Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 164- 175 ANALISIS KAUSALITAS ANTARA INFLASI DAN KONSUMSI DI INDONESIA Niki Ermija Oktavia1*, Amri2 1) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, e-mail:
[email protected] 2) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, e-mail:
[email protected]
Abstract Consumption and inflation is the economic variables that can be used to view the condition of the economy of a country. Inflation is an indicator that can be used to measure the stability of the economy, while consumption is one of the fundamental building blocks of national income fluctuations that can affect the economy of a country. This study aimed to examine the causality between inflation and consumption in Indonesia. The data in this study using secondary data with a span of 21 years (1994-2014). Estimation is done using a model ECM (Error Correction Model) and the model of Engel-Granger. The results of causality test to mention that there is a causal relationship between the variables of inflation is one way to variable consumption, meaning that any increase or decrease in inflation will affect household consumption. Another finding of this study is long-term and short-term negative effect on the consumption of inflation in Indonesia, meaning that when consumption increases, inflation will decline. Keywords: inflation, consumption, ECM models and models Engel-Granger.
Abstrak Konsumsi dan inflasi merupakan variabel ekonomi yang dapat digunakan untuk melihat kondisi perekonomian suatu negara. Inflasi merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur stabilitas perekonomian, sedangkan konsumsi merupakan salah satu komponen pembentuk pendapatan nasional yang dapat mempengaruhi fluktuasi perekonomian suatu negara. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kausalitas antara inflasi dan konsumsi di Indonesia. Data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder dengan rentang waktu selama 21 tahun (1994-2014). Estimasi dilakukan dengan menggunakan model ECM (Error Correction Model) dan model Engel-Granger. Hasil uji kausalitas menyebutkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah antara variabel inflasi terhadap variabel konsumsi, artinya setiap peningkatan atau penurunan inflasi akan berpengaruh terhadap konsumsi rumah tangga. Temuan lain dari penelitian ini adalah dalam jangka panjang dan jangka pendek konsumsi berpengaruh negatif terhadap inflasi di Indonesia, artinya ketika konsumsi meningkat maka inflasi akan menurun. Kata Kunci: inflasi, konsumsi, model ECM dan model Engel-Granger.
PENDAHULUAN 164
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 164- 175 Konsumsi adalah pembelanjaan rumah tangga untuk barang dan jasa (Mankiw, 2013:11). Pembelanjaan barang dan jasa yang dilakukan rumah tangga bertujuan untuk mendapatkan kepuasan dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang selalu berhubungan dengan konsumsi, baik konsumsi kebutuhan pokok maupun konsumsi kebutuhan lainnya. Kegiatan konsumsi memegang peran penting dalam kehidupan manusia, karena setiap orang melakukan konsumsi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Teori Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis Of Consumtion) menyatakan bahwa kegiatan konsumsi adalah kegiatan seumur hidup (Ardianto, 2011). Secara aggregate pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan pendapatan nasional. Semakin besar pendapatan maka semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Perbandingan besarnya tambahan pengeluaran konsumsi terhadap pendapatan disebut Marginal Propensity to Consumer. Pada masyarakat yang kondisi ekonominya relatif belum mapan angka MPC (Marginal Propensity to Consumer) mereka relatif lebih besar, sementara angka MPS (Marginal Propensity to Save) relatif lebih kecil. Artinya, jika memperoleh tambahan pendapatan maka sebagian besar tambahan pendapatan tersebut akan dialokasikan untuk konsumsi. Hal sebaliknya berlaku pada masyarakat yang kondisi ekonominya relatif lebih mapan (Hanantijo, 2014). Selain konsumsi, inflasi juga merupakan salah satu variabel ekonomi yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap kehidupan masyarakat dan kegiatan suatu perekonomian. Inflasi adalah variabel makroekonomi yang sering