Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Januari 2016
86
KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT BAJO DI DESA WABURENSE KECAMATAN MAWASANGKA KABUPATEN BUTON TENGAH Hernila1, Surdin2 1
Alumni Pendidikan Geografi FKIP UHO Dosen Pendidikan Geografi FKIP UHO
2
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat Bajo di Desa Waburense Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton Tengah. Jenis penelitian ini kualitatif dengan metode yang digunakan deskriptif. Penelitian lapangan menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penarikan sampel menggunakan teknik Proportional Stratifield Ramdom Sampiling sehingga dari populasi 767 KK diperoleh sampel sebanyak 77 KK. Teknik analisisnya menggunakan teknik analisis persentase dan disajikan pada tabel distribusi. Hasil penelitian ini terdapat 53,25%, tingkat pendidikan berada pada Sekolah Dasar (SD). Hal tersebut menggambarkan bahwa, kondisi pendidikan masih dikategorikan rendah.Ditinjau dari kondisi perumahan, sebanyak 85.71% masih berada dalam kategori rendah yaitu rumah panggung yang terbuat dari papan, tetapi dapat dikatakan cukup baik karena telah memiliki MCK sendiri, penerangan dari PLN dan sumber air bersih dari PDAM.Ditinjau dari kondisi kesehatan, sebanyak 71.42% dikategorikan cukup. Hal itu ditunjukkan tidak ada responden atau anggota keluarga responden yang mengalami sakit keras. Kemudian dilihat dari tempat berobat dikategorikan cukup dengan persentase 63,64% memilih berobat ke puskesmas dengan alasan bahwa pelayanan yang baik serta pengobatan yang praktis, serta pengobatan medis yang baik.Sedangkan bila ditinjau dari kondisi ekonomi, sebanyak 44.16% memiliki pendapatan perbulan sebesar Rp 2.500.000–Rp 3.500.000 pendapatan tersebut dikategorikan tinggi. Kata Kunci :Kondisi Sosial Ekonomi, Masyarakat Bajo PENDAHULUAN Desa Waburense adalah salah satu desa yang terletak sebelah timur Kecamatan Mawasangka dengan luas wilayah 24.080 km2 yang dihuni oleh mayoritas masyarakat suku Bajo. Jumlah penduduk desa Waburense secara keseluruhan 1941 jiwa dan jumlah Kepala Keluarga 767 jiwa. (Sumber Kantor Desa Waburense). Salah satu fenomena yang terlihat pada masyarakat Bajo di Desa Waburense berdasarkan hasil observasi awal adalah tingkat kehidupan sosial masih berada dalam kondisi yang tergolong menengah kebawah. Hal ini ditandai dengan kondisi rumah hunian mereka masih menggunakan rumah
panggung serta rendahnya tingkat pendidikan mereka. Sementara pendapatan serta potensi laut yang ada didaerah itu cukup baik. Namun dengan kondisi laut yang begitu berpotensi serta pendapatan yang cukup baik, belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat setempat, guna memperbaiki tingkat kehidupan mereka menjadi lebih baik karena disebabkan oleh faktor dalam dirinya yang mencerminkan gaya hidup yang tinggi seperti pembelian perhiasan, alat-alat elektronik TV, DVD, HP, Kulkas, Lemari, dan kendaraan roda dua (motor). Hal ini apabila penghasilan mereka meningkat.
Hernila, Surdin
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Januari 2016
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian sehubungan dengan “Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Bajo di Desa Waburense Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton Tengah”. Secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi sosial ekonomi adalah sama pengertiannya dengan membahas seluruh aspek kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Hal ini mengingat adanya hidup seseorang tidak hanya semata ditentukan oleh adanya faktor sosial bahkan dapat dikatakan bahwa faktor sosial dapat menentukan tingkat ekonomi seseorang dan juga sebaliknya faktor ekonomi dapat pula menentukan status sosial seseorang. Kajian tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat menyangkut dua aspek yaitu kondisi sosial disatu sisi dan kondisi ekonomi dilain sisi. Penggabungan aspek ini pada hakekatnya untuk mengetahui perkembangan masyarakat dan keterkaitannya dengan deskriptif antara kondisi sosial dengan kondisi ekonomi, yang dengan demikian dapat diperoleh gambaran sejauh mana perkembangan masyarakat itu dalam konteks kehidupan sosial ekonomi dalam lingkungan. Kondisi sosial ekonomi seseorang tentunya sangat berbeda antara satu dengan yang lain, diantaranya ada yang mempunyai kondisi ekonomi tinggi, sedang dan rendah. Pengertian sosial ekonomi mengendung dua makna kata yaitu “sosial” dan “ekonomi”. Kehidupan sosial merupakan tatanan kehidupan bersama individu dalam suatu komunitas dan melaksanakan berbagai aktivitas kehidupan untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau rumah tangga. Hidayat (2006: 31) menyatakan bahwa kehidupan sosial ekonomi merupakan keadaan pekerjaan yang ditinjau dari segi ekonomi seperti
87
