143 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS STUDI KASUS MATERI KONDISI GEOGRAFIS DAN PENDUDUK PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 5 KABAENA Amaludin 1, La Ode Nursalam2 1
Alumni Pendidikan Geografi FKIP UHO Dosen Pendidikan Geografi FKIP UHO
2
ABSTRAK ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar, mengajar guru, dan meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas VII SMP Negeri 5 Kabaena pada materi kondisi geografis dan penduduk dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) Ada perbedaan signifikan terhadap aktivitas belajar siswa, hal ini dapat dilihat dari peningkatan Ratarata keberhasilan aktivitas belajar siswa dimana rata-rata keberhasilan aktivitas belajar siswa siklus I adalah 2,3, siklus II 2,8, siklus III 3,3, dan siklus IV 3,8. (2) Ada perbedaan signifikan terhadap aktivitas mengajar guru, hal ini dapat dilihat dari peningkatan rata-rata keberhasilan aktivitas mengajar guru dimana rata-rata keberhasilan aktivitas mengajar guru siklus I adalah 2,25, siklus II 2,6875, siklus III 3,25 dan siklus IV 3,75. (3) Ada perbedaan signifikan terhadap hasil belajar siswa, hal ini dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar siswa dimana hasil belajar siswa siklus I adalah 42,5% (17 siswa) yang memperoleh nilai ≥70 dengan nilai rata-rata 59,87 5, siklus II 72,5% (29 siswa) yang memperoleh nilai ≥70 dengan nilai rata-rata 73,5, siklus III 77,5% (31 siswa) yang memperoleh nilai ≥70 dengan nilai rata-rata 77,125 dan siklus IV adalah 92,5% (37 siswa) yang memperoleh nilai ≥70 denagn nilai rata-rata 93,75. Kata Kunci: Think Pair Share, Siswa, Guru, Hasil Belajar.
PENDAHULUAN Meningkatkan mutu pendidikan merupakan sasaran pokok pembangunan pendidikan. Upaya meningkatkan mutu pendidikan adalah bagian terpadu dari upaya meningkatkan kualitas manusia indonesia, baik dari aspek kemampuan, kepribadian, dan rasa tanggung jawab sebagai warga negara. Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusi adalah pembelajaran di sekolah.
Bidang studi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama merupakan gabungan ilmuilmu sosial yang terintegrasi dan terpadu. Tujuan pendidikan IPS adalah untuk membina anak didik menjadi warga Negara yang baik yang memiliki pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang baik yang berguna bagi dirinya,masyarakat dan negara. Melalui pembelajaran IPS siswa dapat membperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap dan kepekaan untuk menghadai hidup dan tantangantantangannya. Selanjutnya diharapkan
Amaludin, La Ode Nursalam
144 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
kepada mereka kelak mampu bertindak secara rasional dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. IPS sebagai bagian dari pendidikan merupakan sarana bagi siswa agar mampu berpikir logis dan sistematis, hal ini sesuai dengan fungsi IPS yang dirumuskan dalam kurikulum, yaitu sebagai wahana untuk mengembangkan penalaran yang dapat menjelaskan permasalahan dalam kehidupan seharihari. Oleh karena itu masalah kualitas pembelajaran IPS memerlukan perhatian yang serius dari pihak-pihak yang terkait khususnya para guru IPS yang mengelola secara lansung di dalam kelas. Dalam hal ini dibutuhkan sosok guru yang mampu memahami potensi peserta didik dengan baik sehingga mampu melayani peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya secara profesional. Seorang guru dapat dikatakan profesional bila mana memiliki kemampuan tinggi dan motivasi kerja tinggi. Seorang guru yang memiliki komitmen tinggi biasanya memiliki perhatian yang tinggi pula kepada siswanya. Sedangkan tingkat abstraksi yang dimaksut adalah tingkat kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, mengklasifikasi masalah-masalah pembelajaran, dan menentukan alternatif pemecahannya. Sementara itu realitas dalam pendidikan kita yang sering terjadi sekarang ini adalah kurangnya peran guru dalam proses pengembangan potensi peserta didik. Sebagian besar yang dilakukan guru tidak lain dari pada menyajikan pengetahuan jadi
yang harus diketahui dan diafalkan oleh peserta didik. Fakta yang ditemukan di SMP Negeri 5 Kabaena kelas VII berdasarkan hasil wawancara dan observasi pada guru kelas, menunjukan bahwa: pembelajaran IPS masih dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional yang pada umumnya didominasi penyampaian informasi yang bersifat verbal berupa ceramah dan diselingi dengan diskusi sederhana sehingga tidak melibatkan siswa secara aktif. secara teoritis dan didektis menyebabkan antusias siswa kurang. Berdasarkan hasil tes tertulis yang dilakukan untuk ulangan semester genap tahun ajaran 2014/2015 menunjukan nilai IPS siswa kelas VII SMP Negeri 5 Kabaena sangat rendah, utamanya pada pokok bahasan “Kondisi Geografi dan Penduduk”. Hal ini ditunjukan dari hasil ulangan semester dengan masih rendahnya hasil belajar siswa kelas VII yang mencapai nilai ≥ 70 baru berkisar antara 56,25% dari semua siswa yang semestinya minimal 75% dari semua siswa sudah mencapainya, kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan sekolah yaitu ≥ 70. Dari kenyataan tersebut mengindikasikan bahwa rendahnya hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran IPS disebabkan guru tidak menerapkan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik siswa dan materi pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang melibatkan peran siswa secara aktif adalah model pembelajaran kooperatif tipe Tink Pair Share (TPS). Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membangkitkan interaksi yang efektif diantara
Amaludin, La Ode Nursalam
145 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