dikaitkan dengan konsumsi dan dianggap merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi kegiatan konsumsi masyarakat atau rumah tangga. Dalam pendekatan moneter inflasi dinilai sebagai suatu keadaan dimana jumlah uang beredar lebih banyak dibandingkan dengan kesediaan masyarakat untuk memiliki atau menyimpan uang tersebut. Inflasi dapat juga didefinisikan sebagai salah satu proses kenaikan harga-harga dalam suatu perekonomian yang disebabkan dua masalah utama, pertama disebabkan tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa dalam perekonomian dan kedua pekerja-pekerja di berbagai kegiatan ekonomi menuntut kenaikan upah (Sukirno, 2013:14). Menurut Ragandhi (2012) Inflasi merupakan salah satu determinan dari konsumsi, sebagaimana telah diketahui bahwa inflasi berdampak terhadap produsen, masyarakat, maupun perbankan. Bagi produsen, tinggi rendahnya inflasi dalam jangka waktu tertentu akan berpengaruh terhadap harga jual. Dengan adanya inflasi yang tinggi akan berdampak pada tingginya biaya produksi dan berujung pada penurunan output karena adanya kenaikan harga jual. Sedangkan dampak langsung yang dihadapi masyarakat adalah meningkatnya harga barang yang di konsumsi. Bagi perbankan, tingginya inflasi akan memicu enggannya masyarakat untuk menyimpan uang di bank. Konsumsi dan inflasi merupakan variabel ekonomi yang dapat digunakan untuk melihat kondisi perekonomian suatu negara. Inflasi merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat atau mengukur stabilitas perekonomian suatu negara, sedangkan konsumsi merupakan salah satu komponen pembentuk pendapatan nasional yang juga dapat mempengaruhi fluktuasi perekonomian suatu negara. Jika dilihat perkembangan inflasi dan konsumsi, dapat indikasi kemungkinan adanya pengaruh antara kedua variabel. Inflasi mengalami perkembangan yang tinggi di tahun 2005 sebasar 17,11 persen sementara konsumsi hanya sebesar 4,06 persen, angka ini menurun dari tahun sebelumnya sebesar 4,86 persen di tahun 2004. Jika inflasi dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi konsumsi, maka kondisi ini sesuai dengan dugaan. Konsumsi mengalami perkembangan yang cukup tinggi pada tahun 2008. Jika inflasi di anggap sebagai faktor yang mempengaruhi konsumsi maka seharusnya 165
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 164- 175 peningkatan konsumsi ini diikuti dengan penurunan inflasi, namun pada tahun ini inflasi juga tinggi yaitu sebesar 11,06 persen. Di sisi lain, inflasi mengalami perkembangan terendah pada tahun 2009 sebesar 2,78 persen. Rendahnya nilai inflasi pada tahun ini dipicu oleh kecendrungan apresiasi nilai tukar. Pada tahun ini selain inflasi, konsumsi juga mengalami penurunan. TINJAUAN PUSTAKA Inflasi Menurut Mankiw (2006:145), inflasi adalah proses kenaikan harga-harga barang secara terus menerus. Namun, proses kenaikan harga yang dimaksud bukan berarti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu naik dengan persentase yang sama dan waktu yang bersamaan pula. Tetapi kenaikan harga barang yang umumnya di konsumsi secara terus-menerus selama suatu periode tertentu. Inflasi sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian suatu negara. Inflasi yang terjadi secara terus menerus akan menyebabkan peningkatan biaya produksi dan menyebabkan kegiatan produksi menjadi tidak menguntungkan. Tingkat inflasi tinggi akan menurunkan permintaan terhadap barang yang di produksi, penurunan permintaan ini akan mengurangi jumlah produksi dan tingkat kegiatan ekonomi. Inflasi juga menimbulkan efek buruk terhadap perdagangan, kenaikan harga menyebabkan barang-barang yang di produksi suatu negara tidak dapat bersaing di pasar internasional. Hal ini akan berdampak pada penurunan ekspor dan terganggunya keseimbangan neraca pembayaran. Selain berpengaruh terhadap perekonomian suatu negara, inflasi juga berpengaruh terhadap kemakmuran masyarakat. Inflasi yang tinggi akan menurunkan pendapatan riil masyarakat yang berpendapatan tetap, mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang seperti uang tunai dan simpanan di bank, dan memperburuk pembagian kekayaan yang dimiliki (Sukirno, 2013:339). Berdasarkan sumber atau penyebabnya inflasi dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation) adalah inflasi yang disebabkan oleh guncangan atas permintaan agregat. Inflasi ini berawal dari adanya kenaikan permintaan agregat (agregate demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh (full-employment) atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. 