DOI: http://dx.doi.org/10.17969/jtipi.v7i2.3279
http://Jurnal.Unsyiah.ac.id/TIPI
Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Open Access Journal IDENTIFIKASI PROSES PEMBUATAN “BAY TAT” KUE TRADISIONAL BENGKULU IDENTIFICATION PROCESS OF “BAY TAT” TRADITIONAL CAKE OF BENGKULU Hengki Faryantoni, Laili Susanti*, Yessy Rosalina INFO ARTIKEL Submit: 5 Agustus 2015 Perbaikan: 8 September 2015 Diterima: 7 November 2015 Keywords: Bay Tat cake, home industry, water content, organoleptic test
ABSTRACT This study aims to identify the techniques of production, physical characteristics and consumers preferences on the Bay Tat cake. Research was conducted at the Bay Tat cake home industries; Ricka, Ende, and Adinda. The election based on consideration of the production capacity, continuity and availability of the industry. The results showed that all three industries have different Bay Tat making techniques, so the physical characteristics are also different. The water content of Bay Tat Ricka, Ende and Adinda are respectively 16.67%, 19.07% and 16.33%. The water content of pineapple jam used in the industries are respectively 29.66%, 44.16% and 23.83%. The differences of water content affected the shelf life of cakes. Organoleptic test showed that consumers acceptance on Bay Tat cake of three industries are at level like slightly to like moderately. Bay Tat cake produced by Ende is preferred than Bay Tat cake of Ricka and Adinda.
1. PENDAHULUAN Negara Indonesia merupakan Negara majemuk yang memiliki berbagai suku bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai ciri khas yang berbeda. Ciri khas ini terdiri dari beragam budaya, antara lain: pakaian, rumah adat, bahasa dan makanan serta minuman. Menurut Maflahah (2012) makanan tradisional merupakan makanan yang dikonsumsi oleh suatu masyarakat tertentu dengan cita rasa yang khas. Propinsi Bengkulu merupakan salah satu propinsi dengan beragam suku bangsa. Di Propinsi Bengkulu terdapat beberapa suku bangsa asli yaitu: suku bangsa serawai, rejang, melayu, lembak, pekal, kaur, muko-muko. Masing-masing Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu *Email:
[email protected]
suku bangsa memiliki budaya yang berbeda. Salah satu kue tradisional dari Kota Bengkulu adalah Kue Bay Tat. Kue Bay Tat adalah kue yang terbuat dari adonan tepung terigu dengan selai nanas atau kelapa dibagian atasnya. Kue Bay Tat selalu disajikan pada acara-acara kemasyarakatan di Kota Bengkulu. Kue Bay Tat saat ini telah diproduksi oleh beberapa industri rumah tangga di kota Bengkulu. Industri berskala rumahan ini umumnya memproduksi Bay Tat dengan target pasar wisatawan yang berkunjung ke Bengkulu dan masyarakat Bengkulu pada khususnya. Pemasaran Bay Tat umumnya di toko oleh-oleh khas Bengkulu dan pemesanan. Namun demikian, pengetahuan tentang standar mutu, proses pengolahan yang tepat dan tingkat kesukaan konsumen terhadap Bay Tat di kota Bengkulu pada saat ini belum banyak diketahui. Pengetahuan tentang dasar-dasar pengolahan pangan sangat penting. Hal ini diperlukan untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 07 , No. 02 , 2015 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
terjamin. Menurut Ruku dkk. (2009) pengolahan pangan adalah rangkaian suatu kegiatan terhadap bahan mentah untuk diubah bentuknya atau kompisisinya guna memberikan nilai tambah. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi teknik pengolahan dan karakterisasi serta kesukaan konsumen terhadap Kue Bay Tat yang dihasilkan pada industri rumah tangga di Kota Bengkulu. 2. MATERIAL DAN METODE Penelitian ini merupakan penelitian survei, yaitu suatu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi (Singarimbun dan Sofian, 1989). Penarikan sampel dilakukan secara purposif berdasarkan home industry yang sudah memasarkan produknya secara kontinyu di pusat oleh-oleh di Anggut. Alat pengumpulan data pada penelitian ini mengunakan kuisioner. Data yang dikumpulkan adalah informasi tentang bahan yang digunakan dan cara pembuatan kue Bay Tat di setiap industri. Penelitian dilakukan melalui dua tahapan penelitian, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk : 1. Mendata semua industri kue Bay Tat yang ada di kota Bengkulu, berdasarkan home industry yang sudah memasarkan produknya di pusat penjualan oleh-oleh Anggut. 