KAJIAN KEMITRAAN BADAN KARANTINA PERTANIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH JAWA TIMUR (STUDI KASUS: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN IMPOR)
NELY ZUBAEDAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Kemitraan Badan Karantina Pertanian Dengan Pemerintah Daerah Jawa Timur (Studi Kasus: Implementasi Kebijakan Impor) adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor` Bogor, Agustus 2015 Nely Zubaedah NIM A351130464
RINGKASAN NELY ZUBAEDAH. Kajian Kemitraan Badan Karantina Pertanian Dengan Pemerintah Daerah Jawa Timur (Studi Kasus: Implementasi Kebijakan Impor). Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI dan ABDUL MUNIF. Globalisasi dan perdagangan internasional memberikan dampak pada sektor pertanian di Indonesia, khususnya pada produk hortikultura nasional.Dalam rangka memberikan perlindungan terhadap sumber daya alam termasuk hortikultura, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian nomor 42 tahun 2012 dan nomor 43 tahun 2012 tentang penetapan tempat pemasukanbuah segar dan sayuran segar sertasayuran umbi lapis segarke dalam wilayah Indonesia.Tempat pemasukan komoditas tersebut hanya diizinkan melalui empat pintu masuk, salah satunya adalah pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur. Pasca penetapan pelabuhan Tanjung Perak sebagai pintu masuk produk impor hortikultura, Pemerintah Daerah Jawa Timur kemudian mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 2 tahun 2013 tentang Pengendalian Distribusi Produk Impor di Jawa Timur yang bertujuan untuk menjamin stabilitas harga komoditas lokal, melindungi produk komoditas lokal dan mencegah kontaminasi bahan kimia, biologi dan lain-lain zat yang membahayakan untuk kesehatan manusia. Adanya kebijakan pemerintah daerah terebut menunjukkan adanya resistensi dan kehati-hatian dari pemerintah lokal terhadap pengaruh globalisasi dan perdagangan internasional.Kondisi ini menarik untuk ditelaah lebih lanjut karena dapat memengaruhi sinergitas kebijakan pusat dandaerah. Sehubungan hal tersebut, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis secara komprehensif keragaan tentang kemitraan Badan Karantina Pertanian melalui UPTKP disetiap wilayah kerja dengan pemerintah daerah setempat.Hasil penelitian ini dianalisis dengan metode MAPP, menunjukkan implementasi kebijakan impor terhadap komoditas hortiultura melalui permentan dan pergub tidak berjalan dengan baik.Faktor yang mempengaruhi adalah isi dari kebijakan tersebut yang berpotensi menimbulkan konflik dan multitafsir serta kurangnya sumber daya manusia yang menjalankannya. Kata kunci:Globalisasi, Perdagangan Internasional, Hortikultura, MAPP
SUMMARY NELY ZUBAEDAH. Dynamics of National-Local Partnership on Agricultural Quarantine Policies: A Case Study From East Java .Supervised by DAMAYANTI BUCHORI and ABDUL MUNIF. Globalization and internatonal trade has a big impact on agricultural sector in the country, particulary on horticultural product. In order to protect its environment and natural resources, Indonesian government has issued several regulation e.g Regulation of Agricultural Minister Number 42,2012 and Number 43, 2012 aboutthe protections were set up through restriction on the port of entrance that are allowable for horticultural products. Under this National Regulation, only four ports were permitted permitted to function as entry port, one of them is Tanjung Perak Port, Surabaya, East Java. Shortly after the Regulation was issued, the Governor of East Java issued the Governor’s Decree Number 2, 2013 on the distributional restriction of imported products in East Java to ensure the stability of local commodity prices, protecting local commodity products and to prevent contamination of chemicals, biologicals and others substance that may endanger human health.The Governor’s Decree is an act by local Government that showed resistance to the presence of national regulation and their protection toward competition due to international trades. This situation is further explored to provide information on the power dynamics and synergybetween policies from the central government and local government. This study was designed to comprehensively analyse the national-local policies that were shaped as a reaction to international trade. Further, the analysis focuses on the policies developed by the agriculturalquarantine agency and by the Governor of East Java (local government). Comparison and contrasting of the content of the policies were done jointly between The Quarantine Agency and local government. Result of this study was analysed using MAPP method, which revealed that the implementation of the local policiesthat restrict the flow of horticultural importmay be in conflict with the national policies. Another factor that may affect implementation of the policies are the different interpretations of the policies and the quality of human resources that may hamper its implementation. Keywords:Globalization, International Trade, Horticultural, MAPP
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KAJIAN KEMITRAAN BADAN KARANTINA PERTANIAN DENGAN PEMERINTAH DAERAH JAWA TIMUR (STUDI KASUS: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN IMPOR)
NELY ZUBAEDAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Arifin Tasrif, MSc MM
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 sampai Agustus 2015 ini ialah Kajian Kemitraan Badan Karantina Pertanian dengan Pemerintah Daearah Jawa Timur (Studi Kasus: Implementasi Kebijakan Impor). Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Damayanti Buchori, MSc dan Bapak Dr Ir Abdul Munif MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Pudjianto MSi selaku ketua Program Studi Entomologi, Ibu Prof Dr Ir Sri Hendrastuti MSc selaku ketua Program Studi Fitopatologi dan Bapak Dr Ir Arifin Tasrif MSc.,MM selaku dosen penguji tamu serta staf pengajar Departemen Proteksi Tanaman IPB yang telah memberikan ilmu selama penulis mengikuti pendidikan sehingga dapat dijadikan bekal penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Badan Karantina Pertanian yang telah memberikan beasiswa Program Khusus Karantina pada Sekolah Pascasarjana IPB. Selain itu, penulis sampaikan terima kasih kepada teman-teman satu angkatan (20132014) atas bantuan dan dukungannya. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Akhir kata penulis persembahkan untuk suami tercinta Fanany Tedja serta ananda Althafiandra Tedja Alfarisi dan Elzaara Tedja Afrinnisa. Semoga tulisan ini bermanfaat Bogor, Agustus 2015 Nely Zubaedah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 3 3 4 4
TINJAUAN PUSTAKA Sistem perkarantinaan nasional Otonomi Daerah dan Perlindungan Tanaman Kebijakan Impor Hortikultura
5 5 7 9
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Contoh Prosedur Penelitian
10 10 10 10 11
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan
13 13 23
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
32 32 32
DAFTAR PUSTAKA
33
RIWAYAT HIDUP
90
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5.
Daftar peraturan terkait perlindungan hortikultura ditingkat pusat Peraturan Menteri Sebagai Pelaksana Teknis Perlindungan Hortikultura Kebijakan Pemda Jawa Timur dalam Perlindungan Hortikultura Perbandingan volume pemasukan buah apel dan jeruk mandarin yang melalui Jawa Timur dan seluruh UPTKP Identifikasi permasalahan kebijakan perlindungan hortikultura ditingkat pusat dan daerah
13 15 18 18 19
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3.
4.
5.
6. 7.
Alur operasional MAPP Pintu pemasukan yang ditetapkan berdasarkan Permentan no. 42 (2012) dan permentan no.43 (2012) Pemahaman reponden terhadap aspek kelembagaan pada (A: BBKP Surabaya; B: Dinas Pertanian Tk I; C: Dinas Pertanian Tk II) Pemahaman responden terhadap aspek perlindungan tanaman pada (A: BBKP Surabaya; B: Dinas Pertanian Tk I; C: Dinas Pertanian Tk II) Pemahaman responden terhadap karantina dan perdagangan (A: BBKP Surabaya; B: Dinas Pertanian Tk I; C: Dinas Pertanian Tk II) Model Koordinasi Pemerintah Daerah Jawa Timur dengan Kementerian Pertanian cq Badan Karantina Pertanian Konsep jejaring perlindungan tanaman di Pusat dan Daerah
12 20
21
22
23 30 31
DAFTAR LAMPIRAN 1.
Inventarisasi peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat 2. Hasil analisis permasalahan berdasarkan substansi dari peraturan perundang-undangan ditingkat pusat dan daerah 3. Analisis korelasi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah 4. Lembar Kuisioner 5. Data responden kuisioner 6. Hasil uji spearman's rho terhadap aspek kelembagaan 7. Hasil uji spearman's rho terhadap aspek perlindungan tanaman 8. Hasil uji Spearman's rho terhadap aspek Pemahaman SDM terhadap karantina pertanian dan perdagangan internasional 9. Hasil uji reliabilitas 10. Peraturan Gubernur Jawa Timur no.2 Tahun 2013 tentang Pengendalian Distribusi Produk Impor di Jawa Timur 11. Keputusan Gubernur No. 188/210/Kpts/013/2011 tentang Pembentukan Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar
37 53 57 69 71 72 73 75 76 77 85
PENDAHULUAN Latar Belakang Globalisasi dan perdagangan bebas mensyaratkan tidak adanya hambatan bagi produk pertanian yang dilalulintaskan antar negara, antar kepulauan dan atau antar wilayah selain atas dasar kualitas dan kesehatan produk pertanian. Globalisasi juga berdampak pada semakin besarnya lalu lintas produk pertanian dari negara produsen ke negara konsumen. Dari sisi perlindungan sumber daya hayati, tingginya mobilitas produk pertanian dan manusia harus diwaspadai karena keduanya dapat menjadi media pembawa bibit penyakit (patogen), hama maupun gulma. Saat ini, pertanian Indonesia dihadapkan pada perubahan lingkungan strategis seperti kesepakatan ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) yang mulai berlaku tahun 2016. Pesatnya lalu lintas perdagangan komoditas pertanian antar negara, dinamika permintaan pasar dan perubahan preferensi konsumen perlu diimbangi dengan kebijakan pertanian yang tepat guna dan multiguna. Berdasarkan hal tersebut, Badan Karantina Pertanian (Barantan) yang mempunyai otoritas di pintu pemasukan dan pengeluaran menjadi sangat berperan dalam pencegahan masuk dan tersebarnya hama/penyakit pertanian. Menurut UU No 16 (1992) pada pasal 2 menyebutkan bahwa pembangunan perkarantinaan berasaskan kelestarian sumberdaya hayati. Dalam hal ini sistem perkarantinaan berupaya melindungi pertanian nasional untuk mewujudkan kelestarian, ketahanan dan keamanan pangan serta sumber daya hayati. Sesuai dengan asasnya maka peran Barantan meliputi aspek pengamanan kelestarian sumber daya hayati, pencegahan masuk dan tersebarnya hama penyakit hewan/tumbuhan, kelestarian lingkungan serta jaminan keamanan pangan yang sehat, utuh serta halal. Upaya perlindungan tumbuhan ini sebenarnya telah terwadahi dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 246/Kpts/OT.140/4/2006 yang mengamanatkan fungsi perlindungan tumbuhan secara struktural dalam organisasi perlindungan tumbuhan nasional (National Plant Protection Organization, NPPO) yang meliputi Direktorat Jenderal Perlindungan Tanaman Hortikultura, Direktorat Jenderal Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Perlindungan Tanaman Perkebunan dan Barantan sebagai focal point-nya. NPPO merupakan salah satu instrumen penting dalam pelaksanaan perdagangan baik ditingkat nasional maupun internasional. Ebbels (2003) menyebutkan bahwa NPPO dapat berperan dalam menerapkan larangan, pembatasan atau penolakan terhadap lalulintas perdagangan dalam upaya melindungi keselamatan tumbuhan. Namun demikian, hasil penelitian Noerachman (2009) menyebutkan bahwa kelembagaan dan fungsi NPPO di Indonesia masih sangat lemah, karena belum adanya pengaturan tugas dan kewenangan yang jelas untuk anggotanya, belum adanya kelembagaan NPPO di daerah, dan belum adanya jejaring kerja NPPO dengan instansi lain. Upaya perlindungan terhadap sumber daya nasional juga dihadapkan pada permasalahan otonomi daerah. Menurut UU No 32 (2004), setiap daerah otonom mempunyai keleluasaan dalam menentukan perencanaan, pengembangan dan investasi dibidang pertanian (Suharyo 2000). Salah satu kebijakan tersebut adalah
2 upaya tiap Pemerintah Daerah (Pemda) meningkatkan pendapatan daerah (PAD) melalui berbagai sumber dan peluang seperti dengan pajak, retribusi atau pungutan lainnya (Mayowarni 2008). Usaha memperoleh PAD sebesar-besarnya seringkali kurang mempertimbangkan aspek perlindungan baik kepada petani dan komoditas pertanian maupun dampaknya terhadap perlindungan sumber daya nasional. Hal tersebut semakin diperburuk dengan kebijakan pertanian Pemda yang tidak sejalan dengan kebijakan Pemerintah Pusat. Salah satu bentuk ketidaksinkronannya adalah dalam kebijakan pengendalian impor komoditas hortikultura. Sebelumnya, Pusat Data dan Informasi Pertanian (Pusdatin) (2014) menyebutkan bahwa impor komoditas pertanian mencapai US$ 16 019 juta (2012); US$ 14 856 juta (2013) dan 2014 mencapai US$ 11 957 juta. Khusus nilai impor produk hortikultura terus meningkat sejak tahun 2007 tercatat hanya US$ 798 juta, dan meningkat US$ 1 292 juta (2010), US$ 1 686 juta (2011), US$ 1 810 juta (2012), US$ 1 616 juta (2013), dan US$ 1 333 juta (2014). Dampak nyata dari tingginya impor tersebut adalah masuknya hama penyakit tumbuhan yang sebelumnya tidak ada di Indonesia dan tergolong dalam Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) golongan A1 seperti hasil penelitian Anwar (2004) melaporkan temuan bakteri Clavibacter michiganensis subsp michiganensis, Paracoccus marginatus (Hemiptera; Pseuodococcidae) yang menyerang secara invasif pada tanaman pepaya tahun 2008 (Lolong dkk 2014; Herlina 2011), Phenacoccus manihoti (Hemiptera; Pseuodococcidae) pada tanaman singkong pada tahun 2010 (Rauf 2009; Saputro 2013). Kebijakan pemerintah dalam upaya membendung derasnya impor komoditas pertanian juga tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 42 (2012)1 dan Permentan No 43 (2012)2 yang memuat aturan pembatasan tempat masuk untuk impor komoditas hortikultura khususnya buah dan sayuran serta umbi lapis segar. Namun demikian, kebijakan pembatasan ini juga menuai dukungan dan tentangan dari berbagai pihak termasuk Pemda yang kemudian mengeluarkan peraturan/kebijakan baru. Pemda yang wilayah pelabuhannya ditetapkan sebagai tempat masuk komoditas impor hortikultura mengkhawatirkan terjadinya penurunan produksi pertanian lokal dan sementara bagi daerah yang tidak termasuk dalam ketentuan yang ditetapkan mengkhawatirkan adanya kelangkaan pasukan sayuran segar, buah segar dan sayuran umbi lapis segar di wilayahnya (BPPKP 2012). Peningkatan impor produk hortikultura tidak hanya mengancam kelangsungan produksi produk sejenis diwilayah yang ditetapkan sebagai tempat masuk, namun juga mengakibatkan masuknya OPTK eksotik dan spesies asing yang sebelumnya tidak pernah ada di Indonesia. Hal ini akan sangat mengancam biodiversitas dan pada akhirnya mengakibatkan trunnya produktifitas hortikultura nasional. Sehubungan hal tersebut, penelitian ini bermaksud melakukan kajian apakah peraturan dan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah sudah
1
2
Permentan Nomor 42 Tahun 2012 tentang tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah Segar dan Sayuran Segar ke Dalam Wilayah NKRI. Permentan Nomor 43 Tahun 2012 tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar ke Dalam Wilayah NKRI.
3 sinergis dan sejauh mana dampak dari kebijakan impor komoditas hortikultura mempengaruhi sistem perlindungan tumbuhan. Perumusan Masalah Arus globalisasi dapat menjadi ancaman bagi keberadaan produk lokal. Kondisi ini disikapi dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan ditingkat pusat dan daerah. Pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan pembatasan tempat pemasukan bagi impor komoditas hortikultura melalui Permentan No 42 Tahun 2012. Disisi lain, pemda juga mengeluarkan kebijakan pembatasan dan pengaturan terhadap impor komoditas hortikultura. Salah satu contoh kasusnya adalah di wilayah Jawa Timur, dimana Pemda mengeluarkan Pergub nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengendalian Distribusi Produk Impor. Untuk memahami dinamika yang terjadi, berikut ini diajukan beberapa pertanyaan yang menjadi rumusan permasalahan kebijakan diantara pemerintah pusat dan daerah, sebagai berikut: a. Adakah sinergitas Pemerintah pusat dan daerah dalam mengeluarkan kebijakan impor komoditas hortikultura? b. Bagaimana konsistensi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan dibidang importasi produk hortikultura dengan sistem perlindungan tumbuhan antara Pemerintah Pusat dan Daerah? c. Bagaimana implementasi peraturan terkait importasi produk hortikultura yang diterbitkan Kementerian Pertanian dan Pemda Jawa Timur? d. Bagaimana hubungan antara Barantan dan Pemda Jawa Timur dalam sistem perlindungan tumbuhan yang terkait dengan impor komoditas hortikultura?
Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis secara komprehensif keragaan tentang kemitraan kelembagaan Barantan dan UPTKP disetiap wilayah kerja dengan Pemda setempat. Secara khusus penelitian ini bertujuan : a. Menginventarisir peraturan perundang-undangan Kementerian Pertanian dan Pemda Jawa Timur yang terkait dengan sistem perlindungan tumbuhan terkait impor komoditas hortikultura. b. Mengetahui sinergitas kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam kebijakan perlindungan tanaman melalui kebijakan impor komoditas hortikultura. c. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam implementasi kebijakan sistem perlindungan tumbuhan terkait impor komoditas hortikultura pada Kementerian Pertanian dan Pemda Jawa Timur. d. Menganalisis hubungan kemitraan antara Barantan dan UPTKP di setiap wilayah kerjanya dengan Pemda Jawa Timur dalam sistem perlindungan tumbuhan yang terkait dengan impor komoditas hortikultura.
4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah untuk kepentingan teoritis dan praktis yang dapat digunakan sebagai referensi dalam penyelesaian permasalahan koordinasi kebijakan dan kewenangan diantara Barantan dan UPTKP disetiap wilayah kerjanya dengan Pemda setempat. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan langkah awal dalam inventarisasi dan identifikasi permasalahan kelembagaan Barantan dan UPTKP disetiap wilayah dengan Pemda setempat, serta melihat dan menganalisis peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah terkait sistem perlindungan tumbuhan. Penelitian hanya melakukan kajian kemitraan dalam pelaksanaan sistem perlindungan tumbuhan antar daerah dan pusat khususnya terkait dengan kebijakan impor komoditas hortikultura di wilayah Provinsi Jawa Timur. Dasar pengambilan studi ini adalah Permentan No 42 Tahun 2012 yang menetapkan Pelabuhan Tanjung Perak, Jawa Timur sebagai salah satu pintu masuk importasi produk hortikultura sebagai salah satu upaya pengendalian derasnya produk impor hortikultura ke dalam wilayah Indonesia, pencegahan masuknya dan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan khususnya hortikultura serta perlindungan terhadap kelestarian sumber daya hayati tumbuhan dan lingkungan
5
TINJAUAN PUSTAKA Sistem perkarantinaan nasional Kebijakan nasional dibidang perkarantinaan didasarkan pada pemahaman bahwa karantina adalah tempat pengasingan dan/atau tindakan sebagai upaya pencegahan masuknya dan tersebarnya hama dan penyakit atau organisme pengganggu dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain didalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia. Sedangkan karantina hewan, ikan dan tumbuhan adalah tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan,hama dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain didalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia. Dalam pelaksanaan perkarantinaan berasaskan kelestarian sumberdaya hayati hewan, ikan dan tumbuhan (UU Nomor 16 Tahun 1992). Pengelolaan sumberdaya hayati hewan, ikan dan tumbuhan tersebut dimaksudkan sebagai bagian perlindungan terhadap tanaman, hewan, manusia dan lingkungan hidup disuatu wilayah dari gangguang hama, penyakit, spesies invasif maupun organisme lain yang berasal dari wilayah tersebut. Oleh karena itu, konsep perkarantinaan nasional menjadi penting sebagai suatu proses yang berkelanjutan yang berlaku di pre-border, at-border dan post border. Pentingnya peranan karantina hewan, ikan dan tumbuhan tersebut memerlukan landasan hukum yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum dalam bentuk undang-undang sebagai peraturan dasar maupun peraturan pelaksana lainnya. Barantan (2013) menyebutkan instrumen nasional mengenai sistem perkaantinaan nasional tercakup dalam Kompilasi Peraturan Perkarantinaan Tumbuhan sebagai berikut: 1. UU Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan. Kebijakan tersebut menjadi dasar pelaksanaan sistem perkarantinaan hewan, tumbuhan dan ikan di Indonesia. UU No 16 (1992) menyebutkan tujuan dari sistem perkarantinaan adalah: a. Mencegah masuknya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. b. mencegah tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia c. Mencegah keluarnya hama dan penyakit hewan karantina dari wilayah negara Republik Indonesia. d. Mencegah keluarnya hama dan penyakit ikan dari organisme pengganggu tumbuhan tertentu dari wilayah negara Republik Indonesia apabila negara tujuan menghendakinya. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan 3. Permentan Nomor 88/Permentan/PP.340/12/2011 tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar asal Tumbuhan.
