalam periode sepuluh tahun (1994 – 2004), peran industri makanan, minuman dan tembakau terhadap PDB industri pengolahan non-migas yang mencapai puncaknya pada tahun 1999 dengan 61 persen ternyata terus mengalami penurunan dimana pada tahun 2004 tinggal hanya 29,7 persen. Sebaliknya industri alat angkut, mesin dan peralatannya, perannya terus meningkat dari tahun 1999 yang hanya 5,9 persen, pada tahun 2000 meningkat menjadi 20,7 persen dan konsisten sampai dengan tahun 2004 tercatat telah mencapai 26,5 persen. C. Struktur Industri Terdapat catatan yang cukup penting bahwa peranan sektor industri pengolahan terhadap perekonomian selama berlangsungnya krisis ekonomi LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
5
Bab I: Pendahuluan
tahun 1998, seperti diperlihatkan pada Gambar 1.3 ternyata relatif tidak terpengaruh secara berarti. Gambar 1.4 memperlihatkan bahwa peran industri pengolahan non-migas terhadap PDB nasional yang ternyata mencapai titik terendah pada saat puncak krisis yaitu 21,5 persen, kembali mampu menguat di tahun-tahun berikutnya dengan puncak capaian pada tahun 2001 dengan 25,2 persen. Tabel 1.4. Struktur Industri Indonesia, 2001 – 2004 Uraian
Satuan
2001
2002
2003
2004
1. Unit Usaha 1.) Industri Kecil 2.) Industri Menengah 3.) Industri Besar
Unit Unit Unit Unit
2.559.679 2.538.283 17.377 4.019
2.749.847 2.728.700 17.245 3.902
2.662.233 2.641.909 16.517 3.807
2.747.201 2.726.516 16.806 3.879
2. Tenaga Kerja 1.) Industri Kecil 2.) Industri Menengah 3.) Industri Besar
Orang Orang Orang Orang
10.492.846 6.110.058 148.375 4.234.413
10.931.126 6.566.232 142.255 4.222.639
10.637.445 6.363.565 141.049 4.132.831
10.872.834 6.547.855 142.977 4.182.002
3. PDB (adhk2000) 1.) Industri Kecil 2.) Industri Menengah 3.) Industri Besar
Mil. Rp. Mil. Rp. Mil. Rp. Mil. Rp.
347.429
367.208,3
389.145,6
418.368,5
53.189,9 50.357,8 243.881,3
55.377,0 51.920,6 259.910,7
58.683,6 54.777,1 275.684,9
61.463,9 57.530,8 299.373,8
Sumber: BPS (2007), diolah oleh Departemen Perindustrian
Catatan: Kriteria Kelompok Industri : o Industri Kecil : penjualan/tahun < 1 Rp Miliar o Industri Menengah : Penjualan/tahun 1- 5 Rp Miliar o Industri Besar : penjualan/tahun > Rp 5 Miliar
Sektor industri sebagaimana yang ditunjukkan oleh Tabel 1.4. ternyata masih didominasi oleh industri padat tenaga kerja, yang biasanya memiliki mata rantai relatif pendek, sehingga penciptaan nilai tambah juga relatif kecil. Akan tetapi, karena besarnya populasi unit usaha maka kontribusinya terhadap perekonomian tetap sangat besar. Terdapat tiga unsur pelaku ekonomi yang mendukung perkembangan sektor industri, yaitu Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Pengusaha Kecil/Menengah, serta Koperasi (PKMK). Data tahun 2004 menunjukan bahwa industri kecil/menengah berjumlah sekitar 2,74 juta unit, sedangkan industri besar hanya berkisar sekitar 3.879 unit usaha. Kondisi jumlah unit usaha begitu kontras dengan Produk Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkan, industri kecil/menengah hanya menghasilkan PDB atas harga konstan tahun 2000 sebesar Rp 119 trilyun, atau 28,4 persen dari seluruh output sektor industri dan 61,6 persen sisanya dihasilkan oleh industri-industri besar baik BUMS maupun BUMN. 1.2. Sasaran RPJMN 2004 – 2009 Sektor Industri Manufaktur Mencermati hasil pembangunan dan perkembangan industri selama 30 tahun dan juga dalam rangka mencari jalan keluar akibat krisis ekonomi, 6
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab I: Pendahuluan
maka sasaran pembangunan industri untuk masa 2005 sampai dengan 2009 ditetapkan sebagai berikut: 1. Sektor industri manufaktur (non-migas) ditargetkan tumbuh dengan laju rata-rata 8,56 persen per tahun. Dengan tingkat operasi rata-rata hanya sekitar 60 persen pada tahun 2003, target peningkatan kapasitas utilisasi khususnya sub-sektor yang masih berdaya saing akan meningkat ke titik optimum yaitu sekitar 80 persen dalam dua sampai tiga tahun pertama, terutama untuk industri yang dinilai memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. 2. Target penyerapan tenaga kerja dalam lima tahun mendatang adalah sekitar 500 ribu per tahun (termasuk industri pengolahan migas). Dengan kecenderungan penurunan penyerapan beberapa tahun belakangan ini, penyerapan tenaga kerja baru lebih banyak mengandalkan pada basis industri baru yang perlu dipacu pertumbuhannya. Sejalan dengan upaya revitalisasi pertanian dan pedesaan, langkah pengembangan untuk mewujudkan industrialisasi perdesaaan menjadi sangat penting. Sedangkan bagi industri berskala menengah dan besar penyerapan tenaga kerja baru akan mengandalkan investasi baru. Diperkirakan kebutuhan investasi untuk mengejar target penyerapan tenaga kerja di atas mencapai 40 sampai 50 triliun rupiah per tahun. 3. Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif baik bagi industri yang sudah ada maupun investasi baru dalam bentuk tersedianya layanan umum yang baik dan bersih dari KKN, sumber-sumber pendanaan yang terjangkau, dan kebijakan fiskal yang menunjang. 4. Peningkatan pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik, baik untuk bahan baku maupun produk akhir, sebagai cerminan daya saing sektor ini dalam menghadapi produk-produk impor. 5. Meningkatnya volume ekspor produk manufaktur dalam total ekspor nasional, terutama pada produk ekspor industri manufaktur yang daya saingnya masih potensial untuk ditingkatkan. 6. Meningkatnya proses alih teknologi dari foreign direct investment (FDI) yang dicerminkan dari meningkatnya pemasokan bahan antara dari produk lokal; 7. Meningkatnya penerapan standardisasi produk industri manufaktur sebagai faktor penguat daya saing produk nasional. 8. Meningkatnya penyebaran sektor industri manufaktur ke luar Pulau Jawa, terutama industri pengolahan hasil sumber daya alam. 1.3. Arah Kebijakan Pengembangan Industri Dalam rangka mewujudkan sasaran di atas, arah kebijakan bagi penciptaan iklim investasi yang sehat dan peningkatan daya saing ekspor nasional ditetapkan sebagai berikut: 1. Pada tingkat makro, upaya peningkatan kinerja daya saing industri manufaktur secara berkelanjutan membutuhkan landasan ekonomi yang kuat sebagai kondisi yang dipersyaratkan (necessary condition) bagi LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
7
Bab I: Pendahuluan
keberhasilan peningkatan kinerja daya saing industri manufaktur yang ingin diwujudkan. Hal tersebut perlu dicerminkan di dalam upaya untuk menjaga stabilitas ekonomi makro, mewujudkan iklim usaha dan investasi yang sehat dan berdaya saing serta pengelolaan persaingan usaha secara sehat. Oleh karena itu, perbaikan iklim usaha di segala mata-rantai produksi dan distribusi akan senantiasa dipantau dan diperbaiki. Koordinasi dengan instansi-instansi terkait dan kemitraan dengan swasta perlu terus ditingkatkan untuk menyelesaikan masalahmasalah yang ditemukan. 2. Untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan, yaitu 8,56 persen per tahun, maka dalam lima tahun mendatang pengembangan sektor industri manufaktur perlu difokuskan pada pengembangan sejumlah sub-sektor yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Dengan kata lain, pola pengembangannya perlu lebih banyak ditekankan pada pendalaman (deepening) daripada perluasan (widening). Dengan demikian, semua bentuk fasilitasi pengembangan diarahkan lebih banyak pada upaya untuk memperkuat struktur industri, meningkatkan dan memperluas pemanfaatan teknologi, serta meningkatkan nilai pengganda (multiplier) di masing-masing sub-sektor yang telah ditetapkan. Dalam kaitan itu, kemampuan kapasitas pasar (terutama dalam negeri) yang menyerap kenaikan produksi ini perlu ditingkatkan melalui antara lain pengamanan pasar dalam negeri dari produk-produk impor ilegal, penggalakan penggunaan bahan baku/antara dari dalam negeri, dan berbagai upaya untuk meningkatkan daya saing ekspor. Dalam kaitannya dengan peningkatan ekspor, hambatan non-tarif (non-tarrif barrier, NTB) di negara-negara tujuan perlu terus dipantau dan dipelajari terutama untuk unggulan ekspor nasional, disosialisasikan ke industri terkait dan dirumuskan langkah untuk pemenuhannya. 3. Sesuai dengan permasalahan mendesak yang dihadapi serta terbatasnya kemampuan sumber daya pemerintah, fokus utama pengembangan industri manufaktur ditetapkan pada beberapa sub-sektor yang memenuhi satu atau lebih kriteria sebagai berikut: (i) menyerap banyak tenaga kerja; (ii) memenuhi kebutuhan dasar dalam negeri (seperti makanan-minuman dan obat-obatan); (iii) mengolah hasil pertanian dalam arti luas (termasuk perikanan) dan sumber-sumber daya alam lain dalam negeri; dan (iv) memiliki potensi pengembangan ekspor. Diturunkan dari keempat kriteria di atas, berdasarkan analisis keunggulan komparatif dan kompetitif, maka prioritas dalam lima tahun ke depan adalah pada penguatan klaster-klaster: (1) industri makanan dan minuman; (2) industri pengolah hasil laut; (3) industri tekstil dan produk tekstil; (4) industri alas kaki; (5) industri kelapa sawit; (6) industri barang kayu (termasuk rotan dan bambu); (7) industri karet dan barang karet; (8) industri pulp dan kertas; (9) industri mesin listrik dan peralatan listrik; dan (10) industri petrokimia. 4. Dengan prioritas pada 10 (sepuluh) klaster tersebut di atas, upaya khusus perlu dilakukan untuk merumuskan strategi dan langkah-langkah yang jelas untuk masing-masing klasternya. Strategi dan langkahlangkah tersebut selanjutnya perlu dituangkan secara rinci ke dalam strategi nasional pengembangan industri yang secara komprehensif 8
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab I: Pendahuluan
memuat pula strategi pengembangan sub-sektor industri yang terkait (related industries) dan sub-sektor industri penunjang (supporting industries) dari 10 (sepuluh) klaster prioritas di atas yang berdimensi jangka menengah-panjang serta proses perumusannya secara partisipatif melibatkan pihak-pihak terkait baik dari lingkungan pemerintah maupun dunia usaha. 5. Intervensi langsung pemerintah secara fungsional dalam bentuk investasi dan layanan publik diarahkan pada hal-hal dimana mekanisme pasar tidak dapat berlangsung. Dalam tataran ini, aspek tersebut meliputi antara lain: (1) pengembangan litbang (R & D) untuk pembaruan dan inovasi teknologi produksi, termasuk pada pengembangan manajemen produksi yang memperhatikan kesinambungan lingkungan dan teknik produksi yang ramah lingkungan (clean production); (2) peningkatan kompetensi dan keterampilan tenaga kerja; (3) layanan informasi pasar produk dan faktor produksi baik di dalam maupun luar negeri; (4) pengembangan fasilitasi untuk memanfaatkan aliran masuk FDI sebagai potensi sumber alih teknologi dan perluasan pasar ekspor; (5) sarana dan prasarana umum pengendalian mutu dan pengembangan produk; dan (6) prasarana klaster lainnya, terutama dalam mendorong penyebaran industri ke luar Jawa. Sesuai dengan fokus pengembangan industri manufaktur dalam lima tahun ke depan, rumusan fasilitasi dan obligasi yang dilakukan pemerintah perlu lebih dalam dan terinci pada 10 (sepuluh) klaster prioritas tersebut di atas. Selanjutnya, perlu diperhatikan bahwa pelaksanaan kebijakan di dalam keenam aspek di atas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari berbagai kebijakan dan program yang dirumuskan dalam Bab-Bab lain yang terkait. 1.4. Program Pembangunan Industri Dalam upaya mencapai pertumbuhan sektor industri manufaktur yang ditargetkan RPJMN 2004 – 2009, pengembangan sektor industri manufaktur difokuskan pada Perkuatan Struktur dan Daya Saing. Selanjutnya dijabarkan pada program pokok pengembangan industri manufaktur dan program penunjang. A. Program Pokok Pengembangan Industri Manufaktur 1. Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Agar dapat menjadi basis industri nasional, IKM dituntut mampu menghasilkan barang berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif dan mampu menepati jadwal penyerahan secara disiplin baik untuk memenuhi kebutuhan konsumen akhir maupun untuk memenuhi pasokan bagi industri yang lebih hilir. Secara alami IKM memiliki kelemahan dalam menghadapi ketidakpastian pasar, mencapai skala ekonomi, dan memenuhi sumberdaya yang diperlukan. Sehingga untuk mencapai tujuan program ini, pemerintah membantu IKM dalam mengatasi permasalahan yang muncul akibat dari kelemahan alami tersebut dengan kegiatan utama yang antara lain: LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
9
Bab I: Pendahuluan
(1) pengembangan sentra-sentra potensial dengan fokus pada 10 (sepuluh) subsektor yang diprioritaskan; (2) pengembangan industri terkait dan industri penunjang IKM; (3) perkuatan alih teknologi proses, produk, dan disain bagi IKM dengan fokus kepada 10 (sepuluh) sub-sektor prioritas; dan (4) pengembangan dan penerapan layanan informasi yang mencakup peluang usaha, kebutuhan bahan baku, akses permodalan, iklim usaha, dan akses peningkatan kulitas SDM. 2. Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri Secara umum pengelola industri nasional belum memandang kegiatan pengembangan dan penerapan teknologi layak dilakukan karena dianggap memiliki eksternalitas yang tinggi berjangka panjang, dan dengan tingkat kegagalan yang tinggi. Hal ini dapat ditunjukkan dari miskinnya industri nasional dalam hal pemilikan sumberdaya teknologi. Dalam rangka mendorong kalangan industri meningkatkan kegiatan pengembangan dan penerapan teknologi proses, produk dan disain yang mencakup antara lain: (1) Meningkatkan dukungan kegiatan penemuan dan pengembangan teknologi di industri baik dalam bentuk insentif pajak, asuransi teknologi terutama untuk usaha kecil, menengah, dan koperasi; (2) Mendorong pengembangan dan pemanfaatan manajemen produksi yang memperhatikan keseimbangan dan daya dukung lingkungan hidup, serta teknik produksi yang ramah lingkungan (clean production); (3) Perluasan penerapan standar produk industri manufaktur yang sesuai (compliance) dengan standar internasional; (4) Perkuatan kapasitas kelembagaan jaringan pengukuran, standardisasi, pengujian, dan kualitas (MSTQ/measurement, standardisasi, testing, and quality); dan (5) Revitalisasi kebijakan dan kelembagaan Litbang di sektor produksi agar mampu mempercepat efektivitas kemitraan antara litbang industri dan lembaga litbang pemerintah; dan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya teknologi nasional yang tersebar di berbagai litbang pemerintah, perguruan tinggi, lembaga-lembaga swasta, dan tenaga ahli perorangan. 3. Program Penataan Struktur Industri Tujuan program ini adalah untuk memperbaiki struktur industri nasional baik dalam hal konsentrasi penguasaan pasar maupun dalam hal kedalaman jaringan pemasok bahan baku dan bahan pendukung, komponen, dan barang setengah-jadi bagi industri hilir. Pada tahap awal pembangunan industri nasional, sumber daya industri dan wiraswastawan industri masih sangat langka sehingga 10
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab I: Pendahuluan
kebijakan nasional sangat permisif terhadap praktek-praktek monopoli. Itu sebabnya hingga saat ini angka konsentrasi industri nasional termasuk sangat tinggi. Kondisi lain yang dihadapi industri nasional adalah tingginya ketidakpastian hubungan antara unit usaha. Kondisi ini mendorong industri tumbuh dengan pola yang sangat terintegrasi secara vertikal. Untuk mewujudkan tujuan program ini dalam memperbaiki konsentrasi industri, pemerintah akan melakukan upaya-upaya untuk menegakkan prinsip-prinsip tata pengelolaan korporasi yang baik dan benar (good corporate governance, GCG) secara sistematis dan konsisten, dan menurunkan besarnya hambatan masuk unit usaha baru ke pasar yang monopolistis. Sedangkan untuk memperkuat struktur terutama di dalam memfasilitasi terjalinnya jaringan pemasok industri hilir, pemerintah melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok yang antara lain mencakup: (1) Mengembangkan sistem informasi potensi produksi dari industri penunjang dan industri terkait; (2) Mendorong terjalinnya kemitraan industri penunjang dan industri terkait; (3) Mengembangan industri penunjang dan industri terkait terutama pada 10 (sepuluh) subsektor prioritas; (4) Menguatkan kapasitas kelembagaan penyedia tenaga kerja industrial yang terampil terutama sesuai kebutuhan 10 (sepuluh) subsektor industri prioritas; (5) Memfasilitasi pengembangan prasarana terutama prasarana teknologinya; dan
klaster
industri,
(6) Memfasilitasi dan mengkoordinasikan pengembangan pada pusat-pusat pertumbuhan klaster industri di luar Pulau Jawa, khususnya Kawasan Timur Indonesia. B. Program Penunjang Disamping program pokok tersebut di atas, Departemen Perindustrian juga mempunyai empat program penunjang yang terdiri dari: 1)
Program Pembentukan Hukum Program tersebut direncanakan untuk menciptakan iklim yang kondusif di bidang industri melalui penyusunan ketentuan teknis hukum dan berbagai peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi dalam rangka mengatur perilaku individu dan lembaga serta penyelesaian sengketa yang terjadi untuk menjamin kepastian berusaha di sektor industri.
2)
Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur Program ini direncanakan untuk membina dan meningkatkan kemampuan aparatur industri, sumber daya manusia yang berkompetensi dan mewujudkan aparatur negara yang profesional LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
11
Bab I: Pendahuluan
dan berkualitas dalam melaksanakan pemerintahan umum dan pembangunan. 3)
Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara Program ini direncanakan untuk mendukung program pembangunan nasional yaitu penyediaan sarana dan prasarana penunjang pembangunan dengan meningkatkan dan memperluas sarana dan prasarana kerja guna meningkatkan keamanan, kenyamanan, ketertiban dan kelancaran kerja serta pelayanan umum yang baik.
4)
Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara Program ini direncanakan untuk menunjang program pembangunan nasional yang tertuang dalam program pengawasan aparatur negara guna meningkatkan sistem pengawasan aparatur pemerintah, peningkatan profesionalisme aparatur, terwujudnya sistem pengawasan dan audit yang akuntabel.
12
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab II: Rencana Kerja Pembangunan Sektor Industri Tahun 2008
BAB II RENCANA KERJA PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Rencana Kerja Departemen Perindustrian tahun 2008 disusun dengan memperhatikan hasil pembangunan sektor industri selama 3 dekade terakhir, mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004 – 2009, Rencana Strategis (Renstra) Departemen Perindustrian tahun 2004 – 2009, dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2008. Tujuan dari pembangunan industri merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengacu pada 3 pilar utama yang menjadi komitmen pemerintah, yaitu: pro growth, pro job, dan pro poor, yang akan diwujudkan melalui peningkatan ekspor dan investasi; percepatan pertumbuhan sektor riil; revitalisasi sektor pertanian, kehutanan dan kelautan; serta percepatan pertumbuhan ekonomi di daerah. Komitmen pemerintah tersebut lebih lanjut dijabarkan ke dalam Strategi Jangka Menengah Pembangunan Industri dalam bentuk Trilogi Pembangunan Industri, yang terdiri dari: 1. Pertumbuhan industri, melalui pengembangan dan penguatan industri prioritas; 2. Pemerataan industri, melalui pengembangan dan penguatan industri kecil dan menengah; 3. Persebaran industri, melalui pengembangan industri unggulan daerah dan kompetensi inti industri daerah. 2.1. Kondisi Perekonomian dan Industri Tahun 2007 Selama tahun 2007 kegiatan ekonomi telah berjalan jauh lebih baik dibanding dengan keadaan pada tahun 2006 seiring dengan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga, serta berlanjutnya perkembangan positif kondisi perekonomian serta membaiknya kondisi dari berbagai faktor pendukung yang mempengaruhi perekonomian. Pertumbuhan ekonomi 2007 mencapai 6,32 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi 2006 yang mencapai 5,51 persen. Pada 2007, peningkatan pertumbuhan ekonomi 2007 terutama didorong oleh konsumsi, sementara investasi swasta belum terlihat meningkat secara berarti. Peningkatan konsumsi swasta telah mendorong berlanjutnya perbaikan daya beli masyarakat sejalan dengan kenaikan gaji PNS dan peningkatan UMR pada semester awal 2007. Dari sisi fiskal, pengeluaran pemerintah yang tepat waktu dan tepat sasaran telah dapat memberikan stimulus terhadap pertumbuhan ekonomi secara LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
13
Bab II: Rencana Kerja Pembangunan Sektor Industri Tahun 2008
efektif. Selain itu, implementasi beberapa agenda penting program Pemerintah pada tahun 2007 seperti program pembangunan infrastruktur khususnya di bidang energi dan transportasi serta restrukturisasi mesinmesin pada industri tekstil telah mulai dapat memberikan stimulasi terhadap pertumbuhan. Dari sisi perdagangan luar negeri, kegiatan ekspor masih tetap tumbuh dengan cukup tinggi meskipun cenderung melambat akibat pertumbuhan ekonomi dunia yang tidak sekuat tahun 2006. Sementara itu, kegiatan impor barang dan jasa mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan permintaan domestik. Beberapa komoditas yang memberikan sumbangan terbesar antara lain tekstil, peralatan listrik, produk kimia dan peralatan mesin. Neraca pembayaran 2007 tetap mencatat surplus, meskipun tidak sebesar surplus pada tahun 2006. Penurunan surplus neraca pembayaran ini antara lain disebabkan peningkatan permintaan impor sejalan dengan peningkatan kegiatan ekonomi, serta hambatan terhadap ekspor Indonesia karena melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia. Sementara itu pertumbuhan sektor industri non-migas tahun 2007 mencapai 5,15 persen, dengan pertumbuhan cabang industri sebagaimana tersaji pada Tabel 2.1: Tabel 2.1. Pertumbuhan Industri Tahun 2005 – 2007 Pertumbuhan No
Cabang Industri 2005
2006
2007
1
Makanan, Minuman &Tembakau
2,75
7,22
5,05
2
Tekstil, barang Kulit & Alas Kaki
1,31
1,23
(3,68)
3
Barang Kayu dan Hasil Hutan
(0,92)
(0,66)
(1,74)
4
Kertas & Barang Cetakan
2,39
2,09
5,79
5
Pupuk, Kimia, & Barang dari Karet
8,77
4,48
5,69
6
Semen & Bahan Galian Non Logam
3,81
0,53
3,40
7
Logam Dasar, Besi dan Baja
(3,70)
4,73
1,69
8
Alat Angkut, Mesin dan Peralatan
12,38
7,55
9,73
9
Barang Lainnya
2,61
3,62
(2,82)
Total Industri Non Migas
5,86
5,27
5,15
Sumber : BPS diolah Depperin
Pada tahun 2007, cabang industri yang mengalami pertumbuhan positif adalah industri alat angkut, mesin dan peralatannya sebesar 9,73 persen, industri kertas dan barang cetakan 5,79 persen dari tahun 2006 diikuti 14
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab II: Rencana Kerja Pembangunan Sektor Industri Tahun 2008
industri pupuk, kimia dan barang dari karet 5,69 persen, industri makanan, minuman dan tembakau 5,05 persen. Sedangkan cabang industri yang mengalami pertumbuhan negatif adalah industri tekstil, barang kulit dan alas kaki sebesar -3,68 persen, industri barang kayu dan hasil hutan lainnya -1,74 persen, dan industri barang lainnya -2,82 persen. Sampai tahun 2007 sektor industri pengolahan seperti tahun-tahun sebelumnya masih tetap menjadi penyumbang utama pada perekonomian (PDB) nasional. Sektor industri pengolahan memberi kontribusi sekitar 27,01 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sekitar 14,93 persen dan sektor pertanian sekitar 13,83 persen. Sedangkan sektor industri pengolahan non-migas memiliki kontribusi sekitar 22,40 persen terhadap PDB nasional. Cabang-cabang industri yang memberikan sumbangan tinggi terhadap PDB industri pengolahan non-migas, adalah cabang industri makanan, minuman dan tembakau (29,79 persen); industri alat angkut, mesin dan peralatannya (28,70 persen); industri pupuk, kimia dan barang dari karet (12,49 persen); serta industri tekstil, barang kulit dan alas kaki (10,56 persen). Cabang-cabang industri lainnya memiliki peran di bawah 10 persen. Membaiknya kinerja industri manufaktur masih dibayangi permasalahan yang cukup kompleks. Belum berkembangnya industri bahan baku dan industri penunjang di dalam negeri merupakan masalah utama yang dihadapi. Hal ini tercermin dari besarnya ketergantungan komponen impor, bahan baku dan setengah jadi, sebagaimana yang terjadi pada industri kimia, otomotif, dan elektronika. Kondisi ini yang mengakibatkan lemahnya keterkaitan antara industri hulu dan hilir, sehingga struktur industri secara keseluruhan masih rentan. Masalah lain yang menuntut perhatian adalah lemahnya penguasaan teknologi industri. Sebagian besar produk industri pengolahan non-migas termasuk dalam kategori teknologi medium. Ketertinggalan atas penguasaan teknologi mengakibatkan daya saing produk industri cenderung lemah dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat. Lemahnya daya saing juga dipengaruhi oleh berbagai masalah eksternal, seperti masih terjadinya ekonomi biaya tinggi, maraknya penyelundupan, isu perburuhan, masalah kepastian hukum dan keamanan. Terbatasnya sarana dan prasarana yang ada dalam mendukung pembangunan industri di daerah, juga menjadi masalah yang perlu segera diatasi. Keterbatasan infrastruktur, di wilayah timur Indonesia, serta di pedalaman dan perbatasan, menyebabkan pembangunan industri, terutama industri kecil, sulit berkembang, sehingga berpotensi menimbulkan kesenjangan pembangunan antar daerah. 2.2. Sasaran Pembangunan Industri Tahun 2008 Sebagaimana yang telah diutarakan, rencana pembangunan sektor industri tahun 2008 disusun berdasarkan berbagai kemajuan yang sudah dicapai pada tahun 2007 dan tahun-tahun sebelumnya, masalah dan tantangan yang dihadapi pada tahun 2008, serta berbagai sasaran yang harus dicapai dalam RPJMN 2004 – 2009, Renstra Departemen Perindustrian 2004 – 2009 dan RKP 2008. LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
15
Bab II: Rencana Kerja Pembangunan Sektor Industri Tahun 2008
Tema Pembangunan Industri pada tahun 2008 adalah “Percepatan Pembangunan Industri Nasional dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing Industri”. Rencana Kerja Pembangunan sektor industri tahun 2008 selanjutnya dijabarkan untuk mendukung pencapaian hasil sebagaimana ditetapkan dalam tema tersebut. Dengan melihat permasalahan dan tantangan yang ada, sasaran pembangunan sektor industri tahun 2008 ditetapkan pada hal-hal sebagai berikut: 1. Meningkatnya daya saing industri manufaktur secara berkelanjutan dengan indikator makin besarnya pangsa pasar domestik yang dikuasai oleh industri dalam negeri dan meningkatnya ekspor produk manufaktur; 2. Meningkatnya kemampuan inovasi industri dan termasuk penerapan standarisasi dan teknologi bagi industri manufaktur; 3. Meningkatnya kemampuan fasilitasi pengembangan klaster industri inti; 4. Meningkatnya kemampuan daerah dalam membangun kompetensi inti daerah; 5. Meningkatnya peran industri kecil dan menengah; 6. Berkembangnya kemampuan SDM aparatur negara baik di daerah maupun di pusat serta dunia usaha khususnya IKM. Secara kuantitatif, sasaran pertumbuhan industri pada tahun 2008 awalnya diproyeksikan sebesar 8,40 persen, dengan rincian pertumbuhan tiap Kelompok Lapangan Usaha Industri diproyeksikan sebagai berikut: (1) industri makanan, minuman dan tembakau 9,00 persen; (2) tekstil, barang kulit dan alas kaki 4,50 persen; (3) barang kayu dan hasil hutan lainnya 3,00 persen; (4) kertas dan barang cetakan 8,60 persen; (5) pupuk, kimia dan barang dari karet 7,40 persen; (6) semen dan bahan galian non logam 5,50 persen; (7) logam dasar, besi & baja 6,20 persen; (8) alat angkut, mesin dan peralatan 10,75 persen; serta (9) barang lainnya 6,40 persen. 2.3. Arah Kebijakan Pembangunan Industri Tahun 2008 Pembangunan industri nasional ke depan menuntut sinergi antara pusat dan daerah. Untuk itu penyusunan kebijakan akan dilaksanakan melalui pendekatan top-down dan bottom-up. Melalui pendekatan top-down, kebijakan pembangunan industri direncanakan oleh Pusat (by design) yang antara lain dalam bentuk penetapan industri prioritas. Sedangkan melalui pendekatan bottom-up, kebijakan industri di daerah ditetapkan berdasarkan kompetensi inti industri daerah yang bersangkutan. Keserasian antara kedua pendekatan ini diyakini akan meningkatkan daya saing secara nasional. Kebijakan pembangunan industri tahun 2008 akan diarahkan pada upayaupaya untuk : 1) Peningkatan daya saing industri melalui penyelesaian berbagai masalah yang dihadapi oleh 10 klaster industri prioritas dan klaster-klaster industri prioritas terkait perbaikan iklim investasi dan berusaha, peningkatan koordinasi lintas sektor dan para pemangku kepentingan, peningkatan
16
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab II: Rencana Kerja Pembangunan Sektor Industri Tahun 2008
penggunaan produk dalam negeri, penguatan pasar Indonesia, serta membangun kompetensi inti daerah; 2) Peningkatan kemampuan inovasi teknologi melalui penerapan standardisasi, akreditasi, pengendalian mutu dan pengembangan teknologi baru yang siap diterapkan di industri serta membangun sistem informasi keindustrian; 3) Pemberdayaan industri kecil dan menengah dalam rangka penyerapan tenaga kerja dan peningkatan ekspor; 4) Pembangunan strategi implementasi pada klaster industri prioritas melalui peningkatan kerjasama hakiki baik antar anggota klaster maupun antar klaster; 5) Perumusan intervensi langsung pemerintah yang lebih efektif, baik untuk 10 kelompok industri prioritas dan klaster industri terkait, terutama dalam bidang : (a) pengembangan litbang (R&D) untuk pembaruan dan inovasi teknologi produksi, termasuk pada pengembangan manajemen produksi yang memperhatikan kesinambungan lingkungan dan teknik produksi yang ramah lingkungan (clean production); (b) peningkatan kompetensi, keahlian, dan keterampilan tenaga kerja; (c)
penyediaan layanan informasi pasar produk dan faktor produksi baik di dalam maupun luar negeri;
(d) penyediaan sarana dan prasarana umum pengendalian mutu dan pengembangan produk; (e) memfasilitasi dan mengkoordinasikan industri bekerjasama dengan daerah.
pembangunan
kawasan
2.4. Kebijakan Prioritas Pembangunan Sektor Industri Tahun 2008 Dengan belum baiknya kinerja sektor industri, karena adanya berbagai kendala yang masih dihadapi serta berbagai hal yang telah diuraikan sebelumnya, maka garis besar prioritas kegiatan yang dilaksanakan meliputi: A. Perbaikan Iklim Usaha dan Investasi 1) Menyusun peraturan terkait kepentingan sektor industri, antara lain: usulan rekomendasi peraturan verifikasi dalam rangka pemberian insentif impor bahan baku, peraturan mengenai penggunaan bahan kimia, penyelesaian revisi UU Perindustrian, Perpajakan, Penanaman Modal beserta peraturan pelaksanaannya; 2) Mengusulkan pemberian insentif (fiskal dan/atau non fiskal) bagi industri-industri tertentu maupun kawasan atau wilayah tertentu, dalam rangka meningkatkan daya saing, serta melakukan evaluasi efektivitas pemberian insentif; 3) Melakukan evaluasi mengenai program harmonisasi tarif dan penetapan tingkat tarif bea masuk produk-produk industri tertentu dengan diberlakukannya BTBMI 2007; LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
17
Bab II: Rencana Kerja Pembangunan Sektor Industri Tahun 2008
4) Menyusun kebijakan sektor industri dalam rangka pelaksanaan berbagai free trade arrangement, utamanya ditinjau dari sisi kebijakan tarif dan nontarif, perpajakan (PPN dan PPnBM), fasilitasi perdagangan (penerapan Asean Single Window); 5) Memprakarsai dan mengkoordinasikan pengembangan kawasan industri khusus; 6) Pendirian/penumbuhan RICE dan ITC Park; 7) Merevitalisasi Pusat Data dan Informasi serta mengembangkan konektivitas jaringan dengan daerah-daerah. B. Perumusan Koordinasi Pembangunan, Rencana Aksi dan Peningkatan Investasi Pengembangan 10 Klaster Industri Prioritas serta Industri Pendukung dan Terkait 1) Menyusun mekanisme dan prosedur koordinasi diantara klaster terkait; 2) Mengkaji ulang terhadap peraturan dan perundang-undangan yang menghambat daya saing industri serta menghambat pengembangan klaster; 3) Melakukan review regulasi Perda yang menghambat pengembangan klaster. C. Pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah 1)
Penyusunan sistem dan mekanisme kerjasama (aliansi) antara IKM dan industri besar;
2)
Fasilitasi layanan IKM melalui pembangunan baru beberapa Unit Pelayanan Teknis (UPT) dan sejumlah 20 UPT;
3)
Pembinaan strategi terpadu IKM di daerah (dekonsentrasi) melalui operasional 40 UPT;
4)
Pelaksanaan paket Pelatihan Shindan;
5)
Melanjutkan pengembangan dan memperkuat IKM tertentu seperti IKM kerajinan dan rami, batu mulia dan perhiasan, garam rakyat serta gerabah/keramik;
6)
Pengembangan kompetensi inti di daerah yang memiliki keunggulan spesifik (unique) untuk meningkatkan daya saing daerah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi daerah;
7)
Perkuatan kelembagaan LPT-Indag di 4 Propinsi;
8)
Meningkatkan kemampuan manajemen mutu (ISO 9000);
9)
Meningkatkan fasilitasi pemasaran dan promosi IKM baik di dalam negeri maupun pasar luar negeri;
IKM
untuk
10) Mengembangkan sentra-sentra industri.
18
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
dapat
menerapkan
Bab II: Rencana Kerja Pembangunan Sektor Industri Tahun 2008
D. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri 1) Menyusun RUU dan PP tentang Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri; 2) Menyempurnakan peraturan-peraturan pendukung Kepres 10 tahun 2003; 3) Melakukan survey/pengumpulan data untuk penyusunan Buku Daftar Inventaris Barang dan Jasa Produksi Dalam Negeri; 4) Melakukan Verifikasi TKDN bekerjasama dengan Lembaga Surveyor Independen; 5) Sosialisasi Permenperind No. 11/2006 tentang Pedoman Teknis Penggunaan Produksi Dalam Negeri ke Pengguna Barang/Jasa; 6) Sosialisasi Metode Perhitungan TKDN (Self-Assesment) kepada produsen (penyedia) barang/jasa dalam negeri; 7) Monitoring dan evaluasi implementasi Peraturan Menteri Perindustrian No. 11 tahun 2006 di beberapa propinsi. E. Peningkatan Kemampuan Lembaga Diklat Industri dan Peningkatan SDM Aparatur 1) Menyelesaikan dan mempersiapkan status hukum bagi akademi dan sekolah tinggi di lingkungan Departemen Perindustrian; 2) Melaksanakan revitalisasi fungsi-fungsi Pusdiklat dan kemampuan sekolah dan BDI; 3) Memperkuat kapasitas kelembagaan penyedia tenaga kerja industrial yang terampil; 4) Membangun 5 sekolah untuk mendukung klaster industri di daerah sumber bahan baku; 5) Menyelesaikan diklat sistem industri baik untuk aparat pusat maupun daerah; 6) Membangun lembaga sertifikasi profesi tenaga kerja industri. F. Penguatan Daya Saing Daerah 1) Menyusun pedoman dalam mengembangkan Kawasan Industri di daerah; 2) Menyusun mekanisme dan prosedur kerjasama antar daerah; 3) Mendirikan beberapa UPT baru yang memiliki sumber bahan baku dan revitalisasi sejumlah UPT yang ada; 4) Membuat Pilot Project pengembangan industri komoditi primer; 5) Mempercepat pembangunan industri di Papua dan Irian Jaya Barat.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
19
Bab II: Rencana Kerja Pembangunan Sektor Industri Tahun 2008
G. Pengembangan dan Penerapan Standarisasi 1) Menyusun pedoman dan mekanisme sertifikasi profesi tenaga kerja industri;
pengembangan
lembaga
2) Menyusun pedoman koordinasi antara lembaga sertifikasi produk industri; 3) Membina pengawasan standardisasi dan akreditasi bagi 22 Balai Besar dan Baristand; 4) Memfasilitasi peningkatan kemampuan IKM untuk dapat menerapkan manajemen mutu (ISO.9000); 5) Memfasilitasi terbentuknya 10 lembaga sertifikasi profesi tenaga kerja industri; 6) Memfasilitasi pembentuk lembaga sertifikasi produk industri; 7) Menyusun dan penerapan standar; 8) Meningkatkan fasilitasi laboratorium uji untuk SNI wajib. 2.5. Kegiatan Prioritas Tahun 2008 Sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah tahun 2008 dan Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan Nomor: 0093/M.PPN/03/2007 dan SE226/MK.02/2007 tanggal 30 Maret 2007, telah ditetapkan Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri Tahun 2008, sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Kegiatan Prioritas Departemen Perindustrian Tahun 2008 No
20
Nama Kegiatan
Keluaran Propinsi
1
Pemberdayaan IKM
33
2
Pembantuan Pembinaan IKM
100 Kab/Kota
3
Peningkatan Standarisasi Industri
162 RSNI
4
Penguatan & Pengembangan Klaster Industri
10
5
Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN)
600 Produk
6
Pengembangan Kawasan Industri
8
Kawasan
7
Fasilitasi Layanan IKM
45
UPT
8
Pilot Proyek PengembanganIndustri Baja
1
Pilot Proyek
9
Perluasan Penerapan Standarisasi, Akreditasi & Mutu
Klaster
700 Perusahaan
10 Pengembangan Teknologi Baru & Aplikasi ke Industri
10
Teknologi
11 Pengembangan Industri Hilir Dalam Nilai Tambah Komoditi Ekspor Primer
3
Komoditi
12 Restrukturisasi Permesinan Industri
100 Perusahaan
13 Pengembangan Kompetensi Inti Daerah
70
Kab/Kota
14 Pengembangan Industri Bahan Bakar Nabati
52
Unit Pengolahan
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab II: Rencana Kerja Pembangunan Sektor Industri Tahun 2008
Disamping Kegiatan Prioritas di RKP juga terdapat kegiatan tahun 2008 yang mendapat prioritas Departemen Perindustrian, yaitu :
memperkuat dan mengembangkan klaster industri prioritas yang didukung oleh sarana dan prasarana klaster;
melaksanakan fasilitasi layanan pengembangan sentra-sentra IKM melalui pembangunan Unit Pelayanan Teknis (UPT) dan revitalisasi UPT;
melaksanakan pembinaan Terpadu IKM di daerah melalui program Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;
melaksanakan pembinaan kemampuan teknologi industri melalui layanan teknologi industri dan pengembangan teknologi baru yang siap dialihkan ke industri;
meningkatkan daya saing daerah melalui pembangunan kompetensi inti daerah;
melakukan pembinaan Pengawasan Standardisasi, Akreditasi dan Pengendalian Mutu melalui pengembangan SNI serta pembinaan standardisasi;
melakukan pengembangan sistem informasi industri yang terhubungkan dengan daerah-daerah;
melaksanakan pengembangan kapasitas diklat baik aparatur maupun untuk industri.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
21
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
BAB III PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2008 3.1 Perkembangan Lingkungan Strategis International Monetary Fund (IMF) pada Bulan Oktober 2008 memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2008 hanya akan mencapai 3,9 persen, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya yang mampu mencapai 5,0 persen, dimana pada tahun tersebut pertumbuhan ekonomi negara-negara maju mencapai 1,5 persen. Negara-negara yang pertumbuhannya akan cukup tinggi yaitu Afrika (5,9 persen), Timur Tengah (6,4 persen), Eropa Tengah & Timur (4,5 persen) dan Asia (8,4 persen). Sedangkan di Asia adalah China (9,7 persen), India (7,9 persen), Laos (7,5 persen), dan Kamboja (7,0 persen). Secara rinci perkembangan pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dunia tersebut antara lain: 1. Krisis sektor keuangan internasional sebagai akibat krisis kredit perumahan AS (US subprime mortgages); 2. Fluktuasi harga minyak mentah dunia yang terjadi pada awal tahun dan baru kembali turun menjelang akhir tahun yang berada pada level harga US$ 45 per barel; 3. Meningkatnya inflasi di negara-negara berkembang sebagai akibat dari kenaikan harga pangan dan komoditi primer; 4. Terjadinya ketegangan geopolitik di beberapa belahan dunia. 3.2 Perkembangan Makro Industri Indonesia Secara kumulatif ekonomi Indonesia pada triwulan ketiga 2008 tumbuh sebesar 6,29 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (YoY) (Tabel 3.2). Pertumbuhan ini lebih rendah dari target dalam APBN-P 2008 yang mentargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini 6,4 persen. Pertumbuhan tertinggi pada Triwulan III 2008 lebih banyak terjadi pada sektor-sektor jasa (non-tradable) dibanding sektor-sektor barang (tradable). Sektor-sektor jasa yang mengalami pertumbuhan tinggi adalah pengangkutan & komunikasi (18,96 persen), listrik, gas & air bersih (11,72 persen), keuangan, bangunan (7,87 persen), real estate & jasa perusahaan (8,49 persen), perdagangan, hotel dan restoran (7,48 persen), serta sektor jasa-jasa (6,27 persen).
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
23
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
Tabel 3.1. Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara
I. Dunia II.Negara Maju 1.AS 2. Uni Eropa 3. Jepang 4. Inggris 5. Kanada 6. Korea 7. Australia 8. Taiwan 9. Swedia 10. Swiss 11. Hongkong 12. Denmark 13. Norwegia 14. Israel 15. Singapura 16. New Zealand 17. Cyprus 18. Iceland III.Afrika IV.Eropa Tengah & Timur V.Asia 1. Brunei Darussalam 2. Kamboja 3. China 4. India 5. Indonesia 6. Laos PDR 7. Malaysia 8. Myanmar 9. Filipina 10.Thailand 11.Timor Leste 12.Vietnam VI.Timur Tengah 1.Bahrain 2. Mesir 3. Iran 4. Qatar 5. Saudi Arabia 6. Uni Emirat Arab
1990– 2000– 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 99 09 2.9 4.0 4.7 2.2 2.8 3.6 4.9 4.5 5.1 5.0 3.9 3.0 2.7 2.2 4.0 1.2 1.6 1.9 3.2 2.6 3.0 2.6 1.5 0.5 3.1 2.2 3.7 0.8 1.6 2.5 3.6 2.9 2.8 2.0 1.6 0.1 ... 1.8 3.8 1.9 0.9 0.8 2.1 1.6 2.8 2.6 1.3 0.2 1.5 1.5 2.9 0.2 0.3 1.4 2.7 1.9 2.4 2.1 0.7 0.5 2.2 2.6 3.9 2.5 2.1 2.8 2.8 2.1 2.8 3.0 1.0 –0.1 2.4 2.6 5.2 1.8 2.9 1.9 3.1 2.9 3.1 2.7 0.7 1.2 6.1 4.9 8.5 3.8 7.0 3.1 4.7 4.2 5.1 5.0 4.1 3.5 3.3 3.1 3.5 2.1 4.2 3.0 3.9 2.8 2.7 4.2 2.5 2.2 6.5 4.6 5.8 –2.2 4.6 3.5 6.2 4.2 4.9 5.7 3.8 2.5 1.7 2.7 4.4 1.1 2.4 1.9 4.1 3.3 4.1 2.7 1.2 1.4 1.1 2.1 3.6 1.2 0.4 –0.2 2.5 2.5 3.4 3.3 1.7 0.7 3.5 5.0 8.0 0.5 1.8 3.0 8.5 7.1 7.0 6.4 4.1 3.5 2.4 1.7 3.5 0.7 0.5 0.4 2.3 2.5 3.9 1.7 1.0 0.5 3.6 2.4 3.3 2.0 1.5 1.0 3.9 2.7 2.5 3.7 2.5 1.2 5.4 4.8 8.9 –0.3 –0.6 1.8 5.0 5.1 5.2 5.4 4.3 2.8 7.5 6.3 10.1 –2.4 4.2 3.5 9.0 7.3 8.2 7.7 3.6 3.5 2.5 3.0 3.8 2.6 4.9 4.1 4.5 2.7 1.9 3.2 0.7 1.5 3.7 3.6 5.0 4.0 2.1 1.9 4.2 3.9 4.0 4.4 3.4 2.8 2.2 3.9 4.3 3.9 0.1 2.4 7.7 7.4 4.4 4.9 0.3 –3.1 2.3 5.7 3.5 4.9 6.2 5.4 6.5 5.8 6.1 6.3 5.9 6.0 1.2 4.8 4.9 0.4 4.2 4.8 6.9 6.1 6.7 5.7 4.5 3.4 7.2 8.2 7.0 5.8 6.9 8.2 8.6 9.0 9.9 10.0 8.4 7.7 ... 2.3 2.9 2.7 3.9 2.9 0.5 0.4 4.4 0.6 –0.5 2.8 ... 9.0 8.8 8.1 6.6 8.5 10.3 13.3 10.8 10.2 7.0 6.0 9.9 9.9 8.4 8.3 9.1 10.0 10.1 10.4 11.6 11.9 9.7 9.3 5.6 7.2 5.7 3.9 4.6 6.9 7.9 9.1 9.8 9.3 7.9 6.9 4.1 5.2 5.4 3.6 4.5 4.8 5.0 5.7 5.5 6.3 6.1 5.5 6.4 6.7 5.8 5.7 5.9 6.1 6.4 7.1 8.1 7.9 7.5 6.8 7.1 5.5 8.7 0.5 5.4 5.8 6.8 5.3 5.8 6.3 5.8 4.8 6.0 10.4 13.7 11.3 12.0 13.8 13.6 13.6 12.7 5.5 2.0 6.0 2.8 4.9 6.0 1.8 4.4 4.9 6.4 5.0 5.4 7.2 4.4 3.8 5.1 4.9 4.8 2.2 5.3 7.1 6.3 4.5 5.1 4.8 4.7 4.5 ... 8.2 15.5 16.5 –6.7 –6.2 0.3 2.3 –3.4 19.8 2.5 0.6 7.4 7.3 6.8 6.9 7.1 7.3 7.8 8.4 8.2 8.5 6.3 5.5 4.3 5.4 5.5 2.6 3.8 7.1 5.8 5.7 5.7 5.9 6.4 5.9 4.8 6.1 5.2 4.6 5.2 7.2 5.6 7.9 6.5 6.0 6.3 6.0 4.1 5.1 5.4 3.5 3.2 3.2 4.1 4.5 6.8 7.1 7.2 6.0 5.1 5.6 5.1 3.7 7.5 7.2 5.1 4.7 5.8 6.4 5.5 5.0 4.2 12.3 10.9 6.3 3.2 6.3 17.7 9.2 15.0 15.9 16.8 21.4 3.1 4.1 4.9 0.5 0.1 7.7 5.3 5.6 3.0 3.5 5.9 4.3 5.4 7.6 12.4 1.7 2.6 11.9 9.7 8.2 9.4 7.4 7.0 6.0
Sumber: World Economic Outlook IMF, Oktober 2008
Sedangkan sektor-sektor barang, seperti industri pengolahan (termasuk migas); pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan; serta sektor Pertambangan dan Penggalian, yang diharapkan dapat menyerap angkatan kerja baru dan mengurangi angka pengangguran, justru pertumbuhannya dibawah pertumbuhan ekonomi.
24
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
Tiga sektor utama yaitu sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan bersama-sama mempunyai peran sebesar 56,51 persen. Sampai saat ini sektor industri pengolahan masih tetap menjadi penyumbang tertinggi pada perekonomian (PDB) nasional. Sektor industri pengolahan memberi sumbangan sekitar 27,27 persen; sektor perdagangan, hotel dan restoran 14,33 persen; dan sektor pertanian 14,9 persen. Sedangkan sektor industri pengolahan non-migas sendiri memiliki kontribusi sekitar 22,51 persen terhadap PDB nasional. Tabel 3.2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (YoY)
LAPANGAN USAHA Pertanian,Peternakan, Kehutanan & Perikanan Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan (termasuk migas) Listrik, Gas & Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Real Estat & Jasa Persh. Jasa-jasa Perekonomian Nasional (PDB) Sumber : BPS diolah Depperin
2005
2006
2007
Tr-III 2008
(%)
(%)
(%)
(%)
2,72 3,20 4,60 6,30 7,54 8,30 12,76 6,70 5,16 5,69
3,36 1,70 4,59 5,76 8,34 6,42 14,38 5,47 6,16 5,51
3,50 1,98 4,66 10,40 8,61 8,46 14,38 7,99 6,60 6,32
4,32 -0,27 4,18 11,72 7,87 7,48 18,96 8,49 6,27 6,29
Dibalik tingginya sumbangan terhadap PDB nasional selama 2 tahun terakhir (2007 – 2008) ternyata pertumbuhan sektor industri non-migas berada dibawah pertumbuhan nasional padahal sebelumnya selalu diatas pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2007 pertumbuhan industri non-migas mencapai 5,15 persen dan pada tahun 2008 s.d triwulan III 2008 baru mencapai 4,75 persen. Bila diamati dari masing-masing subsektor (cabang) industri non-migas, pada Triwulan III tahun 2008, cabang industri yang mengalami pertumbuhan positif adalah industri alat angkut, mesin dan peralatan yaitu tumbuh 13,82 persen; industri pupuk, kimia dan barang dari karet tumbuh 5,18 persen; industri barang kayu dan hasil hutan 2,05 persen; dan industri logam dasar, besi dan baja sebesar 1,25 persen. Sedangkan cabang-cabang industri di luar yang disebutkan mengalami pertumbuhan negatif (Tabel 3.3). Dengan melihat keadaan ekonomi nasional sampai dengan kuartal ketiga tahun 2008 maka diperkirakan industri pada tahun 2008 hanya akan mampu membukukan pertumbuhan di sekitar 4,8 persen. Prognosa ini didasarkan pada asumsi bahwa tingkat pertumbuhan investasi yang relatif rendah, kondisi sektor riil yang belum pulih, melemahnya kondisi moneter di akhir tahun yang terseret oleh arus krisis finansial global. Industri nasional sebagaimana disinggung pada butir 2.2 pada tahun 2008 sebenarnya diharapkan mampu tumbuh 8,4 persen.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
25
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
Cabang-cabang industri yang memberikan sumbangan tinggi terhadap pembentukan PDB industri pengolahan non-migas, adalah cabang industri alat angkut, mesin dan peralatannya (32,34 persen); industri makanan, minuman dan tembakau (28,15 persen); industri pupuk, kimia dan barang dari karet (13,52 persen); serta industri tekstil, barang kulit dan alas kaki (11,00 persen). Cabang-cabang industri lainnya memiliki peran di bawah 9 persen. Detail tersaji pada Tabel 3.4. Tabel 3.3. Pertumbuhan Industri Non-migas s.d Tr III 2008 dan Prognosa 2007 (YoY)
CABANG INDUSTRI Makanan, Minuman & Tembakau Tekstil, Barang Kulit & Alas Kaki Barang Kayu & Hasil Hutan Kertas & Barang Cetakan Pupuk, Kimia & Barang dari Karet Semen & Brg. Galian Non Logam Logam Dasar, Besi & Baja Alat Angkut, Mesin & Peralatan Barang Lainnya Total Industri Sumber: BPS diolah Depperin
2005
2006
2007
Tr-III 2008
(%)
(%)
(%)
(%)
2,75 1,31 -0,92 2,39 8,77 3,81 -3,70 12,38 2,61 5,86
7,21 1,23 -0,66 2,09 4,48 0,53 4,73 7,55 3,62 5,27
5,05 -3,68 -1,74 5,79 5,69 3,40 1,69 9,73 -2,82 5,15
-0,84 -3,41 2,05 -0,22 5,18 -1,30 1,25 13,82 -3,31 4,57
Prognosa 2008 (%) 3,20 -2,50 -0,10 3,90 1,00 -1,50 3,10 11,59 -3,24 4,80
Tabel 3.4. Peranan masing-masing Cabang Industri terhadap PDB Sektor Industri CABANG INDUSTRI Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. Kertas dan Barang cetakan Pupuk, Kimia & Barang dari karet Semen & Brg. Galian bukan logam Logam Dasar Besi & Baja Alat Angk., Mesin & Peralatannya Barang lainnya Total Industri Sumber : BPS diolah Depperin
2005 28,58 12,40 5,67 5,45 12,25 3,95 2,96 27,81 0,93 100,00
Persen (%) 2006 2007 28,46 12,06 5,97 5,30 12,59 3,88 2,77 28,02 0,95 100,00
29,79 10,56 6,19 5,12 12,49 3,70 2,58 28,70 0,85 100,00
Tr-III 2008 28,15 11,00 4,06 5,31 13,52 3,34 1,68 32,34 0,79 100,00
Perkembangan ekspor nasional selama empat tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup menggembirakan. Total realisasi ekspor pada tahun 2005 tercatat sebesar US$ 85,66 miliar yang meningkat 19,66 persen dari tahun 2004, dan terus meningkat, sehingga total ekspor mencapai US$ 93,3 miliar. Tingginya ekspor pada tahun 2007 didorong oleh pertumbuhan ekspor hasil industri migas dan non-migas. Sementara itu nilai ekspor Indonesia untuk periode Januari – Oktober 2008 telah mencapai US$ 118,4 miliar atau meningkat 26,9 persen dibanding 26
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
periode yang sama tahun 2007. Pada periode yang sama tahun 2008 ekspor non-migas mencapai US$ 92,25 miliar atau meningkat 17,8 persen dibanding periode yang sama tahun 2007. Dari Januari sampai dengan Oktober 2008, nilai ekspor komoditi TPT mencapai US$ 8,58 miliar atau naik 5,3 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, begitu pula komoditi elektronika, telematika dan mesin listrik mengalami kenaikan sebesar 10,6 persen menjadi US$ 11,49 miliar. Ekspor komoditi industri yang mengalami pertumbuhan yang paling tinggi (71,6 persen) adalah komoditi lemak dan minyak hewan/nabati yang mencapai US$ 13,57 miliar, disusul komoditi kopi, teh dan rempah-rempah yang tumbuh sekitar 56,5 persen menjadi US$ 1,26 miliar. Tabel 3.5. Perkembangan Ekspor Non-migas Januari s.d Oktober 2008 (YoY) U R AI AN Tekstil Dan Produk Tekstil Elektronika, Telematika, Mesin Listrik Dll Besi Baja, Mesin & Otomotif Kayu Dan Barang Dari Kayu Kulit, Brg. Dari Kulit Dan Alas Kaki Biji Tembaga Dan Pekatannya Kimia Dasar Dan Kimia Lainnya Kertas Dan Brg. Dari Kertas Batu Bara Ikan, Udang Dan Kerang-Kerangan Karet Alam Dan Brg. Dari Karet Lemak Dan Minyak Hewani/Nabati Permata Dan Perhiasan Kopi, Teh Dan Rempah-Rempah Biji Coklat/Kakao Makanan Dan Minuman Lain-Lain Non Migas Migas Total
2006
2007
9,446.3 11,988.3 3,787.7 3,355.6 1,902.6 6,898.5 4,067.6 3,983.3 6,410.0 1,642.9 5,529.1 6,172.2 698.1 920.6 855.0 1,121.7 10,809.5 79,589.1 21,209.5 100,798.6
9,810.2 12,652.3 4,377.7 3,128.2 2,002.9 7,835.6 5,326.1 4,440.5 7,122.5 1,723.0 6,248.7 10,339.3 897.5 1,036.9 924.2 1,345.0 12,801.7 92,012.3 22,088.6 114,100.9
Jan-Okt 2007 8,150.0 10,388.9 3,551.3 2,584.0 1,627.5 7,004.2 4,482.8 3,565.6 5,852.9 1,408.3 5,066.7 7,909.8 769.5 804.6 751.3 1,076.4 10,856.6 75,850.3 17,464.5 93,314.9
Jan-Okt* 2008 8,581.8 11,494.0 5,262.3 2,481.9 1,838.2 5,724.2 5,096.2 4,522.1 8,745.4 1,645.1 6,796.4 13,569.9 840.7 1,259.0 1,034.3 1,627.9 11,735.5 92,255.0 26,177.4 118,432.4
% Perub. 5.3 10.6 48.2 -4.0 12.9 -18.3 13.7 26.8 49.4 16.8 34.1 71.6 9.2 56.5 37.7 51.2 8.1 21.6 49.9 26.9
Catatan: *Angka Sementara Sumber : BPS, diolah Depperin
Dilihat dari sisi impor,sejak Januari – Oktober tahun 2008 terjadi peningkatan nilai sebesar 86,75 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu menjadi US$ 112,16 miliar, dimana impor barang konsumsi naik sebesar 26,71 persen menjadi US$ 7,38 miliar, impor bahan baku/penolong meningkat 93,47 persen menjadi US$ 87,36 miliar dan impor barang modal juga meningkat menjadi US$ 17,41 miliar atau meningkat 91,92 persen. Peningkatan impor barang modal dan bahan baku/penolong yang relatif tinggi memperlihatkan relatif masih rendahnya ketersediaan barang modal dan bahan baku produksi dalam negeri yang digunakan dalam kegiatan sektor industri pada tahun 2008.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
27
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
Dari sisi penanaman modal realisasi PMDN sektor industri menurun sebesar 50 persen dibanding tahun 2007, walaupun sektor ini masih merupakan sektor yang paling banyak diminati oleh perusahaan-perusahaan di dalam negeri. Prognosa PMDN sektor industri tahun 2008 diperkirakan hanya mencapai 13 triliun rupiah dengan jumlah perusahaan investasi sekitar 169. Sampai dengan bulan September 2008 industri yang mengalami penurunan terbesar terjadi pada industri kertas dan percetakan (dari sebesar Rp 14,55 triliun menjadi hanya Rp 40 miliar). Secara detail proyeksi realisasi PMDN dapat dilihat pada Tabel 3.6. Tabel. 3.6 Perkembangan Realisasi Investasi PMDN menurut Cabang Industri No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Cabang Industri Industri Makanan Industri Tekstil Industri Barang dari Kulit & Alas Kaki Industri Kayu Industri Kertas dan Percetakan Industri Kimia & Farmasi Industri Karet dan Plastik Industri Mineral Non Logam Industri Logam, Mesin & Elektronika Industri Instru. Kedokteran, Presisi & Optik dan Jam Industri Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain Industri Lainnya JUMLAH
P 19 7 1 9 9 10 11 4 22 4 96
2006 2007 I P I 3,175.3 27 5,371.7 81.7 8 228.2 4.0 2 58.5 709.0 3 38.8 1,871.2 8 14,548.2 3,248.9 14 1,168.2 253.6 10 564.5 218.2 2 124.2 3,334.2 17 3,541.6 0.0 0.0 116.6 8 609.4 0.0 2 36.5 13,012.7 101 26,289.8
2008* P 40 16 2 1 10 19 16 4 25 5 2 140
Prognosa 2008 I P I 6,946.2 52 8,474.2 454.1 18 586.7 10.1 2 10.1 17.7 1 17.7 398.5 10 398.5 433.1 23 501.4 297.1 20 374.0 172.7 5 183.5 2,085.8 28 2,147.8 0.0 0 0.0 310.4 7 376.1 18.0 3 23.5 11,143.7 169 13,093.6
Sumber BKPM, diolah Depperin CATATAN : 1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya, Perjanjian Karya, Pengusahaan Pertambangan Batubara, Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, Investasi Porto folio (Pasar Modal) dan Investasi Rumah Tangga 2 P
: Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan , I : Nilai Realisasi Investasi dalam Rp. Miliar
* Data sementara, termasuk izin usaha tetap yang dikeluarkan oleh daerah yang diterima BKPM sampai dengan tanggal 30 September 2008
Kondisi realisasi investasi yang kurang menggembirakan di sektor industri ternyata terjadi juga pada realisasi investasi PMA, dimana diperkirakan realisasi investasi PMA sektor industri (Tabel 3.7) pertumbuhannya tahun 2008 kurang dari 1 persen lebih tinggi dibanding sebelumnya atau mencapai US$ 4,77 miliar untuk 424 proyek. Secara total sampai bulan September tahun 2008, realisasi investasi PMA mencapai US$ 13,78 miliar untuk 856 proyek, dimana 354 proyek senilai US$ 3,75 miliar merupakan investasi di sektor industri pengolahan, diantaranya adalah industri logam, mesin dan elektronika (98 proyek); industri tekstil (55 proyek); industri karet dan plastik (35 proyek); kendaraan bermotor dan alat transportasi lainnya (34 proyek); industri makanan (29 proyek); industri kimia dan farmasi (25 proyek).
