DOI: https://doi.org/10.17969/jtipi.v8i2.6278
http://Jurnal.Unsyiah.ac.id/TIPI
Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Open Access Journal KARAKTERISTIK ROTI MANIS DARI PATI SAGU YANG DIMODIFIKASI DENGAN Lactobacillus plantarum 1 RN2-12112 CHARACTERISTICS OF SWEET BREAD FROM SAGO STARCH MODIFIED BY Lactobacillus plantarum 1 RN2-12112 Yusmarini*, Vonny Setiaries Johan, Usman Pato, Rahmayuni, dan Septi Hidayati INFO ARTIKEL Submit: 8 Juli 2016 Perbaikan: 26 Agustus 2016 Diterima: 30 Agustus 2016 Keywords: sweet bread, modified sago starch, Lactobacillus plantarum 1 RN2- 12112
ABSTRACT Sago starch can be modified microbiologically by using isolates lactic acid bacteria L. plantarum 1 RN2-12112. The research objective was to determine the characteristics of sweet bread made by utilizing the modified sago starch as a substitution ingredient of wheat flour. The results showed that the sweet bread made by utilizing the modified sago starch can reduce the use of wheat. Utilization of microbiologically modified sago starch in the making of sweet bread give significant effect on moisture, ash, protein, fat, carbohydrates and expansion volume. The addition of modified sago starch up to 45% still produce sweet bread that meets the standards with the level of expansion that is quite good.
1. PENDAHULUAN
Sagu merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat potensial di Indonesia terutama di daerah Riau. Menurut data Dinas Perkebunan Provinsi Riau (2014), luas areal tanaman sagu di Indonesia mencapai 1.250.000 Ha dan sebagian berada di Provinsi Riau seluas 83.256 ha dengan produksi sagu sebesar 133.936 ton. Pemanfaatan pati sagu di Provinsi Riau masih sangat terbatas. Beberapa produk olahan dari pati sagu adalah mi, kerupuk, ongol-ongol, lempeng dan sagu rendang. Jika dicermati penggunaan pati sagu tidaklah seluas tepung terigu, hal ini
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Riau *email:
[email protected]
disebabkan karena sifat pati sagu yang tidak sama dengan tepung terigu. Kelemahan pati sagu adalah tidak tahan panas, tidak tahan asam, memiliki kemampuan membentuk gel yang tidak seragam, tidak tahan gesekan dan pengadukan, kelarutan yang terbatas pada air, mudah mengalami sineresis dan memiliki kandungan protein yang relatif rendah (Koswara, 2009). Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki sifat pati sagu tersebut. Salah satu cara untuk memperbaiki sifat pati tersebut adalah dengan cara melakukan modifikasi secara mikrobiologis dengan memanfaatkan bakteri asam laktat (BAL) Sinaga (2010) telah melakukan modifikasi terhadap pati sagu secara mikrobiologis dengan memanfaatkan BAL yang biasa digunakan untuk memodifikasi tepung cassava, akan tetapi hasilnya belum begitu sempurna. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurang optimalnya BAL yang digunakan untuk memodifikasi pati sagu. Jenis BAL yang berbeda akan memberi efek yang berbeda pula pada produk. Yusmarini dkk.(2014) telah
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA– Vol. 08, No. 02, 2016 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
38
