JST Kesehatan, April 2013, Vol.3 No.2 : 196 – 202
ISSN 2252-5416
EFEKTIVITAS KRIM EKSTRAK BIJI MIMBA 10% PADA PENDERITA SKABIES The Effectiveness of 10% Neem Seed Extract Cream for Scabies Nasriyani Zainal, Farida Tabri, Sri Vitayani Muchtar, Khairuddin Djawad Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (E-mail:
[email protected])
ABSTRAK Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei dan produknya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas pemberian krim ekstrak biji mimba 10% pada penderita skabies. Penelitian dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, RS jejaring, pesantren dan panti asuhan di Makassar dengan metode penelitian yang digunakan adalah uji klinis before-after single blind randomized clinical trial. Sampel penelitian sebanyak 40 penderita skabies, terbagi atas 20 orang kelompok 1 adalah penderita skabies yang mendapat terapi krim ekstrak biji mimba 10% dan 20 orang kelompok 2 adalah penderita skabies yang mendapat terapi krim permetrin 5%. Dilakukan pemeriksaan dermoskopis untuk melihat jumlah tungau dengan menggunakan alat handyscope, serta menilai keadaan klinis pasien dan diberikan perlakuan selama satu kali seminggu sebanyak dua kali pemberian yang dioleskan pada seluruh tubuh. Kemudian evaluasi dilakukan pada hari ke-0, hari ke7 dan hari ke-14. Hasil penelitian menunjukkan dari segi kesembuhan klinis krim permetrin 5% lebih efektif dibandingkan krim ekstrak biji mimba 10% (p<0,05), dan dari segi hasil dermoskopis antara krim permetrin dan mimba tidak menunjukkan perbedaan bermakna (p>0,05). Jadi disimpulkan bahwa krim ekstrak biji mimba 10% tidak lebih efektif jika dibandingkan krim permetrin 5%. Kata Kunci: Skabies, Permetrin, Mimba
ABSTRACT Scabies is highly contangious disease of the skin caused by infestation and sensitation of Sarcoptes scabiei var. hominis and his products.The aim of this study to determine the effectiveness of 10% neem seed extract cream in scabies patients. The study was conducted at the Dermatology Clinic of the Dermatology and Venereology Department Wahidin Sudirohusodo hospital Makassar, hospital networks, schools and orphanages in Makassar by using the before-after method of single-blind randomized clinical trial. The research sample were 40 patients with scabies who were grouped into two treatment groups: 20 patients group 1 provided with 10% neem seed extract cream and 20 patients group 2 using 5% permethrin cream. Dermoskopis examination to see the number of mites by using handyscope tool, and assess the patient's clinical condition and then treatment given once a week for two times of administration applied to the entire body. Then the evaluation performed at day 0, day 7 and day 14. The results showed in terms of clinical cure 5% permethrin cream is more effective than 10% neem seed extract cream (p <0.05), and in terms of dermoskopis results between 5% permethrin cream and 10% neem seed extract cream showed no significant differences (p> 0.05). We concluded that 10% neem seed extract not effective if compare with 5% permethrin cream. Keywords: Scabies, Permethrin, Neem
196
Skabies, Permetrin, Mimba
ISSN 2252-5416
untuk ulkus, dan masih banyak lagi kegunaan lainnya (Bhowmik, dkk., 2010). Minyak mimba telah digunakan di berbagai negara untuk pengobatan anti parasit, anti skabies. Charles et al., (1992) melakukan penelitian menggunakan pasta campuran minyak mimba dan kunyit pada penderita skabies, dan hasilnya 97% memberikan perbaikan pada 814 pasien setelah terapi selama 3 – 15 hari. Studi yang dilakukan oleh Tabassam et al., (2008) menunjukkan efektivitas ointment methanol dengan ekstrak biji mimba 20% terhadap infestasi Sarcoptes scabiei pada domba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas krim ekstrak biji mimba 10% pada penderita skabies.