2. Inflasi Desakan Biaya (Cost Push Inflation) adalah inflasi yang disebabkan guncangan pada penawaran agregat. Inflasi ini biasanya di tandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi, dengan kata lain cost push inflation merupakan inflasi yang terjadi besamaan dengan resesi. Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (aggregate supply) sebagai akibat kenaikannya biaya produksi. 3. Inflasi Diimpor (Imported Inflation) merupakan kenaikan harga yang sangat dipengaruhi oleh tingkat harga barang-barang impor, sehingga kenaikan barang tersebut akan sangat berpengaruh terhadap harga barang dalam negeri. Teori Inflasi Dalam menjelaskan mengenai inflasi serta bagaimana inflasi terjadi banyak teori yang dikembangkan oleh para ahli ekonomi terdahulu, diantaranya sebagai berikut: 1. Teori Kuantitas Uang (Quantity Theory Of Money) David Hume (1711-1776) mengembangkan Teori Kuantitas Uang (Quantity Theory Of Money). Teori ini mengkaji bagaimana kuantitas uang mempengaruhi perekonomian dalam jangka panjang. Teori kuantitas melihat bagaiman proses terjadinya inflasi yang disebabkan oleh jumlah uang beredar dan ekspetasi atau harapan masyarakat mengenai kenaikan harga. Teori 166
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 164- 175 kuantitas uang menyatakan bahwa bank sentral yang mengawasi jumlah uang beredar dan memiliki kendali tertinggi atas tingkat inflasi. Jika bank sentral mempertahankan jumlah uang beredar tetap stabil, maka tingkat harga akan stabil. Namun, jika bank sentral meningkatkan jumlah uang beredar dengan cepat, maka tingkat harga akan meningkat dengan cepat pula (Mankiw, 2006:82-85). 2. Teori Keynes Faktor paling menentukan kestabilan kehidupan ekonomi nasional ialah permintaan masyarakat. Bila jumlah barang dan jasa yang diproduksi tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar, maka harga-harga barang dan jasa di pasar akan naik dan timbul inflasi. Inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuannya (secara ekonomis), hal ini juga yang mengakibatkan permintaan masyarakat terhadap barang-barang selalu melebihi jumlah barangbarang yang tersedia dan menimbulkan celah inflasi. Permintaan yang meningkat menyebabkan harga barang naik dan terjadi inflasi. Menurut teori Keynes inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini adalah proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Maksudnya adalah keadaan ketika permintaan masyarakat atas barang dan jasa selalu melebihi jumlah yang tersedia (inflationary gap). Teori ini mengasumsikan bahwa perekonomian sudah berada pada tingkat full employment (Boediono, 1998 dalam Widiastuti, 2012). 3. Teori Strukturalis Teori Strukturalis merupakan teori yang menjelaskan fenomena inflasi dalam jangka panjang. Hal ini didasarkan pada penjelasannya yang menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan atau infleksibilitas struktur ekonomi suatu negara. Menurut teori ini, ada dua kekakuan utama dalam perekonomian negara sedang berkembang yang dapat menimbulkan inflasi, yaitu kekakuan penerimaan ekspor dan kekakuan penawaran bahan makan. Pada umumnya di negara berkembang penawaran bahan makanan lebih lamban jika dibandingkan pertambahan jumlah penduduk dan pendapatan per kapitanya. Hal ini berdampak pada harga bahan makanan akan naik dan melebihi harga barang-barang lainnya. Karena bahan makanan merupakan kebutuhan pokok maka kenaikan harga bahan makanan mendorong para buruh menuntut kenaikan upah. Upah yang naik mengakibatkan naiknya biaya produksi di berbagai perusahaan yang pada akhirnya mengakibatkan naiknya harga jual berbagai macam barang dan jasa sehingga terjadilah inflasi (AR Sari, 2012). Teori ini juga menyoroti sebab-sebab munculnya inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi terutama yang terjadi di negara berkembang. Teori ini memberikan tekanan pada inflexibilities dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Teori strukturalis adalah teori inflasi dalam jangka panjang. Menurut teori ini, ada dua faktor utama dalam