penghasilan atau upah yang diterima, permodalan seperti investasi sedangkan aspek sosialnya menyangkut lingkungan pemukiman fasilitas sanitasi dan lainlain. Selanjutnya Hidayat dalam Sumardi (2002: 46), menyatakan bahwa ditinjau dari sudut pandang sosial ekonomi, mutu kehidupan masyarakat sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan dan penghasilan sehingga mempengaruhi kesejahteraan hidupnya dan dapat terjamin dari tingkat dan pola konsumsi yang meliputi unsur pangan, sandang, kesehatan, dan pendidikan. Kemudian istilah sosial dan ekonomi merupakan kedua istilah yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, Karena dalam mengatur dan mengembangkan sistem mata pencaharian. Maka manusia harus mengatur hubungan sosial, interaksi sosial dan komunikasi sosialnya. Dengan demikian, kegiatan ekonomi adalah bentuk aktivitas dalam bidang ekonomi untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Abdulsyani (2001: 20), kondisi sosial ekonomi adalah posisi seseorang dalam kelompok manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan, dan jenis rumah tinggal. Secara umum bahwa kondisi sosial ekonomi adalah sama pengertiannya dengan membahas suatu aspek kehidupan masyarakat yang bersangkutan, hal ini mengikat bahwa adanya kenyataan kehidupan tidak semata-mata ditentukan oleh faktorfaktor yang bersifat non ekonomi atau faktor sosial, bahkan dapat dikatakan faktor sosial juga dapat menentukan tingkat ekonomi seseorang dan juga sebaliknya faktor ekonomi dapat juga menentukan status sosial seseorang dalam lingkungan sosial Koentjaranigrat (2003:35), mengemukakan bahwa kondisi sosial ekonomi dapat dilihat dari pendidikan, pekerjaan, tingkat pendapatan,
Hernila, Surdin
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Januari 2016
lingkungan tempat tinggal, lingkungan keluarga, dan hal lain yang terkait dengan aktivitas sosial ekonomi dari individu tersebut. Keadaan sosial ekonomi masyarakat dapat dikatakan baik jika kebutuhan dasar masyarakat itu telah terpenuhi. Kebutuhan itu adalah pangan, sandang, papan atau perumahan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan/jaminan sosial, rekreasi, olahraga dan seni, jaminan hukum dan keamanan, serta kebutuhan biologis. Jadi dengan demikian bahwa tingkat kesejahteraan sosial ekonomi suatu masyarakat akan terwujud apabila semua kebutuhan yang bersifat sosial maupun ekonomi dapat terpenuhi dengan baik. Untuk mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut dibutuhkan suatu tingkat pendapatan yang dapat menunjang kebutuhan tersebut. Menurut Hidayat (1991:120) bahwa kehidupan sosial ekonomi merupakan keadaan pekerjaan ditinjau dari segi ekonomi, seperti penghasilan upah yang dapat diterima, perumahan, kesehatan, dan pendidikan. Jika pengertian dan kehidupan dan istilah ekonomi yang dijadikan kerangka acuan untuk memberikan pengertian kehidupan sosial ekonomi masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan kehidupan sosial ekonomi adalah sikap seluruh anggota masyarakat dalam menghadapi kehidupan dan berbagai kebutuhan. Secara umum dapat dikatakan bahwa berbicara mengenai kehidupan sosial ekonomi suatu masyarakat adalah sama artinya dengan membahas seluruh aspek kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Dari beberapa pokok pemikiran diatas maka disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kehidupan sosial ekonomi dalam penelitian ini adalah aktivitas seluruh anggota masyarakat dalam menghadapi kehidupan dengan
88
berbagai bentuk kebutuhan seperti tingkat pendidikan, keadaan perumahan, keadaan kesehatan, dan pendapatan serta jenis mata pencaharian. Dengan demikan, maka dari kata yang disebutkan diatas dan disesuaikan dengan judul penelitian ini. Disimpulkan bahwa indikator yang akan diteliti adalah: tingkat pendidikan, perumahan, kesehatan, dan pendapatan. Makna pendidikan secara sederhana adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai kebudayaannya yang ada dalam masyarakat, dengan demikian maka bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, maka didalamnya terjadi proses pertumbuhan ekonomi. Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai obyek dalam membangun kehidupan yang baik. Mengingat pendidikan sangat berperan dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, maka pembangunan dibidang pendidikan meliputi pendidikan secara formal dan non formal. Titik berat pendidikan formal adalah meningkatkan mutu pendidikan dan peluasan pendidikan dasar. Selain itu ditingkatkan pula kesempatan belajar pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tingkat pendidikan manusia umumnya menunjukkan daya kreativitas manusia dalam berpikir dan bertindak. Pendidikan rendah mengakibatkan berkurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Usaha-usaha penduduk berakibat hanya mampu menghasilkan pendapatan rendah. Dalyono (2005:130) berpendapat bahwa tingkat pendidikan masyarakat sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan rohaniah anak terutama kepribadian dan kemajuan pendidikan. Masyarakat dengan latar belakang pendidikan yang baik akan
Hernila, Surdin
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Januari 2016
