Volume (4). April 2008. 99‐114
Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota
Kajian Faktor Pendorong Pengembangan Kawasan Perbatasan Jayapura, Indonesia – Vanimo, Png Yohanes Reinhold R, Ragil Haryanto, Samsul Ma’rif
ABSTRAK Sejak dibuka tahun 1999, kawasan perbatasan Jayapura, Indonesia dan Vanimo, PNG mengalami pertumbuhan. Kawasan ini berkembang pesat seiring dengan dibangunnya jalan trans perbatasan dan pasar perbatasan (Pasar Lhoncin dan Marketing Point), sehingga memudahkan supplay barang dan jasa dari Kota Jayapura ke wilayah perbatasan. Berkaitan dengan perkembangan tersebut menarik untuk dikaji faktor‐faktor apa yang mendorong pengembangan kawasan perbatasan. Melalui pendekatan analisis faktor dan deskriptif eksplanatif, akan dikaji faktor‐faktor apa yang mendorong pengembangan kawasan perbatasan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kegiatan perdagangan di perbatasan ini bisa berkembang karena adanya mekanisme demand (wilayah PNG) dan supply (oleh Kota Jayapura). Warga PNG membeli karena beberapa alasan yaitu harga yang murah, pilihan bervariasi dan jumlah barang yang tersedia banyak, serta kurs kina yang lebih tinggi terhadap rupiah. Di sisi lain Kota Jayapura mampu berperan sebagai supplier berbagai kebutuhan hidup warga PNG. Adapun faktor pendorong pengembangan kawasan adalah prospek usaha, perijinan usaha, penunjang kesiapan kawasan, dan kesiapan pengelolaan kawasan. Perkembangan kegiatan perdagangan dan jasa di kawasan perbatasan akan membawa beberapa implikasi, baik secara fisik keruangan, ekonomi, sosial budaya, dan implikasi lainnya. Kata Kunci: faktor pendorong, pengembangan kawasan perbatasan, Jayapura, Indonesia – Vanimo, PNG
PENDAHULUAN Sejak aktifitas lintas batas kedua negara dibuka, berkembang perdagangan lintas batas yang terlihat dari meningkatnya mobilitas aliran barang, jasa dan manusia antara kedua wilayah. Perkembangan ini juga ditunjang adanya jalan trans perbatasan yang memperlacar aksesibilitas antara Kota Jayapura hingga kawasan perbatasan RI – PNG. Komoditas yang diperdagangkan antara lain sandang, makanan, hasil pertanian, dll. Namun di sisi lain, terdapat beberapa kendala seperti ketersediaan fasilitas perdagangan jasa yang terbatas, tidak tersedia angkutan umum di wilayah perbatasan dan pengelolaan yang belum optimal. Berdasarkan fenomena di atas, menunjukkan pentingnya dilakukan kajian faktor‐faktor yang mendorong pengembangan kawasan perbatasan. Pengenalan faktor‐faktor pendorong dimaksudkan untuk memahami mekanisme apa saja yang berkembang sebagai hasil interaksi aktivitas masyarakat. Research question dari penelitian ini adalah faktor‐faktor apakah yang mendorong pengembangan kawasan perbatasan Jayapura‐Vanimo. Kota Jayapura secara administratif terbagi atas distrik Jayapura Utara, Jayapura Selatan, Heram, Abepura, dan Muara Tami. Yohanes Reinhold R adalah Staf Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Jayapura Ragil Haryanto adalah Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro Samsul Ma’rif adalah Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro © 2008 Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota
100 TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor–faktor yang mendorong pengembangan kawasan perbatasan pada Kota Jayapura, Prov. Papua, Indonesia‐Vanimo, PNG. Adapun sasaran penelitian ini mencakup: 1. Melakukan kajian literatur sebagai langkah membangun memberikan pemahaman tentang kawasan perbatasan. 2. Mengidentifikasi faktor‐faktor yang mendorong (pemicu) pengembangan kawasan perbatasan. 3. Mengidentifikasi dan menganalisis kegiatan perdagangan jasa yang berlangsung dan kinerja aksesibilitas mobilitas di perbatasan Jayapura – Vanimo. 4. Menganalisis faktor–faktor yang mendorong pengembangan kawasan perbatasan Jayapura, Indonesia‐Vanimo, PNG khususnya pada sisi Kota Jayapura dan implikasi‐ implikasi yang timbul. 5. Hasil proses analisis akan dirumuskan dalam bentuk rekomendasi arahan. METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan yang digunakan adalah analisis faktor untuk merumuskan faktor‐faktor pendorong pengembangan kawasan perbatasan Jayapura‐Vanimo pada sisi Kota Jayapura, dan pendekatan deskriptif eksplanatif, dibantu kajian teori untuk pemaknaan data/ informasi yang diperoleh terhadap pengembangan kawasan perbatasan Jayapura‐Vanimo pada sisi Kota Jayapura. Deskripsi (pemaknaan) dilakukan untuk memahami kondisi yang ada guna menjawab beberapa pertanyaan mendasar seperti siapa yang terlibat, bagaimana kegiatan perdagangan dan jasa di kawasan perbatasan ini berlangsung, skala kegiatan ekonomi, jenis komoditas, besaran, kendala‐kendala dan implikasi apa yang akan timbul dari fenomena yang berlangsung. Populasi penelitian ini adalah para pelaku ekonomi di kawasan perbatasan Jayapura. Analisis faktor merupakan nama generik yang diberikan untuk kelompok metode statistik multivariate yang utamanya dimaksudkan untuk mendefinisikan struktur utama (tersembunyi) dari atau di dalam sekelompok matriks data. Maksud umum teknik analisis faktor adalah mengupayakan cara meringkas muatan (isi) dari setiap informasi dalam sejumlah variabel asli kedalam kumpulan yang lebih kecil jumlahnya dari sesuatu yang baru (faktor), gabungan dimensi atau variasi (faktor) dengan meminimalkan informasi yang hilang (Hair, et al, 1998: 95). Proses pengelompokkan baru ini dilakukan dengan menemukan hubungan (interrelationship) antar sejumlah variabel–variabel sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal (Santoso, 2006: 11). Variabel baru tersebut dinamakan faktor (variabel laten) dan jumlahnya lebih sedikit bila dibandingkan dengan variabel awal (variabel manifes). Secara garis besar, tahapan analisis faktor meliputi (Santoso dan Tjiptono, 2001 : 250): 1. Memilih variabel yang layak dimasukkan dalam analisis faktor. Oleh karena analisis faktor berupaya mengelompokkan sejumlah variabel, maka seharusnya ada korelasi yang cukup kuat di antara variabel sehingga akan terjadi pengelompokkan. 2. Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan ’ekstraksi’ variabel tersebut sehingga menjadi satu atau beberapa faktor. 3. Faktor yang terbentuk, dilakukan melalui proses rotasi untuk memperjelas apakah faktor yang terbentuk sudah secara signifikan berbeda dengan faktor lain.