2. Menentukan industri kue Bay Tat yang akan dijadikan sampel dengan pertimbangan kapasitas produksi dan kontinuitas secara keseluruhan, serta kesediaan pihak industri untuk dijadikan sebagai sampel. Penelitian Utama 1. Melakukan pengamatan secara mendalam terhadap cara pembuatan kue Bay Tat di Industri yang di tentukan sebagai sampel, antara lain pengamatan : a. Bahan dan alat yang digunakan. b. Diagram alir proses pembuatan kue Bay Tat. 2. Parameter yang diamati adalah tekstur, kadar air (Sudarmadji dkk., 1997), ukuran (panjang, lebar, ketebalan) serta sifat organoleptik (Kartika dkk., 1987) Analisis Data Data yang diperoleh diolah semua secara deskriptif dengan menampilkan tabel atau grafik.
58
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Industri Kue Bay Tat di Kota Bengkulu Penelitian pendahuluan dilakukan dengan cara survey di toko yang menjual makanan khas Bengkulu yaitu Sari rasa dan Cita rasa yang ada di jalan Soekarno Hatta. Alasan pemilihan lokasi karena di dua outlet tersebut paling ramai pengunjung lokal maupun luar kota serta menyediakan kue khas Bengkulu yang cukup lengkap. Dari pengamatan dua toko tersebut didapat tujuh industri yang membuat Bay Tat dengan tempat yang berbeda-beda di kota Bengkulu. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Produsen Bay Tat di Kota Bengkulu No
Industri
1
Ricka
2
Adinda
3
Citra sari
4
Hellya
5
Ende
6
Alif
7
Fadly
Alamat Industri Jln. Darma wanita RT 17 pematang Gubernur Bengkulu. Jln. Irian No. 172 Kel. Tanjung Agung Bengkulu. RT IV Sukarami Bengkulu. Jln. Irian RT 1 Kel. Semarang Bengkulu. Jln. Kuala Lempuing No. 3 RT 7 Bengkulu. Jln. Darma wanita RT 17 pematang Gubernur Bengkulu. RT 06 Pasar Melintang Kota Bengkulu.
Kapasitas produksi
Harga jual (Rp)
250 kotak/hari
17.000
150 kotak/hari
15.000
Lama produksi
Kesedian dijadikan sempel
Berdiri dari tahun 2000
v
Berdiri dari tahun 1998
v
125 kotak/hari
15.000
X
100 kotak/hari
15.000
X
150 kotak/minggu
15.000
Berdiri dari tahun 2001
v
80 kotak/minggu
15.000
Berdiri dari tahun 2012
X
60 kotak/minggu
15.000
Berdiri dari tahun 2012
X
Berdasarkan data Tabel 1 maka industri yang dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini yakni Bay Tat Ende, Ricka, dan Adinda. Ketiga industri tersebut telah sesuai kriteria sebagai sampel baik dari kapasitas produksi yang tinggi serta kesediaannya dijadikan sebagai sampel dalam penelitian. Diagram Alir Pembuatan Kue Bay Tat Diagram alir proses pengolahan menunjukkan tahapan-tahapan pada pengolahan suatu produk. Melalui diagram alir proses dapat diketahui langkah-langkah dan bahan yang digunakan pada masing-masing tahapan pengolahan. Diagram alir proses pembuatan Kue Bay Tat pada masingmasing-masing industri disajikan pada Gambar 1, 2, dan 3. Gambar 1, 2 dan 3 menunjukkan bahwa ketiga industri memiliki perbedaan dari komposisi bahan yang digunakan, proses pembuatan Bay Tat dan
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 07, No. 02 , 2015 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
selai nanas yang digunakan. Industri Ricka melakukan penambahan adas manis untuk penguat rasa, sebaliknya industri Ende dan Adinda tidak menambahkan adas manis sebagai bahan tambahan tapi hanya menambahkan garam untuk penguat rasa. Bumbu rempah-rempah merupakan bahan tambahan makanan yang biasa digunakan pada masakan Indonesia sehingga menghasilkan rasa dan aroma masakan yang khas. Kandungan pangan fungsional pada rempah-rempah mempunyai flavor yang kuat sehingga penggunaan dalam jumlah sedikit dapat memberikan efek rasa pada masakan (Yustina dkk., 2012).