kelompok dan anggotanya melalui diskusi. Dengan model pembelajaran ini siswa dapat mengemukakan pemikirannya, saling bertukar pendapat, saling bekerja sama jika ada teman yang mengalami kesulitan sehingga interaksi dapat terjadi secara efektif sehingga memungkinkan semua anggota kelompok dapat menguasai materi pada tingkat yang relatif sejajar.model pembelajaran IPS yang di ajarkan di SMP merupakan salah satu materi pembelajaran yang harus menyenangkan oleh guru maupun siswa, dalam pembelajaran IPS yang selama ini dilakukan, siswa diarahkan pada pengembangan akhlak, moral dan perilaku sebagai tuntunan kurikulum IPS. Atas dasar tersebut peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe ThinkPair-Share (TPS) pada mata pelajaran IPS dengan materi Kondisi Geografi dan Penduduk pada siswa kelas VII SMP Negeri 5 Kabaena melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (Tps) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Geografi Studi Kasus Materi Kondisi Geografis Dan Penduduk Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 5 Kabaena”. Belajar adalah proses atau tahapan yang dilakukan oleh setiap individu untuk memperoleh perubahan baik dari segi tingkah laku, pengetahuan, keterampilan, maupun sikap dan nilai yang positif. Kegiatan belajar tersebut ada yang dilakukan di rumah, sekolah, dilingkungan bermain, dan ditempat lain. Winkel (2004:39) mendefinisikan belajar sebagai suatu proseskegiatan mental pada diri seseorang yang berlangsung dalam interaksi aktif individu dengan lingkungannya
sehingga menghasilkan perubahan yang relatif menetap/bertahan. Hal yang sama dikemukakan Slameto bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkahlaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Menurut Purwanto (1998:46) bahwa belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar.belajar merupakan suatu proses dimana guru terutama melihat apa yang terjadi selama siswa mengalami pengalaman edukatuf untuk mencapai tujuan. Hamalik dalam Burhan (2011:5), belajar adalah usaha untuk memperoleh semua ilmu pengetahuan yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku.belajar juga dapat diartikan sebagai proses untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan sehingga mampu mengubah tingkah laku itu menjadi tetap berubah lagi dengan modifikasi yang sama. Sudjana dalam Norma (2015:7), berpendapat bahwa belajar merupakan proses aktif. Belajar adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah suatu proses yang diarahkan kepada suatu tujuan, proses berbuat melakukan berbagai pengalaman. Skinner dalam Norma (2015:7), berpendapat bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, responnya menjadi lebih
Amaludin, La Ode Nursalam
146 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
baik. Sebaliknya, apabila ia tidak belajar responya menurun. Berdasarkan beberapa pendapat tentang belajar, maka dapat disimpulkan beberapa pokok pengertian belajar, antara lain: (a). Belajar akan membawa perubahan tingkah laku, (b). Dengan belajar seseorang akan mendapat pengetahuan baru, dan (c). Perubahan tingkah laku da pengetahuan itu diperoleh melalui suatu usaha dan pengalaman. Arifin (2003:13) menyatakan hasil belajar sebagai suatu tingkatan keberhasilan yang dicapai pada akhir suatu kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan. Selanjutnya Arikunto (2005:21) memberikan pengertian hasil belajar sebagai suatu hasil yang menggambarkan tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah dilaksanakan. Darsono (2002:769), mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh seseorang dalam suatu usaha yang dilakukan atau dikerjakan pada proses pembelajaran. Definisi tersebut sejalan dengan pendapat Winkel (1986:102) yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah bukti usaha yang dicapai dalam proses belajar. Arikunto (2005:10) menyatakan tujuan pengukuran hasil belajar adalah sebagai berikut: (1). Menguasai tingkat penguasaan materi pelajaran yang dicapai oleh siswa dalam kurun waktu tertentu, (2). Mengetahui posisi atau kedudukan siswa dalam kelompok kelasnya dan tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar dan (3). Mengetahui tingkat dan daya guna model mengajar yang telah digunakan guru dalam proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan indikator dari perubahan yang terjadi pada individu setelah mengalami proses
belajar mengajar, dimana untuk mengungkapkannya biasanya menggunakan suatu alat penilaian yang dibuat oleh guru, seperti tes evaluasi. Hal ini dimaksut untuk memahami dan mengerti pelajaran yang di berikan (Arifin, 2003:47). Berdasarkan dari uraian tentang hasil belajar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran hasil belajar untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran dan mengetahui tingkat penguasaan materi pelajaran yang dikuasai siswa serta untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran yang diterapkan dalam proses belajar mengajar. Pada dasarnya manusia mempunyai perbedaan, dengan perbedaan itu manusia saling asah, asih, asuh (saling mencerdaskan). Dengan pembelajaran kooperatif diharapkan saling menciptakan interaksi yang asah, asih, asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (learning community). Siswa tidak hanya terpaku belajar pada guru, tetapi dengan sesama siswa juga.Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat. Thomson, dkk (dalam Hidayati, 2010:7) didalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu satu sama lain. Menurut Trianto (2007:42) menjelaskan model pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategis pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif
Amaludin, La Ode Nursalam
147 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kepada siswa untuk berinterasksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah. Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Dalam pembelajaran kooperatif peran guru sangat kompleks, disamping sebagai fasilitator, guru juga berperan sebagai menejer dan konsultan dalam pemberdayaan kerja kelompok siswa. Dalam model pembelajaran koopertif terdapat enam langkah utama atau fase yaitu: 1). Menyampaikan tujuan dan motifasi siswa, 2). Menyajikan informasi atau penyajian materi, 3). Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok-kelompok belajara, 4). Membimbing kelompok bekerja dan belajar, 5). Melakukan evaluasi, 6). Memberikan penghargaan kepada siswa. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran koopertaf adalah teknik pengelompokan yang didalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-6
orang. Dalam kegiatan kooperatif setiap individu akan bekerja sama dengan individu lain untuk mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya guna meningkatkan motivasi dan perolehan belajar. Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa pendekatan salah satunya pendekatan struktural. Pendekatan struktural terbagi atas dua tipe yaitu NHT dan TPS. Lebih lanjut dikemukakan penjelasan mengenai Think Pair Share. Model pembelajaran Think Pair Share memiliki prosedur yang memberi siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, berpasangan, dan saling membantu satu sama lain. Jadi, guru menginginkan siswa memikirkan secara mendalam tentang apa yang dijelaskan dan mengecek hasil belajar siswa. Parwati dalam Mella (2012:13), Think Pair Share adalah sebuah alur diskusi dimana siswa selalu memiliki waktu lebih banyak untuk berpikir dalam merespon suatu pertanyaan. Melalui diskusi ini, siswa diharapkan mampu saling membantu satu sama lainnya, sehingga menghasilkan efek positif terhadap peningkatan respon siswa. Guru hanya melengkapi penyajian singkat atau membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang di jelaskan dan di alami. Guru memilih menggunakan Think Pair Share untuk membandingkan tanya jawab kelompok secara keseluruhan. Pembelajaran dengan metode TPS menekankan pada struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Metode TPS sebagai pendekatan khusus yang merupakan cara efektif untuk merubah pola diskusi didalam kelas. Metode
Amaludin, La Ode Nursalam
148 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
TPS memiliki prosedur secara eksplesit untuk memberi kesempatan kepada siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, saling membantu satu sama lain. Dengan cara ini siswa diharapkan mampu bekerja sama, saling membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Menurut Mella (2012:13) metode Think Pair Share mempunyai kelebihan dan kekurangan, diantaranya: (1) Siswa dapat merumuskan atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang di ajarkan. (2) Siswa akan terlatih dalam menerapkan konsep karena adanya saling bertukar pendapat dengan temannya untuk mendapatkan kesempatan dalam memecahkan masalah. (3) Siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok. (4) Siswa memperoleh kesempatan untuk mempresentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada bisa menyebar pad seluruh siswa. (5) Tugas guru lebih banyak memantau dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS dikembangkan Frank Lima dari universitas Marilandpada tahun 1985.Model pembelajaran TPS merupakan salah satu model pembelajaran koopertif sederhana yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Model TPS memiliki Prosedur memberikan siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, menjawab dan membantu satu sama lain. Penjelasan setiap langkahlangkah pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah sebagai berikut. (1) Tahap pendahuluan Awal pembelajaran dimulai dengan penggalian apersepsi
sekaligus memotivasi siswa agar terlibat pada aktifitas pembelajaran. Pada tahap ini guru juga menjelaskan aturan main serta menginformasikan batasan waktu untuk setiap tahap kegiatan. (2) Tahap Think (berpikir secara individual). Proses TPS dimulai pada saat guru melakukan demonstrasi untuk menggali konsepsi awal siswa. Pada tahap ini siswa diberi batas waktu (think time) oleh guru untuk memikirkan jawabannya secaraindividual terhadap pertanyaan yang diberikan. Dalam penentuannya, guru harus mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. (3) Tahap Pair (berpasangan dengan teman sebangku). Pada tahap ini, guru mengelompokan siswa secara berpasangan. Guru menentukan bahwa pasangan siswa adalah teman sebangkunya. Hal ini dimaksutkan agar siswa tidak pindah mendekati siswa lain yang pintar dan meninggalkan teman sebangkunya. Kemudian, siswa mulai bekerja dengan pasangannya untuk mendiskusikan mengenai jawaban atas permasalahan yang telah diberikan oleh guru. Setiap siswa diberi kesempatan untuk mendiskusikan berbagai kemungkinan jawaban secara bersama. (4) Tahap Share (berbagi pasangan dengan pasangan lain atau seluruh kelas). Pada tahap ini, siswa dapat mempresentasikan jawaban secara perseorangan atau secara kooperatif kepada kelas sebagai keseluruhan kelompok. Setiap anggota dari kelompok dapat memperoleh nilai dan hasil pemikiran mereka. (5) Tahap penghargaan. Siswa dapat penghargaan berupa nilai baik secara individu maupun kelompok. Nilai individu berdasarkan hasil jawaban pada tahap think, sedangkan nilai kelompok berdasarkan jawaban
Amaludin, La Ode Nursalam
149 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
