TUGAS AKHIR
KOMPARASI EFESIENSI BAHAN BAKAR SOLAR DAN BIODIESEL ALTERNATIF MENGGUNAKAN MESIN DIESEL ISUZU PANTHER 2300 CC TYPE C-223
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (SI)
Disusun Oleh : DANANG SETIAWAN 01301-027
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2007
LEMBAR PENGESAHAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA
Nama : Danang Setiawan Nim
: 01301-027
Judul Tugas Akhir : KOMPARASI EFESIENSI BAHAN BAKAR SOLAR DAN BIODIESEL
ALTERNATIF
MENGGUNAKAN
PANTHER 2300 CC TYPE C-223 Tugas Akhir ini telah diperiksa dan disetujui oleh :
Jakarta, Maret 2007 Kordinator Tugas Akhir
(Ir.Rully Nutranta,M.eng)
MESIN
DIESEL
ISUZU
LEMBAR PENGESAHAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA
Nama : Danang Setiawan Nim
: 01301-027
Judul Tugas Akhir : KOMPARASI EFESIENSI BAHAN BAKAR SOLAR DAN BIODIESEL
ALTERNATIF
MENGGUNAKAN
PANTHER 2300 CC TYPE C-223 Tugas Akhir ini telah diperiksa dan disetujui oleh :
Jakarta, Maret 2007 Pembimbing Tugas Akhir
( Dr.Mardani Alisera,M.eng )
MESIN
DIESEL
ISUZU
LEMBAR PENGESAHAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA
Nama : Danang Setiawan Nim
: 01301-027
Judul Tugas Akhir : KOMPARASI EFESIENSI BAHAN BAKAR SOLAR DAN BIODIESEL
ALTERNATIF
MENGGUNAKAN
PANTHER 2300 CC TYPE C-223 Tugas Akhir ini telah diperiksa dan disetujui oleh :
Jakarta, Maret 2007 Ketua Jurusan Teknik Mesin
( Ir.Rully Nutranta,M.eng )
MESIN
DIESEL
ISUZU
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN KATA PENGANTAR ..................................................................................i DAFTAR ISI.................................................................................................iii ABSTRAK ....................................................................................................vi BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ................................................................1 1.2. Tujuan Penulisan .............................................................3 1.3. Pembatasan Masalah .......................................................3 1.4. Metodologi Penulisan .....................................................4 1.5. Sistematika Penulisan .....................................................4
BAB II TEORI DASAR 2.1. Pendahuluan ....................................................................6 2.2. Perbesaan Motor Diesel Dengan Motor Bensin..............11 2.3. Sistem Penyalaan Motor Diesel ......................................12 2.3.1. Ciri – Ciri Motor Diesel ........................................12 2.3.2. Kerugian Motor Diesel .........................................13 2.4. Siklus Motor Diesel ........................................................14 2.4.1. Sistem Pembakaran ...............................................19 2.4.2. Sistem Udara Bakar ..............................................21
iii
2.4.3. Klasifikasi Pembakaran Dalam .............................22 2.4.5. Klasifikasi Bahan Bakar Diesel ............................22 2.5. Pemeriksaan /Pengujian Bahan Bakar Diesel .................23 2.5.1. Warna Bahan Bakar ..............................................24 2.5.2. Viskositas ..............................................................24 2.5.3. Kandungan Belerang .............................................24 2.5.4. Angka Cetan..........................................................25 2.6. Rumus Perhitungan .........................................................25 2.6.1. Torsi ......................................................................25 2.6.2. Daya ......................................................................26 2.6.3. Pemakaian Bahan Bakar .......................................26 2.6.4. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik ..........................27 2.6.5. Efesiensi Thermal .................................................27 BAB III PROSES UJI UNJUK KERJA 3.1. Instalasi Pengujian ..........................................................29 3.2. Spesifikasi Mesin Uji ......................................................30 3.3. Spesifikasi Bahan Bakar Solar ........................................31 3.3.1. Spesifikasi Bahan Bakar Pt.X ...............................31 3.3.2. Spesifikasi Bahan Bakar Pt.Pertamina ..................32 3.4. Alat Ukur Yang Digunakan ............................................32 3.5. Instalasi Pengujian ..........................................................34 3.6. Prosedur Menjalankan Mesin .........................................36
iv
BAB IV PERHITUNGAN 4.1. Pengujian Bahan Bakar Biodiesel ...................................39 4.2. Parameter Mesin .............................................................39 4.2.1. Perhitungan Torsi Mesin .......................................40 4.2.2. Perhitungan Daya Mesin .......................................43 4.2.3. Perhitungan Pemakaian Bahan Bakar ...................45 4.2.4. Perhitungan Konsumsi Bahan Bakar Spesifik ......46 4.2.5. Perhitungan BMEP ...............................................50 4.2.6. Perhitungan Laju Aliran Massa Bahan Bakar .......53 4.2.7. Efesiensi Thermal .................................................56 4.3. Grafik Hasil Perhitungan ................................................58 4.3.1. Unjuk Kerja..........................................................58 4.3.1.1. Torsi ........................................................59 4.3.1.2. Daya ........................................................60 4.3.1.3. Konsumsi Bahan Bakar...........................60 4.3.1.4. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik ............61 4.3.1.5. Konsumsi BMEP ....................................62 4.3.1.6. Efesiensi Thermal ...................................63 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dan Saran ...................................................65 5.1. Kesimpulan ..............................................................65 5.2. Saran ........................................................................66
v
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
.
vi
ABSTRAK
ABSTRAK
Sumber bahan baku minyak nabati yang tersedia dan prospektif harus segera dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia untuk mengganti bahan bakar yang berasal dari minyak bumi, Biodiesel merupakan sumber energi yang terbarukan (renewable) dan bersifat ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibanding minyak diesel/solar, yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke number) yang rendah, efisiensi pembakarannya lebih baik, terbakar sempurna (clean burning) dan tidak menghasilkan racun (non toxic). Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin diesel Isuzu Phanter 2300 cc Type C – 223. Bahan bakar yang diuji adalah solar, biodiesel PT.Pertamina dan biodiesel PT.X. Proses pengujian dilakukan dengan diberikan putaran, volume bahan bakar dan beban yang telah ditentukan. Dari proses hasil pengujian didapat perbandingan antara ketiga bahan bakar tersebut baik torsi, daya, konsumsi bahan bakar spesifik, Laju aliran massa bahan bakar, BMEP dan efesiensi thermal. Hasil yang didapat pada proses pengujian dengan menggunakan mesin diesel isuzu panther 2300 cc bahwa biodiesel PT.X lebih irit dibandingkan dengan biodiesel PT.Pertamina dan yang paling boros adalah solar.
vi
Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri
1 BAB I Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persoalan peningkatan harga minyak mentah dunia yang relatif tinggi berakibat pada peningkatan harga BBM di Indonesia yang secara langsung sangat dirasakan dampaknya oleh masyarakat. Belum lagi masalah polusi udara yang disebabkan emisi gas buang dari kendaraan bermotor menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat terutama ibu kota Jakarta yang dinilai paling terkena dampaknya. Untuk mengurangi kejadian tersebut, perlu dikembangkan bahan bakar alternatif yang sesuai dengan kondisi masyarakat dan juga ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber bahan baku minyak nabati, khususnya tanaman yang banyak tumbuh di lahan-lahan non-produktif di diberbagai daerah. Biodiesel adalah bahan bakar alternatif untuk mesin diesel, berupa alkyl ester yang terbuat dari minyak nabati atau hewani. Alkyl ester adalah suatu zat hasil reaksi antara minyak dengan alkohol. Alkohol yang umum dipakai adalah methanol, jadi nama yang sering dipakai untuk padanan Biodiesel adalah Methyl Ester.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
2 BAB I Pendahuluan
Kelebihan biodiesel adalah ramah lingkungan, karena terbuat dari bahan yang terbarukan dan menghasilkan emisi yang lebih baik daripada minyak diesel/minyak solar yang terbuat dari minyak bumi. Bahan baku tersedia melimpah di Indonesia. Ada 40 jenis minyak di Indonesia yang bisa dipakai. Bisa minyak sawit, minyak kelapa, minyak jarak pagar, dan lain-lain tergantung potensi daerah masing-masing. Jadi, setiap daerah bisa mandiri secara energi. Selain itu, Biodiesel juga punya cetane number yang lebih tinggi dari minyak solar, bisa mencapai 62 (minyak solar sekitar 50 saja). Lalu pertanyaan mendasar yang timbul apakah bahan bakar ini Merusak mesin apa tidak ? Jika biodiesel yang digunakan telah memenuhi standar yang berlaku maka pemakaian Biodiesel aman untuk mesin. Kenapa demikian ? hal ini disebabkan karena biodiesel telah memiliki standar dan mengawasi pelaksanaannya sangat penting untuk kelangsungan energi alternatif ini. Sumber bahan baku minyak nabati yang tersedia dan prospektif dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia, Tumbuhan jarak pagar dan minyak sawit sangat prospektif dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan biodiesel mengingat tanaman ini dapat tumbuh di lahan yang kurang subur dan karakteristik minyaknya yang sesuai pula untuk bahan pembuatan biodiesel. Biodiesel merupakan sumber energi yang terbarukan (renewable) dan bersifat ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibanding minyak diesel/solar, yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke number) yang rendah, efisiensi pembakarannya lebih baik, terbakar sempurna (clean burning) dan tidak menghasilkan racun (non toxic).