PENDAHULUAN Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei dan produknya. Sinonim atau nama lain skabies adalah kudis, the itch, gudig, budukan dan gatal agogo. Skabies terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan, pada semua kelompok usia, ras dan kelas sosial. Namun menjadi masalah utama pada daerah yang padat dengan gangguan sosial, sanitasi yang buruk, dan negara dengan keadaan perekonomian yang kurang. Skabies ditularkan melalui kontak fisik langsung dengan penderita (skin-to-skin) maupun tidak langsung (pakaian, handuk dan tempat tidur yang dipakai bersama) (Binic et al., 2010; Stone et al., 2008). Penatalaksanaan terhadap penderita skabies adalah secara menyeluruh yaitu seluruh anggota keluarga harus diobati dan memenuhi syarat pengobatan seperti efektif membunuh pada semua stadium tungau skabies, tidak menimbulkan iritasi atau toksisitas, tidak berbau atau merusak pakaian dan mudah diperoleh serta murah harganya. Jenis obat yang digunakan seperti sulfur presipitatum, benzyl benzoate, permethrin, krotamiton dan sebagainya (Khartikeyan, 2005). Akhir-akhir ini telah dikembangkan berbagai terapi sistemik maupun topikal untuk penanganan skabies. Terapi sistemik pada skabies hanya diindikasikan untuk skabies berat. Oleh karena itu, penggunaan terapi topikal merupakan terapi utama pada skabies. Tanaman mimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan tanaman yang cukup dikenal masyarakat Indonesia. Tanaman mimba merupakan tanaman yang serba guna. Selain produk kayunya, tanaman mimba sangat potensial sebagai penghasil obat (biofarmaka). Sudah lebih dari 4000 tahun minyak mimba (MM) digunakan secara tradisional (Pankaj et al., 2011). Kegunaan mimba diantaranya sebagai anti bakteri, insek-tisida, anti fungal, anti malaria, anti inflamasi, anti piretik, anti histamin, anti protozoa,
BAHAN DAN METODE Lokasi dan rancangan penelitian Penelitian dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, RS jejaring, Pesantren dan Panti Asuhan di Makassar, pada bulan Januari- Februari 2013. Jenis penelitian yang dilakukan penelitian uji klinis before-after single blind control trial untuk mengetahui apakah krim ekstrak biji mimba 10% efektif untuk penderita skabies. Populasi dan sampel Sampel penelitian sebanyak 40 penderita skabies, terbagi atas 20 orang kelompok 1(kasus) adalah penderita skabies yang mendapat terapi krim ekstrak biji mimba 10% dan 20 orang kelompok 2 (pembanding) adalah penderita skabies yang mendapat terapi krim permetrin 5%. Sampel penelitian ini adalah semua penderita skabies yang telah didiagnosis secara klinis yang memenuhi kriteria penerimaan sampel penelitian. Kriteria inklusi kelompok kasus: Penderita skabies laki-laki atau perempuan, usia >2 tahun, dengan gejala klinis yang khas dan hasil pemeriksaan penunjang dengan dermoskopis, ditemu-kan adanya tungau 197
Nasriyani Zainal
ISSN 2252-5416
Sarcoptes scabiei, pasien tidak menggunakan prefarat topikal lainnya, bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani formulir informed concent. Kriteria eksklusi: penderita yang menderita peny-akit inflamasi kulit lain yang ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis, penderita yang sementara dalam perlakuan mengalami efek samping obat, tidak setuju untuk ikut dalam penelitian.