fungsional dari makanan. Pengembangan gluten terjadi selama pembuatan adonan untuk menghasilkan tekstur yang diinginkan. Selain itu, efek utama adalah untuk meningkatkan keseragaman produk dengan merata mendistribusikan bahan-bahan di seluruh adonan (Fellows, 2000). Industri Ende Nanas 30 buah
Santan 29,9% dan gula 32,89%
Pembersihan Pemasakan santan, gula dan margarin 11,96%
Industri Ricka
Pengirisan Pendinginan Pembelenderan Pencampuran
Gula Nanas 60 buah
Pemasakan
Santan 17,8% & Gula 24,89%
1,5 kg Pendinginan
Pembersihan
Pemasakan santan dan gula
n
Pengirisan Pemblenderan Vanili 4 gram dan Gula 9 kg
Pemasakan Pendinginan
Didiamkan selama 1 malam
Pencampuran Pengadoanan
Penambahan adonan dengan terigu secara bertahap
Selai nanas
1. Margarin 4,98% 2. Terigu 35,55% 3. Telur utuh 4,27% 4. Kuning telur 1,7% 5. Vanili 0,07% 6. Soda 0,09% 7. Adas manis 0,03%
Soda 0,11% Vanili 0,17% Garam 0,11% Telur 5,35% Terigu 14,95%
Penambahan adonan dengan terigu secara bertahap sampai adonan mudah dicetak Pencetakan (sebelum dicetak bahan ditimbang 300 gram ) Pemberian (Selai Nanas 4,48% dan pemasangan pita di atasnya) dan pengolesan kuning telur.
Selai nanas
Pengovenan selama 37-38 menit dengan suhu 125 - 135oc
Pencetakan (sebelum dicetak bahan ditimbang 150 gram) Pemberian (Selai Nanas 10,67% dan pemasangan pita di atasnya)
Bahan yang telah dicampur didiamkan selama 1-3 hari
1. 2. 3. 4. 5.
Kue Bay Tat
Gambar 2. Poses Pembuatan Kue Bay Tat Ende
Pengovenan selama ±20 menit dengan suhu 120 - 135oC
Kue Bay Tat
Industri Adinda
Gambar 1. Poses Pembuatan Kue Bay Tat Ricka Pada pembuatan selai nanas, industri Ricka lebih banyak dengan jumlah nanas 60 buah dan gula 9 kg, industri Ende dengan jumlah nanas 30 buah dan gula 1,5 kg dan industri Adinda dengan jumlah nanas 10 buah dan gula 1 kg. Variasi penambahan gula pada pembuatan selai nanas akan menghasilkan selai dengan karakteristik yang berbeda. Hasil penelitian Ikhwal dkk. (2014) penambahan gula sebanyak 65% dari bubur nanas merupakan konsentrasi terbaik pada pembuatan selai nanas lembaran. Terdapat perbedaan cara pencampuran bahan pada ketiga home industries. Pada Bay Tat Ricka dan Adinda pencampuran dilakukan setelah santan dan gula didiamkan semalam. Pada adonan ini terigu tidak melalui proses aging. Lain halnya pada Bay Tat Ende, terigu telah mengalami aging 1-3 hari. Secara umum, pencampuran memiliki efek besar pada kualitas sensorik dan sifat
Nanas 10 buah
Pembersihan Pengirisan Pembelenderan Gula 1 kg
Pemasakan
Pendinginan
Selai nanas
Santan 19,29% dan Gula38,58%
Pemasakan santan dan gula
Didiamkan selama 1 malam Pencampuran Pengadonan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Margarin 4,82% Terigu 30,87% Telur 3,47% Soda 0,02% Vanili 0,01% Garam 0,005%
Penambahan adonan dengan terigu secara bertahap sampai adonan mudah cetak Pencetakan (sebelum dicetak bahan ditimbang 200 gram) Pemberian (Selai Nanas 2,89% dan pemasangan pita di atasnya) dan pengolesan kuning telur. Pengovenan selama ± 10 menit 150 175oC
Kue Bay Tat
Gambar 3. Poses Pembuatan Kue Bay Tat Adinda
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 07, No. 02 , 2015 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
59
