KEARIFAN LOKAL DALAM PELESTARIAN POHON AREN SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN GULA MERAH DI KAMPUNG KUTA DESA KARANGPANINGAL KECAMATAN TAMBAKSARI KABUPATEN CIAMIS Dr. H. Nandang Hendriawan, Drs., M.Pd.1(
[email protected]) Dr. Iman Hilman, S.Pd., M.Pd. 2(
[email protected]) Agianto Permana3(
[email protected]) Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya ABSTRAK AGIANTO PERMANA. 2016. Kearifan Lokal Dalam Pelestarian Pohon Aren Sebagai Bahan Baku Pembuatan Gula Merah Di Kampung Kuta Desa Karangpaningal Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis. Program Studi Pendidikan Geografi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Siliwangi Tasikmalaya. Latar belakang dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kearifan lokal dalam pelestarian lingkungan yang terdapat di Kampung Kuta yaitu melalui kearifan kokal dalam pelestarian pohon aren. pelestarian ini sudah sejak lama dilakukan oleh para karuhun (leluhur) Kampung Kuta sejak dulu. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana mitos pohon aren dan bagaimana masyarakat Kampung Kuta memerlakukan pohon aren di Kampung Kuta Desa Karangpaningal Kecamatan tambaksari Kabupaten Ciamis. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metede deskriptif kualitatif dengan subjek sebagai objek penelitian dan situasi sosial pada kearifan lokal dalam pelestarian pohon aren. Data diperoleh melalui observasi lapangan dan wawancara dari berbagai informan yang memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai kearifan lokal dalam pelestarian pohon aren serta dilengkapi dengan beberapa data sekunder dari berbagai sumber yang relevan. Data yang terkumpul diolah melalui teknik analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa kearifan lokal dalam pelestarian pohon aren terdiri dari (1) kepercayaan pada mitos keberadaan dari pohon aren, kepercayaan pada mitos 1000 pohon aren, kepercayaan bahwa pohon aren mempengaruhi alam, kepercayaan dilarang menebang pohon aren, dan kepercayaan pada cikal bakal pohon aren ada hubungannya dengan padi dan kelapa. (2)pada perlakuan terhadap pohon aren, pada pemanfaatan pohon aren dengan cara ritual-ritual yang biasa dilakukan, pada perlakuan khusus dalam pemanfaatan pohon aren. Makna dalam pelestarian pohon aren bahwa pohon aren
menjadi nyawa untuk kehidupan masyarakat Kampung Kuta. Bagi masyarakat Kampung Kuta tetaplah menjaga amanat para karuhun (leluhur) untuk tetap menjaga dan melestarikan semua tradisi yang ada di Kampung Kuta, salah satunya dengan tetap melestarikan pohon aren. Kata Kunci : Kearifan Lokal, dalam Pelestarian Pohon Aren. AGIANTO PERMANA. 2016. Kearifan Lokal Dalam Pelestarian Pohon Aren Sebagai Bahan Baku Pembuatan Gula Merah Di Kampung Kuta Desa Karangpaningal Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis. Faculty of geography of educational sciences and Teacher’s Training Siliwangi University science education Siliwangi tasikmalya country.Background of this research was to determine the local wisdom in preserving the environment terdafat in Kuta village is through local knowledge in the preservation of palm trees. This preservation has long been done by the karuhun (ancestral) Kuta village long ago. While the case that the lift in this study is how the myth of the palm tree and how society treats palm tree in Kampung Kuta Desa Karangpaninggal Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis. The research methods used in this research is descriptive qualitative method with the subject as an object of research and social situation in the local wisdom in the preservation of palm trees. Data obtained through field observation and interviews from various informants who own a deep knowledge of local knowledge in the preservation of palm trees and equipped with several secondary data from a variety of relevant sources. Data collected was processed through qualitative analysis technique. Research shows that local knowledge in the preservation of the palm tree consists of (1) the beliefness on the myth of the existence of the palm trees, that belief in the myth of 1000 palm trees, the belief that the palm trees affect the nature, beliefe is allowed to cut palm trees, and the belief in the embryo of palm trees nothing to do with rice plan and coconut. (2) the treatment of the palm trees, the palm tree utilization by way of rituals ordinary performed, the special treatment in the utilization of palm trees. Meaning in the preservation of trees palm that palm tree is the soul to people of Kampung Kuta. For the people of Kampung Kuta stay tuned maintain the mandate of the ancestor (forefather) to stable maintain and preserve all the traditions that exist in Kampung Kuta, one of way is consistent to conserve palm tree. Keywords : Local wisdom, in the palm tree preservation.