28
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008 Tabel. 3.7 Perkembangan Realisasi Investasi PMA menurut Cabang Industri No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Cabang Industri Industri Makanan Industri Tekstil Industri Barang dari Kulit & Alas Kaki Industri Kayu Industri Kertas dan Percetakan Industri Kimia & Farmasi Industri Karet dan Plastik Industri Mineral Non Logam Industri Logam, Mesin & Elektronika Industri Instru. Kedokteran, Presisi & Optik dan Jam Industri Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain Industri Lainnya JUMLAH
2006 P 45 61 11 18 16 32 33 7 86 1 28 25 363
I P 354.4 53 424.0 63 51.8 10 58.9 17 747.0 11 264.6 32 112.7 36 94.8 6 955.2 99 0.2 1 438.5 38 117.1 24 3,619.2 390
2007 I 704.1 131.7 95.9 127.9 672.5 1,611.7 157.9 27.8 714.1 10.9 412.3 30.2 4,697.0
2008* P 29 55 15 12 13 25 35 9 98 7 34 22 354
I 432.5 160.4 139.4 93.5 294.4 571.6 209.9 207.0 936.3 15.6 669.0 17.1 3,746.5
Prognosa 2008 P I 43 707.2 65 197.7 20 178.9 18 131.9 14 316.7 33 668.8 42 275.4 10 237.7 110 1,249.2 8 16.2 38 774.8 23 19.5 424 4,774.2
Sumber BKPM, diolah Depperin CATATAN : 1. Diluar Investasi Sektor Minyak & Gas Bumi, Perbankan, Lembaga Keuangan Non Bank, Asuransi, Sewa Guna Usaha, Pertambangan dalam rangka Kontrak Karya, Perjanjian Karya, Pengusahaan Pertambangan Batubara, Investasi yang perizinannya dikeluarkan oleh instansi teknis/sektor, Investasi Porto folio (Pasar Modal) dan Investasi Rumah Tangga 2 P
: Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkan , I : Nilai Realisasi Investasi dalam US$.Juta
* Data sementara, termasuk izin usaha tetap yang dikeluarkan oleh daerah yang diterima BKPM sampai dengan tanggal 30 September 2008
3.3
Perkembangan Beberapa Industri Penting A. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (ITPT) Industri TPT merupakan salah satu industri strategis di Indonesia karena kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja, nilai ekspor yang tinggi, dan memenuhi kebutuhan sandang di dalam negeri. Pada tahun 2007 Industri TPT nasional berjumlah 2.726 unit usaha (meningkat 1 persen dibandingkan dengan tahun 2006). Sementara itu, nilai investasi mencapai sebesar Rp 137,8 triliun (meningkat 1,56 persen) dan tenaga kerja yang diserap sebanyak 1,23 juta orang (meningkat 3,6 persen); dan nilai ekspor mencapai US$ 9,81 miliar (meningkat 3,5 persen). Pada tahun 2008 nilai ekspornya diperkirakan mencapai US$ 10,80 miliar atau meningkat 10,14 persen, namun jika dibandingkan nilai ekspor TPT Januari – Oktober tahun 2007 dan Januari – Oktober tahun 2008 meningkat dari US$ 8,15 miliar menjadi US$ 8,58 miliar atau naik sebesar 5,30 persen. Sebaliknya total nilai impor TPT nasional pada tahun 2007 mencapai US$ 1,99 miliar sedangkan nilai impor pada periode Januari – Oktober 2007 sebesar US$ 1,66 miliar dan apabila dibandingkan dengan periode bulan yang sama tahun 2008 yang mencapai US$ 4,36 miliar, terjadi peningkatan sebesar 162,6 persen. Pada tahun 2007 investasi yang ditanamkan tahun-tahun sebelumnya sudah mulai berproduksi, dan hanya sebagian kecil yang belum memanfaatkan secara maksimal kapasitas produksinya. Utilisasi pada tahun 2007 untuk industri serat, benang, kain dan produk tekstil lainnya mengalami peningkatan yang cukup besar apabila dibandingkan dengan tahun 2006. Secara rinci perkembangan kapasitas, volume dan utilisasi kapasitas produksi industri TPT dapat dilihat pada lampiran Tabel 3.8. Dalam rangka meremajakan mesin-mesin industri TPT yang menurut survey telah 80 persennya berumur diatas 20 tahun, sejak tahun 2007 LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
29
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
telah diluncurkan Program Peningkatan Teknologi ITPT (bantuan dalam rangka restrukturisasi permesinan/peralatan ITPT) dengan jumlah dana sebesar Rp 255 miliar yang terbagi menjadi 2 skim yaitu skim I dalam bentuk bantuan potongan harga dan skim II dalam bentuk bantuan kredit dengan modal padanan. Untuk skim I dana yang tersedia sebesar Rp 175 miliar dan skim II sebesar Rp 80 miliar. Selanjutnya untuk tahun 2008 dana yang tersedia sebesar Rp 330 miliar atau apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya meningkat menjadi 22,72 persen. Program restrukturisasi permesinan tersebut dikoordinasikan dengan Bank Indonesia dan beberapa bank pelaksana. Program tersebut diharapkan akan berlanjut pada tahun 2009. Tabel 3.8. Perkembangan Kapasitas Nasional, Volume Produksi dan Utilisasi industri TPT 2004 – 2008 20062007 ( persen)
Prognosa 2008
∆ 20082007
∆ persen
1,105,255
-
1,150,000
44,745
4.05
K
835,904
976,000
16.76
1,008,106
32,106
3.29
P
75.00
75.63
88.31
16.76
87.66
-1
-0.73
U
2,397,848
2,542,636
2,554,864
0.48
2,600,000
45,136
1.77
K
1,750,429
1,872,652
2,129,000
13.69
2,199,035
70,035
3.29
P
73.00
73.65
83.33
13.14
84.58
1
1.50
U
1,777,761
1,728,268
1,733,767
0.32
1,750,000
16,233
0.94
K
1,315,543
1,290,843
1,362,000
5.51
1,406,804
44,804
3.29
P
74.00
74.69
78.56
5.18
80.39
2
2.33
U
500,061
541,212
595,111
9.96
620,000
24,889
4.18
K
400,049
436,433
467,000
7.00
482,362
15,362
3.29
P
80.00
80.64
78.47
-2.69
77.80
-1
-0.86
U
101,454
105,189
105,207
0.02
110,000
4,793
4.56
K
45,654
47,745
53,000
11.01
54,743
1,743
3.29
P
45.00 45.39 50.38 10.99 49.77 Sumber : Depperin (diolah) Keterangan: K : Kapasitas (Ton), P : Produksi (Ton), U : Utilisasi ( persen )
-1
-1.21
U
NO
1
2
3
4
5
Jenis Industri Serat
Benang
Kain
Pakaian Jadi
Produk Tekstil Lainnya
2005
2006
2007
1,077,615
1,105,255
808,211
Ket
Dalam rangka mengurangi ketergantungan penyediaan bahan baku kapas yang 99 persen masih diimpor telah dilakukan kerja sama dengan Departemen Pertanian untuk mengembangkan tanaman kapas pada daerah-daerah yang iklimnya cukup mendukung seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat dan beberapa daerah di Jawa 30
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
Tengah, yang diperkirakan dapat mengurangi ketergantungan impor. Selain itu telah dilakukan upaya mencari bahan baku alternatif kapas, melalui pengembangan industri serat rami yang pada saat ini telah diuji coba di 21 lokasi (meliputi 6 propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu dan Jambi). Dalam rangka meningkatkan ketrampilan SDM ITPT, telah dilakukan pelatihan-pelatihan terkait dengan peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM). Pengendalian impor baik secara legal maupun ilegal telah dilakukan koordinasi dengan instansi terkait seperti Departemen Perdagangan, Ditjen Bea dan Cukai, Pemerintah Daerah dan Kepolisian RI melalui dibentuknya Tim Pengawasan Peredaran Produk Impor di dalam negeri. Task Force (gugus tugas) yang bertugas melakukan pengawasan terhadap masuknya TPT impor. Selain itu adanya verifikasi dan Impor TPT hanya dapat dilakukan oleh importir terdaftar dan penetapan pelabuhan masuk tertentu merupakan yang diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan No. 44 tahun 2008 dan telah diperbaharui dengan Permendag No. 52 tahun 2008 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu. B. Industri Besi Baja Tingkat utilisasi industri besi baja nasional pada tahun 2008 meningkat 1,1 persen menjadi 61,6 persen dari 60,5 persen pada tahun 2007. Perkembangannya dapat dilihat pada Tabel 3.9 berikut. Tabel 3.9. Kapasitas Terpasang dan Produksi Industri Besi/Baja No.
Kelompok
Kapasitas Terpasang 2008 2,300,000
Produksi 2007 2008* 1,322,740
Perub (%) 2008
1
Besi Spons
1,046,819
-20.86
2
Slab Baja
1,850,000
1,364,550
1,381,007
1.21
3
Billet/Ingot/Bloom
7,057,200
2,795,373
2,696,137
-3.55
4
Besi Beton/Profil Ringan
5,843,950
1,842,630
1,863,820
2.23
5
Batang Kawat Baja
1,390,000
919,562
839,101
-8.75
6 Profil Berat (Rolled)
250,000
256,279
237,241
-7.43
- HRC
2,200,000
1,817,887
1,801,950
-0.88
- Plate
920,000
826,049
834,915
1.07
7
HRC & Plate
3,120,000
2,643,936
2,636,865
-0.27
8
Pipa Las Lurus/Spiral
2,243,000
642,832
637,050
-0.9
9
CRC/Sheet
1,350,000
788,643
802,900
1.81
10
BjLS/warna
1,200,000
329,509
336,850
2.23
11
Tin Plate
130,000
98,670
111,004
12.5
Catatan: *Angka Sementara Sumber : Depperin (diolah)
Pengamatan yang dilakukan terhadap 11 jenis produk baja menunjukkan bahwa terjadi peningkatan sekitar 1,07 persen sampai 12,50 persen, walaupun 7 jenis produk diantaranya mengalami penurunan sekitar 0,27 persen sampai 20,86 persen yaitu antara lain Besi Spon (-20,86 persen), HRC/Plate (-0,88 persen) dan Pipa Las (-0.90 persen), Billet/Ingot/Bloom LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
31
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
(-3,55 persen). Penurunan tersebut disebabkan oleh adanya perbaikan rutin mesin-mesin produksi, pemogokan buruh, dan tingginya persediaan produk tahun-tahun sebelumnya serta menurunnya permintaan dalam negeri. Kecenderungan meningkatnya persediaan ini terutama disebabkan adanya kekhawatiran harga energi akan terus meningkat sehingga perusahaan memproduksi pada harga sebelum naik, hal ini terlihat dari meningkatnya produksi Tin Plate (12,50 persen). C. Industri Mesin/Peralatan Pabrik Industri permesinan atau penyedia barang modal mempunyai peran yang sangat penting di dalam mendukung perkembangan sektor industri manufaktur maupun sektor-sektor ekonomi lainnya antara lain pekerjaan umum, pertambangan, energi, pertanian dan lain-lain. Peranan strategis industri permesinan tersebut dapat dilihat dari angka-angka indikator makro semester I tahun 2008. Hal ini dapat terlihat pada tingginya pertumbuhan industri permesinan mencapai 7,67 persen dibandingkan dengan pertumbuhan sektor industri sebesar 3,07 persen dan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,97 persen. Tabel 3.10. Perkembangan Nilai Impor Mesin Peralatan Pabrik (US$ Juta) No.
Kelompok Industri
2004
2005
2006
2007
2008*
1.
Konstruksi Baja
52,04
144,53
66,51
48,55
293,44
2.
Alat Konstruksi
988,51
1.478.49
1.229,32
855,36
1.607,94
3.
Mesin Pertanian
121,91
153,62
180,93
101,69
187,39
4.
Mesin Proses
1.667,96
1.854,63
1.793,59
1.276,76
2.469,40
5.
Alat Energi
441,85
748,75
649,41
417,91
930,51
6.
Alat Penunjang
1.840,30
2.190,59
2.066,24
1.311,08
2.529,30
7.
Mesin Kelistrikan
407,85
520,67
396,74
338,78
901,52
5,520,42
7,091,26
6.382,74
4.350,13
8.919,5
Jumlah Catatan: *Angka Sementara Sumber data : BPS, diolah
Realisasi impor produk permesinan, termasuk komponennya untuk periode yang sama juga mengalami peningkatan rata-rata 50 persen per tahun yaitu pada tahun 2007 nilai impornya US$ 4.350,13 miliar, dan pada tahun 2008 (Januari s.d. Oktober) mencapai US$ 8,919,5 miliar. Tingginya angka impor tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap impor khususnya terhadap barang modal yang belum secara ekonomis di produksi di dalam negeri 32
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
seperti mesin perkakas presisi tinggi, mesin tekstil, mesin peralatan kecepatan tinggi, dan sebagainya. Namun di sisi lain hal ini menunjukkan bahwa kegiatan industri dan investasi dalam negeri mulai menunjukkan peningkatan. Tabel 3.11 menunjukkan perkembangan nilai impor tahun 2004 hingga tahun 2008 (Januari s.d. Oktober). Tabel 3.11. Perkembangan Nilai Ekspor (US$ Juta) No.
Kelompok Industri
2004
2005
2006
2007
Jan-Okt 2008*
1.
Konstruksi Baja
84.25
67.15
115,92
105,79
175,41
2.
Alat Konstruksi
189.41
325.92
453,57
271,94
333,84
3.
Mesin Pertanian
10.70
13.15
22,07
13,39
14,06
4.
Mesin Proses
121.78
191.00
224,09
442,19
565,84
5.
Alat Energi
76.35
90.85
128,74
102,38
118,21
6.
Alat Penunjang
482.21
640.46
778,85
465,92
507,03
7.
Mesin Kelistrikan
651.70
603.10
761,72
524,23
611,30
8.
RBPI
-
-
-
-
-
Jumlah
1,616.40
1,931.63
1.484,98
3403,9
2325,69
Catatan: *Angka Sementara Sumber data : BPS, diolah
Penyerapan tenaga kerja pada industri permesinan meningkat rata-rata 4,24 persen per tahun selama beberapa tahun terakhir, yaitu 145.609 orang pada tahun 2004 menjadi 168.695 orang pada tahun 2007. Perkembangan penyerapan tenaga kerja terlihat pada Tabel 3.12. Adapun data penyerapan tenaga kerja tersebut terbatas pada data dalam rangka PMA dan PMDN dari BKPM pusat, belum termasuk data penyerapan tenaga kerja dari investasi non fasilitas (dinas daerah) yang menangani perindustrian. Namun seiring dengan krisis ekonomi yang melanda hampir seluruh negara di dunia, maka terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja pada tahun 2008 sebesar 11 persen dibandingkan dengan tahun 2007.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
33
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008 Tabel 3.12. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja
(orang) No.
Kelompok Industri
2004
2005
2006
2007
2008*
1.
Konstruksi Baja
14.004
14.004
14.017
14.077
12.669,3
2.
Alat Konstruksi
14.530
15.751
15.961
15.961
14.364,9
3.
Mesin Pertanian
5.908
10.818
10.818
10.818
9.736,2
4.
Mesin Proses
53.431
54.181
56.887
57.893
52.103,7
5.
Alat Energi
24.367
24.477
24.703
24.703
22.232,7
6.
Alat Penunjang
11.060
14.965
15.172
15.346
13.811.4
7.
Mesin Kelistrikan
21.402
22.910
23.225
23.678
21.310,2
8.
RBPI
6.219
6.219
6.219
6.219
5.597,1
Jumlah
145.609
158.013
167.002
168.695
151.825,5
Catatan: *Angka Sementara Sumber data : Dit. IM & BKPM, diolah Catatan: Data untuk tahun 2005 dan 2006 dikutip dari perkembangan investasi BKPM
D. Industri Perkapalan Industri perkapalan atau galangan kapal merupakan industri yang memiliki keterkaitan yang sangat luas baik ke hulu maupun ke hilirnya sehingga dikategorikan sebagai industri strategis dan merupakan industri masa depan yang mempunyai prospek yang cerah. Saat ini terdapat sekitar 253 perusahaan industri perkapalan/galangan kapal yang mampu memproduksi kapal baru dan memperbaiki/reparasi kapal. Meskipun jumlah perusahaan cukup banyak, namun sebagian besar baru mampu membangun dan mereparasi kapal-kapal berukuran kecil atau kurang dari 10.000 DWT serta mesin/peralatan produksinya relatif sudah tua. Industri galangan kapal dalam negeri memiliki fasilitas produksi terbesar berupa dok gali (graving dock) dengan kapasitas 150.000 DWT yang dapat dipergunakan untuk membangun kapal baru maupun untuk memperbaiki/reparasi kapal. Pengalaman industri galangan kapal dalam negeri membangun kapal baru berbagai jenis, tipe dan ukuran sampai dengan ukuran/kapasitas 50.000 DWT. Dalam empat tahun terakhir sampai dengan tahun 2008 industri galangan kapal mengalami perkembangan yang menggembirakan dimana terjadi pertumbuhan investasi yang sangat pesat khususnya di Pulau Batam yang sampai saat ini telah mencapai sekitar 68 perusahaan. Hal ini disebabkan karena iklim investasi (insentif fiskal dan tata niaga) yang dikembangkan di Pulau Batam, Bintan, dan Karimun (Bonded Zone / Kawasan Berikat, dan KEK / Kawasan Ekonomi Khusus) menarik minat investor asing, disamping karena pulau Batam dekat 34
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
dengan sumber bahan baku/perdagangan Singapura. Faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan investasi industri galangan kapal cukup besar adalah dengan dikeluarkannya Inpres Nomor 5 tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional yang intinya adalah penerapan azas, yang didalamnya juga diamanatkan pengembangan industri perkapalan nasional untuk mendukung pelaksanaan pemberdayaan industri pelayaran nasional. Dalam rangka mendorong pengembangan industri perkapalan nasional untuk mendukung pelaksanaan Inpres No. 5 tahun 2005, Departemen Perindustrian telah mengambil langkah-langkah kebijakan antara lain: 1. Pengembangan Pusat Desain dan Rekayasa Kapal Nasional/ PDRKN (National Ship Design and Engineering Centre-NASDEC) yang merupakan hasil kerja sama antara Departemen Perindustrian dengan Institut Teknologi Sepuluh Nopember / ITS, dan telah diluncurkan pada tanggal 24 April 2006 di Surabaya. Pada tahun 2008, PDRKN / NASDEC sudah dilengkapi peralatan hardware dan software dan telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan mendesain kapal. 2. Saat ini sedang diusulkan (finalisasi) Peraturan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara BUMN dan Menteri Perindustrian tentang pembangunan dan pemeliharaan kapal yang pembiayaannya menggunakan APBN/APBD dan anggaran BUMN/BUMD wajib dilaksanakan pada industri perkapalan / galangan kapal dalam negeri. 3. Memfasilitasi pengembangan kawasan khusus industri perkapalan berlokasi di kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Tabel 3.13. Impor Kapal (Juta US$) TAHUN 2005
2006
2007
Kapal
264,28
1192
539,99
JanuariAgustus 2008* 519,84
Komponen Kapal
48,11
58,10
99,80
95,73
Total
312.39
1250,1
639,79
615,57
Produk
Tabel 3.14. Ekspor Kapal (Juta US$) TAHUN Produk Kapal Komponen Kapal Total
2005
2006
2007
171,30
294,10
354,20
JanuariAgustus 2008* 571,62
2,72
4,80
7,30
6,50
174,02
298,90
361,50
578,12
Catatan: *Angka Sementara Sumber : Depperin (diolah) LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
35
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
2005 GT Mil Rp PRODUK Kapal Baru (New 120,100 2,250 building) Reparasi kapal (Ship 2,80 juta 875 repair) TOTAL 3,125 Catatan: *Angka Sementara Sumber : Depperin (diolah)
Tabel 3.15 Produksi Kapal 2006 2007 GT Mil Rp GT Mil Rp
2008* GT Mil Rp
200,500
4,750
325,000
6,250
350,000
7,400
4,20 juta
1,350 6,100
5,20 juta
1,950 8,200
5,60 juta
2,100 9,500
E. Industri Kendaraan Bermotor Saat ini telah terdapat 15 perusahaan industri perakit kendaraan bermotor roda empat, 16 perusahaan perakit kendaraan bermotor roda dua, yang didukung oleh sekitar 250 perusahaan industri komponen yang memproduksi berbagai jenis komponen mulai dari komponen universal sampai komponen utama seperti engine dan transmisi. Perkembangan industri kendaraan bermotor di Indonesia saat ini menunjukkan peningkatan yang sangat baik sehingga memberikan rasa optimis untuk dapat melangkah lebih jauh. Perkembangan ini diperkirakan akan bergerak terus dalam beberapa tahun mendatang. Walaupun terjadi penurunan pasar dalam negeri pada tahun 2006 yang mencapai kurang lebih 40 persen untuk kendaraan roda empat dan sekitar 15 persen untuk kendaraan bermotor roda dua namun perkembangan ekspor kendaraan CBU melonjak lebih kurang 70 persen. Hal ini menunjukkan daya saing produk otomotif Indonesia yang cukup baik. Disamping penambahan investasi tersebut diatas, PT. TVS Motor Company Indonesia perusahaan industri sepeda motor milik TVS Motor Ltd. Singapura dan investor dari India, sedang proses merealisasikan investasi sebesar US$ 42,6 juta di Indonesia yang diproyeksikan dapat menyerap tenaga kerja sekitar 500 orang. Produksi kendaraan bermotor roda empat pada tahun 2008 diperkirakan akan mencapai 518.417 unit, mengalami kenaikan sebesar 80,17 persen bila dibandingkan dengan tahun 2007 sebanyak 411.638 unit. Dalam periode yang sama produksi kendaraan bermotor roda dua diperkirakan mencapai 4.830.203 unit, meningkat sekitar 107.682 unit atau naik sebesar 0,98 persen dibanding pada tahun 2007. Dengan memanfaatkan pasar domestik sebagai Base Load diharapkan industri otomotif nasional dapat lebih berperan sebagai salah satu basis produksi otomotif di ASEAN, khususnya untuk kendaraan MPV dan menjadi produsen ke-3 terbesar kendaraan bermotor roda dua di dunia setelah China dan India. Sejalan dengan pertumbuhan pasar dalam negeri yang cukup menggembirakan, kegiatan ekspor produk industri otomotif juga 36
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Nilai ekspor produk komponen otomotif tahun 2008 mencapai US$ 3,10 miliar, naik sebesar 19,0 persen tahun 2007. Beberapa produk kendaraan bermotor utuh (CBU) yang telah masuk ke pasar global diantaranya adalah Toyota (Avanza dan Innova), dan Daihatsu, dengan perkiraan volume ekspor sebesar 60.000 unit/tahun. Sedangkan total nilai impor produk otomotif pada tahun 2008 mencapai US$ 2,5 miliar. Perkembangan pasar domestik produk industri otomotif khususnya untuk kendaraan bermotor roda-4 pada tahun 2008 mengalami peningkatan yang cukup tajam. Selama tahun 2008 penjualan mencapai 518.122 unit, atau terjadi peningkatan sebesar 19,56 persen dibanding penjualan tahun 2007 yakni sebesar 433.341 unit. Untuk menekan dampak tingginya premi asuransi sebagaimana ditetapkan oleh kebijakan Menkeu, saat ini sedang dilakukan berbagai upaya untuk membantu perusahaan menurunkan biaya produksi, diantaranya melalui pemberian fasilitas keringanan BM atas impor bahan baku pembuatan komponen dalam negeri, penurunan PPn-BM, pemberian bantuan bimbingan peningkatan produktivitas kepada industriindustri komponen dengan memanfaatkan bantuan asing maupun dengan menggunakan tenaga-tenaga dari dalam negeri. Dari sisi penguasaan teknologi, industri kendaraan bermotor dalam negeri khususnya kendaraan bermotor roda dua telah mampu menghasilkan produk sepeda motor yang benar-benar dirancang dan direkayasa sepenuhnya oleh perusahaan dan tenaga ahli Indonesia, yaitu oleh PT. Kanzen Motor Indonesia yang seluruh sahamnya dimiliki oleh bangsa Indonesia. Secara umum pengembangan industri kendaraan bermotor nasional masih mengalami berbagai kendala diantaranya lemahnya dukungan industri pendukung seperti industri bahan baku dan komponen dalam negeri keterbatasan kemampuan design & engineering serta lemahnya infrastruktur penunjang. F. Industri Elektronika Konsumsi Cakupan pembinaan industri elektronika dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu: i) industri elektronika konsumsi dan peralatan listrik; ii) industri elektronika bisnis; iii) peralatan kontrol dan komponen elektronika yang mengalami perkembangan yang cukup baik. Pada saat ini terdapat sekitar 235 perusahaan dengan nilai investasi sebesar US$ 515 juta, menyerap tenaga kerja sebanyak 238.500 orang. Penyumbang terbesar dari ekspor elektronika tersebut adalah perusahaan-perusahaan multinasional dari Jepang dan Korea seperti Panasonic, Sanyo, LG, Samsung, Toshiba, Sharp dan JVC. Panasonic Manufacturing Indonesia telah dipilih sebagai basis produksi untuk kulkas satu pintu di ASEAN oleh perusahaan induknya sedangkan LG Indonesia telah di jadikan basis produksi untuk kulkas, khususnya untuk mengisi pasar Australia, Kuba dan Rusia. Ekspor produk industri elektronika tahun 2008 sebesar US$ 7,95 miliar dengan Negara tujuan utama: Singapura, Jepang, Amerika, Hongkong, China, Jerman, Belgia LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
37
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
dan Korea Selatan. Panasonic Gobel Manufacturing pada tahun 2008 telah melakukan ekspor perdana ke Jepang dan dijadikan basis produksi untuk ASEAN. Sejalan dengan perkembangan teknologi maka perusahaan-perusahaan elektronika telah mengarahkan produknya kearah digitalisasi, seperti TV LCD / Plasma, Mesin Cuci Automatic, AC diatas 2 PK dan Kulkas diatas 230 liter. Demikian juga dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan telah diproduksi produk-produk ramah lingkungan seperti AC, mesin cuci, Lampu Hemat Energi (LHE) dan lemari pendingin. Industri komponen elektronika sebagian besar berlokasi di Batam dan berorientasi ekspor, seperti LCD, cell phone, computer driver, semi conductor dan IC. Pengembangan industri lampu hemat energi (LHE) didorong sesuai dengan program pencegahan global warming dan penghematan energi nasional. Pada tahun 2008 terdapat investasi LHE baru sebanyak 4 perusahaan, sehingga sampai saat ini perusahaan LHE yang sudah berproduksi sebanyak 15 perusahaan. Dalam rangka mempersiapkan Indonesia menghadapi Electric and Electrical Equipment Mutual Recognition Agreement (EEEMRA) pada 1 Januari tahun 2011, telah difasilitasi pembentukan lab uji komponen elektronika di Batam, membantu peralatan laboratorium uji di B4T dan Baristand Surabaya serta telah disusun 6 SNI produk elektronika meliputi audio video, kipas angin, kulkas, TV, mesin cuci dan pompa dan pada tahun 2009 akan ditingkatkan menjadi SNI wajib. Dalam rangka pengembangan teknologi telah dilakukan kerja sama antara pemerintah, dunia usaha dan perguruan tinggi, sebagai contoh Departemen Perindustrian telah memfasilitasi kerja sama pengembangan industri komponen elektronika, khususnya pengolahan sumber daya alam (pasir silica) di Kabupaten Langkat Sumatera Utara didukung oleh Perguruan Tinggi ITB, LIPI Serpong dan Balai Besar Keramik Bandung. Beberapa investor telah menjajaki dan berminat untuk berinvestasi, karena memiliki prospek yang menjanjikan untuk pembuatan PV Solarcell. PT. Sanyo Indonesia bekerja sama dengan ITB telah menghasilkan produk pompa air sekaligus pembersih dengan menggunakan teknologi ozon yang bermanfaat khususnya untuk mengatasi permasalahan air bersih di daerah-daerah yang membutuhkan, produk tersebut telah disosialisasikan penggunaanya di beberapa propinsi seperti di Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Barat. Disamping itu PT. Panasonic Manufacturing Indonesia dan PT. LG Indonesia telah bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor untuk menghasilkan Kulkas dan Air Conditioner yang ramah lingkungan. G. Industri Telematika Pada tahun 2008 industri telematika mengalami pertumbuhan sebesar 12,7 persen. Nilai ekspornya yang pada tahun 2007 mencapai US$ 3,020 miliar dan meningkat menjadi sebesar US$ 3,22 miliar pada tahun 2008.
38
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
Sedangkan nilai produksi industri telematika pada tahun 2007 sebesar Rp 45,73 triliun, meningkat menjadi Rp 51,85 triliun pada tahun 2008. Prospek pengembangan industri telematika masih sangat menjanjikan, karena dukungan faktor pengembangan inovasi produk serta konvergensi berbagai teknologi telematika. Standar Kematangan Industri Perangkat Lunak Indonesia (KIPI versi 1) bagi perusahaan software yang semula direncanakan penerapannya dimulai pada tahun 2008, namun karena masih dilakukan persiapanpersiapan yang berkaitan dengan penyiapan Institusi/kelembagaan, Assessor, maka KIPI tersebut diharapkan dapat diterapkan pada tahun 2009. Melalui penerapan KIPI versi 1 atau CMM (Capability Maturity Model) versi Indonesia, diharapkan dapat meningkatkan kompetensi dan daya saing industri software dalam negeri. Disamping itu dengan tersedianya perusahaan industri software dalam negeri yang berstandar tinggi maka dapat membuka peluang yang lebih besar dalam konteks upaya kolaborasi maupun kerja sama lainnya dengan perusahaan Multi National Company (MNC). Berdasarkan Peraturan Presiden No. 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, bahwa Industri Kreatif Informasi dan Komunikasi (industri software, animasi dan konten) telah ditetapkan sebagai salah satu industri prioritas, Sebagai tindak lanjut dari perproses tersebut maka panduan pengembangannya berupa roadmap industri kreatif telah dapat diselesaikan penyusunannya. Untuk mendukung industri kreatif tersebut, khususnya industri animasi saat ini sedang dikembangkan pusat pengembangan industri animasi bekerjasama dengan Pemkot Cimahi, dan diharapkan pilot project tersebut dapat mendukung pengembangan industri animasi nasional. Pengembangan RICE (Regional IT Center of Excellence) terus didorong sebagai upaya penyiapan SDM serta Komunitas industri software. Saat ini RICE telah didirikan di 10 (sepuluh) kota yaitu : Jakarta, Bogor, Cimahi, Bandung, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, Balikpapan dan Medan. Pengelolaan RICE dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan baik dari unsur Pemerintahan, Akademisi serta Dunia Usaha. Pengembangan IBC (Incubator Business Center) diharapkan dapat melahirkan Wirausaha Baru yang berkualitas dan mampu memberikan kontribusi dalam mendukung pengembangan industri telematika secara umum. Sampai saat ini IBC telah dibentuk di 3 (tiga) kota yaitu Solo, Depok dan Salatiga. Dan pada tahun 2009 direncanakan akan dibentuk IBC di Kudus. Industri telekomunikasi dalam negeri akan terus ditingkatkan kompetensinya di bidang R&D, Manufacturing & Engineering Services, antara lain dengan akan dibangunannya pusat design produk telekomunikasi. Untuk 5 tahun kedepan nilai belanja modal (Capex) peralatan telekomunikasi dalam negeri mencapai sekitar Rp 150 triliun. Namun peluang pasar yang sangat potensial tersebut, baru 3 persennya saja dibelanjakan untuk produk industri telekomunikasi dalam negeri. LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
39
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
Industri kabel optik dalam negeri sebagai salah satu urat nadi peralatan transmisi industri telekomunikasi telah mampu menghasilkan produk yang berkualitas dengan kandungan lokal mencapai lebih dari 40 persen. Dengan kapasitas terpasang produksinya sekitar 930.000 kilometer pertahun, saat ini sedang diupayakan agar kemampuan industri kabel optik dalam negeri tersebut dapat dimanfaatkan dalam mendukung proyek besar “Palapa Ring”. H. Industri Petrokimia Perkembangan kapasitas produksi industri petrokimia pada tahun 2008 menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 20,7 persen, namun peningkatan tersebut tidak diikuti oleh peningkatan realisasi produksi, sehingga utilisasi kapasitas produksi menurun dari 92,8 persen di tahun 2007 menjadi 84,7 persen pada tahun 2008. Perkembangan nilai ekspor industri petrokimia tahun 2008 dibandingkan dengan tahun 2007 menunjukkan penurunan yang cukup signifikan yaitu sebesar (8,6 persen). Sedangkan nilai investasi (PMA) meningkat sebesar 0,1 persen dan untuk PMDN menurun sebesar (5,6 persen). Kinerja petrokimia secara rinci dapatdilihat pada Tabel 3.16. Tabel 3.16. Kinerja Industri Petrokimia Tahun 2004 - 2008 NO 1.
2.
3.
4.
URAIAN -Kapasitas Produksi (Ton) - Produksi, (Ton) - Utilisasi Produksi (persen) - Volume Ekspor (Ton) - Nilai Ekspor (US $ ribu) Investasi (US $ juta) Investasi (Rp juta) Tenaga Kerja (orang)
2004
2005
2006
2007
2008 *)
24.904.660
25.923.610
26.293.610
26.379.610
31.834.210
22.603.083
23.598.845
23.991.819
24.498.241
25.634.317
90,76
91,03
91,25
92,87
84,69
3.610.817
4.362.129
3.666.757
4.350.814
3.880.092
2.345.995
2.665.363
2.597.169
2.923.579
2.670.987
83.110
83.360
83.360
83.360
83.435
7.940.359
8.380.632
6.864.972
7.014.972
6.625.488
40.527
39.998
48.753
38.019
48.482
Catatan: *Angka Sementara Sumber : Depperin (diolah)
I. Industri Pupuk Pupuk merupakan salah satu sarana produksi pertanian yang memiliki peranan penting dalam mendukung Program Ketahanan Pangan Nasional. Oleh karena itu produksi pupuk di dalam negeri sampai saat ini diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pupuk sektor pertanian.
40
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
Perkembangan industri pupuk (urea, ZA, TSP, NPK) di Indonesia sangat tergantung dari pasokan bahan baku gas dalam negeri, sehingga dengan keterbatasan bahan baku yang ada maka beberapa pabrik pupuk seperti PT. PIM, PT. Pupuk Kujang dan PT. Pupuk Kaltim tidak dapat beroperasi secara optimal. Pada tahun 2008 diperkirakan kapasitas produksi pupuk urea mencapai 7,87 juta ton per tahun dengan utilisasi sekitar 75,06 persen; pupuk ZA 650 ribu ton per tahun; pupuk TSP 1,00 juta ton per tahun; dan NPK 1,64 juta ton per tahun. Kinerja industri pupuk secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.17. Tabel 3.17. Kinerja Industri Pupuk Urea, ZA, TSP, NPK Tahun 2004 - 2008 NO A. 1.
2. B. 1.
2. C. 1.
2. D. 1.
2.
URAIAN UREA -Kapasitas Produksi (Ton) -Produksi, (Ton) -Utilisasi Produksi (persen) Ekspor -Volume (Ton) -Nilai(US$ ribu) ZA -Kapasitas Produksi (Ton) -Produksi, (Ton) -Utilisasi Produksi (persen) Ekspor - Volume (Ton) -Nilai (US$ ribu) TSP -Kapasitas Produksi (Ton) -Produksi, (Ton) -Utilisasi Produksi ( persen) Ekspor -Volume (Ton) -Nilai(US$ ribu) NPK -Kapasitas Produksi (Ton) -Produksi, (Ton) -Utilisasi Produksi ( persen) Ekspor - Volume (Ton) - Nilai(US$ ribu)
2004
2005
2006
2007
2008 *)
6.732.000
7.302.000
7.872.000
7.872.000
7.872.600
5.669.438
5.869.834
5.663.362
6.330.120
5.908.705
84,22
80,39
71,94
80,41
75,06
331.133 65.160
479.422 117.406
42.146 10.224
512.000 124.204
173.000 42.967
650.000
650.000
650.000
650.000
650.000
682.545
761.747
636.499
669.591
669.074
105,01
117,19
97,92
103,01
102,93
0 0
1.040 83
1.304 161
1.239 153
0 0
1.000.000
1.000.000
1.000.000
1.000.000
1.000.000
738.225
619.704
648.862
715.000
552.649
73,82
81,97
64,89
62,72
55,26
1.351 185
2.494 416
5.206 669
0 0
0 0
300.000
300.000
300.000
300.000
1.640.000
202.238
276.875
412.653
350.000
945.428
67,41
92,29
137,55
116,67
57,65
9 10
356 163
0 2
0 0
0 0
Catatan: *Angka Sementara Sumber : Depperin (diolah)
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
41
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
J. Industri Pengolahan Kelapa Sawit (CPO) Indonesia saat ini tercatat sebagai produsen CPO terbesar dunia setelah pada tahun 2006 dapat mengungguli Malaysia. Perkembangan produksi dan ekspor CPO dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 menunjukan trend yang meningkat seperti dapat dilihat pada Tabel 3.18. Tabel 3.18. Perkembangan Produksi dan Ekspor CPO Tahun 2004 Produksi CPO 12,23 Ekspor CPO Olahan 5,46 Ekspor CPO 3,8 Catatan: *Angka Sementara Sumber : Depperin (diolah)
2005 14,6 5,92 4,57
2006 16,001 7,14 4,84
2007 18,50 9,29 6,49
Juta ton 2008* 21,38 11,02 7,62
Ekspor CPO dan produk olahannya terus meningkat setiap tahunnya, yaitu sebesar 9,26 juta ton (75,7 persen dari produksi CPO) pada tahun 2004 dan diperkirakan menjadi 18,64 juta ton (87,2 persen dari produksi CPO) pada tahun 2008. Konsumsi CPO dalam negeri sebagian besar digunakan untuk industri minyak goreng (konsumen utama), industri margarin dan sabun. Sementara konsumsi CPO untuk industri oleokimia masih relatif rendah, begitu juga pemanfaatan CPO untuk bahan bakar kendaraan bermotor (biodiesel) masih relatif rendah sekitar 1000 ton. Konsumsi CPO untuk industri olekimia dasar (Fatty Acid) pada tahun 2007 sebesar 769 ribu ton dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2008 sebesar 778 ribu ton. Jumlah pabrik oleokimia saat ini tersebar di Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Papua. Secara rinci perkembangan industri oleokimia dasar, seperti : fatty acid, fatty alcohol, dan glycerin dapat dilihat pada Tabel 3.19 – 3.21 berikut : Tabel 3.19. Perkembangan Industri Oleokimia Dasar (Fatty Acid) Uraian Kapasitas (Ton) Produksi (Ton) Utilisasi Kapasitas (%) Kebutuhan DN (ton) Ekspor (ton) Nilai Ekspor (US$ ribu) Impor (Ton) Nilai Impor (US$ ribu) Keb.CPO Non Pangan (ton) Catatan: *Angka Sementara Sumber : Depperin (diolah)
42
2006 887.270 745.307 84 186.327 558.980 151.396 3.207 4.595 760.517
Fatty Acid 2007 887.270 754.180 85 188.545 565.635 148.387 3.000 4.299 769.571
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
2008* 887.270 763.159 86,02 190.789 572.369 145.438 2.806 4.022 778.733
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008 Tabel 3.20. Perkembangan Industri Oleokimia Dasar (Fatty Alcohol) No
Uraian
1 Kapasitas (Ton) 2 Produksi (Ton) 3 Utilisasi Kapasitas (%) 4 Kebutuhan DN (ton) 5 Ekspor (ton) 6 Nilai Ekspor (US$ ribu) 7 Impor (Ton) 8 Nilai Impor (US$ ribu) 9 Keb.CPO Non Pangan (ton) Catatan: *Angka Sementara Sumber : Depperin (diolah)
Fatty Alcohol 2006 2007 160.800 300.000 120.600 237.000 75 79 49.037 60.139 81.863 186.961 10.477 23.927 10.300 10.100 13.168 12.912
2008* 300.000 249.800 83,27 73.755 326.990 54.647 9.904 12.661
Tabel 3.21. Perkembangan Industri Oleokimia Dasar (Glycerol) No
Uraian
1 Kapasitas (Ton) 2 Produksi (Ton) 3 Utilisasi Kapasitas (%) 4 Kebutuhan DN (ton) 5 Ekspor (ton) 6 Nilai Ekspor (US$ ribu) 7 Impor (Ton) 8 Nilai Impor (US$ ribu) 9 Keb.CPO Non Pangan (ton) Catatan: *Angka Sementara Sumber : Depperin (diolah)
2006 84.956 43.328 51 13.337 30.009 14.078 18 13
Glycerol 2007 131.919 71.236 54 14.137 57.116 26.796 17 12
2008* 131.919 79.151 60 14.985 108.710 51.005 16 11
K. Industri Pengolahan Kakao Indonesia merupakan negara produsen kakao ketiga terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Produksi biji kakao Indonesia sebesar 456.000 ton pada tahun 2006; 517.000 ton pada tahun 2007 dan pada akhir tahun 2008 diperkirakan produksi biji kakao akan mencapai 573.000 ton. Jumlah industri pengolahan kakao di Indonesia terdapat 15 pabrik, yang mengolah biji kakao menjadi berbagai produk seperti : cacao liquor, cacao butter, cacao cake dan cacao powder dengan total kapasitas terpasang pada tahun 2007 sebesar 303.400 ton dan utilisasinya mencapai 50 persen (151.700 ton). Tahun 2008 terdapat penambahan kapasitas 30.000 ton, sehingga total kapasitas pada tahun 2008 menjadi 333.400 ton. Pada tahun 2008 utilisasinya diperkirakan mencapai 60 persen atau menjadi 200.040 ton. Peningkatan utilisasi tersebut terjadi karena adanya penghapusan PPN, sehingga daya saing industri kakao olahan di dalam negeri meningkat. Berbagai produk olahan biji kakao tersebut sebagian besar di ekspor ke berbagai negara yang jumlahnya pada tahun 2006 mencapai 74.413 ton LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
43
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
dengan nilai US$ 160,73 juta dan sisanya digunakan untuk kebutuhan industri cokelat dalam negeri. Pada akhir tahun 2007 ekspor produk olahan kakao mencapai 93.447 ton dengan nilai US$ 201,85 juta. Diperkirakan tahun 2008 ekspor kakao olahan mencapai 112.137 ton dengan nilai US$ 242,22 juta. Jumlah penyerapan tenaga kerja pada industri kakao tahun 2006 sebesar 7.004 orang, dan pada tahun 2007 mencapai 8.392 orang, dan pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 8.882 orang, hal ini karena terjadi peningkatan investasi baru pada industri kakao. Tabel 3.22. Kondisi industri pengolahan kakao pada tahun 2008 No.
Uraian
Satuan
1.
Kapasitas
Ton
2004 2005 232.000 262.000
2.
Realisasi Produksi Utilitas
Ton
116.000 131.000
3. 4.
Kebutuhan DN Ekspor
5.
Impor
persen
Tahun 2006 303.400
2007 303.400
2008* 333.400
151.700
151.700
200.040
50,0
50,0
50,0
50.0
60.0
Ton Ton Juta US$ Ton
42.821 75.829 163,79 2.650
55.685 79.703 172,16 4.388
68.934 88.531 191,23 5.765
71.585 74.413 160,73 5.702
112.295 93.447 201,85 5.702
Juta US$
5,72
9,48
12,45
12,32
12,32
5.980
6.279
7004
8.392
8.882
6. Tenaga Kerja Orang Catatan: *Angka Sementara Sumber : Depperin (diolah)
L. Industri Tepung Terigu Jumlah industri tepung terigu di Indonesia ada 6 (enam) perusahaan diantaranya yaitu PT. ISM Bogasari FM, PT. Eastern Pearl FM, PT. Sriboga Raturaya, PT. Panganmas Inti Persada dan PT. Fugui Flour & Gain Indonesia. Kapasitas produksi seluruh pabrik tepung terigu berjumlah 5,06 juta metrik ton per tahun sementara kebutuhan tepung terigu nasional adalah 3,7 juta metrik ton tahun 2007. Dari jumlah kebutuhan sekitar 3,2 juta metrik ton dipasok oleh industri tepung terigu dalam negeri dan sisanya diisi oleh tepung terigu impor. Tepung terigu utamanya digunakan oleh industri Mie Basah dan Kering (32 persen), Mie Instan (20 persen), Biskuit dan Snack (10 persen), Roti dan Bakery (20 persen) dan untuk rumah tangga (10 persen) serta untuk goreng-gorengan (8 persen). Adapun 60 persen pengguna tepung terigu adalah UKM, sedangkan 32 persen industri modern dan 8 persen pengguna rumah tangga. Indonesia cukup memiliki peluang besar untuk pengembangan industri tepung terigu, hal ini dapat dilihat dari konsumsi terigu per kapita yang mengalami peningkatan dimana pada tahun 2002 sekitar 15,3 kg/kapita dan ternyata meningkat menjadi 17,1 kg/kapita pada tahun 2006.
44
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008 Tabel 3.23. Kondisi Industri Tepung Terigu NO
Uraian
4
Jml Perusahaan Kapasitas input gandum Produksi Terigu Utilisasi
5
Ekspor
6
Impor
1 2 3
Satuan Unit usaha
2005
2006
2007
2008 *)
5
5
6
6
6
Ribu ton
4.790
4.790
5.060
5.060
5.060
Ribu ton
2.800
2.923
3.261
3.295
3.179
persen Ribu ton US$ 000 Ribu ton US$ 000
58,0 62.667 11.912 307.497 79.446
61,0 62.991 15.989 477.984 128.984
64,0 61.104 12.584 537.012 143.127
64,0 61.821 12.873 545.604 145.703
1.224.312
1.224.312
1.224.312
1.941.630
62,0 63.057 16.005 556.516 145.703 1.941.63 0
3.500
3.500
4.000
4.000
Nilai Rp Miliar Investasi Jml tenaga 8 orang Kerja * ) Sampai bulan Oktober 2008 Sumber : Depperin (diolah) 7
2004
4.000
M. Industri Pengolahan Tembakau Industri Hasil Tembakau (IHT) sampai saat ini masih mempunyai peran penting dalam menggerakan ekonomi nasional terutama di daerah penghasil tembakau, cengkeh dan sentra-sentra produksi rokok, yaitu dalam menumbuhkan industri/jasa terkait, penyediaan lapangan usaha dan penyebaran tenaga kerja. Dalam situasi krisis ekonomi, IHT tetap mampu bertahan dan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja, bahkan industri ini mampu memberikan sumbangan yang cukup signifikan dalam penerimaan negara. Dalam tahun 2006 jumlah IHT (rokok termasuk cerutu) tercatat sebanyak 3.961 perusahaan dan dalam tahun 2007 sebesar 4.793 perusahaan atau meningkat sebesar 21 persen. Tahun 2008 diperkirakan sudah mencapai 4.900 perusahaan atau meningkat sebesar 2,23 persen. Produksi IHT meningkat dari tahun 2006 sebesar 218,7 miliar batang dan cerutu 51.668 ton miliar batang dan cerutu 52.827 ton pada tahun 2008. Dalam pengembangan IHT, aspek ekonomi menjadi pertimbangan utama walau dengan tidak mengabaikan faktor dampak kesehatan. Industri Hasil Tembakau mendapatkan prioritas untuk dikembangkan karena mengolah sumber daya alam, menyerap tenaga kerja cukup besar baik langsung maupun tidak langsung (10 juta orang) dan sumbangannya dalam penerimaan negara (cukai) sangat besar dan terus meningkat yaitu tahun 2006 Rp 36,96 triliun, tahun 2007 mencapai Rp 42.034 triliun dan tahun 2008 (sampai November) sebesar Rp 43,9 triliun. Ditargetkan penerimaan bisa mencapai sebesar Rp 45,8 trilun pada akhir tahun 2008. Yang dimaksud dengan pertimbangan ekonomi pengembangan IHT adalah penyerapan lapangan kerja, penerimaan negara melalui cukai dan
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
45
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
pajak, melindungi petani tembakau dan cengkeh, serta keterkaitan industri-industri penunjang. Jumlah tenaga kerja tahun 2006 yang terserap oleh IHT adalah 599.540 orang, tahun 2007 sebesar 629.517 orang dan prognosa tahun 2008 mencapai 660.000 orang. Untuk mencapai sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh IHT Road Map pengembangan industri telah tersusun yang dalam proses penyusunannya melibatkan seluruh pemangku kepentingan yaitu: Pemerintah, Asosiasi serta peran pemain utama. N. Industri Pengolahan Susu Industri pengolahan susu memiliki peranan yang penting dalam penyediaan dan pencukupan gizi masyarakat. Potensi bahan baku susu dalam negeri sampai saat ini masih belum mencukupi kebutuhan industri pengolahannya yang baru mencapai sekitar 25 – 30 persen, sehingga sebagian besar kekurangannya (70 – 75 persen) masih diimpor, yaitu berupa skim milk powder, butter milk powder dll. Populasi sapi perah dua tahun terakhir tidak mengalami penambahan yang berarti yaitu tahun 2007 sebesar 378.000 ekor, tahun 2008 diperkirakan meningkat sehingga menjadi 386.000 ekor. Dimana populasi sapi perah tertinggi terdapat di Pulau Jawa yang mencapai jumlah 97,3 persen dari populasi nasional. Konsumsi susu nasional baru mencapai 7,05 liter/kapita/tahun, masih jauh di bawah konsumsi susu negara-negara ASEAN lain; Philipina 18,82 liter/kapita/tahun, Malaysia 20 – 25 liter/kapita/tahun, Thailand 28,0 liter/kapita/tahun dan Singapura 32 liter/kapita/tahun. Produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) tahun 2006 mencapai 616.548 ton, tahun 2007 sebesar 637.314 ton dan tahun 2008 akan menjadi 658.971 ton atau meningkat 3,37 persen. Sebesar 96 persen dari bahan baku susu segar dalam negeri tersebut diserap oleh PT. Frisian Flag Indonesia, PT. Indomilk/Indolakto, PT. Ultra Jaya, PT. Sari Husada dan PT. Nestle Indonesia. Realisasi produksi industri susu olahan tahun 2006 sebesar 534.615 ton, tahun 2007 meningkat menjadi 556.000 ton dan tahun 2008 diperkirakan sebesar 622.720 ton. Total ekspor industri pengolahan susu tahun 2006 sebesar 66.919 ton, tahun 2007 sebesar 67.106 ton, diperkirakan tahun 2008 sebesar 75.158 ton. Tenaga kerja yang diserap oleh industri pengolahan susu tahun 2006 sebanyak 3.584 orang, tahun 2007 sebanyak 3.762 orang dan tahun 2008 sebanyak 4.213 orang. O. Industri Air Minum dalam Kemasan (AMDK) Jumlah perusahaan industri AMDK tahun 2006 sebanyak 490 unit usaha dan total kapasitas mencapai 11,5 miliar liter per tahun dengan produksi riil sebesar 10,3 miliar liter. Pada tahun 2007 jumlah industri mencapai 518 unit usaha dengan kapasitas produksi sebesar 13,0 miliar liter per 46
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
tahun dan tingkat utilisasi mencapai 89,2 persen dengan jumlah produksi sebesar 11,6 miliar liter. Pada tahun 2008, prognosa total kapasitas sebesar 14,5 miliar liter dan produksi riil sebesar 12,8 miliar liter. Jumlah tenaga kerja pada tahun 2006 sebesar 25.326 orang dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 26.537 orang, serta prognosa pada tahun 2008 sebesar 27.806 orang atau meningkat 4,8 persen. P. Industri Pengolahan Kopi Bubuk dan Instan Indonesia sebagai penghasil kopi urutan keempat dunia, memiliki berbagai jenis kopi spesialities seperti Gayo Coffee, Mandailing Coffee, Lampung Coffee, Java Coffee, Kintamani Coffee, Toraja Coffee dll. Konsumsi kopi masyarakat Indonesia saat ini hanya 0,6 kg/kapita/tahun, jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara penghasil kopi lainnya seperti Brasilia 6,0 kg/kapita/tahun, Kolombia 1,8 kg/kapita/tahun dan negara pengimpor kopi seperti Finlandia 11,9 kg/kapita/tahun, Norwegia 9,7 kg/kapita/tahun, Belgia 8,0 kg/kapita/tahun. Jumlah industri Pengolahan Kopi Bubuk dan Instan tahun 2006 sebanyak 77 unit usaha, tahun 2007 tetap sebanyak 77 unit usaha dan tahun 2008 menjadi 79 unit usaha. Dalam periode yang sama tahun 2006 sampai dengan 2008 kapasitas produksi per tahun berturut-turut sebesar 163.390 ton, 163.390 ton dan 164.200 ton. Tingkat utilisasi kapasitas mencapai antara 82 persen sampai 86 persen, dengan produksi riil sebesar 133.459 ton (2006), 137.215 ton (2007) dan 141.450 ton (2008). Ekspor produk kopi olahan dalam tahun 2006 sebesar US$ 41,71 juta dan tahun 2007 sebesar US$ 53,34 juta atau meningkat 27,9 persen serta tahun 2008 diperkirakan menjadi US$ 58,68 juta. Q. Industri Pengolahan Buah Jumlah industri Pengolahan Sari Buah (Juice) pada tahun 2006 sebanyak 14 unit usaha, tahun 2007 menjadi 15 unit usaha dan tahun 2008 tetap sebesar 15 unit usaha. Dalam periode yang sama tahun 2006 sampai dengan 2008 kapasitas produksi per tahun berturut-turut sebesar 146.467 ton, 147.639 ton dan 149.115 ton (prognosa). Tingkat utilisasi kapasitas mencapai antara 63 persen sampai 66 persen, dengan produksi riil sebesar 93.005 ton (2006), 95.860 ton (2007) dan 98.736 ton (2008). Ekspor sari buah pada tahun 2006 sebesar US$ 35.694 ribu dan menurun menjadi US$ 25.790 ribu (-27,75 persen) pada tahun 2007 dan prognosa tahun 2008 sebesar US$ 26.564 ribu. Jumlah industri pengolahan buah dalam kaleng pada tahun 2006 sebesar 43 unit usaha, tahun 2007 sebesar 44 unit usaha dan tahun 2008 sebesar 44 unit usaha. Dalam periode yang sama kapasitas produksi per tahun sebesar 815.119 ton, 816.994 ton dan 825.164 ton. Tingkat utilisasi kapasitas mencapai antara 43 persen sampai 45 persen, dengan produksi riil sebesar 350.615 ton (2006), 353.685 ton (2007) dan 367.832 ton (2008). Ekspor buah dalam kaleng pada tahun 2006 sebesar US$
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
47
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
171.381 ribu dan menurun menjadi US$ 138.224 ribu (-19,35 persen) pada tahun 2007 dan prognosa tahun 2008 sebesar US$ 142.371 ribu. R. Industri Pengolahan Rotan Indonesia memiliki potensi bahan baku rotan terbesar di dunia (+ 80 persen dari seluruh bahan baku rotan di dunia berasal dari Indonesia). Namun potensi ini belum bisa dimanfaatkan secara maksimal, karena produk rotan olahan dunia, justru dikuasai oleh negara-negara yang tidak memiliki potensi bahan baku, seperti : China dan Italia. Saat ini di Indonesia ada sekitar 614 unit usaha industri rotan olahan dengan kapasitas 0,55 juta ton/tahun dan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 276.584 orang. Lokasi industri pengolahan rotan tersebar di beberapa daerah, seperti: Jabar (terutama Cirebon), Jateng (khususnya Sukoharjo), Jawa Timur (Gresik dan Pasuruan), Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan lain-lain. Permasalahan yang dihadapi oleh industri rotan olahan hampir sama dengan yang dihadapi oleh industri furnitur kayu, antara lain: masih kurang pasokan bahan baku, terbatasnya kemampuan desain, terbatasnya jumlah SDM trampil, lemahnya pemasaran, masalah permodalan, iklim usaha serta masih kurangnya dukungan infrastruktur. Terkait dengan permasalahan tersebut, pemerintah telah dan akan melakukan langkah-langkah, berupa: pembangunan pusat desain furnitur rotan, menyelenggarakan lomba desain furnitur rotan tahunan, mendirikan sekolah rotan di Palu (Sulawesi Tengah), memfasilitasi kerja sama antara daerah sumber bahan baku dengan daerah sentra produksi rotan olahan, dan mendorong pengembangan industri rotan di daerah-daerah sumber bahan baku. Permasalah bahan baku rotan dimulai sejak tahun 2005, bertepatan dengan dikeluarkannya Permendag No. 12 tahun 2005 yang memperbolehkan ekspor rotan asalan dan rotan setengah jadi. Dengan dikeluarkannya Permendag tersebut maka pemanfaatan kapasitas terpasang dari tahun ke tahun semakin menurun. Tabel 3.24. Perkembangan Industri Pengolahan Rotan Uraian - Kapasitas - Produksi - Ekspor
Satuan Ton/th Ton M3 Ribu US$ - Impor Ton Ribu US$ - Utilisasi Kap. persen - Jml Unit Usaha Buah Catatan: *Angka Sementara Sumber : Depperin (diolah) 48
2005 551.685 386.180 175.538 408.908 2.573 2.460 70,00 614
2006 551.585 372.761 172.782 398.863 2.709 3.740 67,57 614
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
2007 551.585 373.880 216.423 462.017 2.106 3.567 67,78 614
2008 *) 551.685 299.104 173.138 369.614 1.685 2.854 54,22 614
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
S. Industri Furnitur dan Pengolahan Kayu Saat ini di Indonesia ada sekitar 950 unit usaha industri furnitur kayu dengan kapasitas 3,41 juta m3/tahun (tidak termasuk industri furnitur skala kecil dan industri rumah tangga) dan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 435.112 orang. Lokasi industri furnitur tersebar hampir di seluruh wilayah nusantara, namun yang cukup besar konsentrasinya berada di beberapa provinsi, seperti: Jawa Tengah (Jepara, Solo, Klaten, Semarang), D.I. Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Timur (Surabaya, Gresik, Pasuruan, Mojokerto), Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Saat ini Indonesia merupakan negara pengekspor furnitur No. 12 terbesar di dunia, dibawah China, Italia, Jerman, Polandia, Kanada, USA, Denmark, Perancis, Austria, Malaysia dan Belgia. Permasalahan yang dihadapi oleh industri furnitur saat ini, antara lain adalah: kurangnya pasokan bahan baku, terbatasnya kemampuan desain, terbatasnya jumlah SDM yang trampil, lemahnya kemampuan pemasaran, masalah permodalan dan iklim usaha serta kurangnya dukungan infrastruktur. Dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan tersebut, pemerintah telah dan akan melakukan langkah-langkah, antara lain : pembangunan terminal kayu di beberapa sentra industri kayu pembangunan pusat desain furnitur kayu pengembangan pemanfaatan bahan baku alternatif, mengadakan lomba desain furnitur tahunan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan SDM, dan lain-lain. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat, Eropa dan negara-negara maju akhir-akhir ini, menambah berat permasalahan yang dihadapi oleh industri furnitur nasional, mengingat ekspor industri furnitur ke negara tersebut cukup besar (+30 persen dari total ekspor furnitur nasional). Namun di lain pihak, ada peluang yang cukup baik, karena dengan adanya krisis tersebut fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah China terhadap industri furnitur-nya dikurangi/dihilangkan, ditambah lagi dengan menguatnya mata uang Yuan terhadap US$, sehingga harga furnitur dari China menjadi lebih mahal. Akibatnya banyak pembeli (buyer) dari USA maupun dari negara-negara lainnya yang semula mengimpor furnitur dari China, mengalihkan pembeliannya ke negara lain, termasuk Indonesia. Tabel 3.25. Perkembangan Industri Furnitur Uraian - Kapasitas - Produksi - Ekspor
Satuan M3/th M3 M3 Ribu US$ - Impor M3 Ribu US$ - Utilisasi Kap. % - Jml Unit Usaha Buah Catatan: *Angka Sementara Sumber : Depperin (diolah)
2005 3.401.350 2.330.389 1.639.113 1.994.735 32.547 35.158 68,51 950
2006 3.411.554 2.258.882 1.594.812 2.167.542 31.954 39.397 66,21 950
2007 3.411.554 2.265.660 1.164.014 1.904.703 31.314 39.318 66,41 950
2008 *) 3.411.554 1.835.185 942.851 1.542.809 25.364 31.848 53,79 950
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
49
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
T. Industri Pulp dan Kertas Pada saat ini di Indonesia terdapat 14 pabrik pulp dan 79 pabrik kertas dengan kapasitas masing-masing sebesar 6,70 juta ton pulp dan 10,36 juta ton kertas per tahun. Hampir semua jenis kertas sudah dapat diproduksi di dalam negeri, seperti : kertas koran (newsprint), kertas tulis cetak (writing & printing), kertas berharga (kertas uang, kertas check, kertas khusus), kertas sembahyang (joss paper), kertas kantong semen (sack kraft), kraft liner, corrugated medium, kertas bungkus (wrapping), kertas tissue, kertas sigaret dan lain-lain, sedangkan untuk pulp yang diproduksi di Indonesia sebagian besar adalah pulp serat pendek (LBKPLeaf Bleached Kraft Pulp). Hampir semua kebutuhan pulp dan kertas nasional dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri sendiri, bahkan sebagian produksinya telah diekspor dalam jumlah yang relatif besar. Pada tahun 2007, ekspor pulp dan kertas Indonesia berturut-turut sebesar 2,44 juta ton senilai US$ 1,07 miliar dan 3,37 juta ton senilai US$ 4,12 miliar. Pada periode 2005–2007, volume ekspor pulp turun rata-rata sebesar –2,48 persen per tahun, sedangkan nilainya naik rata-rata sebesar 6,89 persen per tahun. Pada periode yang sama, baik volume maupun nilai ekspor kertas naik masingmasing dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 17,27 persen per tahun dan 28,59 persen per tahun. Namun demikian, Indonesia masih mengimpor pulp dan kertas, akan tetapi dalam jumlah yang relatif kecil dibandingkan dengan ekspornya. Untuk kertas, terutama yang masih diimpor adalah kertas-kertas jenis tertentu (seperti : kertas uang dan kertas khusus lainnya), sedangkan untuk pulp, terutama serat panjang (NBKP-Needdle Bleached Kraft Pulp). Pada tahun 2007, Indonesia mengimpor pulp sebesar 0,86 juta ton senilai US$ 605,53 juta dan kertas sebesar 0,42 juta ton senilai US$ 499,72 juta. Perkembangan industri pulp dan kertas 2005 s.d. 2008 dan prognosa 2008 dapat dilihat dari Tabel 3.26 berikut : Posisi industri pulp dan kertas Indonesia di dunia internasional cukup penting, Indonesia pada saat ini menduduki peringkat no. 9 sebagai produsen pulp terbesar di dunia, sedangkan industri kertasnya menduduki peringkat no. 11. Indonesia masih memiliki peluang untuk meningkatkan peringkatnya sebagai produsen pulp dan kertas dunia, bahkan bisa menggeser negara-negara produsen pulp dan kertas utama lainnya, seperti : Brazil dan Jepang, terutama apabila program pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI-Pulp) yang ditargetkan seluas 5 juta ha dapat tercapai, yang akan menghasilkan bahan baku kayu + 125 juta m3 per tahun atau ekuivalen dengan pulp sebesar 27,8 juta ton (asumsi: riap tanaman 25 m3/ha/th dan 1 ton pulp = 4,5 m3 kayu). Berbagai kendala yang dihadapi dalam pengembangan industri pulp dan kertas antara lain karena makin sulitnya mendapatkan alokasi HTI yang memadai sebagai sumber bahan baku yang berkelanjutan.
50
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008 Tabel 3.26. Perkembangan Industri Pulp dan Kertas 2005-2008 No. Uraian 1. Industri Pulp -Kapasitas -Produksi -Ekspor -Impor -Utilisasi Kap. -Jml Unit Usaha 2. Industri Kertas -Kapasitas -Produksi -Ekspor - Impor -Utilisasi Kap. -Jml Unit Usaha
Satuan Ton/th Ton Ton Ribu US$ Ton Ribu US$ persen Buah
Ton/th Ton Ton Ribu US$ Ton Ribu US$ persen Buah
2005
2006
2007
2008 *)
6.447.100 5.467.540 2.562.970 932.708 885.579 496.645 84,81
6.697.100 6.231.174 2.812.624 1.124.050 992.289 549.327 93,04
6.697.100 6.282.330 2.437.372 1.065.657 864.125 605.528 93,08
6.697.100 5.813.118 2.147.934 665.511 761.510 378.157 82,67
14
14
14
14
10.051.580 8.207.620 2.994.860 2.040.955 352.180 404.210 81,66
10.292.580 8.637.615 4.833.068 2.859.218 358.956 418.366 83,92
10.359.481 8.680.804 4.118.817 3.374.836 415.409 499.723 84,34
10.359.481 8.203.360 3.892.282 2.232.454 392.562 330.567 79,19
76
76
79
79
*) Angka Sementara Sumber : Depperin (diolah)
Disamping itu krisis finansial yang terjadi di USA akhir-akhir ini (yang memicu terjadinya krisis finansial global), menambah berat permasalahan yang dihadapi oleh industri pulp dan kertas nasional, karena terjadi penurunan tingkat permintaan baik di pasar dalam negeri maupun di pasar global, yang akan menyebabkan pabrik-pabrik mengurangi tingkat produksinya. Masalah lainnya yang diperkirakan akan menghambat perkembangan industri kertas nasional adalah Permendag No. 41/MDAG/PER/10/2008 tentang Ketentuan Impor Limbah Non B3, yang memperumit prosedur impor kertas bekas dan menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Sedangkan di lain pihak impor kertas bekas kita masih cukup besar yaitu sekitar 3 juta ton setahun dari kebutuhan sebesar 6 juta ton, mengingat pasokan kertas bekas dari dalam negeri belum mencukupi. U. Industri Semen Produksi semen pada tahun 2007 sebesar 34,17 juta ton atau naik 6,90 persen dibandingkan produksinya tahun 2006, sedang produksinya 2008 diperkirakan naik menjadi 37.678.723 atau naik 10,26 persen. Kondisi industri semen sampai dengan tahun 2007 dan prognosa tahun 2008 tersaji pada Tabel 3.27
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
51
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008 Tabel 3.27. Perkembangan Industri Semen 2003 – 2008 No. 1. 2. 3.