101 4. Setelah faktor benar–benar sudah terbentuk, maka proses dilanjutkan dengan menamakan faktor yang ada. Sebagaimana dijelaskan bahwa faktor yang terbentuk ini jumlahnya lebih sedikit dibandingkan jumlah variabelnya. Perlu diketahui bahwa penamaan faktor yang terbentuk baru dapat dilakukan setelah proses analisis selesai dilakukan karena pada awal analisis belum dapat diketahui variabel‐variabel mana yang saling berhubungan dan berapa jumlah faktor yang akan terbentuk (dihasilkan). Pendekatan deskriptif eksplanatif dalam penelitian ini adalah proses pemaknaan atas kondisi yang terdapat dan berkembang di lapangan dengan mengacu pada data yang dikumpulkan. Proses ini bukan menguji hasil metode kuantitatif namun digunakan untuk melengkapi guna proses mempertajam analisis studi. Persoalannya adalah bagaimana cara terbaik untuk ”memaknai” data dengan cara‐cara yang akan mempermudah pengungkapan hasil‐hasil penelitian, dan kedua mengantarkan pada pemahaman akan fenomena yang sedang diteliti (Moleong, 2005 : 38,115). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, dan jumlah sampel yang terkumpul dan diolah adalah 65 (enam puluh lima) lembar sampel. RINGKASAN KAJIAN LITERATUR Perbatasan negara merupakan wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan dengan negara lain, dan batas‐batas wilayahnya ditentukan berdasarkan peraturan perundang‐undangan yang berlaku (www. bappenas.go.id, 2007). Secara tipologi, kawasan perbatasan dibedakan menjadi tipologi kawasan perbatasan yang secara fisik diklasifikasikan menjadi perbatasan alam dan perbatasan buatan (Guo, 2004: 11‐16) dan secara ekonomi, dapat dibedakan menjadi kawasan perbatasan yang relatif maju, sudah berkembang namun belum maju, dan kawasan yang relatif masih terisolir. Menurut Wu (dalam Husnadi, 2003: 44‐55), terdapat tiga bentuk pendekatan, pertama dengan mendahulukan pembangunan infrastruktur, kedua dengan mendahulukan investasi sektor swasta, dan ketiga mendahulukan program‐program dan kebijakan. Perkembangan lingkungan global saat ini telah membawa perubahan paradigma pembangunan dimana kawasan perbatasan dipandang sebagai salah satu simpul ekonomi, karena merupakan lokasi lintas batas perdagangan barang dan jasa antar negara. Secara geografis sistem ekonomi berkaitan dengan organisasi keruangan dari sistem ekonomi: yaitu dimana elemen tertentu dari sistem tersebut akan berlokasi, bagaimana elemen tersebut saling terhubung dalam sebuah ruang dan pengaruh secara keruangan dari proses ekonomi (Dicken dan Lloyd, 1990: 7). Untuk dapat tumbuh dan berkembang kegiatan ekonomi harus mampu survive, dengan memperhatikan aspek jangkauan dan ambang batas (Tarigan, 2005: 85‐87).Konsep range (jangkauan pelayanan) terkait dengan luas wilayah pengaruh sebuah pusat pelayanan secara geografis, sedang konsep threshold (ambang batas) lebih terkait dengan tingkatan minimal jumlah penduduk yang agar sebuah produk atau pusat pelayanan mampu survive karena adanya konsumen yang dilayani. Adanya kebutuhan barang dan jasa melahirkan interaksi antar ruang yang berbeda, dalam bentuk pergerakan (perpindahan, pertukaran) barang dan jasa. Edward Ullman (Dicken dan Lloyd, 1990: 71‐74) menjelaskan terdapat tiga bentuk interaksi keruangan, yaitu interaksi keruangan yang saling melengkapi, interaksi keruangan yang bersifat intervensi, dan tidak ada bentuk interaksi sama sekali. Tingkat intensitas (jumlah, volume, banyaknya) pergerakan
102 barang dan jasa antar berbagai ruang sangat dipengaruhi oleh tingkat kebutuhan (konsumsi) penduduk (demand) maupun kegiatan produksi perkotaan lainnya. Secara umum terdapat tiga aspek (Dicken dan Lloyd, 1990: 181) yang menentukan tingkat kebutuhan terhadap barang dan jasa, yaitu: tingkat harga yang berlaku, harga relatif dari seluruh barang dan jasa, dan bobot yang diberikan konsumen yang diukur dari cita rasa (taste) dan keinginan atau pilihan (preference). Menurut Alfred Webber, ini akan membentuk aglomerasi ekonomi (economics agglomeration) (Dicken dan Lloyd, 1990: 208). Aglomerasi ekonomi merupakan bentuk penghematan yang timbul karena kegiatan ekonomi berada dalam satu lokasi, dan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perkembangan sebuah kota atau wilayah (Blair 1995: 95). Walter Issard menyatakan bahwa terdapat tiga jenis aglomeration economies atau penghematan ekonomi (Djojodipuro, 1992: 85). Ketiga konsep ini dipergunakan untuk mengembangkan analisisnya ke arah analisis spatial dengan menguraikan adanya pengaruh berbagai economies terhadap lokasi industri atau aktifitas ekonomi (Djojodipuro, 1992: 174‐175), yaitu: scale economies, location economies dan urbanization economies. Hal mendasar dari aglomerasi ekonomi adalah hubungan atau keterkaitan antara aktifitas ekonomi dalam area geografis yang secara relatif terbatas, bentuk keterkaitan meliputi: keterkaitan produksi, pelayanan dan pasar (Dicken dan Lloyd, 1990 : 211). Aktifitas ekonomi yang memusat pada area tertentu