perekonomian negara-negara sedang berkembang yang bisa menimbulkan inflasi yaitu, ketidakelastisan dari penerimaan ekspor dan ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan di dalam negeri (Boediono, 1998 dalam Widiastuti, 2012). Konsumsi Konsumsi merupakan penggunaan akhir barang dan jasa dalam perekonomian yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menambah utilitas. Konsumsi adalah komponen penting dalam pendapatan nasional, dimana nilainya mencapai dua pertiga dari belanja total. Faktor utama yang menentukan besarnya jumlah pengeluaran untuk konsumsi adalah pendapatan disposibel (disposable income). Konsumsi berbanding lurus dengan pendapatan disposibel, dengan kata lain konsumsi bergantung secara langsung dengan pendapatan disposibel, artinya semakin besar pendapatan disposibel maka semakin besar juga 167
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 164- 175 konsumsi (Mankiw, 2006:59). Teori Konsumsi 1. Teori Konsumsi John Maynard Keynes Keynes (dalam Mankiw, 2006) menyatakan bahwa pengeluaran konsumsi (C) tergantung dari pendapatan (Y), selain itu Keynes menganggap perhitungan fluktuasi ekonomi suatu negara dapat dihitung berdasarkan besarnya konsumsi dan pendapatan belanja rumah tangga. Dalam teori ini keynes menggunakan analisis statistik dan juga membuat dugaan-dugaan tentang fungsi konsumsi berdasarkan intropeksi dan observasi kausal. Dugaan-dugaan keynes itu antara lain: Pertama, Keynes menduga bahwa kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume) yaitu jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu; Kedua, Keynes menyatakan bahwa rasio konsumsi terhadap pendapatan yang disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (avarage prospensity to consume). Kecendrungan mengkonsumsi rata-rata ini turun ketika pendapatan naik; dan Ketiga, Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peran penting dalam menentukan konsumsi. 2. Hipotesis Siklus Hidup (Life Cycle Hypothesis Of Consumtion) Franco Modigliani dkk (1950), dalam hipotesisnya menyatakan bahwa konsumsi adalah kegiatan seumur hidup dan individu merencanakan perilaku konsumsi mereka untuk jangka panjang, tujuannya adalah untuk mengalokasikan konsumsi mereka dengan cara terbaik selama masa hidup mereka. Hipotesis ini memandang tabungan sebagai akibat dari keinginan individu untuk menjamin konsumsi di hari tua. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam hipotesis ini yaitu: faktor sosial ekonomi sangat mempengaruhi pola konsumsi seseorang, orang akan membagi konsumsinya secara rata seumur hidup, perilaku konsumsi dipengaruhi oleh siklus hidup, dan tidak ada pendapatan bunga atas tabungan (Ardianto, 2011). Pada perkembangan selanjutnya A. Ando dan Franco Modigliani (1963) mengembangkan teori Life Cycle Hypothesis ini, dimana sumberdaya yang di miliki oleh konsumen dalam hidupnya (life time resources) dipandang sebagai faktor penentu tingkat konsumsi agregat. Sumberdaya yang dimiliki oleh konsumen yaitu jumlah kekayaan (wealth) ditambah dengan nilai sekarang dari seluruh upah yang akan diterima selama hidupnya. Konsumen menentukan konsumsinya dengan memperhitungkan seluruh sumberdaya yang dimiliki sehingga tingkat konsumsi agregat bukan hanya ditentukan oleh jumlah pendapatan yang diterima suatu waktu, akan tetapi nilai kekayaan yang dimiliki (Hanantijo, 2014). Berdasarkan landasan teori, penelitian sebelumnya dan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka dibentuk kerangka pemikiran sebagai berikut:
Inflasi
Konsumsi
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan landasan teori serta kerangka pemikiran maka dapat dibentuk hipotesis dalam penelitian ini diduga terdapat kausalitas antara inflasi dan konsumsi. Dimana, inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap konsumsi dan konsumsi juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap inflasi. 168
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 164- 175