memiliki pengetahuan, pengalaman dan cita-cita yang lebih baik untuk pendidikan anaknya bila dibandingkan dengan orang tua dengan latar pendidikan yang kurang baik. Anak dari keluarga pendidikan baik pula. (Dalyono, 2005:130). Hal tersebut sangat dimungkinkan bila masyarakat memiliki pendidikan yang baik maka dia akan berpikir untuk memberikan pendidikan yang baik pada anaknya “Lingkungan sosial adalah semua orang atau manusia yang mempengaruhi kita “ (Dalyono, 2005: 133) proses dan hasil pendidikan juga dipengaruhi oleh lingkungan. Menurut Sumardi (2002:99) bahwa tingkat kesejahteraan penduduk ditinjau dari segi pendidikan yang diukur berdasarkan pengelompokkan atas pendidikan rendah dan tinggi. Yang dimaksud dengan pendidikan rendah adalah mereka yang tidak pernah sekolah formal dan yang hanya pernah menduduki sekolah dasar. Sedangkan yang termaksud dalam kelompok pendidikan tinggi adalah kelompok yang pernah menduduki sekolah lanjutan pertama dan juga yang pernah mencapai pendidikan sekolah lanjut ditingkat atas atau perguruan tinggi. Sumardi (2002:100) juga mengatakan bahwa pada umumnya tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pendidikan masyarakat, yakni makin tinggi pendidikan suatu masyarakat maka makin tinggi pula pendapatan serta status sosialnya. Sedangkan menurut BPS (2002:15) mengemukakan bahwa untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk dilihat dari segi pendidikan maka dapat diukur dari angka partisipasi sekolah dan tingkat hidup. Keadaan tempat tinggal atau perumahan serta status kepemiliknya merupakan indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk. Secara umum kualitas rumah tinggal ditentukan
89
oleh kualitas bahan bangunan yang digunakan. Rumah yang bahan bangunnya memiliki kualitas tinggi secara nyata mencerminkan tingkat kesejahtraan penghuninya, karena aspek kesehatan dan kenyamanan bahkan estetika bagi kelompok masyarakat tertentu dalam pemilihan rumah tinggal. Pembangunan tidak mungkin dilakukan tanpa adanya sumber daya manusia yang sehat baik jasmani maupun rohani. Dimana tujuan pembanguanan kesehatan telah dijelaskan, bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta kualitas kehidupan dan usia harapan hidup manusia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan keluarga, serta untuk kepentingan kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat (Badan Pusat Statistik, 2013:125). Salah satu aspek penting kesejahteraan adalah pembangunan bidang kesehatan, karena kesehatan merupkan persoalan penduduk selama hidup. Oleh karenanya pembangunan sarana dan prasarana sangatlah penting. Untuk mewujudkan peningkatan derajat dan status kesehatan penduduk, ketersediaan dan keterjangkauan fasilitas dan sarana kesehatan merupakan salah satu faktor penentu utama. Rumah sakit dan puskesmas merupakan fasilitas kesehatan yang disiapkan oleh pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan manusia, maka pendapatan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Pendapatan dapat diperoleh dengan mengorbankan tenaga dan pikiran untuk menghasilkan barang dan jasa dalam pemenuhan berbagai macam kebutuhan manusia.
Hernila, Surdin
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Januari 2016
Kemudian (Badan Pusat Statistik, 2002) menjelaskan bahwa untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga berdasarkan tingkat pendapatan dilihat pada pekerjaan yang ditekuni yakni pekerjaan tetap dan menghasilkan pendapatan setiap bulannya. Jadi indikator penentu utama adalah telah memiliki pendapatan tetap setiap bulan yang bersumber dari pekerjaan tetap atau dengan tambahan pendapatan dari pekerjaan sampingan setiap bulannya. Badan pusat statistik (2013:68) mengemukakan untuk melihat tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dari segi kesehatan dapat diukur dari beberapa indikator antara lain: (1) Gangguan kesehatan yaitu gejala-gejala penyakit dan atau penyakit yang dikenal serta tanda-tanda mudah dilihat. (2) Lama sakit yaitu jumlah hari seseorang menderita sakit selama enam bulan yang lalu tanpa dirinci sakitnya. (3) Tempat berobat. (4) Angka kunjungan, yaitu rata-rata jumlah kunjungan masyarakat atau seseorang fasilitas pelayanan kesehatan dalam periode satu bulan. (5) Indikator umum yaitu air bersih. Berdasarkan teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa kesehatan adalah salah satu unsur yang paling penting dalam kehidupan karena dalam kondisi kesehatan yang baik maka aktivitas dijalankan setiap harinya dalam mencari nafkah akan berjalan dengan baik dan lancar. Sebaliknya, jika dalam kondisi badan yang tidak sehat aktivitas itu akan terganggu atau terhambat. Pendapatan mempengaruhi status sosial seseorang, terutama akan ditemui dalam masyarakat yang materialis dan tradisonal yang menghargai status sosial ekonomi yang tinggi terhadap kekayaan. Boeke (2001:86) mengatakan bahwa rendahnya tingkat pendapatan suatu masyarakat atau individu merupakan suatu kasus kemiskinan yang dapat membentuk
90
