DOI: http://dx.doi.org/10.17969/jtipi.v7i2.3280
http://Jurnal.Unsyiah.ac.id/TIPI
Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Open Access Journal ADOPSI DAN INOVASI ALAT PENGERING IKAN KAYU DI DESA NELAYAN LAMPULO BANDA ACEH ADOPTION AND INNOVATION OF TOOL DRYERS FOR DRIED FISH IN FISHERMAN VILLAGE – LAMPULO BANDA ACEH Ismail Sulaiman1*, Farid Mulana2, Susi Chairani1, Syafruddin1 INFO ARTIKEL Submit: 7 Agustus 2015 Perbaikan: 11 September 2015 Diterima: 15 September 2015 Keywords: dried fish, dryer, green house, solar power, traditional food
ABSTRACT Dried fish or Keumamah is one of traditional food in Aceh, which mainly processed in coastal areas, Lampulo Banda Aceh. This location is a central of fisherman villages where abundant of sea production located as well as the place for fish handling and processed. The aims of this study was to expand the shelf life and quality of dried fish as one of ended fish products by investigate the suitable adoption and innovation of tool dyer used. Therefore the design and assembly of the dryer was based and compromised on the conditions, production capacity of Lampulo fisherman. Dryer were made from wood, acrylic ad heater, where the design was home-alike, with acrylic roofs, and wall of steel to have clear visual and permit sun thoroughly to the drying products. The results were innovated three types of dryer; Greenhouse Effect; Greenhouse effect-Hybrid and Heat Transfer Drying. These three types of dryer worked base on green house system, using the solar power and clean weather for drying the products. Based on field observation, it turned out that the dyer was very effective at sunny and bright day, but only the greenhouse effect gained to vaporize the moisture content up to 70% at 40⁰C, where the hybrid and heat tunnel dryer are below. Using this dyer help fisherman to maintain cleanliness, sanitation of drying process and finalize with good quality product.
1. PENDAHULUAN Ikan kayu (tuna, tongkol yang dikeringkan) atau sering disebut Keumamah berasal dari kata keumah (bahasa Indonesia: kemas/kemasan), keumah juga berarti tewas dalam bahasa kasar masyarakat Aceh. Sebutan kata keumah atau tewas biasanya ditujukan untuk pihak musuh atau orang yang perangainya tidak baik. Dualisme makna kata tersebut diperkirakan menjadi alasan bagi pergeseran kata keumah menjadi keumamah sampai sekarang. Kemiripan ikan kayu (keumamah) dengan Katsuobushi atau ikan kayu Jepang tidak lantas mengaitkan bahwa jenis makanan ini berasal dan diadopsi dari Jepang. Ikan 1 Fakultas
Pertanian Universitas Syiah Kuala, Tgk Hasan Krueng Kalee Darussalam, Banda Aceh, 23111, Indonesia 2Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh, 23111, Indonesia Email:
[email protected]
kayu (keumamah) merupakan komoditi unggulan Aceh yang sangat popular saat ini. Ikan kayu dari berbagai macam olahan di Aceh merupakan hidangan utama disetiap pesta adat dan acara lainnya. Ikan kayu merupakan salah satu produk pengolahan ikan dengan cara penyiangan, perebusan dan penjemuran sampai kering di bawah sinar matahari. Di Aceh ikan kayu disebut juga “Eungkot keumamah”, jenis ikan yang biasa dijadikan sebagai produk ikan kayu ini adalah jenis ikan tongkol. Ikan tongkol merupakan jenis ikan yang paling sering ditangkap oleh nelayan, karena jumlahnya yang mencapai kurang lebih 8.000 ton/tahun maka sangat memungkinkan jenis ikan ini dijadikan bahan baku pembuatan produk ikan kayu. Pada saat ini pedagang ikan kayu mengalami kesulitan dalam menangani masalah kerusakan fisik yang terjadi pada produk ikan kayu. Kadar air dapat mempengaruhi karakteristik dari bahan seperti tekstur dan cita rasa pada bahan pangan.