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
3 BAB I Pendahuluan
Untuk memenuhi kebutuhan biodiesel diperlukan dukungan ketersediaan bahan baku minyak (Tumbuhan yang menghasilkan minyak seperti pohon jarak dan kelapa sawit ) dan teknologi pengolahannya. Dukungan perkebunan sebagai pemasok bahan baku dan dukungan industri sebagai pengolah bahan baku menjadi produk biodiesel sangat diperlukan agar kontinuitas produksi biodiesel terjaga dengan baik. Pengujian yang akan dilakukan untuk mendapatkan kepastian apakah bahan bakar biodiesel benar-benar layak digunakan akan dilakukan dengan memakai media mesin diesel, disini akan ditentukan apakah dan bagaimana performance mesin setelah memakai bahan bakar solar, bahan bakar dari Pt.Pertamina dan bahan bakar dari Pt.X sehingga dapat diketahui perhitungan kinerja mesin.
1.2 Tujuan Penulisan Untuk menguji prestasi mesin diesel dengan menggunakan bahan bakar Solar, biodiesel dari Pertamina dan biodiesel dari Pt.X sehingga dapat diketahui kinerja mesin setelah memakai bahan bakar tersebut.
1.3 Pembatasan Masalah 1. Memasukan data berdasarkan hasil pengujian 2. Menggunakan bahan bakar solar dan biodiesel 3. Menghitung prestasi mesin berdasarkan hasil pengujian.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
4 BAB I Pendahuluan
1.4 Metodologi Penulisan Untuk mendapatkan data yang dapat diuji kebenarannya, relevan dan lengkap dalam penyusunan Tugas Akhir ini, maka penulis melakukan dengan menggunakan : 1. Metode kepustakaan, dilakukan oleh Penulis untuk mendukung penulisan dan mencari referensi data yang bersifat teori. 2. Metode observasi, dilakukan dengan melakukan pengujian langsung pada alat dan bahan yang akan digunakan. 3. Pengumpulan data dari hasil pengujian. 4. Kesimpulan 5. Penyusunan dan refisi laporan
1.5 Sistematika Penulisan Sistematika Penulisan berdasarkan data yang didapat sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan latar belakang penulisan, tujuan penulisan, pembatasan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II TEORI DASAR Berisi tentang teori dasar mesin diesel, langkah kerja dan siklus mesin. BAB III PENGUJIAN Berisi tentang aplikasi dan peralatan yang diperlukan untuk pengujian yang akan dilakukan pada mesin diesel.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
5 BAB I Pendahuluan
BAB IV PERHITUNGAN DAN HASIL PENGUJIAN Berisi tentang hasil perhitungan dan hasil pengujian seperti Torsi, daya, konsumsi bahan bakar, konsumsi bahan bakar spesifik, laju aliran massa bahan Bakar, BMEP dan Efesiensi Thermal. BAB V PENUTUP Berisi tentang kesimpulan terakhir dari hasil pengujian. Daftar pustaka Lampiran
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
6 BAB II Teori Dasar
BAB II TEORI DASAR MOTOR BAKAR DIESEL 2.1.Pendahuluan
Rudolf Diesel (18 Maret 1858 - 30 September 1913, Paris ) adalah seorang penemu Jerman, terkenal akan penemuannya yaitu mesin diesel Diesel mengembangkan ide sebuah mesin pemicu kompresi pada dekade terakhir abad ke-19 dan menerima hak paten untuk alat tersebut pada 23 Februari 1893. Dia membangun prototipe yang berfungsi pada awal 1897 ketika bekerja di pabrik MAN di Augsburg.Mesin Diesel ini pun dinamakan untuk menghormati jasanya. Aslinya, ia bernama "mesin minyak".
Rudolf Diesel lahir dengan nama lengkap Rudolf Christian Karl Diesel lahir pada tanggal 18 Maret 1858 di Paris, Perancis, Sejak kecil, dia dekenal sebagai seorang yang jenius. Pada sekitar usia 20 tahun, pada 1870, Diesel menerima penghargaan medali perunggu dari Société Pour L'Instruction Elémentaire, atas beberapa karya ilmiahnya yang cemerlang.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
7 BAB II Teori Dasar
Pada tahun 1872, Rudolf mulai dikenal dan diakui sebagai calon mekanik handal. Ia menyelesaikan sekolahnya di Gewerbsschule sebagai salah seorang lulusan terbaik, kemudian melanjutkan ke Universitas Teknik (Insitut Politeknik) Muenchen. Di Paris dia mengukir banyak prestasi cemerlang, antara lain, pada tahun 1878, bersama profesornya, berhasil merancang suatu cetak biru (blueprint) mesin uap dengan efisiensi tertinggi yang pernah ada sampai saat itu. Dia juga mulai menulis beberapa makalah dan diterbitkan untuk umum.
Akhirnya pada tahun 1880, Rudolf berhasil menyelesaikan ujian akhir kesarjanaannya sebagai insinyur mesin, dan menjadi lulusan terbaik yang pernah dihasilkan oleh Insitut Politeknik Muenchen sepanjang sejarahnya hingga kini. Setelah lulus, dia mendirikan cabang perusahaan mesin pembuat es disana. Tetapi, setahun kemudian, 1881, perusahaan mengangkatnya menjadi direktur pabrik tersebut di Paris, tahun inilah dia bertemu pertama kali dengan Heinrich Buz, Direktur Permesinan Augsburger, dan mereka bersepakat menguji coba dan mengembangkan suatu sistem permesinan pembuas es bening. Tahun itu juga Rudolf menerima sertifikat hak paten pertamanya atas temuannya memproduksi klareis dalam botol.
Setahun kemudian, rencana pengembangan mesin amoniak mulai dikerjakan. Tahun 1886, pabriknya melebarkan sayapnya ke Belgia. Pada tahun 1887, gagasan tentang mesin
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
8 BAB II Teori Dasar
penyerap amoniak untuk keperluan usaha skala menengah mulai terwujud. Pada saat inilah Rudolf membuktikan teori gelombang elektromagnetik pada putaran tinggi per detik. Pada tahun 1889, Rudolf mengikuti pameran teknik industri di Paris, memamerkan mesin pembuat es dan pendinginnya. Rudolf kemudian memberikan kuliah umum di suatu kongres internasional mengenai mesin-mesin terapan. Dia memperoleh sambutan meriah dan perusahaan Lindes segera menawarinya kontrak kerja berkedudukan di Berlin sejak tahun 1890.
Mesin Diesel Pertama
Pada tahun 1892, Rudolf menerima hak patennya atas penemuan cara kerja mesin pembakaran dalam (internal combustion engine). Rudolf segera memulai proyek besarnya mengembangkan apa yang dekmudian hari dikenal sebagai mesin diesel. Dan pada 10 Agustus 1893, Rudolf pun berhasil mewujudkan impiannya yakni terciptanya mesin diesel pertama di dunia. Atas temuannya itu, ia mendapatkan hak paten bernomor
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
9 BAB II Teori Dasar
608845. Pada tahun yang sama terbit bukunya yang berjudul "Theory and Construction of A Rational Heat Engine for Substitution of the Steam Engines and that Today Admitted Combustion Engines", melalui penerbit Springer, Berlin. Saat itu pula, Rudolf menandatangani kontrak kerja dengan Augusburger, Krupp, dan Sulzer, sambil menerbitkan buku berikutnya, "Nachtraege for the Theory og the Diesel Engine".
Prototipe awal mesinnya dipamerkan di Pekan raya Chicago, Amerika Serikat dan mendapat sambutan yang cukup lumayan. Dia melanjutkan percobaannya. Pada tahun 1895, Komisi Hak Paten mensahkan bahwa mesin ciptaannya memang bekerja baik. Dia pindah ke Muenchen, tahun 1896. Sampai awal tahun berikutnya (1897), dia menyelesaikan rencana lanjut mesin temuannya dengan empat langkah (4-stroke). Tetapi perusahaan Deutz AG mencoba menandinginya. Krupp mendukung Rudolf yang akhirnya melahirkan kesepakatan antara Deutz, Krupp dan Augsburger untuk membantu Rudolf melakukan rangkaian akhir percobaan lanjutan untuk menyempurnakan mesin temuannya.
Tahun itu adalah tahun yang sibuk bagi Rudolf. Dia melakukan perjalanan ke Skotlandia, lalu ke Paris untuk membuat satu pesawat terbang, menandatangani kontrak dengan Adolphus-shrubs, dan kemudian memperagakan contoh mesinnya di depan umum di Augsburg. Lalu memeberi ceramah umum di Kassel, meresmikan perkumpulan masyarakat mesin diesel di Paris, namun juga menghadapi gugatan atas hak patennya oleh Emil Captaine. Bahkan sempat mengalami kehilangan dalam uji ciba laboratoriumnya. Tetapi, pabrik mesin diesel di Augsburg akhirnya dapat dibangun pada
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
10 BAB II Teori Dasar
tahun 1898. Empat contoh mesin produksi awalnya segera dipamerkan di Pekar raya Muenchen dan dia berhasil menyelesaikan mesin diesel pertama dengan kompresor untuk perusahaan Deutz AG. Pada tahun berikutnya 1899 Pabrik pertama di Augsburg ditutup karena gagal mencapai target jumlah produksi. Tetapi, tahun itu pula mesin diesel pertama kali digunakan di lapangan pengeboran minyak di Gailizien. Lalu pada abad ke 20, tepatnya pada tahun 1900, pabrik mesin diesel pertama di London diresmikan. Peragaan mesinnya di Pekan raya Paris memperoleh perhatian istimewa dan mendapatkan hadiah utama. Karena semakin sering sakit, dia pindah ke pemukiman yang lebih segar di Muenchen pada tahun 1901. Sambil banyak beristirahat, dia menulis dan menerbitkan buku baru yang lebih filosofis ketimbang teknis yang berjudul "Solidarismus: natürliche wirtschaftliche Erlösung der Menschen", pada tahun 1903, yang memperlihatkan secara jelas sikap dan pandangan dasarnya sebagai seorang insinyur jenius yang juga peduli pada masalah-masalah sosial dan lingkungan hidup. Dua tahun kemudian, 1905, mesin diesel mulai digunakan sebagai mesin kereta api. Dan puncak prestasinya pada tahun 1910 ketika ia tampil di Pekan raya Paris dengan rancang bangun mesin diesel yang digerakkan dengan bahan bakar minyak kacang dan minyak ganja. Dua tahun kemudian (1912) ketika berpidato menerima hak patennya atas mesin barunya tersebut, dinia mencatat pernyataannya yang peling bersejarah tentang masa depan mesin yang dijalankan dengan bahan bakar minyak nabati yang sekarang dikenal sebagai biodiesel yakni "Der Gebrauch von Pflanzenöl als Krafstoff mag heute unbedeuntend sein. Aber derartige Produkte können im Laufe der Zeit obenso wichtig werden wie Petroleum und diese Kohle-Teer-Produkte von heute." (Pemakaian minyak
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
11 BAB II Teori Dasar
nabati sebagai bahan bakar untuk saat ini sepertinya tidak berarti, tetapi pada saatnya nanti akan menjadi penting.