lingkaran setan yang menyebabkan kondisi-kondisi sebagai berikut: (a) rendahnya pendapatan menyebabkan kemiskinan (b) kemiskinan menyebabkan rendahnya konsumsi (c) tidak ada tabungan menyebabkan rendahnya pendapatan. Dalam upaya meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat lapisan bawah termasuk masyarakat pedesaan diperlukan suatu perencanaan yang sistematik, terarah dan kondusif sesuai kebutuhan dan kepentingan masyarakat setempat. Hal ini penting karena upaya perbaikan kondisi sosial ekonomi sering mengalami kegagalan karena usaha tersebut tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat. Masyarakat Bajo merupakan salah satu kelompok masyarakat yang pada umumnya mendiami daerah-daerah pesisir pantai, dengan mata pencaharian sebagai nelayan atau penangkap ikan. Masyarakat suku Bajo memiliki budaya yang unik, selain dari bahasa yang masih dipertahankan keasliannya, mereka juga memiliki budaya yang tidak kalah uniknya yaitu bermukim diatas laut. Budaya yang mereka miliki diwarisi secara turun temurun, Sebagaimana yang dikemukakan oleh A Jaelani (1994:61) bahwa “pola kehidupan masyarakat Bajo umumnya sikap mental dalam mempertahankan pemukimannya diatas laut atau air dan mempunyai keterkaitan secara batin yang mempengaruhi mereka dalam melakukan pekerjaannya sebagai nelayan”. Dari pendapat tersebut tampak bahwa kehidupan di laut merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan masyarakat Bajo. Dalam artian bahwa potensi laut adalah salah satu bagian yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Bajo. Menurut Muhklis (1995:43) mengatakan bahwa masyarakat Bajo adalah orang-orang yang hidup di
Hernila, Surdin
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Januari 2016
pantai, diantaranya ada yang hidup bertahun-tahun dan dapat digolongkan sebagai masyarakat terasing, karena mereka hidup tidak menetap (nomaden), hidup dipulau-pulau terpencil yang menyebabkan mereka terisolasi dari masyarakat lainnya, juga dikatakan terbelakang karena mereka kurang tersentuh oleh hasil-hasil pembangunan yang dilaksanakan. Salah satu kelompok masyarakat suku Bajo di Sulawesi Tenggara , yang memiliki ciri khas tersendiri dalam pengelolaan lingkungan perairan adalah masyarakat suku Bajo yang mendiami pulau dan pesisir pantai yang ada hampir semua wilayah Kabupaten di Sulawesi Tenggara. Ciri khas yang menggambarkan sosok masyarakat Bajo sebagai penguasa laut dijelaskan oleh Tasman (1995:21) bahwa hampir seluruh perairan Indonesia, bahkan dipulau-pulau terluar Nusantara terdapat kelompok-kelompok nelayan suku Bajo yang membentuk pemukiman, baik yang bersifat menetap maupun nomaden. Dengan karakter nilai budayanya yang khas masyarakat suku Bajo merupakan kelompok masyarakat yang memiliki pola dan corak yang berbeda dengan masyarakat lain. Perbedaan masyarakat Bajo dengan masyarakat lainnya adalah lebih pada perbedaan persepsi dan tanggapan terhadap kondisi lingkungannya. Masyarakat suku Bajo sering kali juga disebut masyarakat nelayan atau masyarakat pantai, memiliki ciri khas dari masyarakat lain, cirri khas yang menonjol adalah ketergantungan mereka terhadap laut dan ikan sebagai sumber penghidupan mereka. Sementara itu, Minanti (1994:27) menyatakan bahwa masyarakat Bajo adalah masyarakat yang mengantungkan hidup pada laut dan sling berinteraksi dengan menjadikan perairan laut sebagai sumber dalam menyatukan mereka
91
secara totitorial adat istiadat, sosial dan ekonomi. Masyarakat Bajo adalah suku yang mendiami wilayah dibagian pesisir pantai yang mengarah ke laut dan telah menetap secara turun temurun. Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan terdiri atas kategori-kategori sosial yang membentuk kesatuan sosial. Mereka juga memiliki sistem nilai dan simbolsimbol kebudayaan sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari. Faktor kebudayaan inilah yang menjadi pembeda antara masyarakat nelayan dengan kelompok sosial lainnya. sebagian besar masyarakat pesisir, baik langsung maupun tidak langsung, menggantungkan kelangsungan hidupnya dari mengelola potensi sumberdaya kelautan. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2016.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga masyarakat Bajo di Desa Waburense Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton yang berjumlah 767 kepala keluarga (KK). Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti. Menurut Arikunto (2006:112), jika populasi kurang dari 100 maka sampel diambil seluruhnya, dan apabila populasi lebih dari 100 maka dapat diambil sampel sebesar 10-15% atau 2025%. Pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu menggunakan Proportional Stratifield Ramdom Sampling yaitu sebanyak 10% dari jumlah populai yang ada, Sehingga diperoleh jumlah sampel 77 orang ditarik sampel secara proposional random sampling yaitu suatu teknik penarikan sampel secara proporsional berdasarkan jumlah orang dalam setiap mata pencaharian nelayan 45 orang, pedagang 4 orang, 14 orang, 13 orang, 1 orang. Sumber data, untuk memperoleh
Hernila, Surdin
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Januari 2016