METODE PENELITIAN Metode analisis yang digunakan adalah metode kuantitatif, yaitu metode yang menggunakan model matematika, statistik, dan ekonometrika atau model-model ekonomi lainnya yang dapat digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian. Perhitungan estimasi dilakukan dengan menggunakan model ECM (Error Correction Model) dan model Granger Causality Test atau disebut juga dengan metode Engel-Granger. Adapun prosedur analisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Uji Stasioneritas (Unit Root Test) Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data memiliki unit root atau tidak, serta untuk mengetahui derajat stasioneritas data. Uji stasioneritas data dilakukan untuk melihat apakah data terintegrasi pada ordo yang sama atau tidak. Pengujian stasioneritas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan Phillips-Perron (PP). Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan antara t-statistic dan critical value (1%, 5%, 10%) yang dihasilkan, apabila t-statistic lebih besar daripada critical value maka H di tolak, yang berarti data adalah stasioner. 2. Pemilihan Lag Optimal Pemilihan optimum lag dalam penelitian ini akan digunakan dalam menentukan lag interval yang sesuai dalam uji kointegrasi dan kausalitas Granger. Lag optimal yang terlalu pendek dikhawatirkan tidak dapat menjelaskan dinamika model secara keseluruhan, sedangkan lag optimal yang terlalu panjang akan menghasilkan estimasi yang tidak efisien karena mengurangi degree of freedom. Secara umum, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk menentukan panjang lag optimal, diantaranya adalah AIC (Akaike Information Criterion), SIC (Schwarz Information Criterion), LR (Likelihood ratio), FPE (Final Prediction Error), dan HQ (Hannan-Quinn Information Criterion). 3. Uji Kointegrasi Kointegrasi merupakan regresi antara satu unit root time series dengan unit root time series lainnya. Uji kointegrasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya hubungan jangka panjang antar variabel. Uji kointegrasi ini akan digunakan sebagai pembanding terhadap kesimpulan uji kausalitas. Dimana apabila antara dua variabel terdapat hubungan kointegrasi dan memiliki representasi ECM, maka paling tidak terdapat kausalitas searah diantara keduanya (Gujarati dan Porter, 2012 dalam Shohabi, 2014). Dalam penelitian ini pengujian kointegrasi akan menggunakan metode Johansen dan membandingkan nilai maximum eigenvalue statistic dan trace statistic dengan critical value. Hipotesis uji ini adalah sebagai berikut: H0 : data tidak terkointegrasi H1 : data terkointegrasi Jika nilai maximum eigenvalue statistic dan trace statistic lebih besar daripada critical value, maka H0 di tolak yang berarti data terkointegrasi dalam jangka panjang (Shohabi, 2014). 4. Uji Error Correction Model Model ECM merupakan model yang digunakan untuk mengoreksi persamaan regresi antara variabel-variabel yang secara individual tidak stasioner agar kembali ke nilai equilibrium jangka panjang dengan syarat utama berupa keberadaan hubungan kointegrasi antar variabelvariabel penyusunnya. Penggunaan model ECM memungkinkan adanya Error Correction Term (ECT) sebagai koreksi ketidakseimbangan jangka pendek sehingga menuju keseimbangan dalam jangka panjang. Persamaan umum dari model Error Correction Model dapat dirumuskan sebagai berikut (Aprianti, 2014): 169
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 164- 175 ΔYt = α0 + α1ΔXt + α2ECt + et Dimana, ECt = (Yt-1 – β0 – β1Xt-1) Dari persamaan diatas, dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut: ΔINF = α1ΔCONS + α2ECt .................................................................. (1) Nilai perbedaan ECt disebut sebagai kesalahan ketidakseimbangan (Disequilibrium Error). Koefisien α0 adalah konstanta, α1 adalah koefisien jangka pendek dan β1 adalah koefisien jangka panjang. Koefisien koreksi ketidakseimbangan α2 dalam bentuk nilai absolut menjelaskan seberapa cepat waktu diperlukan untuk mendapatkan nilai keseimbangan (Widarjono, 2009 dalam Aprianti, 2014). 