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 07 , No. 02 , 2015 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
Kadar air merupakan suatu kandungan air yang terdapat dalam suatu bahan dan dinyatakan dalam persen (Winarno, 1997). Kadar air tinggi dapat meningkatkan kegiatan fisiologi dan enzimatik serta mudah menyebabkan tumbuh dan berkembang biaknya jamur. Standar kadar air pada ikan kayu adalah sebesar 20% (BSN, 2009) dan pencemaran tulang 0% (DSN, 1992). Pengurangan kadar air pada ikan kayu sangat tergantung pada proses pengeringan yang dilakukan, proses pengeringan ini yang dipelajari dan diinovasi dari pengeringan tradisional menjadi pengeringan yang sedikit modern sehingga masyarakat dapat menggunakannya dan efektif untuk usaha dan bisnis ikan kayu untuk menjawab kelebihan ikan yang ada di pasaran. Di Desa Lampulo sendiri terdapat beberapa tempat pengolahan ikan kayu baik dalam skala rumah tangga/kecil maupun skala kecil , menegah dan besar. Namun pengeringan yang digunakan masih menggunakan pengeringan manual dengan matahari langsung sehingga kebersihan dan hygenitas dari produk yang dikeringkan tidak dapat terjamin, serta lama pengeringan juga sangat mempengaruhi dari faktor yang dihasilkan. Salah satu inovasi pengeringan ikan kayu saat ini adalah dengan mengeringkan ikan namun tidak dipengaruhi oleh hujan, kotoran dan juga ikan yang dikeringkan dapat diterima tepat pada waktunya, salah satunya adalah metode dengan menggunakan efek rumah kaca, baik hybrid dan heat tunnel. Sejumlah penelitian telah dilakukan mengenai lama penyimpanan ikan kayu terhadap kadar air pada ikan kayu sangat berpengaruh tarhadap proses pengeringan yang dilakukan. Hayati (2004) mengkaji daya simpan ikan kayu dari pengaruh jenis bahan kemasan yang digunakan, dengan simulasi penyimpanan menggunakan 2 jenis kemasan diperoleh prediksi umur simpan ikan kayu tongkol dalam kemasan alumunium foil selama 2749 (91 bulan) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan plastik yang hanya 1204 (40 bulan). Bintang (2013) mengkaji konstruksi dan kapasitas alat pengering ikan tenaga surya sistem bongkar pasang. Didalam penelitiannya menyatakan bahwa lama waktu pengeringan yang paling baik yaitu selama 14 jam dengan suhu ratarata 45⁰C. Dengan lama pengeringan tersebut terbukti dapat menurunkan kadar air sesuai dengan SNI sebesar 20%. Maka oleh karena itu pada penelitian ini mencoba untuk melakukan kajian pengaruh jenis kemasan dan lama pengeringan ikan kayu. Salah satu faktor penyebab rendahnya produksi ikan kayu adalah terbatasnya sarana
66
produksi seperti alat pengering, mesin pengolah ikan dan tempat pengolahan ikan yang reseprentatif. Disamping itu pengetahuan dan keterampilan masyarakat tentang teknik pengeringan ikan tergolong rendah dan cenderung konvensional. Penyebab lainnya kebanyakan masyarakat nelayan tidak memiliki lahan yang proporsional (luas) untuk pengembangan ikan tuna. Rata-rata nelayan dan masyarakat pengolah ikan kayu hanya memiliki lahan lebih kurang 0,10 ha. Bahkan ada masyarakat nelayan yang hanya berprofesi sebagai nelayan dan masyarakat pengolah ikan kayu penggarap dengan mengolah ikan dari nelayan-nelayan lainnya. Sebagai negara yang memiliki banyak pulau, negara kita juga memiliki banyak laut yang berarti pula menghasilkan banyak ikan. Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat dalam dan bahkan luar negeri. Provinsi Aceh sebagai bagian wilayah Indonesia termasuk daerah yang luas wilayah lautnya. Namun, ikan cepat membusuk karena adanya bakteri dan enzim jika dibiarkan begitu saja tanpa proses pengawetan. Salah satu proses pengawetan yang umum digunakan adalah proses pengawetan fisis yaitu dengan cara pengeringan. Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk akibat aktivitas biologi dan kimia. Pengeringan pada dasarnya merupakan proses perpindahan energi yang digunakan untuk menguapkan air yang berada dalam bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat diperlambat. Munurut Hasibun (2005) pada dasarnya caracara pengeringan atau pengurangan kadar air dapat dibagi menjadi dua golongan sebagai berikut : 1. Pengeringan alami atau tradisional (natural drying) 2. Pengeringan buatan atau modern (artificial drying) atau pengeringan mekanis (mechanical drying). Pengeringan alami pada ikan kayu tidak bisa diandalkan lagi jika ingin meningkatkan produksi. Cara yang dilakukan umumnya dengan melakukan penjemuran. Cara tersebut memang sangat sederhana sehingga setiap orang dapat melaksanakannya bahkan tanpa alat sekalipun. Keuntungan pengeringan dengan menggunakan sinar metahari tidak diperlukan penanganan khusus dan mahal, dapat dikerjakan oleh siapa saja. Namun, pengeringan alami juga memiliki kekurangan antara lain (1) Proses pengeringannya lama (2) Tingkat kehigienisannya kurang terjamin
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 07, No. 02 , 2015 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
(3) Tergantung cuaca (4) Kualitas yang dimiliki produk rendah (5) Mudah terkontaminasi berbagai kotoran (6) Laju pengeringan yang sangat lambat, mendukung pertumbuhan jamur (7) Sulit dicapai batas kadar air terendah untuk menghambat pertumbuhan jamur dan (8) Membutuhkan tempat yang luas. Manfaat alat pengering ikan antara lain (1) Mempercepat proses pengeringan (2) Menanggulangi permasalahan pada pengolahan produk-produk perikanan untuk memenuhi permintaan pasar domistik maupun komuditi ekspor (3) Memperoleh nilai tambah dan meningkatnya kemampuan bersaing dari produkproduk Indonesia di pasar perdagangan internasional (Pinem dan Soedarjo, 2008; Handoyo et al., 2011) 2. MATERIAL DAN METODE Bahan dan Alat Bahan utama sebagai bahan uji coba adalah ikan tuna, pisau, alat masak dan garam. Bahan yang digunakan dalam inovasi pembuatan alat pengering ini adalah kayu, akrilik ukuran 4 mili, cat minyak, dan plat seng dengan ketebalan 3 mili. Prosedur Penelitian Tahap pertama : Proses pembuatan ikan kayu yang digunakan sebagai sampel uji coba pada alat pengering. Tahap kedua: Proses pembuatan alat pengering ini didasari dengan proses pengeringan alami dengan menggunakan matahari, namun inovasi yang dilakukan adalah dengan membuat alat pengering dengan memanfaatkan matahari namun alat pengering tersebut dibuat dalam kondisi tertutup sehingga mengurangi kontaminasi dan menjaga dari sanitasi yang diinginkan. Metode yang kedua proses pengeringan yang menggunakan matahari namun dibantu dengan pemanas lainnya yang menggunakan serbuk kayu atau arang sehingga panas yang dihasilkan dapat berlipat ganda. Metode yang ketiga adalah menggunakan pemanas listrik sebagai pemanas tambahan sehingga pemanasan dapat terjadi dengan stabil dan menghasilkan produk olahan ikan dengan kondisi yang benar benar kering untuk menjaga keawetan produk bahan pangan. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Disain dan Inovasi Alat Pengering Efek Rumah Kaca Proses pembuatan alat pengering ikan kayu dengan metode efek rumah kaca ini merupakan
alat pengering yang sangat sederhana, keuntungan dalam proses pengeringan ini adalah dapat menjaga produk yang dikeringkan dari berbagai gangguan dan juga panas yang dihasilkan juga bisa optimal. Penggunaan alat pengering ini sudah sering digunakan karena mudah dan murah. Pada proses pembuatan alat pengering ini digunakan kayu sebagai bahan dasar, dan penutup yang digunakan adalah bahan dasar dari akrilik, penggunaan akrilik dimaksudkan untuk memudahkan transfer panas terhadap produk yang dikeringkan. Penutup alat pengering ini dapat dilakukan dengan berbagai bahan seperti plastik, dan kaca. Penggunaan plastik terhadap bahan penutup umumnya tidak dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama. Penggunaan kaca terhadap bahan penutup kaca sangat riskan terhadap pecah sehingga pemilihan sebagai alat penutup digunakan akrilik.
Gambar 1. Disain Alat pengering Efek Rumah Kaca Proses pengeringan ini sangat efektif, namun kekurangannya apabila matahari tidak terbit dan kondisinya pada musim hujan, maka pengeringan ini tidak dapat dilaksanakan sehingga produk yang dikeringkan tidak sempurna. B. Disain dan Inovasi Alat Pegering Efek Rumah Kaca- Hybrid Proses Pengeringan dengan menggunakan alat pengering Efek rumah kaca hybrid ini konsep dasarnya sama dengan efek rumah kaca, namun ada penambahan transfer energi dari bagian plat seng yang ditambahkan pada alat tersebut, plat seng tersebut bermanfaat untuk memberikan panas dan kemudian di transfer ke alat pengering sehingga panas yang dihasilkan bisa mencapai dua kali lipat. Tingkat efektivitas kerjanya juga sangat bagus dikarenakan dibagian bawah alat pengering tersebut terdapat alat pembakaran yang dapat digunakan limbah-limbah yang dibakar dan panas yang dihasilkan akan ditransfer ke dalam alat pengering. Adapun ukuran alat yang dibuat adalah L x T (1 x 1.5 )
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 07, No. 02 , 2015 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
67
Tabel 1. Efisiensi Alat berdasarkan energi Alat
Gambar2. Disain Alat pengering Efek Rumah Kaca Hybrid C. Disain dan Inovasi Alat Pengering Heat Tunnel Drying Pengeringan dengan menggunakan alat pengering Heat Tunnel Drying, merupakan alat pengering yang menggunakan pemanas tambahan yang diletakkan disisi dari alat pengering tersebut unutk membantu proses pengeringan lebih cepat. Pengeringan ini sangat efektif dari hasil produk atau ikan kayu yang dikeringkan, namun alat pengering ini membutuhkan energi listrik untuk menghidupkan pemanas tambahan yang diletakkan pada pinggir alat pengering. Alat pengering HTD ini merupakan alat pengering yang efektif namun memerlukan cost tambahan dalam menjalankan pengeringan ini. Alat ini sederhana dan dapat digunakan apabila tidak ada listrik namun pengeringannya masuk kedalam katagori efek rumah kaca. Temperatur yang digunakan dapat mencapai lebih dari 60⁰C sehingga pengeringan dapat dilakukan lebih cepat dibandingkan dengan pengering lainnya. Pengolahan ikan kayu dengan menggunakan HTD sangat efektif dalam proses pengeringan ikan keumamah namun energi listrik yang diperlukan juga sangat besar untuk mempercepat pengeringan yang terjadi. Selain alat pengering tambahan pada alat HTD ini, alat ini memiliki kipas untuk mengsirkulasi udara lebih cepat dan merata sehingga pemanasan dapat terjadi dengan sempurna.
Gambar 3. Disain Alat pengering Heat Transfer Drying Perhitungan efisiensi alat berdasarkan energi sangat dibutuhkan untuk menilai alat dan efesiensi alat terhadap penggunaan yang dilakukan.