1.1 Latar Belakang Kesadaran akan pentingnya menjaga dan meletarikan sumber daya alam sangat diperlukan, tidak hanya untuk kepentingan Negara Indonesia melainkan juga untuk mensejahterakan masyarakat dunia secara keseluruhan
dan juga diarahkan untuk kepentingan jangka panjang. Oleh karena itu diperlukan pelestarian sumber daya alam hayati yang baik agar menghasilkan manfaat yang besar bagi manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumber daya hayati itu sendiri. Sumber daya alam hayati merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan seluruh makhluk hidup terutama umat manusia, salah satunya melainkan sumber daya hayati pohon aren yang keberadaannya berperan untuk sumber utama pembuat gula aren. Dalam pelestarian sumber daya pohon aren harus dilihat atau disesuaikan dengan kondisi lokal maupun kearifan lokal pada setiap daerah karena setaip daerah memiliki karakteristik ciri khas yang berbeda-beda pada setiap daerahnya. Pada suatu komunitas tertentu dapat dilihat kearifan lokal yang terkatit dengan pelestarian sumber daya alam sebagai tata khas pengolahan yang telah dilaksanakan sejak masa lalu dengan sejarah dan adaptasi yang sangat lama, melainkan terjadi turun temurun dari nenek moyangnya sendiri di suatu komunitasnya. Kearifan lokal disini bukan hanya berfungsi sebagai ciri khas suatu daerah saja melainkan berfungi untuk melestarikan semua sumber daya alam yang ada di lingkungan komunitasnya. Berbicara
tentang
Kampung
Kuta
yang
terletak
di
Desa
Karangpaningal Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis, memiliki kearifan lokal yang khas di daerah tersebut. Kearifan lokal itu ialah menjaga dan melestarikan semua sumber daya alam yang ada Kampung Kuta. Sumber daya
alam
tersebut
dikarnakan
merupakan
nyawa
untuk
kondisi
perekonomian bagi masyarakat Kuta. Pohon aren di Kampung Kuta merupakan sumber daya alam yang sangat produktif, sebab pohon aren di Kampung Kuta dimanfaatakan untuk bahan baku pembuatan gula. Pohon aren disana sangat melimpah, mengingat peraturan adat di Kampung Kuta melarang masyarakat dalam maupun masyarakat luar menebang pohon aren tersebut. Sejarah mengatakan bahwa dulu di Kampung Kuta pohon aren itu setara dengan Dewi Sri yaitu padi, maka dari itu masyarakat Kampung Kuta pada jaman dulu masih kurangnya lahan pertanian sehingga didominasi oleh
pohon aren. Pohon aren itulah yang dijadikan produk unggulan sebagai mata pencaharian khas masyarakat Kampung Kuta. Terdapat mitos tersendiri di Kampung Kuta terdapatnya 1000 pohon aren dan sampai sekarangpun pohon aren tersebut masih sangat melimpah, yang mana itu terjadi karena kearifan lokal di Kampung Kuta yang mewajibkan melestarikan semua pohon aren yang masih produktif di Kampung Kuta. Bahkan yang sudah tidak produktif sekalipun tetap di biarkan sebagai penyerap air dan penahan tanah, karena tanah di Kampung Kuta kondisinya yang labil. Terdapat keunikan lain di Kampung Kuta dalam memperlakukan pohon aren yaitu pohon aren di Kuta tidak boleh ditebang, adanya peraturan dalam tata cara penyadapan air nira dari pohon aren yang sangat berbeda dengan masyarakat lain, bahwa di Kampung Kuta dalam pengambilan nira tersebut sama seperti penanaman padi ada itung-itungan yang baik supaya pohon aren tersebut dapat menghasilkan air nira yang banyak dan dapat di manfaatkan secara efektif. Sebelum pengambilan air nira penyadap harus memotong buah aren “ngajenahan” yang artinya ngamimitian atau marawanan.