5. Uji Kausalitas Metode Granger causality test digunakan untuk menganalisa pola hubungan kausalitas atau hubungan timbal balik dua variabel yang diteliti. Granger mengemukakan definisi kausalitas adalah variabel X dikatakan menyebabkan Y jika variabel Y dapat dijelaskan secara lebih dengan menggunakan nilai masa lalu variabel X dibandingkan jika tidak menggunakannya (Gujarati, 1995 dalam Setiowati, 2014). Uji kausalitas Granger (Granger causality test) menyatakan bahwa informasi yang relevan untuk memprediksi variabel X dan Y hanya terdapat pada data time series variabel-variabel tersebut (Gujarati dan Porter, 2012:314 dalam Shohabi, 2014). Untuk melihat hubungan kausalitas antara inflasi (INF) dan konsumsi (CONS) di Indonesia, maka diformulasikan persamaan regresi sebagai berikut (Setiowati, 2014): ( INFt = # "$% 𝑎" INFt-i + '$% 𝑏' CONSt-j + U1t...................................... (2) ( CONSt = # "$% 𝑐" CONS + '$% 𝑑' INFt-j + V2t .................................... (3) Dimana : INFt = Inflasi CONSt = Konsumsi n,m = Jumlah Lag Ut, Vt = Variabel Pengganggu a, b, c, d = Koefisien HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Stasioneritas Uji stasioneritas bertujuan untuk mengetahui apakah data memiliki unit root atau tidak. Pengujian stasioneritas dalam penelitian ini menggunakan uji Phillips-Perron (PP) dan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). 1. Uji Phillips-Perron (PP)
Tabel 1.Uji Phillips-Perron (PP) Method
Statistic
Prob.** 170
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 164- 175 PP - Fisher Chi-square PP - Choi Z-stat Series CONS INF
Prob. 0.0222 0.0015
20.5950 -3.51725
0.0004 0.0002
Bandwidth 1.0 1.0
Obs 20 20
Sumber: Hasil Pengolahan Eviews (2016)
Berdasarkan hasil uji Phillips-Perron pada Tabel 1 dapat diketahui hasil chi-square sebesar 20,5950 dengan nilai probabilitas 0,0004, hasil ini menunjukkan bahwa variabel inflasi dan konsumsi signifikan pada α = 0,01 persen. 2. Uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) Tabel 2.Uji Augmented Dickey-Fuller Method ADF - Fisher Chi-square ADF - Choi Z-stat Series CONS INF
Prob. 0.0003 0.3668
Lag 3 3
Statistic 18.5136 -2.69430
Prob.** 0.0010 0.0035
Max Lag 3 3
Obs 17 17
Sumber: Hasil pengolahan eviews (2016)
Tabel 3. Uji Augmented Dickey-Fuller Pada First Difference Method ADF - Fisher Chi-square ADF - Choi Z-stat Series D(CONS) D(INF)
Prob. 0.0001 0.0000
Lag 3 3
Statistic 41.0785 -5.61629
Prob.** 0.0000 0.0000
Max Lag 3 3
Obs 16 16
Sumber: Hasil pengolahan eviews (2016)
Pada uji ADF sebelum First Difference (At Level) hanya variabel konsumsi yang stasioner dengan probabilitas 0,0003, sementara probabilitas inflasi sebesar 0,3668 melebihi tingkat signifikansi (α = 0.01;0.05;0.1) yang berarti bahwa terdapat unit root pada hasil uji terhadap variabel inflasi dan variabel inflasi tidak stasioner. Jika dilihat hasil uji ADF pada First Difference yang dilampirkan pada Tabel 3, kedua variabel stasioner dengan probabilitas konsumsi sebesar 0,0001 < 0,01 dan probabilitas inflasi sebesar 0.0000 < 0,01. Pemilihan Lag Optimal Terdapat beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan panjang lag, diantaranya adalah AIC (Akaike Information Criterion), SIC (Schwarz Information Criterion), LR (Likelihood ratio), FPE (Final Prediction Error), dan HQ (Hannan-Quinn Information Criterion). Tabel 4. Pemilihan Lag Optimal Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ 171
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 164- 175 0 1 2 3 4 5
-60.76987 -58.86671 -54.84323 -48.26744 -44.41661 -41.25339
NA* 3.092639 5.532281 7.397765 3.369477 1.977014
8.765347* 11.49100 11.85683 9.339151 11.27123 17.35216
7.846234 8.108339 8.105404 7.783430* 7.802076 7.906673
7.942808* 8.398059 8.588272 8.459445 8.671239 8.968983
7.851179 8.123175 8.130131 7.818048* 7.846585 7.961072
Sumber: Hasil pengolahan eviews (2016)
Dari Tabel 4, dapat diketahui jumlah lag optimal dari estimasi ini adalah 3. Pada output diatas tanda bintang (*) terbanyak berada di lag 3 dengan nilai AIC terendah sebesar 7,78 persen Uji Kointegrasi Kointegrasi merupakan regresi antara satu unit root time series dengan unit root time series lainnya. Uji kointegrasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan jangka panjang antar variabel. Tabel 5. Uji Kointegrasi
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.971396 -3.808546 -3.020686 -2.650413
0.0550
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
RES(-1) C
-0.644807 -0.414188
0.217005 2.306098
-2.971396 -0.179606
0.0082 0.8595
0.329089 0.291816 10.31287 1914.394 -73.99301 8.829194 0.008178
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
-0.468043 12.25481 7.599301 7.698874 7.618739 2.071293
Sumber: Hasil Pengolahan Eviews (2016)