data dan informasi yang valid dan mengenai kehidupan sosial masyarakat Bajo maka sumber data sangat dibutuhkan. Sumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat Bajo di Desa Waburense. Jenis data dalam penelitian ini terbagi 2 yaitu data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data yaitu observasi wawancara, dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian inii adalah teknik analisis secara deskriptif melalui persentase (%). Indikator Penilaian Sosial Ekonomi Badan pusat statistik 2013 dalam melakukan pengamatan serta memberikan penilaian mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat selalu didasarkan pada indikator-indikator penilaian yang sifatnya fisik dan non fisik sehingga menggambarkan kondisi yang sesungguhnya. HASIL Dilihat dari topografinya secara umum wilayah Desa Waburense merupakan wilayah pesisir dan sebagian daratan rendah.Keadaan iklim di Desa Waburense sangat dipengaruhi oleh iklim laut secara umum dengan suhu rata-rata 270c. Desa Waburense merupakan salah satu desa di Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton Tengah dengan kondisi geografis antara 050 12’ - 050 8’ Lintang Selatan (LS) dan 1220 18’ - 1220 20’ Bujur Timur (BT). Luas wilayah Desa Waburense berdasarkan data yang ada pada kantor Desa Waburense seluas 24.080 km, dan jarak dengan Ibu kota Kecamatan Mawasangka yaitu 17 Km. Jumlah penduduk di Desa Waburense adalah 1941 jiwa dengan 767 kepala keluarga (KK). Untuk jenis kelamin perempuan lebih kecil dari jumlah jenis kelamin laki-laki, dimana jenis kelamin laki-laki berjumlah 1.174
92
jiwa dan jenis kelamin perempuan berjumlah 767 jiwa. Jumlah penduduk berdasarkan komposisi umur dan jenis kelamin di Desa Waburense Kecamatan Mawasangka tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 2. Data dari komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin tersebut diatas maka dapat kita ketahui bahwa jumlah penduduk yang usia 0-4 tahun berjumlah 135 jiwa dengan persentase 6,96%, usia 5-9 tahun sebanyak 211 jiwa dengan persentase 10,87%, usia 10-14 tahun berjumlah 190 jiwa dengan persentase 9,79%, usia 1519 tahun sebanyak 175 jiwa dengan persentase 9,02%, usia 20-24 tahun sebanyak 186 jiwa dengan persentase 9,58%, usia 25-29 tahun sebanyak 226 jiwa dengan persentase 11,64%, usia 3034 tahun berjumlah 190 jiwa dengan persentase 9,79%, usia 35-39 tahun sebanyak 205 jiwa dengan persentase 10,56%, usia 40-44 tahun sebanyak 190 dengan persentase 9,79%, dan usia 4549 tahun berjumlah 162 dengan persentase 8,35%, sedangkan penduduk yang telah mencapai usia 50 tahun keatas berjumlah 71 jiwa dengan persentase 3,66%. Dari segi keagamaan, maka penduduk di Desa Waburense semuanya memeluk agama islam (100%). Selain itu wilayah tersebut didukung oleh fasilitas/sarana peribadahan (mesjid) sebanyak 2 buah. Kegiatan dilakukan ditempat tersebut adalah sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah sholat berjamaah, dan sekaligus sebagai tempat berkumpulnya warga desa untuk bersilaturahmi pada acara peringatan hari-hari besar islam dan kegiatan lainnya yang bernafaskan keislaman/keagamaan.
Hernila, Surdin
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Januari 2016
93
Tabel 1 Indikator Penilaian Kondisi Sosial Ekonomi No 1.
2.
Indikator Pendidikan Tidak tamat SD SD SMP SMA Sarjana/Magister/Doktor
Perumahan Status kepemilikan rumah Menempati/menumpang Sewa Milik sendiri Luas bangunan rumah 40 – 70 M2 71 – 101 M2 102 – 131 M2 Kondisi fisik rumah Papan Semi permanen Permanen Jenis dinding rumah Papan Semi permanen (setengah papan/setengah tembok Permanen (tembok yang diplaster) Jenis lantai rumah Papan Semen Tegel Jenis atap rumah Rumbia Seng/asbes Sakura Jenis plafon rumah Nilon Tripleks/papan Gipsun Sumber penerangan rumah Templok Petromaks Listrik PLN Kepemilikan MCK Tidak memiliki Milik umum Milik pribadi Kondisi MCK Papan Semi permanen Permanen 3. Kesehatan Banyak anggota keluarga yang mengalami sakit dalam satu bulan Ada Tidak ada Jenis penyakit yang sering diderita Ada Tidak ada 4. Pendapatan Rp. < 1.500.000 Rp. 1.510.000 – Rp. 2.500.000 Rp. 2.510.000 – Rp. 3.500.000 Rp. ˃ 3.500.000 Sumber: Badan Pusat Statistik tahun 2013
Kriteria Sangat Rendah Rendah Sedang Baik Sangat baik
Rendah Sedang Baik
Baik Cukup Kurang
Sangat Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Hernila, Surdin
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Januari 2016
94
Tabel 2 Komposisi Penduduk Desa Waburense Menurut Umur dan Jenis Kelamin. Jenis kelamin Klasifikasi umur Jumlah Persentase % (tahun) Laki-laki Perempuan 0-4 97 38 5-9 133 78 10-14 109 81 15-19 110 65 20-24 106 80 25-29 128 98 30-34 113 77 35-39 132 73 40-44 103 87 45-49 95 67 50-keatas 48 23 Jumlah 1174 767 Sumber data: Kantor Kepala Desa Waburense, 2015 Pada tahun 2013 jumlah sarana kesehatan yang berada di Desa Waburense Kecamatan Mawasangka terdiri dari: 1 unit Puskesmas Utama
6.96 10.87 9.79 9.02 9.58 11.64 9.79 10.56 9.79 8.35 3.66 100
yang terdapat di Desa Kanapa-napa, telah memiliki fasilitas kesehatan tersebut. Data selengkapnya pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis Sarana Kesehatan di Desa Waburense No Jenis Sarana 1. Puskesmas 2. Posyandu 3. Polindes Jumlah Sumber: Data Kantor Desa Waburense Melihat tabel diatas dapat diketahui bahwa kondisi pelayanan kesehatan didaerah ini dapat dikategorikan baik dimana
135 211 190 175 186 226 190 205 190 162 71 1941
Jumlah 1 1 1 3
disediakannya sarana kesehatan seperti puskesmas, posyandu, dan polindes untuk menunjang kondisi kesehatan masyarakat di Desa Waburense.