Uraian
2003 47.490.000 30.642.000 26.664.584
2004 47.490.000 33.014.000 28.567.737
Tahun 2005 2006 46.090.000 46.090.000 33.917.000 31.975.265 30.648.605 27.520.000
2007 46.090.000 34.172.436 35.000.000
2008* 46.090.000 37.678.723 38.578.723
2.245.000 1.213.259 15.000
2.500.000 1.200.000 15.000
5.784.383 1.188.435 15.000
Kapasitas Produksi Kebutuhan DN 4. Ekspor 4.026.389 4.523.574 3.289.000 5. Impor 48.973 77.311 1.015.853 6. Tenaga Kerja 15.600 15.600 15.000 *) Catatan : Perkiraan 2008, ekspor termasuk klinker Sumber : Depperin (diolah)
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan harga yang lebih murah, maka pihak produsen semen telah melakukan diversifikasi produk selain Portland Tipe I menjadi semen Portland Campur, semen Portland Komposit, semen Masonry dan semen Fly Ash yang cukup kuat untuk pembangunan rumah tinggal (< 3 tingkat). Adanya kenaikan kebutuhan semen, diantisipasi melalui : 1. Pengendalian ekspor semen; 2. Optimalisasi kemampuan produksi kiln dan cement mill; 3. Perluasan/pembangunan pabrik baru khususnya di luar Pulau Jawa; 4. Penerapan SNI Wajib terhadap berbagai jenis semen atas pertimbangan faktor kualitas dan menghindari terjadinya persaingan harga yang tidak sehat. Revisi SNI semen mengacu pada standar internasional seperti JIS dan ASTM, sesuai Peraturan Menteri Perindustrian No. 35/M-IND/PER/4/2007; Dalam rangka pengamanan pasokan batubara perlu dilakukan : 1. Peningkatan kerja sama (kemitraan) antara produsen semen dengan produsen batubara; 2. Penggunaan batubara kalori rendah (nilai kalor 5.000 kkal/kg) untuk mengganti batubara kalori tinggi (> 6.300 kkal/kg); Dalam upaya meningkatkan efisiensi penggunaan meminimalkan dampak lingkungan perlu dilakukan :
energi
dan
1. Penggunaan bahan bakar alternatif seperti ban bekas namun masih terkendala oleh jaminan pasokan ban secara kontinu; 2. Penerapan Clean Development Mechanism (CDM), melalui penggunaan boiler penyimpan panas (Waste Heat Recovery Boiler) pada PT. Semen Padang bekerja sama dengan New Energy Development Organization (NEDO); V. Industri Keramik Produk keramik dihasilkan melalui pengolahan bahan tambang seperti kaolin, feldspar, pasir silika dan clay (tanah liat) melalui tahapan 52
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
pembakaran dengan suhu tinggi (sekitar 1.300 oC). Bahan bakar gas dipasok dari PT. Perusahaan Gas Negara (PT. PGN). Perkembangan kebutuhan gas per tahun dari tahun 2005 dan perkiraan kebutuhan tahun 2006 s.d. 2010 seperti Tabel 3.28 berikut. Tabel 3.28. Kebutuhan Keramik Tahun 2005 – 2010 Satuan = MMBTU
Tahun Uraian 2005 Tile
2006
2007
2008
2009
2010
28,7
30,5
32,3
34,2
36,3
38,5
Tablewate
1,7
1,8
1,9
2,1
2,2
2,3
Sanitary
2,2
2,4
2,5
2,7
2,8
3,0
32,6
34,7
36,7
39,0
41,3
43,8
Jumlah
Sumber : Depperin (diolah)
Sampai dengan tahun 2007 ini di Indonesia terdapat sekitar 58 industri keramik yang menghasilkan produk keramik tile, tableware dan sanitary dengan yang dapat dilihat pada Tabel 3.29. Tabel 3.29. Produksi, Jumlah Perusahaan dan Penyerapan Tenaga Kerja Industri Keramik Jenis keramik
Jumlah Perusahaan
JumlahTenaga Kerja
- Keramik ubin
40
17.900
- Keramik tableware
15
15.000
- Keramik sanitary
3
6.000
Perkembangan industri keramik di Indonesia dalam 3 triwulan 2008 cukup pesat yaitu 8 persen, dan khusus keramik tile (ubin) merupakan produsen nomor 6 di dunia setelah Italia, China, Spanyol, Turki dan Brazil dengan ekspor tahun 2007 sebesar US$ 210.8 juta tujuan utama Eropa dan Amerika. Gambar dan perkembangan industri keramik sampai tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 3.30. Indonesia mempunyai peluang besar untuk mengembangkan industri keramik, hal ini dapat dilihat dari : 1).
Konsumsi per kapita keramik ubin Indonesia masih rendah yaitu 0,5m2/tahun jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang sudah 2m2/tahun.
2).
Potensi sumber bahan baku yang besar seperti clay, feldspar, pasir kuarsa, kaolin yang tersebar di Sumatera, Jawa dan Kalimantan tetapi belum diolah secara manufaktur. LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
53
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008 Tabel 3.30. Industri Keramik Sampai Tahun 2008 Satuan = Ton No.
Uraian
2003
2004
Tahun 2005 2006
2007
2008 *
1.
Kapasitas
4.997.700
4.997.700
4.997.700
4.997.700
4.997.900
4.997.900
2.
Realisasi Produksi
3.560.130
3.814.730
3.493.222
2.796.864
4.193.955
4.162.500
3.
Kebutuhan D N
3.138.079
3.423.091
3.176.212
2.484.124
2.500.000
3.926.527
4.
Ekspor
523.651
602.275
525.814
525.058
451.454
434.151
5.
Impor
101.600
210.636
208.804
212.318
148.354
198.178
6.
Tenaga Kerja
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
200.000
Catatan: *Angka Sementara Konversi
2
: Berat 1 m keramik tile + 15 Kg Berat 1 bh keramik tebleware + 0, 303 Kg Berat 1 bh keramik sanitary + 16,5 Kg
W. Industri Ban Di Indonesia terdapat 13 produsen ban yang menjadi anggota Asosiasi Produsen Ban Indonesia (APBI). Produksi ban nasional mampu memenuhi kebutuhan nasional untuk kendaraan roda 4 dan roda 2. Pemasaran ban sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan diekspor ke berbagai negara seperti : Amerika Serikat, Saudi Arabia, Jepang, Philipina, Inggris dan Uni Emirat Arab. Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib terhadap ban meliputi 4 jenis ban luar dan ban dalam yaitu : ban mobil penumpang, ban truk dan bus, ban truk ringan, ban sepeda motor dan ban dalam kendaraan bermotor sesuai dengan Keputusan Menperindag No. 595/MPP/Kep/9/2004. Kondisi industri ban sampai dengan tahun 2007 dan tahun 2008 (prognosa) dapat dilihat pada Tabel 3.31. berikut. Tabel 3.31. Perkembangan Industri Ban No.
Uraian
2004 1 Kapasitas 778,088 2 Realisasi Produksi 657,131 3 Kebutuhan D N 521,327 4 Ekspor 233,913 5 Impor 98,109 6 Tenaga Kerja 21,300 Catatan: *Angka Sementara Konversi: Berat 1 unit ban R4 + 17 Kg Berat 1 unit ban R2 + 3 Kg
2005 778,088 768,384 649,703 258,203 139,522 23,500
Tahun 2006 2007 2008 * 778,088 778,088 840,000 732,757 735,000 813,704 744,576 548,500 918,404 114,402 125,000 127,300 26,221 230,000 232,000 24,156 23,500 23,500 Sumber : Depperin (diolah)
Produksi ban pada tahun 2007 sebesar 785.873 ton atau naik 5,4 persen dari tahun 2006, pada tahun 2008 diperkirakan naik 3,5 persen atau sebesar 813.704 ton. Penyerapan tenaga kerja tahun 2007 sebanyak 22.919 orang atau mengalami penurunan sebesar 658 orang dibanding tahun 2006 sebanyak 23.577 orang, tetapi pada tahun 2008 di perkirakan akan mengalami peningkatan menjadi 24.156 orang.
54
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008
Pengembangan industri ban sesuai dengan permintaan pasar diarahkan pada jenis ban radial untuk semua kendaraan roda 4 ke atas. Khusus untuk truk, perlu dikembangkan ban radial berukuran 24 - 54. Jenis ban radial yang dikembangkan adalah “high performance” yang terdiri atas : 1)
Seri S dengan kecepatan maksimum 180 km/jam;
2)
Seri H dengan kecepatan maksimum 210 km/jam;
3)
Seri V dengan kecepatan maksimum 240 km/jam;
4)
Seri Z dengan kecepatan diatas 240 km/jam.
Pada ban kendaraan roda 2, pengembangan diarahkan pada ban motor bebek yang jumlahnya meningkat pesat sejak 3 (tiga) tahun terakhir. Kajian rencana penerapan UN-ECE (United Nations Economic Commission for Europe) persiapan penerapan UN-ECE pada standardisasi ban dilakukan evaluasi kesesuaian rancangan penerapan UN-ECE, dan diharapkan dapat diterapkan pada tahun 2010. Hal ini sangat penting mengingat sebagian besar ekspor ban ke negara-negara Eropa. X. Industri Garam Pengembangan industri garam diarahkan untuk memenuhi kebutuhan garam industri dan garam konsumsi. Pengembangan industri garam beryodium diupayakan agar dapat mencapai Universal Salt Lodization (Garam Untuk Semua). Pada tahun 2010 yaitu 90 persen masyarakat mengkonsumsi garam beryodium yang memenuhi syarat standar SNI. Pembinaan terhadap produsen garam beryodium dan petani garam disentra produksi untuk meningkatkan kualitas, produktivitas garam rakyat dan peningkatan produksi garam beryodium yang memenuhi syarat SNI. Peningkatan produktifitas dan kualitas garam rakyat dibina melalui pembangunan demplot, manajemen mutu lahan pegaraman dan peralatan pencucian untuk memperoleh garam bahan baku sesuai standar. Peningkatan produksi garam beryodium yang memenuhi syarat SNI dibina melalui pelatihan teknik produksi, bantuan peralatan Iodisasi garam, dan bimbingan penerapan SNI. Sentra garam yang telah dilakukan pembinaan antara lain Cirebon, Pati, Rembang, Pasuruan, Probolinggo, Sampang, Pamekasan, Sumenep, Jeneponto, Lombok Timur, Bima. Tahun anggaran 2006 kegiatan bantuan peralatan iodisasi garam di Kabupaten Bima dan Sampang dan bimbingan manajemen mutu lahan di Kupang (NTT), Bima dan Lombok Timur. Gambaran perkembangan industri garam dapat dilihat pada Tabel 3.32 dan Tabel 3.33 berikut.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
55
Bab III: Perkembangan Sektor Industri dan Manufaktur Tahun 2008 Tabel 3.32. Perkembangan Industri Garam Ton No.
Uraian
2004 1 Kapasitas 1.200.000 2 Realisasi Produksi 1.382.980 3 Kebutuhan D N 2.562.450 4 Ekspor 1.777 5 Impor 2.181.247 6 Tenaga Kerja 22,200 Catatan: *Angka Sementara Sumber : Depperin (diolah)
2005 1.200.000 1.150.000 2.783.000 14.867 1.404.375 22,200
2006 1.200.000 1.200.000 2.441.010 1.065 1.396.890 22,200
2007 2008* 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.296.000 2.500.000 2.679.460 1.346 1.000 1.250.000 1.700.000 22.200 22,200
Tabel 3.33. Produksi Garam Nasional Setara K1 Ton No.
Produk
Tahun 2006 504,000 336,000 210,000 1.050.000
2004 2005 2007 2008 * 538,600 1 K1 444,299 455,000 529,000 359,100 2 K2 ----> K1 347,369 301,750 352,800 224,500 3 K3 ----> K1 371,008 238,000 220,500 112,220 Jumlah *) 1.162.676 994,750 1.102.500 Catatan: *Angka Sementara *) Jumlah setara K1 dengan asumsi K2 menjadi K1 susut 15 persen dan K3 menjadi K1 susut 30 persen Sumber : Depperin (diolah)
56
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
BAB IV LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN YANG TELAH DILAKUKAN
4.1 Pelaksanaan Tugas Pokok A. Perkuatan dan Pengembangan Klaster Industri 1. Klaster Industri Baja Langkah-langkah yang telah dilakukan dalam pengembangan klaster industri baja meliputi : a. Memfasilitasi PT. Krakatau Steel untuk melakukan MOU dengan Bupati di propinsi Kalimantan Selatan guna mendapatkan dukungan dan jaminan pasokan bahan baku bijih besi. b. Memfasilitasi PT. Meratus Jaya Iron & Steel untuk bekerja sama dengan Pemprov Kalimantan Selatan dan Pemkab Tanah Bumbu untuk membangun pabrik di KAPET Batulicin dengan pola inbreng. c. Memfasilitasi PT. Yiwan Mining dan PT. SILO (pemilik KP bijih besi di Propinsi Kalimantan Selatan) untuk bekerjasama dengan calon investor yang akan membangun pabrik baja di Propinsi Kalimantan Selatan. d. Memfasilitasi calon-calon investor pabrik baja untuk mendapatkan lahan di KAPET Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu dan di Pelaihari Kabupaten Tanah Laut, Propinsi Kalimantan Selatan. e. Memfasilitasi penyelesaian ijin pinjam pakai status lahan KP bijih besi PT. Yiwan Mining dan PT. SILO yang berada di kawasan hutan produksi. Sedangkan hasil yang telah dicapai meliputi : a. PT Krakatau Steel dan PT. Aneka tambang telah membentuk perusahaan patungan (PT. Meratus Jaya Iron and Steel) untuk membangun pabrik iron making berkapasitas 315.000 ton per tahun dengan investasi awal sebesar US$ 60 juta yang berlokasi di KAPET Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu Propinsi Kalimantan Selatan. Peletakan batu pertama direncanakan bulan Desember 2008 dan diharapkan mulai beroperasi komersial pada tahun 2010. b. China Nickel Resources Incorporated yang berkedudukan di Hongkong membentuk PT. Mandan Steel yang akan membangun industri pengolahan bijih besi lokal yang berasal dari PT. Yiwan Mining dengan kapasitas awal sebesar 1 juta ton billet per tahun dan
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
57
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
investasi awal sebesar US$ 220 juta. Peletakan batu pertama akan dilakukan setelah mendapat kepastian pasokan bijih besi dari PT. Yiwan Mining. c. PT. Semeru Surya Steel telah melakukan peletakan batu pertama pada bulan Desember 2007 untuk membangun industri iron making dengan kapasitas 300.000 ton pig iron di Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimantan Selatan. Saat ini sedang difasilitasi Nanjing Iron and Steel Company dari China untuk melakukan penjajakan pembangunan industri iron making di Kalimantan Selatan. 2. Klaster Industri Mesin Peralatan Listrik Langkah-langkah yang telah dilakukan dalam pengembangan klaster industri mesin peralatan listrik antara lain membangun kolaborasi antara industri mesin peralatan listrik dan EPC nasional untuk mendukung pembangunan PLTU Batubara 10.000 MW di luar Jawa – Bali. Sedangkan hasil yang telah dicapai meliputi : a. 21 lokasi (9 lokasi sudah tanda tangan kontrak) dari 25 lokasi pembangunan PLTU Batubara di luar Jawa – Bali yang ditenderkan oleh PT. PLN akan dibangun oleh EPC nasional sebagai main contractor sebagai hasil kolaborasi dengan industri manufaktur dalam negeri. b. Besaran TKDN mulai dari 68 persen sampai dengan 45 persen menggambarkan kemampuan industri manufaktur nasional untuk mensuplai mesin peralatan listrik dalam pembangunan PLTU Batubara seperti boiler, transformer, switch gear, electrical motor, power distribution panel, water treatment plant, cool handling & ash handling system, steel structure, instrument control, dsb. c. Dalam rangka perkuatan klaster, pemerintah melalui PT. Nusantara Turbin dan Propulsi mengembangkan reverse engineering turbin, dimana saat ini sedang tahap awal untuk turbin 3 MW. 3. Klaster Industri Mesin Peralatan Pabrik Langkah-langkah yang telah dilakukan dalam pengembangan klaster industri mesin peralatan pabrik meliputi : a. Melanjutkan penguatan struktur industri mesin melalui pendekatan klaster industri. b. Pengembangan dan penguasaan rancang bangun dan perekayasaan dalam pembuatan mesin/peralatan untuk; pertanian, pabrik gula, pabrik pupuk, pabrik kelapa sawit, dan peralatan kelistrikan. c. Peningkatan kemampuan industri mesin dalam mendukung peran industri jasa Engineering Procurement and Construction (EPC) nasional. 58
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
d. Mendorong usaha peningkatan investasi pada sektor industri mesin melalui usaha patungan PMA dan atau PMDN. e. Memanfaatkan pasar dalam negeri sebagai basis pengembangan dan peningkatan utilisasi kapasitas produksi. f. Mendorong peningkatan penggunaan produksi dalam negeri dalam program percepatan pembangunan industri pada perluasan dan pembangunan pabrik baru milik BUMN, misalnya: pabrik pupuk, pabrik gula, dan pabrik minyak sawit . g. Mengembangkan industri Alat Berat melalui usulan insentif BMDTP (Bea Masuk ditanggung Pemerintah). h. Mengembangkan industri dalam negeri melalui harmonisasi tarip bea masuk untuk kelompok industri mesin dan peralatan alsintan, mesin peralatan energi, dan mesin peralatan pabrik. i. Mendorong percepatan revitalisasi pabrik gula melalui insentif atas pembelian mesin dan peralatan buatan dalam negeri. j. Usulan penetapan Permen SNI wajib untuk kelompok komoditi katup, regulator, meter air, motor diesel, dan rol karet gilingan padi. k. Mendukung penyediaan infrastruktur lembaga uji untuk penerapan SNI wajib untuk kelompok komoditi meter air, motor diesel dan rol karet gilingan padi. l. Memberikan insentif fiskal (pajak, bea masuk) untuk industri mesin yang mempunyai prospektif potensial dikembangkan di dalam negeri dan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi nasional. 4. Klaster Industri TPT Langkah langkah yang telah dilakukan dalam pengembangan klaster industri TPT meliputi : a. Meluncurkan program restrukturisasi permesinan/peralatan ITPT yaitu dengan cara memberikan kemudahan kepada industri TPT untuk melakukan peremajaan mesin dengan 2 skema kemudahan, yaitu Skim 1 (potongan harga mesin peralatan) dan Skim 2 (memberikan pinjaman/kredit dengan suku bunga rendah). b. Mengkoordinasikan dalam penanganan limbah batubara dengan memberikan bantuan peralatan pengolah limbah batubara. c. Melakukan rekondisi mesin beberapa klaster industri. d. Mengembangkan bahan baku alternatif. e. Meningkatkan teknologi bagi Klaster Industri dengan memberikan bantuan mesin/peralatan. f. Meningkatkan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Garment di Semarang dengan memberikan bantuan mesin / peralatan, disamping mengadakan pelatihan SDM untuk meningkatkan kualitas.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
59
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
g. Mengadakan International Business Forum on Textile Product, pameran mesin peralatan tekstil dan pameran produk tekstil baik didalam maupun di luar negeri. Sedangkan hasil yang telah dicapai meliputi : a. Restrukturisasi Mesin Produksi TPT Dalam rangka restrukturisasi mesin peralatan pabrik yang telah tua, pada tahun 2007 dan tahun 2008 telah diluncurkan program peningkatan teknologi ITPT melalui restrukturisasi dengan jumlah dana sebesar Rp. 255 miliar (tahun 2007) dan sebesar Rp. 330 miliar (tahun 2008) yang terbagi menjadi 2 Skim, yaitu : Skim 1 merupakan bantuan potongan harga terhadap industri yang melakukan restrukturisasi mesin, dan Skim 2 merupakan pemberian kredit berbunga rendah dengan sistem modal padanan. Realisasi penyaluran dana pada tahun 2007 mencapai Rp. 153,31 miliar (untuk Skim 1 sebesar Rp. 128,31 miliar yang digunakan pada 78 perusahaan dan Skim 2 sebesar Rp. 25,00 miliar yang digunakan pada 14 perusahaan). Realisasi penyaluran dana pada tahun 2008 (Skim 1), jumlah peserta yang mendaftar 179 perusahaan dengan nilai investasi sebesar Rp. 2,286 triliun dan nilai potongan harga sebesar Rp. 221 miliar. Karena adanya beberapa perusahaan yang mengundurkan diri serta mengurangi mesin/peralatan yang akan diimpor yang disebabkan keterlambatan datang dan kenaikan nilai dollar (krisis financial global), maka jumlah perusahaan yang mengajukan pencairan dan disetujui dalam rapat Tim Teknis sebanyak 166 perusahaan dengan nilai investasi sebesar Rp. 1,949 triliun dan nilai potongan harga sebesar Rp. 169,233 miliar (59,35 persen dari pagu Rp. 285 miliar). Sedangkan yang diserap pada Skim II sebesar Rp. 12,538 miliar (27,86 persen dari pagu Rp. 45 miliar) yang digunakan pada 9 perusahaan. b. Membangun Pusat Pengembangan Rami di Kabupaten Wonosobo mulai dari penanaman sehingga menjadi serat rami. c. Memberikan bantuan mesin dan peralatan ke beberapa klaster industri seperti Cipondoh (Tangerang), Sukabumi, Bandung, Pekalongan, Semarang, DI Yogyakarta, Bali dan Sumatera Barat. d. Memfasilitasi rekondisi mesin dan peralatan pabrik di Majalaya, Pekalongan dan Semarang. e. Membangun Pusat Pelatihan dan Pendidikan Garmen di Semarang, dengan memberikan mesin/peralatan pelatihan. f. Memfasilitasi pusat pengolahan limbah batu bara di Majalaya. g. Melaksanakan pameran mesin peralatan tekstil di Semarang dan Bandung dan pameran produk tekstil di Bandung, Jakarta, Yogyakarta dan Kuala Lumpur.
60
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
h. Melatih SDM industri tekstil di bidang pakaian jadi modern, cotton clusser, CAD/CAM, dyeing & finishing, pewarnaan, laporan keuangan dan studi kelayakan usaha serta audit energi di pusat Industri TPT. i. Memfasilitasi penerapan Social Compliance (WRAP & SA 8000) pada industri pakaian jadi. j. Meningkatkan kolaborasi antar ITPT yang ditandai dengan meningkatnya kinerja ITPT dan keterkaitan industri serat, benang, kain dan garmen. 5. Klaster Industri Kendaraan Bermotor (Otomotif) Program pengembangan klaster industri otomotif dimulai sejak tahun 2005, penerapannya baru dapat dilakukan pada tahun 2006 yaitu dengan melakukan diagnosis. Berbagai sosialisasi program sampai pembentukan kelompok-kelompok kerja (working group) pengembangan klaster otomotif sudah dilakukan di berbagai daerah potensial. Pengembangan industri komponen otomotif dilakukan dengan cara mendorong tumbuhnya embrio-embrio klaster otomotif di berbagai daerah yang potensial untuk pengembangan industri otomotif seperti di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, mengingat karakteristik industri otomotif cenderung membangun afiliasi dengan Principal-nya. Hal-hal yang telah dilakukan dan dicapai pada tahun 2008 antara lain : a. Mengembangkan klaster industri komponen/suku cadang otomotif di Jawa Barat. Di Jawa Barat telah dibentuk working group pengembangan industri komponen/suku cadang kendaraan bermotor yang diluncurkan pada tahun 2007. Working group tersebut diberi nama SMART Otomotif Jabar, yang anggotanya terdiri dari semua pemangku kepentingan terkait, yaitu Industri perakit, industri komponen, instansi Pemda Jabar, institusi Perbankan, Lembaga Penelitian dan pemangku kepentingan terkait lainnya. Working group telah menyusun program dan rencana aksi pengembangan klaster otomotif di Jawa Barat antara lain program untuk pengembangan pemasaran, pengembangan dan peningkatan kemampuan design komponen, standardisasi, dan lain-lain. Untuk memperkuat klaster tersebut telah diberikan bantuan mesin uji pelek kendaraan bermotor yang ditempatkan di B4T Bandung. b. Mengembangkan klaster industri komponen/suku cadang otomotif di Jawa Timur. Sejak tahun 2006 di Jawa Timur sudah dilakukan upaya-upaya untuk memfasilitasi pengembangan klaster industri otomotif dengan cara menggalang dukungan dan komitmen pemangku kepentingan terkait melalui forum-forum diskusi, koordinasi, dan workshop maupun kegiatan lainnya. Pada tahun 2007 dilakukan inisiasi pembentukan struktur dan keanggotaan working group pengembangan otomotif LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
61
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait baik pemerintah daerah, pelaku usaha, instistusi keuangan serta lembagalembaga litbang terkait. 6. Klaster Industri Perkapalan Pengembangan klaster industri perkapalan dimulai sejak tahun 2005 melalui langkah-langkah sosialisasi program, kemudian dilanjutkan pada tahun 2006 dengan melakukan diagnosis, pembentukan Steering Committee, Working Group dan workshop dengan melibatkan semua komponen/pemangku kepentingan terkait. Bertitik tolak dari hasil diagnosis, kemudian difasilitasi dengan melaksanakan Focused Group Discussions (FGD) yang dilaksanakan di Jakarta dan Surabaya pada tahun 2006 dan tahun 2007, dimaksudkan untuk mendorong terjadinya aglomerasi perusahaan terkait di suatu daerah/wilayah yang potensial untuk dikembangkan klaster industri perkapalan. Hal-hal yang telah dicapai dalam pengembangan klaster industri perkapalan, sebagai berikut : a. Pada tahun 2006 telah dibentuk kelembagaan klaster industri perkapalan di Surabaya yang diberi nama KIKAS (Klaster Industri Perkapalan Surabaya). b. Kemudian pada tahun 2007 juga dibentuk KIKAJA (Klaster Industri Perkapalan Jakarta) meliputi klaster industri perkapalan di Jawa Barat, Banten, DKI – Jakarta, dan sebagian Jawa Tengah. c. Pada tahun 2008 telah dilaksanakan penguatan KIKAS dan KIKAJA: 1) Langkah-langkah penguatan Klaster KIKAS : a) melaksanakan rencana aksi KIKAS sesuai dokumen protokol. b) melatih dan mensertifikasi anggota KIKAS demi mewujudkan KIKAS terarah, tersinergi dan dan berdaya saing tinggi. c) membangun sarana dan prasarana penunjang gedung PDRKN (tempat parkir, pos satpam, rumah tunggu satpam, gardu induk). d) melengkapi gedung PDRKN (paket software dan hardware). e) menyelenggarakan kegiatan PDRKN (mendesain kapal). 2) Langkah-langkah penguatan Klaster KIKAJA : a) telah membentuk kelembagaan yang mengorganisir kegiatan pengembangan klaster industri perkapalan di Jakarta dan sekitarnya. 7. Klaster Industri Elektronika Konsumsi Mengingat kebutuhan pompa air saat ini perkembangannya meningkat sangat signifikan, maka pengembangan klaster industri elektronika 62
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
konsumsi diperkuat dan dikembangkan klaster industri pompa air di Jawa Barat, sedangkan klaster lampu hemat energi (LHE) di Jawa Timur karena industri pioner dan industri pendukungnya tersebar di Jawa Timur. Untuk mendukung pengembangan klaster tersebut telah dibentuk Tim Asistensi, steering committe dan working group. Dengan pendekatan klaster pompa air telah didorong terjadinya kemitraan antara industri kecil dan besar. Sebagai contoh PT. Panasonic Manufacturing Indonesia telah menjalin kerjasama untuk pengadaan komponen pompa air seperti rumah pompa, impeler dan lain-lain dengan industri kecil di Juwana dan Ceper. Dalam rangka peningkatan kualitas komponen pompa, Departemen Perindustrian telah memberikan bimbingan teknis kepada IKM yang memproduksi komponen pompa dan memberikan bantuan peralatan. Klaster LHE di Surabaya difokuskan pengembangannya untuk memenuhi kebutuhan LHE di dalam negeri yang meningkat ± 20 persen per tahun. Saat ini sebagian industri LHE masih dalam tahap perakitan dengan komponennya sebagian besar masih diimpor. Melalui pendekatan klaster telah dilakukan upaya-upaya agar komponenkomponen sederhana dapat di supply dari dalam negeri, untuk itu telah dilakukan pelatihan SDM LHE khususnya dalam pembuatan komponen LHE seperti caps dan modul untuk rangkaian penyearah arus kuat menjadi arus lemah, serta bantuan peralatan laboratorium uji aging lampu hemat energi. Pada tahun 2008 untuk memperkuat klaster-klaster tersebut Direktorat Industri Elektronika, Ditjen Industri Alat Transportasi dan Telematika telah memberikan bantuan kepada: a. Industri Kecil dan Menengah di Ceper Klaten berupa peralatan mould and dies. Dengan bantuan peralatan ini diharapkan suplai rumah pompa meningkat baik kualitas maupun kuantitasnya. b. Politeknik Batam berupa peralatan laboratorium uji komponen elektronika. c. Baristand Surabaya Jawa Timur berupa peralatan laboratorium uji aging lampu hemat energi. d. Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Bandung berupa peralatan laboratorium uji audio video. 8. Klaster Industri Telematika Berdasarkan hasil diagnosis pada tahun 2006 direkomendasikan bahwa Bandung dan sekitarnya merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan Klaster Industri Telematika. Secara embrionik beberapa faktor yang diperlukan sebagai komponen klaster sudah terbentuk seperti cukup tersedianya SDM, perguruan tinggi, perusahaan industri telematika, serta Institusi pendukung lainnya. Working Group yang telah terbentuk terdiri dari unsur perusahaan/industri, akademisi, pemerintah, dan unsur pendukung LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
63
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
lainnya. Champion dari klaster industri telematika adalah PT. INTIBandung. Klaster industri telematika yang bernama ”KlariTi” didukung oleh Steering Committe, Tim Asistensi dan Tenaga Ahli klaster dan fasilitator. Upaya perkuatan dan pengembangan Klaster Industri Telematika akan terus dilakukan melalui penguatan komitmen antar anggota klaster serta adanya inisiasi sehingga dimungkinkan disiapkannya ”playing ground/breeding ground” dalam memacu aktifitasnya. Pada tahun 2008 working group dan fasilitator telah melakukan beberapa kali workshop dalam rangka penguatan klaster dan pelatihan dibidang software bagi anggota klaster. 9. Klaster Industri Pengolahan Kakao dan Coklat Pada tahun 2006, Indonesia merupakan produsen kakao terbesar ketiga di dunia dengan produksi sebesar 456.000 ton setelah negara Pantai Gading s e b e s a r 1.276.000 ton dan Ghana sebesar 586.000 ton. Luas lahan tanaman kakao Indonesia lebih kurang 992.448 Ha dengan produksi biji kakao sekitar 456.000 ton per tahun atau dengan produktivitas rata-rata 900 Kg per ha. Daerah penghasil kakao dengan urutan sebagai berikut: Sulawesi Selatan 184.000 (28,26 persen), Sulawesi Tengah 137.000 ton (21,04 persen), Sulawesi Tenggara 111.000 ton (17,05persen), Sumatera Utara 51.000 ton (7,85 persen), Kalimantan Timur 25.000 ton (3,84 persen), Lampung 21.000 ton (3,23 persen) dan daerah lainnya 122.000 ton (18,74 persen). Menurut usahanya perkebunan kakao Indonesia dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok yaitu : Perkebunan Rakyat 887.735 Ha, Perkebunan Negara 49.976 Ha dan Perkebunan Swasta 54.737 Ha. Ekspor biji kakao Indonesia sebesar 365.000 ton (80 persen) dengan negara tujuan USA, Malaysia, dan Singapura, sisanya sekitar 121.000 ton diolah di dalam negeri yang menghasilkan cocoa liquor, cocoa butter, cocoa cake, dan cocoa powder digunakan untuk industri dalam negeri dan ekspor. Biji kakao Indonesia memiliki keunggulan melting point Cocoa Butter yang tinggi, serta tidak mengandung pestisida dibanding biji kakao dari Ghana maupun Pantai Gading. Dalam rangka pengembangan klaster industri kakao, pada tahun 2005 telah dibentuk Forum Komunikasi Kakao, yang merupakan wadah komunikasi seluruh pemangku kepentingan perkakaoan nasional yang melibatkan petani/kelompok tani, pedagang pengumpul, eksportir dan industri serta instansi terkait baik pusat maupun daerah. Melalui forum tersebut telah dilakukan tahapan diagnostik klaster industri kakao yang hasilnya telah ditetapkan lokus utama klaster industri kakao di Sulawesi Selatan. Penetapan Sulawesi Selatan sebagai lokus utama klaster industri kakao adalah dengan pertimbangan bahwa propinsi Sulawesi Selatan selain sebagai pintu gerbang wilayah timur Indonesia, yang merupakan sentra penghasil biji 64
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
kakao, juga memiliki berbagai sarana dan prasarana pendukung untuk menunjang pengembangan klaster industri kakao. Hasil diagnostik lainnya menyebutkan bahwa masalah pokok pengembangan industri kakao adalah : 1) meningkatkan produksi yang saat masih rendah dan rentan terhadap hama Penggerek Buah Kakao; 2) meningkatkan kualitas biji kakao yang sebagian besar masih dalam bentuk unfermented bean; 3) mengoptimalkan kapasitas terpasang industri kakao nasional yang saat ini utilisasinya baru mencapai 40 persen dari total kapasitas sebesar 300 ribu ton per tahun; 4) meningkatkan infrastruktur termasuk pelabuhan yang menghubungkan sentra penghasil biji kakao dengan industri pengolahan kakao dalam negeri dan pasar internasional. Pada tahun 2006 telah dilakukan kegiatan sosialisasi di berbagai daerah/sentra penghasil kakao dengan mengumpulkan seluruh pemangku kepentingan perkakaoan nasional mulai dari tingkat petani, pedagang pengumpul, eksportir, industri, serta instansi terkait baik yang membina on farm (Deptan) maupun off farm-nya (Depperind dan Depdag) dengan maksud untuk mendapatkan persepsi yang sama dalam pengembangan klaster industri kakao. Sejalan dengan program pengembangan klaster industri kakao, sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 telah dilakukan rencana aksi untuk menunjang program peningkatan mutu biji kakao antara lain : a. Menunjuk fasilitator untuk memfasilitasi Kolaborasi antar anggota klaster dengan dukungan Pemerintah Daerah, Petani, dan industri kelapa. b. Bantuan mesin dan peralatan fermentasi biji kakao di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, Luwu dan Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Kabupaten Padang Pariaman dan Lampung Timur. c. Bantuan mesin dan peralatan pengolahan dan fermentasi biji kakao di Sumatera Barat. d. Kajian Pusat Pengembangan Industri Kakao di Sulawesi. planting management (budidaya tanaman, e. Perbaikan pemeliharaan / perawatan termasuk pemberantasan hama, dan panen sering serta sarungisasi buah kakao) dalam rangka meningkatkan produktivitas menjadi 1.000-1500 kg per ha. f.
Merevisi dan menerapkan SNI biji kakao.
g. Membentuk dan memberdayakan working group di Sulawesi Selatan. 10. Klaster Industri Kelapa Indonesia merupakan negara yang memiliki lahan tanaman kelapa terbesar di dunia dengan luas areal 3,88 juta hektar (97 persen merupakan perkebunan rakyat), memproduksi kelapa 3,2 juta ton setara kopra. Selama 34 tahun, luas tanaman kelapa meningkat dari 1,66 juta hektar pada tahun 1969 menjadi 3,89 juta hektar pada LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
65
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
tahun 2005. Meskipun luas areal meningkat, namun produktivitas pertanaman cenderung menurun (tahun 2001 rata-rata 1,3 ton per ha, 2005 rata-rata 0,7 ton per ha). Produktivitas lahan kelapa Indonesia masih rendah di bandingkan dengan India dan Srilangka. Permintaan produk-produk berbasis kelapa masih terus meningkat baik untuk ekspor maupun pasar dalam negeri. Industri turunan kelapa masih dapat dikembangkan dengan melakukan diversifikasi produk olahan antara lain: oleokimia, desiccated coconut, virgin oil, nata de coco, dan lain-lain. Meskipun seluruh bagian tanaman kelapa dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan manusia, namun perkembangan industri pengolahan berbasis kelapa di Indonesia dimulai dengan pengembangan industri kopra sebagai bahan baku industri minyak kelapa. Seiring dengan perkembangan waktu, saat ini telah dihasilkan aneka produk berbasis kelapa seperti tepung kelapa, kelapa parut, santan dalam kemasan, VCO, nata de coco, konsentrat air kelapa, arang batok, carbon active, sabut dan lain-lain. Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2005 tercatat 564 perusahaan pengolahan berbasis kelapa (umumnya industri minyak kelapa). Pada tahun 2005 telah dibentuk Forum Komunikasi Kelapa, yang merupakan wadah komunikasi seluruh pemangku kepentingan perkelapaan nasional yang melibatkan petani/kelompok tani, pedagang pengumpul, eksportir, Asosiasi dan industri serta instansi terkait baik pusat maupun daerah. Melalui forum tersebut telah dilakukan tahapan diagnostik klaster industri kelapa yang hasilnya telah ditetapkan lokus utama klaster industri kelapa di Sulawesi Utara. Penetapan Sulawesi Utara sebagai lokus utama klaster industri kelapa adalah dengan pertimbangan bahwa propinsi Sulawesi Utara merupakan sentra penghasil kelapa, juga memiliki berbagai sarana dan prasarana pendukung serta adanya industri inti untuk menunjang pengembangan klaster industri kelapa. Pada tahun 2006 telah dilakukan kegiatan sosialisasi di berbagai daerah/sentra penghasil kelapa dengan mengumpulkan seluruh pemangku kepentingan perkelapaan nasional mulai dari tingkat petani, pedagang pengumpul, eksportir, industri, asosiasi serta instansi terkait baik yang membina on farm (Deptan) maupun off farm-nya (Depperind dan Depdag) dengan maksud untuk mendapatkan persepsi yang sama dalam pengembangan klaster industri kelapa. Permasalahan utama dalam pengembangan klaster industri kelapa antara lain adalah: a. Umur tanaman kelapa yang sudah tua dan sudah tidak produktif. b. Rendahnya mutu kopra yang dihasilkan karena menggunakan teknologi yang sederhana. c. Pengolahan kelapa secara terpadu belum banyak dilakukan, sehingga daya saing industri pengolahan Indonesia masih rendah. 66
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
d. Rendahnya dukungan infrastruktur yang menghubungkan sentra bahan baku dan sentra industri baik ke pasar domestik maupun pasar internasional. Dalam rangka pengembangan klaster industri kelapa, telah dilakukan langkah-langkah antara lain melalui : a. Diagnostik dan kolaborasi antar anggota klaster dengan dukungan pemerintah daerah, petani, dan industri kelapa. b. Memberdayakan Discussions.
forum
komunikasi
melalui
Focused
Group
c. Berkoordinasi dengan Departemen Pertanian untuk peremajaan tanaman kelapa. d. Memberikan bantuan mesin untuk meningkatkan kualitas kopra, pengolahan VCO dan minyak kelapa. e. Memanfaatkan kayu kelapa untuk industri furniture. f. Pilot project dan bantuan peralatan industri pengolahan kelapa terpadu. 11. Klaster Industri Gula Indonesia potensial menjadi produsen gula dunia, karena dukungan agro ekosistem, luas lahan, dan tenaga kerja. Disamping itu prospek pasar gula di Indonesia cukup menjanjikan dengan konsumsi sebesar 4,2 – 4,7 juta ton per tahun. Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat dan industri, yang saat ini masih terus menjadi masalah karena kekurangan produksi dalam negeri, sementara kebutuhan terus meningkat. Sasaran pemerintah pada industri ini adalah tercapainya pemenuhan gula konsumsi pada tahun 2009 dan pada tahun 2014 kebutuhan gula nasional secara keseluruhan dapat dipenuhi dari dalam negeri. Pengembangan industri gula (pengolahan tebu) harus dilakukan secara terpadu mulai dari perkebunan, pengolahan, pemasaran dan distribusi yang didukung oleh pemangku kepentingan termasuk lembaga pendukung seperti litbang, SDM, keuangan/perbankan dan transportasi. Melalui berbagai pertemuan pada tahun 2005 telah ditetapkan lokus utama industri gula yaitu di Jawa Timur dan Banten. Untuk mewujudkan program pengembangan industri gula melalui pendekatan klaster tersebut pada tahun 2006 telah dibentuk Forum Komunikasi Industri Gula, sebagai wadah komunikasi seluruh pemangku kepentingan industri gula yang melibatkan petani, asosiasi, industri gula, instansi pemerintah pusat maupun daerah. Forum komunikasi telah merumuskan beberapa masalah pokok dalam pengembangan klaster industri gula: a. Pabrik Gula (PG) yang berada di Pulau Jawa, relatif berumur teknis sudah tua, sehingga kapasitas giling dan rendemen rendah.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
67
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
b. Kemampuan PG untuk melakukan restrukturisasi mesin dan peralatan sangat terbatas, mengingat terbatasnya struktur permodalan. c. Hampir semua PG di Pulau Jawa sangat tergantung pada petani tebu dengan lahan dan produktivitas yang terbatas. d. Pabrik gula rafinasi yang ada (5 pabrik) seluruhnya masih menggunakan bahan baku (raw sugar) impor. e. Industri gula rafinasi juga belum berproduksi secara optimal (utilisasi kapasitas sekitar 70 persen pada tahun 2007). f. Pangsa pasar industri kecil dan industri rumah tangga merupakan grey area yang sering kali menyebabkan industri gula putih mendapat kesulitan dalam menjual produknya karena kalah bersaing dengan gula rafinasi. Dalam rangka pengembangan klaster industri gula, telah dilakukan berbagai upaya antara lain: a. Menunjuk fasillitator di lokasi pengembangan klaster. b. Melakukan rapat-rapat secara intensif antara industri gula, petani, pemerintah pusat dan pemerintah daerah khususnya dalam rangka revitalisasi industri gula nasional. c. Menyusun kebutuhan investasi untuk restrukturisasi industri gula. d. Menyusun kemampuan nasional di bidang industri permesinan & rancang bangun perekayasaan dalam rangka ”Pembangunan Pabrik Gula Merah Putih”. e. Mempercepat peningkatan produktifitas tanaman pembongkaran ratoon dan penanaman bibit unggul.
melalui
f. Mengalokasikan dana sebesar Rp. 250 miliar untuk mendukung 3 pabrik gula di PTPN XIV. g. Mengusulkan agar industri gula rafinasi baru harus mempunyai pasokan bahan baku dari dalam negeri. h. Mempersiapkan penerapan SNI wajib gula rafinasi. i. Menginventarisasi kebutuhan gula rafinasi untuk industri kecil dan industri rumah tangga. j. Mempertegas pengaturan peredaran gula rafinasi hanya boleh dijual untuk industri makanan dan minuman. 12. Klaster Industri Pengolahan Tembakau Hasil diagnostik klaster industri pengolahan tembakau yang dilakukan pada tahun 2005 pada dasarnya telah terjadi klasterisasi secara alamiah di Jawa Timur. Oleh karenanya berdasarkan hasil diagnostik tersebut telah ditetapkan lokus klaster industri pengolahan tembakau di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat; pendefinisian lingkup, dan identifikasi potensi dan permasalahan yang perlu digali 68
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
untuk meningkatkan keterkaitan antar industri inti, industri terkait dan industri penunjang, terutama dalam hal peningkatan mutu, jaminan pasokan bahan baku, dan peningkatan produktifitas, sehingga diperoleh peningkatan nilai tambah dalam rantai nilai yang terbentuk. Juga teridentifikasi rencana aksi jangka pendek, menengah, dan panjang. Pada tahun 2005 sudah dimulai program kemitraan antara petani tembakau dengan industri rokok/eksportir tembakau untuk meningkatkan mutu dan produktivitas. Pada tahun 2006 telah dilakukan kegiatan sosialisasi klaster industri pengolahan tembakau di 3 (tiga) lokus tersebut serta penyusunan blueprint industri pengolahan tembakau. Guna mengkoordinasikan kegiatan klaster industri pengolahan tembakau tersebut pada tahun 2006 telah terbentuk Forum Komunikasi yang beranggotakan asosiasi rokok kretek, asosiasi rokok putih, lembaga tembakau, Dep. Pertanian, Dep. Perindustrian, Universitas Jember, asosiasi petani cengkeh, dan pabrik rokok yang senantiasa mengadakan pertemuan-pertemuan periodik guna meningkatkan kerjasama dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Dalam rangka mendukung penguatan klaster industri pengolahan tembakau terutama dalam rangka meningkatkan daya saing, bentuk fasilitasi yang dilakukan oleh Departemen Perindustrian pada tahun 2007 dan 2008 antara lain: a. Mengadakan pengembangan kemitraan antara petani tembakau dengan industri rokok/eksportir di Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. b. Meningkatkan mutu bahan baku tembakau dengan bantuan unit peralatan tungku pemanas tembakau Virginia flue cured berbahan bakar batu bara di Nusa Tenggara Barat. c. Membentuk dan memberdayakan Working Group di Nusa Tenggara Barat. d. Memberdayakan forum komunikasi melalui FGD (Focused Group Discussions) e. Menyusun dan menyosialisasikan roadmap Industri Tembakau. Roadmap ini kemudian telah diacu oleh Departemen Pertanian untuk membuat roadmap pengembangan Tembakau, roadmap pengembangan cengkeh, dan oleh Dep. Keuangan dalam perumusan dan penetapan kebijakan pengenaan cukai. Lebih lanjut roadmap ini menjadi rujukan baik dari kalangan pemerintah maupun dunia usaha sehingga tahapan pengembangan industri rokok ke depan lebih jelas dan pasti. f. Inisiasi penyusunan RUU Pengendalian Dampak Tembakau yang komprehensif dan integratif. g. Inisiasi pembentukan KOMIT (Komunitas Industri Tembakau).
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
69
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
h. Meningkatkan pengendalian produk rokok ilegal di beberapa lokasi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Sumatera Utara; melalui penyuluhan dan pembinaan industri kecil rokok dan kelompok petani tembakau. 13. Klaster Industri Pengolahan Kopi Hasil diagnostik klaster industri pengolahan kopi yang dilakukan pada tahun 2005 telah ditetapkan lokus klaster industri pengolahan kopi di Lampung, Bengkulu dan Sulawesi Selatan; dan pendefinisian lingkup, dan identifikasi potensi dan permasalahan yang perlu digali untuk meningkatkan mutu, jaminan pasokan bahan baku, dan peningkatan produktifitas, sehingga diperoleh peningkatan nilai tambah dalam rantai nilai yang terbentuk. Juga teridentifikasi rencana aksi jangka pendek, menengah, dan panjang. Pada tahun 2006 telah dilakukan kegiatan sosialisasi klaster industri pengolahan kopi di lokus dan penyusunan blueprint industri pengolahan kopi. Guna mengkoordinasikan kegiatan klaster pada tahun 2006 telah terbentuk forum komunikasi yang beranggotakan Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia, Departemen Pertanian, Balai Besar Industri Agro, Bogor, perguruan tinggi, PP Kopi & Kakao Indonesia, Jember, GAPMMI, dunia usaha yang senantiasa mengadakan pertemuan-pertemuan periodik guna meningkatkan kerjasama dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Dalam rangka mendukung penguatan klaster industri pengolahan kopi terutama dalam rangka meningkatkan daya saing, bentuk fasilitasi yang dilakukan oleh Departemen Perindustrian pada tahun 2007 antara lain. : a. Mengadakan pengembangan kemitraan antara petani kopi dengan industri pengolahan di Lampung. b. Meningkatkan mutu bahan baku kopi dengan bantuan unit peralatan pengolahan di Lampung, Kabupaten Tarutung (Sumut) dan Kabupaten Bener Meriah (NAD). c.
Membentuk dan memberdayakan Working Group di Lampung
d. Memberdayakan Forum Komunikasi melalui FGD (Focused Group Discussions) e. Menyusun dan mensosialisasikan roadmap industri pengolahan Kopi. f.
Meningkatkan kerjasama luar negeri dan promosi dengan aktif pada sidang-sidang ICO (International Coffee Organization) di London
14. Klaster Industri Pengolahan Buah Hasil diagnostik klaster industri pengolahan buah yang dilakukan pada tahun 2005 telah ditetapkan lokus klaster industri pengolahan buah di 70
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Jawa Barat, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan; dan pendefinisian lingkup, dan identifikasi potensi dan permasalahan yang perlu digali untuk meningkatkan mutu, jaminan pasokan bahan baku, dan peningkatan produktifitas, sehingga diperoleh peningkatan nilai tambah dalam rantai nilai yang terbentuk. Juga teridentifikasi rencana aksi jangka pendek, menengah, dan panjang. Pada tahun 2006 telah dilakukan kegiatan sosialisasi klaster industri pengolahan Buah di lokus dan penyusunan blueprint industri pengolahan Buah. Guna mengkoordinasikan kegiatan klaster pada tahun 2006 telah terbentuk forum komunikasi yang beranggotakan Departemen Pertanian, Balai Besar Industri Agro, Bogor, Perguruan Tinggi, ASRIM, dunia usaha yang senantiasa mengadakan pertemuan-pertemuan periodik guna meningkatkan kerjasama dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Pada tahun 2006 juga telah dilakukan serangkaian inisiasi kegiatan, antara lain rapat koordinasi di Makasar, Mamuju dan Cirebon; Pembentukan Working Group di Jawa Barat; Kemitraan antara petani buah dengan industri pengolahan (puree), peningkatan mutu bahan baku di Cirebon dengan bantuan peralatan pengolahan mangga. Dalam rangka mendukung penguatan klaster industri pengolahan buah terutama dalam rangka meningkatkan daya saing, bentuk fasilitasi yang dilakukan oleh Departemen Perindustrian pada tahun 2007 dan 2008 antara lain: a. Mengadakan pengembangan kemitraan antara petani buah dengan industri pengolahan di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. b. Meningkatkan nilai tambah buah jeruk melalui bantuan unit peralatan pengolahan sari buah di Mamuju, Sulawesi Barat. c. Meningkatkan nilai tambah buah markisa melalui bantuan unit peralatan pengolahan sari buah di Sulawesi Selatan. d. Meningkatkan nilai tambah buah mangga melalui bantuan unit peralatan pengolahan puree di Kabupaten Cirebon. e. Meningkatkan nilai tambah buah mangga melalui bantuan unit peralatan pengolahan sari buah di Kabupaten Kuningan. f. Membentuk dan memberdayakan Working Group di Jawa Barat. g. Memberdayakan Forum Komunikasi melalui FGD (Focused Group Discussions). h. Mendiversifikasi produk olahan mangga dengan mengadakan serangkaian festival penganekaragaman produk olahan mangga bagi beberapa kelompok PKK. i. Meningkatkan promosi dan pemasaran bekerjasama dengan outlet makanan di kota Bandung. j. Mengadakan pertemuan produsen olahan mangga skala kecil dengan pedagang dan industriawan skala menengah dan besar di Kabupaten Kuningan. LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
71
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
15. Klaster Industri Pengolahan Hasil Laut Indonesia merupakan salah satu penghasil Ikan yang cukup potensial karena memiliki wilayah kelautan yang cukup luas, dengan bentangan luas laut mencapai kurang lebih 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan kepulauan/ laut Nusantara 2,3 juta km2, perairan territorial 0,8 juta km2 dan ZEEI 2,7 km2, dan mempunyai garis pantai sepanjang 81.000 km yang terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Namun demikian tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tersebut masih belum optimal, baik untuk pemenuhan konsumsi ikan dalam negeri maupun pemenuhan permintaan ekspor. Jenis ikan yang dapat diolah dan dikemas dalam kalengan adalah jenis ikan tuna, sarden, dan markarel. Pemasaran ikan sarden 95 persen untuk pasar lokal, tuna 95 persen untuk pasar ekspor ke USA, Eropa, Jepang Timur Tengah dan lain-lain. Tahun 2006 volume ekspor ikan kaleng mencapai 54.000 MT dengan nilai USD 152,9 juta. Sedangkan volume ekspor ikan tuna kaleng saja mencapai 48,7 ribu MT dengan nilai USD 121,8 juta. Tahun 2007 ekspornya diperkirakan naik sekitar 10 persen. Namun di tahun 2008 dalam menghadapi krisis keuangan global diperkirakan ekspornyanya mengalami penurunan. Di pasar ekspor Indonesia menghadapi negara pesaing yaitu Thailand dan Philipina. Saat ini ekspor Indonesia masih berkisar pada ratusan juta US$, Thailand dan Philliphina telah mencapai US$ 1 Miliar. Khusus di pasar Belgia impor produk perikanan Indonesia tahun 2007 mencapai US$ 34,15 juta atau 2,9 persen dari total impor Belgia dari seluruh dunia. Di pasar uni Eropa pesaing Indonesia adalah Bangladesh, India,Vietnam dan China. Dengan krisis saat ini permintaan di AS turun sampai 50 persen karena pesanan mulai anjlok, demikian juga dengan negaranegara Eropa antara 40 persen – 50 persen. Industri pengalengan ikan di Indonesia ada 51 perusahaan, terdiri atas 24 unit Industri pengalengan ikan sarden, 14 unit industri ikan tuna, dan 20 unit industri ikan lainnya (udang dan rajungan). Kapasitas produksi antara 20 sampai 50 ton per hari, diperkirakan mulai tahun 2009 kapasitas turun lagi 20 persen lebih rendah. Pengalengan tuna yang berpotensi ada di Bitung, karena disana ada 5 unit industri, kemudian disusul Jawa Timur/Muncar-Banyuwangi, Bali, dan Papua (Sorong dan Biak). Sedangkan industri pengalengan rajungan umumnya ada di Jawa Barat dan Sumatera Utara. Industri pengolahan ikan masih bergantung terhadap impor bahan penolong seperti kaleng, minyak kedelai, bahan kemasan dan lainnya. Produk hasil laut dimaksud adalah ikan dan udang dalam kemasan serta ikan dan udang beku, yang mana peluang pasar domestik maupun internasional masih terbuka luas. Industri pengolahan hasil laut khususnya ikan merupakan industri yang sangat potensial untuk dikembangkan dimasa yang akan datang. Oleh karena itu Indonesia dengan memiliki potensi besar di sektor perikanan dapat memanfaatkan peluang pasar antara lain Eropa khususnya ke Belgia, karena Belgia mengimpor cukup besar produk perikanan dari negara-negara berkembang dan mensuplai 72
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
cukup banyak ke negara-negara Eropa Pengembangan industri pengolahan hasil laut dengan pendekatan klaster diperlukan jaringan yang saling mendukung dan menguntungkan antara industri pengguna dengan industri pendukung serta industri terkait lainnya melalui kerjasama dan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta maupun lembaga lainnya termasuk perguruan tinggi dan lembaga litbang. Dalam mewujudkan program pengembangan industri pengolahan ikan melalui pendekatan klaster pada tahun 2005 telah dibentuk Forum Komunikasi Industri Pengolahan Ikan ditingkat pusat. Forum ini dimaksudkan sebagai wadah komunikasi seluruh pemangku kepentingan industri pengolahan ikan antara lain meliputi nelayan, asosiasi, industri pengolah serta aparat pusat dan daerah. Pada tahun 2006 melalui diagnosis yang dilakukan forum telah dapat menetapkan lokus utama industri pengolahan ikan di Ambon – Maluku. Di samping juga telah dilakukan identifikasi terhadap permasalahan-permasalahan pokok industri pengolahan ikan sebagai berikut : a. Keterbatasan suplai bahan baku untuk industri pengolahan ikan karena umumnya para pengusaha ikan mengekspor ikan tuna dalam bentuk gelondongan (tidak diproses). Kapasitas terpasang industri pengalengan tuna 350.000 ton per tahun terpakai hanya 30 persen. b. Terbatasnya sarana penangkapan ikan, cold storage, pelabuhan, adanya penangkapan dan pengolahan langsung di atas kapal. c. Belum berkembangnya kerjasama antar pelaku bisnis perikanan, dan lemahnya kemampuan nelayan di bidang permodalan dan peralatan. d. Isu tentang food safety, seperti penggunaan bahan pengawet makanan yang tidak tepat. e. Belum terintegrasinya teknologi dengan pengolahannya.
penangkapan ikan
sampai
f. Persyaratan ekspor semakin ketat diantaranya : masalah logam berat, histamin, isu lingkungan, penggunaan anti biotik. g. Ekspor ikan dalam kaleng ke Eropa masih menghadapi kendala berupa adanya ketentuan Lome Convention, yang merupakan satu kemudahan hanya berlaku bagi negara-negara Afrika, Karibia, dan Pasific, dimana untuk mengekspor ikan kaleng ke Eropa dikenakan tarif BM 0 persen, sedangkan ekspor kaleng dari Indonesia ke Eropa dikenakan BM 24 persen. Belakangan ini diturunkan menjadi 22,5 persen. h. Kebutuhan bahan baku kemasan berupa kaleng (tin plate) selama ini 60 persen-70 persen masih di impor, selebihnya dipenuhi dari produksi dalam negeri.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
73
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
i.
Kelebihan kapasitas industri pengolahan ikan di beberapa lokasi karena jumlah unit industrinya terlalu padat seperti di Muncar, industri pengolahan ikannya sekitar 50 – 100 unit sehingga industri pengalengan ikan di lokasi tersebut tidak didukung dengan sumberdaya alam yang memadai yang mengakibatkan akan dapat terjadinya over-fishing.
Guna mendukung keberhasilan program pengembangan klaster industri pengolahan ikan sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 telah dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Melakukan koordinasi dengan Departemen Kelautan dan Perikanan, pemerintah daerah dan instansi terkait lainnya dalam rangka pengembangan industri pengolahan hasil laut. b. Memberdayakan working group melalui FGD (Focused Group Discussions) di Pusat dan di daerah khususnya di Maluku. c. Mengutamakan pasokan bahan baku ikan segar untuk industri pengolahan ikan dalam negeri melalui pembatasan ekspor ikan segar. d. Melakukan diversifikasi produk ke arah ikan olahan siap saji. e. Meningkatkan kualitas SDM di bidang industri pengolahan ikan dengan pendidikan dan pelatihan antara lain diklat HACCP di Bali tahun 2005. f. Bantuan Peralatan pengolahan Ikan di Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan, Bantuan Alat untuk Industri Rumput Laut di Palopo Sulawesi Selatan, NTT dan Palu, Sulawesi Tengah. g. Menangani Pencemaran Limbah Perikanan di Muncar, Banyuwangi. h. Mengkaji Kebijakan Pengembangan Industri Pengolahan Ikan. i. Berpartisipasi dalam pameran-pameran, seminar, working group dan sidang international seperti Codex. 16. Klaster Industri Petrokimia Berdasarkan jenis produk dan aglomerasi wilayahnya telah ditetapkan lokus klaster industri petrokimia yaitu Banten untuk industri petrokimia berbasis olefin, Jawa Timur untuk industri petrokimia berbasis aromatik dan Kalimantan Timur untuk industri petrokimia berbasis methane (C1). Pada tahun 2005 telah dilakukan diagnostik klaster industri petrokimia terhadap faktor-faktor daya saing berdasarkan model Diamond Porter. Pada tahun 2006 telah dilakukan kegiatan sosialisasi klaster industri petrokimia di 3 (tiga) lokus tersebut. Dari hasil sosialisasi tersebut telah terbentuk forum komunikasi di Banten dan di Kalimantan Timur. Sedangkan, mengingat industri petrokimia berbasis aromatic di Jawa Timur (Tuban) masih dalam tahap awal pengembangan, prioritas yang akan dilakukan adalah mendorong investasi di bidang industri hilir dan kerjasama dengan industri hilirnya yang ada di dalam negeri yang selama ini masih impor bahan bakunya. 74
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Dari hasil pertemuan intensif dari seluruh pemangku kepentingan terkait, permasalahan utama industri petrokimia di Banten adalah pasokan bahan baku yang masih impor, infrastruktur dan masih tingginya kebutuhan produk-produk berbasis aromatic. Sedangkan untuk industri petrokimia di Kalimantan Timur permasalahan utamanya adalah kesinambungan pengadaan bahan baku yang saat ini menggunakan gas bumi. Di samping itu, walaupun kemampuan nasional dalam mengoperasikan dan membangun industri petrokimia sudah cukup baik, namun ketergantungan terhadap teknologi dasar masih tinggi. Untuk itu, pada tahun 2006 telah dilakukan beberapa upaya dalam rangka pengembangan klaster industri petrokimia antara lain peningkatan utilisasi; penguatan struktur industri petrokimia yang terkait pada semua tingkat dalam rantai nilai (value chain); meningkatkan kemampuan alih teknologi dengan memanfaatkan lisensi teknologi proses petrokimia C1, Olefin dan aromatik yang habis masa lisensinya berdasarkan inovasi teknologi dalam negeri; mengaplikasikan lisensi teknologi proses industri urea yang dikembangkan bersama pemilik lisensor; melakukan sinergi dalam penelitian teknologi proses industri polimer seperti alkyd resin, unsaturated polyester resin, polyurethane resin. Dalam rangka meningkatkan daya saing, bentuk fasilitasi yang dilakukan oleh Departemen Perindustrian pada tahun 2008 antara lain : a. Mengadakan pertemuan secara intensif antara industri petrokimia hulu dan hilir, pemasok bahan baku dan pemerintah daerah. b. Memberdayakan working group melalui FGD (Focused Group Discussions). c. Melakukan kajian pengembangan infrastruktur di Banten dan Jawa Timur. d. Memfasilitasi pemanfaatan batubara baik sebagai bahan bakar untuk utilitas maupun sebagai bahan baku melalui proses gasifikasi; e. Melakukan inisiasi pembentukan Pusat Keunggulan Industri Petrokimia (Center of Excellence for Petrochemical Industry) dalam rangka skema IJEPA. Pusat ini dibentuk untuk meningkatkan daya saing industri petrokimia melalui peningkatan penelitian dan pengembangan, peningkatan kemampuan SDM dan peningkatan mutu. f. Menyusun blueprint pengembangan industri petrokimia. g. Membentuk Pusat Informasi industri petrokimia di Banten. 17. Klaster Industri Kelapa Sawit Pada dasarnya produk olahan kelapa sawit dapat dikategorikan ke dalam 4 kelompok utama yaitu Crude Palm Oil (CPO), minyak dan lemak makan termasuk minyak samin dan pengganti cocoa butter (Cocoa Butter Substitute), oleochemical dan biodiesel (Fatty Acid Methyl Ester). Pada tahun 2006 produksi CPO mencapai 15,9 juta ton, LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
75
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
sedangkan industri olahannya menggunakan CPO sebesar 11,16 juta ton yang terdiri dari minyak makan 10,4 juta ton (termasuk special fat antara lain: RBD Stearin, RBD Palm Oil, Crude Palm Kernel Oil, RBD PKO, oleokimia 0,85 juta ton dan biodiesel 0,09 juta ton. Diperkirakan pemanfaatan CPO untuk biodiesel di masa yang akan datang akan semakin meningkat baik untuk pasar internasional maupun untuk kebutuhan dalam negeri yang pada tahun 2025, sebesar 5 persen dari kebutuhan energi nasional harus berasal dari biofuel. Pada tahun 2005 telah ditetapkan lokasi pengembangan klaster industri kelapa sawit di dua lokasi utama yaitu, Sumatera Utara dan Riau. Untuk mewujudkan pembangunan klaster industri di dua lokasi tersebut telah dilakukan berbagai pertemuan dengan berbagai pemangku kepentingan baik dunia usaha maupun pemerintah pusat dan daerah. Pada tahun 2006 sudah terbentuk forum komunikasi industri kelapa sawit di kedua daerah tersebut. Dari hasil pertemuan tersebut teridentifikasi beberapa permasalahan utama, yaitu: a. Tidak seimbangnya kapasitas industri hilir dengan produksi kelapa sawit/ CPO terlebih lagi dengan minat para investor yang sangat besar terhadap pembangunan pabrik biodiesel. b. Tidak terintegrasinya industri CPO dengan industri hilirnya. c. Harga CPO internasional turun tajam, sementara industri hilirnya belum berkembang. d. Permasalahan bahan baku ini mengakibatkan utilisasi industri khususnya industri minyak goreng sawit dalam negeri masih rendah (tahun 2006: sekitar 49 persen atau sekitar 7,59 Juta ton dari pasar ekspor minyak nabati dunia sebesar lebih dari 58 Juta ton). e. Pasokan Gas Bumi dan Listrik untuk Industri Hilir CPO tidak mencukupi khususnya untuk industri oleokimia di Medan, Batam dan Dumai. f.
Penguasaan R&D produk hilir turunan CPO masih lemah.
g. Khusus untuk industri biodiesel, harga methanol sebagai bahan penolong meningkat tajam. h. Masih terbatasnya mesin/peralatan.
kemampuan
di
bidang
pembuatan
i.
Adanya kampanye negatif terhadap produk kelapa sawit di pasaran Internasional.
j.
CPO Indonesia belum mampu memenuhi persyaratan tertentu khususnya kandungan betacarotene yang masih kurang dari 500 ppm.
k. Infrastruktur pelabuhan curah cair hanya terdapat di wilayah Sumatera yaitu Belawan dan Dumai dengan fasilitas terbatas. l.
76
Harga minyak goreng dalam negeri meningkat cukup tajam akibat naiknya harga CPO internasional.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
m. Perbedaan perlakuan oleh pemerintah terhadap BBM bersubsidi dengan BBN (Biodiesel) tanpa subsidi dan adanya fluktuasi harga CPO, menyebabkan produsen cenderung mengekspor biodiesel karena tidak mampu bersaing secara keekonomian dengan BBM subsidi. Untuk mendukung pengembangan klaster industri CPO, pada tahun 2008 telah dilakukan upaya berbagai pemecahan masalah terutama adalah : a. Mengadakan pertemuan secara intensif antara pemerintah pusat dengan industri CPO dan industri hilirnya serta dengan pemerintah daerah. b. Memberdayakan working group melalui FGD (Focused Group Discussions). c. Melakukan kajian pengembangan infrastruktur untuk mendukung pengembangan klaster industri CPO di Sumatera Utara. d. Melakukan inisiasi pembentukan Pusat Keunggulan Industri Oleokimia (Center of Excellence for oleochemical Industry) dalam rangka skema IJEPA. Pusat ini dibentuk untuk meningkatkan daya saing industri oleokimia melalui peningkatan penelitian dan pengembangan, peningkatan kemampuan SDM dan peningkatan mutu. e. Menyusun blueprint pengembangan industri oleokimia. f.