Pembuatan Bay Tat industri Ende melakukan proses pendiaman adonan didalam panci tertutup selama 1-3 hari dengan langsung mencampurkan seluruh bahan. Hal itu tidak dilakukan di industri Ricka dan Adinda. Pada industri Ricka dan Adinda air adonan santan dan gula cuma didiamkan semalam sebelum dilakukan proses pencampuran seluruh bahan lain. Pada proses pemanggangan Bay Tat ketiga industri memiliki waktu yang berbeda-beda dengan suhu yang berbeda pula. Proses pemanggangan pada industri Ricka (±20 menit dengan suhu 120 - 135oC), industri Ende (37-38 menit dengan suhu 125 - 135oC) dan industri Adinda (±10 menit 150 – 175oC) sehingga tingkat kemasakan dan sensoris kue berbeda-beda. Tujuan dari proses pemanggangan adalah untuk mengubah sifat sensori makanan, untuk meningkatkan palatabilitas, aroma dan tekstur dalam makanan yang dihasilkan dari bahan baku yang sama. Selain itu juga menghancurkan enzim dan mikro-organisme dan menurunkan aktivitas air dari makanan sampai batas tertentu (Fellows, 2000). Karakteristik Fisik Kue Bay Tat Tekstur kue bay tat Tekstur memiliki pengaruh penting terhadap produk misalnya dari tingkat kelembutan, keempukan, dan kekerasan, dan sebagainya. Pengukuran tekstur menggunakan alat penetrometer menunjukan tingkat kekerasan dari produk. Semakin dalam jarum penetrasi, maka semakin tidak keras bahan tersebut. Nilai kekerasan (hardness) biasanya digunakan untuk mendeskripsikan ketidak halusan remah kue (Cauvain, 2004). Berdasarkan pengujian dengan menggunakan penetrometer beban tetap 150 gram, diperoleh hasil kedalaman penetrasi jarum seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengukuran Tekstur Bay Tat Sampel Ricka Ende Adinda
Jarum (gram) 150 150 150
Kedalaman jarum (mm) 1,5 2 1,5
Hasil pengujian pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kue Bay Tat Ende tekstur lebih lembut dengan kedalam jarum 2 mm, sedangkan Bay Tat Ricka dan Adinda kedalaman jarum hanya 1,5 mm menunjukan sedikit lebih keras daripada Bay Tat Ende. Penggunaan komposisi bahan baku yang digunakan seperti margarin, terigu, santan, gula dan proses pembuatan mempengaruhi tekstur Bay Tat yang dihasilkan. Menurut Desrosier (2008), tepung terigu merupakan struktur pokok atau bahan pengikat di dalam semua formula jenis cake
60
(bolu dan lain-lain). Menurut Amalia dkk. (2014) kandungan gluten pada terpung terigu memberikan efek elasatis dan lengket. Dengan bahan baku utama tepung terigu, maka tekstur kue bay tat yang dihasilkan mempunyai efek empuk, yang ditujukan dengan kedalaman masuknya jarum penetrasi pada pengukuran tekstur. Proses pendiaman adonan kue industri Ende menggunakan waktu 1-3 hari dengan seluruh bahan tercampur dan didiamkan dalam panci tertutup. Menurut pemilik usaha, dengan menuakan (aging) adonan kue seperti itu bisa membuat tekstur dari adonan kue menjadi lembut. Sedangkan untuk industri Ricka dan Adinda hanya mendiamkan air santan dan gula 1 malam. Kadar air kue Bay Tat dan Selai Nanas Informasi kadar air produk pangan sangat penting. Kandungan air yang tinggi akan berdampak pada keawetan suatu produk pangan. Menurut Deman (1997), kadar air dapat mempengaruhi penurunan mutu makanan secara kimia dan mikrobiologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga industri rumah tangga kue Bay Tat menghasilkan kadar air roti dan selai yang berbeda-beda (Gambar 4).