Dalam
tahap
ngajenahan
pohon
aren
tersebut
harus
dipersiapkannya persyaratan seperti pare saranggey (padi satu ikat), dan batu beneur (batu yang keras). Ketika berlangsungnya proses penyadapan, dalam proses peningguran dan pengayunan harus melakukan itung-itungan pula (maksudnya mencari hari yang bagus dan cocok), yang mana pada setiap hari ketika tahap meninggur dan mengayun, banyaknya jumlah meninggur dan mengayun itu berbeda di tentukan dengan hasil itungan hari pada saat peningguran. Disamping itupun sebelum melasanakan penyadapan nira masyarakat Kampung Kuta melakukan ritual-ritual dengan dibarengi membaca kalimahkalimah tertentu yang sudah menjadi kebiasaannya. Dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk membuat penelitian dengan judul “Kearifan Lokal Dalam Pelestarian Pohon Aren Sebagai Bahan Baku Pembuatan Gula Merah Di Kampung Kuta Desa Karangpaningal Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1.
Bagaimanakah mitos pohon aren di Kampung Kuta Desa Karangpaningal Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis.
2.
Bagaimanakah masyarakat Kampung Kuta Desa Karangpaningal Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis memperlakukan pohon aren sebagai sumber kehidupan.
1.3 Kajian Teori A. Kearifan Lokal Dalam disiplin antropologi dikenal dengan istilah local genius. Local genius ini merupakan istilah yang di lontarkan, dan diciptakan pertama-tama oleh Quaritch Wales. Pengertian local genius secara keseluruhan mungkin dapat dianggap sama dengan cultural identity, dan yang diartikan sebagai identitas atau kepribadian budaya suatu bangsa yang mengakibatkan bahwa bangsa bersangkutan menjadi lebih mampu menyerap dan mengolah pengaruh kebudayaan yang mendatanginya dari luar wilayah sendiri sesuai watak dan kebutuhan pribadinya (Ayatrohaedi, 1986: 18-19).
1.4 Metode Penelitian Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Sugiyono (2013: 1), Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
1.5 Pembahasan A. Mitos Pohon Aren di Kampung Kuta 1. Keberadaan Pohon Aren Masyarakat Kampung Kuta mempercayai adanya pohon aren di Kampung Kuta sebagai utusan dari Dewi Sri (Dewi Padi), Dewi Sri itu sendiri adalah seorang gadis cantik belum bersuami yang meninggal pada usia muda. Konon para leluhur (karuhun) Kampung Kuta mengemukakan setelah Dewi Sri di makamkan, di atas makamnya tumbuh beberapa macam tumbuhan tentunya pohon aren yang tumbuh di bagian pahanya, padi di bagian perutnya, pohon kelapa di bagian kepalanya, dan tumbuh biji-bijian di sekeliling makamnya. 2. Mitos Seribu Pohon Aren Mitos seribu pohon aren di Kampung Kuta memang benar adanya, hal ini disebabkan karena di Kampung Kuta masih berlakunya unsur Pamali, Artinya : “Tanah Kuta tanah alami, tibaheula zaman Ki Bumi nepi kiwari tanah Kuta ngacukupi kabutuhan hirup pikeun manusa“ ( Tanah di Kampung Kuta adalah tanah yang alami, dari saat zaman Aki Bumi sampai saat ini tanah kuta mencukupi kebutuhan hidup masyarakat Kuta). 3. Pohon Aren Mempengaruhi Alam Pohon aren di Kampung Kuta sangat mempengaruhi alam, seperti mencegah erosi tanah dan dapat menyuburan tanah yang dapat mempengaruhi empat sumber mata air bersih yaitu Cinangka, Panyipuhan, Ciasihan, dan Cibanggara, yang mana apabila pohon aren habis maka airpun habis seperti urayan kata yang tertulis dalam plang masuk Hutan Kramat “Leweung Ruksak, Cai Beak, Manusa Balangsak” (Hutan gundul sehigga serapan air kurang yang mengakibatkan manusia sengsara) untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 4.36 dibawah ini.