6 4. PermentanNomor 93/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina 5. PermentanNomor 94/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina 6. PermentanNomor 42/Permentan/OT.140/6/2012 tentang Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Buah Segar dan Sayuran Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. 7. PermentanNomor 43/Permentan/OT.140/6/2012 tentang Tindakan Karantina Tumbuhan untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia 8. Analisa Resiko Importasi untuk Importasi Komoditas Pertanian ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Sementara itu, kelembagaan sistem perkarantinaan di Indonesia tercantum dalam Permentan nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Permentan No 61 (2010) mengatur tentang struktur organisasi karantina yang ada di Indonesia. Permentan ini menunjuk Badan Karantina Pertanian sebagai institusi yang bertanggungjawab terhadap sistem perkarantinaan hewan dan tumbuhan. Penyelenggaraan tugas dan fungsi Badan Karantina Pertanian yang diatur melalui permentan diantaranya sebagai berikut: 1. Badan Karantina Pertanian mempunyai tugas melaksanakan perkarantinaan pertanian 2. Badan Karantina Pertanian menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program perkarantinaan hewan, tumbuhan, serta pengawasan keamanan hayati; b. Pelaksanaan perkarantinaan hewan dan tumbuhan, serta pengawasan keamanan hayati; c. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan perkarantinaan hewan dan tumbuhan, serta pengawasan keamanan hayati; dan d. Pelaksanaan administrasi Badan Karantina Pertanian Kebijakan perlindungan tumbuhan yang khusus mengatur tentang komoditas hortikultura tertuang dalam UU No 13 tahun 2010 tentang Hortikultura. UU No 13 (2010) memberikan jaminan hukum terhadap pelaksanaan pertanian dan industri hortikultura nasional. Kebijakan ini mengatur penyelenggaraan sistem pembangunan dan pengembangan hortikultura, kejelasan kewajiban dan kewenangan Pemerintah dan Pemda, serta hak dan kewajiban pelaku usaha dan masyarakat, serta petani yang dijamin oleh kepastian hukum. Tujuannya adalah menjamin pengelolaan dan pengembangan sumber daya hortikultura secara optimal, bertanggungjawab, dan lestari; memenuhi kebutuhan, keinginan, selera, estetika, dan budaya masyarakat terhadap produk dan jasa hortikultura; meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing, dan pangsa pasar; meningkatkan konsumsi produk dan pemanfaatan jasa hortikultura; menyediakan lapangan kerja dan kesempatan usaha; memberikan perlindungan kepada petani, pelaku usaha, dan konsumen hortikultura nasional; meningkatkan sumber devisa negara; dan meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan kemakmuran rakyat.
7 Otonomi Daerah dan Perlindungan Tanaman Pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, sebagaimana telah diganti dengan undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah memberikan dampak terhadap pelimpahan wewenang kepada Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Secara tidak langsung, hal tersebut juga mempengaruhi kebijakan perlindungan tanaman yang terimplementasi dilapangan. Setiap Pemda dapat menyusun rencana pembangunan daerahnya masing-masing dengan lebih terarah sesuai dengan kebutuhannya dengan tetap memperhatikan segala potensinya. Era otonomi daerah, kelembagaan pemeriantah disektor pertanian juga telah mengalami perubahan, termasuk dalam pelaksanaan sistem perlindungan tanaman di Indonesia. Pembagian kewenangan anatara Pemerintah Pusat dan Daerah diatur dalam Undang-undang nomor 34 tahun 2014 tentang Pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah , sebagai berikut: 1. Pemerintah Pusat Kelembagaan perlindungan tanaman di tingkat pusat, terdiri dari: a. Melaksanakan bimbingan teknis serta monitoring dan evaluasi kegiatan b. Balai besar peramalan organisme pengganggu tumbuhan (BBPOPT) melaksanakan pengembangan model peramalan OPT c. Balai Pengujian Mutu Produk Tanaman (BPMPT) melaksanakan pengujian mutu pestisida, pupuk dan pupuk tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. 2. Pemerintah Provinsi Kelembagaan perlindungan tanaman ditingkat provinsi terdiri dari: a. Dinas pertanian yang didalamnya terdapatt unit kera perlindungan tanaman b. Unit pelaksana teknis Dinas/Balai Proteksi tanaman pangan dan hortikultura c. Laboratorium pestisida d. Laboratorium pengamatan hama penyakit/laboratorium agens hayati (LPHP/LAH) e. Brigade Proteksi Tanaman (BPT) Kewenangan provinsi dalam bidang perlindungan tanaman secara garis besar adalah : a. Pengaturan dan pelaksanaan pengendalian wabah hama dan penyakit dibidang pertanian lintas kabupaten/kota b. Penydiaan dukungan pengendalian/eradikasi organisme pengganggu tumbuhan disektor pertanian lintas kabupaten/kota c. Pemantauan, peramalan dan pengendalian serta penanggulangan eksploitasi organisme pengganggu tumbuhan dibidang pertanian. 3. Kabupaten/kota Kelembagaan perlindungan tanaman ditingkat kabupaten/kota terdiri dari: a. Dinas pertanian yang membidangi perlindungan tanaman b. Coordinator pengendali organisme pengganggu tanaman, pengamat hama penyakit (POPT-PHP) c. Pengendali organisme pengganggu tumbuhan-pengamat hama penyakit (POPT-PHP)
8 Kewenangan kabupaten/kota di bidang perlindungan tanaman, sebagai berikut: a. Pengamatan, identifikasi, pemetaan, pengenalian dan analisis dampak keruian produksi tanaman karena OPT b. Bimbingan pengamatan, peramalan, dan pengendalian OPT c. Pengumpulan dan pengolahan data OPT dan DPI d. Penyebaran informasi keadaan serangan OPT dan Peringatan dini serta rekomendasi pengendaliannya e. Pengamatan dan pemantauan daerah yang diicurigai sebagai sumber serangan OOPT f. Pengendalian daerah sumber serangan dan eksplosi OPT g. Bimbingan pemanfaatan dan emantauan penggunaan agens hayati h. Penyediaan dukungan sarana dan prasarana pertanian i. Penyediaan sukungan sarana pengendlaian untuk eradikasi tanaman atau bagian tanaman j. Pembinaan dan bimbingan teknis pelaksanaan pengendalian OPT dan adaptasi DPI terhadap petugas dan masyarakat tani. Hubungan kelembagaan pemerintah di tingkat pusat–provinsi– kabupaten/kota tidak lagi bersifat hirarkis sebagai atasan dan bawahan, tetapi bersifat komplementer dan bersifat koordinasi, hubungan teknis fungsional dan konsultatif (Kemetan 2015). Sejalan dengan hal tersebut, iklim globalisasi semakin meningkatkan terjadinya peluang investasi dan perdagangan sehingga memungkinkan penanaman modal asing pada sector pertanian menjadi semakin terbuka. Mayowarni (2006) menyebutkan bahwa salah satu kebijakan otonomi daerah yaitu meningkatkan pendapatan daerah (PAD) melalui berbagai sumber dan peluang seperti dengan pajak, retribusi atau pungutan lainnya. Dalam bidang pertanian, pelaksanaan otonomi daerah harus mendapatkan perhatian utama khusunya dalam kaitannya dengan distribusi hasil pertanian dimana berbagai retribusi dan pungutan yang ada harus mempertimbangkan dampaknya terhadap produsen diwilayah produksi dan juga konsumsi serta efisiensi perdagangan. Permasalahan otonomi daerah dibidang perdagangan menjadi semakin kompleks dengan banyaknya kebijakan yang bersifat non ekonomi sehingga akan semakin mendistorsi pasar, lebih lanjut upaya untuk dapat meningkatkan pendapatan petani semakin terdistorsi oleh kebijakan daerah tersebut (Mayowarni 2006). Hasil penelitian yang dilakukan Murwito dkk (2013) menunjukkan bahwa implementasi kewenangan penerbitan perda yang dimiliki oleh Pemda membawa dampak buruk terhadap iklim investasi di daerah dan menyebabkan ketidakpastian dalam berusaha sehingga dapat memicu biaya tinggi bagi para pelaku usaha. Pelaksanaan otonomi daerah seringkali menimbulkan berbagai permasalahan antara Pemerintah Pusat dan Pemda, karena dalam prakteknya ada upaya tarik menarik kepentingan (spanning of interest) antara kedua kesatuan pemerintahan. Terlebih lagi dalam negara kesatuan ada upaya dari pemerintah pusat untuk selalu memegang kendali atas berbagai urusan pemerintahan atas dasar menjaga kesatuan dan integritas negara sehingga senantiasa mendominasi urusan pemerintah dengan mengesampingkan peran dan hak Pemda dalam keterlibatannya mengelola dan memperjuangkan kepentingan daerahnya. Hubungan antara pemerintah pusat dan Pemda setidaknya tergantung pada empat
9 faktor utama yaitu hubungan kewenangan, hubungan keuangan, hubungan pengawasan dan hubungan yang timbul dari susunan organisasi pemerintahan di daerah. Kebijakan Impor Hortikultura Kebijakan perdagangan Indonesia harus mengacu dan menyesuaikan dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh World Trade Organization/WTO, termasuk dalam menerapkan kebijakan perdagangan yang menyangkut dalam perijinan impor (impor licensing) yang harus mengacu pada Import Licensing Agreement/ILA. Ketentuan ILA mengharuskan setiap Negara anggota untuk membuat berbagai kebijakan dan peraturan berdasarkan prinsip sederhana, transparan, proses cepat, dan terprediksi. Hal ini berlaku pula untuk segala bentuk perdagangan dibidang pertanian. Sehubungan hal tersebut, Indonesia memanfaatkan kebijakan impor sebagai salah satu instrument strategis untuk menjaga kepentingan ekonomi dan sosial yang lebih luas. Untuk itu pemerintah telah membuat serangkaian kebijakan impor yang bertujuan untuk menjaga, melindungi dan mengamankan aspek K3LM (Kesehatan, Keselamatan, Keamanan Lingkungan Hidup dan Moral Bangsa), melindungi dan meningkatkan pendapatan petani, mendorong penggunaan dalam negeri dan meningkatkan peran ekspor non migas (Widayanto 2011). Sayaka dkk (2013) menyebutkan bahwa untuk dapat menekan tingginya arus impor subsektor hortikultura, Pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan impor berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, yang kemudian terimplementasi dengan Permentan Nomor 60 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH). Selanjutnya, Permentan ini direvisi menjadi Permentan Nomor 47 Tahun 2013 dan direvisi kembali menjadi Permentan Nomor 86 Tahun 2013 tentang RIPH. Perubahan atas kebijakan RIPH dilakukan beberapa kali sebagai upaya penyesuaian terhadap ketentuan perdagangan internasional yang tertuang dalam berbagai aturan WTO. Tujuannya adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi setiap pihak yang akan melakukan importasi produk hortikultura dan jaminan terhadap keamanan produk yang akan diimpor. Dalam upaya membatasi impor ini, Kementerian perdagangan juga menerbitkan kebijakan impor hortikultura melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 60 Tahun 2012 dan direvisi menjadi Permendag Nomor 16 Tahun 2013 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura, yang menegaskan bahwa impor produk hortikultura hanya dapat dilakukan jika kebutuhan konsumsi masyarakat belum terpenuhi. Kebijakan pengendalian impor ini juga secara sinergi dilakukan olehh Kementerian Pertanian melalui Permentan Nomor 42 Tahun 2012 dengan menerapkan pembatasan pintu masuk bagi impor produk hortikultura hanya melalui 4 pelabuhan dan atau Bandar udara yang telah ditetapkan yaitu Bandar Udara Soekarno Hatta (Tangerang), Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya), Pelabuhan Belawan (Medan) dan Pelabuhan Laut Soekarno Hatta (Makassar) serta Kawasan Free Trade Zone (FTZ). Meskipun demikian, pemerintah juga masih membuka peluang bagi Negara yang telah memiliki Mutual Recognition Agreement (MRA) untuk dapat memasukkan diluar tempat masuk yang telah ditetapkan. MRA merupakan bentuk pengakuan atas tindakan karantina bagi Negara yang telah diakui sistem karantina.
10
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Kantor Pusat Badan Karantina Pertanian (Barantan) (Jakarta), UPTKP Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya (Jawa Timur), Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur dan Kantor Pemda Jawa Timur. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 - Februari 2015. Pemilihan lokasi UPTKP BBKP Surabaya dan Pemda Jawa Timur dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu tempat lalulintas media pembawa tumbuhan yang menjadi pintu masuk yang ditetapkan untuk impor produk hortikultura berdasarkan kebijakan Permentan No 42 Tahun 2012.
Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini digunakan data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan metode survey. Data penelitian ditunjang dengan kuisioner dan wawancara mendalam. Data sekunder diperoleh dari lembaga dan instansi terkait di daerah penelitian yang meliputi dokumen/arsip dan laporan penelitian dari Kementerian Pertanian, Barantan, Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, Dinas Perdagangan Provinsi Jawa Timur. Responden yang dipilih dalam kuisioner harus ahli atau mengetahui fenomena yang terjadi sehingga mampu menjawab perumusan masalah dalam penelitian. Kuisioner disebarkan kepada responden dilingkungan Kantor Barantan, UPTKP BBKP Surabaya dan Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang membidangi permasalahan yang terkait dengan penelitian. Wawancara dilakukan kepada informan dan ahli untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak. Informan yang dipilih adalah pihak-pihak yang dianggap mengetahui tentang sistem perkarantinaan di Kantor Pusat Barantan, UPTKP BBKP Surabaya dan Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Adapun pemilihan responden yang dipilih harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Menempati jabatan struktural/fungsional tertentu 2. Memahami aspek kelembagaan/organisasi 3. Memahami regulasi yang menjadi dasar pelaksanaan penelitian 4. Pernah dilibatkan/terlibat dalam permasalahan yang menjadi pokok penelitian
Metode Pengambilan Contoh Penelitian ini dirancang dengan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif (qualitatif research). Metode deskriptif ditujukan untuk pemecahan masalah yang ada pada kondisi sekarang melalui pengumpulan informasi yang relevan dengan penelitian (Singarimbun dan Efendi 1989).
11 1. Populasi Sasaran dan Populasi Sampel Populasi merupakan kelseluruhan unit dalam ruang lingkup dan waktu yang diteliti (Durianto, dkk 2004). Sementara populasi sasaran merupakan keseluruhan individu/unit sampel dalam suatu daerah yang sesuai dengan tujuan penelitian, sedangkan populasi sampel merupakan keseluruhan individu/unit sampel yang menjadi satuan analisis yang layak dan sesuai dengan sampel penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah pihak yang terkait dengan stakeholder sistem importasi hortikultura lingkup Barantan dan Pemda Jawa Timur. 2. Metode Sampling Metode yang diambil dalam penarikan sampel adalah nonprobability sampling dengan teknik pengambilan contoh dilakukan secara purposive sampling. Rahmat (2009) menyebutkan dengan metode ini setiap anggota populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel dengan prosedur dan pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pada pertimbangan tentang karakteristik yang cocok berkaitan dengan sampel yang diperlukan untuk menjawab tujuan dari penelitian Prosedur Penelitian Kajian penelitian dilakukan dengan cara melakukan: (1) inventarisir peraturan perundang-undangan tentang importasi produk hortikultura yang dikeluarkan Barantan dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, (2) analisa perbandingan kebijakan importasi produk hortikultura yang ditetapkan Badan Karantina Pertanian dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, (3) analisa permasalahan yang terjadi dalam adopsi dan implementasi kebijakan perkarantinaan ditingkat pusat dan daerah, (4) evaluasi kelembagaan dan kebijakan sistem perkarantinaan ditingkat pusat dan daerah. Dalam melakukan analisa kebijakan importasi komoditas hortikultura yang ditetapkan Kementerian Pertanian dan Pemerintah Daerah Jawa Timur dapat dirinci sebagai berikut: 1. Inventarisasi peraturan perundang-undangan tentang importasi produk hortikultura. a. Inventarisasi peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan Kementerian Pertanian dalam kebijakan importasi pada subsektor hortikultura termasuk tentang regulasi sistem perkarantinaan dalam importasi komoditas pertanian. b. Inventarisasi peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan Pemerintah daerah Jawa Timur dalam kebijakan importasi dan eksportasi komoditas pertanian. 2. Analisa perbandingan kebijakan importasi produk hortikultura yang ditetapkan Badan Karantina Pertanian dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur 3. Analisa permasalahan yang terjadi dalam adopsi dan implementasi kebijakan perkarantinaan ditingkat pusat dan daerah dengan menggunakan Model Analisa Peraturan Perundang-undangan (MAPP). MAPP dikembangkan oleh Triyono (2012) merupakan alat yang digunakan untuk memetakan, mengkaji dan memberikan rekomendasi terhadap peraturan atau kebijakan yang diindikasikan atau berpotensi menghamat laju
12 pembangunan diberbagai bidang (existing regulation) atau mengkaji kualitas rancangan peraturan yang baru (future regulation) (Bappenas 2012). Penggunaan MAPP dimulai dengan inventarisasi regulasi, identifikasi dan klasifikasi regulasi yang bermasalah atau berpotensi bermasalah kemudian dilanjutkan dengan analisis regulasi. Hasil analisis tersebut akan menghasilkan 3 jenis keputusan, yaitu (1) regulasi dipertahankan; (2) regulasi direvisi; dan (3) regulasi dicabut. Selanjutnya hasil keputusan akan dibuat rencana aksi tindak (Triyono 2012). Potensi permasalahan peraturan tersebut meliputi: a. konflik, apabila terdapat pasal atau ketentuan yang secara nyata bertentangan dengan peraturan lainnya; b. inkonsistensi, apabila terdapat ketentuan atau pengaturan yang tidak konsisten; c. multitafsir, apabila terddapat ketidakjelasan pada subyek dan obyek yang diatur sehingga sulit dipahami dan mengandung sistematika yang tidak jelas; d. tidak operasional, bilamana peraturan atau kebijakan memuat informasi yang sudah tidak relevan, tidak memiliki daya guna atau sulit dalam implementasi namun peraturan atau kebijakan tersebut masih berlaku
Inventarisir Regulasi
Identifikasi Permasalahan
Rekomendasi Individual
Rekomendasi Kolegial
Rencana Tindak
Analisis Individual
Gambar 1 Alur operasional MAPP 4. Evaluasi kelembagaan dan kebijakan sistem perkarantinaan ditingkat pusat dan daerah. Selanjutnya Analisa data dilakukan setelah data berhasil dikumpulkan dari kegiatan penelitiaan. Data tersebut selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan uraian. Penganalisaan data secara kuantitatif dan kualitatif.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan Tentang Perlindungan Hortikultura Hasil inventarisasi dan penelaahan peraturan perundang-undangan ditingkat pusat yang terkait langsung dengan perlindungan tumbuhan hortikultura diperoleh 5 Undang-Undang (UU), 3 Peraturan Pemerintah (PP), dan 2 Keputusan Presiden (Keppres). Hasil inventarisir selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Secara umum, kebijakan pemerintah pusat mengatur sistem pertanian dari proses produksi hingga proses distribusi serta pengaturan tata cara pemasukan dan pengeluaran komoditas pertanian kedalam wilayah Indonesia. Penjabaran kebijakan perlindungan hortikultura selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 1 Daftar peraturan terkait perlindungan hortikultura ditingkat pusat No
Peraturan
Substansi
Ruang lingkup Proses kegiatan produksi sampai dengan pascapanen
1.