mempunyai hubungan yang erat terhadap wilayah pasar dari produk yang disediakan, dimana pasar berperan sebagai sisi demand. Menurut Nugroho dan Dahuri (2004: 29) terdapat empat hal yang mempengaruhi terbentuknya wilayah pasar, yaitu: skala ekonomi, permintaan total spasial, biaya transportasi, dan faktor yang terkait penduduk. Penghematan aglomerasi memberikan pengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan kota (Adisasmita, 2005: 49). Sebuah kota dapat eksis dan berkembang karena adanya efisiensi dalam menghasilkan beberapa jasa pada skala yang besar (O’Sullivan, 2003: 19). Dalam menjelaskan fenomena aglomerasi, banyak ahli ekonomi mendefinisikan bahwa kota sebagai hasil dari proses produksi aglomerasi secara spasial. Kendati demikian tidak setiap aglomerasi selalu memunculkan suatu kota. Perbedaan antara aglomerasi dan kota terletak terutama pada perbedaan antara kesederhaan dan kompleksitas (Kuncoro, 2002: 26). Hal ini karena pertumbuhan kota‐kota ternyata dipengaruhi oleh berbagai faktor yang lebih kompleks daripada sekedar penghematan aglomerasi (Kuncoro, 2002: 32). Menurut Charles Colby (Yunus, 1999: 177–178), kekuatan‐kekuatan ini terdiri atas kekuatan sentrifugal dan sentripetal. Dwi Y. Sulistyowati dalam penelitiannya mengidentifikasi bahwa persaingan antara pasar tradisional dan pasar swalayan sangat ketat adalah dalam hal segmen pasar, komoditas, dan pangsa pasar. Selain itu, faktor lain yang menarik minat pengunjung adalah keamanan dan kenyamanan (Sulistyowati, 1999). Sussy R. Agustini dalam penelitiannya menemukan bahwa faktor‐faktor yang mempengaruhi penyediaan fasilitas kota meliputi: jenis fasilitas, kualitas pelayanan, aksesibilitas, lokasi pengembangan, dan pengelolaan (Agustini, 2003). Untuk mengembangkan kawasan perbatasan sebagai sebuah simpul ekonomi, perlu belajar dari perkembangan pusat–pusat perbelanjaan yang selama ini telah dibangun. Suwito Santoso, menyebutkan kunci keberhasilan pusat perbelanjaan adalah keberhasilan menarik pengunjung untuk itu harus memperhatikan faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal meliputi: lokasi, kemudahan pencapaian, dan visibility (jarak penglihatan), sedangkan faktor internal meliputi: tenant mix, profil demografi, desain bangunan, masalah parkir, harga sewa, dan timing (Kompas, 2002).
103 Pusat perbelanjaan yang ada di perbatasan Jayapura‐Vanimo adalah pasar perbatasan. Abi Syahmora (Syahmora, 2003) menurut penelitiannya, faktor–faktor yang menjadi penentu lokasi optimal pembangunan sebuah pasar, yaitu: kedekatan terhadap kawasan permukiman; ketersediaan lahan dan luasan lokasi yang memadai; ketersediaan jaringan jalan ke lokasi pasar; kesesuaian lokasi terhadap rencana tata ruang kota (konsistensi antara perencanaan dan implementasi); daerah bebas banjir/ genangan; kepadatan penduduk yang menunjang; ketersediaan jaringan transportasi; topografi yang datar; dan ketersediaan sarana pembuangan limbah (saluran drainase, fasilitas sampah). Salah satu instrumen yang memacu perkembangan kawasan perbatasan adalah pengembangan permukiman. Dalam penelitiannya di Kota Jayapura, Malla Paruntung (2003) menyebutkan faktor yang mempengaruhi preferensi memilih lokasi permukiman yaitu: aksesibilitas, harga rumah, kepastian hukum tanah, sarana prasarana, kenyamanan bertempat tinggal, dan kebijakan pemerintah. Pada umumnya kawasan perbatasan merupakan wilayah pinggiran kawasan perkotaan. Dalam penelitian Ahmadi (2005), faktor‐faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik pinggiran kota meliputi: ketersediaan penduduk (pertambahan, kepadatan dan migrasi); adanya kebijakan pengembangan area pinggiran kota; ketersediaan fasilitas penunjang perumahan yang mencakup ketersediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan perdagangan jasa pada area pinggiran kota; arahan alokasi perumahan dalam hal ini terkait dengan pembangunan perumahan baru oleh pemerintah, pengembang, maupun oleh masyarakat sendiri di area pinggiran; aksesibilitas atau keterjangkauan terkait dengan kondisi sarana dan prasarana pergerakan dari area pinggiran ke pusat kota dan sebaliknya; dan relokasi sektor atau zona kota dan pembangunan/ pengembangan fungsi baru di pinggiran kota. Sistem transportasi berperan terhadap tumbuh kembangnya kota dan pertumbuhan ekonomi melalui tingkat aksesibilitas dan mobilitas. Aksesibilitas adalah mudahnya suatu lokasi dihubungkan dengan lokasi lainnya melalui sistem transportasi. Aksesibilitas merupakan ukuran kemudahan dan kenyamanan mengenai cara lokasi tata guna lahan yang saling berpencar dapat saling berinteraksi (Miro, 2002: 18), yang dinyatakan dalam ukuran: jarak, waktu, dan biaya perjalanan (Tamin, 1997: 52). Mobilitas diartikan sebagai tingkat kelancaran perjalanan, dan diukur melalui banyaknya perjalanan (pergerakan) dari suatu lokasi ke lokasi lain sebagai akibat tingginya akses antara lokasi‐lokasi tersebut (Miro, 2002: 22). TABEL I VARIABEL PENELITIAN
NO. 1.