Mendorong pengembangan industri permesinan dalam rangka pengembangan klaster industri CPO.
g. Meningkatan pasokan CPO/PKO melalui peningkatan produktivitas dan perluasan areal perkebunan sawit dan mengutamakan pasokan industri dalam negeri. h. Secara aktif berpartisipasi dalam Roundtable on Suistanable Palm Oil, suatu forum yang bertujuan untuk mendorong pengembangan industri kelapa sawit yang sesuai dengan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan. i.
Menyusun database produk oleokimia, berupa penyediaan data supply demand produk oleokimia yang sudah diproduksi dan dipromosikan.
j.
Menetapkan produk prioritas oleokimia dikembangkan di masa mendatang.
yang
prospektif
k. Mengenakan pungutan ekspor untuk CPO, CPKO dan beberapa produk turunannya. 18. Klaster Industri Furniture Produk furniture merupakan kebutuhan masyarakat dunia dan memiliki prospek yang cukup besar untuk berkembang, namun perkembangan industri pengolahan kayu (furniture) di dalam negeri masih menunjukkan perkembangan yang berfluktuatif, keadaan ini dikarenakan kontinuitas LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
77
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
suplai bahan baku yang masih kurang menentu serta persaingan yang semakin ketat baik di pasaran dalam negeri maupun luar negeri. Saat ini lokasi industri mebel (furniture) tersebar terutama di Jawa Tengah (Jepara, Solo, Semarang dan Yogyakarta), Jawa Timur (Surabaya, Sidoarjo, Gresik dan Mojokerto), Jawa Barat (Cirebon), Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah. Pada tahun 2005 telah ditetapkan tiga lokasi klaster pengembangan industri furniture yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur. Dalam rangka mewujudkan pembangunan klaster industri furniture tersebut telah dilakukan berbagai pertemuan dengan berbagai pemangku kepentingan baik dunia usaha maupun pemerintah pusat dan daerah. Untuk mendukung pengembangan klaster industri furniture, pada tahun 2006 telah dibentuk Forum Komunikasi Industri furniture dan telah mengidentifikasi beberapa permasalahan utama, yaitu: a. Munculnya pesaing baru yang sebagian besar menggunakan kayu ilegal dari Indonesia. b. Design dan finishing produk furniture Indonesia kurang memiliki nilai estetika yang tinggi. c. Kurangnya pasokan bahan baku untuk industri furniture. d. Adanya aspirasi dari Daerah produsen bahan mengembangkan industri furniture di daerahnya.
baku
untuk
e. Tuntutan ekolabel untuk pasar dunia atas produk kayu tropis. Dalam rangka mendukung pengembangan klaster industri furniture, dilakukan beberapa hal terutama untuk pemecahan masalah yaitu : a. Mengadakan pertemuan secara intensif antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan produsen bahan baku, dan industri furniture. b. Memberdayakan working group melalui FGD (Focused Group Discussions). c. Memfasilitas terbentuknya pusat design furniture di Cirebon. d. Memfasilitasi kerjasama antara daerah penghasil bahan baku dengan daerah produsen furniture. e. Melakukan kajian tekno ekonomis pemanfaatan kayu kelapa sawit dan karet sebagai bahan baku industri furniture. f. Memfasilitasi kerjasama antara asosiasi dan pengusaha furniture, Pemda dan Perhutani dalam rangka pembangunan terminal kayu di Jawa Timur dan Jawa Tengah. g. Membangun Pusat Pengembangan Industri Rotan Terpadu di Palu. h. Membangun dan memfasilitasi Unit Pelayanan Teknis Rotan dan Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan Rotan.
78
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
i. Menyusun roadmap pengembangan industri rotan. j. Bantuan peralatan khususnya untuk pengolahan dan pengeringan kayu ke beberapa sentra industri dalam rangka meningkatkan mutu produk kayu. 19. Klaster Industri Pulp dan Kertas a. Klaster industri pulp dan kertas dikembangkan di Jawa Barat dimana pada saat ini baru tahap sosialisasi dengan seluruh pemangku kepentingan mulai dari penyedia bahan baku, produk dan pasar. b. Pengembangan klaster industri kertas akan dimulai dari pengembangan sistem pasokan kertas bekas yang kebutuhannya cukup besar yaitu sebesar + 6 juta ton per tahun, dimana + 3 juta ton dipasok dari dalam negeri dan + 3 juta ton dari impor. 20. Klaster Industri Barang dari Karet Luar areal karet Indonesia paling luas di dunia yaitu sebesar 3,4 juta ha, diikuti oleh Thailand (2,1 juta ha), Malaysia (1,3 juta ha), namun produksi Indonesia (2,6 juta ton), dan Thailand (2,9 juta ton). Produksi karet Indonesia pada tahun 2007 sebanyak 2,76 juta ton dipergunakan untuk bahan baku di dalam negeri sebesar 0,39 juta ton, sedangkan untuk ekspor sebanyak 2,37 juta ton. Pemanfaatan karet di dalam negeri terbesar adalah untuk bahan baku ban sekitar 55 persen yang diikuti oleh sarung tangan karet, benang dan kondom 17 persen, alas kaki 11 persen, vulkanisir 11 persen dan barang-barang karet sekitar 9 persen. Untuk pengembangan klaster karet, pada tahun 2005 telah ditetapkan tiga lokasi yaitu Sumatera Utara untuk produk karet berbasis lateks, Jambi untuk pengembangan industri berbasis crumb rubber, dan Jawa Barat untuk pengembangan produk karet industri. Dalam rangka mewujudkan pembangunan klaster industri tersebut telah dilakukan berbagai pertemuan dengan berbagai pemangku kepentingan baik dunia usaha maupun pemerintah pusat dan daerah. Pada tahun 2007 telah dibentuk forum komunikasi industri karet di daerah tersebut. Forum komunikasi tersebut telah mengidentifikasi beberapa permasalahan utama, yaitu: a. Permasalahan di bidang Karet Alam (On Farm) seperti masih rendahnya produktivitas tanaman, masih rendahnya kualitas bokar. b. Besarnya kapasitas terpasang pabrik crumb rubber jauh melebihi ketersediaan bahan olah karet (600.000 ton > kemampuan produksi bokar). c. Masih lemahnya dukungan prasarana dan sarana (akses ke kebun dan pelabuhan). d. Masih kurangnya dukungan pengembangan produk karet.
R&D
yang
difokuskan
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
pada
79
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
e. Sulitnya pasokan gas untuk industri sarung tangan yang menyebabkan utilisasi kapasitas industri sarung tangan hanya mencapai 40 persen. f. Iklim usaha yang masih belum kondusif seperti pengenaan PPN terhadap beberapa jenis beberapa jenis produk hulu karet dan pengenaan BMAD Carbon Black serta belum adanya insentif untuk mengurangi impor barang-barang karet. Untuk mendukung pengembangan klaster industri karet, maka pada tahun 2007, dilakukan beberapa hal terutama untuk pemecahan masalah utama yang telah teridentifikasi pada tahun 2006, antara lain : a. Mengadakan pertemuan secara intensif antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan produsen karet, dan industri turunan karet. b. Memberdayakan working group melalui FGD (Focused Group Discussions). c. Memfasilitasi peningkatan pasokan gas bumi untuk industri sarung tangan d. Upaya untuk menghapuskan BMAD Carbon Black. e. Upaya untuk memasukkan perizinan industri Crumb Rubber dengan persyaratan khusus. f. Menerapkan SNI wajib untuk beberapa jenis ban. g. Melakukan pendekatan dengan beberapa industri utama untuk melakukan investasi di Indonesia. h. Mengirim surat kepada seluruh Gubernur produsen bahan olahan karet untuk membina petani/industri agar memenuhi SNI crumb rubber. i. Bantuan peralatan pembuatan aneka compound untuk peningkatan kualitas produksi barang-barang karet di Bandung, Jawa Barat. 21. Klaster Industri Keramik Dari hasil kegiatan pengembangan industri keramik melalui pendekatan klaster pada tahun 2005 – 2006 telah dilakukan diagnostik, sosialisasi dan mobilitas terhadap pemangku kepentingan dan dapat diperoleh kesepakatan bahwa industri keramik Indonesia yang terdiri dari jenis ubin, saniter dan perabot rumah tangga / tableware merupakan industri yang potensial dan masa mendatang. Potensi Industri keramik Indonesia mempunyai keunggulan yang diantaranya adalah potensi bahan baku berupa clay (tanah liat), kaolin, feldspar, pasir kwarsa, energi utamanya gas, tenaga kerja, pasar dan dukungan lembaga penelitian dan pengembangan serta pengalaman pengetahuan dalam penggunaan teknologi produksi dan desain. Selain keunggulan yang dimiliki, kita masih mempunyai permasalahan yang menjadi peluang usaha untuk dikembangkan diantaranya:
80
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
a. Masih tingginya nilai impor bahan glazur dan pigmen. b. Masih terbatasnya fasilitas mengolah bahan baku.
infrastruktur
dan
investasi
untuk
c. Industri pemurnian dan pencampuran/formula bahan baku belum berkembang. d. Menyediakan sumber daya manusia yang terdidik dan terlatih masih terbatas. e. Belum optimalnya pasokan gas bumi sebagai bahan bakar. f. Masuknya keramik dari China. Kegiatan pengembangan industri keramik yang telah dilakukan mulai tahun 2006 dan 2007 diantaranya : a. Meningkatkan koordinasi melalui Forum Komunikasi Industri Keramik yang terdiri dari Asosiasi Aneka Keramik Indonesia, Balai Penelitian dan Pengembangan (Balai Besar Keramik, Perguruan Tinggi, Litbang Desain), pemerintah pusat (Departemen Perindustrian, ESDM, PN Gas dll) serta pememrintah daerah yang mempunyai potensi SDA bahan galian non logam b. Memberdayakan working group melalui FGD (Focused Group Discussions) c. Memfasilitasi Pengamanan pasokan gas bumi untuk industri keramik d. Memetakan potensi bahan baku keramik untuk penyusunan profil investasi bahan baku keramik e. Menyusun dan merevisi SNI untuk produk keramik dalam rangka pemberlakukan SNI Wajib keramik ubin dan dinding f.
Melakukan promosi dan kerja sama pengembangan teknologi proses produksi
dalam
pemilihan
dan
g. Melakukan koordinasi dalam rangka pengolahan bahan baku keramik di Singkawang Kalimantan Barat. h. Melakukan harmonisasi tarif bea masuk dan menerapkan safeguard. 22. Klaster Industri Semen Sesuai kegiatan pengembangan klaster industri semen yang dimulai pada tahun 2005, telah dilakukan tahapan diagnostic, sosialisasi dan mobilisasi, disepakati dua lokasi/daerah pengembangan industri semen yaitu Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan ketersediaan potensi sumber daya alam bahan galian non logam (batu kapur, pasir silica, pasir besi), energi batu bara, sarana pelabuhan serta ketersediaan tenaga kerja, untuk pengamanan pasokan semen di Indonesia wilayah barat (Sumatera) dan Kawasan Timur Indonesia di masa mendatang.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
81
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Sebagai industri inti di Sumatera Barat adalah PT. Semen Padang, yang mana PT. Semen Padang yang mempunyai kemampuan dalam penelitian pengembangan mesin perekayasaan, teknologi proses, konservasi energi dan pengembangan SDM untuk industri semen. Sedangkan di Sulawesi Selatan industri intinya adalah PT. Semen Tonasa. Langkah-langkah yang telah dilakukan pada tahun 2006 dan 2007 diantaranya adalah membentuk forum komunikasi pengembangan industri semen dengan anggotanya terdiri dari Asosiasi Semen Indonesia (ASI), instansi terkait, baik pusat (Dep. Perindustrian, ESDM, Perdagangan, Pertambangan, Dep. Perhubungan dan Dep. Dagri), Pemerintah daerah (Propinsi dan Kabupaten) serta Lembaga/Balai Penelitian seperti Balai Besar Keramik, B4T, ISBI dan perguruan tinggi. Dari hasil diagnostik terhadap faktor-faktor daya saing menurut Michael Porter, pengembangan industri semen di Indonesia masih menghadapi beberapa permasalahan seperti : a. Penggunaan energi di industri semen dalam negeri masih relatif tinggi serta belum memanfaatan batubara yang nilai kalari menengah (sekitar 5.000 Kcal per kg); b. Pemberdayaan working group melalui FGD (Focused Group Discussions); c. Belum harmonisnya SNI semen dengan standar internasional; d. Belum seimbangnya kapasitas terpasang antara Kawasan Barat Indonesia dengan Kawasan Timur Indonesia. Bahkan di Kawasan Barat Indonesia pun sebagian besar berada di Pulau Jawa; e. Walaupun kapasitas pabrik semen dalam negeri sudah mencapai lebih dari 47 juta ton per tahun, namun kemampuan nasional di bidang pembangunan pabrik belum optimal; f. Untuk mengantisipasi kebutuhan semen yang semakin meningkat, belum ada investor yang akan membangun pabrik semen baru dalam waktu dekat; g. Belum tersosialisasinya penggunaan semen murah untuk konstruksi ringan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : a. Melakukan rapat koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan produsen bahan baku, dan industri semen untuk membahas langkah-langkah dalam rangka pengembangan industri semen. b. Mengembangkan konservasi energi pada industri semen diantaranya adalah pemanfaatan batubara medium calori (5.500 – 6.400 kcal per kg) yang selama ini hampir seluruh industri semen menggunakan batubara 6.500 kcal per kg. c. Memberlakukan SNI wajib semen d. Menyesuaikan dan menerapkan standar nasional industri semen dengan standar internasional. 82
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
e. Penyusunan roadmap pembangunan industri semen oleh perusahaan nasional di bidang konstruksi, permesinan dan perekayasaan nasional f. Persiapan penyusunan studi kelayakan pembangunan pabrik semen di Papua Barat g. Promosi investasi industri semen dan pendukungnya dalam mengantisipasi/ pengamanan pasokan semen tahun 2010. h. Promosi penggunaan semen murah untuk konstruksi ringan. B. Pengembangan Iklim Usaha Dalam rangka menciptakan iklim usaha yang mampu mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi termasuk kepada usaha industri manufaktur, pemerintah telah mengeluarkan Inpres No. 3 tahun 2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi dan Inpres No. 6 tahun 2007 tentang paket kebijakan percepatan sektor riil dan pemberdayaan UMKM. Kedua Inpres tersebut pada dasarnya berupa program-program pemerintah yang menunjang iklim investasi yang menerbitkan berbagai peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan kepastian berusaha, program perbaikan infrastruktur seperti penambahan jalan tol, jembatan-jembatan, pelabuhan, pembangunan pembangkit tenaga listrik, penataan kepelabuhan dan kepabeanan agar bisa menunjang kelancaran arus barang. Kebijakan yang dianggap penting dalam menciptakan iklim investasi adalah yang terkait dengan pemberian fasilitas fiskal berupa pembebasan atau keringanan pajak dan tarif bea masuk. Beberapa kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong daya saing perekonomian nasional telah dituangkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti: 1. Fasilitas dalam rangka penanaman modal (Pasal 18 UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal). Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang memenuhi kriteria tertentu dan bentuk fasilitas fiskal seperti pajak penghasilan, pembebasan dan keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin dan peralatan, pembebasan atau penangguhan pajak pertambahan nilai atas impor barang modal untuk produksi, penyusutan yang dipercepat dan keringanan Pajak Bumi dan Bangunan. 2. Fasilitas PPh bagi Penanaman Modal di Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah Tertentu. PP No. 62 tahun 2008 yang merupakan revisi PP No. 1 tahun 2007 tentang Fasilitas PPh Untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan / atau di Daerah-daerah tertentu; Dalam rangka menarik investasi lebih banyak terutama investor asing. Pemerintah sedang menyusun revisi PP No. 1 tahun 2007 dengan menambahkan beberapa bidang usaha sektor industri agar dapat memperoleh fasilitas PPh sebagaimana dimaksud dalam PP No. 1 tahun 2007 yang berupa Dampak Krisis Keuangan Amerika pada ekspor Indonesia.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
83
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
3. Fasilitas PPN bagi Produk Strategis (PP No. 7 tahun 2007) Tujuan pemberian fasilitas PPN untuk produk strategis ialah untuk mendorong keberhasilan sektor-sektor ekonomi yang mempunyai prioritas tinggi dalam skala nasional, meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan nasional, serta mendorong ekspor yang merupakan prioritas nasional di tempat penimbunan berikat atau untuk pengembangan wilayah dalam daerah pabean yang dibentuk khusus untuk maksud tersebut. Barang strategis yang dibebaskan PPN: a. b. c. d. e. f.
Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang; Makanan ternak, unggas dan ikan dan/atau ikan; Barang hasil pertanian/ produk primer; Bibit/benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran dan perikanan; Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum; Listrik kecuali untuk perumahan dengan daya diatas 600 watt.
4. Fasilitas Pembebasan atau Keringanan Bea Masuk (pasal 25 dan 26 UU No. 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan) Fasilitas kepabeanan berupa pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang yang diarahkan untuk mendorong kegiatan pengembangan industri, ilmu pengetahuan dan teknologi. Kebijakan pemberian insentif di bidang kepabeanan telah diimplementasikan melalui berbagai Peraturan Menteri Keuangan berupa pembebasan/keringanan bea masuk untuk kegiatan industri di Kawasan Berikat, untuk pengimporan mesin/barang modal/bahan baku/bahan penolong dalam rangka pengembangan industri, untuk pengimporan bahan baku/penolong bagi industri komponen otomotif, komponen elektronika dan komponen industri alat-alat berat. Dengan diterbitkannya UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, saat ini sedang disusun Peraturan Menteri Keuangan yang akan menampung fasilitas untuk investasi baru dan perluasan melalui pembebasan tarif bea masuk impor mesin dan bahan baku, sebagai pengganti SK. Menkeu No. 135 tahun 2000 yang mengacu pada peraturan tentang kepabeanan yang baru (UU No. 17 tahun 2006). 5. Revisi Perpres No. 77 tahun 2007 dan Perpres No. 111 tahun 2007 Dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi kegiatan penanaman modal dan memberdayakan UMKM, pemerintah telah mengeluarkan Perpres No. 77 tahun 2007 yang telah direvisi dengan Perpres No. 111 tahun 2007 sebagai aturan pelaksanaan dari UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Namun demikian Perpres tersebut masih perlu disempurnakan lagi mengingat masih ada pengelompokan daftar bidang usaha yang tidak sesuai dengan kriteria yang berlaku. Direncanakan revisi Perpres tersebut sudah dapat diterbitkan pada tahun 2008. 84
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
6. Peningkatan efektifitas pengembangan IKM melalui pendekatan satu desa satu produk (One Village One Product-OVOP) Sesuai amanat Inpres No. 6 tahun 2007, Departemen Perindustrian menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 78/M.IND/PER/9/2007 tentang Peningkatan Efektifitas Pengembangan IKM melalui pendekatan Satu Desa Satu Produk (OVOP). 7. Bea Masuk Impor a. Dengan adanya amandemen HS (Harmonized System) tahun 2002 oleh World Custom Organization (WCO), maka Indonesia wajib melakukan review terhadap Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) yang berlaku sesuai amandemen WCO. Untuk itu melalui PMK No. 110/PMK.010/2006 tanggal 15 November 2006 telah diterbitkan BTBMI 2007 dimana lebih dari 95 persen jumlah pos tarif merupakan bahan baku/produk sektor industri, dengan uraian barang sesuai dengan ketentuan HS 2006 dan tingkat tarif bea masuk sesuai dengan tahapan program harmonisasi tarif bea masuk tahun 2007. b. Berkaitan dengan masih adanya kekeliruan terhadap beberapa uraian barang dan tingkat tarif bea masuk untuk produk-produk industri tertentu, maka telah dilakukan koreksi terhadap BTBMI 2007 antara lain untuk produk-produk: kertas amplas, PC Strand, Wire Rod. c. Dalam rangka meningkatkan daya saing produk industri pemerintah telah menerbitkan kebijakan bea masuk ditanggung pemerintah (BMDTP) untuk komponen/bahan baku industri (untuk 8 sektor industri) yang dituangkan dalam PMK No. 134/PMK.011/2008. d. Dengan diterbitkannya UU No.17 tahun 2006 tentang Kepabeanan, maka kewenangan Menteri Keuangan untuk memberikan fasilitas (pembebasan/penurunan) tarif bea masuk impor mesin dan bahan baku bagi existing industry telah dihapus. Untuk mengakomodasi kepentingan sektor industri dalam pemanfaatan fasilitas tersebut, Pemerintah menerapkan kebijakan lain, yaitu Bea Masuk Ditanggung Pemerintah, yang dananya dialokasikan dalam APBN yang sedang berjalan. e. Selama tahun 2008, Departemen Keuangan telah mengeluarkan berbagai kebijakan dalam upaya menjaga stabilitas harga bahan pokok, baik untuk kepentingan petani, masyarakat, maupun sektor industri, dengan melakukan penyesuaian tingkat tarif bea masuk dan kebijakan pengenaan PPN, untuk komoditi kacang kedelai, tepung terigu, dan CPO. 8. Ketentuan Verifikasi a. Dalam rangka melakukan monitoring terhadap pemanfaatan fasilitas pengurangan/penghapusan tarif bea masuk impor, telah diterbitkan Permenperin No. 27/M-IND/PER/5/2008 tentang kewajiban verifikasi terhadap perusahaan yang akan melakukan dan telah melakukan importasi. LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
85
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
b. Berkenaan dengan ketentuan kewajiban verifikasi terhadap setiap impor mesin, bahan baku, dan penolong yang mendapatkan fasilitas. Departemen Perindustrian juga telah menerbitkan peraturan Kepala Badan Litbang Perindustrian yaitu Peraturan Ka. BPPI No. 258/PER/BPPI/2008 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Verfikasi Industri oleh Surveyor atas Impor Barang dan Bahan dalam rangka Implementasi Pemberian Pembebasan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP). 9. Kebijakan Pungutan Ekspor a. Sebagai dampak meningkatnya harga CPO di pasar internasional yang berdampak terhadap suplai bahan baku minyak goreng di dalam negeri, maka pemerintah telah menetapkan kebijakan pungutan ekspor yang baru. b. Tingkat tarif pungutan ekspor yang baru ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 72/PMK.011/2008 tentang perubahan Peraturan Menteri Keuangan No. 09/PMK.011/2008 tentang Penetapan Jenis Barang Ekspor Tertentu dan Besaran Tarif Pungutan Espor. c. Peraturan Pemerintah No. 55 tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar Terhadap Barang Ekspor diterbitkan dengan maksud untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri, melindungi kelestarian sumber daya alam, menjaga stabilitas ketersediaan bahan baku industri dengan mengatur penggunaan dan membatasi eksportasi atas bahan baku yang berasal dari sumber daya alam. d. Produk kayu olahan dari kayu jenis Merbau dengan luas penampang 4.000 mm2 sampai dengan 10.000 mm2 (ex HS 4407) sebagaimana ditetapkan dalam Permendag No. 20/M-DAG/PER-5/2008 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan, besaran tarif PE-nya belum ditetapkan, diusulkan besaran tarif Bea Keluarnya 10 persen. 10. Cukai Dalam rangka mengamankan target penerimaan cukai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2007 sebesar Rp. 42,03 triliun yang merupakan kenaikan Rp. 3,53 triliun dibandingkan target pada APBN 2006 sebesar Rp. 38,52 triliun, maka Pemerintah tetap akan memberlakukan tarif cukai spesifik rokok mulai 1 Juli 2007. Dengan tarif spesifik ini, secara otomatis akan menaikkan cukai rokok dari sebelumnya. Berdasarkan tarif cukai spesifik rokok, pemerintah menetapkan cukai rokok golongan I sebesar Rp. 7,00 perbatang, golongan II sebesar Rp. 5,00 perbatang, dan golongan III sebesar Rp. 3,00 per batang. 11. Beberapa Peraturan Menteri Perindustrian yang diterbitkan antara tahun 2006 – 2008 antara lain: a. Nota Kesepahaman No. NK-02/I/M/2006, 11/M-IND/01/2006, MOU01/MBU/2006 tanggal 3 Januari 2006 tentang Percepatan Penggunaan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) Produksi Dalam Negeri. 86
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
b. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 10/MIND/PER/2/2006 tanggal 14 Februari 2006 tentang Penggunaan Mesin Produksi Dalam Negeri Dalam Rangka Pemanfaatan Fasilitas Keringanan Bea Masuk atas Impor Barang dan Bahan Untuk Produksi. c. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 11/MIND/PER/3/2006 tanggal 14 Maret 2006 tentang Pedoman Teknis Penggunaan Produksi Dalam Negeri. d. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 20/MIND/PER/5/2006 tanggal 1 Mei 2006 tentang Penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian dalam Rangka Penerapan/Pemberlakuan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia. e. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 19/MIND/PER/5/2006 tanggal 1 Mei 2006 tentang Standardisasi, Pembinaan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia Bidang Industri. f. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 24/MIND/PER/5/2006 tanggal 9 Mei 2006 tentang Pengawasan Produksi dan Penggunaan Bahan Berbahaya untuk Industri. g. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 30/MIND/PER/6/2006 tanggal 13 Juni 2006 tentang perubahan Peraturan Menteri Perindustrian nomor 11/M-IND/PER/3/2006 tentang Pedoman Penggunaan Produksi Dalam Negeri. h. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia, No. 31/MIND/PER/6/2006 tanggal 13 Juni 2006 tentang Pedoman Pembentukan Tim Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri. i. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 37/MIND/PER/6/2006 tanggal 27 Juni 2006 tentang Pengembangan Jasa Konsultansi Industri Kecil dan Menengah (IKM). j. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 04/M/IND/Per/1/2007 tentang Penetapan 6 jenis Spesifikasi Teknis Produk Industri. k. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 19/MIND/Per/2/2007 tentang Penyelenggaraan Program Bea Siswa Tenaga Penyuluh Lapangan Industri Kecil dan Menengah. l. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 27/MIND/3/2007 tentang Bantuan Dalam Rangka Pembelian Mesin/Peralatan Industri Tekstil dan Produk Tekstil. m. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 28/MIND/Per/3/2007 tentang Harga Resmi Tabung Baja Gas Elpiji 3 Kg dan Kompor Gas Elpiji Satu Mata Tungku beserta aksesorisnya dalam rangka Program Pengalihan Penggunaan Minyak tanah Menjadi Elpiji Untuk Keluarga Miskin.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
87
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
n. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 33/MIND/Per/4/2007 tentang Larangan Memproduksi Bahan Perusak Lapisan Ozon Serta Memproduksi Barang yang Menggunakan Bahan Perusak Lapisan Ozon. o. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Secara Wajib terhadap: 1) Kaca Pengaman Untuk Kendaraan Bermotor (Permenperin No. 34/M/IND/Per/4/2007); 2) Semen (Permenperin No. 35/M/IND/Per/4/2007); 3) 5 (lima) jenis produk industri meliputi tabung baja, selang karet, katub pengaman, kompor gas, (Permenperin No. 92/M/IND/Per/11/2007). p. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 93/MIND/Per/11/2007 tentang Penunjukan Lembaga Penguji Kesesuaian atas 5 Jenis Produk Industri q. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 59/MIND/Per/7/2007 tentang Pembentukan Pusat Manajemen HKI Departemen Perindustrian r. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 74/MIND/Per/9/2007 tentang Penggunaan Batik Mark “Batik Indonesia” pada Batik Buatan Indonesia s. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 78/MIND/Per/9/2007 tentang Peningkatan Efektifitas Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk (One Village One Product–OVOP) Di Sentra t.
Peraturan Menteri Perindustrian No. 2 tahun 2008 tentang Pencabutan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 153/MPP/KEP/5/2001 Tentang Penerapan Secara Wajib SNI Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan (SNI 01.37512000/Rev.1995) dan revisinya serta Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 323/MPP/KEP/11/2001 Tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 153/MPP/KEP/5/2001 tentang Penerapan Secara Wajib SNI Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan (SNI 01.37512000/Rev.1995) dan revisinya.
u. Peraturan Menteri Perindustrian No. 4 tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perindustrian No. 28/MIND/Per/3/2007 tentang Harga Resmi Tabung Baja Gas LPG 3 (tiga) Kg dan Kompor Gas LPG Satu Mata Tungku Beserta Asesorisnya dalam Rangka Program Pengalihan Penggunaan Minyak Tanah menjadi LPG untuk Keluarga Miskin v. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 07/MInd/Per/2/2008 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Baja Lembaran Lapis Seng secara Wajib
88
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
w. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia No. 06/MIND/PER/2/2008 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Baja Tulangan Beton secara Wajib x. Peraturan Menteri Perindustrian No. 21/M-Ind/Per/4/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 92/MIND/PER/11/2007 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Terhadap 5 (Lima) Produk Industri secara Wajib y. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 41 tahun 2008 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Usaha Industri, Ijin Perluasan, dan Tanda Daftar Industri. 12. Rancangan Beberapa Peraturan Perundangan Rancangan beberapa peraturan perundangan yang sedang diproses penyelesaiannya adalah: a. RUU tentang Perubahan Undang-Undang No. 5 tahun 1984 tentang Perindustrian; b. RPP tentang Penyelenggaraan Pengawasan dan Pengendalian Keamanan dan Keselamatan Alat, Proses serta Hasil Produksi Industri termasuk Pengangkutannya; c. RPP tentang Kawasan Industri; d. RPP tentang Informasi Industri; e. Rancangan Permenperin tentang Ketentuan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Kawasan Industri dan Izin Perluasan Kawasan Industri. C. Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri Dalam rangka memberdayakan dan menumbuhkan industri dalam negeri; serta memberikan penghargaan kepada perusahaan yang berinvestasi dan memberikan manfaat ekonomi terhadap kepentingan perekonomian nasional; serta sebagai pelaksanaan Pasal 44 Keppres No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Departemen Perindustrian telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian No. 11/M-IND/PER/3/2006 jo No. 30/M-IND/PER/6/2006 tentang Pedoman Teknis Penggunaan Produksi Dalam Negeri yang berlaku secara efektif terhitung sejak 1 Januari 2007. Diharapkan dengan adanya pedoman teknis tersebut akan terjadi: 1. Peningkatan penggunaan produksi dalam negeri; 2. Peningkatan penyerapan tenaga kerja; 3. Penghematan devisa; 4. Berkurangnya ketergantungan terhadap produk luar negeri melalui pengoptimalan belanja pemerintah (Pusat & Daerah), BUMN/BUMD dan anak perusahaannya, BHMN, atau KKKS.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
89
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Langkah-langkah yang telah dilakukan dalam rangka peningkatan penggunaan produksi dalam negeri pada tahun 2007 antara lain : 1. Sosialisasi Permenperin No. 11/2006 di berbagai instansi pusat maupun daerah. Sosialisasi tersebut dilaksanakan melalui berbagai media antara lain kunjungan ke masing-masing instansi, seminar/lokakarya di berbagai daerah, pameran (PRJ Kemayoran, Jakarta Convention Centre, Plaza Industri-Depperin, dsb), juga melalui media elektronik seperti RRI, TVRI dan MetroTV. 2. Pada tahun 2008 Departemen Perindustrian bekerja sama dengan surveyor independen melakukan verifikasi kemampuan industri maupun verifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dengan hasil sebagai berikut : a. PT Sucofindo telah memverifikasi kemampuan industri (VKI) sebanyak 690 perusahaan industri yang dimulai dari bulan September hingga November 2007 meliputi : Industri TPT (107 perusahaan); Industri Logam (123 Perusahaan); Industri Mesin (23 perusahaan); Industri Aneka (71 Perusahaan); Industri kimia Hulu (25 Perusahaan); Industri kimia Hilir (13 perusahaan); Industri Alat Komponen Otomotif (29 perusahaan); Industri Elektronika (30 perusahaan); Industri Minuman & Tembakau (49 perusahaan); dan Industri Makanan (100 perusahaan). b. Pada tahun 2007 PT.Surveyor Indonesia telah melakukan verifikasi kemampuan industri sebanyak 600 perusahaan dan verifikasi TKDN sebanyak 315 produk. Pada tahun 2008 dilaksanakan penambahan Verifikasi Kemampuan Industri dari 160 Perusahaan dan verifikasi TKDN sebanyak 160 produk dari 16 cabang industri sebagai berikut: Alat angkut dan komponen (11 Perusahaan); Alat Berat dan Komponen (2 Perusahaan); Alat dan Mesin Pertanian (4 Perusahaan); Bahan Bangunan (8 Perusahaan); Baja (1 Perusahaan); Elektronika Rumah Tangga (2 Perusahaan); Kelistrikan (26 Perusahaan); Kimia (7 Perusahaan); Pakaian dan Perlengkapan Kerja (1 Perusahaan); Penunjang Migas (32 Perusahaan); Peralatan Kesehatan (5 Perusahaan); Peralatan Rumah Tangga (40 Perusahaan); Perlengkapan Kantor (7 Perusahaan); Permesinan (10 Perusahaan); Sarana Pertahanan (1 Perusahaan); dan Telematika (3 Perusahaan). Hasil dari verifikasi tersebut dapat dilihat/diakses melalui website http://tkdn.depperin.go.id dan dapat digunakan sebagai referensi dalam proses pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah. 3. Usulan Penyempurnaan Keppres No. 80 tahun 2003 Pada bulan Juli 2007 Departemen Perindustrian telah mengusulkan perubahan materi dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 kepada Bappenas agar pokok-pokok yang terkandung dalam Permenperin No. 11 tahun 2006 dapat lebih efektif implementasinya. Pembahasan mengenai konsep penyempurnaan Keppres tersebut yang terkait dengan Penggunaan Produksi Dalam Negeri telah selesai dilakukan antara Departemen Perindustrian, Direktorat Industri 90
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Bappenas dan Surveyor Independen. Saat ini konsep peraturan tersebut sudah dimasukkan ke Bappenas untuk dibahas secara internal oleh lembaga yang menangani Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik. 4. Penyusunan Naskah Akademis Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri Upaya meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri juga dilakukan dengan melakukan kajian dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (RUU P3DN). Mengingat ruang lingkup undang-undang mencakup kalangan yang sangat luas, maka masih diperlukan kajian yang lebih mendalam dan menyeluruh agar kajian tersebut dapat menghasilkan dampak positif bagi perkembangan industri nasional secara signifikan. 5. Penyusunan Draft Inpres Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) Upaya meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri juga dilakukan dengan menyusun Intruksi Presiden mengenai Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (Inpres P3DN). 6. Melakukan pemutakhiran kemampuan industri otomotif secara periodik. a. Memfasilitasi sosialisasi kemampuan PT. Dirgantara Indonesia ke daerah-daerah serta melakukan koordinasi dengan instansi khususnya yang terkait dengan Nota Kesepahaman 3 (tiga) Menteri. b. Memfasilitasi Rancangan Peraturan bersama Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, Menteri Dalam Negeri, Menteri BUMN dan Menteri Perindustrian tentang Pembangunan Kapal dan Reparasi Kapal. 7. Melakukan koordinasi dengan Departemen Pertahanan dan instansi terkait lainnya untuk mempercepat proses pelaksanaan pengadaan kapal Korvet Nasional. 8. Mendorong BUMN-BUMN seperti Pertamina dalam pelaksanaan pengadaan kapal tanker dan tabung LPG; PLN dalam pelaksanaan pengadaan pembangunan PLTU Batubara skala kecil dan menengah. 9. Bekerjasama dengan Ditjen Postel - Depkominfo dan telah melakukan beberapa rapat koordinasi untuk menentukan besaran Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam pengadaan barang dan jasa sektor telematika. 10. Menyelenggarakan Pameran Produksi Indonesia Regional (PPIR) 2007 yang diselenggarakan di tiga daerah (Padang, Manado, dan Pekalongan). 11. Menerbitkan daftar produk yang sudah diproduksi di dalam negeri sebagai acuan pengadaan barang dan jasa yang dibiayai APBN/D baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat, daerah dan BUMN/D.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
91
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
D. Peningkatan Kemampuan Teknologi Program yang dilaksanakan Departemen Perindustrian untuk meningkatkan kemampuan teknologi adalah program-program yang bersifat mendorong peningkatan dan pengembangan teknologi, meliputi: 1. Riset Unggulan Hasil-hasil litbang yang dilakukan oleh Balai Besar dan Baristand Industri sebagian besar dihasilkan oleh para fungsional peneliti dan untuk mendapatkan hasil Iitbang unggulan telah dilakukan seleksi berdasarkan penilaian aspek manfaat dan kelayakannya bila diterapkan di IKM sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Dari hasil seleksi tersebut setiap tahun telah terpilih 6 hasil litbang unggulan, dan sejak tahun 2005 sampai dengan 2007 telah terpilih 18 hasil litbang unggulan, yaitu : a. Tahun 2005: 1) Prospek Serat Kenaf untuk Pulp Fluff sebagai Bahan Diapers (Balai Besar Pulp dan Kertas); 2) Diversifikasi Produk Tekstil dari Bahan Baku Serat Nanas (Balai Besar Tekstil); 3) Modifikasi Mesin Reeling Sutera dengan Alat Otomatik Kontrol Denier (Balai Besar Tekstil); 4) Pemanfaatan Kayu Galam sebagai Substitusi Bahan Baku Industri Mebel (Baristand Industri Banjarbaru); 5) Pasir Cetak dari Limbah Slag Nikel ( Balai Besar Logam dan Mesin); 6) Diversifikasi Produk Serabut Menggunakan Mesin Sheet Matras (Balai Besar Kimia dan Kemasan). b. Tahun 2006: 1) Komersialisasi Sagar Bodi Mullit – Kordierit untuk Perlengkapan Tungku di Industri Keramik (Balai Besar Keramik); 2) Rekayasa Alat Uji Pupuk untuk IKM (Baristand Surabaya); 3) Teknologi Proses Daur Ulang Kemasan Minuman Bekas Skala IKM (Balai Besar Pulp dan Kertas); 4) Khasiat Senyawa Aldehida dan Ester yang Terkandung dalam Minyak Atsiri untuk Relaksasi (Balai Besar Industri Agro); 5) Pembuatan Benang Bedah dari Limbah Crustaceae (Balai Besar Tekstil); 6) Prototype Alat Uji Air Minum Isi Ulang (Baristand Industri Bandar Lampung). c. Tahun 2007: 1) Aplikasi Pemanfaatan Limbah Padat Berserat dari IPAL Pabrik Kertas sebagai Kompos untuk Tanaman (Balai Besar Pulp dan Kertas); 92
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
2) Formulasi Isolate Soybean Protein, Pektin dan Stearat sebagai Bahan Edible Coating untuk Pisang (Musa Spp) Siap Saji (Balai Besar Industri Agro); 3) Pemanfaatan Limbah Bottom Ash Batubara sebagai Adsorber Limbah Zat Warna Industri Tekstil (Balai Besar Tekstil); 4) Studi Pemanfaatan Kopolymer Latex Alam Styrene dalam Pembuatan Polymer Modified Concret (Balai Besar Bahan dan Barang Teknik); 5) Pengembangan Alat Uji Yodium dalam Garam Beryodium dengan Sistem Digital (Baristand Industri Surabaya); 6) Pemanfaatan Sabut Kelapa Untuk Tekstil Non Sandang (Balai Besar Tekstil). d. Tahun 2008: 1) Pemisahan Logam dan Minyak Terlarut pada Air Limbah Karakteristik Khusus dengan Alternatif Teknologi Elektrofolasi (Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Teknologi); 2) Pembuatan Kincir Angin Horisontal Kecepatan Angin Rendah untuk Penyeriaan Energi Listrik (Balai Besar Logam dan Mesin); 3) Semen Tipe Baru Jenis Spinel Magnesium Aluminal untuk Perekat Retroktori (Balai Besar Keramik); 4) Aktivitas Antioksidan dan Antifotooksidan dari Virgin Coconut OilVCO (Balai Riset dan Standardisasi Industri Manado); 5) Rekayasa Elektroda Las Metoda SMAW untuk Aplikasi Perbaikan Kemasan Air (Balai Besar Bahan dan Barang Teknik); 6) Peningkatan Nilai Makanan khas Daerah melalui Perbaikan Kemasan (Balai Besar Kimia dan Kemasan); 2. Peningkatan Pemanfaatan Hasil Riset Teknologi a. Pelaksanaan Kegiatan Proyek Percontohan Cocodiesel Pada tahun 2006 BPPI Departemen Perindustrian telah melaksanakan proyek percontohan pengolahan cocodiesel di 3 (tiga) daerah yaitu pemberian bantuan peralatan dan pelatihan masingmasing 2 (dua) daerah di Sulawesi Utara (Tumaluntung - Minahasa Utara dan Amurang - Minahasa Selatan) dan 1 (satu) daerah di Pinrang - Sulawesi Selatan. Pada tahun 2007 BPPI menerapkan program kelapa terpadu di 2 (dua) daerah, yaitu pemberian bantuan peralatan dan pelatihan pengolah kelapa menjadi cocodiesel dan pengolah tempurung kelapa menjadi arang briket di Kabupaten Pariaman, Sumatera Barat, dan bantuan peralatan pengolah tempurung kelapa menjadi briket arang di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, dimana Balai Besar Industri Agro dilibatkan dalam pembuatan peralatan pengolah kelapa menjadi minyak kelapa, dan Balai Besar Kimia dan Kemasan dalam pembuatan peralatan pengolah cocodiesel dan tempurung kelapa. LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
93
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
b. Bantuan Teknis Program Dana Kemitraan Peningkatan Teknologi Industri (DAPATI). Program Dana Kemitraan Peningkatan Teknologi Industri (DAPATI) adalah suatu program yang dirancang khusus untuk membantu IKM dalam meningkatkan kinerjanya dalam bentuk bantuan/hibah sebagian biaya untuk jasa konsultansi teknologi industri, mulai dari peningkatan produktivitas, perbaikan kualitas/mutu produk, desain produk, delivery tepat waktu, tata letak pabrik (plant layout), dan sertifikasi sistem manajemen mutu ISO 9000/14000 yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan keuntungan IKM. Program DAPATI menganut prinsip kemitraan dengan “bantuan/hibah sebagian biaya jasa konsultansi yang menurun”, sebagai wahana pendidikan bagi IKM untuk mendorong mereka dalam memanfaatkan layanan konsultansi teknis. Bantuan teknis program DAPATI pada tahun 2004 diberikan kepada 5 (lima) IKM berupa bantuan sistem manajemen mutu serta perbaikan mutu produk dan peningkatan produktivitas, tahun 2005 diberikan kepada 5 (lima) IKM berupa bantuan perbaikan mutu produk dan peningkatan produktivitas, dan tahun 2006 diberikan kepada 8 (delapan) IKM berupa bantuan perbaikan mutu produk dan peningkatan produktivitas. c. Kerjasama Litbang Pembuatan Rumah Murah. Kegiatan ini didasari ditemukannya material alternatif komponen rumah murah terutama dari limbah industri agro yang dapat digunakan sebagai material/bahan bangunan untuk rumah sederhana dan kegiatan litbang yang telah dilaksanakan adalah : 1) Karpet karet (Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik); 2) Penyekat dinding dari cocodust (Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik); 3) Eternit serat pendek sabut kelapa (Balai Besar Industri Agro); 4) Genteng Beton dengan bahan fly ash (Balai Besar Bahan dan Barang Teknik); 5) Batako dengan bahan fly ash (Balai Besar Keramik). 3. Rintisan Teknologi Tahun 2006 penghargaan Rintisan Teknologi diberikan kepada PT. Pindad (Persero) dengan rintisan teknologi berupa desain dan manufaktur Senapan Laras Panjang SS-42 Kaliber 5,56 mm; Pura Group dengan rintisan teknologi berupa Desain Manufaktur Teknologi Bahan Bakar Alternatif (Biofuel); PT. Dahana (Persero) dengan rintisan teknologi berupa desain dan manufaktur bahan peledak (Bulk Emulsion); PT. PAL Indonesia (Persero) dengan rintisan teknologi berupa desain manufaktur kapal ”Star 50” Box Shape Bulk Carrier 50.000 Dwt; PT. Hartono Istana Teknologi dengan rintisan teknologi berupa desain dan manufaktur Intelligent Television; PT. KANZEN Motor Indonesia dengan rintisan teknologi berupa desain dan 94
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
manufaktur Sepeda Motor Kanzen Taurus; PT. REKAYASA Industri dengan rintisan teknologi berupa desain dan manufaktur kilang minyak Blue Sky Balongan-Indramayu. Tahun 2007 penghargaan Rintisan Teknologi diberikan kepada PT. Compact Microwave Indonesia dengan rintisan teknologi berupa Stasiun Bumi Untuk Telekomunikasi; PT. INKA dengan rintisan teknologi berupa desain dan manufaktur Kereta Penumpang Tipe BG (Broad Gauge) dan Kereta Rel Listrik komuter Tipe KRL-1; dan PT Hartono Istana Teknologi (Polytron) dengan rintisan teknologi berupa pasif radiator berkontur dan penyuara digunakan bersama. Pada tahun 2008 penghargaan Rintisan Teknologi diberikan kepada PT. Hariff Daya Tunggal Engineering dengan rintisan teknologi beripa Hariff Interoprability Microwave Access HiMAX231; CV. Fortuna Shoes dengan rintisan teknologi berupa pengembangan teknologi pembuatan sepatu hand made Menjadi Semi Machinery; PT. Intisar Primula dengan rintisan teknologi berupa Time & Attendance Smart2k V5; PT. Pindad dengan rintisan teknologi berupa Pengembangan Ranpur Panser 6x6 Membangun Kemandirian Industri Pertahanan; dan PT. Asian Outo International dengan rintisan teknologi berupa Desain dan manufaktur Bis Artikulasi ”KOMODO”. 4. Pemasyarakatan Hasil Riset Teknologi Industri a. Pameran Hasil Riset Teknologi Industri Pameran hasil riset teknologi industri dengan tema "Peningkatan Daya Saing Produk Dalam Negeri Berbasis Inovasi Teknologi" diselenggarakan oleh BPPI dengan tujuan untuk komersialisasi dan promosi hasil riset teknologi yang telah dihasilkan oleh Balai Besar dan Baristand Industri serta lembaga litbang terkait lainnya, yang diikuti oleh Balai Besar dan Baristand Industri (26 Stand), Perusahaan Binaan Balai (15 Stand), LIPI (1 Stand) dan Perguruan Tinggi yaitu ITB, IPB, ITS dan UGM (3 Stand), KLH dan Industri binaannya (1 Stand), serta lingkungan (1 Stand). Hasil riset teknologi yang dipamerkan antara lain mini plant teknologi pengolahan limbah cair industri dengan elektroflotasi, produk bambu laminasi, Quick Coupling (segel untuk mobil tangki minyak), reaktor air berozon, proses dan produk pakan ternak dan pupuk organik komersial dan lumpur slud GE, prototype sagar alkorit, prototype baling-baling kendaraan laut skala kecil, prototype produk keramik hias berglasir, keramik tahan peluru, produk gelas dan email, dan produk keramik seni. Sedangkan materi pameran yang terkait dengan teknologi pemanfaatan limbah antara lain limbah batik untuk barang kerajinan (BBKB), bottom ash sebagai penyerap zat warna limbah industri tekstil dan limbah udang untuk benang bedah (BBT), limbah blok katoda carbon menjadi karbon dan creolit, limbah fly ash menjadi genteng, limbah kulit keras kemiri menjadi arang aktif, dan phospo gypsum sebagai campuran batako (B4T), limbah batu tahan api untuk custable semen tahan api (BBK), limbah serat kertas LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
95
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
menjadi bahan bangunan, limbah udang untuk chitosan lapisan makanan, dan limbah ampas tebu untuk boiler dan pemanfaatan gas buangnya untuk drying (BBPK). Keikutsertaan BPPI pada Pameran Teknologi dalam rangka memperingati Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, yaitu: 1) Pameran ”Industri Bahari Expo 2006”, hasil litbang yang ditampilkan adalah teknologi yang berkaitan dengan sektor kebaharian antara lain Teknologi Pengolahan Nata De Soya, Teknologi Pengolah Rumput Laut menjadi berbagai produk,Teknologi Pengolah Udang menjadi berbagai produk, Teknologi Pengolah Kulit Ikan Pari, Teknologi Pengolah Tepung Ikan, Teknologi Pembuatan Alat Pembuat Ikan Duri Lunak, dan Teknologi Pengolahan Rumput Laut menjadi Dodol. 2) Pameran ”RITECH EXPO 2007” dengan tema “Information & Communication Technology untuk Meningkatkan Citra Kemandirian Bangsa dengan Semangat Indonesia, Go Open Source!” dengan menampilkan hasil litbang teknologi antara lain Sistem Informasi Pelatihan Teknik (SILATEK-B4T Ver. 2.0-2005); Sistem Informasi Laboratorium (SIL-B4T Ver. 2.0 – 2005) berstandar ISO 17025; Data akuisi listrik, panel field programmable gate array (FPGA), alat uji pupuk digital dan alat uji yodium digital (Baristand Industri Surabaya). b. Pameran/Gelar Teknologi Tepat Guna Nasional Gelar Teknologi Tepat Guna (TTG) Nasional yang dikoordinasikan oleh Ditjen Pemberdayaan Masyarakat Desa, Departemen Dalam Negeri dan diikuti oleh pemerintah kabupaten/kota seluruh Indonesia merupakan media yang tepat untuk memasyarakatkan hasil riset teknologi yang dihasilkan oleh Balai Besar dan Baristand Industri serta lembaga litbang lainnya baik pemerintah maupun swasta. Keikutsertaan BPPI pada Pameran/Gelar Teknologi Tepat Guna (TTG) Nasional yaitu: 1) Gelar TTG VII tahun 2005 di Kota Palembang yang diresmikan oleh Presiden RI dengan tema ”Melalui Teknologi Tepat Guna (TTG) Kita Wujudkan Kemandirian Masyarakat Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat”. Hasil litbang teknologi yang ditampilkan antara lain : a) Perekayasaan mesin/alat vulkanisir ban sepeda motor, dan produk kulit dari kulit ikan pari (Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik); b) Rekayasa pengolahan gambir, peralatan pengolah buah-buah multi fungsi, dan produk karpet untuk alas kaki penumpang mobil (Baristand Industri Palembang); c) Pengolahan sayuran kering, mesin press pakan ikan, pengolahan daun nenas menjadi serat nenas, serta produk sayuran kering, fruit leather, kertas dan serat nanas (Baristand Industri Tanjung Karang); 96
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
d) Alat ekstraksi oleoresin, diagram proses pemurnian gambir, pembuatan cube black gambir (TANNIN), serta pembuatan rendang telur, kripik bengkuang dan keripik nangka (Baristand Industri Padang). 2) Gelar TTG ke VIII tahun 2006 di Kota Pontianak menampilkan hasil riset teknologi dan produk-produk unggulan Balai, antara lain: a) Teknologi pengolahan buah tropis, aromatherapis, dan teknologi HOID (Balai Besar Industri Agro); b) Teknologi biodisel dan teknologi pengolahan sabut kelapa (Balai Besar Kimia dan Kemasan); c) Pemanfaatan Ball Clay Kalimantan Barat untuk tungku (Balai Besar Keramik); d) Teknologi penyamakan kulit ikan pari untuk tas (Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik); e) Prototipe alat pengering serbaguna tipe rak (Baristand Pontianak); f) Teknologi proses pembuatan ikan asap dan ikan duri lunak (Baristand Surabaya); g) Teknologi pengolahan daun nanas menjadi serat (Baristand Lampung); h) Pembuatan lilin hias beraroma terapi (Baristand Samarinda). 3) Gelar TTG IX tahun 2007 di Kota Manado yang diresmikan oleh Presiden Rl dengan tema "Melalui Gelar TTG Nasional Kita Tingkatkan Kemampuan Masyarakat Dalam Pengembangan Energi Alternatif dan Daya Saing Produk Berbasis Sumber Daya Alam". Hasil litbang teknologi yang ditampilkan antara lain: a) Balai Besar Industri Agro : • Pengolahan kelapa terpadu; • Mesin pembuat VCO; • Alat dan pengolah kelapa dengan sistem HOID; • Alat dan mesin pengolah buah-buahan; • Pengolahan nata de coco; • Pengolahan minyak atsiri; • Mini cold storage. b) Balai Besar Kimia dan Kemasan : • Pengolahan sabut kelapa; • Pengolahan coco diesel; • Mesin peraiatan arang bricket; • Alat pengolah minyak kelapa menjadi bio diesel; LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
97
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
• Pengolahan kelapa sawit menjadi CPO. c) Baristand Industri Manado : • Pengolahan tempurung kelapa; • Pembuatan dodol buah-buahan makanan dari kelapa;
dan
aneka
produk
• Pengolahan hasil laut; • Pengolahan industri makanan dan minuman; • Pengolahan limbah industri. d) Baristand Industri Pontianak : • Pengolahan irisan buah dalam sari jeruk; • Pembuatan cat tembok; • Pembuatan bricket arang tempurung kelapa; • Pembuatan kelapa parut kering. 4) Gelar TTG Nasional X tahun 2008 di Kota Semarang, Jawa Tengah diresmikan oleh Presiden RI dengan tema ”Dengan Gelar TTG, Kita Wujudkan Indonesia Bisa Untuk Memajukan Masyarakat Dalam Mendayagunakan TTG Menuju Ketahanan Pangan dan Energi”. Hasil Litbang teknologi yang ditampilkan antara lain: a) Mesin Distilasi Minyak Atsiri, Mesin Pembuat Arang Briket; Mesin Pengolah Cocodiesel, Mesin Pengolah Sabut Kelapa dan Mesin Pengolah TBS-CPO (Balai Besar Kimia dan Kemasan). b) Peralatan Pengolah press sol sepatu dan Vulklanisir Ban (Balai Besar Kulit Karet dan Plastik). c) Teknologi Pengolah Cassava Block, Teknologi pengolah minyak goreng kelapa cara ”HOID”, Teknologi pengolah minyak goreng kelapa cara ”IMC” dan Teknologi pengolah minyak goreng kelapa cara konvensional termodifikasi (Balai Besar Industri Agro) d) Teknologi pembuatan bahan bangunan dari fly ash batubara, Teknologi pengolahan limbah industri logam dengan teknologi elektroflotasi, Teknologi pemanfaatan limbah B3 untuk bahan bangunan (Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri). e) Peralatan irat bambu, Peralatan pengeplong dan pelobang tempurung kelapa, dan Peralatan press enceng gondok (Balai Besar Kerajinan dan Batik).
98
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
c. Roadshow Kemampuan Layanan Balai Roadshow Kemampuan Layanan Balai bertujuan untuk mensosialisasikan dan/atau menerapkan teknologi hasil litbang Balai untuk mengolah potensi sumber daya alam yang dimiliki daerah yang bekerjasama dengan Pemerintah Daerah. Dari tahun 2005 sampai dengan 2008 telah dilaksanakan Roadshow Kemampuan Layanan Balai di 18 daerah antara lain: tahun 2005 di Surabaya, Balikpapan, Batam, Makassar, Ambon; 2006 di Manado, Lampung, Padang, Bandung, Pontianak; 2007 di Timor Tengah Selatan, Tapin-Kalsel, Banyuasin, Pandeglang dan 2008 di Simalungun, Semarang, Pangkal Pinang, dan Tasikmalaya.
E. Pengembangan Standardisasi Produk Industri Pengembangan standardisasi produk industri dapat dilakukan melalui kegiatan perumusan standar, pemberlakuan wajib terhadap standar, pertemuan teknis/sosialisasi standardisasi, kerja sama standardisasi dan peningkatan industri maupun instansi terkait dalam mendukung penerapan dan pengawasan standar. Potret kegiatan dan hasilnya meliputi: 1. Perumusan Standar Nasional Indonesia (SNI) Tahun 2005 hingga 2008, Departemen Perindustrian dengan 23 Panitia Teknisnya telah melaksanakan kegiatan perumusan standar. Tata cara pelaksanaan perumusan standar ditentukan sesuai dengan pedoman yang telah ditentukan BSN. Secara garis besar perumusan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: a. Penyampaian usulan judul yang akan dirumuskan yang tertuang dalam formulir Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) oleh Panitia Teknis (PT) melalui Pusat Standardisasi ke Badan Standardisasi Nasional (BSN). Di BSN judul-judul tersebut ditetapkan melalui rapat Manajemen Teknis Perumusan Standar (MTPS) yang dilakukan sekali dalam sebulan; b. Judul-judul yang telah diusulkan dirumuskan melalui PT hingga rapat konsensus PT. Rancangan Standar nasional Indonesia (RSNI) yang telah dikonsensuskan akan disempurnakan oleh konseptor dan editor masing-masing PT; c. RSNI yang telah disempurnakan diperiksa atau diverifikasi oleh BSN yang kemudian ditayangkan di situs BSN untuk dilakukan jajak pendapat selama 2 (dua) bulan agar mendapat tanggapan dari Masyarakat Standardisasi (MASTAN). Apabila tidak ada tanggapan negatif maka BSN akan menetapkannya menjadi SNI dan apabila ada tanggapan negatif maka dikembalikan ke PT untuk dilakukan pembahasan terhadap tanggapan negatif tersebut. SNI yang telah ada juga dilakukan peninjauan untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Pada tahun 2008 telah dilakukan kajian terhadap 143 judul SNI dari berbagai macam Panitia Teknis.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
99
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Tabel 4.1 menunjukkan data mengenai RSNI yang dirumuskan, jumlah SNI yang ditetapkan dan PT yang melakukan kegiatan perumusan dari tahun 2005 hingga 2008. Tabel 4. 1 Data Mengenai Standardisasi Nasional Indonesia
Tahun
Jumlah judul RSNI
Jumlah judul SNI yang telah ditetapkan
Jumlah PT yang melakukan kegiatan perumusan RSNI
2005
35
15
7
2006
87
13
16
2007
86
1
14
2008
58
2
15
2. Pemberlakuan SNI Wajib Dan Pengembangan LSPro a. Pemberlakuan SNI Wajib Dalam rangka mendukung peningkatan kemampuan industri dalam negeri dan perlindungan konsumen dilakukan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Perindustrian tentang SNI Wajib yang tiap tahunnya terus bertambah. Pemberlakuan SNI Wajib harus didukung oleh kemampuan Laboratorium Uji, LS Pro dan personil pendukungnya. Dalam rangka mendukung pemberlakuan SNI Wajib telah disusun Pedoman yaitu : 1) Tahun 2005 : a) Pedoman PPSP untuk SNI Wajib Air Minum Dalam Kemasan (AMDK); b) Pedoman PPSP untuk SNI Wajib Tepung Terigu; c) Pedoman PPSP untuk SNI Wajib Aki Kendaraan Bermotor. 2) Tahun 2006 : a) Pedoman PPSP untuk SNI Wajib Abaja Tulangan Beton; b) Pedoman PPSP untuk SNI Wajib Baja Lembaran Lapis Seng; c) Pedoman PPSP untuk SNI Wajib Lampu Hemat Energi. 3) Tahun 2008 : a) Pedoman PPSP untuk SNI Wajib Helm Untuk Pengendara Bermotor; b) Pedoman PPSP untuk SNI Wajib Pupuk. Selain itu untuk menyeragamkan persepsi dalam pengambilan contoh di pabrik maupun di pasar antar LSPro, Laboratorium Uji dan 100
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
perusahaan telah disusun Konsep Petunjuk Teknis Metoda Pengambilan Contoh yang telah diserahkan ke Ditjen terkait yaitu: 1) Tahun 2006 : a). Metoda Pengambilan Contoh untuk SNI Pupuk NPK; b). Metoda Pengambilan Contoh untuk SNI Garam Konsumsi. 2) Tahun 2007 : a). Metoda Pengambilan Contoh untuk SNI Baterai; b). Metoda Pengambilan Contoh untuk SNI Semen; c). Metoda Pengambilan Contoh untuk SNI Kaca. 3) Tahun 2008 : d). Metoda Pengambilan Contoh untuk SNI Air Minum Dalam Kemasan (AMDK); e). Metoda Pengambilan Contoh untuk SNI Pupuk; f). Metoda Pengambilan Contoh untuk SNI Tepung Terigu. b. Pengembangan LS Pro Dalam penerapan SPPT SNI yang diberlakukan secara wajib di sektor industri yang sampai saat ini telah berjumlah 86 SNI Wajib di Departemen Perindustrian, LS Pro-Pustan terus menerus melakukan perbaikan dan perluasan ruang lingkup yang disebabkan makin banyaknya perusahaan yang percaya dalam proses penerbitan SPPT SNI. Diperlukannya perluasan ruang lingkup disebabkannya makin luasnya persaingan di dalam negeri maupun luar negeri. Perbaikan-perbaikan ini dilakukan secara kontinyu melalui Audit Internal dan eksternal dari KAN serta penyaksian ke Thailand dan Cina, bahkan saat ini LS Pro-Pustan telah melengkapi semua dokumennya dengan Bahasa Inggris. Selain itu dalam Pengembangan LS Pro juga dilakukan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam bentuk pelatihan asesor dan melakukan evaluasi terhadap asesor-asesor yang ada sehingga mengetahui kemampuan asesor yang dimiliki. Pengembangan LS Pro-Pustan ini juga dilakukan pengembangan terhadap direktori berupa Sistem Informasi Manajemen (SIM) LS Pro-Pustan yang dilengkapi informasi baik umum maupun industri, yang berkaitan dengan perusahaan yang telah mendapat SPPT SNI, yang telah habis masa berlaku, dan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) yang kompeten. 3. Pembinaan Standardisasi Pembinaan standardisasi termasuk informasi kebijakan standardisasi dan kegiatan Pusat Standardisasi dilaksanakan melalui sosialisasi ke daerah dengan peserta dari wakil-wakil industri, wakil LPK, dan instansi terkait. LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
101
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Dalam pembinaan standardisasi telah dilakukan pelatihan-pelatihan sebagai berikut: a. Tahun 2005: 1) Pelatihan Asesor Teregistrasi ISO 9001: 2000 sebanyak 40 orang; 2) Pelatihan Pemahaman HACCP/Keamanan Pangan sebanyak 40 orang; 3) Pelatihan Petugas Pengambil Contoh untuk lingkup AMDK, Tepung Terigu dan Lampu Hemat Energi sebanyak 40 orang; 4) Pelatihan Petugas Pengawas Standar Barang dan Jasa di Pabrik sebanyak 40 orang. b. Tahun 2006: 1) Pelatihan ISO/TS 16949 untuk IKM Komponen Otomotif di Bandung dan Surabaya sebanyak 15 orang; 2) Pelatihan Asesor Teregistrasi ISO 9001: 2000 sebanyak 40 orang; 3) Pelatihan Petugas Pengawas Standar Barang dan Jasa di Pabrik sebanyak 40 orang. c. Tahun 2007: 1) Pelatihan Petugas Pengawas Standar Barang dan Jasa di Pabrik sebanyak 40 orang; 2) Pelatihan Pemahaman ISO Guide 17025 sebanyak 30 orang; 3) Pelatihan Pemahaman Proses Minyak Pelumas sebanyak 10 orang. d. Tahun 2008: 1) Pelatihan Petugas Pengawas Standar Barang dan Jasa di Pabrik sebanyak 40 orang; 2) Pelatihan asesor teregistrasi ISO 9001:2000 sebanyak 20 orang. Selain itu juga dilakukan pembinaan dalam kemampuan LPK dalam rangka mempersiapkan terbentuknya Balai Layanan Umum (BLU) yang direncanakan akan dilaksanakan pada tahun 2009. 4. Kerjasama Standardisasi Hingga bulan Desember 2008, Pusat Standardisasi telah menotifikasi SK pemberlakuan wajib beserta SNI nya. Sebanyak 40 (empat puluh) SNI telah dinotifikasi ke WTO dan sebanyak 5 (lima) SNI yang sedang dinotifikasi ke WTO (antara lain: Air Minum Dalam Kemasan, produk baja, baterai primer dan sepatu pengaman). Pemberlakuan SNI wajib dinotifikasi ke WTO sebagai tindak lanjut UU WTO tahun 1995 adalah sebagai berikut:
102
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
a. Tahun 2005 sebanyak 5 judul yaitu: 1) Ban Mobil Penumpang, SNI 06-0098-2002 2) Ban Truk dan Bis, SNI 06-0099-2002 3) Ban Sepeda Motor, SNI 06-0101-2002 4) Ban Truk Ringan, SNI 06-0010-2002 5) Ban Dalam Kendaraan Bermotor, SNI 06-6700-2002 b. Tahun 2006 sebanyak 22 judul yaitu: 1) Semen Portland Putih, SNI 15-0129-2004 2) Semen Portland Pozolan, SNI 15-0302-2004 3) Semen Portland Campur, SNI 15-3500-1994 4) Semen Masonry, SNI 15-3578-2004 5) Semen Portland Komposit, SNI 15-7074-2004 6) Kaca Pengaman Diperkeras untuk Kendaraan Bermotor, SNI 150048-2005 7) Kaca Pengaman Berlapis untuk Kendaraan Bermotor, SNI 151328-2005 8) Produk Pupuk (15 SNI) c. Tahun 2007sebanyak 5 judul yaitu: 1) Tabung Baja LPG 3 kg, SNI 1452: 2007 2) Katup Tabung Baja LPG, SNI 1591: 2007 3) Kompor Gas Satu Tungku, SNI 7369: 2007 4) Regulator Kompor Gas, SNI 7369: 2007 5) Selang Karet Kompor Gas, SNI 06-7213-2006 d. Tahun 2008 sebanyak 4 judul yaitu: 1) Helm Pengendara Kendaraan Bermotor, SNI 1811: 2007 2) Gula Rafinasi, SNI 01-3140.2-2006 3) Pupuk SP 36, SNI 02-3769-1995 4) Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan, SNI 01-3751-2006 Tahun 2005 – 2008, Pusat Standardisasi telah melakukan kerja sama standardisasi dalam pembinaan terhadap SDM dalam pelaksanaan Sosialisasi Standardisasi dalam rangka Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI) yang tersaji pada tabel 4.3.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
103
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Tabel 4.2 Pelaksanaan Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI) Tahun pelaksanaan
Daerah tujuan
2005
Pontianak, Makassar, Kendari, Palembang dan Medan
2006
Padang, Bandar Lampung, Surabaya dan Samarinda
2007
Gorontala, Pekanbaru, Manado dan Denpasar
2008
Banjar Baru, Nusa Tenggara Timur, Banda Aceh dan Jambi
Berpartisipasi aktif dalam sidang-sidang internasional dan regional terkait dalam bidang standardisasi serta partisipasi dalam dukungan terhadap conformity assessment antar ASEAN, APEC dan Eropa. Beberapa sidang terkait dengan kerjasama standar, antara lain: a) Trade Support Program (TSP) di Brussel; b) IEC ke-72 di Brasil; c) TBT WTO di Geneve; d) Kerjasama dengan Assessment).