UU No. 12 Tahun 1992 (30 April 1992)
Sistem Budidaya Tanaman
2.
UU No. 16 Tahun 1992 (8 Juni 1992)
Karantina Hewan Persyaratan, tindakan, dan Ikan dan Tum- kawasan karantina, jenis OPT buhan dan media pembawa, tempat pemasukan dan pengeluaran
3.
UU No. 7 Tahun 1994 (2 Nopember 1994)
Persetujuan Pem- Prinsip-prinsip penerapan SPS bentukan Organi- dalam perdagangan intersasi Perdagangan nasional Dunia
4.
UU No. 13 Tahun 2010 (24 Nopember 2010)
Hortikultura
Perencanaan; pemanfaatan dan pengembangan sumber daya; pengembangan; distribusi, perdagangan, pemasaran, dan konsumsi; pembiayaan, penjaminan, dan penanaman modal; sistem informasi; penelitian dan pengembangan; pemberdayaan; kelembagaan; pengawasan; dan peran serta masyarakat.
14 Tabel 1 (lanjutan) No
Peraturan
Substansi
Ruang lingkup
5.
UU No. 18 Tahun 2012 (17 Nopember 2012)
Pangan
Perencanaan; ketersediaan; keterjangkauan; konsumsi Pangan dan Gizi; Keamanan; label dan iklan; pengawasan; sistem informasi; penelitian dan pengembangan; kelembagaan; peran serta masyarakat; dan penyidikan.
6.
PP No. 6 Tahun 1995 (28 Pebruari 1995)
Perlindungan Tumbuhan
Sistem buhan
7.
PP No. 14 Tahun 2002 (23 April 2002)
Karantina buhan
8.
PP No. 25 Tahun 2014 (21 April 2014)
Pemberian Fasi- Sistem pemberian fasilitas dan litas Dan Insentif insentif usaha hortikultura Usaha Hortikultura
9.
Keppres No. 45 Tahun 1990 (26 September 1990)
Ratifikasi Interna- Prinsip-prinsip pencegahan intional Plant troduksi dan penyebaran OPT Protec-tion antar negara Convention
10. Keppres No. 58 Tahun 1992 (6 Oktober 1992)
Pengesahan Plant Pencegahan OPT di wilayah Protection Agree- Asia Pasifik ment for The South East Asia And Pacific Regional
perlindungan
tum-
Tum- Sistem perkarantinaan tumbuhan
Peraturan Menteri Sebagai Pelaksana Teknis Perlindungan Hortikultura Peraturan Menteri yang menjadi landasan pelaksana teknis perlindungan hortikultura dalam bidang impor adalah Permentan dan Permendag. Keduanya merupakan penjabaran lebih rinci dari PP tentang Perlindungan Tumbuhan dan PP tentang Karantina Tumbuhan yang telah diharmonisasi dan disesuaikan dengan diberlakukannya UU Hortikultura. Hasil inventarisasi terhadap peraturan menteri selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. Peraturan pelaksana teknis mengatur tentang produksi; sertifikasi dan pengawasan peredaran benih hortikultura; penjabaran Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan Organisme Pengganggu Tanaman Karantina (OPTK); sampai dengan ketentuan dan rekomendasi impor hortikultura yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. Ketentuan impor hortikultura juga menyangkut mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh Barantan ditempat-tempat pemasukan yang telah ditetapkan.
15 Tabel 2 Peraturan Menteri Sebagai Pelaksana Teknis Perlindungan Hortikultura No
Peraturan Menteri
Substansi
Tujuan
1.
Permentan No 44/ Perubahan atas PerPermentan/OT140/3/ mentan No. 94/Per2014 mentan/OT.140/12/2 011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina.
Perubahan status dan situasi HPHK dan OPTK, perubahan tempat dan nama tempat pemasukan dan pengeluaran, serta adanya peningkatan kapasitas tempat pemasukan dan pengeluaran, perlu meninjau kembali Permentan No 94/Permentan/OT. 140/12/2011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina
2.
Permentan No 38/ Tindakan Karantina Permentan/OT140/3/ Tumbuhan di Luar 2014 Tempat Pemasukan dan Pengeluaran
Dasar pelaksanaan tindakan karantina di luar tempat pemasukan dan pengeluaran. Tujuannya adalah untuk memperlancar pelaksanaan tindakan karantina di tempat pemasukan dan pengeluaran.
3.
Permendag No 47/ Ketentuan Impor Perlindungan konsumen, M-DAG/PER/8/ Produk Hortikultura kepastian berusaha, trans2013 paransi, dan penyederhanaan proses perizinan, serta tertib administrasi impor produk hortikultura.
4.
Permentan No 60/ Rekomendasi Impor Meningkatkan efektivitas Permentan/OT140/8/ Produk Hortikultura dan efisiensi pengelolaan 2013 impor produk hortikultura dan memberikan kepastian dalam pelayanan penerbitan RIPH.
16 Tabel 2 (lanjutan) No
Peraturan Menteri
Substansi
Tujuan
5.
Permentan No 48/ Produksi, Sertifikasi Permentan/SR120/8/ Dan Pengawasan 2012 Peredaran Benih Hortikultura
Melakukan pendaftaran usaha perbenihan hortikultura; menjamin ketersediaan benih bermutu secara berkesinambungan; menjamin mutu benih yang beredar sampai di tingkat konsumen; dan memberikan kepastian usaha bagi para produsen benih.
6.
Permentan No 43/ Tindakan Karantina Permentan/OT140/6/ Tumbuhan Untuk 2012 Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar Ke Dalam Wilayah NKRI.
Mencegah masuknya OPTK ke dalam wilayah NKRI dan memenuhi keamanan pangan segar asal tumbuhan.
7.
Permentan No 42/ Tindakan Karantina Permentan/OT140/6/ Tumbuhan Untuk 2012 Pemasukan Buah Segar Dan Sayuran Buah Segar Ke Dalam Wilayah NKRI.
Mencegah masuknya OPTK jenis lalat buah ke dalam wilayah NKRI dan memenuhi keamanan pangan segar asal tumbuhan.
8.
Permentan No 15 / Persyaratan Teknis Permentan/OT140/3/ Dan Tindakan Ka2012 rantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah-Buahan dan/ atau Sayuran Buah Segar Ke Dalam Wilayah NKRI.
Menetapkan empat pintu pemasukan impor dan satu kawasan perdagangan bebas sebagai tempat pemasukan dengan persyaratan tertentu.
9.
Permentan No 05 / Pemasukan Dan Pe- Menjamin ketersediaan Permentan/OT140/2/ ngeluaran Benih benih bermutu secara cu2012 Hortikultura. kup dan berkesinambungan; menumbuhkembangkan industri benih dalam negeri; meningkatkan keragaman genetik dan menjaga keamanan hayati; dan meningkatkan devisa negara.
17 Tabel 2 (lanjutan) No
Peraturan Menteri
Substansi
Tujuan
10.
Permentan No 93/ Jenis Organisme Menetapkan daftar OPTK Permentan/OT 340/ Pengganggu Tum2011 buhan Karantina.
11.
Permentan No 88 / Pengawasan KePermentan/OT.340/ amanan Pangan Ter12/ 2011 hadap Pemasukan Dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT)
12.
Permentan No 38/ Pendaftaran Varietas Melindungi konsumen dari Permentan/OT140/7/ Tumbuhan Hortikul- perolehan benih yang 2011 tura performa/keragaman varietasnya tidak sesuai dengan deskripsi
13.
Permentan No 09/ Persyaratan Dan Mencegah masuknya permentan/OT140/2/ Tatacara Tindakan OPTK dan/atau OPTP serta 2009 Karantina Tumbuh- untuk memberikan kepasan Terhadap Pema- tian pelaksanaan tindakan sukan Media Pemba- karantina terhadap media wa OPTK Ke Dalam pembawa yang dimasukan Wilayah NKRI. ke dalam wilayah NKRI.
PSAT yang dimasukkan ke dalam wilayah NKRI tidak mengandung cemaran kimia dan cemaran biologi melewati batas maksimum serta bahan kimia yang dilarang, PSAT yang dikeluarkan dari dalam wilayah NKRI memenuhi persyaratan negara tujuan.
Peraturan Gubernur Jawa Timur Terkait Perlindungan Hortikultura Permentan No 42 (2012) dan Permentan No 43 (2012) menetapkan Pelabuhan Tanjung Perak, Jawa Timur sebagai salah satu tempat pemasukan impor komoditas hortikultura. Sehubungan hal tersebut, Pemda Jawa Timur juga mengeluarkan Pergub Jawa Timur No 22 (2012) tentang Pengendalian Impor Produk Hortikultura dan Pemberdayaan Usaha Hortikultura di Jawa Timur, yang kemudian diubah menjadi Pergub Jawa Timur No 2 (2013) tentang Pengendalian Distribusi Produk Impor di Jawa Timur. Pergub tersebut mengatur tentang pengawasan yang dilakukan oleh Pemda Jawa Timur terhadap komoditas yang diimpor ke dan melalui wilayah Jawa Timur. Pengawasan yang dilakukan Pemda Jawa Timur merupakan bentuk kekhawatiran akan terganggunya stabilitas harga komoditas pertanian lokal. Hal tersebut didasarkan pada data Barantan (2014) menunjukkan adanya kenaikan jumlah komoditas impor yang masuk ke wilayah Jawa Timur dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia (Tabel 4). Selain itu, Pemda Jawa Timur juga mengeluarkan pembaruan kebijakan pungutan retribusi
18 yang dikenakan terhadap komoditas barang impor. Kebijakan Pemda terkait perlindungan hortikultura di Jawa Timur selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kebijakan Pemda Jawa Timur dalam Perlindungan Hortikultura No
Kebijakan
Substansi
Tujuan
1.
Perda No 15 Tahun 2013
Retribusi daerah
Mengatur tentang biaya retribusi yang dikenakan kepada objek retribusi atas berbagai perijinan dan pemakaian kekayaan daerah.
2.
Pergub No 2 Tahun 2013
Pengendalian Dis- Memberikan perlindungtribusi Produk Im- an stabilitas harga komoPor di Jawa Timur ditas lokal guna meningkatkan kesejahteraan petani lokal.
3.
Keputusan Gubernur No Pembentukan Tim Membentuk tim pelaksa188/210/Kpts/013/2011 Terpadu Pengawas- na tugas dalam rangka an Barang Beredar pengawasan barang beredar yang dilak-sanakan secara terpadu oleh unsur instansi terkait.
Tabel 4 Perbandingan volume pemasukan buah apel dan jeruk mandarin yang melalui Jawa Timur dan seluruh UPTKP
Tahun
2010
Apel (dalam Kg) Seluruh Jawa Timur* UPTKP
Jeruk Mandarin (dalam Kg) Seluruh Jawa Timur* UPTKP
48337107.83
211961265.43
25097917.50
101652049.85
57391199.32
231841,328.32
35542489.85
126969631.58
106460513.30
206011881.83
71408898.41
1345884306.11
97717664.64
135042602.59
70117649.53
76881091.11
72697312.95 106658036.56 * BBKP Surabaya (Barantan 2014)
69274900.00
84919576.48
2011 2012 2013 2014
19 Identifikasi Permasalahan Setelah dilakukan inventarisasi peraturan dan kebijakan, kemudian dilakukan identifikasi permasalahan baik ditingkat pusat maupun daerah. Kebijakan tersebut diidentifikasi dengan variabel utama perlindungan tumbuhan dan kesesuaiannya dengan kebijakan perdagangan internasional yang telah diratifikasi Pemerintah. Adapun peraturan yang diidentifikasi meliputi UU No 16 (1992) tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dan UU No 13 (2010) tentang Hortikultura serta peraturan teknis yang dikeluarkan Pemerintah Pusat melalui Permentan No 42 (2012) tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Terhadap Pemasukan Buah Segar dan Sayuran Buah Segar ke Dalam Wilayah NKRI. Selain itu, diidentifikasi pula kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemda Jawa Timur sebagai tanggapan atas kebijakan Pemerintah Pusat yang tertuang dalam Pergub No 2 (2013). Hasil identifikasi permasalahan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Secara umum, permasalahan dari kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemda terdapat pada aspek substansi dan prinsip yang masih menunjukkan potensi terjadinya konflik dan multitafsir terhadap pasal-pasalnya. Pokok permasalahan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3. Tabel 5 Identifikasi permasalahan kebijakan perlindungan hortikultura ditingkat pusat dan daerah Variabel
Peraturan Perundang-undangan UU No 16 UU No 13 Permentan Pergub (1992) (2010) No 43 (2012) No 2 (2013)
Perlindungan tanaman
√
√
√
√
Koordinasi
-
√
-
√
Surveilans
√
-
-
-
Pemeriksaan
√
√
√
√
Eradikasi
-
-
-
-
Pengawasan
√
√
-
√
Perlakuan (SPS WTO)
√
√
√
-
Perlindungan area/ kawasan
√
√
-
-
Pembinaan
√
√
-
-
Hasil Analisa Peraturan Perundang-undangan (MAPP) Terhadap Kebijakan Perlindungan Hortikultura Model Analisa Peraturan Perundang-undangan (MAPP) merupakan instrumen yang dibuat untuk melakukan evaluasi terhadap peraturan yang berlaku atau sedang menjadi hukum positif. Model ini dikembangkan dari teori keberlakuan peraturan perundang-undangan yang mendasarkan pada aspek filosofis, aspek yuridis dan aspek sosiologis. Hasil analisis dengan MAPP terhadap kebijakan perlindungan tanaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemda Jawa Timur adalah sebagai berikut:
20 1. Konflik Pemerintah Pusat mengeluarkan kebijakan pembatasan tempat pemasukan impor hortikultura melalui Permentan No. 43 (2012) dan Permentan No. 42 (2012). Tempat pemasukan yang ditetapkan berdasarkan kedua permentan tersebut adalah Pelabuhan laut Belawan (Sumatera Utara), Bandar udara Soekarno-Hatta Cengkareng (Banten), Pelabuhan laut Tanjung Perak (Jawa Timur), dan Pelabuhan laut Soekarno-Hatta Makassar (Sulawesi Selatan) seperti yang dapat dilihat pada Gambar 5. Dikeluarkannya Pergub No. 2 (2013) dianggap sebagai bentuk penolakan Pemda Jawa Timur sebagai salah satu tempat pemasukan yang ditetapkan. Berdasarkan aturan pergub, Gubernur Jawa Timur dapat menolak masuknya impor buah segar dan sayuran buah segar serta umbi lapis segar dengan alasan administrasi, melalui penolakan surat pernyataan dan tidak keluarnya surat izin bongkar. Hal tersebut berpotensi menimbulkan conflict of interest maupun ketidaksinkronan kebijakan Pemerintah Pusat dan daerah.
Gambar 2 Pintu pemasukan yang ditetapkan berdasarkan Permentan no. 42 (2012) dan permentan no.43 (2012) 2. Multitafsir Peraturan dapat menimbulkan multitafsir apabila tidak ada kejelasan objek dan subyek baik dalam norma maupun pelaksananya. Rumusan norma yang tidak jelas tersebut menimbulkan ketidakpastian baik bagi pihak pelaksana maupun pihak yang terkena aturan. a. Pasal 7 Pergub No. 2 (2013) menyatakan bahwa setelah menyampaikan surat pernyataan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 5 ayat (1) importir dapat mendistribusikan komoditasnya di Wilayah Jawa Timur dan atau di luar Wilayah Jawa Timur. Perumasan pasal tersebut mengatur kewajiban tambahan berupa surat pernyataan alur distribusi bagi importir yang akan mendistribusikan komoditasnya yang melalui pintu masuk Jawa Timur. Namun demikian,
21 tidak ada pengaturan lebih lanjut mengenai importir yang tidak menyampaikan surat pernyataan atau sudah menyampaikan surat pernyataan tetapi ditolak atau kurang lengkap, sehingga tidak ada kepastian izin dan waktu bagi importir yang telah mendapatkan persetujuan impor dari Kementrian Perdagangan. b. Pasal 10 Pergub No. 2 (2013) menyatakan untuk komoditi produk impor olahan dan turunannya serta yang dapatdihasilkan di Jawa Timur, pada kondisi tertentu (panen) distribusi komoditi impornya akan diatur lebih lanjut oleh instansi teknis yang menangani. Perumusan pasal tersebut hanya mengatur subyek yang boleh bertindak sebagai penyelenggara kegiatan, akan tetapi perumusan di dalam pasal dilakukan dengan cara yang membingungkan sehingga tidak mudah untuk memahami dan menemukan siapa atau institusi apa yang sesungguhnya berwenang melakukan kegiatan tersebut. Selain itu, tidak ada penjelasan mengenai koordinasi atau pelaksaan antara Pemerintah Daerah Jawa Timur dengan instansi yang dimaksud. Hasil kuisioner dan wawancara terhadap responden terpilih Kuisioner dilakukan terhadap 11 responden terpilih dengan 3 variabel utama yaitu aspek kelembagaan; aspek pemahaman terhadap regulasi perlindungan tanaman; dan aspek pemahaman Sumber Daya Manusia (SDM) terhadap OPTK dan aturan perdagangan internasional. Penentuan jumlah responden berdasarkan kriteria pemilihan responden. Menurut Rahmat (2009), dalam penelitian kualitatif metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive menggunakan sampel yang sedikit dan sesuai dengan tujuan penelitian. Data hasil kuisioner pada aspek kelembagaan terhadap responden dari BBKP Surabaya, Dinas Pertanian Tingkat I, dan Dinas Pertanian Tingkat II menunjukkan nilai 75%, 78%, dan 79% responden mengetahui materi yang menjadi variabel penilaian (Gambar 1). Sementara itu 25%, 22%, dan 21% responden BBKP Surabaya, Dinas Pertanian Tingkat I dan Dinas Pertanian Tingkat II tidak memahami fungsi kelembagaan pada variabel pertanyaan yang meliputi koordinasi, ada tidaknya petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan, sosialisasi kebijakan dan juga pembinaan dari pejabat yang lebih tinggi atau instansi lain.
Gambar 3 Pemahaman reponden terhadap aspek kelembagaan pada (A: BBKP Surabaya; B: Dinas Pertanian Tk I; C: Dinas Pertanian Tk II)
22 Hasil kuisioner pemahaman responden terhadap aspek perlindungan tanaman menunjukkan nilai BBKP Surabaya sebesar 90%, Dinas Pertanian Tingkat I sebesar 58%, dan Dinas pertanian tingkat II sebesar 70% mengetahui berbagai variabel yang ditanyakan (Gambar 2). Variabel pertanyaan yang dilakukan terhadap responden meliputi pemahaman terhadap legislasi dan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan perlindungan tanaman di Indonesia, ada atau tidaknya kegiatan pemantauan yang rutin dilaksanakan untuk mengontrol keberadaan atau status OPT/OPTK, dan ada atau tidaknya kegiatan eradikasi terhadap kawasan atau area tertentu dilingkup area tugas dinas/instansi tersebut.
Gambar 4 Pemahaman responden terhadap aspek perlindungan tanaman pada (A: BBKP Surabaya; B: Dinas Pertanian Tk I; C: Dinas Pertanian Tk II) Hasil kuisioner pada aspek pemahaman responden terhadap keberadaaan Karantina Pertanian dan aturan dalam perdagangan internasional yang dilakukan dilingkungan BBKP Surabaya, Dinas Pertanian Tingkat I dan Dinas Pertanian Tingkat II menunjukkan nilai respon 96%, 57% dan 33% responden mengetahui keberadaan Karantina Pertanian. Variabel pertanyaan yang ditujuan meliputi sertifikat kesehatan tumbuhaan yang akan dilalu lintaskan antar kawasan dalam/luar negeri atau sanitary and phytosanitary sertificate (SPS WTO), aturan perdagangan internasional yang tertuang dalam International Standard for Phytosanitary Measures(ISPM), dan daftar hama/penyakit yang ditetapkan oleh Badan Karantina Pertanian. Secara umum, responden pada Dinas Pertanian Tingkat I dan II tidak mengetahui fungsi dan peran karantina terhadap perlindungan tanaman. Dan responden pada Dinas Pertanian tingkat II tidak mengetahui aturan perdagangan internasional yang juga merupakan bagian dari upaya perlindungan tanaman secara internasional. Secara umum, hasil wawancara terhadap responden terkait variabel sosialisasi kebijakan perlindungan tanaman menunjukkan respon positif, namun pada kenyataannya responden penelitian kurang memahami subyek regulasi yang dipertanyakan. Selain itu, pemahaman dan pengetahuan responden masih kurang terkait mekanisme atau aturan mengenai SPS-WTO yang mejadi bagian fundamental dalam kebijakan perdagangan internasional.