ELEMEN Prasarana Dasar
2. 3. 4.
Sarana Kebijakan pemerintah Penilaian pelaku ekonomi (pedagang)
5.
Lokasi
6. 7. 8.
Fisik Lahan Pelayanan/pengelolaan Stabilitas keamanan/politik
Sumber: Diolah dari Kajian Literatur, 2007
VARIABEL PENELITIAN Listrik , Air bersih, Jalan, dan Ketersediaan pelayanan Angkutan umum Perumahan, Pendidikan, dan Pasar, ruko Keringanan sewa dan retribusi. Image, prospek usaha, tingkat penjualan, tingkat persaingan, kenyamanan, daya tarik kawasan, skala kegiatan dan kendala‐kendala yang dihadapi. Kedekatan terhadap pusat permukiman dan kebijakan penataan kawasan Luasan lahan Kemudahan perijinan, bentuk dan kondisi pengelolaan. Kondisi keamanan
104 Jayapura sebagai pusat pelayanan untuk wilayah sekitarnya. Jalur jalan arteri yang mendukung kemudahan aksesibilitas kawasan
GAMBAR 3 KAWASAN PERBATASAN DALAM KONTEKS SEBARAN PUSAT-PUSAT AKTIVITAS DI KOTA JAYAPURA Kota Abepura sebagai pusat perekonomian dan pendidikan tinggi di Jayapura
Tiga kampung Skow dan pusat pemerintahan Distrik Muara Tami Pusat aktifitas di kawasan perbatasan Jayapura – Vanimo (pasar perbatasan)
Pusat permukiman Koya Barat, Koya Timur, Koya Tengah, Holtekamp Sumber: Hasil Survey Lapangan, 2007
GAMBAR 1
KAWASAN PERBATASAN DALAM KONTEKS SEBARAN PUSAT‐PUSAT AKTIVITAS DI KOTA JAYAPURA Interaksi Perdagangan Di perbatasan Jayapura‐Vanimo terdapat dua pasar perbatasan, yaitu: Marketing Point dan Lhoncin, yang ditempati oleh 173 orang pedagang. Kedua pasar ini menjual berbagai jenis barang seperti pakaian, celana, elektronik, bahan bangunan, peralatan pertanian dan perikanan, makanan, dll. Jenis barang yang banyak dibeli oleh warga PNG adalah makanan (sembako), pakaian, dan poduk elektronik. Hal ini karena harga barang di Jayapura jauh lebih murah dibandingkan dengan harga barang yang dijual di PNG. Secara umum keberadaan Pasar Marketing Point dan Pasar Lhoncin mempunyai peranan yang sangat penting bagi warga PNG di sekitar perbatasan Jayapura‐Vanimo. Berdasarkan data setiap hari berkisar 1000 orang pembeli dengan komposisi 99% dari PNG dan 1% dari Jayapura yang berkunjung ke perbatasan. Untuk pembeli dari PNG, sekitar 80% tujuan pembelian untuk konsumsi sendiri, sedangkan sekitar 20% untuk dijual kembali di beberapa kota di PNG seperti Vanimo, Madang, Ley, Wawak, bahkan Port Moresby (Bappeda Provinsi Papua, 2007).
105 Selain kegiatan pasar di perbatasan, salah satu manfaat dari diresmikan kegiatan lintas batas antara Indonesia‐PNG di perbatasan Jayapura‐Vanimo, adalah hadirnya beberapa pedagang putra daerah yang menjual produk‐produk PNG di Kota Jayapura. Para pedagang putra daerah ini umumnya merupakan masyarakat asli Kota Jayapura. Tempat‐tempat jualan ini tersebar di daerah Skyline, Jl. Kesehatan, Jl. Raya Entrop, dll. Jenis barang yang mereka jual antara lain: tas, baju, topi, kain PNG, souvenir, kerajinan tangan, pisau/ parang, parfum, kaset/CD, makanan kaleng, makanan ringan, minuman, mainan anak‐anak, dll. Barang‐barang ini mereka beli di Vanimo dan Lae, dan kemudian menjual kembali di Jayapura. ANALISIS FAKTOR PENDORONG PENGEMBANGAN KAWASAN PERBATASAN JAYAPURA‐ VANIMO Analisis Faktor Lokasi Letak geografis Kota Jayapura dan Vanimo yang berbatasan darat memberikan keuntungan hadirnya hubungan perekonomian RI ‐ PNG melalui kedua kota. Di kawasan perbatasan terdapat dua pasar perbatasan, yaitu Lhoncin dan Marketing Point. Keberadaan kedua pasar perbatasan ini secara geografis dan ekonomi mempunyai nilai letak (posisi) yang sangat strategis. Letak pasar perbatasan yang berada di pesisir utara. Kota Jayapura, mempunyai beberapa keuntungan lokasi yang memungkinkan terbentuknya proses interaksi yang tinggi karena adanya faktor demand–supply, permintaan (demand) dari warga PNG akan berbagai kebutuhan hidup yang murah, variasi pilihan dan jumlah yang banyak serta pemenuhan kebutuhan lain yang mudah diperoleh di Kota Jayapura, dan ditunjang oleh kemampuan Kota Jayapura untuk menjalankan fungsi supply (penawaran) barang dan jasa bagi wilayah sekitarnya (sebagai simpul). Adanya faktor demand dari PNG telah menjadi pasar bagi produk‐produk Indonesia. Untuk memudahkan memahami pola aliran distribusi dalam mekanisme interaksi yang bersifat hierarkis aliran barang dari produsen dari Jawa/ Sulawesi hingga dijual di pasar perbatasan, dan dibeli oleh warga PNG untuk konsumsi maupun bisnis, dapat dilihat pada Gambar 2. Keuntungan lokasi ini ditunjang letak, fungsi, dan peran yang sangat strategis dimiliki oleh kota Jayapura. Sebagai ibukota dan salah satu pelabuhan utama di Provinsi Papua, Kota Jayapura mempunyai peran yang sangat strategis dalam mendistribusikan barang dan jasa dari luar Papua ke berbagai kabupaten lain, seperti Jayapura, Sarmi, Keerom, dan wilayah Pegunungan Tengah, bahkan wilayah selatan Papua. Sebagai kota yang menjalankan fungsi distribusi barang dan jasa, maka terbukanya interaksi ekonomi Papua dan PNG, khususnya di wilayah utara, memungkinkan kota‐kota di PNG untuk mengambil manfaat dari Kota Jayapura. Kegiatan Perdagangan Dan Jasa Jika dikaji dengan model pendekatan pengembangan kawasan perbatasan sebagaimana dijelaskan pada bab dua, maka fenomena yang berlangsung di kawasan perbatasan Jayapura‐ Vanimo, disebabkan oleh dua faktor, yaitu: adanya kebijakan pemerintah untuk membuka pintu perbatasan dan masuknya investasi swasta (para pedagang).