pada tahap pair dan share, terutama pada saat presentasi memberikan penjelasan terhadap seluruh kelas. Dari langkah-langkah pembelajaran model kooperatif tipe TPS yang di kemukakan diatas benarbenar sangat sistematis karena dimulai denganmemberikan kesempatan pada siswa untuk memikirkan jawaban permasalahan yang diberikan oleh guru, kemudian siswa dipasangkan dengan teman sebangkunya untuk mendiskusikan jawaban mereka masing-masing, setelah itu pasangan dalam kelompok berbagi dengan kelompok lain. Dengan demikian siswa dapat menyelesaikan permasalahanyang diberikan oleh guru, sehingga pada gilirannya akan meningkatkan potensi dan hasil belajar. Penelitian terhadulu yang relevan dengan penelitian ini sebagai berikut. Pertama, hasil penelitian yang dilakukan Wisdayanti (2012), dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas VIII SMP Negeri 10 Kendari. Peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar pada siklus I hanya 63,21% dengan rata-rata 67,27 dan pada siklus II meningkat menjadi 93,86% dengan rata-rata 81,36. Peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena dalam model pembelajaran ini siswa dituntut aktif dalam pembelajaran. Kedua, hasil penelitian yang dilakukan Rahmi (2011), dengan judul Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Pada Mata Pelajaran IPS Kelas VIII SMP Negeri 1 Sampolawa.
Peningkatan jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar pada siklus I hanya 72,57% dengan ratarata 74,27 dan pada siklus II meningkat menjadi 92,95% dengan rata-rata 80,78. Peneliti menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) hasil belajar siswa dapat meningkatkan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dalam dua Penelitian ini dilaksanakan dalam empat siklus. Penelitian tindakan ini memiliki beberapa tahapan meliputi 1) perencanaan; 2) pelaksanaan tindakan; 3) observasi dan evaluasi; dan 4) refleksi dalam setiap siklus. Berikut penjelasan tiap tahapannya Pertama tahap perencanaan. Dalam tahapan ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Dalam tahap menyusun rancangan ini peneliti menentukan titik atau fokus peristiwa yang telah mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemudian membuat sebuah instrumen pengamatan untuk membantu penelitian merekam fakta yang telah lama terjadi selama tindakan berlangsung. Kedua tahap pelaksanaan. Penelitian tindakan adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu mengenakan tindakan kelas (Arikunto, 2012: 18). Dalam tahap kedua ini , guru harus ingat dan berusaha menaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi harus pula berlaku wajar, tidak dibuatbuat. Ketiga Pengamatan yaitu keguatan yang dilakukan oleh pengamat. Pengamatan diberikan untuk memeberikan peuang kepada guru
Amaludin, La Ode Nursalam
150 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
pelaksana yang juga berstatus senagai pengamat. Keempat Refleksi, merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Dalam refleksi peneliti menyampaikan rencana yang disarankan kepada peneliti lain apabila dia menghentikan kegiatannya, atau kepada diri sendiri apabila akan melanjutkan pada kesempatan lain. Penelitian ini telah dilaksanakan pada siswa kelas VII di SMP Negeri 5 Kabaena pada semester genap tahun pengajaran 2015/2016 sedangkan waktu penelitiannya direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Maret 2016. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 5 Kabaena yang terdaftar pada semester genap tahun pelajaran 2015/2016. Jumlah siswa yang terdaftar pada kelas tersebut adalah 40 orang. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Data dikumpul dari hasil tindakan yang dilakukan pada observasi, proses belajar mengajar, tes hasil belajar yang dijabarkan sebagai berikut: (1) Data tentang kondisi pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share diambil dengan menggunakan lembar observasi dan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. (2) Data pemahaman siswa tentang kondisi geografis dan penduduk dengan menggunakan tes tertulis dalam bentuk soal esai pada setiap akhir siklus. Penjelasan dari teknik pengumpulan data diatas adalah sebagai berikut (1) Tes, digunakan untuk mengukur kemampuan siswa setelah melakukan pembelajaran. Tes yang diberikan berupa soal esai yang
harus diselesaikan siswa pada waktu yang telah ditentukan. Pengambilan data hasil belajar siswa dilakukan tiap akhir siklus dengan instrumen sudah diuji cobakan dan dianalisa, kemudian dilakukan penskoran selanjutnya skor sudah diubah menjadi nilai. (2) Observasi adalah memperhatikan obyek dengan menggunakan seluruh indera atau disebut pengamatan langsung, cara ini digunakan untuk mengukur indikator kerja, sikap siswa selama pembelajaran berlangsung, kerja sama dan faktorfaktor yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum dimulai penelitian tindakan berikutnya. (3) Dokumentasi, metode yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan penelitian dan nilai mid semester siswa,foto-foto yang diambil saat penelitian dan niali mid semester siswa. Data yang diperoleh dalam penelitian ini, dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif yang meliputi: Ratarata hasil belajar, Standar deviasi, Nilai maksimum, Nilai minimum, Persentase ketuntasan belajar siswa, rata-rata aktivitas belajar siswa dan rata-rata aktivitas mengajar guru. HASIL PENELITIAN Data Aktivitas Siswa Aktivitas belajar siswa diamati oleh observer. Observasi dilakukan untuk mengetahui komponen skenariao aktivitas siswa yang suda terlaksana dan belum terlaksana. Kegiatan pembelajaran tentang pengamatan aktivitas belajar siswa yang dilakukan dalam tindakan siklus I dapat dilihat pada gambar l berikut.