23
Gambar 5 Pemahaman responden terhadap karantina dan perdagangan (A: BBKP Surabaya; B: Dinas Pertanian Tk I; C: Dinas Pertanian Tk II)
Pembahasan Pemerintah Indonesia berupaya memberikan perlindungan terhadap kelestarian sumber daya hayati dengan melakukan ratifikasi terhadap International Plant Protection Convention (IPPC) dan Plant Protection Agreement for The South East Asia And Pacific Regional melalui Keppres No 45 (1990) dan Keppres No 58 (1992). Implementasi dari ratifikasi kedua ketentuan internasional tersebut juga dituangkan pemerintah melalui pembentukan UU No 12 (1992) dan UU No. 16 (1992). Keduanya menjadi dasar hukum pelaksanaan perlindungan tanaman dari mulai proses budidaya tanaman dilapang hingga perlindungan terhadap masuk/keluar maupun tersebarnya hama dan penyakit tumbuhan di wilayah NKRI. Kebijakan perlindungan tanaman yang lebih khusus diberikan untuk komoditas hortikultura melalui UU No. 13 (2010). Melalui kebijakan ini, Pemerintah berupaya meningkatkan dan memberdayakan produktifitas hortikultura nasional. Bentuk nyata dari implementasinya adalah upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan terhadap investasi asing dan impor komoditas hortikultura yang semakin meningkat tiap tahun (Tabel 5). Namun demikian, pemberlakuan UU No 13 (2010) mendapatkan respon negatif dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri, Gabungan Asosiasi Benih Nasional menggugat pelaksanaan Pasal 1003 dan Pasal 131 ayat (2)4 ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2013. Meskipun kemudian hasil sidang MK memutuskan untuk menolak secara keseluruhan gugatan Asosiasi Benih Nasional dengan nomor putusan 20/PUU-XII/2014. Amanat hasil keputusan MK tersebut kepada pemerintah pusat adalah menjaga ketersediaan benih unggul bagi petani hortikultura. Tanggapan negatif dari luar negeri yaitu adanya aduan Amerika 3
Pasal 100 ayat (3) UU No 13 tahun 2010: besarnya penanaman modal asing dibatasi paling banyak 30% (tiga puluh persen). 4 Pasal 131 ayat (2) UU No 13 tahun 2010: dalam jangka 4 (empat) tahun sesudah UndangUndang ini mulai berlaku, penanam modal asing yang sudah melakukan penananam modal dan mendapatkan izin usaha wajib memenuhi ketentuan dalam pasal 100 ayat (2), (3), (4) dan (5).
24 serikat dalam sidang WTO tahun 2012. Keberatan yang disampaikan oleh Pihak Amerika Serikat terkait pembatasan tempat pemasukan yang tertuang dalam Permentan No 42 (2012) dan Permentan No. 43 (2012) tanpa memberikan alasan ilmiah dalam penetapannya. Hal ini menjadi tanggungjawab pemerintah pusat untuk mengeluarkan kebijakan yang implementatif, tidak berpotensi konflik dan multitafsir bagi semua pihak. Penetapan tempat pemasukan di dalam negeri juga mendapat respon dari pemerintah daerah yang wilayahnya ditetapkan sebagai tempat pemasukan, seperti Pemda Jawa Timur. Penunjukkan Pelabuhan Tanjung Perak sebagai pintu masuk menimbulkan kekhawatiran akan terganggunya produktivitas dan daya saing komoditas pertanian Jawa Timur. Hal tersebut didasarkan pada besarnya volume komoditas impor produk hortikultura yang masuk melalui wilayah Jawa Timur seperti yang terlihat pada Tabel 5. Sementara Jawa Timur merupakan sentra produksi hortikultura sebagai penghasil Apel, Mangga, Pepaya, Jeruk, Cabai, Tomat, Kentang dan Bawang Merah serta Anggrek yang memasok 30% kebutuhan buah nasional (BKPP Daglu 2010) Pemda Jawa Timur kemudian mengeluarkan Pergub No 22 (2012)5. Kebijakan tersebut mengatur tentang impor hortikultura ke Jawa Timur yang dapat dilakukan diluar masa panen dan jenis produk hortikultura yang diperbolehkan untuk diimpor adalah yang tidak dihasilkan oleh petani di Jawa Timur. Selain itu, Pemda Jawa Timur juga menambahkan persyaratan tambahan dimana produk tersebut harus berkualitas atau hasil panen baru dari negara asal. Gubernur Jawa Timur kemudian merevisi kebijakannya melalui Pergub No 2 Tahun 2013 tentang Pengendaian Distribusi Produk Impor di Jawa Timur. Proteksi dari aturan tersebut juga berusaha memberikan perlindungan terhadap petani lokal pasca penetapan Pelabuhan Tanjung Perak sebagai salah satu dari 4 pintu masuk impor impor buah segar dan sayuran buah segar serta umbi lapis segar sesuai aturan Permentan No 42 (2012) dan Permentan No 43 (2012). Pergub tersebut menjadi dasar hukum dalam pengendalian dan pengawasan produk impor yang masuk ke wilayah Jawa Timur. Melalui kebijakan ini Pemda Jawa Timur berusaha mengendalikan produk impor; menjaga stabilitas harga komoditas lokal; melindungi dan meningkatkan kesejahteraan serta kepentingan petani; perlindungan terhadap masuknya OPT atau OPTK; dan perlindungan terhadap konsumen. Aturan dalam Pergub juga mewajibkan importir menyampaikan surat pernyataan keterangan distribusi produk impor kepada Gubernur melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Kewajiban tersebut harus dilampirkandengan Bill of Lading, Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Tanda Daftar Gudang Produk Impor dan Kartu Kendali Gudang Produk Impor. Selain itu, Pemda Jawa Timur mewajibkan importir memiliki gudang penyimpanan yang layak sebelum komoditas mereka distribusikan.Hal ini untuk menjaga agar komoditas mereka tidak “bocor” di wilayah Jawa Timur sebelum sampai ke daerah tujuan. Keseluruhan kegiatan tersebut dilakukan dengan membentuk Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (TPBB) (lampiran 1). Hasil pelaksanaan pengawasan peredaran, monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Tim dilaporkan kepada Gubernur dan akan dipakai 5
Pergub No 22 (2012)5 tentang Pengendalian Impor Produk Hortikultura dan Pemberdayaan Usaha Hortikultura di Jawa Timur
25 sebagai bahan saran pertimbangan kepada pemerintah pusat dalam hal pemberian Surat Persetujuan Impor (SPI). Pada kenyataannya, Pergub No 2 (2013) tersebut belum sepenuhnya diimplementasikan. Harini (komunikasi pribadi, 2014) menyebutkan tim TPBB secara rutin melaksanakan kegiatan pengawasan setiap 3 bulan sekali dengan melibatkan karantina pertanian. Tim tersebut dipimpin langsung oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemda Jawa Timur dengan melaporkan hasil kegiatannya setiap 6 bulan sekali kepada Gubernur Jawa Timur. Namun, menurut Tri (komunikasi pribadi, 2014) dan Damaris (komunikasi pribadi, 2014), Dinas Pertanian tidak melakukan kerjasama secara rutin dengan Barantancq.BBKP Surabaya dalam melakukan pengawasan baik terhadap barang beredar maupun terhadap OPT/OPTK. Pelaksanaan kerjasama yang dilakukan adalah melalui Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) melalui pembentukan Tim Koordinasi Pengawasan dan Pengendalian Makanan dan Minuman (TKP2MI) yang diketuai oleh Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jawa Timur. Tim tersebut melakukan operasi pasar terhadap bahan makanan dan minuman kadaluarsa yang dilakukan khususnya menjelang perayaan hari besar keagamanan. Selanjutnya, kerjasama rutin yang dilakukan dengan BBKP Surabaya adalah melalui UPTD Pemasaran dan Sertifikasi Hasil Pertanian yang merupakan unit pelaksana dari Dinas Petanian Provinsi dalam hal sertfikikasi komoditas pertanian yang akan diekspor dan harus memenuhi persyaratan ekspor yang ditetapkan oleh pihak karantina. Djayadi (komunikasi pribadi, 2014) juga menyebutkan BBKP Surabaya tidak melakukan koordinasi secara formal terkait pelaksanaan pengawasan barang beredar seperti yang tertuang dalam Pergub No. 2 tahun 2013. BBKP Surabaya hanya melaksanakan aturan seperti yang tertuang dalam UU No. 16 (1992) dan peraturan teknis yang menjadi turunannya sperti Permentan No. 09 (2009), Permentan No. 42 (2012), dan Permentan lain yang ditetapkan oleh menteri sebagai prasyarat pemasukan media pembawa OPTK. Apabila tidak ada aturan tambahan yang ditetapkan berdasarkan permentan maka BBKP Surabaya tidak akan melaksanakannya termasuk yang terkait dengan Pergub No. 2 (2013). Akibatnyatidak semua importir melaksanakan amanat pergub tersebut karena memang tidak dipersyaratkan dalam persyaratan administrasi impor yang ditetapkan Barantan melalui Permentan No. 9 tahun 2009. Hal tersebut sesuai dengan hasil respon yang ditunjukkan responden pada Dinas Pertanian Tingkat I dan II dilingkup Pemda Jawa Timur. Responden pada kedua lingkup dinas tersebut kurang mengetahui fungsi Barantan sebagai bagian dalam sistem perlindungan hortikultura. Ketidaktahuan responden terhadap kebijakan perkarantinaan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat juga ditunjukkan dengan kurangnya tingkat pemahaman responden terhadap kebijakan penetapan OPT/OPTK. Hal tersebut berakibat pada kurangnya kerjasama diantara instansi terkait dalam pelaporan dan penanganan OPT/OPTK serta temuan OPT/OPTK baru yang termasuk dalam kategori A1 (belum ada di Indonesia). Secara umum kebijakan perdagangan pada dasarnya terdiri dari kebijakan ekspor dan kebijakan impor. Dalam hal ini, setiap kebijakan perdagangan harus menyesuaikan dengan komitmen pemerintah terhadap kesepakatan dagang baik di tingkat nasional maupun internasional.Namun demikian, pemerintah pusat juga
26 harus tetap berorientasi pada memberikan perlindungan terhadap sumber daya nasional dan bersikap defensive terhadap petani/industri domestik. Dalam kaitan hal tersebut, pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan untuk memperketat impor komoditas pertanian dengan pembatasan pintu masuk untuk impor komoditas tertentu.Salah satu kebijakan pemerintah pusat dalam perlindungan komoditas pertanian tertuang dalam UU No 13 (2010), Permentan No. 42 (2012) dan Permentan No. 43 (2012). Kebijakan tersebut didasarkan pada kekhawatiran akan meningkatnya impor komoditas hortikultura yang mengancam terhadap media pembawa hama/penyakit tumbuhan dan species invasif, mendorong Pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan pertanian yang mampu menghambat tingginya impor komoditas pertanian. Dalam hal ini, Pemerintah mengunakan instrumen hambatan non tarif (non tariff barrier) sebagai mekanisme dalam menekan tingginya impor komoditas pertanian.Non tariff barrier merupakan regulasi, peraturan dan birokrasi yang menunda atau menghalangi perdagangan internasional (Simamora 2007). Pasca penetapan PL Tanjung Perak (Jawa Timur) sebagai salah satu pintu masuk impor, Pemda Jawa Timur kemudian Pergub No. 2 (2013) tentang Pengendalian Distribusi Produk Impor. Kebijakan tersebut dikeluarkan sebagai langkah antisipatif dan perlindungan terhadap komoditi pertanian lokal. Namun demikian, kebijakan tersebut dinilai menghambat laju investasi dengan adanya penambahan prasyarat impor bagi importir. Disisi lain, penetapan PL Tanjung Perak (Jawa Timur) juga mengamanatkan kepada BBKP Surabaya sebagai unit pelaksana teknis Barantan berdasarkan UU No 16 (1992). Kebijakan impor yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian cq Barantan dan Pemda Jawa Timur sebenarnya merupakan bentuk dukungan terhadap perlindungan hortikultura nasional. Namun demikian, ada beberapa variabel kebijakan yang belum ada diantara kebijakan yang telah ditetapkan tersebut (Tabel 4). Pemerintah pusat telah menuangkan kebijakan perlindungan tanaman sebagai aspek utama dalam kebijakan pertanian diantaranya melalui UU nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina hewan, ikan, dan tumbuhan serta UU nomor 13 tahun 2010 tentang Hortikultura. Pada kedua undang-undang tersebut juga mengatur tentang kewajiban dilakukannya pemeriksaan terhadap komoditas pertanian yang diimpor dari luar negeri, kewajiban dilakukannya pengawasan, tindakan perlakukan berdasarkan ketentuan SPS, dan perlindungan terhadap area/ kawasan yang menjadi sentra produksi. Amanat dari kedua kebijakan tersebut juga mewajibkan dilakukannya pembinaan dari instansi yang lebih tinggi kepada instansi dibawahnya maupun terhadap petani maupun pelaku swasta. Namun demikian, diantara beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut, koordinasi dan pembinaan diantara lembaga/instansi terkait ternyata belum diatur secara keseluruhan. Selain itu, kebijakan perlindungan tanaman yang dikeluarkan oleh Pemda Jawa Timur melalui Pergub No 2 Tahun 2013 ternyata belum mengakomodir ketentuan impor yang ditetapkan oleh WTO maupun perlindungan dalam skala yang lebih spesifik terhadap area atau kawasan yang menjadi sentra produksi hortikultura. Upaya perlindungan terhadap komoditas lokal yang dilakukan oleh Pemda Jawa Timur berpotensi menimbulkan sikap diskriminatif terhadap komoditas barang impor. Ketentuan pengaturan waktu dan kuota impor yang ditetapkan oleh Pemda Jawa Timur bertentangan dengan aturan perdagangan internasional. UU
27 No. 7 (1994) menyebutkan bahwa GATT melarang adanya kebijakan pembatasan perdagangan yang bersifat kuantitatif seperti pembatasan kuota ekspor maupun impor. Konsekuensi dari kesepakatan WTO tersebut adalah para pelaku bisnis dan unsur pemerintahan suatu Negara harus memahami, memenuhi, dan melaksanakan aturan main dalam perdagangan internasional yang telah disepakati bersama. Dalam perspektif perlindungan tanaman, kebijakan pemerintah dalam membatasi tingginya impor komoditas hortikultura berdampak positif terhadap upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama/penyakit dan spesies invasif yang dapat mengancam biodiversitas nasional. Namun demikian, upaya tersebut ternyata belum mampu menghambat introduksi hama/penyakit ke dalam wilayah Indonesia. Hasil penelitian Yulianto (2015) terhadap buah Lengkeng yang diimpor dari Thailand melalui Pelut Tanjung Perak (Jawa Timur) menemukan adanya hama kutu putih spesies Pseudococcus comstocki dan Maconellicoccus ramchensis. Menurut Permentan No 93 (2011), kedua spesies tersebut belum pernah dilaporkan ada di Indonesia dan masuk dalam daftar OPTK A1 (belum ada di Indonesia). Laporan William (2004) juga menyebutkan temuan kutu putih M. ramchensis pada buah durian dari Thailand yang diimpor ke Amerika Serikat. Hal tersebut menjadi ancaman serius pada buah lokal Indonesia khususnya durian lokal dan buah yang satu famili dengan lengkeng yaitu rambutan. Menurut BPPKP Daglu (2012) Jawa Timur merupakan daerah sentra produksi pertanian yang menyumbang 30% kebutuhan hortikultura nasional. Selain itu, berdasarkan Kepmentan No. 511 (2006) Jawa Timur juga menjadi daerah sentra bagi komoditas hortikultura binaan seperti apel, mangga, manggis, pisang, salak, durian, rambutan dan manggis. Hasil penelitian Nurcholis (2015) juga menemukan cendawan yang menginfeksi laten pada buah jeruk impor yang masuk melalui Pelut. Tanjung Perak (Jawa Timur). Cendawan yang ditemukan menginfeksi laten tersebut yaitu Alternaria citri, Fusarium incarnatum, Colletotrichum gloeosporioides, Colletotrichum boninense dan Guignardia mangiferae. Menurut Permentan No. 93 (2011) cendawan A. citri merupakan spesies yang masuk dalam ketegori OPTK A1 atau belum terdapat di Indonesia. Namun demikian, F. incarnatum dan C.boninense juga belum pernah dilaporkan ada di Indonesia meskipun kedua spesies tersebut tidak tercantum pada daftar hama/penyakit berdasarkan Permentan No. 93 Tahun 2011. Peningkatan resiko ancaman hama/penyakit tersebut merupakan implikasi dari peningkatan mobilitas media pembawa OPTK. Oleh karena itu, Barantan sebagai technical barriers dan BBKP Surabaya sebagai unit pelaksana teknis karantina di wilayah Jawa timur harus mampu meningkatkan maximum security dengan memiliki teknologi deteksi cepat yang efektif dan efisien dalam pencegahan masuk dan tersebarnya OPTK. Penemuan hama/penyakit pada komoditi impor tersebut dapat dijadikan dasar bagi pemerintah untuk menghambat derasnya impor hortikultura. Menurut Sanitary and Phytosanitary (SPS) Agreement, untuk menjamin kualitas produk pertanian yang dilalulintaskan dan melindungi tumbuh-tumbuhan atau pertanian di negaranya, setiap anggota berhak untuk mengambil tindakan yang berkaitan dengan fitosanitari, tetapi harus tetap didasarkan pada prinsip atau kaidah dan bukti ilmiah yang cukup (Roberts 2005). Pemahaman kualitas dalam produk
28 pertanian yang diimpor ke dalam suatu negara adalah produk tersebut harus zero tolerance bebas dari Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK) (Sikdar et al. 2014). Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pembatasan pintu masuk impor komoditas hortikultura belum cukup efektif dalam pencegahan masuk hama/penyakit tumbuhan. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi dari semua pihak terkait dengan materi kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi aktual dilingkup global dan dalam negeri serta dukungan terhadap semua pihak terkait. Bentuk dukungan pemerintah dalam perlindungan tanaman dapat dilakukan dengan penguatan kelembagaan kepada instansi yang terlibat dan bertanggungjawab dalam bidang perkarantinaan. Selain itu, dukungan dari pemerintah daerah selaku pemegang otoritas kewilayah harus bersinergi dengan Barantan dalam upaya pengamanan bersama sumber daya hayati nasional. Rekomendasi Model Koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah Prosedur impor komoditas pertanian telah diatur mekanismenya oleh Pemerintah Pusat melalui Undang-undang dan Peraturan Menteri (Tabel 1 dan 2). Dalam hal ini, pihak yang terlibat langsung dengan kegiatan tersebut diantaranya adalah Badan Karantina Pertanian yang bertanggungjawab terhadap pencegahan masuk dan tersebarnya media pembawa HPHK dan OPTK.Penempatan institusi ini dalam mekanisme impor berada di posisi strategis yang dapat menentukan apakah komoditas yang diimpor telah memenuhi persyaratan sanitary and phytosanitary. Disisi lain, pemerintah daerah Jawa Timur mengeluarkan kebijakan pengaturan barang masuk melalui penerbitan Pergub no 3 tahun 20013.Dalam pelaksanaannya, pengendalian produk impor yang melalui Jawa Timur dilakukan pengawasan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Ketentuan yang diatur dalam pergub adalah mewajibkan importir menyampaikan surat pernyataan keterangan distribusi produk impor kepada Gubernur selambat-lambatnya 2 (dua) hari setelah tanggal Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) yang dikeluarkan oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak. Sementara untuk pengawasannya Gubernur Jawa Timur menunjuk Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/ 210 /KPTS/013/2011 Tentang Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar Di Provinsi Jawa Timur. Pengaturan pengendalian impor oleh Pemda Jawa Timur dengan menerbitkan Pergub No. 2 Tahun 2013 dapat efektif dengan adanya kerjasama atau koordinasi yang baik antara Pemda Jawa Timur dengan Pemerintah Pusat dalam hal ini melalui Kementerian Pertanian cq Badan Karantina Pertanian. Koordinasi diperlukan mengingat ruang lingkup implementasi dari Pergub tersebut bersinergi dengan Badan Karantina Pertanian. Dalam Pasal 7 dan Pasal 9 Pergub No.2 Tahun 2013, dinyatakan bahwa izin distribusi komoditas impor yang melewati wilayah Jawa Timur baru dapat dilakukan setelah menyampaikan surat pernyataan. Sedangkan untuk komoditi strategis beras, gula (gula mentah/gula rafinasi/gula putih) dan garam, importir baru dapat melakukan izin bongkar setelah mendapatkan Surat Izin Bongkar. Dalam hal ini ada keterkaitan berbagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi masing-masing terkait dengan prosedur impor yang harus dijalankan.Salah satunya adalahBarantan yang memiliki kewenangan dalam mencegah masuknya
29 OPTK dan/atau OPTP dengan pelaksanaan tindakan karantina terhadap media pembawa yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia.Dilain pihak, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur sebagai stakeholder dari Pergub, maupun BBKP Surabaya sebagai unit pelaksana dari tindakan karantina di Jawa Timur harus saling menjalin data terkait mencegah masuknya OPTK ke wilayah Jawa Timur. Sesuai dengan salah satu tujuan Pergub yaitu untuk memberikan perlindungan terhadap masuknya Organisme PenggangguTumbuhan (OPT) atau Organisme Pengganggu TumbuhanKarantina, maka sudah seyogyanya dalam menerima surat pernyataan dan surat izin bongkar, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dapat menunggu hasil tindakan karantina dari BBKP Surabaya. Hal ini untuk menghindari importir yang ternyata tidak lolos tindakan karantina mandapatkan surat izin bongkar atau sudah menyampaikan surat pernyataan untuk mendistribusikan komoditasnya. Tindakan koordinasi antara Dinas Perindustrian dan Perdagangan dengan BBKP Surabaya akan meningkatkan wibawa Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur bahwa Jawa Timur benar-benar ingin melindungi produk lokal. Model koordinasi yang dapat dilakukan antara instansi kementerian pertanian, Badan Karantina Pertanian dan instansi yang terkait dengan kegiatan ekspor impor di Jawa Timur dapat dilihat pada Gambar 7. Dasar pelaksanaan koordinasi tersebut adalah kebijakan pertanian yang telah ditetapkan sebelumnya. Rekomendasi koordinasi yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan koordinasi perlindungan tanaman diantara lembaga/instansi, Pemerintah dapat menggunakan instrumen organisasi perlindungan tanaman (national plant protection organization, NPPO) sebagai wadah dalam penanganan dan kerjasama perlindungan tanaman yang dibentuk berdasarkan Kepmentan no. 264/Kpts/OT.140/2006. Namun, NPPO yang ada saat ini masih perlu dioptimalkan tugas dan fungsinya dalam hal koordinasi diantara pemerintah pusat dan daerah.Bentuk koordinasi yang dapat dilakukan adalah dengan melengkapi jejaring kerja dari NPPO di tingkat Pusat dan Daerah serta mengoptimalkan peran serta Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian maupun Asosiasi. Selain itu, peran strategis NPPO juga dapat dioptimalkan dengan melibatkan petani melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai bagian dari sistem perlindungan tanaman nasional. Bentuk koordinasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 7. Stakeholder NPPO yang ada di Indonesia memiliki peran penting dalam penguatan struktur dan implementasi tugas dan fungsinya melalui kegiatan pengembangan deteksi, identifikasi OPT/OPTK serta pengembangan sistem deteksi dini serangan OPT/OPTK (early warning system). Peran NPPO di daerah juga menyangkut permasalahan surveilen OPT/OPTK dan pemantapan data sebaran dan serangan OPT/OPTK.