Berdasarkan hasil uji kointegrasi pada Tabel 5, ditemukan signifikansi nilai t-statistik (0,17) lebih besar dari critical values -3,02 pada α 5 persen dengan probabilitas 0,05persen, berdasarkan hasil ini maka H0 ditolak yang berarti bahwa data terkointegrasi dalam jangka panjang atau dengan kata lain inflasi dan konsumsi terkointegrasi dalam jangka panjang. Hasil Estimasi Model ECM Error Correction Model (ECM) digunakan untuk estimasi penyesuaian jangka pendek. Penyesuaian dalam jangka pendek merupakan mekanisme koreksi terhadap ketidakseimbangan dalam jangka pendek sehingga menuju keseimbangan dalam jangka panjang. 1. Estimasi Jangka Panjang Tabel 6. Estimasi Jangka Panjang Model ECM Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob. 172
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 164- 175 C CONS R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
27.79662 -3.352116
4.283343 0.715704
6.489470 -4.683663
0.535869 0.511441 10.90975 2261.431 -78.92963 21.93670 0.000162
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.0000 0.0002 11.11905 15.60833 7.707584 7.807062 7.729173 1.263716
Sumber: Hasil Pengolahan Eviews (2016)
Berdasarkan hasil estimasi jangka panjang pada Tabel 6, menunjukkan koefisien konsumsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap inflasi. Hasil koefisien tersebut memberikan makna peningkatan konsumsi akan mengurangi inflasi sebesar 3,35 persen. Sementara nilai Adjusted R-squared yang diperoleh yaitu sebesar 0,51 persen, artinya sebesar 0,51 persen keragaman variabel dependen yaitu inflasi dapat dijelaskan oleh variabel independen yaitu konsumsi. Nilai probabilitas F-statistik yang diperoleh dari hasil estimasi ini adalah sebesar 0,000162 persen, artinya variabel independen dalam penelitian ini berpengaruh terhadap variabel dependen pada α = 5 persen. 2. Estimasi Jangka Pendek Tabel 7. Estimasi Jangka Pendek Model ECM Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(CONS) RES(-1)
-0.602774 -4.792579 -0.568569
1.874010 0.449175 0.177854
-0.321649 -10.66975 -3.196827
0.7516 0.0000 0.0053
0.888601 0.875495 8.376440 1192.801 -69.26204 67.80224 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
-0.044000 23.73921 7.226204 7.375564 7.255361 1.660947
Sumber: Hasil Pengolahan Eviews (2016)
Hasil estimasi jangka pendek model ECM juga memberikan hasil yang serupa dengan hasil estimasi jangka panjang yaitu konsumsi berperngaruh negatif terhadap inflasi dengan tingkat kepercayaan 1 persen. Artinya, peningkatan konsumsi sebanyak 1 persen menyebabkan terjadi pengurangan inflasi sebesar 4,79 persen. Berdasarkan nilai speed of adjustment (koefisien -0,568), ada sebesar 57 persen ketidakseimbangan pada pengaruh jangka pendek konsumsi terhadap inflasi yang terkointegrasi setiap tahunnya. Hasil Estimasi Model Engel Granger Model Engel Granger yaitu model yang digunakan untuk menganalisa pola hubungan kausalitas antar variabel atau untuk mengindikasih apakah ada hubungan dua arah atau satu arah antar variabel tertentu. Tabel 8. Estimasi Model Engel Granger Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob. 173
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 164- 175 INF does not Granger Cause CONS CONS does not Granger Cause INF
18
3.48063 12.3897
0.0539 0.0008
Sumber: Hasil Pengolahan Eviews (2016)
Dari hasil estimasi pada Tabel 8, hipotesis nol untuk INF does not granger cause CONS, dapat dilihat bahwa probabilitas 0,053 > α (0,05) pada lag 3 dan nilai F-Statistiknya adalah sebesar 3,48 persen. Dari hasil ini maka H0 diterima, konsumsi tidak menyebabkan inflasi atau dengan kata lain konsumsi tidak mempengaruhi inflasi. Untuk hasil kedua, dimana hipotesis nol untuk CONS does not granger cause INF, dapat dilihat bahwa probabilitas 0,000 < α (0,05) pada lag 3 dengan nilai F-Statistik sebesar 12,38 persen. Dari hasil ini maka H0 di tolak, artinya inflasi menyebabkan konsumsi atau dengan kata lain inflasi berpengaruh terhadap konsumsi. Berdasarkan hasil uji kausalitas dengan pairwise granger causality tests dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan kausalitas satu arah antara variabel inflasi terhadap variabel konsumsi di Indonesia, dimana kenaikan inflasi setiap tahunnya akan mempengaruhi tingkat konsumsi setiap tahunnya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian menggunakan model Error Correction Model (ECM) dan model Engel Granger, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam jangka panjang konsumsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap inflasi. Hasil koefisien yang diperoleh memberikan makna peningkatan konsumsi akan mengurangi inflasi sebesar 3,35 persen. Nilai probabilitas F-statistik yang diperoleh dari hasil estimasi ini adalah sebesar 0,000162 persen, artinya variabel independen dalam penelitian ini berpengaruh terhadap variabel dependen pada α = 5 persen. 