Gambar 4. Hasil Pengujian Kadar Air kue dan Selai Bay Tat Kadar air roti tidak jauh berbeda antara ketiga industri, yaitu Ricka 16,66%, Ende 19,06%, dan Adinda 16,33%. Sedangkan untuk kadar air selai berbeda jauh antara tiga industri, yaitu Ricka 29,66%, Ende 44,16%, dan Adinda 23,83%. Hal ini disebabkan oleh perbedaan komposisi dan proses pada pembuatan Bay Tat dan pembuatan selai nanas. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kadar air yaitu jenis bahan dan komponen yang ada didalamnya, serta cara dan kondisi pemanggangan seperti alat, suhu, ketebalan bahan dan lama pemanggangan. Ketebalan produk dan suhu pemanggangan mempengaruhi penguapan air pada adonan yang terjadi pada tahap pemanggangan. Pada pembuatan Bay Tat, pemanggangan dilakukan dengan oven. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kadar air, dan juga mematangkan produk, sehingga diharapkan Bay
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 07, No. 02 , 2015 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
Tat dapat bertahan lama atau mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Hasil pengamatan terhadap waktu tumbuh jamur pada permukaan kue Bay Tat, menunjukan waktu yang berbeda pada ketiga industri (Tabel 3). Industri kue Bay Tat Ende sudah tumbuh jamur dalam waktu 10 hari. Cepatnya tumbuh jamur pada Bay Tat Ende kemungkinan terjadi dikarenakan tingginya kadar air pada kue dan selai yang digunakan dan proses pendiaman yang terlalu lama 1-3 hari, sehingga adonan dapat terkonaminasi oleh bakteri dan jamur. Sedangkan industri Kue Bay Tat Ricka dan Adinda daya simpannya bisa dalam waktu 2 – 3 minggu. Hal ini dikarenakan kadar air pada kue dan selai rendah dengan poses pembuatan adonan pendiaman hanya 1 malam sehingga Bay Tat yang dihasilkan tidak cepat berjamur. Hasil ini sesuai dengan pendapat Hayati dkk. (2005) bahwa produk pangan semi basah tingkat stabilitas mutu dan keawetannya sangat dipengaruhi oleh kadar air.
Ende lapisan bawah digunakan 300 gram dan selai nanas yang digunkan ±50 gram, dan industri Adinda lapisann bawah yang digunakan 200 gram dan selai nanas yang digunakan ± 50 gram. Dari ketiga industri tersebut, industri Ricka yang memiliki lapisan bawah kue yang paling tipis dan selai lebih tebal. Tapi pengembangan kue Bay Tat Ricka lebih mengembang dibandingkan Bay Tat Ende dan Adinda. Uji Organoleptik Uji Kenampakan Kenampakan suatu produk merupakan sifat yang sangat penting dalam menunjang kualitas atau mutu produk tersebut. Sifat ini dapat pula mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk tertentu, sehingga akan berpengaruh pula terhadap nilai jual produk tersebut.
Tabel 3. Kadar Air dan Daya Simpan Bay Tat Ricka
Kadar Air Kue 16,67%
ke 0 Normal
ke 6 Normal
Ende
19,07%
Normal
Normal
Adinda
16,33%
Normal
Normal
Industri
Pengamatan di suhu ruang (280C-320C) ke 12 ke18 Ke 24 Normal Normal Mulai tumbuh jamur Mulai tumbuh Semakin banyak ---------jamur tumbuh jamur Normal
Mulai tumbuh jamur
Semakin banyak tumbuh jamur.