Amaludin, La Ode Nursalam
151 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
44 4 44 33 333 33
4
Aktivitas Siswa 4 44
3 22
2
4
3 2
4
33 2
33
44
33
3
2
22
333 2
1
0 1
2
3
4
siklus 1
5 siklus 2
6
7 8 siklus 3 siklus9 4
10
Gambar 1. Skor Aktivitas Siswa pada Setiap Siklus Selama Kegiatan Pembelajara untuk Satuan Aktivitas Aktivitas siswa terdapat 10 kegiatan. (1) Siswa telah siap untuk menerima pelajaran. (2) Siswa termotivasi untuk mengikuti pelajaran. (3) Siswa mengetahui tujuan pembelajaran yang akan di pelajari. (4) Siswa memahami langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share yang disampaikan oleh guru. (5). Siswa aktif menerima penjelasan materi pelajaran. (6) Siswa aktif menjawab pertanyaan melalui LKS secara mandiri. (7) Siswa aktif bersama kelompok pasangannya untuk mendiskusikan hasil jawaban pada LKS. (8) Siswa mempersentasekan hasil kerja kelompoknya berdasarkan hasil jawaban pada LKS. (9) Setiap kelompok aktif menanggapi hasil pengerjaan LKS yangtelah dipersentasikan oleh kelompok lain. (10) Siswa aktif menyimpulkan hasil diskusi. Berdasarkan gambar 1 tentang aktivitas siswa tersebut, diperoleh gambaran aktivitas siswa dari tiap siklus. Pada siklus I aktivitas siswa yang mendapat skor terendah dengan skor sebesar 1 adalah aktivitas nomor 9). Menanggapi hasil pengerjaan LKS kelompok lain, sedangkan skor tertinggi dengan nilai Skor 3 adalah aktivitas siswa nomor 1). Siswa telah
siap menerima pelaaran, 2). Siswa termotivasi untuk menikuti pelaaran, 3). Siswa memahami langkah-langkah pembelaaran TPS dan 8). Siswa mempersentasekan hasil kerja kelompoknya sesuai dengan LKS, sedangkan sisanya mendapatkan skor 2 yaitu nomor 4,5,6,7dan10. Berdasarkan rata-rata yang diperoleh pada siklus I sebesar 2,3 yang termasuk dalam kategori cukp. Maka kegiatan aktivitas siswa perlu diperbaiki karena masih ada komponen-komponen yang kurang baik dalam pelaksanaannya. Dalam hal ini penelitian masih dilanjutkan pada siklus berikutnya dan diharapkan pada siklus berikutnya dapat meminimalisir kekurangan-kekurangan pada siklus I. Pada siklus II, aktivitas siswa yang mendapat skor terendah di siklus I dengan nilai 1 meningkat di siklus II menjadi 2 adalah aktivitas nomor 9) yaitu menanggapi hasi pekeraan LKS kelmpok lain, sedangkan aktivitas siswa yang mendapat skor tertinggi di siklus I yang tadinya hanya 4 aspek dengan skor 3 meningkat di siklus II menjadi 8 aspek yaitu aktivitas siswa nomor 1). Siswa telah siap menerima pelaaran, 2). Siswa termotivasi untuk menikuti pelaaran, 3). Siswa memahami langkah-langkah pembelaaran TPS, 5). Siswa aktif menerima penjelasan materi pelajaran,
Amaludin, La Ode Nursalam
152 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
6). Siswa aktif menjawab pertanyaan melalui LKS secara mandiri, 7). Siswa aktif bersama pasangannya untuk mendiskusikan hasil jawaban pada LKS, 8). Siswa mempersentasekan hasil kerja kelompoknya sesuai dengan LKS dan 10). Siswa aktif menyimpulkan hasil diskusi, sedangkan dari 10 aspek yang di amati belum ada satupun aspek yang mendapatkan skor 4. Pada siklus II dari 10 aspek aktivitas siswa yang diobservasi masih memperoleh rata-rata 2,8 yang terkategori cukup sehingga masih dilanjutkan pada siklus III. Pada siklus III, aktivitas siswa yang mendapat skor terendah di siklus II yaitu 2 tidak terjadi peningkatan yaitu 2 adalah aktivitas nomor 9 yaitu menangapi presentase hasil kera LKS kelompk lain, sedangkan aktivitas siswa yang mendapat skor tertinggi disiklus II dengan skor 3 meningkat di siklus III menjadi 4 aspek dengan skor 4 