laki dan 1 orang (5%) perempuan, dengan usia 6-10 tahun (5%), 11-15 tahun (90%) dan >15 tahun (5%). Sedangkan kelompok pembanding terdiri dari 18 orang (90%) laki-laki dan 2 orang (10%) perempuan, dengan usia 6-10 tahun (5%), 11-15 tahun (70%), dan >15 tahun (25%). Data dari penelitian ini tidak terdistribusi normal, dengan jumlah sampel < 50 dan p< 0,05 dari uji ShapiroWilk, sehingga untuk menguji efektifitas krim sebelum dan sesudah pemberian pada kelompok kasus digunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test. Dan untuk menguji perbandingan efektifitas antara kelompok kasus dan kelompok pembanding digunakan uji Mann Whitney test. Berdasarkan tabel 1, dari segi hasil pemeriksaan dermoskopis terdapat perbedaan yang signifikan p< 0,05 sebelum dan sesudah diberi krim ekstrak biji mimba 10%. Pada tabel 2 untuk hasil perbaikan klinis pada kelompok kasus sebelum dan sesudah pemberian krim ekstrak biji mimba 10%, terdapat perbedaan yang signifikan p<0,05. Begitu pula halnya pada tabel 3 yang menunjukkan hasil perbaikan klinis pada kelompok pembanding sebelum dan sesudah pemberian krim permetrin 5%, terdapat perbedaan yang signifikan p<0,05. Pada tabel 4 didapatkan bahwa perbaikan klinis sesudah pemberian krim ekstrak biji mimba 10% bila dibandingkan dengan pemberian krim permetrin 5% secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan dengan p<0,05. Sehingga untuk perbaikan klinis pada penderita skabies yang diberi terapi krim permetrin 5% masih lebih efektif bila dibandingkan dengan pemberian krim ekstrak biji mimba 10%. Sementara pada tabel 5 menunjukkan perbandingan hasil dermoskopis sesudah pemberian antara krim ekstrak biji mimba 10% dengan krim permetrin 5% tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05).
Metode Seluruh subjek yang telah memenuhi kriteria penelitian diminta mengisi kuesioner mengenai data pribadi dan riwayat penyakit, dilakukan pemeriksaan mikroskopis (scrapping), penilaian klinis dan pengambilan gambar lesi kulit dengan menggunakan kamera digital dan pemeriksaan dermoskopis dilakukan dengan menggunakan alat handyscope yang disambungkan dengan iphone. Analisis statistik Data diolah menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 12. Metode statistik yang digunakan adalah perhitungan nilai rerata, simpang baku, sebaran frekuensi dan uji statistik. Uji statistik yang digunakan adalah Wilcoxon Signed Rank Test dan Mann Whitney test dengan tingkat kemaknaan p<0,05. HASIL Selama periode penelitian, diperoleh 40 jumlah sampel yang terbagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok kasus (penderita skabies yang diterapi dengan krim ekstrak biji mimba 10%) dan kelompok pembanding (penderita skabies yang diterapi dengan krim permetrin 5%) terdiri dari 37 orang (92,5%) laki-laki dan 3orang (7,5%) perempuan yang memenuhi kriteria penelitian dengan ratarata usia 11-15 tahun. Untuk kelompok kasus terdiri dari 19 orang (95%) laki-
198
Skabies, Permetrin, Mimba
ISSN 2252-5416
Tabel 1. Perubahan hasil dermoskopis selama pengasmatan pada kelompok kasus (krim ekstrak biji mimba 10%) Hasil dermoskopis n Min Max median Mean ± SD Hari 0 20 10 44 21,50 23,15 ± 9,184 Hari 7 20 5 32 13,50 15,15 ± 6,368 Hari 14 20 2 20 8,50 9,00 ± 4,413 Uji Wilcoxon : Hari 0-7 (p=0,000); hari 0-14 (p=0,000)
p* p=0,000 p=0,000
Tabel 2. Perubahan hasil perbaikan klinis selama pengamatan pada kelompok kasus (krim ekstrak biji mimba 10%) (Uji Wilcoxon) Perbaikan klinis n Min Max median Hari 0 20 2 3 3,00 Hari 7 20 2 3 2,00 Hari 14 20 1 2 2,00 Uji wilcoxon : Hari 0-7 (p=0,000); hari 0-14 (p=0,000)
Mean ± SD 2,85 ± 0,366 2,15 ± 0,366 1,75 ± 0,444
p* 0,000 0,000