Ukuran/dimensi Kue Bay Tat Ukuran biasanya dinyatakan dengan salah satu atau kombinasi dari tiga parameter umum, yaitu dimensi, berat, dan volume. Dimensi kue dan buah adalah ukuran panjang, lebar, diameter, atau keliling dari produk tersebut. Dimensi mudah sekali diukur dengan penggaris, atau alat-alat yang lain. Pada umumnya diperoleh korelasi yang baik antara dimensi dengan berat. Hasil pengamatan terhadap dimensi kue Bay Tat dari ketiga industri rumah tangga disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Pengukuran Dimensi Pada Bay Tat Industri Ricka Ende Adinda
Panjang 14,9 17 15,5
Dimensi (cm) Lebar Tebal 14,7 2,57 12,53 2,21 15,5 2,50
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa setiap Bay Tat tidak memiliki ukuran yang sama satu sama yang lain. Hal ini dikarenakan pada proses pencetakan dan ukuran adonan yang digunakan tidak sama, dan ketebalan juga tidak diukur pada saat pencetakan. Untuk industri Ricka adonan yang digunakan untuk lapisan bawah kue 150 gram dan selai nanas yang digunakan ±150 gram, industri
Gambar 5. Hasil pengujian terhadap atribut kenampakan Gambar 5 menunjukkan hasil uji penerimaan penelis terhadap kenampakan kue Bay Tat. Dari ketiga sampel, konsumen menyukai dengan kisaran rata-rata skor antara 5,36 hingga 6,08. Adanya perbedaan skor penerimaan diduga karena adanya perbedaan komposisi santan yang digunakan. Hal ini berkaitan dengan kandungan lemak dalam santan kelapa tersebut. Kandungan lemak yang cukup pada produk yang dihasilkan memiliki kenampakan yang mengkilat (richness), sebaliknya bila lemak yang tersedia pada adonan hanya sedikit maka produk yang dihasilkan kurang menarik. Uji Warna Warna makanan memiliki peranan utama dalam penampilan makanan. Meskipun makanan tersebut enak tetapi bila penampilan tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan selera setiap orang memakannya menjadi hilang. Uji organoleptik panelis terhadap warna kue Bay Tat dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil pengamatan penelis terhadap warna Bay Tat menunjukkan bahwa ketiga sampel yang memiliki skor rata-rata 5,44-6 yang berarti sudah
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 07, No. 02 , 2015 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
61
dapat diterima konsumen. Skor tertinggi adalah industri Ende dengan skor 6. Hal ini disebabkan karena warna pada Bay Tat Ende lebih menarik dan disukai oleh panelis. Sedangkan sampel yang memiliki skor terendah yaitu industri Ricka dengan skor 5,44. Hal ini disebabkan oleh kesalahan pada saat proses pengovenan yang tidak melihat suhu pada oven dan tidak mengukur waktu proses membalik kue sehingga warna pada kue yang di oven terlihat lebih gelap. Pada waktu pengovenan faktor warna sangat diperhatikan, karena waktu pembakaran harus sesingkat mungkin dan produk harus sering di balik agar tidak hangus karena gula yang terdapat di dalam adonan dapat mempercepat proses pembentukan warna (Matz, 1978).
aroma normal. Sedangkan sampel yang memiliki skor terendah yaitu industri Adinda dengan skor 4,92. Hal ini bisa disebabkan kurangnya komposisi bahan pada adonan seperti telur, gula, vanili dan selai nanas yang digunakan. Selain itu, aroma nanasnya tidak keluar pada waktu pengovenan, sehingga aroma khas nanas kue Bay Tat Adinda tidak tercium oleh panelis. Uji Rasa Manis Rasa merupakan salah satu komponen penting pada uji organoleptik. Gambar 8 menunjukkan skor penerimaan panelis terhadap rasa manis kue Bay Tat. Rata-rata skor penerimaan konsumen terhadap kue Bay Tat prosuksi industri Ricka adalah 6,08. Sedangkan sampel yang memiliki skor terendah yaitu industri Adinda dengan skor 5,56. Hal ini disebabkan pada komposisi Bay Tat Adinda gula yang digunakan lebih sedikit, yaitu sebanyak 38,58% dari jumlah komposisi, sehingga tingkat kemanisan pada kue lebih tinggi.