106
PERBATASAN RI - PNG
Memasok barang dari Jayapura dan luar Papua ke perbatasan dengan harga yang murah, Aliran Supply jumlah dan pilihan banyak. Fasilitas menunjang. INDONESIA Jenis barang yang dijual di pasar perbatasan dan dibeli oleh warga PNG: Pakaian, celana Pangan/Sembako Peralatan pertanian,perikanan Elektronik, Tas, sepatu, dll Barang dan jasa mengalir ke wilayah PNG (dibeli oleh warga PNG). Devisa masuk bagi Indonesia (PAD bagi Kota Jayapura dan Provinsi Papua). Meningkatnya kunjungan warga PNG untuk berbelanja atau keperluan/asan lain datang ke Kota Jayapura (Prov. Papua).
LAE
MADANG
MANOS
WEWAK
Sivik
WUTUNG
Potensi Perdagangan dan Jasa di Perbatasan
MUARA TAMI
JAYAPURA
Potensi Perdagangan dan Jasa di Perbatasan
Aliran Demand
Barang yang lebih murah, pilihan bervariasi, jumlah barang/jasa banyak, dll PAPUA NEW GUINEA
Enabling (Pendukung) : Politik local Ikatan kultural Kebutuhan ekonomi Pasar Perbatasan sebagai pusat interaksi perdagangan di perbatasan : Interaksi demand (permintaan) – supply (penawaran) terbentuk Telah ada pasar yang membutuhkan (konsumen PNG) Potensi perdagangan sangat besar Prospek menjanjikan Tingkat penjualan menguntungkan Keamanan terjamin Pasokan dari Jayapura dan luar Papua lancar Kegiatan perdagangan cenderung meningkat dari waktu ke waktu Jumlah pedagang yang tertarik menanamkan investasinya di perbatasan selalu meningkat
Sumber: Hasil Analisis, 2008
GAMBAR 2 SKEMA INTERAKSI DEMAND ‐ SUPPLY DI KAWASAN PERBATASAN RI – PNG (JAYAPURA – VANIMO)
107
Produsen Barang (dari P. Jawa, Sulawesi, dll dari luar Prov. Papua)
Distributor/agen (di luar Prov. Papua, tangan pertama)
Pasar Perbatasan : barang dibeli oleh warga PNG (telah mengalami kenaikan sebesar 30 % hingga 40 %).
Distributor/agen di Kota Jayapura yang menyalurkan barang/produk industri ke kota Jayapura, dengan PBN 10% untuk mengambil barang dan PBN 10% untuk memasukkan ke Kota Jayapura.
Barang di salurkan ke pasar perbatasan (biaya sebesar 5 % hingga 10 %)
Indonesia
Dibeli oleh warga PNG dari Wutung, Vanimo
Papua New Guinea
Lae
Madang
Wewak
Kota/ kampung2 lain
Sumber: Hasil Analisis, 2008
GAMBAR 3 SKEMA DISTRIBUSI BARANG
Keberadaan Kota Jayapura sebagai ibukota provinsi sangat menguntungkan. Dengan berbagai kelebihan yang dimiliki, antara lain status administratif, jumlah penduduk yang cukup besar (>200 ribuan jiwa), merupakan kota dengan skala pelayanan pemerintahan dan swasta yang mencakup seluruh Provinsi Papua bahkan Provinsi Papua Barat, pusat pendidikan tinggi, secara tata ruang membawahi beberapa kabupaten lain seperti: Kabupaten Jayapura, Keerom dan Sarmi, tumbuhnya berbagai sentra perekonomian dan tingkat pertumbuhan ekonomi selama beberapa tahun terakhir yang baik, telah membuat Jayapura tumbuh dan berkembang menjadi sebuah primate city di wilayah timur Provinsi Papua. Adapun wilayah pengaruh dari Kota Jayapura terhadap kota‐kota lain di sekitarnya dapat digambarkan pada gambar 7, yang menunjukkan arah aliran barang dan jasa dari Kota Jayapura ke wilayah lainnya. Pengaruh ini secara tidak langsung dirasakan oleh beberapa kota di PNG, seperti Vanimo. Walaupun Vanimo juga merupakan ibukota Provinsi Sandaun, namun secara ekonomi mempunyai kapasitas yang masih berada di bawah Kota Jayapura. Ini diindikasikan dengan interaksi ekonomi yang berlangsung saat ini lebih menguntungkan Kota Jayapura (Provinsi Papua) dibandingkan bagi kota‐kota di PNG, dimana lebih banyak warga PNG yang datang berbelanja di Jayapura dibandingkan sebaliknya. Alasan mereka berbelanja di Jayapura karena harga yang jauh lebih murah, jumlah barang yang jauh lebih banyak dan variasi pilihan yang juga lebih banyak dibandingkan di Vanimo. Umumnya pelaku ekonomi di kawasan ini didominasi oleh pedagang etnis pendatang dari Sulawesi, Jawa, Sumatera, Maluku, dll, yang
108 menempati kedua pasar Pelaku ekonomi putra daerah adalah mama‐mama Skow, yang diberi hak untuk membeli pinang dari warga PNG. Ketidakmampuan pelaku ekonomi putra daerah untuk bersaing disebabkan beberapa faktor yaitu: keterbatasan modal, akses yang terbatas terhadap lembaga perbankan, kelemahan manajemen usaha, keterbatasan jaringan dalam arti akses terhadap sentra ekonomi di luar Provinsi Papua.