Tabel 3. Perubahan hasil perbaikan klinis selama pengamatan pada kelompok pembanding (krim permetrin 5%) Perbaikan klinis n Min Max Median Mean ± SD Hari 0 20 2 3 3,00 2,75 ± 0,444 Hari 7 20 1 2 2,00 1,85 ± 0,366 Hari 14 20 1 2 1,00 1,40 ± 0,503 Uji wilcoxon : Hari 0-7 (p=0,000); hari 0-14 (p=0,000)
p* 0,000 0,000
Tabel 4. Perbandingan hasil perbaikan klinis sesudah pemberian krim permetrin 5% dengan krim ekstrak biji mimba 10%
Kelompok Hari 7 Mimba Permetrin Hari 14 Mimba Permetrin
Perbaikan klinis median
n
Min
Max
20 20
2 1
3 2
2,00 2,00
0,016
20 20
1 1
2 2
2,00 1,00
0,027
199
p*
Nasriyani Zainal
ISSN 2252-5416
Tabel 5. Perbandingan hasil dermoskopis sesudah pemberian krim permetrin 5% dengan krim ekstrak biji mimba 10%
Kelompok Hari 7 Mimba Permetrin Hari 14 Mimba Permetrin
n
Min
Max
Hasil dermoskopis median
20 20
5 2
32 25
13,50 14,00
0,489
20 20
2 2
20 18
8,50 5,00
0,150
p*
digunakan untuk penderita skabies yaitu krim permetrin. Pada tabel 1 selama pengamatan sebelum dan setelah pemberian krim ekstrak biji mimba 10% menunjukkan perbedaan yang signifikan dari segi hasil dermoskopisnya, ini berarti bahwa pemberian krim ekstrak biji mimba 10% mampu mengurangi banyaknya tungau setelah pemberian terapi. Namun pada kelompok yang diterapi dengan permetrin 5% memberikan hasil pengurangan jumlah tungau yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan pemberian ekstrak biji mimba 10%. Sementara pada tabel 5 yang menunjukkan perbandingan hasil dermoskopis antara kelompok sebelum dan setelah pemberian krim ekstrak biji mimba 10% dengan permetrin 5% tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0,05). Perbedaan hasil ini dapat disebabkan karena masih rendahnya kadar ekstrak biji mimba yang digunakan dalam penelitian ini (10%) sehingga dalam hal efektifitas dan potensi sebagai anti skabies yang dikandungnya tidak setara dengan kadar anti skabies dalam permetrin 5%. Hal ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Tabassam et al., 2008 yang menunjukkan efektifitas ointment methanol dengan ekstrak biji mimba 20% terhadap infestasi Sarcoptes scabiei pada domba (Tabassam et al., 2008). Sedangkan untuk perbaikan klinis pada tabel 2, 3 dan 4 diperoleh data bahwa perbaikan klinis dengan krim permetrin 5% sudah terlihat maksimal
PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilaporkan efektifitas krim ekstrak biji mimba 10% pada penderita skabies. Dengan menilai perbaikan klinis dengan memperhatikan keluhan dan gejala klinis pasien serta melakukan pemeriksaan dermoskopis dengan menggunakan alat handyscope sebelum dan sesudah terapi pemberian krim ekstrak biji mimba 10% dan krim permetrin 5%. Penelitian dilakukan selama 14 hari dengan memberikan perlakuan terapi yang berbeda antara kelompok kasus dengan krim ekstrak biji mimba 10% dan kelompok pembanding dengan krim permetrin 5%. Skabies dapat menyerang semua orang dan banyak ditemukan pada usia anak serta remaja. Penularan terjadi akibat kontak langsung dengan kulit pasien atau kontak tidak langsung dengan benda yang terkontaminasi tungau sehingga skabies dapat mewabah pada daerah padat penduduk seperti daerah kumuh, penjara, panti asuhan, panti jompo dan sekolah asrama (pesantren). Akhir-akhir ini telah dikembangkan berbagai terapi sistemik maupun topikal untuk penanganan skabies. Terapi sistemik pada skabies hanya diindikasikan untuk skabies berat. Oleh karena itu, penggunaan terapi topikal merupakan terapi utama pada skabies (Mumcuoglu, dkk., 2009; Khartikeyan, 2005). Pada penelitian ini digunakan terapi topikal dari tanaman herbal yaitu ekstrak biji mimba yang dibandingkan dengan terapi topikal yang selama ini banyak 200
Skabies, Permetrin, Mimba
ISSN 2252-5416
sejak penggunaan minggu 1 yang dapat dilihat pada hasil klinis hari ke-7. Sementara dengan krim ekstrak biji mimba 10% hasil pada hari ke-7 tidak menunjukkan perbaikan klinis yang cukup berbeda dengan sebelum pengobatan. Perbaikan klinis yang setara dengan krim permetrin 5% hari ke-7 untuk penggunaan ekstrak biji mimba 10% diperoleh setelah penggunaan minggu ke-2 yakni pada hari ke-14. Dari hasil ini dapat terlihat bahwa perbaikan klinis secara optimal telah dicapai pada hari ke-7 untuk penggunaan permetrin 5% sementara perbaikan klinis secara optimal untuk penggunaan krim ekstrak biji mimba 10% baru dapat tercapai setelah hari ke-14. Hal ini tentu saja sangat tergantung pada konsentrasi komponen aktif obat yang digunakan, oleh karena optimalisasi dan potensi efektifitas terapi topikal sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya konsentrasi zat aktif yang terkandung dalam obatobatan topikal. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suatu formulasi, aplikasi dan subjek terhadap penyerapan obat adalah konsentrasi obat, dosis total, ketebalan aplikasi, pH formulasi, lipopilisitas obat, lipopilisitas vehikulum, temperatur, hidrasi atau oklusi dan faktor pasien seperti umur, jenis kelamin, lokasi aplikasi (Shah VP et al., 1992). Efektifitas dari minyak mimba untuk terapi skabies pernah diteliti oleh Charles et al., (1992) dengan menggunakan pasta campuran minyak mimba dan kunyit pada penderita skabies, dan hasilnya 97% memberikan perbaikan pada 814 pasien setelah terapi selama 3 – 15 hari. Selain itu penggunaan mimba untuk terapi head lice juga pernah diteliti oleh Gaffhar et al., (2007), dengan menggunakan sampo mimba untuk 66 anak (4-15 tahun) dan memberikan efektifitas 86% - 97% setelah sekali aplikasi. Tidak ada efek samping yang ditimbulkan. Studi yang dilakukan oleh Bachewar et al., (2009), membandingkan efektifitas
antara benzyl benzoate, permetrin dan ivermectin menunjukkan invermectin memberikan angka kesembuhan ±100% setelah dua minggu terapi. Sementara permetrin menurunkan pruritus 76% di akhir minggu pertama. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Saqib et al., (2012) yang membandingkan efikasi antara permetrin topikal dan ivermectin oral menunjukkan hasil pada kedua grup 66,7% memberikan kesembuhan dan hasilnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara permetrin dan ivermectin. Selama terapi secara keseluruhan, krim ekstrak biji mimba 10% dan krim permetrin 5% dapat ditoleransi dengan baik, dimana selama terapi tidak ada dilaporkan atau ditemukannya keluhan efek samping (iritasi, rasa terbakar, maserasi) atau reaksi alergi dari pengobatan pada seluruh penderita dari kedua kelompok. Ada beberapa keterbatasan dari penelitian ini, yaitu kepatuhan penderita dengan pengobatan tidak dapat dievaluasi, sehingga tidak dapat diketahui apakah penderita menggunakan, mengaplikasikan obatnya secara tepat seperti yang telah dijelaskan sebelum terapi. Selain itu tidak ada penelitian yang sama sebagai pembanding dari hasil penelitian ini untuk memperkuat hasil penelitian ini. Keterbatasan lain kemungkinan disebabkan karena konsentrasi dari krim ekstrak biji mimba yang diberikan 10%, sementara penelitian sebelumnya yang pernah dicobakan pada konsentrasi 20%, hal ini dikarenakan keterbatasan dalam pembuatan krim dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Kemungkinan dengan peningkatan konsentrasi krim akan membuat efek krim ekstrak biji mimba terhadap penderita skabies menjadi lebih baik. Keterbatasan pemeriksaan dermoskopik non kontak adalah pemeriksaan tidak dapat mendeteksi telur atau feses tungau yang juga dapat menunjang diagnosis pasti skabies. Pemeriksaan dermoskopik non kontak juga memerlukan pengamatan lesi dari jarak yang dekat sehingga pemeriksaan di daerah 201
Nasriyani Zainal
ISSN 2252-5416
genitalia dapat menimbulkan kondisi yang kurang nyaman bagi pasien dan pemeriksa. Selain itu pemeriksaan dermoskopis harus dilakukan dengan penuh ketelitian, keakuratan dari pemeriksa.