Tabel 4 Klasifikasi Umur Responden Klasifikasi No Jumlah responden Umur 1 20-30 9 2 31-40 21 3 41-50 35 4 51-60 12 Jumlah 77 Sumber: data primer diolah, 2016
Persentase % 11.69 27.27 45.45 15.58 100
Hernila, Surdin
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Januari 2016
Berdasarkan tabel klasifikasi umur responden diatas menunjukkan bahwa tingkat umur responden yang dominan yaitu 41-50 tahun sebanyak 35 orang dengan persentase 45,45%, umur antara 31-40 tahun berkisar 21 orang
dengan persentase 27,27%, sedangkan umur 51-60 tahun berkisar 12 orang dengan persentase 15,58%, dan umur antara 20-30 tahun berkisar 9 orang dengan persentase 11,69%.
Tabel 5. Jumlah Tanggungan Responden Jumlah tanggungan Jumlah Responden No keluarga (Orang) (Jiwa) 1 2 7 2 3 12 3 4 24 4 5 14 5 6 11 6 7 4 7 8 5 Jumlah 77 Sumber: data primer diolah, 2016 Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa responden memiliki jumlah tanggungan sebanyak 4 orang yaitu 24 responden dengan persentase 31,17%, jumlah tanggungan 5 orang sebanyak 14 responden dengan persentase 18,18%, menyusul jumlah tanggungan 3 orang yakni sebanyak 12 responden dengan persentase 15,58%, kemudian jumlah tanggungan 6 orang sebanyak 11 responden dengan persentase 14,29%, jumlah tanggungan 2 orang sebanyak 7 responden dengan persentase 9,09%, jumlah tanggungan 8 orang sebanyak 5 responden dengan persentase 6,49% dan jumlah tanggungan 7 orang yakni sebanyak 4 responden dengan persentase 5,19%.
95
Persentase (%) 9.09 15.58 31.17 18.18 14.29 5.19 6.49 100
Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang telah diselesaikan sampai mendapatkan surat keterangan lulus. Tingkat pendidikan turut mempengaruhi cara berpikir dan bertindak seseorang. Pendidikan yang cukup tinggi mengakibatkan seseorang lebih dinamis dalam pengambilan keputusan ketika melakukan kegiatannya, adapun tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenjang pendidikan formal yang telah dilalui oleh para responden. Untuk mengetahui tingkat pendidikan responden akan digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel 6. Tingkat Jenjang Pendidikan Formal Responden No Tingkat pendidikan Jumlah Informan 1 Tidak Sekolah 29 2 SD/Sederajat 41 3 SMP/Sederajat 5 4 SMA/Sederajat 2 Jumlah 77 Sumber: Kantor Desa Waburense 2016
Persentase % 37.66 53.25 6.49 2.60 100%
Hernila, Surdin
96
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Januari 2016
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa jenjang pendidikan responden yang terbesar adalah Sekolah Dasar (SD) sebanyak 41 orang dengan persentase 53,25%, responden yang tidak sekolah sebanyak 29 oarang dengan persentase 37,66%, dan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) sebanyak 5 orang atau persentase 6,49%, sedangkan frekuensi responden yang terkecil adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 2 orang atau persentase 2,60%.
Tabel 7. Status Kepemilikan Rumah Responden Mata Pencaharian Responden No 1 2 3
Status Kepemilikan Milik Sendiri Tinggal pada orang tua Sewa Jumlah
42
Petani rumput laut 13
3
-
-
4
-
7
88.3 1 9.09
45
13
4
2 14
1
2 77
2.60 100
Nelayan
Pedagang
Buruh
PNS
Jumlah
%
4
8
1
68
Sumber: data primer diolah 2016 Berdasarkan dari tabel diatas menunjukkan bahwa status kepemilikan responden di Desa Waburense sebagian besar adalah memiliki sendiri yakni sebesar 68 orang dengan persentase 88,31%, dan tinggal pada orang tua sebanyak 7 orang dengan persentase
9,09%, sedangkan sewa/menempati sebanyak 2 orang dengan persentase 2,60%. Dengan demikian dilihat dari status kepemilikan rumah dikategorikan baik dimana sebagian besar responden memiliki rumah sendiri.
Tabel 8. Kondisi Rumah Responden Mata Pencaharian Responden No 1 2 3
Kondisi Rumah Papan Semi per manen Permanen Jumlah
38 -
Petani rumput laut 13 -
7 45
13
Nelayan
Pedagang
Buruh
PNS
Jumlah
%
1 1
14 -
-
66 1
85.71 1.30
2 4
14
1 1
10 77
12.99 100
Sumber: data primer diolah, 2016 Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa kondisi rumah responden sebagian besar adalah papan yaitu sebanyak 66 orang dengan persentase 85,71%, dan permanen sebanyak 10 orang dengan persentase 12,99%, sedangkan yang semi permanen sebayak 1 orang dengan persentase 1,30%. Dengan demikian lihat dari kondisi fisik
bangunan dikategorikan rendah dimana rata-rata sebagian responden memiliki kondisi fisik bangunan papan. Indikator yang perlu dilihat dari aspek perumahan adalah dilihat dari lantai rumah. Dan lantai rumah yang dimiliki oleh masyarakat Bajo yaitu beragam ada yang menggunakan papan.
Hernila, Surdin
97
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Januari 2016
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari Tabel 9. Kondisi Lantai Rumah Responden
tabel berikut:
Mata Pencaharian Responden No 1. 2. 3.