2.2. Perbedaan Motor Diesel Dengan Motor Bensin Motor Diesel
Motor bensin
Bahan bakar
Solar
Bensin
Getraran Mesin
Besar
Kecil
Metode pemberian
Pompa bahan bakar
Karburator
Bahan bakar Metode pengapian
dan pengabut Pengapian sendiri
Loncatan bunga api listrik
Cukup rumit
Sederhana
sederhana Bentuk ruang bakar
Proses pencampuran Setelah kompresi
Sebelum kompresi
Perbandingan
15 – 30 Kg/cm2
6 – 12 kg/cm2
Proses Sabathe
Proses Otto
kompresi Proses pembakaran
Motor Diesel banyak mempunyai persamaan dengan motor bensin terutama mengenai susunan kontruksi dari Blok Motor, Silinder, Piston, Kepala Silinder, Karter, Poros Engkol, Bantalan dari Poros Engkol, Batang Pemutar, Kelengkapan dari Katup – katup, Susunan Poros Bubungan, Bentuk dari manifold Masuk dan Manifold buang, Sistem Pendingin dan Sistem pelumasan.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
12 BAB II Teori Dasar
Perbedaannya adalah, bahwa motor diesel tidak terdapat karburator, maka dengan demikian bahan bakar yang digunakan bukan bensin melainkan minyak solar. Tidak terdapat kelengkapan kelistrikan untuk pengapian antara lain, Busi, Platina, Alat Pembagi, Coil, dan Accu. Sebagai gantinya kelengkapan itu adalah sebuah pompa bahan bakar yang dilengkapi dengan pengabut (Injection Nozzle).
2.3. Sistem Penyalaan Motor Diesel Sistem penyalaan motor Diesel terdiri atas : •
Pengabut (Injection Nozzle)
•
Pompa bahan bakar ( Fuel Injection Pump)
•
Pengatur Pompa Bahan Bakar (Governor Pump)
•
Saringan bahan bakar (fuel Filter)
•
Katup Pembebas (Relief Valve)
•
Pompa Pemindah Bahan Bakar (Fuel Transfer Pumps)
•
Tangki Bahan Bakar ( Fuel Service Tank)
•
Pipa – Pipa Aliran Bahan Bakar (Fuel Pipa Lines)
2.3.1 Ciri- Ciri Motor Diesel Keuntungan dan kerugian Motor Diesel bila dibandingkan dengan motor bensin adalah sebagai berikut ; Keuntungan Motor Diesel :
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
13 BAB II Teori Dasar
1. Bahan bakar lebih murah, sehingga menghemat dalam hal biaya operasi disamping itu daya guna panas lebih baik 2. Bahaya kebakaran agak kurang disebabkan titik nyala solar 800C. 3. Gas buang tidak beracun. 4. Tenaga yang dihasilkan lebih besar disebabkan perbandingan kompresi lebih tinggi.
2.3.2 Kerugian Motor Diesel 1. Pompa penekan bahan bakar harganya mahal dan memerlukan pemeliharaan yang teliti. 2. Sistem pengabut memerlukan pemeliharaan yang teratur. 3. Getaran mesin lebih besar sebab tekanan pembakaran maximum dua kali lebih besar dari pada motor bensin. 4. Karena tekanan kompresi yang tinggi maka dibutuhkan tenaga starter yang lebih besar agar dapat memutarlkan motor. 5. Biaya pemeliharaan mesin lebih mahal dibandingkan motor bensin.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
14 BAB II Teori Dasar
2.4. Siklus Motor Diesel
Diagram P- V juga disebut Diagram Indikator, karena Diagram ini dapat dengan suatu alat yang disebut “pesawat Indikator”. Luas Diagram ini merupakan besarnya tenaga motor dan luas ini dapat diukur dengan alat “Planimeter” dalam satuan luas adalah cm2. Penjelasan dari diagram Indikator
A – B = Torak bergerak dari titik mati atas ( TMA ), menuju titik mati bawah ( TMB ). Ruang diatas torak membesar sehingga mengakibatkan tekanan udara didalam silinder lebih rendah dari pada tekanan udara diluar, hal ini
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
15 BAB II Teori Dasar
mengakibatkan udara murni terhisap melalui katup masuk yang terbuka sebelumnya.( garis A – B ).
T0 = Temperatur ruang :
Di anggap :
P0 = P1
P0 = P0 ( ν 1 - ν 2 ) Dimana :
w 6−1
= kerja spesifik ( kj / kg )
P0
= tekanan awal ( kpa )
V1
= volume awal TDC ( m 3 )
V2
= volume akhir BDC ( m 3 )
B – C = Langkah kompresi adalah pemampatan udara murni bersih dimana kedua katup yaitu katup masuk dan katup buang tertutup. Torak bergerak dari titik mati bawah ( TMB ) ketitik mati atas ( TMA ). Akibatnya udara bersih yang terdapat pada ruang bakar dipampatkan hingga tekanan kompresi mencapai 30 kg/cm2. K
⎛V ⎞ P 1 = ⎜⎜ 1 ⎟⎟ • P1 ⎝ V2 ⎠ ⎛V ⎞ T 2 = ⎜⎜ 2 ⎟⎟ ⎝ V1 ⎠
K −1
• T1
T 2 = rc k −1 • T 1 V 2 = V TDC
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
16
BAB II Teori Dasar
q 1− 2 = 0
⎛ P v − Pv ⎞ ⎛T −T ⎞ w 1− 2 = ⎜ 2 1 1 1 ⎟ = R ⎜ 2 1 ⎟ ⎝ 1− k ⎠ ⎝ 1− k ⎠ = ( u 1 - u 2 ) = c v (T 1 - T 1 )
Di mana : P1
= Tekanan Awal Kompresi (N/m 2 )
V1
= Volume Awal Kompresi (m 2 )
T1
= Temperatur Awal Kompresi (K)
rc
= Kompresi Rasio
k
= Eksponen isentropis (1,4)
T2
= Temperatur Akhir Kompresi (K)
V2
= Volume Akhir Kompresi (m 3 )
P2
= Tekanan Akhir Kompresi (N/m 2 )
C – D = Pada titik C bahan bakar dimasukan kedalam silinder secara berangsur –
angsur, pada saat ini bahan bakar telah berubah menjadi kabut. Setelah bahan bakar bersentuhan dengan udara yang sangat panas maka mulailah pembakaran. Disini kedua katup dalam keadan tertutup. Q 2 − 3 = Qin = m f Q HV η c = m m c p ( T 3 – T 2 ) = (m a + m f )c p (T 3 -T 2 ) Q HV ηc = (AF +1) c p (T 3 -T 2 )
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
17 BAB II Teori Dasar
q 2 − 3 = q m = c p (T 3 -T 2 )=( h 3 -h 2 ) w 2 − 3 = q 2 − 3 - (u 3 -u 2 )=P 2 (V 3 -V 2 ) T 3 = T max Cut of ratio dapat diberikan dalam rumus :
β = V3 - V
2
= v 3 / v 2 = T 3 /T 2
Di mana : T 3 = Temperatur akhir pembakaran (K) V 3 = Volume akhir pembakaran (m 3 ) Qin = Kalor masuk (kj/kg) C p = Panas jenis pada tekanan konstan (kj/kg)
D – E = Garis pembakaran , disini ruang bakar membesar tetapi tekanan berjalan
merata. Kerataan tekanan pembakaran disebabkan karena penyemprotan bahan bakar tidak sekaligus tetapi berlangsung sampai titik E. E – F = Garis exspansi, gas pembakaran mulai mengembang hingga tekanan
menurun, selama langkah ini torak terdorong oleh gas pembakaran dan dari padanya diperoleh usaha yang langsung dipindahkan keporos engkol.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