(Pohon beringin)
(Pohon Aren) Gambar 4.34
Tumbangnya Pohon Beringin 4. Pamali Nebang Pohon Aren Aki Warja mengungkapkan bahwa “ sing saha bae nu nuar tangkal aren di Kua, eta jalma kudu siap hirup madarat jeung eta jamla hirupna bakal kawalat” ( siapa saja yang menebang pohon aren di Kuta, manusia itu harus siap hidup melarat dan itu manusia bisa kewalat). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.36 dibawah ini.
Gambar 4.36 Pohon Aren Tumbang 5. Cikal Bakal Pohon Aren Utusan Dewi Sri Di Kampung Kuta adanya mitos bahwa cikal bakal pohon aren itu sama dengan padi dan kelapa, cikal bakanya bahwa pohon aren, padi dan kelapa sama utusan Dewi Sri (Dewi Padi), yang mana bila merujuk cerita masyarakat pada zaman dulu hasil dari pengolahan pohon aren lah yang menjadi nyawa untuk hidup, mereka dapat membeli kebutuhan pokok seperti padi dari hasil pengolahan pohon aren.
B. Kearifan Lokal Pohon Aren di Kampung Kuta 1. Perlakuan Masyarakat Kampung Kuta Terhadap Pohon Aren Mayarakat Kampung Kuta memerlakukan pohon aren sama halnya dengan memerlakukan padi, dengan cara melakukan ritual-ritual dengan membaca kalimah-kalimah yang kerap sering dilakukan ketika menanam atau memanen padi, tetapi ritual dan kalimah yang dibacakan berbeda. Masyarakat Kampung Kuta
melakukan ritual-ritual pada
pohon aren sesuai yang dilakukan oleh para leluhur (karuhun) pada jaman dulu ketika di Kampung Kuta belum ada ladang huma dan pohon aren lah yang bisa di manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sehingga karena pada zaman leluhur (karuhun) dulu hanya pohon aren yang bisa dimanfaaatkan maka pohon aren tersebut dilakukannya perlakukan yang mendalam, yang dipercayai oleh para leluhur (karuhun) kehidupan di Kampung Kuta akan tercukupi dengan pohon aren. Tebukti pada saat ini adanya ladang di Kampung Kuta dan lahan pertanian lainnya melainkan itu semua hasil dari pengolahan pohon aren. 2. Perlakuan Khusus Dalam Proses Pengambilan Air Nira
Gambar 4.37 Proses Pengambilan Air Nira Mayoritas Masyarakat Kampung Kuta adalah sebagai pengrajin gula aren/merah, karen masyarakat Kuta hanya memanfaatkan hasil hutan saja. Untuk menghasilkan gula aren tentunya hasrus melakukan penyadapan terlebih dahulu, masyarakat Kampung Kuta melakukan
penyadapan sama halnya dengan wilayah lain. Adapaun alat-alat yang kerap digunakan dalam proses penyadapan adalah sebagai berikut :
Gambar 4.38 Peso Sadap
Gambar 4.40 Lodong (Penampung Air Nira)
Gambar 4.42 Penutup Lodong
Gambar 4.39 Alat Untuk Meninggur
Gambar 4.41 Sigay (Tangga)
Masyarakat Kampung Kuta biasanya melakukan penyadapn 2 kali dalam 1 hari, yaitu pagi hari sekitar jam 05:00 WIB sebelum melakukan aktivitas lainnya, kemudian pada sore hari sekitar jam 15:00 WIB sepulang beraktivitas. Pohon aren di Kampung Kuta dapat disadap dalam waktu 10-15 tahun, bahkan terbukti pohon aren milik Ki Warja yang baru tumbuh 5 tahun sudah bisa disadap, itu karena