30
Gambar
6 Model Koordinasi Pemerintah Daerah Jawa Timur dengan Kementerian Pertanian cq Badan Karantina Pertanian
31
Gambar 7Konsep jejaring perlindungan tanaman di Pusat dan Daerah
32
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil inventarisasi dan analisis kebijakan perlindungan tanaman menunjukkan adanya ketidaksinkronan kebijakan antara Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian dan Pemerintah Daerah Jawa Timur. Kebijakan yang tidak sinkron tersebut tertuang dalam Permentan Nomor 42 Tahun 2012 tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah Segar dan Sayuran Segar ke Dalam Wilayah NKRI dan Pergub Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengendalian Distribusi Produk Impor. Hal tersebut berdampak pada tidak sinergisnya implementasi perlindungan tanaman di antara stakeholder Pusat dan Daerah. Faktor yang mempengaruhi adalah isi dari kebijakan perlindungan tanaman yang menimbulkan konflik dan multitafsir pada pasal-pasalnya. Dari hasil analisis terhadap aspek kelembagaan tampak bahwa belum ada sinergi dalam kebijakan perlindungan tanaman antara pemerintah pusat dan daerah terkait mekanisme pengawasan barang impor maupun pencegahan masuk dan tersebarnya OPT/OPTK Hortikultura. Saran Perlunya dilakukan harmonisasi kebijakan pembatasan pintu masuk impor oleh pemerintah pusat dan daerah agar dapat diimplementasikan secara efektif dan efisien.Penetapan pintu masuk impor berdasarkan Permentan No 42 Tahun 2012 juga harus diimbangi dengan melakukan evaluasi periodik terhadap daerah yang ditetapkan sebagai tempat pemasukan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan perlindungan tanaman.Selain itu, Pembatasan pintu masuk impor harus diimbangi dengan peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia dan teknologi ditempat yang ditetapkan sebagai tempat pemasukan.Kebijakan pembatasan pintu masuk impor dapat dijadikan instrumen perlindungan tanaman yang harus didukung implementasinya dengan memperkuat status kelembagaan dan operasional karantina di wilayah yang ditetapkan sebagai tempat pemasukan.
33
DAFTAR PUSTAKA
[Barantan] Badan Karantina Pertanian. 2013. Kompilasi Peraturan Karantina Tumbuhan. Jakarta (ID): Badan Karantina Pertanian. Battaglia MP. 2011. Nonprobability Sampling: Encyclopedia Of Survey Research Methods. Sage Publishing (2011) : 523-526. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Potensi Pertanian Provinsi Jawa Timur. Analisis Hasil Pendataan Lengkap Sensus Pertanian 2013. Surabaya (ID): Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. [BPPKP] Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri. 2012. Kajian Kebijakan Penentuan Pelabuhan Tertentu Sebagai Pintu Masuk Impor Produk Tertentu. Policy Brief, Kementerian Perdagangan. Durianto, Darmadi, Sugiarto dan Lie Joko Budiman. 2004. Brand Equity Ten: Strategi Menaklukan Pasar. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama Ebbels DL. 2003. Principles Of Plant Health And Quarantine. Wellington (UK): CAB Internasional. Herlina L. 2011. Introduksi Parasitoid, Sebuah Wacana Baru Dalam Pengendalian hama Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian (30/3) 2011: pp 87-97. Isdijoso B, Ubaidillah ID, Yuliawati, Z. Arel dan Y. Indra. 2001. Desentralisasi Fiskal dan Implikasinya Terhadap Kondusifitas Iklim Usaha Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia. Jakarta (ID) : Center For Economic And Social Studies. [Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2009. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 54/M-Dag/Per/5/2009 tentang Ketentuan Umum Di Bidang Impor. Jakarta (ID) : Kementerian Perdagangan RI [Kemendag] Kementerian Perdagangan. 2012. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 60/M-Dag/Per/9/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Jakarta (ID) : Kementerian Perdagangan RI. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2012. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42/Permentan/OT.140/6/2012 tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah Segar dan Sayuran Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Jakarta (ID) : Kementerian Pertanian RI. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2012. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/6/2012 tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Jakarta (ID) : Kementerian Pertanian RI. [Kementan] Kementerian Pertanian. 1990. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 38/Kpts/Hk.310/1990 tentang Syarat-Syarat dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Tanaman Bibit Tanaman ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Jakarta (ID) : Kementerian Pertanian RI. [Kementan] Kementerian Pertanian. 2011. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 89/Permentan/OT/140/12/2011 tentang Persyaratan Tehnis dan Tindakan Karantina TumbuhanUntuk Pemasukan Buah-buahan dan atau sayuran buah
34 Segar keDalam Wilayah Republik Indonesia. Jakarta (ID) : Kementerian Pertanian RI. [Kementan]. Kementerian Pertanian. 2014. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 44 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Tempat Pemasukan Dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina Dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina Jakarta (ID) : Kementerian Pertanian RI. [KPPOD] Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah. 2011. Tata kelola Ekonomi Daerah 2011 : Survei Pelaku Usaha di 245 Kabupaten/Kota di Indonesia [Laporan Penelitian]. Jakarta (ID) : KPPOD-The Asia Foundation-AusAID. Lolong R. 2014. Padat Populasi dan Persentase Serangan Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) Pada Pertanaman Pepaya Monokultur dan Polikultur di Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa Utara. [Tesis] Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian. Universitas Sam Ratulangi : Manado. Mayowarni H. 2006. Kebijakan Otonomi Derah Dalam Perdagangan Hasil Pertanian. Bogor (ID) : Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Mayowarni H. 2008. Kebijakan Otonomi Derah Dalam Perdagangan Hasil Pertanian. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Kementan : Indonesia. Mietznel M dan E Aspinall. 2010. Problems of democratisation in Indonesia an Overview: Problems of democratisation in Indonesia elections, institutions and society. Singapore (SG). ISEAS Publishing : 1-20. Murwito S, Rheza B, Mulyati S, Karlinda E, Riyadi IA, Darmawiasih R. 2013. Dampak Perda Terhadap Aktivitas Usaha : Kajian Sektor Perikanan di Tulungagung dan Belitung Timur [Laporan Penelitian]. Jakarta (ID): Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah. Noerachman T. 2009. Kajian National Plant Protection Organization (NPPO) Indonesia: Peraturan Perundang-Undangan Dan Tingkat Adopsi International Standard For Phytosanitary Measures (ISPM) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nurcholis. 2015. Pengembangan Metode Deteksi Cendawan Penyebab Infeksi Laten pada Buah Jeruk Impor [Tesis]. Bogor (ID). Indonesia Nurhayati. 2008. Studi Perbandingan Metode Sampling Antara Simple Random Dengan Stratified Random. Jurnal Basis Data ICT Research Center UNAS (3): 1. Hal.18-32. Oktariani A. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Gula Domestik Dan Pengaruh Kebijakan Pergulaan Nasional [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi Manajemen IPB. [Pemda Jatim] Gubernur Jawa Timur. 2013. Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengendalian Distribusi Produk Impor di Jawa Timur. Surabaya (RI) : Pemerintah Daerah Jawa Timur. [Pusdatin]. Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2014. Data ekspor impor komoditas hortikultura 2014. Kementerian Pertanian : Jakarta. Rahmalia M. 2004. Analisis Dampak Implikasi PP Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah [Tesis]. Depok (ID): MPKP FE UI.
35 Rahmat PS. 2009. Penelitian Kualitatif. Equilibrium (5):9. Hal. 1-8. Rasyid R. 2001. Kegagalan Memahami Otonomi Daerah. Jakarta (ID): Media Indonesia Ed. Khusus 10 Desember 2001. Rauf A. 2009. Pest Risk Analysis: Paracoccus marginatus. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor [RI] Presiden Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Ikan, Hewan, dan Tumbuhan. Jakarta (ID): RI. [RI] Presiden Republik Indonesia. 1995. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman. Jakarta (ID): RI [RI] Presiden Republik Indonesia. 1995. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Jakarta (ID): RI. [RI] Presiden Republik Indonesia. 2002. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan. Jakarta (ID): RI [RI] Presiden Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta (ID): RI [RI] Presiden Republik Indonesia. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Jakarta (ID) : RI. [RI] Presiden Republik Indonesia. 2010. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura. Jakarta (ID): RI. [RI] Presiden Republik Indonesia. 2011. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundnagUndangan. Jakarta (ID) : RI. Roberts, D. 2005. The Integration Of Economics Into SPS Risk Management Policies : Issues And Challenges. University of Adelaide: Australia. Saputro, A. R. 2013. Biologi dan Potensi Peningkatan Populasi Kutu Putih Singkong, Phenococcus manihoti Matile- Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae), Hama Pendatang Baru di Indonesia. Skripsi. Departemen Proteki Tanaman. Institut Pertanian Bogor : Bogor. Sikdar, P, Okubara, P., Mazzola, M., & Xiao, C.L. 2014. Development of PCR Assays For Diagnosis And Detection Of The Pathogens Phacidiopycnis Washingtonensis And Sphaeropsis Pyriputrescens In Apple Fruit. Plant Diseases. (98/2): pp 241-246. Sitompul Z. 2005. Masih perlukan WTO bagi Negara berkembang. Jurnal Hukum (01): 01. Hal 49-57. Suharyo WI. 2000. Voices From The Regions: a Parcipatory Assessment of the New Decentralizations of Laws in Indonesia (UNSFIR working paper). Jakarta (ID): UNSFIR Supranto J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Trijono R. 2012. Alternatif Model Analisis Peraturan Perundang-Undangan (Alternative Of Rule And Regulation Analysis Model). Jakarta (ID) : Jurnal Rechtsvinding Vol (1): 3 Desember 2012.
36 [VOA] Voice of America. 2015. AS Bawa Indonesia Kembali ke WTO Atas Aturan Impor. Http:// www.voaindonesia.com/content/as-bawa-indonesiakembali-ke-wto-atas-aturan-impor/1911007.html [ 26 Mei 2015]. Widayanto S. 2011. Prosedur Notifikasi WTO Untuk Transparansi Kebijakan Impor Terkait Bidang Perdagangan: Kewajiban Pokok Indonesia Sebagai Anggota Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization). Jakarta (Id): Kementerian Perdagangan RI. Williams DJ. 2004. Mealybugs of Southern Asia. London (UK): The Natural History Museum. Yulianto AH. 2015. Inventarisasi Spesies Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae) Pada Buah Lengkeng Impor (Dimorcapus longan Lour.). Tesis. Program Studi Entomologi. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor: Bogor
1.
NO
Perlindungan Tumbuhan
ISU UTAMA
KEBIJAKAN LAIN YANG TERKAIT TUJUAN
d. UU No 11 Tahun 1974 tentang b. meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani; Pengairan; e. UU No 4 Tahun 1982 tentang c. mendorong perluasan dan pemerataan kesempatan Ketentuan-ketentuan Pokok berusaha dan kesempatan Pengelolaan Lingkungan Hidup; kerja. f. UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
1.1. UU No 12 a. UU No 5 Tahun 1960 tentang Pasal 3 Tahun 1992 Peraturan Dasar Pokok-pokok a. meningkatkan dan Tentang Sistem Agraria; memperluas penganekaBudidaya b. UU No 5 Tahun 1967 tentang ragaman hasil tanaman, Tanaman Ketentuan-ketentuan Pokok Keguna memenuhi kebutuhhutanan; an pangan, sandang, papan, kesehatan, industri c. UU No 5 Tahun 1974 tentang dalam negeri, dan Pokok-pokok Pemerintahan Di memperbesar ekspor; Daerah;
KEBIJAKAN
Lampiran 1 Inventarisasi peraturan perundang-undanganan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat
Proses kegiatan pro-duksi sampai dengan pascapanen
Pasal 4
RUANG LINGKUP
37
NO
ISU UTAMA
Lampiran 1 (Lanjutan) KEBIJAKAN LAIN YANG TERKAIT
1.2. UU No 13 UUD1945 Pasal 20, Pasal 20A ayat Tahun 2010 (1), Pasal 21, dan Pasal 33 Tentang Hortikultura
KEBIJAKAN
RUANG LINGKUP
Pasal 3: Pasal 4 : a. mengelola dan mengem- a. perencanaan; bangkan sumber daya horti- b. pemanfaatan dan kultura secara optimal, berpengembangan tanggung jawab, dan lestari; sumber daya; b. memenuhi kebutuhan, keingi- c. pengembangan nan, selera, estetika, dan hortikultura; budaya masyarakat terhadap d. distribusi, perdaproduk dan jasa hortikultura; gangan, pemasarc. meningkatkan produksi, an, dan konsumsi; produktivitas, kualitas, nilai e. pembiayaan, pentambah, daya saing, dan jaminan, dan pepangsa pasar; nanaman modal; d. meningkatkan konsumsi pro- f. sistem informasi; duk dan pemanfaatan jasa g. penelitian dan hortikultura; pengembangan; e. menyediakan lapangan kerja h. pemberdayaan; dan kesempatan usaha; i. kelembagaan; f. memberikan perlindungan j. pengawasan; dan kepada petani, pelaku usaha, k. peran serta madan konsumen hortikultura syarakat nasional; g. meningkatkan sumber devisa negara; dan h. meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan kemakmuran
TUJUAN
38
NO
ISU UTAMA
Lampiran 1 (Lanjutan) KEBIJAKAN LAIN YANG TERKAIT Melestarikan keanekaragaman hayati, memanfaatkan setiap unsurnya secara berkelanjutan, dan meningkatkan kerjasama internasional di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi guna kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang
KEBIJAKAN
1.3. UU No 5 Tahun 1994 Tentang Pengesahan United Nations Con-vention On Biological Diversity
Pasal 4 Mengakui hak-hak Negara-Negara lain, dan kecuali ketentuan lain yang ditetapkan dalam konvemsi ini.
Konservasi keanekaragaman hayati, pemanfaatan komponennya secara berkelanjutan dan membagi keuntungan yang dihasilkan dari pendayagunaan sumber daya genetik secara adil dan merata, termasuk melalui akses yang memadai terhadap sumber daya genetik dan dengan alih teknologi yang tepat guna, dan dengan memperhatikan semua hak atas sumber-sumber daya dan teknologi itu, maupun dengan pendanaan yang memadai
RUANG LINGKUP
Pasal 1
TUJUAN
39
NO
ISU UTAMA
Lampiran 1 (Lanjutan) KEBIJAKAN LAIN YANG TERKAIT
1.4. UU No 29 Implementasi dari : tahun 2000 a. UUD 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 Tentang Perayat (1), dan Pasal 33; lindungan b. UU No 12 Tahun 1992 tentang Varietas Sistem Budidaya Tanaman; Tanaman c. UU No 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan BangsaBangsa tentang Keanekaragaman Hayati) d. UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; e. UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
KEBIJAKAN Membangun pertanian yang maju, efisien, dan tangguh dengan tersedianya varietas unggul; Meningkatkan minat dan peranserta perorangan maupun badan hukum untuk melakukan kegiatan pemuliaan tanaman Kepada pemulia tanaman atau pemegang hak Perlindungan Varietas Tanaman perlu diberikan hak tertentu serta perlindungan hukum atas hak tersebut secara memadai.
TUJUAN
Varietas yang dapat diberi Perlindungan Varietas Tanaman meliputi varietas dari jenis atau spesies tanaman yang baru, unik, seragam, stabil, dan diberi nama
RUANG LINGKUP
40
NO
ISU UTAMA
Lampiran 1 (Lanjutan) KEBIJAKAN LAIN YANG TERKAIT
1.5. PP No 28 Implementasi dari : Tahun 2004 a. Pasal 5 ayat (2) UU Dasar 1945 Tentang sebagaimana telah diubah dengan Keamanan, Perubahan Keempat UU Dasar Mutu Dan Gizi 1945; Pangan b. UUNo 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan; c. UUNo 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman; d. UUNo 16 Tahun 1992 tentang Karantina Ikan, Hewan dan Tumbuhan; e. UUNo 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
KEBIJAKAN Melindungi masyarakat dari pangan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kesehatan.
TUJUAN
Pangan yang aman, bermutu dan bergizi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat.
RUANG LINGKUP
41
NO
ISU UTAMA
Lampiran 1 (Lanjutan) KEBIJAKAN LAIN YANG TERKAIT
1.6. PermentanNo Implementasi dari : 93/Permentan/ a. UUNo 16 Tahun 1992 tentang OT.140/12/201 Karantina Hewan, Ikan, dan 1 Tentang Jenis Tumbuhan; Organisme b. PPNo 14 Tahun 2002 tentang Pengganggu Karantina Tumbuhan. Tumbuhan Karantina
KEBIJAKAN Berdasarkan keberadaannya organisme pengganggu tumbuhan karantina dikategorikan menjadi OPTK kategori A1 dan A2.