aktivitas siswa yaitu 1). siswa telah siap menerima pelajaran, 3). siswa mengetahui tujuan pembelajaran yan akan dicapai, 5). siswa aktiv menerima pelaaran dan siswa mempersentasekan hasil pekerjaan dan 8). Siswa mempersentasekan hasil kerja kelompoknya sesuai dengan LKS. Pada siklus III dari 10 aspek aktivitas siswa yang diobservasi telah memperoleh rata-rata yang terkategori baik yaitu 3,3. Karena pada awal perencanaan peneliti ingin mendapatkan nilai ratarata yang terkategori sangat baik dan pada siklus III ini peneliti belum
mendapatkan nilai yang memuaskan maka pada siklus III masih dilanjutkan pada siklus berikutnya yaitu siklus IV. Pada siklus IV, aktivitas siswa yang mendapat skor terendah di siklus III yaitu 2 dan meningkat menjadi 3 adalah aktivitas nomor 9 yaitu menanggapi asil pekerjaan LKS kelmpok lain, sedangkan aktivitas siswa yang mendapat skor tertinggi disiklus III dengan skor 4 yaitu 4 aspek meningkat di siklus IV menjadi 8 aspek dengan skor 4 aktivitas siswa nomor 1,2,3,4,5,6,7,dan 8 yaitu siswa telah siap menerima pelaaran, siswa termotivasi untuk menikuti pelaaran, siswa memaami langkah-langkah pembelaaran TPS, siswa menetahui tujuan pembelajaran yan akan dicapai, siswa aktiv menerima pelaaran, siswa mempersentasekan asil pekerjaan, siswa aktiv menjawab pertanyaan yang ada dalam LKS dan siswa aktif berdiskusi. Pada siklus IV dari 10 aspek aktivitas siswa yang diobservasi telah memperoleh nilai rata-rata yang terkategori baik yaitu 3,8. Karena peneliti sudah mendapatkan nilai yang maksimal dan memuaskan maka penelitian cukup sampai di siklus IV. Secara keseluruhan persentase aktivitas siswa meningkat dari siklus I,II,III dan IV. Untuk mendapatkan gambaran peningkatan rata-rata aktivitas siswa selama pembelajaran pada setiap siklus dapat dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut.
Amaludin, La Ode Nursalam
153 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
Rata-Rata Aktivitas Siswa 4 3
2,3
2,8
3,3
3,8
2 1 0 siklus I
siklus II
siklus III
siklus IV
Gambar 2. Rata-Rata Aktivitas Siswa Setiap Siklus Berdasarkan gambar 2 di atas, diperoleh gambaran bahwa aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TPS pada materi kondisi geografis dan penduduk cenderung mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata aktivitas siswa pada siklus I sebesar 2,3, siklus II sebesar 2,8, siklus III sebesar 3,3 dan siklus IV sebesar 3,8.
Data Aktivitas Guru Gambaran aktivitas guru dalam mengolah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada materi kondisi geografis dan penduduk yang diperoleh dengan menggunakan lembar observasi aktivitas guru pada setiap siklus. untuk gambaran peningkatan nilai rata-rata aktivitas guru selama kegiatan belajar mengajar berlangsung dari siklus I, II, III dan IV dapat dilihat pada gambar 3 berikut.
Rata-Rata Aktivitas Guru 4 3
2,25
2,6875
3,25
3,75
2 1 0 siklus I
siklus II
siklus III
siklus IV
Gambar 3. Skor Rata-Rata Aktivitas Guru Pada Setiap Siklus.
Amaludin, La Ode Nursalam
154 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
Berdasarkan gambar 3 menunjukan adanya peningkatan aktivitas guru yang signifikan, dimana pada siklus I diperoleh rata-rata aktivitas mengajar guru sebesar 2,25 yang berkategori cukup, kemudian meningkat pada siklus II diperoleh ratarata aktivitas mengajar guru sebesar 2,6875 yang berkategori cukup, selanjutnya siklus III di peroleh ratarata aktivitas mengajar guru sebesar 3,25 yang berkategori baik dan siklus IV perolehan rata-rata aktivitas mengajar guru sebesar 3,75 yang berkategori baik.