Hoklas
Hongkong
(Badan
Conformity
Sidang-sidang dan pembahasan yang diikuti antara lain sidang kerjasama ASEAN dalam rangka mendukung 11 (sebelas) produk prioritas Working Group untuk rubber based, wood based, automotive dan Joint Sectoral Committee untuk listrik dan elektronika (JSC EEE). Partisipasi dalam pembahasan internasional antar negara Eropa dan APEC, antara lain sidang CODEX Allimentarius on Milk and Milk Product and Natural Mineral Water, sidang ISO/IEC, CCFICS serta sidang-sidang internasional lainnya. Kerja sama dengan pemangku kepentingan dalam rangka pembinaan standardisasi antara lain dilakukan melalui pertemuan-pertemuan/forum dalam rangka persamaan persepsi untuk mendukung SPPT SNI, yaitu: Forum pertemuan antar tenaga pengujian, Petugas Pengambil Contoh dan Forum Asesor dan pertemuan membahas tentang regulasi teknis di lingkungan Departemen Perindustrian. Partisipasi kegiatan promosi standardisasi melalui forum-forum pameran produk industri di Plasa Pameran Industri Departemen Perindustrian.
104
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
F. Peningkatan Kemampuan SDM Aparatur dan Industri 1. Peningkatan Kemampuan SDM Industri a. Dalam upaya meningkatkan daya saing industri melalui peningkatan efisiensi kerja dan produktivitas, telah dilakukan upaya peningkatan kemampuan SDM Industri melalui berbagai pendidikan dan pelatihan. Dari tahun 2005 sampai tahun 2008 telah dilatih sejumlah 713 tenaga industrial dengan jenis-jenis diklat yang dilaksanakan yaitu: pengawasan mutu produksi, komunikasi pemasaran, manajemen promosi, strategi pemasaran efektif, risk management for decision makers, negotiation skills in business, corporate social responsibility, the power of service marketing, teknik pengawetan makanan, hazard analysis critical control point/HACCP, packaging, konservasi energi, eco-labeling dan creation of enterpreneurs formation for enterpreneurship (CEFE), marketing intelligence, financial risk management, dan middle management course. Tahun 2009 direncanakan untuk melakukan diklat bagi dunia usaha yang akan diikuti sekitar 270 orang. b. Selain peningkatan kemampuan SDM Industri di bidang pelatihan, diselenggarakan pendidikan guna menyiapkan tenaga kerja industrial pada jenjang Sekolah Menengah dan Pendidikan Tinggi, yang diselengarakan di 9 (sembilan) Sekolah Menengah dan 8 (delapan) Pendidikan Tinggi di lingkungan Departemen Perindustrian. Dari tahun 2004/2005 sampai dengan tahun 2007/2008 Sekolah Menengah telah meluluskan sebanyak 4352 calon tenaga kerja dan Pendidikan Tinggi sebanyak 5635 calon tenaga kerja. c. Dalam upaya mendorong pertumbuhan IKM, diselenggarakan program pendidikan untuk persiapan calon Tenaga Penyuluh Lapangan (TPL) industri dan calon wirausaha baru. Pendidikan yang telah dilaksanakan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2008 di 8 (delapan) unit Pendidikan Tinggi dengan memberikan beasiswa 485 siswa/i ranking terbaik untuk tahun 2007, dan 296 siswa/i ranking terbaik pada tahun 2008. Total mahasiswa yang telah direkrut adalah 779 mahasiswa berasal di 302 Kabupaten/Kota. d. Untuk meningkatkan infrastruktur pendidikan di lingkungan Departemen Perindustrian, dilakukan penguatan struktur kelembagaan pendidikan. Peningkatan kualitas penguatan struktur kelembagaan pendidikan melalui peningkatan kualitas dan kapasitas guru dan dosen. Diklat Akta IV dan V, diklat asessor, sertifikasi sistem manejemen mutu iso 9001:2000, diklat perpustakaan berbasis teknologi informasi, dan diklat talent scouting. Sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 telah dilatih sebanyak 210 guru dan dosen. e. Kerjasama dengan LN melalui program IGI untuk pengembangan pendidikan vocational (terapan).
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
105
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
2. Peningkatan Kemampuan SDM Aparatur a. Dalam rangka memenuhi kompetensi SDM aparatur baik pusat maupun daerah (propinsi/kabupaten/kota) yang menangani bidang industri, telah diselenggarakan Diklat Sistem Industri, sebagai berikut: 1) Untuk SDM Aparatur Departemen Perindustrian Pusat dan Daerah, terdiri dari: a) Diklat Sistem Industri I untuk staf, dengan jumlah peserta diklat tahun 2006, 2007, dan 2008 sebanyak 195 orang. b) Diklat Sistem Industri II untuk para Pejabat Eselon IV, dengan jumlah peserta diklat tahun 2006, 2007, dan 2008 sebanyak 134 orang. 2) Untuk SDM Aparatur Dinas Perindustrian di Propinsi/Kabupaten/Kota, jumlah yang telah mengikuti diklat sebanyak 3.568 orang terdiri dari: a) Diklat Sistem Industri I untuk Staf, dengan jumlah peserta diklat tahun 2006, 2007, dan 2008 sebanyak 1254 orang. b) Diklat Sistem Industri II untuk Pejabat Eselon IV, dengan jumlah peserta diklat tahun 2006, 2007, dan 2008 sebanyak 1057 orang. c) Diklat Sistem Industri III untuk Pejabat Eselon III, dengan jumlah peserta diklat tahun 2006, 2007, dan 2008 sebanyak 585 orang. d) Diklat Sistem Industri IV untuk para Pejabat Eselon II, dengan jumlah peserta diklat tahun 2006, 2007, dan 2008 sebanyak 412 orang. e) Pelatihan Shindan Shi dilaksanakan pada tahun 2006 dan 2007 guna mempersiapkan calon konsultan diagnosis IKM di daerah, tercatat sebanyak 200 orang, dan tahun 2008 diikuti oleh sejumlah 60 peserta. b. Diklat lain yang telah diselenggarakan terkait dengan peningkatan kemampuan SDM Aparatur adalah: 1) Diklat Struktural, PIM III, PIM IV, Prajabatan, dari tahun 2005-2008 diikuti oleh sejumlah 1.275 peserta. 2) Diklat Teknis, Sejumlah 792 peserta telah diikutkan dalam diklat-diklat sebagai berikut: Diklat Personal Empowerment, Kecerdasan Emosional, Komunikasi Bisnis Internasional, Komunikasi Pemasaran, Strategi Pemasaran Efektif, Public Relation, E-Government, HAKI, Sistem Informasi Manajemen, Sistem Industri untuk Widyaiswara, Leadership dan Manajemen Perubahan, Team Building, Ekonomi Industri, Character Building, Akuntabilitas Publik, Perencanaan Strategis, Bahasa Indonesia, Teknik 106
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Penulisan Laporan dan Presentasi, Achievement Motivation Training (AMT), Achievement Motivation Training of Trainers (AMTT), Hubungan Ekonomi Internasional. 3) Diklat Jabatan Fungsional, Di bidang jabatan fungsional telah diselenggarakan Diklat Penyuluh Industri, Litkayasa, Statistisi, Bendaharawan, Pranata Komputer, Pustakawan, Peneliti, dan Arsiparis. Dengan jumlah peserta 315 orang. 4) Program Rintisan Gelar sebagai berikut: a) S2 bidang Teknik dan Manajemen Industri di ITB, pada tahun 2006/2007 jumlah peserta sebanyak 30 orang, dan untuk tahun akademik 2008/2009 jumlah peserta 30 orang. b) S2 bidang Ekonomi Industri di Universitas Indonesia, pada tahun 2008/2009 jumlah peserta sebanyak 30 orang. c) S3 sebanyak 12 orang dengan bidang studi antara lain Ilmu Kimia, Teknik Mesin, Teknik Fisika, Teknik dan Manajemen Industri, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Ekonomi Pertanian, Keteknikan Pertanian, dan Ilmu Kehutanan yang tersebar di beberapa Perguruan Tinggi Negeri. 3. Peningkatan Kemampuan SDM Industrial di daerah Guna meningkatkan kompetensi SDM Industrial di daerah telah dilaksanakan Diklat untuk SDM Aparatur dan Dunia Usaha antara lain: a. Diklat Struktural: Diklat PIM III dengan jumlah peserta tahun 2005 sebanyak 40 orang, Prajabatan Gol I Ex Honorer di tahun 2008 sebanyak 42 orang. b. Diklat Fungsional: Diklat Penyuluh Perindustrian, dengan jumlah peserta dari tahun 2005-2008 sebanyak 394 orang. Tahun 2009 direncanakan 110 orang aparatur daerah mengikuti diklat ini untuk berbagai tingkatan mulai dari dasar, terampil dan lanjut. c. Diklat Teknis, meliputi: Diklat Agro Industri, Diklat Penguasaan Komputer, Diklat Pemasaran dan Ekspor-Impor, Diklat Komunikasi Bisnis, Diklat Pengolahan dan Pengembangan Produk, Diklat Desain dan Kemasan, Diklat Pengembangan Diri (AMT, Empowerment, Leadership, Personal Development), dengan jumlah peserta keseluruhan dari tahun 2005 – 2008 sebanyak 1487 orang aparatur dan dunia usaha. Selain diklat di atas tahun 2009 juga dilakukan Manajemen Lingkungan, Kewirausahaan, Manajemen Proses Bisnis, Ekonomi Akuntansi, Manajemen Kualitas Industri, HACCP, Diversifikasi Pengolahan Ikan, Cleaner Production, Bahasa Inggris, HKI, Teknologi Informasi, Drafting, ISO 9001:2000, TOT Klaster, Competence Based Economy, Fasilitator GKM, Pola Kerja Yang Menyenangkan, yang akan diikuti oleh 1512 orang dari aparatur daerah dan dunia usaha. LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
107
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
G. Peningkatan Kerja Sama Internasional Penanganan kerja sama Internasional di sektor industri mencakup penanganan kerja sama Bilateral, kerja sama Regional dan Kerja sama Multilateral. Selama kurun waktu 4 (empat) tahun perjalanan Kabinet Indonesia Bersatu, Departemen Perindustrian telah berpartisipasi dalam perundingan-perundingan kerja sama internasional dibidang industri, antara lain meliputi : 1. Kerja sama Bilateral a. Perundingan dan Komisi Bersama Dalam rangka kerja sama Bilateral telah dilaksanakan berbagai perundingan antara Indonesia dengan negara-negara dikawasan Asia Pasifik, Eropa, Amerika dan Afrika, meliputi kerja sama Indonesia dengan Jepang, Pakistan, EFTA, Australia, Iran, Turki, Sudan, Azerbaijan, Mozambique, Kuba, Malaysia, Timor Leste, India, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat. 1) Komisi Bersama Indonesia-Turki Dalam pertemuan antara Indonesia dan Turki dalam kerangka the 7th Joint Commission Meeting Indonesia-Turkey tanggal 17 – 18 September 2008, delegasi Indonesia mengadakan pertemuan dengan Indonesia-Turkey Business Council (ITCB), dan melakukan penandatanganan 2 (dua) MoU masing-masing, MoU on Radio Program Exchange Cooperation dan MoU on Joint Issue of Stamps. Terkait dengan pembentukan Comprehensive Trade and Economic Partnership (CTEP) Indonesia – Turki, yang diikuti dengan pembentukan technical team untuk menyusun Framework and Action Program, maka belajar dari pengalaman FTA dengan pihak Jepang, Departemen Perindustrian mengusulkan kepada Departemen Perdagangan agar sejak awal diikutsertakan dalam technical team sehingga dapat aktif memberikan masukan terkait strategi yang perlu diadopsi oleh Indonesia dalam pembentukan CETP yang selanjutnya mengarah pada pembentukan FTA kedua negara. Sebagai sesama negara anggota D-8, Indonesia dapat memanfaatkan aliansi strategis dengan Turki dalam membangun kerja sama bidang Industri seperti yang saat ini sedang digagas Indonesia dalam Working Group on Industrial Cooperation (WGIC). Pembentukan CTEP antara Indonesia dengan Turki antara lain mencakup kerja sama bidang industri, oleh karena itu kerja sama bilateral tersebut perlu dimanfaatkan, sekaligus diselaraskan (in line) dengan upaya membangun kerja sama Indonesia yang lebih luas dalam forum D-8 maupun forum Organization of Islamic Conference (OIC). 2) Kerja sama Indonesia-Jepang / IJEPA Pada tanggal 20 Agustus 2007 Naskah Kerja sama Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) telah 108
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
ditandatangani oleh kedua Kepala Pemerintahan Indonesia dan Jepang. Implementasi IJEPA (Entry into Force) telah berlaku mulai tanggal 1 Juli 2008, kesepakatan awal IJEPA mencakup 3 (tiga) pilar utama yaitu (1) Liberalisasi berupa pembukaan akses pasar, (2) Fasilitasi Perdagangan (Trade Facilitation), (3) Kerja sama Ekonomi (Cooperation). Terdapat beberapa kesepakatan yang dihasilkan diantaranya dibidang Trade in Goods (TIG), Indonesia menurunkan bea masuk sebanyak 92.5 persen dari 11.163 pos tarif, berdasarkan BTBMI 2005. Sedangkan Jepang membuka sebanyak 90 persen dari 9.262 pos tarif berdasarkan Japan Custom tahun 2004. Indonesia juga memberikan fasilitas pembebasan bea masuk untuk bahan baku impor dari Jepang melalui skema User Specific Duty Free Scheme (USDFS). USDFS terkait dengan 5 (lima) driver sectors, yaitu auto and auto parts, electric and electronic appliances, construction machinery, heavy equipment, dan energy dengan persyaratan yang sangat ketat. Sebagai konsesi dari pemberian akses pasar dimaksud, Jepang akan membantu meningkatkan daya saing industri manufaktur pada kelima driver sectors tersebut melalui kerja sama capacity building dalam kerangka Manufacturing Industry Development Center (MIDEC). Skema kerja sama tersebut terdiri dari 13 sub sektor mencakup 97 kegiatan yang akan dilaksanakan dalam bentuk antara lain pengiriman tenaga ahli, pelatihan, seminar/workshop, serta pengadaan peralatan penunjang. Dalam implementasi MIDEC IJEPA, Departemen Perindustrian melakukan beberapa kali pertemuan dengan pihak Jepang pada tanggal 17-18 Desember 2008 di Jakarta. Implementasi MIDEC akan tetap memperhatikan keseimbangan kemajuan: TIG/USDFS yang sebenarnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan daya saing industri manufaktur pada ke 5 driver sectors tersebut diatas. 3) Temu Usaha (Business Meeting) Indonesia - RRC Departemen Perindustrian c.q Pusakin bekerja sama dengan KBRI Beijing menyelenggarakan Business Meeting pada tanggal 15 Mei 2008 di Jakarta, yang dihadiri oleh Menteri Perindustrian, Ketua BKPM, para gubernur Propinsi Bangka Belitung, Riau, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta, Temu Usaha yang dihadiri oleh 350 pengusaha RRC dan 200 pengusaha Indonesia merupakan yang pertama dan terbesar dilaksanakan di Departemen Perindustrian dan membuka peluang bagi penarikan investasi RRC ke Indonesia baik dalam bentuk kerja sama permodalan maupun kerja sama teknologi. Dari temu usaha ini diharapkan dapat dilanjutkan dengan pertukaran informasi bisnis antara para pengusaha kedua negara sehingga terjalin kerja sama di sektor-sektor industri, perdagangan, pertambangan, energi, pertanian, kehutanan dan konstruksi. LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
109
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
b. Capacity Building Kerja sama bilateral dalam rangka Capacity Building yang telah dilakukan sampai dengan saat ini meliputi: 1) Kerja sama dengan Jepang meliputi In Country Training (ICT) Programme – JICA yang berupa bantuan hibah (grant) dalam rangka program Japan-ASEAN Comprehensive Human Resources Development (JACHRD), (tahun 2008 merupakan tahun kesepuluh dan tahun terakhir pelaksanaan program ini); New Energy and Industrial Development Organization (NEDO), bantuan NEDO selama ini telah diberikan kepada 2 jenis industri yaitu industri logam dan industri tekstil, dan diharapkan dalam waktu dekat dilanjutkan dengan industri semen; dan bantuan teknis konsultasi diagnosis IKM (Shindan Shi System). 2) Kerja sama dengan Korea, yaitu meliputi Korea-Indonesia Industry and Technology Cooperation Center (KITC) dan Program Kerja sama KOICA (Korean International Cooperation Agency). 3) Kerja sama dengan Pemerintah Italia melalui proyek Indonesia Footwear Service Center (IFSC). Sampai dengan saat ini masih diupayakan penataan kelembagaan bagi implementasi proyek tersebut di Sidoarjo. 4) Program SENADA (Indonesia Enterprise and Agriculture Development Activity) yang merupakan bantuan teknis Amerika Serikat (USAID). 5) Kerja sama dengan RRC (Assessment of Shipbuilding Industry, Leather and Shoes Industry Cooperation). 6) Kerja sama Uni-Eropa Trade Support Programme (TSP-UE). 7) Program kerja sama Industri Alas Kaki (China-Eropa). 8) Program kerja sama Inwent (Jerman) dan Indonesia dalam rangka Indonesia German Institute (IGI). 9) Kerja sama antara Sekretariat Jenderal Departemen Perindustrian dengan Pemerintah Propinsi Shaanxi, China (MoU ditandatangani 27 Nopember 2008), mencakup: kerja sama penelitian dan pengembangan industri, promosi investasi, kemitraan bisnis di sektor industri, magang dan riset, (kebijakan, peraturan dan hukum yang berlaku, alih teknologi. c. Promosi Investasi Di samping kerja sama industri, dilaksanakan pula berbagai kegiatan promosi investasi di sektor industri, antara lain meliputi : Promosi Investasi ke Jepang, Korea, Negara-negara Timur Tengah, RRC serta promosi investasi yang sifatnya mengundang pihak asing untuk berkunjung ke daerah-daerah di tanah air yang memiliki sumber daya potensial, antara lain Kalimantan Timur, serta yang sifatnya melakukan pertemuan langsung dengan Menteri dan Pejabat Departemen Perindustrian, antara lain yang dilaksanakan oleh
110
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Delegasi Pengusaha Amerika Serikat, provinsi Shaanxi-RRC, dan Pemerintah Malaysia. 2. Kerja Sama Regional Dalam rangka kerja sama regional, Departemen Perindustrian telah berpartisipasi dan turut aktif dalam setiap perundingan kerja sama yang diikuti oleh Indonesia. Kerja sama regional tersebut meliputi : (i) ASEAN yang meliputi 10 negara, yaitu : Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam; dan (ii) Kerja sama ASEAN dan Mitra Dialog, ASEAN-China FTA dan ASEAN-Korea FTA (sudah berjalan), dan sedang dalam perundingan adalah ASEAN-Australia-New Zealand FTA, ASEAN-India FTA, ASEAN-Jepang FTA dan ASEAN-EU FTA. a. Kerja sama ASEAN : 1) AFTA Departemen Perindustrian berperan aktif dalam perundingan di Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade AreaAFTA), khususnya penyusunan posisi Indonesia dalam program penurunan/penghapusan tarif bea masuk untuk produk-produk manufaktur, dimana pada tanggal 1 Januari 2007 produk Inclusion List (IL) dengan tarif bea masuk 0 persen harus sudah mencapai 80 persen dan pada tahun 2010 harus mencapai 100 persen. Program AFTA mulai diberlakukan 1 Januari 1993, dan secara resmi diimplementasikan 1 Januari 2003 dengan tarif bea masuk 0-5 persen. Pada awalnya AFTA hanya menggunakan Regional Value Content (RVC) sebesar 40 persen sebagai general rule. Namun, melihat perkembangan perundingan dengan mitra dialog, maka saat ini yang digunakan sebagai General Rules adalah RVC 40 persen atau CTH (Change of Tarif Heading). Sebagai bentuk penyesuaian perkembangan perundingan dengan mitra dialog, Negara ASEAN menyepakati untuk membentuk ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA). ATIGA digunakan sebagai penyempurnaan CEPT Agreement yang berlaku saat ini, dan draft ATIGA ini akan di tandatangani pada pertemuan KTT ke14 (the 14th ASEAN Summit) yang semula akan diadakan Desember 2008 di Chiang Mai, Thailand. Namun, sehubungan dengan perkembangan situasi politik di Thailand, akhirnya diputuskan ASEAN Summit diundur menjadi bulan Maret 2009 mendatang. Dalam rangka AFTA juga disepakati ASEAN Economic Community (AEC) Blue Print yang telah ditandatangani pada saat Pertemuan KTT ke-12 pada tanggal 10-15 Januari 2007. Cetak Biru ini berisikan rencana kerja strategis ASEAN dalam jangka pendek, menengah dan panjang hingga mencapai terbentuknya integrasi Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
111
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) terdapat 4 tujuan dasar, antara lain: a) Menuju pasar tunggal dan pusat produksi; b) Menuju kawasan yang kompetitif; c) Menuju kawasan yang menganut pembangunan yang adil dan merata; d) Integrasi penuh ke dalam ekonomi global Dalam rangka mengantisipasi pemberlakuan ASEAN Economic Community (AEC), Indonesia telah melaksanakan beberapa program pendukung yang tertuang dalam Inpres No. 5 tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi tahun 2008-2009 khususnya dalam bagian F (lampiran) mengenai pelaksanaan Komitmen Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community AEC). Implementasi AEC Blueprint yang meliputi perdagangan di bidang barang, jasa, investasi, statistik, HKI, pariwisata, kebijakan persaingan, perlindungan konsumen, dan beberapa isu dalam lingkup AEC dituangkan dalam bentuk AEC Score card. AEC Score card merupakan suatu alat untuk memonitor perkembangan ratifikasi agreement-agreement yang telah ditandatangani oleh para menteri ekonomi ASEAN dan Kepala Pemerintahan/Negara yang merupakan pengembangan dari matrik Strategic Schedule AEC Blueprint. Selain memonitor ratifikasi ASEAN agreement yang telah ditandatangani, AEC Score card juga memonitor perkembangan implementasi Priority Integration Sectors (PIS) yang berjumlah 12 Sektor (Agro based, Automotive, Electronic, Fisheries, Healthcare, ICT, Rubber based, Textile and Apparel, Wood based, Air Travel, Tourism dan Logistics Services). Untuk PIS, Indonesia menjadi koordinator untuk sektor Automotive dan Wood based sampai sekarang masih terus dikembangkan implementasinya di dalam negeri. Pertemuan terakhir ASEAN adalah pertemuan SEOM 1/40 yang membahas mengenai status dokumen yang akan ditandatangani oleh Para Menteri Ekonomi ASEAN pada waktu pertemuan KTT ke14 mendatang, Dokumen tersebut antara lain adalah ATIGA, MoU antara Thailand dan Indonesia mengenai gula, pemberlakuan Piagam ASEAN, Penandatanganan ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA). Dalam rangka AFTA ini Indonesia telah menginformasikan penerbitan Legal Enactment kepada Sekretariat ASEAN yaitu Peraturan Menteri Keuangan No. 127/PMK.011/2008 tanggal 3 September 2008, terkait dengan penghapusan tingkat tarif atas 1 (satu) pos tarif produk Poliuretan (HS 3909.50.00), yang sebelumnya tidak tercakup dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 129/PMK.011/2007 tanggal 24 Oktober 2007. 112
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
2) AICO Dep. Perindustrian aktif dalam proses ratifikasi pengesahan Protocol to amend the Basic Agreement on the ASEAN Industrial Cooperation Scheme (AICO). Skema AICO ini merupakan program kerja sama industri diantara Negara-negara ASEAN dalam rangka mendorong sharing kegiatankegiatan industri dari paling sedikit 2 (dua) perusahaan industri di dua Negara ASEAN yang berbeda. Skema AICO mulai diberlakukan pada tanggal 1 November 1996. 3) WG-IC (Working Group on Industrial Cooperation) ASEAN Working Group on Industrial Cooperation (WGIC) merupakan kelompok kerja yang beranggotakan Negara ASEAN-10 membahas tentang kerja sama di bidang industri. Working Group ini telah dibentuk hampir 20 tahun yang lalu, namun kegiatan yang menonjol sebagai produk WGIC hanya ASEAN Industrial Cooperation (AICO) menyangkut skema kemudahan barang masuk di antara para anggota ASEAN dan masih terbatas pada produkproduk otomotif. Sementara itu, integrasi ASEAN sudah menghadang di depan mata, dan berbagai upaya untuk mewujudkan ini telah disusun. Salah satu fungsi percepatan integrasi ekonomi ASEAN (AEC) adalah kerja sama di bidang industri sebagai bagian dari kerja sama di bidang ekonomi. Departemen Perindustrian cq. Dit IATDK, Ditjen IATT, menjadi koordinator dalam WG-IC, sidang terakhir WGIC telah dilakukan pada tanggal 4-5 Maret 2008 di Bali. Adapun permasalahan yang dihadapi adalah bahwa WGIC selama ini hanya terpaku pada kegiatan AICO. Pada perjalanannya selama ini WGIC kurang menarik bagi para anggotanya kecuali bagi yang berkepentingan untuk pemanfaatan Skema AICO otomotif. Skema AICO yang condong ke penurunan tarif sudah tidak menarik lagi karena dengan adanya integrasi ASEAN, hampir seluruh tarif bea masuk antar Negara ASEAN sudah 0 persen. Untuk itu, perlu disusun suatu skema kerja sama yang lebih menarik dibandingkan tingkat tarif. Terlebih lagi, dengan adanya perubahan pada kelembagaan ASEAN yang menuju kearah integrasi menyeluruh, maka kerja sama industri juga dituntut untuk menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Hasil sidang WGIC adalah kesepakatan untuk menyusun sebuah Kerangka Acuan (TOR) untuk merekstrukturisasi WGIC dengan ruang lingkup yang lebih luas menyangkut kerja sama industri dan pembangunan (industrial development and cooperation) atau ekonomi dan pembangunan (economic and development), dimana industri berada di dalamnya. Tindak lanjut yang diharapkan adalah pencantuman kata-kata industri (industry) dalam kerangka acuan kerja sama ASEAN agar kegiatan dapat benar-benar terfokus pada kegiatan industri saja. LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
113
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
b. Kerja sama Intra Regional ASEAN meliputi : 1) ASEAN - China Departemen Perindustrian aktif dalam pertemuan ASEAN-China, dimana untuk ASEAN-China, Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the ASEAN and People’s Republic of China ditandatangani oleh para Kepala Negara ASEAN dan China pada tanggal 4 Nopember 2002 di Phnom Penh, Kamboja dan Ratifikasi Framework Agreement ASEAN-China FTA telah diterbitkan melalui Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004. Agreement Trade in Goods dan Agreement Dispute Settlement Mechanism telah di tandatangani di Vientiane, Laos oleh para Menteri Ekonomi Negara ASEAN dan China pada tanggal 29 November 2004. Program penurunan tarif bea masuk dalam kerangka Perdagangan Bebas ASEAN-China, dilakukan secara bertahap dimulai pada 1 Januari 2004 untuk EHP yang menjadi 0 persen pada 1 Januari 2006; kemudian tanggal 20 Juli 2005 untuk Normal Track, yang menjadi 0 persen pada tahun 2010; dengan sejumlah fleksibilitas pada produk-produk yang baru akan menjadi 0 persen pada tahun 2012. Produk-produk dalam kelompok Sensitive, akan dilakukan penurunan tarif mulai tahun 2012, dengan penjadwalan bahwa maksimun tarif bea masuk yang pada tahun 2012 adalah 20 persen akan menjadi 0-5 persen mulai tahun 2018. Terhadap produkproduk Highly Sensitive akan dilakukan penurunan tarif bea masuk pada tahun 2015, dengan maksimum tarif bea masuk pada tahun 2015 sebesar 50 persen. Sedangkan untuk ROO, ASEAN-China menggunakan skema General Rule 40 persen RVC (Regional Value Content) 2) ASEAN - Korea ASEAN mencapai konsensus untuk meminta pihak Korea agar tetap menunda penerapan prinsip resiprositas dalam implementasi TIG sebagai bentuk kompensasi yang selama ini dituntut oleh ASEAN. Ditegaskan bahwa paling tidak penundaan dapat diterapkan hingga batas waktu penurunan tarif untuk kelompok Normal Track berakhir (2012). Mengenai proposal tersebut, Korea akan mempertimbangkan usulan ASEAN tersebut ASEAN tidak dapat menyetujui permintaan Korea untuk mendapatkan perlakuan secara otomatis terhadap MFN pada perjanjian dengan non-parties pada masa akan datang karena MFN hanya dapat diberikan berdasarkan permintaan (Upon Request). Berdasarkan hal tersebut ASEAN dan Korea belum dapat mencapai kesepakatan pada prinsip MFN dan berjanji akan mendiskusikannya kemudian. ASEAN dan Korea sepakat untuk melakukan notifikasi di WTO setelah Thailand menjadi Pihak dalam persetujuan. Berdasarkan Pasal XXIV GATT Korea mengharapkan ASEAN - Korea dapat 114
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
melakukan notifikasi tersebut, menimbang bahwa negara berkembang merupakan isu sensitif di WTO. Korea berpendapat bahwa kedua pihak harus mempertimbangkan apabila AANZFTA akan melakukan notifikasi di WTO kemudian hari. Korea menyepakati proposal ASEAN untuk mengubah instrumen transposisi PSR HS 2002-2007 ke dalam bentuk Letter of Understanding, yang akan ditandatangani oleh Menteri ASEAN dan Korea secara referendum. 3) ASEAN - India Saat ini, perundingan ASEAN India telah memasuki tahap verifikasi Jadwal Penurunan Tarif, tahap verivikasi ini telah dilaksanakan pada pertemuan terakhir tanggal 3-5 Nopember 2008 di Sekretariat ASEAN. Terkait dengan hal ini, sebelum pertemuan dimaksud Dep. Perindustrian telah menyampaikan kepada Departemen Perdagangan sebanyak 38 post tarif SL dengan tarif 5 persen (HS 6 digit) yang akan diperlakukan sebagai standstill dalam rangka memenuhi Offer-Request Package for AIFTA. Indonesia telah menyampaikan jadwal indikatif penurunan/ penghapusan tarif AIFTA (dalam HS 2002 dan base rate 2005) pada bulan Oktober 2008. Indonesia akan melakukan transposisi HS 2002 ke HS 2007 setelah panandatanganan AIFTA Trade in Goods Agreement pada pertemuan the 14th ASEAN Summit. Dengan demikian dalam kerangka AIFTA pada saat KTT ke-14 yang akan datang akan ditandatangani berbagai Perjanjian antara lain : a. Protocol to ammend the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN and India. b. Agreement on Trade in Goods under the ASEAN-India Framework Agreement; c. Agreement on Dispute Settlement Mechanism under the ASEAN-India Framework Agreement, dan d. Understanding Relating to Article 4 of the Agreement on Trade in Goods (Hazardous Waste). 4) ASEAN - Jepang Pada pertemuan 11th ASEAN-Japan Summit tanggal 21 November 2007 di Singapura, telah dicapai kesepakatan akhir dari perundingan AJCEP Agreement. Kesepakatan tersebut mencakup bidang TIG, TIS, Investment dan Economic Cooperation. Modalitas yang telah disepakati yaitu NT (90 persen-tarif line/TL & trade value/TV); SL (3,8 persen TL & TV), HSL (as provided in bilateral), EL (as provided in bilateral). Pada tanggal 25 Oktober 2007 Departemen Perindustrian telah menyampaikan ke Departemen Perdagangan tentang posisi sementara offer Indonesia dalam AJCEP berdasarkan jumlah tarif LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
115
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
line yaitu NT(87,7 persen), SL (2,7 persen), HSL (1,44 persen) dan EL (8,07 persen). Mengenai ketentuan Asal Barang (Rules of Origin- ROO), disepakati usulan ASEAN yaitu 40 persen RVC atau CTC (Change in Tarif Clasification). Setelah melalui konsultansi dan perbaikan masingmasing pihak, akhirnya disepakati jadwal penandatanganan kesepakatan AJCEP pada awal bulan April 2008 dan saat ini dalam proses ratifikasi. 5) ASEAN – Australia – New Zealand Departemen Perindustrian berperan aktif dalam perundingan ASEAN-Australia-New Zealand (AANZ), dimana saat ini sudah memasuki finalisasi perundingan pada tanggal 30 September 2008. Naskah persetujuan akan ditandatangani pada pertemuan KTT ke14 yang akan datang. Berdasarkan kesepakatan antara ASEAN dan ANZ, implementasi perdagangan barang (entry into force) baru dimulai pada tanggal 1 Juli 2009. Kedua belah pihak yaitu ASEAN dan ANZ menyepakati modalitas yang diusulkan masing-masing pihak, yaitu : (i) Untuk ASEAN, Normal Track 90persen dan Sensitive Track 10 persen (ST1 = 6 persen dan ST 2 = 4 persen), sementara itu Australia dan New Zealand 96 persen untuk Normal Track dan 4 persen untuk Sensitive Track. Namun demikian, kesepakatan ini tidak menutup kemungkinan bagi beberapa negara ASEAN yang dapat memberikan komitmen eliminasi tarif lebih dari 90 persen. Sementara itu dalam hal ketentuan asal barang (Rules of Origin/ROO), tarif preferensi yang disepakati sebagai general rule adalah “Regional Value Content (RVC)” sebesar 40 persen atau “Change of Tarif Heading (CTH)”. Terkait dengan Economic Cooperation, hingga TNC ke-15 bulan Juni 2008 di Hanoi, Vietnam, pihak Australia-New Zealand menyatakan hanya menerima usulan yang dikategorikan sebagai high priority dimana hanya ada 1 (satu) usulan dari Indonesia yang masuk dalam kategori tersebut, yaitu kerja sama di bidang pengembangan dairy products yang disetujui oleh New Zealand. Meskipun perundingan telah berakhir, namun demikian pihak Australia masih mengharapkan Indonesia dapat menerima proposalnya untuk menurunkan tarif atas 216 pos tarif otomotif lebih awal pada saat berlakunya AANZFTA, khususnya untuk kendaraan bermotor dengan HS. 8703 mencakup CKD dan CBU dapat diturunkan menjadi 0 persen pada tahun 2010 dan paling lambat tahun 2012 atau 2013. Untuk itu, Indonesia perlu mengantisipasi ke arah lebih liberal namun dengan catatan Indonesia meminta cooperation program dalam bentuk capacity building berupa :
116
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
i)
Peningkatan Non-Labor market access quote ke Australia;
ii) Peningkatan capacity program khusus untuk bidang pertanian dan industri mencakup produk otomotif, makanan, dan sertifikasi welder (pengelasan) Indonesia, penyediaan instruktur Bahasa Inggris untuk Sekolah Kejuruan di bawah Departemen Perindustrian; iii) Pembentukan Task Force untuk meningkatkan investasi bidang pertanian dan industri otomotif di Indonesia. Mengingat negosiasi dalam rangka AANZ FTA telah berakhir, Australia mengindikasikan bersedia berkonsultasi secara bilateral setelah penandatanganan perjanjian sampai dengan sebelum entry into force (1 Juli 2009). 6) ASEAN – Uni Eropa Pertemuan ke-6 Joint Committee ASEAN-EU Free Trade Area (JC AEUFTA) berlangsung di Hanoi Vietnam pada tanggal 15 - 17 Oktober 2008. Pertemuan Joint Committee (JC) ke-6 ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan ke-5 yang diselenggarakan di Manila, Filipina, tanggal 24 - 27 Juni 2008. Pertemuan JC ke-6 difokuskan untuk saling bertukar pandangan (exchange of views) masingmasing pihak, yaitu ASEAN dan EU, mengenai isu-isu yang akan dimasukkan kedalam AEUFTA. Perbedaan pandangan yang timbul diantara kedua belah pihak, antara lain mengenai Rules of Origin (de minimis rules, Outward processing, dan Approved Exporters), Services and Establishment/Investment, dan Intellectual Property Rights. Kedua belah pihak setuju untuk membicarakan kembali isu-isu yang belum tuntas dalam pertemuan JC ke-7 yang direncanakan akan diselenggarakan di Malaysia pada Februari 2009. Dari sudut pandang negara-negara anggota ASEAN termasuk Indonesia, Proposal yang diajukan oleh UE terkesan sangat ambisius dan komprehensif. Selain menghendaki adanya akses pasar ke ASEAN yang lebih luas untuk perdagangan barang baik produk industri ataupun pertanian, sektor jasa dan investasi, UE juga menghendaki agar isu-isu baru seperti public procurement, trade and sustainable development, competition policy, intellectual property dapat menjadi bagian integral dari perjanjian FTA. Pada sesi Perdagangan Barang (Trade in Goods), UE mengusulkan penghapusan tarif sebesar 90 persen dari total tarif lines termasuk didalamnya penghapusan tarif untuk seluruh produk industri dalam waktu 7 tahun. UE juga mengusulkan agar penghapusan tarif untuk environmental goods dilaksanakan pada tahap awal implementasi. Sedangkan 10 persen dari sisa total tarif lines (yang sebagian besar terdiri dari produk pertanian dan perikanan) dihapuskan secara parsial. Selain itu UE juga menjelaskan beberapa prinsip seperti standstill clause, approach for modality, specific treatment dan maximum frontloading. LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
117
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Putaran perundingan ASEAN-EU FTA berikutnya diperkirakan akan berlangsung semakin ketat, terperinci dan bersifat teknis. Untuk itu akan sangat diperlukan adanya kajian secara mendalam terhadap proposal EU dimaksud. Di samping itu, mengingat banyaknya isu yang akan dicakup dalam FTA, kiranya koordinasi baik di tingkat nasional maupun dengan negara anggota ASEAN lainnya perlu terus ditingkatkan terutama dalam merumuskan posisi Indonesia dan strategi bersama ASEAN. 3. Kerja sama Multilateral a. WTO Isu Agriculture yang dianggap lokomotif perundingan pada Putaran Doha telah menunjukan kemajuan yang berarti, sehingga Isu NonAgriculture yang hingga saat ini (Maret 2008) belum juga berhasil memperkecil perbedaan pandangan menjadi fokus perhatian semua pihak. Isu lainnya, yaitu Rules dan Trade Facilitation yang dapat dikatakan less crucial dibandingkan dengan dua isu sebelumnya telah pula mencapai kemajuan dalam perundingan. Sementara isu services yang nampaknya akan menjadi the next battle dalam perundingan WTO belum banyak mencapai kemajuan mengingat perhatian utama negara anggota saat ini masih tertuju pada isu Agriculture dan Non-Agriculture. Dengan perkembangan yang demikian, maka Pertemuan Para Menteri Perdagangan WTO guna membangun basis negosiasi yang lebih dapat diterima oleh semua pihak hingga saat ini belum dapat dilakukan. Dibidang Non-Pertanian Indonesia sudah mempunyai posisi perundingan yang hingga saat ini masih dijadikan acuan dalam menghadapi sidang-sidang di Jenewa, Swiss. Isu utama dalam NonPertanian adalah mengenai besaran pemotongan tarif dan fleksibilitas yang dapat diperoleh Negara Berkembang (NB) yang sebenarnya telah dicoba ditawarkan oleh Ketua Perunding Non-Agriculture kepada negara anggota WTO (Draft Text 17 July 2007 dan Revised Draft Text 8 February 2008). Mengenai fleksibilitas, posisi dasar yang digunakan oleh Departemen Perindustrian adalah bahwa Indonesia tetap perlu untuk mempertahankan sebagian tarif produk manufaktur yang sensitif atau akan dikembangkan industrinya untuk tidak diikat (unbound). Selain itu tingkat pemotongan tarif hendaknya tidak menyentuh produk-produk yang sensitif. Perundingan putaran Doha tingkat menteri 20-31 Juli 2008 akhirnya tidak mencapai kesepakatan disebabkan sebagian negara G7 (AS, UE, Australia, Jepang, China, Brazil dan India). Dalam hal ini AS dan Australia tetap tidak mau bergerak dan posisinya, khususnya dalam isu Special Safeguard Mechanism (SSM) yang diperjuangkan Indonesia bersama-sama dengan G33. Dalam perkembangan Perundingan NAMA WTO pada tanggal 25 Nopember 2008, isu inisiatif sektoral berkembang menjadi isu yang krusial dan berpotensi menjadi “deal-breaker” dalam upaya 118
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
menyepakati modalitas pertanian dan NAMA pada pertemuan “green room” tingkat Menteri yang diproyeksikan akan diadakan pada minggu ke-2 bulan Desember 2008. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan kajian untuk mengetahui sektor potensial Indonesia yang diharapkan dapat berpartisipasi dan meraih keuntungan. Untuk itu, perlu dirumuskan posisi Indonesia mengenai elemen-elemen sektoral tersebut diatas yang dapat memberikan cukup “comfort”, tanpa mendahului keputusan yang akan diambil mengenai berpartisipasi atau tidaknya Indonesia dalam sektoral. b. UNIDO 1) Kerja sama dengan UNIDO Pada Sidang General Conference ke 12 di Wina, Austria pada tanggal 3-7 Desember 2007, telah dilangsungkan penandatanganan MoU antara RI-UNIDO, yang dilakukan bersama antara Menteri Perindustrian RI dengan Dirjen UNIDO tentang pembentukan Center of South-south Industrial Cooperation di bidang Agroindustri. Terkait dengan hal tersebut, BPPI Departemen Perindustrian selaku focal point telah mengadakan rapat membahas operasionalisasi South-south Cooperation (SSC) di Indonesia untuk bidang Agro Industri. Adapun konsep dari skema kerja sama tersebut adalah South Partnering South dan South Assisting South yang tidak hanya membantu negara berkembang lainnya namun juga ada kerja sama perdagangan. Dalam hal ini kerja sama difokuskan pada bidang pengembangan makanan alternatif (umbi-umbian) dan energi alternatif (pengembangan tanaman jarak). Di samping sektor-sektor tradisional yang ditangani UNIDO, terdapat dorongan agar UNIDO dapat lebih mengembangkan sektor agroindustri untuk mengatasi krisis pangan dunia dan lebih mengembangkan respon terhadap perubahan iklim. Salah satu fokus UNIDO saat ini terletak pada transfer teknologi dalam mengatasi perubahan iklim dunia. Indonesia, sebagai negara yang memiliki banyak pengalaman dan keahlian, diharapkan tidak hanya menjadi penerima bantuan melainkan juga sebagai penyedia jasa (expert) yang dapat membantu negara anggota lainnya melalui triangular cooperation dengan dukungan dana dari UNIDO. 2) Bantuan Teknis UNIDO Untuk tahun 2008, UNIDO akan melaksanakan suatu program sebagai pengganti dari CSFI II yaitu New Country Program di Indonesia yang diharapkan adanya proposal dari Indonesia. Hingga Agustus 2008, UNIDO bekerja sama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan Grimsby Institute of Further and Higher Education (GIFHE) sebagai konsultan melakukan studi, LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
119
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
yaitu Increasing Trade Capacity of the Fisheries Sector in Indonesia. Selanjutnya UNIDO akan mengadakan program lanjutan terkait dengan studi tersebut. UNIDO mengharapkan Departemen Perindustrian dapat terlibat secara aktif untuk program-program UNIDO selanjutnya. Untuk itu, Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia akan menjadi focal point dalam kerja sama selanjutnya. c. Development Eight (D8) 1) Pertemuan Commissioner D-8 ke-25 Pertemuan Commissioner ke-25 telah dilaksanakan pada tanggal 45 Juli 2008 dan menyepakati kegiatan/program-program sbb: a) Working Group on Science and Technology di Nigeria, Oktober 2008; b) International Tourism Investment Forum di Iran, Oktober 2008; c) First Experts Group Meeting on Organic Agriculture di Iran, Desember 2008; d) International Conference of Tour Operators di Iran, tahun 2008/2009; e) First Working Group on Mining and Minerals di Indonesia, tahun 2009; f) D-8 Satellite Meeting on HIV/AIDS di sela-sela International Conference on HIV/AIDS in Asia Pacific (ICAAP) di Indonesia, bulan Agustus 2009. Pembahasan agenda Statutory Documents for Future Status of the Secretariat dilakukan secara terbatas pada tingkat Komisioner dan berhasil menyepakati skala kontribusi/pendanaan (scale on average basis) untuk masing-masing anggota dan selanjutnya akan disampaikan kepada Pertemuan Dewan Menteri untuk diputuskan. Rincian scale on average basis tersebut sbb: Terkait dengan upaya penguatan Sekretariat dari interim arrangement menjadi permanent secretariat, para Komisioner sepakat untuk menunjuk Dr. Dipo Alam (Indonesia) sebagai Sekjen D-8 untuk periode 4 tahun terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009. Mengenai agenda Protocol of Rules of Origin (ROO), sesuai dengan hasil kesepakatan yang dicapai pada pertemuan High Level Trade Officials ke-10, negara anggota sepakat untuk menyelesaikan negosiasi mengenai ROO (Value Local Content 40 persen) yang telah berlangsung lama. Ketidaksetujuan Mesir (50 persen) dan Bangladesh (30 persen) pada waktunya dapat bergabung dalam kesepakatan ROO apabila keduanya telah siap.
120
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Tabel 4.3 Scale On Average Basis
Negara
Average
Bangladesh
4,50
Egypt
10,00
Indonesia
11,63
Iran
16,22
Malaysia
20,15
Negara
Average
Nigeria
6,50
Pakistan
7,50
Turki
23,50
Total
100,00
3) Pertemuan Dewan Menteri D-8 ke-11 Pertemuan Dewan Menteri D-8 ke-11 berlangsung pada tanggal 6 Juli 2008. Pertemuan tersebut telah mengadopsi beberapa dokumen-dokumen yang diusulkan oleh Pertemuan Komisi, yaitu: Roadmap 2008-2018, Statutory Document, Rules of Origin, Kuala Lumpur Declaration dan menerima Tehran Declaration on Tourism. Terkait dengan Statutory Document, pertemuan Dewan Menteri juga telah memutuskan bahwa giliran jabatan Sekjen berikutnya (setelah Dr. Dipo Alam) akan diatur berdasarkan prinsip rotasi menurut abjad yang dimulai dari Indonesia (efektif 1 Januari 2009) dan negara selanjutnya diharapkan sudah mengajukan calonnya satu tahun sebelum berakhirnya masa jabatan Sekjen D-8, Dr. Dipo Alam. 4) Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pertemuan terakhir KTT D-8 ke-6 telah dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2008 di Kuala Lumpur, Malaysia. Pada pertemuan tersebut telah dilakukan serah terima jabatan keketuaan D-8 periode 20062008 dari Presiden RI, Dr. Susilo Bambang Yudhoyono kepada Perdana Menteri Malaysia, Dato’ Seri Abdullah Ahmad Badawi, yang akan menjabat Ketua D-8 periode 2008-2010. Acara serah terima jabatan juga telah dilakukan dari Menlu RI kepada Menlu Malaysia pada tingkat pertemuan Dewan Menlu dan dari Komisioner Indonesia kepada Komisioner Malaysia pada tingkat pertemuan komisi. Pada agenda General Statement, para ketua delegasi telah menyampaikan pernyataan yang pada pokoknya menyoroti dua hal, yaitu:
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
121
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
a) Situasi internasional dewasa ini khususnya mengenai krisis pangan dan energi, dan b) Relevansi kerja sama D-8 dalam menghadapi tantangan internasional khususnya dalam dekade kedua kerja sama D-8. Pertemuan juga menyepakati untuk mengadopsi Kuala Lumpur Declaration on Meeting Global Challeges Through Innovative Cooperation. Pokok isi deklarasi tersebut adalah sbb: a) Reafirmasi prinsip-prinsip kerja sama D-8, b) Konteks internasional D-8 yang memunculkan sejumlah tantangan termasuk ketahanan pangan dan energi, kelanjutan negosiasi Doha Development Agenda, Bali Roadmap on Climate Change, c) Pengesahan dokumen berkaitan dengan peningkatan kerja sama D-8, antara lain: Roadmap, pengaturan baru Sekretariat serta status hukum Sekretariat D-8, intra-trade, dan peran sektor swasta. 5) Working Group On Industry Sesuai kesepakatan maka pelaksanaan Sidang Working Group on Industry ke-4 diselenggarakan pada tanggal 10 – 12 Nopember 2008 di Bali, Indonesia. Bersamaan dengan penyelenggaraan sidang, Indonesia (Departemen Perindustrian) juga menyelenggarakan Small Exhibition untuk beberapa produk terpilih dari kelompok industri. Kombinasi antara pertemuan WGIC dan pameran produk manufaktur dapat dijadikan contoh bagi penyelenggaraan WGIC berikutnya sebagai manifestasi komitmen Pemerintah dan dunia usaha/industri untuk terus mencari peluang kerja sama dalam bidang perdagangan dan investasi. Automotive & Component dan Energy Saved Bulb mendapat perhatian cukup besar dari delegasi D-8 pada penyelenggaraan Small Exhibition. Indonesia (Departemen Perindustrian) menyatakan kesiapannya untuk menjadi Secretariat WGIC dan Turkey menjabat sebagai Vice Secretary untuk masa jabatan selama 2 tahun. Hal ini akan berlaku efektif setelah mendapat pengesahan pada the 26th D8 Commissioner’s Meeting yang diadakan tanggal 16-17 Desember 2008 di Istambul, Turki. Beberapa wakil Pemerintah sepakat untuk menjadi Country Coordinator untuk 11 (sebelas) Task Force meliputi: i) Automotive (Iran, Egypt & Indonesia), ii) Energy, Power Sector, and Conservation (Turkey & Nigeria), iii) Food Production through Mechanization (Malaysia), iv) Cooperation/Transfer of Technology (Turkey & Iran), v) Petrochemical & Fertilizer (Indonesia, Iran), vi) Cement (Iran), vii) Steel (Iran), Viii) Textile (Egypt & Indonesia), ix) Standardization & IPR (Turkey & Iran), x) SMEs (Turkey, Indonesia, Iran & Nigeria), dan xi) Electronics & IT (Malaysia). Focal points di masing-masing negara D8 akan disampaikan dalam waktu dekat ke Sekretariat D8. 122
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Empat sektor terpilih (Automotive, Fertilizer, Petrochemical, Steel Pipe) dalam persepektif D8 (D8’s Interest) yang diusulkan dan dipresentasikan oleh kalangan pengusaha/industri Indonesia (GAIKINDO & GIAMM, INAPLAS, PT KHI, PT PUSRI) mendapat tanggapan yang sangat posistif dari negara anggota seperti Iran, Turki dan Nigeria. The 1st Ministerial Meeting Industrial Cooperation yang akan datang akan diselenggarakan di Teheran tahun 2009 adalah pertemuan pertama tingkat Menteri negara D-8 yang membidangi Industri, yang akan memayungi kegiatan-kegiatan di bidang kerja sama industri. H. Peningkatan Dukungan Faktor-Faktor Penunjang 1. Mengembangkan Kawasan Industri Dalam rangka pelaksanaan pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1984 tentang Perindustrian dan penyempurnaan Kepres Nomor 41 tahun 1996, telah dilakukan penyiapan substansi dan pembahasan intensif antar Departemen atau sektor mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang kawasan industri dalam upaya harmonisasi dengan ketentuan peraturan perundangan di masing-masing sektor terkait. Pada saat ini upaya harmonisasi tersebut sudah pada tahap finalisasi di Departemen Hukum dan HAM yang diharapkan dalam waktu dekat (2008) dapat diundangkan. Dengan adanya Peraturan Pemerintah tersebut, maka terhadap perusahaan industri baru yang melakukan kegiatan industri wajib berlokasi di Kawasan Industri. Hal ini ditujukan agar pembangunan industri sesuai dengan tata ruang peruntukan industri, efektif dan efisien serta berwawasan lingkungan. Dalam rangka mendorong pembangunan kawasan industri terpadu berbasis kompetensi inti industri daerah, Departemen Perindustrian pada tahun 2008 telah melakukan kegiatan : a. Kawasan Industri Berbasis Kompetensi Rotan di Palu (Sulteng); saat ini baru pada tahap penyusunan AMDAL b. Kawasan Industri Berbasis Perkapalan di Lamongan (Jawa Timur): saat ini baru pada tahap penyusunan AMDAL. c. Kawasan Industri Berbasis Kakao di Padang Pariaman (Sumatera Barat); saat ini baru pada tahap penyusunan AMDAL, penyusunan Detail Engineering Design (DED), kajian kelembagaan. d. Kawasan Industri Berbasis Kakao di Gowa (Sulsel); saat ini baru pada tahap penyusunan AMDAL, penyusunan Master Plan. e. Kawasan Industri Berbasis Kakao di Kendari (Sultra); saat ini baru pada tahap penyusunan AMDAL, penyusunan Master Plan. f. Kawasan Industri Berbasis Karet di Banyuasin (Sumsel); saat ini baru pada tahap penyusunan AMDAL, penyusunan Master Plan. g. Kawasan Industri Berbasis Baja di Batu Licin (Kalsel) saat ini baru pada tahap penyusunan Master Plan.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
123
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
h. Kawasan Industri Berbasis di Pangkal Pinang; saat ini baru pada tahap penyusunan Master Plan i. Kawasan Industri Berbasis di Bitung (Sulut); saat ini baru pada tahap penyusunan Master Plan j.
Membuat prototype instalasi pengolahan air limbah (IPAL) pada tempat pelatihan pencelupan benang pusat inovasi teknologi di Sesa Koto baru Kec. Sepuluh koto Kab. Tanah Datar (Sumatera Barat)
2. Kegiatan utama pengembangan kawasan industri a. Sumber Daya dan Tata Ruang Dalam rangka penyiapan kawasan industri di berbagai daerah telah dilakukan : 1)
Menyusun dan Melaksanakan Perundang-Undangan kawasan industri
2)
Memetakan sarana dan prasarana penunjang kawasan industri
b. Lingkungan hidup Dalam rangka pencegahan pencemaran lingkungan Beberapa hal telah dilakukan antara lain: 1) Regional Network On Pesticide For Asia and The Pacific (RENPAP). 2) Pra penyusunan konsep environment pollution control manager (EPCM) nasional dan program penghapusan bahan perusak lapisan ozon (BPO) di sektor industri. 3) Koordinasi dan monitoring pembangunan pengolahan ikan di Muncar Banyuwangi.
IPAL
industri
4) Meneliti prototype peralatan produksi gas H2 dan CH4. 5) Penanggulangan Pekalongan.
pencemaran
limbah
cair
industri
di
c. Ketenagakerjaan dan energi Khusus untuk penyiapan SDM dan fasilitas pendukung Kawasan Industri telah dilakukan program-program: 1)
Meningkatkan kemampuan dalam rangka konservasi energi
2)
Menyusun rancangan peraturan pemerintah tentang pengawasan dan pengendalian yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri termasuk pengangkutannya
3. Kegiatan pendukung dalam pengembangan Kawasan Industri, Beberapa kegiatan telah dilakukan dalam rangka pengembangan kawasan industri yaitu: 1) Forum koordinasi dengan instansi pembangunan industri berkelajutan
124
terkait
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
dalam
rangka
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
2) Peranserta dalam forum internasional di bidang sumberdaya, lingkungan hidup dan energi dan ketenagakerjaan I. Penyelenggaraan Tata Kepemerintahan yang Baik (Good Governance) Dalam upaya mengemban amanat UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Departemen Perindustrian sejak tahun 2004 telah melakukan langkah-langkah untuk mewujudkan tercapainya tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) di lingkungan Departemen Perindustrian. Langkah-langkah tersebut dalam bentuk antara lain : 1. Menyusun Rencana Strategis (Renstra) 2005–2009 yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 53/M-IND/PER/12/2005 tanggal 29 Desember 2005 dan ditindaklanjuti dengan penyusunan Rencana Kerja (Renja) tahunan di masing–masing unit kerja di lingkungan Departemen Perindustrian baik pusat maupun daerah. 2. Menyusun Standardisasi, Pembinaan dan Pengawasan Standard Nasional Indonesia bidang Industri yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 22/M-IND/PER/5/2006, Mei 2006. 3. Menyusun Ketentuan Pemberian Tugas Belajar dan Ijin Belajar bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Perindustrian yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 22/MIND/PER/5/2006 tanggal 5 Mei 2007. 4. Menyusun pedoman Pengajuan/Permintaan bantuan mesin peralatan di lingkungan Ditjen IKM dengan menerbitkan SK Dirjen IKM Nomor 18/IKM/KEP/4/2006 tentang Pedoman Pengajuan/ Permintaan bantuan mesin peralatan di lingkungan Ditjen IKM. 5. Menetapkan penyelenggara negara di lingkungan Departemen Perindustrian yang wajib menyampaikan LHKPN ke KPK dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 73/M-IND/PER/9/2006 tentang penyelenggara negara di lingkungan Departemen Perindustrian yang wajib menyampaikan LHKPN ke KPK. Terdapat 225 pejabat di lingkungan Departemen Perindustrian yang wajib menyerahkan LHKPN ke KPK yaitu 104 Pejabat Pusat dan 121 Pejabat Pusat di Daerah. 6. Memberikan advokasi dalam rangka pengadaan barang dan jasa bagi jajaran Departemen Perindustrian. Tim advokasi barang dan jasa dibentuk melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 95/M–IND/ PER/12/2006 tanggal 8 Desember 2006. 7. Menyusun pedoman perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 38/M-IND/PER/10/2005 tanggal 24 Oktober 2005 yang telah
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
125
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
diperbaharui dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 01/MIND/PER/1/2007 tanggal 5 Januari 2007. 8. Menyusun pedoman penilaian usulan kegiatan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 39/M-IND/PER/10/2005 tanggal 24 Oktober 2005 yang telah diperbaharui dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 02/M-IND/ PER/1/2007 tanggal 5 Januari 2007. 9. Membentuk Tim Penilai Program Pembangunan Sektor Industri yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 03/MIND/PER/1/2007 tanggal 5 Januari 2007. 10. Menyusun pedoman teknis peningkatan pelaksanaan efisiensi, penghematan dan disiplin kerja di lingkungan Departemen Perindustrian yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 28/MIND/PER/3/2007 tentang Pedoman Teknis Peningkatan Pelaksanaan Efisiensi, Penghematan dan Disiplin Kerja di lingkungan Departemen Perindustrian serta menginstruksikan kepada 7 unit Eselon I pusat dan 46 Satker di daerah di lingkungan Departemen Perindustrian untuk melaksanakannya. 11. Menetapkan Pedoman Mutasi Jabatan dan Pengembangan Karir Pegawai melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 91/MIND/PER/11/2007. 12. Menyusun pedoman tata kelola DIPA Tahun 2008 dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 94/M-IND/PER/12/2007 tentang Tata Kelola DIPA Tahun 2008 di lingkungan Departemen Perindustrian. 13. Pembentukan Pusat Manajemen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Perindustrian 59/M-IND/PER/7/2007 12 Juli 2007 telah diperbaharui dengan Permenprin Nomor 11/M-IND/PER/2/2008 29 Pebruari 2008. 14. Peningkatan Efektifitas Pengembangan Industri Kecil dan Menengah melalui pendekatan satu desa satu produk (One Village One Product – OVOP) di sentra Tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 78/M-IND/PER/9/2007 tanggal 28 Desember 2007. 15. Menyusun Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Departemen Perindustrian dengan sistem e-Procurement tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 12/M-IND/PER/2/2007 tanggal 2 Pebruari 2007. 16. Ketentuan Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di lingkungan Departemen Perindustrian tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 40/M-IND/PER/5/2007 tanggal 8 Mei 2007. 17. Pembentukan tim Penyelesaian Kasus Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Perindustrian tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 13/M-IND/PER/3/2008 tanggal 17 Maret 2008. 18. Pengembangan Pendidikan Menengah Kejuruan dalam rangka mendukung Program Kompetensi Inti Industri Daerah tertuang dalam
126
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 05/M-IND/PER/2/2008 tanggal 13 Pebruari 2008. 19. Menyusun Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis atas Impor Barang Modal bukan baru terhadap perusahaan rekondisi tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 09/MIND/PER/2/2008 tanggal 18 Pebruari 2008. 20. Membentuk Klinik Konsultasi Pengawasan Inspektorat Jenderal Departemen Perindustrian melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 20/M-IND/PER/4/2008. 21. Menyusun pedoman review Laporan Keuangan dan Laporan Barang Milik Negara (LBMN) bagi para auditor yang secara periodik melakukan review terhadap Laporan Keuangan / BMN di jajaran Departemen Perindustrian. 22. Melaksanakan pengawasan komprehensif terhadap seluruh unit kerja di lingkungan Departemen Perindustrian baik pusat maupun daerah. 23. Melaksanakan pemantauan atas tindak lanjut temuan hasil-hasil pengawasan, baik yang dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal, BPKP maupun BPK. 24. Melaksanakan pemantauan terhadap pelayanan publik di bidang jasa pelayanan teknis bagi dunia usaha pada unit pelaksana teknis di lingkungan Departemen Perindustrian yang ada di daerah. 25. Mendorong peningkatan efektivitas pengendalian internal di masing – masing unit kerja di lingkungan Departemen Perindustrian. 26. Secara periodik (per semester) menetapkan peringkat kinerja terbaik eselon I dan II di lingkungan Departemen Perindustrian dan memberikan penghargaan kepada peringkat I sampai dengan III. 27. Menetapkan pelaksanaan pelelangan umum minimal 30 persen dari pagu anggaran pengadaan barang dan jasa diumumkan melalui internet (e-procurement). 28. Melakukan rintisan penerapan sistem manajemen mutu pada unit-unit yang tugas dan fungsinya berkaitan dengan pelayanan publik seperti yang telah diperoleh Direktorat Jenderal Industri Alat Transportasi dan Telematika pada Tahun 2007 dalam hal rekomendasi impor komponen elektronika dan tanda pendaftaran tipe kendaraan bermotor. 29. Menetapkan Kode Etik Auditor Inspektorat Jenderal yang merupakan nilai dasar dan standar perilaku auditor Departemen Perindustrian dalam melaksanakan tugas, fungsi dan kewajibannya. 30. Melakukan inventarisasi dan pengamanan barang milik negara yang berada dalam penguasaan masing-masing unit kerja dan menyampaikan hasilnya kepada Tim Keppres 17 tahun 2007. 31. Menyusun Peta Strategi dan Key Performance Indicator (KPI) dalam rangka Reformasi Birokrasi Departemen Perindustrian serta programprogram terkait yang esensinya meningkatkan pelayanan publik yang lebih baik serta meningkatkan kinerja departemen secara berkelanjutan.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
127
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
32. Berkeinginan kuat meningkatkan status Laporan Keuangan Departemen dari opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan menyusun rencana aksi perbaikan opini Laporan Keuangan Departemen Perindustrian berdasarkan Instruksi Menteri Perindustrian No. 673 / M-IND / 7 / 2008. Dengan langkah-langkah tersebut di atas, maka kinerja Departemen Perindustrian semakin meningkat antara lain dalam pemberian pelayanan publik, ketepatan waktu penyelesaian laporan pertanggungjawaban, semakin tertibnya pengelolaan keuangan dan barang milik negara serta meningkatnya disiplin kerja pegawai Departemen Perindustrian.