mengisolasi BAL dari industri pengolahan pati sagu dan diperoleh 1 isolat Lactobacillus plantarum 1 RN2-12112 yang bersifat amilolitik. Isolat tersebut telah dimanfaatkan untuk memodifikasi pati sagu dan pati sagu termodifikasi selanjutnya digunakan untuk mensubstitusi tepung terigu dalam pembuatan roti manis. Roti manis merupakan salah satu produk olahan pangan yang sangat digemari oleh masyarakat. Bahan baku utama dalam pembuatan roti manis adalah tepung terigu yang sampai saat ini biji gandum sebagai bahan bakunya masih harus diimpor. Untuk mengurangi ketergantungan akan terigu pemerintah telah menggalakkan upaya diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal. Berbagai macam roti telah dibuat dengan memanfaatkan sumber pangan lokal seperti dari ubi jalar (Hardoko dkk., 2010), dari tepung gari (Prabawo, 2011). Di beberapa negara juga telah mensubstitusi terigu dengan sorghum (Abdelghafor, 2011) dan cocoyam (Mongi dkk., 2011). Tujuan penelitian adalah untuk melihat karakteristik kimiawi roti manis yang dibuat dengan memanfaatkan pati sagu termodifikasi sebagai bahan substitusi tepung terigu. 2. MATERIAL DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu yang telah dimodifikasi dengan memanfaatkan isolat Lactobacillus plantarum RN-12112, tepung terigu, telur, margarin, gula, garam, air, bread impover dan ragi instan. Senyawa kimia yang digunakan untuk analisis adalah K2SO4, HgO, H2SO4, NaOH, Na2S2O3, H2BO3, HCl, indikator metil merah, petroleum eter (dietil eter) dan akuades. Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi tabung reaksi, jarum ose, cawan petri, inkubator, autoklaf, oven, baskom, mixer, pisau, timbangan analitik, labu ukur, laminar air flow, labu destilasi, labu kjehdal, labu lemak, kertas saring, soxhlet, kondensor, desikator, cawan porselin, batu didih, oven, erlenmeyer, sealer, toples plastik dan alat tulis. Rancangan yang digunakan untuk pembuatan roti manis adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan masing–masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Parameter yang diamati meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan karbohidrat serta volume pengembangan. Perlakuan dalam pembuatan roti manis adalah :
39
S0:100% tepung terigu (kontrol) S1:Tepung terigu dan pati perbandingan 70% : 30% S2:Tepung terigu dan pati perbandingan 65% : 35% S3:Tepung terigu dan pati perbandingan 60% : 40% S4:Tepung terigu dan pati perbandingan 55% : 45%
sagu
dengan
sagu
dengan
sagu
dengan
sagu
dengan
Pelaksanaan Penelitian Pembuatan roti manis mengacu pada Librianti (2011). Semua bahan kering dicampurkan sesuai perlakuan kemudian diaduk menggunakan mixer berkecepatan rendah selama ±7 menit, lalu ditambahkan 50 ml air dan 6 g kuning telur. Selanjutnya 20 g margarin ditambah dan diaduk menggunakan mixer berkecepatan tinggi selama ±8 menit. Adonan didiamkan selama 1 jam, kemudian adonan dibagi dengan berat 30 g, lalu dibulat-bulatkan dan disusun di loyang yang telah diolesi mentega. Adonan diolesi dengan kuning telur dan didiamkan selama 30 menit dan selanjutnya dipanggang dalam oven pada suhu 160°C selama ±30 menit sampai warna roti kuning kecoklatan. Parameter yang diamati meliputi kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat dan volume pengembangan roti. Analisis kadar air dilakukan dengan menggunakan oven (Sudarmadji dkk., 1997) kadar abu mengggunakan tanur (Sudarmadji dkk., 1997), kadar protein menggunakan metode kjeldahl (Sudarmadji dkk., 1997), kadar lemak menggunakan metode soxhlet (Sudarmadji dkk., 1997), kadar karbohidrat ditentukan secara by difference dan volume pengembangan roti mengacu pada Setiawati (1987) dalam Rahman (2010). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Roti Manis Hasil analisis kadar air roti manis dengan substitusi pati sagu termodifikasi dapat dilihat pada Tabel 1 yang menunjukkan bahwa kadar air tiap perlakuan berbeda nyata.
Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar air mengalami penurunan seiring dengan semakin
, ,2016 JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA– Vol. 08, No. 02 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
berkurangnya jumlah tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan roti manis. Hal ini disebabkan karena dengan berkurangnya penggunaan tepung terigu berarti jumlah protein dalam hal ini gluten juga akan berkurang. Gluten yang terdapat dalam adonan roti akan mengikat sebagian air dan membentuk struktur roti dan jika gluten telah bercampur dengan air akan menghasilkan adonan yang liat sehingga akan menghasilkan roti dengan pengembangan yang optimal. Dalam pembuatan roti, air akan melakukan hidrasi dan bersenyawa dengan protein dan pati membentuk gel setelah dipanaskan. Kadar air roti manis yang dihasilkan berkisar antara 17,41- 23,89% dan telah memenuhi SNI roti yang mensyaratkan kadar air roti maksimal 40%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan pati sagu termodifikasi hingga 45% masih menghasilkan roti manis dengan kadar air yang memenuhi standar. Kadar air roti manis yang dihasilkan di bawah kadar air roti tawar yang di laporkan oleh Hardoko dkk. (2010) yang menyatakan bahwa substitusi terigu dengan ubi jalar ungu sebanyak 15% menghasilkan roti dengan kadar air 29,23%. Penambahan gula pada pembuatan roti manis juga akan berpengaruh terhadap kadar air roti manis karena kemampuan gula menyerap air. Selain itu perbedaan kadar air juga disebabkan bahan pensubtitusi yang berbeda. Kadar Abu Roti Manis Hasil analisis kadar abu roti manis dengan substitusi pati sagu termodifikasi dapat dilihat pada Tabel 2 yang menunjukkan bahwa kadar abu tiap perlakuan berbeda nyata.
Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar abu roti manis yang disubsitusi dengan pati sagu termodifikasi sedikit lebih rendah dibandingkan kadar abu roti manis yang dibuat dari 100% tepung terigu. Semakin banyak penggunaan pati sagu termodifikasi semakin berkurang kadar abu roti manis. Hal ini berkaitan dengan kadar abu dari masing-masing bahan utama yang digunakan. Kadar abu pati sagu lebih rendah dibandingkan tepung terigu. Pati sagu mengandung abu 0,20% (Jading dkk., 2011) dan tepung terigu 0,5% (Danster dkk., 2008). Proses modifikasi secara
mikrobiologis tidak menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap kadar abu pati sagu. Kadar abu roti manis berkisar antara 1,55 – 1,68% dan masih memenuhi standar roti manis yang mensyaratkan kadar abu 3%. Kadar abu erat kaitannya dengan mineral yang terkandung dalam bahan pangan. Kadar Protein Roti Manis Hasil analisis kadar protein roti manis dengan substitusi pati sagu termodifikasi dapat dilihat pada Tabel 3. Kadar protein roti mais yang dibuat dari 100% tepung terigu berbeda dengan roti manis yang dibuat dengan substitusi pati sagu termodifikasi.
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar protein roti manis akan semakin berkurang dengan semakin bayaknya penggunaan pati sagu termodifikasi. Hal ini disebabkan karena kandungan protein pada pati sagu sangat rendah. Hasil analisis menunjukkan bahwa pati sagu termodifikasi mengandung protein sebesar 0,70% sedangkan tepung terigu (cakra kembar) yang digunakan mengandung protein 20%. Rendahnya kandungan protein pati sagu termodifikasi harus diiringi dengan bahan lain yang kaya akan protein. Tepung terigu yang digunakan untuk pembuatan roti manis mengandung protein yang jauh lebih tinggi dibanding pati sagu termodifikasi. Kandungan protein roti manis yang dihasilkan berkisar antara 3,37–10,50%. Kandungan protein juga disebabkan oleh adanya penambahan bahan lain sebagai sumber protein yaitu telur, margarin dan susu bubuk. Kadar Lemak Roti Manis Hasil analisis kadar lemak roti manis dengan substitusi pati sagu termodifikasi dapat dilihat pada Tabel 4. Kadar lemak roti manis yang disubstitusi dengan pati sagu termodifikasi berbeda dengan roti manis yang dibuat dari 100% tepung terigu.