TUJUAN
b. OPTK kategori A2 merupakan organisme pengganggu tumbuhan karantina yang sudah terdapat di Indonesia, namun masih terbatas dan sedang dikendalikan.
a. OPTK kategori A1 merupakan organisme pengganggu tumbuhan karantina yang belum terdapat di Indonesia.
RUANG LINGKUP
42
2.
NO
Perkarantinaan Tumbuhan
ISU UTAMA
Lampiran 1 (Lanjutan)
2.1.
KEBIJAKAN LAIN YANG TERKAIT
Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuh-an
a. UU Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3); b. UUNo 5 Tahun 1967 tentang KetentuanketentuanPokok Kehutanan; c. UUNo 6 tahun 1967 tentang KetentuanketentuanPokok Peternakan dan Kesehatan Hewan; d. UUNo 9 Tahun 1985 tentang Perikanan; e. UUNo 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
UU No 16 Implementasi dari :
KEBIJAKAN Pasal 3 a. mencegah masuknya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme penggangu tumbuhan karantina dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia; b. mencegah tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan penyakit ikan karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan karantina dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia; c. mencegah keluarnya hama dan penyakit hewan karantina dari wilayah negara Republik Indonesia; d. mencegah keluarnya hama dan penyakit ikan dan organisme pengganggu tumbuhan tertentu dari wilayah negara Republik Indonesia apabila negara tujuan menghendakinya.
TUJUAN
Pasal 4 a. persyaratan karantina; b. tindakan karantina; c. kawasan karantina; d. jenis hama dan penyakit, organisme pengganggu, dan media pembawa; e. tempat pemasukan dan pengeluaran.
RUANG LINGKUP
43
3.
NO
Ketentuan Impor
ISU UTAMA
Lampiran 1 (Lanjutan) KEBIJAKAN LAIN YANG TERKAIT
3.1. PermendagNo Implementasi dari : 54/M/DAG/PE a. UUNo 8 Prp. Tahun 1962 tentang R/5/m 2009 Perdagangan Barang-barang Dalam Tentang Pengawasan; Ketentuan Umum di b. UUNo 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan; Bidang Impor c. UUNo 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;
2.2. PP No 14 tahun Implementasi dari : 2002 Tentang a. Pasal 5 ayat (2) UU Dasar 1945 Karantina sebagaimana telah diubah dengan Tumbuhan Perubahan Ketiga UU Dasar 1945; b. UUNo 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; c. UUNo 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
KEBIJAKAN
Keterlindungan kepentingan pembangunan ekonomi nasional dari pengaruh negatif pasar global, peningkatan taraf hidup petani produsen sekaligus guna mendorong terciptanya kondisi perdagangan dan pasar dalam negeri yang sehat serta iklim usaha yang kondusif
Pencegahan masuk dan tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu Area ke Area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
TUJUAN
Kewenangan penetapan kebijakan perdagangan di bidang impor berada pada Menteri.
Semua jenis sumber daya alam nabati dalam keadaan hidup atau mati, baik belum diolah maupun telah diolah dari luar negeri dan dari suatu Area ke Area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah NKRI
RUANG LINGKUP
44
NO
ISU UTAMA
Lampiran 1 (Lanjutan) KEBIJAKAN LAIN YANG TERKAIT
3.2. Permendag No Implementasi dari : 20/Ma. PP No58 Tahun 2001 tentang Dag/Per/5/ 2009 Pembinaan dan Pengawasan Tentang KetenPenyelenggaraan Perlindungan tuan Dan Tata Konsumen; Cara b. Kepmenperindag No Pengawasan 634/MPP/Kep/9/2002 Tahun 2002 Barang tentang Ketentuan dan TataCara Dan/Atau Jasa Penga-wasan Barang dan/atau Jasa yang Beredar di Pasar;
KEBIJAKAN
RUANG LINGKUP
Agar pengawasan terhadap Pengawasan dilabarang dan/atau jasa yang kukan terhadap : beredar di pasar maupun a. Barang dan/atau peredaran barang yamg jasa yang berdilakukan oleh pelaku usaha edar di pasar sesuai dengan peraturan dalam memeperUUan dan memperhatikan nuhi: standar, hak-hak konsumen. label, klausula baku, pelayanan purna jual, cara menjual; dan/atau pengiklana; b. barang yang dilarang beredar di pasar; c. barang yang diatur tata niaganya; d. perdagangan barang dalam pengawasan; dan distribusi.
TUJUAN
45
NO
ISU UTAMA
Lampiran 1 (Lanjutan) TUJUAN
RUANG LINGKUP
Dalam rangka perlindungan a. Jenis Produk konsumen, kepastian berHortikultura usaha, transparansi, dan peyang diatur nyederhanaan proses perijindalam Permen an, serta tertib administrasi ini sebagaimana impor. tercantum dalam Lampiran yang merupakan c. UUNo 7 Tahun 1994 tentang bagian tidak Pengesahan Agreement Establishing terpisahkan dan The World Trade Organization; Permen ini. d. UUNo 10 Tahun 1995 tentang b. Impor Produk Kepabeanan; sebagaimana telah hanya dapat diubah dengan UUNo 17 Tahun dilakukan oleh 2006; perusahaan yang e. UUNo 5 Tahun 1999 tentang telah mendapatLarangan Praktek Monopoli dan kan pengakuan Persaingan Usaha Tidak Sehat; sebagai IP-Produk Hortikultura f. UUNo 8 Tahun 1999 tentang atau penetapan Perlindungan Konsumen. sebagai IT-Produk Hortikultura dari Menteri.
KEBIJAKAN LAIN YANG TERKAIT
3.3. Permendag No Implementasi dari : 16/Mdag/Per/4/ a. UUNo 3 Tahun 1982 tentang Wajib 2013 Ketentuan Daftar Perusahaan; Impor Produk b. UUNo 16 Tahun 1992 tentang Hortikultura Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan;
KEBIJAKAN
46
NO
ISU UTAMA
Lampiran 1 (Lanjutan)
3.4. PermentanNo 88/permentan/p p.340 /12/2011 Tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pe-ngeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan
KEBIJAKAN Implementasi dari : a. UUNo 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; b. UUNo 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization; c. UUNo 7 Tahun 1996 tentang Pangan; d. UUNo 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; e. PPNo 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional; f. PPNo 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan; g. PPNo 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan.
KEBIJAKAN LAIN YANG TERKAIT
Pasal 3 Pemasukan, surveilans, pembekuan dan pengakuan kembali terhadap sistem pengawasan keamanan Pangan Segar Asal Tumbuhan dan pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan.
Pangan Segar Asal Tumbuhan yang dimasukkan ke dalam wilayah NKRI tidak mengandung cemaran kimia dan cemaran biologi melampaui batas maksimum serta bahan kimia yang dilarang sehingga aman dan layak dikonsumsi, serta Pangan Segar Asal Tumbuhan yang dikeluarkan dari dalam wilayah negara Republik Indonesia memenuhi persyaratan negara tujuan.
RUANG LINGKUP
Pasal 2
TUJUAN
47
NO
ISU UTAMA
Lampiran 1 (Lanjutan)
3.5. Permentan No : 42/Permentan/ OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah Segar Dan Sayuran Buah Segar Ke Dalam Wilayah NKRI
KEBIJAKAN Implementasi dari : a. UU No 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; b. UU No 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; c. UU No 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran; d. UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; e. UU No 38 Tahun 2009 tentang Pos; f. PP No 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan; g. PP No 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan.
KEBIJAKAN LAIN YANG TERKAIT
Pasal 3 Tindakan karantina tumbuhan dan tempat pemasukan.
Mencegah masuknya OPTK jenis lalat buah ke dalam wilayah NKRI dan memenu-hi keamanan pangan segar asal tumbuhan.
RUANG LINGKUP
Pasal 2
TUJUAN
48
NO
ISU UTAMA
Lampiran 1 (Lanjutan)
3.6. Permentan No : 43/Permentan/ OT.140/6/2012 Tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar Ke Dalam Wilayah NKRI
KEBIJAKAN Implementasi dari : a. UUNo 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan; b. UUNo 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization; c. UUNo 7 Tahun 1996 tentang Pangan; d. UUNo 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura; e. Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan; f. Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
KEBIJAKAN LAIN YANG TERKAIT
Pasal 3 Tindakan karantina tumbuhan dan tempat pemasukan.
Mencegah masuknya OPTK ke dalam wilayah NKRI dan memenuhi keamanan pangan segar asal tumbuhan.
RUANG LINGKUP
Pasal 2
TUJUAN
49
NO
ISU UTAMA
Lampiran 1 (Lanjutan) KEBIJAKAN LAIN YANG TERKAIT
3.8. Permentan No. 44/Permentan/ Ot.140/3/2014 ttg Peru-bahan Atas Permentan No 94/Permentan/ OT.140/12/ 2011 tem Pemasukan & Pengeluaran MPHPHK &OPTK
Pasal 3
RUANG LINGKUP
Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan program Peme-rintah dan pemerintah daerah, dapat ditetapkan tempat pemasukan dan pengeluaran MP HPHK dan OPTK diluar tempat pemasukan dan pengeluaran
Memperlancar pelaksanaan Pelaksanaan tintindakan karantina di tempat dakan karantina, pemasukan dan pengeluaran. syarat dan tata cara penetapan atau persetujuan tempat lain untuk melakukan tindakan karantina, dan wilayah layanan karantina.
Pasal 2
TUJUAN
Implementasi dari : Untuk lebih meningkatkan a. UU No 16 Tahun 1992 tentang pengawasan atas risiko Karantina Hewan, Ikan, dan masuk dan menyebarnya Tumbuhan; penyakit hewan karantina b. PP No 82 Tahun 2000 tentang dan organisme pengganggu Karantina Hewan; tumbuhan karantina dengan c. PP No 14 Tahun 2002 tentang adanya perubahan kepelabuKarantina Tumbuhan. hanan dan kebandarudaraan nasional.
3.7. Permentan No Implementasi dari : 38/Permentan/ a. UU No 16 Tahun 1992 tentang OT.140/3/2014 Karantina Hewan, Ikan, dan Tentang TindaTumbuhan; kan Karantina Tumbuhan Di b. PP No 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan. Luar Tempat Pemasukan Dan Pengeluaran
KEBIJAKAN
50
NO
ISU UTAMA
Lampiran 1 (Lanjutan)
3.9. Pergub Jawa Timur No 2 Tahun 2013 Tentang Pengendalian Distribusi Produk Impor Di Jawa Timur
KEBIJAKAN
TUJUAN
Implementasi dari : Pasal 2 a. UUNo 2 Tahun 1950 tentang a. mengendalikan produk Pembentukan Propinsi Djawa impor; Timur; b. UUNo 16 Tahun 1992 tentang b. menjaga stabilitas harga komoditas lokal; Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan; c. melindungi dan c. UUNo 32 Tahun 2004 tentang meningkatkan Pemerintahan Daerah; kesejahteraan serta d. UUNo 18 Tahun 2009 tentang kepentingan petani; Peternakan dan Kesehatan Hewan; terhadap e. PPNo 69 Tahun 1999 tentang Iklan d. perlindungan masuknya Organisme dan Label Pangan; Pengganggu Tumbuhan f. PPNo 14 Tahun 2002 tentang (OPT) atau Organisme Karantina Tumbuhan; Pengganggu Tumbuhan g. PPNo 28 Tahun 2004 tentang Karantina; Keamanan Mutu dan Guna Pangan. e. perlindungan terhadap konsumen.
KEBIJAKAN LAIN YANG TERKAIT
Pengendalian dan pengawasan bagi produk impor yang masuk di wilayah Jawa Timur.
RUANG LINGKUP
51
ISU UTAMA
Otonomi Daerah
NO
4.
Lampiran 1 (Lanjutan)
4.1 Perppu No 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah jo. UndangUndang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
KEBIJAKAN
TUJUAN
a. penyelenggaraan pemerinImplementasi dari UUD Tahun 1945 tahan daerah diarahkan unPasal 1, Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal tuk mempercepat terwujud17 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 18, nya kesejahteraan masyaraPasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal kat melalui peningkatan 22D ayat (2), dan Pasal 23E ayat (2); pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem NKRI b. efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemda perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan antardaerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global.
KEBIJAKAN LAIN YANG TERKAIT
Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemda dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana di-maksud dalam UUD Tahun 1945.
RUANG LINGKUP
52
PERATURAN
UU No. 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan
No
1.
SUBSTANSI Pasal 4 tentang Ruang lingkup tugas karantina yaitu : a. persyaratan karantina, b. tindakan karantina, c. kawasan karantina, d. jenis hama dan penyakit, organisme pengganggu dan media pembawa e. tempat pemasukan dan pengeluaran sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.
4. Instalasi karantina
3. Dokumen tindakan karantina
2. Pengawasan lalu lintas agens hayati
ANALISIS PERMASALAHAN URAIAN Perlu penambahan ruang lingkup pengaturan dalam UU No. 16 Tahun 1992 : 1. Prinsip penyelenggaraan karantina : a. analisis berbasis keilmuan; b. dampak minimal terhadap lalu lintas manusia, barang dana alat angkut; c. non diskriminasi; d. transparansi; e. harmonisasi; f. kesetaraan; g. pengakuan
ISPM No. 7 (1997) Export certification system. ISPM No. 12 (2001) Guidelines for phytosanitary certificates ISPM No. 9 (1998) Guidelines for pest eradication programmes; ISPM No. 10 (1999) Requirements for the establishment of pest free places of production and pest freeproduction sites;
LANDASAN ISPM No. 1 (2006) Phytosanitary principles for the protection of plants and the application of phytosanitary measures in international trade, ISPM No. 24 (2005) Guidelines for the determination and recognition of equivalence of phytosanitary measures.
Lampiran 2 Hasil analisis permasalahan berdasarkan substansi dari peraturan perundang-undangan ditingkat pusat dan daerah
53
No
PERATURAN
Lampiran2 (Lanjutan) SUBSTANSI
9. Intelejen, kepolisian khusus penyidikan
8. Pungutan jasa
7. Petugas karantina
ISPM No. 27 (2006) Diagnostic protocols for regulated pests;ISPM No. 23 (2005) Guidelines for inspection;ISPM No. 31 (2008) Methodologies for sampling consignments;Annex III - Training requirements for plant quarantine inspectors; ISPM No. 23 (2005) Guidelines for inspection UUNo. 20 (1997) tentang PNBP
LANDASAN ISPM No. 15 (2009) Guidelines for regulating wood packaging material in international trade.
dan ISPM No. 23 (2005) Guidelines for inspection;ISPM No. 20 (2004) Guidelines for a phytosanitary import regulatory system
ANALISIS PERMASALAHAN URAIAN 5. Pembinaan, dititikberatkan pada sosialisasi tugas dan peran karantina serta peran serta masyarakat dalam melindungi dan menyelamatkan keutuhan dan kedaulatan negara dari ancaman OPT/OPTK maupun keamanan pangan dan pakan. 6. Kerja sama antar negara di bidang karantina
54
No
PERATURAN
Lampiran 2 (Lanjutan) SUBSTANSI
LANDASAN ISPM No. 1 (2006)Phytosanitary principles for the protection of plants and the application of phytosanitary measures in international trade; ISPM No. 29 (2007) Recognition ofpest free areas and areas of low pest prevalence ISPM No. 6 (1997) Guidelines for surveillance; ISPM No. 32 (2009)Categorization of commodities according to their pest risk ISPM No. 8 (1998)Determination of pest status in an area 11. Pelaksanaan pemantauan atau ISPM No. 11 (2004) Pest risk surveilan OPT/K dilaksanakan oleh analysis for quarantine pests, petugas karantina including analysis of environmental risks and living modified organisms ISPM No. 20 (2004) Guidelines for a phytosanitary import regulatory system; ISPM No. 31 (2008)Methodologies for samplingconsignments
ANALISIS PERMASALAHAN URAIAN 10. Tindakan pemeriksaan media pembawa baik di pintu pemasukan (at border), setelah masuk ke wilayah NKRI (post border) maupun sebelum masuk ke wilayah NKRI (pre border).
55
2.
No
UU No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura
PERATURAN
Lampiran2 (Lanjutan) SUBSTANSI Pasal 100 dan Pasal 131 tentang pembatasan investasi asing dalam bidang hortikultura maksimal 30 % bagi produsen benih PMA. Potensi permasalahan yang timbul adalah ketidaktersediaan benih unggul bagi petani hortikultura dan penurunan investasi nasional. 1) Penerapan pasal ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum berinvestasi 2) Potensi konflik terhadap PMA yang telah berinvestasi lebih dari 30% sebelum ketentuan pasal 100 ayat (3) diberlakukan. 3) Potensi terjadinya ketidakharmonisan dengan instansi pemerintah yang terkait dengan penanaman modal (BKPM)
Dampak:
ANALISIS PERMASALAHAN URAIAN Pasal 100 ayat (3) tentang pembatasan PMA maksimal 30%, dan Pasal 131 yang mewajibkan aturan tersebut berlaku paling lambat 4 tahun setelah UU Hortikultura telah diberlakukan atau tahun 2014 tidak efektif.
LANDASAN
56
PERATURAN
Permentan Nomor 42/Permentan/OT.140/6/201 2 tentang tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah Segar Dan Sayuran Buah Segar Ke Dalam Wilayah Negara RI
No
3.
Lampiran 2 (Lanjutan) ANALISIS PERMASALAHAN SUBSTANSI URAIAN LANDASAN Pasal 14 ayat (4) tentang Pengecualian yang diatur dalam pasal Prinsip Perdagangan ketentuan tempat tersebut berdampak pada: Internasional: Non diskriminasi pemasukan yang tidak (Most Favored nation) berlaku terhadap 1) Inkonsistensi kebijakan karena mengijinkan negara pengekspor pemasukan buah segar dapat memasukan komoditasnya ke atau sayuran buah segar pintu masuk yang tidak ditetapkan. yang berasal dari area prodksi bebas infeksi lalt buah di Negara asal yang telah ditetapkan atau Negara yang telah diakui system keamanannya
57
VARIABEL
Perlindungan Tanaman
NO
1.
PP
karantina ditempat pemasukan dan pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.
UU No. 16 Tahun 1992 PP No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina TumbuPasal 6 : han Setiap media pembawa OPTK yang dikirim dari Bab III bagian pertama Pasal 6 sampai dengan suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Pasal 14 : RI wajib: Setiap Media Pembawa a. dilengkapi sertifikat ke- yang dimasukkan ke dalam sehatan dari area asal wilayah RI dikenakan tumbuhan dan bagiantindakan Karantina bagian tumbuhan, keTumbuhan. Tindakan cuali media pembawa yang ter-golong benda dilakukan oleh petugas lain; Karantina Tumbuhan b. melalui tempat-tempat berupa pemeriksaan, pemasukan dan pengelupengasingan, pengamatan, aran yang telah ditetapperlakuan, penahanan, kan; penolakan, pemusnahan c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas dan pembebasan
UU
Kepala UPTKP menugaskan secara tertulis kepada Petugas Karantina Tumbuhan untuk melakukan tindakan karantina, berupa pemeriksaan, pengamatan, pengasingan, penahanan, perlakuan, penolakan, pemusnahan, dan pembebasan.
Bab III Bagian kedua Pasal 14 s. d 29 :
Badan Karantina Pertanian
BADAN PELAKSANA Peraturan Daerah
Permentan No 09/per- Tidak ada mentan/ot.140/2/2009 Tentang Persyaratan Dan TataCara Tindakan Karantina Tumbuhan Terhadap Pemasukan Media Pembawa OPTK Ke Dalam NKRI.
Permen/Kepmen
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Lampiran 3.Analisis korelasi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah
58
VARIABEL
Koordinasi pemasukan komoditas pertanian
NO
2.
Lampiran 3 (lanjutan)
UU No. 16 Tahun Tidak ada 1992 Pasal 11 ayat (2) : Pemeriksaan terhadap hewan, bahan asal hewan, hasil bahan asal hewan, dan ikan dapat dilakukan koordinasi dengan instansi lain yang bertanggung jawab dibidang penyakit karantina yang membahayakan kesehatan manusia.