Sumber: Hasil Analisis, 2008
GAMBAR 4 ALIRAN BARANG DARI KOTA JAYAPURA KE KOTA‐KOTA LAIN DI PROVINSI PAPUA KE WILAYAH SEKITAR MELALUI JALUR UDARA, LAUT DAN DARAT SIMBOL/WARNA
KETERANGAN Aliran barang dari Kota Jayapura ke perbatasan, kemudian ke Vanimo, bahkan hingga ke wilayah‐wilayah lain di PNG seperti Madang, Wewak, dll. Terdiri atas produk elektronik, sembako, pakaian, celana, tas, peralatan rumah tangga, peralatan pertanian, perikanan, dll yang banyak dibeli oleh warga PNG dan ada juga yang dijual kembali oleh warga PNG di beberapa kota di PNG. Barang yang dijual di perbatasan Jayapura – Vanimo rata‐rata mempunyai perbedaan harga mencapai 30 % hingga 40 % lebih tinggi dari yang dijual di Kota Jayapura. Barang disupply ke kabupaten‐kabupaten lain melalui Jayapura seperti: Kab. Jayapura, Kab. Keerom, dan kabupaten‐kabupaten di wilayah Pegunungan Tengah (Jayawijaya, Pegunungan Bintang, Tolikara, Yahulukimo), dan bahkan wilayah selatan Provinsi Papua. Produk PNG yang masuk ke Kota Jayapura melalui perbatasan, terdiri atas produk makanan ringan, emas, kayu gaharu, coklat, vanili, dll Barang dari luar Provinsi Papua (Jawa, Sulawesi, dll) masuk ke Provinsi Papua melalui pelabuhan Jayapura, untuk konsumsi dalam kota Jayapura maupun kemudian di distribusi/dijual ke beberapa kabupaten lain. Variabel biaya transportasi ini mempengaruhi harga jual di pasar/konsumen.
109 Perkembangan kegiatan perdagangan di perbatasan yang berkembang pesat khususnya dari tahun 2005 hingga akhir 2007, dipengaruhi oleh: kawasan ini menjanjikan (menarik) sebagai tempat usaha dan potensi ekonomi yang besar, jaminan keamanan, tingkat penjualan yang sangat menguntungkan, dan peluang usaha yang sangat bagus. Kawasan perbatasan bagi pelaku ekonomi menjanjikan dan mempunyai potensi ekonomi yang besar. Lokasi pasar yang terletak di pintu perbatasan sangat menguntungkan, juga bagi warga PNG untuk datang berbelanja/ memenuhi kebutuhannya. Interaksi perdagangan ini dirasakan sangat menguntungkan karena tingkat penjualan yang tinggi. Proses interaksi yang berlangsung melalui pintu perbatasan Jayapura‐Vanimo ini, secara ekonomi lebih menguntungkan bagi Kota Jayapura/ Provinsi Papua dibandingkan bagi PNG, karena lebih banyak warga PNG yang datang ke Jayapura untuk berbelanja. Aksesibilitas Dan Mobilitas Aksesibilitas antara kawasan perbatasan dan Kota Jayapura maupun daerah sekitar seperti Kabupaten Keerom sangat bagus karena telah terdapat jaringan jalan trans perbatasan. Kendala yang ada adalah belum tersedia pelayanan angkutan umum antar kawasan perbatasan – Muara Tami – Kota Jayapura. Namun ini tidak menghambat kegietan ekonomi di perbatasan, karena adanya angkutan carteran atau pribadi. Faktor‐Faktor Pendorong Pengembangan Kawasan Perbatasan Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa faktor pendorong pengembangan kawasan perbatasan Jayapura – Vanimo adalah faktor prospek usaha meliputi: daya tarik kawasan, image kawasan, prospek kawasan, kelancaran supply, tingkat penjualan, dan kinerja pengelolaan; faktor kemudahan perijinan usaha, meliputi kemudahan ijin usaha, kenyamanan dan kesediaan fasilitas pendukung; faktor penunjang kesiapan kawasan meliputi fasilitas perumahan dan faktor stabilitas keamanan; faktor kesiapan kawasan yang meliputi faktor ketersediaan fasilitas perdagangan jasa. Implikasi Bagi Kawasan Perbatasan Implikasi yang timbul bagi kawasan perbatasan dapat diketagorikan baik secara fisik keruangan, ekonomi, sosial budaya dan beberapa implikasi lain seperti politik, hukum, pertanahan, dll.
110
Peningkatan kegiatan ekonomi di perbatasan akan menjadi menjadi daya tarik meningkatnya investasi penanaman modal/pengembangan usaha dari Kota Jayapura ke perbatasan. Permintaan ijin usaha di perbatasan akan meningkat. Meningkatnya arus lalu lintas kendaraan dari Jayapura ke perbatasan.
Interaksi ekonomi di perbatasan akan meningkat. Kawasan perbatasan berkembang menjadi simpul ekonomi bagi Kota Jayapura dan menjadi kawasan dengan ciri kekotaan karena dibangunnya berbagai fasilitas pelayanan perkotaan. Alih fungsi lahan untuk kegiatan ekonomi meningkat Dibangunnya berbagai fasilitas perkotaan (perumahan, pendidikan, perdagangan dan jasa, listrik, air bersih, kebersihan, kesehatan, telekomunikasi, dll). Daya tarik yang besar membuat investasi meningkat dan demikian juga pelaku ekonomi. Kawasan perbatasan secara politis merepresentasi wajah Indonesia di wilayah pasifik. Dapat muncul implikasi negatif seperti konflik antara pelaku ekonomi lokal dan pendatang, kawasan perbatasan menjadi pintu masuknya ganja dari PNG, dan konflik pemanfaatan lahan.