No 1 2 3
Analisis Hasil Belajar Dari hasil belajar IPS kelas VII SMP Negeri 5 Kabaena pada materi kondisi geografis dan penduduk diperoleh dengan menggunakan tes hasil belajar berupa soal uraian yang diberikan pada setiap siklus I,II,III dan IV. Berdasarkan hasil analisis data hasil belajar siswa pada setiap siklus diperoleh hasil sebagaimana disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Data Peningkatan Hasil Belajar Siswa Secara Keseluruhan Nilai Siklus I Siklus II Siklus III Siklus IV Maksimum 90 100 100 100 Minimum 25 30 35 65 Rata-rata 59,875 73,5 77,125 93,375
Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa hasil belajar IPS siswa kellas VII SMP Negeri 5 kabaena setelah diajar dengan menerapkan model kooperatif tipe TPS mengalami peningkatan pada siklus I menuju siklus II, III dan IV. Untuk lebih 100
90
100 80
40
25
100
73,5
59,8
60
jelasnya mengenai gambaran aktivitas hasil belajar siswa kelas VII yang diajar dengan menggunakan model kooperatif tipe TPS dari siklus I menuju siklus II, III dan IV dapat dilihat pada gambar 4 berikut.
100
93,3
77,1 65
30
35
20 0 SIKLUS I
SIKLUS II
MINIMUM
SIKLUS III
MAKSIMUM
SIKLUS IV RATA-RATA
Gambar 4. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Secara Keseluruhan.
Amaludin, La Ode Nursalam
155 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
Berdasarkan gambar 4 di atas diperoleh bahwa hasil belajar siswa kelas VII pada materi kondisi geografis dan penduduk yang diajar dengan menggunakan model kooperatif tipe TPS menunjukkan peningkatan yang lebih baik dari setiap siklusnya. Dapat dilihat pada siklus I diperoleh nilai minimum sebesar 25 nilai rata-rata 59,875 dan nilai tertinggi 90, pada siklus II diperoleh nilai minimum 30
No 1 2 3 4
nilai rata-rata 73,5 dan nilai tertinggi 100, sedangkan pada siklus III diperoleh nilai minimum 35 nilai ratarata 77,125 dan nilai tertinggi 100, kemudian pada siklus IV diperoleh nilai minimum 65 nilai rata-rata 93,375 dan nilai tertinggi 100. Selanjutnya berdasarkan analisis ketuntasan belajar siswa pada setiap siklus diperoleh hasil sebagaimana disajikan pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Persentase Ketuntasan Belajar Kriteria ketuntasan Tuntas Belum tuntas Frekuensi Frekuensi Persentase (%) Persentase (%) (orang) (orang) 17 42,5 23 57,5 29 72,5 11 27,5 31 77,5 9 22,5 37 92,5 3 7,5
Jenis evaluasi Siklus I Siklus II Siklus III Siklus IV
Dari tabel diatas dapat dilihat analisis ketuntasan belajar siswa dengan grafik dibawah ini.
persentase hasil belajar siswa 92,5
100 77,5
72,5
80 57,5 60
42,5
40
27,5
22,5
20
7,5
0 Siklus I
Siklus II
Siklus III
Belum Tuntas
Siklus IV Suda Tuntas
Gambar 5. Persentase Jumlah Siswa yang Sudah Tuntas dan Belum Tuntas Belajar.
Untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran yang dilakukan, maka guru melakukan evaluasi pada setiap siklus. Pada
evaluasi siklus I, siswa yang memperoleh nilai antara 0-69 berjumlah 23 orang (57,5%), siswa yang memperoleh nilai rentang 70-
Amaludin, La Ode Nursalam
156 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
100 berjumlah 17 orang (42,5%), namun belum mencapai indikator ketuntasan keberhasilan dimana sebesar 80% siswa mencapai ketuntasan belajar. Dalam hal ini ratarata nilai siswa pada evaluasi siklus I adalah 59,875. Ketuntasan belajar siswa mencapai 42,5%, dimana siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 berjumlah 17 orang sedangkan 23 orang siswa yang lain belum mencapai ketuntasan belajar. Ketidak tuntasan siswa diakibatkan siswa belum bisa menyesuaikan model pembelajaran yang baru dalam pembelajaran, dan kerja sama dengan teman kelompok belum maksimal, dan masi mengandalkan keunggulan individu setiap siswa. Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pada siklus II, siswa yang memperoleh nilai antara 0-69 berjumlah 11 orang (27,5%), sedangkan siswa yang memperoleh nilai antara 70-100 berjumlah 29 orang (72,5%), namun belum mencapai indikator ketuntasan keberhasilan dimana sebesar 80% siswa mencapai ketuntasan belajar. Dalam hal ini rata-rata nilai siswa adalah 73,5 ketuntasan belajar siswa mencapai 72,5% dimana siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 berjumlah 29 sedangkan 11 orang siswa yang lain belum mencapai ketuntasan belajar. Ketidak tuntasan siswa diakibatkan masi adanya siswa yng belum bisa menyesuaikan dengan model pembelajaran baru dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil evaluasi siklus III, siswa yang memperoleh nilai antara 0-69 berjumlah 9 orang (22,5%), siswa yang memperoleh nilai antara 70-100 berjumlah 31 orang (77,5%), namun belum mencapai indikator ketuntasan