18 BAB II Teori Dasar
q 3− 4 = 0 ⎛v ⎞ T 4 = T 3 ⎜⎜ 3 ⎟⎟ ⎝ v4 ⎠
k −1
k
⎛v ⎞ = T 3 ⎜⎜ 3 ⎟⎟ ⎝ v4 ⎠
⎛v ⎞ ⎛v ⎞ P 4 = P 3 ⎜⎜ 3 ⎟⎟ = P 3 ⎜⎜ 3 ⎟⎟ ⎝ v4 ⎠ ⎝ v4 ⎠ w 3− 4 =
k −1
k
( p4v4 − p3 − v3 ) = R (T4 − T3 ) (1 − k ) (1 − k )
= (u3 − u4 ) = cv (T3 − T4 ) Dimana : P4
= Tekanan akhir ekspansi ( N/m 2 )
w 3− 4
= Kerja spesifik (kj / kg)
T
= Temperatur akhir kompresi ( K )
4
U3
= Panas dalam spesifik awal ekspansi ( kj / kg )
U4
= Panas dalam spesifik akhir ekspansi ( kj / kg )
F – B = Garis pembuangan pendahuluan, sebelum langkah ekspansi berakhir
maka katup keluar telah terbuka dan gas bekas sisa pembakaran mengalir ke luar. v3 = v4 = vTMA w4 − 3 = 0 q4 − 5 = qout = mm cv (T5 − T4 ) = mm cv (T1 − T4 ) q4 − 5 = qout = cv (T5 − T4 ) = (u5 − u4 ) = cv (T1 − T4 )
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
19 BAB II Teori Dasar
Dimana : P4
= Tekanan akhir ekspansi (N/m 2 )
w 3− 4
= Kerja spesifik (kj/kg)
q 4 −5
= panas yang dilepas (kj/kg)
v3
= Volume Spesifik TMA (K)
B – A = Garis pembakaran torak kembali dari titik mati bawah ke titik mati atas
yang mendorong gas hasil sisa pembakaran keluar silinder melalui katup buang. w5 − 6 = P0 (v6 − v5 ) = P0 (v6 − v3 ) Thermal Efesiensi dari siklus diesel adalah :
(η )Diesel =
wnet q in
⎛q = 1 − ⎜⎜ net ⎝ qin
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
⎡ c (T − T ) ⎤ = 1− ⎢ v 4 3 ⎥ ⎣⎢ c p (T3 − T2 ) ⎦⎥ = 1−
(T4 − T3 ) [k (T3 − T2 )]
⎛1⎞ = 1− ⎜ ⎟ ⎝ rc ⎠
k −1
(
)
⎡ β k −1 ⎤ ⎢ ⎥ ⎣ {k (β − 1)}⎦
Dimana :
η
= Efesiensi thermal (%)
Cv
= Panas jenis pada volume konstan (j/kg)
β
= Cut Off Ratio
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
20 BAB II Teori Dasar
K
= Rasio spesifik panas
W net
= Kerja bersih (kJ/kg)
q out
= Panas yang keluar (kJ/kg)
q in
= Panas yang masuk (kJ.kg)
2.4.1 Sistem Pembakaran
Berbeda pada motor bensin dimana pada langkah hisap udara dan bahan bakar masuk secara bersamaan dan proses pembakaran terjadi karena pemampatan yang terjadi mengakibatkan percikan bunga api pada busi yang mengakibatkan ledakan pada ruang bakar.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
21 BAB II Teori Dasar
Lain halnya pada motor diesel proses siklus pembakaran diawali seperti yang telah dijelaskan di atas dan proses masuknya bahan bakar terjadi pada langkah kompresi dimana bahan bakar tersebut sudah berubah menjadi kabut karena suatu proses yang disebut proses pengabutan dan pada akhir dari proses pengabutan bahan bakar yang telah berubah menjadi kabut tidak langsung di suplai ke ruang bakar melainkan berkumpul di ruang muka barulah kemudian menuju ke ruang bakar. Bahan bakar yang telah berubah menjadi kabut dapat terbakar akibat akhir dari proses udara bakar. Oleh karena itu sistem pembakaran yang terjadi dinamakan sistem pembakaran tidak langsung yang garis besarnya bahan bakar yang sudah menjadi kabut tidak langsung disemprotkan ke ruang bakar melainkan disuplai keruang muka terlebih dahulu. Siklus mesin empat langkah : •
Pada siklus mesin empat langkah piston bergerak sebanyak empat langkah, setiap satu langkah kerja didapat tiap dua putaran poros engkol.
•
Pada motor empat langkah momen putar tidak merata, butuh roda gila yang lebih berat.
•
Dilengkapi dengan katup – katup dan mekanisme penggerak katup.
•
Memiliki efisiensi termis dan evesiensi volumetric yang lebih tinggi karena waktu hisap yang lebih lama.
Siklus dua langkah : •
Pada siklus dua langkah piston bergerak sebanyak dua langkah sebanyak dua langkah dalam satu siklus pembakaran, setiap satu langkah kerja didapat dalam setiap putaran poros engkol.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
22 BAB II Teori Dasar
•
Pada motor dua tak, momen putar lebih merata, sehingga cukup dengan roda gila yang lebih ringan.
•
Pada motor dua tak hanya ada lubang masuk dan lubang buang, beberapa dilengkapi katup buang.
2.4.2. Sistem Udara Bakar
Yang dimaksud sistem udara bakar adalah udara yang dimasukan kedalam silinder untuk membakar bahan bakar. Makin berat tekanan udara yang dimasukan semakin banyak bahan bakar yang dapat dimasukan kedalam silinder sehingga makin tinggi tenaga Motor Diesel tersebut. Pada motor Diesel besar seperti yang dipergunakan pada Mesin Diesel ini, pemasukan udara di Bantu dengan Blower atau Turbo, dan pengisian semacam ini di sebut pengisian lebih ( super charge ). Pada motor Diesel tersebut alat Bantu ini digerakan oleh tenaga dari gas buang dari motor Diesel itu sendiri sehingga tidak menggunakan sebagian tenaga dari motor Diesel itu sendiri. Dengan alat Bantu tersebut maka udara yang masuk kedalam silinder lebih berat, sehingga bahan bakar yang dapat dibakar lebih banyak dan tenaga yang dihasilkanpun lebih besar. Udara yang ditekan, suhunya akan naik sehingga volumenyapun akan membesar. Agar udara yang dimasukan ke dalam silinder dapat lebih banyak lagi maka udara bakar tadi sebelum masuk ke silinder didinginkan terlebih dahulu di pendingin udara yang di kenal dengan nama Intercooler. Dengan didinginkan, maka udara bakar menjadi lebih kecil volumenya, sehingga dalam silinder yang sama ukurannya, dapat masuk lebih
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
23 BAB II Teori Dasar
banyak udara pembakar. Dengan demikian lebih banyak bahan bakar yang dapat dibakar, dan tenaganyapun menjadi lebih tinggi.
2.4.3 Klasifikasi Pembakaran Dalam
Jenis Pembakaran 1. Spark Ignition ( SI ), pada mesin ini, proses awal pembakaran pada setiap siklus menggunakan busi ( spark plug ). Busi memberikan arus listrik dengan voltase yang tinggi diantara elektroda yang membakar campuran udara dan bahan bakar yang mengisi ruang bakar. 2. Compression Ignition ( CI ) Proses awal pembakaran pada mesin compression ignition adalah ketika campuran udara dan bahan bakar yang berada diruang bakar terbakar sendiri akibat kompresi yang tinggi.