Lantai Rumah Papan Semen Tegel Jumlah
Nelayan 37 5 3 45
Petani rumput laut 13 13
Pedagang
Buruh
PNS
Jumlah
%
1 2 1 4
14 14
1 1
65 7 5 77
84.42 9.09 6.49 100
Sumber: data primer diolah 2016 Berdasarkan tabel 9 diatas menunjukkan bahwa rumah responden sebagaian besar menggunakan lantai papan yaitu sebanyak 65 orang dengan persentase 84,42% kemudian yang mengguanakan semen sebanyak 7 atau dengan 9.09% dan yang menggunakan lantai tegel sebanyak 5 orang dengan persentase 6,49%. Dengan demikian dilihat dari segi lantai yang digunakan
responden dikategorikan rendah dimana sebagian besar responden menggunakan lantai papan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, bahwa peneliti melihat kondisi dinding rumah responden yaitu papan dan tembok/permanen, hal ini dapat dilihat dari tabel sebagai berikut:
Tabel 10. Kondisi Dinding Rumah Responden Mata Pencaharian Responden No 1 2
Dinding Rumah Papan Tembok/ Permanen Jumlah
38 7
Petani rumput laut 13 -
45
13
Nelayan
Jumlah
Pedagang
Buruh
PNS
%
2 2
14 -
1
67 10
87.01 12.99
4
14
1
77
100
Sumber: data primer diolah 2016 Berdasarkan informasi dari tabel diatas, menunjukkan bahwa keadaan rumah responden sebagian besar menggunakan dinding papan yaitu sebanyak 67 orang dengan persentase 87,01%, dan rumah yang menggunakan dinding tembok atau permanen yaitu sebanyak 10 orang dengan persentase 12,99%. Dengan demikian dilihat dari segi dinding yang digunakan responden dikategorikan rendah dimana sebagian besar responden menggunakan lantai papan tapi bisa dikatakan rumah yang mereka tinggali layar untuk ditempati. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, bahwa peneliti
melihat kondisi atap rumah responden yaitu seng/asbes dan rumbia, hal ini dapat dilihat dari tabel 11. Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar rumah responden beratap seng atau asbes yaitu sebanyak 65 orang dengan persentase 84,42% dan rumah yang beratap rumbia sebanyak 12 orang dengan persentase 15,58%. Dengan demikian kondisi atap responden dapat dikategorikan sedang dimana sebagian besar responden menggunakan atap seng/asbes.
Hernila, Surdin
98
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Januari 2016
Tabel 11. Kondisi Atap Rumah Responden No 1 2
Atap Rumah
Nelayan
Rumbia Seng/asbes Jumlah
4 41 45
Mata Pencaharian Responden Petani Pedagang Buruh PNS rumput laut 3 5 10 4 9 1 13 4 14 1
Jumlah
%
12 65 77
15.58 84.42 100
Jumlah
%
11 60 6 77
14.29 77.92 7.79 100
Sumber: data primer diolah, 2016 Tabel 12. Jenis Plafon Rumah Responden No 1 2 3
Plafon Rumah
Nelayan
Tanpa plafon Plafon nilon Tripleks/papan Jumlah
7 34 4 45
Mata Pencaharian Responden Petani rumput Pedagang Buruh PNS laut 4 13 3 10 1 1 13 4 14 1
Sumber: data primer diolah, 2016 Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar jenis plafon rumah responden berasal dari plafon nilon yaitu sebanyak 60 orang dengan persentase 77,92% dan tanpa plafon sebanyak 11 orang dengan persentase 14,29% sedangkan berasal
dari tripleks sebanyak 6 orang dengan persentase 7,79%. Dengan demikian jenis plafon responden dapat dikategorikan sedang dimana sebagian besar responden menggunakan atap seng/asbes.
Tabel 13.Kondisi Rumah dan Jumlah Responden No Kondisi Rumah Jumlah Responden (orang ) 1. Dinding Rumah - Ayaman bambu - Papan 67 10 - Tembok/permanen 2. Lantai Rumah 65 - Papan 7 - Semen 5 - Tegel 3. Atap Rumah 12 - Atap rumbia 65 - Asbes/seng 4. Plafon Rumah 11 - Tanpa plafon 60 - Plafon nilon 6 - Plafon tripleks Sumber air bersih yang digunakan oleh responden sehariharinya adalah PDAM dan sumur
umum. Adapun air bersih yang digunakan oleh responden di Desa Waburense dapat dilihat
Hernila, Surdin
99
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Januari 2016
dari tabel berikut: Tabel 14.Sumber Air Bersih Responden No 1 2
Sumber Air Bersih
Mata Pencaharian Responden Nelayan
PDAM Sumur Jumlah
45 45
Petani rumput laut 11 2 13
Pedagang
Buruh
PNS
Jumlah
%
4 4
11 3 14
1 1
72 5 77
93.51 6.49 100%
Sumber: data primer diolah, 2016 Berdasarkan dari tabel diatas menunjukkan bahwa, masyarakat Bajo yang memiliki sumber air dari PDAM yaitu sebanyak 70 orang dengan persentase 93,51%, dan yang menggunakan sumur umum berjumlah sebanyak 5 orang dengan persentase 6,49%. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan air bersih cukup memadai sehingga akan menunjang kesehatan keluarga utamanya dalam hal ketersediaan air bersih. Maka hal ini dapat disimpulkan bahwa dilihat dari
sumber air bersih yang digunakan oleh responden dikategorikan baik. Rumah yang baik perlu juga ditunjang oleh ketersediaan MCK, sebab MCK merupakan sarana yang penting yang harus diperhatikan mengingat hal ini penting untuk kesehatan penduduk. Status kepemilikan tempat mandi cuci dan kakus (MCK) masyarakat Bajo sangat bervariasi ada yang milik pribadi dan ada atas umum dan di laut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 15. Status Kepemilikan MCK Responen Mata Pencaharian Responden No 1 2 3
Kepemilikan MCK
Nelayan
Milik pribadi Milik umum Laut Jumlah
32 2 11 45
Petani rumput laut 7 2 4 13
Pedagang
Buruh
PNS
Jumlah
%
3 1 4
6 1 7 14
1 1
49 5 23 77
63.64 6.49 29.87 100
Sumber: data primer diolah 2016 Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa masyarakat Bajo yang memiliki MCK keluarga atau milik pribadi yaitu sebanyak 49 orang dengan persentase 63,64% dan responden yang menggunakan MCK milik umum yaitu sebanyak 5 orang dengan persentase 6,49%, sedangkan di laut yaitu berjumlah 23 orang dengan persentase 29,87%. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa sumber penerangan rumah responden yaitu
semuanya seragam, dengan menggunakan penerangan dari PLN. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel 16. Berdasarkan tabel diatas menunjukkasn bahwa rumah yang ditempati oleh responden yaitu dengan menggunakan penerangan rumah dari PLN dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerangan yang digunakan oleh responden dapat
Hernila, Surdin
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Januari 2016
dikategorikan baik karena menggunakan
100
penerangan dari PLN (BPS 2010).