Arus barang dan jasa dari Kota Jayapura ke wilayah PNG akan meningkat, selain untuk dikonsumsi mereka juga datang berbelanja dengan tujuan untuk dijual kembali di PNG. Dalam jangka panjang akan meningkatkan arus lalu lintas antar kedua kota/wilayah. Kawasan perbatasan akan berkembang menjadi sebuah daerah yang berperan sebagai supplier berbagai kebutuhan sehari‐ hari bagi warga PNG
Papua New Guinea
Kota Jayapura dan Provinsi Papua memperoleh devisa (PAD) dari kegiatan perdagangan dan jasa di perbatasan. Produk PNG yang masuk ke Kota Jayapura juga meningkat walaupun secara kuantiítas jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan produk Indonesia yang mengalir ke wilayah PNG melalui perbatasan. Meningkatnya kegiatan ekonomi di perbatasan akan membuka lapangan kerja baru bagi Kota Jayapura
Pertumbuhan kawasan perbatasan akan membuka lapangan kerja baru bagi penduduk Muara Tami dan wilayah sekitar, misalnya menjadi ojek, supir, tukang, dll. Meningkatnya arus mobilitas barang dan jasa antara Kota Jayapura – Perbatasan – PNG akan memberi manfaat bagi wilayah Muara Tami (memperoleh imbas dari arus lalu lintas tersebut). Pengusaha PNG juga akan tertarik menanamkan modalnya di kawasan perbatasan. Peningkatan kegiatan ekonomi dan jumlah penduduk di perbatasan akan membawa implikasi berupa permintaan produk pertanian (sayur‐ sayuran, buah‐buahan, ikan), yang disupplai dari Muara Tami dan Kab. Keerom. Produk pertanian ini selain untuk dikonsumsi, juga dapat menjadi komoditas ekonomi yang dijual ke wilayah PNG.
Warga PNG yang datang berbelanja di perbatasan akan meningkat karena berbagai keuntungan yang diperoleh jika berbelanja di Kota Jayapura. Produk‐produk PNG juga akan mengalir masuk ke Papua/Kota Jayapura. Meningkatnya warga PNG yang masuk ke wilayah Indonesia melalui perbatasan dapat membawa ekses negatif berupa meningkatnya peredaran ganja dari PNG ke Jayapura, dan masuknya nilai‐nilai asing.
Kawasan Perbatasan Sumber: Hasil Analisis, 2008
GAMBAR 5 IMPLIKASI‐IMPLIKASI DARI TUMBUHNYA KEGIATAN EKONOMI DI PERBATASAN JAYAPURA ‐ VANIMO
111 PERBATASAN RI ‐ PNG
JAYAPURA
Supply barang dari Jayapura dan luar Papua ke perbatasan dengan harga yang murah, jumlah dan pilihan banyak.
Aliran Supply INDONESIA
Demand: Sandang (pakaian, tas, sepatu) makanan dan kebutuhan rumah tangga lainnya, peralatan pertanian dan perikanan, produk elektronik, dan lain‐lain.
Aliran Demand
PAPUA NEW GUINEA
Supply: Pakaian, celana Pangan/Sembako Peralatan pertanian,perikanan Elektronik Tas, sepatu, dan lain‐lain, dan Kebutuhan rumah tangga lainnya Respon pemerintah daerah : Menjamin dan meningkatkan kelancaran supply barang dan jasa ke pasar perbatasan Meningkatkan kualitas pengelolaan kawasan perbatasan, baik sumber daya manusia maupun sarana/prasarana lainnya. Membangun fasilitas penunjang, seperti pasar dan fasilitas perdagangan jasa lainnya, perumahan, pendidikan, kesehatan, listrik, air bersih, kebersihan, dan lain‐lain. Mengupayakan strategi untuk memangkas mata rantai perdagangan yang sangat panjang dari produsen hingga pasar perbatasan. Meningkatkan keragaman komoditas yang dijual di pasar perbatasan dan menjamin kualitasnya Menyiapkan mekanisme pengelolaan dan penataan kawasan (rencana tata ruang). Menjamin stabilitas politik dan keamanan Menyiapkan program pelatihan usaha bagi masyarakat lokal (Skow, Moso). Menyediakan pelayanan angkutan umum dari Terminal Youtefa hingga perbatasan.
Pelaku Usaha dan masyarakat : Mempersiapkan diri untuk lebih berperan dalam perdagangan antar negara. Meningkatkan modal Masyarakat lokal juga perlu menyiapkan diri (mengembangkan kultur berdagang) sehingga mampu bersaing dengan pelaku ekonomi dari etnis pendatang. Tanah ulayat yang dimiliki tidak perlu dijual namun dijadikan sebagai asset usaha yang disewakan dalam jangka waktu tertentu (menengah – panjang).
Sumber: Hasil Analisis, 2008 GAMBAR 6 DEMAND – SUPPLY DAN TINDAKAN YANG PERLU DILAKUKAN
112
Hasil Proses Analisis
Aksesibilitas Dan Mobilitas
Aksesibilitas terhadap kawasan baik Mobilitas angkutan umum tidak tersedia
Analisis Faktor
Faktor Lokasi
Perdagangan Dan Jasa
Faktor pendorong kawasan : Faktor Prospek Usaha Faktor Kemudahan Perijinan Faktor Penunjang Kesiapan Faktor Kesiapan Pengelolaan
Letak yang strategis Adanya demand dari PNG Kemampuan supply dari Kota Jayapura Terbentuk interaksi Aliran supply barang dan jasa ke perbatasan
Cenderung meningkat. Penyebab : prospek yang menarik, jaminan keamanan, tingkat penjualan yang menguntungkan serta terdapat pangsa pasar Pasar lebih bersifat memenuhi kebutuhan warga PNG Proses interaksi terbentuk karena adanya demand yang tinggi dari PNG. Warga PNG berbelanja karena barang dan jasa yang tersedia di Jayapura lebih banyak dan bervariasi pilihannya, dan harganya lebih murah. Interaksi yang berlangsung lebih menguntungkan bagi Kota Jayapura dibanding terhadap Vanimo, PNG (masuknya devisa).