2.4.4. Klasifikasi Bahan Bakar Diesel
Dalam perdagangan klasifikasi bahan bakar diesel lebih cenderung dititik beratkan pada pemakaian bahan bakar tersebut : 1. High Speed Diesel Fuel (HSD) Merupakan fraksi yang paling rendah dari jenis bahan bakar diesel. Dipergunakan untuk bahan bakar motor diesel putaran tinggi ( diatas 1000 Rpm ) 2. Marine Diesel Oil ( MDO ) Bahan bakar diesel yang banyak digunakan motor – motor diesel untuk keperluan laut. MDO lebih pekat dari HSD.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
24 BAB II Teori Dasar
3. Industrial Diesel Oil Bahan bakar diesel yang diperlukan untuk keperluan industri. 2.5. Pemeriksaan / Pengujian Bahan Bakar Diesel
Pemeriksaan dan pengujian ini dilakukan dengan cara dan alat – alat yang standar di gunakan antara lain oleh : 9 ASTM ( American Society for Testing Material ) 9 API ( American Petroleum Institute )
Pemeriksaan ini yang ada kaitannya dengan performance bahan bakar. Pemeriksaan meliputi : 9 Warna bahan bakar 9 Viskositas 9 Kandungan belerang 9 Angka cetan 2.5.1 Warna Bahan Bakar
Menentukan warna dengan cara ASTM dengan alat Colormeter. Skala warna ASTM ialah dari No. 0 s/d 8. No.0 adalah warna yang paling terang dnan 8 adalah warna yang paling gelap. Pemberian warna memang disengaja agar tidak terjadi kekeliruan dalam memilih bahan bakar.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
25 BAB II Teori Dasar
2.5.2. Viskositas
Viskositas adalah besarnya perlawanan suatu bahan cair untuk mengalir atau untuk ukuran besarnya tahanan geer dari suatu bahan cair. Viskositas bahan bakar mempunyai pengaruh yang besar terhadap bentuk dari semprotan bahan bakar.Bila bahan bakar dengan viskositas terlalu tinggi akin memberikan atomisasi yang rendah sehinggan memberikan hasil mesin diesel sulit di start dan gas buang yang berasap. Bila Viskositas terlalu rendah ( cair ), berakibat : Keausan pada komponen pompa dan injector bahan bakar Kebocoran pada bahan bakar Terjadinya tetesan HSD pada Nozzle
2.5.3 Kandungan Belerang
Kandungan belerang pada bahan bakar dapat mengakibatkan korosi, belerang dalam pembakaran dapat menimbulkan H2SO4 ( pengembunan SO3). Disamping itu SO3 dengan minyak pelumas akin membentuk Varnish yang keras dan juga carbon keausan karena asam yang korosif dan gerusan oleh carbon material. Kandungan sulfur harus lebih rendah dari 1%. Bahan bakar pertamina mengandung sulfur 0,3%, untuk mengatasinya banyak dilakukan berbagai hal seperti, jangan diberikan kesempatan mengembun, silinder dilapisi chroom dan penggunaan minya pelumas yang tepat.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
26 BAB II Teori Dasar
2.5.4 Angka Cetan
Angka cetan adalah presentase volume cetan dalam campurannya dengan Alpha Methyl Napthalene yang menghasilkan karakteristik pembakaran yang sama dengan bahan bakar diesel yang bersangkutan. Pemeriksaan penyalaan bahan bakar diesel yang baik bila kelambatan penyalaan pendek, maksudnya makin tinggi angka cetan makin baik kualitas penyalaanya. 2.6. Rumus Perhitungan 2.6.1.Torsi
Pengukuran torsi mesin dapat dicapai dengan hasil pengukuran reaksi torsi yang menahan poros mesindari rotasi. Pengukuran ini dilakukan oleh seperangkat dynamometer prony yangterdiri dari sebuah cakram, timbangan dan lengan torsi. Torsi yang diterapkan pada dynamometer berhubungan dengan radius pada lengan torsi dengan rumus: Torque = τ =
F ⋅g⋅L (kNm ) 1000
2.6.2. Daya Mesin
Perhitungan daya mesin dilakukan dengan mengukur torsi dan putaran, secara umum daya mesin dihitung dengan menggunakan rumus: P=
2π ⋅ n ⋅ τ (kW ) 6 ⋅ 10 4
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
27 BAB II Teori Dasar
2.6.3. Perhitungan Pemakaian Bahan Bakar
Perhitungan pemakaian bahan bakar dapat dilakukan dengan menggunakan serge tank dan gelas ukur. Pada gelas ukur akan diketahui volume bahan bakar yang digunakan dalam pengujian. Dalam konsumsi bahan bakar yang diuji dapat diketahui waktu yang dibutuhkan dengan menggunakan stopwatch. Besarnya konsumsi bahan bakar dapat dihitung dengan menggunakan rumus: V (bfc ) =
3600 ⋅ Vg t
2.6.4. Perhitungan Konsumsi Bahan Bakar Spesifik
Untuk mengutahui thermal effeciency dari motor perlu terlebih dahulu menghitung besarnya konsumsi bahan bakar spesifik. Konsumsi bahan bakar spesifik (sfc) didefinisikan: BSFC (sfc ) =
(
V m 3 /kW.jam P
)
2.6.5. Perhitungan Tekanan Efekti Rata-Rata (BMEP)
Performa suatu motor sering pula dinyatakan dengan Brake Mean Effective Pressure atau disingkat BMEP. Ini menyatakan tekanan rata-rata yang dihitung dengan menggerakkan piston selam langkah kerja guna menghasilkan power output, bilamana tidak ada mecanichal losses. Power output dari motor dalam hibungan dengan BMEP dapat dinyatakan sebagai berikut: BEMP =
6 ⋅ 10 4 ⋅ K 2 ⋅ P kN/m 2 n ⋅ Vs
(
)
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
28 BAB II Teori Dasar
2.6.6. Perhitungan Laju Aliran Massa Bahan Bakar
Laju aliran massa bahan bakar adalah massa aliran bahan bakar perjam. Laju ini diperlukan dalam mencari nilai efisiensi thermal. Besar laju aliran massa dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus: M a = V ⋅α 2.6.7. Perhitungan Efisiensi Thermal
Untuk mengetahui brake thermal efficiency dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
η th =
P Vs ⋅ QHV ⋅η c
atau η th =
P M a ⋅ QHV ⋅η c
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
29 BAB III Proses Uji Unjuk Kerja
BAB III PROSES UJI UNJUK KERJA 3.1. Instalasi Pengujian Pengujian yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan
sebuah mesin
penguji unjuk kerja yang terdiri dari sebuah mesin diesel, alat ukur, system pendingin mesin dan berbagai alat suplai bahan bakar. Adapun komponen yang ada pada suplai bahan bakar terdiri dari tiga buah tangki yang masing-masing tangki tersebut akan berfungsi untuk menampung bahan bakar yang akan digunakan untuk proses pengujian. Tangki pertama akan menampung bahan bakar berupa minyak solar, tangki kedua berfungsi menampung bahan bakar biodiesel dari PT.Pertamina dan tangki ketiga berfungsi menampung biodieesel dari PT.X yang pada nantinya ketika proses pengujian berlangsung bahan bakar tersebut akan diuji pada unjuk kerja mesin secara bergilir agar nantinya akan didapatkan perbandingan kinerja mesin setelah menggunakan tiga macam bahan bakar tersebut. Untuk pengambilan data pada hasil pengujian akan dilakukan secara manual dengan mencatat hasil yang didapat dengan menggunakan berbagai alat ukur.
Fakultas teknologi industri Universitas Mercu Buana
30 BAB III Proses Uji Unjuk Kerja 3.2. Spesifikasi Mesin Uji Mesin yang akan digunakan untuk pengujian ini adalah dengan menggunakan mesin diesel Isuzu Phanter dengan spesifikasi sebagai berikut : Type
: C 223, diesel silinder sejajar, katup – katup atas pendingin air, ruang pusar, pompa injesi tipe VE.
Engine
: 5/1820
Bore
: 88.0
Stroke
: 82.5
Swept Volume
: 2238 cc
Compression ratio
: 22 : 1
Max speed
: 4000 rpm
Max power
: 20 kw pada 2750 rpm
Indicator Tappings
: 4 Cylinder
Diameter exhaust pipe
: 38 mm
Length exhaust pipe
: 1000 mm
Coolant outled temperatur
: 850 C
Oil intlet temperature
: 850 C
Tappet clearance
: 0.3 to 0.4 mm
Valve timing
: ivo 80 C Eve BTDC.Ive 420 C.ABDC Evo 600 bbdc.120 ATDC
Fuel
: Solar
Oil
: SAE 15 W / 40
Fakultas teknologi industri Universitas Mercu Buana
31 BAB III Proses Uji Unjuk Kerja
Fuel injection pump
: Np VE 4 / 9 F 2175RNP78
Pump plunter diameter
: 9 mm
Un loading volume
: 35 mm3
Injector
: licence bosh 104649 – 1170
Nozzle
: licence Bosh 234
Nozzle operation pressure
: 155 bar
High pressure pipe dimension: 550 mm long x 1.5 mm bore
3.3. Spesifikasi Bahan Bakar Solar Destiny Of Fuel
: 0,87 kg/m 3
Cetane Number
: 45
Viscosity Kinematik
: 5,8 ( 37,7 0 C )
Flash Point ( 0 C )
: 66
Pour Point ( 0 C )
: 18,5
Nilai Kalor Bawah ( kj/kg ) : 42793 kJ/kg Massa Jenis ( gr / cm 3 )
: 0,835
3.3.1. Spesifikasi Bahan Bakar Biodiesel pada PT X Destiny Of Fuel
: 0.903 kg/ m 3
Nilai Kalor Bawah
: 36919 kJ/kg
Fakultas teknologi industri Universitas Mercu Buana
32 BAB III Proses Uji Unjuk Kerja
3.3.2. Spesifikasi Bahan Bakar Biodiesel pada PT PERTAMINA Destiny Of Fuel
= 0,852 kg/l
Nilai Kalor
= 42351 kj/kg
3.4. Alat Ukur Yang Dipergunakan 1. Alat ukur torsi dengan menggunakan timbangan kapasitas 100 kg
2. Gelas ukur ( Fuel Gauge ), untuk mengukur jumlah bahan bakar yang akan digunakan dalam waktu 1 menit pada saat pengujian
Fakultas teknologi industri Universitas Mercu Buana
33 BAB III Proses Uji Unjuk Kerja
3. Alat ukur Debit air (Water Flow Meter), digunakan untuk mengukur debit air yang masuk.
4. Air Pressure pipe (Selang untuk mengukur tekanan udara), menggunakan mistar dan pipa ukuran diameter 5 mm dan panjang 300 mm.
5. Alat tambahan (additional instrument) yaitu alat ukur tambahan yang digunakan untuk mengetahui parameter mesin yang lainnya seperti cooling water thermometer, Stopwatch, Tacho Meter
Fakultas teknologi industri Universitas Mercu Buana
34 BAB III Proses Uji Unjuk Kerja
6. Tangki Bahan Bakar
3.5. Instalasi Pengujian Berikut adalah Skema Instalasi pengujian dalam pengujian mesin diesel Isuzu Phanter adalah sebagai berikut :
F
B
C
A
D
H E I
G
Fakultas teknologi industri Universitas Mercu Buana
35 BAB III Proses Uji Unjuk Kerja
Keterangan : A. Motor Diesel B. Tangki Bahan Bakar ( Fuel Consuption Tank ) C. Fuel Gauge ( Gelas Ukur) D. Dynamometer ( rpm ) E. Tekanan Udara ( Air Pressure ) F. Cooling Water Temperatur Out G. Cooling Water Temperatur In H. Water Consuption Flowmeter ( debit air ) I. Engine Cooling Water System
Catatan : Sebelum pengujian dilakukan hal – hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : A. Mencatat kondisi udara dan ruangan laboratorium. B. Mengatur dynamometer pada kondisi nol ( statistic balance ). C. Mengatur manometer pada air flow meter pada kedudukan nol.