2. Dalam jangka pendek konsumsi juga berperngaruh negatif terhadap inflasi dengan tingkat kepercayaan 1 persen dan koefisien sebesar -4,79 persen. Artinya, peningkatan konsumsi sebanyak 1 persen menyebabkan terjadi pengurangan inflasi sebesar 4,79 persen. 3. Berdasarkan hasil uji kausalitas dengan pairwise granger causality tests menyebutkan bahwa inflasi berpengaruh terhadap konsumsi, hasil ini dapat dilihat dari nilai probabilitasnya sebesar 0,000 < α 0,05 dengan nilai F-Statistik sebesar 12,38 persen. Sedangkan variabel konsumsi tidak berpengaruh terhadap inflasi dengan nilai probabilitas sebesar 0,053 persen > 5 persen dan nilai F-Statistiknya adalah sebesar 3,48 persen. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, terdapat beberapa rekomendasi dari penulis yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau bahan acuan untuk berbagai pihak, antara lain: 1. Kepada pengamat ilmu sosial terutama pengamat ekonomi (ekonom), diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan atau referensi tambahan mengenai keterkaitan inflasi dan konsumsi di Indonesia. Sehingga dapat membantu para pengamat dalam memberikan saran atau masukan kepada pemerintah dan berbagai pihak terkait. 2. Selanjutnya diharapkan juga bagi pemerintah untuk mempertimbangkan pengaruh atau dampak penetapan suatu kebijakan dan pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi kedua variabel dalam penelitian ini yaitu inflasi dan konsumsi rumah tangga. Selain itu, diharapkan juga bagi pemerintah untuk menjaga fluktuasi inflasi tetap stabil agar tidak memberikan pengaruh negatif terhadap konsumsi dan kondisi perekonomian, karena inflasi 174
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 164- 175
3.
yang terlalu tinggi tidak akan baik bagi kesejahtraan masyarakat dan kondisi perekonomian suatu negara. Bagi akademisi, diharapkan dapat melanjutkan penelitian serupa untuk mengkaji lebih dalam mengenai keterkaitan kedua variabel inflasi dan konsumsi atau mengembangkan penelitian baru dengan cara menambah variabel penelitian yang juga memiliki keterkaitan dengan kedua variabel ini.
DAFTAR PUSTAKA Aprianti, D. F., Kusdarwati, H., & Sumarminingsih, E. (2014). Penggunaan Error Correction Model Engle-Granger dan Domowitz El-Badawi Pada Data Analisis Deret Waktu Non Stationer (Migas, Pdb, Ori, Ihsg). Jurnal Mahasiswa Statistik, 2(1), Pp-45. Ardianto, M. T., & Firdayetti. (2011). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi di Indonesia Menggunakan Error Correction Model (ECM) Periode Tahun 1994.1– 2005.4. Media Ekonomi, 19(1). AR, Sari. H. (2012). Bab II Tinjauam Pustaka eprints.undip.ac.id/42529/3/2Bab_II_Tinjauan_Pustaka.pdf. Diakses 27 April 2016. Hanantijo, GM. Djoko. (2014). Konsumsi Nasional Sebagai Penggerak Laju Pertumbuhan Ekonomi Nasional. Jurnal Mimbar Bumi Bengawan, 6(14). Mankiw, Gregory. (2006). Makroekonomi. Jakarta: Erlangga. _______________ . (2013). Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba Empat. Ragandhi, A. (2012). Pengaruh Pendapatan Nasional, Inflasi, Dan Suku Bunga Deposito Terhadap Konsumsi Masyarakat Di Indonesia. Jurnal Studi Ekonomi Indonesia. Setiowati, L. (2014). Analisis Hubungan Kausalitas Antara Bi Rate Dengan Inflasi Di Indonesia Periode Juli 2006-Juli 2013 Menggunakan Metode Granger Dan Final Prediction Error. Doctoral Dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Shohabi, W. (2014). Kausalitas Pengeluaran Pemerintah, Inflasi, Dan Pendapatan Nasional Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Feb, 2(2). Sukirno, S. (2013). Makroekonomi Teori Pengantar . Jakarta: Rajawali Pers. Widiastuti, I. L. (2012). Pengaruh Jumlah Uang Beredar Terhadap Inflasi Di Indonesia Bulan Januari 2001–Desember 2011: Pendekatan Error Correction Model (ECM). Doctoral Dissertation. .
175