Implikasi bagi kawasan perbatasan Jayapura, Indonesia – Vanimo, Papua New Guinea. 1. Secara Ekonomi 2. Secara Fisik Keruangan 3. Secara Sosial Budaya, dan 4. Implikasi‐implikasi lainnya.
Sumber: Ringkasan Hasil Analisis, 2008
GAMBAR 7 SKEMA HASIL ANALISIS
113 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari hasil analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Perdagangan di perbatasan kedua negara banyak didorong oleh masuknya para pelaku ekonomi untuk berdagang di perbatasan. 2. Interaksi perdagangan di perbatasan Jayapura – Vanimo timbul karena adanya mekanisme demand supply antar kedua wilayah, dimana sisi demand berasal dari PNG dan Kota Jayapura melalui pasar perbatasan berperan sebagai supplier berbagai kebutuhan hidup sehari‐hari. 3. Faktor‐faktor pendorong pengembangan kawasan perbatasan Jayapura – Vanimo adalah faktor prospek usaha, kemudahan perijinan usaha, penunjang kesiapan kawasan dan kesiapan pengelolaan kawasan perbatasan. Dari penelitian yang dilakukan ini terdapat beberapa rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti, meliputi: 1. Kawasan perbatasan perlu dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang, meliputi fasilitas perdagangan dan jasa, money changer, permukiman, pendidikan, kesehatan, listrik, air bersih, persampahan, pelayanan angkutan umum, terminal, dan mekanisme pengelolaan kawasan ditingkatkan. 2. Pemerintah daerah harus menjamin kelancaran supply barang dan jasa dari Kota Jayapura ke pasar perbatasan, meningkatkan variasi barang yang dijual (untuk memperbanyak pilihan bagi pembeli), menjamin kualitas, menjamin tingkat harga sehingga tetap menarik bagi warga PNG untuk datang berbelanja. 3. Selain penelitian ini, beberapa hal yang perlu dilakukan studi lanjut terkait upaya‐upaya pengembangan kawasan perbatasan, antara lain yaitu: penyusunan strategi pengembangan perbatasan Jayapura‐Vanimo, kajian mekanisme pengelolaan perbatasan Jayapura‐Vanimo, rencana tata ruang perbatasan, dan berbagai kajian terkait lainnya seperti aspek ekonomi, sosial budaya, politik, pertanahan, dan lain‐lain. DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, Rahardjo. 2005. Dasar–Dasar Ekonomi Wilayah. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Agustini, S.R. 2003. Penyediaan Fasilitas Kota Di Kota Cibinong: Faktor‐Faktor Yang Berpengaruh. Tidak Diterbitkan, MPWK ITB, Bandung, Indonesia. Ahmadi. 2005. Faktor‐Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik Area Pinggiran Kota Berdasarkan Aspek Persepsi Bermukim pada Kota Sengkang Provinsi Sulawesi Selatan. Tesis, Tidak Diterbitkan, MPPWK Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia. Blair, J.P. 1995. Local Economic Development‐Analysis and Practice. Canada: Sage Publication. Dicken, Peter and Lloyd, P.E. 1990. Location In Space: Theoritical Perspectives In Economic Geography. New York, USA: Harper Collins Publisher Inc. Djojodipuro, Marsudi. 1992. Teori Lokasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Universitas Indonesia (UI). Guo, R, 2004. Cross Border Resource Management, Regional Science Association of China at Peking University, Beijing, China. Hair, J.F, et all. 1998. Multivariate Data Analysis. Fifth Edition. New Jersey, USA: Prentice‐Hall International, Inc. Husnadi. 2003. Menuju Model Pengembangan Kawasan Perbatasan Darat Antar Negara (Studi Kasus: Kecamatan Paloh Dan Sajingan Besar Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat). Tesis, Tidak Diterbitkan, MTPPWK Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia.
114 Kuncoro, M. 2002. Analisis Spasial dan Regional: Studi Aglomerasi & Kluster Industri Indonesia. Yogyakarta: AMP YKPN. Moleong, L.J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. Miro, F. 2002. Perencanaan Transportasi, untuk Mahasiswa, Perencana dan Praktisi. Jakarta: Erlangga. Nugroho, Iwan dan Dahuri, Rochmin. 2004. Pembangunan Wilayah Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Pustaka LP3ES. O’Sullivan, A. 2003. Urban Economics. Fifth Edition. New York: Mc Graw ‐ Hill Companies. Paruntung, Malla. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Perumahan Perumnas IV Padang Bulan – Abepura, Kota Jayapura. Tesis. Tidak Diterbitkan, MPPWK Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia. Santoso, Singgih, dan Tjiptono, Fandy. 2001. Riset Pemasaran Konsep dan Aplikasi Dengan SPSS. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Gramedia. Santoso, Singgih. 2006. Mengunakan SPSS untuk Statistik Multivariat. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, Gramedia. Sulistyowati, D.Y. 1999. Kajian Persaingan Pasar Tradisional Dan Pasar Swalayan Berdasarkan Pengamatan Perilaku Berbelanja Di Kotamadya Bandung. Departemen Teknik Planologi, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia. Syahmora, Abi. 2005. Lokasi Optimal Pembangunan Pasar di Kota Lahat Berdasarkan Kajian Faktor – Faktor Lokasi Penentu Pasar. Tesis. Tidak Diterbitkan, MPPWK Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia. Tamin, O.Z. 1997. Perencanaan dan Permodelan Transportasi. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Tarigan, Robinson. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Edisi Revisi 2005. Jakarta: PT. Bumi Aksara. www.bappenas.go.id. 2007. Rencana Induk Pengelolaan Kawasan Perbatasan Antar Negara‐Buku Utama, Prinsip Dasar, Arah Kebijakan, Strategi dan Program Pembangunan, Jakarta, Indonesia. Yunus, H.S. 1999. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.