UU
PP Tidak ada
Permen/Kepmen
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
ada Pergub Jawa Ti- Belum mur No 2 Tahun peraturan yang mengatur ko2013 ordinasi antara Pasal 10 Badan KaranUntuk komoditi tina Pertanian produk impor ola- dengan Pemda han dan turunan- Jawa Timur. nya serta yang dapat dihasilkan di Jawa Timur, pada kondisi tertentu (panen) distribusi komoditi impornya akan diatur lebih lanjut oleh instansi teknis yang menangani.
BADAN PELAKSANA Peraturan Daerah
59
VARIABEL
Pemeriksaan terhadap pemasukan komoditas hortikultura
NO
3.
Lampiran 3 (lanjutan)
PP
PP No. 6 Tahun 1995 Bab II Pencegahan perlindungan organisme pengganggu tumbuhan.
UU No. 12 Tahun 1992 Pasal 7, Pasal 8, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 22, Pasal tentang Sistem 29 Ayat (4) dan (6), Pasal Budidaya Tanaman 33, Pasal 40, Pasal 51, Pasal 23 : Pasal 54, Pasal 57, Pasal 64 ayat (2), Pasal 71, Pasal Penyelenggaraan 73, Pasal 74 dan Pasal 75 : karantina tumbuhan. Pelaksanaan tindakan pemeriksaan terhadap barang kiriman yang transit, milik diplomatik, dalam penguasaan instansi lain atau barang kiriman yang ditolak serta MP OPTK penting.
UU No. 16 Tahun 1992 PP No. 14 Tahun 2002 Pasal 10; Pasal 11 ayat tentang Karantina Tumbuhan (1) .
UU
Permen/Kepmen KepmentanNo. 559/Kpts/TP.830/1 0/1985 KepmentanNo. 779/LB.710/11/19 89 KepmentanNo. 861/Kpts/LB.720/ 12/1984 KepmentanNo. 38/Kpts/HK.310/1/ 1990 KepmentanNo. 411/Kpts/TP.120/6 /1995 Permentan No. 37/Kpts/HK.060/1/ 2006 Permentan No. 16/Permentan/OT. 140/4/08
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pemeriksaan barang kiriman dilakukan melaluisurat pernyataan keterangan distribusi produk impor kepada Gubernur melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Pasal 5 :
Peraturan Gubernur Jawa Timur No2 tahun 2013 Tentang Pengendalian Distribusi Produk Impor Di Jawa Timur
Gubernur Jawa Timur melalui Dinas perindustrian dan Perdagangan : Pemeriksaan dalam rangka pengendalian produk impor di Jawa Timur.
Barantan (Pusat Karantina Tumbuhan) : Pemeriksaan dalam rangka tindakan karantina.
BADAN PELAKSANA Peraturan Daerah
60
VARIABEL
Pelaksanaan Surveilans OPT/OPTK Hortikultura
NO
4.
Lampiran 3 (lanjutan)
PP Pasal 3 ayat (3) dan penjelasan tentang penetapan area yang tidak bebas atau bebas OPTK berdasarkan hasil survei dan pemantauan daerah sebar OPTK.
Kepmentan No. 887/Kpts/ OT.210/9/1997 tentang Pedoman Pengendal
Permen/Kepmen
pemantauan dan pengamatan sebagai dasar dalam pengendalian OPT
Pasal 85 tentang pelaksana- ian OPT an kegiatan pemantauan untuk mengetahui keberaUU No. 12 Tahun 1992 daan dan/atau penyebaran Pasal 21: Sistem per- OPTK di dalam wilayah lindungan tanaman me- NKRI. lalui karantina, pengen- PP No. 6 Tahun 1995 dalian, dan eradikasi. Pasal 9 tentang tindakan
Pasal 24 huruf (a):Pemerintah menetap-kan jenis hama dan penyakit hewan karan-tina, hama dan penya-kit ikan karantina, dan OPTK.
UU No. 16 Tahun 1992 PP No. 14 Tahun 2002
UU
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Tidak ada
Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan,
Barantan (Pusat Karantina Tumbuhan) : Surveilans khusus untuk deteksi OPTK
BADAN PELAKSANA Peraturan Daerah
61
VARIABEL
Pelaksanaan Eradikasi
NO
5.
Lampiran 3 (lanjutan)
PP
Pasal 25 :Syarat pelaksanaan eradikasi.
Pasal 21 huruf c : perlindungan tanaman dapat berupa eradikasi organisme pengganggu tumbuhan.
UU No. 12 Tahun 1992
Pasal 23:Penetapan dan pencabutan kawa-san karantina (tempat dilaksanakan eradikasi).
Bab IV Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25 dan Pasal 26 : tentang persyaratan, subyek, pelaksana, dan kompensasi kegiatan eradikasi.
PP No. 6 Tahun 1995 t-
Bab V Pasal 79 dan 80 :tentang penetapan kawasan karantinan tumbuhan dan teknis pelaksanaan eradi-kasi OPTK di kawasan karantina tumbuhan.
UU No. 16 Tahun 1992 PP No. 14 Tahun 2002
UU Tidak ada
Permen/Kepmen
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Tidak ada
Direktorat Perlindungan: Eradikasi pada kawasan karantina.
Direktorat Perlindungan Tanaman Horticultura
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan,
Barantan (Pusat Karantina Tumbuhan) : Eradikasi atas hasil intersepsi/dite mukan O-PTK pada barang kirim-an.
BADAN PELAKSANA Peraturan Daerah
62
VARIABEL
Pengawasan Tidak ada terhadap produk hortikultura
NO
6.
Lampiran 3 (lanjutan)
UU Tidak ada
PP Tidak ada
Permen/Kepmen
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar :Pelaporan ke Gubernur Jatim.
Pergub No 2 tahun Barantan : 2013 Pelaporan ke IPPC/WTO Pasal 14 : atau negara Hasil pengawasan lain dilaporkan kepada Gubernur dan akan Direktorat Perdipakai sebagai ba- lindungan Tahan saran pertim- naman Pangan, bangan kepada Direktorat Perpemerintah pusat lindungan Tadalam hal pemberi- naman Hortian Surat Persetu- cultura: Pelajuan Impor (SPI). poran kemunculan atau out break OPT ke Barantan
BADAN PELAKSANA Peraturan Daerah
63
7.
NO
Perlakuan terhadap komoditas impor
VARIABEL
Lampiran 3 (lanjutan)
Penyelenggarakan rantina tumbuhan.
Pasal 23 ka-
UU No. 12 Tahun 1992
Tindakan perlakuan atas hasil intersepsi OPTK.
Pasal 13 Ayat (1) :
Tindakan karantina tumbuhan diantaranya perlakuan.
Pasal 10 :
PP No. 6 Tahun 1995 Bab II Pencegahan Penyebaran OPT Pengganggu Tumbuhan.
Pasal 7, Pasal 8, Pasal 10, Pasal 19 ayat (1) huruf b atau Pasal 20 ayat (2) huruf b, Pasal 21, Pasal 23 huruf a, Pasal 30 huruf b, Pasal 31 ayat (2) huruf b, Pasal 34 huruf a, Pasal 41 huruf b, Pasal 42 huruf b, Pasal 55, Pasal 57, Pasal 58 huruf b, Pasal 60, Pasal 64, Pasal 71, Pasal 73, pasal 74, dan Pasal 75 ayat (1), tentang tindakan perlakukan terhadap barang kiriman, alat angkut, dan pembungkusnya, barang kiriman yang transit, milik diplomatik, dalam penguasaan instansi lain atau barang kiriman yang ditolak serta MP OPT penting.
Pasal 7 Ayat (2) :
Tindakan perlakuan dilakukan apabila dipersyaratkan negara tujuan.
PP No. 14 tahun 2002
PP
UU No. 16 Tahun 1992
UU
BADAN PELAKSANA Peraturan Daerah
KepmentanNo. Peraturan Gubernur OPTK pada 767/Kpts/TP.830/10 Jawa Timur No2 barang kiriman /1984 tahun 2013 dan pemenuhan KepmentanNo. persyaratan 559/Kpts/TP.830/10 BabIII Pasal 4 :Pro- fitosanitari duk impor yang /1985 negara lain. Kepmentan No. masuk di Wilayah 779/LB.710/11/1989 Jawa Timur wajib memperhatikan asKepmentanNo. Direktorat 861/Kpts/LB.720/12 pek: Perlindungan a. Keamanan pa/1984 Tanaman ngan; Kepmentan No. Pangan, 38/Kpts/HK.310/1/1 b. Ketersediaan pro- Direktorat duksi Jatim; 990 Perlindungan c. Penetapan sasaran Kepmentan No. Tanaman produksi dan kon411/Kpts/TP.120/6/ Horticultura dan sumsi produk; 1995 Direktorat d. Persyaratan kePermentan No. Perlindungan : masan dan pelaPerlakuan untuk 37/Kpts/HK.060/1/2 belan; memenuhi 006 e. Standar mutu; dan persyaratan Permentan No. ketentuan keafitosanitari 16/Permentan/OT.1 manan dan perlinnegara lain. 40/4/08 dungan terhadap kesehatan
Permen/Kepmen
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
64
VARIABEL
Perlindungan terhadap area yang terancam,menetap kan, mempertahan-kan dan melakukan surveilans terhadap area bebas dan area yang mempunyai prevalensi OPT rendah
NO
8.
Lampiran 3 (lanjutan)
PP No. 14 Tahun 2002
PP
Pasal 23 :Penetapan dan pencabutan kawasan karantina
Bagian Ketiga Pasal 28 s.d Pasal 38:Pelaksanaan tindakan karantina untuk pengeluaran dan pemasukan media pembawa dari Pasal 9 s.d Pasal 19 : suatu area ke area lain di Pelaksanaan tindakan dalam wilayah NKRI. karantina terhadap me- Bagian Ketujuh Pasal 51 dia pembawa yang s.d Pasal 61 :Tindakan dimasukkan atau dike- karantina tumbuhan terhaluarkan ke atau dari dap orang, alat angkut, dalam wilayah NKRI peralatan, dan pembungatau antar area di dalam kus. wilayah NKRI
UU No. 16 Tahun 1992 Pasal 6 :Persyaratan karantina untuk pengiriman media pembawa antar area di dalam NKRI
UU
Kepmentan No. 799/LB.710/11/19 89.
Kepmentan No. 610/Kpts/TP.630/6 /1997
Kepmentan No. 809/Kpts/LB.710/ 12/1985
Permen/Kepmen
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Tidak ada
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura dan Direktorat Perlindungan: Pengendalian OPT di onfarm.
Barantan (Pusat Karantina Tumbuhan) : Tindakan karantina antar area.
BADAN PELAKSANA Peraturan Daerah
65
NO
VARIABEL
Lampiran 3 (lanjutan)
PP
Bab VII Pasal 86, Pasal 87 dan Pasal 88 :Media Pembawa lainnya.
Bab VI Pasal 81 s.d Pasal Pasal 25 :Pengaturan 85 :JenisOPT dan Median eradikasi Pembawanya.
Bab V Pasal 79, Pasal 80, Pasal 23 : Penyeleng- Pasal 81, dan Pasal 82 garaan karantina tum- tentang Kawasan Karantina Tumbuhan buhan.
dalian hama terpadu.
UU No. 12 Tahun 1992 Bagian Kelimabelas Pasal Pasal 20 :Perlindungan 75 :Tindakan karantina tanaman dilaksanakan tumbuhan terhadap Media dengan sistem pengen- Pembawa OPT Penting.
UU
Permen/Kepmen
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
BADAN PELAKSANA Peraturan Daerah
66
Melaksanakan UU No. 16 tahun 1992 analisis risiko Pasal 8 : OPT (Pest Risk Analysis) Penetapan kewajiban tambahan disamping kewajiban utama.
9.
UU
VARIABEL
NO
Lampiran 3 (lanjutan)
Pasal 88
Pasal 83 :Pelaksanaan Analisis risiko OPT untuk penetapan jenis OPTK Golongan I, Golongan II, OPT Penting setra Media Pembawanya.
Pasal 48 :Pelaksanaan Analisis risiko OPT untuk menentukan pelaksanaan tindakan karantina di negara asal.
Pasal 5 :Pelaksanaan Analisis risiko OPT untuk menentukan kewajiban tambahan untuk persyaratan karantina tumbuhan.
PP No. 14 tahun 2002 Pasal 3 ayat (3) : Pelaksanaan Analisis risiko untuk penetapan area bebas OPT.
PP Kepmentan No 38/Kpts/HK.060/1/200 6 tentang Jenis-Jenis OPTK Golongan I Kategori A1 dan A2, Golongan II Kategori A1 dan A2, Tanaman Inang, Media Pembawa dan Daerah Sebarnya.
Permen/Kepmen
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
wasan pelaksanaan distribusi produk Impor, Gubernur melakukan pengawasan peredaran, monitoring dan evaluasi pelaksanaan distribusi yang importasinya melalui wilayah Jawa Timur.
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura dan Direktorat Perlindungan : AROPT untuk penilaian risiko.
Peraturan Guber- Barantan(Punur Jawa Timur sat Karantina No 2 tahun 2013 Tumbuhan) : Pasal 13: Dalam AROPT untuk rangka pengen- manajemen dalian dan penga- risiko
BADAN PELAKSANA Peraturan Daerah
67
VARIABEL
Pengembangan dan pelatihan sumber daya manusia
NO
10.
Lampiran 3 (lanjutan)
Permen/Kepmen
Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura dan: Pelatihan POPT PHP, serta pihak lain yang terlibat dlm pengendalianOP T.
Barantan (Pusat Karantina Tumbuhan) : Pelatihan POPT Karantina dan pihak ketiga yang melaksanakan tindakan karantina.
BADAN PELAKSANA Peraturan Daerah
Kepmenpan No. Tidak ada 56/KEP/MK.WASPA Pasal 28 Pasal 89 :Pelaksanaan :Tanggungjawab pembinaan kepada masya- N/9/ 1999 tentang Jabatan Fungsional pemerintah me-lakukan rakat. Pengendali OPT dan pembinaan angka kreditnya. Pasal 29 :Peran serta KepmentanNo. rakyat dalam perkaran54/Kpts/OT-210/2001 tinaan tentang Petunjuk UU No. 12 Tahun 1992 Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pasal 56 :Pemerintah POPT dan Angka menyelenggarakan peKreditnya. ngembangan sumber daya manusia.
PP
UU No. 16 Tahun 1992 PP No. 14 tahun 2002
UU
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
68
69 Lampiran 4 Lembar Kuisioner A. Data Responden
Nama
:
……………………………………..
JenisKelamin
:
L/P
Instansi
:
……………………………………..
Jabatan
:
……………………………………..
Pendidikan terakhir
:
SD/SMP/SLTA/S1/S2/S3
No HP/Telepon
:
……………………………………..
B. Alamat Variabel Penelitian : 1. Aspek Kelembagaan
……………………………………..
No 1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pernyataan Apakah pemerintah pusat (setingkat direktorat jenderal) dapat langsung memberikan perintah kepada pejabat dikantor saudara Apakah setiap program/kegiatan yang dilakukan dilaporkan kepada instansi yang lebih tinggi Apakah pemerintah pusat (setingkat direktorat jenderal) seringkali melakukan kunjungan ke tempat saudara Apakah saudara pernah dilibatkan dalam kegiatan pemantauan hama/penyakit tanaman dari instansi/lembaga lain (kalau YA, sebutkan dari insatansi mana) Apakah pelaksanaan program kerja/kegiatan yang dilakukan mengikuti petunjuk yang diberikan instansi yang lebih tinggi? Apakah ditempat saudara pernah dilakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan?
Jawaban Ya Tidak
Ket
70 2. Aspek Perlindungan Tumbuhan No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
8.
Pernyataan
Jawaban Ya Tidak
Ket
Apakah saudara mengetahui tentang UU no.12 tahun 1992? Apakah saudara mengetahui tentang UU no. 16 tahun 1992? Apakah saudara mengetahui tentang PP no. 6 tahun 1995? Apakah ditempat saudara memiliki data sebaran OPT/OPTK? Apakah saudara rutin melakukan pemantuan hama/penyakit tanaman Apakah saudara selalu melaporkan apabila ditemukan OPT/OPTK baru di wilayah saudara (kalau YA sebutkan kemana saudara melaporkan) Apakah ditempat saudara pernah melakukan program eradikasi OPT/OPTK Apakah saudara melakukan pengamatan rutin terhadap komoditas benih yang diimpor?
3. SDM (ditujukan untuk POPT/Pengamat Hama) No 1.
2.
3. 4. 5. 6. 7.
Pernyataan
Jawaban Ya Tidak
Apakah ditempat saudara ada POPT/ Pengamat Hama? (Jika Ya, berapa jumlah POPT/Pengamat hama?) Apakah saudara mengetahui tentang sertifikat kesehatan hewan (sanitary and phytosanitary certificate) Apakah saudara mengetahui tentang SPS-WTO Apakah saudara mengetahui tentang ISPM? (berikan komentar) Apakah saudara mengetahui isi Permentan 93 tahun 2011 Apakah saudara mengetahui daftar OPTK A1 dan OPTK A2 Apakah saudara melaporkan kepada instansi terkait ketika menemukan OPT/OPTK baru di wilayah saudara *Terima kasih atas kerjasamanya*
Ket
Lampiran 5 Data responden kuisioner
72 Lampiran 6 Hasil uji spearman's rho terhadap aspek kelembagaan Correlations V V AR0000 AR0000 1 2 Spea V Correlatio 1 . rman's rho AR00001 n Coefficient .000 194 Sig. (2. . tailed) 568 N 1 1 1 1 V Correlatio . 1 AR00002 n Coefficient 194 .000 Sig. (2. . tailed) 568 N 1 1 1 1 V Correlatio . AR00003 n Coefficient 289 .149 Sig. (2. . tailed) 389 662 N 1 1 1 1 V Correlatio . AR00004 n Coefficient 039 .239 Sig. (2. . tailed) 910 479 N 1 1 1 1 V Correlatio . 1 AR00005 n Coefficient 194 .000** Sig. (2. . tailed) 568 N 1 1 1 1 V Correlatio . . AR00006 n Coefficient 289 671* Sig. (2. . tailed) 389 024 N 1 1 1 1 V Correlatio . . AR00007 n Coefficient 699* 515 Sig. (2. . tailed) 017 105 N 1 1 1 1 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
V AR0000 3 . 289 . 389 1 1 .149 . 662 1 1 1 .000 . 1 1 . 624* . 040 1 1 .149 . 662 1 1 .222 . 511 1 1 . 538 . 088 1 1
V AR0000 4 . 039 . 910 1 1 .239 . 479 1 1 . 624* . 040 1 1 1 .000 . 1 1 .239 . 479 1 1 .356 . 282 1 1 . 431 . 185 1 1
V AR0000 5 . 194 . 568 1 1 1 .000** . 1 1 .149 . 662 1 1 .239 . 479 1 1 1 .000 . 1 1 . 671* . 024 1 1 . 515 . 105 1 1
V AR000 06
V AR00007 . .6 289 99* . .0 389 17 1 11 1 . .5 671* 15 . .1 024 05 1 11 1 .5 .222 38 . .0 511 88 1 11 1 .4 .356 31 . .1 282 85 1 11 1 . .5 671* 15 . .1 024 05 1 11 1 1 .4 .000 99 .1 . 18 1 11 1 . 1. 499 000 . . 118 1 11 1
73 Lampiran 7 Hasil uji spearman's rho terhadap aspek perlindungan tanaman
Correlations V
V
V
V
V
V
V
V
V
AR000 AR000 AR000 AR000 AR000 AR000 AR000 AR000 AR00 01 Sp
V
02
Correla
earman's
AR000 tion
rho
01
Coefficient
1 .000
Sig. (2-
.
tailed) N
Correla
AR000 tion 02
Coefficient Sig. (2tailed)
AR000 tion Coefficient
tailed)
289
.
AR000 tion Coefficient Sig. (2tailed) N
Correla
AR000 tion Coefficient Sig. (2-
1 1 . 833
**
001
Correla
tailed)
.000
389 1
1 .000
**
. 1
1
1
.000
. 1
07
23
-
.
.
.100
.149
346
239
.
.
.
.
770
662
297
479
1
1
1
1
1
1
.
.