pohon
arennya terus di rawat. a. Aki Warja mengemukakan bahwa “jeung manusa nu nyadap cai nira papakeana kudu rubag rebig, ulah nepi ka make sesengitan ciciren eta jeung tanana hormat meh hayang caina loba” (bagi manusia yang melakukan penyadapan air nira harus memakai baju yang kotor, tidak memakai wangi-wangian, cerita tersebut sebagai tanda hormat supaya air niranya banyak). Sebagaimana penjelasan di atas di Kampung Kuta adanya persyaratan tertentu dalam proses pengambilan air nira yaitu sebagai berikut : a) Tidak boleh memakai wangi-wangian b) Tidak boleh memakai baju seragam c) Baju yang dikenakan rubag rebig (kotor) d) Tidak boleh mengalungkan sarung. Sangat beda dengan perlakuan pada pohon kelapa yang harus rapi, mendengarkan nyanyi-nyanyian dan wangi. Hal ini sangat dijaga oleh masyarakat Kampung Kuta, karena mereka percaya bahwa bila mereka melanggar syarat tersebut pasti ada hukumannya. Hal tersebut kerap dilaksanakn oleh para leluhur Kampung Kuta pada saat pengambilan air nira, para leluhur Kuta melakukan hal tersebut sebagai tanda hormat terhadap pohon aren. b. Masyarakat Kampung Kuta dalam melakukan pengambilan air nira mengikuti aturan secara turun-temurun dari para leluhur mereka, adapun aturan-aturan itu adalah sebagai berikut :
1) Pada saat menentukan pohon yang belum produktif, sudah produktif dan sudah tidak produktif dapat
ditandai dengan
beberapa hal, untuk lebih jelasnya bisa dilihat di Gambar 4.45 berikut ini.
Gambar 4.43 Before (Aren Muda/belum Produktif) Sebagaimana Gambar 4.43 diatas, pohon aren ini belum mengeluarkan lengan langari (tandan jantan), sehingga pohon aren ini belum dapat disadap. 2) Pohon aren di Kampung Kuta tumbuh secara alamai yang dihasilkan oleh musang tidak adanya campur tangan manusia, setelah bibit pohon aren itu tumbuh biasanya jarak 10-15 tahun, bahkan ada yang baru berumur 5 tahun sudah bisa disadap contohnya pohon aren milik Aki Warja. Hal tersebut dapat terjadi bilamana pohon aren terus dipelihara dari bibitnya.
Gambar 4.44 Inti (produktif) Dilihat dari Gambar 4.44 diatas, bahwa pohon aren ini sudah dapat di ambil air niranya, karena sudah mengeluarkan
lengan langari (tandan jantan) yang memunculkan caruluk (kolang kaling), tidak hanya itu saja tanda pertanda pohon aren di Kampung Kuta sudah dapat di ambil niranya, bahwa para leluhur (karuhun) Kuta menandakan dengan bau humangit (terhirup bau nyesek), lumecir, dan kumendog (paling muda), mereka tidak sembarangan melakukan penyadapan nira melainkan
juga di
masyarakat Kampung Kuta sangat mempercayai itung-itungan hari “artinya : pada saat proses penyadapan harus sesuai dengan hari yang tepat untuk magas (memotong) lengan langari (tadan jantan pohon aren) supaya air yang keluar banyak”. 3) Pohon Aren Di Kampung Kuta Sudah tidak Produktif tapi tetap di biarkan.