Gambar 6. Hasil pengujian terhadap atribut warna Uji Aroma Aroma menentukan kelezatan bahan makanan cita rasa dari bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga komponen, yaitu bau, rasa dan rangsangan mulut. Bau yang dihasilkan dari makanan banyak menentukan kelezatan bahan pangan tersebut. Dalam hal bau aroma lebih banyak menggunakan alat panca indera penciuman (Rampengan dkk., 1985). Umumnya konsumen akan menyukai aroma khas yang tidak menyimpang dari aroma asli.
Gambar 7. Hasil pengujian terhadap atribut aroma Berdasarkan Gambar 7, skor penerimaan panelis terhadap aroma kue Bay Tat menunjukkan bahwa sampel yang memiliki skor tertinggi yaitu industri Ende dengan skor 6. Hal ini disebabkan karena pada umumnya panelis akan menyukai aroma kue yang khas dan tidak menyimpang dari
62
Gambar 8. Hasil pengujian terhadap atribut rasa manis Uji Rasa Gurih Berdasarkan Gambar 9, hasil pengamatan panelis terhadap rasa gurih Bay Tat menunjukkan bahwa sampel yang memiliki skor tertinggi yaitu industri Ende dengan skor 6. Hal ini bisa disebabkan pada komposisi adonan santan 29,9%, gula 32,89%, telur 5,35%, margarin 11,96% dan proses pembautan Bay Tat yang baik, oleh karena itu panelis lebih menyukai rasa gurih pada Bay Tat Ende. Sedangkan sampel yang memiliki skor terendah yaitu industri Adinda dengan skor 5,64. Hal ini bisa disebabkan pada komposisi adonan santan 19,29%, gula 38,58, telur 3,47%, margarin 4,82%, tepung 30,87% dan pada proses pembuatan adonan penamabahan tepung terigu yang terlalu banyak akan membuat kue lebih keras, sehingga kue yang dihasilkan kegurihannya kurang pas. Uji Keempukan Berdasarkan Gambar 10, hasil pengamatan panelis terhadap keempukan Bay Tat menunjukan bahwa sampel yang memilik skor tertinggi yaitu
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 07 , No. 02 , 2015 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
industri Ende dengan skor 6,08. Hal ini bisa disebabkan komposisi bahan yang digunakan santan 29,9%, margarin 11,96%, telur 5,35% dan proses pendiaman adonan yang lama 1-3 hari. Sehingga kue Bay Tat Ende lebih empuk di bandingkan Bay Tat Ricka dan Adinda, oleh karena itu panelis menyukai rasa empuk pada Bay Tat Ende. Sedangkan sampel yang memiliki skor terendah yaitu indutri Adinda dengan nilai 5,36. Hal ini bisa disebabkan oleh komposisi adonan santan 19,29%, terigu 30,87%, margarin 4,82%, telur 3,47%, dari beberapa komposisi utama tepung terigu memiliki komposisi yang paling banyak dari bahan lain. Kue yang akan dihasilkan memiliki kempukan yang kurang empuk, karena tekstur kue sedikit keras/kering.
dan selai 29,83%, sedangkan Bay Tat Adinda memiliki kadar air yang paling rendah yaitu roti 16,33% dan selai 23,83%. Uji dimensi/ukuran dari tiga Bay Tat Ricka, Ende dan Adinda dengan menggunakan mistar dan jangka sorong dengan hasil yang berbeda-beda, yaitu Bay Tat Ricka panjang 14,9 cm, lebar 14,7 cm dan tebal 2,57 cm, Bay Tat Ende yaitu panjang 17 cm, lebar 12,53 cm dan tebal 2,21 cm, dan Bay Tat Adinda yaitu panjang 15,5 cm, lebar 15,5 cm, dan 2,50 cm. 3. Dari uji organoleptik, Bay Tat dari ketiga home industri sudah berada pada penerimaan agak suka sampai suka. Bay Tat Ende lebih disukai di bandingkan Bay Tat Ricka dan Adinda. SARAN Berdasarkan dari hasil penelitian maka perlu dilakukan penenlitian lajutan terhadap perbaikan dari proses pembutan Bay Tat sehingga mendapatkan Bay Tat yang paling disukai konsumen dan Bay Tat yang dihasilkan bertahan lama.