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA– Vol. 08, No. 02, 2016 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
40
Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar lemak roti manis yang disubstitusi pati sagu termodifikasi sedikit lebih rendah dibandingkan dengan roti manis yang dibuat dari 100% tepung terigu. Rata-rata kadar lemak roti manis yang dihasilkan berkisar antara 9,61 – 10,09%. Semakin tinggi penggunaan pati sagu termodifikasi maka semakin rendah kadar lemak roti manis yang dihasilkan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Hardoko dkk. (2010) yang menyatakan bahwa roti tawar yang dibuat dari tepung terigu mengandung lemak 9,83% sedangkan roti tawar yang dibuat dengan penambahan ubi jalar ungu sebanyak 15% mengandung lemak sebesar 7,18%. Tepung terigu mengandung lemak 1,33% (David dkk., 2015) lebih tinggi dibandingkan kadar lemak pada pati sagu 0,76% (Jading dkk., 2011). Kadar lemak pada roti manis selain berasal dari bahan baku juga berasal dari telur, susu dan margarin yang digunakan dalam pembuatan roti manis. Kadar Karbohidrat Roti Manis Hasil analisis kadar karbohidrat roti manis dengan substitusi pati sagu termodifikasi dapat dilihat pada Tabel 5. Kadar karbohidrat roti manis yang dibuat dari 100% tepung terigu berbeda dengan roti manis yang dibuat dengan substitusi pati sagu termodifikasi.
Data pada Tabel 5 menunjukkan bahwa penggunaan pati sagu termodifikasi akan meningkatkan jumlah karbohidrat pada roti manis. Hal ini erat kaitannya dengan kandungan karbohidrat dari masing-masing bahan baku yang digunakan. Sagu mengandung karbohidrat yang lebih tinggi yaitu 84,89% % (Jading dkk., 2011) dibanding tepung terigu 71,7% (Danster dkk., 2008), oleh karena itu dengan semakin berkurangnya jumlah terigu yang digunakan akan semakin kecil jumlah karbohidrat roti manis yang dihasilkan. Volume Pengembangan Roti Manis Hasil analisis volume pengembangan roti manis dengan substitusi pati sagu termodifikasi dapat dilihat pada Tabel 6. Roti yang dibuat dari 100% tepung terigu mempunyai volume pengembangan yang berbeda dengan roti manis
41
yang dibuat dengan penambahan pati sagu termodifikasi.
Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa volume pengembangan roti manis berkisar antara 2,40 – 3,21 cm3/g. Semakin bayak penggunaan pati sagu termodifikasi semakin kecil volume pengembangan roti manis. Hal ini disebabkan karena substitusi pati sagu termodifikasi mengakibatkan berkurangnya kandungan gluten dalam adonan sehingga kemampuan menahan gas menjadi berkurang dan roti yang dihasilkan volumenya lebih kecil dibandingkan dengan roti yang tidak disubstitusi. Ketika tepung terigu dicampur dengan air dalam perbandingan yang tepat untuk membuat adonan, protein dalam tepung mulai terhidrasi dan membentuk gluten, yaitu suatu substansi yang kuat tetapi ekstensibel seperti karet. Kekuatan gluten menyebabkan massa adonan kompak dan memungkinkan adonan mengembang tanpa mengalami kerusakan. Penelitian tentang substitusi tepung terigu dengan bahan lain telah banyak dilakukan dan pada umumnya hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kecenderungan volume roti menurun dengan semakin berkurangnya jumlah terigu di dalam adonan roti. Prabowo (2011) menyatakan bahwa semakin banyak substitusi tepung gari dalam pembuatan roti, volume pengembangan roti menjadi lebih kecil. Penambahan tepung gari hingga 40% akan menurunkan volume roti hingga 64,6% demikian juga halnya dengan yang dilaporkan oleh El-Demery (2011) volume pengembangan roti menurun hingga 27% pada penambahan tepung labu kuning 20%. Penggunaan shorgum sebanyak 20% dalam pembuatan roti seperti yang dilaporkan oleh Abdelghafor dkk. (2011) juga menunjukkan penurunan volume pengembangan roti sebesar 15%. 4. KESIMPULAN Pemanfaatan pati sagu termodifikasi secara mikrobiologis dalam pembuatan roti manis memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat dan volume