J. Peningkatan Pembangunan Industri di Daerah Kebijakan dalam pengembangan industri di daerah diarahkan untuk meningkatkan daya saing daerah, melalui pemanfaatan kekayaan alam, modal atau aset berwujud lainnya, serta pemanfaatan aset yang tidak terwujud seperti teknomogi, pengetahuan, serta metode yang tepat dalam mewujudkan daya saing daerah yang kuat dipilih dan direncanakan secara teliti. Oleh karena salah satu kekuatan utama daerah adalah sumber daya alam yang dimiliki, maka pengembangan industri di daerah yang mengedepankan pembangunan kompetensi inti daerah sebenarnya juga pendekatan resource based. Dengan demikian kegiatan sektor industri di daerah merupakan hal yang penting dan strategi sebagai sarana untuk menyebarkan sektor industri di daerah dan sekaligus sebagai sarana untuk memberdayakan sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah, yang pada gilirannya dapat menjadi stimulus untuk mensejahterakan masyarakat di daerah. Pola pengembangan industri dengan pendekatan kompetensi inti daerah akan lebih ditekankan pada upaya penciptaan keunggulan unik yang dimiliki daerah di dukung oleh kerja sama antar daerah yang baik dan iklim usaha dan investasi yang kondusif dalam menarik investasi. Pembangunan kompetensi inti daerah yang akan dikembangkan diarahkan selaras untuk menciptakan daya saing daerah yang tinggi juga sebagai sarana untuk menjadi motor penggerak perekonomian daerah untuk dapat mensejahterakan masyarakat lokal. Dengan memperhatikan arah pembangunan industri di daerah dan permasalahan yang dihadapi sektor industri di daerah maka tujuan pembangunan sektor industri ditetapkan sebagai berikut: 1. Memanfaatkan sumberdaya termasuk sumber daya alam yang dimiliki daerah secara optimal; 2. Menyebarkan sektor industri di berbagai daerah; 3. Meningkatkan daya saing daerah berlandaskan keunggulan daerah yang dimiliki; 4. Meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai bagi komoditi unggulan daerah bagi komoditi unggulan daerah; 128
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
5. Membangun keunikan yang dimiliki daerah; 6. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Sasaran pembangunan industri di daerah dengan pengembangan kompetensi inti daerah sebagai berikut:
pendekatan
1. Menumbuhkan industri yang mampu menciptakan lapangan kerja yang besar; 2. Mengolah potensi sumberdaya alam daerah menjadi produk olahan; 3. Menciptakan daya saing industri yang kuat di daerah; 4. Mewujudkan kompetensi inti daerah yang unik; 5. Mewujudkan kesejahteraan masyarakat lokal; 6. Membangun kerja sama yang harmonis antar daerah. Dalam pembangunan sektor industri di daerah pengembangan kompetensi inti dilakukan melalui 2 (dua) strategi, yaitu strategi pokok dan strategi operasional. 1. Strategi Pokok Strategi pokok ditempuh melalui upaya untuk meningkatkan daya saing daerah yang merupakan sub sistem dari daya saing industri nasional melalui: a. Meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai untuk komoditi unggulan daerah; b. Merancang rekayasa kelembagaan dalam menunjang kompetensi inti daerah; c. Membangun jejaring dengan seluruh pemangku kepentingan dan untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas pengembangan industri; d. Memperkuat dan mengembangkan industri kecil dan menengah melalui pendekatan terpadu. 2. Strategi Operasional a. Menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif, melalui: 1) Pemberian pelayanan perizinan ”one stop service” 2) Penghapusan Perda-Perda yang bermasalah; 3) Pemberian insentif khusus kepada investor; 4) Pembangunan infrastruktur listrik, air dan transportasi; 5) Penataan birokrasi. b. Mengembangkan industri unggulan provinsi, melalui: 1) Membangun kawasan industri khusus kerja sama antara kabupaten/kota dengan pemerintah pusat; 2) Mengembangkan pilot project produk unggulan; LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
129
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
3) Menetapkan industri unggulan melalui perda; 4) Menerapkan teknologi tinggi; 5) Memberdayakan industri kecil dan menengah; 6) Pendidikan dan pelatihan bagi pelaku industri kecil dan menengah; 7) Menciptakan mekanisme kerja sama baik antar provinsi maupun antar kabupaten/kota. c. Membangun kompetensi inti untuk kabupaten/kota, melalui: 1) Membangun pusat pengembangan industri yang menjadi kompetensi inti; 2) Mendata seluruh potensi daerah; 3) Memilih komoditi unggulan yang akan dikembangkan; 4) Meningkatkan keterampilan dan keahlian sumber daya manusia; 5) Menetapkan dan penyusunan strategi kompetensi inti daerah. d. Mengembangkan kerja sama antara daerah baik yang memiliki potensi yang sama dan kedekatan wilayah maupun berdasarkan cakupan rantai nilai, melalui: 1) Menyatukan potensi sumber daya yang memiliki beberapa daerah dan memanfaatkannya secara optimal sebagai bahan baku industri melalui pertukaran sumber daya; 2) Mewujudkan kesatuan antar pembentukan regional management;
kabupaten/kota
melalui
3) Mengambil keputusan secara konsensus dalam rangka mencapai sinergitas antar daerah. Langkah-langkah yang telah diupayakan pengembangan industri daerah adalah:
dalam
menfasilitasi
1. Mengembangkan Unggulan Propinsi yang dibangun di 33 provinsi sebagaimana. 2. Mengembangkan Kompetensi Inti Industri Daerah meliputi: a. Fasilitasi penyusunan Peta Panduan yang dilakukan sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 telah menfasilitasi 148 Kabupaten/Kota, untuk tahun 2009 direncanakan memfasilitasi kepada 38 Kabupaten/Kota. b. Dalam merealisasikan Peta Panduan tersebut telah dibangun pilot project pengembangan industri daerah di 75 Kabupaten/Kota melalui Tugas Pembantuan. Secara rinci dapat dilihat pada Lampiran.
130
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Tabel 4.4 Pengembangan Hasil Industri Daerah No
URAIAN
DAERAH
1. Pengembangan Unggulan Propinsi (Dekonsentrasi)
Jawa Luar Jawa
2. Pengembangan Kompetensi Inti Daerah a. Peta Panduan Jawa Luar Jawa b. Tugas Pembantuan Jawa Luar Jawa
TAHUN TOTAL 2006 2007 2008 2009 33 33 33 33 132 6 6 6 6 24 27 27 27 27 108
5 0 5 0 0 0
73 18 55 18 5 13
72 11 61 80 18 62
38 7 31 75 17 58
193 41 152 173 40 133
4.2. Pelaksanaan Tugas Khusus A. Yang Terkait Dengan Tugas Pokok 1) Pengembangan Bahan Bakar Nabati Saat ini, Indonesia menghadapi permasalahan dalam penyediaan energi diakibatkan kebutuhan energi nasional yang terus meningkat setiap tahun. Sementara itu, cadangan minyak bumi dan produksi BBM Indonesia semakin terbatas, sehingga sejak beberapa tahun terakhir impor minyak bumi dan BBM Indonesia semakin meningkat. Mengingat keterbatasan sumber energi fosil dan terus bertambahnya kebutuhan energi nasional, upaya pengembangan bahan bakar alternatif, menjadi prioritas dalam rangka pengamanan pasokan energi nasional. Dalam rangka mendorong pengembangan bahan bakar alternatif, telah diterbitkan Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional dan Inpres No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati. Sesuai dengan Inpres No.1 Tahun 2006, Departemen Perindustrian mempunyai tugas dalam pengembangan permesinan bahan bakar nabati serta promosi investasi pengembangan industri bahan bakar nabati. Dalam rangka pengembangan industri bahan bakar nabati, pada tahun 2007 Departemen Perindustrian telah melakukan pembangunan 4 pabrik biodiesel dengan kapasitas 300 ton/tahun yaitu di Solok (Sumbar), Serang (Banten), Pati (Jawa Tengah) dan Kupang (NTT). Disamping itu, dilakukan bantuan peralatan 288 peralatan mesin pres biji jarak dengan kapasitas input 100 kg/jam biji jarak sekaligus 48 unit pengolahan minyak jarak menjadi minyak jarak murni (Pure Plant Oil / PPO) dengan kapasitas 250 lt/jam. Adapun Lokasi Bantuan peralatan mesin pres biji jarak dan pemurnian minyak jarak adalah sebagai berikut :
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
131
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Tabel 4.5 Lokasi Bantuan Peralatan Mesin Pres Biji Jarak No
132
Propinsi
Kabupaten/Kota
1.
Sumatera Barat
Kab. Solok Kab. Tanah Datar Kota Bengkulu Kab Bengkulu Utara Kab. Bengkulu Selatan Kab. Lebong Kab. Seluma
2.
Bengkulu
3.
Jambi
Kab. Mrangin
4.
Lampung
Kab. Lampung Timur Kab. Lampung Selatan
5.
Banten
Kab Serang Kab. Pandeglang
6.
Jawa Barat
Kab. Ciamis Kab. Garut Kab. Sumedang
7.
Jawa Tengah
Kab. Cilacap Kab. Brebes Kab. Pemalang Kab. Pati Kab. Grobogan
8.
DI Yogyakarta
Kab. Gunung Kidul (2 Paket) Kab. Kulon Progo
9.
Jawa Timur
Kab. Banyuwangi Kab. Situbondo Bondowoso Mojokerto
10.
Kalimantan Selatan
Kab. Hulu Sungai Tengah
11.
Sulawesi Selatan
Kab. Gowa Kab. Takalar Kab. Jeneponto Kab. Selayar Kab. Pangkep Kab. Pinrang
12.
Sulawesi Barat
Kab. Polewalli Mandar
13.
Gorontalo
Kota Gorontalo
14.
Nusa Tenggara Barat
Kab. Lombok Barat Kab. Lombok Timur Kab. Sumbawa
15.
Nusa Tenggara Timur
Kab. Kupang Kab. Alor Kab. Sumba Barat Kab. Flores Timur Kab. Timor Timur Utara
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Namun, karena keterbatasan bahan baku biji jarak, beberapa peralatan belum dapat beroperasi secara optimal. Dalam rangka untuk melakukan optimalisasi kinerja dan peningkatan prospek usaha peralatan BBN, pada tahun 2008 ini Departemen Perindustrian melakukan kegiatan, seperti : a. Pemetaan potensi dan diversifikasi bahan baku untuk BBN (misalnya Kemiri Sunan, Biji Kapuk, Biji Karet); b. Optimalisasi peralatan pemurnian minyak jarak dengan menambah peralatan sehingga menjadi produk biodiesel; c. Pemberian bantuan peralatan briketer bungkil biji jarak serta kompor minyak jarak dan kompor bungkil jarak dalam rangka penggunaan produk BBN; d. Bantuan Mesin Biodiesel Integrated dengan pemurnian glyserol dan pembuatan sabun; e. Pembangunan 3 pabrik mini bioethanol dengan kapasitas 500 lt/hari yaitu di Rembangan (Jawa Tengah), Minahasa Selatan (Sulut) dan Lampung Utara; f. Serta melaksanakan evaluasi terhadap teknis dan usaha bantuan mesin peralatan BBN; Pada saat ini, bantuan peralatan tahun 2008 sedang dilakukan uji coba dan commissioning. Dalam rangka peningkatkan pemanfaatan peralatan BBN di daerah perlu mendorong Pemerintah daerah untuk mengembangkan tanaman jarak atau mencari bahan baku energi alternatif lain seperti nyamplung serta mencari bibit yang sudah disertifikasi. 2) Penyelesaian Masalah Industri Peleburan Aluminium Asahan a. Latar Belakang a. Proyek Asahan memanfaatkan potensi hidrolistrik dari ekosistem kawasan Danau Toba dan daerah aliran sungai Asahan guna meningkatkan perekonomian daerah sekaligus menjadi salah satu pilar ekonomi nasional. Potensi hidrolistrik dari ekosistem kawasan Danau Toba dan sungai Asahan dapat dimanfaatkan untuk membangun pembangkit listrik tenaga air sampai 1000 MW. b. Untuk merealisasikan potensi ini, pada tahun 1975 Pemerintah RI bersama Investor Jepang (Konsorsium – Nippon Asahan Alumunium, NAA) menandatangani Master Agreement dan membentuk PT. Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) untuk membangun dan mengoperasikan PLTA (603 MW) dan PPA (Pabrik Peleburan Alumunium) dengan kapasitas 225.000 ton. c. PT. Inalum adalah perusahaan patungan. Pada tahun 1976 total investasi PT. Inalum diperkirakan sebesar ¥ 250 miliar dengan komposisi saham 10:90. Pada tahun 1978, PT. Inalum mulai membangun PLTA dengan kapasitas 604 MW dan pabrik peleburan Alumunium (PPA) dengan kapasitas produksi 225.000 LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
133
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
ton Alumunium ingot per tahun, dengan total investasi bernilai ¥ 411 miliar (ekivalen dengan US$ 2.0 miliar – 1978). Pemerintah RI adalah pemegang saham tunggal terbesar (41.12 persen). Kedua fasilitas tersebut mulai beroperasi pada 1982, dan PT. Inalum saat ini merupakan Pabrik Peleburan Alumunium terbesar di Asia Tengggara. d. Dalam rangka tercapainya tujuan Proyek Asahan dan dalam rangka koordinasi untuk mengamankan kepentingan Indonesia dalam Proyek Asahan, Pemerintah RI berdasarkan Keputusan Presiden No. 5 tahun 1976 membentuk Otorita Asahan. e. Tujuan dari pembentukan Otorita Asahan diantaranya adalah : a) Mengembangkan
dan mengendalikan pelaksanaan pembangunan Proyek Asahan sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
b) Merencanakan,
mengendalikan dan mengkoordinasikan pengembangan jangka panjang wilayah Proyek Asahan beserta prasarananya dalam kerja sama dengan instansi – instansi yang terkait.
f. Secara struktural Otorita Asahan bertangggung jawab kepada lembaga kepresidenan (Keputusan Presiden No. 5 Tahun 1976 mengenai pembentukan Otorita Asahan). Otorita Asahan berkoordinasi dengan departemen keuangan yang bertanggung jawab sebagai pengelola pinjaman pemerintah dan yang memberi dukungan perpajakan kepada PT. Inalum. Otorita Asahan juga berkoordinasi dengan kementrian BUMN yang bertanggung jawab sebagai pemegang saham Pemerintah di PT. Inalum. g. Peran dan fungsi Otorita Asahan : a) Memastikan bahwa seluruh komponen Proyek Asahan berjalan
sesuai dengan rencana yang ditetapkan, meliputi aspek perencanaan, pengembangan, dan pengendalian. b) Melakukan koordinasi antara pihak pemangku kepentingan
agar arah kebijakan sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. h. Secara kelembagaan, Otorita Asahan berhubungan dengan seluruh pemangku kepentingan dalam proyek Asahan dan PT. Inalum : a) Pemerintah Daerah b) Masyarakat Lokal c) Pemegang Saham PT. Inalum (Pemerintah RI cq Menteri
Negara BUMN, dan NAA) d) Kreditur (Pemerintah RI cq Menteri Keuangan , dan JBIC +
JICA) e) Karyawan f)
134
Pelanggan
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
b. Perkembangan Penanganan i. Berdasarkan evaluasi Industri Peleburan diperoleh data-data sebagai berikut :
Aluminium
Asahan
a) Berdasarkan Master Agreement 1975, Proyek Asahan adalah Symbol of Friendship and Cooperation antara kedua Negara. Oleh sebab itu, semangat Master Agreement ini harus dijadikan parameter dalam melakukan evaluasi terhadap Proyek Asahan. b) Menurut data Delri dan bahkan data dari pihak ketiga yang independent (a.l. LPEM UI), proyek ini tidak mencapai sasaran seperti yang ditetapkan oleh Master Agreement 1975, khususnya janji kedua pemerintah untuk “accelerating the economic development of Indonesia of the region of North Sumatera”. c) Proyek ini tidak memberikan kontribusi berarti bagi ekonomi setempat dan tidak berhasil memenuhi janji kedua pemerintah pada saat diluncurkan proyek ini, antara lain dibidang fiscal, investment (equity), employment, industrial development, energy supply, transfer of technology and infrastructure. d) Proyek ini pernah beberapa kali akan mengalami kehancuran dan hanya dapat bertahan setelah Pemerintah RI melakukan tindakan penyelamatan pada tahun 1978, 1987, 1994, dan 1997. e) Krisis listrik di Sumatera Utara tidak ada kaitannya dengan Proyek Asahan dan bukan satu-satunya cara bagi Indonesia untuk mengusulkan pengalihfungsian PLTA dari semula untuk keperluan peleburan Aluminium menjadi keperluan publik. Permasalahan utama adalah karena tidak tercapainya target Master Agreement sehingga krisis listrik tersebut hanya menjadi pemicu inisiatif Indonesia untuk mengalihkan penggunaan listrik bagi keperluan public. f) Proyek ini sekalipun mengalami berbagai kesulitan telah berangsur-angsur pulih dan sejak tahun 2005 telah menguntungkan. Diharapkan pada saat dialihkan ke Indonesia pada tahun 2013 akan tetap menguntungkan, untuk itu proyek yang sudah meraih keuntungan ini sebaiknya dipertahankan. ii. Tim Asahan telah melakukan pertemuan teknis dengan Delegasi Jepang pada tanggal 30 Januari 2007 di Hotel Sheraton Bandara Jakarta dengan hasil sebagai berikut : 1) Delegasi Jepang yang hadir dalam pertemuan tersebut terdiri dari perwakilan dari METI, JBIC, NAA, dan kedutaan besar Jepang di Jakarta. Sedangkan Tim Asahan terdiri dari perwakilan Departemen Luar Negeri, Departemen ESDM, Departemen Perindustrian, dan Otorita Asahan.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
135
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
2) Delegasi Jepang menekankan bahwa Pemerintah dan Investor Jepang memiliki harapan yang sangat besar untuk melanjutkan Proyek Asahan sesuai Master Agreement. Hal tersebut didukung dengan data–data antara lain bahwa PT. Inalum saat ini telah meraih laba dan memberikan kontribusi yang besar bagi ekonomi daerah melalui pembangunan Infrastruktur, penyerapan tenaga kerja, mengembangkan Community Development, dan lain–lain. Dengan data–data tersebut Pemerintah dan Investor Jepang berkeyakinan bahwa jika Proyek Asahan dilanjutkan akan memberikan keuntungan bagi pihak Jepang maupun pihak Indonesia. 3) Menanggapi pernyataan pihak Jepang tersebut, Delegasi Indonesia mengungkapkan beberapa tujuan dan harapan yang belum terwujud dari Proyek Asahan seperti yang disepakati kedua belah pihak pada tahun 1975. Harapan dan tujuan tersebut meliputi; fiscal, investment (equity), economy, employment opportunity, energy supply, industry, technology dan infrastructure. 4) Pihak Indonesia berinisiatif untuk mengajukan solusi permasalahan berupa transformasi penggunaan listrik Asahan, tentunya tanpa mengesampingkan semangat dari master agreement dan kesepakatan lainnya yang mengikat seperti supply Aluminium ke Jepang, komitmen pengembalian pinjaman dan kompensasi lain yang timbul sebagai konsekuensi dari transformasi penggunaan listrik Asahan. Pihak Indonesia meyakinkan bahwa dengan solusi ini kedua pihak akan mendapatkan keuntungan sekaligus menyelamatkan symbol of friendship antara kedua. 5) Dalam tanggapannya Delegasi Jepang menyampaikan bahwa masalah kebutuhan listrik dan Proyek peleburan Aluminium adalah masalah terpisah. Pihak Jepang tidak menginginkan penggunaan listrik untuk Asahan ditransformasi menjadi listrik untuk kebutuhan masyarakat, untuk itu Jepang bersedia membantu pembangunan pembangkit tenaga listrik. Mengenai multiplier effects yang belum terwujud sesuai harapan, pihak Jepang berpendapat bahwa hal tersebut tidak dapat digantungkan sepenuhnya kepada satu proyek Asahan, melainkan perlu ada usaha – usaha lain dari pemerintah pusat dan daerah. 6) Selanjutnya Delegasi Indonesia menyampaikan Ide dasar penyelesaian Proyek Asahan yaitu agar PT. Inalum memberikan dampak positif bagi pemerintah Indonesia tanpa mengurangi atau bahkan memberikan keuntungan yang lebih dari sekedar memproduksi Aluminium. Dalam pandangan Delegasi Indonesia, gambaran optimis yang disampaikan oleh pihak Jepang tersebut jauh dari harapan, oleh karenanya pihak Indonesia berjanji akan memberikan data–data kongkrit dalam bentuk proposal teknis yang menjelaskan latar belakang dan rencana teknis penyelesaian Proyek Asahan. 136
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
7) Menanggapi pernyataan Delegasi RI tersebut, Direktur METI selaku pimpinan Delegasi menyatakan keterbukaannya untuk menerima proposal Indonesia. Proposal dimaksud diharapkan lebih merupakan proposal bisnis dan bukan kearah proposal pembangunan daerah. 3) Pengembangan Industri Kalimantan Selatan
Baja
berbasis
Bijih
Besi
Lokal
di
1. Latar Belakang a. Perkembangan pasar baja dalam negeri diprediksi akan meningkat dari 6 juta ton pada tahun 2007 menjadi 10 ton per tahun pada tahun 2013 sejalan dengan perkembangan perekonomian nasional, perbaikan, dan pembangunan infrastruktur. b. Industri baja dalam negeri sepenuhnya menggunakan bahan baku impor sehingga sangat rentan terhadap perubahan harga dan kestabilan pasokan bahan baku dunia . c. Indonesia memiliki bahan baku utama industri baja yang belum diolah didalam negeri seperti pasir besi mencapai 434 juta Ton, iron ore mencapai 1,6 miliar ton , batu bara dengan total melebihi 57 miliar ton dan batu gamping yang sangat banyak d. Wakil presiden menugaskan Departemen Perindustrian untuk mengkoordinasikan berbagai potensi nasional dalam rangka pengembangan industri besi baja berbasis sumber daya lokal di kalimantan Selatan e. Targetnya adalah terwujudnya struktur industri besi baja yang kuat dan berdaya saing baik dipasar lokal maupun ekspor. 2. Perkembangan Penanganan Tahun 2007 1) Pembangunan Industri Baja di Kalimantan Selatan oleh PT. Krakatau Steel (PT.KS)
Penanganan MOU antara PT. KS dengan pemerintah propinsi dan 8 Kabupaten dalam rangka member dukungan kepada bahan baku dan penyediaan infrastuktur .
PT. KS telah melakukan studi kelayakan untuk pembangunan pabrik besi baja Hot Bricket Iron (HBI) dengan teknologi DR Ratary Kiln di kalimantan Selatan dengan kapasitas 315.000 TUSD 60 Juta
Langkah operasional :
Dalam rangka pemenuhuan bahan baku biiji besi PT. KS telah menandatangani MOU dengan PT. SILO & PT. Yiwan Mining serta PT. Kodeko dan PT. Arutmin untuk pemenuhan batu bara.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
137
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Lokasi pabrik telah ditetapkan di Kapet Batu Licin dengan luas areal 30 ha yang fasilitasi oleh pemprov Kalsel dan pemkab Tanah Bumbu
Pedanaan pembangunan pabrik merupakan joint venture antara PT. KS (66 persen) dan PT. Aneka tambang (34 persen) membentuk PT. Meratus Jaya Iron and Steel
Permasalahan :
Pemilikan KP yang berpotensi menjadi pemasuk bahan baku biji besi belum sepenuhnya melakukan Good Mining practices (GMP) sehingga dikhawatirkan produk yang dihasilkan dianggap sebagai produk tidak ramah lingkungan (environmental friendly) dan kontinuitas bahan baku tidak terjamin.
Areal KP ada yang berlokasi pada lahan hutan (lindung) dan hutan produksi.
Masih banyak besi yang diekspor
2) Pembangunan industri Baja di Kalimantan Selatan Semeru Surya Steel
oleh PT.
a) PT. Semeru Surya Steel merencanakan membangunan pabrik besi baja dengan kapasitas 300.000 ton per tahun dengan teknologi Blast Furnace dengan investasi sebesar US$ 40 Juta berlokasi di kecamatan Jorong, Pelaihari, Kab Tanah laut dengan lahan seluas 200 Ha b) Peletakan batu pertama pembangunan pabrik telah dilakukan pada tanggal 11 Desember 2007. c) Langkah operasional :
Dalam rangka pemenuhan bahan baku biji besi sebesar 600 ribu ton per tahun, PT. Surya Steel telah mendapat jaminan suplai sebesar 250 ribu Ton per tahun selama 10 tahun kontrak dari perusahaan daerah Barata Tuntang Padang milik Pemkab. Tanah Laut , sedangkan kekurangan bahan baku biji besi sedang diupayakan diperoleh dari pemilik KP lainnya.
Saat ini sedang dilakukan land clearing dan pembangunan pelabuhan
Penanaan pembangunan pabrik akan didukung pabrik akan didukung oleh Bank UOB Singapura sebesar US$ 20 Juta untuk peralatan utama blast furnace
Permasalahan :
138
PT. Semeru Surya Steel belum mendapatkan jaminan bahan baku biji besi secara penuh dari pemilik KP setempat.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Pemilik KP yang berpotensi menjadi pemasuk bahan baku biji besi belum sepenuhnya melakukan Good Mining Practice (GMP) sehingga dikhawatirkan produk yang menghasilkan dianggap sebagai merencanakan membangunan pabrik besi baproduk timah tidak ramah lingkungan dan kontinuitas bahan baku tidak terjamin.
Areal KP ada yanbg berlokasi pada lahan hutan produksi
Masih banyak biji besi yang ja dengan kapasitas diekspor
3) Investor Asing yang berminat membangun industri Baja di Kalimantan a) Nanjing iron and Steel Company Ltd (NISCO), China
Nanjing iron and Steel Company Ltd (NISCO), berencana untuk memperluas usahanya di Indonesia dengan membangun pabrik pengolahan biji besi yang berasal dari Kalimantan Selatan
NISCO telah membuka kantor perwakilan (representative office) di pada Desember 2007 untuk memulai studi kelayakan.
b) Essar international, India
Essar Internasional, merencanakan untuk membangun pabrik pengolahan biji besi di Kalimantan Selatan.
Pada tanggal 17 Mei 2007 Essar International telah melakukan kunjangan penjajagan dan melakukan pertemuan dengan Pemprov. Kalimantan Tengah
Pada saat ini Essar Internasional Nanjing sedang melesaikan studi kelayakan guna menetukan lokasi dan kapasitas pabrik
c) China Nikel Resources, China
China Nikel Resources, berencana untuk membangun pabrik besi baja khususnya untuk konstruksi bangunan tinggi (High Rise Building) dengan memanfaatkan biji besi yang memiliki kandungan nikel yang cukup tinggi di kalimantan Selatan
Saat ini China Nickel resources telah menjalin kerja sama dengan PT. Yiwan Mining di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan
3. Perkembangan Penanganan Tahun 2008
Memfasilitasi PT. Meratus Jaya Iron and Steel, PT. Mandan Steel dan PT. Semeru Surya Steel serta berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mempercepat realisasi pembangunan industri baja tersebut dan diharapkan PT. KS dapat melakukan peletakan batu pertama pembangunan pabrik pada bulan Desember 2008 LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
139
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Melakukan koordinasi dengan Dep. Perdagangan dalam menetapkan tTata Niaga Bijih Besi agar dapat menjamin kebutuhan industri baja dalam negeri
Memfasilitasi investor asing untuk melakukan kemitraan dengan industri baja dalam membangun industri baja di Indonesia
Melakukan koordinasi dengan Departemen Kehutanan untuk memperoleh ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan produksi yang akan digunakan untuk eksploitasi tambang bijih besi guna memenuhi suplai bahan industri besi baja
Memfasilitasi Tata Steel Ltd. yang berminat membangun pabrik baja terintegrasi di Kalimantan mulai dari penambangan bijih besi sampai produk baja hilir. Representatif dari Tata Steel Ltd. sudah melakukan korespondensi dengan pemilik tambang bijih besi di Kalimantan, yaitu PT.Yiwan Mining dan PT. SILO.
4) Program Substitusi Minyak Tanah ke LPG a. Latar Belakang a. Dalam mendukung program nasional konversi konsumsi minyak tanah ke LPG bagi 42 Juta kepala keluarga dari tahun 2007 sampai dengan 2010 diupayakan semaksimal mungkin memanfaaatkan kemampuan industri dalam negeri. Produk yang diperlukan ditingkat rumah tangga adalah :
Tabung baja LPG
Katup tabung baja LPG
Kompor gas 1 (satu) mata tungku
Regulator
Selang karet kompor gas
b. Departemen Perindustrian mendapat tugas untuk : a) Mendorong tumbuhnya industri penghasil produk dan komponen penunjang b) Menyiapkan Spesifikasi Teknis Produk dan SNI tersebut berikut regulasinya c) Memberikan pembinaan, pengawasan industri dan bantuan teknis serta fasilitasi penyediaan bahan baku b. Perkembangan Penanganan tahun 2007 1) Realisasi Pelaksanaan program 2007 a) Kesiapan Industri :
140
Berdasarkan hasil verifikasi terhadap kemampuan industri tabung baja LPG terdapat 20 perusahaan dengan kapasitas produksi riil 25,3 juta unit tabung per tahun. 12 perusahaan
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
telah dapat mengikuti pengadaan dengan terpasang 12 juta untuk per tabung per tahun
kapasitas
Industri kompor gas satu tungku sebanyak 32 perusahaan dengan kapasitas terpasang 36,1 Juta unti per tahun .
Industri asesoris terdiri dari katup, regulator dan selang karet. Industri katup berjumlah 4 perusahaan dengan kapasitas terpasang 4 Juta unit per tahun, perusahaan selang karet sebanyak 3 perusahaan dengan kapasitas terpasang 15 Juta per tahun.
2) Penyiapan dan Penerapan SNI a)
b)
Penyusunan standar telah menghasilkan SNI bagi peralatanperalatan untuk mendukung program konversi sebagai berikut:
Tabung baja LPG
SNI 1452: 2007
Kompor gas
SNI 7368 : 2007
Katup tabung baja
SNI 1591 : 2007
Regulator
SNI 7369 : 2007
Selang karet
SNI 06-7213-2006
Regulasi Teknis : Telah ditetapkan Permenperin No.92/M-IND/PER/11/2007 tanggal 30 Nopember 2007 tentang Pemberlakuan SNI terhadap 5 produk di atas secara wajib dan telah diterbitkan Petunjuk Teknis Pelaksanaan oleh Direktur Jenderal ILMTA.
c)
Lembaga Kesesuaian : Sesuai Permenperin No.93/M-IND/PER/11/2007 tanggal 30 Nopember 2007 telah ditunjuk 6 LS Pro dan 7 Balai Uji untuk mendukung pemberlakuan regulasi teknis/SNI wajib butir B.
3) Realisasi pengadaan Tahun 2007 a)
Tabung baja LPG Dari 20 perusahaan produsen tabung baja LPG, hanya 12 perusahaan yang mendapatkan kontrak pengadaan. Kontrak pengadaan tabung baja LPG antara PT. Pertamina dengan 12 produsen sebanyak 10.190.000 unit tabung. Sampai dengan 31 Desember 2007 telah direalisasikan oleh produksen sampai akhir Februari 2008 dan sebagian akan diimpor oleh PT. Pertamina.
b)
Kompor Gas Satu Mata Tungku Dari 32 perusahaan produsen kompor gas satu tungku, hanya 11 perusahaan yang mendapatkan kontrak pengadaan. Kontrak pengadaan kompor gas satu mata tungku antara PT. Pertamina dengan 11 produsen sebanyak 5.516.559 unit kompor, sampai dengan 31 Desember 2007 telah direalisasikan sepenuhnya.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
141
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
c)
Asesoris
Produsen Asesoris ( regulator dan selang karet ) sebanyak 3 perusahaan dapat memenuhi kontrak pengadaan sejumlah kompor gas satu mata tungku.
Produsen katup telah dapat memenuhi kontrak pengadaan sebanyak jumlah tabung baja LPG.
4) Permasalahan : Permasalahan pokok yang dihadapi pada tahun 2007 adalah tidak dapat dipenuhinya target pengadaan sesuai dengan jadwal waktu yang ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh :
Sistem tender yang dilakukan oleh PT. Pertamina menyebabkan hanya 12 perusahaan dari 20 perusahaan industri tabung baja yang mendapat kontrak.
Berbagai faktor yang mempengaruhi sebagian besar berada di luar kendali perusahaan seperti terbatasnya kapasitas gudang penerimaan di PT. Pertamina, keterlambatan tibanya mesin/peralatan pabrik, terbatasnya bahan-bahan penolong (kawat las, cat dll)
Beberapa perusahaan merupakan industri baru sehingga memerlukan waktu penyesuaian sebelum melaksanakan produksi secara massal.
c. Perkembangan Pelaksanaan Tahun 2008 1) Rencana Penerapan Standar a) Melanjutkan pembinaan kepada perusahaan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi serta penerapan SNI Wajib b) Melaksanakan sosialisasi peraturan-peraturan yang terkait dengan pemberlakuan SNI Wajib c) Melaksanakan pengawasan SNI Wajib d) Mendorong peningkatan jumlah dan kualitas laboratorium uji agar dapat mendukung program SNI Wajib. 2) Program Pengadaan a) Mengusulkan kepada PT. Pertamina untuk mengoptimalkan industri dalam negeri dan mengubah sistem pengadaan dari sistem e-auction manjadi sistem penunjukan langsung sesuai kemampuan industri dengan kualitas sesuai SNI. b) Meminta kepada PT. Pertamina mengacu pada Peraturan Menteri Perindustrian No.04/M-IND/PER/2/2008 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perindustrian No.28/MIND/PER/3/2007 tentang Harga Resmi Tabung Baja LPG 3 (tiga) Kg dan Kompor Gas 1 (satu) mata tungku beserta asesorisnya dalam menetapkan harga tabung baja LPG 3 Kg dan Kompor Gas 1 mata tungku beserta asesorisnya. 142
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
c) Meningkatkan kemampuan pasok industri tabung baja LPG, kompor gas dan asesorisnya, baik dari industri yang ada maupun investasi baru untuk dapat memenuhi kebutuhan program konversi. Tabel 4.6 Daftar Perusahaan Regulator Kompor Gas No
Perusahaan
Kapasitas (unit)
1.
PT. Winn Appliance
6.000.000
2.
PT. Multi Top Indonesia
5.000.000
3.
PT. Gascomp/PT Multi Lestari
4.000.000
TOTAL
15.000.000
Tabel 4.7 Daftar Perusahaan Tabung Baja LPG 3 Kg No
Perusahaan
Kapasitas (unit)
No
Perusahaan
Kapasitas (Unit)
1
PT. Pelangi Indah Canindo
4.047.171
11.
PT. Etszir Bekam Mandiri
2.
PT. Bejana Kencana
1.044.225
12.
PT. Subur Jaya Teguh
1.213.301
3.
PT. Cakra Satria Bakti
192.780
13.
PT. Dahlia Cahaya
1.735.020
4.
PT. Ranggi Sugiron Perkasa
1.445.850
14.
PT. Supra Teratai Metal
2.826.277
5.
PT. Asa Bintang
1.470.355
15.
PT. Hamasa
2.041.200
6.
PT. Alim Ampuh
3.548.904
16.
PT. Bekasi Metal Inti
1.285.200
7.
PT. Wijaya Karya Intrade
963.900
17.
CV. Pudak Scientific
481.950
8.
PT. Metalindo Teratai Putra
1.224.720
18.
PT. Lestarijaya Kanakamakmur
481.950
9.
PT. Energi Multitech Indonesia
289.170
19.
PT. Enomoto Srikandi Industries
90.720
10.
PT. PINDAD
160.650
20
PT. Tangguh Lentera Cita
602.438
TOTAL
96.390
25.242.171
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
143
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Tabel 4.8 Daftar Perusahaan Kompor Gas Satu Mata Tungku No
Perusahaan
Kapasitas (unit)
No
Perusahaan
1
PT. Rinnai Indonesia
2.000.000
17.
PT. Subur Djaya Teguh
2.
PT. Aditec Cakrawiyasa
3.000.000
18.
PT. Denpoo Mandiri Indonesia
3.
PT. Blue Gas Indonesia
1.000.000
19.
PT. Indta Pratamanjaya
4.
PT. Covina Industri Italindo
2.000.000
20.
PT. Lestari Kenaka Makmur
600.000
5.
PT. Howezen Indah Industry
1.200.000
21.
PT. Supra Teratai Metal
700.000
6.
PT. Winn Appliance
2.000.000
22.
PT. Almas Metal Indonesia
600.000
7.
PT. Star Cosmos
1.000.000
23.
PT. Daya Nusa Energi
700.000
8.
PT. Maspion
3.000.000
24.
PT. Elang Perkasa Lestari Jaya
1.200.000
9.
PT. Wijaya Karya Intrade
1.500.000
25.
PT. Indo Surya Kencana
1.200.000
10.
PT. Metalindo Teratai Putra
1.500.000
26.
PT. Hamasa Steel Centre
700.000
11.
PT. Sugih Mukti Abadi
2.000.000
27.
PT. Kirin
400.000
12.
PT. Citra Surya Abadi Prima
1.500.000
28.
PT. Honoris Industry
700.000
13.
PT. Arto Metal Internasional
900.000
29.
PT. Sumacon Mantra
400.000
14.
PT. Sanken Argadwija
1.500.000
30.
PT. Tjakrindo
500.000
15.
PT. PINDAD
600.000
31.
PT. Karya Bahama Unigram
500.000
16.
PT. Multi Lestari
1.200.000
32.
PT. Energi Multi Tech
500.000
TOTAL
144
Kapasitas (Unit)
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
1.500.000 600.000
1.200.000
36.100.000
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
5) Program Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW a. Tahap I dan II Tenaga listrik adalah merupakan salah satu kebutuhan dasar penduduk sekaligus merupakan unsur pendukung kegiatan ekonomi khususnya sektor industri sehingga perlu diupayakan agar senantiasa tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup merata dengan mutu pelayanan yang baik. Oleh karenanya, pemerintah melalui PT. PLN (Persero) menyusun program pembangunan Pembangkit Listrik 10,000 MW Tahap I dan II. Pembangunan tahap I berbasis pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Batubara di luar Jawa-Bali, sedangkan tahap II merupakan pembangkit listrik berbasis tenaga air (PLTA) dan panas bumi (PLTP). Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 22.000 MW, dengan bahan bakar batubara merupakan upaya pemerintah untuk menyediakan kebutuhan tenaga listrik secara nasional yang belum terpenuhi baik secara kuantitas (jumlah) maupun kualitas (mutu) sesuai dengan yang dibutuhkan. Seiring dengan itu keberadaan industri dalam negeri yang dapat menunjang pembangunan PLTU tersebut telah tumbuh dan dapat menyediakan masin dan peralatan listrik serta dapat bersaing baik kualitas (quality), harga (cost) dan waktu penyerahan (delivery time) dengan produk impor. Pelaksanaan pembangunan PLTU Batubara tersebut terdiri dari : 1)
10.000 MW merupakan proyek PT. PLN (persero)
2)
10.000 MW dengan pola Independent Power Producer (IPP)
3)
2.000 MW dengan pola kemitraan antara PLN dengan IPP
Percepatan Pembangunan PLTU Batubara 10.000 MW dapat menjadi basis pengembangan industri dalam negeri untuk dapat membuka lapangan kerja, menggerakkan sektor riil, serta pada akhirnya dapat menggerakkan perekonomian nasional karena barang dan jasa produksi dalam negeri telah memiliki kesiapan dan kemampuan untuk menunjang pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan bahan bakar batubara Untuk mengusahakan Pembangunan PLTU dengan bahan bakar Batubara untuk skala kecil-menengah di luar Pulau Jawa telah dilakukan usaha-usaha sebagai berikut: 1). Bersama-sama dengan PT. PLN (Persero) menetapkan besaran TKDN tersebut sebagai persyaratan dalam dokumen lelang setiap kelas PLTU Batubara di luar Pulau Jawa – Bali, yang harus dicapai oleh pelaksana pembangunan PLTU Batubara (EPC) sebagai peserta pelelangan. 2). Mengusulkan pembebasan tarif bea masuk bahan baku /komponen yang belum dapat diproduksi di dalam negeri bagi industri dalam negeri, saat ini sedang diproses oleh tim tarif / Departemen Keuangan. LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
145
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Tabel 4.9 Perkembangan PLTU Luar Jawa Bali Uraian
Lokasi
EPC
Kapasitas a. NTT - Ende (2x7MW) s/d 8 MW b. Kepri- tj. Balai Karimun (2x7MW) c. Maluku Utara / Todore (2x7MW) d. PLTU 2 Riau/Selat Panjang (2x7MW) Kapasitas a. Sulawesi Utara 2 / Amurang >13 - 25 (2x25MW) MW b. Sulawesi Tenggara/Kendari (2x12MW)
Nilai Kontrak (+PPN)
a. Rekayasa Elektrika / a. Rp. 94,741,660,512.20 Shandong Machinery +USD 9,206,592.70 a. Rekayasa Elektrika / b. Rp.92,170,796,317,50 Shandong Machinery +USD 0,251,281.50 a. Rekayasa Elektrika / c. Rp.129,012,428,900.00 Shandong Machinery +USD1 2,769,695.00 d. Bousted Maxitherm d. Rp. 144,098,063,803.00 Industries +USD 35,342,450.00 a. Rp. 394,067,500,970.00 a. Wijaya Karya +USD 270,61 9,993.73 b. Rp. 125,620,634,21 7.60 b. Rekadaya Elektrika Shandong Machinery +USD1 2,088,805.30 c. Rp. 182,152,739,613,00 c. Bousted Maxitherm +USD 17,676,448,00 Industries / Modern d.Poeser Indonesia / d. Rp. 184,008,788,666.00 + Shandong Machinery USD 30,933,802.00 e. Meta Epsi e. Rp. 342,711,434,59520 +USD 33,445,225.00 f. Kelsri/Angkasa Buana f. Rp. 155,935,0117,354.00 Cipta/Modaco Enersys +USD 10,911,169.00
c. Papua 2/Jayapura (2x10MW) d. Babel 4 - Belitung (2x15MW) e. Gorontalo (2x25MW) f. NTB - Rima (2x1 0 MW)
g. Riau 1 - Bengkalis (2x10 MW)
h. NTT 2 - Kupang (2x 16.5 MW)
f. Kelsri/Angkasa Buana g.Rp 171,444,999,913,00 Cipta/Modaco USD 1 0,911,159.00 d.Poeser Indonesia / Shandong Machinery
h.Rp.174,101,639,376.00 USD 30,302,537.00
Plan
Action
22,68% 24,57% 17,00% 17,66%
0,03%
0,01%
3,40% 0,51% 39,15% 21,31% 45,56% 41,72% 0,03%
0,11%
3,40%
0,17%
22,20% 11,24%
3,40%
0,51%
13,60% 3,40% 5,55%
0,55%
Tabel 4.9 (Lanjutan) Perkembangan PLTU Luar Jawa Bali Uraian Lokasi Kapasitas a. NTB 2-Lombok(2x30 MW) >25 —65 b. Sulawesi Selatan - Barru MW (2x50MVV)
EPC a. Barata Indonesia
Engineering Co Ltd. Hongyuan Engineering Co Ltd c. Kalimantan Barat 2-Bengkayan c.Indofuji Energi/ Guangdong Bengkayan (2x25MVV) Machinery/ Persada Inti Energi/Advance Technology Indonesia d. Kalimantan Selatan d Wijaya Karya/Chengda Asam-Asam (2X65 MW) Engineering Corp. e. Babel 3 - Bangka Baru e. Truba Alam Manunggal Engineering/China Shanghai Baru(2x26 MVV) Corp for Foreign Economic f. Kalimantan Tengah 1 f. Mega Power Mandiri Pulau Pisang (2x60 MVV) /China National HeavyMachinery
Kapasitas a. Lampung - Tarahan BAru > 65MW (2x110MVV) b. Sumatera Utara Pangkalan Susu] (2x200MW) c. NAD - Nagan Raya (20X100MW) d. Sumatera Barat - Teluk Sirih (2x112MW)
146
a. Adi Karya / Jiangxi Electrical Power b. Bagus Karya / Nincec Multi Dimensi / Guangdong Power Eng. c. Synohydro Corp d. Rekayasa Industri / CNTIC
Nilai Kontrak (+PPN)
Plan
a. Rp. 354,295,822,868.00 2,58% + USD 30,787,009.00 b. Rp 342,711,434,595.20 7,40% + USD 33,445,225.00
Action 0,09% 0,01%
c. Rp. 491,657,321,692.00 19,06% 0,19% + USD 67,747,056.00
d. Rp. 405,587,014,012.00 2,46% + USD 108,622,140.00 7,40% e. Rp. + USD 29,700,000.00
0,24%
f. Rp.1,353,549015,500.01 0,74% + USD 73,008,327.70
0,01%
0,01%
a. Rp. 595,100,000,000.00 47,36% 16,56% + USD 154,273,163.00 2,10% 1,00% b. Rp.1,010,461,264,00 + USD 270,819,993.73 c. Rp.795,022,169,563,00 +USD 160,006,005.00 d. Rp.573,609,315,309,00 +USD 179,024,152.00
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
23,63% 4,74% 13,53% 0,20%
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
3). Bersama-sama dengan Perbankan Nasional dan PT. PLN (Persero) mengkoordinasikan pembiayaan pembangunan PLTU Batubara yang bersumber dari konsorsium perbankan nasional dan PT. PLN (Persero). Pembiayaan pembangunan PLTU Batubara skala kecil-menengah sampai dengan 65 MW sebesar Rp. 9,7 triliun rencananya akan dibiayai oleh PT. PLN (Persero) dan dukungan pendanaan sebesar 70 persen dari konsorsium perbankan nasional (Bank BNI, Bank BRI dan Bank Mandiri), dan sisanya 30 persen dari dana PT. PLN (Persero). 6) Pembangunan Pabrik Pupuk di Iran. Pembangunan pabrik pupuk di Iran adalah dalam rangka kerja sama Negara Islam. Perusahaan patungan tersebut bernama Petrochemical Industries Investment Company (PIIC) dengan pemegang saham National Petrochemical Company/Gov (28,27 persen), Social Security Organiztion/gv (22,45 persen), Social Security Investment Company/Gov (16,09 persen), Bank Melli Iran investment Company (2,44 persen), Farhangian Investment Company (1,51 persen), Bank Melli Investment Company (1,07 persen), Pishro Financial and Investmant Company (0,4 persen) dan 35.000 individual (22,27 persen). Pembangunan pabrik akan dilakukan di Pars Special Economic Energy Zone (PARSEEZ) Phase II Industrial Estate, Bandar Assaluyeh, Boushehr Province – Republik Islam Iran. Saat ini proyek pembangunan masih terus berjalan, yang sedang dalam proses adalah : a. Pinjaman dari perbankan yaitu dari IDB sebesar US$ 100 juta dan Bank Karafarin Iran sebesar US$ 135 juta, sedangkan pinjaman lainnya sebesar US$ 200 juta masih dalam pencarian sumber pinjaman. b. Pemilihan EPC Contractor diperkirakan akan diputuskan pada Maret 2009. 7) Substitusi Gas Bumi dengan Batubara untuk Pembangkit Listrik dan Pembangkit Steam Pada Industri Pupuk Program substitusi Gas Bumi dengan Batubara untuk pembangkit listrik dan steam pada Industri Pupuk dimulai pada Juni 2006 sebagai usulan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) kepada Wakil Presiden. Usulan tersebut ditindaklanjuti pada Mei 2005 ketika Wapres berkunjung ke Jepang untuk membicarakan kelanjutan kontrak LNG. Pada kunjungan tersebut telah disampaikan bahwa Pemerintah Indonesia mensyaratkan adanya dukungan Pemerintah Jepang pada Program Revitalisasi Industri Pupuk yang pabriknya telah tua dan konsumsi energinya tinggi. Pada tahap pertama, penggantian gas bumi diarahkan pada unit pembangkit listrik dan steam. Selanjutnya akan dilakukan penggantian bahan baku gas bumi melalui gasifikasi batubara secara bertahap. Pada medio 2008 Dirut Pusri Holding telah melaporkan progres program konversi LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
147
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
bahan bakar gas bumi dengan batubara di unit utilitas pabrik pupuk dan revitalisasi pabrik pupuk urea khususnya program replacement pabrikpabrik pupuk urea dengan rasio konsumsi gas bumi per ton urea > 30 MMBTU dan pembangunan Pabrik Pupuk NPK. Dalam kajian yang telah dilakukan Pusri Holding, pabrik urea yang akan dilakukan koversi adalah Pusri di Tanjung Api-api (2010/2011), PIM di Lhok Seumawe (2013), Pupuk Kujang di Cikampek (2011), Petrrokimia Gresik di Gresik dan Pupuk Kaltim di Bontang (phase I : 2010 phase II : 2012). Total kebutuhan batubara untuk program konversi adalah 6,6 juta ton per tahun dan dana investasi sebesar US$ 393 juta. 8) Restrukturisasi dan Revitalisasi Pabrik Pupuk. Berdasarkan surat Manteri Perekonomian kepada 6 (enam) Menteri terkait tentang Kebijakan Pupuk No. S-70/M.Ekon/05/2008 sebagai tindak lanjut Rapat yang dipimpin Wapres tanggal 21 Mei 2008, pada butir 7 diminta agar segera dilakukan persiapan dan perencanaan serta pelaksanaan pembangunan Pabrik Pupuk Baru untuk menggantikan pabrik pupuk yang memiliki efisiensi penggunaan gas bumi > 34 MMBTU / ton urea telah dilakukan studi kelayakan dan hasilnya telah disampaikan kepada Wakil Presiden pada Juli 2008. Konsep utama program Revitalisasi adalah Raplacement dan Pembangunan Pabrik baru yang pelaksanaannya direncanakan sebagai berikut : 1)
Raplacement a) Diprioritaskan pada pabrik yang sudah berumur lebih dari 25 tahun dan menggunakan energi + 34 MMBTU / ton urea. b) Pabrik-pabrik yang dimaksud adalah PUSRI-II, PUSRI-III, PUSRIIV, Kaltim 1 dan Kujang IA dengan total kapasitas terpasang 2,98 juta ton/th dari total kapasitas yang ada 8,03 juta ton/tahun. c) Teknologi yang dipilih adalah teknologi hemat energi dengan skala ekonomi yang optimal.
2)
Pabrik Baru a) Pendirian 1(satu) pabrik Amoniak/urea di PT. Petrokimia Gresik. b) Pendirian 5 (lima pabrik pupuk NPK di 5 (lima) lokasi pabrik pupuk. Dengan dilaksanakannya program Revitalisasi, maka jumlah pabrik urea akan tetap menjadi 14 unit dengan peningkatan kapasitas produksi dari 8,04 juta ton/th menjadi 9,45 juta ton/th dan jumlah pabrik NPK meningkat dari 9 unit dengan kapasitas 2,04 juta ton/th menjadi 14 unit dengan kapasitas 3,04 juta ton/th. Dengan revitalisai tersebut juga akan dihemat penggunaan gas bumi sebesar 12 BSCF /Tahun atau penghematan sebesar 12,27 persen per tahun. Untuk pelaksanaan revitalisasi ini diperlukan adalah sebesar Rp. 32,95 triliun untuk pabrik urea dan Rp.1,2 triliun untuk pabrik NPK.
148
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Dalam pelaksanaan program revitalisasi diperlukan prasyarat sebagai berikut : a)
Jaminan pasokan gas selama minimal 20 tahun untuk masingmasing pabrik.
b)
Adanya Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) karena equity yang ada tidak mencukupi.
c)
Adanya jaminan Pemerintah untuk mendapatkan pinjaman dari Bank dalam maupun luar negeri.
9) Program Revitalisasi Pabrik Gula Bapak Wakil Presiden R.I telah menugaskan revitalisasi dan pembangunan pabrik baru untuk meningkatkan produksi gula sebesar 1 juta ton pada tahun 2009 dari 2,3 juta ton menjadi 5 juta ton. Untuk meningkatkan peranan industri dalam negeri, telah dilakukan beberapa pertemuan bersama instansi terkait, baik Departemen Perindustrian, Meneg. Badan Usaha Milik Negara, Dewan Gula Indonesia dan Industri Dalam Negeri. Dari identifikasi kemampuan industri dalam negeri dalam semua proses di Pabrik Gula, mulai dari gilingan, pemurnian, penguapan, pemasakan dan puteran sampai pada unit/peralatan pendukungnya telah dihasilkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Barang sebesar 64,74 persen, dengan TKDN Jasa sebesar 9,86 persen, sehingga total TKDN Barang dan Jasa yang dapat dipenuhi dalam pembangunan pabrik gula adalah sebesar 74,59 persen, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.11. Untuk mendukung peningkatan produktivitas ini, telah disiapkan dana bantuan keringanan pembelian mesin/peralatan produksi di pabrik gula. Sedangkan beberapa industri dalam negeri yang dapat mendukung program revitalisasi tersebut adalah tersaji pada tabel 4.12.
Tabel 4.11 Tingkat Komponen Dalam Negeri Barang dan Jasa Pembangunan Pabrik Gula
NO 1 2
Uraian Barang Jasa TOTAL
KDN (%) 71,93 98,57
KLN Bobot (%) (%) 28,07 0,9 1,43 0,1 74,59
TKDN (%) 64,74 9,86
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
149
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Tabel 4.12 Perusahaan yang Telah Mendukung Program Revitalisasi Pabrik Gula
No
PERUSAHAAN
PRODUK
1 PT. BARATA INDONESIA
EPC/BALANCE OF PLANT
2 PT. INDOMARINE 3 PT. PAL INDONESIA 4 PT. PAMINDO TIGA T
BOILER/EPC
5 PT. SRIKAYA MAS 6 PT. PINDAD
EPC
7 PT. NUSANTARA TURBIN DAN PROPULSI
TURBIN
8 PT. BUMI CAHAYA UNGGUL
POMPA
9 PT. GUNA ELEKTRO
ELEKTRIKAL
10 PT. TORISHIMA GUNA INDONESIA
POMPA
11 PT. BUKAKA TEKNIK UTAMA
BALANCE OF PLANT
12 PT. TECO MULTIGUNA.
ELECTRICAL
13 PT. TATUNG BUDI INDONESIA
ELECTRIKAL
14 PT. SIEMENS INDONESIA
ELEKTRIKAL
15 PT. INDUSTIRA
ELEKTRIKAL
16 PT. SCHNEIDER INDONESIA
ELEKTRIKAL
17 PT. TRAFOINDO PRIMA PERKASA.
ELEKTRIKAL
BOILER/BALANCE OF PLANT BALANCE OF PLANT GENERATOR
A. Pelaksanaan Tugas Khusus Lainnya 1. Program National Single Window Pengembangan Program National Single Window di Indonesia dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing nasional dengan mewujudkan layanan tunggal elektronik untuk memfasilitasi perdagangan dalam rangka menghadapi persaingan global, serta semua kegiatan yang terkait dengan kelancaran dan kecepatan arus barang ekspor, dan atau impor dan transit. Untuk mewujudkan hal tersebut suatu sistem layanan publik yang terintegrasi dalam proses penanganan lalu-lintas dokumen kepabeanan dan perizinan maupun pengeluaran barang ekspor dan impor (customs release and clearance of cargoes) dibangun dengan basis teknologi informasi, sehingga lebih efektif dan efisien. Pembangunan sistem NSW di Indonesia dilakukan guna memenuhi komitmen bersama negara-negara anggota ASEAN dalam rangka kesepakatan membangun sistem ASEAN Single Window, sesuai dengan Protocol to Establish and Implement the ASEAN Single Window (ASW). Di samping itu juga dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan nasional, dalam mendorong kelancaran dan percepatan arus barang ekspor-impor, serta untuk meminimalisasi waktu dan biaya yang 150
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
diperlukan dalam seluruh kegiatan penanganan lalu-lintas barang ekspor-impor, terutama dalam proses customs release and clearance of cargoes. Sehingga diharapkan akan mampu menggerakkan perekonomian dan meningkatkan daya saing nasional serta mendorong adanya investasi. Pembangunan sistem NSW di Indonesia didasarkan pada Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 22/M.EKON/03/2006 tentang Pembentukan Tim Persiapan NSW. Kemudian Pemerintah menegaskan kembali komitmennya dalam membangun INSW dengan mengeluarkan Instruksi Presiden No. 3 tahun 2006 tentang Paket Kebijaksanaan Perbaikan Iklim Investasi, dan diperbaharui dengan Instruksi Presiden No. 6 tahun 2007 tentang Kebijaksanaan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UKMK. Pada sisi lain pembangunan Single Window baik untuk kepentingan nasional (INSW), maupun dalam rangka integrasi atau bergabung ke tingkat regional ASEAN (ASW), memiliki latar belakang yang pada akhirnya menuju terciptanya prinsip Good Corporate Governance. Berkaitan dengan ASW Agreement dan ASW Protocol maupun kesepakatan pada beberapa forum pertemuan regional Asean, maka pada akhir tahun 2007 masing-masing negara anggota ASEAN harus sudah mulai menerapkan sistem INSW, sebelum bergabung ke dalam sistem ASW pada akhir tahun 2008 untuk 6 negara atau ASEAN-Six. Sistem INSW adalah suatu sistem yang memungkinkan dilakukannya Single Submission of data and information; Single and Synchronous processing of data and information; dan Single Decision-making for customs release and clearance of cargoes. INSW sebagai suatu sistem nasional akan mengintegrasikan seluruh entitas yang menyangkut proses customs clearance dan clearance cargoes. Departemen Perindustrian sebagai salah satu instansi pemerintah yang menyelenggarakan layanan perizinan atau rekomendasi perizinan dalam rangka ekspor-impor, ikut memegang peranan dalam memperlancar arus keluar-masuknya komoditi yang diperdagangkan. Peran tersebut harus dilakukan untuk mewujudkan pembangunan sistem National Single Window (NSW), bersama dengan instansi lainnya yang terkait dalam kegiatan ekspor-impor. Departemen Perindustrian telah melaksanakan implementasi tahap II yang dilaksanakan pada bulan Juni 2008 bersama 13 instansi terkait lainnya. Pada implementasi tahap ke II telah dikirimkan data perijinan yang dikeluarkan oleh LS-Pro dari tahun 2006 sampai dengan 2008. Selanjutnya untuk implementasi tahap III, Departemen Perindustrian sudah mendapatkan “mandatory” dari Tim pelaksana INSW. Adapun layanan perizinan/rekomendasi yang dimaksud dalam kegiatan INSW dapat dilihat secara lengkap pada lampiran. Dalam hal pelaksanaan NSW, Dep. Perindustrian telah menyediakan sarana dan prasarana untuk layanan pengembangan E-Licensing ataupun Rekomendasi Online dalam bentuk web form ataupun web service serta diterbitkannya Peraturan Menteri Perindustrian No. 58/MIND/PER/8/2008 tentang penggunaan sistem elektronik dalam sistem LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
151
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
perijinan, rekomendasi dan SPPT di lingkungan Perindustrian dalam rangka National Single Windows. Langkah kegiatan yang dilakukan adalah menyediakan infrastruktur teknologi informasi berupa jaringan, server dan sistem database khusus rekomendasi perizinan. Namun demikian satu hal yang amat penting di sini adalah harus sejalan dan merujuk serta mampu mengikuti kebijakan dan strategi pemerintah, dalam penerapan sistem INSW untuk menuju ke pengembangan sistem ASW. 2. Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi a. Latar Belakang Dalam upaya mempercepat pemulihan dan pertumbuhan ekonomi, Presiden RI telah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 3 tahun 2006 tentang Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi, dimana Presiden sebagai Ketua dan Menko Perekonomian sebagai Ketua Harian, dengan anggota para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu. Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan Kepres No. 3 tahun 2006 tersebut di atas, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku Ketua Harian Tim Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi dimana Menteri Perindustrian ditunjuk sebagai Ketua kelompok kerja yang menangani Promosi Penggunaan Produksi Dalam Negeri dan Promosi Terpadu Pariwisata, Perdagangan dan Investasi (selanjutnya disebut Pokja 3). Tugas Pokja 3 yang diatur dalam SK Menko Perekonomian No. 31 tahun 2007 adalah sebagai berikut:
152
1.
Mempersiapkan dan menyusun kebijakan umum terkait dengan upaya promosi penggunaan produksi dalam negeri dan promosi terpadu pariwisata, perdagangan dan investasi;
2.
Melakukan persiapan langkah-langkah promosi penggunaan produksi dalam negeri dan promosi terpadu pariwisata, perdagangan dan investasi dalam rangka peningkatan ekspor;
3.
Melaksanakan koordinasi dalam rangka promosi peningkatan produksi dalam negeri dan promosi terpadu pariwisata, perdagangan dan investasi;
4.
Melaksanakan tugas terkait lainnya dalam rangka pelaksanaan tugas Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi;
5.
Membuat laporan kepada Ketua Pokja secara periodik setiap bulannya.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
b. Sasaran yang Ingin Dicapai Telah ditetapkan sasaran Program Kerja Pokja 3 untuk tahun 2008 yang tersirat sebagai berikut: kunjungan wisman 7 juta, penghasilan devisa US$ 6,4 miliar nilai investasi baru US$ 45 Miliar dan Rp. 242 triliun pertumbuhan ekspor non migas 14,5 persen belanja pemerintah untuk produk DN mencapai 20 persen nilai tambah berupa pertumbuhan industri kreatif (Fashion, Handycraft, Animasi, Software, dll) Sebelum dibentuk Tim ini, promosi bersama yang terpadu selama ini jarang dilakukan walau ada promosi terpadu antara Depbudpar, Depdag dan BKPM dalam Tourism, Trade and Investment Indonesia (TTI) pada tingkat pusat bekerja sama dengan Deplu yang diadakan di luar negeri, namun belum terarah. Dalam tahun anggaran 2008, telah direncanakan kegiatan-kegiatan promosi bersama antara Depperin, Depbudpar, Depdag, Deplu, Kementerian KUKM dan BKPM yang terkoordinasi baik antar instansi pusat maupun antara pusat dan daerah dalam berbagai event promosi nasional dan internasional. Timnas PEPI Pokja 3 telah menyusun Peta Jalan Promosi Bersama Investasi, Industri, Perdagangan dan Pariwisata untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Khususnya untuk kegiatan promosi di luar negeri seperti tersaji dalam Tabel 4.3. Di bidang penggunaan produksi dalam negeri telah dilaksanakan penyebaran informasi tentang potensi produksi dalam negeri, potensi pariwisata serta peluang dan kebijakan investasi baik di dalam dan di luar negeri kepada calon investor (investor yang potensial) karena disadari merupakan hal yang penting. Kegiatan promosi terpadu dan terkoordinasi baik secara sektoral maupun daerah dilakukan melalui berbagai event nasional, regional maupun internasional. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan dalam bentuk Seminar, Pertemuan dan Forum Diskusi dengan masyarakat umum dan para calon investor (investor yang potensial), business meeting, one on one meeting, pameran, iklan layanan masyarakat, workshop, talkshow, peningkatan sarana dan prasarana promosi media cetak melalui penerbitan majalah/jurnal, pembuatan information kit dan bahan-bahan promosi lainnya, kantor promosi terpadu di luar negeri dan penyusunan market intelligence dan analisis strategi promosi investasi luar negeri.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
153
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Tabel 4.3 Kegiatan Promosi Luar Negeri Tahun 2008 dan Rencana Tahun 2009 - 2012 No.
Kegiatan
Tempat
1.
1st Indonesia Expo
Warsawa, Polandia
2.
Trade Tourism Investment (TTI)
Guang Zhou, China
3.
China ASEAN Expo
Nanning, China
4.
8.
Foire Internationale d’Algerl PLOVDIV Seoul Food & Hotel 2009 6th China-ASEAN Expo
9.
PTI
5. 6. 7.
10. 11. 12. 13. 14. 15.
16.
17.