Gambar 9. Hasil pengujian terhadap atribut rasa gurih
Gambar 10. Hasil pengujian terhadap atribut keempukan 4. KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Pembuatan Bay Tat berbeda-beda dari ketiga industri “Ricka, Ende dan Adinda”, perbedaan terdapat pada proses pembuatan dan komposisi bahan yang digunakan. 2. Uji fisik tekstur dari tiga industri paling lembut dengan kedalaman jarum 2 mm adalah Bay Tat Ende. Sedangkan Bay tat Ricka dan Adinda kedalaman jarum1,5 mm. Dalam uji kadar air dari tiga industri “Ricka, Ende dan Adinda” yang diuji adalah roti dan selai nanas. Dari hasil uji kadar air, Bay Tat Ende memiliki kadar air yang paling tinggi yaitu roti 19,07% dan selai 44,17%, dan Bay Tat Ricka yaitu roti 16,67%
DAFTAR PUSTAKA Amalia, Risqa, E. Julianti dan Ridwansyah. 2014. Karakteristik Fisikokimia Tepung Komposit Berbahan Dasar Beras, Ubi Jalar, Kentang, Kedelai, dan Xanthan Gum. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 (2) . Hal : 65-70. Cauvain, SP. 2004. Improving the Texture of Bread. In : Kilcast D (ed.). Texture in Food. CRC Press, Cambridge. Desrosier, 1998. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M. Muljohardjo. UI-Press, Jakarta. Fellows, JP. 2000. Food Processing Technology, Principles and Praktices. Second edition.CRC Press, Washington. Hayati, R., A. Abdullah, M.K. Ayob dan S.T. Soekarto. 2005. Analisis Kadar Air dan Analisa Air Kritikal Produk Sata Dari Malaysia dan Implikasinya Pada Sifat-sifat produk Dan Umur Simpannya. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XVI (03). Hal : 191-198. Ikhwal, A.P, Z. Lubis dan S. Ginting. 2014. Pengaruh Konsentrasi Pektin Dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Selai Nanas Lembaran. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. 2(4): 61-70 Kartika, B., P. Hastuti dan W. Supartono.1987. Pedoman Uji Indrawi Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi. UGM, Yogyakarta Maflalah, I. 2012. Disain Kemasan Makanan Tradisional Madura dalam Rangka Pengembangan IKM. Jurnal Agrointek, Vol 6 (2). Hal : 188-122. Matz S.A dan T.D. Matz. 1978. Cookies and Crackers Technology. Texas: The AVI Publishing Co., Inc. Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel. 1985. Dasar-dasar Pengawasan Mutu Pangan. Badan Kerja sama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang. Ruku, Subaedah, Idris Haddade dan RD Teguh Wijanarko. 2009. Teknologi Pengolahan Tanaman Pangan. Bultein Teknologi dan Informasi Pertanian, BPTP Sulawesi Tenggara. Hal : 67-75. Singaribun, M.S.E. 1989. Metode Penelitian Survei. Midas Surya Grafindo. Jakarta.
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 07, No. 02 , 2015 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala
63
Soekarno, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangandan Hasil Pertanian. Bharatara Karya Aksara, Jakarta Soekarto, S.T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. PAU - Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Sudarmadji, S. Haryono, B dan Suhardi. 1996. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty dan PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta. Yustina, I, E. Nurvia, A, Aniswatul, 2012. Pengaruh Penambahan Aneka Rempah terhadap Sifat Fisik Organoleptik serta Kesukaan pada Kerupuk dari Susu Sapi Segar. Artikel pada Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi, Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012.
64
JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. 07, No. 02 , 2015 ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala