Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 206- 215
ANALISIS EKONOMI FUNGSI BIAYA PRODUKSI, PENETAPAN TARIF DAN ALOKASI AIR MINUM YANG EFISIEN : STUDI KASUS DI PDAM TIRTA DAROY KOTA BANDA ACEH Yushar1*, Sofyan Syahnur2 1) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh e-mail:
[email protected] 2) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh e-mail:
[email protected]
Abstract The aim of this research is to explain the factors that affect the cost of clean water production, the level of efficiency of production costs, and calculate the cost of goods sold in PDAM Tirta Daroy. Estimation methods Ordinary Least Square (OLS) is used to estimate the parameters of the water production cost is the amount of water production and the rate of leakage. The analysis shows the number of water production affect positively and significantly to the cost of water production. In the regression analysis results obtained 1 + π½2 > 1, indicate increasing return to scale. This means that in terms of cost, the proportion of additional factors of production (output) will generate additional production costs that proportion is greater, so the cost of production becomes inefficient. Moreover, increasing production costs continued to show a reduction in the efficiency of water production. One cause of loss is an indirect cost that is greater than revenue. Therefore, the high rate of indirect costs resulting effort PDAM Tirta Daroy yet fully efficient as one of the companies engaged in managing the water supply for the city of Banda Aceh. Keywords: Production Costs, Rates, PDAM Tirta Daroy. Abstrak Tujuan dari penelitian ini untuk menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi biaya produksi air bersih, tingkat efisiensi biaya produksi, serta menghitung harga pokok penjualan di PDAM Tirta Daroy. Metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS) digunakan untuk menduga parameter dari biaya produksi air yaitu jumlah produksi air dan tingkat kebocoran. Hasil analisis menunjukkan jumlah produksi air berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap biaya produksi air bersih. Dalam hasil analisis regresi diatas diperoleh π½1 + π½2 > 1 menunjukkan increasing return to scale. Artinya dari segi biaya, proporsi penambahan faktor produksi (output) akan menghasilkan tambahan biaya produksi yang proporsinya lebih besar, sehingga biaya produksi menjadi tidak efesien. Selain itu, peningkatan biaya produksi semakin menunjukkan pengurangan terhadap efesiensi produksi air. Tingkat efisiensi air yang sampai ke pelanggan hanya berkisar 45 persen dari jumlah air yang diproduksi. Salah satu penyebab kerugian adalah biaya tidak langsung yang lebih besar daripada pendapatan usaha. Maka dari itu, tingginya angka biaya tidak langsung usaha mengakibatkan PDAM Tirta Daroy belum sepenuhnya efisien sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam mengelola air bersih untuk wilayah Kota Banda Aceh. Kata Kunci: Biaya Produksi, Tarif, PDAM Tirta Daroy.
206
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 206- 215
PENDAHULUAN Air merupakan sumber daya alam yang unik karena ketersediaan air bersih memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup manusia, di antaranya untuk memproduksi pangan, pengembangan ekonomi dan kesejahteraan serta kesehatan manusia. Populasi yang meningkat dan peningkatan standar hidup manusia akan menambah permintaan air sehingga terjadi eksploitasi manusia terhadap air tanah, air permukaan, hutan, dan lahan pertanian untuk dijadikan tempat tinggal maupun pembangunan industri. Eksploitasi tersebut menyebabkan kekeringan pada musim kemarau, dan menimbulkan banjir pada musim hujan. Sementara peningkatan industri dan rendahnya kontrol pemerintah akan mengakibatkan limbah pabrik yang tidak didaur ulang mencemari air. Di samping itu, perubahan iklim akibat pemanasan global yang terjadi akhir-akhir ini diduga juga akan mempengaruhi curah hujan dan ketersediaan air (Yayuk, 2010). Keberadaan sumber air bersih harus memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan memudahkan penyebaran penyakit dalam masyarakat. Rata-rata kebutuhan air per hari tiap individu berkisar antara 150200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air bervariasi tergantung pada iklim, standar pendapatan, dan budaya yang terbentuk dalam masyarakat (Amrita, 2013). Studi yang dilakukan oleh World Bank pada tahun 2006 (World Bank, 2006) menunjukkan hasil bahwa perbaikan air yang memadai bagi penduduk miskin di kota dapat meningkatkan kesejahteraan mereka, hasil tersebut didapat karena selama ini terbatasnya akses penduduk miskin terhadap air bersih membuat mereka mau tidak mau harus mengeluarkan biaya penyediaan air bersih yang lebih tinggi dibandingkan dengan tarif yang dikeluarkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum. Menurut Effendy (2012:7) PDAM sebagai kepanjangan tangan Pemda mengemban tugas memberikan pelayanan jasa kepada masayarakat dan sebagai operator pelayanan air minum, melalui sistem yang dimilikinya. PDAM harus mampu mengupayakan dan mengelola air agar kualiatas air meningkat, serta meningkatkan kapasitas atau cakupan pelayanan. Upaya PDAM dalam memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat juga tercantum dalam misi dan visi yang dimiliki setiap PDAM yaitu kuantitas, kualitas dan kontinuitas. Sistem operasi yang dialkukan PDAM selama ini merupakan prinsip Cost Recovery (Pemulihan Biaya). Prinsip Cost Recovery (Pemulihan Biaya) memiliki pengertian yaitu perusahaan harus mampu membiayai sendiri seluruh pengeluarannya dengan tidak mempergunakan sumber pembiayaan diluar perusahaan. Sebagai kepanjangan tangan Pemda dalam menyediakan layanan publik PDAM dituntut untuk tidak membebani masyarakat. Sehingga penetapan tarif air yang di terapkan PDAM tidak boleh membebani pelanggan namun juga mampu membiayai biaya operasional perusahaan (Anandasari, 2014). TINJAUAN PUSTAKA Teori Produksi Fungsi produksi pada hakikatnya terletak antara kelangkaan dan tindakan ekonomi. Kelangkaan yang menimbulkan masalah ekonomi dan tindakan sebagai upaya untuk memecahkannya. Masalah ekonomi timbul karena kebutuhan manusia tidak terbatas sementara alat pemuas kebutuhan manusia relatif sangat terbatas. Karena adanya masalah ini kemudian timbul tindakan, yakni tindakan memilih berbagai alternatif yang mungkin dapat memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas tadi. Karena adanya kelangkaan tadi maka manusia berpikir 207
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 206- 215
bagaimana menggunakan input yang terbatas adanya agar dapat menghasilkan output yang optimal (Joersen dan Fathorrozi, 2003). Biaya Produksi Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksikan perusahaan tersebut. Menurut Mulyadi (1999:8) dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis, yang di ukur dalam satuan uang, yang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam arti sempit diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva yang di sebut dengan istilah harga pokok, atau dalam pengertian lain biaya merupakan bagian dari harga pokok yang dikorbankan di dalam suatu usaha untuk memperoleh penghasilan. Penetapan Tarif PDAM Doll dan Orazam (1984) mendefinisikan biaya produksi sebagai pengeluaran yang terjadi dalam melaksanakan proses produksi. Produk yang dihasilkan dalam produksi air PDAM hanya satu jenis dalam suatu proses produksi, maka untuk menetapkan harga pokok air PDAM dapat dilakukan dengan metode pembagian yaitu membagi seluruh biaya produksi dengan jumlah satuan air yang diproduksi pada periode tertentu. METODE PENELITIAN Analisis Fungsi Biaya Produksi Ariestis (2004) menjelaskan bahwa analisis fungsi biaya produksi air bersih adalah analisis mengenai hubungan antara jumlah biaya produksi air bersih dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan biaya produksi air bersih tersebut. Dalam penelitian ini akan menggunakan bentuk fungsi produksi Cobb Douglas sebagai fungsi dasar dalam menentukan model fungsi biaya produksi. Menurut Noor (2007) teori biaya dikembangkan berdasarkan teori produksi, yaitu bagaimana mendapatkan formulasi input (biaya) yang paling efisien untuk menghasilkan output (produksi) tertentu. Dengan demikian, maka teori biaya digunakan untuk: a. Menentukan tingkat output (produksi) yang optimum dengan biaya minimum. Biaya = fungsi (Produksi). Fungsi biaya tersebut agar dapat menjelaskan hipotesis pertama yaitu faktor-faktor yang memengaruhi biaya produksi air bersih di PDAM Tirta Daroy. Pada penelitian ini ditambahkan variabel tingkat kebocoran untuk melihat apakah berpengaruh terhadap biaya produksi. Sehingga model fungsi biaya produksi pada penelitian ini adalah : Cost = f(Q,Lvt)......................................................................................................(1) Dalam penelitian ini, model diatas di implementasikan sebagai berikut : ln Cost = ln π·π + π·π lnπΈ+ π·π lnLvt+ πΊπ .................................................................(2) Dimana : Cost : Biaya Produksi Q : Output (jumlah air yang diproduksi) Lvt : Loss water (tingkat kebocoran) : Koefisien parameter dugaan 208
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 206- 215
Analisis Tingkat Efesiensi Biaya Produksi Return to Scale perlu diketahui untuk mengetahui apakah kegiatan dari suatu usaha yang akan diteliti mengikuti kaidah increasing, constant, atau decreasing return to scale, hal ini untuk menjelaskan pertanyaan daripada hipotesis kedua yaitu seberapa besar tingkat efisien biaya produksi di PDAM tirta Daroy. Menurut Soekartawi (1990) ada 3 alternatif dari kondisi return to scale, yaitu : Decreasing return to scale, bila π½1 + π½2 < 1 Dalam keadaan demikian dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi. Constant return to scale, bila π½1 + π½2 = 1 Dalam keadaan ini, penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. Increasing return to scale, bila π½1 + π½2 > 1 Ini artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.
1. 2. 3.
Analisis Penetapan Tarif Air Bersih Penentuan penetepan tarif berdasarkan biaya produksi dilakukan untuk menjelaskan hipotesis ketiga yaitu dengan menggunakan rumus harga pokok penjualan. Doll dan Orazam (1984) mendefinisikan biaya produksi sebagai pengeluaran yang terjadi dalam melaksanakan proses produksi. Produk yang dihasilkan dalam produksi air PDAM hanya satu jenis dalam suatu proses produksi, maka untuk menetapkan harga pokok air PDAM dapat dilakukan dengan metode pembagian yaitu membagi seluruh biaya produksi dengan jumlah satuan air yang diproduksi pada periode tertentu sedangkan rumus matematikanya adalah : HPP
=
)* +
.........................................................................................................................(3)
Keterangan : TC = Total Cost Q = Jumlah air yang dijual Metode Analisis Dalam penelitian ini, model analisis dilakukan dengan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan bantuan pengolah data sekunder menggunakan program Eviews 7.0. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel dependen dan variabel independen keduanya memiliki distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2009). 2. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model yang dapat menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara satu variabel independen dengan variabel independen lainnya (Sari, 2014). 3. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas merupakan masalah regresi yang faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama atau variannya tidak konstan. Hal ini memunculkan berbagai 209
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 206- 215
permasalahan yaitu penaksir OLS yang bias sehingga varian dari koefisien OLS akan salah (Kurniyawan, 2013). 4. Uji Autokorelasi Autokorelasi menunjukkan adanya korelasi antara anggota serangkaian observasi. Jika model mempunyai korelasi, parameter yang di estimasi menjadi bias dan variasinya tidak lagi minimum dan model menjadi tidak efisien (Kurniyawan, 2013). Uji Statistik 1. Uji T (Pengujian secara parsial) Uji signifikansi parameter individual (uji t) dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara individual dan menganggap variabel lain konstan (Sari, 2014). 2. Uji F (Pengujian secara simultan) Uji F merupakan pengujian untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama (Kurniyawan, 2013). 3. Uji Koefisien Determinasi Koefisien determinasi digunakan untuk menjelaskan dan mengetahui seberapa besar variasi dari variabel dependen dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen (Gujarati, 1997). HASIL PEMBAHASAN Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dapat dilakukan dengan melihat p-value Jarque Bera pada tabel berikut ini: Tabel 1. Uji Normalitas Uji Normality Test Jarque-Berra 0,961738 P-Value 0,618246 Sumber: Hasil pengolahan data, Eviews 7.0 (2016)
Berdasarkan output estimasi menggunakan Eviews 7.0 dapat disimpulkan bahwa p-value Jarque Bera Normality Test sebesar 0,618246 (61,8 persen) lebih besar dari 0,05 (5 persen) menyatakan H0 diterima dan Ha ditolak maka error term terdistribusi secara normal. Oleh karena itu, berdasarkan uji normalitas analisis regresi layak digunakan. Uji Autokorelasi Autorkorelasi menunjukkan korelasi di antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Pengujian keberadaan autokorelasi ditentukan apabila jika p-value Obs* R-square < Ξ± maka Ha ditolak. Sebaliknya, jika p-value Obs* R-square > Ξ± maka H0 diterima.
Tabel 2. Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
210
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 206- 215 F-statistic 0.229160 Obs*R-squared 0.839672 Sumber : Hasil Pengolahan Data melalui Eviews 7.0 (2016)
Prob. F(2,3) Prob. Chi-Square(2)
0.8031 0.6572
Oleh karena p-value Obs* R-square = 0,6572 < 0,05, maka ditolak. Kesimpulannya adalah dengan tingkat keyakinan 95% terdapat autokorelasi dalam model regresi. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas adalah pengujian untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual (error terms) satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada model adalah dengan melakukan uji White yang akan menghasilkan nilai probabilitas dari Obs*R-squared yang nantinya akan dibandingkan dengan tingkat signifikansi (alpha) dimana jika lebih besar dari Ξ± (0,05), maka hipotesis nol gagal ditolak, artinya model regresi tidak terdapat heteroskedastisitas. Tabel 3. Uji Heteroskedastisitas F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
1.745882 3.328100 0.709569
Prob. F(4,5) Prob. Chi-Square(4) Prob. Chi-Square(4)
0.2426 0.1894 0.7013
Sumber : Hasil Pengolahan Data melalui Eviews 7.0 (2016)
Dari hasil uji heteroskedastisitas pada tabel 3 dengan menggunakan metode uji White, diperoleh nilai p-value 0,1894 lebih besar dari 0,05 yang berarti menunjukkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas pada model regresi. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas adalah pengujian untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi linear berganda. Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu. Hasil uji multikolinearitas dengan menggunakan eviews sebagai berikut : Tabel 4. Uji Multikolinearitas Variable
Coefficient Variance
Uncentered VIF
Centered VIF
LNLVT LNQ C
1.398416 0.249054 2.842110
1561.077 480.7732 643.4663
2.873946 2.873946 NA
Sumber : Hasil Pengolahan Data melalui Eviews 7.0 (2016)
Tabel 4. menunjukkan hasil estimasi uji multikolinearitas, dapat dilihat pada kolom centered VIF. Karena nilai VIF keempat variabel tidak ada yang lebih besar dari 10 maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinearitas pada semua variabel bebas tersebut. Analisis Fungsi Biaya Produksi PDAM Tirta Daroy 211
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 206- 215
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui model persamaan biaya produksi air bersih PDAM Tirta Daroy dibangun oleh beberapa variabel, yaitu jumlah produksi air serta tingkat kebocoran. Hasil estimasi model diperoleh dari EVIEWS 7.0 dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) pada Tabel 5 sebagai berikut : Tabel 5. Hasil Estimasi Variabel Independen Biaya Produksi Air PDAM Tirta Daroy 2006-2015 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNQ LNLVT C
2.995756 -0.199501 -5.147631
0.499053 1.182546 1.685856
6.002883 -0.168704 -3.053423
0.0005 0.8708 0.0185
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.933927 0.915049 0.210164 0.309181 3.192678 49.47145 0.000074
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
3.131172 0.721061 -0.038536 0.052240 -0.138116 2.404995
Sumber : Hasil Pengolahan Data melalui Eviews 7.0 (2016)
Berdasarkan hasil estimasi OLS pada Tabel 5, menunjukkan bahwa hanya jumlah produksi air berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya produksi air bersih. Berdasarkan hasil estimasi regresi Tabel 5 di atas dapat dilihat nilai konstanta diperoleh sebesar -5.147631 yang berarti persamaan ini menunjukkan bahwa jumlah produksi air dan tingkat kebocoran diasumsikan tetap maka biaya produksi air bersih sama dengan -5.147631. Jika dilihat dari masing-masing variabel maka hasil estimasinya sebagai berikut: 1. Jumlah Produksi Air (Q) Berdasarkan hasil estimasi regresi antara jumlah air yang diproduksi dengan biaya total produksi air bersih diperoleh bahwa (p-val 0,0005 < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah air yang diproduksi berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya total produksi air bersih di PDAM Tirta Daroy. Koefisien estimasi jumlah air yang diproduksi menunjukkan angka 2.995756 berarti apabila kenaikan jumlah air yang diproduksi sebesar 1 juta , maka akan meningkatkan terhadap biaya produksi air bersih sebesar 2.995756 miliar rupiah. 2. Tingkat Kebocoran (Lvt) Berdasarkan hasil estimasi regresi antara tingkat kebocoran dengan biaya total produksi air bersih diperoleh bahwa (p-val 0.8708 > 0,05) sehingga dapat disimpulkan tingkat kebocoran tidak signifikan terhadap biaya produksi air bersih di PDAM Tirta Daroy. Hal ini disebabkan karena tingkat kebocoran terjadi setelah produksi maupun distribusi air ke pelanggan, maka tidak ada hubungan terhadap biaya produksi air bersih melainkan tingkat kebocoran akan berpengaruh pada pendapatan penjualan air. Semakin tinggi tingkat kebocoran maka semakin rendah pendapatan penjualan air. 3. R-Squared Nilai R-squared menggambarkan seberapa besar variabel independen (bebas) secara bersama-sama dapat menjelaskan variabel dependen. Hasil menunjukkan nilai Rsquared sebesar 0.933927, sehingga dapat disimpulkan jumlah produksi air dan tingkat kebocoran secara bersama-sama berpengaruh dan mampu menjelaskan sebesar 93 212
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 206- 215
persen terhadap biaya produksi air bersih. Sedangkan sisanya sebesar 7 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model. 4. Adjusted R-Squared Nilai adjusted R-squared menunjukkan seberapa besar variabel independen mampu menjelaskan varian dari variabel dependen. Semakin mendekati angka 1 berarti semakin besar kemampuan variabel independen dalam menjelaskan varian dari variabel dependennya. Hasil regresi menunjukkan adjusted R-squared sebesar 0.915049, sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah produksi air dan tingkat kebocoran dapat menjelaskan biaya produksi air bersih sebesar 91 persen. Pengujian Hipotesis Uji t dan Uji F Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan konsep p-value. Konsep ini membandingkan Ξ± dengan p-value. Jika p-value kurang dari Ξ±, maka ditolak. Jika dilihat berdasarkan masingmasing variabel, maka pengaruhnya adalah sebagai berikut: 1. P-value dari variabel jumlah produksi air adalah 0.0005 artinya, pada Ξ± = 5 persen hipotesis ditolak. Artinya, pada berbagai tingkat keyakinan 95 persen jumlah produksi air memiliki hubungan dengan biaya produksi air bersih. 2. P-value dari variabel tingkat kebocoran adalah 0.8708 artinya, pada Ξ± = 5 persen hipotesis diterima. Artinya, pada berbagai tingkat keyakinan 95 persen tingkat kebocoran tidak memiliki hubungan dengan biaya total produksi air bersih. Analisis Efesiensi Biaya Produksi PDAM Tirta Daroy Efisiensi berkaitan dengan masalah pengendalian biaya. Efisiensi biaya berarti biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan keuntungan yang lebih kecil daripada keuntungan yang diperoleh. Sebuah perusahaan dituntut untuk memperhatikan masalah efisiensi biaya. Dalam hasil analisis regresi diatas diperoleh π½1 + π½2 > 1 menunjukkan increasing return to scale. Artinya dari segi biaya, proporsi penambahan faktor produksi (output) akan menghasilkan tambahan biaya produksi yang proporsinya lebih besar, sehingga biaya produksi menjadi tidak efesien. Selain itu, peningkatan biaya produksi semakin menunjukkan pengurangan terhadap efesiensi produksi air. Meskipun biaya produksi mengalami penambahan, namun tingkat kebocoran tiap tahun terus mengalami peningkatan. Maka, hal inilah yang menyebabkan masih terdapat inefesiensi biaya produksi di PDAM Tirta Daroy. Pada tahun 2015 jumlah air yang diproduksi mencapai 20 juta, sedangkan tingkat kebocoran (air yang hilang) mencapai 10,5 juta . Sehingga tingkat efisiensi air yang sampai ke pelanggan hanya berkisar 45 persen dari jumlah air yang diproduksi. Penetapan Tarif Air Minum PDAM Tirta Daroy Doll dan Orazam (1984) mendefinisikan biaya produksi sebagai pengeluaran yang terjadi dalam melaksanakan proses produksi. Maka untuk menetapkan harga pokok air PDAM dapat dilakukan dengan metode pembagian yaitu membagi seluruh biaya produksi dengan jumlah satuan air yang diproduksi pada periode tertentu sedangkan rumus matematikanya adalah : HPP
=
)* +
Keterangan : TC = Total Cost 213
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 206- 215
Q
= Jumlah air yang dijual
Biaya dasar didapatkan dari biaya usaha dibagi dengan volume air terproduksi. Berdasarkan rumus diatas, maka harga pokok penjualan pada tahun 2015 adalah Rp1.963 . Tarif harga pokok penjualan memiliki nilai yang sama dengan biaya dasar dalam produksi air. Selama kurun waktu 10 tahun penetapan tarif air minum selalu berada diatas harga pokok penjualan. Pada tahun 2015 misalnya harga pokok penjualan per sebesar Rp.1.963 , sedangkan tarif air minum yang ditetapkan PDAM sebesar Rp.6.945/ . Dari segi penetapan tarif, harga tarif PDAM Tirta Daroy dapat diturunkan ke harga pokok penjualan sehingga harga tersebut dapat lebih menjangkau kepada masyarakat. Perbandingan selisih yang jauh antara tarif PDAM dengan harga pokok seharusnya dapat meningkatkan pendapatan bagi PDAM Tirta Daroy. Apabila jumlah air yang terbayarkan oleh pelanggan pada tahun 2015 sebesar 11.622.698, sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp.57.904.281.436 [(11.622.698 x (6.945-1.963)]. Namun kenyataan sebaliknya, berdasarkan laporan laba/rugi PDAM Tirta Daroy dalam kurun waktu 10 tahun terakhir hampir sepenuhnya mengalami kerugian. Pada tahun 2015 kerugian PDAM Tirta Daroy mencapai Rp.-1.337.291.157. Angka tersebut masih kecil dibandingkan pada tahun 2007 yang kerugian mencapai Rp.-9.879.913.382. Kerugian yang terus berfluktuasi mengakibatkan belum maksimalnya dalam kinerja PDAM Tirta Daroy. Hal ini dapat dilihat masih terdapat tingginya angka kebocoran air yang didistribusikan kepelanggan. Penyebab salah satunya yaitu masih terdapat pipa-pipa yang sudah tua serta pencurian air marak terjadi. Faktor lainnya yaitu besarnya angka biaya tidak langsung usaha PDAM Tirta Daroy. Tingginya angka biaya tidak langsung usaha semestinya bisa diminimalisir serta perlu dipertimbangkan kembali dimana kebutuhan utama dengan keperluan PDAM Tirta Daroy. Maka dari itu, tingginya angka biaya tidak langsung usaha mengakibatkan PDAM Tirta Daroy belum sepenuhnya efisien sebagai salah satu perusahaan yang bergerak dalam mengelola air bersih untuk wilayah Kota Banda Aceh. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Adapun kesimpulan dalam penelitian ini adalah : 1. Koefisien Determinan (R-square) sebesar 0.933927 atau 93%, hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan variasi yang terjadi pada variabel independen (jumlah produksi air dan tingkat kebocoran) dapat menjelaskan variabel dependen (biaya produksi air bersih) sebesar 93% sedangkan sisanya sebesar 7% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam model estimasi. 2. Jumlah air yang diproduksi (output) berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya produksi air bersih. 3. Dalam hasil analisis regresi diatas diperoleh π½1 + π½2 > 1 menunjukkan increasing return to scale. Artinya dari segi biaya, proporsi penambahan faktor produksi (output) akan menghasilkan tambahan biaya produksi yang proporsinya lebih besar, sehingga biaya produksi menjadi tidak efesien. Selain itu, peningkatan biaya produksi semakin menunjukkan pengurangan terhadap efesiensi produksi air. 4. Penetapkan harga pokok air PDAM dapat dilakukan dengan metode pembagian yaitu membagi seluruh biaya produksi dengan jumlah satuan air yang diproduksi pada periode tertentu. Berdasarkan hasil, maka harga pokok penjualan pada tahun 2015 adalah Rp1.963/ , sedangkan penetapan tarif yang berlaku di PDAM Tirta Daroy sebesar Rp.6.945/ . Sementara 214
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol.2 No.1 Februari 2017: 206- 215
itu jumlah air yang terdistribusi ke pelanggan mencapai 11.622.698 Sehingga seharusnya pendapatan penjualan air pada tahun 2015 mencapai Rp.57.904.281.436. Namun pada laporan laba/rugi PDAM Tirta Daroy pada tahun 2015 mengalami kerugian sebesar Rp.1.337.291.157. Dari segi penetapan tarif PDAM Tirta Daroy sudah mampu memberikan keuntungan dari penjualan air, namun dari sisi pengelolaan serta manajemen perusahaan harus dievaluasi kembali terhadap kebijakan-kebijakan yang akan diambil agar perusahaan dapat berjalan lebih efektif maupun efesien. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, adapun saran yang dapat penulis kemukakan diantaranya sebagai berikut : 1. PDAM Tirta Daroy diharapkan terus mengurangi tingkat kebocoran sehingga keuntungan yang didapat bisa meningkatkan kinerja serta memperluas area cakupan pelayanan. 2. Jika ingin meningkatkan cakupan pelayanannya hingga memenuhi target, PDAM Tirta Daroy sebaiknya menginvestasikan seluruh profitnya untuk investasi jangka panjang. 3. PDAM Tirta Daroy sebaiknya lebih efektif mengandalkan peran ekonomi dan sosial BUMD daripada hanya mengandalkan dana APBD. Perusahaan sebaiknya mencari sumber pembiayaan untuk investasi. Pembiayaan investasi bisa berupa pinjaman bank atau memasuki pasar modal (menjual saham). DAFTAR PUSTAKA Anandasari, Y. (2014). Analisis Dampak Penentuan Tarif Air Perushaan Daerah Air Minum (PDAM) terhadap Kinerja Keuangan PDAM. Jurnal Universitas Brawijaya. Effendy, S. (2012). PDAM Operator Pelayanan Air Bersih & Air Minum. Eriyati. (2010). Analisis Valuasi Ekonomi Lingkungan Kesediaan Membayar Masyarakat Sekitar Sungai Siak. Jurnal Ekonomi Universitas Riau Panam. Fathorrozi, J. S. (2003). Teori Ekonomi Mikro. Jakarta: Salemba . Hanafie, R. (2010). Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Andi. Mulyadi. (2001). Akuntansi Biaya . Jakarta. Novianti, C. (2011). FaktorFfaktor yang Mempengaruhi Biaya Produksi pada PDAM Kabupaten Sukabumi . Institut Pertanian Bogor. Soeratno. (2000). Ekonomi Mikro Pengantar . Yogyakarta. Sukirno, S. (2010). Mikroekonomi Teori Pengantar. Jakarta. World Bank. (2006). Indonesia : Enabling Water Utilities to Serve the Urban Poor. Indonesia.
215