keberhasilan dimana sebesar 80% siswa mencapai ketuntasan belajar. Dalam hal ini rata-rata nilai siswa adalah 77,125 ketuntasan belajar siswa mencapai 77,5% dimana siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 berjumlah 31 sedangkan 9 orang siswa yang lain belum mencapai ketuntasan belajar. Namun peneliti berkeyakinan bahwa nilai siswa masih dapat ditingkatkan dengan memperbaiki semua kekurangan yang masi terjadi sehingga penelitian ini dilanjutkan ke siklus IV. Berdasarkan hasil evaluasi siklus IV, siswa yang memperoleh nilai antara 0-69 berjumlah 3 orang (7,5%), siswa yang memperoleh nilai antara 70-100 berjumlah 35 orang (92,5%) dengan rata-rata nilai siswa adalah 93,375 ketuntasan belajar siswa mencapai 92,5% dimana siswa yang memperoleh nilai ≥ 70 berjumlah 37 sedangkan 3 orang siswa yang lain belum mencapai ketuntasan belajar. Dalam hal ini terjadi peningkatan hasil belajar siswa antara siklus III dan IV. Indikator dalam penelitian ini telah tercapai yakni minimal 80% siswa telah mencapai ketuntasan belajar atau mendapat nilai ≥ 70. Tingginya hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS), disebabkan karena siswa belajar bersama dan saling membantu antara siswa yang belum mampu dengan siswa yang suda mampu dala menyelesaikan masalah yang diberikan guru. Peningkatan hasil belajar siswa merupakan dampak dari peningkatan keberhasilan aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa.
Amaludin, La Ode Nursalam
157 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, aktivitas belajar siswa kelas VII SMP Negeri 5 Kabaena pada materi kondisi geografis dan penduduk dapat ditingkatkan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think pair Share (TPS). Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar 2,3, pada siklus II sebesar 2,8, siklus III sebesar 3,3 dan pada siklus IV sebesar 3,8. Kedua, aktivitas mengajar guru kelas VII SMP Negeri 5 Kabaena pada materi kondisi geografis dan penduduk dapat ditingkatkan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think pair Share (TPS). Hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata aktivitas mengajar guru. Dimana Pada siklus I sebesar 2,25, pada siklus II sebesar 2,6875, siklus III sebesar 3,25 dan pada siklus IV sebesar 3,75. Ketiga, hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 5 Kabaena pada materi kondisi geografis dan penduduk dapat ditingkatkan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think pair Share (TPS). Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa pada siklus I yaitu 42,5% (17 orang siswa) dengan nilai rata-rata 59,875 yang memperoleh nilai ≥ 70, siklus II yaitu 72,5% (29 orang siswa) dengan nilai rata-rata 73,5 yang memperoleh nilai ≥ 70, dan siklus III yaitu 77,5% (31 orang siswa) dengan nilai rata-rata 77,125 yang memperoleh nilai ≥ 70, sedangkan pada siklus IV yaitu 92,5% ( 37 orang siswa) dengan rata-rata 93,375 yang memperoleh nilai ≥ 70. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sekolah menenga pertama maka peneliti mengajukan beberapa saran yaitu. (1) Diharapkan kepada guru-guru lain kiranya dapat
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada pembelajaran IPS materi kondisi geografis dan penduduk karena dapat meningkatkan aktivitas mengajara guru, aktivitas belajar siswa dan hasil belajar siswa. (2) Agar siswa selalu aktif dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar IPS melalui model pembelajaran koopertif tipe Think Pair Share (TPS). (3) Diharapkan kepada SMP Negeri 5 Kabaena untuk membuat kebijakan tentang penggunaan model pembelajaran tentang penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) dalam pembelajaran IPS khususnya materi kondisi geografis dan penduduk. (4) Bagi peneliti lain, hasil peneliti ini dapat dijadikan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA Arifin,2003. Evaluasi Intruksional. Remaja Rosda Karya, Bandung. Arikunto, S. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta Burhan. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Untuk Meningkatkan Hasil Belajar PKn Pada Materi Sistem Pemerintahan Desa Dan Kecamatan Di Kelas VI SDN Cempaka KEC.Laonti. UHO. Skripsi. Darsono, M. 2002. Belajar Dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang. Hayati,S. 2007. Ilmu Pengetahuan Sosial Geografi. Jakarta: Erlangga. Hidayati et al. 2010. Pengembangan Pendidikan IPS SD.
Amaludin, La Ode Nursalam
158 Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 Juli 2016
Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Mella. 2012. Model Pembelajaran. 2007. Malang. Universitas Negeri Malang Norma. 2015. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS Untuk Meningkatkan Hasil Belajar PKn Pada Materi Peran Indonesia Di Asia Tenggara Siswa Kelas VI SDN 08 Abewli Kota Kendari. UHO. Skripsi. Purwanto, N. 1998. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Karya. Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktuvistik. Jakarta. Prestasi Pustaka Winkel, W., S. 2004. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi
Amaludin, La Ode Nursalam