-
.
.
833
**
024
-
1
1
043
267
.
.
.
.
.
.
001
297
389
900
428
019
1 1 .000
. 1 1
.
.
346
289
.
.
297
389 1
1
1
1
1
690
1
1
1
1
.
.
-
.
.
289
289
.043
467
449
.
.
.
.
.
389
389
900
148
166
1 1 .000
. 1
1
1
1
1
-
-
.
-
.100
.289
289
.100
.
.
.
.
770
389
389
770
1
1
1
1
1
1
-
-
.
.
.100
.149
346
239
.
.
.
.
770
662
297
479
1 1 .000
.
1
1
104 1 1 . 835
**
. 001 1 1 . 895
**
. 000
1
1
1
.
1
1
1
517
. *
.289
1
.
1
346
1
1
1 **
06
1
1
.
1
05
1
.
N
V
389
.
Sig. (2-
04
297
1
Correla
V
.
297
1
03
.
.
N
V
289
1
05
.
346
. 346
04
.
1 1
V
03
1 1 . 517 . 104
1
1
1
1
-
.
-
.149
346
.418
.
.
.
662
297
200
1 1 . 103 . 762
74 N
V
Correla
AR000 tion 06
Coefficient Sig. (2tailed) N
V
Correla
AR000 tion 07
Coefficient Sig. (2tailed) N
1
Correla
AR000 tion 23
Coefficient Sig. (2tailed) N
Correla
AR000 tion 24
Coefficient Sig. (2tailed) N
1
1
1
1
1
1
-
.
-
-
-
.149
043
.043
.149
.149
.
.
.
.
.
662
900
900
662
662
1
1
1
1
1
1 1
.000
.
1
1
1
1
.
.
.
.
.
.
346
267
467
346
346
043
.
.
.
.
.
.
297
428
148
297
297
900
1
1
1
1
.
-
043
.134
.
.
900
695
1 1 1 .000
.
1
1
1
1
1
1
1
1
.
.
.
-
-
-
449
239
.418
.134
.069
. 239
1
690
*
.
.
.
.
.
.
.
479
019
166
479
200
695
840
1
1 1
. 517
1
835
1
1
1
1
1
1
.
.
.
.
. **
1
895
**
517
103
116
1
1
1
1
1
1
1
1
1 V
1
1
1 V
1
1
1
.069
840
1
.000
.
.
. 556
.
.
.
.
104
001
000
104
762
735
039
076
1
1
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
1
1
1 1
1 1
1 1
1 1 . 626
*
. 039 1 1 . 556 . 076
1
.
1
735
1
.
1
.
1
.
1
116
.
.
1
.
-
1
626
1
1
1
*
1
1 1 1 .000
.
1 1
1 1
75 Lampiran 8 Hasil uji Spearman's rho terhadap aspek Pemahaman SDM terhadap karantina pertanian dan perdagangan internasional Correlations V V V V V V V V AR000 AR000 AR000 AR000 AR000 AR000 AR000 AR000 01 02 03 04 05 06 07 08 Sp earman's rho
V AR000 01
V AR000 02
Correlat ion Coefficient Sig. (2tailed) N Correlat ion Coefficient Sig. (2tailed) N
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
1 1
1 1 1 .000
1 1 . 386 . 241 1 1 1 .000
1 1 . 449 . 166 1 1 . * 671 . 024 1 1 1 .000
1 1 . 571 . 066 1 1 . 463 . 152 1 1 . * 690 . 019 1 1 1 .000
1 1 . * 690 . 019 1 1 . 559 . 074 1 1 . ** 833 . 001 1 1 . ** 828 . 002 1 1 1 .000
1 1 . 386 . 241 1 1 . 083 . 808 1 1 .149 . 662 1 1 . 039 . 910 1 1 . 149 . 662 1 1 1 .000
1 1 . ** 793 . 004 1 1 . * 725 . 012 1 1 . ** 766 . 006 1 1 . ** 824 . 002 1 1 . ** 884 . 000 1 1 . 363 . 273 1 1 1 .000
. . 1 1
.
1 1 V Correlat . . AR000 ion Coefficient 386 03 Sig. (2. . . tailed) 241 N 1 1 1 1 1 1 V Correlat . . . * AR000 ion Coefficient 449 671 04 Sig. (2. . . tailed) 166 024 N 1 1 1 1 1 1 V Correlat . . . AR000 ion Coefficient 571 463 05 Sig. (2. . . tailed) 066 152 N 1 1 1 1 1 1 V Correlat . . . * AR000 ion Coefficient 690 559 06 Sig. (2. . . tailed) 019 074 N 1 1 1 1 1 1 V Correlat . . . AR000 ion Coefficient 386 083 07 Sig. (2. . . tailed) 241 808 N 1 1 1 1 1 1 V Correlat . . . ** * AR000 ion Coefficient 793 725 08 Sig. (2. . . tailed) 004 012 N 1 1 1 1 1 1 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
. 1 1 . * 690 . 019 1 1 . ** 833 . 001 1 1 .149 . 662 1 1 . ** 766 . 006 1 1
. 1 1 . ** 828 . 002 1 1 . 039 . 910 1 1 . ** 824 . 002 1 1
. 1 1 . 149 . 662 1 1 . ** 884 . 000 1 1
. 1 1 . 363 . 273 1 1
. 1 1
76 Lampiran 9 Hasil uji reliabilitas Reliability Statistics Cronbach 's Alpha
N of Items
.775
21
Berdasarkan output diatas, karena nilai Cronbach’s Alpha > 0.6 maka dikatakan reliable
77 Lampiran 10. Peraturan Gubernur Jawa Timur no.2 Tahun 2013 tentang Pengendalian Distribusi Produk Impor di Jawa Timur
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN DISTRIBUSI PRODUK IMPOR DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
: bahwa dalam rangka menjaga stabilitas harga komoditas lokal yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan petani serta untuk perlindungan terhadap konsumen, perlu menetapkan Pengendalian Distribusi Produk Impor di Jawa Timur dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Mengadakan Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950); 2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5170); 6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Iklan dan Label Pangan (Tambahan Lembaran Negara Nomor 3867);
8. Peraturan
78 -2-
8. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 1999, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4196); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Mutu dan Guna Pangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737); 12. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 38/Kpts/Hk.310/1990 tentang Syarat-Syarat dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Tanaman Bibit Tanaman ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia; 13. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 627.Kpts/PD.540/12/2003 tentang Jenis-Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina Golongan I, Golongan II dan Media Pembawanya sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 117/Kpts/PD.540/2/2004; 14. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 527/MPP/kep/9/2004 tentang Ketentuan Impor Gula. 15. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/3/2006 tentang Penataan dan Pembinaan Pergudangan; 16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/KPTS/HK.060/1/2006 tentang Persyaratan Tehnis dan Tindakan karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah-buahan dan atau sayuran buah Segar ke Dalam Wilayah Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 89/Permentan/OT/ 140/12/2011; 17. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 54/M/DAG/PER/5/2009 Tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor; 18. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M/DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan atau Jasa yang beredar; 19. PeraturanMenteriKelautandanPerikananNomor PER.15/MEN/2011 tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan yang Masuk kedalam Wilayah Negara Republik Indonesia; 20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/OT.140/10/ 2009 tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang Baik (Good Agriculture Practices For Fruit and Vegetables); 21. Peraturan
79 -3-
21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 62/Permentan/OT.140/10/ 2010 tentang Tata Cara Penerapan dan Registrasi Kebun atau Lahan Usaha dalam Budidaya Buah dan Sayur yang Baik; 22. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/OT/9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan dan/atau Olahannya dalam wilayah Negara Republik Indonesia; 23. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 88/Permentan/PP.340/12/ 2011 tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan; 24. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58/M-DAG/PER/9/2012 tentang Ketentuan Impor Garam; 25. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30/M-DAG/PER/5/2012 tentang ketentuan Impor Produk Hortikultura yang dirubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 60/M-DAG/PER/9/2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30/M-DAG/PER/5/2012 tentang ketentuan Impor Produk Hortikultura; 26. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/PERMENTAN/ OT.140/6/2012 tentang Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Sayuran Umbi Lapis Segar ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia; 27. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60/PERMENTAN/ OT.140/9/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura; MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN GUBERNUR TENTANG PENGENDALIAN DISTRIBUSI PRODUK IMPOR DI JAWA TIMUR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: a. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur. b. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur. c. Dinas Perindustrian dan Perdagangan adalah Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur. d. Biro Administrasi Perekonomian adalah Biro Administrasi Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur. e. Produk Impor adalah jenis produk impor yang meliputi komoditi jagung, kacang kedelai, bungkil kedelai, kacang tanah, kacang hijau, susu, tepung terigu, tepung jagung, tepung bulu, tepung ikan, ikan, cumi-cumi, hortikultura, gula, beras, dan garam yang diimpor melalui wilayah Jawa Timur.
f. Surat
80 -4-
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
Surat Pernyataan Keterangan Distribusi adalah surat pernyataan yang dibuat oleh importir untuk menjelaskan jenis komoditi, jumlah, negara asal dan keperuntukannya. Surat Izin Bongkar yang selanjutnya disebut izin bongkar adalah surat Izin Bongkar yang dibuat oleh Gubenur Jawa Timur untuk menerangkan bahwa perusahaan yang bersangkutan telah mendapatkan persetujuan untuk membongkar komoditi impornya di wilayah Jawa Timur. Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimiawi dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Standar Mutu adalah persyaratan nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan (aman dari cemaran fisik, biologi dan kimia) kandungan gizi dan persyaratan perdagangan dan atribut lain yang ditentukan. Distribusi Produk Impor adalah kegiatan penyaluran, pembagian, dan pengiriman produk impor dari pelabuhan/tempat penyimpanan/gudang sampai di pasar dan/atau konsumen serta pabrik/tempat pengolahan. Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar adalah tim yang dibentuk oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur dengan Keputusan Gubernur Jawa Timur. Surat Persetujuan Impor yang selanjutnya disebut SPI adalah surat izin impor yang diterbitkan direktur jenderal perdagangan luar negeri, kementerian perdagangan. Gudang/Tempat Penampungan Sementara Produk Impor yang selanjutnya disebut gudang adalah suatu ruangan tidak bergerak yang dapat ditutup dengan tujuan tidak untuk dikunjungi oleh umum melainkan untuk dipakai khusus sebagai tempat penyimpanan Produk Impor yang memenuhi syarat-syarat lain yang diperlukan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tanda Daftar Gudang Produk Impor yang selanjutnya disebut TDGPI adalah surat tanda daftar yang berlaku sebagai bukti bahwa gudang tersebut telah di daftar untuk dapat melakukan kegiatan sarana distribusi produk impor. Kartu Kendali Gudang Produk Impor yang selanjutnya disebut KKGPI adalah pencatatan pergerakan keluar masuknya barang yang berada dalam gudang.
BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar hukum dalam rangka pengendalian dan pengawasan bagi produk impor yang masuk di wilayah Jawa Timur. Pasal 3
81 -5-
Pasal 3 Peraturan ini bertujuan untuk : a. mengendalikan produk impor; b. menjaga stabilitas harga komoditas lokal; c. melindungi dan meningkatkan kesejahteraan serta kepentingan petani; d. perlindungan terhadap masuknya Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) atau Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina; e. perlindungan terhadap konsumen. BAB III PENGENDALIAN PRODUK IMPOR Pasal 4 Produk impor yang masuk di wilayah Jawa Timur wajib memperhatikan aspek: a. keamanan pangan; b. ketersediaan produksi Jawa Timur; c. penetapan sasaran produksi dan konsumsi produk; d. persyaratan kemasan dan pelabelan; e. standar mutu; dan f. ketentuan keamanan dan perlindungan terhadap kesehatan manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan. Pasal 5 (1) Perusahaan yang melakukan Importasi melalui wilayah Jawa Timur wajib menyampaikan surat pernyataan keterangan distribusi produk impor kepada Gubernur melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan selambat-lambatnya 2 (dua) hari setelah tanggal Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) yang dikeluarkan oleh Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak. (2) Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan Bill of Lading, Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Tanda Daftar Gudang Produk Impor dan Kartu Kendali Gudang Produk Impor. (3) Bentuk surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran A.
Pasal 6
82 -6-
Pasal 6 Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diperlukan untuk mengetahui : a. Jenis barang yang diimpor; b. Jumlah barang; c. Negara asal barang; d. Tempat Penampungan Sementara/Gudang; e. Tujuan distribusi; dan f.
Peruntukannya. Pasal 7
Setelah menyampaikan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) importir dapat mendistribusikan komoditasnya di Wilayah Jawa Timur dan atau di luar Wilayah Jawa Timur. Pasal 8 (1) Khusus untuk komoditi strategis beras, gula (gula mentah/gula rafinasi/gula putih) dan garam importir juga diwajibkan melengkapi Surat Izin Bongkar dari Gubernur. (2) Prosedur dan Persyaratan Surat Izin Bongkar dari Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Standar Operasional Prosedur yang tercantum dalam Lampiran B. Pasal 9 Setelah mendapatkan Surat Izin Bongkar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) importir dapat membongkar komoditasnya di wilayah Jawa Timur. Pasal 10 Untuk komoditi produk impor olahan dan turunannya serta yang dapat dihasilkan di Jawa Timur, pada kondisi tertentu (panen) distribusi komoditi impornya akan diatur lebih lanjut oleh instansi teknis yang menangani.
BAB IV
83 -7BAB IV PENATAAN GUDANG PRODUK IMPOR Pasal 11 Gudang/Tempat Penampungan Sementara produk impor yang dipergunakan oleh importir wajib memiliki Tanda Daftar Gudang Produk Impor dan Kartu Kendali Gudang Produk Impor yang telah terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Pasal 12 Tanda Daftar Gudang Produk Impor dan Kartu Kendali Gudang Produk Impor sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 diatur lebih lanjut oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan. BAB V PENGAWASAN Pasal 13 (1) Dalam rangka pengendalian dan pengawasan pelaksanaan distribusi produk Impor, Gubernur melakukan pengawasan peredaran, monitoring dan evaluasi pelaksanaan distribusi yang importasinya melalui wilayah Jawa Timur. (2) Pelaksanaan pengawasan peredaran, monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar. (3) Tim pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Jawa Timur.
(2)
Pasal 14 Hasil pelaksanaan pengawasan peredaran, monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dilaporkan kepada Gubernur dan akan dipakai sebagai bahan saran pertimbangan kepada pemerintah pusat dalam hal pemberian Surat Persetujuan Impor (SPI).
BAB VI
84 -8BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 22 Tahun 2012 tentang Pengendalian Impor Produk Hortikultura dan Pemberdayaan Usaha Hortikultura di Jawa Timur, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 16 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur.
Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 11 Januari 2013 GUBERNUR JAWA TIMUR DIUNDANGKAN DALAM BERITA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR
ttd
TGL. 11-1-2013 No 2 Th 2013/ D Dr. H. SOEKARWO
85
Lampiran 11. Keputusan Gubernur No. 188/210/Kpts/013/2011 tentang Pembentukan Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar
GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 210 /KPTS/013/2011 TENTANG TIM TERPADU PENGAWASAN BARANG BEREDAR DI PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Perlindungan Konsumen dan persaingan usaha yang sehat, perlu adanya penanganan yang sinergis dan terkoordinasi dalam melaksanakan pengawasan barang beredar dan jasa yang dilaksanakan secara terpadu oleh unsur instansi terkait ; b. bahwa sehubungan dengan maksud tersebut pada huruf a, agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar, berdayaguna dan berhasilguna, perlu membentuk Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar di Provinsi Jawa Timur dengan Keputusan Gubernur Jawa Timur ;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3193 ) ; 2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3214); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274) ; 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4661) ; 5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656) ; 6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821) ;
86
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844) ; 8. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063) ; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1962 tentang Perdagangan Barang-barang Dalam Pengawasan (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 46, Tambanahan Lembaran Negara Nomor 2473) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4402) ; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3867) ; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020) ; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4126) ; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424) ; 14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolahan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4578) ; 15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737) ; 16. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 229/MPP/Kep/7/1997 tentang ketentuan Umum di Bidang Impor ; 17. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 19/M-IND/PER/5/2006 tentang Standardisasi, Pembinaan, dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia Bidang Industri ; 18. Peraturan Meteri Perdagangan Nomor 19/M-DAG/5/2009 tentang Pendaftaran Petunjuk Penggunaan (Manual) dan Kartu Jaminan / Garansi dalam bahasa Indonesia bagi Produk Telematika dan Elektronika ;
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim
87 19. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14/M-DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib terhadap Barang dan Jasa yang diperdagangkan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30/MDAG/PER/7/2007 ; 20. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/5/2009 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengawasan Barang dan/atau Jasa ; 21. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 54/MDAG/PER/10/2009 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor ; 22. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 62/MDAG/PER/12/2009 tentang Kewajiban Pencantuman Label Pada Barang sebagai mana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22/M-DAG/PER/5/2010 ; 23. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 86/M-IND/PER/9/2009 tentang Standar Nasional Indonesia Bidang Industri ; 24. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/MDAG/PER/10/2010 tentang Ketentuan Impor Barang Jadi oleh Produsen ; 25. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57/MDAG/PER/12/2010 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu ; 26. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Timur (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 2, Seri D) ; 27. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 114 Tahun 2010 tentang Larangan Peredaran Gula Rafinasi dan Gula Kristal Mentah di Pasaran Umum di Jawa Timur ; MEMUTUSKAN : Menetapkan, PERTAMA
KEDUA
:
Membentuk Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar di Provinsi Jawa Timur, dengan susunan keanggotaan sebagaimana tersebut dalam Lampiran. : Menugaskan Tim Terpadu sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA, untuk : a. melaksanakan inventarisasi permasalahan dan kendala yang berkaitan dengan pelaksanaan peredaran barang impor ; b. melaksanakan sinkronisasi dan koordinasi langkah-langkah penanganan dalam kegiatan pelaksanaan pengawasan barang yang beredar sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan ; c. melaksanakan pengawasan secara terpadu dalam rangka pengamanan pasar dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ; d. melaksanakan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan pengawasan barang-barang yang beredar ; e. membentuk Sekretariat sesuai kebutuhan ; f. melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Gubernur Jawa Timur.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim
88
KETIGA
: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 20 April 2011 GUBERNUR JAWA TIMUR ttd Dr. H. SOEKARWO
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim
89 LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR : 188/ 210 /KPTS/013/2011 TANGGAL : 20 APRIL 2011
SUSUNAN KEANGGOTAAN TIM TERPADU PENGAWASAN BARANG BEREDAR DI PROVINSI JAWA TIMUR NO 1
JABATAN DALAM TIM 2
KETERANGAN JABATAN / INSTANSI 3
1.
Pengarah
Gubernur Jawa Timur
2.
Ketua
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur
3.
Sekretaris
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur
4.
Anggota-anggota :a. Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur b. Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur c. Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur d. Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan Surabaya e. Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur f. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur g. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jatim I h. Kepala Bidang Metrologi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur i. Kepala Bidang Standarisasi dan Desain Produk, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur
GUBERNUR JAWA TIMUR ttd Dr. H. SOEKARWO
SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada : Yth. : 1. Sdr. Menteri Dalam Negeri di Jakarta. 2. Sdr. Menteri Perdagangan di Jakarta. 3. Sdr. Menteri Perindustrian di Jakarta. 4. Sdr. Inspektur Provinsi Jawa Timur di Sidoarjo. 5. Sdr. KepalaDinasPerindustriandan Perdagangan Provinsi Jawa Timur di Surabaya. 6. Sdr. Anggota Tim Terpadu dimaksud.
Dok. Informasi Hukum - JDIH Biro Hukum Setda Prov Jatim
90
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 14 September 1985 sebagai anak kelima dari tujuh bersaudara dari pasangan Sya’roni dan Sunadah (Alm). Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Biologi Jurusan Fisiologi ,Hewan, Universitas Jenderal Soedirman, lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2013, penulis diterima di Program Studi Entomologi pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian. Pada tahun 2008, penulis bekerja di Direktorat Nuklir, Biologi dan Kimia (Nubika) dan selanjutnya di Tahun 2011 sampai sekarang bekerja di Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian. Penulis di tempatkan di Bidang Kepatuhan, Kerjasama dan Informasi Pertanian (KKIP) Badan Karantina Pertanian.