Tabel 16. Jenis Penerangan Rumah Responden No 1
Sumber Penerangan Listrik Jumlah
Mata Pencaharian Responden Nelayan 45 45
Petani rumput laut 13 13
Pedagang
Buruh
PNS
Jumlah
%
4 4
14 4
1 1
77 77
100 100
Sumber: data primer diolah 2016 Kesehatan merupakan faktor yang paling penting dalam kehidupan manusia. Tanpa kesehatan, seseorang tidak dapat menjalankan aktifitas seharihari demikian pula masyarakat Bajo di Desa Waburense sangat memerlukan kesehatan untuk menjalankan aktivitasnya.
Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa gangguan penyakit yang sering diderita adalah penyakit demam, batuk, influenza, sakit dada, sakit pinggang, sakit perut, kurang darah, darah tinggi sakit gigi dan malaria. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 17.Gambaran penyakit yang sering diderita responden No
Mata pencaharian responden Penyakit yang sering diderita
Nelayan
1 2 3 4
Demam Sakit gigi Diare Sakit pinggang
27 12 3
Petani rumput laut 5 1 3 2
5
Penyakit lain Jumlah
3 45
2 13
Pedagang
Buruh
PNS
Jumlah
3 -
4 1 3 5
1 -
40 2 18 10
51.95 2.60 23.38 12.99
1 4
1 14
1
7 77
9.09 100
%
Sumber: data primer diolah, 2016 Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa jenis penyakit yang sering diderita oleh responden adalah jenis penyakit demam yaitu sebanyak 40 orang dengan persentase 51,95%, penyakit diare sebanyak 18 orang dengan persentase 23,38%, sakit pinggang yaitu sebanyak 10 orang dengan persentase 12,99%, jenis penyakit lainnya sebanyak 7 orang atau 9,09% penyakit lain adalah sakit dada, Tabel 18. Tempat Berobat Responden
batuk, darah tinggi dan kurang darah, selanjutnya menyusul sakit gigi sebanyak 2 orang dengan persentase 2,60%. Berdasarkan tabel diatas diperoleh bahwa sebagian besar penyakit yang sering diderita responden adalah demam. Dengan demikian dilihat dari segi penyakit yang sering diderita dikategorikan cukup dimana tidak ada anggota responden yang mengalami sakit keras.
Mata Pencaharian Responden No 1 2
Tempat Berobat Puskesmas Dukun
Nelayan 30 15
Petani Rumput Laut 7 6
Pedagang
Buruh
PNS
Jumlah
%
3 1
8 6
1 -
49 28
63.64 36.36
Hernila, Surdin
101
Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Januari 2016
Jumlah
45
13
Sumber: data primer diolah, 2016 Berdasarkan tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebesar 49 orang atau dengan persentase 63,64% mereka lebih senang berobat kepuskesmas, sedangkan yang berobat ke dukun sebanyak 28 orang dengan persentase 36,36%. Dengan demikian dilihat dari tempat berobat responden dikategorikan cukup dimana sebagian besar responden memilih berobat ke puskesmas dengan alasan bahwa pelayanan yang baik serta pengobatan yang praktis, serta pengobatan medis yang baik. Responden dalam penelitian ini umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan. Pekerjan pokok yang lain oleh
4
14
1
77
100
responden adalah petani rumput laut, pedagang, buruh, dan PNS.Responden dalam penelitian ini umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan. Pekerjan pokok yang lain oleh responden adalah petani rumput laut, pedagang, buruh, dan PNS. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pendapatan yang diterima oleh responden bervariasi sesuai dengan pendapatan pekerjaan pokok yang ditekuni oleh mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Untuk lebih jelasnya penulis akan menyajikan tingkat pendapatan responden ditinjau dari pekerjaan utama atau pokok yang ditekuni.
Tabel 19.Tingkat Pendapatan Pokok Responden Setiap Bulannya No 1 2 3 4
Jumlah pendapatan setiap bulan (Rp)