68
Suhu
Kadar Air Kering
Tingkat Efisiensi Energi
Efek Rumah Kaca
40 0C
70 %
Sangat Efektif
Efek Rumah Kaca Hybrid
50 0C
60 %
Sangat Efektif Sekali
Heat Tunnel Dryer
+ 60 0C
50 %
Efektif
Pengeringan menggunakan efek rumah kaca memiliki suhu lebih rendah dibandingkan dengan efek rumah kaca hybrid, dan kadar air yang dihasilkan pada ikan lebih stabil dibandingkan dengan heat tunnel dryer, hal ini disebabkan oleh suhu yang terlalu tinggi. Perubahan suhu yang signifikan akan menghasilkan produk ikan kayu yang lebih baik dibandingkan dengan suhu yang cepat naik kelebih tinggi. 4. KESIMPULAN Masyarakat nelayan lampulo dan mitra ikan kayu di Gampong Lampulo telah berhasil memahami dan menggunakan alat pengering secara otomatis yang dapat menjaga kebersihan dan juga kualitas ikan kayu. Masyarakat Gampong Lampulo telah dapat memahami betapa pentingnya sanitasi dan juga kualitas terhadap pengolahan ikan. Alat pengering tersebut sangat efisien dalam pengembangan industri ikan kayu, didukung dengan hemat akan energi, dan juga proses produksi dapat dilakukan dengan cepat. Pengeringan efek rumah kaca hybrid adalah alat pengeringan terbaik, murah dan efisien. Kadar air yang dihasilkan adalah 50 s.d 70 % Kadar air kering pada waku 10 jam. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi Ikan Laut di Aceh Tahun 2011. BPS, BandaAceh. Baharsyah, S. 1992. Pengembangan Agrobisnis dan Agroindustri di Indonesia. Departemen Pertanian, Jakarta. Bappeda Kota Banda Aceh. 2012. Banda Aceh dalam Angka 2012. Bappeda Kota Banda Aceh. Bintang, Y, M. Pongoh, J. Onibala, H. 2013. Kontruksi dan Kapasitas Alat Pengeringan Ikan Tenaga Surya Sistem Bongkar Pasang. Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan Volume 1, No. 2. Manado Buckle, K. A,. Edwards, R. A,. Fleet, G. H,.Wootton, M. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Handoyo, A, Ekadewi., P, Kristanto, dan S, Alwi. 2011. Desain dan Pengujian Sistem Pengering Ikan Bertenaga Surya. Jurusan Teknik Mesin. Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra. Hasibun, R. 2005. Proses Pengeringan. Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik. Universitas Sumatra Utara. Nelson, J, S. 2006. Fishes of the World. Edisi ke 4. New Jersey J Wiley. United States.
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 07, No. 02 , 2015 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
Nelwan, 2007. Rancang Bangun Alat Efek Rumah Kaca (ERK) Hybrid dan In Strore Dryer (ISD) Terintegrasi untuk BijiBijian. E-Jurnal IPB (Bogor Agricultural University), Bandung. Pinem. 2004. Rancang Bangun Alat Pengeringan Ikan Teri Kapasitas 12 kg/jam. Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin. Politeknik Negeri Malang. Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol.3. No.3. 249-253. Sacharow dan Griffin. 1980. Principles of Food Packaging. The AVI Publishing Company, Westport, Connecticut. Sanger, G. 2010. Mutu Kesegaran Ikan Tongkol Selama Penyimpanan Dingin. Warta Wiptek, 35.1-2 Silistiowaty, 1987. Penelitian Perbaikan Proses Tradisional Pembuatan Ikan kayu. Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, Banda Aceh. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G. 1992. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia, Jakarta. Zuleha. 1996. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Keuntungan dari tingkat Rehabilitasi pada Usaha Ikan Kayu. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Banda Aceh.
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 07, No. 02 , 2015 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
69