Tanggal Kegiatan 7-10 Mei 2008
Koordinator Deplu
Inggris
22-26 September 2008 22-25 Oktober 2008 2009
BKPM
Aljazair
2009
Depdag
Bulgaria
2009
Depdag
Korea Selatan
2009
Deplu dan Depdag
Nanning, China Argentina & Paraguay
2009
Depdag
2009
Deplu
2010
Menko Perekonomian/Depdag
Shanghai (World Expo) Melbourne Jeddah Brazil Korsel Rusia Argentina, Swedia, Canada, China Amerika Serikat, Dubai, China, Jepang
2010 2010 2010 2010 2010
BKPM Depdag
Deplu Depbudpar Depdag BKPM Depdag
2011
Belum ditetapkan koordinator pelaksana
2012
Belum ditetapkan koordinator pelaksana
c. Kegiatan yang Telah Dilaksanakan a). Pameran Luar Negeri Partisipasi pada pameran dagang luar negeri selama Januari – Juli tahun 2008, BPEN berpartisipasi pada beberapa pameran luar negeri, yaitu: 1. The 22nd Shenzhen International Furniture Exhibition (SIFE) 2008. Indonesia melalui BPEN dan Departemen Perdagangan bekerja sama dengan Asmindo untuk kedua kalinya mengikuti pameran SIFE untuk furniture yang merupakan event tahunan terbesar di Tiongkok untuk furniture. 154
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
Pada partisipasi kali ini diikuti sebanyak 48 peserta yang berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Barat, dan DKI Jakarta yang menampilkan produk furniture, aksesori rumah tangga, dan produk kerajinan lainnya. 2.
The Middle East's Largest Garments, Textiles, Leather & Fashion Accessories Exhibition (MOTEXHA) 2008.
3.
Pameran Canton Fair 2008/ Pazhou Complex of China Import and Export Fair, Guangzhou: Guandong – China. 15 – 20 April 2008.
4.
Korea International Jewelry & Watch Fair 2008, Coex Mall. Seoul – Korea Selatan, 24 – 27 April 2008
5.
Saudi Healthcare and Hospital (SHASH) 2008, Jeddah International Exhibition Center – Saudi Arabia, 5 – 8 Mei 2008
6.
The 5th International Rebuild Iraq Exhibition / Project Rebuild Iraq 2008, Amman Jordan, 5 – 8 Mei 2008
7.
Pameran "Indonesia Expo in Central and East Europe", Warsawa – Polandia, 7 – 10 Mei 2008
8.
Seoul Food & Hotel Exhibition 2008, Korea Exhibition Center (KIINTEX) – Korea Selatan, 14 – 17 Mei 2008.
9.
Pasar Malam Tong-Tong Fair 2008, 21 Mei – 1 Juni 2008
10. Communic Asia 2008, Singapore Expo, 17 – 20 Juni 2008 11. Pameran International Jewelry Summer Show 2008, Jacob K. Javits Convention Centre, New York-USA, 27 – 30 Juli 2008 12. Pameran Produk Kerajinan DECOREX, Johannesburg – Afrika Selatan, 30 Juli – 3 Agustus 2008. b). Pameran di Dalam Negeri Adapun promosi produk ekspor di dalam negeri antara lain melalui berbagai penyelenggaraan dan partisipasi pameran dagang antara lain : 1. Pameran pada saat Java garmen, kerajinan, alat musik, dan cinderamata Festival, Jakarta Convention Centre (JCC), 7 – 9 Maret 2008 2. Pameran Kain-kain kuno pada saat Adi Wastra Nusantara 2008, 16 – 20 April 2008 3. Partisipasi pada pameran Inacraft Convention Centre, 23 – 27 April 2008
2008,
Jakarta
4. Konvensi dan Seminar Pekan Produk Budaya Indonesia 2008, Jakarta Convention Centre, 4 – 8 Juni 2008
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
155
Bab IV: Langkah-Langkah Pengembangan yang Telah Dilakukan
5. The 3rd International Spa, Herbs, and Natural Cosmetics (ISHNCE), Jogja Expo Center (JEC), 9 – 13 Juli 2008. c). Lain-lain Keikutsertaan dalam Indonesian Week di Paris-Perancis, Gerai Carrefour di seluruh Perancis, 14 – 20 Mei 2008, untuk meningkatkan ekspor produk Indonesia melalui pemanfaatan jaringan Hypermarket global ke Kawasan Eropa khususnya Perancis. Pada saat kegiatan launching produk juga diadakan acara food tasting dengan makanan yang dimasak menggunakan bumbu– bumbu instan produk Kokita.
156
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab V: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2008
BAB V PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH TAHUN 2008
5.1. Latar Belakang Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) bertujuan untuk menjadikan IKM sebagai basis industri nasional, dimana untuk mencapai hal tersebut, kelompok industri ini dituntut mampu menghasilkan produk berkualitas tinggi dengan harga yang kompetitif dan mampu menepati jadwal penyerahan secara disiplin baik untuk memenuhi kebutuhan konsumen akhir maupun untuk memenuhi pasokan bagi industri yang lebih hilir. Saat ini IKM mempunyai peran dan kedudukan yang sangat penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2007 jumlah unit usaha IKM mencapai 3.442.306 unit dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 7.632.931 orang dan nilai ekspor mencapai US$ 10,2. Pada semester I tahun 2008 jumlah unit usaha telah mencapai 3.554.706 meningkat 8,16 persen dan tenaga kerja mencapai 7.763.768 orang meningkat 4,08 persen dengan nilai ekspor mencapai US$ 10,5 miliar naik 7,5 persen selama 3 tahun terakhir. Tabel 5.1 Jumlah Unit Usaha Industri Kecil Dan Menengah Menurut Cabang Industri, Tahun 2005 – 2008 (Unit) NO.
DIREKTORAT/ CABANG INDUSTRI
TAHUN 2005
2006
2007
2008*)
PERTUMBUHAN 2005-2008 (%)
1 .
Pangan
622.865
701.225
754.073
780.497
7,81
2 .
Sandang
133.523
156.194
162.625
165.841
7,49
3 .
Kimia dan Bahan Bangunan
509.063
596.089
609.054
615.537
6,54
4 .
Logam dan Elektronika
613.819
701.238
715.121
722.063
5,56
5 .
Kerajinan
929.679
1.062.760
1.201.433
1.270.770
10,98
2.808.949
3.217.506
3.442.306
3.554.706
8,16
JUMLAH Sumber : BPS PEB 2008 - diolah Ditjen IKM *) Angka Sangat Sementara (semester I 2008)
Pada tabel 5.1, memperlihatkan peningkatan jumlah unit usaha dari periode 2005-2008 yaitu sebanyak 745.757 unit usaha atau tumbuh rata–rata per tahun sebesar 8,16 persen melebihi target yang ditetapkan Renstra IKM yaitu 4,6 persen. LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
157
Bab V: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2008
Tabel 5.2 Jumlah Tenaga Kerja Industri Kecil Dan Menengah Menurut Cabang Industri, Tahun 2005 – 2008 (Orang) NO.
TAHUN
DIREKTORAT/ CABANG INDUSTRI
2005
1 .
Pangan
2 .
Sandang
3 .
Kimia dan Bahan Bangunan
4 .
Logam dan Elektronika
5 .
Kerajinan JUMLAH
2006
2007
2008
*)
PERTUMBUHAN 2005-2008 (%)
2.201.259
2.367.618
2.442.198
2.479.488
4,05
678.471
709.220
737.929
752.284
3,50
1.812.323
1.935.489
1.958.667
1.970.257
2,82
302.253
317.482
324.184
327.535
2,71
1.891.772
2.041.448
2.169.953
2.234.205
5,70
6.886.078
7.371.257
7.632.931
7.763.768
4,08
Sumber : BPS PEB 2008 - diolah Ditjen IKM *) Angka Sangat Sementara (Semester I 2008)
Sementara pada Tabel 5.2 menunjukkan peningkatan jumlah tenaga kerja untuk periode 2005-2008 sebesar 877.690 orang, atau dengan laju pertumbuhan 4,08 persen per tahun sedikit di bawah target pertumbuhan Renstra IKM 4,6 persen. Tabel 5.3 Nilai Ekspor Industri Kecil Dan Menengah Menurut Cabang Industri, Tahun 2005 – 2008 (Juta US$) NO.
DIREKTORAT/ CABANG INDUSTRI
1,
Pangan
2,
TAHUN 2005
2006
2008*)
2007
PERTUMBUHAN 2005-2008 (%)
329
270
299
314
-1,60
Sandang
2.076
2.335
2.296
2.276
3,12
3,
Kimia dan Bahan Bangunan
4.391
4.685
4.944
5.073
4,93
4,
Logam dan Elektronika
1.175
1.279
1.414
1.482
8,04
5,
Kerajinan
494
884
1.211
1.374
40,67
8.465
9.453
10.164
10.519
7,51
JUMLAH Sumber : Pusdatin Depperin - diolah Ditjen IKM *) Angka Semester I 2008
Laju pertumbuhan ekspor IKM untuk periode 2005-2008 sebesar 7,51 persen seperti ditunjukan oleh Tabel 5.3. Pertumbuhan tersebut melampaui target yang ditentukan dalam Renstra IKM dimana target pertumbuhan ekspor per tahun adalah rata-rata 2,5 persen. Namun demikian IKM masih diliputi berbagai kelemahan baik yang bersifat internal maupun eksternal. Kelemahan internal meliputi antara lain: a). belum kokohnya struktur industri (keterkaitan antara industri hulu-hilir); b) masih 158
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab V: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2008
sulitnya memperoleh bahan baku dan bahan penolong karena kuantitas pembelian IKM umumnya relatif kecil; c). penyelundupan; d). keterbatasan kemampuan pemasaran; e). keterbatasan kemampuan di bidang teknologi. Sedangkan kelemahan eksternal meliputi : a). suku bunga perbankan yang masih tinggi; b). sulitnya mencari modal; c). kurangnya pasokan listrik; d). masalah perburuhan. 5.2. Program Pengembangan IKM Untuk mencapai target Renstra IKM 2004 – 2009, maka program-program pokok pengembangan IKM yang yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah baik yang melalui Pusat, dekonsentrasi maupun tugas pembantuan terdiri dari : 1. Program penciptaan pertumbuhan IKM.
iklim
usaha
yang
ramah
dan
mendorong
2. Program peningkatan teknologi, standarisasi, mutu dan desain produk 3. Program peningkatan kompetensi SDM 4. Program menjamin ketersediaan bahan baku 5. Program pengembangan kelembagaan bisnis / usaha 6. Program dukungan pembiayaan 7. Program promosi dan pemasaran, informasi serta pengembangan jaringan usaha (termasuk peningkatan kemampuan membangun website) 5.3. Pelaksanaan Program dan Capaian Tahun 2008 Hasil yang dicapai dalam pelaksanaan program Pengembangan IKM sampai dengan akhir Nopember 2008 adalah sebagai berikut : A. Penciptaan iklim usaha 1.
Workshop perkuatan klaster IKM – Kimia dan Bahan Bangunan di Medan
2.
Forum komunikasi IKM Pupuk Organik serta bimbingan penerapan standar peserta sebanyak 50 orang
3.
Di bidang minyak atsiri dilaksanakan: Forum penguatan IKM minyak atsiri; Kolaborasi antar pemangku kepentingan IKM, Seminar nasional; Partisipasi Konferensi International IFEAT di Montreal – Kanada dan penjajagan kerja sama investasi dibidang industri hilir, Konferensi Nasional, Fasilitasi pembentukan kelembagaan; Sosialisasi standar proses, alat proses dan produk dengan peserta untuk keseluruhan kegiatan sebanyak 783 orang.
4.
Sosialisasi dan Bimbingan pendaftaran HKI dengan peserta sebanyak 110 orang
5.
Koordinasi dan penyusunan perencanaan penyusunan yaitu: Roadmap IKM Sandang Tahun 2009 – 2014, Pelaksanaan DIPA tahun 2008 bagi dekonsentrasi dan tugas pembantuan, Rapat regional LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
159
Bab V: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2008
penyusunan program tahun 2009, Penyusunan perencanaan kompetensi inti industri daerah bersama 50 orang kadisperindag atau yang menangani bidang industri di kabupaten/kota; 4 orang narasumber, 7 orang pengarah dan 24 orang Tim penilai/evaluasi dari Ditjen IKM. 6.
Kegiatan Pengembangan Kompetensi Inti dan pengembangan klaster Daerah Berbasis Sutera Alam : Jawa Tengah dan Bali, serta Pengembangan Desain dan Diversifikasi pewarna pada Produk IKM Sutera Alam menggunakan Zat Warna Alam di Sulawesi Selatan
7.
Penyelenggaraan Penganugerahan Upakarti, Penyelenggaraan Upakarti tahun 2008 yang diikuti 33 Provinsi dengan 84 (delapan puluh empat) calon. Ditetapkan sebanyak 19 (sembilan belas) calon penerima terdiri dari: jasa Pengabdian 1 (satu) penerima, jasa Pelestarian 3 (tiga) penerima, jasa Kepeloporan 5 (lima) penerima, jasa Kepedulian 5 (lima) penerima dan IKM modern 5 (lima) penerima.
8.
Pelaksanaan Workshop Harmonisasi Tarif Bea Masuk
9.
Penyusunan road map industri kreatif, seperti : a. Road map industri barang seni (mainan anak-anak, anyaman, boneka dan kerajinan kayu) b. Road map industri gerabah/keramik hias dan c. Road map industri perhiasan dan batu mulia.
B. Peningkatan Teknologi, Standarisasi, Mutu dan Desain Program ini dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1.
Peningkatan Teknologi : a. Bantuan tenaga ahli kayu untuk daerah Papua dan Papua Barat sebanyak 2 orang b. Bantuan peningkatan kemajuan produk pupuk organik untuk 10 perusahaan c. Revitalisasi dan Pendirian UPT meubel kayu, rotan, genteng dan keramik (16 UPT) d. Bantuan-bantuan Mesin Peralatan dalam rangka peningkatan teknologi yang diberikan pada UPT : 1) Bantuan mesin kemasan diberikan kepada rumah kemasan (packing house) di Jabar, Jateng, Jatim dan Kalbar (Singkawang) 2) UPT Penyamakan Kulit (Magetan) dan UPT-TPT Batang 3) UPT Tekstil dan Produk Tekstil di 3 Provinsi (UPT-TPT Majalaya, UPT-TPT Sawahlunto dan UPT-TPT Wajo) 4) UPT Kayu sebanyak 8 daerah (Kota Palangkaraya, Kab. Demak, Kab. Bojonegoro, Kab.Boyolali, Kab.Gunung Kidul,
160
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab V: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2008
Kab. Demak, Kab. Kulon Progo, Kab. Jepara, Kab. Bondowoso) 5) UPT Rotan sebanyak 5 daerah (Kota Palu, Kab. Katingan, Kab. Konawe, Kab. Barito, Kab. Cirebon) 6) UPT Minyak Atsiri sebanyak 1 daerah untuk Kab. Garut 7) UPT Genteng sebanyak 1 daerah untuk Kab. Lampung Selatan 8) UPT kayu di Aceh dan Kota Palangkaraya 9) UPT logam dan elektronika di Tegal, Semarang, ICT Bandung, NTB, Klaten, Sukabumi, Nitikan, Pasuruan, Sleman, dan Hulu Sungai Selatan. 10) UPT Gerabah/keramik hias di Kabupaten Bantul, Kab. Lombok Barat, Kab. Purwakarta dan BPTI Malang. 11) UPT Perhiasan di Kabupatn Wonogiri dan Kabupaten Gianyar 12) UPT Anyaman di Kabupaten Lamongan 13) UPT Kayu di Kota Sorong, Kab. Sorong, Kab. Jayawijaya dan Kab. Teluk Bintuni. e. Bantuan-bantuan mesin untuk meningkatkan IKM : 1) Industri Pangan Dalam rangka pengembangan IKM Pangan pada tahun 2008 untuk daerah telah diberikan bantuan mesin dan peralatan bagi beberapa daerah seperti yang tersaji pada Tabel 5.4. 2) Industri Sandang Dalam rangka pengembangan IKM sandang unggulan daerah telah diberikan bantuan Mesin Peralatan kepada ke 25 kabupaten/ kota, yaitu : a)
Tekstil untuk Kota Dumai, Kabupaten Sragen, Kab. Sukoharjo, Kab.Majalaya, Kab. Agam, Kab. Bolango, Kab. Klaten, Kab. Pekalongan, Kota Magelang, Kota Pekalongan, Kab. Luwu.
b)
Mesin Peralatan Tenun Songket untuk Pandai Sikek Kab. Tanah Datar
c)
Mesin Peralatan Konveksi untuk Kab. Demak
d)
Mesin Peralatan Peng. Sutera di Kab. Jepara
e)
Mesin Peralatan Kulit di Kab. Magetan, Kab. Garut
f)
Bantuan Mesin Peralatan Tenun di Kab. Minahasa Tenggara, Kab. Lima Puluh Kota, Kota Palembang
g)
Mesin Peralatan Batik di Kab. Sampang,Kota Jayapura, Kab. Bangkalan
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
161
Bab V: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2008
Tabel 5.4 Daerah Industri Prioritas IKM Pangan NO
162
DAERAH
MESIN DAN PERALATAN
1
Kab. Aceh Barat Daya, NAD
Pengolahan Coklat
2
Tapanuli Utara, Sumut
Pengolahan Kopi
3
Ka. Humbang Hasundatan, Sumut
Pakan Ternak
4
Kab. Serdang Badagai, Sumut
Pengolahan Mie
5
Kota Tebing Tinggi, Sumbar
Pengolahan Makanan
6
Kota Padang, sumbar
Pakan Ikan
7
Kota Padang, sumbar
Pengolahan Makanan
8
Kab. Pesisir Selatan, Sumbar
Pengolahan Aneka Buah
9
Kab. Tanah Datar, Sumbar
Pengolahan Gula tebu
10
Kota Pekanbaru, Riau
Kemasan
11
Kota Dumai, Riau
Kemasan
12
Kab. OKU Selatan, Sumsel
Pengolahan Keripik Pisang
13
Kab. Kerinci, Jambi
Dodol dan Keripik Kentang
14
Prov Lampung
Pengolahan Keripik Pisang
15
Kota Metro, Lampung
Pengolahan Pakan Ternak
16
Kab. Sumedang, Jabar
Pengolahan Susu
17
Kab. Bandung, Jawa Barat
Pengolahan Makanan/Kemasan
18
Kab. Banjarnegara, Jateng
Pengolahan Jamur
19
Kab. Temanggung, Jateng
Pengolahan Keripik Pisang
20
Kab. Seragen, Jateng
Pengolahan Makanan
21
Kota Salatiga, Jateng
Pengolahan Susu
22
Kab. Pacitan, Jatim
Pengolahan Kelapa
23
Kab. Manggarai, NTT
Pengolahan Kopi
24
Kab. Karangasem, Bali
Pengolahan Mete
25
Kota Bitung, Sulut
Pakan Ternak
26
Kab. Sangihe Talaut, Sulut
Pengolahan Sirup Pala
27
Kota Palu, Sulteng
Kemasan
28
Kab. Tojo Una-una
Industri es
29
Kota Bau-Bau, Sultra
Pakan Ternak
30
Kab. Selayar, Sulsel
Pengolahan Hasil Laut
31
Kab. Luwu Utara
Rumput Laut
32
Kab. Enrekang, Sulsel
Pengolahan Kopi
33
Prov. Kalimantan Barat
Pengolahan Dodol(?)
34
Kab. Bulungan, Kaltim
Pengolahan Hasil Laut
35
Kab. Tanah Laut, Kalsel
Pengolahan Hasil Laut
36
Kab. Jayapura, Papua
Pengolahan Makanan
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab V: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2008
3) Industri Kimia dan Bahan Bangunan, Dalam rangka perkuatan/pengembangan IKM Kimia dan Bahan Bangunan unggulan daerah telah dilaksanakan bantuan Mesin Peralatan kepada 34 kabupaten/kota, yaitu : a) Mesin/peralatan pengolahan serat sabut kelapa dan karet alam untuk Kab. Cilacap b) Mesin/peralatan pengolahan kayu untuk Kab.Kulon Progo, Kab. Tobasa, Kab. Kendari, Kab. Banyumas, Kab. Bintan, Kota Banda Aceh, dan Cirebon c) Mesin/peralatan pengolahan rotan untuk Kab. Belitung d) Mesin/peralatan pengolahan kulit jambu mete menjadi CSNL di Kab.Buton, Kab. Selayar, Kab. Karang Asem dan Kab. Muna. e) Mesin/peralatan pengolahan pengupas pinang untuk Kab. Tanjung Jabung Timur f) Mesin/peralatan pengolahan batu untuk Kab. Majalengka g) Mesin/peralatan pengolahan keramik untuk BPTI Malang h) Mesin/peralatan pengolahan Bata genteng untuk Kab. Ponorogo i)
Mesin/peralatan pengolahan pupuk organik untuk Kab. Pandeglang dan Kab. Banyuwangi
j)
Mesin/peralatan pengolahan arang limbah kina untuk Bandung
k) Mesin/peralatan pengolahan minyak atsiri untuk Aceh Tamiang, Tidore, Kab. Kolaka, Kab. Situbondo, Kab. Natuna, Kota Ternate, Kab. Blitar, Kab. Majalengka, Kab. Aceh Selatan, Kab. Cilacap l)
Mesin/peralatan pengolahan paving blok untuk Kab. Bone
m) Mesin/peralatan pengolahan batu granit untuk Kab. Lebong n) Mesin/peralatan pengolahan pengering kayu untuk STDNU Jepara, Kab. Kulonprogo 4) Industri Logam Elektronika Bantuan mesin untuk KUB industri kecil Logam dan Elektronika diberikan untuk : a) Singkawang, KUB industri kecil Perbengkelan b) Kendari, KUB industri kecil Kapal Rakyat c) Tabanan, KUB industri kecil Pande Besi d) Kulonprogo, KUB industri kecil Alsintan e) Tulung Agung, KUB industri kecil Logam f) Sumedang, KUB industri kecil Senapan Angin LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
163
Bab V: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2008
g) Jawa Tengah, Inkubator Bisnis KUB industri kecil Jawa Tengah. 5) Industri Kerajinan, Dalam rangka perkuatan dan pengembangan IKM unggulan daerah disampaikan bantuan untuk : a) IKM Kerajinan Anyaman yang diberikan untuk daerah :
KUB Anyaman rotan untuk Kab. Tapanuli SelatanSumut, Kab. Limapuluh Kota, dan Kab. Solok SelatanSumbar
KUB Anyaman purun untuk (1) Kab. Serdang BedagaiSumut, Kab. Ogam Komering Ilir-Sumsel,
KUB Anyaman bambu untuk (1) Kab. Sleman-DIY, (2) Kab. Purworejo-Jateng, (3) Kab. Garut-Jabar, (4) Kab. Cianjur-Jabar, (5) Kab. Indramayu-Jabar (6) Kab. Bangli-Bali
KUB Anyaman pandan untuk Kab. Kebumen-Jateng
KUB Anyaman Agel untuk Kab. Kulon Progo-DIY
KUB Anyaman rotan dan purun untuk (1) Kab. Tapin dan Kab. HSU- Kalsel. (2) Kab. Kapuas dan Kab. Barito selatan-Kalsel
KUB Anyaman bambu dan rotan untuk Kab. Pontianak dan Kapuas Hulu-Kalbar
KUB Anyaman bambu, pandan dan lontar untuk Kab. Gowa dan Kab. Takalar- Sulsel.
b) Bantuan mesin/peralatan IKM Kerajinan kayu diberikan kepada KUB di (1) Kab. Purbalingga-Jateng, (2) Kab. Tapanuli Utara-Sumut (3) Kab. Batu Sangkar-Sumbar, (4) Kab. Bojonegoro (5) Kab. Blitar, (6) Kota Batu, (7) Kab. Pacitan-Jatim, (8) Kota Gede-DIY. c) Bantuan mesin/peralatan IKM gerabah/keramik hias di : (1) Plered Kab. Purwakarta-Jabar, (2) Pundong Kab. BantulDIY, (3) Klampok Kab. Banjarnegara-Jateng (4) DinoyoMalang-Jatim, (5) Ciruas Kab. Serang-Banten, (6) Kab. Musi Rawas-Sumsel, (7) Pejaten Kab. Tabanan-Bali, (8) Kab. Buleleng-Bali (9) Kab. Singkawang-Kalbar, (10) Kab. Gowa dan (11) Kab. Takalar-Sulsel, d) Bantuan mesin/peralatan IKM kerajinan bordir/sulaman di : (1) Kota Payakumbuh-Sumbar, (2) Kab. Agam-Sumbar, (3) Kab. Purworejo, (4) Kab. Kudus, (5) Kab. Pekalongan, (6) Kota Surakarta-Jateng, (7) Kab. Malang-Jatim, (8) Kab. Bulukumba-Sulsel, (9) Kota Jakarta Selatan, (10) Kota Bandung-Jabar.
164
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab V: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2008
e) Bantuan mesin/peralatan IKM Batumulia dan perhiasan di (1) Kota Metro-Lampung, (2) Kab. Langkat-Sumut, (3) Kab. Limapuluh Koto-Sumbar, (4) Kab. Surolangun-Jambi, (5) Kab. Way Kanan-Lampung, (6) Kab. Singkawang-kalbar, (7) Kab. Lumajang-Jatim, (8) Kab. Landak (9) Kab. Ketapang-Kalbar, (10) Kab. Jepara –Jateng, (11) Kab. Blitar-Jatim, (12) Kab. Bantul-DIY. f) Bantuan Mesin Peralatan Majelengka-Jabar
IKM
bola
kaki
di
Kab.
f. Fasilitasi Pendirian Indonesian Footwear Service Center (IFSC), 1) Fasilitasi operasional IFSC 2) Pelaksanaan Pelatihan Menjahit Sepatu, peserta 60 orang IKM Sepatu dari 7 Provinsi 3) Pelaksanaan Pelatihan Teknis Produksi Sepatu, peserta 80 orang IKM Sepatu dari 8 provinsi g. Pendirian Unit percontohan Rami. 1) Bantuan Tenaga Ahli bidang Manajemen, bidang Administrasi dan bidang Mesin Peralatan dalam rangka uji coba mesin / peralatan dengan teknologi proses serat rami yang memenuhi standar sebagai bahan baku alternatif pada Industri TPT (selain kapas). 2) Dilaksanakan Studi Banding Ke China pengembangan industri rami nasional
dalam
rangka
h. Dalam rangka penerapan OVOP dalam pengembangan IKM sebagai penjabaran dari Peraturan Menteri Perindustrian No. 78/M-IND/PER/09/2007 tentang Peningkatan Efektivitas Pengembangan IKM melalui Pendekatan Satu Desa Satu Produk (one village one product – OVOP) telah dilaksanakan Seminar OVOP bagi pembangunan ekonomi daerah di Hotel Grand Hyatt Jakarta; penyusunan program pengembangan IKM dengan pendekatan OVOP; penyusunan Juknis; penyusunan katalog; pelaksanaan verifikasi/seleksi sentra prospektif di 11 provinsi (21 kab/kota); penganugerahan The OVOP Promotion AWARD (Hiramitsu Award) pada OVOP International Seminar ke-5 di Liyang City – China bagi jogjatic sebagai proyek percontohan OVOP 2.
Peningkatan Standardisasi, Mutu dan Desain produk : a. Peningkatan sistem mutu IKM pangan dengan : 1) Fasilitasi sertifikasi halal kepada 200 IKM di 6 provinsi (Jabar, Jateng, Jatim, Kalbar, Kaltim dan Sulsel) 2) Pembuatan buku GMP minyak ikan dan abon sapi 3) Penyusunan RSNI untuk 1 komoditi (tempe kedelai)
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
165
Bab V: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2008
4) Penyusunan buku direktori IKM bersertifikat halal dan program bintang keamanan pangan 5) Sertifikasi SNI garam rakyat/konsumsi di 6 IKM garam rakyat konsumsi (Jateng dan Jatim) b. Peningkatan Penerapan Standardisasi dan Sertifikasi pada IKM Sandang : 1) Telah dilaksanakan sosialisasi peningkatan penerapan Standard IKM Sandang di 4 wilayah yaitu: Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta dan Jawa Timur. 2) Dilaksanakan bimbingan penerapan di 4 wilayah (Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta dan Jawa TImur) dalam rangka peningkatan penerapan standar dan sertifikasi pada IKM Sandang. c. Sosialisasi dan Bimbingan Penerapan standard pupuk organik untuk pengujian sample 10 perusahaan dan sosialisasi standard alat proses produk 100 peserta. d. Pelaksaaan Indonesian Good Design Selection (IGDS) pada tanggal 18 – 19 Nopember 2008 diikuti oleh 139 desain produk untuk kategori produk industri massal dan telah dipasarkan (kategori I) dan 71 desain produk untuk kategori produk inovasi riset desain industri (kategori II). Dari hasil penjurian IGDS telah ditetapkan pemenang, yaitu 1 (satu) untuk grand award dan 1 (satu) untuk special Craftmanship Desain Award, sedangkan peraih Gold Award untuk kategori I sebanyak 6 (enam) desain produk dan untuk kategori II sebanyak 1 (satu) desain produk. Penyerahan penghargaan IGDS akan dilaksanakan bersamaan dengan penyerahan penghargaan UPAKARTI di Istana Negara. e. Fasilitasi Klinik Pengembangan Desain Kemasan dan Merek produk IKM kepada 280 IKM dengan jumlah desain merek dan kemasan yang dibuat sebanyak 2.273 desain. f. Konvensi GKM (Gugus Kendali Mutu) tingkat nasional telah dilaksanakan di Banjarmasin – Kalimantan Selatan pada tanggal 27 – 30 Oktober 2008 dengan peserta 450 orang berasal dari 31 provinsi. g. Penyusunan Rancangan Standarisasi Nasional Indonesia (RSNI) Produk Permesinan dan Alsintan untuk 7 komoditi meliputi : 1) Traktor pertanian roda empat – Cara uji daya pada PTO 2) Traktor pertanian roda empat – Cara uji daya pada batang penarik (drawbar) 3) Mesin pengering biji-bijian tipe bak datar untuk gabah dan jagung
166
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab V: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2008
4) Kunci baut kepala lubang segi enam 5) Mesin pembubuk kopi tipe piringan (burr mill) 6) Mesin pengupas kulit kopi kering tipe silinder horizontal 7) Mesin penghancur bahan baku pupuk organik – syarat mutu dan cara uji. Penetapan ke 7 (tujuh) RSNI di atas merupakan permintaan dari produsen, konsumen dan perkembangan teknologi dan sudah dibahas dalam rapat konsensus. Selanjutnya melalui Pusat Standarisasi – BPPI RSNI tersebut diteruskan ke Badan Standarisasi Nasional untuk diproses lebih lanjut. h. Fasilitasi penerapan SNI Fasilitasi penerapan SNI dilakukan melalui bantuan penyediaan tenaga ahli untuk membimbing menyiapkan dokumen sistem manajemen mutu (salah satu persyaratan untuk mendapatkan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda - SNI (SPPT-SNI) dan memfasilitasi tenaga pengambil contoh produk yang akan di uji di laboratorium serta fasilitasi pengujian mutu produk pada tahap awal. Fasilitasi dilakukan pada 4 (empat ) perusahaan yang bergerak di bidang logam dan permesinan yaitu : 1) PT. Baja Kurnia - industri pengecoran logam 2) PT. Teknik Utama - industri sambungan pipa 3) CV Target - industri peralatan kesehatan (kursi pasien) 4) UD. Setia Kawan - industri komponen perkapalan
C. Peningkatan kompetensi SDM Program ini dilakukan melalui kegiatan-kegiatan: 1.
Pelatihan TOT (Training of Trainer) kemasan dengan 35 peserta dari provinsi dan kab/kota seluruh Indonesia; pelatihan TOT teknologi pangan dengan 30 peserta dari provinsi dan kab/kota seluruh Indonesia.
2.
Pelatihan teknis pengolahan hasil laut di provinsi Gorontalo dengan j umlah peserta 30 orang, Pengolahan coklat 30 peserta dilaksanakan di Sulsel dan pengolahan buah-buahan di Kota Batu sebanyak 30 peserta.
3.
Pelatihan teknis produksi dan peningkatan desain kayu kelapa diikuti oleh 30 orang peserta.
4.
Pelatihan pengolahan limbah kayu dengan peserta 30 orang.
5.
Pelatihan teknis produksi pupuk organik dengan peserta 50 orang.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
167
Bab V: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2008
6.
Pelatihan Fasilitator HKI tingkat pemula dengan peserta yang berasal dari aparat IKM provinsi, kabupaten/kota dan pusat dengan j umlah sebanyak 25 orang.
7.
Pelatihan operator dan pengelola UPT di Bandung serta magang di Tegal-Jawa Tengah dan PT Pindad Bandung. Dilakukan pula penyusunan pedoman yang sosialisasinya dilaksanakan sekaligus pada waktu Rapat Koordinasi UPT di Tegal, Jawa Tengah.
8.
Pelatihan Fasilitator QS-9000 dan ISO 16949 untuk IKM Komponen dilakukan dalam 3 (tiga) paket yaitu : a. Pelatihan tingkat dasar (tingkat awareness) yang diikuti oleh 30 orang. b. Pelatihan tingkat intermediate yang diikuti oleh 25 orang peserta yang sama dengan peserta tingkat dasar (lanjutan). c. Pelatihan tingkat auditor internal yang diikuti oleh 22 orang dari peserta yang sama pada tingkat intermediate. Pada tahap akhir dilakukan ujian tertulis dan peserta yang dinyatakan lulus sebagai auditor internal berjumlah 20 orang, sebagai berikut: i) Peserta pelatihan berasal dari IKM komponen logam dan elektronika yang merupakan vendor dari Agen Tunggal Pemegang merek (ATPM) ii) Pelaksana pelatihan dilakukan oleh konsultan yang bergerak di bidang ISO/TS 16949 yaitu PT Bika Solusi Perdana
9.
Pelatihan Computer Aided Design (CAD) dan Computer Aided Machine (CAM) bagi para operator alat dan mesin di UPT logam dan para pengusaha IKM logam agar mampu membuat gambar teknik dengan menggunakan komputer dan menterjemahkan gambar teknik melalui peralatan CNC untuk membuat produk sesuai dengan yang diinginkan. Pelatihan dilakukan di Semarang, diikuti oleh para operator UPT logam dan oleh para pengusaha IKM logam di Jawa Tengah sebanyak 30 orang.
10. Pelatihan Tool Dies and Mould (TDM) diberikan kepada para operator alat dan mesin di UPT logam dan para pengusaha IKM l ogam agar mereka dapat membuat mould and dies menggunakan alat dan mesin modern, seperti CNC, mesin bubut, wire cut dll. Hampir semua industri logam, ektronika, fibre glass, plastik, alumunium dll membutuhkan mould an dies (cetakan) untuk membuat produk. Pelatihan dilakukan di Tegal diikuti oleh para operator UPT logam dan oleh para pengusaha IKM logam di Jawa Tengah sebanyak 30 orang. 11. Pelatihan Wira Usaha Baru (WUB) Information and Communication Technology (ICT) diberikan kepada para IKM elektronika di Bandung dan para lulusan S-1 Institut Tekonologi Telkom (ITT) agar mereka dapat tumbuh menjadi wirausaha baru di bidang elektronika. Pelatihan ini memanfaatkan UPT ICT yang ditempatkan di ITT Telkom Bandung. Pelatihan dilakukan di Bandung diikuti oleh 30 orang peserta. 168
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab V: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2008
12. Pelatihan sistem aplikasi keuangan 4 angkatan diikuti oleh 160 orang aparat Disperindag di 80 kabupaten/kota. 13. Sosialisasi aplikasi RKA-KL tahun 2008 bagi aparat penerima tugas pembantuan 2 angkatan diikuti oleh 80 orang aparat Disperindag kabupaten/kota. 14. Pengembangan Klaster IKM Batu Mulia dan Perhiasan Pada kegiatan ini dilakukan pelatihan casting perhiasan dalam rangka peningkatan kompetensi SDM IKM kerajinan perhiasan yang diikuti oleh 20 orang perajin dari Kota Yogyakarta. 15. Pengembangan Klaster IKM Kerajinan Anyaman Pada kegiatan ini telah dilakukan pelatihan teknik desain dan teknik produksi bagi 20 perajin anyaman di Kab/Kota Tasikmalaya. Hal ini dimaksudkan dalam rangka implementasi dari rencana aksi pengembangan klaster dalam peningkatan kompetensi SDM IKM Kerajinan Anyaman di bidang desain dan teknik produksi. 16. Pengembangan Klaster IKM Gerabah/Keramik Hias Telah dilakukan pelatihan teknik produksi dan teknik desain gerabah/keramik hias yang dilaksanakan di Kab. Bantul-DIY dan Kab. Lombok Barat-NTB. Masing-masing pelatihan diikuti oleh 25 perajin gerabah/keramik hias, kegiatan ini dimaksudkan dalam rangka pengembangan klaster dalam peningkatan kompetensi SDM IKM gerabah/keramik hias dalam bidang desain dan teknik produksi. 17. Pembinaan KUB Wanita Industri Kecil 18. Dalam rangka mendukung pengembangan KUB Wanita Industri Kecil telah dilakukan pelatihan motivator KUB yang diikuti oleh 30 orang peserta dari provinsi: Sumut, Jambi, Sumbar, Sumsel, Lampung, Bengkulu, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Maluku Utara. 19. Dalam rangka mempersiapkan IKM Pontren untuk menjadi wirausaha yang handal maka telah dilakukan pelatihan Creation of Enterprises through Formation of Enterpreneur (CEFE) pada bulan Juli 2008 kepada 30 orang peserta IKM Pontren dari 24 provinsi di Cisarua – Bogor. 20. Dalam rangka Pengelolaan keuangan SAP/SAI – telah dilaksanakan pelatihan sebanyak 4 (empat) angkatan bagi 80 kabupaten/kota dengan jumlah peserta 159 orang. 21. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Pengadaan Barang dan Jasa, telah dilaksanakan pelatihan sebanyak 4 (empat) angkatan bagi 160 peserta dari berbagai kabupaten/kota. 22. Telah dilaksanakan diklat kemampuan profesi bagi aparat. 23. Pelatihan Ketrampilan Teknis Tingkat Lanjutan bagi PFPP (Bali, Medan, Makassar).
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
169
Bab V: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2008
24. Dalam rangka mendukung pengembangan Klaster IKM telah dilaksanakan pelatihan fasilitator klaster pada tanggal 28 Nopember sampai dengan 1 Desember 2008 bertempat di Hotel Graha Dinar – Bogor dengan jumlah peserta 33 orang yang berasal dari 26 provinsi. D. Program Menjamin Ketersediaan Bahan Baku Program penjaminan ketersediaan bahan baku dilakukan melalui kerja sama dengan instansi terkait seperti Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah pemgembangan Terminal Kayu di kawasan Temanggung Tilung di Palangkaraya - Kalimantan Tengah. Selain itu dilakukan upaya menjaga ketersediaan bahan baku dengan mengupayakan melarang ekspor bahan mentah rotan E. Pengembangan Kelembagaan Bisnis/Usaha Program ini dilakukan dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Pengembangan dan penguatan IKM makanan ringan melalui pendekatan klaster di Provinsi Jabar, Jateng dan Jatim; 2. Kegiatan bimbingan dan penerapan SNI melalui pengembangan dan peningkatan IKM garam rakyat/konsumsi melalui pendekatan klaster di Provinsi Jateng, Jatim dan Sulsel masing-masing 30 peserta serta sertifikasi SNI kepada 6 IKM garam rakyat serta bantuan mesin peralatan IKM garam di Kab. Rembang - Jateng; 3. Bantuan mesin peralatan IKM makanan ringan di Kab. Ciamis – Jabar, Sidoarjo – Jatim, dan Magelang – Jateng; temu bisnis IKM pengolahan buah-buahan di kota Batu – Jatim sebanyak 30 orang peserta dan bantuan mesin peralatan pengolahan buah-buahan; 4. Pelatihan pengolahan hasil laut di Kab. Bone Bolango – Gorontalo diikuti oleh 30 orang peserta dan bantuan mesin peralatan pengolahan hasil laut serta pengolahan coklat/kakao di Kota Palopo – Sulsel diikuti oleh 30 orang peserta dan bantuan mesin peralatan pengolahan coklat; 5. Pendampingan APEC Automotive Dialogue, Program ini dilakukan dengan mengikuti sidang APEC Automotive Dialogue khususnya tentang pembentukan kelompok kerja IKM otomotive (SME – WG). Dipresentasikan keinginan Indonesia tentang perlunya pengembangan daya saing industri kecil komponen otomotif melalui pendampingan tenaga ahli dan perkenalan institusi (capacity building). Disamping itu diusulkan adanya kerja sama pemasaran antara perusahaan otomotif besar dengan suplier komponen dari negara berkembang.
170
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab V: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2008
F. Program Dukungan Pembiayaan Untuk membantu memperkuat kemampuan pembiayaan IKM, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR ini disalurkan oleh 6 (enam) Bank yaitu Bank Mandiri, BNI, BRI, Bukopin, BTN, dan Bank Syariah Mandiri dengan melibatkan PT. Askrindo dan PT. Jamkrindo sebagai Lembaga Penjamin. Sampai dengan akhir Oktober 2008 realisasi KUR telah mencapai Rp. 10,96 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 1.329.251 nasabah. Untuk mempercepat realisasi penyaluran KUR, telah dilaksanakan Sosialisasi kepada para Pengusaha IKM di Banjarmasin - Kalimantan Selatan, di Kab. Musi Banyuasin – Sumatera Selatan, di Yogyakarta dan di Kab. Garut – Jawa Barat. G. Promosi dan Pemasaran, Informasi Serta Pengembangan Jaringan Usaha Program ini dilakukan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Pengembangan website IKM yang beralamat di http://ikm.depperin.go.id, desain, tampilan maupun isi konten yang berkaitan dengan hasil-hasil pengembangan IKM dirubah dengan tampilan baru serta meng update informasi-data, sedangkan pada website IKM http://www.smallindustry-indonesia.com hasil kerja sama dengan Mitsubishi Corp yang merupakan informasi perusahaan IKM yang telah mengikuti pelatihan dan membuat website IKM. Jumlah perusahaan IKM yang mengisi website ini merupakan kumulatif peserta/perusahaan IKM dari tahun 2006 sampai tahun 2008. Untuk tahun 2008 telah dilaksanakan pelatihan di 9 provinsi yaitu Jabar, Jateng, DI. Yogyakarta, Jatim, Sulsel, Sumut, Sumsel, DKI Jakarta dan Bali dengan jumlah masing-masing peserta 25 orang/perusahaan IKM; 2. Informasi pembuatan leaflet. Pembuatan leaflet 3 macam yaitu desain kemasan, desain merek dan profil klinik; 3. Evaluasi dan pelabelan bantuan mesin peralatan IKM KBB tahun 2003 – 2005 sebanyak 1.998 unit 4. Pencetakan Buku Panduan Pendataan IKM tahun 2005; 5. Penyusunan 50 profil sentra IKM; 6. Penerbitan majalah GEMA-IKM sebanyak 3 kali, masing-masing sebanyak 2.000 eksemplar; 7. Pelaksanaan Pameran Plaza Industri dan Produk Budaya Indonesia, yaitu : a. Pekan Produk Budaya Indonesia (PPBI) 2008 Kegiatan ini dalam rangka meningkatkan komitmen, sinergi dan keterpaduan langkah para pemangku kepentingan dalam mengembangkan ekonomi kreatif bangsa Indonesia berbasis warisan budaya sebagai kekuatan ekonomi nasional yang handal, LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
171
Bab V: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2008
dalam rangka pengentasan kesejahteraan rakyat,
kemiskinan
dan
peningkatan
Kegiatan utama dalam PPBI 2008 terdiri dari pameran, konvensi, dan gelar budaya nasional, yang dilaksanakan pada tanggal 4 – 8 Juni 2008 di Convention Centre Jakarta; Kegiatan pameran diikuti oleh 799 peserta yang menampilkan produk industri kreatif dari seluruh Indonesia; Kegiatan konvensi meliputi: 1) Seminar, dialog dan lokakarya 2) Pelatihan 3) Klinik konsultasi bisnis dan klinik konsultasi HKI 4) Anjungan perguruan tinggi dan sekolah 5) Anjungan pembiayaan Kegiatan gelar seni dan budaya menampilkan: 1) Pagelaran tari daerah 2) Pagelaran musik daerah 3) Pagelaran seni teater 4) Pagelaran busana daerah 5) Pertunjukan film 6) Pameran dan lelang lukisan. b. Klinik pengembangan desain melaksanakan dan berpartisipasi dalam pameran PPBI di Balai Sidang – Jakarta; Sulawesi Tengah Expo di Balai Sidang – Jakarta; Pameran Musabaqoh Tilawatil Qur’an di Serang – Banten; pameran kearsipan lokal perempuan Indonesia menuju ketahanan pangan keluarga di Balai Kartini – Jakarta; pencetakan desain kemasan dan merek dengan memfasilitasi cetakan kemasan yang sudah diperbaiki desainnya yang diberikan kepada IKM yang potensial dalam rangka uji coba pasar sebanyak 27 IKM, Bimbingan dan konsultasi di 10 provinsi (Sumbar, NTB, Sulut, Gorontalo, Kepri, Kalbar, Kalsel, Bali, Riau dan Jambi) masing-masing diikuti oleh 20 peserta IKM; pameran perhiasan di Surabaya, diikuti oleh 18 IKM; Trade Indonesia Expo (PPE) di Jakarta, diikuti oleh 21 IKM; Pameran di Plaza Pameran Industri di Gedung Dep. Perindustrian Jakarta, diikuti oleh 500 IKM, dilaksanakan setiap bulan 1 – 2 kali pameran; pameran perhiasan mutu manikan di Jakarta, diikuti oleh 32 IKM; partisipasi pameran dalam negeri (Trade expo Indonesia dan Jakarta Furniture Indonesia) dengan peserta 15 IKM.
172
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab V: Pengembangan Industri Kecil dan Menengah Tahun 2008
c. Partisipasi pameran di luar negeri yaitu : 1) Pameran 1st Indonesia Expo di Warsawa, Polandia pada tanggal 8 – 10 Mei 2008 yang diikuti oleh 18 IKM 2) Ambiente Frankfurt, Germany, dikuti oleh 7 IKM 3) Hongkong Internasional Jewellery Fair di Hongkong pada bulan September 2008, diikuti oleh 12 IKM 4) Indonesia Expo Australia, diikuti oleh 8 IKM 5) China International Small & Medium Enterprises Fair (CICMRF) di Guangzhou, China diikuti 20 IKM 6) Partisipasi pameran produk kayu di luar negeri (Shenzhen dan Valencia) dengan peserta sebanyak 15 IKM Furniture kayu
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
173
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
BAB VI RENCANA PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2009
6.1.
Permasalahan yang Dihadapi Industri pada Tahun 2009 Dalam melaksanakan pembangunan industri nasional beberapa kendala dan permasalahan yang akan mempengaruhi pelaksanaan Rencana Kerja 2009 dapat dijelaskan sebagaimana uraian berikut. A. Krisis Keuangan Global telah Mempengaruhi Kondisi Ekonomi Nasional. Krisis keuangan AS yang diawali oleh pemberian kredit yang sangat ekspansif tetapi mengalami gagal bayar kembali sehingga menyebabkan lembaga-lembaga keuangan (bank, lembaga penjaminan) mengalami kerugian yang sangat substansial. Kerugian ini telah menyebabkan hilangnya kepercayaan lembaga keuangan dan pasar keuangan internasional, yang pada akhirnya berdampak pada seluruh negara dengan sistem keuangan (investasi, perdagangan, dll) yang terkait dengan pasar keuangan global, termasuk Indonesia. Karena masifnya kerusakan sistem keuangan mengakibatkan keringnya likuiditas USD di pasar modal. Hal tersebut mengakibatkan kompetisi yang tinggi untuk merebut kapital di pasar modal (menyebabkan suku bunga naik, biaya modal naik). Kondisi tersebut mendorong terjadinya resesi di AS, Eropa dan negara-negara maju lain, yang notabene merupakan pasar barang ekspor Indonesia. Akibatnya negara-negara yang mengekspor ke negara-negara tersebut ekspornya akan cenderung menurun, serta tekanan impor meningkat, sehingga dampaknya terhadap berbagai kawasan cukup besar. Walaupun demikian, pengaruh krisis global masih heterogen dan masih ada kawasan yang cukup resilient, terutama negara yang memiliki pasar domestik yang besar, yang sedang tumbuh seperti China, India atau Indonesia. Di Indonesia keadaan yang diuraikan di atas telah menyebabkan capital outflow dari SBI, SUN dan pasar modal sehingga likuiditas USD di pasar modal mulai mengering, rupiah terdepresiasi, dan ekspor mulai menampakkan tanda-tanda terancam menurun. Walaupun Pemerintah berkeyakinan bahwa perkembangan perekonomian pada tahun 2008 aman, namun keadaan makro pada tahun 2009 diproyeksikan akan lebih berat, karena dampak krisis akan mulai terasa secara signifikan oleh Indonesia pada awal tahun depan. Untuk itu diperkirakan LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
175
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
perekonomian Indonesia hanya akan tumbuh sekitar 4,5 persen – 5,5 persen dan ekspor tumbuh di bawah posisi tahun 2008. B. Resesi Global Akan Mempengaruhi Industri. Keadaan ekonomi global dan memberatnya perekonomian Indonesia tahun depan akan secara langsung harus dihadapi pula oleh industri. Selama tiga tahun terakhir ekspor Indonesia masih menunjukkan kecenderungan meningkat sebesar 15,4 persen pertahun, namun trend pada tahun 2008 terlihat ekspor mulai berfluktuasi sangat tinggi dan memperlihatkan indikasi pertumbuhan menurun. Pada tahun 2007 dan tahun 2008 sekitar 45 persen ekspor produk industri didominasi oleh 11 (sebelas) produk industri, yaitu TPT (7 persen), mesin-mesin (11 persen), kendaraan dan bagiannya (2 persen), produk besi dan baja (2 persen), barang dari kayu (3 persen), alas kaki (1 persen), kertas dan barang dari kertas (4 persen), bahan kimia organik (2 persen), minyak sawit (9 persen), perabot dan peralatan rumah tangga (2 persen) serta plastik dan barang dari plastik (2 persen). Negara tujuan ekspor non migas utama adalah Jepang (14 persen), Amerika Serikat (12 persen), Singapura (10 persen), China (7 persen), India (5 persen), Malaysia (5 persen), Korea Selatan (4 persen), Belanda (2 persen), Thailand (3 persen) dan Taiwan (3 persen). Ekspor Indonesia ke sepuluh negara tersebut mencapai kurang lebih 66 persen. Terjadinya krisis keuangan pada negara-negara tujuan ekspor Indonesia pada akhirnya akan mempengaruhi sektor industri. Bagi industri-industri pengekspor, akan terjadi persaingan dalam memperebutkan pasar dimana saja, akibat dari melemahnya pasar Amerika Serikat, Uni Eropa dan Jepang. Produk-produk yang diduga akan terkena dampak cukup serius yaitu TPT, produk karet, produk kayu, pulp dan kertas, minyak sawit, serta produk-produk logam. Sementara itu industri-industri yang mengandalkan pasar dalam negeri, pelemahan permintaan di negara-negara maju akan menimbulkan kecenderungan negara-negara pengekspor mengalihkan pasarnya ke wilayah lain yang cukup besar dan sedang tumbuh, termasuk Indonesia. Produk-produk yang dikhawatirkan akan dilempar ke Indonesia yang berasal dari China dan negara-negara Asia pengekspor lainnya yaitu TPT, baja, elektronik, keramik, makanan dan minuman, produk-produk kayu, dan produk elektronika konsumsi tentunya. Industri-industri yang semula diperkirakan akan ekspansi dikhawatirkan akan menunda rencana perluasan. Industri-industri dimaksud di antaranya baja, semen, petrokimia, alas kaki, otomotif, dan komponennya, serta terganggunya program restrukturisasi industri. Selain terganggunya pasar ekspor seperti yang diuraikan, turunnya pertumbuhan perekonomian Indonesia akibat kesulitan likuiditas yang dialami lembaga keuangan Indonesia dan sektor riil akan menurunkan kegiatan bisnis sehingga menurunkan daya beli masyarakat dan pada gilirannya akan menurunkan pertumbuhan sektor industri. 176
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
Selain itu sejumlah permasalahan mendasar pada tataran makro industri, mikro industri, infrastruktur penunjang industri masih merupakan pekerjaan rumah yang belum dapat diselesaikan secara tuntas. Permasalahan mendasar dimaksud yaitu: 1. Di tingkat Makro Industri. a. Masih adanya ekonomi biaya tinggi; b. Kesenjangan pembangunan daerah dan antar daerah. c. Lemahnya penguasaan teknologi dan penguasaan R&D. d. Insentif fiskal yang tidak bersaing dibanding dengan negara pesaing di kawasan. e. Suku bunga yang telah tinggi akan semakin tinggi. 2. Di tingkat Meso Industri. a. Belum kuatnya peran IKM. b. Penurunan kinerja di beberapa cabang industri terutama cabang Industri Kayu dan Produk Kayu, serta TPT. c. Keterbatasan populasi industri berteknologi tinggi. d. Terbatasnya kemampuan berproduksi barang setengah jadi dan komponen. e. Ketergantungan ekspor hanya pada beberapa komoditi dan beberapa negara tujuan. f. Terbatasnya jumlah merek lokal. 3. Di tingkat Mikro Industri. a. Terbatasnya pasokan bahan baku dan energi. b. Tingginya impor bahan baku dan penolong. c. Terbatasnya penerapan standardisasi. d. Belum optimalnya kapasitas produksi. e. Terbatasnya penguasaan pasar domestik. f. Tingginya penyelundupan. 4. Infrastruktur Penunjang Industri. a. Keterbatasan infrastruktur (jaringan jalan, pelabuhan, kereta api, listrik, dan pasokan gas). b. Birokrasi yang belum pro-bisnis (menyebabkan ekonomi biaya tinggi). c. Masalah perburuhan serta peraturan di bidang Ketenagakerjaan. d. Masalah kepastian hukum.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
177
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
C. Pembangunan Industri di Daerah Masih Mengalami Kendala. Pembangunan Industri di daerah yang diharapkan dapat mendorong penyebaran industri ke seluruh pelosok tanah air ternyata masih menemui berbagai hambatan. Beberapa permasalahan mendesak yang masih menghadang antara lain: 1. Lemahnya infrastruktur listrik, air dan sistem transportasi. 2. Terbatasnya kualitas sumber daya manusia. 3. Potensi sumber daya yang dimiliki daerah belum dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan baku industri. 4. Iklim usaha dan investasi daerah yang kurang kondusif. 5. Belum sinerginya kerja sama antar daerah yang memiliki potensi sejenis. Krisis keuangan global, penurunan ekspor industri, turunnya ekspansi kredit, serta melemahnya daya beli masyarakat akan mengakibatkan perlambatan ekspansi dan pertumbuhan industri. Berdasarkan perkembangan beberapa komoditi terkini, maka yang perlu dicermati pertumbuhannya meliputi cabang industri TPT; industri alat angkut, mesin dan peralatan; industri pupuk, kimia dan barang dari karet; serta barang kayu dan hasil hutan. 6.2.
Rencana Pengembangan Industri Tahun 2009 A. Sasaran Kualitatif Pengembangan Industri Dalam memperhitungkan sasaran makro pengembangan industri perlu diketahui faktor pendorong dan faktor penghambat pertumbuhan. Faktor-faktor yang mendorong meningkatnya pertumbuhan industri, yaitu: 1. Siklus musiman yang setiap Triwulan-III meningkat dibanding Triwulan sebelumnya. Fenomena siklus musiman ini biasanya mengikuti pencapaian target tahunan; 2. Pasar domestik yang cukup besar; 3. Diperkirakan mulai efektifnya pemberantasan penyelundupan yang akan berdampak pada meningkatnya permintaan terhadap produksi industri dalam negeri; 4. Pertumbuhan konsumsi yang biasanya meningkat pada Triwulan-III dan Triwulan-IV akibat awal sekolah, hari raya; dan pesanan ekspor yang meningkat menjelang Natal dan Tahun Baru. Sedangkan faktor-faktor yang potensial menurunkan pertumbuhan industri, yaitu: 1. Krisis keuangan Amerika Serikat, Eropa dan negara-negara lainnya yang telah berdampak pada menurunnya ekspor dan keringnya likuiditas modal;
178
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
2. Melambatnya pertumbuhan ekspor akibat perlambatan perekonomian dunia, masih rendahnya harga beberapa komoditas di tahun 2009, meningkatnya kompetisi dengan negara pesaing seperti China, Thailand, dan Vietnam serta kinerja ekpor Indonesia tahun sebelumnya; 3. Kebijakan Bank Indonesia yang menahan laju pemberian kredit terutama kredit konsumsi khususnya di sektor usaha properti, hal ini disebabkan karena kurangnya likuiditas, khususnya US dollar. Dampak pembatasan kredit mengakibatkan pelambatan ekspansi dan pertumbuhan industri. Secara lebih rinci perkiraan kondisi cabang-cabang industri pada tahun 2009 digambarkan oleh kondisi sebagai berikut: a. Industri Makanan, Minuman, & Tembakau diperkirakan akan mengalami kelesuan permintaan karena penurunan daya beli masyarakat; tetapi turunnya harga BBM akan cukup membantu peningkatan permintaan. b. Industri Tekstil, Barang Kulit, & Alas Kaki mengalami pertumbuhan negatif karena lesunya permintaan pasar Amerika dan Uni Eropa; namun apabila pengendalian impor dan penyelundupan, dan pemberian fasilitas PPN-DTP berhasil baik pertumbuhan negatif diharapkan bisa lebih kecil. c. Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan, mengalami pertumbuhan negatif karena sulitnya pasokan bahan baku dan menurunnya permintaan pasar ekspor; namun dengan berkurangnya subsidi China pada industri-industri ini akan membuka kesempatan lebih luas industri Indonesia untuk mengekspor ke pasar Eropa. d. Industri Kertas & Barang Cetakan, mengalami kelesuan permintaan pasar, disamping sulit dan mahalnya bahan baku; namun diperkirakan pada awal tahun depan permasalahan hukum terhadap pabrik-pabrik kertas di Riau tentang illegal logging telah dapat diatasi, sehingga mampu kembali meningkatkan kinerja produksi pabrik-pabrik tersebut e. Industri Pupuk, Kimia, & Barang dari Karet, mengalami kelesuan permintaan pasar disamping harga internasional yang menurun, terbatasnya pasokan dan mahalnya harga bahan baku (gas); namun pemerintah akan memprioritaskan penyediaan gas bagi pabrikpabrik pupuk sehingga kelangkaan bahan baku pabrik pupuk dapat diatasi f. Industri Semen & Bahan Galian Non Logam, mengalami penurunan permintaan dari sektor properti dan permintaan dari luar Jawa, namun program pembangunan infrastruktur yang akan diintensifkan oleh pemerintah dapat memperbaiki kondisi permintaan semen dan bahan bangunan. g. Industri Logam Dasar, Besi, dan Baja, mengalami kelesuan permintaan pasar, dan memiliki persediaan bahan baku yang dibeli pada saat harga tinggi, padahal harga produk akhir menurun tajam; LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
179
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
namun bila program pengendalian penyelundupan dan impor berjalan baik, program infrastruktur terealisasikan serta pemberian fasilitas PPN-DTP akan banyak membantu meningkatkan daya saing industri besi baja. h. Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatan, mengalami penurunan tingkat permintaan akibat ketatnya likuiditas dan melemahnya daya beli masyarakat pada kuartal I tahun 2009. Beberapa perusahaan memperkuat kemampuan leasing company dan membagi bebanbeban biaya modal kerja ke berbagai pihak (suplier, distributor dan pembeli) akan memperkuat kembali kemampuan penjualan produk industri kendaran roda dua. Selain itu fasilitas BM-DTP dan PPNDTP akan banyak membantu meningkatkan daya saing industri. i.
Industri Barang Lainnya, pertumbuhannya tidak meningkat karena lesunya permintaan pasar, namun turunnya harga BBM akan cukup membantu.
Dampak negatif krisis global diperkirakan baru akan mereda sekitar 3-4 kwartal ke depan, sehingga sejak saat ini perlu dilakukan program yang dapat mengurangi akibat krisis tersebut. Hasil perhitungan dengan mempertimbangkan berbagai kendala yang akan dihadapi pada tahun 2009 mendatang menunjukkan bahwa Industri pada tahun 2009 hanya akan mampu tumbuh antara 3,6% sampai dengan 4,6% yang rinciannya menurut cabang-cabang industri dapat dilihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Sektor Industri Tahun 2008 dan Tahun 2009 (Persen) SITC
Cabang Industri
2005
2006
2007
Prognosa
2009
2008
Moderat
Optimis
31
Makanan, Minuman, & Tembakau
2,8
7,2
5,1
3,2
3,0
4,1
32
Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki
1,3
1,2
(3,7)
(2,5)
(2,2)
(1,0)
33
Barang Kayu dan Hasil Hutan
(0,9)
(0,7)
(1,7)
(0,1)
(0,2)
0,6
34
Kertas & Barang Cetakan
2,4
2,1
5,8
3,9
2,0
3,0
35
Pupuk, Kimia & Barang dari Karet
8,8
4,5
5,7
1,0
1,0
2,0
36
Semen& Bahan Galian Non Logam
3,8
0,5
3,4
(1,5)
(1,0)
1,0
37
Logam Dasar, Besi dan Baja
(3,7)
4,7
1,7
3,1
1,0
2,0
38
Alat Angkut, Mesin dan Peralatan
12,4
7,6
9,7
11,6
7,7
8,7
39
Barang Lainnya
2,6
3,6
(2,8)
(3,2)
(3,0)
(1,0)
Total Industri Non Migas
5,9
5,3
5,2
4,8
3,6
4,6
Sumber : BPS diolah Depperin
180
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
B. Sasaran Kualitatif Pengembangan Industri Dengan memperhatikan Tema Pembangunan Nasional tahun 2009 serta berbagai masalah dan tantangan pokok pengembangan industri yang dihadapi, maka tema pengembangan industri pada tahun depan ditetapkan sebagai berikut: “Peningkatan Daya Tahan Industri Nasional dan Pengembangan Kompetensi Inti Industri Daerah”. Sasaran Kualitatif Pembangunan Sektor Industri tahun 2009 selanjutnya dijabarkan untuk mendukung pencapaian hasil sebagaimana ditetapkan dalam tema tersebut, yakni: 1. Meningkatnya daya tahan industri manufaktur ditandai oleh mampunya industri manufaktur bertahan pada kondisi krisis global pada saat ini serta mampunya produk-produk industri dalam negeri mengisi pangsa pasar di dalam negeri. 2. Mampu bertahan bahkan meningkatnya volume dan nilai ekspor produk manufaktur. 3. Meningkatnya penerapan standardisasi dan teknologi bagi industri manufaktur. 4. Meningkatnya kemampuan fasilitasi pengembangan klaster industri prioritas. 5. Meningkatnya kemampuan sumberdaya manusia baik di daerah maupun di pusat serta dunia usaha khususnya industri kecil dan menengah (IKM). Dalam rangka mewujudkan sasaran di atas, arah kebijakan bagi peningkatan daya saing industri manufaktur pada tahun 2009 difokuskan pada tiga upaya sebagaimana berikut: Pertama, upaya peningkatan daya tahan dan daya saing industri yang akan dicapai melalui upaya: 1. Perbaikan iklim usaha dalam rangka ketahanan dan pembangunan industri baru maupun perluasan usaha pengoperasiannya di seluruh rantai pertambahan nilai. Perbaikan iklim usaha akan diarahkan pada langkah-langkah untuk membantu industri dalam mengatasi permasalahan krisis ekonomi; upaya-upaya untu menghilangkan berbagai hambatan lain yang memperlambat pertumbuhan; serta berbagai peraturan yang mendukung. 2. Peningkatan koordinasi lintas sektor dan para pemangku kepentingan guna: (a) melanjutkan pengembangan 10 klaster industri inti yang tertuang dalam RPJM Nasional 2004-2009; (b) melanjutkan pengembangan industri terkait dan penunjang kesepuluh klaster industri inti tersebut; dan (c) membina kemampuan penguasaan teknologi industri, termasuk upaya peningkatan efisiensi penggunaan energi. 3. Pengembangan penggunaan energi alternatife, yang berbasis bahan baku nabati melalui optimalisasi 20 pabrik. 4. Program restrukturisasi permesinan bagi industri, seperti industri tekstil dan produk tekstil (TPT); industri alas kaki; industri gula.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
181
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
5. Penyediaan layanan teknis dan manajemen dalam rangka akses teknologi produk maupun proses produksi, seperti pengukuran presisi, pengkalibrasi data, pengujian material, dan lain-lain; serta 6. Fasilitasi penguatan pasar internasional dan produk-produk industri untuk mendorong pengembangan industri berorientasi ekspor. Kedua, upaya peningkatan kapasitas industri melalui: 1. Peningkatan investasi industri baik dalam 10 klaster industri inti, klaster pendukung, maupun klaster penunjangnya; 2. Peningkatan penggunaan produksi dalam negeri, melalui promosi dan dukungan fasilitasi; 3. Pengembangan pilot proyek pengembangan industri; 4. Pemberdayaan industri kecil dan menengah dengan: (a) melanjutkan pemberdayaan dan pembinaan langsung dalam rangka pengembangan klaster industri di daerah; (b) melanjutkan revitalisasi sentra-sentra industri kecil termasuk UPT daerah; dan (c) pengembangan IKM unggulan daerah melalui pendekatan onevillage-one-product (OVOP); 5. Pengembangan industri berbasis agro untuk penguatan daya saing daerah melalui fasilitasi pengembangan nilai tambah komoditi ekspor primer; 6. Pembinaan dan pemanfaatan teknologi pengembangan produk substitusi pangan.
industri
melalui
Ketiga, upaya peningkatan peran faktor pendukung pengembangan industri, melalui: 1. Pengembangan teknologi baru yang siap diterapkan di industri; 2. Perluasan penerapan standardisasi, akreditasi dan pengendalian; 3. Peningkatan standardisasi melalui penyusunan Rancangan SNI; 4. Membangun kawasan industri khusus, bekerja sama dengan Pemerintah Daerah; 5. Pengembangan kapasitas aparatur perindustrian.
diklat
serta
peningkatan
kapasitas
C. Kegiatan Prioritas Tahun 2009 Sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2009 dan Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan Nomor: 0081/M.PPN/04/2008 dan SE 357/MK/2008 tanggal 4 April 2008, telah ditetapkan Kegiatan Prioritas Pembangunan Industri Tahun 2009, sebagaimana tersaji dalam Tabel 6.2.