Fakultas teknologi industri Universitas Mercu Buana
36 BAB III Proses Uji Unjuk Kerja
3.6. Prosedur Menjalankan Motor Diesel Pada Saat Pengujian ¾ Memastikan bahwa aliran tangki bahan bakar terbuka dan bahan bakar mengalir lancar sampai kegelas ukur ¾ Memastikan tidak terjadi kebocoran pada gelas ukur. ¾ Memastikan katup selang bahan bakar kekarburator hanya satu yang terbuka yaitu katup bahan bakar solar. ¾ Memastikan air pada radiator terisi full dan memeriksa kekencangan selang radiator agar tidak terjadi kebocoran. ¾ Memastikan semua alat ukur berjalan dengan baik untuk menghindari kesalahan pengukuran pada saat proses pengujian berlangsung. ¾ Mengatur dynamometer pada beban minimum dengan memutar loss control hand wheel dan juga mengatur tekanan air yang masuk kedalam dynamometer minimum sebesar 1 atm untuk putaran mesin tidak melebihi 4500 rpm. ¾ Menganti pelumas mesin, karena pelumas yang ada sudah berkurang dan tidak layak pakai. ¾ Mengecek level bahan pelumas dalam karter. ¾ Mengencangkan semua baut – baut yang kendur untuk meyakinkan bahwa motor akan bekerja dengan aman. ¾ Memasang accu untuk star dan memanaskan glow plug selama tidak lebih dari 15 menit. ¾ Mulai menstar motor dan memutuskan saluran pemanas ke glow plug.
Fakultas teknologi industri Universitas Mercu Buana
37 BAB III Proses Uji Unjuk Kerja
¾ Membiarkan motor berjalan beberapa waktu ( minimal 15 menit ) pada idling speed untuk pemanasan. ¾ Memeriksa tekanan minyak pelumas minimal 300kN/m2 dan mendengarkan apakah mesin berjalan dengan baik. ¾ Melakukan pengamatan sedapat mungkin dilakukan secara serentak pada saat motor sudah cukup steady. ¾ Melakukan perubahan beban secara berlahan – lahan dengan memutar load control hand pada dynamometer. ¾ Untuk setiap kecepatan putaran dan pembebanan mulai melakukan pencatatan secara serentak seperti :
1) Kecepatan putaran ( rpm ). 2) Gaya dari torsi pada balance reading atau balance reading + added weight ( kN ). 3) Waktu setiap pamakaian bahan bakar misalnya : 50 – 100 – 200 ( menit ). 4) Temperature air pndingin yang masuk dan keluar dari mobil ( 0 C ). 5) Laju aliran air pendingin ( / menit ). 6) Pressure drop pada manometer dari air flow meter ( Bar ). 7) Untuk mengetahui karakteristik motor diesel pada kecepatan konstan, pilihlah salah satu dari putaran : 1000, 1200, 1400, 1500, 1600, 1800, 2000, 2200, 2400, 2600, 2700, 3000 rpm dan mencatat secara serentak.
Fakultas teknologi industri Universitas Mercu Buana
38 BAB III Proses Uji Unjuk Kerja
8) Seperti pada variable – variable diatas. Pengujian pada beban penuh 100 % tidak lebih daru 15 menit / putaran.
Fakultas teknologi industri Universitas Mercu Buana
39 BAB IV Perhitungan
BAB IV PERHITUNGAN
4.1. Pengujian Bahan Bakar Biodiesel Pengujian dilakukan menggunakan Mesin Diesel Isuzu Type C-223 dengan menggunakan bahan bakar solar, biodiesel yang kami dapatkan dari PT Pertamina dan bio diesel dari PT.X. Pengujian dilakukan dengan menggunakan variasi kecepatan putaran sebesar 1000 rpm sampai dengan 3000 rpm. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui unjuk kerja mesin tersebut dengan menggunakan bahan bakar yang telah disediakan. 4.2. Parameter Mesin Berdasarkan data yang diperoleh dari pengujian mesin diesel dengan menggunakan bahan bakar Solar, biodiesel PT. Pertamina dan PT. X dapat dihitung dengan menggunakan parameter-parameter unjuk kerja. Berikut data-data yang diperoleh pada saat pengujian: Tanggal Pengujian
: 14 Februari 2007
Tipe Mesin
: 4 langkah, 4 silinder
Bore
: 88.0
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
40 BAB IV Perhitungan
Stroke
: 82.5
Idle Speed
: 800 rpm
Bahan Bakar
: Biodiesel yang diproduksi oleh PT X dan PT Pertamina
Berdasarkan data diatas penulis dapat menghitung prestasi mesin dengan alat tersebut. 4.2.1. Perhitungan Torsi Mesin Pengukuran torsi mesin dapat dicapai dengan hasil pengukuran reaksi torsi yang menahan poros mesin dari rotasi. Pengukuran ini dilakukan oleh seperangkat dynamometer prony yang terdiri dari sebuah cakram, timbangan dan lengan torsi. Torsi yang diterapkan pada dynamometer berhubungan dengan radius pada lengan torsi dengan rumus:
Torque = τ =
F ⋅g⋅L (kNm ) 1000
Dimana : τ
: Torsi mesin (Nm)
F
: Beban gaya putar yang terbaca pada timbangan dynamometer (kg)
L
: Panjang lengan torsi (m)
g
: Gaya Gravitasi (9.8 m/s2)
jika diketahui: L = 30 cm = 0.3 m F =1 kg
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
41 BAB IV Perhitungan
Maka :
τ=
F ⋅g⋅L (kNm ) 1000
τ=
1× 9.8 × 0.3 (kNm ) 1000
τ=
2.94 = 0.00294 kNm = 2.49 Nm 1000
Hasil Perhitungan pada putaran mesin 1000, 1200, 1600, 2400, dan 3000 dapat dilihat pada tabel dibawaah ini :
Solar No
Putaran Mesin ( rpm )
Beban
Torsi Mesin
( kg )
( Nm )
1
1000
1
2.94
2
1200
1,5
4.41
3
1600
2
5.88
4
2400
2,5
7.35
5
3000
3
8.82
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
42 BAB IV Perhitungan
Bahan Bakar PT. Pertamina No
Putaran Mesin ( rpm )
Beban
Torsi Mesin
( kg )
( Nm )
1
1000
1
2.94
2
1200
1,5
4.41
3
1600
2
5.88
4
2400
2.5
7.35
5
3000
3
8.82
Bahan Bakar PT. X No
Putaran Mesin ( rpm )
Beban
Torsi Mesin
( kg )
( Nm )
1
1000
1
2.64
2
1200
1,5
4.41
3
1600
2
5.88
4
2400
2,5
7.35
5
3000
3
8.82
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
43 BAB IV Perhitungan
4.2.2. Perhitungan Daya Mesin
Perhitungan daya mesin dilakukan dengan mengukur torsi dan putaran, secara umum daya mesin dihitung dengan menggunakan rumus P=
2π ⋅ n ⋅ τ (kW ) 6 ⋅ 10 4 Dimana : P
: Daya mesin (kW)
n
: Putaram mesin (rpm)
τ
: Torsi mesin (Nm)
Jika diketahui: n
= 1000 rpm
τ
= 2.94 Nm
Maka :
P=
2 × 3.14 × 1000 × 2.94 (kW ) 6 ⋅ 104 P=
1846320 = 0.30772 kW 6 ⋅ 104
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
44 BAB IV Perhitungan
Hasil Perhitungan pada putaran mesin 1000, 1200, 1600, 2400, dan 3000 dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Solar No
Putaran Mesin ( rpm )
Torsi Mesin ( Nm )
Daya Mesin ( kW )
1
1000
2.94
0.30772
2
1200
4.41
0.5539
3
1600
5.88
0.9847
4
2400
7.35
1.8463
5
3000
8.82
2.7695
Bahan Bakar PT. Pertamina No
Putaran Mesin ( rpm )
Torsi Mesin ( Nm )
Daya Mesin ( kW )
1
1000
2.94
0.30772
2
1200
4.41
0.5539
3
1600
5.88
0.9847
4
2400
7.35
1.8463
5
3000
8.82
2.7695
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
45 BAB IV Perhitungan
Bahan Bakar PT. X No
Putaran Mesin ( rpm )
Torsi Mesin ( Nm )
Daya Mesin ( kW )
1
1000
2.94
0.30772
2
1200
4.41
0.5539
3
1600
5.88
0.9847
4
2400
7.35
1.8463
5
3000
8.82
2.7695
4.2.3. Perhitungan Pemakaian Bahan Bakar
Perhitungan pemakaian bahan bakar dapat dilakukan dengan menggunakan serge tank dan gelas ukur. Pada gelas ukur akan diketahui volume bahan bakar yang digunakan dalam pengujian. Dalam konsumsi bahan bakar yang diuji dapat diketahui waktu yang dibutuhkan dengan menggunakan stopwatch.