Gambar 4.45 After (sudah tidak produktif/tadan jantan sudah habis) Pada Gambar 4.45 diatas, dapat dilihat bahwa pohon aren ini sudah tindak dapat di ambil niranya karena lengan langari (tadan jantan) sudah sehingga tidak bisa mengeluarkan air nira. 4) Proses dalam penyadapan dan pengolahan air nira ada beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut : -
Peningguran
-
Pengayunan
-
Ngabalukang
-
magas
-
Penyusutan
-
Penggodogan
-
Ngaduga
-
Pembungkusan
1.6 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis di atas dapat disimpulkan : A. Mitos Pohon Aren di Kampung Kuta Masyarakat Kampung Kuta mempercayai adanya pohon aren di Kampung Kuta sebagai utusan dari Dewi Sri (Dewi Padi), Dewi Sri itu sendiri adalah seorang gadis cantik belum bersuami yang meninggal pada usia muda. Konon para leluhur (karuhun) Kampung Kuta mengemukakan setelah Dewi Sri di makamkan, di atas makamnya tumbuh beberapa macam tumbuhan tentunya pohon aren yang tumbuh di bagian pahanya, padi di bagian perutnya, pohon kelapa di bagian kepalanya, dan tumbuh biji-bijian di sekeliling makamnya. Dengan demikian penjelasan diatas bahwa hasil hutan menjadi nyawa bagi kehidupan masyarakat Kampung Kuta. Ada beberapa mitos di Kampung Kuta yang terbukti keberadaanya, yitu sebagai berikut : a. Pohon aren utusan Dewi Sri (Dewi Padi) b. Terdapat 1000 pohon aren di Kampung Kuta c. Pohon aren mempengaruhi lingkungan di Kampung Kuta d. Pohon aren di Kampung Kuta dilarang ditebang e. Cikal bakal pohon aren di Kuta sama dengan padi dan kelapa Ke-5 mitos tersebut dapat diketahui kebenarannya dengan melihat kondisi Kampung Kuta pada saat ini, yang tentunya dengan ke-5 mitos tersebut kebutuhan hidup Masyarakat Kampung Kuta dapat terpenuhi. B. Perlakuan khusus masyarakat Kampung Kuta terhadap pohon aren Mayarakat Kampung Kuta memerlakukan pohon aren sama halnya dengan memerlakukan padi, dengan cara melakukan ritual-ritual dengan
membaca kalimah-kalimah yang kerap sering dilakukan ketika menanam atau memanen padi, tetapi ritual dan kalimah yang dibacakan berbeda. Masyarakat Kampung Kuta
melakukan ritual-ritual pada pohon aren
sesuai yang dilakukan oleh para leluhur (karuhun) pada jaman dulu ketika di Kampung Kuta belum ada ladang huma dan pohon aren lah yang bisa di manfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ritual masyarakat Kampung Kuta dalam penyadapan pohon aren dilakukan ketika tahap ngabalukang (membersihkan tadah yang nantinya memunculkan tadah jantan pohon aren), tadah tersebut yang memunculkan caruluk (kolang kaling), yang nantinya dilakukan magas (memotong) supaya air niranya keluar dan dilakukan penyadapan. Pada tahap ngabalukang masyarakat Kampung Kuta mempercayai sesajen keliwonan : maksudnya supaya supaya air nira yang keluar banyak dan tadah jantan terus mengeluarkan air nira dalam jangka panjang). Jenis ritual yang dilkukukan dengan cara-membaca kalimah-kalimah seperti melalkukan tawasulan, dan masyarakat Kampung Kuta melakukan ritual tersebut di dalam rumah sebelum melakukan ngabalukang (membersihkan tadah jantan).
1.7 Saran Ada beberapa saran yang hendak penulis sampaikan diantaranyan : 1. Bagi Masyarakat Kampung Kuta tetaplah menjaga amanat para leluhur untuk tetap menjaga dan meseltarikan lingkungan Kampung Kuta, salah satunya adalah melestarikan pohon aren. 2. Generasi muda diharapkan belajar untuk mengolah gula aren/merah, supaya pohon aren dapat dimanfaatkan secara optimal. 3. Bagi peneliti-peneliti selanjutnya, disarankan agar dapat meneliti hal-hal yang belum terungkap dalam skripsi ini, terutama yang berkaitan dengan kebudayaan dan kearifan lokal Kampung Kuta.
1.8 Daftar Pustaka Apandi Yusuf. (2007). Cara Membuat Gula Aren. Bandung: ckup. Ayatrohaedi. (1986). Kepribadian Budaya Bangsa. Jakarta : Pustaka Jaya. Arikunto Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta : PT RINEKS CIPTA Hafsah. Mohammad Jafar. (2002). Bisnis Gula di Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hastuti, dkk. (2013). Kearifal Lokal Sosial Budaya. Bandung : PESAT. Haryadi Dodih. (2005). Mitos Nilai Kearifan Masyarakat Tradisional. Tasikmalaya : Abadi Jaya Offset. Idrus Muhammad. (2002). Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga. Kartika, dkk. (2012). Perancangan Buku Esai Fotografi Pembuatan Gula Aren. Surakarta : Tidak di Terbitkan. Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Kristanto Philip. (2002). Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.