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA– Vol. 08, No. 02, 2016 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
pengembangan. Penambahan pati sagu hingga 45% masih menghasilkan roti manis yang memenuhi standar dengan tingkat pengembangan yang cukup baik yaitu sebesar 2,40 (cm3/g) atau pengembangan setara 75%. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dirjen Pendidikan Tinggi atas Dana Hibah Bersaing untuk Tahun 2014-2015. DAFTAR PUSTAKA Abdelghafor,R.F., A.I. Mustafa, A.M.H. Ibrahim and P.G. Krishnan. 2011. Quality of Bread from Composite Flour of Sorghum and Hard White Winter Wheat. Advance Journal of Food Science and Technology 3(1): 9-15 Danster, N., P. Wolmarans, C.S. Buitendag, and A. de Jager. 2008. Energy And Nutrient Composition Of South African Wheat, Wheat Flour And Bread. Nutritional Intervention Research Unit. Medical Research Council PO Box 19070 TYGERBERG 7505 Cape Town South Africa. David, O., E. Arthur, S.O. Kwadwo, E. Badu, and P. Sakyi. 2015. Proximate Composition and Some Functional Properties of Soft Wheat Flour. International Journal of Innovative Research in Science, Engineering and Technology. 4 (2): 753-758 Dinas Perkebunan Provinsi Riau. 2014. Data Statistik Perkebunan Provinsi Riau. Pemerintah Provinsi Riau Dinas Perkebunan. Pekanbaru. El-Demery, M. E. 2011. Evaluation of physico-chemical properties of toast breads fortified with pumpkin (Cucurbita moschata) flour. The 6thArab and 3rd International Annual Scientific Conference
Hardoko, L. Hendarto, dan T. M. Siregar. 2010. Pemanfaatan ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.Poir) sebagai pengganti sebagian tepung terigu dan sumber atioksidan pada roti tawar.J.Teknol. dan Industri Pangan. Vo. XXI (1) : 25-32 Jading, A., E. Tethool, P. Payung, dan S. Gultom. 2011. Karakteristik fisikokimia pati sagu hasil pengeringan secara fluidisasi menggunakan alat pengering cross flow fluidized bed bertenaga surya dan biomassa. Reaktor, 13(3): 155-164 Keran, H., M. Salkić, A. Odobašić, M. Jašić, N. Hmetović And I. Šestan. 2009. The Importance of Determination of some Physical – Chemical Properties of Wheat and Flour. Agric. Conspec. Sci. 74 (3): 197-200 Koswara, S. 2009.Teknologi Modifikasi Pati. Ebook Pangan Librianti, D. 2011. Evaluasi mutu roti manis yang dibuat melalui substitusi tepung terigu dengan pati sagu. Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Riau. Pekanbaru Mongi R.J., B.K. Ndabikunze, B.E.Chove, P. Mamiro, C.C. Ruhembe and J.G. Ntwenya. 2011. Proximate composition, bread characteristics and sensory evaluation of cocoyam-wheat composite breads. African Journal of Food Agriculture, Nutrition and Development. 11 (7):5586-5599 Prabowo, S. 2011.Substitusi tepung gari dalam pembuatan roti.Jurnal Teknologi Pertanian,7(1):23-2723-27 Sinaga, P. 2012. Modified sago starch (Mosas) secara fermentasi menggunakan bakteri asam laktat. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru. Sudarmadji, S., Haryanto dan Suhardi.1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta. Liberty. Yusmarini., U. Pato dan V.S. Johan. Isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat dari industri pengolahan pati sagu dan pemanfaatan dalam memodifikasi pati sagu secara mikrobiologis.Laporan Penilitian Hibah Bersaing Universitas Riau. Pekanbaru.
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA– Vol. 08, No. 02 , 2016 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
42