Besarnya konsumsi bahan bakar dapat dihitung dengan menggunakan rumus: V (bfc ) =
3600 ⋅ Vg t
Dimana : V
: Konsumsi bahan bakar (m3/jam)
Vg
: Volume gelas ukur (m3)
t
: Waktu yang dibutuhkan (detik)
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
46 BAB IV Perhitungan
jika diketahui: Vg
= 25 cm3 = 0.025 m3
t
= 58 detik
maka konsumsi bahan bakar yang didapat sebesar: V (bfc ) =
3600 × 0.025 = 1.5516 m3/jam 58 det
Hasil Perhitungan pada putaran mesin 1000, 1200, 1600, 2400, dan 3000 dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Solar No
Putaran Mesin
Ukuran Bahan
Waktu Konsumsi
Konsumsi Bahan
( rpm )
Bakar
Bahan Bakar
Bakar
( cm3 )
( Detik )
3
( m / jam )
1
1000
25
58
1,5516
2
1200
50
167
1,0778
3
1600
50
153
1,1764
4
2400
75
209
1,2918
5
3000
100
211
1,7061
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
47 BAB IV Perhitungan
Bahan Bakar PT. Pertamina No
Putaran Mesin ( rpm )
Ukuran Bahan
Waktu Konsumsi
Konsumsi Bahan
Bakar
Bahan Bakar
Bakar
( cm3 )
( Detik )
3
(m / jam )
1
1000
25
62
1,4516
2
1200
50
174
1,0344
3
1600
50
158
1,1392
4
2400
75
216
1,25
5
3000
100
218
1,651
Bahan Bakar PT. X No
Putaran Mesin
Ukuran Bahan
Waktu Konsumsi
Konsumsi Bahan
( rpm )
Bakar
Bahan Bakar
Bakar
( cm3 )
( Detik )
3
(m / jam )
1
1000
25
78
1,1538
2
1200
50
199
0,9043
3
1600
50
178
1,0108
4
2400
75
232
1,1635
5
3000
100
241
1,4937
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
48 BAB IV Perhitungan
4.2.4. Perhitungan Konsumsi Bahan Bakar Spesifik
Untuk mengutahui thermal effeciency dari motor perlu terlebih dahulu menghitung besarnya konsumsi bahan bakar spesifik. Konsumsi bahan bakar spesifik (sfc) didefinisikan: BSFC (sfc ) =
V ( m 3 /kW.jam ) P
Dimana: Sfc
: Konsumsi bahan bakar spesifik (m3/kW.jam)
V
: Konsumsi bahan bakar (m3/jam)
P
: Daya mesin diesel (kW)
Jika diketahui: V
= 0.98 m3/kW.jam
P
= 0.24 kW
Maka didapat pemakaian bahan bakar spesifik \sfc sebesar: BSFC (sfc ) =
1.5516 m 3 /jam = 5.0422 m 3 /kW.jam 0.30772 kW
Hasil Perhitungan pada putaran mesin 1000, 1200, 1600, 2400, dan 3000 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
49 BAB IV Perhitungan
Solar NO Putaran mesin (rpm)
Daya
Konsumsi Bahan
Mesin
Bakar Spesifik
(kW)
(m3/kW.jam)
Konsumsi Bahan 3
Bakar (m /jam)
1
1000
1,5516
0.30772
5.0422
2
1200
1,0778
0.5539
1.9458
3
1600
1,1764
0.9847
1.1946
4
2400
1,2918
1.8463
0.6996
5
3000
1,7061
2.7695
0.6160
Bahan Bakar PT. Pertamina NO Putaran mesin
Konsumsi Bahan
(rpm)
Bakar (m3/jam)
Daya
Konsumsi Bahan
Mesin
Bakar Spesifik
(kW)
(m3/kW.jam)
1
1000
1,4516
0.30772
4.717
2
1200
1,0344
0.5539
1.867
3
1600
1,1392
0.9847
1.156
4
2400
1,25
1.8463
0.677
5
3000
1,651
2.7695
0.596
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
50 BAB IV Perhitungan
Bahan Bakar PT. X NO Putaran mesin
Daya
Konsumsi Bahan
Mesin
Bakar Spesifik
(kW)
(m3/kW.jam)
Konsumsi Bahan 3
Bakar (m /jam)
(rpm)
1
1000
1,1538
0.30772
3.749
2
1200
0,9043
0.5539
1.634
3
1600
1,0108
0.9847
1.026
4
2400
1,1635
1.8463
0.630
5
3000
1,4937
2.7695
0.539
4.2.5 Perhitungan Tekanan Efekti Rata-Rata (BMEP)
Performa suatu motor sering pula dinyatakan dengan Brake Mean Effective Pressure atau disingkat BMEP. Ini menyatakan tekanan rata-rata yang dihitung dengan menggerakkan piston selam langkah kerja guna menghasilkan power output, bilamana tidak ada mecanichal losses. Power output dari motor dalam hibungan dengan BMEP dapat dinyatakan sebagai berikut: 6 ⋅ 10 4 ⋅ K 2 ⋅ P BEMP = ( kN/m 2 ) n ⋅ Vs Dimana: BMEP
: tekanan rata-rata (kN/m2)
P
: daya mesin (kW)
Vs
: volume langkah (m3) Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
51 BAB IV Perhitungan
K2
: kostanta, 1 untuk 2-stroke 2 untuk 4-stroke
Sedangkan swept volume (volume langkah): Vs =
π ⋅d2 ⋅s⋅ N
(m ) 3
4
Dimana: Vs
: volume langkah (m3)
d
: diameter silinder (m)
s
: langkah piston (m)
N
: jumlah silinder
Jika diketahui: d
= 88 mm = 0.0088 m
s
= 82.5 mm = 0.00825 m
Maka volume langkah sebesar: 3.14 ⋅ (0.0088) ⋅ 0.00825 ⋅ 4 m3 4
( )
2
Vs =
Vs = 0.002006 m 3 BEMP =
6 ⋅ 10 4 ⋅ K 2 ⋅ P kN/m 2 n ⋅ Vs
(
)
Hasil Perhitungan pada putaran mesin 1000, 1200, 1600, 2400, dan 3000 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
52 BAB IV Perhitungan
Solar No
Putaran Mesin
Daya mesin
BMEP
( rpm )
( kW )
( kPa )
1
1000
0.30772
18.4079
2
1200
0.5539
27.6121
3
1600
0.9847
36.8158
4
2400
1.8463
46.0194
5
3000
2.7695
55.2243
Bahan Bakar PT. Pertamina Putaran Mesin
Daya mesin
BMEP
( rpm )
( kW )
( kPa )
1
1000
0.30772
18.4079
2
1200
0.5539
27.6121
3
1600
0.9847
36.8158
4
2400
1.8463
46.0194
5
3000
2.7695
55.2243
No
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
53 BAB IV Perhitungan
Bahan Bakar PT. X No
Putaran Mesin
Daya mesin
BMEP
( rpm )
( kW )
( kPa )
1
1000
0.30772
18.4079
2
1200
0.5539
27.6121
3
1600
0.9847
36.8158
4
2400
1.8463
46.0194
5
3000
2.7695
55.2243
4.2.6 Perhitungan Laju Aliran Massa Bahan Bakar
Laju aliran massa bahan bakar adalah massa aliran bahan bakar perjam. Laju ini diperlukan dalam mencari nilai efisiensi thermal. Besar laju aliran massa dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus: M a = V ⋅α Dimana: Ma
: laju aliran massa bahan bakar (kg/detik)
V
: konsumsi bahan bakar (m3/jam)
α
: dencity of fuel solar (0.87 kg/ m3) dencity of fuel PT.Pertamina (0.852 kg/ m3) dencity of fuel PT.X (0.903 kg/ m3)
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
54 BAB IV Perhitungan
Jika diketahui: V
= 1.5516 m3/jam
α
= dencity of fuel solar (0.87 kg/ m3)
M a = V ⋅α = 1.5516 m3/jam . 0.87 kg/ m3 =
1.34 = 0.000372 kg/det 3600
Untuk hasil perhitungan pemakaian bahan bakar pada putaran yang lain dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Solar No
Putaran Mesin
Konsumsi
Laju Aliran Massa
( rpm )
Bahan Bakar
Bahan Bakar
(m3/jam )
( kg/det )
1
1000
1,5516
0.000372
2
1200
1,0778
0.000258
3
1600
1,1764
0.000283
4
2400
1,2918
0.000312
5
3000
1,7061
0.000412
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
55 BAB IV Perhitungan
Bahan Bakar PT. Pertamina No
Putaran Mesin
Konsumsi
Laju Aliran Massa
( rpm )
Bahan Bakar
Bahan Bakar
(m3/jam )
( kg/det )
1
1000
1,5516
0.000343
2
1200
1,0778
0.000244
3
1600
1,1764
0.000269
4
2400
1,2918
0.000295
5
3000
1,7061
0.00039
Bahan Bakar PT. X No
Putaran Mesin
Konsumsi
Laju Aliran Massa
( rpm )
Bahan Bakar
Bahan Bakar
(m3/jam )
( kg/det )
1
1000
1,5516
0.000289
2
1200
1,0778
0.000226
3
1600
1,1764
0.000253
4
2400
1,2918
0.000291
5
3000
1,7061
0.000374
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
56 BAB IV Perhitungan
4.2.7 Perhitungan Efisiensi Thermal
Untuk mengetahui brake thermal efficiency dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
η th =
P Vs ⋅ QHV ⋅η c
atau η th =
P M a ⋅ QHV ⋅η c
Dimana: ηt
: efisiensi thermal (%)
P
: daya mesin (kW)
QHV
: nilai kalor bahan bakar bawah Solar (42793 kJ/kg) nilai kalor bahan bakar bawah PT X (36919 kJ/kg) nilai kalor bahan bakar bawah PT Pertamina (42351 kJ/kg)
ηc
: efisiensi pembakaran (0,90)
ηth =
P M a ⋅ QHV ⋅η c
ηth =
0.30772 × 100% 0.000372 ⋅ 42793 ⋅ 0.90
η th = 3.1 %
Hasil Perhitungan pada putaran mesin 1000, 1200, 1600, 2400, dan 3000 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
57 BAB IV Perhitungan
Solar NO
Laju Aliran
Efesiensi
Massa
Thermal
Bahan Bakar
(%)
Daya Putaran mesin (rpm)
Mesin (kW) ( kg/det )
1
1000
0.30772
0.000372
2.1
2
1200
0.5539
0.000258
5.5
3
1600
0.9847
0.000283
9
4
2400
1.8463
0.000312
15.3
5
3000
2.7695
0.000412
17.5
Bahan Bakar PT. Pertamina NO
Laju Aliran
Efesiensi
Massa
Thermal
Bahan Bakar
(%)
Daya Putaran mesin (rpm)
Mesin (kW) ( kg/det )
1
1000
0.30772
0.000343
2.3
2
1200
0.5539
0.000244
5.9
3
1600
0.9847
0.000269
9.6
4
2400
1.8463
0.000295
16.4
5
3000
2.7695
0.00039
18.6
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
58 BAB IV Perhitungan
Bahan Bakar PT. X NO
Laju Aliran
Efesiensi
Massa
Thermal
Bahan Bakar
(%)
Daya Putaran mesin (rpm)
Mesin (kW) ( kg/det )
1
1000
0.30772
0.000289
3.2
2
1200
0.5539
0.000226
7.3
3
1600
0.9847
0.000253
11.7
4
2400
1.8463
0.000291
19.1
5
3000
2.7695
0.000374
22.3
4.3. Grafik Hasil Perhitungan 4.3.1. Unjuk Kerja
Unjuk kerja mesin dilakukan setelah mengumpulkan data pengujian berupa torsi, daya, konsumsi bahan bakar, konsumsi bahan bakar spesifik dan efesiensi thermal. Dari data dan perhitungan diatas dapat dibuat grafik sebagai berikut : 1. Grafik torsi 2. Grafik daya terhadap putaran 3. Grafik konsumsi bahan bakar 4. Grafik konsumsi bahan bakar spesifik 5. Grafik Perbandingan BMEP 6. Grafik efesiensi thermal
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
59 BAB IV Perhitungan
4.3.1.1. Torsi
Pada grafik 4.1 dapat dilihat bahwa torsi yang dihasilkan mesin diesel berbahan bakar solar, biodiesel PT. Pertamina dan PT. X, dengan diberikan beban torsi mesin yang sama pada masing masing putaran maka torsi yang dihasilkan adalah sama.