182
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
Tabel 6.2 Kegiatan Prioritas Departemen Perindustrian Tahun 2009 NO
NAMA PROGRAM/KEGIATAN
KELUARAN
Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah 1
Pengembangan IKM Unggulan Daerah
2
Revitalisasi sentra-sentra IKM dan fasilitasi layanan UPT
Pembinaan IKM dengan metode OVOP di 33 provinsi, 80 kab/kota 20 sentra dan 40 UPT
Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri 3 4 5 6 7
Peningkatan Standarisasi Industri Pembinaan dan Pemanfaatan Teknologi Industri Pengembangan Teknologi Baru dan Aplikasi ke Industri Penerapan standarisasi, akreditasi, sertifikasi, dan peningkatan mutu Pengembangan Industri Bahan Bakar Nabati
Penyusunan 152 Rancangan SNI Pengembangan 10 Produk Substitusi Pangan 4 Teknologi. Penerapan di 100 Perusahaan Optimalisasi 20 Unit Pengolahan (Pabrik)
Program Penataan Struktur Industri 8
Peningkatan Iklim Usaha Industri melalui Fasilitasi Industri Prioritas
9
Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri
10 11
6.3
Fasilitasi Pengembangan Kawasan Industri Khusus Restrukturisasi Permesinan Industri
Fasilitasi pemerintah terhadap 30 klaster industri dan Pengembangan Kompetensi Inti Industri Daerah (70 Kab./Kota) Penyediaan data tingkat komponen dalam negeri (TKDN) bagi 300 produk dan penyelenggaraan 1 Pameran Produksi Indonesia Tk. Nasional. Fasilitasi Pembangunan 8 Kawasan, penyiapan pengembangan Kawasan 4 paket Restrukturisasi teknologi proses dan teknologi energi bagi 90 Perusahaan, meliputi: 1) Industri Tekstil dan Produk Tekstil 2) Industri Gula 3.Industri Alas Kaki
Hal-Hal yang Perlu Penanganan untuk Tahun 2009 A. Langkah-langkah Untuk Membantu Industri Mengatasi Permasalahan Krisis Ekonomi Dengan merujuk pada penjelasan tentang kondisi yang ada serta permasalahan yang dihadapi sektor industri tahun 2009, maka upaya yang dilakukan Departemen Perindustrian dalam mengatasi dampak krisis keuangan global dapat dijelaskan sebagaimana yang tertuang dalam Kerangka Program Pengamanan Sektor Industri seperti tersaji pada Gambar 6.1 serta penjelasan-penjelasannya secara singkat sebagai berikut.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
183
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
PENGAMANAN SEKTOR INDUSTRI
I. Penguatan Ekspor Produk Industri
II. Pengamanan Pasar asar
DN dan Peningk Peningkatkan Penggunaan Pro Produk Dalam Neg P3DN) Negeri (P3DN)
a
a Menjaga Daya Saing 1. Fasilitasi Umum
2. Trade Financing
3. Mengurangi Ekonomi Biaya Tinggi 4. Insentif Khusus b. Menjaga Akses Pasar 1. Penanggulangan Masalah (SOP dan Kebijakan/praktek negara pengimpor) 2. Negosiasi dan Lobi 3. Promosi yang Terarah
b
Pengamanan Pasar thd Gangguan Luar 1. Impor Ilegal 2. Trade Rem ed y me 3. Tarif 4. Tata Niaga Stimulasi Penggunaan Produk DN 1. Pembelanjaan Pemerintah dan BUMN 2. Penguatan dan Pembinaan Produsen Produk DN
III. Pengamanan Cabang Industri a 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Produk Industri Padat Karya dan Ekspor Makanan Minuman Furniture dan Komponen Tekstil dan Prod Tekstil Alas Kaki Elektronika Konsumsi Barang Kayu dan Hasil Hutan Kertas dan Barang Cetakan Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet Petrokimia Karet Semen Logam Dasar Besi dan Baja Non Ferro Alat Berat Mesin Telematika
b Industri Mendorong Pertumbuhan 1. Baja 2. Otomotif 3. Barang Galian Non Logam 4. Galangan Kapal 5. Tabung Gas c. 1. 2. 3.
Industri Kecil dan Menengah Perluasan Akses Pembiayaan Perluasan Akses Pasar Peningkatan Kapasitas SDM
Gambar 6.1 Kerangka Program Pengamanan Sektor Industri
1. Penguatan Ekspor Produk Industri a. Menjaga daya saing 1) Fasilitasi Umum : a) Meninjau kembali kenaikan tarif THC. b) Mempercepat pembangunan Jalan dari dan ke pelabuhan. c) Mendorong terlaksananya pembangunan dry port di kawasan industri PT. Jababeka Cikarang-Bekasi. d) Kebijakan Fiskal:
184
Menurunkan PPn-BM produk elektronik tertentu
Memberikan fasilitas BMD-TP untuk komoditi impor tertentu
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
Mengoptimalisasikan subsidi pupuk dengan menambah 200.000 ton Urea subsidi untuk mengatasi kelangkaan
Melakukan tindakan safeguard: a.l. Garmen, LHE
e) Kebijakan lainnya:
Menggunakan CPO sebagai biofuel
Meningkatkan Kegiatan Pariwisata Inbound dan Pengendalian Outbound
Melaksanakan program pemberdayaan UMKM
Mengoperasionalkan SKB 4 Menteri tentang upah tenaga kerja
melalui
Program
f) Menyesuaikan tarif BM Komoditi Manufaktur g) Menambahkan jumlah komoditi impor yang diperlakukan ketentuan tata niaga IT dan pelabuhan tertentu 2) Fasilitasi Trade Financing : a)
Memberikan garansi Post-shipment Financing.
b)
Mengoptimalisasikan skema kredit ekspor (Pelonggaran Tataniaga Ekspor)
c)
Mempercepat terbentuknya lembaga pembiayaan ekspor.
d)
Mewajibankan penggunaan L/C untuk ekspor komoditi tertentu.
e)
Mengefektifkan mekanisme imbal-beli (Counter Purchase) untuk proyek-proyek pemerintahan dan BUMN
f)
Mengoptimalisasikan penggunaan Jasa Pelayaran/ Kapal Berbendera Indonesia
3) Mengurangi Ekonomi Biaya Tinggi : a) Mempercepat restitusi PPN dan bea masuk. b) Menyediakan Pasokan Listrik, Gas dan Batu Bara (DMO). c) Mengurangi biaya-biaya pengurusan di pelabuhan (contoh Terminal Handling Charge/ THC), Perluasan implementasi NSW ekspor 4) Memberikan Insentif Khusus b. Menjaga akses pasar. 1) Meningkatkan jumlah misi dagang 2) Melakukan negosiasi dan lobi untuk memperkuat distribusi (pemanfaatan ritel dan perdagangan internasional) dalam bentuk fasilitasi MoU antara IKM dengan retail global (Carrefour Perancis, Delhaize Belgia, Maruzen dan Takasimaya Jepang)
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
185
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
untuk pemasaran produk-produk IKM keseluruh dunia, serta mengikutsertaan IKM di pameran internasional. 3) Melakukan promosi yang terarah, yaitu menggalakkan promosi ke pasar-pasar berpotensi: a) Emerging market di Asia (RRT, India, Korea, Taiwan, ASEAN lain). b) Timur Tengah; Russia, Asia Tengah dan Eropa Timur/Tengah. c) Afrika (Afsel, Nigeria, Mesir, Tunisia). d) Amerika Latin (Brazil, Argentina). e) Negara-negara yang sedang melakukan reconstruction yaitu Irak dan Afghanistan
2. Pengamanan Pasar Dalam Negeri dan Peningkatkan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) a. Pengamanan pasar terhadap gangguan luar. 1) Meningkatkan upaya pemberantasan impor ilegal. Tambahan pembatasan pelabuhan untuk produk tertentu, impor melalui IT/IP, penetapan jumlah pelabuhan internasional, dan kewajiban verifikasi impor di negara asal dan di dalam negeri untuk produk : 1) kosmetika, 2) keramik, 3) baja, 4) LHE, 5) handphone, 6) komponen otomotif (busi dan filter), dan 7) sepeda. Sebelumnya telah ditetapkan sejumlah produk untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud, yaitu produkproduk garmen, alas kaki, mainan anak, elektronika konsumsi, serta makanan dan minuman, yang mewajibkan ekspor hanya dapat dilakukan oleh Importir Terdaftar (IT) dan hanya boleh masuk ke kawasan pabean Indonesia, melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Makassar, Belawan, Bandara Sukarno-Hatta,dan Bandara Juanda. Disamping hal tersebut juga diperlukan adanya pemebentukan Satuan Tugas (Task Force) yang bertugas untuk melakukan pengawasan Peredaran Barang sehingga apabila didapati adanya indikasi impor ilegal maka hal tersebut akan cepat diatasi. 2) MelakukanTrade remedy berupa safeguards, anti-dumping, antisubsidi/ Counter Vailing Duty, optimalisasi penggunaan instrumen pengamanan pasar dalam negeri untuk produk baja (HRC, CRC, HRP, paku), produk gandum dan polyester, garmen dan Lampu Hemat Energy (LHE). 3) Melakukan Harmonisasi Tarif Bea Masuk: a) Penundaan proses penurunan Tarif Bea Masuk.
186
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
b) Meningkatkan Tarif Bea Masuk : produk-produk baja hilir (kawat dan paku), petrokimia (polyethylen), dan rubber roll. 4) Telah diusulkan kepada Menteri Keuangan untuk pemberian insentif berupa pembebasan bea masuk (bea masuk ditanggung pemerintah/BMDTP) pada tahun 2009 sebesar Rp. 2,1 triliun kepada sepuluh industri (aluminium sheet, baja, tin plate, susu, kimia, otomotif, elektronika, telematika, kapal dan alat tulis). 5) Menyiapkan penataan pelabuhan internasional di Indonesia yang lebih bagus serta telah dilakukan upaya untuk selalu menggunakan mata uang Rupiah dalam transaksi di Indonesia. b. Stimulasi Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) 1) Pembelanjaan Pemerintah dan BUMN. Dalam upaya mengatasi dampak krisis keuangan dunia, salah satu langkah yang akan diambil adalah mengoptimalkan Belanja Pemerintah/BUMN/KKKS (Kontraktor Kontrak Kerjasama) dalam bentuk Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN). Akan diterbitkan 2 pengaturan, yaitu berupa: (1) Instruksi Presiden, dan (2) Peraturan Menteri Perindustrian. Dalam konsep Instruksi Presiden Republik Indonesia, bahwa dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, instansi di lingkungan pemerintah akan diinstruksikan: a) Melakukan langkah-langkah sesuai kewenangan masingmasing guna memaksimalkan penggunaan barang/jasa hasil produksi dalam negeri termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional, serta penggunaan penyedia barang/jasa nasional. b) Memberikan preferensi harga untuk barang produksi dalam negeri dan penyedia jasa pemborongan nasional kepada perusahaan penyedia barang/jasa. Dalam konsep Peraturan Menteri Perindustrian: bahwa untuk mengoptimalkan penggunaan barang/jasa hasil produksi dalam negeri dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah, agar berpedoman dan mengacu pada Pedoman Teknis Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian. Pedoman tersebut mengacu pada Keppres No. 80 tahun 2003. Dalam konsep Pedoman Teknis tersebut, akan diatur jenis barang/jasa buatan dalam negeri dalam bentuk sebuah daftar. Barang/jasa tersebut dikelompokan ke dalam 21 kelompok barang dan jasa yang dijabarkan dalam 456 jenis barang dengan tingkat kandungan komponen dalam negeri berkisar antara LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
187
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
20-90 persen. Daftar tersebut akan dimutakhirkan setiap 6 (enam) bulan. Ke- 21 kelompok barang dan jasa yang wajib digunakan tersebut yaitu : 1).
Bahan Penunjang Produksi Pertanian (3 jenis barang)
2).
Alat Mesin Pertanian (17 jenis barang)
3).
Peralatan Penunjang Pertambangan (5 jenis barang)
4).
Peralatan Penunjang Pertambangan (28 jenis barang)
5).
Peralatan Kelistrikan (27 jenis barang)
6).
Peralatan Telekomunikasi (36 jenis barang)
7).
Peralatan Elektronika (40 jenis barang)
8).
Bahan Bangunan dan Konstruksi (30 jenis barang)
9).
Mesin Peralatan Pabrik (77 jenis barang)
10). Alat Besar dan Konstruksi (10 jenis barang) 11). Alat Transportasi(24 jenis barang) 12). Peralatan Kesehatan (19 jenis barang) 13). Alat Instrumentasi dan Laboratorium (2 jenis barang) 14). Alat Tulis dan Peralatan Kantor (15 jenis barang) 15). Alat Olah Raga dan Pendidikan (18 jenis barang) 16). Pakaian dan Perlengkapan Kerja (37 jenis barang) 17). Bahan Kimia (5 jenis barang) 18). Logam dan Produk Logam (19 jenis barang) 19). Sarana Pertahanan (7 jenis barang) 20). Barang Lainnya (24 jenis barang) 21). Jasa Keteknikan EPC (13 jenis barang) 2) Penguatan dan Pembinaan Produsen Produk Dalam Negeri. Dalam rangka mewujudkan persaingan yang sehat, Pemerintah memberlakukan SNI Wajib untuk produk-produk tertentu, antara lain sepatu pengaman, korek api pengaman, mainan anak, pelek untuk KBM roda 2 dan roda 4, lampu halogen untuk kendaraan bermotor, perangkat untuk memberi tanda suara (klakson), tangki air silinder vertikal polyethylene, perlengkapan makanan dan minuman dari melamin, serta wadah makanan dan minuman dari polyethylene. Disamping hal tersebut pemerintah juga melakukan program aksi promosi penggunaan produk dalam negeri untuk memperluas akses pasar produsen dalam negeri.
188
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
3. Pengamanan Cabang-cabang Industri Langkah-langkah pengamanan cabang-cabang industri difokuskan pada dua kelompok, yaitu industri padat karyadan ekspor, serta industri yang diperkirakan masih memiliki peluang untuk mendorong pertumbuhan walaupun pada situasi krisis seperti saat ini. a. Kelompok Industri Padat Karya dan Ekspor 1)
Makanan, Minuman Dan Tembakau a) Mengefektifkan pengawasan impor ilegal. b) Memberlakukan safeguard atau anti-dumping untuk unfair trade. c) Melakukan fasilitasi pembangunan infrastruktur (jalan, pelabuhan dan dermaga dan pendukungnya) di sentra produksi. d) Menghilangkan ekonomi biaya tinggi (pajak, retribusi dan transportasi), termasuk menghapuskan Perda-Perda yang memberatkan pengusaha. e) Mengurangi PPh Industri Oleokimia dalam rangka investasi.
2)
Furniture dan Komponen a) Mengefektifkan ketentuan pembatasan ekspor bahan baku atau produk setengah jadi. b) Memberlakukan safeguard atau anti-dumping terhadap unfair trade practices.
3)
Tekstil dan Produk Tesktil a) Menjalin kemitraan dengan penggunaan bahan baku produksi DN, kecuali ada persyaratan lain dari buyer. b) Menetapkan UMR dengan prinsip saling menguntungkan. c) Mempertahanan tarif energi pada kisaran tertentu sehingga produk tetap mempunyai daya saing. d) Meninjau kembali kebijakan penetapan THC. e) Menjamin asuransi terhadap kegiatan ekspor. f) Menyediakan ketersediaan modal kerja dari perbankan. g) Menjamin L/C dari perbankan. h) Mewajibkan penggunaan rupiah dalam transaksi dalam negeri. i) Melanjutkan program restrukturisasi permesinan. j) Meningkatkan pengamanan pasar produk garmen dalam negeri melalui penekan penyelundupan dan Illegal Transhipment . k) Memberikan fasilitas pajak (PPN dan PPh) bagi perusahaan penerima bantuan restrukturisasi. LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
189
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
l) Membebaskan bea masuk untuk mesin pendukung yang belum diproduksi di dalam negeri. m) Mengusulkan rebate bea masuk agar diaktifkan kembali terutama untuk impor bahan baku bagi industri yang memanfaatkan KITE yang produk antaranya dijual ke dalam negeri, namun produk akhir diekspor. 4)
Alas Kaki a) Mengupayakan relaksasi kemudahan kredit. b) Memberikan Memberikan kemudahan prosedur dan insentif investasi. c) Menjaga stabilisasi harga energi. d) Menyediakan insentif untuk ekspor. e) Meningkatkan fasilitas dan kemudahan administrasi ekspor (LC). f) Mengefektifkan peran pengawasan untuk barang impor.
5)
Elektronika Konsumsi a) Memberlakukan SNI wajib dan memperketat impor untuk produk AC, Kulkas, Mesin Cuci, Televisi, Audio Video, Pompa air, LHE. b) Mengefektifkan pemberlakuan elektronika konsumsi.
IP/IT
untuk
produk
c) Menurunkan/ menghapuskan PPn-BM dari yang semula 20 persen menjadi 10 persen dan dari 10 persen menjadi 0 persen untuk produk-produk tertentu. d) Mengusulkan penurunan cukai sebagai pengganti PPn-BM. e) Menghapuskan BM untuk komponen LHE yang belum diproduksi di Dalam Negeri. f) Mengusulkan penundaan PPn dan PPh impor komponen LHE. g) Menerapkan label berbahasa Indonesia untuk produk elektronika. h) Meningkatkan kandungan lokal barang modal. i) Memberikan perlindungan produksi dalam negeri dari banjirnya produk impor. j) Meninjau ulang dan revisi SNI Wajib Produk Elektronika (baterai kering, lampu pijar & TL, dll). k) Meningkatkan pemanfaatan pasar dalam negeri melalui penerapan SNI dan manual garansi berbahasa Indonesia dan pengawasan/ kewenangannya berada di bawah departemen teknis.
190
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
l) Mengembangkan industri komponen/ pendukung berbasis ICT/digital melalui peningkatan kerjasama dengan perguruan tinggi , MNC dan instansi terkait. m) Meningkatkan jumlah LS Pro. n) Menguatkan klaster industri elektronika konsumsi melalui kerjasama dengan pemangku kepentingan. o) Mengurangi penghasilan kena pajak bagi industri yang melakukan litbang serta pengembangan merek lokal. p) Mengurangi BM bahan baku/sub komponen/bahan penolong bagi industri komponen elektronika. 6)
Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya (Mebel) a) Mempercepat perluasan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR). b) Mengatur ekspor produk hasil hutan. c) Memberlakukan kayu/rotan.
kewajiban
verifikasi
ekspor
produk
d) Mengusulkan pencabutan Permendag No. 12/2005 tentang Ketentuan Ekspor Rotan untuk menjamin pasokan bahan baku dan mendorong investasi di industri pengolahan rotan dalam negeri. e) Menertibkan hambatan-hambatan bahan baku kayu/rotan legal. f) Membangun tertentu. 7)
terminal
kayu
di
dalam
pengangkutan
sentra-sentra
produksi
Kertas dan Barang Cetakan a) Mempercepat perluasan Hutan Tanaman Industri (HTI). b) Meningkatkan penanggulangan pencemaran lingkungan. c) Meningkatkan penanggulangan illegal logging. d) Menyediakan fasilitas PPh dalam rangka investasi (PP No. 1/2007).
8)
Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet a) Meningkatkan pasokan gas bumi. b) Meninjau kembali penjualan gas bumi untuk ekspor yang sudah berakhir masa kontraknya. c) Merestrukturisasi mesin/peralatan pabrik pupuk. d) Memberikan fasilitas PPh dalam rangka investasi (PP No. 1/2007) khususnya untuk investasi di bidang industri amoniak yang terintegrasi dengan amonium nitrat dan asam nitrat. e) Memberikan kepastian kuota ekspor pupuk per tahun.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
191
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
9)
Petrokimia a) Meningkatkan dukungan sektor migas untuk pasokan bahan baku dan energi. b) Meningkatkan infrastruktur (listrik, pelabuhan) di daerah potensial. c) Mengamankan pasokan bahan baku (naphta dan kondensat) melalui peningkatan efektifitas pengawasan ekspor. d) Mengusulkan fasilitas PPh dalam rangka investasi khususnya untuk investasi di bidang ethylene, propylene, benzene, xylene, toluen dan caprolactam.
10) Karet a) Mengamankan ketersediaan dan stabilisasi pasokan energi (gas) untuk industri. b) Meningkatkan kualitas karet alam olahan dan standardisasi bahan baku komponen. c) Merevitalisasi tanaman karet melalui perluasan & peremajaan tanaman serta penyediaan bibit unggul (clone). d) Membebaskan PPN produk primer karet (PP No. 7/2007). e) Mengusulkan fasilitas PPh dalam rangka investasi. 11) Industri Semen dan Barang Galian Non Logam (Semen) a) Mengamankan pasokan energi batubara dan gas dalam jangka panjang. b) Meningkatkan upaya konservasi energi. c) Melakukan notifikasi penerapan SNI Wajib ke WTO. d) Menanggulangi impor semen ilegal di daerah perbatasan. e) Mengusulkan penurunan tarif BM Most Favoured Nation (MFN) dari 0 persen menjadi 10 persen. 12) Industri Logam Dasar Besi & Baja Logam Non Ferro (Alumunium, Tembaga dan Nikel) a) Mengembangkan industri logam non ferro (aluminium, tembaga dan nikel) dengan memanfaatkan sumber daya lokal untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. b) Mendorong tumbuhnya industri logam non ferro hulu dan hilir antara. c) Mendorong peningkatan utilisasi pada industri yang ada dan diikuti peningkatan kualitas produksi melalui penerapan standardisasi. d) Memberikan kemudahan perizinan untuk memperoleh Kuasa Penambangan (KP) bagi investor yang akan
192
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
mengolah lebih lanjut sumber daya alam menjadi produk yang bernilai tambah di dalam negeri. e) Memberikan jaminan kepastian pengadaan pasokan energi. f) Memberikan insentif pajak sesuai dengan PP No. 1/2007. g) Mengusulkan pengurangan pertambangan.
Pajak
Ekspor
produk
13) Industri Alat Berat a) Meningkatkan kemampuan teknologi industri komponen dalam memproduksi komponen-komponen Alat Berat dengan meningkatkan kemampuan SDM di bidang pengecoran, machining dan manufacturing. b) Mengembangkan produk/komponen berbasis kemampuan desain dan rekayasa dalam negeri. c) Menggunakan produksi dalam negeri termasuk untuk investasi di sektor-sektor pengguna alat berat. d) Menciptakan iklim pengembangan industri rekondisi alat berat yang sehat. 14) Industri Mesin a) Melanjutkan penguatan struktur industri mesin melalui pendekatan klaster industri. b) Mengembangkan dan menguasai rancang bangun dan perekayasaan. c) Meningkatkan kemampuan industri mesin dalam mendukung peran industri jasa Engineering Procurement and Conctraction (EPC) nasional. d) Meningkatkan investasi untuk memperkuat struktur industri permesinan. e) Menyebarkan industri ke luar Pulau Jawa sesuai dengan potensi daerah. f) Memanfaatkan pasar dalam negeri pengembangan dan peningkatan utilisasi.
sebagai
basis
15) Industri Elektro Profesional/ Telematika a) Memfasilitasi pembangunan infrastruktur pengembangan ICT. b) Meningkatkan SDM profesional di bidang ICT. c) Memperluas penerapan e-government dan e-business. d) Menyusun SNI dan pemahaman HKI terhadap desain dan teknologi ICT. e) Meningkatkan TKDN Produk Telematika. f) Mengembangkan industri software berbasis Indonesia Go Open Source (IGOS). LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
193
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
g) Meningkatan pemahaman HKI untuk industri software. h) Meningkatan kemampuan SDM industri software, animasi dan telekomunikasi. i) Mendirikan pusat desain produk industri telekomunikasi. j) Menyusun SNI untuk keamanan teknologi Informasi. k) Menyiapkan institusi dan implementasi Capability Maturity Model (CMM) untuk perusahaan industri software. l) Mendirikan pusat pengembangan industri animasi. m) Mengusulkan fasilitas PPh dalam rangka investasi. b. Kelompok Industri yang Mendorong Pertumbuhan 1)
Baja a) Mengendalikan impor secara ketat dengan IP/IT serta wajib SNI. b) Mengefektifkan pengawasan pelaksanaan BMAD. c) Memberlakukan AD untuk HRP, CRC dan Galvanized Iron.
2)
Otomotif a) Memaksimalkan pasar domestik dan mendorong ekspor. b) Menunda rencana kenaikan pajak terhadap produk KBM. c) Melakukan pengurangan PPN-BM bagi otomotif yang memakai kandungan lokal > 80 persen. d) Mempercepat penerbitan PPNDTP 2009 untuk industri karoseri: Big Bus; Medium Bus; Mini Bus; Bus Gandeng; Truk dan Mobil Box. e) Membangun pusat desain dan rekayasa komponen otomotif. f) Membangun kawasan industri khusus industri komponen otomotif. g) Menerapkan standard Euro-4 pada kendaraan bermotor yang diproduksi. h) Meningkatkan produktivitas standardisasi produk otomotif.
industri
i) Meningkatkan peran pasar dan peningkatan kualitas produk lokal. j) Menerapkan sanksi hukum penyelundup komponen.
komponen
dunia
yang
usaha
keras
dan dalam
terhadap
k) Meningkatkan investasi industri komponen tier-2 dan tier-3 untuk menjadikan Indonesia sebagai basis produksi KBM (MPV, SUV dan truk ringan).
194
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
l) Memperluas pelabuhan khusus ekspor impor otomotif (car terminal) di Tanjung Priok. m) Meningkatkan penguasaan teknologi industri komponen otomotif melalui penyelarasan SNI dengan UN-ECE dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia. n) Memfasilitasi peningkatan produktivitas dan kualitas industri komponen otomotif melalui pemberian bantuan teknis. o) Memberikan perlindungan terhadap industri otomotif dalam negeri melalui penerapan standar komponen. p) Melakukan pengembangan pasar KBM dalam negeri melalui penggunaan produksi dalam negeri. 3)
Barang Galian Non Logam Memperketat masuknya produk keramik pemberian label dan verifikasi produk.
4)
impor
melalui
Galangan Kapal a) Memperkuat & mengembangkan klaster industri perkapalan untuk meningkatkan daya saing dan pendalaman struktur industri perkapalan dalam negeri. b) Memberikan penjaminan lembaga pendanaan yang kompetitif.
perbankan
dalam
c) Meningkatkan capacity building berbasis high-technology di bidang rancang bangun dan perekayasaan industri perkapalan. d) Memanfaatkan potensi pasar dalam penerapan ketentuan-ketentuan P3DN.
negeri
melalui
e) Melakukan restrukturisasi dan revitalisasi industri galangan kapal nasional dalam rangka peningkatan produksi. f) Mengembangkan industri pendukung, industri bahan baku dan komponen. g) Mengembangkan Pusat Desain dan Rekayasa Kapal Nasional/NaSDEC. h) Memperkuat SDM maritim dan jasa keteknikan melalui pelatihan berbasis kompetensi. i) Mengembangkan kawasan khusus industri perkapalan. j) Mengusulkan fasilitas pembebasan PPN untuk galangan kapal, komponen dan bahan baku. k) Membebaskan BM komponen industri perkapalan. l) Mengusulkan penyediaan Suku bunga kompetitif untuk modal kerja.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
195
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
5)
Tabung Gas a) Mengendalikan impor tabung LPG. b) Mendorong peningkatan kapasitas produksi tabung LPG dalam negeri. c) Memperbaiki mekanisme order pengadaan tabung LPG.
B. Langkah-Langkah Lainnya
untuk
Menghilangkan
Berbagai
Hambatan
Dalam upaya mencapai sasaran pengembangan industri pengolahan di tahun depan, selain membantu industri untuk mengatasi terpaan krisis keuangan global, diperlukan juga langkah-langkah pendukung guna menghilangkan berbagai hambatan yang menahan laju pertumbuhan industri. Hambatan utama, baik eksternal maupun internal yang mengganggu pengembangan industri pengolahan non-migas di masa yang akan datang perlu mendapatkan perhatian lintas sektoral dalam penanganannya, antara lain, yaitu: 1. Faktor Eksternal a. Menghilangkan kemacetan dari/ ke pelabuhan serta sentrasentra produksi. b. Meningkatkan kapasitas dan pelayanan pelabuhan serta kereta api. c. Mencukupi kebutuhan gas. d. Menyediakan pasokan listrik dengan harga yang bersaing. e. Menghilangkan berbagai hambatan birokrasi. f. Menghilangkan penyelundupan (terutama Elektronika, LHE, Baja, Kayu dan Rotan).
produk
TPT,
g. Menyelesaikan Revisi UU Ketenagakerjaan. h. Memberikan insentif yang kompetitif dibanding negara-negara pesaing. i. Menyediakan akses dan suku bunga terjangakau khususnya IKM. 2. Faktor Internal a. Umum 1) Memperkuat struktur industri (keterkaitan antara industri huluhilir; industri kecil-menengah-besar; dan mendorong investasi pada industri yang belum tumbuh). 2) Menumbuhkan industri dasar yang menjadi pemasok bahan baku dan penolong industri sehingga mengurangi ketergantungan impor.
196
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab VI: Rencana Pengembangan Sektor Industri Tahun 2009
3) Menumbuhkan industri yang memproduksi barang setengah jadi dan komponen. 4) Meningkatkan populasi industri berteknologi tinggi. 5) Mengoptimalkan kapasitas produksi. 6) Meningkatkan kinerja di beberapa cabang industri. 7) Memperluas penguasaan pasar domestik (khususnya akibat penyelundupan). 8) Mendorong ekspor ke negara-negara tujuan ekspor non tradisional. 9) Meningkatkan peranan industri kecil dan menengah. 10) Promosi bersama dalam menuju Indonesia Incorporated. b. Spesifik 1) Mendorong investasi industri yang menambah kapasitas terpasang dan terutama yang memperkokoh struktur industri, antara lain: a) Beberapa jenis industri kimia hulu. b) Industri komponen tertentu (otomotif, permesinan). c) Industri baja khusus, logam non ferro. 2) Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri, antara lain: a) Pengadaan barang pemerintah (Kontraktor Kontrak Kerja Sama).
termasuk
KKKS
b) Pengadaan Capex BUMN/ BUMD. c) Pengadaan Capex industri telekomunikasi. d) Edukasi masyarakat.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
197
Bab VII: Penutup
BAB VII PENUTUP
Arah dan kebijakan pengembangan serta langkah-langkah penting dalam rangka pengembangan sektor industri pada tahun keempat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004 – 2009 telah diuraikan secara rinci dalam laporan ini, yang pada intinya, selain mengembangkan dan memperkuat klaster industri prioritas, dengan menitik beratkan pada pengembangan IKM, juga memperlihatkan upaya-upaya dan langkah-langkah pengembangan yang telah dan masih perlu dilakukan. Dalam rangka memenuhi target yang diamanatkan RPJM pada waktu yang tersisa, upaya mengimplementasikan kebijakan industri yang telah dirumuskan, perlu mendapatkan komitmen dan dukungan dari Instansi/Departemen lain, utamanya yang berkaitan dengan: 1. Pengembangan Lingkungan Bisnis; 2. Pengembangan Infrastruktur; 3. Pengembangan Investasi; 4. Pengembangan Pasar; 5. Pengembangan Kemampuan Tenaga Kerja Industrial; 6. Pengembangan Teknologi Industri; dan 7. Pengembangan Bahan Baku/Penolong. Secara rinci, aspek-aspek yang perlu mendapatkan dukungan dari Instansi/ Departemen lainnya, diusulkan sebagai berikut: 1. Pengembangan Lingkungan Bisnis. a. Peningkatan efisiensi pelayanan ekspor-impor, pelabuhan, kepabeanan, pemberantasan penyelundupan dan administrasi (verifikasi dan retribusi), perpajakan; b. Menjamin HKI; c. Meningkatkan ketersediaan pelayanan jasa termasuk jasa professional (keuangan, akuntansi, konsultansi, perikanan, pemasaran, notariat, pengujian, sertifikasi, konsultan hukum, dan lain-lain) dan jasa publik (perizinan, dan lain-lain); d. Mengimplementasikan dan menyempurnakan perangkat hukum yang terkait dengan pengembangan usaha; e. Peningkatan insentif dan fasilitasi di sektor industri.
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
199
Bab VII: Penutup
Dalam pengembangan lingkungan bisnis ini, Instansi / Departemen yang perlu mendukung antara lain: Departemen Keuangan, Kementerian Koperasi dan UKM, Departemen Perdagangan, BKPM, Departemen Kehakiman dan HAM, Polri, Lembaga Peradilan dan Penegak Hukum. 2. Pengembangan Infrastruktur. Memperluas infratruktur fisik melalui penyediaan fasilitas terutama untuk transportasi, bongkar muat, telekomunikasi dan transmisi, energi, air bersih, dan penataan ruang industri prioritas (kawasan industri, dan wilayah Pusat Pertumbuhan industri serta zona industri, dengan mempertimbangkan pelaksanaan fungsi desentralisasi. Dalam pengembangan infrastruktur ini, Instansi/Departemen yang perlu mendukung antara lain: Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Perhubungan, Departemen ESDM, dan Pemda. 3. Pengembangan Investasi. a. Peningkatan iklim investasi yang sehat di berbagai tingkatan pemerintahan yang mampu mengurangi biaya produksi di sektor industri; b. Memberikan kemudahan akses permodalan terutama untuk melakukan restrukturisasi industri dan pengembangan industri pendukung dan terkait; c. Merangsang adanya aliran investasi baik dalam dan luar negeri serta alternatif sumber pembiayaan pengembangan industri; d. Merumuskan kebijakan investasi yang dapat menarik investasi asing ke dalam negeri; e. Memfasilitasi pembiayaan untuk investasi IKM (UKMK). Dalam pengembangan investasi ini, Instansi/Departemen yang perlu mendukung antara lain: Departemen Keuangan, Bank Indonesia, BKPM dan Perbankan, Kementerian Koperasi dan UKM. 4. Pengembangan Pasar. a. Peningkatan kerjasama perdagangan internasional; b. Peningkatan promosi dan jaringan pemasaran global; c. Peningkatan aliansi dengan TNC; d. Membangun merk dagang Indonesia di pasar global; e. Peningkatan penggunaan produksi dalam negeri. Dalam pengembangan pasar ini, Instansi/Departemen yang perlu mendukung antara lain: Departemen Perdagangan, Departemen Luar Negeri, Departemen Kominfo, Kementerian Koperasi dan UKM. 5. Pengembangan Tenaga Kerja Industri. a. Melakukan reorientasi pengembangan SDM dengan mengacu pada kebutuhan dunia industri; b. Meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan sampai dengan perguruan tinggi khususnya di bidang teknik yang menghasilkan tenaga ahli madya;
200
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
Bab VII: Penutup
c. Memperluas infrastruktur pendidikan dan pelatihan untuk mengembangkan keahlian tenaga kerja di bidang teknik dan manajerial; d. Meningkatkan keterkaitan lembaga litbang, industri serta perguruan tinggi untuk mengembangkan teknologi yang tepat dalam pelatihan tenaga kerja untuk industri; e. Meningkatkan kompetensi SDM industri melalui program pendidikan, pelatihan dan pemagangan dengan mendayagunakan lembaga sertifikasi tenaga profesi dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP); f. Mengembangkan program pendidikan dan pelatihan untuk keahlian khusus di bidang teknologi, proses dan produk, teknik desain dan manajemen. Dalam pengembangan SDM ini, Instansi / Departemen yang perlu mendukung antara lain: Departemen Diknas, Departemen Nakertrans, Kementrian Ristek, Perguruan Tinggi, Kementerian Koperasi dan UKM. 6. Pengembangan Teknologi Industri. a. Peningkatan kapasitas (pendalaman) teknologi pada sistem produksi; b. Peningkatan jumlah penemuan baru hasil litbang nasional yang dapat dimanfaatkan oleh sistem produksi; c. Peningkatan kapasitas difusi teknologi pada sistem produksi; d. Peningkatan kapasitas kelembagaan teknologi dalam mendukung system produksi; e. Peningkatan intermediasi dan pola insentif yang mendorong kemitraan dan kegiatan litbang di dunia usaha; f. Mendorong pengembangan rancang bangun dan perekayasaan industri dan pembentukan lembaga R&D dalam rangka inovasi teknologi dan pengembangan bahan baku alternatif; g. Meningkatkan infrastruktur untuk mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menciptakan dan menyerap teknologi dan invoasi yang berorientasi pasar. Dalam pengembangan teknologi industri ini, Instansi/Departemen yang perlu mendukung antara lain: Departemen Diknas, Lembaga Litbang, Kementrian Ristek, Perguruan Tinggi, Kementerian Koperasi dan UKM. 7. Pengembangan Bahan Baku/Penolong. a. Peningkatan ketersediaan dukungan bahan baku/penolong dari dalam negeri dengan harga kompetitif; b. Peningkatan kualitas, baku/penolong;
produktivitas,
dan
kelangsungan
bahan
c. Peningkatan kapasitas difusi teknologi pada sistem produksi bahan baku/penolong; d. Peningkatan penerapan baku/penolong.
teknologi
pada
sistem
produksi
bahan
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
201
Bab VII: Penutup
Dalam pengembangan bahan baku/penolong ini, Instansi/Departemen yang perlu mendukung antara lain: Departemen Pertanian, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen ESDM, Departemen Kehutanan, dan Kementerian Koperasi dan UKM.
Jakarta, 22 Desember 2008
202
LAPORAN PENGEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI TAHUN 2008
1 A
Makanan, Minuman & Tembakau 1 Industri Pengolahan Kelapa Sawit
2
2
3 Industri Hasil Laut Laut
5
6 4
8
4 Industri Pengolahan Kakao
6
7
8
8
6
8
8
8
9
6
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
21
2
6
2
3
3
5 Industri Pengolahan Lada
6
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 3
2 3
3
6
6
3
7 3
Sula wesi Utar a Goro ntalo Sula wesi Teng ah Sula wesi Sela t an Sula wesi Bara t Sula wesi Teng gara Malu ku Malu ku U tara Papu a Irian Jaya Bara t Tota l
ra Ba
9
2 Industri Pengolahan Kelapa
6
NTT
5
Kalim anta n Ba rat Kalim anta n Te n gah Kalim anta n Se la tan Kalim anta n Tim ur NTB
Kepu lauan Riau Lam pung Jamb i Beng kulu Sum atera Sela tan Bang ka B elitun g Bante n DKI Jaka rta Jawa Bara t Jawa Teng ah DI Y ogya karta Jawa Timu r Bali
4
ra Uta NAD
Industri Pengolahan
Suma te
No
rat Riau
3
ra
Sum ate
Lampiran 1 Daftar Lokasi Pengembangan Industri Pengolahan Komoditi Unggulan Daerah Menurut Provinsi
3
3
5
6
6
4
2
5
7
13
4
4
5
6
5
4
1
49
7 8
55
8
2
7
6
1
53
6
15
6 Industri Pengolahan Gula Aren
6
6
7 Industri Pengolahan Pala
8
8
8 Industri Berbasis Tebu/gula 9 Industri Pengolahan kopi
3 4
5
10 Industri Pengolahan jagung
7
11 Industri Pglh Tepung & Pasta
6
3
9
1
5
2
5
3
6 4
6
34
6
12
6
23
12 Industri Simplisia
0
12 Industri Pengolahan Mete
2
2
13 Industri Bawang Merah 7
7
6
4
4
19
16 Industri Rokok / Tembakau
2
6
9
1
4
1
2
11
9
3
5
4
Barang Kayu & Hasil Hutan 1 Industri Pengolahan Rotan
7
2
5
26
3
12
4
22 23 34
9
2
6
3
7
5
13
5
1
3
3
3
4
3 Industri Pengolahan Kayu 4 Industri Gambir
5
4
3 Industri Tekstil & Produk Tekst
2 Industri Kerajinan Purun / Anyaman
51
3
18 Industri Pengolahan Buah
C
2
2
17 Industri Garam Beryodium
Tekstil, Barang Kulit & Alas kaki 1 Industri Kulit dan Alas kaki 2 Industri Keraj Sulaman / Tenun
4
2
14 Industri Pengolahan Makanan Ringan
B
107
8
5
4
1
1
4
1
4 1
10
6
3
6
42 12 2
5
1
38 9
2 Industri Minyak Atsiri
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
21
5
9
8
4
3
6
3 Industri Minyak Jarak
G
H
11
61 6
9
1
23
4
14
5
5 0
Semen & Bahan Galian Non Logam 1 Industri Genteng / Batubara
2
2 Industri Semen F
6
22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
2
4 Industri Olefin/Petrokimia E
1
9
Sula wesi Utara Goro ntalo Sula wesi Teng ah Sula wesi Sela t an Sula wesi Bara t Sula wesi Teng gara Malu ku Malu ku U tara Papu a Irian Jaya Bara t Tota l
ra Ba
8 6
6
NTT
5
Kalim antan Bara Kalim t anta n Te n g ah Kalim antan Sela t an Kalim antan Timu r NTB
Kepu lauan Riau Lamp ung Jamb i Beng kulu Sum atera Sela tan Bang ka B elitun g Bant en DKI Jaka rta Jawa Bara t Jawa Teng ah DI Y ogya karta Jawa Timu r Bali
4
ra Uta
Pupuk, Kimia & Barang dari Karet 1 Industri Pengolahan Karet
2
rat Riau
3
ra
Sum ate
1 D
Suma te
Industri Pengolahan NA D
No
2
5
Logam dasar, Besi & Baja 1 Industri Barang Logam
1
2
Alat Angkut, Mesin & Peralatan 1 Industri Perkapalan
4
2 Industri Alsintan
4
2
3
6
13
6
1
2
13
15
19
3 Industri Sk. Cadang / Komp. Otomotif
10
4 Industri Telematika
1
4
14
Barang lainnya 1 Industri Perhiasan
1
2 Industri Kreatif
5 Industri Kerajinan Gerabah Catatan:
1
2
4
5
1
1
3 Industri Barang Seni 4 Industri Kerajinan Batu Mulia / Perak
1 1
2 1
1. Angka di dalam matriks menunjukan banyaknya Kabupaten/Kota yang memiliki industry pengolahan tertentu di dauatu provinsi 2. Kotak yang diarsir merupakan produk prioritas yang akan ditangani dalam waktu jangka menengah
6
1 1
1 2
6
5 9
Lampiran 2 Layanan Perizinan/rekomendasi yang Akan Dimasukkan dalam Kegiatan NSW (National Single Window) 1. Ditjen IAK Dasar Hukum 1.Kepmenperindag: 595/MPP/Kep/9/2004 2. Kepmenperindag: 9/MPP/Kep/1/2004 3. Kepmenperindag: 527/MPP/Kep/9/2004 4. Kepmenperindag: 360/MPP/Kep/5/2004 5. Kepmenperindag: 356/MPP/Kep/5/2004 6. Kepmenperindag: 230/MPP/Kep/7/1997 dan 231/MPP/Kep/7/1997 7. Kepmenperindag: 254/MPP/Kep/7/2000 8. Kepmenperindag: 372/MPP/Kep/12/2001 9. Kepmenperindag: 648/MPP/Kep/10/2004 10. Kepmenperindag: 662/MPP/Kep/10/2003 11. Kepmenperindag: 647/MPP/Kep/10/2004 12. Kepmenperindag: 230/MPP/Kep/7/1997
Jenis Pelayanan Rekomendasi Pendaftaran Tipe Ban (STTB) dalam penerapan SNI Wajib Ban Rekomendasi Importir Produsen Beras (IPBeras) Rekomendasi Importir Produsen Gula (IPGula) Rekomendasi Importir Terdaftar Garam (ITGaram) Rekomendasi Importir Terdaftar Pupuk
Komoditi Ban Beras Gula Garam Pupuk
Rekomendasi Importir Produsen Limbah Non B3 (IP-Kertas Bekas)
Kertas Bekas Limbah Non B3
Rekomendasi Importir Terbatas Bahan Berbahaya (IT-B2) dan Importir Produsen Bahan Berbahaya (IP-B2) Rekomendasi Izin Usaha Industri (IUI) Pabrik Pelumas, Pengolahan Pelumas Bekas dan Pengemasan Pelumas Rekomendasi Importir Terdaftar (IT) dan Izin Impor Bahan Baku Polycarbonate dan Cakram Optik Kosong Rekomendasi Importir Produsen Nitro Cellulose (IP-NC) Rekomendasi Importir Produsen Prekursor (IP- Prekursor) Rekomendasi Impor Cullet dan Ban Bekas
Bahan Kimia Berbahaya
Jenis Pelayanan Rekomendasi TPT Kendaraan Bermotor
Komoditi Kendaraan Bermotor
Rekomendasi Verifikasi Bahan Baku/Sub Komponen/Bahan Penolong Industri Elektronika
Bahan Baku/Sub Komponen/Bahan Penolong Komponen Elektronika
Pelumas
Polycarbonate Optical Grade Nitro Cellulose Prekursor Cullet Bekas
dan
Ban
2. Ditjen IATT Dasar Hukum 1.Kepmenperindag: 595/MPP/Kep/9/200= Regulasi Depdag “kendaran bermotor” 2. Kepmenperindag: 9/MPP/Kep/1/200
3. BPPI (LS-PRO) Dasar Hukum 1.Permenperin: 19/M-IND/PER/5/2006 2. Permenperin: 20/M-IND/PER/5/2006; 17/M-IND/PER/2/2007 3. Kepmenperindag: 527/MPP/Kep/9/200 4. Kepmenperindag: 360/MPP/Kep/5/200
Jenis Pelayanan Standardisasi, Pembinaan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia Bidang Industri Penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian Dalam Rangka Penerapan/Pemberlakuan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia
Komoditi Sekitar 81 jenis komoditi yang telah
Tabel 3 Langkah-langkah Pengamanan Cabang Industri NO
CABANG INDUSTRI
TUJUAN
A. Produk- Produk Industri 1. Makanan dan • Mencegah Minuman pengalihan (Mamin) ekspor mamin yang semula ke Amerika Serikat dan atau Eropa, menjadi ke Indonesia, baik cara legal maupun ilegal • Mencegah menurunnya daya saing industri pengolahan daging didalam negeri • Meningkatkan daya saing produk makanan minuman
KEBIJAKAN/TINDAKAN
PENANGGUNG JAWAB
STATUS
• Verifikasi impor di negara asal • Meningkatkan pengawasan/ law enforcement peredaran mamin yang diimpor secara ilegal & ilegal.
Ditjen Daglu Depdag Task Force, Depdag
Selesai
• Melonggarkan ketentuan larangan impor daging dari negara-negara tertentu (Malaysia, India dan Amerika Latin) menjadi dari region tertentu melalui verifikasi • Memperpanjang BMDTP untuk impor susu dan bahan penolong pembuatan sorbitol • Memberikan BMDTP untuk impor biji kakao • Menaikkan tarif bea masuk untuk produk makanan dan minuman konsumsi (produk hilir) dan menurunkan tarif bea masuk untuk bahan baku makanan dan minuman
Ditjen Daglu Depdag
Dalam Proses
BKF
Dalam Proses
BKF
Dalam Proses
BKF
Dalam Proses
Dalam Proses (pelaksanaannya)
KETERANGAN Permendag No 44/MDag/Per/10/2008 • Telah dibentuk Tim Terpadu pengawasan • Dasar : SK Mendag No: 780/MDAG/KEP/10/2008
Sudah diusulkan dgn surat Memperin No. 949/M-IND/10/2008
Telah diusulkan melalui surat No. 82/BPPI.2/11/2008 tertangal 10 November dari BPPI Depperin ke BKF
NO 2.
CABANG INDUSTRI Petrokimia
TUJUAN • Memanfaatkan produk-produk petrokimia hilir dari negara-negara produsen (eks Timur Tengah) yang tidak terserap di pasar Amerika dan Eropa • Mengurangi dampak peningkatan harga bahan baku plastik impor (industri nasional masih tergantung impor)
3.
Furniture
• Mengurangi dampak melemahnya permintaan ekspor, dan penurunan harga bahan baku • Mengurangi dampak penurunan ekspor furniture, khususnya ke USA dan Eropa.
KEBIJAKAN/TINDAKAN
PENANGGUNG JAWAB
STATUS
KETERANGAN
• Peninjauan program harmonisasi tarif produk petrokimia hulu dan hilir
• BKF • Depperin
Dalam Proses
• Pengendalian ekspor produk primer MIGAS bahan baku industri petrokimia (nafta dan kondensat), disulkan pengenaan bea keluar untuk nafta dan kondensat • Pengawasan impor ilegal produk petrokimia hilir • Membuka impor plastik resin dari scrap plastik melalui revisi Permenperindag No. 230 dan No. 231 tahun 1997 • Mempercepat penerbitan fasilitas BMDTP 2009 • Meningkatkan penggunaan produk dalam negeri melalui pengadaan pembelian Pemerintah dan BUMN • Meningkatkan promosi ekspor ke negara-negara potensial ( Timur Tengah, Eropa Timur dan Amerika Latin)
BKF
Dalam Proses
Ditjen Daglu
Dalam Proses
Ditjen Daglu
Selesai
Permendag No 41 tahun 2008
BKF
Dalam Proses
Setjen Depperin
Dalam Proses
Sudah diusulkan dgn surat Memperin No. 949/MIND/10/2008 P3DN
Pokja III PEPI, BPEN
Dalam Proses
Telah diusulkan melalui surat No 682/BPPI.2/11/2008 tertangal 10 November dari BPPI-Depperin ke BKF Telah diusulkan melalui surat No 303/BPPI.2/10/2008 dari BPPI-Depperin ke BKF Departemen Keuangan
NO 3.
4.
CABANG INDUSTRI Furniture
Keramik
TUJUAN
KEBIJAKAN/TINDAKAN
PENANGGUNG JAWAB
STATUS
• Mengendalikan impor furniture terutama dari China
• Melakukan verifikasi produk-produk impor furniture.
Ditjen Daglu Depdag
Dalam Proses
• Mengendalikan ekspor bahan baku rotan
• Meninjau kembali kebijakan ekspor rotan untuk mengamankan pasokan bahan baku industri dalam negeri • Memperketat pengawasan melalui verifikasi impor produk keramik
Ditjen Daglu Depdag
Dalam Proses
Ditjen Daglu, Depdag
Dalam proses
BKF
Dalam Proses
• BKF • KPPI
Dalam Proses
• Mengendalikan impor keramik secara ilegal dan transhipment melalui ASEAN: ubin, sanitare (BM 20%), tablevvare dan keramik hias (BM 30%)
• Menunda Program penurunan tarif bea masuk keramik seperti posisi saat ini • Memperpanjang pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk keramik tableware
KETERANGAN Telah disulkan melalui surat Menperin ke Menko Perekonomian nomor 957/MIND/10/2008 mengenai Usulan regulasi di bidang pengawasan impor barang konsumtif tertentu Permendag
Telah diusulkan melalui surat Menperin ke Menko Perekonomian nomor 957/MIND/10/2008 mengenai Usulan regulasi di bidang pengawasan impor barang konsumtif tertentu Telah diusulkan melalui surat No 682/BPPI.2/11/2008 tertangal 10 November dari BPPI-Depperin ke BKF •Perubahan lampiran dan SKA Permenkeu No. 173 tahun 2008 (Penambahan Negara dan diterapkannya SKA dalam rangka safeguard keramik) .Perpanjangan BMTP Masih dalam proses draft PMK
NO
CABANG INDUSTRI
5.
Semen
6.
Ban
TUJUAN • Mengendalikan peningkatan impor semen dari China (kapasitas prod. Semen di China 1 milyar ton) • Meningkatkan daya saing industri ban
KEBIJAKAN/TINDAKAN
PENANGGUNG JAWAB
• Pengendalian melalui SNI Wajib
Bea Cukai
• Mencabut BMAD carbon black
BKF
• Pembebasan PPN crumb rubber, sheet dan crepe
• Ditjen Pajak Depkeu, • Ditjen IAK Deperin Ditjen Daglu Depdag
7.
Kaca lembaran
• Mencegah pelarian menjadi pos tarif kaca tuang (HS 7003 dan 7004 BM 5%) untuk impor kaca apung (HS 7005 BM 15%)
• Memperketat pengawasan dan verifikasi impor produk kaca lembaran
8.
Kosmetika
• Meningkatkan daya saing produk kosmetik • Mengendalikan impor produk kosmetik terutama dari China
• Menurunkan BM bahan baku kosmetik yang belum diproduksi di dalam negeri • Pengawasan dan pengetatan impor kosmetik melalui verifikasi • Penggunaan label berbahasa Indonesia
BKF
Ditjen Daglu Depdag
STATUS
KETERANGAN
Dalam Proses
Selesai
Dalam Proses
Dalam Proses
Dalam Proses
Sudah diterbitkan Permenkeu No. 162/2008 Revisi PP No. 7/2007
Telah disulkan melalui surat Menperin ke Menko Perekonomian nomor 957/MIND/10/2008 mengenai Usulan regulasi di bidang pengawasan impor barang konsumtif tertentu Permenkeu
Permendag
NO 9.
CABANG INDUSTRI Baja
TUJUAN • Mengatasi pengalihan ekspor baja ke Indonesia, dari RRT, India, dan Malaysia. • Mencegah terjadinya penyimpangan importasi HRC, Pipa, Wirerod dan paku (”Under Invoicing”, ”Pelarian” kode HS dan penghindaran BMAD).
• Mengurangi dampak melemahnya permintaan ekspor, penurunan harga bahan baku • Mengendalikan impor legal maupun ilegal
KEBIJAKAN/TINDAKAN • Memberlakukan IP/IT untuk importasi produk baja dan verifikasi di negara asal • Menerapkan Safeguard untuk produk baja HRC dan paku • Harmonisasi produk baja hilir dengan menaikkan BM paku dan kawat menjadi 12,5% • Pengawasan pelaksanaan BM AD untuk produk HRC impor dari RRT, India, Thailand, Taiwan, dan Rusia. • Menerapkan BMAD untuk produk baja HRP, CRC dan Galvanize Steel Iron • Mempercepat penerbitan fasilitas BMDTP 2009
• Melakukan pengawaasan terpadu dalam rangka pengendalian impor ilegal
PENANGGUNG JAWAB
STATUS
KETERANGAN
• Ditjen Daglu Depdag • Ditjen ILMTA Depperin
Dalam Proses
KPPI Depdag
Dalam Proses
BKF Depkeu
Dalam Proses
Ditjen BeaCukai Depkeu
Dalam Proses
KADI Depdag
Dalam Proses
BKF Depkeu
Dalam Proses
Sudah diusulkan dgn surat Memperin No. 949/MI N D/10/2008
• Depperin • Depdag • Ditjen BC
Dalam Proses
Dasar: SK Mendag No: 780/MDAG/KEP/10/2008
Permendag
NO
CABANG INDUSTRI
10.
TPT dan Alas kaki
PENANGGUNG JAWAB
TUJUAN
KEBIJAKAN/TINDAKAN
• Mengurangi beban cashflow perusahaan akibat negara importir memberlakukan open account (bukan L/C) yang waktunya diperpanjang dari 1 bulan menjadi 3 bulan • Meningkatkan pangsa pasar TPT dan alas kaki di pasar dalam negeri 50%
• Optimalisasi fungsi perbankkan dalam Ekspor- Impor produk jadi dan bahan baku • Menggunakan jaminan asuransi (misalnya dengan fasilitas rediskonto dari ASEI);
• Depkeu • Bank Indonesia
Dalam Proses
Bank Indonesia
Dalam Proses
• Meningkatkan pengawasan terhadap impor ilegal (penyelundupan) • Peningkatan penggunaan produksi dalam negeri • Menunjuk 5 pelabuhan impor: Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Makasar, Belawan • Melakukan pengawaasan terpadu dalam rangka pengendalian impor ilegal
Ditjen Daglu Depdag
Dalam Proses
• Depperin • Depdag
Dalam Proses
• Mengendalikan impor TPT (Garmen) dan alas kaki
• Depperin • Depdag • Ditjen BC
STATUS
KETERANGAN
Selesai
Telah diterbitkan Permendag No. 44/2008 tgl 31 Oktober 2008
Dalam Proses
Dasar: SK Mendag No: 780/MDAG/KEP/10/2008
NO 11.
CABANG INDUSTRI Elektronika
TUJUAN • Mengurangi impor LHE
• Mencegah meningkatnya impor produk elektronika dari China yang tidak terserap pasar AS (ekspor ke AS diperkirakan turun sekitar 51/6 - 101/6). 12.
Komponen Elektronika (termasuk serat optik)
• Mengurangi beban atas melemahnya permintaan ekspor, dan kenaikan harga bahan baku.
KEBIJAKAN/TINDAKAN • Memberlakukan IT untuk importasi produk LHE • Melakukan pengawaasan terpadu dalam rangka pengendalian impor ilegal • Menurunkan BM komponen LHE (PCB dan gelasnya) yang belum di produksi di dalam negeri • Melakukan verifikasi terhadap importir LHE di luar negeri • Memberlakuan SNI wajib dan pengawas-annya untuk : AC, kulkas, mesin cuci, TV, audio video, pompa air. • Menurunkan/ menghapusk an PPnBM dari 20%menjadi 10% dan yang 10% menjadi 0% • Mempercepat penerbitan fasilitas BMDTP 2009
PENANGGUNG JAWAB
STATUS Selesai
• Depperin • Depdag • Ditjen BC
Dalam proses
BKF
Dalam Proses
Depperin
Dalam proses
•Depperin
Dalam Proses
BKF
Dalam Proses
BKF
Dalam Proses
KETERANGAN Permendag No. 44/2008 tgl 31 Oktober 2008 Dasar : SK Mendag No: 780/MDAG/KEP/10/2008
Permendag No. 44/2008 tgl 31 Oktober 2008
Sudah diusulkan dgn surat Memperin No. 949/M-IND/10/2008
NO 13.
CABANG INDUSTRI Otomotif
14.
Komponen Otomotif
15.
Busi, Filter, Sepeda
TUJUAN
KEBIJAKAN/TINDAKAN
• Meningkatkan daya serap pasar domestik akibat kesulitan likuiditas, di lain pihak bahan baku sebagian besar masih diimpor
• Mempercepat penerbitan fasilitas BMDTP 2009 • Memaksimalkan pasar domestik, melalui penggunaan produk Dalam Negeri dalam Pengadaan Barang & Jasa oleh Pemerintah BUMN/BUMD • Menunda rencana kebijakan menaikkan pajak kendaraan bermotor • Memberikan insentif pengurangan PPnBM bagi produk otomotif yang memakai kandungan lokal lebih besar 80%. • Mempercepat penerbitan fasilitas BMDTP 2009
• Mengurangi beban atas melemahnya permintaan ekspor, dan kenaikan harga bahan baku • Mengendalikan impor legal dan ilegal
• Memberlakukan IT; • Melakukan verifikasi dari negara asal
PENANGGUNG JAWAB BKF
STATUS
KETERANGAN
Nov 2008 dan berlanjut
Sudah diusulkan dgn surat Memperin No. 949/M-IND/10/2008
Depperin
Dalam proses
Depdagri
Dalam proses
BKF
Dalam Proses
BKF
Dalam proses
Ditjen Daglu Depdag
Dalam proses
Sudah diusulkan dgn surat Memperin No. 949/M-IND/10/2008
NO 16.
CABANG INDUSTRI Telematika
17.
Komponen Kapal
18.
Alat Berat
19.
Komponen/ bahan baku untuk pembuatan PLTU Skala Kecil
20.
Industri perhiasan (Perak)
TUJUAN • Mengendalikan impor legal maupun ilegal
• Mengurangi beban atas melemahnya permintaan ekspor, dan kenaikan harga bahan baku • Mengurangi beban atas melemahnya permintaan ekspor, penurunan harga bahan baku Mengurangi beban atas melemahnya permintaan ekspor, penurunan harga bahan baku Meningkatkan daya saing industri perhiasan (perak)
KEBIJAKAN/TINDAKAN
PENANGGUNG JAWAB
STATUS
KETERANGAN
• Memberlakukan IT untuk impor telepon seluler. • Melakukan pengawaasan terpadu dalam rangka pengendalian impor ilegal • Mempercepat penerbitan fasilitas BMDTP 2009
Ditjen Daglu, Depdag
Selesai
• Depperin • Depdag • Ditjen BC
Dalam Proses
BKF
Dalam Proses
• Mempercepat penerbitan fasilitas BMDTP 2009
BKF
Dalam Proses
• Mempercepat penerbitan fasilitas BMDTP 2009
BKF
Dalam Proses
• Sudah diusulkan dgn surat Menperin No. 949/M-IND/10/2008
Mempercepat penerbitan fasilitas BMDTP 2009
BKF
Dalam Proses
Sudah diusulkan dgn surat Menperin No. 949/M-IND/10/2008
Usulan penghapusan PPN Bahan Baku Perak
• BKF • Ditjen Pajak
Dalam Proses
Surat Menperin kepada Menkeu No: 1002/M-IND/11/2008
• Permendag No. 44/2008 tgl 31 Oktober 2008 • Dasar : SK Mendag No: 780/MDAG/KEP/10/2 008 • Sudah diusulkan dgn surat Menperin No. 949/MIND/10/2008 • Sudah diusulkan dgn surat Menperin No. 949/M-IND/10/2008
NO
CABANG INDUSTRI
TUJUAN
B. Perluasan Akses Pasar Peningkatan pelayanan ekspor produk IKM melalui penyempurnaan prosedur Pemberitahuan Konsolidasi Barang Ekspor (PKBE)
Peningkatan Peluang Pasar bagi IKM dalam pengembangan penanaman modal dan ekspor Perluasan pasar ekspor produk IKM
Industri perhiasan (Perak)
Meningkatkan daya saing industri perhiasan (perak)
KEBIJAKAN/TINDAKAN
a. Menata dan mendesign kembali sistem dan tata laksana Sistem Aplikasi Pelayanan (SAP) Ekspor untuk barang konsolidasi b. Merevisi Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang cara penyelesaian dokumen PKBE c. Penyederhanaan prosedur PKBE untuk produk IKM
Pendirian Kawasan IKM di dalam Kawasan Ekonomi
a. Mendorong efektifitas Pengembangan One Village One Product (OVOP) b. Meningkatkan pasar ekspor IKM melalui perdagangan lintas batas Usulan penghapusan PPN Bahan Baku Perak
PENANGGUNG JAWAB
STATUS
KETERANGAN
• Menko Perekonomian
• Des 2008
• Menko Perekonomian
• Des 2008
• Menteri Keuangan • Menko Bidang Perekonomian
• Des 2008 • Des 2008
Inpres 5 Tahun 2008
• Menteri Perindustrian
Okt 2008 Seharusnya Agt 2008 berlanjut
Inpres 5 Tahun 2008
Dalam Proses
Surat Menperin kepada Menkeu No: 1002/MIND/11/2008
• Menteri Perdagangan • BKF • Ditjen Pajak
Inpres 5 Tahun 2008
CABANG INDUSTRI
NO C.
TUJUAN
KEBIJAKAN/TINDAKAN
Peningkatan Kapasitas SDM / Kewirausahan Peningkatan Sinkronisasi program Kewirausahaan pengembangan IKM di daerah perekonomian rakyat di tertentu daerah tertentu (tertinggal, transmigrasi, paiwisata, dan optimalisasi potensi perempuan di suatu daerah)
PENANGGUNG JAWAB Nenko Bidang Perekonomian
STATUS
KETERANGAN
Seharusnya Agustus 2008 dan berlanjut
Inpres 5 Tahun 2008