(2010). Herbal Remedies of Azadirachta indica and its medicinal application. J.Chem. Pharm. Res. 2(1): 62-72. Binic, I., Jankovic, A., Jovanovic, D. & Ljubenovic, M. (2010). Crusted (Norwegian) Skabies Following Systemic and Topical corticosteroid therapy. J Korean Med Sci. 52: 188191. Charles, V. & Charles, S. (1992). The use and efficacy of Azadirachta indica ADR ('Neem') and Curcuma longa ('Turmeric') in skabies. A pilot study. Trop Geogr.Med. 44: 178-81. Khartikeyan, K. (2005). Treatment of skabies: newer perspectives. Postgrad. Med. J. 81: 7-11. Mumcuoglu, K.Y., Gilead, L. & Ingber, A. (2009). New insight in pediculosis and scabies. Expert Rev. Dermatol. 4(3): 285-302. Pankaj, S., Lokeshwar, T., Mukesh, B. & Vishnu, B. (2011). Review of Neem (Azadirachta indica): Thousand problems one solution. Int. Research J. Pharmacy. 2(12): 97-102. Saqib M., Malik L.M., Jahangir M., (2012). A Comparison of efficacy of single topical permetrhin and single oral ivermectin in the treatment of scabies. J Pakistan Ass. Dermatol. 22: 45-9. Shah V.P., Behl C.R., Flynn G.L., Higuchi W.I., Schaefer H. (1992). Principles and criteria in the development and optimization of topical therapeutic products. Int. J Pharma. 82: 21-8. Stone, S. P., Goldfarb, J. N. & Bacelieri, R. E. (2008). Skabies, other mites and pediculosis. Fitzpatrick's Dermatology In General Medic. 7th ed. USA, McGrawHill. Tabassam, S., Iqbal, Z., Jabbar, A., Sindhu, Z. & Chattha, A. (2008). Efficacy of crude neem seed kernel against infestation of Sarcoptes scabiei var.ovis. J. Ethnopharmacol. 115(2): 284-7.
KESIMPULAN DAN SARAN Efektivitas krim ekstrak biji mimba 10% secara kesembuhan klinis untuk terapi skabies berbeda bermakna dibandingkan dengan krim permetrin 5%. Namun secara dermoskopis efektifitas krim ekstrak biji mimba 10% untuk terapi skabies tidak berbeda dibandingkan dengan krim permetrin 5%. Sehingga untuk lebih mengetahui efektifitas krim ekstrak biji mimba ini sebaiknya dapat dicobakan dalam konsentrasi yang lebih tinggi dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar dan waktu pengamatan yang lebih lama sehingga hasil penelitian yang diperoleh lebih akurat untuk memperkuat hasil penelitian ini. Dan untuk pemeriksaan dermoskopis perlu dilakukan penelitian lebih lanjut guna menentukan keandalan dermoskopis pada populasi dengan karakteristik sosiodermografi yang lebih heterogen serta penelitan selanjutnya mengenai keandalan dermoskopis pada berbagai derajat keparahan skabies. DAFTAR PUSTAKA Abdel-Ghaffar F., Semmler M. (2007). Efficacy of neem seed extract shampoo on head lice of naturally infected humans in Egypt. Parasitol Res. 100(2): 329-32. Bachewar N.P., Thawani V.R, Mali S.N., Gharpure K.J., Shingade V.P., Dekhale G.N. (2009). Comparison of safety, efficacy, and cost effectiveness of benzyl benzoate, permetrhin, and ivermectin in patients of scabies. Indian J of Pharma. 41(1): 9-14 Bhowmik, D., Chiranjib, Yadav J., Tripathi K.K & Kumat K.P.S.
202