Grafik Perbandingan Torsi
Torsi ( Nm )
10 8
Solar
6
Biodiesel PT.Pertamina
4
Biodiesel PT.X
2 0 1000 1200 1600 2400 3000 Putaran ( rpm )
Grafik 4.1 Perbandingan Torsi
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
60 BAB IV Perhitungan
4.3.1.2. Daya
Pada grafik 4.2 dapat dilihat bahwa daya yang dihasilkan mesin diesel berbahan bakar solar, biodiesel PT. Pertamina dan PT. X adalah sama karena torsi yang dihasilkanpun sama.
3 2
Solar
1 Biodiesel PT.Pertamina
0
10 00 12 00 16 00 24 00 30 00
Daya ( kW )
Grafik Perbandingan Daya
Biodiesel PT.X
Puitaran ( rpm ) Putaran
Grafik 4.2. Perbandingan Daya
4.3.1.3. Konsumsi Bahan Bakar
Pada Grafik 4.3 dapat dilihat bahwa konsumsi bahan bakar solar lebih tinggi dari pada biodiesel PT. Pertamina dan PT. X, semakim tinggi nilai konsumsi bahan bakar maka semakin boros penggunaannya.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
61 BAB IV Perhitungan
2 1,5 1 0,5 0
Solar
Biodiesel PT.Pertamina
10 00 12 00 16 00 24 00 30 00
V ( bfc )
Grafik Konsumsi Bahan Bakar
Biodiesel PT.X
Putaran ( rpm )
Grafik 4.3. Perbandingan Konsumsi Bahan Bakar
4.3.1.4. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik
Pada grafik 4.4 dapat dilihat besar pemakaian bahan bakar spesifik yang dihasilkan solar lebih boros dari pada biodiesel PT. Pertamina dan PT. X. Hal ini dikarenakan pemakaian bahan bakar spesifik berhubungan dengan daya dan konsumsi bahan bakar.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
62 BAB IV Perhitungan
sfc
Grafik Konsumsi Bahan Bakar Spesifik
6
Solar
4
Biodiesel PT.Pertamina
2
Biodiesel PT.X
10 00 12 00 16 00 24 00 30 00
0
Putaran ( rpm )
Grafik 4.4. Perbandingan Konsumsi Bahan Bakar Spesifik
4.3.1.5. Tekanan Efektif Rata-rata ( BMEP )
Seperti terlihat pada grafik 4.5 terlihat bahwa tekanan efektif rata-rata yang terjadi pada bahan bakar solar lebih tinggi dibanding dengan bahan baker campuran minyak sawit.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
63 BAB IV Perhitungan
60 40
Solar
20 Biodiesel PT.Pertamina
0
10 00 12 00 16 00 24 00 30 00
BMEP ( kPa )
Grafik Perbandingan BMEP
Biodiesel PT.X
Putaran ( rpm )
Grafik.4.5. Perbandingan BMEP terhadap Putaran Mesin
4.3.1.6. Efesiensi Thermal
Pada grafik 4.6 terlihat perbandingan efesiensi yang terjadi pada bahan bakar solar, biodiesel PT. Pertamina dan PT. X. Efesiensi thermal pada solar lebih rendah dari pada biodiesel dari PT. Pertamina dan biodiesel dari PT. X, Hal ini Disebabkan konsumsi bahan bakar PT. X lebih rendah dari pada PT. Pertamina dan Solar, karena semakin rendah laju aliran massa bahan bakar yang dihasilkan maka akan semakin rendah pula efesiensi thermal yang terjadi.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
64 BAB IV Perhitungan
25 20 15 10 5 0
Solar
3000
2400
1600
1200
Biodiesel PT.Pertamina
1000
Efesiensi Thermal (%)
Grafik Perbandingan Efesiensi Thermal
Biodiesel PT.X
Putaran ( rpm )
Grafik 4.6. Perbandingan Efesiensi Thermal
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
65 BAB V Kesimpulan dan saran
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari pengujian yang dilakukan, Penulis mencoba memberikan kesimpulan dan saran sebagai berikut ; 5.1. Kesimpulan Dari hasil pengujian prestasi mesin diesel dengan bahan bakar solar, biodiesel dari PT. Pertamina dan biodiesel dari PT. X diperoleh kesimpulan yaitu : 1. Torsi dan daya yang dihasilkan pada masing – masing bahan bakar adalah sama karena pada proses pengujian diberikan beban yang sama pada setiap putaran ( grafik 4.1 dan 4.2 ) 2. Konsumsi bahan bakar mesin diesel berbahan bakar solar lebih boros diantara biodiesel dari PT. Pertamina dan biodiesel dari PT. X, contoh dapat dilihat bahwa pada putaran 3000 rpm konsumsi bahan bakar solar mencapai 1,7061 m 3 /jam, sedangkan biodiesel dari PT. Pertamina 1,651 m 3 /jam dan yang paling irit adalah biodiesel daei PT. X yaitu hanya mencapai 1,4937 m 3 /jam saja..
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
66 BAB V Kesimpulan dan saran
3. Efesiensi Thermal yang dihasilkan oleh mesin diesel menggunakan bahan bakar biodiesel dari PT. X lebih tinggi dibandingkan dengan biodiesel dari PT. Pertamina dan solar.itu membuktikan bahwa laju aliran massa bahan bakar PT. X lebih rendah dari pada bahan bakar dari PT. Pertamina dan Solar.( grafik 4.6 ) 4. “Dalam jangka 5 sampai dengan 10 tahun pemakaian bahan bakar biodiesel PT. X akan dapat menyebabkan terkikisnya semua bahan yang terbuat dari karet yang menyentuh bahan bakar tersebut”( Nara Sumber PT. X ) jadi biodiesel PT. X utuk sekarang ini kurang cocok untuk mesin – mesin produksi pabrik.
5.2. Saran 1. Masih perlu dilakukan penelitian dan pengujian lebih lanjut mengenai bahan bakar biodiesel alternatif ini agar lebih banyak diketahui karakteristik dan prestasi mesin yang dihasilkan ketika digunakan. 2. Biodiesel PT. X layak digunakan namun tidak dalam penggunaan dalam jangka waktu yang lama seperti penggunaan pada mesin – mesin produksi. 3. Pemasaran biodiesel Pertamina perlu ditingkatkan, karena bahan bakar ini boleh dikatakan bisa mengantikan solar sebagai bahan bakar yang sering digunakan sekarang ini. 4. Biodiesel PT. Pertamina sangat layak digunakan untuk menggantikan solar, PT. Pertamina harus meningkatkan produksi dan promosi untuk meyakinkan konsumen bahwa biodiesel yang mereka produksi memang layak digunakan
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
67 BAB V Kesimpulan dan saran
karena lebih baik dan lebih ramah lingkungan dari bahan bakar solar yang ada sekarang ini. 5. Masih perlu diteliti mengenai emisi gas buang yang dihasilkan mesin diesel pada masing – masing penggunaan bahan bakar solar, biodiesel PT. Pertamina dan PT. X.
Fakultas Teknologi Industri Universitas Mercu Buana
DAFTAR PUSTAKA 1. Arismunandar, Wiranto, Motor Bakar Torak, Edisi kelima cetakan kesatu, ITB, Bandung, 2002 2. Arismunandar, Wiranto, Koichi Tsuda, Motor Diesel Putaran Tinggi, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1986 3. DE Brujin, L.A, Muilwijk, L, Motor Bakar, Bhratara, Jakarta, 1999 4. Maleev, Priambodo, Bambang, Operasi Dan Pemeliharaan Mesin Diesel, Erlangga, 1995 5. Pulbarek, Williard W, Enginering Fundamentals Of The Internal Combustion Engines, Prentice Hall, Inc, New Jersey, 1997